ANALISIS P O L PENGGUNAAN ~ RUANG DAN WAKTU ORANGUTAN (Pongopygmaeuspygmaeus Linneaus, 1760) DI HUTAN MENTOKO TAMAN NASIONAL KUTAI KALIMANTAN TIMUR
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT E'ERTANLbh' SOGQP, 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESTS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya metiyatakan bahwa tesis Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan (Pongo pygmaeus pygrnaeus Linnaeus, 1760) Di Hutan Mentoko Nasional Kutai Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam benuk apapun kepada perguruan . tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang dite&itkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
ama an
Bogor,
Desember 2007
Agustinus Krisdiljantoro NRP. E. 051054105
ABSTRACT
AGUSTINUS KRISDIJANTORO. Spatial Pattern Distribution Analysis of Orangutan (Pongo pygrnaeus pygmaeus Linnaeus, 1760) in Mentoko Forest K u t a i National Park, East Kalimantan. Under Direction of A. MACHMUD THOHARI and YANTO SANTOSA. Increasing rate of forest degdradation caused habitat fragmentation. Conservation efforts can be done through the management of its remaining habitat, therefore ecological and quantitative aspects of orangutan become interest of this study. This research was carried out in Mentoko Forest of Kutai National Park, East Kalimantan. The methodology of the research covered both observation of orangutan behaviour and vegetation analysis of orangutan habitat. This research has several objectives is: (1) to find out the use of spatial pattern of wild orangutan (2) to find out the use of time pattern and ritrnic activity of the orangutan in their natural habitat. The result of this research shows that orangutan in Mentoko is more preferer to run their activities on 20-30 meters high from the ground. Tiine allocation for diets is average 44.4% of their whole activities, 39.2% for rest, 11% movement activity, and 5.4% for others. About 63,2% of t h e i r diet is fruit, 26,2% for leaves, 12,98% for others. Composition of vegetation in their habitat consist of 51 trees species covered 25 family, 36 poles species of 19 family and 39 saplings species of 22 family.
K e y words: Orangutan, Population. Natural Habitat, activity, Mentoko forest, Kutai National Park
AGUSTINUS KRISDIJANTORO. Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangtan (Pogo pygmaeus pygmaezrs Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Dibimbing oleh A. MACHMUD THOHARI DAN YANTO SANTOSA. Laju degradasi hutan yang terus meningkat menyebabkan degradasi habitat. Upaya pelestarian orangutan dapat dilakukan melalui pengelolaan habitat yang tersisa, karena itu pengetahuan ekologi dan data kuantitatif mengenai orangutan mutlak diperlukan. Penelitian ini dilakukan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan secara langsung perilaku orangutan dan analisis vegetasi habitat orangutan.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pola
penggunaan ruang oleh orangutan liar di habitat alaminya; 2) Untuk mengetahui pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan di habitat alaminya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan di Mentoko lebih menyukai beraktivitas pada ketinggian 20-30 meter dari permukaan tanah dengan proporsi waktu mencapai 76% - 82,58%. Penggunaan waktu untuk makan rata-rata 44,4%, istirahat 39,2%, bergerak 11%, dan lain-lain 5,4%.
Kira-kira sebesar 63,2%
makanannya adalah buah, daun 26,2%, dan jenis lainnya 12,98%. Komposisi vegetasi habitat terdiri dari 5 1jenis pohon yang tercakup dalam 25 famili, 36 jenis tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang dari 22 famili. Kawasan hutan Mentoko mempunyai kerapatan pohon 167 pohonha, dengan keragaman jenis 3,75 (Indeks Sannon Wiener) dan indeks kemerataan 0,95. Key words: Orangutan, Populasi, Habitat alami, Aktivitas, Hutan Mentoko
0 Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-nndang I . Dilarang ntengutip sebagian ntati seluruh karya tzrlis ini tanpa mencaniu~i~kan atau menyebtrt sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan kalya ilmiah, penyzrszlnan laporan, penzrlisan kritik atau tinjatran strattt nzasalah. b. Pengutipan tidak nzerugikan kepentinganyang wnjar IPB. 2. Dilarang rnengu~numkandan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS POLA PENGGUNAAN RUANG DAN WAKTU ORANGUTAN (Ponga pygmaeus pygmaerls Linneaus, 1760) DI HUTAN MENTOKO TAMAN NASIONAL KUTAI KALIMANTAN TIMUR
AGUSTINUS KRISDIJANTORO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleb gelar Magister Profesi Kehutanan pada Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Peuetahuan Keliutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
: Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan
Judul Tesis
(PongopygmaeuspygnaeusLinnaeus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Nama
: Agustinus Krisdijantoro
NRP
: E. 051054105
Sub Program Studi
: Konservasi Keanekaragaman Hayati
P~~agram Studi
: Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui Komisi Pembimbing
.&
-'
Dr. Ir. H. A. Machmud Thohari. DEA Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi,
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M NIP. 131 760 834
Tanggal Ujian : 17 Desember 2007
Tanggal Lulus :
0 8 JAN 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan, akhimya Tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk mencapai derajat Magister, pada Sekolah Pascasarjana Program Magister Profesi K o n s e ~ a s Keanekaragaman i Hayati Institut Pertanian Bogor.
Judul Tesis "Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu
Orangutan (Pongo pygnaezrs pygmaelrs Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai, Povinsi kalimantan Timur". Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran pada upaya pelestarian orangutan sebagai satwa endemik dilindungi yang terancam kehidupannya karena kerusakan clan kehilangan habitatnya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini lnasih jauh dari sempuma. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulid harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi upaya konservasi orangutan.
Bogor, Desember 2007 Penyusun,
Agustinus Krisdijantoro
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. H. A. Machmud Thohari, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan, serta Dr. Ir. Tonny R. Soehartono, M.Sc., selaku penguji luar komisi. Terima kasih kepada orang tua, anak dan isteri yang telah memberikan dukungan moral dan material selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tarima kasih juga penulis sampaikan kepada Departemen Kehutanan yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan pascasarjana, Kepala Balai TN Kutai yang telah memberi ijin lokasi penelitian, kepada kerabat, teman dan relasi
yang
telah
membantu
dalam
pengumpulan
data
di
lapangan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1969 di Desa Kedungreja, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara pasangan Bapak M. Kristantohadi dan Ibu Endang Sudaryatlni (Alm). Pada tahun 1982 menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 111 Kedungreja. tahun 1985 menamatkan Pendidikan Sekolah Menengah Perta~nadi SMP Kristen Sidareja, tahun 1988 menamatkan Sendidikan Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 01 Sidareja, selnuanya berada di Kabupaten Cilacap. tahun 1995 menamatkan Pendidikan Sarjana Biologi di Universitas Jenderal Soedinnan (UNSOED) Punvokerto. Sejak tahun 1997 bertugas sebagai staf pada Taman Nasional Kutai di Bontang, Kalimantan Timur sampai dengan tahun 1999. Tahun 2000 bertugas sebagai Kepala Sub Seksi Konservasi Wilayah 11 pada Balai Taman Nasional Kutai di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur sampai dengan tahun 2002. Tahun 2002 bertugas sebagai Kepala Seksi Konservasi Wilayah 11 pada Balai Taman Nasional Kutai di Sangatta. Kabupaten Kutai Timur sampai tahun 2006. Tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa S-2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK), Sub Program Studi Konservasi Keanekaraga~nanHayati. Istri Erna Susanti binti Sunarto, dikaruniai dua orang putra, yaitu ; Garindra Nugraha (Alm), dan Delonix Regia DA (4 tahun). tinggal
di
Jalan
Mulawarman
No.
9
Bontang,
Alamat tempat
Kalimantan
Timur.
DAFTAR IS1 DAFTAR IS1 ................................................................................. ...............
DAFTAR TABEL .......................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... PENDAHULUAN .......................................................................... Latar Belakang ..................................................................... Tujuan ................................................................................... Manfaat ................................................................................. Perumusan Masalah .............................................................. Kerangka Pemikiran ..............................................................
....
Rio!ogi Orangutan Habitat dan Populasi .............................................................. . . . . Sosiologi................................................................................ Kegiatan dan Perilaku............................................................ Pola Penggunaan Ruang dan Waktu ......................................
~...2.........~3r~+3.~.s~~...~~...~....c..~~c..~~.~~~~7.~2~.r
KEADAAN UMUM LOKASl PENELlTlAN ....................... Fisik ................................................................... Letak dan luas .................................................. . Topografi ....................................................... Geologi dan tanah ............................................. Iklim ............................................................ Hldrologi ........................................................ . . B~otlk................................................................. Ekosistem ....................................................... Flora ............................................................. Fauna ............................................................ Keberadaan Orangutan di Areal Penelitian ..................... METODE PENELITIAN ................................................ Lokasi dan Waktu Penelitan ...................................... Bahan dan Alat .................. . .............. . . >.>...... Parameter=Pararneter............................................................ Metode Pengumpulan . . Data .................................................. Metode Analisis Data
... -~ ~
. I . I , . ,
......................
..%.+b..,,..,..
.....................
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... Orangutan Yang menjadi Fokus Pengamatan
................
iii
Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan ........................... Komposisi Jenis Vegetasi ................................... Struktur Vegetasi .............................................. Pola Penggunaan Ruang ............................................... Sebaran Spasial Aktivitas pada Struktur Vertikal ....... Pola Pergerakan dan Jarak Jelajah ......................... Pohon Tempat Bersarang ................................... Perilaku Makan ............................................... Pola Penggunaan Waktu ...................................................... Alokasi Penggunaan Waktu Pagi Hari .................... Alokasi Penggunaan Waktu Siang Hari ................... Alokasi ~ e n g ~ u n a aWaktu n ~ o r e H a r .................... i Alokasi Penggunaan Waktu Harian ....................... Sebaran Temporal Aktivitas ................................ SIMPULAN DAN SARAN ............................................ Simpulan ............................................................................ Saran ...............................................................................
................................................... LAMPIRAN ..............................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1 Iktisar Penelitian Berdasar Metode Sarang.................................. 2 Jenis Tanah di Tarnan Nasional Kutai ......................................... 3 Jumiah Jam Pengamatan Orangutan di Mentoko .........................
4 Penggolongan Umur Orangutan ................................................. 5 Vegetasi Tingkat Pohon Do~ninan..............................................
6 Vegetasi Tingkat Tiang dan Pancang Do~ninan......................... 7 Jenis, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting Pohon Pakan Orangufari ..,... ......,...,,.....!........ ...,.*........,...................:.....,.... .... 8 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara Aktivitas dan Ketinggian Tempat .................................................................................. 9 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara jenis Aktivitas Individu dan Ketinggian Tempat .................................................................. 10 Jarak Jela.jah tIarian Orangutan.................................................... %.
11 fndeks Nilai Neu's Preferensi Pohon Sarang................................ 12 Persentase Konsumsi Jenis Makanan Buah .................................. 13 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara Aktivitas Individu dan Periode Waktu Pagi, Siang, Sore ................................................
DAFTAR GAMBAR
1
.. Kerangka Pemlkrran
.........................................................................
2 Komposisi Persentase waktu makan dan jenis pakan....................... 3
Bentuk Petak Pegamatan ...................................................................
4a. b Sarang Orangutan . Sarang Lama
.......................................................................... 6a Diagram Profil (Tampak Samping).................................................. 5
Orangutan Jantan
6b Diagram Profil (Tantpak atas)...........................................................
7 Proporsi Waktu Aktivitas dan Waktu Pengamatan .......................... 8 Proporsi Wakhl Aktivitas dan Ketinggian Tempat .......................... .~
...................................................................... 10 Pergerakan Harian Orangutan ........................................................... 11 Grafik Ketinggian Sarang Dewa dan Dewi ........................................ 12 Grafik Ketinggian Sarang Ayu dan Surya........................................ 13 Perbandingan Proporsi Jenis Makanan Orangutan ............................ 14 Proporsi Waktu Aktif di Pagi Hari ................................................... ~
9
Pergerakan Orangutan
15 Proporsi Waktu Aktif di Siang Hari
.................................................. Proporsi Waktu Aktivitas Harian ..................................................... Sebaran Temporal Aktivitas Harian Dewi ....................................... Sebaran Temporal Aktivitas Harian Dewa ....................................... Sebaran Temporal Aktivitas Harian Ayu .......................................... Sebaran Temporal Aktivitas Harian JA ........................................... Sebaran Telnporal Akiivitas Harian Surya........................................
16 Proporsi Waktu Aktif di Sore Hari 17 18 19 20 21
22
.................................................
. . .....................................................
1 Peta Lokasi Penelltian
2 Nilai Penting Vegetasi Tigkat Pohon .....................................
3 Indeks Keanekaragaman Vegetasi Tingkat Pohon
..................
................................. 5 Indeks Keanekaragaman Vegetasi Tingkat Tiang .................. 6 Nilai Penting Vegetasi Tingkat Pancang ............................. 7 Indeks Keanekaragalnan Vegetasi Tingkat Paneang ................
4 Nilai Penting Vegetasi Tingkat Tiang
8 Jenis-Jenis Pohon Pakan Orangutan di TN Kutai
..................
9 Rata-rata Proporsi Aktivitas Makan. Istirahat. dan Bergerak ...... 10 Sebaran Temporal Aktiitas Orangutan di Mentoko-TN Kutai
PENDAHULUAN
Orangutan adalah salah satu anggota suku Pongidae yang mencakup tiga kera besar lainnya; bonobo Afrika (Pan paniscus), simpanse (Pan troglodytes), dan gorila (Pan gorilla). Hanya orangutan berasal dari Asia sedangkan kera besar lainnya berasal dari afrika. Ada dua anak jenis orangutan yang masih hidup, yaitu anak jenis dari Sumatera (Pongo pygmaeus pygtnaeus) dan anak jenis dari Kalimantan (Pongo pygttiae7is abelii). Menurut hasil penelitian ganetika oleh Zhang dkk. (2001) dan taksono~nioleh Groves (2001), spesies Sumatera (Pongo abeliq adalah spesies terpisah dengan spesies Borneo (Pongo pygrnaeus), begitu pula secara ekoiogi dan life-history (Van Schaik, dkk. 1995). Orangutan pada saat ini hanya ada di Sumatera, Kalimantan, Sabah dan Serawak dan lebih dari 90% habitatnya berada di wilayah Republik Indonesia. Laju degradasi hutan di Sumatera dan Kalimantan yang terus meningkat menyebabkan semakin sempitnya habitat orangutan (Meijaard dkk. 1999). Pada waktu kebakaran hutan tahun 1997f1998 kurang lebih sepertiga dari juinlah orangutan liar mati. Menurut taksiran para ahli, orang utan liar bisa menjadi punah dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi. Orangutan di Taman Nasional Kutai cendemng lebih mudah dijumpai di beberapa kawasan hutan seperti di Mentoko, Sangkimah, dan Menamang. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua ruang di kawasan Taman Nasional Kutai menjadi habitat bagi orangutan. Habitat merupakan satu kesahan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan, air, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tepat mengasuh anak-anahya. Berdasarkan fenomena penggunaan ruang di Taman Nasional Kutai maka diduga orangutan mengunakan ruang secara tidak acak, hanya pada tempat tertentu yang menunjukan adanya pilihan berdasarkan ruang habitat. Hal ini rt~er~yebab~at~ peiuang menemukan orangutan secara langsung sangat kecii. Sehinga kesulitan penghitungan populasi orangutan lebih disebabkan oleh sulitnya menemukan orangutan. Penilaian populasi yang dilakukan selama ini adalah
dengan menggunakan pendekatan penghitungan sarang. Dengan demikian dalam rangka manajemen habitat dan penyusunan metode kuantitatif mengenai orangutan, perlu dikaji perilaku orangutan di habitat alaminya.
Sehubungan
dengan ha1 tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang interaksi orangutan dengan habitatnya melalui pendekatan analisis bagaimana orangutan liar menggunakan ruang dan waktu di hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui pola penggunaan ruang oleh orangutan liar di habitat
alaminya. 2. Untuk mengetahui pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan di
habitat alaminya. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian :
I . Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan habitat orangutan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan
metode kuantitatif mengenai orangutan 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola Taman
Nasionai Kutai daiam upaya pelestarian orangutan.
Perumusan Masalah Populasi orangutan diperkirakan terus mengalami penurunan akibat kebakaran butan, kehilangan, kerusakan dan hgmentasi habitat yang sangat mempengaruhi kehidupan dan kemampuannya untuk melakukan reproduksi. Tekanan terhadap habitat orangutan yang berlangsung terus sampai saat ini akan mengancam kehidupan orangutan liar di alam. Orangutan di Taman Nasional Kutai (TNK) lebih mudah dijumpai di beberapa kawasan hutan seperti Mentoko, Sangkimah, dan Manamang. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua nlang di kawasan TNK menjadi habitat orangutan. Penyebaran orangutan tidak merata menurut waktu dan lokasi di suatu kawasan, tetapi lebih menyukai lokasi tertentu dalam waktu tertentu dan menggantungkan hidupnya pada lingkungan yang sesuai termasuk komposisi pepohonan yang menyediakan pakan selama masa hidupnya.
Berdasarkan
fenomena tersebut maka permasalahan utama yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan habitat dan penyusunan metode kuantitatif mengenai orangutan adalah: 1. Bagaimana pola penggunaan ruang orangutan liar di habitat alaminya?
2. Bagaiman pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan liar?
Kerangka Pemikiran Pemanfaatan hutan untuk sebagai hutan produksi, hutan tanaman, lahan pertanian atau perkebunan, dan pertambangan terbuka menyebabkan hilangnya habitat orangutan. Kalimantan Timur pada tiga dasawarsa antara tahun 1960 1990 telah kehilangan habitat orangutan sebesar 56% dari luasan 134.390 km2 pada tahun 1960, tinggal tersisa 58.769 km2 pada tahun 1990. Pengurangan ini termasuk pada beberapa kawasan konservasi dan kawasan lindung yang ada. (Meijaard dkk. 1999). Di Kalimantan populasi orangutan terus mengalami penurunan mulai dari hampir 20.000 menjadi 12.000 individu antara tahun 1996 dan 1998 penurunan ini akibat kehilangan habitat dan kebakaran hutan. Kehilangan, kerusakan, fragmentasi habitat serta kebakaran hutan sangat mempengaruhi kehidupan dan kemampuannya untuk melakukan reproduksi.
Tekanan terhadap habitat
orangutan masih terus berlangsung sampai saat ini akan mengancam kehidupan orangutan liar di alam. Upaya yang perlu dilakukan untuk pelestarian orangutan diantaranya melalui kegiatan manajemen habitat yang masih tersisa. Orangutan memiliki persyaratan yang cukup rumit untuk dapat bertahan hidup terutama mengenai persyaratan habitat yang memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan ha1 tersebut, maka
pengetahuan interaksi orangutan dengan habitatnya sangat diperlukan. Penelitian ini berupaya mengkaji perilaku orangutan melalui analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan liar di habitat alaminya. Hasil kajian ini penting untuk manajemen habitat serta dapat menjadi acuan dalam penyusunan metode kuantitatif orangutan. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
I
I
AKTIVITAS
L'erambahan
7 I KEBIJAKAN PEMEIUNTAH KAWASAN HUTAN
'*---si APH,HTI
KK & KL untuk
>".'..,.z."".T
Perburusn
HABITAT ORANGUTAN
OR4NGIITAN Pc~~arunan
Frsgmeatari Hsbitat
t Pembinaan Habitat PELESTARIAN
I
Metocle Kuantitatif
4 Pcrilsku Orangutan dan Karakteristik Habitat
Analisb Pola Pcnggunsnn 4
Ruang dan WPMU olrh
1
Ornogutan Liar pads Hnbitst Al~mi
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Orangutan Klasifikasi Perkataan "orangutan" berasal dari bahasa Melayu yang berarti manusia yag hidup di dalam hutan. Penggunaan istilah "orangutan" dalam bahasa ilmiah pertama kali dilakukan oleh Tulp pada tahun 1941 dan selanjutnya digunakan Poirier pada tahun 1964. Linnaeus pada tahun 1760 memberi nama orangutan dengan llama Pongo pyginaezis yang terbagi kedalam dua sub spesies yaitu orangutan Sulnatera (Pongo pygmaezcs abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygntaeus pygnaeus). Klasifikasi orangutan menurut F.E. Poirier (1964) dalam Groves (1971) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Sub Kingdom : Metazoa Phylum
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Klas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Sub Ordo
: Primata
Famili
: Pongidae
Genus
: Pongo
Spesies
: Pongopygntaeus Linneaus
Sub Spesies
: Pongopyginaeus abelii Lesson, 1872
Pongo pyginaeus pyginaeus Linneaus, 1760 Sedangkan menurut Zhang dkk (2001) dan Groves (2001) kedua sub spesies tersebut adalah berbeda spesies, yaitu Spesies Sumatera (Pongo abelii) dan Spesies Borneo (Pongopygmaeus ). Napier dan Napier (1967) menyatakan bahwa secara morfologi orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, sekalipun individu kedua subspesies ini
kerapkali dapat dibedakan dengan dasar wama bulunya. Lebih lanjut menurut Galdikas (1978) Orangutan Kalimantan yang telah dewasa bulunya mengarah kepada wama coklat kemerah-merahan, sedangkan Orangutan Sumatera benvarna lebih pucat. Perbedaan ini tidak bersifat mantap tetapi dapat digunakan sebagai penuntun kasar. Orangutan Sumatera kadang-kadang mempunyai bulu putih pada mukanya. Orangutan Sumatera biasanya mempunyai bulu yang lebih lembut dan lemas, sedangkan bulu orangutan Kalimantan kasar dan jarang-jarang. Menurut Mackinnon (1974) perbedaan bulu tersebut dapat dilihat secara mikroskopis. Paling sedikit ada 3 subspesies orangutan Kalimantan; Pongo pygn~aeus
pygnlaetis (baratlaut), Pongo pyg~naezrswurn~bii(tengah), Pongo pygmaetcs morio (timurlaut). Subspesies di Kalimantan Tengah paling besar, diikuti di barat laut, dan timur laut (McConkey 2005 dalanz Nellemann 2007).
Morfologi Secara morfologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunya (Napier & Napier 1967). Orangutan Kalimantan bila telah dewasa warna bulunya mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera benvarna lebih pucat (Galdikas 1978). Hidung orangutan sangat pesek dan bibir atasnya tidak mempunyai parut bibit. Kupingnya yang sangat kecil tidak ditumbuhi oleh rambut. Dahi orangutan muda masih diliputi rambut, tetapi lambat laun rambut tersebut tidak berkembang sejalan dengan bertambah umur. Orangutan jantan dewasa mempunyi kantung udara (air sac) yang terdapat pada lehernya, dapat mengambil serta mengumpulkan beberapa liter udara, yang digunakan untuk membuat seruan panjang atau long call (MacKinnon 1972). Perbedaan orangutan jantan dan betina dewasa adalah pada bantalan pipi dan kantung udara (Saccus-laringeus). Orangutan jantan mempunyai bantalan pipi dan kantung udara yang besar pada lehernya (Groves 1971). Kantung udara tersebut dapat digunakan untuk membuat suara yang disebut long call, caranya adalah dengan mengumpulkan udara terlebih dahulu ke dalam kantung dan seruan panjang dapat terjadi selama satu sampai dua menit (MacKinnon 1972). Berat badan kedua spesies tersebut tidak ada perbedaan nyata. Orangutan betina dari
Sumatera maupun dari Kalimantan mempunyai berat badan rata-rata 37 kg, sedangkan berat orangutan jantan Sumatera rata-rata 66 kg dan orangutan jantan Kalimantan rata-rata 73 kg (Eckhardt 1975 dalam Galdikas 1978). Menurut Rijksen (1978) orangutan digolongkan berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dalam perkeinbangan hidupnya dibagi ke dalam 4 tahap pada orangutan betina (bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa) dan 5 tahap pada orangutan jantan (bayi, anak-anak, remaja, pradewasa dan dewasa), sedangkan Galdikas (1978) menggolongkan orangutan jantan dan betina dewasa ke dalam jantan, betina dewasa umur muda dan jantan, betina dewasa tlmur lanjut. Penggolongan tersebut sebagai berikut : 1. Bayi (infant). Umur 0 - 4 tahun. Warna rambut jauh lebih pucat dari hewan tua, sangat putih di sekeliling mata dan moncong, bercak putih meliptiti seluruh tubuh. Selalu berpegang pada induknya kecuali pada waktu makan di pohon atau saat menyusui. 2. Anak (jmenil). Umur 4 - 7 tahun. Wajah masih lebih putih dibandingkan
hewan dewasa tetapi lebih gelap dibandingkan bayi, bercak putih dibadan kabur.
Berpindah bersama, tetapi terlepas dari pegangan induknya,
menggunakan sarang bersama induknya dan masih menyusu. 3. Remaja (adolescenr). Umur 7 - 15 tahun (jantan) dan 7 - 12 tahun (betina).
Ukuran tubuh lebih kecil dari hewan dewasa, sangat sosial, benar-benar lepas dari induknya, tetapi masih sering terlihat berpindah bersama induknya. Pada wajah jantan pra-dewasa (12 - 15 tahun) mulai terlihat gelap, bantalan pipi dan kantong leher mulai berkembang.
Ukuran tubuhnya lebih besar dari
betina tetapi masih lebih kecil dari jantan dewasa. 4. Dewasa (adult). Umur 15 - 35 tahun (jantan) dan 12 - 35 tahun (betina)
Jantan Dewasa (male adult). Usuran tubuh sangat besar, memiliki bantalan pipi, kantung leer, berjanggut, Kadang-kadang punggung gandul. Hidup soliter, berpasangan dengan betina hanya pada saat tanggap seksual, sering mengeluarkan seruan panjang (long call). Betina Dewasa lfemale adult).
Telah beranak dan diikuti oleh
anaknya, kadang-kadang berpindah bersama betina lain. Pada masa estrus berpasangan dengan jantan.
5. Tua Berumur 35 tahun ke atas (jantan dan betina)
Jantan tua. Rambut tipis dan jarang, berkeriput dalam, bantalan pipi menyusut.
Tidak mengeluarkan serum panjang atau berpasangan
dengan betina, gerakan sangat lambat. Betina tua. Rambut tipis dan jarang-jarang, berkeriput, tidak lagi diikuti oleh bayi atau remaja, berpasangan tetapi tidak lagi mengandung, lebih sering bergerak di permukaan tanah dibandingkan dengan betina dewasa, gerakan lambat.
Habitat dan Populasi Habitat
Di hutan hujan tropis, habitat primata dibagi atas beberapa tingkatan secara vertikal, yaitu strata atas, strata pertengahan dan strata bawah yang erat hubungannya dengan penyediaan makanan bagi primata (Rijksen 1978). Menurut Rodman (1973) dalam Sinaga (1992), suatu jenis kera akan menunjukan spesialisasi makanan maupun habitat yang tertentu sebagai relung ekologi yang mernbedakan mikro habitat jenis lainnya. Rijksen (1978) mengungkapkan bahwa karakteristik habitat orangutan di Ketambe adalah tidak adanya dominasi dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B dan C, dan pada lantai hutan terutama ditumbuhi oleh herba. Menurut Galdikas (1978), habitat orangutan di Tanjung Puting terdapat di hutan rawa begambut.
Untuk lokasi pembuatan
sarang, orangutan lebih suka menempatkannya di daerah rawa dan di tepi sungai karena merasa lebih aman dari gangguan manusia ataupun hewan lainnya. Orangutan hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran rendah sampai hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak ditumbuhi tanaman dari famili Dipterocarpaceae (MacKinnon
1971 dalarn Rijksen
1978).
Seianjutnya Rijksen (1978) menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan terdiri atas pohon-pohon tinggi berkisar 35-50 meter.
MacKinnon (1974)
menyatakan orangutan mempakan hewan arboreal, yakni hewan yang segala aktivitasnya dlakukan di atas pohon.
Populasi P e n e l i t i a n kerapatan orangutan sulit dilakukan karena masalah praktis dan konseptual.
M a s a l a h praktis ini berkaitan dengan kesulitan mengestimasi jumlah
individu persatuan luas, dan kemudian mengekstrapolasinyan untuk wilayah yang lebih luas.
M a s a l a h konseptual berkaitan dengan estimasi luas habitat yang
dibutuhkan o l e h sebuah komunitas lokal orangutan. Jika perkiraan kerapatan lokal p o p u l a s i diekstrapolasikan untuk seluruh daerah, pengabaian variasi habitat yang dihuni
d a p a t menyebabkan kesalahan yang fatal dalam menilai ukuran
populasi ( M a c k i n n o n 1986 dalam Meijaard 1999). Karena itu diperlukan teknikteknik a l t e m a t i f untuk memperoleh angka kerapatan yang lebih akurat dalam berbagai orangutan.
h a b i t a t , termasuk hutan-hutan kecil yang tidak sering didatangi W a l a u p u n orangutan terkenal sangat sulit diditeksi di hutan basah,
kehadirannya
cukup mudah dipastikan dalam suatu kawasan, yaitu dengan
mencari p a n g g u n g atau sarang-sarang khas yang dibangun setiap hari untuk beristirahat p a d a sore hari, dan kdang-kadang untuk bermain atau istirahat pada siang hari ( H a r r i s s o n 1961; Schaller, 1961; Milton, 1964 dalam Meijaard dkk. 1999). Van
S c h a i k dkk.
(1995) mempertajam metode penghitungan sarang
sepanjang t r a n s e k , yang telah disahkan di dua lokasi berbeda.
Metode ini
diketahui m e n g h a s i l k a n nilai kerapatan yang cukup akurat. Hasil penghitungan kerapatan o r a n g u t a n di kedua tempat tersebut seperti pada Tabel 2. Pada t a h u n 1993 diperlcirakan jumlah orangutan di Indonesia dan Malaysia telah m e n u r u n sejauh 30-50% dalam k u ~ waktu n 10 tahun terakhir, sementara habitat~yatelah menyusut sebanyak 80% da!am kurun wakk 20 tahun terakhir. Sampai saat i n i belum banyak terkumpul data sensus yang akurat mengenai kerapatan o r a n g u t a n di alam. Bagaimanapun, berdasarkan data yang ada beserta konsesus yang dikembangkan dari pendapat para ahli diduga di pulau Kalimantan terdapat
1 9- 0 0 0 sampai 30.000 orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus),
sementara dZ Sumatera (Pongo pygmaeus abelli) berjumlah antara 7.000 sampai 11.000 icdi-~i&-; (Tilson dkk. 1993 dalaiil Piiinack !SSS).
Tabel 1.
Ikhtisar laporan-laporan penelitian orangutan terbaru berdasarkan metode pernghitungan sarang sepan,'ang transek. Daera" Krpt Rj Krpt Rj Sumatera Tipe habitat Pengamatan
Dataran bmjir dan rawgnmbut
Sebangau Kulamba Tmj. Puting D. Sentarum
Hutm Aluviall daenh sepenjmg sungai
Gunung Palung Lokan Ulu Ssgama Mid KinabaVdngm~ Low Kinnbotmgao
KutaiISangatta Dataran tinggi (hutan perbukitan dan Dipterocarpawe)
a
Sunq-Balimbing
63
f
3,O
b
Tmmon
7,O
j
3,O
c
Bahbah Rot
4,5
j
3,5
n
d
Ketambe
5,5
e
Kompas
3,O
b
Mamas hilir
3,2
b b I;
Ulu Scgarna
h
Renun
I,o
Kawaq
b
Bohorok
1,O
b
Bohorok
2,2
Tabin
1
!,I 0,3
I
Bengkung
Daerah Crocker
%I
b
Manggala
28 1.2
Meliau
03
??
Bukit-Suaq B.
1,o
Danwn Valley
Hutm sub-pewlungan dan pegunungan
1
2,2
-
Kapi Ketambe sobpeg. Ketambe peg. Mamas-subpeg. Dg. Megaro
Hutan tebang pilihl hutnn sekunder
Sebangau
Sikundur
Katingan
P. Lembmg
Sumber : Meijaard (1999) Keterangan :
Rj = rujukan
Kprt = kerapatan per km2
(a) Page dkk. (1995); (b) Payne (1988); (c) Galdikas (1978); (d) Leighton dan Leighton (1993); (e) Horr (1975); (f) van Schaik dkk. (1995); (g) Reijksen (1978); (h) MacKinnon (1971); (i) MacKinnon (1973); 6) van Schaik dkk. tidak dipublikasikan; (k) Suzuki (1992); (1) Johns (1992); (m) Rieley dkk. (kom. Pri); (n) Russon d ~ k(i996j .
Sosiologi Tipe dau ukurau kelompok Sosiologi
orangutan tetap
merupakan
teka-teki
sampai
sekarang.
Sebenarnya tidak ada pola hubungan sosial baku untuk kera ini, jika hanya didasarkan pada kondisi lingkungan tempat hidupnya. Jika ada pola umum atau pola dasar dalam berbagai bentuk organisasi sosial Pongidae, maka pola ini lebih bersifat sebagai suatu masyarakat terbuka yang beranggotakan siapa saja yang ada di dalam kisaran distribusi jenis ini, dimana individu-individunya melakukan sosialisasi karena dalam kondisi tertentu yang ada, inilah yang paling mudah dilakukan (Goodall 1963). Sebagaian besar satwa primata hidup dalam suatu kelompok sosial, dengan kelompok seperti itu mereka mendapat manfaat yang potensial misalnya perlindungan dari predator, bersama-sarna mempertahankan sumber pakan dan juga dapat secara bersama-sama membesarkan anak-anak keturunannya. Berdasarkan jumlah individu dan komposisi seks, secara umum primata dapat digolongkan dalam lima kelompok (Chalmers 1979), yaitu : 1. Jenis yang soliter ("solitary species"), tidak membentuk kelompok, jenis yang
termasuk dalam kategori ini adalah sebagain jenis dari famili Lemuridae. Satwa ini hidup menyendiri dengan luas home range 0,2 - I ha. 2. Kelompok monogami ("monogamous family"), membentuk kelompok yang terdiri dari 3 - 4 ekor dengan sepasang induk dan home range-nya berkisar antara 20 - 50 ha. Jenis yang termasuk dalam kelo~npokini adalah jenis dari famili Indriidae, Cebidae, dan Hylobatidae. 3. Kelompok dengan satu jantan dewasa ("uni male groups"), dimana dalam satu
kelompok hanya terdapat satu jantan dewasa. Jenis yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah Cercopithecus mitis, Erythrocebus paras,
Presbytis entellus, dan Gorilla gorilla beringei. 4. Kelompok yang terdiri dari beberapa ekor jantan dewasa ("multi males
groups").
Jenis yang termasuk dalam kelompok ini adalah Macaca spp.,
beberapa jenis dari famiii Cebidae seperti Aioutatta viiiosa, dan dari famili Lemuridae seperti LernuJirlvus,Lemurcatta.
5. Kelompok yang tidak tetap ("difficult to classify"). Jenis-jenis yang sulit untuk digolongkan menurut elnpat golongan di atas, seperti Papio hamad>yas,
Theropithecus gelada, Pan troglodytes dan pongo pygmaeus, yang jantan umumnya soliter tetapi ada juga yang berkelompk dalam jumlah kecil. Hasil penelitian Rodman (1973) menyatakan bahwa satuan dasar populasi orangutan terdiri atas : 1) jantan dewasa soliter, 2) betina dewasa yang biasanya disertai satu atau dua anak yang belum mandiri, 3) hewan muda dalam masa peralihan antara hidup dalam satuan yang melahirkannya dan hidup secara mandiri. Disamping ketiga kelompok ini, susunan umum kehidupan sosialnya masih agak tidak jelas dan belum ada kesepakatan antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain (Galdikas 1978). Menurut Meijaard dkk. (1999) bagi pengamat biasa, tidak terlalu jelas bahwa orangutan hidup dalarn kelompok, dalam pengertian bahwa individu-individunya sering berada di daerah yang berdekatan dan biasanya dalam jarak pandang satu sama lain. Hasil penelitian lapangan mengungkapkan bahwa individu yang sama sering terlihat dalam suatu daerah tertentu, sedangkan pada waktu lainnya sebagaian besar tidak kelihatan. Beberapa peneliti lapangan mengalami kesulitan karena sejumlah orangutan yang tampaknya tidak berhubungan ternyata mempunyai keserempakan dalam pergerakan hariannya. Sebenamya, anggota komunitas orangutan sering menjaga jarak dengan individu lainnya, sehingga terbentuknya kelompok hanya dapat disimpulkan setelah anggota yang berbeda diikuti secara serempak.
Jarangnya interaksi menunjukkan ada unsur saling
mengenal atau status social yang mantap, atau adanya ikatan batin. Pengamatan jangka
panjang
terhadap
suatu
komuniras
orangutan
mengungkapkan bahwa beberapa individu, khususnya betina dewasa (dengan bayinya) teriihat hidup menetap di daerah teitentu selama beberapa tahun. Individu ini yang lebih sering terlihat dalam periode beberapa minggu. Sebaliknya, sebagaian besar anggota komunitas tampaknya menggunakan waktu lebih lama pergi dari tempat berkumpul, sementara ada sedikit yang kadang atau hanya sekali ditemukan di pangkz!an ini. (h<eijaa:d l999). Keterpencaran menurut ruang dan waktu serta variasi kualitasnya dapat menjelaskan mengapa sebagaian besar anggota komunitas orangutan bersifat
nomadis musiman. Secara umum ada tiga kelas kegiatan jelajahnya: (1) penetap, yang selama beberapa tahun berada dengan sebagaian besar waktunya dalam satu tahun di satu daerah tertentu, (2) penglaju, yang secara teratur selama beberapa minggu atau beberapa bulan setiap tahun hidup "nomadis", dan (3) pengembara, yang tidak pemah atau sangat jarang (atau hanya sekali) kembali ke tempatnya yang semula dalam waktu paling sedikit tiga tahun. Jaringan sosial orangutan meliputi betina dewasa dan anak-anaknya, mungkin termasuk sejumlah jantan dewasa dan pradewasa. Sepintas "kelompok" terbuka ini tidak berbeda dengan organisasi sosial beruk Macaca nemestrina yang berada di habitat yang sama. Sifat dasar interaksi sosial ini mengesankan bahwa penetap dan penglaju tennasuk dalam suatu jaringan sosial tunggal, karena mereka kelihatan mengenal baik satu sama lain, dan terbukti mempunyai hubungan sosial tertentu yang mantap, mirip hubungan yang bisa dikatakan sebagai ikatan "persahabatan" (Rijksen 1978). Pola interaksi yang terlihat dalam suatu pertemuan semacam ini memperlihatkan bahwa penggembara biasanya adalah pihak asing bagi anggota-anggota lainnya dalam jaringan sosial.
Kegiatan dan Perilakn Rodman (1 977) dalarn Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas harian orangutan yang utama di penuhi oleh kegiatan makan.
Selanjutnya istirahat,
bermain-main, berjalan-jalan diantara pepohonan dan membuat sarang. Menurut MacKinnon (1974) aktivitas harian orangutan meliputi 3 aktivitas besar yaitu makan, istirahat dan bergerak. Orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit sampai matahari terbenam dan selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan jarak rata-rata 500 meter per hari. Periiaku makan Orangutan dikenal sebagai pemakan buah.
Pola makan sangat
mempengamhi kondisi biologis dan cara hidupnya. Oleh karena itu, distribusi j n ~ l a hdan k~alitaspakaniiya menurn: w a h daii tempat teteii?~ merupakail faktor penentu utama perilaku pergerakan, kepadatan populasi dan akhirnya menentukan organisasi sosialnya. Di habitat yang berkualitas baik, antara 57%
Cjantan) dan 80% (betima3 w a k t u makanannya dihabiskan untuk memakan buahbuahan.
Lama w a
rnencari buah yang tercatat paling rendah, ketika
ketersediaan buah s a n g a C r e n d a h , masih 16% dari waktu total. Walaupun ada sekitar 200 jenis b u a h yserng dimakan, beberapa jenis buah tertentu ternyata jauh lebih tinggi dalam k o r n p e s i s i makanannya (Meijaard 1999). Komposisi persentase waktu inakan danjenis p a k a n orangutan seperti terlihat dalam Gambar 2.
Serangga Kulit batang
6%
Lain-lain
2%
Gambar 2. K o m p o s i s i persentase waktu makan dan jenis pakan orangutan
Pakan orangutem w n e m p u n y a i variasi yang jelas dari bulan ke bulan, tetapi buah yang berkualtas r i n g g i hampir selalu ada di beberapa tempat. Jenis makanan dan variasinya bahkarn
b e r b e d a nyata dari satu lokasi ke lokasi lain. Di suatu
tempat, buah ara d;ari
s e k i t a r delapan jenis pohon ara-pencekik merupakan
makanan pokok dan t e r s e d i a selama paling sedikit delapan bulan dalam setahun, namun di tempat l a i n b u a h ini merupakan sumber makanan yang tidak penting (misalnya di T a n j u n g
P u t i n g dan di Suaq-Balimbing), dan jenis pohon ara-
pencekik sebenarnya r r n e h u p a k a n jenis yang langka (Meijaard 1999). Di daerah-daerah S e r t e n t u orangutan kadang-kadang juga menelan tanah, memakan liang r a y a p permukaan tanah urn diambilnya.
Orangu
i
sepanjang batang pohon, bahkan sampai turun ke memungut dan nlemakan segumpal tanah yang j u g a sering mengunjungi "tempat penjilatan mineral"
yang didatangi b a n y a k m a m a l i a lainnya untuk memeakan bongkahan lempung
atau bongkahan tebing karang terjal. Tanah ini nampaknya mengandung mineral tertentu atau kaolin dalam konsentrasi tinggi (Payne et al. 1985), yang penting untuk menetmlkan jumlah tanin beracun dan asam fenolat yang tinggi dalam makanan yang berasal dari daun.
Peritaku bersarang Orangutan membangun paling tidak 1 sarang per hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari (Maple 1980). Umur satwa juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku bersarang. Orangutan muda
cenderung
membangun sarang dalam jumlah banyak atau "bermain sarang" setiap hari (Rijksen 1978). Sarang jugs sering digunakan sebagai tempat untitk kawin (Galdikas 1978). Dalam membangun sarang, orangutan memilih tempat yang strategis dengan mempertimbangkan letak pohon berbuah terdekat dan topografi daerah sehingga tempat bersarang terdistribusi secara acak. Orangutan mencari lokasi bersarang pada tempat-tempat yang dikenali, baik untuk digunakan sendiri maupun besamasama, dengan mempertimbangkan hubungan antara posisi sarang dan keuntungan yang diperoleh (MacKinnon 1974). Umumnya orangutan membuat sarang pada tempat-tempat yang dapat memberikan pandangan lebih luas ke sebagaian besar areal hutan (Rijksen 1978).
Menurut MacKinnon (1974), konsentrasi sarang
terutama berada pada punggung bukit sebelah barat.
Posisi ini dipilih untuk
menhindari panas matahari, sebagai pelindung dari angin malam, dan memeperluas jangkauan pandangan. Faktor penentu lainnya adalah keberadaan sarang-sarang orangutan lainnya (Rijksen 1978). Orangutan selalu berpindah-pindah dalam membuat
sarang untuk
memudahkan memperoleh sumber-sumber makanan yang baru. Hal ini dilakukan karena pohon-pohon di hutan hujan tropika memiliki spesies yang beraneka ragam, tetapi dalam jumlah sedikit dengan musim berbuah yang berbeda. Galdikas (1978) mengungkapkan bahwa jika suatu pohon buah dianggap paling menguntungkan, maka orangutan akan menggunakan kembali sarangnya selama beberapa hari beI'tuNt-tIINt di tempat tersebut atau kembali ke sarang-sarang tersebut dalam 2 - 8 bulan kemudian Maple (1980). Orangutan membuat sarang untuk bermalam di dekat pohon pakan terakhir (Mackinnon 1974). Kadang-
kadang sarang orangutan ditemukan di pohon pakan, tetapi hanya beberapa sarang harian (day-nest) yang digunakan untuk beristirahat di siang hari untuk mempermuda proses pengumpulan buah atau untuk bersosialisasi (Rijksen 1978) Wilayah jelajah Dalam kegiatan hariannya, orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit sampai matahari terbenam dan selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan jarak rata-rata 500 meter per hari (Mackinnon 1974). Kegiatan bergerak orangutan di dalam hutan sangat lamban dan malas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan lambannya pergerakan mereka ialah karena berat badannya yang cukup besar dan pohon-pohon di dalam hutan yang sangat bemariasi baik tinggi maupun letaknya, hingga mereka harus berhati-hati dalam pergerakannya. Jarak yang ditempuh orangutan dalam seharinya berkisar antara 300 meter sampai 1300 meter. Jauh dekatnya jarak yang ditempuh sangat dipengaruhi oleh persentase aktivitas makan dan beristirahat (Djojosudharmo 1978). Home range orangutan betina saling tumpang tindih atau overlape (Rodman dan Horr 1972 dalarn Sinaga 1992), demikian juga dengan home range orangutan betina dengan jantan juga dapat tumpang tindih (Djojosudharmo 1978).
Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Menurut Legay dan Debouzie (1985); Santosa (1990) dalam Alita (1993), pola penggunaan ruang merupakan suatu keseluruhan interaksi antara satwa dengan habitatnya.
Adapun paiametei poia penggunaan mang yang paling
banyak diteliti ada dua, yaitu daerah jelajah (luas dan komposisi vegetasi) dan pergerakan
.
Daerah jelajah (home range) merupakan daerah pergerakan nom~alsatwa dalam melakukan aktivitas-aktivitas rutin.
Sedangkan core area merupakan
bagian dari home range yang sering dipergunakan dan dengan keteraturan yang lebih besar daripada bagr;:, yang n-- UAU b I Y I.II +--:+--: A:A-G-:-:I~-L b l l l Y l l ULUbIIIIIDIILLLII YW.
sebagai suatu daerah yang dipertahankan terhadap serangan dari luar (Chalmers 1980).
Menurut Santosa (1990) dalam Alita (1993), aspek pola pemanfaatan ruang menggambarkan interaksi antara satwa dengan habitatnya.
Dalam ha1 ini
"mobilitas" dan "luas" serta "komposisi daerah jelajah" mempakan tiga parameter yang lebih banyak digunakan sebagai indikator dari strategi pemanfaatan ruang oleh satwaliar. Setiap jenis sahva menunjukan pola kegiatan harian yang tertentu, demikian juga dengan jenis primata. Kegiatan primata berupa makan, bergerak, istirahat, menelisik dan kegiatan sosial lainya sudah terpola dalam kegiatan sehari-hari yang dikenal dengan budget kegiatan.
Galdikas (1978) membagi aktivitas
orangutan kedalam tujuh kategori utanla : I) makan, 2) beristirahat, 3) bergerak pindah, 4) kopulasi, 5) mengeiuarkan seruan panjang, 6 ) agresi, 7) bersarang.
KEADAAN UMUM KAWASAN TN KUTAI
Fisik Letak dan Luas Luas awal kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 435IKpts-XXl1991 adalah 198.629 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Timur (iSO%), Kutai Kertanegara ( i 17,48%) dan Kota Bontang ( i 2,52%). Secara geografi Taman Nasional Kutai terletak antara 0" 7'54" - 0°33'53" LU dan 116"58'48" - 117°35f29" BT. Batasbatas kawasan ini adalah : Sebelah Utara
: Sungai Sangatta - Kabupaten Kutai Timur
Sebelah Barat
:PT. Sulya Hutani Jaya dan FT.Kiani Lestari
Sebelah Selatan
:Kota Bontang dan Hutan Lindung Bontang
Sebelah Timur
: Selat Makasar
Topografi Kawasan TNK merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan ketinggian berkisar 0 - 400 m dpl. Topografi berbukit (bergelombang ringan, sedang sampai berat) dan di bagia barat dan utara berbukit dengan ketinggian mencapai 70 - 200 m dpl. Geologi dan tanah Berdasarkan peta geologi Kalimantan Timur formasi geologi kawasan ini sebagian besar meliputi tiga bagian yaitu : 1. Dibagian pantai terdiri dari batuan sedimen alluvial induk dan terumbu karang. 2. Di bagian tengah terdiri dari batuan miosen atas
3. Di bagian barat terdiri dari batuan sedimen bawah.
Menurut pembagian tanah Kalimantan Timur jenis tanah yang terdapat pada kawasan ini seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Jenis Tanah Yang Terdapat Pada Kawasan TNK JenisTanah
I
1 Alluvial I
Fisiografi
Podsolik, Latosol dan Litosol
beku Bukit dan peg. Lipatan endapan Batuan beku endapan Pegunungan patahan dan metamorf
Organosol Gleihumus
Batuan Alluvial
Podsolik merah kuning 3
1 Bahan Induk I I Batuan Alluvial I Daratan
I I
Daratan
Sumber :Peta tanah Kalimantan Timur Skala 1 : 500.000 Tahun 1986 Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, curah hujan di dalam kawasan TNK termasuk ke dalam Tipe B (Nilai Q = 14,3 - 33,3 %). Curah hujan rata-rata tahunan 1543,6 mm, atau rata-rata bulanan 128,6 mm dengan rata-rata hari hujan setahun 66,4 hari. Temperatur udara rata-rata minimum berkisar 21°C dan maksimum 34°C. Kelembaban relatif udara berkisar 67 - 98 %. Kecepatan angin normal rata-rata 2 - 4 knodjam. Hidrologi
Kawasan TNK merupakan kawasan akuifer daerah air tanah. Kawasan ini mempunyai peranan penting dalam pengaturan tata air dan sebagai sumber air utama bagi daerah yang terdapat di sekitamya.
Sungai-sungai yang tedapat di
daerah tersebut adaiah Sungai sangatta, Sungai Sangkima, Sungai Kandolo, Sungai Teluk Pandan, Sungai Palakan, Sungai Nyudan, Sungai Putang Salah, Sungai Buluh, Sungai Sesayap dan Sungai Banumuda.
Biotik Ekosistem Ekosistem TNK me~pt3kan hutan hujan tropis dataran rendah yang mempunyai vegetasi asli, mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Secara umum tipe-tipe ekosistem di dalam kawasan TNK, antara lain (a) Hutan Dipterocaraceae campuran; (b) Hutan Ulin-Meranti-Kapur; dan (c) Vegetasi hutan mangrove dan tumbuhan pantai; (d) Vegetasi hutan rawa air tawar; (e) Vegetasi hutan kerangas; (f) Vegetasi hutan tergenang. Flora
TNK
mempunyai
keanekaragaman
keanekaragaman jenis flora.
hayati
yang
tinggi,
tenltama
Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di kawasan ini
diantaranya meranti (Shorea sp.), Kayu Kapur (Diyobalanops aromatica), kerning (Dipterocarpus cornutus), ulin (Eusideroxylon zwagerz),
merbau (Insfia
palentbanica), bakau-bakau (Rhizophora spp.), tancang (Bruguiera spp.), cemara laut ( Casuarina equisetifolia), jambu-jambu (Eugenia sp), dll. Fauna Keanekaragaman flora di kawasan ini membentuk keanekaragaman habitat berbagai jenis satwa liar antara lain ;mamalia, reptilia, amfibia, aves, insecta dan kelompok satwa tak bertulang belakang. Jenis-jenis satwa yang hidup di TNK antara lain orangutan (Pongo pyg~naeus), bekantan (Nasalis larvatus), Owa-owa (Hillobates nzueller~), Klossi (Presbytis rubicunda), loriskukang (Nycticebus coucang), Kera abu-abulwarik (Macaca fascicularis),
bangkui (Macaca
nentestrina), Banteng (Bosjavanicus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus mutjak) dan kancil (Tragulus javanicus),
beruang madu (Helarctos malayanus),
buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya senyulong (Crocodylus schlegelliz). Jenis-jenis burung antara lain : enggang (Buceros rhinoceros), (Halcyon Spp),
tiungheo (Graculareligiosa),
javanicus), pecuk ular (Aninga spp).
raja udang
bangau tong-tong (Leproptilos
Keberadaan Orangutan di Areal Penelitian Taman Nasional Kutai (TN Kutai) merupakan hutan hujan dataran rendah yang menjadi tempat perlindungan bagi orangutan dan satwa besar lainnya di Kutai Timur dan sekitarnya. Bagian timur kawasan di batasi Selat makasar, sedangkan sebelah selatan di batasi oleh Kota Bontang, Hutan Lindung Bontang, Konsesi pertambangan batu bara dan Hutan Tanaman lndstri (HTI), sebelah utara dibatasi Kota Kabupaten Kutai Timur, Konsesi Pertambangan Batu bara, dan Hak Pengusahaan Hutan(HPH), demikian juga sebelah barat kawasan merupakan konsesi HTI. Eksploitasi batu bara dengan sistem pertambangan terbuka (open minirig) telah menghapus habitat orangutan dengan tanpa menyisakan vegetasi sedikitpun. Demikian juga dengan eksploitasi HPH dan pembuatan hutan tanaman atau HTI. Aktivitas eksploitasi tersebut menimbulkan pergerakan orangutan ke sisa-sisa areal hutan yang masih ada dan relatif aman dari gangguan diantaranya kawasan TN Kutai. Pada era sebelum tahun 1997-an distribusi orangutan di TN Kutai tersebar dalam empat habitat utama, yaitu Menamang, Teluk Kaba, Sangkimah dan Prevab-Mentoko.
Orangutan sangat mudah dijumpai, merupakan indikasi
besarnya populasi orangutan di kawasan ini, karena belum ada data yang pasti berapa ukuran populasi orangutan di kawasan TN Kutai. Menurut Zusuki (1992) dalam Meijaard dkk. (1999)jumlah individu di Kutai adalah 2 individu per km2. Namun dalam perjalanan waktu selanjutnya, tepatnya saat mulai era refomasi,
kawasan TN Kutai mengalami gangguan berupa perambahan,
pencurian kayu, dan tumbuhnya pemukiman dalam kawasan. Sehingga pada pada beberapa tahun belakangan ini, sangat sulit untuk menemukan orangutan di kawasan Taman Nasional Kutai.
METODE PENELITLAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2007 (lampiran 1).
Bahan dan Alat Penelitian
1. Wilayah hutan Mentoko sebagai lokasi penelitian dan 5 ekor orangutan yang terdiri dari 2 jantan dewasa umur muda, 2 tietiria dewasa umur muda dan 1 ekor anak. 2. Alkohol, kantoilg plastik, label keiQs, tali plastik. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi : meteran dengan panjang 25 meter, binokuler, tustel, GPS, kompas, haga meter, hand counter, jam, peralatan herbaium, alat tulis.
Parameter~parameter Parameter yang diamati dalam penelitian ini : 1. Jenis pohon dan ketinggian orangutan di atas pohon.
2. Jetris, bagian-bagian pohon yang ditnakan oraagutan.
3. Lama waktu orangutan melakukan aktivitas 4. Waktu orangutan melakukan setiapjeriis aktivitas 5. Pola pergerakan orangutan
6. Komposisi vegetasi secaia umuin dan vegetasi pakan
Metode Pengumpulan Data Pengamatan Pendahuluan Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan maksud: 1. untuk menemukan orangutan yang akan menjadi fokus pengamatan.
2. Penyesuaian dengan kondisi lapangan, agar orangutan terbiasa dengan kehadiran pengamat. Pengamatan Perilaku 1. Pengamatan perilaku dilakukan secara langsung terhadap kegiatan orangutan yang menjadi fokus pengamatan. Pengamatan ditnulai dari pagi pukul05.30 18.30 WITA. 2. Waktu pengamatan dibagi dalam 3 kategori, yaitu Pagi (pukul 05.30 - 10.00 WITA), siang (pukul 10.00 - 14.00 WITA) dan sore (pukul 14.00 - 18.30 WITA), dengan interval pengamatan 10 menit. 3. Pengamatan karakteristik daerah jelajah (tipe vegetasi) dan posisi individu dalam ruang. Untuk mengetahui posisi pergerakan orangutan, digunakan GPS (Global Positioning System). 4. Pengamatan posisi individu dalam ruang yaitu ketinggian posisi individu saat melakukan aktivitas, dibedakan atas : Ketinggian 0-20 meter, 20-30 m, dan 30 meter ke atas. 5. Data ritme individu aktif Pengamatan bertujuan untuk mengetahui periode waktu aktif, mulai dari orangutan bangun tidur di pagi hari sampai dengan masuk sarang di sore hari untuk tidur. Data yang didapatkan dapat menggambarkan apakah aktivitas yang dilakukan mempakan urut-urutan rutinitas (ritme) dalam dimensi waktu atau bersifat temporal.
6 . Data penggunaan waktu harian Pengamatan bertujuan untuk mengetahui alokasi waktu oleh orangutan dalam melakukan aktivitasiiya.
Pengumpulan Data Vegetasi dan Diagram Profii Data Vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui dominasi jenis pohon di lokasi penelitian. Metode yang digunakan untuk memperoleh data vegetasi adalah Metode Petak Tunggal (Soerianegara dan Indrawan 1984). Petak contoh dibuat sebanyak 2 buah diletakan pada lokasi dimana kelompoWindividu orangutan beraktivitas. Petak contoh berukuran lebar 40 meter dan panjang 80 meter. Parameter yang diukur secara langsung di iapangan adalah nama spesies (lokal dan ilmiah), jumlah individu, diameter pohon pada ketinggian setinggi dada. Pengamatan dilakukan terhadap pancang, tiang, dan pohon. Dengan kriteria sebagai berikut (Kusmana 1995): 1. Pancang : permudaan dengan tinggi 1,s m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. 2. Tiang 3. Pohon
: pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm. : pohon dewasa berdiameter 20 cm dan lebih.
Gambar 3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan analisis vegetasi dengan metode petak tunggal 80 m
4-----+
Ket :
IO m
P 20 m
Sub-petak 5 x 5 m untuk pancang Sub-petak 10 x 10 m untuk tiang &b-petak 20 x 20 m untuk pohon
Diagram Profil.
Sketsa dari profil vegetasi
sangat berguna untuk
penelitian primata yang meneinpati suatu habitat, karena profil habitat sangat bermanfaat untuk membuat kesimpulan tentang suatu huhungan antara derajat kelimpahan satwa dengan tipe habitatnya. Untuk mendapatkan diagram profil diiakukan pemetaan sebaran jenis pohon, tinggi polio", tifig,& tajilk, tajuk dan pohon. Dalain penelitiaji ini buat dua buah plot masing-masing berukuran 20 x 80 m. Data Sekunder Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan bidang kajian penelitian. Data sekunder meliputi: 1 . Kondisi fisik : letak dan posisi geografis, ikliin, jenis tanah d m topogafi lokasi
penelitian. 2. Kondisi biotik ! floiia dan fauna
3. Data-data pendukung lainnya yang dapat memperkuat pembahasan hasil
penelitian.
Metode Analisis Data Data yang. diperoleh dari pengamatan dianalisis secara diskriptif, kuantitatif . . . dan uji Khi-kuadrat. Analisis Perilaku Untuk mengetahui hubungan habitat dengan perilaku orangutan digunakan Uji Khi-kuadrat. Hubungan-hubungan dimaksud diantaranya adalah: 1. Jenis aktivitas dengan posisi dalam ruang (ketinggian pada pohonlvegetasi).
2. Je~.isisktivitas pa& posisi tertentu &!am m n g dengan waktu 3. Jenis aktivitas dengan waktu.
Hipotesa-hipotesa yang akan diuji, adalah : 1. Hipotesa (No)= Tidak adanya hubungan antara aktivitas tertentu yang
dilakukan orangutan dengan ketinggian pohon. Hipotesa alternatif (HI) = Adanya hubungan antara aktivitas tertentu yang dilakukan orangutan dengan ketinggian pohon. 2. Hipotesa (IIo)= Penggunaan waktu oleh semua individu adalah sama.
Hipotesa alternatif (HI) = Penggunaan waktu oleh semua individu adalah tidak sama. 3. Hipotesa (NO)= Penggunaan waktu oleh semua individu pada setiap kelas
ketinggian pada pohon adalah sama. Hipotesa alternatif (HI) = Penggunaan waktu oleh semua individu pada setiap kelas ketinggian pada pohon adalah tidak sama. Untuk menyji hipotesis no1 (Ho) dengan cara menghitung semua frekuensi harapan bagi setiap sel. Pengujian hipotesa menggunakan rumus :
dimana : Oi = Frekuensi hasil pengamatan ke-i
Ei = Frekuensi yang diharapkan Kaputusan : Jika
XZ~,it,,
> XZ a , maka tolak Ho
Jika
X2hituns
< XZ a ,maka terima HO
Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan menurut rumus sebagai berikut : a. Kerapatan suatu jenis (K)
Jumlah individu suatu jenis K= Luas petak contoh
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis
KR =
X 100%
c. Frekuensi suatu jenis (F)
F
'
Jumlah sub-petak ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh sub-petak contoh
d. Dominasi suatujenis (D)
Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh
D =
e. Dominasi relatif suatu jenis (DR)
Dominasi suatu jenis Dominasi seluruh jenis
DR =
X 100%
* f. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
FR =
Frekuensi suatu jenis Frekuensi seli~ruhjenis
g. Indeks Nilai Penting (INP) INP= K R + F R + D R
X 100%
Kemudian untuk mengetahui keragaman jenis digunakan indek keanekaragaman Shannon-Wiener (Pileou 1969; Magurran 1988): lndeks Keanekaragaman (H') :
dimana :
H'
lndeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Shannon Index of Diversio~) ni = Indeks Nilai Penting suatu jenis N = Jumlah Indeks Nilai Penting seluruh jenis =
HASIL DAN PEMBAHASAN Orangutan yang menjadi Fokus Penelitian Pengamatan langsung terhadap aktivitas orangutan menjadi ha1 yang utarna dalam penelitian ini, karenanya tantangan dirasakan pada awal kegiatan penelitian adalah usaha untuk menemukan orangutan yang menjadi fokus pengamatan. Sesuai dengan pendapat Meijaard dan Rijksen (1999), yang menyatakan bahwa orangutan sangat sulit ditetnukan dan perlu keterampilan yang harus diterapkan dengan susah payah untuk mendeteksinya. Keterampilan ini antara lain berupa kernampuan indera penciuman yang tajatn (untuk melacak baunya yang khas), pendengaran (untuk menangkap bunyi gemerisik gerakan orangutan melalui dedaunan dan menjatuhkan buah-buahan dan kulitnya dari tajuk yang rapat) dan penglihatan (terutama gerakan dahan-dahan dan pohon-pohon). Dalam survey pendahuluan penuiis menjumpai beberapa sarang orangutan, yang sudah lama (sudah mulai terdekomposisi) maupun yang masih relatif baru (umur kurang dari 1 minggu).
Sarang dijumpai berada pada pohon ulin
(Etrsidcro.rylon nvagori) dan pohon kenanga. Baik sarang lama maupun baru meaunjukan bahwa sebelutnnya ada orangutan di lokasi setempat. Sarang yang masih barn semakin memperkuat indikasi adanya orangutan di lokasi penelitian. Selain terdapat beberapa sarang, di lokasi penelitian dijumpai juga beberapa pohon yang sedang berbuah, diantaranya adalah pobon laban (Vitex pubescons). Buah laban berukuim kecil dan ketas, oleh karenanya adanya buah laljari sangat efektif untuk menditeksi dan menemukan keberadaan orangutan, karena saat orangutan mengunyah buah laban akan menimbulkan suara (Itlerliuk...lilethiik) yang keras yang bergema hingga puluhan meter ke wilayah sekitarnya. Selain itu laban berbuah dalam j~umlahyang banyak beiiikuran kecil berupa buali batu dengan endokarp yang keras tersusun pada malai atau tandan yang menggarpu sehingga saat oraiigutan inemetik tandan buah, banyak buahnya yang terjatuh menerpa daun di sekitamya dengan menimbulkan suara rontokan yang keras.
Gambar 4a. Sarang Orangutan di Mentoko-TN Kutai dibangun pada pohon Kenanga (Cananga odorata) - sarang lama..
Garnbar 4b. Sarang Orangutan di Mentoko-TN Kutai dibangun pada pohon Kenanga (Cananga odorata) sarang bam.
-
Dengan adanya buah laban ini, pada tanggal 25 Mei 2007 penulis menemukan 2 ekor orangutan pada pohon yang sama, masing-masing jantan dan betina.
Orangutan Jantan dan Betina ditemukan berpasangan.
Selanjutnya
ormgutail y m g menjadi obyek pengalllatan iiii dibeci nama Dewa dan Dewi. Kemudian pada tanggal 26 Mei 2007 dijumpai lagi 2 ekor orangutan betina jaiitan, kedua orangutan iiiduk d a i ~anaknya ini induk dan anakhya berkelai~~ih diberi nama Ayu dan Tole. Disusul dua hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 28 Mei 2007 kembali ditemukaii I ekor orangutan jantan dewasa yang solitel; sebagai obyek pengamatan orangutan ini diberi nama Surya.
Jumlah jam
pengatnatan dalaili penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
-
Tabel 3. Jumlah Jam Pengamatan Orangutan di Mentoko TN Kutai.
I I / I
Nama Orangutan
Jenis Kelamin dan kelas Umur
Dewi Dewa Avu Tole
Betina dewasa Jantan dewasa / Betina dewasa-induk I Jantan mak
Surva
/
Jantan dewasa Jurnlah
Tanggal Pengamatan
Jumlnh Jam Pengamatan
156.52 158.20 182.87 182.87
I I 1 I
109.83 790.29
1 1 / 1
26-05 sld 07-06-2007 26-05 s/d 07-06-2007 27-05 sld 10-06-2007 27-05 sld 10-06-2007 29-05 sld 06-06-2007
1 1 1 I
Pendugaan umur orangutan merujuk pada penggolongan umur yang dilakukan Galdikas (1978) terhadap orangutan di Tanjung Puting-Kalimantan Tengah, seperti dapat dilihat pada Tabei 4. Tabel 4. Penggolongan Umur Orangutan Jenis KelaminKaraf perkembangan/Umur/Berat perkiraan - Jantan - Dewasa umur muda -15 sld 35 tahun - Diatas 50 kg I
- Betina - Dewasa umur muda - 12 s/d 35 hhun -30sJd50 kg
Sfat tingkah Iaku
Sifat morfologi
Menyuarakan serum panjang, hidup soliter kecuali bila berpasangan dengan betina tanggap seksual.
Ian pipi, kantong leher, kerapkali berjanggut, kadang
Biasanya telah beranak dan diikuti anaknya; berpasangan dengan jantan selama masa estrus;
Wajah sangat gelap; kadang-kadang berjanggut.
-Jantan -An&
- 4 s/d 3 tahun - 5 sfd 2 0 k g
I
kadang-kadang berpindah bersama betina lain danl atau hewan taraf muda. Biasanya berpindah bersama, tetapi terlepas dari badan induk, kadangKadang menggunakan sarang- berasama induknya:masih menyusu *.
I
Wajah masih lebih putih daripada hewan tua, tetapi lebih gelap daripada bayi; bercak-bercak ~ u t i h juga makin kabur.
Sumber : Galdikas (1978)
Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan K o m p o s i s i Jenis dan Struktur Vegetasi U n t u k mendeskripsikan habitat orangutan dilakukan analisis vegetasi pada kawasan hutan Mentoko. Dari hasil analisis vegetasi didapatkan 51 jenis pohon yang t e r c a k u p dalam 25 famili, 36 jenis tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang dari 2 2 famili.
Jenis pohon yang paling banyak ditemukan di habitat orangutan adalah ulin (Et~sideroxylon zwagerz), Sengkuang (Draconramelan daa), laban (Virex plibescens), medang (Litsea sp.), Bayur (Pterospermzrm divers~olitrm),dan
Maligara (Dillenia bomeensis). Indeks Nilai Penting beberapa jenis pohon d o m i n a n disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 . Vegetasi Tingkat Pohon dominan pada Habitat Orangutan di Mentoko TN Kutai.
-
Pada tingkat tiang dan pancang didominasi oleh kenanga (Cananga odorata), sengkuang (Draconromelon duo), sumpa labu (Mallotus sp.), jerenjang Jerenjang (Polyaltia sp.), laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.)dan ulin (Eusiderowylon zwageri). Seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Vegetasi Tingkat Tiang dan Pancang dominan pada Habitat Orangutan Jenis Pohon Kenanga (Canangaodorata)
'l'iang Pancang Kerapatan Kerapatan mp INP per ha per ha 21.87 35.26 212.5 1 16.19
/
Perbadingan pada beberapa jenis antara pancang dan tiang relatif tinggi seperti pada kenanga, laban, jerenjang sumpa labu dan sengkuang. Pada tingkat tumbuhan pancang menunjukan jumlah yang besar nalnun pada tingkat tiang jenis yang sama terdapat dalam jumab yang kecil. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pancang mengadakan persaingan yang kuat, kondisi ini diperkuat dengan tidak dijumpai satu jenis tumbuhan pada tingkat pancang yang mengelompok. Kemungkinan biji-biji yang terdapat dibawah pohon induknya mengalami persaingan yang kuat dari individu-individu lain dari jenis yang sama. Karena keadaan lingkungan biotik dan fisik yang dibutuhkan pada umumnya sama dengan keadaan lingkungan di bawah pohon induk. Lingkungan mempengaruhi regenerasi jenis tumbuhan di hutan ti-opika. Faktor iklim seperti temperatur, kelembaban, curah hujan dan sinar matahari merupakan faktor yang memnpengaruhi. Mildbread (1930) dalam Richard (1952) mengemukakan bahwa sedikitnya penyinaran di permukaan bawah hutan tropika dapat menghalangi pertumbuhan dari anakan atau membunuh kecambah. Masa penekanan pada tingkat semai merupakan masa-masa yang lama dan sulit bagi suatu tumbuhan, dengan harus melampaui periode yang berbahaya. Lebih lanjut
menurut Richard (1952) suatu jenis tumbuhan membutuhkan cara yang optimal untuk dapat bertahan pada masa tingkat semai. Sinaga (1992) menyatakan bahwa habitat orangutan di Bahorok didominasi oleh jenis-jenis
pohon damar
laut
(Shorea materialis),
kayu minyak
(Dipterocarpus sp.), semak jambu (Ixonathus icesandra), kayu merah (Eugenia sp.), durian hutan (Durio sp.), meranti bakau (Shorea macroptera) dan kencing batu (Quercus spicata). Lebih lanjut disampaikan bahwa perbandingan antara jumlah semai dan pancang mempunyai variasi perbandingan yang cukup besar. Sedangkan Rijksen (1978) berdasarkan hasil penelitiannya di Ketambe, menyatakan bahwa karakteristik habitat orangutan di daerah tersebut adalah tidak adanya dominasi dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B dan C, dan pada lantai hutan terutama ditumbuhi oleh herba. Lain halnya dengan habitat orangutan di Tanjung Puting, menurut Galdikas (1978) habitat di daerah tersebut berupa hutan rawa bergambut. Rawa gambut ini secara musiman dapat kering, tetapi selama musim hujan permukaan air yang dekat sungai dapat mencapai ketinggian kurang lebih dua meter. Orangutan pada dasarnya adalah hewan frugifora, proporsi waktu untuk makan makanan jenis buah-buahan jauh melebihi untuk jenis yang lainnya. Seiama pengamatan di Mentoko, jenis makanan yang sering dimakan orangutan adalah buah, disusul daun dari jenis pohon mapun liana, kulit pohon dan kulit liana, serta jenis lainnya dalam jumlah yang sedikit. Diantara jenis-jenis buah yang selalu dimakan orangutan adalah laban (YiTex pzrbescens), sengkuang (Draconto~~zelon duo), jerenjang (Polyaltia sp.), dan liana. Jenis-jenis makanan utama, kerapatan pohon dan indeks niiai penting dapat dilihat pada Tabel 7. Tahel7. Jenia Pohon, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting pohon pakan orangutan pada plot pengamatan di Mentoko Jenis Pohon
/
Semangkuk (Scaphiu~nmacropodum) 24 1 Kapul (Baccaureapluricularis) 23
I Buah
1 Buah
I
1.56 1
2.45
3.12
5.86
1
Jenis sumber makanan lain yang penting bagi orangutan di Mentoko adalah tumbuhan liana yang banyak tumbuh dan menjalar ke atas tegakan pohon. Liana merupakan sumber makanan penghasil buah dan daun yang disukai orangutan. Karena menjalar hingga sampai ke bagian tajuk pohon, baik pohon yang berada dekat dengan pangkal akar maun jauh, daun-daun liana kelihatan menyatu dan sama dengan daun pohon utama. Masyarakat mengenal beberapa jenis-jenis liana dengan nama daerah misalnya; akar ubar, akar kelawit, akar serapet. Menurut Richards (1952) dalam Meijaard dan Rijksen (1999), habitat yang baik untuk orangutan tidak hanya terdiri dari pepohonan, sejumlah besar buah dan daun yang disukai sebagai makanan orangutan berasal dari liana. Liana juga merupakan alat utama bagi orangutan untuk bergera dari pohon ke pohon (Rijksen 1978). Daun liana merupakan makanan kesukaan orangutan
karena selama
pengamatan setiap harinya orangutan selalu memakan daun dari tumbuhan menjalar ini. Orangutan juga memakan kulit dan kambium batang liana. Urim jiOOi j meiaporkan hasii peneiitiannya di kawasan Taman Nasionai Bukit Baka-
Bukit Raya, Kalimantan Barat bahwa jenis-jenis pohon pakan utama orangutan di daerah tersebut sekitar 23 jenis, diantaranya adalah medang (Litsea sp.), kayu ara
(Ficus spp.), rambutan hutan (Nephelitrm sp.), ulin ((Ezrsideroxylon-wageri?, dan liana. Menurut Meijaard dan Rijksen (1999) Orangutan tidak tersebar merata menurut waktu dan lokasi di suatu kawasan. Keberadaan Orangutan dalam suatu lokasi mungkin dipengaruhi oleh distribusi ketersediaan makanan menurut waktu dan tempatnya. Faktor waktu penting artinya karena; agar dapat bertahan hidup maka suatu populasi orangutan menggantungkan hidupnya pada komposisi pepohonan dan liana yang menyediakan makanan selama musim produktif sepanjang tahun secara terus menerus. Sedangkan menurut Galdikas (1978) orangutan memanfaatkan buah, bunga, daun, kuncup dan kulit kayu serta cairan dari berbagai spesies pohon, tanaman menjalar dan tanaman lain, dan juga berbagai tanaman merainbat. Dari penelitian selama einpat tahun di Tanjung Puting lebih lanjut Galdikas menyatakan bahwa kebanyakan pakan orangutan hampir 235 atau sekitar 74% berasal dari spesies pohon.
Gambar 5. Orangutan Dewa di Mentoko-TN Kutai sedang makan kulit liana bergantung dengan kedua kakinya. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, orangutan yang inenjadi fokus pengamatan melakukan aktivitasnya di tanjung sungai, sekitar sungai, dan anak sungai. Ha! ini diduga karena pada daerah dekat suogai banyak terdapat pohoR-
p o h o n buah yang menjadi sumber makanan. Menurut Rijksen (1978) Berdasarkan l u a s distribusi, orangutan dapat beradaptasi pada berbagai tipe hutan: dari hutan rawa, hutan dataran rendah, sampai ke hutan pegunungan dengan batas ketinggian 1 8 0 0 in dpl. Selanjutnya menurut Meijaard ef a1 (1999), habitat yang optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran kering yang berdekatan. Tepi sungai lnungkin berupa dataran banjir, rawa, atau tanah alluvial. Struktur Vegetasi
Berdasarkan pengukuran tehadap sebaran, komposisi jenis, diameter dan tinggi p o h o n serta ukuran proyeksi tajuk, struktur vegetasi habitat orangutan di mentoko M e n t o k o Taman Nasional Kutai dapat dibagi menjadi 3 strata, yaitu strata A (2 30
m), strata B (21 sld 30 m), dan strata % (52 0 m). Strata A terdiri dari jenis-jenis pohon laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.), kenanga (Cananga odorata), sengkuang (Dracontomelon dao), benuang (Octomeles sumatrana), bayur (Pterospermum diversifolium), dan ulin (Eusideroxylon zwageri). Strata B terdiri dari jenis-jenis pohon laban (Vitex pubescens), kayu arang (Diospyros borneensis), sengkuang (Dracontomelon duo), maligara (Dillenia borneensi.~), Jerenjang (hlyaltia ~ p , ) , dan Rambutan hutan (Yephelium sp.). Sedangkan strata C terdiri dari jenis pohon sumpa labu (Mallotus sp.), kenanga
(Cunungu ~dorutu),jerenjang (PolyaIti sp,), dan sebagainya. Kawasan hutan Mentoko mempunyai kerapatan pohon 167 pohonlha, dengan keragaman jenis 3.75 (Indeks Sannon Wiener) dan indeks kemerataan 0.95.
Hal tersebut menggambarkan bahwa baik kerapatan rendah, namun
keanekaragamannya cukup tinggi. Perilaku orangutan dalam pemanfaatan ruang berkaitan dengan struktur vegetasi habitat. Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas makan, beristirahat dan membuat sarang paling banyak dilakukan pada strata B, tetapi pergerakannya l e b i h banyak pada strata C. Data hasil penelitian mengenai keterkaitan aktivitas orangutan dengan ketinggian tempat masih sangat terbatas. Sinaga (1992) dari h a s i l penelitian orangutan di Bahorok hanya mengkaitkan antara aktivitas bersarang dengan ketinggian, menyebutkan bahwa orangutan dalam membuat
sarang lebih menyukai pada ketinggian 20
-
30 meter atau pada strata B.
Menurut Rijksen (1978) hutan hujan sebagai habitat primata dapat dibagi atas beberapa tingkatan secara vertikal ,yaitu strata atas, strata pertengahan, dan strata bawah yang erat hubungannya dengan penyediaan makanan. S t ~ k t uhutan r Mentoko tersusun atas jenis-jenis tumbuhan sumber makanan baik sebagai penghasil buah maupun penyedia daun yang disukai oleh orangutan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orangutan relatif mudah dijumpai di hutan Mentoko.
Gambar 6 a . Diagram Profil Habitat Orangutan di Mentoko - TN Kutai (Tampak Samping) Keterangan : Ca = Cananga odorata L = Litsea sp. V p = Vite~~nubescen~ Ez = Eusideroxyln mageri Dd = Dracontomelon duo Db = Dillenia borneensis
Ps = Polyalthia sumatrana Pd = Pterospennurn diversijiolium N = Nephelium sp. Ob = Ocrhoma bicolor P = Ptenandra sp. M = Mallotzis sp.
Gambar 6b . Diagram Profil Habitat Orangutan di Mentoko - TN Kutai (Tampak Atas) Keterangan : Ca = Cananga odorata L = Litsea sp. Vp = Virexpubescens Ez = Ezisideroxylon zwageri Dd = Dracontomelon dao Db = Dillenia borneensis
Ps = Polyalti suinatrana Pd = Pterspermunz diersifoliun~ N = Nephelium sp. Ob = Ocrhoma bicolor P = Ptenandra sp. M = Mallotus sp.
Pola Penggunaan Ruang Sebaran Spasial Aktivitas pada Struktur Vertikal Dalam kegiatan hariannya, orangutan mulai beraktivitas sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Aktivitas orangutan yang berhasil teramati selama penelitian adalah makan, bergerak, istirahat, bersarang dan kopulasi Orangutan mencari makan berupa buah-buahan sebagai makanan utama, dedaunan beberapa jenis pohon termasuk daun tumbuhan liana (akar-akaran) yang banyak dijumpai merambat pada batang pohon. Jenis makanan lain yang sering dimakan adalah kulit beberapa jenis pohon dan kulit liana serta jenis-jenis makanan lain dalam tingkat konsumsi yang kecil. Orangutan adalah satwa diurnal yang melakukan aktivitas hidupnya di atas pohon (arboreal). Pergerakan dan perpindahan dilakukan dari satu pohon ke pohon lainnya.
Selama pengamatan tidak pernah ditemukan berjalan di
permukaan tanah. Kegiatan bergerak orangutan di dalam hutan sangat lamban dan malas. Faktor-faktor yang menyebabkan lambannya pergerakan mereka ialah karena berat badannya yang cukup besar dan pohon-pohon di dalam hutan yang sangat bervariasi baik tinggi manpun letaknya, hingga mereka harus berhati-hati dalarn pergerakannya. Dari hasil pengamatan selama penelitian lama aktivitas keseluruhan yang teramati berdasarkan berdasarkan ketinggian tempat, didapatkan bahwa aktivitas harian orangutan paling banyak dilakukan pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7. Aktivitas orangutan lebih banyak dilakukan pada ketinggian antara 20 - 30 meter dari permukaan tanah. Dewi hampir 82.58% dari seluruh waktu aktivitas hariannya dilakukan pada ketinggian ini, sedangkan aktivitas pada ketinggian di bawah 20 meter dan di atas 30 meter masing-masing sebesar 17% dan 0.27 %. Demikian juga dengan Ayu sebanyak 80.43% pada ketinggian 20 - 30 meter, 19% pada ketinggian di bawah 20 meter dan tidak pernah dijumpai pada keringgian di atas 30 meter. Selanjutanya Dewa sebesar 79%, 20%, dan 0.83%. Surya sebesar 76%, 22%, dan 2%. Tole sebesar 72%, 28% dan sama seperti induknya, tidak pernah dijumpai beraktivitas pada ketinggian di atas 30 meter.
Waktu Pengamatan
rn b w a e DB~G~i Oyu G Tole ffi Surya
Gambar 7. Histogram Proporsi Waktu Ak?ivitas Berdasarkan Waktu Pengamatan Orangutan di Hutan Mentoko-TN Kutai. Demikian halnya ketinggian aktivitas pada masing-masing periode pengamatan pagi, siang dan sore. Pada setiap periode temyata aktivitasnya juga cenderung lebih dominan dilakukan pada ketinggian 20 - 30 meter di atas pennukaan tanah.
Pada setiap periode pengamatan lebih dari 71% dari waktu
aktivitas dihabiskan pada ketinggian tersebut. Pada ketinggian di bawah 20 meter dalam
setiap periode pengamatan berkisar antara 12% sampai 29%.
Pada
ketinggian di atas 30 meter, tercatat hanya Dewa 2% dan Dewi 0.16% tedadi pada pagi hari, sedangkan Surya 1% terjadi pada sore hari. Ketinggian orangutan Dewa dalam beraktivitas berkisar antara 8 meter sampai 34 meter, Dewi antara 9 meter sampai 32 meter, Ayu antara 8 meter sampai 28 meter, Tole antara 8 meter sampai 26 meter, dan Surya berkisar antam 8 meter sampai 32 meter. Aktivitas pada ketinggian di bawah 8 meter, umumnya
berlangsung saat orangutan melakukan pedalanan. Apabila jarak antar cabang pohon terlalu jauh, maka orangutan akan turun lebih rendah untuk menggapai dan menarik batang atau cabang pohon pada tingkat tiang selanjutxya berayun pindah ke pohon yang lainnya. Hal ini tidak berbeda dengan orangutan Bahorok dengan puncak ketinggian orangutan jantan dewasa, jantan pra dewasa dan betina induk masing-masing 30.5 meter, 32.5 meter dan 25.5 meter (Sinaga 1992).
Pada Gambar 8 di bawah ini, terlihat bahwa aktivitas orangutan terdistribusi secara tidak merata pada masing-masing ketinggian yaitu pada ketinggian di bawah 20 meter, antara 20 - 30 meter, dan pada persentase yang sangat kecil pada ketinggian di atas 30 meter.
Dewa l#B DEwi O Ayu Cl Tole VA Suva
Gambar 8. Histogram Proporsi Waktu Aktivitas Orangutan Berdasarkan Ketinggian Tempat di Hutan Mentoko-TN Kutai. Pada ketinggian di bawah 20 meter, terlihat aktivitas bergerak memiliki proporsi waktu cukup tinggi. Persentase pada ketinggian tersebut berkisar antara
68
- 80% sedangkan pada ketinggian 20 - 30 meter berkisar antara 20 -
25%.
Berbeda dengan pada kedua ketinggian tersebut, orangutan tidak pemah melakukan pergerakan pindah pada ketinggian di atas 30 meter.
Ketinggian
tempat pada waktu melakukan pergerakan pindah tempat sangat tergantung dengan kondisi vegetasi yang ada.
Di mentoko m e ~ p a k a nhutan sekunder
sehingga kerapatan vegetasi dan kanopinya tidak sehaik pada hutan primer. Orangutan sering turun sampai pada ketinggian di bawah 20 meter menggapai pohon-pohon pada tingkat tiang atau liana hanya untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Pada aktivitas makan, proporsi wak-
terbanyak dijumpai pada ketinggian
20 - 30 meter di atas permukaan tanah. Berkisar antara 75 - 88% aktivitas makan dilakukan pada ketinggian ini. Sedangkan pada ketinggian di bawah 20 meter hanya berkisar 12 - 25%.
Demikian juga dengan aktivitas beristirahat lebih banyak dijumpai pada ketinggian tertentu. Berkisar 81- 96% aktivitas isirahat dijumpai pada ketinggian 20 - 30 meter. Sisanya sebesar 2 - 19% pada ketinggian di bawah 20 meter. Pada ketinggian di atas 30 meter tercatat hanya Dewa yang dijumpai dengan persentase waktu 2%.
Gambar 9. Orangutan Dewi sedang bergerak pindah dengan berayun di atas pohon kenanga di hutan Mentoko TN Kutai. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa ketinggian aktivitas orangutan cenderung lebih berkaitan dengan posisi sumber makanan yang ada dari permukaan tanah.
Pada kondisi yang ideal artinya tanpa gangguan, maka
ketinggian orangutan dalam beraktivitas cenderung bervariasi dari posisi rendah sampai tinggi sesuai posisi sumber pakan. Sebaliknya apabila merasa tidak aman maka akan beraktivitas pada tempat yang lebih tinggi. Demikian juga pilihan ketinggian posisi untuk membuat sarang, selama pengamatan ketinggian rata-rata dalam membuat sarang lebih dari 20 meter dimana sebenamya pada kondisi tanpa pengamatan, orangutan seringkali membuat sarang pada ketinggian 8 sampai 10 meter dari pemukaan tanah. Beberapa pohon buah sumber makanan orangutan sedang berbuah dengan proporsi letak buahnya paling banyak pada kanopi pohon dengan ketinggian 20 30 meter, kondisi demikian diduga menjadi faktor yang menyebabkan aktivitas orangutan cenderung banyak dilakukan pada tingkat ketinggian tersebut. Disamping itu dengan lama waktu aktivitas makan yang relatif tinggi berkisar
antara 42 = 48 % dari aktivitas hariannya, maka minimal sebesar kisaran waktu itu pulalah orangutan akan berada pada sumber-sumber makanan. Hal iini tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan Djojosudharmo (1978), bahwa orangutan menggimakan h m p i r 705 dati waktu aktifiiya di siang hati pada ketinggian antara 15 = 25 m, pada ketinggian 25 m sebanyak 20%, dan sisanya pada ketinggian di ljawah 15 in. Berdasarkan uji khi-khuadrat pada tingkat signifikansi 0.05 temyata terbukti bahwa ada hubungan antara ketinggian tempat dengan jenis aktivitas orangutan. Nilai khi-kuadrat
x2 hitung = 58.22,
sedangkan dengan derajat bebas (df) = 8
dan tingkat signifikansi 0.05 nilai XZfahel adalah 15.507. Karena besar dari x2tabel, hipotesis
1101
x2 hitzing lebih
ditolak. Artinya memang ketinggian tempat
berpengaruh terhadap aktivitas orangutan. Sedangkan tempat pada pohon yang paling disukai untuk beraktivitas adalah pada ketinggian 20 perinukaan tafiah dengan persentase berkisat aiitara 72.01
-
=
30 meter dari
82.58%. De~nikian
juga dengan distribusi jenis aktivitas dan ketinggian tempat, secara significan terbukti bahwa aktivitas niakan d m istirahat teijadi secara doniinan pada ketinggian 20
-
30 meter. Nilai-nilai khi kuadrat masing-masing hubungan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Khi-Kuadrat Hubungan antara Jenis Aktivitas Orangutan dengan Ketinggian Tempat di Huan Mentoko-TN Kutai. Khi-Kuadrat Kesimpulan Hitung Tab 0.05 Semua aktivitas dan Ketinggian Tempat Aktivitas Makan dan Ketinggian Tempat Aktivitas Istirahat dan Ketinggian Tempat
58.220
15.507
Tolak H o
35.1 12
15.507
Tolak Ho
67.858
15.507
Tolak Ho
Pengujian statistik terhadap ma~ing~masing individu menunjukkan ha1 sama,
yaitu mefiutijukkafi
ketinggiail tempat derigan jeais
aktivitas orangutan. Dewa sebesar 81.2% aktivitas makan dan 92.62% aktivitas istif&at di]akuka" pad&ketinggian 20 - 30 mete?. Sedaflgkanyang dolfiifiafi pa& ketinggian di bawah 20 meter adalah aktivitas bergerak. Dewi sebesar 88.02%
aktivitas makan dan 91.13% aktivitas istirahat pada ketinggian 20 - 30 meter. Sebaliknya dengan aktivitas bergerak, sekitar 66.67% dilakkan pada ketinggian di bawah 20 meter. Demikian juga dengan Ayu sebesar 78.52% makan dan 95.40% istirahat; Tole sebesar 75.22% makan dan 81.35% istirahat, 78.63% bermain; Surya sebesar 84.38% rnakan dan 98.16% istirahat dilakukan pada ketinggian 20
- 30 meter. Nilai-nilai khi-kuadrat dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Khi-Kuadrat Hubungan antara Jenis Aktivitas masing-masing individu Orangutan dengan Ketinggian Tempat di Hutan Mentoko-TN Kutai. Khi-Kuadrat Orangutan
Kesimpulan
Hitung
Tab 0.05
Dewa
192.70
9.488
Tolak Ho
Dewi
218.90
5.991
Tolak Ho
AYu
191.80
5.991
Tolak Ho
Tole
154.65
7.815
Tolak Ho
Surya
275.04
9.488
Tolak Ho
Pola Pergerakan dan Jarak Jelajah Orangutan Pola jelajah pada dasamya kecenderungan orangutan dalam menggunakan ruang pengembaraannya sehari-hari, mulai dari bangun tidur di pagi hari, menuju tempat sumber makanan dan tempat istirahat kemudian menuju pohon tempat tidur, dimana letaknya bisa berimpit dengan ternpat tidur sebelumnya mapun sebaliknya. Jarak Tempuh adalah jarak perpindahan tempat dalam satu hari, merupakan jarak terjauh yang ditempuh dari sarang tempat tidur di pagi hari sampai ke suatu tempat dimana orangutan membuat sarang di sore harinya. Jarak jelajah harian orangutan dapat diliha pada Tabel 10.
Tabel 10. Jarak Tempuh Harian Orangutan di Hutan Mentoko-TN Kutai I
I
I
Ayu dan Tole mempunyai jarak jelajah terpendek diantara orangutan lain dengan rata-rata 0.74 km perhari, dengan range antara 0.65 km sampai dengan 0.80 km per hari. Selanjutnya Dewi dan Dewa mempunyai jarak jelajah dengan rata-rata 0.90 krn per hari, dengan range 0.82 sampai 1,17 km per hari. Sedangkan Surya mempunyai jarak jelajah per hari dengan rata-rata 0.96 km per hari, dengan range antara 0.86 km sampai dengan 1.1 1 km per hari. Sedangkan di Bahorok, jarak jelajah Orangutan jantan dewasa mencapai 1.83 km sehari dan Betina induk dan anak sejauh 0.75 km sehari (Sinaga 1992). Selanjutnya di Ketambe jarak jelajah yang terendah berkisar 700 meter dan 1500 meter sehari (Rijksen 1991 dalain Sinaga 1992). Pola jelajah orangutan di Mentoko seperti dapat dilihat pada Gambar 10.
I
G m b a r 10. Pola Jelajeh Harien Orangutan Dewa den Dewi (13 heri), 8yu (15 h a ) , den S u m (9 heri) di Hutsn rnentoko
- TU ~ u t u i .
Galdikas (1978) menyebutkan bahwa di Tanjung Puting daerah jelajah orangutan jantan muda lebih luas dari betina. Rata-iata jarak jelajah harian orangutan jantan 850 meter dan orangutan betina 710 meter. Diperkirakan bahwa orangutziii jmtaii lebih banyak beigerak pada pemukaan tanah, yang inempunyai korelasi positif dengan panjang jarak jelajahnya dalam sehari. Orangutan jantan taiiali sejauh lebih dari 1 kin. Hal iai di Taiijuiig Puting berjalan pada per~nukaai~ tidak pemah dijumpai selama pengamatan di Mentoko. Ayu dan Tole mempunyai jarak jelajah paling pendek dari pada Dewa, Dewi, dan Surya. Hal ini diduga karena Ayu cenderung memiliki mobilitas yang rendah. Karena sedang mengasuh anak~iyamaka gerakannya tidak leluasa, sering terlihat lama beraktivitas pada suatu tempat sementara anaknya bermain. Hal ini sesuai dengan basil peoelitian Sinaga (1992) di Bahorok, bahwa Orangutan induk dan anaknya hanya sedikit menggunakan pohon sumber makanan dalam sehari dan fats-iata lebih lama dalain satu pohon untuk it~akafi,seltingga jarak jelajahnya relatif pendek. Surya mempunyai jarak jelajah harian paling jauh, ha1 ini berbeda dengan Dewa yang felaptif lebih pendek karena selaina peilgamatan selalu berpasangan dengan Dewi.
Bahkan aktivitas pergerakannya pun sangat
dipengatuhi oleh pergerakan Dewi. Jarak dan pola jelajah orangutan juga berkaitan dengan ketersediaan dan distribusi sumber-s~mlbetmakanan dalam hutan. Menurut Meijaard dan Rijkseri (1999),
pengamatan jangka panjang terhadap suatu komunitas orangutan
megungkapkm bahwa beberapa individu, khususnya betina dewasa dengan bayinya, terlihat hidup menetap didaerah tertentu selama beberapa tahun. Ihdividu ihi yang seriflg terlihat dalam peliode bebeiapa minggu. Lebih lanjut dikatakan bahwa keterpencaran makanan menurut ruang dan waktu serta variasi kualitasiiya dapat menjelaskiui iiiengapa sebagaiari besac anggota koiiiunitas orangutan bersifat nomadis musiman.
Pohon Tempat Bersarang Sebagai satwa arboreal orangutan memerlukan pohon untuk melakukan sebagaian besar aktivitas hidupnya.
Pohon menjadi komponen habitat yang
sangat penting sebagai sulnber makanan, baik sebagai penyedia buah, daun maupun keduanya.. Demikian juga untuk keperluan istirahat d a n tidur, minimal sekali dalam sehari orangutan akan membuat sarang untuk t i d u r di malam hari dan pada kondisi tertentu untuk istirahat pada siang hari. Sarang Dewa dan Dewi masing-masing berada pada ketinggian 19 meter sampai dengan 29 meter dan 23 meter sampai 32 meter dari permukaan tanah. Selama 13 hari pengamatan, kedua orangutan ini selalu bersama dalan beraktivitas demikian juga dalam membuat sarang. Selama pengamatan tercatat terdapat 2 hari poholt tempat membuat sarangnya berbeda meskipun masih dalarn jarak sekitar 7 meter dengan letak sarang Dewa selalu lebih rendah dari sarang Dewi. Sarang Ayu berada pada ketinggian 21 meter sampai 2 6 meter. Sedangkan sarang Surya pada ketinggian 23 meter sampai 27 meter dari permukaan tanah. Ketinggian sarang dapat dilihat pada Gambar 1 1 dan 12.
Gambar 11. Grafik ketinggian sarang Dewa d a n Dewi di Hutan Mentoko-TN Kutai.
Hari Pengamatan
Gambar 12. Grafik ketinggian sarang Surya dan Ayu di Hutan Mentoko-TN Kutai. Selama dalam pengamatan, orangutan di Mentoko membuat sarang pada ketinggian antara 19 meter sampai 32 meter dari permukaan tanah. Namun dijumpai juga sarang-sarang lama yang tenlyata hanya berada pada ketinggian 7 12 meter. Sinaga (1992) menyatakan sarang orangutan di Bahorok terletak pada ketinggian antara 20-35 meter, dengan karakteristik pohon yang tegak lurus, tidak banyak percabangan, bersih tanpa akar umumnya di lembah penggiran sungai kecil.
Djojosudharmo (1978) menyatakan bahwa oranguatan di Ketambe
kebanyakan membuat sarang pada ketinggian 10 sampai 30 meter di atas permukaan tanah. Sedangkan Suwandi (2000) dalrun penelitiannya di Tanjung Puting memjumpai sebanyak 66 sarang berada pada ketinggian 4-20 meter. Menurut Rijksen (1978) tinggi sarang orangutan bergantung pada struktur hutan pada tempat tertentu. Pemilihan pohon tempat tidur yang cocok bagi primata berupa pohon tinggi, tanpa liana dengan tajuk berhubungan dengan pohon lain adalah suatu cara untuk mengatasi ancaman predator lain (Tenasa 1975).
Orangutan mencari iokasi
bersarang pada tempat-tempat yang dikenalinya, dengan mempertimbangkan hubungan antara posisi sarang dan keuntungan yang diperolehnya (Mackinnon 1974). Namun dalam pengamatan di Mentoko dijumpai sarang orangutan yang berada pada pohon kenanga kecil diameter kurang dari 10 cm hanya pada ketinggian 7 meter. Sementara di sekitamya terdapat pepohonan lain yang besar
dan tinggi. Karena itu masih perlu dibuktikan apakah pemilihan tempat orangutan untuk membuat sarangnya dengan pertimbangan-pertimbangan seperti yang telah sering disampaikan berbagai pihak atau karena faktor gangguan dengan kehadiran pengamat. Dari hasil pengamatan di Mentoko jenis-jenis pohon yang dijadikan tempat membuat sarang adalah kenanga, sengkuang, ulin, maligara, bayur, baleo, dan kayu arang. Hal ini tidak berbeda dengan hasil inventarisasi tahun 2002, jenisjenis pohon tempat sarang adalah adalah ulin, bayur, jambu-jambu, baleo, dan kenanga (Balai TN Kutai 2002). Sedangkan munurut Ginting (2006), orangutan Sumatera membuat sarangnya pada beberapa jenis pohon diantaranya damar laut (Shorea inaterialis), kayu kuning (Eugenia sp.), kayu merah (eugcnia sp.), keranji (Dialilrrri ylatysepulurn), semantok (Slorea mullijora), baja barus (Rhodun~nia sp.), kecing batu (Quercus spicata), dan pongas (Mangifeera sp.). Untuk mengetahui jenis pohon yang disukai orangutan sebagai tempat membuat sarang digunakan asumsi bahwa semakin tingi frekeunsi jenis pohon tertentu digunakan, maka pohon tersebut semakin disukai. Selanjutnya untuk menganalisis hubungan antara frekeunsi dengan jenis pohon dilakukan dengan pendekatan Metode Neu's (indeks preferensi). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1 1. Tabel 11. Indeks Neu's untuk preferensi jenis pohon tempat bersarang Hutan Mentoko-TN Kutai.
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa dari 7 jenis pohon yang diketahui dijadikan tempat bersarang selama penelitian, hanya 1 jenis saja yang benar-benar disukai oleh orangutan yaitu pohon kenanga (Canangium odorotum).
Hal ini terbukti dengan w > 1, sebagaimana Bibby er a1 (1998) dalam Gunawan (2004) menyatakan bahwa jika w l > 1, maka pilihan satwa terhadap sesttatu itu disebabkan karena satwa menyukainya. Dengan demikian orangutan memilih pohon kenanga untuk membuat sarang karena pohon kenanga disukai, sedangkan jenis-jenis lain tidak disukai, meskipun tetap digunakan sebagai tempat untuk membuat sarang. Kenanga menghasilkan bunga yang menyebarkan bau harum, daunnya mengandung minyak atsiri, mempunyai kayu yang tidak keras dan mudah dipatahkan.
Hal ini diduga menjadi faktor daya tarik orangutan sehingga
menyukai pohon ini sebagai te~npatmembangun sarangnya.
Menurut Meyne
(1987), kenanga (Canagium odoratum) termasuk dalam famili Anonaceae, berupa pohon dengan tinggi sampai 38 meter. Pohon ini memiliki bunga yang harum, tidak banyak menghasilkan buah, buah yang yang jatuh di atas tanah jarang menghasilkan tumbuhan muda, tetapi bijinya dapat menyebar secara luas dengan bantuan bumng yang memakannya.
Burung mencemakan daging buah dan
mengeluarkan bijinya tanpa dirusak. Pohon tempat bersarang biasanya penghasil buah makanan orangutan atau bukan penghasil buah tetapi berada pada jarak yang relatif dekat dengan pohon penghasil buah dan memiliki meinbangun sarang.
percabangan yang memungkinkan untuk
Menurut Suwandi (2000) ketersediaan makanan, air,
terjaminnya kemanan dan kenyamanan tempat bersarang adalah faktor utama yang menjadi pertimbangan pemilihan tempat bersarang.
Menurut Galdikas
(1978) mengatakan bahwa untuk lokasi pembuatan sarang, orangutan di Tanjung Puting lebih suka menempatkannya di daemh rawa dan tepi sungai karena merasa lebih aman dari gangguan predator termasuk gangguan dari manusia. Rijksen (1 978) mengatakan bahwa orangutan membuat sarang ditempat-tempat yang banyak terdapat pohon buah dan sarang-sarang dibuat dipergunakan untuk bermain-main, beristirahat untuk melindungi diri dari keadaan cuaca dan kemungkinan diserang oleh orangutan lain atau predator.
Perilaku Makan dan Preferensi Makanan Orangutan Aktivitas harian orangutan terdiri dari 4 bagian besar yaitu makan, bergerak, istirahat, dan membuat sarang. Sedangkan pada orangutan anak aktivitas bermain juga nieiijadi bagiaii aktivitas uta-manya. Makanan Orailgutan kebaiiyakan terdiri dari buah-buahan dan daun-daunan. Dari pengamatan diketahui bahwa selain meiiiakan buah-Buahan sebagai makanail utartianya, dalain aktivitas hariannya orangutan selalu memakan dedaunan muda, baik daun dari pohon maupun daun liana (akar-akaran) yang menjulur merambat ke pepohonan. Selama pengamatan tidak pemah dijumpai orangutan turun ke sumber air baik sungai rnaupun kubangan untuk minuni. Orangutan mendapatkan air dari buah-buahan dan dedaunan yang mengandung banyak air, bahkan orangutan Dewa pentah dijutnpai memakan kuiit batang liana (akar-akaran) dati sekaligus menyedot kambiumnya. Selain itu orangutan juga mendapatkan air jika sedang tuiuii hujan. Hampir semua kegiatan orangutan dilakukan dengan lamban, tidak terkecuali dengan aktivitas makail. Apabila tidak mendapat gangguan, orangutan makan dengan sangat lambat, mulai dari rnengapai ranting, memetik buah sampai dengan memakannya. Bahkan dengan posisi mengantung dengan kedua kakinya, posisi kepala dibawah, orangutan memakan kulit batang liana dengan lamban hampir selama 35 merilt. Tingkat kesukaan orangutan terhadap jenis makanan dapat diketahui melalui piopowi waktu yang digunakail unttik memakan suatu jeilis makadaa. Sesuai dengan hasil pengamatan, jenis makanan orang utan dapat dibagi menjadi 3 kategoti yaitu buali, daun, kulit kayu (kulit pohari dan liana), dan lain-lain (buiiga, kuncup, dll). Perbandingan rata-rata proporsi harian jenis makanan yang dimakan orangutall dapat dilihat pada Garnbar 13.
WM
Dewi
AYU
Tole
Surya
Orangutan
n Buah m Daun 5 Kulit 5 Lain-iain
Gambar 13. Histogram Perbandingan Proporsi Jenis Makanan Orangutan di Hutan Mentoko-TN Kutai. Dari semua jenis makanan yang teramati dimakan orangutan, buah menempati proporsi tertinggi dengan rata-rata persentase 63.2%, selanjutnya daun 26.2%, kulit kayu 8,48% dan lain-lain 4.5%. Orangutan Tole Inenempati persentase paling tinggi untuk buah yaitu 66%, sedangkan Dewi, Dewa, Ayu mempunyai persentase makan buah yang hampir sama antara 62
-
63%.
Selanjutnya proporsi untuk daun persentase tertinggi juga ditempati oleh Tole yaitu 32%, sedangkan orangutan lain berk'isar antara 23 - 26%. Persentase ini tidak berbeda jauh dengan orangutan di Bahorok,
diantara berbagai jenis
makanan menurut Sinaga (1992) buah menduduki persentase yang tertinggi dengan rata-rata 55.6% menyusul daun 35.3% dan sisanya untuk jenis makanan lain.
Sedangkan menurut Meijaard dan Rijksen (1999),
di habitat yang
berkualitas baik, antara 57% (jantan) dan 80% betina waktu makannya di habiskan untuk memakan buah-buahan. Preferensi jenis makanan orangutan sangat berkaitan dengan musim buah jenis pohon b~tahyang sedang berlangsung. Selama pengamatan, hampir setiap hari orangutan memakan buah laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.), sengkuang (Draconrornelon duo), teja (Ptenandra sp.), nayup (Geunsia pentandra), dan Baleo (Diospyros sp.)
.
Sedangkan daun yang disukai adalah
daun pohon kayu arang, daun liana. Setiap hari orangutan seialu mengkonsumsi
daun liana yang banyak tumbuh dan menjalar sampai ke tajuk pohon. Sedangkan untuk bunga, otangutan lneriyukai bunga pohon maligara, nyatoh, dan benuang. Persentase beberapa jenis makanan buah yang dikonsumsi orangutan selama pengalriatail dapat dililiat pada Tabel 12. Tabel 12. Persentase konsurnsi ienis makanan buah di Hutan Mentoko Jenis Buah . ~ ,
Laban Sengkuang Jerenjang Baleo Kayu arang
=
TN
Persentase Konsumsi Oleh Orangutan (%) ...~.. m a . . . D e w i .. ..~.~-Ayu. .. Q!e SEX. 28.31 ( 28.65 37.70 36.56 ( 31.83 20.87 20.97 25.71 26.09 30.24 9.33 10.16 3.58 4.7 5. I 12.54 7.94 12.6 7.78 6.69 7.70 6.01 7.38 7.23 8.78
-1
1.
1
.I~
1
1
1
1
Selain faktor musim berbuah jenis buah tertentu, tingginya persentasi koiisuirisi jeiiis makarian buah oleh oraiigufan juga diperigaruhi oleh ketersedian pohon sumber pakan buah di hutan. Pada lokasi penelitian banyak terdapat pohon laban dan sengkuang yang sedang berbuab, sehingga korisumsi kedua jenis buah ini persentasenya sangat tinggi.
Pola Penggunaan Waktu Lama waktu aktif merupakan periode aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya, mulai dan bangun pagi dan keluar dad sarang sampai dengan aktivitas terakhir yang dilaktikan pada sore hari ysng ditandai dengan selesainya membuat sarang. Permulaan keaktifan orangutan berada pada range jam 05.35 sampai dengan jam 06.41 sedangkan mengakhiiri aktivitasnya pada sore iiari her& plda ~ n g e $ m 17.44 snmpal dsng::ja= 18.24. Lama waktu aktif rats-rata .... . halail orangutan adalah 12 jam 7 meiit deilgaa
range antara 11 jam 42 menit sampai 12 jam 40 menit. Dewa rata-rata lama
waktu aktif hariannya adalah 12 jam 10 menit, Surya selama 12 jam 12 menit, Dewi selama 12 jam 12 menit dan Ayu beserta anaknya selama 12jam 11 menit. Alobsi Penggunaan Waktu Pagi Nari Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa pada pagi hari aktivitas orangutan lebih banyak untuk makan, meskipun tidak pada selisih yang besar dengan aktivitas bergerak. Surya berbeda dengan yang lain, orangutan jantan dewasa ini justru mengalokasikan waktu di pagi hari lebih banyak untuk bergerakdari pada makan.
Oewa
Dewi
Aw
Tole
sum
Orangutan
m N8bn m Bergerak
Istitahat
Bermain
Gambar 14. Histogram Proporsi Waktu Aktivitas Orangutan pada Pagi Hari di Hutan Mentoko-TN Kutai. Pada pagi hari Dewa mengalokasikan waktunya untuk makan sebesar 36% sebagai aktivitas yang paling tinggi. Selanjutnya untuk aktivitas bergerak dan istirahat sebesar 35 % dan 28%. Demikian juga dengan Dewi alokasi waktu tertinggi adalah aktivitas inakan sebesar 37%, disusui 35% dan 29% untuk bergerak dan istirahat. Selanjutnya Ayu mengalokasikan waktunya di pagi hari hampir merata untuk ketiga aktivitas yaitu rnakan 35%, bergerak 369'0, dan istirahat 31%. Tole selain tiga aktivitas utama pada orangutan dewasa, temyata aktivitas bemain juga mempunyai porsi yang relatif tinggi yaitu 31% dibanding dengan aktivitas makan sebesar 37%.
Sebaliknya pada Surya. waktu terbanyak
digunakan untuk bergerak sebesar 38% dibanding makan dan istirahat masingmasing 37% dan 28%.
Secara umum proporsi waktu untuk aktivitas makan pada pagi hari relatif lebih besar, dibanding pada siang hari.
Pengaruh cuaca diduga memegang
peranan penting daiam aktivitas makan. Sedangkan pada Surya proporsi waktu bergerak lebih tinggi dari aktivitas lainnya, diduga berkaitan dengan alctivitasnya yang soliter. Jantan dewasa ini bergerak tanpa pengaruh orangutan lain seperti halnya Dewa yang berpasangan dengan Dewi.
Penyebab lain yang mungkin
adalah dorongan naluriahnya untuk mencari orangutan betina agar bisa melakukan aktivitas seksualnya. Alokasi Penggunaan Waktu Siang Wari Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa pada siang hari aktivitas orangutan lebih banyak ullruic istimhat, sernua orangutan yang menjadi obyek pengainatan di Mentoko menggalokasikan waktu untuk istirahat jauh lebih besar dibandingkan dengan aktivitas rnakan dan bergerak.
Dew a
I)ewi
AYU
Tole
Surya
Orangutan
Gambar 15. Histogram Proporsi Waktu Aktivitas Orangutan pada Siang Hari di Hutan Mentoko-TN Kutai. Pada siang hari Dewa mengalokasikan waktunya untuk istirahat sebesar 40% sebagai aktivitas yang paling tinggi. Selanjutnya untuk aktivitas makan dan bergerak sebesar 30 % dan 25%. Demikian juga dengan Dewi alokasi waktu tertinggi adalah aktivitas istirahat sebesar 40%, disusui 29% dan 24% untuk makan dan bergerak. Selanjutnya Ayu mengalokasikan waktunya untuk ketiga
aktivitas yaitu istirahat 38%, makan 30%, dan bergerak 25%.
Tole aktivitas
istirahat 39%, makan sebesar 29%, bergerak 8%, dan bermain 34.37%.
Surya
proporsi waktu terbanyak digunakan untuk istirahat sebesar 41%, terpaut banyak dengan waktu makan dan istiral~atmasing-masing 28% dan 24%. AIokasi Penggunaan Waktu Sore Hari Pada
periode waktu sore hari secara umum pada orangutan dewasa
melakukan aktivitas bergerak dengan proporsi waktu jauh lebih besar dari pada aktivitas lainnya. Sedangkan pada Tole aktivitas bergerak mempunyai persentase yang terkecil dari aktivitas lainnya. Proporsi waktu untuk aktivitas di sore hari seperti dapat dilihat pada Gambar 16.
5
85
5 30
I
Dewa
Lbw i
Tole
Surya
o Malgn m Bergerak o kfirahat o Berman
Gambar 16. Histogram Proporsi Waktu Aktivitas Orangutan pada Sore Hari di Hutan Mentoko-TN Kutai. Pada orangutan dewasa proporsi aktivitas bergerak berkisar antara 38% pada Surya sampai 41% pada Dewi. Sebaliknya pada Tole aktivitas ini hanya sebesar 13%. Sedangkan aktivitas makan dan istirahat dilakukan secara berimbang. Pada aktivitas makan orangutan mengalokasikan waktunya antara 34% sampai 35%, selanjutnya untuk aktivitas istirahat sebanyak 31% hingga 32%. Dari pengamatan pada sore hari temyata aktivitas bermain pada Tole menempati urutan waktu tertinggi dibandingkan dengan makan dan istirahat yaitu 34%. Aktivitas rutin yang dilakukan tiap sore hari adalah membuat sarang untuk tidur yang dilakukan setelah aktivitas lnakan terakhir pada sore hari. Rata-rata waktu yang diperlukan orangutan di Mentoko dalam membuat sarang berkisar
antara 3 - 5 menit.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan
Mackinnon (1972), bahwa kegiatan pembuatan sarang orangutan mernbutuhkan waktu sekitar 2 - 3 menit, dengan tahapan pembuatan sebagai berikut: Rimming, dahan dilekukan secara horisontal untuk membentuk lingkaran sarang dan ditahan dengan Sara melekukan dahan lain; Hanging, dahan dilekukan masuk ke dalam sarang untuk membentuk mangkuk sarang; Pila~ring,dahan dilekukan ke bawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan memberikan kekuatan ekstra; Loose, beberapa dahan diputuskan dari pohon dan diletakan ke dalam dasar sarang sebagai alas atau di atas sarang sebagai atap. Patahan dahan diperoleh dari vegetasi yang ada disekitarnya, bahkan sampai 15 meter jaraknya dari ternpat bersarang. Alokasi Penggunaan Waktu Harian
Pengunaan waktu harian merupakan total dari waktu untuk aktivitas pagi, siang dan sore. Pada Gambar 17 dapat dilihat rata-rata penggunaan waktu harian oleh orangutan. Dalam pengamatan ini aktivitas orangutan dibagi menjadi 2 bagian yaitu aktivitas utama meliputi makan, bergerak, beristirahat, membuat sarang, dan aktivitas yang bersifat temporer seperti kopulasi seta aktivitas lain diluar yang telah disebutkan. Makan meliputi semua waktu yang digunakan orangutan untuk persiapan, penggapaian, pemetikan, pengambilan, pengunyahan atau penelanan makanan, dan juga waktu untuk bergerak di dalam sumber makanan. Beristirahat meliputi semua aktivitas yang berlangsung pada waktu orangutan relatif tidak bergerak, yaitu duduk, berdiri, atau tiduran pada cabang, di dalam sarang, atau pada permukaan tanah. Bergerak pindah meliputi semua waktu yang digunakan orangutan untuk bergerak pindah pada dasar hutan atau dari satu pohon
ke pohon yang lain.
Bersarang meliputi pematahan dan
perlakuan cabang-cabang d a d atau tanaman untuk menyusun sarang untuk tidur, bangunan alas untuk tempat makanan atau pelindung tubuh di atas kepala untuk menahan hujan. Sedangkan keaktifan yang lain adalah kegiatan orangutan selain makan, beristirahat, bergerak dan membuat sarang, diantaranya adalah kopulasi, menunjukan kemarahan dengan mematah-matahkan ranting pohon. Kopulasi dimulai semenjak jantan
mulai menempatkan betina pada posisi yang
memungkinkan intromisi dan berakhir dengan ejakulasi atau perpisahan secara jelas/sempurna antara pasangan yang berkopulsi itu.
Dew
AYU
DRvi
Tde
Surya
Orangutan 0Mekan mBe'gerak olstimhat o8ermain
Gambar 17. Histogn~nProporsi Waktu Aktivitas Narian Onnm~tandi Hutan Mentoko-TN Kilhi.
Dari hasil DenRamatan diketahui bahwa aktivitas orangutan pada pagi dan sore hari relatif lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari. Sebaliknya pada siang hari proporsi waktu istirahat lebih tinggi dibanding pada pagi dan sore hari. Dimana waktu pengamatan dibagi menjadi tiga periode yaitu pagi hari antara jam 05.30 sampai jam 10.00, siang hari antara jam 10.00 sampai jam 14.000, dan sore hari antara jam 14.00 sampai jam 18.30. Proporsi waktu aktivitas makan Dewi paling tinggi dibanding orangutan lain yaitu 46%, beristirahat 43% dan bergerak 10% . selanjutnya Dewa persentase aktivitas makan 46%, bergerak 13%, beristirahat 31%. Ayu meng-alokasikan waktunya untuk makan sebesar 45%, istirahat 44%, bergerak 10%. Orangutan Suva aktivitas makan sebesar 44%, istirahat 42%, dan bergerak 11%. Sedankan untuk Tole aktivitas makan sebesar 41%, istirahat 36%, bergerak 11 dan 20% untuk bennain. Persentase waktu makan, bergerak, dan berisirahat orangutan di Mentoko menunjukan perbedaan yang relatif kecil.
Misalnya untuk rata-rata proporsi
waktu untuk makan adalah 47% dengan range antara 41 % pada Tole sampai 46% pada Dewi. Hal ini sesuai dengan hasii penelitian Rodman (1973) di Kutai yang menyatakan bahwa prosentase aktivitas makan orangutan adalah 46%. Sedangkan
di Bahorok jantan pra dewasa menghabiskan waktunya untuk makan dalam sehari 50%, jantan dewasa 39% dan Induk betina 32% (Sinaga 1992). Lebih dari 47% aktivitas harian orangutan adalah makan, 40 % untuk istirahat, 12% untuk aktivitas menelajah dan sisanya untuk aktivitas sosial dan kegiatan lain (Rijksen 1978). Menurut Dojosudharmo (1978) orangutan di Ketambe rata-rata aktivitas makan berkisar antara 4.6 jam sampai 7.6 jam setiap hari.
Aktivitas harian
orangutan dipengaruhi oleh musim buah, pada saat tidak musim buah, orangutan menghabiskan waktunya untuk berjalan dan waktu untuk makan sedikit (Mackinnon 1974). Pada siang hari aktivitas yang dorninan adalah beristirahat. kondisi cuaca yang cenderung panas pada siang hari menyebabkan orangutan mengurangi aktivitas makan dan bergerak. Berdasarkan lama keaktifan hariannya, orangutan di Mentoko menghabiskan waktu rata-rata 12 jam 10 menit dengan range antara 11 jam 27 menit sampai 12 jam 38 menit. Permulaan keaktifan orangutan berada pada range jam 05.35 sampai dengan jam 06.41 sedangkan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari berada pada range jam 17.44 sampai dengan jam 18.25. Hasil penelitian Sinaga (1992) menyebutkan bahwa orangutan di Bahorok menghabiskan waktu rata-rata 12 jam 25 menit dengan range 12 jam 22 menit sampai 12 jam 58 menit. Sedangkan Djojosudhanno (1978) menyebutkan bahwa orangutan di Ketambe ~nemulaikeaktifan harian sejak jam 06.00 dan diakhiri jam 18.00. Orangutan berada di sarang untuk tidur di rnalam hari antara jam 18.00 19.00 dan meninggalkan sarang pada pukul 05.45 (Michael dan Crook 1973 dalam Sujamo 2000). Orangutan cenderung akan tidur lebih awal pada cuaca
yang buruk (Mackinnon 1974). Umumnya orangutan memulai keaktifannya sebelum matahari terbit sampai menjelang malam hari. Lama keaktifan harian orangutan di pengaruhi oleh kondisi cuaca. apabila cuaca tidak bagus di pagi hari, orangutan akan bennalasmalasan dan tidak keluar sarang, begitu pula apabila tejadi pada sore menyebabkan lebih awal dalam membuat sarang. Ketersediaan dan distribusi surnber makanan daiam hutan juga mempengaruhi lama iceaktifan harian orangutan.
Pada hari ke 7 pengamatan aktivitas Dewa dan Dewi terjadi kopulasi berlangsung di pohon maligara (Dillenia borneensis). Pada kopulasi ini Dewa sangat agresif dan menggunakan kekerasan, misalnya dengan memukul Dewi berkali-kali. Setelah selesai kopulasi selama 18 menit kemudian istirahat, tiga puluh menit kemudian Dewi berusaha mendekati Dewa untuk kopulasi lagi, namun Dewa tidak memberikan respon. Berdasarkan uji khi-khuadrat pada tingkat signifikansi 0.05 menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam penggunaan waktu oleh rnasing-masing individu. Nilai khi-kuadrat X2 hifzdng = 6.763, sedangkan dengan derajat bebas (df) = 8 dan tingkat signifikansi 0.05 nilai X2tabel adaiah 15.507. Karena X2 hilling lebih kecil dari Xztabel, hipotesis no1 diterima. Artinya dalarn peng-alokasian waktu untuk aktivitas makan, bergerak, dan istirahat tidak ada perbedaan yang signifikan. Proporsi rata-rata aktivitas makan sebesar 44,65%, untuk istirahat dan bergerak masing-masing 41,9% dan 11,4%.
Sinaga (1992) berdasarkan
penelitia~yaterhadap orangutan Bahorok melaporkan bahwa jantan dewasa waktu untuk aktivitas makan sebesar 39,2% dan
istirahat. 41,6%. Aktivitas
makan betina induk 32,5% dan istirahat 52,3%. Sedangkan jantan pra dewasa aktivitas sebesar 50,4% dan istirahat 23,3%. Penggunaan waktu oleh orangutan pada periode pengamatan pagi, siang, sore tidak menunjukan perbedaan.
Setiap individu memiliki pola yang sama,
dimana aktivitas istirahat pada siang hari dengan perentase lebih besar dari pada aktivitas makan. Sebaliknya pada pagi dan sore hari, persentase waktu makan relatif lebih tinggi dibanding aktivitas lainnya. Nilai-nilai Khi-kuadrat dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Niiai Khi-Kuadrat Hubungan antara Individu Orangutan dan periode waktu pengamatan pagi, siang, dan sore di Hutan Mentoko-TN Kutai. Khi-Kuadrat Kesimpuian Hitung Tab 0.05 Aktivitas Harian
6.763
15.507
Terima Ho
Aktivitas pada pagi hari
7.590
15.507
Terima No
Akfivitas pada siang hari
2.027
15.507
Terima Ho
Aktivitas pada sore hari
2.053
15.507
Terima Ho
Sebaran Temporal Aktivitas Aktivitas harian orangutan pada periode aktif di siang hari meliputi makan, beristirahat, bergerak,
dan aktivitas laiinnya.
Aktivitas harian orangutan
tsrdistribusi sepanjang waktu bermula dari bangun tidur di pagi hari sampai masuk ke sarang yang dibuatnya di sore hari. Pada umumya aktivitas orangutan relatif tinggi pada pagi dan sore hari dibandingkan dengan pada siang hari. Orangutan inenunjukan aktivitas makan yang tinggi pada pagi hari, menurun di siang hari, namun naik pada sore hari. Menurunanya aktivitas ini diduga disebabkan oleh perubahan cuaca yang panas pada siang hari, sehingga oranguatan cenderung membatasi aktivitasnya.
Sedangkan pada siang hari
orangutan iebih banyak menggunakan waktunya untuk beristirahat. Sebaran temporal aktivitas dipengaruhi oleh distribusi sumber makanan dalam hutan. Apabila di sekitar sarang terdapat pohon buah, biasanya aktivitas makan akan dimuiai sesaat setelah orangutan bangun tidur, namun apabila tidak terdapat pohon buah, maka orang-tan akan bergerak mencari sumber makanan yang terdekat. Orangutan Dewi, aktivitas makan paling tinggi terjadi pada jam
06.00
- 07.00
di pagi had dengan jumiah rata-rata ctktivitas makan sekitar 76%
dari jenis aktivitas pada perode satu jam tersebut. Pada siang hari jam 12.00 13.00 aktivitas makamnya hanya 28%.
Sedangkan aktivitas makan terendah
terjadi pada sore hari menjelang membuat sarang yaitu jam 18.00 - 18.30 di hanya sebesar 7%. Pada saing hari Dewi lebih banyak menggunakan waktunya untsk istirahat. Pada jam 11.00 sampai jam 14.00 lebih dari 45% waktunya digunakan
untuk istirahat. Demikian juga dengan aktivitas bergerak, aktivitas ini pada siang hari juga terjadi dengan persentase yang rendah. Sebaran temporal aktivitas Dewi dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Sebaran Temporal Aktivitas Harian Orangutan Dewi di Hutan Mentoko-TN Kutai. Dewa aktivitas makan tinggi terjadi pada pagi hari dan sore hari, sedangkan pada siang hari lebih banyak istirahat. Pada periode aktivitas jam 06.00 - 07.00 aktivitas makan mencapai 72%. Sedangkan aktivitas makan dengan persentase rendah terjadi di siang hari pada periode pengamatan 12.00 - 13.00 dan 13.00 14.00 masing masing hanya 31% dan 31%. sedangkan aktivitas istirahat pada periode yang sama, masing-masing sebesar 62.56% dan 60%. Aktivitas makan pada sore tepatnya pada jam 18.00 - 18.30 relatif tinggi yaitu mencapai 50%, berbeda dengan Dewi dimana pada periode yang sama hanya 7%.
Sebaran
temporal aktivitas Dewa dapat dilihat pada Gambar 19. Sama seperti Dewa dan Dewi, orangutan Ayu juga mempunyai aktivitas makan tertinggi di pagi hari pada periode satu jam pengalnatan 06.00 - 07.00 dengan persentase 73%.
Selanjutnya pada periode pengamatan seterusnya
sebamn aktivitasnya sangat bervariasi, namun tetap mempunyai kecenderungan pada siang hari lebih banyak istirahat. Sebaran temporal aktivitas Ayu dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 19. Seham Temporal Aktivitas Harian Orangutan Dewa di Hutan Mentoko-TN Kutai.
W.W - 10~M m w . w.00 OI.M-m.m 060-WM m.90 mm
-
P*rsmYra
mM&m
O B a g m LflitiM
Gambar 20. Sebaran Temporal Aktivitas Harian Orangutan Ayu di Hutan Mentoko-TN Kutai. Waktu aktif di siang hari pada Orangutan Tole terbagi menjadi empat aktivitas, selain aktif makan, bergerak dan instirahat, Tole juga mengalokasikan waktunya untuk bermain dengan persentase yang relatif tinggi. Ativitas bermain juga terdistribusi secara temporal di setiap periode pengamatan dalam tiap jam. Waktu aktif makan teramati sangat tinggi pada pagi hari, pada jam 06.00 -07.00 sebanyak 65% waktu aktifnya digunakan untuk makan. Demikian juga pada sore hari, aktivitas makan kembali naik, meskipun pada jam 18.00-18.30 menurun dan lebih rendah dari aktivitas bermain. Sebaran temporal aktivitas Tole dapat dilihat pada Gambar 2 1.
Berbeda dengan orangutan lainnya, S ~ s r y a t i d a k melakukan aktivitas makan setelah jam 18.00. aktivitas yang masih d i l a k u k a m hanya bergetak untuk mencari pohon tempat membuat sarang. Waktu a k c Z f 1 ~ n t u makan k tertinggi terjadi pada pagi hari antara jam 05.30 - 07.00. S e d a n g k a m y a n g terendah berlangsung pada siang hari jam 12.00 - 13.00. Sebaran a k t i v i t a s S u r y a dapat dilihat pada Gambar
18.W - 18.M 17.00-18.W 1o.w-n.w 15.0-16.00 14.00-15.W
-
13.W 34.00
:
r
u
12.~313.W 1100-12.00 10.W-11.00
W.W - 10.W OB.00-M)W 07.W - 0B.W 00.00-07.M 05.30-W.00
p=-otamMrUran g B e m - l r
CllBemain aklimhat
Gambar 21. Sebaran Temporal A X t i v - i t a s Harian Orangutan Tole di Hutan MentokoKutai.
Gambar 22. Sebaran T e m p o r a 1 A k t i v i t a s Harian Orangutan Surya di Hutan Memtoko-TN Kutai.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Dari hasil analisis pola penggunaan mang dan waktu ini dapat disimpulkan hal-ha1 sebagai berikut: 1. Dalam melakukan aktivitas harian orangutan lebih banyak menempati kisaran ketinggian tertentu dari permukaan tanah.
Sebanyak 76% sampai 82%
aktivitasnya dilakukan pada kisaran ketinggian 20 meter dan 30 meter dari permukaan tanah Pada kisaran ketinggian ini orangutan melakukan aktivitas makan, bergerak, istirahat dan membuat sarang. Berdasarkan uji khi-khuadrat pada tingkat signifikansi 0.05 dengan nilai khi-kuadrat X2 hitung = 58.22 terbukti bahwa ada hubungan antara ketinggian tempat dengan distribusi aktivitas orangutan. 2. Jarak tempuh harian terpendek orangutan 0,74 km sehari dan yang terpanjang 0,90 km per hari, dengan range 0,82 sampai 1,17 km sehari. 3. Penggunaan waktu untuk aktivitas makan, bergerak, dan istirahat oleh masingmasing individu tidak ada perbedaan yang signifikan (x2hitung = 6.763, x2 tabel
=
15.507).
Dalam pengalokasian waktu untuk aktivitas makan,
bergerak, dan istirahat pada waktu pagi, siang, dan sore juga tidak ada perbedaan yang signifikan (XZ hitzing = 7.590; 2.027; 2.053 lebih kecil dari nilai X2 tabel = 15.507). 4. Sebaran temporal aktivitas harian orangutan terdistrib~isisecara teratur pada
waktu aktif hariannya, dimana aktivitas makan dan bergerak relatif rebih tinggi pada pagi dan sore dibandingkan pada siang hari. Sebaliknya aktivitas isirahat lebih banyak dilakukan pada siang hari. Secara umum sebaran temporal aktivitas ini terpota sepanjang hari. 5. Komposisi vegetasi terdiri dari 5 1 jenis pohon yang tercakup dalam 25 famili,
36 jenis tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang dari 22 farnili. Jenis pohon yang banyak ditemukan adalah ulin (Eusiderowylon nvager~), Sengkuang (Draconromelon duo), laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.), Bayur (Pterosperrnun~diversifolium), dan Maligara (Dillenia borneensis). Kerapatan hutan Mentoko 167 pohonlha, dengan keragaman jenis 3,75 (Indeks Shanon Wiener) dan Indek Kemerataan 0,95.
Saran Untuk kepentingan konservasi orangutan maka perlu dilakukan hal-ha1 sebagai berikut: 1. iiieiiingkatkan peilindungan kawasan dan habitat orangutan agar vegetasi
pohon sebagai komponen ruang yang penting bagi aktivitas orangutan dapat dipertaliankan.. 2. melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan bekas terbakar menggunakan
jenis-jenis pohon pakan orangutan. 3. melakukan pengelolaan habitat orangutan yang berada di iuar kawasan
lindung.
DAFTAR PUSTAKA
Alita, G. S. 1993. Analisa Pola Pengunaan Ruang Populasi Monyet Ekor Panjang (Macacafascicularis Raffles) di Lokasi Penangkaran Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. Skripsi. Jumsan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tudak Dipublikasikan. Balai Taman Nasional Kutai. 2005. Laporan Hasil Inventarisasi Populasi Orangutan di Kawasan Taman Nasional Kutai. Balai Taman Nasional Kutai. 2005. Profil Taman Nasional Kutai Tahun 2005. Chalmers. 1980. Social Behaviour in Primates. University Park Press. Baltimore. 61 - 62 p. Djojosudharmo, S. 1978. Beberapa Aspek Tingkah Laku Orangutan (Pongo pygnzaeus Linne. 1760). Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Galdikas, B. 1978. Adaptasi Otangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Goodall, J. 1963. My Live among Wild Chimpancks. National Geographic 124: 272 - 308. Groves, C. P. 1971. Pongo pygmaeus. Mammalian Species 4: 1-6. The American Society of Mammalogists. Gunawan, H. 2004. Preferensi dan Konsumsi Pakan Anak Burung Maleo (Macrocephalon nzaleo Sal Muller) Dalam Masa Penyapihan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume:l Nomor: 1. Balitbang Kehutanan. Bogor. Kusmana, C. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Tumbuhan. Dalam: Pelatihan Teknik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan. MacKinnon, J. 1972. The Behaviour and Ecology of Orangutan (Pongopygmaezrs), with Relationship Other Apes. University of Oxford. 4 : 77 - 110 pp.
. 1974. The Behavior and Ecology of Orangutan (Pongo pygmaeus). Anim. Behav, 22: 3 - 74 pp. Maple, T. L. 1980. Orangutan Behaviour. Van Nostrad Reinhold Company, New York. Meijaard, E., Rijksen, D.H., Kartikasari, N.S. 1999. Diambang Kepunahan. Kondisi Orangutan Liar diawal Abad ke-21. The Gibbon Foundation Indonesia.
Napier, J. R. and P. H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates: Morfology, Ecology and Bahaviour of Non-Human Primates. Academic Press. London. 211 -218p. Nellemann, C. et al. 2007. The Last Stand of The Orangutan. State of Emergency: Illegal logging, fire and palm oil in Indonesia's national parks. UNEP. Payne, J., C. M. Francis, K. Phillips. 1985. A Field Guide to the mammals of Borneo. Pencetak Weng Fatt Sdn. Bhd., Selangor Malaysia. Primack, B. R., Supriatna, J., Indrawan, M., Kramadibrata, P. Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Yakarta.
1998. Biologi
Richards, P. W. 1952. The Tropical Rain Forest. An Ecological Study, Cambridge University Press. Cambridge. Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatran Orangutans (Pongo pygnlaeus abelii Lesson, 1827). Ecoiogy, Behaviour and Concervation. AgricuItural University, Wageningen. Netherlands. Rodman, P. 1973. Population Compotition and Adaptive Organization among Orangutans. In. Comparative Ecology and Behavior of Primates, J. Crook and Michael (eds), Academic Press, London. Schaik, C. P. Van, Azwar, Priatna, D. 1995. Population Estimates and Preference of Orangutan Based on Line Transect Nest. Dalam: The Negleted Ape Conference Proceeding. R. D. Nadler, B. F. M. Galdikas, L. K. R. Norm (eds). Plenum Press, New York. Sinaga, T. 1992. Studi Habitat dan Perilaku Orangutan (Pongo pygnlaeus abelir] di Bohorok Taman Nasional Gunung Leuser. Tesis Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Jurusan Manajenen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sugardjito, J and V. C. Van Schaik. 1991. Orangutan Curent Population Status, Treats, and Concervation Measures. Conservatin of Great Apes in the New World Order of the Environment Bahorok, Jakarta, Pangkalan Bun and Tanjung Puting Central Kalimantan, Indonesia. Sujarno, R. 2000. Analisis Hubungan Antara Dimensi Sarang dan Karakteristik Individu Orangutan (Pono pygmaeus pygmaeus Linnaeus, 1760) di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Skripsi : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipubliiasikan. Supriatna, J. 2000. Panduan Lapangan Indo~esia.Iaka!?~.
- Primata
Indonesia. Yayasan Obor
Suwandi, S. 2000. Karakteristik Tempat Bersarang Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linne 1976) Di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan
Tengah. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak di Publikasikan. Tenasa, R. R. 1975. Territory and Monogamy Among Kloss Gibbon(Hylobates Klosiz) in Siberut Island, Indonesia. Folia. Primat. 24: 68-80. Urim, T. S. 2001. Kajian Potensi Pakan Orangutan (Pongo pygmaeus pygjnaeus Linne 1976) Di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya Kalimantan Barat. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak di Publikasikan.
LAMPIRAN
Total!
4 /Tole 5 Surya
I
41471
3618)
11761
323
97
309
2031) 10972 0
729
1
37.80)
32.97)
10.72)
44.31
13.31
42.39
18.51
0