ANALISIS RESPON PETANI TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) STUDI KASUS DI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN PONTIANAK Rahmatullah Rizieq ABSTRACT: The purposes of this research are to know farmer responses and the factor causing of that responses to develop “Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu”. Multi stage sampling method used in this research. Farmer responses counted with Fisbein Method. This research used Probit Model and factor analysis. The results of regression analysis are: (1) Government programs have negative impact to farmer responses; (2) Agriculture information have no impact to farmer responses; (3) Farmer family have positive impact to farmer responses; (4) Social status have negative impact to farmer responses (6) farm scale have negative impact to farmer response. Tujuan akhir utama pembangunan pertanian ialah meningkatkan kesejahteraan petani dan penduduk pedesaan secara khusus serta seluruh rakyat Indonesia secara umum. Untuk itu perlu disusun program-program yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah daerah Kalimantan Barat membuat suatu program untuk mengembangkan suatu model pengembangan kawasan berbasis agribisnis dengan penerapan teknologi pertanian yang efisien yang disebut dengan pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT). Tujuan program pengembangan KUAT ini adalah mencapai pendapatan petani rata-rata sebesar USD 1.000/kapita/tahun atau setara kurang lebih Rp. 10 juta/kapita/tahun pada tahun 2008. Dasar hukum dari pengembangan KUAT ini adalah SK Gubernur No.34 tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pengembangan Kawasan Usaha Agribisni Terpadu Provinsi Kalimantan Barat. Menyusun kebijakan yang optimal dalam pembangunan pertanian juga bukan merupakan pekerjaan mudah. Permasalahan seperti mencari keseimbangan antara intervensi dan partisipasi, mengatasi konflik kepentingan, mencari instrumen kebijakan yang paling efektif, membenahi mekanisme penghantaran merupakan tantangan yang tidak kecil. Yang dapat dilakukan adalah mengusahakan mencoba mengusahakan agar kebijakan pertanian tersebut dapat mewujudkan suatu ekonomi pedesaan yang berkembang – meminjam jargon yang sangat terkenal – dari petani, oleh petani, dan untuk petani. Dalam semangat demokratisasi yang berkedaulatan rakyat, hal tersebut berarti kebijakan DR. Ir. Rahmatullah Rizieq, M.Si adalah dosen Fakultas Pertanian Universitas Panca Bhakti Penelitian ini dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat lewat program Riset Kemitraan 2006 55
56
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
yang dilakukan perlu dapat menjamin agar kegiatan pertanian mencerminkan prinsip-prinsip : Dari petani; petani harus memiliki kepastian penguasaan dan aksesibilitas terhadap berbagai sumberdaya produktif, dan petani juga harus menguasai dan memiliki hak atas pengambilan keputusan produktif serta konsumtif yang menyangkut sumberdaya tersebut. Pemerintah berperan untuk memastikan kedaulatan tersebut dilindungi dan dihormati sekaligus mengembangkan pengetahuan dan kearifan lokal dalam pengambilan keputusan. Oleh petani; proses produksi, distribusi dan konsumsi diputuskan dan dilakukan oleh petani. Dalam hal ini sistem produksi, pemanfaatan teknologi, penerapan azas konservasi, dan sebagainya perlu dapat melibatkan sebagian besar petani. Pemberian ‘hak khusus’ kepada segelintir orang untuk mengembangkan ‘kue ekonomi’ dan kemudian baru ‘dibagi-bagi’ kepada yang banyak tidak sesuai dengan prinsip ini. Kreativitas dan inovasi yang dilakukan petani harus mendapat apresiasi sepenuhnya. Untuk petani; petani merupakan kelompok yang mendapat keuntungan utama dalam setiap kegiatan pertanian sekaligus setiap kebijakan yang ditetapkan. Jelas bahwa korupsi, dominasi, dan eksploitasi ekonomi tidak dapat diterima. Meir (1995) mengemukakan beberapa alasan mengenai legitimasi campur tangan pemerintah dalam pasar pertanian. Alasan-alasan tersebut adalah: (i) Pasar yang tidak lengkap; (ii) Adanya barang publik yang bersifat “increasing return”; (iii) Informasi yang tidak sempurna; (iv) Eksternalitas; (v) Distribusi pendapatan. Mungkin alasan yang paling penting agar pemerintah melakukan campur tangan dalam pertanian adalah berkenaan dengan distribusi pendapatan yang dihasilkan oleh pasar bebas. Berdasarkan aset yang dimiliki, distribusi pendapatan tersebut seringkali tidak memuaskan. Hal inilah yang mengharuskan pemerintah merancang program yang dapat meningkatkan pendapatan petani kecil. Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan terjadi. Menurut Ahmadi (1979) sikap adalah ssebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sikap seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu hal atau suatu objek tertentu. Tidak ada satu sikap pun yang tanpa objek. Gerungan (1996) merumuskan ciri-ciri dari sikap, yaitu: (1) bukan dibawa sejak lahir; (2) dapat berubah-ubah; (3) tidak berdiri sendiri; (4) mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan/emosi. Mosher (1973), Samsudin (1982) dan Gerungan (1996) berpendapat bahwa faktor-faktor yang dapat merubah sikap petani adalah: (1) selektifitasnya sendiri, (2) daya pilihnya sendiri; (3) minat perhatiannya; (4) Interaksi kelompok; (5) komunikasi; (6) pengetahun; (7) keterampilan; (8) kecakapan berpikir, dan (9) sikap awal (seperti tidak berprasangka terhadap hal-hal baru, mencoba sesuatu yang baru, mau bergotong royong, sikap swadaya dan swadana).
Rahmatullah Rizieq, Analisis Respon Petani ……………
57
Hasil penelitian Ekawati (1998) menyatakan bahwa petani mempunyai sikap positif terhadap program pengembangan tanaman kakao. Pendidikan formal bukanlah faktor yang mempengaruhi sikap petani tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani tersebut adalah pendidikan non formal, umur, status sosial dan teknologi komunikasi. Hasil penelitian Ibrahim (2005) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan usahatani di lahan sawah, teknologi yang digunakan petani belum sepenuhnya sesuai anjuran teknologi budidaya padi di lahan pasang surut. Walaupun demikian, dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki kemungkinan besar target pendapatan perkapita sebesar US$ 1,000 dapat dicapai. Kebijakan pengembangan agribisnis di pedesaan menghadapi kendala serius disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: (1) kontribusi ekonomi perberasan tidak sampai 30 persen dari total pendapatan rumah tangga petani; (2) struktur pasar yang jauh dari persaingan sempurna. Pengembangan agribisnis di pedesaan dapat diukur dengan tingkat diversifikasi usaha ke arah penerimaan ekonomis yang lebih baik (upward diversification). Namun demikian, langkat diversifikasi usaha ini pun tidak akan dapat berjalan mulus apabila pendapatan petani masih rendah. Petani pasti memerlukan tambahan modal kerja dan investasi untuk adopsi teknologi baru, akses informasi, intensitas tenaga kerja proses produksi, manajemen pengolahan, pemasaran, dan pasca panen lain (Arifin, 2004). Permasalahan Pengkajian kembali terhadap kebijakan baru yang telah dikeluarkan oleh pemerintah perlu untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan berbagai kebijakan lama yang telah diterapkan ternyata belum mampu mendongkrak status kemiskinan, kemelaratan dan ketertinggalan yang melekat pada kaum tani di pedesaan. Pembangunan pertanian belum sepenuhnya mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi petani untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan tersebut dan mampu meningkatkan kualitas serta kesejahteraan hidupnya. Di samping itu, pembangunan pertanian juga masih belum mampu menyentuh kebutuhan nyata petani sehingga yang muncul adalah partisipasi semu (mobilisasi) yang bersifat proyek driven. Ada proyek maka ada partisipasi, tetapi begitu proyek habis maka partisipasi pun lemah. Kondisi kemiskinan, kemelaratan dan ketertinggalan juga terjadi pada petani di Provinsi Kalimantan Barat. Tabel 1 memperlihatkan PDRB/Pekerja untuk tiap-tiap sektor ekonomi. Tampak jelas pada bahwa sektor pertanian PDRB/Pekerja nya adalah yang paling rendah diantara sektor-sektor lainnya. Hal ini mungkin diperparah lagi kalau dimasukkan tanggungan per petani (misalnya rata-rata 2 orang). Tabel 1 juga diperlihatkan bahwa target pemerintah provinsi Kalimantan Barat untuk meningkatkan pendapatan petani setara dengan US$ 1,000/kapita masih sangat jauh. Rendahnya pendapatan perkapita petani kemungkinan
58
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
disebabkan oleh tidak ada respon terhadap program-program yang telah diluncurkan oleh pemerintah. Kebijakan yang telah dijalankan oleh permerintah belum optimal untuk dapat mensejahterakan petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kebijakan yang diambil pemerintah diharapkan bukan saja membawa perbaikan kepada indikator-indikator ekonomi makro secara umum, tetapi juga harus memperhatikan indikator-indikator kesejahteraan (Rizieq, 2005). Tabel 1. Jumlah Pekerja, PDRB dan PDRB/Kapita Per sektor Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004 Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa
Pekerja (Jiwa) 1.799.487 56.469 137.677 5.647 81.477 318.917 77.175 11.294 200.869
PDRB (Milyar Rupiah) 5.418,85 274,02 4.450,48 191,55 1.321,87 5.401,68 1.394,65 1.077,47 2.191,88
PDRB/Pekerja (Juta Rupiah) 3,011 4,85 32,325 33,921 16,224 16,938 18,071 95,403 10,912
Sumber: Kalimantan Barat Dalam Angka 2005, data diolah.
Sehingga dari kondisi di atas perlu dilakukan suatu riset untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana respon petani terhadap program pengembangan KUAT 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan repon petani terhadap program pengembangan KUAT Ruang Lingkup Riset ini menganalisis respon petani terhadap program pengembangan KUAT dan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi respon tersebut. Respon petani meliputi sikap dan tindak tanduk petani dalam menyikapi program pengembangan KUAT (positif atau negatif). Obyek riset adalah petani yang berada di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak. Tujuan, Kegunaan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari riset ini adalah: 1. Untuk mengetahui respon petani terhadap program Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu.
Rahmatullah Rizieq, Analisis Respon Petani ……………
59
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon petani terhadap program Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu. Kegunaan riset ini adalah memberikan informasi kepada pemerintah daerah tentang bagaimana respon petani terhadap program pengembangan KUAT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini penting diketahui oleh pemerintah daerah untuk dapat mengevaluasi dan jika perlu memperbaiki program-program pengembangan KUAT yang sedang dijalankan. Manfaat yang akan didapatkan dari hasil riset ini adalah peningkatan kesejahteraan petani melalui perbaikan program pengembangan KUAT. METODE PENELITIAN Riset ini dilaksanakan pada bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Nopember 2006, di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak. Untuk keperluan analisis diambil sampel secara bertahap. Tahap pertama dilakukan pemilihan desa secara sengaja. Pada tahap kedua diambil sampel petani untuk tiap-tiap desa dengan metode ”proposional random sampling” sebanyak 100 petani. Digunakan kuestioner untuk memperoleh data dari petani. Dalam riset ini digunakan model Probit: m
Yt*
x
i it
t
i 1
dimana xit adalah variabel-variabel yang dapat diobservasi, sedangkan Yt* adalah variabel yang dapat diobservasi. Yang diobservasi dalam peneletian adalah Yt ,
Yt sama dengan 1 jika Yt* lebih besar dari 0 dan 0 untuk lainnya. Sehingga: m
Yt = 1 jika
x
i it
t > 0 jika petani memberikan
i 1
respon positif m
Yt = 0 jika
x
i it
t 0 jika petani memberikan
i 1
respon negatif Analisis regresi dengan model Probit ini dipilih untuk dapat memberikan penjelasan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan respon (positif atau negatif) petani terhadap program Kuat. Variabel-variabel Yt terdiri dari variabel sikap petani. Sikap petani terdiri dari beberapa komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, konatif. Komponen kognitif terdiri dari variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan dan keyakinan petani terhadap program Kuat. Komponen afektif terdiri dari variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap petani terhadap program Kuat itu sendiri. Komponen afektif terdiri dari variabel-
60
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
variabel yang digunakan untuk mengukur kecenderungan petani untuk ikut serta dalam kegiatan program Kuat. Untuk menghitung sikap petani digunakan metode Fishbein (Simamora, 2004). Secara umum rumus yang digunakan Resin Fishbein untuk mengukur sikap baik terhadap obyek maupun perilaku adalah sama, yang berbeda hanyalah pengertian dari simbol-simbolnya: n
Attitude(beh)
b e
i i
i 1
Dimana Attitude(beh) = sikap terhadap perilaku tertentu bi = Tingkat keyakinan ei = dimensi evaluasi n = jumlah responden xit adalah variabel-variabel yang diduga mempengaruhi respon petani terhadap program Kuat. Variabel-variabel tersebut meliputi kondisi sosial ekonomi dari petani responden dan kebijakan pemerintah. Variabel-variabel kondisi ekonomi petani meliputi: (1) luas lahan; (2) status lahan dan (3) jarak dari pusat desa. Variabel-variabel kondisi sosial petani responden meliputi: (1) umur petani; (2) pendidikan formal; (3) pendidikan nonformal (4) jumlah anggota keluarga (5) jumlah anggota yang aktif dalam usahatani (6) keanggotaan dalam kelompok tani (7) alat komunikasi yang dimiliki dan (8) acara tv yang sering diikuti. Variabelvariabel kebijakan pemerintah meliputi: (1) Keberadaan lembaga penyuluhan; (2) Program-program pemerintah sebelumnya dan (3) Lembaga perkreditan. Untuk menghindari terjadinya multikolenearity karena banyaknya variabel xit , digunakan analisis faktor untuk mengelompokan beberapa variabel yang berkorelasi menjadi satu variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Contoh Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sungai Kakap, di desa Jeruju Besar dan Desa Sungai Itik. Petani contoh diambil secara acak dari kedua desa tersebut. Seluruhnya petani contoh berjumlah 100 orang. Distribusi petani contoh berdasarkan nama desa dan nama dusun dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 di atas nampak bahwa 70 persen petani contoh adalah warga desa Jeruju Besar yang tersebar di empat dusun, yakni dusun Karya Mulya, Karya Tani, dan Karya Mulya, sedangkan sisanya adalah warga desa Sungai Itik dusun Melati. Distribusi Kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 3. Ada 20 persen petani contoh tidak tergabung dalam kelompok tani. Kebanyakan petani contoh masih tergabung dalam kelompok tani Pemula, dan hanya 8 persen yang tergabung dalam kelompok tani Utama.
Rahmatullah Rizieq, Analisis Respon Petani ……………
61
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar petani contoh hanya menamatkan SD dan tidak melanjutkan ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan petani contoh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 2. Petani Contoh Berdasarkan Nama Desa dan Nama Dusun Nama Dusun Karya mulya
Nama Desa
Jeruju besar
Jumlah
Sei itik
Jumlah
%
% Total
Jumlah %
karya tani
karya utama
Total
melati
30
15
25
0
70
30,0%
15,0%
25,0%
,0%
70,0%
0
0
0
30
30
,0%
,0%
,0%
30,0%
30,0%
30
15
25
30
100
30,0%
15,0%
25,0%
30,0%
100,0%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Tabel 3. Kelompok Tani
tidak ada kelompok Pemula Madya Utama Total
Jumlah Petani Contoh 20 39 33 8 100
Persen 20,0 39,0 33,0 8,0 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Tabel 4. Pendidikan Petani Contoh
tidak sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SMP Tamat SMP Tamat SMA Total
Jumlah Petani Contoh 8 4 67 1 14 6 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Persen 8,0 4,0 67,0 1,0 14,0 6,0 100,0
62
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
Tabel 5 memperlihatkan disitribusi petani contoh berdasarkan pernah tidaknya mengikuti pendidikan nonformal. Ternyata hanya 29 persen petani contoh yang pernah mengikuti pendidikan nonformal. Tabel 5. Keikutsertaan Petani Contoh dalam Pendidikan Nonformal
Pernah Tidak Pernah Total
Jumlah Petani Contoh 29 71 100
Persen 29,0 71,0 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Tabel 6 memperlihatkan disitribusi petani contoh berdasarkan pernah tidaknya mengikuti program pemerintah sebelumnya. Ternyata hanya 31 persen petani contoh yang pernah mengikuti program pemerintah sebelumnya. Sebagian besar dari petani contoh yang tidak pernah ikut progam pemerintah menjelaskan bahwa mereka tidak tahu dan tidak di ajak jika ada program pemerintah. Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang mengakui bahwa mereka tidak mau ikut program pemerintah tersebut. Sebagian besar petani contoh yang pernah mengikuti program pemerintah menyatakan bahwa program yang mereka ikuti berhasil. Tabel 6. Keikutsertaan Petani Contoh dalam Program Pemerintah Sebelumnya
Pernah Tidak Pernah Total
Jumlah Petani Contoh 31 69 100
Persen 31,0 69,0 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Tabel 7. Status Kepemilikan Lahan Petani Contoh
Milik Sendiri Sewa Total
Jumlah Petani Contoh 55 45 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Persen 55,0 45,0 100,0
Rahmatullah Rizieq, Analisis Respon Petani ……………
63
Tabel 7 memperlihatkan disitribusi petani contoh berdasarkan status kepemilikan lahan. Sebanyak 55 persen petani contoh memiliki lahan sendiri, sisanya adalah menggarap lahan sewa. Tabel 8 memperlihatkan disitribusi petani contoh berdasarkan keikutsertaan dalam program penyuluhan. Hanya sebanyak 47 persen petani contoh pernah mengikuti program penyuluhan pertanian, sisanya tidak pernah mengikuti program penyuluhan pertanian dengan berbagai macam alasan, seperti: tidak adanya penyuluh, tidak tahu ada penyuluhan, materi kurang menarik dan waktu penyuluhan yang kurang tepat. Tabel 8. Keikutsertaan Petani Contoh dalam Program Penyuluhan Pertanian
Pernah Tidak Pernah Total
Jumlah Petani Contoh 47 53 100
Persen 47,0 53,0 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Tabel 9 memperlihatkan disitribusi petani contoh berdasarkan pengalaman dalam memperoleh kredit. Hanya sebanyak 12 persen petani contoh pernah memperoleh kredit, sisanya tidak pernah mendapatkan kredit dengan berbagai macam alasan seperti: sulit prosesnya, tidak memiliki jaminan dan bunga yang terlalu besar. Tabel 9. Pengalaman Petani Contoh dalam Memperoleh Kredit
Pernah Tidak Pernah Total
Jumlah Petani Contoh 12 88 100
Persen 12,0 88,0 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2006
Respon Petani terhadap Program Kuat Respon petani terhadap program Kuat dilihat dari sikap mereka terhadap program tersebut. Dalam penelitian ini Sikap Petani diukur dengan menggunakan metode Fishbein. Untuk memeriksa validasi hasil digunakan juga
64
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
metode langsung. Hasil yang valid didapatkan jika kedua pengukuran sikap tersebut mempunyai korelasi yang searah. Korelasi Spearman digunakan untuk melihat korelasi antarkedua metode tersebut. Hasil korelasi Spearman dapat dilihat pada Tabel 10. Walaupun korelasi antara kedua metode hanya sebesar 55,8 persen, tetapi mempunyai tingkat signifikasi yang besar, maka dapat disimpulkan bahwa kedua metode berkorelasi positif. Hasil ini menjelaskan bahwa pengukuran sikap dengan menggunakan metode Fishbein adalah valid. Tabel 10. Koefisien Korelasi Spearman antara pengukuran Sikap dengan Menggunakan Metode Langsung dan Metode Fishbein Metode Langsung
Metode Fishbein
Metode Langsung
1
0,558 (0,000)
Metode Fishbein
0,558 (0,000)
1
Keterangan: angka dalam kurung adalah nilai signifikansi
0,05
Sumber: Pengolahan data Primer, 2006
Hasil pengukuran sikap dengan metode Fishbein memberikan nilai rata-rata skor sebesar 365,71. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata petani di daerah penelitian memberikan sikap positif terhadap program Kuat. Secara persentasi, 72 persen dari sampel memberikan sikap positif, sedangkan 28 persen memberikan sikap negatif terhadap program Kuat. Untuk melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi sikap petani tersebut dilakukan analisis regresi. Karena variabel dependentnya adalah variabel kualitatif maka digunakan model Probit. Untuk menghindari terjadinya multikolenearitas karena banyaknya variabel xit , digunakan analisis faktor untuk mengelompokan beberapa variabel yang berkorelasi menjadi satu variabel. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa 15 variabel bebas dapat dikelompokan menjadi 5 variabel (komponen) baru. Variabel-variabel baru tersebut adalah: 1. Program pemerintah, terdiri dari variabel-variabel: (a) keikutsertaan dalam program pemerintah, (b) keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian dan (c) sumber berita; 2. Informasi pertanian, terdiri dari variabel-variabel: (a) kelompok tani, (b) jarak dari pusat desa, (c) informasi pertanian, dan (d) acara yang disukai;
Rahmatullah Rizieq, Analisis Respon Petani ……………
3.
65
Keluarga petani, terdiri dari variabel-variabel: (a) umur petani, (b) jumlah anggota keluarga petani dan (c) jumlah anggota keluarga petani yang aktif berusaha tani; 4. Status sosial petani, terdiri dari variabel-variabel: (a) pendidikan formal petani, (b) pendidikan nonformal petani dan (c) status kepemilikan lahan; 5. Skala usahatani, terdiri dari variabel-variabel: (a) luas lahan dan (b) pinjaman. Hasil analasis regresi dengan menggunakan model Probit memberikan hasil sebagai berikut: 1. Program Pemerintah sebelumnya berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. a. Pengalaman dalam mengikuti program pemerintah sebelumnya berpengaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. b. Penyuluhan pertanian berpengaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. c. Sumber berita berpengaruh positif terhadap sikap petani terhadap program kuat 2. Informasi Pertanian tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap petani terhapad program kuat. 3. Keluarga petani berpegaruh positif terhadap sikap petani terhadap program kuat. a. Umur Petani berpengaruh positif terhadap sikap petani terhadap program kuat b. Jumlah Anggota Keluarga berpengaruh positif terhadap sikap petani terhadap program kuat c. Jumlah Anggota Keluarga yang aktif berusahatani berpengaruh positif terhadap sikap petani terhadap program kuat 4. Status sosial petani berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. a. Pendidikan formal berpegaruh positif terhadap sikap petani terhadap program kuat. b. Pendidikan non formal berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. c. Status kepemilikan lahan berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. 5. Skala usahatani berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. a. Luas lahan berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat. b. Kredit pertanian berpegaruh negatif terhadap sikap petani terhadap program kuat.
66
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
Program Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan apabila pemerintah dapat mempengaruhi faktor-faktor yang menyebabkan respon positif petani terhadap program tersebut. Hampir semua sistem pendidikan dan pelatihan baik itu formal maupun informal, baik profesional maupun amatir, baik itu dalam skala besar maupun dalam skala kecil berdasarkan pada skenario proses alih teknologi (transfer of technology). Skenario itu bermula dari orang pintar atau ilmuwan menentukan prioritas penelitian, “menciptakan” teknologi baru, meneruskannya kepada petugas penyuluhan lapangan, dan menstransfernya ke dalam bahasa petani. Proses alih teknologi seperti ini lebih bersifat linier, satu arah, berangkat dari penemuanpenemuan teknologi baru di dunia internasional dan biasanya berakhir di kalangan petani mampu dan maju saja (Chambers, 1983). Skenario alih teknologi seperti inilah yang menyebabkan kenapa beberapa variabel penting seperti pengalaman petani mengikuti program pemerintah sebelumnya, penyuluhan pertanian dan pendidikan nonfomal berpengaruh negatif terhadap respon petani. Penyuluhan pertanian, sebagai bagian integral pembangunan pertanian, merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian lainnya untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Karenanya, kegiatan penyuluhan pertanian harus dapat mengakomodasikan aspirasi dan peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya melalui pendekatan partisipatif. Untuk dapat menjangkau petani kita yang nota bene hidup dalam keterbatasan, heterogen, beraneka ragan dan sensitif terhadap risiko kegagalan usaha, skenario alih teknologi seperti di atas perlu dibalik. Petanilah yang berhak menentukan prioritas peneltian, bukan orang lain, petanilah yang bereksperimen dan mengevaluasi semua kegiatannya dan orang lain perlu belajar banyak dari dan dengan petani. Sistem birokrasi penelitian sebaiknya fleksibel, desentralisasi, dan tidak menganut standar kaku tertentu. Skenario seperti ini dinamakan skenario prioritas-petani (farmer-first), suatu pendekatan sistem penelitian dan penyuluhan yang mendahulukan kepentingan petani (Chamber, 1989). Dengan alternatif pendekatan prioritas-petani ini, tujuan utama pembinaan bukan untuk mengalihkan atau mentransfer teknologi tetapi untuk memberdayakan posisi dan kedudukan petani agar mampu belajar, menyesuaikan dengan kemajuan jaman. Prioritas kebutuhan penelitian bukan selalu ditentukan oleh orang luar, ilmuwan, penyuluh atau pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sekalipun, tetapi oleh petani dibantu dengan orang luar tadi. Lokasi utama penelitian dan pembinaan bukan di kebun-kebun percobaan, laboratorium atau rumah kaca, walaupun mungkin memang diperlukan pada tingkat tertentu, tetapi di lahan, lingkungan dan kondisi petani. Orang luar seharusnya bukan membawa dan mentransfer perintah atau aturan, tetapi prinsip dasar pengetahuan; bukan pesan melainkan metode; dan bukan paket dan
Rahmatullah Rizieq, Analisis Respon Petani ……………
67
petunjuk pelaksanaan, tetapi seperangkat pilihan agar petani mampu memilihnya sendiri. Jika diumpamakan suatu menu makanan, “menu” pembinaan tidaklah tetap dan tertentu dari pusat, tetapi lebih bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang memang dirasakan langsung oleh petani (Arifin, 2001). Disamping itu perlu juga dipersiapkan beberapa hal dalam proses penyuluhan pertanian yang meliputi: SDM penyuluh pertanian, peralatan, dana operasional, metodologi penyuluhan pertanian dan waktu yang disediakan. Komponen inilah yang harus disiapkan secara matang demi kelancaran kegitan penyuluhan pertanian. Ada satu komponen yang tidak tersedia, akan mengganggu atau tersendatnya penyuluhan pertanian di tingkat petani. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Petani memberikan sikap positif terhadap program Kuat. 2. Program pemerintah sebelumnya yang pernah dilaksanakan di daerah penelitian belum memberikan dampak positif bagi masyarakat. 3. Program penyuluhan pertanian belum dilakukan secara optimal 4. Kelompok tani belum diberdayakan secara optimal. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan petani sebagai subjek dari program-program pemerintah, bukan hanya sebagai objek. 2. Program penyuluhan dilakukan dengan menyesuaikan kepada kebutuhan dan kondisi masyarakat. 3. Kelompok tani harus diberdayakan sebagai kekuatan untuk menstimulasi kegiatan usahatani masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 1979. Psikologi Sosial. PT. Bina Ilmu. Surabaya. Arifin, Bustanul. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia, Telaah Struktur, Kasus dan Alternatif Strategi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Arifin, Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Chambers, R. 1983. Rural Development: Putting the Last First. Longman. London. Chambers, R. Pacey, dan L.A. Thrupp. 1989. Farmer First:Farmer Innovation and Agricultural Research. Intermediate Technology Publications. London. Colman, David, dan Trevor Young. 1989. Principle Of Agricultural Economics. Cambridge University Press. Cambridge. Gerungan, W. A. 1996. Psikologi Sosial. Eresco. Bandung. Badan Litbang Deptan. 2006. Situs Prima Tani. Jakarta.
68
Jurnal Agrosains, Volume 3, No 1 April 2006
Ekawati. 1998. Respon Petani terhadap Program Pengembangan Tanaman Kako (Theobromo cacao L) di desa Sungai Bakau Kecil Kecamatan Mempawah Hilir. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Panca Bhakti. Pontianak. Ibrahim, Tatang M. et al. Implementasi Program Prima Tani Mendukung Pengembangan KUAT di Kalimantan Barat: Prospek dan Tantangan. Lokakarya Nasional Prima Tani Mendukung Program Pengembangan Kawawan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Kalbar. Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak. Meir, Gerald M. 1995. Leading Issues in Economic Development. Sixth Edition. Oxford University Press. New York. Mosher, A. T. 1973. Menggerak dan Membangun Pertanian. Yasaguna. Yogyakarta Rizieq, Rahmatullah. 2005. Dampak Kebijakan Pertanian Tanaman Pangan terhadap Indikator Makro Ekonomi Indonesia: Analisis Keterkaitan Sektoral. Desertasi. Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Samsudin S. U. 1982. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bina Cipta. Bandung Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.