Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
ANALISIS SALURAN, MARGIN, DAN EFISIENSI PEMASARAN ITIK LOKAL PEDAGING MARKETING CHANNEL, MARGIN, AND EFFICIENCY ANALYSIS OF LOCAL BROILER DUCK Muhammad Fauzan Erzal*, Taslim** dan Adjat Sudradjat Masdar** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jl. Bandung-Sumedang Km. 21, Sumedang 45362
*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 **Staff Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email :
[email protected] ABSTRAK Salah satu langkah penting dalam mengembangkan usaha peternakan itik lokal pedaging adalah menentukan saluran pemasaran (SP) yang efisien. Pemasaran yang efisien dapat memberikan keuntungan maksimal kepada peternak dan pedagang itik lokal pedaging. Indikator efisiensi pemasaran terdapat pada margin pemasaran dan farmer’s share. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana bentuk saluran pemasaran itik lokal pedaging dari Desa Citrajaya ke wilayah Jakarta, menghitung besar persentase margin, biaya, dan keuntungan pada tiap saluran pemasaran serta farmer’s share yang diterima oleh tiap peternak, kemudian menentukan bentuk saluran pemasaran yang paling efisien. Penelitian dilakukan di Desa Citrajaya, Kabupaten Subang, dan tiap lokasi yang merupakan tempat kegiatan pemasaran itik lokal pedaging di wilayah Subang dan Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode survei. Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara terhadap peternak dan pedagang yang terlibat dalam pemasaranitik lokal pedaging. Saluran pemasaran itik lokal pedaging dari Desa Citrajaya ke wilayah Jakarta terdiri dari tiga bentuk, yaitu : Peternak pedagang pengumpul pengecer (SP1); Peternak pedagang besar pengecer (SP2); Peternak pedagang besar penyalur pengecer (SP3). Bentuk saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran 2 (SP2). Kata kunci : Itik lokal pedaging, saluran pemasaran, margin, farmer’s share, efisien
ABSTRACT One important step in developing a local broiler duck farm is to determine an efficient marketing channel (MC). The efficient marketing can provide maximum profit for local broiler ducks farmer and trader. The Indicators of marketing efficiency are contained in marketing margin and farmer's share. The aim of this study was to find out any form of local broiler duck’s marketing channels from Citrajaya village to Jakarta, to calculate the percentage of margin, cost, and profit on each marketing channel as well as the farmer's share, then to determine the most efficient marketing channel form. The study was done in Citrajaya village, Subang regency, and each marketing location of local broiler duck around Subang and Jakarta. This research used a survey method. Data were obtained by interviewing farmers and traders involved in the local broiler duck marketing. The marketing channel of local broiler duckfrom Citrajaya village to Jakarta consists of three forms, there are: Farmer collecting trader retailer (MC1); Farmer wholesaler retailer (MC2); Farmer wholesaler distibutor retailer (MC3). The most efficient marketing channel is marketing channel 2 (MC2). Keywords : Local broiler duck, marketing channel, margin, farmer's share, efficient
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
1
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
PENDAHULUAN Produk peternakan merupakan suatu barang yang menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia saat ini. Sebagian produk peternakan diolah dan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Salah satu kebutuhan pangan yang berasal dari peternakan adalah daging itik. Tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan sumber protein membuat permintaan terhadap daging itik meningkat. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya rumah makan pinggir jalan sampai restoran yang menyajikan menu khusus daging itik dengan variasi masakan yang cukup beragam. Semakin banyaknya tempat makan yang menyediakan menu daging itik berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap daging itik (Windhayarti, 2010) Ketersediaan daging itik saat ini merupakan kontribusi dari sejumlah peternakan itik di provinsi Jawa Barat. Salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan ternak itik adalah Kabupaten Subang. Kabupaten Subang dikenal sebagai salah satu daerah sentra peternakan itik karena memiliki jumlah populasi itik pedaging dan petelur yang cukup tinggi. Lokasi geografis dan iklim di Kabupaten Subang sangat cocok untuk habitat itik karena memiliki iklim tropis dengan temperatur udara 24-32o C. Itik pedaging yang dikembangkan di Kabupaten Subang merupakan itik jantan dari hasil persilangan antara itik Rambon dan itik Cihateup. Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat tahun 2013, populasi itik pedaging di Kabupaten Subang adalah sebanyak 139.735 ekor. Jumlah tersebut menjadikan Kabupaten Subang sebagai wilayah dengan jumlah populasi itik pedaging terbesar ke empat di Jawa Barat. Desa Citrajaya, Kecamatan Binong merupakan lokasi di Kabupaten Subang dimana salah satu mata pencaharian utama penduduknya yaitu berternak itik pedaging. Peternakan itik lokal pedaging di Desa Citrajaya secara umum masih merupakan peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan tradisional. Skala usaha pada peternakan tersebut masih relatif rendah dan masih menggunakan teknologi sederhana. Walaupun demikian, peternakan itik lokal pedaging di Desa Citrajaya tetap berkembang. Pada tahun 2014 Desa Citrajaya memiliki jumlah populasi itik lokal pedaging sebesar 2.011 ekor (Disnak Subang, 2014) Perkembangan peternakan itik lokal pedaging di Desa Citrajaya hingga saat ini dipengaruhi oleh sistem manajemen pemasaran.
Suatu usaha peternakan dapat berkembang jika setiap peternak
mengetahui dan dapat mengaplikasikan strategi pemasaran yang efektif dan efisien.
Melalui
pemasaran, para peternak dapat memperoleh laba usaha dan memperluas jaringan penjualan ternaknya kepada konsumen. Selain itu pemasaran juga bertujuan untuk memenuhi keperluan dan memuaskan konsumen.
Tingkat kepuasan konsumen akan mempengaruhi jumlah pembelian itik pedaging
sehingga berpengaruh juga terhadap keuntungan yang akan didapatkan oleh peternak. Pemasaran itik lokal pedaging yang dilakukan oleh peternak itik Desa Citrajaya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen, salah satunya yaitu konsumen di wilayah Jakarta. Pemasaran itik lokal pedaging dari Desa Citrajaya menuju wilayah Jakarta dilakukan dengan melibatkan beberapa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
2
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
pelaku pemasaran. Hal ini karena waktu dan jarak tempuh yang digunakan cukup lama untuk dapat memindahkan itik pedaging dari peternak kepada konsumen. Pelaku pemasaran adalah pihak yang memiliki peranan besar dalam menjembatani peternak dengan pihak konsumen. Pelaku pemasaran umumnya terdiri dari berbagai jenis pedagang yaitu pedagang besar, pengumpul, penyalur dan pengecer.
Setiap pelaku pemasaran memiliki kepentingan dan cara
tersendiri dalam menyalurkan itik pedaging kepada pihak konsumen. Kegiatan yang melibatkan peternak, pelaku pemasaran, hingga konsumen tersebut membentuk suatu saluran pemasaran. Efisiensi pemasaran sangat penting bagi peternak maupun pelaku pemasaran agar mampu mencapai keuntungan yang maksimal. Cara mengetahui indikator efisiensi pemasaran yaitu dengan melihat margin dan farmer’s share yang diperoleh dari setiap saluran pemasaran. Permasalahannya adalah para peternak belum mengetahui berapa besar farmer’s share yang mereka peroleh dan bagaimana bentuk saluran pemasarannya hingga ke tangan konsumen sehingga mengindikasikan bahwa keuntungan usaha peternak belum mencapai maksimal.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bentuk-bentuk saluran pemasaran itik lokal pedaging dari Desa Citrajaya ke wilayah Jakarta dan menghitung persentase biaya, margin, keuntungan, dan farmer’s share pada setiap saluran pemasaran sehingga dapat ditentukan saluran pemasaran mana yang paling efisien.
OBJEK DAN METODE 1.
Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal pedaging. Peternak
merupakan pihak yang melakukan kegiatan pemeliharaan itik lokal pedaging di Desa Citrajaya, sedangkan pelaku pemasaran merupakan pihak yang terlibat dalam penyaluran itik lokal pedaging dari Desa Citrajaya hingga ke wilayah Jakarta. 2.
Metode Penelitian Teknik pengumpulan data yang ditempuh pada penelitian menggunakan metode survei, yaitu
dengan menghimpun seluruh informasi mengenai pemasaran itik lokal pedaging melalui sampel yang diperoleh dari populasi peternak dan pelaku pemasaran. Setiap informasi dihimpun melalui proses wawancara kepada setiap responden dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. 3. Model Analisis Bentuk saluran pemasaran diperoleh berdasarkan data survei terhadap jalur pemasaran yang dimulai dari peternak sampai ke pedagang pengecer.
Data penelitian lainnya dianalisa secara
deskriptif melalui perhitungan rumus matematis untuk memperoleh besaran margin, biaya, keuntungan, dan farmer’share. Besaran nilai dan persentase margin, biaya, keuntungan, serta farmer’s share pada penelitian dihitung berdasarkan rumus (Hamid, 1972) sebagai berikut : 1. Margin Tataniaga Parsial
: Harga Jual – Harga Beli
2. Margin Tataniaga Total
: Harga Eceran – Harga Pada Produsen
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
3
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
Margin Tataniaga Parsial
x 100%
3. Persentase Margin Tataniaga Parsial
:
4. Keuntungan Tataniaga
: Margin Tataniaga – Biaya Tataniaga
5. Persentase Biaya Tataniaga Parsial
:
6. Persentase Keuntungan Tataniaga Parsial : 7. Persentase Biaya Tataniaga Total
:
8. Persentase Keuntungan Tataniaga Total :
Biaya Tataniaga Parsial Biaya Tataniaga Total
x 100%
Keuntungan Tataniaga Parsial Keuntungan Tataniaga Total Biaya Tataniaga Total Margin Tataniaga Total
Margin Tataniaga Total He−M He
x 100%
x 100%
Keuntungan Tataniaga Total
: Lp =
9. Farmer’s share dimana :
Margin Tataniaga Total
x 100%
x 100%
Lp = Bagian harga yang diterima peternak (%) M
= Margin total (Rp/ekor)
He = Harga eceran (Rp/ekor) Catatan : Jika LP > 50%, maka pemasaran dapat dikatakan efisien.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Keadaan Umum Wilayah Penelitian Lokasi penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu lokasi peternak dan pelaku pemasaran itik lokal
pedaging. Lokasi peternak bertempat di Desa Citrajaya, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang. Secara geografis Desa Citrajaya memiliki wilayah seluas 522,54 hektar dan berbatasan dengan desadesa lain, yaitu : sebelah utara dengan Desa Binong, Kecamatan Binong sebelah selatan dengan Desa Kihiyang, Kecamatan Binong sebelah timur dengan Desa Sukadana, Kecamatan Compreng sebelah barat dengan Desa Binong, Kecamatan Binong. Desa Citrajaya termasuk daerah dataran rendah dan memiliki lahan pesawahan yang sangat luas sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai habitat itik pedaging.
Jenis itik pedaging yang
dipelihara adalah itik hasil persilangan antara itik Rambon (Ras Cirebon) dan itik Cihateup. Itik tersebut telah lama dikembangkan oleh peternak di Desa Citrajaya dan terkadang peternak menyebutnya sebagai itik lokal Subang. Lokasi pelaku pemasaran yaitu tempat berlangsungnya kegiatan transaksi antara pedagang itik pedaging dengan pedagang itik lainnya dan pedagang itik dengan konsumen. Sebagian lokasi pelaku pemasaran itik pedaging terletak di beberapa kecamatan di wilayah Subang dan sebagian lain berada di wilayah Jakarta. Titik lokasi pelaku pemasaran itik lokal pedaging untuk wilayah Jakarta berada di
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
4
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
beberapa pasar, yaitu Pasar Bebek Marunda di Jakarta Utara, Pasar Bebek Klender, Pasar Lokomotip Jatinegara, dan Pasar Bebek Cakung di Jakarta Timur. 2.
Tingkat Pendidikan Responden Keahlian seseorang dalam mengelola suatu usaha biasanya akan berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kapasitas ilmu pengetahuan dan cara berfikir seseorang. Kapasitas ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibedakan dari jenjang pendidikan yang telah dilaluinya, baik dilihat dari pendidikan secara formal maupun non-formal. Informasi mengenai tingkat pendidikan yang telah dilalui oleh peternak itik lokal pedaging di Desa Citrajaya dan para pelaku pemasaran pada penelitian ini mengacu kepada jenjang pendidikan formal, yaitu pendidikan persekolahan yang dimulai sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi (PT). Secara rinci informasi mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Pendidikan Responden Responden
Tingkat Pendidikan (Orang) SMP SMA I II III I II III
I
SD II
I
PT II III
III
Peternak
2
1
2
2
1
1
2
-
-
-
-
-
Pedagang Pengumpul
2
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
Pedagang Penyalur
-
-
2
-
-
1
-
-
-
-
-
-
Pedagang Besar
-
-
1
-
1
1
-
1
-
-
-
-
Pedagagang Pengecer
2
-
-
2
1
2
-
2
1
-
-
-
Jumlah (Orang) 6 1 5 6 3 5 2 3 1 - Keterangan : I = Saluran Pemasaran 1, II = Saluran Pemasaran 2, III = Saluran Pemasaran 3.
-
Berdasarkan informasi pada Tabel 1, pada setiap saluran pemasaran, peternak dan pedagang itik lokal pedaging secara umum memperoleh pendidikan dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Faktor wilayah, sosial, dan ekonomi dari masing-masing responden menjadi alasan utama adanya keterbatasan dalam memperoleh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Faktor keterbatasan dalam ilmu pengetahuan bisa mempengaruhi sistem pemasaran yang diterapkan oleh peternak dan para pedagang itik lokal pedaging. Meskipun demikian, ketekunan dan kerja keras mampu menjadi faktor lain yang memotivasi para pelaku usaha tersebut sehingga sampai saat ini kegiatan usaha mereka dalam memasarkan itik lokal pedaging masih tetap berlangsung. 3.
Umur Responden Umur atau usia merupakan salah satu faktor pendorong keberhasilan dalam mengelola kegiatan
bagi para pelaku usaha. Pelaku usaha yang berada pada usia yang produktif cenderung dapat bekerja lebih cepat, mampu menerima dan mengembangkan inovasi baru dan memiliki motivasi kerja yang lebih besar sehingga mampu mendukung keberhasilan usahanya. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Menurut Mubyarto (1997), usia 5
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
produktif berkisar antara 15-55 tahun, sedangkan usia non produktif adalah 1-14 tahun dan diatas 55 tahun. Rincian informasi mengenai tingkat usia peternak itik lokal pedaging di desa Citrajaya dan para pelaku pemasarannya ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2. Usia Responden No
Usia Produktif 15 - 55 Tahun (Orang)
Responden
Usia Non Produktif > 55 Tahun (Orang)
I II III I II 1 Peternak 5 1 1 1 1 2 Pedagang Pengumpul 4 3 Pedagang Penyalur 3 4 Pedagang Besar 1 2 1 5 Pedagang Pengecer 4 2 3 Jumlah 13 4 9 1 2 Keterangan : I = Saluran Pemasaran 1, II = Saluran Pemasaran 2, III = Saluran Pemasaran 3
III 2 2
Berdasarkan keterangan diatas, mayoritas responden masih berada pada usia yang produktif dalam menjalankan usahanya. Responden yang menempati usia produktif paling dominan adalah pada Saluran Pemasaran 1. Hal tersebut dikarenakan pada Saluran Pemasaran 1 terdapat banyak pelaku pemasaran yang berperan.
Kondisi demikian mampu mendorong para pelaku pemasaran untuk
melaksanakan fungsi pemasaran dengan lebih baik sehingga mampu mengalirkan itik lokal pedaging lebih banyak sampai ke titik konsumen. 4.
Saluran Pemasaran Pada dasarnya, antara peternak dan pelaku pemasaran saling bergantung satu dengan yang lain.
Kedua pihak sama-sama menjalankan usaha berdasarkan profit motive dengan bertumpu pada kemampuan usaha masing-masing. Bagi peternak, menentukan saluran pemasaran merupakan hal vital karena akan berpengaruh terhadap bentuk saluran pemasaran tersebut. Bentuk saluran pemasaran akan mempengaruhi biaya, keuntungan, dan efisiensi pemasaran. Berdasarkan observasi lapangan,
1
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengecer
2
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
3
Pedagang Besar
Pedagang Penyalur
Konsumen
Peternak
dapat ditemukan tiga bentuk saluran pemasaran yang digambarkan pada Ilustrasi 1 seperti berikut :
Pedagang Pengecer
Ilustrasi 1. Saluran Pemasaran Itik Lokal Pedaging, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
6
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
Jika disesuaikan dengan klasifikasi pemasaran Kotler (2013), maka Saluran Pemasaran 1 dan 2 termasuk dalam saluran tingkat dua, yaitu saluran pemasaran yang melibatkan dua perantara penjualan/ pelaku pemasaran (SP 1: pedagang pengumpul dan pengecer dan SP 2 = pedagang besar dan pengecer). Sedangkan Saluran Pemasaran 3 merupakan bentuk saluran tingkat tiga, yaitu saluran pemasaran yang melibatkan tiga pelaku pemasaran (pedagang besar, pengumpul, dan pengecer). Secara keseluruhan pihak-pihak yang berperan dalam memasarkan itik lokal pedaging kepada konsumen di wilayah Jakarta adalah sebagai berikut : 1)
Peternak Peternak merupakan pihak yang memproduksi itik lokal pedaging sekaligus menjadi orang
pertama yang melakukan kegiatan penjualan itik pedaging di setiap saluran pemasaran.
Pada
penelitian ini peternak menjual itiknya kepada pedagang pengumpul dan pedagang besar. Jumlah itik yang dijual kepada pedagang pengumpul berkisar 300 - 800 ekor dengan harga rata-rata Rp. 29.833, 33 per ekor itik pedaging hidup. Sementara itu, peternak menjual ternaknya kepada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp. 30.000,00 per ekor dalam bentuk hidup. Sistem transaksi dilakukan langsung di lokasi peternak secara cash (tunai). Itik yang dijual rata-rata berumur 2,5-3 bulan. Satuan penjualan itik per ekor tersebut didasari oleh pertimbangan peternak terhadap jumlah produksi itik yang dihasilkan. Jika penjualan itik dilakukan berdasarkan satuan per kilogram, peternak akan memperoleh harga jual yang tidak tetap karena bobot itik yang dihasilkan cenderung berbeda-beda. Peternak Desa Citrajaya tidak memasarkan itik lokal pedaging secara langsung kepada konsumen karena dianggap kurang menguntungkan dan efisien. 2)
Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli itik lokal pedaging dari peternak
kemudian dijual kembali kepada pedagang pengecer.
Jumlah pedagang pengumpul pada saat
penelitian adalah sebanyak empat orang. Pedagang tersebut menjual itik lokal pedaging dalam bentuk hidup kepada pedagang pengecer dengan harga rata-rata Rp. 35.166, 67 per ekor. Jumlah itik lokal pedaging yang dijual kepada pedagang pengecer yaitu kisaran 200-400 ekor.
Jumlah tersebut
merupakan jumlah tetap yang diinginkan oleh pedagang pengecer. 3)
Pedagang Besar Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli itik pedaging dari peternak. Perbedaan
antara pedagang besar dengan pedagang pengumpul terletak pada volume pembelian dan cara penjualan itik lokal pedaging. Pedagang besar biasanya membeli itik dalam jumlah yang banyak, yaitu kisaran 500-1000 ekor. Pedagang besar membeli itik dengan harga rata-rata sebesar Rp. 30.000,00 per ekor dalam bentuk hidup. Setelah memperoleh itik dari peternak, pedagang besar biasanya akan menyimpannya terlebih dahulu di tempat penyimpanan sementara berupa kandang bambu. Lama penyimpanan maksimal hingga dua hari. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
7
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
Pada Saluran Pemasaran 2, pedagang besar menjual itik local pedaging kepada pedagang pengecer dengan harga rata-rata sebesar Rp. 34.500,00 per ekor dalam bentuk hidup. Sementara itu, pada Saluran Pemasaran 3, pedagang besar menjual itik lokal pedaging dalam bentuk hidup kepada pedagang penyalur dengan harga rata-rata sebesar Rp. 32.833, 33 per ekor. Pada Saluran Pemasaran 2 pedagang besar melakukan fungsi pengangkutan pada saat membeli dan mejual itik pedaging, sedangkan pada Saluran Pemasaran 3 hanya dilakukan pada saat pembelian itik. 4)
Pedagang Penyalur Pedagang penyalur adalah pelaku pemasaran yang berperan dalam menghubungkan pedagang
besar dengan pedagang penegecer.
Pedagang penyalur terdapat pada Saluran Pemasaran 3 dan
berjumlah tiga orang. Selama proses pamasaran, pedagang penyalur membeli itik pedaging dari pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp. 32.833, 33 per ekor dan menjual kepada pedagang pengecer dengan harga rata-rata sebesar Rp. 37.333,33 per ekor. Sistem pembayaran pada saat pembelian dan penjualan itik lokal pedaging dapat dilakukan secara cash maupun pembayaran bertahap. Selama proses pemasaran berlangsung, pedagang penyalur berperan sebagai pembeli, penjual, dan pemilik jasa transportasi pengiriman itik lokal pedaging, sehingga pihak pedagang besar tidak perlu mengeluarkan biaya pengangkutan. Biaya pengangkutan itik pedaging akan dibayarkan oleh pihak pedagang pengecer.
Pengiriman itik pedaging kepada pedagang pengecer menggunakan
fasilitas mobil pick up yang dilengkapi dengan keranjang besi sebagai tempat penyimpanan itik pedaging. 5)
Pedagang Pengecer Pedagang pengecer merupakan pelaku pemasaran yang berinterkasi langsung dengan pihak
konsumen. Secara umum, pedagang pengecer menjual itik pedaging kepada konsumen dalam bentuk karkas. Pedagang pengecer pada Saluran Pemasaran 1 berjumlah empat orang, sedangkan pada Saluran Pemasaran 2 dan 3 masing-masing berjumlah tiga orang.
Rata-rata harga jual daging itik
pada masing-masing pedagang pengecer yaitu Rp. 39.750,00 per pcs pada Saluran Pemasaran 1, Rp. 39.666,67 per pcs pada saluran pemasaran 2, dan Rp. 42.166,67 per pcs pada Saluran Pemasaran 3. Konsumen yang membeli daging itik dari pedagang pengecer rata-rata adalah pengusaha rumah makan bebek dan warung makan kecil. Pedagang pengecer menjual daging itik kepada pengusaha rumah makan bebek sebanyak 200-500 pcs sedangkan kepada pengusaha warung makan kecil rata-rata 250 pcs dalam sekali penjualan. 5.
Margin Pemasaran Besaran margin pemasaran yang pada setiap saluran pemasaran itik lokal pedaging dipengaruhi
oleh masing-masing harga yang berlaku di tiap peternak dan pelaku pemasaran. Harga penjualan itik lokal pedaging pada penelitian ini berdasarkan harga rata-rata dari sejumlah peternak dan pelaku pemasaran. Besaran margin pemasaran itik lokal pedaging secara rinci ditunjukan pada Tabel 3. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
8
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
Tabel 3. Harga Rata-Rata dan Margin Pemasaran Pedagang Itik Lokal Pedaging pada Saluran Pemasaran 1, 2 dan 3 Saluran Pemasaran 1 Saluran Pemasaran 2 Saluran Pemasaran 3 Unsur Margin Nilai Persentase Nilai Persentase Nilai Persentase Pemasaran (Rp/ekor)
A
D
E
(%)
30.000,00
75,63
30.000,00
71,15
*Harga Beli Itik Hidup
29.833,33
75,05
-
-
-
-
*Harga Jual Itik Hidup
35.166,67
88,47
-
-
-
-
5.333,33
53,78
-
-
-
-
*Harga Beli Itik Hidup
-
-
30.000,00
75,63
30.000,00
71,15
*Harga Jual Itik Hidup
-
-
34.500,00
86,97
32.833,33
77,87
*Margin
-
-
4.500,00
46,55
2.833,33
23,29
*Harga Beli Itik Hidup
-
-
-
-
32.833,33
77,87
*Harga Jual Itik Hidup
-
-
-
-
37.333,33
88,54
*Margin
-
-
-
-
4.500,00
36,99
*Harga Beli Itik Hidup
35.166,67
88,47
34.500,00
86,97
37.333,33
88,54
*Harga Jual Itik Potong
39.750,00
100,00
39.666,67
100,00
42.166,67
100,00
4.583,33
46,22
5.166,67
53,45
4.833,33
39,73
39.750,00
100,00
39.666,67
100,00
42.166,67
100,00
9.916,67
100,00
9.666,67
100,00
12.166,67
100,00
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Penyalur
Pedagang Pengecer
Konsumen *Harga Beli Itik Potong
Total Margin Pemasaran
Keterangan 6.
(Rp/ekor)
75,05
*Margin F
(%)
29.833,33
*Margin C
(Rp/ekor)
Peternak *Harga Jual Itik Hidup
B
(%)
: *Harga jual dan harga beli merupakan harga rata-rata
Biaya dan Keuntungan Pemasaran Setiap fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tiap pelaku usaha tentunya menimbulkan biaya
pemasaran yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut ditentukan oleh jarak lokasi penjual dengan
pembeli, volume penjualan, modal usaha, dan bentuk barang yang dijual. Disamping itu, keuntungan tiap pelaku pemasaran dapat diketahui setelah mengurangi penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan itik pedaging dengan biaya usaha yang dikeluarkan selama proses pemasaran. Besaran biaya dan keuntungan pemasaran yang terdapat pada Saluran Pemasaran 1, 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 4.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
9
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
Tabel 4. Biaya dan Profit Pemasaran pada Saluran Pemasaran Itik Lokal Pedaging 1, 2, dan 3 *Biaya Persentase Profit Persentase Bentuk Pelaku Pemasaran Margin Saluran (Rp/ekor) (%) (Rp/ekor) (%) Pedagang Pengumpul 5.333,33 2.404,70 67,78 2.928,63 45,98 Pedagang Pengecer 4.583,33 1.142,86 32,22 3.440,48 54,02 1
2
*Total
9.916,67
3.547,56
**35,77
**64,23
67,10 32,90
6.369,11 2.472,22 4.172,22
Pedagang Besar Pedagang Pengecer
4.500,00 5.166,67
2.027,78 994,44
*Total
9.666,67
3.022,22
**31,26
6.644,44
**68,74
37,21 62,79
Pedagang Besar 2.833,33 276,19 7,40 2.557,14 30,32 Pedagang Penyalur 4.500,00 1.806,21 48,37 2.693,79 31,94 3 Pedagang Pengecer 4.833,33 1.651,42 44,23 3.181,92 37,73 *Total 12.166,67 3.733,82 **30,69 8.432,85 **69,31 Keterangan : * Margin, Biaya, Keuntungan, Persentase Biaya, dan Persentase Keuntungan Pemasaran Total ** Dihitung berdasarkan rumus Farmer’s Share
7.
Farmer’s share merupakan persentase bagian yang diperoleh peternak itik pedaging dari harga yang berlaku pada pedagang pengecer. Besar kecilnya farmer’s share ditentukan oleh panjang saluran pemasaran dan besarnya harga jual yang berlaku pada pedagang pengecer.
Teknik perhitungan
farmer’s share adalah dengan menghitung harga di tingkat peternak dibagi dengan harga di tingkat pedagang pengecer itik lokal pedaging lalu dikalikan 100 persen. Perolehan hasil dari perhitungan farmer’s share pada Saluran Pemasaran 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Farmer’s Share pada Saluran Pemasaran Itik Lokal Pedaging 1, 2, dan 3 Harga Jual (Rp/Ekor) Farmer's Share (%) No Pelaku I II III I II III 1
Peternak
29.833,33
30.000,00
30.000,00
2
Pedagang Pengecer
39.750,00
39.666,67
42.166,67
75,05 Keterangan 8.
75,63
71,15
: I = Saluran Pemasaran 1, II = Saluran Pemasaran 2, III = Saluran Pemasaran 3
Efisiensi Pemasaran Setelah mengetahui besaran margin pemasaran total dan farmer’s share pada Saluran
Pemasaran 1, 2, dan 3, maka dapat diketahui bahwa seluruh saluran pemasaran tersebut termasuk dalam taraf pemasaran yang efisien. Ketiga saluran pemasaran tersebut efisien berdasarkan masingmasing perolehan farmer’s share yang berada diatas 50 persen. Disamping itu, beberapa faktor turut mendasari ketiga saluran tersebut sehingga menjadi saluran pemasaran yang efisien. Faktor-faktor tersebut yaitu biaya, keuntungan, jarak, waktu tempuh, sarana dan prasarana pemasaran.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
10
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
Pada Tabel 4 terlihat bahwa biaya yang dikeluarkan pada masing-masing saluran pemasaran tidak terlalu mahal. Biaya yang dikeluarkan pada tiap saluran pemasaran terdiri dari biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan biaya pemotongan. Semakin murah biaya yang dikeluarkan maka saluran pemasaran tersebut dapat dikatakan semakin efisien. Disamping itu, pembagian keuntungan pada tiap pelaku pemasaran sudah cukup adil. Setiap keuntungan yang diperoleh sudah sesuai dengan fungsi pemasaran yang dijalankan. Berdasarkan informasi pada Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran yang paling efisien terdapat pada Saluran Pemasaran 2. Hal tersebut dikarenakan harga yang diterima peternak cenderung tetap dan harga yang dibayar oleh konsumen menempati posisi harga terendah dibandingkan saluran pemasaran 1 dan 3. Sehingga pada Saluran Pemasaran 2 peternak memperoleh margin pemasaran total paling rendah dan farmer’s share yang paling tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan (1) Saluran pemasaran itik lokal pedaging dari Desa Citrajaya ke wilayah Jakarta terdiri dari tiga bentuk, yaitu : a. Peternak pedagang pengumpul pengecer (SP1) b. Peternak pedagang besar pengecer (SP2) c. Peternak pedagang besar penyalur pengecer (SP3) (2) Margin pemasaran yang paling tepat untuk peternak itik lokal pedaging adalah yang memiliki nilai margin terendah yaitu Rp. 9.666,67 per ekor, dimana penyaluran itik lokal pedaging kepada konsumen melalui pedagang besar dan pedagang pengecer. (3) Saluran pemasaran yang paling efisien adalah Saluran Pemasaran 2 karena memiliki margin pemasaran total paling rendah (Rp. 9.666,67 per ekor) dengan perolehan farmer’s share paling tinggi (75,63 %). 2. Saran (1) Peternak perlu mengetahui lokasi pasar agar mampu menentukan harga jual itik yang ideal. (2) Menetapkan sistem kontrak antara peternak dan pelaku pemasaran agar masing-masing pihak saling terikat dan dapat meminimalisir kesalahpahaman dalam menjalankan usaha. (3) Selain sektor pemasaran, pedagang besar disarankan untuk aktif berperan di dalam sektor budidaya dan pengolahan sehingga dapat memaksimalkan keuntungan usahanya. (4) Dinas Peternakan Subang dan pejabat daerah setempat mendorong perkembangan Desa Citrajaya sebagai sumber ternak itik lokal melalui publikasi di berbagai media sosial, sehingga masyarakat memperoleh informasi yang lebih lengkap. (5) Bantuan modal dari pemerintah daerah Subang kepada para peternak layak diberikan secara merata agar usaha mereka tetap berjalan dengan baik.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
11
Saluran, Margin, dan Efisiensi Pemasaran Itik Lokal Pedaging ...................................... Muhammad Fauzan Erzal
DAFTAR PUSTAKA Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Subang. 2014. Data Populasi Unggas di Kabupaten Subang Tahun 2014. Subang. Hamid, A.K. 1972. Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. Kotler, P. dan K.L. Keller. 2013. Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mubyarto, M. 1997. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta Windhayarti, S. 2010. Beternak Itik Tanpa Air Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
12