i
ANALISIS RELASI GENDER DALAM KEBERHASILAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KERAJINAN TAS
RETNO TRI WAHYUNINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea-Kabupaten Bogor Jawa Barat) benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Retno Tri Wahyuningsih NIM I34080096
iii
ABSTRAK
RETNO TRI WAHYUNINGSIH. Analisis Relasi Gender dalam Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh PUDJI MULJONO. Kesetaraan dan Keadilan Gender merupakan isu yang sangat penting dan menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia untuk mewujudkan relasi yang harmonis dan berkeadilan antara laki-laki dan perempuan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis relasi gender dalam UKM yang dilihat dari akses, kontrol dan penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan UKM Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru; mengidentifikasi karakteristik anggota UKM (umur, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM serta jenis kelamin) dan hubungannya dengan relasi gender; serta keberhasilan UKM dan hubungannya dengan relasi gender dalam UKM. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Individu responden anggota UKM menyatakan tidak adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja, namun secara sosial pembagian kerja dan bias gender masih besar terlihat. Keberhasilan UKM sejalan dengan relasi gender. Semakin setara relasi gendernya, maka UKM pun semakin berhasil. Keberhasilan UKM juga dikarenakan adanya kesadaran dari anggota UKM (laki-laki dan perempuan) dalam pengelolaan UKM terhadap tugas dan tanggung jawab masingmasing. Kata kunci: kesetaraan, keberhasilan, relasi gender
iv
ABSTRACT
RETNO TRI WAHYUNINGSIH. Gender Analysis Of A Mutual Relation and The Success Of Small and Medium Enterprises Craft Bag (The Case Study Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru, Pulekan Village, District Ciampea, Bogor Regency, West Java Province. Supervised by PUDJI MULJONO.
Gender equality and justice is a very important issue and a commitment to the nations of the world to achieve a harmonious and equitable relations between men and women. The purpose of this study was to analyze gender relations in Usaha Kecil dan Menengah is seen from the access, control and positioning between women and men in the management of UKM (Small and Medium Enterprises) Kampoeng Tegalwaru; identify characteristics of UKM members (age, education level, length of follow UKM and gender) and relation to gender relations, as well as the success of UKM and their relation to gender relations in UKM. This study used a quantitative approach with a qualitative approach supported. The individual members of UKM respondents expressed no distinction between men and women in the division of labor, but social division of labor and gender bias still looks great. The success of UKM in line with gender relations. The more equal gender relations, the UKM are increasingly successful. The success of UKM is also due to the awareness of UKM members (male and female) in the management of UKM to the duties and responsibilities of each.. Key word: equality, achievment, gender relations
v
ANALISIS RELASI GENDER DALAM KEBERHASILAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KERAJINAN TAS (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
RETNO TRI WAHYUNINGSIH
Skripsi Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
vi
Judul Skripsi :
Nama NIM
: :
Analisis Relasi Gender Dalam Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Retno Tri Wahyuningsih I34080096
Disetujui oleh
Dr Ir Pudji Muljono, MSi NIP. 19621010 198903 1 005
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal lulus:
vii
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikannya-Nya kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini dapat diselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini disusun untuk mengkaji sejauhmana kaitan antara relasi gender dengan keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dijadikan lokasi penelitian. Akhir kata semoga skripsi ini dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Maret 2013
Retno Tri Wahyuningsih
viii
UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian skripsi ini dapat selesai tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut sangat membantu penulis dalam menyumbangkan pikiran, masukan, dan dukungan baik secara moril maupun material. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Seluruh masyarakat, Ibu Tatiek dan perangkat Desa Tegalwaru yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini. 2. Almh. Ibunda tercinta Suwatni, sosok ibu, guru yang luar biasa hebat dan Ayahanda Pujiyono serta Ibu Yenida, Orang tua tercinta, serta Dewi Latif Kesuma Wardhani, Kohar Adhi Kesuma, Yulis Fajar Zulfikar, Asri Fajar Purnama, serta Dimas Fajar Shodiqin, Kakak dan Adikku tersayang yang senantiasa berdoa, memberikan semangat, dukungan, serta melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Semoga Alloh tetap mempersatukan kita hingga di Surga-Nya. 3. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi, curahan waktu dan pikiran dalam pembuatan skripsi ini dan sabar menghadapi permasalahan yang dialami penulis. Maaf sudah menjadi bimbingan bapak yang suka “menghilang”. Semoga Alloh senantiasa memberikan kesehatan dan kebaikan kepada beliau. 4. Ibu Dra. Winanti Wigna, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Heru Purwandari, SP, MSi selaku dosen penguji akademik atas segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Martua Sihaloho, MSi selaku dosen uji petik atas segala kritikan dan masukannya guna memperbaiki penulisan skripsi ini. 6. Bapak Fakhrurrozi, Ibu Tengku Fitriwati, Bapak Endi Mirzal dan semua Guru SMA N 1 Dayun yang tidak pernah lelah mendoakan penulis. 7. Pemerintah Kabupaten Siak-Provinsi Riau yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 8. Keluarga besar penulis Yuyun, Diah, Bayu, yang tak pernah berhenti mendoakan dan memberikan semangat agar cepat menyelesaikan pendidikan ini. 9. Putri Asih Sulistiyo, Alfi Rahmawati selaku sahabat dekat penulis yang juga teman satu perjuangan selama menempuh pendidikan di Departemen SKPM yang telah rela berbagi kebersamaan, memberikan waktu, air mata, kasih sayang serta perhatiannya kepada penulis dan ada di saat-saat senang maupun sulit. 10. Mas Enduuuuut atas semua doa, semangat dan harapannya. Semoga Alloh selalu paring semuanya lancar dan barokah. Amiiiiiin. 11. Adinda Ade Mustami selaku teman sebimbingan penulis yang tidak hentihenti “mengajak” penulis agar menyelesaikan skripsi ini tepat waktu, dan semua teman-teman SKPM 45, Mas Tri Budiarto terima kasih atas
ix koreksiannya mas, Yulan, Ori, Tina, Lina, Nisa, Niken, Tika, Galih, Tri Irwan, Jabbar, Risna, Yusuf, Ayu, Viga, Mas Siwi yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis atas jawaban-jawaban pertanyaan yang kurang dimengerti penulis dan lainnya yang telah memberikan semangat, doa, dukungan serta kebahagiaan selama menempuh pendidikan di SKPM. 12. Tutuk dan semua teman-teman penerima Beasiswa Kab. Siak 2008: Diah, Santi, Titi, Rika, Rio, Roma, Astria, Mahyuni, Taufik, Novita dan Febbi yang saling memberikan semangat dan kebersamaan selama ini. 13. Sahabat tercinta terutama keluarga besar PONDOK ASAD: yang telah mengajarkan kebersamaan, saling tolong menolong, tanggung jawab, tenggang rasa dan cinta untuk menjadi pribadi dan kehidupan yang lebih baik. 14. Teman-teman di Asrama Putri Indramayu, yang sudah bersedia menerima penulis selama masa “pengungsian”. 15. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Ideologi Gender Analisis Gender Konsep UKM Konsep dan Definisi UKM Peran UKM Karakteristik UKM Peran Perempuan dalam UKM Hasil Penelitian Relasi Gender dalam Bidang UKM Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Operasional METODE PENELITIAN Pendekatan Lapang Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Metode Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Sampel Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik Kependudukan Kondisi Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat Sumber Nafkah Masyarakat Desa Tegalwaru Kehidupan Sosial Kemasyarakatan Sarana dan Prasarana Profil Industri Kerajinan Tas Desa Tegalwaru Proses Pembuatan Tas KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PEMBAGIAN KERJA PENGRAJIN TAS Karakteristik Individu Pengrajin Tas Umur Pendidikan Formal Pendidikan Nonformal Pengalaman Bekerja (Lama mengikuti UKM) Karakteristik Rumahtangga Jumlah Anggota Rumahtangga
xii xiii xiii 1 1 3 3 3 4 5 5 6 6 10 10 12 13 14 15 16 18 18 20 20 20 20 23 24 25 25 26 27 28 29 30 30 32 33 33 33 34 35 36 37 37
xi ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT Hubungan Umur dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya Hubungan Pengalaman Bekerja (Lama Bekerja) dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT IDEOLOGI DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS Ideologi Gender dan Akses, Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM Ideologi Gender dan Akses terhadap struktur kelembagaan UKM Ideologi Gender dan Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM Hubungan antara Ideologi Gender dengan Penempatan Posisi dalam Struktur Kelembagaan UKM Pembagian Kerja Analisis Keberhasilan Kerajinan Tas UKM KWBT KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
39 39 40 43 47 50 53 54 54 55 56 58 60 62 62 62 64 66 70
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Definisi UMKM di Indonesia dan beberapa negara sedang berkembang di Asia Jumlah UMKM Menurut Subsektor Usaha dan Status badan Hukum Tahun 2006 Jumlah UMKM Menurut Subsektor Usaha dan Kelompok Umur Pengusaha Tahun 2006 Rincian Metode Pengumpulan Data Jumlah pengrajin Desa Tegalwaru Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Tegalwaru Tahun 2011 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Tegalwaru Tahun 2000 Jumlah Penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2001 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2011 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan umur di Desa Tegalwaru tahun 2012 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Tegalwaru tahun 2012 Sebaran Responden dalam keikutsertaannya mengikuti pelatihan dan musyawarah anggota Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan lama mengikuti UKM di Desa Tegalwaru tahun 2012 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan lama mengikuti UKM di Desa Tegalwaru tahun 2012 Hasil analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam UKM KWBT tahun 2012 Hubungan Umur dengan Akses terhadap Sumberdaya dalam UKM KWBT Hubungan Umur dengan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam UKM KWBT Hubungan Umur dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT Hubungan antara akses terhadap sumberdaya dengan tingkat pendidikan Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kontrol terhadap Sumberdaya Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT Penempatan Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur Kepengurusan UKM KWBT Hubungan Lama Bekerja dengan Akses terhadap UKM KWBT Hubungan Lama Bekerja dengan Kontrol terhadap Sumberdaya Hubungan Lama Mengikuti UKM dengan penempatan Posisi Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses terhadap Sumberdaya dalam UKM KWBT Hubungan Jenis Kelamin dengan Kontrol terhadap Sumberdaya
11 13 13 21 22 25 26 26 29 33 34 35 37 37 39
41 41 42 44 45 45 46 48 48 49 50 50
xiii
28 29 30 31 32 33 34
dalam UKM KWBT Hubungan Jenis Kelamin dengan Penempatan Posisi terhadap Sumberdaya dalam UKM KWBT Ideologi Gender dan Akses Terhadap Struktur Kelembagaan UKM Hubungan antara ideologi dan kontrol dalam struktur kelembagaan UKM Hubungan antara ideologi gender dengan penempatan posisi dalam struktur kelembagaan UKM Pembagian Kerja pada 40 Rumahtangga Pengrajin Tas di Desa Tegalwaru 2012 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah Hubungan antara Relasi Gender dan Keberhasilan UKM KWBT
51 54 55 56 58 60 61
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dalam UKM Bagan Alur Proses Pembuatan Tas Diagram ideologi gender kuat dan lemah anggota UKM KWBT
17 32 49
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Dokumentasi Kegiatan Kerangka Sampling
65 66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pancasila sebagai pendangan hidup dan budaya bangsa, serta UndangUndang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional, menempatkan wanita pada keluhuran harkat dan martabatnya baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maupun sebagai warga negara dan sumber daya insani pembangunan. Wacana pemberdayaan perempuan merupakan salah satu pusat perhatian dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Ini disebabkan karena masih banyak ditemukannya bias gender dalam pembangunan dan masyarakat. Perempuan secara kualitas masih tertinggal dibanding dengan laki-laki. Peningkatan kemampuan dan akses perempuan dalam peran dan pengambilan keputusan sangat berkaitan dengan upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Laki-laki dan perempuan dalam hubungan rumahtangga memegang peranan penting dalam pembinaan kesejahteraan bersama, secara fisik, materi maupun spiritual serta dalam meningkatkan kedudukan rumahtangga di dalam masyarakat. Umumnya pada bidang ekonomi, laki-laki memegang kendali penting dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan ekonomi rumahtangga (pencari nafkah utama), sedangkan perempuan dianggap hanya sebagai penambah penghasilan rumahtangga. Hal tersebut tidak selalu terjadi pada masyarakat dengan penghasilan ekonomi rendah, pada golongan ini peran perempuan sangat berpengaruh terhadap perolehan penghasilan keluarga. Keterlibatan perempuan dalam mancari nafkah keluarga dipahami sebagai upaya untuk membantu dan meningkatkan kemampuan finansial sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga. Seiring meningkatnya kemampuan dan peran perempuan yang ditunjukkan dalam angka gender-related development index (GDI) dan gender empowerment measurment (GEM) menunjukkan angka partisipasi dan akses perempuan dalam pembangunan. Berdasarkan tinjauan Bappenas yang menjelaskan mengenai human development report (HDR) 2007-2008, angka GDI Indonesia adalah sebesar 0,721 dibandingkan dengan angka GDI dalam HDR 2006 sebesar 0,704. Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan di berbagai bidang pembangunan. Tujuan dari pengarusutamaan gender ini adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berprespektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan. Namun, di beberapa tempat masih banyak ditemukan bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Laporan Kementrian Pemberdayaan Perempuan tentang kebijakan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan nasional menyebutkan bahwa pemberdayaan perempuan (GEM) pada tahun 2002 menunjukkan kondisi perempuan yang masih memprihatinkan. Hal ini terbukti antara lain dari
2 keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga negara dan dalam jabatan publik, yang mencerminkan peran perempuan yang belum memadai dalam lembaga kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan.1 Pada bidang pendidikan pada tahun 2007, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,4% jauh di atas laki-laki yang mencapai 5,2%.2 Kegiatan perekonomian Indonesia di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian serta industri rumah tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor industri dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point yang merupakan penyebab terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat petani/pedesaan yang sulit untuk diputus (Hamid 1986 dalam Ashari 2008). Piper dalam Tambunan (2009) menyebutkan di Amerika Serikat (AS) sebanyak 12 juta orang atau sekitar 63,2% dari jumlah tenaga kerja di AS bekerja di sekitar 350.000 perusahaan yang memperkerjakan kurang dari 500 orang, yang di negara tersebut masuk dalam kategori Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM). Negara adidaya tersebut memiliki jumlah UKM mencapai sedikit di atas 99% dari jumlah UKM dari jumlah unit usaha dari semua kategori. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan inti dari basis insutri di AS. Selama ini perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)3 di Indonesia mendapat perhatian serius baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat luas, terutama karena kelompok unit usaha tersebut menyumbang sangat banyak kesempatan kerja dan oleh karena itu menjadi salah satu sumber penting bagi penciptaan pendapatan. Berkaitan dengan gender, UKM menurut Tambunan (2002) di negara-negara berkembang/miskin, termasuk Indonesia banyak perempuan melakukan kegiatan ekonomi di luar rumah seperti menjadi pedagang kecil, pemilik warung dan membantu laki-laki mengelola usaha rumah tangga semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga. Perempuan pengusaha mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) seperti dikutip Hubeis (2010) menerangkan di Indonesia usaha yang dikelola perempuan mewakili 60% dari sekitar 30 juta UKM di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2009) menjelaskan terdapat 3,9 juta perempuan angkatan kerja yang termasuk pengangguran dan tidak mandiri secara ekonomi. Perempuan pekerja dalam sektor ekonomi sebesar 72%, 28% bekerja pada sektor non-pertanian dan 19,63% bekerja di sektor informal. Data IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) dalam Hubeis (2010) menunjukkan sebanyak 86% dari 16.000 anggotanya adalah pemilik usaha mikro dan kecil, usaha menengah (2%), dan usaha besar (13%). Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) terletak di Kampung Pulekan Desa Tegalwaru Kabupaten Bogor. Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru 1
Harsono, dkk. 2007 Http:www.republika.co.id 3 Selanjutnya penulis menyebut sebagai UKM 2
3 (KWBT) merupakan UKM yang dikelola berbasis rumahtangga. Tas merupakan komoditas utama UKM ini. Laki-laki dan isteri dalam praktek produksinya memiliki perannya masing-masing. Analisis terhadap relasi gender antara laki-laki perempuan dalam produksi UKM penting untuk dikaji keterkaitannya dengan keberhasilan UKM Desa Tegalwaru.
Masalah Penelitian Peran serta perempuan di bidang ekonomi memiliki kontribusi yang positif terhadap penghasilan rumahtangga. Stereotipe dan bias gender yang masih kuat di masyarakat menjadi salah satu faktor penting rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam kontribusi ekonomi. Masalah penelitian pertama adalah, apakah ideologi gender mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru dan apakah karakteristik individu memiliki pengaruh terhadap relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru?. Untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan dari UKM tersebut dalam mensejahterakan anggotanya maka akan dilihat apakah relasi gender mempengaruhi keberhasilan UKM Desa Tegalwaru?.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik individu anggota UKM Tegalwaru sebagai faktor yang berpengaruh terhadap relasi gender. 2. Menganalisis ideologi gender sebagai faktor yang berpengaruh terhadap relasi gender. 3. Menganalisis relasi gender dalam UKM Tegalwaru sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan UKM dalam mensejahterakan anggotanya.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan yaitu pemerintah ataupun masyarakat dalam melakukan rancangan pemberdayaan perempuan dan laki-laki dalam Usaha Kecil dan Menengah yang sadar gender baik masyarakat umum maupun pelaku usaha ini. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut mengenai studi gender dalam industri kecil di pedesaan pada kasus industri kerajinan tas. Sedangkan bagi peneliti merupakan sarana untuk menerapkan beragam konsep, teori dan pendekatan mengenai studi gender.
3
4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial budaya, politik dan ekonomi. Gender mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggungjawab perempuan dan lakilaki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. Gender juga mengacu pada hubungan antara perempuan dan laki-laki pada sanksi sosial peranan yang berlaku untuk tiap seks/jenis kelamin (Hubeis 2010). Pendapat Wood (2001) sebagaimana di kutip oleh Mugniesyah (2006) gender merupakan suatu bentukan atau suatu konstruksi sosial mengenai perbedaan peran, fungsi, serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan serta bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan berperilaku feminin menurut budaya yang berbeda-beda. Secara lebih luas analisis yang mempengaruhi diantaranya: akses dan kontrol, partisipasi, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggungjawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. Hubeis (2010), menjelaskan lebih dalam mengenai gender differences yaitu himpunan perbedaan dari atribut-atribut sosial, karekteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan dan lain-lain yang dirumuskan untuk perseorangan menurut ketentuan kelahiran (jenis kelamin). Kekeliruan penafsiran yang acapkali terjadi terutama dalam lingkup kajian ilmu pengetahuan, atribut perbedaan gender lebih banyak dilihat sebagai kategori yang alami dan karenanya penjelasan yang bersifat biologis lebih cocok dan perlu untuk dilakukan. Analisis peran gender adalah pengkajian sistematik tentang peran, relasi sosial dan prosesnya yang difokus pada ketidaksetaraan dalam kekuasaan, kekayaan dan beban kerja antara perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan masyarakat. Istilah gender merupakan penafsiran tentang perbedaan fungsi, peranan, tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk sejak lama di masyarakat mengikuti perkembangan zaman dan juga lingkungan sehingga menjadi suatu kebudayaan yang seringkali mempengaruhi manusia di dalamnya (laki-laki dan perempuan). Gender merupakan hasil konstruksi sosial suatu masyarakat, tercipta dalam jangka waktu yang panjang dan dalam lingkup masyarakat tertentu sehingga akan berbeda hasilnya antara satu masyarakat dengan lainnya dan berbeda antara satu generasi dengan generasi yang lainnya. Sebagai contoh, perempuan pada zaman dulu dianggap tidak pantas jika mengenakan atribut laki-laki (celana panjang) dan melakukan pekerjaan yang
5 umumnya dilakukan laki-laki, namun saat ini menggunakan celana panjang menjadi suatu ciri dari perempuan modern sebagai perempuan yang aktif. Peran gender dapat berubah sesuai dengan ubahan tatanan sosial, ekonomi di tingkat lingkungan masyarakat dan kesepakatan bersama untuk perseorangan atau keluarga (Hubeis 2010). Sajogyo (1983) menjabarkan pembagian pekerjaan antara suamiperempuan, laki-laki dan perempuan merupakan pola hubungan dimana kekuasaan menyertai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Pada pola hubungan ini, perempuan diketahui dan diakui memiliki peranan dalam pekerjaan rumah tangga (domestik). Pekerjaan domestik diserahkan kepada wanita karena golongan ini dianggap cocok dan dapat diandalkan demi kepentingan seluruh anggota rumahtangganya. Laki-laki lebih dititikberatkan pada pekerjaan di sektor publik yaitu di bidang produksi. Perempuan dalam hal ini memiliki peran sebagai “manajer” dan bukan sebagai kepala dalam organisasi perekonomian rumahtangga. Secara sederhana kegiatan domestik, pekerjaan kerumahtanggaan, seperti: merawat dan mendidik anak, menyiapkan makan untuk keluarga, memberikan cinta kasih pada keluarga, sedangkan kegiatan publik pekerjaan di luar kerumahtanggaan seperti: mencari nafkah. Kemajuan dan keberhasilan peningkatan kedudukan dan peranan wanita di berbagai bidang kehidupan dan dalam segenap kegiatan pembangunan, mencerminkan persamaan kedudukan, hak, kewajiban, peranan dan kesempatan antara perempuan dan laki-laki. Hal ini sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa yang senantiasa mengarah pada terwujudnya kesetaraan/kesejajaran yang selaras, serasi dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dan perempuan merupakan kondisi dinamis, dimana kesamaan hak, kewajiban, kedudukan, peranan, dan kesempatan yang dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai, saling membantu dan saling mengisi dalam pembangunan di segala bidang (KMNUPW 1995). Keadilan gender (gender equity) merupakan proses untuk berlaku adil pada perempuan. Untuk memastikannya adanya keadilan, penilaian harus selalu tersedia untuk mengkompensasi kultur dan sejarah yang tidak menguntungkan dan menghambat laki-laki dan perempuan untuk berperan selain dari peran yang menghasilkan suatu keadilan gender. Pada proses selanjutnya, proses keadilan melalui keadilan diharapkan dapat menuntun kearah kondisi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender (gender equality) mengarah pada perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama, dan memiliki kondisi dan potensi yang sama untuk merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan berkontribusi pada pembangunan nasional (Hubeis 2010). International Labour Organization (2001) dalam Mugniesyah (2007) seperti dikutip Efriani (2009) mendefinisikan mengenai keadilan dan kesetaraan gender. Keadilan gender (gender equity) diartikan sebagai keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan dan manfaat. Sedangkan kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
6 pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka, dan peranan gender yang kaku. Ideologi Gender Ideologi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan dasar pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi dalam KBBI juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Soekanto (1990) menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama. Menurut Kroska dan Elman (2008) dalam Siwi (2004) ideologi gender merupakan sikap mengenai peran, hak, dan tanggung jawab yang tepat antara wanita dan pria dalam masyarakat. Gender sendiri pertama kali dirumuskan oleh Rubin (1975) yang dikutip Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita (1995), didefinisikan sebagai rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi baik oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat, agama, etnik, golongan, maupun faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi. Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan oleh pembedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik dan ekonomis (Hubeis 2010).
Analisis Gender Strategi pembangunan yang lebih berkeadilan gender menjelma dalam berbagai model usaha peningkatan peran perempuan. Terdapat tiga model pendekatan utama sebagai penjabaran strategi peningkatan peran perempuan dalam pembangunan; pertama pengentasan kemiskinan; kedua pendekatan efisiensi dan ketiga sebagai pendekatan pemberdayaan. Gender seperti dikemukakan oleh Gayle Rubin (1975) dalam Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita (1995) adalah “Social construction and codification of differences between the sexes and refers to social relationships between women and men”. Gender yang merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal, dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budayam adat istiadat, agama, etnik, golongan, maupun faktor sejarah, waktu, tempat serta kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi. Upaya peningkatan peranan wanita dalam pembangunan akan sangat terbatas hasilnya, apabila perhatian hanya ditujukan kepada wanita saja tanpa adanya perhatian kepada hubungan antara laki-laki dan perempuan. Guna mencegah terjadinya kesenjangan dan ketimpangan akibat adanya perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan maka sesuai dengan falsafah Pancasila dan nilai lihur budaya bangsa Indonesia, perlu adanya perwujudan dan kepemilikan identitas gender yang mencerminkan wawasan kemitraan yang sejajar, serasi dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu, dalam upaya mengetahui latar belakang kondisi dan masalah yang menjadi penyebabnya
7 maka digunakan teknik analisis gender. Di Indonesia, teknik analisis gender digunakan untuk mengetahui kesenjangan serta ketimpangan kedudukan dan peranan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan (KMNUPW 1995). Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (1999) dalam Efriani (2009) menjelaskan mengenai analisis gender sebagai suatu teknik analisis yang memiliki peran penting dalam upaya penyusunan kebijakan dan strategi sektoral yang mengintegrasikan aspirasi, kepentingan dan peranan wanita di sektor yang bersangkutan. Beberapa unsur yang menjadi dasar analisis gender adalah pembagian kerja (alokasi waktu) lakilaki dan perempuan, akses (peluang) dan kontrol (penguasaan) terhadap sumberdaya, pastisipasi dalam kegiatan sosial budaya. Analisis gender dalam pembangunan secara nyata turut berfungsi untuk mengurangi terjadinya pemborosan pembangunan. Analisis gender merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan atau merumuskan persoalan gender yang terjadi di setiap wilayah (Supiandi 2008). Oleh karena itu diperlukan pengidentifikasian secara rinci dari masing-masing wiayah agar setiap progam dapat berjalan dengan baik. Puspitawai (2010) mengemukakan beberapa teknik analisis gender seperti dikutip dari Kantor Pemberdayaan Perempuan (2004) sebagai berikut. 1.
Teknik Analisis Harvard Teknik ini sering disebut sebagai gender framework analysis (GFA), yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan. Teknik analisis ini dirancang sebagai landasan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial. Kerangka ini tersusun dari tiga elemen pokok, yaitu: a) Profil aktivitas (kegiatan) berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di- dalam rumahtangga dan masyarakat), yang memuat daftar tugas perempuan dan laki-laki sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengelompokan menurut umur, etnis, kelas sosial tertentu, dimana dan kapan tugas-tugas tersebut dilakukan. Moser (1993) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender yaitu: (1) Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/ subsisten dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya: kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal. (2) Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan tenaga. Contoh: melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju dan lain sebagainya. (3) Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan ke dalam dua kategori berikut: (a) Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan dalam tingkat komunitas sebagai kepanjangan peran reproduktif, bersifat sukarela (volunteer) dan tanpa
8 upah. (b) Pengelolaan masyarakat politik, yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung) dan meningkatkan kekuasaan atau status. Selanjutnya Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006) menjelaskan Pembagian kerja dalam Rumahtangga maupun komunitas (masyarakat) pada umumnya dapat dilihat dari profil kegiatannya. Profil kegiatan ini mencakup informasi: siapa (laki-laki, perempuan atau bersama) yang melakukan kegiatan (produktif, reproduktif, sosial), kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan serta berapa frekuensi dan waktu dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut, berapa pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan tersebut. b) Profil akses dan kontrol, merinci sumber-sumber apa yang sikuasai oleh lakilaki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya dan manfaat apa yang diperoleh oleh setiap orang dari hasil kegiatan tersebut. Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses terhadap sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya, selanjutnya diidentifikasi, disusun dalam daftar apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. c) Analisis siklus proyek; terdiri dari penelaahan proyek berdasarkan data yang diperoleh dari analisis terdahulu, dengan menanyangkan kegiatan-kegiatan yang akan dipengaruhi oleh proyek dan bagaimana permasalahan akses, kontrol terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut. d) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan, akses dan kontrol; berpusat pada faktor-faktor dasar, yang menentukan pembagian kerja berdasarkan gender. Pengertian tentang kecenderungan-kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial budaya turut diperhitungkan dalam analisis ini. Teknik Analisis Moser Teknik Analisis Moser disebut juga sebagai Kerangka Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis. Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam proses perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu “debat”. Tujuan dari kerangka pemikiran Moser ini adalah: 1. Mengarahkan perhatian ke cara dimana pembagian pekerjaan berdasarkan gender mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang telah direncanakan. 2. Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan perempuan adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan laki-laki. 3. Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan gender strategis. 4. Memeriksa dinamika akses kepada kontrol dan kontrol pada penggunaan sumberdaya antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda. 5. Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur. Alat-alat analisis gender dari Moser antara lain identifikasi peranan gender bertujuan untuk memastikan nilai yang sama untuk kerja perempuan dan laki-laki dalam pembagian kerja gender pada saat sekarang; penilaian kebutuhan
2.
9 gender bertujuan untuk menilai kebutuhan-kebutuhan itu yang berhubungan dengan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan; serta data bukan keseluruhan pada tingkat rumahtangga digunakan untuk memastikan identifikasi kontrol pada sumberdaya dan wewenang untuk membuat keputusan dalam rumahtangga. Alat implementasi perencanaan gender dari Moser yaitu perencanaan yang berhubungan secara intersektoral, matrik kebijakan WID/GAD, serta perencanaan partisipasi gender. 3.
Teknik Analisis Longwe Pemberdayaan yang mensyaratkan suatu transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dan telah menindas wanita. Perubahan hukum/aturan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol dan previlege laki-laki merupakan hal yang sangat penting jika wanita ingin memperoleh keadilan dalam masyarakat. Selain itu pemberdayaan diberi batasan luar sebagai penguasaan atas aset material, sumber-sumber intelekual dan ideologi. Pendekatan pemberdayaan mengandung makna bahwa model perubahan harus dihasilkan oleh wanita sendiri, ketidakberhasilan mempertimbangkan penemuan sebagai individu dengan kebutuhan, hak dan kemampuan khusus hanya akan mengakibatkan peningkatan beban kerja dan tingkat ketegangan wanita dan bukannya perbaikan status dan pilihan mereka (Handayani dan Sugiarti 2002). Teknik analisis Pemberdayaan Longwe seperti dikutip oleh Handayani dan Sugiarti (2002) merupakan teknik yang digunakan dalam setiap siklus proyek untuk memahami isu wanita dalam implementasi program, mulai kebutuhan sampai dengan evaluasi program. Dalam teknik Analisis Pemberdayaan Longwe terdapat lima dimensi analisis, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Kelima dimensi tersebut saling berkaitan dan melengkapi di dalam pelaksanaan setiap kegiatan. Adapun lima dimensi teknik analisis pemberdayaan Longwe adalah sebagai berikut : 1. Dimensi Kesejahteraan Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan material yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar, seperti makanan, penghasilan, perumahan dankesehatan. Dalam menganalisis suatu kegiatan pembangunan, dimensi kesejahteraan diukur dengan cara melihat tingkat kesejahteraan antara wanita dan laki-laki, artinya apakah program pembangunan telah memberikan kesejahteraan baik wanita maupun laki-laki. 2. Dimensi Akses Kesenjangan gender terlihat dari adanya perbedaaan akses antara wanita dan laki-laki terhadap sumberdaya dan rendahnya akses terhadap sumber daya. Hal ini menyebabkan produktivitas wanita cenderung lebih rendah daripada lakilaki. Selain itu wanita lebih banyak diberi tanggungjawab untuk melaksanakan semua pekerjaan domestik, sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk meningkatkan kemampuan dirinya. Dimensi ini untuk menganalisis bagaimana wanita dan laki-laki dapat mengakses suatu program pembangunan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya diskriminasi dalam pelaksanaan suatu program pembangunan.
10 3. Dimensi Kesadaran Kritis Kesenjangan terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi wanita lebih rendah daripada laki-laki dan pembagian kerja gender adalah bagian tatanan abadi. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana peran-peran wanita yang terlibat dalam kegiatan pembangunan, sehingga terjadi kesetaraan antara wanita dan laki-laki dalam mengikuti kegiatan pembangunan. 4. Dimensi Partisipasi Aspek partisipasi adalah keterlibatan atau keikutsertaan aktif wanita mulai dari penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan evaluasi. Dimensi ini untuk melihat bagaimana keterlibatan wanita dalam suatu kegiatan pembangunan karena di dalam suatu proyek pembangunan, wanita hanya dilibatkan dalam keanggotaan atau pemanfaat/objek pembangunan, sedangkan dalam penentuan kebutuhan sampai dengan evaluasi kurang dilibatkan. 5. Dimensi Kontrol Kesenjangan gender terjadi dari adanya hubungan kuasa yang timpang antara wanita dan laki-laki baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan, artinya wanita mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan. Setiap dimensi bergerak meningkat dari setiap tahap ke tahap berikutnya. Hal tersebut menunjukkan pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam mengikuti suatu program pembangunan. Analisis pemberdayaan Longwe digunakan pula pada setiap siklus proyek dan evaluasi program pembangunan serta melihat derajat sensitivitas terhadap isu-isu wanita, yaitu dengan menilai negatif, netral atau positif (Handayani & Sugiarti 2002).
Konsep Usaha Kecil dan Menengah Konsep dan Definisi UKM Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan struktur perekomian nasional. Usaha Mikro Kecil dan Menengah tergolong dalam usaha yang marginal, yang antara lain diindikasi dengan penggunaan teknologi yang relatif sederhana, keterbatasan modal dan terkadang akses terhadap kredit yang rendah serta cenderung berorientasi dengan pasar lokal (Hubeis 2010). Definisi dan konsep UKM berbeda setiap negara. Oleh karena itu, sulit membandingkan pentingnya atau peran UKM antar negara. Sebuah Usaha mikro lebih kurang memperkerjakan lima orang atau kurang sebagai tenaga kerja tetapnya, meskipun dalam kategori ini banyak pekerja yang tidak di gaji dan dalam literatur sering disebut sebagai self-employment. Usaha Kecil dan Menengah seperti di Indonesia dapat berkisar antara 100 pekerja. Selain menggunakan jumlah pekerja, banyak negara yang juga menggunakan aset nilai tetap (tidak termasuk gedung dan tanah) dan keuntungan.
11
Tabel 1 Definisi UKM di Indonesia dan beberapa negara sedang berkembang di Asia Tenaga Hasil Penjualan Nilai Kekayaan Negara Kerja Tahunan bersih/aset Indonesia a) UMI ≤4 UK 5-19 UM 20-99 b) UMI ≤ Rp 300 jt ≤ Rp 50 jt SE > Rp 300 jt- ≤ > Rp 50 jt-≤ Rp ME 2500 jt 500jt >Rp2500 jt-≤Rp > Rp 500jt-≤ Rp 50m 10m Filipina UMI – manufaktur ≤9 ≤ P3jt UK manufaktur 10-99 >P3jt- P 15 jt UM manufaktur 100-199 > P15 jt-P 100 Jt China UMI 0-5 UK – manufaktur < 300 < 30 jt RMB < 40 jt RMB Konstruksi < 600 _,,_ _,,_ Grosir < 100 _,,_ Eceran _,,_ < 10 jt RMB Transportasi < 500 < 30 jt RMB Pos < 400 _,,_ Hotel dan restauran _,,_ _,,_ UM – manufaktur 300-3000 30 jt- 300 jt RMB 40 jt-400 jt RMB Konstruksi 600-3000 _,,_ _,,_ Grosir 100-200 _,,_ Eceran 100-500 10 jt- 150 jt RMB Transportasi 500-3000 30 jt- 300 jt RMB Pos 400-1000 _,,_ Hotel dan restauran 400-800 30 jt-150 jt RMB India UMI – Manufaktur ≤ 2,5 jt, INR UK _,,_ 2,5 jt- < 50 jt INR UM _,,_ 50 jt – 100 jt INR UMI - Jasa ≤ 1 jt INR UK - _,,_ 1 jt - < 20jt INR UM - _,,_ 20 jt – 50 jt INR Catatan : a) tidak termasuk aset-aset tetap; b) tidak terbatas pada kerajinan Sumber : Tambunan 2009 Ket: UMI= Usaha Mikro; UK = Usaha Kecil; UM= Usaha Menengah
12 Peran UKM
Dari perspektif dunia diakui bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di negera berkembang, UKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar (UB) seperti halnya di negara sedang berkembang, tetapi di beberapa negara memiliki kontribusi yang besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan dengan usaha besar (Tambunan 2009). Di negara sedang berkembang seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin, UKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan. Namun, jika dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan ekspor nonmigas, khususnya produk-produk manufaktur dan inovasi serta pengembangan teknologi, peran UKM masih tergolong sangat rendah (Tambunan 2009). Perkembangan UKM diakui secara luas di negera-negara sedang berkembang, memiliki peran-peran penting karena karakteristiknya yang berbeda dengan usaha besar. Peluang UKM dapat dilihat dari adanya kuantitas perusahaan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usaha besar. Usaha kecil menyebar di seluruh wilayah Indonesia termasuk wilayah yang terisolasi. Oleh karena itu, kelompok ini memiliki signifikansi “lokal” yang khusus untuk ekonomi pedesaan. Dalam kata lain, kemajuan pembangunan ekonomi pedesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UKM-nya. Tambunan (2009) menjabarkan UKM memiliki karakteristik sebagai usaha yang padat karya. Hal ini dapat diartikan UKM memiliki suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang besar, pertumbuhan UKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan khususnya bagi masyarakat miskin. Hal ini juga dapat menjelaskan pertumbuhan UKM menjadi sektor yang semakin penting di perdesaan terutama negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Wilayah pedesaan yang mengalami stagnasi di sektor pertanian atau sudah tidak mampu lagi menyerap pertumbuhan tahunan dari penawaran tenaga kerja di pedesaan. Peran lain dari UKM selain memiliki kelebihan sebagai usaha yang padat karya, juga merupakan usaha yang memiliki “teknologi tepat guna” atau memiliki teknologi-teknologi yang lebih “cocok” jika dibandingkan dengan teknologi modern yang umumnya dipakai oleh perusahaanperusahaan atau usaha besar lainnya. Proporsi-proporsi dari faktor-faktor produksi dan kondisi lokal yang ada di negara sedang berkembang, juga sangat mendukung antara lain ketersediaan sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang masih sangat melimpah. Tambunan (2009) menjelaskan lebih lanjut mengenai peran UKM yang mampu dijadikan sebagai suatu titik permulaan bagi mobilisasi tabungan/investasi di pedesaan dan mampu dijadikan sebagai tempat untuk pengujian dan peningkatan kemampuan berwirausaha dari orang-orang desa. Pada umumnya,
13 pengusaha-pengusaha UKM membiayai sebagian dari operasi-operasi bisnis mereka dengan tabungan pribadi, ditambah dengan bantuan dari kerabat atau dari pemberi kredit-kredit informal. Barang-barang konsumsi yang menjadi pasar bagi utama UKM adalah barang-barang konsumsi sederhana dengan harga relatif murah. Berry (2001) dalam Tambunan (2009) menyebutkan kelompok usaha UKM ini sangat penting dalam industri-industri yang tidak stabil atau ekonomiekonomi yang menghadapi perubahan-perubahan kondisi pasar yang cepat seperti krisis moneter di Indonesia dan Asia Tenggara.
Karakteristik UKM Aspek-aspek pembeda antara UKM dan UB antara lain orientasi pasar, profil dari pemilik usaha, sifat dari kesempatan kerja di dalam perusahaan, sistem organisasi dan manajemen yang diterapkan di dalam usaha, derajat mekanisme di dalam proses produksi, sumber-sumber bahan bakudan modal serta lokasi tempat usaha, hubungan dan derajat keterlibatan wanita sebagai pengusaha (Tambunan 2009). Motivasi menjadi suatu faktor penting dalam menjalankan usaha UKM. Laporan BPS (2006) menyebutkan ada perbedaan antara UMI, UK, dan UM dalam latar belakang atau motivasi pengusaha melakukan usaha. Pengusaha mikro di Indonesia mempunyai latar belakang ekonomi yakni untuk mendapatkan penghasilan. Selain itu, faktor keturunan menjadi salah satu faktor yang menjadi alasan utama pengusaha melakukan usaha.
Tabel 2 Jumlah UKM menurut subsektor usaha dan status badan hukum Tahun 2006 Status Badan Hukum UMI UK UM UKM Berbadan Hukum 4,37 5,33 14,83 4,90 Tidak Berbadan Hukum 95,63 94,67 85,17 95,10 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS dalam Tambunan (2009)
Tabel 3 Jumlah UKM menurut subsektor usaha dan kelompok umur Tahun 2006 (%) Kelompok Umur UMI UK UM (tahun) < 25 6,21 3,07 1,01 26-30 11,65 8,33 3,49 31-35 15,55 13,38 10,09 36-40 18,12 18,84 14,43 41-45 16,10 18,30 17,56 > 45 32,36 38,09 52,98 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Rata-rata umur 41,23 43,14 46,69 Sumber : BPS dalam Tambunan 2009
pengusaha UKM 5,22 10,54 14,82 18,22 16,74 34,46 100,00 41,90
14
Selain status badan hukum, karakteristik yang lainnya adalah adanya kelompok usia dalam struktur umur pengusaha UKM. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga (34,5%) pengusaha UKM berusia diatas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2% pengusaha UKM yang berumur di bawah 25 tahun. Secara rata-rata pengusaha UKM berusia 41,9 tahun. Sebagian besar dari jumlah pengusaha dari kategori UMI berumur di atas 45 tahun, dengan rata-rata umur 41,2 tahun.
Peran Perempuan dalam Kemajuan Usaha Kecil dan Menengah Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional adalah suatu hal yang penting dan menjadi isu menarik sepanjang masa. Istilah peran mengacu pada sekumpulan norma berperilaku yang berlaku untuk suatu posisi dalam struktur sosial. Norma-norma ini terdiri dari ekspektasi dari orang lain yang mencakup tidak hanya bagaimana seseorang seharusnya menampilkan sesuatu peran, tetapi bagaimana seseorang harus menyikapi peran orang lain ketika menampilkan peran termaksud, dan bagaimana seseorang menerima peran tersebut. Bentuk ideal dari peran tampilan adalah suatu kombinasi dari peran yang dirumuskan dengan peran yang diharapkan ditambah peran yang diterima, dimana setiap peran tersebut bersifat saling mempengaruhi (Hubeis 2010). Jumlah dan curahan waktu perempuan dalam kegiatan baik rumahtangga (domestik) maupun kegiatan publik umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan curahan tenaga laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan merupakan penanggungjawab pekerjaan utama (domestik) rumah tangga sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak (Sajogyo 1987). Oleh karena itu, dikenal istilah peran ganda wanita yakni peranan wanita di suatu pihak dalam kehidupan berkeluarga sebagai pribadi yang mandiri, sebagai ibu rumah tangga, sebagai ibu bangsa, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya dan sebagai perempuan. Selain itu, berperan sebagai suatu anggota dari masyarakat, sebagai warga negara dan warga dunia yang dilaksanakan selaras, serasi, dan seimbang (KNUPR 1995). Hubeis (2006) dalam Hubeis (2010) menyebutkan UKM tidak terlepas dari peran bisnis aktif kaum perempuan. Usaha ini banyak diminati oleh kaum perempuan bukan hanya untuk dapat menopang kehidupan keluarga namun juga dapat memenuhi kebutuhan pengembangan diri. Seiring bertambahnya pendapatan perempuan atau akses mereka pada sumber-sumberdaya ekonomi lewat usaha mikro (Umi) maka kemampuan dan kesempatan-kesempatan perempuan bernegosiasi dalam rumahtangga juga meningkat. Posisi tawar berubah dan pendapat mereka mulai diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan di rumahtangga. Tim (2006) dalam Hubeis (2010) menjabarkan tentang sulitnya memisahkan peran wanita dan laki-laki dalam usaha mikro karena belum adanya angka pasti tingkat keterlibatan perempuan dalam usaha mikro. Namun, posisi perempuan dalam usaha ini sekitar 40%. Beberapa masalah (tantangan dan kendala) yang umumnya dihadapi perempuan pengusaha di Indonesia dalam mengelola usaha mereka, antara lain:
15
1. Akses untuk memperoleh pendanaan UKM yang dimiliki laki-laki dan perempuan memerlukan akses ke pendanaan agar dapat mengelola usaha secara lebih efisien dan lebih produktif. Penyoalan utama yang dihadapi oleh perempuan UKM terkait dengan akses ke pendanaan adalah kepemilikan properti. Penelitian yang dilakukan oleh CIDA dan KUKM RI tahun 2003 menunjukkan kecenderungan dimana perempuan mengalami kesulitan permodalan atau pinjaman. Perempuan memiliki kesulitan lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Keadaan ini disebabkan tidak adanya kesediaan penjaminan. 2. Akses untuk memperoleh pendidikan Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi semua masyarakat. Pendidikan menjadi syarat utama pembangunan kapabilitas manusia. Melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal, kesetaraan gender dapat dicapai karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, semakin berpotensi akses untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Bagi perempuan sendiri, pendidikan yang tinggi selain sebagai pembebasan diri dari belenggu budaya yang cenderung menguntungkan laki-laki juga dapat dijadikan sebagai modal dalam pembentukan sumberdaya manusia yang unggul dan berkualitas. Pada konteks pengelolaan usaha, pendidikan memberikan keahlian dasar yang menyediakan peluang bagi perempuan pengusaha untuk mencapai keberhasilan usaha. Perempuan yang memiliki pendidikan yang baik, umumnya memiliki kecakapan, keterampilan dan keahlian khusus dalam kegiatan usaha, pemasaran dan menjalin hubungan kerja (Hubeis 2010). Namun, menurut data BPS (2002) dalam Hubeis (2010) mengenai tingkat pendidikan formal pengusaha berdasar gender masih mengindikasikan kondisi laki-laki pengusaha memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pengusaha. Hal ini tidak terlepas dari budaya dan persepsi masyarakat luas tentang makna pendidikan bagi perempuan. Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan suatu bentuk usaha yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dimana terdapat relasi gender di dalamnya. Usaha ini dikerjakan oleh rumahtangga. Laki-laki dan perempuan membagi peran sesuai dengan keputusan rumahtangga. Terdapat relasi gender dalam rumahtangga yang berkaitan dengan usaha ini. Relasi gender berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dalam segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi yang sedang diupayakan terbangun seharusnya menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan peran laki-laki dan perempuan.4
Hasil Penelitian Relasi Gender dalam Bidang UKM Hasil penelitian di Daerah Kabupaten Bantul, Yogyakarta oleh Anomsari (2008) menunjukkan adanya perhatian pemerintah dalam memberdayakan laki4
Komisi Nasional Perempuan. Id.m.wikipedia.org/wikiKomisi_Nasional_Perempuan [diakses tanggal 27 Februari 2011 Pukul 07.45]
16 laki dan perempuan dakam bidang pembangunan. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan usaha khususnya bidang pengolahan pangan dan kerajinan. UKM di Daerah Bantul dikelola berdasarkan kerjasama laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan usaha. Bidang pengolahan pangan memiliki prospek yang cukup bagus di kabupaten ini. Peluang dan akses mengembangkan usaha ini cukup besar dan tenaga kerja yang diserap juga besar. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa unit usaha ini banyak dijalankan oleh kaum perempuan. Akses laki-laki terhadap bidang pengolahan pangan ini tidak ada, namun laki-laki memiliki peran dalam bidang pemasaran yang masuk dalam ranah wilayah publik termasuk berhubungan dengan pemasok dan perbankan. Konstruksi sosial dan budaya di masyarakat, laki-laki berada pada sektor publik dan perempuan pada sektor domestik menjadi salah satu pendorong perempuan untuk bergerak pada bidang usaha pengolahan pangan. Memilih usaha bidang pengolahan pangan bagi seorang perempuan juga tidak terlepas dari tanggungjawab yang terkonstruksi secara kultural di mana perempuan mempunyai tanggungjawab mengurusi rumahtangga. Hal ini menunjukkan optimisme laki-laki dan perempuan yang memiliki kedududan setara dalam pembangunan masih menghadapi kendala. Perempuan yang terlibat dalam bidang ini tidak semata-mata menyalurkan hobi seperti pada pengolahan makanan tetapi lebih melihat peluang untuk mengembangkan usaha kerajinan. Perempuan yang ikut andil dalam usaha ini, biasanya merupakan tradisi dan warisan dari keluarganya atau karena pengaruh lingkungan sekitar. Secara keseluruhan berdasarkan penelitian lapang, sebagian besar dari pelaku usaha di daerah ini tidak menggunakan kredit perbankan sebagai modal usaha baik oleh pelaku usaha laki-laki maupun perempuan. Kendala akses untuk peminjaman menggunakan perbankan masih banyak ditemui oleh para pengusaha terutama perempuan. Pada tahun 2005 dijelaskan, kepemilikan modal perempuan biasanya berasal dari modal pribadi yaitu sekitar 85,69% perempuan sedangkan laki-laki 81,99%. Sumber modal yang sebagian dari pihak lain untuk laki-laki 12,9% dan perempuan 12,4%. Modal yang berasal dari pihak lain, pengusaha laki-laki 3,65% dan perempuan 0,81%. Data ini menunjukkan perempuan masih memiliki kesulitan dalam memperoleh kredit perbankan (Kantor PP RI 2005) dalam Anomsari (2008).
Kerangka Pemikiran Penelitian analisis relasi gender pada usaha kecil dan menengah di lingkungan keluarga perajin tas di Desa Tegalwaru ini didasarkan atas berbagai konsep yakni konsep usaha kecil menengah yang dikaitkan dengan analisis gender. Permasalahan gender dalam usaha kerajinan tas ini dapat ditelaah dengan menggunakan Teknik Analisis Harvard yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain, yaitu: profil aktifitas, profil akses, dan profil kontrol (Overholt dkk. 1986 dalam Handayani dan Sugiarti 2008).
17 Ideologi Gender
Relasi Gender dalam Usaha Kecil dan Menengah 1. Akses 2. Kontrol 3. Posisi
Karakteristik Individu Anggota UKM 1. Tingkat Pendidikan 2. Umur (dalam tahun) 3. Lama bekerja di UKM 4. Jenis Kelamin
Keberhasilan UKM keterangan: : Mempengaruhi Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dalam UKM
Pembagian kerja laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting untuk dapat melihat relasi gender yang terdapat dalam permasalahan ini. Hal ini bisa dilihat dalam kegiatan pembuatan tas di Desa Tegalwaru dimana laki-laki lebih berperan dalam beberapa kegiatan usaha seperti: pembuatan model, penjahitan tas, penentuan bahan, sedangkan perempuan lebih banyak pada proses pengeleman, perapihan dan pengepakan. Relasi gender uang ada dapat terlihat dari pembagian kerja laki-laki dan perempuan yang dijelaskan dengan menggunakan profil pembagian kerja, profil akses, kontrol, pengambilan keputusan dalam suatu rumahtangga pengrajin tas. Selain itu, peran perempuan dapat terlihat dengan hasil analisis yang ada. Profil pembagian kerja meliputi kegiatan produktif, reproduktif dan sosial yang dilakukan oleh suami, perempuan dan anggota rumahtangga yang lain dalam usaha pembuatan tas dan juga curahan waktu terhadap ketiga kegiatan tersebut yang nantinya dihitung dan dirata-ratakan ke dalam hitungan jam per hari. Akses dan kontrol (peluang dan penguasaan) dapat dilihat melalui akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat faktor produksi dan profil kontrol dalam kegiatan pemeliharaan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Relasi gender yang terlihat melalui Teknik Analisis Harvard dapat menggambarkan kontribusi perempuan terhadap kegiatan usaha kerajinan tas dapat mempengaruhi pendapatan rumahtangga pengrajin tas tersebut. Usaha rumahtangga pengrajin tas dalam kegiatannya dapat dianalisis berdasarkan pra usaha, penjahitan, dan pasca usaha. Pra usaha yaitu: penentuan model tas, pemilihan bahan, pengeleman. Penjahitan tas menjadi suatu kegiatan yang dilakukan secara individu. Sedangkan kegiatan pasca usaha diantaranya: penyelesaian, pengepakan, dan penjualan tas. Kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumahtangga pengrajin dapat dilihat dari sumber penghasilan yang didapat dari usaha pembuatan tas kemudian dikalikan curahan waktu yang diberikan perempuan dalam kegiatan reproduktif dan dianalisis secara deskriptif.
18 Relasi gender mempengaruhi tingkat keberhasilan UKM. Tingkat keberhasilan UKM diukur dari sumberdaya yang dilihat dari pra-produksi, proses serta hasil yang diperoleh. Sumberdaya yang dimaksud adalah pada penelitian ini adalah bahan baku, modal, dan upah.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diajukan hipotesis berikut: 1. Diduga ideologi gender masyarakat mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru 2. Diduga Karakteristik Individu mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru 3. Diduga adanya hubungan relasi gender dalam UKM dengan keberhasilan UKM di Desa Tegalwaru.
Definisi Operasional Definisi operasional merupakan unsur penelitian berupa petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun 2008). Untuk membantu penelitian dalam menggunakan variabel dan mengetahui bagaimana cara pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka dikembangkan beberapa definisi operasional sebagai berikut: 1. Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat bahwa perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya dalam hal kerja). Ideologi gender dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ideologi gender kuat yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa peran kerja perempuan berbeda dengan peran kerja laki-laki dan ideologi gender lemah yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa relatif tidak ada perbedaan antara peran kerja laki-laki dan peran kerja perempuan. Kuat tidaknya ideologi gender diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab “setuju” mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 2. a. Ideologi gender lemah : skor 23-30 b. Ideologi gender kuat : skor 15-22 2.
Karakteristik Individu anggota UKM diartikan sebagai identitas yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang, yang terdiri dari empat kategori: umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan lama bekerja di UKM. a. Umur adalah lama waktu hidup responden sejak dilahirkan sampai pada saat diwawancarai, dan diukur dalam tahun (skala rasio) berdasarkan temuan umur responden di lapangan. a. 18-29 tahun : diberi kode 1 b. 30- ≥ 50 : diberi kode 2 b. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti responden. Diukur dalam skala rasio. Dikategorikan menjadi: a. Tidak tamat sekolah dasar, lulus SD, Tamat SMP : diberi skor 1
19 b. Tidak tamat SMA, tamat SMA, diploma, sarjana : diberi skor 2 c. Jenis kelamin merupakan identitas sosial individu yang hakiki, diukur dalam skala ordinal (laki-laki dan perempuan). a. Laki-laki : kode 1 b. Perempuan : kode 2 d. Lama bekerja yang dilakukan dengan menghitung jumlah waktu mulai mengikuti UKM hingga waktu penelitian dilakukan. Dihitung dengan menggunakan nilai tengah sejak UKM berdiri. Tinggi : > 5 tahun Rendah : 0-5 tahun 3. Relasi Gender dalam pengorganisasian UKM diukur dari tingkat kesetaraan gender. Tingkat kesetaraan gender dalam UKM dikatakan setara apabila penempatan posisi (penempatan pekerjaan), akses, dan kontrol antara perempuan dan laki-laki seimbang/setara dalam UKM. Relasi gender dalam kegiatan UKM diuji berdasarkan: 1. Akses adalah peluang yang dimiliki baik oleh laki-laki maupun perempuan untuk menikmati sesuatu yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengakses sumberdaya dan manfaat dari hasil produksi UKM. Alat yang digunakan adalah siapa yang memiliki kesempatan (laki-laki dan perempuan) dalam menggunakan sumberdaya yang berkaitan dengan kegiatan produktif. Dikategorikan menjadi: : diberi skor 1 1. Laki-laki/perempuan sendiri 2. Perempuan dan laki-laki bersama-sama : diberi skor 2 Tingkat akses dalam UKM di Desa Tegalwaru di ukur berdasarkan interval dalam kuesioner. Terbagi menjadi: a. Tinggi : skor 13-16 b. Rendah : skor 8-12 2. Kontrol merupakan sejauh mana kemampuan yang dimiliki laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengontrol sumberdaya dan manfaat. Diukur melalui frekuensi memutuskan untuk setiap jenis kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Tingkatan kontrol dikategorikan menjadi: : diberi skor 1 a. Laki-laki sendiri dan perempuan sendiri b. Bersama-sama antara laki-laki dan perempuan : diberi skor 2 Tingkat kontrol dalam UKM Desa Tegalwaru diukur berdasarkan interval dalam kuesioner. Terbagi menjadi: 1. Tinggi : skor 12-18 2. Rendah : skor 19-24 3. Posisi yaitu penempatan kedudukan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam kegiatan UKM. 4. Tingkat keberhasilan UKM dikatakan tinggi apabila sudah melibatkan anggota perempuan dan laki-laki dalam penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT), Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK), kesejahteraan anggota meningkat yang dilihat dari peningkatan surplus, peningkatan simpanan anggota, kebutuhan ekonomi (terutama kebutuhan dasar) terpenuhi. Dibagi menjadi tiga kategori: a. Rendah jika tidak melibatkan anggota perempuan atau anggota laki-laki : diberi skor 1
20 b. Sedang jika laki-laki mendominasi atau perempuan mendominasi : diberi skor 2 c. Tinggi jika laki-laki dan perempuan berperan setara/sama : diberi skor 3
20
21
METODE PENELITIAN Pendekatan Lapang Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Efendi 1989). Pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan, data dan informasi yang diperoleh dari informasi kunci, pengamatan di lokasi dan studi dokumen. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis hubungan antara relasi gender dengan keberhasilan usaha kecil dan menengah dalam masyarakat responden penelitian berdarkan acuan tiga hipotesis penelitian yang akan di uji.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Pulekan Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Tegalwaru merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea yang mayoritas penduduknya bekerja pada sektor pertanian dan wirausaha. Dari seluruh wilayah di Desa Tegalwaru sebagian besar terdaftar sebagai pengusaha pembuatan tas. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa seluruh desa yang ada di Kecamatan Ciampea hanya Desa Tegalwaru yang mayoritas masyarakat memiliki usaha pembuatan tas. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor yang menggalakkan usaha berbasis sumberdaya lokal masyarakat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2012 dan sebelumnya telah dilakukan studi penjajagan pada bulan Februari 2012 kemudian dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian. Tempat penelitian dapat ditempuh dari kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga sekitar 10 menit. Daerah Desa Tegalwaru berada pada kontur dan lokasi yang strategis sehingga mudah diakses dari jalan utama Ciampea. Desa Tegalwaru juga memiliki wilayah dengan pemandangan alam yang asri dan khas wilayah pedesaan.
Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari literatur, data monografi desa, peta Desa Tegalwaru, studi berbagai pustaka, tulisan-tulisan berbagai penelitian yang berkaitan dengan pemasalahan penelitian dan hasil penelitian terdahulu. Data primer didapat melalui penelitian langsung dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Data primer merupakan data asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk menjawab
22
masalah risetnya (Istijanto 2006) dalam Efriani (2009). Data primer yang diperlukan meliputi: 1. Karakteristik pribadi yang terdiri dari nama responden, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan dan status perkawinan 2. Karakteristik rumah tangga yang terdiri dari jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan per bulan. 3. Alokasi waktu laki-laki dan perempuan pengrajin dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kegiatan sosial. Pendapatan laki-laki dan perempuan pengrajin tas dalam sebulan yang lalu 4. 5. Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap kegiatan produktifm reproduktif dan sosial.
Tabel 4 Rincian metode pengumpulan data Data yang dibutuhkan Karakteristik responden
Ideologi gender dalam rumah tangga pengrajin tas
Relasi gender dalam rumah tangga pengrajin tas Keadaan umum lokasi penelitian dan profil usaha tas
Keterangan Jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM dan jumlah anggota (tanggungan) keluarga Pemahaman lakilaki perempuan mengenai pembagian kerja, peran dalam rumah tangga Akses dan kontrol terhadap sumberdaya, serta posisi dalam UKM Sejarah industri kerajinan tas, kondisi fisik, keadaan umum penduduk, kelembagaaan dan mata pencaharian penduduk
Sumber Data Primer
Metode Pengumpulan Data Kuesioner dan wawancara mendalam
Primer
Kuesioner dan wawancara mendalam
Primer
Kuesioner, observasi, dan wawancara mendalam dan Wawancara mendalam dan studi literatur
Primer sekunder
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif yang didukung metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode survai deskriptif yang dilengkapi dengan metode kualitatif dengan cara
23 wawancara mendalam. Singarimbun dan Efendi (2008) memaparkan penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Unit analisis yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan yang mempunyai usaha pembuatan tas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar ideologi gender melekat pada masing-masing individu pengrajin. Sebagian besar responden merupakan pengrajin yang hanya memiliki satu mata pencaharian sehingga waktu untuk menemui responden tidak mengalami banyak kendala. Wawancara dilakukan di setiap rumah-rumah warga. Selain adanya wawancara kepada setiap responden, dilakukan juga pengamatan lapang meliputi gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan kawasan, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perempuan dalam rumahtangga pengrajin tas.
Teknik Pengambilan Sampel Populasi sasaran pada penelitian ini adalah pengrajin laki-laki dan perempuan yang berprofesi sebagai pengrajin tas di UKM Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogo, Provinsi Jawa Barat. Populasi rumahtangga yang laki-laki dan isterinya menjadi anggota UKM pengrajin Tegalwaru sebanyak 450 rumahtangga. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu pengrajin. Mengingat karakteristik responden yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya, maka pemilihan responden dilakukan dengan metode secara acak sederhana (simple random sampling) dengan memilih 40 pengrajin (20 orang responden perempuan dan 20 orang responden laki-laki), tiap satu anggota rumah tangga, baik laki-laki maupun perempuan, mewakili rumahtangganya. Penentuan pemilihan responden ini didasarkan pada proporsi jumlah pengrajin tas di UKM KWBT. Pengambilan responden sebanyak 40 orang didasarkan pada pengambilan data minimun dalam penelitian komunitas. Jumlah penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2012 sebanyak 12.000 jiwa dan 40% berada pada sektor industri. Industri kerajinan baik kerajinan tas, dompet dan lainnya menempati 17,7% dari total keseluruhan pengrajin pada sektor industri. Data mengenai proporsi pengrajin Desa Tegalwaru tersaji dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah pengrajin Desa Tegalwaru Tahun 2011 No Pengrajin Laki-laki Perempuan (Jiwa) (Jiwa) 1 Tas 250 200 2 Dompet 80 80 3 Alat-alat pertanian 40 0 4 Lain-lain 100 100 Jumlah 470 380 Sumber : Yayasan Kuntum Organizer Desa Tegalwaru Tahun 2011
Jumlah (Jiwa) 450 160 40 200 850
24
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan komputer. Dalam hal ini program komputer yang digunakan adalah SPSS, dimana program ini berguna untuk merekam data yang bersifat ordinal, nominal dan interval, membuat tabulasi silang dan mengoreksi data. Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih, antara variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dan mempermudah dalam membaca serta memanahmi data. Data tersebut kemudian diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada. Data kuantitatif yang diperoleh melalui wawancara dilakukan analisis secara deskriptif dengan menjelaskan hubungan variabel atau sebaran variabel dari kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial responden. Terkait konsep gender, maka digunakan Teknik Analisis Harvard untuk menganalisis karakteristik rumahtangga dan melihat profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan posisi laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan UKM.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik Desa Tegalwaru termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Desa Tegalwaru termasuk ke dalam kategori Impres Desa Tertinggal (IDT) dengan luas wilayah 338.843 ha, di atas permukaan laut 200 m, dan tinggi curah hujan 21-23 m3, yang terbagi dalam tiga dusun, enam rukun warga (RW) dan 38 rukun tetangga (RT) dan setiap rukun warga memiliki karakteristik usaha yang berbeda-beda. Batas wilayah Desa Tegalwaru adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol 1. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cinangka 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cicadas/Bojong Rangkas Jarak kantor desa ke ibukota kecamatan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dan ibukota negara sebagai berikut: 1. Ibukota Kecamatan Ciampea : 2 km 2. Ibukota Kabupaten Bogor : 20 km 3. Ibukota Propinsi Jawa Barat : 132 km 4. Ibukota Negara : 73 km
Tabel 6 Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Tegalwaru Tahun 2011 No Penggunaan Luas (Ha) % 1 Pemukiman 55,3380 18.71 a. Pemukiman umum 55,380 18.71 2 Bangunan 20,575 6,95 a. Perkantoran 0,035 b. Sekolah 0,620 c. Tempat ibadah 0,320 d. Kuburan 4,1 e. Jalan 9,3 f. Lain-lain 6,2 3 Pertanian sawah 220,027 74,33 a. Sawah irigasi b. Sawah tadah hujan 220,027 74,33 4 Ladang/tegalan 5 Perkebunan 15 6 Padang rumput/ stepa/ ladang gembalaan 7 Hutan 20 8 Tempat rekreasi dan olahraga 9 Perikanan darat 2 Total 296,019 99,99
26
Dari ibukota Kecamatan Ciampea, Desa Tegalwaru dihubungkkan oleh jalan yang sudah beraspal sepanjang 2 km. Fasilitas angkutan umum yang ada yaitu angkutan kota dan ojek. Rumah penduduk terdiri dari bangunan yang berdinding tembok (permanen), semi permanen, dan rumah kayu. Sebagian besar rumah penduduk adalah permanen. Sistem pengairan di desa ini adalah dengan menggunakan irigasi setengah teknis. Lahan pertanian di desa ini termasuk subur dan sebagian besar dimanfaatkan dengan sistem tanam dua kali tanam dalam setahun. Sebagian besar petani di Desa Tegalwaru memiliki lahan kurang dari 0,2 Ha. Hal ini memperlihatkan bahwa di Desa tersebut sudah terjadi perpencaran lahan pertanian. Kependudukan Sekitar tahun 2000, jumlah penduduk Tegalwaru hanya sekitar 9,865 jiwa dengan klasifikasi sebagai berikut: Tabel 7 Jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Desa Tegalwaru Tahun 2000 No Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (orang) 1 0-12 bulan 55 48 103 2 13 bulan-4 tahun 531 544 1,064 3 5-6 tahun 225 235 460 4 7-12 tahun 644 647 1,291 5 13-15 tahun 261 234 495 6 16-18 tahun 236 229 465 7 19-25 tahun 361 319 680 8 26-35 tahun 431 414 845 9 36-45 tahun 581 589 1,170 10 46-50 tahun 623 510 1,133 11 51-60 tahun 583 574 1,157 12 61-75 tahun 431 400 831 13 Labih dari 76 tahun 106 65 171 Jumlah 5,068 4,797 9,865 Sumber
: Profil Desa/Kelurahan Buku I Tahun 2000
Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2001 Golongan Umur (Tahun) 1-12 13-18 19-50 >50 Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki Orang % 1475 29,10 497 9,80 1996 39,38 1120 22,09 5068 100
Perempuan Orang % 1453 30,49 463 9,65 1832 38,19 1039 21,65 4797 100
Sumber : Data Monografi Desa Tegalwaru Tahun 2001
Jumlah Orang 3378 960 3808 2159 9865
% 34,24 9,73 38,60 21,88 100
27
Apabila dilihat dari golongan umurnya, terdapat sekitar 34,24% penduduk yang berada pada golongan umur 1-12 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah anak-anak di Desa Tegalwaru mempunyai proporsi yang cukup besar. Artinya angka kelahiran di Desa Tegalwaru dapat dikatakan tinggi. Pernikahan dini dan penggunaan KB sebagai salah alat untuk menekan angka kelahiran masih rendah. Masyarakat desa ini berpandangan bahwa denagan memiliki banyak anak, mereka akan mendapatkan rizki yang lebih banyak. Kelahiran yang besar juga diperlihatkan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk desa ini seperti yang disajikan dalam data-data selanjutnya. Berdasarkan Laporan Kinerja Kepala Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea tahun 2004 tercatat jumlah penduduk Desa Tegalwaru 11.110 jiwa (lakilaki 5.440 jiwa dan perempuan 5.660 jiwa). Jumlah penduduk di atas tidak hanya jumlah penduduk asli tapi juga termasuk jumlah penduduk pendatang. Adapun jumlah penduduk sesuai dengan tingkat pendidikannya disajikan sebagai berikut: 1. Tidak tamat SD/sederajat sebanyak 63 orang 2. Tamat SD/sederajat sebanyak 6.700 orang 3. Tamat SLTP/sederajat sebanyak 480 orang Tamat SLTA/sederajat sebanyak 240 orang 4. 5. Tamat Diploma sebanyak 15 orang 6. Tamat Perguruan Tinggi/S1 sebanyak 21 orang Tamat Perguruan Tinggi/S2 sebanyak 5 orang 7. 8. Tamat Perguruan Tinggi/S3 sebanyak 2 orang Laporan Kinerja Kepala Desa Tegalwaru pada tahun 2010, jumlah penduduk Desa Tegalwaru adalah sebanyak 12.562 jiwa dengan 1500 KK. Berdasarkan data jumlah penduduk sesuai dengan tingkat pendidikannya yang mengenyam pendidikan sebagian besar tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar sebesar 6.763 orang atau sebesar 87% dari jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan padahal pemerintah telah mencanangkan program “Wajib Belajar Sembilan Tahun”. Data tersebut menunjukkan bahwa motivasi penduduk Desa Tegalwaru dalam mengenyam pendidikan sangat rendah padahal dalam proses belajar mengajar, mereka mendapat biaya pendidikan secara gratis. Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki tetapi dalam dunia pendidikan baik laki-laki maupun perempuan wajib mengenyam pendidikan.
Kondisi Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) terletak di Kampung Pulekan Desa Tegalwaru Kabupaten Bogor. Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) merupakan tempat wisata yang sangat unik, keunikannya bukan hanya sekedar kental akan nuansa pedesaannya, tapi di KWBT ini para wisatawan dapat belajar dan melihat langsung proses produksi dari sebuah usaha berbasis Home Industry. Sebagian besar penduduk desa berprofesi sebagai petani dan wirausaha. Secara monografi Desa Tegalwaru terdiri dari 6 RW dan 38 RT, dan masingmasing RW memiliki spesifikasi usaha masyarakat. Desa Tegalwaru masih tergolong Impres Desa Tertinggal (IDT), dimana di desa ini pendidikan dan kesehatan masih tergolong rendah. Tidak ada bangunan
28
SMP ataupun SMA, namun tersedia hanyalah bangunan SD. Pemerintah desa setempat telah mengupayakan adanya penyelenggaraan pendidikan wajib belajar 9 tahun sebagaimana dicanangkan pemerintah. Pada tahun 1997, pemerintah desa telah mengupayakan adanya SMP terbuka yaitu SMP negeri yang membuka kelas jauh di Desa Tegalwaru. Industri rumahtangga (home industry) merupakan penopang utama masyarakat yang berprofesi sebagai pengrajin baik tas, dompet maupun pengelolaan sumberdaya lokal lainnya. Sebelum dibentuk UKM Desa Tegalwaru, pendapatan masyarakat Desa Tegalwaru sebagaian besar ditopang oleh industri tas milik pengusaha luar daerah yang memasok bahan ke desa tersebut dan dikerjakan oleh penduduk tanpa adanya jaminan tenaga kerja dengan upah yang relatif murah yaitu rata-rata Rp20.000/minggu. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar warga Tegalwaru enggan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan memilih bekerja sebagai perajin tas bersama dengan anggota keluarga yang lainnya.
Sumber Nafkah Masyarakat Desa Tegalwaru Masyarakat Desa Tegalwaru memiliki sumber mata pencaharian yang berasal dari pertanian, peternakan dan kerajinan baik berupa tas, dompet, industri golok, industri pastung asmat dan lain-lain. Lahan Desa Tegalwaru banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan peternakan serta perumahan. Beberapa hewan ternak yang dikembangkan adalah kelinci, sapi dan domba serta ternakternak lainnya. Sebagian besar warga masyarakat desa ini, memiliki pendapatan dari kerajinan baik tas maupun dompet. Selain itu, pendapatan masyarakat berasal dari jenis usaha lainnya seperti berdagang, bertani, pegawai, dan menjadi buruh pabrik di luar desa. Hasil pertanian seperti tanaman obat, jamur dimanfaatkan oleh masyarakat desa ini sebagai komoditas wisata masyarakat yang ingin menyaksikan penanaman, dan pembudidayaan tanaman obat dan jamur. Pekerja dalam kegiatan ini adalah ibu-ibu rumah tangga. Mereka memanfaatkan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan bekerja sebagai pengolah tanaman obat dan pembudidayaan jamur merang. Usaha yang paling banyak diusahakan adalah kerajinan tas. Berdasarkan profil desa pada tahun 2000, penggunaan tanah di desa Tegalwaru paling banyak digunakan sebagai pertanian sawah yaitu 220.027 hektar, untuk bangunan 20.575 hektar, pemukiman umum yaitu 55.380 hektar, perkebunan 15 hektar, hutan 20 hektar dan perikanan darat sebesar 2 hektar. Berdasarkan penggunaan lahan yang paling banyak adalah pada sektor pertanian. Pada profil desa tahun 2011, penggunaan tanah di Desa Tegalwaru masih di dominasi dengan penggunaan lahan dalam bidang pertanian.
29
Tabel 9 Struktur mata pencaharian penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2011 Jumlah No Mata Pencaharian Persentase (Orang) 1 Sub sektor pertanian tanaman pangan 1,379 69 a. Pemilik tanah sawah 801 40 b. Pemilik tanah tegal/ladang 503 25 c. Buruh tani 75 4 2 Sub sektor perkebunan/perladangan 0 3 Sub sektor peternakan 151 8 a. Ternak kambing 45 2 b. Ternak ayam 3 0 c. Ternak kerbau 5 0 d. Ternak domba 73 4 e. Buruh peternak 25 1 4 Sub sektor perikanan/pelayaran 36 2 a. Pemilik kolam 26 1 b. Lain-lain 10 1 5 Sub sektor pertambangan galian C 17 1 a. Usaha pertambangan galian C 2 0 b. Usaha perdagangan hasil 2 0 pertambangan galian C c. Buruh pada pertambangan galian 10 1 C 6 Sub sektor industri kecil/kerajinan 103 5 a. Pemilik usaha kerajinan 3 0 b. Usaha industri rumah tangga 5 0 c. Usaha industri kecil 15 1 d. Buruh pada industri kecil 80 4 7 Sub sektor industri besar/sedang 0 8 Sektor jasa/perdagangan 306 15 a. Jasa pemerintahan/non 89 4 pemerintahan b. Jasa lembaga keuangan 30 2 c. Jasa perdagangan 35 2 d. Jasa komunikasi dan angkutan 4 0 e. Jasa hiburan 143 7 f. Jasa keterampilan 5 0 g. Jasa lainnya Total 1,992 100 Sumber : Profil Desa/kelurahan Buku I Tahun 2011
Kehidupan Sosial Kemasyarakatan Kegiatan sosial budaya masyarakat Desa Tegalwaru tidak terlalu beragam. Kebanyakan masyarakat Desa Tegalwaru hidup bertetangga dengan saudara sendiri sehingga kehidupan sosialnya terasa sangat solid dan rasa kebersamaannya tinggi. Malam hari pukul 21.00 WIB kondisi di Desa Tegalwaru
30
sudah sepi. Hanya beberapa dari warung atau toko masyarakat yang masih memiliki kesibukan. Sektor kebudayaan yang masih menonjol di Desa Tegalwaru adalah budaya Bahasa Sunda. Masyarakat Desa Tegalwaru masih menggunakan Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari meskipun sudah bercampur dengan Bahasa Indonesia. Masyarakat Desa Tegalwaru termasuk masyarakat yang agamis. Seluruh penduduk Desa Tegalwaru beragama islam dengan mayoritas menganut aliran Nahdlatul Ulama (NU). Masjid-masjid Desa Tegalwaru selalu diadakan acara pengajian baik harian, mingguan dan bulanan. Selain itu, di Desa Tegalwaru terdapat Pondok Pesantren dan Yayasan Az Zein, yakni sekolah agama Islam yang sudah baik dan modern. Setiap masjid memiliki Dewan Rumahtangga Masjid (DKM) sendiri yang menangani dan mengurusi kegiatan-kegiatan masjid, keungan, pembangunan sarana dan prasarana masjid. Lembaga atau organisasi kemasyarakatan di Desa Tegalwaru tidak terlalu terlihat dalam kegiatannya membantu perkembangan dan peranannya bagi masyarakat. Lembaga kepemudaan seperti karang taruna misalnya tidak ada di Desa Tegalwaru, sehingga memberikan sedikit kesulitan dalam mengumpulkan pranata kepemudaan.
Sarana dan Prasarana Desa Tegalwaru dilalui jalan aspal yang menghubungkan Kecamatan Ciampea dengan Kecamatan Ciomas. Fasilitas transportasi yang tersedia adalah angkutan kota, sepeda motor (ojek) dan kendaraan pribadi. Transportasi antar kampung lebih banyak ditempuh dengan sepeda motor dan jalan kaki mengingat medannya yang berbukit-bukit. Desa Tegalwaru memiliki sebuah Puskesmas Pembantu dan sebuah Puskemas Pusat. Fasilitas yang tersedia di Puskesmas Pembantu kurang memadai, hal ini dikarenakan pusat pengobatan lebih dikonsentrasikan di Puskesmas Pusat. Adapun jumlah tenaga medis yang tersedia adalah satu orang dokter umum, satu orang bidan dan tiga mantri kesehatan. Kegiatan Posyandu dilakukan oleh bidan dan dibantu oleh kader Posyandu, pelaksanaanya dibagi menjadi enam wilayah (enam RW). Kegiatannya yaitu penimbangan, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan balita dan pemberian makanan tambahan untuk balita. Sarana pendidikan yang ada di Desa Tegalwaru adalah tiga buah SD, satu Madrasah Ibtidaiah, dan SLTP terbuka. Sekolah agama setingkat SD dan SMP juga ada di desa ini. Seluruh Desa Tegalwaru sudah terjangkau oleh listrik. Penduduk desa menggunakan air sumur untuk keperluan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian dan mencuci peralatan rumah tangga lainnya. Kawasan rumah penduduk yang dekat dengan jalan raya dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sudah dimiliki sebagian besar penduduknya. Profil Industri Kerajinan Tas Desa Tegalwaru Desa Tegalwaru dicanangkan sebagai sentra industri kerajinan tas dan patung yang berada di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Industri kerajinan tas mulai berkembang di Desa Tegalwaru mulai tahun 1965.
31
Perkembangan industri ini adalah sebagai dampak dari desa tetangga, yakni Desa Bojongrangkas yang telah terlebih dahulu merintis usaha ini. Melihat prospek yang baik dalam usaha ini, maka beberapa orang di desa ini mulai membuka usaha ini dalam skala kecil. Setelah mereka menemukan pasar masing-masing, para pengrajin mulai memperbesar skala usahanya dengan merekrut beberapa pegawai yang lama-kelamaan jumlahnya semakin terus bertambah. Banyak diantara penduduk Desa Tegalwaru yang beralih mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor industri. Bahkan ada diantaranya yang sengaja menjual sawah dan ladangnya sebagai modal untuk mendirikan industri tas. Mereka sangat antusias karena sektor pertanian yang mereka rasakan sudah tidak bisa diharapkan untuk menopang kehidupan mereka dan mereka melihat keberhasilan pengusaha lain yang sudah lebih dulu mendirikan usaha ini. Industri kerajinan tas ini berkembang secara turun temurun dari orang tua ke anak-anaknya. Namun tidak jarang ada beberapa diantara mereka yang membuka usaha ini atas kemauan sendiri. Di Desa Tegalwaru terdapat sekitar 10 buah indutri kerajinan tas dengan jumlah pekerja rata-rata 10-15 orang. Selain itu, banyak industri rumahtangga yang juga bergerak dalam usaha ini sehingga jumlahnya sekitar 500 pengrajin. Kesepuluh industri tas ini tersebar di tiga RW yaitu RW I, IV, dan V. Modal usaha merupakan masalah yang paling banyak ditemui oleh para pengusaha tas. Para pengusaha tas sebagian besar memiliki modal yang terbatas, oleh karena itu untuk mengatasi banyaknya pesanan para pengrajin membentuk perkumpulan pengrajin yang diberi nama Kopertas (Kelompok Pengrajin Tas) dengan jumlah anggota sebanyak delapan orang pemilik dan 87 pekerja. Upaya yang dilakukan Kopertas ini adalah meningkatkan mutu dari produk tas yang mereka buat. Usaha ini kemudian mendapat perhatian dari PT. Telkom Wilop Jakarta yang kemudian melakukan kerjasama dengan Kopetas. Pihak PT. Telkom memberikan modal kepada pengrajin untuk kemudahan memperoleh bahan baku yang dibutuhkan. Adanya kerjasama tersebut, para pengrajin mendapatkan pelatihan mengenai tata cara pengelolaan manajemen, pemasaran, serta upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan maupun skala usaha bagi pengrajin. Akan tetapi upaya ini kurang ditindaklanjuti oleh PT. Telkom. Kerjasama ini hanya berlangsung beberapa tahun saja dan saat itu, para pengrajin mengandalkan modal sendiri dan pesanan dari pasar. Dalam hal pemasaran, para pengrajin ini harus bersaing dengan banyak industri tas lain di desa lain. Oleh karena itu mereka harus cerdik dalam melihat permintaan dan selera konsumen. Para pengrajin harus bisa menciptakan bentuk-bentuk tas yang sedang menjadi trend baik untuk kalangan bawah, menegah dan atas. Adapun wilayah pemasaran tas ini sudah cukup luas mulai dari seluruh wilayah Jabodetabek, Jawa Tengah, Riau, dan beberapa daerah di Sulawesi. Pemasaran juga dilakukan dengan menggunakan media online. Adanya kerjasama dengan Pemerintah Daerah Bogor, produk-produk tas ini juga mulai merambah ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan India. Keberhasilan ini sangat ditunjang oleh adanya pameran-pameran yang diikuti sehingga produk-produknya lebih dikenal oleh kalangan luas. Pemasaran untuk daerah Bogor produk tas ini sudah masuk ke beberapa pasar di daerah ini.
32
Proses Pembuatan Tas Pembuatan tas kulit ini, bahan baku yang dibutuhkan adalah sejenis bahan sintesis yang menyerupai kulit (kulit buatan). Pembelian bahan baku ini, biasanya didapatkan pengrajin di Pasar Tanah Abang karena harganya yang lebih murah jika dibandingkan dengan membeli di Bogor. Selain itu juga para pengrajin ini membutuhkan akssoris-aksesoris baik yang terbuat dari plastik maupun besi. Biasanya aksesoris ini dibeli di pusat grosir mangga dua Jakarta. Mereka mengatakan bahwa disana tersedia berbagai pilihan aksesoris dengan harga yang bervariasi mulai dari yang murah sampai yang mahal tergantung dari model tas yang akan dibuat. Bahan lain yang dibutuhkan untuk membuat tas ini adalah kain untuk lapisan dalam tas. Kain ini dapat dibeli dimana saja karena harganya yang relatif sama. Tahap pertama yang dilakukan adalah mendesain model tas yang akan dibuat. Kemudian pola tersebut diperbanyak dengan cara dijiplak di atas bahan yang akan dibuat. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan teliti agar ukuran tas yang dihasilkan seragam dan bentuknya sama. Selanjutnya pola yang sudah dijiplak tadi diserahkan ke bagian pengguntingan dan dilanjutkan ke bagian pengelemen. Adapun lem yang digunakan adalah lem karet yang dibeli secara kiloan. Lem kiloan ini lebih murah jika dibandingkan dengan membeli lem kemasan kaleng. Guna menghasilkan produk yang berkualitas, dilakukan penyambungan. Alat yang digunakan dalam penyambungan ini adalah mesin jahit lperempuank sehingga pekerjaan menyambung lebih cepat dilakukan. Dari bagian penyambungan, tas setengah jadi ini kemudian masuk ke bagian dalam dan luar tas. Selanjutnya tas masuk ke bagian penyortiran. Bagian ini bertugas memeriksa kembali keseluruhan bagian tas agar tidak ada bagian yang tidak terjahit atau tertinggal. Setelah selesai, tas masuk ke bagian pemasangan aksesoris. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh pekerja anak dan perempuan karena pekerjaan ini tidak membutuhkan keterampilan yang berarti. Tahap yang paling akhir adalah pembungkusan tas ke dalam plastik-plastik agar tas tetap bersih dan terawat sampai di tangan konsumen: BAHAN BAKU TAS \ PENJIPLAKAN POLA
PENGGUNTINGAN
PENGELEMAN
PENJAHITAN
PENYAMBUNGAN
BARANG JADI DAN PEMASARAN
Gambar 2 Bagan Alur Proses Pembuatan Tas
KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PEMBAGIAN KERJA RUMAHTANGGA PENGRAJIN TAS Karakteristik Individu Pengrajin Tas Karakteristik individu responden merupakan hal-hal spesifik dari responden yang dipaparkan untuk memberi gambaran kondisi responden. Karakteristik yang digali terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM, dan jenis kelamin. Pada penelitian ini, responden berjumlah 40 orang yang terdiri atas 20 pengrajin tas laki-laki dan 20 pengrajin tas perempuan.
Umur Seluruh responden pada penelitian ini tergolong umur produktif, yaitu 1564 tahun dan sudah menikah. Pada penelitian ini, umur terendah responden adalah 21 tahun sedangkan umur tertinggi mencapai 60 tahun. Mengutip pendapat Havinghurst (1950) dalam Mugniesyah (2006), umur dewasa dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu dewasa awal (18-29 tahun), dewasa pertengahan (2050 tahun), dan dewasa tua (50 tahun keatas). Berdasarkan Tabel 10, sebaran umur responden dominan berada pada kategori umur dewasa sedang (30-50 tahun). Tingginya partisipasi responden pada kategori umur ini sesuai dengan salah satu tugas perkekembangan pada masa ini yaitu berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi, menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut. Keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam penelitian ini adalah sama, yakni 50% untuk laki-laki dan 50% perempuan dengan jumlah 40 responden penelitian.
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur di Desa Tegalwaru Tahun 2012 Umur
Laki-laki (L)
20-31 32-42 ≥ 42
1 11 8
% 2,5 27,5 20,0 Total
Perempuan (P)
%
14 6
35,0 15,0
Jumlah Total (jiwa)
%
15 17 8 40
37,5 42,5 20,0 100
Sebaran umur terbesar kedua berada pada kategori umur dewasa awal (20-31) yaitu 35,0% untuk responden perempuan dan 2,5% untuk responden lakilaki. Hal yang menarik untuk dikaji pada kategori umur ini adalah motif utama keterlibatan perempuan dalam membuat kerajinan tas disebabkan dorongan untuk meningkatkan pendapatan keluarga dan membantu pekerjaan suami. Sebaran
34
umur terendah berada pada kategori dewasa tua (50 tahun ke atas). Hal yang menarik untuk dikaji pada sebaran umur ini adalah jumlah responden yang berusia diatas 50 tahun semuanya berjenis kelamin laki-laki dan terdapat responden yang berumur 67 tahun. Jika dikaitkan dengan ketentuan BPS dalam Rusli (1996), umur responden tersebut tidak tergolong dalam usia produktif kerja (15-64 tahun).
Pendidikan Formal Pada Tabel 11, pendidikan formal responden sebagian besar tergolong sedang karena persentase responden yang tamat SD dan tamat SMP mencapai 87,5%. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi orang tua yang tergolong lemah sehingga tingkat pendidikan formal responden umumnya rendah. Hal ini diduga masih terdapat anggapan bahwa tanggung jawab seseorang diidentikkan dengan mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak memerlukan tingkat pendidikan formal yang tinggi dalam pembuatan produk tas serta kurangnya kemampuan ekonomi keluarga dalam menyekolahkan putra-putri mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
Tabel 11
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Tegalwaru Tahun 2012 %
Jumlah Total (jiwa)
%
2
5,0
2
5,0
18
45,0
35
87,5
3
7,5
TingkaPendidikan
Lakilaki
%
Perempuan
Rendah (tidak tamat SD) Sedang (SD-tamat SMP) Tinggi (tamat SMA-ke atas)
0
0
17
42,5
3
7,5
Total
40
100
Berdasarkan jenis kelaminnya, tingkat pendidikan formal responden lakilaki dan perempuan pada taraf pendidikan SD-SMP memiliki derajat yang sama. Namun pada tingkat SMA-keatas, hanya responden laki-laki saja yang memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di jenjang tersebut. Responden perempuan secara keseluruhan memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah, sedangkan responden laki-laki tergolong beragam. Hal ini diduga masih terdapat subordinasi yang memposisikan tingkat pendidikan formal rendah bagi perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terlihat dengan adanya pernyataan responden yang menegaskan bahwa perempuan tidak perlu menempuh
35
pendidikan formal yang lebih tinggi karena tugas utama perempuan setelah tamat sekolah adalah mengurusi keluarga dan rumahtangga (pekerjaan reproduktif) berikut pernyataan responden tersebut: “Neng, upami awewe tos tamat sakola mah tanggung jawabna oge ukur nikah jeung patuh ka salaki.” (Bapak M, 42 tahun). (Neng, jika perempuan sudah tamat sekolah maka tanggung jawabnya setelah menikah adalah patuh kepada suaminya)
Pendidikan Nonformal Pada penelitian ini, pendidikan nonformal responden diartikan dengan frekuensi keikutsertaan responden dalam pelatihan tentang pengembangan produk, peningkatan keterampilan dan kemampuan, baik dari segi desain maupun manajeman usaha tas. Pelatihan ini difasilitasi oleh Yayasan Kuntum Indonesia dan lembaga-lembaga pemerintahan yang datang memberikan pembekalan dan pelatihan kepada pengrajin di desa ini. Tabel 12 menjelaskan mengenai keikutsertaan pengrajin dalam musyawarah dan pelatihan keterampilan yang biasanya diadakan di desa ini. Tabel 12 Sebaran responden dalam keikutsertaannya mengikuti pelatihan dan musyawarah anggota Laki-laki Keikutsertaan dalam pelatihan dan Jumlah % musyawarah (jiwa) Tidak pernah Hanya hadir Hadir dan bertanya Hadir, bertanya dan memberikan pendapat Total
Perempuan Jumlah (jiwa)
%
Total
10 2 2
25,0 5,0 5,0
14 5 1
35,0 12,5 2,5
Jumlah (jiwa) 24 7 3
6
30,0
0
0,0
6
15,0
20
50
20
50
40
100
% 60,0 17,5 7,5
Berdasarkan Tabel 12, mayoritas responden tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan tentang pembuatan tas, yaitu sebanyak 24 responden atau sebesar 60,0%. Adapun motif ketidakikutsertaan responden pada pelatihan tersebut cukup beragam: (a) tidak diundang pelatihan, (b) memiliki skala usaha yang tinggi sehingga tidak diikutsertakan dalam pelatihan tersebut, (c) diundang pelatihan tetapi pengrajin tidak ingin mengikuti pelatihan tersebut karena menganggap sudah memiliki keterampilan membuat tas yang dipelajari sejak lama. Terdapat anggapan pengrajin yang mendapat akses terhadap pelatihan
36
tersebut adalah pengrajin yang usahanya tergolong sudah maju. Anggapan tersebut umumnya didipaparkan oleh pengrajin rumahtangga. Di samping itu, bantuan modal dan peralatan usaha mesin jahit, umumnya diakses oleh pengrajin yang tergolong skala usahanya tinggi atau memiliki kedekatan interpersonal dengan pihak pemberi modal. Persentase responden perempuan yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan musyawarah lebih tinggi (70,0%) dibandingkan dengan responden laki-laki yaitu sebesar (50,0%). Kegiatan pelatihan tentang kerajinan tas di Desa Tegalwaru sebagian besar dikepalai oleh laki-laki. Rendahnya akses perempuan terhadap pelatihan disebabkan karena pihak perempuan dianggap kurang mampu dan kurang bisa dalam proses pembuatan tas seperti membentuk pola dan menjahit tas yang sudah dibentuk. Hal ini disebabkan pula oleh jenis produk yang dibuat responden perempuan tergolong sederhana (seperti pengeleman, pengguntingan) sehingga terdapat anggapan tidak diperlukan pengembangan desain untuk kegiatan tersebut. Persentase pelatihan dan musyawarah terbesar kedua tergolong ke dalam kategori sedang (mengikuti pelatihan dan musyawarah satu kali hingga tiga kali) yaitu sebesar 17,5%. Pada kategori ini, terdapat dua orang responden (5,0%) lakilaki yang hanya hadir ketika diadakan pelatihan, selebihnya hadir dan bertanya serta hadir, bertanya dan memberikan pendapat. Pada kategori keempat, dimana hadir, bertanya dan memberikan pendapat, tidak terdapat satu orang pun responden perempuan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya anggapan bahwa perempuan kurang memiliki kemampuan dalam memberikan pendapatnya (stereotipe gender). Pelatihan yang diadakan dianggap hanya sebagai program dari pemerintah saja, bukan sebagai real need (kebutuhan nyata) untuk menunjang pengembangan usaha kerajinan tas. Sementara itu, hanya terdapat enam orang responden laki-laki yang tergolong memiliki tingkat pendidikan nonformal tinggi (mengikuti pelatihan, bertanya dan memberikan pendapatnya sebanyak 3 kali). Hal ini disebabkan oleh besarnya akses responden tersebut terhadap pelatihan.
Pengalaman Bekerja (Lama mengikuti UKM) Pada penelitian ini, pengalaman bekerja responden dilihat dari lamanya (dalam tahun) pengrajin memiliki usaha pembuatan tas. Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengalaman bekerja yang tergolong tinggi ( >5 tahun) sebanyak 27 responden atau sebesar 67,5%. Terdapat satu responden yang memulai usaha kerajinan tas ini pada tahun 1987. Pada kategori ini, persentase responden laki-laki lebih besar yaitu sebanyak 16 orang atau sekitar 40,0% dan responden perempuan sebanyak 11 orang atau sebesar 27,5%. Hal ini diduga disebabkan modal usaha yang dimiliki laki-laki dan perempuan hanya sebagai pembantu laki-laki dalam menjalanakan usaha ini. Pada kategori pengalaman bekerja tinggi ini, baik responden perempuan maupun responden laki-laki memiliki derajat yang lama terhadap pengusahaan pembuatan tas. Kerajinan tas yang umumnya merupakan pekerjaan utama keluarga dilakukan secara turun temurun. Keahlian responden paling banyak terdapat pada bidang ini, dan tidak mengerjakan pekerjaan yang lainnya.
37
Meskipun demikian, persentase bekerja yang paling banyak dilakukan oleh lakilaki karena kemampuan yang dimilikinya dalam pengelolaan usaha ini lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan tanggung jawab laki-laki sebagai pencari nafkah utama. Perempuan terlibat dalam usaha ini karena untuk menambah penghasilan rumahtangga dan membantu suami. Tabel 13 menjelaskan mengenai frekuensi lama mengikuti UKM bagi responden. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama mengikuti UKM di Desa Tegalwaru Tahun 2012 Lama Laki-laki % Perempuan % Jumlah % mengi-kuti Total UKM (jiwa) (tahun) 0-2 2 5,0 1 2,5 3 7,5 3-4 2 5,0 8 20,0 10 24,0 ≥5 16 40, 11 27,5 27 67,5 0 Total 40 100
Persentase pengalaman bekerja terbesar kedua adalah responden yang memiliki pengalaman bekerja sedang (3-4 tahun) yaitu sebesar 10 responden. Responden perempuan lebih mendominasi yaitu sekitar 8 orang atau sebesar 20,0% dan responden laki-laki hanya sebanyak 2 orang atau sebesar 5,0%. Sisanya merupakan responden yang memiliki pengalaman bekerja rendah (0-2 tahun) yaitu sebesar 3 orang, dengan responden laki-laki sebanyak 2 orang (5,0%) dan perempuan sebanyak 1 orang (2,5%). Terdapat kecenderungan semakin tinggi pengalaman bekerja pengrajin, semakin banyak jumlah pengrajin.
Karakteristik Rumahtangga Jumlah Anggota Rumahtangga Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama mengikuti UKM di Desa Tegalwaru Tahun 2012 Jumlah Laki-laki Perempuan Total Anggota % Jumlah % Jumlah % Rumah- Jumlah (Jiwa) (Jiwa) tangga Rendah Sedang Total
11 9 20
55,0 45,0 100
19 1 20
95,0 5,0 100
30 10 40
75,0 25,0 100
38
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa mayoritas jumlah anggota rumahtangga responden tergolong sedang (4-6 orang). Persentase jumlah anggota rumah tangga pada rumahtangga responden laki-laki sebesar 55,0% sedangkan pada rumahtangga responden perempuan sebesar 95,0%. Tingginya persentase pada kategori ini dipengaruhi oleh norma dalam masyarakat pengrajin yang beranggapan bahwa semakin tinggi jumlah anggota keluarga, maka semakin tinggi dan semakin banyak pula rezeki yang akan mereka peroleh. Selain itu, semakin banyak anggota rumahtangga maka akan semakin banyak tenaga kerja yang akan mempermudah pembuatan tas. Pengenalan keluarga berencana (KB) di desa ini belum lama disosialisasikan, sehingga sebagian besar masyarakat masih memiliki anggapan seperti di atas. Pada kategori rumah tangga rendah (< 4 orang), persentase pada rumahtangga responden perempuan (5,0%) lebih kecil dibandingkan dengan persentase rumahtangga responden laki-laki (45,0%). Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga responden laki-laki lebih beragam dibandingkan pada rumahtangga responden perempuan. Tabel 14 menggambarkan bahwa semakin banyak responden yang memiliki anggota rumahtangga, maka jumlah pekerja akan semakin banyak.
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS
Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT Karakteristik setiap anggota koperasi berbeda satu sama lain. Karakteristik responden ini dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM dan jumlah anggota keluarga. Perbedaan karakteristik masing-masing responden ini diduga mempunyai hubungan yang nyata/signifikan dengan relasi gender yang diukur dengan tingkat kesetaraan gender dalam UKM KWBT. Hubungan antara tingkat kesetaraan gender dengan karakteristik responden yang mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM dan jumlah anggota keluarga responden diananlisis menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non parametrik Chi Square dan Rank Spearman. Uji-uji tersebut menggunakan skala nominal dan ordinal, serta skala ordinal-ordinal dalam bentuk angka dan frekuensi yang berupa data nilai. Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp. Sig adalah jika nilai Asymp Sig (2-sided) lebih kecil dari α=(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara variabel-variabel yang diuji. Hubungan karakteristik responden dengan tingkat keseteraan gender dalam UKM KWBT dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini:
Tabel 15 Hasil analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara karakteristik responden terhadap tingkat kesetaraan gender dalam UKM KWBT Tahun 2012 Karakteristik Asymp. Sig (2-sided) / pKeterangan Responden value Umur 0,747 Tidak Signifikan Jenis Kelamin 0,357 Tidak Signifikan Tingkat Pendidikan 0,632 Tidak Signifikan Lama Mengikuti UKM 0,439 Tidak Signifikan Jumlah Anggota 0,506 Tidak Signifikan Keluarga Keterangan: signifikan jika p-value < alpha (0,05)
Dapat dikatakan bahwa variabel-variabel karakteristik responden tidak memiliki hubungan dengan derajat kesetaraan gender dalam UKM KWBT. Secara lebih mendetail, hubungan antara variabel karakteristik responden dan tingkat kesetaraan gender akan dijelaskan dalam tabel-tabel hubungan antar variabel dalam bentuk tabulasi silang. Untuk menganalisis pengembangan UKM berwawasan gender salah satu hal yang akan dilihat adalah bagaimana mereka
40
akan merasakan kehadirannya di tengah masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin. Pertama adalah analisis akses atau peluang. Peluang adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut. Analisis ini dipergunakan untuk melihat siapa yang mempunyai peluang terhadap (1) sumberdaya fisik/material, (2) situasi atau kondisi pasar, (3) sumber daya sosial budaya. Kedua adalah analisis kontrol (penguasaan). Kontrol adalah kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan hasil dan sumberdaya. Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui siapa yang mempunyai penguasaan terhadap sumberdaya fisik/material. Ketiga adalah analisis penempatan posisi. Analisis ini digunakan untuk melihat bagaimana pembagian posisi dan perannya dalam memperoleh sumberdaya.
Hubungan Umur dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya Umur memiliki pengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan ekonomi. Umur perempuan tua lebih cenderung memiliki kebebasan dibandingkan dengan wanita lebih muda dalam menjalankan usahanya terutama jika wanita muda mengerjakan pekerjaan domestik seperti mengurus anak dan lain-lain. Namun demikian, hal ini tidak harus berarti bahwa wanita yang memiliki umur lebih tua lebih fleksibel atau lebih mampu menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan dibandingkan wanita yang lebih muda dalam membuat keputusan di dalam usahanya (Creevey 1996 dalam Tambunan 2009). Guna melihat hubungan antara umur responden terhadap tingkat akses sumberdaya maka kelompok umur responden yang masuk usia produktif dikelompokkan dalam 3 (tiga) ketegori kelompok umur. Penentuan kelompok umur responden ini dilakukan secara emic, dimana kelompok umur responden disusun berdasarkan data yang sudah ditemukan setelah dari lapang. Dasar penentuan kelompok umur ini dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata responden sehingga diketemukan 3 (tiga) kelompok umur, yaitu 20-31 tahun, 3242 tahun, dan 43-54 tahun. Merujuk pembagian kelompok umur tersebut, maka diperoleh bahwa jumlah responden yang masuk dalam kelompok umur 20-31 tahun sebanyak 15 responden atau 37,5%, kelompok umur 32-42 tahun sebanyak 17 responden atau 42,5% dan kelompok umur 43-54 tahun sebanyak 8 (delapan) orang atau 20%. Secara lengkap tersaji pada Tabel 16.
41
Tabel 16 Umur dengan akses terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT Akses Sumberdaya Total Umur Rendah Sedang Tinggi 20-31 Jumlah 6 6 3 15 % 66,7 30,0 27,3 37,5 32-42 Jumlah 3 11 3 17 % 33,3 55,0 27,3 42,5 43-54 Jumlah 0 3 5 8 % 0 15,0 45,5 20,0 Jumlah 9 20 11 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur responden dengan tingkat akses terhadap sumberdaya. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi usia produktif responden maka semakin tinggi tingkat akses terhadap sumberdaya, demikian juga sebaliknya semakin rendah usia produktif responden maka semakin rendah tingkat akses terhadap sumberdaya. Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya berada pada kelompok umur 43-54 tahun yakni sebesar 45,5%. Sedangkan responden yang memiliki tingkat akses sedang dan rendah terhadap sumberdaya secara berturut-turut terdapat pada responden dengan kelompok umur 32-42 tahun (55,0%) dan kelompok umur 20-31 tahun (66,7%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya di Desa Tegalwaru banyak diakses oleh kelompok umur 43-54 tahun. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pemilihan peserta program UKM yang diberikan. Untuk melihat hubungan antara umur responden dengan kontrol terhadap sumberdaya, disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17 Umur dengan kontrol terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT Kontrol Sumberdaya Umur Total Rendah Sedang Tinggi 20-31 Jumlah 14 0 1 15 % 40,0 0 100,0 37,5 32-42 Jumlah 16 1 0 17 % 45,7 25,0 0 42,5 43-54 Jumlah 5 3 0 8 % 14,3 75,0 0 20,0 Jumlah 35 4 1 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur responden dengan kontrol terhadap sumberdaya. Data menujukkan bahwa usia produktif tinggi memiliki kontrol paling tinggi terhadap sumberdaya, demikian sebaliknya usia produktif rendah memiliki kontrol terendah terhadap sumberdaya.
42
Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki kontrol tinggi terhadap sumberdaya berada pada kelompok umur 10-31 tahun sebesar 100,0%. Sedangkan responden yang memiliki tingkat kontrol akses sedang dan rendah secara berurutan berada pada kelompok umur 43-54 untuk sedang dan terendah sebesar 75,0% dan 14,3% serta kelompok usia 32-42 berada pada kategori rendah dan sedang secara berurutan sebesar 45,7% dan 25,0%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumberdaya di Desa Tegalwaru banyak diakses oleh kelompok umur produktif tinggi 20-31 tahun. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pengendalian sumberdaya yang ada di desa ini. Pengaruh lainnya adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh para pemuda memiliki peranan yang sangat penting dalam mengelola sumberdaya yang ada di desa tersebut. Selain itu, data tersebut juga menunjukkan jika kontrol tidak ditentukan oleh umur karena didasarkan pada aspek kebutuhan dan jenis usaha pengrajin itu sendiri. Penempatan posisi di dalam UKM KWBT ini terkait dengan pembagian kerja seperti mengurus organisasi UKM dan dalam hal penempatan pembagian kerja selama pembuatan tas. Secara garis besar di lapangan, penempatan posisi antara laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun, laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi jika di bandingkan dengan perempuan. Untuk melihat hubungan antara umur dengan posisi dalam sumberdaya, akan disajikan dalam Tabel 18 di bawah ini.
Tabel 18 Umur dan penempatan posisi dalam UKM KWBT Penempatan Posisi Umur Rendah Sedang Tinggi 20-31 Jumlah 14 0 1 % 42,4 0 100,0 32-42 Jumlah 14 3 0 % 42,0 50,0 0 43-54 Jumlah 5 3 0 % 15,2 50,0 0 Jumlah 33 6 1 Total % 100,0 100,0 100,0
Total 15 37,5 17 42,5 8 20,0 40 100,0
Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur responden dengan penempatan posisi dalam UKM di Desa Tegalwaru. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi usia produktif maka semakin tinggi penempatan posisinya terhadap sumberdaya dalam UKM di Tegalwaru. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah usia produktif penempatan dalam UKM juga semakin rendah. Data menunjukkan bahwa responden yang menempati posisi terhadap sumberdaya dalam UKM tertinggi berada pada kelompok umur 21-31 tahun sebesar 100,0%. Sedangkan responden yang menempati posisi terendah secara berurutan berada pada kelompok umur 32-42. Hal ini menunjukkan bahwa umur mempengaruhi penempatan posisi dalam UKM KWBT. Usia produktif lebih dipertimbangkan untuk menempati posisi yang tinggi, sedangkan umur tua dalam UKM ini tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam penempatan posisi di UKM.
43
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar relasi gender dengan umur responden menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan relasi gender. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji Rank Spearman yang menunjukkan tidak ada hubungan nyata/signifikan antara umur responden dengan tingkat kesetaraan (relasi) dalam UKM KWBT. Umur berkaitan dengan lama hidup seseorang yang tidak lepas dari latar belakang budayanya. Budaya yang tertanam pada masing-masing individu yang berbeda. Responden yang berumur lebih tua menganggap bahwa perempuan lebih rendah posisinya di banding lakilaki, sehingga banyak dari mereka di lapangan mengatakan jika sebaiknya perempuan hanya membantu sekedarnya. Hal ini berbeda dengan responden yang berumur muda, mereka beranggapan jika perempuan memiliki akses yang sama dengan laki-laki terhadap penempatan posisi dan kontrol terhadap sumberdaya di UKM KWBT. Namun demikian, pihak perempuan sendiri yang banyak menyatakan jika dalam pengelolaan UKM KWBT memang seharusnya dilimpahkan pada laki-laki. “buat saya mah perempuan yang penting di rumah de, kerjaan biar kita yang laki-laki yang ngerjain mereka mah bantu aja sebisanya yang penting keluarga terurus” (Bapak HD, 45 tahun kepala rumah tangga). “saya mba sudah terima saja di rumah, mengurus keluarga. Biar laki-laki yang buat tas nya. Soalnya kita juga ga bisa ngejahit, paling bisanya ngelem sama gunting-gunting jadi memang seharusnya yang ada di kepengurusan ya laki-lakinya yang tau banyak masalah ini” (M, 23 tahun ibu rumah tangga).
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya Pada penelitian ini responden dibagi sama antara responden laki-laki dan responden perempuan sebanyak 40 orang. Tingkat pendidikan responden di Desa Tegalwaru tidak terlalu beragam. Sebagian besar responden berada pada tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah awal sebesar 35 orang (87,5%). Tidak tamat SD sebanyak dua orang (5,0%), dan menengah atas sebanyak tiga orang (7,5%). Responden diberikan pertanyaan mengenai penempatan posisi, akses dan kontrol dalam memperoleh sumberdaya di UKM KWBT. Pembahasan mengenai tenaga kerja wanita dalam hal tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki wanita ikut mempengaruhi dalam memilih kegiatankegiatan ekonomi yang bisa ditekuninya. Faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi sikap wanita dalam memanfaatkan waktu dan pendapatan mereka. Wanita yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat menyeleksi pekerjaan atau kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih baik jika dibandingkan dengan wanita dengan tingkat pendidikan rendah. Berikut disajikan hubungan antara akses terhadap sumberdaya dengan tingkat pendidikan responden pada Tabel 19.
44
Tabel 19 Tingkat pendidikan dan akses terhadap sumberdaya Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD-SMP SMA Ke atas
Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Akses Sumberdaya Rendah Sedang Tinggi 1 1 0 11,1 5,0 0 8 17 10 88,9 85,0 90,9 0 2 1 0 10,0 9,1 9 20 11 100,0 100,0 100,0
Total 2 5,0 35 87,5 3 7,5 40 100,0
Data pada tabel 19 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka aksesnya terhadap sumberdaya di UKM KWBT juga semakin tinggi. Pada tabel diketahui jika sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat pendidikan yang setara yaitu lulus SD-SMP sebesar 35 orang atau 87,5% dari total keseluruhan responden. Responden yang menempati tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak dua orang atau 5,0%. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SMA ke atas sebanyak tiga orang atau 7,5% dari total keseluruhan responden penelitian. Responden dengan tingkat pendidikan di atas tamat sekolah dasar sampai sekolah menengah ke atas memiliki akses terhadap sumberdaya terbesar yaitu sebanyak 10 orang atau 90,9%. Sedangkan akses terendah dimiliki oleh kelompok tingkat pendidikan SMA ke atas. Ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki responden, maka semakin tinggi pula akses nya terhadap sumberdaya. Melihat hasil di atas, dapat diketahui jika tingkat pendidikan masyarakat di Desa Tegalwaru dapat digolongkan pada tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pendidikan formal yang telah dilalui oleh masyarakat. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung akan memiliki akses terhadap sumberdaya yang lebih baik. Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kontol respoden terhadap sumberdaya. Kontrol terhadap sumberdaya yang dimaksud adalah seperti menentukan besarnya simpanan anggota, sisa hasil usaha, memeriksa jalannya UKM KWBT, dan pengambil keputusan dalam beberapa hal. Data menunjukkan keragaman yang unik, semakin tinggi pendidikan responden maka semakin tinggi kontrolnya terhadap sumberdaya. Hal ini diperlihatkan pada tingkat pendidikan yang berada pada batas tengah tingkat pendidikan yaitu SD-SMP. Kontrol tertinggi terhadap sumberdaya sebesar 100% atau sebanyak satu orang berada pada tingkat pendidikan ini. Namun, kontrol terendah dimiliki oleh kelompok tingkat pendidikan tidak tamat SD dan SMA keatas sebanyak 0%. Hal ini dapat juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara kontrol dengan tingkat pendidikan responden. Data di lapangan menunjukkan, kontrol terbesar dimiliki oleh mereka yang memiliki modal yang banyak. Responden yang memiliki modal dan mampu memperkerjakan karyawan maka dia yang memiliki
45
kontrol terhadap sumberdaya yang ada. Untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penempatan posisi dalam UKM KWBT akan disajikan dalam Tabel 20.
Tabel 20 Tingkat pendidikan dengan kontrol terhadap sumberdaya Kontrol Sumberdaya Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Tidak Tamat Jumlah 2 0 0 SD % 5,7 0 0 SD-SMP Jumlah 30 4 1 % 85,7 100,0 100,0 SMA Ke atas Jumlah 3 0 0 % 8,6 0 0 Jumlah 35 4 1 Total % 100,0 100,0 100,0
Total 2 5,0 35 87,5 3 7,5 40 100,0
Tabel 21 Tingkat pendidikan dengan penempatan posisi dalam UKM KWBT Penempatan Posisi Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total Tidak Tamat Jumlah 2 0 0 2 SD % 6,1 0 0 5,0 SD-SMP Jumlah 30 4 1 35 % 90,9 66,7 100,0 87,5 SMA Ke atas Jumlah 1 2 0 3 % 3,0 33,3 0 7,5 Jumlah 33 6 1 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 21 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin rendah dalam menempati posisi di UKM KBWT. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penempatan posisi. Presentase penempatan posisi terbesar dalam UKM KWBT sebanyak 30 orang atau 90,9% berada pada kelompok pendidikan SD-SMP. Namun untuk penempatan posisi tertinggi juga di miliki oleh kelompok pendidikan ini sebesar 100,0% atau sebanyak satu orang. Kelompok pendidikan SD-SMP menempati urutan terbanyak dari posisi yang ada di UKM KWBT. Penempata posisi ini antara lain dalam hal pembuatan tas, menentukan masing-masing pembagian pekerjaan anggota, merekrut dan melatih anggota, merumuskan setiap kegiatan serta tugas dalam mengembangkan usaha dengan pihak lain. Responden yang memiliki akses sedang sebanyak 66,7% atau 4 orang berada pada kelompok pendidikan ini. Sebaran yang tidak beragam di lapangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan di dalam masyarakat tidak terlalu
46
berpengaruh dalam menentukan pekerjaan. Penempatan posisi juga dipengaruhi oleh budaya dari masyarakat yang masih bersifat patriarkhi, penempatan posisi tertinggi juga dimiliki oleh masyarakat yang memiliki modal dan di pimpin oleh laki-laki. Berikut penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kepengurusan di UKM KWBT disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kepengurusan UKM KWBT No Posisi Perempuan Laki-laki 1. Pelindung dan pengawas √ 2. Ketua √ 3. Wakil ketua √ 4. Sekretaris √ 5. Bendahara √ Keterangan: √ ditempati oleh
Secara kuantitatif (banyaknya jumlah posisi yang ditempati) laki-laki lebih mendominasi di banding perempuan dalam kepengurusan UKM KWBT. Dilihat dari struktur kepengurusan di atas, laki-laki menempati posisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perempuan. Budaya mempengaruhi proses penempatan posisi. Laki-laki menempati posisi strategis, sedangkan perempuan berada pada posisi di bawah laki-laki seperti menempati posisi sebagai sekretaris dan bendahara. Posisi yang lebih banyak ditempati oleh laki-laki di atas tidak menujukkan peran yang mereka miliki lebih besar dibandingkan peran perempuan. Meskipun posisi dan peran yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam UKM dan rumahtangga berbeda-beda, masih terdapat pembagian kerja yang jelas. Pembagian kerja ini dilakukan agar usaha yang dijalankan oleh masing-masing rumahtangga dan UKM bisa berjalan dengan lancar. Penempatan posisi strategis didominasi oleh laki-laki karena kenyataan di masyarakat perempuan memang lebih memilih untuk berada di bawah laki-laki karena kemampuan yang mereka miliki lebih rendah jika dibandingkan dengan kemampuan laki-laki. Penempatan posisi dan pembagian pekerjaaan merupakan hasil musyawarah bersama. “saya ga masalah ada dibawah laki-laki mba, soalnya memang saya ga bisa ngerjain ini. paling yang mudah-mudah aja yang bisa saya kerjain, dan kebanyakan dari wanita disini seperti ini mba” (Ibu N, 28 tahun) “kalau yang ngurus semuanya memang laki-laki mba disini, kita bantu-bantu aja” (Ibu Sh, 25 tahun) “kalau perempuan biasanya bantuin di bagian ngelem dan gunting aja mba, jadi semua yang ngurus baik itu model,
47
pemasaran dan lain-lain semuanya laki-laki yang ngelakuin” (Ibu My, 23 tahun) Penelitian Kanter (1977) dalam Chafetz seperti dikutip oleh Efriani (2009) mengatakan bahwa ketidaksamarataan yang berstruktur di tempat kerja mengakibatkan pertentangan-pertentangan jenis kelamin. Ketidaksamarataan terstruktur tersebut meliputi jabatan-jabatan yang dipegang perempuan, yang memerlukan pertanggungjawaban, tetapi kurang kekuasaan; penyingkiran perempuan dari jaringan sokongan yang memberikan akses pada kekuasaan formal dan informal; akses pada pemandangan organisasional, tetapi kebanyakan hanya sebagai tanda belaka; serta penekanan pada persaingan individu untuk sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan yang langka. Namun, kondisi di lapangan berbeda dengan penelitian dari Kanter. Responden manyatakan jika posisi yang ada baik dalam UKM KWBT maupun dalam rumahtangga sudah sesuai dengan yang seharusnya. Perempuan dan lakilaki memiliki tugas, posisi masing-masing sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang mereka miliki sehingga pertentangan antara keduanya tidak terjadi. Konstruksi budaya juga memiliki pengaruh bagi penempatan posisi maupun dalam relasi gender secara keseluruhan. Tindakan yang spesifik gender biasanya dibutuhkan untuk memperbaiki ketidakseimbangan posisi laki-laki dan perempuan hingga perempuan dapat “berpartisipasi dalam” dan mendapat “manfaat dari” pembangunan yang berpijak pada dasar yang sama dengan laki-laki. Tentu saja, jika anak laki-laki dan lakilaki berada dalam posisi kurang diuntungkan debandingkan dengan anak perempuan dan perempuan dewasa, tindakan yang spesifik gender juga dibutuhkan untuk meningkatkan posisi mereka. Tindakan yang spesifik gender dapat melibatkan kegiatan-kegiatan untuk perempuan, laki-laki atau keduanya.
Hubungan Pengalaman Bekerja (Lama Bekerja) dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Melihat hubungan antara lama bekerja terhadap tingkat akses sumberdaya maka kelompok lama bekerja responden masuk dalam tiga rentang kelompok waktu. Penentuan kelompok umur responden ini secara emik. Penentuan kelompok waktu ini didasarkan pada susunan data yang ditemukan setelah dari lapang. Dasar penentuan kelompok lama bekerja ini dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata lama responden mengikuti UKM sehingga diketemukan tiga kelompok waktu, yaitu 0-2 tahun, 3-4 tahun dan lebih dari lima tahun. Merujuk pada pembagian kelompok lama bekerja tersebut, maka diperoleh bahwa jumlah responden yang masuk dalam kelompok lama bekerja 0-2 tahun sebanyak tiga responden atau 7,5%, kelompok lama bekerja 3-4 tahun sebanyak 10 orang atau 25,0%, dan kelompok responden yang berada di rentang waktu lebih dari 5 tahun sebanyak 27 orang atau 67,5%. Secara lengkap tersaji pada Tabel 23.
48
Tabel 23 Lama bekerja dengan akses terhadap UKM KWBT Akses Sumberdaya Lama Mengikuti UKM (Tahun) Rendah Sedang Tinggi 0-2 Jumlah 0 3 0 % 0 15,0 0 3-4 Jumlah 4 4 2 % 44,4 20,0 18,2 >5 Jumlah 5 13 9 % 55,6 65,0 81,8 Jumlah 9 20 11 Total % 100,0 100,0 100,0
Total 3 7,5 10 25,0 27 67,5 40 100,0
Data pada Tabel 23 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lama bekerja dengan akses terhadap sumberdaya di UKM KWBT. Data menunjukkan bahwa semakin lama bekerja maka akses terhadap sumberdaya semakin tinggi, demikian juga sebaliknya semakin rendah waktu bekerja maka semakin rendah. Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya berada pada kelompok waktu lama bekerja lebih dari lima tahun yakni sebesar 81,8% atau sebanyak sembilan orang. Namun, responden yang memiliki tingkat akses sedang dan rendah terhadap sumberdaya secara berturutturut terdapat pada responden dengan lama waktu mengikuti UKM lebih dari lima tahun yaitu sebesar 65,0% atau sebanyak 13 orang dan kelompok waktu sebesar 55,6% atau sebanyak 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat hubungan antara lama mengikuti UKM tidak sepenuhnya mempengaruhi akses terhadap sumberdaya di UKM. Data dilapangan menunjukkan beberapa faktor lain seperti budaya, kemampuan, kekerabatan, keahlian dan modal memiliki pengaruh dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya. Hal ini tentu berpengaruh dalam kelangsungan program UKM yang mereka ikuti. Untuk melihat hubungan antara lama mengikuti UKM dengan kontrol terhadap sumberdaya tersaji pada Tabel 24 berikut. Tabel 24 Lama bekerja dengan kontrol terhadap sumberdaya Lama Mengikuti Kontrol Sumberdaya UKM (Tahun) Rendah Sedang Tinggi 0-2 Jumlah 3 0 0 % 8,6 0 0 3-4 Jumlah 9 0 1 % 25,7 0 100,0 >5 Jumlah 23 4 0 % 65,7 100,0 0 Jumlah 35 4 1 Total % 100,0 100,0 100,0
Total 3 7,5 10 25,0 27 67,5 40 100,0
49
Data pada Tabel 24 di atas menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lama mengikuti UKM dengan kontrol terhadap sumberdaya. Kontrol terhadap sumberdaya tertinggi dimiliki oleh kelompok lama bekerja 3-4 tahun sebesar 100,0% atau sebanyak satu orang, sedangkan kontrol sedang dan rendah secara berturut-turut sebesar 100,0% atau empat orang dan 65,7% atau sebanyak 23 orang. Kontrol sedang dan rendah berada pada kelompok waktu lama bekerja lebih dari lima tahun. Data di atas menunjukkan bahwa lama mengikuti UKM tidak berpengaruh nyata dalam kontrol terhadap sumberdaya. Para pengrajin yang bekerja di UKM rata-rata berusia produktif menengah, sehingga yang memiliki kemampuan dan keahlian yang lebih baik, serta modal yang kuat sebagai pemilik yang akan memiliki kontrol yang lebih besar. Untuk melihat hubungan antara penempatan posisi dan lama mengikuti UKM disajikan dalam Tabel 25 berikut.
Tabel 25 Lama mengikuti UKM dengan penempatan Posisi Penempatan Posisi Lama Mengikuti UKM (Tahun) Rendah Sedang Tinggi 0-2 Jumlah 2 1 0 % 6,1 16,7 0 3-4 Jumlah 9 0 1 % 27,3 0 100,0 >5 Jumlah 22 5 0 % 66,7 83,3 0 Jumlah 33 6 1 Total % 100,0 100,0 100,0
Total 3 7,5 10 25,0 27 67,5 40 100,0
Data pada Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa lama mengikuti UKM tidak memiliki pengaruh dalam penempatan posisi di UKM KWBT. Penempatan posisi tertinggi berada pada rentang waktu 3-4 tahun sebanyak satu orang atau 100,0% dan terendah berada pada rentang waktu lebih dari lima tahun sebanyak 22 orang atau 66,7%. Sedangkan penempatan posisi sedang dan rendah secara berturut-turut berada pada rentang waktu lebih dari lima tahun dan 3-4 sebesar 83,3% atau enam orang dan 0% atau tidak ada yang menempati posisi dalam rentang waktu tersebut. Data menunjukkan jika semakin tinggi lama waktu bekerja tidak mempengaruhi penempatan posisi dalam UKM KWBT. Posisi tertinggi ditunjukkan oleh kelompok dengan lama waktu antara 3-4 tahun, sedangkan kelompok responden dengan waktu lama mengikuti UKM lebih dari lima tahun dan antara 0-2 tahun memiliki nilai yang sama. Hal ini menunjukkan penempatan posisi dalam UKM tidak ditentukan dengan lama waktu mengikuti UKM, tetapi data dilapangan menunjukkan faktor yang mempengaruhi penempatan posisi dalam UKM adalah kemampuan dan keahlian. Laki-laki berada pada posisi yang lebih tinggi dengan mendapatkan pendapatan atau upah yang lebih tinggi dari perempuan. Laki-laki memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pembuatan tas
50
di UKM KWBT sehingga penempatan posisi tidak ditentukan oleh lamanya waktu, tetapi ditentukan oleh kemampuan dan keahlian.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses Kontrol dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT Melihat hubungan antara jenis kelamin dengan penempatan posisi dalam UKM KWBT maka kelompok responden dipisahkan menjadi dua laki-laki dan perempuan. Jumlah responden yang sama antara laki-laki dan perempuan sebanyak 40 orang, 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Hubungan ini digunakan untuk melihat bagaimana tingkat akses, kontrol, dan juga penempatan posisi antara laki-laki dan perempuan apakah rendah, sedang dan tinggi. Tabel 26, Tabel 27 dan Tabel 28 disajikan untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat akses, kontrol dan penempatan posisi terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT. Tabel 56 Jenis kelamin dengan akses terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT Jenis Akses Sumberdaya Total Kelamin Rendah Sedang Tinggi Laki-laki Jumlah 0 10 9 19 % 0 50,0 81,8 47,5 Perempuan Jumlah 9 10 2 21 % 100,0 50,0 18,2 52,5 Jumlah 9 20 11 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Tabel 27 Jenis kelamin dengan kontrol terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT Kontrol Sumberdaya Jenis Total Kelamin Rendah Sedang Tinggi Laki-laki Jumlah 16 3 0 19 % 45,7 75,0 0 47,5 Perempuan Jumlah 19 1 1 21 % 54,3 25,0 100,0 52,5 Jumlah 35 4 1 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Dilihat menurut jenis kelamin, maka tingkat akses terhadap sumberdaya yang tinggi sebagian besar berada pada responden laki-laki. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya sebagian diakses oleh laki-laki sehingga untuk tercapainya program UKM KWBT dalam pandangan gender perlu diberikan akses bagi perempuan. Hal ini dikarenakan peserta program UKM KWBT yang kebanyakan adalah perempuan. Data menunjukkan akses laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan sebanyak sembilan orang atau 81,8%, sedangkan akses perempuan menempati tingkat terendah sebanyak sembilan orang atau 100%.
51
Namun demikian, baik laki-laki dan perempuan sama-sama mendapatkan akses yang sama dalam tingkatan sedang sebanyak 10 orang atau 50,0%. Di lihat dari hubungan antara jenis kelamin dengan kontrol antara lakilaki dan perempuan maka data pada Tabel 26 menunjukkan hal yang berbeda dengan akses terhadap sumberdaya. Laki-laki memiliki kontrol sedang terbanyak dan kontrol rendah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan perempuan. Perempuan menempati kontrol tinggi sebanyak satu orang atau 100,0% dan lakilaki 0%. Namun, jika dilihat dari posisi sedang dan rendah, perempuan masih berada di bawah posisi laki-laki. Hal ini membuktikan bahwa kontrol tertinggi masih berada pada laki-laki.
Tabel 28 Jenis kelamin dengan penempatan posisi terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT Penempatan Posisi Jenis Total Kelamin Rendah Sedang Tinggi Laki-laki Jumlah 13 6 0 19 % 39,4 100,0 0 47,5 Perempuan Jumlah 20 0 1 21 % 60,6 0 100,0 52,5 Jumlah 33 6 1 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Dilihat pada Tabel 28 antara laki-laki dan perempuan dalam penempatan posisi di UKM KWBT, posisi perempuan menempati posisi tinggi sebanyak 1 (satu) atau 100,0% dan laki-laki sebaliknya sebanyak 0%. Pada posisi sedang dan rendah secara berturut-turut ditempati oleh laki-laki sebanyak 6 (enam) orang atau 100,0% dan 13 orang atau sebesar 39,4%. Perempuan menempati posisi sedang dan rendah secara berurutan sebanyak 0 % dan 20 orang atau 60,6%. Melihat data diatas, dapat disimpulkan posisi laki-laki dalam UKM KWBT berada di atas posisi perempuan dalam pengelolaan sumberdaya UKM.
IDEOLOGI DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS Bab ini akan mendeskripsikan dan menganalisis relasi gender pengrajin tas di Desa Tegalwaru yang mencakup: akses dan kontrol anggota rumahtangga pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha kerajinan tas, pembagian kerja dan peranan serta pola pengambilan keputusan pada aspek pengeluaran kebutuhan rumahtangga, pembentukan rumahtangga dan kegiatan kemasyarakatan serta hubungannya dengan ideologi gender dalam masyarakat. Selain itu, bagian ini akan menjelaskan tentang budaya lokal dalam masyarakat pengrajin tas di Desa Tegalwaru. Nilai atau norma tentang perempuan dalam masyarakat tumbuh dari konsensus dalam masyarakat sendiri yang dibawa secara turun temurun dan dijadikan panutan setiap warganya. Oleh karena itu, ideologi gender akan mempengaruhi tingkah laku perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan yang secara terus menerus disosialisasikan (Saptari 1997) dalam Siwi (2004). Ideologi gender (atau ideologi-ideologi gender) digunakan untuk mengacu nilai maupun stereotipe tertentu yang menyangkut perempuan. Lebih lanjut Saptari (1997) dalam Siwi (2004) menjelaskan bahwa ideologi tidak akan mempunyai pengaruh terhdadap peran sosial apabila tidak melalui internalisasi atau subyektivitas individu. Menurut Kroska dan Elman (2008) ideologi gender merupakan sikap mengenai peran, hak, dan tanggung jawab yang tepat antara wanita dan pria dalam masyarakat. Hubungan asimetris antara laki-laki dan perempuan, yaitu laki-laki superior dan perempuan inferior secara langsung atau tidak langsung ditumbuhkan oleh adanya konstruksi dikotomi gender yang tidak adil. Istilah kodrat, harkat dan martabat seringkali diungkapkan seakan-akan hanya milik perempuan. Dengan demikian sosialisasi kesetaraan gender dengan sendirinya tidak lepas dari kepedulian bolak-balik antara perempuan dan laki-laki, tetapi bukan dalam konteks ketergantungan atau pendominasian.
Gambar 3 Diagram ideologi gender kuat dan lemah anggota UKM KWBT
54
Ideologi gender akan berbeda-beda tergantung dimana konstruksi itu terbentuk. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keluarga tinggal (tempat tinggal), budaya pada masyarakatnya, serta kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan di lihat bagaimana ideologi dan hubungannya dengan relasi gender dalam segi akses, kontrol dan penempatan posisi di UKM KWBT Desa Tegalwaru. Hal ini digunakan untuk melihat keterhubungan keduanya dan sejauh mana diperlukan adanya sosialisasi pemahaman mengenai nilai dan peran gender dalam keluarga pengrajin tas. Merujuk pada Gambar 5 menunjukkan bahwa responden telah mengalami perubahan cara pandang terhadap relasi antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat sebanyak 90% responden menyatakan bahwa tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam sistem sosial. Data juga menunjukkan bahwa sebanyak 10% responden memiliki pemahaman yang menganggap terdapat pembedaan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun telah terjadi perubahan ideologi gender dalam memandang relasi laki-laki dan perempuan, namun perubahan tersebut belum mendorong pada perubahan lebih lanjut, seperti dalam penempatan perempuan dalam struktur kelembagaan UKM, kontrol terhadap struktur kelembagaan UKM, akses terhadap struktur kelembagaan UKM dan relasi secara keseluruhan dalam UKM.
Ideologi Gender dan Akses, Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM Ideologi Gender dan Akses terhadap struktur kelembagaan UKM Untuk melihat hubungan antara ideologi gender dan akses terhadap struktur kelembagaan UKM di Desa Tegalwaru maka ideologi gender responden terbagi menjadi dua kelompok pembagian yaitu tinggi dan rendah. Penentuan ini didasarkan pada analisis lapang dan pengolahan data sehingga didapatkan dua kelompok pembagian. Dasar penentuan ini adalah perhitungan rata-rata dari semua jawaban responden. Sedangkan akses terhadap struktur kelembagaan UKM terbagi menjadi tiga kategori, rendah, sedang dan tinggi. Secara lengkap tersaji pada Tabel 29 berikut ini.
Tabel 29 Ideologi gender dan akses terhadap struktur kelembagaan UKM Ideologi Akses terhadap struktur kelembagaan UKM Gender Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Jumlah 9 19 8 36 % 100,0 95,0 72,7 90,0 Tinggi Jumlah 0 1 3 4 % 0 5,0 27,3 10,0 Jumlah 9 20 11 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
55 Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara ideologi responden dan akses terhadap struktur kelembagaan UKM. Data diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pemahaman ideologi rendah masih menganggap perempuan ditempatkan pada akses yang rendah di kelembagaan UKM. Ideologi rendah menunjukkan bahwa dalam masyarakat tidak ada pembedaaan kerja antara laki-laki dan perempuan dalam struktur kelembagaan UKM. Ideologi rendah responden masih menujukkan bahwa akses yang diterima oleh responden baik laki-laki maupun perempuan berada pada skala sedang sebanyak 19 orang atau 95,0%. Sedangkan ideologi tinggi responden dan akses tinggi sebesar 27,3% atau sebanyak tiga orang.
Ideologi Gender dan Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM Untuk melihat hubungan antara ideologi dengan kontrol terhadap struktur kelembagaan UKM akan tersaji dalam Tabel 30. Tabel 30 Ideologi dan kontrol dalam struktur kelembagaan UKM Kontrol terhadap struktur kelembagaan UKM Ideologi Gender Rendah Sedang Tinggi Jumlah 32 3 1 Rendah % 91,4 75,0 100,0 Jumlah 3 1 0 Tinggi % 8,6 25,0 0 Jumlah 35 4 1 Total % 100,0 100,0 100,0
Total 36 90,0 4 10,0 40 100,0
Data pada Tabel 30 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pemahaman ideologi gender rendah masih menganggap perempuan atau laki-laki ditempatkan pada kontrol yang rendah di kelembagaan UKM. Analisa di lapangan menunjukkan baik antara akses dan kontrol terhadap struktur dalam UKM, perempuan masih berada pada bagian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki Ketidaksamaan ini disebabkan laki-laki lebih memiliki akses yang lebih besar dalam mengikuti pelatihan dan dalam beberapa hal. Oleh karena itu, perempuan memiliki akses dan kontrol yang lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki. Pekerja utama dalam pembuatan tas ini adalah suami/laki-laki. Perempuan/perempuan hanya bertugas membantu dan berkewajiban mengurusi kegiatan rumahtangga saja. Konstruksi budaya dalam masyarakat juga memiliki peranan dalam upaya pembagian akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari beberapa responden perempuan.
56
“saya terima di pekerjaan ini sebagai apa aja mba, mau pengelem atau yang gunting-gunting aja karena memang keterampilan yang saya miliki ga sama sama yang laki-laki miliki” (NN, perempuan 23 tahun). “selama ini yang ikut pelatihan dan musyawarah itu selalu lakilaki mba, kita cuma terima aja apa yang laki-laki perintahin” (SW, perempuan 30 tahun). “semua yang ngatur sudah laki-laki teh..” (M, perempuan 28 tahun). “perempuan memang ya harusnya di rumah aja, semua yang ngatur ya laki-laki” (T, perempuan 35 tahun) Hubungan antara Ideologi Gender dengan Penempatan Posisi dalam Struktur Kelembagaan UKM Untuk melihat hubungan antara ideologi gender dengan penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kelembagaan UKM disajikan dalam Tabel 31 berikut.
Tabel 31 Ideologi gender dengan penempatan posisi dalam struktur kelembagaan UKM Posisi dalam Struktur Kelembagaan UKM Ideologi Gender Total Rendah Sedang Tinggi Jumlah 29 6 1 36 Rendah % 87,9 100,0 100,0 90,0 Jumlah 4 0 0 4 Tinggi % 12,1 0,0 0,0 10,0 Jumlah 33 6 1 40 Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 31, menunjukkan bahwa responden yang memiliki pemahaman ideologi gender rendah masih menganggap perempuan ditempatkan pada posisi yang rendah di kelembagaan UKM. Penempatan posisi dalam struktur kelembagaan UKM di Desa Tegalwaru menunjukkan masih adanya ketimpangan antara penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kelembagaan UKM. Penempatan posisi tertinggi dalam UKM dan rumahtangga di tempati oleh laki-laki. Perempuan menempati urutan penunjang dalam setiap kegiatan baik dalam UKM secara keseluruhan maupun dalam rumahtangga. Survey di lapangan menunjukkan meskipun dalam skala individu, masyarakat anggota UKM sudah menyatakan tidak ada pembedaan dalam hal penempatan posisi dalam pekerjaan, namun untuk tingkat sosial (UKM secara
57 keseluruhan), masih terdapat bias gender. Bias gender ini mengakibatkan posisi laki-laki berada pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Bias gender yang terjadi dalam masyarakat telah terjadi sejak awal pembentukan UKM di desa ini. Hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan dan akses antara lakilaki dan perempuan terhadap program-program penunjang keberhasilan UKM seperti pelatihan-pelatihan dan diskusi. Untuk hal ini, laki-laki memiliki peluang (akses) yang lebih besar dari perempuan, sehingga jelas terlihat bahwa keterampilan yang dimiliki laki-laki akan lebih baik daripada perempuan. Hal ini mengakibatkan posisi, akses, dan kontrol terhadap struktur kelembagaan UKM secara keseluruhan dari perempuan akan rendah. “saya terima di pekerjaan ini sebagai apa aja mba, mau pengelem atau yang gunting-gunting aja karena memang keterampilan yang saya miliki ga sama sama yang laki-laki miliki” (NN, perempuan 23 tahun). “selama ini yang ikut pelatihan dan musyawarah itu selalu lakilaki mba, kita cuma terima aja apa yang laki-laki perintahin” (SW, perempuan 30 tahun). “pelatihan-pelatihan dan musyawarah memanga hanya beberapa saja yang hadir, dan semua yang hadir itu adalah laki-laki. Karena memang laki-laki yang mengerti semuanya, baik masalah pemilihan bahan, pembentukan pola, penjahitan sampai pemasaran” (MN, laki-laki 38 tahun). Pada usaha kerajinan tas ini, baik akses dan kontrol terhadap bahan baku semuanya dilakukan oleh laki-laki karena tahapan pengolahan bahan baku dan pembelian bahan baku umumnya dilakukan oleh semua meskipun dalam tahap pengerjaan di rumahtangga melalui campur tangan dari perempuan dan anggota rumahtangga yang lainnya. Bahan baku yang murah akan didapatkan jika membeli dalam stok yang banyak, oleh karena itu sebagian besar dari pengrajin membeli barang baku kepada salah satu anggota kelompok UKM agar memudahkan dalam pendperempuanbusian dan bisa mendapatkan harga yang murah jika dibandingkan dengan membeli sendiri di pasar baik wilayah Jakarta maupun Bogor. Kegiatan pelatihan yang selama ini ada di masyarakat, dapat di akses laki-laki sebesar 100%. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan usaha kerajina tas umumnya dimiliki oleh laki-laki sehingga partisipasi dalam pelatihan dapat diakses oleh suami. Kegiatan pelatihan ini difasilitasi oleh perusahaan yang pernah bekerja sama dengan desa ini dalam rangka pemenuhan kebutuhan perusahaan akan produk tas yang mereka produksi. Kegiatan pelatihan ini hanya berjalan beberapa kali semenjak UKM ini didirikan, oleh karena itu masyarakat yang pernah mengikuti pelatihan ini yang akhirnya mampu mengolah usaha kerajinan tas dan semua itu didominasi oleh laki-laki. Tingginya kontrol laki-laki terhadap pelatihan didukung oleh akses yang dominan terhadap pelatihan sehingga keputusan mengikuti keputusan suami. Perempuan tidak memiliki kontrol terhadap pelatihan karena tidak memiliki akses
58
untuk mengikuti pelatihan. Pada awalnya, pihak fasilitator tidak memperhitungkan keberadaan pengrajin perempuan dalam pengelolaan usaha ini sehingga terjadi kesenjangan akses pada pengrajin perempuan terhadap sumberdaya ini. Hal ini juga berlaku pada akses anggota UKM terhadap pemasaran komoditi dominan tetap dilakukan oleh laki-laki yaitu sebesar 100%. Anggapan bahwa pekerjaan perempuan identik dengan pekerjaan domestik mengakibatkan laki-laki saja yang dapat mengakses sumberdaya tersebut.
Pembagian Kerja Pembagian kerja pada rumahtangga pengrajin tas di Desa Tegalwaru dapat di lihat berdasarkan curahan waktu dan tenaga kerja pada rumahtangga tersebut. Aktivitas sosial-ekonomi rumahtangga pengrajin dapat digolongkan menjadi tiga kategori: reproduktif, produktif dan sosial. Pengkategorian ini dapat menunjukkan peranan gender yang dilakukan anggota rumahtangga pengrajin.
Tabel 32 Pembagian Kerja pada 40 Rumahtangga Pengrajin Tas di Desa Tegalwaru 2012 Aktivitas Sosial Tenaga Waktu Total Jam Total (Jam) Ekonomi Kerja per Bulan L P H/M/B Jam L P Reproduktif Menyiapkan √ H 2 60 60 makanan Mencuci pakaian √ H 1,5 45 45 dan piring Menyetrika √ M 2 8 8 pakaian Mengasuh anak √ H 1 60 60 Membersihkan √ H 30 30 rumah Belanja kebutuhan √ H 0,25 9 9 rumahtangga Produktif Kegiatan usaha √ H 8 192 192 kerajinan tas Sosial Gotong royong √ M 2 8 8 Pengajian √ √ M 2 8 8 8 Arisan √ M 0,5 2 1 Rapat di Desa √ B 2 2 2 Ronda malam √ B 2 2 2 Jumlah (jam) 212 222 Keterangan : L = Laki-laki; P = Perempuan H= Harian; M= Mingguan, B= Bulanan
59 Curahan waktu kerja perempuan dominan pada aktivitas reproduktif. Tingginya curahan waktu perempuan pada kegiatan reproduktif disebabkan oleh nilai budaya yang menganggap perempuan “cocok” bekerja pada kegiatan tersebut. Pada rumahtangga pengrajin perempuan, umumnya kegiatan memasak dilakukan oleh anak perempuan sehingga tidak harus memikirkan pekerjaan tersebut. Curahan waktu perempuan sebagian besar digunakan untuk menyiapan makanan (menyediakan bahan hingga menyajikan menu makanan) dan mengasuh anak. Adapun keterlibatan laki-laki dan anak laki-laki yaitu pada kegiatan membersihkan rumah. Hal ini jarang dilakukan laki-laki karena umumnya lakilaki fokus mengerjakan pembuatan tas. Aktivitas produktif yang dimaksud merupakan kegiatan yang dilakukan pengrajin tas untuk mendapatkan penghasilan uang atau sejenisnya. Kegiatan produktif yang dilakukan meliputi: (1) mempersiapkan alat dan bahan baku, (2) pengolahan bahan baku, (3) pembentukan pola, (4) pengeleman dan penjemuran bahan baku, (5) penjahitan, serta (6) finishing/penyelesaian. Usaha kerajinan tas ini umumnya dimiliki dan dikelola oleh laki-laki sehingga pada aktivitas ini dilakukan oleh laki-laki meskipun terdapat perempuan yang berprofesi sebagai pengrajin. Sama halnya dengan studi Hasanudin (2009) pada industri kerajinan gerabah di Desa Anjun, laki-laki terlibat dalam aktivitas produktif dan perempuan dalam kegiatan reproduktif. Aktivitas sosial diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat sekitar tempat tinggal anggota pengrajin. Curahan waktu pada aktivitas ini dominan dilakukan oleh laki-laki.
Analisis Keberhasilan Kerajinan Tas UKM KWBT Dalam pengelolaan sebuah usaha kecil menengah seperti UKM Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang memiliki kemampuan dan tanggungjawab yang besar dalam mengelola UKM tersebut. Dari sudut pandang kelembagaan, manajemen UKM pada prinsipnya terbentuk dari dua unsur yaitu: anggota dan pengurus. Karakteristik UKM menurut Tambunan (2002) antara lain: padat karya (keterampilan sedang), sumberdaya lokal, teknologi tepat guna, serta fleksibel. Sejak awal berdiri, usaha ini dominan dikelola oleh laki-laki. Kondisi ini disebabkan perempuan yang kurang memiliki akses, kontrol, dan posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Keberhasilan usaha kecil dan menengah dalam mengembangkan ekonomi masyarakat di sekitarnya tidak terlepas dari beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha kecil dan menengah (berdasarkan peringkat) seperti dikutip dari Jurnal pengkajian koperasi dan UKM Tahun 2006, antara lain disajikan dalam Tabel 33 di bawah ini.
60
Tabel 33 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah No Faktor Internal Faktor Eksternal 1. Modal Ketersediaan bahan baku 2. Tenaga Kerja Kondisi ekonomi 3. Teknologi peralatan Keamanan 4. Pemasaran Sarana dan prasarana 5. Inovasi Kondisi sosial ekonomi 6. Manajemen usaha Fasilitas ekonomi
Berdasarkan Tabel 33 di atas, menunjukkan bahwa modal merupakan rangking pertama yang mempengaruhi upaya peningkatan kapasitas usaha kecil dan menengah. Hasil di lapangan menunjukkan, para pengrajin yang memiliki modal besar yang mampu mengendalikan usaha kerajinan tas ini. Modal yang dimiliki oleh para pengrajin berasal dari pinjaman baik perbankan maupun pemodal yang datang dari kota. Para pengrajin yang memngalami kesulitan dalam permodalan memiliki beberapa permasalahan dan berdampak pada peningkatan UKM diantaranya: (1) sulitnya meningkatkan kapasitas usaha, (2) sulitnya melakukan perluasan pasar, (3) sulit dalam melakukan peningkatan mutu dan kualitas produk, serta (4) sulit dalam melakukan peningkatan kemampuan tenaga kerja. Hingga saat ini, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan perluasan modal belum banyak dilakukan. Tenaga kerja yang dimiliki oleh para pengrajin di desa ini sangat terbatas. Rata-rata dari para pengrajin yang memiliki modal lebih besar memperkerjakan anggota keluarga (saudara) serta beberapa tetangga. Sedangkan bagi mereka yang memiliki modal kecil, memperkerjakan anggota keluarga inti (istri dan anak) guna membantu penyelesaian produksi. Peran teknologi dalam peningkatan produktivitas UKM sangatlah besar. Penggunaan teknologi bagi masyarakat UKM di Tegalwaru masih sangat minim. Masyarakat mengandalkan mesin jahit khusus sebagai alat bantu dalam proses produksi tas. Tidak semua dari para pengrajin memiliki alat mesin ini, sehingga mereka hanya membuat pola dan melakukan pengeleman saja. Rendahnya teknologi yang digunakan umumnya disebabkan tidak adanya dana untuk memiliki serta rendahnya informasi dan pemahaman pengusaha akan teknologi yang berkembang dan tersedia di pasar. Permasalahan utama di UKM KWBT juga disebabkakn oleh adanya pasar yang sulit ditembus. Kondisi ini terlihat dari ruang pasar uang dapat dimasuki oleh produk-produk UKM ini umumnya adalah pasar lokal dan hanya beberapa pengrajin yang dapat menembus pasar luar daerah (Jakarta dan sekitarnya). Situasi ini disebabkan terbatasnya akses media yang dapat digunakan sebagai modal pemasaran dan keterbatasan modal dari para pengrajin dalam memasarkan produknya. Ketersediaan bahan baku, kondisi sosial ekonomi serta fasilitas sosial yang ada di wilayah UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan UKM. Keterbatasan modal pengrajin, kondisi ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi sedikit sehingga
61 tidak mampu menjangkau pasar yang lebih besar dengan permintaan konsumen yang beragam. Untuk melihat hubungan antara relasi gender dan kenerhasilan yang di capai oleh UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini akan disajikan dalam Tabel 34 berikut.
Tabel 34 Relasi Gender dan Keberhasilan UKM KWBT Keberhasilan Relasi gender Rendah Sedang Jumlah 16 10 Rendah % 72,7 55,6 Jumlah 4 8 Sedang % 18,2 44,4 Jumlah 2 0 Tinggi % 9,1 0,0 Jumlah 22 18 Total % 100,0 100,0
Total
Tinggi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
26 65,0 12 30,0 2 5,0 40 100,0
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa relasi gender dalam UKM Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru turut menentukan keberhasilan program (berkorelasi positif). Hal ini bisa dilihat pada relasi gender yang rendah dimana laki-laki cederung memiliki akses dan kontrol yang besar dibandingkan perempuan, keberhasilan program juga menunjukkan rendah dimana cenderung dinikmati oleh kaum laki-laki. Terlihat pada data yang menunjukkan sebanyak 22 respoden atau sebesar 55% yang UKM dominan dikuasai oleh laki-laki memiliki keberhasilan yang cenderung dinikmati oleh laki-laki yakni 16 responden atau sebanyak 72,7%. Kondisi yang sama juga terjadi pada UKM dengan responden sedang, dimana sekitar 18 atau 45% respoden dengan relasi rendah menunjukkan keberhasilan sebanyak 10 responden atau 55,6% yang sedang. Artinya keberhasilan program cenderung dapat dinikmati oleh perempuan. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat relasi gender dalam UKM maka perempuan akan semakin banyak menikmati manfaat program. Keberhasilan program yang tinggi (laki-laki dan perempuan bersama-sama dalam pengelolaan sumberdaya UKM) belum di capai pada UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya data yang menjelaskan keberhasilan yang tinggi dipengaruhi oleh relasi gender yang baik pula dalam masyarakat anggota UKM.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik individu mempengaruhi relasi gender dalam UKM KWBT. meskipun demikian masih ditemukan adanya bas gender dalam penempatan posisi kelambagaan UKM, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan peneglolaan UKM KWBT. 2. Ideologi gender dalam rumahtangga pengrajin tas UKM KWBT tergolong dalam ideologi yang rendah. Hal ini terlihat dari askes, kontrol dan penempatan posisi perempuan yang masih di bawah laki-laki. Ideologi rendah dalam masyarakat ini menunjukkan bahwa laki-laki (suami) memliki kesempatan atau peluang yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (perempuan). 3. Relasi gender dalam UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru turut menentukan keberhasilan program (berkorelasi positif). Keberhasilan tinggi yang menunjukkan peran antara laki-laki dan perempuan setara dalam pengelolaan UKM ini, belum terlihat. Keberhasilan UKM KWBT ini hanya pada tingkat sedang. 4. Masyarakat responden UKM desa Tegalwaru telah mengalami perubahan cara pandang terhadap relasi antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat secara sistem sosial menyatakan bahwa tidak ada pembedaan antara lakilaki dan perempuan. Namun, meskipun tidak ada pembedaan secara sistem sosial, perubahan tersebut belum mendorong pada perubahan lebih lanjut. 5. Dalam skala individu, masyarakat anggota UKM menyatakan tidak adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan (laki-laki dan perempuan) dalam pekerjaan, namun untuk tingkat sosial masih terdapat bias gender. Curahan jam kerja perempuan dalam masyarakat UKM Tegalwaru masih 6. berada di atas laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa selain mengurus kegiatan domestik (rumah tangga) perempuan/perempuan juga berperan dalam kegiatan produktif dan sosial.
Saran 1.
2.
Untuk mengantisipasi masih adanya bias gender dalam UKM, dibutuhkan sosialiasasi mengenai konsep gender kepada seluruh anggota UKM laki-laki dan perempuan. Sosialisasi ini dapat dilakukan di dalam pertemuanpertemuan rutin warga, sekolah dengan melibatkan ahli gender guna membuat pandangan anggota UKM yang bias gender tersebut menjadi tidak buta gender. Akses yang rendah untuk mendapatkan sumberdaya dan manfaat dalam UKM dapat dinaikkan dengan berbagai cara, misalnya diadakan pergantian perwakilan UKM dalam mengikuti pelatihan-pelatihan/pendidikan
63
3.
mengenai pengelolaan UKM sehingga seluruh anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan kapasitas dirinya dan tidak dikhususkan pada pengurus atau pemilik modal saja. Perlu adanya motivasi dan dukungan dari laki-laki kepada perempuan untuk memberikan pendapatnya dalam UKM, baik dalam pembuatan tas maupun dalam pengelolaan UKM secara keseluruhan.
64
DAFTAR PUSTAKA Anomsari F. 2008. Pengembangan usaha kecil menengah (ukm) bewawasan gender butuh kemauan. [internet]. [Diunduh 1 Mei 2012]. AF. Dapat diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/122087685.pdf Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. 60 % pekerja UKM adalah perempuan. [internet]. [Diunduh 10 Oktober 2012]. BPS. Dapat diunduh dari: http://www.infobanknews.com/2011/12/60-UKM-dikelola-pengusahawanita/ Departemen Pertanian. 2008. Pengertian gender. [internet]. [Diunduh 1 Mei 2012]. Deptan. Dapat diunduh dari: http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian_gender.htm Efriani D. 2009. Analisis relasi gender dan keberhasilan organisasi koperasi warga (KOWAR) SMP Negeri 7 Bekasi. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 123 hal. Handayani T, Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang [ID]. UMM Press. 244 hal. Hasanudin TM. 2009. Relasi gender dalam perspektif akses dan kontrol terhadap sumberdaya: Kasus pada sentra industri gerabah Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 148 hal. Hubeis AV. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor [ID]. IPB Press. 522 hal. Instruksi Presiden. 2000. Instruksi presiden nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. [internet]. [Diunduh 8 Mei 2012]. IP. Dapat diunduh dari: http://jdihukum.banten.go.id/dokumen/Inpres no 9 th 2000.pdf Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No 1 Tahun I-2006. 2006. Kajian faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan usaha UKM di Propinsi Sumatera Utara. [internet]. [Diunduh 30 April 2012]. JPKUKM. Dapat diunduh dari: http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/222/218 Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita. 1995. Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan bangsa berwawasan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dengan pendekatan jender. Jakarta [ID]. Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita. 17 hal. Mugniesyah SS. 2006. Komunikasi gender I. Bogor [ID]: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H. 2010. Diktat kuliah gender dan keluarga: konsep dan realita. Bogor [ID]: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 263 hal. Sajogyo P. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta [ID]: CV Rajawali. Singarimbun M dan Efendi. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES.336 hal.
65 Siwi M. 2004. Perilaku berorganisasi mahasiswa dalam perspektif gender (kasus: organisasi mahasiswa di kampus Institut Pertanian Bogor, Desa Dramaga, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]: Intitut Pertanian Bogor. 107 hal. Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID]: Raja Grafindo Persada. 517 hal. Supiandi Y. 2008. Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender. Jakarta [ID]: Tim Kreatif el-Kahfi. Tambunan TTH. 2003. Perekonomian Indonesia. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia. 287 hal. . 2009. UKM di Indonesia. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia. 282 hal.
66
LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian
Perkumpulan warga
Kegiatan pembuatan tas
Pengrajin perempuan
Pengrajin laki-laki
Tas yang dihasilkan
2. Kerangka Sampling No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Nama Ukon Endang Adin Rosidin Dian Deni Hidayat Arwan Sabbana Tudi Sopian N Parman Ikih Nana Saepul Rahman Dedih Sudandi Bubun rahmat Ena Dana Suhendar Robi herdiansyah dede Solehudin Ade kosasih Abdu Latif Muh A Dadang Doni Cepep Rukayat Kastana Agus Wudianto Sarwika Ahmad Zaelani Iskandar Tatang S Hamzah Setiawan Kasmudi Muhamad Toha
Alamat (RT/RW) 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
Muhaimin Adin Adah Romansyah Usman Iskandar Masdi Jaenudin Eman Suherman Eros Rosita Ijang Juliana Sartono Andri Budiman Ivan E. Sofyan Aang Wardono Ezen Bubun Budiana Tedi Agustina Budiman Cica Susyanto Asep Herman Hermawan Ade Rahmat Iyong Rohman Ajah Sarjah Iman Sukirman Olih Asep Saripudin Dadang Suhendar Agus Safari Didin Ahmad Nawawi Tosin Oon Mahmud Suandi Sukma H
01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02
68
70 Jajang Hermawan 71 Wawan Hewanto 72 Nono 73 Alit Sutisna 74 Jojo 75 Ahmad Sofyan 76 Cecep Ahmad Maulana 77 Sopi Andriana 78 Dani ramdani 79 Firmansyah 80 Wahyudin 81 Yusuf 82 Uloh 83 Ilon 84 Ijin 85 Enjang 86 Ipin 87 Ma'mur 88 Ano 89 Empud 90 Amir 91 Ajat 92 Oman 93 Ede Solihin 94 Enyang 95 Anan 96 Iyan Sofyan 97 Abdul Rahman 98 Hasan 99 Ubun 100 Teteng Juhari 101 Dede Rohman 102 Lukman Hidayat 103 Sumpena 104 Endi 105 Mamat Rahmat 106 Rahmat Ilahi 107 Miftahuddin
02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 03 03 03 03 03 03 03 03 03
108 Udung 109 Erom Suparman 110 Endan 111 Mamat Rahmat 112 Aip 113 Ipin Sahidin 114 Apud Firdaus 115 Ato 116 Suhandi 117 Abdul Wahid 118 Wawan 119 Oyo 120 Empud 121 Emun 122 Atang Sutisna 123 Rohmat 124 Opan 125 A. Encheng Triawan 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Sa`ad Herman Dadan On Marjuk (Iyok) Sarifudin Syahril Asep Ahmad Mimin Budianto Enda Abdur Roshyia Yus Sudarta Idrus Sholihin Hasan Safii Ibad Badrussalam
03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03
01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01
69 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Teguh Jati Egun Saldin Rudi A Salman Al Farisi Ujang K Suparman Subandi Cecep Muladi Wintarto Nur Eka Rangga Permana Agus Kurnia M. Ibad Wahyu P Yustinah Yuli Nyai Yuyu Nining Rosmiati Romayah Titin Nurlina Puji lestari Oom Lina Yuni Sofiyana Nurhidayanti Fitri Lela H Nurhayati Suryani Fani Rosmalina
01 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Diana Nurjannah Nur Wina Eka Rosmayah Fitriana Putri S Yana Nyai Kusuma Martinah Titi Muliati Saidah Yulis Aina Mardiyah Nur Aini Sugihartanti Tutik Iriyani Suryani Neneng Mulia Hadijah Hayati Nurmala Maulina Een Endang Salamah Kosasih Atik Maisarah Mega Putri Tri Lestari Eka Rumawar Nining A Endah Kusuma Endang Kusendang Ita Anah Suanah
01 01 01 01 01 01 01 01 01 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02
RIWAYAT HIDUP Retno Tri Wahyuningsih dilahirkan di Siak pada tanggal 06 Juni 1990, dari pasangan Pujiyono dan Almh. Suwatni. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah SMA Negeri 1 Dayun, Siak Sri Indrapura, 2005-2008; SMP Negeri 1 Dayun 2002-2005; SD Negeri 013 Dayun 1996-2002 dam Taman Kanak-Kanak Tunas Sawitri 1995-1996. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Siak. Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif dalam kegiatan di luar kampus. Menjadi panitia dalam beberapa kegiatan intern kampus dan luar kampus. Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Riau (IKPMR), Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB), serta anggota mahasiswa penerima beasiswa Kabupaten Siak-Riau. Penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa Pemerintah Kabupaten Siak-Provinsi Riau. Beberapa prestasi yang diraih penulis antara lain sebagai juara lomba tari daerah dalam Gebyar Nusantara (Genus IPB), peraih Runner Up Lomba Fotografi tingkat Nasional dalam Seminar Nasional Pertanian, Runner Up Penulisan Artikel CAFTA-Riau, penerima PKM didanai Dikti tahun 2012, pengajar pada bimbingan belajar Brilliant Student, sebagai pendamping pada Kegiatan Kader Tani Muda (KATIMU) IPB 2012, Enumerator independen PT. ANTAM, Tbk-IPB tahun 2012 untuk wilayah Unit Bisnis Pertambangan Nasional (UBPN) Pomalaa-Sulawesi Tenggara, panitia Cinta Alam Mahasiswa Se-Jabodetabekten tahun 2012 dan panitia Pembekalan Siswa-Siswi SMA/SMK se-Jabodetabekten tahun 2013, penerima dana hibah Kewirausahaan Nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Koperasi dan UKM RI, pendamping kegiatan POSDAYA PT. Holcim tahun 2013 dan berbagai kegiatan yang lain.