Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PADA PD. BPR BKK BANJARHARJO KABUPATEN BREBES DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD Medi Tri P., Fitri Lukiastuti, Yanuar Rachmansyah
STIE Bank BPD Jateng Email :
[email protected] Abstract This research was conducted at the scope of PD BPR BKK Bandarharjo, Regency of Brebes. The aims of research were: (1) to analyze organizational performance by conventional concept through CAMEL criterion dan Balanced Score Cards concept through four perspectives. (2) to analyze the difference between performance appraisal results between conventional concept and Balanced Score Card concept. The focus of research was application of Balanced Score Card concept in management performance appraisal. Population of research was financial report data from merger process since 2007 until 2010 and population of depositors was 2.946 persons at 2010 and population of employees was 42 persons. Sample of financial report was assorted from 2008 until 2010. Whereas, the number of samples of employees were 100 persons. Both primary and secondary data were used in this research. Primary data was obtained through interview to get information from the respondent and questionnaires to measure customers satisfaction level. Later, to the questionnaires, validity and reliability test were conducted. Through both test, validity and reliability criterions could be fulfilled. To measure institutional performance, conventional appraisal through CAMEL criterion and appraisal based on Balanced Score Card method were applied. CAMEL criterion including Capital, Assets Quality, Management, Earning, and Liquidity. Whereas, performance appraisal based on Balanced Score Card method including financial, customers, internal process, and growth and learning perspectives. Based on both performance appraisal methods, several conclusions formulated were: (1) Institutional performance appraisal through conventional concept that was focused on only financial aspects just could give historical results and it could not measure non financial performance. (2) Institutional performance appraisal through four Balanced Score Cards perspectives criterions (financial, customers, internal process, and growth and learning perspectives) showed that generally, this financial institution had been able to run the business well. (3) There was difference between performance appraisal through conventional concept and Balanced Score Cards criterions. It indicated that conventional method could measure corporate success level from financial point of view only. Whereas, Balanced Score Cards concept could give more comprehensive information because it could give performance appraisal from both dinancial and non financial aspects and being able to create new strategy in the future. Keywords: CAMEL, Balanced Score Cards, dan institutional performance
PENDAHULUAN Era pasar bebas membawa dampak persaingan bisnis yang semakin ketat sehingga setiap perusahaan harus terus berupaya merumuskan dan menyempurnakan strategi bisnis mereka dalam rangka memenangkannya. 18
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Setiap perusahaan dituntut untuk menciptakan keunggulan bersaing melalui penyampaian produk dan layanan yang lebih baik pada konsumen. Untuk itu, setiap perusahaan perlu selalu mengevaluasi kinerjanya. Dalam proses evaluasi tersebut, diperlukan suatu standar pengukuran kinerja yang tepatyang tidak hanya berorientasi pada satu sisi, semisal keuangan. Standar kinerja itu perlu dilengkapi dengan informasi bersifat non keuangan, seperti kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, dan loyalitas karyawan dan sehingga pihak manajemen dapat mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingannya dalam jangka panjang. Penetapan persyaratan kinerja yang bersifat multi dimensional itu juga berlaku pula pada Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, khususnya kabupaten Brebes. Setelah melalui pertimbangan dan saran Pemerintah pusat maupun Bank Indonesia akhirnya 4 unit PD. BPR BKK dikukuhkan sebagai sebagai BPR. Keempatnya adalah yaitu PD. BPR BKK Banjarharjo, PD. BPR BKK Bulakamba, PD. BPR BKK Bumiayu, serta PD. BPR BKK Sirampog. Dengan tujuan agar mampu beroperasi secara lebih luas, kemudian keempatnya bersepakat untuk melakukan merger menjadi satu manajemen menjadi PD BPR BKK Bandarharjo pada tahun 2007. Setelah merger, justru kebutuhan untuk mengelola aset tak wujud menjadi lebih terasa. Pengelolaan aset-aset tak berwujud tersebut memungkinkan organisasi untuk : 1) Membangun customer relationship dengan cara mempertahankan kesetiaan dari pelanggan lama dan memungkinkan untuk melayani segmen pelanggan serta pangsa pasar baru secara efisien dan efektif, 2) Memperkenalkan produk dan jasa inovatif yang diharapkan oleh segmen pelanggan sasaran, 3) Menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tinggi pada tingkat harga serta waktu tunggu yang singkat dan, 4) menumbuh-kembangkan teknologi informasi, data bases dan system. Karena itulah, suatu pendekatan atau sistem pengukuran kinerja yang lebih komprehensif dan tidak hanya bersifat finansial diperlukan di sini. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta tak tampak (intangible assets) dan harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan. Selain itu ia juga tidak mampu menggambarkan secara menyeluruh masa lalu perusahaan, kurang memperhatikan sektor eksternal, serta tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik. PD. BPR BKK Banjarharjo masih menggunakan metode tradisional yang disebut dengan metode CAMEL (capital, quality of productive asset, management, earning and liquidity) guna mengukur kinerjanya. Berdasarkan metode CAMEL itu kinerja finasialnya ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 1 Perhitungan Rasio CAMEL Dari Tahun 2008 Hingga 2010 PD. BPR BKK Banjarharjo TAHUN 2008 2009 2010 Rerata
CAR 39,34% 52,42% 47,00% 34,69%
KAP 14,48% 7,50% 6,32% 7,08%
DRR 35,30% 52,80% 52,59% 35,17%
1RR 353,19% 369,63% 443,90% 291,68%
19
ROA 3,64% 5,62% 7,02% 4,07%
ROI 3,64% 5,45% 5,99% 3,77%
QC 2,85% 4,35% 3,45% 2,66%
LDR 89,73% 100,73% 111,90% 75,59%
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Sumber : Data sekunder diolah.
Dari data di atas terlihat bahwa kemampuan PD. BPR BKK Banjarharjo untuk menutup kerugian dalam kegiatan kredit dan penyertaan lainnya dari tahun 2008-2010 adalah sehat Jika ditinjau dari rata-rata KAPnya juga dinyatakan sehat. Namun, KAP pada tahun 2008 kurang sehat. Aspek manajemen yang diproksikan dengan tingkat risiko usaha, menunjukkan bahwa tingkat risiko PD. BPR BKK Banjarharjo untuk membayar masih relatif aman dimana rata-rata tingkat DDR dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 adalah 35,17 persen. Pendapatan dari bunga hampir dua kali lipat dari beban bunganya atau rata-rata pertahunnya sebesar 291,68 persen. Dengan demikian, tingkat sensitivitas hasil bunga dengan beban bunga adalah sangat tinggi. Sehingga, resiko bank dalam menghadapi kemungkinan kegagalan atau kerugian relatif aman atau dalam kondisi baik. Kemampuan PD. BPR BKK Banjarharjo dalam menghasilkan laba kotornya (ROA) rata-rata pertahun sebesar 4,07 persen (sehat). Sedangkan kemampuan untuk menghasilkan rata-rata laba bersih dari aktiva yang dimiliki (ROI) sebesar 3,77 persen. Dengan demikian, dapat diartikan pula bahwa bahwa PD. BPR BKK Banjarharjo mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 0,04 dari setiap Rp. 1,00 aktiva yang dimiliki. PD. BPR BKK Banjarharjo memenuhi kewajiban kepada nasabahnya dengan menggunakan cash ratio dari tahun 2008 sampai tahun 2010 rata-rata sebesar 2,66 persen. Namun pada tahun 2008 cash ratio tidak sehat. Karenanya, dapat diartikan pula bahwa PD. BPR BKK Banjarharjo dapat membayar kembali kewajiban lancarnya sebesar Rp. 0,027 dari setiap Rp. 1,00 tunai. Sedangkan untuk memenuhi permintaan para debiturnya dengan depositnya, PD. BPR BKK Banjarharjo mempunyai tingkat likuiditasnya rata-rata per tahunnya sebesar 75,59 dan hal itu dinilai sehat. Ukuran tingkat likuiditas sebuah perusahaan memang tidak ada standar bakunya,. Tetapi dengan melihat rasio tersebut, PD. BPR BKK Banjarharjo mempunyai likuiditas yang cukup baik. Ternyata, pengukuran kinerja keuangan itu dianggap tidak lagi memadai. Sehingga, perlu dikembangkan suatu konsep bernama “Balanced Scorecard.” Balanced Score Card adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan (Guru Besar Akuntansi di Harvard Business School) dan David P. Norton (Presiden dari Renaissance Solutions, Inc.). Konsep ini menyeimbangkan pengukuran atas kinerja sebuah organisasi bisnis yang selama ini dianggap terlalu condong pada kinerja keuangan. Secara mendasar, terdapat empat macam kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Score Card, yaitu: 1. Perspektif keuangan (financial perspective) 2. Perspektif pelanggan/konsumen (customer perspective) 3. Perspektif proses internal bisnis (intenal business process perspective) 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective) Konsep pengukuran kinerja melalui Balanced Score Card dinilai lebih komprehensif, karena ia juga mempertimbangkan pula kinerja-kinerja non 20
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
finansial. Selain itu ia tidak hanya mengukur aktivitas akhir (out come) tetapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir (driver). Balanced Score Card dapat diterapkan pada berbagai organisasi baik berorientasi bisnis maupun non bisnis yang menghasilkan barang maupun jasa, termasuk pula lembaga perbankan. Melalui Balanced Score Card kerangka yang bersifat komprehensif untuk menerjemahkan visi ke dalam sasaran-sasaran strategis mampu diciptakan termasuk pula sasaran terkait dengan aspek kepuasan pelanggan, kualitas produk atau jasa, dan loyalitas karyawan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, aspek-aspek keuangan saja belum bisa untuk mengetahui kinerja sesungguhnya suatu perusahaan. PD. BPR BKK Banjarharjo perlu menerapkan pengukuran kinerja yang mempertimbangkan empat perpektif itu. Berkenaan dengan hal ini, maka masalah yang dirumuskan dan juga menjadi landasan pencapaian tujuan penelitian adalah 1. Bagaimanakah kinerja organisasi pada PD. BPR BKK Banjarharjo bila diukur melalui konsep konvensional melalui kriteria CAMEL dan Balanced Scorecard dengan keempat perspektif? 2. Bagaimanakah perbedaan penilaian kinerja antara konsep konvensional dengan konsep balanced scorecard pada PD. BPR BKK Banjarharjo? Sedangkan pihak-pihak yang diharapkan bisa memperoleh manfaat dari penelitian ini adalah PD BPR BKK Bandarharjo, kalangan akademik, maupun peneliti sendiri.
TELAAH PUSTAKA Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan personalnya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001). Sedangkan Kaplan dan Norton (1996) menyatakan bahwa pada hakekatnya penilaian kinerja merupakan salah satu alat kontrol perusahaan yang bertujuan untuk memotivasi karyawan didalam mencapai apa yang dikehendaki organisasi dan juga untuk menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja organisasi. Ia dapat memberikan landasan bagi tindakan korektif. Pada dasarnya, penilaian kinerja ini bermanfaat bagi organisasi yaitu untuk: 1. mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemberian motivasi secara maksimal, 2. membantu pengambilan keputusan berkaitan dengan penghargaan personal, 3. menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi bagi program pelatihan personal, 4. memberikan dasar untuk mendistribusikan penghargaan. Visi, Misi dan Strategi Visi adalah suatu keinginan perusahaan terhadap keadaan di masa datang yang diinginkan atau dicita-citakan oleh seluruh personel perusahaan dari jenjang 21
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
yang paling atas sampai yang paling bawah, bahkan sampai pesuruh sekalipun (Fitri Lukiastuti dan Muliawan Hamdani, 2011). Sedangkan menurut Sobarsah Kosasih (2009) visi adalah pandangan, penglihatan, atau gambaran. Dalam bidang usaha, visi merupakan gambaran ideal tentang perusahaan di masa yang akan datang. Misi perusahaan adalah ungkapan maksud dan tujuan yang unik atau yang mampu membedakan antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Selain itu, ia akan mampu mengidentifikasikan ruang lingkup perusahaan. Singkatnya, misi menggambarkan produk perusahaan, pasar, ruang lingkup lainnya yang mencerminkan prioritas pengambilan keputusan strategis. Bisa juga misi ini dipandang terkait dengan pertanyaan “Dalam bisnis apakah kita berperan?” Ringkasnya, misi harus mencerminkan keunikan atau keunggulan perusahaan (Fitri Lukiastuti dan Muliawan Hamdani, 2011). Menurut Russsel dan Taylor (dalam Murdifin Haming dan Mahfud Nurnajamuddin, 2007) strategi adalah visi umum yang menyatukan organisasi, menyediakan acuan konsistensi dalam pembuatan keputusan dan akan tetap menjaga agar perusahaan bergerak pada arah yang benar. Sehingga, strategi pada dasarnya merupakan penerjemahan visi perusahaan ke dalam rumusan kebijakan jangka panjang sebagai pedoman dalam menggerakan perusahaan ke tujuan yang telah direncanakan secara konsisten serta untuk membuat keputusan yang relevan mengenai pemberdayaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Rumusan menyeluruh dari strategi perusahaan dibagi dibagi menjadi rumusan fungsional dalam wujud strategi pemasaran, strategi operasi, strategi keuangan serta strategi administrasi dan personalia. Balanced Scorecard Balanced Score Card adalah hasil dari penelitian bertajuk “Measuring Performance in the Organization of The Future” yang dilakukan pada beberapa perusahaan besar Amerika yaitu Advanced Micro Devices, American Standard, Apple Computer, Bell Swith, CIENA, Conner Periperals, Coy Research, Du Pont, Electronic Data Systems, General Elektric, Hewlett Packard, dan Shell Canada pada tahun 1990. Penelitian itu disponsori oleh Nolan Norton Instite, Lembaga Penelitian Milik KPMG. David Norton, (CEO dari Nolan Norton) bertindak sebagai ketua tim penelitian. Sementara Bob Kaplan menjadi konsultan akademisnya. Studi tersebut didasari oleh pemikiran bahwa model pengukuran kinerja perusahaan melalui akuntansi keuangan tidak lagi memadai dan bisa menghambat kemampuan perusahaan menciptakan nilai ekonomis di masa yang akan datang. Hasil penelitian tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel yang berjudul “Measures that Drive Performance” di Harvard Review edisi Januari-Februari 1992. Pengamatan lebih lanjut terhadap penerapan Balanced Scorecard di beberapa perusahaan menyadarkan Kaplan dan Norton bahwa Balanced Scorecard bisa digunakan tidak hanya sebagai sistem pengukuran kinerja, melainkan juga untuk mengkomunikasikan strategi baru dan menyebarluaskan organisasi terhadap strategi baru tersebut. Observasi ini mereka tulis dalam artikel yang 22
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
berjudul “Patting the Balanced Score Card to work” di Harvard Bussiness edisi September 1993. Secara tegas dapat dikatakan bahwa Balanced Score Card adalah suatu sistem manajemen yang bisa dipakai sebagai kerangka sentral dalam berbagai proses manajerial penting seperti penentuan tujuan individu dan tim, pemberian kompensasi, alokasi sumber daya, perencanaan dan penganggaran, pemberian umpan balik strategis, dan pemberdayaan karyawan serta pertumbuhan iklim belajar dalam organisasi. Perkembangan baru ini mereka laporkan dalam artikel yang berjudul “Using the Balanced Score Card as Strategic Management System” (Kaplan dan Norton, 1996). Balanced Score Card adalah suatu sistem menajemen yang dapat digunakan sebagai kerangka sentral dalam berbagai proses manajerial yang penting seperti penentuan sasaran individual dan tim, pemberian kompensasi, alokasi sumber daya manusia, perencanaan dan penganggaran, pemberian umpan balik strategis, pemberdayaan karyawan, serta pertumbuhan iklim belajar organisasi (Kaplan dan Norton, 1996). Ia mempunyai empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, internal bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 1996). Perspektif Balanced Score Card Seperti yang telah dijelaskan di muka, balanced score card memiliki empat perspektif. Adapun penjelasan secara detil bagi keempatnya adalah a. Perspektif keuangan Perspektif keuangan terkait dengan peningkatan pendapatan, penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, peningkatan pemanfaatan aktivitas serta penurunan resiko (Kaplan dan Norton, 1996: 41). Aspek keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang mendasar. Perbaikan ini tercermin dalam sasaransasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, baik berbentuk gross operating income, ROI atau economic value added. Sasaran keuangan harus disesuaikan dengan siklus kehidupan bisnis yang terbagi menjadi tiga tahap siklus, yaitu: 1. Tahap Pertumbuhan (growth) Organisasi dalam tahap ini akan memiliki arus kas negatif dan pengembalian modal investasi yang rendah karena tingginya biaya yang dikeluarkan. Sasaran keunggulan dari bisnis yang berada dalam tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam pasar yang telah ditetapkan. Pertumbuhan pendapatan adalah persentase pertumbuhan pendapatan atau penjualan dari produk atau jasa yang telah dihasilkan organisasi dalam beberapa periode (Kaplan dan Norton, 1996). 2. Tahap Bertahan (sustain) Saat memasuki tahap ini, organisasi berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila kapasitas serta meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas 23
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
investasi yang telah dilakukan. Sasaran pengukuran dalam tahap ini menekankan pada pengukuran keuangan seperti ROI, ROE, ROA. Ukuran ini menggambarkan sasaran keuangan klasik, yaitu memperoleh tingkat pengembalian terbaik atas modal yang telah ditanamkan oleh organisasi. 3. Tahap Penuaian (harvest) Tahap ini merupakan tahap kedewasaan atau kematangan dimana organisasi memetik hasil investasinya. Organisasi tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas dan tidak lagi melakukan ekspansi atau membangun kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke organisasi. Sasaran pengukuran untuk tahap ini adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi di masa lalu. Cash flow adalah aliran kas yang menunjukkan penerimaan dan penggunaan kas dalam periode yang bersangkutan. b. Perspektif Customer Pada masa lalu, sering kali organisasi mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal, memberikan penekanan pada kinerja produk, inovasi dan teknologi, tanpa kewajiban untuk mengerti apa kebutuhan konsumen. Tapi, sekarang ini strategi organisasi telah bergeser fokusnya dari lingkup internal ke eksternal. Organisasi mempunyai keterbatasan untuk memenuhi semua dan keinginan konsumen yang berlainan satu sama lain, oleh karena itu, organisasi perlu menetapkan segmen pasar yang paling mungkin untuk dilayani dengan cara terbaik sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki organisasi. Segmentasi perlu dilakukan agar tolok ukur kinerja yang akan dipakai lebih fokus. Kemudian upaya ini dilanjutkan dengan mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan customer baik yang sudah dikuasai maupun customer potensial yang berada dalam segmen tersebut. Melalui perspektif customer, organisasi harus mengidentifikasi segmen pasar dan customer yang ingin dimasuki untuk pencapaian tujuan tersebut. Ada dua kelompok dalam perspektif customer, yakni : 1) Kelompok pengukuran inti (core measurement group) yang mengukur: a. Pangsa Pasar (market share) Mengukur pangsa pasar akan lebih mudah dilakukan dengan terlebih dahulu mengadakan spesifikasi terhadap kelompok konsumen yang menjadi target organisasi (Kaplan dan Norton, 1996). Para manajer juga harus mengenali apa yang dinilai tinggi oleh segmen pasar sasaran. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan finansial organisasi. Market share dapat digunakan untuk meramalkan penjualan organisasi yang akan datang dan membandingkan posisi pasar aktual diantara kompentensi produk. Jika organisasi dapat melayani bagian pasar secara efektif, maka organisasi dapat menjadi pilihan terbaik bagi konsumennya. b) Mempertahankan pelanggan (customer retention) Retensi customer terkait dengan bagaimana organisasi mempertahankan hubungan yang baik dengan customer yang telah dimiliki agar tetap 24
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
loyal terhadap organisasi (Kaplan dan Norton, 1996). Kunci untuk mempertahankan konsumen adalah kepuasan konsumen. Usaha-usaha yang perlu dilakukan oleh organisasi untuk mempertahankan konsumen antara lain: menawarkan produk yang memiliki nilai tambah bagi konsumen, terus mengembangkan pemahaman mengenai konsumen, peningkatan mutu produk atau jasa. Mengukur loyalitas pelanggan dapat dilakukan dengan persentase pertumbuhan usaha yang berhubungan dengan konsumen atau pelanggan (Kaplan dan Norton, 1996). c) Perolehan Pelanggan (customer acquisition) Mengukur tingkat kemampuan unit bisnis dalam menarik pelanggan baru. Customer acqusition dapat diukur dengan jumlah konsumen baru atau total penjualan pada konsumen dalam segmen yang dituju. d) Kepuasan Pelanggan (customer satisfaction) Kepuasan konsumen menjadi dasar, bagi upaya untuk mendapatkan konsumen baru maupun mempertahankan konsumen yang telah dimiliki. Retensi konsumen maupun akuisisi konsumen ditentukan oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen (Kaplan dan Norton, 1996). Semakin pentingnya faktor kepuasan memaksa suatu organisasi untuk menetapkan fokus perhatian pada konsumennya. Pengukuran kepuasan konsumen dilaksanakan dengan metode : Sistem Keluhan atau Saran Organisasi memberikan kesempatan yang luas bagi konsumennya untuk menyampaikan saran atau keluhan, misalnya menyediakan kotak saran atau kartu komentar. Informasi ini diharapkan mampu memberikan ide kepada organisasi. Ghost Shopping Ia merupakan salah satu cara untuk memperoleh gambaran tentang kepuasan konsumen dengan mempertanyakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli, kemudian melaporkan temuannya tentang kelemahan dan kekuatan produk atau jasa dari organisasi pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam membeli produk. Selain itu, ia diharapkan dapat dilakukan pengamatan terhadap cara menangani setiap keluhan. Lost Customer Analysis Organisasi perlu menghubungi konsumennya yang telah berhenti dan memberitahu yang telah berpindah pada organisasi lain agar dapat memahami mengapa hal itu dapat terjadi. Survai Kepuasan Konsumen Umumnya penelitian mengenai kepuasan konsumen dilakukan dengan menggunakan survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung guna mendapatkan tanggapan dan umpan 25
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
balik secara langsung dari konsumen. Upaya ini juga memberikan tanda bahwa organisasi menaruh perhatian kepada konsumen (Kaplan dan Norton, 1996). e) Profitabilitas pelanggan (customer profitability) Profitabilitas pelanggan dapat diukur dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam satu periode dengan jumlah aktiva atau modal organisasi. Salah satu cara yang mungkin ditempuh organisasi adalah mengidentifikasikan bagian pasarnya dengan mengukur laba bersih yang diperoleh organisasi dari pelanggan. f) Kelompok Pengukuran Nilai Pelanggan (customer value proposition) Kelompok ini menggambarkan pemicu kinerja yang menyangkut pertanyaan apa yang harus disajikan organisasi untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi dan akuisisi konsumen yang tinggi. Atribut yang disajikan organisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : atribut produk atau jasa, meliputi fungsi, harga dan mutu produk. hubungan dengan pelanggan (customer relationship), melalui proses, waktu dan kualitas pelayanan unit bisnis yang diberikan kepada customer. reputasi dan image, menggambarkan reputasi dan citra unit bisnis serta produk-produknya, yang mampu menarik konsumen dan memungkinkan untuk mengatasi masalah yang ada. c. Perspektif Proses Bisnis Internal Konsep proses bisnis internal harus memuat tiga mata rantai (Kaplan dan Norton, 1996), yaitu : 1. Proses Inovasi Pada tahap ini organisasi harus berusaha mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen. Proses ini bisa menciptakan nilai pelanggan dengan melakukan penelitian tentang kebutuhan customer dan mengubah data tentang kebutuhan customer tersebut menjadi berbagai atribut yang didesin ke dalam produk atau jasa. Proses inovasi harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: product quality yakni seberapa baik produk yang dihasilkan dari usaha inovasi dalam arti apakah produk tersebut kuat dan dapat diandalkan. Hal ini dapat ditunjukkan dari tingkat penjualan produk baru. product cost dengan mengidentifikasikan biaya-biaya produksi. Development cost, yakni terkait dengan seberapa banyak organisasi menginvestasikan dananya untuk pengembangan produk baru. development time yakni seberapa cepat organisasi dapat menyelesaikan pengembangan produk atau jasa. Secara umum, tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja inovasi (Kaplan dan Norton, 1996), adalah : hasil secara teknis, seperti jumlah paten, dan publikasi teknik. 26
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
keuntungan penjualan dan keuntungan lainnya yang diperkirakan timbul dari proses inovasi. penilaian masing-masing individu atas proyek. Proses inovasi ini dilandasi oleh kegiatan pokok pendesain produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan 2. Proses Operasi Proses operasi perusahaan mencerminkan aktivitas yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
proses pembuatan produk atau jasa, dan
proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan. Secara umum pengukuran dalam proses pembuatan produk dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas, biaya, dan waktu. 3. Proses Layanan Purna Jual Tahap ini, perusahaan menyediakan layanan bagi pelanggan setelah produk atau jasa diserahkan kepada pelanggan. Tolok ukurnya tergantung pada upaya yang dilakukan masing-masing unit bisnis. Tetapi, secara umum unit bisnis dapat menggunakan tolok ukur sebagai berikut :
efisiensi layanan purna jual,
jangka waktu tertentu memenuhi pelayanan purna jual,
banyaknnya pelanggan yang mampu dilayani hanya dengan satu kali permintaan, dan
jangka waktu penyelesaian masalah. d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menitikberatkan pada tiga faktor utama, yaitu orang, sistem, dan prosedur organisasi yang berperan dalam pertumbuhan jangka panjang suatu organisasi. Berdasarkan pendapat Kaplan dan Norton (1996), dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ada tiga faktor yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Kemampuan pekerja (Employee capabilities) Pengukuran kemampuan serta perumusan strategi organisasi salah satunya harus memperhatikan aspek kemampuan pegawai. Dalam artian apakah suatu organisasi telah bisa meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki. Untuk itu, ada tiga pengukuran yang disebut pengukuran pekerja inti yaitu : a) Kepuasan pegawai (employee statifaction) Para pegawai yang merasa puas merupakan suatu prasyarat untuk meningkatkan produktifitas, tanggung jawab, kualitas dan pelayanan pelanggan. Selain kepuasan pegawai, moral pegawaipun sangat penting apalagi dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa. Kaplan dan Norton (1996) menyatakan terdapat beberapa elemen dari kepuasan pegawai, yaitu : keterlibatan dalam pengambilan keputusan. 27
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
pengakuan atas pekerjaan yang baik.
akses kepada informasi yang cukup untuk bekerja dengan baik.
dorongan aktif agar kreatif dan menggunakan inisiatif. dukungan atasan. kepuasan menyeluruh terhadap perusahaan. b) Kesetiaan atau penahanan pegawai (employee retention) Suatu organisasi harus bisa mempertahankan pegawai atau pekerja terbaiknya agar tetap betah berada di dalamnya. Dalam jangka panjang, pegawai yang setia mampu membawa nilai organisasi, pengetahuan, proses organisasi, dan kepekaan akan kebutuhan pelanggan. Kesetiaan pegawai umumnya diukur dengan menggunakan rasio perputaran pegawai (labor turn over). c) Produktivitas Pegawai (employee productivity) Produktivitas pegawai merupakan hasil dari dari peningkatan keahlian dan moral pegawai, inovasi dan perbaikan proses internal. Ukuran produktifitas yang paling sederhana adalah berapa banyak output yang dapat dihasilkan per pegawai. 2. Kemampuan Sistem Informasi (information system capabilites) Pegawai bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu dan akurat sebagai umpan balik. Pengukuran yang digunakan misalnya rasio liputan informasi strategik, yang mengukur seberapa besar informasi yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diantisipasikan. 3. Motivasi, Pemberdayaan dan Penyetaraan (motivation, empowerment, and alignment) Pegawai dengan kualifikasi sempurna dengan dukungan informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan organisasi dan tidak diberi kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak. Sehingga, diperlukanlah faktor ketiga yang memfokuskan pada penciptaan iklim oganisasi untuk mendukung motivasi pegawai dan inisiatif pegawai. Pengukuran yang dapat dilakukan adalah berkaitan dengan jumlah usulan yang diberikan dan diimplementasikan, jumlah perbaikan, keselarasan antara individu dengan organisasi, serta kinerja kelompok atau tim. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang penerapan Balanced Scorecard sebagai pengukur kinerja manajemen pada berbagai organisasi jasa maupun manufaktur, serta lembaga keuangan. Beberapa penelitian tersebut antara lain : Magdalena Nany, Lyna Raharjo, Kartika Winda Handini (2008) Dalam penelitian yang dilakukan pada Rumah sakit Umum Daerah Indramayu dengan judul “Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukur Kinerja Manajemen Pada Rumah sakit Umum Daerah Indramayu” dinyatakan bahwa kinerja manajemen meningkat. Hal tersebut terlihat dari peningkatan ROI, penurunan retensi pasien, peningkatan akuisisi pasien, 28
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
peningkatan produktifitas, peningkatan profit margin serta peningkatan produktivitas karyawan. Di samping itu terdapat beberapa indikator yang apabila tidak ditangani secara serius dapat menjadi ancaman yang serius bagi kinerja manajemen, antara lain penurunan pertumbuhan pendapatan, para pasien belum puas terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit, peningkatan retensi karyawan, serta para karyawan belum puas selama bekerja di rumah sakit. Petrus Wisnubroto dan Nenny Irawati (2008) Mereka melakukan penelitian pada PT “X” dengan judul “Analisis Pengukuran Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard”. Melalui penelitian itu, disimpulkan bahwa untuk perspektif keuangan memiliki kinerja yang buruk karena diperoleh perusahan belum bisa mengembalikan modal kerja (ROA), modal (ROCE) dan belum bisa mendapatkan laba. Malah dalam tiga tahun terakhir ini perusahaan masih dalam kondisi merugi dalam kegiatan operasionalnya. Dessy Arfani Irawan (2009) Ia melakukan penelitian berdasarkan data tahun 2004 hingga 2008 di PT. Bank mandiri (Persero) Tbk. berjudul “ Pengukuran Kinerja Perbankan Berdasarkan Analisis Balanced Scorecard pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah bahwa perspektif keuangan menunjukkan kemampuan keuangan pada tingkat likuiditas. Kemampuan pemanfaatan sumber dana (asset), dan profitabilitas (pendapatan) yang dicapai bank pada tingkat baik. Perspektif pelanggan, menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan, penguasaan pangsa pasar (market share), kemampuan mempertahankan nasabah (costumer reintention), dan kemampuan untuk memperoleh nasabah baru dinilai cukup baik. Perspektif proses bisnis internal menunjukkan bahwa pelaksanaan proses inovasi dan proses operasi yang dilakukan berada pada tingkat yang baik. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan bahwa kapabilitas pekerja, tingkat kepuasan pekerja pada tingkat baik. Sistem komunikasi yang digunakan Bank Mandiri berupa internet dengan program dan data base telah canggih. Penggunaan Balanced Score Card dalam pengukuran atau evaluasi kinerja dapat diterapkan pada PT. Bank Mandiri Tbk karena parameter–parameter yang diperlukan untuk analisis kinerja dari keempat perspektif telah dapat dipenuhi..
METODE PENELITIAN Data, Populasi, Dan Sampel Penelitian ini menerapkan paradigma kuantitatif yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan metode statistik. Namun demikian titik berat dari penelitian ini adalah penggunaan konsep balanced scorecard dalam penilaian kinerja manajemen pada PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten 29
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Brebes. Sedangkan objek penelitiannya adalah kinerja PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes baik kinerja keuangan dan non keuangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara untuk menggali informasi secara lisan guna mendapatkan data dari responden serta kuesioner untuk mengetahui tingkat kepuasan nasabah pada objek penelitian ini. Adapun data sekunder didapat dengan memintanya kepada PD BPR BKK Bandarharjo berupa: gambaran umum perusahaan, visi dan misi, struktur organisasi dan fungsi-fungsi organisasi perusahaan . data tentang nasabah terdiri dari nasabah penyimpan dan debitur selama 3 tahun (2008, 2009 dan 2010). data tentang karyawan selama 3 tahun terakhir (2008, 2009 dan 2010). Neraca dan Laporan Rugi Laba selama 3 tahun terakhir (2008, 2009 dan 2010). Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode survai melalui proses wawancara dengan pihak PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes terkait visi, misi, tujuan serta strategi dan penerapan empat perspektif dalam Balanced Score Card. Populasi penelitian ini adalah data laporan keuangan dari sejak di merger dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 dan nasabah PD. BPR BKK Banjarharjo tahun 2010 sebanyak 2.946 orang nasabah serta populasi untuk karyawan sebanyak 42 orang. Sedangkan sampel untuk laporan keuangan dipilih dari tahun 2008 hingga 2010. Jumlah sampel dari para nasabah dihitung melalui rumus Slovin (Umar, 1997). Rumusnya adalah sebagai berikut :
n
N 1 Ne 2
2.946 1 29,46
96,27 100 responden
Dimana N adalah jumlah populasi penabung PD BPR BKK Bandarharjo, n adalah jumlah sampel yang diambil, dan e adalah derajat kesalahan (0,10).
Sementara, jumlah sampel untuk karyawan adalah sama dengan populasi karyawan yaitu 42 orang. Variabel Penelitian, Definisi Konsep, dan Definisi Operasional Variabel penelitian yang dielaborasi adalah variabel Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen Resiko Usaha, Earning dan Likuiditas untuk konsep penilaian kinerja konvensional melalui CAMEL. Sedangkan dari konsep Balanced Score Card variabel penelitiannya adalah hal-hal yang terkait dengan perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Permodalan
30
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Penilaian tingkat permodalan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Capital Adequacy Ratio (CAR), Ia adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Pada umumnya rasio ini ditentukan dengan membandingkan antara modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Namun dalam penelitian ini akan digunakan pengukuran dengan membandingkan antara equity capital dengan total loans. Sehingga, semakin tinggi CAR berarti semakin cukup modal bank tersebut untuk menopang risiko kerugian yang mungkin dialami. Sebaliknya, semakin rendah rasio ini berarti semakin kuranglah modal untuk menopang resiko. Kualitas Aktiva Produktif Kemampuan kinerja manajemen suatu bank dalam menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna diukur melalui Kualitas Aktiva produktif (KAP). Dalam penelitian, ukurannya adalah perbandingan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Aktiva produktif yang diklasifikasikan adalah jumlah kredit yang bermasalah yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Sedangkan aktiva produktif adalah total jumlah kredit yang diberikan (kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet). Jadi semakin tinggi KAP berarti semakin kurang Kualitas Aktiva Produktifnya dan sebaliknya. Manajemen Dalam pengukuran aspek manajemen, BI menyertakan beberapa pertanyaan sehubungan dengan manajemen suatu bank. Namun dalam penelitian ini, penilaian tingkat manajemen menggunakan rasio manajemen risiko usaha karena setiap jenis usaha selalu dihadapkan pada berbagai risiko. Dalam penelitian ini, aspek manajemen risiko usaha menggunakan 2 alat ukur, yaitu : 1. Reposit Risk Ratio (DDR) Deposit risk ratio menunjukkan kemungkinan kegagalan bank untuk memenuhi kewajiban kepada para nasabah yang menyimpan dananya diukur dengan jumlah modal bank yang bersangkutan. Semakin tinggi DDR, berarti semakin rendah risiko bank. Sebaliknya, semakin rendah rasio ini akan menunjukkan tingginya risiko bank. Perhitungan DDR dilakukan melalui perbandingan antara equity capital dengan total deposit. 2. Interest Rate Risk Ratio (IRR) Interest rate risk ratio mengukur kemungkinan bunga (interest) yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga dibayarkan oleh bank. Sehingga, semakin tinggi IRR, maka makin kecil risiko suku bunga yang diberikan bank. Perhitungan IRR dilakukan melalui perbandingan antara hasil bunga (interest sensitivity assets) dengan biaya bunga (interest sensitivity liabilities). 31
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Earning Tingkat earning diukur melalui dua tolok ukur yakni : 1. Return On Assets (ROA) Return on assets menggambarkan sejauh mana bank bisa menghasilkan laba kotor dari seluruh aktiva yang dimilikinya. Semakin tinggi ROA, berarti semakin baik kinerja bank dalam memanfaatkan aktivanya. ROA juga menggambarkan keuntungan yang diperoleh bagi investor. Perhitungan ROA dilakukan melalui perbandingan antara laba (operating income) dengan total aktiva. 2. Return on Investment (ROI) Return on investment menggambarkan kemampuan bank dapat menghasilkan laba bersih setelah pajak dari keseluruhan aktiva yang dimilikinya. Semakin tinggi ROI, berarti semakin baik kinerja bank dalam memanfaatkan aktiva. ROI juga menggambarkan keuntungan yang diperoleh bagi investor. Perhitungan ROI dilakukan melalui perbandingan antara laba (earning after tax) dengan total aktiva. Likuiditas Penilaian tingkat likuiditas dalam penelitian ini menggunakan 2 alat ukur, yaitu: 1. Cash Ratio Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membiayai kembalinya kewajiban kepada nasabah yang menyimpan dananya dengan uang kas yang dimiliki. Perbandingannya adalah antara jumlah seluruh uang kas yang dimiliki dan jumlah total deposit (tabungan dan deposito berjangka pada sisi pasiva). Semakin besar rasio ini, maka hal ini akan menunjukkan tingkat likuiditas yang semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah rasio ini, maka semakin rendah pula tingkat likuiditas bank tersebut. 2. Loan to Deposit Ratio Rasio ini mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan para debitur berupa total loan dengan total deposit. Total loan adalah jumlah seluruh pinjaman yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio ini, maka akan menunjukkan tingkat likuid yang rendah dan sebaliknya semakin rendah rasio ini, maka semakin tingggi likuiditas bank tersebut. Perspektif Keuangan Kriteria keuangan sangat penting dalam memberikan gambaran konsekuensi dari tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ia memberikan petunjuk tentang dampak implementasi strategi organisasi terhadap peningkatan pendapatan PD. BPR BKK Banjarharjo. Salah satu tujuan keuangan PD. BPR BKK Banjarharjo adalah peningkatan likuiditas untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengukur perspektif keuangan, yaitu:
32
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
1) Return on Assets (ROA) Sebagaimana telah dijelaskan di depan, Return on Assets menggambarkan sejauh mana bank menghasilkan laba kotor dari seluruh aktiva yang dimilikinya. Perhitungan ROA dilakukan melalui perbandingan antara laba (operating income) dengan total aktiva. 2) Net Margin (laba setelah pajak) Net margin merupakan kenaikan atau penurunan laba dari periode ke periode dan ia menjadi tolok ukur untuk mengukur tingkat pertumbuhan pendapatan bank. Jika tolok ukur ini dirata-ratakan untuk beberapa periode akan menghasilkan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata (Average Growth Rate), jadi Average Growth Rate merupakan rata-rata laba setiap tahun setelah pajak dari kegiatan operasional bank.. 3) Rasio Operasi Rasio operasi menggambarkan biaya operasi yang dikeluarkan oleh bank per Rupiah penjualan jasa. Makin besar rasio ini berarti semakin buruk. Pengukuran rasio ini diukur dengan membandingkan antara pendapatan bersih dengan aktiva lancar. Perspektif Customer Tingkat kepatuhan, kepuasan nasabah dan peningkatan pengawasan untuk merealisasikan hasil utama akuisisi nasabah pada PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes memerlukan faktor pendorong kinerja (leading indicator). Penerapan Balanced Scorecard yang baik harus memiliki kombinasi dari ukuran hasil (lagging indicator) dan faktor pendorong kinerja (leading indicator) yang telah disesuaikan dengan strategi PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes. Perspektif customer dibagi menjadi dua sasaran strategis yaitu meningkatnya pembinaan nasabah produktif dan koordinasi lintas kelembagaan. Ukuran untuk menetapkan setiap sasaran strategi terdiri dari : 1) Customer Aquisition (akuisisi nasabah) PD. BPR BKK Banjarharjo dapat mengukur akuisisi nasabah melalui banyaknya jumlah nasabah baru, dibandingkan dengan jumlah tahun sebelumnya. Akuisisi nasabah dikatakan baik jika trendnya selalu naik. PD. Nasabah baru diperoleh melalui intensifikasi promosi dan prosedur pelayanan yang mudah agar masyarakat mau membuka rekening pada PD. BPR BKK Banjarharjo. 2) Customer Retention (retensi nasabah) Ia merupakan tolok ukur untuk menentukan seberapa besar suatu unit usaha dapat mempertahankan nasabah dalam periode tertentu. Perhitungannya dilakukan dengan membandingkan antara jumlah nasabah pada periode tertentu dengan seluruh nasabah sebelumnya. 3) Customer satisfication (kepuasan nasabah) Ia adalah tolok ukur untuk memperkirakan tingkat kepuasan nasabah terkait dengan kriteria kinerja spesifik dan value proposition, yaitu service 33
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
atribute (atribut jasa), customer relationship (hubungan nasabah) dan image and reputation (citra dan reputasi). Pengukurannya dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada beberapa nasabah sampel tentang kepuasan selama berhubungan dengan PD. BPR BKK Banjarharjo. 4) Customer Profitabilities (profitabilitas nasabah) Ia adalah tolok ukur yang digunakan bank untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh oleh suatu unit bisnis dari produk yang ditawarkan oleh suatu bank. Perhitungannya dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dari kredit dengan jumlah kredit yang disalurkan. Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal Balanced Scorecard menggambarkan sasaran proses bisnis internal berupa pelayanan dalam penyimpanan dana dari masyarakat setelah menetapkan sasarannya dalam perspektif keuangan dan perspektif customer. Sasaran strategik dan ukuran perspektif proses bisnis internal diderivasikan dari strategi eksplisit yang ditunjukkan untuk memenuhi harapan PD. BPR BKK Banjarharjo. Misalnya meningkatkan pembinaan nasabah produktif dan meningkatkan koordinasi lintas kelembagaan. Perspektif proses bisnis internal diharapkan menyertakan keduanya. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Perspektif ini berupaya mengembangkan sasaran strategik dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan PD. BPR BKK Banjarharjo. Sasaran strategik yang telah ditetapkan dalam perspektif keuangan, customer, proses bisnis internal mengindentifikasikan apa yang harus dilakukan oleh PD. BPR BKK Banjarharjo untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Sasaran strategik di dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah menyediakan infrastruktur (para pegawai, sistem, dan prosedur) yang memungkinkan sasaran strategis dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran mendorong dihasilkannya kinerja istimewa dalam tiga perspektif Balanced Scorecard sebelumnya.
METODE ANALISIS DATA Pengujian Instrumen Penelitian Uji Validitas Pengujian validitas data digunakan untuk menentukan apakah suatu alat ukur mampu mengukur sesuatu yang harus diukur. Suatu kuesioner dianggap valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2001). Untuk mengukur tingkat validitas item-item pertanyaan kuesioner, dilakukan korelasi antar skor item pertanyaan dengan skor variabel (Ghozali, 2001). Apabila besarnya nilai total koefisien item pertanyaan masing-masing variabel melebihi nilai signifikansi maka pertanyaan tersebut dinilai tidak valid. Jika nilai p value/nilai signifikasi kurang dari 0,05 (5 persen) maka item pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya, jika nilai p 34
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
value atau signifikasi sama dengan atau lebih dari 0,05 (5 persen) dinilai tidak valid. Uji Reliabilitas Reliabilitas terkait dengan kemampuan suatu alat ukur (dalam hal ini kuesioner) untuk memberikan hasil yang konsisten jika pengukuran dilakukan lebih dari sekali. Menurut Supranto (1999) alat ukur dikatakan reliabel jika dipergunakan untuk mengukur berulangkali dalam kondisi yang relatif sama menghasilkan data yang sama atau sedikit variasi. Tingkat reliabilitas suatu konstruk variabel penelitian dapat dilihat dari hasil statistik Cronbach Alpha (α). Ia dinilai reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Ghozali, 2005). Teknik Analisis Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengukur dan menganalisis kepuasan pelanggan dan kinerja karyawan PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes melalui hasil evaluasi kuesioner data operasional perusahaan. Analisis kuantitatif Teknis analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung beberapa rasio-rasio dalam pengukuran kinerja PD. BPR BKK Banjarharjo, dengan konsep balanced scorecard. Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut : Menghitung kinerja konvensional dengan rasio sebagai berikut (Bambang Riyanto, 1995) :
Permodalan (Capital Adequacy ratio/CAR) Equity Capital CAR x100% Total Loans securities Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Manajemen a. Deposit Risk Rasio (DRR)
Dimana, Equity Capital terdiri dari modal disetor, cadangan umum, laba ditahan. b. Interest Rate Risk Ratio (IRR)
Dimana : Interest Sensitivity Asset adalah interest income atau hasil bunga. Interest Sensitivity Liabilities adalah interest expense atau biaya bunga. 35
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Likuiditas a. Quick Ratio
Dimana : Cash Asset terdiri dari kas dan giro BI Total Deposit terdiri dari tabungan dan deposito b. Loan to Asset Ratio
Earning a. Return on Asset (ROA)
b. Return on Investment (ROI)
Menghitung kinerja berdasarkan balance scorecard Mengukur kinerja perspektif keuangan : (Bambang Riyanto, 1995) a. Return on Assets (ROA)
b. Average Growth Rate (AGR)
c. Rasio Operasi (RO)
Mengukur kinerja perspektif customer : (Mulyadi, 2001) a. Customer Acquisition Customer Acquisation
Nasabah Baru Yang Diperoleh x100% Jumlah Nasabah Periode Sekarang
b. Customer Retention
c.
Customer Satisfaction Ia diukur dengan kuesioner yang berisikan atribut jasa, hubungan pelanggan, citra dan reputasi.
36
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Mengukur kinerja perspektif bisnis internal Proses inovasi
Proses Operasi
Proses Purna Jual
Mengukur kinerja perspektif pertumbuhan/pembelajaran (Mulyadi. 2001). Tingkat Perputaran Karyawan
Tingkat Kepuasan Karyawan (TPK) Diukur dengan kuesioner yang berisi mengenai kepuasan karyawan selama bekerja di PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes.
Tingkat Kemampuan Sistem Informasi Diukur dengan kuesioner yang berisi tanggapan mengenai akses informasi yang ada di PD. BPR BKK Banjarharjo Kabupaten Brebes. Tingkat Motivasi Karyawan Diukur dengan kuesioner yang berisi mengenai tanggapan atas sesuatu yang mendorong karyawan termotivasi sesuai teori Maslow.
Tingkat Produktivitas Karyawan
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan serangkaian analisis data penelitian yang telah dilakukan guna mengukur kinerja baik secara konvensional (melalui kriteria CAMEL) maupun melalui konsep balanced score card, diperoleh hasil sebagaimana yang ditampilkan dalam dua tabel di bawah ini. Tabel 2 : Kinerja Keuangan Konvensional Melalui Kriteria CAMEL Tahun 2008 2009 2010 Rerata
CAR 39,34% 52,42% 47,00% 34,69%
KAP 14,48% 7,50% 6,32% 7,08%
DRR 35,30% 52,80% 52,59% 35,17%
1RR 353,19% 369,63% 443,90% 291,68%
37
ROA 3,64% 5,62% 7,02% 4,07%
ROI 3,64% 5,45% 5,99% 3,77%
QC 2,85% 4,35% 3,45% 2,66%
LDR 89,73% 100,73% 111,90% 75,59%
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Tabel 3 Perbandingan Kinerja PD. BPR BKK Banjarharjo Melalui Metode CAMEL dan Balanced Scorecard Dari Tahun 2008 Hingga 2010 CAMEL Permodalan Rata-rata Capital Adequacy Ratio (CAR) dari tahun 2008 sampai tahun 2010 adalah sebesar 34,69 persen (sehat). CAR pada tahun 2010 sebesar 47,00 persen (sehat). Kualitas Aktiva Produktif Rata-rata KAP sebesar 7,08 persen (sehat). KAP pada tahun 2010 sebesar 6,32 persen (sehat).
BALANCED SCORECARD Perspektif Keuangan ROA tahun 2010 sebesar 7,02 persen dan mengalami penurunan sebesar 25,02 persen dibanding tahun sebelumnya. Net Profit Margin tahun 2010 sebesar persen 27,60 dan rata-rata pertumbuhannya sebesar 2,70 persen. Ratio Operasi tahun 2010 sebesar 20,52 persen dan mengalami penurunan sebesar 0,75 persen dibanding tahun sebelumnya. Kinerja dari perspektif keuangan menunjukkan kriteria baik karena terdapat kecenderungan kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Manajemen Rata-rata Deposit Risk Ratio sebesar 35,17 persen. Rata-rata Interest Rate Risk Ratio sebesar 291,68 persen. Aspek manajemen dinilai baik, terbukti risiko simpanan relatif aman dan hasil bunga terhadap biaya bunga sangat tinggi (sehat). Earning Rata-rata Return on Assets sebesar 4,07 persen (sehat). Rata-rata Return on Investment sebesar 3,77 persen (sehat) Return on Assets pada tahun 2010 sebesar 7,02 persen (sehat) Return on Investment pada tahun 2010 sebesar 3,77 persen (sehat) Likuiditas Rata-rata Cash Ratio sebesar 2,66 persen (sehat). Rata-rata Loans to Deposit Ratio sebesar 75,59 persen (sehat). Perspektif Nasabah Rata-rata Customer Acquisition sebesar 4,56 persen dan pada tahun 2010 sebesar 6,69 persen. Berarti terjadi kenaikan 62,77 persen dari tahun sebelumnya Rata-rata Customer Retention sebesar 99,23 persen dan pada tahun 2010 sebesar 99,45 persen. Terdapat kenaikan walaupun hanya
38
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012 CAMEL
ISSN 1411 - 1497
BALANCED SCORECARD sebesar 0,25 persen dibanding tahun sebelumnya. Rata-rata Customer Profitability sebesar 25,31 persen dan pada tahun 2010 sebesar 25,66 persen. Terjadi kenaikan sebesar 2,36 dari tahun sebelumnya. Rata-rata Customer Satisfaction sebesar 50,76 persen. Mereka menyatakan setuju dengan kondisi sekarang dan pelayanan yang diberikan oleh PD. BPR BKK Banjarharjo. Kinerja dari perspektif nasabah menunjukkan kriteria baik karena ada kenaikan dibanding tahun sebelumnya dan hasil survey nasabah menyatakan setuju dan netral. Perspektif Internal Rata-rata tingkat penjualan produk sebesar 13,25 persen dan pada tahun 2010 sebesar 14,21 persen mengalami penurunan sebesar 10,80 persen dibanding tahun sebelumnya. Rata-rata Cycle Effectiveness sebesar 0,067 persen dan pada tahun 2010 sebesar 0,053 persen mengalami penurunan sebesar 20,90 persen dibanding tahun sebelumnya. Rata-rata kredit macet sebesar 0,57 persen dan pada tahun 2010 sebesar 0,40 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan perbaikan kinerja. Kinerja dari perspektif bisnis internal menunjukkan kriteria cukup baik karena adanya perbaikan efisiensi dan kredit macet dibanding tahun sebelumnya, kecuali inovasi produk yang justru mengalami penurunan. Perspektif pertumbuhan/pembelajaran Rata-rata tingkat perputaran karyawan sebesar 2,38 persen (karyawan masuk) dan pada tahun 2010 jumlah karyawan menambah 1 karyawan. Rata-rata tingkat produktivitas karyawan sebesar 2,48 persen dan pada tahun 2010 sebesar 2,38 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan perbaikan kinerja atau produktivitas. Tingkat kepuasan karyawan 57,74 persen dan mereka menyatakan sangat setuju. Tingkat kemampuan sistem informasi sebesar 43,65 persen dan mereka setuju dengan sistem yang ada saat ini. Tingkat motivasi karyawan 44,05 persen Mereka menyatakan sangat setuju dengan rangsangan untuk semangat kerja. Kinerja dari perspektif pertumbuhan dan
39
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012 CAMEL
ISSN 1411 - 1497 BALANCED SCORECARD pembelajaran menunjukkan kriteria baik terlihat kecenderungan peningkatan kinerja dan hasil survey menyatakan setuju dengan keadaan sekarang.
KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengukuran kinerja PD. BPR BKK Banjarharjo selama ini dilakukan dengan menggunakan konsep konvensional yang bertumpu pada aspek keuangan saja. Sehingga, hasilnya hanya bersifat historis dan tidak dapat mengukur kinerja yang bersifat non keuangan. Karena itu, PD BPR BKK Bandarharjo akhirnya kesulitan menentukan strategi yang akan datang. Namun demikian, pengukuran kinerja ini tetap dibutuhkan dalam rangka memenuhi ketentuan memenuhi Peraturan Bank Indonesia No.8/20/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat dan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/30/DPBPR tanggal 12 Desember 2006 perihal Laporan tahunan dan laporan Keuangan Publikasi BPR. 2. Pengukuran kinerja PD. BPR BKK Banjarharjo melalui kriteria sesuai dengan konsep balanced scorecard dengan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, nasabah, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran menunjukkan bahwa secara umum PD. BPR BKK Banjarharjo telah mampu menjalankan usahanya dengan baik. 3. Dari analisis yang telah dilaksanakan, terlihat perbedaan antara penilaian kinerja melalui konsep konvensional serta kriteria dalam Balanced Score Card. Hal itu memperlihatkan bahwa metode konvensional hanya mengukur tingkat keberhasilan perusahaan dari sisi keuangan. Sedangkan konsep Balanced Score Card mampu memberikan informasi yang lebih komprehensif karena ia dapat menampilkan penilaian baik dari aspek keuangan dan non keuangan serta dapat menciptakan strategi baru untuk dimasa yang akan datang. Implikasi Implikasi hasil penelitian yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah implikasi lainnya adalah: PD BPR BKK Bandarharjo perlu untuk meningkatkan kinerjanya dengan menerapkan mekanisme penilaian kinerja melalui konsep Balanced Score Card serta merumuskan strategi yang relevan dengan kondisi nyata yang ada padanya. PD BPR BKK Bandarharjo perlu melakukan terobosan baru agar tujuan strategis yang dicanangkan dapat tercapai. Upaya itu dapat ditempuh misalnya dengan tetap mendorong para nasabah agar bersedia menabung di PD. BPR BKK Banjarharjo, memotivasi para karyawan, mengembangkan sistem yang bagus, dan melakukan langkah promosi yang tepat. 40
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Keterbatasan Penelitian Ada beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini. Beberapa keterbatasan tersebut adalah : Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh hanya dari penyebaran kuesioner pada nasabah yang ditemui. Sehingga, analisis data yang dilakukan menjadi kurang variatif. Periode penelitian hanya tiga tahun yaitu tahun 2008 hingga 2010 sehingga masih kurang mampu memberikan gambaran untuk proses analisis data secara lebih komprehensif. Obyek penelitian yang dijadikan latar belakang penelitian adalah lembaga bank yang merupakan perusahaan jasa yang bersifat regulated yakni sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia. Saran Atas dasar penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang dirumuskan, beberapa rekomendasiyang dapat dikemukakan adalah: 1. Jika PD. BPR BKK Banjarharjo hanya mengandalkan data keuangan sebagai alat perencanaan masa depannya, maka ia akan kesulitan dalam mewujudkan tujuan organisasi. Langkah-langkah strategis hanya dapat direncanakan dengan baik jika ia menggunakan sistem perencanaan jangka panjang yang dirancang untuk itu. Karena itulah, PD. BPR BKK Banjarharjo hendaknya menggunakan tipe perencanaan yang tidak sekedar untuk merespon perubahan di masa depan, namun lebih dari itu. PD. BPR BKK Banjarharjo memerlukan tipe perencanaan untuk menciptakan masa depan organisasi melalui perubahan-perubahan yang dilaksanakan dari sekarang. Tipe perencanaan seperti ini diwujudkan melalui penerapan konsep Balanced Score Card yang mempunyai prinsip nilai “penciptaan masa depan berdasarkan kondisi yang diperkirakan akan terwujud di masa depan”. 2. PD. BPR BKK Banjarharjo dapat mengimplementasikan konsep Balanced Score Card guna memperbaiki kinerja finansial serta melakukan perubahan kultur organisasi. Konsep ini dirancang untuk melipatgandakan kinerja melalui empat perspektif yaitu perspektif finansial, prespektif customer (nasabah dan karyawan), perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Satu hal yang membuatnya berbeda adalah bahwa ia mampu memberikan suatu kerangka pengembangan dengan mengukur serta memantau semua faktor yang relevan secara berkelanjutan. Balanced Score Card akan terus memelihara arah dan kemajuan organisasi sesuai dengan visi dan misi PD. BPR BKK Banjarharjo. 3. Balanced Score Card PD. BPR BKK Banjarharjo haruslah menjadi lebih dari sekedar gabungan dari ukuran-ukuran finansial dan non-finansial yang dikelompokkan ke dalam empat perspektif. Ia harus mampu menjelaskan strategi organisasi secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan dengan memadukan ukuran hasil dengan faktor pendorong kinerja melalui serangkaian hubungan sebab akibat. Ukuran hasil cenderung menjadi semacam lagging indicator. Ukuran ini mengejawantahkan tujuan utama 41
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
strategi dan apakah upaya jangka pendek telah memberikan hasil yang diharapkan. Ukuran faktor pendorong kinerja merupakan semacam leading indicator yang menjelaskan kepada seluruh personel organisasi apa yang harus mereka lakukan hari ini untuk menciptakan nilai tambah dimasa depan. 4. Balanced Score Card pada PD. BPR BKK Banjarharjo hendaknya mampu menjelaskan strategi organisasi sebaik mungkin sehingga strategi tersebut dapat diterjemahkan oleh gabungan sasaran dan ukuran strategi, serta hubungan yang ada di antara keduanya hendaknya bisa mengkaitkan misi dan strategi organisasi kepada berbagai sasaran dan ukuran yang bersifat eksplisit. Ia harus dikomunikasikan kepada seluruh pribadi dalam organisasi, terutama para pegawai dan direktur. Tujuan dari proses komunikasi itu adalah untuk menyelaraskan strategi dengan kemampuan penerimaan semua pegawai di dalam organisasi maupun pihak-pihak yang menjadi obyek tanggung jawab PD BPR BKK Bandarharjo (Pemerintah Kabupaten Brebes dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai pemegang saham). Keselarasan dan pertanggungjawaban itu jelas akan semakin bagus jika kontribusi perorangan untuk mencapai sasaran Balanced Score Card dikaitkan dengan penghargaan, promosi, dan program kompensasi.
DAFTAR PUSTAKA Boscia, Marian W. And R. Bruce McAfee, 2008, Using The Balance Scorecard Approach : A Group Exercise, Development in Business Simulation and Experiental Learning, Vol. 35, Hal. 1 – 14. Dodor, Jean baptiste K., Rameshwar D. Gupta and Bobbie Daniels, A Framework For Governmental organizations’ Balanced Scorecard, Journal of Financial Accountancy, Hal. 1 – 12. Gunawan, Ketut, 2009, Analisis Faktor Kinerja Organisasi lembaga Perkreditan Desa Di Bali (Suatu Pendekatan Perspektif Balanced Scorecard, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 11 No. 2, Hal. 172 – 182. Helmi, Syafrizal, 2004, Balanced Scorecard : Pengukuran Kinerja Organisasi, Jurnal Ilmiah Manajemen & Bisnis, Vol. 04, No. 01, Hal. 49 – 56. Hidayat, Rahmat, Issa Dyah Utama dan Umayya, 2010, Tolok Ukur Penilaian Kinerja Badan Usaha Dengan Balanced Scorecard (BSC), Jurnal Teknologi, Volume 3, No. 2, Hal. 90 – 98. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2003. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta. BPFE. Irawan, Dessy Arfani, 2009, Pengukuran Kinerja Perbankan Berdasarkan Analisis Balanced Scorecard Pada PT. Bank Mandiri, Universitas Gunadarma.
42
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Kaplan, Robert. dan David Northon, 20066. The Balanced Scorecard : Historical Development and Context, As Developed. Foundations of Management, Anderson University DBA. Kosasih. Subarsa. 2009. Manajemen Operasi. Mitra Wacana Media : Jakarta. Listyani, Ika, Musa Hubeis dan Erlin Trisyulianti, 2006, Analisis Pengukuran Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard pada Sub Direktorat Property and Facilities Management PT. Indosat, Tbk, Jurnal Manajemen, Publikasikan Penelitian dan Review, Vol. 1 No. 2, Hal. 21 – 31. Latumaerissa, Julius R. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Salemba Empat : Jakarta. Lukiastuti, Fitri dan Muliawan Hamdani. 2011. Manajemen Strategik Dalam Organisasi. CAPS : Yogyakarta. Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard. Salemba Empat : Jakarta. Man, Stanis, 2008, Analisis Kinerja Manajemen Bank : Suatu Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Pada Bank Nusa Tenggara Timur), Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 6. No. 3. Hal. 270 – 284. Haming, Murdifin dan Mahfud, 2007. Manajemen Produksi Modern : Operasi Manufaktur dan Jasa. Bumi Aksara : Jakarta. Nasution, Siti Khadijah, Pengukuran Kinerja Rumah Sakit Dengan Balanced Scorecard, Universitas Sumatera Utara, Hal. 87 – 91. Nanny, Magdalena, Lyna Raharjo dan kartika Winda Handini, 2008, Penerapan Balanced Scorecard Kinerja Manajemen pada Rumah sakit Umum Daaerah Indramayu, Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4. No. 1. Hal. 48 – 56. Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal kementrian Keuangan, 2010, Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard di Lingkungan Kementerian Keuangan, Jakarta. Prabowo, Harjanto, 2007, Implementasi IT Balanced Scorecard di Perguruan Tinggi, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi, Yogjakarta. Sinaga, Pariaman, 2004, Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja Koperasi dan UKM, Apa mungkin, Infokom Nomor 25 Tahun xx. Sarjono, Haryadi, 2007, Analisis Evaluasi Kinerja PT. Citra Agung Busana Dengan Menggunakan Metode Balanced Scorecard, Bussines & Management Journal Bunda Mulia, Volume 3, No. 2. Setyarini, P. Dewi, Musa Hubeis, dan Darwin Kadarisman, Evaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina Dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogyakarta), Manajemen IKM, Vol. 5, No. 1. Hal. 80 – 89. Sipayung, Friska, 2009, Balanced Scorecard : Pengukuran Kinerja perusahaan dan Sistem Manajemen Strategis, Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 2. Hal. 714. Soegoto, Eddy Soeryanto, Penerapan Manajemen Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Dalam Meningkatkan Akuntabilitas Pengelolaan 43
Prestasi Vol. 10 No. 2 - Desember 2012
ISSN 1411 - 1497
Perguruan Tinggi, Majalah Ilmiah UNIKOM, Bidang Humaniora, Vol. 6, No. 2. Hal. 131 – 142. Rahmawati, Adis Dwi, Sri Suwitri dan Maesaroh, Analisis Kinerja Organisasi Publik Dengan Metode Balanced Scorecard, Jurnal Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik, Hal. 78 – 88. Umar, H. 1997. Riset Akuntansi: Panduan Lengkap untuk Membuat Skripsi, PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Wibowo, Edi, 2006, Penilaian Kinerja Dengan Menggunakan Balanced Scorecard, Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, Volume 6 Nomor 2, Hal 137 – 145. Wisnubroto, Petrus dan Nenny Irawati. 2008. Analisis Pengukuran Kinerja Dengan Metode Balanced Scorecard, Jurnal Teknologi, Volume 1 Nomor 2. Hal 178 – 190.
44