Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi _______________________________________________________________________________
ANALISIS STABILITAS TEGANGAN SISTEM TENAGA LISTRIK 500 kV JAWA BALI DENGAN FAST VOLTAGE STABILITY INDEX (FVSI) Haryo Pratikto1, Sasongko Pramono Hadi2, Lesnanto Multa Putranto2 AbstractβVoltage stability is one factor to be considered in planning and operation of electrical power systems. Voltage collapse phenomenon should be prevented and it could happen because of several conditions such as high loading,contingency, or other disturbances. In this study, the voltage stability of 500 kV Java Bali electrical power system on October 22, 2013 will be observed using Fast Voltage Stability Index (FVSI), at 14:00 WIB and 19:00 WIB. The results show that all lines have index values less than 1. The addition of the load caused the line between Tasikmalaya-Depok reached index value 1 when the active load increasedup to 2483 MW and reactive load increasedup to 1090 Mvar at 19.00 WIB. Three lines that had the highest index were PaitonKediri, West Surabaya-Ungaran, and TasikmalayaDepok. The line contingency cause a change loading of other lines, change of FVSI value, decrease of voltage profile and voltage stability, evidenced by the P-V curvewith Continuation Power Flow (CPF) method. IntisariβStabilitas tegangan menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga listrik. Fenomena tegangan jatuh harus dihindari dan kejadian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti pembebanan yang tinggi, kontingensi, atau gangguan yang lain. Pada penelitian ini, stabilitas tegangan sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali pada tanggal 22 Oktober 2013 akan dilihat dengan Fast Voltage Stability Index (FVSI), pada pukul 14.00 WIB dan 19.00 WIB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua saluran memiliki nilai indeks kurang dari 1. Penambahan beban menyebabkan saluran TasikmalayaDepok mencapai nilai indeks 1 saat kenaikan beban aktif sebesar 2483 MWdan kenaikan beban reaktif sebesar 1090 Mvar pada pukul 19.00 WIB. Tiga Saluran yang memiliki indeks tertinggi yaitu Paiton-Kediri, Surabaya Barat-Ungaran, dan Tasikmalaya-Depok. Kontingensi saluran tersebut dapat menyebabkan perubahan pembebanan saluran lain, perubahan indeks FVSI, menurunnya profil tegangan dan kemampuan stabilitas tegangan, yang dibuktikan dengan kurva P-V dengan 1Mahasiswa, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA (telp: 02746492201; fax: 0274-552305); e-mail:
[email protected]) 2Dosen, Jurusan Teknik Elektro dan Teknnologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA (telp: 0274-6492201; fax: 0274-552305)
menggunakan metode Continuation Power Flow (CPF). Kata Kunciβ Stabilitas Tegangan, FVSI, Kurva P-V, CPF, Kontingensi Saluran
I. PENDAHULUAN Stabilitas tegangan mencerminkan kemampuan sistem menjaga nilai tegangannya pada kondisi normal ataupun setelah terjadi gangguan. Selain disebabkan oleh gangguan, penambahan beban dan perubahan konfigurasi sistem juga dapat mempengaruhi stabilitas tegangan sistem tenaga listrik. Ketidakstabilan tegangan terjadi ketika nilai tegangan pada sisi penerima akan turun dari batas normalnya, dan hal tersebut dapat menuntun pada kondisi yang dinamakan voltage collapse. Tegangan akan turun pada titik terendah, sehingga dapat menimbulkan tejadinya black out sistem secara keseluruhan ataupun parsial [1 - 3]. Analisis stabilitas tegangan diperlukan saat perencanaan ataupun operasi sistem tenaga listrik. Apabila terdapat perubahan konfigurasi sistem yang tidak disengaja seperti terjadinya kontingensi, tentunya kemungkinan besar stabilitas tegangan sistem tidak akan sama dengan kondisi normal. Contohnya adalah lepasnya saluran atau generator dapat mengakibatkan turunnya kemampuan stabilitas tegangan. Terdapat berbagai metode untuk menganalisis stabilitas tegangan, salah satunya yaitu titik ketidakstabilan tegangan dapat ditentukan dengan menggunakan Fast Voltage Stability Index (FVSI). FVSI merupakan indeks stabilitas tegangan yang mengacu pada saluran sistem. Stabilitas tegangan juga dapat dilihat dengan metode lain seperti kurva P-V yaitu hubungan antara perubahan daya dan tegangan [4]. Analisis kestabilan tegangan dilakukan pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali yang merupakan sistem yang sangat vital di Indonesia. Nilai FVSI dan kurva PV pada bus yang sesuai untuk melihat kondisi stabilitas tegangan sistem, baik pada kondisi normal atau saat terjadi kontingensi saluran. II. DASAR TEORI Stabilitas tegangan dapat didefinisikan sebagai kemampuan sistem tenaga untuk menjaga nilai tegangan sistem pada kondisi normal dan dalam keadaan gangguan [3]. Terdapat dua jenis stabilitas tegangan berdasarkan waktu simulasinya: stabilitas
17 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________
Artikel Reguler _____________________________________________________________________________ tegangan statis dan stabilitas tegangan dinamis. Analisis dinamis digunakan untuk studi stabilitas transien dengan memperhatikan dinamika beban dan generator. Analisis statis menggunakan persamaan aljabar yang secara komputasional lebih mudah dibanding analisis dinamis. Analisis statis lebih ideal untuk studi batas stabilitas tegangan pada kasus sebelum kontingensi dan setelah kontingensi suatu sistem. Analisis stabilitas tegangan secara statis berdasarkan perhitungan kurva, atau pada singularnya matrik Jacobian pada aliran daya [1]. A. Fast Voltage Stability Index (FVSI) Kondisi stabilitas tegangan pada sistem tenaga dapat ditunjukkan dengan indeks kestabilan tegangan. Fast Voltage Stability Index (FVSI) merupakan salah satu indeks kestabilan tegangan berdasarkan saluran dimana berawal dari persamaan arus untuk membuat persamaan kuadrat daya atau tegangan [4]. Kriteria yang diinginkan dari metode ini adalah diskriminan akar-akar dari persamaan kuadrat daya atau tegangan mempunyai nilai lebih besar dari nol. Ketika diskriminan bernilai lebih kecil dari nol, akan menyebabkan akar-akar persamaan kuadrat menjadi imajiner yang mana dapat membuat ketidakstabilan tegangan dan dapat menimbulkan voltage collapse pada sistem. Apabila indeks saluran yang didapat bernilai mendekati 1 maka mengindikasikan batas dari ketidakstabilan tegangan.
Persamaan (2) dapat pula ditulis seperti persamaan (3) sebagai berikut: π2 β π2 β ππ2 (3) πΌ=( ) = π2 π2 β β πΏ Dengan mensubtitusikan persamaan (1) dan persamaan (3), maka didapatkan persamaan (4) atau persamaan (5) yang direpresentasikan: π1 β 0 β π2 β πΏ π2 β ππ2 (4) = π
+ ππ π2 β β πΏ (π1 π2 β β πΏ) β π22 β 0 (5) = (π
+ ππ)(π2 β ππ2 ) Persamaan (5) dipisahkan bagian real dan imajiner, sehingga didapat: π1 π2 cos πΏ β π22 = π
π2 + ππ2
(6)
βπ1 π2 π πππΏ = ππ2 β ππ2
(7)
Persamaan (7) secara matematis dapat mendefinisikan besarnya π2 . Kemudian dapat disubtitusikan pada persamaan (6) menjadi persamaan kuadrat untuk tegangan π2 seperti dituliskan pada persamaan (8): π
π22 β ( π πππΏ + πππ πΏ) π1 π2 π (8) π
2 + (π + ) π2 = 0 π Nilai akar dari persamaan (8), dengan rumus abc akan didapatkan persamaan (9): π2 2 (9 π
π
π
2 ( π πππΏ + πππ πΏ) π1 Β± β[( π πππΏ + πππ πΏ) π1 ] β)4 (π + ) π2 π π π
=
Gambar 1.Representasi model sistem tenaga listrik 2 bus
FVSI didapat dengan model sistem tenaga dengan dua bus seperti pada Gambar 1. Mengacu pada Gambar 1, terdapat beberapa keterangan sebagai berikut: π1 , π2 = tegangan pada sisi pengirim (bus 1) dan sisi penerima (bus 2) π1 , π1 = daya aktif dan daya reaktif pada sisi pengirim (bus 1) π2 , π2 = daya aktif dan daya reaktif pada sisi penerima (bus 2) π1 , π2 = daya semu pada sisi pengirim (bus 1) dan daya semu pada sisi penerima (bus 2) πΏ = πΏ1 β πΏ2 = perbedaan sudut antara sisi pengirim (bus 1) dan sisi penerima (bus 2) Dengan mengasumsikan sisi penerima (bus 1) sebagai referensi, misalkan besar πΏ1 = 0 dan πΏ2 = πΏ, maka persamaan arus (πΌ)didefinisikan seperti pada persamaan (1): π1 β 0 β π2 β πΏ (1) πΌ= π
+ ππ Dengan impedans saluran bernilai π = π
+ ππ. Sedangkan daya semu (apparent power) pada sisi penerima (bus 2) dapat ditulis sebagai berikut: (2) π2 = π2 πΌ β
2 Untuk mendapatkan nilai π2 yang positif, maka terdapat syarat diskriminan dari persamaan (8) bernilai lebih besar atau sama dengan nol. Nilai diskriminan dapat dituliskan pada persamaan (10) dan penjabaran lebih lanjut menghasilkan persamaan (11): 2 π
π
2 [( π πππΏ + πππ πΏ) π1 ] β 4 (π + ) π2 (10) π π β₯0 4π 2 π2 π (11) β€1 (π1 )2 (π
π πππΏ + π πππ πΏ)2 Besarnya πΏ sangat kecil atau dapat dikatakan πΏ β 0, sehingga nilai π
π ππ πΏ β 0 dan π πππ πΏ β π. Dengan simbol i menggantikan bus penerima dan j menggantikan bus pengirim, maka didapat fast voltage stability index (FVSI) seperti persamaan (12) berikut: 4π 2 ππ (12) πΉπππΌππ = 2 ππ π dengan: π = impedans saluran (ohm) π = reaktans saluran (ohm) ππ = daya reaktif pada sisi penerima (Var) ππ = tegangan pada sisi pengirim(Volt)
18 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________
Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi _______________________________________________________________________________ Saluran yang mempunyai nilai indeks mendekati satu akan menjadi saluran yang paling kritis dari bus dan dapat memungkinkan menimbulkan skenario ketidakstabilan tegangan. FVSI juga dapat digunakan untuk menentukan bus yang paling lemah berdasarkan pembebanan maksimumnya. Bus yang paling lemah ditandai dengan memiliki pembebanan maksimum yang terkecil [5]. B. Indeks yang Lain Selain FVSI, beberapa indeks stabilitas tegangan yang lain telah diproposalkan oleh para peneliti. Dua diantaranya antara lain Line Stability Index (disimbolkan πΏππ ) dan Line Stability Factor (πΏππ). Line stability Index(πΏππ ),diproposalkan oleh M Moghavvemi et al[6]. berdasarkan konsep transmisi daya pada sebuah saluran. Sistem akan dimodelkan dalam bentuk model representasi π untuk mencari formulasinya. Line stability Index (πΏππ ) secara singkat dituliskan sebagai berikut (persamaan (13)): 4ππ π₯ (13) πΏππ = [|ππ |π ππ(π β πΏ)]2 dengan: π = reaktans saluran (ohm) ππ = daya reaktif pada sisi penerima (Var) ππ = tegangan pada sisi pengirim(Volt) π = sudut dari impedans saluran πΏ = beda sudut antara tegangan sisi pengirim dan tegangan sisi penerima Indeks stabilitas tegangan lainnya, yaitu Line Stability Factor(πΏππ) diproposalkan oleh A Mohamed et al[7], yang didapat dari formulasi faktor-faktor stabilitas saluran pada sistem berdasarkan konsep transmisi tenaga pada sebuah saluran. Persamaan untuk menghitung Line Stability Factor(πΏππ) adalah(persamaan (14)): π π (14) πΏππ = 4 ( 2 ) ( 2 ππ2 + ππ ) ππ ππ Dengan: π = reaktans saluran (ohm) ππ = daya aktif pada sisi pengirim (W) ππ = tegangan pada sisi pengirim(Volt) ππ = daya reaktif pada sisi penerima (Var) Karakteristik nilai indeks LQP sama dengan indeksindeks yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu nilai LQP harus dijaga pada nilai kurang dari 1 untuk menjaga kestabilan tegangan [8]. C. Continuation Power Flow (CPF) Matrix Jacobian pada persamaan aliran daya menjadi singular saat mencapai batas stabilitas tegangan, sehingga perhitungan aliran daya tidak menghasilkan solusi pada titik runtuh. Dalam keadaan seperti ini, digunakan analisis continuation power flow (CPF). Pada Gambar 2 terlihat bahwa solusi awal adalah A, kemudian titik B didapat oleh tangent predictor dengan kenaikan beban. Corrector step akan menemukan solusi
C dengan analisis aliran daya konvensional dengan asumsi beban tetap. Nilai tegangan akibat kenaikan beban kemudian diprediksi kembali dengan tangent yang baru. Apabila solusi yaitu D melebihi beban maksimum, maka corrector step dengan beban tetap tidak akan konvergen. Predictor step akan mencari solusi E dengan tegangan tetap pada bus yang bersangkutan. Maka akan tercapai suatu titik dengan beban maksimum dan akan berangsur-angsur turun [9].
Gambar 2. Ilustrasi dari metodeContinuation Power Flow (CPF)
Metode CPF dilakukan dengan reformulasi persamaan aliran daya melalui penambahan parameter pembebanan, yang diekspresikan sebagai berikut: (15) πΉ(π, π) = ππΎ dimana: π = parameter beban π = vektor dari sudut tegangan bus π = vektor dari besar tegangan bus πΎ= vektor yang menggambarkan persentase perubahan beban pada tiap bus Persamaan (15) merupakan persamaan non linear dengan spesifikasi 0 β€ π β€ πππππ‘ππππ . Dengan π = 0 adalah kondisi pembebanan awal, dan π = πππππ‘ππππ saat kondisi pembebanan kritis. Persamaan (15) dapat ditulis kembali sehingga menghasilkan (16): πΉ(π, π, π) = 0
(16)
Pada predictor step, pendekatan linear digunakan untuk menghitung solusi selanjutnya dengan perubahan dari salah satu state variable (π, π, ππ‘ππ’ π). Dari persamaan (16), dapat ditulis persamaan linear seperti pada (17) dan (18)sebagai berikut: πΉπ ππ + πΉπ ππ + πΉπ = 0
(17)
atau ππ πΉπ ] [ππ ] = 0 (18) ππ Dengan penambahan Ξ» pada persamaan aliran daya akan menimbulkan suatu variabel yang tidak diketahui, maka perlu penambahan satu lagi persamaan untuk menemukan solusinya. Tangent vector yang bernilai +1 atau -1 akan ditambahkan, parameter ini sering disebut dengan continuation parameter. Persamaan (18) akan menjadi: πΉπ πΉπ πΉπ ππ 0 (19) [ ] [ππ ] = [ ] Β±1 ππ ππ [πΉπ
πΉπ
19 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________
Artikel Reguler _____________________________________________________________________________ Pada persamaan (19), dimana ππ merupakan vektor baris dengan semua elemen sama dengan nol kecuai untuk elemen ke π π‘β yang bernilai 1.Ketika tangent vector telah didapat, prediksi untuk solusi selanjutnya dituliskan seperti persamaan (20): π0 π ππ [π ] = [π0 ] + π [ππ ] π0 π ππ
(20)
Dengan penanda β0β adalah nilai dari state variable saat memulai predictor step. Nilai dari step size atau disimbolkan dengan π ditentukan sehingga solusi aliran daya akan muncul pada nilai continuation parameter tertentu.Pada corrector step, persamaan πΉ(π, π, π) = 0 diberi tambahan satu persamaan untuk state variable sebagai continuation parameter. Maka didapatkan persamaan baru:
digunakan data pembangkitan dan pembebanan GITET dalam pada pukul 14.00 WIB dan pukul 19.00 WIB pada tanggal 22 Oktober 2013. Pembebanan GITET diambil dari nilai pembebanan IBT 500 kV pada GITET yang bersangkutan. Saluran pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali terhubung dengan 51 buah saluran yang menghubungkan GITET-GITET dari Cilegon hingga Paiton. Sebagian besar saluran transmisi sistem Jawa Bali sudah memiliki sirkuit ganda sebanyak 21 saluran dan 9 saluran tunggal. Saluran transmisi menggunakan saluran berjenis sistem berkas. Saluran yang digunakan adalah ACSR (Alumunium Conductor Steel Reinforce), dengan dua tipe yaitu DOVE dan GANNET. Data-data tersebut akan digunakan sebagai masukan pada simulasi aliran daya menggunakan Matpower 4.1. IV. HASIL PEMBAHASAN
πΉ(π, π, π) [ ] = [0] π₯π β π
(21)
Pada persamaan (21), ππ adalah state variable yang dipilih sebagai continuation parameter dan Ξ· bernilai sama dengan nilai ππ yang diprediksi. Adanya π₯π membuat Jacobian tidak singular pada titik kritis operasi, sehingga analisis CPF dapat dilanjutkan dibawah untuk nilai titik kritis [9]. III. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan dilakukan perhitungan nilai FVSI pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali, yang digunakan sebagai indeks stabilitas tegangan mengacu pada saluran. Simulasi aliran daya dilakukan pada kondisi sistem pukul 14.00 WIB dan pada kondisi sistem pukul 19.00 WIB. Nilai FVSI juga akan dilihat pada kondisi perubahan sistem seperti terjadinya kontingensi saluran. Simulasi aliran daya pada penelitian ini dilakukan dengan add-on dari software MATLAB yaitu Matpower 4.1.Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut:
Gambar 3. Diagram alir penelitian
Bahan-bahan pada penelitian ini didapat dari pihak PT. PLN (Persero) P3B Gandul, Cinere, Depok, serta dari beberapa sumber atau referensi. Pada penelitian ini,
A. Kondisi Normal Simulasi dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat kondisi sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali pada kondisi normal yaitu kondisi pada tanggal 22 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB dan pukul 19.00 WIB. Setelah mendapat informasi dari hasil simulasi, maka setiap saluran dapat dilihat nilai indeks FVSI, seperti yang tercantum pada Tabel 1.Dapat diamati bahwa tidak ada saluran yang mencapai indeks bernilai 1 pada kondisi normal. Indeks bernilai 1 menandakan saluran telah mencapai batasnya sehingga dapat meningkatkan resiko GITET yang berhubungan dengan saluran itu atau bahkan sistem tenaga secara keseluruhan untuk mencapai ketidakstabilan tegangan. TABEL 1. NILAI FVSI SALURAN PADA KONDISI NORMAL
Saluran Paiton-Kediri Surabaya BaratUngaran Tasikmalaya-Depok Ungaran-Ngimbang Tanjung JatiUngaran Pedan-Kediri Cilegon-Cibinong
Nilai FVSI 14.00 WIB 19.00 WIB 0.225746782 0.216252871 0.206487865
0.187335199
0.165007426 0.160040617
0.194315217 0.140186139
0.148071441
0.159647453
0.106221654 0.104315186
0.089602207 0.060689078
Pada Tabel 1 merupakan daftar saluran dengan nilai FVSI yang paling tinggi pada sistem. Saluran PaitonKediri mempunyai indeks tertinggi yaitu 0.2257 pada pukul 14.00 WIB, dan 0.2162 pada pukul 19.00 WIB. Untuk melakukan verifikasi indeks FVSI, maka dilakukan pengujian dengan indeks lainnya. Indeks yang digunakan adalah Lmn dan LQP. Beberapa saluran akan dipantau nilai indeksnya, dan perbandingan antara ketiga indeks tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan bahwa nilai ketiga indeks yang hampir mendekati satu sama lain. Indeks LQP mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi jika
20 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________
Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi _______________________________________________________________________________ dibandingkan dengan indeks lainnya yaitu Lmn dan FVSI. Nilai indeks tersebut merupakan nilai untuk kondisi sistem pada pukul 14.00 WIB. TABEL 2. PERBANDINGAN NILAI FVSI SALURAN DENGAN LMN DAN LQP
Surabaya BaratUngaran Tasikmalaya-Depok Ungaran-Ngimbang Tanjung Jati-Ungaran Pedan-Kediri Cilegon-Cibinong
Lmn 0.2345 06 0.2076 17 0.1077 43 0.1578 37 0.1694 5 0.1068 07 0.2345 06
LQP 0.282591 0.207379 0.119832 0.262516 0.200357 0.134201
FVSI
pedan-tasik kediri-pedan paiton-kediri
1000 2000 Beban (MW)
3000
pedan-tasik
0.8
kediri-pedan
0.6 paiton-kediri
0.4 0.2 0 0
tasik-depok
0
tasik-depok
1
0.282591
B. Pengaruh Penambahan Beban Pada penelitian ini dilakukan simulasi kenaikan beban berupa beban aktif maupun beban reaktif.Besarnya beban menjadi salah satu faktor yang akan berpengaruh terhadap FVSI. Kenaikan beban akan dilakukan pada GITET Tasikmalaya, dengan kondisi sistem 22 Oktober 2013 pada pukul 19.00 WIB.Saluran yang akan dipantau indeksnya adalah beberapa saluran yang berhubungan relatif dekat dengan GITET. Kondisi indeks untuk saluran akibat perlakuan tersebut dapat terlihat seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pada Gambar 4 terlihat bahwa indeks FVSI beberapa saluran yang berhubungan relatif dekat dengan GITET Tasikmalaya mengalami kenaikan seiring kenaikan beban aktif. 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1.2
FVSI
Paiton-Kediri
FVSI 0.22574 67 0.20648 78 0.10622 16 0.14807 14 0.16500 74 0.10431 51 0.22574 67
ungaranpedan depokcibinong
Gambar 4. Nilai FVSI dengan kenaikan beban aktif di GITET Tasikmalaya
Saluran antara GITET Tasikmalaya dan GITET Pedan mencapai indeks bernilai 1 saat beban aktif sekitar 2483 MW. Pada beban tersebut, indeks untuk saluran lain bernilai 0.639 untuk saluran TasikmalayaDepok, 0.0677 untuk Kediri-Pedan, Paiton-Kediri bernilai 0.4122. Saluran antara GITET Tasikmalaya dan GITET Depok mencapai indeks bernilai 1 saat beban reaktif sekitar 1090 Mvar. Pada beban tersebut, indeks untuk saluran lain bernilai 0.2655 untuk saluran PedanTasikmalaya, 0.1827 untuk Kediri-Pedan, Paiton-Kediri bernilai 0.294.
500 1000 Beban (Mvar)
1500
ungaranpedan depokcibinong
Gambar 5. Nilai FVSI dengan kenaikan beban reaktif di GITET Tasikmalaya
C. Kondisi Kontingensi Saluran Saluran Paiton-Kediri yang mempunyai indeks tertinggi akan disimulasikan lepas dari saluran. Perbandingan profil tegangan sebelum dan sesudah kontingensi terdapat pada Gambar 6. Beberapa GITET yang diamati adalah Kediri, Pedan, Ungaran, dan Tasikmalaya. Terlihat bahwa penurunan tegangan paling besar pada pukul 14.00 WIB terjadi pada GITET Kediri dari yang semula 471.86 kV menjadi 449.14 kV. Sedangkan pada kondisi sistem pukul 19.00 WIB, paling besar juga terjadi pada GITET Kediri dari yang semula 469.83 kV menjadi 445.93 kV. GITET Paiton sebagai penyuplai tegangan yang berpengaruh besar terhadap GITET Kediri, sehingga kontingensi saluran Paiton-Kediri menyebabkan penurunan tegangan cukup parah pada GITET Kediri. 475 470 465 460 455 450 445 440 435 430 425
normal 14.00 WIB kontingen si 14.00 WIB normal 19.00 WIB kontingen si 19.00 WIB
Tegangan (kV)
Saluran
Kenaikan beban reaktif menyebabkan GITET lebih cepat mencapai ketidakstabilan tegangan dibandingkan dengan kenaikan beban aktif. Indeks FVSI bernilai 1 pada kondisi beban aktif sekitar 2483 MW, sedangkan pada beban reaktif 1090 Mvar, salah satu saluran telah mempunyai indeks FVSI sebesar 1. Dalam kondisi nyata, kenaikan beban hingga lebih dari 1000 MVA telah melebihi kapasitas maksimum IBT di GITET Tasikmalaya.
GITET Gambar 6. Profil tegangan beberapa GITET kondisi normal dan kontingensi pada pukul 14.00 WIB dan 19.00 WIB
Saluran Paiton-Kediri yang semula mempunyai sirkit ganda, dengan lepasnya satu saluran membuat pembebanan saluran lainnya meningkat dari kondisi
21 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________
Artikel Reguler _____________________________________________________________________________ normal, yaitu dari 31.503 % dan 35.2692% berturutturut menjadi 52% dan 58.57.43% seperti pada Tabel 3. Beberapa saluran mengalami peningkatan pembebanan, namun terdapat pula penurunan pembebanan seperti pada saluran Kediri-Pedan dan Pedan-Tasikmalaya. Penurunan pembebanan saluran terjadi karena perubahan aliran daya sistem.
Pembebanan sistem turun menjadi kurang dari 2.5 p.u untuk GITET Kediri, dari yang semula lebih dari 3.5 p.u. GITET Kediri mempuyai kapasitas pembebanan 1000 MVA (1 p.u), pembebanan maksimum untuk mencapai ketidakstabilan tegangan masih berada jauh dengan pembebanan pada kondisi normal menurut kurva P-V.
TABEL 3. NILAI PEMBEBANAN SALURAN PADA KONDISI NORMAL DAN KONTINGENSI SALURAN PAITON-KEDIRI
Saluran
Pembebanan Saluran (%) (14:00 WIB) Kontinge Normal nsi
Paitonkediri Paitongrati Kediripdan GratiSbybrt Pedantasik Ungrnpdan
31.503 % 28.174 % 12.5849 % 26.5684 % 17.2126 % 40.2095 %
52.0022 % 33.291% 6.4628% 31.4154 % 16.4547 % 52.6103 %
Pembebanan Saluran (%) (19:00 WIB) Norma Kontinge nsi l 35.269 58.5743 % % 30.252 36.2689 % % 14.177 7.5582% % 31.692 37.4981 % % 15.262 14.5981 % % 35.92 50.123% %
Indeks FVSI pada saat kondisi kontingensi juga mengalami perubahan. seperti pada Tabel 4. Perubahan tersebut terjadi baik pada pukul 14.00 WIB maupun 19.00 WIB. Tercatat bahwa indeks FVSI pada kondisi normal pukul 14.00 WIB untuk saluran Paiton-Kediri adalah 0.2257, naik menjadi 0.2871 saat kontingensi. Nilai FVSI suatu saluran dapat digunakan sebagai indikator untuk saluran mana yang kritis terhadap stabilitas tegangan.
Gambar 7. Kurva P-V untuk GITET Kediri pada kondisi normal dan kontingensi saluran Paiton-Kediri
Indeks FVSI juga menunjukkan bahwa tidak ada saluran yang mempunyai indeks bernilai 1. Pada kondisi normal, dengan spesifikasi pembangkitan dan pembebanan pada saat 14.00 WIB dan 19.00 WIB, menunjukkan bahwa sistem masih aman darikondisi ketidakstabilan tegangan
Gambar 8. Kurva P-V untuk GITET Ungaran pada kondisi normal dan kontingensi saluran Surabaya Barat-Ungaran
TABEL 4. PERBANDINGAN NILAI FVSI SALURAN PADA KONDISI NORMAL DAN KONTINGENSI SALURAN PAITON-KEDIRI
Salura n Paitonkediri Paitongrati Kediripdan Gratisbybrt Pedantasik Ungrnpdan
FVSI (14:00 WIB) Normal Kontingen si 0.22574 0.28712 6 0.00550 0.000536 4 0.10622 0.02451 1 0.06124 0.058993 5 0.07780 0.128037 6 0.08654 0.130083 7
FVSI (19:00 WIB) Normal Kontingen si 0.21625 0.2610085 2 0.00483 0.0122045 9 0.08960 0.0045738 2 0.05571 0.0528301 0 0.11904 0.1741091 3 0.10374 0.1479854 2
Simulasi juga dilakukan terhadap kontingensi saluran lain yaitu Surabaya Barat-Depok dan saluran Tasikmalaya-Depok, dan GITET yang diamati kurva PV berturut-turut adalah Ungaran (Gambar 8) dan Tasikmalaya (Gambar 9). Keduanya mengalami penurunan pembebanan maksimum setelah kontingensi, sama seperti Gambar 7. Sebagai contoh, pada pukul 14.00 WIB, titik kritis GITET Ungaran terjadi saat pembebanan 4.6 p.u turun menjadi 3.601 p.u. Sedangkan pada GITET Tasikmalaya, 2.044 p.u turun menjadi 1.635 p.u
Pada Gambar 7menunjukkan kurva P-V untuk GITET Kediri.Pembebanan maksimum menjadi turun dan titik kritis tegangan lebih cepat tercapai seiring kenaikan beban, saat terjadi kontingensi saluran.
22 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________
Jurnal Penelitian Teknik Elektro dan Teknologi Informasi _______________________________________________________________________________
[2] [3] [4]
[5] Gambar 9. Kurva P-V untuk GITET Tasikmalaya pada kondisi normal dan kontingensi saluran Tasikmalaya-Depok
[6]
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Indeks FVSI dapat digunakan untuk indikator stabilitas tegangan suatu sistem tenaga listrik berdasarkan saluran. Dalam kasus sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali pada tanggal 22 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB dan 19.00 WIB, tegangan sistem masih dikategorikan stabil menurut indeks FVSI. 2. Saluran antara GITET Paiton dan GITET Kediri, antara GITET Surabaya Barat dan GITET Ungaran, dan antara GITET Tasikmalaya dan GITET Depok merupakan 3 saluran yang paling kritis terhadap stabilitas tegangan dibandingkan saluran yang lain, menurut indeks FVSI. 3. Adanya kontingensi saluran dapat menyebabkan sistem semakin mendekati ketidakstabilan tegangan, dibuktikan dengan indeks FVSI dan kurva P-V untuk GITET yang bersangkutan.
[7]
[8]
[9]
Modal Analysis. Ahvaz : Dept. Of Technical Office of Network Khouzestan Regional Electrical Company Ahvaz, Iran. Cutsem, T.V., Vournas, C. (1998). Voltage Stability of Electric Power Systems. Kluwer Academic Publishers. Taylor, C.W. (1994). Power System Voltage Stability. New York: McGraw-Hill. Musirin, I., Rahman, T.K.A. (2002). Novel Fast Voltage Stability Index (FVSI) for Voltage Stability Analysis in Power System Transmission System. Student Conference on Research and Development Proceedings. pp. 265-268. Verayiah, R., Abidin, I.Z. (2008). A Study Voltage Collapse Proximity Indicators. 2nd IEEE International Conference on Power and Energy (PECon 08), Desember. pp. 531-536. Moghavvemi, M., Omar, F.M.(1998). Technique for Contingency Monitoring and Voltage Collapse Prediction.IEE Proceeding on Generation, Transmission and Distribution. Vol 145, pp. 634-640. Mohamed, A., Jasmon, G.B., Yusoff, S. (1989). A Static Voltage Collapse Indicator Using Line Stability Factor. Journal of Industrial Technology. Vol 7, pp. 73-85. Reis, C., Andrade, A., Maciel, F.P. (2009). Stability Indices for Voltage Collapse Prediction. International Conference on Powereng 2009. pp. 239-243. Kundur, P. (1994). Power System Stability and Control. New York: McGraw-Hill.
B. Saran 1. Hasil penelitian perlu dibandingkan dengan hasil analisis stabilitas tegangan yang telah dilakukan pihak PLN. Selain untuk menguji kebenarannya, penyesuaian-penyesuaian mengenai kondisi teknis dapat dilakukan untuk hasis analisis mendekati nilai sebenarnya. 2. Perlu dilakukan analisis stabilitas tegangan pada level tegangan transmisi dibawah 500 kV, seperti 150 kV dan 70 kV, atau dibandingkan dengan metode lain, agar hasil analisis semakin mendekati nilai sesungguhnya. VI. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak PLN P3B Gandul yang telah banyak membantu dalam pengambilan data-data untuk keperluan penelitian ini. Terimakasih juga diucapkan kepada anggota lab Teknik Tenaga Listrik Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada yang telah turut serta membantu pelaksanaan penelitian ini. REFERENSI [1]
Larki, F. (2010). Voltage Stability Evaluation of The Khouzestan Power System in Iran Using CPF Method and
23 Volume 1 Nomor 1, April 2014 _______________________________________________________________________________