1
ANALISIS PENGUKURAN KINERJA CSR BERDASARKAN EVALUASI LAPORAN BERKELANJUTAN” (STUDI KASUS PADA PT ANTAM (PERSERO) TBK)
Ezra Ariwendha S Dede Abdul Hasyir
ABSTRAK Pasca dikeluarkannya UU No. 40 tahun 2007, perusahaan yang bergerak di di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain itu perusahaan juga wajib menyampaikan laporan pelaksanaan CSR atau laporan keberlanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja CSR suatu perusahaan dengan pendekatan studi kasus pada PT Antam. Studi kasus dilakukan pada PT Antam karena PT Antam secara konsisten telah menerbitkan laporan keberlanjutan sejak tahun 2006. Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keberlanjutan PT Antam mulai dari tahun 2006 hingga tahun 2015 ditambah dengan laporan tahunan perseroan. Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis. Hasil dari penelitian ini menunjukan jika kinerja CSR PT Antam secara keseluruhan dapat dikatakan baik, meskipun dari enam indikator dalam pelaporan keberlanjutan PT Antam, hanya indikator ekonomi yang kinerjanya tidak begitu baik dalam beberapa tahun terakhir.
Kata Kunci: CSR, Laporan Keberlanjutan, GRI, Analisis Konten, PT Antam
2
PENDAHULUAN Indonesia sudah lama dikenal sebagai negara kepulauan terluas di dunia. Luasnya wilayah kepulauan ini membuat Indonesia memiliki banyak kekayaan, salah satunya kekayaan sumber daya bahan tambang. Besarnya potensi kekayaan sumber daya bahan tambang yang dimiliki Indonesia ini menjadi salah satu yang faktor yang turut mendorong berkembangnya kegiatan usaha di bidang pertambangan nasional. Menurut UU No. 4 tahun 2009, kegiatan usaha pertambangan dapat dikelompokkan menjadi pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Industri tambang (mining industry) termasuk ke dalam golongan industri ekstraktif. Industri ekstraktif adalah industri yang bahan bakunya diambil dari alam sekitar. Dan seperti industri lain, industri ekstraktif mempunyai kewajiban yang diatur dalam undang-undang. Salah satu kewajiban bagi perusahaan di industri ekstraktif adalah melakukan Corporate Social Responsibility (berikutnya disebut CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (selanjutnya disebut TJSL). Kewajiban melakukan CSR ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 undang-undang tersebut berbunyi “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Di dalam undang-undang tersebut juga disebutkan CSR merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Selain berkewajiban untuk melakukan CSR, perusahaan tambang juga wajib untuk menyampaikan laporan pelaksanaan CSR atau Laporan Keberlanjutan (Sustainablility Report). UU No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat 2 mengatur hal tersebut.
Salah satu perusahaan yang konsisten menyampaikan Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) adalah PT Antam (Persero) Tbk. PT Antam (Persero) Tbk telah membuat Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) sejak 2005. Namun, baru pada Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) tahun 2006, PT Antam (Persero) Tbk mulai menggunakan GRI sebagai pedoman dalam menyusun Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report). GRI (Global Reporting Initiative). GRI merupakan pedoman penyusunan Laporan Berkelanjuan (Sustainability Report) yang diakui secara global. Versi terbaru dari GRI saat ini merupakan generasi keempat atau disebut juga GRI G4. Perusahaan lain yang juga secara konsisten menyampaikan Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) adalah PT Bukit Asam (Persero) Tbk. PT Bukit Asam (Persero) Tbk secara konsisten menyampaikan Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) sejak 2007. Meskipun cukup banyak perusahaan tambang yang sudah melakukan CSR, namun belum semua perusahaan tambang membuat Laporan Keberlanjutan (Sustainable Report) atau menyampaikan Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) dengan konsisten. Dua kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut adalah belum adanya sanksi yang cukup jelas jika perusahaan tidak menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) dan adanya anggapan perusahaan jika Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) membutuhkan biaya yang belum tentu setimpal dengan manfaat yang akan didapatkan perusahaan. Dalam penyusunan Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report), sudah ada pedoman yang diakui secara global, yaitu GRI. Sementara itu, belum ada pedoman utama mengenai bagaimana mengukur performa CSR perusahaan. Sudah ada literatur yang membahas
3
mengenai beberapa metode yang digunakan untuk mengukur kinerja sosial perusahaan, namun hampir semuanya memiliki limitasi atau batasan (Turker, 2009). Upaya yang cukup besar telah dilakukan untuk mengukur tanggung jawab sosial kegiatan organisasi baik di akademik dan komunitas bisnis. Namun, seperti Wolfe dan Aupperle (1991 dalam Turker, 2009) indikasikan, tidak ada cara terbaik untuk mengukur aktivitas sosial perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja CSR perusahaan dengan studi kasus pada PT Antam. Kajian Pustaka CSR (Corporate Social Responsibility) European Commission (dalam Weber, 2008) mendefinisikan CSR sebagai sebuah konsep di mana perusahaan memutuskan secara sukarela berkontribusi untuk masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih dengan mengintegrasikan persoalan sosial dan lingkungan ke dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan stakeholder mereka. OECD dalam Weber (2008) mendefinisikan CSR sebagai kontribusi bisnis untuk pembangunan berkelanjutan. Wisser (2010 dalam Wisniewski, 2015) berpendapat bahwa CSR pada dasarnya merupakan tanggung jawab atas sebuah dampak pada masyarakat. Tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif. Hal tersebut mengacu pada aspek lingkungan, sosial, dan politik. Fontaine (2013) memiliki pandangan jika CSR adalah mengenai bagaimana bisnis menyelaraskan nila-nilai dan perilaku bisnis dengan ekspektasi dan kebutuhan stakeholders, bukan hanya para pelanggan dan investor tapi juga para karyawan, pemasok, komunitas, regulator, kelompok kepentingan tertentu dan masyarakat secara keseluruhan. CSR mendeskripsikan
komitmen perusahaan untuk menjadi akuntabel kepada para stakeholdernya. CSR menuntut bisnis mengelola dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari operasi bisnis untuk memaksimalkan benefits dan meminimalisir downsides. Galan (dalam Vintro & Comajuncosa, 2009) mendefinisikan CSR sebagai model bisnis komprehensif yang dirancang untuk memenuhi ketentuan dan ekspektasi beragam stakeholders dalam sebuah perusahaan serta memelihara dan melestarikan lingkungan. Teori stakeholder Teori stakeholder mulai muncul pada pertengahan tahun 1980-an (Fahrizqi, 2010). Latar belakang munculnya adalah keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat itu yaitu perubahan lingkungan (Freeman dan McVea, 2001). Tujuan dari manajemen stakeholder adalah untuk merancang metode untuk mengelola berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis (Freeman dan McVea, 2001). Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya (Gray et al., 1995 dalam Fahrizqi, 2010). Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, dan untuk mendapatkan dukungan dari stakeholder perusahaan harus memberikan manfaat bagi para stakeholdernya. Definisi stakeholder menurut Freeman dan McVea (2001) adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder dapat dibagi menjadi dua berdasarkan karakteristiknya yaitu stakeholder primer dan stakeholder sekunder (Clarkson, 1995
4
dalam Fahrizqi, 2010). Stakeholder primer adalah seseorang atau kelompok yang tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, meliputi pemegang saham, investor, karyawan, konsumen dan pemasok, bersama dengan yang didefinisikan sebagai kelompok stakeholder publik, yaitu pemerintah dan komunitas. Kelompok stakeholder sekunder didefinisikan sebagai mereka yang mempengaruhi atau dipengaruhi perusahaan, namun mereka tidak berhubungan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya. Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja perusahaan bertanggungjawab (Freeman dan McVea, 2001). Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri dan Ghozali dalam Fahrizqi, 2010). Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan CSR. Dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada perusahaan dapat mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaannya (sustainability). Teori Legitimasi Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat (Ahmad dan Sulaiman dalam Erdanu, 2010). Teori tersebut dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar sejalan dengan masyarakat luas. Menurut Gray et al. (Ahmad dan Sulaiman, 2004 dikutip dalam Erdanu,
2010) dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. GRI (Global Reporting Initiative) GRI merupakan sebuah lembaga independen yang menyediakan framework untuk pelaporan berkelanjutan yang dipakai secara luas oleh banyak organisasi di banyak negara. GRI dibentuk oleh organisasi nirlaba Amerika Serikat yaitu Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dan Tellus Institute. Perserikatan Bangsa-Bangsa (berikutnya disebut PBB) melalui United Nations Environment Programme (UNEP) juga ikut terlibat dalam pendirian GRI pada tahun 1997. GRI bermarkas di Amsterdam, Belanda. GRI merilis panduan pelaporan berkelanjutan pertama kali pada tahun 2000. Generasi kedua panduan pelaporan berkalanjutan GRI, G2, lalu diterbitkan pada tahun 2002. Permintaan akan panduan pelaporan berkelanjutan GRI terus berkembang. Hal ini kemudian mendorong terbitnya GRI G3. Pada tahun 2011, terbitlah G3.1 yang merupakan pembaruan dan penyelesaian dari G3, dengan guidance (panduan) yang diperluas pada pelaporan kinerja terkait gender, komunitas, dan HAM (Hak Asasi
5
Manusia). Dua tahun kemudian, GRI menerbitkan G4. Sustainability Report Sustainability report memiliki definisi yang beragam, menurut Elkington (dalam Tarigan dan Semuel, 2014), sustainability report berarti laporan yang memuat tidak saja informasi kinerja keuangan tetapi juga informasi non keuangan yang terdiri dari informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang memungkinkan perusahaan bisa bertumbuh secara berkesinambungan (sustainable performance). Saat ini implementasi sustainability report di Indonesia didukung oleh aturan pemerintah seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) nomor 40 tahun 2007.
ini kemudian akan diukur kinerjanya menggunakan content analysis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode content analysis (analisis konten / isi). Content analysis adalah metode ilmiah untuk mempelajari dan menarik kesimpulan atas suatu fenomena dengan memanfaatkan dokumen (teks) (Eriyanto, 2011 dalam Atmajaya, 2015). Tahap pertama adalah pemberian skor pada setiap indikator kinerja yang terdapat pada sustainability report. Skor 0 diberikan jika indikator kinerja tidak diungkapkan dan skor 1 diberikan jika indikator kinerja diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item tersebut dijumlahkan untuk memperoleh total skor. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : ∑
Metodologi Penelitian Objek Penelitian Objek peneliitan yang diteliti pada penelitian ini adalah laporan keberlanjutan / sustainability report yang diterbitkan oleh PT Antam. Metode Penelitian dan Sumber Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian studi kasus menurut Sulistyo Basuki (dalam Sebastian, 2016) adalah kajian mendalam tentang peristiwa, lingkungan, dan situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan atau memahami sesuatu hal. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan menggunakan data kualitatif serta kuantitatif. Operasionalisasi Variabel Dalam penelitian ini variabel yang akan dijelaskan adalah CSR. Variabel CSR
CSRIj
=
Xij
nj
Keterangan : CSRIj : indeks Corporate Social Responsibility perusahaan ∑ Xij : total item yang diungkapkan perusahaan Nj : jumlah item pengungkapan menurut] GRI Interprestasi Pembahasan Profil PT Antam Antam pertama kali didirikan dengan nama “Perusahaan Negara (PN) Aneka Tambang” di Republik Indonesia pada tanggal 5 Juli 1968 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1968 dan diumumkan dalam Tambahan No. 36, BNRI No. 56, tanggal 5 Juli 1968. Pendirian tersebut dilakukan melalui penggabungan beberapa perusahaan pertambangan nasional yang memproduksi komoditas tunggal (Badan Pimpinan Umum Perusahaan-Perusahaan Tambang Umum Negara, Perusahaan Negara Tambang Bauksit Indonesia, Perusahaan Negara Tambang Emas Tjikotok,
6
Perusahaan Negara Logam Mulia, PT Nikel Indonesia, dan Proyek Tambang Intan Kalimantan Selatan).
Grafik 1
Dalam perkembangannya, pada tahun 1997 Antam menawarkan 35% sahamnya ke publik dan mencatatkannya di Bursa Efek Indonesia, sedangkan 65% masih dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1999, Antam mencatatkan sahamnya di Australia dengan status foreign exempt entity dan kemudian ditingkatkan statusnya menjadi ASX Listing pada tahun 2002. Bisnis Antam secara garis besar melakukan kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan, pemurnian serta pemasaran bijih nikel, feronikel, emas, perak, bauksit dan jasa pemurnian logam mulia. Kegiatan eksplorasi dilakukan oleh Unit Geomin untuk mencari cadangan mineral dan memastikan Antam memiliki cadangan mineral yang cukup untuk keberlanjutan perusahaan. Untuk kegiatan penambangan, pengolahan, pemurnian serta pemasaran komoditas inti perusahaan seperti bijih nikel, feronikel, emas, perak, bauksit dan jasa pemurnian logam mulia dilaksanakan oleh unit / unit bisnis Antam lainnya. Dari seluruh komoditas yang ada, hanya emas yang dijual secara retail. Pembahasan Sebelumnya telah dijelaskan mengenai rumus perhitungan indeks CSR. Hasil perhtiungan rumus tersebut dapat diketahui pada grafik seperti berikut :
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa indeks CSR PT Antam mengalami fluktuasi. Sebetulnya PT Antam telah membuat laporan keberlanjutan pada tahun 2005 tapi tidak diterbitkan kepada publik. Baru pada tahun 2006 PT Antam menerbitkan laporan keberlanjutannya kepada publik untuk pertama kali. Sebagai catatan pada tahun 2006 hingga 2009, laporan keberlanjutan PT Antam mengikuti panduan pelaporan
7
berkelanjutan GRI G3, lalu pada tahun 2010 hingga 2012 laproan keberlanjutan PT Antam menngikuti panduan pelaporan berkelanjutan GRI G3.1, dan pada tahun 2013 hingga 2015 laporan keberlanjutan PT Antam menngikuti panduan pelaporan berkelanjutan GRI G4. Menurunnya indeks CSR PT Antam pada tahun 2013 disebabkan keputusan direksi untuk menggunakan standar pelaporan GRI G4. Hal ini penulis ketahui dari sambutan Dewan Komisaris PT Antam dalam laporan berkelanjutan tahun 2013. Dalam sambutan tersebut juga dikatakan jika dalam panduan standar ini (GRI G4), uji materialitas sangat ditekankan untuk memilih informasi yang penting disajikan bagi para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, pembinaan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholder engagement) dan evaluasi kinerja keberlanjutan menjadi hal yang utama dalam pelaporan. Dengan dipergunakannya standar GRI G4, laporan keberlanjutan kini tidak lagi menginformasikan sebanyak-banyaknya aspek, melainkan lebih menekankan pada kedalaman aspek yang memang material untuk diungkapkan. Dalam standar GRI G4, terdapat enam indikator dalam pelaporan berkelanjutan yaitu, ekonomi, lingkungan, sosial, praktik tenaga kerja, hak asasi manusia (HAM), masyarakat, dan tanggung jawab produk. Berikutnya penulis akan membahas secara singkat mengenai kinerja CSR PT Antam berdasarkan enam indikator yang telah disebutkan sebelumnya. 1. Ekonomi Kinerja ekonomi PT Antam kurang lebih dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 2
Dari grafik tersebut, dapat terlihat tren penurunan pada gross profit diikuti oleh operating income yang menalami penurunan sejak tahun 2012. Bahkan berturut-turut pada tahun 2014 dan 2015, operating income PT Antam mengalami kerugian. Penurunan kinerja ekonomi Antam disebabkan menurunnya harga jual komoditas seperti nikel dan emas. Sebagai salah satu BUMN yang beroperasi dalam bidang pertambangan, Antam memberikan kontribusi kepada
8
negara dalam berbagai bentuk, mencakup Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan berbagai jenis pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kontribusi Antam pada negara dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 3
Menurunnya kinerja keuangan Antam juga tampaknya memiliki pengaruh pada jumlah kontribusi yang diberikan Antam pada negara. Sejak tahun 2013 hingga 2015, jumlah kontribusi Antam pada negara terus mengalami penurunan. 2. Lingkungan
Antam merupakan perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan dan pemanfaatan sumber daya alam. Dengan demikian material yang dimanfaatkan bersifat tak terbarukan, sehingga ANTAM melakukan perencanaan dengan hati-hati agar kegiatan usaha dan operasi yang dilakukan tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat. Kegiatan ANTAM juga diupayakan dapat tetap menjaga sumber daya alam lainnya agar tidak dieksploitasi tanpa kendali. Antam senantiasa mematuhi ketentuan hukum maupun regulasi yang berlaku di Indonesia. Kepatuhan ini termasuk kelengkapan dokumen persyaratan dan perizinan dari pihak-pihak berwenang, terkait pengelolaan lingkungan untuk semua tahapan kegiatan, baik eksplorasi, penambangan, hingga pascatambang. Hingga tahun 2015, perusahaan belum pernah dijatuhi hukuman atau denda terkait lingkungan. Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan juga menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua yaitu limbah yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan Limbah non B3. Perusahaan memiliki kebijakan pengelolaan limbah yang diatur per area berdasarkan karakteristik masing-masing unit bisnis. Monitoring dan evaluasi pengelolaan limbah dilakukan melalui pemantauan berkala dengan melibatkan konsultan dan laboratorium independen yang hasilnya dilaporkan secara rutin kepada manajemen dan instansi terkait. Jika terjadi insiden atau kebocoran limbah yang ditemukan masyarakat atau pemangku kepentingan lain, perusahaan memiliki mekanisme pengaduan yang dapat digunakan masyarakat atau pihak lain tersebut. Hingga tahun 2015, perusahaan belum pernah mengalami terjadinya insiden atau kebocoran limbah. Komitmen Antam yang kuat terhadap konservasi keanekaragaman hayati dapat dilihat pada UBP Emas. Antam membangun dan mengembangkan
9
Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) dan Pusat Penelitian dan Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli (P4TA), bekerja sama dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan PT Rimbawan Bangun Lestari (Sustainable Management Group). Program konservasi unggulan lainnya dilakukan dalam kegiatan konservasi dan pelepasliaran satwa terancam punah, persemaian bibit, serta melakukan restorasi di kawasan longsoran TNGHS. 3. Sosial Sebagai perusahaan tambang, Antam menyadari pentingnya hubungan baik dengan masyarakat. Oleh sebab itu, Antam melakukan evaluasi dampak dan program pemberdayaan masyarakat sebesar 100% atau di seluruh area operasional unit bisnis utama, yaitu UBPN Sultra, UBP Emas, UBPN Malut dan UBP Bauksit. Di area tersebut, Antam juga melibatkan diri dengan masyarakat dan bersinergi dalam merencanakan, menjalankan dan mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat. Antam melibatkan masyarakat lokal dalam seluruh kegiatan operasinya. Pelibatan tersebut mulai dari perekrutan tenaga kerja yang mengutamakan masyarakat lokal, pemberdayaan usaha kecil setempat termasuk koperasi dalam rangka pengadaan barang / jasa, termasuk bekerja sama dengan para kontraktor lokal untuk pengelolaan lingkungan tambang dan penanganan dampak negatif akibat kegiatan operasional perusahaan. Selain itu, Antam juga melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan program CSR, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan dan evaluasi (monev) program. Di tahap perencanaan, Antam melibatkan masyarakat melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), khususnya di tingkat desa / kelurahan hingga di tingkat kabupaten / kotamadya. Di tahap pelaksanaan program, pelibatan masyarakat dilakukan melalui partisipasi aktif masyarakat
sebagai pelaku dan penerima manfaat program. Sedangkan di tahap monev, masyarakat dilibatkan melalui pemantauan selama program berjalan dan memberikan masukan untuk perbaikan program di masa depan. Selain program CSR, terdapat tiga komponen pelaksanaan program pengembangan masyarakat berkelanjutan yang dilakukan oleh Antam yaitu Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), Program Pengembangan Masyarakat, dan Program Pascatambang. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang menjadi salah satu komponen program pengembangan masyarakat berkelanjutan merupakan pelaksanaan dari Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara. Antam melalui program kemitraan selalu berupaya mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar daerah operasi. Penyaluran dana (PK) dalam bentuk pemberian pinjam modal dengan syarat lunak yang dipergunakan untuk pengembangan usaha dan pembinaan kewirausahaan melalui pendidikan dan pelatihan, pendampingan usaha dan pengembangan pasar. Penyaluran dana PK terbagi menjadi tujuh sektor yakni industri, perdagangan, perkebunan, peternakan, pertanian, perikanan dan jasa. Program Bina Lingkungan (BL) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar operasi. Fokus program Bina Lingkungan Antam pada: bantuan bencana alam, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesehatan masyarakat, pembangunan sarana umum, pengembangan sarana ibadah, pelestarian alam, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kapasitas mitra binaan program kemitraan. Sementara itu, program pengembangan masyarakat (Community Development / comdev) mencakup
10
penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah lokal, peningkatan kualitas dan layanan pendidikan masyarakat, dukungan peningkatan akses dan layanan kesehatan, dukungan peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui konservasi dan rehabilitasi keanekaragaman hayati. Program comdev ditentukan berdasarkan hasil pemetaan pemangku kepentingan dan penilaian kebutuhan dan aset masyarakat. Aktivitas pascatambang direncanakan dan dijalani untuk menangani dampak sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh berakhirnya kegiatan operasional. Aktivitas pascatambang tentunya disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing wilayah. Selain itu, proses rehabilitasi lahan juga dilaksanakan untuk mengembalikan keanekaragaman hayati pada area pascatambang. Kegiatan Pascatambang yang sudah berjalan yaitu di willayah pertambangan di Cilacap, Wawo, Pulau Gebe, Kijang, Cikotok, dan Kutoarjo. Antam berkomitmen untuk menangani anti korupsi yang menjadi isu nasional sebagai salah satu bentuk penerapan GCG. Antam melakukan sosialisasi anti korupsi di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan, antara lain dengan pemasok dan pemerintah daerah perwakilan pemasok serta pemerintahan daerah di masingmasing unit bisnis. Perusahaan juga menerbitkan materi anti korupsi di portal Antam untuk kalangan internal dan pada website Antam untuk umum. Lebih jauh lagi, Antam juga memasukkan materi anti korupsi dalam program pengenalan perusahaan kepada dewan komisaris dan direksi yang baru diangkat serta kepada pegawai baru. Kebijakan anti korupsi Antam tercantum
di dalam keseluruhan isi CoC (Code of Conduct) pada bagian Etika Bisnis dan Etika Kerja, terutama dalam poin benturan kepentingan, memberi dan menerima, pembayaran tidak wajar serta pengawasan dan penggunaan aset. Antam juga memiliki kebijakan khusus yang mengatur larangan penerimaan dan pemberian hadiah serta gratifikasi. 4. Praktik Tenaga Kerja Jumlah pegawai hingga akhir 2015, terdapat 5.072 orang pegawai yang menjalankan kegiatan Antam di Kantor Pusat, Unit Geomin, Unit Bisnis Pertambangan, Unit Pascatambang, dan penempatan di anak perusahaan. Pegawai Antam, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki status pegawai tetap seluruhnya tercakup dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Di dalam PKB tersebut, Antam berkomitmen menjamin kesejahteraan pegawai tetap melalui skema kompensasi dan remunerasi yang terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap dan insentif tahunan. Skema tersebut berbeda bagi karyawan tidak tetap yang hanya mendapatkan honorarium dan beberapa tunjangan tetap. Berdasarkan gender, mayoritas pegawai tetap Antam adalah laki-laki dengan jumlah 2.228 atau 91,95% dan selebihnya adalah perempuan dengan jumlah 195 atau 8,05%. Tidak ada diskriminasi di lingkungan kerja Antam. Jumlah karyawan laki-laki yang jauh lebih besar merupakan karakteristik perusahaan tambang yang lebih diminati pegawai laki-laki. Demikian pula dalam hal pemberian kompensasi dan remunerasi tidak ada perbedaan berdasarkan gender. Skema kompensasi dan remunerasi dibedakan berdasarkan pengalaman kerja, status perkawinan, jumlah tanggungan dalam keluarga, latar belakang pendidikan, area, dan kinerja pegawai serta faktor lainnya yang relevan. Untuk itu, Antam menerapkan skema evaluasi kinerja, yang saat ini sudah diterapkan pada seluruh pegawai tetap.
11
Industri pertambangan menggunakan alat-alat berat yang berisiko tinggi bagi keselamatan karyawan di dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Antam untuk memastikan kesehatan dan keselamatan seluruh pegawai. Pengelolaan keselamatan pertambangan yang profesional dan terintegrasi merupakan salah ujung tombak di dalam mencapai kinerja K3 (Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau Safety Committee) yang baik. Aktifitas pertambangan juga memiliki risiko lain yaitu keadaan gawat darurat yang sewaktu-waktu dapat terjadi disebabkan karena kecelakaan tambang dan juga bencana alam. Upaya mitigasi kecelakaan dan bencana telah dilakukan oleh perseroan dengan cara menerapkan praktik penambangan yang baik (good mining practices) serta melaksanakan perencanaan tanggap darurat (emergency response plan). 5. Hak Asasi Manusia (HAM) Sebagai perusahaan pertambangan, PT Antam menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dalam menjalankan kegiatan operasional. PT Antam memiliki sejumlah kebijakan terkait Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dipatuhi oleh seluruh karyawan. PT Antam tidak memiliki pelatihan khusus HAM, namun setiap kebijakan terkait HAM disosialisasikan kepada karyawan. PT Antam juga menjamin hak berserikat bagi para karyawannya. Ada dua serikat pekerja di lingkungan perusahaan, yakni Persatuan Pegawai Aneka Tambang (Perpantam) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). PT Antam mendukung keberadaan serikat pekerja sebagai pengakuan atas hak berserikat dan menyatakan pendapat, dalam hal ini Perpantam, secara tegas tercantum pada pasal-pasal di dalam PKB. 6. Tanggung Jawab Produk Produk utama Antam dari tiga kelompok besar, yakni produk mineral dan
mineral olahan (terdiri dari bijih nikel, feronikel, emas, perak, bijih bauksit, alumina, & batu bara), jasa pemurnian logam mulia (emas dan perak), dan jasa eksplorasi pertambangan (geomin). Dapat dilihat jika produk yang dihasilkan perseroan adalah produk antara yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut agar bisa dimanfaatkan pengguna akhir. Produk dalam bentuk bijih nikel, feronikel, maupun bijih bauksit tidak dapat langsung digunakan dan tidak membahayakan keamanan dan kesehatan penggunanya. Sementara untuk produk utama Antam yang lain, yakni logam mulia emas maupun perak, penggunaan oleh pelanggan sebatas untuk kepentingan investasi maupun perhiasan sehingga disimpan sebagai benda berharga. Adapun proses penambangan, pengolahan dan pemurnian dijalankan Antam dengan memperhatikan praktik-praktik yang terbaik dan memenuhi ketentuan perundang-undangan. Antam memiliki komitmen tinggi untuk melakukan pengelolaan dan pengolahan limbah yang dihasilkan sehingga tidak membahayakan habitat maupun mahluk hidup di dalamnya. Komitmen ini membuat Antam tidak pernah mendapatkan sanksi terkait keamanan dan kesehatan penggunaan produk. Setiap produk Antam telah memiliki sertifikasi yang diperlukan untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. Produk emas Logam Mulia Antam, misalnya, merupakan satu-satunya produk logam mulia yang telah mendapatkan sertifikat dari London Bullion Market Association. Sedangkan produk feronikel telah mendapat sertifikasi REACH (Registration, Evaluation, Authorization and Restriction of Chemicals) dari Uni Eropa yang menegaskan keamanan produk. Perseroan juga melakukan uji laboratorium untuk memastikan spesifikasi produk sebelum dikirim ke pelanggan. Kesimpulan
12
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja CSR PT Antam jika dilihat dari sisi pengungkapan pada laporan keberlanjutan dapat dikatakan cukup baik meskipun mengalami tren penurunan pada tahun 2013 hingga 2014 ketika perusahaan memulai peralihan menggunakan GRI G4 sebagai panduan pelaporannya. Juga pada beberapa laporan, peneliti menemukan terdapat beberapa indikator yang berada dalam laporan namun tidak dicantumkan oleh perusahaan pada GRI Cross Reference yang berada di bagian belakang laporan keberlanjutan. Meskipun demikian, pengungkapan yang dilakukan perusahaan dapat dikatakan cukup baik karena informasi yang terdapat dalam laporan keberlanjutan perusahaan cukup jelas dan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perusahaan. 2. Dari keenam indikator pelaporan pada laporan keberlanjutan PT Antam, hanya indikator ekonomi yang kinerjanya dapat dikatkan mengalami tren negatif. Hal ini dapat terlihat pada kondisi finansial perusahaan yang terus mengalami penurunan pada laba usaha sejak tahun 2012, bahkan mengalami rugi usaha pada tahun 2014 dan 2015. Menurunnya kinerja finansial perusahaan lebih disebabkan terjadinya tren penurunan harga komoditas yang diproduksi perusahaan. Saran 1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan data primer perusahaan agar dapat melengkapi kekurangan dari data sekunder. 2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah subjek penelitian sehingga dapat membandingkan kinerja suatu perusahaan dengan perusahaan lain.
Daftar Pustaka Atmajaya, Teguh. 2015. Analisis Penerapan Sustainability Report Perusahaan – Perusahaan Pertambangan Peserta Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) 2013. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015. UNEJ. Jember Erdanu, Yudho. 2010. Pengaruh Jenis Industri Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris Pada Perusahaan Publik Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009. Undip. Semarang Fahrizqi, Anggara. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia). Undip. Semarang Fontaine, Michael. 2013. Corporate Social Responsibility and Sustainability: The New Bottom Line?. International Journal of Business and Social Science Vol. 4 No. 4 Freeman, R. Edward and McVea, John. 2001. A Stakeholder Approach to Strategic Management. Working Paper No. 01-02 Sebastian, Antonio. 2016. Alternatif Penilaian Nilai wajar Aset Tak Berwujud Pada Perusahaan Digital (Studi kasus pada PT METRANET). Unpad. Bandung Tarigan, Josua dan Semuel, Hatane. 2014. Pengungkapan Sustainability
13
Report dan Kinerja Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 16, No. 2, 88-101 Turker, Duygu. 2009. Measuring Corporate Social Responsibility: A Scale Development Study. Journal of Business Ethics 85:411– 427 Vintró, Carla and Comajuncosa, Josep. 2010. Corporate Social Responsibility In The Mining Industry: Criteria And Indicators. Dyna, year 77, Nro. 161, pp. 3141 Weber, Manuela. 2008. The business case for corporate social responsibility: A company-level measurement approach for CSR. European Management Journal (2008) 26, 247– 261 Wiśniewski, Maciej. 2015. CSR RISK MANAGEMENT. Forum Scientiae Oeconomia Volume 3 No. 4