ANALISIS PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU DALAM ERA OTONOMI DAERAH
Oleh: DONY HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
2
ABSTRAK DONY HIDAYAT. Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau dalam Era Otonomi Daerah (ARIEF DARYANTO selaku Ketua dan D.S. PRIYARSONO selaku Anggota Komisi Pembimbing) Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya kemampuan fiskal Pemerintah Daerah Riau yang sangat besar pada era otonomi daerah. Peningkatan kemampuan fiskal tersebut berdampak pada peningkatan anggaran untuk pembangunan daerah yang salah satunya untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menjadi primadona di Provinsi Riau. Pembangunan perkebunan kelapa sawit itu diharapkan dapat mensukseskan program K2I dalam pengentasan kemiskinan dan kebodohan melalui peningkatan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) struktur perekonomian Riau dan peranan perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau pada pembentukan output, permintaan antara dan permintaan akhir, (2) keterkaitan perkebunan kelapa sawit dengan sektor lain pada perekonomian Riau, dan (3) dampak otonomi daerah terhadap kinerja perkebunan kelapa sawit dalam penciptaan output, pendapatan rumah tangga, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan di Provinsi Riau Metode yang digunakan adalah Metode Analisis Input Output dengan menggunakan Tabel Input Output Model Leontief dan Tabel Input Output Model Miyazawa untuk menganalisis peranan perkebunan kelapa sawit dalam era otonomi daerah. Data dianalisis dengan bantuan Grimp 7.1 untuk mengetahui keterkaitan, penyebaran, pengganda dan elastisitas sektor perkebunan kelapa sawit. Selain itu, penelitian ini melakukan analisis deskriptif untuk mengetahui potensi dan permasalahan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan perkebunan kelapa sawit mempunyai potensi sangat besar terlihat dari luas dan produksi yang dihasilkan. Walaupun demikian pengembangan perkebunan kelapa sawit masih dihadapkan pada berbagai permasalahan antara lain luas kepemilikan dan status hak tanah, produktivitas kebun, rendemen dan mutu produk, pabrik pengolahan pemasaran hasil dan pada era otonomi daerah permasalahan itu ditambah dengan masalah konflik perusahaan dengan masyarakat. Berdasarkan analisis struktur permintaan dan penawaran menunjukkan output perkebunan kelapa sawit sebagian besar dialokasikan untuk permintaan akhir dan hanya sebagian kecil dialokasikan untuk permintaan antara. Hal ini menunjukkan kecil nilai tambah perkebunan kelapa sawit. Hasil analisis keterkaitan dan efek penyebaran menunjukkan sektor perkebunan kelapa sawit mempunyai peran yang kecil dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi. Analisis pengganda sektor perkebunan menunjukkan besarnya peran perkebunan kelapa sawit dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja sehingga sektor ini bisa diprioritaskan dalam investasi pembangunan ekonomi dalam era otonomi daerah walaupun mempunyai elastisitas yang rendah. Berdasarkan analisis simulasi kebijakan menunjukkan pengembangan perkebunan dalam era otonomi daerah mempunyai efek yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja sektor selain perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau. Hal ini menunjukkan kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit berdampak pada sebahagian besar sektor dalam perekonomian Riau. Kata Kunci: Perkebunan Kelapa Sawit, Otonomi Daerah, Input Output
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam tesis saya yang berjudul: ANALISIS PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU DALAM ERA OTONOMI DAERAH Merupakam gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya, Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2006
Dony Hidayat Nrp. A 151010471
ANALISIS PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU DALAM ERA OTONOMI DAERAH
Oleh: DONY HIDAYAT
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
JudulTesis
:
Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Provinsi Riau dalam Era Otonomi Daerah
Nama Mahasiswa
:
Dony Hidayat
Nomor Pokok
:
A151020471
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi Pertanian
Sawit
di
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc Ketua
Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc
Tanggal Ujian: 16 Desember 2005
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bangkinang pada tanggal 1 Desember 1978 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Nasrun dan Nurhayati. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Riau melalui seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negri (UMPTN). Di Universitas Riau penulis memilih jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Agribisnis) Fakultas Pertanian dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa sekolah sekolah pascasarjana (jenjang magister) pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB dengan mengambil bidang konsentrasi Pembangunan dan Kebijakan Pertanian.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah peran perkebunan kelapa sawit, dengan judul Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau dalam Era Otonomi Daerah. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc dan Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS selaku Komisi Pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan penulisan dan mendorong penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih diberikan juga kepada Dr. Eka Intan K. Putri, MS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat
di dalam merampungkan penulisan tesis ini. Penulis tak lupa
mengucapkan terima kasih kepada Pemerintahan Daerah Provinsi Riau dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kampar atas Beasiswa yang diberikan pada penulis untuk melanjutkan kuliah Pascasarjana. Disamping itu, ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibunda Hj. Nurhayati dan adik saya atas doa restunya selama ini, serta teman-teman mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan program studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor .
Bogor,
Februari 2006
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman
I.
II.
III.
IV.
DAFTAR TABEL.........................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................
vi
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.......................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...............................................................
3
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................
6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian......................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi .........................................................
8
2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan..........................
9
2.3. Otonomi Daerah dan Transfer Keuangan Pusat ke Daerah .....
12
2.3.1. Otonomi Daerah.........................................................
12
2.3.2. Transfer Keuangan Pusat ke Daerah ...........................
15
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...............................................
18
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Operasional............................................................
21
3.2. Kerangka Teori......................................................................
23
3.2.1. Tabel Input Output ....................................................
23
3.2.2. Analisis Input Output ................................................
28
3.2.3. Model Input Ouput Miyazawa ....................................
33
METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
36
4.2. Jenis dan Sumber Data...........................................................
36
4.3. Pengolahan Data ....................................................................
36
4.4. Metode Analisis.....................................................................
39
4.4.1. Analisis Keterkaitan dan Penyebaran.........................
40
ii
V.
VI.
VII.
4.4.2. Analisis Pengganda ....................................................
42
4.4.4. Analisis Elastisitas .....................................................
43
4.4.5 Analisis Simulasi........................................................
44
4.5. Definisi Operasional ..............................................................
44
DESKRIPSI PROVINSI RIAU 5.1. Gambaran Umum ..................................................................
49
5.2. Penduduk, Pendidikan dan Ketenagakerjaan ..........................
49
5.3. Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan ..................................
50
5.4. Deskripsi Perekonomian Riau ................................................
52
5.4.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau.......................................
52
5.4.2. Struktur Perekonomian Riau.......................................
55
5.4.3. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita................
57
5.4.4 Ekspor Impor Provinsi Riau .......................................
58
5.4.5 Investasi di Provinsi Riau ...........................................
58
OTONOMI SAWIT
DAERAH DAN PERKEBUNAN KELAPA
6.1. Otonomi Daerah ....................................................................
60
6.1.1. Kegiatan dan Program Pembangunan Daerah .............
60
6.1.2. Keuangan Pemerintah.................................................
65
6.2. Pembangunan Sektor Perkebunan ..........................................
71
6.3. Perkebunan Kelapa Sawit ......................................................
72
6.3.1. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit ...................
72
6.3.2. Potensi Perkebunan Kelapa sawit ...............................
73
6.3.3 Tantangan dan Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit ..........................................................................
75
6.2.4. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit ..............................................................
78
HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1. Perekonomian Provinsi Riau ..................................................
80
7.1.1. Struktur Permintaan dan Penawaran ...........................
80
7.1.2. Struktur Konsumsi .....................................................
83
7.1.3. Struktur Investasi .......................................................
84
iii
7.1.4. Struktur Ekspor dan Impor .........................................
86
7.1.5. Struktur Nilai Tambah................................................
89
7.1.6. Struktur Output Sektoral.............................................
92
7.2. Peran Perkebunan Kelapa Sawit dalam Perekonomian Riau ..
94
7.2.1.
Keterkaitan dan
Penyebaran Perkebunan Kelapa
Sawit .........................................................................
94
7.2.2.
Pengganda Perkebunan Kelapa Sawit ........................ 100
7.2.3.
Elastisitas Perkebunan Kelapa Sawit ........................ 105
7.3 Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Era Otonomi Daerah ................................................................................... 108 7.3.1. Dampak Simulasi Kebijakan pada Output, Pendapatan Rumah Tangga, Penyerapan Tenaga Kerja ................. 109 7.3.2. Dampak Simulasi Kebijakan pada Distribusi Pendapatan Rumah Tangga ........................................ 112 VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan............................................................................ 115 6.2. Saran Kebijakan..................................................................... 116 6.4. Saran Penelitian Lanjutan ...................................................... 116 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 117 LAMPIRAN.................................................................................. 122
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Kontribusi Migas terhadap PDRB Riau Atas Dasar Harga Berlaku ...
3
2.
Proporsi Bagi Hasil Beberapa Komponen Penerimaan Pemerintahan Daerah Sebelum dan Sesudah UU No . 25 Tahun 1999
14
3.
Simplikasi Tabel Input Output ..........................................................
25
4.
Simplikasi Tabel Input Output Model Miyazawa ..............................
34
5.
Rumus Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja .................
42
6.
Perkembangan Penduduk Riau Tahun 1990, 1998-2002....................
49
7.
Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama Tahun 1998-2002....
50
8.
Distribusi Pendapatan dan Gini Rasio Riau Tahun 1998-2002...........
52
9.
Pertumbuhan Ekonomi Riau Tanpa Migas Tahun 1998-2002............
54
10.
Pertumbuhan Ekonomi Riau Termasuk Migas Tahun 1998-2002 .....
55
11.
Struktur Ekonomi Riau Tanpa Migas Tahun 1998-2002....................
56
12.
Struktur Perekonomian Riau Termasuk Migas Tahun 1998-2002 ......
56
13.
Ekspor Impor Riau Tahun 1998-2002 ...............................................
58
14.
Nilai Investasi PMDN dan PMA di Provinsi Riau Tahun 1998-2002.
59
15.
Penerimaan Fiskal Provinsi Riau Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ...............................................................................
66
Pengeluaran Pembangunan Setiap Sektor Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ...............................................................................
70
Struktur Permintaan Antara, Permintaan Akhir dan Permintaan Total Provinsi Riau ..........................................................................
81
18.
Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Provinsi Riau
84
19.
Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok dan Investasi Provinsi Riau ..................................................................................
85
20.
Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Provinsi Riau ...........
88
21.
Kontribusi Nilai Tambah Bruto
Riau ....................
91
22.
Distribusi Output Provinsi Riau ........................................................
93
23.
Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor -Sektor Ekonomi
96
24.
Efek Penyebaran ke Belakang dan ke Depan Sektor –Sektor Ekonomi dalam Perekonomian Riau ..............................................
99
16. 17.
Provinsi
v
25.
Penggandaan Output, Pendapatan Rumah Tangga dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomain Riau.................................................... 102
26.
Sepuluh Sektor yang Mempunyai Kinerja Terbesar Berdasarkan Total Rangking ................................................................................. 104
27.
Elastisitas Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Riau........................................................................... 106
28.
Dampak Simulasi Kebijakan Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Terhadap Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ............................ 110
29.
Dampak Simulasi Kebijakan Rehabiltasi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja.................. 111
30.
Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Distribusi Pendapatan........... 112
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian .........................................................
22
2.
Persentase Penduduk Miskin di Riau Tahun 1999-2002 ....................
51
3.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Provinsi Riau Tahun 1998-2002.........................................................................................
53
PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Termasuk Migas dan Tampa Migas tahun 1998-2002 ................................................
57
Sumbangan Jenis Penerimaan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ..............................................................................................
68
6.
Perkembangan Pengeluran Fiskal Provinsi Riau Tahun 2000-2001 ...
69
7.
Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Tahun 1998-2002.........................................................................................
74
Perkembangan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Tahun 1998-2002.........................................................................................
74
4. 5.
8.
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Rencana Strategis Dinas Perkebunan Riau Tahun 2004-2008............ 123
2.
Produk Domestik Regional Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1998-2002 ................................... 131
3.
Distribusi persentase PDRB Provinsi Riau Tampa Migas Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1988-2002............. 132
4.
Distribusi Persentase PDRB Provinsi Riau Termasuk Migas Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1988-2002.. 133
5.
Uraian Klasifikasi Sektor-Sektor Tabel Input Output Riau Klasifikasi 42 Sektor......................................................................... 134
6.
Matrik Koefisien Langsung............................................................... 139
7.
Matrik Kebalikan Leontif Model Terbuka ........................................ 148
8.
Matrik Kebalikan Leontif Model Tertutup........................................ 156
9.
Matrik Koefisien Langsung Model Miyazawa.................................. 163
10.
Matrik Kebalikan Model Miyazawa ................................................. 172
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai Visi Pembangunan Daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 yang merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau, Visi Pembangunan Riau, yakni: “Terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir batin, di Asia Tenggara Tahun 2020”. Dengan dicanangkannya Visi Pembangunan Daerah Riau tahun 2020 diharapkan arah dan tujuan pembangunan Riau lebih jelas dan terarah Untuk mewujudkan Visi Pembangunan tersebut, Provinsi Riau mengandalkan potensi dan keunggulan yang dimilikinya. Provinsi Riau memiliki potensi berupa sumber daya alam yang cukup besar, antara lain berupa minyak dan gas bumi, timah, bauksit, bahan baku semen dan pasir, Selain itu juga memiliki potensi pada sektor pertanian (perkebunan), industri, kelautan dan pariwisata. Provinsi Riau mempunyai keunggulan berupa terletak pada posisi geografis yang cukup strategis karena sebahagian wilayahnya berada di Selat Melaka dan laut Cina Selatan yang menjadi jalur utama lalu lintas perdagangan internasional. Dengan potensi dan keunggulan yang dimiliki diharapkan visi pembangunan daerah Riau yang telah ditetapkan bisa cepat terwujud. Pada awalnya sebahagian potensi yang dimiliki tidak dinikmati oleh Provinsi Riau karena kebijakan yang sentralistik dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi yang ditempuh oleh pemerintahan pusat. Kebijakan yang sentralistik terlihat dari hak pemanfaatan sumberdaya alam selama orde baru diatur oleh pemerintah pusat dan hasil sumberdaya tersebut sepenuhnya dikelola pemerintah pusat. Penerimaan dari pemanfaatan sumberdaya tersebut kemudian dimasukan ke dalam penerimaan negara kemudian sebagian dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan daerah. Pengalokasian biaya pembangunan daerah itu tidak sesuai dengan apa yang dihasilkan Provinsi Riau sehingga pembangunan daerah Riau menjadi terhambat, maka tidak heran Riau menginginkan lepas dari negara kesatuan RI pada saat awal masa reformasi. Dengan diterapkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang mengatur desentralisasi politik dan administrasi (power
2
sharing) antara pemerintah pusat dan daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang mengatur financial sharing antara pusat dan daerah telah memberikan angin segar bagi Provinsi Riau. Provinsi Riau yang mempunyai sumber daya alam yang cukup besar sangat diuntungkan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Dampak langsung dari kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki Riau, terutama minyak bumi dengan diterapkannya kebijakan otonomi daerah terlihat dari peningkatan kemampuan keuangan daerah di Provinsi dan Kabupaten/Kota di Riau. Sebagai gambaran dalam tahun 2002 total Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah
(RAPBD) gabungan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Riau tercatat
sebesar Rp. 9264.8 miliar. Dari jumlah tersebut tercatat sebesar Rp. 6626.4 miliar (71.52%) merupakan dana perimbangan yang antara lain mencakup dana bagi hasil Rp 3847 miliar dan dana alokasi umum Rp.2142.9 miliar (Bank Indonesia, 2002). Dengan meningkatnya kemampuan keuangan pada era otonomi daerah Provinsi Riau mencoba untuk mewujudkan Visi Riau 2020. Untuk mewujudkan visi itu, Pemerintah Riau dalam pembangunan daerah Riau memprioritaskan penanganan kemiskinan, kebodohan dan keterbatasan infrastruktur yang dikenal dengan Program Pengentasan Kemiskinan, Kebodohan dan Pemantapan Infrastruktur (K2I). Bentuk keseriusan Pemerintah Riau dalam Program K2I itu terlihat dari besarnya APBD tahun 2005 yang dianggarkan untuk untuk mensukseskan Program K2I.
Dari APBD Riau tahun 2005 sebesar Rp. 1.737
Trilliun, sebesar Rp. 1.384 Trilliun (79 persen) dialokasikan untuk Program K2I. Dalam mensukseskan Program K2I sektor perkebunan mempunyai peran yang besar dalam pengentasan kemiskinan yang hal ini terlihat dari visi pembangunan sektor perkebunan,
”Terwujudnya kebun untuk kesejahteraan
masyarakat Riau tahun 2020” dengan tingkat pendapatan rata-rata sebesar US $ 2000/KK/tahun. Bentuk nyata yang dilakukan oleh Pemerintah Riau untuk mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan sektor perkebunan berupa pembangunan kebun kelapa sawit dengan membagi lahan kebun kelapa sawit dan bantuan modal bagi penduduk miskin di Provinsi Riau. Pembagian lahan perkebunan itu salah satunya dilakukan dengan membagikan lahan yang dulunya
3
dikuasai oleh perusahaan dan koperasi yang dicabut izin usahanya. Bantuan modal untuk membangun kebun dilakukan dengan sharing budget antara Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota di Riau. Pembangunan kebun dengan
sharing
budget itu direncanankan selama 5 tahun yang dimulai tahun 2005 hingga tahun 2009. Untuk tahun 2005 Pemerintah daerah melalui APBD Riau menganggarkan Rp. 83 milyar sebagai bantuan modal bagi pembangunan kebun kelapa sawit untuk rakyat miskin.
1.2. Perumusan Masalah Salah satu potensi yang besar yang dimiliki Provinsi Riau adalah sumberdaya migas yang melimpah. Hal ini dapat dilihat besarnya deposit migas di kerak bumi Riau. Sumbangan sektor migas mencapai separuh dari PDRB Riau. Sumbangan sektor migas terhadap PDRB Riau dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kontribusi Migas terhadap PDRB Riau atas dasar harga Konstan (Milyar Rp) Minyak dan Gas Bumi 1998 1999 2000 2001 2002 10162.23 10451.53 10855.66 11238.87 11631.1 Migas Produksi 1127.49 1166.84 1199.42 1103.2 1077.89 Industri Migas Total Migas Riau 11240.12 11554.73 11983.15 12405.71 12830.52 Share thp PDRB Riau (%) 57.22 56.89 55.39 55.00 54.49 Sumber : BPS 2002 (diolah) Besarnya sumbangan sektor migas pada PDRB Riau dapat diketahui perekonomian Provinsi Riau masih sangat tergantung pada sektor ini. Akan tetapi ketergantungan pembangunan ekonomi Provinsi Riau pada sektor migas sebagai sumber pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan sifat migas yang merupakan sumberdaya yang unreneble atau tidak dapat diperbaharui. Diperkirakan cadangan sumberdaya ini akan habis dalam waktu 15-20 tahun lagi. Oleh sebab itu Provinsi Riau harus mencari alternatif sektor lain untuk mendukung pertumbuhan perekonomiam Provinsi Riau. Selain sifatnya sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, sektor migas lemah dalam hal distribusi pendapatan (income distribution). Migas memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Riau dan Nasional, namun kenyataan menunjukan bahwa kehidupan masyarakat Riau, terutama penduduk asli tidak
4
semakin
membaik
dengan
perkembangan
sektor
migas
bahkan
justru
terpinggirkan kemakmurannya. Sektor migas hanya dinikmati oleh segelintir orang diantaranya karyawan perusahaan migas. Rendahnya tingkat distribusi pendapatan sektor migas di Riau mungkin disebabkan kecilnya keterkaitan sektor migas terhadap ekonomi kerakyatan. Hal ini nampak dari pola eksploitasi yang membentuk kontong-kontong pemukiman yang bersifat eksklusif terhadap pemukiman lokal, hal ini dapat dilihat di Rumbai, Minas, Duri dan Dumai. Pola seperti itu tidak mendatangkan dampak pengganda bagi penduduk sekitar karena bersifat eksklusif, mempekerjakan tenaga kerja dari luar Provinsi Riau, mendatangkan karyawan dari pusat atau luar negeri. Ketergantungan Provinsi Riau pada sektor migas karena besarnya kontribusinya pada PDRB tidak benar-benar dinikmati oleh Riau sebagai penghasil sumber daya migas tersebut. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, Riau hanya memperoleh sebahagian kecil dari hasil sektor migas. Hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat Riau sehingga sempat menimbulkan gejolak dengan gerakan pemisahan dari Republik Indonesia. Rendahnya dalam distribusi pendapatan dan real share yang sangat kecil sektor migas merupakan salah satu penyebabkan masih banyak rakyat miskin di Riau walaupun Provinsi Riau sangat kaya akan sumberdaya alam. Menurut laporan BKKBN pada tahun 2002 di Provinsi Riau terdapat 10.41 persen penduduk pra sejahtera dan 29.63 persen penduduk sejahtera 1 sehingga jumlahnya 40.05 persen. Sedangkan menurut data BPS Provinsi Riau persentase penduduk miskin di Provinsi Riau pada 2002 adalah 13.67 persen (Gubernur Riau, 2003). Selain masalah kemiskinan, Provinsi Riau juga dihadapi oleh masih besarnya angka pengangguran. Menurut data BPS tahun 2002 angka pengangguran tercatat sebesar 11.3 persen. Besarnya tenaga kerja yang bekerja disektor informal sebesar 53.9 persen merupakan masalah tersendiri di Provinsi Riau. Permasalahan dalam ketenagakerjaan memperjelas walaupun Riau merupakan Provinsi yang kaya tetapi masih banyak terdapat permasalahan pembangunan yang perlu segera ditangani.
5
Melihat permasalahan yang ditimbulkan apabila mengantungkan pembangunan ekonomi pada sektor migas maka Pemerintah Daerah Riau mencoba untuk membangun sektor perkebunan terutama membangun perkebunan kelapa sawit. Pembangunan perkebunan kelapa sawit
yang digalakkan
Pemerintah Daerah Riau didasari oleh besarnya peranan sektor ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Riau pada saat peranannya dalam
krisis moneter. Selain
meningkatkan pendapatan masyarakat, perkebunan kelapa
sawit juga mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan output dan penyerapan tenaga kerja di Riau yang perlu terus digali untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi Riau. Pada era otonomi daerah Provinsi Riau mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk membangun perkebunan kelapa sawit dengan meningkatnya penerimaan Riau yang berimplikasi pada meningkatnya anggaran untuk pembangunan. Peningkatan anggaran untuk membangun perkebunan kelapa sawit terlihat pada Program K2I yang diharapkan bisa meningkatkan kinerja perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi Riau terutama masalah kemiskinan dan kebodohan di sektor perkebunan dengan meningkatnya pendapatan petani. Dari hal tersebut perlu dilihat peranan perkebunan kelapa sawit dalam era otonomi daerah di Provinsi Riau Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, suatu kajian mengenai Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Era Otonomi Daerah di Provinsi Riau dapat menggambarkan
keterkaitan antar kegiatan atau struktur produksi,
distribusi nilai tambah, distribusi pendapatan rumah tangga, dampak peningkatan investasi pemerintah dalam era otonomi daerah secara terpadu dan komprehensif akan dilakukan. Penelitian yang dilaksanakankan berangkat dari pokok permasalahan: 1. Bagaimana struktur perekonomian Riau secara keseluruhan, terutama besarnya peranan perkebunan kelapa sawit dalam pembentukan output, permintaan antara dan permintaan akhir 2. Bagaimana keterkaitan (linkage) perkebunan kelapa sawit terhadap kegiatan perekonomian lainnya di Riau, baik keterkaitan kedepan (forward linkage) maupun keterkaitan kebelakang.
6
3. Bagaimana dampak otonomi daerah yang mengakibatkan perubahan permintaan akhir sektor perkebunan terhadap output, pendapatan, tenaga kerja dan distribusi pendapatan.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai Peran Perkebunan Kelapa Sawit dalam Era Otonomi Daerah di Provinsi Riau. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: 1. Struktur perekonomian Riau dan peranan perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau pada pembentukan output, permintaan antara dan permintaan akhir. 2. Keterkaitan perkebunan kelapa sawit dengan sektor lain pada perekonomian Riau 3. Dampak otonomi daerah terhadap kinerja perkebunan kelapa sawit dalam penciptaan output, pendapatan rumah tangga, penyerapan tenaga kerja
dan
distribusi pendapatan di Provinsi Riau. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalan merumuskan strategi pembangunan di Provinsi Riau guna mencapai kesejahteraan masyarakat serta dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi peneliti lain dalam mengembangan penelitian lebih lanjut.
1.3. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini untuk melihat peran perkebunan kelapa sawit dalam era otonomi daerah berupa meningkatnya investasi Pemerintah Daerah Riau pada perkebunan kelapa sawit. Dampak dari investasi Pemerintah Daerah Riau tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis input output untuk melihat kinerjanya dalam perekonomian berupa pembentukan output, pendapatan rumah tangga, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan . Batasan dalam penelitian ini berupa menganalisis dengan menggunakan agregasi provinsi dan menggunakan Tabel Input Output tahun 2001 dimana
7
sektor-sektor produksi yang ada di Provinsi Kepulauan Riau masih terdapat dalam tabel tersebut. Sedangkan keterbatasan Analisis Input Output yang sulit dihindari baik bersifat teknis, metodologis maupun asumsi yang digunakan, antara lain. 1. Analisis input output ini bersifat statis yaitu dalam kurun waktu tahun pembuatan, sehingga analisis kebijakan lebih menjelaskan sesuai dengan kurun waktu pembuatan tersebut. 2. Kelemahan dalam penggunaan asumsi seperti homogenitas, proporsionalitas dan additivitas, dimana asumsi baik secara terpisah maupun menyatu sulit diwujudkan, seperti asumsi penjumlahan sangat sulit suatu sektor yang benarbenar terpisah dari satu sektor terhadap sektor yang lain.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan bermakna perubahan, yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan manusia. Peningkatan standar hidup, perbaikan pendidikan dan kesehatan serta keadilan dalam berbagai kesempatan adalah unsur-unsur yang esensial dalam pembangunan ekonomi. Pendapatan per kapita tanpa disertai dengan adanya transformasi sosial dan struktur ekonomi belum di pandang sebagai pembangunan. Mengukur pembangunan adalah sulit, karena menyangkut aspek-aspek bukan material, sehingga pengukuran pembangunan sering dipersempit dengan pembangunan ekonomi. Todaro
(2000),
mendefinisikan
pembangunan
sebagai
proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional sebagai akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Sedangkan
Budiharso (1988) mendefinisikan pembangunan
merupakan suatu usaha untuk menyediakan banyak alternatif yang sahih bagi setiap warga negara untuk mencapai aspirasi yang paling humanistic. Todaro (2000) menyatakan ada tiga tujuan inti dari pembangunan yaitu: (1) Peningkatan ketersedian serta perluasan distribusi berbagai macam barang kehidupan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan, (2) Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan material melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan, dan (3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusia mereka.
9
Kuznet dalam Jhingan (1999) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai kenaikan jangka panjang dari kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada penduduk dan kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuai kelembagaan serta ideologis yang diperlukan. Adapun ciri yang menandai pertumbuhan ekonomi dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) laju pertumbuhan penduduk dan produk perkapita, (2) peningkatan produktivitas, (3) laju pertumbuhan struktural yang tinggi, (4) urbanisasi, (5) ekspansi negara maju, dan (6) arus modal dan orang antar bangsa atau wilayah. Ciri-ciri pertumbuhan ekonomi modern sebagaimana tersebut di atas adalah saling mengait, semuanya terjalin dalam urusan sebab akibat. Sukirno (1994) menyebutkan bahwa tingkat kegiatan ekonomi suatu perekonomian sangat tergantung pada faktor-faktor produksi yang digunakan, yakni: (1) jumlah barang-barang modal yang tersedia dan digunakan dalam perekonomian, (2) jumlah dan kualitas tenaga kerja yang tersedia dalam perekonomian, (3) jumlah dan jenis kekayan alam yang digunakan, dan (4) tingkat ekonomi. Jhingan (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, yaitu: (1) faktor ekonomi, yang meliputi sumberdaya alam, akumulasi modal, organisasi/kelembagaan, kemajuan teknologi, pembagian kerja serta skala produksi, dan (2) faktor non ekonomi, yang meliputi faktor sosial, faktor manusia, faktor politik dan administratif.
2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Hampir sebahagian besar negara berkembang, pertanian (dalam arti luas meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan), merupakan sektor utama dalam pembangunan ekonomi sedangkan sektor lainnya hanya memberikan sumbangan yang relatif kecil terhadap peningkatan produksi, pendapatan dan kesempatan kerja. Hal ini disebabkan sektor pertanian sangat esensial kotribusinya kepada sektor lain dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi Jhingan (1994), menjelaskan bahwa peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi dalam hal: (1) meningkatkan ketersediaan pangan atau
10
surplus pangan bagi konsumsi domestik, (2) melepaskan kelebihan tenaga kerja kerjanya ke sektor industri, (3) merupakan pasar bagi produk industri, (4) meningkatkan tabungan dalam negeri, (5) meningkatkan perdagangan (sumber devisa), dan (6) memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan. Johnston dan Mellor dalam Daryanto (2002) juga mengindentifikasikan lima kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi. Pertama, sektor pertanian menghasilkan pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. Jika peningkatan pangan dapat dipenuhi secara domestik, peningkatan suplai pangan ini dapat mendorong penurunan laju inflasi dan tingkat upah tenaga kerja, yang pada akhirnya diyakini dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kebutuhan pangan yang berasal dari sumber-sumber domestik dapat menghemat devisa yang langka. Disamping itu, banyak sektor industri di negara berkembang yang kelangsungan hidupnya sangat tergantung kepada suplai bahan baku yang berasal dari sektor pertanian. Kedua, sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa dari ekspor atau produk substitusi. Perolehan devisa dari ekspor pertanian dapat juga membantu negara berkembang untuk membayar kebutuhan impor barang-barang capital dan teknologi untuk memodernisasi dan memperluas sektor non-pertanian. Melalui kontribusi ini, pembangunan sektor pertanian dapat memfasilitasi proses struktural transformasi. Ketiga, sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produkproduk sektor industri. Sektor pertanian yang tumbuh dan berkembang sehat dapat menstimulasi permintaan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh sektor industri. Dalam hal ini, sektor pertanian menawarkan potensi konsumsi atau permintaan yang besar terhadap produk-produk sektor industri dan juga inputinput pertanian yang dihasilkan oleh industri, seperti pupuk, pestisida dan peralatan pertanian. Keempat, transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan
ekonomi. Perekonomian
yang tumbuh dengan cepat dapat menstimulasi terjadinya perpindahan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dan kontinyu dari sektor pertanian ke sektor industri yang umumya berlokasi di daerah perkotaan. Akhirnya, sektor pertanian
11
pertanian dapat menyediakan modal bagi sektor-sektor lain (a net outflow of capital for investment in other sector). Bagi negara-negara yang ingin mengindustrialisasikan perekonomiannya, sektor pertanian dapat berfungsi sebagai sumber utama modal investasi. Oleh karena itu industrialisasi yang berhasil memerlukan dukungan yang kuat dari surplus yang dihasilkan pertanian. Dalam Daryanto (2002) menunjukkan banyak bukti empiris yang mendukung pentingnya keterkaitan yang kuat antara sektor pertanian dan keseluruhan pertumbuhan ekonomi. Sebagai misal, World Bank (1982) memperlihatkan korelasi yang positif yang kuat antara pertumbuhan pertanian dan sektor industri. Buatista (1991) juga memperlihatkan adanya keterkaitan yang kuat antara pertumbuhan sektor pertanian dan sektor-sektor lainnya. Ia memperkirakan elastisitas keterkaitan pertumbuhan antara sektor pertanian dan sektor lainnya sebesar 1.3 untuk periode 1961-1984 dan 1.4 untuk periode 19731984. Hal ini berarti pertumbuhan 1 persen nilai tambah sektor pertanian akan menciptakan pertambahan nilai tambah di sektor non pertanian sebesar 1.3 dan 1.4 persen untuk masing-masing periode studi yang yang disebutkan. Data terakhir dari Internasional Food Policy Research Instute (IFPRI) yang diolah dari 42 negara menunjukan bahwa peningkatan produksi pertanian senilai US$ 1 menghasilkan peningkatan pertumbuhan kegiatan ekonomi senilai US$ 2.32 (Clement 1999). Studi ini juga menunjukan apabila sektor pertanian tidak produktif, pertumbuhan secara keseluruhan pada suatu negara akan menurun Daryanto (1995) menemukan efek keterkaitan konsumsi yang diinduksi oleh sektor pertanian menunjukan pengaruh yang lebih besar dibandingkan efek keterkaitan produksi terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selanjutnya Syafa’at dan
Mardiato (2002) menemukan bahwa sesungguhnya
sektor pertanian mempunyai kontribusi yang tinggi dalam pembentukan output nasional. Dilihat dari dua kenyataan tersebut diatas
dapat diketahui sektor
pertanian Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yodhoyono (2004) menemukan pengeluaran pembangunan yang dicurahkan pemerintah terhadap sektor pertanian memiliki pengaruh terhadap output pertanian yang relatif tinggi. Berbeda dengan dampak
pengeluaran
12
pembangunan terhadap output pertanian, pada sektor industri efek yang negatif pada output insdustri. Oleh sebab itu pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian perlu ditingkatkan.
2.3. Otonomi Daerah dan Trasfer Keuangan Pusat ke Daerah 2.3.1. Otonomi Daerah Berdasarkan UU No.22 tahun 1999, otonomi daerah adalah penyerahan wewenang oleh pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang selanjutnya dijelaskan bahwa daerah tersebut disebut daerah dengan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI. Pengertian ini dijelaskan lagi dengan UU No. 25 Tahun 1999 yang menjelaskan tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian otonomi daerah sebagai suatu masyarakat lokal yang mempunyai peranan yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan arah dan tujuan pembangunan masyarakat lokal sendiri. Ritonga (2001) menjelaskan bahwa pada hakekatnya pelaksanaan otonomi daerah merupakan penyerahan kewenangan pemerintahan pusat kepada daerah untuk mengelola potensi yang ada di daerahnya berkenaan yang diikuti dengan penyerahan personil, prasarana, pembiayaan, dan dokumen. Selain itu hubungan keuangan antara pusat daerah yang menyangkut masalah keadilan terwujud dengan alokasi dana bagi hasil dan pemerataan diimplementasikan dengan dana alokasi umum serta pembagian sumberdaya yang ada. Hubungan tersebut dengan kata lain menyangkut pembagian kekuasaan dalam pemerintahan. Hak untuk mengambil keputusan mengenai anggaran pemerintah merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalankan kekuasaan. Pada dasarnya ada 3 alasan pokok mengapa diperlukan otonomi daerah tersebut. Pertama, adalah political equality, guna meningkatkan partisipasi politik masyarakat daerah. Hal ini penting artinya untuk meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaan
negara.
Kedua, adalah
local accountabilility,
guna
meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam
13
mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat di daerah. Hal ini sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial masing-masing daerah. Ketiga, adalah local responsiviness yaitu meningkatnya respon pemerintah daerah terhadap masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi di daerahnya. Unsur ini sangat penting bagi peningkatan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial di daerah. Titik berat penerapan otonomi daerah tersebut dilaksanakan di daerah tingkat kabupaten dan daerah kota, dengan pelimpahan seluruh urusan pemerintah akan diletakkan di daerah, kecuali bidang pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, agama, peradilan, dan keuangan/moneter dipegang oleh pemerintahan pusat (Djonas, 1999). Daerah Tingkat Provinsi UU No. 22 Tahun 1999 mendapat label baru sebagai daerah otonom sekaligus administratif. Konsekuensinya provinsi melaksanakan kewenangan pemerintah yang didelegasikan kepada gubernur. Provinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari daerah kabupaten dan kota, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan koordinasi, kerjasama, dan/atau kemitraan dengan daerah kabupaten dan kota dalam kedudukanya masing-masing sebagai daerah otonom. Sementara itu sebagai wilayah administratif, gubernur selaku wakil pemerintah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap daerah kabupaten dan kota. Mengenai pelaksanaan otonomi daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 dapat dideskripsikan tentang kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mencakup: 1. Kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan daerah kota, seperti kewenangan di bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan. 2.
Kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu, meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro. b. Pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia potensial, dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi. c. Pengolahan pelabuhan regional. d. Pengendalian lingkungan hidup e. Promosi dagang dan budaya atau pariwisata.
14
f. Penangan penyakit, menular dan hama tanaman. g. Perencanaan tata ruang propinsi 3. Kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten dan kota, dapat ditangani propinsi setelah ada penyertaan dari daerah kabupaten dan kota. Berdasarkan UU No.25 Tahun 1999 yang ditetapkan bahwa penerimaan daerah terdiri atas sumber-sumber: (1) Pendapatan asli daerah, (2) Dana perimbangan yang diwujudkan dalam bentuk bagi hasil pajak dan bukan pajak, (3) Pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan sah. Proporsi penerimaan daerah otonom dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Proporsi Bagi Hasil Beberapa Komponen Penerimaan Pemerintah Daerah Sebelum dan Sesudah UU. 25 Tahun 1999
No
1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Penerimaan
Sebelum UU Sesudah UU No. No.25/1999 25/1999 Dati Dati Dati Dati II Pusat Pusat II I I (%) (%) (%) (%) (%) (%) 10 16,2 64,6 - 16,2 64,8 20 16 64 16 64 55 30 15 20 16 64 55 30 15 20 16 32
PBB BPHTB IHH PSDH/IHPH Land rent/ 20 16 64 20 16 Iuran Tetap 6. Royalti Pertam20 16 64 20 16 bangan umum 7. Perikanan 100 20 8. Minyak 100 80 3 9. Gas Alam 100 70 6 10. Dana 100 60 Reboisasi 11 PPh 100 80 8 Sumber: Dari Berbagai Publikasi, Diolah Keterangan: PBB : Pajak Bumi dan Bangunan BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan PSDH : Provisi Sumberdaya Hutan IHH : Iuran Hasil Hutan IHPH : Iuran Hasil Penguasaan Hutan PPh : Pajak Pengahasilan
PemeraTaan Kab/kota lainnya + + 32
64
-
64
-
6 12
80 6 12
40
-
12
-
15
Dalam perkembangannya UU 22 Tahun 1999 direvisi dengan ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan penyempurnaan dari UU Otonomi Daerah sebelumnya. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Provinsi melalui Gubernur diberikan tugas dan wewenang lebih besar dari UU sebelumnya. Tugas dan wewenang itu mencakup: (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota, (2) Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintahan di daerah provinsi dan kabupaten/kota, dan (3) Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan UU No 25 tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 secara umum tidak jauh berbeda dengan UU sebelumnya dalam pengatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
2.3.2. Transfer Keuangan Pusat Ke Daerah Sistem transfer di Indonesia yang dipakai saat ini adalah hasil evolusi sepanjang kurun waktu 50 tahun (dimulai tahun 1945). Sistem transfer ini mempunyai arti yang sangat penting karena pengeluaran Pemerintahan Daerah sebahagian besar sekitar dua pertiganya dibiayai dari transfer yang diberikan oleh pusat. Dalam perkembangannya, sistem alokasi di Indonesia menjadi komplek karena setiap jenis bantuan yang ada sebenarnya merupakan respon fiskal yang sifatnya pragmatis terhadap tekanan yang muncul. Berbagai literatur ilmu ekonomi publik dan keuangan negara menyebutkan beberapa alasan perlunya dilakukan tranfer pusat ke daerah. Pertama, untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal. Di banyak negara pemerintah pusat menguasai sebahagian besar sumber-sumber penerimaan (pajak) utama negara yang bersangkutan. Jadi, pemerintahan daerah hanya menguasai sebahagian kecil sumber-sumber penerimaan negara, atau hanya berwewenang untuk memungut pajak-pajak yang basis pajaknya bersifat lokal dan mobilitas yang rendah dengan karakteristik besaran penerimaan daerah relatif kurang signifikan. Kekurangan sumber penerimaan daerah relatif terhadap kewajibannya ini akan menyebabkan dibutuhkannya transfer dana dari pemerintahan pusat.
16
Kedua, untuk mengatasi persoalan ketimbangan fiskal horizontal. Pengalaman empirik di berbagai negara menunjukan bahwa kemampuan daerah untuk menghimpun pendapatan sangat bervariasi, tergantung kepada kondisi daerah yang bersangkutan yang memiliki sumber daya alam atau tidak, ataupun daerah dengan intensitas kegiatan ekonominya yang tinggi atau rendah. Ini semua berimplikasi kepada besarnya basis pajak di daerah-daerah bersangkutan. Di sisi lain, daerah-daerah juga sangat bervariasi dilihat dari kebutuhan belanja untuk berbagai fungsi dan pelayanan publik. Ada daerah-daerah dengan penduduk miskin, penduduk lanjut usia, dan anak-anak serta remaja yang tinggi proporsinya. Ada pula daerah-daerah yang berbentuk kepulauan luas, di mana sarana-prasarana tranportasi dan infratruktur lainnya masih belum memadai. Sementara di lain pihak ada daerah-daerah dengan jumlah penduduk tidak terlalu besar namun sarana dan prasarananya sudah lengkap. Ini memcerminkan tinggi rendahnya kebutuhan fiskal (fiscal need) dari daerah-daerah bersangkutan. Membandingkan kebutuhan fiskal ini dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) tersebut diatas, maka dapat dihitung kesenjangan atau celah fiskal (fiscal gap) dari masing-masing daerah, yang sejogyanya ditutupi oleh transfer dari pemerintahan pusat Ketiga, terkait dengan butir kedua di atas, argumen lain yang menambahkan pentingnya transfer dari pusat dalam konteks ini adalah kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah. (Simanjuntak, 2002) Secara umum, terdapat tiga jenis transfer di Indonesia, yaitu subsidi bertujuan untuk mencukupi kebutuhan rutin terutama gaji, bantuan bertujuan untuk memberikan bantuan pembangunan, baik yang bersifat umum maupun khusus, dan DIP (Daftar Isian Proyek). Kedua jenis pertama dapat dikategorikan sebagai bantuan antar tingkat pemerintahan (intergovermental grants) sebab menjadi
bagian
dari
anggaran
pemerintahan
daerah.
Sementara
DIP
diklasifikasikan sebagai ’in-kind allocation’ sebab walaupun dana mengalir ke daerah, namun tidak termasuk ke dalam anggaran Pemerintahan Daerah (Mahi dan Adriansyah, 2002)
17
Pada era otonomi daerah transfer pusat ke daerah di indonesia berupa dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Untuk menghitung berapa besar transfer pusat ke daerah dihitung dengan metode celah fiskal dengan melihat kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal. Sehingga besarnya transfer pusat di daerah dilihat dari perbandingan kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal. Untuk melihat potensi daerah dilihat dari variabel-varaibel berikut ini: 1.
PDRB sektor sumber daya alam (primer) Sektor yang termasuk dalam sumber daya alam ini adalah sektor yang diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 untuk dibagi hasilkan ke daerah, yaitu: Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi. Variabel ini dipergunakan untuk memperlihatkan perbedaan potensi daerah kaya dengan miskin sumber daya alam.
2.
PDRB sektor industri dan jasa lainnya (non primer) PDRB yang termasuk di dalamnya adalah sektor-sektor yang tidak termasuk ke sektor SDA. Variabel ini diperlukan untuk menunjukan potensi penerimaan suatu daerah dari sumber-sumber yang berasal bukan dari bagi hasil SDA, seperti PAD maupun bagi hasil PBB.
3.
Besarnya angkatan kerja Variabel ini untuk menunjukan perbedaan potensi daerah atas sumber manusianya. Suatu daerah yang memiliki sumberdaya manusia yang besar secara relatif akan mimiliki potensi penerimaan yang lebih baik, misalnya potensi penerimaan bagi hasil PPh perorangan dan juga PAD.
Sedangkan untuk melihat kebutuhan daerah dilihat dari variabel-variabel berikut : 1.
Jumlah penduduk Besarnya penduduk suatu daerah mencerminkan kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2.
Luas wilayah Daerah dengan penduduk yang tidak padat, tetapi dengan memiliki cakupan wilayah yang luas membutuhkan pembiayaan yang besar.
3. Indeks harga bangunan
18
Indeks harga bangunan merupakan pencerminan dari kondisi geografis suatu daerah. Makin sulit kondisi geografis suatu negara, maka diperlukan pembiayaan yang lebih besar. Biaya konstruksi akan lebih mahal pada daerah pegunungan maupun daerah terpencil. Oleh karena itu, biaya pelayanan pada daerah dengan kondisi geografisnya yang sulit semacam ini cenderung lebih mahal. 4. Jumlah penduduk miskin Target pelayanan adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan demikian, makin banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, makin besar kebutuhan pembiayaan suatu daerah (Brodjonegoro dan Pakpahan, 2002)
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sutomo (1995) melakukan penelitian dengan menggunakan analisis sistem neraca sosial ekonomi menemukan salah satu penyebab kemiskinan (rumahtangga) yang spesifik di Provinsi Riau adalah karena adanya kegagalan kelembagaan yang tercermin oleh kebocoran regional. Hal ini menunjukkan bahwa output atau produksi yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi (produksi) di provinsi tersebut tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh penduduk disana. Hal tersebut terjadi karena adanya kegagalan kebijakan (policy failure) dalam mengalokasikan nilai tambah atau penduduk atau masyarakat di provinsi tersebut. Karena kegagalan ini, maka nilai tambah yang dihasilkan oleh Provinsi Riau tidak dapat dinikmati oleh penduduk setempat tetapiu justru mengalir ke luar negeri atau luar wilayah sehingga tingkat pendapatan yang sekaligus mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi lebih rendah dari pada seharusnya. Yudhoyono (2004) melakukuan penelitian dengan menggunakan analisis ekonometrika menemukan tingkat pengangguran secara nyata dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan desentralisasi. Kebijakan fiskal yang berupa pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur memberikan pengaruh positif bagi pengurangan pengangguran di Indonesia. Semakin besar alokasi dana untuk perbaikan infrastruktur, maka semakin besar penurunan angka pengangguran. Sedangkan
19
angka kemiskinan juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat upah. Pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh positif bagi upaya-upaya
pengurangan
angka
kemiskinan.
Peningkatan
pengeluaran
pemerintah untuk infrastruktur secara nyata menurunkan angka kemiskinan diperkotaan, dan untuk pedesaan, pengeluaran pemerintah untuk pertanian yang berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil simulasi dari model, diperoleh informasi berupa: (1) peningkatan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan yang terjadi lebih besar di sektor non-pertanian, (2) peningkatan pengeluran pemerintah untuk sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja disektor
pertanian maupun
disektor non-pertanian, dan (3) peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan di sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Dradjat (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan analisis ekonometrika
menemukan
apabila
kebijakan
pembangunan
perkebunan
diberlakukan kembali sejak tahun 1994-1998, maka nilai tambah subsektor perkebunan rata-rata naik 0.42 persen. Penerapan kebijakan pembangunan perkebunan tersebut juga berdampak pada kenaikan serapan tenaga kerja dan pangsa serapan tenaga kerja. Serapan tenaga kerja secara rata-rata naik 4.47 persen. Seiring dengan kenaikan serapan tenaga kerja, pangsa serapan tenaga kerja di subsektor perkebunan juga naik 4.22 persen. Serapan tenaga kerja ini dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pembangunan perkebunan dan melalui mekanisme simultan oleh luas areal perkebunan. Sedangkan untuk peramalan tahun 2003-2008 penerapan kebijakan pembangunan perkebunan berpengaruh langsung terhadap produktivitas dan serapan tenaga kerja. Penerapan kebijakan pembangunan perkebunan akan berdampak pada kenaikan nilai tambah subsektor perkebunan rata-rata 0.37 persen. Sedangkan untuk serapan tenaga kerja, kebijakan pembangunan perkebunan berdampak naiknya serapan tenaga kerja sebesar 5.37 persen. Pangsa
20
serapan tenaga kerja naik 4.99 persen dan indeks produktivitas tenaga kerja turun 4.38 persen Yunus (1997) melakukan penelitian di Sulawesi Tenggara dan menemukan secara agregat pembentukan struktur output dan nilai tambah bruto di sultra tahun 1995 menunjukan kontribusi sektor pertanian dalam arti luas masih dominan dalam perekonomian wilayah, dimana sektor perkebunan mampu memberikan kontribusi dalam pembentukan output dan nilai tambah bruto terbesar setelah sektor tanaman pangan. Sedangkan kontribusi ekspor menunjukan bahwa sektor perkebunan sangat tinggi peranannya yaitu sekita 31.1 persen dari keseluruhan sektor perekonomian di Sulawesi Tenggara. Dilihat dari nilai multiplier tenaga kerja komoditas perkebunan dapat dikategorikan sebagai sektor pemimpin (leading sector) dalam menyediakan kesempatan kerja di wilayah propinsi Sulawesi Tenggara. Anggraeni (2003) melakukan penelitian di Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau menemukan subsektor perkebunan
mempunyai peranan yang
sangat besar terhadap pembangunan wilayah di kabupaten Indragiri Hilir bila dilihat sumbangannya terhadap PDRB (20.3 persen) dan penyerapan tenaga kerja (147 248 KK). Ketangguhan subsektor perkebunan juga ditunjukan oleh rata-rata pertumbuhan yang positif (16.3 persen) walaupun terjadi krisis ekonomi.
21
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah. Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan, kebodohan dan penganguran walaupun Provinsi ini memiliki sumberdaya yang cukup besar sebagai modal untuk mengatasi permasalahan itu. Sebelum Era Otonomi Daerah hanya sebahagian kecil hasil sumberdaya itu dikembalikan pada Provinsi Riau. Kecilnya bagian yang diperoleh Pemerintah Daerah Riau berdampak pada kurangnya kemampuan fiskal Pemerintah Daerah untuk menggerakan roda pembangunan sehingga proses pembangunan menjadi tersendat yang berdampak negatif pada pemecahan masalah pembangunan yang dihadapi Provinsi Riau. Pada Era Otonomi Daerah sebahagian dari hasil sumberdaya Provinsi Riau dikembalikan sehingga berdampak pada meningkatnya kemampuan fiskal daerah Riau. Peningkatan kemampuan fiskal itu berdampak positif pada pemecahan masalah pembangunan yang dihadapi Pada Era Otonomi Daerah dengan meningkatnya kemampuan fiskal, Pemerintah Riau mencoba untuk mengatasi masalah pembangunan yang dihadapi melalui Program Pengentasan Kemiskinan, Kobodohan dan Pemantapam Inftrastruktur (Program K2I). Untuk mensukseskan Program K2I Pemerintah Daerah Riau
membangun perkebunan kelapa sawit yang dilatarbelakangi oleh
baiknya kinerja perkebunan kelapa sawit pada krisis moneter dan tingginya angka kemiskinan di sektor pertanian. Dengan dipilihnya perkebunan kelapa sawit untuk mensukseskan Program K21 perlu dilihat Peran Perkebunan Kelapa Sawit Pada Era Otonomi Daerah di Riau. Peran perkebunan kelapa sawit dilihat secara deskritif berupa potensi yang dimiliki sekaligus permasalahan yang dihadapi. Selain itu, peran perkebunan kelapa sawit dilihat dengan melakukan Analisis Input Output berupa: Analisis Struktur Perekonomian Riau, Analisis Keterkaitan dan Penyebaran, Analisis Penganda, Analisis Elastisitas dan Analisis Simulasi Kebijakan. Untuk lebih jelas lihat Gambar 1.
22
Pembangunan Provinsi Riau Permasalahan Pembangunan • Kemiskinan • Kebodohan • Pengangguran
Negatif
Setelah Era Otonomi Daerah
Sebelum Era Otonomi Daerah Kurang Kemampuan Fiskal
Peningkatan Kemampuan Fiskal
Pembangunan Tersendat Kinerja Perkebunan Kelapa Sawit Pada Krisis Moneter
Positif
Pembangunan Lancar
Program K21
Tinggi Angka Kemiskinan di sektor pertanian
Pembangunan Perkebunan Kelapa sawit
Peran Perkebunan Kelapa sawit dalam Era Otonomi Daerah di Provinsi Riau Analisis Deskriptif
• •
Potensi Perkebunan kelapa sawit Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit
Analisis Input Output • • • • •
Analisis Struktur Perekonomian Riau Analisis Keterkaitan dan Penyebaran Analisis Penganda Output, Pendapatan Rumah Tangga, dan Penyerapan Tenaga Kerja Analisis Elastisitas Output, Pendapatan Rumah Tangga, dan Penyerapan Tenaga Kerja Analisis Simulasi Kebijakan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
23
3.2. Kerangka Teori 3.2.1. Tabel Input Output Badan Pusat Statistik (2000) memberikan definisi Tabel Input Output sebagai suatu tabel transaksi yang menggambarkan hubungan supply dan demand antar berbagai sektor dalam suatu wilayah perekonomian. Mangiri (2000) mendefinisikan Tabel Input Output sebagai suatu perangkat data yang komprehensif, konsisten dan terinci yang menggambarkan perekonomian suatu negara (bila lingkup negara), atau wilayah, bahkan suatu daerah yang lingkup lebih kecil. Sedangkan Menurut Leontief (1985) Analisis Input-Output merupakan metode yang sistematis mengukur hubungan timbal balik antara berbagai sektor dalam sistem perekonomian yang komplek, dimana ekonomi yang dimaksud dapat diterapkan pada sistem suatu bangsa atau daerah atau juga perusahaan. Leontief (1985) memaparkan kelebihan Tabel Input Output yang merupakan model General Equilibrium dimana sifat keseimbangan merupakan kelebihan tabel input output sebagai alat analisis ekonomi perencanaan dan pembangunan karena: 1. Dapat menjelaskan dengan baik keterkaitan antar berbagai macam sektor dalam perekonomian nasional atau wilayah, serta dapat ditentukan besarnya output dan kebutuhan faktor produksi lain dari satu sektor ke sektor lain pada permintaan akhir. 2. Akibat yang ditimbulkan oleh perubahan permintaan, baik oleh pemerintah maupun swasta terhadap perekonomian dapat diramalkan dengan rinci dan tepat. 3. Adanya perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui penyesuaian koefisien. 4. Menggambarkan struktur perekonomian yang tersusun atas sektor-sektor ekonomi yang saling berinteraksi. Berdasarkan kelebihan dari Analisis Tabel Input Output, Tabel Input Output juga mempunyai beberapa kelemahan yang juga merupakan asumsi pokok dari analisis ini, yaitu antara lain (Mangiri, 2000)
24
1. Homogenitas (Homogeneity), yaitu asumsi bahwa satu sektor hanya menghasilkan satu jenis output dengan struktur input yang tunggal dan tidak ada substitusi antar output dari sektor yang berbeda. 2. Proporsionalitas (Propotionality), yaitu asumsi bahwa kenaikan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut. 3. Additivitas (Additivity), yaitu asumsi bahwa jumlah pengaruh dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan hasil penjumlahan dari setiap pengaruh pada masing-masing sektor tersebut. Asumsi ini sekaligus menegaskan bahwa pengaruh yang timbul dari luar sistim input output diabaikan 4. Instantenius (Instanteneous), adalah asumsi yang menyatakan model input output memberikan hasil prediksi dalam skala sesaat sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan pada permintaan akhir. Menimbang dari kelebihan dan kelemahan Tabel Input Output, Analisis Input Output mempunyai beberapa manfaat atau kegunaan yang dikemukan oleh Tarigan (2002) yaitu: 1. Menggambarkan kaitan-kaitan antar sektor, sehingga memperluas wawasan kita atas perekonomian wilayah. Kita bisa melihat perekonomian wilayah bukan lagi sebagai kumpulan dari sektor-sektor, melainkan perekonomian wilayah merupakan suatu sistem yang saling berhubungan. Perubahan pada suatu sektor akan langsung mempengaruhi keseluruhan sektor walaupun perubahan itu akan terjadi secara bertahap. 2. Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward linkage) dan daya mendorong (forward lingkage) dari setiap sektor, sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sektor strategis dalam perencanaan pembangunan perekonomian wilayah. 3. Dapat meramalkan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat kemakmuran, seandainya permintaan akhir dari beberapa sektor diketahui akan meningkat. Hal ini dapat dianalisis melalui kenaikan input antara dan kenaikan input primer yang merupakan nilai tambah (kemakmuran) 4. Sebagai salah satu analisis yang penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara komprehensif.
25
5. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal perencanaan pembangunan ekonomi wilayah, seandainya inputnya dinyatakan dalam bentuk tenaga kerja atau modal. Format dari Tabel Input Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendiskripsikan hubungan tertentu . Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap format Tabel Input Output disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Simplikasi Tabel Input Output Komsumsi Akhir (F)
x11
x12
…
x1n
F1
x21
x22
…
x3n
F2
X2
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
xn1
xn2
…
xnn
Fn
Xn
V1
V2
…
Vn
…
Xn
1 Susunan Input I 1 N P 2 U T . Sektor A Produksi . N T . A R n A Jumlah Input Primer
Sektor Produksi 2 j… n
Total Produksi (X) X1
Alokasi ouput
Total Masukan X1 X2 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1999
Tabel 3 menunjukan isian angka-angka sepanjang baris
(bagian
horizontal) memperlihatkan bagaimana output dibeli dari satu sektor ke sektor lain, sebahagian dibeli oleh permintaan antara (intermediate demand) sebahagian lagi dibeli oleh permintaan akhir (final demand). Sedangkan isian angka-angka sepanjang garis vertikal (kolom) menunjukan pembelian dari satu sektor ke sektor lain untuk kegiatan produksi sektor lain. Apabila Tabel 3 tersebut dilihat secara baris (bagian horizontal) maka alokasi output secara keseluruhan dapat ditulis dalam bentuk persamaan aljabar berikut ini :
26
X1
= x11 + x12 + x13 + F1
X2
= x21 + x22 + x23 + F2
X3
= x31 + x32 + x33 + F3
Atau dapat disederhanakan menjadi : n
∑x i =1
+ Fi = X j
ij
untuk i = 1,2,3, dst………………………...…….(1)
Dimana xij adalah banyaknya output yang dibeli sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor I serta Xi adalah jumlah output sektor i. Sebaliknya jika Tabel 3 tersebut dibaca secara kolom (vertical), terutama disektor produksi, angka-angka itu menunjukan susunan input suatu sektor. Dengan mengikuti cara-cara membaca seperti secara baris di atas, maka persamaan secara aljabar menurut kolom dapat ditulis menjadi: X1
= x11 + x21 + x13 + V1
X2
= x21 + x22 + x23 + V2
X3
= x31 + x32 + x33 + V3
Atau dapat disederhanakan menjadi: n
∑x j =1
ij
+Vj + = X j
untuk j = 1,2,3, dst ……………………………....(2)
Dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dijual sebagai input sektor i, Vj adalah input primer dari sektor j dan mj impor sektor ke j Aliran antar sektor dapat ditransformasikan menjadi koefisien-koefisien dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelianan tetap, koefisien itu antara lain : Aij = xij/Xj ………………………………………...………………….. (3) atau xij = aij Xj ……………………………...……………………….............(4) Dengan memasukkan persamaan (4) ke dalam persamaan (1) didapatkan n
∑a i =1
ij
X j + Fi = X j untuk i = 1,2,3 dst ………………….....................(5)
Dalam notasi matrik persamaan (5) dapat ditulis, sebagai berikut: AX + F = X …………………………………………………………....(6) Atau hubungan dasar dari tabel input output: (I – A)-1F = X …………………………………………………...……..(7)
27
Matriks kebalikan Leontief (I – A)-1 (matrik pengganda masukan), yaitu bagaimana
kenaikan
produksi dari
suatu
sektor
akan
menyebabkan
berkembangnya sektor lain. Dalam analisa input output sistem persamaan diatas memegang peranan penting yaitu sebagai dasar analisa ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya secara umum matrik dalam tabel input output dapat dibagi menjadi 4 kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate Quadrant) Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisa input output kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukan keterkaiatan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksi. 2. Kuadran II (Final Demand Quadrant) Menunjukan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektorsektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu perekonomian yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary input Quadrant) Menunjukan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pajak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini merupakan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tampa melalui sistem produksi atau kaudran antara. Kuadran ini biasanya jarang ditunjukan dalam Tabel Input Output.
28
3.2.2. Analisis Input Output a. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Berdasarkan konsep ini dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme induksi. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ditunjukan dari matrik kebalikan leontief. Matrik kebalikan leontief ( ) disebut sebagai matrik koefisien keterkaitan, karena matrik ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian. b. Analisis Pengganda Salah satu jenis analisis yang umum dilakukan dalam kerangka Analisis Input Output adalah analisis Pengganda. Pada intinya, analisis Pengganda ini mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen seperti permintaan akhir di dalam perekonomian. Tiga variabel yang menjadi perhatian utama dalam analisis Pengganda ini adalah output sektor-sektor produksi, pendapatan rumah tangga (household income), dan lapangan pekerjaan (employment). Oleh karena itu dikenal adanya pengganda output, pengganda pendapatan pendapatan rumah yangga, dan pengganda tenaga kerja ( Nazara, 1997) 1. Pengganda Output Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa pengganda output suatu sektor adalah nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh
29
perekonomian untuk memenuhi (atau akibat) adanya perubahan satu unit moneter permintaan akhir suatu sektor tersebut. Peningkatan permintaan akhir disuatu sektor tidak hanya akan meningkatkan output pada sektor tersebut, tetapi juga mengakibatkan peningkatan output pada sektor lain di perekonomian. Peningkatan output sektor-sektor lain ini tercipta akibat efek langsung dan efek tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor tersebut. Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matrik kebalikan leontief (matrik invers) α menunjukan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter permintaan akhir. Matrik invers dirumuskan dengan persamaan α = (I – A)-1= (αij)……………………...…………………………..(8) Dengan demikian matrik α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefosien dari matrik invers ini (αij) menunjukan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain. 2. Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan (income multiplier) juga sering disebut dengan efek pendapatan (income efek) dari Model Input Output. nilai pengganda pendapatan suatu sektor menunjukan jumlah pendapatan total yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit satuan moneter permintaan akhir disuatu sektor tersebut. Jadi kalau Pengganda output menghitung output total yang tercipta akibat adanya satu satuan moneter permintaan akhir, maka pengganda pendapatan rumah tangga ini mencoba menerjemahkan peningkatan permintaan akhir tersebut dalam bentuk pendapatan. Jika terdapat perubahan permintaan akhir dalam Model Input-Output ini, terjadi pula perubahan output yang diproduksi oleh sektor-sektor produksi di perekonomian.
Hal ini telah ditunjukkan oleh angka pengganda output.
Perubahan jumlah output yang diproduksi tersebut tentunya akan pula mengubah
30
permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan. Tentunya peningkatan output yang diproduksi akan meningkatkan permintaan tenaga kerja, dan penurunan output yang diproduksi akan menurunkan permintaan tenaga kerja. Karena balas jasa tenaga kerja tersebut merupakan sumber pendapatan rumah tangga, maka perubahan permintaan tenaga kerja tersebut akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga. 3. Pengganda Tenaga Kerja Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Untuk pengganda tenaga kerja maka pada tabel input output harus ditambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau Negara.
Koefisien tenaga kerja (ei) menunjukkan efek langsung
ketenagakerjaan dari setiap sektor akibat adanya perubahan output sektor ke-i. Efek tidak langsung ditunjukkan dengan ditunjukkan dari dari
ij
ijei
untuk setiap sektor, dan efek total
*
ei.
Respon atau efek pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Dampak awal (initial impact), merupakan stimulus
perekonomian
diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter.
Dari sisi output, sebagai peningkatan
permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter.
penjualan ke
Peningkatan output
memberikan efek peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi) dan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei). 2. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian tiap sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedang dari sisi permintaan ( aij hi) menunjukkan peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya adanya efek putaran pertama dari sisi output, dari sisi tenaga kerja ( aij ei) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.
31
3. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, menunjukkan efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua akibat dukungan industri menghasilkan output. 4. Efek induksi konsumsi (consumption induced effect), dari sisi output menunjukkan suatu pengaruh induksi akibat pendapatan rumah tangga. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi komsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. 5. Efek lanjutan (flow-on effect), merupakan efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjumlahan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal. c. Analisis Dampak 1. Dampak Output Dalam Model Input Output, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir dan output tersebut. Artinya jumlah output yang diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhir. Namun demikian dalam keadaan tertentu, output justru yang menentukan permintaan akhir. Output terbentuk sebagai dampak permintaan akhir dalam model input output dapat dirumuskan sebagai berikut. XFT = (I – A)-1 (F – M) …………………………..…………………...(9) atau XFD = (1 – Ad)-1 Fd ………………………..………………………...(10) Rumus diatas sekaligus mencerminkan bahwa pembentukan output (X) dipengaruhi oleh permintaan akhir (F – M) atau Fd Output yang terbentuk sebagai akibat dari dampak seluruh permintaan akhir (XFT) akan sama dengan output yang terbentuk sebagai akibat permintaan akhir domestik (XFD). Penggunaan persamaan diatas antara lain adalah untuk menghitung porsi output yang terbentuk sebagai dampak dari masing-masing
32
komponen permintaan akhir dan memperkirakan output yang terbentuk akibat dampak permintaan akhir yang diproyeksikan. 2. Dampak Nilai Tambah Bruto Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan Tabel Input Output, maka hubungan antara NBT dengan output adalah linier. Artinya kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan atau penurunan NBT. Hubungan tersebut dapat dijabarkan dalam persamaan berikut: ∧
V = V X .............................................................................................(11) dimana : V = Matriks NTB ∧
V = Matrik diagonal koefisien NTB X = (I – A)-1 (F – M) atau (1 – Ad)-1 Fd Maka berdasarkan X dari hasil perhitungan pada persamaan 10, penciptaan NBT yang dipengaruhi oleh masing-masing komponen permintaan akhir. 3. Dampak Kebutuhan Impor Sama halnya dengan perhitungan dampak yang lain, dasar perhitungan yang digunakan untuk melihat dampak permintaan akhir terhadap kebutuhan impor adalah (I-A)-1 dan (I-Ad)-1. Akan tetapi barang dan jasa impor ternyata dapat juga untuk memenuhi permintaan akhir secara langsung, maka penjabaran dengan pengaruh permintaan akhir terhadap kebutuhan impor terjadi sedikit lebih kompleks. Andaikan yang digunakan dalam
analisis adalah (I-Ad)-1, hubungan
antara permintaan akhir terhadap kebutuhan impor dapat dijabarkan dalam bentuk dua persamaan. MK = Am(I-Ad)-1FdK ……………………………………………….....(12) ME = Am(1-Ad)-1FE ………………………………………………....(13) dimana : MK =
Matriks impor yang dipengaruhi oleh komponen permintaan akhir kecuali ekspor
Am =
Koefisien impor
masing-masing
33
FdK =
Matrik komponen permintaan akhir domestik
Fm K =
Matrik komponen permintaan akhir yang berasal dari impor
ME =
Matrik impor yang dipengaruhi oleh impor
FE
Ekspor barang dan jasa
=
4. Dampak Kebutuhan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang balas jasa terhadapnya merupakan salah satu komponen input primer. Sehingga sesuai dengan asumsi dasar model input output, maka tenaga kerja memiliki hubungan linier dengan output. Hal ini berarti bahwa naik turunnya output di suatu sektor akan berpengaruh terhadap naik turunnya tenaga kerja disektor tersebut. Hubungan antara tenaga kerja dan output jika diuraikan untuk masing-masing sektor akan diperoleh L1 = i1 X1 ; Li = ii Xi ; Ln = in Xn .............................................................................................(14) dimana : Li = Jumlah tenaga kerja sektor i ii =
Koefisien tenaga kerja sektor i
Xi = Output sektor I
3.2.3. Model Input Output Miyasawa Model ini dikenal oleh seorang ahli ekonomi Jepang K. Miyazawa, dalam analisisnya dia mengungkapkan secara eksplisit faktor pendapatan berdasarkan beberapa kelompok yaitu pendapatan desa (rural), kota (urban) dan yang tinggal di daerah perumahan (estate). Dalam pembagian pendapatan tersebut dapat dilihat apakah distribusi pendapatan dari tiga kelompok diatas terbagi dengan merata. Model ini diperkenalkan sebagai pengembangan lebih lanjut dari kerangka kerja Input-Output dimana perbedaan terletak di blok input primer yang terdiri atas upah dan gaji, surplus usaha, pajak tak langsung dan penyusutan. Pada
34
model Miyazawa upah dan gaji dan sebagian surplus usaha yang diterima sebagai balas jasa dibagi lagi berdasarkan atas beberapa kelompok pendapatan dan dijadikan sebagai salah satu variabel endogen. Dan juga untuk kolom konsumsi rumah tangga pada blok permintaan akhir dibagi pula atas beberapa kelompok sesuai dengan kelompok pendapatan diatas. Bentu tabel input output Model Miyazawa dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Simplikasi Tabel Input Output Model Miyazawa Alokasi ouput
1
2
Total Komsumsi Produksi tinggi sedang rendah Akhir (F) (X)
1
x11 x12
j … …
x1n
p1t
p1s
p1r
F1
X1
2
x21 x22 …
x3n
p2t
p2r
p2s
F2
X2
Susunan Input I N P U T
Konsumsi Rumah Tangga
Sektor Produksi
n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
n Kelompok tinggi pendapatan sedang rendah Jumlah Input Primer
xn1 pt1 ps1 pr1 V1
xn2 pt2 ps2 pr2 V2
… … … … …
xnn ptn psn prn Vn
ptn
psn
prn
Fn
Xn
Total Masukan
X1
X2 …
Xn
Sektor A N Produksi T A R A
Kelebihan dari model Miyazawa ini adalah untuk melihat distribusi pendapatan antar kelompok pendapatan dan sekaligus membelah pendapatan agar dapat dilihat tingkat distribusinya dalam perekonomian suatu daerah atau negara. Tapi model ini juga memiliki kelemahan dimana hanya berbicara tentang distribusi
pendapatan
saja.
Karena
kelemahannya
itu
maka
kemudian
diperkenalkan SAM (Social Accounting Matrix) dimana dalam konsep SAM ini dibicarakan tidak hanya dalam bentuk kelompok pendapatan tertentu saja tapi lebih mendalam yaitu distribusi pendapatan secara faktorial dan institusional. Selanjutnya dalam melakukan
analisis distribusi pendapatan,
pendapatan pada masing-masing sektor rumah tangga (yang terdiri dari tiga
35
kelompok pengeluaran berdasarkan pendapatan) dimasukkan sebagai variabel endogen atau diangap bertingkah laku seperti produsen, dan sebagai penyimbang nilai tambah (value added) adalah hal ini upah dan gaji, sebahagian dari surplus usaha. Bila digambarkan dalam matrik, maka bentuk model Miyasawa adalah: AC V O ....................................................................................(15)
M= dimana: A
:
koefisien teknologi (nxn)
V
:
koefisien nilai tambah (nx3)
C
:
koefisien konsumsi rumah tangga (nx3)
n
:
jumlah sektor
Dalam Model Miyazawa juga memperhitungkan nilai dari matrik kebalikan leontief (leontief invers matrix) yang memcerminkan efek langsung dan tidak langsung dari perubahan permintaan akhir terhadap sektor-sektor didalam perekonomian. Bentuk matrik kebalikan leontief adalah sebagai berikut: I − A−C B (M) = (I – M) = − VI -1
−1
…................................................(16)
jika terdapat perubahan permintaan akhir maka ada pula perubahan pola pendapatan. Dari kondisi tersebut dapat ditulis bahwa: −1 X I − A − C f1 Y = − VI f 2
.................................................................(17)
dimana : f I
: Permintaan akhir selain konsumsi rumah tangga : Matrik identitas
36
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau. Dasar dipilihnya Provinsi karena meningkatnya kemampuan fiskal daerah ini pada era otonomi daerah sehingga berpotensi meningkatkan dana pembangunan untuk sektor yang potensial dikembangkan di Provinsi Riau salah satunya perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan pada bulan Mei 2004 sampai bulan April 2005, dengan kegiatan mulai dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, penyusunan draf, konsultasi, perbaikan draft, seminar, ujian dan laporan hasil.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder. Data sekunder yang digunakan berupa
Tabel Input Output Provinsi Riau tahun 2001 dan
beberapa data perekonomian regional Provinsi Riau, seperti: Perkebunan dalam angka, PDRB Provinsi Riau. Tabel Input Output yang digunakan adalah tabel transaksi atas dasar harga produsen. Untuk membangun Tabel Input Output Miyazawa diperlukan data sekunder Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002 yang terdiri dari: pengeluran konsumsi rumah tangga berdasarkan komoditas (makanan dan non makanan), jumlah tenaga kerja yang berkerja berdasarkan lapangan usaha, dan rata-rata pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja selama sebulan dari pekerjaan utama.
4.3. Pengolahan Data Tahapan utama dalam penelitian ini adalah pengumpulan data sekunder, pengolahan, dan analisis data. Data sekunder yang diperoleh pada umumnya berada dalam bentuk tabel-tabel yang sudah siap pakai (matriks nxn), tetapi perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut (matriks dengan ukuran yang ada diagregasi lebih lanjut). Selain itu untuk keperluan analisis simulasi kebijakan pada era otonomi daerah maka Tabel Input Output tahun 2001 diubah menjadi Tabel Input Output tahun 2005 dengan memasukkan nilai inflasi tahun 2005 dengan asumsi tidak terjadi perubahan teknologi pada tahun 2005.
37
Tabel Input Output yang ada untuk keperluan analisis distribusi pendapatan diubah menjadi Tabel Input Output Model Miyazawa. Pembentukan model Miyasawa didasari dari Tabel Input Output Riau, dimana terdapat pengembangan lebih lanjut yaitu dengan membagi tiga kelompok pendapatan input primer dan konsumsi rumah tangga menjadi tiga kelompok pendapatan. Tujuan dari pembagian itu adalah untuk melihat distribusi pendapatan yang terjadi dalam ke tiga kelompok pendapan tersebut. Tahapan yang dilakukan untuk membentuk model Miyazawa adalah dengan mengubah Tabel Input Output Riau menjadi bentuk Tabel Input Output Miyazawa. Perubahan yang dilakukan dengan melakukan dekomposisi komponen permintaan akhir (konsumsi rumah tangga) dan input primer (upah dan gaji dan sebahagian surplus usaha yang diterima oleh tenaga kerja) menjadi beberapa bagian yang disesuaikan dengan karakteristik perekonomian Riau dan data yang tersedia. Dalam model Miyazawa, konsumsi rumah tangga dijadikan sebagai variabel endogen dan dimasukkan kedalam kuadran I (diasumsikan sebagai salah satu pelaku industri) dan dibagi menjadi tiga kelompok pendapatan berdasarkan tingkat pendapatan masing-masing golongan rumah tangga di Riau. Pembagian kelompok menggunakan metode Bank Dunia yaitu membagi jumlah populasi kedalam tiga kelompok yaitu: 1. 40 persen kelompok pendapatan rendah 2. 40 persen kelompok pendapatan sedang 3. 20 persen pendapatan tinggi Data yang digunakan berasal dari data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) modul konsumsi pengeluran 2002 yang dirinci berdasarkan komoditas makanan dan non makanan. Tahapan penyusunan konsumsi rumah tangga: 1. Berdasarkan data pendapatan bersih yang diterima sebulan untuk setiap rumah tangga di Riau, disusun golongan pendapatan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. kelompok pendapatan rendah < Rp 636000 2. kelompok pendapatan Sedang Rp 636000 s/d Rp 1061999 3. kelompok pendapatan tinggi
Rp 1062000
38
2. Tahapan selanjutnya adalah memasukkan jenis-jenis pengeluran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk makanan dan non makanan yang telah dibagi berdasarkan kelompok pengeluaran kedalam sektor-sektor di tabel input output 3. Setelah jenis pengeluran rumah tangga dimasukkan kedalam sektor-sektor yang terdapat didalam input antara, diperoleh rasio dari masing-masing kelompok pengeluran yang kemudian dikalikan dengan konsumsi rumah tangga (301) pada Tabel Input Output Riau tahun 2001 untuk mendapatkan jumlah pengeluran masing-masing kelompok rumah tangga. Dengan masuknya konsumsi rumah tangga (yang telah dibagi menjadi 3 kelompok pendapatan) kedalam kuadran I maka jumlah kolomnya bertambah menjadi 45 sektor. Untuk mendapatkan matrik bujur sangkar maka sebagai penyimbang dimasukkan komponen yang terdapat dalam input primer (upah dan gaji, sebahagian surplus usaha yang diterima oleh tenaga kerja) Tahapan menyusun Input Primer 1. Angka-angka dalam kolom baris 43-45 dibentuk dari angka upah dan gaji (201) ditambah sebahagian dari surplus usaha. Angka-angka tersebut dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 42
42
42
1
1
1
42
42
42
1
1
1
∑ S jp = ∑ Ci − ∑ W j .......................................................................(18) ∑ S j = ∑ S j + ∑ S sj
∑S R= ∑S
p j
.......................................................................(19)
........................................................................................(20)
j
C j = W j + S jp ......................................................................................(21)
dimana: Ci
: konsumsi rumah tangga baris ke i
Cj
: konsumsi rumah tangga kolom ke j
Si
: surplus usaha kolom ke j
S jp
: surplus usaha parsial kolom ke j
S sj
: surplus usaha sisa kolom ke j
39
Wj
: upah dan gaji kolom ke j
Sesudah didapat angka-angka dibaris konsumsi rumah tangga, kemudian dilakukan pengecekan, Sebab tidak mustahil angka-angka pada suatu sektor tersebut mempunyai rasio pendapatan rumah tangga yang tinggi karena menganut sistim padat karya namum angka malah menunjukkan rasio yang rendah. Terhadap sektor-sektor ini dilakukan penyesuai seperti dibawah ini: a. Pilihlah sektor-sektor yang menganut sistim padat modal dan padat karya. b. Hitung rasio pendapatan rumah tangga yang berasal dari surplus usaha. c. Rasio yang didapatkan kemudian dikalikan dengan surplus usaha masingmasing sektor yang telah dipilih berdasarkan sistim kerjanya. d. Bandingkan angka yang diperoleh dari proses penyesuai dengan angka yang diperoleh dari perhitungan secara proporsional. Jika angka hasil perhitungan dengan menggunakan rasio lebih besar dari angka perhitungan
secara
proposional, maka dilakukan penyesuai naik, khususnya sektor-sektor yang menganut sistem padat karya dan penyesuai turun untuk sektor-sektor yang padat modal. e. Proses rekonsialisasi terhadap seluruh sektor baik yang mengalami penyesuai naik maupu turun dilakukan sehingga diperoleh jumlah upah dan gaji surplus usaha parsial yang telah disesuaikan sama dengan jumlah konsumsi rumah tangga. 2. Selanjutnya dengan jumlah tenaga kerja yang berkerja berdasarkan lapangan usaha dari Susenas 2000 di kelompokkan berdasarkan sektor-sektor produksi yang terdapat dalam tabel input-output sesuai dengan pembagian kelompok pendapatan pada konsumsi rumah tangga
4.3. Metode Analisis Dengan menggunakan Analisis Tabel Input Output dapat diketahui peran perkebunan kelapa sawit dalam kinerjanya dalam perekonomian Riau dengan melihat : pembentukan output, nilai tambah bruto dan permintaan akhir secara langsung karena sudah disajikan didalam Tabel Input Output tersebut. Untuk mengetahui peranan sektor perkebunan sebagai penyedia input maupun sebagai sektor pemakai input serta dampak yang ditimbulkan sektor tersebut terhadap
40
perekonomian Provinsi Riau dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan efek penyebaran, analisis pengganda, analisis elastisitas, dan analisis dampak dengan mengolah lebih lanjut Tabel Input Output dengan bantuan Grimp 7.1 dan Excel 4.3.1. Analisis Keterkaitan dan Penyebaran Koefisien keterkaitan dan penyebaran sering digunakan untuk menyusun prioritas-prioritas sektor dalam perekonomian (pembangunan) dan menentukan sektor kunci dalam perekonomian. Keterkaitan antar sektor perekonomian mengukur derajat saling ketergantungan antar sektor. Keterkaitan antar sektor memberikan gambaran sejauh mana suatu sektor mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor lain. Sedangkan analisis penyebaran mengukur berapa besar efek penyebaran dan dampak pembangunan suatu sektor pada sektor lainnya. Beberapa
koefisien
keterkaitan
antar
sektor
dalam
analisis
perekonomian wilayah antara lain: keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan 1. Analisis Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ini menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total. Uj =
1 X.j n 1 n2
; untuk j = 1,2…,n ………...………….....................(22)
n
∑ X. j =1
j
dimana : Uj
= Keterkaitan ke belakang
X.j
= Jumlah dari elemen kolom
2. Analisis Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ini merupakan pengaruh suatu sektor tertentu terhadap sektorsektor yang menggunakan sebahagian dari output sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total keterkaitan ini dirumuskan sebagai berikut:
41
Ui =
1 X .i n 1 n2
n
∑ X .i
untuk i = 1,2,..,n ……............………………….....(23)
i =1
dimana : Ui
= Keterkaitan ke depan
X.i
= Jumlah dari elemen baris
Analisis efek penyebaran itu dibagi menjadi efek penyebaran ke belakang dan efek penyebaran ke depan. 1. Efek Penyebaran ke Belakang. Analisis efek penyebaran ke belakang menunjukan koefisien yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Efek penyebaran ke belakang ini merupakan kemampuan suatu sektor untuk menarik sektor hulu, atau dengan kata lain suatu dampak yang menunjukkan dampak relatif yang ditimbulkan karena keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung antara satu sektor dengan semua sektor yang ada.
Sj =
Vj n
∑
untuk j = 1,2…,n ……………...……….....................(24)
Vj n
j =1
dimana : Sj
: Efek penyebaran ke belakang
Vj
: Koefisien keragaman
2. Efek Penyebaran ke Depan Efek penyebaran ke depan memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam suatu perekonomian. Efek penyebaran ke depan merupakan efek relatif yang disebabkan oleh suatu ekonomi tertentu terhadap peningkatan output sektor-sektor lain yang menggunakan output yang berasal dari sektor tersebut karena peningkatan output dari sektor yang bersangkutan atau mampu mendorong sektor hilirnya. Si =
Vi n
∑ i =1
Vi
untuk i = 1,2,..,n ……………………………….......(25) n
42
dimana: Si
: Efek penyebaran ke belakang
Vi
: Koefisien keragaman
4.4.2. Analisis Pengganda Analisis pengganda adalah pengukuran suatu respon atau merupakan dampak dari stimulus ekonomi. Analisis pengganda secara spesifik bertujuan melihat dampak perubahan (umumnya peningkatan) permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satuan perubahan jenis pengganda. Stimulus ekonomi yang dimaksud dapat berupa output, pendapatan dan kesempatan kerja. Koefisien pengganda merupakan total dari (1) efek awal (initial effect), (2) efek putaran pertama (first round effect), (3) efek dukungan industri (industrial support effect), dan (4) efek induksi konsumsi (consumption-induced effect). Berdasarkan matrik kebalikan Leontif, baik model terbuka (I – A)-1 maupun tertutup (I – A*)-1) dapat ditentukan nilai-nilai dari multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja berdasarkan rumus pada Tabel 5. Tabel 5. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja No.
Nilai
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Efek awal Efek Putaran pertama Efek dukungan industri Efek induksi konsumsi Efek total Efek lanjutan
Output (Rp) 1 iaij -1i ij iaij * -1i ij iaij * i ij i ij*-1
i i
Multiplier Pendapatan (Rp) hj a i ij h j h ij j h j- iaij h j *ijhj- hj- iaij hj i *ijh j i *ijh j- h j
Sumber : Daryanto dan Morison, 1991 dimana: aij hj ej ij ij*
= = = = =
Koefisien Output Koefisien Pendapatan Rumah Tangga Koefisien Tenaga Kerja Matrik Kebalikan Leontif model terbuka Matrik Kebalikan Leontif Model tertutup
Tenaga Kerja (orang) ej a i ij ej e i ij ij - iaij ej i *ijeij iaij ej * e i ij ij i *ijeij - ej
43
Pada model Miyazawa nilai pengganda merupakan pengganda total dari efek awal, efek putaran pertama, dan efek dukungan industri dan efek induksi konsumsi merupakan matrik koefisien teknologi yang diekstend dengan C rasio pada kolom dan value added ratio. Hal ini merupakan kelanjutan menghitung pengganda pedapatan rumah tangga model input output, dimana sebahagian pendapatan rumah tangga kembali dibelanjakan dalam perekonomian sehingga selain ada pengaruh dari direct dan indirect pendapatan rumah tangga juga terdapat induced pendapatan.
4.4.3. Analisis Elastisitas Input Output elastisitas menunjukkan persentase perubahan dalam total output, total pendapatan dan tenaga kerja terhadap persentase perubahan permintaan akhir dari sektor-sektor ekonomi.
Mattas dan Shresta dalam
Valdkhani (2002) mendefinisikan elastisitas output sebagai berikut: E oj =
∂O f j ......................................................................................(26) . ∂f j O
E oj
: Elatisitas Output
O
: Total output dalam ekonomi
Fj
: Permintaan akhir dalam sektor i
dimana:
∂L : Pengganda output sektor j ∂f i Sedangkan untuk elastisitas pendapatan didefinisikan sebagai berikut: E jp =
∂P f j .....................................................................................(27) . ∂f j P
dimana: E jp : Elastisitas Pendapatan
P
: Total pendapatan dalam ekonomi
∂P : ∂f j
Multiplier pendapatan sektor j
Untuk elastisitas tenaga kerja didefinisikan sebagai berikut:
44
∂T f j ......................................................................................(28) . ∂f j T
E Tj =
dimana: E Tj
: Elastisitas Tenaga Kerja
T
:
∂T : ∂f j
Total tenaga kerja dalam ekonomi Pengganda tenaga kerja sektor j
4.4.5. Analisis Simulasi Otonomi daerah yang mulai diimplementasikan pada tahun 2001 berdampak pada peningkatan kemampuan fiskal daerah. Kebijakan tersebut juga disertai kebijakan power sharing antara pemerintahan pusat dan daerah sehingga pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh untuk mengalokasi dana pembangunan
tersebut.
Otonomi
daerah diharapkan
bisa
meningkatkan
pembangunan
perkebunan kelapa sawit melalui peningkatan anggaran untuk
perkebunan ini. Persentase kenaikan anggaran untuk perkebunan kelapa sawit setelah otonomi daerah mencapai 250 persen yang dialokasikan untuk program pembangunan perkebunan untuk rakyat miskin. Dari hal itu dilakukan beberapa simulasi berupa Simulasi 1:
Investasi pemerintah untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit sebesar 243.6 milyar merupakan anggaran bersama antara Pemda Provinsi Riau dan 7 Kabupaten di Riau yang didistribusikan pada sektor perkebunan dan sektor lain sesuai dengan keperluan input untuk membangun perkebunan kelapa sawit.
Simulasi 2:
Investasi pemerintah untuk rehabilitasi perkebunan kelapa sawit 243.6 milyar. Investasi itu didistribusikan untuk keperluaan input yang secara langsung ditujukan untuk rehabilitasi perkebunan kelapa sawit.
4.5. Definisi Operasional Data a. Sektor Perkebunan Kelapa Sektor Perkebunan Kelapa Sawit merupakan komoditi yang outputnya berupa Tandan Buah Segar kelapa sawit .
45
b. Output Output dalam pengertian tabel input output adalah output domestik, yaitu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Dalam hal ini pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan perorangan dari dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing.
Bagi unit usaha yang
produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak dibidang jasa, maka outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan ke pihak lain. c. Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antar sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup dalam transaksi hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Jadi, isian sepanjang baris pada transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. d. Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan komsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran komsumsi rumah tangga, pengeluaran komsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. 1.
Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran komsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang
dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat
46
tinggal.
Pengeluaran komsumsi rumah tangga mencakup komsumsi yang
dilakukan didalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka komsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya komsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor. 2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran komsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 3. Pembentukan Modal Tetap Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor termasuk barang modal bekas dari luar daerah. 4. Perubahan Stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun.
Perubahan stok dapat
digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, dan (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. 5. Ekspor dan Impor Berbeda dengan pengertian ekspor dan impor pada umumnya, pada Tabel Input Output regional yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara atau daerah lain.
Transaksi tersebut
terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor barang keluar negeri dinyatakan dengan nilai free on board (f.o.b) yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang barang sampai ke kapal yang akan mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dari luar negeri dinyatakan atas dasar biaya pendaratan (landed
47
cost) yang terdiri dari nilai cost, insurance and freight (c.i.f) ditambah denga bea masuk dan pajak penjualan impor. e. Input Primer Input primer adalah balas jasa atau pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal
dan kewiraswastaan. Input primer
disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. 1. Upah dan Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. 2. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah broto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. 3. Penyusutan Penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi.
Penyusutan merupakan nilai
penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. 4. Pajak tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi pada dasarnya adalah adalah tambahan pendapatan bagi produsen. Oleh karena itu subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negatif.
48
V. DESKRIPSI PROVINSI RIAU 5.1. Gambaran Umum Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan. Di daerah perairan terdapat 3.214 pulau besar dan kecil. Sebanyak 743 pulau telah memiliki nama dan sisanya belum. Mayoritas pulau-pulau kecil yang tersebar di perairan Laut Cina Selatan belum berpenghuni. Dengan luas sekitar 329.867,61 km2, sebesar 71,33 persen merupakan daerah perairan/lautan. Daerah lautan yang berbatasan dengan negara lain diperkirakan seluas ZEE (Zone Ekonomi Eksklusif) adalah 379.000 km2. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´-109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta. Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm/tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata- hujan pertahun sekitar 160 hari. Menurut catatan Statiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6 ° Celcius dalam interval 23,4-33,4° Celcius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadian. Provinsi Riau sebelum pemekaran memiliki 16 kabupaten/ kota dan setelah pemekaran dengan terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau menjadi 11 Kabupaten kota. Kabupaten/ kota di Provinsi Riau adalah: (1) Kuantan Singingi, (2) Indragiri Hulu, (3) Indragiri Hilir, (4) Pelalawan, (5) Siak, (6) Kampar, (7) Rokan Hulu, (8) Bengkalis, (9) Rokan Hilir, (10) Pekanbaru, dan (11) Dumai. Dengan ibu kota Provinsi di Pekanbaru.
5.2. Penduduk, Pendidikan, dan Ketenagakerjaan Hasil sensus penduduk mencatat jumlah penduduk Riau pada tahun 1990 sebanyak 3278807 orang sedangkan hasil sensus tahun 2000 meningkat menjadi 4733948 orang. Dengan demikian selama periode 1990-2000, Penduduk Riau telah tumbuh dengan rata-rata 5.79 persen setahun. Angka peningkatan penduduk
49
sebesar itu selain disebabkan pertumbuhan penduduk alamiah juga disebabkan tingginya migrasi penduduk
provinsi lain yang masuk ke Provinsi Riau.
Tingginya angka migrasi itu salah satunya disebabkan oleh era otonomi daerah yang berdampak meningkatnya kemampuan fiskal Riau sehingga mendorong penduduk provinsi lain untuk migrasi ke Riau dengan alasan ekonomi. Hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat tak kurang dari 206514 orang yang masuk ke Riau. Untuk lebih jelas lihat Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Penduduk Riau Tahun 1990, 1998-2002 Tahun 1990* 1998 1999 2000* 2001 2002
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 1680670 1598137 2072735 2049411 2140517 2072279 2431350 2323826 2513922 2387320 2670175 2637688
3278807 4122146 4212796 4755176 4901242 5307863
(1990-2000) 3.84 (2000-2002) 2.73
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002 *) hasil sensus penduduk Selanjutnya pada tahun 2002 penduduk Riau meningkat menjadi 5307863 orang. Jumlah penduduk provinsi Riau yang relatif besar dengan wilayah relatif mudah dijangkau merupakan pasar yang baik bagi berbagai hasil industri. Kondisi ini akan mendorong para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Provinsi Riau. Selain itu jumlah penduduk yang besar dapat turut serta dalam pengamanan wilayah apalagi bila dilihat dari sisi geografis letak Provinsi Riau yang berbatasan dengan beberapa negara tetangga serta dilintasi oleh jalur pelayaran internasional sangat rawan dari sisi keamanan Angka parsipasi sekolah menurut hasil sensus penduduk 1990 memperlihatkan untuk umur 7-12 telah mencapai 94.10 persen, sedangkan angka partisipasi sekolah untuk umur 13-15 mencapai 62.03 persen, dan angka partisipasi sekolah untuk umur 15-18 tahun mencapai 36.65 persen. Untuk hasil sensus tahun 2000 terjadi peningkatan angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok umur. Pada tahun 2000 angka partisipasi sekolah untuk umur 7-12 mencapai 96.26 persen, sedangkan untuk partisipasi sekolah untuk umur 13-15 memcapai 84.13 persen, dan partisipasi sekolah untuk umur 15-18 persen. Pada tahun 2002 angka partisipasi sekolah kembali meningkat, hanya angka partisipasi sekolah untuk umur 13-15 tahun yang turun tipis dibandingkan tahun 2000.
50
Dalam bidang ketenagakerjaan, Provinsi Riau memiliki
jumlah
penduduk usia kerja pada tahun 2002 sebesar 3577446 orang, jumlah angkatan kerja sebesar 2150191 orang, dan bukan angkatan kerja sebesar 1427255 orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut tercatat pada tahun 2002 persentase tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK) sebesar 60.10 persen dan tingkat
pengangguran terbuka (TPT) sebesar 8.05 persen. Apabila dilihat dari tahun 1998 sampai tahun 2002 penduduk usia kerja terus naik setiap tahun dengan rata-rata 7.57 persen pertahun, untuk jumlah angkatan kerja setiap tahunnya naik dengan rata-rata 12.21 persen, dan jumlah bukan angkatan kerja setiap tahunnya naik dengan rata-rata 6.87 persen. Untuk tingkat partisipasi angkatan kerja dari tahun 1998 sampai tahun 2002 naik dengan rata-rata 0.01 persen pertahun dan tingkat pengangguran juga naik dengan rata-rata 0.13 persen pertahun. Peningkatan angka pengangguran terbuka tersebut memperlihatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau belum mampu menampung peningkatan angkatan kerja di Provinsi Riau. Untuk lebih jelas lihat Tabel 7. Tabel 7. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama Tahun 1998-2002 Kegiatan Utama Penduduk usia kerja Angkatan kerja Bukan angkatan kerja Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran terbuka (TPT)
1998 2676822 1551587 1125235
1999 2725706 1710157 1015522
2000 2961363 1226280 1226280
2001 3275307 1841034 1434273
2002 3577446 2150191 1427255
57.96
62.74
58.59
52.21
60.10
5.10
6.56
5.83
6.30
8.05
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002
5.3 Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Kemiskinan merupakan masalah besar yang dihadapi oleh Pemerintahan Daerah Riau. Oleh karena itu dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau sangat serias untuk mengatasi masalah ini salah satunya melalui Program K21. Menurut data BPS Provinsi Riau, persentase penduduk miskin di Provinsi Riau tahun 1999 sebesar 13.67 persen dari total penduduk. Jika dibandingkan tahun 1999 persentase penduduk miskin tersebut menurun sebesar
0.33 persen.
Walaupun demikian apabila dibandingkan persentase penduduk miskin pada tahun 2001 dan 2002 terjadi kenaikan sebesar 3.67 persen yang merupakan awal dari era otonomi daerah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
51
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Persentase
1999 2000 2001 2002
Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin di Riau Tahun 1999-2000 Berdasarkan data BPS tahun 2002 dapat juga diketahui penduduk miskin diperkotaan sebesar 178700 (23.79 persen) dan dipedesaan sebesar 572600 (76.21 persen).
Sedangkan penduduk miskin menurut lapangan kerja diperoleh 7.00
persen tidak berkerja, 67.49 persen dari sektor pertanian, 4.11 persen dari sektor industri, dan 21.40 persen dari sektor jasa. Dari data itu diketahui penduduk miskin terbesar berada dipedesaan dan berada di sektor pertanian. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Riau pada era otonomi dalam mengentaskan kemiskinan sangat sangat fokus pada pembangunan pertanian khusus pembangunan perkebunan kelapa sawit untuk mengentaskan kemiskinan di Provinsi Riau. Untuk melihat pemerataan pendapatan di Riau dapat dilihat dari Gini Rasio. Gini Rasio merupakan ukuran untuk mengetahui gambaran tentang distribusi pendapatan rumah tangga dan untuk melihat ketimpangan atau tingkat pemerataaan penduduk. Gini Rasio mempunyai interval nilai antara 0 dan 1. Bila Gini Rasio nilainya mendekati nol, maka tingkat ketimpangan sebaran rendah. Sebaliknya jika nilainya mendekati 1, menunjukkan adanya tingkat ketimpangan sebaran tinggi. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa tingkat pemerataan pendapatan penduduk di Provinsi Riau dari tahun 1998 sampai tahun 2002 menunjukkan kecendrungan tidak merata. Hal ini terlihat dengan bergeraknya angka Gini Rasio ke arah angka 1 yaitu 0.29 pada tahun 1998 terus bergerak menjadi 0.31 pada tahun 2002. Namun demikian ketidakmerataan relatif kecil karena angka Gini Rasio masih dibawah 0.4 dan perbedaan Gini Rasio tahun 1998 dengan tahun 2002 hanya 0.02
52
Tabel 8. Distribusi Pendapatan dan Gini Rasio Riau Tahun 1998-2002 Kelompok Penduduk 40 persen 40 persen 20 Persen Berpendapatan Berpendapatan Berpendapatan Rendah Menengah Tinggi 1998 23.47 36.38 40.15 1999 23.08 38.75 38.17 2000 22.76 37.47 39.77 2001 22.26 37.20 40.54 2002 21.74 37.28 40.99 Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002
0.29 0.28 0.29 0.30 0.31
Pada Tabel 8 terlihat dari tahun 1998 sampai tahun 2002 terjadi penurunan
persentase pendapatan yang diperoleh oleh kelompok pendapatan
rendah. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1998 kelompok pendapatan rendah memperoleh 23.47 persen tari total pendapatan dan pada tahun 2002 turun menjadi 21.74 persen. Sedangkan kelompok pendapatan menengah dan kelompok pendapatan tinggi dari tahun 1998 sampai 2002 secara umum memperoleh peningkatan persentase pendapatan dari total pendapatan di Riau. Hal ini menunjukkan tingkat ketimpangan bergerak kearah kurang merata sehingga perlu menjadi perhatian dari Pemerintah Daerah Riau.
5.4. Deskripsi Perekonomian Riau 5.4.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau selama periode 1998-2002 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi Riau pada kelompok pertumbuhan tinggi yaitu 4.67 persen sementara rata-rata Indonesia hanya 0.05 persen. Perekonomian Riau relatif cukup tangguh terhadap dampak krisis moneter, terbukti dengan pertumbuhan yang mengalami kontraksi hanya sebesar minus 1.81 persen di tahun 1998 kemudian bangkit untuk tumbuh dengan naik cukup tajam menjadi sebesar 5.59 persen pada tahun 2002 dan pernah secara fantastis mencapai 10.24 persen di tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi Riau pada tahun 2001 yang merupakan awal diimplementasikanya otonomi daerah menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi Riau dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelas lihat Gambar 3
53
15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00
1998
1999
2000
2001
2002
-10.00 -15.00 -20.00 Riau Tampa Migas Riau Dengan Migas
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Riau tahun 1998-2002
Indonesia Tampa Migas Indonesia Dengan Migas
Indonesia dan Provinsi
Bentuk pertumbuhan ekonomi dengan migas menunjukkan hal yang sama. Pada Gambar 3 terlihat rata-rata pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perekonomian Riau juga relatif tangguh apabila dibandingkan dengan Indonesia terhadap krisis moneter, terbukti pertumbuhan ekonomi Riau hanya mengalami kontraksi sebesar minus 3.86 persen sedangkan untuk Indonesia mengalami kontraksi lebih tinggi sebesar minus 13.13 persen. Pertumbuhan ekonomi Riau dengan migas setelah otonomi daerah menunjukkan hal yang sama dengan pertumbuhan ekonomi tampa migas dan kembali meningkat sejalan era otonomi daerah. Dari Tabel 9 terlihat 5 sektor yang memiliki ketangguhan pada krisis monoter yang diperlihatkan dari pertumbuhan positif sektor ini pada krisis moneter sedangkan sektor lain mengalami pertumbuhan negatif. Kelima sektor itu adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan 11.00 persen, sektor listrik dan air bersih dengan pertumbuhan 17.16 persen, sektor perdagangan dengan pertumbuhan 0.18 persen, sektor angkutan dan komunikasi dengan pertumbuhan 4.29, dan sektor jasa-jasa dengan pertumbuhan 2.65 persen. Dari pertumbuhan ekonomi Riau menurut sektor ekonomi pada periode 1998-2002 menunjukkan sektor pertanian dan sektor listrik dan air bersih menunjukkan penurunan laju pertumbuhan sedangkan sektor lain menunjukkan peningkatan laju pertumbuhan walaupun terjadi kontraksi setiap tahunnya
54
Tabel 9.
Pertumbuhan Ekonomi Riau Tanpa Migas Tahun 1998-2002 (%)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan Angkutan dan komunikasi Keuangan Jasa-jasa Riau Indonesia
1998 11.00 -2.02 -4.21 17.16 -27.99 0.81 4.29 -5.96 2.65 -1.81 -14.22
1999 9.11 1.85 1 1.86 5.71 5.55 4.77 5.29 -28.03 3.25 4.16 1.09
2000 7.54 7.42 12.46 4.66 10.35 5.27 6.56 34.01 2.79 10.24 5.29
2001 8.09 6.20 12.22 7.47 7.13 5.53 6.84 -31.71 4.87 5.15 3.98
2002 5,36 6,48 4,72 5,30 6,69 6,06 10,16 2,45 5,96 5.59 4.12
Sumber : BPS Provinsi Riau, 2002 Khusus untuk sektor konstruksi dan keuangan memperlihatkan laju pertumbuhan rata-rata sangat rendah. Untuk sektor konstruksi dampak krisis moneter tahun 1998 mempengaruhi sektor ini cukup kuat dan memang secara umum ditingkat nasional pun demikian. Akibatnya sangat berpengaruh pada ratarata laju pertumbuhannya, tetapi setelah tahun 1998 sektor konstruksi di Riau pulih kembali dengan cepat dan mencatat pertumbuhan rata-rata di atas 5 persen. Sementara pada sektor keuangan dampak krisis moneter tersebut membawa pengaruh pada perkembangan keuangan dan perbankan karena sikap berhati-hati kalangan perbankan, sehingga bank sebagai agent of development mempunyai keterbatasan dalam menyalurkan kredit. Keadaan ini selanjutnya berpengaruh pula terhadap peningkatan nilai tambah yang dapat diciptakan oleh sektor keuangan dan perbankan. Tabe1 10. Pertumbuhan Ekonomi Riau Termasuk Migas Tahun 1998-2002 (%) No. Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri 4. Listrik, dan Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan 9. Jasa-jasa RIAU Indonesia
Sumber: BPS Provinsi Riau, Tahun 2002
1998 11.00 -6.72 -0.68 17.16 -27.99 0.81 4.29 -5.96 2.65 -3.86 -13.13
1999 9.11 2.83 8.95 5.71 5.55 4.77 5.29 -28.03 3.25 3.38 0.79
2000 7.54 3.94 9.52 4.66 10.35 5.27 6.56 34.01 2.79 6.52 4.90
2001 8.09 3.59 9.88 7.47 7.13 5.53 6.84 -31.71 4.87 4.25 3.32
2002 5,36 3,56 4,24 5,30 6,69 6,06 10,16 2,45 5,96 4.40 3.80
55
Bentuk pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi dengan migas mirip dengan bentuk tanpa migas, perbedaannya terjadi pada penurunan laju pertumbuhan sektor industri dan pertambangan. Oleh karena pada kedua sektor tersebut terdapat unsur migas sehingga bila terjadi perubahan produksi pada migas Riau maka nilai tambah kedua sektor tersebut akan mengalami perubahan pula. Hal ini diperkuat dengan adanya kecenderungan ekspor migas Riau yang semakin menurun sejak tahun 2000. Untuk jelas dapat dilihat pada Tabel 10
5.4.2. Struktur Perekonomian Riau Berdasarkan struktur ekonomi Riau tanpa migas selama periode 19982002 yang dapat dilihat pada Tabel 11 diketahui bahwa sektor pertanian yang banyak memiliki SDA, sektor industri dan sektor perdagangan sebagai sektor penunjang dari sektor pertanian, merupakan penopang utama dalam pembangunan ekonomi Riau. Ketiga sektor tersebut menyumbang sekitar 67.00 persen pada tahun 1998 dan meningkat menjadi sekitar 69.95 persen pada tahun 2002. Untuk sektor pertanian pada tahun 1998 menyumbang pada perekonomian sebesar 22.65 persen pada tahun 2002 naik menjadi 26.02 persen sehingga menjadi sektor terbesar sumbangannya dalam perekonomian pada tahun 2002. Sedangkan untuk sektor industri pada tahun 1998 menyumbang dalam perekonomian sebesar 26.86 pada tahun 2002 sumbangan sektor industri turun menjadi 25.99 persen. Sedangkan untuk sektor perdagangan pada tahun 1998 menyumbang pada perekonomian sebesar 17.58 persen dan pada tahun 2002 naik tipis menjadi 17.94 persen. Turunnya peranan sektor Industri dalam PDRB, sangat terkait dengan situasi dan kondisi nasional seperti menurunnya jumlah investasi secara nasional, terjadinya persaingan global dan kondisi di dalam negeri yang tidak kondusif persaingan global dan kondisi di dalam negeri yang tidak kondusif.
56
Tabel 11. Struktur Ekonomi Riau Tanpa MigasTahun 1998-2002 (%) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-jasa
Riau
1998
1999
2000
22.56 2.87 26.86 0.92 5.97 17.58 6.32 9.62 7.30 100,00
24.47 2.62 26.73 0.94 6.19 17.86 6.41 6.31 8.47 100.00
23.61 2.50 25.93 0.89 5.84 17.81 6.45 7.74 9.23 100.00
2001
2002
25.00 2.69 26.88 0.89 5.65 17.99 6.33 4.37 10.20
26,02 2,60 25,99 0,85 5,47 17,94 6,36 4,18 10,59
100.00
100.00
Sumber: BPS Provinsi Riau, Tahun 2002 Berbeda dengan struktur perekonomian Riau tanpa migas, maka struktur perekonomian Riau dengan migas selama periode 1998-2002 sangat bergantung pada sektor yang mengandung SDA migas yakni sektor pertambangan. Dalam perekonomian Riau sektor ini memberikan kontribusi sekitar 58.03 persen pada tahun 1998 yang kemudian menurun menjadi sekitar 52.01 persen pada tahun 2002. Hal ini sejalan dengan kecenderungan produksi dan ekspor migas yang juga menurun, walaupun terdapat efiseinsi. Sektor industri menempati posisi kedua pada struktur perekonomian Riau dengan migas. Pada tahun 1998 sektor ini menyumbang dalam perekonomian sebesar 15.26 persen dan meningkat pada tahun 2002 menjadi 16.45 persen. Sedangkan sektor pertanian menduduki posisi ketiga dengan sumbangan pada perekonomian pada tahun 1998 sebesar 8.58 persen dan naik pada tahun 2001 menjadi 11.49 persen. Naik sumbangan sektor pertanian dalam perekonimian Riau menunjukkan ketangguhan sektor pertanin dalam memfaatkan sumberdaya yang ada di Provinsi Riau. Tabel 12. Struktur Perekonomian Riau Termasuk Migas Tahun 1998-2000. (%) No. Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri 4. Listrik, dan Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan 9. Jasa-jasa Riau
1998 1999 2000 2001 2002 8.58 9.41 9.89 10.80 11,49 58.03 57.14 54.09 52.85 52,01 15.26 15.69 15.95 16.72 16,45 0.35 0.36 0.37 0.39 0,38 2.27 2.38 2.44 2.44 2,41 6.68 6.87 7.45 7.77 7,92 2.40 2.46 2.70 2.73 2,81 3.66 2.43 3.24 1.89 1,85 2.77 3.26 3.87 4.41 4,68 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: BPS Provinsi Riau, Tahun 2002
57
5.4.3. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita PDRB perkapita menjadi salah satu indikator kemakmuran penduduk disuatu wilayah dan bila ditampilkan secara berkala akan dapat diketahui perkembangan tingkat kemakmuran yang terjadi di daerah tersebut. Untuk Provinsi Riau, PDRB per kapita atas harga konstan selama periode 1998-2002 menunjukkan terjadinya peningkatan ditinjau dari PDRB tanpa migas dengan rata-rata peningkatan sebesar 0.99 persen. Sedangkan PDRB perkapita dengan migas menunjukkan terjadinya penurunan dengan rata-rata penurunan sebesar 0.61 persen. Peningkatan PDRB perkapita tampa migas terlihat dari tahun 1998 sebesar Rp 2.02 juta naik menjadi Rp 2.10 juta pada tahun 2002. Sementara Penurunan PDRB perkapita dengan terlihat pada tahun 1998 sebesar Rp 4.73 turun pada tahun 2002 menjadi sebesar 4.61 persen. Dengan nilai itu dapat diketahui pada periode 1998-2000 PDRB perkapita tampa migas menunjukkan peningkatan
kesejakteraan
sedangkan
PDRB
perkapita
dengan
migas
menunjukkan penurunan kesejahteraan masyarakat Riau. Sama trennya dengan pendapatan perkapita, pendapatan perkapita tanpa migas menunjukkan peningkatan dengan rata-rata peningkatan 0.93 persen sedangkan pendapatan perkapita dengan migas menunjukkan terjadi penurunan dengan rata-rata 0.66 persen. Dari nilai itu dapat diketahui pendapatan tampa migas provinsi Riau menunjukkan terjadinya peningkatan kesejahteraan sedang pendapatan dengan migas menunjukkan hal sebaliknya 6 5 4 3 2 1 0 1998
1999
2000
2001
2002
PDRB Perkapita Tanpa Migas PDRB Perkapita Dengan Migas Pendapatan PerkapitaTampa Migas Pendapatan Perkapita Dengan Migas
Gambar 4. PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Termasuk Migas dan Tampa Migas tahun 1998-2002
58
5.4.4. Ekspor dan Impor Provinsi Riau Sistem perekonomian Provinsi Riau
membuka
peluang
untuk
melakukan perdagangan luar negeri melalui kegiatan ekspor-impor yang tentunya akan memberi dampak positif dan semakin meningkatkan roda perekonomian secara keseluruhan di Provinsi Riau. Ekspor Provinsi Riau pada periode 19982002 memiliki kecenderungan yang meningkat yaitu tahun 1998 nilai ekspornya mencapai US$ 7,17 milyar dan pada tahun 2002 meningkat menjadi US$. 9,30 milyar. Dari komposisi ekspor kelihatan peranan ekspor non migas terus meningkat yaitu pada tahun 1998 sebesar US$ 4,81 milyar naik menjadi US$ 6,35 milyar pada tahun 2002. Sedangkan ekspor migas menunjukkan terjadinya penurunan yang hal ini disebabkan oleh makin turunnya produksi migas Provinsi Riau. Sementara impor Provinsi Riau pada periode yang sama tampak cenderung menurun, yakni di tahun 1998 US$ 1,03 milyar kemudian turun menjadi US$ 0,90 milyar pada tahun 2002. Turunnya nilai impor sedangkan ekspor Provinsi Riau terus meningkat tentu akan berdampak makin naik nilai surplus neraca perdagangan Provinsi Riau. Untuk lebih jelas lihat Tabel 13. Tabel 13. Ekspor-Impor Riau Tahun 1998-2002 No. Rincian 1 Ekspor: a. Migas b. Non Migas
1998 17.17 2.36 4.81
1999 8.81 3.03 5.78
2000 11.01 4.02 6.99
(Milyar US$) 2001 2002 8.97 9.30 3.52 2.95 5.45 6.35
2
Impor: a. Migas b. Non Migas
1.03 0.10 0.93
1.28 0.08 1.20
1.82 0.05 1.77
1.09 0.16 0.93
0.90 0.31 0.59
3
Surplus/defisit:
6.14
7.53
9.19
7.88
8.40
2.95 4.58
3.97 5.22
3.36 4.52
2.64 5.76
peranan
penting
pada
a. Migas 2.26 b. Non Migas 3.88 Sumber: BPS Provinsi Riau, Tahun 2002
5.4.5. Investasi di Provinsi Riau Investasi
di
Provinsi
Riau
memegang
pertumbuhan ekonomi Riau. Pada Periode 1998-2002 nilai investasi dalam negeri menunjukkan terjadinya penurunan investasi yang ditanamkan di Provinsi Riau. Hal ini terlihat pada tahun 1998 nilai investasi PMDN sebesar Rp 4991737.03
59
juta dan turun pada tahun 2002 menjadi sebesar Rp 2799092.00 juta . Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2001 yang merupakan awal diimplementasikanya otonomi daerah. Terjadinya penurunan investasi pada tahun 2001 menunjukkan Pemerintah provinsi Riau belum bisa memamfaatkan meningkatnya wewenang yang dimiliki pada era otonomi daerah. Untuk lebih jelas lihat Tabel 14. Tabel 14. Nilai Investasi PMDN dan PMA di Provinsi Riau Tahun 1998-2002 Nilai Investasi PMDN (juta rupiah) 4991737.03 1998 9788092.88 1999 8454421.39 2000 5740533.00 2001 2799092.00 2002 Sumber: BPS Provinsi Riau, Tahun 2002
PMA (ribu US$) 1378.93 5145.33 689.66 1984179.00 1395558.00
Nilai investasi luar negeri menunjukkan hal sebaliknya, pada periode 1998-2002 terjadi peningkatan investasi luar negeri. Hal ini terlihat nilai investasi PMA pada tahun 1998 sebesar US$ 1378.93 ribu dan naik sangat signifikan pada tahun 2002 menjadi US$ 1395558.00 ribu. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2001 hal ini menunjukkan provinsi Riau mampu memamfaatkan era otonomi daerah untuk menarik pemodal asing untuk menanamkan modalnya di Provinsi Riau.
60
VI. OTONOMI DAERAH DAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT 6.1. Otonomi Daerah Era otonomi daerah yang dimulai dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1999 dan direvisi dengan UU N0. 32 Tahun 2004, mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan berbagai aspek sesudah otonomi daerah di Provinsi Riau meliputi: (1) kegiatan dan program pembangunan daerah, dan (2) Keuangan daerah. 6.1.1. Kegiatan dan Program Pembangunan Daerah Kegiatan pemerintah daerah tercermin dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). APBD merupakan dokumen Perda (Peraturan Daerah) yang berisi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah selama tahun yang bersangkutan, beserta jumlah dan sumber-sumber dana. Setiap tahun pihak eksekutif menyusun RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk dibahas dan syahkan bersama dengan pihak legislatif sebagai APBD yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah. 6.1.1.1. Mekanisme Pelaksanaan Pembangunan Daerah Kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai pelaksana dan DPRD sebagai pengawas. Pemerintah daerah melaksanakan kegiatan pembangunan yang rencana kegiatannya sudah disetujui oleh DPRD dan dituangkan dalam bentuk Perda (Peraturan daerah). Perda yang menyangkut rencana pembangunan meliputi 1. Perda Properda (Program Pembangunan Daerah). 2. Perda APBD. Selain Properda dalam rangka perencanaan pembangunan daerah masih terdapat Renstra (Rencana Strategis) daerah, sedangkan APBD adalah rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahun. Dengan demikian dalam pembangunan daerah terdapat rencanan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Rencana pembangunan jangka pendek terdapat dalam APBD berupa program dan proyek untuk tahun yang bersangkutan.
61
6.1.1.2. Kebijaksanaan dan Usaha Pembangunan Daerah Dalam membangun daerah Riau, Pemerintahan memantapkan visi dan misi pembangunan di Riau dengan tujuan agar arah dan tujuan pembangunan Riau lebih jelas dan terarah. Berdasarkan potensi dan kondisi yang terdapat dalam masyarakat probinsi Riau, maka Visi Pembangunan Daerah sebagai berikut ”Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam lingkungan Masayarakat yang agamis, sejahtera lahir bating di Asia Tenggara tahun 2020” Guna mewujudkan dan merealisasikan Visi Pembangunan Daerah Provinsi Riau, maka ditetapkan misi Pembangunan Daerah sebagai berikut: 1. Mewujudkan masyarakat Riau yang beriman dan bertaqwa, berkaulitas, sehat dan cerdas serta mengusai Ilmu pengetahuan dan teknologi 2. Meningkatkan peran lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah guna menbentuk karakter, moral, dan etika masyarakat yang agamis. 3. Meningkatkan pelaksanaan penegakan supremasi hukum dan hak azasi manusia serta kehidupan demokratis, guna tercipta masyarakat yang madani. 4. Mewujudkan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur ekonomi, sosial, politik dan budaya agar tercipta dan terlaksana pertumbuhan dan pemrataan pembangunan, pemberdayaan ekonomi rakyat, peningkatan kelembagaan masyarakat serta peningkatan pendapatan daerah. 5. Meningkatkan pembinaan industri, perdagangan dan jasa yang maju didukung oleh agroindustri dan agrobisnis. 6. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyat melalui pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 7. Meningkatkan hubungan kerjasama antar daerah Provinsi, antar kabupaten dan kota dalam Provinsi Riau serta luar negeri dalam segala bidang. 8. Membina dan mengembangkan kebudayaan melayu yang mampu mengikuti perkembangan zaman dengan tidak menghilangkan jati diri, sehingga tercipta masyarakat masyarakat melayu yang maju, mandiri dan mampu bersaing. 9. Mewujudkan dan meningkatkan fungsi manajemen Pemerintah Daerah, pembentukan
sikap
kemandirian
masyarakat
yang
memiliki
jiwa
62
kewirausahaan sehingga tercipta Pemerintahan Daerah yang Bersih, Baik dan Berwibawa (Clean Goverment and Good Goverment) Sasaran dari Pembangunan Daerah Provinsi Riau adalah: 1. Mewujudkan manajemen Pemerintahan Daerah yang baik Upaya ini diarahkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintahan yang profesional, produktif, efisein, transparan, dan akuntabel dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat baik lokal maupun internasional. 2. Mewujudkan landasan ketahanan kebudayaan melayu Hai ini merupakan tujuan juga sarana untuk membangun kesejahteraan rakyat yang dilandasi Iman dan Taqwa. 3. Membangun kesejahteraan dan ketahanan ekonomi daerah yang berbasis ekonomi kerakyatan Upaya pembangunan ketahanan ekonomi kerakyatan yang dapat menunjang komoditas unggulan Daerah Riau. 4. Memberdayakan masyarakat Upaya meningkatkan kemampuan masyarakat guna mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah dalam memasuki era globalisasi. Untuk mewujukan visi dan misi pembangunan Provinsi Riau 2020 maka ditetapkan strategi jangka panjang yaitu: 1. Menumbuhkan semangat kemantapan keimanan dan ketaqwaan serta memperkokoh toleransi antar umat beragama. 2. Mengembangkan mutu pendidikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi 3. Meningkatkan mutu dan etos kerja sumberdaya manusia yang diandalkan dalam persaingan global 4. Melakukan penggalian, pengkajian dan memutahirkan nilai-nilai kebudayaan melayu secara terpadu dan berkesinambungan yang mendukung kemajuan pemberdayaan rakyat. 5. Meningkatkan kesadaran berbudaya melayu dalam upaya menangkal budaya luar (asing) yang negatif dalam rangka mewujudkan jati diri daerah dan bangsa.
63
6. Melaksanakan pembangunan ekonomi kerakyatan dengan menekankan sekor unggulan secara terpadu dan sinergi antar sektor maupun antar wilayah 7. Memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab yang didukung aparatur pemerintah yang handal, profesional, transparan, dan akuntabel 8. Membangun infrastruktur untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan 9. Menegakkan hukum dan hak azasi manusia untuk menciptakan demokrasi dan keadilan 10. Mewujudkan dan meningkatkan penyelesaian tata batas wilayah provinsi, kabupaten/kota sehingga tidak menimbulkan kerawanan sosial. Pada tahap kurun waktu 5 (lima) tahun maka dibentuk strategi jangka pendek yang selanjutnya disebut 5 (lima) pilar: 1. Pembangunan dan rangka meningkatkan Iman dan Taqwa a. Meningkatkan pendidikan agama b. Mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis c. Meningkatkan bantuan penyediaan sarana
dan prasarana kehidupan
beragama d. Meningkatkan kerukunan umat agama e. Pemberantasan penyakitkan masyarakat meliputi : kriminilitas, prostitusi, narkoba, miras, dan judi 2. Pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia a. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia, dengan pemerataan pendidikan yang bermutu b. Mendorong masyarakat agar berperan aktif dalam bidang pendidikan c. Mendorong dunia usaha agar senantiasa meningkatkan keahliaan dan ketrampilan tenaga kerja d. Meningkatkan kaulitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat e. Mengembangkan kebijakan kependudukan yang selaras dengan tuntutan nyata masyarakat dalam rangka peningkatan mutu SDM f. Meningkatkan penelitian g. Mendorong berkembangan lembaga pendidikan tinggi yang relevan dengan tuntutan pembangunan
64
h. Meningkatkan pemberdayaan perempuan 3. Pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan a. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembangunan b. Melakukan relokasi dan redistribusi secara bertahap terhadap sumberdaya dan aset-aset produksi yang dikuasai secara berlebihan oleh kekuatan ekonomi besar yang minoritas terhadap masyarakat sehingga terjadi pemerataan c. Mengembangkan usaha kecil dan menengah serta koperasi d. Mengembangkan sektor-sektor utama yang mempunyai keterkaitan dengan sektor lainnya. e. Meningkatkan pembangunan infrastruktur f. Memfungsikan jaringan transportasi dan struktur jaringan jalan g. Meningkatkan pembangunan telekomunikasi, kelistrikan, penyediaan air baku dan air bersih h. Meningkatkan upaya
intensifikasi, diversifikasi ekstensifikasi dan
berbagai potensi sumber keuangan daerah serta memperjuangkan keadilan perimbangan keuangan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang i.
Mengembangkan kebijakan ekonomi makro dan mikro secara terkoordinir, untuk menciptakan iklim investasi yang konduksif guna memacu perkembangan ekonomi daerah
j.
Memberdayakan lembaga dan organisasi sebagai wadah pengembangan kegiatan usaha produktif.
4. Pembinaan Kesehatan dan Olahraga a. Peningkatan pembangunan kesehatan dengan prioritas pelayanan dasar kesehatan masyarakat, penanggulangan balita, penyakit menular dan narkoba. b. Melalui program jaring pengaman sosial, meningkatkan kaulitas lingkungan keluarga, desa dan pemukiman kumuh serta di pulau-pulau terpencil c. Peningkatan dan pembinaan olahraga beprestasi, melalui sekolah, organisasi pemuda dan perguruan tinggi
65
d. Meningkatkan kaulitas atlet cabang olahraga unggulan dalam PON, PERWIL, PORDA e. Menunjang program olahraga rakyat seperti sepakbola, takraw, baladiri, dan lain-lain 5. Pembinaan dan pengembangan kebudayaan a. Pembinaan
dan
pengembangan
kebudayaan
secara
terpadu
dan
berkelanjutan b. Membangun dan mengembangkan kebudayaan lokal c. Mengembangkan
potensi
daerah
seperti
lembaga
adat,
sanggar
perkumpulan sastra dan kesenian lainnya d. Membangun pusat-pusat pengembangan kebudayaan melayu e. Mewujudkan program kebudayaan secara terpadu. 6.1.2. Keuangan Pemerintah Kebijakan otonomi daerah menurut UU Nomor 25 tahun 1999 dan direvisi dengan UU Nomor 33 tahun 2004 pada intinya mengatur pemisahan kewenangan urusan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah yang tercermin dari anggaran penerimaan dan pengeluaran. Pada sisi penerimaan, pemerintahan daerah mempunyai wewenang yang lebih besar dalam menentukan kebijakan pajak, retribusi dan penerimaan daerah dari sumber lainnya. Kewenangan kebijakan pajak dan restribusi daerah berupa wewenang untuk menentukan jenis, basis, tarif pajak dan retribusi daerah serta alternatif sumber lainnya yang sesuai dengan UU. Bentuk penerimaan transfer pemerintah pusat ke daerah pada saat otonomi daerah berupa DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Pemerintah daerah pada saat otonomi daerah juga memperoleh hasil dari sumberdaya yang dimiliki yang sabahagian dikembalikan kedaerah berupa dana perimbangan. Sedangkan disisi pengeluaran pemerintah daerah diberi wewenang yang besar dalam mengalokasikan dana melalui APBD sesuai yang dibutuhkan untuk membangun daerahnya. 6.1.2.1. Penerimaan Fiskal Daerah Era otonomi daerah berdampak pada meningkatnya sisi penerimaan Riau. Hal ini disebabkan dikembalinya sebahagian hasil dari sumberdaya Riau yang pada sebelum era otonomi daerah hasil itu dikuasai seluruhnya oleh
66
Pemerintah Pusat. Peningkatan penerimaan itu dapat terlihat dari peneriman Riau sebelum otonomi daerah pada tahun 2000 sebesar Rp 675579.41 juta dan setelah otonomi daerah meningkat sebesar Rp 1592628.82 juta atau meningkat sebesar 135.74 persen.
Sejalan dengan diimplementasikannya otonomi daerah
penerimaan Provinsi Riau terus meningkat rata-rata setiap tahunnya sebesar 23.47 persen. Peningkatan penerimaan Riau setelah desentralisasi fiskal menunjukkan semakin besarnya kemampuan Provinsi Riau untuk membangun daerahnya. Untuk lebuh jelas lihat Tabel 15 Tabel
15. Penerimaan Fiskal Provinsi Riau Sebelum Otonomi Daerah dan Sesudah Otonomi Daerah (Juta Rp)
Jenis Penerimaan 1. Sisa Anggaran 2. Pendapatan Asli Daerah • Pajak daerah • Retribusi daerah • Usaha daerah • Pendapatan lain-lain 3. Dana Bagi Hasil • Dana Pajak dan Bukan pajak ü Bagi hasil pajak ü Bagi hasil bukan pajak • Sumbangan dan Bantuan/DA &DAK 5. Penerimaan Lain-lain Total Penerimaan
Sebelum Otonomi Daerah 2000 54345.71 128635.74 101198.12 3166.74 12157.60 12133.28
Era Otonomi Daerah 2002 455676.70 504384.56 394364.42 3306.14 37664.68 69049.34
2003 414776.20 658548.33 538504.70 5729.00.0 68102.48 46212.09
928691.22
1150885.01
134037.82 813650.78
164738.61 752881.61
235998.45 840676.56
245345.35
251944.55
11071.00
74210.00.0
675579.41
1592628.82
141240.00 2129631.50
118616.86
2001 93571.87 299423.79 251951.23 1115.57 623845 40118.54 947688.61
187025.59 2411246.12
Apabila dilihat dari jenis penerimaan, penerimaan provinsi Riau yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada era otonomi daerah meningkat sangat signifikan yaitu sebesar 132.77 persen. Peningkatan PAD terus meningkat sejalan berjalannya era otonomi daerah rata-rata pertahun sebesar 49.51 persen. Dari sumber PAD, pajak daerah merupakan jenis penerimaan Provinsi Riau yang sangat besar peningkatannya setelah otonomi yaitu sebesar 148.97 persen dan sejalan dengan era itu penerimaan pajak daerah terus naik sebesar 46.54 persen. Peningkatan penerimaan pajak daerah berupakan implikasi dari diberikanya
67
wewenang kepada pemerintah daerah untuk menentukan obyek pajak sesuai dengan UU otonomi daerah.. Perkembangan dana bagi hasil yang terdiri bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, sumbangan dan bantunan. Dana bagi hasil pajak dan bukan pajak juga merupakan jenis penerimaan fiskal daerah yang meningkat sangat signifikan pada era otonomi. Sebelum otononomi tahun 2000 penerimaan ini hanya sebesar Rp. 118616.87 juta dan setelah otonomi daerah naik menjadi Rp 947688.61 juta atau naik sebesar 698.95 persen. Sejalan era otonomi daerah penerimaan ini tahun 2002 turun sebesar minus 3.17 tetapi apabila dirata-ratakan dana ini naik sebesar 7.08 persen setiap tahunnya. Jenis penerimaan lain dalam dana bagi perimbangan adalah dana dari bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat yang pada saat era otonomi daerah berbentuk DAU dan DAK. Penerimaan jenis ini dihitung berdasarkan celah fiskal dengan melihat kemampuan dan kebutuhan fiskal daerah. Penerimaan ini pada saat dimulainya otonomi daerah meningkat sebesar 2.69 persen dan sejalan era otonomi penerimaan dari jenis ini turun secara signifikan dengan rata-rata sebesar minus 44.51 persen. Turunnya penerimaan DAU dan DAK yang diterima oleh provinsi Riau menunjukkan kemampuan Provinsi Riau semakin meningkat pada era otonomi daerah. Sebelum era otonomi daerah
jenis penerimaan terbesar berbentuk
bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat sebesar 44 persen dari total penerimaan provinsi Riau. Pada era otonomi jenis penerimaan ini hanya sebesar 16 persen dari total penerimaan. Pada era otonomi jenis penerimaan terbesar merupakan hagi hasil pajak dan bukan sebesar 59 persen dari total penerimaan. Sebelum otonomi jenis penerimaan ini kontribusinya hanya sebesar 22 persen dari total penerimaan. Kontribusi 59 persen hagi hasil pajak dan bukan pajak setelah otonomi terbesar di sumbang oleh bagi hasil bukan pajak sebesar 85.85 persen sedangkan bagi hasil pajak hanya sebesar 14.14 persen. Besarnya kontribusi bagi hasil bukan pajak merupakan dampak dari besarnya sumberdaya migas Riau yang dikembalikan sebahagian ke daerah pada era otonomi. Untuk melihat kontribusi setiap jenis penerimaan bisa dilihat pada Gambar 5.
68
Sebelum Otonomi Daerah
Setelah Otonomi Daerah
10%
6%
16%
19%
SAL 24%
44%
SAL
PAD
PAD
BH P dan B P
BH P dan B P
B&S/ DAU
B&S/ DAU 59%
22%
Gambar 5. Sumbangan Jenis Penerimaan Sebelum Otonomi Daerah dan Sesudah Otonomi Daerah 6.1.2.2. Pengeluran Fiskal Pengeluaran fiskal daerah terdiri dari dua kelompok yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari pengeluaran pegawai, belanja barang, biaya pemeliharan, perjalanan dinas, dan lain-lainnya. Sedangkan pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran sektor industri, pertanian, transportasi, tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, dan lainnya.
2000000 1500000 Rutin Juta Rp 1000000
Pembangunan
500000
Total Pengeluaran
0 2000 2001 2002 2003
Gambar 6. Perkembangan Pengeluran Fiskal Provinsi Riau Tahun 2000-2001 Pada Gambar 6 terlihat setiap tahunnya terjadi peningkatan pengeluaran fiskal yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluran pembangunan dengan pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran fiskal terbesar. Peningkatan pengeluaran fiskal
sangat signifikan terjadi pada awal otonomi daerah yaitu
sebesar 155.99 persen. Pada awal otonomi peningkatan terbesar terjadi pada pengeluaran pembangunan yaitu sebesar 213.89 persen sedangkan untuk pengeluaran rutin hanya sebesar 85.47 persen. Sejalan dengan otonomi daerah
69
pengeluaran fiskal provinsi Riau terus meningkat rata-rata sebesar 31.51 persen, pengeluaran pembangunan meningkat rata-rata sebesar 30.32 persen, dan pengeluaran rutin sebesar 33.76 persen. Untuk melihat berapa besar pengeluaran pemerintahan untuk setiap sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 16. Pengeluaran pemerintah tersebut merupakan pengeluaran yang dianggarkan melalui APBD yang terdiri dari 20 sektor ekonomi. Dari pengeluaran berdasarkan APBD itu akan diketahui berapa besar alokasi pengeluaran pemerintah untuk setiap sektornya Pada Tabel 16 terlihat pengeluaran pembangunan provinsi Riau tahun 2000 sebesar Rp 243219.66 juta dan tahun 2001 menjadi Rp 73551907.00 juta dialokasi oleh pemerintah Riau ke dalam masing-masing kegiatan beserta pengelompokannya
dalam
sektor-sektor
ekonomi.
Peningkatan
dana
pembangunan yang signifikan pada era otonomi terjadi pada semua sektor-sektor ekonomi. Yang tentunya akan berdampak pada peningkatan kinerja masingmasing sektor dalam perekonomian Riau Pada tahun 2000 (sebelum otonomi daerah) sektor yang paling banyak mendapatkan alokasi sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebesar Rp 76389.18 juta atau sebesar 31.41 persen. Sektor kedua terbesar mendapatkan alokasi adalah sektor pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga sebesar Rp 55490.21 juta atau sebesar 22.81 persen. Sedangkan sektor pertanian dan kehutanan mendapatkan alokasi ketiga terbesar yaitu sebesar Rp 30894.41 juta atau sebesar 12.70 persen. Apabila dilihat dari besarnya nominal pengeluaran pemerintah pada ketiga sektor ini masih rendah dibandingkan tahun 2001 (era otonomi daerah) Pada tahun 2001 sektor paling banyak mendapatkan olakasi dana adalah sektor pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga sehingga sektor ini mendapatkan peningkatan alokasi dana pada era otonomi sebesar Rp 233992.17 juta atau sebesar 31.81 persen. Besarnya alokasi pengeluaran pemerintah pada sektor ini pada era otonomi untuk meningkatkan sumberdaya manusia di Provinsi Riau yang tertinggal dari provinsi lain. Sedangkan sektor kedua terbesar memperoleh alokasi adalah sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebesar Rp 76185.38 ribu atau sebesar 23.95 persen.. Sedangkan sektor pertanian dan kehutanan mengalami pengurangan alokasi dana setelah otonomi daerah tetapi masih merupakan sektor ketiga terbesar memperoleh alokasi dana sebesar Rp 86102.32 juta atau sebesar 11.71 persen.
70
Tabel 16. Pengeluran Pembangunan Setiap Sektor Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Sektor APBD 2000 Alok. APBD 2001 Alok. No. Pembangunan (Juta Rp) (persen) (Juta Rp) (persen) 800.00 0.33 2747.75 0.37 1. Industri 2. Pertanian dan 30894.41 12.70 86102.32 11.71 Kehutanan 8.02 25069.16 3.41 19496.01 3. Pengairan 2171.84 0.89 5655.67 0.77 4. Tenaga Kerja 5. Perdagangan, 2054.94 0.84 23036.00 3.13 pengemba. usaha dan keuangan 6. Transportasi, 76389.18 31.41 176185.38 23.95 meteorologi dan geofisika 7. Pertambangan dan 5115.03 2.10 2427.47 0.33 Energi 8. Pariwisatan, pos dan 748.86 0.31 1277.78 0.17 telekomunikasi 9. Pembangunan daerah 22301.16 9.17 7625.75 1.04 dan transmigrasi 10. Lingkungan hidup dan 1953.53 0.80 15337.34 2.09 tata ruang 11. Pendidikan, 55490.21 22.81 233992.17 31.81 Kebudayaan, pemuda dan olahraga 12. Kependudukan dan 2349.80 0.97 1376.73 0.19 keluarga Berencana 13. Kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan 14488.22 5.96 50843.29 6.91 wanita, anak dan remaja 14. Perumahan dan 2392.74 0.98 3967.62 0.54 pemukiman 631.31 0.26 19687.90 2.68 15. Agama 16. Ilmu Pengetahuan dan 1.17 7696.01 1.05 2849.42 Teknologi 1824.10 0.75 451.25 0.06 17. Hukum 18. Aparatur negara dan 1068.90 0.44 66571.68 9.05 pengawasan 19. Politik, hubungan luar negeri, penerangan, 0.00 5467.81 0.74 komonikasi dan media massa 20 Keamanan dan 0.00 Ketertiban Umum 243219.66 100 73551907.00 100 Jumlah
71
6.2. Pembangunan Sektor Perkebunan Pembangunan sektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan daerah Provinsi Riau. Dengan dibangunnya sektor perkebunan diharapkan bisa meningkatkan PDRB Riau dari sektor perkebunan. Pembangunan sektor perkebunan diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau yang sebahagian besar bekerja pada sektor ini. Untuk melihat Program pembangunan perkebunan di provinsi Riau berupa Rencana Strategis (Renstra) dapat dilihat pada Lampiran 2. Untuk
melihat
posisi
dan
peranan
sektor
perkebunan
dalam
perekonomian Riau dapat dilihat dari sumbangannya dalam PDRB Riau, Peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.
Sumbangan Sektor
perkebunan pada PDRB Riau atas dasar harga konstan termasuk migas sebesar 3.23 persen. Dari besarnya sumbangan itu sektor perkebunan menduduki posisi ke-5 terbesar dalam kontribusi dalam PDRB Riau termasuk migas dibawah sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sektor industri tanpa migas, sektor perdagangan besar dan kecil, dan sektor industri migas. Untuk sumbangan sektor perkebunan dalam PDRB Riau tampa migas atas dasar konstan sebesar 7.09 persen. Dari besarnya sumbangan itu sektor perkebunan menduduki posisi ke-3 terbesar dalam kontribusi dalam PDRB Riau tanpa migas dibawah sektor industri tanpa migas dan sektor perdagangan besar dan kecil. Dilihat dari besarnya kontribusi sektor perkebunan dalam PDRB Riau memperlihatkan pentingan posisi dan peranan sektor perkebunan dalam peningkatan PDRB Riau. Untuk lebih jelas lihat Lampiran 3. Selain posisinya sebagai penyumbang dalam PDRB Riau sektor perkebunan juga mempunyai posisi penting dalam mengentaskan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Posisi dan peranan sektor perkebunan meningkatkan relatif menjadi besar setelah krisis moneter yang terlihat dari kinerjanya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat riau. Pada tahun 2002 berdasarkan sumber dinas perkebunan mempunyai kinerja dalam meningkatkan pedapatan petani sebesar Rp 11293000/KK/tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar
72
1173750 orang. Besarnya kemampuan sektor perkebunan dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja menunjukkan besarnya posisi dan peranan sektor perkebunan dalam mengentaskan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. 6.3. Perkebunan Kelapa Sawit 6.3.1. Perkembangan Perkebunan Kelapa sawit Kelapa sawit sebagai komoditi utama sektor perkebunan mulai dikembangkan pertama kali di provinsi Riau pada tahun 1975/1976 oleh Perkebunan Besar Swasta PT. Plantagen-AG yang saat ini sudah diambil alih oleh PT. Tunggal Perkasa Plantations Air Molek dengan luas ± 1000 Ha. Pembangunan kelapa sawit itu sendiri di Riau mulai dilaksanankan secara besarbesaran senjak awal Pelita III melalui program PIR (Perusahaan Inti Rakyat) yang disponsori oleh beberapa PNP/PTP seperti PTP II, IV dan V. Hal ini didukung oleh hasil survei Marihat Research Station tahun 1979 yang merekomendasikan bahwa Provinsi Riau berdasarkan jenis tanahnya maupun faktor agroklimat lainnya sangat potensial untuk pengembangan kelapa sawit. Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang pada mulanya dengan pola PIRBUN/NES dikembangkan dengan bantuan dana dari Bank Pembangunan Asia yang dilanjutkan dengan pola PIR-Trans yang dikembangkan memamfaatkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dengan beberapa perusahaan baik BUMN maupun swasta sebagai perusahaan inti. Perusahaan inti yang menjadi mitra pemerintah dalam mengembangkan kelapa sawit adalah: PTP Nusantara V, PT. Inti Sawit Subur, PT. Sari Lembah Subur. PT. Surya Bratasena Plantation, PT. Buana Lestari, PT. Ramajaya Pramukti, PT. Wanasari Nusantara, PT. Rigunas Agri Utama, dan PT Perdana Intisawit Perkasa.
Luas perkebunan kelapa sawit
yang dikembangkan dengan Pola PIR sebesar 118050 ha dengan jumlah kepala keluarga petani 59025 orang. Program PIR ini terhenti setelah Bank Indonesia menutup Skim Kredit PIR-Trans. Walaupun BI telah menutup Skim Kredit pembangunan kelapa sawit terus berlanjut dengan dikembangkannya pola Kredit Koperasi Primer untuk
73
Anggotanya (KKPA). Pada Pola ini terdapat 23 perusahaan mitra koperasi yang mengelola KKPA. Luas perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan dengan pola KKPA seluas 141579 dengan jumlah kepala keluarga petani 70798 orang. Masyarakat Riau yang tidak ikut serta dalam pola PIR dan KKPA mengembangkan perkebunan kelapa sawit dengan pola swadaya. Secara keseluruhan kelapa sawit rakyat dengan pola swadaya lebih luas dibandingkan dengan pola PIR maupun KPPA. Namun secara teknis masih tertinggal sehingga diperlukan perhatian pemerintah. Menurut data terakhir pada tahun 2004 luas kebun swadaya yang ada di provinsi Riau mencapai 618276 ha Seiring dengan makin besarnya antusias masyarakat Riau untuk membangun kebun dan masih tingginya angka kemiskinan, Pemerintah dalam era otonomi daerah mencoba untuk membangum perkebunan melalui pinjaman bantunan modal ekonomi kerakyatan atau dikenal dengan Program Ekonomi Kerakyaran (PEK). Luas perkebunan kelapa sawit yang dibangun melalui PEK di Riau seluas 7459 ha. Pada tahun 2005 program itu dimasukkan dalam Program Pengantasan Kemiskinan, Kebodohan, dan Pemantapan Infrastruktur. 6.3.2. Potensi Perkebunan Kelapa Sawit Potensi perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh Provinsi Riau cukup besar dapat dilihat pada luas dan produksinya. Menurut data terakhir perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau merupakan yang terluas dibandingkan dengan Provinsi lain dengan produksi juga yang terbesar. Luas perkebunan kelapa sawit Riau pada tahun 2002 sebesar 1238106 ha atau 24.43 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit nasional. Produksi perkebunan kelapa sawit Riau pada tahun 2002 sebesar 2587416 ton atau 26.98 persen dari total produksi perkebunan kelapa sawit nasional. Gambar 7 dapat dilihat perkembangan luas perkebunan perkebunan kelapa sawit di Riau tahun 1998-2002 yang meningkat setiap tahunnya. Peningkatan luas perkebunan terbesar terjadi pada tahun 2000 dimana pada saat itu perkebunan kelapa sawit menjadi primadona di Provinsi Riau. Apabila dilihat dari perkembangan luas menurut status penguasaan terlihat perkebunan rakyat setiap tahunnya terjadi peningkatan luas yang sangat besar sehingga pada tahun
74
2002 menjadi perkebunan terluas di Riau berdasarkan status penguasaan. Untuk perkebunan besar swasta secara umum terjadi peningkatan luas hanya pada tahun 2002 terjadi penurunan luas sehingga luas perkebunan swasta lebih kecil dari perkebunan rakyat walaupun pada awalnya merupakan perkebuanan terluas di Riau. Perkebunan negara secara umum peningkatan luas setiap tahun tetapi tidak peningkat tidak signifikan dan menempati posisi perkebunan ketiga terluas di Riau. Dari hal itu terlihat perkembangan luas perkebunan kelapa sawit yang cukup besar pada saat ini sebenarnya merupakan adil dari perkembangan perkebunan
Luas Lahan (ha)
rakyat. Hal ini menunjukkan besarnya potensi dari perkebunan rakyat di Riau. 1500000 1000000 500000 0 1998
1999
2000
2001
2002
Tahun perkebunan rakyat
perkebunan negara
perkebunan swasta
Total
Gambar 7. Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Tahun 1998 -2002 Untuk perkembangan produksi yang dapat di Lihat pada Gambar 8 terlihat seiringan dengan terus meningkat luas perkebunan di Riau juga diiringan dengan meningkatan produksi dari perkebunan kelapa sawit di Riau. Apabila dilihat dari perkembangan produksi dari tahun 1998-2002, peningkatan luas yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2001. Peningkatan produksi sangat signifikan merupakan andil dari perkebunan rakyat yang tren perkembangannya sama dengan total produksi kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit rakyat pada tahun 1998 berproduksi sebesar 393477 ton menempati posisi kedua terbesar dibawah perkebunan besar swasta dan pada tahun 2002 berproduksi besar 1267421 ton yang lebih besar dari produksi perkebunan besar swasta. Dari hal itu terlihat
75
perkebunan rakyat merupakan potensi yang cukup besar yang dimiliki Provinsi
Produksi (ton)
Riau. 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 1998
1999
2000
2001
2002
Tahun perkebunan rakyat perkebunan swasta
perkebunan negara Total
Gambar 8. Perkembangan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Tahun 1998-2002 6.3.3. Tantangan dan Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit Tantangan dan permasalahan pengembangan perkebunan kelapa sawit masih cukup besar. Apabila hambatan dan permasalahan itu tidak dapat ditangani dengan baik akan sangat berdampak terhadap pengembangan komoditas ini ke depan. Permasalahan yang dihadapai itu seperti antara lain luas kepemilikan dan status hak tanah, produktivitas kebun, rendemen dan mutu produk, pengolahan
pabrik
pemasaran hasil dan pada era otonomi permasalahan ditambah
dengan masalah konflik perusahaan dengan masyarakat setempat. Permasalahan itu banyak dihadapi oleh perkebunan sawit yang dibangun secara swadaya oleh petani. Menurut data terakhir perkebunan yang dibangun secara swadaya merupakan luas perkebunan rakyat yang terbesar yaitu seluas 455243 ha atau 70.01 persen dari perkebunan rakyat dan 47.82 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit di Riau. Jumlah petani yang membangun kebun secara swadaya juga cukup besar yaitu lebih kurang sebesar 179938 kepala keluarga. Dengan melihat dari kenyataan itu maka diperlukan peran pemerintah dan swasta untuk mengatasi permasalahan itu. Permasalahan yang pertama yang dihadapi oleh petani swadaya berupa kepemilikan lahan dan status hak tanah. Permasalahan ini terlihat dari luas
76
kepemilikannya bervariasi, mulai yang terkecil 1 ha, sampai terluas 10-20 ha yang letaknya terpencar-pencar sehingga menyulitkan pembinaan maupun pengolahan aspek produksi lainnya. Disamping itu juga status tanahnya belum memiliki sertifikat sehingga sulit memperoleh pembiayaan dari perbankan ataupun bermitra dengan investor. Berbeda dengan petani plasma maupun KKPA dengan Luas kepemilikan lahan rata-rata 2 Ha/KK dan terletak pada satu hamparan yang kompak.
dan memiliki sertifikat lahan merupakan bagian dari paket
pembangunan kebun yang digunakan sebagai jaminan tambahan bank. Produktifitas yang rendah merupakan permasalahan kedua yang dihadapi petani plasma. Hal ini terlihat dari produktifitas TBS yang dihasilkan petani plasma dan KKPA relatif lebih baik dibandingkan dengan petani swadaya. Ratarata produktifitas kebun petani plasma PIR dan KKPA mencapai 20-22 ton TBS/ha/tahun, sedangkan petani swadaya rata-rata hanya mencapai lebih kurang 14 ton TBS/ha/tahun. Rendahnya produktifitas petani swadaya diduga akibat penggunaan bibit yang kurang baik mutunya dan tidak jelas asal usulnya serta kurangnya pemupukan. Permasalah lain yang dihadapi berupa rendahnya rendemen dan mutu produk perkebunan rakyat. Hal ini terlihat dari rendemen yang dihasilkan dari TBS kelapa sawit rakyat, baik yang berasal petani PIR maupun KKPA rata-rata hanya 20-21 persen. Dilain pihak perkebunan kelapa sawit besar swasta bisa mencapai rendemen 22-23 persen. Hal ini disebabkan TBS yang dipanen dari kebun-kebun rakyat tidak disiplin menerapkan kriteria matang panen yang dianjurkan, bahkan adalakalanya dicampur dengan buah-buah muda Hal ini juga disebabkan oleh jauhnya letak perkebunan dengan dengan pabrik. Permasalahan selanjutnya berupa pabrik pengolahan yang ada pada umumnya belum dapat menampung secara keseluruhan produksi dari petani, khususnya TBS yang berasal dari kebun-kebun swadaya yang letaknya terpencarpencar yang saling berjauhan.Hal ini terjadi karena sebahagian besar pabrik yang ada telah memiliki kebun baik kebun inti maupun plasma yang diprioritaskan untuk diolah. Sebenarnya pada saat ini ada pabrik yang tidak mempunyai kebun
77
sebanyak 4 unit yang diharapkan bisa menampung produksi dari petani swadaya. Walaupun demikian, permasalahan lain muncul berupa jauhnya juga jarak areal kebun ke unit pengolahan baik milik BUMN maupun swasta relatif jauh, bahkan ada yang lebih dari 50 km sehingga berdampak terhadap tingginya biaya transportasi. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi petani kelapa sawit swadaya mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya angkutan TBS dari kebun ke PKS yang ekonomis maksimum hanya Rp 70/kg. Permasalahan baru yang muncul pada era otonomi daerah berupa banyaknya terjadi konflik antara pihak perusahaan dan masyarakat setempat dalam merebut lahan perkebunan. Permasalahan ini muncul akibat banyak terjadi penyerobotan tanah ulayat yang diakui milik masyarakat oleh pihak swasta maupun pihak perkebunan negara pada masa lalu. Pada saat otonomi daerah dan sejalan dengan era reformasi banyak masyarakat menuntut dikembalikan tanah ulayat yang telah dimiliki perusahaan. Permasalahan itu harus segera diatasi karena sudah banyak berjatuhan korban. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi diatas harus segera dihadapi baik oleh petani sendiri dan juga oleh pemerintah, perusahan negara dan perusahaan swasta. Untuk mengatasi permasalahan itu diperlukan peran yang besar dari pihak swasta dan pemerintah baik melalui instansi terkait maupun perusahaan negara karena pihak ini merupakan aktor utama dari perkembangan perkebunan kelapa sawit. Pihak diatas berupakan aktor utama walaupun luas lahan yang dimiliki kecil dibandingkan perkebunan rakyat terlihat kepemilikan pabrik pengolalan sawit dan juga kemampuan besar dalam pendanaan sangat besar yang dimiliki pihak tersebut yang peranannya cukup besar dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit. Salah satu bentuknya nyata peran dari pihak pemerintah dan swasta dalam mengurangi permasalahan tersebut berupa kemauan pihak tersebut untuk menampung produksi TBS petani swadaya dengan harga yang sama dengan petani plasma mereka. Hal ini disebabkan karena selama ini petani swadaya memperoleh harga dibawah petani plasma apabila menjualnya di pabrik yang mempunyai perkebunan inti dan plasma.
78
6.3.4. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Peran pemerintah dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat dilihat dari penyediaan lahan dan penyedian dana untuk membangun lahan perkebunan di Provinsi Riau. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 tahun 1994 Pemerintahan Riau menyediakan 3.1 juta Ha untuk kawasan pengembangan perkebunan. Menurut data terakhir luas areal perkebunan telah mencapai 2789521. Dari data itu dapat diketahui luas areal perkebunan yang bisa untuk membangun perkebunan dan juga kelapa sawit tinggal 310479 Ha Makin kecil lahan yang bisa dialokasikan untuk lahan perkebunan menimbulkan permasalahan tersendiri di Provinsi Riau. Permasalahan yang muncul berupa terjadi
konflik
antara
masyarakat
dengan
perusahan
perkebunan
yang
berdampingan. Hal ini disebabkan makin besarnya antusias masyarakat Riau untuk membangun kebun dan program pemerintah sendiri untuk membangun kebun untuk mengentaskan kemiskinan di Provinsi Riau sedangkan lahan perkebunan makin sempit. Oleh karena itu diperlukan peran aktif pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk mengatasi hal itu pemerintah daerah perlu melakukan penataan secara proporsional penyediaan lahan untuk perkebunan melalui program restribusi aset produktif. Salah satu caranya adalah dengan menginventarisasi terhadap perusahaan maupun koperasi yang telah memperoleh izin dari Gubernur dan Bupati namun tidak melakukan aktivitas sama sekali. Apabila perusahaan perkebunan dan koperasi itu tidak mampu melakukan kewajibannya maka pemerintah daerah akan mencabut izinnya dan mengalokasikan lahan tersebut untuk membangun kebun untuk rakyak miskin. Disamping penyedian lahan, pemerintah juga berperan besar dalam menyediakan modal untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dalam era otonomi daerah dana pembangunan untuk perkebunan itu dikucurkan melalui peminjaman modal ekonomi rakyat (PEK). Pada tahun 2001 melalui APBD provinsi Riau telah mengucurkan dana sebesar Rp 22.8 milyar yang semua untuk membangun perkebunan untuk rakyat miskin. Pada tahun 2005 program PEK itu
79
termasuk dalam program K2I dengan anggaran dana sebesar Rp 83 milyar dari APBD Provinsi Riau ditambah sharing bugdet dengan 7 kabupaten di Riau sebagai bantuan modal bagi masyarakat miskin guna membangun kebun kelapa sawit di Provinsi Riau.
80
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1. Perekonomian Provinsi Riau Dengan menggunakan Metode Analisis Input Output dari Tabel Input Output atas dasar harga produsen Provinsi Riau yang berbentuk matriks 42 X 42 (klasifikasi 42 sektor), akan memberikan gambaran transaksi antar sektor baik transaksi permintaan maupun transaksi penawaran pada perekonomian Provinsi Riau. Tabel tersebut terbagi kedalam submatriks yaitu kuadran I, II, dan III. Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi produksi dan jasa yang digunakan dalam proses produksi yang menunjukkan traksaksi penjualan dan pembelian dari satu sektor ke sektor lainnya. Kuadran I memberikan informasi mengenai saling ketergantungan dan keterkaitan antar sektor dengan sektor lainnya dalam perekonomian Provinsi Riau. Kuadran II, menunjukkan arus penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir, bukan untuk proses produksi pada sektor yang lain. Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk berbagai keperluan konsumsi, antara lain terdiri dari : konsumsi rumah tangga (301), pengeluaran pemerintah (302) pembentukan modal tetap (303), perubahan stok (304), dan ekspor barang dan jasa (305). Kuadran III menunjukan pembelian input yang dihasilkan diluar sistim produksi oleh sektor-sektor yang ada pada kuadran I (kuadran antara). Kuadran input primer terdiri dari : Upah dan Gaji (201), Surplus Usaha (202), Penyusutan (203), dan Pajak tak langsung (204), Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB) Selain yang disebut diatas, dengan membangun tabel input output yang ada menjadi model input output model Miyasawa akan diketahui distribusi pendapatan di Provinsi Riau. Dalam tabel ini konsumsi rumah tangga dibagi menjadi tiga golongan pendapatan yaitu: pendapatan rendah, sedang, dan tinggi dan dijadikan variabel endogenus dan dimasukkan pada kuadran I. Upah dan Gaji dan sebagian surplus usaha juga dibagi tiga sama seperti pembagian pada konsumsi rumah tangga. Dengan memggunakan model ini diharapkan mampu mengetahui distribusi pendapatan yang terjadi di Provinsi Riau.
81
7.1.1. Struktur Permintaan dan Penawaran Pada Tabel Input Output Provinsi Riau terlihat total permintaan secara keseluruhan sebesar Rp 129780915 juta. Total permintaan sebesar itu di alokasikan antara lain untuk memenuhi permintaan antara sebesar Rp 43856665 juta (33.79 persen) dan untuk memenuhi permintaan akhir sebesar Rp 85924250 juta (66.21 persen). Karena terjadi keseimbangan permintaan dan penawaran pada struktur perekonomian Provinsi Riau maka jumlah penawaran juga sebesar Rp 129780915 juta. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Struktur Permintaan Antara, Permintaan Akhir dan Permintaan Total Provinsi Riau Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Permintaan Sektor 16(1) 28(2) 30(3) 36(4) 23(5)
Jumlah Kontri Jumlah Kontri Jumlah busi Sektor busi Sektor (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (Juta Rp)
Kontri busi (%)
9986328 4826351 4743877 2806462 2590667
28.03 6.45 6.29 4.83 4.34
22.77 11.00 10.82 6.40 5.91
16(1) 24(2) 18(3) 41(4) 30(5)
26389616 6583201 4261502 3651835 3628382
30.71 7.66 4.96 4.25 4.22
16(1) 30(2) 24(3) 28(4) 18(5)
0.96 0.28 0.44 0.26 1.06
5(19) 6(39) 7(36) 8(40) 9(24)
Sektor Perkebunan Sektor Perkebunan 5(20) 6(39) 7(36) 8(40) 9(32)
479194 27412 40472 25866 117535 18212501
1.09 0.06 0.09 0.06 0.27
5(23) 6(36) 7(33) 8(37) 9(21)
823060 240380 381873 226168 910948 Sektor 42788394
Sektor 41.53 lainnya lainnya Total 85924250 Total 43856665
36375944 8372259 8162548 6262372 5634064
Sektor Perkebunan
45.19
1302254 267791 422345 252034 1028484 61700821
1.00 0.21 0.33 0.19 0.79
Sektor 47.54 lainnya Total 129780915
Pada Tabel 17 terlihat lima sektor yang mempunyai kontribusi terbesar pada permintaan antara yaitu: sektor pertambangan minyak dan gas bumi (sektor 16) sebesar Rp 9986328 juta (22.77 persen), sektor industri logam dan barang dari logam (sektor 28) sebesar Rp 4826351 juta (11.00 persen), sektor industri mesin dan peralatan listrik (sektor 30) sebesar Rp 4743877 juta (10.82 persen), sektor perdagangan (36) sebesar Rp 2806462 juta (6.40 persen), dan sektor industri kimia (sektor 23) sebesar Rp 2590667 juta (5.91 persen). Sedangkan sektor perkebunan kontribusinya pada permintaan antara sebesar 690479 juta (1.57 persen). Sedangkan kontribsusi perkebunan kelapa sawit (sektor 7)
yang
merupakan salah satu komoditi dari sektor sebesar 40472 juta (0.09 persen). Dari komposisi struktur permintaan antara tersebut terlihat sektor pertambangan
82
minyak dan gas bumi dan sektor industri merupakan sektor yang outputnya paling banyak digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain dalam perekonomian Riau sehingga kedua sektor ini mempunyai peran yang besar terhadap perekonomian Riau. Pada permintaan akhir, posisi lima besar sedikit berubah, dimana sektor pertambangan minyak dan gas bumi (sektor 16) tetap berada pada posisi pertama dengan kontribusi sebesar Rp 24679338 juta (30.71 persen), yang diikuti oleh sektor industri hasil kilang minyak dan gas bumi (sektor 24) sebesar Rp 6156552 juta (7.66 persen) sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp 3985320 juta (4.96 persen), sektor pemerintahan umum (sektor 41) sebesar Rp 3415164 juta (4.25 persen) dan sektor industri mesin dan peralatan listrik sebesar Rp 3393231 juta (4.22 persen). Dari komposisi permintaan akhir terlihat sektor minyak dan gas bumi, sektor industri kilang dan minyak dan gas bumi, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor pemerintahan umum, dan sektor industri mesin dan peralatan listrik merupakan sektor yang outputnya paling besar di konsumsi langsung baik dikonsumsi langsung oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok atau di ekspor ke luar negeri dan ke provinsi lain. Apabila dilihat dari permintaan antara dan permintaan akhir terlihat sektor pertambangan minyak dan gas bumi (sektor 16) tetap merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terbesar dengan menempati posisi pertama baik pada permintaan antara maupun permintaan akhir sehingga sektor ini tentu menempati posisi pertama pada total permintaan. Dari total permintaan sebesar Rp 34018464 juta pada sektor minyak dan gas bumi, permintaan antara berkontribusi sebesar Rp 9339126 juta (27.45 persen) sedangkan permintaan akhir sebesar Rp 24679338 juta (72.55 persen). Besarnya kontribusi permintaan akhir terhadap total permintaan pada sektor pertambangan minyak dan gas bumi mengindikasi output sektor ini lebih cendrung untuk memenuhi konsumsi langsung yaitu untuk ekspor baik domestik maupun internasional. Sehingga sektor ini merupakan penyumbang devisa terbesar bagi perekonomian Riau, apalagi dengan diimplikasikannya otonomi daerah maka Provinsi Riau mendapat tambahan penerimaan daerah yang
83
sangat besar melalui bagi hasil sektor ini. maka dapat disimpulkan sektor ini berperan sangat penting untuk menggerakkan perekonomian Riau Untuk perkebunan kelapa sawit total permintaan terbentuk sebesar Rp 252034 juta (0.33 persen). Nilai sebesar itu 9.58 persen disumbangkan oleh permintaan antara dan
90.42 persen disumbangkan oleh permintaan akhir.
Besarnya kontribusi permintaan akhir terhadap total permintaan memperlihatkan output perkebunan kelapa sawit lebih cendrung digunakan untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga, perubahan stok, dan ekspor. Hal ini juga mengindikasikan belum berkembangnya industri hilir untuk mengolah output perkebunan kelapa sawit. 7.1.2. Struktur Konsumsi Konsumsi Rumah tangga merupakan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga maupun lembaga swasta yang tidak mencari untung. Dari komposisi permintaan akhir konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi Rp 17127918 juta (19.93 persen) dari total permintaan akhir. Dari struktur konsumsi Rumah Tangga tersebut terdapat lima sektor dengan tingkat konsumsi rumah tangga terbesar yaitu: sektor perdagangan (sektor 36) sebesar Rp 2343735 juta (13.68 persen), sektor restoran dan hotel (sektor 37) sebesar Rp 1727245 juta (10.08 persen), sektor angkutan dan komunikasi (sektor 38) sebesar 1420195 juta (8.29 persen), sektor jasa lainnya (sektor 42) sebesar Rp 1345513 juta (7.86 persen), dan sektor pemerintahan umum sebesar Rp 1040203 juta (6.07 persen). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 18. Untuk sektor Perkebunan secara keseluruhan tingkat konsumsi rumah tangga sebesar Rp 338668 juta ( 1.97 persen). Sedangkan kelapa sawit tidak dikonsumsi langsung oleh rumah tangga. Komoditi ini tidak dikonsumsi langsung oleh rumah tangga mungkin disebabkan output dari komoditi ini harus diproses lebih lanjut untuk bisa dikonsumsi oleh rumah tangga. Jadi konsumsi rumah tangga untuk komoditi ini merupakan produk turunannya seperti minyak goreng. Konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran pemerintah pusat dan daerah kecuali sifatnya pembentukan modal tetap, termasuk semua pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata. Tolok ukur pengeluaran pemerintah
84
meliputi seluruh pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharan dan perbaikan serta belanja rutin lainnya. Pada struktur konsumsi pada Tabel Input Output tingkat konsumsi pemerintah Riau secara total sebesar Rp 3949249 juta yang terdiri dari sektor pemerintahan umum (sektor 41) sebesar Rp 2554260 juta
(64.68 persen) dan Sektor Jasa
lainnya (sektor 42) Rp 1394989 juta (35.32 persen). Pada struktur pengeluaran pemerintah tersebut terlihat pengeluaram pemerintah tidak hanya untuk pengeluaran rutin pemerintah tetapi ada alokasi untuk sektor jasa-jasa lainnya berupa jasa kemasyarakatan. Adanya alokasi pemerintah untuk sektor jasa kemasyarakatan secara tidak langsung merupakan salah satu dampak dari otonomi daerah yang menyebabkan kemampuan keuangan pemerintah daerah meningkat. Salah satu contoh dari alokasi pemerintah untuk jasa kemasyarakatan berupa adanya dana beasiswa bagi masyarakat Riau untuk melanjutkan studi pascasarjana. Tabel 18. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Provinsi Riau Konsumsi Rumah Tangga Kontri Jumlah busi Rank Sektor (Juta Rp) (%) 36 37 38 42 41
2343735 1727245 1420195 1345513 1040203
13.68 10.08 8.29 7.86 6.07
Konsumsi Pemerintah Kontri Jumlah busi Sektor (Juta Rp) (%)
1 2 3 4 5
41 42 -
17 36 34
5 6 7 8 9
Sektor Perkebunan 5 6 7 8 9
Sektor lainnya Total
0 322662 0 5042 10964
0.00 1.88 0.00 0.03 0.06
8912359
52.03
17127918
2554260 1394989 -
64.68 35.32 -
Rank 1 2 -
Sektor Perkebunan
Sektor Lainnya Total
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0
3949248
7.1.3. Struktur Investasi Pembentukan modal tetap terdiri dari pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada tabel Input Output Riau klasifikasi 42 sektor hanya terdapat 13 sektor yang menghasilkan pembentukan modal tetap. Dari 13 sektor itu ada 5 sektor yang
85
memiliki pembentukan modal tetap yang besar, antara lain sektor bangunan (sektor 35) sebesar Rp 3043604 juta (35.80 persen), sektor mesin dan peralatan listrik (sektor 30) sebesar Rp 2233760 juta (26.28 persen), sektor industri kendaraan bermotor (sektor 32) sebesar Rp 1791449 juta (21.07 persen), sektor industri elektronika dan komputer (sektor 31) sebesar Rp 538497 juta (6.33 persen), dan sektor perdagangan (Sektor 36) sebesar Rp 324401 juta (3.82). Sedangkan sektor perkebunan termasuk didalamnya perkebunan kelapa sawit tidak menghasilkan pembentukan modal tetap, dengan demikian investasi perkebunan kelapa sawit hanya mengandalkan perubahan stok. Tabel 19. Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok dan Investasi di Provinsi Riau Pembentukan Modal Perubahan Stok Investasi Tetap Kontri Kontri Kontri Jumlah Jumlah Jumlah busi busi Sektor busi Sektor Sektor (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) (%) (%) (%) 35(1) 30(2) 32(3) 31(4) 36(5)
3043604 2233760 1791449 538497 324401
35.80 26.28 21.07 6.33 3.82
Sektor Perkebunan 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 Sektor 569571 6.70 lainnya Total 8501283
28(1) 23(2) 30(3) 29(4) 31(5)
251624 170873 134515 100569 78591
26.30 17.86 14.06 10.51 8.21
Sektor Perkebunan 5(15) 689 0.07 6(39) -115837 -12.11 7(11) 4718 0.49 8(14) 0.09 857 9(27) -1023 -0.11 Sektor -1582321 lainnya -956747 Total
35(1) 30(2) 32(3) 31(4) 36(5)
2743313 2368275 1336124 617089 324401
29.01 25.04 14.13 6.52 3.43
Sektor Perkebunan 5(21) 689 0.01 6(40) -115837 -1.22 7(17) 4718 0.05 8(20) 0.01 857 9(31) -1023 -0.01 Sektor lainnya
265933
2.81
7544536
Untuk nilai perubahan stok, lima sektor yang mempunyai nilai yang terbesar dalam pembentukan perubahan stok yaitu: sektor industri logam dan barang dari logam (sektor 28) sebesar Rp 251624 juta (26.30 persen), sektor industri kimia (sektor 23) sebesar Rp 170873 juta (17.86 persen), sektor industri mesin dan peralatan listrik (sektor 30) Sebesar Rp 134515 juta (14.06 persen), sektor industri barang dari besi dan baja dasar (sektor 29) Rp 100569 juta (10.51 persen), dan sektor industri elektronika dan komputer (sektor 31) sebesar Rp 78591 (8.21 persen). Untuk perkebunan kelapa sawit nilai perubahan stok yang
86
terbentuk sebesar Rp 4718 juta dan merupakan pembentukan perubahan stok terbesar dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya Pada Tabel 19 dijelaskan data investasi yang terjadi di Riau merupakan penjumlahan dari pembentukan modal tetap dengan perubahan stok. Pada Tabel Input Ouput sektor bangunan (sektor 35) merupakan sektor yang mempunyai nilai investasi tertinggi yaitu sebesar Rp 2743313 juta (29.01 persen) dari total investasi Provinsi Riau. Besarnya nilai investasi pada sektor pembangunan yang biasanya merupakan investasi pemerintah memperlihatkan senjak otonomi daerah pada tahun 2001 Pemerintah Provinsi Riau mengeluarkan investasi yang cukup besar pada pembangunan sarana dan prasaran di Provinsi Riau. Hal ini bisa dimaklumi karena Provinsi Riau selama ini masih kekurangan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan ekonomi dan juga sebagai stimulus investasi di Provinsi Riau Selain sektor bangunan ada empat sektor lain yang mempunyai nilai investasi yang besar antara lain, sektor mesin dan peralatan listrik (sektor 30) sebesar Rp 2368275 juta (25.04 persen), sektor industri kendaraan bermotor (sektor 32) sebesar Rp 1336124 juta (14.13 persen), sektor industri elektronika dan komputer (sektor 31) sebesar Rp
617089 juta ( 6.52 persen), sektor
perdagangan (sektor 36) sebesar 324401 juta (3.43 persen). Sedangkan sektor perkebunan nilai investasi hanya tercipta melalui perubahan stok yang terbesar di ciptakan oleh sektor kelapa sawit (sektor 7). Rendahnya nilai investasi pada perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan sektor lainnya mengindikasikan investasi didominasi oleh kegiatan masyarakat langsung yang hal ini didukung oleh sebahagian besar perkebunan kelapa sawit pada 2001 di Provinsi Riau merupakan perkebunan rakyat. Dengan melihat kenyataan itu diperlukan investasi pemerintah untuk meningkat investasi pada perkebunan kelapa sawit dengan memamfaatkan peningkatan keuangan pemerintah melalui otonomi daerah.
7.1.4. Struktur Ekspor dan Impor Kegiatan perdagangan dapat ditempuh dengan upaya ekspor maupun impor. Kegiatan ekspor bermaksud untuk memenuhi peluang pasar yang ada di luar negeri maupun dari provinsi lain, sedangkan impor dimaksud untuk
87
memenuhi kebutuhan dalam negeri baik kebutuhan untuk konsumsi langsung atau sebagai proses produksi. Apabila dilihat dari nilai ekspor maupun impor berdasarkan Tabel Input Output Riau terlihat nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor. Hal ini menunjukkan arus perdagangan Provinsi Riau mengalami surplus yang tentunya meningkatkan devisa daerah. Apabila dilihat nilai ekspor Provinsi Riau pada Tabel 20 terlihat sektorsektor yang mempunyai nilai ekspor yang besar yaitu sektor pertambangan minyak dan gas bumi (sektor 16) sebesar Rp 26389618 juta (46.05 persen). Nilai proporsi sektor pertambangan dan gas bumi itu memperlihat hampir 50 persen ekspor Provinsi Riau diciptakan melalui sektor ini. Dari nilai ekspor tersebut terlihat Provinsi Riau sangat mengandalkan sektor ini untuk meningkatkan PDRB daerah Riau melalui perdagangan. Selain sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sektor yang menciptakan nilai ekspor terbesar adalah: sektor industri kilang minyak dan gas bumi (sektor 24) sebesar Rp 5867941 juta (10.24 persen), sektor industri makanan, minuman dan tembakau (sektor 18) sebesar Rp 4240890 juta (7.40 persen), sektor industri kehutanan (sektor 20) sebesar Rp 3073725 juta (5.36 persen), dan sektor industri kimia (sektor 23) sebesar Rp 2465322 juta ( 4.30 persen). Selanjunya, secara total sektor perkebunan mempunyai nilai ekspor sebesar Rp 2354358 juta (4.11 persen) sedangkan untuk komoditi kelapa sawit (sektor 7) nilai ekspor yang terbentuk sebesar Rp 377155 juta (0.66 persen). Pada Tabel sama terdapat 5 sektor yang mempunyai nilai impor terbesar yaitu: sektor industri makanan, minuman dan tembakau (sektor 18) sebesar Rp 3184811 juta (14.57 persen), sektor jasa lainnya (sektor 42) sebesar Rp 2536036 juta (11.60 persen), sektor industri mesin dan peralatan listrik (sektor 30) sebesar 958456 juta (10.62 persen), sektor industri kimia (sektor 23) sebesar 2026272 juta (9.27 persen), dan sektor industri bubur kertas (sektor 21) sebesar 1453563 juta (5.29 persen). Sedangkan untuk sektor perkebunan secara keseluruhan nilai impor sebesar 13750 juta (0.06 persen),dan nilai impor yang dibentuk perkebunan kelapa sawit sebesar 557 juta. Apabila dilihat dari nilai neraca perdagangan sektor-sektor perekonomian Riau, terlihat Provinsi Riau mengalami surplus sebesar Rp 43184980 juta sedang nilai defisit perdagangan sebesar Rp 7741549 juta. Secara total dari neraca perdagangan Provinsi Riau mengalami surplus sebesar 35443431 juta. Nilai surplus sebesar itu disumbangkan oleh sektor pertambangan minyak dan gas bumi (sektor 16) sebesar Rp 26389618 juta (61,11 persen) sebagai sektor yang menyumbangkan surplus perdagangan terbesar.
88
Tabel 20. Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Provinsi Riau Ekspor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 42 42
Total
Nilai (Juta Rp) 37120 48265 59464 213342 822371 33555 377155 220269 901008 280196 128105 815649 235279 1012845 411442 26389618 1220417 4240890 340231 3073725 1453563 138794 2465322 5867941 642377 304994 179392 1071716 123718 958456 2036617 62702 405690 23790 68520 0 322813 216635 33760 4981 57372 2453 57302550
Kontribusi (%) 0.06 0.08 0.10 0.37 1.44 0.06 0.66 0.38 1.57 0.49 0.22 1.42 0.41 1.77 0.72 46.05 2.13 7.40 0.59 5.36 2.54 0.24 4.30 10.24 1.12 0.53 0.31 1.87 0.22 1.67 3.55 0.11 0.71 0.04 0.12 0.00 0.56 0.38 0.06 0.01 0.10 0.00
Impor Nilai (Juta Rp) 170149 21772 17139 140646 1244 677 557 329 10943 149063 302557 10407 1018 578294 357998 0 407136 3184811 739634 1133590 1156750 351829 2026272 954605 524454 579336 383524 315459 620269 2322205 139756 714658 686599 0 0 0 35767 779390 219788 272606 11854 2536036 21859120
Kontribusi (%) 0.78 0.10 0.08 0.64 0.01 0.00 0.00 0.00 0.05 0.68 1.38 0.05 0.00 2.65 1.64 0.00 1.86 14.57 3.38 5.19 5.29 1.61 9.27 4.37 2.40 2.65 1.75 1.44 2.84 10.62 0.64 3.27 3.14 0.00 0.00 0.00 0.16 3.57 1.01 1.25 0.05 11.60
Neraca Perdangangan (Juta Rp) -133029 26493 42325 72696 821127 32878 376598 219940 890065 131134 -174452 805242 234261 434552 53444 26389618 813281 1056079 -399403 1940135 296813 -213034 439049 4913336 117923 -274342 -204132 756257 -496551 -1363749 1896860 -651957 -280908 23790 68520 0 287046 -562756 -186028 -267625 45518 -2533583 35443431
89
Sektor-sektor lain yang menyumbang terbesar
surplus perdagangan
Riau adalah: sektor industri kilang minyak dan gas bumi (sektor 24) sebesar Rp 4913336 juta (11.38 persen), sektor industri kehutanan (sektor 20) sebesar Rp 1940135 juta (4.49 persen), sektor industri elektronika dan komputer (sektor 31) sebesar
Rp 1896860 juta (4.39 persen), dan sektor industri makanan dan
tembakau (sektor 18) sebesar Rp 1056079 juta (2.45 persen). Untuk perkebunan kelapa sawit (sektor 7) membentuk surplus perdagangan sebesar Rp 376598 juta. Hal ini menunjukkan komoditi ini mempunyai potensi melalui produksi domestik Provinsi Riau. Berdasarkan Tabel yang sama sektor-sektor yang mengalami defisit perdagangan terbesar adalah: Sektor Jasa-jasa lainnya (sektor 42) sebesar Rp 2533583 juta (32.73 persen), sektor industri mesin dan peralatan listrik (sektor 30) sebesar
Rp 1363749 juta (17.62 persen), sektor industri kendaraan bermotor
(sektor 32) sebesar
Rp 651957 juta (8.42 persen), sektor angkutan dan
komunikasi (sektor 38) sebesar Rp 562756 juta (7.27 persen), dan sektor industri barang dari besi dan baja dasar (sektor 29) sebesar Rp 496551 juta (6.41 persen). Sedangkan
untuk
perkebunan
kelapa
sawit
tidak
mengalami
surplus
perdangangan. 7.1.5. Struktur Nilai Tambah Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor-faktor yang tercipta karena adanya kegiatan produksi, pada struktur tabel input output Riau nilai tambah bruto tersebut terdiri dari: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Besarnya nilai tambah tersebut tergantung dari output yang dihasilkan serta jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi masingmasing sektor. Total dari nilai tambah bruto juga memcerminkan besarnya PDRB yang dibentuk setiap sektor Pada tabel 21 terlihat nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh sektorsektor dalam perekonomian Riau sebesar Rp 64065132 juta yang terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp 11268556 juta (17.59 persen), surplus usaha sebesar Rp 47302519 juta (73.84 persen), penyusutan sebesar
Rp 3991665 juta
persen), dan pajak tak langsung sebesar Rp 1502392 juta (2.35 persen).
(6.23
90
Pada
Tabel
21
dapat
dilihat
kontribusi
tiap
sektor
dalam
menyumbangkan nilai tambah bruto yang mencerminkan peran tiap sektor bersangkutan pada penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam peranan dalam penyumbang PDRB, terdapat lima sektor yang terbesar peranan sebagai sektor penyumbang PDRB Riau yaitu: sektor pertambangangan minyak dan gas bumi (sektor 16) sebesar Rp 33059972 juta ( 51.60 persen), sektor perdagangan (sektor 36) sebesar Rp 4330254 juta (6.76 persen), sektor industri kilang minyak dan gas bumi (Sektor 24) sebesar Rp 3247806 juta (5.07 persen), sektor pemerintahan umum (sektor 41) sebesar Rp 2227452 juta (3.48 persen), dan sektor angkutan dan komunikasi (sektor 38) sebesar Rp 1754574 juta (2.74 persen). Dari nilai kontribusi itu terlihat perekonomian sangat tergantung pada sektor pertambangan minyak dan gas bumi karena 50 persen lebih sektor ini penyumbang pada PDRB Riau. Untuk sektor perkebunan secara keseluruhan mempunyai kontribusi terhadap nilai tambah bruto sebesar Rp 2640088 juta (4.12 persen) dan untuk perkebunan sektor kelapa sawit (sektor 7) mempunyai kotribusi pada PDRB Riau sebesar Rp 335408 juta (0.52 persen). Nilai kontribusi itu terlihat kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian masih kecil. Nilai kontribusi komoditi ini terhadap PDRB disumbangkan 22.16 persen dari upah dan gaji, 62.61 persen surplus usaha, 6.23 persen dari penyusutan, dan 9.01 persen dari pajak tak langsung. Jika dibandingkan antara nilai upah dan gaji terhadap surplus usaha akan didapat nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha. Nilai rasio tersebut menunjukkan perbandingan upah dan gaji yang diterima tenaga kerja dengan bagian yang diterima oleh produsen, sebagai pemilih usaha. Rasio upah dan gaji dengan surplus usaha termasuk kategori baik apabila rasionya mendekati keseimbangan. Apabila nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha semakin besar, maka menunjukkan pihak pekerja memperoleh surplus yang besar bila dibandingkan produsen dan apabila nilai rasio tersebut makin kecil, maka pihak produsen yang menikmati lebih dari surplus usahanya. Dari nilai rasio upah dan gaji terhadap surplus usaha hasil dari perkebunan kelapa sawit lebih cendrung dinikmati oleh pihak produsen yang sebahagian besar juga petani.
91
Tabel 21. Kotribusi Nilai Tambah Bruto Provinsi Riau
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Total
Upah dan gaji 77287 13884 10927 90762 406973 88840 74311 39683 220874 41860 34111 223955 31122 87292 58533 1258425 249349 213672 68313 212956 90378 27312 146760 441077 33219 27324 17175 113426 144696 445899 325740 310106 5802 80117 848718 1079236 442792 464516 189128 128059 2119977 283969 11268556
Surplus usaha 207812 103959 74649 498809 494771 124439 209986 108340 598806 144462 173034 875305 303606 377610 193905 30701070 387083 503011 86449 363452 214127 78515 169591 2290880 41011 110246 13865 203505 311674 450531 783807 405025 3960 48857 488284 2730060 522562 860728 277050 503798 0 263885 47302519
Rasio U/G 0.37 0.13 0.15 0.18 0.82 0.71 0.35 0.37 0.37 0.29 0.20 0.26 0.10 0.23 0.30 0.04 0.64 0.42 0.79 0.59 0.42 0.35 0.87 0.19 0.81 0.25 1.24 0.56 0.46 0.99 0.42 0.77 1.47 1.64 1.74 0.40 0.85 0.54 0.68 0.25 0.00 1.08
Pajak Penyusutan Tak Langsung 14441 657 1623 1588 41780 3117 20881 8930 7070 4194 3919 90182 4118 20398 12899 1098737 61478 59812 24267 87690 36753 1958 41802 479936 8161 3764 12833 19708 61399 126108 279782 81096 696 111513 130143 336527 73358 393624 21095 53324 107474 42830 3991665
51 4 4 21 97559 10865 30230 38574 14061 63 52 86494 1340 16 10 1740 49591 96403 8163 21231 20410 1332 31556 35914 5496 11005 5647 9124 60835 123127 206444 85838 1533 7163 74415 184431 94329 35706 5798 33766 0 12050 1502392
(Juta Rp) Nilai Tambah Bruto 299591 118504 87204 591181 1041082 227260 335408 195527 840811 190579 211116 1275935 340186 485317 265347 33059972 747502 872897 187192 685329 361668 109118 389710 3247806 87887 152339 49519 345764 578604 1145665 1595773 882065 11991 247651 1541561 4330254 1133041 1754574 493071 718947 2227452 602733 64065132
92
Hasil analisis pada struktur nilai tambah didapatkan semua sektor mempunyai nilai surplus usaha yang besar di bandingkan upah dan gaji, yang tercermin dari nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha yang lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukan pada perekonomian Riau produsen lebih menikmati surplus usaha yang yang dimilikinya. Dengan demikian tidak ada terjadi pemerataan distribusi pendapatan antara pengusaha dan pekerja pada struktur perekonomian Riau.
7.1.7. Struktur Output Sektoral Besarnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada pertumbuhan output yang mampu diciptakan daerah tersebut. Dengan demikian peran output sangat penting dalam penilai pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Output merupakan nilai produksi baik barang maupun jasa yang dihasilkan sektorsektor ekonomi yang ada. Dengan mengkaji besarnya masing-masing output yang diciptakan oleh masing-masing sektor, berarti akan diketahui sektor-sektor yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan output keseluruhan. Tabel 22 dapat diketahui struktur output didominasi oleh sektor pertambangan minyak dan gas bumi sebesar Rp 36375945 juta (33.71 persen). Sektor yang lainnya yang memberikan kontribusi terbesar pada output Riau adalah sektor industri hasil kilang minyak dan gas bumi sebesar Rp 7207943 juta (6.68 persen), sektor industri mesin dan peralatan listrik sebesar Rp 6050054 juta (5.61 persen), sektor industri logam dan barang dari logam sebesar Rp 5946914 juta (5.51 persen), dan sektor perdagangan sebesar Rp 5474597 juta (5.07 persen). Dari nilai kontribusi itu terlihat pertumbuhan ekonomi Riau sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan minyak dan gas bumi. Sedangkan sektor perkebunan secara keseluruhan membentuk output sebesar 3259158 juta (3.02 persen) untuk perkebunan kelapa sawit output yang terbentuk sebesar Rp 421788
juta (0.39 persen). Kecil output terbentuk
disebabkan masih banyak permasalahan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit seperti yang diterangkan bab sebelumnya seperti masih rendahnya produktivitasi dan permasalahan lainnya lainnya.
93
Tabel 22. Distribusi Output Provinsi Riau No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kacang-kacangan Tanaman Makanan Lainya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi dan Cengkeh Hasil Perkebunan lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan hasil Laut lainnya Ikan darat dan Hasil-hasilnya Pertambangan Minyak dan Gas Barang Tambang dan Galian lainnya Ind. Makanan Minuman dan Tembakau Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi Ind. Kehutanan Ind. Bubur Kertas Ind. Barang Cetakan/Penerbitan Ind. Kimia Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas Ind. Karet Ind. Barang-Barang Plastik Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam Ind. Logam dan Barang dari Logam Ind. Barang dari Besi dan Baja Ind. Mesin dan Peralatan Listrik Ind. Elektronika dan Komputer Ind. Kendaraan Bermotor Barang-barang Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdangangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembanga Keungangan Lainnya Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan Pemerintahan Umum Jasa-jasa lainnya
Jumlah
Nilai (Juta Rp)
Output Kontribusi (%)
Rank
434388 132562 104435 651298 1301010 267114 421788 251705 1017541 241794 402408 1623482 369473 712250 415386 36375945 841229 2449254 544775 2869990 953654 238803 3393235 7207943 412318 391423 118115 5946914 2471819 6050054 4843265 1989282 30845 702495 4174084 5474597 2390980 3422318
0.40 0.12 0.10 0.60 1.21 0.25 0.39 0.23 0.94 0.22 0.37 1.50 0.34 0.66 0.38 33.71 0.78 2.27 0.50 2.66 0.88 0.22 3.14 6.68 0.38 0.36 0.11 5.51 2.29 5.61 4.49 1.84 0.03 0.65 3.87 5.07 2.22 3.17
28 39 41 26 17 35 29 36 18 37 32 16 34 23 30 1 17 13 27 11 20 38 10 2 31 33 40 4 12 3 6 15 42 25 7 5 14 9
707757
0.66
24
1007441 3639981 926650 107921797
0.93 3.37 0.86 100
19 8 21
94
7.2. Peran Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Riau Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana perkebunan kelapa sawit mempunyai peranan terhadap perekonomian Riau dengan menggunakan Tabel Input Output Model Leontief dan Tabel Input Output Model Miyazawa, dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan tabel matriks kebalikan leontief yaitu analisis keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lainnya dan analisis pengganda (multiplier) yang akan mengukur seberapa besar dampak perubahan permintaan akhir terhadap sektor tersebut dan sektor lainnya. Dengan menggunakan analisis ini akan dapat diketahui berapa besar peran perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau dan perbandingannya sektor lain
7.2.1. Keterkaitan dan Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Keterkaitan dan penyebaran output dapat dibagi dua yaitu keterkaitan dan penyebaran ke depan dan keterkaitan dan penyebaran ke belakang. Analisis keterkaitan ke depan merupakan suatu analisis yang mengkaji sejauh mana kegiatan-kegiatan pada sektor lain yang menggunakan output dalam proses produksinya dari sektor yang bersangkutan. Nilai keterkaitan tersebut merupakan rasio permintaan antara dari berbagai sektor terhadap total output sektor tertentu, dimana kekuatan hubungan ke depan tergantung pada proporsi output yang bermamfaat untuk penggunaan input antara. Keterkaitan output ke belakang menunjukkan adanya kegiatan-kegiatan sektor ekonomi yang lain yang akan menyediakan input-input bagi kegiatan ekonomi sektor yang bersangkutan. Nilai keterkaitan ke belakang dari suatu sektor ini dapat digunakan untuk mengukur jumlah input antara yang diperlukan dari sektor lain dapat digunakan untuk menghasilkan suatu unit output sektor tersebut. Nilai keterkaitan bersama dengan nilai penyebaran dapat menentukan sektor mana yang menjadi sektor kunci dalam perekonomian suatu wilayah. Untuk menilai suatu sektor merupakan sektor kunci dinilai dengan dua kriteria Rasmunsen s. Dalam dua kriteria Rasmunsen s, suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci apabila mempunyai nilai keterkaitan lebih dari satu baik ke belakang maupun ke belakang. Sedangkan untuk nilai penyebaran, sektor dapat dikategorikan sebagai sektor kunci apabila mempunyai nilai kurang dari satu. Dengan ditentukannya
95
sektor kunci dapat diketahui sektor mana yang mempunyai kemampuan besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga dapat diketahui sektor mana yang patut diprioritaskan untuk ditingkatkan investasinya agar diperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dari hasil analisis yang diperlihatkan pada Tabel 23 terdapat terdapat 15 sektor yang mempunyai nilai keterkaitan ke belakang diatas rata-rata yaitu nilai keterkaitan lebih dari satu yaitu: sektor industri logam dan barang dari logam, sektor industri elektronika dan komputer, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor industri kendaraan bermotor, sektor industri kehutanan, sektor pemerintahan umum, sektor restoran dan hotel, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kimia, sektor industri hasil kilang minyak dan gas. Kelimabelas sektor tersebut berdasarkan kriteria keterkaitan ke belakang merupakan sektor kunci dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan ke belakang sebesar 1.870 pada sektor industri logam dan barang dari logam menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan input untuk proses produksi sektor ini dari sektor lain dan juga sektor industri logam dan barang dari logam dan berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian sebesar 1.870 satuan. Nilai keterkaitan ke belakang perkebunan kelapa sawit menunjukkan nilai keterkaitan dibawah rata-rata atau kurang dari satu sehingga sektor ini bukan sektor kunci dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan perkebunan kelapa sawit hanya sebesar 0.894 dan menduduki rangking 23 dari 42 sektor dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan ke belakang sebesar 0.894 menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 satuan pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak meningkatnya kebutuhan input untuk proses produksi sektor ini dari sektor lain dan juga perkebunan kelapa sawit dan berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomi sebesar 0.894. Nilai itu juga menunjukkan apabila dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau menginvestasikan dana sebesar 1 milyar pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan input perkebunan kelapa sawit untuk proses produksi dari sektor lain dan juga sektor tersebut sehingga meningkatkan output dalam perekonomian sebesar 0.894 milyar. Kecilnya dampak yang ditimbulkan apabila berinvestasi pada perkebunan kelapa sawit menunjukkan sektor ini bukan merupakan sektor pilihan untuk berinvestasi untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah
96
Tabel 23. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor-Sektor Ekonomi dalam Perekonomian Riau No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kacang-kacangan Tanaman Makanan Lainya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi dan Cengkeh Hasil Perkebunan lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan hasil Laut lainnya Ikan darat dan Hasil-hasilnya Pertambangan Minyak dan Gas Barang Tambang dan Galian lainnya Ind. Makanan Minuman dan Tembakau Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi Ind. Kehutanan Ind. Bubur Kertas Ind. Barang Cetakan/Penerbitan Ind. Kimia Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas Ind. Karet Ind. Barang-Barang Plastik Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam Ind. Logam dan Barang dari Logam Ind. Barang dari Besi dan Baja Ind. Mesin dan Peralatan Listrik Ind. Elektronika dan Komputer Ind. Kendaraan Bermotor Barang-barang Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdangangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembanga Keungangan Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan Pemerintahan Umum Jasa-jasa lainnya
Keterkaitan Belakang Depan Nilai Rank Nilai Rank 0.893 0.751 0.793 0.736 0.837 0.843 0.894 0.913 0.862 0.785 0.915 0.924 0.755 0.855 0.833 0.725 0.743 0.915 0.928 1.225 0.933 0.868 1.080 1.014 0.993 0.890 0.792 1.870 1.559 1.587 1.630 1.249 0.689 1.434 1.394 0.893 1.141 1.103 0.899 0.938 1.149 0.771
24 38 33 40 31 30 23 21 28 35 19 18 37 29 32 41 39 20 17 8 16 27 12 13 14 26 34 1 4 3 2 7 42 5 6 25 10 11 22 15 9 36
1.280 0.827 0.861 0.802 1.052 0.743 0.739 0.742 0.753 0.857 0.836 1.026 0.761 0.819 0.842 0.926 0.681 0.860 0.847 0.801 0.948 0.848 1.203 0.878 0.999 1.292 1.311 1.632 1.395 1.487 1.030 0.994 1.054 1.537 0.967 1.271 0.813 1.312 1.262 1.171 0.655 0.889
8 31 24 34 14 38 40 39 37 26 30 16 36 32 29 21 41 25 28 35 20 27 11 23 17 7 6 1 4 3 15 18 13 2 19 9 33 5 10 12 42 22
97
Untuk nilai keterkaitan ke depan sektor-sektor dalam perekonomian Riau, sektor yang mempunyai nilai keterkaitan diatas rata-rata atau lebih dari satu berjumlah 16 sektor. Sektor-sektor yang mempunyai nilai keterkaitan yang diatas rata-rata : sektor industri logam dan barang dari logam, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri barang dari bahan bukan logam, sektor industri barang-barang plastik, sektor padi dan jagung, sektor perdagangan, sektor bank dan lembaga keuangan, sektor industri kimia, sektor jasa perusahaan dan sewa bangunan, sektor barang-barang industri lainnya, sektor karet, sektor industri elektronika dan komputer, sektor kayu. Sektor-sektor yang mempunyai nilai keterkaitan diatas rata-rata tersebut merupakan sektor kunci berdasarkan kriteria keterkaitan ke depan. Nilai keterkaitan ke depan perkebunan kelapa sawit menunjukkan nilai keterkaitan dibawah rata-rata atau kurang dari satu sehingga sektor perkebunan ini bukan merupakan sektor kunci dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan perkebunan hanya sebesar 0.739 dan menempati rangking 40. Nilai keterkaitan perkebunan ini sebesar 0.739 menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 satuan pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak meningkatnya output sektor tersebut yang dialokasikan kepada sektor lain dan juga sektor perkebunan kelapa sawit sehingga berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian sebesar 0.739 satuan. Nilai keterkaitan itu juga menunjukkan apabila dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau menginvestasikan dana sebesar 1 milyar pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak pada meningkatnya output sektor tersebut yang dialokasikan kepada sektor lain dan juga sektor perkebunan kelapa sawit sehingga berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian Riau sebesar 0.739 milyar. Rendahnya dampak investasi pada perkebunan kelapa sawit menurut kriteria keterkaitan ke depan menunjukkan perkebunan kelapa sawit bukan merupakan pilihan tepat untuk berinvestasi untuk meningkatkan ouput dalam perekonomian Riau. Analisis efek penyebaran ke belakang yang dapat dilihat pada Tabel 24 menunjukkan 19 sektor yang mempunyai nilai rata-rata penyebaran atau dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lain. Sektor-sektor yang mempunyai
98
nilai efek penyebaran ke belakang tersebut adalah:
sektor industri logam dan
barang dari logam, sektor bangunan, sektor industri elektronika dan komputer, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pemerintahan umum, sektor industri kendaraan bermotor, sektor industri kehutanan, sektor restoran dan hotel, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kimia, sektor jasa perusahaan dan sewa bangunan, sektor industri karet, sektor kayu, sektor industri hasil kilang minyak dan gas, sektor kopi dan cengkeh, sektor kelapa sawit, sektor unggas dan hasil-hasilnya. Berdasarkan kriteria efek penyebaran tidak langsung ke belakang 19 sektor tersebut merupakan sektor kunci pada pembangunan ekonomi Riau karena mempunyai dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lainnya. Dari analisis efek penyebaran ke belakang pada perkebunan kelapa sawit mempunyai efek penyebaran atau dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lain. Nilai efek penyebaran perkebunan ini sebesar 0.991 dan menempati rangking 18.
Dari hasil analisis
itu dapat disimpulkan perkebunan tersebut
merupakan sektor kunci menurut kriteria efek penyebaran ke belakang. Sehingga perkebunan kelapa sawit patut diprioritaskan untuk investasi dalam era otonomi daerah untuk meningkatkan output dalam perekonomian Riau berdasarkan kriteria efek penyebaran ke belakang. Sedang untuk analisis efek penyebaran ke depan terdapat 18 sektor yang mempunyai nilai rata-rata penyebaran atau dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lainnya. sektor-sektor yang mempunyai nilai penyebaran tersebut adalah: sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri barang-barang plastik, sektor industri logam dan barang dari logam, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kimia, sektor bank dan lembaga keuangan, sektor industri barang dari bahan bukan logam, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor jasa perusahaan dan sewa bangunan, sektor barang-barang industri lainnya, sektor padi dan jagung, sektor jasa-jasa lainnya, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor bangunan, sektor kayu, sektor industri karet, dan sektor industri kendaraan bermotor. Sektor-sektor tersebut berdasarkan kriteria nilai penyebaran tidak langsung ke depan merupakan sektor kunci dalam pembangunan ekonomi Riau. Sehingga sektor sektor diatas merupakan sektor pilihan untuk berinvestasi untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah berdasarkan kriteria efek penyebaran ke depan.
99
Tabel 24. Efek Penyebaran ke Belakang dan ke Depan Sektor-Sektor Ekonomi dalam Perekonomian Riau No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kacang-kacangan Tanaman Makanan Lainya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi dan Cengkeh Hasil Perkebunan lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan hasil Laut lainnya Ikan darat dan Hasil-hasilnya Pertambangan Minyak dan Gas Barang Tambang dan Galian lainnya Ind. Makanan Minuman dan Tembakau Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi Ind. Kehutanan Ind. Bubur Kertas Ind. Barang Cetakan/Penerbitan Ind. Kimia Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas Ind. Karet Ind. Barang-Barang Plastik Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam Ind. Logam dan Barang dari Logam Ind. Barang dari Besi dan Baja Ind. Mesin dan Peralatan Listrik Ind. Elektronika dan Komputer Ind. Kendaraan Bermotor Barang-barang Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdangangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembanga Keungangan Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan Pemerintahan Umum Jasa-jasa lainnya
Efek Penyebaran Belakang Depan Nilai Rank Nilai Rank 1.043 1.205 1.191 1.226 1.268 1.049 0.991 0.989 1.044 1.131 0.997 0.966 1.171 1.037 1.155 1.344 1.189 1.030 1.112 0.810 1.116 1.039 0.934 0.978 0.965 1.012 1.119 0.625 0.686 0.819 0.681 0.797 1.291 0.737 0.657 1.005 0.811 0.875 1.036 0.956 0.769 1.149
26 38 37 39 40 28 18 17 27 32 19 15 35 24 34 42 36 22 29 8 30 25 12 16 14 21 31 1 4 10 3 7 41 5 2 20 9 11 23 13 6 33
0.868 1.101 1.106 1.128 1.012 1.195 1.202 1.215 1.196 1.056 1.080 0.935 1.171 1.089 1.144 1.054 1.299 1.104 1.218 1.234 1.097 1.041 0.748 1.004 0.946 0.708 0.756 0.718 0.768 0.881 1.039 0.991 0.860 0.683 0.928 0.724 1.088 0.746 0.750 0.771 1.351 0.868
12 29 31 32 20 35 37 38 36 24 25 16 34 27 33 23 41 30 39 40 28 22 6 19 17 2 8 3 9 14 21 18 11 1 15 4 26 5 7 10 42 13
100
Perkebunan kelapa sawit mempunyai nilai rata-rata efek penyebaran ke depan yang rendah sehingga tidak mempunyai efek yang besar terhadap pembangunan sektor lainnya sehingga sektor ini bukan sektor kunci berdasarkan kriteria ini. Nilai efek penyebaran ke depan perkebunan ini sebesar 1.202, dan menempati rangking 35. Dari nilai itu menunjukkan perkebunan kelapa sawit tidak dapat diprioritaskan untuk berinvesatasi pada era otonomi daerah untuk meningkatkan output dalam perekonomian. Dari analisis keterkaitan dan penyebaran dapat ditentukan sektor-sektor kunci dalam perekonomian Riau berdasarkan dua kriteria Rasmunsen s. Berdasarkan kriteria tersebut sektor-sektor yang dikategorikan sebagai sektor kunci adalah: sektor industri kimia, sektor industri logam dan barang dari logam, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor gas dan air bersih, dan sektor angkutan dan komunikasi. Dari keenam sektor tersebut tidak terdapat perkebunan kelapa sawit sehingga sektor perkebunan ini bukan merupakan sektor kunci dalam pembangunan ekonomi Riau. Hal ini menunjukkan perkebunan kelapa sawit tidak dapat diprioritaskan untuk berinvestasi pada perkebunan ini untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah. Hasil analisis keterkaitan dan penyebaran yang dihasilkan oleh studi ini sama hasilnya dengan studi yang dilakukan Daryanto (1992) yang melakukan studi dengan agregasi nasional menemukan sektor pertanian dan termasuk sektor perkebunan bukan merupakan sektor kunci dalam perekonomian nasional. Hal yang sama juga dihasilkan dari studi Rachmat (1993) dan Mangkuprawira (2000) yang melakukan studi dengan agregasi provinsi dan kabupaten menemukan hasil sama dari studi yang dilakukan dalam penelitian ini.
7.2.2. Pengganda Perkebunan Kelapa Sawit Analisis pengganda bertujuan untuk melihat dampak perubahan permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan perubahan jenis pengganda (multiplier). Pengganda yang ingin diketahui merupakan total dari efek awal (initial effect), efek putaran pertama (first round effect), efek dukungan industri (industrial support effect) dan efek induksi
101
konsumsi. Dari analisis penganda ini akan diketahui peranan dari masing-masing sektor dalam perekonomian Hasil
analisis
pengganda
(multiplier)
output
pada
Tabel
25
memperlihatkan ada tiga sektor yang mempunyai nilai pengganda tertinggi yaitu sektor industri logam dan barang dari logam sebesar 3.140, sektor pemerintahan umum sebesar 3.038, dan sektor industri elektronika dan komputer sebesar 2.797. Sebagai contoh, nilai pengganda sektor industri logam dan barang dari logam sebesar 3.140 menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor industri logam dan barang dari logam sebesar satu satuan maka output dalam perekonomian akan naik sebesar 3.140 satuan. Ketiga sektor diatas merupakan pilihan untuk berinvestasi untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah Perkebunan kelapa sawit mempunyai nilai pengganda 1.761 dan menempati rangking 17 dari 42 sektor yang ada dalam perekonomian Riau. Nilai pengganda perkebunan kelapa sawit sebesar 1.761 menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor perkebunan ini maka output pada perekonomian akan meningkat sebesar 1.761 satuan. Nilai ini juga menunjukkan apabila dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau berivestasi sebesar 1 milyar pada perkebunan kelapa sawit maka akan berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian sebesar 1.761 milyar. Dampak yang ditimbulkan apabila berinvestasi pada perkebunan kelapa sawit masih rendah apabila dibandingkan dengan berinvestasi sektor lain dalam perkonomian Riau. Hal itu menunjukkan investasi pada perkebunan kelapa sawit belum bisa diprioritas era otonomi daerah untuk meningkatkan output dalam perekonomian. Untuk analisis pengganda pendapatan rumah tangga pada tabel sama diperoleh tiga sektor yang mempunyai pengganda pendapatan rumah tangga terbesar yaitu sektor pemerintah umum sebesar 0.803, sektor karet sebesar 0.467, dan sektor kelapa sebesar 0.445. Sebagai contoh, nilai pengganda pendapatan rumah tangga sektor pemerintah umum sebesar 0.803 menunjukan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor pemerintahan umum sebesar satu satuan akan berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga dalam perekonomian Riau sebesar 0.803 satuan.
102
Tabel 25. Pengganda Output, Pendapatan Rumah Tangga, Sektor-Sektor Perekonomian Riau No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kacang-kacangan Tanaman Makanan Lainya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi dan Cengkeh Hasil Perkebunan lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan hasil Laut lainnya Ikan darat dan Hasil-hasilnya Pertambangan Minyak dan Gas Barang Tambang dan Galian lainnya Ind. Makanan Minuman dan Tembakau Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi Ind. Kehutanan Ind. Bubur Kertas Ind. Barang Cetakan/Penerbitan Ind. Kimia Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas Ind. Karet Ind. Barang-Barang Plastik Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam Ind. Logam dan Barang dari Logam Ind. Barang dari Besi dan Baja Ind. Mesin dan Peralatan Listrik Ind. Elektronika dan Komputer Ind. Kendaraan Bermotor Barang-barang Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdangangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembanga Keuangangan Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan Pemerintahan Umum Jasa-jasa lainnya
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Output Nilai Rank 1.647 24 1.339 39 1.412 35 1.359 36 2.022 11 1.996 12 1.761 17 1.759 18 1.792 16 1.431 34 1.532 29 1.743 20 1.342 38 1.475 30 1.453 31 1.176 41
dan Tenaga Kerja
Total Pengganda Pendapatan Tenaga kerja Nilai Rank Nilai Rank 0.181 18 0.126 9 0.124 27 0.127 8 0.129 26 0.133 7 0.151 23 0.148 5 0.467 2 0.190 2 0.445 3 0.183 3 0.252 11 0.194 1 0.232 12 0.159 4 0.300 6 0.142 6 0.149 24 0.027 27 0.089 35 0.030 23 0.212 14 0.082 10 0.122 28 0.014 33 0.110 31 0.033 22 0.117 29 0.042 17 0.047 41 0.003 42
1.543
27
0.258
10
0.026
28
1.536
28
0.092
33
0.025
29
1.569 2.134 1.557 1.443 1.758 1.684 1.717 1.435
25 10 26 32 19 23 21 33
0.100 0.171 0.088 0.078 0.075 0.090 0.131 0.052
32 20 36 37 38 34 25 40
0.015 0.039 0.014 0.010 0.012 0.005 0.037 0.006
32 19 34 37 36 41 20 39
1.309
40
0.066
39
0.010
38
3.140 2.623 2.679 2.797 2.243 1.066 2.614 2.696 1.814 2.191 1.992 1.850
1 6 5 3 8 42 7 4 15 9 13 14
0.188 0.160 0.168 0.201 0.216 0.013 0.272 0.361 0.285 0.285 0.197 0.302
17 22 21 15 13 42 9 4 7 8 16 5
0.034 0.023 0.021 0.047 0.029 0.006 0.028 0.054 0.064 0.041 0.045 0.047
21 30 31 14 24 40 26 13 12 18 16 15
1.700
22
0.172
19
0.013
35
3.038 1.356
2 37
0.803 0.116
1 30
0.072 0.029
11 25
103
Untuk perkebunan kelapa sawit mempunyai nilai pengganda pendapatan rumah sebesar 0.252 dan menempati rangking 11. Nilai pengganda pendapatan rumah tangga sebesar 0.252 pada sektor kelapa sawit menunjukan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor kelapa sawit maka akan berdampak pada peningkatan pendapatan dalam perekonomian sebesar 0.252 satuan. Hal ini sama apabila dalam era otonomi Pemerintah Daerah Riau berinvestasi pada sektor perkebunan ini sebesar 1 milyar akan berdampak pada meningkatnya pendapatan dalam perekonomian sebesar 0.252 milyar. Dari nilai ini menunjukkan investasi pada perkebunan kelapa sawit belum bisa diprioritas dalam era otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Walaupun demikian investasi untuk meningkatkan pendapatan pendapatan rumah tangga pada perkebunan kelapa sawit harus tetap diprioritaskan mengingat banyak rumah tangga petani yang ada pada perkebunan ini Dari hasil analisis pengganda tenaga kerja yang dapat dilihat pada Tabel 25 terdapat tiga sektor yang mempunyai nilai pengganda tenaga kerja terbesar yaitu sektor kelapa sawit sebesar 0.194 , sektor karet sebesar 0.190 dan sektor kelapa sebesar 0.183. Sebagai contoh nilai pengganda sebesar 0.194 pada sektor kelapa sawit menunjukan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta pada sektor kelapa sawit akan berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.194 orang. Nilai itu juga menunjukkan apabila dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau berinvestasi sebesar 1 milyar pada perkebunan kelapa sawit akan berdapak bertambahnya lapangan kerja sebesar 194 orang. Walaupun dampak yang ditimbulkan kecil akibat investasi pemerintah pada sektor perkebunan ini terhadap penyerapan tenaga kerja, investasi pada perkebunan kelapa sawit tetap bisa diprioritaskan dibandingkan dengan sektor lainnya karena dengan berinvestasi pasa perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak yang besar untuk meningkatkan lapangan kerja di Riau. Untuk melihat sektor-sektor yang mempunyai peranan besar dalam perekonomian Riau berdasar nilai pengganda dapat dilihat pada Tabel 26. Pada Tabel 26 terlihat sektor pemerintahan umum menempati rangking 1 dalam peranannya berdasar nilai pengganda yang diikuti oleh sektor karet, sektor kelapa, sektor bangunan, sektor perkebunan lainnya, sektor kelapa sawit, sektor industri
104
elektronika dan komputer, sektor kopi dan cengkeh, sektor perdagangan, dan sektor bank dan lembaga keuangan yang menempati sepuluh besar sektor yang mempunyai nilai pengganda output, pendapatan rumah tangga, dan pengganda tenaga kerja terbesar dari 42 sektor dalam perekonomian Riau. Tabel 26. Sepuluh Sektor Yang Mempunyai Kinerja Terbesar Berdasarkan Total Rangking No 41 5 6 35 9 7 31 8 36 39
Sektor Pemerintahan Umum Karet Kelapa Bangunan Perkebunan Lainnya Kalapa Sawit Industri Elektronika dan Komputer Kopi dan Cengkeh Perdagangan Bank dan Lembanga Keuangan
TPOa 2 11 12 4 16 17
Rangking TPPb TPTc 1 11 2 2 3 3 4 13 6 6 11 1
Total Rangking 14 15 18 21 28 29
Rangkd 1 2 3 4 5 6
3
15
14
32
7
18 15
12 7
4 12
34 34
8 9
14
5
15
34
10
a
Total Pengganda Output Total Pengganda Pendapatan Rumah Tangga c Total Pengganda Tenaga Kerja d Rangking Berdasarkan total rangking terendah b
Dari sepuluh sektor terbesar dalam pengganda tersebut, perkebunan kelapa sawit menduduki posisi ke enam. Hal ini menunjukan perkebunan kelapa sawit mempunyai peran yang besar dalam perekonomian Riau dari kinerjanya dalam meningkatkan output, pendapatan rumah tangga, dan penyerapan tenaga kerja secara bersamaan. Dengan melihat kinerja sektor perkebunan tersebut maka investasi pada perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah bisa dijadikan prioritas dalam pembangunan Riau dalam meningkatkan output, pendapatan rumah tangga, dan penyerapan tenaga kerja. Hasil studi pengganda yang dihasilkan dalam penelitian ini sama hasilnya dengan studi yang dilakukan oleh Daryanto (1992) yang menemukan sebahagian
sektor-sektor
perkebunan
mempunyai
peran
penting
dalam
perekonomian nasional yang dilihat dari nilai pengganda dan patut dijadikan prioritas dalam pembangunan nasional. Hal yang sama juga dihasilkan dari studi yang dilakukan oleh Sutomo (1995) yang melakukan studi dengan menggunakan tabel input output riau tahun 1990 dan studi yang dilakukan Yunus (1997) yang melakukan studi di Sulawesi Tenggara.
105
7.2.3. Elastisitas Perkebunan Kelapa Sawit Nilai elastisitas merupakan nilai yang menunjukkan berapa persentase perubahan permintaan akhir suatu sektor berdampak pada output, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dalam suatu perekonomian. Dari hasil analisis elastisitas output yang diperlihakan pada Tabel 27 menunjukkan
semua sektor dalam
perekonomian Riau mempunyai respon yang kecil terhadap perubahan permintaan akhir. Walaupun demikian terdapat tiga sektor yang mempunyai nilai elastisitas output terbesar yaitu sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sektor industri kilang minyak dan gas bumi, dan sektor pemerintahan umum dengan masingmasing nilai elastisitas sebesar 0.239 persen, 0.085 persen, dan 0.085 persen. Sebagai contoh, nilai elastisitas output sebesar 0.239 persen pada sektor pertambangan minyak dan gas bumi menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar 1 persen pada sektor pertambangan minyak dan gas bumi akan menyebabkan total output dalam perekonomian naik sebesar 0.239 persen. Pada Tabel yang sama nilai elastisitas perkebunan kelapa sawit masih menunjukan nilai elastisitas yang rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Nilai elastisitas perkebunan ini sebesar 0.005 dan menempati rangking 30. Nilai elastisitas 0.005 persen pada sektor karet menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu persen pada sektor perkebunan kelapa sawit maka total output dalam perekonomian akan naik sebesar 0.005 persen. Hal ini juga menunjukkan kecilnya dampak penciptaan output yang timbulkan apabila pemerintah meningkatkan investasi pada perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah. Hasil analisis elastisitas pendapatan yang dapat dilihat pada Tabel 27 menunjukkan semua sektor dalam perekonomian Riau mempunyai respon yang kecil terhadap perubahan permintaan akhir. Walaupun demikian terdapat tiga sektor yang mempunyai respon yang besar terhadap perubahan permintaan akhir yaitu sektor pemerintahan umum sebesar 0.260 persen, sektor pertambangan minyak dan gas sebesar 0.110 persen, dan sektor bangunan sebesar 0.090 persen. Sebagai contoh, nilai elastisitas sebesar 0.260 pada sektor pemerintahan umum menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar 1 persen akan pada sektor pemerintah umum berdampak pada kenaikan total pendapatan sebesar 0.260 persen.
106
Tabel 27. Elatisitas Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor dalam Perekonomian Riau
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor
Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kacang-kacangan Tanaman Makanan Lainya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi dan Cengkeh Hasil Perkebunan lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan hasil Laut lainnya Ikan darat dan Hasil-hasilnya Pertambangan Minyak dan Gas Barang Tambang dan Galian lainnya Ind. Makanan Minuman dan Tembakau Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi Ind. Kehutanan Ind. Bubur Kertas Ind. Barang Cetakan/Penerbitan Ind. Kimia Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas Ind. Karet Ind. Barang-Barang Plastik Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam Ind. Logam dan Barang dari Logam Ind. Barang dari Besi dan Baja Ind. Mesin dan Peralatan Listrik Ind. Elektronika dan Komputer Ind. Kendaraan Bermotor Barang-barang Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdangangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembanga Keungangan Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan Pemerintahan Umum Jasa-jasa lainnya
Elastisitas Output
35 39 40 25 12 26 27 31 16 32 33 20 36 24 30 2
Elastisitas Tenaga Kerja Nilai Rank (%) 0.011 28 0.008 31 0.006 34 0.049 9 0.079 4 0.022 19 0.038 15 0.018 20 0.066 6 0.004 36 0.008 32 0.037 16 0.002 38 0.017 21 0.013 26 0.040 12
Elastisitas Pendapatan
Nilai Nilai Rank (%) (%) 0.002 39 0.003 0.001 41 0.001 0.001 42 0.001 0.007 26 0.009 0.013 19 0.034 0.004 33 0.009 0.005 30 0.009 0.003 36 0.005 0.013 20 0.024 0.003 37 0.004 0.007 27 0.004 0.012 21 0.017 0.003 38 0.003 0.012 22 0.010 0.007 28 0.006 0.239 1 0.110
Rank
0.015
18
0.028
14
0.016
24
0.050
8
0.035
11
0.054
8
0.012 0.055 0.017 0.005 0.038 0.085 0.009 0.005
23 7 17 31 9 2 25 32
0.009 0.051 0.011 0.003 0.019 0.053 0.008 0.002
28 9 23 37 18 7 29 38
0.008 0.066 0.010 0.002 0.017 0.017 0.012 0.001
33 7 30 39 22 23 27 40
0.002
40
0.001
41
0.001
41
0.035 0.027 0.075 0.077 0.034 0.004 0.004 0.058 0.037 0.035 0.030 0.007
11 16 5 4 13 34 35 6 10 12 14 29
0.024 0.019 0.054 0.064 0.037 0.001 0.004 0.090 0.067 0.052 0.034 0.013
17 19 6 5 10 42 34 3 4 8 13 21
0.025 0.015 0.039 0.085 0.029 0.001 0.003 0.077 0.086 0.043 0.044 0.011
18 25 14 3 17 42 37 5 2 11 10 29
0.010
24
0.012
22
0.005
35
0.085 0.029
3 15
0.260 0.028
1 15
0.133 0.040
1 13
107
Untuk perkebunan kelapa sawit juga menunjukkan respon yang kecil terhadap perubahan permintaan akhir terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga dibandingkan dengan sektor lainnya. Nilai elastisitas pendapatan untuk perkebunan kelapa sawit sebesar 0.009 persen dan menempati rangking 27. Nilai elastisitas pendapatan rumah tangga sebesar 0.009 persen pada sektor perkebunan kelapa sawit menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 persen pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak pada peningkatan total pendapatan rumah tangga sebesar 0.009 persen. Nilai ini juga menunjukkan kecilnya dampak dari peningkatan investasi pemerintah pada perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah. Nilai elastisitas tenaga kerja yang dapat dilihat pada Tabel 27 menunjukkan semua sektor mempunyai respon yang kecil terhadap perubahan permintaan kahir. Walaupun demikian terdapat tiga sektor yang mempunyai nilai elastisitas tenaga kerja terbesar yaitu sektor pemerintahan umum sebesar 0.133 persen, sektor perdagangan sebesar 0.086 persen, dan sektor industri elektronika dan komputer sebesar 0.085 persen. Sebagai contoh, nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 0.133 pada sektor pemerintahan umum menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 persen pada sektor pemerintahan umum akan berdampak pada meningkatan penyerapan total tenaga kerja sebesar 0.133 persen. Untuk nilai elastisitas tenaga kerja sektor perkebunan masih menunjukan respon yang kecil terhadap permintaan tenaga kerja. Hal itu tercermin dari nilai elastisitas tenaga kerja sektor perkebunan kelapa sawit sebesar 0.038 persen dan menempati rangking 15. Sebagai contoh, nilai elastisitas 0.038 pada perkebunan kelapa sawit menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar 1 persen pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak terhadap kenaikan penyerapan total tenaga kerja sebesar 0.038 persen. Nilai ini kembali menunjukkan kecilnya dampak yan ditimbulkan apabila pemerintah meningkatkan investasi pada perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah. Nilai elastisitas perkebunan kelapa sawit baik elastisitas output, elastisitas pendapatan, dan elastisitas tenaga kerja menunjukkan respon yang kecil terhadap perubahan permintaan akhir pada perkebunan ini yang dapat dilihat dari
108
nilai dan rangking dibandingkan dengan sektor lainnya sehingga investasi perkebunan kelapa sawit tidak dapat diprioritaskan oleh pemerintah Riau pada era otonomi daerah. Hasil studi yang dihasilkan dalam penelitian ini sama dengan studi yang dilakukan oleh Bonfiglio (2005) yang menghasilkan sektor pertanian termasuk sektor perkebunan mempunyai respon yang kecil dibandingkan sektor lain dalam perekonomian Italia.
7.3. Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Era Otonomi Daerah Otonomi Daerah yang mulai diimplementasikan pada tahun 2001 berdampak meningkatnya kemampuan keuangan Pemerintahan Daerah Riau. Peningkatan kemampuan keuangan ini berimplikasi terhadap meningkatnya kemampuan
pemerintah
untuk
membangun
perekonomiannya
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau. Meningkatkan investasi pemerintah untuk sektor-sektor yang strategis dan menjadi primadona bagi masyarakat Riau merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Riau untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah pengembangan perkebunan kelapa sawit berupa membangun kebun kelapa sawit. Sebagai perbandingan maka disimulasikan kebijakan untuk rehabilitasi kebun kelapa sawit berupa bantuan modal untuk peremajaan kebun kelapa sawit yang telah ada. Kebijakan membangun kebun kelapa sawit merupakan bagian dari Program K2I. Kebijakan ini diterapkan oleh Pemerintah Riau didasari oleh besarnya angka kemiskinan yang terbesar pada sektor pertanian dan besarnya peranan perkebunan kelapa sawit dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga menjadi sektor primadona di Provinsi Riau.
Untuk kebijakan ini
Pemerintah Daerah Riau dan 7 kabupaten di Riau mengalokasikan dana sebesar 243.6 milyar. Kegiatan yang dilakukan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit berupa studi kelayakan, sertifikat lahan, pembibitan, pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pembuatan jalan kebun. Untuk kegiatan-kegiatan itu, dana dialokasikan untuk membeli input dari input antara dan input primer berupa upah dan dan gaji juga untuk lain-lainnya. Alokasi
dana yang
dibelanjakan pada input antara itu dibelanjakan pada sektor kelapa sawit berupa
109
pembelian bibit, sektor industri kimia berupa pupuk, sektor bangunan berupa pembukaan lahan dan pembangunan sarana lainnya, sektor angkutan dan komunikasi untuk jasa transportasi yang merupakan konsumsi akhir yang berbentuk investasi pemerintah berjumlah 93.32 milyar. Untuk pembelian pemerintah berupa upah dan gaji yang berupa pembelanjaan pemerintah pada input primer sebesar 141.27 milyar dan lebihnya untuk pengeluaran lainnya. Untuk membandingkan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah diatas maka dibuat simulasi kebijakan lain berupa kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit. Dasar dari simulasi kebijakan ini berupa keadaan sebahagian perkebunan kelapa sawit terutama perkebunan rakyat yang perlu segera direhabilitasi karena sudah tua sehingga tidak produktif dan petani tidak mempunyai kemampuan finansial untuk melaksanakannya sehingga akan berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Untuk simulasi ini dana yang diinvestasikan sama dengan kebijakan pertama sebesar 243.6 milyar. Kegiatan yang dilakukan untuk rehabilitasi perkebunan kelapa sawit adalah untuk pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan untuk rehabilitasi perkebunan kelapa sawit,
dana
dialokasikan untuk pembelian input antara, pembelian input primer dan untuk hal lainnya. Dari dana sebesar 243.6 milyar, 145.02 milyar dialokasi untuk konsumsi akhir berupa investasi pemerintah untuk pembelian input antara berupa pembelian bibit pada sektor perkebunan kelapa sawit, pupuk pada sektor industri kimia dan transportasi pada sektor angkutan dan komunikasi. Sedangkan untuk pembelian pemerintah pada input primer berupa upah dan gaji dana yang diakolasikan untuk kebijakan ini sebesar 98.58 milyar. Dari simulasi kebijakan yang disebut diatas akan dibandingkan dampaknya terhadap pengembangan perkebunan di Provinsi Riau berupa peningkatan peranannya dalam peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja dan juga dampaknya pada distribsusi pendapatan rumah tangga dengan menggunakan model Miyazawa. Dampak yang akan dihitung merupakan dampak dari investasi pemerintah pada pembelian pemerintah pada input antara. Bagaimana dampak dari kebijakan tersebut dapat dijelaskan pada uraian berikut ini.
110
7.3.1. Dampak Simulasi Kebijakan pada Output, Pendapatan Rumah Tangga dan Tenaga Kerja Dampak ekonomi yang akan dilihat dari simulasi kebijakan berupa dampak output, pendapatan, dan tenaga kerja akibat investasi pemerintah pada konsumsi akhir berupa investasi pemerintah pada input antara. Dari dampak ini akan dilihat pengembangan perkebunan kelapa sawit dalam era otonomi daerah. Sehingga dapat diketahui kemampuan sektor perkebunan dengan menggunakan analisis input output. Pada Tabel 28 dapat dilihat dampak kebijakan pembangunan kebun kelapa sawit berdampak pada peningkatan output pada perekonomian sebesar Rp191498.25 juta. Dari total dampak output dalam perekonomian, output perkebunan kelapa sawit
meningkatkan sebesar Rp 18373.83 juta atau 9.59
persen dari keseluruhan dampak output yang ditimbulkan oleh kebijakan ini. Sedang peningkatan output untuk sektor lainnya sebesar Rp 173124.42 juta atau 90.41 persen dari total dampak kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dari hasil itu dapat diketahui pembangunan kebun kelapa sawit pada era otonomi daerah berdampak besar pada peningkatan output sektor lain dibandingkan perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Tabel 28. Dampak Kebijakan Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Terhadap Output, Pendapatan Rumah Tangga dan Tenaga Kerja Dampak Output Uraian Dampak pada Perkebunan kelapa sawit Dampak pada sektor lainnya Dampak pada perekonomian Riau
Nilai (Juta Rp)
Kontribusi (%)
Dampak Pendapatan RT Nilai Kontribusi (Juta Rp) (%)
Dampak Tenaga Kerja Nilai Kontribusi (Orang) (%)
18373.83
9.59
3232.85
17.32
8144
78.19
173124.42
90.41
15432.07
82.68
2271
21.81
191498.25
100.00
18664.92
100.00
10415
100.00
Berdasarkan Tabel yang sama dampak peningkatan pendapatan rumah tangga pada perekonomian Riau sebagai dampak dari kebijakan ini sebesar Rp 18664.92 juta. Sedangkan untuk peningkatan pendapatan untuk rumah tangga perkebunan kelapa sawit sebesar Rp 3232.85 juta atau 17.32 persen dari total dampak. Untuk sektor lainnya memperoleh dampak pada peningkatan pendapatan
111
rumah tangga sektor lain sebesar Rp 15432.07 juta atau 82.68 persen dari total dampak. Dari hasil kebijakan pembangunan kebun kelapa sawit untuk pada era otonomi daerah berdampak besar pada peningkatan pendapatan rumah tangga sektor lain dibandingkan perkebunan kelapa sawit sendiri. Pada Tabel 28 dampak kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian sebesar 10415 orang. Dari dampak penyerapatan tenaga kerja dalam perekonomian, perkebunan kelapa sawit menyerap tenaga kerja 8144 orang atau 78.19 persen dari total dampak. Sektor lainnya memperoleh dampak sebesar 2271 orang atau 21.81 persen dari total dampak.
Dari hasil kebijakan itu dapat
diketahui pembangunan perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah berdampak besar pada peningkatan penyerapan tenaga kerja pada perkebunan kelapa sawit. Pada Tabel 29 dampak kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit mampu peningkatan output pada perekonomian sebesar Rp 256183.78 juta. Kebijakan ini berdampak pada meningkatkan outputnya perkebunan kelapa sawit sebesar Rp 41192.72 juta atau 16.08 persen dari keseluruhan dampak output yang ditimbulkan oleh kebijakan ini. Sedang peningkatan output untuk sektor lainnya sebesar Rp 214991.06 juta
atau 83.92 persen dari total dampak kebijakan
rehabilitasi perkebunan. Dari hasil ini dapat diketahui sektor perkebunan memperoleh dampak yang kecil dalam meningkatkan output dibandingkan dengan sektor lainnya dalam perekonomian Riau akibat kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah. Sedangkan
untuk
peningkatan
perekonomian Riau, kebijakan rehabilitasi
pendapatan
rumah
tangga
pada
perkebunan kelapa sawit mampu
meningkatkan pendapatan rumah tangga dalam perekonomian Riau sebesar Rp 18674.84 juta. Dari total dampak peningkatan pendapatan rumah tangga dalam perekonomian, pendapatan rumah tangga perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar Rp 7247.81 juta atau 38.81 persen dari total dampak. Sedangkan untuk sektor lainnya memperoleh dampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga sektor lain sebesar Rp 11427.03 juta atau 61.19 persen dari total dampak. Dari hasil kebijakan ini sektor-sektor selain perkebunan kelapa sawit
memperoleh
112
dampak peningkatan pendapatan rumah tangga yang besar dari pada perkebunan kelapa sawit.. Tabel 29. Dampak Kebijakan rehabilitasi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Output, Pendapatan Rumah Tangga dan Tenaga Kerja Dampak Dampak Tenaga Pendapatan RT Kerja Nilai Kontribusi Nilai Kontribusi Nilai Kontribusi (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (orang) (%) Dampak Output
Uraian Dampak simulasi 2 pada sektor perkebunan Dampak simulasi 2 pada sektor lainnya Dampak simulasi 2 pada perekonomian Riau
41192.72
16.08
7247.81
38.81
18259
91.81
214991.06
83.92 11427.03
61.19
1628
8.18
256183.78
100.00 18674.84
100.00
19887
100.00
Pada Tabel 29 dampak kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian sebesar 19887 orang. Kebijakan ini berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja pada perkebunan kelapa sawit sebesar 18259 orang atau 91.81 persen dari total dampak. Sektor lainnya memperoleh dampak sebesar 1628 orang atau 8.18 persen dari total dampak. Dari hasil dampak kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah berdampak besar pada peningkatan penyerapan tenaga kerja perkebunan kelapa sawit dibandingkan sektor lain Dari kedua simulasi pengembangan perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah memperlihatkan dampak dari kebijakan tersebut mampu meningkatkan output dan pendapatan pada sektor lain lebih besar dibandingkan untuk perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Hal ini menunjukkan kebijakan pengembangan perkebunan
tidak hanya berdampak pada sektor perkebunan
kelapa sawit itu sendiri tetapi berdampak pada hampir seluruh sektor yang ada dalam perekonomian Riau.. Apabila dibandingkan kedua simulasi tersebut memperlihatkan simulasi 2 mempunyai kinerja yang lebih baik dari simulasi 1. Sehingga simulasi 2 bisa dijadikan prioritas utama dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit dalam era otonomi daerah. Dilihat dari kedua simulasi tersebut secara umum dapat
113
diketahui kebijakan simulasi 1 dan simulasi 2 mempunyai kemampuan kecil dalam kontribusinya dalam meningkat output, pendapatan rumah tangga, dan penyerapatan tenaga kerja. Hasil studi ini sama dengan studi yang dilakukan oleh Yudhoyono (2004) dan Drajat (2003) yang melakukan studi dengan menggunakan metode ekonometrika. Studi yang dilakukan oleh Heriawan (2004) dengan menggunakan analisis input output dan SAM yang melihat dampak APBN terhadap sektor pariwisata juga menunjukan hal yang sama.
7.3.2. Dampak Simulasi Kebijakan pada Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Dengan menggunakan Tabel Input Output Model Miyazawa dapat diperoleh berapa besar dampak simulasi kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah terhadap distribusi pendapatan di Provinsi Riau. Pada Tabel 30 dampak simulasi 1 kebijakan untuk membangun kebun kelapa sawit rendah sebesar
berdampak pada peningkatan pendapatan kelompok pendapatan Rp 49469.63 juta atau 21.79 persen dari total pendapatan yang
terbentuk. Sedangkan untuk kelompok pendapatan sedang sebesar Rp 74422.30 juta atau 35.02 persen dari total dampak dan kelompok pendapatan tinggi sebesar Rp 87607.1 juta atau 43.19 persen dari total dampak. Dari hasil analisis ini dapat diketahui kebijakan Pembangunan kebun kelapa sawit lebih cendrung untuk meningkatkan pendapatan kelompok pendapatan tinggi dan kelompok pendapatan rendah memperoleh dampak yang terkecil akibat dari kebijakan ini. Tabel 30. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Distribusi Pendapatan
Uraian Dampak kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit untuk rakyat miskin Dampak Kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit
Kelompok Pendapatan Rendah
Kelompok Pendapatan Sedang
Kelompok Pendapatan Tinggi
Pendapatan Total
16108.91 (21.79)
25890.58 (35.02)
31930.84 (43.19)
73930.33
23791.4 (22.29)
35787.77 (33.52)
47177.65 (44.19)
106756.8
114
Untuk kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit berdampak pada peningkatan pendapatan kelompok pendapatan rendah sebesar Rp 48987.49 juta atau 22.29 persen dari total pendapatan yang terbentuk. Sedangkan untuk kelompok pendapatan sedang sebesar Rp 65012.17 juta 33.52 persen dari total dampak dan kelompok pendapatan tinggi sebesar Rp 82151.52 juta 44.19 dari total dampak. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit mempunyai kecendrungan yang sama dengan kebijakan pertama dalam hal distribusi pendapatan. Apabila dibanding kinerja kedua simulasi terlihat simulasi 2 mempunyai kinerja lebih baik dalam memperbaiki distribusi pendapatan dibandingkan simulasi 1. Hal ini terlihat pada simulasi 2 kelompok pendapatan rendah mendapatkan bagian 22.29 persen dari total pendapatan sedangkan simulasi 1 kelompok pendapatan rendah memperoleh bagian 21.79 persen. Dari hasil ini dapat diketahui kebijakan pembangunan kebun kelapa sawit mempunyai kinerja yang buruk dalam memperbaiki distribusi pendapatan.
115
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai Analsis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau dalam Era Otonomi Daerah dengan menggunakan Analisis Input Ouput dan Model Input Output Miyazawa dihasilkan kesimpulan: 1.
Kontribusi perkebunan kelapa sawit
dalam perekonomian masih
menunjukkan kontribusi yang kecil baik dalam permintaan antara, permintaan akhir, total permintaan dan juga dalam PDRB Riau. Pada struktur permintaan terlihat sebahagian besar output perkebunan kelapa sawit dialokasikan pada permintaan akhir dan hanya sedikit yang dialokasikan pada permintaan antara. Hal ini memperlihatkan pada struktur perekonomian Riau perkebunan kelapa sawit kurang mempunyai nilai tambah hal ini mungkin disebabkan masih belum berkembangnya sektor agroindustri yang menampung input dari perkebunan kelapa sawit. Hal ini juga ditemukan di provinsi lain di Indonesia seperti Provinsi Sumatra Utara dan dan Sulawesi Tenggara. 2.
Dilihat dari keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dan nilai efek penyebaran ke depan dan ke belakang perkebunan kelapa sawit masih memperlihatkan kecilnya peranan perkebunan kelapa sawit untuk mendorong maupun menarik sektor lain untuk meningkatkan output. Sehingga perkebunan kelapa sawit mempunyai kemampuan yang kecil untuk menstimulus peningkatkan pertumbuhan ekonomi Riau sehingga investasi pada perkebunan kelapa sawit belum bisa diprioritaskan pada era otonomi daerah
3.
Pengganda output perkebunan kelapa sawit masih menunjukkan kecilnya peranan perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan output dalam perekonomian Riau. Walaupun demikian, untuk pengganda pendapatan dan
tenaga kerja perkebunan kelapa sawit mempunyai peranan besar
untuk meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian Riau. Sehingga dari nilai penggandaan output, pendapatan dan tenaga kerja perkebunan kelapa sawit mempunyai peranan yang besar
116
dalam meningkatkan output, pendapatan, dan tenaga kerja dalam perekonomia Riau. Sehingga perkebunan kelapa sawit bisa dijadikan prioritas dalam investasi untuk meningkatkan kinerja perekonomian dalam era otonomi daerah. 4.
Elastisitas output, elastisitas pendapatan rumah tangga, dan elastisitas tenaga kerja perkebunan kelapa sawit menunjukkan respon yang kecil terhadap perubahan permintaan akhir yang diberikan pada perkebunan kelapa sawit. Sehingga investasi untuk perkebunan kelapa sawit pada era otonomi daerah tidak dapat diprioritaskan.
5.
Dampak
otonomi
daerah
berupa
investasi
untuk
pengembangan
perkebunan kelapa sawit mempunyai efek yang besar dalam peningkatkan kinerja sektor selain perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau.Hal ini menunjukkan kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit
mempunyai dampak pada sebahagian besar sektor dalam
perekonomian Riau. Dari kedua simulasi kebijakan, kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit mempunyai kontribusi yang besar dalam meningkatkan output, pendapatan rumah tangga, dan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian dan perkebunan kelapa sawit.
Hasil yang
sama juga didapatkan apabila terjadi peningkatan investasi swasta untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit 6.
Secara umum pembangunan kebun kelapa sawit dan kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit lebih cendrung untuk meningkatkan pendapatan kelompok pendapatan tinggi. Walaupun demikian, kebijakan rehabilitasi perkebunan kelapa sawit mempunyai kinerja yang lebih baik untuk meningkatkan pendapatan kelompok pendapatan rendah
8.2. Saran Kebijakan Perkebunan kelapa sawit merupakan sektor yang dapat diandalkan sebagai basis pembangunan ekonomi daerah Riau bila dilihat dari besarnya potensi sumberdaya yang ada dan peranan perkebunan kelapa sawit dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Namun sektor ini belum mempunyai peranan yang besar dalam meningkatkan output dalam perekonomian
117
Riau yang mungkin disebabkan belum berkembangnya sektor agroindustri di Provinsi Riau. Oleh karena itu dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit hendaknya
Pemerintah
Riau
juga
memperhatikan
pembangunan
sektor
Agroindustri yang menampung output perkebunan kelapa sawit. Oleh sebab itu disarankan dalam meningkatkan pengembangan perkebunan kelapa sawit harus bersamaan dengan membangunan industri yang berbentuk agroindustrialisasi. Hal ini berarti kebijakan industri harus juga diarahkan untuk membangun agroindustri dalam perekonomian Riau.
8.3. Saran Penelitian Lanjutan Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Tabel Input Output tahun 2001. Guna mendukung saran kebijakan yang telah disebutkan, perlu adanya penelitian-penelitian lanjutan dengan data yang terbaru, mengingat data Tabel Input Output dikeluarkan setiap lima tahun sekali. Untuk Model Input Output Miyazawa disarankan untuk membagi kelompok pendapatan berdasarkan daerah kota dan desa sehingga diperoleh lebih lengkap distribusi pendapatan pada daerah pedesaan dan perkotan. Guna mengetahui bagaimana peran perkebunan kelapa sawit dalam pengentasan kemiskinan lebih lanjut perlu dianalisis dengan menggunakan data Sistem Neraca Sosial Ekonomi Riau yang pada saat ini belum tersedia. Selain itu masih banyak permasalahan perkebunan kelapa sawit yang tidak bisa dipecahkan dengan metode analisis input output sehingga perlu metoda lain, permasalahan itu seperti rendahnya produktivitas, pembinaan petani yang masih sulit karena lokasi kebun tersebar, rendeman dan kualitas TBS yang kurang baik, pemasaran TBS pada pabrik pengolah dan permasalah lainnya.
118
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, L. 2003. Peranan Perkebunan Kelapa Rakyat dalam Pertumbuhan Wilayah dan Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Badan Pusat Statistika. 1999. Kerangka Teori dan Analisis: Tabel Input Output. Badan Pusat Statistika, Jakarta. _________________. 2000. Tabel Input Output Indonesia Tahun 2000. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2001. Tabel Input Output Riau Tahun 2001. Badan Pusat Statistik Riau, Pekanbaru. _________________. 2002. Indeks Pembangunan Manusia. Badan Pusat Statistik Riau, Pekanbaru. Bank Indonesia. 2002. Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Propinsi Riau 2002. Bank Indonesia Pekanbaru, Pekanbaru. Brodjonegoro, B. dan A.T. Pakpahan. 2002. Evaluasi Atas Alokasi DAU 2001 dan Permasalahannya. Dalam Sidik, et al (Editor). Dana Alokasi Umum : Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Budiharso, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradya Paramita, Jakarta. Bonfiglio, A. 2005. Sector Potentiality and Sources of Growth An Analysis of Structural Changes in Italy in the Nineties. http://www.italy.it/ research/activities/bonfigliobussoletti.pdf. Daryanto, A. 1995. Applications of Input-Output Analysis. Department of Socio-Economic Sciences, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, Bogor. __________, 2001. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pemulihan Ekonomi. Agrimedia, 6 (3) : 43-46.
119
Daryanto, A. and J.B. Morison. 1992 Structural Interdependence In The Indonesian Economy, With Emphasis On the Agricultural Sector 1971-1985: An Input Output Analysis. Mimbar Sosek, (6) : 74-99. Dradjat, B. 2003. Kinerja Sub Sektor Perkebunan Perkebunan: Evaluasi Masa Lalu (1994-1998) dan Prospek Pada Era Perdagangan Bebas Dunia (2003-2008). Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heriawan, R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata Pada Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Model I-O dan SAM. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Husien, H. dan Hanafi. 2005. Peranan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Makalah yang Disampaikan Pada Seminar Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Pekanbaru Tanggal 15-16 April 2005, Pekanbaru. Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Grafindo Persada, Jakarta. Kartasasmita, S. 2005. Otonomi Daerah dalam Pembangunan Perkebunan di Indonesia. Makalah yang Disampaikan Pada Seminar Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Pekanbaru Tanggal 15-16 April 2005, Pekanbaru. Leontif, W. 1985. Input Output Economics. Oxford University Press, New York. Mangiri, K. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom : Pendekatan Model Input Output. Badan Pusat Statistik. CV. Nasional Indah, Jakarta. Mangkuprawira, S. 2000. Analysis of Regional Economy in Bogor District, West Java Province: An Input Output Model. Mimbar Sosek, 13 (3): 66-76. Mahi, R.B. dan Adriansyah. 2002. Sejarah Transfer Keuangan Pusat ke Daerah. Dalam Sidik, et al (Editor). Dana Alokasi Umum : Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Mualida, E. 2003. Analisis Dampak Pengeluaran Wisatawan Terhadap Distribusi Pendapatan dan Perekonomian di Provinsi Bali: Pendekatan Model Miyazawa. Tesis Magister Ekonomi. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Depok. Nazara, S. 1997. Analisis Input Output. Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
120
Pemerintahan Provinsi Riau. 2003. Laporan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur Riau Tahun 1998 – 2003. BUKU II : Pelaksanaan Tugas-Tugas Pemerintahan dan Pembangunan. Pemerintahan Provinsi Riau, Pekanbaru. Racmat, A.A. 2001. Analisis Keterkaitan Antar Sektor dalam Perekonomian Wilayah Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi, 12 (2): 39-65. Ritonga, A.A. 2001. Dana Perimbangan Keuangan Sebagai Realisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah. Direktorat Jendral Anggaran, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta. Sekretariat Negara. 1999. Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Simanjuntak, R.A. 2002. Transfer Pusat Kepada Daerah: Konsep dan Praktik di Beberapa Negara. Dalam Sidik, M. et al (Editor). Dana Alokasi Umum Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Sjafrizal, 2001. Strategi dan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Era Otonomi. Jurnal Penelitian Andalas, 1 (36) : 1-26. Sonis, M., and G.J.D. Hewings. 2000. Expanded Miyazawa Framework: Labor and Capital Income, Saving, Consumption, and Investment Links. Discussion Paper N0. 00-T-14. Regional Economics Application Laboratory, University of Illinois, Urbana. Sutomo, S. 1995. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syafa’at, N. dan M. Sudi. 2002. Indentifikasi Pertumbuhan Output Nasinal : Pendekatan Analisis Input-Output. Jurnal Agro Ekonomi, 20(1) : 1-24. Tarigan, R. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah: Pendekatan Ekonomi dan Ruang. Proyek Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Triutomo, S. 2001. Pengembangan Wilayah Melalui Pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Dalam Alkadri (Editor). Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
121
Yudhoyono, S.B. 2004. Kebijakan Fiskal Indonesia: Dinamika, Permasalahan dan Pilihan. Brighten Press, Bogor. __________________. Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sebagai Upaya Mengatasi Kimiskinan dan Penganguran: Analisis Ekonomi-Politik Kebijakan Fiskal. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yunus, L. 1997. Analisis Dampak Pengembangan Komoditas Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah di Propinsi Sulawesi Tenggara : Pendekatan Analisis Tabel Input-Output. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Valadkhani, A. 2002. Indentifying Australia’s High Employment Generating Industries. http://www.bus.qut.com/schools/economics/docoment/ Discussion %20Papers%202002/DP%20No%20119.pdf.
122
LAMPIRAN
123
Lampiran 1. Rencana Strategis Dinas Perkebunan Riau Tahun 2004-2008
Visi
: Terwujudnya kebun untuk kesejahteraan masyarakat Riau tahun 2020 melalui pendekatan dan kebijakan pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan, peningkatan produktivitas dan mutu hasil.
Misi
: 1.
Memantapkan penataan ruang untuk kawasan pengembangan perkebunan secara bijaksana yang dapat mendukung keadilan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup.
2.
Mengoptimalkan fungsi lahan, baik secara ekonomi, sosial budaya maupun ekologi untuk kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
3.
Mewujudkan pemberdayaan petani dan penguatan kelembagaan melalui pembinaan berkelanjutan dan kemitraan usaha.
4.
Membangun perkebunan yang efisien, produktif dan berorientasi industri.
5.
Mengembangkan iklim usaha yang kondusif melalui jalinan kemitraan.
Tujuan Uraian
Sasaran Uraian
1 2 1. Meningkatkan kualitas 1. Tersusunnya Master Plan Perkebunan SDM petani dan Riau tahun 2020 kelembagaan melalui pemberdayaan petani di pedesaan
Cara mencapai tujuan dan sasaran Indikator
Kebijakan
3 4 Tersedianya 1. Pemberdayaan pe Master Plan tani, penguatan dan Perkebunan pengembangan Riau Tahun kelembagaan. 2020 2. Peningkatan produkti vitas dan kualitas produksi hasil-hasil perkebunan
Keterangan
Program 5 1. Program Penguatan Perekonomian Daerah Dan Pemberdayaan Masyarakat
6
124
Lampiran 1. Lanjutan Tujuan Uraian 1 2. Memperkuat dan mengembangkan kelembagaan petani melalui jalinan kemitraan
Sasaran Uraian 2 2. Meningkatnya jumlah petani yang diberdayakan hingga mencapai 5000 KK: • Tahun I : 1000 KK • Tahun II : 1000 KK • Tahun III : 1000 KK • Tahun IV : 1000 KK • Tahun V : 1000 KK
3. Mengoptimalkan fungsi lahan untuk pembangunan perkebunan masyarakat yang 3. Menguat dan berkelanjutan dan berkembangnya berwawasan kelembangaan petani lingkungan, perkebunan di pedesaan khususnya masyrakat sebanyak 15 unit perkebunanyang • Tahun I : 3 Unit dikatiegorikan miskin • Tahun II : 3 Unit dan tertinggal • Tahun III : 3 Unit dipedesaan • Tahun IV : 3 Unit • Tahun V : 3 Unit 4. Meningkatkan penggunaan benih unggul bermutu dalam rangka peningkatan produkstivitas perkebunan
Cara mencapai tujuan dan sasaran Indikator
Kebijakan
3 4 Jumlah petani 3. Pemberdayaan ekonomi yang maju dan rakyat dan pengentasan trampil kemiskinan masyarakat meningkat perkebunan sebanyak 5000 KK 4. Perluasan kesempatan kerja dan berusaha penduduk lokal dibidang perkebunan Berkembangnya 5. Pengembangan jalinan dan kuatnya kemitraan usaha yang kelembagaan saling membutuhkan, petani saling mendukung dan perkebunan saling menungtungkan sebanyak 15 unit 6. Restruksirisasi aset dan retribusi aset produktif dalam rangka penataan ekonomi berbasis kerakyatan yang efisein dan berkaulitas
Keterangan
Program 5 2. Program Restrukturisasi dan restribusi aset produktif 3. Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Pedesaan 4. Program Pengembangan Agribisnis 5. Program Peningkatan ketahanan pangan
6
125
Lampiran 1. Lanjutan Tujuan Uraian 1 5. Meningkatkan Produktifitas tanaman melalui berbagai kegiatan intensifikasi, rehabilitas dan diservitasi usaha tani 6. Meningkatkan mutu hasil dan harga jula yang menguntungkan petani melalui usaha patungan dengan jalinan kemitraan
Sasaran Uraian
Indikator
Cara mencapai tujuan dan sasaran Kebijakan Program
2 5. Meningkatnya jumlah petani miskin yang membangun kebun menjapai 5000 Ha/ 2500 KK selama 5 tahun • Tahun 1 :1000 Ha/ 500 KK • Tahun II :1000 Ha/ 500 KK • Tahun III :1000 Ha/ 500 KK • Tahun IV :1000 Ha/ 500 KK • Tahun V :1000 Ha/ 500 KK
3 4 Jumlah petani 7. Fasilitasi penanganana miskin yang konflik lahan antara emiliki kebun masyarakat dan bertambah perusahaan perkebunan 5000 Ha/2500 KK
6. Meningkatkan penggunaan benih unggul bermutu oleh petani dan masyarakat perkebunan dari 30 persen hingga menjapai 60 persen • Tahun I : 6 persen • Tahun II : 6 persen • Tahun III : 6 persen • Tahun IV : 6 persen • Tahun V : 6 persen
Penggunaan benih unggul bermutu hingga mencapai 60 persent
5
Keterangan
6
126
Lampiran 1. Lanjutan Tujuan
Sasaran Uraian
Uraian 1
Cara mencapai tujuan dan sasaran Indikator
2 6. Meningkatnya Produktivitas dan kualitas kebun dari 60 persen hingga menjapai 70 persen produktivitas potensial: • Tahun 1 : 2 persen • Tahun II : 2 persen • Tahun III : 2 persen • Tahun IV : 2 persen • Tahun V : 2 persen
3 Produktivitas dan kualitas kebun meningkat hingga mencapai 70%
7. Merehabilitasi kebun kelapa kritis secara bertahap di provinsi Riau seluas 4500 Ha: • Tahap I : 300 Ha • Tahap II : 1000 Ha • Tahap III : 1200 Ha • Tahap IV : 1000 Ha • Tahap V : 1000 Ha
Jumlah kebun kelapa kritis berkurang dan menjadi produktif kembali seluas 4500 Ha
Kebijakan 4
Keterangan
Program 5
6
127
Lampiran 1. Lanjutan Tujuan
Sasaran Uraian
Uraian 1
2 8. Diversifikasi usaha perkebunan dengan berbagai komoditas • Tahun I (ternak) : 625 ekor (Kelapa Genjah) : 1000 batang/ 150 KK Tanaman Pangan: 200 Ha • Tahun II (ternak) 1000 ekor (Kelapa Genjah) : 2000 batang Tanaman Pangan 300 Ha • Tahap III (ternak) 1000 ekor (Kelapa Genjah): 2000 batang Tanama pangan: 300 Ha
Cara mencapai tujuan dan sasaran Indikator 3 meningkatnya luas kebun yang melaksanakan diversifikasi usahatani dengan berbagai komoditas (ternak 4625 ekor, Kelapa genjah 9000 batang dan tanaman pangan 1500 Ha)
Kebijakan 4
Keterangan
Program 5
6
128
Lampiran 1. Lanjutan Tujuan
Sasaran
Uraian 1 •
•
Cara mencapai tujuan dan sasaran
Uraian
Indikator
2
3
Tahap IV : (ternak) 1000 Ekor (kelapa genjah) : 2000 batang Tanaman pangan 300 Ha Tahap V (ternak) 1000 ekor (kelapa genjah) 2000 batang Tanaman pangan 400 Ha
9. Intensifikasi Kelapa Sawit seluas 1000 Ha: • Tahun 1 : 200 Ha • Tahun II : 200 Ha • Tahun III : 200 Ha • Tahun IV : 200 Ha • Tahun V : 200 Ha
Bertambahnya kebun kelapa sawit yang melaksanakan intensifikasi Seluas 1000 Ha
Kebijakan 4
Keterangan
Program 5
6
129
Lampiran 1. Lanjutan Tujuan
Sasaran Uraian
Uraian 1
Indikator
2 10. Meningkatnya posisi tawar petani dibidang pemasaran hasil-hasil produksi perkebunan sebesar 10 persen
3 Jumlah petani yang profesional dibidang pemasaran meningkat 10 persen
11. Meningkatnya mutu hasil dan harga jual ditingkat petani dari 60 persen FOB hingga 70 persen FOB • Tahun 1 : 2 persen • Tahun II : 2 persen • Tahun III : 2 persen • Tahun IV : 2 persen • Tahun V : 2 persen
Mutu produk yang dihasilkan petani meningkat dengan harga jual mencapai 70 persen FOB
12. Mengurangi terjadinya konflik lahan dan kebun antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan sebesar 50 persen dari kasus yang ada
Konflik lahan dan kebun berkurang sebanyak 50 persen dari kasus yang ada
Cara mencapai tujuan dan sasaran Kebijakan Program 4
5
Keterangan
6
130
Lampiran 1. Lanjutan
Tujuan
Sasaran Uraian
Uraian 1
2 13. Meningkatnya Meningkatnya pendapatan petani perkebunan hingga mencapai rata-rata US$ 1750/tahun selama 5 tahun: • Tahun 1 : US$ 1350 • Tahun II : US$ 1400 • Tahun III : US$ 1500 • Tahun IV : US$ 1600 • Tahun V : US$ 1750
Indikator 3 Pendapatan petani perkebunan meningkat mencapai rata-rata US$ 1750/tahun
Cara mencapai tujuan dan sasaran Kebijakan Program 4
5
Keterangan
6
131
Lampiran 2.
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1998-2002 (Milyar Rp)
Sektor 1. Pertanian Peternakan, Kehutanan dan perikanan a. Tanaman pangan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan lainnya c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Non Migas
1998 1525.70
1999 1664.72
2000 1790.26
2001 1935.11
2002 2038.89
366.30 508.92 76.76 360.32 213.40 10381.94
373.00 587.02 82.23 391.05 231.43 10675.29
379.68 660.03 86.00 420.13 244.42 11096.02
394.01 734.12 90.08 450.40 266.49 11494.13
415.47 759.45 95.06 489.66 279.24 11902.92
10162.23 72.00 141.71 3526.26 1077.89 2448.37
10451.53 73.65 150.11 3841.96 1103.20 2738.76
10855.66 80.64 159.73 4207.57 1127.49 3080.09
11238.87 85.17 170.10 4623.31 1166.84 3456.48
11631.10 89.87 181.94 4819.14 1199.42 3619.72
4. Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7. Pengankutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi 8. Keungan, Persewaan dan Jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga keungan Lain c. Sewa bangunan d. Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa a. Pemerintahan umum b. Swasta PDRB Termasuk Migas PDRB Tanpa Migas
89.87 75.79 14.08 464.46 1562.28
95.01 80.46 14.54 490.25 1636.82
99.43 84.43 15.00 541.00 1723.03
106.86 91.34 15.52 579.58 1818.39
112.52 96.67 15.85 618.35 1928.50
1431.25 77.61 53.42 607.76
1501.99 80.90 53.93 639.90
1576.34 85.78 60.91 681.88
1661.93 91.18 65.27 728.54
1756.87 101.79 69.84 802.54
492.80 114.96 862.87
515.79 124.10 621.05
549.84 132.04 832.26
586.61 141.93 572.84
644.20 158.35 586.90
406.60 40.19 403.83 12.25 623.35 454.80 168.55 19644.47 8404.35
172.76 39.52 396.01 12.75 643.60 464.19 179.41 20308.60 8753.87
377.98 41.01 399.71 13.55 661.57 468.25 193.33 21633.02 9649.88
87.62 44.15 425.68 15.38 693.78 485.66 208.12 22552.52 10146.82
80.56 45.54 444.80 15.99 735.12 517.88 217.24 23544.88 10714.36
Sumber: BPS Riau Tahun 2002
132
Lampiran 3. Distribusi Persentase PDRB Provinsi Riau Tampa Migas Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1988-2002 (%) Sektor 1. Pertanian Peternakan, Kehutanan dan perikanan a. Tanaman pangan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan lainnya c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Non Migas 4. Listrik, Gas dan Air Bersih a.Listrik b. Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7. Pengankutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi 8. Keungan, Persewaan dan Jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga keungan Lain c. Sewa bangunan d. Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa a. Pemerintahan umum b. Swasta PDRB Tanpa Migas
Sumber: BPS Riau Tahun 2002
1998 18.15
1999 19.02
2000 18.55
2001 19.07
2002 19.03
4.36 6.06 0.91 4.29 2.54 2.54
4.26 6.71 0.94 4.47 2.64 2.56
3.93 6.84 0.89 4.35 2.53 2.49
3.88 7.23 0.89 4.44 2.63 2.52
3.88 7.09 0.89 4.57 2.61 2.54
0.00 0.86 1.69 29.13 0.00 29.13
0.00 0.84 1.71 31.29 0.00 31.29
0.00 0.84 1.66 31.92 0.00 31.92
0.00 0.84 1.68 34.06 0.00 34.06
0.00 0.84 1.70 33.78 0.00 33.78
1.07 0.90 0.17 5.53
1.09 0.92 0.17 5.60
1.03 0.87 0.16 5.61
1.05 0.90 0.15 5.71
1.05 0.90 0.15 5.77
18.59 17.03 0.92 0.64
18.70 17.16 0.92 0.62
17.86 16.34 0.89 0.63
17.92 16.38 0.90 0.64
18.00 16.40 0.95 0.65
7.23 5.86 1.37
7.31 5.89 1.42
7.07 5.70 1.37
7.18 5.78 1.40
7.49 6.01 1.48
10.27 4.84 0.48 4.81 0.15
7.09 1.97 0.45 4.52 0.15
8.62 3.92 0.42 4.14 0.14
5.65 0.86 0.44 4.20 0.15
5.48 0.75 0.43 4.15 0.15
7.42 5.41 2.01 100
7.35 5.30 2.05 100
6.86 4.85 2.00 100
6.84 4.79 2.05 100
6.86 4.83 2.03 100
133
Lampiran 4.
Distribusi Persentase PDRB Provinsi Riau Termasuk Migas Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 19982002 (%)
Sektor 1. Pertanian Peternakan, Kehutanan dan perikanan a. Tanaman pangan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan lainnya c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Non Migas 4. Listrik, Gas dan Air Bersih a.Listrik b. Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7. Pengankutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi 8. Keungan, Persewaan dan Jasa Perusahaan a. Bank b. Lembaga keungan Lain c. Sewa bangunan d. Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa a. Pemerintahan umum b. Swasta PDRB Dengan Migas
Sumber: BPS Riau Tahun 2002
1998 7.77
1999 8.20
2000 8.28
2001 8.58
2002 8.66
1.86 2.59 0.39 1.83 1.09 52.85 51.73 0.37 0.72
1.84 2.89 0.40 1.93 1.14 52.57 51.46 0.36 0.74
1.76 3.05 0.40 1.94 1.13 51.29 50.18 0.37 0.74
1.75 3.26 0.40 2.00 1.18 50.97 49.83 0.38 0.75
1.76 3.23 0.40 2.08 1.19 50.55 49.40 0.38 0.77
17.95 5.49 12.46
18.92 5.43 13.49
19.45 5.21 14.24
20.50 5.17 15.33
20.47 5.09 15.37
0.46 0.39 0.07 2.36 7.95
0.47 0.40 0.07 2.41 8.06
0.46 0.39 0.07 2.50 7.96
0.47 0.41 0.07 2.57 8.06
0.48 0.41 0.07 2.63 8.19
7.29 0.40 0.27 3.09 2.51 0.59 4.39
7.40 0.40 0.27 3.15 2.54 0.61 3.06
7.29 0.40 0.28 3.15 2.54 0.61 3.85
7.37 0.40 0.29 3.23 2.60 0.63 2.54
7.46 0.43 0.30 3.41 2.74 0.67 2.49
2.07 0.20 2.06 0.06 3.17 2.32 0.86 100
0.85 0.19 1.95 0.06 3.17 2.29 0.88 100
1.75 0.19 1.85 0.06 3.06 2.16 0.89 100
0.39 0.20 1.89 0.07 3.08 2.15 0.92 100
0.34 0.19 1.89 0.07 3.12 2.20 0.92 100
134
Lampiran 6. Matrik Koefisien Langsung Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
1 0.038931 0 0 0 1.77E-06 0 0 0 0 0.001546 1.24E-05 3.18E-05 0 0 0 0 0 0 0.000244 5.31E-06 0 0 0.16391 4.25E-05 0 0.000133 0 0 0.000948 2.48E-05 0 0 1.77E-06 0 0.006874 0.001825 0.000216 0.000879 0.000384 0.005642 0 0.001323 0.222976 0.127845 0.343754 0.023888 8.49E-05 0.281454 1 0.120536
2
3
4
5
6
0 0.023079 0 0 0 0 0 0 0 0.004739 0.000256 0.000222 0 0 0 0 0 0 0.000533 0.000173 0 0 0.038356 8.31E-05 0 0 0 0 0.001739 0 0 0 0 0 0.012284 0.001711 0.000693 0.001815 0.000194 0.000575 0 0.004635 0.091089 0.089959 0.6736 0.004254 2.77E-05 0.141071 1 0.126784
0 0 0.063591 0 0 0 0 0 0.005084 0.001785 9.68E-05 0.000229 1.76E-05 0 0 0 0 0 0.00066 0 0 0 0.054154 0.000114 0 0 0 0 0.000844 8.8E-06 0 0 0 0 0.006025 0.003342 0.001381 0.002093 0.000273 0.000581 0 0.00146 0.141739 0.089881 0.61402 0.013352 3.52E-05 0.140974 1 0.126866
0 0 2.97E-05 0.019291 0 1.49E-05 0 0 0 0.001395 0.001102 1.89E-05 0 0 0 0 0 0 0.000568 0.000617 9.99E-05 4.05E-06 0.040989 0.000685 1.35E-06 0.000356 0 0 0.000874 4.46E-05 0 0 3.24E-05 0 0.006488 0.001088 8.24E-05 0.001605 1.89E-05 9.72E-05 0 0.000409 0.075911 0.114607 0.629854 0.002005 2.7E-05 0.177596 1 0.14878
0 0 0 0 0.165545 0 0 0 0.000168 8.21E-07 0 8.05E-05 0 0 0 0 0 0 0.000171 3.53E-05 7.64E-05 6.57E-06 0.01773 0.001483 1.31E-05 4.84E-05 9.85E-06 0 0.000784 3.37E-05 8.21E-07 0 3.94E-05 2.55E-05 0.008637 0.001181 0.00017 0.001711 0.000144 0.000723 0 0.000781 0.199598 0.312515 0.379934 0.032083 0.074915 0.000955 1 0.062684
0 0 0 0 0 0.001074 0 0 0.001426 5.19E-05 0 0.000539 0 0 0 0 0 0.000132 0.002288 9.98E-05 0.000551 0.000104 0.03912 0.00125 0 0.001877 0 0 0.003945 0.000391 0 0 4.39E-05 0.000575 0.079406 0.003386 0.001737 0.003574 0.000116 0.002871 0 0.004269 0.148824 0.331749 0.464686 0.01164 0.040573 0.002528 1 0.173206
135
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
7 0 0 0 0 0 0 0.0007444 0 1.772E-05 0.0005367 0 0.0001924 0 0 0 0 0 0 0.0001975 0.0003924 0.0027521 0.0001443 0.0927 0.0098918 2.532E-06 0.0021217 5.823E-05 0 0.0037572 0.0028382 0 0 0.0008355 0.0011773 0.0571988 0.0036256 0.0003747 0.004294 0.0004886 0.0071018 0 0.0130794 0.2045228 0.1759487 0.497191 0.0494414 0.071577 0.0013191 1 0.473964
8 0 0 0 0 0 0 0 0.0158719 0 0.0002249 0.0003012 0.0006788 0 0 0 0 0 0.0010055 0.0026602 0.0004879 0.0006364 0.0002079 0.1231608 0.0016377 0 0.0003649 6.788E-05 0 0.0028341 0.0003606 0 0 0.0001315 0.0006109 0.0562283 0.0077896 0.0009588 0.0029359 0.0002418 0.0005558 0 0.0029444 0.2228978 0.1574502 0.4298642 0.0354306 0.1530505 0.0013067 1 0.1538142
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0166111 0.0005666 0 0.0014712 0 0 0 0 0 0.0001237 0.0004429 0.0005323 0.0002662 3.119E-05 0.0735755 0.0021948 0 0.0002298 2.287E-05 0.0025181 0.0016884 0.0009087 0 8.421E-05 1.456E-05 0.000184 0.0622585 0.0020243 0.0001549 0.0036639 0.0004076 0.0002059 0 0.0016541 0.1718351 0.2147565 0.582222 0.0068744 0.0136719 0.0106401 1 0.134003
10 0.0083113 0.0011326 0.000528 0.0022707 0 0 0 0 0.0056986 0.0006511 0.000394 0.0004158 0 0 0 0 5.472E-06 0.0825359 0.0001012 0 4.924E-05 1.368E-05 0.006109 0.0023199 2.736E-06 0.0007277 3.283E-05 0.000383 0.0003091 7.387E-05 0 0 3.83E-05 0.0014937 0.007942 0.0027932 9.028E-05 0.0031161 0.0001614 0.0020053 0 0.0013269 0.1310331 0.1070977 0.3696043 0.0107297 0.0001614 0.3813737 1 0.018275
11 0.001309 0.0010163 3.64E-05 0.0010648 0 0 0 0 0.0003534 0 0.0121876 2.275E-05 0 0 0 0 0 0.2047379 4.55E-05 0.0014031 0.0001016 4.399E-05 0.0165545 0.004464 1.517E-06 0.0008191 9.101E-06 0.000267 0.0001092 0.0001577 0 0 8.494E-05 0.0016457 0.005688 0.0131629 0.000358 0.0038557 5.005E-05 0.000989 0 0.00081 0.2713488 0.0483863 0.2454507 0.0055591 7.432E-05 0.4291807 1 0.0210685
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0098744 5.563E-05 0 0 0 0 0 0.0005589 0 0.0026387 0.0005412 0.028428 0.0279693 6.545E-07 0 3.403E-05 0.0200458 0.003462 0.0165838 0 0 0.0011047 0.0011937 0.057125 0.0076518 0.0074863 0.0100223 0.0004162 0.0062559 0 0.0112631 0.2127115 0.1370688 0.5357183 0.0551944 0.0529372 0.0063698 1 0.0732016
136
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6.061E-05 2.886E-06 0 0 0 0 0 0.000785 0 0.001192 0.0002396 0.0065025 0.0053914 3.175E-05 6.927E-05 2.886E-06 0.0033537 0.0008399 0.0024734 0 0 0.0006696 0.0011343 0.0354883 0.0011689 0.0023897 0.002687 3.175E-05 0.0003204 0 0.0142144 0.0790493 0.084002 0.8194701 0.0111146 0.0036164 0.0027476 1 0.0079341
14 3.729E-05 5.8E-06 0 1.574E-05 0 0 0 0 0 0 4.143E-05 0.0001143 1.823E-05 0.0001715 0.0459804 0 0 0.0137368 0.0002834 0.0004549 1.574E-05 1.989E-05 0.0097804 0.0249871 3.314E-06 0.0008766 3.314E-06 0.0180636 0.0002187 0.0003405 0 0.0475075 9.197E-05 6.629E-05 0.0020557 0.0041884 0.00087 0.0020167 0.0001864 0.0031345 0 0.0005568 0.1758432 0.06764 0.292598 0.0158057 1.243E-05 0.4481007 1 0.0270792
15 6.222E-05 9.678E-06 0 2.627E-05 0 0 0 0 0 0 5.53E-05 6.498E-05 1.244E-05 0.0765172 0.0765172 0 0 0.0189171 0.000141 0.0001396 8.019E-05 9.678E-06 0.0022481 0.0007093 2.765E-06 0.0003733 5.53E-06 0.0024873 6.637E-05 0.0001936 0 0.0022274 6.913E-06 0.0009678 0.0067002 0.0025924 3.457E-05 0.0006803 5.116E-05 0.0018804 0 0.0002226 0.194003 0.0756849 0.2507224 0.0166786 1.244E-05 0.4628986 1 0.0336337
16
17
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.091157 0 2.94E-08 2.94E-08 0 0 0 8.819E-08 1.176E-07 0 0 0 5.879E-08 0 5.879E-08 0 5.879E-08 0 0 1.47E-07 5.879E-08 0 1.176E-07 2.646E-07 3.821E-07 0 2.94E-08 0.0911584 0.034595 0.8439937 0.030205 4.783E-05 0 1 0.0008783
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0002176 0 0 0 0 0 0 0.0003323 4.625E-05 1.713E-05 7.366E-05 0.0016163 0.0234235 1.713E-06 0.0001002 3.94E-05 0.0008805 0.0003212 0.0115713 0 3.255E-05 1.456E-05 0.0001405 0.0018099 0.0066658 5.054E-05 0.0213095 0.0002467 0.0010073 0 0.0051616 0.0750801 0.1997405 0.3100723 0.0492471 0.0397247 0.3261354 1 0.015514
18 0.0704749 0.0015341 0.0029746 0.0073208 0 0.0044229 0.006898 0.0038477 0.0133357 0.0149784 0.0101337 1.253E-05 4.555E-06 0.0214108 0.0048539 2.088E-06 0.0001403 0.0587307 0.0004587 0.0002054 0.0032825 0.000301 0.0095266 0.0048674 2.088E-06 0.001825 0.0001488 0.0018163 0.0003524 0.0014639 0 0 2.999E-05 0.0020422 0.0013031 0.0160892 0.000847 0.0078824 0.0021395 0.0016453 0 0.0024857 0.2797903 0.037925 0.0892802 0.0106162 0.0171107 0.5652776 1 0.0030128
137
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
19
20
0 0 0 0 0.0024218 0 0 0 0.0027906 0.0001332 0 0 2.581E-05 0 0 0.0174813 0 0.0049693 0.1432248 0.0003072 0.0013337 0.0004537 0.0456089 0.0073703 0.0003855 0.0027765 0.0001898 0.0012688 0.0001232 0.0017966 0 0 0.0009899 0.0052774 0.0028547 0.0168553 0.0014494 0.0082428 0.0055346 0.0034658 0 0.0010723 0.2784032 0.0531866 0.0673062 0.0188933 0.0063555 0.5758553 1 0.0070798
0 0 0 0 0 2.404E-05 0 0 0.0012938 0 0 0.1515107 0.0120814 0 0 5.956E-05 0.0004362 0.0012195 0.0052528 0.1035137 0.0009997 0.0001992 0.041655 0.0218645 5.181E-05 0.0065292 0.0007072 0.0060896 0.0024171 0.0093526 0 0 0.0007305 0.0068692 0.0047066 0.0764275 0.0039019 0.0484513 0.0183202 0.0124892 0 0.008523 0.5456768 0.0531915 0.0907817 0.0219029 0.005303 0.283144 1 0.0105424
21 0.0007048 0 0 0 0 0 0 0 1.52E-06 0 0 0.0078667 0 0 0 0 0 0.0004241 4.712E-05 0.0008082 0.1513865 0.0002807 0.0358841 0.0196435 5.067E-07 0.0006967 4.56E-06 0.0005796 9.526E-05 0.0006161 0 0 8.816E-05 0.007014 0.0006719 0.0234304 0.0019153 0.0120793 0.0086323 0.0020146 0 0.0056226 0.2805084 0.0428251 0.1014627 0.0174151 0.009671 0.5481176 1 0.0058998
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.431E-05 0.0001014 2.897E-05 0.1866415 0.000907 0.0149108 0.0009523 0 0.0001322 1.629E-05 0.0003331 0.0001629 0.0001394 0 0 4.526E-05 0.0017181 3.802E-05 0.0056558 0.0005359 0.0040771 0.0005703 0.0008292 0 0.0017199 0.2195697 0.0462422 0.1329349 0.0033149 0.0022558 0.5956824 1 0.0043523
23 3.749E-06 0 0 1.598E-05 0.0243373 7.892E-06 0.0002387 1.46E-05 0.0009145 5.919E-07 3.413E-05 0 9.865E-06 2.762E-06 0 0.4778667 8.385E-05 0.0008285 0.0003587 6.373E-05 0.000217 6.965E-05 0.01586 0.0023706 0.0111551 0.001288 0.000129 5.268E-05 0.0002141 0.0015049 0.000117 4.538E-05 4.538E-05 0.0004589 0.0003163 0.0063173 0.0003265 0.0045163 0.0012756 0.0017953 0 0.0013496 0.5542063 0.02708 0.0312927 0.0077133 0.0058227 0.373885 1 0.0031381
24 0 0 0 0 0 0 0 0 3.799E-06 0 0 0 0 0 0 0.4790075 0 0 7.205E-06 0 1.572E-06 2.62E-07 0.0005717 0.0003954 7.86E-07 5.437E-05 7.86E-07 0.0007306 6.995E-05 0.0005701 6.052E-05 3.013E-05 3.275E-06 7.074E-05 0.00146 0.0001982 0.0002848 0.0005478 0.0002071 0.0003486 0 0.0005342 0.4851594 0.0540366 0.2806575 0.0587973 0.0043998 0.1169494 1 0.0009836
138
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
25
26
27
28
29
30
0 0 0 0 0.1371891 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.484E-05 9.132E-06 0 0.0092174 1.826E-05 0.0002511 5.707E-05 0.1077322 0.0041435 0.0639111 0.0020398 5.022E-05 0.0018686 0.000315 0.001404 0.0001495 0 8.447E-05 0.0006301 0.000726 0.0079093 0.0010844 0.0040066 0.0008561 0.0021905 0 0.0004703 0.3463286 0.035461 0.0437789 0.0087117 0.0058672 0.5598525 0.9999999 0.0044118
0 0 0 0 2.644E-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0986369 1.762E-05 0 0.0006036 4.186E-05 0.0006554 7.711E-06 0.130291 0.0008845 0.000564 0.0007457 3.194E-05 0.0010993 3.855E-05 0.0010597 0 0 1.102E-05 0.0008559 9.473E-05 0.0042331 0.0005056 0.0041428 0.0004021 0.0005662 0 0.00077 0.2462855 0.0281469 0.1135667 0.0038773 0.0113367 0.5967869 1 0.00242
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.542E-05 0 0 0 0.0051351 0.0432803 4.05E-05 6.395E-05 0.0002558 0.0047364 0.000226 0.0314413 0.0124763 4.263E-06 0.0006224 0.0024173 0.0007184 3.837E-05 0.0006779 0 0 4.05E-05 0.0057809 0.0060133 0.0024556 0.0013941 0.0139813 0.0015305 0.0024407 0 0.0009166 0.1367431 0.034238 0.0276385 0.0255815 0.0112571 0.7645419 1 0.0054463
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.246E-05 0 0 0 0 0.0001035 0 1.708E-05 0.0023229 8.879E-06 0.0002826 0.0001313 0.0183111 0.0087011 0.0241058 0.0034579 3.415E-07 0.0909339 0.3446695 0.1097885 0.039524 0.0149461 3.415E-07 0 0.1131311 0 0.0800444 0.0180414 0.0200295 0 0.0058499 0.8944135 0.0181123 0.0324965 0.0031471 0.001457 0.0503736 1 0.0047506
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.533E-06 0 0 0 0.0158073 6.916E-06 0 0.0001515 0.0024394 0.0017875 0.0003562 0.0967675 0.0230847 0.0004938 0.0014033 0.0002314 0.2357806 0.1144745 0.0043902 0.0001449 0 0.0002469 0.024708 0.0024761 0.0227936 0.0099831 0.032656 0.0096916 0.0099233 0 0.0024736 0.6122773 0.0467954 0.1007974 0.0198569 0.0196743 0.2005987 1 0.0039572
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9.081E-05 1.66E-06 0 0.0004132 0.0006959 0.0023609 6.156E-05 0.0460536 0.0021776 0.0007759 0.0058724 0.0017381 0.2441726 0.011878 0.2066277 0.0023306 0 0.000516 0.0013365 0.0005244 0.0352219 0.000518 0.0143571 0.0033637 0.0029179 0 0.0017842 0.5857903 0.0532591 0.0538124 0.0150626 0.0147065 0.277369 1 0.0016992
139
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
31
32
33
34
35
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9.935E-05 0.0005116 0.003612 2.725E-05 0.0353013 0.0025276 0.0024326 0.0145601 0.0009311 0.2187699 0.009681 0.0737363 0.133589 0 0.0161575 0.0035628 0.005104 0.0601934 0.0025253 0.0477835 0.0073007 0.0088664 0 0.0044388 0.6517114 0.0653699 0.1572954 0.0561471 0.0414296 0.0280465 1 0.022493
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.254E-05 0 0 0 0 0 0 0.0004445 0.0025847 0.0001392 6.327E-06 0.0306165 0.0046083 0.0127018 0.0092095 0.0006458 0.1502732 0.0250781 0.0175679 0.0007023 0.0915383 0.0029592 0.003278 0.0023929 0.015962 0.004248 0.0155262 0.0068316 0.0096662 0 0.0024799 0.409483 0.1146866 0.1497908 0.0299917 0.0317455 0.2643025 1 0.0121999
0 0 0 0 8.943E-05 1.938E-05 0 0 0.0001654 0 0.0002057 7.452E-06 2.236E-05 6.558E-05 1.49E-06 0 2.981E-05 0.0001416 0.0006707 0.000228 7.303E-05 5.962E-06 0.0057173 0.0001818 0.0001386 0.0004069 0.0007333 0.0039124 0.0019063 8.495E-05 6.558E-05 0 0.0042924 0.0004382 2.385E-05 0.0021268 0.000149 0.0018213 0.0004352 0.0013831 0 0.0007363 0.0262793 0.0080871 0.0055191 0.0009703 0.0021373 0.9570071 1 0.0047992
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0005388 0 0.0007367 0.0023669 0.0353808 0.1740179 3.044E-06 0 3.044E-06 0 0.0003562 0.0609056 0 0 0.0001126 0.1453863 0.0909848 0.063058 0.0001979 0.0052499 0.0045253 0.0530651 0 0.0105804 0.6474693 0.1140468 0.0695484 0.1587386 0.0101969 0 1 0.0062256
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0212152 4.611E-06 0 0 0 0 0 0.0006225 0.0421858 0.0011625 0.0008871 0.0045543 0.0875896 0.0038262 0.0137282 0.0632652 0.0258097 0.1383711 0.0414985 0.0024685 0 0.0007403 0.000788 0.0029381 0.1624337 0.0011694 0.006844 0.0011828 0.0055114 0 0.001886 0.6306829 0.2033304 0.1169799 0.0311789 0.0178278 0 1 0.0258369
36 9.571E-06 0 0 9.688E-05 0 3.711E-06 0 0 1.367E-06 0 0 4.102E-06 0 0 0 0 7.227E-06 0.000461 0.0010928 0.0027544 0.0029843 0.0048336 0.0006006 0.0228808 0.0002332 0.0112253 0.0001256 0.0013682 7.383E-05 0.0011706 0.0001238 0 0.0007166 0.021913 0.0342826 0.0050432 0.0161922 0.0490453 0.0029193 0.0052721 0 0.0235927 0.2090279 0.1971352 0.4986778 0.0614706 0.0336885 0 1 0.0519224
140
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
37 0.0004375 0.0072766 0.001785 0.0311601 0 0.0008178 0 4.494E-05 0.0020481 0.0005107 0.0346191 0.000134 0.0001467 0.0284687 0.0108488 0 0 0.3204182 0.0027412 0.0001009 0.0006208 0.0020798 0.0017982 0.0096679 7.094E-05 0.0005495 0.000204 0 0.0005697 0.0006416 3.349E-05 0 0.0002309 0.0101535 0.0120803 0.0066597 0.0006482 0.0271861 0.0001604 0.0010311 0 0.0024199 0.5183642 0.1824631 0.2153342 0.0302291 0.0388707 0.0147387 1 0.0140495
38 1.018E-06 3.079E-05 6.617E-06 0 0 2.036E-06 0 0 1.68E-05 3.181E-05 0.0001267 2.545E-06 0 0.0001199 2.596E-05 0 1.374E-05 0.0044455 0.0022996 6.031E-05 0.0020677 0.0016705 0.0783913 0.0771026 0.0001288 0.0001891 4.581E-05 0.0283972 8.627E-05 0.0012974 0.0003522 0.0266369 0.0004616 0.0031806 0.0273016 0.0063048 0.0077734 0.0757614 0.0010373 0.0017033 0 0.0498473 0.3969206 0.110554 0.2048518 0.093682 0.008498 0.1854937 1 0.0319738
39 0 0 0 0 0 0 0 0 3.458E-06 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0001868 0.0001741 0 0.0176141 0.011119 0.0035449 0.0027829 5.649E-05 0.0001118 8.07E-06 0.0011367 5.995E-05 0.0009511 0.0001268 0 0.0007839 0.0077447 0.0366565 0.0017166 0.0109772 0.0206322 0.0507994 0.0456612 0 0.0186078 0.2314556 0.2039019 0.298692 0.022743 0.0062506 0.2369569 1 0.0323034
40 9.189E-05 2.506E-06 0 0 0 0 0 0 9.189E-06 0.0006608 0 0 0 2.255E-05 2.255E-05 0 0 0.0006691 0.0008587 5.179E-05 0.0062092 0.0018854 0.0155201 0.0101229 0.0002281 0.0008136 5.848E-05 0.0252588 0.0003793 0.0245788 0.0003007 0 0.0012547 0.005708 0.0504449 0.0060455 0.0039705 0.0158702 0.0227326 0.0128704 0 0.0187363 0.2253776 0.1000427 0.3935772 0.0416577 0.026379 0.2129658 1 0.0010952
41 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0001599 3.514E-06 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0043816 0.0003274 0.0198386 0.0078459 0.022244 0.0145741 6.735E-06 0.0014632 0.0003648 0.0362088 0.0031533 0.0132884 0.0019223 0.0178445 0.0018787 0.0111649 0.1279324 0.0017086 0.0334332 0.0396274 0.000691 0.0008251 0 0.0259115 0.3867999 0.5805238 0 0.0294302 0 0.0032461 1 0.0337202
42 2.717E-05 0.0001723 4.725E-05 0.0015301 0 7.72E-06 0 0 0.0006046 1.729E-05 0.0003304 4.014E-06 6.485E-06 0.0001702 0.0001763 0 0 0.0045317 0.0018701 6.67E-05 0.0055422 0.004982 0.016418 0.001028 0.0073274 0.0008078 9.944E-05 0.0124881 0.0007121 0.0017735 0.0027805 0.0077362 0.002186 0.0024507 0.0073431 0.0030272 0.0008088 0.0041365 7.597E-05 0.0003242 0 0.0019347 0.0935449 0.0820082 0.0762082 0.0123689 0.0034799 0.7323897 1 0.0236725
141
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
TOTAL 0.1204015 0.0342594 0.0689987 0.0627921 0.3296108 0.0063945 0.0078811 0.0197791 0.0507072 0.0278336 0.0598966 0.1950867 0.0124086 0.1269492 0.1384267 1.1852591 0.0441356 0.7183095 0.1857239 0.1639601 0.4227397 0.042352 1.5414556 0.6322723 0.1132611 0.1092532 0.0758939 1.0461326 0.4242812 0.8477717 0.2550572 0.2332072 0.0526621 0.2817456 0.8308783 0.7291948 0.1218859 0.6107284 0.1726675 0.2407808 0 0.2588536 12.601889 4.8615756 11.635036 1.1569995 0.7862704 10.95823 42 2.0362065
HH1
F2 0.0087522 0.0050351 0.0027025 0.0256509 7.804E-09 0.0188384 0 0.0002944 0.0006401 0.0011856 0.0240675 0.0025811 0.0018713 0.0083931 0.0109433 -1.488E-14 4.745E-06 0.0371234 0.0410652 0.0144252 0 0.0247339 0.0112474 0.0372557 0.0031861 0.0134128 0.0003888 0.0065788 0.0566749 0.0176116 0.0539023 0.0316768 0.0012498 0.0094526 0 0.1368371 0.1008438 0.082917 0.0254222 0.043746 0.0607315 0.0785567 0.9999999 0 0 0 0 0 0.9999999 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.6467711 0.3532289 1 0 0 0 0 0 1 0
F3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0006053 0 0 0 0 0 0 0 0 4.176E-05 0.0029737 0 0 0 0 0 0 0.0002005 0 0.0156965 0.2627557 0.0633431 0.2107269 0.0118559 0 0.3580171 0.0381591 0 0.0345822 0 0 0 0.0010425 1 0 0 0 0 0 1 0
F4 0.0106511 0.0124785 0.0140555 0.0005018 -0.0007198 0.1210741 -0.004931 -0.0008952 0.0010696 0.0060308 -0.0121957 -0.0446766 -0.0565851 0.1216162 -0.0016362 0 -0.0024409 0.6430475 0.0404732 -0.0055659 -0 0.0877438 -0.178598 -0.0806356 0.0361613 0.0552327 0.0034524 -0.2630001 -0.1051153 -0.140596 -0.0821444 0.4759098 0.0363703 -0 0.3138674 -0 -0 -0 -0 -0 -0 -0 1 -0 -0 -0 -0 -0 1 -0
142
Lampiran 6. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 P2 P3 P4 P5 Total Employ
F5 0.0006478 0.0008423 0.0010377 0.0037231 0.0143514 0.0005856 0.0065818 0.003844 0.0157237 0.0048898 0.0022356 0.0142341 0.0041059 0.0176754 0.0071802 0.4605311 0.0212978 0.0740087 0.0059374 0.0536403 0.0253664 0.0024221 0.0430229 0.1024028 0.0112103 0.0053225 0.0031306 0.0187028 0.002159 0.0167262 0.0355415 0.0010942 0.0070798 0.0004152 0.0011958 0 0.0056335 0.0037805 0.0005892 8.692E-05 0.0010012 4.281E-05 0.9999997 0 0 0 0 0 1 0
TOTAL 0.1404526 0.0526153 0.0867945 0.0926679 0.3432424 0.1468926 0.0095319 0.0230222 0.0681406 0.040545 0.074004 0.1672252 0.0381993 0.2746339 0.1549139 1.6457902 0.0629972 1.472489 0.2732415 0.2294334 0.4481061 0.1572519 1.4171278 0.6912951 0.1638188 0.1832213 0.0830662 0.808414 0.3936962 1.0042692 0.3256995 0.9526149 0.1092179 0.2916134 1.5039583 0.904191 0.2283632 0.7320082 0.1986789 0.2846137 0.7085037 0.6917245 17.601889 4.8615756 11.635036 1.1569995 0.7862704 10.95823 47 2.0362065
143
Lampiran 7. Matrik Kebalikan Leontif Model Terbuka Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
1 1.040561 0.000007 0.000004 0.000029 0.005450 0.000004 0.000045 0.000005 0.000184 0.001622 0.000042 0.000273 0.000007 0.000026 0.000010 0.092861 0.000039 0.000497 0.000431 0.000425 0.000199 0.000084 0.174598 0.001774 0.002155 0.000607 0.000542 0.001656 0.002624 0.001815 0.000273 0.000178 0.000067 0.000398 0.008001 0.004838 0.000467 0.002673 0.000928 0.006501 0.000000 0.002065 1.354965
2 0.000109 1.023639 0.000008 0.000057 0.001305 0.000005 0.000016 0.000004 0.000087 0.004869 0.000312 0.000646 0.000011 0.000048 0.000019 0.022856 0.000041 0.000891 0.000710 0.000856 0.000152 0.000082 0.041203 0.002003 0.000616 0.000385 0.000854 0.002147 0.004347 0.001875 0.000340 0.000235 0.000073 0.000368 0.013151 0.004806 0.000914 0.003142 0.000449 0.000953 0.000000 0.005196 1.139781
3 0.000082 0.000017 1.067917 0.000069 0.001886 0.000006 0.000020 0.000004 0.005608 0.001926 0.000176 0.000473 0.000024 0.000069 0.000028 0.032538 0.000026 0.000866 0.000897 0.000383 0.000122 0.000068 0.060162 0.001538 0.000783 0.000304 0.000482 0.001309 0.002357 0.001217 0.000208 0.000183 0.000047 0.000326 0.007325 0.005590 0.001669 0.003471 0.000519 0.000940 0.000000 0.002044 1.203678
4 0.000052 0.000005 0.000035 1.019687 0.001360 0.000018 0.000014 0.000003 0.000061 0.001432 0.001153 0.000332 0.000013 0.000018 0.000006 0.023890 0.000024 0.000510 0.000728 0.001054 0.000195 0.000041 0.043344 0.001857 0.000569 0.000605 0.000455 0.001154 0.002250 0.001101 0.000180 0.000134 0.000070 0.000216 0.006948 0.002935 0.000213 0.002518 0.000190 0.000340 0.000000 0.000736 1.116444
5 0.000013 0.000003 0.000001 0.000015 1.199104 0.000001 0.000007 0.000001 0.000232 0.000005 0.000016 0.000420 0.000007 0.000015 0.000006 0.013676 0.000033 0.000172 0.000284 0.000583 0.000205 0.000059 0.022510 0.003306 0.000362 0.000343 0.000709 0.001566 0.002947 0.001473 0.000245 0.000169 0.000096 0.000288 0.010779 0.003761 0.000358 0.002993 0.000355 0.001123 0.000000 0.001295 1.269534
6 0.000090 0.000022 0.000009 0.000101 0.001488 1.001083 0.000019 0.000005 0.001532 0.000076 0.000105 0.002934 0.000051 0.000102 0.000042 0.030158 0.000234 0.001171 0.002877 0.004108 0.001165 0.000363 0.044830 0.010966 0.001047 0.003688 0.005246 0.009873 0.018445 0.009891 0.001547 0.000725 0.000339 0.002061 0.081579 0.019739 0.002523 0.008125 0.001020 0.004277 0.000000 0.005728 1.279382
144
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
7 0.000058 0.000013 0.000005 0.000067 0.003165 0.000005 1.000773 0.000004 0.000140 0.000555 0.000055 0.002015 0.000042 0.000051 0.000022 0.062146 0.000180 0.000654 0.000460 0.003374 0.003827 0.000426 0.099063 0.017787 0.001667 0.003647 0.003903 0.009055 0.014719 0.011693 0.001422 0.000782 0.001126 0.002624 0.059382 0.016615 0.001089 0.008689 0.001501 0.008512 0.000000 0.014624 1.355937
8 0.000151 0.000017 0.000010 0.000081 0.004153 0.000011 0.000045 1.016138 0.000172 0.000262 0.000397 0.002501 0.000044 0.000095 0.000036 0.074362 0.000182 0.001979 0.003371 0.003468 0.001234 0.000443 0.131109 0.009295 0.001939 0.001894 0.003874 0.007308 0.013409 0.007550 0.001157 0.000578 0.000363 0.001966 0.058929 0.020557 0.001696 0.007197 0.001065 0.001844 0.000000 0.004399 1.385281
9 0.000051 0.000008 0.000004 0.000039 0.002559 0.000004 0.000023 0.000004 1.016988 0.000588 0.000039 0.003488 0.000047 0.000039 0.000015 0.047815 0.000192 0.000607 0.000710 0.003790 0.000718 0.000233 0.079887 0.010136 0.001378 0.001813 0.004215 0.010737 0.013411 0.009945 0.001603 0.000823 0.000297 0.001287 0.064893 0.015714 0.000800 0.007842 0.001216 0.001447 0.000000 0.002963 1.308368
10 0.015149 0.001305 0.000847 0.002998 0.000383 0.000392 0.000613 0.000346 0.007025 1.002018 0.001326 0.000725 0.000007 0.001948 0.000567 0.008924 0.000049 0.088380 0.000234 0.000521 0.000554 0.000123 0.011769 0.004851 0.000234 0.001214 0.000673 0.002306 0.002223 0.002160 0.000339 0.000376 0.000111 0.002297 0.009614 0.006665 0.000396 0.005178 0.000608 0.002660 0.000000 0.002189 1.190293
11 0.017658 0.001416 0.000747 0.002802 0.000786 0.000982 0.001535 0.000867 0.003424 0.003365 1.014655 0.000544 0.000027 0.004884 0.001420 0.017649 0.000060 0.221535 0.000288 0.002111 0.001228 0.000268 0.024700 0.008406 0.000395 0.001734 0.000583 0.002651 0.001890 0.002717 0.000386 0.000634 0.000182 0.003189 0.008153 0.019564 0.001028 0.008065 0.000888 0.002083 0.000000 0.002522 1.388022
12 0.000246 0.000072 0.000027 0.000322 0.001281 0.000022 0.000031 0.000014 0.000113 0.000061 0.000342 1.011787 0.000096 0.000329 0.000137 0.039965 0.000188 0.003222 0.000938 0.003140 0.004008 0.000919 0.036706 0.037995 0.001264 0.002556 0.004117 0.039145 0.018204 0.042750 0.005320 0.002395 0.001954 0.003168 0.060625 0.025591 0.008566 0.018871 0.002159 0.008538 0.000000 0.013859 1.401040
145
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
13 0.000084 0.000025 0.000010 0.000121 0.000365 0.000007 0.000010 0.000005 0.000045 0.000020 0.000115 0.001139 1.000026 0.000109 0.000047 0.010614 0.000106 0.001094 0.001045 0.001814 0.001795 0.000430 0.009416 0.010206 0.000530 0.001047 0.002386 0.009335 0.007827 0.009607 0.001370 0.000700 0.000921 0.002025 0.036627 0.009375 0.002774 0.005437 0.000540 0.001117 0.000000 0.015030 1.145291
14 0.001244 0.000045 0.000055 0.000193 0.000660 0.000074 0.000116 0.000064 0.000245 0.000252 0.000268 0.000361 0.000032 1.004401 0.050114 0.023081 0.000027 0.016336 0.000472 0.001015 0.000372 0.000155 0.015226 0.027831 0.001302 0.002637 0.000440 0.033625 0.006145 0.017272 0.004380 0.054360 0.000871 0.001035 0.003782 0.011352 0.001518 0.007908 0.001654 0.004980 0.000000 0.001880 1.297779
15 0.001788 0.000052 0.000075 0.000219 0.000203 0.000104 0.000162 0.000091 0.000327 0.000356 0.000318 0.000367 0.000024 0.083710 1.087152 0.005423 0.000030 0.023323 0.000267 0.000681 0.000326 0.000087 0.005297 0.004694 0.000292 0.001029 0.000578 0.007744 0.002498 0.004683 0.001031 0.007469 0.000194 0.001641 0.008268 0.006466 0.000359 0.002781 0.000518 0.002892 0.000000 0.000851 1.264369
16 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.100300 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.100303
17 0.000025 0.000006 0.000002 0.000029 0.000189 0.000002 0.000003 0.000001 0.000017 0.000007 0.000025 0.000331 0.000003 0.000025 0.000010 0.016617 1.000015 0.000327 0.000504 0.000271 0.000298 0.000213 0.005105 0.026229 0.000235 0.000575 0.000299 0.007097 0.001880 0.018166 0.000995 0.001131 0.000190 0.000642 0.003107 0.009099 0.000463 0.024762 0.000617 0.001461 0.000000 0.006794 1.127770
18 0.078428 0.001719 0.003404 0.008075 0.000946 0.004728 0.007375 0.004174 0.014633 0.016161 0.011027 0.000326 0.000014 0.023422 0.006795 0.020571 0.000179 1.067335 0.000761 0.000680 0.004548 0.000528 0.029506 0.008945 0.000506 0.002600 0.000581 0.005390 0.002278 0.005330 0.000744 0.001862 0.000190 0.003439 0.006003 0.020475 0.001516 0.011803 0.002903 0.003178 0.000000 0.004357 1.387430
146
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
19 0.000533 0.000030 0.000028 0.000137 0.005276 0.000034 0.000063 0.000029 0.003474 0.000272 0.000161 0.000281 0.000041 0.000229 0.000078 0.059798 0.000036 0.007173 1.167320 0.000798 0.002430 0.000809 0.057506 0.012629 0.001283 0.003856 0.000657 0.004386 0.001735 0.005979 0.000621 0.000617 0.001294 0.008143 0.006190 0.022912 0.002350 0.013127 0.007340 0.005351 0.000000 0.002983 1.407987
20 0.000378 0.000077 0.000033 0.000346 0.002143 0.000057 0.000050 0.000021 0.001651 0.000098 0.000365 0.171497 0.013508 0.000371 0.000150 0.058075 0.000608 0.005000 0.007483 1.117075 0.003692 0.001398 0.064515 0.043005 0.001454 0.009813 0.002535 0.025475 0.010820 0.031742 0.003514 0.003377 0.001708 0.013080 0.024489 0.098027 0.008415 0.071043 0.023517 0.018798 0.000000 0.018962 1.858362
21 0.001003 0.000029 0.000013 0.000133 0.001470 0.000011 0.000024 0.000008 0.000086 0.000035 0.000138 0.009686 0.000019 0.000138 0.000056 0.039489 0.000020 0.001845 0.000248 0.001405 1.179117 0.000735 0.046419 0.028258 0.000704 0.001447 0.000340 0.003392 0.001377 0.004113 0.000507 0.000777 0.000253 0.010842 0.004727 0.030583 0.003180 0.018493 0.011204 0.004032 0.000000 0.008951 1.415306
22 0.000215 0.000012 0.000005 0.000054 0.000777 0.000004 0.000011 0.000003 0.000039 0.000013 0.000056 0.001840 0.000005 0.000056 0.000023 0.016863 0.000009 0.000705 0.000208 0.000356 0.220374 1.001114 0.024586 0.007324 0.000358 0.000544 0.000135 0.001586 0.000683 0.001682 0.000233 0.000356 0.000126 0.004276 0.001611 0.012003 0.001301 0.008506 0.002813 0.001860 0.000000 0.003895 1.316616
23 0.000090 0.000007 0.000005 0.000047 0.031732 0.000014 0.000252 0.000020 0.000974 0.000021 0.000068 0.000064 0.000012 0.000046 0.000016 0.537949 0.000096 0.001152 0.000605 0.000173 0.000425 0.000154 1.019221 0.003523 0.012192 0.001511 0.000233 0.001357 0.000694 0.002834 0.000335 0.000301 0.000096 0.000851 0.001383 0.007311 0.000561 0.005852 0.001535 0.002141 0.000000 0.001990 1.637840
24 0.000009 0.000003 0.000001 0.000012 0.000031 0.000001 0.000001 0.000000 0.000008 0.000002 0.000013 0.000047 0.000001 0.000012 0.000005 0.527891 0.000005 0.000121 0.000018 0.000083 0.000033 0.000016 0.000849 1.000699 0.000039 0.000135 0.000109 0.001365 0.000493 0.001457 0.000254 0.000124 0.000034 0.000138 0.001576 0.000730 0.000319 0.000857 0.000278 0.000433 0.000000 0.000631 1.538835
147
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
25 0.000058 0.000013 0.000006 0.000061 0.179491 0.000006 0.000035 0.000005 0.000193 0.000017 0.000068 0.000132 0.000005 0.000064 0.000026 0.068451 0.000035 0.000764 0.011652 0.000259 0.000578 0.000185 0.122465 0.006628 1.069825 0.002710 0.000316 0.004145 0.001618 0.004482 0.000760 0.000410 0.000217 0.001379 0.003404 0.011201 0.001549 0.007025 0.001489 0.003142 0.000000 0.001607 1.506473
26 0.000032 0.000007 0.000003 0.000031 0.004303 0.000004 0.000035 0.000004 0.000136 0.000008 0.000035 0.000044 0.000003 0.000032 0.000013 0.180161 0.000034 0.000416 0.000821 0.000124 0.000911 0.000080 0.133737 0.002219 0.002243 1.001088 0.000115 0.002282 0.000493 0.002832 0.000326 0.000292 0.000074 0.001312 0.000786 0.005847 0.000722 0.005861 0.000744 0.001052 0.000000 0.001472 1.350732
27 0.000064 0.000015 0.000006 0.000066 0.001102 0.000005 0.000014 0.000004 0.000051 0.000016 0.000073 0.000389 0.000009 0.000071 0.000029 0.033278 0.043412 0.000789 0.000201 0.000704 0.005875 0.000362 0.034834 0.017368 0.000522 0.000987 1.002950 0.003254 0.001725 0.004190 0.000470 0.000684 0.000137 0.007219 0.007838 0.005704 0.001737 0.017501 0.002014 0.003318 0.000000 0.002490 1.201476
28 0.000263 0.000065 0.000026 0.000298 0.004293 0.000023 0.000039 0.000015 0.000156 0.000083 0.000309 0.001248 0.000069 0.000301 0.000123 0.066609 0.000420 0.003389 0.001354 0.005531 0.005087 0.002097 0.067203 0.046732 0.014142 0.037993 0.006456 1.215106 0.138110 0.548089 0.155749 0.057177 0.021589 0.011687 0.015900 0.177092 0.006889 0.139935 0.029951 0.033273 0.000000 0.022094 2.836961
29 0.000432 0.000122 0.000047 0.000530 0.004967 0.000039 0.000072 0.000025 0.000256 0.000113 0.000583 0.001149 0.000066 0.000561 0.000232 0.120166 0.000176 0.005679 0.000936 0.005176 0.004755 0.001531 0.136415 0.050629 0.005991 0.012713 0.002692 0.330055 1.168610 0.159283 0.042623 0.016913 0.006271 0.037422 0.014203 0.079967 0.014349 0.082007 0.020694 0.023509 0.000000 0.012962 2.364917
30 0.000155 0.000038 0.000015 0.000175 0.003562 0.000014 0.000034 0.000009 0.000134 0.000045 0.000181 0.000722 0.000039 0.000176 0.000072 0.060409 0.000249 0.001973 0.001255 0.003115 0.005719 0.001127 0.086046 0.022247 0.006370 0.020140 0.004506 0.381814 0.061047 1.434073 0.052394 0.018715 0.007576 0.007707 0.008972 0.102778 0.004093 0.067780 0.014579 0.015348 0.000000 0.011954 2.407356
148
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
31 0.000255 0.000066 0.000026 0.000294 0.003585 0.000022 0.000041 0.000014 0.000157 0.000073 0.000313 0.000933 0.000042 0.000302 0.000124 0.059153 0.000221 0.003284 0.001039 0.003237 0.007789 0.001381 0.077265 0.027086 0.008059 0.029596 0.003963 0.348093 0.055791 0.266603 1.199231 0.018474 0.025142 0.011506 0.017161 0.128907 0.007170 0.107708 0.018907 0.022150 0.000000 0.017669 2.472832
32 0.000217 0.000060 0.000023 0.000266 0.004651 0.000019 0.000033 0.000012 0.000125 0.000061 0.000289 0.000944 0.000058 0.000278 0.000115 0.042774 0.000133 0.002845 0.001198 0.004643 0.001833 0.000731 0.056898 0.018753 0.018167 0.017721 0.002330 0.220085 0.057558 0.125405 0.029240 1.111838 0.007297 0.008333 0.008787 0.053963 0.007029 0.047920 0.014386 0.018370 0.000000 0.009148 1.894539
33 0.000025 0.000003 0.000002 0.000014 0.000360 0.000021 0.000004 0.000001 0.000184 0.000007 0.000224 0.000068 0.000026 0.000083 0.000011 0.004226 0.000066 0.000332 0.000816 0.000316 0.000180 0.000050 0.006851 0.000917 0.000307 0.000644 0.000796 0.005708 0.002884 0.002859 0.000816 0.000350 1.004424 0.000748 0.000460 0.003281 0.000284 0.002992 0.000700 0.001695 0.000000 0.001092 1.044827
34 0.000121 0.000030 0.000012 0.000151 0.001958 0.000010 0.000024 0.000007 0.000105 0.000070 0.000136 0.003453 0.000075 0.000132 0.000057 0.147521 0.000350 0.001467 0.001294 0.006089 0.003748 0.003804 0.056255 0.221801 0.001904 0.004867 0.007771 0.042493 0.024843 0.118249 0.006172 0.002682 0.001266 1.174781 0.116156 0.105180 0.003129 0.022425 0.009548 0.066725 0.000000 0.018611 2.175471
35 0.000229 0.000062 0.000024 0.000287 0.002160 0.000021 0.000030 0.000013 0.000172 0.000060 0.000293 0.029351 0.000603 0.000284 0.000117 0.083533 0.002856 0.002973 0.001675 0.049259 0.004271 0.002249 0.040039 0.107986 0.006000 0.020091 0.065086 0.098629 0.170917 0.101780 0.015800 0.005579 0.002888 0.012455 1.016019 0.191673 0.007158 0.039944 0.007637 0.013156 0.000000 0.011261 2.114620
36 0.000538 0.000147 0.000057 0.000745 0.000483 0.000049 0.000051 0.000028 0.000174 0.000124 0.000695 0.001695 0.000065 0.000674 0.000280 0.026916 0.000133 0.006987 0.001694 0.005102 0.005435 0.005364 0.011130 0.037051 0.000931 0.012463 0.002758 0.009962 0.007723 0.010878 0.001676 0.002389 0.001071 0.027120 0.040269 1.016686 0.017250 0.057343 0.004114 0.007947 0.000000 0.027815 1.354010
149
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
37 0.026309 0.008063 0.003031 0.034518 0.000654 0.002375 0.002428 0.001419 0.006949 0.005916 0.038763 0.000761 0.000165 0.037231 0.015470 0.021001 0.000115 0.351068 0.003652 0.001253 0.003001 0.002458 0.018932 0.020232 0.000554 0.002063 0.001430 0.006562 0.004594 0.006842 0.000985 0.003365 0.000454 0.013790 0.017715 0.018894 1.001766 0.035473 0.001594 0.003427 0.000000 0.006170 1.731442
38 0.000665 0.000129 0.000057 0.000457 0.003206 0.000051 0.000084 0.000037 0.000295 0.000180 0.000583 0.001038 0.000027 0.000616 0.000229 0.097626 0.000134 0.008890 0.003270 0.001977 0.003997 0.002349 0.093696 0.090619 0.002822 0.002912 0.002390 0.049026 0.011761 0.027350 0.007057 0.034639 0.001662 0.005704 0.032526 0.021790 0.009377 1.090986 0.003165 0.004555 0.000000 0.056047 1.673977
39 0.000392 0.000107 0.000041 0.000472 0.000442 0.000032 0.000037 0.000020 0.000128 0.000117 0.000501 0.001490 0.000029 0.000485 0.000203 0.013010 0.000129 0.004906 0.000530 0.002217 0.025403 0.012178 0.011100 0.013003 0.000709 0.001365 0.002883 0.010004 0.008288 0.010828 0.001687 0.001483 0.001202 0.011170 0.044151 0.013256 0.012494 0.028123 1.055564 0.050313 0.000000 0.022928 1.363411
40 0.000329 0.000053 0.000021 0.000230 0.000991 0.000018 0.000026 0.000012 0.000111 0.000722 0.000229 0.001718 0.000038 0.000253 0.000120 0.025181 0.000177 0.002937 0.001327 0.002979 0.009213 0.002598 0.025238 0.021260 0.001522 0.003609 0.003862 0.047686 0.014970 0.056891 0.006807 0.003061 0.002301 0.008682 0.055346 0.025081 0.005306 0.026610 0.026112 1.016749 0.000000 0.022331 1.422705
41 0.000993 0.000294 0.000111 0.001280 0.001584 0.000088 0.000099 0.000053 0.000500 0.000228 0.001399 0.004219 0.000095 0.001344 0.000560 0.042953 0.000421 0.012973 0.005779 0.007273 0.026555 0.008646 0.040169 0.038653 0.002404 0.006494 0.009323 0.070720 0.033624 0.058437 0.011890 0.024767 0.003521 0.016680 0.134667 0.039450 0.035482 0.058096 0.004007 0.005685 1.000000 0.031629 1.743142
42 0.000435 0.000195 0.000070 0.001646 0.002021 0.000033 0.000043 0.000022 0.000722 0.000105 0.000438 0.000349 0.000015 0.000342 0.000252 0.013664 0.000038 0.005433 0.002363 0.000626 0.007882 0.005104 0.021188 0.004154 0.008490 0.001843 0.000757 0.020025 0.004743 0.012617 0.005833 0.009669 0.002660 0.003524 0.008579 0.008713 0.001204 0.008089 0.000920 0.001430 0.000000 1.002975 1.169212
150
Lampiran 7. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total
Total 1.189528 1.037996 1.076822 1.077152 1.486525 1.010401 1.014336 1.023507 1.067613 1.041957 1.076282 1.261777 1.015492 1.163372 1.164787 3.990142 1.051475 1.861996 1.231718 1.248040 1.549249 1.061045 3.086983 2.030595 1.182265 1.223280 1.154326 3.055308 1.902551 3.148735 1.566520 1.390772 1.100352 1.425518 2.030080 2.384169 1.179460 2.095149 1.279941 1.377303 1.000000 1.404195 63.718712
151
Lampiran 8. Tabel Kebalikan Leontif Model Tertutup Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
1 1.04337 0.00112 0.00062 0.00555 0.00597 0.00351 0.00015 0.00012 0.00062 0.00211 0.00533 0.00141 0.00039 0.00265 0.00261 0.10540 0.00007 0.01593 0.00948 0.00384 0.00228 0.00509 0.18482 0.01377 0.00336 0.00432 0.00106 0.01535 0.01714 0.01465 0.01344 0.00827 0.00088 0.00453 0.01330 0.03554 0.02022 0.02538 0.00698 0.01616 0.01101 0.01927 1.64703 0.18123 1.82826
2 0.00202 1.02440 0.00042 0.00382 0.00166 0.00239 0.00009 0.00008 0.00038 0.00520 0.00391 0.00142 0.00027 0.00183 0.00179 0.03140 0.00006 0.01141 0.00688 0.00318 0.00157 0.00350 0.04817 0.01018 0.00144 0.00291 0.00121 0.01148 0.01424 0.01062 0.00932 0.00575 0.00063 0.00319 0.01676 0.02574 0.01438 0.01862 0.00458 0.00754 0.00750 0.01692 1.33885 0.12353 1.46238
3 0.00208 0.00081 1.06835 0.00400 0.00226 0.00250 0.00010 0.00009 0.00592 0.00227 0.00394 0.00128 0.00030 0.00193 0.00188 0.04146 0.00005 0.01185 0.00734 0.00281 0.00160 0.00363 0.06744 0.01008 0.00164 0.00294 0.00085 0.01106 0.01269 0.01036 0.00958 0.00594 0.00063 0.00327 0.01109 0.02745 0.01573 0.01963 0.00483 0.00781 0.00783 0.01429 1.41157 0.12900 1.54056
4 0.00238 0.00093 0.00054 1.02427 0.00179 0.00293 0.00010 0.00010 0.00042 0.00183 0.00554 0.00127 0.00033 0.00219 0.00216 0.03430 0.00005 0.01333 0.00824 0.00389 0.00192 0.00420 0.05184 0.01182 0.00157 0.00369 0.00089 0.01253 0.01430 0.01176 0.01112 0.00685 0.00075 0.00365 0.01135 0.02844 0.01662 0.02138 0.00522 0.00836 0.00914 0.01502 1.35902 0.15052 1.50954
5 0.00724 0.00288 0.00158 0.01424 1.20045 0.00903 0.00029 0.00030 0.00135 0.00125 0.01363 0.00334 0.00100 0.00676 0.00669 0.04598 0.00011 0.03993 0.02359 0.00937 0.00555 0.01297 0.04886 0.03423 0.00347 0.00990 0.00205 0.03686 0.04034 0.03455 0.03418 0.02101 0.00219 0.01094 0.02442 0.08288 0.05126 0.06149 0.01596 0.02601 0.02836 0.04562 2.02209 0.46698 2.48908
6 0.00697 0.00276 0.00151 0.01365 0.00277 1.00968 0.00029 0.00029 0.00260 0.00126 0.01307 0.00571 0.00099 0.00653 0.00641 0.06091 0.00031 0.03903 0.02507 0.01247 0.00626 0.01265 0.06992 0.04041 0.00401 0.01279 0.00652 0.04348 0.05406 0.04139 0.03386 0.02057 0.00234 0.01221 0.09457 0.09507 0.05099 0.06383 0.01588 0.02797 0.02701 0.04793 1.99597 0.44466 2.44063
7 0.00395 0.00156 0.00085 0.00773 0.00389 0.00487 1.00092 0.00017 0.00074 0.00123 0.00739 0.00359 0.00058 0.00369 0.00363 0.07955 0.00022 0.02208 0.01302 0.00811 0.00671 0.00738 0.11326 0.03445 0.00334 0.00880 0.00463 0.02807 0.03487 0.02952 0.01971 0.01201 0.00226 0.00837 0.06673 0.05924 0.02852 0.04021 0.00991 0.02192 0.01528 0.03851 1.76143 0.25162 2.01305
152
Lampiran 8. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
8 0.00374 0.00144 0.00079 0.00714 0.00482 0.00449 0.00018 1.01629 0.00073 0.00088 0.00715 0.00395 0.00054 0.00344 0.00335 0.09039 0.00022 0.02171 0.01494 0.00783 0.00389 0.00685 0.14418 0.02464 0.00348 0.00664 0.00454 0.02482 0.03197 0.02396 0.01799 0.01092 0.00140 0.00725 0.06570 0.05981 0.02695 0.03623 0.00881 0.01419 0.01407 0.02639 1.75869 0.23171 1.99040
9 0.00470 0.00186 0.00102 0.00918 0.00343 0.00581 0.00020 0.00020 1.01771 0.00139 0.00879 0.00536 0.00068 0.00438 0.00431 0.06858 0.00024 0.02616 0.01569 0.00944 0.00416 0.00853 0.09682 0.03001 0.00338 0.00796 0.00508 0.03342 0.03745 0.03121 0.02342 0.01422 0.00165 0.00814 0.07366 0.06657 0.03352 0.04545 0.01125 0.01744 0.01823 0.03145 1.79211 0.30017 2.09227
10 0.01746 0.00222 0.00135 0.00754 0.00081 0.00328 0.00070 0.00044 0.00738 1.00242 0.00568 0.00166 0.00032 0.00411 0.00270 0.01925 0.00007 0.10109 0.00768 0.00333 0.00226 0.00425 0.02019 0.01473 0.00123 0.00427 0.00110 0.01359 0.01418 0.01273 0.01119 0.00704 0.00078 0.00570 0.01397 0.03195 0.01667 0.02388 0.00560 0.01061 0.00906 0.01636 1.43082 0.14925 1.58007
11 0.01904 0.00197 0.00105 0.00553 0.00104 0.00271 0.00159 0.00092 0.00364 0.00360 1.01726 0.00110 0.00022 0.00618 0.00270 0.02384 0.00007 0.22915 0.00475 0.00379 0.00225 0.00274 0.02975 0.01433 0.00099 0.00356 0.00084 0.00941 0.00905 0.00905 0.00689 0.00463 0.00058 0.00523 0.01077 0.03472 0.01078 0.01927 0.00388 0.00685 0.00543 0.01101 1.53216 0.08944 1.62160
12 0.00353 0.00138 0.00074 0.00679 0.00189 0.00413 0.00016 0.00015 0.00062 0.00063 0.00653 1.01311 0.00055 0.00340 0.00318 0.05465 0.00022 0.02130 0.01153 0.00713 0.00644 0.00679 0.04869 0.05205 0.00268 0.00690 0.00473 0.05519 0.03521 0.05779 0.02075 0.01187 0.00291 0.00801 0.06683 0.06156 0.03171 0.04547 0.00925 0.01985 0.01289 0.03401 1.74317 0.21230 1.95547
13 0.00197 0.00078 0.00042 0.00383 0.00072 0.00236 0.00008 0.00008 0.00034 0.00035 0.00367 0.00190 1.00028 0.00187 0.00179 0.01905 0.00013 0.01148 0.00713 0.00411 0.00319 0.00380 0.01630 0.01828 0.00134 0.00354 0.00274 0.01855 0.01759 0.01824 0.01023 0.00614 0.00147 0.00481 0.04019 0.03003 0.01606 0.02071 0.00461 0.00761 0.00741 0.02660 1.34179 0.12193 1.46372
14 0.00295 0.00072 0.00043 0.00354 0.00098 0.00220 0.00018 0.00013 0.00051 0.00055 0.00347 0.00105 0.00026 1.00599 0.05169 0.03069 0.00005 0.02570 0.00596 0.00308 0.00163 0.00319 0.02143 0.03511 0.00203 0.00489 0.00076 0.04193 0.01495 0.02506 0.01237 0.05927 0.00136 0.00354 0.00699 0.02998 0.01350 0.02168 0.00533 0.01084 0.00668 0.01232 1.47498 0.10996 1.58493
153
Lampiran 8. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
15 0.00361 0.00077 0.00047 0.00379 0.00054 0.00237 0.00023 0.00017 0.00061 0.00067 0.00374 0.00110 0.00027 0.08541 1.08883 0.01354 0.00005 0.03332 0.00612 0.00289 0.00167 0.00333 0.01192 0.01246 0.00107 0.00343 0.00092 0.01661 0.01190 0.01300 0.00956 0.01271 0.00072 0.00432 0.01170 0.02635 0.01315 0.01748 0.00444 0.00915 0.00713 0.01199 1.45350 0.11736 1.57085
16 0.00072 0.00029 0.00016 0.00142 0.00013 0.00090 0.00003 0.00003 0.00011 0.00012 0.00136 0.00029 0.00010 0.00068 0.00067 1.10353 0.00001 0.00398 0.00233 0.00088 0.00054 0.00129 0.00264 0.00310 0.00031 0.00096 0.00013 0.00353 0.00374 0.00331 0.00340 0.00209 0.00021 0.00107 0.00137 0.00792 0.00510 0.00586 0.00156 0.00249 0.00284 0.00444 1.17565 0.04676 1.22241
17 0.00401 0.00159 0.00087 0.00787 0.00093 0.00498 0.00016 0.00017 0.00063 0.00069 0.00753 0.00194 0.00055 0.00375 0.00370 0.03443 1.00006 0.02225 0.01336 0.00512 0.00325 0.00733 0.01964 0.04328 0.00195 0.00584 0.00104 0.02656 0.02250 0.03641 0.01971 0.01262 0.00135 0.00652 0.01063 0.05273 0.02853 0.05702 0.00922 0.01518 0.01564 0.03124 1.54276 0.25751 1.80027
18 0.07985 0.00229 0.00371 0.01088 0.00121 0.00651 0.00743 0.00423 0.01485 0.01641 0.01371 0.00090 0.00021 0.02475 0.00811 0.02694 0.00019 1.07517 0.00536 0.00241 0.00560 0.00307 0.03470 0.01504 0.00112 0.00448 0.00085 0.01235 0.00965 0.01185 0.00743 0.00597 0.00060 0.00554 0.00869 0.03607 0.01155 0.02334 0.00598 0.00808 0.00559 0.01309 1.53579 0.09206 1.62785
19 0.00207 0.00064 0.00036 0.00317 0.00556 0.00196 0.00012 0.00009 0.00371 0.00054 0.00307 0.00090 0.00025 0.00167 0.00150 0.06669 0.00005 0.01566 1.17229 0.00267 0.00357 0.00356 0.06313 0.01923 0.00195 0.00589 0.00094 0.01192 0.00971 0.01304 0.00786 0.00506 0.00174 0.01042 0.00910 0.03979 0.01321 0.02561 0.01067 0.01066 0.00605 0.01244 1.56854 0.09963 1.66817
20 0.00303 0.00113 0.00061 0.00556 0.00264 0.00337 0.00015 0.00013 0.00206 0.00056 0.00536 0.17257 0.01387 0.00285 0.00260 0.06992 0.00064 0.01958 0.01603 1.12030 0.00565 0.00613 0.07418 0.05434 0.00259 0.01332 0.00303 0.03842 0.02453 0.04387 0.01596 0.01102 0.00248 0.01699 0.02949 0.12704 0.02708 0.09250 0.02924 0.02792 0.01040 0.03522 2.13433 0.17124 2.30558
21 0.00237 0.00057 0.00031 0.00281 0.00172 0.00171 0.00008 0.00006 0.00030 0.00027 0.00270 0.01024 0.00021 0.00141 0.00132 0.04558 0.00003 0.00934 0.00464 0.00306 1.18013 0.00317 0.05139 0.03409 0.00129 0.00325 0.00059 0.01004 0.00843 0.01035 0.00690 0.00470 0.00065 0.01285 0.00730 0.04549 0.01277 0.02952 0.01415 0.00872 0.00535 0.01730 1.55714 0.08801 1.64515
154
Lampiran 8. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
22 0.00143 0.00049 0.00027 0.00244 0.00100 0.00152 0.00006 0.00005 0.00023 0.00022 0.00234 0.00233 0.00017 0.00119 0.00114 0.02227 0.00002 0.00736 0.00411 0.00183 0.22127 1.00328 0.02900 0.01250 0.00088 0.00214 0.00036 0.00750 0.00695 0.00722 0.00592 0.00385 0.00048 0.00606 0.00390 0.02525 0.00983 0.01830 0.00543 0.00603 0.00475 0.01132 1.44264 0.07820 1.52085
23 0.00125 0.00047 0.00026 0.00232 0.03195 0.00146 0.00030 0.00007 0.00115 0.00022 0.00224 0.00053 0.00017 0.00112 0.00108 0.54311 0.00011 0.00751 0.00433 0.00158 0.00128 0.00222 1.02343 0.00846 0.01269 0.00304 0.00045 0.00700 0.00667 0.00812 0.00576 0.00363 0.00043 0.00255 0.00356 0.01995 0.00870 0.01520 0.00403 0.00612 0.00453 0.00907 1.75811 0.07463 1.83273
24 0.00140 0.00056 0.00031 0.00276 0.00029 0.00174 0.00006 0.00006 0.00022 0.00024 0.00264 0.00061 0.00019 0.00131 0.00130 0.53412 0.00002 0.00779 0.00451 0.00178 0.00107 0.00251 0.00593 1.00666 0.00064 0.00198 0.00037 0.00817 0.00771 0.00784 0.00680 0.00414 0.00044 0.00219 0.00421 0.01599 0.01014 0.01214 0.00329 0.00523 0.00547 0.00918 1.68403 0.09010 1.77412
25 0.00208 0.00082 0.00045 0.00404 0.17987 0.00253 0.00011 0.00009 0.00051 0.00037 0.00387 0.00095 0.00028 0.00195 0.00190 0.07748 0.00006 0.01188 0.01817 0.00272 0.00207 0.00379 0.12983 0.01527 1.07069 0.00538 0.00069 0.01401 0.01208 0.01373 0.01025 0.00624 0.00080 0.00436 0.00722 0.03333 0.01578 0.02339 0.00585 0.01010 0.00793 0.01400 1.71693 0.13059 1.84752
26 0.00084 0.00033 0.00018 0.00163 0.00445 0.00102 0.00007 0.00004 0.00026 0.00015 0.00156 0.00037 0.00011 0.00079 0.00076 0.18378 0.00004 0.00488 0.00343 0.00111 0.00151 0.00153 0.13669 0.00569 0.00259 1.00216 0.00027 0.00624 0.00469 0.00654 0.00413 0.00263 0.00031 0.00251 0.00232 0.01472 0.00643 0.01242 0.00249 0.00384 0.00318 0.00644 1.43515 0.05238 1.48753
27 0.00109 0.00042 0.00023 0.00209 0.00129 0.00129 0.00005 0.00005 0.00021 0.00019 0.00201 0.00080 0.00015 0.00103 0.00098 0.03787 0.04342 0.00645 0.00352 0.00195 0.00664 0.00220 0.03858 0.02177 0.00096 0.00235 1.00314 0.00828 0.00705 0.00890 0.00530 0.00365 0.00043 0.00874 0.00978 0.01696 0.00898 0.02583 0.00423 0.00686 0.00404 0.00880 1.30856 0.06645 1.37500
28 0.00317 0.00122 0.00066 0.00602 0.00484 0.00366 0.00015 0.00013 0.00061 0.00058 0.00579 0.00242 0.00047 0.00302 0.00282 0.07961 0.00045 0.01940 0.01074 0.00907 0.00724 0.00729 0.07781 0.05918 0.01539 0.04184 0.00700 1.22931 0.15317 0.56141 0.16941 0.06557 0.02243 0.01598 0.02139 0.20894 0.02738 0.16349 0.03623 0.04329 0.01142 0.03994 3.13995 0.18801 3.32796
155
Lampiran 8. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
29 0.00291 0.00111 0.00059 0.00540 0.00543 0.00313 0.00017 0.00013 0.00064 0.00054 0.00525 0.00215 0.00041 0.00287 0.00252 0.13123 0.00020 0.01931 0.00892 0.00819 0.00659 0.00595 0.14545 0.06123 0.00706 0.01599 0.00315 0.34215 1.18143 0.17062 0.05425 0.02406 0.00699 0.04107 0.01888 0.10708 0.03179 0.10206 0.02604 0.03204 0.00972 0.02815 2.62283 0.16004 2.78287
30 0.00276 0.00107 0.00058 0.00530 0.00405 0.00327 0.00014 0.00012 0.00054 0.00049 0.00509 0.00177 0.00040 0.00261 0.00248 0.07205 0.00028 0.01630 0.00966 0.00628 0.00765 0.00578 0.09554 0.03339 0.00749 0.02358 0.00499 0.39453 0.07453 1.44600 0.06463 0.02623 0.00833 0.01155 0.01389 0.13130 0.02244 0.08887 0.02020 0.02432 0.01022 0.02793 2.67862 0.16832 2.84694
31 0.00337 0.00130 0.00070 0.00643 0.00417 0.00391 0.00016 0.00014 0.00064 0.00061 0.00618 0.00219 0.00047 0.00321 0.00301 0.07307 0.00025 0.02042 0.01108 0.00702 0.01009 0.00694 0.08862 0.04041 0.00940 0.03372 0.00454 0.36330 0.07191 0.28086 1.21386 0.02746 0.02605 0.01610 0.02304 0.16301 0.02911 0.13292 0.02563 0.03288 0.01222 0.03677 2.79720 0.20128 2.99848
32 0.00356 0.00139 0.00075 0.00685 0.00527 0.00420 0.00016 0.00015 0.00064 0.00064 0.00659 0.00229 0.00052 0.00340 0.00321 0.05772 0.00017 0.02124 0.01198 0.00871 0.00431 0.00670 0.06909 0.03306 0.01960 0.02214 0.00295 0.23641 0.07486 0.14071 0.04494 1.12148 0.00827 0.01326 0.01510 0.09056 0.03058 0.07498 0.02161 0.02988 0.01312 0.02965 2.24269 0.21604 2.45873
33 0.00023 0.00009 0.00005 0.00042 0.00040 0.00028 0.00001 0.00001 0.00022 0.00004 0.00062 0.00015 0.00005 0.00028 0.00020 0.00516 0.00007 0.00148 0.00149 0.00057 0.00033 0.00042 0.00761 0.00181 0.00040 0.00092 0.00083 0.00672 0.00396 0.00381 0.00179 0.00095 1.00448 0.00105 0.00085 0.00556 0.00175 0.00468 0.00115 0.00241 0.00082 0.00237 1.43515 0.05238 1.48753
34 0.00434 0.00171 0.00093 0.00844 0.00274 0.00527 0.00019 0.00018 0.00076 0.00080 0.00807 0.00515 0.00065 0.00407 0.00396 0.16635 0.00040 0.02464 0.01488 0.01121 0.00686 0.01133 0.07162 0.23983 0.00372 0.01044 0.00855 0.06306 0.04664 0.13753 0.02595 0.01483 0.00249 1.18099 0.12411 0.15130 0.03280 0.05653 0.01865 0.08123 0.01653 0.04445 1.30856 0.06645 1.37500
35 0.00581 0.00228 0.00124 0.01127 0.00320 0.00699 0.00025 0.00024 0.00104 0.00102 0.01081 0.03160 0.00137 0.00550 0.00528 0.10848 0.00292 0.03368 0.01968 0.05605 0.00840 0.01222 0.06039 0.13187 0.00840 0.02747 0.06612 0.12589 0.19980 0.12733 0.04201 0.02168 0.00451 0.02069 1.02656 0.25278 0.04647 0.08513 0.01969 0.03237 0.02190 0.04549 3.13995 0.18801 3.32796
156
Lampiran 8. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
36 0.00495 0.00190 0.00102 0.00943 0.00131 0.00556 0.00022 0.00021 0.00086 0.00089 0.00901 0.00348 0.00067 0.00480 0.00436 0.04664 0.00018 0.03127 0.01593 0.01047 0.00870 0.01325 0.02722 0.05594 0.00283 0.01830 0.00358 0.03152 0.03057 0.03108 0.02240 0.01512 0.00235 0.03363 0.04860 1.06501 0.04834 0.09308 0.01365 0.02314 0.01732 0.05489 1.81368 0.28524 2.09892
37 0.03072 0.00982 0.00399 0.04320 0.00148 0.00788 0.00260 0.00160 0.00763 0.00668 0.04707 0.00254 0.00077 0.04135 0.01955 0.04071 0.00016 0.37533 0.01787 0.00661 0.00626 0.01033 0.03501 0.03910 0.00245 0.00789 0.00225 0.02810 0.02742 0.02703 0.02169 0.01608 0.00173 0.02029 0.02604 0.06718 1.03283 0.07117 0.01112 0.01861 0.01731 0.03322 2.19070 0.28498 2.47568
38 0.00372 0.00134 0.00072 0.00646 0.00378 0.00386 0.00020 0.00016 0.00077 0.00071 0.00633 0.00227 0.00044 0.00346 0.00305 0.11126 0.00017 0.02567 0.01310 0.00569 0.00625 0.00780 0.10482 0.10367 0.00413 0.00694 0.00296 0.06392 0.02754 0.04131 0.02138 0.04343 0.00255 0.01020 0.03828 0.05518 0.03086 1.11567 0.00975 0.01506 0.01197 0.07475 1.99155 0.19706 2.18862
39 0.00507 0.00197 0.00106 0.00968 0.00131 0.00587 0.00022 0.00021 0.00085 0.00092 0.00931 0.00338 0.00067 0.00485 0.00453 0.03391 0.00018 0.03064 0.01561 0.00790 0.02886 0.02053 0.02815 0.03302 0.00272 0.00755 0.00375 0.03284 0.03249 0.03224 0.02365 0.01497 0.00256 0.01807 0.05298 0.06446 0.04544 0.06599 1.06566 0.06642 0.01836 0.05162 1.85049 0.30224 2.15273
40 0.00299 0.00111 0.00060 0.00547 0.00149 0.00334 0.00013 0.00012 0.00052 0.00118 0.00524 0.00279 0.00040 0.00274 0.00258 0.03708 0.00021 0.01758 0.00991 0.00622 0.01118 0.00735 0.03494 0.03265 0.00267 0.00713 0.00436 0.06068 0.02875 0.06907 0.01931 0.01074 0.00307 0.01261 0.06037 0.05422 0.02406 0.04816 0.03186 1.02591 0.01045 0.03866 1.69991 0.17202 1.87193
41 0.01343 0.00524 0.00282 0.02575 0.00390 0.01561 0.00058 0.00057 0.00242 0.00237 0.02481 0.00923 0.00180 0.01295 0.01206 0.09851 0.00055 0.08136 0.04587 0.02239 0.03575 0.03085 0.08549 0.09184 0.00775 0.02293 0.01163 0.13142 0.09795 0.11533 0.07026 0.06061 0.00713 0.03501 0.15813 0.17554 0.12304 0.15872 0.03085 0.04848 1.04878 0.10787 3.03759 0.80324 3.84083
42 0.00223 0.00091 0.00046 0.00517 0.00235 0.00227 0.00011 0.00010 0.00100 0.00041 0.00381 0.00107 0.00026 0.00201 0.00191 0.02166 0.00006 0.01528 0.00813 0.00280 0.00921 0.00830 0.02771 0.01181 0.00926 0.00421 0.00109 0.02876 0.01400 0.02081 0.01424 0.01483 0.00318 0.00616 0.01196 0.02830 0.01381 0.02257 0.00478 0.00759 0.00702 1.01395 1.35554 0.11562 1.47116
157
Lampiran 8. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total HH1 Total
Total 0.00495 0.00190 0.00102 0.00943 0.00131 0.00556 0.00022 0.00021 0.00086 0.00089 0.00901 0.00348 0.00067 0.00480 0.00436 0.04664 0.00018 0.03127 0.01593 0.01047 0.00870 0.01325 0.02722 0.05594 0.00283 0.01830 0.00358 0.03152 0.03057 0.03108 0.02240 0.01512 0.00235 0.03363 0.04860 1.06501 0.04834 0.09308 0.01365 0.02314 0.01732 0.05489 1.81368 0.28524 2.09892
HH1 0.03072 0.00982 0.00399 0.04320 0.00148 0.00788 0.00260 0.00160 0.00763 0.00668 0.04707 0.00254 0.00077 0.04135 0.01955 0.04071 0.00016 0.37533 0.01787 0.00661 0.00626 0.01033 0.03501 0.03910 0.00245 0.00789 0.00225 0.02810 0.02742 0.02703 0.02169 0.01608 0.00173 0.02029 0.02604 0.06718 1.03283 0.07117 0.01112 0.01861 0.01731 0.03322 2.19070 0.28498 2.47568
Total 0.00372 0.00134 0.00072 0.00646 0.00378 0.00386 0.00020 0.00016 0.00077 0.00071 0.00633 0.00227 0.00044 0.00346 0.00305 0.11126 0.00017 0.02567 0.01310 0.00569 0.00625 0.00780 0.10482 0.10367 0.00413 0.00694 0.00296 0.06392 0.02754 0.04131 0.02138 0.04343 0.00255 0.01020 0.03828 0.05518 0.03086 1.11567 0.00975 0.01506 0.01197 0.07475 1.99155 0.19706 2.18862
158
Lampiran 9. Matrik Koefisien langsung Model Miyazawa Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
1 0.038931 0 0 0 1.77E-06 0 0 0 0 0.001546 1.24E-05 3.18E-05 0 0 0 0 0 0 0.000244 5.31E-06 0 0 0.16391 4.25E-05 0 0.000133 0 0 0.000948 2.48E-05 0 0 1.77E-06 0 0.006874 0.001825 0.000216 0.000879 0.000384 0.005642 0 0.001323 0.138051 0.066503 0.043417 0.470946 0.223628 0.023888 8.49E-05 0.281454 1 0.120536
2 0 0.023079 0 0 0 0 0 0 0 0.004739 0.000256 0.000222 0 0 0 0 0 0 0.000533 0.000173 0 0 0.038356 8.31E-05 0 0 0 0 0.001739 0 0 0 0 0 0.012284 0.001711 0.000693 0.001815 0.000194 0.000575 0 0.004635 0.311094 0.149863 0.097838 0.649884 0.204764 0.004254 2.77E-05 0.141071 1 0.126784
3 0 0 0.063591 0 0 0 0 0 0.005084 0.001785 9.68E-05 0.000229 1.76E-05 0 0 0 0 0 0.00066 0 0 0 0.054154 0.000114 0 0 0 0 0.000844 8.8E-06 0 0 0 0 0.006025 0.003342 0.001381 0.002093 0.000273 0.000581 0 0.00146 0.211971 0.102112 0.066664 0.522486 0.323154 0.013352 3.52E-05 0.140974 1 0.126866
4 0 0 2.97E-05 0.019291 0 1.49E-05 0 0 0 0.001395 0.001102 1.89E-05 0 0 0 0 0 0 0.000568 0.000617 9.99E-05 4.05E-06 0.040989 0.000685 1.35E-06 0.000356 0 0 0.000874 4.46E-05 0 0 3.24E-05 0 0.006488 0.001088 8.24E-05 0.001605 1.89E-05 9.72E-05 0 0.000409 0.105606 0.050873 0.033213 0.265602 0.55477 0.002005 2.7E-05 0.177596 1 0.14878
5 0 0 0 0 0.165545 0 0 0 0.000168 8.21E-07 0 8.05E-05 0 0 0 0 0 0 0.000171 3.53E-05 7.64E-05 6.57E-06 0.01773 0.001483 1.31E-05 4.84E-05 9.85E-06 0 0.000784 3.37E-05 8.21E-07 0 3.94E-05 2.55E-05 0.008637 0.001181 0.00017 0.001711 0.000144 0.000723 0 0.000781 0.211518 0.101894 0.066522 0.579532 0.312515 0.032083 0.074915 0.000955 1 0.062684
6 0 0 0 0 0 0.001074 0 0 0.001426 5.19E-05 0 0.000539 0 0 0 0 0 0.000132 0.002288 9.98E-05 0.000551 0.000104 0.03912 0.00125 0 0.001877 0 0 0.003945 0.000391 0 0 4.39E-05 0.000575 0.079406 0.003386 0.001737 0.003574 0.000116 0.002871 0 0.004269 0.227403 0.109546 0.071518 0.557292 0.387967 0.01164 0.040573 0.002528 1 0.173206
159
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
7 0 0 0 0 0 0 0.000744 0 1.77E-05 0.000537 0 0.000192 0 0 0 0 0 0 0.000197 0.000392 0.002752 0.000144 0.0927 0.009892 2.53E-06 0.002122 5.82E-05 0 0.003757 0.002838 0 0 0.000836 0.001177 0.057199 0.003626 0.000375 0.004294 0.000489 0.007102 0 0.013079 0.220417 0.106181 0.06932 0.600441 0.277221 0.049441 0.071577 0.001319 1 0.473964
8 0 0 0 0 0 0 0 0.015872 0 0.000225 0.000301 0.000679 0 0 0 0 0 0.001006 0.00266 0.000488 0.000636 0.000208 0.123161 0.001638 0 0.000365 6.79E-05 0 0.002834 0.000361 0 0 0.000132 0.000611 0.056228 0.00779 0.000959 0.002936 0.000242 0.000556 0 0.002944 0.179834 0.086631 0.056557 0.545921 0.264291 0.035431 0.15305 0.001307 1 0.153814
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0.016611 0.000567 0 0.001471 0 0 0 0 0 0.000124 0.000443 0.000532 0.000266 3.12E-05 0.073575 0.002195 0 0.00023 2.29E-05 0.002518 0.001688 0.000909 0 8.42E-05 1.46E-05 0.000184 0.062258 0.002024 0.000155 0.003664 0.000408 0.000206 0 0.001654 0.244033 0.117557 0.076748 0.610173 0.35864 0.006874 0.013672 0.01064 1 0.134003
10 0.008311 0.001133 0.000528 0.002271 0 0 0 0 0.005699 0.000651 0.000394 0.000416 0 0 0 0 5.47E-06 0.082536 0.000101 0 4.92E-05 1.37E-05 0.006109 0.00232 2.74E-06 0.000728 3.28E-05 0.000383 0.000309 7.39E-05 0 0 3.83E-05 0.001494 0.007942 0.002793 9.03E-05 0.003116 0.000161 0.002005 0 0.001327 0.051391 0.149097 0.085534 0.417054 0.190681 0.01073 0.000161 0.381374 1 0.018275
11 0.001309 0.001016 3.64E-05 0.001065 0 0 0 0 0.000353 0 0.012188 2.28E-05 0 0 0 0 0 0.204738 4.55E-05 0.001403 0.000102 4.4E-05 0.016554 0.004464 1.52E-06 0.000819 9.1E-06 0.000267 0.000109 0.000158 0 0 8.49E-05 0.001646 0.005688 0.013163 0.000358 0.003856 5.01E-05 0.000989 0 0.00081 0.031677 0.091903 0.052723 0.447651 0.117535 0.005559 7.43E-05 0.429181 1 0.021069
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.009874 5.56E-05 0 0 0 0 0 0.000559 0 0.002639 0.000541 0.028428 0.027969 6.54E-07 0 3.4E-05 0.020046 0.003462 0.016584 0 0 0.001105 0.001194 0.057125 0.007652 0.007486 0.010022 0.000416 0.006256 0 0.011263 0.066486 0.19289 0.110657 0.582744 0.302754 0.055194 0.052937 0.00637 1 0.073202
160
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6.06E-05 2.89E-06 0 0 0 0 0 0.000785 0 0.001192 0.00024 0.006503 0.005391 3.17E-05 6.93E-05 2.89E-06 0.003354 0.00084 0.002473 0 0 0.00067 0.001134 0.035488 0.001169 0.00239 0.002687 3.17E-05 0.00032 0 0.014214 0.146787 0.425863 0.244309 0.896008 0.086513 0.011115 0.003616 0.002748 1 0.007934
14 3.73E-05 5.8E-06 0 1.57E-05 0 0 0 0 0 0 4.14E-05 0.000114 1.82E-05 0.000172 0.04598 0 0 0.013737 0.000283 0.000455 1.57E-05 1.99E-05 0.00978 0.024987 3.31E-06 0.000877 3.31E-06 0.018064 0.000219 0.000341 0 0.047507 9.2E-05 6.63E-05 0.002056 0.004188 0.00087 0.002017 0.000186 0.003134 0 0.000557 0.030029 0.040738 0.040625 0.287235 0.248846 0.015806 1.24E-05 0.448101 1 0.027079
15 6.22E-05 9.68E-06 0 2.63E-05 0 0 0 0 0 0 5.53E-05 6.5E-05 1.24E-05 0.076517 0.076517 0 0 0.018917 0.000141 0.00014 8.02E-05 9.68E-06 0.002248 0.000709 2.77E-06 0.000373 5.53E-06 0.002487 6.64E-05 0.000194 0 0.002227 6.91E-06 0.000968 0.0067 0.002592 3.46E-05 0.00068 5.12E-05 0.00188 0 0.000223 0.065334 0.088634 0.088389 0.436361 0.08405 0.016679 1.24E-05 0.462899 1 0.033634
16
17
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.091157 0 2.94E-08 2.94E-08 0 0 0 8.82E-08 1.18E-07 0 0 0 5.88E-08 0 5.88E-08 0 5.88E-08 0 0 1.47E-07 5.88E-08 0 1.18E-07 2.65E-07 3.82E-07 0 2.94E-08 0.001865 0.00562 0.09633 0.194973 0.774774 0.030205 4.78E-05 0 1 0.000878
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.000218 0 0 0 0 0 0 0.000332 4.63E-05 1.71E-05 7.37E-05 0.001616 0.023424 1.71E-06 0.0001 3.94E-05 0.000881 0.000321 0.011571 0 3.25E-05 1.46E-05 0.00014 0.00181 0.006666 5.05E-05 0.02131 0.000247 0.001007 0 0.005162 0.030578 0.079599 0.093749 0.279005 0.305888 0.049247 0.039725 0.326135 1 0.015514
18 0.070475 0.001534 0.002975 0.007321 0 0.004423 0.006898 0.003848 0.013336 0.014978 0.010134 1.25E-05 4.56E-06 0.021411 0.004854 2.09E-06 0.00014 0.058731 0.000459 0.000205 0.003282 0.000301 0.009527 0.004867 2.09E-06 0.001825 0.000149 0.001816 0.000352 0.001464 0 0 3E-05 0.002042 0.001303 0.016089 0.000847 0.007882 0.00214 0.001645 0 0.002486 0.010403 0.013902 0.027968 0.332063 0.074932 0.010616 0.017111 0.565278 1 0.003013
161
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
19
20
0 0 0 0 0.0024218 0 0 0 0.0027906 0.0001332 0 0 2.581E-05 0 0 0.0174813 0 0.0049693 0.1432248 0.0003072 0.0013337 0.0004537 0.0456089 0.0073703 0.0003855 0.0027765 0.0001898 0.0012688 0.0001232 0.0017966 0 0 0.0009899 0.0052774 0.0028547 0.0168553 0.0014494 0.0082428 0.0055346 0.0034658 0 0.0010723 0.0475094 0.0383283 0.008441 0.3726819 0.0262141 0.0188933 0.0063555 0.5758553 1 0.0070798
0 0 0 0 0 2.404E-05 0 0 0.0012938 0 0 0.1515107 0.0120814 0 0 5.956E-05 0.0004362 0.0012195 0.0052528 0.1035137 0.0009997 0.0001992 0.041655 0.0218645 5.181E-05 0.0065292 0.0007072 0.0060896 0.0024171 0.0093526 0 0 0.0007305 0.0068692 0.0047066 0.0764275 0.0039019 0.0484513 0.0183202 0.0124892 0 0.008523 0.0147976 0.0296708 0.0172448 0.6073899 0.0822601 0.0219029 0.005303 0.283144 1 0.0105424
21 0.0007048 0 0 0 0 0 0 0 1.52E-06 0 0 0.0078667 0 0 0 0 0 0.0004241 4.712E-05 0.0008082 0.1513865 0.0002807 0.0358841 0.0196435 5.067E-07 0.0006967 4.56E-06 0.0005796 9.526E-05 0.0006161 0 0 8.816E-05 0.007014 0.0006719 0.0234304 0.0019153 0.0120793 0.0086323 0.0020146 0 0.0056226 0.00289 0.0224449 0.0323802 0.3382235 0.0865727 0.0174151 0.009671 0.5481176 1 0.0058998
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.431E-05 0.0001014 2.897E-05 0.1866415 0.000907 0.0149108 0.0009523 0 0.0001322 1.629E-05 0.0003331 0.0001629 0.0001394 0 0 4.526E-05 0.0017181 3.802E-05 0.0056558 0.0005359 0.0040771 0.0005703 0.0008292 0 0.0017199 0.0195131 0.0316628 0.0294538 0.3001994 0.0985474 0.0033149 0.0022558 0.5956824 0.9999999 0.0043523
23 3.749E-06 0 0 1.598E-05 0.0243373 7.892E-06 0.0002387 1.46E-05 0.0009145 5.919E-07 3.413E-05 0 9.865E-06 2.762E-06 0 0.4778667 8.385E-05 0.0008285 0.0003587 6.373E-05 0.000217 6.965E-05 0.01586 0.0023706 0.0111551 0.001288 0.000129 5.268E-05 0.0002141 0.0015049 0.000117 4.538E-05 4.538E-05 0.0004589 0.0003163 0.0063173 0.0003265 0.0045163 0.0012756 0.0017953 0 0.0013496 0.0016927 0.0222374 0.0116165 0.5897529 0.0228261 0.0077133 0.0058227 0.373885 1 0.0031381
24 0 0 0 0 0 0 0 0 3.799E-06 0 0 0 0 0 0 0.4790075 0 0 7.205E-06 0 1.572E-06 2.62E-07 0.0005717 0.0003954 7.86E-07 5.437E-05 7.86E-07 0.0007306 6.995E-05 0.0005701 6.052E-05 3.013E-05 3.275E-06 7.074E-05 0.00146 0.0001982 0.0002848 0.0005478 0.0002071 0.0003486 0 0.0005342 0.0010123 0.0035035 0.0736599 0.563335 0.2565185 0.0587973 0.0043998 0.1169494 1 0.0009836
162
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 TOTAL HH1 P2 P3 P4 TOTAL Employ
25
26
27
28
29
30
0 0 0 0 0.1371891 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.484E-05 9.132E-06 0 0.0092174 1.826E-05 0.0002511 5.707E-05 0.1077322 0.0041435 0.0639111 0.0020398 5.022E-05 0.0018686 0.000315 0.001404 0.0001495 0 8.447E-05 0.0006301 0.000726 0.0079093 0.0010844 0.0040066 0.0008561 0.0021905 0 0.0004703 0.0137494 0.0282226 0 0.3883006 0.0372679 0.0087117 0.0058672 0.5598525 1 0.0044118
0 0 0 0 2.644E-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0986369 1.762E-05 0 0.0006036 4.186E-05 0.0006554 7.711E-06 0.130291 0.0008845 0.000564 0.0007457 3.194E-05 0.0010993 3.855E-05 0.0010597 0 0 1.102E-05 0.0008559 9.473E-05 0.0042331 0.0005056 0.0041428 0.0004021 0.0005662 0 0.00077 0.0149386 0 0.0318348 0.2930589 0.0949402 0.0038773 0.0113367 0.5967869 1 0.00242
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.542E-05 0 0 0 0.0051351 0.0432803 4.05E-05 6.395E-05 0.0002558 0.0047364 0.000226 0.0314413 0.0124763 4.263E-06 0.0006224 0.0024173 0.0007184 3.837E-05 0.0006779 0 0 4.05E-05 0.0057809 0.0060133 0.0024556 0.0013941 0.0139813 0.0015305 0.0024407 0 0.0009166 0.0072762 0.0258036 0.0080678 0.1778907 0.0207289 0.0255815 0.0112571 0.7645419 1 0.0054463
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.246E-05 0 0 0 0 0.0001035 0 1.708E-05 0.0023229 8.879E-06 0.0002826 0.0001313 0.0183111 0.0087011 0.0241058 0.0034579 3.415E-07 0.0909339 0.3446695 0.1097885 0.039524 0.0149461 3.415E-07 0 0.1131311 0 0.0800444 0.0180414 0.0200295 0 0.0058499 0 0.003114 0.0159732 0.9135007 0.0315216 0.0031471 0.001457 0.0503736 1 0.0047506
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.533E-06 0 0 0 0.0158073 6.916E-06 0 0.0001515 0.0024394 0.0017875 0.0003562 0.0967675 0.0230847 0.0004938 0.0014033 0.0002314 0.2357806 0.1144745 0.0043902 0.0001449 0 0.0002469 0.024708 0.0024761 0.0227936 0.0099831 0.032656 0.0096916 0.0099233 0 0.0024736 0.0009068 0.0049774 0.0428214 0.6609829 0.0988872 0.0198569 0.0196743 0.2005987 1 0.0039572
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9.081E-05 1.66E-06 0 0.0004132 0.0006959 0.0023609 6.156E-05 0.0460536 0.0021776 0.0007759 0.0058724 0.0017381 0.2441726 0.011878 0.2066277 0.0023306 0 0.000516 0.0013365 0.0005244 0.0352219 0.000518 0.0143571 0.0033637 0.0029179 0 0.0017842 0.0074455 0.0180096 0.045024 0.6562694 0.0365924 0.0150626 0.0147065 0.277369 0.9999999 0.0016992
163
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
31
32
33
34
35
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9.935E-05 0.0005116 0.003612 2.725E-05 0.0353013 0.0025276 0.0024326 0.0145601 0.0009311 0.2187699 0.009681 0.0737363 0.133589 0 0.0161575 0.0035628 0.005104 0.0601934 0.0025253 0.0477835 0.0073007 0.0088664 0 0.0044388 0.0034421 0.055815 0.0186758 0.7296443 0.1447325 0.0561471 0.0414296 0.0280465 1 0.022493
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.254E-05 0 0 0 0 0 0 0.0004445 0.0025847 0.0001392 6.327E-06 0.0306165 0.0046083 0.0127018 0.0092095 0.0006458 0.1502732 0.0250781 0.0175679 0.0007023 0.0915383 0.0029592 0.003278 0.0023929 0.015962 0.004248 0.0155262 0.0068316 0.0096662 0 0.0024799 0.0041426 0.0417682 0.0928072 0.5482009 0.1257594 0.0299917 0.0317455 0.2643025 1 0.0121999
0 0 0 0 8.943E-05 1.938E-05 0 0 0.0001654 0 0.0002057 7.452E-06 2.236E-05 6.558E-05 1.49E-06 0 2.981E-05 0.0001416 0.0006707 0.000228 7.303E-05 5.962E-06 0.0057173 0.0001818 0.0001386 0.0004069 0.0007333 0.0039124 0.0019063 8.495E-05 6.558E-05 0 0.0042924 0.0004382 2.385E-05 0.0021268 0.000149 0.0018213 0.0004352 0.0013831 0 0.0007363 0.0012324 0.0036367 0.0032946 0.034443 0.0054425 0.0009703 0.0021373 0.9570071 1 0.0047992
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0005388 0 0.0007367 0.0023669 0.0353808 0.1740179 3.044E-06 0 3.044E-06 0 0.0003562 0.0609057 0 0 0.0001126 0.1453863 0.0909848 0.063058 0.0001979 0.0052499 0.0045253 0.0530651 0 0.0105804 0.0162641 0.0455742 0.0838616 0.7931693 0.0378953 0.1587386 0.0101969 0 1.0000001 0.0062256
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0212152 4.611E-06 0 0 0 0 0 0.0006225 0.0421858 0.0011625 0.0008871 0.0045543 0.0875896 0.0038262 0.0137282 0.0632652 0.0258097 0.1383711 0.0414985 0.0024685 0 0.0007403 0.000788 0.0029381 0.1624338 0.0011694 0.006844 0.0011828 0.0055114 0 0.001886 0.0674639 0.1128403 0.0663088 0.877296 0.0736974 0.0311789 0.0178278 0 1.0000001 0.0258369
36 9.571E-06 0 0 9.688E-05 0 3.711E-06 0 0 1.367E-06 0 0 4.102E-06 0 0 0 0 7.227E-06 0.000461 0.0010928 0.0027544 0.0029843 0.0048336 0.0006006 0.0228808 0.0002332 0.0112253 0.0001256 0.0013682 7.383E-05 0.0011706 0.0001238 0 0.0007166 0.021913 0.0342826 0.0050432 0.0161922 0.0490453 0.0029193 0.0052721 0 0.0235927 0.0920566 0.0927213 0.0633921 0.457198 0.4476429 0.0614706 0.0336885 0 1 0.0519224
164
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
37 0.0004375 0.0072766 0.001785 0.0311601 0 0.0008178 0 4.494E-05 0.0020481 0.0005107 0.0346191 0.000134 0.0001467 0.0284687 0.0108488 0 0 0.3204181 0.0027412 0.0001009 0.0006208 0.0020798 0.0017982 0.0096679 7.094E-05 0.0005495 0.000204 0 0.0005697 0.0006416 3.349E-05 0 0.0002309 0.0101535 0.0120803 0.0066597 0.0006482 0.0271861 0.0001604 0.0010311 0 0.0024199 0.064338 0.066998 0.1028074 0.7525075 0.163654 0.0302291 0.0388707 0.0147387 0.9999999 0.0140495
38 1.018E-06 3.079E-05 6.617E-06 0 0 2.036E-06 0 0 1.68E-05 3.181E-05 0.0001267 2.545E-06 0 0.0001199 2.596E-05 0 1.374E-05 0.0044455 0.0022996 6.031E-05 0.0020677 0.0016705 0.0783913 0.0771026 0.0001288 0.0001891 4.581E-05 0.0283972 8.627E-05 0.0012974 0.0003522 0.0266369 0.0004616 0.0031806 0.0273016 0.0063048 0.0077734 0.0757614 0.0010373 0.0017033 0 0.0498473 0.0227317 0.0444126 0.0607195 0.5247843 0.1875421 0.093682 0.008498 0.1854937 1 0.0319738
39 0 0 0 0 0 0 0 0 3.458E-06 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0001868 0.0001741 0 0.0176141 0.011119 0.0035449 0.0027829 5.649E-05 0.0001118 8.07E-06 0.0011367 5.995E-05 0.0009511 0.0001268 0 0.0007839 0.0077447 0.0366565 0.0017166 0.0109772 0.0206322 0.0507994 0.0456612 0 0.0186078 0.0300098 0.0421971 0.1648456 0.4685082 0.2655413 0.022743 0.0062506 0.2369569 1 0.0323034
40 9.189E-05 2.506E-06 0 0 0 0 0 0 9.189E-06 0.0006608 0 0 0 2.255E-05 2.255E-05 0 0 0.0006691 0.0008587 5.179E-05 0.0062092 0.0018854 0.0155201 0.0101229 0.0002281 0.0008136 5.848E-05 0.0252588 0.0003793 0.0245788 0.0003007 0 0.0012547 0.005708 0.0504449 0.0060455 0.0039705 0.0158702 0.0227326 0.0128704 0 0.0187363 0.0198765 0.0516224 0.1202754 0.4171519 0.3018456 0.0416577 0.026379 0.2129658 1 0.0010952
41 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0001599 3.514E-06 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0043816 0.0003274 0.0198386 0.0078459 0.022244 0.0145741 6.735E-06 0.0014632 0.0003648 0.0362088 0.0031533 0.0132884 0.0019223 0.0178445 0.0018787 0.0111649 0.1279324 0.0017086 0.0334332 0.0396274 0.000691 0.0008251 0 0.0259115 0.067934 0.2140142 0.2985756 0.9673237 0 0.0294302 0 0.0032461 1 0.0337202
42 2.717E-05 0.0001723 4.725E-05 0.0015301 0 7.72E-06 0 0 0.0006046 1.729E-05 0.0003304 4.014E-06 6.485E-06 0.0001702 0.0001763 0 0 0.0045317 0.0018701 6.67E-05 0.0055422 0.004982 0.016418 0.001028 0.0073274 0.0008078 9.944E-05 0.0124881 0.0007121 0.0017735 0.0027805 0.0077362 0.002186 0.0024507 0.0073431 0.0030272 0.0008088 0.0041365 7.597E-05 0.0003242 0 0.0019347 0.0167892 0.0366229 0.0353416 0.1822987 0.0694627 0.0123689 0.0034799 0.7323897 1 0.0236725
165
Lampiran 9. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
43
44 0.0160779 0.0081519 0.0037345 0.0344927 0 0.0335643 0 0.0005075 0.0011405 0.0011481 0.0233054 0.0024997 0.0018124 0.0138065 0.0180015 0 2.398E-06 0.0492122 0.0405104 0.0130261 0 0.0172296 0.0086994 0.044516 0.002877 0.0121119 0.0003511 0.0059407 0.0511779 0.0159035 0.0486742 0.0286045 0.0011286 0.0112947 0 0.1731063 0.0779984 0.0641327 0.0232349 0.0399821 0.0469732 0.0650694 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
45 0.0107143 0.0061002 0.0031919 0.0281888 0 0.0221703 0 0.0003493 0.0007533 0.001302 0.0264305 0.002315 0.0016785 0.0096614 0.0125969 0 3.404E-06 0.0410376 0.045461 0.0148228 0 0.0228075 0.0102899 0.0392441 0.0032739 0.0137825 0.0003995 0.0067601 0.058237 0.0180971 0.055388 0.03255 0.0012843 0.0099571 0 0.1460079 0.0922589 0.0758582 0.0229293 0.0394563 0.0555613 0.0690798 0 0 0 1.0000001 0 0 0 0 1.0000001 0
0.0045305 0.0030639 0.001946 0.0204265 0 0.0108175 0 0.0001731 0.0003676 0.0011111 0.0225553 0.0028136 0.0020399 0.0054114 0.0070557 0 6.638E-06 0.0296425 0.0379305 0.0146444 0 0.0289951 0.0129249 0.0330383 0.0032345 0.0136166 0.0003947 0.0066787 0.057536 0.0178792 0.0547213 0.0321582 0.0012688 0.0083826 0 0.1163488 0.115884 0.0952835 0.0281324 0.0484096 0.0697891 0.0907873 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
TOTAL 0.1517243 0.0515754 0.0778711 0.1459 0.3296108 0.0729465 0.0078811 0.020809 0.0529686 0.0313948 0.1321878 0.202715 0.0179394 0.1558285 0.1760809 1.1852591 0.0441481 0.8382018 0.3096258 0.2064533 0.4227397 0.1113842 1.5733699 0.7490708 0.1226465 0.1487642 0.0770393 1.0655122 0.5912321 0.8996515 0.4138407 0.3265198 0.0563439 0.3113801 0.8308783 1.1646578 0.4080271 0.8460028 0.2469642 0.3686288 0.1723236 0.4837902 2.8224878 3.0156035 2.849503 24.289484 7.8090172 1.1569995 0.7862704 10.95823 45 2.0362065
HH1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.6467711 0.3532289 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
166
Lampiran 9. Lanjutan SECTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total HH1 P2 P3 P4 Total Employ
F2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0006053 0 0 0 0 0 0 0 0 4.176E-05 0.0029737 0 0 0 0 0 0 0.0002005 0 0.0156965 0.2627557 0.0633431 0.2107269 0.0118559 0 0.3580171 0.0381591 0 0.0345822 0 0 0 0.0010425 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
F3 0.0106511 0.0124785 0.0140555 0.0005018 -0.0007198 0.1210741 -0.004931 -0.0008952 0.0010696 0.0060308 -0.0121957 -0.0446766 -0.0565851 0.1216162 -0.0016362 -0 -0.0024409 0.6430475 0.0404732 -0.0055659 -0 0.0877438 -0.178598 -0.0806356 0.0361613 0.0552327 0.0034524 -0.2630001 -0.1051153 -0.140596 -0.0821444 0.4759098 0.0363703 -0 0.3138674 -0 -0 -0 -0 -0 -0 -0 -0 -0 -0 1 -0 -0 -0 -0 1 -0
F4 0.0006478 0.0008423 0.0010377 0.0037231 0.0143514 0.0005856 0.0065818 0.003844 0.0157237 0.0048898 0.0022356 0.0142341 0.0041059 0.0176754 0.0071802 0.4605311 0.0212978 0.0740087 0.0059374 0.0536403 0.0253664 0.0024221 0.0430229 0.1024028 0.0112103 0.0053225 0.0031306 0.0187028 0.002159 0.0167262 0.0355415 0.0010942 0.0070798 0.0004152 0.0011958 0 0.0056335 0.0037805 0.0005892 8.692E-05 0.0010012 4.281E-05 0 0 0 0.9999997 0 0 0 0 0.9999997 0
Total 0.1630232 0.0648961 0.0929643 0.1501249 0.3432424 0.1946062 0.0095319 0.0237578 0.0697618 0.0429206 0.1222277 0.1722725 -0.0345398 0.2951201 0.1816248 1.6457902 0.0630049 1.555258 0.3560782 0.2575015 0.4481061 0.2015501 1.4377947 0.7708379 0.1700181 0.2093195 0.0838228 0.8212148 0.5039723 1.0385374 0.4305808 1.0142506 0.1116498 0.3117953 1.5039585 1.2028168 0.4136606 0.8843655 0.2475533 0.3687158 0.8200959 0.8381044 2.8224878 3.0156035 2.849503 28.289482 7.8090172 1.1569995 0.7862704 10.95823 49 2.0362065
167
Lampiran 10. Matrik Kebalikan Model Miyazawa Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
1
2 1.0475 0.0028 0.0014 0.0126 0.0065 0.0093 0.0003 0.0003 0.0012 0.0026 0.0109 0.0026 0.0008 0.0062 0.0065 0.1189 0.0001 0.0332 0.0192 0.0073 0.0042 0.0094 0.1952 0.0275 0.0046 0.0081 0.0016 0.0291 0.0318 0.0276 0.0267 0.0164 0.0017 0.0093 0.0189 0.0733 0.0381 0.0466 0.0130 0.0258 0.0208 0.0355 0.1697 0.1074 0.0985 2.3310
3 0.0147 1.0294 0.0030 0.0264 0.0035 0.0197 0.0005 0.0006 0.0021 0.0070 0.0227 0.0054 0.0016 0.0130 0.0136 0.0768 0.0002 0.0686 0.0397 0.0151 0.0083 0.0191 0.0837 0.0554 0.0056 0.0159 0.0031 0.0587 0.0645 0.0551 0.0548 0.0336 0.0034 0.0188 0.0357 0.1475 0.0780 0.0935 0.0254 0.0408 0.0427 0.0739 0.3684 0.2217 0.1869 3.1582
4 0.0106 0.0042 1.0701 0.0190 0.0035 0.0142 0.0004 0.0004 0.0071 0.0034 0.0163 0.0039 0.0012 0.0094 0.0098 0.0714 0.0001 0.0496 0.0289 0.0106 0.0060 0.0138 0.0908 0.0400 0.0044 0.0115 0.0021 0.0421 0.0457 0.0396 0.0395 0.0243 0.0025 0.0136 0.0236 0.1083 0.0573 0.0686 0.0185 0.0297 0.0308 0.0516 0.2641 0.1596 0.1361 2.6578
5 0.0051 0.0020 0.0011 1.0288 0.0021 0.0068 0.0002 0.0002 0.0008 0.0022 0.0089 0.0020 0.0006 0.0045 0.0047 0.0426 0.0001 0.0239 0.0142 0.0060 0.0030 0.0067 0.0581 0.0203 0.0023 0.0060 0.0012 0.0208 0.0231 0.0195 0.0191 0.0117 0.0012 0.0066 0.0148 0.0522 0.0270 0.0339 0.0088 0.0142 0.0148 0.0246 0.1256 0.0769 0.0664 1.8152
6 0.0116 0.0046 0.0024 0.0209 1.2008 0.0156 0.0004 0.0005 0.0018 0.0017 0.0177 0.0042 0.0013 0.0103 0.0108 0.0565 0.0001 0.0538 0.0311 0.0118 0.0067 0.0151 0.0562 0.0456 0.0043 0.0127 0.0025 0.0464 0.0506 0.0436 0.0434 0.0266 0.0028 0.0149 0.0286 0.1168 0.0614 0.0746 0.0201 0.0327 0.0338 0.0557 0.2928 0.1753 0.1476 2.8685
0.0112 0.0044 0.0023 0.0202 0.0032 1.0160 0.0004 0.0004 0.0031 0.0017 0.0173 0.0066 0.0013 0.0100 0.0104 0.0716 0.0003 0.0531 0.0328 0.0150 0.0075 0.0151 0.0775 0.0518 0.0049 0.0156 0.0069 0.0534 0.0647 0.0508 0.0434 0.0264 0.0029 0.0162 0.0989 0.1288 0.0619 0.0777 0.0202 0.0349 0.0329 0.0586 0.2735 0.1737 0.1490 2.8281
168
Lampiran 10. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
7
8 0.0108 0.0043 0.0022 0.0196 0.0048 0.0145 1.0011 0.0004 0.0016 0.0021 0.0168 0.0056 0.0012 0.0096 0.0100 0.1024 0.0003 0.0511 0.0295 0.0140 0.0100 0.0148 0.1309 0.0575 0.0054 0.0153 0.0055 0.0514 0.0597 0.0515 0.0422 0.0258 0.0036 0.0163 0.0762 0.1226 0.0590 0.0765 0.0202 0.0384 0.0321 0.0661 0.2638 0.1679 0.1484 2.8631
9 0.0092 0.0036 0.0019 0.0166 0.0055 0.0122 0.0003 1.0165 0.0014 0.0016 0.0145 0.0055 0.0011 0.0082 0.0085 0.1084 0.0003 0.0446 0.0279 0.0124 0.0064 0.0126 0.1580 0.0429 0.0051 0.0117 0.0053 0.0431 0.0515 0.0412 0.0356 0.0217 0.0025 0.0136 0.0732 0.1100 0.0507 0.0646 0.0169 0.0271 0.0271 0.0480 0.2209 0.1428 0.1267 2.6594
10 0.0120 0.0047 0.0024 0.0216 0.0044 0.0161 0.0004 0.0005 1.0187 0.0023 0.0185 0.0074 0.0014 0.0106 0.0111 0.0923 0.0003 0.0563 0.0328 0.0155 0.0075 0.0160 0.1150 0.0540 0.0055 0.0146 0.0060 0.0574 0.0630 0.0538 0.0465 0.0284 0.0031 0.0164 0.0835 0.1328 0.0646 0.0825 0.0218 0.0343 0.0353 0.0597 0.2948 0.1853 0.1597 2.9706
0.0220 0.0040 0.0023 0.0160 0.0016 0.0091 0.0009 0.0006 0.0080 1.0031 0.0134 0.0033 0.0009 0.0082 0.0069 0.0374 0.0001 0.1237 0.0211 0.0082 0.0051 0.0111 0.0348 0.0324 0.0029 0.0096 0.0018 0.0332 0.0350 0.0311 0.0301 0.0186 0.0019 0.0118 0.0216 0.0782 0.0437 0.0553 0.0140 0.0241 0.0241 0.0399 0.0837 0.1899 0.1373 2.2620
11 0.0224 0.0033 0.0018 0.0118 0.0016 0.0070 0.0017 0.0011 0.0041 0.0041 1.0231 0.0023 0.0006 0.0092 0.0058 0.0375 0.0001 0.2461 0.0148 0.0075 0.0044 0.0079 0.0407 0.0276 0.0023 0.0076 0.0014 0.0241 0.0247 0.0229 0.0211 0.0133 0.0015 0.0098 0.0165 0.0693 0.0312 0.0430 0.0102 0.0170 0.0168 0.0288 0.0599 0.1276 0.0984 2.1335
12 0.0094 0.0037 0.0020 0.0179 0.0029 0.0117 0.0004 0.0004 0.0015 0.0016 0.0168 1.0152 0.0013 0.0087 0.0086 0.0786 0.0003 0.0511 0.0293 0.0136 0.0102 0.0158 0.0679 0.0753 0.0050 0.0140 0.0057 0.0811 0.0628 0.0821 0.0458 0.0272 0.0044 0.0160 0.0768 0.1224 0.0675 0.0871 0.0204 0.0376 0.0328 0.0651 0.1095 0.2560 0.1921 2.8554
169
Lampiran 10. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
13
14 0.0184 0.0074 0.0040 0.0352 0.0036 0.0235 0.0007 0.0007 0.0028 0.0030 0.0329 0.0080 1.0023 0.0169 0.0170 0.0877 0.0003 0.0965 0.0576 0.0227 0.0142 0.0300 0.0716 0.0846 0.0079 0.0238 0.0056 0.0929 0.0966 0.0880 0.0820 0.0501 0.0059 0.0277 0.0689 0.2026 0.1199 0.1411 0.0368 0.0589 0.0651 0.1169 0.2171 0.5242 0.3695 4.0429
0.0045 0.0013 0.0007 0.0064 0.0012 0.0042 0.0002 0.0002 0.0007 0.0008 0.0060 0.0016 0.0004 1.0074 0.0531 0.0367 0.0001 0.0332 0.0103 0.0047 0.0026 0.0054 0.0263 0.0410 0.0026 0.0066 0.0010 0.0484 0.0218 0.0311 0.0186 0.0631 0.0017 0.0056 0.0095 0.0454 0.0225 0.0321 0.0082 0.0154 0.0117 0.0202 0.0481 0.0681 0.0807 1.8114
15 0.0080 0.0025 0.0014 0.0121 0.0013 0.0081 0.0004 0.0003 0.0013 0.0014 0.0113 0.0027 0.0008 0.0894 1.0929 0.0315 0.0001 0.0556 0.0191 0.0077 0.0045 0.0101 0.0263 0.0299 0.0028 0.0087 0.0017 0.0359 0.0324 0.0311 0.0281 0.0241 0.0019 0.0103 0.0192 0.0720 0.0401 0.0488 0.0129 0.0227 0.0221 0.0357 0.0982 0.1340 0.1441 2.2454
16 0.0019 0.0008 0.0004 0.0042 0.0004 0.0022 0.0001 0.0001 0.0003 0.0004 0.0043 0.0010 0.0003 0.0019 0.0018 1.1107 0.0000 0.0126 0.0072 0.0029 0.0019 0.0046 0.0088 0.0097 0.0010 0.0031 0.0004 0.0117 0.0123 0.0109 0.0111 0.0069 0.0007 0.0033 0.0045 0.0238 0.0180 0.0203 0.0054 0.0085 0.0101 0.0156 0.0106 0.0187 0.1225 1.4980
17 0.0045 0.0018 0.0010 0.0088 0.0010 0.0056 0.0002 0.0002 0.0007 0.0008 0.0085 0.0021 0.0006 0.0042 0.0042 0.0366 1.0001 0.0249 0.0149 0.0057 0.0036 0.0082 0.0214 0.0454 0.0022 0.0065 0.0011 0.0289 0.0250 0.0386 0.0220 0.0140 0.0015 0.0072 0.0115 0.0581 0.0319 0.0609 0.0102 0.0168 0.0175 0.0341 0.0496 0.1069 0.1322 1.8819
18 0.0810 0.0028 0.0040 0.0131 0.0014 0.0081 0.0075 0.0043 0.0150 0.0166 0.0156 0.0013 0.0003 0.0258 0.0092 0.0315 0.0002 1.0809 0.0086 0.0036 0.0063 0.0047 0.0383 0.0195 0.0015 0.0058 0.0010 0.0172 0.0148 0.0164 0.0121 0.0088 0.0009 0.0071 0.0106 0.0480 0.0182 0.0311 0.0081 0.0115 0.0093 0.0190 0.0462 0.0476 0.0642 1.7994
170
Lampiran 10. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
19
20 0.0039 0.0014 0.0007 0.0063 0.0058 0.0045 0.0002 0.0002 0.0040 0.0008 0.0055 0.0014 0.0004 0.0032 0.0032 0.0726 0.0001 0.0232 1.1766 0.0042 0.0044 0.0054 0.0676 0.0252 0.0025 0.0076 0.0012 0.0179 0.0161 0.0187 0.0137 0.0086 0.0021 0.0125 0.0115 0.0564 0.0208 0.0347 0.0133 0.0148 0.0102 0.0193 0.0728 0.0677 0.0437 1.8868
21 0.0051 0.0020 0.0011 0.0094 0.0030 0.0061 0.0002 0.0002 0.0024 0.0009 0.0088 0.1733 0.0141 0.0047 0.0045 0.0781 0.0007 0.0297 0.0221 1.1225 0.0069 0.0091 0.0807 0.0623 0.0034 0.0157 0.0034 0.0471 0.0338 0.0521 0.0244 0.0162 0.0030 0.0197 0.0329 0.1481 0.0390 0.1064 0.0330 0.0339 0.0170 0.0456 0.0637 0.1186 0.1063 2.6111
0.0030 0.0008 0.0004 0.0041 0.0019 0.0024 0.0001 0.0001 0.0004 0.0004 0.0040 0.0105 0.0003 0.0020 0.0019 0.0486 0.0000 0.0130 0.0068 0.0039 1.1806 0.0044 0.0539 0.0369 0.0016 0.0042 0.0007 0.0134 0.0120 0.0135 0.0101 0.0067 0.0008 0.0138 0.0086 0.0526 0.0178 0.0352 0.0156 0.0111 0.0081 0.0216 0.0170 0.0470 0.0677 1.7596
22 0.0025 0.0009 0.0005 0.0044 0.0012 0.0029 0.0001 0.0001 0.0004 0.0004 0.0041 0.0027 0.0003 0.0021 0.0021 0.0265 0.0000 0.0126 0.0072 0.0030 0.2219 1.0049 0.0324 0.0166 0.0013 0.0034 0.0005 0.0120 0.0118 0.0115 0.0103 0.0065 0.0007 0.0075 0.0057 0.0360 0.0162 0.0257 0.0074 0.0092 0.0083 0.0169 0.0306 0.0516 0.0570 1.6800
23 0.0022 0.0009 0.0005 0.0044 0.0322 0.0026 0.0003 0.0001 0.0013 0.0004 0.0043 0.0010 0.0003 0.0021 0.0020 0.5481 0.0001 0.0135 0.0078 0.0029 0.0021 0.0043 1.0275 0.0131 0.0132 0.0045 0.0007 0.0125 0.0125 0.0133 0.0110 0.0069 0.0008 0.0042 0.0057 0.0315 0.0170 0.0246 0.0065 0.0101 0.0092 0.0163 0.0196 0.0431 0.0838 2.0207
24 0.0022 0.0009 0.0005 0.0049 0.0006 0.0025 0.0001 0.0001 0.0004 0.0005 0.0051 0.0012 0.0004 0.0023 0.0021 0.5401 0.0000 0.0150 0.0085 0.0035 0.0022 0.0054 0.0111 1.0121 0.0013 0.0038 0.0006 0.0151 0.0149 0.0143 0.0134 0.0082 0.0008 0.0041 0.0069 0.0287 0.0215 0.0248 0.0066 0.0105 0.0119 0.0190 0.0123 0.0216 0.1445 2.0064
171
Lampiran 10. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
25 0.0033 0.0013 0.0007 0.0060 0.1800 0.0043 0.0001 0.0001 0.0006 0.0005 0.0052 0.0012 0.0004 0.0029 0.0030 0.0808 0.0001 0.0162 0.0206 0.0035 0.0025 0.0046 0.1322 0.0187 1.0710 0.0063 0.0008 0.0172 0.0155 0.0167 0.0133 0.0081 0.0010 0.0056 0.0085 0.0433 0.0194 0.0279 0.0072 0.0122 0.0099 0.0173 0.0662 0.0690 0.0420 1.9674
26 0.0015 0.0006 0.0003 0.0030 0.0046 0.0018 0.0001 0.0001 0.0004 0.0003 0.0029 0.0007 0.0002 0.0014 0.0014 0.1871 0.0001 0.0090 0.0057 0.0020 0.0021 0.0029 0.1395 0.0089 0.0029 1.0031 0.0004 0.0099 0.0085 0.0100 0.0076 0.0048 0.0005 0.0036 0.0038 0.0226 0.0120 0.0188 0.0042 0.0066 0.0063 0.0114 0.0233 0.0141 0.0636 1.6148
27 0.0015 0.0006 0.0003 0.0028 0.0014 0.0018 0.0001 0.0001 0.0003 0.0003 0.0027 0.0009 0.0002 0.0014 0.0014 0.0394 0.0434 0.0083 0.0047 0.0024 0.0069 0.0027 0.0398 0.0233 0.0011 0.0028 1.0032 0.0099 0.0088 0.0104 0.0069 0.0046 0.0005 0.0093 0.0104 0.0210 0.0111 0.0283 0.0049 0.0079 0.0052 0.0106 0.0162 0.0411 0.0307 1.4313
28 0.0042 0.0016 0.0009 0.0080 0.0050 0.0049 0.0002 0.0002 0.0008 0.0008 0.0077 0.0029 0.0006 0.0040 0.0037 0.0843 0.0005 0.0251 0.0140 0.0103 0.0080 0.0092 0.0817 0.0636 0.0158 0.0432 0.0072 1.2345 0.1586 0.5662 0.1743 0.0686 0.0227 0.0175 0.0234 0.2201 0.0350 0.1722 0.0386 0.0470 0.0157 0.0466 0.0455 0.0796 0.1307 3.5053
29 0.0035 0.0013 0.0007 0.0067 0.0056 0.0037 0.0002 0.0002 0.0007 0.0007 0.0067 0.0025 0.0005 0.0035 0.0031 0.1348 0.0002 0.0236 0.0113 0.0092 0.0073 0.0076 0.1485 0.0645 0.0074 0.0171 0.0033 0.3462 1.1857 0.1744 0.0581 0.0264 0.0072 0.0422 0.0204 0.1149 0.0383 0.1093 0.0280 0.0351 0.0134 0.0338 0.0302 0.0537 0.1284 2.9200
30 0.0037 0.0015 0.0008 0.0073 0.0043 0.0044 0.0002 0.0002 0.0007 0.0007 0.0071 0.0022 0.0005 0.0035 0.0034 0.0769 0.0003 0.0222 0.0130 0.0076 0.0085 0.0078 0.0995 0.0379 0.0080 0.0250 0.0052 0.3998 0.0801 1.4510 0.0697 0.0294 0.0086 0.0131 0.0159 0.1426 0.0305 0.0980 0.0226 0.0282 0.0147 0.0349 0.0395 0.0702 0.1283 3.0295
172
Lampiran 10. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
31
32 0.0046 0.0018 0.0010 0.0087 0.0044 0.0054 0.0002 0.0002 0.0008 0.0008 0.0083 0.0026 0.0006 0.0043 0.0041 0.0779 0.0003 0.0264 0.0148 0.0084 0.0109 0.0088 0.0925 0.0451 0.0099 0.0352 0.0047 0.3686 0.0776 0.2858 1.2190 0.0306 0.0264 0.0177 0.0251 0.1753 0.0363 0.1413 0.0279 0.0364 0.0162 0.0430 0.0417 0.1220 0.1074 3.1805
0.0044 0.0017 0.0009 0.0087 0.0055 0.0050 0.0002 0.0002 0.0008 0.0008 0.0087 0.0028 0.0007 0.0042 0.0040 0.0627 0.0002 0.0272 0.0155 0.0101 0.0052 0.0090 0.0734 0.0376 0.0201 0.0237 0.0032 0.2421 0.0808 0.1460 0.0504 1.1248 0.0086 0.0148 0.0173 0.1015 0.0395 0.0850 0.0242 0.0340 0.0182 0.0374 0.0326 0.0892 0.1672 2.6503
33 0.0003 0.0001 0.0001 0.0005 0.0004 0.0003 0.0000 0.0000 0.0002 0.0000 0.0007 0.0002 0.0001 0.0003 0.0002 0.0053 0.0001 0.0017 0.0016 0.0006 0.0004 0.0005 0.0078 0.0020 0.0004 0.0010 0.0008 0.0069 0.0042 0.0040 0.0020 0.0011 1.0045 0.0011 0.0009 0.0060 0.0020 0.0050 0.0012 0.0025 0.0010 0.0026 0.0030 0.0062 0.0070 1.0869
34 0.0060 0.0024 0.0013 0.0119 0.0031 0.0073 0.0003 0.0003 0.0010 0.0011 0.0115 0.0059 0.0009 0.0057 0.0055 0.1747 0.0004 0.0348 0.0208 0.0135 0.0083 0.0148 0.0785 0.2477 0.0045 0.0129 0.0089 0.0723 0.0564 0.1462 0.0348 0.0203 0.0030 1.1837 0.1277 0.1711 0.0466 0.0722 0.0228 0.0879 0.0242 0.0565 0.0648 0.1218 0.2067 3.2033
35 0.0084 0.0033 0.0018 0.0159 0.0036 0.0106 0.0003 0.0003 0.0014 0.0014 0.0147 0.0324 0.0016 0.0078 0.0077 0.1177 0.0029 0.0453 0.0265 0.0585 0.0097 0.0153 0.0675 0.1410 0.0092 0.0301 0.0665 0.1355 0.2100 0.1363 0.0513 0.0273 0.0051 0.0239 1.0303 0.2776 0.0590 0.1000 0.0238 0.0389 0.0288 0.0566 0.1235 0.1929 0.1760 3.3984
36 0.0073 0.0028 0.0015 0.0134 0.0016 0.0089 0.0003 0.0003 0.0012 0.0012 0.0121 0.0041 0.0009 0.0068 0.0066 0.0540 0.0002 0.0407 0.0214 0.0124 0.0097 0.0155 0.0328 0.0635 0.0035 0.0204 0.0039 0.0390 0.0386 0.0381 0.0296 0.0195 0.0028 0.0362 0.0516 1.0860 0.0577 0.1044 0.0169 0.0283 0.0225 0.0634 0.1247 0.1398 0.1266 2.3724
173
Lampiran 10. Lanjutan Sector 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
37
38 0.0332 0.0108 0.0045 0.0478 0.0019 0.0112 0.0027 0.0017 0.0080 0.0070 0.0510 0.0034 0.0011 0.0436 0.0219 0.0503 0.0002 0.3873 0.0247 0.0091 0.0077 0.0138 0.0426 0.0485 0.0033 0.0106 0.0026 0.0381 0.0381 0.0365 0.0313 0.0220 0.0023 0.0235 0.0300 0.0921 1.0468 0.0874 0.0156 0.0258 0.0250 0.0457 0.1151 0.1285 0.1790 2.8333
0.0047 0.0017 0.0009 0.0084 0.0040 0.0051 0.0002 0.0002 0.0009 0.0009 0.0081 0.0027 0.0006 0.0044 0.0039 0.1156 0.0002 0.0310 0.0162 0.0069 0.0070 0.0096 0.1084 0.1078 0.0046 0.0082 0.0031 0.0687 0.0326 0.0458 0.0259 0.0462 0.0028 0.0116 0.0401 0.0658 0.0378 1.1236 0.0119 0.0185 0.0158 0.0808 0.0484 0.0857 0.1262 2.3539
39 0.0060 0.0023 0.0013 0.0119 0.0016 0.0069 0.0003 0.0003 0.0010 0.0011 0.0117 0.0039 0.0009 0.0059 0.0054 0.0399 0.0002 0.0378 0.0195 0.0095 0.0300 0.0233 0.0332 0.0385 0.0033 0.0093 0.0040 0.0396 0.0395 0.0385 0.0300 0.0189 0.0030 0.0199 0.0556 0.0775 0.0563 0.0781 1.0689 0.0715 0.0245 0.0611 0.0624 0.0913 0.2357 2.3814
40 0.0051 0.0019 0.0011 0.0098 0.0019 0.0059 0.0002 0.0002 0.0009 0.0016 0.0096 0.0038 0.0007 0.0048 0.0045 0.0475 0.0002 0.0304 0.0173 0.0091 0.0130 0.0118 0.0436 0.0425 0.0037 0.0102 0.0048 0.0723 0.0410 0.0799 0.0304 0.0176 0.0038 0.0160 0.0648 0.0789 0.0414 0.0679 0.0371 1.0343 0.0201 0.0538 0.0487 0.0953 0.1800 2.2695
41 0.0147 0.0057 0.0031 0.0284 0.0042 0.0171 0.0006 0.0006 0.0026 0.0026 0.0276 0.0098 0.0020 0.0142 0.0132 0.1050 0.0006 0.0892 0.0505 0.0242 0.0369 0.0336 0.0909 0.0979 0.0084 0.0249 0.0119 0.1387 0.1056 0.1221 0.0772 0.0649 0.0076 0.0371 0.1609 0.1906 0.1338 0.1710 0.0341 0.0536 1.0548 0.1172 0.1406 0.3216 0.4349 4.0868
42 0.0027 0.0011 0.0006 0.0060 0.0024 0.0029 0.0001 0.0001 0.0011 0.0005 0.0045 0.0012 0.0003 0.0024 0.0023 0.0234 0.0001 0.0174 0.0094 0.0033 0.0095 0.0089 0.0290 0.0135 0.0094 0.0047 0.0012 0.0306 0.0159 0.0225 0.0160 0.0159 0.0033 0.0067 0.0127 0.0327 0.0162 0.0254 0.0056 0.0088 0.0083 1.0161 0.0285 0.0537 0.0577 1.5343
174
Lampiran 10. Lanjutan SECTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Total
43 0.0288 0.0113 0.0056 0.0491 0.0036 0.0410 0.0008 0.0011 0.0037 0.0036 0.0372 0.0080 0.0027 0.0248 0.0270 0.0926 0.0002 0.1181 0.0656 0.0234 0.0130 0.0288 0.0707 0.0942 0.0082 0.0259 0.0037 0.0929 0.0990 0.0876 0.0893 0.0548 0.0055 0.0325 0.0385 0.2608 0.1211 0.1444 0.0416 0.0667 0.0665 0.1113 1.0847 0.1087 0.1364 3.4352
44 0.0229 0.0093 0.0050 0.0430 0.0038 0.0294 0.0008 0.0009 0.0033 0.0037 0.0407 0.0081 0.0026 0.0205 0.0210 0.0925 0.0002 0.1148 0.0713 0.0254 0.0145 0.0344 0.0741 0.0896 0.0088 0.0276 0.0038 0.1007 0.1078 0.0947 0.0980 0.0597 0.0060 0.0310 0.0381 0.2351 0.1353 0.1581 0.0416 0.0663 0.0750 0.1156 0.0793 1.1084 0.1388 3.4616
45 0.0161 0.0063 0.0037 0.0358 0.0039 0.0179 0.0008 0.0007 0.0029 0.0034 0.0377 0.0086 0.0030 0.0164 0.0150 0.0911 0.0002 0.1102 0.0627 0.0252 0.0165 0.0410 0.0769 0.0846 0.0090 0.0272 0.0039 0.1025 0.1076 0.0957 0.0977 0.0603 0.0061 0.0291 0.0394 0.2058 0.1596 0.1797 0.0473 0.0755 0.0895 0.1387 0.0740 0.1094 1.1451 3.4835
TOTAL 1.5066 1.1638 1.1440 1.6777 1.5403 1.4208 1.0258 1.0363 1.1145 1.0926 1.6235 1.3783 1.0550 1.4527 1.4587 5.2966 1.0546 3.4825 2.1753 1.5988 1.7582 1.5580 4.1379 3.2978 1.3059 1.6058 1.2082 4.4593 3.3930 4.4664 2.9178 2.2200 1.1838 1.8625 2.5793 5.6870 3.1590 4.3875 1.8995 2.3660 2.1000 3.1422 5.5052 6.3357 7.0116 112.8458
175