ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKAN DI SEKOLAH DAN KUALITAS MENU BAGI SISWA SEKOLAH DASAR DI BOGOR
OLEH : REISI NURDIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2011
Reisi Nurdiani NIM I151070042
ABSTRACT REISI NURDIANI. Analysis of School Foodservice and Diet Quality of Elementary School Student in Bogor. Under direction of BUDI SETIAWAN and LILIK KUSTIYAH. The quality of school foodservice in elementary school is a cruicial factor however the evaluation of school foodservice had not been done yet. The aims of this case study were to assess school foodservice in elementary school and diet quality of elementary school children. This research was carried out in January to August 2010. The survey was done in four elementary school in Bogor which represent of school with school foodservice (SPM) and school without foodservice (STPM). KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 was used to asses school foodservice was use and the principles of balanced nutrition (PUGS) was used to asses diet quality. This research showed that school foodservice has not complied the standard/requirement. Catering SPM 1 provided a menu with energy and protein contain more than 30% RDA, while Catering SPM 2 did not. HEI score of SPM group was 65, while HEI score of STPM was 55. Based on HEI score the diet quality of SPM and STPM need to be improved. Based on nutrient content, food diversity and portion of the menu provided by school caterers have not complied with the rules of a balanced diet. Nutritional status of SPM group were better than STPM group. The average score mid semester test of SPM group was significantly different than STPM group (p<0.05). There wasn’t significantly difference in attendance rates between the SPM and STPM group. Key words: school foodservice, diet quality, healthy eating index(HEI).
RINGKASAN REISI NURDIANI. Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan LILIK KUSTIYAH. Penelitian ini bertujuan untuk menganallisi 1) pola penyelenggaraan makanan di sekolah dasar yang meliputi input, proses, output, 2) konsumsi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta kualitas konsumsi pangan siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah pada hari sekolah dan libur, 3) kualitas menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah, 4) kebiasan makan siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak, serta 5) perbedaan status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran siswa antar siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak. Penelitian ini menggunakan desain case study yang dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Agustus 2010. Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Penelitian dilakukan di empat SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM serta SDN Sukadamai 3 dan SDN Polisi 4 yang merupakan kelompok STPM. Sampel pada SPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah), (2) Kepsek atau bagian gizi, dan (3) katering sekolah. Sedangkan sampel pada STPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5, dan (2) Kepsek atau bagian gizi. Jumlah total sampel siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 siswa. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung. Data primer meliputi karakteristik sampel (umur, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, status gizi, kandungan zat gizi setiap menu. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data sekolah dan katering sekolah. Analisis statistik yang digunakan adalah 1) Uji Chi-square untuk menganalisis ketidaktergantungan/hubungan karakteristik sampel dan kebiasaan makan dengan penyelenggaraan makan di sekolah, 2) Uji beda Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan antara status gizi dan tingkat kecukupan gizi siswa pada SPM dan STPM serta uji beda t untuk menganalisis keberadaan perbedaan konsumsi, prestasi akademik/nilai, dan tingkat kehadiran siswa pada SPM dan STPM. Jumlah total sampel kelompok SPM adalah 58 orang yang terdiri 19 orang perempuan (32.8%) dan 39 orang laki-laki (67.2%). Sebagian besar umur sampel kelompok SPM adalah 10 tahun (31%) dan 11 tahun (31%) dengan ratarata uang jajan sebesar Rp. 2 464. Jumlah total sampel kelompok STPM adalah 56 orang yang terdiri 29 orang perempuan (51.8%) dan 27 orang laki-laki (48.2%). Sebagian besar sampel kelompok STPM berumur 10 tahun (78.6%) dengan rata-rata besar uang jajan Rp. 6 545. Berdasarkan KEPMENKES Nomor : 715/MEN KES/SK/V/2003 bahwa kedua katering sekolah ini belum memenuhi standar/persyaratan yang ditentukan. Kedua katering sekolah ini memiliki kelemahan yaitu kurang memadainya fasilitas, kurangnya higiene dan sanitasi pengolahan dan karyawan, kurangnya pengetahuan karyawan mengenai peraturan/ketentuan usaha jasa
boga, dan tidak ada ahli gizi sehingga dalam perencanaan menu belum mempertimbangkan angka kebutuhan zat gizi secara benar. Berdasarkan cara persiapan dan pengolahan makanan, SPM 1 dan 2 memiliki pola penyelenggaraan makan yang berbeda. SPM 1 menggunakan pola on-site meal preparation-local food sedangkan SPM 2 menggunakan pola off-site prepared meal private sector participation. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi sampel kelompok SPM dan STPM tidak berbeda nyata, tetapi konsumsi energi dan zat gizi sampel kelompok SPM pada hari sekolah nyata lebih tinggi dibandingkan konsumsi hari libur (p>0.5). Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1, vitamin C, dan fosfor sampel kelompok SPM dan STPM tidak berbeda nyata. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A dan zat besi sampel SPM nyata lebih tinggi tetapi rata-rata kecukupan kalsium nyata lebih rendah dibandingkan sampel kelompok STPM (p>0.5). Kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM dan STPM masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang namun demikian skor HEI sampel SPM (65) lebih tinggi dibandingkan STPM (55) hal ini menunjukan kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM masih lebih baik dibandingkan STPM. Berdasarkan angka kecukupan gizi, jumlah zat gizi yang disediakan oleh katering SPM 1 sudah memenuhi kebutuhan siswa yang dilayaninya sedangkan katering SPM 2 belum memenuhi kebutuhan gizi siswa yang dilayaninya terutama untuk siswa kelas 5. Katering SPM 1 rata-rata mengolah 11 jenis pangan per hari sedangkan katering SPM 2 rata-rata mengolah 12 jenis pangan per hari. Secara umum jumlah porsi nasi yang disediakan oleh katering SPM 1 dan 2 lebih dari cukup yaitu lebih besar dari 1 porsi per hari. Rata-rata jumlah porsi pangan sumber protein baik hewani ataupun nabati yang disediakan oleh kedua katering sekolah ini adalah 1 porsi per hari. Pangan sumber protein hewani (daging sapi, daging ayam, ikan, udang dan telur) selalu disediakan setiap hari tetapi pangan sumber protein nabati hanya 1-2 kali dalam 1 minggu. Jumlah porsi buah-buahan yang disediakan oleh kedua katering sekolah ini sudah cukup yaitu 1 porsi/hari sedangkan jumlah porsi sayur yang disediakan oleh kedua katering berbeda, katering SPM 1 menyediakan sayuran lebih banyak (2 porsi per hari) sedangkan katering SPM 2 lebih sedikit (0.5-1 porsi per hari). Berdasarkan kandungan zat gizi, keragaman/variasi menu dan porsi menu yang disediakan oleh kedua katering sekolah belum memenuhi kaidah menu seimbang. Seluruh sampel kelompok SPM (100%) selalu makan siang sedangkan sampel kelompok STPM hanya 73.2% yang selalu makan siang. Sebanyak 43.1% sampel kelompok SPM selalu makan makanan lengkap pada saat makan siang sedangkan sampel kelompok STPM yang selalu makan makanan lengkap pada saat makan siang hanya 26.8%. seluruh sampel kelompok SPM (100%) selalu makan siang antara jam 12.00–13.00 yang dilakukan secara bersamasama, sedangkan sampel kelompok STPM biasa makan siang antara jam 13.00– 14.00. Sebagian besar sampel kelompok SPM selalu membawa bekal ke sekolah (43.1%), sedangkan sebagian besar sampel kelompok STPM kadang-kadang membawa bekal ke sekolah (41.1%). Sebagian besar sampel kelompok STPM selalu jajan di sekolah (64.3%) sedangkan kelompok SPM sebagian besar menyatakan tidak pernah jajan di sekolah (44.8%). Keragaan status gizi dan tingkat kehadiran antara sampel kelompok SPM dan STPM tidak nyata perbedaannya (p>0.05). Masalah gizi lebih dan obes pada SPM dan STPM lebih tinggi dibandingkan gizi kurang. Nilai rata-rata kelompok SPM nyata lebih rendah dibandingkan kelompok STPM (p<0.05) tetapi nilai tertinggi untuk setiap bidang studi tidak jauh berbeda untuk kedua kelompok sekolah.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin dari IPB
ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKAN DI SEKOLAH DAN KUALITAS MENU BAGI SISWA SEKOLAH DASAR DI BOGOR
REISI NURDIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS
Judul Penelitian :
Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor
Nama
:
Reisi Nurdiani
NIM
:
I151070031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir.Lilik Kustiyah, MSi Anggota
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
drh. Rizal Damanik, M.Rep.Sc.,Ph.D.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian: 9 Februari 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul
“Analisis
Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dari lubuk hati yang paling dalam penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan serta senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk tetap istiqomah dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji luar komisi atas beragam saran konstruktif dan perbaikan yang sangat bermanfaat bagi penyempurnaan tesis ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS (Dekan FEMA Periode Tahun 2005-2009) dan Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS (Ketua Departemen Gizi Masyarakat Periode Tahun 2005-2009) yang telah memberikan rekomendasi dan kesempatan untuk memperoleh beasiswa pendidikan magister di IPB.
2.
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen dan seluruh staf yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama menempuh pendidikan sehingga semua dapat terlaksana dengan baik.
3.
Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta staf TU Sekolah Alam Bogor yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini.
4.
Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta
staf TU SD IT
Insantama yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini. 5.
Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta
staf TU SDN
Sukadamai 3 yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini.
6.
$Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta staf TU SDN Polisi 4 yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini.
7.
Arditha Rukmini, Harfiati SP dan Siti Nurul yang telah membantu dalam pengambilan data dan entry data penelitian ini.
8.
Any Trihendarini, SP dan Tiurma Sinaga,
MFSA yang telah menjadi
teman dalam bertukar pikiran serta memberikan masukan untuk penelitian ini. 9.
Teman-teman GMS angkatan 2007 diantaranya Nita Yulianis, SP, MSi, Harfiati, STP, MSi, , Khaerunisa, SP, Rini Harianti SSi, MSi, Siti Nuryati, STP, MSi, Nur Afrinis,SSi, MSi, dr. Reni Zuraida, MSi, Yoyanda Bait, STP, MSi, Any Trihendarini SP, dan Maya Kandiana, Apt, MSi untuk dinamika persahabatan yang indah.
10.
Teman-teman GMS angkatan 2006 dan 2008 baik di program Magister maupun Doktoral atas semangat kebersamaan dan dukungannya terutama pada pelaksanaan kolokium, seminar hasil hingga sidang. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan secara tulus dan mendalam
khususnya kepada suami tercinta Muhammad Aries serta kedua orang tua yang selalu saya hormati dan banggakan Bapak Rahmat Purawinata dan Ibu Yoyoh Yunarti , serta kakak dan adik tersayang Dahlia Clifoni dan Getama Priyadi atas segala dukungan doa dan kasih sayang yang telah tercurahkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2011 Reisi Nurdiani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Cianjur tanggal 20 April 1981 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Rachmat Purawinata dan Ibu Yoyoh Yonarti. Masa pendidikan dasar hingga menengah atas dilalui di kota Cianjur. Pendidikan dasar diperoleh pada SDN Ibu Dewi 1 Cianjur periode 1987 - 1993 dan dilanjutkan di SMPN 2 Cianjur periode 1993 - 1996. Penulis menamatkan pendidikan menengah atasnya pada tahun 1999 dari SMUN 1 Cianjur. Kemudian di tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2003
dengan
judul
skripsi
Penambahan
Tepung
Tulang
Meningkatkan Kandungan Kalsium Susu Kacang Hijau.
Ikan
Untuk
Pada tahun 2007
penulis memperoleh kesempatan tugas belajar program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2007 dengan beasiswa pendidikan BPPS. Setelah lulus S1, penulis bekerja di Departemen Gizi Masyarakat, FEMAIPB sebagai asisten dosen. Penulis pernah menjadi fasilitator pada pelatihan Pangan 3B (Beragam, Bergizi dan Berimbang) kerjasama Departemen GMSK dan DEPTAN RI, fasilitator pelatihan Organoleptik, dan fasilitator pelatihan HACCP. Penulis juga pernah terlibat dalam penelitian Feeding Program for Student, dan Analisis Situasi dan Perencanaan Pangan Kabupaten Kotabaru berdasarkan Pola Pangan Harapan. Selain itu penulis juga pernah menjadi auditor keamanan pangan produk segar untuk retail.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
iv
PENDAHULUAN .............................................................................................. Latar Belakang ............................................................................................. Tujuan .......................................................................................................... Manfaat ........................................................................................................
1 1 5 5
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... Anak Usia Sekolah ..................................................................................... Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah .................................... Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah .................................................... Kebutuhan Protein Anak Usia Sekolah ................................................... Pemberian Makanan pada Anak Usia Sekolah .......................................... Penyelenggaraan Makanan......................................................................... Perencanaan Menu ................................................................................. Pembelian, Penerimaan dan Persiapan Pengolahan Bahan Makanan ................................................................................................ Pendistribusian/Penyajian ....................................................................... Pencatatan dan Pelaporan ...................................................................... Sanitasi dan Higiene ............................................................................... Healthy Eating Index (HEI) .......................................................................... HEI di Negara Asia Tenggara ................................................................. HEI di Indonesia ......................................................................................
6 6 6 6 7 8 9 10 10 12 12 12 13 17 18
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................
21
METODE .......................................................................................................... Disain, Waktu dan Tempat .......................................................................... Cara Penetapan Sampel ............................................................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................. Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... Definisi Operasional .....................................................................................
23 23 23 24 26 32
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ Karakteristik Sekolah Dasar ....................................................................... SD Sekolah Alam Bogor ..................................................................... SDIT Insantama Bogor ....................................................................... SDN Sukadamai 3 Bogor ................................................................... SDN Polisi 4 Bogor ............................................................................. Karakteristis Sampel .................................................................................... Karakteristik Kesehatan ..................................................................... Karakteristis Orang Tua Sampel ........................................................ Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah .............................................. Input ................................................................................................... Proses ................................................................................................ Output .................................................................................................
35 35 35 36 38 39 40 41 42 43 44 49 54
Pola Penyelenggaraan Makanan Sekolah ........................................ Konsumsi Energi dan Zat Gizi .................................................................... Konsumsi Energi dan Protein ............................................................. Konsumsi Mineral dan Vitamin ........................................................... Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ...................................................... Tingkat Kecukupan Energi ................................................................. Tingkat Kecukupan Protein ................................................................ Tingkat Kecukupan Vitamin ................................................................ Tingkat Kecukupan Mineral ................................................................ Kualitas Konsumsi Pangan ......................................................................... Kualitas Menu ............................................................................................. Kandungan Gizi Menu ........................................................................ Keragaman/Variasi Menu ................................................................... Standar Porsi ...................................................................................... Kebiasaan Makan ...................................................................................... Kebiasaan Sarapan, Makan Siang dan Makan Malam ...................... Kebiasaan Mengemil dan Kebiasaan Makan Pangan Tertentu ......... Kebiasaan Membawa Makanan Bekal ke Sekolah ............................ Kebiasaan Jajan ................................................................................. Status Gizi, Prestasi Akademik dan Tingkat Kehadiran ..............................
57 61 61 62 63 63 65 66 67 68 71 72 74 74 76 76 79 80 82 83
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ Simpulan ...................................................................................................... Saran ..........................................................................................................
88 88 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
90
LAMPIRAN ......................................................................................................
94
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Rekomendasi intake makanan menurut grup makanan dan ukuran rata – rata penyajian (usia 6 – 10 tahun )……………........……..........….…...…....
9
2.
Rata-rata skor HEI (Kennedy 2008)……………………..………...…………. 14
3.
Skor HEI Amerika Tahun 2005 (Kennedy 2008)…………...…....….….….
4.
Sistem skor HEI Amerika Tahun 2005 (usda 2008)……………….......…... 16
5.
Komponen Thai Healthy Eating Index (THEI) dan sistem skoringnya….… 17
6.
Sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah.………...………………... 24
7.
Variabel, data, metode pengukuran dan sampel penelitian.…………...
8.
Perbandingan piramida makanan Indonesia dan Thailand………….....….. 29
9.
Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) dan sistem skoring… 30
16
25
10. Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) untuk anak-anak usia 10 – 12 tahun……………………………………………………………… 30 11. Peran sekolah, orang tua sampel dan katering pada penyelengaraan makan sekolah di Sekolah Alam Bogor....................................................... 36 12. Peran sekolah, orang tua sampel dan katering pada penyelengaraan makan sekolah di SDIT Insantama............................................................. 37 13. Karakteristik sampel berdasarkan kelompok sekolah………………...…
40
14. Riwayat kesehatan sampel berdasarkan kelompok sekolah…………...
41
15. Karakteristik sosial ekonomi orang tua sampel berdasarkan sekolah…
43
16. Daftar peralatan Katering Pawon Endah……………………………….…..... 46 17. Daftar peralatan Berkah Katering……………………………………….…….. 46 18 Waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan bahan baku Katering Pawon Endah………………………………………………............. 48 19. Waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan bahan baku Berkah Katering………………………………………………………………... 48 20. Tingkat kesukaan sampel SAB terhadap menu katering......................
56
21. Tingkat kesukaan sampel SDIT Insantama terhadap menu katering....
56
22. Rata-rata konsumsi energi dan protein sampel SPM dan STPM..…….
61
23. Rata-rata konsumsi mineral dan vitamin sampel SPM dan STPM.…..
63
24. Tingkat kecukupan vitamin sampel SPM dan STPM.………………..…
66
25. Tingkat kecukupan mineral sampel SPM dan STPM.………………..…
67
26. Jumlah komsumsi pangan dalam satuan porsi berdasarkan komponen HEI………………………………………………………………………………... 69 27. Skor total Healthy Eating Index dan skor masing-masing komponen untuk anak berumur 9 sampai dengan 12 tahun……………………………. 70
28. Kandungan energi dan protein menu katering sekolah SAB dan SDIT IT.. 73 29. Standar porsi berdasarkan kelompok bahan makanan/penukarnya……… 75 30. Kebiasaan sarapan, makan siang dan makan sore/malam sampel SPM dan STPM.………………………………………………………………… 76 31. Kebiasaan makan makanan lengkap sampel SPM dan STPM.……….
77
32. Kebiasaan waktu makan sampel SPM dan STPM.……………………..
78
33. Kebiasaan mengemil, makan sayuran, buah-buahan, susu, tempe/ tahu/oncom dan fast food sampel SPM dan STPM.…………………… 79 34. Jenis makanan bekal sampel SPM dan STPM.…………………….……
81
35. Kebiasaan jajan sampel SPM dan STPM.………………………………..
82
36. Sebaran status gizi sampel SPM dan STPM.…………………………
84
37. Sebaran tingkat kehadiran sampel SPM dan STPM.……………………
87
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Komponen HEI (Kennedy 2008)……………..…………...…..................
14
2.
Persentase HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000……………
15
3.
Skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 19992000 (Kennedy 2008)............................................................................
15
4.
Piramida makanan Thailand………………………………..……………..
18
5.
Piramida makanan Indonesia………………………………………………
19
6.
Kerangka pemikiran penelitian……………………………..………………
22
7.
Kerangka pemilihan lokasi penelitian …….....……………………………
23
8.
Bagan organisasi penyelenggaraan makan di SAB……………………..
44
9.
Bagan organisasi penyelenggaraan makan di SDIT IT…………………
45
10. Konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa SPM dan STPM…………………………………………………………………………
54
11. Tingkat kepatuhan konsumsi makan siang siswa SAB dan SDIT IT…..
57
12. Tingkat kecukupan energi sampel kelompok SPM dan STPM………...
64
13. Tingkat kecukupan protein sampel kelompok SPM dan STPM…..........
65
14. Skor HEI sampel kelompok SPM dan STPM……………………….……
71
15. Kebiasan membawa makanan bekal SPM dan STPM………………….
80
16. Jenis makanan jajanan sampel STPM…………………………..………..
83
17. Tempat membeli makanan jajanan sampel STPM………………………
83
18. Sebaran nilai ujian tengah semester siswa SPM dan STPM…………...
85
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Denah ruang produksi Katering Pawon Endah …………………….…….
94
2.
Denah ruang produksi Berkah Katering ………………………………..….
95
3.
Menu Katering Sekolah Alam Bulan Maret 2010 (Pawon Endah)...……..
96
4.
Menu Katering SDIT Insantama Bulan Mei 2010 (Berkah Katering)…….
97
5.
Kandungan energi dan protein menu Katering Pawon Endah…………...
98
6.
Kandungan energi dan protein menu Berkah Katering…………………..
99
7.
Jenis Pangan serta frekuensi nya dalam satu siklus menu di Katering Pawon Endah………………………………………………………………...
100
Jenis Pangan serta frekuensi nya dalam satu siklus menu di Berkah Katering…………………………………………………………………………
101
Fasilitas dan proses produksi Katering Pawon Endah ……….……….……
102
10. Fasilitas dan proses produksi Berkah Katering ….……………………….
105
11. Porsi menu Katering Pawon Endah .……..…………………..…………….
107
12. Porsi menu Berkah Katering …….... ……..…………………..…………….
109
13. Proses makan siang siswa……..…………………………………………….
110
14. Analisis penyelenggaraan makanan di sekolah (KEPMENKES Nomor : 715/MEN KES/SK/V/2003).......................................................................
111
15. Skema pola penyelenggaraan makan di SAB.........................................
113
16. Skema pola penyelenggaraan makan di SDIT IT....................................
114
8. 9.
17. Penjabaran AKG menurut takaran konsumsi makanan sehari, 115 berdasarkan kelompok umur....................................................................
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan kualitas bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Proses tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal diantaranya ditentukan oleh pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantiítas yang baik serta benar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 (Depkes 2008a) diketahui bahwa prevalensi nasional kurus pada anak umur 6-14 tahun adalah 13.3% untuk laki-laki, dan 10.9% untuk perempuan. Prevalensi nasional berat badan lebih pada anak umur 6-14 tahun adalah 9.5% untuk laki-laki, dan 6.4% untuk anak perempuan. Kota Bogor merupakan wilayah dengan prevalensi berat badan lebih pada anak laki-laki umur 6 – 14 tahun tertinggi di Provinsi Jawa Barat (7.4%) yaitu 15.3% sedangkan pada perempuan 8.6% (Prevalensi Provinsi Jawa Barat adalah 4.6%). Prevalensi kurus pada anak umur 6-14 tahun di Kota Bogor adalah 9.5% untuk laki-laki (prevalensi Provinsi Jawa Barat adalah 10.9%) dan 5.3% untuk perempuan (prevalensi Provinsi Jawa Barat adalah 8.3%) (Depkes 2008b). Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa status gizi anak usia sekolah di kota bogor masih menjadi masalah bahkan tidak hanya gizi kurang tetapi juga gizi lebih. Kekurangan gizi pada anak usia sekolah akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan, sehingga anak-anak seringkali absen serta mengalami kesulitan untuk mengikuti dan memahami pelajaran (WNPG 1998). Banyaknya murid yang terpaksa mengulang kelas atau meninggalkan sekolah (drop out) sebagai akibat kurang gizi merupakan hambatan yang serius bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Sistem penyelenggaran pendidikan formal di Indonesia terus mengalami perubahan salah satunya perubahan jumlah hari efektif belajar. Perubahan hari efektif belajar menjadi 5 hari memiliki konsekuensi terhadap lamanya waktu/jam belajar dalam satu hari yaitu dari 6 jam menjadi 9 jam, hal ini berarti siswa lebih lama tinggal di sekolah dan melewati waktu makan siang. Kondisi seperti ini sering kali menyebabkan siswa tidak sempat sarapan di rumah dan harus makan
2 siang di sekolah. Hal tersebut menuntut komitmen sekolah dalam menyediakan konsumsi bagi siswanya agar kebutuhan zat gizi para siswa tetap tercukupi sehingga proses belajar mengajar tetap bisa berjalan dengan baik. Setiap sekolah memberikan pelayanan makanan bagi siswanya dengan cara yang berbeda. Ada yang hanya menyediakan kantin dan ada juga yang memberikan fasilitas katering bagi siswanya. Masing-masing metode pelayanan makanan di sekolah memiliki kelebihan dan kekurangan namun hal utama yang harus diperhatikan adalah kecukupan gizi dan jumlah makanan yang disediakan, sehingga setiap sekolah memerlukan suatu manajemen penyelenggaraan makan untuk mengelola penyediaan makan bagi siswa khususnya dan seluruh aparat sekolah umumnya. Institusi Makanan Sekolah adalah penyelenggaraan makanan di sekolah yang telah diolah berdasarkan standar yang ada (menu, kecukupan zat gizi dan sanitasi), dihidangkan secara menarik dan menyenangkan untuk siswa (dan aparat sekolah) yang bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga status gizi anak sekolah, meningkatkan kehadiran di sekolah (tidak sering sakit), memperbaiki prestasi akademik serta merangsang dan mendukung pendidikan gizi dalam kurikulum (Wirakusumah, Santoso, Roedjito, dan Retnaningsih 1989). Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) telah banyak dilakukan, mulai dari anak di bawah usia lima tahun (balita), pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah dasar (PMT-AS) maupun untuk ibu hamil dan menyusui. Program Makanan Tambahan Anak sekolah (PMT-AS) merupakan program nasional dimulai sejak tahun 1996/1997, dilaksanakan secara lintas sektoral yang terkait dalam Forum Koordinasi PMT-AS dan mempunyai dasar hukum INPRES No. 1 Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah. Tujuan program ini adalah meningkatkan ketahanan fisik siswa SD/MI selama kegiatan belajar, mendidik siswa untuk menyukai makanan tradisional, makanan jajanan lokal yang aman dan bersih, serta upaya-upaya untuk hidup sehat (Depkes 2000). Pada tahun 2010 dilakukan pemantapan terhadap pelaksanaan PMT-AS yaitu dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan makanan yang berupa kudapan dari bahan pangan lokal melalui pemberdayaan masyarakat (KEMENDAGRI 2010). Whaley et al. (2003) melakukan penelitian mengenai dampak dari intervensi makanan terhadap perkembangan kognitif pada anak sekolah di Kenya. Dilakukan empat perlakuan intervensi makanan yaitu: daging, susu,
3 energi dan kontrol (tanpa intervensi) dan tes kognitif dilakukan sebelum, selama dan sesudah perlakuan (21 bulan). Hasil peneitian menunjukan suplementasi dengan sumber makanan hewani memberikan dampak positif pada perfomance kognitif anak sekolah di Kenya. Penelitian lain yang berkaitan dengan pemberian makanan pada anak sekolah telah dilakukan oleh Kustiyah (2004), mengenai pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa intervensi makanan kudapan (buras) yang mengandung energi 381.7 kkal dan protein 5 gram dapat meningkatkan secara nyata konsumsi energi, karbohidrat dan protein. Konsumsi zat besi dan protein berhubungan positif nyata terhadap kadar hemoglobin anak SD. Intervensi makanan kudapan dapat meningkatkan secara nyata kadar glukosa darah anak SD. Kadar glukosa darah berpengaruh positif nyata terhadap peningkatan daya ingat anak SD terhadap kata dan gambar. Penelitian serupa yang dilakukan Santosa dkk (2004) mengenai kajian manfaat pemberian makanan tambahan terhadap antropometri, gambaran darah, dan parasit usus murid sekolah dasar. Kelompok perlakuan diberi makanan tambahan satu butir telur rebus dan satu gelas bubur kacang hijau (220 ml). Makanan tambahan diberikan pada jam istirahat pertama 3x seminggu selama 10 minggu. Pengamatan dilakukan 5 kali. Makanan tambahan memberikan manfaat pada perbaikan pertumbuhan fisik dan kesehatan, ditinjau dari meningkatnya ukuran antropometrik, menurunnya infeksi parasit dan gambaran hematologis yang stabil. Pencapaian manfaat pemberian makanan tambahan diduga karena dukungan kecukupan kandungan kalori dan protein makanan tambahan tersebut Soetrisno dkk (2005) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh makanan tambahan glikemik tinggi terhadap peningkatan konsentrasi belajar siswa sekolah dasar. Kelompok siswa yang menjadi kontrol diberi camilan yang dibeli dari penjual sekitar sekolah. Kelompok perlakuan diberi camilan tinggi glikemik. Makanan diberikan pada saat istirahat, setiap hari pada bulan ke 1, 3 kali seminggu pada minggu bulan ke 2. Porsi camilan tinggi glikemik lebih kecil dari camilan biasa dengan kandungan zat gizi lebih tinggi . Performa akademik anak kelompok perlakuan lebih baik dari kelompok kontrol (perlakuan diberikan setiap hari).
4 Hasil review berbagai program PMT telah membuktikan bahwa pemberian
makanan
tambahan
memberikan
dampak
positif
terhadap
pemeliharaan status gizi, tingkat kehadiran dan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. PMT-AS menyediakan makanan kudapan sedangkan penyelenggaraan makan di sekolah (school feeding) menyediakan makanan lengkap sehingga manfaat dari penyelenggaraan makan di sekolah akan lebih baik. Pada saat ini banyak sekolah yang memberikan pelayanan makan di sekolah, namun sampai saat ini belum ada evaluasi terhadap penyelenggaraan makan di sekolah baik itu boarding school ataupun full day school yang dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap program tesebut sehingga pada prakteknya siswa hanya diberikan makanan yang sesuai dengan biaya yang ada, bukan berdasarkan pertimbangan kecukupan gizi dan masalah gizi. Kalaupun masalah dan kecukupan gizi sudah menjadi pertimbangan, maka umumnya masih bersifat parsial. Berdasarkan hal tersebut penting untuk dilakukan penelitian untuk menilai penyelenggaraan makanan di sekolah. Penelitian ini didisain untuk menganalisis penyelenggaraan makan di sekolah dengan membandingkan antara siswa yang mengikuti penyelenggaraan makan dan siswa yang tidak. Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mempelajari : 1. Bagaimana
pola
pengelolaan
penyelenggaraan
makanan
di
sekolah
dasar ? 2. Apakah siswa yang mendapatkan makanan di sekolah sudah memperoleh jumlah makanan yang cukup ? 3. Bagaimana kualitas menu makan yang diberikan di sekolah dan makan sehari siswa? 4. Bagaimana kebiasaan makan siswa yang memperoleh makanan di sekolah dan yang tidak ? 5. Bagaimana perbedaan status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran antara siswa yang memperoleh makanan di sekolah dan yang tidak ?
5 Tujuan Secara
umum
penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
penyelenggaraan makanan di sekolah dasar serta kualitas menu siswa di sekolah, sedangkan secara khusus bertujuan untuk : 1. Menganalisis pola penyelenggaraan makanan di sekolah dasar yang meliputi input, proses, output. 2. Menganalisis konsumsi, tingkat kecukupan zat gizi yang meliputi energi, protein, vitamin dan mineral serta kualitas konsumsi pangan siswa yang mendapatkan pelayanan makam di sekolah pada hari sekolah dan libur 3. Menganalisis kualitas menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah 4. Menganalisis kebiasan makan siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak. 5. Menganalisis perbedaan status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran siswa antar siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penyelenggaraan makanan di sekolah dasar serta memberikan informasi kepada sekolah dasar dan pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan makanan di sekolah dasar. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk menyusun standar penyelenggaraan makanan di sekolah dasar
6
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Usia Sekolah Masa anak-anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak, menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang termasuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak tersebut berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja awal, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap. Menurut Lucas (2004), anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6–12 tahun. Sedangkan menurut Endres et al. (2004), anak usia sekolah berawal dari umur 6 tahun dan berakhir pada permulaan dari puberitas. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Kebutuhan zat gizi anak usia sekolah tidak jauh berbeda dengan usia sebelumnya yang berbeda adalah selera makannya. Anak usia sekolah lebih banyak melakukan aktivitas jasmani, misalnya belajar di sekolah, olah raga, bermain dan kegiatan sosial lainnya sehingga waktu untuk beristirahat hanya sedikit. Selain itu anak–anak mengalami pertumbuhan tulang, gigi, otot dan darah, sehingga anak–anak memerlukan jumlah dan jenis makanan yang lebih banyak. Ada tiga fungsi makanan bagi anak-anak antara lain sebagai bahan bakar untuk aktivitas muskular, sebagai suplai unsur dan senyawa kimia yang perlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh yang rusak serta memberikan kesenangan dan kepuasaan bagi anak-anak (Villavieja et al. 1987). Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan makanan bagi anak usia sekolah selain kandungan zat gizi adalah yaitu palatabillity, kepuasan/rasa kenyang, nilai emosi dan sosial. Pada masa sekolah selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah juga diperlukan karena mereka sudah mampu memilih makanan mana yang disukai (Villavieja et al. 1987). Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah Kebutuhan energi anak usia sekolah ditentukan oleh usia, metabolisme bassal dan aktivitas. Untuk anak usia 7–9 tahun, tanpa membedakan jenis
7 kelamin, kebutuhan energinya adalah 1800 kkal. Anak laki–laki dan wanita berusia 10–12 tahun memerlukan energi sebesar 2050 kkal (WNPG 2004). Kebutuhan energi bervariasi dengan tingkat aktivitas, semakin banyak aktivitas anak–anak memerlukan tambahan energi sebaliknya dengan anak– anak yang hanya duduk terus–terusan (sedikit aktivitas). Anak-anak di daerah pedesaan (di negara berkembang) biasanya lebih aktif dibandingkan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, intake energi anak–anak harus seimbang dengan aktivitas fisik (FAO 2001). Kekurangan energi dapat terjadi bila asupan energi dari makanan lebih rendah dibanding energi yang dikeluarkan oleh tubuh, sehingga terjadi keseimbangan energi negatif. Akibatnya, terjadi penurunan berat badan. Bila terjadi keseimbangan energi negatif pada bayi dan anak–anak dalam jangka panjang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan rentan penyakit infeksi. Pada tahap berat bayi dan anak–anak menderita marasmus dan bila disertai kekurangan protein disebut kwashiokor (WNPG 2004). Kelebihan energi dapat terjadi bila intake energi tinggi dari energi yang dikeluarkan oleh tubuh, sehingga terjadi kesembangan energi positif. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh dan akibatnya adalah penambahan berat badan. Kegemukan dapat terjadi karena intake energi yang berlebih atau rendahnya energi yang dikeluarkan tubuh (kurangnya aktivitas fisik tubuh) (WNPG 2004). Kebutuhan Protein Anak Usia Sekolah Kebutuhan protein menurut WHO (2007), yaitu konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan atau menyusui. Kebutuhan asam amino dan protein untuk anak–anak dapat ditentukan dengan menghitung kebutuhan pemeliharaan tubuh. Pada anak–anak kebutuhan protein relatif lebih tinggi bila dikaitkan dengan berat badan daripada orang dewasa. Kebutuhan yang tinggi untuk periode pertumbuhan yang cepat. Konsumsi protein yang memadai merupakan hal yang penting, yaitu harus mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup karena diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Angka Kecukupan Protein (AKP) untuk anak–anak 7–9 tahun sebanyak 45 g/hari, sedangkan untuk anak laki–laki dan perempuan untuk usia 10 – 12 tahun 50 g/hari (WNPG 2004).
8 Kebutuhan protein per kilogram dari berat badan menurun kira–kira 1,1 gram pada masa anak–anak awal sampai 0,9 g pada masa anak–anak akhir. Walaupun jumlah protein adalah kira–kira 5–6% dari energi DRI, dilaporkan bahwa intake dari survei nasional (di Amerika Serikat) menunjukan intake protein sangat tinggi pada range 10–16% dari kilokalori. Akibat kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashikor. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang disebut marasmus. Gabungan antara dua jenis kekurangan ini dinamakan Kurang Energi Protein (WHO 2007). Pemberian Makan pada Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah membutuhkan makanan dasar yang sama dengan ketika mereka remaja, tetapi penyajiannya berbeda disesuaikan dengan selera; jenis dan jumlahnya meningkat untuk menjaga kebutuhan tubuh yang lebih besar dan kebutuhan psikologikal. Anak usia sekolah memerlukan zat gizi yang baik untuk kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan dan agar anak resist pada penyakit infeksi (Ralston et al. 2008). Anak–anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dan mereka mulai berpartisipasi di klub, organisasi olahraga dan program rekrasi (untuk anak–anak usia sekolah di Amerika), sedangkan untuk anak–anak di Indonesia biasanya menghabiskan waktu 4–7 jam di sekolah. Hampir semua masalah perilaku berhubungan dengan makanan telah dipecahkan pada usia ini dan anak–anak menikmati makan untuk mengurangi lapar dan memperoleh kepuasan sosial (Ralston et al. 2008). Anak usia sekolah bisa berpartisipasi dalam program makan siang sekolah atau membawa bekal makan siang dari rumah. The National School Lunch Program, dibentuk pada 1946 dan diadministrasikan oleh USDA, menyediakan kira–kira 1/3 dari DRI untuk anak sekolah. Selain program makan siang sekolah juga ada program sarapan pagi sekolah. Sarapan pagi dan makan siang di sekolah menyediakan tidak boleh lebih dari 30% kalori dari lemak dan 10% kalori dari lemak jenuh, seperti juga untuk memenuhi vitamin A, vitamin C, besi, kalsium dan kalori yang sesuai dengan rekomendasi (DRI). USDA menganalisa murid sekolah yang berpartisipasi pada program ini menunjukan bahwa murid yang berpartisipasi pada program ini mengkonsumsi gula, soda dan minuman buah yang manis lebih sedikit, mengkonsumsi lebih banyak susu dan sayuran dan intake yang lebih tinggi dari beberapa vitamin dan nutrisi
9 dibandingkan dengan murid di sekolah yang tidak berpartisipasi (Ralston et al. 2008). Studi pada anak–anak menunjukan bahwa pola makan telah mengalami perubahan pada tahun–tahun terakhir. Mereka meminum lebih banyak susu rendah lemak dan non lemak, mengkonsumsi sedikit
whole milk dan telur,
makan lebih banyak camilan dan lebih suka mengkonsumsi makanan di lingkungan lain dibandingkan di rumah. Pada Tabel 1 menunjukan suatu rekomendasi pola makan yang mencukupi kebutuhan zat gizi untuk anak berusia 6–10 tahun. Pola makan ini merupakan petunjuk untuk memilih makanan agar cukup zat gizi, diet rendah lemak (Ralston et al. 2008). Tabel 1 Rekomendasi asupan makanan menurut kelompok pangan dan ukuran rata–rata penyajian (usia 6 – 10 tahun)* Kelompok pangan 1. Sayuran (terutama sayuran hijau dan kuning) 2. Buah-buahan (sumber vitamin C) 3. Roti dan serealia Roti Sereal siap saji, olahan serealia seperti makaroni, spagetti, nasi (murni atau diperkaya) 4. Susu dan produk olahannya Whole atau 2 % milk (1.5 oz cheese = 1 c milk) (c= 8 oz or 240 g) 5. Daging dan alternatif pengganti daging Daging tanpa lemak, ikan, unggas, telur, mentega kacang/kedelai, Olahan/segar polong-polongan, kacang-kacangan 6. Lemak dan minyak Mentega, margarin, mayonnaise, minyak
Porsi/hari
Porsi rata-rata
3–5 2–4
0,5 gls 0,5 gls
6 – 11
1 iris 1 ons 0,5 gls 1 gls
3–4 3–4 2 2–1
3 ons 4 sdm 0,5 gls 1 ons
3
1 sdm
*(Ralston et al. 2008)
Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Penyelenggaraaan makanan adalah penyelenggaraan dan pelaksanaan makanan dalam jumlah besar. Pengelolaan makanan mencakup anggaran belanja,
perencanaan
penyediaan/pembelian
menu,
perencanaan
bahan
makanan,
kebutuhan penerimaan
bahan dan
makanan, pencatatan,
penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyajian dan pelaporan. Secara garis besar pengelolaan makanan mencakup perencanaan menu, pembelian, penerimaan, dan persiapan pengolahan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, pendistribusian/penyajian makanan dan pencatatan serta pelaporan (Nursiah 1990).
10 Perencanaan Menu Perencanaan menu merupakan rangkaian kegiatan untuk menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Kegiatan ini sangat penting dalam sistem pengelolaan makanan, karena menu sangat berhubungan dengan kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya dalam sistem tersebut seperti anggaran belanja, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan makanan dan varisi bahan makanan. Menu seimbang perlu untuk kesehatan, namun agar menu yang disediakan dapat dihabiskan, maka perlu disusun variasi menu yang baik, aspek komposisi, warna, rasa, rupa, dan kombinasi masakan yang serasi (Nursiah 1990). Perencanaan
kebutuhan
bahan
makanan
adalah
kegiatan
untuk
menetapkan jumlah, macam dan jenis serta kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah mengumpulkan data mengenai jumlah pasien yang diberi makan, jumlah dan macam makanan yang diberikan, menghitung taksiran persediaan bahan makanan, menghitung kebutuhan bahan makanan untuk satu periode tertentu hingga diperoleh taksiran bahan makanan. Tujuannya adalah menetapkan kebutuhan bahan makanan sesuai dengan menu yang telah direncanakan serta jumlah pasien yang akan dilayani (Mukrie dan Nursiah 1983). Pembelian, Penerimaan dan Persiapan Pengolahan Bahan Makanan Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian proses penyediaan bahan makanan melalui prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar tersedia bahan makanan dengan jumlah dan macam serta kualitas sesuai dengan yang direncanakan. Cara pembelian bahan makanan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang tersedia. Mutu hidangan yang dimasak tergantung dari keadaan fisik dan kualitas bahan makanan yang dibeli. Prosedur pembelian dapat dilakukan secara tender maupun penunjukkan langsung (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981). Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan, penimbangan, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan mengenai jumlah bahan makanan menurut permintaan atau pesanan (Mukrie dan Nursiah 1983). Dalam penerimaan diperhatikan juga jumlah, jenis, ukuran kualitas bahan dan batas waktu kadaluarsa (Moehyi 1992).
11 Persiapan bahan makanan merupakan suatu proses dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu yang siap untuk dimasak sesuai dengan standar resep.
Ditjen Pelayanan Kesehatan (1981) menetapkan
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan persiapan bahan makanan adalah (1) melakukan persiapan bahan makanan berdasarkan tertib kerja dan metode
teknik
persiapan
bahan
makanan
dalam
standar
resep,
(2)
merencanakan persiapan bahan makanan dengan memperhatikan waktu dan menu yang digunakan, (3) peralatan, bahan makanan, dan bumbu-bumbu dikumpulkan sesuai dengan menu yang akan diolah dan diatur secara baik sehingga memudahkan dalam melakukan pekerjaan, (4) mempergunakan peralatan yang sesuai dengan pekerjaan, (5) perlengkapan dan peralatan disusun sedemikian rupa dalam daerah pekerjaan sesuai dengan tugas, (6) mempergunakan
peralatan
dengan
baik
dan
kecelakaan kerja, (7) memperhatikan urutan
benar
untuk
menghindari
langkah-langkah kerja sesuai
dengan metode teknik persiapan, (8) meja kerja, perlengkapan dan peralatan segara dibersihkan dan disusun setelah digunakan. Memasak adalah suatu pengetahuan dan seni yang sudah dikenal sejak zaman dahulu, untuk mengahasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi selera konsumen. Makanan yang disajikan harus dapat merangsang kelenjar ludah, mata, lidah dan perasaan sehingga makanan yang diproduksi sedap dipadang dan mempunyai citarasa yang yang lezat. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan mengahasilkan makanan tidak menarik. Untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas tinggi memerlukan persiapan dan diolah dengan cara yang tepat, proporsi bahan penyusun yang seimbang, bervariasi disajikan dengan menarik serta standar sanitasi yang tinggi (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981). Dalam pengolahan bahan makanan terdapat dua kegiatan yaitu persiapan dan pemasakan bahan makanan. Tahap ini perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses pengolahan (Hardinsyah dan Briawan 1994). Persiapan sebaiknnya dilakukan dengan baik agar bahan makanan kelihatan menarik, nilai gizi tidak berkurang. Tujuan pemasakan bahan makanan adalah mempertahankan nilai gizi makanan, meningkatkan mutu cerna, mempertahankan dan menambah cita rasa, memperindah rupa, warna dan tekstur makanan.
12 Pendistribusian/Penyajian Dalam menerapkan proses distribusi, di kenal dua cara pendistribusian makanan klien, yaitu dengan cara sentralisasi dan desentralisasi (Moehyi 1992). Cara sentralisasi yaitu cara pendistribusian yang semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu tempat (centralized). Sebelum memilih cara ini, maka manajer/penangung jawab penyediaan makanan harus memperhatikan konsekuensi yang harus diadakan seperti luas tempat, peralatan, tenaga dan kesiapan manajemen yang menyeluruh. Sistem sentralisasi ini sesuai untuk institusi besar yang memiliki tenaga terbatas. Pegawai hanya diperlukan di dapur dan di ruang makan saja, karena klien bisa langsung mengambil makanan ke ruang makan tidak perlu diantar ke tiap ruang klien. Sehingga pegawai untuk pendistribusian atau pengantar makanan tidak ada. Cara yang kedua adalah desentralisasi. Fokus cara ini adalah masih tetap berada di unit pembagian utama, kemudian langkah selanjutnya adalah menata makanan dan alat-alat makan perorangan yang telah disediakan di pantry/dapur ruangan. Sistem ini jelas membutuhkan patry/pos pelayanan makan sementara yang
berfungsi
untuk
menghangatkan
kembali
makanan,
membuat
minuman/sejenisnya, menyiapkan peralatan makan bersih, menyajikan makanan sesuai dengan porsi yang ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan, serta membawa hidangan ke klien. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan
dan
pelaporan
merupakan
serangkaian
kegiatan
mengumpulkan data kegiatan pengelolaan makanan dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilai kegiatan pelayanan makanan. Kegiatan pencatatan pelaporan diperlukan agar semua pekerjaan atau kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana dan tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna. Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan setiap langkah kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Depkes 2003b). Sanitasi dan Higiene Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk
13 melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Prabu 2009b). Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan (Prabu 2009b). Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2003b). Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah 1) permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan, 2) lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan, 3) Bila kontak dengan makanan, tidak mengeluarkan logam bnerat beracun yang membahayakan, 4) wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup sempurna dan 5) kebersihannya ditentukan dengan angka kuman sebanyak-banyaknya 100/cm3 permukaan dan tidak ada kuman E-Coli (Depkes 2003a). Healthy Eating Index (HEI) Instrument yang digunakan untuk menilai kualitas diet secara menyeluruh dan memonitor pola konsumsi pangan adalah Healty Eating Index (HEI). HEI merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Center for Nutrition Policy and Promotion
USDA
yaitu
untuk
mengukur
kepatuhan
konsumsi
pangan
dihubungkan dengan angka kecukupan berdasarkan piramida makanan. Healthy Eating Index (HEI) sudah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990 untuk menyediakan suatu kesimpulan pengukuran kualitas diet. HEI ditujukan untuk
14 mengevaluasi kualitas diet pada waktu tertentu dan juga sebagai metode untuk memonitor perubahan pola makan (USDA 2008). HEI terdiri dari 10 komponen (Gambar 1) yaitu 5 komponen pertama berdasarkan 5 kelompok pangan utama pada USDA Food Guide Pyramid 1992 yaitu gandum, buah-buahan, sayuran, daging dan susu. Komponen ke 6 sampai dengan 10 berdasarkan aspek yang tercantum dalam Dietary Guidelines for American tahun 1995 yaitu total lemak, total lemak jenuh, kolesterol, sodium dan keragaman (Kennedy 2008).
Gambar 1 Komponen HEI (Kennedy 2008) Setiap komponen HEI diberikan skor antara 0 sampai dengan 10 sehingga interval total skor HEI memiliki nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Kriteria untuk skor maksimal dan minimal ditentukan berdasarkan angka kecukupan yang dianjurkan per hari. Jika konsumsi atau intake seseorang memiliki jumlah diantara kriteria maksimal dan minimal maka skor ditentukan secara proporsional (Kennedy 2008). Rincian komponen, interval skor dan kriteria maksimum dan minimum HEI disajikan pada Table 2 berikut ini: Tabel 2 Rata-rata skor HEI (Kennedy 2008) Komponen
Skor
1
Kriteria untuk skor maksimum (10)
Kriteria untuk skor minimum (0)
Konsumsi gandum Konsumsi sayur Konsumsi buah Konsumsi susu Konsumsi daging Intake lemak total Intake lemak jenuh Intake kolesterol Intake sodium Keragaman
0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 – 10
6-11 porsi2 3-5 porsi2 2-4 porsi2 2-3 porsi2 2-3 porsi2 < 30% total energi dari lemak < 10% total energi dari lemak jenuh < 300 mg < 2400 mg > 8 jenis per hari
0 porsi 0 porsi 0 porsi 0 porsi 0 porsi > 45% total energi dari lemak > 15% total energi dari lemak jenuh > 450 mg > 4800 mg < 3 jenis per hari
1
Skor untuk orang yang konsumsi/intake antara nilai maksimum dan minimum ditentukan secara proporsional Jumlah porsi tergantung pada Angka kecukupan Gizi per hari yang dianjurkan.
2
15 Pada Gambar 2 berikut disajikan ilustrasi distribusi skor HEI yang menggambarkan sampel populasi orang Amerika tahun 1999-2000. Skor HEI dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu
skor 51 – 80 dikategorikan
membutuhkan perbaikan (need improvement), skor > 80 dikategorikan baik (good), dan skor < 50 dikategorikan buruk (poor).
Gambar 2 Persentase HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 Kualitas diet orang Amerika tahun 1999-2000 disajikan pada Gambar 3 dibawah ini disajikan skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000. Skor terendah adalah 3.8 pada kelompok buah-buahan. Interval skor komponen HEI adalah 5.9 – 7.7. Rata-rata total skor HEI adalah 62 – 64.
Gambar 3 Skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 (Kennedy 2008) Berdasarkan data statistik mengindikasikan bahwa pada level populasi akan sulit untuk memperbaiki skor HEI dalam waktu yang singkat. Data tahun 1994–1996 digunakan untuk memvalidasi HEI. HEI berkorelasi positif dengan
16 intake zat gizi dan juga sebagai tambahan HEI berhubungan dengan persepsi orang terhadap dietnya. Kemudian orang yang menilai dietnya buruk atau sedang memiliki skor HEI yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang menilai dietnya baik/bagus (Kennedy 2008). Pada tahun 2005 Amerika melakukan perbaikan terhadap komponen HEI dengan mengacu pada The 2005 Dietary Guidelines for Americans, sehingga terdapat perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan panduan yang lebih baru, adapun skor HEI yang dikembangkan pada tahun 2005 disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Skor HEI Amerika Tahun 2005 (Kennedy 2008) Skor Max1
Komponen Total buah (termasuk juice) Total buah segar utuh Total sayuran Sayuran hijau tua, oranye, Legum Total gandum Gandum utuh Susu Daging dan kacang-kacangan Minyak Lemak jenuh Sodium Kalori dari lemak jenuh, alkohol, dan gula tambahan
5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10 20
Kriteria untuk skor maksimum
Kriteria untuk skor minimum
≥ 0.8 cup equivalen per 1000 kkal ≥ 0.4 cup equivalen per 1000 kkal ≥ 1.1 cup equivalen per 1000 kkal ≥ 0.4 cup equivalen per 1000 kkal ≥ 3.0 oz equivalen per 1000 kkal ≥ 1.5 oz equivalen per 1000 kkal ≥ 1.3 oz equivalen per 1000 kkal ≥ 2.5 oz equivalen per 1000 kkal ≥ 12 g per 1000 kkal ≤ 7% energi ≤ 0.7 g per 1000 kkal ≤ 20% energi
0 0 0 0 0 0 0 0 0 ≥ 15% energi ≥ 2 g per 1000 kkal ≥ 50% energi
Tabel 4 Sistem Skor HEI Amerika Tahun 2005 (USDA 2008) Komponen
Skor maks
Kriteria Skor 0
Skor maks
Pembagian skor
Total buah
5
intake = 0 > 0.8 gls/1000 Kal
(5/0.8) x (total buah/(energi/1000)
Buah utuh
5
intake = 0 > 0.4 gls/1000 Kal
(5/0.4) x (buah utuh/(energi/1000))
Total sayuran
5
intake = 0 > 1.1 gls/1000 Kal
(5/1.1) x (total sayuran/(energi/1000))
Sayuran hijau dan kuning, legum
5
intake = 0 > 0.4 gls/1000 Kal
(5/0.4) x (sayuran/(energi/1000))
Total Serealia
5
intake = 0 > 3 ons/1000 Kal
(5/3) x ( total serealia/(energi/1000))
Serealia utuh
5
intake = 0 > 1.5 ons/1000 Kal (5/1.5) x (serealia utuh/(energi/1000)
Susu
10
intake = 0 > 1.3 gls/1000 Kal
Daging dan kacang
10
intake = 0 > 2.5 ons/1000 Kal (10/2.5) x (daging/(energi/1000))
Minyak
10
intake = 0 > 12 g/1000 Kal
Lemak jenuh
10
> 15% Kal < 7% Kal
(10/1.3) x (susu/(energi/1000)) (10/12) x (minyak/(energi/1000)) Untuk lemak jenuh antara min dan maks jika > 10 maka HEI = 8-(8/5 x (%lemak jenuh-10)) jika < 10 maka HEI = 10-(2/3 x (%lemak jenuh-7))
Sodium
10
> 2 g/100 < 0.7 g/1000 Kal Kal
Untuk sodium antara min dan maks :
> 50% Kal < 20% Kal
jika %kalori dari SoFAAS < 50 : HEI = min(50%SoFAAS)/1.5, 20
jika > 1100 maka HEI = 8-(8 x (sodium-1100)/900)) jika < 1100 maka HEI = 10-(2 x sodium-700)/400))
Kalori dari SoFAAS
20
17 HEI di Negara Asia Tenggara Negara di Asia Tenggara yang sudah mengembangkan HEI adalah Thailand dengan dasar piramida makanan Thailand.
THEI terdiri dari 11
komponen dimana masing-masing komponen merepresentasikan aspek diet sehat yang berbeda-beda, adapun komponen itu antara lain 1) komponen 1-5 mengukur derajat diet/konsumsi terhadap kecukupannya untuk 5 kelompok pangan utama yaitu serealia dan pati, sayuran, buah-buahan, susu (susu, yoghurt dan keju), daging (daging, unggas, ikan, dry beans, telur dan nuts), 2) komponen 6,7, dan 8 mengukur total lemak, lemak jenuh, konsumsi gula, terhadap persentase total asupan energi, 3) komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium dan 4) komponen 11 untuk mengukur keragaman diet (Sunard, Pinitchun & Pachotikarn 2008). Pada Tabel 5 di bawah ini menyajikan secara rinci THEI. Penilaian HEI menggunakan sistem skor. Kriteria skoring THEI berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang direkomendasikan oleh Thailand. Setiap komponen diberi skor maksimum 10 dan skor minimum 0. Skor diantaranya dihitung secara proposional. Skor maksimal menunjukan asupan mendekati anjuran dan sebaliknya. Skor total THEI dikategorikan menjadi 3 level yaitu skor THEI > 66 dikategorikan baik, skor THEI antara 55-66 dikategorikan memerlukan perbaikan, dan skor THEI lebih dari 55 dikategorikan buruk ( Sunard et al. 2008) Tabel 5 Komponen Thai Healthy Eating Index (THEI) dan sistem skoringnya
1. Konsumsi nasi-pati 2. Konsumsi sayur 3. Konsumsi buah 4. Konsumsi susu 5. Konsumsi daging 6. Intake lemak total 7. Intake lemak jenuh 8. Intake gula tambahan 9. Intake kolesterol 10. Intake sodium 11. Keragaman
Interval skor
Kriteria untuk skor maksimum (10)
Kriteria untuk m skor minimum (0)
0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10
8 – 12 porsi sendok nasi 4 – 6 porsi sendok nasi 3 – 5 porsi 1 – 2 gelas 6 – 12 sdm < 20% total energi < 10% total energi < 6% total energi < 300 mg < 2400 mg > 30 jenis per hari
0 dan 14 – 18 porsi sendok nasi 0 0 0 0 dan 12 – 18 sdm > 35% total energi > 15% total energi > 10% total energi > 400 mg > 3300 mg < 20 jenis per hari
0 – 10 0 – 10 0 – 10
18
Gambar 4 Piramida makanan Thailand HEI di Indonesia Indonesia sampai saat ini belum mengembangkan HEI, namun sebagai pedoman gizi seimbang Indonesia sudah mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang, pada tahun 1992 telah diselenggarakan kongres gizi internasional di Roma yang membahas tentang pentingnya gizi seimbang sebagai upaya untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal. Salah satu rekomendasi penting dari kongres itu adalah anjuran kepada setiap negara agar menyusun pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Di Indonesia pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna pada tahun 1950 dan sampai sekarang pedoman ini masih dikenal oleh sebagian anak sekolah dasar. Slogan 4 sehat 5 sempurna saat itu sebenarnya adalah merupakan bentuk implementasi PUGS (Soekirman 2008). Dalam pedoman umum gizi seimbang terdapat 13 (tiga belas) pesan yang perlu diperhatikan yaitu 1) makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengatur (vitamin dan mineral), 2) makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber utama, yaitu karbohidrat, protein dan lemak, 3) makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok per hari. Seyogyanya sekitar 50-60% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks atau setara dengan 3-4 piring nasi,
19 4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi. Mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner, 5) gunakan garam beriodium untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). GAKI dapat menghambat perkembangan tingkat kecerdasan anak, penyakit gondok, dan kretin (kerdil). Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) per hari. Pesan ke 6 makanlah makanan sumber zat besi untuk mencegah anemia. Sumber yang baik adalah sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging. Pesan ke 7 berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 4 bulan. Pemberian ASI secara eksklusif ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi hingga umur 4 bulan, setelah itu perlu diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Pesan ke 8 biasakan makan pagi (sarapan) untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja. Pesan ke 9 minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya, yaitu minimal 2 liter atau setara dengan 8 gelas setiap harinya, agar proses faali dalam tubuh dapat berlangsung dengan lancar dan seimbang. Pesan ke 10 lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur untuk mencapai berat badan normal dan mengimbangi konsumsi energi yang berlebihan. Pesan ke 11 hindari minum minuman beralkohol. Pesan ke 12 makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, yaitu bebas dari cemaran bahan kimia dan mikroba berbahaya, yang dapat menyebabkan sakit, dan pesan ke 13 bacalah label pada makanan yang dikemas, untuk mengetahui komposisi bahan penyusun (ingridien), komposisi gizi, serta tanggal kedaluarsa (Soekirman 2008).
Gambar 5 Piramida makanan Indonesia
20 Penjabaran Angka Kecukupan Gizi ke dalam Makanan Angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari dapat digunakan untuk merencanakan penyediaan makanan bagi keluarga, kelompok maupun nasional. Untuk keperluan tersebut AKG perlu dijabarkan ke pada tingkat bentuk komoditi makanan. Dalam Repelita VI penjabaran AKG ke bentuk komoditi pangan didasarkan pada kebutuhan energi rata-rata per orang per hari yaitu 2000 kkal (tingkat konsumsi) dan 2200 kkal (tingkat ketersediaan) serta kebutuhan protein rata-rata per orang per hari yaitu 52 gram (tingkat konsumsi) dan 57 gram (tingkat ketersediaan). Penjabaran di atas berdasarkan asumsi bahwa bila kebutuhan energi dan protein terpenuhi maka kebutuhan zat gizi lain juga terpenuhi. Kemudian angka kecukupan gizi tersebut dijabarkan pada kelompok komoditi makanan yaitu 1) beras/serealia (360 gram), 2) umbi-umbian (150 gram), 3) pangan hewani sepert ikan, susu, telur dan daging (60 gram), 4) minyak nabati (50 gram), 5) kacangkacangan (30 gram), 6) sayuran (100 gram), 7) buah (150 gram), dan 8) gula (35 gram). Selanjutnya, jabaran AKG menurut takaran konsumsi makanan sehari, berdasarkan kelompok umur (Soekirman 2008).
21
KERANGKA PEMIKIRAN Pemenuhan kebutuhan gizi anak usia sekolah sangat penting untuk perkembangan
dan
pertumbuhannya
yang
akan
berkontribusi
terhadap
keberhasilan pendidikan anak di sekolah. Sepertiga waktu anak dihabiskan di sekolah hal ini berarti sekurang-kurangnya sepertiga dari total kebutuhan energi dan protein anak harus dipenuhi di sekolah (Mahan & Stump 2004). Konsumsi anak usia sekolah (AUS) berasal dari makanan yang disediakan di rumah dan di sekolah serta makanan jajanan. Makanan anak di sekolah bisa berasal dari jajanan di kantin atau pedagang kaki lima, makanan bekal yang dibawa dari rumah, dan makanan yang disediakan oleh sekolah melalui penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan
Makanan
Sekolah
adalah
kegiatan
penyediaan
makanan di sekolah yang telah diolah berdasarkan standar yang ada, dihidangkan secara menarik dan menyenangkan yang ditujukan untuk siswa dan bertujuan
untuk
memperbaiki
dan
menjaga
status
gizi
anak
sekolah,
meningkatkan kehadiran di sekolah, memperbaiki prestasi akademik serta merangsang dan mendukung pendidikan gizi dalam kurikulum (Wirakusumah dkk 1989). Penyelenggaraan makanan sebagai suatu sistem manajemen yang terdiri dari tiga komponen yaitu input (masukan), throughput (proses) dan output (hasil). Input penyelenggaraan makanan meliputi SDM, peralatan, bahan baku, kosumen, dana, dan metode. Proses penyelengaraan makanan meliputi perencanaan menu, proses serta penyajian dan distribusi. Sedangkan output meliputi konsumsi dan tingkat konsumsi siswa, daya terima serta kepatuhan siswa. Daya terima dan kepatuhan konsumsi sekolah akan mempengaruhi
menu makan siang siswa di
konsumsi makan siswa di sekolah. Jumlah
makanan yang dikonsumsi pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap konsumsi energi dan zat gizi anak usia sekolah.
Konsumsi anak di sekolah
(penyelenggaraan makan di sekolah) dan rumah secara langsung akan berdampak terhadap status gizi. Sedangkan kehadiran siswa di kelas dan prestasi belajar merupakan dampak tidak langsung dari penyelenggaraan makanan di sekolah. Selain itu penyelenggaraan makan di sekolah juga berdampak terhadap kebiasaan makan yang baik siswanya.
22 • • • • • •
Karakteristik sampel Umur Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan Uang jajan Riwayat kesehatan
Karakteristik orang tua : • Pendidikan • Pekerjaan • Pendapatan
Sekolah dengan penyelenggaraan makan
Sekolah tanpa penyelenggaraan makan
I N P U T (Perdigon, 1989) • SDM • Peralatan • Bahan baku • Kosumen • Dana • Metode
Makan di sekolah
Kantin sekolah
Bekal
PROSES • Perencanaan menu • Pengolahan • Penyajian dan distribusi
Makan di rumah
OUTPUT • Konsumsi makan siang • Daya terima makan siang • Kepatuhan konsumsi makan siang
Konsumsi energi dan zat gizi
Makanan jajanan di kantin sekolah
DAMPAK LANGSUNG • Status gizi
DAMPAK TIDAK LANGSUNG • Kebiasaan makan • Prestasi akademik • Tingkat kehadiran
Keterangan : = variabel diteliti = Variabel utama
= variabel tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 6 Kerangka pemikiran penelitian
Infeksi
23
METODE
Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain case study yang dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan (1) keberadaan penyelenggaraan makanan, (2) bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dan (3) kemudahan untuk diakses dari segi lokasi maupun perizinan. Berdasarkan pertimbangan tersebut sekolah dasar yang terpilih terdiri
dari
dua
jenis
sekolah
dasar
yaitu
sekolah
dasar
dengan
penyelenggaraan makan (SPM) dan sekolah dasar tanpa penyelenggaraan makan (STPM). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Agustus 2010 yang mencakup kegiatan penyelesaian proposal, penyusunan instrumen, pengambilan data, entry data, pengolahan dan analisis data serta penulisan tesis. Cara Penetapan Sampel Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 307 sekolah (MI tidak termasuk). Berdasarkan data tersebut di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu SPM dan STPM. Selanjutnya berdasarkan
data
tersebut
dan
pertimbangan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya, penelitian dilakukan di 4 SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM serta SDN Sukadamai 3 dan SDN Polisi 4 yang merupakan kelompok STPM. Kerangka pemilihan lokasi disajikan pada gambar berikut : Sekolah Dasar di Kota Bogor
SPM
SAB
SDIT Insantama
STPM
SDN Polisi 4
SDN Sukadamai 3
Gambar 7 Kerangka pemilihan lokasi penelitian
24 Sampel pada SPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah), (2) Kepsek atau bagian gizi, dan (3) katering sekolah. Sedangkan sampel pada STPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5, dan (2) Kepsek atau bagian gizi. Kelas pararel terpilih ditentukan dengan cara berkoordinasi dengan pihak sekolah. Pada SPM, kelas pararel terpilih ditentukan berdasarkan jumlah siswa peserta katering sekolah terbanyak. Siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 5 dan 4 dengan pertimbangan kemampuan menjawab dan keakuratan jawaban yang diberikan. Pihak sekolah yang menjadi responden adalah kepala sekolah atau bagian gizi. Pihak katering yang menjadi responden adalah manager atau pemilik katering. Jumlah contoh/responden minimum di setiap kelompok sekolah dasar dihitung berdasarkan rumus perhitungan jumlah contoh minimum untuk penelitian survei. Rumus perhitungan jumlah responden adalah sebagai berikut: n ≥ zα2 x p (1 – p)/d2 n = jumlah contoh/responden minimum zα2 = 1.96 p = 0.9 atau 90% d = perkiraan ketepatan penelitian (0.1) Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, jumlah sampel siswa minimum untuk tiap kelompok sekolah dasar adalah 18. Pada kelompok SPM diperoleh 58 sampel siswa yang memenuhi persyaratan sedangkan pada kelompok STPM diperoleh 56 sampel siswa yang memenuhi persyaratan. Jumlah total sampel siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 siswa. Berikut ini disajikan secara rinci tabel sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah. Tabel 6 Sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah No
Sampel
SPM
STPM
Total
1
Siswa
58
56
114
2
Pihak sekolah/Bagian Gizi
2
2
4
3
Pemilik/Manajer Katering
2
-
2
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara menggunakan
25 kuesioner dan pengamatan langsung dengan siswa, Kepsek/bagian gizi dan katering sekolah. Data sekunder yang dikumpulkan dari pihak sekolah antara lain struktur organisasi sekolah, profil/gambaran umum sekolah, dan data-data umum siswa (data orang tua, nilai dan kehadiran), sedangkan data sekunder yang dikumpulkan dari katering sekolah adalah struktur organisasi katering, profil/gambaran umum katering, denah dapur/ruang pengolahan, serta daftar menu dan siklus menu. Data primer meliputi karakteristik sampel (umur, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, daya terima, berat badan dan tinggi badan. Berikut ini disajikan variabel, sasaran, dan metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini : Tabel 7 Variabel, data, metode pengukuran dan responden penelitian No
Variabel
1 Karakteristik siswa • Usia • Jenis kelamin • Berat badan • Tinggi Badan • Uang jajan • Riwayat kesehatan • Pendidikan orang tua • Pekerjaan orang tua • Pendapatan orang tua • Kebiasaan makan di rumah • Jenis jajanan 2. Organisasi Penyelenggaraan Makan di Sekolah 2 Input penyelengaan makanan • Sumberdaya manusia • Peralatan • Bahan baku • Pasar/Konsumen • Biaya • Metode 3 Proses : perencanaan menu • Menu, porsi dan siklus menu • Perencanaan bahan makanan 4 Proses : pelaksanaan • Pembelanjaan bahan makanan • Penerimaan dan penyimpanan bahan makanan • Persiapan dan pengolahan bahan makanan • Penyajian dan distribusi • Pelaporan • Sanitasi dan hygiene 5 Output penyelengaan makanan • Konsumsi siswa • Daya terima siswa • Kepatuhan siswa
Sasaran
Metode pengukuran
Siswa
Wawancara BB : penimbangan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg TB : pengukuran menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm
Kepsek/ Bagian gizi
Wawancara
Katering Sekolah
Wawancara dan pengamatan langsung
Katering Sekolah
Wawancara dan penimbangan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg
Katering Sekolah
Wawancara dan pengamatan langsung
Bagian Gizi/ Recall dan atau record selama 3 Katering, hari, uji organoleptik, dan Siswa pengamatan langsung
26 Data berat badan dan tinggi badan dilakukan pada hari pertama pengambilan data di setiap kelas pada masing-masing kelompok sekolah. Data konsumsi pangan yang diperoleh berupa data berat dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi yang terdiri atas konsumsi 2 hari sekolah (weekday) dan 1 hari libur (weekend). Data porsi menu diperoleh dengan menimbang menu yang disediakan oleh katering sekolah selama 5 hari dalam 1 siklus menu (22 hari) yang terdiri atas nasi, protein hewani/nabati, sayur, dan buah. Data daya terima siswa diperoleh dari uji organoleptik yang berupa uji hedonik/kesukaan penerimaan keseluruhan terhadap menu makan siang katering sekolah yang meliputi nasi, protein hewan, protein nabati, sayur dan buah. Pengolahan dan Analisis Data Tahap pengolahan data pertama adalah entry, cleaning dan pengeditan data yang sudah ada. Data diolah secara statistik dengan mempertimbangkan data ekstrim untuk memvalidasi hasil entri data. Data yang sudah divalidasi akan dianalisis menggunakan statistik. Hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan kurva/gambar untuk menjawab tujuan penelitian. Karakteristik siswa meliputi jenis kelamin, umur, kelas, uang jajan, dan riwayat kesehatan satu bulan terakhir (lama sakit, jenis/gejala sakit, lama hari tidak masuk sekolah). Uang jajan sampel dikelompokan berdasarkan sebaran besaran uang jajan yaitu kurang dari Rp. 5000, Rp. 5000–10.000, Rp. 10.00015.000 dan
lebih dari Rp. 15.000. Lama sakit dikelompokan berdasarkan
sebarannya menjadi 2, 6, 10, 14 dan lebih dari 14 hari; jenis/gejala sakit dikelompokan berdasarkan jenisnya batuk, demam, flu, diare, sakit perut, radang tenggorokan, sariawan, batuk dan flu, demam dan batuk, maag serta lainnya. Lama hari tidak masuk sekolah juga dikelompokan berdasarkan sebarannya yaitu 2, 5, 8, 11 dan lebih dari 11 hari. Karakteristik orang tua siswa meliputi pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua. Pekerjaan ayah dikategorikan menjadi dikategorikan IRT, PNS/BUMN, pegawai swasta dan lainnya. Pendidikan orang tua dikategorikan menjadi, tamat SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan Diploma/S1/S2/S3.
Pendapatan
orang
tua
dikategorikan
menjadi
kurang dari Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000-2.000.000, Rp. 2.000.000-4.000.000 dan lebih dari Rp. 4.000.000. Penyelenggaraan makan sekolah terdiri input, proses dan output. Setiap komponen dalam penyelenggaraan makanan diolah dan dianalisis dengan
27 menggunakan KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003. Ketentuanketentuan dalam KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tersebut diuraikan dan dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item untuk menilai penyelenggaraan makan sekolah (lampiran 14). Perencanaan menu terutama kandungan energi dan protein menu diolah berdasarkan jumlah menu yang disediakan selama 5 hari sekolah dalam 1 minggu, kemudian dirataratakan per siswa per hari dan dibandingkan dengan angka kecukupan gizi menurut WNPG 2004. Data daya terima siswa yang diperoleh dari uji organoleptik yang berupa uji hedonik/kesukaan dikategorikan 1 jika sangat tidak suka, 2 jika tidak suka, 3 jika biasa, 4 jika suka dan 5 jika sangat suka. Daya terima siswa terhadap menu makan siang merupaka persentase jumlah siswa yang memilih kategori 3, 4 dan 5 terhadap total jumlah siswa untuk setiap menu. Kepatuhan konsumsi siswa diperoleh dengan membandingkan konsumsi makan siang siswa di sekolah dengan menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah. Data
konsumsi
pangan
dianalisis
secara
deskriptif
dengan
menggunakan tabulasi silang. Data konsumsi pangan yang diperoleh berupa data berat dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi per kapita per hari dan tingkat kecukupan energi dan protein per kapita per hari. Data konsumsi setiap kelompok siswa (SPM dan STPM) diolah menjadi konsumsi hari sekolah (weekday) dan hari libur (weekend) serta rata-rata konsumsi. Data konsumsi pangan dikonversikan dalam bentuk energi, protein, zat besi, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Untuk menghitung jumlah zat gizi dari setiap bahan pangan yang dikonsumsi digunakan rumus seperti berikut ini (Hardinsyah & Briawan, 1994) : Kgij = (Bj/100) X Gij X (BDD/100) Keterangan Kgij
= Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi
Bj
= Berat bahan pangan yang dikonsumsi
Gij
= Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD
BDD
= Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)
28 Untuk menghitung kecukupan energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) digunakan rumus sebagai berikut : AKG = (Ba/Bs) X AKGI Keterangan AKG
= Angka kecukupan energi atau protein
Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan rata-rata yang tercantum dalam AKG
AKGI = Angka kecukupan energi atau protein yang tercantum dalam AKG Sedangkan untuk mengukur kecukupan vitamin mineral tidak dilakukan koreksi terhadap berat badan aktual sehat. Angka kecukupan vitamin dan mineral dapat dilihat langsung seperti yang terdapat dalam AKG. Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dari konsumsi per hari yang dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi yang telah ditetapkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004. Pengukuran tingkat konsumsi energi dan zat gizi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus seperti berikut Jumlah konsumsi energi/zat gizi AK Energi atau Gizi yang Dianjurkan
X 100%
Departemen Kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein menjadi 5 kelompok yaitu : 1) defisit tingkat berat (< 70% AKG), 2) defisit tingkat sedang ( 70 – 79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80 – 89% AKG), 4) normal (90 – 119% AKG), dan 5) kelebihan > 120% AKG. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang (tingkat kecukupan < 77%) dan cukup (tingkat kecukupan > 77%) (Gibson 2005). Kualitas konsumsi pangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan PUGS yang diadaptasikan ke dalam Healthy Eating Index (HEI). HEI Indonesia disusun berdasarkan HEI yang disusun oleh USDA dan diadopsi oleh negara Thailand dengan pendekatan yang serupa yaitu memasukan piramida makanan ke dalam komponen-komponen yang ada ke dalam HEI. Piramida makanan Indonesia yang diuraikan dalam PUGS memiliki kesamaan dengan piramida makanan yang dimiliki oleh negara Thailand. Persamaan tersebut antara lain
29 beberapa nama kelompok pangan yaitu sumber karbohidrat, sayuran, buahbuahan, protein hewani/daging serta gula dan garam sedangkan perbedaannya antara lain pedoman gizi seimbang negara Thailand memasukan susu dan minyak sedangkan pedoman jumlah
gizi seimbang Indonesia tidak ada. Selain itu
dan satuan porsi masing-masing kelompok pangan juga berbeda.
Berikut ini disajikan perbandingan piramida makanan Indonesia dan Thailand. Tabel 8 Perbandingan piramida makanan Indonesia dan Thailand Indonesia Kelompok Pangan
Thailand Jumlah
Kelompok Pangan
Jumlah
Sumber karbohidrat
3-8 porsi
Rice and starchy food
8-12 rice serving spoon
Sayuran
2-3 porsi
Vegetable
4-6 rice serving spoon
Buah-buahan
3-5 porsi
Fruit
3-5 portion
Protein Hewani
2-3 porsi
Milk
1-2 glasses
Protein Nabati
2-3 porsi
Meat
6-12 spoons
Gula dan Garam
Secukupnya
Oil, Sugar and salt
Eat in limited amount
Sumber : PUGS dan THEI
HEI terdiri dari 10 komponen yaitu 5 komponen pertama berdasar 5 kelompok pangan utama pada piramida makanan yaitu sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani, dan protein nabati. Komponen ke 6 sampai dengan 10 berdasarkan aspek yang tercantum dalam PUSG. Pesan yang terkait dengan HEI antara lain : 1.
Makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengatur (vitamin dan mineral).
2.
Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok per hari.
3.
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi.
4.
Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) per hari.
5.
Makanlah makanan sumber zat besi untuk mencegah anemia. Sumber yang baik adalah sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka disusunlah HEI Indonesia
sebagai berikut :
30 Tabel 9 Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) dan sistem skoring Komponen Sumber karbohidrat Sayuran Buah-buahan Protein Hewani Protein Nabati Total lemak Total Garam Total Gula Fe/Zat Besi Keragaman*
Skor 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10
Kriteria maksimum
Kriteria minimum
3-8 porsi 2-3 porsi 3-5 porsi 2-3 porsi 2-3 porsi 15-25 % dari total energi 6 gram/hari 5% dari total energi 13 g (L) dan 26 g (P) > 8 jenis bahan pangan
0 dan > 9 porsi 0 0 0 dan > 3 porsi 0 dan > 3 porsi > 35% dari total energi > 10 gram/hari > 5% dari total energi > AKG (WNPG 2004) < 3 jenis bahan pangan
Tabel 10 Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) untuk anak-anak usia 10 – 12 Tahun Komponen
Skor
Sumber karbohidrat Sayuran Buah-buahan Protein Hewani Protein Nabati Total lemak Total Garam Total Gula Fe/Zat Besi
0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 10
Keragaman*
0 – 10
Kriteria maksimum
Kriteria minimum
2 – 4 porsi 1 - 1½ porsi 2 – 3 porsi 2 – 4 porsi 2 – 3 porsi 15-25 % dari total energi 6 gram/hari 5% dari total energi 13 g (laki-laki) 20 g (perempuan) > 8 jenis bahan pangan
0 dan > 5 porsi 0 0 0 dan > 4 porsi 0 dan > 4 porsi > 35% dari total energi > 10 gram/hari > 5% dari total energi > AKG (WNPG 2004) < 3 jenis bahan pangan
Secara umum perhitungan skor HEI dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Pengelompokan pangan ke dalam golongan pangan sesuai dengan komponen dalam HEI (karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani, dan protein nabati). 2. Perhitungan kandungan energi dan zat gizi (lemak, dan zat besi/Fe) rata-rata indivudu per hari berdasarkan kelompok pangan. 3. Perhitungan jumlah porsi makan per hari untuk setiap golongan pangan (perbandingan
jumlah
rata-rata
konsumsi
energi/individu/hari
dengan
kandungan energi per porsi untuk setiap golongan pangan). 4. Perhitungan jumlah jenis pangan per hari dan rata-rata jumlah pangan per individu per hari. Keragaman dihitung berdasarkan jumlah jenis makanan yang dikonsumsi dalam satu hari (jenis makanan yang sama dihitung 1 kali). 5. Perhitungan skor HEI dengan ketentuan setiap komponen HEI memiliki nilai minimal 0 dan maksimal 10. Asumsi yang digunakan adalah skor 0 jika konsumsi sama dengan 0 atau lebih dari batas maksimal, skor 5 jika
31 konsumsi berada diantara nilai anjuran dan batas maksimal, dan skor 10 jika konsumsi sesuai anjuran. 6. Penentuan kategori Skor HEI yaitu buruk (poor) apabila skor kurang dari 50, dikategorikan membutuhkan perbaikan (need improvement) apabila skor 51 – 80 dan dikategorikan baik (good) apabila skor lebih dari 80. Kualitas
menu
dinilai
berdasarkan
prinsip
gizi
seimbang
yang
merupakan aplikasi dari PUGS. Prinsip menu seimbang yang dijadikan dasar penilaian yaitu kandungan energi dan protein menu berdasarkan AKG, keragaman pangan/variasi menu dan standar porsi (Soekirman et al 2008). Kebiasaan makan meliputi
kebiasaan makan makanan lengkap, kebiasaan
sarapan, kebiasaan makan siang dan makan malam, kebiasaan mengemil, makan sayuran, buah-buahan, susu, tempe/tahu/oncom dan fast food, kebiasaan membawa makanan bekal ke sekolah, jenis makanan bekal, kebiasaan jajan, jenis jajanan dan tempat jajan. Kebiasaan makan sampel dikategorikan menjadi selalu, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Jenis makanan bekal, jenis jajanan dikelompokan berdasarkan kelompok pangan sedangkan tempat jajan dikategorikan berdasarkan kantin sekolah dan kantin di luar sekolah. Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 9-24 tahun, dengan menggunakan cut off persentil. Sampel dikategorikan kurus apabila IMT/U < persentil ke-5, dikategorikan normal apabila IMT/U berada diantara persentil ke-5 dan persentil ke-85 (persentil ke-5 < x < persentil ke-85) dan dikategorikan gemuk apabila IMT/U ≥ persentil ke-85. Tahapan penentuan status gizi sampel berdasarkan IMT/U adalah penentuan umur sampel dan perhitungan
IMT
(WHO
2009).
Hasil
perhitungan
tersebut
kemudian
dibandingkan dengan referensi pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya. Perhitungan IMT adalah berdasarkan rumus di bawah ini : IMT = Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (m)2 Data prestasi akademik siswa adalah nilai ujian murni tengah semester yang disiapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor (tidak termasuk remedial) yang terdiri dari mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesa dan Matematika. Data tersebut kemudian diolah secara statistik untuk memperoleh maksimal, minimal, rata-rata dan standar deviasi.
32 Tingkat kehadiran siswa ditentukan dengan menjumlahkan hari tidak masuk sekolah karena alasan sakit (tidak termasuk izin dan alpa) dibagi dengan hari efektif sekolah per bulan. Tingkat kehadiran siswa perbulan dirataratakan selama 1 semester. Data tersebut kemudian diolah secara statistik untuk memperoleh maksimal, minimal, rata-rata dan standar deviasi. Analisis statistik yang digunakan adalah 1) tabulasi frekuensi dan tabulasi silang untuk melihat keragaan karakteristik responden, kebiasaan makan, status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran 2) Uji Chi-square untuk menganalisis ketidak-tergantungan/hubungan karakteristik responden dan kebiasaan makan dengan penyelenggaraan makan di sekolah, 3) Uji beda Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan status gizi dan tingkat kecukupan gizi SPM dan STPM serta uji beda t untuk menganalisis perbedaan konsumsi, prestasi akademik/nilai, dan tingkat kehadiran SPM dan STPM. Definisi Operasional Anak sekolah dasar adalah anak usia sekolah yang berumur 9 – 13 tahun yang duduk di kelas 4 dan 5 dan menjadi sampel penelitian Rata-rata jumlah hari absen adalah jumlah hari anak tidak masuk sekolah karena sakit selama satu satu periode pengajaran (1 semester) dibagi jumlah total hari sekolah. Uang jajan adalah uang harian/mingguan/bulanan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya yang terutama diperuntukan untuk membeli makanan jajanan di sekolah atau di sekitar sekolah. Penyelenggaraan
makanan
di
sekolah
dasar
adalah
pelaksanaan
penyediaan makanan bagi siswa/siswi di sekolah dasar yang meliputi input (SDM, peralatan, bahan baku, konsumen, metode dan dana), proses (perencanaan menu, pengolahan, dan penyajian) dan output (konsumsi dan tingkat konsumsi, daya terima dan kepatuhan konsumsi). Katering adalah pihak luar yang bekerjasama dengan sekolah dalam penyelenggaraan makanan bagi siswa dan siswi di sekolah dasar. Daya terima siswa adalah uji organoleptik yang meliputi uji hedonik/kesukaan terhadap penerimaan keseluruhan menu yang meliputi nasi, protein hewan,
protein
nabati,
sayur
dan
buah.
Kesukaan
siswa
dikategorikan 1 jika sangat tidak suka, 2 jika tidak suka, 3 jika biasa, 4 jika suka dan 5 jika sangat suka.
33 Konsumsi siswa adalah rata-rata jumlah dan jenis zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh siswa yang terdiri atas konsumsi hari sekolah (weekday) dan hari libur (weekend), diukur melalui metode recall dan record dalam satuan URT, ditransformasi dalam bentuk gram. Tingkat konsumsi siswa adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi siswa terhadap angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia sekolah (7- 12 tahun) Kepatuhan konsumsi siswa adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh siswa yang disediakan
penyelenggaraan makanan disekolah.
Diukur dari jumlah makanan yang diberikan dikurangi jumlah makanan yang tersisa di piring (URT/gram). Status gizi adalah keadaan status gizi unit penelitian yang diukur berdasarkan perbandingan berat badan dan tinggi badan kuadrat terhadap umur (IMT/U). Sampel dikategorikan kurus apabila IMT/U < persentil ke-5, dikategorikan normal apabila IMT/U berada diantara persentil ke-5 dan persentil ke-85 (persentil ke-5 < x < persentil ke-85) dan dikategorikan gemuk apabila IMT/U ≥ persentil ke-85. Prestasi belajar siswa adalah nilai ujian murni tengah semester siswa yang menjadi responden yang diperoleh dari ujian yang disiapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor dan tidak termasuk nilai remedial. Nilai tersebut untuk mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Matematika. Tingkat kehadiran siswa adalah jumlah hari sekolah efektif dikurangi jumlah hari tidak masuk sekolah dikarenakan sakit selama 1 semester. Hal ini dilandasi bahwa anak yang mendapatkan asupan energi dan zat gizi yang cukup cenderung mempunyai kesehatan yang lebih baik sehingga diharapkan ketidakhadiran di sekolah akibat sakit dapat diminimalisir. Healty eating indeks adalah alat untuk menilai kualitas konsumsi pangan secara menyeluruh dengan skor antara 0 - 100. Penentuan kategori Skor HEI yaitu buruk (poor) apabila skor kurang dari 50, dikategorikan membutuhkan perbaikan (need improvement) apabila skor 51 – 80 dan dikategorikan baik (good) apabila skor lebih dari 80.
34 Kualitas menu adalah mutu menu makan siang siswa yang disediakan oleh sekolah
yang dinilai berdasarkan prinsip gizi seimbang yang
meliputi kandungan gizi menu berdasarkan AKG, keragaman pangan/variasi menu dan standar porsi.
35
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sekolah Dasar Sampel Sekolah Dasar Alam Bogor Sekolah Alam Bogor adalah salah satu sekolah yang dikembangkan dengan metode pembelajaran yang berbeda dengan metode sekolah dasar negeri ataupun swasta. Kurikulum Sekolah Alam Bogor bukan hanya menekankan pada tercapainya tujuan akademik (kurikulum Diknas), melainkan juga mengembangkan kurikulum non akademik khas Sekolah Alam Bogor yaitu mengimplementasikan model pembelajaran terintegrasi berbasis alam dan potensi lokal. Sekolah Alam Bogor didirikan pada tahun 2002 oleh Yayasan Progress Insani. Pada awalnya sekolah ini bernama TK Alam Lembah Parigi dan hanya membuka layanan pendidikan program Taman Kanak-Kanak dan Kelompok Bermain (Playgroup). Lokasi sekolah terletak di Jalan Arzimar II No. 16B Kelurahan Tegalgundil Kota Bogor. Pada tahun 2004, seiring dengan pertumbuhan sekolah, lokasi sekolah dipindahkan ke lokasi baru seluas 5000 m2 yang terletak di Jalan Pangeran Ash-Shogiri 150 Kelurahan Tanah Baru Kota Bogor. Nama sekolah diubah menjadi Sekolah Alam Bogor, dengan penambahan layanan program pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SAB). Sekolah Alam Bogor memperoleh ijin operasional dari Dinas Pendididikan Kota Bogor pada tahun 2005 dan terkreditasi pada tahun 2008. Pada tahun 2010 tahun ajaran 2009/2010, SD Sekolah Alam Bogor memiliki 336 siswa. Sekolah Alam Bogor memiliki 3 program yaitu Play group dan Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Learning Support Center (LSC). Selain itu sejak tahun 2010 ini sudah mulai dibuka program SMP. Waktu pembelajaran sekolah dasar di SAB adalah 08.00 – 14.00 untuk SD kelas 1-2 dan 08.00 – 16.00 untuk kelas 3-6 dengan hari sekolah dari Senin sampai dengan Jum’at. Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh Sekolah Alam Bogor yaitu katering. Pengelolaan katering dilakukan secara terpisah dari sekolah namun masih berada dalam satu yayasan, katering sendiri berada di bayah unit bisnis yayasan. SAB menyediakan fasilitas katering sejak tahun 2005 dengan tujuan untuk menjaga kebutuhan pangan dan kesehatan siswa serta SDM. Pengelolaan penyelenggaraan makan sekolah tidak hanya melibatkan pihak sekolah dan katering tetapi juga orang tua siswa. Secara umum pengelolaan
36 makan sekolah dilakukan oleh katering, sekolah berperan dalam penetapan biaya, pengawasan pada waktu makan, kebersihan dan kesehatan karyawan, dan evaluasi menu sedangkan orang tua ikut berperan pada evaluasi menu. Secara rinci pembagian peran dijelaskan pada Tabel 11 Tabel 11 Peran sekolah, orang tua siswa dan katering pada penyelenggaraan makan sekolah di SAB No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Tugas Perencanaan menu Penetapan biaya Pembelian bahan makanan Penerimaan bahan makanan Pengolahan bahan makanan Pemorsian Penyajian makanan Distribusi makanan Pengawasan pada saat makan Mutu dan keamanan makanan Kebersihan peralatan Kebersihan ruang produksi Kebersihan dan Kesehatan tenaga kerja Evaluasi menu Evaluasi penyelenggaraan makanan
Sekolah
Orang tua siswa
v
v
v v
v
Katering v v v v v v v v v v v v v v v
Fasilitas katering ini bersifat wajib bagi siswa kelas 1 selama 3 bulan pertama sekolah, setelah itu bersifat tidak wajib bagi seluruh siswa. Jumlah siswa SAB yang menggunakan fasilitas katering per februari 2010 berjumlah 144 orang (kelas 1 sebanyak 41 orang, kelas 2 sebanyak 33 orang, dan kelas 3 sebanyak 25 orang, kelas 4 sebanyak 23 orang, kelas 5 sebanyak 16 orang, dan Kelas 6 sebanyak 6 orang). Selain siswa, katering ini juga diperuntukkan bagi para guru dan pegawai sekolah. SDIT Insantama Bogor Sekolah Dasar Islam Terpadu Insantama merupakan sekolah dasar yang didirikan oleh yayasan Insantama. SD Islam Terpadu Insantama dikembangkan
dengan
konsep
penerapan
niali-nilai
keislaman.
Menyelenggarakan pendidikan dasar berlandaskan Islam yang memadukan aspek pembentukan kepribadian Islam, dasar-dasar penguasaan tsaqofah Islam, dan sains teknologi, dalam suasana budaya pendidikan yang religius serta didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. SD IT Insantama Bogor berlokasi di Jl. Hegarmanah IV Pagentongan, Gunung Batu Kota Bogor. Visi SD IT Insantama yaitu Mewujudkan SDIT Insantama sebagai lembaga pendidikan yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia.
37 Pada tahun ajaran 2009/2010 SD IT Insantama memiliki 493 siswa yang terdiri atas 296 orang laki-laki dan 197 orang perempuan. Siswa Kelas 4 berjumlah 73 orang ( 42 laki-laki dan 31 perempuan) sedangkan siswa kelas 5 berjumlah 73 orang (42 orang laki-laki dan 31 orang perempuan). SD IT Insantama memiliki staf pengajar sebanyak 60 orang dan staf penunjang 7 orang. Waktu pembelajaran SD IT Insantama adalah antara jam 08.00 – 14.00 WIB untuk SD kelas 1-2 dan jam 08.00 – 16.00 WIB untuk kelas 3-6 dengan hari sekolah dari Senin sampai dengan Jum’at. Fasilitas yang dimiliki oleh SD IT Insantama yaitu 1) Gedung Mandiri dengan fasilitas perpustakaan, sarana olah raga, laboratorium komputer dan science, 2) Pemeriksaan kesehatan bagi siswa, 3) Konsultasi psikologi orang tua dan siswa, dan 4) Jemputan dan katering. Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh SD IT Insantama yaitu katering sekolah. Katering sekolah ditangani langsung oleh unit layanan yang merupakan unit yang ada dibawah yayasan yang sama dengan SD IT Insantama. Sekolah terlibat mulai dari perencanaan menu sampai dengan evaluasi penyelenggaraan, meskipun masih belum optimal. Keterlibatan sekolah dalam hal perencanaan berupa perencanaan menu, harga bahan, kualitas, dan lain-lain. Sekolah dan orang tua yang diwakili FOSIS ikut terlibat dalam memberikan masukan melalui rapat formal ataupun informal. Semua aktivitas yang termasuk dalam proses produksi sebagian besar dilakukan oleh katering, sedangkan pihak sekolah terlibat dalam pengawasan mutu, distribusi, porsi dan lain-lain. Secara rinci pembagian peran dijelaskan pada Tabel 12. Tabel 12 Peran sekolah, orang tua siswa dan katering pada penyelenggaraan makan sekolah di SDIT Insantama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tugas Perencanaan menu Penetapan biaya Pembelian bahan makanan Penerimaan bahan makanan Pengolahan bahan makanan Pemorsian Penyajian makanan Distribusi makanan Pengawasan pada saat makan Mutu dan keamanan makanan Kebersihan peralatan Kebersihan ruang produksi Kebersihan dan Kesehatan tenaga kerja Evaluasi menu Evaluasi penyelenggaraan makanan
Sekolah V V V
Orang tua siswa v v
V V V V
v
V V
v v
Katering v v v v v v v v v v v v v v v
38 Fasilitas katering berada dibawah Manajer Unit Layanan Insantama Cendikia. Secara struktur organisasi katering tidak berada di bawah koordinasi sekolah tetapi berada di bawah yayasan yang sama. SDIT Insantama melayani fasilitas katering sejak tahun 2001. Fasilitas katering ini bertujuan untuk 1) Memudahkan orang tua dalam menyediakan makanan makan siang bagi anaknya, 2) Menjaga kualitas makan anak-anak, dan 3) Membudayaan makan bersama di sekolah dan tidak jajan di sekolah. Fasilitas katering ini bersifat tidak wajib, sehingga tidak semua siswa mengikuti fasilitas ini. Fasilitas katering ini melayani siswa, guru, dan staf penunjang sekolah. Jumlah siswa yang mengikuti fasilitas katering per Mei 2010 berjumlah 242 orang atau 49.1% dari total seluruh siswa SDIT IT (Kelas 1 sebanyak 64 orang, kelas 2 sebanyak 45 orang, kelas 3 sebanyak 53 orang, kelas 4 sebanyak 29 orang, kelas 5 sebanyak 28 orang, dan kelas 6 sebanyak 23 orang). Katering yang menjadi klien SD IT Insantama diperoleh melalui penawaran terbuka dan bisa berasal dari orang tua siswa. SDN Sukadamai 3 Bogor SDN Sukadamai 3 Bogor terletak di jalan Perdana No 8 Budi Agung, Tanah Sareal. SDN Sukadamai 3 didirikan di atas tanah dengan luas kurang lebih 4.457 m2. Pada tahun ajaran 2009/2010 jumlah siswa SDN Sukadamai 3 adalah 1123 orang siswa dengan tenaga pengajar berjumlah 41 orang dan 12 orang tenaga penunjang. SDN Sukadamai 3 memiliki fasilitas sekolah yang cukup lengkap antara lain ruang kelas, ruangan TU/adamistrasi, perpustakaan, ruangan komputer, perpustakaan, laboratorium komputer, lapangan olah raga, dan kantin. SDN Sukadamai 3 memiliki kantin sekolah yang dikembangkan dengan konsep kantin jujur dan sudah ada sejak tahun 2003. Kantin sekolah ini bertujuan menyediakan jajanan yang sehat, terjamin, berkualitas dan murah serta mudah dijangkau oleh siswa. Pengelolaan kantin sekolah dilakukan dengan cara bagi hasil. Makanan jajanan yang disediakan di kantin sekolah berasal dari orang tua siswa, guru ataupun masyarakat sekitar. Pihak sekolah menentukan batasan-batasan makanan yang diperbolehkan dijual di kantin sekolah yaitu tidak boleh mengandung MSG, tidak mengandung pewarna buatan, dan diberi kemasan. Jenis jajanan yang dijual antara lain nasi uduk, nasi goreng, nasi dan ayam goreng, mie goreng, buras, gorengan, pem-pek, soziz, makanan ringan,
39 minuman, susu, yoghurt, jus segar dan lain-lain dengan harga jual antara Rp. 1000 – Rp. 6000. Kantin sekolah juga dilengkapi dengan lemari pendingin untuk menyimpan minuman. Selain kantin sekolah, di sekitar sekolah juga terdapat berbagai jenis makanan jajanan yang dijajakan oleh pedangan jajanan yang berasal dari berbagai tempat. Jenis dan harga jajanan di luar kantin sekolah lebih bervariasi. SDN Polisi 4 Bogor SDN Polisi 4 Bogor terletak di jalan Polisi 1 No. 7 Kelurahan Paledang Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor yang didirikan sejak tahun 1930 dengan nama awal sekolah adalah Sekolah Rakyat VIII. Pada tahun 1970 berubah namanya menjadi SDN Polisi 4 setelah dibangunnya Kantor Polwil Bogor di wilayah Kelurahan Paledang. Oleh sebab itu sekolah ini dinamai SDN Polisi 4, karena lokasinya berada di sekitar komplek Kantor Polwil Bogor. SDN Polisi 4 didirikan di atas tanah dengan luas kurang lebih 1.145 m2. Sejak tahun 2004 luas tanah menjadi 1.343 m2 luas bangunan 977 m2 atas bantuan dari komite sekolah dalam membeli tanah untuk perluasan. Pada tahun ajaran 2009/2010 jumlah siswa SDN Polisi 4 adalah 1062 orang siswa dengan tenaga pengajar berjumlah 42 orang dan 4 orang tenaga admnistrasi serta tenaga penunjang lainnya. SDN Polisi 4 memiliki fasilitas sekolah yang cukup lengkap antara lain ruang kelas, ruangan TU/adamistrasi, perpustakaan, ruangan multi media, perpustakaan, laboratorium komputer, lapangan olah raga, kantin, dan mushola. SDN Polisi 4 memiliki kantin sekolah yang sudah ada sejak tahun 1990, namun sejak tahun 2004 pengelolaan kantin berubah menjadi sistem sewa dan pada saat ini di kelola oleh salah satu guru SDN Polisi 4. Kantin sekolah bertujuan untuk menyediakan jajanan yang berkualitas dan terjaga keamanan pangannya, selain itu juga untuk mengurangi akses anak-anak pada jajanan di luar kantin sekolah. Batasan-batasan makanan yang diperbolehkan dijual di kantin sekolah yaitu tidak boleh mengandung MSG dan tidak mengandung pewarna buatan. Adapun jenis jajanan yang dijual antara lain nasi uduk, nasi bungkus, nasi nugget, donat, roti, risoles, makanan ringan, jus buah, minuman kemasan dan lain-lain dengan harga jual antara Rp.100–Rp.3000. Kantin sekolah juga dilengkapi dengan lemari pendingin untuk menyimpan minuman. Di sekitar sekolah juga terdapat banyak pedangan jajanan yang berasal dari berbagai tempat. Jenis dan harga jajanan di luar kantin sekolah lebih bervariasi.
40 Karakteristik Sampel Siswa/siswi
yang
menjadi
sampel
penelitian
dari
Sekolah
Penyelenggaraan Makan (SPM) dan Sekolah Tanpa Penyelenggaraan Makan (STPM) adalah siswa SD kelas 4 dan kelas 5. Jumlah total sampel kelompok SPM adalah 58 orang yang terdiri 19 orang perempuan (32.8%) dan 39 orang laki-laki (67.2%). Sebagian besar umur sampel kelompok SPM adalah 10 tahun (31%) dan 11 tahun (31%) dengan rata-rata uang jajan sebesar Rp. 2 464. Jumlah total sampel kelompok STPM adalah 56 orang yang terdiri 29 orang perempuan (51.8%) dan 27 orang laki-laki (48.2%). Sebagian besar sampel kelompok STPM berumur 10 tahun (78.6%) dengan rata-rata besar uang jajan Rp. 6 545. Data karakteristik sampel secara rinci disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Karakteristik sampel berdasarkan kelompok sekolah Karakteristik sampel Jenis kelamin Umur
Kelas Uang jajan
Perempuan Laki-Laki Total 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Kelas 4 Kelas 5 Total Rp. 0 Rp. 1000 – 5000 Rp. 5001 - 10.000 Rp. 10.001 - 15.000 > Rp. 15.000 Total
SPM N 19 39 58 20 18 18 2 58 26 31 58 19 21 17 1 0 58
STPM % 32.8 67.2 100.0 34.5 31.0 31.0 3.4 100.0 44.8 53.4 100.0 32.8 36.2 29.3 1.7 0 100.0
N 29 27 56 0 44 12 0 56 23 33 56 3 8 29 12 4 56
% 51.8 48.2 100.0 0 78.6 21.4 0 100.0 41.1 58.9 100.0 5.4 14.3 51.8 21.4 7.1 100.0
Sebaran besaran uang jajan pada kelompok SPM dan STPM berbeda, rata-rata besar uang jajan sampel kelompok SPM lebih kecil dibandingkan dengan kelompok STPM. Selain itu jumlah sampel yang tidak diberikan uang jajan pada kelompok SPM jauh lebih besar (32.8%) dibandingkan kelompok STPM (5.4%). Berdasarkan hasil uji Chi-square menunjukan bahwa besaran uang jajan sampel berhubungan secara nyata dengan penyelenggaraan makan di sekolah (p<0.05).
Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu 1) kelompok
sekolah SPM memiliki kebijakan menyarankan pada orang tua siswa untuk tidak memberikan uang jajan, 2) di SPM tidak terdapat kantin seperti pada STPM sehingga siswa tidak selalu jajan, dan 3) pada SPM sudah disediakannya makan siang, sehingga tidak perlu membeli makanan.
41 Kesehatan Sampel Kesehatan siswa sangat berperan terhadap aktivitas belajar di sekolah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sampel kelompok STPM lebih banyak yang mengalami sakit (55.4%) dibandingkan kelompok SPM (50%) sedangkan lama sakit sebagian besar sampel kelompok SPM (41.4%) maupun kelompok STPM (45.2%) adalah sama yaitu 2 hari.
Pada Tabel 14 disajikan data
mengenai riwayat kesehatan sampel yang meliputi kondisi kesehatan, lama sakit, jenis/gejala penyakit, tidak masuk sekolah dan lama hari tidak masuk sekolah. Tabel 14 Riwayat kesehatan sampel berdasarkan kelompok sekolah Kesehatan Kondisi kesehatan
Sakit Tidak Sakit Total Lama sakit 2 hari 6 hari 10 hari 14 hari > 14 hari Total Jenis/gejala penyakit Batuk Demam Flu Diare Sakit Perut Radang Tenggorokan Sariawan Batuk dan Flu Demam dan Batuk Maag Lainnya Total Tidak masuk sekolah Masuk Sekolah Tidak Masuk Sekolah Total Lama hari tidak 0 hari masuk sekolah 2 hari 5 hari 8 hari 11 hari > 11 hari Total
SPM n 29 29 58 12 10 6 1 0 29 3 8 3 1 1 1 1 3 3 0 5 29 13 16 29 13 6 7 2 0 1 29
% 50.0 50.0 100.0 41.4 34.5 20.7 3.4 0 100.0 10.3 27.6 10.3 3.4 3.4 3.4 3.4 10.3 10.3 0 17.2 100.0 44.8 55.2 100.0 44.8 20.7 24.1 6.9 0 3.4 100.0
n 31 25 56 14 10 4 2 1 31 0 10 4 0 1 1 0 8 1 1 5 31 13 18 31 13 10 6 1 0 1 31
STPM % 55.4 44.6 100.0 45.2 32.3 12.9 6.5 3.2 100.0 0 32.3 12.9 0 3.2 3.2 0 25.8 3.2 3.2 16.1 100.0 41.9 58.1 100.0 41.9 32.3 19.4 3.2 0 3.2 100.0
42 Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa jenis/gejala penyakit yang banyak diderita oleh sampel kelompok SPM dan STPM adalah demam, batuk, dan flu yaitu 68.8% dan 74.1%. Sebagian besar sampel kelompok SPM (55.2%) dan STPM (58.1%) yang sakit adalah tidak masuk sekolah selama 2 sampai 5 hari. Secara umum riwayat kesehatan sampel kelompok SPM dan STPM tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil uji beda t terhadap lama sakit dan lama hari tidak masuk sekolah antara 2 kelompok sampel adalah tidak berbeda nyata (p>0.05). Jenis/gejala penyakit sampel berdasarkan uji Mann-Whitney U tidak berbeda nyata (p>0.05). Namun demikian jumlah sampel kelompok STPM (31 orang) yang mengalami sakit lebih banyak dibandingkan dengan sampel kelompok SPM (29 orang). Kondisi kesehatan yang tidak baik tentunya akan mengganggu waktu belajar siswa di sekolah dan hal tersebut dapat menyebabkan siswa tertinggal dalam memperoleh materi pelajaran. Karakteristik Orang Tua Sampel Karakteristik orang tua sampel terdiri dari pekerjaan, pendidikan dan pendapatan orang tua. Sebagian besar pekerjaan ayah sampel kelompok SPM dan STPM adalah pegawai swasta dan PNS/BUMN, sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu sampel kelompok SPM adalah PNS/BUMN sedangkan kelompok STPM adalah ibu rumahtangga. Berdasarkan uji Chi-Square menunjukan adanya hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan jenis sekolah (p<0.05). Sebagian besar ibu sampel kelompok SPM bekerja sedangkan ibu sampel STPM tidak bekerja/ibu rumah tangga, sehingga jenis pekerjaan ibu menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan jenis sekolah bagi anaknya. Sebagian besar pendapatan ayah sampel kelompok SPM dan STPM adalah >Rp.4 000 000, sedangkan pendapatan ibu sampel kelompok SPM adalah Rp.2 000 000-Rp.4 000 000, dan ibu sampel kelompok STPM tidak memiliki pendapatan dikarenakan sebagian besar ibu sampel adalah ibu rumahtangga. Secara umum pendidikan orang tua pada kedua kelompok sampel tidak jauh beda, rata-rata pendidikan ayah dan ibu untuk kedua kelompok sampel adalah Diploma/Sarjana. Karakteristik sosial ekonomi orang tua sampel kelompok SPM dan STPM secara rinci Karakteristik sosial ekonomi orang tua sampel berdasarkan kelompok sekolah disajikan pada Tabel 15 berikut ini
43 Tabel 15 Karakteristik sosial ekonomi orang tua sampel berdasarkan kelompok sekolah Keterangan Pekerjaan ayah
Pekerjaan ibu
Pendidikan ayah Pendidikan ibu
Pendapatan ayah
Pendapatan ibu
PNS/BUMN Wiraswasta Pegawai Swasta Lainnya Total IRT PNS/BUMN Pegawai Swasta Total SMA PT Total SMP SMA PT Total < 1 000 000 1 000 000 – 2 000 000 2 000 000 – 4 000 000 > 4 000 000 Total Tidak berpendapatan < 1 000 000 1 000 000 – 2 000 000 2 000 000 – 4 000 000 > 4 000 000 Total
SPM n 19 5 33 1 58 23 24 11 58 1 44 45 0 1 42 43 3 5 16 19 43 19 4 11 16 5 55
STPM % 32.8 8.6 56.9 1.7 100.0 39.7 41.4 19.0 100.0 2.2 97.8 100.0 0 2.3 97.7 100.0 7.0 11.6 37.2 44.2 100.0 34.5 7.3 20.0 29.1 9.1 100.0
n 24 3 29 0 56 37 10 9 56 5 51 56 3 5 40 48 3 14 19 20 56 29 5 10 7 5 56
% 42.9 5.4 51.8 0 100.0 66.1 17.9 16.1 100.0 8.9 91.1 100.0 6.3 10.4 83.3 100.0 5.4 25.0 33.9 35.7 100.0 51.8 8.9 17.9 12.5 8.9 100.0
Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Pemerintah Indonesia mengatur dan mengawasi usaha jasa boga secara keseluruhan dengan dikeluarkannya KEPMENKES Nomor : 715/MEN KES/SK/V/2003, berdasarkan luas jangkauan dan kemungkinan besarnya resiko yang dilayani ketering sekolah SAB dan SDIT IT dikelompokan sebagai usaha jasaboga golongan B yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus yaitu anak sekolah. Pawon Endah adalah nama katering Sekolah Alam Bogor (SAB). Katering ini didirikan seiring dengan pendirian sekolah ini yaitu pada tahun 2005. Katering Pawon Endah dan Sekolah Alam Bogor merupakan unit yang berada di bawah Yayasan Progress Insani, sehingga katering ini bukan bagian dari sekolah tetapi berada pada yayasan yang sama. Katering Pawon Endah berlokasi di Sekolah Alam Bogor Jl. Pangeran Asogiri No. 15 yang terletak di dalam komplek sekolah alam bogor (bagian belakang sekolah).
44 Berkah katering adalah katering yang melayani SD IT Insantama (SDIT IT). Katering berdiri sejak tahun 1997 dan mulai melayani SD IT Insantama pada tahun 2003. Berkah Katering merupakan katering yang dikelola oleh salah satu orang tua siswa yang memilliki usaha yang bergerak di bidang jasa boga. Katering ini berada di bawah koordinasi unit layanan Yayasan Insantama Cendikia. Berkah Katering berlokasi di Desa Cikerti RT/RW 04/04 No 57 Kecamatan Ciomas. Lokasi katering cukup dekat dari SD IT Insantama dengan waktu tempuh sekitar 20 menit dengan kendaraan bermotor. Input Sumberdaya Manusia. Struktur organisasi katering Pawon Endah berada di bawah langsung Yayasan Progress Insani berada di bawah unit bisnis. Katering Pawon Endah di kepalai oleh seorang manager dan dibantu oleh 4 orang karyawan yang terdiri atas 2 orang laki-laki dan 3 orang perempuan (1 manajer). Berbeda halnya dengan Berkah Katering yang merupakan katering luar yang menjadi klien Yayasan Insantama Cendikia yang dikoordinir oleh unit layanan yayasan. Berkah katering dikepalai oleh pemiliknya langsung dengan jumlah karyawan katering 4 orang (3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan) serta 1 orang supir. Pembagian kerja untuk setiap karyawan di Katering Pawon Endah dan Berkah Katering belum jelas/spesifik, semua karyawan terlibat pada proses proses pengolahan mulai dari persiapan, memasak, pemorsian, penyajian, distribusi, dan pencucian peralatan. Proses belanja pada katering Pawon Endah dilakukan oleh manager di bantu karyawan sedangkan Berkah Katering dilakukan oleh pemilik katering. Bagan organisasi penyelenggaraan makan SAB dan SDIT IT dapat dilihat pada gambar berikut Yayasan
Unit Pendidikan
Kepala SAB
Keuangan
Unit Bisnis
Katering
Manajer
Gambar 8 Bagan organisasi penyelenggaraan makan di SAB
45
Yayasan
Forum Silaturahmi Orangtua Siswa (FOSIS)
Unit Divisi Pendidikan Formal
Unit Layanan
Kepala SDIT IT
Manajer
Wakasek,guru dan Ka TU
Katering
Katering
Gambar 9 Bagan organisasi penyelenggaraan makan di SDIT IT Kualitas sumberdaya katering Pawon Endah dan Berkah Katering secara non formal sudah cukup baik tetapi belum didukung dengan pengalaman informal yang memadai. Latar belakang pendidikan manajer katering Pawon Endah adalah S1 (Manajemen Sumberdaya Perairan) sedangkan latar belakang pendidikan pemilik Berkah Katering adalah Diploma. Pelatihan yang pernah diikuti masih sangat terbatas yaitu Pelatihan Pengetahuan Bahan Pangan tetapi manager Katering Pawon Endah pernah melakukan studi banding ke beberapa katering sekolah lainnya. Pengetahuan pengelola katering terkait peraturan-peraturan pemerintah terkait usaha jasa makanan juga masih sangat kurang. Peralatan. Peralatan merupakan salah satu modal yang penting bagi usaha katering. Kuantitas dan kualitas (jenis bahan peralatan dan kebersihan) peralatan yang dimiliki merupakan 2 hal yang harus dipenuhi. Ketersediaan dan kelayakan peralatan yang digunakan ikut menentukan proses pengolahan bahan baku. Peralatan katering terdiri dari 3 kelompok yaitu alat-alat penyimpanan, alat pengolahan, dan alat penyajian. Katering Pawon Endah memiliki fasilitas yang cukup, namun masih ada kekurangan misalnya rak untuk menyimpan peralatan tidak cukup untuk menampung alat-alat penyajian. Kelengkapan peralatan ini belum terdokumentasikan secara baik, daftar inventaris peralatan sudah ada namun belum di revisi sesuai dengan kondisi sekarang. Berikut ini disajikan tabel
peralatan yang dimiliki oleh Katering
Pawon Endah.
46 Tabel 16 Daftar peralatan Katering Pawon Endah Alat Penyimpanan
Alat Pengolahan
Lemari es/chiller, frozen case, lemari kering, rak piring, tempat sendok, kontainer plastik
Alat Penyajian
Pisau, talenan, pengupas sayuran, baskom, cobek, blender, nampan, saringan, parutan, kompor, oven, wajan, presto, pengukus, panci, sodet, saringan minyak, centong, teflon, cetakan
Baskom, tempat nasi, piring/lodor, rantangan, sedok dan garfu
Peralatan yang dimiliki Berkah Katering sudah cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Meskipun demikian, penataan (pada saat disimpan) masih belum maksimal sehingga peluang kontaminasi silang antar peralatan masih bisa terjadi. Kelengkapan peralatan ini belum terdokumentasikan secara baik. Daftar inventaris peralatan sudah pernah dibuat tetapi sudah tidak ada lagi. Secara umum peralatan yang dimiliki oleh Berkah Katering disajikan pada Tabel 17 berikut ini : Tabel 17 Daftar peralatan Berkah Katering Alat Penyimpanan
Alat Pengolahan
Lemari es/chiller, frozen case, lemari kering, rak piring, tempat sendok, kontainer plastik
Alat Penyajian
Pisau, talenan, pengupas sayuran, baskom, cobek, blender, nampan, saringan, parutan, kompor, oven, wajan, presto, pengukus, panci, sodet, saringan minyak, centong, teflon, cetakan
Baskom, tempat nasi, piring/lodor, rantangan, sedok dan garfu
Ruangan Pengolahan. Katering Pawon Endah berlokasi di area Sekolah Alam Bogor. Ruang produksi berada di area belakang sekolah dekat dengan kelas 4. Bangunan katering terdiri atas dua lantai, ruang produksi terletak di lantai 1 sedangkan lantai 2 diperuntukan sebagai kantor katering. Ruangan produksi terdiri dari 2 bagian, ruang pertama difungsikan untuk ruangan persiapan, memasak dan pemorsian serta penyajian, dan ruang kedua difungsikan sebagai tempat pencucian dan memasak serta menyimpan beberapa bahan kering. Ruang pertama memiliki luas 5 x 4 m2 dan ruang ke dua
memiliki
luas
2
x
4
m2.
Berdasarkan
KEPMENKES
Nomor
715/MENKES/SK/V/2003 luasan area pengolahan yang bebas dari peralatan yaitu sedikitnya 2 m2 untuk setiap orang bekerja sehingga luasan ruang produksi katering Pawon Endah sudah memenuhi persyaratan. Ruangan
pengolahan
pertama
tidak
memilki
pemisah
untuk
membedakan setiap jenis aktivitas yang dilakukan. Penyajian dilakukan di teras
47 dapur yang dilengkapi dengan meja permanen. Tempat pencucian berada di sebelah ruang produksi yang dipisahkan oleh dinding. Ruangan pengolahan katering Pawon Endah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang sudah cukup. Lantai ruang pengolahan menggunakan semen. Kondisi lantai dan dinding serta atap setelah selesai proses produksi cukup baik dan bersih. Fasilitas pencucian peralatan terdiri dari 2 macam yaitu wastafel dan ruang pencucian (mencuci di lantai tempat mencuci). Proses pencucian menggunakan tangan dan sabun pembersih biasa (sunlight) serta tidak ada proses sterilisasi. Berkah Katering berlokasi di rumah pemilik katering dan ruang produksi berada di area belakang rumah yang terpisah dari rumah utama dengan luas bangunan 3 x 9 meter. Luasan area pengolahan berkah katering sudah mememuhi persyaratan yaitu sedikitnya 2m2 untuk setiap orang bekerja (KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003). Area tersebut digunakan untuk ruangan persiapan, memasak, pemorsian, pencucian peralatan, dan penyimpanan peralatan memasak. Ruangan tersebut tidak memilki pemisah untuk membedakan setiap jenis aktivitas yang dilakukan. Di bagian tengah ruangan ini terdapat meja besar yang digunakan untuk persiapan bahan makanan dan pemorsian makanan. Tempat pencucian diletakan di satu bagian ruangan tersebut (bagian kiri depan). Ruangan pengolahan Berkah Katering sangat terbuka (tanpa dinding) hanya lantai dan atap sehingga ventilasi dan pencahayaan sudah sangat cukup tetapi perlindungan terhadap kontaminan luar tidak ada. Lantai ruang pengolahan menggunakan keramik. Kondisi lantai dan dinding serta atap setelah selesai proses produksi cukup baik dan bersih. Fasilitas pencucian peralatan terdiri atas 2 macam yaitu wastafel dan ruang pencucian (mencuci di lantai tempat mencuci). Proses pencucian menggunakan tangan dan sabun pembersih biasa (sunlight) serta tidak ada proses sterilisasi sedangkan sumber air bersih yang digunakan adalah air PAM. Bahan Baku. Kualitas bahan baku sangat menentukan kualitas masakan yang dihasilkan. Untuk memperoleh bahan baku yang baik harus dilakukan pemilihan bahan baku pada saat pembelian ataupun selektif dalam menentukan tempat membeli bahan baku. Katering Pawon Endah selalu menggunakan bahan baku yang segar sehingga belanja bahan baku dilakukan setiap hari. Bahan makanan semi matang seperti nuget, bakso dan lain-lain selalu dibuat sendiri. Tempat belanja katering Pawon Endah secara umum ada
48 2 yaitu pasar tradisional dan supplier. Selain itu, Katering Pawon Endah juga bekerjasama dengan pihak sekolah dalam penyediaan beberapa jenis sayur dan buah yang diproduksi oleh Ecolab. Sayuran yang diproduksi oleh Ecolab antara lain kangkung, bayam, sawi dan bumbu, sedangkan buah yang diproduksi oleh Ecolab adalah jambu biji merah. Berikut ini disajikan tabel waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan Katering Pawon Endah. Tabel 18 Waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan bahan baku Katering Pawon Endah. Waktu Belanja Harian 2-3 Harian
Tempat Pembelian Super Pasar Tradisional market Tepung terigu, minyak sayur, bumbu, sayuran, tempe/tahu Beras, Buah-buahan -
Mingguan
-
Bulanan
-
-
Supplier/ Pesanan Ikan, ayam, Daging, Telur -
Tempat Penyimpanan Lemari penyimpanan Ruang pengolahan Lemari pendingin/ Frozencase -
Berkah Katering membeli hampir seluruh bahan baku setiap hari, kecuali bahan makanan kering (beras, minyak goreng, telur, terigu dan lainlain). Untuk memperoleh bahan pangan segar, Berkah Katering membeli di Pasar Bogor sedangkan untuk membeli bahan-bahan kering (telur dan minyak goreng) di toko grosir yang lokasinya dekat dengan Berkah Katering. Beras yang digunakan oleh Berkah Katering dipasok dari daerah asal pemilik katering (Jawa Tengah) sehingga pembeliannya selalu dalam jumlah yang besar dan dilakukan per bulan. Belanja setiap hari dimulai dari pukul 02.30 atau 03.00 dini hari sampai dengan jam 5.00 pagi. Berikut ini disajikan tabel waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan Berkah Katering. Tabel 19 Waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan bahan baku Berkah Katering. Waktu Belanja Harian
Tempat Pembelian Pasar Tradisional Sayuran, Ikan, Daging Sapi, Ayam, Udang, Buah-buahan, Bumbu -
Supermarket -
2-3 Harian Mingguan Bulanan
-
-
Supplier/ Pesanan -
Tempat Penyimpanan Sayur dan buah di nampan, hewani di freezer Ruang pengolahan
Minyak goreng, tepung terigu Telur Peti kayu Beras Karung
49 Pasar/Konsumen. Secara keseluruhan konsumen katering Pawon Endah terdiri dari 2 kategori yaitu siswa sekolah dasar dan guru serta karyawan sekolah. Katering Pawon Endah melayani katering untuk Sekolah Alam Bogor yang terdiri atas siswa, guru dan pegawai sekolah, dan staf pegawai TK Madania. Setiap harinya Katering Pawon Endah melayani dan menyediakan 350 paket katering. Sedangkan konsumen Berkah Katering terdiri dari siswa, guru, karyawan SD IT dan SMP IT serta masyarakat umum. Setiap harinya Katering Pawon Endah melayani dan menyediakan 400 paket katering. Dana. Harga menu yang ditawarkan oleh katering Pawon Endah bervariasi tergantung dari jenis konsumennya. Pada tahun ajaran 2009/2010 harga menu untuk siswa sekolah dasar adalah Rp. 6.000/hari/menu, untuk siswa Taman kanak-kanak adalah Rp. 5.500/hari/menu dan harga untuk staf adalah Rp. 6.500/hari/menu. Besar biaya produksi katering Pawon Endah adalah + Rp. 1.500.000/hari. Sedangkan harga menu yang ditawarkan oleh Berkah Katering bervariasi tergantung dari jenis konsumennya. Pada tahun ajaran 2009/2010 harga menu untuk siswa sekolah dasar adalah Rp. 6.000/hari/menu untuk kelas 1-3, dan Rp. 6.500/hari/menu untuk siswa kelas 4–6 sedangkan harga untuk siswa SMP adalah Rp. 7.000/hari/menu. Besar biaya produksi Berkah Katering adalah + Rp. 1.200.000/hari. Proses Perencanaan Menu. Perencanaan menu meliputi penetapan kebutuhan energi dan zat gizi, penentuan hidangan menu, memilih dan membeli makan yang baik dan mengolahnya. Perencanaan menu pada katering Pawon Endah dilakukan oleh manager katering dibantu oleh staf pengolahan. Perencanaan menu yang sudah dilakukan lebih menitikberatkan kepada penentuan menu (keragaman bahan baku), meskipun sudah memperhitungkan umur dan kebutuhan secara kasar tetapi belum berdasarkan angka kecukupan gizi. Menu yang ditawarkan oleh katering Pawon Endah selalu memiliki tema pembelajaran yang berbeda setiap bulan, tema pembelajaran yang dipilih berdasarkan bahan makan (sayuran), pada bulan Maret 2010 menu yang ditawarkan bertema wortel sehingga selama bulan ini setiap hari menu yang ditawarkan mengandung wortel. Setiap bulan menu ini disosialisasikan kepada seluruh siswa melalui leaflet yang disusun oleh manager catering. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam mengonsumsi sayuran (wortel).
50 Perencanaan menu Berkah Katering dilakukan oleh manager katering bersama staf unit layanan yayasan dan juga orang tua siswa. Perencanaan menu Berkah Katering tidak memilki tema tertentu, Perencanaan menu yang sudah dilakukan antara lain menentukan menu
(keragaman bahan baku),
belum menghitung kebutuhan zat gizi berdasarkan angka kecukupan gizi. Secara umum Berkah Katering tidak membedakan jumlah makanan/ menu yang disediakan, yang membedakan adalah jumlah siswa yang ikut catering. Semakin
banyak
siswa
yang
ikut
katering
dalam
satu
kelas
maka
makanan/menu yang disediakan semakin banyak. Siklus menu katering Pawon Endah adalah 1 bulan (20-22 hari sekolah). Komposisi menu secara umum terdiri dari nasi, lauk (daging/ayam/ikan/ telur), sayuran, buah, dan ekstra menu (kerupuk). Resep menu yang digunakan oleh katering Pawon Endah diperoleh dari resep-resep yang sudah ada namun disesuaikan dengan karakteristik konsumen yang dilayani. Resep standar tersebut belum terdokumentasikan dengan baik. Dalam perencanaan menu, katering Pawon Endah memiliki beberapa batasan bahan pangan yang digunakan, adapun batasan tersebut antara lain 1) tidak menggunakan MSG atau penyedap lainnya, 2) tidak mengunakan bahan pangan yang mengandung pengawet, dan 3) tidak mengunakan bahan pangan olahan industri. Siklus menu Berkah Katering adalah 1 bulan (20-22 hari sekolah). Menu dapat berubah apabila bahan baku yang diperlukan tidak tersedia di pasar. Komposisi menu secara umum terdiri dari nasi, lauk (daging/ayam/ikan/telur), sayuran dan buah sedangkan protein nabati hanya diberikan + 2 kali per minggu. Resep standar yang digunakan oleh berkah katering diperoleh dari resep-resep yang sudah ada namun dikembangkan oleh pemilik berkah katering sehingga sesuai dengan karakteristik konsumen yang dilayani. Resep standar tersebut belum terdokumentasikan dengan baik. Batasan-batasan yang digunakan oleh Berkah Katering dalam perencanaan menu antara lain 1) tidak menggunakan MSG atau penyedap lainnya, 2) Tidak mengunakan bahan pangan yang mengandung pengawet. Pengolahan. Pengolahan bahan makanan terdiri atas dua kegiatan yaitu persiapan dan pemasakan bahan makanan. Tahap ini perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses pengolahan (Hardinsyah dan Briawan 1994). Katering Pawon Endah memulai proses pengolahan pada pukul 06.00 dan selesai pada
51 pukul 10.00, dilanjutkan dengan penyajian dan siap untuk didistribusikan pada pukul 11.00. Proses persiapan tidak selalu dilakukan pada hari yang sama karena ada persiapan-persiapan yang dilakukan 1 hari sebelumnya seperti membersihkan sayuran. Proses memasak dilakukan 1 kali dalam 1 hari karena hanya menyiapkan 1 kali waktu makan. Berkah Katering memulai proses pengolahan dari pukul 05.00 pagi yang diawali dengan persiapan bahan baku. Tahap ini tidak selalu dilakukan pada hari yang sama, ada persiapan-persiapan yang dilakukan 1 hari sebelumnya seperti membersihkan sayuran. Tahap berikutnya adalah pemasakan bahan makanan yang dilanjutkan dengan pemorsian, proses ini selesai pada pukul 10.00. Proses pengolahan buah-buahan (mengupas dan memotong) dilakukan di teras rumah dan tidak dilakukan proses pencucian. Keseluruhan proses selesai pukul 10.30 dan didistribusikan pada pukul 11.00. Proses memasak dilakukan 1 kali dalam 1 hari karena hanya menyiapkan 1 kali waktu makan. Sanitasi dan Higiene. Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Kepmenkes 2003). Upaya Higiene sanitasi makanan yang dilakukan oleh katering Pawon Endah masih sangat kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena fasilitas (peralatan dan ruangan) yang belum mamadai serta pengetahuan yang masih kurang. Hal-hal yang menunjukan kurangnya sanitasi dan higiene pada katering Pawon Endah adalah : 1.
Tidak adanya pemisahan yang jelas antara ruang persiapan, memasak, tempat mencuci peralatan, dan ruang penyimpanan kering. Proses persiapan, memasak dan pemorsian dilakukan dalam satu ruangan bergabung menjadi satu, hal ini meningkatkan peluang untuk terjadinya kontaminasi silang.
2.
Kurang memadainya ruang pengolahan (langit-langit berlubang, lantai semen).
3.
Kurang memadainya tempat penyimpatan peralatan dan bahan baku kering
4.
Kurang memadainya tempat mencuci peralatan
5.
Kurang memadainya tempat penyajian baik peralatan dan ruangan penyajian
6.
Adanya fasilitas yang rusak/tidak digunakan tetapi masih berada di ruang pengolahan.
52 7.
Kurang diterapkannya personal higiene bagi karyawan seperti penggunaan apron, penutup kepala, dan larangan pengunaan asesoris/perhiasan.
8.
Kebersihan peralatan makan yang kurang memadai. Pencucian peralatan makan dilakukan oleh siswa sendiri, tapi pengawasan dari guru/pengelola katering masih kurang.
9.
Proses pencucian peralatan yang kurang tepat, tidak adanya proses sterilisasi. Kondisi higiene sanitasi makanan Berkah Katering juga masih sangat
kurang hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan pemilik dan karyawan katering. Hal-hal yang menunjukan kurangnya sanitasi dan higiene adalah : 1.
Tidak adanya pemisahan yang jelas antara ruang persiapan, memasak, tempat mencuci peralatan, ruang penyimpanan kering, dan juga tidak memiliki dinding. Proses persiapan, memasak dan pemorsian dilakukan dalam satu ruangan yang tergabung menjadi satu. Hal ini meningkatkan peluang untuk terjadinya kontaminasi silang.
2.
Masih ditemukannya proses pengolahan yang tidak memperhatikan syaratsyarat higiene.
3.
Kurang memadainya tempat mencuci perlatan
4.
Kurang memadainya tempat penyajian baik peralatan dan ruangan penyajian
5.
Kurang diterapkannya personal higiene bagi karyawan seperti penggunaan apron, penutup kepala dan larangan pengunaan asesoris/perhiasan.
6.
Proses pencucian peralatan yang kurang tepat, tidak adanya proses sterilisasi. Penyajian dan Distribusi. Cara penyajian katering untuk siswa di SAB
ini ada dua pola yaitu untuk kelas 1-4 penyajian bentuk prasmanan dan untuk kelas 5-6 penyajian bentuk rantangan. Kelas 1-4 mendapatkan 1 kotak nasi, satu kotak besar lauk hewani/nabati, satu kotak sayur dan satu nampan buah/pudding. Jumlah nasi, lauk, sayur, dan buah disesuaikan dengan jumlah siswa katering setiap kelas. Peralatan yang digunakan untuk penyajian adalah kotak plastik, tupperware, teko, kotak makan, dan plastik. Proses distribusi yang digunakan katering Pawon Endah di SAB adalah cara desentralisasi yaitu makanan yang sudah diporsi ditempatkan pada satu ruangan tertentu, kemudian makan tersebut diambil oleh masing-masing perwakilan siswa ke
53 kelas masing-masing. Peralatan makan yang digunakan oleh siswa disimpan di kelas masing-masing dalam kontainer plastik. Penyajian dilakukan mulai pukul 09.30 – 10.30, kemudian didistribusikan pada pukul 10.30 – 11.30. Waktu makan siang siswa sekitar pukul 12.00 – 13.00. Lokasi Berkah Katering berada di luar kawasan sekolah sehingga proses distribusi makanan dari katering ke sekolah diangkut menggunakan kendaraan milik katering sendiri (Grand Max) yang digunakan untuk keperluan katering (belanja dan mengantar makanan). Makanan diantar sekitar pukul 10.30 dan sampai di sekolah pada pukul 10.50-11.00. Cara penyajian katering untuk siswa di SD IT Insantama yaitu penyajian bentuk prasmanan per kelas. Peralatan yang digunakan untuk penyajian adalah bakul untuk menyimpan nasi, kotak plastik untuk menyimpan lauk dan sayur, nampan untuk buah-buahan dan plastik. Peralatan makan yang digunakan adalah piring kaca dan sendok. Seluruh peralatan disediakan oleh katering. Proses distribusi yang digunakan Berkah Katering adalah cara desentralisasi yaitu makanan yang sudah diporsi per kelas kemudian diantarkan ke setiap kelas masing-masing beserta peralatan makan, kemudian jika sudah selesai maka pegawai katering akan mengambilnya kembali. Proses pencucian semua dilakukan oleh pegawai katering termasuk peralatan makan yang digunakan oleh siswa. Pendistribusian makanan dimulai pukul 11.00 sampai 12.00. Waktu makan siang siswa sekitar pukul 12.00–13.00, kemudian peralatan diambil kembali pada pukul 13.00. Setiap kelas mendapatkan satu bakul nasi, satu kotak besar lauk hewani/nabati, satu kotak sayur, satu nampan buah/pudding, serta satu mangkok kecil sambal. Jumlah nasi dan lauk disesuaikan dengan jumlah siswa katering setiap kelas, namun untuk sayur tidak dibedakan secara jelas. Setiap hari katering selalu menyediakan nasi ekstra terutama pada saat menu favorit. Sistem prasmanan dapat menjaga ketersediaan pangan tidak terbatas dalam arti setiap siswa dapat mengakses makanan sesuai keinginan, namun tanpa pengawasan yang ketat dapat menyebabkan konsumsi siswa cenderung kurang karena siswa boleh memilih untuk tidak mengonsumsi salah satu menu. Pelaporan. Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data kegiatan pengelolaan makanan dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilai kegiatan pelayanan makanan. Pelaporan rutin yang sudah dilakukan oleh Katering Pawin Endah adalah
54 laporan produksi, rugi laba, dan neraca keuangan. Pelaporan evaluasi terhadap menu dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan penyampaian komplain secara langsung namun belum terdokumentasikan dengan baik sehingga catatan penting mengenai evaluasi menu (misalnya menu favorit, sayuran yang tidak disukai) hanya diingat saja oleh karyawan. Sedangkan Berkah katering belum membuat laporan sebagai bahan evaluasi. Evaluasi terhadap menu dilakukan secara lisan (diskusi) dan penyampaian komplain secara lansung namun belum terdokumentasikan dengan baik, sehingga catatan penting mengenai evaluasi menu hanya diingat saja oleh karyawan, misalnya menu yang disukai, sayuran yang tidak disukai dan lain-lain. Output Konsumsi Makan Siang. Rata-rata konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa SAB adalah 620 kkal dan 15.8 gram. Rata-rata konsumsi energi dan protein makan siang siswa SAB sudah memenuhi angka kecukupannya bahkan sedikit lebih tinggi (540–615 kkal dan 13.5–15 gram). Rata-rata konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa SDIT Insantama adalah 502 kkal dan 16.5 gram. Berikut ini disajikan tabel konsumsi energi, protein dan zat gizi menu makan siang.
Gambar 10 Konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa SPM dan STPM Konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa SDIT Insantama lebih kecil dibandingkan konsumsi energi dan protein siswa SAB. Berdasarkan angka kecukupan energi dan protein, rata-rata konsumsi energi siswa SDIT
55 Insantama belum memenuhi angka kecukupan energi sedangkan konsumsi protein siswa SDIT Insantama sudah memenuhi angka kecukupan protein. Rata-rata konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa kelompok SPM adalah 561 kkal dan 16.15 gram dan siswa kelompok STPM adalah 430 kkal dan 12.95 gram. Konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa kelompok SPM lebih tinggi dibandingkan konsumsi energi dan protein siswa kelompok STPM. Penyediaan kebutuhan zat gizi anak di sekolah adalah 30% dari kebutuhan sehari yang berupa makan siang, berdasarkan angka kecukupan tersebut, energi yang harus dipenuhi adalah 540 kkal – 615 kkal dan protein adalah 13.5 gram – 15 gram sehingga rata-rata konsumsi energi dan protein makan siang siswa kelompok SPM sudah memenuhi angka kecukupannya, sedangkan rata-rata konsumsi energi dan protein makan siang siswa kelompok STPM belum memenuhi angka kecukupannya. Hal ini menunjukan bahwa penyelenggaraan makan yang baik bisa menyediakan zat gizi yang sesuai dengan kecukupan zat gizi bagi siswa, sehingga kebutuhan zat gizi siswa selama di sekolah dapat terpenuhi dengan baik atau dengan kata lain pemenuhan zat gizi siswa kelompok SPM di sekolah lebih terjamin/terjaga dibandingkan dengan siswa kelompok STPM. Selain itu, kualitas dan pilihan makanan yang disediakan oleh katering sekolah lebih baik dan beragam serta terjaga keamanannya. Daya Terima. Daya terima siswa terhadap menu adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, dan pencicip. Penilaian daya terima siswa terhadap menu dipengaruhi oleh kesukaan. Oleh karena itu, untuk menilai daya terima siswa digunakan uji kesukaan. Secara umum siswa SAB menyukai menu yang disajikan oleh katering Pawon Endah. Sebanyak 100% siswa menyukai makanan pokok (nasi), 91.3% siswa menyukai lauk hewani, 100% siswa menyukai lauk nabati, 91.3% menyukai sayuran dan 91.3% menyukai buah. Menu yang disukai oleh siswa adalah ayam goreng tepung, sayur bayam dan sayur sop. Sedangkan menu yang kurang disukai adalah ikan dan sayur kangkung. Tingkat kesukaan akan mempengaruhi daya terima siswa terhadap menu yang disajikan, sebagian besar siswa menyatakan biasa untuk tingkat kesukaan terhadap menu yang disajikan, hal ini menunjukan kemungkinan menurunnya tingkat kepatuhan konsumsi siswa pada saat disajikan menu yang
56 kurang disukai sehingga selain kreativitas katering dalam membuat menu juga harus di dukung oleh pengawasan dari pihak sekolah (guru) dan pendidikan gizi untuk semua pihak yang terlibat sehingga tingkat kepatuhan konsumsi siswa akan lebih stabil/ konsisten. Pada Tabel 20 disajikan tingkat kesukaan siswa terhadap menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah. Tabel 20
Penerimaan
Tingkat kesukaan siswa SAB terhadap menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah Sangat Tdk Suka n %
Tidak Suka N
Biasa
%
n
Sangat Suka n %
Suka
%
n
%
Total n
%
Nasi
0
0.0
0
0.0
20
87.0
2
8.7
1
4.3
23
100.0
P. Hewani
0
0.0
2
8.7
11
47.8
7
30.4
3
13.0
23
100.0
P. Nabati
0
0.0
0
0.0
17
73.9
3
13.0
3
13.0
23
100.0
Sayuran
0
0.0
2
8.7
18
78.3
2
8.7
1
4.3
23
100.0
Buah
0
0.0
2
8.7
12
52.2
5
21.7
4
17.4
23
100.0
Secara umum siswa SDIT Insantama menyukai menu yang disajikan oleh Berkah Katering, sebanyak 88.6% siswa menyukai makanan pokok (nasi), 91.4% siswa menyukai lauk hewani, 91.4 % siswa menyukai lauk nabati, 94.3% menyukai sayuran dan 97.1% menyukai buah. Menu yang disukai oleh siswa adalah menu yang berbahan dasar ayam seperti ayam goreng tepung, sate ayam dan soto ayam. Pada Tabel 21 menunjukan tingkat kesukaan siswa terhadap penampilan keseluruhan (rasa, aroma, warna, dan tekstur)
menu
katering yang meliputi nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Tabel 21 Tingkat kesukaan siswa SDIT IT terhadap menu katering Penerimaan
Sangat Tdk Suka
Tidak Suka
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Nasi
2
5.9
1
2.9
22
62.9
6
17.6
4
11.8
35
100.0
P. Hewani
1
2.9
2
5.7
21
60.0
8
22.9
3
8.6
35
100.0
P. Nabati
2
5.7
1
2.9
29
82.9
2
5.7
1
2.9
35
100.0
Sayuran
2
5.7
0
0.0
22
62.9
8
22.9
3
8.6
35
100.0
Buah
1
2.9%
0
0.0%
18
51.4%
10
28.6%
6
17.1%
35
100.0%
Biasa
Sangat Suka
Suka
Total
Sama halnya seperti siswa SAB, tingkat kesukaan siswa SDIT Insantama terhadap menu yang disajikan oleh Berkah Katering sudah cukup tinggi, namun sebagian besar siswa menyatakan biasa terhadap menu yang disajikan sehingga kemungkinan menurunnya tingkat kesukaan siswa masih tinggi.
57 Kepatuhan Konsumsi. Rata-rata tingkat kepatuhan konsumsi sampel kelompok SAB dan SDIT IT adalah 95.2% dan 91.1%. Secara umum, tingkat kepatuhan konsumsi sudah lebih dari 90%. Hal ini berarti bahwa menu yang disediakan hampir habis dikonsumsi oleh sampel, namun masih bersisa. Tidak maksimalnya kepatuhan konsumsi siswa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya kebosanan sampel terhadap menu makan siang yang disediakan katering sekolah, adanya beberapa makanan yang tidak disukai oleh sampel terutama sayuran dan ikan. Selain itu, cara penyajian dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan konsumsi siswa. Cara penyajian prasmanan jika tidak didukung oleh pengawasan yang ketat dari guru/wali kelas maka siswa akan cenderung mengambil jumlah/porsi makanan lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan oleh katering sekolah. Hal tersebut dapat terlihat pada SDIT-IT dimana tingkat kepatuhan konsumsinya lebih rendah dibandingkan SAB. Tingkat kepatuhan konsumsi siswa menggambarkan seberapa banyak menu yang disajikan dapat dihabiskan. Semakin tinggi tingkat kepatuhan maka zat gizi yang dikonsumsi semakin banyak dan semakin rendah tingkat kepatuhan konsumsi makan maka semakin sedikit zat gizi yang dikonsumsi oleh sampel
Berikut ini disajikan tabel tingkat kepatuhan konsumsi makan
siang siswa SAB dan SDIT Insantama
Gambar 11 Tingkat kepatuhan konsumsi makan siang siswa SAB dan SDIT IT Pola Penyelenggaraan Makan di Sekolah Menurut Del Rosso (1999) berdasarkan cara persiapan dan pengolahan makanan, pola penyelenggaraan makan di sekolah terdiri dari lima pola yaitu pola on-site meal preparation-donated food yaitu pola penyelenggaraan makan
58 di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku yang berasal dari sponsor, pola on-site meal preparation-local food yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku
pangan
lokal,
pola
off-site
prepared
meal/snack-private
sector
participation yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan
swasta/katering
dalam
penyediaan
makanannya,
pola
on-site
preprepared meal/snack-local food vendors yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan usaha jasa boga lokal/pedagang makanan. Pola take-home coupons or cash or food in bulk yaitu pola penyelenggaraan makan disekolah yang menggunakan kupon atau diberikan uang tunai atau bahan baku. Berdasarkan cara persiapan dan pengolahan makanan, SAB dan SDIT Insantama memiliki pola penyelenggaraan makan di sekolah yang berbeda. SAB menggunakan pola on-site meal preparation-local food sedangkan SDIT Insantama
menggunakan
pola
off-site
prepared
meal
private
sector
participation. Menurut Del Rosso (1999) pola on-site meal preparation-local food memerlukan jumlah dan kualifikasi sarana dan prasarana serta tenaga kerja yang tidak terlalu besar dan spesifik (jika metode penyajiaannya desentralisasi). Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan sampai dengan disajikan cukup singkat karena tidak ada proses pengiriman. Bahan baku yang digunakan berasal dari pangan lokal sehingga variasi menu sangat tergantung dengan ketersediaan bahan pangan tersebut.
Kelemahan pola ini adalah
pengontrolan kualitas menu yang masih lemah dan tidak adanya ahli gizi. Selain itu, pembangunan dapur sekolah memerlukan investasi yang besar, waktu cukup lama dan memerlukan lokasi yang khusus di dalam sekolah. Luasan wilayah sekolah yang tidak memadai menjadikan pembangunan dapur di sekolah bukan hal yang prioritas. Menurut Del Rosso (1999) pola off-site prepared meal private sector participation sekolah tidak harus menyediakan sarana dan prasarana serta tenaga kerja jika diperlukan hanya menyediakan sarana dan prasarana yang belum disediakan oleh pihak rekanan/swasta misalnya tempat penyajian di depan setiap kelas (metode penyajian desentralisasi). Pihak katering berperan penuh terhadap menu yang disajikan. Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan sampai dengan disajikan lebih lama karena ada proses pengiriman.
59 Kelemahan pola ini adalah menu yang disajikan monoton, porsi menu sering kali tidak sesuai (porsinya lebih sedikit), dan lokasi katering yang jauh dari sekolah. Selain itu, belum ada katering khusus untuk sekolah sehingga sulit untuk memperoleh katering yang sesuai. Pada akhirnya sekolah bekerjasama dengan katering umum atau katering orang tua siswa. Pada SAB, seluruh tahapan penyelenggaraan makan dilakukan di dalam lingkungan sekolah. Sekolah memiliki dapur katering yang berada di dalam wilayah sekolah. Proses perencanaan menu, persiapan dan pengolahan serta penyajian dan distribusi makan siang dilakukan di sekolah. Proses distribusi dilakukan dengan metode desentralisasi dimana perwakilan siswa dari setiap kelas akan mengambil paket makan siang di ruang penyajian dan mengembalikan alat saji ke tempat penyajian setelah selesai makan siang. Proses distribusi ini memerlukan waktu yang lebih lama tergantung dari kecepatan siswa mengambil paket makan siang. Setiap siswa diharuskan membawa peralatan makan sendiri yang terdiri dari piring, sendok/garfu dan gelas dari bahan yang tidak mudah pecah. Peralatan makan tersebut disimpan di dalam kontainer khusus yang disediakan di setiap kelas. Pencucian alat makan dilakukan oleh masing-masing siswa di tempat pencucian peralatan di samping dapur katering sekolah dengan pengawasan wali kelas. Sedangkan pencucian alat saji dilakukan oleh petugas katering sekolah. Proses makan siang dilakukan pada pukul 12.00-13.00 di kelas masing-masing secara bersama-sama dan diawali dengan membaca doa. Proses makan siang didampingi dan diawasi oleh wali kelas. Penyelenggaraan makan di SDIT IT memiliki perbedaan dengan SAB. Pada SDIT IT penyelenggaraan makan dilakukan di dua tempat yaitu di dapur katering (di luar sekolah) dan di kelas/sekolah. Proses persiapan dan pengolahan serta penyajian makan siang dilakukan di katering sedangkan proses distribusi dan makan siang dilakukan di sekolah/kelas. Metode distribusi yang
digunakan
adalah
desentralisasi.
Petugas
katering
bertugas
menditribusikan paket makan siang dan perlatan makan ke setiap kelas dan mengambil sisa makanan, alat saji dan alat makan yang sudah digunakan. Paket makan siang dan peralatan makan di letakan di meja yang berada di luar kelas atau di bagian depan kelas (samping pintu kelas). Proses distribusi ini cukup singkat karena dilakukan secara serempak oleh beberapa petugas katering. Proses pencucian peralatan dilakukan di tempat katering. Sama
60 halnya seperti SAB, proses makan siang dilakukan pada pukul 12.00-13.00 di kelas masing-masing secara bersama-sama dan diawali dengan membaca doa. Selama proses makan siang wali kelas harus ada di dalam kelas untuk mendampingi dan mengawasi siswa, namun seringkali wali kelas tidak ada di kelas pada saat makan siang. Wali kelas memiliki peranan sangat penting dalam penyelenggaraan makan ini. Wali kelas berperan sebagai pendamping dan pengawas dalam proses makan siang bertujuan untuk memastikan bahwa siswa-siswa menghabiskan makan siang dan tepat waktu. Pada SAB, wali kelas memilki peran yang lebih yaitu membentuk piket harian yang bertugas untuk membawa makan siang, mengembalikan alat saji dan membersikan kelas setelah makan siang serta mengawasi proses pencucian dan kebersihan peralatan makan. Perencanaan menu dilakukan secara bersama antara katering, sekolah dan orang tua. Keterlibatan sekolah dan orang tua dalam perencanaan menu merupakan bentuk pengawasan dan pongontrolan terhadap penyelenggaraan makan di sekolah khususnya terkait menu makan siang. Berdasarkan
hasil
pengamatan
langsung,
pelaksanaan
pola
penyelenggaraan makan di SAB dan SDIT IT masih ditemukan kekurangan. Hal tersebut antara lain peranan wali kelas yang kurang optimal, hal ini terlihat pada saat proses makan siang wali kelas tidak selalu mendampingi dan mengawasi siswanya. Tidak adanya pengawasan secara langsung terhadap sanitasi dan hygiene proses pengolahan makan siang di katering khususnya untuk SDIT IT. Di sisi lain penyelenggaraan makan di sekolah memiliki kelebihan antara lain tertanamnya nilai-nilai disiplin, berkerjasama, bertanggung jawab dan berbagi pada siswa. Selain itu juga membiasakan siswa untuk mengkonsumsi sayuran, buah dan ikan serta membiasakan siswa untuk selalu makan teratur dengan porsi yang cukup. Penyelenggaraan makan di sekolah merupakan media pendidikan gizi yang sangat baik, sehingga siswa yang mendapatkan makan siang di sekolah memiliki kebiasaan makan yang lebih baik. Pola penyelenggaraan makan di sekolah yang banyak digunakan adalah pola off-site prepared meal private sector participation atau pola yang digunakan oleh SDIT IT. Pola ini digunakan pada sekolah dasar-sekolah dasar swasta yang full day dan tidak memiliki dapur sekolah. Pola off-site prepared meal private sector participation dapat digunakan karena sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah dasar-sekolah dasar di Indonesia pada umumnya.
61 Sedangkan
pola on-site meal preparation-local food merupakan pola
penyelenggaraan makan di sekolah yang ideal. Penyelenggaraan makan di sekolah tidak hanya diperuntukan bagi sekolah dasar swasta yang full day, tetapi untuk semua jenis sekolah dasar baik negeri ataupun swasta yang full day ataupun tidak. Pemberdayaan kantin sekolah pada sekolah dasar negeri atau swasta yang tidak full day merupakan pola penyelenggaraan makan yang dapat diterapkan. Pola ini disebut pola on-site preprepared meal/snack-local food vendors yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan usaha jasa boga lokal/pedagang makanan. Dengan pola ini sekolah dapat menyediakan makanan jajanan yang bergizi, berkualitas dan aman bagi siswanya. Skema pola penyelenggaraan makanan di sekolah untuk SAB dan SDIT IT dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi Energi dan Protein Rata-rata konsumsi energi dan protein sampel kelompok SPM adalah 1754 kkal dan 50.50 gram dan pada kelompok sampel STPM adalah 1726 kkal dan 50.85 gram. Rata-rata konsumsi energi dan protein kedua kelompok ini tidak jauh berbeda. Konsumsi energi dan protein hari sekolah lebih tinggi dibandingkan konsumsi energi dan protein hari libur pada. Pada kelompok SPM konsumsi energi dan protein hari sekolah lebih tinggi dibandingkan hari libur dikarenakan jumlah dan komposisi makan siang siswa di sekolah lebih besar dan lengkap dibandingkan di rumah. Menu makan siang di sekolah lebih lengkap komposisinya (nasi, lauk/pauk, sayur dan buah) dan besar porsinya sudah ditentukan. Sedangkan menu makan siang di rumah komposisinya tidak lengkap (nasi dan lauk/pauk atau sayur) dan besar porsi tergantung keinginan siswa. Pada kelompok STPM konsumsi energi dan protein hari sekolah lebih tinggi dibandingkan hari libur dikarenakan pada hari sekolah siswa banyak mengonsumsi jajanan sekolah. Tabel 22 Rata-rata konsumsi energi dan protein sampel SPM dan STPM Zat Gizi
Hari sekolah
Energi (kkal) Protein (gram)
1899 ± 377 51.97 ± 11.85
Energi (kkal) Protein (gram)
1797 ± 502 52.27 ± 18.18
Konsumsi Hari libur SPM 1609 ± 656 49.03 ± 22.14 STPM 1654 ± 593 49.44 ± 20.57
Rata-rata 1754 ± 415 50.50 ± 14.06 1726 ± 440 50.85 ± 16.10
62 Rata–rata konsumsi energi hari sekolah sampel kelompok SPM lebih tinggi dibandingkan sampel kelompok STPM sedangkan rata-rata konsumsi protein pada kedua kelompok tidak jauh berbeda. Salah satu sumber asupan energi dan protein sampel kelompok SPM di sekolah berasal dari menu makan siang sedangkan salah satu sumber asupan energi dan protein siswa kelompok STPM di sekolah salah satunya dari makanan jajanan yaitu nasi bungkus, roti, mie, kentang, makaroni, mie ayam, bubur dan lain-lain, sehingga meskipun sampel STPM tidak mendapatkan makan siang namun dengan jumlah dan jenis makanan
jajanan
yang
biasa
dikonsumsi
sampel
kelompok
STPM
menyebabkan jumlah rata-rata konsumsi energi dan protein sampel kelompok SPM dan STPM tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil uji beda t, perbedaan rata-rata konsumsi energi dan protein tersebut tidak nyata (p>0.05). Rata-rata konsumsi energi dan protein hari libur pada kedua kelompok juga tidak jauh berbeda. Namun demikian penyelenggaraan makan di sekolah mampu menyediakan kebutuhan energi
dan protein bagi siswanya sehingga siswa
selalu makan siang dengan menu makan lengkap dan cukup baik dari segi besar porsi dan kandungan zat gizinya. Konsumsi Mineral dan Vitamin Mineral
memiliki
peranan
penting
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan anak usia sekolah. Secara umum rata–rata konsumsi kalsium, fosfor, dan zat besi sampel kelompok SPM dan STPM pada hari sekolah, hari libur dan rata-rata secara umum adalah tidak berbeda nyata (p>0.5). Total konsumsi zat besi sampel kelompok STPM lebih rendah dibandingkan sampel kelompok SPM. Hal ini dikarenakan konsumsi zat besi di rumah untuk sampel kelompok STPM juga rendah. Rata-rata konsumsi kalsium, fosfor dan zat besi di sekolah untuk kedua kelompok sampel tidak jauh berbeda, perbedaanya adalah sampel kelompok SPM memperoleh asupan kalsium, fosfor dan zat besi dari makanan yang disediakan oleh katering sekolah sedangkan pada kelompok STPM asupan kalsium, fosfor dan zat besi diperoleh dari jajanan dan atau makanan bekal. Hal berbeda terlihat pada rata-rata konsumsi vitamin yang meliputi vitamin A, B1, dan C. Rata-rata konsumsi vitamin A pada sampel kelompok SPM jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok STPM (1045.12 μg RE dan 454.22 μg RE). Berdasarkan uji beda t, rata-rata konsumsi vitamin A pada hari sekolah dan rata-rata berbeda nyata (p<0.05), hal ini dikarenakan katering
63 setiap hari selalu menyediakan menu berbahan dasar pangan sumber vitamin A yaitu wortel sesuai dengan tema katering bulan tersebut (untuk SAB). Konsumsi vitamin A yang tinggi pada kelompok SPM masih dapat dinyatakan aman karena masih di bawah UL (Tolerable Upper Level Intake) vitamin A yaitu 40 000 – 55 000 μg RE (Almatsier 2001). Berikut ini disajikan tabel rata-rata konsumsi mineral dan vitamin sampel SPM dan STPM. Tabel 23 Rata-rata konsumsi mineral dan vitamin sampel SPM dan STPM Zat Gizi
Hari sekolah
Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg)
421.95 ± 218.92 622.28 ± 205.03 12.96 ± 3.62
Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg)
429.26 ± 242.67 629.95 ± 280.49 12.02 ± 5.82
Vitamin A (μg RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
1.641.14 ± 1.207.16 1.16 ± 0.75 55.42 ± 37.24
Vitamin A (μg RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
476.91 ± 413.01 1.51 ± 0.89 32.24 ± 29.31
Konsumsi Hari libur SPM 340.82 ± 286.79 584.84 ± 304.49 12.12 ± 6.49 STPM 381.58 ± 259.43 581.81 ± 276.34 11.33 ± 5.85 SPM 449.10 ± 404.27 1.51 ± 1.28 23.25 ± 28.49 STPM 431.53 ± 552.43 1.53 ± 1.26 36.23 ± 43.01
Rata-rata 381.38 ± 202.68 603.56 ± 201.59 12.54 ± 4.08 405.42 ± 190.81 605.88 ± 207.37 11.68 ± 5.05 1.045.12 ± 589.95 1.33 ± 0.81 39.34 ± 24.67 454.22 ± 355.31 1.52 ± 0.79 34.24 ± 27.37
Rata–rata konsumsi vitamin C kelompok SPM juga lebih tinggi, namun konsumsi vitamin B1 pada kelompok STPM lebih tinggi dibanding kelompok SPM. Berdasarkan hasil uji beda t rata-rata konsumsi vitamin B1 dan C pada hari sekolah berbeda nyata (p<0.05) tetapi rata-rata konsumsi vitamin B1 dan C tidak berbeda nyata (p>0.05). Konsumsi rata-rata konsumsi vitamin A, B1 dan C pada hari libur tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini menunjukan pola makan antara kedua kelompok sampel tidak jauh berbeda. Penyelenggaraan makan di sekolah sangat berperan dalam penyediaan mineral dan vitamin yang diperlukan oleh AUS. Katering sekolah tidak hanya menyediakan zat gizi dalam jumlah yang cukup tetapi juga menggunakan bahan pangan yang aman dan berkualitas.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi ditentukan kaitannya dengan jumlah yang diperlukan untuk mendukung tingkat pertumbuhan dan mempertahankan berat
64 badan yang diinginkan. Selain itu, aktivitas fisik dan gaya hidup merupakan faktor
yang
juga
mempengaruhi
kebutuhan
energi
(Villavieja
1987).
Departemen Kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein menjadi 5 kelompok yaitu : 1) defisit tingkat berat (< 70% AKG), 2) defisit tingkat sedang ( 70%–79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80%–89% AKG), 4) normal (90%–119% AKG), dan 5) kelebihan > 120% AKG. Kebutuhan energi rata-rata sampel kelompok SPM dan STPM masingmasing adalah 2064 kkal dan 2079 kkal. Sedangkan konsumsi energi rata-rata siswa kelompok SPM dan STPM masing-masing adalah 1754 kkal dan 1726 kkal. Dengan demikian tingkat kecukupan energi rata-ratanya adalah 84.89% untuk kelompok SPM dan 83.02% untuk kelompok STPM. Secara umum kedua kelompok berada pada status defisit energi tingkat ringan. Lebih dari separuh sampel kelompok SPM (51.7%) dan STPM (51.8%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit (tingkat ringan, tingkat sedang dan tingkat berat). Terdapat 34.5% sampel SPM dan 37.5% sampel STPM memiliki tingkat kecukupan energi normal serta masing-masing 13.8% dan 10.7% sampel memiliki tingkat kecukupan energi lebih. Berdasarkan hasil uji beda MannWhitney U, perbedaan tingkat kecukupan energi kedua kelompok ini tidak nyata (p>0.05). Hal ini menunjukan bahwa tingkat kecukupan energi pada kedua kelompok sampel tidak jauh berbeda yaitu sebagian besar sampel (lebih dari separuh sampel) memiliki tingkat kecukupan energi kategori defisit (tingkat ringan, tingkat sedang dan tingkat berat).
Pada Gambar 12 disajikan data
tingkat kecukupan energi kelompok SPM dan STPM.
Gambar 12 Tingkat kecukupan energi sampel kelompok SPM dan STPM
65 Tingkat kecukupan energi defisit disebabkan karena konsumsi yang kurang. Konsumsi sampel di sekolah dapat dikatakan sudah memenuhi angka kecukupannya, tetapi konsumsi di rumah (setelah sekolah pada hari sekolah dan hari libur) sangat kurang sehingga konsumsi rata-rata per orang per hari menjadi rendah. SPM hanya menyediakan satu kali makan yaitu makan siang. Pemenuhan energi dan zat gizi di sekolah akan menjadi optimal jika kecukupan energi dan zat gizi di rumah sudah dapat dipenuhi dengan baik. Oleh karena itu, jika penyediaan energi dan zat gizi di rumah belum memadai, maka SPM hanya mempertahankan kondisi yang kurang dan belum menunjukan dampak bagi sampel SPM. Tingkat Kecukupan Protein Konsumsi protein yang rendah pada masa usia sekolah akan menghambat pertumbuhan (Villaveija 1987). Konsumsi energi yang rendah dapat menyebabkan inefisiensi penggunaan protein tubuh. Protein yang seharusnya digunakan untuk sintesis jaringan baru atau perbaikan jaringan tubuh yang rusak akan terhambat fungsinya karena digunakan untuk menutupi kekurangan energi tubuh. Seperti halnya pada energi, AKG protein untuk AUS laki-laki dan perempuan adalah sama. Jumlah konsumsi aktual akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tetapi jumlah kenaikan per kilogram berat badan akan semakin menurun dengan bertambahnya umur. Berikut ini disajikan grafik tingkat kecukupan protein seluruh siswa.
Gambar 13 Tingkat kecukupan protein sampel kelompok SPM dan STPM Sebanyak 34.5% sampel mempunyai tingkat kecukupan protein kategori defisit (tingkat berat, sedang dan ringan), 27.6% normal dan 37.9% lebih.
66 Sedangkan pada kelompok STPM terdapat 35.7% sampel termasuk kategori defisit (tingkat berat, sedang dan ringan), 26.8% normal dan 37.5% lebih. Secara umum tingkat kecukupan protein tidak jauh berbeda antara kedua kelompok. Pada kelompok SPM, sampel yang memiliki tingkat kecukupan protein defisit berat dan sedang (20.7%) lebih sedikit dibandingkan sampel kelompok STPM (32.1%) tetapi sampel yang memiliki tingkat kecukupan protein ringan pada kelompok SPM (13.8%) lebih tinggi dibandingkan kelompok STPM (3.6%) namun perbedaan tingkat kecukupan protein pada kedua kelompok ini berdasarkan hasi uji beda Mann-Whitney U tidak nyata (p>0.05). Tingkat Kecukupan Vitamin Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2, yaitu kurang (tingkat kecukupan < 77%) dan cukup (tingkat kecukupan > 77%) (Gibson 2005). Secara umum sebagian besar sampel memiliki tingkat kecukupan vitamin yang cukup dan sebagian kecil sampel memiliki tingkat kecukupan vitamin kurang. Tingkat kecukupan vitamin A pada
kelompok SPM sebagian besar adalah cukup (86.2%)
sedangkan pada kelompok STPM sebagian besar adalah kurang (66.1%). Berdasarkan uji beda Mann-Whitney U tingkat kecukupan vitamin A berbeda nyata antar
kedua kelompok (p<0.05). Berikut ini disajikan tabel tingkat
kecukupan vitamin sampel SPM dan STPM Tabel 24 Tingkat kecukupan vitamin sampel SPM dan STPM Tingkat kecukupan vitamin
SPM n
STPM %
n
%
37 19 56
66.1 33.9 100
10 46 56
17.9 82.1 100
38 18 56
67.9 32.1 100
Vitamin A Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total
8 13.8 50 86.2 58 100 Vitamin B1 15 25.9 43 74.1 58 100 Vitamin C 30 51.7 28 48.3 58 100
Sebagian besar sampel pada kelompok SPM dan STPM memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup (74.1% dan 82.1%) sedangkan tingkat kecukupan vitamin C sampel pada kedua kelompok sebagaian besar adalah kurang
67 masing-masing 51.7% dan 67.9%. Berdasarkan uji beda Mann-Whitney U tingkat kecukupan vitamin B1 dan C tidak berbeda nyata antar kedua kelompok (p>0.05). Masih adanya sampel yang memiliki tingkat kecukupan vitamin kurang disebabkan rendahnya konsumsi pangan sumber vitamin, terutama konsumsi pangan di rumah (SPM) dan juga rata-rata sampel tidak menyukai sayuran karena rasanya yang tawar. Tingkat Kecukupan Mineral Konsumsi
Kalsium
berpengaruh
terhadap
formasi
tulang
dan
peningkatan massa tulang (Villaveija 1987). Selama masa remaja/usia sekolah terjadi puncak penumpukan kalsium untuk pembentukan tulang yang diperkirakan mencapai rata–rata 1000–1500 mg/hari. Kecukupan kalsium untuk anak usia 10-12 tahun pria dianggap sama dengan wanita sehingga ditetapkan rata – rata asupan kalsium sebesar 1000 mg/hari (WNPG 2004). Tabel 25 Tingkat kecukupan mineral sampel SPM dan STPM Tingkat kecukupan mineral
SPM n
STPM %
n
%
22.4 77.6 100
0 56 56
0 100 100
0 100 100
0 56 56
0 100 100
36.2 63.8 100
37 19 56
66.1 33.9 100
Kalsium Kurang Cukup Total
13 45 58
Kurang Cukup Total
0 56 58
Kurang Cukup Total
21 37 58
Fosfor
Zat Besi
Tingkat kecukupan kalsium sampel kelompok SPM adalah 77.6% cukup dan 22.4% kurang sedangkan sampel kelompok STPM seluruhnya cukup (100%). Hal yang berbeda terlihat pada tingkat kecukupan zat besi dimana pada kelompok SPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan zat besi cukup (63.8%) sedangkan pada kelompok STPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan kurang (66.1%). Berdasarkan uji beda Mann-Whitney U tingkat kecukupan kalsium dan zat besi berbeda nyata antar kedua kelompok (p<0.05). Sampel pada kedua kelompok seluruhnya memiliki tingkat kecukupan fosfor cukup.
68 Kualitas Konsumsi Pangan Gizi seimbang merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan kualitas
sumberdaya
manusia
yang
handal.
Di
Indonesia
sudah
mengembangkan pedoman gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna yang sebenarnya adalah merupakan bentuk implementasi Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) (Soekirman 2008). PUGS merupakan tolak ukur kualitas diet/konsumsi yang baik sehingga jika pola makan kita sudah sesuai dengan PUGS maka kualitas diet/konsumsi kita sudah baik. Di beberapa negara seperti Amerika dan Thailand sudah dikembangkan alat ukur untuk menilai kualitas konsumsi pangan berdasarkan pedoman makan (Food Guidelines) masingmasing negara yang disebut dengan Healty Eating Index (HEI). HEI Indonesia merupakan adaptasi HEI yang dirumuskan oleh USDA dan disesuaikan dengan PUGS Indonesia. Dengan demikian komponen yang tercantum dalam HEI Indonesia merupakan batasan-batasan yang tercantum dalam PUGS.
HEI
dikelompokkan berdasarkan kelompok umur sehingga nilai dari setiap komponen akan berbeda sesuai dengan kelompok umur yang digunakan. Berdasarkan
jumlah
rata-rata
konsumsi
energi
per
individu/hari
kemudian dikonversi dalam bentuk jumlah/porsi setiap golongan pangan dan zat gizi sesuai dengan komponen HEI Indonesia maka diperoleh data yang disajikan pada Tabel 28. Sampel kelompok SPM terdiri dari 2 kelompok umur yaitu 9 tahun dan 10 – 12 tahun. Sedangkan siswa kelompok STPM hanya 1 kelompok umur yaitu 10-12 tahun. Pada kelompok umur 10–12 tahun terdapat perbedaan AKG Fe untuk laki-laki dan perempuan sehingga untuk menghitung jumlah konsumsi Fe pada kelompok umur ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Pada penelitian ini konsumsi garam diasumsikan sudah memenuhi batasan yang dianjurkan sehingga skor untuk konsumsi garam untuk seluruh kelompok umur adalah 10. Berdasarkan data pada Tabel 26 kemudian dinilai berdasarkan skor yang sudah ditentukan. Setelah itu dihitung total skor untuk setiap kelompok umur masing-masing kelompok SPM dan STPM. Secara total, sampel kelompok SPM umur 9 tahun memperoleh skor maksimum untuk komponen protein hewani, total lemak dan keragaman. Pada umur 10-12 tahun kelompok SPM memperoleh skor maksimum untuk komponen keragaman. Sedangkan pada kelompok STPM (10-12 tahun) memperoleh skor maksimum untuk komponen keragaman dan skor nol untuk sayuran.
69 Tabel 26
Komponen Sumber KH Sayuran Buah-buahan Prot. Hewani Prot. Nabati Total lemak Total Garam Total Gula Fe/Zat Besi Keragaman
Jumlah konsumsi komponen HEI
pangan
Hari Sekolah SPM STPM 9 th 10-12 th 10-12 th 6 6 6 3 2 0.5 1 1 0.6 4 5 5 2 1 1 515 550 562 6 6 6 5 3 17 12.3 13.2 (L) 10.7 (L) 11.8 (P) 11.4 (P) 11 11 9
dalam
satuan
Hari Libur SPM STPM 9 th 10-12 th 10-12 th 6 5 6 2 0.8 0.4 1 1 1 5 5 5 1 1 1 568 521 521 6 6 6 2 3 13 13.1 11.6 (L) 12 (L) 11.7 (P) 11.9 (P) 8 8 8
porsi berdasarkan Total SPM STPM 9 th 10-12 th 10-12 th 6 6 6 3 2 0.5 1 1 1 4 5 5 1 1 1 533 540 548 6 6 6 4 3 15 12.6 12.7 (L) 11.9 (L) 11.8 (P) 11.2 (P) 10 10 9
Secara keseluruhan konsumsi karbohidrat sudah melebihi dari anjuran, sehingga perlu pengurangan pangan sumber karbohidrat. Konsumsi sayuran, buah-buahan dan protein nabati masih sangat kurang sehingga harus ditingkatkan konsumsinya. Konsumsi sayuran pada pada kelompok SPM jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok STPM. Menu makan siang kelompok SPM pada hari sekolah selalu menyajikan sayuran. Menu makan siang kelompok STPM sebagian besar hanya terdiri dari sumber karbohidrat dan protein hewani. Sedangkan menu makan siang pada hari libur kelompok SPM dan STPM tidak jauh berbeda sehingga konsumsi sayur kelompok SPM masih lebih tinggi dibandingkan STPM. Konsumsi protein nabati pada kelompok SPM dan STPM tidak jauh berbeda, sedangkan konsumsi buah kelompok SPM lebih tinggi dibandingkan kelompok STPM. Pada menu makan siang kelompok SPM, buah–buahan sudah menjadi komponen menu sehingga tinggal jumlahnya yang harus ditingkatkan. Protein nabati jarang ada dalam menu sehingga perlu ditingkatkan frekuensinya. Konsumsi total lemak kelompok SPM umur 9 tahun sudah sesuai dengan anjuran (15%- 25% dari kecukupan energi) sedangkan kelompok umur 10-12 tahun (SPM dan STPM) lebih tingggi dari yang dianjurkan tetapi masih dibawah batas maksimal (< 35% dari kecukupan energi). Secara keseluruhan konsumsi gula lebih rendah dibandingkan yang dianjurkan (5% dari total kecukupan
energi atau setara dengan 3-4 sdm per hari/ 30-40 gram/hari).
Berdasarkan tingkat kecukupan Fe, 49.1% dari total seluruh sampel memiliki tingkat kecukupan Fe kurang (Tabel 25). Konsumsi Fe sampel kelompok SPM di sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Fe kelompok STPM
70 kelompok SPM di sekolah. Secara umum konsumsi Fe kelompok umur 9 tahun dan 10-12 tahun (SPM dan STPM) masih rendah. Ketersediaan Fe pada menu makan siang sampel kelompok SPM sudah memenuhi 30% dari kebutuhan 1 hari (5.1 mg) dan kelompok STPM belum memenuhi 30% dari kebutuhan 1 hari (3.2 mg). Sedangkan konsumsi Fe kelompok SPM dan STPM di rumah masih rendah sehingga total konsumsi Fe kurang. Rata-rata jumlah jenis makanan yang dikonsumsi per individu per hari (SPM dan STPM) sudah lebih tinggi dari anjuran (> 8 jenis makanan). Secara umum jumlah jenis makanan sampel kelompok SPM lebih banyak dibandingkan STPM dan jumlah jenis makanan pada hari sekolah lebih banyak dibandingkan hari libur. Menu makan siang hari sekolah pada kelompok SPM terdiri atas minimal 4 kelompok pangan (makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah) sedangkan pada kelompok SPM biasanya hanya terdiri dari sumber karbohidrat dan protein hewani/nabati. Berdasarkan PUGS, keanekaragaman makanan dalam hidangan sehari-hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini adalah penerapan prinsip penganekaraman yang minimal. Yang ideal adalah jika setiap kali makan siang dan makan malam, hidangan tersebut terdiri dari 4 kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah). Berdasarkan data porsi tersebut kemudian dihitung skor HEI untuk masing-masing kelompok umur pada setiap kelompok sekolah. Data rinci skor HEI total dan komponennya disajikan pada tabel berikut ini Tabel 27 Skor total Healthy Eating Index (HEI) dan skor masing-masing komponen untuk anak berumur 9 sampai dengan 12 tahun Komponen Sumber KH Sayuran Buah-buahan Prot. Hewani Prot. Nabati Total lemak Total Garam Total Gula Fe/Zat Besi Keragaman Total Skor HEI
Hari Sekolah SPM STPM 9 th 10-12 th 10-12 th 5 5 5 5 5 0 5 5 0 10 5 5 10 5 5 10 5 5 10 10 10 5 5 5 5 5 5 10 10 10 75 60 50
Hari Libur SPM SPM 9 th 10-12 th 10-12 th 5 5 5 5 0 0 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 5 5 10 10 10 5 5 5 5 5 5 10 10 10 65 55 55
Total STPM SPM 9 th 10-12 th 10-12 th 5 5 5 5 5 0 5 5 5 10 5 5 5 5 5 10 5 5 10 10 10 5 5 5 5 5 5 10 10 10 70 60 55
Skor HEI kelompok SPM umur 9 tahun adalah 70 dan
umur 10-12
tahun adalah 60, skor HEI kelompok STPM umur 10-12 adalah 55. Kategori
71 skor HEI kelompok SPM dan STPM umur 9 dan 10-12 tahun adalah membutuhkan perbaikan (need improvement) sehingga secara umum kualitas konsumsi pangan siswa kelompok SPM dan STPM masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang dan masih memerlukan perbaikan untuk memenuhi gizi seimbang. Meskipun kategori kualitas konsumsi pangan kelompok SPM dan STPM sama namun skor HEI kelompok SPM lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok STPM. Hal ini menunjukan bahwa kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM lebih baik dibanding STPM. Perbaikan kualitas konsumsi pangan/diet yang dilakukan yaitu meningkatkan konsumsi sayur, buah, protein nabati dan pangan sumber Fe, mengurangi konsumsi pangan sumber karbohidrat dan mempertahankan jumlah konsumsi protein hewani, total lemak dan keragaman
Gambar 14 Skor HEI sampel kelompok SPM dan STPM
Kualitas Menu Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras dan seimbang yang artinya sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak dan nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia serta beragam jenis bahan makanan. Kualitas makan anak di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas menu yang disediakan oleh sekolah/katering sekolah. Menu yang yang baik adalah menu yang sudah mempertimbangkan gizi seimbang seperti yang dijabarkan dalam PUGS. Menu gizi seimbang artinya susunan makanan yang mengandung zat-zat gizi dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal (Kurniasih, Hilmansyah, Astuti dan Imam 2010).
72 Menurut Soekirman (2006) ada 6 prinsip gizi seimbang yaitu pertama, membiasakan
konsumsi
beraneka
ragam
makanan.
Semakin
banyak
ragamnya, semakin baik. Kedua, memperhatikan dan mempertahankan berat badan ideal. Ketiga adalah mengatur porsi makan. Dalam hal ini, kebutuhan makan tiap individu berbeda karena tergantung aktivitasnya. Makin aktif, maka makin banyak dibutuhkan kalori. Keempat adalah menjaga keamanan makanan. Makanan yang siap disantap, harus pula dijaga keamanannya. Kelima, adalah patokan khusus untuk kelompok masyarakat yang memiliki masalah zat gizi tertentu. Misalnya kurang vitamin atau mineral tertentu. Oleh karena itu pemerintah juga sudah melakukan upaya fortifikasi yaitu proses penambahan zat tertentu. Keenam, prinsip gizi seimbang yang sifatnya khusus. Ini dapat digolongkan misalnya menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa, dan manula), menurut kelompok ekonomi, bahkan menurut kelompok budaya makanan. Kandungan Gizi Menu Penyediaan kebutuhan energi dan zat gizi anak di sekolah adalah 30% dari kebutuhan sehari yang berupa makan siang. Bila ada tambahan snack maka pemenuhan kebutuhan energi dan gizi di sekolah adalah 40% dari kebutuhan sehari.
Hal ini harus menjadi patokan pada saat perencanaan
menu. Angka kecukupan energi anak usia 7–9 tahun, tanpa membedakan jenis kelamin adalah 1800 kkal sedangkan anak berusia 10–12 tahun memerlukan energi sebesar 2050 kkal (WNPG 2004). Angka kecukupan protein (AKP) untuk anak umur 7–9 tahun sebanyak 45 g/hari, sedangkan untuk anak umur 10–12 tahun 50 g/hari (WNPG 2004). Berdasarkan angka kecukupan tersebut, energi yang harus disediakan adalah 540 kkal–615 kkal dan protein adalah 13.5 gram–15 gram. Kebutuhan energi dan protein rata-rata siswa kelompok SPM adalah 2064 kkal dan 51 gram. Berdasarkan kebutuhan energi dan protein ratarata siswa, maka jumlah energi dan protein yang harus disediakan pada menu makan siang adalah 619 kkal dan 15.3 gram. Katering Pawon Endah di SAB menyediakan menu makan siang untuk siswa kelas 4 dengan kandungan energi per orang per hari antara 428 kkal sampai dengan 799 kkal (rata-rata 618 kkal/orang/hari) dan kandungan protein per orang per hari antara 12.03 gram sampai dengan 35.94 gram (rata-rata 20.99 gram/orang/hari). Sedangkan untuk kelas 5 menu makan siang yang disediakan mengandung energi per orang per hari antara 548 kkal sampai
73 dengan 830 kkal (rata-rata 649 kkal/orang/hari) dan kandungan protein per orang per hari antara 14.19 gram sampai dengan 37.57 gram (rata-rata 21.77 gram/orang/hari). Berkah katering di SDIT IT menyediakan menu makan siang untuk siswa kelas 4 dengan kandungan energi per orang per hari antara 459-704 kkal (rata-rata 559 kkal/orang/hari) dan kandungan protein per orang per hari antara 10.63–18.05 gram (rata-rata 14.08 gram/ orang/hari) sedangkan untuk kelas 5 menu makan siang yang disediakan mengandung energi per orang per hari antara 433–708 kkal (rata-rata 561 kkal/orang/hari) dan kandungan protein per orang per hari antara 10.73–18.19 gram (rata-rata 14.17 gram/orang/hari). Berikut disajikan tabel kandungan gizi menu makan siang katering sekolah selama seminggu. Tabel 28 Kandungan energi dan protein menu katering sekolah SAB dan SDIT IT Menu
Energi (kkal)
Kelas 4 (umur 7-9 tahun) Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Rata-rata Kelas 5 (umur 10-12 tahun) Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Rata-rata
SAB Protein (gram)
SDIT IT Energi (kkal) Protein (gram)
799 428 633 610 621 618
17.16 12.03 18.16 35.94 21.70 21.00
704 489 459 507 634 559
18.05 16.39 13.87 10.63 11.44 14.08
830 548 639 635 593 649
17.50 14.19 18.22 37.57 21.39 21.77
708 522 433 509 634 561
18.19 16.79 13.70 10.73 11.44 14.17
Rata-rata kandungan energi dan protein menu yang disediakan oleh katering Pawon Endah lebih tinggi dibandingkan dengan Berkah Katering, tetapi berdasarkan angka kecukupan gizi, jumlah zat gizi yang disediakan oleh katering sekolah Pawon Endah dan Berkah Katering setiap hari sudah memenuhi kebutuhan siswa yang dilayaninya. Katering Pawon Endah sudah dapat membedakan kebutuhan gizi siswa kelas 4 dan 5 sehingga menu yang disediakan untuk kelas 5 lebih besar dibandingkan dengan kelas 4. Berkah Katering belum membedakan kebutuhan gizi siswa sehingga menu yang disediakan untuk kelas 4 dan 5 tidak jauh berbeda. Menu yang disediakan katering Pawon Endang cenderung berlebih terutama untuk siswa kelas 4 sedangkan Berkah Katering cenderung kurang terutama untuk kelas 5.
74 Keragaman/Variasi Menu Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Keanekaragaman makanan dalam hidangan sehari-hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini adalah penerapan prinsip penganekaraman yang minimal. Yang ideal adalah jika setiap kali makan siang dan makan malam, hidangan tersebut terdiri dari 4 kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah) (Soekirman 2008). Secara umum, komposisi menu yang disediakan oleh katering Pawon Endah dan Berkah Katering setiap hari terdiri dari pangan sumber zat tenaga (sumber karbohidrat, minyak dan gula), pangan sumber zat pembangun (protein hewani) dan pangan sumber zat pengatur (buah dan sayur) atau terdiri dari 6 kelompok pangan. Pangan sumber protein nabati tidak disajikan setiap hari, yakni hanya 1 atau 2 kali dalam 1 minggu. Jumlah jenis bahan pangan yang disediakan oleh katering sekolah setiap hari diperoleh dengan menghitung jenis bahan pangan yang diolah setiap hari.
Katering Pawon Endah dan Berkah Katering mengolah tidak
kurang dari 7 jenis pangan yang berasal dari 6 kelompok pangan setiap hari. Katering Pawon Endah rata-rata menyediakan 11 jenis pangan per hari (hari 1= 13 jenis pangan, hari 2=10 jenis pangan, hari 3=13 jenis pangan, hari 4=11 jenis pangan dan hari 5=8 jenis pangan) sedangkan Berkah Katering rata-rata menyediakan 12 jenis pangan per hari (hari 1= 10 jenis pangan, hari 2= 7 jenis pangan, hari 3=17 jenis pangan, hari 4=14 jenis pangan, dan hari 5=12 jenis pangan). Standar Porsi Standar porsi menu yang disediakan oleh kedua katering sekolah sejalan dengan kandungan energi dan zat gizi menu. Hal ini berarti bahwa jika kandungan energi dan zat gizinya kurang maka porsi yang disediakannya juga akan kurang. Porsi pangan sumber karbohidrat terdiri dari nasi sebagai pangan utama dan sumber karbohidrat lainnya seperti terigu, gula, bihun dan jagung. Jumlah porsi nasi yang disediakan secara umum cukup bahkan lebih dari cukup yaitu > 1 porsi per hari. Berdasarkan kelompok pangan, maka porsi sumber karbohidrat adalah paling besar dibandingkan bahan makan lainnya diluar gula dan minyak yaitu 1-2 porsi per hari. Kontribusi ideal energi pangan sumber
75 karbohidrat terhadap energi total adalah 50% atau setara dengan 1.5-1.8 porsi untuk anak usia sekolah dalam menu makan siang. Berdasarkan hal ini maka rata-rata porsi pangan sumber karbohidrat per hari yang disediakan oleh katering Pawon Endah dan Berkah Katering sudah cukup.
Rata-rata jumlah
porsi pangan sumber protein baik hewani ataupun nabati yang disediakan oleh kedua katering sekolah ini adalah 1 porsi per hari. Pangan sumber protein hewani (daging sapi, daging ayam, ikan, udang dan telur) selalu disediakan setiap hari tetapi pangan sumber protein nabati hanya 1-2 kali dalam 1 minggu. Jumlah porsi buah-buahan yang disediakan oleh kedua katering sekolah ini tidak jauh berbeda dan sudah cukup yaitu 1 porsi/hari. Sedangkan jumlah porsi sayur yang disediakan oleh kedua katering berbeda yaitu katering Pawon Endah menyediakan sayuran lebih banyak (2 porsi per hari) sedangkan Berkah Katering lebih sedikit (0.5-1 porsi per hari). Sayuran merupakan jenis pangan yang tidak disukai siswa. Oleh karena itu, katering harus mengolah sayuran kedalam bentuk makanan yang disukai siswa. Katering Pawon Endah menyajikan sayuran selain dalam bentuk sayur/sop/tumisan tetapi juga diolah bersama pangan hewani atau dibuat gorengan. Sedangkan Berkah Katering hanya menyajikan dalam bentuk sayur/sop/tumisan, sehingga katering Pawon Endah dapat menyediakan sayuran dalam jumlah yang lebih banyak dibanding Berkah Katering. Tabel 29 Standar porsi berdasarkan kelompok bahan makanan/penukarnya No 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Bahan makanan/ Penukarnya H1 H2 Kelas 4 (umur 7-9 tahun) Nasi 1 1 Sumber KH lain 1 0 Sayur 2 1 Buah 0 0.5 Protein nabati 0 0.5 Protein hewani 1 0.6 Minyak 3 1 Gula 2 1 Kelas 5 (umur 10-12 tahun) Nasi 1.5 1.5 Sumber KH lain 1 0 Sayur 2 2 Buah 0 0.5 Protein nabati 0 0.5 Protein hewani 1 0.6 Minyak 3 1 Gula 2 1
SAB H3 H4
H5
H1
H2
SDIT IT H3 H4
1.3 0.2 2 1 0 0.5 4 0
1.3 0.2 1 1 0 1.5 2.5 0
1.5 0.5 2 1 0 1 1 0
1.5 0.5 1 1 1 0.5 3 0
1.5 0.5 0.5 1 0 1 0.5 0
1 0.5 0.5 1 0.5 0.5 1 0
1.5 0 0.5 0 0 1 1 1
1.3 0 0.3 1 0 1 3 2.5
1.5 0.2 2 1 0 0.5 4 0
1.5 0 1.5 1 0 1.5 2.5 0
1.7 0.2 2 1 0 1 1 0
1.5 0.5 1 1 1 0.5 3 0
1.5 0.5 0.5 1 0 1 0.5 0
1 0.5 0.5 1 0.5 0.5 1 0
1.5 0 0.5 0 0 1 1 1
1.3 0 0.3 1 0 1 3 2.5
H5
Pengunaan gula oleh kedua katering masih dalam jumlah yang diperbolehkan yaitu 1-2 sdm, berdasarkan PUGS konsumsi gula dibatasi
76 sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau setara dengan 3-4 sendok makan setiap hari. Demikian juga dengan penggunaan minyak, bedasarkan PUGS konsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari sebaiknya 15– 25% dari kebutuhan energi atau setara dengan 270-450 kkal atau 5-9 sdm untuk anak usia 7-9 tahun dan 308-513 kkal atau 6-10 sdm untuk anak usia 1012 tahun. Berdasarkan kandungan zat gizi, keragaman/variasi menu dan standar porsi yang disediakan oleh katering sekolah belum sepenuhnya memenuhi kaidah menu seimbang. Kandungan zat gizi yang disediakan Berkah Katering harus ditingkatkan sesuai dengan umur siswa. Porsi makanan yang disediakan harus lebih proposional terhadap kebutuhan dan keragaman dalam menu tersebut. Keragaman/variasi menu sudah cukup baik dan perlu dipertahankan. Menu makan siang sebaiknya terdiri dari menu lengkap yang terdiri dari semua jenis bahan pangan, sehingga protein nabati dalam menu harus ada baik dalam bentuk menu tersendiri ataupun diolah bersama menu yang lain. Kebiasaan Makan Kebiasaan Sarapan, Makan Siang dan Makan Malam Waktu dan lama penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar antara SPM dan STPM berbeda. SPM merupakan jenis sekolah yang termasuk fullday yaitu dari jam 8.00 sampai dengan jam 16.00, sedangkan STPM merupakan jenis sekolah yang biasa yaitu dari jam 7.00 sampai dengan jam 12.00. Berikut ini disajikan tabel kebiasaan sarapan, makan siang dan makan sore/malam. Tabel 30 Kebiasaan sarapan, makan siang dan makan sore/malam sampel SPM dan STPM Kebiasaan Makan Kebiasaan sarapan
Kebiasaan makan siang
Kebiasaan makan sore/ malam
Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total
SPM n 47 10 1 0 58 58 0 0 0 58 39 17 2 0 58
STPM % 81.0 17.2 1.72 0 100 100 0 0 0 100 67.2 29.3 3.5 0 100
n 48 7 1 0 56 41 13 1 56 41 14 1 0 56
% 85.7 12.5 1.8 0 100 73.2 23.2 1.8 1.8 100 73.2 25.0 1.8 0 100
77 Perbedaan lama waktu belajar di sekolah tersebut mempengaruhi kebiasaan makan siang siswa, kualitas dan waktu makan siang.Kebiasaan sarapan dan makan malam sampel pada kedua kelompok tidak jauh berbeda, sebagian besar sampel kelompok SPM dan STPM selalu sarapan (81% dan 85.7%) dan selalu makan malam (67.2% dan 73.2%) (Tabel 30). Berdasarkan uji Chi-Square kebiasaan makan siang sampel kedua kelompok menunjukan bahwa jenis sekolah berhubungan dengan kebiasaan makan siang sampel (p<0.05). Seluruh sampel SPM (100%) selalu makan siang, sedangkan sampel STPM hanya 73.2% yang selalu makan siang. Kebiasaan makan makanan lengkap sampel SPM dan STPM secara umum tidak jauh berbeda. Secara umum jenis makanan yang dikonsumsi pada saat sarapan oleh sampel kedua kelompok tidak jauh berbeda. Sebanyak 15.5% sampel kelompok SPM dan 3.6% sampel kelompok STPM selalu sarapan dengan makanan lengkap. Pada Tabel 31 disajikan mengenai kebiasaan makan makanan lengkap sampel kelompok SPM dan STPM. Tabel 31 Kebiasaan makan makanan lengkap sampel SPM dan STPM Kebiasaan makan dengan menu lengkap Sehari-hari Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total Sarapan Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total Makan Selalu siang Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total Makan Selalu sore/malam Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total
SPM n 9 44 4 1 58 9 31 15 3 58 25 30 2 1 58 11 36 10 1 58
STPM % 15.5 75.9 6.9 1.7 100 15.5 53.4 25.9 5.2 100 43.1 51.7 3.5 1.7 100 19.0 62.1 17.2 1.7 100
N 13 36 7 0 56 2 32 16 6 56 15 28 9 4 56 11 34 8 3 56
% 23.2 64.3 12.5 0 100 3.6 57.1 28.6 10.7 100 26.8 50.0 16.1 7.1 100 19.6 60.7 14.3 5.4 100
Sebagian besar sampel lebih memilih sarapan dengan mengkonsumsi makanan tidak lengkap misalnya sereal sarapan, roti, susu, mie, nasi dan protein hewani saja. Hal yang serupa juga terlihat pada makan malam, hanya
78 19% sampel kelompok SPM dan 19.6% sampel kelompok STPM yang selalu makan malam dengan makanan lengkap. Sebagian sampel lebih memilih makanan nasi dan protein hewani/nabati/sayuran saja, fast food, susu, mie dan lain-lain. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U bahwa kebiasaan makan makanan lengkap pada saat makan siang kelompok SPM dan STPM adalah berbeda secara nyata (p<0.05). Sampel kelompok SPM yang selalu makan makanan lengkap pada saat makan siang (43.1%) lebih banyak dibandingkan sampel kelompok STPM (26.8%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square menunjukan bahwa penyelenggaraan makan di sekolah berhubungan secara nyata dengan kebiasaan makan makanan lengkap pada saat makan siang (p<0.05). Namun tidak semua sampel SPM selalu makan makanan lengkap. Hal ini terjadi karena menu yang disediakan oleh katering sekolah tidak selalu disukai oleh sampel atau karena ada jenis-jenis makanan tertentu yang tidak disukai oleh sampel. Berikut ini disajikan tabel kebiasaan waktu makan. Tabel 32 Kebiasaan waktu makan sampel SPM dan STPM Kebiasaan waktu makan Sarapan
Makan siang
Makan sore/ malam
05.00 – 06.00 06.00 – 07.00 07.00 – 08.00 08.00 – 09.00 Total Tidak makan 11.00 – 12.00 12.00 – 13.00 13.00 – 14.00 14.00 – 15.00 Total Tidak teratur 15.00 – 16.00 16.00 – 17.00 17.00 – 18.00 18.00 – 19.00 19.00 – 20.00 20.00 – 21.00 Total
SPM n 30 26 2 0 58 0 0 58 0 0 58 2 2 7 9 24 14 0 58
STPM % 51.7 44.8 3.5 0 100 0 0 100.0 0 0 100 3.4 3.4 12.1 15.5 41.4 24.1 0 100
N 40 6 7 3 56 1 4 18 28 5 56 1 1 1 5 27 19 2 56
% 71.4 10.7 12.5 5.4 100 1.8 7.1 32.1 50.0 8.9 100 1.8 1.8 1.8 8.9 48.2 33.9 3.6 100
SPM mampu menyediakan kebutuhan energi dan protein bagi siswanya sehingga siswa selalu makan siang dengan menu makan lengkap dan cukup baik dari segi besar porsi dan kandungan zat gizinya.
Hal ini dapat dilihat
bahwa 100% sampel kelompok SPM selalu makan siang antara jam 12.00–
79 13.00 WIB yang dilakukan secara bersama-sama, sedangkan pada kelompok STPM hanya 73.2 % sampel selalu makan siang, 26.8% selalu makan siang dengan makanan lengkap dan 50% sampel biasa makan siang antara jam 13.00–14.00.
Kebiasaan Mengemil dan Kebiasaan Makan Pangan Tertentu Secara umum kebiasaan mengemil, makan sayuran, buah-buahan, susu, tempe/tahu/oncom dan fast food sampel kedua kelompok tidak jauh berbeda. Berikut ini disajikan tabel kebiasaan mengemil, makan sayuran, buahbuahan, susu, tempe/tahu/oncom dan fast food sampel SPM dan STPM Tabel 33 Kebiasaan mengemil, makan sayuran, buah-buahan, susu, tempe/ tahu/ oncom dan fast food sampel SPM dan STPM SPM
Kebiasaan makan Mengemil
Sayuran
Buah-buahan
Susu
Tempe/Tahu/ Oncom
Fast food
Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Total Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Total Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Total Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Total Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Total Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Total
N 20 32 6 0 58 25 26 7 0 58 23 30 5 0 58 36 15 7 0 58 12 33 11 2 58 2 21 34 1 58
STPM % 34.5 55.2 10.3 0 100 43.1 44.8 12.1 0 100 39.7 51.7 8.6 0 100 62.1 25.9 12.0 0 100 20.7 56.9 18.9 3.4 100 3.4 36.2 58.6 1.7 100
N 31 18 6 1 56 19 31 6 0 56 31 20 4 1 56 41 12 3 0 56 14 33 8 1 56 2 31 22 1 56
% 55.4 32.1 10.7 1.8 100 33.9 55.4 10.7 0 100 55.4 35.7 7.1 1.8 100 73.2 21.4 5.4 0 100 25.0 58.9 14.3 1.8 100 3.6 55.4 39.3 1.8 100
Persentase sampel kelompok SPM yang selalu mengemil (34.5%) jauh lebih
sedikit
dibandingkan
dengan
sampel
kelompok
STPM
(55.4%).
80 Persentase sampel kelompok SPM yang selalu mengkonsumsi sayuran (43.1%) jauh lebih banyak dibandingkan dengan sampel kelompok STPM (33.9%). Persentase sampel kelompok SPM yang selalu mengkonsumsi buahbuahan (39.7%) jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan sampel kelompok
STPM (55.4%). Sebagian besar sampel kelompok selalu minum susu (62.1% kelompok
SPM
dan
73.2%
kelompok
STPM)
dan
kadang-kadang
mengkonsumsi tempe/tahu/oncom (56.9% kelompok SPM dan 58.9% kelompok STPM).
Sebagian
besar
sampel
kelompok
SPM
menyatakan
jarang
mengkonsumsi fast food (58.62%) sedangkan sebagian besar sampel kelompok STPM menyatakan kadang-kadang mengkonsumsi fast food (55.4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa sampel SPM memiliki kebiasaan mengemil, mengkonsumsi sayuran, dan fast food yang lebih baik dibandingkan dengan sampel kelompok STPM. Namun kebiasaan mengkonsumsi buahbuahan, susu dan tempe/tahu/oncom sampel kelompok STPM lebih baik dibandingkan sampel kelompok SPM. Kebiasaan Membawa Makanan Bekal ke Sekolah Keragaan siswa berdasarkan kebiasaan membawa makanan bekal ke sekolah secara lengkap disajikan pada Gambar 17. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar sampel kelompok SPM selalu membawa bekal ke sekolah (43.1%), sedangkan sebagian besar sampel kelompok STPM kadang-kadang membawa bekal ke sekolah (41.1%). Berdasarkan uji ChiSquare
menunjukan
adanya
hubungan
yang
nyata
(p<0.05)
penyelenggaraan makan di sekolah dengan kebiasaan membawa bekal.
Gambar 15 Kebiasan membawa makanan bekal SPM dan STPM
antara
81 Kebiasaan membawa bekal sampel SPM dikarenakan waktu belajar di sekolah sampai dengan sore (jam 8-16) dan juga tidak adanya kantin sekolah sehingga orang tua sampel lebih memilih memberikan makanan bekal daripada memberikan uang jajan. Sedangkan sampel kelompok STPM tetap membawa bekal dari rumah meskipun diberikan uang jajan. Membawa bekal ke sekolah merupakan suatu kebiasaan yang baik. Bekal sekolah merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi siswa jika di sekolah tidak ada penyelenggaraan makan. Selain itu juga kebiasaan membawa makanan bekal dapat mengurangi atau bahkan menghindari konsumsi makanan jajanan yang tidak aman. Berikut ini disajikan tabel mengenai jenis makanan bekal sampel SPM dan STPM. Tabel 34 Jenis makanan bekal sampel SPM dan STPM Jenis makanan bekal Tidak bawa bekal Sumber karbohidrat (nasi, roti, mie, kentang) Sumber protein hewani (ayam, sosis, nuget, ikan, telur) Sumber protein nabati (tempe, tahu) Buah-buahan Susu Makanan ringan/snack Kombinasi (sumber karbohidrat dan protein hewani/ protein nabati/snack/susu) Total
SPM
STPM
n 2 10
% 3.5 17.2
n 6 17
% 10.7 30.4
0
0
5
8.9
0 1 2 25
0 1.7 3.5 43.1
2 0 0 6
3.6 0 0 10.7
18
31.0
20
35.7
58
100
56
100
Jenis makanan bekal yang paling sering dibawa oleh sampel kelompok SPM adalah makanan ringan (43.1%), makanan sumber karbohidrat seperti nasi, roti, mie dan kentang (17.2%) Sedangkan yang paling jarang dibawa adalah buah-buahan (1.7%) dan susu (3.5%). Sampel kelompok STPM sebagian besar sering membawa bekal makanan sumber karbohidrat seperti nasi, roti, mie dan kentang (30.4%), kombinasi yang terdiri dari pangan sumber karbohidrat ditambah dengan pangan sumber protein hewani/protein nabati/ snack/susu (35.7%), makanan ringan (10.7 %). Sedangkan bekal yang paling jarang dibawa adalah makanan sumber protein nabati (3.6%). Berdasarkan hasil diatas jumlah sampel yang selalu membawa makanan bekal di kelompok SPM lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok STPM. Hal ini disebabkan oleh panjangnya jam sekolah (08.00 – 16.00) di SPM dan tidak adanya atau terbatasnya kantin/warung sekolah. Sedangkan pada
82 sampel kelompok STPM lebih sedikit yang membawa bekal dikarenakan adanya warung/kantin sekolah yang menyedian bermacam-macam jenis jajanan. Oleh karena itu rata-rata besaran uang jajan siswa kelompok STPM (Rp. 6.545/hari) lebih besar dibandingkan siswa kelompok SPM (Rp. 2.464/ hari). Kebiasaan Jajan Kebiasan jajan di rumah sampel kelompok SPM dan STPM tidak jauh berbeda. Kelompok SPM dan STPM sebagian besar menyatakan kadangkadang jajan di rumah masing-masing 41.4% dan 51.8%. Sebagian besar sampel (64.3%) kelompok STPM selalu jajan di sekolah sedangkan kelompok SPM sebagian besar (44.8%) sampel menyatakan tidak pernah jajan di sekolah. Berikut ini disajikan tabel mengenai kebiasaan jajan SPM dan STPM. Tabel 35 Kebiasaan jajan sampel SPM dan STPM Kebiasaan Makan Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah Total
n 5 14 13 26 58
Hari sekolah SPM STPM % n % 8.6 36 64.3 24.1 14 25.0 22.4 4 7.1 44.8 2 3.6 100.0 56 100.0
n 5 24 20 9 58
Hari libur SPM STPM % n % 8.6 8 14.3 41.4 29 51.8 34.5 15 26.8 15.5 4 7.1 100.0 56 100.0
Makanan jajanan yang dijajakan di kantin sekolah dan pedagang di sekitar sekolah sangat bervariasi. Berdasarkan hasil survei makanan jajanan dikelompokan menjadi 7 kelompok yaitu (1) pangan sumber karbohidrat, (2) pangan sumber protein hewani, (3) pangan sumber protein nabati, (4) buahbuahan, (5) agar-agar, (6) susu dan olahannya, dan (7) air.
Berdasarkan
kelompok makanan jajanan, sebagian besar sampel kelompok STPM memilih jajanan pangan sumber karbohidrat (71.4%) dengan alasan rasa dan bisa mengenyangkan, selain itu jajanan pangan sumber protein hewani (8.7%), susu dan olahannya (6.7%) dan buah-buahan (5%) juga termasuk jajanan yang banyak dibeli. Jajanan pangan sumber karbohidrat antara lain nasi bungkus, roti, mie rebus/goreng/instant, kentang goreng, makaroni, mie ayam, bubur ayam, jagung dan snack berbahan dasar beras/jagung/kentang/singkong. Jajanan pangan sumber protein hewani meliputi nugget, tempura, sosis, telur, dan soto daging. Buah-buahan meliputi juice buah dan buah-buahan segar.
83
Gambar 16 Jenis makanan jajanan sampel STPM Sekolah Dasar Negeri memiliki kantin sekolah yang menyediakan banyak jenis jajanan yang bervariasi dan diawasi oleh pihak sekolah. Namun demikian sebagian besar siswa lebih memilih jajan di warung di luar sekolah (72,5%). Hal ini dikarenakan jajanan yang ditawarkan warung di luar sekolah lebih menarik, lebih banyak pilihan dan harga tidak jauh berbeda dengan kantin sekolah. Berikut ini disajikan grafik mengenai jenis jajanan sampel STPM dan tempat membeli makanan jajanan sampel STPM
Gambar 17 Tempat membeli makanan jajanan sampel STPM Status Gizi, Prestasi Akademik dan Tingkat Kehadiran Institusi Makanan Sekolah diselenggarakan dengan tujuan untuk memperbaiki dan menjaga status gizi anak sekolah, meningkatkan kehadiran di sekolah (tidak sering sakit), memperbaiki prestasi akademik serta merangsang dan mendukung pendidikan gizi dalam kurikulum (Wirakusumah dkk. 1989).
84 Penilaian status gizi pada anak usia sekolah dapat menggunakan indikator TB/U, BB/U dan IMT/U. Pada saat ini WHO merekomendasikan menggunakan IMT/U. Dari ketiga indikator tersebut yang paling sensitif dan efektif untuk mengukur status gizi anak usia sekolah dan remaja adalah IMT/U (Onis et al 2007). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), secara umum status gizi sebagian besar sampel kelompok SPM dan STPM adalah normal (72.4% dan 55.3%). Pada kelompok SPM terdapat 15.5% yang berstatus gizi lebih, 5.2% mengalami obes dan 6.9% berstatus gizi kurang. Sedangkan pada kelompok STPM 12.5% berstatus gizi lebih, 17.9% mengalami obes dan 14.3% berstatus gizi kurang. Berikut ini disajikan tabel sebaran satus gizi sampel SPM dan STPM. Tabel 36 Sebaran status gizi sampel SPM dan STPM Status gizi Obes Gizi lebih Normal Gizi kurang Total
SPM n 3 9 42 4 58
STPM % 5.2 15.5 72.4 6.9 100.0
n 10 7 31 8 56
% 17.9 12.5 55.3 14.3 100.0
Secara umum keragaan status gizi sampel kelompok SPM lebih baik dibandingkan dengan kelompok STPM. Persentase sampel kelompok SPM yang berstatus gizi normal lebih tinggi
dibandingkan dengan STPM. Lebih
lanjut dapat dilihat bahwa persentase sampel kelompok SPM yang berstatus gizi kurang, lebih dan obes adalah lebih rendah dibandingkan STPM. Namun berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney U
menunjukan bahwa sebaran
status gizi antara sampel kelompok SPM dan STPM adalah tidak berbeda nyata (p>0.05). Status gizi dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi/intake dan infeksi serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak dan pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan (Soekirman 2000). Masalah gizi lebih, obes dan gizi kurang masih menjadi masalah gizi yang cukup tinggi baik di sekolah SPM dan STPM, yaitu masingmasing sebesar 27.6% dan 44.7%. Sampel SPM dan STPM yang berstatus gizi lebih dan obes adalah lebih tinggi dibandingkan sampel yang berstatus gizi kurang. Hal ini sesuai dengan hasil data RISKESDAS 2007 yang menunjukan bahwa Kota Bogor merupakan wilayah dengan prevalensi berat badan lebih
85 pada anak laki-laki umur 6 – 14 tahun tertinggi di Provinsi Jawa Barat (7.4%) yaitu 15.3%
sedangkan pada perempuan 8.6% (Prevalensi Provinsi Jawa
Barat adalah 4.6%), bahkan lebih tinggi dari prevalensi nasional. Berdasarkan hal tersebut diatas, upaya perbaikan gizi untuk anak usia sekolah di Kota Bogor tidak hanya ditujukan pada masalah gzi kurang tetapi juga masalah gizi lebih. Terkait dengan hal tersebut penyelenggaraan makan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah gizi yang ada tetapi harus didukung dengan pengelolaan penyelenggaraan makan yang baik serta pendidikan gizi. Melalui penyelenggaraan makan di sekolah siswa diberikan makanan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman juga membiasakan siswa untuk disiplin. Selain itu penyelenggaraan makan merupakan
media
pendidikan
gizi
yang
efektif
untuk
menanamkan
pengetahuan gizi yang baik yang akan berdampak pada perilaku makan yang baik dan benar. Salah satu indikator penilaian prestasi akademik adalah nilai ujian. Pada penelitian ini nilai yang digunakan untuk melihat output dari penyelenggaraan makan di sekolah adalah nilai ujian tengah semester yang terdiri dari bidang studi IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Matematika. Nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai ujian tengah semester murni yang soalnya disiapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor (tidak termasuk remedial).
Berikut ini
disajikan grafik sebaran nilai ujian tengah semester siswa SPM dan STPM.
Gambar 18 Sebaran nilai ujian tengah semester siswa SPM dan STPM
86 Berdasarkan nilai rata-rata bidang studi IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Matematika maka sampel kelompok SPM lebih rendah dibandingkan dengan kelompok STPM. Berdasarkan hasil uji beda t (p<0.05) terdapat perbedaan yang nyata rata-rata nilai ujian tengah semester bidang studi IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Matematika antara sampel SPM dan STPM. Meskipun berdasarkan nilai rata-rata setiap bidang studi kelompok SPM lebih rendah dibandingkan kelompok STPM tetapi nilai tertinggi untuk setiap bidang studi adalah relatif sama untuk kedua kelompok sekolah. Nilai tertinggi untuk bidang studi IPA dan Matematika sampel kelompok SPM dan STPM adalah sama. Nilai tertinggi bidang studi IPS sampel kelompok SPM lebih tinggi dibanding STPM sedangkan nilai tertinggi bidang studi Bahasa Indonesia sampel kelompok STPM lebih tinggi dibanding SPM. Hasil penelitian Florence, Asbridge and Veugelers (2008) mengenai hubungan kualitas diet dan performa akademik pada siswa kelas 5 SD menunjukan bahwa penurunan kualitas diet berhubungan dengan penurunan performa akademik (pada saat penilaian) dan hasil anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Secara umum prestasi akademik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi perhatian orang tua,
status sosial ekonomi keluarga, guru, sarana dan
prasarana belajar, metode pengajaran dan lingkungan sosial (teman). Sedangkan faktor internal meliputi kecerdasan, motivasi/minat belajar dan cara belajar (Nastuti dan Ariadi 2010; Widyaningsih 2001). Sampel SPM dan STPM memiliki latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda. Selain itu lingkungan sekolah baik guru, sarana dan prasarana belajar sampel SPM dan STPM juga tidak jauh berbeda (termasuk sekolah yang diminati). SPM memiliki cara pengajaran yang berbeda dengan STPM meskipun kurikulum yang digunakan sama. Cara pengajaran SPM bukan hanya menekankan pada tercapainya tujuan akademik (kurikulum Diknas), melainkan juga mengembangkan kemampuan non akademik. Penyelenggaraan makan di sekolah merupakan faktor tidak langsung yang berhubungan dengan prestasi belajar. Penyelenggaraan makan di sekolah dapat meningkatkan konsumsi siswa sesuai dengan kebutuhan energi dan zat gizinya. Konsumsi yang baik dapat menjaga status gizi tetap baik/normal. Status gizi yang baik berpengaruh positif terhadap tingkat kecerdasan.
Anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang baik karenanya
87 memiliki prestasi akademik yang baik pula. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata nilai ujian tengah semester sampel SPM lebih rendah dibandingkan sampel STPM tetapi tidak berarti bahwa penyelenggaraan makan di sekolah tidak berdampak terhadap prestasi akademik. Selain nilai, output dari penyelenggaraan makanan disekolah adalah tingkat kehadiran. Tingkat kehadiran dihitung berdasarkan jumlah hari sekolah efektif dikurangi jumlah hari tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Hal ini dilandasi bahwa anak yang mendapatkan asupan energi dan zat gizi yang cukup cenderung mempunyai kesehatan yang lebih baik sehingga diharapkan ketidakhadiran di sekolah akibat sakit dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil uji beda t, menunjukan bahwa tingkat kehadiran sampel kelompok SPM dan STPM adalah tidak berbeda nyata (p>0.05). Berikut ini disajikan tabel sebaran tingkat kehadiran sampel SPM dan STPM Tabel 37 Sebaran tingkat kehadiran (%) sampel SPM dan STPM Jenis sekolah SPM STPM
Tingkat kehadiran n
Min
Maks
Rata-rata
Std. Deviasi
58 56
85.2 76.6
100.0 100.0
97.0 97.6
3.4 4.3
Penyelenggaraan makan di sekolah ditujukan untuk menjaga kecukupan gizi dan kondisi kesehatan siswa. Konsumsi yang baik akan berdampak baik terhadap kesehatan. Anak yang sehat tentunya jarang sakit dan diharapkan motivasi yang tinggi untuk bersekolah. Tingkat kehadiran dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, motivasi anak, dukungan orang tua dan juga lingkungan sekolah itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa kondisi kesehatan sampel kelompok SPM dan STPM relatif tidak jauh berbeda. Selain itu lingkungan sekolah juga sangat kondusif bagi siswanya sehingga sangat memotivasi siswa untuk selalu masuk sekolah. Oleh karena itu tingkat kehadiran sampel SPM dan STPM adalah cukup tinggi.
88
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Kedua katering sekolah belum memenuhi standar/persyaratan yang ditentukan serta memiliki kelemahan yang sama yaitu 1) kurang memadainya fasilitas, 2) kurangnya higiene dan sanitasi pengolahan dan karyawan, 3) kurangnya pengetahuan karyawan mengenai peraturan/ ketentuan usaha jasa boga, 4) cara penyajian yang kurang efisien (khusus untuk SDIT IT) dan 5) tidak ada ahli gizi sehingga dalam perencanaan menu belum mempertimbangkan angka kebutuhan zat gizi secara benar. Berdasarkan
cara
penyelenggaraan
persiapan
makanan
dan
SAB
pengolahan
menggunakan
makanan,
pola
on-site
pola meal
preparation-local food sedangkan SDIT IT menggunakan pola off-site prepared meal private sector participation. 2.
Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi sampel kelompok SPM dan STPM tidak berbeda nyata, tetapi konsumsi energi dan zat gizi sampel kelompok SPM pada hari sekolah nyata lebih tinggi dibandingkan konsumsi hari libur. Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1, vitamin C, dan fosfor sampel kelompok SPM dan STPM tidak berbeda nyata. rata-rata tingkat kecukupan vitamin A dan zat besi sampel SPM nyata lebih tinggi tetapi rata-rata kecukupan kalsium nyata lebih rendah dibandingkan sampel kelompok STPM. Kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM dan STPM masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang namun demikian skor HEI sampel SPM (65) lebih tinggi dibandingkan STPM (55) hal ini menunjukan kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM masih lebih baik dibandingkan STPM.
3.
Berdasarkan kandungan zat gizi, keragaman/variasi menu dan porsi menu yang disediakan oleh kedua katering sekolah belum memenuhi kaidah menu seimbang. Kandungan zat gizi dan standar porsi yang disediakan Berkah Katering harus ditingkatkan sesuai dengan kecukupan zat gizi berdasarkan kelompok umur siswa. Keragaman/ variasi menu sudah cukup baik dan perlu dipertahankan.
4.
Kebiasaan makan siang sampel kelompok SPM lebih baik dibandingkan STPM baik dari segi keteraturan waktu makan dan kualitasnya. Kebiasaan membawa makanan bekal dan kebiasaan jajan sampel berhubungan
89 penyelenggaraan makan di sekolah. Sampel kelompok SPM yang memiliki kebiasaan selalu membawa bekal dan tidak jajan di sekolah lebih banyak dibandingkan dengan STPM. 5.
Keragaan status gizi dan tingkat kehadiran antara sampel kelompok SPM dan STPM tidak nyata perbedaannya (p>0.05). Masalah gizi lebih dan obes pada SPM dan STPM lebih tinggi dibandingkan gizi kurang. Nilai rata-rata kelompok SPM nyata lebih rendah dibandingkan kelompok STPM (p<0.05) tetapi nilai tertinggi untuk setiap bidang studi adalah tidak jauh berbeda untuk kedua kelompok sekolah.
Saran 1.
Perlu dilakukan pembinaan katering sekolah untuk meningkatkan performa katering dan juga sebagai sarana sosialisasi standar-standar dan peraturan-peraturan
terkait
penyelenggaraan
makanan
disekolah.
Pembinaan ini tidak hanya ditujukan untuk katering sekolah saja tetapi juga pihak sekolah dan siswa. Selain itu perlu dilakukan pendidikan gizi untuk siswa dan guru untuk mengoptimalkan penyelenggaraan makan di sekolah. 2.
Perlu ditingkatkan peran serta orang tua dalam penyelenggaraan makan meliputi tahapan perencanaan menu, penetapan biaya, mutu dan keamanan pangan, evaluasi menu dan evaluasi penyelenggaraan makan.
3.
Perlu dilakukan perbaikan kualitas menu yang berpedoman pada gizi seimbang. Oleh karena itu perlu adanya ahli gizi dalam penyelenggaraan makan di sekolah.
4.
Perlu disusun panduan dan pelatihan pengelolaan penyelenggaraan makan sekolah sebagai standar dalam pelaksanaan penyelenggaraan makan sekolah.
5.
Healthy eating index (HEI) merupakan salah satu alat ukur yang tepat untuk menilai kualitas makan (terutama terkait penyelenggaraan makan di sekolah) oleh karena itu perlu dikembangkan lebih lanjut HEI Indonesia yang sudah disesuikan dengan PUGS.
90
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Bagian Gizi RS Dr Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2001. Penuntun Diit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Del Rosso, J.M. 1999. School Feeding Programs : Improving effectiveness and increasing the benefit to education. Oxford: University of Oxford [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. _______. 2000. Pola Keterpaduan PMT-AS, UKS dan Program Pertanian Pendukung. Jakarta: Depkes. _______. 2003a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta: Depkes. _______. 2003b. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat – Depkes. _______. 2008a. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007 : Laporan Nasional. www.depkes.go.id [ Januari 2009] _______. 2008b. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007 : Provinsi Jawa Barat. www.depkes.go.id [ Januari 2009] Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. 1981. Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan-Direktorat Rumah Sakit. Endres, J.B, Robert E. Rockwell, Cynthia Guardian Mense. 2004. Food, Nutrition and The Young Child. New Jersey: Merrill Prentice Hall. FAO. 2001. Human Energy Requirements : Report of a Joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Rome : FAO. Food Service School. 2000. Food Service School Questionnaire Florence, MD, M. Asbridge and PJ. Veugelers. 2008. Diet quality and academic performance. J Sch Health. 2008; 78: 209-215. Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford:Oxford Press. Hardinsyah dan D. Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Departemen GMSK, FAPERTA IPB.
91 [Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri RI. 2010. Pedoman Umum Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Kemendagri. Kennedy, E. 2008. Putting the pyramid into action: the healthy eating index and food quality score. Asia Pac J Clin Nutr 2008;17 (S1):70-74. Kurniasih D, H. Hilmansyah, M.P. Astuti dan S. Imam. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta : Kompas Gramedia. Kustiyah L., 2004. Kajian pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar. [disertasi]. Bogor: Program Pascasrjana IPB. Lucas B., 2004. Nutrition in Childhood, Food, Nutriton and Diet Theraphy, edt. Mahan and Stump, 11th edition. Pensylvania: Sunders. Mahan LK, Stump SE. 2004. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th Edition. USA : Elsevier. Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhatara. Mukrie dan Nursiah. 1983. Manajemen – Manajemen Institusi. Jakarta: AKZI Nastuti A dan B.Y. Ariadi. 2010. Pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua siswa terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. eJournal UMM, Volume 13 Nomor 2 Juli-Desember 2010; Hal 67-78. Nursiah MA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI. Onis M, A.W. Onyango, E. Borghi, A. Siyam, C. Nishidaa & J. Siekmanna. 2007. Development of a WHO growth reference for school-aged children and adolescents. Bulletin of the WHO 2007;85:660–667. Pannell, DV. 1985. School Foodservice.Third Edition. Connecticut : AVI Publishing. Perdigon, GP. 1989. Foodservice Management in The Philippines. Diliman: U.P. College of Home Economics. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo. Puckett, R.P. 1994. Food Service Manual for Health Care Institution Third Edition. Chicago: AHA. Prabu. 2009a. Penyajian makanan (Prinsip food hygiene). http://putraprabu. wordpress.com/2009/01/09/penyajian-makanan-prinsip-food-hygiene/. [13 Juni 2009]
92 Prabu. 2009b. Sanitasi dan hygiene makanan. http://putraprabu. wordpress.com/2009/01/09/sanitasi-dan-hygiene-makanan/. [13 Juni 2009] Ralston K, C. Newman, A. Clauson, J. Guthrie and J. Buzby. 2008. The National School Lunch Program : Background, Trends, and Issues. USA: USDA. Ruth, E and J. Lewis. 1991. Nutritional Values of Australia Foods. Canberra:, McMillan Santosa, CM dan Wiyanto, M. 2004. Kajian manfaat pemberian makanan tambahan terhadap antropometri, gambaran darah dan parasit usus murid sekolah dasar. Berkala llmu Kedokteran, Vol 36 No 3. Sekretariat Kabinet RI. 2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Sekretariat Kabinet RI. Singarimbun M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Soekirman. 2006. Beralih ke Gizi Seimbang. www.gizi.net. [September 2010] Soekirman dkk. 2008. Pedoman umum gizi seimbang www.gizi.net/pugs/PUGS13pesan.pdf [Desember 2008]
(PUGS).
Soetrisno, USS, Almasyhuri, dan Karyadi, L. 2005. Pengaruh makanan tambahan glikemik tinggi terhadap peningkatan konsentrasi belajar siswa sekolah dasar. Penel Gizi Makan, 28(2): 83-91. Sunard T, U Pinitchun & C Pachotikarn. 2008. Development of nutrition education tool: healthy eating index in Thailand. Asia Pac J Clin Nutr, 17 (S1):365-367. [USDA] United State Departement of Agriculture. 2008. Diet Quality of American School-Age Children by School Lunch Participation Status: Data from the National Health and Nutrition Examination Survey, 19992004. USA: Food and Nutritien Service. ______. 2009. The quality of children’s diets in 2003-04 as measured by the healthy eating index-2005. Nutrition Insight 43. USA : Center for Nutrition Policy and Promotion. Villaveija, GM., CVC Barba, OC Valdecanas, & AH Santos. 1987. Fundamentals in Applied and Public Health Nutrition. The Nutritionist – Dietitians Associations of the Phillipines. Philipines.
93 Whaley S, M Sigman, C Neumann, N Bwibo, D Guthrie, RE Weiss, S Alber & SP Murphy. 2003. The impact of dietary intervention on cognitive development of Kenyan School Children. Journal of Nutrition, November 2003 Vol. 133 No. 115-11 pg 3965S. WHO. 2007. Protein And Amino Acid Requirements In Human Nutrition : Report of a Joint WHO/FAO/UNU Expert Consultation. Geneva : WHO. WHO. 2009. WHO AnthroPlus for Personal Computer. Geneva : WHO. Widyaningsih L. 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di kota Blitar.[Tesis].Jakarta. Program Studi Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia. Wirakusuma ES, H Santoso, D Roedjito, dan Retnaningsih. 1989. Manajemen Gizi Institusi. Diktat. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta IPB. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding. Jakarta: LIPI. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 1998. Pangan dan Gizi Masa Depan : Meningkatkan Produktifitas dan Daya Saing Bangsa. Prosiding, Jakarta: LIPI.
94
95 Lampiran 1 Denah ruang produksi Katering Pawon Endah
96 Lampiran 2 Denah ruang produksi Berkah Katering
97 Lampiran 3 Menu Katering Sekolah Alam Bulan Maret 2010 (Pawon Endah) 1 Tahu isi daging Sop sayuran Kerupuk Puding wortel
6 Oseng bayam campur Gurame goreng tepung Jaer goreng terbang (SDM) Kerupuk Puding kentang 11 Seafood panggang Labu asam manis Tempe goreng bumbu empal Puding pepaya 15 Abon ikan Karoket wortel Oseng bayam wortel Puding jagung
20 Nasi gurih komplit Kerupuk udang Puding saus vanila
2 Soto Bandung Perkedel wortel Emping Jus
7 Daging kecap Mie goreng Jus
12 Telur brongkos (guru) Sate telur (anak) Gulai daun singkong Pangsit wortel Buah 16 Sate daging manis Tongseng sayuran Jus
21 Dendeng panggang Jukut urap Jus
3 Martabak telur Sup kacang merah Kerupuk Sate buah
8 Rolade telur wortel Sayur oyong kuah Bakwan wortel Buah
13 Ayam goreng kalasan Pecel sayuran Rempeyek Buah
17 Nugget sayuran (anak) Dadar telur (SDM) Sop wortel jamur Kerupuk Buah 22 Gegodo udang Mie godog Es buah
4 Ayam kari Sayur nangka bumbu kencur Buah
9 Soto ayam otakotak Perkedel Buah
5 Sate ikan Acar kuning segar (SDM) Sop jamur sosis (anak) Kerupuk Buah 10 Lumpia ayam Oseng-oseng buncis Orek tempe Buah
14 Jala mie isi Tahu kuah Kerupuk Buah
18 Ayam tepung Capcay Buah
19 Bandeng bumbu kuning Oseng kangkung pedas Perkedel jagung Buah
98 Lampiran 4 Menu Katering SDIT Insantama Bulan Mei 2010 (Berkah Katering) Senin Nasi Tumis tauge Kari ayam + tahu/ Gulai ayam + tahu Nanas Senin Nasi Sayur lodeh Ati/ampela goreng Usus goreng Buah Senin Nasi Sop komplit Telur puyuh Kerupuk Buah Senin Nasi Sop Fuyung hai Sambel kentang Buah
Selasa Nasi Sop Telur balado/ Semur Bakwan jagung Manggis Selasa Nasi Kimlo Bola-bola daging Kering kentang Buah Selasa Nasi Capcay Ayam crispy Tempe goreng Buah Selasa Nasi Ayam goreng serundeng Bening bayam Tempe tepung Buah
Rabu Nasi Sayur asem Bandeng presto Tempe goreng Puding
Rabu Nasi Sayur asem Lele goreng Peyek kacang Puding Rabu Nasi Gulai singkong Pesmol ikan mas Tahu goreng Buah Rabu Nasi Kimlo Gurame asam manis Tahu goreng Buah
Kamis Nasi Bening bayam Rendang daging/ Semur daging Kerupuk Jeruk Kamis Nasi Sop Martabak telur Perkedel Buah Kamis Nasi Kimlo kuah Udang gulung Kering kentang Buah Kamis Nasi Rawon Perkedel Kerupuk udang Buah
Jumat Nasi Tumis sayuran Gurame asam manis Sambal goreng kentang Juice alpukat Jumat Nasi Sate ayam Tahu goreng Acar Buah Jumat Nasi uduk Gepuk Kering tempe Lalapan Es campur Jumat Nasi gurih Kering kentang + teri Kerupuk Es krim
99 Lampiran 5 Kandungan energi dan protein menu Katering Pawon Endah Menu
Kelas 4 Berat
Energi
Kelas 5 Protein
Berat
Energi
Protein
Senin (Hari 1) Nasi Abon Ikan Kroket Wortel Oseng Bayam Wortel Puding Jagung Total Total per anak
1099 275 715 1650 660 4399 399.91
1956 1196 2438 1850 1353 8793 799
23.08 74.80 30.03 51.70 9.13 188.74 17.16
146 25 65 150 60 446 40.55
260 109 170 168 123 830 830
3.07 6.80 2.10 4.70 0.83 17.50 17.50
Selasa (Hari 2) Nasi Sate daging manis Bumbu kacang Tongseng sayuran Jus Melon Total Total per anak
1099 363 110 1307 1155 4034 366.73
1956 751 544 747 710 4708 428
23.08 68.24 14.59 22.34 4.04 132.29 12.03
146 33 10 190 100 479 43.55
260 68 49 109 62 548 548
3.07 6.20 1.33 3.25 0.35 14.19 14.19
Rabu (Hari 3) Nasi Nugget sayuran Sop Wortel jamur Kerupuk Pepaya Total Total per anak
1507 1100 1650 55 1100 5412 492.00
2682 2916 677 187 506 6968 633
31.65 77.34 77.55 7.70 5.50 199.74 18.16
140 100 150 5 100 495 45.00
249 265 62 17 46 639 639
2.94 7.03 7.05 0.70 0.50 18.22 18.22
Kamis (Hari 4) Nasi Ayam Tepung Capcay Semangka Total Total per anak
1507 890 1377 895 4669 424.45
2682 2545 1232 251 6711 610
31.65 285.69 73.48 4.48 395.29 35.94
140 82 150 60 432 39.27
249 235 134 17 635 635
2.94 26.32 8.00 0.30 37.57 37.57
Jum'at (hari 5) Nasi Bandeng Bumbu Kuning Oseng Kangkung Perkedel Jagung+wortel Pisang Total Total per anak
1809 745 1126 296 830 4806 436.91
3220 961 586 1242 822 6830 621
37.99 149.00 20.27 21.43 9.96 238.65 21.70
140 65 150 25 78 458 41.64
249 84 78 105 77 593 593
2.94 13.00 2.70 1.81 0.94 21.39 21.39
100 Lampiran 6 Kandungan energi dan protein menu Berkah Katering Menu
Kelas 4 (27 orang) Berat
Energi
Kelas 5 (23 orang)
Protein
Berat
Energi
Protein
Senin (Hari 1) Nasi Bakwan Udang Tempe bacem Tumis kangkung Jeruk Total Total per anak
4050 2700 1350 1174 2700 11974 443
7209 7797 2750 610 630 18996 704
85.05 169.24 199.38 21.13 12.60 487.40 18.05
3450 2300 1150 1174 2300 10374 451
6141 6642 2342 610 537 16273 708
72.45 144.16 169.85 21.13 10.73 418.32 18.19
Selasa (Hari 2) Nasi Soto ayam Telur rebus Pisang Total Total per anak
4031 6075 810 3078 13994 518
7175 2552 1181 2285 13193 489
84.65 236.93 93.31 27.70 442.59 16.39
3867 5175 690 2622 12354 537
6883 2174 1006 1947 12010 522
81.21 201.83 79.49 23.60 386.12 16.79
3326 1058 1418 1174 2322 9298 344
5920 2864 1716 1139 743 12382 459
69.85 121.03 99.26 68.09 16.25 374.48 13.87
2503 840 1207 1174 1978 7702 335
4455 2274 1460 1139 633 9961 433
52.56 96.09 84.49 68.09 13.85 315.08 13.70
4050 1350 1174 675 1080 8329 308
7209 3769 317 463 532 12290 455
85.05 102.64 15.26 19.64 5.48 228.08 8.45
3.450 1.150 1.174 575 920 7.269 316
6.141 3.210 317 395 453 10.516 457
72.45 87.44 15.26 16.73 4.67 196.55 8.55
134 25 15 15 34 168
370 63 67 24 119 147
4,29 4,08 2,18 0,74 0,17 0,77
319
643
11.44
Rabu (Hari 3) Nasi Udang gulung goreng Tahu bacem Capcay Melon Total Total per anak Kamis (Hari 4) Nasi Semur telur puyuh SOP sayuran Rempeyek ikan Puding Total Total per anak Jum’at (Hari 5)
Nasi Goreng Dadar telur Sosis sapi goreng Otak‐otak goreng Kerupuk Coktail buah Total per anak
134 370 4,29 25 63 4,08 15 67 2,18 15 24 0,74 34 119 0,17 168 147 0,77 319
643
11.44
101 Lampiran 7
Jenis Pangan serta frekuensi nya dalam satu siklus menu di Katering Pawon Endah
Jenis Pangan 1. Sumber Karbohidrat a. Nasi b. Tepung terigu c. Soun d. Jagung e. Kentang 2. Sayur-sayuran a. Wortel b. Bayam c. Kangkung d. Buncis e. Toge f. Kool g. Jamur h. Nangka i. Daun Singkong j. Kacang panjang k. Mentimun l. Lobak m. Kembang kool n. Jagung Muda o. Sawi hijau p. Labu siam q. Oyong r. Sawi Putih 3. Buah-buahan a. Jeruk b. Pisang c. Melon d. Semangka e. Pepaya f. Jambu Merah g. Kelapa h. Nangka i. Nanas 4. Protein Hewani a. Daging Sapi b. Daging Ayam c. Telur d. Ikan tawar e. Otak-otak f. Ikan laut g. Udang h. Susu i. Ikan Asin 5. Protein Nabati a. Tempe b. Tahu c. Kacang-kacangan 6. Lainnya a. Gula b. Kerupuk c. Emping d. Rempeyek e. Agar-agar
Frekuensi dalam 1 silklus menu (kali) 22 kali 4-5 kali 3 kali 3 kali 3-4 kali 22 kali 3 kali 3 kali 3 kali 4 kali 4 kali 3 kali 1 kali 1 kali 2 kali 1 kali 1 kali 1 kali 2 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 3 kali 2 kali 5 kali 5 kali 2 kali 1 kali 2 kali 1 kali 1 kali
Keterangan Beras yang digunakan adalah beras organik, Tepung terigu digunakan untuk membuat lauk pauk
Beberapa sayuran yang digunakan adalah sayuran organik yang disuplai oleh ECO Lab yaitu kangkung, bayam, sawi dan bumbu
Buah jambu merah yang digunakan adalah buah organik yang disuplai dari ECO lab
7 kali 6 kali 7 kali 4 kali 1 kali 1 kali 1 kali 4 kali 1 kali 2 kali 2 kali 2 kali 20 kali 7 kali 1 kali 1 kali 5 kali
Penggunaan gula dalam 1 hari kurang dari 1 kg, kecuali ada menu jus buah dan puding
102 Lampiran
8
Jenis Pangan serta frekuensi nya dalam satu siklus menu di Berkah Katering
Jenis Pangan 1. Sumber Karbohidrat a. Nasi b. Tepung terigu c. Soun d. Jagung e. Kentang 2. Sayur-sayuran a. Wortel b. Bayam c. Buncis d. Toge e. Kool f. Jamur g. Nangka h. Daun Singkong i. Kacang panjang j. Kembang kool k. Sawi hijau l. Labu siam m. Sawi Putih n. Mentimun o. Melinjo 3. Buah-buahan a. Jeruk b. Pisang c. Melon d. Semangka e. Pepaya f. Manggis g. Nanas h. Alpukat 4. Protein Hewani a. Daging Sapi b. Daging Ayam c. Telur d. Ikan tawar e. Udang f. Ikan Asin g. Hati/ ampela ayam 5. Protein Nabati a. Tempe b. Tahu c. Kacang-kacangan 6. Lainnya a. Ice cream b. Kerupuk c. Rempeyek d. Agar-agar e. Es Campur
Frekuensi dalam 1 silklus menu (kali) 20 kali 5 kali 3 kali 3 kali 5 kali 6 kali 2 kali 4 kali 1 kali 5 kali 1 kali 3 kali 1 kali 3 kali 1 kali 1 kali 3 kali 1 kali 1 kali 3 kali 2 kali 2 kali 2 kali 2 kali 2 kali 1 kali 2 kali 1 kali 4 kali 4 kali 4 kali 5 kali 1 kali 1 kali 1 kali 4 kali 4 kali 3 kali 1 kali 3 kali 1 kali 2 kali 1 kali
Keterangan Beras disuplai dari daerah tidak membeli di wilayah Bogor disuplai dari wilayah Jawa Tengah
103 Lampiran 9 Fasilitas dan proses produksi Katering Pawon Endah
Tempat penyimpanan dingin
Ruang produksi/memasak
104 Lampiran 9 ( Lanjutan)
Tempat pencucian
Tempat penyimpanan
Proses pemorsian
Proses penyajian
105 Lampiran 9 ( Lanjutan)
Tempat penyajian
Peratan makan dan tempat penyimpanannya
106 Lampiran 10 Fasilitas dan proses produksi Berkah Katering
Tempat penyimpanan beku dan rak penyimpanan
Ruang produksi/memasak
107 Lampiran 10 ( Lanjutan)
Tempat penyajian di tempat katering
Tempat penyajian di sekolah
Peralatan makan siswa
108 Lampiran 11 Porsi menu Katering Pawon Endah
Menu hari ke 16 untuk siswa kelas 4
Menu hari ke 19 untuk siswa kelas 4
109 Lampiran 11 ( Lanjutan)
Menu hari ke 16 (atas) dan menu hari ke 19 (bawah) untuk siswa kelas 5
110 Lampiran 12 Porsi menu Berkah katering
Menu hari ke 18 siswa kelas 4 dan 5
Menu hari ke 19 siswa kelas 4 dan 5
111 Lampiran 13 Proses makan siang siswa
Proses makan siang siswa Sekolah Alam Bogor
Proses makan siang siswa SDIT Insantama
112 Lampiran 14 Analisis penyelenggaraan makanan di sekolah Kriteria Sekolah yang dilayani Tahun mulai produksi: Pelayanan : • Jenis Pelayanan • Sasaran Pelayanan Input Pengelola • Struktur Organisasi • Tenaga Penjamah makanan • Ahli Gizi Peralatan • Bentuk alat saji
Berkah Katering SD IT Insantama 2003
Katering Pawon Endah Sekolah Alam Bogor 2005
Katering Sekolah Kelompok khusus (gol B)
Katering Sekolah Kelompok khusus (gol B)
Tidak ada Cukup (5 orang)
Ada Cukup (5 orang)
Tidak ada
Tidak ada
Sesuai, jumlah cukup
• Bentu alat makan • Penyedian alat makan • Tempat penyimpanan makanan Ruang Pengolahan
Sesuai Katering
Sesuai, jumlah cukup, banyak yang rusak Sesuai Siswa
Bahan baku
Kapasitas konsumen Dana Proses Perencanaan Menu : • Harga per menu • Komposisi menu • Siklus menu • Kandungan gizi menu : Energi (kkal) Protein • Waktu Pengolahan, • Waktu distribusi • Waktu Makan • Belanja Unit Produksi : • Sumber air bersih • Bahan bakar • Pemeriksaan contoh produk makanan Unit Pencucian : • Alat pencucian • Bak pencucian • Cara pencucian
Ada, Penyimpanan peralatan bercampur dengan makanan kering Sesuai dengan standar (5 x 9 meter) Bahan lokal dari pasar tradisional dan suplier 400 orang Orang tua siswa
L Ada, Penyimpanan peralatan bercampur dengan makanan kering Sesuai dengan standar (5 x 4 meter) Bahan lokal dari pasar tradisional, suplier dan kebun sekolah 350 orang Orang tua siswa
Rp. 6.000 – 6.500/orang/hari Lengkap 1 bulan (22 hari sekolah)
Rp. 6.000 /orang/hari Lengkap 1 bulan (22 hari sekolah)
560 kkal 14.13 gram 05.00 – 10.00 11.00 – 11.30 12.00 – 13.00 Setiap hari
634 kkal 21.39 gram 06.00 – 10.30 11.00 – 12.00 12.00 – 13.00 Setiap hari
PAM Gas, elpiji Belum di cek
PAM Gas, elpiji Belum di cek
Pencucian dengan tangan Tersedia 1 bak dan tempat cuci jongkok Tidak tersedia air panas
Pencucian dengan tangan Tersedia 1 bak dan tempat cuci jongkok Tidak tersedia air panas
113 Lampiran 14 (Lanjutan) Kriteria • Bahan Pembersih • Bahan desinfeksi/sanitasi • Pencuci peralatan makan Pembuangan llimbah : • Pembuangan sampah • Frekuensi pembuangan • Pembuangan limbah cair Lain-lain : • Pemeriksaan kesehatan karyawan • Kamar ganti pakaian dan loker karyawan • Kamar mandi/ toliet yang terpisah untuk pria dan wanita Penyajian dan distribusi: • Cara penyajian • Cara distribusi • Kendaraan pengangkut makanan Pelaporan Output Intake • Energi • Protein Daya terima Kepatuhan siswa
Berkah Katering Sabun/deterjen biasa Tidak dilakukan desinfeksi/sanitasi Katering
Katering Pawon Endah Sabun/deterjen biasa Tidak dilakukan desinfeksi/ sanitasi Siswa
Dibuang ke tempat pembuangan sampah umum Diangkat setiap hari
Dibuang ke tempat pembuangan sampah sendiri Diangkat setiap hari
Dibuang ke sarana umum (got/riol)
Dibuang ke sarana umum
Sudah diperiksa
Sudah diperiksa
Ada
Ada
Ada, tapi tidak terpisah
Ada, tapi tidak terpisah
Prasmanan Desentralisasi Kendaraan biasa
Prasmanan dan rantangan Desentralisasi Tidak ada
Belum ada
Sudah tapi tidak terdokumentasi
455 kkal 12.3 gram 93.1% 91.1%
619 kkal 15.8 gram 94.7% 95.2%
114 Lampiran 15 Skema pola penyelenggaraan makan di SAB Unit Bisnis : Manager katering sekolah
Kepala Sekolah SAB
Orang tua siswa
Perencanaan menu
Guru/Wali kelas
Persiapan, pengolahan dan penyajian Siswa mengambil makan siang
Ruang penyajian Paket prasmanan untuk kelas 1 s/d 4 1 kotak nasi, 1 kotak protein hewani dan atau 1 kotak protein nabati, 1 kotak sayur dan 1 paket buah
Kelas 1 : Peralatan makan Kelas 2 : Peralatan makan Kelas 3 : Peralatan makan
Tempat pencucian peralatan makan
Kelas 4 : Peralatan makan
Paket rantangan untuk kelas 5 s/d 6
Kelas 5 : Peralatan makan Kelas 6 : Peralatan makan
Siswa mengembalikan peralatan penyajian
Lingkungan SAB
115 Lampiran 16 Skema pola penyelenggaraan makan di SDIT IT Manager Unit Layanan
Katering
Perencanaan menu
Kepala Sekolah SDIT IT
Guru/Wali kelas Sekolah SD IT Insantama
Kelas 1: Siswa
1. Persiapan 2. Pengolahan 3. Penyajian dan pemorsian
Paket prasmanan/kelas : 1 bakul nasi, 1 kotak protein hewani dan atau 1 kotak protein nabati, 1 kotak sayur, 1 kotak buah, 1 kotak kecil sambel Peralatan makan/kelas : Piring kaca sendok dan garfu
Kelas 2: Siswa
Jam 10.00 diantar ke sekolah dgn kendaraan khusus
Jam 13.30-14.00 kembali ke temapat katering
Disamping aula sekolah
Distribusi oleh pegawai katering
Kelas 3: Siswa Kelas 4: Siswa Kelas 5: Siswa Kelas 6: Siswa Pengambilan alat makan dan sisa makan siang oleh katering
Orang tua siswa
116 Lampiran 17
Penjabaran AKG menurut takaran konsumsi makanan sehari, berdasarkan kelompok umur
1. Balita 1-3 tahun Nasi/pengganti Lauk Hewani
: 1-1½ piring : 2-3 potong : 1 gls susu : 1-2 potong : ½ mangkuk : 2-3 potong
Lauk nabati Sayuran Buah
2. Anak 2-4 tahun Nasi/pengganti Lauk Hewani Lauk nabati Sayuran Buah-buahan
: 1-3 piring : 2-3 potong : 1-2 gls susu : 1-3 potong : 1-1½ mangkuk : 2-3 potong
3. Anak 7-9 tahun Nasi/pengganti Lauk Hewani Lauk nabati Sayuran Buah-buahan
: 2-3 piring : 2-4 potong : 2-3 potong : 1-1½ mangkuk : 2-3 potong
4. Anak 10-12 tahun Nasi/pengganti : 2-4 piring Lauk Hewani : 2-4 potong Lauk nabati : 2-3 potong Sayuran : 1-1½ mangkuk Buah-buahan : 2-3 potong
5. Anak 13-15 tahun Nasi/pengganti Lauk Hewani Lauk nabati Sayuran Buah-buahan
: 3-4 piring : 3-4 potong : 2-4 potong : 1½-2 mangkuk : 2-3 potong
6. Remaja 16-19 tahun Nasi/pengganti : 3-5 piring Lauk Hewani : 3-4 potong Lauk nabati : 2-4 potong Sayuran : 1½ -2 mangkuk Buah-buahan : 2-3 potong
7. Dewasa 20-59 tahun Nasi/pengganti : 4-5 piring Lauk Hewani : 3-4 potong Lauk nabati : 2-4 potong Sayuran : 1½-2 mangkuk Buah-buahan : 2-3 potong
8. Ibu Hamil Nasi/pengganti Lauk Hewani Lauk nabati Sayuran Buah-buahan
9. Ibu Menyusui Nasi/pengganti Lauk Hewani
10.Usia Lanjut > 60 tahun Nasi/pengganti : 1½-2 piring Lauk Hewani : 2 potong Lauk nabati : 3 potong Sayuran : 1-2 mangkuk Buah-buahan : 3 potong
Lauk nabati Sayuran Buah-buahan (Soekirman 2008).
: 5-6 piring : 4-5 potong : 1 gls susu : 3-4 potong : 2-3 mangkuk : 3 potong
: 4-5½ piring : 4-5 potong : 2-4 potong : 2-3 mangkuk : 3 potong