ANALISIS PRESTASI KUDA PACU PADA KEJUARAAN NASIONAL PACUAN DERBY INDONESIA TAHUN 1974-2015
MOCHAMMAD DWI NOER HASYIM
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iv
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Prestasi Kuda Pacu Pada Kejuaraan Nasional Pacuan Derby Indonesia Tahun 1974-2015 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Mochammad Dwi Noer Hasyim NIM D14100046
ii
ABSTRAK MOCHAMMAD DWI NOER HASYIM. Analisa Prestasi Kuda Pacu Pada Kejuaraan Nasional Pacuan Derby Indonesia Tahun 1974-2015. Dibimbing oleh MULADNO dan RUDY PRIYANTO. Olahraga berkuda memerlukan ternak kuda yang bermutu tinggi dan terlatih dengan baik. Oleh karena itu, organisasi nasional bernama PORDASI (Persatuan Olah Raga Berkuda Indonesia) melakukan program grading up kudakuda lokal Indonesia. Program grading up telah dilakukan selama 41 tahun yang lalu sampai sekarang dan perlu dilakukan ulasan atas program tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis prestasi kuda pacu Indonesia pada kejuaraan nasional derby Indonesia tahun 1974-2015. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari 111 ekor kuda yang menempati posisi 1, 2, dan 3. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Kuda Generasi ke-4 (G4) memiliki prestasi paling banyak dibanding kuda peranakan Thoroughbred lainnya. Kuda ini mendominasi pacuan pada jarak 2 000 meter. Asal tetua pejantan dari Thoroughbred Australia dan betina lokal priangan paling banyak menghasilkan kuda juara pacuan Derby Indonesia. Persentase jenis kelamin jantan dan betina untuk posisi finish ke 1,2, dan 3 tidak terlalu berpengaruh pada prestasi kuda. Kuda dengan persentase darah Thoroughbred lebih tinggi berpeluang untuk berprestasi pada jarak pacu yang lebih jauh. Kata kunci : grading up, jarak pacu, jenis kelamin, prestasi, Thoroughbred ABSTRACT MOCHAMMAD DWI NOER HASYIM. Performance Analysis Horse Racing on National Championship in Derby Indonesia 1974-2015. Supervised by MULADNO and RUDY PRIYANTO. Horse sport require good breed and well trained horses. Therefore, a national organization called PORDASI (Association of Indonesian Horse Sports) perform grading up program local horses in Indonesia. Grading up program has been done for 41 years until now and it was needed to review the program. The aim of this study was to analyze Performance Horse Racing on National Championship in Derby Indonesia 1974-2015. The information of horse racing championship was collected from secondary data of 111 horses occupy positions 1, 2, and 3. This study used descriptive methods. The result showed the Fourth Generation (G4) horse breed has the most achievement than other Thoroughbred horse breed. The G4 horse breed had dominated the race of 2 000 meter distance. The offspring stalion of Australian Thoroughbred and mare of Priangan horse produced the most quantity of horse racing champion in Derby Indonesia. The competition of horse racing with the 1st, 2nd and 3rd finish position was not influence by sex. Horses with higher percentage of Thoroughbred blood have higher chances to excel at a longer racing distance. Key words : grading up, performance, racing distance, sex, Thoroughbred
iii
ANALISIS PRESTASI KUDA PACU PADA KEJUARAAN NASIONAL PACUAN DERBY INDONESIA TAHUN 1974-2015
MOCHAMMAD DWI NOER HASYIM
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Analisis Prestasi Kuda Pacu Pada Kejuaraan Nasional Pacuan Derby Indonesia Tahun 1974-2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Muladno, MSA dan Dr Ir Rudy Priyanto selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Afton Atabany MSi selaku dosen penguji yang telah membantu melalui kritik dan saran yang berguna untuk penyusunan skripsi ini dan kepada Iyep Komala Spt selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan selama penulis menjalankan studi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pimpinan beserta staf Biro Registrasi Kuda (BRK) Drh Sri Dadi Wiryosuhanto, Usman, dan Ir M. Basri Y Bayu serta Muhammad Danang Eko Yulianto, Spt MSi yang telah membantu penulis dalam penelitian. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Ibu, Bapak, Rischa Ariesona Mandasari serta seluruh keluarga besar atas doa, semangat dan cinta yang selalu diberikan. Ucapan terimakasih kepada Nova, Roseno, Veski Zunius, Rayis Utsman, Muhammad Faris Firdaus, Risti Laily yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi, Surya Aditama, Muhammad Irfan Fadillah, Rangga Lawe Sandjaya, teman-teman dari Equestrian Club IPB (ECI) yang selalu menghibur, dan teman-teman seangkatan IPTP 47 atas bantuan, saran dan motivasi selama berjuang menempuh pendidikan di FAPET IPB. Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Mochammad Dwi Noer Hasyim
vii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pacuan Kuda di Indonesia Pengaruh Jenis Keturunan Kuda Derby Pengaruh Jenis Keturunan dari Pejantan (Bapak) Pengaruh Jenis Keturunan dari Induk (Ibu) Pengaruh Jenis Kelamin Pengaruh Jenis Kelamin dan Jarak Pacu Terhadap Jumlah Juara Pengaruh Jenis Keturunan dan Jarak Pacu Terhadap Jumlah Juara SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
vi vii vii vii 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 5 8 9 9 10 11 12 12 13
viii
DAFTAR TABEL 1 Rekap hasil pacuan kuda 2 Persentase juara derby Indonesia dari tahun 1974-2015 3 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia 4 Pengaruh jenis kelamin terhadap prestasi kuda
3 6 7 9
DAFTAR GAMBAR 1 Persilangan kuda pacu Indonesia 2 Pengaruh jenis keturunan kuda derby 3 Tren prestasi kuda derby dari tahun 1974-2015 4 Pengaruh jenis keturunan dari pejantan (bapak) 5 Pengaruh jenis keturunan dari induk (ibu) 6 Pengaruh jenis kelamin dan jarak pacu terhadap jumlah juara 7 Pengaruh jenis keturunan dan jarak pacu terhadap jumlah juara
4 5 6 8 9 10 11
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kuda (Equus caballus) di Indonesia banyak digunakan sebagai ternak pekerja, kepemiliteran, penghasil daging dan susu serta olahraga. Seiring dengan perkembangan teknologi penggunaan kuda lebih banyak untuk keperluan olahraga dan hewan kesayangan. Cabang olahraga berkuda yang paling banyak dipertandingkan di Indonesia antara lain pacuan, polo dan equestrian /ketangkasan berkuda. Olahraga berkuda memerlukan ternak kuda yang bermutu tinggi dan terlatih dengan baik. Oleh karena itu organisasi nasional bernama PORDASI (Persatuan Olah Raga Berkuda Indonesia) melakukan grading up kuda-kuda lokal Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan menciptakan breed (bangsa) baru kuda Indonesia. Berdasar hasil keputusan lokakarya di dalam Munas III PORDASI tahun 1975, grading up dilakukan dengan menyilangkan kuda betina lokal dengan pejantan impor Thoroughbred. Kuda lokal yang digunakan adalah kuda sandel yang beradaptasi baik dengan iklim tropis Indonesia, mempunyai karakteristik dan intelegensia tinggi, kaki kokoh dan kuat, kecepatan lari yang mendukung sebagai kuda pacu. Sedangkan kuda Thoroughbred merupakan brand standar yang telah diakui keandalannya sebagai kuda pacu dengan kelas internasional (Ditjennak 2013). Grading up diakhiri hingga generasi ketiga (G3) dan generasi keempat (G4) yang merupakan program jangka pendek. Kuda Pacu Indonesia (KPI) merupakan hasil perkawinan antar sesamanya (inter semating) kuda G3 dan G4 yang terus menerus diseleksi dan merupakan program jangka panjang. Tahun 1996 merupakan puncak keberhasilan dari pembentukan KPI dengan diterbitkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Kuda Pacu Indonesia dengan nomor registrasi SNI 01-4226-1996. Selanjutnya tahun 2013 dilakukan pelepasan rumpun KPI melalui keputusan Menteri Pertanian No 4468/Kpts/SR.120/7/2013 yang merupakan bukti KPI sebagai ternak bibit Indonesia. Pacuan kuda merupakan cabang olahraga berkuda yang memfokuskan pada kecepatan dan ketahanan lari kuda. Pertandingan pacuan kuda di Indonesia diikuti oleh kuda lokal, kuda silang, dan kuda Thoroughbred (TB). Nomor puncak pada pertandingan ini dilaksanakan pada kejuaraan nasional pacuan derby Indonesia yang mempertandingkan kuda lokal jantan dan betina berumur 3 tahun. Hasil dari kejuaraan tersebut menghasilkan kuda pacu terbaik Indonesia pada tahun tersebut. Kuda-kuda yang berprestasi dalam pertandingan pacuan setiap tahunnya memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat peternak dan penggemar kuda. Harga jual kuda tersebut meningkat seiring dengan pencapaian prestasinya. Kuda tersebut digunakan dalam perkawinan selektif antara pejantan dan induk betina terbaik. Program grading up telah dilakukan selama 41 tahun yang lalu sampai sekarang dan perlu dilakukan ulasan atas program tersebut. Catatan-catatan pencapaian prestasi kuda dalam kejuaraan tingkat nasional perlu disusun dan diulas lebih lanjut guna menentukan arah dan pengembangannya. Melalui analisis
2
prestasi kuda pacu Indonesia selama 41 tahun diharapkan dapat membangkitkan semangat para peternak dalam merawat dan membina serta mengembangkan peternakan kuda unggul, sebagai upaya peningkatan ekonomi kerakyatan sekaligus mendorong pertumbuhan kepariwisataan di Indonesia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prestasi kuda pacu pada kejuaraan nasional derby Indonesia tahun 1974-2015. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 111 ekor kuda yang menempati posisi 1, 2, dan 3 pada kejuaraan nasional derby Indonesia tahun 19742015. Analisis dilakukan dengan mengamati pengaruh jenis keturunan kuda Derby, jenis keturunan asal tetua bapak dan induk, jenis kelamin dan perubahan jarak pacu terhadap prestasi kuda.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan pada bulan April hingga Juli 2014. Penelitian ini dilaksanakan di arena pacuan kuda Pulomas Jakarta, Biro Registrasi Kuda Pamulang dan Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Petenakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari buku catatan Biro Registrasi Kuda (BRK), buku Kejuaraan Pacuan Kuda PORDASI Tahun 1966-2011, dan buku Panduan Acara Kejurnas Derby Indonesia Tahun 2012-2015 sebanyak 421 ekor kuda. Data kemudian disaring menjadi 111 ekor kuda yang menempati posisi 1, 2, dan 3. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku rekording data dan kamera digital. Prosedur Data yang diperoleh dikumpulkan dan disusun dalam tabel dan grafik. Total kejuaraan Derby Indonesia sebayak 41 kali dengan 111 ekor kuda yang
3
menempati posisi 1, 2, dan 3 yang dipacukan di Pacuan Kuda Pulomas Jakarta. Kondisi yang diamati adalah : 1. Pengaruh jenis keturunan terhadap prestasi kuda, 2. Pengaruh asal tetua bapak terhadap prestasi kuda, 3. Pengaruh asal tetua induk terhadap prestasi kuda, 4. Pengaruh jenis kelamin terhadap prestasi kuda, 5. Pengaruh jenis kelamin dan jarak pacu terhadap jumlah juara, 6. Pengaruh jenis keturunan dan jarak pacu terhadap jumlah juara. Ilustrasi bentuk data yang dianalisis prestasinya disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Berdasarkan ilustrasi pada Tabel 1 tersebut data akan direkapitulasi dan dipresentasikan, serta ditampilkan dalam grafik. Tabel 1 Rekap hasil pacuan kuda Kejuara an Derby Nasio nal Derby Nasio nal Derby Nasio nal
U mur (th)
Ting gi (cm)
Bapak / Pejan tan
Jenis Keturu nan
Ibu/ In duk
Jenis Keturu nan
Ta hun
JAN TAN
3
156
Rico Rio
TB AUS
Sap tade wi
LK PRI
19 78
G1
BETI NA
3
146
Rico Rio
TB AUS
Dewi P
LK SUM BA
19 78
G1
BETI NA
3
146. 9
Glorie King dom
TB AUS
Boni ta
LK MIN
19 78
Jarak (me ter)
Ju a ra
Nama Kuda
Jenis Keturu nan
Kela min
1400
1
MYS TERE
G1
1400
2
KE KAR
1400
3
CELI CA
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Suprapto (2013) menyatakan bahwa metode analisa deskriptif adalah metode yang dirancang untuk menggambarkan atau melukiskan sesuatu secara sistematis dan analitik untuk memecahkan masalah aktual pada masa kini. Metode ini melalui beberapa tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap tabulasi data, dan tahap analisis data yang diperoleh dari tabulasi data. Pendeskripsian data pada penelitian ini meliputi pengaruh jenis keturunan kuda juara Derby, jenis keturunan tetua dari pejantan dan induk, jenis kelamin, dan perubahan jarak pacu terhadap prestasi kuda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pacuan Kuda di Indonesia Pacuan kuda merupakan olahraga berkuda yang merakyat di Indonesia, karena hampir setiap daerah di Indonesia melakukan pacuan. Pacuan kuda di Indonesia ada yang sifatnya besar dan klasik. Pacuan besar merupakan pacuan untuk memperingati suatu peristiwa atau hal yang penting, misalnya Hari Jadi Kota, Hari Ibu, Hari Kartini, mengenang jasa seorang dalam perkudaan atau mengabadikan seorang sponsor (Soehardjono 1990). Pacuan klasik ditentukan oleh badan atau organisasi perkudaan, hanya untuk kuda berumur tiga tahun, jantan, betina, atau kebiri. Pacuan ini untuk memperebutkan piala Tiga Mahkota
4
(Triple Crown) yang terdiri dari pacuan Derby jarak 1 200 meter, Derby jarak 1 600 meter dan Derby jarak 2 000 meter. Pacuan Derby diambil dari nama seorang bangsawan Inggris, pecinta dan pemilik kuda, bernama Edward Stanley the Earl of Derby. Pacuan ini merupakan salah satu pacuan klasik dan penting di Inggris. Pacuan Derby diikuti oleh kuda jantan dan betina umur tiga tahun. Pacuan Derby di Indonesia dilaksanakan tiap tahun pada bulan Juni atau Juli. Pada pacuan ini beban (joki) untuk jantan ditentukan 52 kg dan betina 50 kg. Tahun 1988 hingga sekarang beban (joki) untuk betina meningkat menjadi 51 kg (Yayasan Pamulang Equestrian Centre 2011). Pacuan kuda terbagi dalam beberapa kelas sesuai jenis keturunan, kelamin, umur, jarak pacu, dan prestasi. Di negara – negara lain untuk pacuan hanya digunakan kuda jenis Thoroughbred, sedangkan di Indonesia sesuai kondisi, pacuan menggunakan kuda lokal, silang, dan Thoroughbred kelahiran Indonesia, baik jantan, betina, atau kebiri. Kuda pacu tersebut bertanding memperebutkan berbagai macam piala dan hadiah uang (price money) dalam jumlah besar. Kuda Pacu Indonesia menurut SNI (1996) adalah kuda Indonesia hasil persilangan kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ke-3 (G3) dan generasi ke-4 (G4) dan atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating) yang memiliki sertifikat Kuda Pacu Indonesia dan terdaftar pada Biro Registrasi Kuda yang ditetapkan pemerintah. Program pembentukan Kuda Pacu Indonesia (KPI) dengan kawin silang antara betina lokal dengan pejantan Thoroughbred memiliki beberapa tujuan diantaranya KPI yang dihasilkan masih mengandung darah lokal, adanya perbaikan eksterior seperti tinggi kuda (diatas 130 cm); kepala besar menjadi lebih kecil; rambut suri tebal menjadi halus; leher tebal menjadi ramping; perbandingan tubuh satu dengan lainnya serasi, peningkatan kecepatan lari dan memperpanjang jarak tempuh (400 – 2 200 meter), biaya perawatan lebih ekonomis karena dapat menggunakan pakan lokal dan lebih adaptif terhadap lingkungan tropika basah di Indonesia (Pordasi 2001). KPI memiliki 3 jenis komposisi darah, pertama merupakan perkawinan sesama kuda G3 dengan persentase darah lokal 12,5 %, kedua merupakan perkawinan sesama kuda G4 dengan persentase darah lokal 6,25%, dan ketiga merupakan perkawinan antara kuda G3 dan G4 dengan persentase darah lokal sebesar 9,375%.
Gambar 1 Persilangan kuda pacu Indonesia (Yayasan Pamulang Equestrian Centre 2011)
5
Program pembentukan KPI oleh PORDASI dalam perkembangannya memiliki beberapa hasil persilangan diluar program. Kuda Sandel Arab (SA) misalnya yang merupakan persilangan antara betina lokal (LK) dengan pejantan Arab. Hasil persilangan dari kuda SA ini kemudian disebut kuda Peranakan Sandel Arab (PSA). Kuda silangan terbalik (SILTERB) merupakan kuda hasil persilangan antara betina Thoroughbred dengan pejantan lokal (LK). Kuda pacu (KP) merupakan kuda hasil perkawinan sesama kuda G (Pada kondisi ini kuda KP dihasilkan dari hasil intersemating G1 dan G2). Pordasi (2001) menambahkan persilangan lanjutan kuda betina G4 dengan pejantan Thoroughbred menghasilkan kuda G5, namun kuda ini tidak sesuai dengan SNI kuda pacu (Standar KPI) sehingga G5 bukan Kuda Pacu Indonesia dan juga bukan Thoroughbred. Persilangan lanjutan ini dimasukkan dalam Buku Registrasi sebagai Kuda Pacu G5 (KP.5), Kuda Pacu G6 (KP.6), Kuda Pacu G7 (KP.7) dan seterusnya. Pengaruh Jenis Keturunan Kuda Derby Kuda-kuda yang mengikuti Kejurnas Derby Indonesia merupakan kuda lokal Indonesia (kuda lokal dan kuda silang) berjenis kelamin jantan atau betina dan berumur tiga tahun. Berdasarkan hasil yang didapat dari Kejurnas Derby Indonesia tahun 1974-2015, kuda G4 memiliki prestasi juara 1 terbanyak dari jenis keturunan lainnya. Kuda G2 dan G4 memiliki jumlah kuda yang berprestasi terbanyak dari jenis keturunan lainnya yaitu sebanyak 28 ekor kuda.
Gambar 2 Pengaruh jenis keturunan kuda Derby terhadap prestasinya Upaya grading up kuda lokal dengan kuda Thoroughbred telah dilakukan sejak tahun 1970 dengan dibelinya kuda Thoroughbred asal Australia bernama Keen Court dan Danoid oleh seorang peternak bernama A.C.J. Mantiri (Soehardjono 1990). Selama 41 tahun program grading up, kuda yang mengikuti kejurnas Derby Indonesia tercatat hingga persilangan ke G7 atau KP.7. Tren prestasi kuda selama kejurnas Derby Indonesia tahun 1974-2015 adalah sebagai berikut.
6
Gambar 3 Tren prestasi kuda Derby dari tahun 1974-2015 Selama 41 tahun kejurnas pacuan Derby Indonesia, posisi juara 1, 2, dan 3 memiliki tren prestasi kuda seiring dengan berjalannya program grading up. Pada gambar 2 terlihat pada tahun 1974-1980 posisi juara didominasi oleh kuda G1. Kemudian pada tahun 1981 digantikan oleh kuda G2. Prestasi kuda G2 mulai menurun dan kalah bersaing setelah kemunculan kuda G3 tahun 1989 dan kuda G4 tahun 1997. Kuda G4 mendominasi posisi juara hingga tahun 2015. Prestasi kuda lokal yang berhasil menjuarai pacuan Derby sangat sedikit. Hal ini dikarenakan ukuran tubuh kuda lokal yang lebih kecil dari kuda peranakan Thoroughbred. Hal yang sama juga pada kuda KP. Prestasi kuda KPI terlihat sejak kemunculannya di tahun 2006 dan bersaing dengan kuda G4. Prestasi kuda KPI belum terlihat banyak karena hingga tahun 2015 jumlah kuda KPI yang mengikuti Kejurnas Derby Indonesia sebanyak 20 ekor dan yang berprestasi sebanyak 6 ekor atau 30%. Hal yang sama juga terjadi pada kuda KP.5, dengan jumlah 22 ekor dan yang berprestasi sebanyak 5 ekor atau 22.72%. Tabel 2 Persentase juara derby Indonesia dari tahun 1974-2015 Jenis Keturunan LK LK JATIM LK MIN LK PRI SA SIL TERBALIK G1 G2 KP G3 G4 KPI KP.5 KP.6 KP.7
Total Bertanding 2 2 1 3 1 2 51 103 1 114 92 20 22 1 2
Jumlah Juara 0 1 0 0 0 0 18 28 1 23 28 6 5 0 1
Persentase Juara (%) 0 50 0 0 0 0 35.29 27.18 100 20.17 30.43 30 22.72 0 50
Berkaitan dengan program grading up PORDASI, persentase juara kuda G4 sebesar 30.43% dengan jumlah juara 28 ekor kuda dari total 92 ekor kuda
7
yang bertanding. Hal ini memberikan potensi untuk peningkatan mutu KPI melalui pengembangan dan peseleksian kuda G4 tersebut. Perkawinan kuda lokal dengan kuda Thoroughbred memberikan konformasi tubuh yang lebih besar. Suherman (2007) menjelaskan ukuran-ukuran tubuh seperti tinggi pundak, tinggi panggul, panjang badan, dalam dada, panjang panggul, dan lingkar kanon KPI dan kuda G4 lebih tinggi diantara kuda G3, G2, G1 dan kuda lokal. Kuda hasil grading up memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari kuda lokal seperti kuda lokal Sumba dan Priangan. Hal ini dikarenakan pengaruh heterosis yang menurut Noor (2000) merupakan persentase peningkatan peforma dari ternak-ternak hasil persilangan di atas rataan tetua. Dalam hal ini peningkatan ukuran-ukuran tubuh kuda pacu pernakan Thoroughbred melebihi ukuran-ukuran tubuh kuda lokal. Ukuran tubuh seperti lingkar dada mempunyai peranan yang penting dalam pernafasan karena berhubungan langsung dengan sirkulasi oksigen dalam tubuh pada saat lari. Kuda yang memiliki lingkar dada yang besar cenderung mempunyai organ pernafasan yang sempurna. Panjang badan memegang peranan yang penting dalam menentukan kecepatan pacu. Kuda dengan panjang badan yang relatif pendek akan memiliki pergerakan badan yang lebih cepat dan sangat membantu dalam kesinambungan gerak (Gay 1964). Bowling dan Ruvinsky (2000) menambahkan hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda umur 6-8 bulan adalah peningkatan kecepatan yang dihasilkan anak kuda disebabkan oleh panjang langkah. Anak kuda yang larinya cepat diketahui memiliki kaki lebih berat dan frekuensi langkah yang lebih dan hal ini terdapat pada kuda yang relatif lebih tinggi. Dalam penentuan standar kuda pacu Indonesia ukuran tubuh yang dijadikan tolak ukur adalah tinggi badan dan kecepatan lari seperti yang terdapat pada Tabel 3 dibawah ini (Komisi Peternakan dan Kesehatan Veteriner Pordasi (2000). Tabel 3 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia Kelas Kuda Pacu Kuda Pacu lokal Kuda Pacu G1 Kuda Pacu G2 Kuda Pacu G3 Kuda Pacu G4 Thoroughbred
Tinggi Badan (cm) 115 – 130 130 – 140 140 – 150 150 – 160 160 – 165 Diatas 170
Kecepatan Lari (mnt/1000m) 1.5 1 0.8 0.7 0.6 0.5
Berdasarkan standar tersebut didapatkan bahwa peningkatan tinggi badan berkorelasi dengan kecepatan lari. Kuda pacu lokal memiliki rataan tinggi badan terkecil dan kecepatan lari terlama sehingga kalah bersaing dengan kuda peranakan Thoroughbred lainnya. Kuda pacu G4 memiliki peluang berprestasi lebih tinggi dari kuda peranakan Thoroughbred lainnya dikarenakan rataan tinggi badannya yang tertinggi dan kecepatan larinya yang tercepat. Berliana (2007) menjelaskan tinggi badan dan panjang badan serta ratio dari keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada kecepatan pacu untuk jarak jauh. Kuda pacu yang memiliki tinggi badan yang baik akan mempunyai kaki yang lebih panjang dengan struktur tulang dan perototan yang proporsional sehingga akan mempengaruhi keseimbangan dan kekuatan pada saat berlari. Panjang badan yang
8
baik akan mempengaruhi pemindahan beban tubuh dan beban penunggang ke masing-masing bagian kaki depan dan kaki belakang. Pengaruh Jenis Keturunan Dari Pejantan (Bapak) Pejantan yang digunakan dalam program grading up kuda lokal Indonesia adalalah kuda Thoroughbred. Kuda Thoroughbred adalah kuda yang digunakan sejak tahun 1700an yang berasal dari kuda jantan impor dari daerah timur (Arab, Turki) dengan kuda betina Inggris. Pemilihan kuda Thoroughbred sebagai pejantan karena kuda Thoroughbred memiliki karakteristik yang menonjol seperti kecepatan lari, daya tahan dan kecerdasan yang baik. Menurut Bowling dan Ruvinsky (2004), kuda Thoroughbred merupakan kuda yang sangat baik dalam melompat, balapan cross country, dan tunggang serasi (dressage), namun sebagian besar kuda ini telah digunakan dan diseleksi khusus sebagai bangsa kuda untuk kecepatan lari/pacuan.
Gambar 4 Pengaruh jenis keturunan dari pejantan (bapak) terhadap prestasi kuda derby Pejantan Thoroughbred yang paling banyak menghasilkan kuda juara pacuan Derby Indonesia adalah kuda Thoroughbred dari Australia (Gambar 4). Soehardjono (1990) melaporkan bahwa pejantan Thoroughbred banyak didatangkan dari Australia karena kedekatan geografis. Selain itu, menurut Douglas dan Pagan (2006) Thoroughbred Australia (AUS) dan New Zealand (NZ) memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari Thoroughbred Amerika (USA), Inggris (GB) dan India. Thoroughbred USA memiliki ukuran tubuh lebih besar dari Thorougbred GB. Kentucky Equine Research (2007) menambahkan iklim di Australia dan New Zealand memungkinkan induk betina dan anak kuda digembala di padang pastura sepanjang tahun dengan penambahan pakan suplemen. Hal ini membantu induk untuk menjaga dan meningkatkan pertumbuhan anak kuda, disamping itu induk dapat meningkatkan produksi dan kualitas susunya untuk mendukung percepatan pertumbuhan anak kuda.
9
Pengaruh Jenis Keturunan Dari Induk (Ibu) Induk yang digunakan dalam program grading up adalah kuda betina lokal Indonesia, terdiri dari lokal Sumba (LK SUMBA), Priangan (LK PRI), Sumatera Utara (LK SUMUT), Jawa timur (LK JATIM), Minahasa (LK MIN) dan Sandel Arab Sumatera Barat (SA). Kuda lokal ini diseleksi berdasarkan ciri-cirinya yang memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, intelegensia yang cukup tinggi, kaki yang cukup kuat dan cepat.
Gambar 5 Pengaruh jenis keturunan dari induk (ibu) terhadap prestasi kuda derby Gambar 5 menunjukkan bahwa keturunan kuda betina lokal yang paling banyak berprestasi adalah kuda lokal Priangan. Kuda ini berasal dari induk kuda jawa dan pejantan dari Persia dan Australia (Soehardjono 1990). Kuda Jawa merupakan keturunan kuda Arab. Kuda ini memiliki ketahanan terhadap cuaca panas, daya tahan dan stamina untuk berlari dalam jarak jauh yang diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil (Kingdom 2006). Pengaruh Jenis Kelamin Kejuaraan Nasional pacuan Derby Indonesia mengikutsertakan kuda pacu lokal Indonesia umur 3 tahun dan berjenis kelamin jantan dan betina. Persaingan kuda jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh jenis kelamin terhadap prestasi kuda Urutan Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3
Jenis Kelamin Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
Persentase Juara 40.47 59.52 54.28 45.71 44.11 55.88
10
Berdasar Tabel 4 dapat diketahui bahwa jenis kelamin tidak terlalu berpengaruh terhadap prestasi kuda. Hal ini terlihat prestasi kuda antara betina (59.52%) dibandingkan jantan (40.47%) pada posisi finish ke-1, begitupula pada posisi finish ke-2 dan posisi finish ke-3 betina relatif hampir sama dengan jantan. Islami (2007) mendeskripsikan kondisi betina yang lebih banyak berprestasi kemungkinan disebabkan secara alamiah kondisinya lebih baik jika dibandingkan dengan jantan dimana betina pada pola kehidupan hewan harus bisa lebih survive dalam kondisi alam liar, terutama karena kuda merupakan hewan yang dimangsa. Selain itu perbedaan beban sebesar 1 kg, yaitu jantan (52 kg) dan betina (51 kg) memungkinkan betina berpeluang berprestasi lebih besar. Lee dan Park (2011) melaporkan pada kuda Thoroughbred kuda betina memiliki persentase juara lebih tinggi pada pemberian beban 48-55 kg, sedangkan jantan memiliki persentase juara lebih tinggi pada pemberian beban 56 - >60 kg. Pengaruh Jenis Kelamin dan Jarak Pacu Terhadap Jumlah Juara Kejurnas pacuan Derby Indonesia dari tahun 1974-2015 memiliki tren peningkatan jarak pacu. Awalnya pada tahun 1974 pacuan ini berjarak 1 400 meter kemudian meningkat menjadi 1 600 meter pada tahun 1989. Pada tahun 1995 meningkat menjadi 1 850 meter dan pada tahun 2000 hingga sekarang menjadi 2 000 meter. Peningkatan jarak pacu ini memotivasi peternak untuk menghasilakn jenis keturunan kuda yang memiliki ketahanan dan kecepatan untuk berpacu pada jarak yang lebih jauh.
Gambar 6 Pengaruh jenis kelamin dan jarak pacu terhadap jumlah juara Grafik garis pada Gambar 6 menunjukkan prestasi yang beragam antara jantan dan betina pada setiap jarak pacu. Betina memiliki kemampuan berprestasi lebih besar pada jarak pacu 1 400 meter, ketika jarak pacu ditingkatkan menjadi 1 600 meter dan 1 850 meter jumlah jantan yang berprestasi lebih banyak dari betina. Sobczynska (2011) menyatakan pada kuda Thoroughbred, ketika jarak pacu ditingkatkan maka kecepatan kuda semakin menurun dan jantan lebih cepat dari betina. Jones dan Hollands (2005) melaporkan pada kuda Thoroughbred GB
11
anakan jantan memiliki berat lebih besar (252.4kg) daripada betina (240.1kg) pada umur 200 hari. Anakan jantan memiliki perototan dan massa tubuh lebih besar daripada anakan betina. Namun pernyataan ini terkecuali pada jarak 2 000 meter, jumlah betina yang berprestasi lebih besar daripada jantan, hal ini dimungkinkan dari perbedaan beban sebesar 1kg yang diberikan pada kuda. Pengaruh Jenis Keturunan dan Jarak Pacu Terhadap Jumlah Juara Peningkatan jarak pacu sejalan dengan peningkatan darah Thoroughbred pada kuda pacu lokal. Semakin tinggi darah Thoroughbred pada kuda pacu lokal, maka ukuran tubuhnya semakin besar. Hal ini berpengaruh pada ketahanan dan kecepatan kuda saat dipacu.
Gambar 7 Pengaruh jenis keturunan dan jarak pacu terhadap jumlah juara Grafik garis pada Gambar 7 menunjukkan kuda pacu lokal Jatim kalah bersaing dengan kuda peranakan Thoroughbred. Kuda G1 mendominasi posisi juara pada jarak 1 400 meter, karena jumlah kuda G1 pada saat itu banyak. Namun setelah kuda G2 dan G3 lahir, prestasi kuda G1 menurun dan kalah bersaing pada jarak 1.600 meter. Tren prestasi kuda G2 menurun seiring dengan peningkatan jarak pacu. KP hanya bertahan pada jarak 1 600 meter. Prestasi kuda G3 cenderung stabil seiring dengan peningkatan jarak pacu. Kuda G4 memiliki prestasi yang sedikit pada jarak 1.850 meter karena jumlah kuda ini yang masih sedikit pada saat itu. Namun kuda G4 mendominasi posisi juara pada jarak 2 000 meter. Ketika jarak pacu ditingkatkan kuda dengan persentase darah Thoroughbred tinggi seperti kuda G3, G4, KPI dan KP.5 mendominasi posisi juara. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan ukuran kerangka tubuh terutama tinggi badan dan panjang badan pada kuda pacu. Berliana (2007) menyatakan tinggi badan dan panjang badan serta ratio diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada kecepatam pacu jarak jauh. Pordasi (2001) menambahkan perkawinan silang antara kuda betina lokal dan pejantan
12
Thoroughbred dapat meningkatkan kecepatan/speed dan memperpanjang jarak tempuh (ketahanan kuda).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kuda G4 memiliki prestasi paling banyak dibanding kuda peranakan Thoroughbred lainnya. Kuda ini mendominasi pacuan pada jarak 2 000 meter. Asal tetua pejantan dari Thoroughbred Australia dan betina lokal priangan paling banyak menghasilkan kuda juara pacuan Derby Indonesia. Jenis kelamin tidak terlalu berpengaruh pada prestasi kuda. Kuda dengan persentase darah Thoroughbred lebih tinggi berpeluang untuk berprestasi pada jarak pacu yang lebih jauh. Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji peforma kuda G4, KPI dan KP.5 (G5) dan faktor lingkungan pada pacuan kuda nasional. Arah pengembangan selanjutnya adalah melakukan seleksi dan intersemating kuda G4 untuk menghasilkan KPI terbaik.
DAFTAR PUSTAKA Bowling A.T, Ruvinsky A. 2004. The Genetics of the Horse. London (UK): CABI Publishing. Berliana, D. 2007. Analisis dan evaluasi genetik kuda pacu Indonesia. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996. Kuda Pacu Indonesia SNI 01-42251996. Jakarta (ID): BSN Ditjennak. 2013. KPI: Pelepasan ternak pertama kali. 27 April 2014. http: bibit.ditjennak.deptan.go.id/kpi-pelepasan-ternak-pertama-kali. Douglas, Pagan. 2006. Body weight, witherheight and growth rates in Thoroughbreds raised in America, England, Australia, New Zealand and India. Proceedings of the 2006 eqine nutrition conference. (KY). Gay CW. 1964. Productive Horse Husbandry. Philladelphia and London. JP. Lippincott Company. Islami, Romi. 2007. Evaluasi peforma kuda pacu Indonesia dan variasi sekuen DNA mitokondria kuda (Equus caballus). [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Jones L, Hollands T. 2005. Estimation of growth rates in UK thoroughbreds. Equine Nutrition Conference Hannover 2005. (UK).
13
Kentucky Equine Research. 2007. Geography vs genetics: growth of Thoroughbred around the world. Equine news. vol. 10: 2 Kingdom E. 2006. Priangan horse. 27 April 2014. http://www.equinekingdom. com/breeds/ponies/java.htm. Lee H. K., Park K. D. 2011. Effect of the ratio between carried and body weight on finishing time in Thoroughbreds. Archivos de zootecnia. Vol. 60 : 231.686 Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta (ID). [PP PORDASI] Komisi Peternakan dan Kesehatan Veteriner. 2000. Kumpulan dokumen Pordasi. Jakarta: PP PORDASI.Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Beternak Kuda. Nuansa Aulia, Bandung (ID) [PP PORDASI] Komisi Peternakan dan Kesehatan Veteriner. 2001. Laporan dan Topik Pembahasan Kebijakan Program Breeding Kuda Pacu Indonesia (KPI). Jakarta (ID): PP. PORDASI [PP PORDASI] Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia. 2003. Peraturan Pacuan dan Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda. Jakarta: PP. PORDASI. Pacuan Kuda. Jakarta (ID): PP. PORDASI Sobczynska, Magdalena. 2011. Enviromental factors affecting the speed of Thoroughbred horses competing in Poland. Animal Science Papers and Reports vol 29 no.4 303-312 Soehardjono, O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang. Jakarta (ID) Suprapto. 2013. Metode Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-ilmu Pengetahuan Sosial. Buku Seru, Jakarta (ID) Yayasan Pamulang Equestrian Center. 2011. Kejuaraan pacuan kuda PORDASI (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia) Tahun 1966-2011. PT Karya Abadi. Tangerang (ID)
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 24 Mei 1992. Penulis merupakan putra ke 2 dari pasangan Agus Istakari dan Siti Maifuroh. Penulis melakukan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Sumbertaman 1, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Probolinggo, sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Probolinggo kemudian menempuh pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan pendidikan Sarjana di IPB penulis pernah menjadi komti kelas kecil (B13) dan besar (B13/B14) TPB IPB 2010/2011, anggota divisi kesehatan kuda tahun 2011/2012 dan divisi kepelatihan kuda tahun 2012/2013 di klub berkuda IPB, Equestrian Club IPB (EC IPB). Staf ahli divisi advokasi di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan (DPM D). Ketua bagian pemuliaan di Klub Sekolah Peternakan Rakyat (KSPR) tahun 2013/2014. Penulis aktif sebagai anggota di Organisasi Mahasiswa Daerah Probolinggo tahun 2010/2014. Penulis pernah berprestasi dalam kejuaraan berkuda show jumping kelas 30-50cm dan 5070cm yang masing-masing juara 2 tahun 2012. Penulis pernah mengikuti International Course on Livestock Production di Universitas Adelaide, Australia
14
Selatan dan Meat Judging Competition di Universitas Charles Sturt, New South Wales tahun 2014. Penulis juga pernah melakukan pengabdian masyarakat yang tergabung dalam program Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) dan IPB Goes To Field (IGTF) di kecamatan Kedungadem, Bojonegoro tahun 2014.