ANALISIS PERBANDINGAN MOMEN LENTUR PELAT DUA ARAH ANTARA METODE LEVY DENGAN PERATURAN BETON BERTULANG INDONESIA 1971(PBI-71) (Skripsi)
Oleh DIAN SETIAWAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN MOMEN LENTUR PELAT DUA ARAH ANTARA METODE LEVY DENGAN PERATURAN BETON BERTULANG INDONESIA 1971(PBI-71)
Oleh DIAN SETIAWAN
Pada suatu perancangan dan analisis pelat dua arah yang berlaku di Indonesia terdapat dua metode perhitungan yakni dengan metode desain langsung (Direct Design Method) dan metode PBI-71(metode koofisien momen). Selain itu ada dua metode lain yang dapat digunakan dalam perhitungan desain pelat yakni metode portal ekivalen (Equivalent Frame Method) dan metoda garis leleh (Yield Line Method). Pada perhitungan pelat menggunakan metode DDM (Direct Design Method) dan metode PBI-71 terdapat perbedaan nilai momen lentur yang dapat berpengaruh terhadap perancangan tulangan pelat yang cenderung boros di dalam pelaksanaan di lapangan. Dalam hal ini dilakukan studi analisis menggunakan metode M. Levy dengan beberapa simulasi kondisi tumpuan. Selanjutnya, membandingkan nilai faktor momen dari hasil analisis pada metode M. Levy dengan nilai faktor momen pada PBI-71 Tabel 13.3.1. Hasil analisis menunjukan nilai faktor momen pada PBI-71 lebih besar dibandingkan metode M. Levy.
Kata kunci : momen, nilai faktor momen, lendutan
ABSTRACT
COMPARATIVE ANALYSIS OF FLEXIBLE MOMENTS BETWEEN TWO-WAY PLATE METHOD LEVY BY REGULATION REINFORCED CONCRETE INDONESIA 1971 (PBI-71) By DIAN SETIAWAN
In a design and analysis of two-way plate that apply in Indonesia, there are two methods of calculation with Direct Design Method and PBI-71 method (method of moment coefficient). then there are two other methods that can be used in the calculation of plate design, namely the Equivalent Frame Method and Yield Line Method. In the calculation of plates using DDM (Direct Design Method) and methods of PBI-71 there is a difference in the value of the bending moment that can affect the design of reinforcement plates are wasteful in implementation. Analysis study will be conducted using the method of M. Levy with some simulation edge conditions. Furthermore, compared to the value of factors moments from the analysis on methods M. Levy to the value of factors moments on PBI-71. Results of the analysis showed the value of factors moments on PBI-71 is greater than the method of M. Levy. Keywords : moment, value of factors moments, deflection
ANALISIS PERBANDINGAN MOMEN LENTUR PELAT DUA ARAH ANTARA METODE LEVY DENGAN PERATURAN BETON BERTULANG INDONESIA 1971(PBI-71) (Skripsi)
Oleh DIAN SETIAWAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Selatan, pada tanggal 11 Januari 1993, sebagai anak pertama dari Bapak Mistam dan Ibu Siti Fatimah. Penulis memiliki satu saudara lakilaki bernama Firmansyah Aji Wijaya dan satu saudara perempuan bernama Bella Arinda. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Baktirasa diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 Sragi diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Kalianda diselesaikan pada tahun 2010. Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiwa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unila melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Bidang Musholla dan Kesekretariatan organisasi FOSSI FT Unila, Kepala Bidang Pembinaan Mahasiswa Baru organisasi HIMATEKS Unila dan mengikuti Latihan Kepemimpinan (LK) 1 pada organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kombisariat Teknik (KomTek) Unila. Pada tahun 2013, penulis melakukan kerja praktik di proyek mall Bintaro Xchange, yang berlokasi di Jalan Tegal Rotan, Bintaro Sektor 7, Tanggerang Barat, dan melakukan Kerja Kuliah Nyata (KKN) di Desa Banjar Dewa, Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2015.
Persembahan Alhamdulillahirabbil’alamiin Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas karunia dan rahmatnya sehingga aku sampai juga pada titik ini Hasil kerja kerasku ini tidak terlepas dari orang-orang disekitarku Kupersembahkan karya ini Untuk orang yang selalu tidak lelah menyemangatiku, kedua orang tuaku Bapak Mistam dan Ibu Siti Fatimah serta saudaraku Bella Arinda dan Firmansyah Aji Wijaya Terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya baik secara moril maupun materil Teman-teman dekatku F. Afrie Adi S., Dedy Dwi Pujiyanto, Rifki Ananda Saputra, Sapto Nugroho, Riko Berliardian dan Chandra R.S. Terima kasih atas segala masukan dan semangatnya Kemudian untuk teman-teman seperjuangan Teknik Sipil Unila 2010 dan adik tingkat 2012 yang tidak dapat tersebutkan namanya Terima kasih banyak untuk semuanya Teknik Sipil
SANWACANA
Puji syukur mutlak milik Allah swt. karena atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN MOMEN LENTUR PELAT DUA ARAH ANTARA METODE LEVY DENGAN PERATURAN BETON BERTULANG INDONESIA 1971 (PBI-71)“ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Sipil di Universitas Lampung. Pada penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak. Prof. Dr. Suharno, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung sekaligus sebagai Dosen Penguji Kerja Praktik. 3. Bapak Suyadi, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Bayzoni, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Andi Kusnadi, S.T., M.T., M.M. selaku Penguji Utama pada ujian skripsi. Terimakasih untuk masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. Ibu Hasti Riakara Husni S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat.
8. Kedua orang tuaku Bapak Mistam dan Ibu Siti Fatimah tercinta dan adikku Bella Arinda dan Firmansyah Aji Wijaya yang sudah menjadi charger dalam mengisi semangatku. 9. Teman-teman Teknik Sipil khususnya angkatan 2010 dan 2012 yang sudah banyak membantu dan memberi semangat. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun di kemudian hari. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bandar Lampung, Januari 2017 Penulis,
Dian Setiawan
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii DAFTAR TABEL........................................................................................... vi DAFTAR NOTASI ......................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................1 B. Rumusan Masalah ..........................................................................2 C. Batasan Masalah ............................................................................3 D. Tujuan Penelitian ...........................................................................3 E. Manfaat Penelitian ........................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Elastisitas ...........................................................................5 B. Persamaan Differensial Pelat dalam Sistem Koordinat Kartesius .....................................................................................15 C. Pengenalan Metode M. Levy ......................................................31
ii
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian .................................................................42 B. Lokasi Penelitian ........................................................................42 C. Data Penelitian ............................................................................42 D. Prosedur Penelitian .....................................................................43 E. Kerangka Penelitian ....................................................................45
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Alisis Pelat Persegi Sederhana ...................................................47 B. Pelat Persegi yang Mengalami Momen Akibat Jepit...................58 C. Pelat Persegi Dengan Dua Tepi yang Berhadapan Ditumpu Secara Sederhana dan Dua Sisi Lainnya Terjepit ........................67 D. Pelat Persegi di mana Ketiga Tepinya Ditumpu Secara Sederhana dan Satu Tepinya Terjepit ..........................................73 E. Pelat Persegi yang Semua Tepinya Terjepit ................................78
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................107 B. Saran..........................................................................................108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Respon suatu benda elastis tehadap gaya luar ...............................6 Gambar 2.2. Metode Irisan .................................................................................8 Gambar 2.3. Elemen tiga dimensi ......................................................................9 Gambar 2.4. Deformasi suatu elemen .................................................................12 Gambar 2.5. Distorsi yang diproyeksi.................................................................13 Gambar 2.6. Pelat persegi yang memikul beban lateral ......................................17 Gambar 2.7. Pelat persegi yang memikul beban lateral ......................................18 Gambar 2.8. Tegangan pada suatu elemen pelat .................................................22 Gambar 2.9. Penampang sebelum dan sesudah berubah bentuk .........................23 Gambar 2.10. Distorsi Sudut ...............................................................................24 Gambar 2.11. Berbagai Kondisi Tepi .................................................................29 Gambar 2.12. Pengaruh tepi dari momen puntir .................................................30 Gambar 2.13 Fungsi periodik sembarang ...........................................................33 Gambar 2.14 Analisis Harmonis .........................................................................34 Gambar 2.15. (a) Harmonisasi ganjil, (b) harmonisasi genap.............................35 Gambar 2.16. (b) Harmonisasi ganjil, (a) harmonisasi genap.............................36 Gambar 2.17 Fungsi yang akan diekspansikan menjadi deret Fourier ...............37 Gambar 2.18. Grafik ekspansi deret Fourier .......................................................38 Gambar 3.1 Kondisi tumpuan pelat Tabel 13.3.1 PBI-71 ...................................43 Gambar 3.2 Kondisi tumpuan sederhana ............................................................44
iv
Gambar 3.3 Kondisi tumpuan dua tepi jepit dan dua tepi lainya jepit ................44 Gambar 3.4 Kondisi tumpuan tiga tepi sederhana dan tepi lain jepit .................44 Gambar 3.5 Kondisi tumpuan semua tepinya terjepit .........................................44 Gambar 3.6 flow chart........................................................................................46 Gambar 4.1 Sistem koordinat metode M. Levy ..................................................47 Gambar 4.2 Distribusi momen lentur sepanjang tepi ..........................................59 Gambar 4.3 Pelat persegi panjang dengan dua tepi yang berhadapan di tumpu secara sederhana dan dua sisi lainnya terjepit ................................67 Gambar 4.4 Pelat persegi panjang dimana ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu tepinya terjepit ................................................74 Gambar 4.5 Prinsip superposisi dalam perhitungan pelat persegi panjang yang semua tepinya terjepit. ...................................................................79 Gambar 4.6 Pelat persegi yang semua tepinya terjepit .......................................79 Gambar 4.7 Perubahan koordinat persamaan lendutan pelat yang ditumpu secara sederhana. ...........................................................................80 Gambar 4.8 Momen yang terdistribusi merata sepanjang tepi y = b/2 ...............81 Gambar 4.9 Momen yang terdistribusi merata sepanjang tepi x = ± a/2 ............83 Gambar 4.10 Syarat kondisit tepi menurut persamaan (4.60).............................85 Gambar 4.11 Syarat kondisit tepi menurut persamaan (4.61) .............................85 Gambar 4.12a Grafik Nilai Faktor Bilangan Mlx (PBI-71) dan Mx (Levy)........96 Gambar 4.12b Grafik Nilai Faktor Bilangan Mly (PBI-71) dan My (Levy) .......96 Gambar 4.13a Grafik Nilai Faktor Bilangan Mlx (PBI-71) dan Mx (Levy)........98 Gambar 4.13b Grafik Nilai Faktor Bilangan Mly (PBI-71) dan My (Levy) .......99
v
Gambar 4.13c Grafik Nilai Faktor Bilangan Mtx (PBI-71) dan My y=±b/2 (Levy) ..........................................................................................99 Gambar 4.14a Grafik Nilai Faktor Bilangan Mlx (PBI-71) dan Mx (Levy)........101 Gambar 4.14b Grafik Nilai Faktor Bilangan Mly (PBI-71) dan My (Levy) .......102 Gambar 4.14c Grafik Nilai Faktor Bilangan Mtx (PBI-71) dan My y=±b/2 (Levy) ..........................................................................................102 Gambar 4.15a Grafik Nilai Faktor Bilangan Mtx (PBI-71) dan Mx x=0, y=0 (Levy) ..........................................................................................105 Gambar 4.15b Grafik Nilai Faktor Bilangan Mty (PBI-71) dan My x=0, y=0 (Levy) ..........................................................................................105 Gambar 4.15c Grafik Nilai Faktor Bilangan Mlx (PBI-71) dan Mxx=±a/2, y=0 (Levy) ..........................................................................................106 Gambar 4.15d Grafik Nilai Faktor Bilangan Mly (PBI-71) dan Myx=0, y=±b/2 (Levy) ..........................................................................................106
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Nilai Rata Perbandingan Poisson Rasio ..............................................57 Tabel 4.2 Nilai Faktor Bilangan α, βx dan βy .....................................................57 Tabel 4.3 Nilai Faktor Bilangan w, Mx dan My ...................................................62 Tabel 4.4a Nilai Faktor Bilangan My ..................................................................69 Tabel 4.4b Nilai Faktor Bilangan w, Mx dan My .................................................72 Tabel 4.5a Nilai Faktor Bilangan w, Mx dan My .................................................77 Tabel 4.5b Nilai Faktor Bilangan My ..................................................................78 Tabel 4.6a Nilai Faktor Bilangan w, Mx dan My .................................................93 Tabel 4.6b Nilai Faktor Bilangan Mx dan My .....................................................94 Tabel 4.7a Nilai Faktor Bilangan Mlx dan Mly ...................................................95 Tabel 4.7b Nilai Faktor Bilangan Mlx, Mly (PBI-71) dan Mx, My (Levy) .........95 Tabel 4.8a Nilai Faktor Bilangan Mlx, Mly dan Mtx..........................................97 Tabel 4.8b Nilai Faktor Bilangan Mlx, Mly dan Mtx ..........................................97 Tabel 4.9a Nilai Faktor Bilangan Mlx, Mly dan Mtx..........................................100 Tabel 4.9b Nilai Faktor Bilangan Mlx, Mly dan Mtx .........................................100 Tabel 4.10a Nilai Faktor Bilangan Mtx, Mty, Mx x=±a/2, y=0 dan Myx=0,y=±b/2 .......103 Tabel 4.10b Nilai Faktor Bilangan Mlx, Mly, Mx dan My .................................104
vii
DAFTAR NOTASI
a,b
: Dimensi linier pelat dalam arah X dan Y
D, Dx, Dy
: Ketegaran lentur pelat
E
: Modulus elastisitas
Fm, Fi, f(x), Em, Ei
: Fungsi gaya
G
: Modulus geser
h
: Tebal pelat
I
: Momen inersia
i, m, n
: Bilangan ganjil positif (1,3,5....) yang menyatakan suku deret
K
: Kekakuan suatu struktur
lx, ly
: Dimensi linier pelat dalam X dan Y
M0
: Momen lentur yang didistribusikan disepanjang tepi terjepit
Mx, My, Mxy, Myx
: Momen lentur arah X, Y, XY dan YX
Qx, Qy
: Gaya geser transversal per satuan panjang
q
: Gaya lateran berupa beban merata
T
: Periode fungsi
u, v, w
: Lendutan arah X, Y dan Z
v
: Poission rasio
X, Y, Z
: Koordinat kartesius
a, β
: Sudut
am, βm
: Sudut yang dipengaruhi suku deret
viii
εx, εy, εz
: Komponen regangan normal
β, βx, βy
: Koefisien momen lapangan
γ, γx, γy
: Koefisien momen tumpuan
σx, σy, σz
: Komponen regangan normal
τ, τxy
: Tegangan geser
ω
: Frekuensi sudut getaran bebas
∆
: Selisih, pertambahan kecil yang berhingga
∇2
: Operator Laplace
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rekayasa adalah penerapan kaidah-kaidah ilmu di pelaksanaan (seperti perancangan, pembuatan konstruksi, serta pengoperasian kerangka, peralatan, dan sistem yg ekonomis dan efisien). Pada penerapan rekayasa dalam bidang ilmu teknik berkaitan erat dengan merekayasa gaya-gaya dalam yang bekerja pada perancangan dan analisis suatu bidang konstuksi, gaya-gaya dalam yang sering kita jumpai dalam menganalisis suatu kontruksi diantaranya gaya momen, lintang dan normal.
Pada hakekatnya dalam suatu rekayasa pada perancangan dan analisis suatu kontruksi menitikberatkan pada aspek keamanan, kenyamanan, keindahan dan efisiensi. Dari segi keamanan ditinjau bahwa suatu kontruksi dapat menahan gaya-gaya yang bekerja pada kontruksi tersebut, dari segi kenyamanan dan keindahan ditinjau bahwa suatu kontruksi diperuntukan untuk umat manusia, sedangkan ditinjau dari segi efisiensi mengarah kepada pemilihan metode pendekatan yang efisien dalam perancangan atau analisis.
Perancangan adalah proses penerapan berbagai teknik dan prinsip yang bertujuan untuk mendefinisikan sebuah peralatan, satu proses atau satu sistem secara detail yang membolehkan dilakukan realisasi fisik. Perancangan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan Pada suatu
2 perancangan kontruksi gedung, terdapat sub bagian perancangan yakni : perancangan pondasi, perancangan atas (berupa kolom, balok dan pelat lantai) dan atap.
Pelat adalah struktur bidang yang datar/tidak melengkung yang tebalnya jauh lebih kecil dari dua dimensi yang lain. Sistem perancangan tulangan pelat beton pada dasarnya dibagi menjadi 2 macam yaitu : Sistem perancangan pelat dengan tulangan pokok satu arah (arah x) disebut pelat satu arah/ one way slab dan Sistem perancangan pelat dengan tulangan pokok dua arah (arah x dan arah y) disebut pelat dua arah/ two way slab.
Pada suatu perancangan dan analisis pelat dua arah yang berlaku di Indonesia terdapat dua metode perhitungan yakni dengan metode desain langsung (Direct Design Method) dan metode PBI-71(metode koofisien momen). Selain itu ada dua metode lain yang dapat digunakan dalam perhitungan desain pelat yakni metode portal ekivalen (Equivalent Frame Method) dan metoda garis leleh (Yield Line Method).
Pada perhitungan pelat menggunakan metode DDM (Direct Design Method) dan metode PBI-71 terdapat perbedaan nilai momen lentur yang dapat berpengaruh terhadap perancangan tulangan pelat yang cenderung boros di dalam pelaksanaan di lapangan. Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan pengkajian ulang terhadap nilai faktor momen lentur Tabel 13.3.1 pada metode PBI-71 dengan menggunakan pendekatan metode M. Levy.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang ada, maka dapat diambil suatu rumusan masalahnya yaitu melakukan pengkajian terhadap nilai faktor momen lentur pelat dua arah pada PBI-71 Tabel 13.3.1 menggunakan pendekatan metode M. Levy.
3 C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Perhitungan analisis nilai momen lentur pada pelat tipis yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi kontinyu tiga-dimensi. 2. Perhitungan hanya pada pelat dua arah yang berbentuk persegi. 3. Beban yang digunakan hanya beban terbagi rata. 4. Asumsi kondisi pelat berdasarkan teori pelat dengan lendutan kecil berdasarkan teori Kirchhoff dan Love. 5. Kondisi tumpuan pelat yang akan ditinjau antara lain : a. Pelat persegi dengan tumpuan sederhana. b. Pelat persegi yang mengalami momen akibat jepit. c. Pelat persegi dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana dan dua sisi lainnya terjepit. d. Pelat persegi di mana ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu tepinya terjepit. e. Pelat persegi yang semua tepinya terjepit.
6. Peraturan yang digunakan pada skripsi ini menggunakan peraturan yaitu berdasarkan Tabel 13.3.1 dari metode PBI-71.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada Tugas Akhir ini adalah melakukan analisis perbandingan nilai faktor momen lentur berdasarkan Tabel 13.3.1 pada metode PBI-71 dengan menggunakan pendekatan metode M. Levy.
4
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Mengetahui perbandingan nilai faktor momen lentur berdasarkan Tabel 13.3.1 pada metode PBI-71 dengan pendekatan metode M. Levy. 2. Hasil analisis ini dapat digunakan oleh para perencana untuk bahan pertimbangan dalam pemilihan metode perancangan penulangan pelat lantai dua arah. 3. Untuk mengetahui nilai momen lentur pada koordinat tertentu pada suatu pelat persegi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Elastisitas
Teori elastisitas merupakan cabang yang penting dari fisika matematis yang mengkaji hubungan antara gaya, tegangan dan regangan dalam benda elastis. Elastisitas adalah sifat benda yang mengalami perubahan bentuk atau deformasi secara tidak permanen. Bila suatu benda pejal dibebani gaya luar, benda tersebut akan berubah bentuk/ deformasi, sehingga timbul tegangan dan regangan dalam.
Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasi geometris dari benda tersebut dan pada sifat mekanis bahannya. Dalam pembahasan sifat elastik pada benda perlu diasumsikan bahwa benda-benda tersebut mempunyai sifat-sifat berikut : -
Homogen artinya setiap bagian benda mempunyai kerapatan yang sama.
-
Isotropik artinya pada setiap titik pada benda mempunyai sifat-sifat fisis yang sama ke segala arah.
6
Dalam teori elastisitas pembahasan dibatasi hanya pada bahan yang elastis linier, yaitu keadaan dimana hubungan tegangan dan regangan bersifat linier. Dan perubahan bentuk serta tegangan akan hilang bila gaya luar dihilangkan. Selain itu, teori elastisitas menganggap bahan bersifat homogennya dan isotropis; dengan demikian, sifat mekanis bahan sama dalam segala arah. Walaupun bahan-bahan struktural tidak tepat memenuhi semua anggapan ini, tapi pengujian menunjukkan bahwa teori elastisitas memberikan hasil dengan ketepatan yang tinggi, asalkan tegangannya masih di bawah titik leleh (yield point).
Teori pelat klasik yang merumuskan dan menyelesaikan masalah pelat berdasarkan analisis matematis yang eksak, merupakan penerapan khusus yang penting dari teori elastisitas. Oleh karena itu, pengertian menyeluruh tentang konsep dasarnya, notasi, definisi, dan lainnya, sangat penting. Tujuan dari bagian ini ialah mengenalkan dasar tersebut dalam bentuk yang ringkas.
Gambar 2.1 Respon suatu benda elastis tehadap gaya luar Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
7
1. Keadaan tegangan pada saat benda elastis Dalam statika benda tegar (rigid body), disini akan dikaji gaya luar yang bekerja pada suatu benda tidak meninjau perubahan bentuk yang timbul. Sebaliknya, dalam teori elastisitas, ditinjau perubahan bentuk akibat gaya luar. Melalui perubahan bentuk pada benda tersebut, gayagaya luar dikonversi menjadi gaya-gaya dalam.
Kita mulai dengan meninjau suatu benda elastis dengan bentuk sembarang dalam system koordinat cartesius X, Y, Z, yang memikul gaya luar yang berada dalam keseimbangan. Untuk menentukan gaya dalam yang timbul di antara partikel-partikel benda tersebut, kita bayangkan benda tersebut dipenggal menjadi dua bagian oleh suatu bidang, seperti pada Gambar 2.2a. Jika sekarang kita bayangkan bahwa bagian
B
dihilangkan,
keseimbangan
benda
tersebut
harus
dipertahankan oleh gaya-gaya luar yang bekerja pada permukaan penampangnya. Marilah kita ambil suatu luas ΔA yang kecil pada penampang tersebut dan kita nyatakan gaya dalam yang bekerja pada luas ini sebagai ΔP (Gambar 2.2b). Perbandingan ΔP/ΔA adalah tegangan rata rata, yang didefinisikan sebagai limit dari perbandingan; jadi ∆𝑃 (𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑠) ∆𝐴 →0 ∆𝐴
𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = lim
(2.1)
Karena ΔP umumnya tidak tegak lurus penampang, kita lebih mudah menggunakan komponen normal (tegak lurus) dan tangensialnya
8
(sebidang). Dengan demikian definisi tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) (Gambar 2.2b) adalah ∆𝑃𝑛 ∆𝑃𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝜏 = lim ∆𝐴 →0 ∆𝐴 ∆𝐴 →0 ∆𝐴
𝜎 = lim
(2.2)
Gambar 2.2 Metode Irisan Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Perlu diperhatikan bahwa tegangan pada suatu bidang adalah vektor tegangan. Resultan tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari komponen-komponennya. Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya; jadi, kita dapat tuliskan σ (x,y,z) dan τ (x,y,z).
Untuk menggambarkan keadaan tegangan tiga-dimensi, kita ambil suatu elemen yang kecil dalam bentuk kontak (dx dy dz) yang mukanya sejajar dengan bidang koordinat, seperti yang ditunjukan Gambar 2.3. Komponen tegangan normal X, Y, dan Z, masing-masing diberi notasi σx, σy dan σz . Subskribnya ( subscript/ huruf bawah) menunjukkan garis normal (tegak lurus) permukaan tempat vector tegangan tersebut
9
bekerja. Tegangan geser τ biasanya memiliki dua subskrib. Subskrib pertama menunjukkan arah garis normal permukaan, sedang subskrib kedua menunjukkan arah arah vektor tegangan τ . Karena tegangan merupakan fungsi dari letaknya pada suatu benda, intensitasnya akan berubah bila bidang rujuknya digerakkan sejauh dx, dy, dz. Pertambahan yang timbul dinyatakan oleh dua suku pertama dari deret Taylor (Gambar 2.3)
Gambar 2.3 Elemen tiga dimensi Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Perjanjian tanda berikut akan digunakan dalam pembahasan berikutnya. Pada bidang dekat suatu elemen yang dipandang dari ujung-ujung sumbu koordinat positif dianggap positif. Pada bidang jauh suatu elemen, semua tegangan yang bekerja pada arah sumbuh koordinat negatif dianggap positif. Perjanjian tanda ini mengikuti
10
aturan umum yang dipakai dalam praktek bidang teknik; yakni, tarikan bertanda positif dan tekanan bertanda negatif. Keadaan tegangan tiga-dimensi di sembarang titik benda elastis ditentukan oleh sembilan komponen tensor tegangan dengan matriks. 𝜎𝑥 [𝜎] = [𝜏𝑦𝑥 𝜏𝑧𝑥
𝜏𝑥𝑦 𝜎𝑦 𝜏𝑧𝑦
𝜏𝑥𝑧 𝜏𝑦𝑧 ] 𝜎𝑧
(2.3)
yang simetris terhadap diagonal utama. Dimana Tensor adalah besaran yang memiliki arti fisik yang memenuhi hukum transformasi tertentu. Hukum transformasi ini dalam teori elastis adalah rotasi sumbu. Tensor orde dua dinyatakan dalam bentuk (Szilard,1974:15). Karena sifat simetris ini, 𝜏𝑥𝑦 = 𝜏𝑦𝑧
𝜏𝑥𝑧 = 𝜏𝑧𝑥
𝑑𝑎𝑛
𝜏𝑦𝑧 = 𝜏𝑧𝑦
(2.4)
Dalam beberapa literatur, Persamaan (2.1) disebut hukum timbal-balik tegangan geser dan mudah dibuktikan dengan mengambil momen dari tegangan-tegangan terhadap sumbu koordinat. Sementara keadaan tegangan dalam pelat yang tebal bersifat tiga-dimensi, pelat tipis yang memiliki ketegangan lentur yang mempunyai keadaan tiga-dimensi yang tidak sempurna; yakni, semua komponen tegangan permukaan yang sejajar bidang XY sama dengan nol.
Dalam analisis pelat elastis, keadaan tegangan dua-dimensi berperan penting. Pada keadaan ini, σz = τyz = τxz = 0; dengan demikian, matriks tensor tegangan yang bersangkutan menjadi 𝜎 [𝜎] = [ 𝜏𝑥
𝜏 𝜎𝑧 ]
(2.5)
11
dimana 𝜏 = 𝜏𝑥𝑦 = 𝜏𝑦𝑧
2. Regangan dan perpindahan
Benda elastis yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 ditumpu sedemikian rupa sehingga perpindahan benda tegar/ rigid body (translasi dan rotasi) tidak terjadi. Karena benda elastis tersebut berubah bentuk akibat gaya luar, setiap titik padanya mengalami perpindahan elastis yang kecil. Dengan menyatakan komponen perpindahan translasional dalam arah X, Y, Z sebagai u, v, w, dapat dituliskan 𝑢 = 𝑓1 (𝑥, 𝑦, 𝑧)
𝑣 = 𝑓2 (𝑥, 𝑦, 𝑧) 𝑤 = 𝑓3 (𝑥, 𝑦, 𝑧)
( 2.6)
yang menunjukkan bahwa komponen perpindahan juga merupakan fungsi dari letaknya.
Untuk menghubungkan perpindahan dan berubah bentuk, kita tinjau kembali kotak yang sangat kecil dengan sisi dx, dy, dan dz pada suatu benda elastis (Gambar 2.3). Karena keseluruhan benda elastis ini berubah bentuk, elemen kecil tersebut juga akan berubah bentuk, yakni panjang sisi dan sudut-sudut antara yang semula siku-siku juga akan berubah (Gambar 2.4). Dengan membatasi pembatasan kita pada perubahan bentuk yang kecil, kita definisikan regangan normal (ε) sebagai perubahan satuan panjang. Misalnya, regangan normal dalam arah X adalah 𝜀𝑥 =
∆𝑑𝑥 𝑑𝑥
(2.7𝑎)
12
dimana pertambahan Δdx dapat dinyatakan dengan suku kedua deret Taylor (Δdx = (∂u / ∂x)dx); jadi, dapat ditulis 𝜀𝑥 =
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 , 𝜀𝑦 = 𝑑𝑎𝑛 𝜀𝑧 = 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
(2.7𝑏)
Akibat pengaruh tegangan geser, permukaan elemen tersebut akan berputar (Gambar 2.4b). Sebagai contoh, dengan mengambil proyeksi elemen tersebut pada bidang XY seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5, dapat didefinisikan regangan geser sebagai distorsi sudut;
Gambar 2.4 Deformasi suatu elemen Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974) jadi 𝜕𝑣 𝜕𝑢 + = 𝛾𝑥𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦
(2.8)
𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 + = 𝛾𝑥𝑧 𝑑𝑎𝑛 𝛾𝑦𝑧 = + = 𝛾𝑧𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦
(2.9)
𝛾𝑥𝑦 = 𝛾 ′ + 𝛾 " = Dengan cara yang sama, kita peroleh 𝛾𝑥𝑧 =
Sama halnya dengan tensor tegangan [Persamaan (2.3)] di suatu titik regangan tensor dapat didefinisikan [lihat Persamaan (2.10)]
13
[𝜀] =
𝜀𝑥
1 𝑦 2 𝑥𝑦
1 𝑦 2 𝑦𝑧 1 𝑦 [2 𝑧𝑥
𝜀𝑦 1 𝑦 2 𝑧𝑦
1 𝑦 2 𝑥𝑧 1 𝑦 2 𝑦𝑧
𝜀𝑧
(2.10) ]
Gambar 2.5 Distorsi yang diproyeksi Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
3. Hukum Hooke Untuk bahan struktur yang menunjukkan batas elastis linear yang jelas, hukum Hooke suatu dimensi menghubungkan tegangan dan regangan normal sebagai 𝜎=𝐸𝜀
(2.11)
dimana E adalah modulus elastis young. Jika tegangan normal bekerja dalam arah X, perpanjangan εx, diikuti oleh perpendekan lateral; jadi, regangan dalam arah X,Y, dan Z adalah 𝜀𝑥 =
𝜎𝑦 𝜎𝑥 , 𝜀𝑦 = 𝐸 𝐸
𝑑𝑎𝑛 𝜀𝑧 =
𝜎𝑧 𝐸
(2.12)
14
dengan ν adalah angka poisson yang bekisar antara 0.15 dan 0.35 untuk kebanyakan bahan struktur. Untuk struktur linear yang mengikuti Hukum Hooke, prinsip superposisi dapat diterapkan; dengan demikian, jika tegangan σ x, σy, dan σz bekerja secara bersamaan pada elemen yang kecil tersebut, hukum Hooke diperluas menjadi 𝜀𝑥 =
1 [ 𝜎𝑥 − 𝑣 (𝜎𝑦 + 𝜎𝑧 )] 𝐸
𝜀𝑦 =
1 [ 𝜎𝑦 − 𝑣 (𝜎𝑥 + 𝜎𝑧 )] 𝐸
𝜀𝑧 =
1 [ 𝜎𝑧 − 𝑣 (𝜎𝑥 + 𝜎𝑦 )] 𝐸
(2.13)
Dengan cara yang sama, hubungan antara tegangan dan regangan geser adalah [lihat persamaan (2.14)] 𝛾=
𝜏 𝐺
(2.14)
dimana G adalah modulus elaslisitas geser atau modulus geser/ gelincir. Jika tegangan geser bekerja pada semua permukaan elemen, Persamaan (2.15) menjadi 𝛾𝑥𝑦 =
1 1 1 𝜏𝑥𝑦 , 𝛾𝑦𝑧 = 𝜏𝑦𝑧 𝑑𝑎𝑛 𝛾𝑧𝑥 = 𝜏 𝐺 𝐺 𝐺 𝑧𝑥
(2.15)
Hubungan antaara modulus elastisitas Young E dan modulus geser G adalah 𝐸 = 2𝐺 (1 + 𝑣 ), 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐺 =
𝐸 2(1 + 𝑣)
(2.16)
15
B. Persamaan Differensial Pelat dalam Sistem Koordinat Kartesius
1. Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda. Bentuk pelat cukup ditentukan dengan menunjukkan geometri bidang pusatnya (middle surface), yang merupakan bidang /permukaan yang membagi dua tebal pelat h setiap titik (Gambar 2.6). Szilard (1974) mengatakan teori pelat dengan lendutan kecil, yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love, didasarkan pada anggapan berikut: a. Bahan pelat bersifat elastis, homogen, dan isotropis b. Pelat pada mulanya datar. c. Tebal pelat relatif kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya. Dimensi lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh kali lebih besar daripada ketebalannya. d. Lendutan sangat kecil dibandingkan dengan tebal pelat. Lendutan maksimum sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal pelat dianggap sebagai batasan untuk teori lendutan yang kecil. Batasan ini juga dapat dinyatakan dalam panjang pelat; misalnya, lendutan maksimum lebih kecil dari satu perlima puluh panjang bentang yang terkecil. e. Kemiringan bidang pusat yang melendut jauh lebih kecil dari satu f. Perubahan bentuk pelat bersifat sedemikian rupa sehingga garis lurus yang semula tegak lurus bidang pusat pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang (perubahan bentuk gaya geser transversal akan diabaikan).
16
g. Lendutan pelat diakibatkan oleh perpindahan titik-titik bidang pusat yang tegak lurus awalnya. h. Besarnya tegangan yang lurus bidang pusat sangat kecil sehingga bisa diabaikan. Banyak dari anggapan ini terkenal karena sama seperti balok dasar. Pengujian dengan skala kecil dan besar telah membuktikan berlakunya anggapan-anggapan tersebut. i. Regangan pada bidang pusat akibat gaya-gaya sebidang biasanya dapat diabaikan jika dibandingkan dengan regangan akibat lentur (teori pelat inekstensional).
Untuk pelat segiempat (persegi), pemakaian sistem koordinat kartesius merupakan cara yang paling mudah (Gambar 2.6). Gaya luar dan dalam serta komponen lendutan u, v, dan w dianggap positif bila searah dengan arah positif sumbu koordinat X, Y, dan Z. Dalam praktik bidang teknik, momen positif menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagian bawah struktur. Perjanjian tanda seperti ini juga berlaku untuk pelat.
Kita tinjau suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada (Gambar 2.7). Kemudian kita berikan gaya dalam dan momen positif pada bidang-bidang dekat (near face). Agar elemen tersebut seimbang, gaya dalam momen negatif harus bekerja pada bidang jauh (far side). Subkrip pertama pada gaya dalam menunjukkan arah garis normal (garis tegak lurus) permukaan penampang tempat momen atau gaya dalam tersebut bekerja.
17
Gambar 2.6. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Gambar 2.6. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
18
2.7. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
2. Keseimbangan elemen pelat Dengan menganggap pelat hanya memikul beban lateral, di antara ke enam persamaan keseimbangan dasar hanya tiga persamaan berikut yang digunakan: ∑ 𝑀𝑥 = 0
∑ 𝑀𝑦 = 0 𝑑𝑎𝑛 ∑ 𝑀𝑧 = 0
(2.17)
Perilaku pelat dalam banyak hal analog dengan perilaku jaringan silang dua-dimensi. Jadi beban luar Pz dipikul oleh gaya transversal
19
Qx dan Qy serta oleh momen lentur Mx dan My. perbedaan yang jelas dengan aksi jaringan balok silang dua-dimensi ialah adanya momen puntir Mxy dan Myx (Gambar 2.7a). Dalam teori pelat, umumnya gaya dalam dan momen dinyatakan persatuan panjang bidang pusat (Gambar 2.7b). Untuk membedakan gaya dalam ini dengan resultan yang disebut diatas, notasi Qx, Qy, Mx, My, Mxy, dan Myx, akan digunakan disini. Prosedur untuk menurunkan persamaan differensial keseimbangan adalah sebagai berikut: a. Pilih sistem koordinat yang memudahkan dan menggambarkan suatu elemen pelat (Gambar 2.7) b. Tinjaulah semua gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen tersebut c. Berikan
gaya
dalam
positif
dengan
penambahannya
(qx+…qy+…dan seterusnya) pada bidang dekat d. Berikan gaya dalam negatif pada bidang jauh e. Nyatakan pertambahan tersebut dalam deret Taylor yang dipenggal: 𝑄𝑥 + 𝑑𝑄𝑥 = 𝑄𝑥 +
𝜕𝑀𝑦 𝜕𝑄𝑥 𝑑𝑥, 𝑀𝑦 + 𝑑𝑀𝑦 = 𝑀𝑦 + 𝜕𝑦, 𝑑𝑠𝑡. (2.18) 𝜕𝑥 𝜕𝑦
f. Tuliskan keseimbangan gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen tersebut. Sebagai contoh, kita samakan jumlah momen semua gaya dalam terhadap sumbu Y dengan nol (Gambar 2.11b), sehingga diperoleh
20
(𝑀 +
𝜕𝑀𝑦𝑥 𝜕𝑀𝑥 𝑑𝑥) 𝑑𝑦 − 𝑀𝑥 𝑑𝑦 + (𝑀𝑦𝑥 + 𝑑𝑥) − 𝑀𝑦𝑧 𝑑𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 − (𝑄𝑥 +
𝜕𝑄𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥) 𝑑𝑦 − 𝑄𝑥 𝑑𝑦 =0 𝜕𝑥 2 2
(2.19)
Setelah disederhanakan, kita abaikan suku yang mengandung besaran 1 2
(
𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑥
) (𝑑𝑥)2 𝑑𝑦. Karena merupakan suku berorde tinggi yang sangat
kecil. Dengan demikian, persamaan (2.19) menjadi 𝜕𝑀𝑦𝑥 𝜕𝑀𝑥 𝑑𝑥. 𝑑𝑦 + 𝑑𝑥. 𝑑𝑦 − 𝑄𝑥 . 𝑑𝑦. 𝑑𝑥 = 0 𝜕𝑥 𝜕𝑥
(2.20)
Dan, setelah dibagi dengan dx dy, kita peroleh 𝜕𝑀𝑥 𝜕𝑀𝑦𝑥 + = 𝑄𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥
(2.21)
Dengan cara yang sama, perjumlahan momen-momen terhadap sumbu X menghasilkan 𝜕𝑀𝑦 𝜕𝑀𝑥𝑦 + = 𝑄𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦
(2.22)
Penjumlahan semua gaya dalam arah Z menghasilkan persamaan keseimbangan ketiga [lihat persamaan (2.23)] 𝜕𝑄𝑦 𝜕𝑄𝑥 𝑑𝑥. 𝑑𝑦 + 𝑑𝑥. 𝑑𝑦 − 𝑞. 𝑑𝑦. 𝑑𝑥 = 0 𝜕𝑥 𝜕𝑦
(2.23)
Yang setelah dibagi oleh dx dy menjadi : 𝜕𝑄𝑥 𝜕𝑄𝑦 + = −𝑞 𝜕𝑥 𝜕𝑦
(2.24)
Dengan memasukkan persamaan (2.21) dan (2.22) ke persamaan (2.24) dan memperhatikan bahwa 𝑀𝑥𝑦 = 𝑀𝑦𝑥 , kita peroleh 𝜕 2 𝑀𝑥 𝜕 2 𝑀𝑥𝑦 𝜕 2 𝑀𝑦 + + = −𝑞 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥. 𝑑𝑦 𝜕𝑦 2
(2.25)
21
Momen lentur dan puntir dalam persamaan (2.25) tergantung pada regangan, sedang regangan merupakan fungsi dari komponen perpindahan. Oleh karena itu, langkah selanjutnya ialah mencari hubungan antara momen dalam dan komponen perpindahan.
3. Hubungan Antara Tegangan, Regangan, dan Perpindahan Anggapan bahwa bahan bersifat elastis memungkinkan pemakaian hukum Hooke dua-dimensi (yang diperoleh dari persamaan (2.13) dengan 𝜎𝑧 = 0), 𝜎𝑥 = 𝐸𝜀𝑥 + 𝑣𝜎𝑦
(2.26𝑎)
𝜎𝑦 = 𝐸𝜀𝑦 + 𝑣𝜎𝑥
(2.26𝑏)
dan
Yang menghubungkan tegangan dan regangan pada suatu elemen pelat. Subtitusi persamaan (2.26b) ke persamaan (2.26a) menghasilkan 𝜎𝑥 =
𝐸 (𝜀 + 𝑣𝜀𝑦 ) (1 − 𝑣 2 ) 𝑥
(2.27)
Dengan cara yang sama, akan diperoleh [lihat persamaan (2.28)] 𝜎𝑦 =
𝐸 (𝜀 + 𝑣𝜀𝑥 ) (1 − 𝑣 2 ) 𝑦
(2.28)
Momen puntir Mxy dan Myx menimbulkan tegangan sebidang (in-plane shear) τxy dan τyx (Gambar 2.8), yang berhubungan dengan regangan geser γ melalui persamaan yang sejenis dengan hukum Hooke Persamaan (2.15) 𝜏𝑥𝑦 = 𝐺𝛾𝑥𝑦 =
𝐸 𝛾 = 𝜏𝑦𝑥 2(1 + 𝑣) 𝑥𝑦
(2.29)
22
Gambar 2.8 Tegangan pada suatu elemen pelat Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Selanjutnya, ditinjau geometri pelat yang melendut untuk menyatakan regangan dalam koefesien perpindahan. Dengan mengambil satu irisan pada nilai y yang konstan, seperti ditunjukkan dalam (Gambar 2.9), kita bandingkan penampang (irisan) sebelum dan sesudah melendut. Dengan memakai anggapan e dan f, yang disebutkan di muka bagian ini, kita bisa nyatakan sudut rotasi garis I-I dan II-II sebagai [lihat persamaan (2.30)]. 𝑣=−
𝜕𝑣 𝑑𝑥
𝑑𝑎𝑛
𝑣+⋯= 𝑣+
𝜕𝑣 𝑑𝑥 𝜕𝑥
(2.30)
Setelah berubah bentuk, panjang suatu deret ̅̅̅̅ 𝐴𝐵 yang terletak pada jarak Z dari bidang pusat menjadi ̅̅̅̅̅̅ 𝐴′𝐵′ (Gambar 2.9). Dengan memakai defenisi regangan yang diberikan dalam persamaan (2.13), dapat dituliskan
23
Gambar 2.9 Penampang sebelum dan sesudah berubah bentuk Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974) 𝜕𝑣 ∆𝑑𝑥 ̅̅̅̅̅̅ 𝐴′𝐵′ − ̅̅̅̅ 𝐴𝐵 [𝑑𝑥 + 𝑧 (𝜕𝑥 ) 𝑑𝑥] 𝜕𝑣 𝜀𝑥 = = = =𝑧 ̅̅̅̅ 𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝜕𝑥 𝐴𝐵
(2.31)
Kemudian persamaan pertama disubtitusi dari persamaan ( 2.30 ) ke persamaan ini akan menghasilkan 𝜕 2𝑤 𝜀𝑥 = −𝑧 2 𝜕𝑥
(2.32)
Dengan cara yang sama, kita bisa memperoleh regangan 𝜀𝑦 = −𝑧
𝜕 2𝑤 𝜕𝑦 2
(2.32)
Selanjutnya ditentukan distorsi sudut xy = ’ + ” dengan membandingkan segiempat ABCD (Gambar 2.10) yang terletak pada
24
suatu jarak konstan dari bidang pusat, dengan keadaannya setelah berubah bentuk A’B’C’D’ pada permukaan pelat yang melendut. Dari kedua segitiga kecil dalam Gambar 2.10 dan dari persamaan ( 2.8 ) jelas terlihat bahwa 𝛾′ =
𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝛾" = 𝜕𝑥 𝜕𝑦
(2.33)
Sesuai dengan Gambar 2.10 didapat bahwa 𝑢 = 𝑧𝑣 = −𝑧
𝜕𝑤 𝜕𝑥
(2.34)
Gambar 2.10 Distorsi Sudut Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Dengan cara yang sama, 𝑣 = −𝑧
𝜕𝑤 𝜕𝑦
(2.35)
Sehingga, 𝛾𝑥𝑦 = 𝛾 ′ + 𝛾" = −2𝑧 Perubahan
kelengkungan
didefenisikan sebagai
pada
𝜕2𝑤 𝜕𝑥𝜕𝑦
bidang
pusat
(2.36) yang
melendut
25
𝑘𝑥 = −
𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 , 𝑘 = − , 𝑑𝑎𝑛 𝜒 = − 𝜕𝑥 2 𝑦 𝜕𝑦 2 𝜕𝑥𝜕𝑦
(2.37)
Dimana χ menyatakan pemilinan (warping) pelat. 4. Gaya dalam yang dinyatakan dalam w Komponen tegangan σx dan σy (Gambar 2.8) menimbulkan momen lentur pada elemen pelat dengan cara yang sama seperti pada teori balok dasar. Jadi, dengan mengintegrasikan komponen tegangan normal, kita peroleh momen lentur yang bekerja pada elemen pelat:
𝑀𝑥 = ∫
ℎ (+ ) 2
ℎ (− ) 2
𝜎𝑥 𝑧𝑑𝑥
𝑑𝑎𝑛
ℎ (+ ) 2
𝑀𝑦 = ∫
ℎ (− ) 2
𝜎𝑦 𝑧𝑑𝑥
(2.38)
Demikian pula, momen puntir akibat tegangan geser τ = τxy = τyx dapat dihitung dari ℎ (+ ) 2
𝑀𝑥𝑦 = ∫
ℎ (− ) 2
𝜏𝑥𝑦 𝑧𝑑𝑥
𝑑𝑎𝑛
ℎ (+ ) 2
𝑀𝑦𝑥 = ∫
ℎ (− ) 2
𝜏𝑦𝑥 𝑧𝑑𝑥
(2.39)
Namun τxy = τyx = τ sehingga Mxy = Myx. Jika persamaan (2.32) dan (2.33) disubtitusikan ke dalam persamaan (2.27) dan (2.28), tegangan normal σx dan σy bisa dinyatakan dalam lendutan lateral w. Jadi, dapat ditulis sebagai 𝐸𝑧 𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 𝜎𝑥 = − ( + 𝑣 2) 1 − 𝑣 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦
(2.40)
𝐸𝑧 𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 ( + 𝑣 ) 1 − 𝑣 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 2
(2.41)
Dan 𝜎𝑦 = −
Integrasi persamaan (2.38), setelah substitusi persamaan di atas σx dan σy, menghasilkan
26
𝑀𝑥 = −
𝐸ℎ2 𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 𝜕 2𝑤 ( + 𝑣 ) = −𝐷 ( + 𝑣 ) 12(1 − 𝑣 2 ) 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 = 𝐷(𝑘𝑦 + 𝑣𝑘𝑥 )
(2.42)
𝜕 2𝑤 𝜕2𝑤 + 𝑣 ) = 𝐷(𝑘𝑦 + 𝑣𝑘𝑥 ) 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2
(2.43)
Dan 𝑀𝑦 = −𝐷 ( Dimana 𝐸ℎ2 𝐷= 12(1 − 𝑣 2)
(2.44)
Menyatakan ketegaran lentur/ kekakuan pelat (flextural rigidity) pelat. Dengan cara yang sama, kita peroleh persamaan momen puntir dalam lendutan lateral: ℎ (+ ) 2
𝑀𝑥𝑦 = 𝑀𝑦𝑥 = ∫
ℎ (− ) 2
ℎ (+ ) 2
𝜏𝑥𝑦 𝑧𝑑𝑥 = −2𝐺 ∫
= −𝐷(1 − 𝑣 )
ℎ (− ) 2
𝜕2𝑤 2 𝑧 𝑑𝑧 𝜕𝑥𝜕𝑦
𝜕2𝑤 = 𝐷 (1 − 𝑣 )𝜒 𝜕𝑥𝜕𝑦
(2.45)
Jika persamaan (2.42), (2.43) dan (2.45) disubstitusikan ke persamaan (2.25) akan menghasilkan persamaan differensial penentu untuk pelat yang memikul beban lateral : 𝜕4𝑤 𝜕4𝑤 𝜕4𝑤 𝑞 + 2 + = 𝑑𝑥 4 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦 4 𝐷 ∇ 2 ∇2 𝑤 =
(2.46)
𝑞 𝐷
Persamaan ini merupakan persamaan differensial parsial tak homogen, berorde-empat yang termasuk jenis eliptis dengan koefesien konstan, yang sering kali disebut persamaan biharmonis tak halogen.
27
persamaan (2.46) bersifat liner karena turunan w tidak memiliki eksponensial
lebih
dari
satu
(szilard,
1974:31).
Selanjutnya,
merumuskan gaya geser transversal dalam lendutan lateral. Persamaan (2.42) dan, (2.43), dan (2.45) disubstitusi ke persamaan (2.21) dan (2.22) menghasilkan 𝜕𝑀𝑥 𝜕𝑀𝑦𝑥 𝜕 𝜕 2𝑤 𝜕 2𝑤 𝑄𝑥 = + = −𝐷 ( 2 + ) 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 2
(2.47)
𝜕𝑀𝑦 𝜕𝑀𝑥𝑦 𝜕 𝜕2𝑤 𝜕2 𝑤 + = −𝐷 ( 2 + ) 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 2
(2.48)
𝑄𝑦 =
5. Kondisi tepi menurut teori lentur Penyelesaian eksak untuk persamaan pelat (persamaan 2.46) harus juga memenuhi persamaan differensial tersebut dalam kondisi tepi (syarat batas) masalah pelat tertentu. Karena persamaan (2.46) merupakan persamaan differensial berorde–empat, dua kondisi tepi, baik untuk perpindahan ataupun untuk gaya-gaya dalam, diperlukan setiap tepi.
Dalam teori lentur pelat, ada tiga komponen gaya dalam yang harus ditinjau: momen lentur, momen puntir dan gaya geser transversal. Demikian pula, komponen perpindahan yang harus dipakai dalam perumusan kondisi tepi adalah lendutan lateral dan kemiringan (putaran sudut). Kondisi tepi pelat yang mengalami lentur umumnya dapat digolongkan sebagai salah satu dari kondisi tersebut. Adapun kondisi tepi yang digunakan dalam pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
28
a. Kondisi tepi geometris (jepit). Kondisi geometris tertentu yang diperoleh berdasarkan besarnya perpindahan (translasi dan rotasi) dapat digunakan untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk matematis. Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit (Gambar 2.11a) sama dengan nol, jadi, dapat dituliskan (𝑤)𝑥 = 0,
(
𝜕𝑤 ) =0 𝜕𝑥 𝑥
(𝑥 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 = 𝑎)
Dan
(2.49) (𝑤)𝑦 = 0,
(
𝜕𝑤 ) =0 𝜕𝑦 𝑦
(𝑦 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 = 𝑏)
Kondisi tepi seperti ini disebut kondisi tepi geometris b. Kondisi tepi statis (tepi bebas). Untuk kondisi tepi statis, gaya-gaya tepi memberikan persamaan matematis yang diperlukan. Misalnya, di tepi bebas suatu pelat yang tidak dibebani lihat (Gambar 2.11b), kita dapat katakan bahwa momen dan gaya geser transversal (V) di tepi tersebut sama dengan nol. Jadi, (𝑀𝑥 )𝑥 = (𝑉𝑥 )𝑥 = 0 𝑑𝑖 𝑥 = 0, 𝑎 Atau
(2.50) (𝑀𝑦 )𝑦 = (𝑉𝑦 )𝑦 = 0 𝑑𝑖 𝑦 = 0, 𝑏
Gaya geser di tepi pelat terdiri dari dua suku, yaitu gaya geser transversal dan pengaruh momen puntir. Dengan memperhatikan tepi-tepi pelat yang memiliki garis normal dalam arah X dan Y, gaya tepi per satuan panjang diperoleh sebagai :
29
𝑉𝑥 = 𝑄𝑥
𝜕𝑀𝑥𝑦 𝜕3𝑤 𝜕3𝑤 ] = −𝐷 [ 3 + (2 − 𝑣) 𝜕𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑥𝑑𝑦 2 (2.51)
𝜕𝑀𝑥𝑦 𝜕3𝑤 𝜕3𝑤 ] 𝑉𝑥 = 𝑄𝑥 = −𝐷 [ 3 + (2 − 𝑣) 𝜕𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑥𝑑𝑦 2
Gambar 2.11 Berbagai Kondisi Tepi Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Dimana Qx dan Qy adalah gaya geser lateral (persamaan 2.47 dan 2.48). Suku kedua ∂mxy/dy dan ∂myx/dx dalam persamaan (2.51) menyatakan gaya geser tambahan di tepi tersebut yang diakibatkan oleh momen puntir Mxy = Myx. Dengan mengganti momen puntir dengan kopel ekivalen secara statis Mxy dy/dy dan Myx dx/dx (Gambar 2.12), gaya-gaya ini saling menghapus di elemen-elemen yang bersebelahan, kecuali bagian pertambahannya : 𝜕𝑀𝑥𝑦 𝜕𝑀𝑦𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑎𝑛 𝑑𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥
30
Dengan membagi persamaan ini masing-masing dengan dy dan dx, kita peroleh gaya geser tambahan persatuan panjang : 𝑄𝑥 =
𝜕𝑀𝑥𝑦 𝜕𝑀𝑦𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑎𝑛 𝑄𝑦 = 𝑑𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥
Gaya ini disebut gaya tambahan Kirchhoff (Kirchhoff Ersatzkrafte)
Gambar 2.12 Pengaruh tepi dari momen puntir Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Dengan mengganti momen puntir dengan gaya geser ekivalen ini, Kirchhoff mengurangi jumlah gaya dalam yang harus ditinjau, yakni dari tiga menjadi dua. Dengan demikian,dari persamaan (2.42),dan (2.43), dan (2.50), dan (2.51) Kondisi tepi bebas adalah : 𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 𝜕3𝑤 𝜕3𝑤 ] = 0 (2.52) ( 2 + 𝑣 2 ) = 0, [ 3 + (2 − 𝑣) 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥𝑑𝑦 2 𝑥 dan
31
𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 𝜕3𝑤 𝜕3𝑤 ] = 0 (2.53) ( 2 + 𝑣 2 ) = 0, [ 3 + (2 − 𝑣) 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑥𝑑𝑦 2 𝑦 c. Kondisi tepi sederhana. Tepi yang memiliki tumpuan sederhana (Gambar 2.11c) menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini melibatkan persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi, (𝑤)𝑥 = 0,
(𝑀𝑥 )𝑥 = (
𝜕 2𝑤 𝜕2𝑤 + 𝑣 ) =0 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝑥
Dan
(2.54) (𝑤)𝑦 = 0,
𝜕2𝑤 𝜕2𝑤 (𝑀𝑦 )𝑦 = ( 2 + 𝑣 2 ) = 0 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝑦
C. Pengenalan Metode M. Levy
Deret Fourier merupakan alat yang ampuh untuk mendapatkan penyelesaian analitis dari banyak masalah dalam bidang mekanika terapan (applied mechanics ), seperti penyelesaian persamaan differensial parsial pada teori elastisitas, getaran, aliran panas, transmisi listrik, dan gelombang elektromagnetik. Begitu pula analisa pelat yang akan dibahas kemudian, yaitu metode M. Levy. Perluasan deret Fourier menghasilkan integral Fourier dan transformasi Fourier.
Untuk penyelesaian persamaan differensial dari persamaan yang digunakan dalam penurunan rumus untuk metode M. Levy, hanya digunakan deret Fourier tunggal untuk mendapatkan penyelesaian analitisnya.
32
Dalil Fourier menyatakan bahwa suatu fungsi sembarang y = f (x) dapat dinyatakan dengan deret tak-hingga yang terdiri dari suku sinus dan kosinus. Jadi, fungsi semula dapat diganti dengan superposisi sejumlah gelombang sinus dan kosinus. Jika f(x) adalah fungsi periodik, dalil Fourier menyatakan bahwa 𝑓 (𝑥 ) =
1 2𝜋𝑥 4𝜋𝑥 2𝑛𝜋𝑥 𝐴0 + 𝐴1 𝑐𝑜𝑠 + 𝐴2 𝑐𝑜𝑠 + ⋯ 𝐴𝑛 𝑐𝑜𝑠 +⋯ 2 𝑇 𝑇 𝑇 + 𝐵1 𝑠𝑖𝑛
2𝜋𝑥 4𝜋𝑥 2𝑛𝜋𝑥 + 𝐵2 𝑠𝑖𝑛 + 𝐵𝑛 𝑠𝑖𝑛 +⋯ 𝑇 𝑇 𝑇
(2.55)
Atau dalam bentuk ringkas, ∞
∞
1 𝑓 (𝑥 ) = 𝐴0 + ∑ 𝐴𝑛 cos 𝑛𝜔𝑥 + ∑ 𝐵𝑛 sin 𝑛𝜔𝑥 2 1
(2.56)
1
Dimana A0, An dan Bn (n = 1,2,3,...) adalah koefesien ekspansi Fourier; ω adalah 𝜔=
2𝜋 𝑇
(2.57)
Serta T adalah periode fungsi yang ditinjau (Gambar 2.17), Persamaan (2.56) berlaku untuk sembarang fungsi periodik beraturan yang terdiri dari sejumlah segmen (piecewise), yang boleh memiliki diskontinuitas. Persamaan ini menyatakan fungsi periodic sembarang f(x) dalam seluruh jangkauan dari x = -∞ sampai x = +∞, sehingga disebut ekspansi dengan jangkauan penuh ( full-range expansion).
33
Gambar 2.13 Fungsi periodik sembarang Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
𝐴0 =
𝐴𝑛 =
2 𝑇 ∫ 𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 𝑇 0
2 𝑇 ∫ 𝑓 (𝑥 ) cos 𝑛𝜔𝑥 𝑑𝑥 𝑇 0
(2.58)
(2.59)
Dan 𝐵𝑛 =
2 𝑇 ∫ 𝑓 (𝑥 ) sin 𝑛𝜔𝑥 𝑑𝑥, (𝑛 = 1,3,5, … ) 𝑇 0
(2.60)
Bila bentuk analitis dari fungsi f(x) tidak diketahui atau terlalu rumit untuk diintegrasi, kita dapat memanfatkan analitis harmonis yang mengganti integral dengan penjumlahan. Dengan membagi periode T menjadi interval-interval yang sama sebesar 2m (lihat Gambar 2.14) koefesien Fourier bisa ditentukan sebagai 𝐴0 =
2𝑚−1 1 ∑ 𝑦𝑘 𝑚 𝑘=0
(2.61)
𝐴𝑛 =
2𝑚−1 1 𝑘𝑛𝜋 ∑ 𝑦𝑘 cos 𝑚 𝑚 𝑘=0
(2.62)
34
Gambar 2.14 Analisis Harmonis Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Dan 𝐵𝑛 =
2𝑚−1 1 𝑘𝑛𝜋 ∑ 𝑦𝑘 sin 𝑚 𝑚 𝑘=0
(2.63)
(𝑘 = 0,1,2, … … 2𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑛 = 1,2,3, … . 𝑚) Metode pendekatan lainnya untuk menghitung konstanta ekspansi Fourier ialah dengan menggambarkan kurva f(x), f(x) cos (2π/T) dan sin (2πx/T) dan menentukan luas masing-masing kurva dengan planimeter (alat pengukur luas). Jika suatu fungsi periodik, fungsi tersebut dapat dibuat periodik dengan meneruskan fungsi secara sembarang keluar intervalnya. Penerusan sembarang ini dapat berupa harmonis gelap, harmonis ganjil (Gambar 2.15), atau genap ganjil (Gambar 2.16). Karena dalam banyak hal tujuan kita adalah menyatakan fungsi f(x) hanya pada panjang tertentu L, kita lebih mudah memakai ekspansi setengah-jangkauan (half-range expansion) dengan pengulangan interval T = 2L dan dengan mengambil titik awal sebagai pusatnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.16.
35
Misalkan kita hendak menyatakan fungsi f(x) hanya dalam suku kosinus. untuk itu, kita tambahkan secara sembarang suatu fungsi genap dalam x pada fungsi tak-periodik semula (Gambar 2.16a) , sehingga hubungan 𝑓 (𝑥 ) = 𝑓 (−𝑥 )
(2.64)
Gambar 2.15. (a) Harmonisasi ganjil, (b) harmonisasi genap Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
Berlaku, jadi suku sinus, dalam persamaan (2.56) menghilang selama integrasi. Demikian pula, dengan membuat fungsi ganjil (Gambar 2.16b) sehingga hubungan [lihat persamaan (2.65)]
36
𝑓 (𝑥 ) = −𝑓(−𝑥 )
(2.65)
Berlaku, suku sinus akan hilang dalam integrasi dan akan diperoleh deret trigonometris sinus dengan cara ekspansi deret Fourier setengahjangkauan. Cara terakhir, karena deret ini mengandung konstanta A0 sebenarnya merupakan suku kosinus menurut [persamaan (2.64) dan (2.65)] dan dapat menyatakan kondisi tepi geometris bagi tumpuan sederhana,
Gambar 2.16. (b) Harmonisasi ganjil, (a) harmonisasi genap Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
37
Kita dapat mengekspansikan fungsi pada Gambar 2.17 menjadi deret Fourier dengan tiga ( 3 ) cara :
Gambar 2.17 Fungsi yang akan diekspansikan menjadi deret Fourier Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974) 1. Ekspansi jangkauan-penuh, yang mengandung konstanta serta suku sinus dan kosinus. 2. Ekspansi setengah-jangkauan, yang hanya mengandung suku sinus. 3. Ekspansi setengah-jangkauan, yang hanya mengandung suku kosinus
1. Untuk ekspansi jangkauan-penuh Periode ekspansi adalah T = 2xo. Suku konstan diperoleh dari persamaan (2.58) : 𝐴0 =
1 2𝑥𝑜 ∫ 𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 = 𝑓0 𝑥0 0
(2.66)
Dan persamaan (2.59) 1 2𝑥𝑜 𝑛𝜋𝑥 ∫ 𝑓 (𝑥 ) cos 𝐴𝑛 = 𝑑𝑥 = 0, (𝑛 = 1,2,3 … ) 𝑥0 0 𝑥0
(2.67)
Koefesien suku sinus kemudian ditentukan dengan persamaan (2.60)
38
𝐵𝑛 =
2𝑥𝑜 1 2𝑥𝑜 𝑛𝜋𝑥 𝑛𝜋𝑥 ∫ 𝑓 (𝑥 ) sin 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓 (𝑥 ) sin 𝑑𝑥 + 0 𝑥0 0 𝑥0 𝑥0 0
=−
𝑓0 (𝑐𝑜𝑠 𝑛𝜋 − 1) 𝑛𝜋
(2.68)
Sehingga diperoleh 𝐵𝑛 =
2𝑓0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 1,3,5, …. 𝑛𝜋
Dan
(2.69) 𝐵𝑛 = 0,
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 1,3,5, ….
Nilai-nilai tersebut disubtitusikan ke persamaan (2.56), menghasilkan ekspansi deret Fourier penuh 𝑓 (𝑥 ) =
1 2𝑓0 𝜋𝑥 1 3𝜋𝑥 1 5𝜋𝑥 (sin 𝑓0 + + sin + sin + ⋯) 2 𝜋 𝑥0 3 𝑥0 5 𝑥0
Gambar 2.18. Grafik ekspansi deret Fourier Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)
(2.70)
39
2. Berikutnya kita ubah fungsi yang sama (Gambar 2.17) menjadi deret trigonometris yang hanya mengandung suku sinus. Untuk itu, digunakan ekspansi setengah-jangkauan dengan periode T = 4x0. Kemudian, fungsi ini secara sembarang diperpanjang melampaui titik pusat sehingga diperoleh fungsi ganjil (Gambar 2.16b). Karena fungsi dalam integral f(x) dan f(x) cos nωx. Merupakan fungsi ganjil, persamaan (2.64) dan (2.65) menghasilkan A0 = An = 0. Namun, f(x) sin nωx = f(x) adalah fungsi genap, dan untuk fungsi genap. 𝑇
𝐿
∫ 𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 = 2 ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 0
(2.71)
0
Dimana T = 2L. Dengan demikia persamaan (2.60) menjadi 2 𝐿 𝑛𝜋𝑥 𝐵𝑛 = ∫ 𝑓(𝑥) sin 𝑑𝑥 𝐿 0 𝐿
(2.72)
Nilai-nilai untuk contoh ini kita subtitusikan ke persamaan (2.72), kita peroleh 𝐵𝑛 =
=
2 2𝑥0 𝑛𝜋𝑥 1 𝑥0 𝑛𝜋𝑥 ∫ 𝑓(𝑥) sin 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓0 𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑥 + 0 2𝑥0 0 2𝑥0 𝑥0 0 2𝑥0 𝑓0 2𝑥0 𝑛𝜋𝑥 2𝑓0 𝑛𝜋 [ ]=− cos (cos − 1) 𝑥0 𝑛𝜋 2𝑥0 𝑛𝜋 2
(2.73)
Untuk berbagai nilai Bn, kita peroleh 𝐵𝑛 =
2𝑓0 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 1,3,5, … 𝑛𝜋
𝐵𝑛 =
4𝑓0 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 2,6,10, … 𝑛𝜋
𝐵𝑛 = 0,
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 4,6,12 …
(2.74)
40
Dari nilai-nilai di atas dan persamaan (2.56), kita peroleh ∞
𝑓 (𝑥 ) = ∑ 𝐵𝑛 sin 𝑛𝜔𝑥 1
=
2𝑓0 𝜋𝑥 𝜋𝑥 1 3𝜋𝑥 1 5𝜋𝑥 (sin + sin + sin + sin + ⋯ ) (2.75) 𝜋 2𝑥0 𝑥0 3 2𝑥0 5 2𝑥0
Grafik penjumlahan berbagai suku ini ditunjukan pada Gambar 2.18b 3. Selanjutnya, kita ekspansikan fungsi yang sama (Gambar 2.17) ke deret trigonometris yang hanya mengandung suku kosinus. Kembali, kita gunakan ekspansi setengah-jangkauan dengan periode T = 2L = 4x0. Akan tetapi, untuk kasus ini, perpanjangan sembarang yang melampaui titik awal akan menghasilkan suatu fungsi genap seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.16b. Sekarang, fungsi dalam integral f(x) dan f(x) cos nωx dalam persamaan (2.58) dan (2.59) merupakan fungsi genap, sedang f(x) sin nωx dalam persamaan (2.60) adalah fungsi ganjil. Kita simpulkan bahwa Bn = 0, dan dari persamaan (2.58) dan (2.59), diperoleh 2 𝐿 2 𝐿 𝑛𝜋𝑥 ( ) 𝐴0 = ∫ 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑎𝑛 𝐴𝑛 = ∫ 𝑓(𝑥) cos 𝑑𝑥 𝐿 0 𝐿 0 𝐿
(2.76)
Dengan demikian, ekspansi Fourier untuk sembarang fungsi genap berperiose 2L dapat dituliskan sebagai ∞
1 𝑛𝜋𝑥 𝑓 (𝑥 ) = 𝐴0 + ∑ 𝐴𝑛 cos 2 𝐿
(2.77)
1
Penyelesaian untuk koefesien-koefesien menghasilkan 𝑓0 𝑥0 𝜋𝑥 𝑓0 2𝑥0 𝜋𝑥 𝑥0 ] 𝐴0 = ∫ 𝑓0 cos 𝑑𝑥 + 0 = [ sin 𝑥0 0 2𝑥0 𝑥0 𝑛𝜋 2𝑥0 0
(2.78)
41
𝐴0 =
2𝑓0 𝑛𝜋 sin ( − 0) 𝑛𝜋 2
Untuk berbagai nilai n, kita peroleh [lihat persamaan (2.79)] 𝐴𝑛 =
2𝑓0 , 𝑛𝜋
𝐴𝑛 = 0, 𝐴𝑛 = −
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 1,5,9, … 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 1,5,9, …
2𝑓0 , 𝑛𝜋
(2.79)
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑛 = 3,7,11, …
Subtitusi nilai-nilai ke persamaan (2.77) menghasilkan 𝑓 (𝑥 ) =
𝑓0 2𝑓0 𝜋𝑥 1 3𝜋𝑥 1 𝜋5𝑥 (cos + − cos + cos + ⋯) 2 𝜋 2𝑥0 3 2𝑥0 5 2𝑥0
(2.80)
Penjumlahan kurva berbagai suku ini ditunjukan pada Gambar 2.18c.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, karena hasil penelitian yang dilakukan berupa angka atau bilangan yaitu merupakan hasil analisis perbandingan nilai faktor momen pada suatu pelat persegi antara hasil analisis pada metode M. Levy dengan Tabel 13.3.1 pada PBI-71.
B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dilakukannya penelitian. Dalam hal ini, penelitian dilakukan di daerah Bandar Lampung.
C. Data Penelitian Data penelitian merupakan penjelasan dari objek yang akan diteliti, objek dalam penelitian ini yakni nilai momen pada pelat kondisi tumpuan sederhana (tumpuan sendi), tumpuan jepit dan kombinasi jepit dan sederhana. Kondisikondisi tersebut disesuaikan dengan kondisi yang terdapat pada Tabel 13.3.1 pada metode PBI-71. Ada pun kondisi pelat yang sesuai dengan Tabel 13.3.1 pada metode PBI-71 dapat dilihat pada Gambar 3.1.
43
Gambar 3.1 Kondisi tumpuan pelat Tabel 13.3.1 PBI-71
D. Prosedur Penelitian
Ada pun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini : 1. Melakukan analisis masalah yang terjadi saat menghitung nilai momen lentur pada suatu pelat dua arah. 2. Melakukan studi literatur mengenai metode-metode pendekatan yang dapat dilakukan dalam menentukan nilai momen pelat dua arah. 3. Menentukan jenis tumpuan pada pelat dua arah yang akan dianalisis berdasarkan kondisi pelat yang dapat diterapkan di lapangan. Ada pun kondisi tumpuan yang akan dianalisis :
44
a. Pelat persegi dengan tumpuan sederhana.
Gambar 3.2 Kondisi tumpuan sederhana b. Pelat persegi yang mengalami momen akibat jepit. c. Pelat persegi dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana dan dua sisi lainnya terjepit.
Gambar 3.3 Kondisi tumpuan dua tepi jepit dan dua tepi lainya jepit d. Pelat persegi di mana ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu tepinya terjepit.
Gambar 3.4 Kondisi tumpuan tiga tepi sederhana dan tepi lain jepit e. Pelat persegi yang semua tepinya terjepit.
Gambar 3.5 Kondisi tumpuan semua tepinya terjepit
45
4. Melakukan analisis nilai faktor momen lentur dengan metode M. Levy a. Menentukan variasi kondisi tumpuan pelat yang akan dianalisis, kondisi tumpuan sesuai dengan prosedur ke 3. b. Menghitung nilai w menggunakan deret Fourier tunggal pada kondisi perbandingan panjang dan lebar pelat yang bervariasi. c. Menghitung nilai Mx dan My pada kondisi perbandingan panjang dan lebar pelat yang bervariasi. d. Melakukan perbandingan nilai momen hasil analisis dengan metode M. Levy dengan Tabel 13.3.1 pada metode PBI-71. 5. Melakukan pembahasan dan kesimpulan mengenai perbandingan kedua metode ini.
E. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian merupakan sebuah benang merah tentang hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian, ada pun kerangka penelitian dalam menyusun skripsi ini dapat dilihat pada gambar 3.6.
Dalam gambar 3.6 tersebut, digambarkan hal-hal yang akan dilakukan dalam menganalisis perbandingan nilai faktor momen pelat dua arah antara Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI-71) dan metode M. Levy (teori dan analisi pelat dengan metode klasik).
46
Mulai
Hipoteisis awal : analisis masalah dalam perhitungan nilai momen pada pelat dua arah
Melakukan studi letaratur mengenai momen pelat
a. Pelat persegi dengan tumpuan sederhana.
Analisis struktur : Menentukan nilai tegangan & regangan Menentukan nilai lendutan w Analisis nilai faktor momen metode M. Levy
Nilai faktor momen pada metode PBI-71
Melakukan perbandingan nilai faktor momen pelat
Mengganti variasi tumpuan sesuai dengan prosedur 3. Jenis tumpuan b,c,d,e. Kesimpulan
Selesai Gambar 3.6 flow chart
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan nilai faktor momen pada kedua metode hal ini karenakan pada analisisnya penulis hanya memasukan nilai m = 1,3 dan 5 pada persamaan momen untuk setiap studi khasus. 2. Pada pelat persegi sederhana perbandingan momen lentur arah sumbu x dan y yang diperoleh kedua metode hampir sama besar, tetapi secara keseleruhunan nilai faktor pada motede M. levy cenderung lebih kecil. 3. Pada pelat persegi dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana dan dua sisi lainnya terjepit mengalami selisih nilai faktor bilangan tertinggi pada momen tumpuan dengan perbandingan b/a = 1.5 yaitu : 0.00091 (0.87%). 4. Pelat persegi di mana ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu tepinya terjepit mengalami selisih nilai faktor bilangan terbesar yakni pada momen tumpuan perbandingan b/a = 1.9 dengan selisih 0.00265 atau sekitar 2.21%.
108
5. Selanjutnya pada pelat persegi yang semua tepinya terjepit terdapat perbedaan nilai faktor bilangan yang paling besar pada momen tumpuan (Mx
y = ±a/2)
perbandingan b/a = 1.7, pada metode M. Levy nilainya :
0.07938 dan momen tumpuan (Mtx) pada PBI-71 dengan nilainya : 0.081. ada pun selisih nilai faktor bilangan kedua metode yakni : 0.00162 (2%). 6. Dengan memasuka nilai v (Poisson Rasio) pada persamaan dasar momen lentur pada metode M. Levy untuk bahan yang berbeda, kita akan mendapatkan nilai faktor bilangan yang berbeda untuk mendapatkan nilai momen pada bahan struktur tertentu.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan peninjauan kembali pada pelat persegi dengan kombinasi tumpuan sesuai pada PBI-71 Tabel 13.3.2 menggunakan metode M. Levy. 2. Perlu dilakukan peninjauan kembali pada pelat berbentuk segitiga dan lingkaran menggunakan metode M. Levy. 3. Sebelum melakukan perancangan pada suatu pelat persegi, sebaiknya kita meninjau terlebih dahulu jenis bahan yang akan digunakan. Hal ini akan berpengaruh pada nilai v (Poisson Rasio) dan momen lentur struktur tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Lampung, 2013, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung, Unila Offset, Bandar Lampung. PBI, 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Bandung. Szilard, Rudolph, 1974, Teori dan Analisis Pelat Metode Klasik dan Numerik. Diterjemahkan oleh : Ir. Wira, MSCE, Erlangga, Jakarta. Timoshenko, S.P. dkk, 1986, Teori Elastisitas Edisi ke Tiga, Diterjemahkan oleh : Ir. Darwin Sebayang, Erlangga, Jakarta. Timoshenko, S.P. dkk, 1959, Theory of Plates and Shells Second Edition, McGrawHill, Inc. Singapore. Ventsel, Eduard. Dkk, 2001, Thin Plates and Shelss, Theory, Analysis, and Applications, Marcell Dekker, Inc. New York.
LAMPIRAN
90 99 108 117 126 135 144 153 162 171 180
1,5708 1,7279 1,8850 2,0420 2,1991 2,3562 2,5133 2,6704 2,8274 2,9845 3,1416
A. Pelat persegi dengan tumpuan sederhana.
b/a 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0
90 99 108 117 126 135 144 153 162 171 180
1,5708 1,7279 1,8850 2,0420 2,1991 2,3562 2,5133 2,6704 2,8274 2,9845 3,1416
0,9172 0,9388 0,9549 0,9669 0,9757 0,9822 0,9870 0,9905 0,9930 0,9949 0,9963
0,9172 0,9388 0,9549 0,9669 0,9757 0,9822 0,9870 0,9905 0,9930 0,9949 0,9963
B. Pelat Persegi yang Mengalami Momen Akibat Jepit
b/a 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0
2,5092 2,9032 3,3689 3,9180 4,5640 5,3228 6,2131 7,2572 8,4806 9,9137 11,5920
2,5092 2,9032 3,3689 3,9180 4,5640 5,3228 6,2131 7,2572 8,4806 9,9137 11,5920
w
0,00406 0,00487 0,00565 0,00639 0,00708 0,00772 0,00831 0,00884 0,00932 0,00974 0,01013
0,03703 0,03604 0,03446 0,03250 0,03033 0,02804 0,02575 0,02351 0,02136 0,01932 0,01742
-0,00896 -0,00815 -0,00737 -0,00663 -0,00594 -0,00530 -0,00471 -0,00418 -0,00371 -0,00328 -0,00289
0,3939 0,3723 0,3477 0,3216 0,2952 0,2693 0,2443 0,2207 0,1986 0,1782 0,1595
0,00260 0,00225 0,00194 0,00167 0,00143 0,00123 0,00105 0,00090 0,00077 0,00066 0,00056
0,2150 0,1540 0,1058 0,0683 0,0395 0,0178 0,0016 -0,0102 -0,0185 -0,0241 -0,0277
0,04396 0,05173 0,05914 0,06607 0,07247 0,07833 0,08364 0,08842 0,09270 0,09653 0,09994
0,04435 0,04495 0,04491 0,04442 0,04361 0,04259 0,04145 0,04025 0,03904 0,03785 0,03671
90 99 108 117 126 135 144 153 162 171 180
1,5708 1,7279 1,8850 2,0420 2,1991 2,3562 2,5133 2,6704 2,8274 2,9845 3,1416
1,5708 1,7279 1,8850 2,0420 2,1991 2,3562 2,5133 2,6704 2,8274 2,9845 3,1416
0,9172 0,9388 0,9549 0,9669 0,9757 0,9822 0,9870 0,9905 0,9930 0,9949 0,9963
0,9172 0,9388 0,9549 0,9669 0,9757 0,9822 0,9870 0,9905 0,9930 0,9949 0,9963
2,5092 2,9032 3,3689 3,9180 4,5640 5,3228 6,2131 7,2572 8,4806 9,9137 11,5920
2,5092 2,9032 3,3689 3,9180 4,5640 5,3228 6,2131 7,2572 8,4806 9,9137 11,5920
-0,00215 -0,00234 -0,00246 -0,00250 -0,00247 -0,00240 -0,00229 -0,00215 -0,00200 -0,00184 -0,00168
0,00128 0,00136 0,00139 0,00138 0,00134 0,00128 0,00120 0,00112 0,00103 0,00094 0,00086
0,00278 0,00351 0,00426 0,00501 0,00574 0,00644 0,00710 0,00772 0,00828 0,00880 0,00927
0,00191 0,00252 0,00319 0,00389 0,00461 0,00533 0,00602 0,00669 0,00732 0,00790 0,00844
0,01359 0,01400 0,01399 0,01364 0,01304 0,01228 0,01142 0,01051 0,00960 0,00871 0,00786
-0,02284 -0,02420 -0,02479 -0,02471 -0,02407 -0,02302 -0,02169 -0,02018 -0,01859 -0,01699 -0,01542
0,03037 0,03773 0,04514 0,05243 0,05943 0,06605 0,07222 0,07790 0,08310 0,08782 0,09208
0,02112 0,02753 0,03435 0,04136 0,04840 0,05530 0,06194 0,06823 0,07411 0,07954 0,08452
0,00742 0,00579 0,00426 0,00290 0,00175 0,00081 0,00007 -0,00048 -0,00089 -0,00118 -0,00136
-0,01247 -0,01001 -0,00755 -0,00525 -0,00322 -0,00152 -0,00014 0,00093 0,00173 0,00230 0,00268
0,03693 0,03915 0,04065 0,04152 0,04186 0,04178 0,04137 0,04074 0,03993 0,03903 0,03807
0,03188 0,03494 0,03737 0,03917 0,04038 0,04107 0,04131 0,04118 0,04077 0,04015 0,03938
-0,08608 -0,09400 -0,10068 -0,10621 -0,11072 -0,11434 -0,11722 -0,11949 -0,12127 -0,12265 -0,12372
-0,06907 -0,07799 -0,08601 -0,09302 -0,09904 -0,10409 -0,10826 -0,11166 -0,11440 -0,11659 -0,11831
C. Pelat persegi dengan dua tepi yang berhadapan ditumpu secara sederhana dan dua sisi lainnya terjepit
b/a 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0
90 99 108 117 126 135 144 153 162 171 180
D. Pelat persegi di mana ketiga tepinya ditumpu secara sederhana dan satu tepinya terjepit
b/a 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0
90 99 108 117 126 135 144 153 162 171 180
1,5708 1,7279 1,8850 2,0420 2,1991 2,3562 2,5133 2,6704 2,8274 2,9845 3,1416
E.Pelat Persegi yang Semua Tepinya Terjepit
b/a 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0
0,9172 0,9388 0,9549 0,9669 0,9757 0,9822 0,9870 0,9905 0,9930 0,9949 0,9963
2,5092 2,9032 3,3689 3,9180 4,5640 5,3228 6,2131 7,2572 8,4806 9,9137 11,5920
0,001399 0,001679 0,001962 0,002240 0,002508 0,002763 0,003004 0,003228 0,003435 0,003624 0,003798
0,00127 0,00151 0,00173 0,00191 0,00207 0,00220 0,00230 0,00238 0,00245 0,00250 0,00253
0,021143 0,025024 0,02845 0,031369 0,03379 0,035756 0,037325 0,038557 0,039509 0,040233 0,040774
0,02114 0,02098 0,02030 0,01930 0,01818 0,01690 0,01569 0,01456 0,01352 0,01261 0,01181
-0,05112 -0,05785 -0,06362 -0,06839 -0,07224 -0,07527 -0,07761 -0,07938 -0,08069 -0,08164 -0,08231
-0,05112 -0,05362 -0,05518 -0,05608 -0,05655 -0,05677 -0,05683 -0,05682 -0,05677 -0,05672 -0,05667
F. Tabel 13.3.1 Pada PBI-71