ANALISIS STATUS PENCEMARAN LOGAM BERAT Pb, Cd DAN Cu DI PERAIRAN TELUK KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
LUTHER KADANG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis Status Pencemaran Logam Berat Pb, Cd dan Cu di Perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur adalah karya saya sendiri dan tidak diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Bogor, Desember 2005 Penulis,
Luther Kadang P052030011
ANALISIS STATUS PENCEMARAN LOGAM BERAT Pb, Cd DAN Cu DI PERAIRAN TELUK KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
LUTHER KADANG
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul Tesis : Analisis Status Pencemaran Logam Berat Pb, Cd dan Cu di Perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur Nama
: Luther Kadang
NRP
: P052030011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Etty Riani, MS Ketua
Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti Anggota
Diketahui Ketua Program Studi PSL
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS
Tanggal Ujian : 02 Desember 2005
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini dengan judul Analisis Status Pencemaran Logam Berat Pb, Cd dan Cu di Perairan Teluk Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Pebruari-April 2005 di Perairan Teluk Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat. Untuk menjamin hal tersebut sistem pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun kiranya dipatuhi dan di implementasikan oleh berbagai pihak untuk kelestarian lingkungan. Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dr. Ir. Etty Riani, MS, dan Dr. Ir. Nastiti S. Indrasti selaku Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan petunjuk, arahan serta berbagi pengalaman sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis.
2.
Rektor Universitas Nusa Cendana yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
3.
Dekan Fakultas MIPA bersama staf dosen dan pegawai yang telah memberikan kesempatan dan motivasi sehingga penulis dapat melanjutkan studi
di Sekolah
Pascasarjana IPB Bogor. 4.
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan (PSL) beserta staf dosen dan pegawai yang bekerja keras untuk mendorong dan memotivasi dan
serta
memberikan
pelayanan
administrasi
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan studi. 5.
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB berserta staf yang telah bekerja dengan baik dalam segala pelayanan adminstrasi selama penulis menjadi mahasiswa.
6.
Kedua orang tua Ayah dan Ibu tercinta semasa hidupnya (Alm) memberikan dukungan baik secara moral maupun meteril serta doanya, dan saudara kandung serta keponakan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
7.
Istri tercinta Adolfina M. Tuhehay, anak Serolya Salsabella dan A. Almendo, dengan penuh kesabaran, ketekunan dan kerja keras untuk memotivasi penulis dalam penyelesaian studi.
8.
Pimpinan Yayasan Toyota & Astra, Pimpinan Yayasan Satya Bhakti Widya dan Pimpinan Redaksi Suara Pembaharuan yang telah memberikan bantuan biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.
9.
Rekan-rekan PSL yang telah memberikan saran dan inspirasi kepada penulis, baik selama perkuliahan berlangsung sampai penyelesaiaan studi.
10. Saudara-saudaraku se pemondokan yang selama ini tinggal bersama-sama mulai dari awal semester hingga penulis penyelesaikan studi antara lain Sdr. Yan Masrikat, Niki Lewaherila, Yaconias Maintimdom, Evi Parera dan Ferry Maintindom. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah memberi bantuan kepada penulis baik secara material maupun spritual, segala kebaikan dan kemurahan hati serta bantuan dari rekan-rekan Tuhan memberkati, Amin. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan saran, kritikan dan inspirasi yang sifatnya konstruktif dari berbagai pihak Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat dalam dunia ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pencemaran lingkungan. Bogor, Desember 2005
Luther Kadang
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Toraja pada tanggal 15 Oktober 1968 dari ayah Y. Kadang (Alm) dan ibu L. Sero (Alm) dan penulis merupakan putra ketujuh dari delapan bersaudara. Tahun 1989 penulis lulus dari Sekolah Analis Kimia Menengah Atas (SAKMA) di Makassar. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Atha Wacana Kupang Nusa Tenggara Timur dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor dari DIKTI melalui BPPS di Jakarta. Sejak tahun 1990 sampai saat ini, penulis bekerja sebagai staf Pegawai Negeri Sipil di Universitas Nusa Cendana Kupang Nusa Tenggara Timur.
ABSTRAK LUTHER KADANG. Analisis Status Pencemaran Logam Berat Pb, Cd dan Cu di Perairan Teluk Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan NASTITI S. INDRASTI. Logam berat merupakan unsur kimia yang akhir-akhir ini dianggap sebagai penyebab pencemaran air, dan dapat membahayakan kehidupan organisme serta efeknya secara tidak langsung merugikan kesehatan manusia. Penelitian ini dilakukan di perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air laut, sedimen dan organ kerang darah (Anadara granosa). Metode yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) dan analisis regresi dan korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara parameter yang diukur. Hasil analisis laboratorium diperoleh konsentrasi logam berat Pb dalam air laut sebesar 0,0045 mg/L, Cd 0,0006 mg/L, Cu 0,0050 mg/L, sedimen Pb 1,9358 mg/kg, Cd 0,0118 mg/kg, Cu 1,3542 mg/kg, insang Pb 2,9683 mg/kg, Cd 01215 mg/kg, Cu 3,1657 mg/kg, hepatopankreas Pb 3,4032 mg/kg, Cd 0,1380 mg/kg, Cu 3,1667 mg/kg, daging Pb 2,3133 mg/kg, Cd 0,0887 mg/kg dan Cu 2,0320 mg/kg, dimana logam berat Pb tidak memenuhi baku mutu. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa logam berat Pb, Cd dan Cu yang memiliki hubungan erat yaitu konsentrasi antara logam berat dalam sedimen dengan organ kerang, sedangkan antara logam berat dalam air dengan sedimen dan konsentrasi antara logam berat dalam air dan organ kerang hubungannya lemah dan bervariasi. Kata Kunci : Logam berat, Air, Sedimen, Kerang darah, Teluk Kupang
ABSTRACT LUTHER KADANG. Analysed of Heavy Metals Contaminant Status Pb, Cd and Cu in Sea Waters of Kupang Bay Provinsi Nusa Tenggara Timur. Guided by ETTY RIANI and NASTITI S. INDRASTI. Heavy metal is a chemical compound which is latterly considered to contaminant in the waters and could be dangerous to the organisms and would give indirect effect to the human health. The research was conducted at Kupang Bay NTT. It is aimed to provide the existing knowledge on the heavy metals concentration (Pb, Cd and Cu) in the sea water, sediment and the tissues of Anadara granosa. The samples were analysed using AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) based on the Standart National Indonesia (SNI). In order to know the significant level between the parameters, the data were analysed using a sample regression. Comparing the heavy metals concentration in the different comparment (water, sediment and organism) was noted Pb concentration in the sea water was about 0,0045 mg/L, Cd 0,0006 mg/L, and Cu 00050 mg/L, whereas in the sediment Pb 1.9358 mg/kg, Cd 0,0118 mg/kg, and Cu 1,3542 mg/kg. In addition, the heavy metals concentration of Pb in the gill was about 2,9683 mg/kg, Cd 0,1215 mg/kg and Cu 3,1657 mg/kg. Pb concentration in the hepatopankreas was about 3,4032 mg/kg, Cd 0,1380 mg/kg and Cu 3,1667 mg/kg. Pb concentration in the muscles was about 2,3133 mg/kg, Cd
00887 mg/kg and Cu 2.0320 mg/kg, where Pb heavy metal
fuluilled not of quality standart. These results analysed of regression and correlation showed that the concentration of heavy metals Pb, Cd and Cu which hand relation that is between heavy metals in the sedimen with cockle organ, while as the correlation between heavy metals concentration in the water with in the sediment and between heavy metal the concentration in the water and cockle organ relation weakness and varied. Key words: Heavy metals, water, sediment, Anadara granosa, Kupang Bay.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
v
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 1.3. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 1.4. Perumusan Masalah ................................................................................ 1.5. Hipotesis .................................................................................................. 1.6. Manfaat Penelitian ...................................................................................
1 3 3 6 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
8
2.1. Karakteristik Air ....................................................................................... 2.1.1. Siklus Hidrologi ............................................................................... 2.1.2. Kecepatan Arus (Velocity) .............................................................. 2.1.3. Perairan Tergenang ........................................................................ 2.1.4. Perairan Mengalir ........................................................................... 2.2. Pencemaran Air ........................................................................................ 2.3. Pencemaran Logam Berat pada Perairan Pesisir .................................... 2.4. Logam Berat ............................................................................................. 2.4.1. Timbal (Pb) ..................................................................................... 2.4.2. Cadmium (Cd) ................................................................................ 2.4.3. Tembaga (Cu) ................................................................................ 2.5. Erosi dan Sedimen ................................................................................... 2.6. Kerang (Anadara, sp) ............................................................................... 2.7. Kerang darah (Anadara granosa) ............................................................. 2.8. Habitat dan Penyebaran Kerang .............................................................. 2.9. Distribusi dan Akumulasi Logam dalam Jaringan ..................................... 2.10. Ekskresi dan Regulasi Logam ................................................................ 2.11. Pengaruh Toksisitas Logam pada Hewan Air .........................................
8 8 8 9 9 9 10 11 13 14 15 15 17 18 18 19 20 21
III. METODE PENELITIAN ...............................................................................
24
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 3.2. Metode Pengambilan data dan Pengukuran ............................................. 3.2.1. Penentuan stasiun pengamatan ..................................................... 3.2.2. Metode Pengambilan Data ............................................................ 3.2.3. Metode Pengambilan sampel ......................................................... 3.3. Pengukuran Fisika-Kimia ......................................................................... 3.3.1. Bahan dan Alat ............................................................................... 3.3.2. Preparasi Sampel ........................................................................... 3.3.3. Penentuan Konsentrasi Logam Berat ............................................. 3.3.4. Pengukuran Kualitas Air ................................................................. 3.4. Analisa Data .............................................................................................
24 24 24 25 25 25 25 25 26 26 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
29
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 4.2. pH ........................................................................................................... 4.3. Suhu ........................................................................................................ 4.4. Oksigen terlarut (DO) ............................................................................. 4.5. Salinitas ................................................................................................... 4.6. Kesadahan .............................................................................................. 4.7. Kekeruhan ............................................................................................... 4.8. Konsentrasi logam berat dalam air dan sedimen .................................. 4.8.1. Timbal (Pb) ............................................................................... 4.8.2. Kadmium (Cd) ............................................................................... 4.8.3. Tembaga (Cu) .............................................................................. 4.9. Absorpsi logam berat oleh kerang darah (Anadara granosa) ............... 4.10. Konsentrasi Logam Pb, Cd dan Cu dalam organ kerang darah (Anadara granosa) ................................................................................. 4.11. Hubungan antara parameter ................................................................. 4.11.1. Hubungan antara konsentrasi logam berat dalam air dengan logam berat dalam sedimen ........................................................................ 4.11.2. Hubungan antara Konsentrasi logam berat dalam air dengan organ kerang darah (Anadara granosa) ............................................. 4.11.3. Hubungan antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang darah ...........................................................................
29 30 31 32 34 35 36 37 38 40 42 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
56
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 5.2. Saran ........................................................................................................
56 56
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
58
LAMPIRAN .........................................................................................................
62
DAFTAR TABEL
45 49 49 51 54
Halaman
1
Kadar Pb pada beberapa nilai kesadahan ........................................................
14
2
Kadar Cd pada beberapa nilai kesadahan .......................................................
14
3
Kadar Cu pada beberapa nilai kesadahan ........................................................
15
4
Parameter, metode, tempat analisa dan alat yang digunakan ..........................
27
5
Hasil analisis regresi dan korelasi antara logam berat dalam air laut (x) dengan logam berat dalam sedimen (y) ...........................................................
51
6
Hubungan antara konsentrasi logam berat dalam air laut (x) dengan konsentrasi logam berat organ kerang (y) .......................................................
7
Hubungan antara konsentrasi logam berat dalam sedimen (x) dengan konsentrasi logam berat organ kerang (y) ......................................................
53 55
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. 3.
Bagan alir kerangka pemikiran penelitian .................................................... Proses perpindahan bahan cemaran dari aktivitas darat ke lingkungan laut................................................................................................................... Bentuk kerang darah (Anadara granosa) .......................................................
12 18
4.
Model pengikatan logam dalam Sel ..............................................................
22
5.
Peta lokasi pengambilan sampel .....................................................................
24
6.
Nilai Rata-rata pH pada setiap stasiun pengamatan ......................................
31
7.
Rata-rata suhu pada setiap stasiun pengamatan ............................................
32
8.
Rata-rata oksigen terlarut (DO) pada setiap pengamatan ...............................
33
9.
Rata-rata salinitas pada setiap stasiun pengamatan ........................................
35
10. Rata-rata kesadahan pada setiap stasiun pengamatan ....................................
36
11. Rata-rata kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan ..................................
37
12. Konsentrasi rata-rata Pb dalam air laut ...........................................................
39
13
Konsentrasi rata-rata Pb dalam sedimen .........................................................
40
14
Konsentrasi rata-rata Cd dalam air laut ..........................................................
41
15
Konsentrasi rata-rata Cd dalam sedimen ........................................................
42
16
Konsentrasi rata -rata Cu dalam air laut .........................................................
43
17
Konsentrasi rata-rata Cu dalam sedimen ........................................................
43
18
Konsentrasi rata-rata Pb dalam organ kerang. ................................................
46
19
Konsentrasi rata-rata Cd dalam organ kerang. ...............................................
46
20
Konsentrasi rata-rata Cu dalam organ kerang. ...............................................
47
2.
5
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil pengukuran kualitas air laut di perairan Teluk Kupang ........................
62
2
Konsentrasi Pb, Cd, dan Cu dalam air laut dan sedimen pada setiap stasiun pengamatan .....................................................................................................
63
3
Konsentrasi logam berat Pb, Cd, dan Cu dalam organ kerang pada setiap stasiun pengamatan .........................................................................................
64
4
Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan sedimen ...........................................................................................................
65
5
Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang (Anadara granosa) ...................................................................
66
6
Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang (Anadara granosa) ....................................................................
67
7
Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang (Anadara granosa) ....................................................................
68
8
Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang (Anadara granosa .....................................................................
69
9
Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang (Anadara granosa) ....................................................................
70
10 Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang (Anadara granosa) ....................................................................
71
11 Data ouput program SPSS korelasi antara logam berat dalam air, sedimen, organkerang darah (Anadara granosa) di Perairan Teluk Kupang ......................................................................................................................
12 Baku mutu air laut untuk biota perairan ......................................................
72 82
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu negara umumnya sejalan dengan kemajuan industri. Makin banyak industri dibangun, makin banyak pula limbah yang dihasilkan. Limbah industri akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi ekosistem perairan, yaitu semakin menurunnya kualitas perairan dimana industri-industri memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dan dialirkan ke perairan laut. Industri-industri ini dalam perjalanannya akan menghasilkan limbah
berupa limbah bahan organik maupun
limbah bahan anorganik sehingga nantinya dampak negatif akan dirasakan oleh manusia. Limbah industri merupakan sumber logam berat yang potensial sebagai sumber bahan pencemar dalam perairan sungai dan perairan estuaria (Bryan, 1976). Air limbah industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni (Sanusi, 1985). Menurut Waldichuk (1974) unsur logam berat secara alamiah terdapat dalam air laut dalam jumlah yang sangat rendah, yaitu 10-5–10-2 ppm. Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk aslinya ke keadaan yang lebih buruk. Pergeseran tatanan lingkungan dari kondisi semula ke kondisi yang buruk dapat terjadi sebagai akibat masuknya bahan-bahan pencemar atau polutan. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan tersebut, sehingga tidak sama lagi dengan bentuk aslinya, sebagai akibat dari masuk atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam lingkungan (Palar, 2004). Terjadinya percemaran laut disebabkan oleh adanya pemusatan penduduk, pariwisata dan industrilisasi di daerah pesisir. Pencemaran lingkungan pesisir dan laut pada umumnya disebabkan oleh aktivitas di daratan (land-based pollution) seperti penebangan hutan, buangan limbah industri, pertanian, domestik, serta reklamasi kawasan pesisir; sedangkan aktivitas di lautan (sea-based pollution) seperti pelayaran, dumping, eksplorasi dan ekploitasi minyak, budidaya laut dan perikanan (Rachmat et al. 1998). Logam berat merupakan unsur kimia yang akhir-akhir ini dianggap sebagai penyebab pencemaran air. Ada 18 unsur logam yang dipertimbangkan ada kaitannya dengan masalah pencemaran air, di antara logam tersebut adalah Pb, Cd dan Cu, namun sebagian logam tersebut merupakan unsur esensial bagi kehidupan organisme, akan tetapi bila berlebihan akan bersifat racun (Bryan, 1976). Logam berat Pb, Cd dan Cu merupakan zat pencemar yang berbahaya dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S, yang
menyebabkan logam tersebut dapat berikatan dengan
belerang (sulfihidril) dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan menjadi tidak
mobil. Gugus karboksilat (-COOH) dan amino (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalisis penguraiannya
(Manahan,
1977).
Adanya
logam
berat
di
perairan,
akan
membahayakan kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Sifat logam berat yang utama sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi di lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai, kedua dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan ketiga mudah terakumulasi di sedimen sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam di kolom air (Sutamihardja et al., 1982). Daya racun Pb yang akut pada manusia menyebabkan kerusakan hebat pada ginjal, sistem reproduksi, hati, dan otak, serta sistem saraf sentral, dan mengakibatkan sakit yang parah dan akhirnya mengakibatkan kematian. Pengaruh racun akut dari Cd sangat buruk. Di antara penderita yang keracunan Cd akan mengalami tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kerusakan sel-sel darah merah. Keracunan Cd menyebabkan penyakit yang dikenal di Jepang dengan penyakit “itai-itai”. Konsentrasi Cd sebesar 130 ppm berat kering ditemukan dalam sedimen-sedimen di pelabuhan dan konsentrasi 1,9 ppm ditemukan dalam sedimen pada teluk di luar pelabuhan (Saeni, 1989). Gejala yang timbul akibat penyakit Wilson adalah kerusakan pada otak dan terjadinya penurunan kerja ginjal serta terjadi pengendapan Cu dalam kornea mata sedangkan penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan sedangkan pada hewan seperti kerang, bila otot/daging telah memperlihatkan warna kehijauan maka pada kerang tersebut telah terakumulasi logam Cu dalam jumlah yang tinggi. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit (Darmono, 2001) Sedangkan pengeluaran logam berat dari tubuh organisme laut melalui dua cara, yaitu ekskresi melalui permukaan tubuh dan insang serta melalui isi perut dan urine (Bryan, 1976). Salah satu perairan laut yang diduga telah tercemar oleh logam berat dan tidak sesuai lagi dengan baku mutu kualitas perairan untuk budidaya perikanan (Kepmen LH. No 51 Tahun 2004) adalah perairan Teluk Kupang yang berada di Kota Kupang. Terjadinya pencemaran logam berat di lokasi ini disebabkan oleh kegiatan-kegiatan di daratan yang menghasilkan limbah padat, pertanian, industri dan yang dihasilkan kendaraan bermotor. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa perairan Teluk Kupang telah tercemar logam berat Pb, Cd dan Cu sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Analisis Status Pencemaran Logam Berat Pb, Cd dan Cu di Perairan Teluk Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mengetahui konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu pada air laut dan sedimen di perairan Teluk Kupang 2. Mengetahui konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu pada Kerang darah (Anadara granosa) yang hidup di perairan Teluk Kupang.
3. Mengetahui korelasi antara konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air dan sedimen, antara air dengan organ kerang darah (Anadara granosa) serta antara sedimen dengan organ kerang darah di perairan Teluk Kupang. 4. Mengetahui Status pencemaran logam berat di perairan Teluk Kupang.
1.3. Kerangka Pemikiran Pencemaran lingkungan terutama logam yang bersifat toksik, baik yang esensial maupun yang non esensial dapat terjadi akibat ulah dan aktivitas manusia. Aktivitas yang tinggi khususnya di pemukiman akan memberikan sejumlah beban pencemaran logam berat terhadap perairan khususnya yang berasal dari industri, pertanian, domestik dan alat tranportasi yang memakai bahan bakar yang mengandung logam berat. Secara alamiah logam berat yang masuk ke lingkungan berasal dari letusan gunung berapi, pelapukan batuan, gerakan gelombang dan teresterial (airt minum, makanan dan udara) dan sumber mata air. Akibat aktivitas yang tinggi akan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun berupa logam berat yang masuk ke dalam tanah dan air bahkan sebagian ke udara berupa partikel debu sehingga ketika musim hujan limbah organik maupun anorganik kembali ke dalam perairan. Akibat jalur-jalur tersebut di atas sehingga dari waktu ke waktu terjadi akumulasi di perairan terutama pada sedimen, tumbuh-tumbuhan dan biota di perairan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jaringan/organ (hepatopankreas /hati, insang dan otot/daging) mana yang mampu mengakumulasi logam berat paling besar. Penelitian mengenai toksisitas yang diakibatkan oleh logam berat telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Hughes et al. (1970) yang melaporkan bahwa pengaruh toksisitas logam Cd yaitu pada morfologi insang ikan salmon mengalami hipoksia (kesulitan mengambil oksigen dari air), terjadi penebalan pada insang, sehingga kurang mampu berenang (Darmono, 2001). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ningtias (2002) melaporkan bahwa konsentrasi logam berat pada
kerang hijau (P.viridis) di perairan muara Kamal Teluk Jakarta, untuk Pb mencapai 0.96 ppm, Cd mencapai 0,04 ppm dan Cu mencapai 0,094 ppm (kerang dari tambak nelayan) dan Mulyawan (2005) melaporkan bahwa konsentrasi logam berat pada kerang hijau (P.viridis) di perairan muara Kamal Teluk Jakarta, untuk ukuran besar adalah Pb sebesar 31,69 ppm dan Cd 0,17 ppm serta Mulyaningsih (1998) melaporkan bahwa konsentrasi logam Pb dan Cd dalam rambut nelayan di Tanjung Priok Jakarta, untuk Pb sebesar 26,702 ppm dan Cd 2,713 ppm. Hal ini mengandung arti bahwa kadang-kadang logam berat baik pada biota maupun manusia telah melewati baku mutu. Pengaruh logam berat terhadap organisme, tumbuhan dan manusia tersebut di atas bersifat racun dan merugikan kesehatan bahkan mematikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang status pencemaran logam berat Pb, Cd dan Cu di perairan Teluk Kupang. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber Pencemaran Logam
Alamiah
• Letusan gunung berapi • Pelapukan batuan & tanah • Gerakan gelombang
Aktivitas manusia
Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
1.4. Perumusan Masalah Perairan Teluk Kupang merupakan salah satu perairan yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah sehingga perlu dijaga dan di pelihara dengan baik. Disisi lain ada kepentingan-kepentingan tertentu sehingga tidak terlepas dari pembangunan industri dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan adanya industri tersebut akan menimbulkan persoalan baru
dimana perairan senantiasa menerima beban pencemaran terutama logam berat yang bersumber dari pemukiman, pertanian, industri, mobilisasi lalu lintas darat, laut maupun yang berasal dari udara. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas menghasilkan limbah logam berat yang termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan berbahaya bagi manusia maupun mahkluk hidup di perairan. Informasi tentang pencemaran logam berat di perairan Teluk Kupang dan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat masih sangat minim sehingga peneliti menfokuskan penelitian ini pada pencemaran logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air laut, sedimen dan kerang darah ( Anadara granosa). Berdasarkan hal tersebut di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Akibat aktivitas manusia, industri, pertanian maupun transportasi baik darat maupun laut akan meningkatkan konsentrasi logam berat dalam air dan sedimen di perairan Teluk Kupang. 2. Keberadaan logam berat di perairan dapat terakumulasi dalam kerang darah (Anadara granosa) atau biota perairan sehingga mengakibatkan kesehatan manusia terganggu.
1.5. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air laut di perairan Teluk Kupang telah melampaui baku mutu 2. Konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam kerang darah (Anadara granosa) telah melampaui baku mutu
3. Konsentrasi logam berat dalam air laut dan sedimen dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat dalam organ insang, hati dan daging kerang (Anadara granosa) yang hidup di perairan Teluk Kupang.
1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan : 1. Sebagai informasi mengenai bahaya yang di akibatkan tingginya konsentrasi logam berat dalam air laut, sedimen dan kerang darah (Anadara granosa) di perairan Teluk Kupang.
2. Sebagai informasi bagi stakeholders selaku pengambil kebijakan dalam hal pembangunan industri maupun usaha/kegiatan yang di pusatkan di pesisir dengan tujuan untuk kemajuan daerah. 3. Masyarakat mengetahui dan memahami dampak dari logam berat yang mana dapat mengganggu kesehatan seperti kerusakan hati, ginjal, menurunkan daya berpikir (IQ), bahkan dapat mengakibatkan kematian.
4. Sebagai salah satu landasan bagi BAPEDALDA Provinsi Kota dan Kabupaten Kupang untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan, pemantauan dan pengendalian terhadap usaha/kegiatan menimbulkan pencemaran lingkungan.
yang berpotensi
2.1. Karakteristik Air
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sekitar 70% permukaan bumi digenangi air yang jumlahnya kurang lebih 1.368 km
3
. Air tawar bersumber dari sungai, danau, air tanah (ground water), dan
pegunungan es (glacier). Air yang berada di daratan memiliki keterkaitan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu.
2.1.1. Siklus Hidrologi Air tawar yang tersedia selalu mengalami siklus hidrologi. Air tawar yang dikonsumsi tersebar secara tidak merata karena adanya perbedaan curah hujan (presipitasi) tahunan. Wilayah yang kaya akan air terdapat di daerah tropis dan daerah yang memiliki empat musim atau ugahari (temperate), sedangkan wilayah yang miskin air terdapat di daerah kering (arid dan semi-arid) (Effendi, 2003). Siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan presipitasi. Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut serta proses evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman. Proses evaporasi yang berlangsung di laut lebih banyak daripada proses evaporasi di perairan daratan. Di laut, proses evaporasi juga melebihi proses presipitasi sehingga lautan merupakan sumber air utama bagi proses presipitasi. Air yang jatuh sebagai hujan tidak semuanya dapat mencapai permukaan tanah, sebagian tertahan oleh vegetasi dan bangunan. Sebagian air yang mencapai permukaan tanah, akan masuk ke dalam tanah dan menjadi air tanah melalui proses infiltrasi dan sebagian lagi mengalir ke badan air sebagai air permukaan (Effendi, 2003).
2.1.2. Kecepatan Arus (Velocity) Kecepatan arus (velocity/flow rate) suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengeleminasi dan mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran (Effendi, 2003). Kecepatan arus dinyatakan dalam satuan m/detik.
2.1.3. Perairan Tergenang Perairan tergenang mencakup danau, waduk, rawa dan lain-lain. Perairan tergenang khususnya danau, biasanya dapat mengalami stratifikasi secara vertikal yang dapat mengakibatkan adanya perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu secara vertikal di dalam kolom air. Ciri khas dari danau adalah mempunyai arus yang
sangat lambat yaitu sekitar 0,001-0,01 m/detik atau sama sekali tidak ada arus dan jika ada arus pada suatu danau tersebut arus akan bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi vertikal dan kualitas air hanya tergantung pada musim dan kedalaman (Effendi, 2003).
2.1.4. Perairan Mengalir Sungai adalah salah satu contoh perairan yang mengalir, sungai memiliki ciri arus yang relatif kuat/kencang. Kecepatan arus suatu sungai berkisar 0,1-1,0 m/detik dan sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase. Di dalam sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara penyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal pada kolom air seperti pada perairan yang tergenang. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai, sehingga kehidupan flora dan fauna yang berada dalam sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut. Sedimen penyusun dasar sungai bervariasi ukurannya. Perbedaan jenis sedimen dasar tersebut dapat mempengaruhi karakteristik kimia air sungai, pergerakan air dan porositas dasar sungai. Secara umum sedimen dasar sungai dapat diklasifikasikan menjadi batu kali, bulder, kobel, pebel, kerikil, pasir, lumpur dan tanah liat.
2.2. Pencemaran Air Perairan adalah komponen lingkungan yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Setiap sistim perairan memiliki kapasitas terima (receiving capacity) yang terbatas terhadap bahan pencemar, sehingga peningkatan buangan bahan pencemar ke perairan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem perairan (Sanusi, 1985). Defenisi pencemaran adalah perubahan-perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak diinginkan pada udara, tanah dan air (Odum, 1971). Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau makhluk hidup lain yang disebabkan adanya limbah dari proses industri dan kebiasaan hidup manusia. Menurut Lingkungan
Undang-Undang
Hidup,
pencemaran
Nomor
23
lingkungan
tahun 1997 hidup
tentang
adalah
pengelolaan
masuknya
atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Pencemaran air merupakan segala pengotoran atau penambahan organisme atau zat-zat lain ke dalam air, sehingga mencapai tingkat yang mengganggu penggunaan dan pemanfaatan kelestarian perairan tersebut (Saeni, 1989).
2.3. Pencemaran Logam Berat pada Perairan Pesisir Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun yang terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, dan perembesan air asin sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pencemaran (Soegiarto,1976 dalam Dahuri et al. 1996). Jadi wilayah pesisir merupakan ekosistim yang paling rawan terkena dampak kegiatan manusia. Menurut Sutamihardja et al. (1982), faktor-faktor penyebab pencemaran adalah : 1. Erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh rusaknya hutan di daerah hulu sungai yang bermuara ke laut serta penggalian pasir dan kerikil di sungai-sungai tersebut 2. Limbah pertanian berupa sisa pestisida dan pupuk yang digunakan dalam usaha peningkatan produksi pertanian yang masuk ke dalam sistim perairan dan akhirnya sampai ke perairan laut. 3. Air selokan dari kota yang mengandung berbagai bahan, yang kemudian masuk melalui sungai dan bermuara ke perairan. 4. Permasalahan pokok dari aktivitas perminyakan yang dapat menimbulkan percemaran adalah a). masalah operasional berupa ceceran minyak dan buangan secara kontinyu; pembuangan air bekas pencucian tanki dan kapal, b). masalah kecelakaan berupa gangguan transportasi seperti pecahnya pipa-pipa penyalur tanki penimbunan, kandasnya kapal tanki, dan tumpahan minyak yang berasal dari kegiatan di pelabuhan. 5. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), berupa air panas yang berasal dari air pendingin yang dibuang ke perairan, sehingga akan meningkatkan suhu perairan, akibat pembuangan air panas tersebut akan menimbulkan masalah lingkungan terutama bagi organisme akuatik yang hidup di sekitar perairan tersebut. 6. Industri, peningkatan jumlah industri yang pesat disamping memberi dampak positif terhadap peningkatan perekonomian penduduk, juga menimbulkan masalah terhadap lingkungan, akibat limbah yang dihasilkan oleh industri.
2.4. Logam Berat Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak disudut kanan bawah pada daftar berkala, memiliki afinitas yang tinggi
terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Berdasarkan sifat fisika dan kimianya, tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), cadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), krom (Cr), nikel (Ni) dan cobal (Co) (Sutamihardja et al. 1982). Menurut Darmono, daftar urutan toksisitas logam berat paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+, (1995). Sedangkan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990), sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : 1. bersifat toksik tinggi yang terdiri atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn, 2. bersifat toksik menengah yang terdiri dari Cr, Ni, dan Co 3. bersifat toksik sangat rendah yang terdiri dari Mn dan Fe. Bila bahan cemaran masuk ke dalam lingkungan laut, maka bahan cemar ini akan mengalami tiga macam proses akumulai yaitu proses fisika, kimia dan biologi (Gambar 2). Akumulasi melalui proses biologi inilah yang disebut bioakumulasi. Sebagian besar logam berat masuk ke dalam tubuh organisme laut melalui rantai makanan, hanya sedikit yang diambil langsung dari air. Fitoplankton yang merupakan awal dari rantai makanan akan dimangsa oleh Zooplankton. Zooplankton dimangsa oleh ikan-ikan kecil, ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar. Sehingga pemangsa yang berukuran besar seperti ikan tuna, akan mengandung kadar logam berat yang tinggi. Tetapi kandungan logam berat yang tinggi umumnya ditemukan pada invertebrata jenis filter feeder, seperti kerang-kerangan dan tiram (Hutagalung, 1991). Dari Gambar 2 terlihat bahwa logam berat juga akan diendapkan di dalam sedimen, namun adanya aktifitas mikroorganisme akan menyebabkan logam berat tersebut larut dan kembali ke dalam kolom air.
Limbah Perairan laut Proses fisika/kimia Sedimen
Larutan Fitoplankton
Zooplankton
Proses biologi
Ikan dan hewan laut lainnya
Gambar 2. Proses perpindahan bahan cemaran dari aktivitas darat ke lingkungan laut (Hutagalung, 1991). Akumulasi terjadi karena logam berat dalam tubuh organisme cenderung membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat organik yang terdapat dalam tubuh organisme. Dengan demikian logam berat terfiksasi dan tidak diekstraksikan oleh organisme yang bersangkutan. Organisme air mempunyai kemampuan mengabsorpsi dan mengakumulasi logam berat yang berasal dari lingkungannya. Sifat akumulasi ini disebabkan adanya kebutuhan organisme terhadap unsur-unsur yang essensial. Logam berat yang essensial seperti Cu cenderung membentuk ikatan komplek dengan bahan organik. Demikian pula dengan logam toksik seperti Hg, Cd, Pb dan lain sebagainya ( Waldichuk, 1974). Menurut Darmono (2001), logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui saluran pernapasan biasanya cukup besar, baik pada biota air yang masuk melalui saluran insang, maupun biota darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernapasan. Absorpsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja, akan tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar, walaupun persentase penyerapannya kecil. Sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan penyerapannya relatif kecil. Logam berat bersifat toksik karena logam berat tersebut dapat berikatan dengan ligan dan struktur biologi. Sebagian besar logam menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis enzim dalam tubuh. Ikatan-ikatan ini dapat mengakibatkan tidak akitifnya enzim yang bersangkutan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya toksisitas logam tersebut. Logam yang terikat pada enzim sulit diidentifikasi karena tidak diketahui enzim mana yang menjadi target dari ikatan logam tersebut. Afinitas atau daya gabung dan ikatan logam dengan enzim biasanya sangat kuat (Darmono, 1995). Biasanya logam tertentu terikat dalam daerah ikatan yang spesifik untuk setiap logam dan hasil ini dapat dilihat dari gejala dan tanda-tanda serta gangguan yang timbulkan. Tempat ikatan logam yang spesifik tersebut menjadi dasar perkiraan dari organ atau jaringan yang
sensitif terhadap keracunan logam yang memiliki dosis rendah. Pada pemberian dosis yang lebih tinggi, jaringan lain mungkin akan terganggu juga, karena menduduki ikatan pada jenis enzim yang lebih banyak.
2.4.1. Timbal (Pb) Timbal atau timah hitam (Pb) dalam suatu perairan di temukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan Pb cukup rendah sehingga kadar Pb di dalam air relatif kecil. Kadar dan toksisitas Pb dipengaruhi oleh kesadahan, Pb, alkalinitas dan kadar oksigen. Timbal diserap dengan baik oleh tanah sehingga pengaruhnya terhadap tanaman relatif kecil. Kadar Pb pada kerak bumi sekitar 15 mg/kg. Sumber alami utama Pb adalah galena (PbS), gelessite (PbSO4) dan cerrusite (PbCO3) (Novotny dan Odum, 1994; Moore, 1991). Bahan bakar yang mengandung Pb (leaded gasoline) juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan Pb di dalam air. Di dalam perairan air tawar, Pb membentuk senyawa kompleks dan memiliki sifat kelarutan rendah dengan beberapa anion, misalnya hidroksida, karbonat, sulfida dan sulfat. Timbal (Pb) banyak digunakan dalam industri baterai. Timbal (Pb) terakumulasi dalam tubuh manusia sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada otak dan ginjal, serta kemunduran mental pada anak yang sedang dalam pertumbuhan. Konsentrasi Pb dalam perairan tawar alami biasanya < 0,05 mg/L sedangkan perairan laut sekitar 0,025 mg/L (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Kelarutan Pb pada perairan lunak (soft water) sekitar 0,5 mg/L sedangkan pada perairan sadah (hard water) sebesar 0,003 mg/L. Canadian Council of Resource and Enviromental Ministry (1987) mengemukakan bahwa hubungan antara kadar Pb dengan nilai kesadahan adalah berbanding lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 yang memperlihatkan bahwa jika kesadahan naik maka konsentrasi Pb juga akan naik. Tabel 1. Kadar Pb pada beberapa nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3)
Kadar Timbal ( mg/L)
0-60 (lunak/Soft) 60 – 120 (sedang/Medium) 120 – 180 (sadah/hard) > 180 (sangat sadah/very hard)
1 2 4 7
2.4.2. Kadmium (Cd) Kadmium merupakan logam yang sampai saat ini belum diketahui dengan jelas perananya bagi tumbuhan dan makhluk hidup. Di perairan, Cd terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar kadmium pada kerak bumi sekitar 0,2 mg/kg. Sumber kadmium adalah greennockite (CdS), hawleyite, sphalerite, dan otavite (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan, selain itu keberadan Zn dan Pb dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Canadian Council of Resource and Enviromental Ministry (1987) mengemukakan bahwa hubungan antara kadar Cd dengan nilai kesadahan adalah berbanding lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 yang memperlihatkan bahwa jika kesadahan naik maka konsentrasi Cd mengikutinya. Tabel 2. Kadar Cd pada beberapa nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3)
Kadar Kadmium (mg/L)
0-60 (lunak/Soft)
0,2
60 – 120 (sedang/Medium)
0,8
120 – 180 (sadah/hard)
1,3
> 180 (sangat sadah/very hard)
1,8
Kadmium banyak digunakan dalam industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen, baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik, tekstil dan plastik (Eckenfelder, 1989). Menurut WHO, kadar Cd maksimum pada air yang diperuntukkan untuk air minum adalah 0,005 mg/L dan untuk peruntukan pertanian dan perikanan sebaiknya tidak lebih dari 0,05 mg/L (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003) Kadmium bersifat akumulatif dan toksik bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, meningkatkan tekanan darah tinggi, dan kemandulan pada pria dewasa. Kadmium juga bersifat sangat toksik dan bersifat bioakumulasi terhadap organisme.
2.4.3. Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan termasuk unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan. Kadar Cu pada kerak bumi sekitar 50 mg/kg (Moore, 1991). Sumber alami tembaga adalah chalcopyrite (CuFeS2), copper sulfida (CuS2), malachite [Cu2(CO3)(OH)2], dan azurite ([Cu3(CO3)(OH)2] (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003) Tembaga (CuSO4.5H2O) juga digunakan sebagai algasida untuk membasmi algae yang tumbuh secara berlebihan di perairan. Tembaga karbonat digunakan sebagai molusida yang berfungsi untuk membunuh moluska. Pada perairan alami
kadar Cu biasanya < 0,02 mg/L, air tanah sekitar 12,0 mg/L, perairan laut antara 0,001 – 0,025 mg/L sedangkan air minum adalah 0,1 mg/L (Moore, 1991 dan McNeely et al. 1979 dalam Efenndi, 2003). Defisiensi Cu dapat mengakibatkan anemia, namun jika berlebihan dapat mengakibatkan air berasa jika diminum dan dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Canadian Council of Resource and Enviromental Ministry (1987) mengemukakan bahwa hubungan antara kadar Cu dengan nilai kesadahan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar Cu pada beberapa nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3)
Kadar Tembaga ( mg/L)
0-60 (lunak/Soft)
2
60 – 120 (sedang/Medium)
2
120 – 180 (sadah/hard)
4
> 180 (sangat sadah/very hard)
6
2.5. Erosi dan Sedimen Peristiwa erosi mengangkut tanah pucuk atau tanah lapisan atas yang subur (top soil) dan memindahkannya ke tempat lain yang lebih rendah. Bersama dengan lapisan tanah permukaan tersebut akan terangkut bersama-sama dengan unsur hara. Erosi tanah permukaan yang masuk ke suatu perairan dapat menimbulkan dampak yang positif, yakni adanya peningkatan konsentrasi unsur hara di perairan. Namun di sisi lain erosi tanah permukaan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, antara lain penurunan nilai kecerahan serta dapat meningkatkan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi. Kekeruhan yang tinggi dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air dan secara langsung dapat mengakibatkan gangguan pada biota akuatik, antara lain terganggunya penglihatan dan sistem osmoregulasi misalnya terhadap kerja insang (Effendi, 2003). Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan dan tidak tergganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Sedimen yang terdapat di dalam air biasanya terbentuk sebagai akibat erosi, dan merupakan padatan yang umum terdapat di dalam air permukaan. Adanya sedimen dalam air dengan jumlah yang tinggi akan sangat merugikan karena (1) sedimen dapat menyebabkan penyumbatan saluran air dan selokan, serta dapat mengendap di dalam bak penampungan air sehingga mengurangi volume air yang dapat ditampung di dalam bak tersebut, (2) sedimen yang mengendap di dasar sungai atau danau dapat mengurangi populasi ikan dan hewan-
hewan air lainnya, karena telur-telur ikan dan makanan dapat mengendap bersama dengan sedimen, (3) adanya sedimen dapat mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis, dengan demikian jumlah tanaman air akan menurun, (4) sedimen menyebabkan air menjadi keruh sehingga menambah biaya penjernihan jika air tersebut akan digunakan untuk keperluan industri. Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya sehingga menghalangi tanaman air untuk melakukan fotosintesis dan transfer oksigen dari atmosfer ke perairan, juga menghambat daya lihat (visibilitas) organisme air sehingga dapat mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya untuk memperoleh makanan karena
tertutup
oleh
lumpur.
Kekeruhan
yang
tinggi
dapat
mengakibatkan
terganggunya kerja organ pernapasan seperti insang, pada organisme air akan mengakumulasi bahan beracun misalnya pestisida dan senyawa logam. Sedimen yang mengendap di dasar perairan, baik sungai, danau atau perairan lainnya dapat mengurangi populasi ikan dan biota-biota air lainnya karena telur-telur ikan dan sumber makanan tertutup oleh sedimen (Darmono, 2001). Erosi zat tersuspensi pada sungai atau saluran secara normal disebut sebagai endapan tersuspensi (Keller dan Witbel, 1991). Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang berpengaruh negatif terhadap kualitas air. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan terbagi atas kerikil, pasir, lumpur dan liat. Padatan yang mengendap biasanya terdiri dari pasir dan lumpur, berbeda dengan tanah liat yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya, lumpur merupakan padatan yang dapat mengendap jika airnya tidak terguncang. Sedimentasi merupakan suatu proses transport partikel sedimen yang mengandung bahan-bahan organik dan mineral dari daratan ke dalam perairan melalui asosiasi dengan air menjadi material tersuspensi lalu terbawa oleh arus dan gelombang dan akan mengendap ke dasar perairan karena adanya gaya gravitasi. Sedimen yang hanyut tersebut umumnya dari adanya proses erosi baik dari daerah perkotaan maupun daerah pegunungan. Proses sedimentasi melalui tiga tahapan yang pertama adalah pengikisan material dari permukaan tanah karena adanya erosi dari air hujan, yang kedua adalah proses transpor material tersebut dengan adanya arus air baik melalui sungai maupun bentuk aliran air lainnya. Proses yang ketiga adalah pengendapan yang terjadi jika aliran arus mulai terhenti sehingga material yang tersuspensi tersebut akan mengendap ke
dasar perairan oleh gaya gravitasi (Robertson and Pierce, 1988). Partikel–partikel sedimen memiliki ukuran, bentuk kepadatan dan komposisi yang beraneka ragam.
2.6. Kerang (Anadara, sp) Menurut Hariati (1984) jenis kerang yang termasuk ekonomis dan digemari masyarakat adalah kerang darah (Anadara granosa), kerang bulu (Anadara inflata), dan kerang gelatik (antiquata). Klasifikasi kerang menurut Barnes (1991) adalah : dunia kelas sub kelas ordo genus species
: Mollusca : Bivalvia : Pteriomorphia : Arcoida : Anadara : Anadara Sp
Bentuk kerang darah (Anadara granosa) dan
kerang bulu (Anadara inflata)
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :
(a)
(b)
Gambar 3. Bentuk a) kerang darah (Anadara granosa) dan b) Kerang bulu (Anadara inflata), Barnes, 1991.
Ciri khas dari organisme ini adalah merupakan jenis bivalvia yang epibentik lebih melekat pada benang byssus atau semen dari lapisan substratum tetapi keduanya saling bebas, hinge ligmen berbentuk lurus dan insangnya berupa cabang yang berambut. Karakteristik lain dari moluska menurut Brusca (1990) diantaranya adalah simetris bilateral atau keduanya asimetris, memiliki sistem sirkulasi yang terbuka dengan metanephridia yang kompleks dan besar, serta mantel dari kelenjar kerang yang mengeluarkan spikul epidermal calcareous. Kerang memiliki dua ciri khas dua
katup yang engsel dorsalnya secara bersama-sama elastis oleh ikatan sendi dan gigi kerang tersebut, kerang menutup dengan otot aduktor, dan kepala rudimentary tanpa mata atau radula.
2.7. Kerang darah (Anadara granosa) Kerang darah (Anadara granosa) merupakan jenis kerang laut berbentuk seperti kerang bulu (Anadara inflata) tetapi tidak memiliki epidermis berupa rambut. Ciri-ciri morfologi kerang darah adalah tidak memiliki lapisan mutiara dan garis radialnya terlihat jelas (Budiman, (1988). Morfologi luar kerang darah adalah cangkangnya berwarna putih kehitaman pada permukaannya dan ukurannya lebih besar dari Kerang bulu. Pertumbuhan panjang cangkang kerang darah biasanya diikuti dengan pertumbuhan lebar cangkang (Pandjara el al., 1993). Hal yang paling menonjol pada kerang darah adalah pertambahan panjang cangkang dan umumnya pasar menghendaki ukuran panjang cangkang tertentu untuk menentukan harganya (Kastoro 1991).
2.8. Habitat dan Penyebaran Kerang Perairan Indonesia memiliki penyebaran kerang yang sangat luas, karena kaya akan jumlah serta jenis moluska. Daerah penangkapan kerang pada umumnya di perairan pantai dengan kedalam 0-11 m. Perairan yang memiliki banyak muara sungai merupakan habitat yang baik bagi kerang Anadara spp dan jenis kerang-kerangan lainnya. Hanada (1975) mengatakan bahwa tipe-tipe dasar yang disukai bilvalvia bentik bergantung pada speciesnya. Seperti Anadara (Scraharca), Atrina dan Fulvia menyenangi dasar berlumpur, Meretrix dan Tapes menyenangi dasar berpasir dan Pecten menyenangi dasar kerikil. Habitat kerang berada antara air pasang penuh sampai air pasang terendah serta pada teluk yang ditumbuhi hutan bakau di perairan payau, seperti jenis-jenis kerang yang lain, Anadara spp hidup serta mendapat makanan dengan cara menyaring substrat (filter feeder), oleh karena itu pengaruh perairan pada kehidupan kerang sangatlah besar (Wahyuni dan Pratiwi, 1989). Makanan kerang darah adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam perairan, makanan yang masuk ke dalam tubuhnya bersama-sama dengan air melalui lubang bagian ventral atau incurrent sipon. Mulut pada kerang darah tidak memiliki rahang. Dengan bantuan enzim-enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan, makanan akan dicerna sampai menjadi bentuk yang paling sederhana sampai siap dicerna dan diserap.
2.9. Distribusi dan Akumulasi Logam dalam Jaringan Logam baik esensial maupun nonesensial yang diserap ke dalam tubuh hewan air, akan didistribusikan ke dalam jaringan dan ditimbun dalam jaringan tertentu. Dalam keadaan normal, jumlah logam seng (Zn) yang diperlukan untuk proses enzimatik biasanya sangat sedikit. Dalam keadaan lingkungan yang tercemar keperluan logam esensial ini (Fe, Cu, Zn, Co, Mn, Mo, Se, dan Ni) akan menjadi berlebihan walaupun semua logam berat tersebut bersifat menghambat sistem enzim (enzim inhibitor). Yang mengherankan adalah kandungan logam yang tinggi yang ditemukan pada jaringan beberapa spesies hewan air yang mempunyai regulasi sangat buruk terhadap logam (Fujiki, 1973 dalam Darmono, 1994). Mekanisme proteksi sementara terhadap toksisitas logam tersebut mungkin disebabkan oleh tersedianya kapasitas pengikatan logam yang lebih banyak pada organisme tertentu seperti protein, polisakarida dan asam amino. Penelitian telah dilakukan dengan menginjeksi seng (Zn) ke dalam tubuh hewan air jenis krustasea (Austropotamobius pallipes) dengan dosis tiga puluh kali dari normal. Hal ini mengakibatkan konsentrasi seng tertinggi ditemukan dalam darah yang berikatan dengan protein darah, tetapi hal ini ternyata hanya sementara, kemudian seng tersebut diserap oleh hepatopankreas dalam waktu dua hari (Bryan, 1967). Pada krustasea lain (Procamburus clarkii), tembaga (Cu) dan besi dalam bentuk granula banyak ditemukan dalam sel-sel hepatopankreas (Ogura, 1989). Sedangkan pada udang galah Penaeus merguiensis kadmium (Cd) dan nikel (Ni) yang tinggi juga ditemukan dalam hepatopankreas (Darmono, 1990). Pada binatang lunak (moluska) sel leukosit sangat berperan dalam sistem translokasi dan detoksikasi logam. Hal ini terutama ditemukan pada kerang kecil (oyster) yang hidup dalam air yang terkontaminasi dengan Cu, adalah tembaga ini akan terikat pada sel leukosit sehingga menyebabkan kerang tersebut berwarna kehijau-hijauan (Darmono, 1995). Distribusi dan akumulasi setiap logam berat yang masuk ke dalam tubuh sangat berbeda-beda untuk setiap organisme air. Hal ini tergantung pada spesies, konsentrasi logam dalam air, pH, fase pertumbuhan dan kemampuan untuk melakukan migrasi ke tempat yang lebih aman (Darmono, 1995).
2.10. Ekskresi dan Regulasi Logam Walaupun laju pertambahan kandungan logam memiliki hubungan yang erat dengan konsentrasi logam dalam air, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa konsentrasi logam dalam jaringan hewan mencerminkan konsentrasi logam dalam air. Gambar 4 memperlihatkan sistem biogeokimia logam dalam lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan manusia. Beberapa spesies organisme mampu mengeluarkan logam dalam jumlah yang relatif besar dari tubuhnya (regulasi). Pada tanaman air, ekskresi dan regulasi belum banyak diketahui, mungkin logam diekskresi dengan jalan difusi. Beberapa peneliti
telah melaporkan bahwa ekskresi logam (Cu) oleh fitoplankton bersamaan dengan ekskresi bahan-bahan organik pada proses detoksikasi. Skaar et al.,
(1974)
melaporkan bahwa konsentrasi Ni dalam diatom (Phaeodac-tyhim tricornutum) proporsional dengan konsentrasi Ni dalam air sampai batas 0,75 ppm. Bila konsentrasi naik, logam tersebut diekskresikan. Absorpsi proporsional dan regulasi juga terjadi pada ganggang air tawar (Chlorella pyrenoidosa) terhadap logam Cu dan Zn (Darmono, 1995). Pada beberapa jenis binatang lunak seperti moluska, ekskresi logam dilakukan dalam beberapa cara yang agak berbeda-beda. Scallop, jenis keong laut, mengeluarkan logam dari tubuhnya dalam bentuk granula dari ginjalnya, sedangkan Cardium edulis, jenis moluska laut mengeluarkan logam dalam bentuk bola-bola kecil dari sel-sel saluran pencernaannya. Pada kerang kecil (oyster), partikel-partikel logam (Fe) dikeluarkan dari pinggir mantelnya dan sel darah putih sangat berperan dalam penyerapan dan pengeluaran logam. Pada daerah yang terkontaminasi logam, organisme laut mengabsorpsi Cd lebih
proporsional,
sedangkan
pada
daerah
yang
cukup
bersih
dan
tidak
terkontaminasi, absorpsinya kurang proposional. Pada krustasea dekapoda (jenis udang) logam esensial seperti Zn, Cu dan Mn, absorpsinya dapat diregulasi, sedangkan logam Cd tidak bisa diregulasi. Logam yang diregulasi oleh organisme ialah logam yang pada konsentrasi tertentu dalam air, tidak diakumulasi terus menerus oleh organisme tersebut dan dikeluarkan dari tubuh mereka (ekskresi) sehingga konsentrasi dalam jaringan tetap, contohnya logam esensial tembaga (Cu). Sedangkan logam yang tidak diregulasi oleh organisme air ialah logam yang terus menerus terakumulasi dalam jaringan organisme tersebut, sehingga konsentrasi logam dalam jaringan naik secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi dalam air, dan logam ini hanya sedikit yang diekskresikan, misalnya logam non esensial seperti Pb, Cd dan Hg.
2.11. Pengaruh Toksisitas Logam pada Hewan Air Semua hewan air sangat dipengaruhi oleh logam yang terlarut dalam air, terutama bila konsentrasinya sudah melebihi normal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi toksisitas logam yang terdapat dalam air terhadap biota yang hidup di suatu lingkungan perairan yaitu : a. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut b. Pengaruh interaksi antara logam dan toksikan lainnya c. Pengaruh lingkungan misalnya suhu, kadar garam, pH dan oksigen terlarut. d. Kondisi biota, fase siklus hidup, besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi.
e. Kemampuan biota untuk menghindar dari pengaruh pencemaran f. Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam. Logam dalam organisme air menurut Simkis dan Mason (1984) terdiri dari dua macam yaitu Kelas A (Na, K, Ca dan Mg) yang bersifat elektrostatik dan bila dalam larutan garam terbentuk ion hidrofilik. Sedangkan kelas B (Cu, Zn dan Ni) merupakan komponen kovalen dan jarang berbentuk ion bebas. Yang menjadi perhatian bagi pengamat lingkungan adalah logam kelas B yaitu disamping Cu, Zn dan Ni, logam yang bersifat toksik seperti Cd, Pb dan Hg. Logam kelas B ini bila masuk ke dalam sel biota biasanya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasinya dalam air, sehingga dapat terikat dengan adanya ketersedian ligan dalam sel. Respon sel terhadap masuknya logam tergantung pada sel-sel sebagai berikut (Gambar 4). a. Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang masuk, maka logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme b. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme. c. Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel. d. Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya terjadi kompetisi antara logam itu sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
m a
m
x x x x
b
Sel masih tersedia ligan dan sudah
Sel masih tersedia ligan (x) untuk mengikat logam c
mengikat logam (mx) tetapi masih d
my m
ny
y y
n
mx mx mx my
dapat mensintesis ligan lagi (y) mX mX mX my m
n
Sel masih tersedia ligan terbatas,
Sel mengandung ligan terbatas,
masih dapat mensintesis ligan
tetapi dlm proses pengikatannya
dengan jalan mengusir logam
terjadi kompetisi diantara logam
yang telah terikat (n)
(m-n)
Gambar 4. Model pengikatan logam dalam sel Senyawa logam berat seperti HgCl2 dapat masuk lebih cepat (Hg2+) ke dalam sel melalui lapisan lipida dari dinding sel dari pada ion Na+. Diduga bahwa kelompok logam kelas B yang merupakan logam berat, sangat mudah dan cepat melakukan penetrasi ke dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A, Toksisitas logam kelas B terhadap organisme tidak diragukan lagi, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme air terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus, kemudian ke jaringan bagian dalam seperti hati dan ginjal sebagai tempat logam terakumulasi.
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur selama 3 (tiga) bulan dari bulan Pebruari sampai April 2005.
3.2. Metode Pengambilan Data dan Pengukuran 3.2.1. Penentuan Stasiun Pengamatan Penentuan stasiun pengamatan pada lokasi penelitian didasarkan pada pendekatan konseptual dengan melakukan survey terhadap kegiatan yang diperkirakan sebagai sumber pencemaran di lingkungan perairan. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari lima stasiun pengamatan yaitu stasiun satu (ST.1) Pelabuhan Tenau, stasiun dua (ST.2) Namosain, stasiun tiga (ST.3) Muara Sungai Dendeng, stasiun empat (ST.4) Pasar Oeba dan stasiun lima (ST.5) Muara Sungai Oesapa. Untuk lebih jelasnya titik pengambilan sampel dapat dilihat pada peta lokasi penelitian (Gambar 5).
T lk .L es ia n a
-1 0 .1 4 ° L S
Teluk Kupang T g . B atun o n a
ST.5
ST.4
S k ala 1 : 1 0 0 .0 0 0
O esapa ST.3
-1 0 .1 6 ° L S
Kecam atan K upang U tara D esa O ebufu
Tlk. Nam osan
ST.2
Kotamadya Kupang
-1 0 .1 8 ° L S
D esa Penfui
D esa Liliba
N am baunsabu
T g . B ulutun g
Kupang D esa Alak
la p .K e T lk
Kecam atan K upang Barat ST.1
-1 0 .2 2 ° L S
-1 0 .2 ° L S
asa
tu
Kecam atan K upang Tengah
Kecam atan K upang Selatan
PETA LOK ASI PENELITIAN DI TELUK KUPANG NUSA TENGGARA TIM UR
K eterangan : Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal B atas Kabupaten/K ota B atas Kecam atan Sungai Pem ukiman Perkebunan H utan Raw a Sem ak B elukar R um put/Tanah Kosong M angrove T egalan/Ladang D anau E mpang Saw ah Irigasi Pasang Surut, Pasir T ambang G aram D arm aga B andara Ind eks Peta
Kabupaten Kupang
Teluk Kupang
-10.1
-10.2
P .S E M AU
P . K U P AN G
-10.3
123.4
123.52 °B T
123.54 °B T
123.56 °B T
123.58 °B T
123.6 °B T
123.62 °B T
123.64 °B T
123.66 °B T
Gambar 5. Peta lokasi pengambilan sampel
123.6
S u m be r : P e ta Ru p a B um i Digital In do n es ia S k ala 1 : 25 .0 0 0 B A DA N K O O R DINA S I S U R V EY D A N P E M ET A A N N AS IO N A L
3.2.2. Metode Pengambilan Data Data yang diambil berupa data sekunder dan primer. Data primer diperoleh dari hasil analisa di laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan dari instansi-instansi terkait. 3.2.3. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel air laut, sedimen dan kerang pada titik yang sama dan dilakukan secara horizontal pada saat pasang surut terendah. Pengambilan sampel sebanyak tiga (3) kali ulangan (per minggu) pada lima (5) stasiun. Pengukuran kualitas air laut seperti pH, suhu, salinitas dan oksigen terlarut (DO) dilakukan secara langsung sedangkan kekeruhan, kesadahan dan logam berat dilakukan di laboratorium. Jumlah sampel air laut ± 500 ml dimasukkan ke dalam botol polietilen yang telah dicuci dengan asam nitrat 10 % dan ditambahkan asam nitrat sebagai pengawet. Sampel sedimen diambil ± 250 gr, secara horizontal di dasar perairan dengan menggunakan Eikman Grab. Sampel tersebut kemudian dimasukkan dalam botol polietilen atau kantong plastik lalu ditetesi dengan asam nitrat sebagai pengawet untuk selanjutnya ditutup rapat, sedangkan untuk sampel kerang diambil ± 5-10 buah, secara horizontal di dasar perairan sesuai dengan stasiun yang telah ditentukan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. 3.3. Pengukuran Parameter Fisika Kimia 3.3.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
aquades, aquabides dan
bahan-bahan kimia (HCl, HNO3, Na-EDTA, larutan pH 7, pH 10, indikator EBT, CaCl2, CaCO3, larutan standar logam (Pb, Cd, dan Cu), larutan buffer (NH4Cl dan NH4OH), sedangkan alat-alat yang digunakan adalah Eikman grab, kemmerer sampler, timbangan analitik,
tanur, Oven, kompas, pHmeter, konductivity, turbidimeter, dan
Atomic Absorption Spetrofotometer (AAS) merk Shimadzu serta alat-alat gelas.
3.3.2. Preparasi Sampel Sampel yang telah diambil dilakukan destruksi, penyaringan, pengenceran (bila konsentrasi terlalu tinggi), pembuatan larutan standar, pengukuran logam berat dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometri. Untuk pengukuran sampel air, sedimen dan kerang dilakukan pemisahkan bagian-bagian yang akan dianalisis yang
terdiri dari daging, insang dan hepatopankreas dan selanjutnya mengikuti prosedur American Public Health Association APHA (1989). 3.3.3. Penentuan konsentrasi logam berat Penentuan konsentrasi logam berat dilakukan dengan cara langsung untuk sampel air dan cara kering (pengabuan) untuk sampel padatan. Pembuatan larutan standar logam berat dengan konsentrasi masing-masing 0,0; 2,0; 4,0; 6,0 dan 8,0 ppm, kemudian
dilakukan
pengukuran
dengan
menggunakan
Atomic
Absorption
Spectrofotometry (AAS). Konsentrasi sampel diketahui dari hasil pengukuran absorbansi (resapan) standar dan sampel.
Konsentrasi sampel dapat diketahui
dengan hasil bagi dari jumlah resapan sampel (As) dengan resapan standar (Ab) dan dikalikan dengan hasil bagi antara konsentrasi standar (Cb) dengan berat sampel (W) prosedur ini menggunakan Standar Nasional Indonesia (1992 ) No SNI 19-2896-1992). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rumus dibawah ini. ppm As =
Keterangan : As = Resapan sampel (ppm) Ab = Resapan standar (µg)
As Cb x Ab W Cb = Konsentrasi standar (µg) W = Berat sampel (gram)
3.3.4. Pengukuran Kualitas Air Sebagai data pendukung dilakukan pengukuran terhadap kualitas air laut, dengan parameter 1). Oksigen terlarut (DO); 2). Temperatur; 3) pH; 4) kesadahan dan 5) kekeruhan dengan menggunakan prosedur analisa APHA (American Public Health Assiociation, 1989). Untuk lebih jelasnya parameter kualitas air, logam berat dalam air laut, sedimen dan kerang darah (Anadara granosa) yang diamati dan alat digunakan serta tempat melakukan analisis dapat dilihat pada Tabel4.
yang
Tabel 4. Parameter, metode, tempat analisa dan alat yang digunakan No. 1.
2.
3.
Parameter
Satuan
Kualitas Air a. Fisika - Suhu - Kekeruhan b. Kimia - pH - DO - Kesadahan Logam Berat a. Air laut - Pb - Cd - Cu b. Sedimen - Pb - Cd - Cu Kerang a. Daging - Pb - Cd - Cu b. Insang - Pb - Cd - Cu c. Hepatopankreas (hati) - Pb - Cd - Cu
o
Alat/Metode
Tempat Analisis
C NTU
Thermometer /APHA Turbidimeter/APHA
In situ In situ
mg/L mg/L
pH-meter/APHA DO-meter/APHA Titrimetri/APHA
In situ In situ laboratorium
mg/L mg/L mg/L
AAS/SNI AAS/SNI AAS/SNI
laboratorium laboratorium laboratorium
mg/kg mg/kg mg/kg
AAS/SNI AAS/SNI AAS/SNI
laboratorium laboratorium laboratorium
mg/kg mg/kg mg/kg
AAS/SNI AAS/SNI AAS/SNI
laboratorium laboratorium laboratorium
mg/kg mg/kg mg/kg
AAS/SNI AAS/SNI AAS/SNI
laboratorium laboratorium laboratorium
mg/kg mg/kg mg/kg
AAS/SNI AAS/SNI AAS/SNI
laboratorium laboratorium laboratorium
3.4. Analisis Data
Data analisis logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air pada stasiun pengamatan di
bandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 tentang ”Penetapan Baku Mutu Air Laut” sedangkan konsentrasi logam berat dalam organ kerang menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4104 (1996) mengenai logam berat dalam makanan dan hasil-hasil perikanan lainnya yang dikonsumsi. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air laut, sedimen dan organ kerang menggunakan analisis regresi korelasi/hubungan (Sudjana, 2001). Rumus koefisien korelasi (r) adalah sebagai berikut:
r= Sx2 =
Sxy 2
( Sx ) ( Sy )
∑
2
( xi − x)2 n − 1
Sxy =
2
∑( X
Sy =
i
∑
− X )( yi − y) n −1 ( yi − y)2 n − 1
Keterangan : r = Koefisien korelasi Sxy = Sebaran nilai pengamatan x dan y Sx2 = Keragaman nilai x Sy2 = Keragaman nilai y
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di antara 80-120 Lintang Selatan hingga 1180-1250 Bujur Timur. Secara geografis, Nusa Tenggara Timur terletak di belahan paling Selatan Indonesia. Di bagian barat berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, di sebelah utara berbatasan dengan Selat Makassar, di timur berbatasan dengan Propinsi Maluku dan Negara Timor Lorosae serta di selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas 566 pulau. Dari jumlah tersebut 246 pulau telah mempunyai nama sedangkan 320 pulau lainnya belum memiliki nama, sementara hanya 42 pulau yang berpenghuni dan selebihnya hanya merupakan tempat persinggahan nelayan. Kota Kupang memiliki iklim yang sangat tipikal yang dicirikan dengan musim penghujan 3-4 bulan setiap tahunnya dan jumlah hari hujan 100 hari dengan suhu berkisar antara 23oC-34oC (BPS Kota Kupang, 2003). Kondisi iklim di kota Kupang cenderung tergolong dalam semi-arid (lahan kering). Jenis tanah meliputi jenis tanah mediterania seluas 1.110.807 ha (23,45%); litosol seluas 1.903.184 ha (40,19%); Alufial seluas 136,250 ha (2,46%) grumusol seluas 136,750 ha (2.88%) dan regosol seluas 64,250 ha (1,36%), kedalaman tanah sekitar 30-60 cm, kondisi ini disebabkan oleh struktur batuan induk berupa koral dan tanah yang terbuka karena vegetasi sangat terbatas sehingga rentan terhadap erosi. Perairan Teluk Kupang berada di wilayah Pulau Timor yang terdiri dari kawasan dengan iklim dan lahan yang kering serta tidak subur, sehingga sumberdaya laut dan pantainya dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam. Kondisi pantai dan perairan di Teluk Kupang dipengaruhi oleh sungai yang bermuara ke Teluk. Sungai yang cukup berpengaruh adalah sungai Kuka di pantai utara, Sungai Beno, Sungai Nun Kurus di bagian timur serta Sungai Oesao, Sungai Noel Baki, Sungai Manikin, Sungai Oesapa dan Sungai Kalidendeng di pantai selatan. Secara geografis daerah Kecamatan Alak di sebelah utara berbatasan dengan Teluk
Kupang,
sebelah
selatan
berbatasan
dengan
Kecamatan
Kupang
Barat/Kecamatan Maulafa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Lima/Kecamatan Oebobo dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan Kecamatan Kupang Barat. Permukaan tanah terdiri dari batu-batuan karang yang tidak rata serta tanah yang berwarna merah dan putih yang berada pada ketinggian dari permukaan laut di sebelah Selatan 100-250 meter dan di sebelah utara 0-50 meter.
Suhu udara maximum 350C dan beriklim tropis. Geografis Kecamatan Kelapa Lima di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kupang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Oebobo, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarus dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Alak. Permukaan daratan terdiri dari batu-batuan karang yang tidak rata serta berwarna merah dan putih yang berada pada ketinggian 50 meter dari permukaan laut, suhu udara maximum 350C dan beriklim tropis. Jumlah penduduk di Kecamatan Alak sebanyak 35.402 jiwa dengan kepadatan per km2 394 jiwa sedangkan di Kecamatan Kelapa Lima sebanyak 66.965 jiwa dengan luas wilayah 18.24 Km2 (BPS Kota Kupang, 2003). Penelitian yang dilakukan di perairan Teluk Kupang, meliputi dua (2) Kecamatan, yaitu Kecamatan Alak dengan luas wilayah 24.16 Km2 dengan jumlah penduduk 16.493 jiwa sedangkan Kecamatan Kelapa Lima dengan luas wilayah 782 Km2 dengan jumlah penduduk 26.164 jiwa. Lokasi pengambilan sampel untuk stasiun I (ST1) di Kelurahan Alak (pelabuhan) yang terletak di antara 10° 12' 06" LS hingga 123° 31' 35" BT, stasiun II (ST2) di Kecamatan Namosain (Darmaga nelayan) yang terletak di antara 10° 12' 06" LS hingga 123° 31' 35" B, stasiun III (ST3) di Kecamatan Fatufeto (Sungai Kalidendeng) yang terletak di antara 10° 09' 38" LS hingga 123° 34' 31" BT, sedangkan stasiun IV (ST4) di Kelurahan Oeba ( pantai Oeba) yang terletak di antara 10° 09' 08" LS hingga 123° 35' 43" BT dan
stasiun V (ST5) di Kelurahan
Oesapa (Sungai Oesapa) yang terletak di antara 10° 08' 34" LS hingga 123° 38' 03" BT. 4.2. Nilai pH Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH. Derajat keasaman (pH) air laut di Teluk Kupang berkisar antara 8,26-8,45. Kisaran pH air laut di Teluk Kupang cenderung bersifat basa. Hal ini disebabkan wilayah Kota Kupang khususnya perairan Teluk Kupang secara keseluruhan memiliki topografi yang sangat unik karena didominasi oleh struktur batuan induk berupa koral/karang dan tanah yang terbuka karena vegetasi penutup sangat sedikit sehingga rentan terhadap erosi yang dapat melarutkan koral sebagai batuan yang banyak mengandung mineral terutama kalsium sehingga sulit untuk mencapai pH netral. Nilai pH air laut di perairan Teluk Kupang pada setiap lokasi pengamatan masih berada pada kategori yang layak
untuk kegiatan sektor perikanan. Hal ini juga sesuai dengan kriteria kualitas air laut yaitu 7-8,5 ( Kepmen LH RI No 51 tahun 2005) tentang Baku Mutu air Laut.
9 8.5 8 7.5 7 6.5 6
Nilai pH
Nilai pH
Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
ST 1
9 8.5 8 7.5 7 6.5 6
Batas atas
Batas bawah ST 1
2 pH ST8.34
ST 2
ST 3
8.413 ST
8.45 ST
4
ST 4
ST 5
8.26
ST 8.27 5
Stasiun Pengamatan Stasiun Pengamatan
Gambar 6. Nilai rata-rata pH pada setiap stasiun pengamatan 4.3. Suhu Suhu perairan merupakan salah satu parameter fisika yang sangat penting bagi kehidupan biota air, oleh karena itu untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal setiap biota mempunyai batas toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu terendah dan suhu tertinggi. Suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, komposisi subtrat, luas permukaan yang mendapatkan sinar matahari, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air yang juga mempengaruhi proses osmoregulasi, dan pernapasan organisme perairan. Oleh sebab itu dengan meningkatnya suhu perairan, maka kehidupan organisme di dalamnya juga dapat terpengaruh dan pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian. Secara umum suhu berpengaruh langsung terutama terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik pada organisme dan tidak berpengaruh langsung terhadap struktur dan dispersi hewan air (Nontji, 1984). Disamping itu suhu juga mempunyai hubungan langsung terhadap densitas air dan salinitas (Kinne, 1970) oleh karena itu perubahan suhu air dapat mempengaruhi struktur komunitas biota. Pada daerah tropis suhu permukaan laut berkisar antara 27-29 0C dan daerah subtropis berkisar antara 15-20 0C. Menurut Soegiarto dan Birowo (1983) suhu pada lapisan permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 26-30 0C, pada lapisan tengah (termoklin) berkisar antara 9-26 0C dan pada lapisan dalam (hipolimnion) berkisar antara 2-8 0C yang merupakan suhu yang paling kecil. Menurut Nontji (1987), suhu permukaan laut di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31 0C.
Hasil pengukuran suhu yang dilakukan di lima stasiun pengamatan dengan tiga kali ulangan menunjukkan bahwa suhu di perairan Teluk Kupang berkisar antara 28,5329,10 0C (Gambar 7). Suhu terendah terdapat pada stasiun IV sedangkan suhu tertinggi terdapat pada stasiun V. Kisaran suhu ini sesuai dengan keadaan yang terdapat di perairan Teluk Kupang yaitu pada bulan Januari sampai dengan bulan April yang merupakan musim hujan, akan tetapi curah hujannya tidak menentu dan intensitas penyinaran matahari masih tinggi bahkan juga disertai oleh angin yang kencang, sehingga akan mempengaruhi suhu di perairan secara umum, khususnya di perairan Teluk Kupang. Tingginya intensitas penyinaran dan kondisi permukaan laut yang lebih tenang menyebabkan penyerapan panas ke dalam air laut lebih tinggi, sehingga suhu air menjadi maksimum. Selain itu terjadi pula perubahan suhu pada air laut yang dipengaruhi oleh evaporasi, curah hujan dan bahan-bahan lain yang masuk ke dalam perairan. Perubahan suhu yang terjadi pada setiap stasiun pengamatan (Gambar 7) masih dalam toleransi untuk kehidupan biota laut pada umumnya (Nontji,
S u h u (o C)
1984). 33 32 31 30 29 28 27 26 25
Batas atas Batas bawah
ST 1
ST 2
ST 3
ST 4
ST 5
Stasiun pengamatan
Gambar 7. Rata-rata suhu pada setiap stasiun pengamatan 4.4. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Keberadaan oksigen ini secara alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfir. Semakin tinggi suhu dan semakin meningkat ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfir, maka konsentrasi oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Brown (1987) yang mengemukakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Hubungan antara kadar oksigen terlarut dan suhu menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigennya semakin
berkurang. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain ini akan berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah dari kadar oksigen di perairan tawar. Berdasarkan pengukuran nilai oksigen terlarut (DO) yang dilakukan di perairan Teluk Kupang menunjukkan bahwa DO rata-rata berkisar antara 6,07-6,55 mg/L. Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai pada setiap stasiun sangat bervariasi, nilai DO tertinggi terjadi pada ST3 sedangkan nilai terendah pada ST5. Adanya nilai DO yang bervariasi disebabkan karena tiap stasiun menerima cemaran yang berbeda-beda ditinjau dari tingkat aktivitas dan masuknya air limbah melalui air sungai. Adanya fluktuasi kadar oksigen terlarut yang terjadi pada lokasi penelitian antar stasiun ini dipengaruhi oleh percampuran (mixing), pergerakan (turbulensi) massa air, terjadinya akitivitas fotosintesis, repirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan perairan. Pada Gambar 8 memperlihatkan konsentrasi oksigen terlarut yang sangat bervariasi namun nilai-nilai tersebut masih dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yakni > 6,0 mg/L (Kepmen LH No. 51 tahun 2004.
Oksigen terlarut (mg/L)
7 6.5
Baku Mutu
6 5.5 5
ST 1
ST 2
ST 3
ST 4
ST 5
Stasiun pengamatan
Gambar 8. Rata-rata oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun pengamatan
4.5. Salinitas Salinitas air laut berfluktuasi tergantung pada musim, topografi, pasang surut, dan jumlah air tawar. Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan (Dahuri, et al, 1996). Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987). Salinitas minimum terdapat pada daerah sekitar khatulistiwa dan salinitas maksimum terdapat pada lintang 20o LU dan 20o LS, salinitas mengalami penurunan ke
arah kutub. Keadaan
salinitas yang rendah pada daerah sekitar khatulistiwa
disebabkan oleh tingginya curah hujan (Sidjabat, 1973). Vernberg dan Venderg (1977) mengklasifikasikan konsentrasi salinitas pada perairan menjadi empat kategori. Pertama perairan hiperhaline dengan salinitas di atas 40%, kedua euhaline (salinitas 30-40o/oo), mixohaline dengan salinitas antara 0,5-30o/oo, dan limnetic water dengan salinitas lebih kecil dari 0,5o/oo. Barnes dan Hughes (1988) mengemukakan bahwa perairan yang memiliki salinitas lebih kecil dari 0,5 o/oo bersifat tawar sedangkan salinitas antara 0,5-30o/oo bersifat payau. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di setiap stasiun menunjukkan bahwa rata-rata salinitas di perairan Teluk Kupang berkisar antara 32,03-32,87o/oo. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada setiap stasiun nilai salinitasnya bervariasi, hal ini disebabkan adanya pengaruh air tawar dari muara sungai, kecepatan arus dan curah hujan yang terjadi pada saat penelitian berlangsung (Pebruari-Maret 2005), akan tetapi nilai salinitas di perairan Teluk Kupang masih bersifat euhaline (30-40o/oo), dan masih dalam kisaran peraturan pemerintah yang berlaku.
Salinitas (mg/L)
36 35
Batas atas Batas bawah
34 33 32 31 30 29
ST 1
ST 2
ST 3
ST 4
Stasiun pengamatan
ST 5
Gambar 9. Rata-rata salinitas pada setiap stasiun pengamatan
4.6. Kesadahan Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Kation-kation tersebut dapat bereaksi dengan sabun sehingga membentuk endapan (presipitasi) maupun anion-anion yang terdapat dalam air yang juga dapat membentuk endapan atau menimbulkan perkaratan pada peralatan logam. Tingkat kesadahan ditentukan oleh keberadaan kalsium dan magnesium sebagai anion penyusun alklinitas yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kesadahan tertinggi pada ST2 yakni 584,13 mg/L dan nilai terendah pada ST4 dengan nilai sebesar 481,51 mg/L. Nilai kesadahan di perairan Teluk Kupang berkisar antara 481,51-584,13 mg/L. Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai kesadahan dari lima stasiun tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan
antara stasiun satu dengan stasiun
lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh struktur tanah dan batuan koral yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Selain kalsium karbonat, kation dan anion sebagai penyusun kesadahan seperti
Mg, Sr, Fe, Mn dan sebagai pasangannya
-
adalah HCO3, SO4 Cl NO3 dan SiO3. Perairan yang memiliki nilai kesadahan kurang dari 120 mg/L dan lebih dari 500 mg/L CaCO3 dianggap kurang baik bagi peruntukan domestik, pertanian dan industri, namun air sadah lebih disukai oleh organisme dari pada air lunak (Effenfi, 2003). Kadar maksimum kesadahan untuk kehidupan organisme akuatik sebesar 500 mg/L (WHO, 1992 dalam Effendi, 2003).
Kesadahan (mg/L)
600
Baku mutu
500 400 300 200 100 0
ST 1
ST 2
ST 3
ST 4
Stasiun pengamatan
ST 5
Gambar 10. Rata-rata kesadahan pada setiap stasiun pengamatan
4.7. Kekeruhan Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikelpartikel yang ada dalam air tersebut (Hariyadi, et al. 1992). Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa planton dan mikroorganisme lain (APHA, 1976; Davis Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2001). Kekeruhan juga dapat mengganggu kehidupan biota karena dapat menghambat penetrasi sinar yang masuk ke dalam perairan, kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan. Batas maksimum yang dianjurkan dalam peraturan pemerintah yakni dalam Kepmen LH No.51 tahun 2005 tentang baku mutu kualitas air laut untuk perikanan adalah > 5 NTU Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada lima stasiun pengamatan menunjukkan bahwa kekeruhan berkisar antara 2,82-7,85 NTU (Gambar 11). Kekeruhan tertinggi terjadi pada ST1, ST3, ST5, sedangkan yang terendah terdapat pada ST4 dan ST2. Terjadinya kekeruhan yang bervariasi disebabkan setiap lokasi memiliki kondisi yang berbeda-beda. Stasiun yang kekeruhannya tinggi pada umumnya disebabkan karena pada stasiun tersebut terdapat muara sungai yang merupakan wadah berbagai pencemaran yang berasal dari perkotaan, sedangkan di stasiun lainnya tidak terdapat aliran sungai. Tingginya kekeruhan pada ketiga stasiun tersebut disebabkan adanya curah hujan yang cukup tinggi sehingga menimbulkan erosi baik erosi dari daerah perkotaan maupun dari daerah pegunungan dan erosi ini membawa partikelpartikel baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik. Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kekeruhan pada ketiga stasiun sudah melewati baku mutu, namun pada kedua stasiun lainnya masih layak/sesuai dengan Kepmen LH No.51 tahun 2005 tentang baku mutu kualitas air laut untuk perikanan. Tingginya kekeruhan pada ketiga stasiun tersebut dapat mengganggu kehidupan baik hewan, tumbuhan maupun organisme yang berada di perairan, khususnya di perairan Teluk Kupang. Tingginya kekeruhan ini menyebabkan penetrasi cahaya terhambat sehingga tumbuhan tidak dapat melakukan proses fotosintesis,
sedangkan hewan terutama yang hidup menetap seperti kerang lambat laun akan
Kekeruhan (mg/L)
mengalami kepunahan. 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Baku mutu
ST 1
ST 2
ST 3
ST 4
ST 5
Stasiun pengamatan
Gambar 11. Rata-rata kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan
4.8. Konsentrasi Logam Berat dalam Air dan Sedimen Logam berat, baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah (Hutagalung, 1984), begitu pula kandungan logam berat dalam air laut dan sedimen. Konsentrasi logam dapat meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan industri yang mengandung logam berat dibuang masuk ke dalam perairan alami melalui saluran pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak terdapat di lingkungan. Logam berat tersebut adalah Hg, Pb, Cd dan Cr. Logam berat yang masuk ke dalam air akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, yang selanjutnya akan diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984). Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari sekelompok biota perairan dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya keadaan tersebut dapat menghancurkan satu tatanan dalam suatu ekosistem perairan (Palar, 1994) 4.8.1. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah Pb dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu, korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin juga merupakan salah satu jalur Pb yang akan masuk dalam badan perairan. Logam Pb masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak dari aktifitas kehidupan manusia bentuknya bermacam-macam. Diantaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb (industri baterai, cat dan barang-barang elektronik), air buangan dari pertambangan bijih timah hitam. Bahan bakar yang mengandung timbal (leaded gasoline) juga memberikan konstribusi yang berarti bagi keberadaan timbal di dalam air. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai untuk kemudian akan dibawa menuju lautan. Badan perairan yang telah terkontaminasi senyawa atau ion-ion Pb, jumlah Pbnya akan melebihi konsentrasi yang semestinya, sehingga dapat mengakibatkan kematian bagi biota yang terdapat dalam perairan. Bila konsentrasi Pb mencapai 188 mg/L, akan dapat membunuh ikan-ikan yang berada dalam perairan tersebut (palar, 1994). Untuk memantau pencemaran logam di suatu perairan, maka analisis biota air sangat penting dilakukan. Biota air seperti ikan, udang dan kerang merupakan sumber protein, vitamin, mineral dan lemak tak jenuh yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Penelitian tentang konsentrasi logam berat yang terdapat dalam tubuh biota laut perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian atau informasi bahwa produk-produk yang berasal dari laut dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi masih aman bila di konsumsi. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium, konsentrasi logam Pb tertinggi pada ST1, ST2 dan ST5 sedangkan konsentrasi terendah pada ST4 dan ST3. Konsentrasi rata-rata logam Pb dalam air laut pada ke lima stasiun berkisar antara 0,0015-0,0078 mg/L (Gambar 12). Tingginya konsentrasi Pb pada air laut di ST1 dan stasiun lainnya disebabkan oleh tingginya aktivitas di setiap lokasi pengambilan sampel, terutama alat-alat transportasi yang menghasilkan pencemaran Pb, baik yang bersumber dari daratan, lautan, udara dan juga yang sifatnya secara alamiah sudah ada walaupun konsentrasinya relatif kecil. Konsentrasi Pb dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan konsentrasi Pb dalam air laut yaitu berkisar 1,6438-2,2410 mg/kg (Gambar 13). Konsentrasi Pb tertinggi pada ST1 dan terendah pada ST5. Tingginya konsentrasi Pb dalam sedimen
disebabkan oleh tingginya mobilisasi lalu lintas baik dari darat maupun laut. Suhu dan pH juga memberikan sumbangan yang cukup berarti, sehingga logam berat yang masuk ke perairan dapat terakumulai dalam sedimen, akibatnya konsentrasi Pb lebih tinggi dibandingkan konsentrasinya dalam air laut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Pb di perairan Teluk Kupang
masih layak untuk
budidaya perikanan karena masih dibawah baku mutu yaitu 0,008 mg/L (Kepmen LH No.51 tahun 2004).
Konst. Pb dlm air laut (ppm)
0.010 Baku mutu
0.008 0.006 0.004 0.002 0.000
ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
Stasiun pengamatan
Gambar 12. Konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam air laut pada setiap stasiun Pengamatan
Konst. Pb dlm sedimen (mg/kg)
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
ST1
ST2
ST3
ST4
Stasiun pengamatan
ST5
Gambar 13. Konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam sedimen pada setiap stasiun pengamatan 4.8.2. Kadmium (Cd) Penyebaran logam Cd di alam sangat luas, namun hanya satu jenis senyawa yaitu greennokite (CdS) dan sering ditemukan bersama dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite sangat jarang ditemukan, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan dari proses peleburan dan refining bijih-bijih Zn, sehingga menghasilkan logam Cd sebesar 0,2-0,3 %. Penggunaan logam Cd adalah sebagai stabilisasi, bahan pewarna dalam industri plastik, elektroplating, solder, baterai, dan industri persenjataan berat. Penggunaan Cd ditemukan juga dalam industri pencelupan, fotografi dan lain-lain. Contoh senyawa-senyawa logam Cd yang digunakan dalam industri antara lain zat warna (CdS dan CdSeS), industri baterai (CdSO4), fotografi (CdBr2 dan CdI2), pembuatan tetraetil-Pb ((C2H5)2Cd) dan yang berfungsi sebagai stabilizer yaitu senyawa Cd-Stearat pada industri manufaktur polyvinilklorida (PVC) (Palar, 2004). Dalam strata lingkungan, persenyawaan logam Cd banyak dijumpai di daerahdaerah penimbunan sampah, aliran air hujan dan air buangan. Hasil penelitian yang dilakukan di perairan Teluk New York (Mueller et.al., 1979) melaporkan
bahwa
konsentrasi logam Cd dalam perairan yang berasal dari air limbah industri sangat kecil, yaitu 0,6%, sedangkan jumlah paling besar dihasilkan oleh limbah padat yaitu 82%, limbah cair rumah tangga 5%, pemukiman 5%, tanah >1% dan lainnya sebanyak 5% (Mueller et.al., 1979 dalam Palar, 2004). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium, konsentrasi logam Cd tertinggi di ST1, ST2 dan ST4, sedangkan konsentrasi terendah pada ST3 dan ST5. Konsentrasi rata-rata logam Cd dalam air laut dari lima stasiun pengamatan berkisar antara 0,0004-0,0008 mg/L (Gambar 14). Rendahnya konsentrasi Cd pada air laut dari lima stasiun disebabkan oleh minimnya sumber pencemaran yang menghasilkan logam berat Cd seperti limbah padat (sampah), limbah buangan rumah tangga, limbah industri. Semakin tinggi kesadahan, makin tinggi pula konsentrasi Cd dalam air, tetapi untuk perairan Teluk Kupang tidak terjadi demikian bahkan sebaliknya. Nilai pH dan salinitas berpengaruh terhadap konsentrasi Cd dalam air, sehingga logam Cd cendurung mengendap bersama dengan sedimen. Mueller et al. (1979) mengemukakan bahwa limbah padat menghasilkkan konsentrasi logam Cd sebesar 82 %.
Konsentrasi Cd
dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan konsentrasi Cd
dalam air laut yaitu berkisar 0,0072-0,0183 mg/kg. Konsentrasi Cd tertinggi pada ST1 dan terendah pada ST5. Pada Gambar 15 memperlihatkan tingginya konsentrasi Cd dalam sedimen yang berasal dari daerah-daerah buangan sampah, sehingga terbawah aliran air hujan, limbah air buangan rumah tangga, dan limbah industri lainnya. Konsentrasi logam Cd di sedimen di pengaruhi oleh suhu, pH dan salinitas, sehingga terjadi pengendapan dan terakumulai dalam sedimen. Pada penelitian ini terlihat bahwa konsentrasi logam Cd di perairan Teluk Kupang masih layak untuk kegitan budidaya perikanan (Kepmen LH No.51 tahun 2004).
Konst. Cd dlm air laut (ppm)
0.0020 0.0015
Baku mutu
0.0010 0.0005 0.0000
ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
Stasiun pengamatan
Gambar 14. Konsentrasi rata-rata logam berat Cd dalam air
Konst. Cd dlm sedimen (mg/kg)
pada setiap stasiun Pengamatan
0.0200 0.0180 0.0160 0.0140 0.0120 0.0100 0.0080 0.0060 0.0040 0.0020 0.0000
ST1
ST2
ST3
ST4
Stasiun pengamatan
ST5
Gambar 15. Konsentrasi rata-rata logam berat Cd dalam sedimen pada setiap stasiun pengamatan
4.8.3. Tembaga (Cu) Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan berasal dari peristiwa-peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Secara alamiah logam Cu masuk ke perairan sebagai akibat dari erosi atau pengikisan batuan mineral serta melalui persenyawaan Cu di atmosfir, sehingga terbawa oleh air hujan. Logam Cu masuk ke perairan diperkirankan mencapai 325.000/tahun (Palar, 1994). Terjadinya peningkatan konsentrasi logam Cu diperairan di sebabkan oleh aktivifitas manusia, seperti dari buangan industri, pertambangan logam Cu, industri galangan kapal dan bermacam-macam aktivitas di pelabuhan. Pada kondisi normal keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa ion seperti CuCO3+, Cu(OH)2+. Konsentrasi logam Cu yang terlarut dalam perairan laut adalah 0,002-0,005 ppm (Palar, 1994). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium, konsentrasi logam Cu dalam air laut di perairan Teluk Kupang berkisar antara 0,0030-0,0074 mg/L (Gambar 16 ), baku mutu Cu untuk biota di perairan sebesar 0,008 mg/L, sedangkan konsentrasi logam Cu dalam sedimen berkisar antara 0,9843-1,8347 mg/kg (Gambar 17 ), hal ini menunjukkan bahwa logam Cu di perairan Teluk Kupang masih layak untuk kegiatan budidaya perikanan (Kepmen LH No. 51 tahun 2004). Minimnya konsentrasi
logam Cu di perairan Teluk Kupang disebabkan oleh tingkat kelarutan senyawasenyawa logam Cu yang relatif kecil dan kondisi perairan yang cenderung bersifat basa. Limbah logam Cu dari limbah padat (sampah), industri dan kegiatan pertanian masuk ke perairan dan mengendap bersama dengan sedimen, sehingga konsentrasi logam Cu dalam sedimen lebih tinggi dibanding konsentrasi Cu dalam air laut. Konsentrasi logam Cu di air laut dan sedimen sangat berfluktuasi, karena ditentukan oleh jumlah cemaran logam Cu dan tingkat aktifitas, baik di daratan, pesisir maupun lautan. Konsentrasi rata-rata logam Cu dalam air laut dan sedimen dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Konst. Cu dlm air laut (ppm)
0.0100 Baku mutu
0.0080 0.0060 0.0040 0.0020 0.0000
ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
Stasiun pengamatan
Gambar 16. Konsentrasi rata-rata logam berat Cu dalam air pada setiap stasiun pengamatan
Konst. Cu dlm Sedimen (mg/kg)
2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
ST1
ST2
ST3
ST4
Stasiun pengamatan
ST5
Gambar 17. Konsentrasi rata-rata logam berat Cu dalam sedimen pada setiap stasiun pengamatan 4.9. Absorbsi Logam Berat oleh Kerang Darah (Anadara granosa) Jenis kerang-kerangan dapat digunakan untuk memonitor pengaruh konsentrasi logam terhadap kualitas air, faktor musim, temperatur dan kadar garam. Kerang kecil (oyster) dapat mengakumulasi logam Zn dan Cu berlipat ganda, sehingga konsentrasi logam dalam organ lebih tinggi daripada air disekitarnya (Darmono, 1995). Dalam memonitor pencemaran disuatu lingkungan yang dianggap tercemar logam berat, analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis airnya saja. Hal ini disebabkan konsentrasi logam berat dalam air akan mengalami perubahan dan sangat tergantung pada lingkungan dan iklim. Konsentrasi logam berat dalam biota air biasanya senantiasa bertambah seiring dengan bertambahnya waktu dan juga karena sifat dari logam yang “bioakumulatif” sehingga biota air sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran logam dalam suatu lingkungan perairan. Absorpsi logam pada biota air, selain masuk melalui insang dapat juga masuk melalui kulit (kutikula) dan lapisan mukosa. Absorpsi ion-ion logam dari air laut oleh organisme, seperti ikan dan udang biasanya melalui insang. Simkis (1984) melaporkan bahwa logam-logam ringan, seperti Na, K, Ca, dan Mg merupakan logam dalam kelompok A yang keterlibatan ion logamnya dalam makhluk hidup melalui proses fisiologis. Logam berat yang masuk dalam kelompok B, merupakan logam-logam yang terlibat dalam proses enzimatik dan dapat menimbulkan polusi, seperti Cu, Zn, Cd, Hg, dan Pb. Aktivitas dari logam kelompok A yang masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dengan cara diusi membran sel (membran fenomena), sedangkan logam kelompok B, terikat dengan protein (ligan binding). Logam kelompok A biasanya terdapat dalam air yang mengandung garam (air laut). Lapisan sel (membran) pada biota air biasanya mempunyai dua lapisan dan berbentuk lipida (lipid bilayer), dan pada
permukaannya terdapat beberapa lapisan yang dapat mengikat ion-ion yang diserap biota. Ion logam masuk ke dalam sel dengan cara penetrasi ke dalam lapisan lipida, tetapi dalam penetrasi tersebut ada barier ysng menghambat yaitu berupa energi. Energi ini dihasilkan oleh proses sintesis ATP (adenosin trifosfat), kontraksi otot, aktivitas saraf, keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Logam kelas B merupakan logam yang sangat reaktif terhadap ikatan ligan dengan sulfur dan nitrogen daripada kelas A, sehingga hal ini sangat penting dalam sistem fungsi metaloenzim yang mengganggu (bersifat racun) terhadap metabolisme sel itu sendiri. Apabila sel sitoplasma mengikat logam yang berbahaya (nonesensial) atau sel sitoplasma mengikat logam yang bukan semestinya
maka
dapat
menyebabkan
rusaknya
kemampuan
katalitik
(detoksikasi) dari sel tersebut. Hal tersebut biasanya terjadi pada sel-sel respirasi seperti epitel insang sehingga tidak berfungsi lagi akibat konsentrasi logam berat (kelas B) yang terikat sebagai ligan. Ada dua enzim penting yang disekresi oleh sel-sel insang adalah enzim carbonic anhydrase dan ATP ase.
Carbonic
anhydrase adalah enzim yang mengandung Zn yang mempunyai peranan mengkatalisis CO2 menjadi asam karbonat (HCO3). Jika logam yang diikat bukan logam yang semestinya menjadi metaloenzim, maka fungsi enzim akan menjadi rusak. Hubungan antara jumlah absorpsi logam dan konsentrasi logam dalam air pada suatu jaringan sesuai dengan kenaikan konsentrasi logam dalam air dan biasanya proporsional antara keduanya pada organ/jaringan terjadi kenaikan konsentrasi logam, maka kenaikan logam tersebut akan terjadi pula di dalam air. Logam-logam esensial dalam jaringan biota akan mengalami regulasi, tetapi logam-logam non-regulasi akan mengalami kenaikan sesuai dengan bertambahnya konsentrasi logam dalam air. Faktor yang mempengaruhi terjadinya laju absorpsi logam dalam air adalah kadar garam (air laut), alklinitas (air tawar), senyawa-senyawa kimia suhu, pH, ukuran biota, dan kondisi kelaparan dari biota (Darmono, 1995) 4.10. Konsentrasi Logam Pb, Cd dan Cu dalam organ Kerang Darah (Anadana granosa) Kerang dapat mengakumulasi logam berat dalam organ/jaringan seperti hewan air lainnya (ikan dan udang). Hewan air memiliki derajat akumulasi logam berat yang sama, namun kerang lebih banyak mengakumulasi logam berat dibandingkan dengan hewan air lainnya karena sifatnya yang menetap, lambat
menghindar dengan adanya pengaruh polusi, dan mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu, sehingga jenis-jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan (Darmono, 2001). Hasil analisis laboratorium terhadap konsentrasi logam Pb, Cd dan Cu dalam kerang darah (Anadara granosa) yang sampling pada setiap lokasi penelitian yang terdiri dari lima stasiun dan ulangan sebanyak tiga kali pengamatan, menunjukkan bakwa konsentrasi logam berat sangat bervariasi dan tergantung pada jumlah cemaran logam seperti Pb, Cd dan Cu. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi Pb dalam insang berkisar antara 2,5768-3,3129 mg/kg
dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST4.
Konsentrasi Pb dalam hepatopankreas (hati) berkisar
antara 2,9824-3,6652 mg/kg
dengan nilai tertinggi pada stasiun ST1 dan nilai terendah ST4, sedangkan konsentrasi Pb dalam daging (otot) berkisar antara 1,8925-2,5753 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST4 (Gambar 18).
Konst. Pb dlm orgam (mg/kg)
4.00 3.50 3.00 2.50
Baku mutu
2.00 1.50
Insang
1.00
Hati
0.50
Daging
0.00
ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
Stasiun pengamatan
Gambar 18. Konsentrasi rata-rata logam Pb dalam organ kerang pada setiap stasiun pengamatan
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam insang berkisar antara 0,1007-0,1620 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST5. Konsentrasi Cd dalam hepatopankreas berkisar antara 0,1095-0,1915 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST5, sedangkan konsentrasi logam Cd dalam daging berkisar antara 0,0501-0,1375 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST5 (Gambar 19).
dlm organ /kg)
0.25 0.20 0.15
Baku mutu
Gambar 19. Konsentrasi rata-rata logam Cd dalam organ kerang pada setiap stasiun pengamatan
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu dalam insang berkisar antara 2.8091-3.6595 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST5. Konsentrasi Cu dalam hepatopankreas berkisar antara 4,1704-5,0208 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST5, sedangkan konsentrasi Cu dalam daging berkisar antara 0,0501-0,1375 mg/kg dengan nilai tertinggi pada ST1 dan nilai terendah ST5 (Gambar 20).
Konst. Cu dlm organ (mg/kg)
20
Baku mutu
17.5 15 12.5 10
Insang
7.5
Hati
5
Daging
2.5 0
ST1
ST2
ST3
ST4
Stasiun pengamatan
ST5
Gambar 20. Konsentrasi rata-rata logam Cu dalam organ kerang pada setiap stasiun pengamatan Limbah logam berat dalam air jarang di jumpai dalam bentuk atom tersendiri, tetapi biasanya terikat oleh senyawa lainnya. Ikatan tersebut berupa garam organik, seperti senyawa metil, etil, fenil, maupun garam anorganik berupa oksida, klorida, sulfida, karbonat dan hidroksida. Bentuk ion biasanya banyak ditemukan dalam air kemudian bersenyawa dengan pasangannya, sehingga dapat terlarut dan diserap oleh hewan maupun tumbuhan air. Logam berat yang nonesensial yang bersenyawa dengan protein jaringan dan terakumulasi serta berikatan dengan protein yang disebut metalotionin dan bersifat toksik. Organ kerang (insang) sebagai alat pernapasan, juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air sekitarnya dan air dalam tubuh organisme (Osmoregulasi). Oleh sebab itu insang merupakan organ yang penting terutama pada organisme air (kerang), di samping itu insang juga sangat peka terhadap pengaruh limbah sehingga organisme lain bisa menghindar akan tetapi kerang tidak demikian, sehingga kerang cenderung mengakumulasi logam berat lebih besar dari hewan air lainnya. Hepatopankreas (hati) merupakan organ yang berperan untuk mengeleminasi
(detosikasi)
limbah,
logam
esensial
maupun
nonesensial
sebelum di distribusikan ke semua jaringan terlebih dahulu melalui proses di hati dan yang tidak di butuhkan akan dikeluarkan (ekskresi) melalui ginjal. Logam berat Pb Cd dan Cu yang masuk ke jaringan daging melalui darah dan dengan bantuan enzim. Pada
Gambar 19 dan 20 diatas memperlihatkan bahwa
konsentrasi logam pada setiap stasium cenderung bervariasi. Hasil analisis pada setiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi logam Pb dalam organ insang, hepatopankreas maupun daging tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh SNI (2,0 mg/kg). Penyerapan Pb yang terus meningkat dalam organ kerang dimungkinkan oleh beberapa jalur penyerapan antara lain melalui pakan, penyerapan langsung dari air dan proses difusi melalui kulit. Konsentrasi logam Pb dalam organ kerang terakumulasi paling besar pada hepatopankreas,
insang dan terkacil terdapat pada daging. Konsentrasi logam Cd, baik insang, hepatopankreas maupun daging terlihat bahwa rata-rata konsentrasi logam Cd masih dibawah baku mutu (0,2 mg/kg). sedangkan konsentrasi logam Cu dalam insang,
hepatopankreas dan daging
kerang juga memnuhi baku mutu (20,0 ppm). Meningkatnya konsentrasi logam berat dalam setiap organ baik insang, hepatopankreas maupun daging kerang disebabkan karena kerang secara kontinyu menerima limbah logam berat yang berasal dari limbah rumah tangga (sampah), limbah industri, transportasi yang menggunakan aditif Pb serta logam berat yang ada di alam secara alamiah. Sifat kerang yang hidupnya menetap dalam lumpur dan tidak mampu menghindar bila terkena limbah, sehingga dalam waktu yang panjang akan mengkonsumsi dan mengakumulasi logam berat seperti Pb, Cd dan Cu akibatnya konsentrasi logam dalam organ kerang (insang, hepatopankreas dan daging) lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam Pb, Cd dan Cu dalam air dan sedimen. Penyerapan logam esensial (Cu) dan logam nonesensial (Pb, Cd) melalui insang, saluran pencernaan, kemudian diangkut oleh darah serta di distribusikan ke seluruh tubuh. Logam tersebut akan berikatan dengan protein dan jika berlebihan akan di keluarkan (terutama logam esensial seperti Cu), sedangkan logam Pb dan Cd juga berikatan dengan protein tetapi bersifat permanen dan mempunyai waktu paruh yang cukup lama (Biological half life). Pada Tabel 10 terlihat bahwa organ kerang darah (Anadara granosa) seperti insang, hepatopankreas dan daging ternyata daya akumulasi logam berat tertinggi secara berturtu-turut terdapat pada organ hepatopankreas, insang dan daging. Darmono (2001) mengemukakan bahwa jaringan yang paling banyak mengakumulasi logam berat berturut-turut adalah hepatopankreas, insang dan daging. Davis et. al. 1981 dalam Darmono 2001 juga mengemukakan bahwa pada kepiting laut (Cancer pagurus) mengabsorpsi logam melalui pakan yang dimakan dimana logam kadmium (Cd) paling banyak terakumulai dalam hepatopankreas. Konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu di perairan
Teluk Kupang
umumnya masih dibawah baku mutu kecuali logam Pb. Tingginya konsentrasi logam dalam suatu perairan berasal dari kegiatan-kegiatan industri, seperti logam Cd berasal dari industri kimia, plastik, dan elektroplating dan logam Pb berasal dari industri kimia, pengeboran minyak lepas pantai, baterai dan cat sedangkan logam Cu berasal dari industri cat, alat-alat listrik, pengawetan kayu dan lain-lain (Darmono, 2001). Pada manusia logam berat seperti Pb akan mengakibatkan anemia, kerusakan sistem syaraf yaitu kerusakan pada otak. Penyakit yang
berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, delirium (sejenis penyakit gula) urinaria (kerusakan pada saluran ginjal), dan mempengaruhi sistem reproduksi, keracunan logam Cd dapat menimbulkan gangguan terhadap organ tubuh antara lain sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (pernapasan/paru-paru), ssistem sirkulasi darah dan jantung dan keracunan logam Cu dapat menimbulkan penyakit Wilson (kerusakan pada otak, penurunan kerja gijnal dan pengendapan Cu dalam kornea mata) . Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut maka diperlukan upaya pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan bagi upaya memproduksi bahan yang higienis sehingga aman bagi konsumen.
4.11. Hubungan antara Parameter 4.11.1. Hubungan antara konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air laut dengan sedimen Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hanya satu hubungan yang signifikan (p<0,05) yaitu antara konsentrasi logam berat Cd dalam air dengan konsentrasi logam berat Cd dalam sedimen (ST3) dengan nilai koefisien regresi (r) = -0,999, hal ini di duga bahwa ST3 merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduknya padat sehingga limbah padat juga meningkat, dan limbah padat tersebut sebagai sumber logam Cd selain sumber-sumber lainnya seperti industri tenun yang menggunakan bahan pewarna yang mengandung logam Cd serta dapat pula berasal dari pertanian yang menggunakan pestisida dan juga mengandung logam Cd. Logam Cd dalam air laut sebagian akan terlarut (billa pH rendah) namun bila pH tinggi logam Cd cenderung mengendap karena bereaksi dengan logam Cd dalam bentuk CdS, CdSO4, Cd(OH)2 dan karbonat CdCO3, sehingga konsentrasi Cd dalam sedimen lebih tinggi daripada air laut dan logam Cd dalam sedimen akan terlarut kembali dalam air laut bila pH air menurun. Sedangkan hubungan antara logam berat Pb dan Cu dalam air laut dan sedimen tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95% (ST1, ST2, ST4 dan ST5). Hal ini berarti kenaikan konsentrasi logam Cd dalam sedimen sangat bergantung pada konsentrasi Cd dalam air laut. Peningkatan konsentrasi logam berat dalam sedimen seperti Cd dapat berasal dari hasil kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan manusia. Tumbuhan dan hewan yang mati dan mengalami pembusukan juga menyumbangkan logam berat secara nyata dalam sedimen (Connell dan Miller,1995). Bryan (1976) mengemukakan bahwa pengendapan logam berat di perairan terjadi karena adanya anion klorida dan hidroksil membentuk CdCl, CdCl2, Cd(OH)2 dan kemungkinan lain
adalah adanya H2S sehingga logam berat akan mengendap karena adanya senyawa sulfida yang sukar larut. Hubungan antara air laut dengan sedimen dipengaruhi oleh waktu tinggal dari kedua media di perairan, seperti yang dikemukakan oleh Wollast dan Mackenzie (1975) bahwa logam berat Pb di dalam perairan relatif lebih tahan lama karena sifatnya yang lebih stabil terutama yang terdapat dalam sedimen. Logam berat dalam perairan mempunyai waktu paruh 32 x 103 tahun dan sedimen 2,5 x 108 tahun lebih lama dibandingkan dengan logam berat yang berada di daratan dan di udara. Karena waktu tinggal sedimen sangat
logam
berat
pada
lama, maka sedimen yang tercemar dengan logam berat
seperti Pb, Cd dan Cu akan berpotensi berperan sebagai sumber pelepasan kembali ke air laut dan pelepasan ini tergantung pada pH air laut. Limbah logam berat yang masuk ke badan air laut akan menyebabkan tercemarnya perairan seperti muara sungai Kalidendeng dan muara sungai oesapa. Logam berat yang masuk ke perairan tersebut akan mengalami beberapa proses antara lain pengendapan, pengenceran dan dispersi dan selanjutnya di absorpsi oleh organisme-organisme yang hidup di perairan tersebut. Hal ini akan memberikan suatu gambaran bahwa sebahagian logam berat akan mengendap di dasar sebagai sedimen dan sebahagian pula berada di badan air walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Proses pengendapan logam berat Pb, Cd dan Cu di dasar perairan atau sedimen diakibatkan oleh sifat logam berat yang mudah berikatan dengan bahan-bahan organik terlarut dan juga disebabkan mikroorganisme. Selain biota, sedimen dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat karena partikelpartikel koloid banyak mengikat logam berat yang masuk ke badan air dan apabila pH perairan meningkat cenderung mengendap sebagai sedimen. Logam berat yang masuk ke dalam badan air akan diserap oleh mikroorganisme seperti fitoplanton dan zooplanton dan setelah mengalami kematian/kepunahan akan berubah sebagai bahan organik dan akhirnya akan mengendap sebagai sedimen. Beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikel yang mengendap, kemudian kembali ke dalam air dan diikuti remobilisasi dan difusi ke atas (Bryan, 1976). Konsentrasi logam berat dalam sedimen akan bertambah dari waktu ke waktu, tetapi konsentrasi logam berat dalam air selalu berubah. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh
sehingga konsentrasi
logam
berat
dalam
sedimen lebih
tinggi
dibandingkan dalam air laut yaitu pH di samping faktor lainnya seperti kadar garam, salinitas dan suhu. Logam-logam berat yang bersifat racun seperti Pb dan Cd yang terdapat dalam air dominan dalam bentuk ion. Kadmium (Cd) dalam air laut berikatan dengan klorida membentuk CdCl2 sedangkan pada air tawar berbentuk karbonat
(CdCO3). Dengan didukung oleh faktor-faktor di atas, maka limbah yang berasal dari daratan, laut dan udara akan mengendap dalam sedimen sehingga konsentrasi logam berat di sedimen lebih tinggi daripada air laut. Koefisien korelasi antara logam berat dalam air laut dengan sedimen dapat dilihat pada Tabel 5 dan hasil analisis regresi dapat lihat pada Lampiran 4. Tabel 5. Hasil analisis regresi dan korelasi antara logam berat dalam air laut (x) dengan logam berat dalam sedimen (y). Stasiun ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5
Logam Pb
Cd
Cu
Regresi y = 13,412x + 2.1485 y = 18,245x + 1.9090 y = 46,541x + 1.7400 y = 18,245x + 1.6079 y = 12,423x + 1.8362 y = -8,8791x +0.0250 y = -25,305x + 0.0305 y = -6,6978x + 0.0127 y = 188,78x + 0.3540 y = 19,842x – 0.0031 y = 188,35x + 0.4472 y = 188,35x + 0.3775 y = 15,041x + 0.0016 y = 314,61x – 0.2723 y = 188,35x + 0.4256
R2 0,7852 0,4235 0,3354 0,4235 0,2601 0,6855 0,9983 0,1775 0,5839 0,6119 0,3965 0,3965 0,5309 0,5894 0,3965
Korelasi 0,886 0,651 0,579 0,651 0,510 -0,825 -0,999* 0,439 -0,764 0,782 0,630 0,630 0,729 0,768 0,630
Ket: *) Nyata pada taraf kepercayaan 95% ( p < 0,05)
4.11. 2. Hubungan antara konsentrasi logam Pb, Cd dan Cu dalam air laut dengan Organ kerang darah (Anadara granosa ) Hasil analisis regresi menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05) antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan konsentrasi logam berat dalam organ
hepatopankreas terdapat pada logam Pb dengan nilai koefiein korelasi (r) = 0,996 , logam berat Cd r = 0,994 dan logam berat Cu r = 0,999 atau nyata pada tingkat kepercayaan 95% sedangkan nilai koefisien korelasi lainnya tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini memperlihatkan bahwa konsentrasi logam Pb,Cd pada ST1 dan Cu dalam hepatopankreas sangat bergantung pada konsentrasi logam Pb, Cd dan dan Cu dalam air laut pada ST5. Logam berat tersebut
berasal dari alam secara
alamiah, industri, kegiatan manusia dan juga berasal dari udara yang turun pada saat musim hujan dan masuk ke dalam perairan laut melalui aliran sungai sehingga konsentrasi logam berat dalam perairan meningkat dan dalam waktu tertentu organisme seperti kerang dapat mengakumulasi logam berat terutama pada bagian organ. Miettinen (1975) mengemukakan bahwa logam berat yang terdapat di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh organisme perairan melalui rantai makanan, difusi permukaan kulit dan juga melalui insang. Dari ke tiga proses masuknya logam berat tersebut ke dalam tubuh , yang paling besar adalah melalui rantai makanan. Dalam proses tersebut fitoplanton sangat memegang peranan penting, karena fitoplanton akan menyerap logam berat (Pb, Cd dan Cu) setelah di rombak oleh mikroorganime tertentu sehingga berubah dan berikatan dengan metil, dietil ataupun tetraetil dan juga ada yang menyerap logam berat pada saat proses fotosintesis berlangsung. Dalam proses makan memakan fitoplanton akan dimakan oleh zooplanton dan zooplanton akan dimakan oleh biota yang kecil dan biota yang kecil dimakan oleh biota yang besar, limbah dari biota besar terdispersi dalam badan air kemudian mengendap menjadi sedimen, dimana kerang akan berdiam dalam sedimen. Logam berat juga dapat masuk ke dalam tubuh organisme melalui permukaan kulit, logam berat ada yang mudah terdifusi melalui membran sel kulit sehingga dapat mencapai organ-organ yang lebih sensitif. Pada insang logam esensial maupun logam non-esensial akan masuk ke dalam tubuh pada saat terjadi pertukaran gas dalam proses respirasi (Setiadi dan Suprianto, 1992). Untuk mempermudah menyerapan logam ke dalam tubuh organisme perairan, maka Kusumahadi (1998) mengemukakan bahwa di lingkungan perairan, logam berat seperti raksa organik diubah oleh mikroorganisme menjadi metil merkuri sehingga lebih memiliki daya racun yang tinggi dan akan lebih mudah diserap oleh jaringan, dan metil merkuri 95% diserap oleh usus kemudian disimpan dalam tubuh. Koefisien korelasi antara logam berat dalam air laut dengan sedimen dapat dilihat pada Tabel 6 dan hasil analisis regresi dapat lihat pada Lampiran 5-7.
Tabel 6. Hubungan antara konsentrasi logam berat dalam air laut (x) dengan konsentrasi logam berat dalam organ kerang (y). Stasiun ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5
Logam Pb
Cd
Cu
Pb
Cd
Cu
Pb
Cd
Cu
Organ Kerang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging
Regresi y = -42,702x + 3.6075 y = 142,5x + 2.3669 y = 141,16x + 2.3993 y = 141,16x + 2.2992 y = 97,692x + 2.4504 y = -471,43x + 0.5482 y = 16,964x + 0.1136 y = -25,821x + 0.1159 y = -33,64x + 0.1341 y = 277,79x – 0.0437 y = 352,18x + 1.0651 y = 352,18x + 1.5197 y = 359,55x + 1.3136 y = 359,55x + 1.2357 y = 352,16x + 1.7643 y = 325,41x + 1.4198 y = 240,86x + 2.2817 y = 239,53x + 2.5699 y = 204,49x + 2.5802 y = 126,67x + 2.7780 y = 249,23x – 0.0266 y = -225,94x + 0.2964 y = -261,54x + 0.2292 y = -397,83x + 0.3551 y = 544,68x – 0.1737 y = 781,41x – 0.7356 y = 781,41x + 1.0925 y = 720,65x + 0.8453 y = 720,65x + 0.5867 y = 233,09x + 1.0465 y = 167,09x + 1.4224 y = -97,631x + 3.1100 y = -98,968x + 2.5180 y = -9,7962x + 1.9117 y = -135,42x + 3.0139 y = 218,92x - 0.0281 y = 65,540x + 0.0745 y = 49,44x + 0.0370 y = -106,43x + 0.1387 y = -373,24x + 0.2442 y = 106,88x + 1.7564 y = -55,84x + 2.0368 y = 38,695x + 1.7568 y = -113,62x + 2.7538 y = 781,41x + 1.8522
R2 0,6991 0,4672 0,4561 0,4561 0,2894 0,7330 0,1017 0,0663 0,1098 0,6119 0,3530 0,3530 0,5394 0,5394 0,3530 0,9917 0,1764 0,1737 0,1707 0,0644 0,9881 0,8641 0,9582 0,5466 0,9267 0,6606 0,6606 0,8237 0,8237 0,9972 0,6863 0,0777 0,0788 0,0023 0,1954 0,2607 0,1257 0,6671 0,6326 0,9479 0,3716 0,8420 0,6046 0,6216 0,6606
Korelasi -0,836 0,684 0,675 0,675 0,538 -0,856 0,316 -0,258 -0,332 0,783 0,594 0,594 0,734 0,734 0,594 0,996* 0,420 0,417 0,413 0,254 0,994* -0,930 -0,979 -0,739 0,963 0,813 0,813 0,908 0,908 0,999* 0,828 -0,279 -0,281 -0,048 -0,442 0,511 0,355 0,817 -0,795 -0,974 0,610 -0,918 0,778 -0,788 0,813
Ket: *) Nyata pada taraf kepercayaan 95% ( p < 0,05)
4.11.3. Hubungan antara konsentrasi logam Pb, Cd dan Cu dalam sedimen dengan organ kerang darah (Anadara granosa )
Hasil analisis rergresi menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05) antara konsentrasi logam berat Pb dalam sedimen dengan organ insang dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,999 (ST3, dan ST5), dan logam Cu dengan nilai koefisien korelasi r = 0,999 (ST2, ST4 dan ST5). Logam Pb dalam organ hepatopankreas dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,999 (ST1, ST3, ST4 dan ST5), logam Cd r = 0,999 (ST5) dan logam Cu dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,999 (ST1-ST5), hal ini karena logam berat yang terlarut masuk melalui jalur insang dan di absorpsi oleh usus pencernaan kemudian kemudian sampai di hepatopankreas. Dalam hepatopankreas semua bahanbahan yang bersifat racun dalam hal ini logam berat akan tereleminasi melalui urine dan feces. sedangkan nilai koefisien korelasi lainnya tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95% termasuk logam berat Pb Cd dan Cu dalam daging. Korelasi antara logam berat dalam sedimen dengan logam berat dalam daging kerang untuk semua stasiun tidak menunjukkan hubungan yang nyata karena logam berat tersebut sudah sebahagian besar telah dieksresikan melalui urine dan feces sehingga konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu yang ditransfer ke dalam daging melalui sel-sel darah semakin berkurang, dengan demikian secara statistik konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam daging kerang memenuhi syarat untuk di konsumsi. Darmono (1995) mengemukakan bahwa pada kerang kecil (oyster) partikel-partikel logam dikeluarkan dari pinggir mantelnya dan sel darah putih sangat berperan dalam penyerapan dan pengeluaran logam.
Hubungan positif menunjukkan bahwa bila konsentrasi logam
dalam sedimen meningkat maka konsentrasi dalam kerang juga mengalami peningkatan sedangkan hubungan negatif berarti terjadi penurunan konsentrasi logam berat dalam sedimen, dimana sifat kerang sebagai bioakumulator sehingga logam berat dalam organ kerang lebih tinggi. Dengan mengetahui bahwa sedimen telah tercemar oleh logam berat, maka dampak negatif tersebut berpengaruh juga terhadap kehidupan biota (kerang) di perairan. Bennet et al. (1991) mengemukakan bahwa cara makan kerang adalah dengan sistem”feeder filter” atau dengan cara menyaring makanan yang berada di sekitarnya, zat-zat yang masuk akan diseleksi oleh bulu-bulu getarnya, kemudian akan diserap ke dalam tubuhnya. Dengan demikian dari waktu ke waktu logam esensial maupun logam nonesensial akan banyak yang masuk kedalam tubuh hewan (kerang) karena tempat hidupnya dalam sedimen. Koefisien korelasi antara logam berat dalam air laut dengan sedimen dapat dilihat pada Tabel 7 dan hasil analisis regresi dapat dilihat pada Lampiran 8-10. Tabel 7. Hubungan antara konsentrasi logam berat dalam sedimen (x) dengan konsentrasi logam berat dalam organ kerang (y).
Stasiun ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5
Logam Pb
Cd
Cu
Pb
Cd
Cu
Pb
Cd
Cu
Organ Kerang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging Daging
Regresi y = -1,6411x + 6.9931 y = 7,429x - 11.7750 y = 2,5813x - 2.0277 y = 16,953x - 24.884 y = 7,4517x - 11.2070 y = -17,807x + 0.4878 y = -0,5868x + 0.1329 y = 6,2141x + 0.0436 y = 1,9915x + 0.0949 y = 13,037x + 0.0157 y = 1,9797x + 0.0274 y = 1,9797x + 0.6761 y = 1,9797x + 0.5409 y = 1,1931x + 1.4725 y = 1,9797x + 0.8605 y = 19,962x - 41.070 y = 19,685x - 35.968 y = 7,0261x - 92.380 y = 7,4517x - 9.6721 y = 19,708x - 34.012 y = 21,514x - 0.2021 y = 9,0596x + 0.0219 y = 10,048x + 0.017 y = -2,0193x + 0.1501 y = 14x y = 1,9797x + 0.0274 y = 1,9797x + 0.6861 y = 1,9797x + 0.5409 y = 1,1931x + 1.4725 y = 1,9797x + 0.8605 y = 6,3237x - 11.596 y = 6,8457x - 11.219 y = 2,7201x - 2.9067 y = 5,3531x - 6.9067 y = 6,8684x - 10.717 y = -36,18x + 0.7994 y = -23033x + 0.1498 y = -3,3027x + 0.0909 y = -6,4475x + 0.1438 y = -9,3618x + 0.1174 y = 3,0995x - 0.6659 y = 3,0995x + 0.7458 y = 3,0995x + 0.4346 y = 1,8714x + 1.8306 y = 3,0995x + 1.1195
R2 0,2269 0,9981 0,9848 0,9222 0,9989 0,5801 0,0770 0,9698 0,1639 0,3416 0,9980 0,9980 0,9980 0,9975 0,9980 0,8549 0,9262 0,9651 0,9989 0,9243 0,1756 0,8912 0,3574 0,0060 0,9998 0,9980 0,9980 0,9980 0,9975
0,9980
0,2252 0,3001 0,3843 0,5293 0,2982 0,8189 0,0996 0,7524 0,9894 0,3837 0,9300 0,9300 0,9300 0,9328 0,9300
Korelasi -0,487 0,999* 0,992* 0,960 0,999* -0,762 -0,277 0,985 0,405 0,964 0,925 0,999* 0,982 0,999* 0,999* 0,999* 0,962 0,999* 0,999* 0,999* 0,964 0,964 0,964 0,966 0,999* 0,999* 0,999* 0,999* 0,999* 0,999* 0,475 0,548 0,620 0,728 0,546 -0,905 -0,316 -0,867 -0,995 -0,619 0,419 0,944 0,598 -0,077 0,584
Ket: *) Nyata pada taraf kepercayaan 95% ( p < 0,05)
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Konsentrasi logam berat Pb 0,0045 mg/L, Cd 0,0006 mg/L dan Cu 0,0050 mg/L dalam air laut memenuhi baku mutu sedangkan konsentrasi logam berat Pb 1,9358
mg/kg, Cd 0,0118 mg/kg dan Cu 1,3542 mg/kg dalam sedimen lebih tinggi dibanding konsentrasi logam berat dalam air laut. 2. Konsentrasi logam Pb dalam insang 2,9683 mg/kg, Cd
0,1215 mg/kg dan Cu
3,1657 mg/kg, dan konsentrasi logam berat Pb dalam hepatopankreas 3,4032 mg/kg, Cd 0,1380 mg/kg, Cu 4,5269 mg/kg sedangkan konsentrasi logam berat Pb dalam daging 2,3133 mg/kg, Cd 0,0887 mg/kg, Cu 2,0319 mg/kg serta memenuhi baku mutu, kecuali logam berat Pb baik dalam insang, hepatopankreas maupun dalam daging. 3. Terdapat hubungan yang nyata antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan sedimen, antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang dan antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang namun sangat bervariasi, tetapi hubungan/korelasi yang kuat terdapat pada sedimen dengan organ kerang sedangkan yang memiliki korelasi lemah yaitu antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang dan konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang darah (Anadara granosa). 4. Organ kerang darah (Anadara granosa) yang mengakumulasi logam berat lebih besar secara berurutan adalah hepatopankreas, insang dan daging. 5. Konsentrasi logam Cd dan Cu kecuali logam berat Pb di perairan Teluk Kupang memenuhi baku mutu dan layak untuk budidaya perikanan.
5.2. Saran 1. Industri yang menghasilkan limbah logam berat, baik yang berskala kecil maupun menengah keatas perlu melakukan penanganan limbah secara baik, dan dikontrol oleh pihak yang berwenang dan jika melakukan pelanggaran harus ditindak dan diberi sangsi sesuai dengan peraturan serta jenis limbah yang dikeluarkan/dibuang ke lingkungan perairan. 2. BAPEDALDA
sebagai
lembaga
yang
berfungsi menjalankan
pengawasan,
pemantauan dan pengendalian dampak lingkungan di daerah diharapkan berkoordinasi antar sektor, pemerintah, swasta maupun LSM untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup. 3. Perlu dilakukan pengelolan secara terpadu antara instansi terkait atau lembaga pendidikan tinggi untuk meneliti, mengkaji, serta memberikan informasi kepada masyarakat dampak negatif dari logam berat. 4. Kerang adalah bioakumulator yang sangat baik terhadap logam berat, karena itu masyarakat diharapkan hanya mengkonsumsi bagian dagingnya saja.
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi industri-industri yang berpotensi menghasilkan limbah logam berat di Kota Kupang.
DAFTAR PUSTAKA Bennet, A.O., A. Campbel and M.G. Hadfiel. 1991. Encylopedia of marine animals Brithish Lebrary cataloguing in publication data. London. 132-133. Budiman, A. 1988. Mengenal moluska. Puslitbang Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 16. Brusca, R.C., and G.J. Brusca. 1990. Invertebrates. Sunderland, Massachusetts. United State of America. Sinaves Associates inc Publishers. 922.
Barnes, R.D., and E.E. Ruppert. 1991. Inverterbrata zoology. Ed ke-6. United State of America. Saunders College Publishing. 1056. Bryan, G.W. 1976. Heavy metal contamination in the sea. Dalam marine Pollution. Editor R. Johnston. Academic Press. London. Clark, J. 1974. Coastal ecosystem. Ecological consideration for management of the coastal zone. The concentration foundation. Washinton. D.C. 178. Connell, D.W., dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Dahuri, R., Jacub, R., Ginting, S.p., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan Pertama, PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Cetakan pertama. UI Press. Jakarta. Davis, M.L., and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engneering. Second edition. McGraw-Hill, Inc. New York. 822.
Dolaria, N. 2004. Analisis logam berat merkuri (Hg) dalam air laut, sedimen dan biota di laboratorium. Bulletin teknik Lithayasa Akua Kultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. 10 (2):39-42.
DSN. 1996. Standar Nasional Indonesia tentang bahan makanan dan hasil perikanan Depkes RI. Dirjend POM. 1983. Proyek Peningkatan Makanan. Laporan Sidang Pleno VIII. Panitia Codex Makanan Indonesia. Jakarta 30 Maret –02 April, 1982. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanasius.Yogyakarta. Fardiaz, S.1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.
Hartati, S.T., dan I.S. Wahyuni. 1991. Kualitas perairan pantai barat Kabupaten Serang. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 62 : 11-19.
Hutagalung, H.P., dan H. Razak. 1982. Pengamatan pendahuluan kadar Pb dan Cd dalam air dan biota di estuaria Muara Angke. Dalam oseanologi di Indonesia No.15. LON-LIPI. Jakarta. Hutagalung, H.P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam status pencemaran laut di Indonesia dan teknik pemantauannya P3O-LIPI. Jakarta. Hutagalung, H.P., dan A.B. Sutomo. 1999. Kandungan Cu dan zn dalam kerang hijau mytilus viridis (Linn) dari perairan Teluk Banten. Proseding Seminar Nasional IV. Kimia dalam Industri dan Lingkungan Radisson Plaza Hotel, Yogyakarta 11-12 Desember. LON-LIPI. Jakarta. Katz, M. 1973. The effect of heavy metals on fish and aquatic organism. In heavy metals in the aquatic environment. Proceesing of international conference. Nashville Tennese Pergamon Press, New York. 78-95. KEPMEN LH. No.51. 2004. Tentang Penetapan Baku Mutu Air Laut, dalam Himpunan Peraturan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penegakan Hukum Lingkungan. 823-831 Killer, H. M., and P. Wibel., 1991. Suspended Sedimens in Stream Water Indicator of Erosion and Bead Load Transport in Mountainous Basins. Published by IAHS, Wallingford, UK. IAHS Publocation No. 203:53-62. Kinne, O. 1970. Marine Ecology. A Comprehensive, Integrated Treatise on Life in Oceans and Coastal Water. Wiley_inter-Science, John Wiey & Sons Ltd., London. New York. Sydney. Toronto. Manahan, S.E. 1975. Environmental Chemistry. Second Ed. Williard Press. Boston. Miettinen, J.K. 1977. Inorganic Trace Element as Water Pollution to Health and aquatic Biota dalam F. Coulation and E. Mrak, (Ed.) Water Quality Proceed of an Int. Forum. Academic Press, New York. Nondji, A. 1984. Laut Nusantara. Jembatan Jakarta. Novotny, V., and H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York 1054 p. Noviatni, E. 1997. Analisa Kandungan Logam Berat Hg, Pb, Cd, Cu dan As Pada Beberapa Jenis Krustasea. Skripsi Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Nurjanah. 1983. Kadar logam berat raksa (Hg) dalam tubuh kerang hijau (Mytilus viridis L.) di perairan Teluk Jakarta. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. 60 Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3rd edition. W.B. Saunders Compeny Philadelphia.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Pongmasak, P.R., dan Rachmansyah. 2002. Akumulasi Logam berat Pb dalam Tubuh Udang Windu (Penaeus mondon) pada Kondisi Salinitas Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 8 No.3: 65-71. Rachmansyah, Dalfiah, P.R. Pongmasak, dan Taufik Ahmad. 1998. Uji Toksisitas Logam Berat Terhadap Benur Udang Windu (Penaeus mondon) dan Nener Bandeng (Chanos chanos). Jurnal Penelitian perikanan Indonesia. 1:55-65. Rahmat, B.A., M. Alamsyah, P. Bambang, P. Kus. 1998. Pencemaran Lingkungan Laut dan Pesisir : Permasalahan dan Pengendaliannya Konperensi Nasional I. Pengelolan Sumber Pesisir dan Lautan Indonesia. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Rais, A. 1990. Kandungan logam berat raksa (Hg) dan kadmium (Cd) dalam tubuh kerang hijau Anadara indica (Gmelin) di perairan Pantai Kamal, Teluk Jakarta. Skripsi. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan. IPB. Robertson, L.S., and F.J. Pierce. 1988. Understanding sediments : Problem and solutions. Ext.Bulletin WQ-08, Michigan State University Extention : 1-5 Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Dept. Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Perguruan Tinggi, PAU Ilmu Hayat. IPB Bogor. Sanusi, H.S. 1985. Akumulasi Logam Berat Hg dan Cd pada Tubuh Ikan Bandeng (Chanos chanos orskal). Disertasi Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Setiadi S., dan B. Soeprianto. 1992. Dampak Industri Terhadap Ekosistem Pantai. Studi kasus pencemaran logam berat dan akumulasi dalam ekosistem pantai Telu Jakarta dan Banten. PPSML UI Jakarta. 62. Sidjabat, M. 1973. Pengantar Oseanografi IPB. Bogor. Simkis, K., and Z. Mason. 1984. Celluler Responses of Molluscan Tissues the Environmetal Metals Marine Environmental Res. 14:103-118. Soegiarto, A. 1976. Sumber-sumber pencemaran. Seminar Pencemaran Laut. LON-LIPI. ISOI, Jakarta.
Sudjana. 2001. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para peneliti. Penerbit Tarsito. Bandung. Sutamihardja, R.T.M., K. Adnan, dan H.S. Sanusi. 1982. Peraian Teluk Jakarta ditinjau dari Tingkat Pencemarannya. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Syukmadi, M.D. 1983. Kandungan logam berat kadmium (Cd) dalam tubuh kerang hijau (Mytilus viridis L.) di perairan Teluk Jakarta. Karya Ilmih Fakultas Perinakan. IPB. Bogor. Vernberg, W.B., and .J. Venderg. 1977. Environmental Physiology of Marine Animal. Springer Verlag. New York. 346 p. Waldichuk, M. 1974. Some biological concern in metals pollution in : Pollution and Physiology of Marine Organism. Vernberg and Vernberg Eds. Acad Press London. 1-45. Wahyuni I.S., Pratiwi E. 1989. Pengamatan sumberdaya kerang Anadara di daerah Perairan Kamal. Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Prosiding, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta, 18-19 Desember 1989. Jakarta. Hal 257-262.
Lampiran 1. Hasil pengukuran kualitas air laut perairan Teluk Kupang
Parameter
pH Rataan
Suhu Rataan
DO Rataan
Salinitas Rataan
Kekeruhan Rataan
Kesadahan Rataan
ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
8,37 8,33 8,31 8,34 28,5 29,6 28,7 28,93 6,48 6,43 6,33 6,41 32,8 32,6 32,4 32,60 8,50 7,12 7,92 7,85 520,98 513,08 528,87 520,98
8,44 8,45 8,34 8,41 28,4 28,7 28,8 28,63 6,35 6,34 6,35 6,35 32,5 31,8 31,8 32,03 4,68 3,73 2,89 3,77 749,89 497,30 505,19 584,13
8,45 8,44 8,45 8,45 28,7 29,3 28,7 28,90 6,58 6,55 6,53 6,55 32,9 33,2 32,7 32,93 7,45 7,55 6,68 7,23 560,45 536,76 544,66 547,29
8,24 8,32 8,21 8,26 27,9 28,5 29,2 28,53 6,23 6,31 6,32 6,29 32,6 32,7 32,6 32,63 2,67 3,31 2,47 2,82 481,51 465,72 497,30 481,51
8,27 8,31 8,23 8,27 29,2 29,6 28,5 29,10 6,04 6,07 6,11 6,07 32,7 33,1 32,8 32,87 6,39 6,05 7,27 6,57 505,19 489,40 513,08 502,56
Baku Mutu (Kemen LH No. 51 Thn 2004
7-8,50 Suhu perairan alamiah (28-30 oC) > 6,0 mg/L
33-34 o/oo
< 5 NTU
500 mg/L
Lampiran 2. Konsentrasi Pb, Cd dan Cu dalam air laut dan sedimen pada stasiun pengamatan ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
Baku Mutu Air Laut (Kepmen LH No. 51 Thn 2004)
0,0053 0,0065 0,0052 0,0057
0,0027 0,0039 0,0026 0,0031
0,0016 0,0028 0,0015 0,0020
0,0048 0,0060 0,0044 0,0051
0,008 mg/L
Rataan
0,0054 0,0075 0,0078 0,0069
Rataan
2,2197 2,2588 2,2446 2,2410
1,9897 2,0288 2,0186 2,0124
1,8165 1,9253 1,9064 1,8827
1,6211 1,6602 1,6500 1,6438
1,8765 1,9156 1,9054 1,8992
Rataan
0,0007 0,0009 0,0006 0,0008
0,0007 0,0008 0,0005 0,0007
0,0004 0,0003 0,0005 0,0004
0,0007 0,0004 0,0005 0,0006
0,0006 0,0005 0,0005 0,0005
Rataan
0,0197 0,0166 0,0186 0,0183
0,0139 0,0094 0,0170 0,0134
0,0116 0,0098 0,0081 0,0098
0,0137 0,0096 0,0071 0,0101
0,0072 0,0083 0,0061 0,0072
0,0067 0,0078 0,0076 0,0074 1,7360 2,0371 1,7311 1,8347
0,0035 0,0046 0,0044 0,0042 1,0636 1,3647 1,0587 1,1623
0,0043 0,0057 0,0052 0,0051 1,2118 1,5129 1,2069 1,3105
0,0048 0,0062 0,0057 0,0056 1,3136 1,8147 1,3087 1,4790
0,0023 0,0034 0,0032 0,0030 0,8856 1,1867 0,8807 0,9843
Parameter
Logam Pb Air
Sedimen
Air
Logam Cd
Sedimen
Air
Logam Cu Rataan
Sedimen Rataan
0,001 mg/L
0,008 mg/L
Lampiran 3. Konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam organ kerang pada stasiun pengamatan
Logam berat
Organ Kerang Insang Rataan
Pb
Hepato Rataan Daging Rataan Insang Rataan
Cd
Hepato Rataan Daging Rataan Insang Rataan
Cu
Hepato Rataan Daging Rataan
Standar (Baku Mutu)
ST1
ST2
ST3
ST4
ST5
3,3721 3,3261 3,2405
3,0079 3,3019 3,2133
2,6647 2,9587 2,8731
2,4093 2.7033 2,6177
2,7779 3,0719 2,9863
3,3129 3,1719 3,9016 3,9220 3,6652 2,3442 2,5190 2,8626 2,5753 0,1548 0,2016 0,1296
3,1744 3,1677 3,8774 3,8948 3,6466 2,3400 2,4948 2,8354 2,5567 0,1159 0,1310 0,1283
2,8322 2,8245 3,5342 3,5546 3,3044 1,9968 2,1516 2,4952 2,2145 0,1169 0,1021 0,0953
2,5768 2,5691 3,1788 3,1992 2,9824 1,7414 1,8962 2,0398 1,8925 0,1159 0,1311 0,0983
2,9454 2,9377 3,6474 3,6678 3,4176 2,1100 2,2648 2,6084 2,3277 0,1001 0,1165 0,0855
0,1620 0,1675 0,1260 0,2810 0,1915 0,0677 0,1882 0,1567 0,1375 3,4798 4,0599 3,4389
0,1251 0,1340 0,1123 0,1842 0,1435 0,0872 0,1406 0,1289 0,1189 2,8074 3,3875 2,7665
0,1047 0,1210 0,1423 0,0841 0,1158 0,0544 0,0549 0,0662 0,0585 2,9556 3,5357 2,9147
0,1151 0,0858 0,2298 0,0733 0,1297 0,0544 0,0847 0,0963 0,0784 3,0574 3,6375 3,0165
0,1007 0,1320 0,1133 0,0831 0,1095 0,0354 0,0467 0,0683 0,0501 2,6294 3,2095 2,5885
mg/kg (SNI
3,6595 4,5645 5,6504 4,8474 5,0208 2,4564 2,5178 2,6569 2,5437
2,9871 3,8921 4,9780 4,1750 4,3484 1,8386 1,7674 1,8065 1,8042
3,1353 4,0403 5,1262 4,3232 4,4966 1,9322 1,9936 1,9327 1,9528
3,2371 4,1421 5,2280 4,4250 4,5984 2,234, 2.0954 2,0345 2,1213
2,8091 3,7141 4,8000 3,9970 4,1704 1,5840 1,8454 1,7845 1,7380
mg/kg (SNI
2,0 mg/kg (SNI 014106-1996)
0,2
19-28961992)
20,0
0141041996)
Lampiran 4. Hasil analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan sedimen
Lampiran 5. Analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang
Lampiran 6. Analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang
Lampiran 7. Analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam air laut dengan organ kerang
Lampiran 8. Analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang
Lampiran 9. Analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang
Lampiran 10. Analisis regresi antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan organ kerang
Lampiran 11. Data ouput program SPSS korelasi antara logam berat dalam air, sedimen, organ kerang darah (Anadara granosa) Correlations Pb ST 1 PB_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_SED
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_DAG
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
*
PB_AIR
PB_SED
PB_INS
PB_HEPAT
PB_DAG
1
.886
-.836
.996(*)
.828
.
.153
.185
.029
.189
.886
1
-.487
.925
.475
.153
.
.338
.124
.343
-.836
-.487
1
-.783
-.999(*)
.185
.338
.
.214
.004
.996(*)
.925
-.783
1
.774
.029
.124
.214
.
.218
.828
.475
-.999(*)
.774
1
.189
.343
.004
.218
.
Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Pb ST 2 PB_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_SED
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_DAG
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_AIR
PB_SED
PB_INS
PB_HEPAT
PB_DAG
1
.651
.684
.420
-.279
.
.274
.260
.362
.410
.651
1
.962
.999(*)
.548
.274
.
.014
.088
.315
.684
.999(*)
1
.950
.511
.260
.014
.
.102
.329
.420
.962
.950
1
.755
.362
.088
.102
.
.228
-.279
.548
.511
.755
1
.410
.315
.329
.228
.
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Pb ST 3
PB_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_SED
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_DAG
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_AIR
PB_SED
PB_INS
PB_HEPAT
PB_DAG
1
.579
.675
.417
-.281
.
.303
.264
.363
.409
.579
1
.982
.992(*)
.620
.303
.
.039
.060
.287
.675
.992(*)
1
.952
.518
.264
.039
.
.099
.327
.417
.982
.952
1
.755
.363
.060
.099
.
.227
-.281
.620
.518
.755
1
.409
.287
.327
.227
.
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Pb ST 4 PB_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_SED
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_DAG
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_AIR
PB_SED
PB_INS
PB_HEPAT
PB_DAG
1
.651
.675
.413
-.047
.
.274
.264
.364
.485
.651
1
.960
.999(*)
.728
.274
.
.010
.090
.241
.675
.999(*)
1
.951
.705
.264
.010
.
.100
.251
.413
.960
.951
1
.890
.364
.090
.100
.
.151
-.047
.728
.705
.890
1
.485
.241
.251
.151
.
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Pb ST 5 PB_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_SED
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_DAG
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
PB_AIR
PB_SED
PB_INS
PB_HEPAT
PB_DAG
1
.510
.538
.254
-.442
.
.330
.319
.418
.354
.510
1
.961
.999(*)
.546
.330
.
.010
.089
.316
.538
.999(*)
1
.952
.518
.319
.010
.
.099
.327
.254
.961
.952
1
.755
.418
.089
.099
.
.227
-.442
.546
.518
.755
1
.354
.316
.327
.227
.
1
CD_SED -.825
CD_INS .994(*)
CD_HEPAT -.856
CD_DAG .511
.
.191
.035
.173
.329
-.825
1
-.759
.415
-.907
.191
.
.226
.364
.138
.994*
-.759
1
-.907
.413
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Cd ST 1 CD_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_SED
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_HEPAT CD_DAG
CD_AIR
.035
.226
.
.138
.364
-.856
.415
-.907
1
.007
Sig. (1-tailed)
.173
.364
.138
.
.498
Pearson Correlation
.511
-.907
.413
.007
1
Sig. (1-tailed)
.329
.138
.364
.498
.
Pearson Correlation
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Cd ST 2 CD_AIR
Pearson Correlation
CD_AIR 1
CD_SED -.999(*)
. -.999(*)
Sig. (1-tailed) CD_SED CD_INS
Pearson Correlation
CD_DAG
CD_HEPAT -.930
CD_DAG .355
.015
.398
.120
.385
1
-.271
.946
-.311
Sig. (1-tailed)
.015
.
.413
.105
.399
Pearson Correlation
.316
-.271
1
.057
.999(*)
.398
.413
.
.482
.013
-.930
.946
.057
1
.015
Sig. (1-tailed) CD_HEPAT
CD_INS .316
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.120
.105
.482
.
.495
Pearson Correlation
.355
-.311
.999(*)
.015
1
Sig. (1-tailed)
.385
.399
.013
.495
.
1
CD_SED -.439
CD_INS -.258
CD_HEPAT -.979
CD_DAG .818
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Cd ST 3 CD_AIR
Pearson Correlation
CD_AIR
Sig. (1-tailed) CD_SED
.
.355
.417
.066
.195
-.439
1
.981
.614
-.876
.355
.
.062
.290
.160
-.258
.981
1
.450
-.767
.417
.062
.
.352
.222
-.979
.614
.450
1
-.918
Sig. (1-tailed)
.066
.290
.352
.
.130
Pearson Correlation
.818
-.876
-.767
-.918
1
Sig. (1-tailed)
.195
.160
.222
.130
.
1
CD_SED .722
CD_INS -.332
CD_HEPAT -.739
CD_DAG -.795
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_INS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_HEPAT CD_DAG
Pearson Correlation
Correlations Cd ST 4 CD_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_SED CD_INS
.
.243
.392
.235
.207
Pearson Correlation
.722
1
.414
-.067
-.994(*)
Sig. (1-tailed)
.243
.
.364
.479
.036
-.332
.414
1
.880
-.309
.392
.364
.
.157
.400
-.739
-.067
.880
1
.179
.235
.479
.157
.
.443
-.795
-.994(*)
-.309
.179
1
.207
.036
.400
.443
.
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
CD_DAG
CD_AIR
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Cd ST 5 CD_AIR
Pearson Correlation
CD_AIR
Sig. (1-tailed) CD_SED CD_INS CD_HEPAT
CD_SED .803
CD_INS .783
CD_HEPAT .963
CD_DAG -.974
.
.203
.214
.087
.073
Pearson Correlation
.803
1
.612
.999(*)
-.646
Sig. (1-tailed)
.203
.
.011
.290
.276
Pearson Correlation
.783
.999(*)
1
.585
-.620
Sig. (1-tailed)
.214
.011
.
.301
.287
Pearson Correlation
.963
.612
.585
1
-.999(*)
Sig. (1-tailed) CD_DAG
1
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
.087
.290
.301
.
.014
-.974
-.646
-.620
-.999(*)
1
.073
.276
.287
.014
.
1
CU_SED .630
CU_INS .594
CU_HEPAT .813
CU_DAG .610
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations Cu ST 1 CU_AIR
Pearson Correlation
CU_AIR
Sig. (2-tailed) CU_SED CU_INS CU_HEPAT CU_DAG
.
.566
.595
.396
.583
Pearson Correlation
.630
1
.964
.999(*)
-.232
Sig. (2-tailed)
.566
.
.029
.170
.851
Pearson Correlation
.594
.999(*)
1
.951
-.275
Sig. (2-tailed)
.595
.029
.
.199
.822
Pearson Correlation
.813
.964
.951
1
.034
Sig. (2-tailed)
.396
.170
.199
.
.979
Pearson Correlation
.610
-.232
-.275
.034
1
Sig. (2-tailed)
.583
.851
.822
.979
.
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Cu ST 2 CU_AIR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CU_SED
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CU_INS
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CU_HEPAT
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CU_DAG
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CU_AIR
CU_SED
CU_INS
CU_HEPAT
CU_DAG
1
.630
.594
.813
-.918
.
.566
.595
.396
.260
.630
1
.964
.999(*)
-.887
.566
.
.029
.170
.306
.594
.999(*)
1
.951
-.865
.595
.029
.
.199
.335
.813
.964
.951
1
-.977
.396
.170
.199
.
.136
-.918
-.887
-.865
-.977
1
.306
.335
.136
.
.260 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Cu ST 3 CU_AIR
Pearson Correlation
CU_AIR
Sig. (2-tailed) CU_SED CU_INS CU_HEPAT CU_DAG
1
CU_SED .764
CU_INS .734
CU_HEPAT .908
CU_DAG .778
.
.446
.475
.276
.433
Pearson Correlation
.764
1
.964
.999(*)
1.000(*)
Sig. (2-tailed)
.446
.
.029
.170
.013
Pearson Correlation
.734
.999(*)
1
.951
.998(*)
Sig. (2-tailed)
.475
.029
.
.199
.042
Pearson Correlation
.908
.964
.951
1
.970
Sig. (2-tailed)
.276
.170
.199
.
.157
Pearson Correlation
.778
1.000(*)
.970
.998(*)
1
Sig. (2-tailed)
.433
.013
.042
.157
.
CU_HEPAT .908
CU_DAG -.788
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Cu ST 4 CU_AIR
Pearson Correlation
CU_AIR
Sig. (2-tailed) CU_SED CU_INS CU_HEPAT
CU_SED .768
CU_INS .734
.
.443
.475
.276
.422
Pearson Correlation
.768
1
.966
.999(*)
-.211
Sig. (2-tailed)
.443
.
.032
.167
.865
Pearson Correlation
.734
.999(*)
1
.951
-.162
Sig. (2-tailed)
.475
.032
.
.199
.897
Pearson Correlation
.908
.966
.951
1
-.457
Sig. (2-tailed) CU_DAG
1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.276
.167
.199
.
.698
-.788
-.211
-.162
-.457
1
.422
.865
.897
.698
.
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Cu ST 5 CU_AIR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CU_SED CU_INS CU_HEPAT CU_DAG
CU_AIR 1
CU_SED .630
CU_INS .594
CU_HEPAT .813
CU_DAG .999(*)
.
.566
.595
.396
.034
Pearson Correlation
.630
1
.964
.999(*)
.670
Sig. (2-tailed)
.566
.
.029
.170
.533
Pearson Correlation
.594
.999(*)
1
.951
.636
Sig. (2-tailed)
.595
.029
.
.199
.561
Pearson Correlation
.813
.964
.951
1
.843
Sig. (2-tailed)
.396
.170
.199
.
.362
.999(*)
.670
.636
.843
1
.034
.533
.561
.362
.
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 12. Baku mutu air laut , biota laut dan makanan hasil perikanan No.
Parameter
Satuan Baku Mutu I. FISIKA 0 C 28-30 NTU <5 II. KIMIA 7-8,50 0 /00 33-34 mg/L >6 mg/L 500 mg/L 0,008 mg/L 0,001
Keterangan
1. 2.
Suhu Kekeruhan
2. 3. 4. 5. 7. 8.
pH Salinitas Oksigen Terlarut (DO) Kesadahan total (CaCO3) Timbal (Pb) Kadmium (Cd)
9.
Tembaga (Cu) mg/L 0,008 II. Baku Mutu Makanan dan Hasil Perikanan lainnya Timbal (Pb) mg/kg 2,00 SNI 01-4106-1996 Kadmium (Cd) mg/kg 0,20 SNI 19-2896-1992 Tembaga (Cu) mg/kg 20,00 SNI 014104-1996
10. 11. 12.
Kepmen LH No. 51 Thn 2004
Kepmen LH No. 51 Thn 2004
Effendi, 2003 Kepmen LH No. 51 Thn 2004
Beberapa Standart konsentrasi logam berat yang diperbolehkan dalam ikan dan hasil perikanan lainnya Negara Finlandia Hong Kong India
Inggeris
Italia Jepang Jerman Perancis Philipina Selandia Baru
Thailand Amerika Serikat Australia
Belanda
Logam Berat Hg Pb Hg Cd Pb Hg Pb Co Zn Pb
Hg Pb Hg Hg Pb Cd Hg Hg Pb Hg Pb Zn Se Hg Co Pb Hg Hg Pb Cd Co Se Zn Hg Cd Pb
Belgia Canada
Hg Hg
Kadar (ppm) 1.0 2.0 0.5 2.0 6.0 0.5 5.0 10.0 50.0 3.0 5.0 10.0 2.0 0.7 2.0 0.4 0.3 1.0 0.5 0.5 0.5 0.7 0.5 0.5 0.5 2.0 40.0 2.0 0.5 20.0 1.0 1.0 0.5 2.5 2.0 70.0 1.0 1000 150 1.0 0.05 0.3 1.0 2.0 0.5 0.3 0.5
Jenis biota ikan Kerang, blekutak dan udang Semua jenis makanan ikan, kepiting, tiram(oyster), udang Makanan padat Ikan dan hasil olahan Hasil olahan Ikan kaleng Ikan kering Kerang ikan Ikan dan produk perikanan lainnya Moluska Bagian ikan yang dapat dimakan Bagian ikan yang dapat dimakan Bagian ikan (tawar) yang dapat dimakan Ikan, krustasea dan moluska Tuna dan ikan pedang Ikan, kerang dan produk ikan lainnya Semua jenis makanan termasuk ikan olahan Ikan dan produk perikanan lainnya
Semua jenis makanan Ikn, kerang, krustasea, binatang air lainnya Ikan, krustasea, moluska & ikan kaleng Ikan dan moluska Moluska atau hasil olahan moluska Moluska atau hasil olahan moluska Ikan dan ikan hasil olahan Oyster Ikan dan ikan hasil olahan Ikan, krustasea, dan moluska ikan udang moluska Moluska Ikan dan krustasea Bagian ikan yg dapat dimakan Ikan pedang (Xiphias gladius)
Chili
Denmark
Pb Cd Pb Co Se Zn Hg
0.5 0.05 2.0 10.0 0.05 0.30 100 0.5
Protein ikan Semua makanan dari ikan Semua makanan dari ikan (dlm bentuk cair) Semua makanan dari ikan Tuna, bonito
Sumber Nauen, 1983
1. Tasmania Food and drug Regulation (dalam) Afrizal, 2000 Cu = 30.0 ppm untuk bahan makanan 2. Depkes RI dalam Hutagalung dan Razak, 1982 Cu = 20.0 ppm Pb = 2.00 ppm Cd = 1,0 ppm 3. USFDA dalam Suwirma, 1981 Pb = 2.0 ppm Cd = 0.2 ppm