ANALISIS PROFITABILITAS PADA BUSN DEVISA, 2011-2015 Propoosal-Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Manajemen
NEPTU SUGENG 2013-XX-XX
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, tercermin pada kinerja pertumbuhan yang bahkan lebih baik dan kestabilan makroekonomi yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5%, angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, disertai dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah sebesar 3,79%. Peningkatan kinerja tersebut disertai dengan perbaikan kualitas pertumbuhan yang tercermin dari tingginya peran investasi dan ekspor. Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga meski sempat terjadi tekanan di pasar keuangan pada semester II tahun 2011 sebagai dampak memburuknya krisis yang terjadi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS). Ketidakpastian yang muncul akibat krisis utang Eropa dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan perekonomian AS telah memicu gejolak di pasar keuangan dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global tahun 2011. Dampak dari gejolak global tersebut ke Indonesia lebih banyak dirasakan di pasar keuangan terutama pasar saham dan obligasi. Di sektor keuangan, penarikan modal luar negeri oleh sebagian investor pada semester II tahun 2011 memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah, imbal hasil obligasi Pemerintah, dan harga saham. Paradigma pertumbuhan ekonomi nasional telah mengalami pergeseran seiring dengan perubahan paradigma global, dimana model-model yang dibangun
oleh para pakar telah mengalami pergeseran yang cukup signifikan dan hal itu memberikan dampak langsung terhadap pola pikir para penyusun arsitektur ekonomi nasional. Para pemikir tersebut sepakat bahwa benang merah pergeseran paradigma dimotori oleh aspek ekonomi masing-masing bangsa di muka bumi ini. Dengan berbagai aliran dan kebijakan ekonomi yang ada, semuanya bermuara pada penguatan industri perbankan nasional yang juga menjadi manifest roda penggerak ekonomi nasional. Untuk hal tersebut maka para pakar perbankan dan pengambil kebijakan ekonomi global sepakat membangun sebuah arsitektur dalam industri perbankan yang nantinya menjadi pedoman, acuan bagi industri perbankan di dunia. Hal tersebut sejalan dengan sebutan Basel Accor dan BIS (Bank of International Settlement). Atas dasar kedua model tersebut maka pemerintah indonesia juga membangun arsitektur perbankan nasional dengan mengikuti patron perbankan global yang dikenal dengan nama API (Arsitektur Perbankan Indonesia). Oleh karenanya road map industri perbankan nasional telah memiliki kompas menuju perbankan global. Hal yang senada diungkapkan oleh Mulyaman D.Hadan (2009) dan Wimboh Santoso (2007) bahwa industri perbankan nasional mulai bergairah dengan adanya pedoman perbankan dalam menjalankan bisnis perbankan tersebut dan menjadi mesin penggerak pertumbuhan ekonomi dunia maka industri perbankan mendapat perhatian khusus bagi para pengambil kebijakan.Oleh karenanya pentingnya industri perbankan menjaga kondisi kesehatan perbankan dengan mensikronisasikan dengan kebijakan pemerintah.
Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (defisit unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar aliran lalu lintas pembayaran. Bank juga mempunyai peran sebagai pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. (Booklet Perbankan Indonesia 2009). Tujuan fundamental bisnis perbankan adalah memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Bagi pemilik saham menanamkan modalnya pada bank bertujuan untuk memperoleh penghasilan berupa deviden atau mendapatkan keuntungan dari peningkatan harga saham yang dimiliki (Mudrajad dan Suhardjono, 2002). Penting bagi bank untuk senantiasa menjaga kinerja dengan baik, terutama menjaga tingkat profitabilitas yang tinggi, mampu membagikan deviden dengan baik, prospek usaha yang selalu berkembang, dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik (Mudrajad dan Suhardjono, 2002). Apabila bank dapat menjaga kinerjanya dengan baik maka dapat meningkatkan nilai saham di pasar sekunder dan meningkatkan jumlah dana dari pihak ketiga. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana dari pihak ketiga merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan. Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana kepada bank, merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Para Industri perbankan merupakan sektor penting dalam
pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial intermediary diantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana. Mengingat industri perbankan adalah industri jasa yang menjadi perpanjangan tangan antara pihak pemodal dan debitur, hal ini menuntut kepercayaan yang sangat tinggi dalam pengelolaannya dan oleh karnanya maka untuk membangun keyakinan dan kepercayaan antara pemodal dan peminjam maka bank dituntut lebih terhadap kinerja keuangan. Khususnya pada industri perbankan Swasta Devisa yang tingkat persainganya sangat tinggi diantara indutri perbankan lainnya di Indonesia. Dengan semakin meningkatnya Persaingan bisnis menuntut bank untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menarik investor untuk menginvestasikan dananya pada bank yang bersangkutan. Untuk mendukung hal tersebut maka kinerja keuangan bank harus ditingkatkan agar rapor keuangan bank yang tertera dalam laporan keuangan selalu dalam keadaan sehat. Hal tersebut tentunya akan menarik pihak investor sebagai Pengguna laporan keuangan bank yang membutuhkan informasi yang dapat dipahami, relevan, andal dan dapat dibandingkan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja bank serta berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (Standar Akuntansi Keuangan, 2004 dalam Budi Ponco 2008). Penilaian terhadap kinerja suatu bank pada dasarnya dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan bank yang bersangkutan. Dari laporan
keuangan tersebut dapat diperoleh adanya suatu informasi tentang posisi keuangan, aliran kas, dan informasi lain yang berkaitan dengan kinerja bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan sebagai dasar penilaian tingkat kinerja bank. Informasi mengenai kondisi suatu bank dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait, baik dari pihak bank sendiri, pihak luar bank (seperti kreditur, investor, dan nasabah), dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank, untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku saat itu (Diana Puspitasari 2009). Return On Equity (ROE) merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan, dengan demikian kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. (Lukman dendawijaya , 2001). Berikut ini merupakan gambaran mengenai pergerakan Return On Equity (ROE) selama lima periode (2011-2015) pada Bank Umum Swasta Devisa yang terdaftar di Bank Indonesia.
350000
18% 16%
300000
14%
250000
12%
200000
10%
150000
8% 6%
100000
4%
50000
2%
0
0% 2011
2012 EAT
2013
2014
EKUITAS
ROE
2015
Sumber : Data diolah statistik Perbankan Indonesia, 2016 GAMBAR 1.1 Grafik Pergerakan Return On Equity (ROE) selama lima periode. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Return On Equity (ROE) dari Bank Swasta Devisa mengalami pergerakan fluktuatif yang cenderung menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja keuangan Bank Swasta Devisa kurang efektif dilihat dari laba bersih pertahun yang semakin menurun. Keberhasilan kinerja keuangan sutau perusahaan dapat dilihat dari ROE yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Selama ini telah banyak penelitian tentang ROE, karena ROE merupakan hal yang penting dan diperhatikan banyak pihak baik itu investor dan kreditur, yang mempengaruhi ROE dalam menginvestasikan modalnya. Dengan menggunakan berbagai rasio keuangan dapat diketahui
berhasil tidaknya suatu perusahaan. Keberhasilan kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari ROE (Jumono, 2016). Bertolak belakang dengan teori yang ada, kenyataan menunjukkan bahwa kinerja Bank Swasta Devisa yang disediakan dalam bentuk grafik terus mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat melalui pergerakan fluktuaktif ROE selama 5 tahun terakhir yang terus mengalami penurunan. Hal ini dapat menjadi suatu indikasi bahwa kinerja keuangan Bank Swasta Devisa belum efektif. Animah (2009), melakukan penelitian pengaruh Profit Margin, Total Assets Turnover, Equity Multiplier dan Return On Equity pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) se Indonesia 2002-2006. Hasil dari penelitian ini menyatakan Profit Margin memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap Return On Equity, sedangkan Total Assets Turnover dan Equity Multiplier memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap Return On Equity. Erna Wati (2011) melakukan penelitian pengaruh BOPO, NIM, GWM, LDR, PPAP dan NPL terhadap ROE pada Bank Go Public dan Non Go Public Di Indonesia periode tahun 2007-2009. Hasil dari penelitian ini BOPO berpengaruh negatif dan signifikan baik pada bank go public maupun pada bank non go public, NIM berpengaruh positif dan signifikan baik pada bank go public maupun pada bank non go public, LDR berpengaruh positif dan signifikan pada bank go public dan non go public, NPL berpengaruh negatif dan signifikan pada bank go public.
Pada penelitian ini, peneliti menganalisis kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan metode Du Pont System. Analisis Du Pont System adalah analisis yang memperlihatkan utang, perputaran aktiva dan profit margin dikombinasikan untuk menentukan ROE (Sudana,2011:24). Objek dari penelitian ini adalah Bank Swasta Devisa. Alasan pemilihan Bank Swasta Devisa sebagai objek dalam penelitian ini karena Bank Devisa dapat melakukan transaksi luar negeri, salah satunya adalah transaksi valuta asing yang memungkinkan Bank Devisa tersebut untuk memperoleh pendapatan yang tinggi dari selisih kurs jual dan kurs beli (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Selain menjelaskan alasan pemilihan objek penelitian, penjelasan diatas juga memberikan bukti bahwa salah satu indikator penting yang menggambarkan baik tidaknya kinerja suatu bank adalah tingkat profitabiltas yang dihasilkan. Profitabilitas merupakan alat pengendali aset bank yang mencakup rasio rentabilitas ekonomi (Return On Investment, Return On equity, dan Net Profit Margin). Return On Equity merupakan salah satu bentuk rasio profitabilitas yang berfungsi untuk mengukur tingkat kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Selanjutnya analisis Du Pont adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas. Tidak seperti analisis lain yang hanya hanya memiliki kemampuan untuk penilaian kinerja keuangan secara parsial, analisis Du Pont memiliki kemampuan untuk menilai kinerja keuangan secara komprehensif. Analisis Du Pont menilai kinerja keuangan dengan
mengabungkan laporan laba rugi dan neraca. Keunggulan hasil analisis ditunjukkan dengan kemampuan analisis Du Pont untuk menilai kinerja keuangan secara keseluruhan sehingga dapat dilihat tingkat kenaikan dan penurunan Return On Assets, hutang perusahaan, pengaruh pajak dan factor-faktor lain yang termasuk dalam unsur laporan laba rugi dan neraca. Menurut penelitian yang dilakukan Brigham, Louis, Gapenski, dan Ehrardt, Return On Equity dapat meningkat karena tiga alasan. Alasan yang dimaksud adalah higher profit margin, greater efficiency in the use of asets (Total Asets Turnover Ratio), dan increase leverage (equity multiplier). Oleh karena itu dapat disebutkan bila kebijakan bank yang bersifat keuangan berpengaruh terhadap net pofit margin, operating profit turnover, dan financial leverage. Dalam konteks ini, bank dapat melakukan kebijakan keuangan dengan meningkatkan hutang aga profit margin dapat ditingkatkan, tetapi disisi lain akan ada tambahan beban keuangan keuangan atau memperkuat keuangan tetapi mengganggu pelaksanaan operasional. Adapun penelitian di Indonesia yang menggunakan analisis Du Pont adalah penelitian yang dilakukan oleh Silvina, Ichsanti Sukriani, dan Sinta Nurholishoh. Ketiga analisis tersebut menerapkan analisis Du Pont sebagai alat analisis kinerja pada perusahaan perseroan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa perusahaan perseroan memiliki nilai kinerja keungan dibawah standar. Hal ini disebabkan perusahaan kurang efisien dalam penggunaan aset yang dimilikinya. Koefisien penggunaan aset dalam suatu perusahaan mempengaruhi dan menetukan besar kecilnya laba yang dihasilkan. Kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dapat dilihat dari tingkat profitabilitas yang dihasilkan (biasanya dilihat dari tingkat return on equity). Perbedaan penelitian yang dilakukan Silvina, Ichsanti Sukriani, dan Sinta Nurcholishoh, penelitian ini menerapkan analisi Du Pont untuk menganalisis kinerja keuangan pada bank atau perusahaan jasa keuangan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PROFITABILITAS
PADA
PERUSAHAAN
PERBANKAN DI INDONESIA’’ (STUDI KASUS BANK SWASTA DEVISA 2011-2015).
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka identifikasi masalah yang diuraikan dalam penulisan ini adalah : 1. Sebagian besar kegiatan usaha Perbankan Swasta Devisa di Indonesia lebih terfokus pada pengelolaan Assetnya dilihat dengan total ekuitas yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan kurang memperhatikan faktor profitabilitasnya (ROE). 2. Return On Equity (ROE) mempunyai peran dan pengaruh terhadap perusahaan perbankan Swasta Devisa, karena dengan meningkatanya Return On Equity maka tingkat kepercayaan para investor akan semakin
meningkat dan dapat membantu menarik investor potensial baru dalam menginvestasikan modalnya.
1.3 Pembatasan Masalah Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menetapkan pembatasan-pembatasan agar penulis mampu meneliti dengan lebih fokus dan menghasilkan hasil yang sebaik mungkin. Adapun pembatasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar pada Bank Indonesia periode 2011-2015. 2. Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
mengukur
faktor-faktor
yang
mempengaruhi profitabilitas yang terdiri dari Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) dan Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengukur kinerja perusahaan sampel dengan
menggunakan rasio
keuangan Return On Equity (ROE). 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Equity Multiplier (EM) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 2. Apakah Operating Profit Margin (OPM) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 3. Apakah Interest Burden (IB) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 4. Apakah Tax Burden (TB) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 5. Apakah Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 6. Apakah Loan To Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 7. Apakah Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 8. Apakah Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To
Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) secara simultan berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh antara Equity Multiplier (EM) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 2. Untuk menganalisis pengaruh antara Operating Profit Margin (OPM) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 3. Untuk menganalisis pengaruh antara Interest Burden (IB) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 4. Untuk menganalisis pengaruh antara Tax Burden (TB) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 5. Untuk menganalisis pengaruh antara Total Asset Turnover (TATO) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015?
6. Untuk menganalisis pengaruh antara Loan To Deposit Ratio (LDR) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 7. Untuk menganalisis pengaruh antara Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015? 8. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 20112015?
1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk pihak-pihak pemakai laporan keuangan, antara lain sebaga berikut : 1. Untuk pihak perusahaan Sebagai sumber informasi bagi perusahaan terutama dalam pengambilan keputusan investasi perusahaan dengan menggunakan modal sendirinya dalam rangka pengembangan usahanya. 2. Untuk pihak investor
Sebagai referensi untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka menilai kinerja perusahaan melalui efisiensi dari modal sendiri perusahaan dalam menghasilkan keuntungan karena semakin besar ROE akan menarik minat investor maupun kreditor dalam melakukan aktivitas investasinya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pemegang
saham
(terutama
institutional
investor)
dalam
rangka
memonitor kebijakan yang diambil oleh manajemen dalam penentuan kebijakan perusahaan terhadap hak pemegang saham yang akan diterima berdasarkan tingkat Return On Equity (ROE) yang dihasilkan perusahaan. 3. Untuk pihak peneliti Dapat menjadi tambahan referensi dan bahan pengembangan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas suatu perusahaan.
.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teori Terkait 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah “ Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kasmir, 2003). Dari pengertian diatas, dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan, sehingga berbicara mengenai bank tidak lepas dari masalah keuangan. 2.1.2 Jenis-Jenis Bank
Penggolongan bank tidak hanya berdasarkan jenis kegiatan usahanya, melainkan juga mencakup bentuk badan hukum, pendirian dan kepemilikan, segi status, cara menentukan harga, fungsi dan tujuan usahanya. 1. Menurut kegiatan usaha Sesuai dengan UU No 10 Tahun1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan jenis bank terdiri atas : a. Bank Umum adalah
bank
yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank
yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. 2. Dilihat dari segi kepemilikannya Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah: a. Bank milik pemerintah Dimana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.
b. Bank milik swasta nasional Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. c. Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. d. Bank milik asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. e. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh Warga Negara Indonesia. 3. Dilihat dari segi status Status bank yang dimaksud adalah: a. Bank devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. b. Bank non devisa
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas Negara. 4. Dilihat dari segi cara menentukan harga a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah, aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. 5. Dilihat dari fungsi dan tujuan usahanya a. Bank Central Bank central adalah bank yang bertindak sebagai bankers bank pimpinan penguasa moneter, mendorong dan mengarahkan semua jenis bank yang ada. b. Bank Umum Bank umum adalah bank milik negara, swasta, maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito, serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. c. Bank Tabungan Bank Tabungan adalah bank milik negara, swasta maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan
dalam
bentuk
tabungan
sedangkan
usahanya
terutama
memperbanyak dana dengan kertas berharga. d. Bank Pembangunan Bank pembangunan adalah bank milik negara, swasta maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang. 2.1.3 Kinerja Keuangan Dan Laporan Keuangan Menurut Husnan dalam Fitriani Prastiyaningtyas (2010), kinerja keuangan perusahaan adalah salah satu dasar penilaian terhadap kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel. Sumber utama variabel yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan tersebut dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang dapat dijadikan dasar kinerja keuangan perusahaan. Laporan keuangan adalah informasi keuangan yang disajikan dan disiapkan oleh manajemen dari suatu perusahaan kepada pihak internal dan eksternal yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha yang merupakan salah satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu periode
tertentu. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001, bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dalam bentuk dan cakupan yang tediri dari (Siamat, 2005) : 1. Laporan Tahunan Dan Laporan Keuangan Tahunan Laporan tahunan adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu bank dalam kurun waktu satu tahun. Laporan keuangan tahunan adalah laporan keuangan akhir tahun bank yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan wajib diaudit oleh akuntan public. Laporan keuangan tahunan adalah: a. Neraca, menggambarkan posisi keuangan dari satu kesatuan usaha yang merupakan keseimbangan antara aktiva, utang, dan modal pada suatu tanggal tertentu. b. Laporan laba rugi merupakan ikhtisar dari seluruh pendapatan dan beban dari satu kesatuan usaha untuk satu periode tertentu. c. Laporan perubahan ekuitas adalah laporan perubahan modal dari satu kesatuan usaha selama satu periode tertentu yang meliputi laba komprehensif, investasi dan distribusi dari dan kepada pemilik. d. Laporan arus kas berisi rincian seluruh penerimaan dan pengeluaran kas baik yang berasal dari aktivitas operasional, investasi, dan pendanaan dari satu kesatuan usaha selama satu periode tertentu. 2. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
Laporan ini adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan dipublikasikan setiap triwulan. 3. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan Laporan ini adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan laporan bulanan bank umum yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan setiap bulan. 4. Laporan Keuangan Konsolidasi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan atau memiliki anak perusahan wajib menyusun laporan keuangan konsolidasi berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku serta menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Tujuan
laporan
keuangan,
menurut
“Kerangka
Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan” (IAI,2002), adalah sebagai berikut: a. Laporan keuangan menyajikan informasi tentang posisi keuangan (aktiva, utang, dan modal pemilik) pada suatu saat tertentu. b. Laporan keuangan menyajikan informasi kinerja (prestasi) perusahaan. c. Laporan keuangan menyajikan informasi tentang perubahan posisi keuangan perusahaan. d. Laporan keuangan mengungkapkan informasi keuangan yang penting dan relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan keuangan.
2.1.4 Kinerja Keuangan Perbankan Bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya mempunyai tujuan memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Dengan memperoleh keuntungan optimal, dapat memberikan keuntungan bagi pemilik saham karena dapat membagikan deviden dan memberikan keuntungan dari peningkatan harga saham yang dimiliki, selain itu dapat menarik investor lain untuk menanamkan saham. Pengukuran yang digunakan untuk menilai kinerja tergantung pada bagaimana unit organisasi akan dinilai dan bagaimana sasaran akan dicapai kinerja perbankan dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai suatu bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank seefektif mungkin dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen (Basran Desfian, dalam Ponttie Prasnanugraha P (2007). Penilaian kinerja perbankan menjadi sangat penting dilakukan karena operasi perbankan sangat peka terhadap maju mundurnya perekonomian suatu negara (Astuti Yuli Setyani, 2002). Kinerja perbankan dapat dinilai dengan pendekatan analisa rasio keuangan. Tingkat kesehatan bank diatur oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Penting bagi bank untuk selalu menjaga kinerjanya dengan baik. Salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yaitu kenaikan nilai saham dan kenaikan jumlah dana dari pihak ketiga. Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana kepada bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Para pemilik dana yang kurang menaruh kepercayaan terhadap bank yang bersangkutan
maka
loyalitasnya
sangat
rendah.
Hal
ini
sangat
tidak
menguntungkan bagi bank yang bersangkutan, karena para pemilik dana sewaktuwaktu dapat menarik dananya dan memindahkanya ke bank lain. Semua
lembaga
keuangan
yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
menyelenggarakan sistem akuntansi yang disebut juga dengan sistem pembukuan, untuk mencatat semua transaksi ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan yang dilakukan. Pada suatu waktu (periode tertentu) akumulasi data akuntansi tersebut dikumpulkan dan dilaporkan. Penilaian terhadap kinerja suatu bank tertentu dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya. Laporan keuangan bank berupa neraca memberikan informasi kepada pihak luar bank, misalnya bank sentral, masyarakat umum dan investor, mengenai gambaran posisi keuangannya.
Laporan keuangan bank dapat digunakan pihak eksternal untuk menilai besarnya resiko yang ada pada suatu bank. Laporan laba rugi memberikan gambaran mengenai perkembangan usaha bank yang bersangkutan. Dari laporan keuangan akan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama periode tertentu. 2.1.5 Kesehatan Bank Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, dimana untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif dan prudent di dunia perbankan Indonesia. Dan peraturan pemerintah yang ditetapkan oleh bank Indonesia di atas mengenai alat ukur penilaian tingkat kesehatan perbankan mencakup penilaian faktor CAMEL, atau lebih dikenal dengan analisis CAMEL, yakni : 1. Aspek permodalan (Capital) Penilaian pertama adalah aspek permodalan suatu bank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang di dasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut di dasarkan pada Capital Adequacy Ratio (CAR) yang ditetapkan oleh BI. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadapa Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Ketentuan pencapaian CAR yang telah ditetapkan pemerintah memerlukan waktu, sehingga pemerintah pun memberikan sesuai dengan ketentuan. Apabila sampai waktu yang telah
ditentukan, target CAR tidak tercapai, maka bank yang bersangkutan dikenai sanksi. 2. Aspek aset (Assets) Aspek yang kedua adalah mengukur kualitas aset bank. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah untuk menilai jenis – jenis aset yang dimliki bank. Penilaian aset oleh Bank Indonesia dengan memperhatikan antara aktiva prodiktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio dapat dilihat dari neraca yang dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia. 3. Aspek Kualitas Manajemen (Management) Aspek yang ketiga meliputi penilaian kualitas manajemen bank. Untuk melihat kualitas manajemen dapat dilihat hari kualitas manusianya dalam mengelola bank. Kualitas manusia juga dapat dilihat dari segi pendidikan dan dan pengalaman para karyawan dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. 4. Aspek Earning Merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang
sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat di atas standar yang telah ditetapkan. Penilaian ini meliputi: a. Rasio Laba terhadap Total Aset (ROA) b. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) c. Net Interest Margin (NIM) 5. Aspek Likuiditas Aspek kelima penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan mampu membayar semua hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang dimaksud hutang-hutang jangka pendek yang ada di bank antara lain adalah simpanan masyarakat seperti simpanan tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid jika pada saat ditagih bank mampu membayar. Kemudian bank juga harus dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Penilaian dalam aspek ini meliputi: a. Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancer. b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank KLBI, giro, tabungan, deposito dan lain-lain. Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasikan komponen dari masing-masing faktor. Selanjutnya, faktor dan komponen diberikan bobot sesuai dengan pengaruh terhadap kesehatan bank. Penilaian faktor dari komponen dilakukan dengan sistem kredit (reward system)
yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100. Berdasarkan hasil penilaian atas dasar bobot, kemudian ditetapkan 4 predikat tingkat kesehatan bank yaitu : a. Sehat, jika nilai kredit 81 sampai 100 b. Cukup sehat, jika nilai kredit 66 sampai dengan kurang 81 c. Kurang sehat, jika nilai kredit 51 sampai dengan kurang 66 d. Tidak sehat, jika nilai kredit 0 sampai dengan kurang 51 2.1.6 Analisis Rasio Keuangan Rasio dapat dipahami sebagai hasil yang diperoleh antara satu jumlah dengan jumlah lainnya (Fahmi, 2011:44). Rasio keuangan merupakan suatu cara yang membuat perbandingan data keuangan perusahaan menjadi lebih berarti. Rasio keuangan menjadi dasar untuk menjawab beberapa pertanyaan penting mengenai kesehatan keuangan dari perusahaan. Pertanyaan tersebut meliputi likuiditas perusahaan, kemampuan manajemen mendanai investasinya, serta hasil yang dapat diperoleh para pemegang saham dari investasi yang dilakukan ke dalam perusahaan (Samryn, 2012:408). Menurut Sawir (2001:7) Rasio- rasio dikelompokkan ke dalam lima kelompok dasar, yaitu: 1. Likuiditas Rasio likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Contohnya membayar listrik, telepon, air PDAM, gaji karyawan, dan sebagainya. Beberapa rasio likuiditas yaitu :
a. Current Ratio ……………………………(2.1) Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban kewajiban lancar. b. Quick Ratio ………………………(2.2) Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. c. Cash Ratio ……………………………….(2.3) Rasio ini menukur kemampuan perusahaan membayar utang lancarnya dengan kas atau yang setara dengan kas. 2. Leverage Rasio leverage merupakan rasio yangmenggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban- kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos- pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang jangka panjang. Rasiorasio yang umumnya digunakan adalah : a. Debt ratio …………………………………..(2.4)
Rasio ini menunjukkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil presentasenya, cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. b. Debt to equity ratio ……………………….(2.5) Rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang- hutang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini semakin baik. c. Time interest earned ………..(2.6) Rasio ini disebut juga rasio penutupan (converage ratio), mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi
(EBIT),
sejauh
mana
laba
operasi
turun
tanpa
menyebabkan kegagalan dalam pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. d. Fixed Charge Coverage ………………….(2.7) Rasio ini mirip dengan rasio TIE, namun rasio ini lebih lengkap karena dalam rasio ini diperhitungkan kewajiban perusahaan seandainya perusahaan melakukan leasing (sewa beli) aktiva dan memperoleh utang jangka panjang berdasarkan kontrak sewa beli.
3. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas mengukur kemampuan perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio- rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan berbagai unsur aktiva, yaitu persediaan, piutang, aktiva tetap, dan aktiva lain. Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan adalah : a. Rasio perputaran persediaan (Inventory turnover) ……(2.8) Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat. b. Periode penagihan rata-rata (average collection period) ……….(2.9) Rasio ini menunjukkan pengelolaan piutang perusahaan, rata- rata jangka waktu lamanya perusahaan harus menunggu pembayaran setelah melakukan penjualan. c. Rasio perputaran modal kerja (working capital turnover) ……………..(2.10)
Rasio ini mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar. Rasio ini juga menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. d. Rasio perputaran aktiva tetap (fixed asset turnover) …………………..(2.11) Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan tinggi. e. Rasio perputaran total aktiva (Total assets turnover) …………………....(2.12) Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan. Rasio ini juga menunjukkan seberapa jauh kemampuan aktiva menciptakan penjualan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik. 4. Profitabilitas Rasio profitabilitas mengukur pendapatan atau keberhasilan operasi dari sebuah perusahaan utuk periode waktu tertentu. Rasio-rasio profitabilitas yang umum digunakan adalah : a. Return On Asset (ROA) …………………………………(2.13)
Return on assets yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih dari jumlah dana yang investasikan perusahaan atau total asset perusahaan. b. Operating Profit Margin (OPM) …………………………………………….(2.14) Operating profit margin yaitu rasio yang mengukur seberapa besar tingkat keuntungan operasional/usaha perusahaan dari setiap penjualannya. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai margin yang tinggi dari setiap penjualan setelah memperhitungkan biaya operasi perusahaan. c. Gross profit margin (GPM) …………….(2.15)
Gross profit margin yaitu rasio yang mengukur seberapa besar tingkat keuntungan kotor perusahaan dari setiap penjualannya. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai margin yang tinggi dari setiap penjualan setelah memperhitungkan harga pokok penjualan barang. d. Return On Equity (ROE) ………………(2.16) Rasio ini mengukur berapa banyak keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dibandingkan dengan modal yang disetor oleh pemegang saham.
e. Operating Ratio (OR) …………………(2.17) Operating Ratio digunakan untuk mengukur biaya operasi per rupiah penjualan, semakin kecil angka rasio menunjukan kinerja yang semakin baik. f. Net Profit Margin (NPM) ……………(2.18) Net profit margin yaitu rasio yang mengukur seberapa besar tingkat keuntungan bersih perusahaan dari setiap penjualannya. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai margin yang tinggi dari setiap penjualan terhadap seluruh biaya, bunga dan pajak perusahaan. g. Return On Investment (ROI) ………..(2.19) ROI digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Dalam penelitian ini penulis membatasi rasio profitabilitas yang digunakan hanya rasio Return On equity (ROE) untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan modal ekuitas.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) telah banyak diteliti sebelumnya baik itu penelitian dalam ataupun luar negri. Hasil penelitian yang menempatkan Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) sebagai variabel independen memiliki hasil yang berbeda. Berikut merupakan tabel penelitian terdahulu mengenai variabel-variabel tersebut:
Gambar 2.1 Penelitian terdahulu No.
Peneliti
Variabel
Metode
Hasil
1.
Animah, Elin Erlina Sasanti, dan Nina Karina (2009)
Variabel dependen : ROE. Variabel Independen : PM, TATO, dan EM.
Analisis Regresi Berganda
2.
Erna wati,ss (2011)
Variabel dependen: ROE. Variabel Independent : BOPO, NIM, GWM, LDR, PPAP, dan NPL.
Analisis Regresi Berganda
a. TATO dan EM berpengaruh positif signifikan terhadap ROE. b. PM berpengaruh negatif signifikan terhadap ROE. a. NIM dan LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROE. b. BOPO dan NPL berpengaruh negative signifikan terhadap ROE.
3.
Anton Sugiharto (2005)
Variabel dependen : ROE. Variabel Independen : BOPO, NIM, GWM, KAP, LDR, dan OI.
Analisis Regresi
4.
Pieter Leunupun
Variabel dependen :
Regresi
a. BOPO, NIM, GWM, KAP secara parsial bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ROE. b. LDR dan OI tidak berpengaruh signifikan terhadap ROE. Variabel PM, TATO, EM
(2003)
Profitabilitas ekuitas (ROE). Variabel independen : PM, TATO, dan EM.
Linier
berpengaruh positif signifikan terhadap ROE.
5.
Nur Edwin Pratama (2013)
Variabel dependen : ROE. Variabel independen : EM, Working Capital Turnover, dan Size.
Regresi Linier Berganda
6.
Baah Aye Kusi, Kwadjo AnsahAdu, dan Albert Agyei (2015)
Regresi OLS
7.
Sofyan Febby Henny Saputri dan Hening Widi Oetomo (2016)
Variabel dependen : ROE. Variabel independen : Operating Profit Margin (OPM), Assets Turnover, Leverage, Interest Burden, dan Tax Effect. Variabel dependen: ROE. Variabel independen: CAR, BOPO, NPL , dan FDR.
a. Secara parsial EM berpengaruh signifikan terhadap ROE. b. Secara parsial Working Capital Turnover tidak berpengaruh signifikan terhadap ROE. c. Secara signifikan Size berpengaruh signifikan terhadap ROE. d. Secara simultan EM, Working Capital Turnover berpengaruh signifikan terhadap ROE. a. Variabel operating profit margin, Assets Turnover dan leverage berpengaruh positif signifikan terhadap ROE. b. Variabel Interest Burden dan Tax tidak berpengaruh signifikan terhadap ROE. a. Variabel CAR dan LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROE. b. Variabel BOPO dan NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap ROE.
Regresi Linier Berganda
2.3 Hubungan Antar Variabel 2.3.1 Pengaruh Equity Multiplier (EM) terhadap ROE. Equity Multiplier digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola asetnya karena adanya biaya yang harus dikeluarkan akibat penggunaan aktiva. Semakin besar Equity Multiplier maka semakin kecil bagian aktiva yang dibiayai oleh pemegang saham dan itu berarti pendanaan aktiva
sebagian besar berasal dari pendanaan eksternal (hutang). Dari penelitian yang dilakukan oleh Animah dkk (2009) menghasilkan bahwa Equity Multiplier berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity dan bertolak belakang dari penelitian Rahmat (2013) yang menghasilkan bahwa Equity Multiplier tidak berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity. 2.3.2 Pengaruh Operating Profit Margin (OPM) terhadap ROE. Syamsuddin, 2009 Operating profit margin ialah perbandingan antara laba usaha dan juga penjualan. Operating profit margin adalah rasio yang menggambarkan apa yang biasanya disebut dengan pure profit yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. (pure) di dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari suatu hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban- kewajiban finansial yang berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah yang berupa pembayaran pajak. Jika semakin tinggi operatig profit margin maka akan semakin baik juga operasi pada suatu perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan jika Operating Profit Margin (OPM) berpengaruh positif terhadap ROE. 2.3.3 Pengaruh Interest Burden (IB) terhadap ROE. Interest Burden (IB) merupakan rasio antara laba sebelum pajak (PBT) dibandingkan dengan laba operasional (EBIT). Semakin tinggi laba sebelum pajak yang dihasilkan perusahaan maka income yang dihasilkan akan semakin meningkat. Sehingga dapat disimpulkan jika Interest Burden (IB) berpengaruh positif terhadap Return On equity (ROE).
2.3.4 Pengaruh Tax Burden (TB) terhadap ROE. Tax Burden (TB) merupakan rasio antara Earning After Tax (Laba setelah pajak) dibandingkan dengan Profit Before Tax (PBT). Dimana semakin besar laba bersih yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka profit yang dihasilkan oleh perusahaan yang tersebut akan semakin meningkat. Sehingga hubungan atara Interest Burden (IB) terhadap Return On Equity (ROE) adalah positif. 2.3.5 Pengaruh Total Assets Turnover (TATO) terhadap ROE. Total asset turnover merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tertentu. Rasio ini merupakan ukuran seberapa jauh aktiva yang telah dipergunakan dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam periode tertentu. Apabila dalam menganalisis rasio ini selama beberapa periode menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran bahwa semakin efisien penggunaan aktiva sehingga meningkat (Jumono, 2015). Sedangkan TAT dipengaruhi oleh besar-kecilnya penjualan dan total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap. Karena itu, TAT dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada satu sisi dan pada sisi lain diusahakan agar penjualan dapat meningkat relatif lebih besar dari peningkatan aktiva atau dengan mengurangi penjualan disertai dengan pengurangan relatif terhadap aktiva, (Pieter Leunupun, 2003). Dengan demikian sangat dimungkinkan bahwa hubungan antara TAT dengan ROE adalah positif. Semakin besar TAT akan semakin baik karena semakin efisien seluruh aktiva
yang digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan (Robert Ang, 1997). ROE yang meningkat karena dipengaruhi oleh TAT (Brigham dan Houston, 2001). 2.3.6 Pengaruh Loan To Deposit Ratio (LDR) terhadap ROE. Menurut Jumono (2016), rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Salah satu jenis rasio likuiditas adalah Loan To Deposit Ratio (LDR). LDR merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. LDR menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar LDR tingkat likuiditas suatu bank semakin menurun, karena semakin besar kredit yang diberikan dari total dana yang dihimpun. Sebaliknya semakin rendah rasio LDR akan semakin kuat likuiditas suatu bank. Namun, rendahnya LDR akan menyebabkan menurunnya pendapatan bunga, sehingga akan berpengaruh kepada rendahnya keuntungan bank yang diproksikan dengan Return On Equity (ROE). Sehingga pengaruh LDR terhadap ROE adalah positif. 2.3.7 Pengaruh Non Perfoming Loan (NPL) terhadap ROE. Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu pengukuran dari rasio risiko usaha bank yang menunjukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank (Taswan, 2010). Semakin tinggi NPL pada suatu bank, maka risiko bank tersebut pada kredit bermasalah akan semakin tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi pendapatan bank sehingga menurunkan laba bank dan ikut
menurunkan ROE dari bank tersebut. Sehingga dapat disimpulakan jika NPL berengaruh negatif terhadap ROE. 2.4 Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori terkait dan hubungan antar variabel dalam penelitian ini, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: : Diduga terdapat pengaruh antara Equity Multiplier (EM) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015. : Diduga terdapat pengaruh antara Operating Profit Margin (OPM) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015. : Diduga terdapa pengaruh antara Interest Burden (IB) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015. : Diduga terdapat pengaruh antara Tax Burden (TB) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015. : Diduga terdapat pengaruh antara Total Assets Turnover (TATO) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015.
: Diduga terdapa pengaruh anatara Loan To Deposit Ratio (LDR) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015. : Diduga terdapat pengaruh antara Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 2011-2015. : Diduga terdapat pengaruh secara simultan antara Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdaftar di BI tahun 20112015. 2.5 Kerangka Penelitian Berdasarkan penjelasan sebelumnya, gambar berikut merupakan kerangka pemikiran penelitian ini. Kerangka pemikiran mengenai hubungan Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) yang merupakan variabel independen dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Return On Equity (ROE) sebagai variabel dependen.
H8
Equity Multiplier (EM) (X1)
H1 Operating Profit Margin (OPM) (X2) Interest Burden (IB) (X3)
Tax Burden (TB) (X4)
H2
H3
H4 H5
Total Assets Turnover (TATO) (X5)
H6 H7
Loan To Deposit Ratio (LDR) (X6)
Non Performing Loan (NPL) (X7)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
ROE (Y)
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian correlational study yaitu untuk mengetahui hubungan hubungan antara dua variabel atau leih dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain Jumono ( 2017). Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang menggunakan data sekunder yang diambil dari Bank Indonesia (BI). Data tersebut berupa laporan keuangan dari perusahaan perbankan umum swasta nasional devisa yang listing dari tahun 2012 sampai dengan 2015 secara berturut- turut. Seluruh data tersebut diunduh melalui website resmi BI: www.bi.go.id 3.2 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas atau karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Swasta Devisa yang terdaftar di BI pada tahun 2012-2015 yaitu : 1. Pada tahun 2011, perusahaan Bank Swasta Devisa yang terdaftar di BI berjumlah 35 bank. 2. Pada tahun 2012, perusahaan Bank Swasta Devisa yang terdaftar di BI berjumlah 35 bank. 3. Pada tahun 2013, perusahaan Bank Swasta Devisa yang terdaftar di BI berjumlah 35 bank.
4. Pada tahun 2014, perusahaan Bank Swasta Devisa yang terdaftar di BI berjumlah 35 bank. 5. Pada tahun 2015, perusahaan Bank Swasta Devisa yang terdaftar di BI berjumlah 35 bank. Berdasarkan data tersebut, maka jumlah populasi dari penelitian ini yang mencakup seluruh perusahaan Perbankan Swasta Devisa yang terdapat di BI pada tahun 2011-2015 adalah berjumlah 175 Perusahaan Perbankan Swasta Devisa. 3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel Sampel penelitian diambil secara purposive sampling yaitu sampel ditarik sejumlah tertentu dari populasi emiten dengan menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu, (Almilia dan Herdiningtyas, 2005 dalam Dian Puspitasari,2009). Kriteria untuk pemilihan sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan perbankan umum swasta devisa yang terdaftar di BI secara berturut-turut dari awal tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, serta menyajikan laporan keuangan dan rasio-rasio yang dibutuhkan dalam penelitian ini per triwulan secara konsisten dari Q1 2011 sampai dengan Q4 2015. 2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang dapat diakses melalui www.bi.go.id atau web resmi perusahaan tersebut. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian sebanyak 18 Bank Devisa.
3.3 Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data penelitian ini berupa laporan keuangan triwulan dari perusahaan perbankan umum swasta devisa yang listing dari tahun 2011 sampai dengan 2015 secara berturut-turut, seperti yang dilakukan Jumono(2017). Seluruh data tersebut diunduh melalui website resmi BI: www.bi.go.id dan/atau website resmi perusahaan tersebut. Diluar data laporan tahunan, data lain diperoleh penulis dari studi kepustakaan dengan cara mempelajari literaturliteratur serta sumber lain yang berhubungan dan relevan dengan masalah dan topik dari penelitian ini sebagai landasan dalam penelitian ini. Berdasarkan waktu, jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data panel. 3.4 Operasional Variabel 3.4.1 Variabel Independen Variabel independen pada penelitian ini adalah rasio keuangan yang meliputi rasio Equity Multiplier (EM), Operating Profit Magin (OPM), Interest Burden (IB), Tax Burden (TB), Total Asset Turnover (TATO), Loan To Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL). Formulasi perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Equtiy Multiplier (EM) Faktor total aktiva terhadap modal sendiri atau equity multiplier (EM) perlu mendapat perhatian (Leunupan, 2003). Leunupan menggunakan istilah
equity multiplier (EM) tetapi kasmir menggunakan istilah leverage multiplier (LM) untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola asetnya, karena adanya biaya yang harus dikeluarkan akibat penggunaan aktiva (Kasmir, 2001:283). Rumus dari equity multiplier (EM) atau leverage multiplier (LM) adalah sebagai berikut : ………………………………(3.1)
Sumber: Kasmir (2001:284) 2. Operating Profit Margin (OPM) Profit Margin merupakan rasio antara laba bersih dengan penjualan yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh biaya termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi profit margin semakin baik usaha bank, karena menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan dari penjualan. Rumus profit margin adalah sebagai berikut :
…………………………….(3.2)
Sumber: Leunupan (2003) 3. Interest Burden ( IB) Interest Burden merupakan rasio antara Laba kotor (laba sebelum pajak) dibandingkan dengan laba operasional. Dimana rumus dari rasio Interest Burden adalah sebagai berikut:
…………………………………………(3.3)
4. Tax Burden (TB) Tax Burden merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak dibandingkan dengan laba sebelum pajak (laba kotor). Dimana rasio ini digunakan untuk perekayasaan agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada,dengan memaksimalkan penghasilan setelah pajak karena pajak merupakan unsur pengurang. Rumus Tax Burden (TB) adalah sebagai berikut: ………………………………………………..(3.4)
5. Total Assets Turnover (TATO) Total Assets Turnover (TATO) atau Investment Turnover (ITO), merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tertentu (Leunupan, 2003). Rasio ini untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva dalam satu periode tertentu atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue. Apabila menganalisis rasio ini dalam beberapa periode menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat akan memberikan gambaran bahwa semakin efisien penggunaan aktiva sehingga hasil usaha akan meningkat. Rumus Total Assets Turnover (TATO) adalah sebagai berikut :
…………………………………………..(3.5)
Sumber: Bambang Riyanto (2001:334) 6. Loan To Deposit Ratio (LDR) Adalah faktor yang mewakili likuiditas perusahaan, merupakan rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan suatu bank untuk dapat memenuhi kewajiban yang segara ditagih. Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank). Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (Lukman Dendawijaya, 2003).
…………………………………(3.6)
7. Non Performing Loan (NPL) Non Performing Loan (NPL) analog dengan Non Performing Financing (NPF) merupakan perbandingan antara total kredit yang bermasalah dengan total kredit yang diberikan kepada debitur. Semakin tinggi rasio ini maka mengakibatkan semakin buruknya suatu kualitas kredit bank yang dapat menyebabkan total kredit yang bermasalah pun juga semakin besar sehingga prediksi suatu bank dalam kondisi yang bermasalah semakin besar. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai rasio antara kredit bermasalah terhadap total kredit dikali 100%. Semakin kecil angka NPL maka akan semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung oleh pihak yang bersangkutan. Dalam memberikan
kredit, bank wajib menganalisis kemampuan debitur untuk membayar kewajibannya kembali. 3.4.2 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah aspek profitabilitas yang diukur dengan Return On Equity (ROE). Menurut Jumono (2015), Return On Equity disebut juga dengan laba atas Equity. Di beberapa referensi disebut juga dengan rasio total asset turnover atau perputaran total aset. Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atau ekuitas. Menurut Mala (2017), Return On Equity atau hasil pengembalian ekuitas atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efesiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Dengan rumus :
……………………………….(3.8)
Tabel 3.1 Operasional Variabel dan Skala pengukurannya No. 1.
Variabel Independen EM
Rumus
2.
OPM
Rasio
3.
IB
Rasio
4.
TB
Rasio
5.
TATO
Rasio
6.
LDR
Rasio
7.
NPL
Rasio
No. 1.
Variabel Dependen ROE
Rumus
Skala Pengukuran Rasio
Skala Pengukuran Rasio
3.5 Teknik Analisis Data 3.5.1 Metode Data Panel Data panel merupakan gabungan atara data lintas waktu (time series) dan data lintas individu (cross section), dimana unit cross section yang sama diukur pada waktu yang berbeda. Analisis data panel digunakan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel terikat (dependen variabel) dengan satu variabel atau lebih variabel bebas (independen variabel). Keunggulan model data panel dibanding data runtun waktu dan data lintas sektor adalah :
1. Oleh karena data yang berhubungan dengan individu, perusahaan, Negara bagian, Negara, dan lain-lain dari waktu ke waktu, ada batasan heterogenitas dalam unit-unit tersebut. Teknik estimasi data panel dapat mengatasi heterogenitas tersebut secara eksplisit dengan memberikan variabel spesifik-subjek. Subjek disini merupakan istilah sederhana yang mencakup unit-unit mikro seperti individu, perusahaan, Negara bagian, dana Negara. 2. Adanya penggabungan observasi time series dan cross section, data panel memberi lebih banyak informasi, lebih banyak variasi, sedikit kolinearitas antar variabel, lebih banyak degree of freedom, dan lebih efisien. 3. Dengan mempelajari observasi cross section yang berulang-ulang, data panel paling cocok untuk mempelajari dinamika perubahan. 4. Data panel paling baik untuk mendeteksi dan mengukur dampak yang secara sederhan tidak bias dilihat pada data cross section murni atau time series murni. 5. Data panel memudahkan untuk mempelajari model perilaku yang rumit. Contohnya fenomena keekonomian berskala (economies of scale) dan perubahan teknologi lebih tepat dipelajari menggunakan data panel dari pada data cross section murni atau time series murni. Data panel dapat meminimumkan bias yang bisa terjadi jika mengagregasi individu-individu atau perusahaan-perusahaan ke dalam agregasi besar.
3.5.2 Model Estimasi Panel Data Model ini menggabungkan observasi lintas sektor dan runtun waktu sehingga jumlah observasi meningkat. Estimasi panel data akan meningkat derajat keebebasan, mengurangi kolinearitas antara variabel penjelas dan memperbaiki efisiensi estimasi. Verbeek dalam Musleh Jawas (2008) mengemukakan bahwa keuntungan regresi dengan data panel adalah kemampuan regresi data panel dalam mengidentifikasi parameter-parameter regresi secara pasti tanpa asumsi restriksi atau kendala.
Gambar 3.2 Estimasi Model Panel
Estimasi Model Data Panel
Common Effect
Fixed Effect Chow Test
Random Effect Hausman Test
LM Test
Model Terbaik Sebelum Postestimation Test
Postestimation Tes ( Diagnostic Testing )
Tidak Lolos Postestimation Test Treatment
Lolos Postestimation Tes
Model Terbaik Lolos Postestiamation Test
Postestimation Tes (Diagnostic Testing)
Kajian Hasil Penelitian
A. Metode Data Panel Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, dalam hal modelnya dapat dituliskan sebagai berikut : t = 1,2,………T (3.9) Keterangan : N = banyak observasi T = banyak waktu N x T = banyak data panel Dalam mengestimasi model regresi data panel terdapat tiga spesifikasi model yang mungkin digunakan, yakni model common effects, fixed effects, dan random effects. Pada dasarnya, keeradaan efek spesifik individu (αi) pada persamaan (4) dan korelasinya dengan variabel penjelas yang teramati sangat menetukan spesifikasi model yang akan digunakan itu X. 3.5.3 Model Regresi Data Panel 3.5.3.1 Common Effect Model common effect atau pooled regression merupakan regresi data panel yang paling sederhana. Model ini pada dasarnya mengabaikan struktur panel dari data, sehingga diasumsikan bahwa perilaku antar ndividu sama dalam berbagai kurun waktu atau dengan kata lain pengaruh spesifik dari masing masing individu diabaikan atau dianggap tidak ada. Dengan demikian, akan dihasilkan sebuah
persamaan regresi yang sama untuk setiap unit cross section. Sesuatu yang secara realistis tentunya kurang dapat diterima. Karena itu, model ini sangat jarang digunakan dalam analisis data panel. Persamaan regresi untuk model common effect dapat dituliskan sebagai berikut : Yit= α + βXit + εit
i =1,2,………,N;
t =1,2,……..T (3.10)
Y adalah variabel dependen, α adalah koefisien regresi, X adalah variabel Independen, β adalah estimasi parameter, εit adalah error term, N adalah jumlah (individu) dan T adalah jumlah periode waktu. Ekananda (2005) menyatakan bahwa berdasarkan asumsi struktur matriks varians-covarians residual, maka pada model common effect, terdapat 4 metode estimasi yang dapat digunakan, yaitu: 1. Ordinary Least Square (OLS), jika struktur matriks varians-kovarians residualnya diasumsikan bersifat homosdekasitas dan tidak ada cross sectional correlation. 2. Generalized Least Square (GLS)/Weighted Least Square (WLS): Cross Sectional Weight, jika struktur matriks varians-kovarians residualnya diasumsikan bersifat heteroskedasitas dan tidak ada cross sectional correlation. 3. Feasible Generalized Least Square (FGLS)/Seemingly Uncorrelated Regression (SUR) atau Maximum Likelihood Estimator (MLE), jika struktur matriks varians-kovarians residualnya diasumsikan bersifat heteroskedastik dan ada cross sectional correlation.
4. Feasible Generalized Least Square (FGLS) dengan proses autoregressive (AR) pada error term-nya, jika struktur matriks varians-kovarians residualnya diasumsikan bersifat heteroskedasitas da nada korelasi antar waktu pada residualnya. 3.5.3.2 Fixed Effect Tetap Model common effect cenderung mengabaikan struktur panel dari data dan pengaruh spesifik masing-masing individu, maka model fixed effect adalah sebaliknya. Pada model ini, terdapat efek spesifik individu αi dan diasumsikan berkolerasi dengan variabel penjelas yang teramati Xit. Maka pada model efek tetap hal tersebut diatasi yang mana model ini memungkinkan adanya perubahan α pada setiap I dan t. Secara matematis, model efek tetap dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan : Yit = Variabel terikat untuk individu bank ke-i dan tahun ke-t Xit = Variabel bebas untuk individu bank ke-i dan tahun ke-t Wit dan Zit variabel dimmy yan didefinisikan sebagai berikut : Wit = 1 ; untuk bank I;
I = 1, 2, …., N = 0 ; lainnya
Zit = 1 ; untuk tahun t;
t = 1, 2, …., T = 0 ; lainnya
Berdasarkan model di atas, terlihat bahwa sesungguhnya model efek tetap adalah sama dengan regresi yang menggunakan dummy variabel sehingga variabel bebas, sehingga dapat estimasi dengan GLS. Dengan diestimasinya model tersebut dengan OLS, maka akan diperoleh estimator yang tidak bias dan konsisten. 3.5.3.3.Model Effect Random keputusan untuk memasukan perubahan dummy dalam model fixed effect akan menimbulkan konsekuensi tersendiri yaitu dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan model random effect. Model ini, parameter yang berbeda antar individu mauoun antar waktu dimasukkan kedalam error, karena hal inilah model ini sering disebut sebagai error component model. Melihat persamaan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa model random effect menganggap efek rata-rata dari data cross-section dan time-series direpresentasikan dalam intercept. Sedangkan deviasi efek secara random untuk data time-series derepresentasikan dala Vt dan deviasi untuk data cross –section dinyatakan dalam Ui.
Jadi model efek random bisa diestimasi dengan OLS bila δ
=δ
= 0.
Kalau tidak demikian, Mode Efek Random diestimasikan dengan metode Generalized Least Square (OLS). Asumsi yang digunakan untuk Model Efek Random ini adalah error secara individual tidak saling berkolerasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Penggunaan pendekatan random effects dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada pendekatan fixed effects. Hal ini berimplikasi pada parameter hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model akan semakin baik. Terkait dengan beberapa pilihan teknik untuk permodelan panel data, sebelum model diestimasi dengan model yang tepat, terlebih dahulu dilakukan uji spesifikasi apakah Common Effect, Fixed Effect atau Random Effect memberikan hasil yang sama. 3.5.4 Penyeleksian Model Estimasi Data Panel. Gambar 3.3 Penyelesaian Model Estimasi Data Panel (Jumono, 2016)
Fixed Effect
2
Hausman Test
Random Effect
Chow Test
1 LM Test Pooled Least Square
3
3.5.4.1 Uji Chow Signifikan model fixed effect dapat dilakukan dengan uji statistik F. Uji F digunakan untuk mengetahui.
Lebih baik dari model regresi data panel tanpa variabel dummy (common effect) dengan melihat residual sum squares (RSS).
Dimana : RRSS : Restricted Residual Sum Square. URSS : Unrestricted Residual Sum Square. Keterangan : N adalah jumlah individu. T adalah periode waktu. K adalah parameter dalam model fixed effect. RSS1 dan RSS2 masing-masing merupakan residual sum of squares teknik tanpa variabel dummy dan teknik fixed effect dengan variabel dummy. Nilai statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat bebas (n-1) untuk numerator dan (nT-n-k) untuk denumerator. Jika nilai statistik F hitung lebih besar dari F table, maka hipotesis nol akan ditolak, yang berarti
koefesien intersep dan slope adalah sama tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel adalah fixed effect lebih baik dari common effect. 3.5.4.2 Uji Husman Pengujian untuk memilih apakah model akan dianalisis dengan menggunakan metode Random Effect atau Fixed Effect dapat dilakukan dengan Hausman Test. Hipotesis yang akan digunakan pada uji spesifikasi Hausman adalah sebagai berikut : H0
: Model Random Effect
H1
: Metode Fixed Effect (unrestricted) Dengan perbandingan terhadap Chi Square table, jika Hausman statistik
lebih besar dari Chi Square table maka cukup untuk menolak H0 sehingga model yang lebih sesuai dalam menjelaskan permodelan data panel tersebut adalah efek tetap, begitu pula sebaliknya. Di dalam pengolahan software Eviews 6.1, jika PValue < α maka tolak H0 dan teriama H1. 3.5.4.3 Uji Breusch-Pagam LM Pengujian untuk memilih apakah model akan dianalisis dengan menggunakan metode Random effect atau Pooled Least Square dapat dilakukan dengan The Breusch-Pagan LM Test dimana menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0
: Model Pooled Least Square (restricted).
H1
: Metode Random Effect. Dasar penolakan H0 menggunakan statistik LM Test yang berdasarkan
distribusi Chi-square. Jika LM statistik lebih besar dari Chi-square table maka tolak H0, sehingga model yang lebih sesuai dalam menjelaskan dalam permodelan data panel tersebut adalah Pooled Least Square, begitu pula sebaliknya. 3.5.4.4 Uji Postestimation (Diagnostic Testing) Model yang telah dipilih akan diuji menggunakan beberapa uji postestimation untuk mengetahui apakah model tersebut valid sebagai estimator untuk menjawab hipotesis penelitian. 3.5.4.5 Uji Heteroskedasitas Pada asumsi yang kedua,
, variasi dari error diharapkan
konstatn untuk setiap observasi. Asumsi ini disebut juga homoscedasticity. Ketika variasi dari error tidak konstan maka kita akan menemui heteroscedasticity di dalam error. Menurut Ajija dkk (2011), Heteroskedastisitas merupakan keadaan di mana suatu gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varian yang sama. Sedangkan menurut Suliyanto (2011). Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model regresi yang tidak sama (konstan). Sebaliknya, jika varian variabel pada model regresi memiliki nilai yang sama (konstan), maka disebut dengan Heteroskedastisitas.
Yang diharapkan dari model regresi adalah adanya Homoskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya banyak terjadi pada data yang bersifat cross section. Menurut Sarwoko (2005), terdapat beberapa alasan munculnya persoalan Heteroskedastisitas, yaitu : 1. Database dari satu atau lebih variabel mengandung nilai-nilai dengan suatu jarak (range) yang lebar. 2. Perbedaan laju pertumbuhan antara variabel-variabel dependen dan independen adalah signifikan dalam periode pengamatan untuk data runtut waktu. 3. Di dalam data itu sendiri memang terdapat heteroskedastisitas, terutama pada data seksi silang. Menurut Suliyanto (2011), beberapa contoh penyebab perubahan nilai varian yang berpengaruh pada homoskedastisitas residualnya, yaitu adanya pengaruh dari kurva pengalaman (learning curve), adanya peningkatan perekonomian dan adanya peningkatan teknis pengambilan data. Gujarati dan Porter (2009) menyatakan bahwa heteroskedastisitas tidak menghilangkan sifat-sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari estimator-estimator OLS, tetapi mereka tidak lagi efisien, bahkan tidak asimtotis (pada sampel yang besar). Menurut Sarwoko (2005) persoalan Heteroskedastisitas seringkali ditangani dengan dua cara. Pertama, mentransformasikan data dengan satu faktor yang tepat, kemudian baru menggunakan prosedur OLS terhadap data yang telah
ditransformasikan. Prosedur yang meliputi dua langkah ini, sering dikenal dengan nama Gerneral Least Square (GLS). Kedua transformasi data dalam bentuk translog. Konsekuensi dari heteroscedasticity antara lain : 1. Estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efficient. Ada estimator lain yang memiliki variance lebih kecil dari pada estimator yang memiliki error yang heteroscedastic. 2. Standard error yang dihitung dari OLS yang memiliki error heteroscedastic tidak lagi akurat. Hal ini menyebabkan inferensi (uji hipotesis) yang menggunakan standard error ini tidak akurat. Cara mendeteksi terjadinya heteroscedasticity bisa dilakukan dengan metode informal maupun uji formal. Pengamatan informal dialkukan dengan cara mem-plot residual kuadrat dengan ŷ atau dengan mem-plot residual kuadrat dengan salah satu variabel independen. 3.5.4.6 Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah pelanggaran asumsi dimana terdapat korelasi serial antar error. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji formal dengan DW (Durbin-Watson) statistics, jika DW > 2 atau DW < 2 (tidak mendekati 2) maka dapat dikatakan adanya indikasi autokorelasi. Akan tetapi pengujian DW sering menimbulkan ambiguitas sehingga diperlukan pengujian formal.
Pengujian formal dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Jika p value < α maka terdapat indikasi adanya autokorelasi pada model tersebut. Untuk mengatasi masalah autokorelasi dapat menggunakan cara menambahkan variabel AR (autoregressive) atau MA (moving average), menambah lag pada variabel bebas, serta melakukan differencing atau melakukan regresi nilai turunan. 3.5.4.7 Uji Multikolinieritas Multicollinearity dapat didefinisikan secara ‘loose’ sebagai suatu situasi dimana terjadi hubungan linear antar variabel independen. Hal ini melanggar asumsi regresi dimana disyaratkan sebaliknya. Konsekuensi multicolinearity antara lain: 1. Jika terdapat multicollinearity parameter yang di-estimasi akan bersifat BLUE tetapi estimasi akan memiliki variance dan standard error yang besar sehingga uji hipotesis kurang akurat. Karena standard error yang besar maka interval pengujian akan besar sehingga hipotesis nol akan sering ditolak. 2. T-stat akan banyak yang tidak signifikan walaupun
tinggi.
3. Estimator OLS akan sensitive terhadap perubahan kecil pada data. Cara mendeteksi multikolinearitas antara lain: 1. Menghitung koefesien korelasi antar variabel independen.
2. Melihat apabila
tinggi tetapi tidak ada atau sedikit t-stat yang
signifikan. 3. Melakukan regresi antar satu variabel independen dengan variabel independen lainnya. Jika terdapat hasil regresi yang
tinggi maka ada
kemungkinan multicollinearity. Pengujian untuk melihat secara pasti jenis multicollinearity yang terjadi belum ada di dalam literature. Masih banyak perdebatan tentang hal ini. Cara-cara di atas merupakan cara sederhana yang masih banyak kekurangan. Remedial untuk multicollinearity antara lain: 1. Melakukan transformasi data (kemungkinan non-stationary). 2. Men-drop variabel. 3. Do nothing karena multicollinearity is God’s will (Blanchard, seperti dikutip oleh Gujarati hal. 363) Uji Multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah nada korelasi
di
antara
variabel
dependen.
Menurut
Suliyanto
(2011),
uji
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas, maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinier. 3.5.5 Uji F
Dalam pengujian ini diuji apakah semua variabel bebas secara bersamasama mempengaruhi variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan distribusi F. Signifikansi pengujian ini secara langsung dapat dilihat dari besarnya angka probabilitas. Jika p-value (F-statistik) lebih kecil dari α (α = 5% atau 0,10) maka seluruh variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya. 3.5.6 Uji T Analisis statistik secara parsial digunakan untuk melihat signifikan dari masing-masing variabel bebas secara individual dalam menjelaskan variabel terikat pada model dengan menggunakan uji t, dimana hipotesis nol artinya nilai koefisien berbeda dengan nol. Signifikan ini secara langsung dapat dilihat dari besarnya angka probabilitas. Jika p-value (t-statistik) lebih kecil dari α (α = 5% atau 0,10) maka variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya atau tolak H0. 3.5.7 Koefisiensi Determinasi Masalah yang terjadi jika melakukan pengujian dengan menggunakan adalah jika variabel bebasnya ditambahkan maka nilai besar. Pengujian dengan Adjusted
akan bertambah
secara obyektif melihat pengaruh
penambahan variabel bebas, apakah variabel tersebut mampu memperkuat variasi penjelasan variabel terikat. Adapun penghitungan nilai Adjusted sebagai berikut:
adalah
Dimana :
N = banyaknya observasi K = banyaknya variabel bebas
DAFTAR PUSTAKA Animah, Elin, dan Nina. 2009. Pengaruh profit margin, investment turnover, equity
multiplier terhadap return on equity, jurnal telaah dan riset
akutansi vol.2 No.2 hal 165-182. Ang, Robert (1997). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market). Mediasoft Indonesia, First Edition. Diana, Puspitasari. 2009. Analisis Pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR, DAN SUKU BUNGA SBI Terhadap ROA (Studi Pada Bank Devisa di Indonesia Perioda 2003-2007). Ernawati. 2011. ANALISIS PENGARUH BOPO, NIM, GWM, LDR, PPAP DAN NPL TERHADAP ROE PADA BANK GO PUBLIC DAN NON GO PUBLIC DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2007-2009. Eugene F. Brigham and Joel F Houston. 2001. Manajemen Keuangan, Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga. Fahmi, Irham. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Cetakan Pertama. Bandung: Alfabeta. Husnan, Suad. (2001). “Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja Perusahaan dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan Multinasional”. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi, Vol. 1 No.1, Februari: 1 – 12. Jumono, S., Achsani, N. A., Hakim, D. B., & Fidaus, M. (2015). Market Concentration, Market Share, and Profitability (Study at Indonesian Commercial Banking in the Period of 2001-2012). Asian Social Science, 11(27), 18.
Jumono, S., Achsani, N. A., Hakim, D. B., & Firdaus, M. (2015). The Impacts of ALMA Primary Variables on Profitability An Empirical Study of Indonesian Banking, International Research Journal of Business Studies (IRJBS), 8(1), 13. Jumono, S., Achsani, N. A., Hakim, D. B., & Fidaus, M. (2016). The Effect of Loan Market Concentration on Banking Rentability: A Study of Indonesian Commercial Banking, Dynamics Panel Data Regression Approach. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(1). Jumono, S., Adhikara, M.F.A., Mala, C.M.F. (2016). Profit Structure of Indonesian Banking Industry (An Empirical Study Based on Du Pont Model). Journal of Emerging Issues in Economics, Finance and Banking, 5 (2), 1938. Jumono, S., Abdurrahman, A., Mala, C.M.F. (2017). Market Concentration Index and Performance: Evidence from Indonesian Banking Industry. International Journal of Economics and Financial Issues, 7 (2), 249.
Kasmir, SE, MM. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Kasmir. 2008. Bank dan Keuangan Bank lainnya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasinya, BPFE, Yogyakarta. Leunupan, Pieter. 2003. Profitabilitas Equitas dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Pada Beberapa KUD di Kota Ambon).Jurnal Ekonomi Akuntansi.FE Universitas Kristen Petra. Mala, C.M.F. (2017). The Prospect of Dual Unit Banking System in Indonesian
Regional Banking. Account and Financial Management Journal, 2(1). Nurkholisoh, shinta,” tinjauan atas analisis rasio laporan keuangan dan penerapan analisis Du Pont pada PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero)”. Bandung: Tugas akhir diploma program studi akutansi fakultas ekonomi universitas widyatama, 2008. Prasnanugraha P, Ponttie. 2007. Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia. Tesis Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Rahmat, Muhammad. 2013. Pengaruh Financial Leverage Terhadap Roe Pada Perusahaan Retail Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Periode 2008-2012. Jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Sawir, Agnes. 2001. Analisis kinerja keuangan dan perencanaan keuangan perusahaan. Jakarta: gramedia pustaka utama. Samryn,
L.
M.
2012.
Akuntansi
manajemen:
informasi
biaya
untuk
mengendalikan aktivitas operasi dan informasi edisi revisi. Jakarta: kencana. Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Syukriani, ichsanti,”Analisis tingkat efisiensi penggunan modal melalui pendekatan system du pont pada PT. Dok dan perkapalan kodja bahari cabang semarang,” Surakarta: skripsi sarjana jurusan ekonomi, fakultas social UNS,2005. Taswan, 2010, Manajemen Perbankan : Konsep, Teknik, dan Aplikasi, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan.