Analisis Sifat Fisika Tanah Perkebunan Apel Melalui Pengukuran Suseptibilitas Magnetik, XRF, dan GPR serta Implikasinya pada Produksi Apel Rizka Amirul Hikma (1), Siti Zulaikah(2), Era Budi (3) 1)Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 2) 3)Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang
Abstrak Penelitian tentang analisis sifat fisika tanah perkebunan/ pertanian dan implikasinya pada produksi apel masih jarang dilakukan. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian beberapa sifat fisika tanah yakni, suseptibilitas magnetik dan dielektrisitas tanah perkebunan apel. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil delapan titik di dua perkebunan Apel di Poncokusumo dan Pujon Malang. Pada setiap titik, sampel diambil dengan variasi kedalaman antara 10 - 80 cm dari permukaan tanah. Suseptibilitas magnetik digunakan untuk mengetahui sebaran nilai suseptibilitas magnetik frekuensi rendah ( ), frekuensi tinggi ( ), persentase suseptibilitas magnetik dependent frequency ( ) Sementara itu kandungan unsur kimia sampel ditentukan dengan menggunakan XRF dan dilakukan pengukuran diameter apel pada 100 buah apel. Hasil pengukuran diameter apel dikorelasikan dengan nilai suseptibilitas magentik pada kedua perkebunan. Pengujian kedalaman jangkauan akar apel dilakukan dengan Ground Penetrating Radar (GPR). Hasil pengukuran menunjukkan suseptibilitas magnetik pada perkebunan apel pujon berada pada rentang 6.539-16.243 x dengan yaitu 1.225%-4,6% dan rentang nilai suseptibilitas magnetik pada perkebunan apel poncokusumo yaitu 9.391x - 18.491 x dengan 1.589% - 5.381%. Rata-rata besar apel pada perkebunan Pujon yaitu,untuk apel rome beauty sebesar 22,45 cm dan apel manalagi sebesar 21,67 cm. Sedangkan pada perkebunan Poncokusumo untuk rome beauty sebesar 20,8 cm dan apel manalagi sebesar 22,83 cm. Hasil pengujian mengunakan XRF, menunjukkan unsur yang terdapat pada perkebunan apel pujon dan poncokusumo yang tertinggi adalah adalah Fe sebesar 67%. Kedalaman akar yang mampu diidentifikasi oleh radargram meggunakan GPR yaitu mencapai 1,9 m dan resolusi yang bagus dari radargram dengan menggunakan frekuensi 1200 MHz membantu dalam penelitian studi perakaran perkebunan apel. Semua lintasan yang discan mengandung perakaran apel dengan epsilon 4,9. Material lainnya yang teridentifikasi yaitu adalah udara ( : 0-1), batu pasir (basah) ( : 6), pasir kering ( : 3-6), dan tanah liat kering ( : 3). Nilai konstata dielektrik akar apel
menunjukkan nilai 1.5-3,6 tanpa dipengaruhi kontras dielektrik material lainnya. Kata kunci : Uji Sifat Fisika, Suseptibilitas Magnetik, XRF, Perkebunan Apel, GPR PENDAHULUAN Kota Malang dikenal sebagai
dkk, 2008). Metode kemagnetan batuan/ tanah dengan pengukuran nilai
penghasil apel di Indonesia. Beberapa
suseptibilitas magnetik juga mulai
daerah penghasil apel di kota Malang
diterapkan dalam area pertanian seperti
adalah Desa Gubuk Klakah yang masuk
analisis perkebunan apel (Munfarikha,
kecamatan Poncokusumo dan Desa
2014), memanfaatkan metode
Bengkaras Madiredo Pujon. Kondisi
kemagnetan batuan untuk mempelajari
lapangan menyatakan apel malang kalah
pengaruh pemberian pestisida pada tanah
dalam persaingan internasional. Indikator
vulkanik terhadap nilai suseptibilitas
dari kondisi tersebut adalah kualitas buah
magnetik daerah Bukit Tunggul
apel di kawasan ini masih lebih rendah
(Agustine dkk, 2013), mencari hubungan
dibandingkan dengan buah apel dari luar
parameter magnetik dengan kelimpahan
negeri baik dari ukuran, bentuk, dan
nematoda di tanah pertanian Portugal
warna (Munfarikha, 2014).
(Lourenco, dkk). Pengujian lainnya yang
Tanah mempunyai beberapa karakteristik yang terbagi dalam tiga
bisa digunakan adalah dengan melalui XRF. X-Ray Fluorescence (XRF)
kelompok diantaranya adalah sifat fisika, merupakan alat untuk mengetahui sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisika
kandungan suatu bahan. Hasil analisis
tanah antara lain adalah tekstur,
kualitatif dilakukan untuk menganalisis
permeabilitas, infiltrasi, resistivitas,
jenis unsur yang terkandung dalam
kemagnetan batuan, porositas,
bahan, dan analisis kuantitatif dilakukan
resistivitas, dll (Syamsyudin, 2012 :
untuk menentukan konsentrasi unsur
Allred et all, 2008 : Lourenco et all,
dalam bahan (Cerato dkk, 2013). XRF
2015). Dalam 20 tahun terakhir telah
juga digunakan dalam analisis agronomi
banyak penelitian pemanfaatan metode
termasuk pengukuran macronutrient
geofisika dalam bidang pertanian (Allred
untuk pengelolaan lahan pertanian
(Morgenstern dkk, 2010). Metode geofisika lainnya yaitu metode ground penetrating radar (GPR).
dengan bervariasi kedalaman antara 10∽ 80 cm. Sampel-sampel yang telah diambil
GPR dapat digunakan untuk mendeteksi
kemudian dimasukkan ke dalam holder
dan memantau akar jika terdapat kontras
terbuat dari plastik berbentuk silinder
elektromagnetik antara akar, tanah, dan
dengan tinggi 2.2cm dan diameter 2,54
sekitarnya (Allred dkk, 2008; Butnor
cm sesuai standart wadah internasional.
dkk, 2003). Konstanta dielektrik akar
Sampel yang sudah dimasukkan holder
tanaman yang teridentifikasi
kemudian diukur dengan uji sifat
menggunakan GPR adalam dengan nilai
fisikanya. Diantaranya uji kemagnetan
epsilon 4,9 dengan diameter akar lebih
batuan/ mineral magnetik (tanah)
dari 5 mm (Butnor dkk, 2003; Hafiz,
menggunakan Bartington MS2B. Nilai
2013).
yang muncul pada digital display adalah
METODOLOGI PENELITIAN
volume suseptibilitas atau 𝞳 (kappa)
Sampel pada penelitian ini diambil dari perkebunan apel desa
(Dearing, 1999). Sehingga untuk menentukan 𝞆 adalah
Bengkaras Madiredo Pujon Letak geografis lokasi penelitian yaitu pada daerah pada posisi S S07 48’ 30,53” -
untuk mendapatkan nilai nilai
07 48’ 31,39” dan E 112 28’ 36,93”-
suseptibilitas magnetik frekuensi
112 28’ 39,49”, dengan ketinggian
rendah (
sekitar 1300 meter dan desa Gubuk
HF dan LF digunakan untuk mencari
Klakah poncokusumo Malang terletak
presentase frequency dependent of
pada S 08 00’49,58”- 08 00’ 50,13”
susceptibility (
dan E 112 51’ 01,01”- 112 51’ 01,93”
2011). Menetukan nilai Frequency
dengan ketinggian sekitar 1150 meter.
Dependent Susceptibility dengan
Pengambilan sampel perkebunan apel
persamaan mengikuti Dearing (1999)
dilakukan pada bulan februari – maret
), frekuensi tinggi (
).
), (Quijano,
(
)
2015 dengan mengambil sebanyak 8 titik Analisis uji sifat fisika selanjutnya
menggunakan XRF. Pada analisis
unsur dari kedua perkebunan yang
agronomi termasuk pengukuran
berkorelasi dengan kesuburan tanaman
macronutrients untuk pengelolaan lahan
apel menunjukkan bahwa rata-rata unsur
di pertanian tanaman pangan
K pada perkebunan Pujon yaitu 1,0325
(Morgenstern dkk,2010). Analisis fisika
dan unsur Ca 6,25 sedangkan pada
selanjutnya menggunakan GPR sebagai
perkebunan Poncokusumo unsur K yaitu
analisis perakaran dilakukan pada bulan
1,15 dan unsur Ca yaitu 8,37.
Maret 2015. Penelitian dilakukan dengan
Hasil pengukuran
pada
lintasan terlebih dahulu dengan scan
perkebunan pujon yaitu 6.539∽16.243
GPR menggunakan software geoscan32.
x 10-6m3kg-1. Sedangkan
Kemudian di analisis pola kontur dengan
perkebunan poncokusumo yaitu antara
software surfer 10. Lintasan yang discan
9.391-18.491 x 10-6m3kg-1. Menurut
adalah 14 lintasan.
dearing (1999) plot
HASIL DAN PEMBAHASAN
bisa menjelaskan tentang ukuran bulir,
Hasil pengujian kandungan unsur menggunakan XRF dapat mengetahui unsur-unsur yang diperlukan dalam
magnetiknya yaitu sebagai berikut: Tabel 4.3 Klasifikasi
menunjukkan unsur dengan persentase
. rendah
Nilai <2.0 %
tertinggi adalah Fe. Rata-rata kandungan
sedang
2.010.0%
tinggi
10.014.0%
sangat
>14 %
nilai Fe dari sampel keseluruhan adalah 67%. Hasil XRF menunjukkan adanya kandungan unsur K dan Ca dalam tanah.
mempengaruhi kualitas buah apel (Bennewitz et all, 2011). Makronutrien penting dalam tanah pertanian adalah unsur P, K,dan Ca (Morgestern et all, 2009 dalam Cerato et all, 2013). Jika membadingkan beberapa kandungan
terhadap
domain serta klasifikasi pertama dari sifat
kesuburan tanaman. Hasil ini
Unsur Ca dan K adalah faktor yang dapat
pada
tinggi
Dearing (1999) Interpretasi hampir tidak ada butir SP Campuran SP dan bulir kasar bukan SP atau SP bulir < 0.005 µm >75 % superparamagnetik murni Nilai jarang, pengukuran eror, anisotropy, sampel lemah atau terkontaminasi
Rata-rata besar apel pada perkebunan apel, apel rome beauty yaitu 22,45 cm dan apel manalagi yaitu 21,67 cm. Sedangkan pada perkebunan apel Poncokusumo, rome beauty yaitu 20.8 cm dan apel manalagi yaitu 22,83 cm. Gambar1. diagram
_
perkebunan apel
pujon
Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya bahwa apel manalagi Batu
nilai
pada perkebunan
memiliki ukuran yang lebih kecil
apel Pujon sesuai gambar 1 yaitu 1.225%
dibandingkan dengan buah apel yang ada
∽5.133 %. Ukuran bulir masuk dalam
di Kecamatan Poncokusumo
klasifikasi
(Shellitasari dkk, 2013). Untuk apel
rendah (<2%) yaitu
hampir tidak memiliki bulir superpara-
manalagi sesuai dengan data
magnetik. Ukuran bulir juga masuk
suseptibilitas bahwa perkebunan apel
dalam klasifikasi
Poncokusumo memiliki nilai
sedang (2,0-
10%) yaitu merupakan campuran SP atau
suseptibilitas yang lebih tinggi yaitu
bulir SP<0,005µm.
9.391x x
Kg /m3 ∽ 18.491
Kg/m3dibandingkan dengan
perkebunan apel Pujon. Tetapi hal ini berlaku sebaliknya untuk apel rome beauty.
Gambar2. diagram
_
perkebunan apel poncokusumo Sesuai gambar 2
yaitu antara 1.589
% ∽ 5.381%. Ukuran bulir masuk dalam klasifikasi yaitu dengan
sama dengan Pujon kecil dan sedang.
Gambar 3. Hasil pola kontur data geoscan32
Perakaran tanaman apel mampu teridentifikasi dengan menggunakan GPR. Berdasarkan gambar 3 Pada
lintasan 1.1 dan 2.1 akar ditunjukan oleh warna hijau. Pada lintasan 1.2 dan 2.2 perakaran berada pada warna campuran hijau dan kuning, pada lintasan 1.3 dan 2.3 peta kontur daerah dengan nilai
Gambar 4. Akar yang discan di Lab. Sentral UM
epsilon 4.9 berwarna campuran hijau dan kuning, Pada lintasan 3.1 dan 4.1 epsilon 4.9 tersebar didaerah peta kontur yang berwarna kuning, Pada lintasan 3.2 dan 4.2 perakaran apel ditunjukan dengan campuran hijau dan kuning, lintasan 3.3 dan 4.3 hasil peta kontur berada pada warna hijau, lintasan 5.1 dan 6.1 peta kontur digambarkan dengan warna kuning. Kedalaman akar yang mampu
Jika dilakukan perhitungan dengan
diidentifikasi oleh radargram yaitu
hiperbola maka didapatkan perhitungan
mencapai 1,9 m. Resolusi yang bagus
epsilon sebagai berikut pada tabel 4.5.
dari radargram dengan menggunakan frekuensi tinggi membantu dalam penelitian studi perakaran perkebunan
Tabel 4.5Hasil Perhitungan 𝞮 akar apel di labolatorium Sentral UM No
X (panjang Lintasan)
apel. Material lainnya yang teridentifikasi
Y (kedalaman )
𝞮 (Konstanta Dielektrik)
yaitu adalah udara ( : 0-1), batu pasir
1
2
-0.28
3.6
(basah) ( : 6) , pasir kering ( : 3-6),
2
1.8
-0.3
3.4
3
1.5
-0.29
2
dan tanah liat kering ( : 3). Pada
1.4
-0.34
2.6
1
-0.35
1.5
5
0.8
-0.35
2.5
6
0.3
-0.33
3.3
1.8
-0.28
3.4
1.3
-0.3
1.6
8
1.1
-0.33
3
9
1.3
-0.24
2.2
0.8
-0.27
2.2
penelitian ini juga mengambil sampel akar apel yang kemudian di scan dengan GPR di Labolatorium UM
4
7
10
1
-0.25
2.1
mampu diidentifikasi oleh radargram
Hasil nilai konstanta dielektrik
yaitu mencapai 1,9 m. Resolusi 1200
menunjukkan perakaran apel tanpa
MHz dari radargram membantu dalam
dipengaruhi kontrad dielektrik antara
penelitian studi perakaran perkebunan
akar dan material lainnya menunjukkan
apel karena menghasilkan resolusi 0,05
nilai konstata dielektrik akar apel pada
m dengan kedalaman GPR mencapai
rentang 1.5∽3,6.
2,18 m. Semua lintasan yang discan mengandung perakaran apel dengan
KESIMPULAN Kandungan unsur yang diperoleh oleh kedua perkebunan yang tertinggi adalah Fe dengan persentase 67%. Nilai
pada perkebunan apel pujon pada
rentang 6.539∽16.243 x10-6m3kg-1 dengan
% yaitu 1.225%-4,6% dan
epsilon 4,9 serta material lainnya yang teridentifikasi yaitu udara ( : 0-1), batu pasir (basah) ( : 6) , pasir kering ( : 3-6), dan tanah liat kering ( : 3). UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Drs. Bapak
pada perkebunan apel poncokusumo
Yoyok Adisetio, M.Si. selaku
yaitu 9.391 x10-6m3kg-1 ∽ 18.491 x10-
pembimbing penelitian studi lapangan
6
dan teman-teman geophysic team yaitu
m3kg-1 dengan
% yaitu 1.589% -
5.381%. Pola persebaran suseptibilitas
Husni Cahyadi Kurniawaan, Shelita
lebih tinggi di perkebunan apel
Shindaratna, Riyanto Agus, Susanti
poncokusumo. Pola persebaran tersebut
Mayang Sari, Lutfia Tri Wahyuni,
berpengaruh pada produksi apel manalagi Yuni Chairunnisa, Eka Sri Mualimah, Rosyida Azzahro, Rabbiatul Adawiyah, dimana diameter apel manalagi pada daerah Desa Gubug Klakah
Rizqi Nanda Mega Safitri atas segala
Poncokusumo jauh lebih besar dari
bantuan yang sudah diberikan saat
diameter apel dari daerah Desa
penelitian.
Bengkaras Madiredo Pujon. Perakaran
DAFTAR RUJUKAN Aguilar, B., Reyes, Carrancho, A., Gogichaishvili, A., Quintana, P., Bautista, F., Morales, J., dan Faust, B. 2013. The Influence of agricultural burning on Magnetic
tanaman apel mampu teridentifikasi dengan menggunakan Ground Penetrating Radar. Kedalaman akar yang
Properties in Maya de Vries Milpas National Airport, Latinmag Letters, Volume 3, Special Issue 1-4 Agustine, E., Fitriani, D., Safiuddin, Ode, L., Tamuntuan, G., & Bijaksana, S. 2013. Magnetic Susceptibility Properties Of Pesticide Contaminated Volcanic Soil. Padjajaran International Physics Shymposium. 5. Allred, B. J., Daniels, J. J., dan Ehsani, M.R. 2008. Handbook of Agricultural Geophysics. United States of America : CRC Press Taylor and Francis Group. Annan, A.P. 2009. Ground Penentrating radar : Theory and Application (Harry M. Jol). Amsterdam : Elsevier B.V. Anshari, H. 2013. Identifikasi Perakaran Tumbuhan di Bawah Tanah Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar di Lahan Bakal Gedung FIS UM. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : FMIPA UM. Bennewitz, E., Cooper, T., Benavides, C., Losak, T., and Hlusek, J. Response of "Jonagold" apple trees to Ca, K and Mg fertilization in an andisol in southern Chile. Journal of soil science and plant nutrition, vol 11 no.3, pp. 71-81. Boyer, J. and Kramer, P. 2007. Water Relations of Plants and Soils (Book). US : Academic Press, Inc Breiner, J.M., Doolittle, J.A., Horton, R., Graham, R.C. 2011. Performance of ground-penetrating radar on granitic regoliths with different mineral composition. Journal of Soil Science, 176: 435–440. Butnor, J. R., Doolittle, J. A., Johnson, K. H., Samuelson, L., Stokes,K. and Kress, L. 2003. Utility of ground penetrating radar as a root
biomass survey tool in forest systems. Soil Sci. Soc. Am. J. v. 67, pp. 1607–1615 Cerato, A. B. and Miller, G. A. 2013. Determination of Soil Stabilizer Content Using X-Ray Fluorescence. Geotechnical Testing Journal, Vol. 36, No. 5, pp. 781–785. Dam, R.L., Hendrickx, J.M.H., Harrison, B., Borchers, B., Norman, D. I., Ndur, S., Jasper, C., Niemeyer, P., Nartey, R., Vega, D., Calvo, L., and Simms, J.E. 2004. Spatial variability of magnetic soil properties. USA : US Army Engineer Research and Development Center. Dearing, J.1999. Environmental Magnetic Susceptibility Using the Bartington MS2System. British Library Cataloguing in Publication Data. http:// www. Wikimapia.org. diakses 11 Mei 2015 Kanu, M.O., Meludu O. C. and Oniku S. A. 2014. Comparative study of top soil magnetic susceptibility variation based on some human activities. Geofisica International, 53-4: 411-423 Lourenco, A., Esteves, I., Rocha, A., Abrates, I., dan Gomes, C. 2015. Relation Between Magnetic Parameters and Nematode Abundance in Agricultural Soils of Portugal-a Multidisciplinary Study in the Scope of Environmental Magnetism. Environ Monit Assess, 187 : 162 Morgenstern, P., Bruggemann, L., Meissner, R., Seeger, J., and Wennrich, R., 2010, “Capabilityof an XRF Method for Monitoring the Content of the Macronutrients Mg, P, S, K and Ca in Agricultural
Crops,”Water Air Soil Poll., Vol. 209, pp. 315–322. Munfarikha, N. 2014. Measurement of Resistivity and Magnetic Susceptibility of Soil Apple Agriculture Pujon Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Quijano, L., Gaspar, L., Chaparo, M. A. E. and Navas A. 2011. Magnetic Susceptibility in Topsoils and Bulk Cores of Cultivated Calcicols. Latinmag Letters, Volume 1, Special Issue, 1-6, Proceedings Tandil, Argentina Rosanti, D. F. 2012. Korelasi antara Suseptibilitas Magnetik dengan Unsur Logam Berat pada Sekuensi Tanah di Pujon, Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : FMIPA UM. Rostaman, T., Kasno, A., dan Agria, L. 2011. Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols. Bogor : Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Sandgren, P. dan Snowball, I. 2002. Application of Mineral Magnetic Techniques to Paleolimnology. Sweden : Departement of Quatenary Geology. Sangode,S.J., Vhatkar, K., Patil S.K., Meshram D.C., Pawar N.J., Gudadhe S.S., Badekar A.G., Kumaravel V., 2010, Magnetic Susceptibility Distribution in the Soils of Pune Metropolitan Region: Implications to Soil Magnetometry of Anthropogenic Loading. Current Science,98, 4, PP. 516 -527
Satriani, A. Loperte, Proto, M., and Bavusi, M. 2010. Building Damage Caused By Tree Roots: Laboratory Experiments Of GPR And ERT Surveys. Adv. Geoscience, 24, 133– 137 Schwertmann, V., and Taylor, R. 1977. Soil Magnetism. Dari geos.education, (Online), (http://www.geos.ed.ac.uk), diakses 10 Maret 2015. Shellitasari,S., Ainurrasyid, & Suryanto, A. 2013. Different in the Production of Apple crop (Malus sylvestris mill.) In different Agroclimatic (Case Studies On The Apple Crop Center Production In Batu City And Malang Regency), Jurnal Produksi Tanaman, (Online), 1(1), (http://download.portalgaruda.org) diakses 2 November 2014. Subekti. 2010.Pengukuran Anisotropi Suseptibilitas Magnetik. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : FMIPA Universitas Sebelas Maret. Syukur, Abdul. 2009. Pemetaan Kedalaman Bedrock dengan Menggunakan Ground Penetrating Radar. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta : FMIPA UI Syamsyudin. 2012. Fisika Tanah. Makassar : Universitas Hasanuddin. Zulaikah, S. 2014. Aplikasi Suseptibilitas Magnetik dalam Analisis Lingkungan. Materi disajikan dalam Workshop Nasional Geofisika 2014, Jurusan Fisika FMIPA UM, Malang, 14-15 Oktober