1
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
OLEH : DYLLA NOVRILASARI A14304024
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN DYLLA NOVRILASARI, Analisis Sektor Unggulan dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. (Dibawah bimbingan A.Faroby Falatehan).
Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Riau memiliki luas wilayah 7.656,03 Km2. Pada awalnya merupakan salah satu kecamatan di dalam pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu. Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensi sumberdaya alam (SDA) yang besar, walaupun tidak mempunyai pendapatan dari subsektor migas (minyak bumi dan gas alam). Kabupaten Kuantan Singingi yang mempunyai sektor dominan di subsektor non migas membuat Kabupaten Kuantan Singingi berusaha meningkatkan pendapatan daerahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya alam yang berpotensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan kabupaten-kabupaten lain yang ada di Provinsi Riau yang memiliki sumberdaya alam migas. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pola pertumbuhan sektor ekonomi dan menganalisis sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat meningkatkan perekonomian wilayah dan pendapatan masyarakat. Disamping itu juga untuk menganalisis perkembangan pembangunan wilayah dari segi infrastruktur (sarana dan prasarana) di setiap kecamatan yang mendukung perekonomian dan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi. Alat analisis yang digunakan dalam studi penelitian ini secara umum terdiri dari analisis Klassen Typologi untuk mengetahui klasifikasi pola pertumbuhan sektor ekonomi, analisis Location Quotient untuk mengetahui sektor basis dan metode surplus pendapatan serta pengganda pendapatan basis, dari kedua analalisis Klassen Typologi dan LQ dapat dihubungkan untuk dapat mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi. Analisis yang terakhir digunakan yaitu metode skalogram yang bertujuan untuk melihat penyebaran sarana dan prasarana di setiap kecamatan Kabupaten Kuantan Singingi. Hasil dari analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral, menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian menduduki kuadran I yaitu sektor maju dan tumbuh cepat. Disusul oleh sektor pertanian pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan. Setelah diketahui klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi, selanjutnya dianalisis dengan metode LQ dan melihat surplus pendapatan dan pengganda dari sektor basis. Hasil perhitungan LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat
3
diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun 2002-2006 yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Berdasarkan analisis Klassen Typlogi dan LQ yang telah memprioritaskan sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Kuantan Singingi, dapat dianalisis perkembangan dan penyebaran sarana dan prasarana yang mendukung sektor tersebut dan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi. Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang peringkat pertama dalam ketersediaan fasilitas pembangunan. Peringkat terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan. Jika dilihat dari hasil metode skalogram Kecamatan Kuantan Tengah masih berada pada peringkat pertama, dan Kecamatan Hulu Kuantan tetap peringkat terakhir.
4
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
OLEH: DYLLA NOVRILASARI A14304024
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
Judul Skripi
:Analisis
Sektor
Unggulan
Meningkatkan
Perekonomian
dan
Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi Nama Mahasiswa
: Dylla Novrilasari
NRP
: A14304024
Menyetujui, Dosen Pembimbing
A. Faroby Falatehan, SP, ME NIP. 132 311 853
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus: 26 Juli 2008
dalam
Pembangunan
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS
MENINGKATKAN
SEKTOR
PEREKONOMIAN
UNGGULAN DAN
DALAM
PEMBANGUNAN
WILAYAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI.
Bogor, Juni 2008
Dylla Novrilasari NRP. A14304024
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Kuantan pada tanggal 29 November 1986, yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Arizoni, S.Sos, M.Si dan Ermiwarni, Spd. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 002 Teluk Kuantan. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Teluk Kuantan dan lulus pada tahun 2001 serta melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Teluk Kuantan yang lulus pada tahun 2004. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah umum, penulis aktif dalam pengurus OSIS, PMR (Palang Merah Remaja), Pramuka, dan Sanggar Seni “Kemuning Senja” SMUN 1 Teluk Kuantan. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu: anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB 2005, pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau) sebagai anggota divisi Humas dan Infokom Tahun 2004-2006 dan IMAKUSI (Ikatan Mahasiswa Kuantan Singingi) sebagai bendahara umum Tahun 20052007.
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.wr.wb Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi”. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis sektor unggulan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi, serta melihat perkembangan perekonomian dan perkembangan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang mendukung sektor unggulan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan baik secara moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini. Selain itu juga penulis mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terimakasih, Wassalamu’alaikum.wr.wb
Bogor, Juni 2008
Penulis
9
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Kuasa, Maha Mulia atas rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktunya. Selama penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak masukan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Papa dan Mama tercinta atas kasih sayang, dukungan dan motivasi yang diberikan dan seluruh bantuan moral dan materil yang tak ternilai harganya. Adik-adikku tersayang Ressy, Yonna, Arif dan Shelly semoga cita-cita kalian tercapai kelak. 2. A. Faroby Falatehan, SP, ME, selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan arahan dan masukan selama penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc atas kesediannya menjadi dosen penguji utama dalam ujian sidang skripsi penulis dan atas saran-saran dan masukannya. 4. Adi Hadianto, SP yang telah bersedia menjadi dosen penguji komisi pendidikan dalam ujian skripsi penulis, serta atas semua saran dan masukannya. 5. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc selaku dosen pembimbing akademik selama masa perkuliahan, juga atas semua masukannya. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi, BAPPEDA dan BPS Kabupaten Kuantan Singingi yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam pengambilan data. 7. Keluarga besar umi dan bibi di Ciherang, angku, nenek, dan semua keluarga atas semua doa dan dukungannya selama ini kepada penulis. 8. Mba Pini W, SP, Pak Basir, Pak Husein, Pak Dayat dan seluruh staf Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. 9. Khusus buat: R. Pebriadi, SE yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doanya kepada penulis; teman-teman kostan (Eka, Wewen, Yayan, Satya), sahabat-sahabatku Anti, Icha, Wida, Rahma, Aghiez; teman-teman seperjuangan (Uci, Arif, Ade’); teman-teman Imakusi dan IKPMR Bogor; teman-teman EPS’41 terima kasih atas semua dukungan, bantuan, pengalaman dan kebersamaan selama menjalankan dan menyelesaikan kuliah; kepada semua pihak yang tidak tercantum namanya dan telah membantu penulis selama menyelesaikan kuliah mohon maaf dan terima kasih.
10
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
v
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
13
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
13
1.5 Ruang Lingkup Penelitian........................................................
14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
15
2.1 Pertumbuhan Ekonomi.............................................................
15
2.2 Pembangunan Ekonomi Daerah...............................................
18
2.3 Pembangunan Wilayah ............................................................
19
2.4 Pendapatan Domestik Regional Bruto .....................................
21
2.5 Pengertian Sektor Unggulan ...................................................
24
2.6 Konsep Basis Ekonomi ............................................................
25
2.7 Penelitian Terdahulu ................................................................
26
2.8 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya...............................
30
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN............................................................
32
3.1 Konsep dan Definisi Pendapatan Regional..............................
32
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
37
11
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................
40
BAB IV. METODE PENELITIAN ...............................................................
42
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
42
4.2 Jenis dan Sumber Data.............................................................
42
4.3 Metode Analisis Data...............................................................
42
4.3.1 Analisis Pola Pertumbuhan Sektoral ..............................
43
4.3.2 Analisis Location Quotient.............................................
45
4.3.3 Analisis Skalogram ........................................................
49
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI.....................................................
51
5.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam .........................................
51
5.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan.......................................
53
5.3 Perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi ...........................
56
5.4 Pendidikan dan Kesehatan .......................................................
59
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
62
6.1 Identifikasi Pola Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Kuantan
Singingi .................................................................
62
6.2 Analisis Basis Perekonomian...................................................
67
6.2.1 Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Kuantan Singingi ..........................................................................
68
6.2.2 Surplus Pendapatan ........................................................
86
6.2.3 Analisis Efek Pengganda Pendapatan ............................
88
6.3 Analisis Skalogram..................................................................
91
6.3.1 Perkembangan Infrastruktur dalam Pembangunan
12
Wilayah..........................................................................
91
6.3.2 Perkembangan Infrastruktur Pendukung Sektor Unggulan .......................................................................
95
6.4 Implikasi Kebijakan.................................................................
101
6.4.1 Kebijakan Pembangunan Sektoral.................................
101
6.4.2 Kebijakan Menurut Penyebaran Fasilitas Pembangunan
dan Pendukung Sektor Unggulan ............
105
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
108
7.1 Kesimpulan ..............................................................................
108
7.2 Saran ........................................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
111
LAMPIRAN...................................................................................................
114
13
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
Teks
Halaman
PDRB Kuantan Singingi Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 .....................................................................................
6
Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas dan dengan Migas Provinsi Riau, 2004-2006..................................................................................................
9
3.
Alat Analisis yang digunakan dalam Penelitian.................................................. 43
4.
Persentase Penduduk 10 Tahun Ketas yang Bekerja Menurut Kegiatan Utama pada Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kuantan Singingi, 2006..................................................................................................................... 55
5.
Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 (dalam Persen)..................................................................................................... 56
6.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau, 2004-2006 (dalam persen) .................................................................................. 58
7.
Jumlah Sekolah di Lingkungan DIKPORA Kabupaten KuantanSingingi Tahun 2006 ......................................................................................................... 60
8.
Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kuantan SingingiTahun 2006 .......... 60
9.
Laju Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi PDRB Kabupaten Kuantan Singingi 62
10.
Klasifikasi Pola Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Menurut Klassen Typologi ................................................................................. 63
11.
Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006 ...................................... 70
14
12.
Luas Areal Dan Jumlah Produksi Komoditi Unggulan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 .......................................................................................... 71
13.
Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Kuantan Singingi 2006 .................................................................... 72
14.
Potensi dan Penggunaan Lahan Kering untuk Tanaman Pangan di Kabupaten Kuantan Singingi, 2005-2006 (dalam Ha) ......................................................... 73
15.
Luas Perkebunan Kelapa Sawit, Karet, Kakao dan Aneka Tanaman Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 .......................................................... 75 Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi 2006 ....................................................................................... 75
16.
17.
Luas Hutan Berdasarkan Tata-guna Hutan Kesepakatan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 .......................................................................................... 77
18.
Produksi Hasil Hutan Olahan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 ..... 78
19.
Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis Di Kab.Kuantan Singingi..................... 79
20.
Produksi Perikanan di Kab.Kuantan Singingi Tahun 2006 ................................ 80
21.
Luas Kolam Ikan per Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi, 2005-2006 (dalam Ha)........................................................................................................... 81
22.
Potensi dan Jumlah Cadangan Bahan Tambang Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 ........................................................................................................ 83
23.
Nilai Surplus Pendapatan Sektor perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 ............................................................................................... 87
24.
Nilai Pengganda Basis Sektor Basis Tahun 2002-2006...................................... 89
25.
Nilai Pengganda Basis Masing-Masing Sektor Basis Tahun 2002-2006 .......... 90
15
26.
Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 Berdasarkan Skalogram ................................................................. 93
27.
Penyebaran Sarana Dan Prasarana Pendukung Perkembangan Sektor Unggulan Di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 ................................... 96
28.
Panjang Jalan Kabupaten Kuantan Singingi berdasarkan Jenis Permukaan tahun 2004-2006 ................................................................................................. 100
29.
Panjang Jalan Kabupaten Berdasarkan Kondisi Permukaan Jalan Tahun 20042006..................................................................................................................... 100
16
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................. 41
17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
Teks
Halaman
Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut Lapangan Usaha tahun 2005-2006 ....................................................................
114
Distribusi PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut Lapangan Usaha tahun 2005-2006 ....................................................................
114
Contoh Perhitungan Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Harga Konsumen Konstan 2000 Tahun 20022006...................................................................................................................
115
4.
Trend Nilai Pengganda Pendapatan Basis Tahun 2002-2006 ..........................
115
5.
Analisis Skalogram Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2006 .........................
116
6.
Analisis Skalogram Pendukung Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2006 ..........................................................................................
118
2.
3.
18
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif maupun negatif, oleh sebab itu sangat diperlukan suatu indikator sebagai tolak ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan. Paradigma mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dikatakan berhasil bila pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah relatif tinggi. Pertumbuhan suatu sektor perekonomian yang terjadi di suatu wilayah akan berdampak tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, tetapi juga di wilayah lainnya yang memiliki keterkaitan ekonomi dengan wilayah tersebut. Otonomi daerah direalisasikan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Latar belakang demografi, geografis, ketersediaan infrastruktur dan budaya yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, memiliki konsekuensi adanya keberagaman kinerja daerah dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah, meningkatnya tuntutan daerah, dan kemungkinan disintegrasi bangsa.
19
Berkaitan dengan pelaksanakan otonomi daerah, pemekaran wilayah muncul seiring dengan adanya program desentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Daerah menyambut kebijakan otonomi daerah yang ditandai oleh adanya pemekaran wilayah dengan membentuk kabupaten baru dan bahkan provinsi baru. Awalnya tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah untuk percepatan dan pemerataan pembangunan diwilayah yang rentang kendali pemerintahannya jauh sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang bebas dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kesehatan yang buruk. Rentang kendali disetiap daerah yang berbeda dan beragam serta diharapkan dengan adanya pemekaran suatu daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat daerahnya. Kriteria pemekaran daerah menurut PP Nomor 129 Tahun 2000 yaitu: kemampuan ekonomi; potensi daerah; sosial budaya; sosial politik; jumlah penduduk; luas daerah; pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan tujuan pemekaran daerah menurut PP Nomor 129 Tahun 2000 yaitu: peningkatan pelayanan kepada masyarakat; percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; percepatan pengelolaan potensi daerah; peningkatan keamanan dan ketertiban; peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Akibat dari kesalahan kebijakan pembangunan dimasa lalu yang terlalu menekankan kepada pentingnya pertumbuhan ekonomi, maka penterjemahannya dalam pembangunan spasial. Prioritas pembangunan didasarkan kepada limpahan sumberdaya dari daerah yang unggul, tetapi dengan mengikuti arah kebijakan
20
yang telah lalu maka prioritas pembangunan wilayah sering ditekankan untuk mendahulukan kepada wilayah yang mempunyai potensi keunggulan alami yang paling menjanjikan (baik dari segi demografi, limpahan sumberdaya alam maupun lokalisional), sehingga sebagai akibatnya terjadi disparitas tingkat pembangunan ekonomi yang terus semakin melebar, sampai menjadi penyebab utama timbulnya beberapa krisis yang terjadi di Indonesia. Selain itu, kebijakan pembangunan tersebut menghasilkan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin mencolok antar wilayah-wilayah. Disparitas merupakan pencerminan yang dapat berbentuk dalam berbagai dimensi pada masyarakat (Anwar, 2005). Ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Kecenderungan persebaran penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang tidak sama akan menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan antar wilayah juga ditandai dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutama masyarakat di perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan pemasaran hasil-hasil produksi di perdesaan. Salah satu aspek yang mengalami perubahan dalam proses pembangunan adalah aspek fisik wilayah. Pembangunan wilayah merupakan pembangunan
21
ekonomi dengan mempertimbangkan variabel tempat dan waktu. Karakteristik fisik dan sosial wilayah di Indonesia beragam memberikan berbagai potensi wilayah berbeda. Perbedaan potensi wilayah di Indonesia menyebabkan kesenjangan yaitu: kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antar desa dan kota kesenjangan
antara
golongan
pendapatan
(Nindyantoro,
2004).
Pendekatan makro yang meliputi penetapan sektor unggulan utama (basic sector) sebagai faktor pemicu utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB, penetapan sektor unggulan penunjang sebagai sektor yang berfungsi mendukung perkembangan dan keberlangsungan terhadap sektor unggulan utama, baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang dan penetapan sektor pendukung (non basic sector) sebagai sektor yang berfungsi mendorong dan memperlancar sektor unggulan tersebut. Untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta meningkatkan kontribusinya terhadap pembentukan total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), maka pembangunan sektor unggulan dapat dijadikan sebagai penggerak pembangunan ekonomi. Secara umum tujuan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor unggulan adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dengan demikian dapat tercipta stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, dan tercipta kemakmuran dan kesejahteraan yang dinikmati oleh masyarakat daerah tersebut. Setiap kabupaten harus mampu mengoptimalkan potensi sumberdaya dengan sektor unggulan yang ada di daerahnya untuk mewujudkan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu
22
kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat daerah, mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat daerah. Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dan pelayanan masyarakat di daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Riau yang berhadapan langsung dengan pusat-pusat pertumbuhan di kawasan Asia Tenggara membutuhkan reorientasi dalam pendekatan pembangunannya. Pendekatan sektoral harus diintegrasikan dengan pendekatan kewilayahan
yang
berdimensi
nasional
dan
internasional,
dengan
mengembangkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Provinsi Riau. Pengembangan KSN dapat menjadi simpul bagi pusat kegiatan ekonomi khusus yang menghasilkan produk-produk unggulan berdaya saing di pasar internasional, dan didukung dengan fasilitas dan pelayanan prima (Zainal, 2007). Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang merupakan salah satu kabupaten pemekaran yang terdapat di Provinsi Riau memiliki luas wilayah 7.656,03 Km2. Pada awalnya merupakan salah satu kecamatan di dalam pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 Kabupaten Indragiri Hulu dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singingi. Saat ini Kabupaten Kuantan Singingi telah menjadi kabupaten definitif yang terdiri atas 12 kecamatan dan 209 desa/kelurahan. Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensi sumberdaya alam (SDA) yang besar, walaupun tidak mempunyai pendapatan dari subsektor migas (minyak
23
bumi dan gas alam). Wilayah ini merupakan salah satu penghasil produk-produk perkebunan di Provinsi Riau, memiliki sekitar 157.070,3 ha perkebunan karet pola swadaya, memiliki sekitar 111.676,2 ha kelapa sawit dan memiliki sekitar 3.225,5 ha kakao. Di samping itu, Kabupaten Kuantan Singingi juga memiliki sumberdaya pertambangan, yakni terdapat sekitar 8.579,9 ha areal pertambangan emas dan terdapat sekitar 22.148 ha areal batubara serta memiliki potensi kaolin sekitar 75.000 ton (BPS Kabupaten Kuantan Singingi, 2006). Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kuantan Singingi Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 (Juta Rp) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, dan air minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2002
2003
2004
2005
2006
1.051.459,4
1.106.361,9
1.165.081,2
1.223.751,4
1.287.849,9
19.122,7
39.317,9
95.680,7
148.242,5
130.828
141.845,7
158.210,2
172.538,8
3.511,1
3.654,1
3.809,5
3.942,4
4.118,4
98.887,9
105.767,6
114.986,5
121.088,8
129.509,7
132.260,7
141.594,9
151.423,3
163.757,4
177.510,1
38.203,9
41.433,7
44.897,4
49.050,4
53.477
18.956
21.044,8
23.977,5
25.712,9
27.354
163.994,2
175.343,2
189.366
200.716,4
217.525,6
1.657.224,1
1.773.319,2
1.947.432,7
2.108.721
2.305.003,8
221.326,1 186.332,6
Sumber: BPS, Provinsi Riau, Kuantan Singingi dalam Angka 2006
Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah. Secara umum seluruh sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan
24
Singingi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan pertumbuhan. Dari Tabel 1 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuantan Singingi yang selalu meningkat. Lima sektor perekonomian yang memiliki nilai PDRB tertinggi pada tahun 2002-2006 adalah sektor pertanian, sektor jasa, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, dan sektor pertambangan dan penggalian. Total nilai PDRB pada tahun 2006 berdasarkan harga konstan kelima sektor tersebut berturut-turut adalah: sekitar 1.223.751 juta rupiah; 200.716 juta rupiah; 172.538 juta rupiah; 163.757 juta rupiah; 148.242 juta rupiah. Atas sumbangannya terhadap PDRB berturut-turut sebesar 58,03 persen, 9,52 persen, 8,18 persen, 7,77 persen, dan 7,03 persen. Kabupaten Kuantan Singingi yang mempunyai sektor dominan di sektor non migas membuat Kabupaten Kuantan Singingi berusaha meningkatkan pendapatan daerahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya alam yang berpotensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan kabupaten-kabupaten lain yang ada di Provinsi Riau yang memiliki sumberdaya alam migas. Pengembangan sektor basis merupakan kebijakan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan daerah, karena sektor basis merupakan sektor yang dapat dipasarkan keluar batas perekonomian wilayah produksi setelah sektor tersebut memenuhi kebutuhan dalam wilayah sendiri. Pemilihan dan prioritas pengembangannya dengan pertimbangan bahwa sektor basis dengan efek pengganda pendapatannya dapat menentukan peningkatan pendapatan suatu daerah. Selain itu, peningkatan terhadap sektor basis akan mendorong pengembangan sektor bukan basis, sehingga pada akhirnya akan terjadi peningkatan perekonomian suatu wilayah.
25
Sebagian besar kegiatan perekonomian dan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan di kabupaten terpusat pada suatu wilayah yang dekat dengan ibukota kabupaten. Adanya pemusatan tersebut menyebabkan terjadinya mobilitas penduduk ke wilayah tersebut karena ketersediaan lapangan kerja dan kemudahan akses pelayanan di dekat pusat pelayanan sehingga kepadatan penduduk di wilayah itu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanan beberapa kegiatan perekonomian kabupaten belum memperhatikan faktor lokasi, padahal faktor lokasi sangat penting dalam mengalokasikan sumberdaya dan dana pembangunan daerah yang terbatas.
1.2 Perumusan Masalah Perkembangan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh sumber pendapatan daerah terutama untuk menutupi pembiayaan yang diperlukan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya. Masalah umum yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah adanya kendala dalam menghimpun dana yang berasal dari daerah itu sendiri, sehingga pembangunan daerah cenderung tergantung pada sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Destrika, 2006). Menyadari bahwa ketergantungan tersebut kurang baik bagi kelanjutan pelaksanaan pembangunan daerah, mengharuskan pemerintah daerah menggali semua sumber ekonomi daerah guna meningkatkan pendapatan perkapita di setiap kabupaten dan mengurangi ketimpangan yang timbul di beberapa daerah. Kondisi makro ekonomi nasional dari pertumbuhan ekonomi secara nasional tanpa migas sedikit melambat dari 6,57 persen di tahun 2005 menjadi
26
6,09 persen pada tahun 2006. Hal ini ternyata tidak signifikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau, yang dapat dilihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau yang semula 8,54 persen pada tahun 2005 menjadi 8,66 persen pada tahun 2006 (BPS Provinsi Riau, 2006). Besarnya pendapatan regional perkapita Provinsi Riau dari tahun ke tahun dari migas maupun tanpa migas dari data BPS Provinsi Riau (2007) dapat dilihat pada Tabel 2. Pendapatan perkapita Provinsi Riau dari tahun 2004-2006 secara berturut-turut adalah: sekitar Rp. 6.246.182; Rp. 6.691.276; Rp. 6.990.431 tanpa migas, dan sekitar Rp. 15.214.406; Rp. 15.829.055; Rp. 16.003.191 dengan migas. Adanya peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi Riau, seharusnya ketimpangan pendapatan antar kabupaten dapat di atasi dengan cara mengembangkan dan mengoptimalkan sektor-sektor yang berpotensi (sektor unggulan) di setiap kabupaten. Tabel 2. Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas dan dengan Migas Provinsi Riau Tahun 2004-2006, (dalam Rupiah) No Sektor 1 Tanpa migas 2 Dengan migas
2004 6.246.182,45 15.214.406,91
2005 6.691.276,92 15.829.055,52
2006 6.990.431,63 16.003.191,25
Sumber : BPS Provinsi Riau, Riau dalam Angka (2006)
Berdasarkan data pendapatan per kapita Provinsi Riau dari tahun ke tahun yang semakin meningkat, tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara pendapatan per kapita dengan migas dan tanpa migas. Hal ini disebabkan karena Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi penghasil migas dengan delapan kabupaten/kota di Provinsi Riau yang pendapatan daerahnya sebagian besar berasal dari migas. Di lihat dari perbedaan antara pendapatan migas dan tanpa migas di Provinsi Riau dapat mengakibatkan ketimpangan pendapatan antar kabupaten yang memiliki migas dengan kabupaten yang sedikit atau tidak
27
mempunyai pendapatan dari migas tersebut. Salah satu dari tiga kabupaten yang tidak memiliki penghasilan/pendapatan daerah yang berasal dari migas adalah Kabupaten Kuantan Singingi. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi perlu membuat prioritas kebijakan agar pembangunan daerah dapat berjalan sesuai rencana, baik dalam kebijakan anggaran maupun tentang pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau unggulan dan melihat pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB dari masing-masing sektor. Pertumbuhan sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi sangat berbeda pada masing-masing sektor, untuk itu perlu dilihat perkembangan sektor ekonomi berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB setiap sektor tersebut. Hal ini juga diperlukan untuk pengalokasian dana sektor ekonomi dan untuk mengetahui klasifikasi/pola pertumbuhan dari sektor-sektor ekonomi yang ada sebagai pertimbangan untuk menentukan sektor unggulan yang dapat diprioritaskan di Kabupaten
Kuantan
Singingi.
Pertanyaannya
adalah
bagaimana
pola
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor perekonomian? Visi pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi yaitu “Terwujudnya Kabupaten Kuantan Singingi yang maju, aman, mandiri, agamis, komunikatif, sejahtera, luhur dan makmur (memacu jalur)”. Untuk mewujudkan dan merealisasikan visi Kabupaten Kuantan Singingi, maka ditetapkan misi kabupaten, beberapa misi yang
ingin diwujudkan yaitu menanggulangi
28
kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah dan antar penduduk, optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam, dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berimbang. Upaya pemerataan pembangunan terus mendapat perhatian yang serius dalam setiap kebijaksanaan pembangunan wilayah dan peningkatan pendapatan daerah. Untuk meningkatkan pemerataan pembangunan melalui pendekatan peningkatan pendapatan daerah, daerah diberikan wewenang untuk mengelola pembangunan diwilayahnya. Dalam rangka menerapkan kebijaksanaan tersebut Kabupaten Kuantan Singingi harus memaksimalkan pengelolaan sumberdaya yang ada dan harus meningkatkan potensi sumberdaya tersebut dengan mengembangkan sektor potensial yang diprioritaskan menjadi sektor unggulan di wilayahnya. Setelah adanya penentuan sektor unggulan di kabupaten, daerah kabupaten dapat meningkatkan pendapatan perkapita dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk membangun Kabupaten Kuantan Singingi lebih maju dan adil sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Kuantan Singingi dan semua tujuan pemerintah daerah dapat tercapai. Selain itu, kesejahteraan masyarakat dapat tercapai maksimal dengan meningkatnya pendapatan perkapita melalui sektor unggulan yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal di daerah tersebut.
Walaupun Kabupaten Kuantan Singingi tidak
mempunyai hasil pendapatan dari subsektor migas, dengan adanya penentuan sektor unggulan yang berpotensi bagi daerah kabupaten tidak lagi menjadi masalah dan hambatan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya demi
29
mencapai kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata serta meningkatnya perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi. Sumberdaya alam yang ada di tiap daerah yang berbeda-beda pasti memiliki peran untuk masyarakat sekitarnya asalkan masyarakat mau menggali potensi yang ada didaerahnya dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa merusak lingkungan sekitar. Kabupaten Kuantan Singingi yang tidak memiliki pendapatan dari migas harus mampu memacu laju pertumbuhan ekonomi, agar tidak tertinggal dengan kabupaten lainnya. Pertanyaannya adalah sektor apa saja yang menjadi unggulan untuk meningkatkan perekonomian wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi serta bagaimana surplus pendapatan dan dampak pengganda pendapatan dari sektor unggulan ? Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi yang terdiri dari 12 kecamatan dan 209 desa/kelurahan yang mempunyai potensi dan pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Kecamatan yang dekat dengan ibukota kabupaten akan terlihat lebih maju daripada kecamatan yang terletak jauh dari ibukota kabupaten. Pembangunan wilayah tidak hanya dilihat dari segi ekonomi saja, namun dapat dilihat dari perkembangan infrastruktur di wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dari segi infrastruktur yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi harus dapat mendukung sektor unggulan yang ada diwilayah tersebut. Oleh sebab itu, perlu dianalisis infrastruktur sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi. Pertanyaannya adalah bagaimana perkembangan pembangunan wilayah dari segi infrastruktur (sarana dan prasarana) yang mendukung perekonomian dan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi?
30
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi sektoral di Kabupaten Kuantan Singingi; 2. Menganalisis sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat meningkatkan perekonomian wilayah dan pendapatan masyarakat; 3. Menganalisis perkembangan
pembangunan wilayah dari segi infrastruktur
(sarana dan prasarana) di setiap kecamatan yang mendukung perekonomian dan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam merencanakan program pembangunan dan merumuskan, menentukan, dan memprioritaskan serta memutuskan arah kebijakan pembangunan; 2. Peneliti dan insan akademisi maupun masyarakat secara umum yang akan melakukan penelitian sejenis sebagai
referensi untuk pengembangan
pembangunan khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi, maupun wilayah lain umumnya; 3. Penulis sebagai sarana menambah wawasan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh sewaktu kuliah.
31
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada penentuan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi untuk dapat meningkatkan perekonomian dan melihat perkembangan sarana dan prasarana yang mendukung sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi. Alat analisis menggunakan tiga metode yaitu: pertama, Klassen Typologi untuk mengetahui pola pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi, data yang digunakan adalah laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor perekonomian. Kedua, analisis Location Quotient (LQ) dengan mencari sektor basis perekonomian untuk mengetahui sektor unggulan yang berpotensi dan dapat diprioritaskan di Kabupaten Kuantan Singingi, surplus pendapatan, pengganda pendapatan dari sektor unggulan dengan menggunakan data PDRB indikator pendapatan. Ketiga, metode skalogram untuk mengetahui penyebaran sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian di setiap kecamatan Kabupaten Kuantan Singingi. Dari hasil ketiga analisis ini dapat memberikan rekomendasi/implikasi kebijakan yang relevan dengan penentuan sektor unggulan dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi. Keterbatasan penelitian ini yang menggunakan data skunder dalam analisisnya yaitu adanya keterbatasan dari ketersediaan data yang tidak lengkap untuk melakukan penelitian dengan baik. Oleh sebab itu, perhitungan dalam analisis penelitian ini hanya dilakukan dengan indikator pendapatan daerah untuk menganalisis sector basis dan menggunakan beberapa asumsi data yang mendukung sektor unggulan. Dengan adanya keterbatasan data dalam penelitian ini, diharapkan penelitian selanjutnya yang mendukung analisis sektor unggulan.
32
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru tercipta apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar dari tahun-tahun berikutnya (Sukirno, 1985). Pertumbuhan ekonomi meningkat dengan adanya perkembangan ekonomi dari daerah tersebut. Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas
lapangan
pekerjaan,
memeratakan
pembagian
pendapatan
masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Arah pembangunan ekonomi mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin. Pertumbuhan
ekonomi
sebagai
indikator
pembangunan
daerah
memprioritaskan untuk membangun dan memperkuat sektor-sektor dibidang ekonomi
dengan
mengembangkan,
meningkatkan,
dan
mendayagunakan
sumberdaya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh serta sektor pembangunan lainnya. Tuntutan agar
33
pembangunan tidak hanya berjalan didaerah-daerah yang dekat dengan pemerintahan pusat saja, telah membuat pemerintah mengupayakan strategi yang sekiranya dapat mewujudkan terciptanya pembangunan. Untuk mengukur seberapa besar kinerja perekonomian suatu wilayah disuatu negara maka dapat dilihat dari kontribusi Produk Domestik Regional Bruto terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
total nasional.
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi diwilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Tarigan, 2002). Pusat pertumbuhan diharapkan dapat menjadi daerah inti yang berfungsi untuk memberikan efek positif dari pembangunan terhadap daerah sekitarnya yang menjadi daerah hinterland. Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan yang didasarkan pada dua hipotesa dasar yakni; (1) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah pusat tertentu, (2) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dijalankan dari pusat pertumbuhan, dan secara nasional melalui hirarki-hirarki kota dan secara regional dari pusat-pusat pertumbuhan ke daerah pinggiran atau pengaruhnya masingmasing yang tergantung pada mekanisme pasar dan inovasi (Hanafiah, 1987). Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan
ekonomi,
kemudian
pertumbuhan
dan
kesempatan
kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada pendekatan kebutuhan dasar
34
(basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (Jhinghan, 2002) : 1. Sumberdaya alam Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumberdaya alam/tanah. Tanah sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral dan sebagainya. 2. Akumulasi modal Modal
berarti
persediaan
faktor
produksi
yang
secara
fisik
dapat
diproduksi.Pembentuk modal merupakan kunci utama pertumbuhan ekonomi. 3. Organisasi Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor paling penting didalam proses pertumbuhan ekonomi. 4. Kemajuan teknologi Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor yang paling penting didalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan didalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru. 5. Pembagian kerja dan skala produksi Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membagi kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.
35
2.2 Pembangunan Ekonomi Daerah Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (efficiency), kemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya (semua kapital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun social) (Anwar, 2005). Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, memeratakan
pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan
hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Arah pembangunan ekonomi mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin. Pembangunan adalah suatu perubahan yang positif, yang meliputi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan beserta hasil-hasilnya. Kegiatan-kegiatan ini berlangsung dalam rangka mengelola sumberdaya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Hasil-hasil dari pembangunan ini akan tercermin dari pendapatan daerah dan tingkat kesejahteraan penduduknya (Tarigan, 2005).
36
Pembangunan ekonomi pada dasarnya mengoptimalkan bagaimana peranan sumberdaya dalam menciptakan kenaikan pendapatan yang terakumulasi pada sektor-sektor ekonomi, yang tercermin pada besarnya tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun. Tercapai tidaknya kenaikan pendapatan atau pertumbuhan ekonomi, sangat tergantung pada kemampuan daerah dalam memberdayakan sumber-sumber alam dan manusia yang tersedia didaerah. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) wilayah tersebut. Pembangunan daerah adalah bagian integrasi dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengarahan sumberdaya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berguna dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1985).
2.3 Pembangunan Wilayah Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan. Dalam ruang lingkup pembangunan nasional, terdapat ketergantungan (pembangunan) wilayah
37
dengan tujuan pembangunan nasional. Perubahan hubungan yang semula tergantung menjadi saling ketergantungan ini membutuhkan adanya perubahan struktural di bidang politik dan ekonomi, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat wilayah hingga lokal. Dalam Hanafiah (1988), konsep pembangunan wilayah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Konsep Homogenitas Wilayah diberi batasan berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu dalam wilayah bersangkutan. Pembagian wilayah seperti ini lebih karena adanya kesamaan permasalahan yang dihadapi, maupun kondisi di lapangan. 2. Konsep Nodalitas Konsep ini menekankan pada perkembangan struktur tata ruang dalam wilayah yang memiliki sifat ketergantungan fungsional, seperti hubungan fungsional antar kota sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan desa sebagai wilayah belakangnya. 3. Konsep Administrasi dan Unit Program Penentuan batas wilayah ini berdasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti sistem dan tingkat pajak yang sama, dsb. Pembangunan wilayah merupakan pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan variabel tempat dan waktu. Kebijakan pembangunan wilayah akan menetapkan prioritas sektor dan tempat, alokasi dan besaran investasi atau pengeluaran
pemerintah,
alokasi
insentif
bagi
investasi
swasta,
serta
pengelompokan wilayah berdasarkan fungsi (Nindyantoro, 2004). Pada dasarnya kegiatan
perencanaan
tata
ruang
wilayah
merupakan
upaya
untuk
38
memformulasikan aspirasi dalam pemanfaatan ruang wilayah secara optimal dan efisien serta disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang dimiliki wilayah tersebut (Purliana, 2003).
2.4 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Untuk mengukur seberapa besar kinerja perekonomian suatu wilayah disuatu negara maka dapat dilihat dari kontribusi Produk Domestik Regional Bruto terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
total nasional.
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang berperan dalam membuat perencanaan kebijaksanaan dalam pembangunan, menentukan arah pembangunan serta mengevaluasi hasil pembangunan wilayah tersebut. PDRB dapat dijadikan sebagai indikator laju pertumbuhan ekonomi sektoral agar dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang menyebabkan perubahan pada pertumbuhan ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. PDRB dapat diartikan pula sebagai suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita menjadi salah satu indikator kemakmuran penduduk disuatu daerah dan bila ditampilkan secara berkala dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan tingkat kemakmuran yang terjadi di daerah tersebut. Hasil perhitungan PDRB disajikan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas
39
dasar harga berlaku masih dipengaruhi oleh faktor inflasi (fluktuasi harga), sedangkan PDRB atas dasar harga konstan, faktor inflasi tersebut sudah dihilangkan. Dengan demikian PDRB atas dasar harga konstan benar-benar menggambarkan perkembangan pendapatan riil tanpa dipengaruhi kenaikan harga (Pemda Kabupaten Kuantan Singingi, 2007). Semakin tinggi nilai PDRB perkapita berarti semakin tinggi kekayaan daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain nilai PDRB perkapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah (Tadjoedin, 2001). PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BAPPEDA, 2005). Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan yaitu: •
Jika ditinjau dari sisi produksi disebut Produksi Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu,
•
Jika ditinjau dari sisi pendapatan disebut Pendapatan Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu,
40
•
Jika ditinjau dari segi pengeluaran disebut pengeluaran regional, merupakan jumlah pengeluaran konsumsi atau komponen permintaan akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta, pemerintah dengan pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Beberapa indikator pokok ekonomi makro yang tertuang dalam PDRB
sektoral serta kegunaannya diantaranya:
Nilai nominal PDRB PDRB merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah yang mampu diciptakan dari berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB tersebut menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. Nilai nominal PDRB yang dihasilkan suatu daerah sangat tergantung pada dua faktor tersebut, sehingga nilainya bervariasi antar daerah.
Kontribusi / peranan sektor ekonomi Kontribusi
atau
peranan
sektor
ekonomi
menunjukkan
struktur
perekonomian yang terbentuk di suatu daerah. Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentase, menunjukkan besarnya peranan masingmasing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Hal ini menggambarkan ketergantung daerah terhadap kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Apabila struktur ekonomi disajikan dari waktu ke waktu, maka dapat dilihat perubahan dan pergeseran struktur sebagai indikator adanya proses pembangunan, misalnya adanya
41
penurunan peran sektor pertanian yang diikuti dengan kenaikan peran sektor industri.
Pendapatan Regional Perkapita PDRB perkapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRB perkapita merupakan gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikutsertaannya dalam proses produksi. Kedua indikator tersebut biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut
disajikan
secara
berkala
akan
menunjukkan
perubahan
kemakmuran.
2.5 Pengertian Sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya: pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun kebelakang; keempat, dapat juga diartikan sebagi sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya, 2006).
42
2.6 Konsep Basis Ekonomi Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis. Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun kemunduran.
Adapun
sebab-sebab
kemajuan
sektor
basis
adalah:
(1)
perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, (2) perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah, (3) perkembangan teknologi, dan (4) adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah: (1) adanya perubahan permintaan di luar daerah, dan (2) kehabisan cadangan sumberdaya. Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekor basis merupakan penggerak utama dalam perekonomian suatu wilayah. Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis (Tarigan, 2005). Menurut Richarson (2001), konsep ekonomi basis pada
43
dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar wilayah.
2.7 Penelitian Terdahulu Telah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan basis ekonomi untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pendekatan ini menentukan keberadaan suatu sektor basis terhadap peningkatan pendapatan suatu daerah dan efek pengganda yang ditimbulkannya terhadap pendapatan suatu daerah. Penelitian secara empiris mengenai sektor basis perekonomian dan peranannya dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar kabupaten pernah dilakukan oleh Kristiyanti (2007), tujuan dari studi yang dilakukan oleh Kristiyanti yaitu menganalisa sektor yang menjadi basis perekonomian dan peranannya dan menghitung ketimpangan pendapatan antar daerah tingkat II di Provinsi Jawa Timur. Hasil dari penelitian ini adalah hasil perhitungan nilai LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan daerah yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat lima sektor yang menjadi basis perekonomian Provinsi Jawa Timur pada tahun 2001-2003 yaitu sektor pertanian, sektor industri dan pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Jaenudin (2007), melakukan penelitian untuk mengidentifikasikan kabupaten/kota yang mengalami kemajuan dengan menggunakan Klassen Typologi. Berdasarkan Klassen Typologi pola pertumbuhan yang terjadi di
44
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, pada periode pra otonomi daerah, Kota Cirebon merupakan satu-satunya daerah tingkat II di Provinsi Jawa Barat yang berada pada kategori I. Masa otonomi daerah Kota Bandung dan Kota Sukabumi menjadi kota maju dan berkembang cepat. Studi terdahulu yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan PT Toyota Astra Motor (2006), yang menganalisis posisi sembilan sektor PDRB terhadap perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) selama periode 2001-2004 dengan menggunakan alat analisis Klassen Typologi dari data laju pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB sembilan sektor ekonomi. Hasil dari analisis sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat adalah sektor pertambangan dan penggalian. Studi mengenai peranan sektor unggulan baik skala nasional maupun daerah telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Studi tentang peranan sektor unggulan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah dengan pendekatan Input
Output multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat telah dilakukan oleh Setiawan (2006). Tujuan dari studi disertasi yang diteliti salah satu tujuannya adalah menganalisis dampak pertumbuhan sektor-sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat terhadap pertumbuhan output, nilai tambah bruto (pendapatan regional) dan pertumbuhan tenaga kerja di dalam provinsi dan antar provinsi terkait. Hasil penelitiannya adalah dampak total dari pertumbuhan sektor unggulan di masing-masing provinsi pada perekonomian nasional, terbesar disumbangkan oleh Provinsi Jawa Timur, kemudian diikuti oleh Provinsi Bali, dan terakhir Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tetapi, pertumbuhan
45
sektor unggulan di Bali, mampu menyerap tenaga kerja paling tinggi bila dibandingkan dengan dua propinsi lainnya, kemudian diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Dampak dari pertumbuhan sektor unggulan di masing-masing provinsi terhadap pertumbuhan daerah lainnya (dampak interregional)
masih
sangat
kecil
bila
dibandingkan
dengan
dampak
intraregional. Hal ini mencerminkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, khususnya yang menyangkut kerjasama antar daerah dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di daerah, belum terlaksana sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang pemerintahan daerah di Indonesia. Hasil penelitian dari Usya (2006) yang bertujuan untuk menganalisis apakah terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dan mengidentifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang pada kurun waktu 19932003. Hasil analisis dengan menggunakan LQ menunjukkan bahwa di Kabupaten Subang terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor bangunan, perdagangan, hotel dan restoran. Studi mengenai sektor unggulan yang telah dilakukan oleh Kusumawati (2005), yang berjudul Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor unggulan serta pemusatan aktivitas sektor. Sektor unggulan dianalisis dengan menggunakan analisis Input Output, LQ, dan Shift Share. Hasil analisis menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi dan berpotensi untuk menjadi sektor unggulan wilayah. Pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang. Hal tersebut
46
didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mendukung aktivitas perekonomian wilayah. Sukatendel (2005), dengan hasil penelitiannya yang berjudul Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan meneliti sektor unggulan, potensi dan pengembangan sektor unggulan dan alokasi anggaran untuk sektor unggulan di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis Input Output. Hasil penelitian ini menunjukkan sektor unggulan di Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan dan pertanian tanaman pangan. Pranata (2004) telah melakukan penelitian tentang analisis sektor basis perekonomian dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur. Hasil dari analisis LQ dan Skalogram yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten Cianjur memiliki enam sektor basis yaitu pertanian, perdagangan, angkutan dan komunikasi, keuangan, sektor bangunan dan sektor jasa. Hasil perhitungan surplus pendapatan bersih untuk masing-masing kecamatan menunjukkan beberapa kecamatan memiliki kontribusi yang relatif besar, sementara beberapa yang kontribusinya relatif kecil sehingga surplus pendapatan bernilai negatif. Dari sektor basis yang ada menghasilkan efek pengganda yang berbeda-beda untuk masing-masing kecamatan. Berdasarkan analisis skalogram umumnya
jumlah
pembangunan.
penduduk
sebagai
indikator
dalam
alokasi
fasilitas
47
Purliana (2003) dalam penelitian yang telah dilakukannya yaitu analisis sektor basis perekonomian dan peranan fasilitas pelayanan terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Tegal. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peran dan fungsi
fasilitas
pelayanan
wilayah
dan
mengidentifikasi
sektor
basis
perekonomian di setiap kecamatan Kota Tegal. Penelitian yang telah diteliti ini menggunakan alat analisis LQ dan skalogram. Hasil dari penelitian ini adalah Kecamatan Tegal Timur yang merupakan ibukota Tegal memiliki jumlah fasilitas pelayanan lebih banyak jika dibandingkan dengan pembangunan dikecamatan lain. Hampir semua sektor di Kota Tegal dapat dijadikan sektor basis, kecuali pertanian, pertambangan, dan industri meskipun sumbangan sektor industri terhadap PDRB Kota Tegal cukup besar dibandingkan sektor lainnya.
2.7 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Pendekatan basis ekonomi yang menggunakan metode LQ pada penelitian-penelitian di atas menunjukkan begitu luasnya kegunaan dari metode ini. Namun demikian terdapat keragaman dalam menggunakan metode tersebut untuk tujuan menganalisis sektor basis dan sektor non basis di suatu wilayah. Perbedaan tersebut antara lain pada indikator yang digunakan, luasan yang di teliti. Penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu cakupan wilayah penelitian, juga teknis analisis yang digunakan lebih mendalam yaitu keterkaitan antara teknik analisis dengan implikasi-implikasi
yang
akan
timbul
dari
hasil
perhitungan
terhadap
perekonomian dan pembangunan wilayah. Selain itu, pada penelitian ini akan
48
diteliti sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi secara umum dan pembangunan dari segi infrastruktur yang ada di setiap kecamatannya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain penelitian ini menganalisis sektor basis perekonomian sedangkan penelitian terdahulu lebih banyak menganalisis peranan basis pertanian atau satu basis sektor saja serta analisis Klassen Typologi untuk melihat perkembangan wilayah saja dan tidak melihat secara sektoral. Selain menganalis peranan basis perekonomian yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan, dalam analisis ini juga mengidentifikasi
terlebih
dahulu
sembilan
sektor
ekonomi
yang
akan
dikembangkan dan tidak membahas tentang perubahan struktur maupun alokasi dana untuk sektor unggulan tersebut. Penelitian ini juga bermaksud melihat penyebaran fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi dan pembangunan wilayahnya.
49
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep dan Definisi Pendapatan Regional Pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Beberapa konsep dan definisi yang biasa digunakan dalam kajian mengenai pendapatan regional adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga pasar, Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas dasar harga pasar, PDRN atas dasar biaya faktor, pendapatan regional, pendapatan perseorangan dan pendapatan siap dibelanjakan, serta pendapatan regional atas dasar harga berlaku dan harga konstan (Tarigan, 2004). 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar PDRB atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. 2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar PDRN atas dasar harga pasar adalah PDRB atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan, dan lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi atau karena faktor waktu.
50
3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tidak langsung neto adalah pajak tidak langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan regional. 4. Pendapatan Regional Pendapatan regional neto adalah PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana yang mengalir masuk. PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi pendapatan yang mengalir keluar dan ditambah pendapatan yang mengalir masuk hasilnya merupakan produk regional neto, yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk yang tinggal di daerah tersebut. 5. Pendapatan Perorangan dan Pendapatan Siap dibelanjakan Pendapatan perorangan (personal income) adalah pendapatan regional (regional income) dikurangi pajak pendapatan perusahaan, keuntungan yang tidak dibagikan, iuran kesejahteraan sosial, ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga pemerintah dan bunga neto atas utang pemerintah. Sementara itu, pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) adalah pendapatan perorangan dikurangi pajak pendapatan perorangan, pajak rumah tangga/PBB, dan transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga. 6. Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Pendapatan regional atas dasar harga berlaku adalah pendapatan regional yang
memperhitungkan
unsur
inflasi.
Pendapatan
regional
yang
tidak
memperhitungkan unsur inflasi disebut pendapatan regional atas dasar harga konstan.
51
3.1.2 Teori Basis Ekonomi Perekonomian di suatu wilayah dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Di samping barang, jasa dan tenaga kerja, ekspor sektor basis dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat wisata, peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Adapun sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas wilayah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang, jasa maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar ekspor non basis hanya bersifat lokal. Sejak diberlakukanya UU No 32 Tahun 2004 yaitu mengenai pemberlakuan otonomi daerah di wilayah Indonesia, maka setiap wilayah di berikan kebebasan untuk menentukan arah pembangunan ekonominya masingmasing. Pemerintah daerah dianggap lebih tahu mengenai potensi ekonomi di wilayahnya masing-masing dibanding dengan pemerintah pusat sehingga dapat dengan leluasa mengalokasikan dananya pada berbagai kegiatan ekonomi wilayahnya tersebut. Namun demikian adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh wilayah otonomi menyebabkan pemerintah daerah harus memberikan prioritas mengenai sektor-sektor ekonomi apa saja yang harus dikembangkan di wilayah masingmasing. Pemilihan sektor yang tepat akan menghasilkan percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Sebaliknya kesalahan dalam pemilihan sektor
52
ekonomi yang dikembangkan akan menyebabkan pemborosan dana, sementara perekonomian di wilayah tersebut juga tidak akan berkembang. Oleh karena itu, pemilihan
sektor-sektor
ekonomi
yang
akan
dijadikan
prioritas
dalam
pembangunan daerah harus dilakukan secara hati-hati dan hendaknya berdasarkan data-data yang tersedia di daerah tersebut. Mengacu kepada klasifikasi sektor-sektor ekonomi yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik, terdapat sembilan sektor perekonomian yang dapat dikembangkan baik di tingkat wilayah maupun tingkat nasional. Sembilan sektor tersebut adalah: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restauran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa persewaan, sektor jasa-jasa lainnya. Masing-masing sektor tersebut dapat dibagi lagi menjadi lebih rinci. Misalnya jika pemerintah daerah ingin mengetahui sektor pertanian apa yang ingin dikembangkan di wilayah mereka, maka sektor pertanian dapat dibagi lagi menjadi lima yaitu tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan. Dalam ilmu ekonomi regional terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk menentukan sektor-sektor mana saja yang dapat diprioritaskan untuk diberikan kucuran dana sehingga dapat berkembang
dan menarik
perkembangan sektor-sektor lainnya di wilayah tersebut. Menurut Budiharsono (2001) ada beberapa metode untuk memilih antara kegiatan basis dan non basis, yaitu: 1. Metode pengukuran langsung
53
Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan darimana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. 2. Metode pengukuran tidak langsung Metode dengan pengukuran tidak langsung terdiri dari : a) metode melalui pendekatan asumsi, biasanya berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan non basis; b) metode Location Quotient dimana membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah tertentu dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama di wilayah atasnya.
Asumsi
yang
digunakan
adalah
produktivitas
rata-
rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak mahal biayanya dan mudah diterapkan; c) metode campuran merupakan penggabungan antara metode asumsi dengan metode Location Quotient; d) metode kebutuhan minimum dimana melibatkan sejumlah wilayah yang “sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga regional dan bukannya distribusi rata-rata. Menurut Glasson (1977), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan
54
terhadap barang dan jasa didalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Berdasarkan ketiga metode tersebut Glasson (1997), menyarankan metode Location Quotient (LQ) dalam menentukan sektor basis. Teknik LQ adalah teknik yang lazim digunakan dalam studi empirik. Kelemahan dalam metode LQ adalah kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh. Metode ini juga mengabaikan fakta bahwa sebagian produk nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut. Teori basis ekonomi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang membuat teori relevan digunakan. Kebaikan teori basis antara lain metode ini sederhana, mudah diterapkan, dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahan jangka pendek. Permintaan masyarakat lebih banyak dari hasil produksi maka di impor dari tempat lain. Asumsi yang digunakan dalam menentukan sektor basis dan non basis adalah: 1. pergerakan utama pertumbuhan regional; 2. besarnya rasio tenaga kerja basis dan non basis; 3. adanya keseragaman antara permintaan lokal dan nasional; 4. sistem permintaan yang tertutup; 5. spesialisasi lokal dan produksi.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang
55
bersangkutan. Adanya heterogenitas dan karakteristik wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Ketika nilai produksi migas dimasukkan ke dalam perhitungan, angka indeks Williamson dengan migas pada tahun 2001-2005 sangatlah besar. Hal ini memberikan informasi bahwa dengan memasukkan unsur migas kedalam perekonomian Provinsi Riau, maka terjadi kesenjangan yang sangat tinggi antar kabupaten/kota di Provinsi Riau, karena ada beberapa daerah yang tidak memiliki minyak dan gas bumi, sehingga kesenjangan antar daerah menjadi sangat besar (Zainal, 2007). Faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga sumberdaya lokal akan dapat menghasilkan kekayaan daerah sekaligus dapat menciptakan peluang kerja di daerah. Dengan kata lain, sumberdaya lokal baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang dimiliki daerah merupakan kunci dalam perekonomian suatu daerah sehingga sumberdaya yang ada merupakan potensi ekonomis yang dapat dikembangkan secara optimal agar dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Kuantan Singingi yang merupakan salah satu kabupaten pemekaran yang ada di Provinsi Riau, diharapkan mampu memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di wilayahnya. Berdasarkan data laju pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB per sektor dapat diklasifikasikan pola pertumbuhan sektor ekonomi suatu daerah kabupaten/kota, yang diklasifikasikan berdasarkan Klassen Typologi. Analisis ini bertujuan agar kabupaten tersebut berusaha untuk lebih meningkatkan pertumbuhan sembilan sektor ekonomi daerahnya.
56
Kabupaten Kuantan Singingi yang tidak memiliki pendapatan dan potensi sumberdaya dari sektor migas, diharapkan dapat dan mampu memacu pertumbuhan ekonomi wilayahnya dengan mengandalkan potensi sumberdaya non migas. Dengan diketahuinya klasifikasi/kategori pola pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi yang diidentifikasi berdasarkan Klassen Typologi, selanjutnya dapat di analisis sektor basis yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan yang mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Kuantan Singingi dan dapat memperkecil kesenjangan yang terjadi di Provinsi Riau. Berdasarkan analisis Klassen Typologi dan LQ dapat diketahui sektor mana yang perlu diprioritaskan oleh Kabupaten Kuantan Singingi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, maka kita juga dapat melihat dari segi sarana dan prasarana wilayah yang mendukung aktivitas perekonomian dan pembangunan wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Dengan adanya pemerataan penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi, dapat di analisis dengan metode skalogram yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan sarana dan prasarana yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Analisis dengan metode skalogram dapat dilihat daerah mana yang belum lengkap sarana dan prasarana dalam pembangunan wilayahnya untuk meningkatnya perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang adil dan merata, dari analisis skalogram kita juga dapat melihat perkembangan pembangunan wilayah Kuantan Singingi, tidak dari segi ekonominya saja yang di analisis dengan Klassen Typologi dan Location Quotient (LQ), tetapi kita juga bisa melihat perkembangan
57
sarana dan prasarana wilayah yang tentunya dapat meningkatkan perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Dari beberapa analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan wilayah yang diharapkan saling mendukung demi terciptanya perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang adil dan merata. Selain itu, hasil dari beberapa analisis ini dapat memberikan rekomendasi atau masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayahnya. Adapun bagan alur kerangka pemikiran secara lebih rinci dapat di lihat pada Gambar 1.
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Pertumbuhan sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi yang paling berpotensi adalah sektor pertanian; 2. Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensi sumberdaya yang berperan dalam perekonomiannya dan banyak sektor perekonomian yang dapat diprioritaskan sebagai sektor unggulan; 3. Pembangunan fasilitas sarana dan prasarana pendukung perekonomian yang ada disetiap kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi belum menyebar secara merata dalam pembangunan wilayahnya.
58
Desentralisasi di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing)
Pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Kuansing
Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuansing Pemerataan penyebaran sarana dan prasarana yang ada di setiap kecamatan
Pengelolaan sumberdaya alam dengan maksimal di Kabupaten Kuansing
Identifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Kuansing
Klassen Typologi
Potensi ekonomi dengan memprioritaskan sektor unggulan terhadap perekonomian di Kabupaten Kuansing
1.Location Quotient 2.Multiplier Pendapatan 3.Surplus Pendapatan
Penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah yang mendukung perekonomian Kabupaten Kuansing
Analisis Skalogram
Pola pertumbuhan ekonomi sektoral dan sektor unggulan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Kuansing
Implikasi Kebijakan
Keterangan: = Alat analisis
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional
59
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Provinsi Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten Kuantan Singingi dipilih secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kuantan Singingi merupakan kabupaten pemekaran yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang dapat dikelola untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan wilayah.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuantan Singingi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kuantan Singingi, publikasi beberapa penelitian terdahulu, jurnal, artikel, dan internet. Keseluruhan data yang diperlukan untuk analisis pertumbuhan sektor ekonomi wilayah dan sektor unggulan Kabupaten Kuantan Singingi adalah: (1) PDRB Kabupaten Kuantan Singingi; (2) laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB Provinsi Riau dan Kabupaten Kuantan Singingi; (3) Data potensi ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi, serta berbagai macam data skunder lainnya.
4.3 Metode Analisis Data Alat analisis yang digunakan dalam studi penelitian ini secara umum terdiri atas tiga metode, yaitu: analisis pola pertumbuhan sektor ekonomi (Klassen
60
Typologi), analisis Location Quotient, dan analisis skalogram. Pengolahan data dari ketiga metode/alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Alat Analisis yang Digunakan dalam Penelitian No 1
Alat Analisis Klassen Typologi
Tujuan Mengidentifikasi klasifikasi pola pertumbuhan sektor ekonomi wilayah di Kabupaten Kuansing
2
Location Quotient (LQ)
Menentukan sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian di
3
-
Multiplier pendapatan
-
Surplus Pendapatan
Analisis Skalogram
Kabupaten Kuansing
Menganalisis pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kuansing.
4.3.1 Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pola pertumbuhan sektor ekonomi wilayah dapat di tentukan dengan analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral yang diamati dengan menggabungkan secara sistematis terhadap laju pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB per sektor, dan setelah itu diklasifikasikan kedalam kelompok/karakteristik menurut Klassen Typologi. Dengan analisis Klassen Typologi dapat diketahui empat klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi, yaitu sektor yang maju dan tumbuh cepat, sektor maju tapi tertekan, sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (sedang tumbuh), dan sektor yang relatif tertinggal.
61
Klasifikasi Klassen Typologi Pendekatan Sektoral: si > s gi > g
SEKTOR
MAJU
si < s DAN SEKTOR BERKEMBANG
TUMBUH CEPAT gi < g
CEPAT (POTENSIAL)
SEKTOR MAJU TETAPI SEKTOR TERTEKAN
RELATIF
TERTINGGAL
Keterangan: gi = Laju pertumbuhan PDRB sektoral kabupaten i si = Kontribusi PDRB sektoral kabupaten i g
= Laju pertumbuhan PDRB sektoral Provinsi Riau
s
= Kontribusi PDRB sektoral Provinsi Riau Kriteria klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten , yaitu :
1. Sektor Maju dan Tumbuh Cepat Klasifikasi sektor yang mengalami laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB kabupaten yang lebih tinggi dari rata-rata Provinsi. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si>s. Sektor dalam kuadran I dapat pula diartikan sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan kontribusi yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan (provinsi). 2. Sektor Maju tetapi Tertekan Klasifikasi sektor yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah provinsi, tetapi memiliki kontribusi PDRB yang lebih besar dibandingkan kontribusi PDRB
62
provinsi. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi
s. Sektor dalam kuadran ini dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh. 3. Sektor Berkembang Cepat (potensial) Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB provinsi (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si<s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming. Meskipun pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional. 4. Sektor Relatif Tertingggal Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB provinsi (g) dan sekaligus memiliki kontribusi tersebut terhadap PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi (s). Sektor ini mempunyai multiplier rendah dan peranan dari sektor swasta yang kurang berkembang.
4.3.2 Analisis Location Quotient Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Teknik LQ mengasumsikan: (1) adanya sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografis; (2) produktivitas tenaga kerja adalah homogen (sama); (3) setiap industri menghasilkan barang yang sejenis didalam sektor yang bersangkutan.
63
Kriteria LQ>1 menunjukkan peranan sektor tersebut di suatu daerah menonjol dan merupakan sektor surplus serta kemungkinan dapat mengekspor ke daerah lain karena produk tersebut lebih efisien/lebih murah sehingga mempunyai keunggulan komparatif disebut sektor basis. Analisis LQ (Location Quotient) merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis aktivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut secara total. LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati (Budiharsono, 2001). Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah : (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola aktivitas bersifat seragam, (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang seragam. Analisis LQ dapat juga digunakan untuk mengetahui apakah sektor-sektor ekonomi tersebut termasuk kegiatan basis atau bukan basis sehingga dapat melihat sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Perhitungan LQ digunakan untuk menunjukkan perbandingan antar peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor wilayah tingkat yang lebih luas. Tidak meratanya penyebaran ekonomi yang pada umumnya hanya terkonsentrasi pada beberapa daerah saja memberikan indikasi bahwa produk ekonomi wilayah merupakan komoditi ekspor. Berdasarkan konsep basis ekonomi dengan analisis LQ, pendapatan dari
64
sektor basis akan memberikan dampak positif yang luas dalam pertumbuhan perekonomian wilayah. Analisis LQ dalam kajian ini digunakan untuk mencari sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi. Adapun rumus LQ tersebut adalah :
LQ =
Si / N i S /N
Dimana : LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi Si = PDRB sektor i di Provinsi Riau j S = PDRB sektor i di Kabupaten Kuantan Singingi Ni = Total PDRB di Provinsi Riau j N = Total PDRB di Kabupaten Kuantan Singingi Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut : 1. Apabila LQ >1, menunjukkan sektor i/komoditas tersebut merupakan sektor potensial/unggulan di kabupaten tersebut, artinya sektor tersebut mempunyai peran ekspor di wilayah 2. Apabila LQ = 1, artinya peranan sektor tersebut di kabupaten ini setara dengan peranan sektor tersebut di Kabupaten Kuantan Singingi 3. Apabila nilai LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor i /komoditas tersebut bukan merupakan sektor potensial di kabupaten tersebut, artinya sektor tersebut tidak mempunyai peran sektor ekspor di wilayah justru akan mendatangkan impor dari wilayah lain.
65
4.3.2.1 Metode Surplus Pendapatan Perhitungan surplus bertujuan untuk mengetahui besarnya surplus pendapatan dari penjualan dari aktivitas ekspor dan impor komoditi suatu wilayah disektor perekonomian tertentu. Nilai surplus pendapatan diperoleh dari hasil pengalian indeks surplus pendapatan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di masing-masing wilayah. Hal ini dapat dirumuskan seperti dibawah ini: SP = [Si/S – Ni/N] Si Dimana : SP = Surplus Pendapatan Si = Pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten S = Total pendapatan semua sektor perekonomian pada tingkat kabupaten Ni = Pendapatan sektor i pada tingkat provinsi N = Pendapatan total semua sektor perekonomian pada tingkat provinsi
4.3.2.2 Pengganda Basis (Multiplier Effect) Tarigan (2005), pengganda basis merupakan suatu metode untuk melihat besarnya pengaruh kegiatan ekonomi basis terhadap peningkatan total pendapatan di suatu wilayah. Nilai pengganda basis diperoleh dari pembagian antara jumlah pendapatan total wilayah dengan jumlah pendapatan sektor basis. Maka rumus pengganda basis dapat ditulis secara matematik adalah sebagai berikut:
K= Dimana: K = Koeffisien pengganda basis Yb = Pendapatan sektor basis ekonomi di kabupaten Kuantan Singingi
66
Y = Pendapatan total pendapatan di Kabupaten Kuantan Singingi Apabila nilai kontribusi (K) sebesar A berarti pada setiap peningkatan nilai kontribusi pendapatan yang dihasilkan pada sektor basis sebesar Rp 1,00 maka terjadi peningkatan terhadap total pendapatan di Kabupaten Kuantan Singingi sebesar A. 4.2.3 Analisis Skalogram Analisis skalogram adalah analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebaran fasilitas sosial dan ekonomi serta hirarki pusat pengembangan dan prasarana pembangunan. Metode ini memberikan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi kepada pusat pengembangan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan yang paling banyak. Dalam metode skalogram lebih ditekankan kriteria kuantitatif dari pada kriteria
kualitatif
yang
menyangkut
derajat
fungsi
fasilitas
pelayanan
pembangunan. Metode ini tidak mempertimbangkan aspek distribusi penduduk dan luas jangkauan pelayanan fasilitas pembangunan secara spasial, tetapi dapat memberikan
informasi
tentang
hirarki
pusat-pusat
pengembangan
yang
disebabkan oleh penyebaran fasilitas pelayanan pembangunan dalam tata ruang dan hirarki fasilitas pelayanan pembangunan yang terdapat dalam wilayah tersebut. Sarana dan prasarana pembangunan yang berfungsi sebagai indikator ekonomi antara lain : Koperasi, Perdagangan, dan lain-lain. Sedangkan yang berfungsi sebagai indikator sosial antara lain : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan lain-lain. Menurut Hanafiah (1988) kelebihan metode skalogram adalah : (1) memperlihatkan hubungan dasar antara jumlah penduduk dan ketersediaan sarana
67
dan prasarana pembangunan; (2) secara cepat dapat mengorganisasikan data mengenai wilayah; (3) Memperbandingkan diantara pusat-pusat pengembangan yang ada berdasarkan sarana dan prasarana pembangunan yang dimiliki; (4) menggambarkan hirarki pusat-pusat pengembangan; dan (5) secara potensial dapat dipergunakan untuk merancang pusat-pusat pengembangan baru dan pengalokasian prasarana pembangunan. Namun demikian terdapat beberapa kelemahan dari metode skalogram ini, yaitu: (1) Hasil akhir dipengaruhi oleh pemilihan indikator sarana dan prasarana pembangunan yang diamati; (2) tidak memberikan informasi tentang ukuran, kondisi dan kualitas pelayanan sarana dan prasarana pembangunan; (3) Tidak mencakup faktor lokasi tata ruang; dan (4) hasil perhitungannya kasar. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah dalam metode skalogram yaitu: 1.
menulis nama-nama setiap pusat pengembangan;
2.
mencantumkan jumlah penduduk seluruh pusat pengembangan pada tahun analisis. Pusat pengembangan dengan jumlah penduduk tertinggi pada urutan pertama;
3.
menuliskan jumlah jenis dan jumlah unit setiap sarana dan prasarana pembangunan pada masing-masing pusat pengembangan;
4.
mengurutkan pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan jumlah unit pada baris tabel skalogram;
5.
mengurutkan pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan jumlah unit pada kolom tabel skalogram;
6.
menerapkan
hirarki
pusat
pengembangan
pembangunan yang bersangkutan.
dan
sarana-prasarana
68
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI
5.1 Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 5.1.1 Letak dan Batas Wilayah Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi sebagian besar terdiri dari daerah beriklim tropis dengan suhu udara antara 32,6 oC – 35,5 oC dan suhu minimum antara 19,2 oC - 22,0 oC, terletak dengan jarak dari ketinggian laut berkisar 2530 meter. Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari daerah pertanian yang berada di pinggiran aliran sungai Kuantan dan daerah perkebunan yang terdiri dari daerah daratan. Lahan yang
ada pada umumnya merupakan lahan lembab, banyak
digunakan untuk perkebunan rakyat, baik perkebunan karet maupun perkebunan sawit dan pertanian padi sawah. Hasil pemekaran Kabupaten Kuantan Singingi mendorong pemerintah daerah membangun wilayah, semula terdiri dari 5 kecamatan menjadi 12 kecamatan, Luas wilayah kabupaten ini sekitar 7.656,03 km2 diantara kecamatan yang terluas wilayahnya adalah Kecamatan Singingi yakni seluas 1.953,66 km2 dan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Pangean yaitu seluas 145,32 km2. Kabupaten Kuantan Singingi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : -
Sebelah Utara
: Kabupaten Kampar dan Pelalawan
-
Sebelah Selatan
: Provinsi Jambi
-
Sebelah Timur
: Kabupaten Indragiri Hulu
-
Sebelah Barat
: Provinsi Sumatera Barat
5.1.2 Keadaan Alam dan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari dataran sedang dibagian utara dan sebagian dataran tinggi di sebelah selatan. Pada umumnya struktur tanah terdiri
69
dari tanah podsolik merah kuning dari batuan endapan, daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara sekitar 32,6ºC - 36,5ºC dan terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dalam wilayah Kabupaten Kuantan Singingi mengalir dua sungai besar yang sudah dangkal, terjadinya pendangkalan disebabkan oleh adanya sedimen pada hulu sungai, sungai tersebut adalah Sungai Singingi dan Sungai Kuantan dengan panjang lebih 350 km.
5.1.3 Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Kuantan Singingi beriklim tropis dengan jumlah curah hujan rata-rata tahunan, 1712,60 – 2345,16 mm/tahun. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Maret sampai dengan Agustus, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Januari.
5.1.4 Wilayah Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi berkembang seiring kemajuan pembangunan yang saat ini terdiri dari 12 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 199 Desa. Wilayah kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu: 1. Kecamatan Kuantan Mudik, yang membawahi 27 desa dan 1 kelurahan 2. Kecamatan Hulu Kuantan, yang membawahi 11 desa 3. Kecamatan Gunung Toar, yang membawahi 13 desa 4. Kecamatan Singingi, yang membawahi 12 desa dan 1 kelurahan 5. Kecamatan Singingi Hilir, yang membawahi 12 desa 6. Kecamatan Kuantan Tengah, yang membawahi 20 desa dan 3 kelurahan
70
7. Kecamatan Benai, yang membawahi 23 desa dan 2 kelurahan 8. Kecamatan Kuantan Hilir, yang membawahi 26 desa dan 2 kelurahan 9. Kecamatan Pangean, yang membawahi 14 desa 10. Kecamatan Logas Tanah Darat, yang membawahi 13 desa 11. Kecamatan Cerenti, yang membawahi 9 desa dan 2 kelurahan 12. Kecamatan Inuman, yang membawahi 9 desa Teluk Kuantan sebagai ibukota Kabupaten Kuantan Singingi merupakan pusat perekonomian dan pemerintahan. Selain Teluk Kuantan, kota penting lainnya sebagai daerah-daerah pertumbuhan di Kabupaten Kuantan Singingi adalah Lubuk Jambi, Muara Lembu, Benai, Baserah, Cerenti, Lubuk Ambacang, Kampung Baru, Koto Baru, Pangean, dan Inuman.
5.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan Senada dengan kabupaten lain, permasalahan penduduk Kabupaten Kuantan Singingi adalah bagaimana mengendalikan pertumbuhan penduduk untuk mencapai
manusia
yang
berkualitas.
Program
kependudukan
meliputi
pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian, perpanjangan angka harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Kuantan Singingi tercatat sekitar 270.160 jiwa, sedangkan tahun 2005 tercatat sekitar 267.408 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Kuantan Singingi mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya sejumlah 2.752 jiwa. Ditinjau dari jumlah komposisi penduduk, ternyata dari penduduk perempuan
71
masih lebih banyak penduduk laki-laki. Penduduk laki-laki pada tahun 2006 berjumlah 135.965 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 134.195 jiwa. Kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya ialah Kecamatan Kuantan Tengah, yakni sekitar 43.676 jiwa, kemudian diikuti oleh Kecamatan Benai sejumlah 31.539 jiwa, sedangkan Kecamatan Hulu Kuantan adalah kecamatan yang penduduknya paling sedikit diantara kecamatan yang lain yaitu berjumlah 7.568 jiwa. Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi ini terdiri dari campuran masyarakat tempatan dan suku Jawa yang bertransmigrasi semenjak tahun 1980, sebagian dari jumlah penduduk bermukim di lima desa daerah transimigrasi. Kecamatan Logas Tanah Darat yang terletak di daerah paling barat Kabupaten Kuantan Singingi memiliki penduduk sekitar 17.094 jiwa, yang terdiri dari etnis Melayu di bagian hilir dan etnis Jawa yang bermukim di daerah transmigrasi, penduduk di dua kecamatan ini pada umumnya bermata pencaharian bertani. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Kuantan Singingi berasal dari suku Melayu dengan dialek yang hampir sama dengan dialek Minangkabau (etnis didaerah Sumatra Barat). Mata pencarian utama penduduk di Kabupaten Kuantan Singingi adalah bertani, sementara yang lainnya bekerja pada bidang jasa, perdagangan, dan pegawai negeri. Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi maka akan tinggi pula penyediaan tenaga kerja. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi maka akan tinggi pula penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diimbangi
72
dengan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa angkatan kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Dilihat dari kondisi masyarakat/rumah tangga di daerah Kabupaten Kuantan Singingi, perempuan pada umumnya masih diposisikan sebagai pengurus rumah tangga, dan belum terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi produktif. Tabel 4 Persentase Penduduk 10 Tahun Ketas yang Bekerja Menurut Kegiatan Utama pada Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kuantan Singingi, 2006 (dalam persen) Uraian Laki-laki 1. Angkatan Kerja 1.1 Bekerja 1.2 Mencari Pekerjaan 2. Bukan Angkatan Kerja 2.1 Sekolah 2.2 Mengurus Rumah Tangga 2.3 Lainnya Jumlah
Persentase Perempuan
Total
72,59 3,68
28,50 7,29
50,30 5,51
20,28 0,63 2,82 100,00
23,02 37,93 3,26 100,00
21,67 19,48 3,05 100,00
Sumber : Kuantan Singingi dalam Angka, 2006
Mata pencaharian penduduk Kuantan Singingi tidak dapat dipisahkan dari tanah wilayah, karena sebagian besar bekerja di sektor pertanian, maka tanah wilayah sangat erat kaitannya dengan adat masyarakat Kuantan Singingi. Penggagas adat masa silam, sebelumnya sudah menyadari bahwa kemakmuran masyarakat adat atau anak negeri sangat ditentukan oleh keadaan hutan dan tanah, maka dalam masyarakat Kuantan Singingi terdapat istilah delapan tapak tempat berpijak untuk mencari penghidupan. Adapun delapan tapak mata pencaharian tersebut adalah: 1) Berladang (bertani sawah), yakni berladang padi serta menanam berbagai sayuran; 2) Berkebun, yaitu masyarakat yang biasa berkebun
73
getah (karet); 3) Beternak, ada ternak kecil (ayam dan itik) serta ada beternak besar (kerbau, sapi dan kambing); 4) Baniro, yakni mengambil air enau, ada yang menjual air enaunya dan ada pula yang diolah menjadi manisan dan gula enau; 5) Bapakarangan, menggunakan alat menangkap ikan 6) Mandulang (mendulang); 7) bertukang dan 8) berniaga.
5.3 Perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Makin besar nilai tambah yang diraih oleh suatu sektor maka semakin besar peranan dalam perekonomian daerah tersebut. Berdasarkan distribusi persentase PDRB atas harga berlaku menurut lapangan usaha, maka sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan memberikan kontribusi kepada PDRB Kuantan Singingi. Tabel 5 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 (dalam persen) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan air minum Bangunan Perdagangan Angkutan & Komunikasi Keuangan Jasa-jasa Jumlah
2002
2003
2004
2005
2006
58,19
58,00
59,52
61,54
59,99
2,06
2,11
4,29
4,96
9,22
5,55
0,56
17,95
16,77
15,47
0,35
0,36
0,18
0,16
0,15
6,46 9,57
6,54 9,48
4,02 5,37
3,69 5,36
3,36 4,95
2,29
2,28
1,38
1,21
1,13
2,95 12,60 100,0
3,00 12,67 100,0
1,13 6,14 100,0
1,01 5,29 100,0
0,92 4,81 100,0
Sumber : BAPPEDA dan BPS, Kuansing dalam Angka Tahun 2006
74
Besarnya kontribusi masing-masing sektor terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Tabel 5 peranan terbesar dalam penciptaan nilai tambah yang diberikan oleh sektor pertanian meskipun besarnya senantiasa berfluktuasi, yakni sebesar 59,99 pada tahun 2006, walaupun sedikit mengalami
penurunan
sebesar
1,55
persen
dari
tahun
2005.
mempertahankan nilai pendapatan, pemerintah daerah kabupaten
Untuk
berupaya
membuat kebijakan yang memberikan perhatian kepada sektor-sektor yang memberikan kontribusi kepada peningkatan perekonomian daerah. Kontribusi kedua terbanyak adalah dari sektor industri pengolahan, dengan arah peranan yang terus meningkat dari 16,77 persen menjadi 15,47 persen pada tahun 2006, yang mengalami penurunan sebesar 1,3 persen. Begitu juga sektor pertambangan dan penggalian yang menduduki peringkat ketiga menunjukkan tingkat pertumbuhan yang bervariasi dan selalu meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari 2,06 persen pada tahun 2002 dan tahun 2006 meningkat menjadi 9,22 persen. Selanjutnya sektor lain terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Kuantan Singingi, hanya berkisar 0,15 - 4,95 persen dengan titik terendah terjadi pada sektor listrik dan tertinggi sektor perdagangan. Membaiknya perekonomian Provinsi Riau pada tahun 2006 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 8,66 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 8,54 persen, disebabkan oleh meningkatnya aktivitas di sektor bangunan dan sektor keuangan, terutama subsektor bank. Meningkatnya perekonomian Riau ini ternyata membawa dampak yang positif terhadap perekonomian
Kabupaten
Kuantan
Singingi,
meskipun
peningkatan
perekonomian tersebut masih relatif kecil. Berdasarkan data laju pertumbuhan
75
ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2006 mampu tumbuh sebesar 8,77 persen, walaupun ada penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8,81 persen. Dengan berkembangnya beberapa sektor tersebut, maka telah terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dari tahuntahun sebelumnya. Berdasarkan data PDB membuktikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 2004-2006 stabil dan kondusif. Laju pertumbuhan Indonesia berdasarkan angka PDB selama tahun 2004 sebesar 5,99 persen, tahun 2005 sebesar 6,57 persen dan terakhir tahun 2006 tercatat sebesar 6,09 persen. Dalam kurun waktu yang sama, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi juga berjalan mantap dan selalu lebih tinggi dari pertumbuhan Indonesia. Tabel 6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Kabupaten/Kota SeProvinsi Riau, 2004-2006 (dalam persen)
Kabupaten/Kota 2004 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai RIAU INDONESIA
9,63 7,31 7,74 7,16 7,15 7,28 7,71 8,20 7,19 11,36 8,67 9,01 5,99
Laju Pertumbuhan Ekonomi 2005 8,81 7,54 7,03 7,11 7,33 6,88 7,38 7,40 7,92 10,05 7,74 8,54 6,57
2006 8,77 7,28 7,94 7,66 7,71 7,82 7,34 7,69 8,05 10,15 9,20 8,66 6,09
Sumber: Bappeda dan BPS Kabupaten Kuantan Singingi, 2006
Berdasarkan data Tabel 6, selama kurun waktu 2004-2006 Kabupaten Kuantan Singingi memperoleh pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua diantara seluruh kabupaten/kota dan berada lebih rendah setelah Kota Pekanbaru yang
76
memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yakni tahun 2004 sebesar 11,36 persen, tahun 2005 sebesar 10,05 persen dan tahun 2006 sebesar 10,15 persen. Maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa selama kurun waktu tersebut tingkat perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi berkembang lebih pesat dari seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau.
5.4 Pendidikan dan Kesehatan Salah satu tanggung jawab pemerintah daerah adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tercantum dalam mukadimah pembukaan UUD 1945. Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai kemajuan suatu bangsa, tanpa pendidikan bangsa akan tertinggal dan terkebelakang. Mengingat betapa pentingnya pendidikan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) Pemda Kuantan Singingi berupaya meningkatkan secara bertahap segala fasilitas dan sarana bidang pendidikan, seperti pembangunan sekolah baru tingkat SD, SMP, tingkat SLTA dan kejuruan, maupun pengangkatan tenaga guru setiap tahun. Pada tahun 2006 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dapat dilihat pada Tabel 7, tercatat 232 Sekolah Dasar dengan jumlah sebanyak 37.388 orang dan tenaga pengajar sejumlah 2.974 orang, sedangkan di tingkat pendidikan menengah terdapat tenaga pengajar sebanyak 1.119 orang dan 10.886 orang siswa, begitu pula ditingkat pendidikan menengah umum dan kejuruan terdapat 6.123 orang siswa dan 555 orang guru. Namun begitu tingginya perhatian pemerintah daerah sejak berdirinya Kabupaten Kuantan Singingi sektor
77
pendidikan masih mempunyai masalah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, karena belum semua wilayah dapat menikmati hasil pembangunan. Tabel 7 Jumlah Sekolah di Lingkungan DIKPORA Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (satuan unit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Kuantan Mudik Hulu Kuantan Gunung Toar Singingi Singingi Hilir Kuantan Tengah Benai Kuantan Hilir Pangean Logas Tanah Darat Cerenti Inuman Total
TK 9 2 2 11 15 14 17 9 11 10 4 3 107
Banyaknya Sekolah SD SMP 28 8 9 2 12 3 18 4 19 5 30 8 34 8 21 5 19 5 15 4 12 2 15 4 232 58
SMA 1 1 1 2 2 4 2 2 1 2 1 1 20
Sumber : BPS Kabupaten Kuansing 2006
Tabel 8 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (satuan unit)
Kecamatan Kuantan Tengah Kuantan Mudik Benai Pangean Logas Tanah Darat Cerenti Inuman Kuantan Hilir Gunung Toar Hulu Kuantan Singingi Singingi Hilir Total
Rumah Sakit 1 -
Poli klinik 3 -
Puskes mas 1 2 2 1 1
Pusk. Keliling 2 3 1 1 1
Pustu 9 7 5 2 2
Apo tik 6 -
1
3
1 1 1 1 1 2 2 16
1 1 1 1 2 2 16
4 4 3 5 4 11 7 63
6
Sumber : BPS Kabupaten Kuansing 2006
Pada tahun 2006 pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Kuantan Singingi cukup maju, ini terlihat dari pembangunan fasilitas dan sarana penunjang
78
pelayanan kesehatan masyarakat dengan dibangunnya hampir di semua Ibu kota kecamatan. Terdapat 4 pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) dan pelayanan kesehatan di tingkat desa, seperti Puskesmas Pembantu (PUSTU), puskesmas keliling dan poliklinik. Pembangunan fasilitas kesehatan ini bertujuan meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat secara mudah dan terjangkau oleh masyarakat
desa, namun demikian masih terdapat kecamatan dan desa yang
belum memiliki puskesmas, seperti Kecamatan Hulu Kuantan dan belum terdapatnya Pustu di hampir semua desa di Kecamatan Logas Tanah Darat dan Pangean.
79
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Kuantan Singingi Pengamatan kabupaten/kota
pertumbuhan
melalui
ekonomi
penggabungan
dengan
secara
pendekatan
sistematis
sektoral
terhadap
laju
pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB masing-masing sektor kabupaten/kota yang dibandingkan dengan pertumbuhan sektor di provinsi diklasifikasi ke dalam kategori menurut Klassen Typologi. Setelah dianalisis, rata-rata pertumbuhan untuk tingkat provinsi pada periode 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 9 Laju Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi PDRB Kabupaten Kuantan Singingi
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Minum
Laju Pertumbuhan PDRB rata-rata (persen) Riau Kuantan Singingi 6,87 5,14
Kontribusi PDRB rata-rata (persen) Riau Kuantan Singingi 38,22 60,76
27,92
52,42
1,08
7,09
9,09
8,52
31,35
16,12
7,53
3,97
0,37
0,15
7,71
6,13
4,44
3,52
Perdagangan
10,72
8,29
11,66
5,15
Angkutan & Komunikasi
10,04
9,13
3,39
1,17
Keuangan
16,92
6,81
3,28
0,96
Jasa-jasa
8,93
7,18
6,2
5,05
Bangunan
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan Klassen Typologi pola pertumbuhan sektor ekonomi yang dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh cepat adalah sektor
80
pertambangan dan penggalian. Sektor inilah yang sebaiknya mendapat perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi untuk dikembangkan. Sektor pertambangan dan penggalian mempunyai kinerja laju pertumbuhan dan kontribusi ekonomi yang lebih besar daripada Provinsi Riau yaitu: 52,42 persen rata-rata laju pertumbuhan dan 7,09 persen untuk kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Kabupaten Kuantan Singingi. Klasifikasi pola pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi menurut Klassen Typologi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Menurut Klassen Typologi Kontribusi PDRB
si > s
si < s
Laju PDRB
gi > g
Sektor maju dan
Sektor berkembang
berkembang cepat:
cepat
Pertambangan dan
-
penggalian gi < g
Sektor maju tetapi
Sektor relatif
tertekan: Pertanian
tertinggal: Industri Pengolahan, Bangunan, Listrik & air minum, Perdagangan, Angkutan & Komunikasi, Keuangan dan Jasa-jasa
Sumber : BPS (diolah)
Sektor pertambangan dan penggalian mempunyai peranan dalam penciptaan nilai tambah pada perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat dilihat dari peningkatan distribusi PDRB sektor pertambangan dan penggalian dari tahun 2005 sebesar 4,96 persen meningkat tajam menjadi 9,22 persen pada tahun 2006. Rata-rata dari kontribusi sektor pertambangan dan
81
penggalian di Kabupaten Kuantan Singingi ini lebih besar daripada kontribusi sektor pertambangan dan penggalian di Provinsi Riau, karena sumberdaya alam Kabupaten Kuantan Singingi sangat berpotensi di subsektor pertambangan dan penggalian tanpa migas, sedangkan delapan kabupaten/kota di Provinsi Riau berpotensi di subsektor minyak bumi dan gas alam. Kegiatan dari subsektor pertambangan tanpa migas meliputi pengambilan dan persiapan pengolahan lanjutan benda padat, baik di bawah maupun di atas permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan untuk memanfaatkan bijih logam dan hasil tambang lainnya. Hasil kegiatan ini berwujud batu bara, pasir, besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas dan perak serta komoditi lainnya. Sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Kuantan Singingi juga memiliki rata-rata laju pertumbuhan PDRB lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB
pertambangan
di
Provinsi
Riau,
walaupun
perkembangan
laju
pertumbuhan PDRB sektor pertambangan dan penggalian dari tahun 2005 ke 2006 menurun sebesar 19,96 persen. Akan tetapi, sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Kuantan Singingi masih unggul daripada di Provinsi Riau. Penurunan laju pertumbuhan PDRB di sektor pertambangan dan penggalian ini dapat disebabkan karena penurunan produksi pertambangan yang terus menerus di eksploitasi dan di eksplorasi dan kurang maksimalnya pemanfaatan sumberdaya tambang yang ada seperti tambang emas yang ada di pinggiran sungai Kuantan dan Singingi yang masih dikelola oleh masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil perbandingan laju pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB di masing-masing sektor, pertanian termasuk kuadran II yaitu sektor maju
82
tetapi tertekan. Sektor pertanian mempunyai kinerja kontribusi ekonomi yang lebih besar daripada Provinsi Riau yaitu: 60,76 persen rata-rata kontribusi PDRB Kabupaten Kuantan Singingi dan 38,22 persen untuk kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Riau. Sektor pertanian mempunyai kinerja laju pertumbuhan PDRB yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Provinsi Riau, yaitu sebesar 5,14 persen untuk Kabupaten Kuantan Singingi dan 6,87 persen untuk Provinsi Riau. Hal ini mengharuskan sektor pertanian berada pada kuadran II, yaitu sektor ini berkembang dengan pesat, tetapi tertekan karena dapat dikatakan sektor pertanian ini telah jenuh. Laju pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi sedikit mengalami peningkatan dari 5,04 persen di tahun 2005 menjadi 5,24 persen di tahun 2006, namun dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian masih di bawah rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Riau. Apabila dilihat dari kontribusi PDRB di Kabupaten Kuantan Singingi, peranan yang terbesar dalam penciptaan nilai tambah pada perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi setiap tahunnya meskipun besarnya cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2004 berperan sebesar 59,52 persen, tahun 2005 berperan 61,54 persen dan terakhir tahun 2006 berperan sebesar 59,99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi lebih besar daripada kontribusi sektor pertanian di Provinsi Riau. Karena laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi yang lebih kecil dari pada di Provinsi Riau yang menjadikan sektor pertanian berada pada klasifikasi sektor yang maju tetapi tertekan. Oleh sebab itu, diperlukan kegiatan atau usaha yang mendukung dan mendorong
83
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi yang semakin menurun, agar sektor ini tidak tertekan dan tentunya dapat bersaing dengan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau. Dalam hal ini diperlukan kebijakan untuk mengembangkan sektor pertanian dengan berbagai cara untuk memodifikasi pertanian dengan sektor lain, misalnya dilakukannya agoindustri, agrowisata, agribisnis dan lain-lain. Jika laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi dapat meningkat dan lebih besar daripada di Provinsi Riau, sektor ini dapat di jadikan sebagai sektor yang maju dan berkembang cepat seperti sektor pertambangan dan penggalian, dan tentunya dapat dijadikan sektor unggulan yang harus diprioritaskan di Kabupaten Kuantan Singingi. Dilihat dari hasil analisis Klassen Typologi tidak ada satu sektor pun yang berada pada kuadran III yaitu sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat. Berdasarkan analisis ini belum ada sektor yang sedang booming. Hal ini karena tidak ada sektor yang mampu menunjukkan laju pertumbuhannya yang melebihi kontribusi dan laju pertumbuhan di Provinsi Riau. Namun, jika dilihat dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor yang hampir mendekati nilai laju pertumbuhan PDRB sektor di Provinsi Riau yaitu sektor Industri Pengolahan dan sektor angkutan dan komunikasi. Dengan adanya perkembangan terus menerus maka sektor ini bisa berada pada kuadran III yang menjadi sektor yang berkembang cepat atau potensial. Berdasarkan analisis Klassen Typologi ternyata masih banyak sektor ekonomi yang berada dalam kuadran IV yaitu sektor yang relatif tertinggal. Klassen Typologi menjelaskan bahwa sektor-sektor ini kurang berkembang,
84
karena dilihat dari hasil analisis laju pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor ini di Kabupaten Kuantan Singingi lebih kecil daripada di Provinsi Riau. Kebijakan pembangunan yang terpusat pada sektor ini memiliki efek multiplier rendah dan sektor swasta yang kurang berkembang menjadi penyebab sektor-sektor tersebut tidak berkembang. Sektor-sektor yang termasuk kategori ini yaitu sektor industri pengolahan, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, listrik dan air bersih, keuangan, perdagangan, dan jasa-jasa. Hal ini dapat dilihat dari kinerja laju pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor tersebut di Kabupaten Kuantan Singingi lebih kecil daripada kinerja di Provinsi Riau.
6.2 Analisis Basis Perekonomian Sektor perekonomian di suatu wilayah diklasifikasikan ke dalam dua golongan utama yaitu: sektor basis dan sektor non basis, dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses perekomian tersebut akan menyebabkan mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis akan menghasilkan barang dan jasa untuk pasar domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya, sehingga perkembangannya diharapkan dapat membantu dalam mempercepat pembangunan ekonomi lokal di suatu wilayah, sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonominya hanya melayani pasar daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerahnya belum berkembang. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan non basis digunakan metode Location Quotient yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan atau peranan sektor yang sama dalam suatu wilayah terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk mengetahui sektor perekonomian yang
85
dapat meningkatkan pendapatan daerah maka pendapatan sebagai dasar ukuran yang tepat. Oleh sebab itu, dalam analisis sektor basis ini menggunakan PDRB dengan indikator pendapatan untuk melihat peranannya dalam perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi. Kondisi geografis (wilayah) Kabupaten Kuantan Singingi tidak memiliki sumberdaya alam atau potensi berupa kegiatan ekonomi di subsektor migas, sehingga untuk sektor tersebut sama sekali tidak terdapat nilai yang bisa disumbangkan dalam pembentukan output ekonomi daerah (PDRB). Maka dari analisis LQ sektor basis Kabupaten Kuantan Singingi adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan, walaupun tidak mempunyai sumberdaya dari subsektor migas yang merupakan subsektor pada sektor pertambangan dan penggalian. Kabupaten Kuantan Singingi mampu menjadikan sektor pertambangan menjadi sektor basis perekonomian dan dapat di prioritaskan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi untuk meningkat perekonomian daerahnya.
6.2.1 Analisis Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Location Quotient merupakan suatu ukuran untuk menentukan sektor basis atau non basis dalam suatu wilayah dengan membandingkan sektor perekonomian di tingkat bawah dengan perekonomian di tingkat atasnya. Jika nilai LQ suatu sektor lebih besar dari satu maka sektor tersebut merupakan sektor basis yang dapat melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan, yang dapat diprioritaskan sebagai sektor unggulan. Jika nilai LQ suatu sektor lebih kecil dari satu maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis yang hanya dapat melayani pasar di darah tersebut.
Penentuan sektor
86
unggulan sangat penting bagi pemerintah karena dapat digunakan sebagai barometer untuk menentukan sektor yang menjadi unggulan dan yang di prioritaskan dalam pembangunan wilayah untuk periode selanjutnya. Analisis LQ yang dilakukan dalam pembahasan penelitian ini diperlukan untuk menentukan sektor unggulan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi. Penentuan sektor unggulan ini supaya Kabupaten Kuantan Singingi khususnya Pemerintah Daerah untuk lebih dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Kuantan Singingi. Sektor unggulan atau sektor yang berpotensi dalam perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi dapat diketahui dan dapat dikembangkan, karena mampu
melayani pasar di daerah itu sendiri maupun
diluar daerah yang bersangkutan yang tentunya akan mendapatkan surplus dari perkembangan sektor unggulan ini. Hasil perhitungan nilai LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan daerah yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun 2002-2006 yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian, ini ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai LQ sektor tersebut lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi. Sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian adalah sektor yang mampu menjadi sektor basis di Kabupaten Kuantan Singingi dari tahun 2002-2006. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan nilai kontribusi yang besar dalam perekonomian
87
Kabupaten Kuantan Singingi. Karena kedua sektor ini mampu bersaing dengan daerah kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi Riau dengan mengekspor produk dari sektor basis ke luar pasar domestik, seperti hasil dari subsektor perkebunan yaitu karet dan kelapa sawit yang berupa Latex (sheet kering) dan CPO yang di ekspor ke luar daerah untuk diolah kembali. Hasil perhitungan analisis sektor basis perekonomian
di Kabupaten
Kuantan Singingi periode 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8
9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, dan air minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2002 1,5165
2003 1,5145
2004 1,4821
2005 1,4543
2006 1,4428
1,5312
2,6557
4,7931
6,1020
6,7508
0,4784
0,4763
0,4796
0,4783
0,4729
0,4169
0,4246
0,3986
0,3768
0,3714
0,8779
0,8911
0,8830
0,8650
0,8541
0,4945
0,4820
0,4688
0,4679
0,4467
0,4183
0,4118
0,3966
0,3918
0,3887
0,6155
0,6110
0,5821
0,5269
0,4841
0,9803
0,9897
0,9745
0,9547
0,9401
Sumber : BPS Kuantan Singingi (di olah) Keterangan : dicetak tebal adalah sektor basis
Sektor pertanian sangat berperan penting karena sangat berpengaruh terhadap sektor lain dan perekonomian daerah secara umum. Dilihat dari perkembangannya terhadap PDRB Kabupaten Kuantan Singingi, sektor pertanian terus meningkat. Jika dilihat dari nilai LQ maka sektor pertanian cenderung menurun dari tahun 2002-2006. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan
88
fungsi lahan pertanian menjadi daerah perumahan karena peningkatan jumlah penduduk dan tingginya permintaan akan rumah. Subsektor pertanian yang mendukung perekonomian sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi: 1. Subsektor Tanaman Pangan Sektor pertanian merupakan salah satu motor penggerak dan memilki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi. Potensi lahan pertanian tanaman pangan yaitu ; 165.020 ha, yang terdiri dari luas sawah sebesar 17.487 ha dan bukan sawah sebesar 147.533 ha. Produktivitas padi sawah mengalami peningkatan pada tahun 2001 yang lalu rata-rata 39,88 kuintal GKP pada tahun 2005. Tabel 12 Luas Areal dan Jumlah Produksi Komoditi Unggulan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 No 1 2 3 Jumlah
Komoditi unggulan Padi Jagung Umbiumbian
LAP (Ha) 10.035 348 466
JP (Ton)
10.849
41.312,16 727,37 4.422,79 46.462,32
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Kuantan Singingi Ket : LAP = Luas Areal Produksi, JP = Jumlah Produksi (Ton)
Sektor pertanian tidak saja memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi, disisi lain mampu menyerap tenaga kerja yang relatif besar. Kabupaten Kuantan Singingi mata pencaharian penduduknya lebih kurang 75,08 persen adalah bergerak di sektor pertanian. Dalam peranannya dibidang ketahanan pangan Kabupaten Kuantan Singingi didukung oleh potensi lahan sawah yang beririgasi, tadah
hujan. Untuk
mendukung hasil panen bagi persawahan yang menggunakan sistem irigasi,
89
keberadaan jaringan irigasi mutlak diperlukan. Pembangunan jaringan irigasi ini telah lama dilaksanakan, hanya saja ada beberapa jaringan irigasi tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan kurangnya perawatan sehingga mengalami kendala dalam penyaluran air ke sawah-sawah. Tabel 13 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Kuantan Singingi 2006 Kecamatan
Luas Tanam Luas (Ha) (Ha) Kuantan Mudik 1.125 Hulu Kuantan 380 Gunung Toar 1.356 Singingi 90 Singing Hilir 0 Kuantan Tengah 1.785 Benai 1.188 Kuantan Hilir 1.064 Pangean 1.578 Logas Tanah 0 Darat Cerenti 465 Inuman 607 Total 9.638
Panen Produksi Produktivitas (Ton) (Ton/Ha) 1.125 5.231,25 4,650 380 1.792,46 4,717 1.356 5.855,20 4,318 45 143,10 3,180 0 0 0 1.785 7.837,93 4,391 1.188 6.872,58 5,785 1.029 4.034,70 3,921 1.573 6.373,79 4,052 0 0 0 465 607 9.553
1.674,00 1.913,26 41.728,30
3,600 3,152 4,368
Sumber : Dinas Tanaman Pangan Kuansing, Kuansing dalam Angka 2006
Komoditi unggulan dari sektor pertanian Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari padi, jagung, umbi-umbian. Khusus untuk tanaman padi memiliki luas produksi sebesar 10.035 ha dengan hasil panen 41.312,16 ton pada tahun 2005 dan mengalami penurunan pada tahun 2006 yaitu luas produksi sebesar 9.638 ha dengan hasil panen yang sedikit meningkat sebesar 41.728,30 ton. Areal produksi erat sekali kaitannya dengan jumlah produksi, semakin luas areal produksi semakin banyak hasil produksi, tergantung kendala teknis dilapangan, seperti hama pemeliharaan dan pemupukan. Berdasarkan Tabel 13, Kecamatan Kuantan Tengah dan Kecamatan Pangean memiliki luas tanam padi sawah yang paling besar dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten
90
Kuantan Singingi. Selain itu, produktivitas tanaman padi yang berperan dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Kuantan Singingi ini paling besar terdapat di Kecamatan Benai. Tabel 14 Potensi dan Penggunaan Lahan Kering untuk Tanaman Pangan di Kabupaten Kuantan Singingi, 2005-2006 (dalam Ha) No Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kuantan Mudik Hulu Kuantan Gunung Toar Singingi Singingi Hilir Kuantan Tengah Benai Kuantan Hilir Pangean Logas Tanah Darat Cerenti Inuman Total
Potensi (Ha)
2005 24.889 9.253 10.112 24.405 21.531 5.523 16.930 3.118 1.120 3.210
2006 24.889 9.253 10.094 24.400 21.525 5.125 16.900 3.080 1.103 3.210
Luas Lahan Penggunaan (Ha) 2005 1.035 956 933 18.228 11.672 4.589 14.924 2.113 926 2.904
14.721 11.721 147.845
14.715 11.721 146.015
1.102 792 60.174
2006 1.035 956 950 18.228 11.672 4.175 14.911 2.100 925 2.900 1.102 790 59.744
Sumber : Dinas Tanaman Pangan Kuansing, Kuansing dalam Angka 2006
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan terjadi penurunan penggunaan lahan dan potensi di Kabupaten Kuantan Singingi dari tahun 2005 ke tahun 2006. Penurunan potensi dan lahan terbesar adalah di Kecamatan Kuantan Tengah, hal ini memberikan indikasi atau gambaran bahwa penurunan dari sektor pertanian yang dapat dilihat dari nilai LQ pada penjelasan diatas karena adanya penurunan penggunaan lahan pertanian, khususnya pada subsektor tanaman pangan yang disebabkan adanya alih fungsi lahan pertanian ke bangunan perumahan, perkantoran, dan sebagainya yang banyak terjadi di Kecamatan Kuantan Tengah karena merupakan ibukota Kabupaten Kuantan Singingi yaitu Kota Teluk Kuantan.
91
2. Subsektor Perkebunan Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Kabupaten Kuantan Singingi memajukan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan, semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan. Krisis ekonomi berdampak buruk pada daerah yang menghancurkan sendisendi ekonomi rakyat, namun yang tetap bertahan mendapat keuntungan dari dampak krisis ekonomi tersebut justru subsektor perkebunan. Hal ini membuktikan bahwa subsektor perkebunan merupakan subsektor yang masih bias bertahan meskipun kondisi perekonomian di landa krisis. Sebagai contoh petani kelapa sawit dan karet mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda akibat akibat harga komoditi ini meningkat. Untuk melihat perbandingan luas perkebunan kelapa sawit, karet, dan kakao di Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel tersebut dapat diketahui untuk perkebunan karet seluas 157.070,32 ha dengan hasil produksi 142.721,48 ton, kelapa sawit seluas 111.676,27 ha dengan hasil produksi 1.556.845,48 ton, kakao
92
seluas 3.225,50 ha dengan hasil produksi 7.840,18 ton dan aneka tanaman seluas 5.445,20 ha dengan hasil produksi 7.840,18 ton. Tabel 15 Luas Perkebunan Kelapa Sawit, Karet, Kakao dan Aneka Tanaman Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam Ha) No
KomoditiUnggulan 1 Kelapa Sawit 2 Karet 3 Kakao 4 Aneka Tanaman Jumlah
LAP (Ha) 111.676,27 157.070,32 3.225,50 5.445,20 277.417,27
JP (Ton) 1.556.845,48 142.721.48 3.283,17 7.840,18 1.710.339,31
Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Perkembangan subsektor perkebunan dari setiap kecamatan di Kuantan Singingi dapat dilihat pada Tabel 16. Setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi memiliki areal perkebunan sesuai dengan potensi dan keadaan alam daerah kecamatannya. Tabel 16 Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi 2006 Kecamatan
Kuantan Mudik Hulu Kuantan Gunung Toar Singingi Singingi Hilir Kuantan Tengah Benai Kuantan Hilir Pangean Logas Tanah Darat Cerenti Inuman
Kelapa Sawit Areal (Ha)
Karet
Kakao
Produksi Areal (Ha) Produksi Areal Produksi (ton) (ton) (Ha) (ton) 27.290,00 386.286,00 13.648,00 12.401,21 3.031,0 3.137,0 2.551,00 872,00 5.153,00 24.851,20 5.407,75
31.476,00 10.464,00 73.539,82 336.206,71 65.909,40
9.885,00 11.558,00 16.455,00 13.485,87 24.787,45
8.981,98 10.502,14 14.951,79 12.253,90 22.007,16
12,0 12,0 0,0 0,0 25,0
12,5 9,0 0,0 0,0 15,0
18.637,32 8.392,00
14.317,86 15.617,75
13.009,88 14.191,02
81,0 5,0
78,4 0,0
3.340,00 7.668,00
267.423,35 1.227.355, 46 44.799,00 101.091,00
10.023,64 6.806,00
9.107,95 6.184,25
16,0 10,5
16,0 6,4
6.421,00 1.093,00
99.187,74 13.116,00
8.958,50 12.095,00
8.140,11 10.990,00
4,0 29,0
4,8 4,0
Sumber : BPS Kuantan Singingi, 2006
93
Berdasarkan data pada Tabel 16, areal dan produksi komoditi kelapa sawit yang terbesar yaitu di Kecamatan Kuantan Mudik seluas 27.290 ha dan produksi sebesar 386.286 ton dan disusul oleh Kecamatan Singingi Hilir. Selain kelapa sawit, komoditi kakao juga banyak terdapat di Kecamatan Kuantan Mudik yang dilihat dari luas areal 3.301 ha dan produksi sebesar 3.137 ton. Komoditi karet yang terluas berada di Kecamatan Kuantan Tengah dan Kecamatan Singingi. Pada umumnya komoditi kelapa sawit dan karet menyebar merata diseluruh kecamatan yang merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi dengan cara berkebun. Dilihat dari hasil produksi dan luas areal komoditi kelapa sawit dan karet merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi. Selain itu, masih banyak lagi komoditi dari subsektor perkebunan yang ada dan perlu dikembangkan antara lain: kakao, kelapa, kopi, pinang, enau, cengkeh, lada, kapuk, jahe, dan kemiri. 3. Subsektor Kehutanan Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mencakup sewa upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumberdaya alam hutan dan sumberdaya alam lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penjaga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati sebagai sumberdaya pembangunan. Dalam realitanya tiga fungsi utama sudah hilang, yaitu sebagai fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung dan estetika sebagai dampak pemerintah yang lalu. Hilangnya ketiga fungsi di atas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang di akibatkan oleh pengusahaan hutan yang tidak mengindahkan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu, sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dan banyaknya
94
penyimpangan. Masalah lain yang sangat merugikan tidak saja Kuantan Singingi pada khususnya tetapi Riau pada umumnya adalah illegal loging merupakan akar permasalahan pada lalu yang sulit diberantas karena ada oknum-oknum tertentu yang ikut bermain didalamnya. Tabel 17 Luas Hutan Berdasarkan Tata-guna Hutan Kesepakatan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam Ha) Peruntukan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Suaka Margasatwa Jumlah
TGHK Luas (Ha) 64.406,09 110.770,21
17,94 30,82
121.460,00
33,80
34.068,00
10,06
62.685,95
17,44
103.080,00
31,18
395.375,95
200,00
330.510,00
100,00
%
RTRW KAB Luas (Ha) 71,902 121.406,00
% 21,76 36,75
Sumber: Dinas Kehutanan Kab. Kuantan Singingi, 2006 Ket : TGHK = Tata Guna Hutan Kesepakatan RTRW KAB = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Hutan
lindung
dan
Suaka
margasatwa
bertujuan
melindungi
keanekaragaman tumbuh-tumbuhan dan satwa tertentu yang memerlukan upaya konservasi serta ekosistemnya yang berfungsi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Tujuan pengelolaan kawasan hutan produksi adalah memanfaatkan ruang kawasan dan potensi sumberdaya hutan, baik dengan cara tebang pilih dan tanam (TPT) maupun tebang habis dan tanam untuk memproduksi hasil-hasil hutan bagi kepentingan daerah atau Negara, masyarakat, dunia industri dan bagi keperluan ekspor dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Kabupaten Kuantan Singingi kaya akan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan juga kaya akan sumberdaya alam yang bias diperbaharui seperti
95
hasil hutan. Hasil hutan Kabupaten Kuantan Singingi berupa kayu bulat, kayu gergajian dan lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 18 . Tabel 18 Produksi Hasil Hutan Olahan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam m3) No 1 2 3 4
Jenis Olahan Kayu Bulat KBK Kayu Gergajian Kayu Olahan Jumlah
Jumlah (m3) 4.793,01 1.739.394,83 11.635,25 814,14 1.756.637,20
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Kuansing
Berdasarkan Tabel 18 dapat di bandingkan produksi hasil hutan Kabupaten Kuantan Singingi produksi terbesar adalah KBK yaitu 1.739.394,83 m3 atau 99,02 persen dari keseluruhan, produksi kayu menempati urutan kedua yaitu sebesar 11.635,23 m3, gergajian atau 0,66 persen dari total keseluruhan, sedangkan produksi kayu bulat menempati urutan ke tiga yaitu sebesar 4.793,01 m3 atau 0,27 persen dari total keseluruhan dan produksi terkecil adalah kayu gergajian sebesar 814,13 m3 atau 0,05 persen dari jumlah keseluruhan. 4. Subsektor Peternakan Pembangunan sektor peternakan tidak hanya untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan peternak. Usaha peternakan di Kabupaten Kuantan Singingi pada umumnya merupakan usaha rakyat yang bersifat usaha sampingan dan skala kecil (kerbau, sapi, kambing, dan unggas), tetapi cukup memberikan harapan dalam hal pengembangannya. Rendahnya sumberdaya manusia merupakan masalah dalam pembangunan sektor peternakan serta belum memadai pembibitan hewan ternak tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 19 jumlah populasi ternak Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2006.
96
Tabel 19 Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam ekor) No 1 2 3 4
Jenis Ternak Sapi Kerbau Kambing Unggas - Ayam Buras - Ayam Ras - Itik
Populasi 19.316 17.484 17.659 385.112 88.478 26.267
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Dari total Tabel 19 dapat dilihat bahwa ternak unggas mempunyai jumlah yang paling besar di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu sebesar 500.217 ekor atau 90,18 persen, ternak sapi sebesar 19.316 ekor atau 3,48 persen, ternak kambing sebesar 17.659 ekor atau 3,15 persen dan ternak kerbau sebesar 17.484 ekor atau 3,15 persen. Populasi terbesar dari jenis ternak tersebut adalah populasi unggas. Usaha dari subsektor
peternakan di Kabupaten Kuantan Singingi perlu
dikembangkan di setiap kecamatan, terutama di kecamatan yang areal pertanian atau lahan kosongnya masih luas, karena subsektor peternakan dapat berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi. Dengan banyaknya jumlah ternak di setiap kecamatan, kebutuhan akan konsumsi dari sumber protein hewani masyarakat akan terpenuhi dan tidak perlu mendatangkan barang dari daerah lain. 5. Subsektor Perikanan Pengembangan sektor perikanan Kabupaten Kuantan Singingi di harapkan dapat mendukung peningkatan produksi sehingga secara tidak langsung akan menaikkan kesejahteraan dan penerimaan dari pendapatan rumah tangga perikanan pertahun. Dengan adanya penambahan sarana dan prasarana perikanan
97
maka akan memberi pengaruh pada peningkatan produksi peternakan. Ketika sumberdaya alam daratan mulai habis orang mulai melirik keberadaan sungai atau waduk-waduk penyimpanan air salah satu kekayaan yang dapat di kembangkan untuk pemeliharaan ikan. Kondisi sungai dan waduk di Kabupaten Kuantan Singingi merupakan daerah pengembangan budidaya ikan air tawar. Budidaya di Kabupaten Kuantan Singingi ini di dominasi dengan membuat kolam atau keramba. Dengan cara ini masyarakat dapat memelihara berbagai jenis ikan diantaranya ikan patin, ikan gurami ikan nila, ikan bawal. Untuk skala rumah tangga, usaha ini dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, namun untuk skala yang lebih besar lagi perlu pendanaan yang besar pula. Tabel 20 Produksi Perikanan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 No 1 2 3 Jumlah
Tempat Usaha Pengembangan Perairan Umum Kolam Keramba
Luas/Jumlah 23.086 Ha 180.774 Ha 75 Buah
Produksi (Ton) 464.440 659.064 16.131,000 659.544,570
Sumber: Dinas Perikanan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Dari Tabel 20 terlihat bahwa budidaya ikan kolam memberikan prospek yang bagus di Kabupaten Kuantan Singingi, hal ini terlihat produksi sebanyak 659.064 ton atau 99,9 persen produksi perairan umum sebesar 464,44 ton atau 0,07 persen dan keramba sebesar 16,13 ton atau 0,002 persen. Subsektor perikanan juga memegang peranan penting dalam peningkatan pendapatan dari sektor pertanian dan tentunya dapat meningkatkan perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi, karena wilayah Kabupaten Kuantan Singingi yang di aliri oleh dua arus sungai yang memiliki potensi sumberdaya alam didalamnya. Hampir
98
semua kecamatan di Kuantan Singingi di aliri oleh arus sungai Kuantan dan sungai Singingi, oleh sebab itu, selain beternak masyarakat juga mempunyai kolam ikan atau sejenisnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dari Tabel 21 dapat dilihat secara rinci luas kolam ikan dan produksi ikan dari tahun 2005 dan 2006 yang cenderung mengalami peningkatan. Tabel 21 Luas Kolam Ikan per Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi, 2005-2006 (dalam Ha) Kecamatan
2005 Luas Kolam Produksi Luas (Ha) (Ton) (Ha) Kuantan Mudik 2,30 4,70 Hulu Kuantan 1,50 2,42 Gunung Toar 16,81 79,95 Singingi 15,40 36,96 Singingi Hilir 20,85 113,24 Kuantan Tengah 55,77 213,07 Benai 22,60 44,00 Kuantan Hilir 10,72 28,01 Pangean 8,76 43,95 Logas Tanah 8,44 19,66 Darat Cerenti 7,15 25,23 Inuman 1,13 5,26
2006 Kolam Produksi (Ton) 6,15 10,23 0,65 2,17 16,13 130,71 5,10 51,00 36,75 16,11 41,58 209,37 21,04 59,62 12,43 15,50 19,44 110,18 5,55 24,74 9,20 6,71
23,80 6,60
Sumber : Dinas Perikanan Kuantan Singingi, Kuansing dalam Angka 2006
Berdasarkan Tabel 21, kolam ikan yang paling luas adalah di Kecamatan Kuantan Tengah dan Kecamatan Singingi Hilir. Kecamatan Kuantan Tengah tetap berada paling atas dibandingkan kecamatan-kecamatan lain. Produksi ikan pada tahun 2006 yang paling banyak tedapat di Kecamatan Kuantan Tengah dan Kecamatan Gunung Toar. Secara umum, setiap kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi sebagian dari masyarakatnya bermata pencaharian pada budidaya perikanan, dimana setiap wilayah kecamatan mempunyai kolam ikan, tambak dan sejenisnya.
99
Dilihat dari besarnya nilai LQ yang selalu meningkat setiap tahunnya adalah dari sektor pertambangan dan penggalian, nilai LQ sektor ini mencapai angka enam selama periode 2005-2006 dan merupakan sektor yang memiliki nilai LQ tertinggi di banding sektor basis lainnya. Hal ini berarti bahwa sektor ini mampu menjadi unggulan Kabupaten Kuantan Singingi, walaupun peranannya terhadap PDRB Kabupaten Kuantan Singingi tidak terlalu besar. Pada tahun 2002 nilai LQ sektor ini sebesar 1,53 dan nilai ini terus meningkat sampai tahun 2006 sebesar 6,75. Nilai LQ sektor pertambangan ini mengalami peningkatan yang sangat tajam. Nilai LQ yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor potensial yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan Kabupaten Kuantan Singingi, artinya sektor tersebut mempunyai peran ekspor di wilayahnya. Hasil pertambangan dan penggalian yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi ini di distribusikan ke perusahaan yang lebih besar seperti ekspor batu bara ke luar negeri maupun dalam negeri sendiri, seperti ke Negara Singapura. Peningkatan nilai LQ dari sektor pertambangan dan pengalian karena dari tahun ke tahun sumberdaya ini semakin dieksploitasi. Dari tahun 2003 ke tahun 2004, nilai LQ disektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan yang sangat drastis, hal ini diduga karena pada akhir-akhir tahun ini pertambangan di Kuantan Singingi baru dieksploitasi oleh pemerintah daerah seperti baru ditemukannya batu bara di Kecamatan Kuantan Mudik dan Singingi. Kabupaten Kuantan Singingi ini mempunyai potensi pertambangan non migas yaitu pasir sungai, emas, batu bara, dan kaolin. Walaupun Kabupaten Kuantan Singingi tidak mempunyai potensi sumberdaya
100
dari sektor migas, tetapi dilihat dari nilai LQ sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi yang paling besar adalah dari sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kuantan Singingi dapat memprioritaskan sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian daerah, dan tentunya juga dapat memperkecil tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Riau. Perkembangan pertambangan pada umumnya di Kabupaten Kuantan Singingi relatif cukup pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang ini yang ikut serta dalam mengusahakan beberapa hasil pertambangan antara lain bahan galian pasir sungai, emas, batubara, kaolin, gamping bentonit, bitumen padat. Berdasarkan hasil penelitian bitumen padat terdapat didaerah petai sekitar bukit medang dan sungai geringging desa petai Kecamatan Singingi Hilir. Potensi dan cadangan bahan tambang yang terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Potensi dan Jumlah Cadangan Bahan Tambang Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam ton dan m3) No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Hasil Tambang Batu bara Emas Sirtu Kaolin Gamping Bentonit Bitumen Padat
Jumlah Cadangan 193.001.250 ton 5,2 ton 7.687.500 ton 8.756.000 m3 2.986.250 m3 15.700.000 m3 3.120.000 ton
Sumber : Dinas Pertambangan Kab. Kuansing 2006
Wilayah batu bara yang dicadangkan sudah mulai dieksploitasi pemegang kuasa pertambangan eksploitasi batu bara yang melakukan kegiatan produksi
101
diantaranya PT. Makarya Ekaguna, PT. Manunggal Inti Artamas dan PT. Nusa Riau Kencana Coal. Setiap perusahaan pemegang izin tahap eksploitasi dikenakan iuran, yaitu iuran tetap/laudrent dan iuran produksi/royalty, sedangkan untuk iuran tetap yang besarnya tergantung kepada luas wilayah pertambangan. Disamping iuran tersebut pertambangan juga diwajibkan membayar iuran dan pajak-pajak lainnya sesuai dengan perusahaan yang berlaku. Banyak perusahaan yang berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi yang bergerak dari sektor pertambangan dan penggalian yang dapat diprioritaskan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi selain mengandalkan sektor pertanian ini, diharapkan mampu memberi dampak yang positif yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat maupun pendapatan daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Peranan swasta dalam pengelolaan hasil pertambangan seperti batu bara sangat berpengaruh, karena sektor swasta yang mengelola hasil tambang tersebut dan keuntungannya dibagi dengan Pemerintah Daerah dengan adanya pajak/retribusi untuk peningkatan PAD Kabupaten Kuantan Singingi. Lokasi pertambangan pasir batu di Kabupaten Kuantan Singingi berada di Sungai Singingi dan Sungai Kuantan yang berpotensi sebesar 7. 687.500 m3. Luas area pertambangan emas yang tersebar di lima lokasi yaitu: Desa Jake, Sei. Binjai, Sei. Sirih, Kecamatan Benai dan Kecamatan Pangean seluas 30.000 ha. Sedangkan luas area pertambangan batu bara di Kabupaten Kuantan Singingi tersebar di tujuh wilayah yaitu: Desa Petai, Koto Baru, Singingi Hilir, Singingi, Logas Tanah Darat, Blok Giri Sako, dan Blok Segati Cerenti seluas 40.122 ha. Selain itu, pertambangan kaolin juga berpotensi di Kabupaten Kuantan Singingi
102
yang terdapat di tiga lokasi yaitu: Singingi Hilir, Petai, dan Kuantan Mudik yang berpotensi sebesar 2.486.250 ton. Sektor industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa belum termasuk sektor non basis di Kabupaten Kuantan Singingi. Hal ini dapat dilihat dari nilai LQ sektorsektor ini lebih kecil daripada satu, yang menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut bukan merupakan sektor potensial di Kabupaten Kuantan Singingi dan sektor tersebut tidak mempunyai peran ekspor di Kabupaten Kuantan Singingi justru akan mendatangkan impor dari daerah lain. Dilihat dari nilai LQ sektor non basis sektor-sektor perekonomian ini cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, berarti bukan dari nilai LQ sektor basis saja yang mengalami penurunan yaiu sektor pertanian. Namun, hanya sektor pertambangan saja nilai LQ nya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini karena potensi sumberdaya alam dari non migas seperti barang tambang sudah mulai di eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan dan investor seperti yang telah disebutkan di atas. Nilai LQ yang hampir mendekati satu yaitu pada sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Namun, seperti hal nya nilai LQ sektor lainya yang cendrung menurun, nilai LQ sektor bangunan juga mengalami penurunan, diduga penyebabnya adalah makin banyaknya penambahan bangunan pertokoan, perkantoran dikota-kota besar sehingga peranan kabupaten dan desa semakin menurun. Seperti perkembangan bangunan di ibukota Provinsi Riau, yaitu Pekanbaru sangat berkembang pesat, walaupun pemerintahan Kuantan Singingi
103
sedang giatnya membangun sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian Kuantan Singingi. Sektor jasa-jasa yang belum menjadi sektor basis di Kuantan Singingi diduga penyebabnya karena sektor ini hanya terpusat di wilayah tertentu saja, seperti pengguna jasa hanya di daerah ibukota kabupaten atau kecamatan yang dekat dengan ibukota kabupaten saja. Sektor jasa-jasa yang hanya ada di ibukota kabupaten yaitu Teluk Kuantan atau kecamatan yang terdekat seperti Kecamatan Benai dan Kuantan Mudik yang mendukung sektor jasa tersebut.
6.2.2 Surplus Pendapatan Suatu sektor perekonomian dapat memberikan surplus pendapatan dari hasil penjualan barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut, hal ini dapat diketahui dari surplus pendapatan yang diberikan oleh masing-masing sektor perekonomian. Jika surplus pendapatan bernilai positif maka sektor tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat juga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
lainnya
dan
memberikan
surplus
bagi
masyarakat
yang
menghasilkannya, sedangkan nilai surplus pendapatan bernilai negatif maka sektor tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat maupun kebutuhan masyarakat daerah lainnya dan dapat mengurangi pendapatan masyarakat. Nilai surplus yang negatif menunjukkan bahwa Kabupaten Kuantan Singingi belum mampu membeli kebutuhan sektor bukan basis yang masih kurang untuk kebutuhannya dan tidak ada sisa surplus yang dapat digunakan untuk mendorong perkembangan kegiatan bukan basis. Surplus yang positif juga
104
memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mampu mencukupi kebutuhan diwilayahnya sendiri dan juga untuk keperluan ekspor dan memenuhi kebutuhan dari sektor non basis, sehingga mampu memberikan peningkatan tambahan pendapatan dan mampu untuk mendorong peningkatan sektor bukan basis. Tabel 23 Nilai Surplus Pendapatan Sektor perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 (dalam Rp) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air minum Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
2002
2003
2004
2005
2006
227.213,58
234.100,16
226.732,36
220.778,77
220.815,36
76,547
542,57
3.720,19
9.526,25
18.103,66
-11.260.551
-12.453,84
-13.944,76
-15.321,33
-16.786,85
-10,40
-10,18
-11,24
-12,132
-12,455
-820,38
-769,47
-899,92
-1.078,62
-1.243,11
-10.789,59
-12.122,00
-13.342,36
-14.949,17
-16.933,85
-1.224,5
-1.380,74
-1.574,57
-1.766,95
-1.950,87
135,43
-158,71
-211,92
-280,13
-346,00
-326,50 -11.046,29
-180,55 207.567,21
-482,31 199.985,43
-901,32 195.995,34
-1.308,86 200.337,01
Sumber: BPS Kabupaten Kuantan Singingi (diolah)
Dari tahun 2002-2006 sektor perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat memberikan suplus pendapatan yang positif adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Surplus pendapatan sektor basis pertanian memiliki nilai yang cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai surplus pendapatan dari sektor pertanian dari tahun 2002 yaitu sebesar Rp. 227.213,58 yang cenderung menurun menjadi Rp. 220.815,36 di tahun 2006. Hal
105
ini terjadi karena adanya penurunan produktivitas dari sektor pertanian yang terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi bangunan atau perumahan, selain itu juga adanya penanaman baru tanaman perkebunan seperti penanaman kelapa sawit. Nilai surplus pendapatan dari sektor basis pertambangan dan penggalian memiliki nilai yang semakin meningkat dari tahun 2002 sebesar 76,54 dan tahun 2006 sebesar Rp. 18.103,66. Hal ini terjadi karena perkembangan sektor pertambangan dari tahun ke tahun semakin di eksploitasi dan di eksplorasi serta dimanfaatkan dengan adanya peran swasta. Analisis basis ekonomi dan turunannya menunjukkan kebijakan pembangunan wilayah sebaiknya di prioritaskan pada sektor yang menjadi sektor basis perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi karena sektor basis sangat berperan baik dalam menghasilkan pendapatan. Dengan demikian pengembangan sektor basis diharapkan dapat menguntungkan bagi Kabupaten Kuantan Singingi yang memiliki sektor basis pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian karena berdampak lebih besar bagi pembangunan ekonomi daerah terkait dengan surplus pendapatan bersih yang dihasilkannya.
6.2.3 Efek Pengganda Pendapatan Salah satu faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah adalah efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan dari wilayah tersebut. Peningkatan pendapatan suatu sektor basis dapat memberikan efek peningkatan terhadap sektor lainnya (sektor bukan basis) yang ditunjukkan oleh nilai koefisien yang dihasilkan. Beragamnya koefisien pengganda
106
menggambarkan kemampuan yang berbeda dari setiap sektor ekonomi dalam meningkatkan PDRB. Komoditi basis merupakan suatu komoditi yang mampu dipasarkan keluar wilayah karena komoditi tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan dalam wilayahnya. Hasil dari penjualan atau ekspor komoditi ini akan memberikan arus pendapatan ke wilayah tersebut. Koefisien pengganda basis merupakan perbandingan antara pendapatan total dengan pendapatan total dengan pendapatan sektor basis. Menurut konsep ekonomi basis yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa adanya efek pengganda yang berasal dari sektor basis pada hakikatnya akan meningkatkan pendapatan, sekaligus investasi dan konsumsi kebutuhan wilayah. Selain itu, dengan efek pengganda tersebut juga menyebabkan adanya peningkatan permintaan sektor non basis sehingga investasi pada sektor non basis tersebut juga harus ditingkatkan agar dapat memenuhi permintaan sektor non basis. Tabel 24 Nilai Pengganda Basis Sektor Basis Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006
Y total 1.657.224,38 1.776.319,21 1.947.432,73 2.119.091,21 2.305.003,82
BASE MULTIPLIER Y basis 1.070.582,27 1.145.679,96 1.260.762,02 1.379.133,92 1.509.176,10
K (multiplier) 1,54 1,55 1,54 1,53 1,52
Sumber : BPS Kab. Kuantan Singingi (diolah)
Angka pengganda pendapatan dijadikan pertimbangan kriteria penentuan sektor unggulan karena suatu sektor mempunyai angka pengganda pendapatan yang tinggi dan jika sektor tersebut dikembangkan diharapkan dapat
107
meningkatkan daya beli masyarakat, atau dengan kata lain bahwa angka penganda pendapatan terkait erat dengan peningkatan daya beli masyarakat dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil perhitungan nilai efek pengganda dapat dilihat pada Tabel 24. Pada Tabel 24 nilai koefisien pengganda basis cenderung menurun selama periode 2002-2006. Nilai koefisien pengganda basis tahun 2002 sebesar 1,54, hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan sektor basis sebesar Rp.100.000 maka total pendapatan sebesar Rp.154.000 dan pendapatan sektor non basis sebesar Rp.54.000. Nilai koefisien mengalami kecenderungan yang menurun dari tahun 2002-2006. Pada tahun 2002-2003 nilai pengganda pendapatan basis meningkat. Pada tahun 2002 1,54 dan pada tahun 2003 sebesar 1,55 yang artinya jika terjadi kenaikan pendapatan pada sektor basis sebesar Rp.100.000 maka pendapatan total akan meningkat sebesar Rp.155.000 dan Rp.55.000 sektor non basis. Hasil nilai perhitungan nilai pengganda basis per sektor dapat dilihat pada Tabel 25 . Tabel 25 Nilai Pengganda Basis Masing-Masing Sektor Basis di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 TAHUN
BASE MULTIPLIER PER SEKTOR BASIS Pertanian
Pertambangan dan penggalian
2002
1,57
86,66
2003
1,60
45,17
2004
1,67
20,35
2005
1,73
13,63
2006
1,78
10,41
Sumber : BPS Kuantan Singingi (diolah)
108
Jika dilihat dari efek pengganda per sektor, maka sektor pertambangan memberikan sektor pengganda terbesar, walaupun nilainya terus menurun. Pada tahun 2006 nilai pengganda basis sektor ini adalah 10,41 artinya jika pendapatan sektor basis sebesar Rp. 100.000 maka total pendapatan sebesar Rp. 1.041.000 dan Rp. 941.000 sektor non basis. Sektor pertanian memiliki efek pengganda pendapatan yang cenderung meningkat selama tahun 2002-2006. Pada tahun 2006 nilai pengganda basis sebesar 1,78 yang artinya jika terjadi peningkatan pendapatan sektor basis sebesar Rp. 100.000 maka total pendapatan sebesar Rp. 1.780.000 sektor basis dan Rp. 1.680.000 sektor non basis. Berdasarkan Tabel 25 diatas, terlihat bahwa efek pengganda pendapatan pada sektor pertanian lebih kecil daripada sektor pertambangan. Sehingga bila diamati terdapat hubungan terbalik antara efek pengganda pendapatan dengan surplus pendapatan masing-masing sektor. Dengan kata lain, sektor basis yang memiliki nilai efek pengganda relatif besar cenderung menghasilkan surplus pendapatan yang relatif kecil demikian pula sebaliknya. Besarnya nilai efek pengganda ini dapat digunakan untuk memperkirakan pengaruh pembelanjaan kembali pendapatan dari sektor basis untuk membeli sektor non basis. Artinya apabila terjadi penambahan pendapatan pada sektor basis maka pendapatan sektor non basis juga akan bertambah sebesar angka pengganda tersebut.
6.3 Analisis Skalogram 6.3.1 Perkembangan Infrastruktur dalam Pembangunan Wilayah Infrastruktur (sarana dan prasarana) pada suatu wilayah sangat mempengaruhi perkembangan wilayah tersebut. Wilayah yang infrastrukturnya
109
baik akan lebih berkembang, sedangkan wilayah yang infrastrukturnya kurang baik relatif tertinggal. Sektor unggulan yang akan diprioritaskan untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pembangunan wilayah akan didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup untuk mendukung aktivitas perekonomian wilayah. Pusat pertumbuhan dan pelayanan dalam suatu wilayah akan memberikan keuntungan pada wilayah tersebut tersebut. Keuntungan berupa adanya konsentrasi yang lebih dalam memproduksi suatu komoditi hasil dari sektor perekonomian tertentu, terciptanya kemudahan-kemudahan hubungan antara daerah dalam pendistribusian komoditi, misalnya aksesibilitas transportasi relatif murah dan mudah dan pelayanan masyarakat. Dengan adanya pusat pertumbuhan dan pelayanan di kota kecamatan diharapkan mampu memberikan peranan dan fungsi yang sesuai dengan basis ekonomi wilayah. Penggunaan metode skalogram bertujuan untuk mengetahui hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan yang disebabkan penyebaran sarana dan prasarana pembangunan. Apabila sarana dan prasarana yang dimiliki suatu wilayah mempunyai jumlah jenis dan jumlah unit yang lebih banyak maka akan memberikan hirarki yang lebih tinggi. Sebaliknya apabila jumlah jenis dan jumlah unit prasarana yang dimiliki sedikit maka akan memberikan hirarki yang lebih rendah. Unit pusat pengembangan yang di analisis dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi. Tabel lampiran 5 akan menyajikan jumlah jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan atau fasilitas sosial ekonomi pada setiap kecamatan (pusat pengembangan) yang
110
disusun secara skalogram. Berdasarkan Tabel lampiran 5 diberikan informasi tentang hirarki atau peringkat dari pusat pengembangan dari peringkat teratas sampai peringkat terbawah seperti terlihat pada Tabel 26. Tabel 26 Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 Berdasarkan Skalogram (satuan unit) No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kuantan Tengah Benai Kuantan Mudik Singingi Hilir Kuantan Hilir Singingi Pangean Cerenti Gunung Toar Logas Tanah Darat Inuman Hulu Kuantan
Jumlah Penduduk 43.676 31.539 30.019 30.133 25.970 23.459 16.276 13.148 13.327 17.094 17.951 7.568
Jumlah Jenis Fasilitas 37 29 32 29 29 30 27 28 27 27 24 18
Jumlah Peringkat Unit Fasilitas 1432 1 519 2 467 3 434 4 421 5 379 6 283 7 258 8 189 9 187 10 158 11 78 12
Sumber: BPS (diolah)
Berdasarkan Tabel 26 bahwa hanya Kecamatan Kuantan Tengah yang memiliki fasilitas yang lengkap. Kecamatan Kuantan Tengah memiliki 37 jenis fasilitas. Kecamatan Kuantan Tengah merupakan kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya, sehingga kelengkapan fasilitas sangat diperlukan. Selain itu juga Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota Kabupaten Kuantan Singingi sehingga memungkinkan kecamatan ini memiliki fasilitas yang tidak dimiliki kecamatan lainnya. Disusul oleh Kecamatan Benai dengan 29 fasilitas. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Benai merupakan Kecamatan yang dekat dengan ibukota Kabupaten Kuantan Singingi yaitu Teluk Kuantan Kecamatan Kuantan Tengah dan jumlah penduduknya berada pada peringkat dua paling banyak.
111
Kecamatan Hulu Kuantan merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas yang paling sedikit yaitu 18 fasilitas, ini disebabkan karena Kecamatan
Hulu
Kuantan
merupakan
kecamatan
yang
paling
sedikit
penduduknya. Selain itu, Kecamatan Hulu Kuantan merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Kuantan Mudik, kecamatan ini masih tergolong baru dan masyarakatnya masih relatif kurang maju dibandingkan masyarakat di kecamatan lain di Kabupaten Kuantan Singingi. Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang peringkat pertama dalam ketersediaan fasilitas pembangunan yaitu 1.432. ini disebabkan karena Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota dari Kabupaten Kuantan Singingi sehingga penyebaran fasilitas pembangunan dilakukan di kecamatan tersebut. Hirarki terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan yaitu dengan jumlah fasilitas 78, selain karena jumlah penduduknya yang sedikit, Kecamatan Hulu Kuantan merupakan daerah baru dari hasil pemekaran Kecamatan Kuantan Mudik. Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi yang dekat dengan ibukota Kabupaten kelengkapan fasilitasnya dinilai baik dibandingkan kecamatan yang terletak jauh dari ibukota kabupaten seperti Kecamatan Hulu Kuantan, Kecamatan Cerenti, Kecamatan Inuman. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi sebaiknya mengambil kebijakan perbaikan fasilitas dan penambahan pembangunan fasilitas penunjang perekonomian dan pembangunan terutama di wilayah kecamatan yang jauh dari ibukota Kabupaten Kuantan Singingi yang menjadi pusat pemerintahan.
112
Umumnya jumlah penduduk sebagai indikator dalam alokasi fasilitas pembangunan. Namun, dari hasil skalogram selain jumlah penduduk, jumlah desa menentukan alokasi fasilitas pembangunan. Hasil analisis ini diperlukan untuk mendukung hasil analisis sektor basis, sehingga sektor basis yang akan dikembangkan pada suatu wilayah dapat berkembang baik dengan dukungan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan. Perbedaan jumlah dan jumlah unit fasilitas sosial ekonomi yang dimiliki oleh tiap kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi diharapkan memberikan peranan yang sesuai dalam menunjang pembangunan wilayah dan perekonomian masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi.
6.3.2 Perkembangan Infrastruktur Pendukung Sektor Unggulan Pusat pertumbuhan dan pelayanan dalam suatu wilayah akan memberikan keuntungan pada wilayah tersebut tersebut. Keuntungan berupa adanya konsentrasi yang lebih dalam memproduksi suatu komoditi hasil dari sektor perekonomian tertentu, terciptanya kemudahan-kemudahan hubungan antara daerah dalam pendistribusian komoditi, misalnya aksesibilitas transportasi relatif murah dan mudah dan pelayanan masyarakat. Sektor unggulan yang akan diprioritaskan untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pembangunan wilayah akan didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup untuk mendukung aktivitas perekonomian dan yang mendukung perkembangan sektor unggulan tersebut. Dalam analisis skalogram ini, dapat di asumsikan beberapa sarana dan prasarana yang mendukung perkembangan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi, yaitu; pasar, koperasi, kelompok tani, penyuluh praktek lapang (PPL),
113
perusahaan pertanian, perusahaan pertambangan eksploitasi maupun eksplorasi, bank, wartel, warnet, dan terminal bus. Penyebaran sarana dan prasarana (infrastruktur) yang mendukung kegiatan sektor unggulan dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27 Penyebaran Sarana dan Prasarana Pendukung Perkembangan Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (satuan unit) No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kuantan Tengah Benai Singingi Hilir Kuantan Hilir Kuantan Mudik Singingi Pangean Cerenti Inuman Gunung Toar Logas Tanah Darat Hulu Kuantan
Jumlah Penduduk 43.676 31.539 30.133 25.970 30.019 23.459 16.276 13.148 17.951 13.327 17.094 7.568
Jumlah Jenis Fasilitas 10 7 9 8 11 9 7 7 5 5 7 7
Jumlah Peringkat Unit Fasilitas 164 1 85 2 84 3 77 4 72 5 68 6 66 7 60 8 51 9 45 10 44 11 41 12
Sumber: BPS (diolah)
Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang peringkat pertama dalam ketersediaan fasilitas pendukung sektor unggulan yaitu 164. Ini disebabkan karena Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota dari Kabupaten Kuantan Singingi sehingga penyebaran fasilitas pembangunan dilakukan di kecamatan tersebut. Walaupun di Kecamatan Kuantan Tengah hanya terdapat tiga perusahaan pertanian, tetapi memiliki jumlah koperasi yang paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lain nya Hirarki terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan yaitu dengan jumlah fasilitas 41. Kecamatan Hulu
114
Kuantan mempunyai dua perusahaan di sektor pertanian dan pertambangan, tetapi kecamatan ini masih berada pada peringkat terakhir, hal ini disebabkan karena fasilitas pendukung yang lainnya masih kurang, selain itu jumlah penduduknya yang sedikit dapat mempengaruhi ketersediaan dan penyebaran sarana dan prasarana yang ada di setiap kecamatan. Perusahaan-perusahaan yang mendukung sektor pertanian dan sektor pertambangan hampir merata tersebar di Kabupaten Kuantan Singingi dengan potensi sumberdaya alam yang tersedia di masing-masing kecamatan. Perusahaan ini baru ada di subsektor perkebunan yaitu perusahaan kelapa sawit dan karet, perusahaan sektor pertambangan bergerak pada tambang batu bara, karena barang tambang yang lain nya seperti emas dan pasir masih dikelola oleh masyarakat dan belum ada peran swasta dan pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi. perusahaan perkebunan swasta yang tersebar di Kabupaten Kuantan Singingi paling banyak terdapat di Kecamatan Singingi Hilir yang mempunyai lima lokasi perusahaan perkebunan dan Kecamatan Kuantan Mudik, Pangean, dan Hulu Kuantan mempunyai masing-masing satu lokasi perusahaan perkebunan. Dengan kata lain Kecamatan Singingi Hilir merupakan kecamatan yang mempunyai banyak perusahaan dan lokasi perkebunan yang paling luas, karena sumberdaya alam dari subsector perkebunan memegang peranan dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di kecamatan tersebut. Perusahaan pertambangan batu bara di bagi dua yaitu perusahaan eksplorasi dan perusahaan eksploitasi. Perusahaan eksplorasi adalah perusahaan yang baru mencari potensi sumberdaya batu bara untuk di eksploitasi, sedangkan perusahaan eksploitasi adalah perusahaan yang sudah memiliki hasil dari barang
115
tambang tersebut dan sudah/sedang dikelola. Perusahaan yang melakukan eksplorasi tambang batu bara di Kabupaten Kuantan Singingi terdapat delapan perusahaan yang tersebar di empat kecamatan yaitu tiga perusahaan di Kecamatan Kuantan Mudik, dua perusahaan di Kecamatan Singingi Hilir dan Kecamatan Singingi, dan satu perusahaan di Kecamatan Hulu Kuantan. Perusahaan eksploitasi yang sedang dilakukan di Kabupaten Kuantan Singingi ada tujuh perusahaan yang tersebar tiga di kecamatan Kuantan Mudik dan Kecamatan Singigi, dan satu perusahaan di Kecamatan Singingi Hilir. Dari hasil metode skalogram perusahaan pertambangan paling banyak terdapat di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kunatan Mudik, Kecamatan Singingi, Kecamatan Singingi Hilir. Kecamatan ini yang banyak mempunyai sumberdaya di sektor pertambangan khususnya tambang batu bara. Perkembangan dan pembangunan wilayah dapat dilihat dari peningkatan pendapatan dan perekonomian suatu wilayah, untuk itu diperlukan adanya penyediaan sarana dan prasarana fasilitas ekonomi pada suatu wilayah. Fasilitas ekonomi yang mendukung kegiatan perekonomian penduduk di suatu wilayah meliputi pasar, koperasi, bank. Di samping sebagai fasilitas pelayanan ekonomi penduduk, pasar juga merupakan sumber (potensi) yang perlu dikembangkan guna menunjang perkembangan perekonomian suatu wilayah. Pasar dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi. Fasilitas pelayanan ekonomi bank mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan Kuantan Singingi, terutama dalam meningkatkan pendapatan daerah yang diperoleh dari bagian laba bank dan penerima jasa deposito. Bank berfungsi untuk sebagai pembagi kredit, pengadaan modal dan tempat penyimpan
116
uang bagi penduduk Kabupaten Kuantan Singingi. Kecamatan Kuantan Tengah merupakan kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas pelayanan ekonomi berupa bank terbanyak. Hal ini karena Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota kabupaten dan sebagai pusat pemerintahan di Kabupaten Kuantan Singingi. Dinamika penduduk dipengaruhi oleh fasilitas perhubungan dan telekomunikasi pada suatu wilayah, semakin memadai fasilitas yang tersedia maka akan semakin mudah bagi penduduk tersebut untuk berinteraksi dengan wilayah disekitarnya. Fasilitas perhubungan dan telekomunikasi juga sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup penduduk yang tidak dapat di daerahnya. Fasilitas perhubungan dan telekomunikasi dalam pembangunan wilayah berperan sebagai mobilisator dan dinamisator dalam pelaksanaan pembangunan wilayah. Pada masa sekarang teknologi komunikasi telah mengalami perkembangan sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk tidak hanya ditentukan oleh jarak tetapi juga faktor waktu yang yang terbuang dan biaya yang harus dikeluarkan. pemerintah juga mengembangkan usaha wartel pada setiap wilayah. Fasilitas penghubung lainnya seperti terminal bus, keberadaan terminal bus ini menjadi sektor perhubungan dan komunikasi sebagai sektor basis antar kecamatan yang ada yang sangat bermanfaat bagi perkembangan Kabupaten Kuantan Singingi kedepannya. Selain dari sarana dan prasarana yang dijelaskan di atas, untuk mendukung terciptanya sarana dan prasarana sektor unggulan dengan baik diperlukan prasarana jalan yang baik. Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat. Lancarnya lalu lintas akan menunjang perkembangan
117
perekonomian suatu daerah. Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di Kabupaten Kuantan Singingi, pada tahun 2006 tercatat panjang jalan kabupaten 1.941,150 km. Di lihat dari kondisinya, jalan kabupaten yang baik tercatat sepanjang 543,78 km, sedang 1.275,5 km, dan rusak 121,87 km. Jika panjang jalan dirinci menurut jenis permukaan, maka 312,365 Km jalan aspal, 1. 328,552 km jalan kerikil dan 300,233 km jalan tanah. Apabila kondisi prasarana jalan di setiap kecamatan baik, maka perhubungan atau lalu lintas dalam kegiatan basis atau sektor unggulan akan lancar. Untuk lebih jelas ketersediaan prasarana jalan di Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 28 Panjang Jalan Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Jenis Permukaan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2004-2006 (dalam km) Jenis Permukaan Jalan Kabupaten 2004 2005 2006 Aspal 265,73 285,82 312,36 Kerikil 687,94 724,44 1.328,55 Tanah 928,72 917,32 300,23 Total 1.882,40 1.927,59 1.941,15 Sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kuansing dalam Angka 2006
Tabel 29 Panjang Jalan Kabupaten Berdasarkan Kondisi Permukaan Jalan di Kabupaten Kuantan Singingi 2004-2006 (dalam km) Jenis Permukaan Jalan Kabupaten 2004 2005 2006 Baik 402,66 459,25 543,78 Sedang 890,66 1.175,21 1.275,50 Rusak 589,07 293,12 121,87 Total 1.882,40 1.927,59 1.941,15 Sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kuansing dalam Angka 2006
Prasarana jalan yang berfungsi sebagai penunjang perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi, khususnya dalam peningkatan sektor unggulan di setiap kecamatan agar dapat menyebar merata dan dapat mengirim hasil dari sektor unggulan tersebut seperti hasil dari komoditi pertanian dan pertambangan
118
baik di dalam maupun di luar daerah Kabupaten Kuantan Singingi dengan arus transportasi yang lancar. Pada hakekatnya pembangunan wilayah yang dilaksanakan pada masingmasing daerah adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan wilayah khususnya yang berkaitan dengan analisis basis ekonomi tidak cukup hanya dengan melihat kemampuan sektor perekonomian pada tingkat kabupaten saja, melainkan juga harus melihat kemampuan potensi ekonomi yang ada pada masing-masing kecamatan. Dengan menganalisis kemampuan masing-masing kecamatan tersebut diharapkan dapat dijadian sebagai bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, kebijakan yang telah dirumuskan, serta kaitannya dengan menentukan sasaransasaran pada masa yang akan datang.
6.4 Implikasi Kebijakan 6.4.1 Kebijakan Pembangunan Sektoral Berdasarkan Klassen Typologi klasifikasi pola pertumbuhan sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi menjadikan sektor pertambangan dan penggalian berada pada kuadran I yaitu sebagai sektor yang maju dan berkembang cepat, sektor pertanian berada pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan. Setelah dianalis pola pertumbuhan sektor ekonomi, dapat diketahui klasifikasi sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi, untuk lebih dalam lagi diperlukan analisis sektor basis dengan metode LQ untuk mencari sektor basis yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan. Sesuai dengan hasil analisis
119
basis ekonomi dengan metode LQ untuk tingkat Kabupaten Kuantan Singingi diketahui ada dua sektor utama yang merupakan sektor basis perekonomian. Kedua sektor tersebut adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Jadi, dari kedua analisis Klassen Typologi dan LQ dapat disimpulkan bahwa sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi yang harus dikembangkan dan dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian. Untuk itu kebijakan pembangunan wilayah dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi diprioritaskan pada dua sektor tersebut, karena kedua sektor ini sangat berperan penting dalam menghasilkan pendapatan. Selain itu, kedua sektor tersebut sebagai sektor basis juga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Beberapa implikasi kebijakan dari setiap sektor adalah sebagai berikut: 1. Implikasi kebijakan dari sektor pertanian diharapkan dapat membantu masyarakat petani dengan adanya penyebaran perusahaan pertanian dan Penyuluh Praktek Lapang untuk dapat membantu masyarakat petani khususnya dalam pengelolaan lahan pertanian di setiap kecamatan. Peran swasta dalam mengelola hasil pertanian khususnya di bidang perkebunan agar dapat memberi bantuan kepada masyarakat dengan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat. 2. Sektor pertanian dapat menghasilkan nilai tambah dan partisipasi masyarakat yang terus meningkat dan berkembang dengan dilakukanya usaha pertanian yang berwawasan bisnis, dengan dikembangkannya agribisnis dan agrowisata di Kabupaten Kuantan Singingi. Selain itu juga
120
agroindustri sebagai subsistem agribisnis yang mempunyai potensi sebagai pendorong pasar yang lebih luas dan nilai tambah (value added) yang besar. Mengembangkan sistem ketahanan pangan dan gizi melalui peningkatan ketersediaan komoditas pangan dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan masyarakat dan kualitas yang baik. Selain itu, dengan mengembangkan perekonomian yang berorientasi global yang mampu bersaing dengan daerah lain dengan memprioritaskan produk-produk ungulan pertanian baik dari tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, serta kehutanan. Kebijakan lain yang bisa dilakukan misalnya dengan lebih meningkatkan teknologi intensifikasi pertanian dan diversifikasi pertanian. 3. Kebijakan dari subsektor kehutanan diharapkan dapat menjadikan dan mengembangkan perhutanan sosial sebagai penyeimbang ekosistem dan pelestarian lingkungan khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi dan Provinsi Riau umumnya. Dengan adanya perhutanan sosial tersebut dapat meminimalisasi penebangan hutan secara liar dan kebakaran hutan diberbagai daerah. 4. Implikasi Kebijakan dari sektor pertambangan di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu dengan mendorong tumbuh dan kembangnya usaha dibidang pertambangan umum, energi, dan sumberdaya mineral. Perlu adanya pembinaan dan pengawasan di bidang pertambangan dengan tersedianya data pertambangan umum secara akurat dan valid, serta perlu adanya kegiatan yang dapat menambah pengetahuan masyarakat atau pemerintah daerah sendiri dengan diadakannya diklat/kursus teknis bidang
121
pertambangan agar potensi sumberdaya alam yang ada tidak di sia-sia kan dan hanya diberikan kepada investor yang ada atau perusahaan saja yang mengelola. Pengetahuan untuk meningkatkan sumberdaya manusia juga diperlukan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan tidak merusak lingkungan serta peningkatan kualitas tenaga kerja yang ahli dibidang
pertambangan,
mengembangkan
secara
terpadu
sektor
pertambangan dan penggalian melalui peningkatan penguasaan teknologi, peningkatan produksi dan penganekaragaman hasil tambang termasuk upaya pengelolaan untuk komiditas tambang, eksplorasi sumberdaya mineral, penyelidikan bahan galian dan sebagainya. 5. Dengan adanya implementasi kebijakan dari sektor pertambangan juga diperlukan pengawasan dan penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi merusak lingkungan agar terwujudnya pertambangan rakyat secara tertib. Monitoring, evaluasi dan pelaporan dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan rakyat harus di data secara valid agar tidak merugikan masyarakat sekitar daerah pertambangan tersebut. Khususnya tambang emas yang ada di Kecamatan Singingi masih dikelola oleh masyarakat setempat dan belum ada peranan dari swasta. Dengan kata lain, tambang emas yang ada di kecamatan tersebut masih illegal, belum ada kerjasama pemerintah dengan pihak swasta agar sumberdaya ini dapat dikelola dengan baik. Selain itu juga agar terwujudnya pertambangan rakyat secara tertib dengan tidak merusak lingkungan sekitar daerah pertambangan. Untuk itu, diharapkan investor yang bisa menanamkan modalnya di sektor pertambangan emas ini, dan tentunya dapat
122
bekerjasama dengan masyarakat sekitar dan saling menguntungkan bagi perusahaan maupun masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Kuantan Singingi, serta penyerapan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. 6. Perkembangan pertambangan
dan
pertumbuhan
sektor
unggulan
pertanian
dan
perlu didukung oleh sektor lainnnya yang merupakan
sektor non basis, sehingga selain dapat memacu perkembangan dan pertumbuhan sektor unggulan tersebut juga dapat memacu perkembangan dan pertumbuhan sektor lainnya yang merupakan sektor non basis sehingga menunjang keberadaan sektor basis, seperti adanya sektor industri pengolahan akan mendukung pengolahan hasil pertanian dan pertambangan, begitu juga dengan sektor non basis lainnya. 6.4.2
Kebijakan
Menurut
Penyebaran
Fasilitas
Pembangunan
dan
Pendukung Sektor Unggulan Berdasarkan hasil analisis dari metode skalogram, penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah dan mendukung perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi dapat dikatakan belum mengalami pemerataan. Hal ini bisa terlihat di beberapa daerah di Kecamatan Hulu Kuantan ( Desa Kombu, Sungai Kelilawar, Sungai Pinang dll) daerah-daerah ini
jalan penghubung ke desa
tersebut yang belum diaspal, serta pendapatan dan pola pikir masyarakat yang masih tradisional. Implikasi kebijakan yang dapat direkomendasikan dalam kebijakan sarana dan prasarana pendukung sektor unggulan adalah sebagai berikut: 1. Dalam penyusunan perencanaan pembangunan di masa yang akan datang sebaiknya berwawasan pembangunan wilayah dengan berpedoman pada
123
perencanaan pembangunan terpadu antar sektor. Dalam bentuk lain dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi yang tergolong basis harus mendapat prioritas utama. Pembangunan dapat berjalan dengan lancar apabila sarana dan prasarana fasilitas pendukung pembangunan lengkap. Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi perlu memperhatikan wilayah yang sarana dan prasarananya kurang lengkap seperti Kecamatan Hulu Kuantan yang memiliki potensi sektor unggulan yang baik, tetapi penyebaran dan ketersediaan sarana dan prasarana nya belum memadai. 2. Kebijakan dalam meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana
publik/masyarakat
untuk
mendorong
pemerataan
pembangunan, percepatan dan pertumbuhan ekonomi daerah dilakukan dengan adanya perencanaan tata ruang agar terwujudnya tata ruang kota dan desa sebagai acuan pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan tata ruang agar tersedianya sarana dan prasarana wilayah yang memadai dan terkendalinya ruang kota dan desa secara optimal. 3. Pembangunan berkelanjutan juga harus mendapat perhatian serius dalam memgembangkan sekor unggulan. Keberlanjutan usaha – usaha ekonomi sektor unggulan harus diiringi dengan pengelolaan pembangunan keseluruhan secara arif dan bijaksana dengan memperhatikan kelestarian lingkungan sehingga dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada paradigma pembangunan berkelanjutan. 4. Adanya otonomi daerah menuntut daerah untuk dapat memperbesar PAD yang akan digunakan sebagai sumber dana pembangunan daerahnya. Sesuai dengan prioritas pembangunan di Kabupaten Kuantan Singingi
124
maka
pembangunan
dilaksanakan
lebih
mengutamakan
pada
pembangunan sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Kuantan Singingi. sektor perekonomian yang dapat dikembangkan dan diprioritaskan menjadi sektor unggulan adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. 5. Implikasi kebijakan dalam penyebaran sarana dan prasarana wilayah di setiap kecamatan Kabupaten Kuantan Singingi yang belum sepenuhnya mengalami pemerataan, diharapkan kepada pemerintah daerah agar dapat memperhatikan dan menindaklanjuti keadaan sarana dan prasarana wilayah kecamatan yang kurang merata untuk mendukung perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi, terutama bagi daerah kecamatan yang jauh dari ibukota kabupaten dan daerah kecamatan baru hasil pemekaran. Seperti Kecamatan Hulu Kuantan, Kecamatan Cerenti, Kecamatan Inuman dan kecamatan lain yang belum ada sarana dan prasarana pendukung dari sektor unggulan yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi dalam meningkatkan perekonomian dan pembangunan wilayahnya. 6. Implikasi kebijakan fasilitas pendidikan untuk mendukung sektor unggulan dapat dilakukan dengan cara mendirikan dan menambah sekolah kejuruan yang bergerak dalam bidang pertanian dan pertambangan, hal ini diperlukan untuk menciptakan sumberdaya manusia dan pengetahuan masyarakat dini tentang pertanian dan pertambangan tersebut, agar tidak tertinggal dengan daerah lain.
125
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Hasil dari analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral, menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian menduduki kuadran I yaitu sektor maju dan tumbuh cepat. Disusul oleh sektor pertanian pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan. Selain dari dua sektor ini, sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi masih banyak berada pada kuadran IV yaitu sektor yang relatif tertinggal. 2. Hasil perhitungan nilai LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan daerah yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun 2002-2006 yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi. Kedua sektor tersebut memiliki nilai surplus pendapatan dan pengganda pendapatan yang positif dan cenderung meningkat. 3.
Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang peringkat pertama dalam ketersediaan fasilitas pembangunan. Peringkat terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan. Jika dilihat dari hasil metode skalogram Kecamatan Kuantan Tengah masih berada pada peringkat pertama, dan Kecamatan Hulu Kuantan tetap peringkat terakhir.
126
Perusahaan yang mendukung peranan sektor unggulan tersebar di beberapa kecamatan yang memiliki potensi sumberdaya alam dan lokasi perkebunan yang luas.
7.2 Saran 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi diharapkan untuk mampu menopang perekonomian masyarakatnya dengan memprioritaskan sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor unggulan, karena berdasarkan analisis LQ kedua sektor tersebut merupakan sektor basis perekonomian yang dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan wilayah serta dapat mendukung perkembangan sektor perekonomian non basis. 2. Berdasarkan analisis LQ diharapkan kepada pemerintah daerah juga memperhatikan
dan
memperbaiki
faktor-faktor
pendukung
yang
mempengaruhi perkembangan sektor non basis, sehingga dapat menambah dan menjadikan sektor non basis sebagai sektor basis yang dapat diprioritaskan sebagai sektor unggulan Kabupaten Kuantan Singingi, seperti sektor bangunan, transportasi dan komunikasi dan lainnya. Misalnya dengan peningkatan terhadap penguasaan teknologi pada semua sektor yang ada dan mempermudah persyaratan dalam penanaman investasi, meningkatkan jaringan komunikasi dan infrastruktur yang mendukung. 3. Sebaiknya pembangunan sarana dan prasarana ditingkatkan di wilayah kecamatan yang terletak jauh dari ibukota kecamatan seperti Kecamatan
127
Hulu Kuantan, Kecamatan Cerenti, Kecamatan Inuman dan kecamatan lainnya yang relatif masih tertinggal serta daerah yang banyak memiliki potensi dari sektor unggulan seperti Kecamatan Singingi Hilir. 4. Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai perkembangan perekonomian dan pembangunan wilayah antar kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi baik dari segi ekonomi maupun segi sosial.
128
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. P4Wpress. Bogor. Alkadri, Muchdie, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (Sumberdaya alam, Sumberdaya manusia, teknologi). PPKT Pengembangan Wilayah. Jakarta. Ananonim. 2008. Tipologi Klassen. http://www.scribd.com/doc/2908449/Modul4-Tipologi-Klassen. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pebangunan Ekonomi Daerah. UGM, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2007. Provinsi Riau dalam Angka 2007. BPS Provinsi Riau. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi. 2006. Kabupaten Kuansing dalam Angka 2006. BPS Kuansing. Riau. _________________. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten KuansingTahun 2002-2004. BPS Kuansing. Riau. _________________. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten KuansingTahun 2003-2005. BPS Kuansing. Riau. _________________. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten KuansingTahun 2004-2006. BPS Kuansing. Riau. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. 2004. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi. BAPPEDA Kuansing. Riau. BAPPENAS. 2004. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah. http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=dow nload&pathext=ContentExpress/RPJMN2004/&view=Bab%2024%20( Pembangunan%20Daerah).doc. Bakri, S. 2002. Penataan Ruang Sebagai Landasan Pengembangan Wilayah Propinsi Gorontalo. http://www.pu.go.id/ditjen_ruang/Makalah/PRGorontalo.doc. Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
129
Destrika, Elka. 2006. Skripsi. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PAD dan Komponen PAD Provinsi Jawa Barat. Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Manajemen. IPB. Bogor. Ghalib, R. 2005. Ekonomi Regional. Pustaka Ramadan, Bandung. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanan Regional (terjemahan Paul Sitohang). LPFEUI, Jakarta. Hanafiah, T. 1988. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil dalam Rangka Pengembangan Wilayah Pedesaan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Faperta IPB. Bogor. Jaenudin, D. 2007. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Jawa Barat Tahun 1997-2005. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Manajemen. IPB. Bogor. Jhingan, ML. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kusumawati, 2005. Tesis. Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Kristiyanti, L. 2007. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranannya dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antara Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang Sampai Otonomi Daerah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. PERHEPI. 1983. Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Pembangunan Pertanian. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Pranata, W, F. 2004. Analisis Sektor Basis Perekonomian dalam Pembangunnan Wilayah di Era Otonomi Daerah. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Purliana, Indah. 2003. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranan Fasilitas Pelayanan Terhadap Pembangunan Wilayah Kota Tegal. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Richardson, H. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
130
Sahara. Tanpa Tahun. Modul Kuliah MK. Ekonomi Regional. Tidak dipublikasikan. Setiawan, I. 2006. Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah:pendekatan input output multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Program Studi Ekonomi Pertanian. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan). LPFE UI.Jakarta. Sukatendel, F. 2007. Tesis. Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta. Tadjoedin, M.Z, W. I. Suharyo, dan S. Mishra. 2001. Aspirasi terhadap ketidakmeraan: Disparitas Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia. UNSFIR Working Paper-Jakarta. Usya, N. 2006. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor. Wahyuni, S, E. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Zainal,
R. 2007. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dalam Pembangunan Provinsi Riau. Tesis. Program Studi Magister Pembangunan Daerah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
131
Lampiran 1 Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut Lapangan Usaha, 2005-2006 (dalam persen) Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Minum Bangunan Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-jasa
Riau 2005 6.77 27.24 9.08 9.20 7.15 10.15 10.46 18.18 7.92
rata2006 rata 6.97 6.87 28.61 27.93 9.11 9.10 5.86 7.53 8.27 7.71 11.29 10.72 9.62 10.04 15.67 16.93 9.94 8.93
Kuantan Singingi 2005 5.04 62.40 9.06 3.49 5.24 10.23 9.38 7.24 6.00
2006 rata-rata 5.24 5.14 42.44 52.42 7.99 8.53 4.46 3.98 7.03 6.14 6.35 8.29 8.89 9.14 6.38 6.81 8.36 7.18
Sumber: BPS (diolah)
2 Lampiran 2 Distribusi PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut Lapangan Usaha, 2005-2006 (dalam persen) Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Minum Bangunan Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-jasa Sumber: BPS (diolah)
Riau 2005 38.17 0.85 31.86 0.38 4.39 11.54 3.40 3.25 6.17
rata2006 rata 38.28 38.23 1.32 1.09 30.84 31.35 0.36 0.37 4.49 4.44 11.79 11.67 3.39 3.40 3.31 3.28 6.23 6.20
Kuantan Singingi 2005 61.54 4.96 16.77 0.16 3.69 5.36 1.21 1.01 5.29
2006 rata-rata 59.99 60.77 9.22 7.09 15.47 16.12 0.15 0.16 3.36 3.53 4.95 5.16 1.13 1.17 0.92 0.97 4.81 5.05
132
Lampiran 3 Contoh Perhitungan Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006 PDRB Kabupaten Kuansing 1,287,849.98 221,326.12 186,332.68 4,118.41 129,509.76 177,510.17 53,477.02 27,354.04 217,525.64 2,305,003.82
PDRB Riau 14,103,047.84 517,987.32 6,224,832.81 175,200.34 2,395,732.42 6,278,665.89 2,173,442.62 892,826.69 3,655,897.19 36,417,633.12
LQ
Basis/non basis 1.4428 6.7508 0.4729 0.3714 0.8541 0.4467 0.3887 0.4841 0.9401
Basis Basis non basis non basis non basis non basis non basis non basis non basis
Lampiran 4 Trend Nilai Pengganda Pendapatan Basis Tahun 2002-2006
133
Lampiran 5 Analisis Skalogram Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Kuantan Tengah Benai Singingi Hilir Kuantan Mudik Kuantan Hilir Singingi Inuman Logas Tanah Darat Pangean Gunung Toar Cerenti Hulu Kuantan
Jumlah Jumlah penduduk Desa 43,676 31,539 30,133 30,019 25,970 23,459 17,951 17,094 16,276 13,327 13,148 7,568
23 25 12 28 28 13 9 13 14 13 11 11
a b c d e f 14 30 8 4 3 17 34 8 2 1 15 19 5 2 1 9 28 8 1 2 1 9 21 5 2 11 18 4 2 1 3 15 4 1 10 15 4 2 2 11 19 5 1 2 2 12 3 1 4 12 2 1 1 2 9 2 1 1
g h i J k l m n o 4 2 4 12 4 89 16 32 9 1 1 1 19 15 78 3 1 3 2 18 10 36 49 2 1 5 2 10 11 33 5 1 1 2 1 7 6 25 5 3 1 3 2 19 11 23 1 2 1 6 5 13 1 1 1 5 3 20 2 1 1 1 1 6 5 19 2 2 1 1 1 10 6 15 2 1 2 1 11 7 17 6 2 1 12 5 12
p q r s t u v 84 1 1 3 1 9 2 98 3 2 5 1 3 1 2 7 2 68 2 7 3 66 1 1 3 1 29 1 2 11 2 18 1 4 1 40 1 1 2 1 98 1 2 1 46 1 5 1 19 1 4 1 11 1 4
134
Lampiran 5 Analisis Skalogram Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (lanjutan) No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Kuantan Tengah Benai Singingi Hilir Kuantan Mudik Kuantan Hilir Singingi Inuman Logas Tanah 8 Darat 9 Pangean 10 Gunung Toar 11 Cerenti 12 Hulu Kuantan Keterangan: a= TK b= SD c= SMP d= SMA e= SMK f= MI g= MTS h= MA i= dr spesialis j= dr. umum k= dr. gigi l= perawat m= bidan
w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj 58 6 3 2 206 55 371 137 35 5 116 47 6 15 21 2 4 74 18 63 9 2 1 8 19 9 26 2 6 6 15 128 11 3 2 25 49 6 2 86 16 47 22 1 1 10 9 7 1 31 5 1 133 13 48 8 1 4 9 3 22 6 7 22 21 84 17 5 1 9 22 5 18 1 18 4 32 2 1 2 4 10 22 29 15
n= masjid o=mushala p= langgar q= gereja r= RSU s= poliklinik t= puskesmas u= pustu v= pusling w= posyandu x= apotik y= toko obat z= pasar
1 1 2 5
4 1 2 1 2
15 11 34 12 5 7 69 15 4
16 21 11 30 3
aa=toko ab=koperasi ac=perusahaan kecil ad=perusahaan menengah ae=perusahaan besar af= PT ag=CV ah= PO ai=objek wisata aj= hotel ak= rumah makan
3 5 3 11 1
1 2
2 11 3 4 3 3 3 4
jumlah jumlah ak unit peringkat fasilitas 38 37 1101 1 3 29 235 2 31 29 258 4 12 32 273 3 8 29 269 5 15 30 242 6 1 24 90 11
3 4 3 2
14 10 3
27 27 27 28 18
84 116 90 179 27
10 7 9 8 12
135
Lampiran 6 Analisis Skalogram Pendukung Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Kuantan Tengah Benai Singingi Hilir Kuantan Mudik Kuantan Hilir Singingi Inuman Logas Tanah Darat Pangean Gunung Toar Cerenti Hulu Kuantan
Jumlah Jumlah Penduduk Desa 43,676 23 31,539 25 30,133 12 30,019 28 25,970 28 23,459 13 17,951 9 17,094 16,276 13,327 13,148 7,568
13 14 13 11 11
a 2 4 6 2 1 7 1
B c d e 55 17 39 12 18 8 35 12 15 12 31 9 16 5 31 3 13 5 39 10 21 9 13 4 4 10 27 9
4 11 1 12 2 7 1 15 2 4
4 2 6 4 7
13 41 22 26 20
6 6 8 6 6
Keterangan: a= pasar b= Koperasi
g= perusahaan pertambangan(ekploitasi) h= perusahaan pertambangan (eksplorasi)
c= Kelompok Tani (KPR)
i= Bank
d=KelompokTani
j= wartel
e= PPL
k=warnet
f= Perusahaan pertanian
l= terminal bus
f 3 2 5 1 3 3
g
h
1 3
2 3
3
2
i j 5 25 6 3 1 6 1 5 5
2 1
4 3
3 1
5 1
k 5
jumlah jumlah l jenis peringkat unit 1 10 164 1 7 85 2 9 84 3 1 11 72 5 8 77 4 1 9 68 6 5 51 9 7 7 5 7 7
44 66 45 60 41
11 7 10 8 12
136