Analisis Struktur Mikro dan Sifat-sifat Material Duplex Stainless Steel 2205 Akibat Proses Line Heating Wing Hendroprasetyo Akbar Putra Jurusan Teknik Perkapalan. Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabava - Indonesia Email:
[email protected]
Abstract: Duplex Stainless Steel (DSS) 2205 is widely used in shipbuilding industrv as well as in gas and oil industry because its supenoritN , in corrosion resistant and toughness compared to other metals., During welding process, deformation may occur in DSS 2205. Line heating followed by quenching is often used to relieve deformation following welding process. Line heating applied to DSS 2205 may change microstructure and properties of the steel as well. There are many factors that affect the microstructure change during line heating process and one of them is the number of line heating passes applied to the material at the same location. This research examines microstructure and properties of DSS 2205 due to line heating process. Three samples of weld joints were line heated. Each sample were line heated once, to and three times respectively in the direction perpendicular to the weld line. Quenching in fresh water carried out following the line heating process. Each sample was cut into two pieces for metallography, hardness, and ferritescope tests. Data obtained from metallography, hardness, and ferritescope tests showed that more line heating passes applied to the same location resulted in creasing ferrite content (FC) and hardness number. Results obtained from metallography tests showed that ferrite contents increased 21.3% in base metal and 14.6% in weld metal. Ferritescope test showed that ferrite number (FN) increased 6.21 in base metal and 8.13% in weld metal. Hardness number of base metal increased 13 - 71%, 8.85% fusion line, and 11.02% weld metal. Keywords: duplex stainless steel- ferrite. Austenite, ferritescope, line heating
PENDAHULUAN Duplex Stainless SIM (DSS) merupakan logam y,ang banyak digunakan pada industri maritime dewasa ini, baik pada industri perkapalan maupun pada industri migas dikarenakan memiliki keunggulan dibandingkan dengan logain-logam lainnya. Keunggulannya berupa kekuatan yang tinggi, tahan terhadap korosi. tahan terhadap fatique, memiliki ekspansi thermal vang rendah serta memiliki sifat mampu las dan mampu bentuk yang baik. Logam DSS ini banyak digunakan pada bejana bertekanan (pressure vessel), pipa, heat exchanger pada industri kimia, rotor, kipas angin, poros, serta tangki ruang bahan kimia yang bersifat sangat korosif pada kapal tanker. Duplex Stainless Steel yang banyak digunakan pada industry-industri termasuk industry perkapalan adalah DSS tipe 2205. Salah satu proses produksi kapal yang umumnya digunakan pada pembangunan kapal adalah proses pengelasan. Dalam proses pengelasan logam DSS mungkin terdeformasi. Untuk meluruskan kembali DSS yang terdeformasi perlu dilakukan line heating. Proses line heating banyak diaplikasikan di industry-industri perkapalan. Meskipun demikian, proses ini sangat sulit
57
untuk dikontrol, karena sulit menentukan besarnya heat input yang sesuai untuk digunakan pada proses line heating tanpa harus merubah sifat mekanis dan struktur mikro dari DSS ini, sehingga masih memenuhi standart untuk digunakan pada kontruksi. DSS menunjukkan kemampuan panas yang baik pada suu 1230 oC. Meskipun demikian, jika hot forming dilakukan pada suhu yang terlalu rendah, deformasi sedikit, sifat ductile ferrite menjadi rendah yang dapat menimbulkan crack pada ferrite di daerah deformasi. Fasa sigma dalam jumlah yang banyak dapat terbentuk ketika pekrjaan panas suhunya turun terlalu rendah (www.imoa.org.uk) Tujuan utama dari proses pemanasan adalah memanaskan logam uji mencapai suhu yang diinginkan secara perlahan. Hasil dari proses pemanasan sangat dipengaruhi oleh kehomogenan suhu pada specimen. Tidak homogennya suhu pemanasan berakibat satu bagian pada logam akan mengalamipemuaian lebih cepat dari loham lain. Hal ini akan mengakibatkan logam mengalami deformasi yang menimbulkan tegangan sisa akibat pengerjaan yang dapat mengakibatkan retak dan pengurangan kekuatan material. Metoda pemanasan yang lambat akan membuat penyebaran panas pada spesimen lebih merata keseluruh bagian material. Kecepatan pemanasan tergantung pada beberapa hal, yang terpenting adalah konduktivitas panas dari logam yang teruji (Todd, 1994). Logam dengan konduktivitas tinggi dapat dipanaskan lebih cepat daripada logam dengan konduktivitas rendah. Kondisi dari logam uji juga menentukan kecepatan pemanasan, logam dengan ukuran dan luas penampang lebih besar akan membutuhkan waktu pemanasan lebih lama. Tahap penahanan tergantung pada analisis kimia dan massa jenis dari logam uji (Todd, 1994). Waktu penahanan yang dilakukan pada suhu tertentu disebut perioda penahanan. Perioda penahanan bertujuan untuk menjamin semua bagian spesimen mencapai suhu vang sama yang dapat mencegah terjadinya cacat akibat pengerlasan. Setelah perioda penahanan maka spesimen harus dikembalika.n ke suhu kamar untuk menyelesaikan proses perlakuan panas. Periode pendinginan tergantung pada .jenis logam dan hasil komposisi akhir yang diinginhan (Totten, 1991). Metoda dari tahap pendinginan ini tergantung pada jenis perlakuan panas yang diaplikasikan. Untuk proses pendinginan. logam dapat didinginkan pada medium pendingin dari gas, padat, cairan, atau kombinasi dari ketiganya.. Perbedaan penggunaan medium pendingin dapat membuat komposisi hasil proses pemanasan yang herbed pula Quenching adalah prosedur yang digunakan untuk mendinginkan logam yang menerima perlakuan panas (Totten, 1991). Laju pendinginan pada quenching dilakukan dengan cepat menggunakan oli, air, brine, atau beberapa medium yang lain. DSS 2205 terdiri dari 0.03% karbon, 2% mangan, 0.03°% pospor, 0.02% sulfur, 1% silicon, 21-23% cromium. 4.5-6.5% nike, dan 0.08-0.02% nitrogen. DSS 2245 (Peckner, 1977) banyak digunakan pada bangunan lepas pantai, dan pada tangki kapal tanker karena memilliki ketahanan terhadap korosi vang tinggi, dan juga meniliki kekuatan vang tinggi sehingga dengan menggunakan D55 2205 ini tebal pelat vang digunakan lebih kecil daripada stainless steel jenis lainnva. Struktur metalurgi DSS terdiri dari dua fasa, yaitu fasa ferrite dan fasa austenite. Struktur mikro fasa ferrite terlihat bewama gelap, sedangkan fasa austenite terlihat berwarna terang. Ferrite memiliki sifat kekerasan yang tinggi, dan bersifat magnetik. tetapi tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. sedangkan austenite bersifat tahan terhadap korosi, non magnetik, tetapi memiliki kekerasan yang rendah. DSS memililki kadar yang seimbang antara ferrite dan austenite yang dapat dilihat dalam gambar foto mikronya (gambar 1). Dari gambar foto mikro tersebut terilihat perbandingan yang seimbang antara bagian yang gelap dan yang terang. Pada DSS, kadar austenite dan ferrite dapat berubah apabila dilakukan perlakuan panas yang melebihi suhu kritis, yaitu sekitar 950 oC. Apabila dipanaskan lebih dart suhu kritis maka kadar ferrite dari DSS akan semakin tinggi, dan itu dapat mengurangi daya tahan terhadap korosi dari DSS ini (www.imoa.org.uk).
58
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 57 - 62
Austenite Ferrite
Gambar 1. Struktur mikro ferrite dan austenic (www.imoa.org.uk) Diagram fasa paduan berguna untuk mendis dan mengontrol prosedur perlakua panas untuk paduan logam tersebut dan untuk memecahkan masalah yang muncul dari aplikasi secara komersial untuk meningkatkan produk paduan logam ini. Diagram fasa dari DSS dapat dilihat pada gambar 2. Dalam gambar ini terlihat bahwa larutan padat terdiri dari ferrite dan sebagian ferrite berubah menjadi austenite pada suhu dibawah 1000 oC atau (1832oF). Kadar ferrite dan austenite seimbang pada suhu yang rendah. Dari diagram fasa paduan ini perlakuan panas yang dapat dilakukan kurang lebih sekitar 1000 oC, oleh karena itu perlu dianalisis kandungan ferrite dan austenite pada suhu ini supaya seimbang dan tidak mengurangi sifat asli dari DSS. Setelah dilakukan perlakuan panas kemudian dilakukan quenching dengan menggunakan air tawar. Hal ini berfungsi untuk mempercepat pendinginan dan untuk menghindari terbentuknya fasa antar logam yang dapat mengurangi sifat dari DSS itu sendiri (www.imoa.org.uk).
METODA PENELITIAN Sampel uji untuk pengelasan adalah DSS 2205 sebanyak dua buah dengan ukuran 300X15X12 mm. Proses pengelasan menggunakan FCAW dengan filter metal 2209. Setelah pengelasan dilakukan, maka sampel uji tersebut dipotong menjadi tiga spesimen dengan ukuran yang sama. Spesimen pertama akan dilakukan proses line heating sebanyak dua kali, spesimen kedua dilakukan line heating sebanyak tiga kali. Proses line heating dilakukan dengan memanaskan specimen uji memakai brander pemanas hingga suhunya mencapai 850 oC dan selanjutnya langsung didinginkan dengan cara quenching di dalam air tawar. Pengukuran suhu line heating dilakukan dengan thermometer infra merah dan line heating dilakukan dengan kecepatan konstan. Dari ketiga spesime uji tersebut, masing-masing akan dilakukan pengujian kekerasan, pengujian ferritscope dan foto mikro pada daerah yang terkena line heating. Pengujian kekerasan dilakukan dengan metoda Vickers dengan jumlah 27 titik masing-masing pada daerah weld metal, fusion line dan base metal yaitu 3 titik pada top, 3 titik pada center dan 3 titik pada bottom. Untuk perhitungan ferrite content digunakan acuan ASTM E 562 tentang standar pengujian untuk menentukan volume fraksi dengan system perhitungan manual (point counting), yaitu menghitung kandungan ferrite dan austenite penyususn dari DSS 2205. Menggunakan ASTM E 562, sebelumnya harus dilakukan foto mikro pada daerah-daerah base metal dan weld
Analisis Struktur Mikro dan Sifat-sifat ……………………………………………
59
metal dengan perbesaran 500 kali. Sedangkan pengukuran ferrite number memakai alat ferritescope MP30 dilakukan pada lokasi base metal dan weld metal.
Gambar 2. Diagram fasa DSS (www.imoa.org.uk)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perhitungan Ferrite Content Pada proses pengelasan DSS 2205 yang perlu diperhatikan adalah prosesntase kandungan ferrite yang terdapat pada logam lasnya, begitu juga pada prose line heating pada DSS ini, harus diperhatikan kandungan perubahan ferrite-nya karena sifat dari DSS itu ditentukan oleh perbandingan antara fasa ferrite dan austenite yang terdapat pada logam lasnya. Untuk menghitung presentase kandungan ferrite pada DSS ini dilakukan dengan membandingkan luasan antara ferrite dan austenite yang terdapat pada hasil pengujian foto mikro dengan perbesaran 500 kali dari tiap spesimen. Hasil perhitungan ferrite content yang diperoleh dari tiap spesimen dari satu kali line heating pada suhu 850oC, sampai dengan tiga kali line heating pada daerah las-lasan yang meliputi base metal dan weld metal dapat dilihat dalam table 1. Tabel 1. Hasil perhitungan ferrite content
Spesimen uji
1 kali line heating 2 kali line heating 3 kali line heating
60
Base metal 41.1 45.2 49.9
Ferrite Content (%) Peningkatan persentase Weld metal terhadap mulamula (%) 29.5 9.9 30.7 21.3 33.8
Peningkatan persentase terhadap mula-mula (%) 4.0 14.6
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 57 - 62
Hasil Perhitungan Ferrite Number Selain menggunakan teknik point counting dari foto mikro untuk menghitung kandungan ferrite dalam spesimen uji, cara lain untuk menghitung jumlah kandungan ferrite adalah dengan menggunakan alat ferritescope. Ferritescope yang digunakan adalah ferritescope MP30. Prinsip kerja dari ferritescope MP30 ini adalah berdasarkan gaya tarik magnetik yang terdapat pada DSS. Hasil dari pengujian ferritescope berupa ferrite number (FN). Semakin banyak kandungan ferrite, maka gaya tarik magnetiknya semakin besar, sehingga nilai ferrite number semakin besar. Tabel 2. Hasil perhitungan ferrite number
Spesimen uji
Base metal
1 kali line heating 2 kali line heating 3 kali line heating
41.9 42.4 44.5
Ferrite Content (%) Peningkatan persentase Weld metal terhadap mulamula (%) 32.0 1.19 32.4 6.21 34.6
Peningkatan persentase terhadap mula-mula (%) 1.25 8.13
Hasil Pengujian Kekerasan Vickers Peningkatan nilai kekerasan tertinggi terjadi di daerah base metal yaitu sebesar 13.71%. Hal ini terjadi karena daerah ini merupakan logam murni di daerah DSS yang tidak dipengaruhi unsure filter metal yang memiliki harga kekerasan yang lebih kecil dari base metal. Peningkatan nilai kekerasan material di daerah base metal, fusion line dan weld metal diakibatkan material mengalami proses pemanasan secara terus-menerus akibat proses pengelasan dan line heating serta mengalami siklus pendinginan yang cepat dan berulangulang. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya unsur nitride dan krom pada daerah batas butir, dan juga akibat dari bertambahnya kandungan karbon yang terjadi karena naiknya kandungan ferrite pada DSS setelah mengalami proses line heating. Dari hasil pengujian, nilai kekerasan Vickers pada spesimen yang mengalami satu dua kali line heating, begitu juga untuk ukuran butirnya (grain size). Spesimen yang mengalami proses line heating sebanyak tiga kali memiliki grain size yang lebih besar dari spesimen yang mengalami line heating sebanyak satu dan dua kali. Semakin besar grain size semakin besar harga kekerasannya. Pada stainless steel, semakin besar nilai kekerasannya maka kuat tarik semakin tinggi, tetapi rentan terhadap stress corrosion cracking, namun sebaliknya, semakin kecil nilai kekerasannya, maka kuat tarikannya semakin rendah dan logam semakin tahan terhadap stress corrosion cracking. Hasil pengujian kekerasan dapat dilihat dalam table 3. Tabel 3. Hasil pengujian kekerasan Vickers
Spesimen uji
Base metal
1 kali line heating 2 kali line heating 3 kali line heating
340.01 344.95 386.64
Peningkatan persentase terhadap mulamula (%) 1.45 13.71
Angka kekerasan Vickers Peningkatan Fusion persentase line terhadap mulamula (%) 334.07 340.41 1.90 363.64 8.85
Analisis Struktur Mikro dan Sifat-sifat ……………………………………………
Weld metal 315.02 329.65 349.75
Peningkatan persentase terhadap mulamula (%) 4.44 11.02
61
Pembahasan Dari hasil perhitungan dan pengujian diatas, terlihat terlihat bahwa semakin sering material DSS 2205 mengalami proses line heating, maka makin tinggi angka kekerasannya dan makin besar kandungan ferrite di dalam struktur mikronya. Makin tingginya angka kekerasan mengakibatkan logam menjadi semakin getas, sedangkan makin banyak kandungan ferrite di dalam struktur mikro, mengakibatkan logam makin rentan terjadinya stress corrosion cracking. KESIMPULAN Dari pengujian-pengujian dan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa semakin sering material DSS 2205 mengalami proses line heating, maka semakin banyak kandungan ferrite yang terbentuk di dalam struktur mikronya, dan juga semakin sering proses line heating yang diikuti dengan quenching maka ukuran butir (gran size) semakin besar. Pengukran dengan ferritescope memperlihatkan terjadinya peningkatan ferrite number karena semakin sering proses line heating yang terjadi, maka semakin besar daya tarik magnetik material terhadap sensor alat ferritescope sehingga ferrit number dari material akan semakin besar. Semaikn sedikit proses line heating yang dikenakan maka semakin lemah daya tarik magnetik dari material. Sedangkan dari pengujian kekerasan Vickers diketahui bahwa prose line heating pada DSS 2205 akan meningkatkan angka kekerasan material. Angka kekerasan tertinggi terjadi pada bagian base metal dibandingkan pada weld metal dan fusion line. Makin banyak proses line heating yang dilakukan pada DSS tipe 2205 akan membuat material ini memiliki ferrite number dan ferrite content yang semakin tinggi. Makin tinggi kandungan ferrite akan meningkatkan kekerasan material sehingga menjadi lebih getas dan rentan terhadap stress corrosion cracking. Untuk tujuan praktis di lapangan, proses line heating pada material DSS 2205 harus dibatasi sebanyak dua kali jika pemanasan dilakukan pada tempat yang sama untuk menghindari terjadinya peningkatan kandungan ferrite sebesar lebih dari 10% di daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA ASTM E 562. 2002. Standard Test Method for Determining Volume Fraction by Systematic Manual Point Count. ASTM International. Folkhard, E. 1984. Welding Metalurgy of Stainless Steel. Springler-Verlag Wien. New York. Leffler, B. Carlsson, S. 1993. Good Practice in The Building of stainless Steel Cargo Tanks. Avesta Sheffield AB. First Edition. Oates, W.R dan Saita, A. M. 1998. Welding Handbook Vol 4. Material and Application-part 2. American Welding Society. Miami: Florida. Eight Edition. Peckner, D dan Berstein, I.M. 1997. Handbook of Stainless Steel. New York: Mc GrawHillback Company. Todd dan Robert, H. 1994. Steel and Its heat Treatment. London: Butterworth. Totten, G.E. Bates, C. E dan Clinton, N.A. 1991. Quenchants and Quenching Technology. ASM Material Park. USA. Vort, V dan George, V. 2004. ASM Vol 9: Metallography and Microstructure. ASM International Material Park. USA. http:///www.imoa.org.uk. International Molybdenum Association. Practical Guidelines for The Fabrication of DSS.
62
Neptunus, Vol. 15, No. 2, Januari 2009: 57 - 62