ANALISIS PERFORMANSI PROTOTIPE PENGERING JAMUR KUPING DENGAN MEMANFAATKAN EFEK RUMAH KACA DAN ENERGI SUPLEMEN DARI BIOBRIKET LIMBAH LOG BAG Budi Kristiawan1, Rendy Adhi Rachmanto1 Waluyo Triyono2
Abstract : The aim of this research is to evaluate of temperature distribution and solar radiation in the greenhouse effect Auricularia sp. mushroom drying. This research also determined drying efficiency of greenhouse effect. Greenhouse effect dryer prototype is made to dry Auricularia sp. mushroom. The dimension of prototype is length 3 m, width 3 m and height 3 – 2.7 m with roof at an angel. Drying of mushroom is done by exploiting greenhouse effect and adding with stove biobriquette as supplement energy at a cloudy or in the night. Biobriquette is made from 25 % coal and 75 % log bag waste of ear mushroom. Combustion rate from burning of biobriquette is 0.56 kg/hour. Analysis of experiment is done to obtain performance from drying of ear mushroom. Experiment is done to dry mushroom about 1 kg in the three batch. The solar radiation of the greenhouse decrease 30% from surrounding. But, the air temperature of green house increase 11,7% from surrounding temperature. Key words : Drying, greenhouse dryer prototype, biobriquette, drying
efficiency PENDAHULUAN Jamur (mushroom) merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Tempat tumbuhnya di tanah ataupun pada kayu yang telah mulai lapuk. Berbagai jenis jamur telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap. Jamur kuping memiliki permukaan bagian atas yang agak mengkilap dan halus, bagian bawah berbulu halus dan banyak mengandung spora. Tubuh buah duduk atau bertangkai pendek, berbentuk mangkok beraturan, biasanya berlekuk tak beraturan. Penampangnya beberapa cm sampai 2 desimeter, kalau basah seperti agar-agar, kalau kering menjadi kerupang kecil, berwarna coklat tua atau hitam, kenyal seperti tulang muda. Contoh komposisi nutrisi jamur kuping terlihat pada tabel 1. Tabel 1.1. komposisi nutrisi jamur kuping.
(http://www.ristek.go.id/index.php?mod=news&conf=v&id=962). NUTRISI
KOMPOSISI
Air Protein Lemak Karbohidrat N bebas Serat Abu kalori
89,1 % 4,2% 5,3% 2,8% 63,0% 19.8% 4,7% 351,0 mg
Jamur adalah komoditas pertanian yang cepat layu dan rusak. Kerusakan utama disebabkan serangga, mikroba pembusuk dan proses fermentasi. Umumnya fermentasi 1 2
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin FT UNS Alumni Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin FT UNS
ANALISIS PERFORMANSI PROTOTIPE PENGERING JAMUR KUPING DENGAN MEMANFAATKAN EFEK RUMAH KACA DAN ENERGI SUPLEMEN DARI BIOBRIKET LIMBAH LOG BAG - Budi Kristiawan, dkk
69
terjadi karena adanya enzim polifenolase yang dipengaruhi udara. Tandanya berupa keluarnya lendir, perubahan warna dari putih menjadi kecoklatan dan keluarnya bau yang tidak enak. Sehingga penanganan pasca panen merupakan hal yang sangat penting mengingat jamur merupakan komoditas yang mudah rusak. Jamur yang kering tidak akan mengalami penurunan kualitas bila pengeringanya dilakukan dengan benar. Pengeringan jamur dapat dilakukan secara alami dengan sinar matahari atau dengan alat pengering buatan (artificial dryer). Pengeringan secara alami lebih murah dan lebih mudah dilakukan, tetapi sangat tergantung dengan cuaca dan kondisi lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, terutama jika jumlah jamur yang akan dikeringkan cukup besar sebaiknya digunakan alat pengering buatan. Pada umumnya petani Indonesia dalam mengamankan hasil panennya dengan metode pengeringan secara tradisisonal yakni dengan cara menghamparkan bahan di bawah sinar matahari (open-air sun dry) tetapi efektifitas cara ini sangat tergantung pada intensitas sinar matahari. Bila cuaca sedang cerah, pengeringan dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya jika cuaca sedang mendung atau dalam keadaan hujan, penjemuran tidak dapat dilakukan. Sering kali terjadi musim hujan atau pada cuaca mendung bertepatan dengan panen raya sehingga hasil panen yang baru dipetik tidak dapat langsung dikeringkan. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya pembusukan atau kerusakan. Alat pengering yang sudah ada biasanya berupa sebuah kotak dilengkapi dengan pemanas dan blower (kipas angin). Dengan menggunakan alat pengering buatan diharapkan pengeringan dapat berjalan lancar, bersih dan tidak bergantung musim. Namun demikian, dengan menggunakam alat pengering ini membutuhkan biaya yang lebih besar karena membutuhkan daya listrik yang cukup besar dan bahan bakar minyak yang harganya selalu naik. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian tentang teknik pengering jamur dengan biaya murah dan mudah dibuat oleh petani. Dengan demikian dibuat prototipe pengering dengan energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) sebagai energi alternatif untuk pengeringan jamur, yaitu energi surya dengan memanfaatkan efek rumah kaca dan biobriket dari campuran antara limbah log bag jamur dengan batu bara sebagai energi suplemen. Pada dasarnya kedua jenis di atas memanfaatkan fenomena efek rumah kaca. Radiasi surya melewati cover transparan dan dikonversi menjadi tingkat panas yang rendah ketika mengenai dinding yang buram (opaque). Tingkat panas yang rendah kemudian terjebak di dalam ruangan. Atau dengan perkataan lain, panjang gelombang radiasi surya yang pendek dapat menembus cover transparan. Selanjutnya radiasi dikonversi menjadi tingkat panas yang rendah menjadi panjang-gelombang yang lebih panjang. Panjang-gelombang yang panjang pada suhu rendah tidak dapat menembus kembali cover transparan. Sehingga udara panas lama kelamaan terjebak di dalam ruangan dan fenomena ini disebut dengan efek rumah kaca (ERK). Untuk mengurangi ketergantungan pada radiasi matahari dan untuk meningkatkan kualitas dari pengeringan maka ditambah tungku biobriket sebagai suplemen ke dalam prototipe rumah kaca sehingga prototipe ini merupakan gabungan antara efek rumah kaca yang memanfaatkan radiasi matahari dan tungku biobriket sebagai sumber panasnya. Biobriket sendiri adalah bahan bakar campuran antara batu bara kalori rendah dengan biomasa berupa limbah log bag jamur. Secara fungsional penggunaan biobriket ini adalah sebagi energi suplemen dari pengering surya yang dapat digunakan jika cuaca mendung atau pada malam hari. TINJAUAN PUSTAKA Imre (1995) telah membuat alat pengering konveksi surya aktif dimana alat tersebut menggunakan fan aksial yang berada diantara kaca kolektor sebagai atap dari rumah dan rak tempat produk/bahan yang dikeringkan. Panas radiasi sinar matahari yang masuk lewat kaca kolektor disirkulasikan oleh fan aksial ke seluruh ruangan pengering. Jendela dibuat dua buah yang diletakan di atas dan bawah. Jendela atas tepat
70
Mekanika, Vol 7 Nomor 1, September 2008
pada fan aksial yang berfungsi sebagai inlet yaitu membawa masuk udara dari luar sedang jendela bawah sebagai outlet membawa keluar uap air dari ruangan pengering.
Gbr. 1. Pengering konveksi surya aktif (Imre, 1995) Kajian Biobriket Biomassa limbah padat pertanian seperti sekam, kayu dan bahan buangan berasal dari tanaman mempunyai sejumlah kandungan zat arang (karbon) yang berguna sekali dalam pembakaran. Demikian juga halnya dengan media tanam jamur (log bag) yang berupa serbuk gergaji kayu juga merupakan biomassa. Limbah biomassa log bag jamur biasanya hanya dibuang begitu saja, petani jamur masih jarang untuk memanfaatkan menjadi bahan bakar biomassa. Dalam penelitian ini menggunakan biobriket sebagai energi suplemen untuk mengeringkan jamur kupig segar. Adapun berdasarkan analisis elemen bahan bakar batu bara dan limbah log bag jamur kuping dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi di gedung Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta diperoleh data seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Nilai kalor bahan bakar NO 1
SAMPEL UJI
MACAM ANALISA Kalori Kadar air (kal/g) (%)
Batu bara
3925,17
9.91
2
Limbah log bag jamur kuping
2584,05
17,79
3
Biobriket 25% batu bara dan 75% limbah log bag
3736,01
-
Pada proses pengeringan pada prototipe rumah kaca yang menaikkan temperatur udara atmosfer sebagai udara pengering dapat tunjukkan seperti gambar 2 di berikut ini.
ANALISIS PERFORMANSI PROTOTIPE PENGERING JAMUR KUPING DENGAN MEMANFAATKAN EFEK RUMAH KACA DAN ENERGI SUPLEMEN DARI BIOBRIKET LIMBAH LOG BAG - Budi Kristiawan, dkk
71
0
Wet bulb temperature ( C)
85
O
C
30
O
C
B
A
ive l at e R
m hu
25
00 %
ty idi
) (%
1
% 80
20 O C
60
.0225
O
C
.02
% % 40
20 %
20
T1
T3
40
T2
.00
Humidity ratio (kg vapor/kg dry air)
.03
C
50
O
Dry bulb temperature ( C)
Gbr. 2. Proses pengeringan pada prototipe rumah kaca dengan kurva psikrometrik Temperatur udara lingkungan T1 dalam diagram dengan kelembaban relatif RH1. Udara lingkungan ditunjukkan pada titik A dalam contoh diagram psikrometrik. Udara lingkungan (titik A) di panaskan dalam ruang pengering hingga mencapai suhu T2 dan RH turun menjadi RH2, pada titik B. Bagian A–B menunjukkan pemanasan udara di dalam ruang pengering dengan rasio kelembaban (w) tetap dan terjadinya kenaikan temperatur. Udara panas mengalir melalui jamur kuping, udara ini menguapkan air dari jamur dan temperatur turun sepanjang kurva dari temperatur bola basah (wet bulb temperature), temperatur turun manjadi T3 yang ditunjukkan pada titik C dalam diagram psikrometrik. Performansi Pengering Efek Rumah Kaca Energi pengeringan (QP) Efisiensi pengering surya dievaluasi berdasarkan panas yang dihasilkan dalam prototipe rumah kaca. Panas untuk pengeringan ada dua jenis, yaitu: a) Panas Sensibel Panas sensibel adalah panas yang digunakan untuk memanaskan bahan, dapat dirumuskan : QS = m p ⋅ c pp ⋅ (TS − TP ) (1) Dimana, mP
cpp TS TP
= = = =
massa produk (kg) kalor spesifik produk (kJ/kgoC) suhu udara pengering (o C) suhu produk (oC)
b) Panas Laten Panas laten adalah panas yang digunakan untuk mengupkan air dari bahan, dapat dituliskan: Q L = m w . h fg (2) Jumlah air yang diuapkan dari bahan yang akan dikeringkan dapat ditulis dalam persamaan :
72
Mekanika, Vol 7 Nomor 1, September 2008
mw =
m P (M i − M f
)
(3)
100% − M f
dimana : mw = jumlah massa air yang diuapkan dari bahan (kg) mp = masa jamur kuping dalam keadaan basah (kg) hfg = panas laten penguapan (kJ/kg) Energi pengering adalah energi yang digunakan untuk menguapkan air dari bahan. Energi pengering merupakan penjumlahan dari panas sensibel dan panas laten, yang dapat dituliskan : Q P = QS + QL (4) Energi masukan Panas Matahari (Qinput) Energi input pada pengering prototipe rumah kaca terdiri dari: a) Energi input dari surya Panas dari radiasi matahari (Qr), yang dapat dirumuskan :
Qr = I ( t ) × Ag × (t ) Dimana, I(t)
(5) 2
= iradiasi matahari (W/m ). = luas lantai dari rumah kaca (m2) = waktu pengeringan (detik) (www.courses.ait.ac.th/ED06.22/course1/lecs/) b) Energi input dari surya dan pembakaran biobriket (hibrida) Energi input dari gabungan surya dan biobriket (QH) dapat di rumuskan sebagai berikut: Q H = ( I (t ) × Ag + Pe ) + (dm / dt ) ⋅ c f ⋅ (t ) (6)
Ag t
dimana:
Pe dm/dt cf
= Daya input listrik (kW) = Laju pembakaran (kg/jam) = Nilai kalori bahan bakar (kJ/kg) Daya listrik (Pe) yang digunakan untuk menggerakkan kipas berupa arus DC 12 Volt. Dalam pengukuran arus DC tidak ada faktor daya (PF), sehingga daya yang dihasilkan dapat dihitung: Pe = V × I × (t ) (7) Di mana : V = tegangan (volt) I = arus listrik (Amper) Energi input pada prototipe rumah kaca merupakan gabungan dari energi input murni dari surya dan energi input hibrida, yang dapat dituliskan dalam persamaan: Qinput = Qr + Q H (8) Efisiensi Pengeringan Efisiensi pengering didefinisikan sebagai energi yang digunakan untuk menguapkan kadar air bahan (QP) dibagi dengan energi input yang masuk keruang pengering (Qinput).
η=
QP × 100% Qinput
(9)
Untuk menghitung efisiensi pengering dalam satu hari merupakan pembagian jumlah total QP yang dibagi dengan Qinput, yang dapat dituliskan:
η=
∑ QP × 100% ∑ Qinput
(10)
ANALISIS PERFORMANSI PROTOTIPE PENGERING JAMUR KUPING DENGAN MEMANFAATKAN EFEK RUMAH KACA DAN ENERGI SUPLEMEN DARI BIOBRIKET LIMBAH LOG BAG - Budi Kristiawan, dkk
73
METODE DAN ALAT Metode penelitian yang digunakan dalam analisa terhadap Prototipe pengering rumah kaca dengan mengambil data sewaktu pengeringan baik dengan biobriket maupun energi surya, tungku biobriket yang digunakan hanya sebagai suplemen bila cuaca mendung atau pada malam hari. Komposisi biobriket dengan 25% batu bara dan 75 % limbah log bag jamur kuping. Dari analisa ini akan diketahui peformansi prototipe pengering dan karakteristik pengeringan jamur kuping.
Gbr. 3. Biobriket komposisi 75 % limbah log bag dan 25 % batu bara Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengujian Pengujian dilakukan di desa Polokarto kabupaten Sukoharjo, tempat dimana prototipe tersebut dibuat. Pengujian dilakukan dalam waktu siang hari (9 jam). Waktu pelaksanaan pengujian pada prototipe pengering rumah kaca untuk cuaca cerah terbagi dalam: 1. Pada pukul 08.00 – 10.00 WIB pengeringan dilakukan dengan biobriket dan tenaga surya. 2. Pada pukul 10.00 – 15.00 WIB pengeringan dilakukan dengan tenaga surya. 3. Pada pukul 15.00 – 17.00 WIB pengeringan dilakukan dengan biobriket dan tenaga surya Bila pengujian dalam keadaan mendung/hujan maka pengoperasian tungku biobriket dapat dilakukan pada saat itu juga. Prototipe Pengering Jamur Kuping
Gbr. 4. Prototipe pengering jamur kuping.
74
Mekanika, Vol 7 Nomor 1, September 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian performansi prototipe pengering efek rumah kaca dilakukan dalam dua hari pengujian, yaitu : tanggal 15 Desember 2007 dan 27-28 Februari 2008. Pada gambar 5 dan berikut ini terlihat bahwa distribusi temperatur udara lingkungan dan udara di dlam rumah kaca, sangat bervariatif terhadap kondisi cuaca di luar. Pada gambar 5 dan 6 di atas terlihat bahwa temperatur yang dihasilkan di dalam rumah kaca relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan temperatur lingkungan. Di dalam rumah kaca pada rak atas memiliki temperatur paling tinggi bila dibandingkan dengan temperatur rak lainya disusul dengan rak tengah dan bawah, akan tetapi temperatur lingkungan lebih rendah bila dibandingkan dengan temperatur yang dihasilkan pada rak bawah dalam rumah kaca. Temperatur tertinggi pada rak atas terjadi pada pukul 11:30 dengan suhu yang dicapai 48 oC. Pada awal pengeringan menunjukan temperatur yang sama untuk suhu di lingkungan dan di dalam rumah kaca hal ini dikarenakan belum adanya radiasi matahari. 55 50
Temperatur ( o C)
45 40 35 30 25
hibrida
surya
hibrida
20 8:00
9:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
17:00
Waktu (jam) Temperatur rak atas Temperatur rak bawah
Temperatur rak tengah Temperatur Lingkungan
Gbr. 5. Grafik temperatur terhadap waktu pengeringan, tanggal 15 Desember 2007 H
S
H
H
S
45 hari ke-2
40
o
Temperatur ( C)
hari ke-1
35
30
14:30
13:30
12:30
11:30
9:30
10:30
8:30
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
12:00
11:00
9:00
10:00
8:00
25
waktu (jam) tempertur rak atas temperatur rak bawah
temperatur rak tengah temperatur lingkungan
Gbr. 6. Grafik temperatur terhadap waktu pengeringan, tanggal 27-28 Februari 2008 Pada pukul 08:00 – 10:00 tungku biobriket dioperasikan. Pada pukul 08:30 terlihat pada grafik untuk rak bawah mengalami temperatur tertinggi, hal ini disebabkan karena posisi tungku tepat mengarah ke rak bawah sehingga panas dari pembakaran sebagian besar tertuju ke rak bawah. Pada pukul 15:00 – 17:00 tungku dioperasikan, ANALISIS PERFORMANSI PROTOTIPE PENGERING JAMUR KUPING DENGAN MEMANFAATKAN EFEK RUMAH KACA DAN ENERGI SUPLEMEN DARI BIOBRIKET LIMBAH LOG BAG - Budi Kristiawan, dkk
75
terlihat di dalam grafik temperatur tiap-tiap rak hampir sama. Pada pukul 17:00 temperatur yang dihasilkan di dalam rumah kaca dan di lingkungan hampir menunjukan angka yang sama hal ini disebabkan karena tidak adanya intensitas radiasi matahari dan biobriket yang dibakar sudah habis. Perbandingan intensitas iradiasi matahari dan temperatur udara di dalam dan di luar rumah kaca pada waktu pengujian terlihat seperti pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Perbandingan iradiasi matahari dalam rumah kaca dengan lingkungan Iradiasi matahari rata-rata (W/m2)
Waktu
Suhu rata-rata (oC)
Prototipe RK
Lingkungan
Prototipe RK
Lingkungan
15-12-07
567,23
706,44
40.18
35
27-02-08
180,25
311,24
34.34
32,2
28-02-08
250,1
481,42
37.36
33
Dari hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa intensitas radiasi di dalam rumah kaca turun sampai 30% akan tetapi temperatur udara di dalam rumah kaca meningkat rata-rata sebesar 11,7%. Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa fenomena efek rumah kaca telah timbul. Energi yang dibutuhkan untuk Proses Pengeringan Berdasarkan data yang diperoleh pada awal pengeringan dan akhir pengeringan, maka didapat energi panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur kuping seperti terlihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Energi Pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur kuping
QP (kJ)
Waktu Rak Atas
Rak Tengah
Rak Bawah
∑ QP (kJ)
15-12-2007
1930.345
1990.700
1961.380
5882.425
27-02-2008
1987.599
1634.452
1487.126
5109.176
28-02-2008
307.987
595.867
653.639
1557.493
Energi masukan dari Panas Matahari (Qr) Energi masukan dari energi surya didapat berdasarkan data yang diambil pada waktu pengujian. Dari hasil perhitungan, maka didapat energi masukan dari panas matahari seperti yang terlihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Energi panas matahari
Qinput (kJ)
Waktu
76
Qr
QH
∑
25-12-2007
151172.568
100152.9773
251325.545
27-02-2008
36174.600
114054.6028
150229.203
28-02-2008
76593.600
55187.528
131781.128
Mekanika, Vol 7 Nomor 1, September 2008
Efisiensi Prototipe Rumah Kaca Efisiensi pengering prototipe rumah kaca didapat dari menjumlahkan semua energi yang berguna untuk menguapkan air dari bahan (QP) dibagi dengan energi input (Qinput). Efisiensi pengeringan pada prototipe rumah kaca terlihat seperti pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Efisiensi pengeringan pada prototipe rumah kaca Waktu
QP (kJ)
Qinput (kJ)
Efisiensi (%)
15-12-2007
5882.42495
251325.5453
2.34
27-02-2008
5109.17644
150229.2028
3.40
28-02-2008
1557.49266
131781.128
1.18
Dari analisa perhitungan dapat diketahui bahwa efisiensi pengeringan cenderung turun terhadap waktu pengeringan, dikarenakan air yang diuapkan dari dalam jamur kuping semakin lama berkurang walaupun dengan energi input (Qr) yang sama atau bahkan lebih besar hingga akhirnya efisiensi akan menunjukan nilai nol pada saat air dari dalam bahan sudah tidak dapat diuapkan lagi, dalam hal ini bahan sudah kering dengan kadar air 0%. Efisiensi yang dihasilkan menunjukkan nilai yang kecil, dikarenakan ruangan di dalam prototipe rumah kaca tidak digunakan seluruhnya untuk mengeringkan jamur kuping. Massa jamur kuping yang digunakan untuk percobaan hanya 3 kg sedangkan kapasitas muat dari prototipe 24 kg, sehingga energi input (radiasi matahari) yang tidak mengenai jamur kuping terbuang begitu saja dan hal ini menyebabkan nilai efisiensi yang dihasilkan kecil. KESIMPULAN 1. Iradiasi matahari di dalam prototipe lebih rendah 30% bila dibanding dengan iradiasi lingkungan tapi suhu rata-rata yang dihasilkan lebih tinggi sebesar 11,7% sehingga telah terjadi fenomena efek rumah kaca. 2. Efisiensi pengeringan menunjukan semakin lama semakin menurun dikarenakan air yang diuapkan di dalam jamur kuping semakin lama semakin berkurang sampai akhirnya pada titik jenuh dimana air sudah tidak bisa diuapkan lagi walau dengan energi input yang sama atau lebih besar. 3. Efisiensi pengeringan dari hasil perhitungan menunjukan nilai yang kecil untuk pengeringan dengan energi surya maupun hibrida hal ini dikarenakan massa sampel jamur kuping yang dikeringkan sedikit bila dibandingkan dengan volume dari prototipe rumah kaca, sehingga efisiensi akan meningkat jika massa jamur kuping yang dikeringkan lebih banyak
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K., 1999, Utilization Of Renewable For Drying And Cooling Of Agricultural Products, Proceeding Of 99 Internasional Conference On Agricultural Engineering, Beijing, China. Amin, S. Srimulato dan Tilman Pass, 2000, Pengujian Alat Pengering Skala Laboratorium, BPPT, Jakarta.) Chua, K.J., And Chou, S.K., 2003, Low-Cost Drying Methods For Developing Countries, Trends In Food Science And Technology, 519-528. Duffie, J.A., dan Beckman, W.A., 1991, Solar Engineering Of Thermal Processes, Second Edition, John Wiley & Sons, Inc., Canada. Gunarif Taib, G. Said, Wiraatmdja, 1987, Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Petanian, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Holman, J.P., 1991, Perpindahan Kalor, Penerbit Erlangga, Jakarta Kintani, O. Dan Hall, C.W.1989, Biomass Handbook, OPA Amsterdamb.V.Pp. 142-159. ANALISIS PERFORMANSI PROTOTIPE PENGERING JAMUR KUPING DENGAN MEMANFAATKAN EFEK RUMAH KACA DAN ENERGI SUPLEMEN DARI BIOBRIKET LIMBAH LOG BAG - Budi Kristiawan, dkk
77
Mastekbayeva, G.A., Bhatta, C.P., Leon, M.A., Kumar, S., 1998, Experimental Studies On Hybrid Dryer, Energy Program, Asian Institute Of Technology, Pathumthani, Thailand. Murti, R.M., 1999, Analisis Performansi Alat Pengering Tenaga Surya Dengan Menggunakan Batu Kerikil Sebagai Plat Kolektor, Tesis, FT-ITS, Surabaya. Naruse,I. Gain,A., Morishita, K., 1998, Fundamental Characteristic On Co-Combustion Of Low Rank Coal With Biomass, Pittsburg. Perry, R.H, 1997, Chemical Engineering – Handbook, The Mc Graw Hill Companies, Inc. USA Stoecker, F.W., Jones, W.J., Hara, S., 1996, Refrigerasi Dan Pengkondisian Udara, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta. Standar Nasional Indonesia (SNI), 1998, Prosedur Dan Cara Uji Mesin Pengering Gabah Tipe Bak Datar (Flat Bed), No. 4512.1-TAN. Thekaekara, M. P. dan A. J. Drummond, 1971, Standart Value for The Solar Contant and Its Spectral Components, National Pysical Science, 229, 6. Vinod Kumar Sharma, Antonio Colangelo, dan Giuseppe Spagma, 1995, Experimental Investigasi of Different Solar Dryers Suitable for Fruit and Vegetable, The Journal of Solar Energy Science and Technology, Vol 6, No.4, pp 413-424.
(http://www.ristek.go.id/index.php?mod=news&conf=v&id=962). www.courses.ait.ac.th/ED06.22/course1/lecs/
78
Mekanika, Vol 7 Nomor 1, September 2008