ANALISIS SPASIAL UNTUK DATA PEKERJA ANAK DI PULAU JAWA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
YULIA PUSPITA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Spasial untuk Data Pekerja Anak di Pulau Jawa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015
Yulia Puspita Sari NIM G152130161
RINGKASAN YULIA PUSPITA SARI. Analisis Spasial untuk Data Pekerja Anak di Pulau Jawa dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dibimbing oleh ERFIANI dan FARIT MOCHAMAD AFENDI. Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.6 juta jiwa dan sekitar 82 juta orang diantaranya adalah penduduk usia anak (SP2010). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, yang mempunyai potensi yang harus dikembangkan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa di masa depan. Dalam UU No.23 Tahun 2002, disebutkan hak-hak yang didapatkan penduduk usia anak, namun di bidang ketenagakerjaan terdapat 3.4 juta jiwa anak berumur 10-17 tahun yang bekerja (BPS 2012). Pekerja anak merupakan masalah sosial bagi suatu negara, karena hal tersebut akan berdampak buruk pada kualitas penerus masa depan suatu negara. Tiga provinsi utama penyumbang terbesar jumlah pekerja anak adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, diduga adanya hubungan kedekatan wilayah dalam masalah pekerja anak. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kedekatan wilayah dalam masalah pekerja anak di Pulau Jawa, yaitu melihat kota/kab. mana yang menjadi wilayah hotspot dan coldspot, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Korelasi spasial dalam kajian ini dilihat berdasarkan nilai indeks moran. Plot pencaran moran digunakan untuk melihat korelasi spasial secara visual. Peubah yang digunakan dalam penyusunan model adalah peubah yang tidak saling berkorelasi. Data pekerja anak merupakan data cacahan dan memiliki sebaran poisson, oleh karena itu model hasil Analisis Regresi Poisson adalah model yang digunakan untuk melihat besaran nilai dugaan parameter setiap peubah penjelas. Uji Breusch Pagan (BP-Test) dilakukan untuk mengetahui keragaman spasial dalam data. Hasil BP-Test menunjukkan adanya keragaman spasial artinya model hasil Analisis Poisson tidak dapat digunakan secara umum untuk semua kota/kabupaten di Pulau Jawa, oleh karena itu digunakan analisis model lokal Regresi Poisson Terboboti Geografis (RPTG). Hasil penelitian menunjukkan model hasil Analisis Regresi Poisson mempunyai nilai AIC sebesar 385293, sedangkan Model lokal RPTG mempunyai nilai AIC sebesar 207010, berarti model terbaik adalah model lokal RPTG dalam masalah pekerja anak di Pulau Jawa. Model lokal RPTG juga sudah memenuhi asumsi non stasioner, hal tersebut terlihat dengan membandingkan nilai galat baku model Analisis Regresi Poisson dan nilai Jangkauan Antar Kuartil (JAK) model lokal RPTG. Tujuh peubah yang digunakan dalam penyusunan model Analisis Regresi Poisson dan model lokal RPTG sudah mewakili semua aspek (aspek anak, aspek keluarga dan aspek umum). Aspek anak dijelaskan oleh peubah angka tidak melanjutkan sekolah, angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP, dan anak yang berstatus menikah. Aspek keluarga diwakili oleh peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan, sedangkan aspek umum diwakili oleh peubah buta huruf dan Jumlah SMA. kata kunci :
Analisis Regresi Poisson, Pekerja Anak, Pulau Jawa, Regresi Poisson Terboboti Geografis (RPTG)
SUMMARY YULIA PUSPITA SARI. Spatial Analysis for the Child Labor Data in Java and the Factors that Influenced it. Supervised by ERFIANI and FARIT MOCHAMAD AFENDI. The population of Indonesia were 237.6 million people and about 82 million of whom are children population (SP,2010). Child is a person under 18 years old, which have the potential to be developed in order to active role in the development of the nation in the future. In Law No.23 of 2002, mentioned rights acquired children population, but in the field of employment are 3.4 million children aged 10-17 years old who worked (BPS 2012). Child labor is a social problem for a country, because it will have a negative impact on the quality of a country's future successor. Three contributor to the province's largest number of child workers in the provinces of West Java, Center Java and the East Java, suspected in a region close relationship problem of child labor. Thus this study aims to see the relationship closeness in the area of child labor problems in Java, which saw the city/regency where become a hotspot and coldspot area, and analyzes the factors that influence it. The spatial correlation in this study seen based on the value of the moran indexs, and to see the visually of spatial correlation is based on the moran scatter plot. Variables that are used in the preparation of the model are variables that are not multikolinear. The child labor data is a count and have a poisson distibution, so model of Poisson Regression Analysis is a model that is used to view the amount of the alleged value of the parameter of each explanatory variable. Breusch Pagan Test (BP-Test) was conducted to determine the presence of spatial diversity. BP-Test results indicate the existence of spatial diversity means Poisson model of analysis results can not be used in general for all cities/regencies in Java, therefore the local model analysis used Poisson Geographically Weighted Regression (GWPR). The results showed the model Poisson Regression Analysis results formed AIC has a value of 385293, while the local model GWPR AIC has a value of 207010, it means that the best model is the local model GWPR the child labor problem in Java. GWPR local models also has the assumptions of nonstationary, it is seen by comparing the standard error Poisson Regression Analysis models and the Inter Quartile Range (IQR) of GWPR. Seven variables used in the preparation of the Poisson regression analysis models and local models GWPR already represent all aspects (child, family and common ). The child aspects explained by the variable numbers of children do not attend school, primary school gross enrollment rate, gross enrollment rate of SMP, and children who are married. Family aspect is represented by the variable average monthly household expenditure (expand), while the common aspect is represented by variable illiterate and Total of SMA. Key words: Child Labor, Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR), Java Island, Poisson Regression Analysis,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
1
ANALISIS SPASIAL UNTUK DATA PEKERJA ANAK DI PULAU JAWA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
YULIA PUSPITA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
Judul Penelitian Nama NIM
: Analisis Spasial untuk Data Pekerja Anak di Pulau Jawa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya : Yulia Puspita Sari : G152130161
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Erfiani, MSi Ketua
Dr Farit Mochamad Afendi, SSi, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Indahwati, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 3 Juli 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Spasial untuk Data Pekerja Anak di Pulau Jawa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan tesis ini, terutama kepada : 1. Ibu Dr Ir Erfiani, MSi dan Bapak Dr Farit Mochamad Afendi, SSi, MSi selaku dosen pembimbing, 2. Ibu Dr Ir Indahwati, MSi selaku Ketua Program Studi Statistika Terapan IPB. 3. Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi, selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. 4. Orangtuaku Bapak H. Aman HS dan Ibu Hj. Nurhanah Tayip, Ayuk Yeri Suriani, SE, Kakak Muhammad Dahlan, Adik-adikku Yunita Febriani, SE dan Muhammad Dennoh, Uda dr.Syahrul J Sikumbang serta seluruh keluarga dan sahabat atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. 5. Seluruh Dosen Dapartemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi. 6. Seluruh staf administrasi Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini. 7. Keluarga Besar Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Statistika Terapan dan Statistika IPB. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Juli 2015 Yulia Puspita Sari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1
2
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Pekerja Anak
3
Indeks Moran Global
4
Plot Pencaran Moran
4
Regresi Poisson
5
Uji Breusch Pagan (BP-Test)
7
Fungsi Pembobot Kernel
7
Regresi Terboboti Geografis (RTG)
8
Regresi Poisson Terboboti Geografis (RPTG)
8
Akaike Information Criterion (AIC) 3
3
METODE PENELITIAN
10 12
Data
12
Prosedur Analisis Data
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
15
5
Eksplorasi Data
15
Identifikasi Hotspot dan Coldspot
16
Analisis Regresi Poisson
17
Interpretasi Dugaan Parameter Model Regresi Poisson
18
Uji Keragaman Spasial
20
Pemilihan Bandwidth Optimum
20
Analisis Model Lokal RPTG
21
Pemetaan Spasial Model Lokal RPTG
22
SIMPULAN DAN SARAN
33
Simpulan
33
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
34 36 40
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Peubah-Peubah Penjelas Hasil Analisis Regresi Poisson Nilai Galat Baku Analisis Regresi Poisson dan JAK RPTG
12 18 21
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kuadran Plot Pencaran Moran Peta Sebaran Pekerja Anak di Kota/kab. di Pulau Jawa Plot Pencaran Moran Persentase Pekerja Anak Peta Dugaan Parameter Angka Tidak Melanjutkan Sekolah Peta Dugaan Parameter Angka Partisipasi Kasar SD Peta Dugaan Parameter Angka Partisipasi Kasar SMP Peta Dugaan Parameter Buta Huruf Peta Dugaan Parameter Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perbulan Peta Dugaan Parameter Anak Berstatus Menikah Peta Dugaan Parameter Jumlah SMA
5 15 17 23 25 25 28 29 30 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 5
Algoritma Penelitian Peta Pulau Jawa dengan 34 Kota dan 84 Kabupaten Ringkasan Output Model Lokal RPTG Kode Observasi Amatan (Kota/Kabupaten di Pulau Jawa)
36 37 38 39
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal (1) Ayat (1) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak-anak adalah penduduk usia muda yang mempunyai potensi yang harus dikembangkan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa dimasa depan. Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) diketahui bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237.6 juta jiwa, dari jumlah tersebut, sekitar 82 juta orang atau sekitar 33.4% diantaranya adalah penduduk usia anak. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi untuk anak adalah berinvestasi untuk sepertiga lebih penduduk Indonesia. Di bidang ketenagakerjaan, masih ada 3.4 juta jiwa anak berumur 10-17 tahun yang bekerja (BPS 2013). Pekerja anak merupakan masalah sosial bagi suatu negara, karena hal tersebut akan berdampak buruk pada kualitas penerus masa depan suatu negara. Penelitian sebelumnya antara lain penelitian Usman (2005), Nurwati (2008), Pratiwi (2009) dan Akmal (2010). Usman (2005) meneliti kondisi pekerja anak-anak, mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya dan melihat karakteristik pekerja anak yang mengalami eksploitasi. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Regresi Logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin rendah rata-rata pengeluaran per kapita rumah tangga perbulan, karakteristik kepala rumah tangga, tempat tinggal, dan jenis kelamin anak yang menyebabkan semakin tinggi resiko anak untuk bekerja. Penelitian Nurwati (2008) mengkaji kontribusi yang diberikan pekerja anak kepada keluarga dan seberapa besar pengaruh peubah kondisi sosial dan ekonomi terhadap motivasi pekerja anak dalam membantu keluarga. Penelitian ini menggunakan metode Eksplanatory Research. Hasil penelitian ini menunjukkan kondisi ekonomi keluarga lebih dominan berpengaruh terhadap pekerja anak. Penelitian Pratiwi (2009) melihat perkembangan pekerja anak dari peubah-peubah yang diteliti menggunakan metode Analisis Regresi Logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pekerja anak di Sumatera Barat. Penelitian Akmal (2012) melihat gambaran ketenagakerjaan di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan Analisis Regresi Data Panel dengan metode Fixed Effect. Hasil penelitian ini menunjukkan tahun 2003-2007 terjadi peningkatan jumlah pekerja di Indonesia, dan PDRB dan UMP berpengaruh signifikan. Keempat penelitian tersebut hanya menganalisis gambaran pekerja anak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya saja tanpa melihat adanya ketergantungan antar wilayah. Analisis Spasial merupakan suatu analisis untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh kedekatan wilayah. Sehingga pada penelitian ini peneliti menambahkan efek lokasi dengan menggunakan model spasial. Jumlah anak yang bekerja merupakan data cacahan (count data) dan kejadian anak yang bekerja merupakan kejadian yang mempunyai sebaran peluang poisson, sehingga digunakan Analisis Regresi Poisson untuk menganalisisnya. Untuk masalah spasialnya akan digunakan Analisis Regresi
2 Poisson Terboboti Geografis (RPTG) karena peubah respon memiliki sebaran poisson dan tidak stasioner. Penelitian pendahuluan Sari dan Erfiani (2015) melihat hubungan spasial pada data pekerja anak di Indonesia. Penelitian ini menggunakan Analisis Spasial dengan dua matriks pembobot, yaitu pembobot Queen dan pembobot Euclid Distance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada ketergantungan spasial antara provinsi di Indonesia dalam masalah pekerja anak, nilai indeks moran yang diperoleh adalah 0.19969 dengan hasil pemodelan terbaik menggunakan matriks pembobot Euclid Distance. Masalah pekerja anak cakupannya tidak seluas pekerja yang memang dalam usia kerja, dan pergerakan anak yang bekerja hanya pada daerah sekitar tempat tinggalnya saja, hal tersebut terbukti dengan nilai indeks moran yang tidak terlalu besar pada level nasional. Selain itu, 3 provinsi utama penyumbang terbesar jumlah pekerja anak adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada penelitian ini peneliti hanya melakukan kajian masalah pekerja anak pada kota/kab. di Pulau Jawa.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi hotspot dan coldspot kota/kab. di Pulau Jawa dalam masalah pekerja anak; (2) Menyusun model Regresi Poisson dan model lokal RPTG; (3) Membandingkan model Regresi Poisson dan model lokal RPTG data pekerja anak di Pulau Jawa dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Pekerja Anak Anak merupakan karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara karena anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa. Anak merupakan salah satu modal sumberdaya manusia, jika dipenuhi semua kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Sesuai dengan isi Pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pemenuhan kebutuhan ini akan membentuk anak tumbuh menjadi manusia berkualitas. Sebaliknya jika kebutuhan anak tidak terpenuhi, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas hidup anak sehingga sebagian dari mereka akan menimbulkan masalah bagi keluarga, masyarakat, maupun negara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sakernas, dapat didefinisikan bahwa pekerja anak adalah seorang anak yang berusia 10-17 tahun yang bekerja, baik di sektor formal atau sektor informal. Seorang anak dianggap bekerja jika mereka bekerja minimal satu jam secara berturut-turut dalam periode seminggu yang lalu dan pekerjaan itu dilakukan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan dalam bentuk uang maupun barang (BPS 2013). Artinya, pekerjaan yang dilakukan responden dianggap sama, baik sebagai pekerja formal atau pekerja informal. Pada tahun 2011 penduduk Indonesia berumur 0-17 tahun mencapai 82.6 juta atau sebesar 33.9% dari keseluruhan penduduk, artinya sepertiga dari penduduk Indonesia masih membutuhkan perlindungan baik oleh keluarga, masyarakat ataupun negara. Untuk menjamin terpenuhinya hak anak, maka anak yang bekerja perlu mendapat perlindungan. Aturan internasional dan hukum yang mengatur tentang pekerja anak, diantaranya Konvensi International Labour Organization (ILO) No.138 tentang umur minimum pekerja anak dan Konvensi No.182 tentang pelarangan dan tindakan cepat untuk penghapusan segala bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Pada tahun 2011, ILO mencatat ada sekitar 215 juta pekerja anak di seluruh dunia dimana sekitar 115 juta di antaranya bekerja pada pekerjaan yang berbahaya. Hak-hak mereka sebagai anak juga terlanggar karena sebagian dari mereka bekerja penuh, mereka tidak sekolah, tidak memiliki kesempatan untuk bermain bahkan mendapat perawatan dan nutrisi yang tidak memadai (www.ILO.org). Di Indonesia aturan hukum tentang pekerja anak tertuang dalam Pasal 68 hingga Pasal 75 UU No. 23 Tahun 2003. Pasal 68 secara tegas menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Namun pada pasal 69 tertuang beberapa pengecualian di antaranya anak usia 13 hingga 15 tahun dapat melakukan pekerjaan ringan asalkan tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial anak. Selanjutnya pada Pasal 74 disebutkan mengenai beberapa jenis pekerjaan yang dilarang dilakukan oleh anak-anak. Hasil Survei Pekerja Anak (SPA) yang merupakan kerjasama antara BPS dan ILO pada tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4.1 juta anak usia 5-17 tahun yang bekerja.
4 Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2011, terdapat 3.4 juta anak berumur 10-17 tahun pada 33 provinsi di Indonesia yang bekerja. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau besar, yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua dan banyak kepulauan kecil lainnya. Luasnya wilayah Indonesia berbanding lurus dengan banyaknya jumlah penduduk. Dalam permasalahan pekerja anak, 3 provinsi utama yang menjadi penyumbang terbesar jumlah pekerja anak berada di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan Provinsi Banten adalah provinsi dengan tingkat ekses suplai tenaga kerja yang paling besar (BPS 2013). Pulau Jawa merupakan salah satu pulau besar di Indonesia dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang besar pula. Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Banten. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi tingginya jumlah pekerja anak di Pulau Jawa, salah satunya adalah ketimpangan ekonomi di kota dan kabupaten di Pulau Jawa. Kondisi perekonomian yang rendah di suatu kota/kab. membawa banyak masalah sosial bagi kota/kab. tersebut. Keikutsertaan anak-anak dalam dunia kerja besar kemungkinan disebabkan karena keterdesakan kebutuhan ekonomi keluarga. Membantu ekonomi keluarga merupakan salah satu alasan yang dijadikan seorang anak untuk ikut bekerja, sedangkan anak yang melakukan tindak kriminal lebih karena faktor sosial pergaulan dan kenakalan anak.
Indeks Moran Global Indeks Moran Global adalah salah satu indikator tertua dalam autokorelasi spasial. Perhitungan nilai indeks moran disesuaikan pada titik dengan peubah kontinu yang saling terkait dengan titik tersebut, yaitu dengan membandingkan nilai peubah pada setiap lokasi satu dengan nilai di semua lokasi lain. Berikut persamaan dari indeks moran: =
∑ ∑ (∑ ∑
,
(
,
)∑ (
)(
)
)
(1)
Dengan N = Banyaknya data, X = Nilai peubah pada suatu lokasi tertentu, Xj= Nilai peubah di lokasi lain, = rata-rata dari peubah, W ij= matriks pembobot (Moran 1950).
Plot Pencaran Moran Plot pencaran moran menyediakan suatu analisis eksplorasi secara visual untuk mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin 1988). Hasil yang ditampilkan adalah data yang telah dibakukan dalam z-score. Perolehan z-score ini merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai (rataan) harapan dari peubah yang memiliki persamaan sebagai berikut:
5 (2)
=
xi adalah nilai dari peubah yang diamati di lokasi , ̅ merupakan nilai rataan dari peubah pada semua lokasi, dan Sx adalah simpangan baku dari peubah respon. Plot pencaran moran disajikan berbasis pada data z-score suatu lokasi pada sumbu (x), dan nilai z-score rata-rata tetangganya pada sumbu (y). Secara visual plot pencaran moran terbagi atas 4 kuadran :
Gambar Gambar1 1Kuadran KuadranPlot PlotPencaran PencaranMoran Moran Berdasarkan Gambar 1, maka plot pencaran moran dibagi menjadi 4 kuadran, kuadran pertama terletak di kanan atas yang disebut juga kuadran highhigh (HH), artinya memiliki autokorelasi positif karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Kuadran kedua, terletak dikanan bawah yang disebut kuadran high-low (HL), artinya memiliki autokorelasi negatif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola outliers dengan nilai pengamatan tinggi (hotspot). Kuadran ketiga, terletak di kiri bawah yang disebut kuadran low-low (LL), artinya memiliki autokorelasi positif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Kuadran keempat, terletak di kiri atas yang disebut kuadran low-high (LH), artinya memiliki autokorelasi negatif, karena nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pengamatan ini dikenal dengan wilayah coldspot.
Regresi Poisson Regresi Poisson merupakan regresi non linear dengan peubah respon (Y) yang mempunyai sebaran peluang poisson dan merupakan data count (cacahan). Misalkan peubah cacah Y menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi dalam suatu periode waktu atau wilayah tertentu. Sebaran poisson ditentukan oleh fungsi peluang (Fleiss et al. 2003): , = 0,1,2, … (3) ( = | )= ! Misalkan , … , merupakan contoh acak dari sebaran peluang poisson dengan rata-rata . Fungsi massa peluang dinyatakan sebagai berikut: ( | )=
!
(4)
6 Misalkan = ′ merupakan komponen sistematik yang merupakan fungsi linear dari peubah penjelas X dan parameter yang tidak diketahui, dihubungkan dengan melalui fungsi penghubung ℎ( ) = dengan ℎ( ) = . Selanjutnya untuk mempermudah perhitungan dalam menduga koefisien parameter regresi poisson yaitu dengan memaksimumkan fungsi kemugkinan: l =l(µ;y) ∑
{
log( ) −
(5)
− log( !)}
model regresi poisson dengan fungsi penghubung untuk sebaran poisson adalah sebagai berikut: ln( ̂ ) = = ̂ = exp( )
̂ adalah penduga respon dari model regresi poisson dengan ukuran n x 1. b adalah vektor koefisien penduga parameter regresi poisson dengan ukuran vektor (j+1) x 1, dan X adalah matriks peubah penjelas berukuran n x (j+1), dengan j adalah banyaknya parameter yang diduga. Pendugaan koefisien parameter pada regresi poisson menggunakan metode Iterative Weight Least Square (IWLS) dengan persamaan sebagai berikut: =(
)
X adalah peubah penjelas dan W adalah pembobot dalam matriks diagonal, = ( ) ∅ , sehingga =( = ( − ). ) dan dengan
( − ) adalah vektor dari
(
kembali formulas terbaru yaitu: =
=(
=(
+(
)
)
)
−
), sehingga dapat dinyatakan ℎ
+
( − ) ℎ
( − )
(6)
dengan = + (( − )/ , dan = adalah perdiktor linear. Sehingga model Regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut: log = + + ⋯+ + (7) merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke-i dan i=1,2,…,n. Sebaran peluang jumlah kejadian dari peristiwa dalam interval waktu yang tetap adalah poisson dengan mean µ = λt, sedangkan λ adalah tingkat terjadinya peristiwa per satuan waktu dan t adalah lamanya interval waktu kejadian. Proses tersebut merupakan Proses Poisson (Hardin and Hilbe 2006). Dalam beberapa kejadian data cacahan terdapat perbedaan waktu atau jumlah populasi antar pengamatan, misalkan data kasus gizi buruk pada setiap kota di suatu provinsi. Pada data kasus gizi buruk, jumlah kejadian gizi buruk tiap kota tidak dapat langsung dianggap sama karena jumlah penduduk total tiap kota pasti berbeda, sehingga perlu memasukkan jumlah penduduk total sebagai penimbang
7 data. Penimbang yang digunakan sering disebut dengan offset (Anderson 2004) , sehingga persamaan (3) menjadi: log(
)=
+
log μ = log Pada Persamaan (4),
+⋯+
+
+
+ ⋯+
+
+
(8)
merupakan penimbang data (offset).
Uji Breusch Pagan (BP-Test) Keragaman spasial disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik antar wilayah pengamatan, yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan BP-Test (Anselin 1988). Breusch and Pagan (1979) dalam Arbia (2006) mengusulkan bentuk umum dari homoskedasitas dinyatakan dengan persamaan berikut:
Dengan
=(
,
(
,
| )=
+
+
…+
) adalah konstanta, Xi adalah konstanta regresi
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : = = =0 H1 : ∃ , ≠ 0 , i = (2, 3,..., k) dengan H0 ,diasumsikan
=
= konstan.
Statistik Uji Breusch Pagan adalah : =
(∑
) + (∑
) + (∑
)
(9)
dengan = − 1 ; =( − ) dan =∑ , Tolak H0 jika nilai BP < ᵡ ( − 1) dengan derajat bebas k-1 (k adalah banyaknya peubah penjelas) atau jika nilai p < α (Arbia 2006). Fungsi Pembobot Kernel Pendugaan parameter setiap peubah penjelas pada regresi spasial tidak hanya bergantung pada data namun juga bergantung terhadap pembobot yang digunakan serta lebar ukuran kedekatan (bandwidth) dari kernel itu sendiri. Fungsi pembobot kernel yang digunakan adalah kernel bi-square (Fotheringham et al. 2002). Berikut fungsi dari kernel bi square:
8 =
[1 − (
( ))
0
) ;
>
≤
( )
( )
(10)
Dengan wij adalah pembobot fungsi kernel dari pengamatan lokasi j untuk menduga koefisien pada lokasi i. dij merupakan jarak euclidean antara lokasi i ditulis (ui,vi) ke lokasi j ditulis (uj,vj), sedangkan bi(k) adalah nilai bandwidth optimal (Fotheringham et al 2002). Untuk menghitung jarak euclid digunakan persamaan berikut: = ( − ) + ( − ) (11) Regresi Terboboti Geografis (RTG) Dalam Fotheringham et al. 2002, dijelaskan bahwa RTG adalah pengembangan dari model regresi spasial, yang menghasilkan model dan nilainilai penduga yang bersifat lokal untuk setiap lokasi pengamatan, artinya bahwa model yang dihasilkan adalah model yang unik. Model RTG didefinisikan sebagai berikut: =
( ,
)+ ∑
( ,
)
(12)
+
dengan β0 (ui,vi) adalah nilai intersep model regresi RTG, βk adalah vektor koefisien regresi dan (ui,vi) menyatakan titik koordinat (longitude, latitude) lokasi ke-i.
Regresi Poisson Terboboti Geografis (RPTG) RPTG merupakan bentuk pengembangan dari RTG, dimana sebaran peubah respon adalah sebaran poisson. Berdasarkan teknik dalam RTG, kita dapat mengkalibrasi model ini dengan metode regresi kernel yang kita duga dengan memperhalus variasi geografis dari parameter dengan menggunakan pembobot kernel (Nakaya et al. 2005). Model RPTG menotasikan vektor koordinat lintang dan bujur (ui,vi) sebagai berikut: ~
[
exp(
( ,
)+∑
( ,
)
,
)]
Dengan adalah peubah offset dari lokasi ke-i. Penaksiran parameter RPTG menggunakan Penduga Kemungkinan Maksimum. Langkah-langkah untuk menduga koefisien dari RPTG yaitu : 1. Membuat fungsi kemungkinan dari sebaran poisson berdasarkan jumlah dari peubah respon, yaitu: ( )=∏
( , ) ( ( , )) !
(13)
9 dengan ( , ) =
(
)
2. Memaksimumkan fungsi kemungkinan persamaan (13): ( ) = −∑
exp(
)+∑
(
)−∑
( ,
) +∑
ln
!
3. Karena observasi dalam RPTG terboboti sesuai dengan kedekatannya dengan wilayah lain, sehingga bentuk maksimum dari fungsi kemungkinan menjadi: ∗
( ,
) = −∑ ∑
ln
exp !
( , )
( ,
) −
(14)
4. Melakukan turunan parsial dari persamaan (14) berdasarkan parameter ( , ) dengan hasilnya sama dengan nol dan dilakukan dengan iterasi (Fotheringham et al. 2002): ∗
( , ) = − ′( , )
exp
( ,
) +
()
′ ( ,
(
, )
=0
5. Untuk mengatasi masalah dalam melakukan langkah 4 dapat dilakukan dengan memodifikasi prosedur lokal fisher scoring yaitu dengan Iteratively Reweighted Least Squares (IRLS). Pada prosedur local scoring perhitungan matriks kuadrat terkecil diulangi sampai diperoleh parameter yang konvergen. (
)
(
( ,
)= ′ ( ,
) ( ,
)
)
) ( ,
)
()
( ,
)
()
(15)
)
adalah dugaan vektor parameter lokal khusus pada lokasi ke-i. Vektor pendugaan parameter lokal khusus di lokasi ke-i pada saat iterasi ke-l didefinisikan sebagai berikut: () () () ( , )= ( , ), ( , ). . . ( , ) X adalah matriks dari peubah penjelas, dan X’ adalah matriks transpose dari X: … 1 … 1 = ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ … 1 ()
Diagonal matriks pembobot spasial untuk lokasi ke-i adalah: ,… ( , ) = diag [ , ]
(16)
dan ( , )( ) asosiasi keragaman pembobot dengan fisher scoring untuk setiap wilayah ke-i:
10 ( ,
)( ) =
()
( ,
) ,
()
( ,
) ,…
()
( ,
Sehingga vektor dari peubah respon menjadi: )( ) =
( ,
()
( ,
) ,
()
( ,
) ,…
()
( ,
)
)
(17) (18)
dengan mengulang iterasi untuk semua lokasi i maka akan diperoleh dugaan parameter lokal. Jika telah konvergen, menjadi persamaan berikut: −1 ( , )=( ′ ( , ) ( , ) ) ′ ( , ) ( , ) ( , )
(19)
Galat baku dari dugaan ke-k parameter RPTG adalah sebagai berikut: ( ,
dengan
) =
( ( ,
( ( ,
)) = ( ,
(20)
))
) ( ,
kovarian dari dugaan parameter regresi. dan ( ,
) [ ( ,
) ]′ adalah matriks varian
−1 )=( ′ ( , ) ( , ) ) ′ ( , ) ( , )
Untuk melakukan uji signifikansi parameter dalam RPTG dihitung dengan persamaan berikut: ( , ) (21) ( , )= ( , ) (
)
Hipotesis yang diuji:
H0 =
( ,
H1 = ada
)=0
( ,
) ≠ 0; ( = 0,1, … , ( − 1))
Threshold dari nilai p untuk uji signifikansi yang efektif dengan |t|>1.96 dengan α=5% (Nakaya et al. 2005).
Akaike Information Criterion (AIC) Pemilihan model terbaik juga dapat diperoleh dengan melihat nilai R 2 yang terbesar dan nilai AIC terkecil ( Fotheringham et al. 2002). Pemilihan model terbaik dengan menggunakan nilai AIC terkecil dapat dituliskan sebagai berikut (Fotheringham et al. 2002) : AIC = 2
( )+
(2 ) +
( )
(22)
Nilai yang diperoleh dari urutan kedua varian AIC disebut AICc (AIC terkoreksi). Bila ukuran unit pengamatan besar yang berkaitan dengan jumlah penduga parameter atau jika rasio n/K kecil maka AICc menjadi lebih baik dibandingkan dengan AIC. Namun jika rasio n/K besar maka AIC dan AICc dapat digunakan,
11 jika selisih antara keduanya kurang dari atau sama dengan 2 model adalah model terbaik. Sebaliknya, jika selisih keduanya lebih dari 2 maka model terbaik adalah dengan AICc minimum (Nakaya et al. 2005).
12
3 METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu data hasil Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2013 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 118 kota/kab. di Pulau Jawa. Jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun merupakan peubah respon. Peubah penjelas yang digunakan sebanyak 17 peubah yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Peubah-Peubah Penjelas Simbol Nama Peubah Penjelas x1 ATMS
Deskripsi Peubah Penjelas
Satuan Peubah
Angka tidak melanjutkan sekolah
Persentase
x2
APKSD
Angka partisipasi kasar sekolah dasar
Persentase
x3
APKSMP
Persentase
x4
APKSMA
x5
Buruf
Angka partisipasi kasar sekolah menengah pertama Angka partisipasi kasar sekolah menengah atas Persentase penduduk buta huruf
x6
Expand
Persentase Persentase Rupiah
x7
Rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan Dukmiskin Jumlah penduduk miskin
x8
KRTInf
Orang
x9
KRTfor
x10
KRTSD
x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17
Kepala rumah tangga yang bekerja informal Kepala rumah tangga yang bekerja formal
Persentase
Orang
Jumlah kepala rumah tangga yang tidak lulus sekolah dasar KRTSMP Jumlah kepala rumah tangga yang tidak lulus sekolah menengah pertama KRTSMA Jumlah kepala rumah tangga yang tidak lulus sekolah menengah atas KRTTKer Jumlah kepala rumah tangga yang tidak bekerja ASN Jumlah usia 10-17 tahun yang berstatus menikah/pernah menikah Jumlah SD Jumlah gedung sekolah dasar (SD)
Orang
Jumlah SMP Jumlah SMA
Unit
Jumlah gedung sekolah menengah pertama (SMP) Jumlah gedung sekolah menengah atas (SMA)
Orang Orang Orang Orang Unit
Unit
13 Pekerja anak adalah anak yang bekerja minimal satu jam berturut-turut, dalam periode seminggu yang lalu dan pekerjaan itu dilakukan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan dalam bentuk uang maupun barang (BPS 2013). Pada kuesioner sakernas, dari setiap rumah tangga terpilih dikumpulkan keterangan mengenai keadaan umum setiap anggota rumah tangga yang mencakup nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, jenis kelamin, dan umur. Khusus untuk anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun ke atas akan ditanyakan keterangan mengenai status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pengangguran dan pengalaman kerja. Sehingga data pekerja anak yang diperoleh hanya terbatas pada data pekerja anak yang berusia 10-17 saja. Beberapa peubah penjelas yang digunakan adalah peubah-peubah yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Peubah-peubah penjelas di atas dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu aspek anak, aspek keluarga, aspek umum. Aspek anak terdiri dari angka tidak melanjutkan sekolah, angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP, angka partisipasi kasar SMA, anak berstatus menikah. Aspek keluarga terdiri dari rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan, kepala rumah tangga yang bekerja informal, kepala rumah tangga yang bekerja formal, kepala rumah tangga yang tidak lulus SD, kepala rumah tangga yang tidak lulus SMP, kepala rumah tangga yang tidak lulus SMA, kepala rumah tangga yang tidak bekerja. Aspek umum terdiri dari persentase penduduk buta huruf, jumlah penduduk miskin, jumlah SD, jumlah SMP dan jumlah SMA.
Prosedur Analisis Data Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Eksplorasi data peubah respon dan data peubah-peubah penjelas; 2. Mengidentifikasi hotspot dan coldspot berdasarkan plot pencaran moran. 3. Analisis Regresi Poisson 3.1 Pemilihan peubah-peubah penjelas yang tidak multikolinear. Cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinear yaitu dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai VIF>10 maka dikatakan bahwa terdapat multikoliear (Kutler et al. 2005). Langkah memilih peubah penjelas dilakukan dengan melakukan Analisis Regresi Poisson dengan melihat nilai VIF dari 17 peubah penjelas. Peubah penjelas yang memiliki nilai VIF>10 tidak diikutsertakan dalam penyusunan model. 3.2 Menyusun model Analisis Regresi Poisson, dengan langkah sebagai berikut: a) Gunakan peubah penjelas yang telah terpilih dari langkah 3.1; b) Memilih peubah penjelas yang signifikan terhadap peubah respon, yaitu nilai p dugaan parameternya kurang dari α=5%; c) Menyusun model Analisis Regresi Poisson dari kombinasi peubah yang telah signifikan; d) Menginterpretasikan dugaan parameter model Analisis Regresi Poisson yang telah dibuat. 4. Melakukan uji keragaman spasial dengan Uji Breusch Pagan (BP-Test);
14 5.
6. 7. 8. 9.
Melakukan analisis modal lokal dari RPTG, dengan langkah sebagai berikut: a) Menentukan nilai longitude dan nilai latitude (ui,vi) untuk setiap kota dan Kab. di Pulau Jawa; b) Menentukan nilai bandwidth optimum berdasarkan nilai AICc yang minimum; c) Menghitung matriks pembobot dengan metode fungsi kernel adaptive bisquare untuk tiap kota dan Kab. di Pulau Jawa; d) Menduga parameter model lokal RPTG e) Melakukan tes non-stasioner terhadap model lokal RPTG yaitu dengan membandingkan nilai Jangkauan Antar Kuartil (JAK) model lokal RPTG dan nilai galat baku dari model Analisis Regresi Poisson; f) Menyusun model lokal RPTG untuk tiap kota dan Kab. di Pulau Jawa Membandingkan kebaikan model Analisis Regresi Poisson dengan model lokal RPTG, dengan menggunakan kriteria kebaikan berdasarkan nilai AIC yang terkecil; Membuat peta keragaman spasial berdasarkan dugaan parameter model lokal RPTG; Menginterpretasikan peta keragaman spasial; Membuat kesimpulan.
Algoritma dari penelitian disajikan pada Lampiran 1. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 13, R.9.2.9, GWR 4.0, dan ArcGIS 3.2.
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi, yakni Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Jumlah kota dan kabupaten di Pulau Jawa sebanyak 34 kota dan 84 kabupaten yang tersaji pada Lampiran 2. Dalam masalah pekerja anak diketahui bahwa tiga provinsi penyumbang terbanyak jumlah pekerja anak adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pekerja anak merupakan salah satu masalah besar dari suatu negara, banyak faktor yang menjadikan seorang anak bekerja. Salah satu langkah awal untuk melakukan kebijakan dalam penanganan masalah pekerja anak, yaitu dengan melihat sebaran pekerja anak di setiap wilayah, yaitu mengetahui sebaran pekerja anak di masing-masing kota/kab. di Pulau Jawa.
Gambar 2 Peta Sebaran Pekerja Anak di Kota/kab. di Pulau Jawa Sebaran persentase pekerja anak di kota/kab. di Pulau Jawa terlihat pada Gambar 2. Sebaran persentase pekerja anak di Pulau Jawa dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori tinggi (11.8%-20.6%), kategori sedang (6.4%-11.7%) dan kategori rendah (0.73%-6.3%). Berdasarkan Gambar 2, dapat diketahui kota/kab. yang memiliki jumlah pekerja anak yang tinggi. Hal tersebut dapat dijadikan acuan untuk menjadikan Kab./kota tersebut sebagai prioritas utama untuk dilakukannya penanganan. Oleh sebab itu pentingnya mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap jumlah pekerja anak agar dapat digunakan untuk membuat suatu program untuk mengatasinya. Berdasarkan Gambar 2 juga terlihat keragaman dari pekerja anak di setiap kota/kab. di Pulau Jawa, semakin gelap warna pada kota/kab. mengindikasikan semakin tinggi persentase pekerja anak di kota/kab. tersebut. Persentase pekerja anak tertinggi terdapat di Kab. Blitar (20.60%), Kab. Klaten (19.61%) dan Kab. Wonosobo (18.28%), sedangkan persentase pekerja anak terendah terdapat di Kota Cirebon (0.73%), Kab. Sidoarjo (1.54%) dan Kota Kediri (1.97%). Pada Gambar 2 terlihat persentase pekerja anak di setiap wilayah yang bertetanggaan tampak mirip, hal tersebut dapat menjelaskan bahwa adanya pengaruh spasial dalam masalah pekerja anak di Pulau Jawa. Berdasarkan banyaknya pekerja anak di suatu wilayah dapat memberikan pengaruh banyak pula pekerja anak di daerah sekitarnya. Misalnya, beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat dipengaruhi oleh Provinsi DKI Jakarta. Kab. Bojonegoro merupakan daerah dengan persentase
16 pekerja anak tinggi dan dikelilingi oleh wilayah yang tinggi pula persentase pekerja anak, seperti Tuban, Blora, Lamongan, Nganjuk, Ngawi, Mojokerto dan Madiun. Pada Gambar 2 juga terlihat beberapa kota/kab. yang memiliki persentase pekerja anak rendah namun daerah sekitarnya tinggi, seperti Kota Malang dan Kota Batu dengan persentase jumlah pekerja anak yang rendah namun dikelilingi oleh Kab. Malang, Blitar, Kediri dan Pasuruan dengan persentase pekerja anak yang tinggi. Persentase angka tidak melanjutkan sekolah tertinggi terdapat di Kab. Batang (16.92%) dan persentase terendah terdapat di Kab. Sleman (0.22%). Persentase angka partisipasi kasar SD tertinggi adalah Kab. Purworejo (116.96%) dan terendah adalah Kota Salatiga (98.31%). Persentase tertinggi angka partisipasi kasar SMP dan angka partisipasi kasar SMA masing-masing berada di Kab. Lamongan (115.58%) dan Kab. Bantul (111.44%), sedangkan persentase terendahnya yaitu di Kab. Bangkalan (70.99%) dan di Kab. Purbalingga (36.81%). Persentase buta huruf tertinggi terdapat di Kab. Sampang (22.27%) dan terendah di Kota Cimahi (0.16%). Rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan tertinggi di Kota Jakarta Selatan yaitu sebesar Rp. 9.131.861,-, dan yang terendah sebesar Rp. 1.400.752,- yaitu di Kab. Sumenep. Persentase penduduk miskin terbanyak terdapat di Kab. Bogor (499.1%) dan terendah di Kepulauan Seribu (2.5%). Jumlah kepala rumah tangga yang bekerja informal terbanyak di Kab. Bogor (536.660 orang) dan terendah di Kepulauan Seribu (2.442 orang). Sama halnya dengan jumlah kepala rumah tangga yang bekerja informal, jumlah kepala rumah tangga yang bekerja formal dan kepala rumah tangga yang tidak lulus SD tertinggi juga terdapat di Kab. Bogor yaitu masing-masing 757.525 orang dan 336.941 orang sedangkan terendahnya juga di Kepualauan Seribu yaitu masing-masing 3.171 orang dan 982 orang. Jumlah kepala rumah tangga yang tidak lulus sekolah menengah pertama, jumlah kepala rumah tangga yang tidak lulus sekolah menengah atas, dan Jumlah kepala rumah tangga yang tidak bekerja tertinggi berada di Kab. Bogor dan terendahnya di Kepulauan Seribu. Sama halnya untuk Jumlah anak berstatus menikah, jumlah fasilitas sekolah baik jumlah SD, jumlah SMP, maupun Jumlah SMA tertinggi berada di Kab. Bogor dan jumlah terendah berada di Kepulauan Seribu.
Identifikasi Hotspot dan Coldspot Nilai indeks moran yang di peroleh adalah -0.025 hal ini menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi spasial negatif, artinya area yang berdekatan tidak mirip. Identifikasi hotspot dan coldspot dilakukan dengan melihat pada plot pencaran moran. Pada Gambar 3 dapat diketahui kota/kab. yang menjadi wilayah hotspot dan wilayah coldspot. Nama kota/kab. di Pulau Jawa ditampilkan dalam kode amatan, yang disajikan pada Lampiran 4.
17
Gambar 3 Plot Pencaran Moran Persentase Pekerja Anak Kota/kab. yang menjadi hotspot adalah kota/kab. yang terdapat pada kuadran kedua, artinya memiliki autokorelasi negatif karena nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Kota/kab. yang menjadi hotspot antara lain Kota Jakarta Pusat, Kab. Tasikmalaya, Kepulauan Seribu, Kab. Bandung, Kab. Pemalang, Kab. Cianjur, Kota Bekasi, Kab. Bogor, Kab. Purbalingga, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kota Sukabumi, Kab. Banyumas, Kab. Ciamis, Kab. Cilacap, Kota Cimahi dan Kab. Demak. Beberapa kota/kab. yang menjadi hotspot ini, merupakan kota/kab. yang memiliki persentase pekerja anak yang tinggi namun dikelilingi oleh kota/kab. yang memiliki persentase pekerja anak yang dalam kategori rendah. Wilayah coldspot yaitu kota/kab. yang memiliki persentase pekerja anak yang rendah namun dikelilingi oleh kota/kab. yang persentase pekerja anak tinggi. Beberapa kota/kab. tesebut antara lain Kota Kediri, Kota Malang, Kab. Subang, Kab. Bekasi, Kab. Pacitan, Kab. Trenggalek, Kab. Sukoharjo, Kab. Lamongan, Kab. Magelang, Kab. Blitar, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kab. Batang, Kab. Probolinggo, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kab. Tuban, Kab. Gresik, Kota Tanggerang, Kab. Jombang dan Kab. Bangkalan. Setelah diketahuinya kota/kab. yang menjadi hotspot dan coldspot, serta model untuk masing-masing kota/kab. tersebut telah diperoleh berdasarkan model lokal RPTG, maka dapat menjadikan kota/kab. tersebut sebagai prioritas utama dalam menangani masalah pekerja anak.
Analisis Regresi Poisson Peubah penjelas yang akan digunakan dalam penyusunan model pada Analisis Regresi Poisson seharusnya merupakan peubah-peubah penjelas yang tidak berkorelasi dengan peubah penjelas lainnya. Langkah memilih peubah penjelas
18 yaitu dengan melakukan Analisis Regresi Poisson dengan 17 peubah penjelas kemudian melihat nilai VIF masing-masing peubah. Berdasarkan nilai VIF, hanya 7 peubah yang akan digunakan dalam penyusunan model Analisis Regresi Poisson. Nilai VIF dari 7 peubah tersebut disajikan pada Tabel 2. Analisis Regresi Poisson dilakukan dengan menggunakan Software R, dengan hasil dugaan parameter dan nilai p Analisis Regresi Poisson disajikan pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Poisson Peubah Intersep ATMS APKSD APKSMP Buruf Expand ASN Jumlah SMA
Nilai Dugaan Galat Baku Nilai z -2.571e+00 4.233e-02 -60.741 1.980e-02 3.254e-04 60.828 -2.617e-03 3.096e-04 -8.453 -2.678e-03 1.452e-04 -18.450 3.120e-02 2.238e-04 139.413 5.441e-05 8.744e-10 62.221 3.074e-03 2.400e-07 128.073 -1.096e-03 1.070e-05 -102.416
Pr(>|z|) < 2e-16 < 2e-16 < 2e-16 < 2e-16 < 2e-16 < 2e-16 < 2e-16 < 2e-16
VIF 1.77 2.02 2.43 1.78 1.90 1.90 2.38
Pada penelitian ini jumlah pekerja anak di kota/kab. di Pulau Jawa dipengaruhi oleh 7 peubah penjelas yang telah mewakili masing-masing aspek. Aspek anak diwakili oleh angka tidak melanjutkan sekolah, angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP, anak berstatus menikah. Aspek keluarga diwakili oleh ratarata pengeluaran rumah tangga perbulan. Aspek umum diwakili oleh persentase penduduk buta huruf dan jumlah SMA.
Interpretasi Dugaan Parameter Model Regresi Poisson Model hasil Analisis Regresi Poisson yang telah dilakukan dengan menggunakan 7 peubah penjelas yang telah dipilih, yaitu angka tidak melanjutkan sekolah, angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP, persentase penduduk buta huruf, rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan, anak berstatus menikah dan jumlah SMA. Sehingga model hasil Analisis Regresi Poisson yang terbentuk adalah sebagai berikut: (
) = − 2,6 + 0.02 − 0.0023 − 0.0027 + 0.031 + 0.000054 + 0.0031 − 0.0011 ℎ
Berdasarkan model hasil Analisis Regresi Poisson terlihat besaran pengaruh masing-masing peubah penjelas terhadap peubah respon (jumlah pekerja anak). 7 peubah penjelas yang digunakan telah mewakili semua aspek, yaitu aspek anak, aspek keluarga dan aspek umum. Peubah-peubah penjelas yang termasuk dalam aspek anak yaitu angka tidak melanjutkan sekolah, angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP, anak berstatus menikah. Aspek keluarga diwakili
19 oleh rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan. Aspek umum diwakili oleh persentase penduduk buta huruf dan jumlah SMA. Pada aspek anak, terlihat bahwa angka tidak melanjutkan sekolah dan anak berstatus menikah memiliki pengaruh positif terhadap jumlah pekerja anak, yang dapat diinterpretasikan bahwa setiap adanya penambahan satu persen angka tidak melanjutkan sekolah maka akan menambah jumlah pekerja anak sebesar exp(0.02). Begitupun untuk penambahan satu orang anak berstatus menikah maka akan menambah jumlah pekerja anak sebesar exp(0.000031). Semakin rendahnya angka tidak melanjutkan sekolah, maka akan rendah pula kualitas anak-anak di suatu negara. Begitupula dalam hal pernikahan, penduduk usia anak seharusnya masih bersekolah. Akan tetapi, jika seseorang yang masih usia anak sudah berstatus menikah atau pernah menikah maka secara langsung tidak akan melanjutkan sekolahnya. Angka partisipasi kasar SD dan angka partisipasi kasar SMP menunjukkan hubungan pengaruh negatif, artinya semakin tinggi angka partisipasi kasar SD dan angka partisipasi kasar SMP maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Jika ada penambahan satu persen angka partisipasi kasar SD maka akan mengurangi jumlah pekerja anak sebesar exp(0.0023). Penambahan satu persen angka partisipasi kasar SMP akan mengurangi jumlah pekerja anak sebesar exp(0.0027). Semakin tinggi angka partisipasi sekolah disetiap jenjang pendidikan wajib disuatu negara, maka akan baik pula taraf mutu pendidikannya. Jika angka partisipasi sekolah, baik SD, SMP, ataupun SMA maka penduduk usia anak akan mendapatkan haknya sesuai dengan Undang-undang. Rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan merupakan peubah yang mewakili dari aspek keluarga. Rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan menunjukkan hubungan pengaruh positif terhadap jumlah pekerja anak. Setiap penambahan sebesar satu rupiah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan maka akan menambah jumlah pekerja anak sebesar exp(0.000000054). Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi seorang anak bekerja adalah masalah ekonomi keluarga. Kepala rumah tangga kadangkala terpaksa untuk mengajak anak-anaknya untuk bekerja karena tingginya kebutuhan keluarga. Hal tersebut dapat terlihat di wilayah pedesaan, di mana anak-anak diajak untuk bekerja di sektor informal, seperti membantu orangtuanya menggarap sawah. Pada aspek umum, peubah buta huruf mempunyai hubungan pengaruh positif terhadap jumlah pekerja anak, artinya setiap penambahan satu persen jumlah buta huruf maka akan menambah jumlah pekerja anak sebesar exp(0.31). Tingginya persentase buta buruf salah satu akibat dari rendahnya angka partisipasi sekolah dan tingginya angka tidak melanjutkan sekolah. Rendahnya kualitas pendidikan suatu negara tercermin pula dari tingginya persentase penduduk buta huruf, oleh karena itu masalah pekerja anak sangat erat kaitannya dengan masalah kualitas pendidikan di suatu negara. Peubah jumlah SMA menunjukkan hubungan pengaruh negatif terhadap jumlah pekerja anak, setiap penambahan peubah jumlah SMA sebesar satu unit maka akan mengurangi jumlah pekerja anak sebesar exp(0.0011), artinya jika semakin banyak jumlah SMA maka akan mengurangi jumlah pekerja anak disuatu daerah. Namun tidak jarang ditemukan, banyaknya jumlah fasilitas sekolah di suatu kota/kab. namun angka putus sekolah atau angka tidak melanjutkan sekolah tetap
20 tinggi. Hal tersebut di karena oleh banyak faktor, salah satunya adalah rendahnya tingkat ekonomi penduduk di kota/kab. tersebut. Model hasil Analisis Regresi Poisson diatas sudah sesuai dengan konteks permasalahan pekerja anak, hal tersebut didukung pula signifikannya semua peubah yang digunakan. Pulau Jawa terdiri dari banyak kota/kab., diduga model yang telah diperoleh tersebut tidak bisa digunakan secara umum untuk semua kota/kab. di Pulau Jawa, sehingga perlu dilakukan uji keragaman spasial pada data.
Uji Keragaman Spasial Uji keragaman spasial dilakukan dengan menggunakan BP-Test. Berdasarkan hasil BP-Test diperoleh nilai BP-Test sebesar 27.67 dengan nilai p sebesar 0.00025. Nilai p signifikan pada taraf signifikansi sebesar 5%, artinya ragam error untuk semua pengamatan tidak sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapatnya keragaman antar observasi pengamatan. Adanya keragaman dalam suatu pengamatan mengakibatkan hasil model yang telah diperoleh tidak bisa digunakan secara umum. Model hasil Analisis Regresi Poisson tidak berlaku sama untuk semua lokasi pengamatan, atau dalam hal ini diartikan bahwa model tersebut tidak dapat digunakan secara umum untuk semua kota/kab. di Pulau Jawa. Analisis secara lokal dilakukan untuk mengetahui karakteristik masing-masing peubah penjelas di setiap wilayah, sehingga terlihat setiap faktor memberikan pengaruh yang berbeda-beda di setiap kota/kab. di Pulau Jawa.
Pemilihan Bandwidth Optimum Pemilihan bandwidth yang optimum menggunakan metode kernel adaptive bisquare didalam program GWR 4.0 digunakan metode golden section. Hasil yang diperoleh yaitu 46 tetangga terdekat. Sehingga dalam hal ini kebertentanggaan kota/kab. sebanyak 46 terhadap wilayah di sekitarnya, yang digunakan dalam penyusunan model RPTG. Setiap kota/kab. dianggap memiliki 46 tetangga terdekat dengan wilayahnya. Pada masalah pekerja anak, jika menggunakan matriks pembobot kebersinggungan (contiguity) maka tidak ada hubungan kedekatan antar kota/kab. di Pulau Jawa, namun jika menggunakan pembobot jarak menunjukkan adanya hubungan kedekatan antar kota/kab. di Pulau Jawa. Mobilitas pekerja anak tidak memandang kedekatan administratif atau kebertetanggaan langsung batas wilayah kota/kab.nya. Seorang anak yang bekerja lebih mempertimbangkan jarak tempuh dari suatu kota/kab. ke kota/kab. lainnya, jadi tidak menjadi masalah walaupun suatu wilayah tidak bersebelahan langsung batas wilayah administratifnya namun secara jarak tempuhnya dekat. Sebagai contoh, seorang anak yang berdomisi di Kota Bogor, bisa dengan mudah untuk anak tersebut bekerja ke Kota Depok ataupun ke beberapa kota di Provinsi DKI
21 Jakarta, karena secara jarak tempuh dari Kota Bogor kebeberapa kota tersebut tidak terlalu jauh, namun jika yang digunakan adalah pembobot kebersinggunangan wilayah, maka Kota Bogor hanya memiliki satu tetangga yaitu Kab. Bogor. Hal tersebut justru tidak bersesuaian dengan masalah pekerja anak.
Analisis Model Lokal RPTG Model dari Analisis model lokal RPTG yang diperoleh dapat dibandingkan dengan model dari Analisis Regresi Poisson. Kriteria pemilihan model terbaik dilakukan dengan menggunakan nilai AIC masing-masing model, model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC yang lebih kecil. Nilai AIC model dari Analisis Regresi Poisson sebesar 385293, sedangkan nilai AIC model dari Anilisis model lokal RPTG sebesar 207010. Berdasarkan nilai AIC tersebut, dapat disimpulkan bahwa model menggunakan RPTG lebih baik dibandingkan model menggunakan Analisis Regresi Poisson. Model lokal RPTG yang terbentuk adalah berdasarkan persamaan berikut:
(
− +
)= ( , )+ ( , ) + ( , ) ( , ) − ( , ) ℎ ( , )
−
( , ) + ( , )
Pengujian parameter yang diperoleh dalam model lokal RPTG sudah memenuhi asumsi non-stasioner, dilakukan dengan membandingkan galat baku model Analisis Regresi Poisson dengan nilai Jangkauan Antar Kuartil (JAK) model RPTG. Nilai galat baku Analisis Regresi Poisson dan nilai JAK model lokal RPTG disajikan pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Nilai Galat Baku Analisis Regresi Poisson dan JAK RPTG Peubah Intersep ATMS APKSD APKSMP Buruf Expand ASN Jumlah SMA
Galat Baku Regresi Poisson 0.04233 0.000325 0.00031 0.000145 0.000224 0.00000000087 0.00000024 0.000011
JAK RPTG 5.505165 0.077269 0.027389 0.044651 0.055005 0.000375 0.000108 0.002665
Model lokal RPTG dikatakan non-stasioner jika nilai JAK dua kali lebih besar atau lebih dibandingkan dengan nilai galat baku Analisis Regresi Poisson. Berdasarkan Tabel 3, nilai JAK model lokal RPTG jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai galat baku dari Analisis Regresi Poisson, sehingga disimpulkan bahwa parameter yang diperoleh dalam model RPTG telah memenuhi asumsi non-stasioner.
22 Keragaman dari masing-masing kondisi kota/kab. dijelaskan dengan adanya penambahan ( , ) pada setiap dugaan parameter di dalam model. Rangkuman hasil Analisis Model Lokal RPTG terdapat pada Lampiran 4. Pemetaan Spasial Model Lokal RPTG Di dalam pemodelan, baik secara global (Model Analisis Regresi Poisson) atau lokal RPTG terlihat bahwa semua parameter yang digunakan signifikan berpengaruh terhadap peubah respon. Berdasarkan peta terlihat perbedaan besaran pengaruh masing-masing peubah penjelas di setiap kota/kab. di Pulau Jawa. Pada peta jelas terlihat bahwa nilai dugaan parameter masing-masing peubah penjelas yang diperoleh memberikan pengaruh yang berbeda di setiap wilayah kota/kab. di Pulau Jawa. Perbedaan warna, menunjukkan bahwa setiap peubah memiliki besaran nilai dugaan parameter yang berbeda pada tiap wilayah kota/kab. tersebut. Model yang terbentuk dari hasil Analisis Regresi Poisson, besaran nilai dugaan parameter telah sesuai dengan konteks permasalahan pekerja anak. Beberapa peubah seperti angka partisipasi kasar SD, peubah angka partisipasi kasar SMP dan peubah jumlah SMA, menunjukkan hubungan negatif terhadap jumlah pekerja anak. Artinya, semakin tinggi angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP dan jumlah SMA maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Peubah angka tidak melanjutkan sekolah, peubah buta huruf, peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan dan peubah anak berstatus menikah memiliki hubungan positif terhadap jumlah pekerja anak. Artinya, semakin tinggi angka tidak melanjutkan sekolah, angka penduduk buta huruf, jumlah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan dan jumlah anak berstatus menikah akan menambah jumlah pekerja anak. Pada model lokal RPTG, pengaruh masing-masing peubah berbeda-beda pada tiap kota/kab. baik besaran nilai dugaan parameternya ataupun hubungannya pengaruhnya terhadap jumlah pekerja anak. Ada beberapa peubah yang menunjukkan pengaruh yang tidak bersesuaian terhadap konteks permasalahan pekerja anak. Misalnya, semakin tinggi angka tidak melanjutkan sekolah maka akan mengurangi jumlah pekerja anak, atau begitu pula pada peubah-peubah lainnya. Perbedaan besaran nilai dugaan parameter masing-masing peubah penjelas dan hubungan pengaruhnya terhadap peubah respon terlihat berdasarkan warna pada peta. Pada peta dibagi menjadi 4 kategori warna yang dibedakan berdasarkan nilai dugaan parameternya. Koefisien yang menjadi batas suatu nilai dugaan parameter berada di kategori mana yaitu diperoleh dari dua kali nilai galat baku pada model Analisis Regresi Poisson. Warna yang digunakan pada peta disesuaikan berdasarkan 4 kategori yang telah ditentukan. Warna merah menunjukkan bahwa peubah tersebut memiliki hubungan pengaruh yang sesuai dengan konteks permasalahan pekerja anak, kesesuaian pengaruh tersebut berarti peubah tersebut dapat bersifat menambah atau mengurangi jumlah pekerja anak. Warna kuning menunjukkan bahwa peubah
23 tersebut memiliki hubungan pengaruh yang tidak sesuai dengan konteks permasalahan pekerja anak. Kota/kab. yang berwarna kuning harus dikaji lebih mendalam, mengapa hubungan pengaruh peubah tersebut tidak sesuai dengan konteks permasalahan pekerja anak pada kota/kab. tersebut. Warna biru pada peta nilai dugaan menunjukkan bahwa hubungan pengaruh peubah tersebut telah sesuai dengan masalah pekerja anak, namun pengaruh yang diberikan tidak terlalu signifikan atau pengaruh yang diberikan kecil. Warna hijau menunjukkan bahwa hubungan pengaruh peubah tersebut tidak sesuai dengan masalah pekerja anak, namun ketidaksesuaian pengaruh tersebut tidak besar, sehingga dapat dikatakan bahwa peubah tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap masalah pekerja anak di kota/kab. tersebut. Gambar 4 merupakan gambaran pengaruh nilai dugaan parameter dari peubah angka tidak melanjutkan sekolah. Pada Gambar 4 terlihat beberapa kota/kab. yang berwarna merah, artinya dibeberapa kota/kab. tersebut peubah angka tidak melanjutkan sekolah memiliki pengaruh yang bersesuaian dengan konteks permasalahan pekerja anak. Wilayah-wilayah tersebut hampir meliputi semua kota/kab. di Provinsi Jawa Tengah dan semua kota/kab. di Provinsi DI Yogyakarta, dan semua kota/kab. di Provinsi Jawa Timur. Misalnya di Provinsi Jawa Tengah seperti isalnya di Kab. Magetan, Kab. Ngawi, wilayah Provinsi Jawa Timur. Artinya, semakin tinggi angka tidak melanjutkan sekolah maka akan menambah jumlah pekerja anak. Pada kota/kabupaten tersebut, semakin tinggi persentase angka tidak melanjutkan sekolah maka jumlah pekerja anak akan bertambah pula, dalam hal ini kebijakan yang harus didahulukan oleh pihak pengambil kebijakan pada kota/kab. tersebut agar lebih terfokus pada masalah partisipasi sekolah. Jika angka persentase anak melanjutkan sekolah semakin tinggi, maka jumlah pekerja anak di kota/kab. tersebut akan dapat berkurang.
Gambar 4 Peta Dugaan Parameter Angka Tidak Melanjutkan Sekolah Pada Gambar 4 terlihat di Kab. Blora dan Kab. Rembang menunjukkan bahwa, semakin tinggi angka tidak melanjutkan sekolah malah semakin mengurangi jumlah pekerja anak. Hal tersebut terjadi pula di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Barat, seperti di Kab. Bandung, Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Kuningan dan beberapa kota/kab. lainnya. Serta di beberapa kota/kab. di Provinsi Banten,
24 seperti di Kab. Pandeglang dan Kab. Lebak. Ketidaksesuaian ini harus dilihat kembali apa yang menyebabkannya yaitu dengan kondisi kota/kab. tersebut. Banyak hal yang menjadi faktor seorang anak tidak melanjutkan sekolahnya, misalnya faktor ekonomi keluarga, faktor motivasi anak untuk terus bersekolah, faktor sosial budaya, dan banyak faktor-faktor lainnya. Jika seorang anak yang tidak melanjutkan sekolah, bisa saja anak tersebut ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga atau hanya membantu mengurus keluarga, baik anak yang berstatus menikah ataupun yang belum menikah. Disisi lain, terdapat juga kondisi dimana seorang anak tidak melanjutkan sekolah, tidak bekerja, dan tidak pula mengurus keluarga. Hal tersebut dapat ditemui seperti halnya anak jalanan. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti tidak adanya motivasi sekolah dari anak tersebut, pengaruh sosial budaya, dan dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan orangtua untuk membiayai sekolah anakanaknya. Rendahnya angka partisipasi sekolah di suatu kota/kab. menunjukkan bahwa tingginya jumlah anak yang tidak bersekolah. Jika seorang anak yang tidak bersekolah maka anak tersebut akan bekerja atau mengurus rumah tangga. Namun jika seorang anak tidak sekolah dan tidak bekerja, maka hal tersebut akan terlihat dengan tingginya masalah sosial di kota/kab. tersebut. Misalnya, masalah kenakalan anak, tindak kriminal yang dilakukan anak, serta tingginya jumlah anak jalanan. Beberapa kota/kab. yang menunjukkan bahwa semakin tingginya angka partisipasi sekolah maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Rendahnya status ekonomi keluarga salah satu faktor penyebabnya. Misalnya di Kab. Rembang Jawa Timur, hasil Susenas tahun 2013 menunjukkan, persentase penduduk miskin di Kab. Rembang sebesar 20.97%. Salah satu dampak rendahnya angka partisipasi sekolah, yakni kenakalan anak, tindak kriminal yang dilakukan anak serta tingginya jumlah anak jalanan, Misalnya di Provinsi Banten, pada tahun 2013 terdapat 3.378 perkara pidana yang dilaporkan ke kepolisian dan sebanyak 7.536 jiwa anak terlantar dan sebanyak 1.076 jiwa anak jalanan (BPS 2014). Di Provinsi Jawa Tengah tercatat bahwa sebanyak 17.765 kasus kejahatan yang tercatat di kepolisian Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 (BPS 2014). Di Provinsi Jawa Barat tercatat sebanyak 4.972 jiwa anak nakal (kenakalan remaja), sebanyak 8.163 jiwa anak jalanan, dan 12.758 perkara yang tercatat di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (BPS 2014). Selanjutnya nilai dugaan parameter angka partisipasi kasar SD dan dugaan parameter angka partisipasi kasar SMP disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Angka partisipasi kasar SD dan angka partisipasi kasar SMP seharusnya memiliki hubungan pengaruh yang negatif terhadap jumlah pekerja anak. Sehingga jika semakin tinggi angka partisipasi kasar SD dan angka partisipasi kasar SMP maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Namun di beberapa kota/kab. terlihat semakin tingginya angka partisipasi kasar SD dan angka partisipasi kasar SMP justru menambah jumlah pekerja anak di kota/kab. tersebut.
25
Gambar 5 Peta Dugaan Parameter Angka Partisipasi Kasar SD
Gambar 6 Peta Dugaan Parameter Angka Partisipasi Kasar SMP Dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 6 bahwa “Setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun yaitu bahwa setiap anak wajib mengikuti sekolah pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun kondisi di beberapa kota/kab. belum sesuai dengan peraturan tersebut, dimana masih rendahnya angka partisipasi sekolah baik SD maupun SMP. Dalam Pasal 7 UU No.20 Tahun 2003 juga disebutkan bahwa “Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”, namun terdapat kondisi dimana orang tua anak usia pendidikan dasar tidak dapat memberikan hak anaknya untuk bersekolah, salah satu faktornya adalah ketidakmampuan orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya. Faktor ekonomi keluarga yang rendah kadang membuat seorang anak usia pendidikan dasar tidak melanjutkan sekolahnya, atau tetap melanjutkan sekolah tetapi harus ikut bekerja agar dapat membiayai sekolah dan membantu kebutuhan keluarga.
26 Nilai dugaan parameter angka partisipasi kasar SD pada Gambar 5 terlihat peubah angka partisipasi kasar SD sangat berpengaruh terhadap jumlah pekerja anak di semua kota/kab. di Provinsi Banten, semua kota/kab. di Provinsi DKI Jakarta dan di beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Misalnya di Kab. Serang Banten, Kota Jakarta Selatan, Kab. Sukabumi Jawa Barat, Kab. Trenggalek Jawa Tengah dan Kab. Gresik Jawa Timur. Di kota/kab. tersebut menunjukkan bahwa semakin tingginya angka partisipasi kasar SD maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Berbeda halnya di beberapa kota/kab. lainnya, tingginya angka partisipasi kasar SD justru menambah jumlah pekerja anak. Misalnya di beberapa kota/kab. di Jawa Timur, seperti di Kab. Banyuwangi, Kab. Situbondo, Kab. Bondowoso, Kab. Jember, Kab. Lumajang, Kab. dan Kota Probolinggo, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep dan Kab. Sampang. Begitu pula di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Tengah, seperti Kab. Temanggung dan Kab. Wonosobo, serta di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Barat, seperti Kab. Tasikmalaya dan Kab. Subang, serta semua kota/kab. di Provinsi DI Yogyakarta. Pada peubah angka partisipasi kasar SMP terlihat peubah tersebut sangat berpengaruh terhadap jumlah pekerja anak disemua kota/kab. di Provinsi Banten, semua kota/kab. di Provinsi DKI Jakarta dan semua kota/kab. di Provinsi Jawa Barat, dan beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Tengah, misalnya Kab. Blora dan Kab. Wonogiri, serta beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Timur, misalnya Kab. Pacitan dan Kab. Madiun. Kondisi pada kota/kab. tersebut bahwa semakin tinggi APKSMP maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Sama halnya dengan peubah angka partisipasi kasar SD, ketidaksesuaian hubungan pengaruh angka partisipasi kasar SMP juga terlihat hampir pada semua kota/kab. di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur, misalnya di Kab. Purworejo dan Kab. Demak di Provinsi Jawa Tengah, dan Kab. Banyuwangi, Kab. Malang di Provinsi Jawa Timur. Pada kota/kab. tersebut, kondisi bahwa semakin tingginya jumlah angka partisipasi kasar SMP justru menyebabkan semakin tinggi pula jumlah pekerja anak di kota/kab. di provinsi tersebut. Hal tersebut juga terlihat di semua kota/kab. di Provinsi DI Yogyakarta. Wilayah yang harus menyoroti langsung faktor yang menjadikan jumlah pekerja anak tinggi yang dikarenakan oleh angka partisipasi kasar SD yaitu pada Provinsi DKI Jakarta dan Banten, sedangkan wilayah yang harus menyoroti langsung faktor yang menjadikan jumlah pekerja anak tinggi yang dikarenakan oleh angka partisipasi kasar SMP yaitu Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat. Pada provinsi-provinsi tersebut, pengambil kebijakan harusnya lebih mememperhatikan aspek partisipasi sekolah. Misalnya di Provinsi DKI Jakarta, jumlah pekerja anak di provinsi tersebuit tinggi karena didukung dengan tingginya tingkat ekonomi, sehingga anak-anak memiliki peluang yang besar untuk ikut bekerja. Berdasarkan model terlihat salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengurangi jumlah pekerja anak di Provinsi DKI Jakarta yaitu dengan lebih memperhatikan pada aspek angka partisipasi sekolah. Beberapa kota/kabupaten yang menunjukkan bahwa dengan bertambahnya persentase angka partisipasi sekolah, baik angka partisipasi kasar SD atau angka partisipasi kasar SMP, akan mengurangi jumlah pekerja anak di kota/kab. tersebut dapat membuat suatu kebijakan untuk lebih memperhatikan sistem pendidikan agar angka partisipasi sekolah tinggi, sehingga jumlah pekerja anak dapat
27 dikurangi dan penduduk usia anak dapat menjalani peran seperti seharusnya, yaitu mendapatkan hak untuk bersekolah. Dalam kenyataannya seharusnya dengan tingginya angka partisipasi kasar SD dan SMP maka jumlah pekerja anak akan berkurang, karena anak usia sekolah akan terus menjalani peran seharusnya, yaitu menjadi sebagai peserta didik pada jenjang pendidikannya. Namun, dibeberapa wilayah masih terlihat semakin tinggi jumlah angka partisipasi kasar SD dan SMP malah semakin meningkatkan jumlah anak yang bekerja. Tentu saja hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Kondisi tingginya angka partisipasi sekolah di suatu kota/kab. namun tinggi pula jumlah pekerja anak, maka hal tersebut dapat dimungkinkan bahwa seorang anak yang bersekolah di sekolah dasar juga bekerja untuk menanggung biaya sekolahnya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang bekerja namun anak tersebut tetap berstatus sekolah. Salah satu hal yang menjadi faktornya yaitu rendahnya tingkat ekonomi di kota/kab. tersebut, sehingga anak yang bersekolah juga harus bekerja membantu perekonomian keluarga atau anak yang bersekolah namun juga bekerja disektor informal, misalnya sektor pertanian. Ketidaksesuaian hubungan pengaruh dari peubah angka partisapasi sekolah memang dapat disesuaikan dengan definisi seseorang bekerja berdasarkan survei Sakernas, yaitu apabila saat pencacahan seorang anak ditanya apakah seminggu yang lalu bekerja dalam waktu minimal satu jam berturut-turut. Dalam hal ini, dimisalkan jika seorang anak bersekolah mulai pukul 07.00 pagi sampai pukul 13.00 siang, kemudian sepulang sekolah anak tersebut membantu orang tuanya menggarap sawah selama satu jam berturut-turut maka anak tersebut didefinisikan sebagai pekerja anak. Contoh lain misalnya seorang anak yang bersekolah di pagi sampai siang hari, kemudian di malam hari anak tersebut bekerja di suatu rumah makan, maka anak tersebut dikategorikan sebagai seorang anak yang bekerja. Kondisi perekonomian yang rendah di beberapa kota/kab. di Indonesia memang sangat berpengaruh dengan kelangsungan sistem pendidikan. Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur cukup tinggi. Misalnya persentase penduduk miskin di Kab. Wonosobo, persentase penduduk miskin di Kab. tersebut sebesar 22.08%. Angka tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan persentase rata-rata jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, yaitu 14.44%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, tingginya angka partisipasi kasar SD dan angka partisipasi kasar SMP dapat berpengaruh positif ataupun memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah pekerja anak. Besaran angka pengaruh positif dari peubah angka partisipasi kasar SD dan peubah angka partisipasi kasar SMP masing-masing kota/kab. siginifikan secara statistik, namun besaran angka yang ditunjukkan tidaklah terlalu signifikan berpengaruh terhadap jumlah pekerja anak di tiap kota/kab. tersebut. Pada Gambar 7 terlihat pengaruh peubah buta huruf terhadap jumlah pekerja anak pada masing-masing kota/kab. di Pulau Jawa. Peubah buta huruf merupakan data jumlah penduduk buta huruf yang berusia lebih dari 10 tahun. Pada beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta, terlihat semakin tingginya jumlah penduduk buta huruf maka akan menambah jumlah pekerja anak di kota/kab. tersebut.
28
Gambar 7 Peta Dugaan Parameter Buta Huruf Namun di beberapa kota/kab. di Jawa Timur, seperti Kab. Banyuwangi, Kab. Situbondo, Kab. Bondowoso, Kab. Jember, Kab. Lumajang, Kab. Probolinggo, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kab. Sampang, Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kota dan Kab. Malang, Kab. Sidoarjo, Kab. Jombang dan Kab. Mojokerto, semakin tingginya jumlah buta huruf malah semakin mengurangi jumlah pekerja anak. Hal tersebut juga terlihat di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Barat, dan semua kota/kab. di Provinsi Banten, serta semua kota/kab. di Provinsi DKI Jakarta. Bila dilihat dalam kenyataannya, dimungkinkan dengan kepala rumah tangga atau orangtua yang buta huruf masih dapat bekerja pada pekerjaan informal untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dan membiayai kebutuhan sekolah anakanaknya, serta berkeinginan agar anak-anaknya tidak menjadi sepertinya, yaitu buta huruf. Sehingga dengan penambahan jumlah buta huruf maka dapat dimungkinkan jumlah pekerja anak akan berkurang. Pada beberapa kota/kab. yang menunjukkan keanehan, terlihat memang lebih banyak bekerja pada sektor informal seperti pertanian dan buruh. Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa persentase rata-rata penduduk yang bekerja di sektor informal di Provinsi DKI Jakarta sebesar 26.86%, sedangkan di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat, masing-masing 39.72% dan 35.44%. Dalam masalah ketidaksesuaian hubungan pengaruh peubah buta huruf terhadap jumlah pekerja anak, misalnya di semua kota/kab. di Provinsi DKI Jakarta. Penduduk buta huruf di DKI Jakarta masih bisa mencukupi kebutuhan keluarganya dengan bekerja sebagai buruh pabrik yang tidak membutuhkan kemampuan untuk membaca. Di beberapa kota/kab. di Provinsi Banten dan di Provinsi Jawa Barat, pada provinsi tersebut memang jumlah lahan pertanian cukup tinggi, jadi penduduk buta huruf dapat bekerja dan mencukupi biaya sekolah anak-anaknya sehingga anak-anaknya tidak perlu ikut bekerja. Selanjutnya untuk peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan disajikan pada Gambar 8. Diduga semakin tinggi rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan maka akan menambah jumlah pekerja anak karena seorang anak akan dituntut untuk membantu ekonomi keluarganya. Pada model lokal, terlihat bahwa di semua kota/kab. di Provinsi Banten, semua kota/kab. di Provinsi DKI Jakarata, semua kota/kab. di Provinsi DI Yogyakarta, dan di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun besaran pengaruh positif dari
29 peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan pada kota/kab. tersebut sangat kecil, sehingga pengaruh yang diberikan hampir tidak signifikan terhadap jumlah pekerja anak walaupun secara statistik peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan menunjukkan pengaruh yang signifikan. Keterlibatan anak-anak bekerja untuk membantu perekonomian keluarga salah satunya disebabkan oleh adanya peluang bagi anak-anak tersebut untuk bekerja. Misalnya di Provinsi DKI Jakarta, pengaruh tingginya tingkat perekonomian di Kota Jakarta membuat anak-anak harus membantu menambah kebutuhan ekomoni keluarga. Selain itu, banyaknya lapangan pekerjaan yang bisa memperkerjakan anak-anak di Kota Jakarta juga sangat berpengaruh bahkan mempengaruhi tingginya jumlah pekerja anak di kota/kab. yang berada disekitarnya, seperti terlihat signfikannya peubah expand di Kab. Bogor, Kota Bekasi dan beberapa kota/kab. Provinsi Banten.
Gambar 8 Peta Dugaan Parameter Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Perbulan Pada model lokal RPTG peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan tidak memberikan pengaruh yang besar, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap jumlah pekerja anak. Hampir pada setiap kota di Provinsi Jawa Timur menunjukkan hubungan pengaruh yang negatif terhadap jumlah pekerja anak, artinya pada kota/kab. tersebut semakin tingginya rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan adalah rata-rata pengeluaran rumah tangga yang khusus dikeluarkan untuk semua anggota rumah tangga, seperti pengeluaran untuk kebutuhan pokok, kebutuhan sandang dan pangan semua anggota rumah tangga. Tingginya pengeluaran rumah tangga perbulan juga dipengaruhi oleh nilai inflasi di masing-masing provinsi. Sehingga, tingginya pengeluaran rumah tangga perbulan tidak secara langsung akan menyebabkan tingginya jumlah pekerja anak di suatu kota/kab. tertentu. Salah satu yang menjadikan perbedaan besaran rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan pada masing-masing kota/kab. adalah nilai inflasi masing-masing kota/kab. tersebut. Sehingga dapat diketahui apakah nilai inflasi pada kota/kab. yang memiliki pengaruh tidak bersesuaian dengan konteks memang memiliki nilai inflasi yang cukup tinggi. Misalkan, di Provinsi Jawa Timur terlihat dibeberapa kota/kab. semakin tingginya rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan maka
30 akan mengurangi jumlah pekerja anak. Berdasarkan data dari BPS menunjukkan bahwa memang nilai inflasi di Provinsi Jawa Timur memang cukup tinggi, jadi memang hampir disemua kota/kab. menujukkan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan memang cukup tinggi, karena daya beli yang tinggi terhadap kebutuhan pokok, kebutuhan sandang dan pangan masing-masing rumah tangga. Ketidaksesuaian pengaruh rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan tidak begitu menjadi masalah karena pengaruh tersebut sangat kecil, peubah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan secara statistik memang signifikan berpengaruh terhadap jumlah pekerja anak, namun karena pengaruh tersebut tidak terlalu besar maka dapat dikatakan bahwa pengaruh tersebut tidak memberikan efek yang berarti dalam masalah pekerja anak. Jumlah anak berstatus menikah dan jumlah SMA juga memberikan pengaruh yang kecil terhadap jumlah pekerja anak pada model lokal masing-masing kota/kab. di pulau Jawa. Pada Gambar 9 terlihat di beberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Timur, seperti Kab. dan Kota Pekalongan, Kab. Kendal, Kab. Demak, Kab. Kudus, dan beberapa kota/kab. lainnya menunjukkan bahwa semakin banyaknya jumlah anak yang berstatus menikah maka akan menambah jumlah pekerja anak. Namun berbeda halnya di Kab. Jombang, Kab. Mojokerto, Kab. Tuban, Kab. Bojonegoro dan beberapa kota/kab. lainnya di Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa semakin banyaknya jumlah anak yang berstatus menikah justru mengurangi jumlah pekerja anak.
Gambar 9 Peta Dugaan Parameter Anak Berstatus Menikah Jenis kelamin anak yang berstatus menikah juga sangat berpengaruh terhadap tingginya jumlah pekerja anak. Seorang anak perempuan yang sudah berstatus menikah, maka kemungkinan terbesar anak tersebut akan mengurus rumah tangga, sehingga dalam hal ini anak tersebut tidak dikategorikan sebagai pekerja anak. Jika seorang anak laki-laki yang telah bertatus menikah maka sudah seharusnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga dalam hal ini harus dilihat apakah disuatu kota/kab. jumlah anak perempuan yang berstatus menikah lebih tinggi dari anak yang berjenis kelamin perempuan. Hasil Sakernas 2013 tercatat bahwa di Kab. Mojokerto, jumlah anak perempuan berstatus menikah adalah sebanyak 957 orang dan jumlah anak laki-laki berstatus menikah tidak tercatat. Begitu pula di Kab. Bojonegoro, tercatat jumlah anak perempuan bestatus menikah sebanyak 140 orang, dan jumlah anak laki-laki yang
31 berstatus menikah tidak tercatat. Hal ini menunjukkan bahwa keanehan bahwa semakin tingginya jumlah anak berstatus menikah di suatu kota/kab. malah akan mengurangi jumlah pekerja anak di kota/kab. tersebut, dapat dimungkinkan bahwa karena jumlah anak berstatus menikah lebih dominan adalah anak perempuan, sehingga akan lebih cenderung untuk mengurus rumah tangga atau tidak bekerja. Oleh karena itu, banyaknya jumlah anak yang berstatus menikah tidak dapat dikatakan bahwa akan menambah jumlah pekerja anak. Justru sebaliknya, akan mengurangi jumlah pekerja anak.
Gambar 10 Peta Dugaan Parameter Jumlah SMA Pada Gambar 10 terlihat bahwa dibeberapa kota/kab. di Provinsi Jawa Timur, seperti Kab. Banyuwangi, Kab. Situbondo, Kab. Bondowoso, Kab. Jember, Kab. Lumajang, Kab. Probolinggo, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kab. Sampang, Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kab. dan Kota Malang, Kab. Sidoarjo, Kab. Jombang dan Kab. Mojokerto dan beberapa wilayah lainnya di Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa semakin banyaknya jumlah unit sekolah SMA di kota/kab. tersebut maka akan menambah jumlah pekerja anak. Hal tersebut memang terlihat aneh, akan tetapi dapat diartikan bahwa semakin banyaknya jumlah fasilitas sekolah SMA namun belum tentu akan menjadikan angka partisipasi sekolah tinggi pula. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa banyak faktor yang menyebabkan seorang anak tidak bersekolah. Antara lain faktor ekonomi keluarga, faktor sosial budaya, dan faktor motivasi dari anak tersebut. Banyaknya jumlah unit sekolah memang tidak menjamin semua anak-anak bisa bersekolah. Selain jumlah unit sekolah, banyak faktor yang dibutuhkan orangtua yang memiliki anak-anak usia sekolah untuk dapat bersekolah. Di beberapa kota/kab. tertentu, jumlah unit sekolah sudah dalam kategori banyak, tetapi kemampuan secara ekonomi orangtua untuk mengikutsertakan anaknya untuk bersekolah tidak ada, atau hal lain yakni keinginan untuk bersekolah dari anak rendah maka memang dapat menjadi faktor seorang anak usia sekolah SMA tidak akan melanjutkan sekolahnya dan akan memilih untuk bekerja. Di Kab. Banyumas, Kota Pekalongan, Kota dan Kab. Malang, Kebumen, Wonosobo dan beberapa wilayah lain terlihat bahwa semakin banyak Jumlah SMA maka akan mengurangi jumlah pekerja anak. Hal tersebut sudah bersesuaian dengan konteks permasalahan pekerja anak, memang diharapkan dengan semakin
32 banyaknya jumlah fasilitas sekolah maka jumlah pekerja anak di provinsi tersebut akan berkurang pula.
33
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan plot pencaran moran, kota/kab. yang menjadi hotspot antara lain Kota Jakarta Pusat, Kab. Tasikmalaya, Kepulauan Seribu, Kab. Bandung, Kab. Pemalang, Kab. Cianjur, Kota Bekasi, Kab. Bogor, Kab. Purbalingga, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kota Sukabumi, Kab. Banyumas, Kab. Ciamis, Kab. Cilacap, Kota Cimahi dan Kab. Demak. Beberapa kota/kab. yang menjadi coldspot antara lain Kota Kediri, Kota Malang, Kab. Subang, Kab. Bekasi, Kab. Pacitan, Kab. Trenggalek, Kab. Sukoharjo, Kab. Lamongan, Kab. Magelang, Kab. Blitar, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kab. Batang, Kab. Probolinggo, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kab. Tuban, Kab. Gresik, Kota Tanggerang, Kab. Jombang dan Kab. Bangkalan. Pemodelan masalah pekerja anak akan lebih baik bila memasukkan efek spasial. Hal ini dapat terlihat berdasarkan kriteria kebaikan model menggunakan nilai AIC. Model lokal RPTG merupakan model terbaik, dibandingkan dengan model hasil Analisis Regresi Poisson, karena nilai AIC model lokal RPTG lebih kecil dari nilai AIC model hasil Analisis Regresi Poisson. Tujuh peubah terpilih yang digunakan dalam penelitian ini telah mewakili semua aspek, yaitu aspek anak, aspek keluarga dan aspek umum. Aspek anak diwakili oleh angka tidak melanjutkan sekolah, angka partisipasi kasar SD, angka partisipasi kasar SMP, dan anak berstatus menikah. Aspek keluarga diwakili oleh rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan, sedangkan aspek umum diwakili oleh peubah buta huruf dan jumlah SMA.
Saran Pada penelitian ini cara pemilihan peubah penjelas yang tidak multikolinear dengan menyeleksi peubah-peubah penjelas yang ada, proses penyeleksian dilakukan dengan melakukan analisis regresi poisson dan melihat nilai VIF masing-masing peubah. Cara lain untuk mengatasi masalah multikolinearitas, dapat pula dengan mempertahankan sebanyak mungkin peubah penjelas yang digunakan, misalnya metode Best Subset, metode Stepwise, metode Backwise, metode Analisis Komponen Utama, dan metode lainnya.
34 DAFTAR PUSTAKA Akmal R. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Anderson CJ. 2004. Poisson Regression or Regression of Count and Rates. Department of Educational Phychology University of Illinois at Urbana: Champaign. Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. New York (US): Kluwer Academic Publisher. Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundations and Applications to Regional Convergence. New York: Springers Berlin Heidelberg. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No.37 tahun 2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia. Jakarta: BPS. _______________________. 2013. Profil Anak Indonesia 2013. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Jakarta. _______________________. 2014. Jawa Barat Dalam Angka 2014. Bandung. _______________________. 2014. Banten Dalam Angka 2014. Serang. _______________________. 2014. Jawa Tengah Dalam Angka 2014. Semarang. Dobson AJ. 2002. An Introduction to Generalized Linear Models, Second Edition. New York: Chapman & Hall/CRC. Fleiss JL, Bruce L, Myunghee CP. 2003. Statistical Methods for Rates and Proportion: Third Edition, New York: Wiley. Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationship. Shichester: John Wiley and Sons, ltd. Gaetan C, Guyon X. 2010. Spatial Statistics and Modeling. London: Springer New York Dordrecht Heidelberg. Hardin JW, Hilbe JM. 2006. Generalized Linear Models and Extensions: Second Edition. Texas: A Stata Press Publication. Kutner MH, Nachtsheim CJ, Neter J, Li W. 2005. Applied Linear Statistical Models: Fifth Edition, New York: Mc Graw Hill. LeSage JP. 1999. Spatial Econometrics. Toledo: Department of Economics University of Toledo. Moran PAP. 1950. The Interpretation of Statistical Maps. Journal of The Royal Statistical Society (Series B,10:243-51). Nakaya T, Fotheringham AS, Brushdon C, Charlton M. 2005. Geographically Weighted Poisson Regression for Disease Association Mapping. Statistic in Medicine (24:2695-2717). Nurwati N. 2008. Pengaruh Sosial dan Ekonomi Keluarga Terhadap Motivasi Pekerja Anak dalam Membantu Keluarga di Kab. Cirebon Jawa Barat. Di dalam: Jurnal Kependudukan Padjadjaran; Juli 2008; Bandung. Bandung (Universitas Padjadjaran). hlm 112 – 121 [Vol. 10 No. 2]. Pratiwi V. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pekerja Anak di Sumatera Barat (Hasil Survei Susenas 2007) [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas. Sari YP, Erfiani. 2015. Analisis Spasial pada Data Pekerja Anak di Indonesia. Di dalam: Proceeding The 5th Annual Basic Science International Conference:
35 2015 February 11-12; Malang. Malang (Universitas Brawijaya). Hlm 302 [ISSN : 2338-0128 vol.5). Usman H. 2005. Determinan dan Eksploitasi Pekerja Anak-anak di Indonesia (Analisis Data Susenas 2000 Kor) [tesis]. Depok: Universitas Indonesia.
1
Lampiran 1 Algoritma Penelitian
Mulai
Data (Y, X1, X2,..., X17) ( Eksplorasi Data
Analisis Regresi Poisson
Menyusun Model Regresi Poisson Ya Semua nilai VIF Peubah Penjelas <10 Tidak Keluarkan peubah penjelas yang nilai VIF >10
Uji BPTest (Keraga man Tolak H0 Spasia Menyusun Model Lokal (GWPR)
Terima H0
Membuat Peta dengan ArcGis 9 Identifikasi Hotspot dan Coldspot
Kesimpulan
Selesai
2 Lampiran 2 Peta Pulau Jawa dengan 34 Kota dan 84 Kabupaten
Catatan : 1) Peta diatas terdiri dari 116 kota/kabupaten di Pulau Jawa ((Kota Serang dan Kota Tanggerang Selatan tidak diikutsertakan) 2) Nama masing-masing kota/kabupaten di Pulau Jawa disesuaikan dengan Nomor Observasi (No. Obs) pada Lampiran
1
Lampiran 3 Ringkasan Output Model Lokal RPTG Peubah Intersep ATMS APKSD APKSMP Buruf Expand ASN Jumlah SMA
Rata-rata 2.5542 0.04244 0.00143 -0.0069 0.01253 -0.0000002 0.00003 0.00034
Simpangan Baku 3.38653 0.04339 0.01691 0.02633 0.03702 0.000002 0.00006 0.00253
Minimum -10.9752 -0.03772 -0.02959 -0.04455 -0.05306 -0.000004 -0.00004 -0.00693
Peubah Intersep ATMS APKSD APKSMP Buruf Expand ASN Jumlah SMA
Maksimum 2.12159 0.10737 0.04678 0.04234 0.12624 0.0000005 0.00015 0.00487
Range 13.0968 0.14508 0.07637 0.08689 0.1793 0.000009 0.00019 0.0118
Q1 -5.27331 0.000154 -0.01389 -0.03714 -0.01816 -0.000003 -0.000002 -0.00094
Peubah Intersep ATMS APKSD APKSMP Buruf Expand ASN Jumlah SMA
Median -1.4349 0.05562 0.0025 0.0009 0.0154 0.0000005 0.000006 0.00025
Q3 0.23185 0.07742 0.0135 0.00751 0.03685 0.0000009 0.00009 0.00173
JAK 5.505165 0.077269 0.027389 0.044651 0.055005 0.000004 0.000108 0.002665
2 Lampiran 4 Kode Observasi Amatan (Kota/Kabupaten di Pulau Jawa) No. Obs
Kota/Kabupaten
No. Obs
Kota/Kabupaten
1 Kab. Kep. Seribu
40
Kab. Magelang
79
Kab. Malang
2 Kota Jak-Sel
41
Kab. Boyolali
80
Kab. Lumajang
3 Kota Jak-Tim
42
Kab. Klaten
81
Kab. Jember
4 Kota Jak-Pus
43
Kab. Sukoharjo
82
Kab. Banyuwangi
5 Kota Jak-Bar
44
Kab. Wonogiri
83
Kab. Bondowoso
6 Kota Jak-Ut
45
Kab. Karanganyar
84
Kab. Situbondo
7 Kab. Bogor
46
Kab. Sragen
85
Kab. Probolinggo
8 Kab. Sukabumi
47
Kab. Grobogan
86
Kab. Pasuruan
9 Kab. Cianjur
48
Kab. Blora
87
Kab. Sidoarjo
10 Kab. Bandung
49
Kab. Rembang
88
Kab. Mojokerto
11 Kab. Garut
50
Kab. Pati
89
Kab. Jombang
12 Kab Tasikmalaya
51
Kab. Kudus
90
Kab. Nganjuk
13 Kab. Ciamis
52
Kab. Jepara
91
Kab. Madiun
14 Kab. Kuningan
53
Kab. Demak
92
Kab. Magetan
15 Kab. Cirebon
54
Kab. Semarang
93
Kab. Ngawi
16 Kab. Majalengka
55
Kab. Temanggung
94
Kab. Bojonegoro
17 Kab. Sumedang
56
Kab. Kendal
95
Kab. Tuban
18 Kab. Indramayu
57
Kab. Batang
96
Kab. Lamongan
19 Kab. Subang
58
Kab. Pekalongan
97
Kab. Gresik
20 Kab. Purwakarta
59
Kab. Pemalang
98
Kab. Bangkalan
21 Kab. Karawang
60
Kab. Tegal
99
Kab. Sampang
22 Kab. Bekasi 61 Kab. Bandung 23 Barat 62
Kab. Brebes
100
Kab. Pamekasan
Kota Magelang
101
Kab. Sumenep
24 Kota Bogor
63
Kota Surakarta
102
Kota Kediri
25 Kota Sukabumi
64
Kota Salatiga
103
Kota Blitar
26 Kota Bandung
65
Kota Semarang
104
Kota Malang
27 Kota Cirebon
66
Kota Pekalongan
105
Kota Probolinggo
28 Kota Bekasi
67
Kota Tegal
106
Kota Pasuruan
29 Kota Depok
68
Kab. Kulon Progo
107
Kota Mojokerto
30 Kota Cimahi Kota 31 Tasikmalaya
69
Kab. Bantul
108
Kota Madiun
70
Kab. Gunung Kidul
109
Kota Surabaya
32 Kota Banjar
71
Kab. Sleman
110
Kota Batu
No. Obs
Kota/Kabupaten
3 33 Kab. Cilacap
72
Kota Yogyakarta
111
Kab. Pandeglang
34 Kab. Banyumas
73
Kab. Pacitan
112
Kab. Lebak
35 Kab.Purbalingga
74
Kab. Ponorogo
113
Kab. Tanggerang
36 Kab.Banjarnegara 75
Kab. Trenggalek
114
Kab. Serang
37 Kab. Kebumen
76
Kab. Tulungagung
115
Kota Tanggerang
38 Kab. Purworejo
77
Kab. Blitar
116
Kota Cilegon
39 Kab. Wonosobo
78
Kab. Kediri
4
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pagaralam (Sumsel) pada tanggal 22 Mei 1990, sebagai anak ketiga dari pasangan H. Aman HS dan Hj. Nurhanah Tayip. Pendidikan sekolah menengah pertama ditempuh di SMP Negeri 5 Pagaralam, dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA Muhammadiyah 1 Palembang Program IPA, lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Sriwijaya dan menyelesaikannya pada tahun 2012. Setelah lulus sarjana, penulis mendapatkan kesempatan mengajar di Universitas PGRI Palembang dan Politeknik Darussalam Palembang pada Mata Kuliah Statistika Penelitian dan Matematika Ekonomi. Selanjutnya pada tahun 2013 penulis melanjutkan program master (S2) pada program studi Statistika Terapan, Sekolah Pascasarjana IPB, dengan program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Calon Dosen dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti). Pada tanggal 11-12 Februari 2015 penulis mempresentasikan hasil penelitian dengan artikel yang berjudul “Spatial Regression Model on the Data of Child Labor in Indonesia” pada Seminar Internasional The 5th Annual Basic Science International Conference Universitas Brawijaya (BaSIC UB) di Atria Hotel and Conference Malang, Indonesia.
1