ANALISIS PERAN BIDAN PADA PROGRAM SUPLEMENTASI VITAMIN A DAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
RAMADHANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Peran Bidan pada Program Suplementasi Vitamin A dan Praktik Pemberian ASI Eksklusif” di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Ramadhani NIM I14100027
ABSTRAK RAMADHANI. Analisis Peran Bidan pada Program Suplementasi Vitamin A dan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI. Salah satu strategi utama menanggulangi masalah gizi masyarakat yakni dengan meningkatkan peran bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan dalam pelaksanaan program gizi. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. Desain penelitian adalah cross sectional study dengan purposive sampling. Contoh penelitian adalah bidan (20 orang) dan ibu nifas (53 orang). Hasil penelitian menunjukkan peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif mencapai 80%. Cakupan suplementasi vitamin A 35.9% dan pemberian dua kapsul vitamin A 5.7%. Pelaksanaan inisiasi menyusui dini 79.3% dan ASI eksklusif 0-6 bulan 26.4%. Hasil uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan bidan serta ibu nifas dengan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hasil uji Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan antara peran bidan dengan program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif (p>0.05), serta tidak terdapat hubungan antara peran bidan dengan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Kata kunci : ASI eksklusif, bidan, ibu nifas, suplementasi vitamin A
ABSTRACT RAMADHANI. Analysis the Role of Midwife on Vitamin A Supplementation Program and Exclusive Breastfeeding Practice. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI. One of the main strategies to prevent nutrition problem is to improve the role of midwife as one of the health provider to implement nutrition program. The objective of this study is to analyze the role of midwife on vitamin A supplementation program and exclusive breastfeeding practice. The study using cross sectional design, involving 20 midwives and 53 postpartum mothers purposively selected. The result showed that the role of midwife on vitamin A supplementation and exclusive breastfeeding program was reached 80%. The coverage of vitamin A supplementation was 35.9% and administration of two vitamin A capsules were 5.7%. Implementation of immediate breastfeeding was 79.3% and exclusive breastfeeding 0-6 month was 26.4%. The Spearman test showed no significant correlation between midwife and postpartum mothers knowledge with vitamin A supplementation and exclusive breastfeeding practice (p>0.05). The Pearson test showed no correlation between the role of midwife with vitamin A supplementation and exclusive breastfeeding program (p>0.05), also no correlation between the role of midwife with vitamin A supplementation and exclusive breastfeeding practice (p>0.05). Key words : exclusive breastfeeding, maternal postpartum, midwife, vitamin A supplementation
ANALISIS PERAN BIDAN PADA PROGRAM SUPLEMENTASI VITAMIN A DAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
RAMADHANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Peran Bidan pada Program Suplementasi Vitamin A dan Praktik Pemberian ASI Eksklusif Nama : Ramadhani NIM : I14100027
Disetujui oleh
Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani M Sc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Peran Bidan pada Program Suplementasi Vitamin A dan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan waktu dalam penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas masukan serta saran yang diberikan dalam penulisan skripsi ini. 3. Seluruh staf pendidik dan kependidikan Departemen Gizi Masyarakat atas bimbingan, arahan dan bantuannya selama menjalani perkuliahan. 4. Hazli Fendriyanto, S.STP selaku Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Pekanbaru yang telah memberikan rekomendasi penelitian kepada Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. 5. Drg. Helda Suryani Munir, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang telah memberikan izin penelitian kepada salah satu puskesmas di Kota Pekanbaru. 6. Dr. Armiyetti selaku Kepala Puskesmas Garuda yang telah memberikan izin penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda. 7. Janiar, SPAG selaku pembimbing dan seluruh staf serta tenaga pelaksana Puskesmas Garuda yang telah membantu memberikan informasi serta data terkait Program Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda selama penelitian. 8. Seluruh masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda atas keramahan dan kesediaan dalam membantu kelancaran penelitian. 9. Ayah, Ibu, Abang dan Adik serta seluruh keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan doanya dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat (Rara, Riana, Rivqi, Rosi) dan teman-teman seperjuangan (Jongi, Yenny, Tachur, Iqbar, Taufik, Widya, Raida, Ipon, Ani, dan Dahlia) serta seluruh Gizi Masyarakat 47 yang telah memberikan dukungan. 11. Hanum, Kak Isra, Bang Rusman, Dini, Wawan, Chindy dan Dina serta keluarga Paskibra IPB, IKPMR Bogor, BEM FEMA dan KSR PMI Unit I IPB yang telah memberikan semangat. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini lebih bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014 Ramadhani
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan
3
Hipotesis
3
Manfaat
3
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE
6
Desain, Waktu dan Tempat
6
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
7
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Profil Puskesmas Garuda
10
Karakteristik Contoh
10
Pengetahuan Gizi
12
Peran Bidan
16
Program Suplementasi Vitamin A
16
Program Suplementasi Vitamin A pada Bidan Praktik
17
Peran Bidan pada Program Suplementasi Vitamin A
18
Hubungan Peran Bidan dengan Program Suplementasi Vitamin A
20
Program ASI Eksklusif
21
Program ASI Eksklusif pada Bidan Praktik
21
Peran Bidan pada Program ASI Eksklusif
23
Hubungan Peran Bidan dengan Program ASI Eksklusif
24
Pelaksanaan Program Program Suplementasi Vitamin A
25 25
Pelaksanaan Program Suplementasi Vitamin A
25
Suplementasi Vitamin A Ibu Nifas
26
Hubungan Peran Bidan dengan Suplementasi Vitamin A
27
viii
Program ASI Eksklusif
28
Pelaksanaan Program ASI Eksklusif
28
Praktik Pemberian ASI Eksklusif
29
Hubungan Peran Bidan dengan Praktik Pemberian ASI Eksklusif
30
Hubungan Pengetahuan Contoh dengan Pelaksanaan Program
31
Pengetahuan Contoh dengan Suplementasi Vitamin A
31
Pengetahuan Contoh dengan Praktik Pemberian ASI Eksklusif
32
SIMPULAN DAN SARAN
33
Simpulan
33
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR TABEL
1 Sebaran karakteristik bidan 2 Sebaran karakteristik ibu nifas 3 Sebaran bidan berdasarkan pengetahuan terkait suplementasi vitamin A menurut jawaban benar 4 Sebaran bidan berdasarkan pengetahuan terkait ASI eksklusif menurut jawaban benar 5 Sebaran ibu nifas berdasarkan pengetahuan terkait suplementasi vitamin A menurut jawaban benar 6 Sebaran ibu nifas berdasarkan pengetahuan terkait ASI eksklusif menurut jawaban benar 7 Sebaran program suplementasi vitamin A pada bidan praktik 8 Sebaran peran bidan pada program suplementasi vitamin A 9 Sebaran program ASI eksklusif pada bidan praktik 10 Sebaran peran bidan pada program ASI eksklusif 11 Sebaran pelaksanaan program suplementasi vitamin A 12 Sebaran suplementasi vitamin A ibu nifas 13 Sebaran pelaksanaan program ASI eksklusif 14 Sebaran praktik pemberian ASI eksklusif
11 12 13 13 14 15 18 20 22 24 26 27 29 30
DAFTAR GAMBAR
1 Analisis peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif
5
ix
2 3 4 5 6
Bagan cara penarikan contoh bidan Bagan cara penarikan contoh ibu nifas Wawancara dan pengisian kuisioner bidan Wawancara dan pengisian kuisioner ibu nifas Kegiatan bulan vitamin A di posyandu
6 7 40 40 40
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cara penarikan contoh bidan Cara penarikan contoh ibu nifas Hasil uji peran bidan pada program suplementasi vitamin A Hasil uji peran bidan pada program ASI eksklusif3 Hasil uji peran bidan pada suplementasi vitamin A Hasil uji peran bidan pada praktik pemberian ASI eksklusif Hasil uji pengetahuan ibu nifas pada suplementasi vitamin A Hasil uji pengetahuan ibu nifas pada praktik pemberian ASI eksklusif Hasil uji pengetahuan bidan pada suplementasi vitamin A Hasil uji pengetahuan bidan pada praktik pemberian ASI eksklusif
38 38 38 38 39 39 39 39 39 40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masa awal kehidupan merupakan periode emas dan masa kritis dimana terjadi pertumbuhan serta perkembangan yang sangat cepat sehingga sangat penting untuk meletakkan dasar-dasar kesehatan bagi kehidupan yang akan datang (Jelliffe & Jelliffe 2009). Tingginya prevalensi malnutrisi merupakan salah satu faktor resiko yang berkontribusi pada angka kematian ibu dan bayi (Hermina 2010). Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif untuk 4-6 bulan pertama kehidupan sangat menunjang kebutuhan dasar manusia. ASI merupakan sumber utama vitamin A selama 6 bulan pertama dari kehidupan dan berperan penting sebagai sumber vitamin A sampai berumur 2 tahun. Departemen Kesehatan RI (2005b) dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, telah menetapkan agar bayi hanya diberi ASI saja sejak lahir hingga 6 bulan tanpa diberi cairan dan makanan/minuman lain seperti rekomendasi WHO dan UNICEF sebagai salah satu program perbaikan gizi bayi serta balita. Lebih dari setengah ibu di Indonesia mengalami defisiensi vitamin A selama hamil hingga bersalin yang berdampak kepada perkembangan bayi (Muslimatun 2001). Brown et al. (2002) menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan dapat meningkatkan status vitamin A dan perkembangan bayi serta menurunkan morbiditas ibu dan bayi. Suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memperbaiki status vitamin A bayi melalui pemberian ASI (Ross et al. 2003). Vitamin A melalui suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh serta meningkatkan kelangsungan hidup anak. Penelitian sebelumnya menunjukkan terdapat hubungan antara pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dengan morbiditas bayi 0-6 bulan (Safitri 2013). Defisiensi vitamin A juga masih menjadi masalah bagi negara berkembang termasuk Indonesia. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat efek dari suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Stoltzfuz et al. (1993) menjelaskan bahwa salah satu cara yang efektif untuk memperbaiki status vitamin A pada ibu dan bayi yakni melalui pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat yakni suplementasi vitamin A ibu nifas dan ASI eksklusif. Salah satu sasaran sosialisasi dan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah ibu nifas. Cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200 000 SI) dapat tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor terkait menjalankan peranannya masing-masing dengan baik. Rice et al. (1999) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas dapat meningkatkan status vitamin A pada ASI dan bayi. Sejak tahun 2003 pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas yang diberikan dua kali diterapkan dalam program kesehatan ibu dan anak. Meskipun cakupan suplementasi vitamin A nasional telah mencapai 71.5% (Balitbangkes 2007) dan 69.8% (Balitbangkes 2010) namun kesenjangan antar provinsi di Indonesia variasinya masih cukup tinggi dengan angka terendah 51.0% dan tertinggi 84.7%. Data tersebut menunjukkan bahwa pencapaian suplementasi vitamin A belum mencapai target nasional 80% untuk seluruh daerah di Indonesia
2
(Sandjaja 2012) dan masih perlu ditingkatkan lagi pencapaiannya melalui program suplementasi vitamin A ibu nifas oleh masing-masing pemerintah. Program ASI eksklusif juga telah ditetapkan WHO melalui The Innocenty Declaration pada tahun 1990 yang menyatakan bahwa semua bayi diberi ASI eksklusif sampai 6 bulan dan setelah 6 bulan bayi diberi pendamping ASI kemudian diteruskan sampai 2 tahun. Departemen Kesehatan RI menetapkan sasaran program yang ingin dicapai pada Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan sekurangkurangnya 80% dari ibu menyusui dapat memberikan ASI secara eksklusif (Depkes 2005b). Meskipun Departemen Kesehatan telah menganjurkan agar bayi menerima ASI saja selama 6 bulan pertama, namun hanya 32% dari bayi di bawah umur 6 bulan menerima ASI secara eksklusif. Cakupan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan pada tahun 2012, berdasarkan laporan sementara hasil SKDI 2012 sebesar 42%. Bila dibandingkan dengan survei yang sama pada tahun 2007, telah terjadi kenaikan yang bermakna sebesar 52% (Sandjaja 2012) dan tahun 2013 target bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 75% (Balitbangkes 2013). Upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan dalam memantau dan merawat kesehatan ibu selama kehamilan sampai masa nifas yakni menekankan adanya ketersediaan pelayanan kesehatan untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa nifas, sehingga pelayanan kesehatan nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu. Cakupan pelayanan kesehatan masa nifas secara nasional (81.9%) bervariasi dan proporsinya lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan (Balitbangkes 2013). Dinas Kesehatan Provinsi Riau (2010) melaporkan sebanyak 91.2% pelayanan kesehatan ibu nifas telah dilaksanakan, namun bayi yang mendapat ASI eksklusif di Kota Pekanbaru (46.1%) masih di bawah rata-rata target pencapaian Provinsi Riau (51.5%) dan cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas di Kota Pekanbaru sudah mencapai 88.5%. Hal ini masih menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, salah satunya melalui peran tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan ibu selama masa hamil hingga menyusui. Berdasarkan uraian di atas, program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif perlu ditingkatkan untuk menurunkan angka morbiditas ibu serta bayi. Mengingat pentingnya peran tenaga kesehatan khususnya bidan dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu serta bayi, maka peneliti tertarik melakukan penelitian analisis peran bidan pada program suplementasi vitamin A selama masa nifas serta praktik pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan pertama pada salah satu puskesmas di Kota Pekanbaru, Riau. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian yang diteliti oleh penulis sebagai berikut: 1. Bagaimana peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif? 2. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan bidan pada pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif? 3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu nifas pada pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif?
3
Tujuan Tujuan Umum: Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. Tujuan Khusus: Tujuan khusus penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi karakteristik serta pengetahuan bidan dan ibu nifas. 2. Menilai pelaksanaan program suplementasi vitamin A (cakupan suplementasi dan pemberian 2 kapsul vitamin A). 3. Menilai pelaksanaan program ASI eksklusif (pelaksanaan IMD dan pemberian ASI saja 0-6 bulan). 4. Menilai peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. 5. Mengkaji hubungan peran bidan dengan program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. 6. Mengkaji hubungan pengetahuan bidan serta ibu nifas dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A dan dan praktik pemberian ASI eksklusif. Hipotesis Hipotesis yang dapat diambil antara lain: 1. Terdapat hubungan antara peran bidan dengan program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. 2. Terdapat hubungan antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. 3. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu nifas dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. Manfaat Manfaat penelitan ini antara lain memberikan informasi kepada ibu nifas akan pentingnya konsumsi suplemen vitamin A selama masa nifas dan pemberian ASI eksklusif selama 0-6 bulan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi pada petugas kesehatan terutama bidan yang menjalankan peran dalam pelaksanaan program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta upaya peningkatkan pengetahuan ibu selama hamil dan masa nifas, sehingga terlaksana suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan acuan bagi pengembangan penelitian selanjutnya.
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Tingginya prevalensi malnutrisi merupakan salah satu faktor resiko yang berkontribusi pada angka kematian ibu dan bayi (Hermina 2010). Menurut WHO (2007), berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASI eksklusif hingga 6 bulan menguntungkan pertumbuhan bayi, memiliki efek perlindungan pada serangan infeksi gastrointestinal dan tidak berefek pada saluran pernapasan, serta dapat memperpanjang durasi penundaan kehamilan akibat menyusui (lactational amenorrhea). Salah satu upaya menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas ibu adalah meningkatkan status kesehatan ibu hamil serta bersalin melalui pelayanan ibu hamil sampai masa nifas. Strategi utama penanggulangan masalah gizi dan kesehatan masyarakat adalah peningkatan pengetahuan melalui kegiatan edukasi masyarakat salah satunya dengan meningkatan pengetahuan ibu tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif sehingga telaksana cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas dan pemberian ASI eksklusif (Kemenkes 2010). Sundaram et al. (2013) menyatakan bahwa peningkatan edukasi, pelayanan kesehatan, pemberian dukungan dan pendampingan kepada ibu melahirkan dapat meningkatkan inisiasi menyusui dini pada bayi setelah melahirkan dan praktik pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan. Hal ini sejalan dengan program pemerintah dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan pertama untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak (PP RI 2012). Dinas Kesehatan Provinsi Riau melaporkan cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas Kota Pekanbaru (88.5%) telah mencapai target nasional yaitu 80%. Namun, cakupan pemberian ASI eksklusif Kota Pekanbaru (46.1%) belum mencapai target Renstra Provinsi Riau tahun 2010 yaitu 51.5%. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Kota Pekanbaru (91.2%) sudah mencapai target Renstra Provinsi Riau yaitu 82.8%. Jumlah tenaga kesehatan khususnya bidan di Kota Pekanbaru masih kurang (37.0%) dari target nasional yaitu 66.2%, sehingga peranan tenaga kesehatan masyarakat di Kota Pekanbaru ini perlu ditingkatkan dalam upaya perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan suplementasi vitamin A ibu nifas dan praktik pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan gizi ibu nifas dan bidan terkait suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif. Pengetahuan ibu nifas dapat dipengaruhi oleh pengetahuan bidan, melalui peran bidan yang membantu proses persalinan ibu sampai masa nifas dengan cara memberikan sosialisasi/ penyuluhan tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif. Gambar 1 menunjukkan hubungan antara program pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak yakni suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif melalui peran bidan yang berhubungan secara langsung dengan ibu selama hamil hingga masa nifas. Variabel yang berhubungan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu nifas sehingga terlaksana suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif.
5
Program ASI Eksklusif 1. Pelaksanaan IMD 2. Pemberian ASI saja selama 0-6 bulan
Program Suplementasi Vitamin A 1. Cakupan Suplementasi 2. Pemberian 2 Kapsul
1. Perawatan Nifas 2. Pendampingan ASI 3. Pelayanan Kesehatan
Peran Bidan
1. Pemberian Kapsul 2. Penyampaian Pesan 3. Kunjungan Rumah
Sosialisasi serta Pelaksanaan Program Suplementasi Vitamin A dan ASI Eksklusif
Karakteristik Ibu Nifas 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan
Karakteristik Bidan 1. Umur 2. Pendidikan 3. Lama Bekerja
Pengetahuan Bidan
Pengetahuan Ibu Nifas
Dukungan Suami dan Keluarga
Promosi Kesehatan dan Motivasi
Sikap dan Perilaku Ibu Nifas
Praktik Pemberian ASI Eksklusif
Suplementasi Vitamin A
Status Gizi serta Morbiditas Ibu dan Bayi
Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 Analisis peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif
6
METODE
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2014. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan Kota Pekanbaru merupakan salah satu daerah dengan cakupan suplementasi vitamin A tinggi (88.5%) dan cakupan ASI eksklusif tinggi (73.6%). Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru Provinsi Riau yang merupakan salah satu puskesmas dengan cakupan suplementasi vitamin A sebesar 76.7% relatif rendah di bawah rata-rata nasional yaitu 80.0%. Cakupan pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan sebesar 32.3% relatif rendah di bawah rata-rata nasional yaitu 34.5% (Dinkes 2010). Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Cara penarikan contoh dimulai dengan mengumpulkan data populasi bidan dan populasi ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda. Populasi bidan yang diambil merupakan bidan praktik sebanyak 30 bidan yang terdiri dari 26 bidan praktik swasta (BPS) dan 4 bidan praktik mandiri (BPM). Penentuan contoh bidan menggunakan kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Bidan merupakan tenaga kesehatan yang telah bekerja lebih dari 1 tahun sebagai penolong persalinan dengan masa kerja pada kurun waktu Mei-Juli 2014 di wilayah kerja Puskesmas Garuda; 2) Bidan merupakan tenaga kesehatan yang berkoordinasi dengan Puskesmas Garuda dan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru; serta 3) Bidan bersedia menjadi contoh penelitian dan mampu diajak berkomunikasi serta menyetujui informed consent yang diberikan. Dua puluh Puskesmas di Kota Pekanbaru
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda
Pustu Kelurahan Tangkerang Barat
Pustu Kelurahan Tangkerang Tengah
Pustu Kelurahan Wonorejo
Pustu Kelurahan Sidomulyo Timur
6 BPS
8 BPS & 2 BPM
5 BPS
7 BPS & 2 BPM
Dua puluh bidan yang memenuhi kriteria inklusi
Gambar 2 Bagan cara penarikan contoh bidan Populasi ibu nifas sebanyak 159 orang. Penentuan contoh ibu nifas menggunakan kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Ibu nifas yang bersalin pada
7
periode 0-6 bulan sebelum Juli 2014 pada saat pengambilan data; 2) Ibu nifas yang bersalin ditolong oleh bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda dalam keadaan normal dan bayi tidak dalam keadaan BBLR; 3) Ibu nifas bukan merupakan wanita berisiko tinggi dan tidak memiliki riwayat penyakit penyerta lainnya; serta 4) Ibu nifas bersedia menjadi contoh penelitian dan mampu diajak berkomunikasi serta menyetujui informed consent yang diberikan. Dua puluh bidan yang memenuhi kriteria inklusi di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda
Posyandu Pratama (0 unit)
Posyandu Madya (11 unit)
Posyandu Purnama (36 unit)
Posyandu Mandiri (6 unit)
159 ibu nifas 156 bayi ASI eksklusif
53 ibu nifas yang memenuhi kriteria inklusi
Gambar 3 Bagan cara penarikan contoh ibu nifas Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 20 bidan dan 53 ibu nifas yang memenuhi kriteria inklusi. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner yang meliputi: 1. Karakteristik contoh ibu nifas (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan). 2. Karakteristik contoh bidan (umur, tingkat pendidikan, lama bekerja). 3. Pengetahuan gizi contoh (terkait suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif). 4. Program suplementasi vitamin A (cakupan suplementasi dan pemberian 2 kapsul vitamin A). 5. Program ASI eksklusif (pelaksanaan IMD dan pemberian ASI saja 0-6 bulan). 6. Peran bidan (pada program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif). 7. Pelaksanaan program (suplementasi vitamin A ibu nifas dan praktik pemberian ASI eksklusif). Data sekuder meliputi gambaran umum wilayah kerja puskesmas, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan dan pelaksanaan program gizi wilayah yang diperoleh dari catatan Profil Dinas Kesehatan dan Profil Puskesmas setempat. Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu coding, entry, cleaning dan analisis data. Tahap coding merupakan tahapan yang digunakan
8
untuk mempermudah dalam entry dan pengolahan data. Tahapan selanjutnya adalah entry data yaitu proses memasukkan data pengisian kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Tahapan selanjutnya adalah cleaning yang dilakukan untuk mengoreksi atau mengecek kesalahan yang mungkin terjadi saat memasukkan data. Data tersebut dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensia menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS for window versi 16.0). Data karakteritik ibu nifas dan bidan diperoleh melalui pengisian kuisioner. Umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu nifas diolah dengan memberikan kategori pada masing-masing peubah. Umur ibu nifas dikelompokkan menjadi 3 kategori menurut Depkes (2005a) yaitu kurang 20 tahun, 20-35 tahun dan lebih 35 tahun. Tingkat pendidikan ibu nifas dikategorikan berdasarkan jenjang kelulusan pendidikan terakhir yaitu tamat SD (1), tamat SMP/sederajat (2), tamat SMA/sederajat (3), dan tamat akademi/perguruan tinggi (4). Pekerjaan ibu nifas dikategorikan berdasarkan status pekerjaan yaitu tidak bekerja/ibu rumah tangga (0) dan bekerja (1). Umur bidan dikelompokkan menjadi 3 kategori (Yatino 2005) yaitu kurang 30 tahun, 30-40 tahun, dan lebih 40 tahun. Tingkat pendidikan bidan dikelompokkan menjadi 3 kategori (Depkes 2004) yaitu DI kebidanan, DIII kebidanan dan S1 kebidanan. Lama bekerja bidan dikelompokkan menjadi 3 kategori (Yatino 2005) yaitu kurang 5 tahun, 5-10 tahun dan lebih 10 tahun. Pengetahuan gizi contoh diperoleh melalui pengisian kuisioner. Pengetahuan gizi terkait suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif diolah dengan mengumpulkan nilai jawaban benar dari 10 pertanyaan. Penilaian dilakukan dengan mengelompokkan nilai berdasarkan skor total yang diperoleh. Pengetahuan gizi contoh dikelompokkan menjadi 3 kategori (Khomsan 2000) yaitu baik (>80%), sedang (60-80%) dan kurang (<60%). Data peran bidan, program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif juga diperoleh melalui kuisioner dan wawancara yang terdiri atas beberapa pernyataan serta pertanyaan terbuka. Data peran bidan pada suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif terdiri dari 10 pernyataan dan 10 pertanyaan terbuka. Setiap pernyataan dan pertanyaan dikelompokkan berdasarkan pelaksanaannya yang diolah dengan diberi nilai 0 jika “tidak” dan diberi nilai 1 jika “ya”. Data pelaksanaan suplementasi vitamin A terdiri dari 6 pertanyaan terbuka dan praktik pemberian ASI eksklusif terdiri dari 12 pertanyaan terbuka. Setiap pertanyaan dikelompokkan berdasarkan jawaban dari pelaksanaannya yang diolah dengan diberi nilai 0 jika “tidak” dan diberi nilai 1 jika “ya”. Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows versi 16.0. Uji statistik deskriptif dilakukan pada beberapa peubah diantaranya karakteristik ibu nifas, karakteristik bidan, pengetahuan gizi ibu nifas dan bidan, peran bidan, program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. Uji hubungan menggunakan uji korelasi Spearman untuk melihat hubungan pengetahuan gizi contoh dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan peran bidan dengan program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif serta pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif.
9
Definisi Operasional Bidan merupakan tenaga kesehatan yang telah menyelesaikan pendidikan bidan dan melaksanakan tugas pelayanan kesehatan sesuai persyaratan yang berlaku serta langsung menghadapi masyarakat lebih dari satu tahun di wilayah kerja puskesmas. Cakupan Suplementasi Vitamin A adalah persentase jumlah ibu nifas yang menerima kapsul vitamin A sesuai ketersediaan kapsul vitamin A dari kebutuhan untuk seluruh sasaran ibu nifas yang menerima kapsul vitamin A. Ibu Nifas merupakan ibu yang melahirkan ditolong oleh bidan dan dalam rentang setelah bersalin 0-40 hari serta 0-6 bulan sebelum Juli 2014. Inisiasi Menyusui Dini adalah pelaksanaan pemberian ASI pertama secara dini melalui kontak langsung yang dilakukan oleh ibu dan bayinya dalam 1 jam pertama setelah melahirkan dengan langsung memberikan ASI pertama (kolostrum) kepada bayinya. Karakteristik Bidan adalah ciri khas yang dimiliki oleh bidan meliputi umur, pendidikan dan lama bekerja. Karakteristik Ibu Nifas adalah ciri khas yang dimiliki oleh ibu nifas meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Pemberian Kapsul adalah pemberian kapsul vitamin A pada sasaran (ibu nifas) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan) saat pertolongan persalinan dan kunjungan rumah. Pengetahuan Bidan adalah informasi tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif yang dimiliki oleh bidan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif, serta membantu ibu hingga mampu menyusui secara eksklusif kepada bayinya yang diperoleh melalui pertanyaan dalam kuisioner. Pengetahuan Ibu Nifas merupakan informasi tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif yang dimiliki oleh ibu nifas serta didapat melalui penyuluhan dari bidan yang diperoleh melalui pertanyaan dalam kuisioner. Peran Bidan adalah tugas dan tanggung jawab bidan dalam memberikan penyuluhan tentang suplementasi vitamin A (pemberian, penyampaian pesan dan kunjungan rumah) serta ASI eksklusif (perawatan nifas, pendampingan ASI dan pelayanan kesehatan) serta dukungan sesuai kebutuhan ibu selama masa nifas melalui kemitraan (partnership) dengan ibu setelah persalinan. Praktik Pemberian ASI Eksklusif adalah praktik pemberian ASI eksklusif (pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan/minuman lainnya) selama 0-6 bulan pertama sejak bayi dilahirkan. Program ASI Eksklusif adalah kegiatan/aktivitas pemberian ASI saja dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan ibu serta bayi melalui pelaksanaan IMD ≤ 1 jam setelah melahirkan dan praktik pemberian ASI saja kepada bayi 0-6 bulan pertama kehidupannya oleh sasaran program (ibu nifas). Program Suplementasi Vitamin A adalah kegiatan/aktivitas pemberian kapsul vitamin A dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi melalui cakupan suplementasi dan pemberian kapsul vitamin A kepada sasaran program (ibu nifas). Suplementasi Vitamin A adalah pelaksanaan kegiatan pemberian 2 kapsul vitamin A pasca melahirkan kepada sasaran (ibu nifas) selama masa nifas yang diperoleh melalui laporan wilayah kerja puskesmas.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Puskesmas Garuda Puskesmas Garuda merupakan salah satu dari 20 puskesmas yang terletak di Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau. Wilayah Kerja Puskesmas Garuda seluas 18.53 km2 meliputi empat kelurahan yaitu Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Tangkerang Barat, dan Kelurahan Sidomulyo Timur. Terdapat empat puskesmas pembantu (Pustu) yakni di masingmasing kelurahan dan 53 posyandu (11 Madya, 36 Purnama dan 6 Mandiri) yang berkoordinasi dengan Puskesmas Garuda dalam membantu melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat. Wilayah kerja Puskesmas Garuda berbatasan dengan Kecamatan Sukajadi dari arah utara, Kelurahan Maharatu dari arah selatan, Kecamatan Tampan dari arah barat dan Kecamatan Bukit Raya dari arah timur. Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda adalah 97 593 jiwa yang terdiri dari 25 932 kepala keluarga. Proporsi terbesar adalah penduduk berusia antara 30-34 tahun yakni sebanyak 13 528 jiwa (10.6%). Kepadatan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda adalah 5 267 orang/km2. Tenaga pelaksana gizi yang tersedia pada Puskesmas Garuda diantaranya 1 orang SPAG dan 1 orang DIII Gizi. Tenaga kesehatan lainnya yakni 332 kader yang masih aktif. Praktik bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda berjumlah 30 bidan antara lain 26 bidan praktik swasta (BPS) dan 4 bidan praktik mandiri (BPM). Cakupan pelayanan kesehatan bayi pada tahun 2013 sebesar 87.3% dengan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif usia 0-6 bulan masih tergolong rendah yakni 32.3%. Cakupan KN 1 dan KN 3 yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Garuda pada tahun 2013 yakni 84.3% dan 82.8%. Pelaksanaan program gizi yakni suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif diperoleh berdasarkan Laporan Pencapaian Indikator Perbaikan Gizi Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda. Cakupan pemberian vitamin A ibu nifas bulan Juli 2014 sebanyak 159 orang dengan sasaran target pencapaian sebanyak 2313 orang tahun 2014, sehingga cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas bulan Juli 2014 sebesar 6.9%. Cakupan pemberian ASI eksklusif bayi 0-5 bulan (AE0-AE5) bulan Juli 2014 sebanyak 1072 bayi dengan sasaran target pencapaian sebanyak 1195 bayi 0-6 bulan tahun 2014, sehingga cakupan pemberian ASI eksklusif bulan Juli 2014 sebesar 89.7%. Bayi yang mendapat ASI eksklusif (AE5) pada Juli 2014 di wilayah kerja puskesmas sebanyak 156 bayi sehingga cakupan bayi ASI eksklusif pada Juli 2014 sebesar 13.1%. Karakteristik Contoh Karakteristik Bidan Bidan dalam penelitian ini merupakan tenaga kesehatan yang telah menyelesaikan pendidikan tenaga bidan dan melaksanakan tugas pelayanan kesehatan sesuai persyaratan yang berlaku serta berhadapan langsung dengan masyarakat lebih dari satu tahun di wilayah kerja puskesmas (Depkes 2004). Jenis pendidikan tenaga bidan di Indonesia dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan melalui politeknik tenaga kesehatan (Poltekes). Umumnya, petugas kesehatan
11
dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas kesehatan yang memiliki pengalaman kerja sedikit. Tabel 1 menunjukkan sebagian besar contoh bidan berumur kurang 30 tahun (95.0%) dengan pendidikan D III Kebidanan (95.0%) dan memiliki masa kerja kurang 5 tahun (90.0%). Yatino (2005) menyatakan bidan yang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik berumur di bawah 30 tahun (79.6%) dengan pendidikan DI Kebidanan (59.2%) dan masa kerja kurang dari lima tahun memiliki kinerja yang kurang (4.2%). Penelitian lainnya (Widiastuti 2012) menyatakan sebagian besar bidan berumur 25-29 tahun (60.8%) dengan masa kerja 1-3 tahun (60.8%), pendidikan DIII kebidanan dan memiliki kinerja kurang (47.3%). Umur yang lebih muda diharapkan dapat membuat bidan memiliki kinerja bagus sehingga dapat menjadi bidan profesional dan terlatih. Sebaran karakteristik bidan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Sebaran karakteristik bidan Kategori Umur < 30 tahun 30-40 tahun > 40 tahun Pendidikan D I Kebidanan D III Kebidanan D IV Kebidanan Lama bekerja < 5 tahun 5-10 tahun > 5 tahun Total
n
%
19 0 1
95.0 0.0 5.0
0 19 1
0.0 95.0 0.0
18 1 1 20
90.0 5.0 5.0 100.0
Karakteristik Ibu Nifas Ibu nifas dalam penelitian ini merupakan ibu yang melahirkan dibantu oleh bidan di wilayah kerja puskesmas dalam rentang bersalin setelah 0-40 hari dan 0-6 bulan sebelum bulan Juli 2014 serta melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinannya kepada bidan tersebut. Umumnya umur ibu nifas dan melahirkan berada pada rentang 20-35 tahun. Umur wanita yang melahirkan lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya sehingga dapat meningkatkan penyulit kehamilan dan persalinan (Depkes 2005a). Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang umumnya berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang. Ibu yang berpendidikan rendah lebih banyak tinggal di rumah sehingga lebih banyak memiliki kesempatan untuk menyusui (Depkes 2000). Tabel 2 menunjukkan sebagian besar contoh ibu nifas berumur antara 2035 tahun (90.6%) dengan pendidikan tamatan SMA (58.5%) dan tidak bekerja (79.3%). Penelitian Widiyanto (2012) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah akan mempengaruhi pengambilan keputusan ibu dalam pemberian ASI kepada bayinya. Ibu yang bekerja cenderung tidak memberikan ASI eksklusif diakibatkan singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan (Prasetyono 2009). Ibu yang tidak bekerja cenderung dapat memberikan ASI eksklusif karena memiliki waktu yang
12
cukup untuk menyusui bayinya (Widagdo 2000). Sebaran karakteristik ibu nifas disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Sebaran karakteristik ibu nifas Kategori Umur < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Pendidikan Tamatan SD Tamatan SMP/sederajat Tamatan SMA/sederajat Tamatan PT/sederajat Lama bekerja Tidak bekerja Bekerja Total
n
%
0 48 5
0.0 90.6 9.4
4 9 31 9
7.7 16.9 58.5 16.9
42 11 53
79.3 20.7 100.0
Pengetahuan Gizi Pengetahuan Bidan Pengetahuan gizi bidan dalam penelitian ini merupakan informasi tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif yang dimiliki oleh bidan dalam mendukung pemberian suplemen vitamin A serta praktik pemberian ASI eksklusif yang diperoleh melalui pertanyaan dalam kuisioner penelitian. Terdapat 10 pertanyaan dalam kuisioner dan dinilai jawaban masing-masingnya. Tabel 3 menunjukkan sebagian besar contoh bidan (>50%) dapat menjawab benar 7 pertanyaan terkait suplementasi vitamin A. Hanya sebagian kecil contoh bidan yang dapat menjawab benar pertanyaan tentang sumber pangan vitamin A (5.0%) dan cakupan suplementasi vitamin A (40.0%). Separuh dari contoh bidan dapat menjawab benar pertanyaan tentang jumlah dan dosis vitamin A yang sebaiknya diterima ibu nifas (50.0%). Pengetahuan gizi contoh bidan dikategorikan sedang (60.0%) terkait suplementasi vitamin A. Penelitian Dewi (2010) menyatakan bahwa separuh contoh memiliki pengetahuan rendah (50.0%) dan sikap yang tidak mendukung (62.9%) terhadap pemberian kapsul vitamin A ibu nifas. Tenaga kesehatan khususnya bidan sebaiknya memiliki pengetahuan yang baik tentang suplementasi vitamin A. Pengetahuan tersebut antara lain manfaat vitamin A dan manfaat pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas. Kurangnya pengetahuan penolong persalinan (bidan) kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pelatihan tentang prosedur pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas dari Dinas Kesehatan setempat, sehingga penolong persalinan tidak memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan (Naibaho 2011). Palutturi (2009) menyatakan bahwa bidan dengan pengetahuan cukup memiliki kinerja yang baik (84.0%). Tenaga kesehatan yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru yang berkaitan dengan kapsul vitamin A untuk ibu nifas sehingga partisipasinya dalam memberikan suplemen vitamin A kepada ibu nifas lebih baik
13
(Notoatmodjo 2010). Sebaran pengetahuan bidan terkait suplementasi vitamin A disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Sebaran bidan berdasarkan pengetahuan terkait suplementasi vitamin A menurut jawaban benar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertanyaan Pengertian vitamin A Manfaat vitamin A Sumber pangan vitamin A Pemberian kapsul vitamin A Manfaat vitamin A bagi ibu nifas Kapan sebaiknya ibu nifas diberi vitamin A Akibat yang ditimbulkan jika ibu nifas tidak mendapat vitamin A Jumlah dan dosis kapsul vitamin A yang sebaiknya diterima oleh ibu nifas Cakupan suplementasi vitamin A Siapa yang sebaiknya memberi vitamin A kepada ibu nifas
n 15 14 1 14 13 15 17
% 75.0 70.0 5.0 70.0 65.0 75.0 85.0
10
50.0
8 20
40.0 100.0
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar contoh bidan (>50%) dapat menjawab benar 9 pertanyaan terkait ASI eksklusif. Sebagian kecil contoh bidan tidak dapat menjawab benar pertanyaan tentang peraturan pemerintah pada ASI eksklusif 0-6 bulan (35.0%). Pengetahuan gizi contoh bidan dikategorikan baik (95.0%) terkait ASI eksklusif. Penelitian Yani (2009) menyatakan bahwa sebagian besar petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif, namun tidak memberikan dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Pengetahuan tenaga kesehatan khususnya bidan terkait ASI eksklusif sebaiknya lebih baik daripada tenaga kesehatan lainnya (dukun bayi). Bidan sebaiknya dapat memberikan pendidikan dan dukungan kepada ibu selama masa hamil, melahirkan dan menyusui untuk meningkatkan kesehatan masyarakat (Neil 2012). Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan setempat perlu memperhatikan dan meningkatkan motivasi tenaga kesehatan terutama bidan untuk mendukung program ASI eksklusif. Sebaran pengetahuan bidan terkait ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4 Sebaran bidan berdasarkan pengetahuan terkait ASI eksklusif menurut jawaban benar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertanyaan Pengertian inisiasi menyusui dini (IMD) Cairan ASI yang pertama keluar Berapa jam ASI pertama diberikan setelah melahirkan Pengertian ASI eksklusif Manfaat ASI bagi bayi Berapa sering ASI diberikan kepada bayi dalam sehari Berapa lama ASI saja diberikan kepada bayi Kapan ASI sebaiknya diberikan kepada bayi Setiap berapa lama ASI diberikan kepada bayi Peraturan pemerintah pada ASI eksklusif 0-6 bulan
N 15 20 20 20 18 20 18 20 19 7
% 75.0 100.0 100.0 100.0 90.0 100.0 90.0 100.0 95.0 35.0
Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan gizi bidan terkait ASI eksklusif lebih baik daripada pengetahuan terkait suplementasi vitamin A.
14
Pengetahuan Ibu Nifas Pengetahuan gizi ibu nifas dalam penelitian ini merupakan informasi tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif yang dimiliki oleh ibu nifas serta yang didapat melalui konseling/penyuluhan dari bidan, dalam pemberian suplemen vitamin A dan praktik ASI eksklusif yang diperoleh melalui pertanyaan dalam kuisioner penelitian. Terdapat 10 pertanyaan dalam kuisioner dan dinilai jawaban masing-masingnya. Tabel 5 menunjukkan sebagian besar contoh ibu nifas (>50%) tidak dapat menjawab benar 9 pertanyaan terkait suplementasi vitamin A. Sebagian besar contoh hanya dapat menjawab benar pertanyaan tentang siapa yang sebaiknya memberi vitamin A kepada ibu nifas (83.0%). Pengetahuan gizi contoh ibu nifas dikategorikan kurang (49.1%) terkait suplementasi vitamin A. Penelitian Naibaho (2011) menyatakan bahwa sebagian kecil ibu yang mengetahui tentang pemberian dan manfaat pemberian kapsul vitamin A ibu nifas. Salah satu faktor yang memungkinkan kurangnya pengetahuan ibu nifas pada suplementasi vitamin A adalah kurangnya informasi tentang vitamin A, manfaat vitamin A dan manfaat pemberian kapsul vitamin A yang diperolehnya dari penolong persalinan (bidan) sehingga respon ibu tentang pentingnya vitamin A selama masa nifas dan perilaku untuk mengonsumsi vitamin A rendah. Penelitian lainnya menyatakan bahwa sebagian besar ibu nifas tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang suplementasi vitamin A sehingga tidak memperoleh kapsul vitamin A selama masa nifasnya (Endang 2003). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu nifas tentang suplementasi vitamin A yakni melalui promosi/penyuluhan gizi berkaitan dengan sumber makanan yang mengandung vitamin A, meningkatkan asupan vitamin A, memperkenalkan makanan yang mengandung vitamin A seperti makanan yang difortifikasi vitamin A serta melaksanakan program suplementasi vitamin A untuk ibu nifas (IVACG 2002). Sebaran pengetahuan ibu nifas terkait suplementasi vitamin A disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 5 Sebaran ibu nifas berdasarkan pengetahuan terkait suplementasi vitamin A menurut jawaban benar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertanyaan Pengertian vitamin A Manfaat vitamin A Sumber pangan vitamin A Pemberian kapsul vitamin A Manfaat vitamin A bagi ibu nifas Kapan sebaiknya ibu nifas diberi vitamin A Akibat yang ditimbulkan jika ibu nifas tidak mendapat vitamin A Jumlah dan dosis vitamin A yang diterima oleh ibu nifas Cakupan suplementasi vitamin A Siapa yang sebaiknya memberi vitamin A kepada ibu nifas
n 25 26 12 15 23 23 23 8 10 44
% 47.2 49.1 22.6 28.3 43.4 43.4 43.4 15.1 18.9 83.0
Contoh ibu nifas yang mendapatkan suplemen vitamin A menyatakan bahwa bidan hanya menyampaikan nama, jumlah dan dosis obat atau suplemen yang diberikan setelah melahirkan, kemudian membawanya pulang. Penjelasan tentang obat atau suplemen yang diberikan tersebut juga tidak disampaikan kepada keluarga yang mendampingi setelah melahirkan seperti suami, ibu atau saudara. Pengetahuan tenaga kesehatan umumnya masih berada pada tingkatan memahami,
15
yang diartikan bahwa contoh bidan hanya mampu menjelaskan/melakukan pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas dan manfaatnya tetapi belum dalam hal penerapannya (Notoatmodjo 2003). Tabel 6 menunjukkan sebagian besar contoh ibu nifas (>50%) tidak dapat menjawab benar 9 pertanyaan terkait ASI eksklusif. Sebagian kecil contoh ibu nifas hanya dapat menjawab benar pertanyaan tentang pengertian inisiasi menyusui dini (71.7%). Pengetahuan gizi contoh ibu nifas dikategorikan baik (66.0%) terkait ASI eksklusif. Penelitian Yani (2009) menyatakan bahwa sebagian besar ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya dikarenakan pengetahuan ibu yang rendah tentang ASI eksklusif. Penelitian lain terkait ASI eksklusif menyatakan bahwa sebagian besar ibu menerima penjelasan tentang ASI eksklusif selama masa hamil (Hermina 2010). Informasi tentang manfaat ASI eksklusif dan cara memberikannya yang benar diperoleh melalui penyuluhan dari tenaga kesehatan khususnya bidan, keluarga, maupun media lainnya. Banyaknya kegiatan sosialisasi/penyuluhan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu (Hermina 2010). Penelitian Andreani (2013) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan tentang ASI eksklusif yang tinggi cenderung memiliki sikap yang positif pada praktik pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang diperoleh ibu dari pendidikan informal berupa penyuluhan dapat memberikan perubahan perilaku positif dalam pelaksanaan praktik ASI eksklusif (Notoatmodjo 2010). Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya antara lain pengetahuan, persepsi negatif ibu tentang menyusui, kondisi kesehatan, tradisi dan adanya dukungan dari lingkungan (Pertiwi 2012). Sebaran pengetahuan ibu nifas terkait ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 6 Sebaran ibu nifas berdasarkan pengetahuan terkait ASI eksklusif menurut jawaban benar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertanyaan Pengertian inisiasi menyusui dini (IMD) Cairan ASI yang pertama keluar Berapa jam ASI pertama diberikan setelah melahirkan Pengertian ASI eksklusif Manfaat ASI bagi bayi Berapa sering ASI diberikan kepada bayi dalam sehari Berapa lama ASI saja diberikan kepada bayi Kapan ASI sebaiknya diberikan kepada bayi Setiap berapa lama ASI diberikan kepada bayi Siapa yang sebaiknya memberi penjelasan tentang ASI eksklusif
n 38 10 14 18 9 13 12 18 19 18
% 71.7 18.9 26.4 34.0 17.0 24.5 22.6 34.0 35.8 34.0
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa pengetahuan ibu terkait suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif masih kurang. Contoh ibu pada penelitian menyatakan bahwa penjelasan tentang ASI eksklusif dan MP-ASI telah diperolehnya dari bidan yang memeriksakan kehamilan mereka. Namun, beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku menyusui ibu antara lain kurangnya dukungan dari keluarga dan kondisi kesehatan yang lemah saat hari-hari pertama menyusui. Sehingga, ibu telah memberikan minuman seperti air putih dan susu formula kepada bayinya. Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan tentang inisiasi menyusui dini yang sedang, namun masih memberikan prelakteal kepada bayi di hari pertama
16
kehidupannya. Berdasarkan penelitian Nugraheni (2011), ibu yang memiliki pengetahuan inisiasi menyusui dini sedang cenderung tidak melakukan inisiasi menyusui dini dan telah memberikan air putih kepada bayinya serta melakukannya dikarenakan ASI tidak keluar. Peran Bidan Peran bidan sangat diperlukan dalam melakukan perubahan penerapan gizi dan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Salah satunya dalam pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas serta pemberian penyuluhan tentang pentingnya mengonsumsi kapsul vitamin A bagi ibu nifas (Notoatmodjo 2003). Menurut Depkes (2004), bidan memiliki tugas pokok diantaranya memberikan pertolongan persalinan, kunjungan rumah, perawatan nifas dan perinatal, serta memberikan pelayanan keluarga berencana. Selain tugas pokok, bidan juga diberi wewenang melaksanakan tugas diantaranya: 1) memberi penyuluhan tentang kehamilan, persalinan, nifas, menyusui, perawatan bayi, dan gizi; 2) melaksanakan pembinaan dan bimbingan tenaga kesehatan lain dalam pelayanan kebidanan; 3) melayani kasus penyulit kehamilan dan persalinan ibu; 4) melayani bayi dan anak pra sekolah seperti imunisasi dan tumbuh kembang anak; 5) memberikan obat-obatan dalam bidang kebidanan; serta 6) melaksanakan pemantauan, penilaian kegiatan berkala ibu hamil dan melaporkan kegiatan gizi. Bidan memiliki fungsi lainnya yakni pembinaan dan bimbingan kader, posyandu, dan dasa wisma yang ada di wilayah kerjanya serta membina kerja sama lintas program dan lintas sektor termasuk dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Bidan juga berperan memberikan rujukan medis maupun kesehatan ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnnya yang lebih tinggi serta mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi/kasus penyakit lainnya serta berusaha mengatasinya sesuai kemampuan (Depkes 2004). Pelaksanaan tugas dalam kegiatan program gizi yang dilakukan oleh pelaksana gizi menurut Depkes (2005b) meliputi: 1) merencanakan kegiatan gizi yang dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas bersama kepala puskesmas dan bidan lainnya; 2) melaksanakan kegiatan pelatihan gizi; 3) melaksanakan kegiatan gizi dalam rangka memperbaiki status gizi masyarakat yakni penyuluhan gizi masyarakat, usaha perbaikan gizi keluarga dan institusi serta sistem kewaspadaan pangan dan gizi; 4) melaksanakan koordinasi kegiatan gizi; 5) melaksanakan pemantauan dan penilaian gizi di wilayah kerja puskesmas; 6) melaksanakan bimbingan teknis dan pembinaan kepada kader; serta 7) melaksanakan pencatatan dan pelaporan. Program Suplementasi Vitamin A Masalah penanggulangan kurang vitamin A (KVA) saat ini tidak hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi berkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak serta ibu nifas guna menunjang upaya penurunan angka kesakitan dan kematian anak serta ibu nifas. Upaya pemanfaatan sumber-sumber vitamin A alami dan fortifikasi masih belum dapat dilaksanakan secara luas dan intensif, sehingga pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi untuk ibu nifas; bayi; dan balita sangat penting dan tetap dilaksanakan. Program pemerintah terkait
17
suplementasi vitamin A ibu nifas diantaranya cakupan suplementasi vitamin A dan pemberian 2 kapsul vitamin A kepada ibu nifas selama masa nifas (Depkes 2009). Cakupan suplementasi vitamin A merupakan persentase pemberian kapsul vitamin A dibandingkan seluruh sasaran ibu nifas yang menerima kapsul vitamin A (Depkes 2009). Rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ketidaktahuan ibu tentang kapsul vitamin A, tidak tersedianya kapsul vitamin A untuk ibu nifas pada penolong persalinan, kurangnya koordinasi antara petugas lapangan dengan bidan dan ketidaktahuan petugas kesehatan tentang adanya program pemerintah mengenai kapsul vitamin A untuk ibu nifas yang seharusnya diberikan sebanyak 2 kali (Endang 2003). Pemberian 2 kapsul vitamin A kepada ibu nifas akan memberikan manfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat pemulihan kesehatan ibu nifas setelah melahirkan (Depkes 2005b). Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan oleh petugas puskesmas, bidan desa dan dukun bayi (Riskesdas 2007). Pemberian ini sebaiknya dilakukan pada waktu pertolongan persalinan atau kunjungan rumah (KN 1 dan 2). Program Suplementasi Vitamin A pada Bidan Praktik Program pemerintah mengenai suplementasi vitamin A ibu nifas merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat pada bidang kesehatan keluarga (KESGA) di Dinas Kesehatan. Program suplementasi vitamin A ibu nifas yang dilaksankan oleh bidan praktik merupakan pelaksanaan program gizi masyarakat yang berkoordinasi dengan pelaksana gizi di puskesmas wilayah setempat. Sehingga bidan memiliki peran sebagai pelaksana program yang berkoordinasi dengan puskesmas melalui bidang kesehatan ibu dan anak (KIA). Program suplementasi vitamin A pada bidan praktik dalam pelaksanaannya meliputi: 1) pemberian satu kapsul vitamin A segera setelah melahirkan dan satu kapsul 24 jam setelah pemberian pertama kepada ibu nifas; 2) penyediaan kapsul vitamin A dengan meminta sesuai kebutuhan sasaran kepada puskesmas setempat; 3) menghitung dan mencatat data register kohort ibu yang memeriksakan kehamilan hingga bersalin di praktik bidan; 4) mengirim permintaan kapsul dan memintanya kepada puskesmas setepat; serta 5) mencatat dan melaporkan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas kepada puskesmas setempat setiap bulannya. Tabel 7 menunjukkan program suplementasi vitamin A pada bidan praktik penelitian ini sebagian besar (>70%) terlaksana dengan baik. Pelaksanaan program dikatakan mencapai target apabila pelaksanaannya mencapai 80%. Beberapa aspek yang belum terlaksana secara maksimal diantaranya penyediaan kapsul vitamin A (75.0%), jumlah vitamin A yang dibutuhkan (75.0%) dan penghitungan sasaran ibu nifas yang akan diberikan kapsul vitamin A (75.0%). Faktor yang menyebabkan belum terlaksananya program suplementasi vitamin A ini dikarenakan beberapa contoh bidan tidak menyediakan kapsul vitamin A untuk ibu nifas di praktik bidan dan tidak meminta kapsul vitamin A tersebut kepada puskesmas. Faktor lainnya yaitu kurangnya koordinasi antara bidan praktik dengan puskesmas terkait penyediaan kapsul vitamin A untuk ibu nifas sehingga perhitungan sasaran ibu nifas yang akan memperoleh kapsul vitamin A belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal pemungkin yang menyebabkan kurang tersedianya kapsul vitamin A dan belum sesuainya penghitungan sasaran pemberian kapsul vitamin A adalah bidan praktik tidak mencatat dan melakukan penentuan jumlah sasaran ibu nifas
18
menggunakan data register kohort ibu di wilayah praktik bidannya tersebut. Penentuan jumlah sasaran ibu nifas di tingkat puskesmas dan desa menggunakan data register kohort ibu yang merupakan hasil rekapitulasi jumlah ibu dari setiap desa/kelurahan di wilayah kerja puskesmas (Depkes 2009). Koordinasi petugas kesehatan dengan bidan hanya sebatas memberikan informasi tentang persalinan yang ditolong oleh bidan praktik swasta dengan harapan ibu nifas dapat diberi kapsul vitamin A, akan tetapi hal inipun sering terlewati. Adanya koordinasi yang baik diantara penolong persalinan dengan petugas kesehatan lainnya diharapkan dapat meningkatkan cakupan kapsul vitamin A untuk ibu nifas (Depkes 2009). Alasan yang dikemukakan bidan praktik pada penelitian ini terkait penyediaan kapsul vitamin A adalah vitamin A yang tersedia di praktik bidan sudah mencukupi persediaan untuk jangka waktu satu tahun dan pelaporan jarang dilakukan per bulan melainkan per tahun, terkadang bidan lupa memberikan laporan secara tertulis, lebih banyak melakukan pelaporan secara lisan. Sebaran program suplementasi vitamin A bidan praktik disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 7 Sebaran program suplementasi vitamin A pada bidan praktik No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Pemberian 2 kapsul vitamin A kepada ibu nifas Pemberian kapsul vitamin A segera setelah melahirkan Suplemen vitamin A tersedia di praktik bidan Jumlah vitamin A yang diminta sesuai dengan yang diberikan Memperoleh kapsul vitamin A sesuai permintaan dan kebutuhan Kapsul yang tersedia sesuai kebutuhan sasaran Penghitungan jumlah sasaran pemberian kapsul vitamin A Mengirim permintaan kapsul vitamin A sesuai kebutuhan Pencatatan dan pelaporan pemberian kapsul vitamin A Pelaporan kembali jika kapsul vitamin A tidak mencukupi
n 16 16 17 15 16 15 15 16 16 16
% 80.0 80.0 85.0 75.0 80.0 75.0 75.0 80.0 80.0 80.0
Menurut Dewi (2010), tidak tercapainya pemberian kapsul vitamin A ibu nifas dikarenakan: 1) kurangnya koordinasi bidan dan petugas gizi puskesmas; 2) kurang lengkapnya pencatatan dan pelaporan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas; 3) sosialisasi vitamin A untuk ibu nifas hanya dilakukan oleh petugas gizi puskesmas bukan bidan; 4) tidak adanya dana operasional untuk pemberian kapsul vitamin A; 5) pencatatan dan pelaporan yang kurang lengkap sehingga jumlah sasaran ibu nifas tidak sesuai dengan kenyataan, serta 6) perhitungan sasaran ibu nifas yang menggunakan sasaran proyeksi, bukan menggunakan data register kohort ibu. Peran Bidan pada Program Suplementasi Vitamin A Pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas dilakukan segera setelah melahirkan pada pemberian pertama dan 24 jam kemudian pemberian kapsul kedua. Penyampaian pesan yang diberikan oleh bidan tentang kapsul vitamin A diantaranya manfaat kapsul vitamin A dan manfaat pemberian kapsul vitamin A selama masa nifas (Naibaho 2011). Peran bidan dalam melakukan kunjungan rumah pada ibu nifas sebagai upaya mendapatkan pelayanan masa nifas tidak hanya dilakukan sampai putus tali pusat. Kunjungan masa nifas harus dilakukan 1-7 hari untuk kunjungan pertama dan kunjungan kedua 8-28 hari, yakni untuk pemantauan
19
masa nifas dan strategi peningkatan pemberian kapsul vitamin A apabila tidak diberikan segera setelah melahirkan (Depkes 2005a). Pelaksanaan tugas tenaga kesehatan dalam kegiatan suplementasi vitamin A menurut panduan manajemen suplementasi vitamin A menurut Depkes (2009) meliputi: 1) menghitung/mendata jumlah sasaran yang akan memperoleh kapsul vitamin A; 2) memperoleh data stok kapsul vitamin A sesuai kebutuhan; 3) menghitung kebutuhan kapsul vitamin A; 4) mengirim permintaan kapsul vitamin A sesuai kebutuhan; 5) memastikan kapsul vitamin A sudah ada di puskesmas sebelum pelaksanaan distribusi; 6) memastikan tempat-tempat pendistribusian dan jumlah kebutuhan kapsul vitamin A; 7) menyiapkan formulir pelaporan; 8) merencanakan jadwal pemberian kapsul vitamin A; 9) memastikan laporan pendistribusian kapsul vitamin A tepat waktu dengan jumlah sasaran yang sesuai perencanaan; 10) melakukan sweeping untuk sasaran yang belum menerima kapsul vitamin A; 11) memastikan laporan untuk sasaran sweeping; serta 12) mengirim laporan pemberian kapsul vitamin A ke kabupaten dengan tepat waktu sesuai jumlah sasaran. Peran bidan praktik dalam suplementasi vitamin A ibu nifas menurut panduan manajemen suplementasi vitamin A menurut Depkes (2009) diantaranya: 1) memberikan kapsul vitamin A dan segera setelah melahirkan di praktik bersalin; 2) menyediakan kapsul vitamin A dengan berkoordinasi kepada pelaksana gizi puskesmas setempat; 3) melakukan kunjungan rumah untuk memberikan kapsul vitamin A ibu nifas dan perawatan bayi; 4) mencatat data register kohort ibu yang memeriksakan kehamilan dan bersalin di praktik swasta; 5) melakukan pencatatan dan pelaporan permintaan serta pemberian kapsul vitamin A; serta 6) memberikan laporan pemberian kapsul vitamin A kepada pelaksana gizi puskesmas setempat. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 8, sebagian besar contoh bidan (>70%) melaksanakan perannya dalam suplementasi vitamin A pada ibu nifas berdasarkan 10 indikator peran bidan pada suplementasi vitamin A ibu nifas. Terdapat 1 indikator peran bidan yang tidak terlaksana yaitu bidan tidak memberikan kapsul vitamin A segera setelah melahirkan (70.0%). Hal ini dikarenakan pemberian vitamin A kepada ibu yang baru melahirkan dilaksanakan setelah makan bersamaan dengan obat lainnya, sehingga pemberian kapsul vitamin A tidak dilakukan segera setelah melahirkan. Penelitian Magdalena (2006) menyatakan sebanyak 48.7% bidan tidak memberikan kapsul vitamin A segera setelah melahirkan dikarenakan lupa. Menurut Naibaho (2011), pemberian kapsul vitamin A kepada ibu nifas dengan melakukan kunjungan rumah tidak pernah dilakukan. Kunjungan rumah hanya dilakukan pada pemberian kapsul vitamin A bayi dan balita serta pelaporan dilakukan secara lisan kepada puskesmas. Hal ini menjadi salah satu pemungkin kurangnya peran bidan dalam program suplementasi vitamin A. Menurut Dewi (2010), kurangnya peran bidan dalam program suplementasi vitamin A untuk ibu nifas menunjukkan bahwa rekomendasi dari Departemen Kesehatan untuk melaksanakan tugas dalam pemberian kapsul vitamin A ibu nifas belum optimal. Peran bidan dalam kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan melalui dukungan pemerintah dengan menerapkan perencanaan dan kebijakan pelayanan bersalin yang efektif (Neil 2012). Apabila peranan bidan optimal dalam pemberian kapsul vitamin A maupun dalam memberikan penyuluhan kepada ibu nifas, maka bidan dapat memberi
20
pengaruh positif dalam menunjang pelaksanaan program kesehatan guna meningkatkan cakupan program pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas (Notoatmodjo 2010). Survey yang dilakukan di Bangladesh tahun 2002 (HKI 2003) menyatakan bahwa rendahnya cakupan suplementasi vitamin A untuk ibu nifas disebabkan tidak efektifnya sistem pendistribusian kapsul vitamin A, pelatihan petugas kesehatan untuk memberikan kapsul vitamin A yang kurang bermanfaat, sistem pencatatan ibu melahirkan yang tidak efektif dan tidak tersedianya kapsul vitamin A yang cukup untuk ibu nifas. Sebaran peran bidan pada suplementasi vitamin A disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 8 Sebaran peran bidan pada program suplementasi vitamin A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Memberikan kapsul vitamin A Memberikan kapsul vitamin A segera setelah melahirkan Menyediakan kapsul vitamin A Menjelaskan manfaat kapsul vitamin A Memberikan KN 1 jika tidak memberikan kapsul vitamin A Memberikan KN 2 jika tidak melaksanakan KN 1 Menghitung jumlah sasaran ibu nifas Mengirim permintaan kapsul vitamin A Melakukan pencatatan dan pelaporan Mengirimkan laporan cakupan suplementasi vitamin A
n 19 14 17 18 17 16 16 18 19 19
% 95.0 70.0 85.0 90.0 85.0 80.0 80.0 90.0 95.0 95.0
Hubungan Peran Bidan dengan Program Suplementasi Vitamin A Sesuai dengan tugas pokok dan tugas lain serta peran bidan di mana bidan berperan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti maka untuk mencapai cakupan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas akan lebih mudah dijalankan oleh bidan di desa. Pemberian kapsul vitamin A itu sendiri bisa dilakukan pada saat persalinan dan kunjungan rumah dimana di Indonesia khususnya di daerah pedesaan mayoritas ibu masih melahirkan di rumah. Selain itu peran bidan di desa bisa dijalankan dengan baik dikarenakan bidan di desa bertempat tinggal atau berada di desa sesuai dengan surat keputusan penempatan bidan di desa, sehingga dapat menjalankan tugas dan peran untuk memberikan kapsul vitamin A pada ibu nifas (Depkes 2004). Program suplementasi vitamin A yang direkomendasikan pemerintah bagi ibu nifas agar mendapatkan 2 kapsul vitamin A selama masa nifas masih belum dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan program suplementasi vitamin A (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Yatino (2005) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang nyata antara kinerja bidan dengan perbaikan program gizi dan kesehatan, termasuk program suplementasi vitamin A (p>0.05). Hubungan yang tidak nyata antara peran bidan dengan program suplementasi vitamin A pada penelitian ini kemungkinan disebabkan program suplementasi vitamin A lebih banyak dilakukan oleh pelaksana gizi yang berada di puskesmas seperti pencatatan pemberian kapsul vitamin A, pelaporan pemberian kapsul vitamin A, penghitungan sasaran pemberian kapsul vitamin A, dan pengiriman permintaan kapsul vitamin A sesuai kebutuhan sasaran ibu nifas. Endang (2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara ketersediaan kapsul vitamin A dosis tinggi dengan pemberian kapsul vitamin A
21
dosis tinggi pada ibu nifas (p<0.05). Hal ini menunjukkan ketersediaan kapsul vitamin A yang mencukupi kebutuhan sasaran ibu nifas mempengaruhi pemberian kapsul vitamin A tersebut kepada ibu selama masa nifasnya. Bidan yang melakukan persalinan sebaiknya memiliki peran dan motivasi yang tinggi sehingga pemberian kapsul vitamin A ibu nifas dapat terlaksana secara maksimal. Program ASI Eksklusif Program pemerintah mengenai ASI eksklusif 0-6 bulan merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat yang telah dideklarasikan oleh WHO semenjak 1990. Sesuai pernyataan WHO dalam Innocenty Declaration yang dilaksanakan di Italia bahwa semua bayi diberi ASI eksklusif sampai 6 bulan dan setelah 6 bulan diberi pendamping ASI, kemudian diteruskan sampai usia 2 tahun (WHO 2007). Program pemerintah terkait ASI eksklusif diantaranya pelaksanaan IMD dan pemberian ASI saja 0-6 bulan (Depkes 2000). ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan pada bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya tanpa tambahan cairan dan makanan padat lainnya. Keberhasilan ASI eksklusif sangat ditentukan oleh IMD karena dapat melindungi bayi dari infeksi dan kematian. Sebaiknya saat enam bulan pertama bayi hanya mendapat ASI saja sesuai anjuran Kementerian Kesehatan RI (2010). Peraturan Pemerintah RI yakni UU No. 36 Tahun 2009 tentang Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan sejak bayi dilahirkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak sehingga menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai usia 6 bulan, memberikan perlindungan kepada ibu untuk dapat memenuhi kewenangan memberi ASI eksklusif kepada bayinya serta meningkatkan peran dan dukungan suami, keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam pemberian ASI eksklusif. Program ASI Eksklusif pada Bidan Praktik Program ASI eksklusif yang dilaksankan oleh bidan praktik merupakan salah satu tugas bidan yang langsung berhubungan dengan ibu selama persalinan dan menyusui menurut Depkes (2000) diantaranya: 1) membantu ibu agar dapat melakukan kontak dengan bayi segera setelah melahirkan yaitu melaksanakan inisiasi menyusui segera ≤ 1 jam dan memberikan ASI pertama kepada bayinya; 2) memberikan penjelasan IMD dan ASI eksklusif kepada ibu; 3) memberikan perawatan selama masa nifas dan perawatan bayi; 4) memberikan bantuan jika ibu mengalami kesulitan menyusui; serta 5) memberikan pelayanan kesehatan dan penyuluhan lainnya berkaitan dengan keluarga berencana. Tabel 9 menunjukkan program ASI eksklusif pada bidan praktik penelitian ini sebagian besar (>70%) telah terlaksana dengan baik. Pelaksanaan program dikatakan mencapai target apabila pelaksanaannya mencapai 80.0%. Terdapat aspek yang belum terlaksana secara maksimal yaitu bidan praktik masih memberikan susu formula (makanan/minuman lain) kepada bayi yang baru dilahirkan pada hari-hari pertama jika ASI ibunya tidak keluar (55.0%). Sebagian besar bidan menyatakan memberikan susu formula kepada bayi disebabkan bayi menangis karena tidak mendapat kolostum dari ibunya pada hari-hari pertama. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan bayi dan menghentikan tangisan bayi, bidan memberikan susu formula kepada bayi tersebut. Penelitian Pertiwi (2012) menyatakan faktor penguat yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yakni
22
dukungan dari penolong persalinan dan promosi kesehatan tentang susu formula. Masih rendahnya pemberian ASI juga disebabkan meningkatnya promosi pendamping ASI seperti susu formula serta penjelasan yang salah dari petugas kesehatan (Yani 2009). Jenis prelakteal yang diberikan bidan kepada bayi yang tidak mendapat ASI dari ibunya pada hari-hari pertama kelahiran dalam penelitian ini adalah susu formula dan air putih. Bidan beranggapan bahwa pemberian air putih dan susu formula dilakukan karena tidak memiliki cara lain untuk membantu memenuhi kebutuhan bayi yang baru dilahirkan. Hal ini dikarenakan tidak seluruh ibu yang melahirkan menghasilkan ASI pertamanya (kolostrum) dalam jumlah yang banyak, sehingga bidan berinisiatif memberikan air putih atau susu formula kepada bayi tersebut. Hal ini menyebabkan pemberian ASI eksklusif tidak berjalan secara maksimal dikarenakan pemberian prelakteal kepada bayi kurang dari 6 bulan. Perlu dilakukan pembinaan dan pendampingan bersama petugas kesehatan lainnya terkait pemberian prelakteal pada hari pertama kelahiran, sehingga seluruh bidan memiliki pemahaman yang benar tentang ASI eksklusif dan dapat menjalankan tugasnya dalam membantu melaksanakan ASI eksklusif kepada ibu menyusui. Roesli (2000) menerangkan meskipun ASI yang keluar pada hari pertama sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Bayi yang baru dilahirkan sebaiknya segera diberikan ASI pertama yang keluar dari ibunya sehingga bayi mendapatkan cairan pertama yang mengandung zat gizi lengkap serta antibodi terbaik dibandingkan tambahan air atau cairan lainnya (Bahiyatun 2009). Sejumlah alasan yang membuat ibu tidak mau memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu kurangnya ketertarikan pada pemberian ASI, kurangnya dukungan dari suami, keluarga dan lingkungan sekitar, kondisi demografi dan ekonomi ibu serta promosi dan tekanan dari pihak komersil (Hermina 2010). Sebaran program ASI eksklusif pada bidan praktik disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 9 Sebaran program ASI eksklusif pada bidan praktik No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Ibu melakukan kontak langsung dengan bayi setelah melahirkan Ibu melakukan IMD ≤1 jam setelah melahirkan Bidan memberikan dukungan kepada ibu untuk melakukan IMD Bidan memberikan penjelasan tentang IMD dan ASI eksklusif Bidan membantu ibu yang kesulitan memberikan ASI eksklusif Ibu memberikan ASI saja tanpa makanan/minuman lain setelah melahirkan Ibu nifas dapat memberikan ASI pertama kepada bayinya Bidan memberikan susu formula kepada bayi jika ASI ibunya tidak keluar Bidan memberikan pelayanan dan perawatan selama masa nifas dan menyusui Ibu nifas dapat memberikan ASI kepada bayi sesering mungkin
n 20 19 20 20 19
% 100.0 95.0 100.0 100.0 95.0
17
85.0
20
100.0
11
55.0
20
100.0
20
100.0
Untuk dapat mencapai target 80% ASI eksklusif pada tahun 2010, Departemen Kesehatan RI (2000) melakukan upaya: 1) menumbuhkan komitmen setiap petugas kesehatan terutama bidan, dokter kandungan dan dokter anak untuk mempromosikan ASI eksklusif; 2) meningkatkan kemampuan para petugas
23
kesehatan dalam melakukan penyuluhan interpersonal; 3) menyediakan serta mendistribusikan leaflet dan poster yang komunikatif serta edukatif dengan informasi yang lengkap untuk setiap ibu hamil serta menyusui; 4) melibatkan suami dan anggota keluarga lain, kader, dan dukun bayi sebagai sasaran promosi ASI eksklusif; 5) petugas kesehatan dan dukun bayi yang telah menunjukkan dedikasi dan bekerja dengan gigih dalam melakukan penyuluhan untuk meningkatkan ASI eksklusif perlu diberi penghargaan oleh Dinas Kesehatan agar dapat memelihara kelangsungan penyuluhan; serta 6) Pemerintah melalui Departemen Kesehatan serta Dinas Kesehatan perlu menyediakan dukungan dana, sarana, dan prasarana promosi ASI eksklusif yang memadai untuk kelancaran program ASI eksklusif serta meningkatkan pembinaan dan pelatihan tenaga kesehatan untuk kesuksesan pelaksanaan pemberian ASI eksklusif. Peran Bidan pada Program ASI Eksklusif Bidan juga memiliki peran istimewa yakni dalam praktik pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan kepada ibu menyusui. Peran bidan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif yakni meyakinkan ibu bahwa bayi akan memperoleh makanan yang cukup dari ASI yang diberikannya serta membantu ibu menyusui hingga mampu menyusui sampai 6 bulan pertama (Depkes 2000). Menurut Bahiyatun (2009), peran bidan selama masa nifas adalah memberi perawatan dan dukungan sesuai keinginan ibu melalui cara: 1) mendampingi ibu dan bayi selama 2 jam pertama setelah kelahiran hingga ibu dalam keadaan stabil; 2) selama 6-8 jam pertama memberikan konseling pada ibu untuk pemberian ASI awal; 3) selama 6 hari setelah melahirkan memastikan ibu dapat menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda penyulit serta memastikan agar ibu mendapatkan cukup cairan, makanan serta istirahat; serta 4) selama 2-6 minggu setelah melahirkan mengkaji tentang pemungkinan penyulit pada ibu dan memberikan konseling lain yang dibutuhkan ibu selama menyusui. Peran bidan praktik pada pemberian ASI eksklusif menurut Depkes (2005a) diantaranya: 1) membantu ibu melakukan inisiasi menyusui dini dan memberikan cairan ASI pertama kepada bayinya; 2) memberikan penjelasan tentang ASI eksklusif dan MP-ASI; 3) memberikan pelayanan kesehatan dengan memastikan kemungkinan penyulit menyusui; 4) memberikan pendampingan kepada ibu selama menyusui sampai 2 tahun; 5) memberikan perawatan selama masa nifas dan menyusui; 6) memberikan konseling tentang gizi hamil dan menyusui; serta 7) memberikan dukungan pemberian ASI secara eksklusif 0-6 bulan dan seterusnya sampai 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 10, seluruh contoh bidan (100.0%) melaksanakan perannya dengan baik pada ASI eksklusif berdasarkan 10 indikator peran bidan pada ASI eksklusif ibu nifas. Hal ini dapat terlihat dari pelaksanaan peran bidan yang maksimal mencapai 80.0%. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh penjelasan bidan selama masa hamil. Contoh ibu nifas dalam penelitian menyatakan bahwa bidan telah memberikan penjelasan tentang ASI eksklusif selama kehamilan, namun penjelasan tersebut tidak dikemukakan kembali setelah melahirkan dan selama menyusui. Hal ini dikarenakan sebagian besar ibu mengemukakan bahwa mereka sudah melaksanakan pemberian ASI kepada bayinya dengan baik dan tidak mengalami penyulit dalam menyusui. Monitoring pelaksanaan ASI secara eksklusif tidak
24
dilakukan bidan dikarenakan bidan tidak melaksanakan kunjungan rumah untuk memantau praktik pemberian ASI eksklusif tersebut. Hermina (2010) menyatakan bahwa sebanyak 81.8% ibu memperoleh informasi tentang ASI dan MP-ASI selama masa hamil namun hanya 11.4% yang melaksanakan ASI eksklusif. Irawati (2010) menyatakan sebagian besar ibu di perkotaan memeriksakan kehamilan dan ditolong persalinannya oleh bidan, namun bayi yang mendapat inisiasi menyusui dini masih sedikit (43.9%). Pusat informasi tentang ASI eksklusif dan MP-ASI terpusat pada petugas kesehatan, namun masih terdapat ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (Rachmadewi 2009). Penelitian lain juga menyatakan bidan tidak memberikan edukasi tentang kesehatan pada ibu selama masa hamil dan tidak memberikan edukasi tentang IMD serta ASI eksklusif sehingga sebagian kecil ibu tidak melakukan ASI eksklusif sampai 6 bulan. Pertiwi (2012) menyatakan bahwa sebagian besar petugas kesehatan kurang mendukung pemberian ASI eksklusif dan terlaksananya pemberian ASI eksklusif tersebut dikarenakan adanya dukungan keluarga dan orang terdekat (93.0%). Hermina (2010) juga menyatakan ibu telah memperoleh informasi tentang ASI dari keluarga (41.9%) dan media elektronik (34.5%). Hal ini menunjukkan perlu ditingkatkan dukungan ibu melalui informasi baik dari keluarga, tenaga kesehatan, maupun masyarakat sehingga pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan berjalan secara maksimal sehingga mempermudah praktik pemberian ASI eksklusif. Sebaran peran bidan pada program ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 10 Sebaran peran bidan pada program ASI eksklusif No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Membantu melakukan IMD segera setelah melahirkan Menganjurkan tetap memberikan kolostrum Memberikan penjelasan manfaat kolostrum Memberikan penjelasan tentang IMD dan ASI eksklusif Memberikan pelayanan kesehatan jika kesulitan menyusui Menganjurkan pemberian MP-ASI setelah 6 bulan Memonitoring pemberian IMD dan ASI eksklusif Memberikan dukungan untuk melaksanakan ASI eksklusif Memberikan perawatan nifas dan menyusui Memberikan penjelasan tentang gizi nifas dan menyusui
n 18 20 20 20 19 19 16 20 17 19
% 90.0 100.0 100.0 100.0 95.0 95.0 80.0 100.0 85.0 95.0
Hubungan Peran Bidan dengan Program ASI Eksklusif Kunci utama keberhasilan IMD terletak pada penolong persalinan, karena dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi ini akan segera terjadi. Ibu akan semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan/minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu dan tenang berada dalam pelukan ibu segera setelah lahir (Suradi 2002). Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan program ASI eksklusif (p>0.05). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Irawati (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran penolong persalinan
25
dengan pemberian IMD segera pada ibu melahirkan (p>0.05). Ibu yang memeriksakan kehamilan pada petugas kesehatan cenderung memberikan IMD pada bayi ≤ 1 jam. Ibu yang memeriksakan kehamilan bukan pada petugas kehamilan, berisiko tidak melakukan IMD lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang yang memeriksakan kehamilan pada petugas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa peran petugas kesehatan terutama bidan yang langsung berhubungan dengan ibu selama hamil dan masa nifas sangat mempengaruhi pelaksanaan IMD pada bayi ≤ 1 jam setelah melahirkan. Faktor yang berhubungan dengan IMD pada ibu baik di perkotaan maupun di pedesaan antara lain: umur, pekerjaan, paritas, jenis kelamin bayi, berat badan lahir, dan dukungan penolong persalinan. Andreani (2013) menyatakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif diantaranya umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, tempat bersalin, penolong persalinan, dukungan suami dan keluarga, dukungan petugas kesehatan serta adanya promosi kesehatan. Faktor lain yang menyebabkan gagalnya pemberian ASI eksklusif diantaranya faktor pendorong (pengetahuan dan motivasi), faktor pemungkin (penyuluhan dan fasilitas pelayanan kesehatan) serta faktor penguat (dukungan dari penolong persalinan dan promosi kesehatan tentang susu formula). Pelaksanaan Program Program Suplementasi Vitamin A Salah satu sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah ibu nifas. Bulan Desember 2002, The International Vitamin A Consultative Group (IVACG) mengeluarkan rekomendasi bahwa seluruh ibu nifas seharusnya menerima 2 (dua) kapsul dosis tinggi. Kapsul pertama diberikan segera setelah melahirkan dan kapsul kedua diberikan sedikitnya satu hari setelah pemberian kapsul pertama serta tidak lebih dari 6 minggu kemudian. Program suplementasi vitamin A ibu nifas diantaranya cakupan suplementasi vitamin A dan pemberian 2 kapsul vitamin A. Pemberian kapsul vitamin A kepada ibu nifas akan mempengaruhi cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas. Pelaksanaan Program Suplementasi Vitamin A Pelaksanaan program suplementasi vitamin A ibu nifas diperoleh melalui beberapa aspek diantaranya: 1) ibu nifas menerima kapsul vitamin A segera setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya; 2) ibu nifas mendapatkan kunjungan rumah 1 dan 2 (KN 1 dan 2) jika tidak mendapat kapsul vitamin A setelah melahirkan; 3) ibu nifas menerima penjelasan tentang manfaat vitamin A dan pemberian kapsul vitamin A selama masa nifas; serta 4) ibu nifas menerima dukungan untuk mengonsumsi vitamin A tersebut. Pelaksanaan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dalam penelitian ini berjalan kurang maksimal. Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa sebagian kecil contoh ibu nifas menerima kapsul vitamin A segera setelah melahirkan dan 1 kapsul vitamin A selama masa nifas (30.2%), sebagian kecil contoh menerima 2 kapsul vitamin A selama masa nifas (5.7%), sebagian kecil contoh mendapatkan KN 1 dan 2 untuk pemberian kapsul vitamin A selama masa nifas (39.6%) dan sebagian kecil contoh mendapat penjelasan tentang vitamin A dan dukungan serta motivasi dari bidan untuk mengonsumsi vitamin A selama masa nifas (9.4%).
26
Sebagian besar ibu nifas menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya pemberian kapsul vitamin A setelah melahirkan dan selama masa nifas serta tidak adanya penjelasan dari bidan tentang kapsul vitamin A tersebut. Penelitian Safitri (2013) menyatakan bahwa jumlah vitamin A yang diberikan bidan selama nifas kepada ibu sebanyak 1 kapsul (57.1%) lebih banyak dibandingkan 2 kapsul. Jumlah vitamin A yang dikonsumsi oleh ibu nifas lebih banyak 1 kapsul (58.9%) serta tidak adanya pesan yang disampaikan oleh bidan terkait manfaat dan waktu meminum vitamin A tersebut (85.7%). Faktor yang diduga menjadi penyebab kurang maksimalnya pelaksanaan suplementasi vitamin A dalam penelitian ini adalah peran bidan dalam suplementasi vitamin A yang tidak memberikan suplemen vitamin A segera setelah melahirkan, namun sebagian besar bidan memberikan suplemen vitamin A setelah makan dan sebelum pulang bersamaan dengan obat-obatan lainnya yang dibutuhkan oleh ibu selama masa nifas. Bidan juga tidak melaksanakan kunjungan rumah 1 dan 2 (KN 1 dan KN 2) untuk memberikan kapsul vitamin A, namun lebih kepada perawatan selama masa nifas yaitu memandikan dan merawat bayi hingga putus tali pusat. Hanya beberapa bidan yang dapat menjelaskan tentang obat yang diberikannya kepada ibu nifas, diantaranya kapsul vitamin A. Faktor pemungkin tidak adanya dukungan untuk mengonsumsi vitamin A pada ibu nifas adalah karena ibu nifas masih dalam kondisi lemah setelah melahirkan sehingga tidak mendengarkan penjelasan dari bidan tentang manfaat obat-obatan yang diberikan bidan termasuk kapsul vitamin A. Alasan yang ditemukan dalam penelitian, bahwa ibu nifas tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat vitamin A dan pemberian kapsul vitamin A tersebut dikarenakan bidan hanya memberikan obat secara bersamaan dengan obat lainnya sehingga ibu nifas tidak mengetahui manfaat vitamin tersebut serta tidak merasakan manfaatnya. Sebaran pelaksanaan program suplementasi vitamin A disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 11 Sebaran pelaksanaan program suplementasi vitamin A No 1 2 3 4 5 6
Pertanyaan Ibu nifas menerima kapsul vitamin A segera setelah melahirkan Ibu nifas menerima 1 kapsul vitamin A selama masa nifas Ibu nifas menerima 2 kapsul vitamin A selama masa nifas Ibu nifas mendapat KN 1 dan 2 selama masa nifas Ibu nifas mendapatkan penjelasan tentang manfaat vitamin A Ibu nifas menerima dukungan bidan untuk mengonsumsi vitamin A
n 16 16 3 21 5 5
% 30.2 30.2 5.7 39.6 9.4 9.4
Suplementasi Vitamin A Ibu Nifas Pelaksanaan suplementasi vitamin A ibu nifas dalam penelitian ini dapat ditunjukkan berdasarkan cakupan suplementasi vitamin A dan pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kapsul kepada ibu nifas. Cakupan pemberian vitamin A untuk ibu nifas pada bulan Juli 2014 berdasarkan Laporan Pencapaian Indikator Perbaikan Gizi Masyarakat di wilayah kerja puskesmas penelitian sebanyak 159 ibu nifas dengan sasaran target pencapaian 2313 ibu nifas tahun 2014. Hasil penelitian (Tabel 12) menunjukkan terdapat 19 dari 53 contoh ibu nifas (35.9%) yang memperoleh kapsul vitamin A dan hanya 3 dari 53 contoh ibu nifas (5.7%) yang memperoleh 2 kapsul vitamin A.
27
Menurut Naibaho (2011) sebagian kecil penolong persalinan hanya memberikan 1 kapsul vitamin A dikarenakan belum adanya prosedur yang tetap terkait pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali untuk ibu nifas selama masa nifas yang disosialisasikan bidan. Penelitian Dewi (2010) menyatakan bahwa pencapaian cakupan pemberian vitamin A ibu nifas sebagian besar tercapai karena dilaksanakan oleh bidan (75.8%). Pencapaian cakupan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas yang tidak maksimal dikarenakan kurangnya dana operasional, pencatatan dan pelaporan yang kurang lengkap serta masih berbedanya proses penghitungan sasaran ibu nifas yang dilaksankan oleh bidan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana pencapain cakupan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas tidak dilaksanakan oleh bidan melainkan dilaksanakan oleh pelaksana gizi di puskesmas wilayah penelitian. Bidan tidak melaksanakan secara keseluruhan tugas pada pencapaian cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas. Hal ini perlu dilakukan pendampingan dari pelaksana gizi kepada bidan praktik sehingga pencapaian cakupan suplementasi vitamin A dapat terlaksana secara maksimal berdasarkan peran bidan pada suplementasi vitamin A ibu nifas. Sebaran suplementasi vitamin A ibu nifas disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 12 Sebaran suplementasi vitamin A ibu nifas Suplementasi Vitamin A Cakupan suplementasi vitamin A Pemberian 2 kapsul vitamin A
n 19 3
% 35.9 5.7
HKI (2004) menyatakan bahwa pengetahuan petugas kesehatan yang kurang merupakan kendala yang menyebabkan rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas. Pencapaian cakupan sebenarnya bukan dinilai dari segi pengetahuan petugas kesehatan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi seperti bidan tidak selalu memiliki akses akan kapsul vitamin A. Selain itu kunjungan rumah kadang-kadang tidak dilakukan mengingat lokasi untuk mencapai tempat tinggal ibu nifas jauh dan tidak menitipkan kapsul vitamin A pada kader atau bidan. Hasil ini didukung penelitian Naibaho (2011) yang menyatakan hanya 11.1% peran bidan pada program suplementasi vitamin A terlaksana yakni bidan yang melakukan pencatatan dan pelaporan serta pencapaian cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas yang maksimal merupakan kinerja bidan (66.6%). Penelitian lain yang mendukung yakni sebagian kecil bidan memberikan kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas dan memiliki catatan pemberiannya (Magdalena 2006). Hubungan Peran Bidan dengan Suplementasi Vitamin A Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Dewi (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas (p<0.05). Alasan yang dikemukakan oleh contoh bidan dalam penelitian ini adalah kurangnya koordinasi dengan petugas kesehatan gizi yang berada di puskesmas setempat terkait penyediaan kapsul vitamin A di bidan praktik, penghitungan sasaran ibu nifas, dan pelaporan jumlah kapsul vitamin A yang telah diberikan. Menurut Dewi (2010), cakupan pemberian vitamin A ibu nifas sebagian besar tercapai berdasarkan data riil tetapi untuk pemberian kapsul
28
vitamin A ibu nifas belum memadai dikarenakan sebagian besar hanya menerima 1 kapsul bukan 2 kapsul vitamin A sesuai rekomendasi Departemen Kesehatan. Magdalena (2006) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan secara nyata dengan peran bidan pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi yaitu masa kerja, insentif, supervisi dan geografi (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kapsul vitamin A tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang baik dari bidan melainkan terdapat faktor lain yang mempengaruhi pemberian kapsul vitamin A ibu nifas. Penolong persalinan berhubungan nyata dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas (p<0.05), hal ini menjadi salah satu faktor penguat terhadap pelaksanaan suplementasi vitamin A untuk ibu nifas (Endang 2003). Program ASI Eksklusif ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan pada bayi selama 6 bulan pertama kehidupan tanpa tambahan cairan dan makanan padat lainnya. ASI memiliki keunggulan karena mengandung zat gizi lengkap dengan komposisi yang sempurna. Sangat penting untuk segera memberikan ASI pada bayi dalam jam pertama setelah kelahiran dan 2-3 jam setelahnya (Bahiyatun 2009). Program ASI eksklusif diantaranya pelaksanaan IMD dan pemberian ASI saja 0-6 bulan. Pelaksanaan inisiasi menyusui dini dapat mempengaruhi pola pemberian ASI eksklusif ibu kepada bayinya (Nugraheni 2011). Pelaksanaan Program ASI Eksklusif Pelaksanaan program ASI eksklusif diperoleh melalui beberapa aspek diantaranya: 1) ibu nifas melakukan inisiasi menyusui dini dan memberikan ASI pertama kepada bayinya ≤ 1 jam setelah melahirkan dibantu oleh bidan; 2) ibu memberikan ASI sesering mungkin kepada bayi dan melaksanakan ASI eksklusif 0-6 bulan; 3) ibu memperoleh penjelasan tentang manfaat IMD dan ASI eksklusif 0-6 bulan; serta 4) ibu mendapatkan dukungan dan pendampingan jika mengalami kesulitan dalam menyusui hingga 6 bulan pertama. Pelaksanaan program ASI eksklusif dalam penelitian ini berjalan kurang maksimal. Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh ibu nifas melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) kurang dari satu jam (79.3%) dan memberikan ASI eksklusif 0-6 bulan sebesar 26.4%. Ibu yang melakukan inisiasi menyusui dini dapat memberikan kolostrum kepada bayinya (90.6%). Sebagian besar contoh ibu menyusui sudah memberikan prelakteal tambahan seperti air putih dan susu formula (hari-hari pertama); bubur, roti dan madu (3-5 bulan) sebelum bayi berumur 6 bulan. Alasan yang banyak dikemukakan oleh contoh ibu nifas dalam penelitian ini adalah karena ASI dianggap tidak cukup dan bayi sering menangis karena haus atau lapar pada usia 3-5 bulan. Sehingga ibu memberikan makanan atau minuman lainnya sebelum bayi berumur 6 bulan. Penelitian Nugraheni (2011) menunjukkan sebanyak 72.6% ibu di perkotaan memberikan kolostrum kepada bayinya dan 90.0% yang tidak memberikan kolostrum dikarenakan ASI tidak keluar. Rachmadewi (2009) juga menyatakan sebanyak 19.4% ibu di perkotaan tidak memberikan kolostrum kepada bayinya dan 35.5% telah memperkenalkan susu non-ASI pada bayi. Keberhasilan pelaksanaan praktik pemberian ASI eksklusif dalam penelitian ini adalah seluruh ibu dapat memberikan ASI kepada bayinya sesering
29
mungkin dan sesuai keinginan bayinya dalam sehari yaitu lebih dari 8 kali sehari dengan durasi pemberian minimal 15 menit (100.0%). Hal ini dapat memperkuat kondisi fisik bayi dan ibu selama masa nifas sampai menyusui serta mempererat hubungan antara ibu dan bayinya (Bahiyatun 2009). Sebagian besar contoh mendapatkan penjelasan dari bidan tentang IMD dan ASI eksklusif (81.1%). Peran aktif dari tenaga kesehatan dalam usaha untuk meningkatkan kesadaran ibu akan pentingnya IMD dan ASI eksklusif dapat meningkatkan prakik pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan. Pemberian ASI pada bayi disarankan oleh tenaga kesehatan 2-3 jam sekali atau 6-8 kali sehari dan perlu diketahui bahwa durasi menyusui setiap kalinya tidak perlu sama (Almatsier 2004). Penelitian Utari (2013) tentang pola pemberian ASI menunjukkan sebanyak 80.0% ibu melakukan IMD setelah persalinan dengan dengan durasi pemberian 10 menit, frekuensi pemberian ASI > 6 kali sehari (100.0%) dan ibu yang dapat melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sebesar 43.4%. Ibu nifas yang melahirkan di bidan praktik tidak memperoleh dukungan dan pendampingan menyusui (22.6%) dikarenakan sebagian besar ibu menyusui dalam penelitian ini tidak mengalami kesulitan dalam menyusui. Sehingga hanya sebagian kecil contoh penelitian yang mendapatkan pendampingan menyusui dari bidan praktik tempat melahirkan ibu tersebut. Sebaran pelaksanaan program ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 13 Sebaran pelaksanaan program ASI eksklusif No 1 2 3 4 5 6
Pernyataan Ibu nifas melakukan IMD ≤ 1 jam dibantu bidan Ibu nifas memberikan kolostrum kepada bayinya Ibu melaksanakan ASI eksklusif 0-6 bulan pertama Ibu memberikan ASI sesering mungkin kepada bayinya Ibu memperoleh penjelasan tentang manfaat IMD dan ASI eksklusif Ibu nifas memperoleh dukungan dan pendampingan jika mengalami kesulitan menyusui
n 42 48 14 53
% 79.3 90.6 26.4 100.0
43
81.1
12
22.6
Praktik Pemberian ASI Eksklusif Praktik pemberian ASI eksklusif dalam penelitian ini dapat ditunjukkan berdasarkan pelaksanaan IMD dan pemberian ASI saja 0-6 bulan. Cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan (AE0-AE5) pada bulan Juli 2014 sebesar 89.7% di wilayah kerja puskesmas penelitian dan sebanyak 156 bayi mendapat ASI eksklusif (AE5) berdasarkan Laporan Pencapaian Indikator Perbaikan Gizi Masyarakat dengan sasaran target pencapain 1195 bayi 0-6 bulan tahun 2014. Hasil penelitian (Tabel 14) menunjukkan terdapat 42 dari 53 contoh ibu nifas (79.3%) yang melaksanakan IMD ≤ 1 jam setelah melahirkan, namun dalam pelaksanaannya terdapat 14 dari 53 contoh ibu nifas (26.4%) yang melaksanakan pemberian ASI saja 0-6 bulan. Prelakteal yang paling sering diberikan yaitu air putih (20.5%) dan susu formula (66.7%). Hal ini ditunjukkan pada hasil wawancara saat penelitian, ibu nifas sudah mulai memberikan air putih kepada bayinya di hari-hari pertama kelahiran dikarenakan ASI yang tidak keluar dan dianggap kurang oleh ibu saat menyusui (9.4%). Sebagian besar bayi juga sudah menerima susu formula yang diberikan oleh bidan di hari-hari pertama kelahiran untuk mencukupi kebutuhan bayi dikarenakan ASI ibu tidak keluar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
30
diperoleh bahwa sebagian besar bidan memberikan susu formula jika ASI ibu tidak keluar (55.0%). Fikawati (2003) menyatakan bahwa ibu yang melakukan IMD akan lebih besar kemungkinannya untuk tidak memberikan prelakteal kepada bayinya dan ibu yang melakukan IMD akan lebih besar kemungkinannya memberikan ASI eksklusif 4 bulan. Kegagalan pemberian ASI eksklusif disebabkan karena kondisi bayi dan kondisi ibu. Selain itu, penyebab lain kegagalan menyusui diantaranya inisiasi yang terhambat, ibu belum berpengalaman, kurangnya pengetahuan ibu, tidak adanya dukungan keluarga serta penolong persalinan dan rendahnya pendidikan laktasi saat prenatal (Brown et al. 2002). Hari-hari pertama persalinan sebenarnya bayi yang sehat belum memerlukan cairan atau makanan lain, sehingga tidak diperlukan pemberian makanan/minuman tambahan (Roesli 2000). Sebaran praktik pemberian ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 14 Sebaran praktik pemberian ASI eksklusif Praktik Pemberian ASI Eksklusif Melaksanakan IMD ≤ 1 jam Melaksanakan ASI eksklusif 0-6 bulan
n 42 14
% 79.3 26.4
Alasan yang dikemukakan oleh contoh ibu nifas terhadap pelaksanaan inisiasi menyusui dini yaitu bayi yang diberi ASI pertama setelah melahirkan cenderung dapat melakukan ASI eksklusif sampai 4 bulan, namun tidak dapat terlaksana sampai 6 bulan dikarenakan faktor penghambat lainnya. Menurut Roesli (2000), saat ini ibu menyusui masih banyak beranggapan yang tidak benar tentang menyusui diantaranya: 1) ASI tidak cukup pada hari-hari pertama sehingga perlu makanan tambahan; 2) ibu berkerja tidak dapat memberikan ASI eksklusif; 3) payudara ibu yang kecil tidak cukup menghasilkan ASI; 4) ASI yang pertama kali keluar harus dibuang karena kotor serta 5) ASI dari ibu kekurangan gizi umumnya kualitasnya tidak baik. Sebagian besar ibu masih belum memahami tentang makanan pendamping ASI sehingga makanan pendamping tersebut sudah diberikan kepada bayi sejak umur 2-3 bulan (Depkes 2000). Hubungan Peran Bidan dengan Praktik Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Hermina (2010) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran penolong persalinan dengan praktik pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan. Hasi ini tidak sesuai dengan penelitian Yani (2009) bahwa terdapat hubungan yang nyata antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif kepada bayinya (p<0.05). Sukaemi (2013) yang menyatakan hanya 10% bidan yang memberikan edukasi tentang IMD dan ASI eksklusif pada saat pemeriksaan antenatal dan setelah persalinan sehingga ibu melaksanakan pemberian ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa peran bidan tidak secara langsung berpengaruh terhadap pelaksanaan praktik pemberian ASI eksklusif. Penelitian lain yang mendukung terhadap hasil penelitian yakni sebagian kecil ibu di perkotaan memberikan ASI eksklusif dikarenakan anjuran bidan yang memberikan penjelasan tentang ASI eksklusif 0-6 bulan pertama (Rachmadewi 2009). Ibu di perkotaan memperkenalkan susu formula kepada bayinya dikarenakan
31
telah memperolehnya dari petugas kesehatan sebelum bayi berumur 6 bulan. Hal ini menunjukkan bidan berperan pada perilaku pemberian ASI eksklusif. Umumnya ibu di pedesaan cenderung dapat melaksanakan praktik pemberian ASI eksklusif secara baik dibandingkan ibu di perkotaan. Rachmadewi (2009) juga menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara praktik pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan (p>0.05). Faktor yang berhubungan nyata dengan praktik pemberian ASI eksklusif di perkotaan yakni pelaksanaan inisiasi menyusui dini dan tidak ditemukan faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di pedesaan. Hubungan Pengetahuan Contoh dengan Pelaksanaan Program Pengetahuan Contoh dengan Suplementasi Vitamin A Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan contoh ibu nifas dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A (p>0.05). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Endang (2003) yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan ibu dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas (p<0.05). Penelitian Naibaho (2011) menyatakan kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang vitamin A, mempengaruhi perilaku ibu dalam mengonsumsinya. Kurangnya pengetahuan contoh ibu nifas tentang suplementasi vitamin A akan mempengaruhi ibu nifas untuk mengonsumsi vitamin A tersebut (Notoatmodjo 2010). Pengetahuan gizi contoh ibu nifas yang kurang terkait suplementasi vitamin A tidak berhubungan dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Pengetahuan ibu terkait suplementasi vitamin A dapat dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan dan status pekerjaannya. Berdasarkan hasil penelitian, ibu nifas yang berumur antara 20-35 tahun, berpendidikan tamatan SMA dan tidak bekerja masih memiliki pengetahuan yang kurang terkait suplementasi vitamin A. Menurut Sugiharti (2007) tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan cakupan distribusi kapsul vitamin A (p>0.05), namun ibu dengan pendidikan tamatan SMP/sederajat cenderung memiliki partisipasi yang lebih tinggi dalam distribusi kapsul vitamin A. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan contoh bidan dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A (p>0.05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi (2010) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan bidan dengan cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas (p>0.05). Penelitian lain yang mendukung yakni Magdalena (2006) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan bidan dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas (p>0.05). Pengetahuan tenaga kesehatan yang kurang dapat menjadi salah satu kemungkinan kurangnya partisipasi bidan dalam memberikan kapsul vitamin A untuk ibu nifas setelah persalinan. Kurangnya pengetahuan bidan kemungkinan disebabkan kurangnya pelatihan (Naibaho 2011). Pengetahuan gizi contoh bidan yang sedang terkait suplementasi vitamin A tidak berhubungan dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Pengetahuan bidan terkait suplementasi vitamin A dapat dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan dan lama bekerjanya. Berdasarkan hasil penelitian, bidan yang berumur kurang 30 tahun, berpendidikan DIII kebidanan dan memiliki masa
32
kerja kurang 5 tahun masih memiliki pengetahuan yang sedang terkait suplementasi vitamin A. Menurut Ravenal (2012) faktor yang mempengaruhi pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas antara lain: umur, lama bekerja, status kepegawaian, pengetahuan, supervisi, imbalan serta sarana dan prasarana. Terdapat hubungan yang nyata antara supervisi dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (p<0.05), namun tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan bidan dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (p>0.05) pada ibu nifas. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan suplementasi vitamin A ibu nifas dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal bidan tersebut. Pengetahuan Contoh dengan Praktik Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan contoh ibu nifas dengan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Nugraheni (2011) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksanaan IMD segera (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Yani (2009) yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan ibu dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan gizi contoh ibu nifas yang baik terkait ASI eksklusif tidak diikuti dengan praktik pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan dan status pekerjaannya. Berdasarkan hasil penelitian, ibu nifas yang berumur antara 20-35 tahun, berpendidikan tamatan SMA dan tidak bekerja masih memiliki pengetahuan yang baik terkait ASI eksklusif. Menurut Andreani (2013) tidak terdapat hubungan yang nyata antara umur dan pekerjaan ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05), namun terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan dan pengetahuan ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa praktik pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh beberapa faktor tersebut. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan contoh bidan dengan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Hermina (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan petugas kesehatan dengan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Pengetahuan gizi contoh bidan yang baik terkait ASI eksklusif tidak berhubungan dengan praktik pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan bidan terkait ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan dan lama bekerjanya. Berdasarkan hasil penelitian, bidan yang berumur kurang 30 tahun, berpendidikan DIII kebidanan dan memiliki masa kerja kurang 5 tahun memiliki pengetahuan yang baik terkait ASI eksklusif. Menurut Pertiwi (2012) faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain: pengetahuan, persepsi negatif, kondisi kesehatan, dukungan orang terdekat, petugas kesehatan, dan tradisi. Menurut Yatino (2005) tidak terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal bidan yakni umur; masa kerja; dan pendidikan serta faktor eksternal yakni sarana dan prasarana; insentif; dan pembinaan dengan kinerja bidan pada program gizi (p>0.05). Pengetahuan bidan terkait ASI eksklusif sebaiknya lebih baik sehingga potensinya secara maksimal dapat mempermudah praktik pemberian ASI secara eksklusif.
33
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Contoh bidan dalam penelitian ini sebagian besar berumur di bawah 30 tahun (95.0%) dengan pendidikan D III Kebidanan (95.0%) dan memiliki masa kerja kurang dari lima tahun (90.0%). Contoh ibu nifas dan menyusui sebagian besar berumur antara 20-35 tahun (90.6%) dengan pendidikan tamatan SMA (58.5%) dan tidak bekerja (79.3%). Pengetahuan gizi contoh ibu nifas terkait suplementasi vitamin A dikategorikan kurang (49.1%) dan terkait ASI eksklusif dikategorikan baik (66.0%). Pengetahuan gizi contoh bidan terkait suplementasi vitamin A dikategorikan sedang (60.0%) dan terkait ASI eksklusif dikategorikan baik (95.0%). Sebagian besar (>70%) peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif terlaksana dengan baik. Pelaksanaan program suplementasi vitamin A di wilayah kerja puskesmas penelitian yang dilaksanakan oleh bidan praktik belum terlaksana maksimal dengan cakupan suplementasi vitamin A sebesar 35.9% dan pemberian 2 kapsul vitamin A sebesar 5.7%. Pelaksanaan program ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas penelitian yang dilaksanakan oleh bidan praktik juga belum terlaksana maksimal dengan pelaksanaan IMD segera sebesar 79.3% dan pemberian ASI saja 0-6 bulan sebesar 26.4%. Pelaksanaan program dikatakan mencapai target apabila pelaksanaannya mencapai 80%. Uji korelasi pada hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan program suplementasi vitamin A dan ASI ekslusif (p>0.05). Tidak terdapat hubungan yang nyata antara peran bidan dengan pelaksanaan suplemetasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan ibu nifas dengan pelaksanaan suplementasi vitamin A dan praktik pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Saran Penelitian ini hanya dilakukan pada satu wilayah kerja puskesmas. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada beberapa wilayah kerja puskesmas sehingga diperoleh perbandingan pelaksanaan program tersebut. Perlu diperjelas tugas dan fungsi bidan praktik serta petugas kesehatan lainnya dalam membantu pelaksanaan program gizi di wilayah kerja puskesmas. Sehingga seluruh tenaga kesehatan dapat memaksimalkan kinerjanya pada pelaksanaan program gizi terutama suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif dalam upaya meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat. Perlu ditingkatkan strategi penyuluhan atau sosialisasi terkait program suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif kepada masyarakat secara intensif sehingga sasaran pelaksanaan program mengetahui dan memahami adanya program tersebut. Peningkatan pengetahuan gizi baik bidan maupun ibu nifas dapat dilakukan melalui pendidikan gizi secara berkala sehingga dapat memberikan perilaku positif, mendukung dan menerapkan pelaksanaan suplementasi vitamin A serta pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan.
34
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Andreani A. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Laporan Nasional 2007. Jakarta (ID): Balitbangkes. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Laporan Nasional 2010. Jakarta (ID): Balitbangkes. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, Laporan Nasional 2013. Jakarta (ID): Balitbangkes. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, Cetakan ke-2. Jakarta (ID): EGC. Brown JE, et al. 2002. Nutrition Through the Life Cycle, International Student Edition, 3rd. New York (US): Thomson Wardsworth. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Konseling Menyusui: Pelatihan untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Pedoman Teknis Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan Bagi Bidan Desa. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005a. Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005b. Profil Kesehatan Indonesia 2003, Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta (ID): Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. Jakarta (ID): Depkes RI. [Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 2010. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2010. Pekanbaru (ID): Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Dewi VK, Hakimi M dan Suhadi A. 2010. Peran bidan di desa dan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas. Berita Kedokteran Masyarakat. 26 (2): 63-70. Endang P. 2003. Hubungan Ketersediaan Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi, Penolong Persalinan dan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi pada Ibu Nifas di Puskesmas Batang III Kabupaten Batang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
35
Fikawati S & Syafiq A. 2003. Hubungan antara menyusui segera dan pemberian ASI eksklusif sampai dengan empat bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti. 22 (2): 48-55. [HKI] Helen Keller International/Bangladesh. 2003. Postpartum Supplementation with Vitamin A has Extremely Low Coverage in Rural Bangladesh, Nutritional Surveillance Project [internet]. [diunduh 3 Juni 2014]. Tersedia pada http://www.hki.org//tg.pdf. [HKI] Helen Keller International/Indonesia. 2004. Program pemberian kapsul vitamin A perlu ditingkatkan agar bermanfaat untuk ibu dan anak. Buletin Gizi dan Kesehatan. 6 (1): 10. Hermina & Afriansyah N. 2010. Hubungan praktik pemberian ASI eksklusif dengan karakteristik sosial, demografi dan faktor informasi tentang ASI dan MP-ASI (Studi di Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 13 (4): 353-360. Irawati A. 2003. Inisisasi menyusui dini dan faktor determinannya pada anak balita: analisis data sekunder survey kesehatan dasar Indonesia 2007. Puslitbang Gizi dan Makanan. 33 (1): 1-13. [IVACG] The International Vitamin A Consultative Group Statement. 2002. The Annecy Accords to Assess and Control Vitamin A Deficiency: Summary of Recommendation and Classifications. Washington DC (US): IVACG. Jelliffe DB & Jelliffe EFP. 2009. Community Nutritional Assessment. New York (US): Oxford Medical Publication. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Magdalena RN. 2006. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Bidan dengan Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi pada Ibu Nifas di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Muslimatun S, et al. 2001. Weekly supplementation with iron and vitamin A during pregnancy increases haemoglobin concentration but decrease serum ferritin concentration in pregnant women of Indonesia. J Nutr.131: 85-90. Naibaho E. 2011. Gambaran Pemberian Kapsul Vitamin A untuk Ibu Nifas oleh Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Neil McJ, Lynn Fiona & Alderdice F. 2012. Public health interventions in midwifery: a systematic review of systematic reviews. BMC Public Health. 12: 955. DOI: 10.1186/1471-2458-12-955. Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
36
Notoatmodjo S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nugraheni DK. 2011. Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Pedesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Palutturi S, Nurhayati & Mandak N. 2007. Determinan kinerja bidan di puskesmas tahun 2006. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 10 (4): 195-200. [PP RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Bahan harmonisasi kementerian hukum dan HAM, UU dan PP tentang pemberian ASI eksklusif. Jakarta (ID): PP RI. Pertiwi P. 2012. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Kunciran Indah Tangerang [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Prasetyono D. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif, Pengenalan Praktik dan Kemanfaatannya. Yogyakarta (ID): Diva Press. Roesli U. 2000. Mengenal ASI Ekslusif Edisi I. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya. Rachmadewi A & Khomsan A. 2009. Pengetahuan, sikap dan praktik ASI eksklusif serta status gizi bayi usia 4-12 bulan di pedesaan dan perkotaan. Jurnal Gizi dan Pangan. 4 (2): 83-90. Ravenal AE. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi pada Ibu Nifas di Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2012 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Rice AL, et al. 1999. Maternal vitamin A and β-carotene supplementation in lactating Bangladesh women benefits mothers and infants but does not prevent subclinical deficiency. J Nutr. 129: 356-365. Ross JS, et al. 2003. Contribution of breastfeeding to vitamin A nutrition of infants: a simulation model. Bulletin of the World Health Organization. 81: 80-86. Safitri M & Briawan D. 2013. Hubungan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas bayi umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 8 (2): 89-94. Sandjaja & Ridwan E. 2012. Cakupan suplementasi kapsul vitamin A pada ibu masa nifas dan faktor-faktor yang memengaruhi di Indonesia, analisis data riskesdas 2010. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 15 (1): 1-10. Stoltzfus RJ, et al. 1993. High dose vitamin A supplementation of breastfeeding Indonesian mothers: effects on the vitamin A status of mother and infant. J Nutr. 123: 666-675. Sugiharti. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Tentang Vitamin A Dosis Tinggi dengan Tingkat Konsumsi Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi di Wilayah Puskesmas Dukuhturi Kabupaten Tegal [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
37
Sukaemi N. 2013. Kualitas Bidan dalam Melaksanakan Pelayanan Antenatal di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lemahabang Kabupaten Karawang [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Sundaram ME, et al. 2013. Early neonatal feeding is common and associated with subsequent breastfeed behavior in rural Bangladesh. J Nutr. 143: 1161-1167. Suradi R. 2002. Pemberian ASI pada berbagai situasi tertentu. Dalam: Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, dkk. Penyunting: Hot topics in pediatrics II. Jakarta (ID): Balai Penerbit FKUI. Utari AP. 2013. Keterkaitan Pengetahuan Gizi, Status Kesehatan, dan Kondisi Psikologis Pada Pola Pemberian ASI Ibu Postpartum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widagdo, Mawardi H & Hannah. 2000. Pengetahuan dan praktik ibu anak balita tentang pemberian ASI di RW 03 Kelurahan Kamal Kecamatan Kalideres, Jawa Barat. Jurnal Kedokteran Trisakti. 19 (3): 104-114. Widiastuti A, Sunarmi & Rahmawati WR. 2012. Faktor yang mempengaruhi kinerja bidan desa PTT dalam pelayanan antenatal di wilayah kabupaten banyumas tahun 2012. Jurnal Kebidanan. 4 (1): 32-39. Widiyanto S, Aviyanti D & Tyas AM. 2012. Hubungan pendidikan dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dengan sikap terhadap pemberian ASI eksklusif. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 1 (1): 25-29. [WHO] World Health Organization. 2007. Reaching optimal iodine nutrition in pregnant and lactating women and young children, Joint Statement by the World Health Organization and the United Nations Children’s Fund. Geneva (CH): WHO. Yani IE, Dwiyanti D, & Novelasari. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu laktasi dalam memberikan ASI di 6 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan. 32 (2): 101-111. Yatino. 2005. Analisis Kinerja Bidan Desa dan Hubungannya dengan Keberhasilan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
38
LAMPIRAN Lampiran 1 Cara penarikan contoh bidan Kelurahan Wonorejo Tangkerang Tengah Tangkerang Barat Sidomulyo Timur Total
Jumlah BPS dan BPM 5 BPS & 0 BPM 6 BPS & 0 BPM 8 BPS & 2 BPM 7 BPS & 2 BPM 26 BPS & 4 BPM
BPS dan BPM yang berkoordinasi dengan puskesmas
BPS dan BPM yang bersedia diwawancarai
BPS dan BPM yang memenuhi kriteria inklusi
5 BPS
4 BPS
4 BPS
6 BPS
4 BPS
4 BPS
8 BPS & 1 BPM
8 BPS
8 BPS
7 BPS & 1 BPM
4 BPS
4 BPS
26 BPS & 2 BPM
20 BPS
Lampiran 2 Cara penarikan contoh ibu nifas Kelurahan Wonorejo Tangkerang Tengah Tangkerang Barat Sidomulyo Timur Total
Sasaran ibu nifas 396
Ibu nifas bulan Juli 2014 29
Bayi ASI eksklusif Juli 2014 31
Ibu nifas yang bersedia diwawancarai 12
Ibu nifas yang memenuhi kriteria inklusi 12
650
34
37
15
15
767
65
53
20
20
500
31
35
6
6
2313
159
156
53
Lampiran 3 Hasil uji peran bidan pada program suplementasi vitamin A
Lampiran 4 Hasil uji peran bidan pada program ASI eksklusif
39
Lampiran 5 Hasil uji peran bidan pada suplementasi vitamin A
Lampiran 6 Hasil uji peran bidan pada praktik pemberian ASI eksklusif
Lampiran 7 Hasil uji pengetahuan ibu nifas pada suplementasi vitamin A
Lampiran 8 Hasil uji pengetahuan ibu nifas pada praktik pemberian ASI eksklusif
Lampiran 9 Hasil uji pengetahuan bidan pada suplementasi vitamin A
40
Lampiran 10 Hasil uji pengetahuan bidan pada praktik pemberian ASI eksklusif
Gambar 4 Wawancara dan pengisian kuisioner bidan
Gambar 5 Wawancara dan pengisian kuisioner ibu nifas
Gambar 6 Kegiatan bulan vitamin A di posyandu
41
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Pekanbaru, Riau pada 02 Maret 1993. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Drs. Ramanus dan Dra. Ismaizarni Kasry. Pendidikan TK ditempuh pada tahun 1997-1998 di TK Islam Al-Mujahidin. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1998-2004 di SD Negeri 002 Tampan. Pendidikan SMP ditempuh pada tahun 2004-2007 di SMP Negeri 4 Pekanbaru dan SMA pada tahun 2007-2010 di SMA Negeri 1 Pekanbaru. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yaitu anggota Paskibra IPB (2010-2011), anggota BEM FEMA (2011-2013), anggota KSR PMI Unit I IPB (2010-2014) dan Organisasi Mahasiswa Daerah Riau (IKPMR Bogor) tahun 2010-2014. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Evaluasi Nilai Gizi (2013). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Garut pada Juli-Agustus 2013. Praktik kerja lapang yakni Internship Dietetic (ID) dilaksanakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) pada Maret 2014. Penatalaksanaan diet yang dilaksanakan yakni kasus penyakit dalam: carcinoma mamae stadium III dengan post-kemoterapi keempat, anemia gizi dan underweight; kasus anak: lymphoma malignum non-Hodgkins dengan leukemia dan leukositosis, anemia dan gizi kurang tindakan kemoterapi serta transfusi darah; dan kasus bedah: carcinoma mamae stadium IV, anemia dan obesitas dengan tindakan bedah tuba fallopi (histerektomi) pengangkatan indung telur. Penulis tercatat sebagai mahasiswa penerima beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) tahun 2012-2014.