ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA MENGHADAPI MEA 2015 (PERIODE 2008-2012)
ARTI ILHAMI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penyerapan Tenaga kerja di Indonesia Menghadapi MEA 2015 (Periode 2008-2012) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Arti Ilhami NIM H14100031
ABSTRAK ARTI ILHAMI. Analisis Penyerapan Tenaga kerja di Indonesia Menghadapi MEA 2015 (Periode 2008-2012) . Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI Liberalisasi perdagangan di wilayah ASEAN mulai diterapkan dengan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Pada saat era liberalisasi yang semakin kuat seperti itu, faktor produksi seperti tenaga kerja dituntut untuk menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan lebih berkualitas sehingga mampu bersaing dengan faktor produksi yang lain seperti modal dan teknologi. Keberadaan pekerja paruh waktu dapat memberikan efek positif bagi penyerapan tenaga kerja karena jumlahnya yang terus bertambah, tetapi juga dapat menjadi efek negatif karena produktivitasnya yang dianggap kurang maksimal. Faktor produktivitas tenaga kerja memiliki hubungan yang negatif dengan penyerapan tenaga kerja jika penambahan tenaga kerja mengakibatkan pengurangan penambahan output, dan hal ini sesuai dengan teori yang berlaku. PMA dan PMDN sendiri memiliki hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja, karena tingginya tingkat investasi butuh diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi pula. Strategi untuk menghadapi pasar tenaga kerja yang liberal pada saat MEA perlu dipersiapkan lebih lanjut, sehingga dalam penelitian ini digunakan analisis SWOT untuk menganalisis strategi yang tepat dalam menghadapi MEA 2015 nanti. Kata kunci: pekerja paruh waktu, penyerapan tenaga kerja, PMA, PMDN, produktivitas, SWOT ABSTRACT ARTI ILHAMI. Analysis of Employment in Indonesia in an effort to deal with AEC 2015 (Period 2008-2012). Supervised by TANTI NOVIANTI Trade liberalization in ASEAN region begins to be applied with the establishment of ASEAN Economic Community (AEC) in 2015. During the increasingly powerful liberalization, production factors such a workforce are required to manage higher productivity and better quality in order to be able to compete with the other production factors like capital and technology. The existence of part time workers can have positive effects for employment because of their growing number, but it can also be a negative effect because its productivity is considered less than prevailing theory. Foreign Direct Investment (FDI) and Domestic Investement (DI) itself have a positive relationship with employment because the high level of Investement needs to be offset by high employment rate. Strategies to deal with liberal workforce market at the time of AEC need to be prepared more. Therefore, this study uses SWOT analysis to analyze the right strategies to deal with the forthcoming AEC in 2015. Keywords: Part-time Workers, Employment, FDI, DI, SWOT
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA MENGHADAPI MEA 2015 (PERIODE 2008-2012)
ARTI ILHAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Analisis Penyerapan Tenaga keija di Indonesia Menghadapi MEA 2015 (Periode 2008-2012) Nama
: Arti Ilhami
NIM
: H14100031
Disetujui oleh
Dosen pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
1 1 JUL 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah mengenai penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor ekonomi di Indonesia sebagai upaya dalam menghadapi MEA 2015 dengan periode penelitian 2008 sampai 2012. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tanti Novianti, S.P., M.Si selaku pembimbing, kepada ayah, ibu, almarhum kakak tersayang Aji Muchamad Huda, dan adik saya Achsan Jembar Mulyana, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman terbaik saya dari SMA yaitu Rizki Ardinsyah, Yunita, Fathimah, Adisti, dan Miranti. Teman-teman asrama saya yaitu Ai, Anggun, dan Fifi. Teman TPB saya Aisatul, Ochi, Puspa, Dita. Teman-teman hip hip yaitu Dian Pertiwi, Chika, Heni, Pupu, Uke, Fida, Amalia, Fazri, Alfin, Erlangga, Dwiki, Rizki, serta teman-teman saya lainnya yang tidak dapat saya sebut satu per satu dalam tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Arti Ilhami
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
2
Latar Belakang
2
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
Ketenaga kerjaan
6
Produktivitas tenaga kerja
7
Investasi
8
Teori Permintaan tenaga kerja
9
Teori penawaran tenaga kerja
10
Hubungan antarvariabel
10
Penelitian terdahulu
12
Kerangka pemikiran
14
METODE ANALISIS
17
Jenis dan Sumber data
17
Metode analisis
17
Perumusan model
21
Hipotesis penelitian
22
Uji hipotesis
22
Uji pelanggaran asumsi
24
Analisis SWOT
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum penyerapan tenaga kerja di Indonesia
26 26
Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor ekonomi di Indonesia 28 Strategi Untuk Meningkatkan Penyerapan Tenaga kerja di Indonesia dalam upaya menghadapi MEA 2015 32 SIMPULAN DAN SARAN
40
Simpulan
40
Saran
40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR TABEL 1. Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan (juta orang) 3 2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2010-2012 (Juta orang) 4 3. Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya 24 4. Angkatan kerja yang bekerja berdasarkan lapangan pekerjaan 27 5. Jumlah pekerja paruh waktu berdasarkan lapangan usaha periode 29 6. Tingkat pekerja paruh waktu di Indonesia (%) 29 7. Produktivitas tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi (miliar rupiah per jiwa) 30 8. Hasil estimasi model Data Panel dengan menggunakan Fixed Effect 32 9. Matriks SWOT 35
DAFTAR GAMBAR 1. Grafik jumlah pekerja paruh waktu di Indonesia periode 2008-2012 2. Kerangka pemikiran
2 16
DAFTAR LAMPIRAN 1. Realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal 45 dalam negeri (PMDN) 2. Hasil Uji Chow pada model Fixed EffectsModel dan Uji Hausman pada Random Effects Model 46 3. Hasil Uji Asumsi Klasik (Uji Multikolinearitas dan uji Normalitas) 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang Liberalisasi perdagangan di ASEAN merupakan salah satu bentuk implementasi dari tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berimplikasi pada terintegrasinya ASEAN secara ekonomi pada tahun 2015 dengan mencapai pasar tunggal. Selain itu tujuan dari pembentukan MEA ini adalah untuk menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, lebih banyak menarik Foreign Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade) (Kemenkeu RI, 2014). Bentuk liberalisasi ini dapat terlihat dari upaya penghapusan hambatan tarif dan non tarif bagi negara-negara di wilayah ASEAN baik untuk perdagangan barang maupun jasa. Selain dalam bentuk perdagangan barang dan jasa, upaya penghapusan hambatan ini juga dilakukan untuk faktor-faktor produksi di negara-negara ASEAN terutama tenaga kerja dan investasi (modal). Dengan penghapusan hambatan untuk faktor-faktor produksi ini maka tenaga kerja dan investor dari negara-negara ASEAN bebas untuk keluar-masuk di wilayah ASEAN itu sendiri, sehingga setiap negara harus segera mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar investor asing yang masuk ke negaranya tidak sampai memonopoli kegiatan ekonomi di negaranya pada saat MEA 2015 nanti. Selain harus mengawasi para investor asing, tiap negara ASEAN juga harus mulai memperhatikan kualitas dan kuantitas dari sumber daya manusianya sebagai tenaga kerja sehingga masyarakatnya mampu memiliki daya saing yang tinggi dalam menghadapi pasar tenaga kerja pada saat MEA 2015. Apabila MEA 2015 terwujud pada tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain dan mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Negara-negara ASEAN memiliki pedoman untuk mencapai MEA 2015 yaitu AEC blueprint, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk melaksankan komitmen dalam blueprint tersebut. Pembahasan tenaga kerja dalam AEC blueprint tersebut dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja terampil (skilled labour) dan tidak terdapat pembahasan menegnai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour). Walaupun definisi skilled labour tidak terdapat secara jelas pada AEC blueprint, namun secara umum skilled labour dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai keterampilan khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi, atau sekolah teknik ataupun pengalaman kerja (Kemendag RI, 2013). Melihat acuan dari MEA 2015 tersebut, maka penting bagi Indonesia untuk menyiapkan angkatan kerjanya agar mampu bersaing dengan angkatan kerja asing lainnya,
2 meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan mampu menekan angka pengangguran di Indonesia. Setiap negara berupaya untuk mengendalikan angka pengangguran di negaranya, karena tingginya angka pengangguran akan berimplikasi pada banyak hal. Pengangguran dapat mengakibatkan pendapatan nasional yang dicapai lebih rendah dari pendapatan nasional potensial, pendapatan pajak pemerintah berkurang, masyarakat banyak yang kehilangan mata pencarian dan pendapatan, dan pengangguran juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan sosial dan politik (Sulistianingsih 2006). Tingginya jumlah angkatan kerja di Indonesia saat ini sangat berfluktuatif. Persaingan dalam angkatan kerja juga terus terjadi karena tidak seimbangnya jumlah permintaan dan penawaran kerja di Indonesia sehingga rentan menimbulkan pengangguran. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di tiap sektor juga berbeda-beda, dan berdasarkan data yang telah diperoleh, sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling tinggi di Indonesia. Di Indonesia, salah satu alternatif untuk menghindari pengangguran adalah dengan menjadi pekerja paruh waktu. Pekerja paruh waktu adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (Pustadinaker 2014). Pekerjaan ini dapat membantu kalangan menengah kebawah yang membutuhkan penghasilan namun memiliki alasan tersendiri untuk bekerja dibawah jam kerja normal. Selain dari kalangan bawah, kalangan atas juga memiliki kemungkinan untuk memiliki status pekerjaan ini seperti para tenaga ahli. Berdasarkan data yang diperoleh, maka terlihat bahwa jumlah pekerja paruh waktu di Indonesia terus meningkat. Peningkatan jumlah pekerja paruh waktu dan persentase pertumbuhannya di Indonesia dapat dilihat seperti pada Gambar 1. .
Sumber: BPS RI, 2012 (diolah)
Gambar 1. Grafik jumlah pekerja paruh waktu di Indonesia periode 2008-2012
3 Pekerja paruh waktu ini memiliki dampak positif bagi peningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, selain itu memiliki fleksibilitas yang tinggi dimana jam kerja yang lebih sedikit dari jam kerja biasanya tetap mampu memberikan penghasilan yang membuat pekerjanya tidak mencari atau menerima kesempatan kerja lainnya. Dampak negatif dari pekerja paruh waktu adalah produktivitasnya yang masih kurang karena jam kerjanya yang kurang optimal sehingga kontribusinya masih rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dan juga keterampilan pekerja paruh waktu. Jumlah pekerja di Indonesia saat ini memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Padahal tingkat pendidikan dan keterampilan (tingkat keahlian) dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi produktivitas pekerjanya (Eddy 2007). Seperti dalam kutipan dari laporan dan riset resmi yang bertajuk The Global Talent Competitiveness Index 2013, Indonesia menempati peringkat ke 50 dari 148 negara dimana indeks ini dapat menggambarkan mengenai penyediaan pekerja berbakat dan terampil. Indeks tersebut mengukur kemampuan suatu negara untuk menghasilkan, menarik dan mempertahankan tenaga kerja berbakat. Tingkat pendidikan para pekerja di Indonesia sendiri dapat terlihat seperti pada Tabel 1 ini Tabel 1 Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan (juta orang) No Pendidikan Tertinggi yang Tahun ditamatkan 2008 2009 2010 2011 2012 1
SD kebawah
55,33
55,21
54,51
54,18
53,88
2
sekolah menengah pertama
19,04
19,39
20,63
20,70
20,22
3
sekolah menengah atas
14,39
14,58
15,92
17,11
17,25
4
sekolah menengah kejuruan
6,76
8,24
8,88
8,86
9,50
5
Diploma I/II/III
2,87
2,79
3,02
3,17
2,98
6
Universitas
4,15
4,66
5,25
5,65
6,98
Sumber: BPS RI, 2012 (diolah)
Seperti yang terlihat pada Tabel 1, terlihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi yang diselesaikan oleh para pekerja di Indonesia selama periode 20082012 didominasi oleh para pekerja lulusan SD kebawah yang merupakan salah satu tingkat pendidikan terendah. Dengan minimnya tingkat pendidikan di Indonesia, tentu akan memengaruhi produktivitas dari para pekerjanya. Padahal produktivitas tenaga kerja itu sendiri merupakan salah satu komponen yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Selain dipengaruhi oleh tingkat keahlian dari para pekerjanya, produktivitas pekerja di Indonesia sendiri dipengaruhi oleh investasi yang masuk ke dalam sektor pekerjaan para pekerja. Selain memengaruhi produktivitas, tingkat investasi juga sangat memengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja di
4 Indonesia. Investasi merupakan salah satu faktor penting yang turut berperan dalam kelangsungan suatu usaha dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap sistem ketenaga kerjaan dalam usaha tersebut terutama dalam penyerapan tenaga kerjanya. Investasi yang terdiri dari PMA dan PMDN di Indonesia masih perlu untuk ditingkatkan mengingat pentingnya peran investasi domestik dan asing untuk membantu permasalahan ketenaga kerjaan ini. Adanya pengaruh dari pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, serta PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja inilah yang perlu untuk dikaji lebih lanjut.
Perumusan Masalah Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini masih perlu diperhatikan mengingat jumlah angkatan kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang berfluktuatif. Meskipun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, jumlah angkatan kerja tidak selalu meningkat tetapi cenderung berfluktuatif seperti terlihat dari Tabel 2. Dalam tabel tersebut terlihat juga bahwa angka pengangguran di Indonesia masih tinggi meskipun jumlahnya terus menurun hingga tahun 2012. Dilihat dari pekerja tidak penuh dapat dilihat bahwa keberadaan paruh waktu selalu lebih besar daripada jumlah setengah penganggur. Artinya jumlah pekerja yang bekerja dibawah jam kerja optimal dan tidak mencari pekerjaan atau tidak menerima pekerjaan lagi jauh lebih besar dibandingkan dengan setengah pengangguran, yaitu pekerja yang bekerja dibawah jam kerja normal tetapi sedang mencari atau menerima pekejaan lain. Tabel 2
Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2010-2012 (Juta orang)
Jenis kegiatan Utama
2010
2011
2012
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
1. Angkatan kerja
116,00
116,53
119,40
117,37
120,41
a. Bekerja
107,41
106,21
111,28
109,67
112,60
b. Penganggur
8,59
8,32
8,12
7,70
7,61
2.Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
67,83
67,72
69,96
68,34
69,66
3.Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
7,41
7,14
6,80
6,56
6,32
4. Pekerja Tidak Penuh
32,80
33,27
34,19
34,59
35,55
a. Setengah Penganggur
15,27
15,26
15,73
13,52
14,87
b. Paruh Waktu
17,53
18,01
18,46
21,06
20,68
Sumber: BPS RI, 2012 (diolah)
5 Jumlah pekerja paruh waktu yang lebih tinggi dibandinggkan setengah penganggur ini (penganggur terselubung) harus diteliti lebih lanjut peranannya terhadap penyerapan tenaga kerja, karena pekerja paruh waktu ini termasuk golongan tenaga kerja yang bekerja dengan jumlah jam kerja yang tidak optimal sehingga menghasilkan produktivitas yang tidak maksimal. Tingkat produktivitas merupakan hubungan antara output dan jumlah pekerja per satuan waktu dan secara rumusan kuantitatif memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Ketika tingkat produktivitas tinggi, maka jumlah penyerapan tenaga kerja biasanya berkurang. Namun hal tersebut akan terjadi dalam jangka panjang ketika jumlah penambahan pekerja secara terus menerus mengakibatkan pengurangan hasil output. Dalam jangka pendek hingga menengah, penambahan tenaga kerja biasanya diiringi dengan penambahan produktivitas (ceteris paribus) sehingga produktivitas yang tinggi masih memberikan pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Berbeda dengan produktivitas tenaga kerja, investasi memiliki korelasi positif dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan penyerapan tenaga kerja baik itu investasi dalam negeri (PMDN) atau investasi asing (PMA). Investasi yang masuk kedalam suatu sektor usaha merupakan salah satu bentuk modal dalam usaha tersebut yang mampu merangsang perkembangan dari usaha sektor tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor ekonomi di Indonesia? 2. Bagaimana strategi yang tepat untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia saat ini dalam upaya menghadapi MEA 2015?
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor utama di Indonesia. 2. Merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia dalam upaya persiapan menghadapi MEA 2015
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan sistem ketenaga kerjaan di indonesia terutama mengenai keberadaan pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja dan investasi (PMA dan PMDN).
6 2. Memberikan informasi kepada pihak terkait untuk menyusun strategi dalam upaya peningkatan kesejahteraan bagi semua pihak (pemerintah, swasta, dan tenaga kerja) 3. Sebagai info tambahan untuk masyarakat dan dapat digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Penelitian ini meneliti variabel pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN. 2. Cakupan MEA 2015 dalam penelitian ini tidak dimasukan ke dalam model penelitian tetapi dijelaskan secara deskriptif dan dengan menggunakan analisis SWOT. 3. Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Ketenaga kerjaan dan Transmigrasi, dan publikasi-publikasi terkait lainnya. 4. Data yang diolah adalah data dari tahun 2008 hingga tahun 2012 dengan menggunakan 9 sektor utama di Indonesia. 5. Metode analisis data menggunakan data panel dan analisis SWOT singkat tanpa menggunakan pembobotan.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Ketenaga kerjaan Pengertian dari tenaga kerja sendiri menurut UU no.13 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 2 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa untuk pemenuhan kebutuhan hidup sendiri maupun masyarakat (Handoyo 2013). Menurut Badan Pusat Statistik, yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berumur dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara yang satu dengan yang lain. Di Indonesia sendiri penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas. Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenaga kerjaan oleh Badan Pusat Statistik adalah The Labour Force Concept yang disarankan oleh The International Labour Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, kelompok tersebut adalah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. 1. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
7 2. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi. 3. Bekerja adalah kegiatan kegiatan ekonomi yang dilakukan yang bertujuan untuk memperoleh atau membantu untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi. 4. Pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif dalam empat minggu terakhir untuk mencari pekerjaan (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan tersebut (Sukirno, 1994). Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan pada pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta. 1) Pekerja Tidak Penuh Pekerja tidak penuh adalah bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) (Pusdatinaker 2014). Pada negara-negara berkembang, migrasi dari desa ke kota terjadi sangat pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah. Sebagian terpaksa menjadi penganggur, dan ada juga yang tidak menganggur tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka berada dibawah jam kerja normal. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja seperti yang dijelaskan ini digolongkan sebagai pekerja tidak penuh (underemployed). Pekerja tidak penuh dibagi menjadi dua kelompok : Setengah Penganggur, yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain. Paruh Waktu, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar. Produktivitas Tenaga kerja Secara teknis produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (input). Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu (Riyanto, 1986). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah kemampuan pekerja dalam berproduksi dibandingkan dengan input yang digunakan. Seorang pekerja dapat dikatakan produktif apabila mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan waktu yang diharapkan atau dalam waktu yang singkat atau tepat. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi selain bahan baku diperlukan juga tenaga kerja yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, keterampilan, sikap dan etika
8 kerja, tingkat penghasilan, jaminan sosial, motivasi, gizi dan kesehatan, hubungan individu, teknologi, dan produksi (Ravianto, 1985). Pengukuran produktivitas kerja adalah sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan target dan kegunaan, atau sebagai standar dalam pembayaran upah karyawan. Ada dua macam alat pengukuran produktivitas, yaitu: a. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (size), panjang, berat, banyaknya unit, dan waktu tenaga kerja. b. Value productivity, yaitu ukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang yang dinyatakan dalam rupiah, yen, dollar dan seterusnya. (Ravianto 1986) Peningkatan produktivitas tenaga kerja seringkali dianggap bersifat mereduksi kesempatan kerja, namun temuan Nordhaus (2005) dan Siregar (2006), menunjukkan bahwa peningkatan teknologi pada sektor padat karya (seperti pertanian dan industri agro) justru meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Logikanya adalah bahwa kenaikan produktivitas dan daya saing produk sektor tersebut akan menyebabkan harga jual yang lebih kompetitif, sehingga meningkatkan permintaan terhadap produk itu. Kenaikan permintaan ini pada gilirannya meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Menurut Muchdarsyah Sinungan dalam Robert Eddy S (2007), faktor- faktor yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah: a. Kuantitas atau jumlah tanaga kerja yang digunakan dalam suatu proyek. b. Tingkat keahlian tenaga kerja. c. Latar belakang kebudayaan dan pendidikan termasuk pengaruh faktor lingkungan dan keluarga terhadap pendidikan formal yang diambil tenaga kerja. d. Kemampuan tenaga kerja untuk menganalisis situasi yang terjadi dalam lingkup pekerjaannya dan sikap moral yang diambil pada keadaan tersebut. e. Minat tenaga kerja yang tinggi terhadap pekerjaan yang ditekuninya f. Struktur pekerjaan, keahlian dan umur (kadang-kadang jenis kelamin). Investasi Investasi adalah salah satu komponen penting dalam pembangunan ekonomi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Pada dasarnya investasi merupakan pengeluaran perusahaan untuk penyelenggaraan kegiatannya, yaitu menghasilkan barang dan jasa. Pengeluaran tersebut dapat berupa pengeluaran untuk pembelian tanah, pembangunan pabrik, pembelian mesin untuk produksi, dan bentuk pengeluaran lainnya (Suparmono 2004). Menurut Sukirno (2005), teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Ketika pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi tersebut diperkirakan akan mendatangkan keuntungan berupa hasil penjualan yang lebih besar dari pengeluaran untuk investasi, maka investor akan memutuskan untuk melakukan investasi atau penanaman modal. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
9 Modal, adapun tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain adalah untuk : a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional b) Menciptakan lapangan kerja. c) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan. d) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional. e) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional f) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan g) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri h) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penggairahan iklim investasi di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kedua undang-undang ini kemudian dilengkapi dan disempurnakan, dimana UU No. 1 Tahun 1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No. 11 Tahun 1970 dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 1970.
Penanaman Modal Asing (PMA) Menurut UU no.1 Th. 1967 dan UU no.11 Th. 1970 tentang PMA, yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuanketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut (Eko 2011). Pengertian modal asing antara lain: 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. Alat untuk perusahaan, termasuk penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan yang dimasukan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan Indonesia. 3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Dalam Undang-Undang no.6 tahun 1968 dan undang-undang no.12 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), disebutkan terlebih dulu definisi modal dalam negeri pada pasal 1, yaitu sebagai berikut: 1. Undang-undang ini dengan “modal dalam negeri” adalah: bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara maupun swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan atau disediakan guna menjalankan suatu usaha sepanjang
10 modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 UU no.12 tahun 1970 tentang penanaman modal asing. 2. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat terdiri atas perorangan dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa, yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan “Penanaman Modal Dalam Negeri” ialah penggunaaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Teori Permintaan Tenaga kerja Permintaan adalah suatu hubungan antar harga dan kuantitas. Permintaan terhadap suatu komoditi adalah hubungan antar harga dan kuantitas dari komoditi dimana para pembeli bersedia untuk membelinya. Jika dihubungkan dengan tenaga kerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang diharapkan oleh pemberi kerja untuk dipekerjakan. Secara khusus, suatu kurva permintaan menggambarkan jumlah maksimum yang diinginkan oleh seorang pembeli untuk membelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Bellante, 1990). Terdapat dua jenis permintaan tenaga kerja berdasarkan jangka waktunya, yaitu: a) Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek. Fungsi produk memperlihatkan hubungan yang terjadi antara berbagai input faktor produksi dan output perusahaan. Dengan teknologi tertentu, semakin banyak input pekerja dan modal yang digunakan semakin besar output yang dihasilkan (Ananta, 1990). b) Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang. Perbedaan antara permintaan terhadap pekerja dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah bahwa dalam jangka panjang semua input produksi dapat berubah. Dalam jangka pendek, yang bisa berubah hanya input yang menjadi fokus pembahasan. Teori Penawaran Tenaga kerja Penawaran terhadap suatu barang merupakan hubungan antara harga dan jumlah barang yang disetujui oleh penyedia barang untuk ditawarkan. Penawaran terhadap pekerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh penyedia jasa kerja untuk ditawarkan (Ananta, 1990). Penawaran tenaga kerja berdasarka jangka waktu dibedakan menjadi: a) Penawaran tenaga kerja dalam jangka pendek. Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian tergantung pada besarnya jumlah penduduk, persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, dan jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja. Jadi dari ketiga komponen tersebut jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan tergantung pada upah pasar. (Afrida, 2003). Jangka pendek dimaksudkan sebagai periode waktu dimana tidak mungkin dilakukan penyesuaian ataupun perubahan keadaan. Penyesuaian jam kerja dan penyesuaian
11 angkatan kerja yang akan dibahas adalah dari individu-individu dalam rumah tangga yang ada dengan ukuran jumlah tertentu. b) Penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang Dalam jangka pendek individu diasumsikan tidak dapat mengubah modal manusianya. Individu hanya dapat menyesuaikan jam kerjanya dan tidak bisa meningkatkan keahliannya. Dalam jangka panjang, individu dapat mengubah modal manusianya dan usaha ini disebut investasi dalam modal manusia. Investasi ini berwujud pengorbanan penggunaan waktu pasar untuk meningkatkan keahlian individu tersebut. Pengorbanan penggunaan waktu pasar berarti kesediaan mengalami penurunan jumlah komoditi pasar yang digunakan dalam proses rumah tangganya. Dengan kata lain, investasi dalam modal manusia dapat mengurangi kepuasan di masa kini, walaupun diharapkan dapat meningkatkan kepuasan di masa yang akan datang (Ananta, 1990). Hubungan Antarvariabel 1. Hubungan antara pekerja paruh waktu dengan penyerapan tenaga kerja. Pekerja paruh waktu merupakan bagian dari salah satu jenis pekerja tidak penuh. Pekerja paruh waktu ini masih tergolong ke dalam angkatan kerja yang bekerja karena meskipun jam kerjanya dibawah jam kerja normal tetapi tetap bekerja karena paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu digolongkan menjadi kegiatan bekerja. Golongan pekerja paruh waktu ini memberikan kontribusi terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja di Indonesia karena jumlahnya yang cukup besar sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja paruh waktu ini memiliki hubungan atau korelasi yang positif dengan penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor di Indonesia 2. Hubungan antara produktivitas tenaga kerja dengan penyerapan tenaga kerja. Sinungan (1992) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah konsep bersifat universal bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia dengan menggunakan sumber-sumber riil yang semakin sedikit dengan produk perusahaan sehingga dikaitkan dengan skill pekerja. Produktivitas mengandung pengertian filosofis-kualitatif dan kuantitatif teknis operasional. Secara filosofis-kualitatif, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Secara filosofis-kuantitatif, produktivitas merupakan perbandingan hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumberdaya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu (Simanjuntak, 1998). Produktivitas tenaga kerja dapat juga didefinisikan sebagai perbandingan antara hasil kerja yang telah dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan dalam waktu tertentu (Sudarsono, 1998). Satuan ukurannya adalah angka yang menunjukkan ratio antara input dan output. Kenaikan produktivitas tenaga kerja berarti pekerja dapat menghasilkan lebih banyak dalam jangka waktu yang sama, atau tingkat produksi tertentu dapat menghasilkan dalam waktu yang singkat. Menurut Sudarsono (1998) produktivitas tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut : PRtk = ....................................... (2.1)
12
PRTk Q TK
: produktivitas tenaga kerja : volume produksi yang dihasilkan akibat dari penggunaan output : banyaknya tenaga kerja yang digunakan
Menurut Simanjuntak (1998), peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat terwujud dalam empat bentuk : a. Jumlah produksi yang sama diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit. b. Jumlah produksi yang lebih besar dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang. c. Jumlah produksi yang lebih besar dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama. d. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relative lebih kecil. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan semakin tingginya produktivitas tenaga kerja, maka tenaga kerja yang terserap akan rendah. Seiring dengan penurunan biaya tenaga kerja ini, maka dapat dilakukan penambahan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan usaha. Sehingga produktivitas tenaga kerja ini juga memengaruhi penyerapan tenaga kerja. 3. Hubungan Investasi dengan penyerapan tenaga kerja Modal dalam proses ekonomi di negara berkembang adalah salah satu faktor yang menjadi penghambat negara tersebut untuk maju. Kekurangan modal ini disebabkan oleh rendahnya investasi. Selain kekurangan modal juga terjadi tekanan penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya. Peningkatan jumlah serta pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tesebut diiringi dengan belum seimbangnya kegiatan ekonomi khususnya kesempatan kerja yang tersedia sehingga menciptakan permasalahan sosial ekonomi yang serius yaitu pengangguran. Melihat kondisi tersebut, maka peningkatan modal atau investasi sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian, oleh karenanya pemerintah berupaya meningkatkan perekonomian melalui penghimpunan dana atau investasi baik dari pemerintah maupun swasta yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan menggenjot penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) (Sukirno, 2000). Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Adanya investasiinvestasi akan mendorong terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran (Prasojo, 2009). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Harrod-Domar (Mulyadi, 2000), hubungan antara investasi dengan penyerapan tenaga kerja adalah investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Tenaga kerja yang merupakan salah satu faktor produksi, otomatis akan ditingkatkan penggunaanya. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi
13 rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Maka setiap negara berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi untuk membantu membuka lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja (Dumairy, 1997). Penelitian Terdahulu Berdasarkan Bienvenido (2010) yang menganalisis mengenai pekerja kontrak dan produktivitas tenaga kerja di beberapa sektor di Spanyol menunjukan, bahwa pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh pekerja kontrak di Spanyol selama periode 1987-2000 berdampak secara sektoral. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel PDB Spanyol, jumlah angkatan kerja, jumlah akumulasi modal fisik, dan human capital (proyeksi dari rata-rata pekerja yang bersekolah) yang diolah dengan menggunakan metode data panel Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa di Spanyol, pertumbuhan produktivitas telah melambat karena adanya pekerja kontrak pada bidang-bidang pekerjaan umum . akan tetapi, efek ini baru terdeteksi di sektor manufaktur dan energi, namun belum terdeteksi secara tepat di sektor yang memiliki tingkat teknologi yang rendah dan kualitas sumber daya manusia yang rendah seperti di sektor konstruksi dan perhotelan. Akmal (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor penting yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia seperti PDRB riil, UMP riil, dan investasi riil. Penelitian ini dilakukan dalam periode 2003 sampai 2007 dengan 20 provinsi yang ada di Indonesia dan dianalisis dengan menggunakan metode regresi data panel. Dalam penelitian ini digambarkan mengenai situasi ketenaga kerjaan di Indonesia yang menunjukan bahwa penyerapan tenaga kerja selama periode tersebut cenderung berfluktuatif. Pada tahun 2005 jumlah penyerapan tenaga kerja di beberapa provinsi cenderung menurun, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada saat itu yang memengaruhi jumlah biaya produksi perusahaanperusahaan. Jumlah penyerapan tenaga kerja kembali membaik pada saat tahun 2006 hingga awal 2007. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang didapatkan, disimpulkan bahwa PDRB riil, UMP riil, dan investasi riil berpengaruh signifikan dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Saputri (2011) juga melakukan penelitian mengenai analisis penyerapan tenaga kerja di kota Salatiga. Penelitian ini menganalisis pengaruh dari produktivitas tenaga kerja dan upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja di kota Salatiga dengan periode penelitian dimulai dari tahu 1990 hingga 2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data seunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas ketenaga kerjaan dan transmigrasi kota Salatiga. Untuk data primer diperoleh dari wawancara kepada wakil serikat pekerja di kota Salatiga. Metode analisis yang digunakan merupakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan analisis SWOT . Berdasarkan hasil analisis maka diketahui bahwa upah dan produktivitas berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di kota Salatiga. Secara parsial, upah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga dan produktivitas tenaga kerja memiliki
14 pengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga. Besarnya pengaruh upah dan produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga sebesar 95,16 persen sedangkan sisanya 4,84 persen diterangkan oleh faktor lain. Selain itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Ahiriani (2013) tentang pengaruh investasi dan upah terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara langsung terhadap tenaga kerja dan tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi pada sektor industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah PMA, PMDN, upah, pertumbuhan ekonomi, dan penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Selatan dengan data sekunder selama periode 1997 hingga 2011. Metode yang digunkan dalam analisis ini merupakan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara langsung PMDN dan upah tidak memiliki pengaruh yang sigifikan, sedangkan PMA signifikan tetapi negatif terhadap peneyerapan tenaga kerja. Secara tidak langsung PMDN signifikan sedangkan PMA tidak, dan pertumbuhan ekonomi serta upah berpengaruh signifikan meskipun negatif terhadap peneyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Sulawesi Selatan. Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Penelitan yang dilakukan oleh Bienvenido (2010) menggambarkan mengenai pekerja kontrak dan produktivitas tenaga kerja di beberapa sektor di Spanyol yang menunjukan bahwa pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh pekerja kontrak di Spanyol selama periode 1987-2000 berdampak secara sektoral. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel seperti PDB Spanyol, jumlah angkatan kerja, jumlah akumulasi modal fisik, dan human capital. Dalam penelitian ini, bertujuan untuk mencari tahu pengaruh dari pekerja paruh waktu terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan mencari tahu strategi yang tepat untuk mempersiapkan angkatan kerjanya termasuk pekerja paruh waktu agar siap memasuki MEA 2015. Dalam penelitian Akmal (2010) menganalisis mengenai pengaruh PDRB riil, upah riil dan investasi riil terhadap penyerapan tenaga kerja di 20 provinsi di Indonesia, sedangkan dalam penelitian ini investasi riil dibagi menjadi PMA dan PMDN dan akan menganalisis pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Untuk penelitian yang dilakukan Saputri (2011) menganalisis mengenai pengaruh produktivitas tenaga kerja dan upah riil terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Salatiga, sedangkan penelitian ini hanya menganalisis pengaruh produktivitas tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja tanpa menganalisis tingkat upah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ahiriani (2013) menganalisis mengenai pengaruh langsung dan tidak langsung antara upah, investasi riil dan pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan penelitian ini hanya membahas pengaruh pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN secara umum terhadap penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor utama di Indonesia.
15 Kerangka Pemikiran Dasar awal dalam pemikiran ini adalah adanya pencetusan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Era globalisasi menuntut setiap negara ASEAN untuk siap menghadapi persaingan global terutama dalam persaingan faktor produksi seperti tenaga kerja. Pada saat MEA 2015, akan terjadi liberalisasi ketenaga kerjaan pada negara-negara ASEAN yang pada akhirnya akan memengaruhi penyerapan tenaga kerja di tiap negaranya. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat perlu untuk diperhatikan karena menyangkut kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. Adanya era globalisasi ini menuntut tenaga kerja memiliki kemampuan dan kualitas tinggi sehingga bagi angkatan kerja yang tidak memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai akan melakukan pekerjaan apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk menjadi pekerja paruh waktu. Sebagian besar yang menyandang pekerja paruh waktu memang merupakan masyarakat golongan kebawah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat yang mampu untuk melakukan pekerjaan ini karena keahliannya, contohnya seperti tenaga ahli. Sehingga perlu untuk dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui peranan pekerja paruh waktu bagi penyerapan tenaga kerja Pekerja paruh waktu memiliki jam kerja yang berada dibawah jam kerja optimal dan produktivitas yang dihasilkan biasanya tidak maksimal dalam menghasilkan output. Tingkat produktivitas sendiri merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Tingginya tingkat produktivitas dapat disebabkan oleh kuatnya modal yang terserap dalam suatu sektor usaha, kemajuan teknologi, dan dapat juga disebabkan oleh alokasi tenaga kerja yang tepat pada keahlian tenaga kerjanya. Hal tersebut mampu merangsang produktivitas karena produktivitas merupakan ukuran dari ouput per satuan tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja yang tinggi biasanya dikarenakan oleh tingginya investasi yang terserap ke dalam suatu sektor, baik itu berupa PMA maupun PMDN sehingga dapat dikatakan bahwa PMA dan PMDN memiliki pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor di Indonesia. Mengingat adanya keterkaitan dari pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja, maka akan dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh dari keempat variabel tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan sebagai salah satu cara untuk menyusun strategi yang tepat dalam menghadapi MEA 2015. Dengan berbagai kesempatan dan ancaman yang ada, maka diperlukan strategi khusus untuk menghadapi pasar bebas tenaga kerja pada saat MEA 2015. Strategi tersebut akan disusun dengan memanfaatkan analisis SWOT untuk mengetahui strategi yang tepat untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada di Indonesia pada saat MEA 2015. Kerangka pemikiran yang digunakan disajikan dalam Gambar 2.
16
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
17
METODE ANALISIS
Jenis dan Sumber Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, yaitu metode yang menggabungkan metode time series dan cross section Data time series yang digunakan adalah data tahunan selama lima tahun yaitu tahun 20082012, sedangkan data cross section sebanyak sembilan yang menunjukan sektor perekonomian utama di Indonesia. Sembilan sektor tersebut adalah pertanian (termasuk perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan); pertambangan dan penggalian; industri; listrik, gas, dan air; konstruksi; perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi; transportasi, pergudangan dan komunikasi; lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan; jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan. Adapun variabel-variabel ekonomi yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja, jumlah pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, serta investasi yang terdiri dari PMA dan PMDN. Sumber data diperoleh dari berbagai instansi dan media terkait berdasarkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun instansi dan media yang dimaksud adalah BPS, PUSTADINAKER , serta studi kepustakaan berupa literatur dan buku-buku yang didapat dari perpustakaan IPB dan juga website lainnya. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Adapun metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, serta PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja adalah analisis dengan menggunakan regresi panel data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel dan E-views 6. Untuk analsis deskriptif adalah dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil pengolahan data dan penjelasan analisisnya dipaparkan dalam bab pembahasan. 1. Regresi Panel Data Untuk dapat mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan analisis regresi Ordinary Least Square (OLS) terhadap model dengan kombinasi time series dan cross section, atau disebut juga data panel (pooled data). Data panel (pooled data) atau disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu (Gujarati, 2006). Banyak alasan mengapa penggunaan data panel
18 lebih baik pada model-model regresi dibandingkan data time series atau crosss section, di antaranya menurut Baltagi (2008) adalah : 1. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah, dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut heterogen. Teknik penaksiran data panel yang heterogen secara eksplisit dapat dipertimbangkan dalam perhitungan. 2. Kombinasi data time series dan cross section memberikan informasi lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 3. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan studi berulang-berulang dari cross section. 4. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section. 5. Data panel membantu untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi. 6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atas perusahaan karena unit data lebih banyak. Estimasi model pada penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode efek tetap (fixed effect) dan metode efek acak (random effect) (Gujarati 2006). Kedua metode tersebut akan dipilih yang sesuai dengan menggunakan uji Chow dan Uji Hausman. 2. Metode Fixed Effect Estimasi pada metode Fixed Effect (efek tetap) dapat dilakukan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS) atau tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2006) .Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk memungkinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga Covariance Model. Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut : yit= αi + xjitβj +
yit αi xjit βj eit
+ εi ......................... (3.1) dimana: = variabel yang terkait di waktu t untuk unit cross section i = intersep yang berubah-ubah atar cross section unit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i = parameter untuk variabel ke j = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
19
Dengan menggunakan pendekatan ini, akan terjadi degree of freedom. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat error dari proses pendugaan dengan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Secara umum dirumuskan sebagai berikut : FN+T-2,NT-N-T = ……………….. (3.2) dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode kuadrat kecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K. Nilai statistik F uji inilah yang kemudian diperbandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model yang akan digunakan. 3. Metode Random Effect Metode efek acak memasukkan parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu ke dalam error. Hal inilah yang membuat model efek juga disebut model komponen error (error component model). Penggunaan model efek acak ini dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model random effect (efek acak). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal inilah, model efek acak juga disebut model komponen error (error component model). Bentuk model acak dijelaskan pada persamaan berikut ini : Yit =αit + Xjitβj + Uit ………………… (3.3) Di mana αit diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (αi). Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan : αit = αi + εit
I = 1,2, ……, N…….. (3.4)
Dimana αi adalah rata-rata intersep, εit adalah random error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu. Model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus : Yit = αit + Xjitβj + εit + uit ……………............. (3.5) Yit = αit + Xjitβj + ωit ……………….. (3.6) Dimana: ωit = εit + uit ……………. (3.7)
20 Bentuk ωit terdiri dari komponen error term yaitu εit sebagai komponen cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan persamaan : Yit = αit + xjitβj + ωit ………………………………..(3.8) ωit = εi + vt + wit …………………………………….(3.9) Dimana: εi~ N(0, δu2) vt~ N(0, δv2) wit~ N(0, δw2)
= komponen cross section error = komponen time series error = komponen error kombinasi
Pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak ini dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada model efek tetap. Hal ini mengakibatkan parameter yang hasil estimasi menjadi semakin efisien. Penggunaan model efek tetap atau acak ditentukan dengan menggunakan uji Hausman. Namun disamping dengan menggunakan uji hausman, terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa εi dan variabel bebas X berkorelasi, maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih. Sebaliknya, apabila εi dan variabel bebas X tidak berkorelasi, maka random effect yang lebih baik untuk dipilih. Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah : 1. Bila T (banyaknya unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu fixed effect model. 2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Sehingga apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan. Sebaliknya apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak, maka harus meggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen error individual (εi) berkorelasi dengan variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed effect. 4. Uji Kesesuaian Model Pada penelitian ini, uji kesesuaian model dari kedua metode pada teknik estimasi panel data dapat dilakukan dengan menggunakan Hausman Test. Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect.
21 Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsure trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0 H1
: Model Random Effect : Model Fixed Effect
Dasar penolakan hipotesa nol tersebut diperoleh dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan : m = β – b M0 – M1-1 β – b ~ χ2 K ……………… (3.10) dimana : β b (M0) (M1)
= vektor statistik variabel fixed effect = vektor statistik variabel random effect = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect = matriks kovarian untuk dugaan model random effect
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-Square (χ2) tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya. Perumusan Model Perumusan model regresi panel data dilakukan dengan memasukan peubah-peubah yang diduga secara signifikan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia seperti tercantum pada model persamaan regresi panel data sebagai berikut: LnTKit = α0 + lnβ0PWit + lnβ1Prodit+ lnβ2PMAit + lnβ3PMDNit + εit .... (3.11)
Dimana: lnTKit lnPWit lnProdit lnPMAit lnPMDNit (persen) εit
= Jumlah tenaga kerja Indonesia sektor i pada tahun t (persen) = Jumlah pekerja paruh waktu sektor i pada tahun t (persen) = Jumlah produktivitas tenaga kerja sektor i pada tahun t (persen) = Nilai penanaman modal asing sektor i pada tahun t (persen) = Nilai penanaman modal dalam negeri sektor i pada tahun t = Komponen error
22 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada persamaan model penelitian ini yaitu koefisien variabel pekerja paruh waktu (β0) >0, koefisien variabel produktivitas tenaga kerja (β1) < 0, koefisien variabel PMA (β2) > 0, dan koefisien variabel PMDN (β3) > 0. Variabel pekerja paruh waktu, PMA, dan PMDN diduga berpengaruh secara signifikan dan berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sedangkan untuk variabel produktivitas tenaga kerja diduga berpengaruh secara signifikan dan berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja. Uji Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (pada taraf nyata) atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara signifikan tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, untuk kepentingan tersebut semua koefisien regresi harus diuji.Ada dua jenis hipotesis terhadap regresi yang dapat dilakukan. Pertama disebut dengan uji-F, yaitu digunakan untuk menguji koefisien (slope) regresi secara bersama-sama. Kedua disebut dengan uji-t yang digunakan untuk menguji koefisien regresi termasuk intercept secara individu. 1. Uji Statistik Model Penduga Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel terikat. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-F yaitu perbandingan nilai kritis F dengan nilai hasil F-hitung. Pengujian pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan melalui pengujian besar perubahan variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel bebas. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut : Perumusan Hipotesis : H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1 :Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol. Jika Fhitung > Ftabel di mana koefisien regresi berada di luar daerah penerimaan H0 maka tolak H0, artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0, artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. 2. Uji Statistik untuk masing-masing variabel (uji-t) Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu, yaitu pengujian hipotesis dari koefisien regresi masing-masing variabel secara parsial atau terpisah. Pengujian ini dikenal dengan sebutan uji-t. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas secara
23 individu berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikatnya. Adapun analisis pengujiannya sebagai berikut: H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 ; i = 0, 1, 2, …, k k = koefisien slope
Perumusan Hipotesis :
Berdasarkan hipotesis tersebut dapat terlihat arti dari pengujian yang dilakukan yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap βi (koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Penentuan nilai kritis pada penentuan hipotesis terhadap koefisien regresi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dan dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel (n) yang digunakan. ttabel = t (α / 2), (n-k-1) ……………………………..(3.12) Menghitung nilai t-hitung koefisien variabel bebas : thitung = ………………………................…… (3.13) dengan : βi = Nilai koefisien regresi atau parameter variabel Se (βi) = Simpangan baku untuk βi Penerimaan atau penolakan H0: Jika thitung> tTabel maka tolak H0 Jika thitung< tTabel maka terima H0 Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0, maka koefisien βi tidak sama dengan nol yang menunjukkan bahwa βi nyata atau memiliki nilai yang dapat memengaruhi nilai variabel terikat. 3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi yang dinotasikan dengan R2, sering secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), mengukur berapa persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas untuk membandingkan validitas hasil analisis model regresi (H1 benar) (Juanda 2009). R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat. R2 memilih range antara 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 maka garis regresi menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sedangkan jika R2 = 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut : R2 =
…………………………. (3.14)
24 di mana: RSS = Jumlah Kuadrat Regresi TSS = Jumlah Kuadrat Total Tidak tepatnya keberadaan titik-titik pada garis regresi disebabkan adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap variabel bebas. Jika tidak ada penyimpangan tentu tidak akan ada error. Jika itu terjadi, maka ESS = 0, yang berarti RSS = TSS atau R2 = 1. Dengan kata lain, semua titik observasi berada tepat di garis regresi. Jadi, TSS sesungguhnya adalah variasi dari data, sedangkan RSS adalah variasi dari garis regresi yang dibuat. Uji Asumsi Klasik Uji pelanggaran asumsi dilakukan dalam rangka menghasilkan model yang efisien, visibel dan konsisten. Uji asumsi klasik dilakukan dengan mendeteksi gangguan waktu (time-related disturbance), gangguan antara individu atau antar sektor ekonomi, dan gangguan akibat keduanya. 1. Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi jika pada suatu model regresi tak satu pun variabel bebas mempunyai koefisien regresi dari OLS (Ordinary Least Square) yang signifikan secara statistik, walaupun nilai R2 tinggi. Indikasi multikolinearitas tercermin dari nilai t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan, maka patut diduga ada Multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weights, sehingga t-statistik maupun F-hitung menjadi signifikan (Gujarati 2006). 2. Autokorelasi Autokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana kesalahan pengganggu dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengangu dari periode lainnya. Menurut Pyndick (1991) autokorelasi dapat memengaruhi efisensi estimatornya.Untuk mendeteksi adanya autokorelasi atau korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Menurut Juanda (2009) untuk mengetahui selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya dapat digunakan ketentuan sebagai berikut: Tabel 3 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya Nilai DW 4 – dL < DW < 4 4 – dU < DW < 4 – Dl 2 < DW < 4 – Du dU < DW < 2 DL < DW < Du 0 < DW < dL Sumber Winarno (2007)
Keputusan Terdapat autokorelasi negatif Hasil tidak dapat ditentukan Tidak ada autokorelasi Tidak ada autokorelasi Hasil tidak dapat ditentukan Terdapat autokorelasi positif
25 3. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan di mana varian dari suatu kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas, yaitu: E(Xi, εi) ≠ 0 ……………………………………(3.15) Sehingga Var(εi) ≠ ζ2 ………..…………………...……….(3.16) Hal ini merupakan pelanggaran salah satu asumsi tentang model regresi linear berdasarkan metode kuadrat terkecil. Salah satu asumsi yang digunakan dalam regresi adalah bahwa Var(εi) = ζ2, untuk semua ε, artinya untuk semua kesalahan pengganggu variannya sama. Pada umumnya heteroskedastisitas terjadi di dalam analisis data cross section, yaitu data yang menggambarkan keadaan pada suatu waktu tertentu. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan menjadi misleading (Gujarati 2006). Pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dilakukan dengan White Heteroscedasticity dalam program Eviews. Dengan uji White, dibandingkan Obs* R-Squared dengan X (Chi-Squared) tabel.Jika nilai Obs* RSquared lebih kecil daripada X (Chi-Squared) tabel, maka tidak ada heteroskedastisitas pada model data panel dalam Eviews. Pengolahan data panel dalam Eviews 6.1 yang menggunakan metode General Least Square (cross section weights) untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weight Statistic dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistic. Jika Sum Square Resid Weighted Statistic < Sum Squared Resid Unweighted Statistic maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan yang diberikan untuk menghilangkan heteroskedastisitas adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity (Widarjono 2007). 4. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu memiliki distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak digunakan uji Jarque-Bera atau J-B Test. J-B Test membandingkan antara nilai J-B (χ2 hitung) terhadap χ2 tabel (Chi-Square). Rumus yang digunakan (Insukindro, 2004) adalah: JB = (N-k)/6 . [S2 + ¼ (K-3)2] ........................................................... (3.17) dimana: S = Swekness dari stochastic term error K = Kurtosis dari stochastic term error k = Banyaknya koefisien yang digunakan dalam persamaan N = Jumlah observasi Jika nilai J-B Test lebih besar dari χ2 tabel, maka stochastic term error dari regresi tidak mengikuti distribusi normal.
26 Analisis SWOT Menurut Siagian (2002), analisis SWOT adalah instrumen perencanaaan strategis yang klasik. “SWOT” merupakan akronim untuk kata-kata Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Oportunities (peluang) dan Threats (kekuatan). Faktor kekuatan dan kelemahan datangnya dari dalam, sedangkan peluang dan ancaman merupakan faktor-faktor lingkungan yang berasal dari luar. Dalam merumuskan kebijakan terkait dengan penyerapan tenaga kerja, juga diperlukan Analisis SWOT. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk merumuskan dan melaksanakan sebuah strategi kebijakan guna mengatasi permasalahan penyerapan tenaga kerja. Analisis SWOT terdiri dari (Pearce, 2008): a. Strengths (Kekuatan) Merupakan sumber daya atau kapabilitas yang tersedia, sehingga membuat daerah tersebut menjadi lebih unggul. Dikatakan demikian karena suatu daerah memiliki sumber daya alam, sumber daya manusia, keterampilan penduduk dan produk andalan dan sebagainya yang membuat daerah tersebut lebih kuat dari pada daerah lainnya. b. Weaknesses (Kelemahan) Merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam satu atau lebih sumber daya atau kapabilitas suatu daerah, sehingga menghambat kinerja efektif daerah tersebut. c. Oportunities (Peluang) Merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam suatu daerah. d. Threats (Ancaman) Merupakan situasi yang tidak menguntungkan dalam suatu daerah. Apabila tidak diatasi, ancaman dapat menjadi penghalang dalam pengembangan suatu daerah baik untuk masa sekarang maupun masa depan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaram Umum Penyerapan Tenaga kerja di Indonesia Angkatan kerja di indonesia yang bekerja berdasarkan sektor ekonomi yang ada memang masih belum merata. Hal tersebut dapat terlihat dari Tabel 4. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa angkatan kerja yang bekerja berdasarkan sektor ekonomi, paling banyak terserap di sektor pertanian dan sektor perdagangan. Sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah sektor listrik, gas dan air. Sektor pertanian sebagai sektor yang banyak menghasilkan
27 bahan baku produksi menyerap tenaga kerja paling tinggi. Namun jika dilihat pada periode 2008 sampai 2012, tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian ini berfluktuatif dan cenderung menurun. Hal ini dikarenakan seiring dengan perkembangan waktu, upah yang diterima oleh pekerja pada sektor pertanian cenderung rendah sehingga membuat para pekerja di sektor pertanian beralih untuk mencari pekerjaan lain dengan bayaran upah yang jauh lebih tinggi. Karena sektor pertanian dianggap kurang mampu untuk memenuhi kesejahteraan para pekerjanya. Selain itu jumlah lahan pertanian juga terus mengalami penurunan tiap tahunnya. Penurunan jumlah lahan pertanian ini terjadi karena maraknya konversi lahan pertanian yang terjadi di daerah produktif. Artinya daerah lahan pertanian yang biasanya banyak menghasilkan produk pertanian berlimpah banyak yang dikonversi menjadi rumah-rumah penduduk juga gedung-gedung untuk usaha lain. Contoh maraknya konversi lahan produktif ini adalah di wilayah Jawa Barat, karena wilayah jawa barat banyak menghasilkan produk pertanian terutama komoditas padi. Namun seiring dengan kemajuan di berbagai wilayah di Jawa barat, banyaknya lahan sawah penghasil padi tersebut telah berubah menjadi rumah-rumah penduduk, gedung-gedung untuk perusahaan, bahkan dijadikan lahan untuk sektor industri. Tabel 4. Angkatan kerja yang bekerja berdasarkan lapangan pekerjaan (satuan orang) No
Lapangan Usaha
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
1
Pertanian
41.331.706
41.611.840
41.494.941
39.328.915
38.882.134
2
Pertambangan dan penggalian
1.070.540
1.155.233
1.254.501
1.465.376
1.601.019
12.549.376
12.839.800
13.824.251
14.542.081
15.367.242
201.114
223.054
234.070
239.636
248.927
5.438.965
5.486.817
5.592.897
6.339.811
6.791.662
21.221.744
21.947.823
22.492.176
23.396.537
23.155.798
3 4 5 6
Industri pengolahan Listrik, gas dan air Bangunan Perdagangan, rumah makan dan hotel
7
angkutan, dan komunikasi
6.179.503
6.117.985
5.619.022
5.078.822
4.998.260
8
keuangan, persewaan, dan bangunan.
1.459.985
1.486.596
1.739.486
2.633.362
2.662.216
9
Jasa
13.099.817
14.001.515
15.956.423
16.645.859
17.100.896
Sumber: BPS 2012 (diolah)
28 Kedua, sektor perdagangan menyerap tenaga kerja tertinggi setelah sektor pertanian karena tingginya jumlah UMKM yang ada di Indonesia. Jumlah UMKM yang tinggi di Indonesia ini tentu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan saat ini. Jumlah tenaga kerja yang terserap dari keberadaan UMKM ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, jumlah tenaga kerja yang terserap pada UMKM adalah sebesar 94.024.278 jiwa dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 107.657.509 jiwa (BPS 2012). Hal ini menunjukan bahwa keberadaan UMKM di Indonesia merupakan salah satu alternatif untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia terutama pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan untuk sektor yang bergerak di bidang listrik, air dan gas tidak banyak menyerap tenaga kerja. Meskipun sumber daya alam untuk memperolehnya sangat melimpah di Indonesia, namun pengelolaannya tidak dilakukan secara terbuka. Artinya pemerintah banyak menerapkan pasar monopoli dalam sektor ini. Penetapan pasar monopoli pada sektor ini dikarenakan kebutuhan dari sektor ini sangat mutlak diperlukan oleh masyarakat luas, sehingga pemerintah perlu mengelolanya secara lebih tepat agar masyarakat luas dapat mendapatkan kebutuhannya tanpa mendapatkan hambatan lain. Pada saat MEA 2015, sektor jasa merupakan salah satu sektor yang diperkirakan akan memiliki persaingan tenaga kerja yang ketat. Sektor jasa ini banyak mencakup tenaga-tenaga ahli dari masing-masing negara ASEAN. Tenaga-tenaga ahli yang akan memiliki persaingan yang ketat ini banyak berasal dari bidang medis (dokter dan perawat), arsitektur, dan teknisi-teknisi. Hal ini sesuai dengan kesepakatan MRA, yaitu kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat yang dibuat oleh para menteri ekonomi (untuk Indonesia menteri perdagangan) (Kementerian perdagangan RI, 2013). Hingga tahun 2009, terdapat beberapa MRA yang disepakati oleh ASEAN yaitu MRA untuk jasa-jasa teknisi, paramedis, dan arsitektur. Sehingga sektor jasa merupakan salah satu sektor yang harus diwaspadai dalam persaingan tenaga kerja pada saat MEA 2015. Angkatan kerja yang ada harus segera dipersiapkan lebih matang dengan memenuhi standar kualitas MRA yang telah dibuat. Salah satu kesepakatan yang dibuat MRA adalah dengan menetapkan standarisasi yang dapat diterima leh setiap negara di ASEAN. Di Indonesia bentuk standarisasi itu adalah SKKNI yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang harus dipatuhi oleh setiap tenaga kerja yang bekerja di Indonesia yang mengacu pada Lembaga Sertifikasi Profesi. Dengan adanya SKKNI maka akan meningkatkan peluang tenaga kerja Indonesia untuk berkiprah di dunia regional dan internasional, karena sertifikat kompetensi yang dimiliki secara profesional dihargai di dalam negeri maupun luar negeri. Sistem SKKNI juga berfungsi sebagai media filter bagi masuknya tenaga kerja asing di Indonesia. Dari total angkatan kerja yang bekerja tersebut, terdapat jumlah pekerja paruh waktu yang juga memberikan kontribusi bagi angkatan kerja yang bekerja di Indonesia. Dari Tabel 5 terlihat bahwa sektor pertanian memiliki jumlah pekerja paruh waktu tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya, kemudian diikuti dengan sektor perdagangan, jasa, dan industri. Sektor pertanian memiliki jumlah pekerja paruh waktu tertinggi karena pekerjaannya yang termasuk
29 pekerjaan musiman. Sedangkan sektor yang memiliki jumlah pekerja paruh waktu yang paling sedikit adalah sektor listrik air dan gas karena pekerjaan dalam sektor ini diatur langsung oleh pemerintah sehingga meminimkan kemungkinan adanya pekerja paruh waktu. Tabel 5. Jumlah pekerja paruh waktu menurut lapangan usaha periode 2008-2012 Tahun No
Lapangan Usaha 2008
2009
2010
2011
2012
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
10,326,071
10,322,687
11,714,892
13,667,635
13,284,667
2
Pertambangan dan Penggalian
76,053
81,002
84,654
114,102
148,542
3
Industri Pengolahan
1,049,054
1,030,415
1,033,424
1,262,076
1,410,272
4
Listrik Gas, dan Air bersih
12,662
12,116
11,922
12,608
15,784
5
Konstruksi
137,656
150,513
154,543
225,644
256,255
2,120,842
2,141,415
2,202,647
2,719,783
2,789,332
356,163
316,367
280,761
307,604
314,998
6 7
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
124,967
93,225
96,071
167,240
212,363
9
Jasa-jasa
1,969,394
2,026,624
2,431,669
2,838,832
3,091,577
Sumber: BPS 2012
Jumlah pekerja paruh waktu di Indonesia juga cenderung memiliki keragaman tersendiri. Jumlah pekerja paruh waktu perempuan selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah paruh waktu lelaki, dan jumlah paruh waktu dipedesaan selalu lebih besar daripada jumlah pekerja paruh waktu di perkotaan. Jumlah pekerja paruh waktu perempuan lebih besar daripada lelaki karena banyaknya jumlah ibu-ibu rumah tangga yang mengambil pekerjaan paruh waktu untuk membantu pendapatan keluarganya. Selain itu jumlah pekerja paruh waktu di pedesaan juga lebih besar daripada di perkotaan karena pengaruh dari banyaknya pekerja paruh waktu di sektor pertanian yang dominan berada di wilayah pedesaan. Kondisi tersebut dapat terlihat dari Tabel 6 Tabel 6. Tingkat pekerja paruh waktu di Indonesia (%) No
Pekerja Paruh waktu
1 2 3 4
Laki-laki Perempuan Perkotaan Pedesaan
Sumber: BPS RI, 2012 (diolah)
Tahun 2011 14,19 27,40 10,19 27,54
2012 14,57 27,45 12,37 25,81
30 Tingginya penyerapan tenaga kerja kedalam beberapa sektor tersebut juga dipengaruhi oleh pekerja paruh waktu yang termasuk kedalam angkatan kerja yang bekerja. Pekerja paruh waktu ini cenderung menghasilkan produktivitas yang kurang optimal karena pekerja ini bekerja dibawah jam kerja optimal. Waktu kerja yang berada dibawah jam kerja yang optimal ini mengakibatkan output yang dihasilkan per satuan tenaga kerja tidak maksimal. Padahal produktivitas tenaga kerja akan sangat diperhatikan pada saat MEA 2015. Tingginya tingkat produktivitas dari tenaga kerja merupakan hal yang sangat dibutuhkan pada saat MEA 2015 karena dapat menguntungkan pihak pengusaha ataupun investor yang memberikan modalnya dalam suatu proses produksi. Namun tingginya produktivitas ini harus disertai dengan upaya untuk terus meningkatkan penambahan jumlah output, agar penambahan jumlah tenaga kerja tidak akan mengurangi tingkat produktivitas nantinya. Ada saatnya produktivitas memiliki hubungan yang terbalik dengan penyerapan tenaga kerja, yaitu ketika penambahan jumlah output yang dihasilkan berkurang setelah adanya penambahan tenaga kerja. Namun jika penambahan input tenaga kerja masih memberikan tambahan output, peningkatan produktivitas cenderung memberikan hubungan positif dengan penyerapan tenaga kerja. Mankiw (2003) menganggap bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja merupakan faktor esensil dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, karena produktivitas tenaga kerja mencerminkan efisiensi dan kemajuan teknologi. Menurut Robert M, Solow tanah, tenaga kerja, dan modal fisik dapat mengalami diminishing return, namun jika tenaga kerja yang ada diiringi dengan keahlian dan pendidikan yang memadai sebagai investasi sumber daya manusia maka dapat memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas. Tabel 7 menunjukan saat ini tingkat produktivitas tertinggi berada pada sektor pertambangan. Tabel 7. Produktivitas tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi (miliar rupiah per jiwa) No
Lapangan Usaha
Tahun (miliar rupiah per jiwa) 2008
2009
2010
2011
2012
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
0.007
0.007
0.007
0.008
0.008
2
Pertambangan dan Penggalian
0.161
0.156
0.149
0.130
0.121
3
Industri Pengolahan
0.044
0.044
0.043
0.044
0.044
4
Listrik Gas, dan Air bersih
0.075
0.077
0.077
0.079
0.081
5
Konstruksi
0.024
0.026
0.027
0.025
0.025
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0.017
0.017
0.018
0.019
0.020
7
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
0.027
0.031
0.039
0.048
0.053
0.136
0.141
0.127
0.090
0.095
0.015
0.015
0.014
0.014
0.014
8 9
31 Sektor pertambangan menunjukan tingkat produktivitas tertinggi karena sektor pertambangan ini memiliki karakteristik usaha yang padat modal dan padat teknologi serta komoditas pertambangan ini sangat dipengaruhi oleh harga komoditas internasional. Jika harga komoditas internasional naik akan mengakibatkan tingkat produktivitas juga meningkat (BI, 2007). Tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja tentu dipengaruhi juga oleh adanya modal asing (PMA) dan modal dalam negeri (PMDN) yang masuk kedalam sektor tersebut. Sehingga secara tidak langsung jumlah investasi juga turut andil dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga kerja di Sembilan Sektor Ekonomi di Indonesia Estimasi model dilakukan dengan melakukan Uji Chow terlebih dahulu untuk memilih metode pendekatan yang terbaik antara PLS dan Fixed Effect. Hasil uji chow ini menunjukan probabilitas 0,0000 dimana angka tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) 5 persen. Karena prob (0,0000) < α (0,05) yang berarti cukup bukti untuk menolak H0, sehingga metode yang digunakan adalah fixed effect. Setelah itu dilakukan uji hausman pada metode random effect untuk mencari tahu pendekatan yang terbaik antara fixed effect dan random effect dan hasilnya menunjukan probabilitas senilai 0,0225 yang menunjukan bahwa probabilitas (0,0225) < α (0,05) sehingga cukup bukti untuk menolak H 0 yang berarti pendekatan terbaik adalah tetap dengan menggunakan metode fixed effect. Untuk uji pelanggaran asumsi klasik sendiri dapat dilihat dari berbagai hal seperti uji multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil uji multikolinearitas menghasilkan nilai korelasi yang tinggi untuk variabel pekerja paruh waktu (LNPW) yaitu sebesar 0,965833 (terlampir). Nilai korelasi yang tinggi tersebut masih bisa diabaikan karena nilai koefisien determinasi yang jauh lebih besar yaitu 0,999455 sehingga multikolinearitas tidak ada dalam estimasi model. Untuk hasil uji normalitas (terlampir) dapat dilihat bahwa probabilitasnya sebesar 0,419419 lebih besar daripada taraf nyata 5 persen. nilai prob (0,419419) > α (0,05), maka cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti residual error (error term) terdistribusi normal. Untuk uji heteroskedastisitas sendiri dapat dilihat dengan menggunakan metode General Least Square (GLS) dan membandingkan nilai dari sum squared resid weighted dan nilai sum squard resid unweighted. Pada Tabel 8 terlihat bahwa nilai sum squared resid weighted (0,064435) lebih kecil dari nilai sum squared resid unweighted (0,078664) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil estimasi model yang diketahui bahwa nilai DW adalah 1,315036. Dengan diketahui nilai k = 5 dan n = 45 maka diketahui bahwa nilai dL dan dU adalah 1,29 dan 1,78 sehingga nilai DW berada diantara dL dan dU (dL < DW < dU) yang berarti tidak dapat diputuskan ada atau tidak adanya autokorelasi.
32 Tabel 8. Hasil estimasi model Data Panel dengan menggunakan Fixed Effect Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
LnPW
0.348454
8.689861
0.0000
LnProd
-0.416343
-6.559397
0.0000
LnPMA
0.016991
3.325666
0.0022
LnPMDN
0.015789
1.776038
0.0852
C
9.341076
19.78890
0.0000
R-Squared
0.999455
Adjusted R-Squared
0.999251
Prob (F-statistic)
0.000000
Durbin-Watson Stat
1.315036
Sum squared resid weighted
0.064435
Sum squared resid unweighted
0.078664
Dari Tabel 8 tersebut maka diketahui bahwa estimasi model memiliki koefisien determinasi (R2) senilai 0,999455 yang berarti bahwa sekitar 99,9455 persen penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor di Indonesia mampu dijelaskan oleh model yaitu pekerja pruh waku, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN. Sedangkan 0,06 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor diluar model yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja dapat dilihat dari faktor permintaan tenaga kerja seperti upah dan jumlah output. Sedangkan dilihat dari faktor yang memengaruhi penawaran tenaga kerja terdapat jumlah penduduk, struktur umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan keadaan ekonomi (Aulia 2013) Variabel pekerja paruh waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan saat ini, mengingat jumlahnya yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun terbukti memengaruhi secara signifikan dan berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja pada taraf nyata 5 persen. Hal ini sesuai dengan teori yang berlaku, karena pekerja paruh waktu merupakan salah satu angkatan kerja yang dihitung bekerja dan tidak mencari atau menerima pekerjaan lain lagi sehingga pekerja paruh waktu akan memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Pada estimasi model, jika jumlah pekerja paruh waktu meningkat 1 persen, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,34 persen (ceteris paribus). Produktivitas merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja meskipun hubungan produktivitas ini merupakan hubungan yang negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini terjadi karena penambahan jumlah output yang dihasilkan dalam suatu produksi kurang dari penambahan jumlah pekerja yang dipekerjakan. Hal ini terjadi di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi sehingga cenderung padat karya.
33 Menurut Mulyadi (2006), tingkat produktivitas tenaga kerja digambarkan dari rasio output atau penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan. Semakin tinggi jumlah output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu tenaga kerja maka produktivitas akan semakin tinggi, sehingga penyerapan tenaga kerjanya juga akan meningkat. Namun jika penambahan output berkurang dari penambahan satu tenaga kerja maka akan mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja. Dalam estimasi model terbukti bahwa produktivitas berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen, dimana jika terjadi peningkatan produktivitas sebesar 1 persen maka akan mengurangi tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 0,41 persen (ceteris paribus). Untuk variabel PMDN yang merupakan bagian dari investasi riil domestik memiliki pengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5 persen dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja dengan koefisien sebesar 0,016991. Hal ini berarti jika terjadi penambahan PMDN sebesar 1 persen (ceteris paribus) maka penyerapan tenaga kerja akan mengalami peningkatan sebesar 0,016 persen. Untuk variabel PMA sendiri yang merupakan bagian dari investasi riil asing memiliki pengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10 persen dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja dengan koefisien sebesar 0,015789. Hal ini berarti jika terjadi penambahan PMA sebesar 1 persen (ceteris paribus) maka penyerapan tenaga kerja akan mengalami peningkatan sebesar 0,016 persen. Terdapat beberapa sektor di Indonesia yang berpotensi memengaruhi peningkatan dan penurunan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat pada efek individu pada data cross section effect pada Tabel 9. Jika dilihat tanpa adanya pengaruh variabel-variabel independen (jumlah pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN). Hasil estimasi data panel menunjukan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor ekonomi Indonesia tertinggi ditunjukan oleh sektor Industri pengolahan. Industri ini memiliki pengaruh meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 62,4819 persen. Sektor kedua tertinggi adalah sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan dengan pengaruh yang meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia sebesar 57,2136 persen ceteris paribus. Namun jika dilihat pada efek individu dari data cross section tanpa adanya pengaruh dari variabel-variabel independen (jumlah pekerja paruh waktu, produktivitas tenaga kerja, PMA, dan PMDN) terdapat beberapa sektor yang berpengaruh menurunkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, sektor tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik air dan gas, serta sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan. Sektor pertambangan dan penggalian berpengaruh untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 32,8152 persen ceteris paribus. Hal ini terjadi karena pendapatan yang dihasilkan oleh sektor pertambangan dan penggalian juga cenderung tinggi dan sektor ini merupakan sektor padat modal dan padat teknologi yang sangat tergantung dari harga komoditas internasional. Penyerapan tenaga kerja dari sektor pertambangan dan penggalian ini memiliki pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Untuk sektor listrik, air, dan gas, tanpa adanya pengaruh dari variabel independen (jumlah pekerja paruh waktu, produktivitas, PMA, dan PMDN) memberikan pengaruh yang menurunkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia sebesar 1,6 persen (ceteris paribus). Sektor ini memberikan pengaruh paling besar
34 dengan penurunan penyerapan tenaga kerja karena sektor ini merupakan sektor yang dikelola oleh pemerintah (BUMN) dengan menerapkan pasar monopoli sehingga penyerapan tenaga kerja terbatas. Selain sektor pertambangan dan sektor listrik air dan gas, sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan juga memberikan pengaruh yang menurunkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia sebesar 3,8931 persen (ceteris paribus). Tabel 9. Hasil Cross Section Effects pada estimasi data panel No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
CROSSID Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas, dan Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Effect 0.224122 -0.328152 0.624819 -1.600010 0.295293 0.572136 0.154074 -0.038931 0.096650
Strategi Untuk Meningkatkan Penyerapan Tenaga kerja di Indonesia dalam upaya menghadapi MEA 2015 1. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan dalam menentukan strategi yang tepat bagi Indonesia untuk menghadapi MEA 2015. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia yang masih memiliki beberapa kendala dan belum terserap secara maksimal membuat Indonesia harus cermat dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambil untuk menghadapi MEA 2015 nanti. Persaingan tenaga kerja dalam mencari atau mempertahankan pekerjaan akan semakin sengit dengan bebasnya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia. meskipun Indonesia memiliki beberapa keunggulan wilayah, jumlah penduduk, dan lain-lain tetapi hal tersebut harus disertai dengan cara yang tepat untuk menutupi kekurangan Indonesia dalam menyerap tenaga kerja Indonesia sendiri. Penentuan strategi-strategi inilah yang akan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT seperti pada Tabel 10 dibawah ini.
35 Tabel 10. Matriks SWOT Strength: Jumlah populasi penduduk yang tinggi membuat jumlah angkatan kerja yang juga tinggi. 2 Sumber daya yang cenderung melimpah 3 Mudahnya mendapatkan bahan baku, produk setengah jadi, hingga produk utuh. 4 Dukungan pemerintah untuk tenaga kerja Indonesia dengan adanya jaminan sosial. Strategi (SO): 1. Membuka lapangan pekerjaan yang seluasluasnya. 2. Memanfaatkan sektor agroindustri secara maksimal 3. Meningkatkan produktivitas dari hulu hingga hilir 1
Opportunities : 1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Threat : 1. Persaingan yang ketat dengan tenaga kerja asing terutama saat MEA 2015 nanti. 2. Pengurangan hambatan untuk faktor produksi masuk ke Indonesia
Strategi (ST): 1. Pengalokasian tenaga kerja berdasarkan bakat keahlian. 2. Penyuluhan bagi industri produk setengah jadi untuk menggiatkan nilai tambah produk. 3. Regulasi yang adil dan efektif untuk pergerakan faktor produksi
Weakness: Kurangnya keahlian dan keterampilan tenaga kerja Indonesia 2. Birokrasi yang rumit 3. Infrastruktur yang buruk. 4. Tingkat pengangguran yang tinggi. 1.
1.
2. 3. 4.
Strategi (WO): Peningkatan mutu penididikan dan keterampilan bagi angkatan kerja Pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat luas Perbaikan Infrastruktur Perbaikan sistem administrasi
Strategi (WT): 1. Dukungan bagi sektorsektor kecil atau home industries 2. Pertukaran tenaga ahli dari dan ke indonesia dengan negara lain untuk bertukar ilmu. 3. Kerjasama perusahaan asing dan domestik yang semakin digiatkan untuk mencapai keuntungan bersama.
1.1 Strength atau kekuatan: kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia sebagai faktor internal yang dinilai mampu memengaruhi dan membantu pembuatan strategi untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja adalah: 1) Jumlah populasi penduduk yang tinggi Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Bahkan menurut catatan world bank 2012, Indonesia menyandang status sebagai
36 negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat. . Angkatan kerja yang besar akan terbentuk dari jumlah penduduk yang besar (Hasan 2013). Sehingga jumlah angkatan kerja Indonesia juga tinggi. 2) Sumber daya alam yang melimpah Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya alam Indonesia berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, peternakan, perkebunan serta pertambangan dan energi. Sebagai Negara agraris, pertanian menjadi mata pencaharian terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Luas lahan pertanian lebih kurang 82, 71 % dari seluruh luas lahan. Lahan tersebut sebagian besar digunakan untuk areal persawahan. Untuk Populasi peternakan di Indonesia terdiri atas populasi ternak besar seperti, sapi perah, sapi potong, kerbau, dan kuda. Populasi ternak kecil meliputi: kambing, domba, dan babi. Fakta fisik bahwa dua per tiga wilayah Indonesia berupa laut, maka sumber daya alam di laut memiliki potensi yang sangat besar. Selain mengandung minyak, gas, mineral dan energi laut non-konvesional, serta harta karun yang sudah mulai digali meskipun masih terbatas, laut juga menghasilkan ikan yang potensi lestarinya diperkirakan sebesar 6, 4 juta ton per tahun (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia 2010). Melihat berbagai kekayaan dari sumber daya alam tersebut maka menjadi keuntungan bagi Indonesia karena dapat menarik minat para investor untuk menanam modal di Indonesia sehingga membantu proses pembangunan dan meningkatkan kesempatan kerja. 3) Kemudahan mendapatkan bahan baku Sektor pertanian yang masih menjadi sektor unggulan di Indonesia membuat subsektor agroindustri di Indonesia terus berkembang . Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut (Anonim 1983). Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen (Mangunwidjaja D dan Sailah I 2009). Dengan berkembangnya sektor agroindustri di Indonesia, membuat kemudahan dalam memperoleh bahan baku maupun produk setengah jadi yang dapat mendorong perluasan kesempatan kerja yang membuat penyerapan tenaga kerja meningkat. 4) Dukungan pemerintah Dukungan pemerintah untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia dibuktikan dengan pemberian jaminan sosial bagi seluruh tenaga kerja Indonesia. Program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga kerja) adalah hak setiap tenaga kerja, baik dalam hubungan kerja maupun tenaga kerja luar hubungan kerja. Oleh karena itu, program Jamsostek tersebut wajib dilakukan oleh setiap perusahaan (pasal 3 ayat [2], pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek). Bahkan ditegaskan kembali dalam UU No.
37 3 Tahun 1992 bahwa pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut dalam program Jamsostek (pasal 17). 1.2 Weakness atau kelemahan: Indonesia tentu memiliki kelemahan-kelemahan yang memengaruhi penyerapan tenaga kerjanya. kelemahan-kelemahan tersebut seperti: 1) Kurangnya keahlian, keterampilan dan pendidikan tenaga kerja Pekerja yang berpendidikan di Indonesia masih sangat kurang. Kurangnya keahlian, keterampilan, dan pendidikan yang dimiliki tenaga kerja di Indonesia mengakibatkan produktivitas yang dihasilkan oleh tenaga kerja di Indonesia cenderung rendah. Padahal produktivitas sendiri memiliki pengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor utama di Indonesia. 2) Birokrasi yang rumit Rumitnya birokrasi di Indonesia memang dapat terlihat dengan jelas. Bahkan jika diberikan indeks skala 1-10, Indonesia berada pada level 8,37 dimana negara yang memiliki level indeks 10 menandakan birokrasi negara tersebut sangat tidak efisien. (Prasodjo 2014). Akibat dari tidak efisiennya birokrasi di Indonesia dapat mengakibatkan penurunan minat investasi ke Indonesia. 3) Infrastruktur yang buruk Infrastruktur Indonesia masih buruk jika dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Luasnya wilayah Indonesia mengakibatkan timpangnya pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia. Dari data world bank 2012 menyebutkan bahwa peringkat infrastruktur Indonesia berada dibawah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Secara global Indonesia menempati peringkat ke-85 dari 155 negara. Infrastruktur sendiri merupakan salah satu faktor yang menjadi daya tarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya karena membantu pendistribusian yang dapat meningkatkan efisiensi dari proses produksi. 4) Tingkat pengangguran tinggi Tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi. Angka pada bulan agustus 2012 saja menunjukan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 6,14%. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat mengakibatkan produktivitas sektor ekonomi menurun. 1.3 Opportunities atau kesempatan: dibalik berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia, Indonesia juga memiliki beberapa kesempatan jika dilihat dari luar termasuk dengan adanya pembentukan MEA 2015 nanti. kesempatan-kesempatan yang dimiliki oleh Indonesia itu antara lain adalah: 1) Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi Pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu pertumbuhan ekonomi terkuat selama periode setelah krisis yang terjadi pada tahun 2008. IMF menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kondisi perekonomian terkuat di antara negara-negara di ASEAN. Pada 2011 pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah 6,4 persen. Ini adalah yang tertinggi dibanding dengan negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pada 2011 PDB
38 Malaysia adalah 5,2 persen, Filipina 4,7 persen, Singapura 5,3 persen, Thailand 3,5 persen, dan Vietnam 5,8 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini seharusnya menjadi kesempatan bagi Indonesia unuk membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia mampu untuk bersaing dalam menghadapi MEA 2015. 1.4 Threat (Ancaman): adanya pembangunan ekonomi yang terintegrasi (MEA 2015) tentu memiliki ancaman tersendiri bagi penyerapan tenga kerja di negaranegara ASEAN. Untuk Indonesia sendiri ancaman-ancaman tersebut dapat berupa: 1) Persaingan yang ketat antara tenaga kerja asing dan lokal terutama saat MEA 2015. Persaingan tenaga kerja yang akan terjadi perlu diberikan perhatian khusus mengingat besarnya peluang tenaga kerja asing yang lebih ahli untuk masuk ke dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Masuknya tenaga ahli asing ini tidak akan mendapat halangan yang berarti karena banyaknya penghapusan hambatan saat MEA 2015 nanti. sehingga tenaga kerja Indonesia perlu untuk mewaspadai persaingan yang semakin ketat ini agar tenaga kerja Indonesia tidak perlu menjadi “budak”di negaranya sendiri. 2) Pengurangan hambatan bagi faktor produksi untuk masuk ke Indonesia. Hambatan-hambatan yang ada bagi mobilitas barang dan jasa saat ini mulai dihapuskan secara perlahan. Penghapusan hambatan-hambatan ini akan meningkatkan mobilitas faktor produksi antara sesama negara ASEAN nantinya Sehingga tenaga kerja Indonesia harus siap untuk mempertahankan pasar tenaga kerja dalam negeri secara optimal dan siap bersaing ke negaranegara ASEAN untuk bersaing memperoleh pekerjaan. 1.5 Strategi Strength-Opportuntiy (SO): penyusunan strategi yang didasari oleh pemanfaatan kekuatan dalam negeri dan pemanfaatan peluang dari luar dapat diterapkan untuk menyusun strategi yang tepat untuk mengahadapi penyerapan tenaga kerja saat MEA 2015. Strategi-strategi tersebut dapat berupa: 1) Membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya Tingginya jumlah penduduk di Indonesia dapat menjadi kesempatan untuk memanfaatkannya menjadi sumber daya manusia yang dapat digunakan bagi berbagai kegiatan ekonomi. Selain tingginya jumlah penduduk, luasnya wilayah Indonesia dengan segala kekayaan flora dan fauna yang dimiliki tentu sangat mengundang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. terlebih lagi tingginya pertumbuhan ekonomi di Indonesia beberapa tahun ini dapat membuat para investor asing lebih tenang untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sehingga dengan melihat berbagai peluang tersebut, seharusnya Indonesia mampu memanfaatkannya untuk membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya. Pada saat MEA 2015 persaingan tenaga kerja akan sangat ketat, sehingga penciptaan tenaga kerja secara insentif oleh para pencari kerja di Indonesia dapat sangat membantu untuk mengurangi tingkat pengangguran saat MEA 2015 nanti. 2) Memanfaatkan sektor agroindustri secara maksimal. Dengan masih tingginya tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian dan jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri yang terus meningkat
39 maka sektor agroindustri dapat menjadi salah satu alternatif yang baik. Sektor agroindustri ini masih harus dikembangkan dan didukung sepenuhnya oleh semua pihak terkait seperti swasta dan pemerintah agar penyerapan tenaga kerja yang terlibat terutama dalam sektor pertanian dan industri dapat terjaga dengan baik. Jika sektor agroindustri ini dapat dimanfaatkan dengan baik dan semaksimal mungkin maka hal ini dapat sangat membantu, karena saat MEA 2015 nanti persaingan akan terjadi dari berbagai bentuk faktor produksi baik barang maupun jasa, modal, teknologi, bahkan tenaga kerja. Sehingga ketika Indonesia mampu memproduksi sendiri bahan mentah untuk proses produksi di sektor industrinya, maka dapat menghemat biaya produksi dan akan membantu menyerap tenaga kerja di Indonesia. 1.6 Startegi Weakness-Opportunity (WO): pembuatan strategi ini didasarkan pada transformasi kelemahan dari tenaga kerja di Indonesia menjadi kelebihan dapat digunakan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Sehingga penyusunan strategi dapat dibuat lebih tajam. Strategi tersebut dapat berupa: 1) Peningkatan mutu penididikan dan keterampilan bagi angkatan kerja Mutu pendidikan dan keterampilan tenaga kerja di Indonesia memang masih sangat rendah. Hal tersebut terbukti dengan minimnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh pekerja di Indonesia selama ini. Padahal demi menghadapi MEA 2015 nanti tenaga kerja di Indonesia dituntut untuk mampu bersaing secara luas termasuk dengan tenaga kerja asing. Sehingga peningkatan mutu pendidikan dan keterampilan merupakan hal mutlak yang harus didukung oleh semua pihak terutama pemerintah. 2) Pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat luas Jika dilihat dari tingginya jumlah penduduk di Indonesia, maka persaingan untuk mendapatkan pekerjaan memang sudah dapat dipastikan terjadi dengan sangat ketat. Jumlah permintaan dan penawaran tenaga kerja yang tidak seimbang ini dapat menciptakan adanya pengangguran. Untuk menghindarinya, melakukan pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat luas sangat penting untuk dilakukan. Dengan adanya pelatihan kewirausahaan ini akan membantu masyarakat berpikir secara kreatif untuk menjadi wirausahawan. Pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat luas ini dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk berusaha mandiri dengan membuka lapangan pekerjaan agar tidak perlu bergantung dari kesempatan kerja yang dimiliki orang lain. Sehingga hal tersebut dapat membantu masyarakat luas lainnya pada saat MEA 2015 nanti. 3) Perbaikan Infrastruktur Berdasarkan hasil data yang telah diperoleh sebelumnya dapat diketahui bahwa infrastruktur di Indonesia masih sangat buruk. Padahal infrastruktur merupakan salah satu faktor yang sangat membantu dalam berbagai kegiatan ekonomi di setiap wilayah di Indonesia. Luasnya wilayah di Indonesia harus dikelola dengan baik agar tidak terjadi ketimpangan di daerah-daerah yang ada di Indonesia. MEA 2015 nanti menuntut mobilisasi barang dan jasa yang cepat di setiap daerah, sehingga kondisi infrastruktur yang baik ini sangat diperlukan untuk menjaga mobilitas barang dan jasa tersebut. 4) Perbaikan sistem administrasi
40 Sistem administrasi di Indonesia merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dijaga efisiensi dan efektivitasnya. Birokrasi di Indonisia saat ini yang masih melibatkan sistem administrasi yang kurang efisien karena proses yang berbelit-belit dan cenderung menghabiskan banyak waktu dan biaya, sehingga menghambat efektivitas dari tujuan administrasi itu sendiri. Proses administrasi dapat memengaruhi arus modal yang masuk dan keluar dari Indonesia, karena investor tentu akan mencari wilayah atau suatu sektor yang terlihat memiliki prospek pendapatan yang tinggi dan proses administrasi yang mudah. Sehingga untuk menjaga aliran modal yang ada di Indonesia saat MEA 2015, penting bagi Indonesia untuk membenahi sistem administrasinya 1.7 Strategi Strength-Threat (ST): analisis untuk pembuatan strategi ini dibuat dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki dari Indonesia untuk menyiasati ancaman-ancaman dari luar saat MEA 2015 nanti terutama dalam upaya untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia saat MEA 2015 nanti. Strategi-strategi tersebut adalah: 1) Pengalokasian tenaga kerja berdasarkan bakat dan keahlian. Pengalokasian tenaga kerja di Indonesia harus diusahakan untuk sesuai dengan bakat dan keahlian dari tenaga kerja itu sendiri. Agar produktivitas yang dihasilkan tenaga kerja tersebut dapat maksimal. Terutama untuk menghadapi MEA 2015, pengalokasian tenaga kerja sesuai bakat dan keahlian ini sangat penting untuk dilakukan karena ketatnya persaingan di pasar tenaga kerja negara-negara ASEAN. 2) Penyuluhan bagi industri produk setengah jadi untuk menggiatkan nilai tambah produk. Industri hulu atau banyak yang berasal dari sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menghasilkan produk bahan baku bahkan produk setengah jadi. Jika masyarakat Indonesia mampu mengubahnya menjadi produk yang memiliki nilai tambah lebih, tentu akan membantu sektor-sektor terkait. Penambahan nilai tambah produk akan menghasilkan tambahan bagi pendapatan di sektor tersebut, sehingga akan merangsang penyerapan tenaga kerja lebih lanjut untuk memberdayakan produk yang memiliki nilai tambah tersebut. Upaya-upaya yang dilakuakan untuk dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja harus terus digiatkan, karena persaingan tenaga kerja di pasar bebas ASEAN nanti akan terus mengancam setiap tenaga kerja di wilayah ASEAN. Untuk itu tenaga kerja yang ada saat MEA 2015 nanti harus mampu berkompetisi lebih dengan tenaga-tenaga kerja lainnya. 3) Regulasi yang efektif untuk mobilitas faktor produksi. Penetapan regulasi yang tepat bagi mobilitas faktor produksi barang dan jasa sangat penting untuk diawasi lebih lanjut. Mobilitas faktor produksi yang akan terjadi sangat cepat saat MEA 2015 nanti harus dijaga keseimbangannya agar Indonesia tetap dapat memiliki “peran” saat MEA 2015 nanti. Penetapan regulasi ini akan sangat membantu persaingan ketat yang akan terjadi saat pasar bebas di ASEA. Terutama untuk melindungi faktor produksi seperti tenaga kerja yang ada di Indonesia, dan jumlah modal yang masuk ke Indonesia. Tenaga kerja di Indonesia harus dilindungi saat
41 MEA 2015 nanti, karena persaingan yang ketat di pasar ketenaga kerjaan tetap membutuhkan regulasi yang tepat untuk mengawasinya. Begitu juga dengan aliran modal yang masuk ke Indonesia. 1.8 Strategi Weakness-Threat (WT): strategi ini dibuat dengan memanfaatkan kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia untuk menghadapi ancaman dari luar saat MEA 2015. Terutama dalam upaya atau pembuatan strategi untuk mengatasi ancaman-ancaman dari luar tersebut. Strategi-strategi tersebut dapat berupa: 1) Dukungan bagi sector informal atau home industries Sektor-sektor kecil atau home industries yang menjadi salah satu sektor informal merupakan salah satu sektor yang menyumbangkan peran besar bagi pendapatan Indonesia. Sektor-sektor kecil ini juga banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. sehingga penting sekali bagi pemerintah untuk mendukung keberadaan sektor informal demi menciptakan lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan untuk menyerap tenaga kerja sebanyakbanyaknya terutama saat pasar bebas ketenaga kerjaan di ASEAN 2015. 2) Pertukaran tenaga ahli dari dan ke indonesia dengan negara lain untuk bertukar ilmu. Pertukaran ilmu atau keahlian yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara ASEAN lainnya dapat membantu Indonesia untuk mensiasati pekerja yang kurang berpendidikan dan minim keahlian di Indonesia. Pekerja yang kurang terdidik di Indonesia memang cukup tinggi, namun dengan mendatangkan tenaga kerja asing yang memiliki keahlian khusus ke Indonesia akan sangat membantu para pekerja tersebut untuk memiliki keahlian baru. Begitu juga dengan tenaga kerja yang akan dikirim ke luar atau ke negara ASEAN lainnya. Sehingga pertukaran tenaga ahli ini akan sangat menguntungkan berbagai pihak dari setiap negara di wilayah ASEAN. 3) Kerjasama perusahaan asing dan domestik yang semakin digiatkan untuk mencapai keuntungan bersama. Kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan domestik dan asing akan sangat membantu meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Dengan kerja sama tersebut akan menciptakan upaya untuk mendapatkan keuntungan bersama bagi kedua pihak yaitu pihak domestik dan perusahaan asing tersebut. Sehingga akan menjaga hubungan baik bagi Indonesia dan negara ASEAN lainnya yang memilki hubungan kerjasama.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pekerja paruh waktu, PMA, dan PMDN memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor utama di Indonesia pada taraf nyata 5 dan 10 persen. Untuk variabel produktifitas sendiri memiliki pengaruh yang signifikan dan negattif terhadap penyerapan tenaga kerja di sembilan sektor ekonomi Indonesia pada taraf nyata 5 persen. Untuk mempersiapkan diri agar
42 Indonesia siap menghadapi MEA 2015 nanti, banyak hal yang harus diperhatikan agar penyerapan tenaga kerja di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan hasil analisis SWOT, strategi yang dapat dilakukan oleh Indonesia dengan memanfaatkan peluang saat mendekati MEA 2015 ini adalah dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas dari sistem perekonomian hulu hingga hilir, dan dukungan pemerintah untuk dapat membantu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Dengan peluang asing atau MEA 2015 nanti, Indonesia dapat memanfaatkan hal tersebut untuk menutupi kelemahankelemahan yang mengakibatkan penyerapan tenaga kerja di Indoenesia buruk. Strategi tersebut dapat berupa meningkatkan keahlian dann keterampilan tenaga kerja, pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat luas, serta perbaikan infrastruktur dan administrasi yang dapat menarik investasi masuk ke Indonesia. Untuk strategi Indonesia sendiri dalam menghadapi ancaman penyerapan tenaga kerja dari luar dapat berupa pengalokasian tenaga kerja berdasarkan bakat dan keahliannya, penyuluhan bagi indutsri produk setengah jadi untuk menambahkan nilai tambah, serta penerapan regulasi yang adil dan efektif untuk mengawasi penyerapan tenaga kerja di Indonesia, terutama saat MEA 2015 nanti. Untuk pembentukan strategi peneyrapan tenaga kerja di Indonesia dalam upaya mengubah kelemahan menjadi kekuatan dalam menghadapi ancaman dari luar adalah dengan memberikan dukungan bagi sektor kecil atau home industries dari pihak pemerintah maupun pihak swasta, pertukaran tenaga ahli dari dan ke Indonesia, serta insentif kerja sama yang perlu dilakukan perusahaan asing serta domestik untuk menciptakan kesejahteraan bersama dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja setingi-tingginya.
Saran 1. Pemanfaatan sektor agroindustri secara maksimal, dimana input produksi dari sektor pertanian dikembangkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah dan sektor ini mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi. 2. Perbaikan dari sistem birokrasi dan infrastruktur di Indonesia untuk membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari proses produksi. 3. Peningkatan produktivitas tenaga kerja perlu diupayakan semaksimal mungkin. Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam meningkatkan produktivitas jangan sampai terjadi pengurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, output harus ditingkatkan melebihi peningkatan penggunaan tenaga kerja. 4. Peningkatan kualitas dan kemampuan tenaga kerja indonesia dengan mengadakan berbagai pelatihan keahlian dan keterampilan, untuk membentuk angkatan kerja yang berdaya saing. 5. Pemerintah mampu menciptakan lingkungan produksi atau usaha yang sehat agar dapat membentuk iklim investasi yang kondusif. 6. Pembentukan regulasi yang efektif dan efisien bagi faktor produksi baik modal maupun tenaga kerja terutama saat MEA 2015. 7. Penggiatan kerjasama antara perusahaan asing dan domestik untuk menciptakan keuntungan bersama
43
DAFTAR PUSTAKA Afrida B. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Gahlia Indonesia Ananta A. 1990. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LDFE-UI Aulia W. 2013. Interaksi Permintaan dan Penawaran Tenaga kerja. http://wadeau.blogspot.com/2013/11/.html. [diunduh 2014 Mar 15]: Bogor Bellante Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenaga kerjaan. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia [BPS] Badan Pusat Statistik. Berbagai tahun publikasi. Statistic Indonesia. Jakarta (ID): BPS [Depkeu] Departemen Keuangan. 2014. ASEAN Free Trade Area (AFTA). [diunduh 2014 jun 04] : http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/hi=AFTA Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga Eko P Widoyoko. 2011. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gujarati D. 2006. Essentials of Econometrics Third Edition. United States Military Academy, West Point (US): McGraw-Hill International Edition. Handoyo, H. 2013. Konsep Ketenaga http://thedeathzombie.blogspot.com. [diunduh 2014 Mar 21]: Bogor
kerjaan.
Kaufman dan Julie Hotchkiss. 1999. The Economics of Labour Markets. Fifth edition. The Dryden Press Sinungan Muchdarsyah. 1992. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara Mulyadi S. 2000. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Nordhaus W. 2005. The Sources of the Productivity Rebound and the Manufacturing Employment Puzzle, NBER Working Paper 11354 Payaman J Simanjuntak. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFEUI Pearce, John A. dan R. B. Robinson. 2008. Manajemen Strategis – Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. 10 ed. Jakarta: Penerbit Salemba Empat [Pustadinaker] Pusat Data dan Informasi Ketenaga kerjaan. 2014. Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. [diunduh 2014 Mar 25] : http://jdih.depnakertrans.go.id/data_puu/gabungan_oke.pdf Ravianto. 1986. Produktivitas dan Seni Usaha. Jakarta: Binaman Teknika Aksara Riyanto J. 1986. Produktivitas Tenaga kerja. Jakarta: SIUP
44 Siregar, H. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan Menciptakan Lapangan Kerja. Jurnal Ekononomi Politik dan Keuangan. INDEF: Jakarta Sudarsono dkk. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Karunia Sukirno S. 1994. Pengantar Teori Makroekonomi. edisi kedua. PT. Rajawali Grasindo Persada: Jakarta Sukirno S. 2000. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Suparmono. 2004. Pengantar Ekonomika Makro. Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan (UPP) AMP YKPN
45 Lampiran1 Realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN)
PMA
PMDN
Tahun (juta US$)
Tahun (miliar Rp)
2008
2009
2010
2011
2012
2008
2009
2010
2011
2012
154.3
158.5
833.4
1263.9
1677.6
1238.5
2662
9056.4
9267.1
9888.1
181.4
304.5
2200.5
3619.2
4255.4
519.2
1793.9
3075
6899.2
10480.9
4515.2
3831.1
3337.4
6789.5
11769.9
15914.8
19434.3
25612.6
38553.8
49889.1
26.9
349.2
1428.6
1864.9
1514.6
519.8
3442.7
4929.8
9134.7
3796.8
426.7
518.3
618.4
353.7
239.6
881.2
2765.8
67.6
598.2
4586.6
739.1
1012.5
1120.2
1068.2
1251.8
833.4
1799.1
506.7
723
2045.4
8529.9
4170.4
5072.1
3798.9
2808.2
429.2
809.2
13787.7
8130.1
8612
174.9
309.5
1050.4
198.7
401.8
0.8
122.8
261.7
732.7
58
123.1
161.2
553.8
517.5
645.8
26.4
5010.1
3328.8
1621.9
2825.1
Sumber: BPS 2012
46 Lampiran 2. Hasil Uji Chow pada model Fixed EffectsModel dan Uji Hausman pada Random Effects Model Hasil uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: FIX1 Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 360.096243
d.f.
Prob.
(8,32)
0.0000
Hasil Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: REM Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
11.393802
4
0.0225
47 Lampiran 3. Hasil Uji Asumsi Klasik (Uji Multikolinearitas dan uji Normalitas) Uji Multikolinearitas LNY
LNPW
LNPROD
LNPMDN
LNPMA
LNY
1.000000
0.965833
-0.818505
0.170958
0.137075
LNPW
0.965833
1.000000
-0.822404
0.180859
0.080616
LNPROD
-0.818505
-0.822404
1.000000
-0.156805
0.095917
LNPMDN
0.170958
0.180859
-0.156805
1.000000
0.565475
LNPMA
0.137075
0.080616
0.095917
0.565475
1.000000
Uji Normalitas 8
Series: Standardized Residuals Sample 2008 2012 Observations 45
7 6 5 4 3 2 1 0 -0.08
-0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-5.96e-18 0.007555 0.067544 -0.078274 0.038268 -0.284773 2.223837
Jarque-Bera Probability
1.737772 0.419419
48 RIWAYAT HIDUP
Penulis, Arti Ilhami, lahir di Tasikmalaya pada tanggal 12 Agustus 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Sobirin dan Momi Maryani. Penulis merupakan lulusan dari SDN Pengadilan 2, kemudian tahun 2007 penulis lulus dari SMPN 8 Kota Bogor, dan Lulus dari SMAN 6 Bogor. Kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa departemen ilmu ekonomi, Fakulktas Ekonomi dan Manajemen, IPB, melalui jalur PMDK. Selama berada di Departemen Ilmu Ekonomi IPB, penulis tergabung dengan himpro HIPOTESA periode 2011-2012 dengan memasuki divisi DNA sebagai sekretaris.