ANALISIS PERBANDINGAN PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DAN UNIT SPAS PADA MODEL DAS MIKRO (Studi Kasus Pada DTA Cilebak, Sub DAS Citarum Hulu)
Oleh : Lia Hermiawati E14201055
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN Lia Hermiawati. E14201055. Analisis Perbandingan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode USLE dan Unit SPAS Pada Model DAS Mikro (Studi Kasus Pada DTA Cilebak, Sub – DAS Citarum Hulu). Di bawah bimbingan Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MS.
Erosi merupakan salah satu penyebab kerusakan tanah terbesar di Indonesia. Erosi dapat mengakibatkan longsor, penurunan kesuburan tanah, sedimentasi dan sebagainya. Melihat besarnya pengaruh yang ditimbulkan merupakan hal yang penting untuk menduga besarnya erosi yang terjadi. USLE (Universal Soil Loss Estimation) merupakan metode pendugaan erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) pada lahan pertanian di Amerika Utara. Tetapi, dalam perkembangannya USLE banyak digunakan untuk menduga erosi pada lahan kehutanan, pemukiman, jalan, daerah pertambangan dan sebagainya. Pengembangan model ini yang dikembangkan di luar daerah asalnya dalam kondisi yang berbeda dapat menghasilkan nilai prakiraan yang berbeda. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keakuratan metode USLE maka perlu dilakukan perbandingan dengan melakukan pengukuran erosi secara nyata di lapangan pada unit Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang terletak pada outlet suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Selain menduga erosi, dengan metode ini dapat diketahui karakteristik DAS melalui analisis hidrologi DAS tersebut. DAS Citarum dimana DTA Cilebak merupakan salah satu bagiannya, merupakan salah satu dari 60 DAS prioritas di Indonesia berdasarkan Keputusan Mentri Kehutanan No.284/KPTS – II/1999 . Oleh karena itu pendugaan erosi pada daerah ini dapat menjadi salah satu masukan untuk meningkatkan kelestarian DAS tersebut melalui upaya konservasi yang tepat dan optimal. Kondisi topografi didominasi oleh topografi bergelombang dengan luas 119,49 Ha (29,85%) sedangkan untuk penggunaan lahan didominasi oleh lahan ladang/tegalan seluas 151,460 Ha (39,07%). Curah hujan rata – rata tahun 2003– 2004 adalah sebesar 1403,7 mm dengan dengan rata – rata curah hujan bulanan sebesar 117 mm. Tanah didominasi oleh golongan Mollisol, Alfisol dan Inceptisol. Berdasarkan pendugaan parameter permukaan, pada bentuk curvature dan planform curvature didominasi nilai positif (44,43% dan 45,82%) sedangkan pada profil curvature didominasi nilai negatif (45,01%), hal ini mengindikasikan pada DTA Cilebak erosi yang dominan terjadi adalah erosi lembar dengan aliran yang membawa erosi tanah dapat mengalami deposisi dan mengendap pada permukaan tanah. Nilai positif pada planform curvature menunjukkan DTA Cilebak berada pada topografi berbukit. Kehilangan tanah karena erosi menggunakan metode USLE menghasilkan laju erosi rata – rata sebesar 28,74 ton/ha/th sedangkan dengan menggunakan Unit SPAS rata – rata erosi yang dihasilkan adalah sebesar 5,78 ton/ha/tahun untuk tahun 2003-2004. Persamaan yang diperoleh dengan menggunakan kurva rating curve untuk menduga debit adalah Q = 177,828 x TMA2.64 dengan nilai koefisien
determinasi sebesar 98% (R2) sedangkan persamaan yang diperoleh untuk menduga debit sedimen adalah Qs = 0.078 x Q1.61 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 93,3% (R2). Rasio debit terhadap hujan pada tahun 2003 adalah sebesar 21,62% sedangkan pada tahun 2004 sebesar 24,36. Hal ini menunjukkan curah hujan sebesar 21,62% dan 24,36% menjadi debit sedangkan sisanya teruapkan menjadi evapotranspirasi dan mesuk ke dalam tanah. Berdasarkan perhitungan hidrograf diketahui tebal run off sebesar 3,704 mm, koefisien run off sebesar 9,7% dan volume aliran langsung sebesar 14.825,79 m3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendugaan menggunakan metode USLE pada skala DTA menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan melakukan pengukuran erosi secara langsung pada metode SPAS. Penyebab utama tingginya nilai pendugaan USLE dikarenakan pengukuran dilaksanakan pada skala yang berbeda, keenam komponen penyusunnya dianggap setara sehingga interaksi diantara komponen tersebut kurang diperhatikan dan tidak memperhatikan kondisi hidrologi ketika erosi itu terjadi.
ANALISIS PERBANDINGAN PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DAN UNIT SPAS PADA MODEL DAS MIKRO (Studi Kasus Pada DTA Cilebak, Sub DAS Citarum Hulu)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Lia Hermiawati E14201055
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa NRP
: ANALISIS PERBANDINGAN PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DAN UNIT SPAS PADA MODEL DAS MIKRO (STUDI KASUS PADA DTA CILEBAK, SUB DAS CITARUM HULU) : Lia Hermiawati : E14201055
Menyetujui : Dosen Pembimbing
( Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MS ) NIP. 132008551
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan
( Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131430799
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Maret 1983 dari ayah Drs. Mohamad Sjahuri, MSi dan ibu Heti Maryati. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara . Pendidikan Dasar ditempuh di SD Negeri Perwira II Bogor pada tahun 1989 sampai tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke
SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Selanjutnya Penulis
menjalani pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis di terima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Masuk Seleksi IPB) dan memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama masa perkuliahan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang. Pada tahun 2003 Penulis mengikuti Praktek Pengelolaan dan Pengenalan Hutan (P3H) di Cilacap – Baturraden dan KPH Ngawi. Pada tahun 2004, Penulis mengikuti kegiatan Praktek kerja lapang di PT. Putraduta Indah Wood, Jambi. Penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya DKM Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan IPB dan ASEAN Forestry Students Association – Local Committee IPB. Penulis juga aktif menjadi asisten beberapa mata ajaran, diantaranya yaitu Klimatologi, Perancangan dan Pemantauan DAS, Ilmu Tanah Hutan, Konservasi Tanah dan Air dan Pembiakan Vegetatif Tanaman Hutan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Perbandingan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode USLE dan Unit SPAS Pada Model DAS Mikro (Studi Kasus Pada DTA Cilebak, Sub – DAS Citarum Hulu)” di bawah bimbingan Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MS.
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis Perbandingan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode USLE dan Unit SPAS Pada Model DAS Mikro (Studi Kasus Pada DTA Cilebak, Sub – DAS Citarum Hulu)”, untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengambil judul tersebut dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa pada banyak kasus, Daerah Aliran Sungai bagian hulu mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah Sehingga jika hal ini dibiarkan hal tersebut dapat menimbulkan bencana berkelanjutan seperti banjir, sedimentasi dan longsor. Oleh karena itu perlu dilakukan pendugaan erosi dengan cara yang tepat dan optimal. Penulis menyadari bahwa uraian maupun pembahasannya masih sederhana serta banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberikan saran dan koreksi demi penyempurnaan skripsi ini.
Bogor,
Maret 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur atas rahmat yang diberikan kepada Allah SWT yang telah memeberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyususnan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan ucapan terima kasih yang tulus kepada : 1. Mama dan Papa, untuk seluruh kasih sayang, doa, kesabaran dan pengertian yang tidak pernah habis. Love you so much... 2. Ir Nana Mulyana Arifjaya MS selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing penulis selama pembuatan skripsi ini. 3. Penguji ujian komprehensif saya, Ir. Jajang Suryana MS wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Agus Priyono MS wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 4. Pak Aryo dan Staff Balai Pengelolaan DAS Ciliwung - Citarum, terima kasih atas semua bantuan yang diberikan. 5. My Sister and brother, thanks for all the support! 6. Temen – temen angkatan 38, terutama BDH 38, it was a bless of being a part from this big family. 7. Temen – temen di Lab. Pengaruh Hutan, especially Nani, Silvana and Arga, everybody have their own way. Bu Atikah, terima kasih banyak! 8. Saudaraku sepanjang ”Waktu”, ada saat – saat sulit dan senang yang telah kita lewati. InsyaAllah kita termasuk orang – orang yang sabar. Keep the spirit high! 9. Keluarga besar DKM Ibaadurrahman, untuk menjadi teman dan saudara dalam perjuangan yang tidak akan pernah berhenti. 10. Temen – temen di AFSA LC - IPB, keep working hard for our better forest. 11. Keluarga besar Pak Dana, terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah diberikan. 12. Mas Iman, Pak Uus dan Erica untuk tambahan ilmu yang diberikan. 13. Teman – teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua bantuannya.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI................................................................................................... i DAFTAR TABEL........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... v I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1 A. Latar Belakang...................................................................................... 1 B. Tujuan................................................................................................... 2 C. Manfaat Penelitian................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3 A. Tinjauan Umum DAS dan DAS Citarum.............................................. 3 B. Erosi ...................................................................................................... 5 C. Pendugaan Laju Erosi............................................................................ 6 D. Sedimen................................................................................................. 8 E. Hidrograf................................................................................................ 10 F. Bentuk Aliran Air................................................................................... 11 F. Sistem Informasi Geografis dan Model Spasial Hidrologi..................... 12 III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................. 14 A. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 14 B. Bahan dan Alat....................................................................................... 14 C. Metode Penelitian................................................................................... 14 V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 32 A. Letak dan Luas....................................................................................... 32 B. Topografi............................................................................................... 33 C. Curah Hujan.......................................................................................... 34 D. Tanah dan Geologi................................................................................. 34 E. Penggunaan Lahan................................................................................. 35 F. Karakteristik Daerah Aliran Sungai....................................................... 39
G. Erosi....................................................................................................... 45 H. Hidrologi................................................................................................ 54 I. Perbandingan pendugaan erosi metode USLE dan Unit SPAS.............. 63 VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 66 A. Kesimpulan............................................................................................. 66 B. Saran....................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 68 LAMPIRAN...................................................................................................... 70
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pedoman penetapan nilai T untuk tanah di Indonesia............................ 9 Tabel 2. Nilai bahan organik .............................................................................. 18 Tabel 3. Nilai mutu dan struktur tanah ............................................................... 18 Tabel 4. Nilai perembihan tanah ...... .................................................................. 18 Tabel 5. Klasifikasi Nilai K . .............................................................................. 19 Tabel 6. Klasifikasi Laju Erosi............................................................................ 22 Tabel 7. Kelas tingkat bahaya erosi . .................................................................. 23 Tabel 8. Persentase kemiringan lereng ............................................................... 33 Tabel 9. Jenis Penggunaan Lahan .... .................................................................. 36 Tabel 10. Arah aliran DTA Cileubak . .................................................................. 40 Tabel 11. Jumlah sel pada Curvature, Profile Curvature, Planform Curvature ............................................................................ 42 Tabel 12. Nilai erodibilitas tanah.......................................................................... 46 Tabel 13. Faktor pengelolaan tanaman .......... ...................................................... 48 Tabel 14. Faktor konservasi tanah ..... .................................................................. 49 Tabel 15. Presentase nilai laju erosi ... .................................................................. 50 Tabel 16. Presentase nilai tingkat bahaya erosi .................................................... 52 Tabel 17. Rata – rata debit bulanan tahun 2003 dan 2004 .................................... 55 Tabel 18. Hubungan curah hujan maksimum terhadap debit tahun 2004 ............ 59 Tabel 19. Kondisi hidrograf pada beberapa kejadian hujan di DTA Cileubak .... 61
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Hidrograf ........................................................................................ 10 Gambar 2. Perbedaan tampilan data raster, vektor dan keadaan sebenarnya ..... 13 Gambar 3. Nomograf K....... …………………………………………………. 20 Gambar 4. Proses pembuatan peta tingkat bahaya erosi .................................. 24 Gambar 5. Sel target pada DTM....................................................................... 25 Gambar 6. Arah – arah aliran dari suatu sel khusus.......................................... 25 Gambar 7. Diagram alir penentuan parameter – parameter permukaan ..... …. 27 Gambar 8. Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit............................................ 28 Gambar 9. Hubungan Debit dan Sedimen.......................................................... 29 Gambar 10. Skema Metode Penelitian................................................................. 31 Gambar 11. Peta Lokasi DTA Cileubak ....... ....................................................... 32 Gambar 12. Grafik rata – rata hujan bulanan ..................................................... 34 Gambar 13. Penggunaan Lahan hutan kerapatan rendah.................................... 37 Gambar 14. Peta Arah Aliran DTA Cileubak ..................................................... 39 Gambar 15. Peta Akumulasi Aliran DTA Cileubak.. ......................................... 41 Gambar 16. Peta Jaringan Sungai DTA Cileubak ..... ......................................... 42 Gambar 17. Peta Curvature DTA Cileubak .. …………………………………. 43 Gambar 18. Peta Profil Curvature DTA Cileubak ... …………………………. 44 Gambar 19. Peta Planform Curvature ................................................................ 45 Gambar 20. Penggunaan guludan ..... ................................................................. 48 Gambar 21. Peta tingkat bahaya erosi DTA Cileubak ....................................... 53 Gambar 22. Grafik hubungan tinggi muka air dengan debit . ............................. 54 Gambar 23. Rasio Qmaks/Qmin bulanan Tahun 2003 – 2004 ........................... 55 Gambar 24. Hubungan Debit dan Debit Sedimen............................................... 57 Gambar 25. Grafik hubungan curah hujan, debit dan debit sedimen ................ 58
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman)........................................ 71 Lampiran 2. Besaran Faktor P Untuk AnekaTeknik Konservasi Tanah.......... 72 Lampiran 3. Peta kemiringan lereng................................................................ 73 Lampiran 4. Peta ketinggian DTA Cileubak.................................................... 74 Lampiran 5. Data curah hujan harian tahun 2003............................................ 75 Lampiran 6. Data curah hujan harian tahun 2004............................................ 76 Lampiran 7. Peta jenis tanah............................................................................. 77 Lampiran 8. Peta Penggunaan Lahan............................................................... 78 Lampiran 9. Responden................................................................................... 79 Lampiran 10. Tabel pengukuran debit dan sedimen.......................................... 82 Lampiran 11. Nilai regresi hubungan tinggi muka air dan debit....................... 83 Lampiran 12. Pengukuran tinggi muka air rata – rata harian tahun 2003.......... 84 Lampiran 13. Pengukuran tinggi muka air rata – rata harian tahun 2004 ......... 85 Lampiran 14. Debit harian rata – rata tahun 2003............................................. 86 Lampiran 15. Debit harian rata – rata tahun 2004 ............................................ 87 Lampiran 16. Nilai Regresi Hubungan Debit Sedimen dan Debit.................... 88 Lampiran 17. Debit sedimen rata – rata harian tahun 2003............................... 89 Lampiran 18. Debit sedimen rata – rata harian tahun 2003............................... 91 Lampiran 19. Perhitungan Hidrograf................................................................. 93 Lampiran 20. Perhitungan erosi metode USLE.................................................. 100 Lampiran 21. Dokumentasi Penelitian............................................................... 103
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu penyebab terbesar kerusakan tanah di Indonesia. Tanah tererosi dapat mengalami penurunan kesuburan tanah, longsor, sedimentasi maupun dampak negatif lainnya. Melihat besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh erosi maka sangatlah penting untuk dapat menduga besar erosi yang terjadi. Informasi mengenai daerah rawan erosi dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dalam penentuan tata ruang/wilayah sehingga setiap pelaksanaan kegiatan yang bermaksud mengurangi tutupan lahan pada suatu tempat dapat diiringi dengan kajian kesesuaian penggunaan lahan. USLE (Universal Soil Loss Estimation) merupakan metode pendugaan erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) pada lahan pertanian di Amerika Utara. Dalam perkembangannya model ini diaplikasikan untuk menduga erosi pada lahan kehutanan, daerah aliran sungai, pemukiman, jalan, daerah pertambangan dan sebagainya. Pengembangan model ini yang diaplikasikan di luar daerah asalnya dengan kondisi yang berbeda dapat menghasilkan nilai prakiraan yang berbeda. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keakuratan metode USLE pada skala yang lebih besar, dalam hal ini adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) maka perlu dilakukan perbandingan dengan melakukan pengukuran erosi secara nyata di lapangan. Pengukuran erosi dilakukan pada unit Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang terletak pada outlet suatu DAS. Selain menduga erosi, dengan metode ini dapat diketahui karakteristik DAS melalui analisis hidrologi DAS tersebut. Daerah Aliran Sungai bagian hulu merupakan kawasan yang harus dipertahankan sebagai daerah resapan. Hal ini dikarenakan DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Peran Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sebagai tempat keberadaan tiga waduk besar (Saguling, Cirata dan Jatiluhur) yang menghasilkan daya listrik, mengairi jaringan irigasi pertanian, penghasil sumber air minum, sumber air bagi bahan baku industri memiliki
fungsi strategis sebagai penyangga kehidupan masyarakat dan keseimbangan ekosistem daerah tersebut. Daerah Tangkapan Air (DTA) merupakan bentuk mikro DAS yang dapat mewakili proses yang terjadi pada DAS secara keseluruhan. Oleh karena itu pengukuran pada mikro DAS diasumsikan dapat mewakili keadaan DAS yang sebenarnya. Dengan mengetahui karakteristik biofisik DTA berikut tingkat bahaya erosi dan sedimentasinya maka dapat dilakukan tindakan pengelolaan yang diperlukan berupa pengendalian laju erosi tanah dan rehabilitasi lahan. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan pada saat ini dalam melakukan analisis terhadap pengelolaan sumberdaya alam. Pemanfaatan SIG cocok digunakan untuk keperluan prediksi maupun penggunaan data untuk melakukan perencanaan maupun pengelolaan DAS. Dengan pemanfaatan SIG diharapkan akan mempermudah pengelola dalam melakukan pengelolaan DAS yang lestari. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghitung
dan
membandingkan
hasil
pendugaan
erosi
dengan
menggunakan metode USLE dan Unit SPAS 2. Melakukan analisis data SPAS untuk mengetahui karakteristik DTA Cilebak 3. Melakukan analisis hidrologi DTA Cilebak 4. Melakukan aplikasi tekhnologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk pendugaan erosi C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kondisi hidrologis, karakteristik biofisik dan tingkat bahaya erosi pada Daerah Tangkapan Air Cilebak, Sub DAS Citarum Hulu kepada pemerintah maupun instansi terkait untuk pengelolaan ke arah yang lebih baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum DAS dan DAS Citarum Daerah Aliran Sungai merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas air topografi dan yang dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu irisan melintang tertentu (Seyhan, 1990). Dari definisi tersebut, menurut Marwah (2001), maka dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia bereaksi secara dinamis dan didalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Daerah Tangkapan Air (DTA) yang dapat difungsikan sebagai mikro DAS merupakan daerah yang dibatasi oleh batas-batas topografi sehingga hujan yang jatuh di daerah tangkapan tersebut akan mengalir melalui satu saluran pembuangan (Depnakertrans, 2005) Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, oleh karenanya perencanaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transport sedimen serta material terlarut lainnnya atau non-point pollution (Marwah, 2001). DAS Citarum dengan luasan mencapai 6.080 km2 merupakan salah satu dari DAS potensial yang memberikan suplay air di Jawa Barat. Aliran air mengalir dari Gunung Wayang dengan ketinggian 1700 mdpl dan bermuara di Laut Jawa. Curah hujan tahunan berkisar antara 2000 – 5000 mm dan temperatur 18º - 24ºC. Disamping itu, sungai Citarum memegang peranan penting untuk menjaga keberadaan pengairan tiga waduk besar, yaitu Cirata, Saguling dan Jatiluhur (Loebis, 2004). Selanjutnya menurut Juwana, et. al (2003) dari sepuluh sub DAS yang berkontribusi terhadap DAS Citarum, empat diantaranya merupakan Sub DAS yang penting dan memerlukan
perhatian secara mendalam. Sub DAS tersebut adalah Cikapundung, Ciwidey, Cirasea dan Cisangkuy. Dinamika perubahan penggunaan lahan, terutama areal hutan yang terjadi di Citarum berkembang dengan pesat. Lahan hutan yang mencapai 33.235,02 ha pada tahun 1993 menurun menjadi 23.818,81 ha pada tahun 1998. Laju deforestasi sebesar 10.657,08 ha atau 2.131,42 ha/th. Areal hutan banyak dikonversi menjadi belukar, lahan pertanian, lahan kosong dan pemukiman yang menuju arah perbukitan. Lahan pertanian dalam hal ini sawah dan tegalan telah mengalami penurunan yang cukup berarti dalam selang waktu lima tahun, yaitu dari tahun 1993 – 1998 sebesar 9.950,296 ha atau 15.59% dari luasan awal sebesar 63.859,6 ha . Penurunan ini sejalan dengan tingginya penggunaan areal persawahan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan perumahan, pengembangan industri dan infrastruktur lainnya (Kosasih, 2002). Secara umum wilayah DAS Citarum termasuk tipe iklim tropis yang dipengaruhi angin muson, sehingga masih dapat dibedakan antara musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan biasanya terjadi pada saat angin muson barat mulai bulan November sampai bulan April, sedangkan musim kemarau dari bulan Mei sampai bulan Oktober yakni pada saat muson timur. Curah hujan bervariasi antara 1.562 mm – 2.716 mm. Periode bulan basah dimulai bulan November – April, nilai curah hujan yang tinggi dimulai dari bulan Maret – April dan diikuti puncaknya pada bulan November – Desember, setelah itu terjadi penurunan di bulan Mei – Oktober ketika curah hujan relatif rendah. Jumlah hari hujan antar 108 – 145 hari dengan intensitas hujan 13.3 – 17.6 mm/hari. Temperatur bervariasi antara 11 – 12°C, dengan rata – rata temperatur antara 22°C - 24°C, dengan kelembaban relatif 25% - 83%. Menurut Schmidt dan Ferguson DAS Citarum mempunyai tipe iklim A yaitu di wilayah Sub DAS Cirasea, Cisangkuy, Cihaur dan Ciwidey. Untuk Sub DAS Citarik dan Cikapundung mempunyai tipe iklim B, sedangkan Sub DAS Ciminyak memiliki tipe iklim C.
B. Erosi Erosi tanah didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin, dan/ atau es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air hujan (Rahim, 2003). Menurut Arsyad (2000) erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi dan manusia. Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah intensitas curah hujan. Kecuraman dan panjang lereng merupakan faktor topografi yang berpengaruh terhadap debit dan kadar lumpur. Faktor tanah yang mempengaruhi erosi dan sedimentasi yang terjadi adalah : luas jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah erosi dan luas tanah berkedalaman rendah. Faktor vegetasi yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi berlangsung melalui beberapa proses, yaitu : 1. Intersepsi hujan untuk tajuk tanaman, 2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak, 3. Pengaruh akar dan kegiatan biologis yang berhubungan dengan stabilitas struktur dan porositas tanah, 4. Transpirasi yang menyebabkan turunnya kandungan air tanah. Menurut
Morgan
(1986)
dalam
Wudianto
(2000)
erosi
dapat
diklasifikasikan dalam enam bentuk, yaitu : 1. Erosi percikan, erosi yang terbentuk akrena tanah yang terbawa oleh percikan air hujan, 2. Erosi aliran permukaan, erosi yang terjadi karena aliran air yang mampu membawa butir – butir tanah yang terdapat di permukaan, 3. Erosi aliran di bawah permukaan, erosi yang disebabkan oleh aliran air yang terpusat pada terowongan – terowongan atau saluran – asaluran air yang terdapat di bawah permukaan tanah 4. Erosi alur, erosi yang terjadi karena adanya aliran yang cukup keras sehingga secara mendadak atau aliran air terhadang oleh benda yang ada di kaki gunung.
5. Erosi selokan, merupakan kelanjutan dari erosi alur, akibat runtunya terowongan atau saluran di bawah tanah, akibat terjadinya longsor yang arahnya memanjang 6. Erosi gerak massa tanah, erosi ini dapat berbentuk rayapan, longsoran, runtuhan batu atau aliran lumpur. C. Pendugaan Laju Erosi Menurut Asdak (1995), praktek bercocok tanam bersifat merubah keadaan penutupan lahan, dan oleh karenanya, dapat mengakibatkan terjadinya erosi permukaan pada tingkat atau besaran yang bervariasi. Dari beberapa metode yang digunakan untuk memprakirakan besarnya erosi permukaan,
metoda
Universal
Soil
Loss
Equation
(USLE)
yang
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memprakirakan besarnya erosi dengan bentuk rumus : A = R K L S C P ......................................................................................... (1) dimana A adalah besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha/thn), R adalah faktor erosivitas curah hujan, K adalah faktor erodibilitas untuk tanah, L adalah faktor panjang kemiringan lereng, S adalah faktor gradien kemiringan lereng, C adalah faktor cara bercocok tanam (pengelolaan tanaman) dan P adalah faktor praktek konservasi tanah. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Faktor Erosivitas Hujan Asdak (1995) menyatakan tenaga pendorong yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel – partikel tanah ke tempat yang lebih rendah dikenal dengan istilah erosivitas hujan. Kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan. Faktor erosivitas hujan merupakan hasil perkalian antara energi kinetik (E) dari suatu kejadian hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).
2. Faktor Erodibilitas Tanah Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel – partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. Meskipun besarnya resistensi tersebut di atas akan tergantung pada topografi, kemiringan lereng dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan bahan kimia tanah. 3. Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) Faktor indeks topografi L dan S, masing – masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. 4.
Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor pengeloalaan tanaman adalah rasio rata – rata kehilangan tanah dari tahun yang ditanami dengan pengelolaan tertentu terhadap rata – rata kehilangan tanah yang diolah tanpa tanaman, pada tanah, lereng dan curah hujan yang sama. Semakin baik perlindungan permukaan tanah oleh tanaman pangan/ vegetasi semakin rendah tingkat erosi (Departemen Kehutanan, 1998). Selanjutnya, nilai faktor C dipengaruhi oleh banyaknya peubah yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu peubah alami dan peubah – peubah yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan. Peubah alami adalah iklim dan fase pertumbuhan tanaman. Sedangkan peubah – peubah yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan tanaman adalah tajuk tanaman, mulsa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah dan pengelolaan tanah. Nilai faktor C berkisar antara 0,001 pada hutan tak terganggu hingga 1 pada tanah kosong yang diolah searah lereng.
5. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P) Faktor tindakan konservasi tanah adalah rasio rata – rata kehilangan tanah dari lahan yang mendapat perlakukan konservasi tanah terhadap rata – rata kehilanagn tanah dari lahan yang diolah tanpa tanaman, pada tanah, lereng dan curah hujan yang sama. Penerapan teknik konservasi tanah di lapangan dilakukan untuk mengamankan tanah dan tanaman dari bahaya erosi, sehingga faktor konservasi tanah (P) biasanya sudah menjadi satu dengan nilai faktor pengeloalaan tanaman (C) atau menjadi (CP) (Arsyad, 2000). D. Sedimen Sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit di daerah genangan banjir, saluran air, sungai dan waduk. (Asdak, 1995). Selanjutnya menurut Arsyad (2000), sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan terbawa keluar daerah tampungan atau DAS. Nisbah jumlah sedimen yang betul – betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang terserosi di daerah tersebut disebut sebagai Sediment Delivery Ratio (SDR). Bahan – bahan padat tanah yang terpecah/ terpisah dari tubuh tanahnya dan air terbawa air limpasan muka lahan akan menempuh jarak tertentu sampai akhirnya terendapkan pada aneka keadaan loka pengendapan atau memasuki aliran air sungai. Bahan padat tanah yang memasuki sungai/ anak sungai akan tersuspensi dan teragih mengisi seluruh bagian tubuh aliran airnya. Bahan – bahan tanah yang berukuran besardan berat cenderung menempati bagian bawah aliran dan yang berukuran kecil dan ringan cenderung menempati bagian atas. Bahan – bahan pada tanah yang terbawa aliran air akan terendapkan jika beban endapannya tinggi, atau paduan dari beberapa hal diatas. Pengendapan yang berlebihan akan menyebabkan pendangkalan loka – loka penampungan air, termasuk dataran banjir di sekitar muara sungai (Purwowidodo, 2002).
Kondisi suatu DAS dalam keadaan kurang baik apabila kandungan sedimen yang terdapat dalam aliran telah melampaui batas toleransi (TSL/ Tolerable Soil Loss). Menurut Arsyad (2000) gambaran umum batasan toleransi erosi di Indonesia tercantum dalam tabel di bawah: Tabel 1. Pedoman penetapan nilai T untuk tanah di Indonesia No.
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T (mm/th)
1 2
Tanah sangat dangkal di atas batuan Tanah sangat dangkal di atas tanah sudah melapuk (tidak terkonsolidasi) Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah kedap yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermebialitas lambat di atas substrata yang telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermebialitas sedang di atas substrata yang telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel di atas substrata yang telah melapuk
0.0 0.4
3 4 5 6 7 8
0.8 1.2 1.4 1.6 2.0 2.5
Sumber : Arsyad, 2002 Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS/ sub – DAS dan tergantung pada transpor partikel – partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS/ sub – DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu kepada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu sistem DAS. Tidak semua tanah akan tererosi di permukaan daerah tangkapan air akan sampai ke titik pengamatan. Sebagian tanah tererosi tersebut akan terdeposisi di cekungan – cekungan permukaan tanah, di kaki – kaki lereng dan bentuk – bentuk penampungan sedimen lainnya. Oleh karenanya, besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS/ sub DAS (Asdak, 1995).
E. Hidrograf Hidrograf aliran adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman limpasan (dapat juga tinggi muka air, kecepatan, beban sediment dan lain lain) dengan waktu. Hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan cabang turun (Seyhan, 1990). Hidrograf aliran memberikan gambaran tentang kondisi suatu daerah aliran sungai. Hidrograf yang menggambarkan suatu DAS yang baik adalah hidrograf yang menggambarkan hubungan yang tidak terlalu berbeda besar debit aliran pada saat musim penghujan dan musim kemarau. Demikian pula dengan kandungan angkutan sedimen dalam aliran dapat menggambarkan kondisi suatu DAS. Debit menggambarkan volume air yang mengalir melalui suatu titik per detik atau per jam, dinyatakan dalam m3/detik atau m3/jam. Asdak (2002) mengatakan dua faktor utama untuk menentukan bentuk hidrograf adalah karakteristik Daerah Aliran Sungai dan iklim. Unsur iklim yang perlu diketahui adalah jumlah curah hujan total, intensitas hujan, lama waktu hujan, penyebaran hujan dan suhu. Hidrograf satuan memberikan gambaran jumlah hujan lebih. Artinya, dari hidrograf satuan dapat diketahui besarnya curah hujan yang menjadi aliran permukaan. Hidrograf satuan diperoleh dari memisahkan antara aliran dasar (baseflow) dengan hujan lebih. Dengan menggunakan grafik debit sepanjang tahun maka dapat dihitung dan digambarkan besar potensi aliran tiap bulan seperti terlihat pada gambar berikut : Bentuk kurva yang baik No. 1 Bentuk kurva yang kurang baik No. 2
1500 Volume Air Dalam juta m3 1000
No. 1
500
No. 2 0 Jan
Feb Mar Apr Mei Jun
Jul Aug Sep Okt Nop Des
Waktu
Gambar 1. Hidrograf
Grafik hidrograf tahunan dari satu daerah aliran sungai menggambarkan kondisi hidrologis satu DAS. Apabila bentuk kurva aliran menyerupai grafik no. 2 di atas maka dipastikan bahwa kondisi DAS relatif kurang baik, karena perbedaan besar aliran air pada musim penghujan dan musim kemarau sangat besar, sebaiknya apabila kurva aliran menyerupai kurva no. 1, maka kondisi DAS disimpulkan dalam keadaan baik karena perbedaan besar aliran pada musim penghujan dan musim kemarau relatif kecil sehingga sungai pada musim penghujan tidak menyebabkan banjir sebaliknya pada musim kemarau masih dapat mensuplai debit aliran yang cukup besar (Anwar, 2001) F. Bentuk Aliran Air Menurut Arsyad (2000) air keluar dari suatu areal tertentu dapat melalui beberapa bentuk, yaitu : 1.
Aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, oleh karena merupakan pengangkut bagian – bagian tanah. Aliran permukaan sering pula disebut run off yang dapat berarti aliran di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai dan aliran air di dalam sungai. Untuk membedakan antara aliran di atas permukaan tanah dan di dalam saluran digunakan istilah run off atau stream flow untuk aliran di dalam saluran atau di dalam sungai dan surface run off atau overland flow untuk air di atas permukaan tanah.
2. Aliran di bawah permukaan, yaitu air yang masuk ke dalam tanah tetapi tidak masuk cukup dalam disebabkan adanya lapisan kedap air. Air ini mengalir di bawah permukaan tanah kemudian keluar pada suatu tempat di bagian bawah atau masuk ke sungai. Aliran ini disebut juga sebagai interflow atau subsurface flow. 3. Aliran air bawah tanah, yaitu air yang masuk dan terperkolasi jauh ke dalam tanah menjadi air bawah tanah (ground water). Air ini mengalir di dalam tanah dengan lambat masuk ke sungai. Air bawah tanah tidak mengandung bahan tersuspensi atau kapur sehingga kelihatan jernih.
4. Aliran sungai, yaitu air yang mengalir di dalam saluran – saluran yang jelas, seperti sungai. Aliran sungai dapat tetap atau tersendat. Air sungai dapat pekat atau jernih tergantung dari sumber airnya. G. Sistem Informasi Geografis dan Model Spasial Hidrologi Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi – informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek – obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penying atau kritis untuk dianalisa. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang memilki empat kemampuan berikut adalam menangani data yang bereferensi geografi : a) masukan, b) manajemen data (penyimpanan data dan pemanggilan data), c) analisa dan manipulasi data, d) keluaran (Prahasta, 2001). Suatu model spasial hidrologi dapat berupa model empirik, model deterministik, maupun kombinasi dari beberapa tipe model tersebut. Model spasial hidrologi berbasiskan vektor atau raster. Data raster adalah data dimana semua semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel – sel yang sering dikenal dengan nama picture elemen (piksel). Piksel adalah ukuran terkecil dari informasi letak pada citra meupun peta raster. Masing – masing sel mewakili suatu areal yang berbentuk segi empat dan umumnya bujur sangkar. Dalam model ini, setiap obyek baik yang berbentuk titik, garis maupun poligon semuanya disajikan dalam bentuk sel (titik). Setiap sel memiliki koordinat dan informasi. Data vektor merupakan struktur data yang berbasis pada sistem koordinat yang umum digunakan untuk menyajikan feature peta. Masing – masing feature disajikan dengan satu set koordinat.Atribut terkait dengan masing – masing feature dan bukan sel sebagaimana pada data raster (Jaya, 2002). Struktur data yang digunakan untuk menyajikan model spasial hidrologi adalah raster. Hal ini dikarenakan data raster lebih menunjang untuk digunakan pada berbagai model lahan, termasuk analisis hidrologi. Input data elevasi hanya dapat diproses
menggunakan set data raster. Secara lebih jelas, perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut (Anonim, 2004) : Raster Vektor Keadaan sebenarmya
Gambar 2. Perbedaan tampilan data raster, vektor dan keadaan sebenarnya Fungsi pemodelan hidrologi dalam Spatial Analyst menyediakan metode untuk menjelaskan bagaimana komponen fisik suatu permukaan. Penggunaan grid elevasi atau DEM (Digital Elevation Model) sebagai masukan, memungkinkan secara otomatis mendeliniasi suatu aliran sistem dan mengukur karakteristik dari sistem (ESRI, 1997).
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DTA Cilebak yang merupakan bagian dari Sub DAS Citarum Hulu. Pengukuran curah hujan, kecepatan aliran dan curah hujan dilakukan di Stasiun Pengamat Aliran Sungai Cilebak, Bandung. Analisis Sedimen serta intepretasi data dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Manajemen Hutan, IPB. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Sifat Fisik Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2005. B. Bahan dan Alat Bahan – bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : Peta penggunaan lahan DTA Cilebak, Peta Digital Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 lembar 1208 - 632 dan 1208 - 634, peta jenis tanah semi detail DAS Citarum Hulu skala 1:100.000, data curah hujan harian, tinggi muka air harian, debit harian dan debit sedimen harian tahun 2003 - 2004 Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software Arc View 3.2 dengan Spatial Analys, DEMAT dan Hydrollogy Modellingt Extension, Microsoft Office (MS Word dan MS Excel), Minitab, Global Positioning System (GPS), Logger tipe Turbidity Meter, Plastik, milimeter blok dan alat penunjang lainnya. C. Metode Penelitian 1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan secara langsung melalui pengukuran (data primer) dan diperoleh melalui instansi terkait (data sekunder). Data sekunder yang dibutuhkan adalah Peta Rupa Bumi Digital Skala 1:25.000 lembar 1208 632 dan 1208 - 634, Peta Penggunaan Lahan DTA Cilebak dan Peta Tanah Tinjau Semi Detail DAS Citarum Hulu Skala 1 : 100.000. Sedangkan untuk data primer, data yang dibutuhkan adalah :
a.
Data Curah Hujan Data Curah Hujan didapat dengan melakukan pengamatan hujan menggunakan Automatic Rainfall Recorder (ARR) yang terdapat pada Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS). Melalui data yang tercantum pada kertas pias dapat dianalisis besarnya curah hujan maupun intensitas pada setiap kejadian hujan.
b.
Data Tinggi Muka Air dan Debit Sungai Data Tinggi Muka Air (TMA) diperoleh melalui pengamatan dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang mampu merekam TMA setiap jamnya. Disamping itu dengan data AWLR dapat diketahui hidrograf untuk setiap kejadian hujan dan aliran langsung yang ditimbulkannya. Pengukuran debit aliran sungai dilakukan di Stasiun Pengamat Aliran Sungai yang merupakan titik outlet DTA Cilebak. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara tinggi muka air dengan debit. Pembuatan model tersebut dibuat dengan menggunakan data tinggi muka air, luas penampang sungai dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran diukur pada kedalaman 0.6 x Tinggi Muka Air. Dari ketiga data tersebut dapat dihitung debit aliran sungai menggunakan persamaan sebagai berikut : Q=VxA
………………………………………….………………..(2)
Keterangan : Q : Debit limpasan air sungai (m3/detik) V : Kecepatan aliran sungai (m/detik) A : Luas penampang sungai (m2) c.
Data Sedimen Pengukuran debit aliran pada satu penampang tertentu dilakukan bersama – sama dengan pengambilan sampel sedimen sehingga dapat ditarik hubungan antara besar debit dengan besar angkutan sedimen. Penentuan besarnya kandungan sedimen pada debit tertentu dilakukan
dengan cara menggunakan alat Logger tipe Turbidity Meter yang secara otomatis menghitung besarnya konsentrasi sedimen dalam mg/liter atau ppm. Dengan mengetahui besarnya konsentrasi sedimen melayang maka dapat diketahui besarnya debit sedimen melalui persamaan berikut : Qs = Q x Cs ...........................................................................................(3) Keterangan : Qs : Debit sedimen melayang (gr/detik) Q : Debit limpasan air sungai (m3/detik) Cs : Konsentrasi Sedimen Melayang (mg/liter) 2. Analisis Data a.
Analisis faktor penduga erosi metode USLE Data yang dibutuhkan pada pemetaan tingkat bahaya erosi adalah : peta lereng, peta penggunaan lahan, data curah hujan, peta jenis tanah dan peta kedalaman tanah. Analisis tingkat bahaya erosi dilakukan dengan cara memperkirakan (memprediksi) laju erosi tanah pada satuan – satuan lahan. Pendekatan
persamaan
“Universal
Soil
Loss
Equation
(USLE)”
dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dengan menggunakan persamaan A = R K L S C P, dimana A adalah besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha/thn), R adalah faktor erosivitas curah hujan, K adalah faktor erodibilitas untuk tanah, L adalah faktor panjang kemiringan lereng, S adalah faktor gradien kemiringan lereng, C adalah faktor cara bercocok tanam (pengelolaan tanaman) dan P adalah faktor praktek konservasi tanah. Prakiraan laju erosi tanah dengan USLE untuk lahan yang luas dilakukan dengan membagi lahan tersebut menjadi satuan – satuan lahan yang penampilan faktor – faktor pengendalian erosi yang relatif nisbi homogen. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan resolusi piksel sebesar 5 m x 5 m
sehingga msing – masing luasan sebesar 25 m2. Prakiraan laju erosi tanah dilakukan pada setiap satuan lahan tersebut untuk memperoleh gambaran umum dihitung nilai rataannya. Faktor – faktor tersebut adalah : i. Faktor Erosivitas (R) Faktor R dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Bols (1978) dalam Asdak (1995) berupa data curah hujan bulanan sebagai berikut : EI30 = 6.12 R1.21 x D -0.47 x M0.53 ..................................................... (4) Keterangan : EI30 : Indeks erosivitas hujan R : Jumlah hujan bulanan (cm) D
: Jumlah hari hujan bulanan
M : Hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut ii. Faktor erodibilitas Tanah (K) Untuk mengetahui nilai erodibilitas tanah diperlukan informasi pendukung sebagai ketentuan dalam penggunaan nomograf. Data tersebut berupa analisis tekstur tanah, yaitu persentase kandungan pasir (2,0 – 0,10 mm), persentase pasir sangat halus (0,10 – 0,05 mm), persen debu (0,05 – 0,002 mm), persentase liat (< 0,002 mm), persentase bahan organik tanah, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Analisis faktor erodibilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan cara sebagai berikut : •
Pengukuran persen unsur organik dilakukan dengan menggunakan metode Walkley dan Black, dengan mengasumsikan 58% kandungan C-total tanah adalah bahan organik. Nilai bahan organik diketahui melalui rumus : B.O. Tanah (%) = C – Organik (%) x 1.724 .............................. (5)
Tabel 2. Nilai bahan organik untuk setiap kisaran kandungan bahan organik Pisahan Organik (%) C-Organik Bahan Organik <1 >1,724 1,0 – 2,0 1,724 – 3,650 2,1 – 3,0 4,024 – 5,574 3,1 – 5,0 5,766 – 11,444 >5 >11,444
Kelas
Nilai
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0 1 2 3 4
Sumber : Purwowidodo, 2002
•
Pengukuran tipe dan kelas struktur tanah dilakukan dengan menggunakan cara mekanik dengan memisahkan sesuai dengan jarah – jarah yang membentuk tanah tersebut dan memerikannya sesuai dengan masing – masing tipe dan kelas pembentuk tanah dominan. Untuk penentuan nilai tipe dan kelas dapat diketahui melalui tabel di bawah ini : Tabel 3. Nilai mutu dan struktur tanah Tipe dan Mutu Struktur Butiran Sangat Halus Butiran Halus Butiran sedang dan kasar Gumpal, lempeng atau pejal
Nilai 1 2 3 4
Sumber : Purwowidodo, 2002
•
Permeabilitas
tanah
diukur
dengan
mengadaptasi
metode
Bouyoucos dengan menggunakan prinsip bahwa laju pemasukan air dan pelolosan air melalui pori – pori tubuh tanah dikendalikan oleh faktor – faktor yang mengendalikan jumlah dan kemantapan pori berukuran besar. Tabel 4. Nilai Peresapan Tanah
S
Besar Permeabilitas Tanah (cm/jam) >25,4 12,7 – 25,4 12,7 – 6,3 2,0 – 6,3 0,5 – 2,0 <0,5
Sumber : Purwowidodo, 2002
Kelas Peresapan Cepat Sedang sampai cepat Sedang Lambat sampai sedang Lambat Sangat Lambat
Nilai 1 2 3 4 5 6
•
Data ukuran dan pengagihan jarah pasir, debu dan lempung suatu tanah diperoleh melalui analisis mekanis. Landasan analisis mekanis tanah ini adalah hukum Stokes yang memerikan hubungan ukuran jarah dengan kecepatan jatuhnya dalam air/ larutan. Metode yang digunakan adalah metode pipet. Tekstur tanah diukur dengan menggunakan metode pipet. Dari metode ini dapat diketahui % masing- masing tekstur tanah, yang terdiri dari pasir sangat halus, debu dan liat. Menurut Dangler dan El - Swaify (1976) dalam Arsyad (2000)
dapat dikelompokkan kepekaan tanah terhadap erosi ke dalam beberapa kelas seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Nilai K Kelas 1 2 3 4 5 6
Nilai K 0,00 – 0,10 0,10 – 0,20 0,21 – 0,32 0,33 – 0,40 0,41 – 0,55 0,55 – 0,64
Harkat Sangat Rendah Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad, 2000
Setelah data tersebut diketahui, digunakan nomograf K untuk mengetahui nilai erodibilitasnya. Nomograf K ditunjukkan pada gambar berikut
:
Gambar 3. Nomograf K
iii. Faktor Panjang Lereng (P) dan Kemiringan Lereng (S) Penilaian faktor panjang lereng setiap satuan lahan pengamatan diawali dengan proses tumpang tindih peta, antara peta lereng dengan peta arah aliran. Dari data hasil tumpang tindih tersebut dapat diketahui nilai panjang lereng pada setiap satuan piksel. Penilaian faktor “LS” merupakan perkalian antara faktor L dan S. Penilaian faktor panjang lereng pada setiap satuan lahan pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (Eyles, 1968 dalam Departemen Kehutanan, 1998) : L = (Lo/22)0.5 ………………………………....…………………… (6) Keterangan : L : Faktor panjang lereng Lo : Panjang lereng (m) Penilaian
faktor
kemiringan
lereng
setiap
satuan
lahan
menggunakan persamaan (Epink, 1979 dalam Departemen Kehutanan, 1998) S = (s/9)1.4 …………………………………………………………. (7) Keterangan : S : Faktor kemiringan lereng s : Kemiringan lereng (%) iv.
Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Penilaian faktor pengelolaan tanaman setiap satuan lahan pengamatan didasarkan pada penggunaan lahan dominan dengan menggunakan peta penggunaan lahan dan pengamatan secara langsung pada lapang. Data pengelolaan tanaman pada penggunaan lahan diperoleh dari kuesioner. Pada daearah penelitian, pada umumnya dilakukan pengelolaan tanaman yang berbeda setiap musimnya. Pada Lampiran 1 terdapat beberapa angka “C” yang diperoleh dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor (Purwowidodo, 2002).
v. Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P) Penilaian faktor pengelolaan dan konservasi tanah setiap satuan lahan pengamatan diperoleh dari hasil pengamatan di lapang. Jika suatu lahan mempunyai beberapa macam tindakan konservasi tanah maka penetapan besaran P-nya dilakukan secara rampatan. Nilai “P” pada berbagai teknik konservasi tanah disajikan pada Lampiran 2. b.
Laju Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Laju erosi diperoleh dengan cara mengalikan faktor – faktor erosi (RKLSCP) dari persamaan USLE. Untuk mengetahui klasifikasi laju erosi dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi Laju Erosi No. 1. 2. 3. 4. 5.
Klasifikasi laju Erosi Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sangat berat
Kriteria (ton/ha/tahun) < 15 15 – 60 60 – 180 180 – 480 > 480
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
Perkiraan erosi tahunan rata – rata dan kedalaman tanah dipertimbangkan untuk menentukan Tingkat Bahaya Erosi untuk setiap satuan lahan pengamatan. Hal ini dikarenakan dengan laju erosi yang sama, apabila terjadi pada lahan dengan kedalaman solum yang berbeda maka tingkat bahaya erosinya akan berbeda. Untuk penentuan Kelas Tingkat Bahaya dilakukan kombinasi antara klasifikasi laju erosi dan klasifikasi kedalaman solum. Kombinasi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Solum Tanah (cm) Dalam (>90) Sedang (60 – 90 ) Dangkal (30 – 60) Sangat Dangkal (<30)
I < 15 SR 0 R I S II B III
Kelas Erosi II III IV Erosi (ton/ha/thn) 15 – 60 60 – 180 180 – 480 R S B I II III S B SB II III IV B SB SB III IV IV SB SB SB IV IV IV
V >480 SB IV SB IV SB IV SB IV
Sumber : Departemen Kehutanan (1998)
Teknik overlay merupakan fungsi yang dapat menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya. Teknik
pelaksanaan
pemetaan
TBE
dilakukan
dengan
cara
menumpangtindihkan (overlay) peta tingkat erosi (USLE) dan peta kedalaman ataupun langsung mencantumkan TBE pada setiap satuan lahan dengan menggunakan matriks di atas. Analisis laju erosi digunakan dengan membagi lahan pengamatan pada satuan picture element (piksel) dengan ukuran 5 m x 5 m, sehingga masing – masing luasan piksel adalah sebesar 25 m2. Proses pembuatan peta tingkat bahaya erosi dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis dapat dilihat pada Gambar 4.
37
Data Stasiun Hujan
Konversi Grid
Peta Erosivitas Hujan (R)
Peta Titik Pengukuran Erodibilitas Tanah
Interpolasi Titik
Peta Erodibilitas tanah (K)
Model Elevasi Digital
Slope
Peta kemiringan Lereng
Peta Penggunaan Lahan
Input Data C dan P
Peta Faktor CP
Reklasifikasi
Peta Faktor LS
Overlay Aritmatik
Peta Laju Erosi
Overlay dengan Peta kedalaman tanah
Peta Tingkat Bahaya Erosi
Gambar 4. Proses pembuatan peta tingkat bahaya erosi
38
c. Penentuan Parameter Permukaan Daerah Aliran Sungai Dalam penentuan karakteristik biofisik Daerah Aliran Sungai dapat digunakan Digital Terrain Model (DTM) yang didasarkan pada algoritma eight direction pour point, yang dimana perhitungan sebuah sel dilakukan dengan menggunakan nilai dari delapan tetangganya yang terdekat. DTM merupakan representasi digital dari elevasi pada permukaan lahan.
Sel Target
12 13 11 10 8 10
13 10 9
Gambar 5. Sel target pada DTM Parameter tersebut adalah : i. Flow direction (Arah aliran), keluaran dari arah aliran adalah grid yang mempunyai nilai antara 1 sampai 128 yang didasarkan pada arah aliran yang akan mengalir kepada sebuah sel khusus seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :
Sel Khuhus
32 64 128 16 1 8 4 2
Gambar 6. Arah – arah aliran dari suatu sel khusus ii. Flow accumulation (Akumulasi aliran), dengan mengikuti grid arah aliran ke belakang, maka dapat diketahui banyaknya sel yang mengalir menuju semua sel – sel pada daerah kajian. Untuk mengetahui akumulasi pada permukaaan, nilai dari setiap sel merepresentasikan total nilai dari sel yang mengalir ke dalam sel individu. Sel yang mempunyai akumulasi tinggi adalah area konsentrasi aliran dan dapat digunakan untuk mengidentifikasikan jaringan sungai. iii.
Stream Network (Jaringan Sungai), berdasarkan akumulasi aliran dapat diperkirakan sistem jaringan sungai. Sel – sel yang menjadi bagian
39
jaringan sungai ditentukan dengan menetapkan jumlah sel yang mengalir ke sel – sel tersebut. iv. Curvature, Profil Curvature dan Planform curvature. Curvature merupakan bentuk dari permukaan untuk memahami erosi dan proses drainase, curvature terbagi menjadi dua bagian, yaitu : convex (bulging) dan concave (bowing). Profile curvature menggambarkan arah dari kemiringan , terbagi menjadi dua, yaitu cekung (aliran lambat dan mengalami deposisi) dan cembung (peningkatan kemiringan dan erosi). Planform Curvature menggambarkan kurvatur suatu permukaan tegak lurus terhadap arah kemiringan dimana: cembung, aliran divergen mengindikasikan bukit dan cekung, aliran konvergen mengindikasikan adanya lembah. v. Watersheds (Daerah Aliran Sungai), dengan menggunakan flow accumulation dapat dispesifikasikan ukuran terkecil dari Daerah Aliran Sungai dan dengan bantuan ekstension Spatial Analyst dan Hydrollogy Modelling secara otomatis dapat menurunkan DAS - DAS untuk daerah tersebut.
40
Proses diatas lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut : DTM Arah Aliran
Curvature, Profil Curvature, Planform Curvature
Sink
Ada
Tidak
Hilangkan
Akumulasi Aliran
Jaringan Sungai
Daerah Aliran Sungai
Gambar 7. Diagram alir penentuan parameter – parameter permukaan d. Analisis Hubungan Curah Hujan, Debit Sungai dan Sedimen Melayang Data curah hujan yang digunakan untuk masukan model adalah data intensitas hujan (mm/jam) dengan interval waktu tertentu pada satu kejadian hujan. Intensitas hujan dihitung dengan cara membaca kertas pias pencatat hujan dari Automatic Rainfall Recorder (ARR) yang terdapat di wilayah yang dapat mewakili DAS. Kertas pias curah hujan dari ARR dan hidrograf pasangannya diperoleh dari Automatic Water Level recorder (AWLR). Dari curah hujan yang terukur dapat diketahui pengaruhnya terhadap debit maupun sedimen. Dengan melakukan pengukuran debit yang dilakukan berulang kali dapat diperoleh suatu persamaan hubungan antara ketinggian muka air dan debit. Persamaan tersebut disebut dengan discharge rating curve, yang dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
41
Q = a H b ……………………………………………………………… (8) Keterangan : Q = debit limpasan air sungai (m3/detik) a, b = konstanta H = tinggi muka air (cm) Hasil dari pengukuran tersebut dapat digambarkan dengan menggunakan rating curve seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut :
150 Debit M3/det 100
50
Rating Curve 0
1
2
3
4
5
6
7 8 9 10 Tinggi muka air
Gambar 3. Rating Curve Gambar 8. Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit Dengan menggunakan “rating curve” tersebut maka dapat dihitung besar debit sungai pada penampang tertentu pada setiap saat. Dengan mengetahui debit sungai, rasio antara debit maksimum dan debit minimum bulanan dapat diketahui fluktuasinya. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi Daerah Tangkapan Air. Dari data pengukuran tinggi muka air dan konsentrasi sedimen dapat dibentuk model prediksi besar debit dan debit sedimen. Dari data tersebut dapat dibentuk sediment discharge rating curve yang dibentuk untuk mengetahui hubungan antara debit dan debit sedimen melayang. Persamaan tersebut adalah : Qs = a Q b
………………………………………………………. (9)
Keterangan : a, b = konstanta
42
Pengukuran angkutan sedimen dan pengukuran debit di atas dilakukan bekali-kali pada ketinggian permukaan air sungai yang berbeda-beda sehinga akan diperoleh hubungan antara debit aliran dengan angkutan sedimen seperti grafik di bawah ini :
300 Debit air 3 M /det 200
100 0
10
20
30
40 50 60 70 80 Debit Angkutan Sedimen m3/det
90
Gambar 9. Hubungan Debit dan Sedimen Berdasarkan grafik hubungan antara debit aliran dengan debit angkutan sedimen maka dapat dihutung besar angkutan sedimen setiap saat dalam setahun. Demikian pula besar angkutan sedimen per hektar, per tahun dapat dihitung dengan membagi total angkutan sedimen dengan luas DAS yang diteliti. e.
Analisis hidrograf Analisis hidrograf dilakukan dengan menggunakan data curah hujan, debit aliran, tinggi muka air dan waktu pengukuran. Pengolahan data dilakukan dengan mengikuti tata cara berikut : 1. Gambar grafik hubungan antara debit – waktu dan curah hujan waktu. 2. Tentukan titik naik dan titik belok 3. Gambarkan garis lurus yang mneghubungkan titik naik dan titik belok. 4. Hitung besarnya aliran dasar (base flow), dengan cara menghitung debit
yang
terbentuk
pada
sepanjang
garis
lurus
yang
43
menghubungkan titik naik dan titik belok. Hasil pengukuran menunjukkan besarnya aliran dasar. 5. Hitung besarnya aliran permukaan (Run off) dengan menggunakan rumus : Run off = Debit (m3/s) – Aliran Dasar (m3/s)
.......................... (10)
6. Jumlahkan besarnya aliran permukaan 7. Hitung volume run off dengan menggunakan rumus : Volume run off = Σ run off (m3/s) x ∆ T (jam)
......................... (11)
8. Hitung tebal run off : Tebal run off = Volume run off (m3)/ Luas DAS (m2)
............. (12)
9. Hitung koefisien run off Koefisien run off = Tebal run off (mm)/ Curah hujan (mm)
44
Jumlah Curah Hujan Bulanan, hari hujan, hujan maks
Peta Erosivitas
Peta Jenis tanah
Pengukuran sifat fisik tanah
Peta erodibilitas
Peta Topografi
Analisis Digital Elevation Model
Penggunaan lahan
Peta Kemiringan dan Panjang Lereng
Hasil Data Quesioner
Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Parameter Permukaan : Slope, Arah aliran, Akumulasi aliran, Jaringan Sungai dan batas DAS
R
K
Stasiun Pengamatan Aliran Sungai
Debit Sungai
Hidrograf Aliran
LS
CP
Sampel Sedimen
Konsentrasi sedimen melayang
Hidrograf sedimen
Erosi aktual skala unit SPAS
Overlay Peta RKLSCP
Peta Kedalaman Tanah
Peta Besar Erosi (ton/ha/th)
Tingkat Bahaya Erosi Potensial Sistem Informasi Geografis
Gambar 10. Skema Metode Penelitian
Bandingkan
SDR
Erosi tahunan (ton/ha/th)
45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Letak dan Luas Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, DTA Cilebak termasuk ke dalam wilayah administratif Desa Nagrak, Desa Cikawao dan Desa Mandalahaji, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. Secara geografis terletak pada 107º43’12” - 107º43’48” BT dan 7º6’0” - 7º9’0” LS. DTA Cilebak merupakan bagian dari Sub DAS Citarum Hulu dengan luas sebesar 400,24 Ha.
Gambar 11. Peta Lokasi DTA Cilebak
46
B. Topografi Topografi DTA Cilebak dapat digambarkan dengan menggunakan analisis Digital Elevation Model (DEM). Dengan menggunakan DEM dapat diketahui kemiringan lereng yang terdapat pada daerah penelitian. Kemiringan lereng diturunkan dengan menggunakan metode Horn yang menduga kemiringan lereng pada topografi yang beragam. Luasan kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 8 dengan sebarannya pada Lampiran 3. Tabel 8. Persentase kemiringan lereng No. Kelas Lereng (%) 1. 0–8 2. 8 – 15 3. 15 – 25 4. 25 – 40 5. >40 Total
Kriteria Datar Landai Bergelombang Curam Sangat Curam
Luas (Ha) 73,07 82,00 119,49 102,19 23,49 400,24 Ha
Persentase (%) 18,26 20,49 29,85 25,53 5,87 100
Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa pada daerah penelitian mempunyai kelerengan yang bervariasi dari datar sampai sangat curam. Daerah yang datar sampai bergelombang pada umumnya terdapat pada dataran dan kaki bukit. Sedangkan lahan yang curam sampai sangat curam pada umunya terdapat di lereng bawah, tengah dan atas daerah perbukitan dan gunung. Secara garis besar kawasan ini merupakan daerah perbukitan dan gunung yang didominasi oleh kelas lereng bergelombang sebesar 119,49 Ha (29,85%). Pada tempat kedua, luasan kemiringan lereng tertinggi merupakan kemiringan lereng dengan kriteria curam yaitu sebesar 102,19 Ha (25,53%). Kemiringan lereng menentukan volume, kecepatan daya rusak maupun angkutan pada suatu lahan. Kemiringan yang semakin curam akan memperbesar peluang terjadinya erosi. Daerah ini memiliki potensi terjadinya erosi yang cukup tinggi apabila dalam pemanfaatannya tidak memperhatikan aspek – aspek konservasi tanah dan air, sehingga perlu dilakukan suatu tinjauan dalam menentukan pola penggunaan lahan yang sesuai agar dapat meminimumkan erosi tanah yang terjadi.
47
Secara fisiografis daerah penelitian memiliki tingkat penyebaran ketinggian yang beragam. Variasi ketinggian berkisar antara 837,5 mdpl sampai dengan 1937,5 mdpl yang tersusun oleh unit-unit dataran, perbukitan dan pegunungan rendah (Lampiran 4). C. Curah Hujan Berdasarkan data curah hujan dari hasil pengukuran pada Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS) selama 2 tahun (2003 – 2004) dapat diketahui bahwa curah hujan tahunan rata – rata adalah sebesar 1403,7 mm, dengan rata – rata curah hujan bulanan sebesar 117. Sebaran curah hujan pada daerah penelitian terlihat perbedaan musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pada umumnya dimulai pada bulan November – April, sedangkan bulan kering dimulai pada bulan Mei – Oktober. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12, yang memperlihatkan curah hujan rata – rata bulanan. Perhitungan curah hujan harian tahun 2003 dan
Curah Hujan (mm)
tahun 2004 dapat diketahui pada Lampiran 5 dan 6.
400 350 300 250 200 150 100 50 0 Jan
Mar
Mei
Juli
Sept
Nov
Bulan Tahun 2003
Tahun 2004
Gambar 12. Grafik rata – rata hujan bulanan D. Tanah dan Geologi Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail DAS Citarum Hulu pada daerah penelitian terdapat tanah dengan golongan Asosiasi Inceptisol, Alfisol, Mollisol, golongan Mollisol dan golongan Mollisol, Inceptisol. Asosiasi
48
Inceptisol dan Mollisol didominasi oleh jenis tanah Aquic eutropepts, Typic paleudalfs, Aquic hapludoll, Typic argiudoll, Oxic argiudoll, Typic hapludoll dan Typic eutropepts. Sedangkan untuk golongan Mollisol didominasi jenis tanah Oxic argiudoll dan Typic hapludoll. Tanah Mollisol berkembang dari batu endapan kapuran, napal dan andesit – basalt, koral dan volkan intermediate, pada fisiografi dataran, karst, perbukitan, pegunungan dengan bentuk wilayah berombak sampai bergunung. Inceptisol berkembang pada aneka penampilan fisografi, bahan induk dan iklim. Tanah Alfisol berkembang dari aneka bahan induk, yang mencakup : batu beku (batu beku dalam/ batu plutonik/ ultramafik, basalt, breksi – andesit), batu endapan (batu kapur/ batu gamping, batu lempung batu pasir, napal), batu malihan dan bahan volkanik. Tanah ini menempati loka pada ketinggian beberapa meter sampai 3.000 mdpl dengan muka air tanah yang tinggi sampai berpengatusan baik, pada fisiografi volkan, pegunungan, perbukitan, karst, angkatan, lipatan atau dataran, dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung. Peta penyebaran golongan tanah dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan peta land system padanan bentuk lahan pada DTA Cilebak terbagi menjadi dua tipe. Tipe pertama berupa daratan yang terbentuk akibat pengaruh aliran lava basa/ sedang yang agak tertoreh. Litologi (Jenis batuan atau mineral murni) berupa batuan beku basa dengan jenis basal, andesit, breksi, tefra berbutir halus. Bentuk lahan tipe kedua merupakan pegunungan yang berbentuk basaltic stratovolcanoes/young intermediate. Litologi berupa batuan beku dasar berupa andesit, basalt, tefra berbutir halus dan kuarsa berbutir halus. E. Penggunaan Lahan Identifikasi penggunaan lahan dilakukan berdasarkan hasil observasi di lapangan dan peta penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 1999 dan dilakukan cek lapangan pada saat ini untuk mengetahui perubahan pola penggunaan lahan. Secara umum kondisi penutupan lahan pada DTA Cilebak terjadi penurunan luasan lahan berhutan,
49
di antaranya disebabkan oleh semakin meningkatnya pengkonversian kawasan penggunaan lahan hutan menjadi kawasan budidaya non kehutanan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang semakin membutuhkan lahan garapan dan perkembangan kegiatan pembangunan lainnya. Selain itu, juga ditambah semakin maraknya perambahan lahan dan illegal logging serta secara periodik sering terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan. Pada praktek penggunan lahan pada daerah penelitian ditemui adanya tumpang tindih penggunaan lahan, praktek penggunaan dan pengelolaan lahan yang tidak tepat serta terjadinya perambahan hutan. Hal – hal tersebut menimbulkan peluang besar bagi terbentuknya perluasan lahan terbuka dan lahan kritis yang sangat rentan terhadap erosi. Penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dikategorikan
menjadi
enam jenis penggunaan lahan, yaitu : kebun campuran, sawah, semak belukar, hutan, pemukiman dan ladang/tegalan. Penyebaran penggunaan lahan dapat di lihat pada Lampiran 8. Tabel di bawah ini menggambarkan luasan maupun persentase dari masing – masing jenis penggunaan lahan : Tabel 9. Jenis penggunaan lahan Jenis Penggunaan Lahan Hutan Kebun Campuran Ladang, Tegalan Pemukiman Sawah Semak Belukar Total
Luas (Ha) Persentase (%) 54,510 14,0631 2,527 0,652 151,460 39,075 38,956 7,471 22,19 4,545 132,537 34,193 400,24 100
Berdasarkan tabel di atas, semak belukar merupakan jenis penggunaan lahan dengan luasan kedua terbesar, yaitu sebesar 132,537 ha (34,193%). Semak belukar merupakan kawasan yang didominasi oleh jenis tumbuhan semak, perdu, herba maupun rumput. Pada daerah penelitian, semak belukar ini terbentuk akibat rusaknya hutan. Masyarakat sekitar membuka hutan untuk dijadikan ladang/ kebun. Pembukaan lahan tersebut dilakukan dengan jalan melalui pembakaran hutan. Pembakaran tersebut seringkali melewati batas
50
area yang diinginkan sehingga merusak kawasan hutan lebih luas lagi. Pada kawasan yang terbuka ini tidak dilakukan penangan lebih lanjut sehingga terbengkalai dan menumbuhkan tanaman semak belukar. Semak belukar ini berada di daerah topografi yang curam sampai sangat curam sehingga memerlukan penanganan yang serius untuk mencegah terjadinya erosi dan longsor.
Gambar 13. Penggunaan lahan hutan kerapatan rendah Hutan merupakan areal yang didominasi oleh pepohonan, semai, dan semak belukar. Hutan yang tersisa pada daerah ini terletak di topografi yang berlereng curam, bukit dan puncak gunung dengan kerapatan yang rendah. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dikarenakan dilakukannya kegiatan pembakaran hutan oleh masyarakat untuk beralih fungsi menjadi ladang maupun perkebunan. Kondisi ini menjadikan kawasan hutan menjadi tidak produktif lagi dan fungsinya sebagai daerah resapan menjadi tidak signifikan. Kawasan hutan seharusnya memiliki proporsi terbesar karena terletak di daerah hulu. Pada kasus ini, dengan semakin berkurangnya hutan, erosi pada puncak gunung dapat terlihat dengan jelas karena tidak adanya penutupan tajuk. Luasan lahan hutan primer yang cenderung semakin berkurang dan sebaliknya areal-areal semak belukar maupun alang-alang yang semakin meluas tentu dapat mengakibatkan lahan yang terbuka menjadi semakin luas atau sebaliknya luasan penutupan lahan (land covering) menjadi semakin
51
sedikit. Kondisi lahan seperti itu sangat rentan dan dapat meningkatkan laju limpasan air permukaan (surface runoff) maupun tanah tererosi. Ladang/ tegalan merupakan jenis usaha tani lahan kering dengan jenis tanaman semusim atau tahunan. Pada umumnya tanaman yang diusahakan adalah jagung, ubi jalar, kacang tanah, ketimun, cabai, yang ditanam secara kombinasi dengan menggunakan tanaman tersebut dengan banyak dua sampai tiga jenis tanaman.Petani yang mendapatkan pengairan dari sumber air, menggunakan lahannya secara rotasi antara ladang dan sawah. Pada musim kemarau lahannya digunakan sebagi ladang dan pada musim penghujan digunakan sebagai areal sawah. Petani yang tidak mendapatkan pengairan menggunakan sistem ladang secara terus menerus dengan 3 – 4 kali musim tanam dengan jenis tanaman yang berbeda – beda untuk setiap jangka waktu tersebut. Sawah merupakan areal pertanian lahan basah yang ditanami secara monokultur dengan tanaman padi. Usia tanam padi sampai dengan panen berkisar antara 5 – 6 bulan, sesudah masa panen pada umunya petani mengganti jenis penggunaan lahan dengan jenis ladang, dengan tanaman jagung, singkong, ketimun, ubi jalar dan sebagainya. Areal persawahan terletak pada daerah hilir DTA Cilebak dengan kondisi topografi yang relatif datar. Kebun campuran merupakan lahan yang ditumbuhi oleh tanaman pangan dan tanaman tahunan termasuk pohon – pohonan. Secara umum, pada kebun campuran dapat ditemui tanaman pangan dan tahunan seperti tomat, ketimun, pisang, pohon buah – buahan atau kehutanan lainnya, seperti alpukat, mangga, bambu dan sengon. Masyarakat mengkombinasikan cara penanaman ini dengan maksud selain memperoleh hasil yang lebih cepat dari tanaman pangan mereka juga memiliki investasi dari pohon buah – buahan atau kehutanan yang waktu panennya lebih lama. Pemukiman merupakan areal yang didominasi oleh rumah dan bangunan lainnya. Jarak antar rumah relatif rapat, namun ada pula yang letaknya terpencar. Pemukiman tersebar dari daerah hilir sampai daerah hulu, mendekati ke arah kaki gunung dan gunung.
52
F. Karakteristik Daerah Aliran Sungai 1. Arah Aliran Arah aliran merupakan dasar/ basis dari seluruh proses modeling pada Daerah Aliran Sungai. Arah aliran ditunjukkan oleh sel khusus yang mempunyai nilai grid antara 1 – 128 yang didasarkan pada arah aliran yang akan mengalir pada sebuah sel khusus. Arah aliran diperoleh dari penurunan Digital Elevation Model (DEM) dengan menggunakan resolusi piksel berukuran 10 x 10m. Arah aliran dibentuk dengan terlebih dahulu menghilangkan sink yang terbentuk. Sink, merupakan suatu daerah yang terdapat di lembah yang sempit dimana lebar lembah tersebut lebih kecil dari sel. Sink menimbulkan permasalahan karena mengganggu topologi drainase dan harus dihilangkan untuk menghasilkan arah aliran.
Gambar 14. Peta Arah Aliran DTA Cilebak
53
Berdasarkan Gambar 14, pada delapan arah aliran yang terbentuk dapat diketahui arah aliran terbesar DTA Cilebak mengalir ke arah Timur Laut dengan luasan sebesar 122,17 Ha (30,52 %), aliran terendah mengalir ke arah selatan sebesar 1,10 Ha (0,27 %). Pada aliran sungai DTA Cilebak arah aliran sungai dari hulu ke hilir mengalir dari arah selatan ke utara dengan luasan yang sebagaian besar berada di timur laut. Tabel 10. Arah Aliran DTA Cilebak Parameter 1 2 4 8 16 32 64 128
Arah Aliran Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Utara Timur Laut
Total
Luas (Ha) 39,41 4,28 1,10 3,63 50,27 85,50 94,88 122,17
Persentase (%) 9,85 1,07 0,27 0,91 12,56 2136 23,70 30,52
400,24
100
2. Akumulasi Aliran Apabila arah aliran telah diketahui maka maka dapat diketahui area (selsel) yang mempunyai aliran air berlebih dibandingkan yang lainnya. Hal tersebut menggambarkan akumulasi aliran. Akumulasi aliran terkecil terdapat pada bagian yang ditunjukkan dengan sel terkecil yaitu dengan nilai 0 – 4500. Sel terkecil pada umumnya tersebar pada topografi yang memilki kemiringan yang relatif curam, karena sel – sel tersebut menunjukkan sumber – sumber air, yang dapat berupa mata air, Akumulasi terbesar berkisar diantara 36000 - 40500 sel yang merupakan daerah dengan topografi yang rendah (bagian hilir). Sel yang mempunyai akumulasi tertinggi merupakan daerah konsentrasi aliran dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan sungai. Akumulasi aliran dapat menggambarkan sel – sel yang memiliki jumlah air berlebih, informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan air tersebut, misalnya untuk kepentingan pengairan, irigasi, dan sebagainya.
54
Gambar 15. Peta Akumulasi Aliran DTA Cilebak 3. Jaringan Sungai Jaringan sungai diturunkan dari akumulasi aliran dengan minimum jumlah sel sebesar 100. Jumlah minimum sel tersebut menghasilkan jaringan sungai yang lebih spesifik dibandingkan sungai hasil digitasi Peta Rupabumi Indonesia. Terlihat bentuk sungai hasil digitasi dan model menunjukkan bentuk yang mirip, hal ini menunjukkan hasil model mempunyai tingkat kekakuratan yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengetahui paramater DAS lainnya melalui informasi jaringan sungai. Pola aliran (drainage pattern) saluran sungai Sub DAS Cirasea secara umum menyerupai bentuk cabang-ranting-pohon (dendritic patern). Jaringan di daerah hulu sungai lebih banyak dibandingkan dengan yang terdapat pada bagian hilir. Pola tersebut bila dikaitkan dengan sistem aliran sungai (drainage system) dapat mempercepat gerakan limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah.
55
Gambar 16. Peta Jaringan Sungai DTA Cilebak 4. Curvature, Profile Curvature, Planform Curvature Dengan menggunakan map calculator dapat diketahui jumlah sel yang mendominasi permukaan dengan nilai tertentu. Nilai positif menunjukkan cembung sedangkan nilai negatif menunjukkan cekung. Jumlah masing – masing sel ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 11. Jumlah sel pada Curvature, Profile Curvature, Planform Curvature Curvature
Profile curvature
Planform curvature
Nilai <0
0
>0
<0
0
>0
<0
0
>0
67787
21286
71231
73445
14867
71992
69378
21286
72150
Curvature merupakan bentuk dari permukaan untuk memahami erosi dan proses drainase, curvature terbagi menjadi dua bagian, yaitu : convex (cembung) dan concave (cekung). Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa DTA Cilebak didominasi oleh lereng yang bernilai positif (+), hal ini
56
mengindikasikan bahwa lereng permukaan tanah didominasi oleh bentuk cembung (convex). Menurut Arsyad (2000) erosi lembar lebih kuat terjadi pada pada permukaan cembung daripada permukaan cekung. Sedangkan pada permukaan cekung cenderung terbentuk erosi alur atau parit. Erosi alur merupakan penyebab utama terjadinya pengendapan.
Gambar 17. Peta Curvature DTA Cilebak Profile curvature menggambarkan arah dari kemiringan, terbagi menjadi dua, yaitu cekung (aliran lambat dan mengalami deposisi) dan cembung (peningkatan kemiringan dan erosi). Berdasarkan peta profil curvature, dapat diketahui aliran permukaan lebih banyak mengalir pada bentuk cekung. Aliran permukaan yang mengalir pada permukaan yang cekung akan mengalir dalam jangka waktu yang lebih lambat dibandingkan pada permukaan cembung Aliran yang mengalir membawa erosi tanah dapat mengalami deposisi dan mengendap pada permukaan tanah sehingga tidak sampai ke saluran air yang akan mengalir ke anak sungai maupun sungai. Berbeda dengan permukaan
57
cembung dengan peningkatan kemiringan akan mempercepat terjadinya erosi yang didukung oleh limpasan yang mengalir lebih cepat.
Gambar 18. Peta Profil Curvature DTA Cilebak Planform Curvature menggambarkan kurvatur suatu permukaan tegak lurus terhadap arah kemiringan dimana: cembung, aliran divergen mengindikasikan bukit dan cekung, aliran konvergen mengindikasikan adanya lembah. Berdasarkan data yang terdapat dari hasil intepretasi Planform Curvature menunjukkan bahwa daerah penelitian berada pada topografi berbukit.
58
Gambar 19. Peta Planform Curvature G. Erosi 1. Faktor penduga erosi a. Erosivitas Hujan Erosivitas hujan merupakan ukuran keagresifan curah hujan untuk menimbulkan erosi tanah melalui kekuatan merusak butir – butir air hujan dan air limpasan yang terbentuk. Erosivitas ini akan mempengaruhi terjadinya erosi dengan energi dari curah hujan tersebut.Dengan menggunakan data curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dan hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut dapat diketahui nilai erosivitas hujan tahun 2003 – 2004 pada DTA Cilebak adalah sebesar 1968,79.
59
b. Erodibilitas Tanah Nilai erodibilitas tanah pada daerah penelitian diperoleh melalui pengambilan lima sampel titik tanah yang tersebar di daerah penelitian pada kedalaman 5 cm dari permukaan tanah. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui nilai erodibilitas tersebar antara 0,10 sampai 0,18. Tabel 12. Nilai erodibilitas tanah Tekstur Profil
Kedalaman
Pasir
Pasir
Kasar
Sangat
Debu
Liat
Struktur
Halus (%)
(%)
Kode
(%)
Bahan Organik (%)
Perembihan (cm/jam)
K
(%)
I
0 – 5 cm
5.94
0.59
9.6
83.90
3
1,988
7,86
0.14
II
0 – 5 cm
4.29
0.98
21.66
73.07
2
2,127
6,87
0.10
III
0 – 5 cm
25.6
2.12
25.26
47.02
3
2,265
3,19
0.18
IV
0 – 5 cm
14.94
2.64
18.07
64.35
3
2,645
5,84
0.15
V
0 – 5 cm
16.41
1.92
31.04
50.63
3
3,458
4,47
0.15
Erodibilitas tanah dengan nilai sebesar 0,18 menunjukkan bahwa tanah tersebut lebih rentan terhadap erosi dibandingkan jenis tanah lainnya. Nilai erodibilitas tanah pada daerah penelitian digolongkan ke dalam kelas sangat rendah sampai sedang. Dari kelima titik sampel dilakukan interpolasi sehingga untuk setiap grid pada daerah penelitian dapat diketahui nilai erodibilitasnya. Tekstur tanah didominasi oleh fraksi liat. Tekstur tanah yang didominasi oleh liat mempunyai kemampuan dalam menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi serta kemampuan pengikatan air dalam tanah. Struktur tanah didominasi oleh butiran dengan mutu halus sampai sedang. Tanah dengan struktur butiran memuliki pori – pori tanah halus (kecil) lebih banyak dibandingkan dengan pori – pori tanah besar. Dengan struktur tanah lekat lengket pada musim kemarau dapat menimbulkan retak yang cukup besar. Pori - pori tersebut mempengaruhi nilai perembihan tanah, berdasarkan kriteria Dangler et.al
60
(1976) dalam Purwowidodo (1999), kelas perembihan pada daerah penelitian termasuk ke dalam kelas lambat sampai sedang. c. Faktor Topografi Faktor topografi yang sangat berperan dalam hal ini adalah faktor panjang lereng dan kemiringan lereng. Pada daerah penelitian pada grid dengan ukuran 5 m x 5 m, berkisar antara panjang lereng berkisar antara 5 m pada topografi datar sampai sepanjang 15,146 m pada topografi dengan lereng sangat curam. Panjang lereng ini menunjukkan rentang jarak antara titik awal limpasan sampai titik air limpasan memasuki suatu outlet yang dapat berupa selokan, anak sungai, sungai maupun titik yang menunjukkan terjadinya pengurangan drastis kecepatan limpasan sehingga berkurang bahkan menjadi tidak erosif lagi. Lahan – lahan berlereng panjang merangsang
terjadinya
pelonggokan
air
limpasan,
meningkatkan
kecepatan, daya rusak dan daya angkutnya, terutama ketika sampai di kaki bukit. Akibatnya laju erosi pada bagian ini lebih besar dibandingkan pada bagian puncaknya. Hasil perhitungan faktor kemiringan dan panjang lereng yang diintegrasikan sebagai LS di daerah penelitian berkisar antara 0 sampai dengan 17,907. Nilai LS sebesar 0 berada pada daerah dengan topografi datar yang mempunyai kemiringan sebesar 0%. Sedangkan nilai LS sebesar 17,907 dimiliki oleh lereng dengan kemiringan lereng terbesar yaitu 86,6302%. Secara garis besar faktor LS ini sangat dipengaruhi oleh kecuraman lereng di daerah penelitian. d. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Teknik Konservasi Tanah Pengelolaan tanaman yang terdapat di daerah penelitian bervariasi tergantung pada penggunaan lahan yang dilakukan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan (Lampiran 9) dan menggunakan data sekunder berdasarkan penelitian sebelumnya (Lampiran 1 dan 2) dapat diketahui faktor pengelolaan tanaman dan teknik konservasi pada daerah tersebut.
61
Faktor penegelolaan tanaman di daerah penelitian dijabarkan sebagai berikut pada Tabel 13 : Tabel 13. Faktor pengelolaan tanaman No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Macam Penggunaan Padi Jagung Kebun Campuran Kerapatan Sedang Kebun Campuran Kerapatan Tinggi Hutan alam serasah kurang Semak Belukar Ubi Kayu + Kacang Tanah Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami Tanah terbuka Sawah tadah hujan
Faktor C 0.561 0.7 0.2 0.1 0.005 0.03 0.195 0.079 1 0.01
Petani ladang pada umumnya menggunakan sistem penanaman tumpang sari, secara bersamaan atau bergilir. Selain mendapatkan hasil ganda, penanaman tumpang sari dilakukan sebagai salah satu cara dalam meningkatkan daya guna tanah dan mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman. Pada umumnya petani mengetahui pentingnya aspek konservasi untuk mencegah terjadinya erosi maupun longsor. Karena keterbatasan pengetahuan dan modal, para petani pada umumnya menggunakan teknik konservasi berupa guludan dan pembuatan teras bangku tradisional.
Gambar 20. Penggunaan guludan
62
Untuk mencegah air menggenangi lahan mereka, para petani menggunakan saluran yang pada akhirnya akan bermuara di saluran air ataupun anak sungai. Tujuan pembuatan saluran pembuangan air ini adalah untuk mengumpulkan air aliran permukaan
sehingga tidak
mengalir ke lahan pertanian. Teknik konservasi tanah yang dilakukan adalah : Tabel 14. Faktor konservasi tanah No. 1. 2. 3. 4. 5.
Teknik Konservasi Tanah Teras tradisional Mulsa Jerami (1 ton/ha/tahun) Tanpa tindakan konservasi Pertanaman garis tinggi (kemiringan >21%) Guludan
Faktor P 0.40 0.80 1 0.90 0.14
Kurangnya faktor konservasi tanah bahkan tidak dilakukannya usaha tersebut telah menimbulkan akibat yang merugikan, baik di bagian hulu yangmenyebabkan erosi di bagian hulu dan menurunnya kesuburan dan produktivitas tanah maupun di bagian hilir dalam bentuk banjir maupun pengendapan lumpur di waduk dan saluran irigasi. 2. Laju Erosi Pendugaan laju erosi dihitung dengan menggunakan persamaan matematis Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan nama USLE. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan resolusi piksel sebesar 5 m x 5 meter sehingga masing – masing luas piksel sebesar 25 m2.
Dengan
mengklasifikasikan laju erosi maka dapat diketahui masing – masing luasannya yang dapat dilihat pada tabel berikut :
63
Tabel 15. Presentase nilai laju erosi No. 1. 2. 3. 4. 5.
Klasifikasi Laju Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Kriteria (ton/ha/thn) <15 15 – 60 60 – 180 180 – 480 >480
Luas (Ha) 296,36 11,48 67,97 23,49 1,15
Persentase (%) 74,04 2,87 16,98 5,87 0,29
Secara umum dapat diketahui erosi yang terjadi di daerah penelitian didominasi oleh laju erosi dengan kriteria sangat ringan dengan luasan mencapai 296,36 Ha (74,04%) dan luas terkecil dengan kriteria sangat berat sebesar 1,15 Ha (0,29%). Tetapi perlu diperhatikan laju erosi dengan kriteria sedang sampai berat mempunyai proporsi luasan yang cukup besar, yaitu mencapai 22,85% dari luas total DTA Cilebak. Hal ini perlu dilakukan penangan lebih lanjut agar tidak semakin membesar nilainya. Berdasarkan hasil perhitungan, rata – rata laju erosi yang terdapat di DTA Cilebak dengan menggunakan metode USLE adalah sebesar 28,74 ton/ha/tahun dengan erosi tahunan sebesar 11.502,89 ton/tahun. Faktor penduga erosi saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Perubahan salah satu faktor erosi dapat merubah laju erosi yang terjadi meskipun faktor lainnya berada dalam kondisi yang tetap. Laju erosi yang tinggi sebagian besar terjadi pada piksel yang memiliki kemiringan lereng curam sampai sangat curam dengan kemiringan >25%. Hal tersebut menurut Arsyad (2000) kemiringan lereng selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar energi angkut air. Selain dari pada itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir – butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Hal tersebut didukung oleh pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah yang tidak mendukung. Pada kemiringan curam sampai sangat curam pengelolaan tanaman didominasi oleh semak belukar dan hutan. Kerapatan hutan dan terbukanya lahan dapat memperbesar terjadinya erosi. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan melakukan teknik konservasi tanah yang sesuai. Dengan kemiringan yang tinggi apabila kerapatan hutan tinggi akan
64
memperkecil terjadinya erosi karena terdapatnya tajuk sebagai pelindung dan air lebih mudah terinfiltrasi ke dalam tanah. Erosi yang rendah terjadi pada lahan yang memiliki kemiringan <15%, dengan penggunaan lahan yang memiliki kerapatan yang relatif rapat, yaitu penggunaan ladang/ tegalan, kebun campuran dan hutan. Pengunaan sistem tumpang sari mempengaruhi terhadap laju erosi. Tajuk yang rapat membantu tanah untuk mengurangi tumbukan air hujan. Curah hujan sebesar 1403,7 mm/tahun dengan erosivitas sebesar 1968,79 memiliki kemampuan uantuk menyebabkan erosi yang cukup tinggi terutama apabila pada intensitas hujan yang tinggi dengan curah hujan yang relatif besar. Menurut Asdak (1995) kemampuan air hujan sebagai penyebab erosi adalah bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan . Sedangkan di sisi lain erosivitas hujan sangat berkaitan dengan energi kinetik atau momentum, yaitu parameter yang berasosiasi dengan laju curah hujan atau volume hujan. Dengan demikian curah hujan yang tinggi akan memperbesar nilai erosivitas. Faktor erodibilitas yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tanah untuk tererosi, tetapai hal ini akan dipengaruhi kondisi pengelolaan tanaman dan konservasi. Sebagai contoh pada erodibilitas tanah yang tinggi apabila digunakan ebagai penggunaan lahan hutan dengan kerapatan tinggi akan mengurangi resiko terjadinya erosi tanah, begitu pula apabila erodibilitas tanah yang tinggi digunakan sebagai tanah kosong akan meningkatkan laju erosi. 3. Tingkat bahaya Erosi Tinggi rendahnya laju erosi yang terjadi pada suatu wilayah belum dapat memberikan informasi bahaya erosi yang terjadi. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari kedalaman tanah, laju erosi yang sama apabila terjadi pada jenis tanah dengan kedalaman yang berbeda maka akan menghasilkan tingkat bahaya erosi yang berbeda pula. Prakiraan erosi tahunan rata – rata dan kedalaman tanah dipertimbangkan untuk menentukan tingkat bahaya erosi.
65
Menurut Soil Survey Staff (1998), tanah – tanah yang terdapat di daerah penelitian, yaitu Inceptisol, Mollisol dan Alfisol merupakan tanah bersolum dalam dengan kedalaman tanah >90 cm. Karena penentuan tingkat bahaya erosi hanya menggunakan satu kriteria kedalaman tanah, maka hasil yang didapat tidak berbeda tingkat bahaya erosinya apabila dibandingkan dengan laju erosi yang sebelumnya diketahui. Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat bahaya erosi di daerah penelitian berkisar dari kriteria sangat ringan sampai sangat berat yang dapat diketahui pada Tabel 16. Tabel 16. Presentase nilai tingkat bahaya erosi No. 1. 2. 3. 4. 5.
Klasifikasi Laju Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Luas (Ha)
Persentase (%)
296,36 11,48 67,97 23,49 1,15
74,04 2,87 16,98 5,87 0,29
Lahan yang memiliki laju erosi sangat berat dengan kedalaman yang sama dengan laju erosi sangat ringan akan mempunyai tingkat bahaya erosi yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pandapat Hendriani (2000) yang mengatakan pada lahan yang memiliki solum dalam, erosi yang terjadi tergolong sangat berat, karena laju kehilangan tanahnya masih lebih besar dibandingkan laju pembentukan tanahnya. Sedangkan apabila laju erosinya rendah, tingkat bahaya erosinya akan ringan, karena laju kehilangan tanah masih lebih kecil dibandingkan laju pembentukan tanahnya. Untuk mengetahui penyebaran tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada Gambar 21.
66
Gambar 21. Peta tingkat bahaya erosi DTA Cilebak
67
H. Hidrologi 1. Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit Dicharge Rating Curve diperoleh dari data pengukuran Tinggi Muka Air (TMA) dan pengukuran debit yang dilakukan secara berulang seperti yang tercantum pada Lampiran 10. Lengkung aliran ini perlu untuk diketahui karena dapat digunakan untuk menduga besarnya debit aliran dengan menggunakan data TMA. Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi menggunakan data TMA dan debit pada, diperoleh persamaan sebagai berikut: Q = 177,828 x TMA2.64 ............................................................................... (13) Keterangan : Q
= Debit (m3/detik)
TMA = Tinggi Muka Air (m) Model persamaan lengkung aliran memiliki nilai koefisisen determinasi (R2) sebesar 98%, hal ini menunjukkan bahwa tinggi muka air dapat menggambarkan debit sebesar 98%. Dengan nilai tersebut persamaan ini dapat digunakan untuk menduga debit. Hasil analisis hubungan tinggi muka air dan debit terdapat pada lampiran 11.
2.500
Debit (m3/s)
2.000 Q = 177.828 x TMA 1.500
2.64
2
R = 0.98 1.000
G 0.500 a 0.000 0
0.05
0.1
0.15
0.2
Tinggi Muka Air (m)
G Gambar 22. Grafik hubungan tinggi muka air dengan debit Berdasarkan rumus tersebut dapat diketahu besarnya debit pada rata – rata tahun 2003 dan 2004 seperti tercantum pada tabel berikut :
68
Tabel 17. Rata – rata debit bulanan tahun 2003 dan 2004 Bulan
Tahun 2003 (m3/detik) 6,798 15,782 9,503 4,665 2,281 1,031 0,528 0,616 0,847 2,077 2,617 3,297 50,043
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Tahun 2004 (m3/detik) 3,902 4,118 6,032 37,007 4,450 1,338 1,756 0,584 2,602 0,565 3,671 9,607 75,632
Debit rata – rata bulanan terbesar terjadi pada bulan – bulan basah dengan debit terbesar terjadi pada bulan Februari tahun 2003 dan bulan April tahun 2004. Terjadinya peningkatan debit ini selain dipengaruhi oleh adanya perubahan curah hujan yang meningkat, penurunan kawasan resapan dapat mengakibatkan penurunan infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan.
Rasio Qmaks/Qmin
100 80 60 40 20 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst Sept
Okt
Nov
Des
Bulan Tahun 2003
Tahun 2004
Gambar 23. Rasio Qmaks/Qmin bulanan Tahun 2003 – 2004 Pada Gambar 23, dapat dilihat bahwa nilai Qmaks/Qmin bervariasi setiap bulannya, dengan rasio yang cukup besar pada bulan basah. Rasio terkecil pada tahun 2003 sebesar 3,82 pada bulan Juli dan September, sedangkan rasio terbesar pada bulan Januari sebesar 27,50. Pada tahun 2004,
69
rasio terbesar pada bulan April sebesar 89,86, terkecil pada bulan Agustus dan Oktober sebesar 2,12. Nilai fluktuasi debit (NFD) yang semakin tinggi pada tahun 2004 perlu dicermati lebih lanjut. Besar kecil debit dipengaruhi oleh curah hujan dan kemampuan DAS dalam menerima, menyimpan dan mengalirkan air hujan. Besar kecilnya debit sungai mengindikasikan kritis tidaknya lahan, sehingga analisis terhadap kejadian debit ekstrim diperlukan dalam merencanakan tindakan pembangunan pada daerah tersebut. Debit ekstrim pada tahun 2004 terjadi pada bulan April dengan rasio Qmaks/Qmin sebesar 89,86 mengindiksikan penurunan fungsi resapan yang sangat besar. Hal ini memberikan informasi bahwa DTA Cilebak berada pada kondisi sedang. Kriteria ini berdasarkan SK. Menhut No.52/KPTS – II/2001 bahwa NFD <50 menunjukkan DAS dalam kondisi baik, NFD berkisar antara 50 – 120 menunjukkan DAS dalam kondisi sedang dan NFD <120 menunjukkan DAS dalam kondisi buruk. Tingginya perbandingan fluktuasi Qmaks/Qmin menimbulkan ancaman terjadinya kekeringan pada musim kemarau dan penurunan muka air tanah yang cukup tajam. Bila kemampuan menyimpan air dari suatu daerah dalam kondisi yang baik maka maka fluktuasi debit air pada musim hujan dan kemarau adalah kecil. Kemampuan menyimpan air ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi vegetasi, tanah, dan sebagainya. Terbatasnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah pada musim kemarau berdampak pada sedikitnya jumlah air yang memasok air tanah (groundwater), sehingga debit air sungai menjadi kecil, hal ini didukung pula oleh kondisi muka air yang menurun. Pada kondisi DAS yang baik, fluktuasi antara debit sungai di musim penghujan dan kemarau adalah kecil, karena sebagian besar curah hujan dapat diserap ke dalam tanah, sehingga aliran permukaan sangat kecil. Hasil pengukuran tinggi muka air dan debit tahun 2003 dan 2004 dapat dilihat pada Lampiran 12 – Lampiran 15 .
70
2. Hubungan debit, debit sedimen dan curah hujan Dengan melakukan pengukuran debit dan konsentrasi sedimen secara berulangkali seperti yang tercantum pada Lampiran 10, dapat diperoleh persamaan yang menggambarkan hubungan debit dan sedimen, yaitu : Qs = 0.078 x Q1.61 ………………………………………………………… (14) Keterangan : Qs = Debit sedimen (ton/ha/hari) Q = Debit (m3/detik) Model persamaan ini menunjukkan nilai koefisien determinasi sebesar 93,3 %, hal ini berarti 93,3 % sedimen dapat diduga dengan menggunakan informasi debit. Hasil regresi hubungan debit dan sedimen tercantum pada Lampiran 16. 0.300
Q (ton/hari)
0.250
1.61
Q = 0.079 x Q
0.200
2
R = 0.93 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
Q (m3/s)
Gambar 24. Hubungan Debit dan Debit Sedimen Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan 13, dapat diketahui debit rata – rata yang terjadi pada tahun 2003 sebesar 0.1398 m3/detik dan pada tahun 2004 mengalami kenaikan menjadi sebesar 0.2082 m3/detik. Kenaikan debit ini diikuti oleh kenaikan debit sedimen pada DTA Cilebak. Pada tahun 2003 debit sedimen adalah sebesar 2.47086 ton/ha/tahun dengan rata – rata debit sedimen perhari mencapai 0.00699 ton/ha/hari. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan debit sedimen yang cukup besar yaitu mencapai 9,08534 ton/ha/tahun dengan rata – rata debit sedimen perhari sebesar 0.0251
71
ton/ha/hari. Pengukuran debit sedimen tahun 2003 dan 2004 tercantum dalam Lampiran 17 dan Lampiran 18. Nilai debit sedimen melayang secara umum relatif
besar. Hal ini
menggambarkan kondisi biogeofisik sebagian besar DTA Cilebak relatif mengalami gangguan terutama pada kondisi hidrologisnya yang diduga akibat perluasan lahan terbuka terutama semak belukar dan rendahnya kerapatan hutan maupun penggunaan lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Bahkan ditambah oleh kondisi lereng yang relatif bergelombang dan curam dan pola jaringan sungai yang berbentuk dendritik yang bersifat cepat mengalirkan limpasan air sungai. Hujan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan debit dan debit sedimen. Untuk mengetahui pengaruh hujan terhadap debit dan debit sedimen maka dapat diketahui berdasarkan data curah hujan, debit dan debit sedimen tahun 2003 dan 2004 seperti terlihat pada
25
0
20
50 100
15
150 10
200
5
CH (mm)
Q dan Qs (m3/s)
Gambar 25.
250
0
300 Jan
Feb Mar Apr
Mei Juni
Juli Agst Sept Okt
Nov Des
Bulan CH bulanan
Q bulanan
Qs bulanan
Gambar 25. Grafik hubungan curah hujan, debit dan debit sedimen Berdasarkan Gambar 25 diketahui bahwa debit aliran memiliki kolerasi positif dengan debit sedimen. Semakin tinggi debit sungai semakin tinggi pula debit sedimen, begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi debit sungai maka kecepatan arus sungai akan semakin meningkat sehingga endapan yang berada pada dasar sungai dan tanah yang terkikis oleh pengikisan arus sungai akan terbawa.
72
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soewarno (1991) yang menyatakan dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai dan material tersebut dapat dapat terangkut kembali apabila kecepatan aliran cukup tinggi. Besarnya angkutan sedimen terutama tergantung pada perubahan kecepatan aliran. Angkutan sedimen dapat bergerak, bergeser di sepanjang sungai, tergantung pada komposisi sedimen (ukuran dan berat jenis) dan kondisi aliran (kecepatan dan kedalaman aliran). Hujan maksimum merupakan jumlah hujan terbesar yang terjadi pada suatu waktu tertentu. Berikut ini merupakan tabel yang menggambarkan hujan maksimum setiap bulannya dengan debit yang ditimbulkan pada tahun 2004. Tabel 18. Hubungan curah hujan maksimum terhadap debit tahun 2004 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
CH maks (mm) 30,7 31,4 23,7 59,7 29,1 8,3 3,4 2,5 32,2 11,3 50,9 45,6
Debit (m3/s) 0,226 0,106 2,888 10,306 3,266 0,308 0,308 0,106 0,106 0,106 0,159 0,106
Sifat hujan akan berpengaruh terhadap debit, terutama jumlah, intensitas dan lama hujan. Tingginya curah hujan tidak selalu diikuti oleh kenaikan debit. Hal ini terjadi karena pengaruh curah hujan yang tinggi, hujan dengan durasi panjang dan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan peningkatan debit secara positif, tetapi hujan dengan durasi yang lama tetapi intensitas hujan yang kecil tidak memberikan pengaruh peningkatan debit. Hal ini dikarenakan tanah tidak menjadi jenuh dengan cepat sehingga limpasan yang terbentuk kecil karena air lebih banyak meresap ke dalam tanah. Curah hujan maksimum pada tahun 2004 terjadi pada bulan April sebesar 59,7 mm mampu menghasilkan debit puncak sebesar 10,306 m3/s. Sedangkan hujan maksimum
73
terkecil terjadi pada bulan Agustus sebesar 2,5 mm dengan debit puncak 0,106 m3/s. Terlihat pada tabel, pada curah hujan yang mulai meningkat setelah bulan kering (Mei – Oktober) tidak disertai oleh peningkatan debit dan debit sedimen yang drastis. Pada saat ini laju infiltrasi tanah masih tinggi. Rasio debit terhadap hujan pada tahun 2003 adalah sebesar 21,62% sedangkan pada tahun 2004 sebesar 24,36%. Dengan menggunakan persamaan pada neraca air, dimana presipitasi merupakan jumlah dari debit dan evapotranspirasi, maka berdasarkan rasio tersebut dapat diketahui hujan yang turun pada tahun 2003 sebesar 21,62% dan tahun 2004 sebesar 24,36% menjadi debit sedangkan sisanya teruapkan melalui evapotranspirasi dan masuk ke dalam tanah. Hal ini selain dipengaruhi curah hujan juga dipengaruhi oleh karakteristik penggunaan lahan di DTA Cilebak. DTA Cilebak didominasi oleh kawasan hijau (hutan, semak belukar dan ladang/tegalan) seluas 341,034 Ha, sedangkan kawasan pemukiman dan sawah yang jenuh atau sulit ditembus air sebesar 61,416 Ha. Kemampuan tumbuhan hijau untuk menguapkan air mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan neraca air di DTA Cilebak. Hal ini akan mengurangi air yang akan menjadi limpasan dan mengisi air tanah, selain itu pada kondisi hujan dengan durasi dan intensitas yang tinggi kawasan hijau terutama hutan akan dapat meresapkan air dengan baik karena kondisi perakaran yang kuat dan adanya serasah penutup tanah. 3. Hidrograf Hidrograf aliran dapat memberikan gambaran tentang kondisi suatu daerah aliran sungai. Hidrograf dapat menggambarkan karakteristik limpasan langsung dan aliran air tanah yang masing – masing dapat diketahui secara terpisah. Hasil perhitungan dari data yang diambil pada SPAS dengan menggunakan
AWLR
menunjukkan
beberapa
kejadian
hujan
yang
menghasilkan run off dan hidrograf yang berlainan. Hasil pengukuran hidrograf dari beberapa kejadian hujan dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 19.
74
Tabel 19. Kondisi hidrograf pada beberapa kejadian hujan di DTA Cilebak Tanggal
CH (mm)
17/02/05 15,5 30/03/05 39,5 12/07/05 44.8 31/10/05 31,8 02/11/05 17.7 Rata 29,86 Rata Keterangan : CH Tp Vol. DRO
Intensitas hujan (mm/menit)
Tp (jam)
Tb (jam)
Qp (m3/s)
Tebal run off (mm)
0,17 0,33 3.35 0,18 0.06 0,82
0,5 1 0,5 1 1,5 0,9
1 1,5 5 2 3,5 2,5
0,308 34,956 0,814 1,409 0,407 8,319
0,079 15,909 1,281 0,896 0.355 3,704
= Curah hujan = Waktu mencapai puncak = Volume aliran permukaan
Koef. run off (%) 0,5 40,3 2,9 2,8 2 9,7
Vol. DRO (m3) 315,71 63675,07 5128,81 3587,86 1421,53 14825,79
Tb = waktu dasar Qp = Debit puncak
Dari tabel di atas (Tabel 19) dapat diketahui rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak dan waktu mencapai dasar adalah sebesar 0,9 jam (54 menit) dan 2,5 jam (150 menit). Hal ini menunjukkan DTA Cilebak mempunyai karakteristik hidrograf aliran dengan waktu naik yang lebih cepat dibandingkan waktu untuk mencapai dasar. Dengan menggunakan analisis hidrograf sepert yang terlampir pada Lampiran 19, curah hujan yang jatuh di daerah outlet tidak meningkatkan debit secara signifikan. Dengan menggunakan informasi yang terdapat pada hidrograf waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk terjadinya peningkatan debit sungai dari waktu awal terjadinya hujan adalah sebesar 3,2 jam. Debit aliran yang meningkat berasal dari air yang mengalir dari daerah yang lebih tinggi dari daerah outlet. Hal ini terjadi karena terdapatnya waktu konsentrasi yang dibutuhkan oleh suatu aliran dari titik yang paling jauh (dalam waktu mengalir) ke tempat yang ditentukan setelah tanah menjadi jenuh dan depresi – depresi kecil terpenuhi (Arsyad, 2000). Dalam hal ini titik tertentu tersebut adalah outlet. Sehingga dapat diketahui bahwa kenaikan debit disebabkan adanya aliran air yang berasal dari hulu. Waktu naik (Tp) debit sampai pada debit puncak (crest) membutuhkan
rata – rata waktu selama 0,9 jam (54 menit). Hal ini
merupakan salah satu ciri dari sungai di bagian hulu yang memiliki hidrograf aliran dengan waktu naik dan menurun cepat.
75
Berdasarkan hasil perhitungan pada data tanggal 30 Maret 2005 yang merupakan salah satu kejadian ekstrim dimana puncak debit (Qp) dapat mencapai 34,956 m3/s, empat setengah kali lebih besar dari debit rata – rata pada bulan Maret (Tabel 15) dengan tebal run off dan DRO lebih besar dari rata – rata. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh pengaruh perebedaan jumlah curah hujan, intensitas angin, kelembaban tanah dan evapotranspirasi yang terjadi. Curah hujan dengan rata – rata intensitas sebesar 0,82 mm/menit mampu menghasilkan ketebalan run off sebesar 3,704 mm, volume DRO sebesar 14825,79 m3 dan menimbulkan koefisien limpasan sebesar 9.7%. Besarnya volume aliran langsung berkaitan dnegan nilai koefisien run off (C). Koefisien run off menunjukkan perbandingan antara besarnya run off terhadap besarnya curah hujan. Koefisien run off yang bervariasi dapat timbul karena adanya perbedaan laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui koefisien run off terkecil terjadi pada tanggal 17 Februari 2005 sebesar 0,5% sedangkan terbesar pada tanggal 30 Maret 2005 sebesar 40,3%. Hal ini memberikan informasi bahwa nilai run off berada dalam kondisi yang rendah sampai dengan sedang karena nilai koefisien run off berada di bawah 50%. Kriteria ini berdasarkan pernyataan Cook’s dan Kazumi Ueda (1971) dalam PPK – UGM (1989) , bahwa nilai run off berkisar antara 75% -100% merupakan kelas ekstrim, 50% - 75% merupakan kelas tinggi, 25% - 50% merupakan kelas sedang dan 0%- 25% merupakan kelas rendah. Terjadinya limpasan air yang besar menunjukkan bahwa DAS pada bagian hulu tersebut tidak lagi mampu menyerap curah hujan yang ada sehingga air yang diterima sebagian besar langsung dialirkan melalui aliran permukaan (run off) ke sungai. Terbatasnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah juga berdampak pada sedikitnya jumlah air yang memasok air tanah (groundwater).
Disamping
itu
besarnya
limpasan
permukaan
dapat
menimbulkan erosi, yang dicirikan oleh warna air sungai yang keruh (tidak jernih).
76
4. Sediment Delivery Ratio Bagian tanah yang tererosi ada yang sampai dan masuk ke dalam sungai dan ada yang terbawa ke luar daerah tampung atau daerah aliran sungai. Nisbah jumlah sedimen yang terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi disebut Sediment Delivery Ratio (SDR) atau Nisbah Pelepasan Sedimen (NSP). Berdasarkan hasil pengukuran sedimen pada unit SPAS diketahui besar laju erosi rata – rata erosi tahun 2003 – 2004 adalah sebesar 5,778 ton/ha/thn sehingga dalam satu tahun erosi yang terjadi di DTA Cilebak adalah sebesar 2312,59 ton/thn. Hasil pengukuran menggunakan metode pendugaan USLE, laju erosi rata - rata mencapai 28,74 ton/ha/thn dengan jumlah erosi total sebesar 11.503,185 ton/th. Berdasarkan hasil tersebut dapat dihitung besarnya erosi yang masuk ke dalam sungai dari seluruh erosi yang terjadi di daerah tersebut. Prosentase SDR diketahui bernilai 20,1%. Nilai SDR mendekati satu mengindikasikan seluruh erosi yang terjadi di daerah tersebut masuk ke dalam aliran sungai, hal seperti ini dapat terjadi pada daerah aliran sungai kecil atau tidak mempunyai daerah datar dan sifat lainnya yang memungkinkan terjadinya pengendapan sedimen di dalam daerah aliran. Pada kondisi DTA Cilebak dengan kondisi topografi yang beragam dengan daerah datar dan landai yang cukup luas, yaitu sebesar 38,75% dari luas keseluruhan apabila dibandingkan dengan prosentase kemiringan curam dan sangat curam sebesar 31,4 %. Daerah aliran sungai yang cukup luas (400,24 Ha) dan didukung oleh kawasan hijau dengan prosentase yang cukup besar memungkinkan bagi erosi yang terangkut untuk mengalami pengendapan sebelum sampai pada outlet. I. Perbandingan pendugaan erosi metode USLE dan Unit SPAS Pendugaan erosi menggunakan metode USLE mempunyai nilai pendugaan yang lebih besar daripada dengan menggunakan metode Unit SPAS. Kehilangan tanah karena erosi menggunakan metode USLE menghasilkan erosi potensial sebesar 11.502,89 ton/tahun dengan rata – rata laju erosi sebesar 28,74 ton/ha/th sedangkan dengan menggunakan Unit
77
SPAS rata – rata erosi yang dihasilkan pada tahun 2003 dan 2004 adalah sebesar 2.312,49 ton/tahun dengan laju 5,78 ton/ha/tahun. Pendugaan USLE dapat dikatakan over estimate karena besarnya skala pengukuran yang dilakukan dengan kondisi relief yang beragam. Ekstrapolasi hasil penelitian dari areal yang sempit ke areal yang lebih luas (DAS) dapat memberikan hasil yang keliru dan berbeda. Metode USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu landscape dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Arsyad, 2000). Jadi, erosi sebesar 11.502,89 ton/tahun tidak menggambarkan proses erosi secara keseluruhan, apabila ditambahkan dengan nilai dari pendugaan metode Unit SPAS hasilnya akan semakin besar. Hal ini menunjukkan ketepatan pendugan metode USLE dalam memprediksi erosi DAS masih meragukan, selain itu metode USLE tidak menggambarkan proses – proses penting dalam dalam proses hidrologi. Hal ini dikarenakan proses erosi yang terjadi merupakan akibat dari penyetaraan komponen – komponen penyusunnya, yang sebenarnya setiap komponen penyusun metode USLE memiliki proporsi yang berbeda pada proses erosi yang terjadi. Dengan menganggap keenam komponen penyusunnya setara maka interaksi diantara komponen tersebut tidak diperhatikan dan menyebabkan proses erosi terkait secara linear kepada keenam komponen tersebut. Pendugaan erosi menggunakan metode Unit SPAS memberikan hasil yang lebih akurat karena diduga dengan cara melakukan pengukuran erosi secara langsung karena DAS merupakan satuan aliran permukaan. Melalui metode ini proses – proses hidrologi yang terjadi dapat diperhatikan dan memberikan input yang dapat dianalisis lebih jauh antar komponen – komponen yang saling berpengaruh. Kelebihan dari metode ini adalah dapat dirunutnya erosi yang terjadi pada suatu wilayah dengan menggunakan data keterkaitan antara curah hujan dan debit. Sehingga dapat diantisipasi dalam melakukan tindakan dalam menanggulangi kejadian banjir pada bulan – bulan basah.
78
USLE memberikan kemudahan dalam melakukan pendugaan erosi, tetapi penyerataan nilai komponennya menjadikan keakuratan metode ini diragukan penggunaannya dalam skala DAS sedangkan DAS memiliki keragaman yang tinggi. Oleh karena itu untuk pendugaan erosi pada skala DAS lebih baik dilakukan dengan menggunakan metode Unit SPAS yang menggunakan parameter satu kesatuan aliran permukaan.
79
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kehilangan tanah karena erosi menggunakan metode USLE menghasilkan erosi sebesar 11.502,89 ton/tahun dengan rata – rata laju erosi sebesar 28,74 ton/ha/th sedangkan dengan menggunakan Unit SPAS rata – rata erosi yang dihasilkan pada tahun 2003 dan 2004 adalah sebesar 2312,49 ton/tahun dengan laju 5,78 ton/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan menggunakan metode USLE pada skala DTA menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan melakukan pengukuran erosi secara langsung pada metode SPAS. 2. Penyebab utama tingginya nilai pendugaan USLE dikarenakan pengukuran dilaksanakan pada skala yang cukup besar dengan topografi yang beragam, keenam komponen penyusunnya dianggap setara dan tidak memperhatikan kondisi hidrologi ketika erosi itu terjadi. Sehingga untuk pendugaan erosi pada skala DAS lebih baik dilakukan dengan menggunakan metode Unit SPAS 3. Sebaran luas dengan tingkat bahaya erosi menggunakan metode USLE adalah 296,36 Ha (74,04 %) untuk tingkat bahaya erosi sangat ringan, 11,48 Ha (2,87 %) untuk tingkat bahaya erosi ringan, 67,97 Ha (16,98 %) untuk tingkat bahaya erosi sedang, 23,49 Ha (5,87 %) dan 1,15 Ha (0,29 %) untuk tingkat bahaya erosi sangat berat. 4. Persamaan yang diperoleh dengan menggunakan kurva rating curve untuk menduga debit adalah Q = 177,828 x TMA2.64 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 98% (R2) sedangkan persamaan yang diperoleh untuk menduga debit sedimen adalah Qs = 0.078 x Q1.61 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 93,3% (R2). Debit rata – rata tahunan DTA Cilebak adalah sebesar 62,84 m3/s dan debit sedimen sebesar 5,78 ton/ha/tahun. 5. Rata – rata rasio debit terhadap curah hujan tahun 2003 - 2004 adalah sebesar 22,99%, yang menujukkan hujan yang turun sebesar 22,99% menjadi debit sedangkan sisanya teruapkan melalui evapotranspirasi dan
80
masuk ke dalam tanah. Nilai fluktuasi debit maksimum sebesar 89,86% menujukkan DTA Cilebak dalam kondisi sedang. 6. Penggunaan SIG dapat diaplikasikan dalam pendugaan tingkat bahaya erosi di DTA Cilebak dan mempermudah proses perhitungan karena kemampuannya dalam input data; manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data); analisis data dan keluaran yang dihasilkannya. B. Saran 1. Perlu aplikasi Metode SPAS untuk pendugaan erosi dibandingkan Metode USLE. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai klasifikasi kesesuaian lahan untuk menetapkan tindakan konservasi secara jelas dan terencana dengan memperhatikan karakteristik masing – masing penggunaan lahan. 3. Perlu dilakukannya peningkatan kegiatan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat desa DTA Cilebak untuk meningkatkan fungsi DTA Cilebak sebagai Daerah Tangkapan Air.
81
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Hydrologic Analysis Using GIS (application of raster model) Anwar, Saihul. 2001. Metode Penelitian Kondisi Fungsi Hidrologis DAS Cimanuk – Cisanggarung dan Beberapa DAS di P. Jawa Melalui Analisis Hidrograf dan Analisis Angkutan Sedimen.Pasca Sarjana. IPB. [Makalah Falsafah Sains]. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB (IPB Press): Bogor. Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum – Ciliwung. 2004. Laporan Monitoring dan Evaluasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan di Catchment Area. Bogor ____________________________________________________. 2004. Laporan Monitoring Tata Air di Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum – Ciliwung. Bogor Departemen Kehutanan. 1998. Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Jakarta. ___________________. Kriteria dan Indikator Kinerja DAS. http:// www.dephut.go.id/INFORMASI/undang2/skmenhut/L_52_01_5.htm.[20 Februari 2006] Depnakertrans. 2005. Pedoman Keserasian Lingkungan Asri di Kawasan Transmigrasi.http://www.nakertrans.go.id/statistik_trans/PEDOMAN/PSK T/LINGK-ASRI/hal1.php. [20 Februari 2006]. ESRI. 1997. Using The Arc View Spatial Analyst. USA Hendriani, Diane. 2000. Distribusi Penggunaan Lahan Berdasarkan Kelas lereng dan Elevasi Serta Pengaruhnya Terhadap Erosi dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. [Skripsi]. Jaya, I Nengah Surati. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Juwana,. et. al. The Technical and Implementation Plan of Managing 4 Prioritised River Basins in West-Java Indonesia. www.asiaoceania.org/abstract/hs/58HS-A0431.pdf. [23 November 2005].
82
Kosasih, Dede. 2002. Monitoring Perubahan Lahan Menggunakan Citra Satelit Multi Waktu di DAS Citarum Hulu Jawa Barat. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. [Skripsi]. Loebis,. et. al. Water Resources Management For Three Series Reservoir Operation on Citarum River Basin West Java Indonesia. www.pusairpu.go.id/dete/jurnal/04-wanny%20K.pdf.[25 November 2005] Marwah, Sitti. 2001. Daerah Aliran Sungai Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan kering Berkelanjutan. [Makalah Falsafah Sains]. IPB PPK – UGM. 1989. Studi Perencanaan Pengelolaan Kawasan Sekitar CAGST. http://mst.terranet.or.id/simpang3/publiks/wca03.pdf.[20 Januari 2006]. Prahasta, Eddy. 2001. Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Penerbit Informatika Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB ___________. 2002. Konservasi Tanah dan Air. Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB Rahim, Supli Effendi. 2003. Pengendalian Erosi Tanah: Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta : Bumi Aksara. Seyhan, Ersin. 1990. Dasar – Dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Bandung : Nova. Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia. PPT dan Agroklimat. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Wudianto, Rini. 2000. Mencegah Erosi. Jakarta : Penebar Swadaya.
83
84
Lampiran 1. Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Macam Penggunaan Nilai Faktor Tanah terbuka/ Tanpa tanaman 1 Sawah irigasi 0.01 Sawah tadah hujan 0.05 tegalan tidak dispesifikasi 0.7 Ubikayu 0.8 Jagung 0.7 Kedelai 0.399 Kentang 0.4 Kacang Tanah 0.2 Padi 0.561 Tebu 0.2 Pisang 0.6 Akar wangi 0.4 Rumput Bede (Tahun Pertama) 0.287 Rumput Bede (Tahun Kedua) 0.002 Kopi dengan penutup tanah buruk 0.2 Talas 0.85 Kebun Campuran - Kerapatan tinggi 0.1 - Kerapatan sedang 0.2 - Kerapatan Kerapatan rendah 0.5 19 Perladangan 0.4 20 Hutan alam - Serasah banyak 0.001 - Serasah kurang 0.005 21 Hutan produksi - Tebang habis 0.05 - Tebang campuran 0.2 22 Semak belukar/ padang rumput 0.3 23 Ubikayu + kedelai 0.181 24 Ubikayu + kacang tanah 0.195 25 Padi - sorghum 0.345 26 Padi - kedelai 0.417 27 Kacang Tanah + Gude 0.495 28 Kacang tanah - kacang tunggak 0.571 29 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0.049 30 Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 6 ton/ha/th 0.079 31 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0.357 32 Alang – alang murni subur 0.001 Sumber : Purwowidodo (2002)
85
Lampiran 2. Besaran Faktor P Untuk AnekaTeknik Konservasi Tanah No. Teknik Konservasi Tanah 1 Teras bangku - Sempurna - Sedang - Jelek 2 Teras tradisional 3 Padang rumput - Bagus - Jelek 4 Hill side ditch 5 Pertanaman garis tinggi - Dengan kemiringan 0 – 8% - Dengan kemiringan 9 – 20% - Dengan kemiringan >21% 6 Mulsa jerami yang digunakan - 6 ton/ha/th - 3 ton/ha/th - 1 ton/ha/th 7 Tanaman Perkebunan - Dengan penutup tanah rapat - Dengan penutup tanah sedang 8 Reboisasi dengan penutup tanah pada tahun awal 9 Tanpa tindakan konservasi
Besaran P 0.37 0.04 0.15 0.40 0.04 0.40 0.30 0.50 0.75 0.90 0.30 0.50 0.80 0.10 0.50 0.30 1.0
86
Lampiran 3. Peta kemiringan lereng
87
Lampiran 4. Peta ketinggian DTA Cilebak
88
Lampiran 5. Data curah hujan harian tahun 2003 DATA CURAH HUJAN (mm) SPAS
: Cilebak – Cirasea
Desa : Nagrak
SUB – DAS
: Cirasea
Kec.
: Pacet
Tahun
: 2003
Kab.
: Bandung
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Juml Hujan Juml. Hari Hujan Hujan Maks Hujan Min Total CH
Jan 8.3 6.6 10.3 6.5 10.7 11.1 20.8 24.5 8.7 10.1 117.6 10 24.5 6.5
Feb 8.7 5.7 9.1 7.6 10.2 4.3 23.4 30.9 19.1 119 9 30.9 4.3
Mar 5.3 20.1 9.8 24.7 5.3 8.1 5.7 23.1 6.2 8.5 22.9 19.6 14.8 7.6 9.3 8.1 199.1 16 24.7 5.3
Apr 8.1 20.7 9.8 21.6 6.7 21.4 88.3 6 21.6 6.7
Mei 4.7 18.3 6.5 9.8 20.3 59.6 5 20.3 4.7
Bulan Juni Juli 0 0 0 0 0 0 0 0
Agst 3.4 17.8 21.2 2 17.8 3.4
Sept 6.3 3.2 10.7 19.2 20.7 23.1 83.2 6 23.1 3.2
Okt 20.7 31.8 11.5 9.8 13.2 24.2 5.7 7.3 4.3 5.2 17.6 151.3 11 31.8 4.3
Nov 2.2 4.7 8.9 11.6 13.1 7.2 5.6 25.7 5.6 6.5 7.8 24.1 28.7 19.6 8.4 5.7 185.4 16 28.7 2.2
Des 3.5 6.3 19.3 31.7 20.1 18.6 3.4 6.7 5.5 11.2 4.8 5.6 6.3 8.5 10.7 9.7 2.4 174.3 17 31.7 2.4 1199
89
Lampiran 6. Data curah hujan harian tahun 2004 DATA CURAH HUJAN (mm) SPAS : Cilebak – Cirasea SUB – DAS : Citarik Tahun : 2004
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Juml Hujan Juml. Hari Hujan Hujan Maks Hujan Min Total CH
Jan 21.7 24.6 4.3 8.4 4.2 6.3 5.5 19.4 20.1 30.7 20.6 19.3 6.7 8.2 5.4 6.7 4.3 2.3 219 18 30.7 2.3
Feb 31.4 2.4 13.4 4.2 4.7 2.3 6.5 4.1 12.3 21.7 4.8 3.7 2.9 5.2 4.2 12.8 137 16 31.4 4.1
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Mar 17.1 22.7 19.8 5.4 5.1 14.3 8.5 19.4 23.7 20.7 19.9 20.4 8 2.2 1.7 7.2 216.1 16 23.7 1.7
Apr 19.3 26.1 23.7 4.3 21.2 26.5 59.7 19.3 17.1 217.2 9 59.7 4.3
Mei 27.8 29.1 23.2 9.8 6.4 5.1 6.7 5.4 3.4 5.1 1.7 123.7 11 29.1 1.7
Bulan Juni Juli 2.1 3.4 3.1 1.1 2.3 8.3 8.3 12 1 5 8.3 3.4 8.3 1.1
Agst 2.5 2.5 1 2.5 2.5
Sept 32.2 4.6 36.8 2 32.2 4.6
Okt 11.3 11.3 1 11.3 11.3
Nov 13.4 11.5 50.9 30.7 6.2 5.4 21.7 2.7 20.5 1.2 3.2 10.1 17.1 17.1 22.8 11.6 246.1 16 50.9 1.2
Des 35.1 13.6 28.1 7.5 8.2 21.9 23.5 45.6 21.5 23.7 31.5 20.7 20.1 20.1 23.7 34.2 379 16 45.6 7.5 1608,3
90
Lampiran 7. Peta Jenis Tanah
91
Lampiran 8. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2005
92
Lampiran 9. Responden
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Bpk. Oo Bpk. Ai Ahmad Bpk. Encak Bpk. Uyat Bpk. Suwita Bpk. Sambas Bpk. Sahda Ibu Sariyah Bpk. Jajang Ibu Oom Noname Bpk. Sambas Bpk. Daman Bpk Andon Bpk Adi Yoyo Bpk. Sobirin Bpk. Hidayat
Penggunaan Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah Tadah Hujan Sawah Tadah Hujan Sawah Tadah Hujan Ladang Sawah Tadah Hujan Sawah Tadah Hujan Kebun Ladang Kebun Bambu Ladang Ladang Ladang Ladang Kebun Ladang Ladang
Luas (ha) 0.10 0.28 0.27 0.2 0.52 0.34 0.98 0.42 0.22 0.09 0.04 0.19 0.18 0.28 1 1 0.41%
Kemiringan Lereng 40 - 45% 30% 3% 10% 35% 40% 10% 20% 30% 5% 15% 2% 2% 25% 20% 30% 30%
Bentuk lereng Sangat Curam Curam Datar Landai Curam Sangat Curam Landai Bergelombang Curam Datar Landai Datar Datar Bergelombang Bergelombang Curam Curam
Penampakan Erosi Erosi alur dan tebing Erosi alur dan tebing Erosi percik Erosi percik dan alur Erosi alur Erosi alur dan tebing Erosi alur Erosi percik Erosi alur Erosi percik Erosi alur Erosi percik Erosi percik Erosi alur, erosi percik Erosi alur, erosi percik Erosi alur, longsor Erosi alur, erosi percik
93
Lampiran 9 (Lanjutan)
Teknik Pengolahan Tanah
Teknik Penanaman
Sistem Penanaman
Pemupukan, Pergiliran tanaman
Searah Kontur
Monokultur
Pemupukan, Pergiliran tanaman
Searah Kontur Searah Kontur
Pemupukan
Monokultur Monokultur
Searah Kontur Searah Kontur
Tumpang Sari
Pemupukan, Pergiliran tanaman
Searah kontur
Monokultur
Pemupukan, Pergiliran tanaman
Searah Kontur
Monokultur dan
Pemupukan Pemupukan
Pemupukan Pergiliran tanaman, pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan
Penggunaan jarak tanam Pertanaman garis tinggi Searah Kontur
Monokultur
Tumpang Sari Tumpang Sari Monokultur Tumpang Sari Monokultur
Jenis Tanaman Padi (Monokultur) dan Jagung, Ubi Jalar (Tumpang Sari) Padi (Monokultur) dan Ketimun, Ubi Jalar (Tumpang Sari) Padi dan Ketimun (Monokultur) Padi (Monokultur) danjagung, Kacang Merah (Tumpang Sari) Singkong, Ubi Jalar, Jagung Padi (Monokultur) dan Kacang Jogo, Ubi Jalar (Tumpang Sari) Padi (Monokultur) dan Jagung, Ubi Jalar, Ketimun (Tumpang Sari) Sengon, Kayu Afrika, Bambu, Palawija (Cabai), Bakau Kacang tanah, jagung, singkong Bambu Gombong Ketimun, Sengon, Pepaya, Pisang Jagung
Usaha Konservasi
Koordinat
Penggunaan saluran air, guludan, terasering
07,09970 BT ; 107,72768 LS
Penggunaan saluran air, guludan, terasering Penggunaan saluran air, guludan,
07,09947 BT ; 107,72870 LS
Penggunaan saluran air
07,09866 BT ; 107,72823 LS
Pemupukan
07,09793 BT ; 107,72881 LS
Penggunaan saluran air
07,09801 BT ; 107,72923 LS
Penggunaan saluran air
07,09820 BT ; 107,72825 LS
Guludan, Penggunaan saluran air
07, 10029 BT ; 107,72750 LS
Parit, Guludan -
07,10126 BT ; 107,72813 LS 07,10211 BT ; 107,72828 LS
07,10032 BT ; 107,72868 LS
07,10029 BT ; 107,72773 LS 07,10820 BT ; 107,72110 LS
94
Lampiran 9 (Lanjutan) Teknik Pengolahan Tanah Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan
Teknik Penanaman Searah Kontur Memotong Kontur Searah Kontur Searah Kontur
Sistem Penanaman Monokultur Tumpang Sari
Jenis Tanaman Jagung, Ubi jalar Pisang, Singkong, Padi Huma, Jagung, Cabe rawit
Usaha Konservasi Guludan
Koordinat 07,10299 BT ; 107,72855 LS
Tumpang Sari
Tomat, Umbi Kentang
Guludan, Penggunaan saluran air
07,10331 BT ; 107.72824 LS
Tumpang Sari
Huma Padi, jagung
-
07.11262 BT ; 107.72644 LS
Tumpang Sari
Bawang, kacang
Guludan
07.11283 BT ; 107.72549 LS
07.10473 BT ; 107.72821 LS
95
Lampiran 10. Tabel pengukuran debit dan debit sedimen No
Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
26-Sep-05 26-Sep-05 26-Sep-05 26-Sep-05 27-Sep-05 08-Des-05 08-Des-05 08-Des-05 08-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 09-Des-05 10-Des-05 10-Des-05 11-Des-05
TMA (cm) 9.5 12.5 19 16 9 32 27 25 22 9 7 11 12 32 35 40 37 33.5 30 14 8 7.5 5
Q (m3/s) 0.267 0.620 1.721 1.232 0.443 8.919 6.285 3.836 2.155 0.303 0.298 0.490 0.625 9.570 10.605 17.585 16.781 12.850 8.666 1.049 0.230 0.142 0.077
Cs (mg/lt) 77.50 327.00 866.00 1113.00 98.00 1121.50 1120.50 1046.00 1120.00 506.50 234.50 557.00 465.00 1120.50 1127.50 1128.00 1125.00 1124.50 1119.50 1105.00 98.00 43.00 16.00
Qs (ton/ha/hari) 0.0045 0.0438 0.3217 0.2960 0.0094 2.1593 1.5202 0.8662 0.5210 0.0331 0.0151 0.0589 0.0627 2.3148 2.5812 4.2820 4.0753 3.1193 2.0943 0.2502 0.0049 0.0013 0.0003
log TMA -1.02228 -0.90309 -0.72125 -0.79588 -1.04576 -0.49485 -0.56864 -0.60206 -0.65758 -1.04576 -1.1549 -0.95861 -0.92082 -0.49485 -0.45593 -0.39794 -0.4318 -0.47496 -0.52288 -0.85387 -1.09691 -1.12494 -1.30103
log Q
log Qs
-0.57349 -0.20761 0.23578 0.09061 -0.3536 0.95032 0.79831 0.58388 0.33345 -0.51856 -0.52578 -0.3098 -0.20412 0.98091 1.02551 1.24514 1.22482 1.1089 0.93782 0.02078 -0.63827 -0.84771 -1.11351
-2.34679 -1.35853 -0.49255 -0.52871 -2.02687 0.33431 0.1819 -0.06238 -0.28316 -1.48017 -1.82102 -1.22988 -1.20273 0.36451 0.41182 0.63165 0.61016 0.49406 0.32104 -0.60171 -2.3098 -2.88606 -3.52288
96
Lampiran 11. Nilai Regresi Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit Regression Analysis: log Q versus log TMA The regression equation is log Q = 2.25 + 2.64 log TMA
Predictor Constant log TMA
Coef 2.25285 2.63605
S = 0.105545
SE Coef 0.06736 0.08113
R-Sq = 98.0%
T 33.45 32.49
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 98.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 21 22
SS 11.759 0.234 11.993
MS 11.759 0.011
F 1055.62
P 0.000
Unusual Observations Obs 11
log TMA -1.15
log Q -0.5258
Fit -0.7915
SE Fit 0.0372
Residual 0.2658
St Resid 2.69R
R denotes an observation with a large standardized residual.
97
Lampiran 12. Pengukuran Tinggi Muka Air Rata – Rata Harian Tahun 2003 TINGGI MUKA AIR (TMA) RATA - RATA HARIAN (m) SPAS SUB - DAS Tahun
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 TMA Maks TMA Min
: Cilebak : Cirasea : 2003
Jan 0.11 0.06 0.08 0.08 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.04 0.05 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.06 0.05 0.06 0.12 0.09 0.09 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Feb 0.15 0.15 0.15 0.17 0.13 0.11 0.09 0.09 0.07 0.09 0.09 0.09 0.08 0.08 0.08 0.14 0.16 0.16 0.12 0.12 0.12 0.08 0.08 0.08 0.06 0.06 0.06 0.05
0.17 0.05
Mar 0.05 0.05 0.05 0.06 0.08 0.06 0.1 0.1 0.04 0.1 0.1 0.15 0.08 0.06 0.06 0.05 0.14 0.16 0.11 0.09 0.11 0.09 0.09 0.07 0.07 0.05 0.05 0.09 0.07 0.07 0.05 0.16 0.04
Apr 0.05 0.05 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.09 0.09 0.09 0.09 0.07 0.08 0.07 0.06 0.06 0.05 0.05 0.06 0.06 0.05 0.09 0.09 0.08 0.07 0.07 0.06 0.06 0.09 0.05
Mei 0.05 0.06 0.06 0.05 0.04 0.04 0.04 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.07 0.03
Bulan Juli 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.05 0.04 0.03 0.02
Juni 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
Agst 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.02
Sept 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.05 0.04 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.05 0.03
Okt 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.08 0.05 0.06 0.05 0.04 0.06 0.05 0.05 0.1 0.07 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.1 0.03
Nov 0.06 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.05 0.04 0.04 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.08 0.09 0.08 0.08 0.06 0.06 0.05 0.09 0.03
Des 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.07 0.09 0.09 0.09 0.07 0.07 0.06 0.05 0.07 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.07 0.06 0.06 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.05 0.09 0.04
98
Lampiran 13. Pengukuran Tinggi Muka Air Rata – Rata Harian Tahun 2004 TINGGI MUKA AIR (TMA) RATA - RATA HARIAN (m) SPAS : Cilebak SUB - DAS : Cirasea Tahun : 2004
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 TMA Maks TMA Min
Jan 0.07 0.09 0.09 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.04 0.04 0.07 0.06 0.06 0.07 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.09 0.04
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Feb 0.05 0.05 0.05 0.08 0.08 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.07 0.07 0.07 0.08 0.08 0.13 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06
0.13 0.05
Mar 0.06 0.06 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.14 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08 0.07 0.06 0.06 0.06 0.13 0.08 0.08 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.08 0.14 0.06
Apr 0.06 0.07 0.07 0.06 0.06 0.13 0.07 0.07 0.08 0.08 0.25 0.18 0.14 0.09 0.1 0.13 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08 0.33 0.32 0.18 0.19 0.15 0.09 0.09 0.08 0.08 0.33 0.06
Mei 0.07 0.07 0.08 0.08 0.07 0.07 0.09 0.09 0.11 0.09 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.06 0.06 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.07 0.04 0.04 0.11 0.04
Bulan Juli 0.03 0.03 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.06 0.07 0.03 0.03
Juni 0.04 0.04 0.03 0.03 0.06 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.05 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03
Agst 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03
Sept 0.03 0.1 0.09 0.09 0.08 0.08 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.06 0.05 0.05 0.1 0.03
Okt 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03
Nov 0.03 0.03 0.05 0.04 0.03 0.03 0.05 0.04 0.06 0.06 0.07 0.07 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.03 0.03 0.03 0.03 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.07 0.13 0.06 0.13 0.03
Des 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.09 0.06 0.1 0.15 0.11 0.08 0.08 0.08 0.08 0.07 0.13 0.06 0.09 0.09 0.14 0.15 0.13 0.15 0.06
99
Lampiran 14. Debit harian rata – rata tahun 2003 DEBIT HARIAN RATA – RATA (m3/s) SPAS : Cilebak - Cirasea SUB - DAS : Cirasea Tahun : 2003
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah (m3/det) Maks (m3/det) Min (m3/det) Qmaks/Qmin
Jan 0.524 0.106 0.226 0.226 0.106 0.106 0.106 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.036 0.065 0.065 0.065 0.065 0.036 0.036 0.036 0.036 0.065 0.106 0.065 0.106 0.659 0.308 0.308 0.990 0.990 0.990 6.798 0.990 0.036 27.5
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Feb 1.188 1.188 1.188 1.653 0.814 0.524 0.308 0.308 0.159 0.308 0.308 0.308 0.226 0.226 0.226 0.990 1.409 1.409 0.659 0.659 0.659 0.226 0.226 0.226 0.106 0.106 0.106 0.065
15.782 1.653 0.065 25.43
Mar 0.065 0.065 0.065 0.106 0.226 0.106 0.407 0.407 0.036 0.407 0.407 1.188 0.226 0.106 0.106 0.065 0.990 1.409 0.524 0.308 0.524 0.308 0.308 0.159 0.159 0.065 0.065 0.308 0.159 0.159 0.065 9.503 1.409 0.065 21.68
Apr 0.065 0.065 0.159 0.159 0.106 0.106 0.106 0.065 0.065 0.308 0.308 0.308 0.308 0.159 0.226 0.159 0.106 0.106 0.065 0.065 0.106 0.106 0.065 0.308 0.308 0.226 0.159 0.159 0.106 0.106 4.665 0.308 0.065 4.738
Mei 0.065 0.106 0.106 0.065 0.036 0.036 0.036 0.106 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.159 0.159 0.159 0.106 0.106 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.106 0.036 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 2.281 0.159 0.017 9.353
Bulan Juni Juli 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.036 0.006 0.036 0.006 0.065 0.017 0.065 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.065 0.017 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.065 0.017 0.036 0.017 0.036 0.006 0.036 0.006 0.036 0.006 0.036 0.017 0.017 1.031 0.528 0.065 0.036 0.017 0.006 3.824 6
Agst 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.006 0.006 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.006 0.006 0.036 0.036 0.036 0.036 0.017 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.616 0.036 0.006 6
Sept 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.036 0.017 0.017 0.036 0.036 0.036 0.065 0.036 0.065 0.065 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.847 0.065 0.017 3.824
Okt 0.017 0.017 0.017 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.226 0.065 0.106 0.065 0.036 0.106 0.065 0.065 0.407 0.159 0.106 0.106 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.036 0.036 0.065 2.077 0.407 0.017 23.94
Nov 0.106 0.106 0.106 0.106 0.036 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.065 0.036 0.036 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.226 0.308 0.226 0.226 0.106 0.106 0.065 2.617 0.308 0.017 18.1
Des 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.159 0.308 0.308 0.308 0.159 0.159 0.106 0.065 0.159 0.065 0.065 0.065 0.065 0.106 0.065 0.065 0.159 0.106 0.106 0.065 0.065 0.036 0.036 0.036 0.065 3.297 0.308 0.036 8.556
100
Lampiran 15. Debit harian rata – rata tahun 2004 DEBIT HARIAN RATA – RATA (m3/s) SPAS : Cilebak - Cirasea SUB - DAS : Cirasea Tahun : 2004
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah (m3/det) Maks (m3/det) Min (m3/det) Qmaks/Qmin
Jan 0.159 0.308 0.308 0.159 0.159 0.159 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.065 0.065 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.065 0.036 0.036 0.159 0.106 0.106 0.159 0.159 0.159 0.159 0.106 0.106 0.106 3.902 0.308 0.036 8.56
Feb 0.065 0.065 0.065 0.226 0.226 0.159 0.106 0.106 0.106 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.106 0.159 0.159 0.159 0.226 0.226 0.814 0.159 0.106 0.106 0.106 0.106
4.118 0.226 0.065 3.48
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Mar 0.106 0.106 0.159 0.159 0.159 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.159 0.990 0.159 0.226 0.226 0.226 0.226 0.159 0.106 0.106 0.106 0.814 0.226 0.226 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.226 6.032 0.99 0.106 9.34
Apr 0.106 0.159 0.159 0.106 0.106 0.814 0.159 0.159 0.226 0.226 4.577 1.923 0.990 0.308 0.407 0.814 0.159 0.226 0.226 0.226 0.226 9.525 8.782 1.923 2.218 1.188 0.308 0.308 0.226 0.226 37.007 9.525 0.106 89.86
Mei 0.159 0.159 0.226 0.226 0.159 0.159 0.308 0.308 0.524 0.308 0.159 0.159 0.159 0.106 0.106 0.106 0.106 0.065 0.106 0.106 0.065 0.065 0.106 0.065 0.065 0.065 0.036 0.036 0.159 0.036 0.036 4.450 0.524 0.036 14.56
Bulan Juni Juli 0.036 0.017 0.036 0.017 0.017 0.065 0.017 0.065 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.065 0.036 0.065 0.036 0.106 0.159 0.106 0.159 0.106 0.106 0.036 0.106 0.036 0.106 0.017 0.106 0.017 0.106 0.017 0.065 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 1.338 1.756 0.106 0.159 0.017 0.017 6.24 9.35
Agst 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.036 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.584 0.036 0.017 2.12
Sept 0.017 0.407 0.308 0.308 0.226 0.226 0.106 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.036 0.036 0.036 0.017 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.106 0.065 0.065 2.602 0.407 0.017 23.94
Okt 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.036 0.036 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.017 0.565 0.036 0.017 2.12
Nov 0.017 0.017 0.065 0.036 0.017 0.017 0.065 0.036 0.106 0.106 0.159 0.159 0.106 0.065 0.065 0.065 0.065 0.017 0.017 0.017 0.017 0.226 0.226 0.226 0.226 0.226 0.226 0.159 0.814 0.106 3.671 0.814 0.017 47.88
Des 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.308 0.106 0.407 1.188 0.524 0.226 0.226 0.226 0.226 0.159 0.814 0.106 0.308 0.308 0.990 1.188 0.814 9.607 0.814 0.106 7.68
101
Lampiran 16. Nilai Regresi Hubungan Debit Sedimen dan Debit Regression Analysis: log Qs versus log Q The regression equation is log Qs = - 1.11 + 1.61 log Q
Predictor Constant log Q
Coef -1.11490 1.61153
S = 0.309898
SE Coef 0.06669 0.08949
R-Sq = 93.9%
T -16.72 18.01
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 93.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 21 22
SS 31.147 2.017 33.163
MS 31.147 0.096
F 324.32
P 0.000
Unusual Observations Obs 23
log Q -1.11
log Qs -3.5229
Fit -2.9094
SE Fit 0.1329
Residual -0.6135
St Resid -2.19R
R denotes an observation with a large standardized residual.
102
Lampiran 17. Debit sedimen rata – rata harian tahun 2003 DEBIT SEDIMEN RATA - RATA HARIAN (ton/hari) SPAS SUB - DAS Tahun
: Cilebak - Cirasea : Citarum Hulu : 2003
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Jan 11.168 0.849 2.885 2.885 0.849 0.849 0.849 0.849 0.391 0.391 0.391 0.391 0.152 0.391 0.391 0.391 0.391 0.152 0.152 0.152 0.152
Feb 41.736 41.736 41.736 71.047 22.717 11.168 4.759 4.759 1.636 4.759 4.759 4.759 2.885 2.885 2.885 31.128 54.908 54.908 16.166 16.166 16.166
Mar 0.391 0.391 0.391 0.849 2.885 0.849 7.448 7.448 0.152 7.448 7.448 41.736 2.885 0.849 0.849 0.391 31.128 54.908 11.168 4.759 11.168
Apr 0.391 0.391 1.636 1.636 0.849 0.849 0.849 0.391 0.391 4.759 4.759 4.759 4.759 1.636 2.885 1.636 0.849 0.849 0.391 0.391 0.849
Mei 0.391 0.849 0.849 0.391 0.152 0.152 0.152 0.849 0.849 0.391 0.391 0.391 0.391 1.636 1.636 1.636 0.849 0.849 0.849 0.391 0.391
Bulan Juni 0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.152 0.152 0.391 0.391 0.152 0.152 0.152 0.152 0.391 0.045 0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.152
Juli 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.008 0.008 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045
Agst 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.008 0.008 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.008 0.008 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045
Sept 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.152 0.045 0.045 0.152 0.152 0.152 0.391 0.152 0.391 0.391
Okt 0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 2.885 0.391 0.849 0.391 0.152 0.849 0.391 0.391 7.448 1.636 0.849 0.849 0.152
Nov 0.849 0.849 0.849 0.849 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.391 0.152 0.152 0.849 0.849 0.849
Des 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 1.636 4.759 4.759 4.759 1.636 1.636 0.849 0.391 1.636 0.391 0.391 0.391 0.391 0.849 0.391
103
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah (ton/hari) Rata - Rata (ton/ha/hari) Junlah (Ton/ha/tahun) Jumlah (Ton/tahun)
0.391 0.849 0.391 0.849 16.166 4.759 4.759 31.128 31.128 31.128 146.623 4.729
2.885 2.885 2.885 0.849 0.849 0.849 0.391
465.264 16.616
4.759 4.759 1.636 1.636 0.391 0.391 4.759 1.636 1.636 0.391 217.539 7.017
0.849 0.391 4.759 4.759 2.885 1.636 1.636 0.849 0.849 54.523 1.817
0.391 0.391 0.849 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 16.809 0.542
0.152 0.045 0.045 0.391 0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 4.543 0.151
0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.008 0.008 0.008 0.045 0.045 1.521 0.049
0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 1.985 0.064
0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 3.448 0.114
0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.152 0.152 0.391 19.347 0.624
0.849 0.849 2.885 4.759 2.885 2.885 0.849 0.849 0.391 24.762 0.825
0.391 1.636 0.849 0.849 0.391 0.391 0.152 0.152 0.152 0.391 32.569 1.050 2,470 988.938
104
Lampiran 18. Debit sedimen rata – rata harian tahun 2004 DEBIT SEDIMEN RATA - RATA HARIAN (ton/hari) SPAS SUB - DAS Tahun
: Cilebak - Cirasea : Citarum Hulu : 2004
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Jan 1.636 4.759 4.759 1.636 1.636 1.636 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.391 0.391 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.391
Desa : Nagrak Kec. : Pacet Kab. : Bandung
Feb 0.391 0.391 0.391 2.885 2.885 1.636 0.849 0.849 0.849 0.849 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.849 1.636
Mar 0.849 0.849 1.636 1.636 1.636 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 1.636 31.128 1.636 2.885 2.885 2.885 2.885 1.636
Apr 0.849 1.636 1.636 0.849 0.849 22.717 1.636 1.636 2.885 2.885 365.976 90.585 31.128 4.759 7.448 22.717 1.636 2.885 2.885
Mei 1.636 1.636 2.885 2.885 1.636 1.636 4.759 4.759 11.168 4.759 1.636 1.636 1.636 0.849 0.849 0.849 0.849 0.391 0.849
Bulan Juni Juli 0.152 0.045 0.152 0.045 0.045 0.391 0.045 0.391 0.849 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.152 0.391 0.152 0.391 0.152 0.849 1.636 0.849 1.636 0.849 0.849 0.152 0.849 0.152 0.849
Agst 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045
Sept 0.045 7.448 4.759 4.759 2.885 2.885 0.849 0.849 0.391 0.391 0.391 0.391 0.391 0.152 0.152 0.152 0.045 0.152 0.152
Okt 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045
Nov 0.045 0.045 0.391 0.152 0.045 0.045 0.391 0.152 0.849 0.849 1.636 1.636 0.849 0.391 0.391 0.391 0.391 0.045 0.045
Des 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 4.759 0.849 7.448 41.736 11.168
105
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Rata - Rata (ton/ha/hari) Jumlah (Ton/ha/tahun) Jumlah (Ton/tahun)
0.152 0.152 1.636 0.849 0.849 1.636 1.636 1.636 1.636 0.849 0.849 0.849 38.456 1.240
1.636 1.636 2.885 2.885 22.717 1.636 0.849 0.849 0.849
53.142
0.849 0.849 0.849 22.717 2.885 2.885 0.849 0.849 0.849 0.849 0.849 2.885 97.442
1.897
3.143
2.885 2.885 1191.076 1045.051 90.585 113.989 41.736 4.759 4.759 2.885 2.885 3071.091
0.849 0.391 0.391 0.849 0.391 0.391 0.391 0.152 0.152 1.636 0.152 0.152 53.200
102.369
1.716
0.045 0.045 0.045 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 7.574
0.849 0.849 0.391 0.152 0.152 0.152 0.152 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 11.845
0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 1.704
0.252
0.382
0.054
0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.849 0.391 0.391 29.228
0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 0.045 1.597
0.045 0.045 2.885 2.885 2.885 2.885 2.885 2.885 1.636 22.717 0.849 51.339
2.885 2.885 2.885 2.885 1.636 22.717 0.849 4.759 4.759 31.128 41.736 22.717 219.693
0.974
0.051
1.711
7.086 9,085 3636.317
106
Lampiran 19. Perhitungan Hidrograf TMA (m) 0.060 0.060 0.060 0.060 0.060 0.060 0.060 0.060 0.130 0.120 0.110 0.105 0.100 0.100 0.098 0.098 0.098 0.082 0.082 0.080 0.078 0.070 0.060 0.045 0.040
Debit (m3/s) 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.106 0.814 0.659 0.524 0.463 0.407 0.407 0.386 0.386 0.386 0.241 0.241 0.226 0.211 0.159 0.106 0.049 0.036
Aliran Dasar (m3/s)
Aliran Permukaan (m3/s)
0.106 0.123 0.136 0.149 0.162 0.175 0.188 0.210 0.215 0.227 0.241
0.000 0.691 0.523 0.375 0.301 0.232 0.219 0.176 0.171 0.159 0.000
44,8 2.849 5128.804 4002400.000 0.001 1.281 0.128 0.029
0
0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000
5 10 15 20 25
14 :3 0 15 :3 0 16 :3 0 17 :3 0 18 :3 0 19 :3 0 20 :3 0 21 :3 0 22 :3 0 23 :3 0 00 :3 0 01 :3 0 02 :3 0
Debit (m3/s)
CH (mm) 7.6 20 10 2.2 0.4 4.6
Curah Hujan (mm)
Waktu (Jam) 14:30 15:00 15:30 16:00 16:30 17:00 17:30 18:00 18:30 19:00 19:30 20:00 20:30 21:00 21:30 22:00 22:30 23:00 23:30 00:00 00:30 01:00 01:30 02:00 02:30 Jumlah Curah Hujan (mm) Jumlah Aliran Permukaan (m3/s) V DRO (m3) L.DAS (m2) tebal runoff (m) tebal Run Off (mm) tebal Run Off (cm) C (Koefisien Run Off) Tanggal 07/12/05
Curah hujan
Waktu Debit
Aliran Dasar
Gambar Hidrograf Aliran DTA Cilebak tanggal 7 Desember 2005
107
Lampiran 19 (Lanjutan) Tanggal 02/11/2005
Waktu 18:00 18:30 19:00 19:30 20:00 20:30 21:00 21:30 22:00 22:30 23:00 23:30 0:00 00:30 1:00 1:30 02:00 2:30 3:00 03:30 4:00 4:30 05:00 5:30 6:00 06:30 7:00 7:30 08:00 Jumlah Curah Hujan (mm) Jumlah Aliran Permukaan (m^3/s) V DRO (m^3) L.DAS (m2) tebal runoff (m) tebal Run Off (mm) tebal Run Off (cm) C (Koefisien Run Off)
CH (mm) 6 1.2 1.7 6 0.5 0 0 0 0 2.3
TMA (m) 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.086 0.090 0.100 0.100 0.100 0.098 0.090 0.088 0.086 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050
Debit (m3/s) 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.274 0.308 0.407 0.407 0.407 0.386 0.308 0.291 0.274 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065 0.065
Aliran Dasar ( m3/s)
Aliran Permukaan (m3/s)
0.159 0.180 0.201 0.223 0.244 0.266 0.287 0.308
0.000 0.094 0.107 0.184 0.163 0.141 0.099 0.000
17.7 0.790 1421.526 4002400.000 0.0004 0.355 0.036 0.020
108
0 1 2 3 4 5 6 7
0.500
Debit
0.400 0.300 0.200 0.100
18 :0 0 19 :0 0 20 :0 0 21 :0 0 22 :0 0 23 :0 0 0: 00 1: 00 02 :0 0 3: 00 4: 00 05 :0 0 6: 00 7: 00 08 :0 0
0.000
Waktu Curah hujan
Debit
Aliran permukaan
Gambar Hidrograf Aliran DTA Cilebak tanggal 2 November 2005
Curah hujan
Lampiran 19 (Lanjutan)
109
Lampiran 19 (Lanjutan) Waktu 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 16:30 17:00 17:30 18:00 18:30 19:00 19:30 20:00 20:30 21:00 Jumlah Curah Hujan (mm) Jumlah Aliran Permukaan (m^3/s) V DRO (m^3) L.DAS (m2) tebal runoff (m) tebal Run Off (mm) tebal Run Off (cm) C (Koefisien Run Off)
CH (mm) 4.5 4 4.9 1.2 8.2 4.4 4.6
TMA (m) 0.042 0.070 0.100 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.100 0.160 0.150 0.110 0.110 0.100 0.090 0.080 0.080 0.078 0.078
Debit ( m3/s) 0.041 0.159 0.407 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.159 0.407 1.409 1.188 0.188 0.524 0.407 0.308 0.226 0.226 0.211 0.211
Aliran Dasar ( m3/s)
Aliran Permukaan ( m3/s)
0.159 0.254 0.334 0.423 0.524
0.000 0.153 1.075 0.765 0.000
31.8 1.993 3587.863 4002400.000 0.0009 0.896 0.090 0.028
2 4 6 8
Curah hujan
0
1.600 1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
21 :0 0
20 :0 0
19 :0 0
18 :0 0
17 :0 0
15 :0 0 16 :0 0
14 :0 0
13 :0 0
12 :0 0
10
11 :0 0
10 :0 0
Debit
Tanggal 31/10/2005
Waktu Curah hujan
Debit
Aliran dasar
Gambar Hidrograf Aliran DTA Cilebak tanggal 31 Oktober 2005
110
Lampiran 19 (Lanjutan) Tanggal 17/02/2005
Waktu 16:00 16:30 17:00 17:30 18:00 18:30 19:00 19:30 20:00 20:30 21:00 21:30 22:00 22:30 23:00
Jumlah Curah Hujan (mm) Jumlah Aliran Permukaan (m^3/s) V DRO (m^3) L.DAS (m2) tebal runoff (m) tebal Run Off (mm) tebal Run Off (cm) C (Koefisien Run Off)
CH (mm) 1.7 5.3 8 0.5
TMA (m) 0.060 0.060 0.060 0.060 0.090 0.070 0.060 0.058 0.058 0.058 0.050 0.050 0.048 0.044 0.044
Debit ( m3/s) 0.106 0.106 0.106 0.106 0.308 0.159 0.106 0.097 0.097 0.097 0.065 0.065 0.059 0.047 0.047
Aliran Dasar ( m3/s)
Aliran Permukaan ( m3/s)
0.106 0.133 0.159
0.000 0.175 0.000
15.5 0.175 315.174 4002400.000 0.0001 0.079 0.008 0.005
111
0.350
0
0.300
1 2 3
0.200
4 5
0.150
6
0.100 0.050
7 8
0.000
9
16 :0 0 16 :3 0 17 :0 0 17 :3 0 18 :0 0 18 :3 0 19 :0 0 19 :3 0 20 :0 0 20 :3 0 21 :0 0 21 :3 0 22 :0 0 22 :3 0 23 :0 0
Debit
0.250
Curah hujan
Lampiran 19 (Lanjutan)
Waktu Curah hujan
Debit
Aliran dasar
Gambar Hidrograf Aliran DTA Cilebak tanggal 17 Februari 2005
112
Lampiran 19 (Lanjutan) CH (mm) 5.8 19.4 8.7 0 5.6
TMA (m) 0.080 0.080 0.080 0.080 0.220 0.540 0.200 0.120 0.100 0.090 0.080 0.080
Debit ( m3/s) 0.226 0.226 0.226 0.226 3.266 34.956 2.539 0.659 0.407 0.308 0.226 0.226
Aliran Dasar ( m3/s)
Aliran Permukaan ( m3/s)
0.226 1.039 1.808 2.539
0.000 2.227 33.148 0.000
39.5 35.375 63675.071 4002400.000 0.0159 15.909 1.591 0.403
40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000
0 5 10 15 20
13 :0 0 13 :3 0 14 :0 0 14 :3 0 15 :0 0 15 :3 0 16 :0 0 16 :3 0 17 :0 0 17 :3 0 18 :0 0 18 :3 0
25
Waktu Curah hujan
Debit
Aliran dasar
Gambar Hidrograf Aliran DTA Cilebak tanggal 30 Maret 2005
Curah hujan
Waktu 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 16:30 17:00 17:30 18:00 18:30 Jumlah Curah Hujan (mm) Jumlah Aliran Permukaan (m^3/s) V DRO (m^3) L.DAS (m2) tebal runoff (m) tebal Run Off (mm) tebal Run Off (cm) C (Koefisien Run Off)
Debit
Tanggal 30/03/2005
113 Lampiran 20. Perhitungan erosi metode USLE
Record 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
R 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790
K 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138
LS 0.720 0.719 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.470 0.395 0.394 0.394 0.394 0.000 0.719 0.857 0.857 0.857 0.856 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.721 0.722 0.723 0.723 0.471 0.396 0.396 0.394 0.394 0.394 0.400 0.475 0.475 0.475 0.000 0.721 0.860 0.860 0.858 0.857
C 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750
P 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
A 146.351 146.120 146.546 146.609 146.589 146.547 146.545 146.522 95.469 80.301 80.013 80.090 80.066 0.000 146.210 174.102 174.149 174.135 173.916 146.578 146.578 146.590 146.601 146.611 146.620 146.628 146.635 146.640 146.604 146.831 146.935 146.936 95.707 80.454 80.452 80.145 80.143 80.140 81.276 96.643 96.638 96.510 0.000 146.624 174.804 174.870 174.326 174.166
114
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790
0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138
0.857 0.857 0.857 0.856 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.606 0.606 0.721 0.722 0.724 0.724 0.724 0.724 0.723 0.723 0.723 0.723 0.471 0.471 0.470 0.396 0.396 0.394 0.394 0.400 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.000 0.000 0.722 0.860 0.860 0.860 0.860 0.860 0.860 0.858 0.857 0.857 0.857
0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
174.128 174.109 174.089 173.865 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 123.070 123.186 146.576 146.856 147.095 147.129 147.142 147.133 147.123 147.071 146.998 146.964 95.749 95.731 95.713 80.457 80.458 80.173 80.172 81.310 96.687 96.684 96.681 96.676 96.671 96.665 96.578 0.000 0.000 146.713 174.856 174.900 174.882 174.863 174.843 174.822 174.272 174.108 174.064 174.040
115
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145
1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790 1968.790
0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138 0.138
0.857 0.856 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.606 0.608 0.723 0.723 0.723 0.723 0.723 0.471 0.470 0.470 0.470 0.396 0.396 0.394 0.394 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.475 0.497 0.000 0.000 0.722 0.860 0.860 0.860 0.860 0.860 0.860
Catatan : 145 record dari total record sebanyak 159741
0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
174.016 173.788 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 123.263 123.521 147.083 147.078 147.031 146.963 146.975 95.759 95.725 95.710 95.694 80.477 80.480 80.217 80.198 96.722 96.722 96.721 96.719 96.717 96.714 96.730 96.726 96.720 96.714 96.687 101.053 0.000 0.000 146.800 174.906 174.928 174.908 174.887 174.866 174.843
116
Lampiran 21. Dokumentasi Penelitian
Stasiun Pengamat Arus Sungai
Automatic Water Level Recorder
Automatic Rain Recorder
117
Lampiran 21. (Lanjutan)
Hutan Kerapatan Rendah
Penggunaan Lahan Semak Belukar
Kejadian Banjir Tanggal 7 Desember 2005