JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Analisis Stabilitas Transient Pada Sistem Tenaga Listrik dengan Mempertimbangkan Beban Non-Linear Gede Arjana P.P, Ontoseno Penangsang, dan Ardyono Priyadi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak— Kestabilan menjadi hal yang utama dalam operasi sistem tenaga listrik. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kestabilan sistem tenaga listrik, salah satunya adalah beban nonlinear yang mempengaruhi kestabilan transient. Dimana disini beban non-linear memberikan dampak fluktuasi terhadap tegangan dan arus pada sistem tenaga listrik. Sehingga terjadi ketimpangan antara daya input mekanis (prime mover) dengan daya output elektris (beban), yang secara tidak langsung mempengaruhi putararan rotor generator, sehingga menyebabkan percepatan (acceleration) dan perlambatan (deceleration). Pada tugas akhir ini, dianalisis pengaruh penggunaan beban non-linear terhadap sistem tenaga listrik 9 bus 3 mesin IEEE, sebelum dan sesudah terjadi gangguan (short circuit). Analisis yang dilakukan adalah dengan mencari perbedaan respon tegangan, arus, dan putaran rotor generator sebelum dan sesudah gangguan. Kata kunci— Stabilitas Transient, Sistem Tenaga Listrik, Beban Non- Linear.
I. PENDAHULUAN
K
EBUTUHAN listrik dimasyarakat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pemanfaatan tenaga listrik pada peralatan-peralatan rumah tangga, kantor dan sebagainya. Sehingga, pasokan listrik harus ditambah , yakni dengan pembangunan pembangkit listrik yang baru. Selain tersedianya pembangkitan yang cukup, hal lain yang harus ditentukan adalah apakah kondisi transient jika terjadi gangguan akan mengganggu operasi normal sistem atau tidak. Hal ini akan berhubungan dengan kualitas listrik yang sampai ke konsumen berupa kesetabilan tegangan dan arus. Stabilitas sistem tenaga lisitrik merupakan karakteristik sistem tenaga yang memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem pada operasi normal dan dapat kembali dalam keadaan seimbang setelah terjadi gangguan [3]. Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga yang dapat melayani beban secara kontinyu, dimana tegangan dan arus konstan. Fluktuasi tegangan dan arus yang terjadi harus berada pada batas toleransi yang diijinkan agar peralatan listrik konsumen dapat bekerja dengan baik dan aman. Kondisi sistem yang benar-benar mantap sebenarnya tidak pernah ada. Perubahan beban selalu terjadi pada sistem. Penyesuaian oleh pembangkit akan dilakukan melalui governor dari penggerak mula dan eksitasi generator. Perubahan kondisi sistem yang seketika,
biasanya terjadi akibat adanya gangguan hubung singkat (short circuit) pada sistem tenaga listrik dan pelepasan atau penambahan beban yang secara tiba-tiba. Akibatnya adanya perubahan kondisi kerja dari sistem, maka keadaan sistem akan berubah dari keadaan lama ke keadaan baru. Periode singkat diantara kedua keadaan tersebut disebut periode peralihan atau transient. Disamping itu pula pengguanaan beban yang bersifat non-linear dari peralatan tenaga listrik juga memberikan fenomena tertentu pada sistem tenaga listrik. Dimana secara garis besar, penggunaan beban non-linear lebih berkontribusi terhadap fluktuasi yang terjadi pada sistem tenaga listrik. Karena beban non-linier sendiri menarik arus dengan bentuk nonsinusoidal, walaupun disuplai dari sumber tegangan sinusoidal [5]. Oleh karena itu, pada tugas akhir ini penulis akan mencoba menganalisis dampak dari penggunaan peralatan tenaga listrik yang bersifat non-linear terhadap sistem tenaga listrik dengan menggunakan analisis stabilitas transient. II. STABILITAS SISTEM TENAGA DAN KARAKTERISTIK BEBAN A. Stabilitas Sistem Tenaga Listrik [3] Keseimbangan daya antara kebutuhan beban dengan pembangkitan generator merupakan salah satu ukuran kestabilan operasi sistem tenaga listrik. Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik pada setiap saat akan selalu terjadi perubahan kapasitas dan letak beban dalam sistem. Perubahan tersebut mengharuskan setiap pembangkit menyesuaikan daya keluarannya melalui kendali governor maupun eksitasi mengikuti perubahan beban sistem. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan menyebabkan keseimbangan daya dalam sistem terganggu dan efisiensi pengoperasian sistem menurun menyebabkan kinerja sistem memburuk. Kecepatan pembangkit memberi reaksi terhadap perubahan yang terjadi dalam sistem menjadi faktor penentu kestabilan sistem. Kestabilan mesin pembangkit sangat tergantung pada kemampuan sistem kendalinya. Sistem kendali yang andal jika mampu mengendalikan mesin tetap beroperasi normal mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem. Jika semua mesin tetap beroperasi dalam kondisi normal meskipun ada gangguan, maka sistem tersebut akan benarbenar stabil.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari unit-unit pembangkit yang terhubung dengan saluran untuk melayani beban. Sistem tenaga listrik yang memiliki banyak mesin biasanya menyalurkan daya kebeban melalui saluran interkoneksi. Tujuan utama dari sistem saluran interkoneksi adalah untuk menjaga kontinuitas dan ketersediaan tenaga listtrik terhadap kebutuhan beban yang terus meningkat. Semakin berkembang sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan lemahnya performansi sistem ketika mengalami gangguan. Salah satu efek gangguan adalah osilasi elektromekanik yang jika tidak diredam dengan baik maka sistem akan terganggu dan dapat keluar dari area kestabilannya sehingga mengakibatkan pengaruh yang lebih buruk seperti pemadaman total (black out). Stabilitas sistem tenaga lisitrik merupakan karakteristik sistem tenaga yang memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem pada operasi normal dan dapat kembali dalam keadaan seimbang setelah terjadi gangguan. Secara umum permasalahan stabilitas sistem tenaga listrik terkait dengan kestabilan sudut rotor (Rotor Angle Stability) dan kestabilan tegangan (Voltage Stability). Klasifikasi ini berdasarkan rentang waktu dan mekanisme terjadinya ketidakstabilan. Kestabilan sudut rotor diklasifikasikan menjadi Small Signal Stability dan Transient Stability. Small Signal Stability adalah kestabilan sistem untuk gangguan-gangguan kecil dalam bentuk osilasi elektromekanik yang tak teredam, sedangkan Transient Stability dikarenakan kurang sinkronnya torsi dan diawali dengan gangguan-gangguan besar.
Gambar 2.1. Skema Stabilitas Sistem Tenaga Listrik [3].
Masalah kestabilan biasanya diklasifikasikan menjadi tiga tipe bergantung pada sifat alami dan magnitude gangguan, yaitu : 1. Stabilitas steady state 2. Stabilitas transient 3. Stabilitas dinamis
2 karakteristik pada tegangan, arus, frekuensi, dan bentuk gelombang, artinya bentuk tidak berubah. Untuk mengetahui karakteristik beban linear dapat diwakili dengan beban R, L seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Rangkaian Pengganti Beban Linear [5].
Gambar 2.3. Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Beban Linear [5].
C. Karakteristik Beban Non-Linear [5] Beban non-linier adalah beban yang bentuk gelombang keluarannya tidak sebanding dengan tegangan dalam setiap setengah siklus sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan keluarannya tidak sama dengan gelombang masukannya. Beban non-linier menarik arus dengan bentuk nonsinusoidal, walaupun disuplai dari sumber tegangan sinusoidal. Untuk mengetahui karaktristik beban non-linier satu fasa dapat diambil suatu pendekatan dengan menggunakan rangkaian penyearah satu fasa gelombang penuh yang dilengkapi dengan kapasitor perata tegangan DC seperti pada Gambar 2.4. Adanya kapasitor C ini dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan DC yang relatif murni yang dikehendaki untuk operasi komponen elektronik. Namun akibatnya arus pada jala-jala sistem Is hanya akan mengalir pada saat terjadi pengisian muatan kapasitor C, yaitu didaerah puncak gelombang tegangan jala-jala, sehingga bentuk gelombang arus Is tidak proporsional lagi terhadap tegangannya (non-linier) dan mengalami distorsi (nonsinusoidal).
B. Karakteristik Beban Linear [5] Beban linear merupakan beban listrik yang jika digunakan tidak berpengaruh pada bentuk gelombang (sinus) sumbernya, karena naik dan turunnya arus (gelombang) sesuai atau proposional dengan bentuk gelombang tegangan. Bila tegangan sumber sinusoidal maka, arus yang melewati beban harus sinusoidal juga. Beban linear tidak mempengaruhi
Gambar 2.4. Rangkaian Pengganti Beban Non-Linear [5].
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3 B. Respon Tegangan, Arus, dan Speed Rotor Generator Beban Linear, Non-Linear, dan Linear + Non-Linear Setelah Short Circuit
Gambar 2.5. Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Beban Non-Linear [5].
III. PERCOBAAN DAN HASIL PEMBEBANAN LINEAR DAN NON-LINEAR PADA SISTEM TENAGA LISTRIK A. Respon Tegangan, Arus, dan Speed Rotor Generator Beban Linear, Non-Linear, dan Linear + Non-Linear Sebelum Short Circuit Berikut adalah respon tegangan dan arus beban Linear, Non-Linear, dan Linear + Non-Linear antara bus 8-9 sebelum terjadinya short circuit yang ditunjukan pada Gambar 3.1, respon speed rotor generator 192 MVA beban Linear, NonLinear, dan Linear + Non-Linear sebelum short circuit dapat dilihat pada Gambar 3.2. Sistem tenaga listrik yang digunakan adalah sistem 9 bus 3 mesin IEEE yang dipopulerkan oleh Fouad dan Anderson. Pemodelan sistem 9 bus 3 mesin IEEE dapat dilihat pada Gambar 4.2. Sistem 9 bus 3 mesin ini nantinya akan dibebani dengan tiga pembebanan yang berbeda, yaitu menggunakan beban linear, non-linear, dan linear + non-linear. Namun, untuk beban non-linear menggunakan penurunan rumus dari Load transient response equations [1], [2] menggunakan LAPLACE sehingga didapatkan pemodelan yang diinginkan. Pemodelan untuk beban non-linear dapat dilihat pada Gambar 4.1. Untuk tiaptiap pembebanan menggunakan nilai-nilai nominal yang sama dan spesifikasi sistem yang sama baik pembebanan linear, non-linear, maupun linear + non-linear, sehingga didapatkan perbandingan yang lebih akurat.
Kondisi sistem saat terjadi short circuit di-set pada t = 0,010,08 sekon, dan waktu pemutusan gangguan (CB open) di-set pada saat t = 0,085 sekon serta waktu untuk CB reclosing kembali di-set pada t = 2 sekon. Dimana disini short circuit terjadi pada saluran disekitar bus 7 dan pengukuran dilakukan pada area antara bus 7-8, 8-9, dan 5-4. Sistem tenaga listrik yang digunakan tetap seperti sebelumnya dan dibebani tiga pembebanan yang sama pula linear, non-linear, dan linear + non-linear.Hasil dari respon tegangan dan arus pembebanan linear, non-linear, dan linear + non-linear setelah short circuit dapat dilihat pada Gambar 3.3, 3.4, dan 3.5, serta hasil respon speed rotor generator 192 MVA dapat dilihat pada Gambar 3.6, 3.7 dan 3.8. Berikut juga disajikan nilai puncak (peak) terhadap waktu dari respon tegangan dan arus beban linear, non-linear, dan linear + non-linear setetelah short circuit pada Tabel 3.1, 3.2, dan 3.3, serta nilai puncak (peak) terhadap waktu respon speed rotor generator 192 MVA beban linear, non-linear, dan linear + non-linear setelah short circuit pada Tabel 3.4, 3.5, dan 3.6.
Gambar3.3. Respon Beban Linear Setelah Short Circuit Antara Bus 8-9 (a) Tegangan, (b) Arus.
Gambar3.4. Respon Beban Non-Linear Setelah Short Circuit Antara Bus 8-9 (a) Tegangan, (b) Arus. Gambar3.1. Respon Beban Linear, Non-Linear, dan Linear + Non-Linear Sebelum Short Circuit antara bus 8 - 9 (a) Tegangan, (b) Arus.
Gambar 3.2. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear, NonLinear, dan Linear + Non-Linear Sebelum Short Circuit.
Gambar3.5. Respon Beban Linear + Non-Linear Setelah Short Circuit Antara Bus 8-9 (a) Tegangan, (b) Arus.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Gambar 3.6. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear Setelah Short Circuit.
Gambar 3.7. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Setelah Short Circuit.
Gambar 3.8. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear + NonLinear Setelah Short Circuit. Tabel 3.1. Nilai Puncak Respon Tegangan dan Arus Beban Linear Antara Bus 8-9 Setelah Short Circuit Waktu (s) Tegangan Bus (kV) Arus Bus (A) 0.000 000 0000 0.015 50 800 0.035 50 2300 0.055 20 2080 0.085 285 1200 0.095 130 2300 0.105 95 2300 0.305 185 2348 0.505 185 2348 0.702 185 2348 0.900 185 2348 1.050 185 2348 2.050 185 2348 4.000 185 2348 Tabel 3.2. Nilai Puncak Respon Tegangan dan Arus Beban Non-Linear Antara Bus 8-9 Setelah Short Circuit Waktu (s) Tegangan Bus (kV) Arus Bus (A) 0.000 000 0000 0.015 180 2350 0.035 50 1000 0.055 20 2080 0.085 320 2500 0.095 230 2200 0.105 120 2200 0.305 200 2348 0.505 200 2348 0.702 200 2348 0.900 200 2348 1.050 200 2348 2.050 200 2348 4.000 200 2348
4 Tabel 3.3. Nilai Puncak Respon Tegangan dan Arus Beban Linear + Non-Linear Antara Bus 8-9 Setelah Short Circuit Waktu (s) Tegangan Bus (kV) Arus Bus (A) 0.000 000 0000 0.015 50 800 0.035 50 2300 0.055 20 2080 0.085 300 1200 0.095 130 2300 0.105 95 2300 0.305 185 2348 0.505 185 2348 0.702 185 2348 0.900 185 2348 1.050 185 2348 2.050 185 2348 4.000 185 2348 Tabel 3.4. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear Setelah Short Circuit Waktu (s) Speed Rotor (pu) 0 1.0000 0.03 0.9982 0.07 0.9994 0.1 0.9998 0.2 1.0003 0.3 1.0000 0.4 1.0000 0.5 1.0000 0.6 1.0000 0.7 1.0000 Tabel 3.5. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Setelah Short Circuit Waktu (s) Speed Rotor (pu) 0 1.0000 0.1 0.9988 0.2 0.9996 0.3 1.0000 0.4 1.0002 0.5 1.0002 0.6 1.0001 0.7 1.0000 0.8 1.0000 0.9 1.0000 Tabel 3.6. Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear + Non-Linear Setelah Short Circuit Waktu (s) Speed Rotor (pu) 0 1.0000 0.03 0.9995 0.07 0.9993 0.1 0.9987 0.2 0.9983 0.3 0.9992 0.4 0.9996 0.5 0.9996 0.6 1.0000 0.7 0.9995
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 C. Perbandingan Tegangan Dan Arus Antara Bus 8-9 Beban Linear, Non-linear, Dan Linear + Non-Linear Setelah Short Circuit
5 0,0014 pu (0,14 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0,2 sekon, kemudian speed rotor generator mengalami kenaikan secara bertahap hingga mencapai puncak respon steady speed rotor generator sebesar 1 pu (1 pu = 3600 rpm) pada saat t = 0,6 sekon. √
Vpeak (line to ground)=
√ √
Vpeak (line to ground)= 230 √ Vpeak (line to ground)= 187,7943
Load Transient Respon Equations [1], [2]. Gambar 3.9. Perbandingan tegangan beban linear, non-linear dan linear+nonlinear setelah short circuit antara bus8- 9.
+
P pf (t) =
×
−
(4.1)
Penurunan rumus menggunakan persamaan LAPLACE : +
P pf (t) =
P pf
×
⎛ = ( )+⎜
Gambar 3.10. Perbandingan tegangan beban linear, non-linear dan linear+non-linear setelah short circuit antara bus8- 9.
D. Perbandingan Speed Rotor Generator Beban Linear, Non-Linear, Dan Linear+Non-Linear Setelah Short Circuit
−
( ) ( )
(4.2)
×
( ) ( )
⎝ P pf
= ( )+
P pf
= ( )+
( )
×
( )
( )
(4.3)
⎠ (4.4)
( ) ( )
×
( )
⎞ ⎟
( )
(4.5)
( ) ( )
Gambar 3.11. Perbandingan speed rotor generator 192 MVA beban linear, non-linear, dan linear+non-linear setelah short circuit.
IV. ANALISA HASIL PEMBEBANAN LINEAR DAN NON-LINEAR PADA SISTEM TENAGA LISTRIK A. Respon Tegangan, Arus, dan Speed Rotor Generator Beban Linear serta Non-Linear Sebelum Short Circuit Dari hasil simulasi pada kondisi sistem awal yaitu sebelum adanya short circuit, antara bus 8-9 didapatkan nilai tegangan, arus, serta speed rotor generator 192 MVA yang sama baik menggunakan beban linear, non-linear, dan linear + nonlinear. Karena daya pembangkitan dari ketiga generator masih bisa mengkover seluruh daya total dari beban (input = 567,5 MVA, output = 315 MVA). Dimana untuk beban linear, nonlinear, dan linear + non-linear, respon tegangan mengalami penurunan hingga 1,5% dari tegangan nominal, dimana nilai persentase tegangan ini masih memenuhi standar ANSI / IEEE yaitu ± 5% dari tegangan nominalnya. Dan respon arus puncak steady beban linear, non-linear, dan linear + non-linear sebesar 2300 A. Sedangkan untuk speed rotor generator 192 MVA dengan penggunaan beban linear, non-linear, dan linear + non-linear mengalami penurunan speed terbesar sebanyak
P pf
= ( )+
P pf
= ( )+
P pf
=
(
× )
Dimana disini 40 , 1 = 0,136
( )
( )
×
( )
(
( ) ( )×
( )
( )×
×
×
) ( ) ( )
× ×
( × ×
(
= 0,017 , .
Keterangan : P : Daya input (W) τpf : Post fault time constant (s) Tpf : Fault cleared time (s) E1 : Capacitive energy dissipated (pu)
Gambar 4.1. Pemodelan Beban Non-Linear.
(4.6)
( )
(4.7)
× ) (
×
)
× )
= 125
,
(4.8) =
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
6
B. Respon Tegangan, Arus, dan Speed Rotor Generator Beban Linear serta Non-Linear Setelah Short Circuit Dari Gambar 3.3, 3.4, dan 3.5 dapat dijelaskan bahwa setelah terjadinya short circuit terjadi perubahan respon tegangan dan arus yang cukup signifikan antara bus 8-9. Pada respon tegangan baik linear, non-linear, dan linear + nonlinear saat terjadi gangguan short circuit, respon tegangan mengalami penurunan hingga 20 kV (89.34%) dari tegangan nominalnya. Voltage sagging ini masih memenuhi standar SEMI-F47, dimana voltage sagging yang bernilai antara 70% dan 100% diperbolehkan terjadi selama 0,3 detik. Dan saat CB 1 dibuka dengan t = 0,085 sekon, respon puncak tegangan mengalami kenaikan hingga mencapai 320 kV (70.4%) untuk beban non-linear dan 285 kV (51,7 %) untuk beban linear, dan 300 kV (59,7 %) untuk beban linear+non-linear dari tegangan nominalnya. Saat reclosing CB 1 pada t = 0,2 sekon respon puncak tegangan menurun menjadi 205 kV (9,2 %) untuk beban non-linear dan 185 kV (1,5 %) untuk beban linear maupun linear+non-linear dari tegangan nominalnya, dan mencapai kondisi steady pada t = 8 sekon untuk beban non-linear dengan puncak tegangan bernilai 185 kV (1,5 %) dari tegangan nominalnya. Nilai tegangan memenuhi standar ANSI / IEEE yaitu ± 5 % dari tegangan nominalnya. Pada respon arus setelah terjadi gangguan short circuit dengan waktu 0,01-0,08 sekon, respon arus mengalami osilasi yang tidak menentu dan memiliki puncak arus tertinggi 2350 A saat t = 0,015 sekon untuk beban non-linear dan 2300 A saat t = 0,035 sekon untuk beban linear maupun linear+non-linear. Saat CB 1 dibuka dengan t = 0,085 sekon, respon arus mencapai 2500 A untuk beban non-linear dan 1200 A untuk beban linear maupun linear+non-linear. Kemudian saat CB 1 reclosing pada t = 0,2 sekon, respon puncak arus mencapai 2348 A dan telah mengalami keadaan steady baik linear, nonlinear, dan linear+non-linear. Dari Gambar 3.6, 3.7 dan 3.8 dapat dijelaskan speed rotor generator 192 MVA dengan penggunaan beban non-linear mengalami penurunan speed terbesar sebanyak 0,0012 pu (0,12 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0,1 sekon dan bila menggunakan beban linear terjadi penurunan speed terbesar sebanyak 0,0018 pu (0,18 % dari respon speed steadynya) pada saat t = 0,03 sekon, kemudian dengan beban linear +non-linear mengalami penurunan sebanyak 0.0017 pu (0.17 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0.4 sekon, kemudian speed rotor generator dengan beban non-linear mengalami kenaikan melebihi respon steady speed generator sebesar 0,0002 pu (0,02 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0,4 sekon dan bila menggunakan beban linear terjadi kenaikan speed sebanyak 0,0003 pu (0,03 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0,2 sekon, kemudian perlahan mencapai kondisi steady speed rotor generator sebesar 1 pu (1 pu = 3600 rpm) pada saat t = 0,7 s untuk beban non-linear, t = 0,3 s untuk beban linear, dan t = 0,8 s untuk beban linear+non-linear.
Gambar 4.2. Pemodelan Sistem 9 Bus 3 Mesin IEEE [4].
V. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari hasil analisis sistem tenaga listrik sebelum dan sesudah short circuit, dengan menggunakan beban linear maupun non-linear adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan beban non-linear pada sistem memberikan dampak lebih buruk jika dibandingkan beban yang lainnya, dimana respon speed rotor generator untuk beban non-linear lebih lama stabil (selisih waktu steady ± 0,4 sekon). 2. Terjadi perbedaan waktu ± 7,8 sekon antara respon tegangan dan arus untuk beban non-linear dibandingkan dengan beban lainnya. 3. Sebelum terjadinya gangguan (short circuit), tidak terjadi perbedaan respon antara tegangan, arus, dan speed rotor generator antara ketiga beban. Karena daya input lebih besar dari daya output (input = 567,5 MVA, output = 315 MVA). DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4] [5]
[6]
[7] [8]
Rylander, “Single-phase nonlinear power electronic load : Modeling and impact on power sistem transient response and stability,” Ph.D. dissertation, Elect. Eng. Dept., Univ. Texas, Austin, TX, May 2008. Matthew Rylander, W. Mack Grady, Ari Arapostathis, Edward J. Powers, “Power electronic transient load model for use in stability of electric power grids, “IEEE. Trans. Power Syst., vol. 25, no 2, May 2010. Stevenson, W.D, “Analisis Sistem Tenaga Listrik”, Diterjemahkan oleh Kamal Idris, Erlangga, Jakarta, 1996. Anderson, P.M., Fouad, A.A., 1982. Power Sistem Control and Stability, The Iowa State University Press. Masri, Syafrudin. (2004). Analisis Kualitas Daya Sistem Distribusi Tenaga Listrik Perumahan Moderen. Jurnal Rekayasa Elektrika, Volume 3 No. 2. Tersedia: http://www ftelektro.usk.ac.id/rekayasa/2004/321_2004.pdf. [06 Juni 2008]. Mohan, N., Undeland, TM., Robbins, WP. (2003). Power Electronics Converters, Applications and Design. Jhon Wiley & Sons. Zuhal. (2000). Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, Mochtar. (2001). Dasar-dasar Mesin Listrik. Jakarta: Djambatan.