ANALISIS PERUBAHAN BENTUK KEPEMILIKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT, KABUPATEN FLORES TIMUR KEC. ILE BOLENG, DESA LAMANELE
Makalah
OLEH 1. ROSALINDA DERAN UKEL 2. VALENTINA NAF 3. MARIA NOVIANTI NONA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KLEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS FLORES ENDE 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang ditentukan. Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi kegiatan Imbasadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dengan judul “Analisis Perubahan Bentuk Kepemilikan dalam Bahasa Lamaholot, Kabupaten Flores Timur Kecamatan Ile Boleng, Desa Lamanele” Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak yang belum sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Maret, 2016 Pemakala
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengindentifikasi diri. Dikatakan bahwa bahasa itu sistematis artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang terkombinasikan dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Bahasa juga sistematis artinya bahasa itu terdiri atas beberapa subsistem seperti subsitem fonologi, morfologi, gramatikal, leksikon dan sebagainya. Disamping, bahasa juga mempunyai variasi-variasi karena bahasa dipakai oleh kelompok manusia untuk bekerja sama dan berkomunikasi. Karena kelompok manusia itu banyak ragamnya dan dalam berinteraksi senantiasa berkaitan dengan berbagai kebutuhan hidupnya, maka muncullah banyak variasi bahasa. Bahkan setiap manusia memiliki gaya kepribadian yang berbeda-beda yang diekspresikan dalam bahasa yang berbeda pula. Ferdinand De Saussure (1857-1914) menyebutkan langue yakni bahasa yang dipakai dalam sebuah kelompok sosial dan parole yaitu manifestasi dan realisasi yang nyata dalam pemakai bahasa (Kridalakasana, dalam Kushartanti dkk, ed. 2009:3-5). Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa bangsa Indonesia terdiri dari suku, agama dan adat istiadat yang beraneka ragam mulai dari Sabang sampai Merauke. Suku, agama dan budaya yang Indonesia miliki tentunya mempunyai cara tersendiri untuk menampilkan kekhasannya masing-masing. Pengakuan akan adanya kekhasan yang dimilki setiap budaya merupakan sebuah tatanan nilai dalam kehidupan manusia. Kekhasan yang dimaksudkan di sini bisa nampak dalam pola pikir, kebiasaan, budaya tingkah laku, dan pola tutur bahasa setempat. Desa Lamanele (NTT, Flores Timur, Adonara, Ile Boleng) atau sering disebut dengan Nelelamadiken adalah salah satu daerah yang mempunyai kekhasan dalam pola tutur berbahasa khususnya bahasa Lamaholot. Bahasa Lamaholot juga digunakan oleh beberapa daerah yang termasuk dalam kabupaten Flores Timur dan Lembata. Setiap daerah yang menggunakan bahasa Lamaholot untuk berkomunikasi ini mempunyai kekhasan masingmasing baik dalam dialeknya, pronominanya, dan kata ganti empunya. Desa Lamanele yang merupakan salah satu pengguna bahasa Lamaholot ini juga mempunyai kekhasan baik dalam dialeknya, pronominanya, dan kata ganti empunya, karena itu pemakala merasa tertarik untuk 3
menganalis perubahan kata ganti kepemlikikan dalam bahasa Lamaholot itu khususnya yang digunakan dalam desa Lamanele ini dengan judul, “Analisis Perubahan Bentuk Kepemilikan dalam Bahasa Lamaholot, Kabupaten Flores Timur Kecamatan Ile Boleng, Desa Lamanele.”
1.2 Rumusan Masalah Dalam makala ini ada dua masalah yang akan dibahas. Dua masalah yang akan dibahas dalam makala itu adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana perubahan bentuk KGO ke KGE bahasa Lamaholot di Kabupaten Flores Timur kecamatan Ile Boleng Desa Lamanele? 2. Bagaimana pemakaian pronomina pada kata benda dalam bahasa Lamaholot dialek Lamanele ini?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum (Implikasinya dan aplikasi). 1.3.2 Tujuan Khusus Ada dua tujuan umum dari makala ini. Dua tujuan umum dalam makala itu adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui perubahan perubahan bentuk
KGO ke KGE bahasa
Lamaholot di Kabupaten Flores Timur kecamatan Ile Boleng Desa Lamanele. 2. Untuk mengetahui pemakaian pronomina pada kata benda dalam bahasa Lamaholot dialek Lamanele.
1.4 Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh melalui penulisan ini adalah sebagai pegangan untuk mengetahui lebih dalam bentuk kepemilikan dalam bahasa daerah (Lamaholot) Lamanele yang jumlah penuturnya semakin berkurang.
4
BAB II PEMBAHASAN
Untuk memperjelas sasaran atau objek pembahasan kali ini, kita perlu melihat kembali Indonesia yang sangat kaya akan alam, agama, tradisi, budaya, dan bahasa. Hampir setiap daerah di Indonesia memilki bahasa dan bahasa-bahasa daerah ini tentu saja mempunyai persamaan dan perbedaan. Hal ini dapat dilihat melalui dialek dari setiap bahasa itu, atau susunan kalimat dari setiap bahasa itu, ataupun kedudukan Kata Ganti Orang (KGO) dan Kata Ganti Empunya (KGE) dalam bahasa daerah itu.
2.1 Perubahan Bentuk KGO ke KGE Bahasa Lamaholot Desa Lamanele Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Hasan Alwi, Dkk. Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Diantara pronomina itu, ada yang mengacu pada jumlah satu atau lebih dari satu. Ada bentuk yang bersifat eksklusif, ada yang bersifat inklusif dan ada yang bersifat netral. Berikut ini adalah pronomina persona yang disajikan dalam bagan.(Hasan Alwi, dkk: 256)
Tabel 1. KGO dalam bahasa Indonesia Makna Persona
Jamak
Tunggal Netral
Pertama
Saya, aku, aku ku-, -ku
Kedua
Engkau, kamu, Kalian, kamu anda,
dikau, sekalian, anda
kau-, -mu Ketiga
sekalian
Ia, dia, beliau, Mereka -nya
5
Eksklusif
Inklusif
Kami
Kita
Tabel 2. KGO dalam bahasa Lamanele Makna Persona
Jamak
Tunggal Netral
Pertama
go, go’e,
Kedua
mo, mo’e
mi, mio
Ketiga
na, na’e
ra, ra’e
Eksklusif
Inklusif
kam, kame
ti, tite
Tabel 3. KGE dalam bahasa Lamanele Makna Persona
Jamak
Tunggal Netral
Pertama
go’en
Kedua
mo’en
mi’on
Ketiga
na’en
ra’en
Eksklusif
Inklusif
kam’en
tit’en
Tabel 4. KGE dalam bahasa Lamanele Kategori
Bahasa Lamaholot/
Bahasa Indonesia
Orang ke-
Tunggal/Jamak
Lamanele
1
Tunggal
go’en
Milik saya
Jamak
kam’en
Milik kami
Jamak
tit’en
Milik kita
Tunggal
mo’en
Milikmu
Jamak
mi’on
Milik kamu
Tunggal
na’en
Miliknya
Jamak
ra’en
Milik mereka
2
3
6
Tabel 2 merupakan KGO dalam bahasa Lamanele dan mengalami perubahan bentuk kepemilikan pada tabel 3 menjadi KGE. Perubahan itu yakni untuk menyatakan kepunyaan dalam bahasa Lamanele disetiap akhir KGO ditambahkan bunyi –n (go’e + –n menjadi go’en) yang berarti saya (go’e) ditambahkan dengan bunyi –n (go’en) berubah arti menjadi milik saya atau kepunyaan saya yang dapat dilihat dalam tabel 4. Dalam beberapa bahasa makna ‘milik’ dinyatakan dengan afiks. Dalam bahasa Indonesia beberapa penulis tata bahasa menyatakan penanda milik ku-, mu, nya disejajarkan dengan afiks sedangkan penulis yang lain menyatakan ini bukan afiks tetapi bentuk klitik. Dalam bahasa Lamaholot/Lamanele ada penanda milik. Jadi, pada tabel 4 ada klitik paradigmatik: –n yang menyatakan milik atau kepunyaan.
2.1.Pemakaian pronomina pada kata benda dalam bahasa lamaholot dialek Lamanele Kategori makna seperti orang pertama (yakni si pembicara), orang kedua (lawan bicara atau pendengar), dan orang ketiga (yakni yang dibicarakan) dalam bahasa-bahasa tertentu diungkapkan dengan bentuk klitik. Contoh dalam bahasa Lamaholot/Lamanele :
Peda go`en
parang milik saya
Pedhak
parang saya
Peda mo`en
parang milikmu
Pedham
parangmu
Peda na`en
parang miliknya
Pedhan
parangnya
Peda kamen
parang milik kami
Pedhakem
parang kami
Peda titen
parang milik kita
Pedhaket
parang kita
7
Peda mi`on
parang milik kamu
Pedhake
parang kamu
Peda ra`en
parang milik mereka
Pedhaka
parang mereka
Na’e tekuŋ go’e
na’e tekunek
Dia tendang saya
dia tendang saya`e
Go’e tekuŋ na’e
go’e tekuro
Saya tendang dia
saya tendang dia
Go’e tekuŋ mo’e
go’e tekuno
Saya tendang engkau
saya tendang engkau
Go’e tekuŋ ra’e
go’e tekuwe
Saya tendang mereka
saya tendang mereka
Na’e tekuŋ kame
na’e tekunem
Dia tendang kami
dia tendang kami
Na’e tekuŋ tite
na’e tekunet
klitik:-neg
klitik:-ro
klitik:-no
klitik:-we
klitik:-nem
klitik:-net
Dia tendang kita
Dari beberapa contoh kalimat ini dapat ditemukan adanya prubahan yang terjadi untuk menyatakan milik dalam bahasa daerah Lamanele tersebut. Selain dengan menggunakan kata ganti orang yang lansung menunjukkan milik seperti pada kalimat peda go’en (parang saya) dapat langsung digunakan kata pedhak (parang saya). Di sini jelas bahwa kalimat peda go’en dan pedhak memiliki arti yang sama yakni parang saya. Begitu juga dengan contoh kalimat lain di atas; peda kamen dan pedhakem sama-sama mempunyai arti parang kami, atau pada kalimat peda ra’en dan pedhakka sama-sama mempunyai arti parang mereka.
8
Dalam contoh di atas juga terlihat adanya perubahan KGO dalam dialek Lamanele. Perubahan KGO itu dapat dilihat dalam contoh Go’e tekuŋ ra’e menjadi
go’e
tekuwe,
(adanya klitik:-we) yang sama-sama mempunyai arti saya menendang meraka. Na’e tekuŋ kame menjadi na’e tekunem (adanya klitik:-nem) yang sama-sama mempunyai arti dia tendang kami. Na’e tekuŋ tite
menjadi na’e tekunet (adanya klitik:-net)
sama-sama dia tendang kita. Dari contoh-contoh di atas dapat terlihat jelas bahwa perubahan KGO dan KGE dalam bahasa Lamaholot yang berdialek Lamanele ini terbukti ada.
9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Setelah mengenalisis perubahan KGO dan KGE dalam bahasa Lamaholot khususnya dialek Lamanele ini pemakala menyimpulkan bahwa ada perubahan KGO dan KGE dalam bahasa Lamaholot dialek Lamanele ini. Perubahan yang terjadi itu yakni, dalam bahasa Lamaholot khususnya dalam diaelek Lamanele, untuk menyatakan kepunyaan kata ganti orang seperti goe (saya), moe (kau atau Anda), nae (dia), rae (meraka) ditambahkan akhiran – n pada kata ganti orang tersebut (seperti goe menjadi go’en, mo’en, rae menjadi ra’en dan seterusnya) sehingga maknanya tidak lagi saya tetapi saya punya atau kau punya atau meraka punya dan seterusnya. Pemakala juga menyimpulkan bahwa adanya perubahan pronomina dalam bahasa Lamaholot dialek Lamanele ini. Perubahan itu yakni, untuk menyatakan kepunyaan terhadap suatu barang atau benda tidak hanya ditambahkan bunyi –n pada akhir kata ganti orang tersebut tetapi dapat dilakukan dengan cara seperti ini, Peda go`en yang berarti parang milik saya dapat disingkat dengan Pedhak yang sama-sama mempunyai arti parang milik saya. Begitu juga dengan Peda mo`en yang berarti parang milikmu dapat diganti atau diungkapkan dengan Pedham yang sama-sama mempunyai arti yang sama yakni parangmu. Begitu juga dengan contoh lain seperti yang telah tampak pada beberapa contoh dalam bab II di atas. Perubahan kata ganti orang juga dapat dilihat dalam contoh yang terdapat dalam bab II di atas. Di sana terlihat jelas bahwa ada perubahan KGO dalam dialek Lamanele ini. Perubahan KGO itu seperti, Go’e tekuŋ ra’e menjadi
go’e tekuwe (adanya klitik:-we)
yang sama-sama mempunyai arti saya menendang meraka. Di sini klitik we mempunyai peran yang sama yakni sebagai kata ganti orang ketiga jamak, rae (yang artinya mereka). Jadi ketika seorang mengatakan bahwa saya menendang meraka dapat digunakan kalimat goe tekun rae atau goe tekunwe. Goe tekun rae dan goe tekunwe sama-sama mempunyai arti yang sama yakni saya menedang mereka. Dua kalimat ini dapat dipakai dalam situasi atau (kata atau dihapus) apapun dan kepada siapapun. Maknanya tetap sama yakni saya menendang mereka. Inilah beberapa perubahan khas dalam bahasa Lamaholot khususnya dialek Lamanela yang menjadi keunikan atau kekayaan yang terdapat dalam bahasa Lamaholot khususnya dalam dialek Lamanele.
10
3.2 Saran Dari hasil pembahasan makalah tentang perubahan bentuk kepemilikan dalam Bahasa Lamaholot ini, penulis menyampaikan agar kiranya kita bisa mengetahui bahwa dalam bahasa ibu juga terjadi perubahan kepemilikan seperti halnya dalam Bahasa indonesia. Di dalam bahasa ibu juga terjadi begitu banyak variasi bahasa khususnya bahasa Lamaholot, dialek Lamanele. Tetapi, perbedaan itu tidak melahirkan sifat egois di mana setiap orang berusaha untuk mencintai yang satu dan mengabaikan yang lain. Namun, perbedaan itu menjadi kekayaan yang terdapat dalam Indonesia. Kekhasan dalam bahasa Lamaholot khususnya dialek Lamanele ini merupakan satu dari sekian banyak kekhasan dalam tutur berbahasa yang dimiliki oleh bahasa Indonesia pada umumnya dan bahasa Lamaholot, dialek Lamanele pada khususnya. Masih ada kekhasan yang dimiliki oleh bahasa Lamaholot yang masih harus dianalisis. Sekarang tugas semua masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Lamaholot pada khususnya adalah mencari, menganalisis, mencintai, dan melestarikan semua bahasa yang ada di Indonesia ini. Seperti pepatah mengatakan “kalau bukan kita siapa lagi. Kalau bukan sekarang kapan lagi.”
11
DAFTAR PUSTAKA
Alwi Hasan. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi Ketiga id.wikipedia.org/wiki/sosiolinguitik Uer, Theodorus Uheng Koban. 2012. Pronomina Bahasa Lerek-Lembata Kajian UnsurUnsur Klitik Paradigmatik. Penelitian Mandiri. Ende Sanga F. 2002. Kamus Dwi Bahasa Lengkap Lamaholot-Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
12