ANALISIS SPASIAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR KABUPATEN MERAUKE PADA BULAN SEPTEMBER 2015
GUMILAR BAGASKARA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan di Pesisir Kabupaten Merauke Pada Bulan September 2015 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Gumilar Bagaskara NIM C54120030
ii
ABSTRAK GUMILAR BAGASKARA. Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan di Pesisir Kabupaten Merauke Pada Bulan September 2015. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan I WAYAN NURJAYA. Usaha kegiatan perikanan tangkap akan lebih efektif dan efisien apabila daerah penangkapan ikan dapat diprediksi berdasarkan penyebarannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran klorofil-a, suhu permukaan laut, salinitas dan arus pada bulan September 2015 serta memberikan informasi mengenai potensi biomassa ikan pelagis kecil di perairan pesisir Kabupaten Merauke pada bulan September 2015. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan model regresi linear berganda Cobb Douglas. Model yang diperoleh kemudian dipetakan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sebaran klorofil-a di pesisir Perairan Kabupaten Merauke berkisar antara 0,83 mg/m³ sampai 10 mg/m³, suhu permukaan laut berkisar 26°C sampai 31°C, variasi salinitas berkisar 29,035 PSU sampai 35,82 PSU, dan kecepatan arus berkisar 0 m/s sampai 0,12 m/s. Hasil analisis regresi menunjukkan Klorofil-a, suhu permukaan laut, salinitas dan arus secara bersama sama berpengaruh terhadap biomassa ikan pelagis kecil, namun faktor yang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap biomassa ikan pelagis kecil adalah klorofil–a dan suhu permukaan laut. Berdasarkan model regresi yang diajukan melalui analisis regresi linear berganda, diperoleh potensi biomassa ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Merauke memiliki kisaran sebesar 9 ton/nmi² sampai dengan 90 ton/nmi². Kata kunci: Daerah penangkapan ikan, klorofil-a, suhu permukaan laut, arus, salinitas
ABSTRACT GUMILAR BAGASKARA. Spatial Analysis of Fishing Ground in Coastal Districts Merauke on September 2015. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL and I WAYAN NURJAYA. The activity of fisheries will be more effective and efficient if the fishing area can be predicted by on its spread. The aims of this research were to determine the distribution of chlorophyll-a, sea surface temperature, salinity and surface current on September 2015 and to give the information about small pelagic fish biomass potential in coastal area of Merauke District on September 2015. The method of this research were descriptive method and multiple linear regression model of Cobb Douglas. The modeling results were mapped using Geospatial Information System (GIS). The distribution of chlorophyll-a in coastal of Merauke District was 0,83 mg/m³ until 10 mg/m³, sea surface temperature was 26,01°C until 31°C, salinity was 29,035 PSU until 35,11 PSU and the surface current was 0,01 m/s until 0,12 m/s. The result of regression analysis showed the oceanographic parameters like chlorophyll–a, sea surface temperature, surface current, and salinity together influence on small pelagic fish biomass, but the factors that showed a significant influence on small pelagic fish biomass in coastal area were the chlorophyll-a and sea surface temperature. Based on the regression model proposed by multiple linear regression analysis, obtained by the biomass potential of small pelagic fish in the water of Merauke district in range of 9 tons/nmi² up to 90 tons/nmi². Keywords: fishing ground, chlorophyll-a, sea surface temperature, surface current, salinity
iv
ANALISIS SPASIAL DAERAH PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR MERAUKE PADA BULAN SEPTEMBER 2015
GUMILAR BAGASKARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
vi
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Judul yang diangkat pada penyusunan karya tulis ini adalah “ Analisis Spasial Daerah Penangkapan Ikan di Pesisir Kabupaten Merauke Pada Bulan September 2015 “. Karya tulis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Keluarga yang selalu memberikan dukungan moral dan material yang sangat berarti bagi penulis 2. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si selaku pembimbing skripsi 1 yang telah memberikan pengetahuan baru yang sangat bermanfaat dan selalu memberikan arahan serta saran yang berarti dalam menyelesaikan karya tulis 3. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku pembimbing skripsi 2 dan sebagai ketua departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang selalu memberikan saran terhadap penyusunan karya tulis 4. M. Tri Hartanto, S.Pi, M.Si yang telah membantu dengan memberikan data hasil pengukuran in situ 5. Sri Ratih Deswati, M.Si yang telah membantu dalam proses penyelesaian karya ilmiah dengan memberikan data hasil pengukuran in situ, yaitu berupa data biomassa ikan pelagis kecil dari hasil survey hidroakustik. 6. Laboratorium Penginderaan Jarak Jauh Kelautan, Laboratorium Oseanografi, Departemen ITK, FPIK, IPB yang menjadi tempat untuk melakukan analisis data 7. Situs INDESO dan NASA yang telah menyediakan data permodelan dan data citra berupa arus, salinitas, klorofil–a dan suhu permukaan laut tanpa dikenakan biaya. 8. Teman – teman ITK 49 yang selalu memberi dukungan dalam penyusunan karya tulis 9. Hollanda Arief Kusuma, S.IK yang selalu membantu dan memberikan pengetahuan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan karya tulis 10.Pihak – pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan karya tulis Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan karya tulis ini kedepannya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2016 Gumilar Bagaskara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Lokasi Penelitian
3
Bahan
3
Alat
4
Perolehan Data Citra
4
Prosedur Pengolahan Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Validasi Data
8
Sebaran Spasial Klorofil–a pada Bulan September
10
Sebaran Spasial SPL pada Bulan September
11
Sebaran Spasial Salinitas pada Bulan September
12
Kecepatan dan Arah Arus pada Bulan September
13
Hubungan Antara Parameter Oseanografi Terhadap Biomassa Ikan Pelagis Kecil
14
Prediksi Potensi Biomassa Ikan Pelagis kecil pada Bulan September
18
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
30
x
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Bahan yang digunakan untuk proses pengolahan data Alat yang digunakan untuk analisis data Validasi data
4 4 8
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Peta lokasi penelitian Diagram alir penelitian Korelasi konsentrasi klorofil–a pada pengukuran in situ dan satelit Korelasi nilai suhu permukaan laut pada pengukuran in situ dan Satelit Korelasi nilai salinitas pada pengukuran in situ dan permodelan Peta sebaran spasial klorofil-a pada Bulan September Peta sebaran spasial suhu permukaan laut pada Bulan September Peta sebaran spasial salinitas pada Bulan September Peta kecepatan dan arah arus pada Bulan September Grafik hubungan antara klorofil–a terhadap biomassa ikan pelagis Kecil Grafik hubungan antara suhu permukaan laut terhadap biomassa ikan pelagis kecil Grafik hubungan antara sebaran salinitas terhadap biomassa ikan pelagis kecil Grafik hubungan antara kecepatan arus terhadap biomassa ikan pelagis kecil Peta prediksi potensi biomassa ikan pelagis kecil pada Bulan September
3 7 9 9 9 11 12 13 14 15 15 16 16 18
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Daftar alat yang digunakan pada pengukuran secara in situ Data parameter oseanografi hasil pengukuran in situ Data sekunder yang digunakan untuk analisis regresi Perhitungan RMSE salinitas Perhitungan RMSE klorofil-a Perhitungan RMSE suhu permukaan laut Tabel metode analisis regresi linier berganda Analisis Cobb Douglas dengan metode backward Hasil tangkapan ikan selama survey lapang
22 22 23 24 25 26 26 27 29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten merauke merupakan wilayah yang terletak antara 6°LS - 9°LS dan 137°BT - 141°BT serta memiliki potensi yang sangat besar dan sektor unggulan di bidang perikanan dan kelautan. Bappeda Kabupaten Merauke (2006) dalam BPID Kabupaten Merauke (2006) menyatakan bahwa potensi perikanan dan kelautan yang dapat dihasilkan di perairan tersebut dapat mencapai 292.000 ton/tahun. Data statistik perikanan Kabupaten Merauke tahun 2009 mencatat bahwa salah satu hasil tangkapan dalam jumlah besar adalah jenis ikan pelagis kecil (pemakan plankton) (DKP Kabupaten Merauke 2009). Potensi perikanan dan kelautan yang dimanfaatkan oleh nelayan baru mencapai 11,76% (BPID Kabupaten Merauke 2006). Presentase tersebut menggambarkan bahwa potensi sumber daya perikanan dan Kelautan di Perairan Merauke belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu cara untuk mengoptimalkan potensi perikanan dan kelautan yang ada adalah dengan mengetahui daerah potensial penangkapan ikan. Zona penangkapan ikan adalah suatu daerah yang menjadi tempat nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan, karena zona tersebut biasanya merupakan tempat berkumpulnya ikan (Nurdin 2009). Pelaksanaan kegiatan penangkapan ikan memerlukan informasi mengenai lokasi dan posisi suatu wilayah yang diduga banyak terdapat sumber daya ikan, agar kegiatan penangkapan yang dilakukan efektif, efisien dan optimal (Sinaga 2009). Pelaksanaan kegiatan tersebut seringkali terkendala oleh beberapa masalah yang dialami oleh nelayan, yaitu terbatasnya informasi dan data mengenai keberadaan ikan serta kondisi oseanografi yang dapat memengaruhi keberadaan ikan. Keterbatasan tersebut mengakibatkan nelayan berada dalam ketidakpastian karena kegiatan penangkapan yang dilakukan hanya menggunakan insting dan pengalaman secara berulang - ulang di lapangan (Suhartono et al. 2013). Cara tersebut dianggap tidak efektif dan tidak optimal karena akan menghabiskan banyak bahan bakar, waktu dan biaya operasional penangkapan (Suhartono et al. 2013). Keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang perikanan dan kelautan. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya hayati laut adalah teknologi penginderaan jarak jauh. Penginderaan jarak jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai obyek, daerah, atau fenomena dengan menganalisis data yang dapat diperoleh melalui alat tanpa adanya kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji (Lillesand et al. 2014). Teknologi penginderaan jarak jauh kelautan dapat menjadi solusi karena mampu menghasilkan data secara temporal mengenai kondisi oseanografi yang terus diperbaharui dengan daerah cakupan yang luas. Penentuan daerah potensial penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mengkaji hubungan parameter – parameter oseanografi terhadap keberadaan dari spesies ikan tertentu melalui penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) berbasis komputer. Parameter oseanografi yang dapat memengaruhi keberadaan
2 ikan diantaranya konsentrasi klorofil-a, suhu permukaan laut, salinitas, kecepatan arus, dll (Zainuddin et al. 2006). Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang terdapat pada fitoplankton dan terlibat langsung dalam proses fotosintesis. Klorofil-a dapat digunakan sebagai indeks yang menggambarkan tingkat produktivitas biologis, karena klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton di suatu perairan (Nurdin 2009). Proses fotosintesis akan menghasilkan oksigen serta zat organik melalui perubahan zat anorganik dengan bantuan cahaya matahari (Arifin 2009). Fitoplankton memiliki peranan yang sangat penting dalam proses rantai makanan di suatu perairan karena organisme di laut sangat bergantung pada hasil fotosintesis fitoplankton (Arifin 2009). Jumlah klorofil-a pada tiap individu fitoplankton berbeda tergantung dari jenis fitoplankton tersebut, sehingga komposisi dari berbagai jenis fitoplankton akan sangat menentukan kandungan klorofil-a di suatu perairan (Arifin 2009). Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang sangat memengaruhi keberadaan ikan karena sebagian besar biota laut, khususnya ikan memiliki kisaran suhu tertentu untuk melakukan aktivitas secara optimal yang pada akhirnya akan memengaruhi kelimpahan dan distribusinya (Bachrin 2008). Pengaruh SPL terhadap ikan adalah pada persebarannya, aktivitas metabolisme serta pemijahan (Limbong 2008). Tinggi rendahnya SPL di suatu perairan dapat disebabkan oleh perubahan intensitas radiasi matahari (Limbong 2008). Perubahan intensitas radiasi matahari akan mengakibatkan perubahan SPL baik secara horizontal, mingguan, bulanan dan tahunan (Edmondri 1999). Hal tersebut mengakibatkan SPL sangat bergantung pada pola musiman. Faktor lainnya yang dapat memengaruhi SPL adalah faktor meteorologi, seperti curah hujan, penguapan, suhu udara dan kelembapan udara (Limbong 2008). Pengaruh salinitas terhadap keberadaan ikan di suatu perairan adalah dapat memengaruhi pola distribusi dan orientasi migrasi ikan (Fausan 2011). Ikan cenderung akan memilih kadar salinitas di suatu perairan yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya (Gunarso 1985). Haryanto (1999) Menyatakan bahwa salinitas juga dapat memengaruhi daya apung dari telur – telur ikan pelagis. Arus merupakan gerakan massa air yang bergerak secara horizontal ataupun vertikal yang dibangkitkan oleh angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut, sehingga pergerakan arus sangat ditentukan oleh pengaruh musim. Nurdin (2009) menyatakan bahwa pengaruh arus terhadap ikan adalah pada saat melakukan pemijahan dan menentukan penyebarannya. Hal tersebut dapat diketahui dari larva ikan yang hanyut dari daerah pemijahan menuju tempat pembesaran yang dekat dengan areal mencari makan (feeding area). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis sebaran klorofil-a, suhu permukaan laut, salinitas dan arus pada bulan September 2015 serta melakukan prediksi mengenai potensi biomassa ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Merauke pada bulan September 2015.
3
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir Kabupaten Merauke pada bulan September 2015 (Gambar 1). Pengambilan data in situ dilakukan oleh tim survei Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan April 2016 sampai Oktober 2016 di Laboratorium Penginderaan Jarak Jauh Kelautan, Laboratorium Oseanografi, dan Laboratorium Komputer Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Bahan Bahan yang digunakan untuk proses pengolahan dan analisis data terdiri dari data primer dan data sekunder (Tabel 2). Data primer berupa hasil pengukuran in situ klorofil-a, SPL, arus dan salinitas. Data sekunder berupa data klorofil-a dan SPL hasil estimasi satelit Aqua MODIS, serta data arus dan salinitas hasil permodelan INDESO.
4 Tabel 1 Bahan yang digunakan untuk proses pengolahan data No Bahan Kegunaan 1 Data klorofil-a hasil Validasi dengan data citra pengukuran in situ 2 Data SPL hasil pengukuran in Validasi dengan data citra situ 3 Data arus hasil pengukuran in Validasi dengan data permodelan situ 4 Data salinitas hasil pengukuran Validasi dengan data permodelan in situ 5 Data biomassa ikan pelagis Analisis regresi linear berganda hasil survey hidroakustik 6 Data citra klorofil-a Aqua Memetakan sebaran klorofil-a dan MODIS dengan resolusi spasial memprediksi daerah penangkapan ikan 9km 7 Data citra SPL Aqua MODIS Memetakan sebaran SPL dan memprediksi dengan resolusi spasial 9km daerah penangkapan ikan 8 Data permodelan salinitas dan Memetakan sebaran salinitas, kecepatan arus dan arah arus serta menentukan DPI Alat Alat yang digunakan untuk melakukan analisis data adalah laptop, software ArcGIS 10.2.2, Microsoft Excel 2010, Software Ferret, surfer, ODV, SeaDAS dan SPSS 22 (Tabel 1). Tabel 2 Alat yang digunakan untuk analisis data No Alat Kegunaan 1 Software ArcGIS 10.2.2 Analisis data parameter oseanografi 2 Microsoft Excel 2010 Pengolahan data citra dan hasil permodelan 3 Software Ferret Merata - rata data hasil permodelan 4 Software Surfer Mengolah data arus (membuat grid dan breakline) 5 Software ODV Mengeksport data hasil permodelan 6 Software SPSS 22 Analisis statistik (regresi linear berganda) 7 Software SeaDAS Mengeksport data hasil estimasi satelit Perolehan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data parameter oseanografi hasil pengukuran in situ seperti suhu permukaan laut, klorofil–a, salinitas, arus permukaan, dan biomassa ikan pelagis pada bulan September 2015. Pengambilan sampel parameter SPL, klorofil-a serta salinitas dilakukan di 25 titik sampel yang tersebar di sepanjang pesisir Kabupaten Merauke (Gambar 1). Parameter salinitas dan suhu permukaan laut diukur dengan menggunakan Conductivity Temperature Depth (CTD) (Lampiran 1). Parameter klorofil-a diukur dengan menggunakan van dorn water sampler (Lampiran 1). Pengambilan data kecepatan arus dilakukan
5 dengan menggunakan current meter yang diletakkan di 2 titik yang berbeda, yaitu di bagian selatan Kabupaten Merauke dan bagian barat Pulau Dolak. Data biomassa ikan pelagis kecil dihasilkan melalui survey hidroakustik dengan menggunakan echosounder SIMRAD EY60 dan frekuensi 200 kHz (Lampiran 1) yang dilakukan di sepanjang pesisir Kabupaten Merauke. Data sekunder yang digunakan adalah data hasil estimasi satelit dan hasil permodelan, meliputi suhu permukaan laut, klorofil-a, salinitas dan arus. Data citra SPL dan klorofil–a diperoleh melalui satelit Aqua MODIS pada situs www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data hasil estimasi satelit Aqua MODIS yang digunakan adalah binary level 3 Standard Mapped Image (SMI) (SST 11µ daytime) dengan format Hierarchical Data Format (HDF), dimana data tersebut sudah terkoreksi geometrik dan radiometrik. Resolusi spasial yang digunakan dari hasil estimasi satelit Aqua MODIS adalah 9 km dan merupakan hasil rata - rata bulanan (monthly average). Data hasil permodelan INDESO terdiri dari data salinitas dan arus serta diperoleh melalui situs www.indeso.web.id. Data hasil permodelan arus dan salinitas merupakan data yang diperoleh melalui observasi secara langsung dan disimulasikan melalui suatu permodelan INDESO Physical Ocean dengan resolusi spasial sebesar 1/12° atau sekitar 9,25 km. Data hasil permodelan yang digunakan merupakan data hasil rata – rata bulanan (monthly average). Data hasil estimasi satelit dan permodelan dari tiap parameter oseanografi memiliki informasi mengenai lintang, bujur dan parameter oseanografi yang digunakan (SPL, klorofil-a, salinitas dan arus). Prosedur Pengolahan Data Prosedur pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan teknologi SIG berbasis komputer. Teknologi tersebut digunakan untuk mengkombinasikan berbagai data masukan yang dapat berupa data hasil estimasi satelit maupun hasil permodelan untuk dilakukan analisis secara spasial. Tahap awal dalam melakukan analisis data adalah mengumpulkan data sekunder yang dibutuhkan, yaitu data hasil estimasi satelit dan permodelan. Data permodelan INDESO dan hasil estimasi satelit Aqua MODIS selanjutnya diekstrak masing – masing dengan menggunakan software ODV dan SeaDAS. Data yang telah diekstrak disimpan dalam format *txt. Data yang telah disimpan dalam format *txt kemudian diolah dengan menggunakan Ms. Excel untuk menghilangkan variabel – variabel yang tidak dibutuhkan seperti QF, Dummy, waktu dan stasiun. Variabel yang tersisa dari hasil pengolahan pada Ms. Excel adalah lintang, bujur dan parameter oseanografi yang digunakan. Data yang telah diolah dalam Ms. Exel disimpan dalam bentuk *xls, kemudian divalidasikan terhadap data hasil pengukuran in situ. Validasi tersebut dilakukan dengan menentukan nilai Root Mean Square Error (RMSE) dari tiap parameter oseanografi yang digunakan antara data hasil pengukuran in situ dengan hasil estimasi satelit serta permodelan. Rumus Root Mean Square Error (RMSE) adalah sebagai berikut: √
6 Keterangan: del i e ai
= = = =
Root Mean Square Error Data model hasil citra satelit ke i, i=1 . . . . N Data hasil pengukuran lapang ke i, i=1 . . . . N Jumlah pasangan data
Tahap berikutnya adalah melakukan analisis dengan menggunakan software ArcGIS 10.2.2.Tahap pertama dalam melakukan analisis data pada software ArcGIS adalah melakukan interpolasi dari setiap parameter oseanografi yang digunakan. Proses interpolasi dilakukan dengan menggunakan tipe krigging dengan ukuran tiap selnya (grid) sekitar 1 km. Tahap berikutnya adalah melakukan analisis Cobb Douglas (regresi linear berganda) dengan metode backward. Analisis regresi Cobb Douglas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas (Indrayani 2012). Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan selang kepercayaan 90% serta diolah dengan menggunakan software SPSS 22. Hair et al (2006) menjelaskan bahwa jumlah sampel untuk melakukan analisis regresi pada tiap variabel bebas (independet) disarankan tidak kurang dari 15 sampai 20 observasi. Salah satu hasil analisis regresi yang diperoleh berupa model regresi linear berganda yang akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan prediksi mengenai potensi biomassa ikan pelagis kecil. Model regresi linear berganda yang digunakan dalam analisis Cobb Douglas adalah: Y= b + b₁X₁ + b₂X₂ + b₃X₃ + b₄X₄ + e Keterangan: Y = Berat total biomassa ikan b = Koefisien potongan (konstanta) b₁ = Koefisien regresi parameter klorofil–a X₁ = Klorofil – a (mg/m³) b₄ = Koefisien regresi arus X₄ = Kecepatan arus (m/s)
b₂ = Koefisien regresi parameter SPL X₂= Suhu permukaan laut (°C) b₃ = Koefisien regresi salinitas X₃= Salinitas (PSU) e = Perkiraan kesalahan pengganggu
Tahap berikutnya adalah proses overlay. Tahap overlay hanya dilakukan terhadap parameter oseanografi yang memiliki pengaruh nyata terhadap keberadaan biomassa ikan pelagis kecil. Tahap tersebut akan menghasilkan peta prediksi potensi biomassa ikan pelagis kecil. Tahap akhir adalah proses layout terhadap peta sebaran spasial parameter oseanografi dan peta prediksi potensi biomassa ikan pelagis kecil. Diagram alir prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
7
Mulai
Data Satelit Aqua MODIS
Klorofil-a
Data Permodelan INDESO
SPL
Arus
Salinitas
Proses ekstraksi data
Proses ekstraksi data
Validasi
Validasi
Data in situ
Data in situ
Interpolasi tiap parameter oseanografi
Survey hidroakustik
Analisis regresi
Biomassa ikan pelagis
Overlay raster dari parameter oseanografi
Layout
Peta potensi daerah penangkapan ikan pelagis
Selesai
Gambar 2 Diagram alir penelitian
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Data Data hasil estimasi satelit, permodelan dan hasil pengukuran in situ menunjukkan adanya perbedaan nilai yang dihasilkan dari tiap parameter oseanografi yang digunakan (Tabel 3). Nilai rata – rata yang dihasilkan dari parameter klorofil-a dan SPL hasil estimasi satelit lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran in situ (Tabel 3). Nilai rata – rata salinitas hasil permodelan lebih kecil dibandingkan dengan hasil pengukuran in situ (Tabel 3). Perbedaan nilai tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat memengaruhi data sekunder yang digunakan, seperti proses kalibrasi, sensor, koreksi geometrik, algoritma, dan prosedur pengolahan data (Edmondri 1999). Error yang terjadi pada data satelit dan hasil permodelan dapat diketahui dengan mengestimasi nilai Root Mean Square Error (RMSE). Tabel 3 memperlihatkan bahwa hasil RMSE yang diperoleh bervariasi antara parameter oseanografi hasil estimasi satelit dan hasil permodelan INDESO dengan hasil pengukuran in situ. Nilai RMSE antara data satelit klorofil-a dan data hasil pengukuran in situ adalah 1,59 (Tabel 3). Faktor yang dapat memengaruhi nilai RMSE dari klorofil–a adalah sifat pantulan optis air pada saat melakukan penginderaan (Antoine et al. 2013). Pantulan optis air yang digunakan untuk mengidentifikasi klorofil–a seringkali tidak hanya berasal dari klorofil-a. Antoine et al. (2013) menyatakan bahwa sifat optik perairan tidak hanya dipengaruhi oleh fitoplankton, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor material terlarut seperti bahan organik (yellow substance) dan bahan anorganik yang tersuspensi. Hal tersebut memungkinkan kandungan klorofil-a hasil estimasi satelit lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran in situ. Nilai RMSE SPL hasil estimasi satelit dan pengukuran in situ adalah 0,86 (Tabel 3). Nilai RMSE salinitas hasil permodelan INDESO dan pengukuran in situ adalah 2,68 (Tabel 3). Yusuf dan Tjandrasa (2014) menyatakan bahwa semakin kecil nilai RMSE yang dihasilkan, maka kesalahan dari data hasil prediksi akan semakin kecil. Nilai RMSE yang terdapat pada beberapa parameter memiliki nilai yang cukup besar, seperti klorofil-a dan salinitas. Hal tersebut diduga karena data hasil estimasi satelit dan hasil permodelan yang digunakan merupakan hasil rata – rata bulanan, sementara data in situ merupakan hasil pengukuran sesaat. Tabel 3
Validasi antara data satelit dan data permodelan dengan data hasil pengukuran in situ Parameter Sumber data Min Max Rata -rata RMSE Aqua MODIS 1.82 4.77 2.71 Klorofil-a (mg/m³) 1.59 in situ 0.77 9.41 2.30 Aqua MODIS 26.61 28.33 27.46 SPL (°C) 0.86 in situ 26.10 27.70 26.74 INDESO (model) 29.035 35.11 30.45 Salinitas (PSU) 2.68 in situ 29.46 33.155 31.97
9 6
y = 0,2215x + 2,1976 R² = 0,2628
Klorofil-a satelit
5 4 3 2 1 0 0
2
4 6 Klorofil-a in situ
8
10
Gambar 3 Korelasi nilai klorofil–a pada pengukuran in situ dan satelit 28,4 y = 0,4822x + 14,568 R² = 0,1643 SPL satelit
27,9 27,4 26,9 26,4 26
26,5
27 SPL in situ
27,5
28
Gambar 4 Korelasi suhu permukaan laut pada pengukuran in situ dan satelit
Salinitas permodelan
36 y = -0,1259x + 34,484 R² = 0,008
35 34 33 32 31 30 29 28 29
30
31 32 Salinitas in situ
33
34
Gambar 5 Korelasi nilai salinitas hasil pengukuran in situ dan permodelan
10 Sebaran Spasial Klorofil–a pada Bulan September Sebaran spasial klorofil–a berdasarkan hasil estimasi satelit menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil–a pada bulan September memiki kisaran 0,39 mg/m³ sampai 10 mg/m³ (Gambar 6). Konsentrasi klorofil-a tertinggi terdapat di sekitar Pulau Dolak, yaitu memiliki kisaran antara 2 mg/m³ sampai 10 mg/m³ (Gambar 6). Konsentrasi klorofil-a terendah terdapat di bagian selatan Kabupaten Merauke, yaitu dengan kisaran 0,39 mg/m³ sampai 2 mg/m³. P3SDLP 2011 menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a di suatu perairan sangat erat kaitannya dengan distribusi fitoplankton. Distribusi fitoplankton secara horizontal sangat erat kaitannya dengan pencampuran massa air laut dan massa air tawar sebagai pembawa nutrien dari daratan. Hasil pengukuran in situ menunjukkan bahwa Konsentrasi klorofil–a memiliki kisaran 0,776 sampai 9,414 mg/m³ dengan rata – rata 2,30 mg/m³ (Tabel 3). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir (2011) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil–a yang terdapat di Perairan Arafuru tergolong tinggi dengan kisaran antara 0,16 mg/m³ sampai dengan 21,82 mg/m³. Faktor yang dapat meningkatkan konsentrasi klorofil–a pada bulan September di Perairan Kabupaten Merauke adalah pengaruh curah hujan (Rudiastuti 2008). Curah hujan yang tinggi dapat disebabkan karena pengaruh angin musim (monsoon). Curah hujan yang tinggi akan meningkatkan pasokan unsur hara melalui run off dari daratan. Gower (1972) dalam Gaol et al. (2007) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil–a di atas 0,2 mg/m³ merupakan indikasi keberadaan fitoplankton yang cukup untuk keberlangsungan hidup ikan – ikan ekonomis penting dan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan secara komersil. Konsentrasi klorofil–a memiliki nilai yang lebih tinggi dan melimpah pada perairan pesisir dibandingkan dengan perairan laut lepas (Gambar 6). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ramansyah (2009) bahwa perairan di sekitar pesisir memiliki konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi karena terdapat banyak fitoplankton, sehingga di daerah tersebut terjadi proses penyuburan oleh zat hara. Hal ini disebabkan karena perairan pesisir menerima suplai nutrien secara langsung dari daratan, sementara perairan laut lepas tidak menerima suplai nutrien dari daratan secara langsung (Ramansyah 2009). Unsur hara tersebut dapat berasal dari banyaknya ekosistem mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir Perairan Merauke. Ekosistem mangrove mempunyai peranan penting di perairan pesisir, yaitu menyuplai nutrien dengan melepaskan unsur hara yang berasal dari serasah daun yang telah mengalami dekomposisi. Unsur hara yang terbawa ke perairan pesisir melalui aliran sungai selanjutnya akan dimanfaatkan fitplankton untuk
11 pertumbuhan
dan
melakukan
proses
fotosintesis
(Rudiastuti
2008).
Gambar 6 Peta sebaran klorofil-a pada Bulan September Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut pada Bulan September Suhu permukaan laut berdasarkan hasil estimasi satelit memiliki kisaran 26°C sampai 31°C dengan SPL yang dominan berada pada kisaran 26°C sampai 27°C (Gambar 7). Sebaran SPL terlihat lebih tinggi pada bagian barat Pulau Dolak, yaitu memiliki kisaran antara 27°C sampai 31°C (Gambar 7). Sebaran SPL yang lebih rendah terdapat di bagian selatan Kabupaten Merauke, yaitu memiliki kisaran 26°C sampai 31°C (Gambar 7). Hal tersebut diduga terjadi akibat faktor lokal, seperti topografi dasar laut (Tangke 2015). Hasil pengukuran in situ SPL menunjukkan adanya perbedaan kisaran dengan hasil estimasi satelit, yaitu berkisar antara 26,10°C sampai 27,70°C dengan rata – rata 26,74°C (Tabel 3). Rudiastuti (2008) menyatakan bahwa SPL di Perairan Arafura pada bulan September cenderung rendah dengan kisaran 24,34°C sampai 31,23°C dan rata – rata 26,10°C. Monsoon memainkan peranan penting dalam terjadinya variasi SPL secara spasial (Kida dan Richard 2009). Salah satu faktor yang terjadi akibat pengaruh dari monsoon adalah presipitasi (curah hujan). Presipitasi yang terjadi akibat pengaruh monsoon di suatu perairan dapat menurunkan suhu permukaan di perairan tersebut. Nurheryanto (2009) menambahkan bahwa variasi SPL juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor meteorologi, seperti suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Gambar 7 menunjukkan bahwa wilayah perairan yang semakin mengarah ke laut lepas memiliki SPL yang lebih rendah dibandingkan dengan perairan yang semakin mendekati pantai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nontji (1993) dalam Limbong (2008) bahwa suhu perairan yang berada di dekat pantai lebih besar dibandingkan suhu permukaan di lepas pantai. Variasi horizontal tersebut terjadi karena terdapat perbedaan kedalaman antara perairan laut lepas dan
12 perairan di sekitar pantai. Douglas (2001) menyatakan bahwa perairan yang memiliki kedalaman lebih dangkal akan lebih mudah hangat dibandingkan dengan perairan laut lepas yang memiliki kedalaman yang lebih besar.
Gambar 7 Peta sebaran suhu permukaan laut pada Bulan September Sebaran Spasial Salinitas Pada Bulan September Perairan Merauke memiliki nilai salinitas yang bervariasi (Gambar 8). Hal tersebut dapat dilihat dari variasi salinitas berdasarkan hasil permodelan INDESO memiliki kisaran antara 29 PSU sampai 35,82 PSU dengan variasi salinitas didominasi oleh kisaran 29 PSU sampai 30 PSU (Gambar 8). Hasil pengukuran in situ memperlihatkan bahwa nilai salinitas memiliki kisaran 29,40 PSU sampai 33,10 PSU dengan rata-rata 31,97 PSU (Tabel 3). Gambar 8 memperlihatkan bahwa variasi serta nilai salinitas pada bagian barat Pulau Dolak lebih rendah dibandingkan dengan bagian selatan Kabupaten Merauke, yakni memiliki kisaran 29 PSU sampai 31 PSU. Nurjaya (2006) menyatakan bahwa variabilitas salinitas pada musim timur di sekitar Pulau Dolak adalah 29 PSU. Nilai salinitas lebih rendah di perairan bagian barat Pulau Dolak diduga karena perairan tersebut mendapatkan pasokan aliran air sungai dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan perairan bagian selatan Kabupaten Merauke, sehingga menurunkan nilai salinitas yang ada di perairan tersebut. Salinitas yang terdapat pada perairan bagian selatan Kabupaten Merauke memiliki kisaran antara 31 PSU sampai 35,82 PSU (Gambar 8). Ross (1970) dalam Tadjuddah (2005) menyatakan bahwa salinitas permukaan laut di suatu perairan tergantung pada perbedaan presipitasi (curah hujan) dan evaporasi (penguapan). Daerah yang mengalami penguapan yang tinggi memiliki salinitas yang tinggi dan begitu juga sebaliknya. Wyrtki (1961) selanjutnya menambahkan bahwa sebaran salinitas permukaan pada suatu perairan sangat berfluktuasi dan bergantung pada beberapa faktor, seperti musim, struktur geografi, masukan air tawar, curah hujan serta sirkulasi massa air. Gambar 8 juga memperlihatkan
13 bahwa secara keseluruhan nilai salinitas yang berada di sekitar pantai memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan laut lepas. Hal tersebut dapat terjadi karena daerah di sekitar pantai masih dipengaruhi oleh daratan, seperti pengaruh dari run off serta hujan (Saifudin et al. 2014).
Gambar 8 Peta sebaran salinitas pada Bulan September Kecepatan dan Arah Arus Pada Bulan September Arus permukaan di Perairan Merauke berdasarkan permodelan INDESO memiliki kecepatan 0 m/s sampai 0,12 m/s (Gambar 9). Kecepatan arus total yang diperoleh pada pengukuran in situ dengan menggunakan current meter di Perairan bagian selatan Kabupaten Merauke memiliki kisaran 0,001 m/s sampai 0,650 m/s dengan rata - rata 0,240 m/s. Kecepatan arus total yang diperoleh pada pengukuran in situ di bagian barat Pulau Dolak memiliki kisaran 0,0002 m/s sampai 0,740 m/s dengan rata – rata 0,230 m/s. Rata – rata kecepatan arus yang diperoleh berdasarkan pengukuran in situ menunjukkan bahwa Perairan Merauke memiliki kecepatan arus yang tidak besar dan termasuk lambat pada musim timur, sehingga Perairan Merauke cenderung tenang. Mason (1981) dalam Tambaru et al. (2014) menyatakan bahwa kecepatan arus di bawah 0,5 m/s tergolong dalam kecepatan arus yang sangat lambat. Rudiastuti (2008) menyatakan bahwa pada bulan September Perairan Arafuru memiliki kondisi yang tenang dengan kecepatan arus berkisar antara 0,001 m/s sampai 0,9 m/s. Kecepatan arus yang terdapat di sekitar pesisir (Gambar 9) menunjukkan kecepatan 0 m/s. Hal tersebut diakibatkan kecepatan arus yang sebenarnya sangat kecil, sehingga permodelan yang dihasilkan adalah 0 m/s. Kecepatan arus semakin berkurang ketika mengarah ke perairan pantai dan semakin bertambah besar pada perairan laut lepas (Gambar 9). Hal tersebut diakibatkan oleh perubahan kedalaman. Perairan yang berada di pesisir memiliki kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan di perairan yang mengarah ke laut lepas, sehingga terjadi
14 gesekan antara arus dengan dasar perairan yang menyebabkan kecepatan arus berkurang dan semakin lemah. Pola pergerakan arus menunjukan pergerakan yang berasal dari arah tenggara Kabupaten Merauke yang bergerak menjauhi pesisir merauke dan Pulau Dolak menuju ke arah barat dan barat daya (Gambar 9). Pergerakan arus tersebut dipengaruhi oleh musim tenggara (timur), dimana arus dari Laut Arafura dan Laut Banda masuk dan menuju ke Laut Flores, lalu menuju ke Laut Jawa dan Laut Cina Selatan dan diperkuat oleh arus kompensasi dari Samudera Pasifik (Wyrtki 1961). Gambar 9 menunjukkan bahwa pola pergerakan arus di Kabupaten Merauke diduga memengaruhi keberadaan biomassa ikan pelagis kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan biomassa ikan pelagis kecil dalam jumlah yang lebih besar berada pada arus yang bergerak dari utara Pulau Dolak menuju bagian barat dan barat laut Pulau Dolak. Biomassa ikan pelagis kecil dalam jumlah yang lebih rendah berada pada kondisi arus yang bergerak dari bagian tenggara atau selatan Kabupaten Merauke menuju ke arah barat dan barat daya Kabupaten Merauke.
Gambar 9 Peta kecepatan dan arah arus pada Bulan September Hubungan Antara Parameter Oseanografi Terhadap Biomassa Ikan Pelagis Kecil Hubungan antara sebaran klorofil-a terhadap biomassa ikan pelagis kecil secara keseluruhan menunjukkan bahwa meningkatnya kandungan klorofil-a akan meningkatkan biomassa ikan pelagis kecil (Gambar 10). Biomassa ikan pelagis kecil dalam jumlah terbesar terdapat pada kisaran klorofil–a 3,5 mg/m³ - 4 mg/m³ dengan biomassa ikan mencapai 54,28 ton/nmi² (Gambar 10). Biomassa ikan pelagis kecil dengan jumlah terendah sebesar 15,95 ton/nmi² berada pada klorofil– a dengan kisaran 1,5 mg/m³ sampai 2 mg/m³ (Gambar 10). Data statistik perikanan di Kabupaten Merauke pada tahun 2009 memperlihatkan bahwa salah satu hasil tangkapan dalam jumlah besar di Perairan Kabupaten Merauke adalah
15 jenis ikan pelagis kecil (kembung). Nurdin (2009) menyatakan bahwa penangkapan ikan pelagis kecil (kembung) dalam jumlah terbesar di Perairan Kabupaten Pangkep pada musim timur berada pada kisaran klorofil-a sebesar 2,02 mg/m³ - 3,84 mg/m³. Biomassa ikan pelagis kecil (ton/nmi²)
60 50 40 30 20 10 0 1,5
2
2,5
3 3,5 Klorofil-a (mg/m³)
4
4,5
5
Gambar 10 Grafik hubungan klorofil–a terhadap biomassa ikan pelagis kecil
Biomassa ikan pelagis kecil (ton/nmi²)
Hubungan antara suhu permukaan laut dengan biomassa ikan pelagis kecil secara keseluruhan adalah semakin meningkatnya suhu permukaan laut, maka biomassa ikan semakin meningkat (Gambar 11). Biomassa ikan pelagis kecil dalam jumlah terbesar terdapat pada suhu permukaan laut dengan kisaran 28°C sampai 28,5°C dengan jumlah biomassa sebesar 54,28 ton/nmi² (Gambar 11). Biomassa ikan dengan jumlah terkecil terdapat pada suhu permukaan laut yang memiliki kisaran antara 27°C sampai 27,5°C dengan biomassa sebesar 15,95 ton/nmi² (Gambar 11). Nurdin (2009) menyatakan bahwa penangkapan ikan pelagis kecil (kembung) dalam jumlah terbesar di Perairan Kabupaten Pangkep pada musim timur memiliki kisaran SPL sebesar 29,19 °C sampai 30,05°C.
Gambar 11
60 50 40 30 20 10 0 26,5
27
27,5 28 Suhu permukaan laut (°C)
28,5
Grafik hubungan suhu permukaan laut terhadap biomassa ikan pelagis kecil
Hubungan antara salinitas dengan biomassa ikan pelagis kecil secara keseluruhan adalah semakin meningkatnya nilai salinitas akan mengurangi biomassa ikan (Gambar 12). Biomassa ikan pelagis kecil memiliki jumlah terbesar
16
Biomassa ikan pelagis kecil (ton/nmi²)
pada salinitas yang memiliki kisaran 29 PSU sampai 30 PSU dengan biomassa sebesar 54,28 ton/nmi² (Gambar 12). Biomassa ikan pelagis kecil yang memiliki jumlah terendah terdapat pada kisaran salinitas antara 32 PSU sampai 33 PSU dengan jumlah biomassa sebesar 15,95 ton/nmi² (Gambar 12). Nurdin (2009) menyatakan bahwa penangkapan ikan pelagis kecil (kembung) dalam jumlah terbesar di Perairan Kabupaten Pangkep yang dilakukan pada musim timur memiliki kisaran salinitas antara 30,31 PSU sampai 31,21 PSU. 60 50 40 30 20 10 0 28
29
30
31 32 33 Salinitas (PSU)
34
35
36
Gambar 12 Grafik hubungan salinitas terhadap biomassa ikan pelagis kecil Hubungan antara kecepatan arus terhadap biomassa ikan pelagis kecil adalah meningkatnya kecepatan arus akan mengurangi biomassa ikan. Biomassa ikan pelagis kecil dalam jumlah terbesar terdapat pada kecepatan arus dengan kisaran antara 0 m/s sampai 0,005 m/s dengan jumlah biomassa 54,28 ton/nmi² (Gambar 13). Biomassa ikan pelagis kecil dalam jumlah terendah terdapat pada wilayah yang memiliki kecepatan arus berkisar antara 0,010 m/s sampai 0,015 m/s dengan biomassa sebesar 15,95 ton/nmi² (Gambar 13). Nurdin (2009) menyatakan bahwa penangkapan ikan pelagis kecil (kembung) dalam jumlah terbesar di Perairan Kabupaten Pangkep yang dilakukan pada musim timur memiliki kisaran kecepatan arus sebesar 0,120 m/s sampai 0,170 m/s. Biomassa ikan pelagis (ton/nmi²)
60 50 40 30 20 10 0 0
Gambar 13
0,005
0,01 0,015 Kecepatan arus (m/s)
0,02
Grafik hubungan antara kecepatan arus terhadap biomassa ikan pelagis kecil Keterkaitan atau hubungan dari parameter oseanografi terhadap keberadaan biomassa ikan pelagis kecil dapat diketahui dengan menggunakan suatu metode analisis, yaitu regresi linear berganda (Indrayani 2012). Analisis regresi linier
17 berganda adalah salah satu teknik analisis data yang terdiri lebih dari satu variabel bebas dan satu variabel tidak bebas yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas (Saifudin et al 2014). Analisis regresi Cobb Douglas dilakukan dengan menggunakan metode backward. Analisis regresi Cobb Douglas dengan metode backward digunakan untuk mengetahui hubungan antara parameter oseanografi sebagai variabel bebas (X) yang memiliki pengaruh nyata terhadap biomassa ikan pelagis kecil sebagai variabel tak bebas (Y). Variabel bebas (X) yang tidak memilik pengaruh yang signifikan/nyata terhadap variabel tidak bebas (Y) tidak akan diperhitungkan dan akan tesisihkan secara otomatis (Nurdin 2009). Berdasarkan model regresi Cobb Douglas (Lampiran 4), koefisien korelasi (R) yang diperoleh adalah 0,678, sehingga terdapat hubungan antara klorofil-a dan suhu permukaan laut terhadap biomassa ikan pelagis sebesar 67,80%. Koefisien determinasi (R²) yang diperoleh adalah 0,46, sehingga 46% variabel yang mempengaruhi keberadaan biomassa ikan pelagis kecil adalah klorofil-a dan suhu permukaan laut. Sisa presentase dari koefisien determinasi (R²) sebesar 0,54, sehingga 54% keberadaan biomassa ikan pelagis kecil dipengaruhi oleh parameter oseanografi lainnya. Analisis varians (uji f) dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter oseanografi secara bersama – sama terhadap biomassa ikan pelagis kecil. Uji f tersebut akan menghasilkan nilai F hitung yang akan dibandingkan dengan f tabel yang bertujuan untuk menunjukkan ketepatan model penaksiran yang digunakan. Hasil analisis statistik uji f Cobb Douglas (Lampiran 4) menunjukkan nilai p-value F sebesar 0,001 (<0,1). Hasil tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan selang kepercayaan 90%, persamaan regresi yang diajukan dapat diterima dan parameter oseanografi (klorofil-a, suhu permukaan laut, arus dan salinitas) bersama – sama berpengaruh nyata terhadap keberadaan biomassa ikan pelagis kecil. Analisis statistik uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing – masing variabel bebas (parameter oseanografi) terhadap variabel tidak bebas (biomassa ikan pelagis kecil). Hasil analisis statistik uji t (Lampiran 5) menggambarkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari parameter klorofil–a dan suhu permukaan laut masing – masing adalah 0,066 (<0,1) dan 0,018 (<0,1). Nilai signifikansi dari parameter salinitas dan arus masing – masing adalah 0,156 (>0,1) dan 0,237(>0,1) (Lampiran 5). Analisis uji t tersebut memperlihatkan bahwa perubahan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut berpengaruh nyata terhadap biomassa ikan pelagis kecil, sedangkan perubahan parameter salinitas dan arus tidak memiliki pengaruh nyata terhadap biomassa ikan pelagis kecil. Hal tersebut diduga karena konsentrasi klorofil–a dan suhu permukaan laut memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap keberadaan biomassa ikan pelagis kecil dibandingkan salinitas dan arus. Persamaan regresi yang diperoleh berdasarkan hasil uji t adalah : Y= -288,239 + 5,083 X₁ + 11,239 X₂ + e Prediksi Potensi Biomassa Ikan Pelagis Kecil pada Bulan September Prediksi potensi biomassa ikan pelagis kecil yang terdapat di Perairan Merauke (Gambar 14) menunjukkan bahwa potensi biomassa ikan pelagis kecil
18 sebesar 9 ton/nmi² hingga 90 ton/nmi² yang terbagi ke dalam 4 bagian kisaran. Daerah yang memiliki potensi biomassa ikan pelagis kecil dengan kisaran 9 ton/nmi² sampai 30 ton/nmi² memiliki luas wilayah 25855,96 km². Kisaran potensi tersebut dominan terletak di bagian selatan dari Kabupaten Merauke atau memiliki persentase sekitar 50,76% dari luas total perairan. Potensi biomassa ikan pelagis kecil dengan kisaran 31 ton/nmi² sampai 50 ton/nmi² memiliki luas wilayah 19964,30 km². Kisaran potensi tersebut dominan teletak di bagian barat Pulau Dolak atau memiliki luas wilayah sekitar 39,19% dari luas wilayah total. Potensi biomassa ikan pelagis kecil dengan kisaran 51 ton/nmi² sampai 70 ton/nmi² memiliki luas wilayah 3971,74 km². Kisaran potensi tersebut dominan terletak di sekitar muara sungai dekat Pulau Dolak atau memiliki persentase luas wilayah sekitar 7,79% dari luas wilayah total. Potensi biomassa ikan pelagis kecil dengan kisaran 71 ton/nmi² sampai 90 ton/nmi² memiliki luas wilayah 1146,51 km². Kisaran potensi tersebut dominan terletak di muara sungai sekitar Pulau Dolak atau memiliki persentase luas wilayah sekitar 2,25% dari luas wilayah total. Potensi biomassa ikan pelagis kecil yang terletak di bagian barat Pulau Dolak memiliki kisaran 31 ton/nmi² sampai 90 ton/nmi². Perairan yang terletak di bagian kanal dan di bagian selatan Kabupaten Merauke memiliki potensi biomassa masing - masing sekitar 31 ton/nmi² sampai 90 ton/nmi² dan 9 ton/nmi² sampai 90 ton/nmi². Berdasarkan model regresi yang diajukan melalui analisis regresi linear berganda, diperoleh prediksi mengenai potensi biomassa ikan pelagis kecil di Perairan Kabupaten Merauke dengan jumlah total sebesar 487.113,397 ton.
Gambar 14
Peta prediksi potensi biomassa ikan pelagis kecil pada Bulan September
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kandungan klorofil-a di Perairan Merauke pada bulan September memiliki kisaran 0,3 mg/m³ sampai 10 mg/m³, sebaran SPL berkisar antara 26,01°C sampai 31°C, sebaran salinitas berkisar 29,04 PSU sampai 35,81 PSU dan kecepatan arus berkisar antara 0,01 m/s sampai 0,12 m/s. Sebaran spasial potensi biomassa ikan pelagis kecil di Kabupaten Merauke berkisar antara 9 ton/nmi² sampai dengan 90 ton/nmi². Potensi biomassa dalam jumlah yang lebih besar terdapat di bagian barat Pulau Dolak, yaitu memiliki kisaran 31 ton/nmi² sampai 90 ton/nmi². Potensi biomassa secara keseluruhan didominasi oleh area yang memiliki biomassa sebesar 9 ton/nmi² sampai 30 ton/nmi² yang terdapat di bagian selatan Kabupaten Merauke. Luas perairan yang memiliki potensi biomassa sebesar 9 ton/nmi² sampai 30 ton/nmi² adalah 50,76% dari luas perairan total. Saran Penelitian berikutnya mengenai daerah penangkapan ikan dilakukan pada musim yang berbeda dengan menambahkan parameter – parameter oseanografi yang dapat memengaruhi keberadaan ikan serta menambahkan titik sampling pada saat pengambilan data in situ, sehingga akan dihasilkan daerah penangkapan ikan secara lebih detail pada tiap musim yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Almuas. 2005. Analisis karakteristik parameter oseanografi untuk penentuan daerah penangkapan potensial Ikan Pelagis di perairan Laut Cina Selatan bagian Selatan pada Musim Timur [tesis]. Institut Pertanian Bogor. 116 hlm. Antoine D, Babin M, Berthon JF, Bricaud A, Gentili B, Loisel H, Maritorena S, Stramski D. 2013. Shedding light n the ea: And e el’ legacy t optical oceanography [catatan penelitian]. Annual Review of Marine Science. 6: 1-21 Arifin R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton (Klorofila) dan Keterkaitannya Dengan Kesuburan Perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. 116 hlm. Bachrin N. 2011. Zona potensial penangkapan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) berdasarkan parameter oseanografi dan dan hasil tangkapan di perairan Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep [skripsi]. Universitas Hasanuddin. 50 hlm. [BPID] Badan Penanaman Investasi Daerah. 2006. Profil investasi Kabupaten Merauke Provinsi Papua [ulasan]. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke. 2009. Data Perikanan Tangkap. Kabupaten Merauke (ID): DKP Kabupaten Merauke. Douglas, RM. 2001. Physical Oceanography. Illinois [US]: University of Chicago.
20 Edmondri. 1999. Studi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang dan Madidihang di Perairan Sumatera Barat Pada Musim Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 60 hlm. Fausan. 2011. Pemetaan daerah potensial penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) berbasis sistem informasi geografis di perairan Teluk Tomini Provinsi Gorontalo [skripsi]. Makassar (ID): Universias Hasanuddin. 67 hlm. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 149 hal. Hair JF, Black WC, Babin BJ, Anderson RE, Tatham RL. 2006. Multivariate Data Analysis. New Jersey (US): Prentice Hall Haryanto F. 1999. Penentuan daerah penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan menggunakan data suhu permukaan laut dari citra Satelit NOAA/AVHRR dan parameter oseanografi lain di Perairan Berpayaos, selatan Cialacap [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 82 hlm. Indrayani, Mallaw a, Zainuddin M. 2012. Penentuan karakteristik habitat daerah potensial Ikan Pelagis Kecil dengan pendekatan spasial di Perairan Sinjai [catatan penelitian]. Kida S, Richard KJ. 2009. Seasonal Sea Surface Temperature Variability In The Indonesian Seas. J Geophys Res. Vol. 114: 1-17 Lillesand T, Kiefer RW, Chipman J. 2014. Rremote Sensing and Image Interpretation. Wisconsin (US): Penerbit Wiley. Ed ke-7. Limbong M. 2008. Pengaruh suhu permukaan laut terhadap jumlah dan ukuran hasil tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 77 hlm Lumban-Gaol J, Arhatin RE, Kawaru M. 2007. Pemetaan Sumberdaya Laut Pulau Nias Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Satelit Pasca – Tsunami 2004. JIPI, Vol. 12(3): 131-139 Nurdin, S. 2009. Penentuan zona penangkapan potensial dan pola migrasi ikan kembung (Rastrelinger spp.) di Perairan Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep [tesis]. Makassar [ID]: Universitas Hasanuddin. 145 hlm. Nurheryanto. 2009. Sebaran suhu permukaan laut di perairan Utara Sumbawa menggunakan citra Satelit MODIS [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurjaya IW. 2006. Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. Monintja DR, Sularso A, Sondita MFA, Purbayanto A, editor. Bogor (ID). Departemen PSP FPIK IPB. [P3SDLP] Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut. 2011. Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura dan Pesisir Barat Daya Papua. Jakarta (ID): KKP Ramansyah R. 2009. Penentuan pola sebaran konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda dan perairan sekitarnya dengan menggunakan data inderaan Aqua MODIS [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. 71 hlm. Rudiastuti, 2008. Studi sebaran klorofil – a dan suhu permukaan laut serta hubungannya dengan distribusi kapal penangkap ikan melalui teknologi
21 Vessel Monitoring System (VMS) [skrpisi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 147 hlm. Saifudin, Fitri ADP, Sardiyatmo. 2014. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) Dalam Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp) di Perairan Pemalang Jawa Tengah. J Manaj dan Teknol Sumberd Perik, Vol. 3 (4): 66-75. Sinaga MP. 2009. Analisis hasil tangkapan pukat ikan kaitannya dengan kandungan klorofil-a dan suhu permukaan laut di perairan Tapanuli Tengah [tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor. 118 hlm. Suhartono, Haruna, Paillin JB. 2013. Identifikasi dan prediksi daerah penangkapan Ikan Kembung (Rastrellinger spp) di perairan Kabupaten Pangkep. Amanisal. 2(2): 55-65 Tambaru R, Muhiddin AH, Malida HS. 2014. Analisis Perubahan Kepadatan Zooplankton Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton Pada Berbagai Waktu dan Kedalaman di Perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep. JIKP, Vol. 24 (3): 40-48. Tadjuddah M. 2005. Analisis daerah penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) dengan menggunakan data satelit di perairan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 124 hlm. Tangke U, Karuwal JCH, Zainuddin M, Mallawa A. 2015. Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) di Perairan Laut Halmahera Bagian Selatan. Jurnal Ipteks PSP, Vol. 2 (3): 248-260 Yusuf A, Tjandrasa H. 2014. Prediksi Nilai Dengan Metode Spectral Clustering dan Clusterwise Regression. SimanteC. 4(1):1-8 Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of The Southeast Asian Waters [catatan penelitian]. eSchoarship University of California. 2: 1-225 Zainuddin M, Kiyofuji H, Saitoh K, Saitoh S. 2006. Using Multi-Sensor Satellite Remote Sensing and Catch Data to Detect Ocean Hot Spots for Albacore (Thunnus alalunga) in the Northwestern North Pacific. J Deep Sea Res Part II, Vol 53: 419-431.
22 Lampiran 1 Daftar alat yang digunakan pada pengukuran secara in situ No Alat Kegunaan 1 Secchi disk Mengukur kecerahan 2 Turbidity meter Mengukur kekeruhan 3 DO Meter Mengukur kadar oksigen terlarut 4 pH Meter Mengukur kadar pH 5 Botol sampel Mengambil sampel air 6 Genset (sumber listrik AC Sumber listrik untuk laptop 220V) 7 Genset (sumber listrik DC Sumber listrik GPSMAP dan CruzPro box 12V) 8 GPSMAP 585 Garmin Mengetahui posisi dan kedalaman perairan 9 GPS 78S Mengetahui posisi(sebagai pembanding) 10 Van Dorn Water Sampler Mengambil sampel air 11 CTD Mengukur SPL dan salinitas Lampiran 2 Data parameter oseanografi hasil pengukuran in situ Lintang -8.51771 -8.41992 -8.28208 -8.15351 -8.11889 -8.2103 -8.34738 -8.13279 -7.69106 -7.54347 -7.43793 -7.30966 -7.28913 -7.38948 -7.38937 -7.43155 -7.51945 -7.57146 -7.71762 -7.81517 -7.87095 -7.97027 -8.06668 -8.13259 -8.18812
Bujur 140.322 140.1544 139.9802 139.9112 139.9606 139.6485 138.9599 138.8122 139.0384 138.962 138.8688 138.7174 138.5616 138.4354 138.3047 138.1869 138.0612 137.9954 137.8817 137.8142 137.7831 137.73 137.709 137.6372 137.564
Klorofil (mg/m³) 2.055 0.917 0.813 2.039 1.731 0.949 1.376 3.704 2.023 1.020 2.291 1.921 1.020 9.414 3.617 2.598 1.834 1.188 3.432 0.950 0.776 3.222 2.513 4.820 1.393
Suhu (°C) Salinitas (PSU) Biomassa (ton) 26.5 32.022 17.9008 26.1 32.057 21.6109 26.5 31.904 29.5496 26.6 32.01 15.9522 26.6 30.769 18.6395 26.2 32.59 31.4206 26.6 31.082 31.4464 26.6 29.466 28.0131 26.8 29.749 19.6093 26.8 29.729 40.7454 27.7 29.793 53.5447 26.6 30.653 24.7965 26.6 31.997 34.8756 27.4 32.434 54.2781 27 32.76 42.3271 27.1 32.762 36.9592 26.3 33.155 23.9058 27 33.054 25.8072 26.9 32.991 40.9034 26.7 33.014 36.586 26.5 33.016 31.8723 26.5 33.116 49.1826 26.3 33.03 49.8213 27.1 33.152 52.4344 27.5 33.068 41.2067
23 Lampiran 3 Data sekunder yang digunakan untuk analisis regresi Lintang (LS) Bujur (BT) klorofil-a SPL arus Salinitas biomassa -8.51771 140.322 1.9 27.2102 0.0112 35.11 17.9008 -8.41992 140.1544 1.88 27.0448 0.0141 34.89 21.6109 -8.28208 139.9802 2.13 26.8848 0.01 32.84 29.5496 -8.15351 139.9112 1.82 27.2986 0.01 32.11 15.9522 -8.11889 139.9606 2.13 26.6074 0.01 32.11 18.6395 -8.2103 139.6485 2.49 26.8090 0.01 32.32 31.4206 -8.34738 138.9599 1.82 26.8108 0.0141 30.52 31.4464 -8.13279 138.8122 2.03 26.8204 0.01 30.81 28.0131 -7.69106 139.0384 1.83 27.1909 0.005 29.3 19.6093 -7.54347 138.962 1.82 27.7236 0.01 29.5 40.7454 -7.43793 138.8688 2.03 28.1905 0 29.2 53.5447 -7.30966 138.7174 3.19 28.0894 0 29.77 24.7965 -7.28913 138.5616 2.71 28.3329 0 29.5 34.8756 -7.38948 138.4354 3.8 28.0661 0 29.035 54.2781 -7.38937 138.3047 3.09 27.6398 0 29.94 42.3271 -7.43155 138.1869 2.8 27.7661 0.01 29.695 36.9592 -7.51945 138.0612 3.68 27.4984 0 29.31 23.9058 -7.57146 137.9954 2.86 27.4513 0 29.195 25.8072 -7.71762 137.8817 3.75 27.6021 0.01 29.385 40.9034 -7.81517 137.8142 2.84 27.5257 0.01 29.231 36.586 -7.87095 137.7831 2.66 27.5257 0.02 29.382 31.8723 -7.97027 137.73 3.07 27.5417 0.01 29.245 49.1826 -8.06668 137.709 3.07 27.9749 0.01 29.16 49.8213 -8.13259 137.6372 4.77 27.7801 0.005 29.615 52.4344 -8.18812 137.564 3.53 27.1876 0.0112 30.295 41.2067
24 Lampiran 4 Perhitungan RMSE salinitas salinitas in situ
salinitas satelit 32.022 32.057 31.904 32.01 30.769 32.59 31.082 29.466 29.749 29.729 29.793 30.653 31.997 32.434 32.76 32.762 33.155 33.054 32.991 33.014 33.016 33.116 33.03 33.152 33.068
35.11 34.89 32.84 32.11 32.11 32.32 30.52 30.81 29.3 29.5 29.2 29.77 29.5 29.035 29.94 29.695 29.31 29.195 29.385 29.231 29.382 29.245 29.16 29.615 30.295
selisih selisih^2 -3.088 9.535744 -2.833 8.025889 -0.936 0.876096 -0.1 0.01 -1.341 1.798281 0.27 0.0729 0.562 0.315844 -1.344 1.806336 0.449 0.201601 0.229 0.052441 0.593 0.351649 0.883 0.779689 2.497 6.235009 3.399 11.5532 2.82 7.9524 3.067 9.406489 3.845 14.78403 3.859 14.89188 3.606 13.00324 3.783 14.31109 3.634 13.20596 3.871 14.98464 3.87 14.9769 3.537 12.51037 2.773 7.689529 jumlah 179.3312 RMSE 2.68
25 Lampiran 5 Perhitungan RMSE klorofil-a Lintang -8.51771 -8.41992 -8.28208 -8.15351 -8.11889 -8.2103 -8.34738 -8.13279 -7.69106 -7.54347 -7.43793 -7.30966 -7.28913 -7.38948 -7.38937 -7.43155 -7.51945 -7.57146 -7.71762 -7.81517 -7.87095 -7.97027 -8.06668 -8.13259 -8.18812 jumlah RMSE
Bujur 140.322 140.1544 139.9802 139.9112 139.9606 139.6485 138.9599 138.8122 139.0384 138.962 138.8688 138.7174 138.5616 138.4354 138.3047 138.1869 138.0612 137.9954 137.8817 137.8142 137.7831 137.73 137.709 137.6372 137.564
Chl-a_in situ 2.055 0.917 0.813 2.039 1.731 0.949 1.376 3.704 2.023 1.020 2.291 1.921 1.020 9.414 3.617 2.598 1.834 1.188 3.432 0.950 0.776 3.222 2.513 4.820 1.393
chl-a_Satelit 1.9 1.88 2.13 1.823 2.13 2.49 1.823 2.027 1.83 1.823 2.027 3.185 2.71 3.8 3.09 2.796 3.676 2.856 3.745 2.84 2.655 3.07 3.07 4.77 3.525
selisih selisih^2 0.155 0.024025 -0.963 0.927369 -1.317 1.734489 0.216 0.046512 -0.399 0.159201 -1.541 2.374681 -0.447 0.200107 1.677 2.813447 0.193 0.037249 -0.803 0.645344 0.264 0.069872 -1.264 1.597696 -1.690 2.8561 5.614 31.517 0.527 0.277729 -0.198 0.039204 -1.842 3.392964 -1.668 2.782224 -0.313 0.097969 -1.890 3.5721 -1.879 3.530641 0.152 0.023104 -0.557 0.310249 0.050 0.0025 -2.132 4.545424 63.577 1.59
26 Lampiran 6 Perhitungan RMSE suhu permukaan laut Lintang -8.51771 -8.41992 -8.28208 -8.15351 -8.11889 -8.2103 -8.34738 -8.13279 -7.69106 -7.54347 -7.43793 -7.30966 -7.28913 -7.38948 -7.38937 -7.43155 -7.51945 -7.57146 -7.71762 -7.81517 -7.87095 -7.97027 -8.06668 -8.13259 -8.18812 Jumlah RMSE
Bujur 140.322 140.1544 139.9802 139.9112 139.9606 139.6485 138.9599 138.8122 139.0384 138.962 138.8688 138.7174 138.5616 138.4354 138.3047 138.1869 138.0612 137.9954 137.8817 137.8142 137.7831 137.73 137.709 137.6372 137.564
SPL_In situ 26.5 26.1 26.5 26.6 26.6 26.2 26.6 26.6 26.8 26.8 27.7 26.6 26.6 27.4 27 27.1 26.3 27 26.9 26.7 26.5 26.5 26.3 27.1 27.5
SPL_satelit selisih selisih^2 27.2102 -0.71023 0.504422 27.0448 -0.94484 0.89273 26.8850 -0.38477 0.148047 27.2986 -0.69858 0.488019 26.6074 -0.00736 5.42E-05 26.8090 -0.60903 0.370922 26.8108 -0.21076 0.044418 26.8204 -0.22036 0.048561 27.1909 -0.39086 0.152773 27.7236 -0.92355 0.852949 28.1905 -0.49048 0.240566 28.0894 -1.48935 2.218169 28.3329 -1.73291 3.002971 28.0661 -0.66612 0.443709 27.6398 -0.63982 0.40937 27.7660 -0.66605 0.443616 27.4984 -1.19839 1.436143 27.4513 -0.45134 0.203712 27.602 -0.7021 0.49294 27.5257 -0.82565 0.68169 27.5257 -1.02565 1.051948 27.5417 -1.04171 1.08516 27.9749 -1.67489 2.805255 27.7801 -0.6801 0.462539 27.18756 0.312436 0.097617 18.5783 0.86
Lampiran 7 Metode analisis regresi linier berganda Variables Entered/Removeda Model Variables Entered Variables Removed Method 1 Salinitas, Arus, Klorofil-a, Suhu . Enter Permukaan Lautb 2 Backward (criterion: . Arus Probability of F-toremove >= ,100). 3 Backward (criterion: . Salinitas Probability of F-toremove >= ,100). a. Dependent Variable: Biomassa Ikan Pelagis b. All requested variables entered.
27 Lampiran 8 Analisis Cobb Douglas dengan metode backward Model Summaryd Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson a 1 ,734 ,539 ,447 8,7553554 b 2 ,711 ,505 ,434 8,8567040 3 ,678c ,460 ,411 9,0381204 1,642 a. Predictors: (Constant), Salinitas, Arus, Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut b. Predictors: (Constant), Salinitas, Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut c. Predictors: (Constant), Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut d. Dependent Variable: Biomassa Ikan Pelagis Model Summary Adjusted R Model R R Square Square c 3 ,678 ,460 ,411 c. Predictors: (Constant), Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut
Std. Error of the Estimate 9,0381036
ANOVAa Sum of Mean Model Squares df Square F 1 Regression 1795,341 4 448,835 5,855 Residual 1533,121 20 76,656 Total 3328,462 24 2 Regression 1681,202 3 560,401 7,144 Residual 1647,260 21 78,441 Total 3328,462 24 3 Regression 1531,341 2 765,671 9,373 Residual 1797,121 22 81,687 Total 3328,462 24 a. Dependent Variable: Biomassa ikan pelagis kecil b. Predictors: (Constant), Salinitas, Arus, Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut
kecil
Si g. ,003b
,002c
,001d
28 Coefficientsa Standardize Unstandardized d Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -207,067 168,011 4,279 2,700 ,286
t -1,232 1,585
Sig. ,232 ,129
,420
1,967
,063
,225 -,298 ,261
1,220 -1,476 -,851 1,440
,237 ,156 ,404 ,165
,317
1,598
,125
-,281 ,340
-1,382 -2,461 1,933
,181 ,022 ,066
,452
2,568
,018
Model 1 (Constant) Klorofil-a Suhu Permukaan 10,434 5,304 Laut Arus 474,632 388,965 Salinitas -1,986 1,346 2 (Constant) -135,582 159,289 Klorofil-a 3,907 2,713 Suhu Permukaan 7,879 4,930 Laut Salinitas -1,878 1,359 3 (Constant) -288,242 117,132 Klorofil-a 5,083 2,629 Suhu Permukaan 11,239 4,376 Laut a. Dependent Variable: Biomassa ikan pelagis kecil Coefficientsa
kecil Excluded Variablesa
Model
Beta In
t
Sig.
Partial Correlation
Collinearity Statistics Tolerance
Arus ,225b 1,220 ,237 ,263 ,679 c Arus ,207 1,095 ,286 ,232 ,682 c Salinitas -,281 -1,382 ,181 -,289 ,569 a. Dependent Variable: Biomassa ikan pelagis kecil b. Predictors in the Model: (Constant), Salinitas, Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut c. Predictors in the Model: (Constant), Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut 2 3
29 Residuals Statisticsa Std. Minimum Maximum Mean Deviation N Predicted Value 21,626574 48,226536 34,169646 7,9878414 25 Residual -18,8481 14,6491890 ,0000000 8,6533415 25 Std.Predicted 1,76 -1,570 ,000 1,000 25 Value 0 Std. Residual 1,62 -2,085 ,000 ,957 25 1 a. Dependent Variable: Biomassa Ikan Pelagis kecil c. Predictors in the Model: (Constant), Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut Lampiran 9 Hasil tangkapan ikan pada survey lapang
30
IWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1994 di provinsi Jakarta sebagai anak kedua dari 2 bersaudara oleh pasangan Bapak Koeswoyo dan alm. Ibu Sri Rahayuningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD N Curug V, Depok, Jawa Barat pada tahun 2006, lalu menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama pada tahun 2009 dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah akhir pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan pada tahun 2012. Selama melaksanakan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor, penulis ikut serta dalam beberapa kegiatan dan organisasi non akademik, seperti anggota kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (Himiteka) divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia periode 2014 – 2015. Kegiatan non akademik yang pernah diikuti adalah kepanitiaan Gema Perikanan dan Kelautan (GPK) yang diselenggarakan pada tahun 2015 dan kepanitiaan perlombaan antar Departemen fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Porikan) pada tahun 2015.