Analisis Peran Knowledge Management Infrastructures dalam Mendukung Knowledge Management Processes Organisasi: Studi Kasus PT XL Axiata Tbk Ida Ayu Kadek Trisnanty dan Putu Wuri Handayani Information System, Faculty of Computer Science, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Pengetahuan merupakan aset strategis yang sangat penting bagi suatu organisasi. Dengan memanfaatkan pengetahuan, organisasi dapat memperoleh competitive advantages dari kompetitor lainnya. Manajemen pengetahuan yang efektif dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dalam melakukan manajemen pengetahuan, organisasi harus mengetahui peran KM infrastructures dalam mendukung KM processes organisasi. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar peran KM infrastructures organisasi dalam mendukung KM processes yang ada di organisasi. Model penelitian yang digunakan merupakan modifikasi dari model penelitian Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) dengan model KM infrastructures dan KM processes dari Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010). Model ini digunakan karena dianggap mencakup semua KM infrastructures dan KM processes yang telah diteliti sebelumnya. Pendekatan partial least squares digunakan untuk menganalisis data dari 58 responden yang berasal dari PT XL Axiata Tbk. Temuan dari penelitian ini adalah lebih dari 80% KM processes organisasi dipengaruhi oleh KM infrastructures yang ada sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan KM infrastructures memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap KM processes organisasi.
Analysis The Role of Knowledge Management Infrastructures in Supporting Organizational Knowledge Management Processes: A Case Study of PT XL Axiata Tbk Abstract Knowledge is a strategic asset for an organization. By utilizing the knowledge, organization can gain competitive advantages from other competitors. Effective knowledge management can improve organization performance. In implementing knowledge management, the organization must know the role of KM infrastructures in supporting organizational KM processes. Therefore, this research is aimed to assess the role of KM infrastructures implemented by the organization in supporting organizational KM processes. The research model used in this research is a modification from the research model from Allameh, Zare, and Davoodi (2011) and the model of KM infrastructures and KM processes from Becerra-Fernandez and Sabherwal (2010). This proposed model is used because it covers all of KM infrastructures and KM processes that have been researched before. Partial least squares approach is used to analyze data of 58 respondents from PT XL Axiata Tbk. The finding from this study is that more than 80% KM processes are influenced by KM infrastructures so it can be concluded that KM infrastructures provide a significant influence on organizational KM processes. Keywords: Knowledge Management, KM infrastructures, KM processes, partial least square
Pendahuluan Pengetahuan menjadi sumber daya dan aset yang sangat penting bagi suatu organisasi. Organisasi mulai merubah pendekatan bisnisnya dari yang berlandaskan sumber daya seperti
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
tanah, mesin, pabrik, bahan baku, dan tenaga kerja, menjadi ke arah yang berlandaskan pengetahuan dan penciptaan nilai baru melalui pemanfaatan pengetahuan [1]. Druker (1995) menyatakan bahwa pengetahuan dapat menjadi kunci utama ekonomi dan dominan dan akan menjadi satu-satunya sumber keunggulan yang komparatif [2]. Organisasi harus dapat memanfaatkan pengetahuan organisasi dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi. Pendekatan manajemen pengetahuan dilakukan untuk mengatur pengetahuan yang ada di organisasi. Zack (2009) menyatakan bahwa tujuan dari implementasi manajemen pengetahuan adalah untuk mengatur alur pengetahuan agar mengalir secara efektif di dalam organisasi [2]. Mengingat pentingnya manajemen pengetahuan, infrastruktur organisasi harus mampu dalam mendukung manajemen pengetahuan di organisasi. Infrastruktur organisasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap KM processes yang dilakukan dan akan berdampak pada kinerja organisasi [3]. Banyak organisasi yang sudah memanfaatkan pengetahuan untuk memperoleh competitive advantages dan nilai lebih bagi organisasi. Organisasi-organisasi itu pula telah mengimplementasikan manajemen pengetahuan untuk memaksimalkan KM processes. Untuk memfasilitasi penciptaan manajemen pengetahuan yang efektif, organisasi harus mengetahui peran kemampuan infrastruktur organisasi dan mampu memaksimalkannya dalam mendukung proses manajemen pengetahuan untuk meningkatkan kinerja organisasi [3]. Penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana peran KM infrastructures yang diimplementasikan organisasi dalam mendukung KM processes organisasi. Penelitian ini akan memperlihatkan KM infrastructures apa yang paling mempengaruhi dalam memberikan dukungan terhadap KM processes organisasi. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan model hasil modifikasi model penelitian dari [1] dengan model KM infrastructures dan KM processes dari [4]. PT XL Axiata, Tbk (XL) sebagai salah satu perusahaan yang menerapkan manajemen pengetahuan diambil sebagai objek studi kasus penelitian ini. Dalam melakukan manajemen pengetahuan diharapkan XL dapat memahami peran KM infrastructures dalam mendukung KM processes yang dilakukan di dalam perusahaan. Landasan Teori Manajemen pengetahuan sangat penting bagi organisasi. Davenport dan Prusak (1998) menyatakan bahwa hampir semua proyek KM memiliki salah satu dari tiga tujuan: (1) untuk membuat pengetahuan tampak dan menunjukkan peran pengetahuan dalam suatu organisasi; (2) untuk mengembangkan budaya berbasis pengetahuan dengan mendorong terciptanya
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
perilaku berbagi pengetahuan dan proaktif dalam mencari pengetahuan; dan (3) untuk membangun suatu infrastruktur pengetahuan, bukan hanya merupakan suatu sistem teknis, tetapi merupakan suatu jaringan yang terhubung antar orang dan dorongan untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi [5]. KM enablers, dalam hal ini mengacu pada infrastruktur organisasi, dianggap dapat meningkatkan efisiensi dari aktivitas manajemen pengetahuan yang dilakukan [2]. Infrastruktur organisasi harus mampu dalam mendukung KM processes yang ada di organisasi. Knowledge enablers (dalam hal ini adalah KM infrastructures) mempunyai pengaruh terhadap KM processes organisasi [6]. A. KM Infrastructures KM infrastructures merefleksikan fondasi jangka panjang dari manajemen pengetahuan yang diimplementasikan yang dibagi ke dalam 5 komponen, yaitu organization culture, organization structure, IT infrastructure, common knowledge, dan physical environment [4]. 1) Organization Culture Organization culture merefleksikan nilai, norma, dan keyakinan yang memandu perilaku dari organisasi (Iftikhar, 2003 dalam [7], [4]). Armbrecht et al. (2001) menyatakan bahwa atribut dari organization culture meliputi pemahaman anggota organisasi akan nilai KM, dukungan dari semua level manajemen, insentif untuk berbagi pengetahuan, dan dukungan akan terjadinya interaksi untuk proses penciptaan dan berbagi pengetahuan [4]. Atribut-atribut inilah yang mempengaruhi implementasi KM di organisasi 2) Organization Structure McKenna (1999) mendefinisikan struktur organisasi sebagai hubungan formal dan alokasi kegiatan dan sumber daya yang ada [2]. Desain struktur organisasi dapat membantu untuk menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan dan lingkunga yang sesuai agar KM processes organisasi dapat berjalan dengan baik [8]. KM bergantung pada beberapa aspek yang ada pada struktur organisasi, yaitu hirarki struktur organisasi, struktur organisasi dapat memfasilitasi KM melalui communities of practices (CoP), dan adanya peran serta struktur special yang mendukung KM [4]. 3) IT Infrastructure KM juga difasilitasi oleh infrastruktur teknologi informasi yang ada di organisasi [4, 9]. Penggunaan infrastruktur teknologi informasi meliputi pemrosesan data, penyimpanan data, dan teknologi komunikasi [4]. Daft dan Lengel (1986) serta Evans dan Wurster (1999) mengemukakan bahwa kemampuan infrastuktur teknologi informasi suatu organisasi harus mempunyai 4 aspek penting, yaitu reach, depth, richness, dan aggregation [4].
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
4) Common Knowledge Grant (1996) menyatakan bahwa common knowledge merupakan komponen infrastruktur penting lainnya yang dapat mendukung KM [4]. Common knowledge dianggap dapat menciptakan kesatuan organisasi dan meningkatkan pengetahuan individu dengan mengintegrasikannya dengan pengetahuan orang lain. Common knowledge meliputi bahasa umum dan kosakata yang sering digunakan, pengakuan terhadap pengetahuan individu pada bidang tertentu, common cognitive schema, norma-norma yang diakui bersama, dan unsur pengetahuan khusus yang umum diketahui oleh seluruh individu. 5) Physical Environment Lingkungan fisik organisasi merupakan fondasi penting lainnya untuk mendukung KM [4]. Lingkungan fisik dianggap dapat mendukung KM dengan menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk bertemu dan berbagi ide. Lingkungan fisik meliputi desain gedung (ruang kantor, ruang rapat, lobi, pintu masuk, dan lain-lain) dan ruang-ruang yang didesain secara khusus untuk memfasilitasi proses berbagi pengetahuan secara informal (seperti kedai kopi, kafe, dan lain-lain). B. KM Processes KM processes dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang diperlukan serta mempertahankan pengetahuan tersebut dengan efektif untuk mendukung karyawan agar dapat bekerja lebih baik (Grant (1996) serta Khalifa dan Liu (2003), dalam [7]). Model KM processes dibagi ke dalam 4 proses, yaitu knowledge discovery process, knowledge capture process, knowledge sharing process, dan knowledge application process [4]. 1) Knowledge Discovery Process Knowledge discovery process dapat didefinisikan sebagai pengembangan dari pengetahuan tacit atau explicit baru dari data dan informasi atau dari sintesis pengetahuan sebelumnya yang telah ada [4]. Knowledge discovery process bergantung pada 2 (dua) subproses lainnya yaitu combination dan socialization. Pengembangan pengetahuan explicit baru bergantung pada proses combination sedangkan pengembangan pengetahuan tacit baru bergantung pada proses socialization. 2) Knowledge Capture Process Knowledge capture process dapat didefinisikan sebagai proses menangkap atau mendapatkan pengetahuan explicit atau tacit yang ada dalam masyarakat, artifak, atau entitas organisasi [4]. Nonaka (1994) menyatakan bahwa 2 (dua) subproses KM yang memberikan dampak secara langsung terhadap knowledge capture process yaitu internalization dan
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
externalization. Externalization merupakan proses konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan explicit dalam bentuk kata-kata, konsep, gambar, atau bahasa kiasan lainnya (misalnya dalam bentuk analogi, metafora, dan narasi) sedangkan internalization merupakan proses konversi pengetahuan explicit menjadi pengetahuan tacit [4]. 3) Knowledge Sharing Process Knowledge sharing process dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana pengetahuan explicit atau tacit dikomunikasikan ke individu yang lain [4]. Ada 2 (dua) subproses KM yang memberikan dampak secara langsung terhadap knowledge sharing process, yaitu seperti yang disebutkan oleh Nonaka (1994) yang pertama adalah socialization dan yang kedua menurut Grant (1996) adalah exchange; berbeda dengan socialization, exchange berfokus pada berbagi pengetahuan explicit antar individu, grup, dan organisasi [4]. 4) Knowledge Application Process Pengetahuan dianggap dapat memberikan kontribusi langsung terhadap kinerja organisasi ketika digunakan dalam pengambilan keputusan dan pengerjaan tugas [4]. Knowledge application process bergantung pada pengetahuan yang ada dan pengetahuan itu sendiri bergantung pada ketiga KM processes sebelumnya yaitu knowledge discovery process, knowledge capture process, dan knowledge sharing process. Grant (1996) menyatakan bahwa knowledge application bergantung pada 2 subproses KM yaitu direction dan routines [4]. C. Penelitian Terdahulu Banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara KM enablers dengan KM processes organisasi. Penelitian yang menjadi acuan dari penelitian ini adalah penelitian Allameh, Zare, dan Davoodi tahun 2011 (Gambar 1). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara enablers sebagai variabel independen dengan knowledge management sebagai variabel dependen. Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa enablers secara signifikan memiliki hubungan terhadap knowledge management processes dan dengan meningkatkan kondisi enablers yang ada di organisasi dapat menyebabkan efisiensi KM processes organisasi. Pada penelitian ini, model Lawson (2003) digunakan untuk mengukur KM processes dan model Lee dan Choi (2003) yang mengadaptasi dari model Gold et al. (2001) digunakan untuk mengukur enablers. Model Lawson (2003) menjelaskan bahwa KM processes suatu organisasi terdiri dari 6 (enam) buah proses, yaitu knowledge creation, knowledge capture, knowledge organization, knowledge storage, knowledge dissemination, dan knowledge application. 1) Knowledge Creation Process Nonaka dan Takeushi (1995) mendefinisikan knowledge creation process sebagai
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
kemampuan suatu organisasi untuk menciptakan pengetahuan dan mensirkulasikannya pada organisasi, produk, jasa, dan sistem [1]. Nonaka (1995) juga percaya bahwa organisasi yang sukses adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan dan mensirkulasikan pengetahuan baru di dalam organisasi dan mengaplikasikannya terhadap produk baru [1]. 2) Knowledge Capture Process Pentland (1995) mendefinisikan knowledge capture process sebagai proses mengembangkan konten baru dan menggantikan konten yang ada dalam organisasi yang berupa pengetahuan tacit dan explicit organisasi [1]. Park (2006) juga menjelaskan bahwa organisasi harus mampu menangkap pengetahuan dari berbagai sumber baik internal maupun eksternal organisasi dan anggota organisasi juga harus mampu untuk saling bertukar pengetahuan sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan yang mereka miliki secara konstan melalui benchmarking atau pemberian feedback dari pengalaman-pengalaman proyek yang telah lalu [1]. 3) Knowledge Organization Process Knowledge organization process berkaitan dengan knowledge structure, knowledge listing dan modeling, serta knowledge sharing process [1]. Dalam knowledge organization process, pengetahuan diatur dan disusun berdasarkan suatu filter tertentu agar tercipta suatu daftar yang komprehensif dan dapat dicari, diperiksa, dan disimpan dengan baik [10]. 4) Knowledge Storage Process Knowledge storage process erat kaitannya dengan organizational memory. Tan et al. (1998) menjelaskan bahwa organizational memory termasuk pengetahuan yang berada dalam bentuk yang bermacam-macam seperti dokumen tertulis, informasi terstruktur yang tersimpan dalam database elektronik, pengetahuan individu yang disimpan dalam expert systems, dokumentasi proses dan prosedur organisasi, dan pengetahuan tacit yang didapatkan oleh individu dan sekelompok individu [1, 5]. 5) Knowledge Dissemination Process Alavi dan Leidner (2001) mendefinisikan knowledge dissemination process sebagai proses transfer pengetahuan di seluruh organisasi yang mana dapat terjadi antar individu, grup, maupun organisasi dengan menggunakan berbagai jenis channel komunikasi [1]. Pada dasarnya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku individu dalam knowledge dissemination process. Chennamaneni (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut adalah seperti mengenai isu alat dan teknologi yang digunakan, motivasi dan insentif untuk berbagi pengetahuan, budaya organisasi, nilai-nilai dan identitas pribadi, dan rasa percaya [1].
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
6) Knowledge Application Process Probst, Rub, dan Rumhardt (2000) menyatakan bahwa kunci utama dari manajemen pengetahuan adalah memastikan bahwa pengetahuan yang ada di organisasi diaplikasikan secara produktif untuk memberikan keuntungan bagi organisasi [1]. Davenport dan Klahr (1998) juga menyatakan bahwa penerapan pengetahuan efektif dapat membantu organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya yang dikeluarkan [1]. Knowledge Creation Technology
Structure
Knowledge Capture KM Enablers
KM Processes
Knowledge Organization Knowledge Storage
Culture
Knowledge Dissemination Knowledge Application Gambar 1. Model Penelitian Allameh, Zare, dan Davoodi (2011)
Chan dan Chau (2005) mendefinisikan KM enablers sebagai faktor-faktor yang dapat memfasilitasi aktivitas knowledge management organisasi seperti kodifikasi dan berbagi pengetahuan antar individu [1]. Model Lee dan Choi (2003) yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari model KM enablers Gold, Malhotra, dan Segars (2001) yang terdiri dari 3 (buah) enablers, yaitu technology, structure, dan organizational culture. 1) Technology Teknologi informasi memegang peranan penting dalam menghilangkan batasan komunikasi yang seringkali menghalangi terjadinya interaksi antar bagian yang ada di organisasi. Technology disini merujuk pada infrastruktur teknologi informasi beserta kemampuannya dalam mendukung KM [1]. 2) Structure O’Dell dan Grayson (1998) menyatakan struktur organisasi yang mendukung perilaku individu untuk memperoleh pengetahuan dapat menciptakan KM yang efektif di organisasi [1]. Leonard (1995) menjelaskan bahwa sistem penghargaan dan insentif juga akan mempengaruhi bagaimana pengetahuan diakses dan bagaimana aliran dari pengetahuan
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
tersebut [9]. 3) Organizational Culture Organizational culture merupakan faktor penting dalam menciptakan KM yang efektif. Suatu organizational culture yang efektif berperan dalam menyediakan lingkungan yang cocok untuk berbagi pengetahuan dan mendukung knowledge activities lainnya [1]. D. Pemetaan Model penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan hasil modifikasi dari model penelitian terdahulu dengan model KM infrastructures dan KM processes [4]. Tabel 1 memperlihatkan perbandingan model KM enablers dan KM infrastructures pada kedua model tersebut sedangkan Tabel 2 menjelaskan mengenai perbandingan model KM processes pada kedua model tersebut. Tabel 1. Perbandingan Model KM Enablers pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) dengan Model KM Infrastructures pada Model Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010) Model KM Enablers pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) Technology Structure Organizational Culture
Model KM Infrastructures pada Model BecerraFernandez dan Sabherwal (2010) IT Infrastructure Organization Structure Organization Culture Common Knowledge Physical Environment
Tabel 2. Perbandingan Model KM Processes pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) dengan Model KM Processes pada Model Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010) Model KM Processes pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) Knowledge Creation Processes Knowledge Capture Processes Knowledge Organization Processes Knowledge Storage Processes Knowledge Dissemination Processes Knowledge Application Processes
Model KM Processes pada Model Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010) Knowledge Discovery Processes Knowledge Capture Processes Knowledge Capture Processes Knowledge Sharing Processes Knowledge Application Processes
Dari hasil pemetaan ini, maka model penelitian ini akan menggunakan model KM infrastructures yang terdiri dari 5 dimensi, yaitu organization culture, organization structure, IT infrastructure, common knowledge, dan physical environment, sedangkan model KM processes terdiri dari 5 buah proses, yaitu knowledge discovery process, knowledge capture process, knowledge sharing process, knowledge application process, dan knowledge organization process.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
E. Model Penelitian dan Hipotesis Model penelitian ini memiliki 10 buah variabel laten first order yang terdiri dari 5 variabel eksogen (independen) dan 5 dimensi variabel endogen (dependen), serta 2 variabel endogen second order. Kelima variabel eksogen tersebut merupakan dimensi dari KM infrastructures yaitu organization culture (BO), organization structure (SO), IT infrastructure (TI), common knowledge (PU), dan physical environment (LF) sedangkan kelima variabel endogen tersebut merupakan dimensi dari KM processes yaitu knowledge discovery process (KD), knowledge capture process (KC), knowledge organization process (KO), knowledge sharing process (KS), dan knowledge application process (KA). Kedua variabel endogen second order tersebut adalah KM infrastructures (KMI) dan KM processes (KMP). Gambar 2 menjelaskan model yang digunakan untuk penelitian ini.
KM Infrastructures Organization Culture
H6
KM Processes
H1
Knowledge Discovery Process
Organization Structure
H2
Knowledge Capture Process
IT Infrastructure
H3 H4
Knowledge Organization Process
Common Knowledge Physical Environment
H5
Knowledge Sharing Process Knowledge Application Process
Gambar 2. Model Penelitian
Penelitian ini akan menguji 6 buah hipotesis, yaitu sebagai berikut: H1. Organization culture memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. H2. Organization structure memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. H3. IT infrastructure organisai memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. H4. Common knowledge organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. H5. Physical environment organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. H6. KM infrastructures organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data secara kualitatif yang dilakukan yaitu dengan melakukan studi dokumen company knowledge profile. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan melakukan survei kepada sampel dari populasi yang ditentukan. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertipe studi kasus. Studi kasus ini dilakukan untuk mengetahui peran KM infrastructures organisasi dalam mendukung KM processes yang ada di organisasi tersebut dengan objek studi kasus PT XL Axiata Tbk. A. Pengukuran Perumusan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuesioner diambil dari beberapa studi literatur [4, 6, 9, 11, 12]. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berjumlah 51 buah dan diukur dengan menggunakan skala Likert yang menunjukkan tingkat persetujuan responden terhadap pertanyaan tersebut. Skala Likert yang digunakan adalah skala Likert-5 yang bernilai dari 1 hingga 5. Skala 1 digunakan untuk menyatakan sangat tidak setuju (STS), skala 2 digunakan untuk menyatakan tidak setuju (TS), skala 3 digunakan untuk menyatakan netral (N), skala 4 digunakan untuk menyatakan setuju (S), dan skala 1 digunakan untuk menyatakan sangat setuju (SS). Semakin besar angka pada skala Likert yang dipilih oleh responden, maka semakin tinggi juga tingkat persetujuan responden terhadap pertanyaan kuesioner yang dimaksud. Sebelum kuesioner disebar, kuesioner harus melalui uji keterbacaan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi kesalahan dalam pemahaman dan ambiguitas dari pernyataanpernyataan yang ada pada kuesioner. Uji keterbacaan ini dilakukan kepada 18 orang yang terdiri dari 9 orang mahasiswa dan 9 orang karyawan untuk melihat dari 2 sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang mahasiswa yang umumnya telah mengenai istilah-istilah KM dan sudut pandang karyawan yang tidak terlalu mengenai istilah-istilah KM. B. Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan di PT XL Axiata Tbk (XL). Penelitian ini mengambil 58 orang karyawan XL sebagai sampel penelitian. Jumlah sampel penelitian ini telah memenuhi jumlah sampel minimum berdasarkan keperluan analisis dengan menggunakan PLS yaitu 30 sampel [13]. Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan karena peneliti tidak memiliki akses terhadap keseluruhan populasi dan tidak mungkin untuk dilakukan random sampling pada populasi yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner baik secara online
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
maupun menggunakan hardcopy kepada responden. Pengumpulan data melalui survei menggunakan kuesioner berlangsung selama kurang lebih 4 minggu. Data yang berhasil dikumpulkan melalui kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan metode partial least square (PLS). Tools yang digunakan untuk melakukan metode analisis PLS pada penelitian ini adalah WarpPLS versi 3.0. Tools ini dipilih karena memiliki kelengkapan dalam menguji variabel laten. Tools ini dapat melakukan pengujian variabel laten pada tingkat tertentu sehingga pengujian variabel laten second order dapat dilakukan. Pembahasan A. Knowledge Management PT XL Axiata Tbk Sejak tahun 2003, XL telah mengembangkan sebuah unit Knowledge Management di dalam divisi Human Capital Development untuk mengatur pengembangan pengetahuan di XL dan menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan antar para karyawan. XL mempunyai Chief Knowledge Officer (CKO) yang dibantu oleh tim Knowledge Management dan tim Knowledge Advisor XL [14]. XL menerapkan 4 bidang konsep KM, yaitu content, behavior & culture, process, dan sharing media (infrastructure). Aspek Content mencakup upaya untuk menyediakan wadah untuk menampung keseluruhan pengetahuan yang dibutuhkan oleh semua karyawan dan mengkategorikannya sesuai dengan pengetahuan yang ada di perusahaan. Aspek Behavior & Culture, yang mencakup upaya untuk menumbuhkan budaya knowledge sharing dan kolaborasi baik di internal maupun eksternal perusahaan, dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan. Aspek Sharing Media (infrastructure) mencakup penyediaan infrastruktur teknologi informasi yang bertujuan untuk mengakomodir proses berbagi pengetahuan. Aspek Process di XL dikelola secara khusus oleh Corporate Business System and Process (CBSP) dan mencakup semua proses dan SOP yang berlaku di XL. XL mendefinisikan knowledge management sebagai mengelola dan melaksanakan proses knowledge di perusahaan. Proses-proses knowledge management di XL meliputi: 1) Knowledge Sharing Perusahaan menumbuhkan budaya saling berbagi pengetahuan antar karyawan dan para pelanggan. Knowledge sharing ini didukung dengan adanya CoP, e-knowledge portal, focus group discussion, cross department sharing session, budaya kerja yang berbasis pengetahuan, dan juga struktur organisasi yang fleksibel dengan hierarki yang sejajar yang memudahkan terciptanya kerjasama yang baik dan efisien antar departemen.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
2) Knowledge Creation Perusahaan menciptakan pengetahuan demi kemajuan XL di mata karyawan dan para pelanggan. Knowledge creation ini didukung dengan adanya program-program learning yang terencana dan terstruktur seperti program talent management dan adanya e-knowledge portal. 3) Knowledge Development Perusahaan berusaha untuk mengembangkan pengetahuan agar sesuai dengan strategi XL untuk para pelanggannya. Knowledge development ini didukung dengan adanya suatu unit khusus untuk knowledge management yang berfungsi untuk mengatur pengembangan pengetahuan perusahaan dan juga adanya sistem data warehouse dan data mining yang digunakan untuk memahami pola-pola perilaku pelanggan. 4) Knowledge Preservation Perusahaan
berusaha
untuk
melindungi
pengetahuan
perusahaan
khususnya
pengetahuan yang bersifat intangible. Knowledge preservation didukung dengan adanya social network tools seperti K-profile dan adanya sistem knowledge reward yang diberikan kepada karyawan. B. Data Demografi Dari 58 responden, sebanyak 7 orang (12%) responden berasal dari divisi CEO office dan sebanyak 9 orang (15.5%) berasal dari divisi Marketing. Responden terbanyak berasal dari divisi Service Management, yaitu sebanyak 39 orang (67.3%), sedangkan hanya 3 orang (5.2%) responden berasal dari divisi Commerce (Gambar 3). Divisi 45
67.3%
40 35 30 25 20
Divisi
15 10
12%
15.5% 5.2%
5 0 CEO Office
Marketing
Commerce
Service Management
Gambar 3. Representasi Diagram Batang Divisi Responden
Dari 58 responden, sebanyak 31% (18 orang) telah bekerja di XL lebih dari 6 tahun dan sebanyak 19% (11 orang) telah bekerja di XL selama 4 hingga 6 tahun. Paling banyak responden merupakan responden yang telah bekerja di XL dari 1 hingga 3 tahun yaitu
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
mencapai 34.5% (20 orang) dan hanya 15.5% (9 orang) responden yang bekerja di XL selama kurang dari 1 tahun (Gambar 4). Lama Bekerja 40
34.5%
35
31%
30 25 20
19% 15.5%
Lama Bekerja
15 10 5 0 < 1 tahun
1 - 3 tahun
4 - 6 tahun
> 6 tahun
Gambar 4. Representasi Diagram Batang Lama Bekerja Responden
C. Analisis Data Pendekatan PLS Sebelum melakukan analisis data dengan menggunakan pendekatan PLS, 58 data yang berasal dari kuesioner direkap dan dilakukan verifikasi apakah terdapat outlier atau tidak. Verifikasi data dilakukan melalui tahapan preprocessing data pada WarpPLS, yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap missing values, kolom zero variance, kolom dengan nama identik, rank problems, dan melakukan standarisasi data. Dari hasil verifikasi data didapatkan bahwa terdapat 1 buah data yang merupakan outlier, sehingga data tersebut dibuang dan tidak dimasukkan untuk tahapan analisis selanjutnya. Analisis data dengan pendekatan PLS dilakukan melalui 4 (empat) tahap yaitu pembentukan diagram jalur (path diagram), melakukan evaluasi terhadap model pengukuran baik first order maupun second order, melakukan evaluasi terhadap model struktural, dan melakukan pengujian terhadap hipotesis. 1) Pembentukan Diagram Jalur Diagram jalur yang akan dibentuk disesuaikan dengan model penelitian pada Gambar 2. Hubungan antara KMP dan KMI dengan kelima variabel laten dimensi first order-nya juga dimodelkan secara reflektif. Penyusunan model reflektif ini dianggap lebih tepat karena kelima variabel laten dimensi first order dari KMP merupakan bentuk manifestasi dari knowledge management processes dan kelima variabel laten dimensi first order dari KMI merupakan bentuk manifestasi dari knowledge management infrastructures. 2) Evaluasi Model Pengukuran Model penelitian ini memiliki variabel laten second order sehingga evaluasi model pengukuran dilakukan melalui 2 tahap yaitu evaluasi variabel laten first order lalu evaluasi
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
terhadap variabel laten second order itu sendiri. Evaluasi variabel laten first order dilakukan dengan penghitungan PLS terhadap indikator-indikatornya (Gambar 5).
Gambar 5. Model Evaluasi Variabel Laten First Order (Sebelum Validasi)
Evaluasi variabel laten first order dilakukan dengan melihat validitas convergent, validitas discriminant, dan reliability. Indikator dikatakan memenuhi validitas convergent, indikator-indikator dari suatu variabel laten harus memiliki korelasi yang tinggi, apabila memiliki loading factor lebih dari 0,7 [13]. Berdasarkan hasil uji, terdapat sebuah indikator yang memiliki nilai loading factor kurang dari 0,7, yaitu SO4 (0,610). Indikator yang memiliki nilai loading factor kurang dari 0,7 dapat dihapus dari model karena tidak memenuhi syarat (Gambar 6). Selain melihat nilai loading factor, untuk mengukur validitas convergent, dapat dilihat melalui nilai AVE dari setiap variabel laten yang ada. Seperti yang direkomendasikan oleh Fornell dan Lacker (1981) bahwa nilai AVE yang memenuhi syarat adalah lebih besar dari 0,5 [13]. Setelah penghitungan PLS dilakukan pada variabel laten first order, didapatkan bahwa nilai AVE untuk seluruh variabel laten first order berkisar pada 0,743-0,863 sehingga dapat dikatakan bahwa validitas convergent terpenuhi. Untuk menguji validitas discriminant, dilihat dengan membandingkan akar kuadrat AVE untuk setiap variabel laten dengan nilai korelasi antar variabel laten dalam model. Suatu variabel laten dianggap telah memenuhi validitas discriminant apabila nilai akar kuadrat AVE dari variabel laten tersebut lebih besar dibandingkan dengan variabel laten lainnya. Dari hasil pengujian terlihat bahwa hampir semua variabel laten yang ada memiliki nilai akar kuadrat AVE lebih besar dibandingkan dengan variabel laten lainnya, kecuali knowledge capture process
(KC).
Untuk
meningkatkan
nilai
validitas
discriminant,
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Chin
(1998b)
merekomendasikan untuk membandingkan nilai cross loading suatu indikator dimana nilai loading indikator suatu variabel laten yang berkaitan secara teori harus lebih tinggi dibandingkan dengan nilai loading indikator lain terhadap variabel laten tersebut [15]. Dari perbandingan nilai cross loading tersebut, terlihat bahwa semua indikator KC sudah lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasinya dengan variabel laten lainnya, sehingga permasalahan ini dapat diabaikan dan validitas discriminant telah terpenuhi. Untuk memenuhi reliability, suatu variabel laten harus memiliki nilai Cronbach Alpha (CA) > 0,7 dan Composite Reliability (CR) > 0,7. Berdasarkan hasil penghitungan PLS terhadap model evaluasi variabel laten first order, semua variabel laten first order memiliki nilai CA > 0,7 dan CR > 0,7 sehingga reliability variabel telah terpenuhi.
Gambar 6. Model Evaluasi Variabel Laten First Order (Setelah Validasi)
Setelah evaluasi model pengukuran first order, selanjutnya dilakukan evaluasi model pengukuran second order. Model yang mempunyai variabel laten second order, dievaluasi dengan menggunakan pendekatan repeated indicators approach atau hierarchical component model [13]. Nilai faktor variabel laten first order akan digunakan sebagai nilai indikator dari variabel laten second order. Baik evaluasi variabel laten second order KMP maupun variabel laten second order KMI, keduanya telah memenuhi syarat validitas convergent, validitas discriminant, dan reliability (Tabel 3 dan Tabel 4). Tabel 3. Evaluasi Variabel Laten Second Order KMP
AVE CA CR
KD 0,756 0,918 0,939
KC 0,768 0,924 0,943
KO 0,863 0,947 0,962
KS 0,777 0,928 0,946
KA 0,826 0,947 0,960
KMP 0,792 0,934 0,950
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Tabel 4. Evaluasi Variabel Laten Second Order KMI BO 0,743 0,930 0,945
AVE CA CR
SO 0,762 0,921 0,941
TI 0,775 0,941 0,954
PU 0,808 0,940 0,955
LF 0,778 0,903 0,933
KMI 0,749 0,916 0,937
3) Evaluasi Model Struktural Evaluasi model struktural dilakukan dengan berdasarkan nilai dari koefisien determinasi (R2), koefisien jalur (β), ukuran efek (f 2), dan relevansi prediktif (Q2). Evaluasi model struktural yang dilakukan berjumlah 2 kali karena terdapat 2 variabel laten second order yang masing-masing digunakan untuk menguji hipotesis yang berbeda. Gambar 7 menunjukkan evaluasi model struktural pertama dan Gambar 8 untuk evaluasi model struktural kedua.
Gambar 7. Evaluasi Model Struktural Pertama
Berdasarkan hasil penghitungan, untuk variabel second order KMP, didapatkan bahwa nilai R2 untuk setiap variabel laten endogen berada pada rentang 0,714-0,879. Menurut Chin (1998), nilai ini menunjukkan bahwa model merupakan model yang substansial karena nilai R2-nya melebihi 0,67 [13, 15]. Nilai R2 untuk KM processes adalah 0,810. Hal ini mengindikasikan bahwa sebesar 81,0% variansi KM processes ditentukan oleh variabel laten dimensinya. Hasil pengujian terhadap model struktural menunjukkan bahwa semua variabel laten memiliki nilai koefisien jalur melebihi 0,1 dan nilai p dari jalur-jalur tersebut adalah <0,05 kecuali jalur BO-KMP yang bernilai 0,20. Ukuran efek (f2) antara variabel laten second order KM processes (KMP) dengan kelima variabel laten dimensi first order-nya berkisar pada nilai 0,714-0,879. Nilai ini menunjukkan bahwa KM processes memberikan dampak
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
yang cukup besar terhadap kelima dimensi KM processes tersebut. Organization culture (BO), IT infrastructure (TI), dan physical environment (LF) dianggap memberikan dampak yang rendah terhadap KMP, dilihat dari nilai f2 masing-masing sebesar 0,106, 0,149, dan 0,127. Menurut rekomendasi Cohen (1998) f2 rendah jika nilainya berada pada rentang 0,0200,150 [13] sedangkan organization culture (SO) dan common knowledge (PU) dianggap memberikan dampak sedang terhadap KMP karena masing-masing memiliki nilai f2 sebesar 0,214, sesuai dengan rekomendasi Cohen (1998) f2 sedang jika nilainya berada pada rentang 0,150-0,350 [13]. Nilai relevansi prediktif (Q2) menunjukkan apakah suatu model memiliki prediksi yang relevan atau tidak. Semua variabel laten endogen memiliki nilai Q2 lebih dari 0, yaitu berkisar pada rentang 0,715-0,879. Nilai Q2 yang positif atau lebih dari 0 menunjukkan bahwa model ini memiliki prediksi yang relevan.
Gambar 8. Evaluasi Model Struktural Kedua
Berdasarkan hasil penghitungan, untuk variabel second order KMI, didapatkan bahwa nilai R2 untuk setiap variabel laten endogen berada pada rentang 0,728-0,807. Nilai ini menunjukkan bahwa model merupakan model yang substansial karena nilai R2-nya melebihi 0,67. Nilai kelima variabel laten dimensi dari KM infrastructures (BO, SO, TI, PU, dan LF) memiliki nilai R2 di atas 0,700. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 70% variansi kelima variabel laten dimensi KM infrastructures dapat dijelaskan oleh KM infrastructures. Berdasarkan hasil pengujian model struktural, nilai koefisien jalur yang ada melebihi 0,1 dan nilai p dari jalur-jalur tersebut adalah < 0,05. Ukuran efek (f 2) antara variabel laten second order KM infrastructures (KMI) dengan kelima variabel laten dimensi first order-nya berkisar pada nilai 0,732-0,807. Nilai ini menunjukkan bahwa KM infrastructures memberikan dampak yang cukup besar terhadap kelima dimensi KM infrastructures tersebut.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Berdasarkan hasil pengujian, nilai Q2 positif atau lebih dari 0, yaitu berkisar pada rentang 0,715-0,879. Hal ini menunjukkan bahwa model ini memiliki prediksi yang relevan. 4) Uji Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menentukan apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan dari evaluasi model struktural dan dihubungkan dengan kondisi kenyataan yang ada. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis Hipotesis H1
Jalur BO à KMP
β 0,14
p 0,20
f2 0,106
H2
SO à KMP
0,27
< 0,01
0,214
H3
TI à KMP
0,19
0,04
0,149
H4
PU à KMP
0,27
0,02
0,214
H5
LF à KMP
0,17
0,02
0,127
H6
KMP à KMI
0,88
< 0,01
0,781
Keterangan Memiliki pengaruh, tidak signifikan, efek lemah Memiliki pengaruh, signifikan, efek medium Memiliki pengaruh, signifikan, efek lemah Memiliki pengaruh, signifikan, efek medium Memiliki pengaruh, signifikan, efek lemah Memiliki pengaruh, signifikan, efek kuat
Hasil Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima
Kesimpulan A. Diskusi Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peran KM infrastructures yang diimplementasikan oleh organisasi dalam mendukung KM processes yang ada di organisasi dan memperlihatan KM infrastructures apa yang paling mempengaruhi dalam memberikan dukungan terhadap KM processes organisasi. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan KM infrastructures memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. Semua komponen KM infrastructures yaitu budaya organisasi, struktur organisasi, infrastruktur TI, common knowledge, dan lingkungan fisik memberikan pengaruh terhadap KM processes organisasi. Hanya budaya organisasi yang memberikan pengaruh yang kurang signifikan terhadap KM processes organisasi. Organization culture dianggap sebagai tantangan yang paling utama dalam menciptakan KM yang efektif di organisasi [9]. B. Implikasi dan Limitasi Implementasi knowledge management di suatu organisasi bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Temuan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi penting
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
dalam bidang knowledge management khususnya mengenai implementasi KM infrastructures terhadap KM processes organisasi pada perusahaan telekomunikasi. Di antara kelima komponen KM infrastructures, hanya organization culture yang dianggap tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap KM processes organisasi. Hal ini berarti bahwa pengaruh yang diberikan oleh organization culture belum cukup signifikan terhadap KM processes yang ada di organisasi. Organization structure, IT infrastructure, common knowledge, dan physical environment organisasi dianggap cukup memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. Temuan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dari KM infrastructures yang telah diimplementasikan. Budaya organisasi dapat menjadi fokus selanjutnya dalam implementasi KM infrastructures sehingga nantinya dapat memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap KM processes organisasi. Dengan memperhatikan bagaimana KM infrastructures diimplementasikan dalam suatu organisasi, maka hal ini akan dapat mempengaruhi KM processes yang ada di organisasi tersebut dan akan sejalan dengan peningkatan kinerja pada organisasi tersebut. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu ukuran sampel yang relatif sedikit (n = 58). Meskipun jumlah sampel ini telah memenuhi batas minimum yang dianjurkan dalam penggunaan metode analisis PLS (n = 30), penggunaan jumlah sampel yang lebih banyak akan membuat hasil penelitian ini menjadi lebih valid dan reliable. Selain itu, penelitian hanya dilakukan pada satu perusahaan telekomunikasi sebagai tempat studi kasus penelitian. Untuk penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilakukan di beberapa perusahaan telekomunikasi dengan jumlah sampel yang lebih besar. Daftar Pustaka [1] Allameh, Zare, & Davoodi, M.R., “Examining the Impact of KM Enablers on Knowledge Management Processes”. Procedia Computer Science 3, pp. 1211-1223, 2011. [2] Beliveau, B., Bernstein E. H., & Hsin-Jung H., “Knowledge Management Strategy, Enablers, and Process Capability in U.S. Software Companies”. Journal of Multidisciplinary Research, Vol. 3, No. 1, pp. 25-46, 2011. [3] Chang T., & Chuang S., “Performance Implications of Knowledge Management Processes: Examining The Roles of Infrastructure Capability and Business Strategy”. Expert System with Applications 38 (2011), pp. 6170-6178, 2011. [4] Becerra-Fernandez, I., & Sabherwal, R., “Knowledge Management Systems and Processes”. New York: M. E. Sharpe, Inc, 2010.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
[5] Alavi, M., & Leidner, D. E., “Review: Knowledge Management and Knowledge Management Systems: Conceptual Foundations and Research Issues”. MIS Quarterly, Vol. 25, No. 1, pp. 107-136, March 2001. [6] Lee, H., & Choi, B., “Knowledge Management Enablers, Processes, and Organizational Performance: An Integrative View and Empirical Examination”. Journal of Management Information Systems, Vol. 20, No. 1, Summer 2003, pp. 179-228, 2003. [7] Cho, Taejun, “Knowledge Management Capabilities and Organizational Performance: An Investigation into The Effects of Knowledge Infrastructure and Processes on Organizational Performance". Ph.D. dissertation, Philosophy in Human Resource Education, University of Illinois, Urbana, 2011. [8] Claver-Cortes, E., Zaragoza-Saez, P. & Pertusa-Ortega, E., “Organizational Structure Features Supporting Knowledge Management Processes”. Journal of Knowledge Management, Vol. 11, No. 4, pp. 45-47, 2007. [9] Gold, A. H., Malhotra, A., & Segars, A. H., “Knowledge Management: An Organizational Capabilities Perspective”. Journal of Management Information Systems, Vol. 18, No. 1, Summer 2001, pp. 185-214, 2001. [10] Rahgozar, H., Afshangian, F., & Esteshami, K. Z., “The Relationship between Organizational Culture and Knowledge Management (A Case Study at the University of Shiraz)”. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2, 4, pp. 3198-3207, 2012. [11] Chin-Loy, C., & Mujtaba, B. G., “The Influence of Organizational Culture on The Success of Knowledge Management Practices with North American Companies”. International Business & Economics Research Journal. Vol. 6, No. 3, pp. 15-28, 2007. [12] Chen, Y., & Huang, H., “Knowledge Management Fit and Its Implications for Business Performance: A Profile Deviation Analysis”. Knowledge-Base System 27, pp. 262-270, 2011. [13] Latan, H., & Ghozali, I., “Partial Least Squares: Konsep, Teknik, dan Aplikasi SmartPLS 2.0 M3”. Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2012. [14] XL Company Knowledge Profile, “Company Knowledge Profile”. CKP, 2011. [15] Urbach, N., & Ahlemann, F., “Structural Equation Modeling in Information Systems Research Using Partial Least Squares”. Journal of Information Technology Theory and Application, Vol. 11, pp. 5-40, 2010.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013