ANALISIS PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PELAYANAN KEUANGAN MIKRO KOPERASI
SITI ROHMAWATI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengentasan Kemiskinan melalui Pelayanan Keuangan Mikro Koperasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Siti Rohmawati NIM I34100126
ABSTRAK SITI ROHMAWATI. Analisis Pengentasan Kemiskinan melalui Pelayanan Keuangan Mikro Koperasi. Dibimbing oleh SUMARDJO. Usaha pengentasan kemiskinan dilakukan melalui beberapa kegiatan, di antaranya pelayanan keuangan mikro yang dilakukan koperasi. Pelayanan keuangan mikro ini dianggap sangat membantu masyarakat miskin karena keterbatasan akses orang miskin terhadap lembaga keuangan konvensional. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pelayanan keuangan mikro dan tingkat kemiskinan yang dihadapi masyarakat. Berpijak dari hal tersebut, masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara karakteristik peminjam, peran petugas, faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan lembaga keuangan mikro, serta bagaimana hubungan antara ketepatan pelayanan lembaga keuangan mikro dan tingkat kemiskinan rumah tangga. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan kondisi ekonomi anggota di dua wilayah yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik wawancara. Pengolahan data menggunakan uji Rank Spearman dan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan beberapa kesimpulan. Pertama, kondisi kemiskinan anggota saat pertama kali bergabung dengan koperasi termyata berkecenderungan menyebabkan kurangnya kepatuhan terhadap pemimpin. Kedua, peran petugas tidak menunjukkan banyak kontribusi terhadap ketepatan pelayanan lembaga keuangan mikro. Ketiga, banyaknya dukungan luar yang diterima anggota ternyata memperlancar cicilan pinjaman. Keempat, miskinnya kondisi anggota saat pertama kali bergabung dengan koperasi ternyata berhubungan dengan tingginya tingkat konsumsi. Kelima, orang-orang miskin cenderung pernah mengalami keterlambatan pembayaran cicilan pinjaman. Keenam, kondisi ekonomi anggota Kecamatan Tamansari lebih baik daripada anggota Kecamatan Dramaga. Kata kunci : kemiskinan, lembaga keuangan mikro, koperasi
ABSTRACT SITI ROHMAWATI. The analysis of poverty alleviation through Micro-finance Cooperation. Supervised by SUMARDJO. Poverty alleviation done through some activities, include providing access to micro-finance conducted by cooperation. Micro-finance is very helpful the poor because of the limited access of the poor to conventional financial institutions. Therefore, this research is important to determine the correlation between financial access and the level of poverty in community. Starting from this, the problem in this research is how the relationship between the characteristics of the borrower, the role of the officer, the environmental factors and the accuracy of service of microfinance institutions and how relationship between the accuracy of micro-finance service and household poverty level. This research also compares member economic conditions in two different areas. The method used in this research is a
survey method with interview techniques. The data processed using Rank Spearman test and Chi Square. The research was conducted in Tamansari and Dramaga subdistrict workplace Baytul Ikhtiar cooperation. The result of the research shows some conclusions. First, poorer the condition of a member when first time joined in cooperation, the trend is less obedient to the leader. Second, the role of the officers did not show much contribution toward the accuracy of service of micro-finance institutions. Third, more the external support received by member, more smoothly the loan repayment. Fourth, poorer the condition of a member when first time joined by cooperation, the trend is higher levels of comsumption. Fifth, poor people tend to ever delays the loan repayment. Sixth, member economic conditions of Tamansari Sub-district better than member of Dramaga Sub-district. Keywords: poverty, micro-finance, cooperation
ANALISIS PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PELAYANAN KEUANGAN MIKRO KOPERASI
SITI ROHMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pengentasan Kemiskinan melalui Pelayanan Keuangan Mikro Koperasi” ini dengan baik. Penelitian ini dilatarbelakangi karena masih banyaknya fenomena kemiskinan walaupun sudah banyak pihak yang berusaha mengentaskannya. Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan pelayanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai salah satu usaha pengentasan kemiskinan. Peneliti kemudian menganalisis hubungan antara ketepatan pelayanan LKM tersebut dan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota yang diukur dengan indikator tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, konsumsi dan tingkat kesehatan. Selain itu, tingkat kemiskinan juga diukur dengan menggunakan indikator BPS. Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril dan material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang terlibat. Pertama, ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Sumardjo selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan, arahan, saran, dan kritik yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Kartubi dan Ibu Samiati yang selalu melimpahkan kasih sayang, doa serta motivasi kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Saharuddin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kementerian Agama selaku lembaga yang memberikan beasiswa selama masa studi. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman SKPM angkatan 47 dan teman-teman pesantren Al-Ihya yang memberi semangat dan masukan untuk penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis telah berusaha dengan maksimal dalam proses pembuatan skripsi ini, akan tetapi masih ada kemungkinan ditemui kesalahan-kesalahan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, September 2014 Siti Rohmawati
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
xiii
DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR LAMPIRAN
xix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Pengertian Kemiskinan
5
Indikator Kemiskinan
5
Indikator Kemiskinan Sajogyo
5
Indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik
6
Indikator Kemiskinan Bank Dunia (World Bank)
6
Kondisi Kemiskinan di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya
7
Penyebab Kemiskinan
8
Lembaga Keuangan Mikro
10
Koperasi
13
Efektivitas Pelayanan Keuangan Mikro Koperasi dalam Pengentasan Kemiskinan
15
Kerangka Pemikiran
20
Hipotesis Penelitian
22
Definisi Operasional
22
PENDEKATAN LAPANGAN
29
Lokasi dan Waktu Penelitian
29
Metode Penelitian
29
Teknik Pengambilan Responden dan Informan
29
Teknik Pengumpulan Data
31
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
32
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga
33 33
Gambaran Umum Kecamatan Tamansari
33
Gambaran Umum Kecamatan Dramaga
33
Sekilas tentang Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK)
33
Produk Layanan Koperasi
34
Kelembagaan Koperasi Baytul Ikhtiar
35
Sebaran Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar Cabang Tamansari dan Cabang Dramaga
37
DESKRIPSI VARIABEL TERKAIT ANALISIS KEMISKINAN MELALUI PELAYANAN KEUANGAN MIKRO KOPERASI
39
Karakteristik Peminjam Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga
39
Umur
39
Tingkat Pendidikan
40
Jenis Usaha
40
Masa Keanggotaan
41
Tingkat Pemahaman tentang LKM
42
Tingkat Kepatuhan terhadap Pemimpin
43
Sikap terhadap Kemiskinan
44
Peran Petugas LKM
45
Intensitas Sosialisasi
46
Intensitas Pendampingan
47
Efektivitas Penegakan Aturan
48
Faktor Lingkungan
48
Dukungan Luar
49
Dukungan Ketua Kelompok
50
Dukungan Anggota Kelompok
51
Ketepatan Pelayanan LKM
52
Ketepatan Sasaran
52
Kesesuaian Penggunaan Dana
53
Kelancaran Pembayaran
54
Tingkat Kemiskinan Anggota menurut Indikator Penelitian
54
Tingkat Pendapatan
55
Tingkat Pendidikan
56
Tingkat Konsumsi
57
Tingkat Kesehatan
58
Tingkat Kemiskinan Anggota menurut Indikator BPS
59
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PEMINJAM DAN KETEPATAN PELAYANAN LKM
61
HUBUNGAN ANTARA PERAN PETUGAS LKM DAN KETEPATAN PELAYANAN LKM
67
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DAN KETEPATAN PELAYANAN LKM
71
HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PELAYANAN LKM DAN TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA ANGGOTA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR MENGGUNAKAN INDIKATOR PENELITIAN
75
HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PELAYANAN LKM DENGAN TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA ANGGOTA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR MENGGUNAKAN INDIKATOR BPS
79
PERBANDINGAN KONDISI EKONOMI ANGGOTA KOPERASI KECAMATAN TAMANSARI DAN KECAMATAN DRAMAGA
81
Perbandingan Tingkat Pendapatan antara Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga menggunakan Ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor
81
Perbandingan Tingkat Konsumsi antara Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga menggunakan Ketentuan Garis Kemiskinan (GK) Provinsi Jawa Barat
81
SIMPULAN DAN SARAN
83
Simpulan
83
Saran
84
DAFTAR PUSTAKA
85
LAMPIRAN
89
RIWAYAT HI DUP
105
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jumlah sampel anggota koperasi Baytul Ikhtiar Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi Baytul Ikhtiar cabang Tamansari per Mei 2014 Sebaran anggota koperasi Baytul Ikhtiar cabang Dramaga per Desember 2013 Sebaran anggota koperasi menurut umur di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut pendidikan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut jenis usaha di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut masa keanggotaan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut pemahaman tentang LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut kepatuhan terhadap pemimpin di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut sikap terhadap kemiskinan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut peran petugas LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut intensitas sosialisasi di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut intensitas pendampingan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut efektivitas penegakan aturan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut faktor lingkungan yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut dukungan luar yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut dukungan ketua kelompok yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut dukungan anggota kelompok yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut ketepatan sasaran di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut kesesuaian penggunaan dana di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Sebaran anggota koperasi menurut kelancaran pembayaran di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
30 37 38 39 40 41 42 43 43 44 45 46 47 48 49 49 50 51 52 53 53 54
23 Sebaran anggota koperasi menurut tingkat kemiskinan indikator penelitian di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 24 Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 25 Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan berdasarkan UMR di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 26 Sebaran anggota koperasi menurut pendidikan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 27 Sebaran anggota koperasi menurut konsumsi rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 28 Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga berdasarkan GK di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 29 Sebaran rumah tangga anggota koperasi menurut kesehatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 30 Sebaran rumah tangga anggota koperasi menurut kemiskinan BPS di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 31 Koefisien korelasi antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 32 Nilai signifikansi hubungan antara jenis usaha dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 33 Nilai signifikansi hubungan antara jenis usaha dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 34 Koefisien korelasi antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 35 Koefisien korelasi antara peran petugas LKM dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 36 Koefisien korelasi antara peran petugas LKM dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 37 Koefisien korelasi antara peran petugas dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 38 Koefisien korelasi antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 39 Koefisien korelasi antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 40 Koefisien korelasi antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 41 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
55 55 56 56 57
58 58 59
63
64
65
65
67
69 70
71
73
74 75
42 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan dan tingkat kemiskinan Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 43 Koefisien korelasi antara ketepatan sasaran dan tingkat konsumsi rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 44 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 45 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 46 Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 47 Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
76
77 79 80 81 82
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran analisis pengentasan kemiskinan melalui pelayanan keuangan mikro koperasi 2 Langkah pengambilan responden penelitian analisis pengentasan kemiskinan melalui pelayanan keuangan mikro koperasi
21 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Peta lokasi penelitian di Kecamatan Dramaga 89 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Tamansari 89 Jadwal pelaksanaan penelitian 90 Struktur organisasi koperasi Baytul Ikhtiar 91 Struktur organisasi koperasi Baytul Ikhtiar 92 Kuisioner 93 Panduan pertanyaan mendalam 103 Dokumentasi kegiatan penelitian di Kecamatan Tamansari dan Dramaga 104
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengentasan kemiskinan harus dilakukan agar semua warga negara dapat hidup bermartabat. Akan tetapi, beberapa tindakan yang dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya angka kemiskinan yaitu sebanyak 11.25 persen atau sekitar 28 juta jiwa pada Maret 2014 (BPS 2014). Data statistik menunjukkan terjadinya tren penurunan angka kemiskinan dari tahun 1998 sampai tahun 2014. Akan tetapi, penurunan angka kemiskinan tersebut pada tahun 2014 belum dapat mencapai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Target pengentasan kemiskinan tercantum pada Perpres No 15 Tahun 2010 yaitu target penurunan angka kemiskinan menjadi 8-10 persen (Kemkominfo 2011). Fakta tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan bukan masalah yang mudah dipecahkan meskipun Pemerintah telah mengerahkan banyak usaha dengan sumber daya yang dimiliki. Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor antara lain kurangnya lapangan pekerjaan, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan ketiadaan akses permodalan. Masyarakat mengupayakan banyak hal dalam menanggulangi kemiskinan yang mereka hadapi. Beberapa tindakan yang mereka lakukan di antaranya dengan menggunakan kearifan lokal yang dimiliki (Pattinama 2009) dan optimalisasi tenaga kerja serta pengembangan jaringan (Sumarti 2007). Selain itu, pemerintah Indonesia juga terus melakukan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Beberapa program pengentasan kemiskinan di antaranya PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), BLT (Bantuan Langsung Tunai), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), program IDT (Inpres Desa Tertinggal), JPS (Jaringan Pengaman Sosial), KB (Keluarga Berencana), UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera), Kukesra (Kredit Usaha Keluarga Sejahtera), Takesra (Tabungan Kesejahteraan Rakyat), KPKU (Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha), KPTTG-Taskin (Kredit Pengembangan Teknologi Tepat Guna Untuk Pengentasan Kemiskinan), dan KUR (Kredit Usaha Rakyat). Beberapa program pengentasan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk pelayanan keuangan mikro. Bentuk lembaga yang menyediakan pelayanan keuangan mikro beragam jenis, terdiri dari lembaga keuangan mikro formal, non formal, informal dan program pemerintah. Koperasi adalah salah satu lembaga formal yang menyediakan pelayanan keuangan mikro yang sudah dikenal masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efektivitas dari pelayanan keuangan mikro cukup beragam, ada yang menunjukkan ketercapaian yang memuaskan dan ada pula yang menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2011) menunjukkan bahwa pelayanan keuangan mikro melalui kegiatan simpan pinjam berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Sebaliknya, penelitian yang
2
dilakukan oleh Lukman dkk (2008) menunjukkan bahwa pelayanan keuangan mikro melalui pembiayaan kelompok microbanking menunjukkan hasil yang beragam, ada yang berhasil meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan ada pula yang tidak menunjukkan terjadinya peningkatan kesejahteraan, bahkan yang terjadi adalah kemacetan pembayaran. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Usman dkk (2004) terhadap beberapa pelayanan keuangan mikro di kawasan Nusa Tenggara Timur menunjukkan hasil yang beragam. Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh Litbang dan LPM UPI (2003) terhadap beberapa pelayanan keuangan mikro dalam bentuk bantuan dana bergulir menunjukkan efektivitas yang rendah. Koperasi sebagai salah satu lembaga penyedia pelayanan keuangan mikro perlu diteliti sejauhmana efektivitasnya dalam pengentasan kemiskinan. Penelitian tentang koperasi selama ini lebih terkait manajemen pelayanan dan dampaknya terhadap peningkatan pendapatan anggota. Penelitian tentang koperasi jarang menghubungkan dengan tingkat kemiskinan anggota secara kuantitatif. Berpijak dari hal tersebut, dalam penelitian ini, peneliti bermaksud menganalisis lebih lanjut terkait pelayanan keuangan mikro Koperasi. Peneliti menganalisis ketepatan pelayanan keuangan Koperasi dan mengukur hubungannya dengan tingkat kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pedesaan. Kemudian, penelitian ini akan diakhiri dengan saran untuk dinas-dinas terkait guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelayanan dalam usaha pengentasan kemiskinan pada periode mendatang.
Perumusan Masalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan. Ketepatan pelayanan LKM diduga berhubungan dengan karakteristik peminjam, peran pengurus LKM dan faktor lingkungan. Ketepatan pelayanan LKM diduga berhubungan dengan karakteristik peminjam. Dugaan tersebut mengacu pada pendapat Suartha (2013) yang menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan beberapa hal, diantaranya karakteristik demografi dan sikap terhadap kemiskinan. Di samping itu, Penelitian yang dilakukan oleh Litbang dan LPM UPI (2003) menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mempengaruhi efektivitas pelayanan keuangan mikro. Berikutnya, penelitian yang dilakukan oleh Lukman dkk (2008) menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan terhadap pemimpin dan jenis usaha yang dijalankan berhubungan dengan efektivitas pelayanan keuangan mikro. Berpijak dari penemuan-penemuan tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi keanggotaan Koperasi, karakteristik peminjam yang diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM adalah umur, tingkat pendidikan, jenis usaha, masa keanggotaan, tingkat pemahaman tentang LKM, tingkat kepatuhan pada pemimpin dan sikap terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauh mana terdapat hubungan antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM? Peran petugas LKM diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM. Dugaan tersebut mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang dan LPM UPI (2003) yang menyatakan bahwa kegiatan sosialisasi, proses
3
pendampingan dan penegakan aturan mempengaruhi efektivitas pelayanan keuangan mikro bantuan dana bergulir. Berpijak dari penemuan tersebut, peran petugas LKM yang diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM adalah intensitas sosialisasi, intensitas pendampingan dan efektivitas penegakan aturan. Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauh mana terdapat hubungan antara peran petugas LKM dan ketepatan pelayanan LKM? Faktor lingkungan diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM. Dugaan tersebut mengacu pada hasil penelitian Rachmawati (2011) yang menyatakan bahwa program pemerintah berpengaruh positif terhadap pendapatan rumah tangga. Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Lukman dkk (2008) menyatakan bahwa peran ketua dan anggota kelompok turut mempengaruhi efektivitas pelayanan keuangan mikro skema pembiayaan berkelompok. Berpijak dari penemuan tersebut, faktor-faktor lingkungan yang diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM adalah dukungan luar, dukungan ketua dan dukungan anggota kelompok. Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauh mana terdapat hubungan antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM? Ketepatan pelayanan LKM secara umum dilihat dari tiga hal, yaitu ketepatan sasaran, kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran. Ketepatan pelayanan diduga berhubungan dengan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota karena salah satu tujuan pelayanan keuangan mikro adalah mengentaskan kemiskinan. Dugaan tersebut mengacu pada penelitian Litbang dan LPM UPI (2003) dan penelitian Lukman dkk (2008). Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauh mana terdapat hubungan antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan? Sebuah program yang telah dijalankan perlu dievaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ada dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif biasanya melihat dan meneliti pelaksanaan suatu program, mencari umpan balik untuk memperbaiki pelaksanaan program. Adapun evaluasi sumatif biasanya dilakukan pada akhir program untuk mengukur sejauh mana tujuan program tercapai (Singarimbun dan Effendi 1987). Oleh karena itu, program pelayanan keuangan mikro Koperasi yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan perlu dievaluasi untuk mengetahui sejauhmana hasil yang telah dicapai. Evaluasi yang dapat digunakan adalah evaluasi formatif karena pelayanan Koperasi masih berjalan dan perlu ditingkatkan kualitasnya. Evaluasi dilakukan pada sebagian anggota yang tergabung di Koperasi. Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga merupakan dua Kecamatan yang menjadi anggota Koperasi dengan tahun awal keanggotaan yang sangat berbeda jauh. Perbedaan tersebut kemungkinan menyebabkan tingkat ketercapaian yang berbeda yang dilihat dari kondisi ekonomi anggota. Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauh mana perbedaan kondisi ekonomi anggota antara Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian umum pada penelitian ini adalah meneliti hubungan antara ketepatan pelayanan LKM
4
dengan tingkat kemiskinan rumah tangga serta menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM tersebut. Adapun tujuan-tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis hubungan antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM. 2. Menganalisis hubungan antara peran pengurus dan ketepatan pelayanan LKM. 3. Menganalisis hubungan antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM. 4. Menganalisis hubungan antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan rumah tangga. 5. Menganalisis perbedaan kondisi ekonomi anggota antara Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan atau literatur bagi akademisi yang ingin meneliti lebih jauh mengenai hubungan antara pelayanan keuangan mikro dan tingkat kemiskinan rumah tangga pedesaan. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam pelaksanaan pelayanan keuangan mikro di pedesaan. Pemerintah juga diharapkan dapat membuat kebijakan khususnya terkait pelayanan keuangan mikro dengan sistem yang lebih baik dan dapat mendukung tercapainya peningkatan kesejahteraan. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan ketepatan pelayanan LKM dengan tingkat kemiskinan rumah tangga pedesaan.
5
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemiskinan Banyak ahli memberikan definisi tentang kemiskinan. Quibria (1996) dalam Sumarti (2007) menyatakan bahwa kemiskinan adalah kondisi yang bersifat multidimensional, mencakup tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan yang rendah serta kurangnya akses terhadap distribusi aset fisik, aset sosial, kesempatan usaha/kerja dan kesempatan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, kemiskinan juga mencakup rendahnya tingkat keamanan (jaminan terhadap resiko dan tekanan ekonomi) baik di tingkat nasional, lokal maupun rumah tangga. Pattinama (2009) juga berpendapat bahwa secara ekonomi penduduk miskin tidak memiliki apa-apa (having nothing), secara sosial mereka tidak menjadi siapa-siapa (being nothing), dan secara politik mereka tidak memperoleh hak kecuali korban pembangunan (having no rights and being wrong). Secara umum, kemiskinan adalah keterbatasan yang dihadapi seseorang atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan serta ketiadaan aset fisik yang dimiliki. Indikator Kemiskinan Banyak indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kemiskinan. Indikator-indikator tersebut di antaranya yaitu indikator kemiskinan Sajogyo, indikator kemiskinan BPS (Badan Pusat Statistik) dan indikator Bank Dunia (World Bank). Selain itu, ada indikator kemiskinan menurut pandangan subyektif masyarakat terhadap kondisi lingkungannya. Indikator Kemiskinan Sajogyo Penentuan tingkat kemiskinan menggunakan indikator kemiskinan Sajogyo dihitung berdasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan. Adapun pembagian tingkat kemiskinan pada daerah pedesaan adalah sebagai berikut. 1. Miskin: jika pengeluaran keluarga lebih kecil dari 320 kg nilai tukar beras per orang per tahun 2. Miskin sekali: jika pengeluaran keluarga lebih kecil dari 240 kg nilai tukar beras per orang per tahun 3. Paling miskin: jika pengeluaran keluarga lebih kecil dari 180 kg nilai tukar beras per orang per tahun Pembagian tingkat kemiskinan pada daerah perkotaan adalah sebagai berikut. 1. Miskin: jika pengeluaran keluarga lebih kecil dari 480 kg nilai tukar beras per orang per tahun 2. Miskin sekali: jika pengeluaran keluarga lebih kecil dari 380 kg nilai tukar beras per orang per tahun 3. Paling Miskin: jika pengeluaran keluarga lebih kecil dari 270 kg nilai tukar beras per orang per tahun (Musawwir 2009)
6
Indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik Salah satu indikator kemiskinan yang umum digunakan adalah indikator yang ditentukan oleh BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga/rumah tangga miskin menurut BPS sebagai berikut. 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600 000 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp500 000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya (JDIH BPK [Tanpa tahun]). Jika suatu rumah tangga memenuhi minimal sembilan atau lebih dari indikator tersebut, maka termasuk rumah tangga miskin. Akan tetapi jika suatu rumah tangga belum memenuhi dari kesembilan indikator tersebut maka termasuk rumah tangga bukan miskin. Aspek penting dalam pengukuran kemiskinan yang dilakukan BPS adalah garis kemiskinan. Pada dasarnya, garis kemiskinan merupakan kumpulan titik potong (cut off points) dari kelompok miskin dan tidak miskin. Garis kemiskinan dapat ditentukan berdasarkan satuan moneter seperti tingkat konsumsi atau non moneter seperti tingkat pendidikan atau kesehatan. Selain itu, kegunaan garis kemiskinan adalah untuk mengenali lebih jauh fenomena kemiskinan seperti indeks kedalaman kemiskinan/poverty gap index dan indeks keparahan kemiskinan/severity poverty index. Indeks tingkat kedalaman kemiskinan digunakan untuk melihat rentang relatif antara penduduk miskin dan garis kemiskinan, sedangkan indeks keparahan kemiskinan digunakan untuk melihat tingkat ketimpangan (inequality) di antara penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (Marbun dan Suryahadi 2009). Indikator Kemiskinan Bank Dunia (World Bank) Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut untuk memperoleh gambaran umum tentang kondisi kemiskinan di dunia sekaligus untuk menentukan alokasi bantuan kepada negara-negara miskin. Pada tahun 2005, Bank Dunia, seperti dijelaskan oleh Martin Ravallion (2008) telah merevisi garis
7
kemiskinan absolut US $1 PPP (Purchasing Power Parity)/hari menjadi US $1.25 PPP (Purchasing Power Parity)/hari. Angka tersebut didapatkan dari rata-rata garis kemiskinan 15 negara termiskin di dunia (Marbun dan Suryahadi 2009). Nilai tukar PPP menunjukkan daya beli mata uang di suatu negara yang disetarakan dengan negara lain, bukan sekedar nilai tukar biasa (exchange rate) (Kemkominfo 2011). Dari pemaparan indikator-indikator kemiskinan yang sering digunakan, secara umum beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan secara mudah sebagai berikut. 1. Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan. Tingkat pendapatan merupakan salah satu indikator dari 14 indikator yang digunakan oleh BPS. BPS memberikan batas pendapatan minimal yang diperoleh kepala rumah tangga sebesar Rp600 000. Akan tetapi, penentuan batasan tingkat pendapatan sebagai indikator kemiskinan perlu diperhatikan karena biaya hidup yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan upah minimum regional (UMR) secara berkala. 2. Tingkat konsumsi Tingkat konsumsi dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan. Tingkat konsumsi merupakan lima indikator dari 14 indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS. Selain itu, penggunaan tingkat konsumsi sebagai indikator kemiskinan juga terlihat pada indikator World Bank yang memberikan batasan garis kemiskinan sebesar US $1.25 PPP/hari dan juga terlihat pada indikator kemiskinan Sajogyo dengan menghitung besarnya pengeluaran per kapita yang disetarakan dengan beras. 3. Tingkat kesehatan Tingkat kesehatan dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan. BPS memasukkan indikator tingkat kesehatan sebagai salah satu dari 14 indikator dalam mengukur kemiskinan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Handayani (2009) yang menyatakan bahwa kemiskinan berkaitan erat dengan beberapa hal, di antaranya adalah rendahnya tingkat kesehatan. 4. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan. BPS memasukkan indikator tingkat pendidikan sebagai salah satu dari 14 indikator untuk mengukur kemiskinan. Hal tersebut sejalan dengan Handayani (2009) yang menyatakan bahwa kemiskinan berkaitan erat dengan beberapa hal, di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan. Kondisi Kemiskinan di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya Masyarakat mengupayakan banyak hal dalam menanggulangi kemiskinan yang mereka hadapi. Beberapa tindakan yang mereka lakukan di antaranya seperti disebutkan oleh Pattinama (2009) dengan menggunakan kearifan lokal yang mereka miliki dan penelitian yang dilakukan oleh Sumarti (2007) dengan cara optimalisasi tenaga kerja dan pengembangan jaringan. Selain tindakan-tindakan mandiri yang dilakukan, pemerintah Indonesia terus melakukan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Beberapa program yang dilakukan di antaranya PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat),
8
BLT (Bantuan Langsung Tunai), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), program IDT (Inpres Desa Tertinggal), JPS (Jaringan Pengaman Sosial), KB (Keluarga Berencana), UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera), Kukesra (Kredit Usaha Keluarga Sejahtera), Takesra (Tabungan Kesejahteraan Rakyat), KPKU (Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha), KPTTG-Taskin (Kredit Pengembangan Teknologi Tepat Guna Untuk Pengentasan Kemiskinan) dan masih banyak lagi program-program yang dilakukan. Upaya pembangunan yang dilakukan telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dari sekitar 60 persen pada awal tahun 1970-an menjadi sekitar 11 persen pada akhir tahun 1996. Pada tahun 1990-an penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin itu makin lambat. Pada awal krisis tahun 1997-1998 jumlah dan persentase penduduk miskin itu meningkat kembali. Pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin sempat melonjak menjadi 49.5 juta atau 24 persen (Suyono 2003). Dengan berbagai usaha yang dilakukan, angka kemiskinan terus menurun dari tahun 1998 sampai tahun 2014 (Kemkominfo 2011). Akan tetapi, angka kemiskinan masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 11.25 persen atau sekitar 28 juta jiwa pada Maret 2014 (BPS 2014). Terkait upaya penanggulangan kemiskinan, Sarman M dan Sajogyo (2000) menyatakan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan sebenarnya harus dikondisikan oleh suprastruktur dan melibatkan unsur aparat pemerintah, swasta dan lembaga sukarelawan (LSM). Efektivitas program pengentasan kemiskinan terwujud jika ada keterpaduan dan keterkaitan program antara lembaga pemerintah, swasta dan sukarelawan tersebut. Koordinasi dan kepedulian merupakan syarat bagi semua pihak yang ingin mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, gejala ego-sektoral justru muncul sebagai penghambat ketercapaian tujuan program pengentasan kemiskinan. Penyebab Kemiskinan Suartha (2013) mengutip dari Sen (1998) mengklasifikasi kemiskinan bersumber dari empat hal seperti berikut. 1. Heterogenitas personal Keragaman yang dimiliki oleh seseorang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat. Keragaman tersebut merupakan modal penting dalam pengembangan diri. Selain itu, keragaman memberikan cerminan strata yang terjadi dalam masyarakat. 2. Keragaman lingkungan Perbedaan lingkungan memberikan cerminan keragaman potensi yang terkandung di dalamnya. 3. Perbedaan iklim Perbedaan iklim menciptakan perbedaan perilaku masyarakat untuk memanfaatkan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup. 4. Perbedaan kebiasaan konsumsi Pola konsumsi merupakan cerminan gaya hidup yang memberikan kontribusi terciptanya kemiskinan, terutama bagi daerah-daerah yang memiliki budaya konsumtif dengan alasan untuk mempertahankan adat istiadat dan melakukan
9
ritual dengan berbagai pengorbanan tanpa mempertimbangan kemampuan yang dimiliki. Suartha (2013) mengutip pada Gustafsson dan Yue (2006) menyimpulkan bahwa rumah tangga yang hidup dengan banyak anggota, dengan kepala rumah tangga yang pendidikannya rendah, maka anak-anak menghadapi risiko kemiskinan yang lebih tinggi dari orang lain. Rumah tangga yang memiliki anggota keluarga lebih dari 4 orang dengan pendidikan kepala rumah tangga SMP ke bawah memiliki peluang 1.312 kali lebih besar untuk menjadi miskin daripada rumah tangga yang memiliki anggota keluarga kurang dari 4 orang dengan pendidikan kepala rumah tangga SMP ke atas. Menurut Suartha (2013), kemiskinan disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi (1) budaya seperti kentalnya kekerabatan, kuatnya tradisi turun temurun, ketatnya adat istiadat, keengganan untuk merantau, budaya untuk kumpul bersama; (2) topografi wilayah; dan (3) kebijakan pemerintah yang menyangkut keputusan dalam pembangunan yang menyebabkan kurangnya infrastruktur yang memadai. Adapun faktor internal meliputi (1) karakteristik demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, dan penghasilan; (2) motivasi; (3) persepsi; dan (4) budaya individu seperti malas dan tidak mau memanfaatkan kemampuan yang dimiliki, tidak disiplin, lebih suka meminta dibandingkan dengan berusaha. Penelitian Suartha (2013) menyimpulkan beberapa hal di antaranya sikap rumah tangga miskin untuk keluar dari kemiskinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberdayaan. Makin kuat sikap rumah tangga miskin untuk keluar dari kondisi kemiskinan menyebabkan tingkat keberdayaannya makin tinggi. Tingkat keberdayaan makin tinggi menunjukkan rumah tangga semakin mampu keluar dari kemiskinan. Definisi sikap terhadap kemiskinan yang digunakan dalam penelitian Suartha (2013) adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, dengan penuh kesadaran untuk keluar dari kemiskinan. Indikator-indikator dari variabel sikap terhadap kemiskinan adalah sebagai berikut. 1. Keyakinan kondisi dapat diubah Adanya keyakinan atas kondisi yang dialami selama menjadi keluarga miskin dapat berubah menjadi keluarga tidak miskin. 2. Kemiskinan bukan takdir Kemiskinan yang dialami bukan takdir/nasib, melainkan kondisi yang dialami akan bisa berubah jika keluarga miskin memiliki keinginan yang kuat untuk mengubah nasibnya. 3. Tidak senang terhadap kemiskinan Sikap dari keluarga miskin bahwa kemiskinan adalah bagian dari berbagai kekurangan/keterbatasan yang dimiliki baik sandang, pangan maupun papan. 4. Senang bisa keluar dari kemiskinan Suatu keadaan yang diharapkan rumah tangga miskin sebagai wujud dari perubahan yang diinginkan. 5. Niat yang kuat keluar dari kemiskinan Keinginan yang kuat dari keluarga miskin untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
10
6. Bersedia keluar dari kemiskinan Kesediaan untuk melakukan berbagai kegiatan dengan menerima imbalan atas aktivitas yang dilakukan. Lembaga Keuangan Mikro Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang menyediakan jasa simpanan dan pembiayaan skala kecil kepada masyarakat, terutama untuk masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Tujuan keberadaan LKM adalah sebagai sarana perluasan lapangan kerja, pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman, pembiayaan, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha (UU No 1 Tahun 2013). Dengan kata lain, LKM diharapkan mempunyai pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Usman dkk (2004) menyatakan bahwa secara umum lembaga penyedia layanan keuangan mikro dibedakan menjadi empat golongan sebagai berikut. 1. Lembaga formal, yaitu lembaga yang berbadan hukum dan secara formal diakui oleh perundangan sebagai lembaga keuangan. Lembaga formal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bank dan non bank. Contoh lembaga formal jenis bank adalah BRI, Bank Mandiri dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), sedangkan contoh lembaga formal non bank adakah Badan Perkreditan Desa (BPD), Koperasi dan perusahaan pegadaian. 2. Lembaga non formal, yaitu lembaga yang berbadan hukum, akan tetapi belum memiliki izin sebagai lembaga keuangan. Lembaga non formal ini antara lain berbentuk Usaha Simpan Pinjam (USP) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 3. Program-program pemerintah berbentuk pelayanan keuangan mikro, contohnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) yang berbentuk kegiatan simpan pinjam usaha ekonomi produktif dan bantuan dana bergulir dari pemerintah. 4. Lembaga informal, yaitu lembaga yang sama sekali berbadan hukum, contohnya kelompok arisan dan rentenir. Penelitian mengenai efektivitas pelayanan keuangan mikro terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat menghasilkan penemuan beragam. Di antara penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Litbang dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UPI (2003) pada beberapa jenis bantuan bergulir di Kota Bandung, penelitian yang dilakukan oleh Lukman dkk (2008) pada microbanking di Sumatera Barat dan penelitian yang dilakukan Rachmawati (2011) tentang dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap anggota simpan pinjam Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Hasil evaluasi Badan Litbang dan LPM UPI (2003) pada beberapa jenis bantuan dana bergulir di Kota Bandung menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi efektivitas bantuan dana bergulir. Efektivitas program diukur dari peningkatan jumlah usaha produktif, pembukaan lapangan kerja baru, penyerapan tenaga kerja, pengurangan jumlah pengangguran, peningkatan
11
kegiatan ekonomi usaha kecil, dan penyerapan dana oleh masyarakat. Beberapa hal yang mempengaruhi efektivitas tersebut adalah tingkat pemahaman (persepsi) masyarakat terhadap program, sosialisasi sebelum pelaksanaan program, proses pendampingan, penegakan aturan yang berlaku, ketepatan sasaran, penggunaan dana bantuan, faktor sosial budaya masyarakat, kinerja pengurus, transparansi, layanan konsultasi, dan daya dukung sarana dan prasarana, termasuk di dalamnya kelengkapan administrasi yang disediakan. Penjelasan mengenai masing-masing hal-hal yang mempengaruhi efektivitas tersebut dapat dilihat pada keterangan di bawah ini. 1. Tingkat pemahaman (persepsi) masyarakat terhadap program Beberapa pemahaman yang salah mengenai sistem bantuan dana bergulir menyebabkan tindakan masyarakat yang tidak sesuai dengan harapan penyedia program. Banyak masyarakat tidak mengembalikan bantuan dana bergulir karena adanya persepsi bahwa dana merupakan hibah yang tidak perlu dikembalikan. 2. Sosialisasi sebelum pelaksanaan program Sosialisasi merupakan langkah awal yang turut menentukan keberhasilan program. Sosialisasi awal tentang mekanisme program sangat menentukan kesuksesan program di lapangan. Sosialisasi yang kurang akomodatif dan aspiratif menimbulkan dampak negatif terhadap jalannya program di lapangan. 3. Proses pendampingan Pendampingan bertujuan untuk mengawal masyarakat agar dapat memanfaatkan dana bergulir untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pendampingan sebaiknya dilakukan hingga tuntas. Pendampingan pada beberapa program bantuan dana bergulir di Bandung hanya dibatasi dengan kontrak 4-6 bulan. Pendampingan kemudian diserahkan kepada pengelola yang ditunjuk berdasarkan musyawarah yang ada di kelurahan. Pengelola yang ditunjuk sebagai pengganti dalam kondisi belum siap dan belum memiliki keterampilan dan kemampuan berorganisasi secara profesional. Hal tersebut menyebabkan rendahnya efektivitas dana bergulir dalam peningkatan kesejahteraan. 4. Penegakan aturan yang berlaku Penegakan aturan harus dilakukan agar tujuan program tercapai. Aturan yang ditegakkan akan membuat pelanggar merasa jera dan sekaligus pelajaran bagi yang lain. Begitu pula sebaliknya. Aturan yang tidak ditegakkan membuat peserta program tidak menghargai aturan yang ada, termasuk juga para penerima bantuan dana bergulir. Masyarakat menganggap bantuan bergulir merupakan hibah yang tidak perlu dikembalikan. Persepsi tersebut muncul akibat tidak dimintanya pertanggungjawaban dana bergulir pada periode sebelumnya. 5. Ketepatan sasaran Dana bergulir harus diberikan sesuai dengan target sasarannya. Pemberian dana bergulir pada sasaran yang tidak tepat menyebabkan penggunaan dana yang tidak sesuai ketentuan. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan dana yang seharusnya untuk kegiatan produktif tetapi digunakan untuk keperluan konsumtif.
12
6. Penggunaan dana bantuan Bantuan dana bergulir sebaiknya digunakan untuk usaha produktif secara kontinu. Penggunaan dana untuk usaha produktif yang hanya berjalan sementara waktu menyebabkan masyarakat belum mampu mengembangkan dan meningkatkan usahanya untuk jangka panjang. Mereka juga belum mampu mengatasi kendala dan meningkatkan pendapatan. 7. Faktor sosial budaya masyarakat Faktor sosial budaya masyarakat terwujud pada kesiapan masyarakat dalam berpartisipasi secara aktif pada seluruh tahapan kegiatan. Tahapan tersebut terdiri atas persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelestarian, dan pemeliharaan. Faktor sosial budaya turut mempengaruhi terhadap efektivitas program. 8. Kinerja pengurus Tugas pengurus bermacam-macam, di antaranya memahami materi modul dan teknis operasional, melakukan sosialisasi awal, merangkum aspirasi melalui musyawarah desa, memberikan layanan konsultasi, dan memberikan pendampingan. Akan tetapi, kinerja pengurus belum optimal dan kurang memadai sehingga efektivitas program menjadi rendah. 9. Transparansi Keterbukaan mendukung keberhasilan program. Ada beberapa hambatan dalam menciptakan keterbukaan program, di antaranya intervensi elit desa yang berlebihan dan pengelolaan program yang tidak sesuai aturan. Intervensi elit desa yang cukup dominan menyebabkan berkembangnya sentimen negatif dan sikap curiga terhadap para elit desa. Ditambah lagi, pengelolaan bantuan dana bergulir yang tidak sesuai aturan menyebabkan program terkesan tidak ada pertanggung jawaban yang jelas dan tidak ada sanksi bagi pengurus dan anggota yang menyalahgunakan wewenang. Kurangnya transparansi tersebut menyebabkan rendahnya efektivitas program. 10. Layanan konsultasi Kelompok masyarakat belum memahami cara-cara untuk mendapatkan pinjaman dan menggunakan dana bantuan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan. Hal tersebut karena peran pengurus dalam memberikan layanan konsultasi belum optimal. 11. Dukungan sarana dan prasarana Di antara dukungan sarana dan prasarana yang dianggap masih kurang adalah daya dukung pada administrasi pembukuan keuangan yang tidak tertib, rapi dan benar. Kekurangan tersebut juga mempengaruhi kelancaran pelaksanaan program dana bergulir Hasil evaluasi Lukman dkk (2008) menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan pembiayaan kelompok oleh microbanking di Sumatera Barat. Beberapa hal tersebut adalah karakter sosial budaya yang dilihat dari ikatan sosial antaranggota kelompok dan tingkat kepatuhan terhadap ketua yang merupakan fungsi kontrol sosial, peran ketua kelompok, usaha yang dijalankan dan asal usul pembentukan kelompok (Lukman dkk 2008). Penjelasan mengenai masing-masing hal-hal yang mempengaruhi efektivitas tersebut dapat dilihat pada keterangan di bawah ini.
13
1. Karakter sosial budaya Karakter sosial budaya dalam penelitian ini dilihat dari dua hal, yaitu ikatan sosial antaranggota kelompok dan tingkat kepatuhan terhadap ketua. Dalam penelitian ini kelompok yang terdiri dari etnis Jawa cenderung memiliki komitmen tinggi, ikatan sosial antaranggota yang tinggi dan juga tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap ketua kelompok selaku pemberi rekomendasi. Pemberlakuan sistem tanggung renteng cocok pada masyarakat dengan karakter tersebut karena fungsi sosial kontrol sangat kuat. 2. Peran ketua kelompok Jaminan terhadap pelunasan kredit kelompok diatur oleh ketua kelompok. Ketua juga berperan sebagai pemberi rekomendasi. Jika peran-peran ketua tidak dijalankan dengan baik, bahkan sampai terjadi moral hazard (perilaku jahat dalam kegiatan ekonomi), maka akan memicu timbulnya kredit macet. 3. Peran anggota kelompok Anggota kelompok berperan sebagai kontrol sosial bagi sesamanya. Hal tersebut tergambar pada kelompok yang bekerja di sektor perkebunan. Tingkat keberhasilan kelompok tersebut lebih tinggi daripada kelompok yang lain karena antaranggota saling mengingatkan. Sebaliknya pada beberapa daerah yang lain, kelompok mengalami kegagalan pembiayaan karena anggota tidak bersedia menjalankan tanggung renteng yang disebabkan lemahnya ikatan antaranggota. 4. Usaha yang dijalankan Jenis usaha yang dijalankan juga mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pinjaman kelompok. Tingkat pengembalian kredit (repayment rate) cenderung tinggi pada kelompok-kelompok yang menjalankan usaha yang tergolong prospektif dan dengan resiko usaha yang relatif rendah, misalnya kelompokkelompok yang berusaha di bidang perkebunan. 5. Asal usul pembentukan kelompok Kelompok dengan usia relatif muda dan terbentuk karena desakan untuk menjalankan program pemerintah dan perbankan dalam rangka pembiayaan kelompok cenderung mengalami kegagalan dalam pembiayaan kelompok daripada kelompok yang lama terbentuk. Hal tersebut karena rendahnya komitmen anggota yang disebabkan variasi nilai-nilai personal yang cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan Rachmawati (2011) tentang dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap anggota simpan pinjam usaha ekonomi produktif (UEP) menunjukkan bahwa program tersebut berdampak signifikan terhadap peningkatan nilai produksi, penyerapan tenaga kerja dan penghasilan. Hasil tersebut memberikan arti bahwa dukungan-dukungan dari pemerintah memberikan peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat. Demikian juga dukungan-dukungan yang berasal bukan dari pemerintah. Koperasi Koperasi merupakan salah satu jenis Lembaga Keuangan Mikro formal yang berbentuk non bank. Koperasi menurut Pahrullaili (2008) adalah perkumpulan yang beranggota orang-orang atau badan-badan hukum, yang
14
memberikan kebebasan masuk dan keluarnya sebagai anggota dan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan anggota. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Koperasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. Adapun nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu: kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan, dan kemandirian. Adapun nilai yang diyakini anggota Koperasi yaitu kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab dan kepedulian terhadap orang lain (UU No 17 Tahun 2012). Ciri koperasi menurut Pahrullaili (2008) adalah sebagai berikut. 1. Koperasi merupakan kumpulan orang bukan hanya kumpulan modal. Koperasi harus benar-benar mengabdikan pada kesejahteraan bersama bukan untuk kebendaan atau keuntungan semata-mata. 2. Koperasi merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial. Anggota koperasi saling bekerjasama berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban. Koperasi merupakan milik anggota sehingga koperasi diatur dan diurus sesuai keinginan anggota. 3. Masalah intern koperasi diselesaikan sendiri tanpa campur tangan pihak lain. 4. Tujuan koperasi merupakan kepentingan bersama dan dicapai dengan sumbangan masing-masing anggota. Besarnya sumbangsih dicerminkan oleh pembagian pendapatan koperasi. Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi dalam menjalankan fungsinya. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. 1. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka. 2. Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis. 3. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi. 4. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom dan independen. 5. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi. 6. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan koperasi dengan bekerjasama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. 7. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota (UU No 17 Tahun 2012). Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas rapat anggota, pengawas dan pengurus. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Rapat anggota berwenang dalam hal-hal sebagai berikut. 1. Menetapkan kebijakan umum Koperasi. 2. Mengubah Anggaran Dasar. 3. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengawas dan pengurus; 4. Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi. 5. Menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh pengurus untuk dan atas nama Koperasi. 6. Meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban pengawas dan pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
15
7. Menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha (SHU). 8. Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi. 9. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang (UU No 17 Tahun 2012). Modal Koperasi sebagaimana yang tertulis pada UU No 17 Tahun 2012 terdiri atas setoran pokok dan sertifikat modal. Selain itu, modal Koperasi dapat berasal dari sumber-sumber sebagai berikut. 1. Hibah 2. Modal penyertaan 3. Modal pinjaman yang berasal dari sumber-sumber sebagai berikut. a. Anggota b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya c. Bank dan lembaga keuangan lainnya d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya e. Pemerintah dan Pemerintah Daerah f. Sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Efektivitas Pelayanan Keuangan Mikro Koperasi dalam Pengentasan Kemiskinan Efektivitas mengandung makna sejauh mana ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas suatu program pembangunan mengandung makna sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dapat tercapai dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari program pembangunan. Koperasi sebagai salah satu lembaga pelayanan keuangan mikro yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan perlu dilakukan evaluasi agar dapat diketahui efektivitasnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suartha (2013), Litbang dan LPM UPI (2003), Lukman dkk (2008) dan Rachmawati (2011), faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan efektivitas pelayanan keuangan mikro Koperasi dalam pengentasan kemiskinan dibedakan menjadi empat bagian. Bagian-bagian tersebut terdiri atas karakteristik peminjam, peran petugas LKM, faktor lingkungan, dan ketepatan pelayanan LKM. Karakteristik peminjam terdiri atas umur, tingkat pendidikan, jenis usaha, masa keanggotaan, tingkat pemahaman tentang LKM, tingkat kepatuhan terhadap pemimpin, dan sikap terhadap kemiskinan. Adapun peran petugas LKM terdiri atas intensitas sosialisasi, pendampingan dan efektivitas penegakan aturan. Faktor lingkungan terdiri atas dukungan luar, dukungan ketua dan dukungan anggota kelompok. Kemudian ketepatan pelayanan LKM dapat dilihat dari ketepatan sasaran, kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran. Kemudian selanjutnya tingkat kemiskinan dianalisis dengan menggunakan tingkat pendapatan, pendidikan, konsumsi, kesehatan dan indikator BPS. Penjelasan lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut menggunakan tambahan dari literatur lainnya yang relevan. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada penjelasan berikut.
16
1. Karakteristik peminjam a. Umur Pengelompokkan umur perempuan menurut BPS dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut. i. Umur produktif yaitu selang antara 15-65 tahun ii. Umur tidak produktif yaitu di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun iii. Umur reproduktif yaitu selang antara 15-49 tahun b. Tingkat pendidikan Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran dan jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup. Pendidikan merupakan bekal masa depan. Ada tiga jenis lembaga pendidikan, yaitu lembaga formal, non formal dan informal (Titaley 2012). Pembagian tingkat pendidikan yang paling mudah dilakukan adalah berdasarkan pendidikan yang diperoleh dari lembaga formal karena sudah disetarakan oleh pemerintah, tidak memerlukan upaya penyetaraan lagi seperti pada lembaga non formal dan informal. Pendidikan di lembaga formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya dan mempunyai jenjang yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pendidikan tinggi. Pendidikan melalui lembaga formal ini juga memegang peranan penting dalam proses mengembangkan pikiran (Titaley 2012). c. Jenis usaha Perempuan yang ikut mencari nafkah menjalankan triple role of women yaitu fungsi reproduktif, fungsi produktif dan fungsi sosial. Fungsi produktif yang dijalankan bertujuan untuk mendapatkan tambahan biaya hidup (Nohong 2009). Secara umum, kegiatan produktif yang dilakukan oleh perempuan terbagi menjadi dua jenis, wiraswasta atau karyawan. Adapun perempuan yang memilih tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi reproduktif dan fungsi sosial. Beberapa motivasi perempuan memasuki lapangan kerja antara lain: tingkat pendidikan, desakan ekonomi keluarga dan waktu luang yang tersedia. Keperluan akan peningkatan ekonomi rumah tangga merupakan salah satu alasan utama perempuan meninggalkan peran mereka hanya sebagai ibu rumah tangga dan masuk ke pasar kerja (Rahaju 2012). d. Masa keanggotaan Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan layanan yang ada. Semakin lama bergabung menjadi anggota Koperasi, seharusnya semakin sering pula menikmati layanan-layanan Koperasi, sehingga peningkatan kesejahteraannya seharusnya lebih tinggi daripada anggota yang relatif baru bergabung dalam keanggotaan Koperasi. e. Tingkat pemahaman tentang LKM Tingkat pemahaman yang tepat terhadap LKM menyebabkan tindakan yang sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya, jika pemahaman tentang LKM tidak tepat, maka tindakan anggota tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang dan UPI (2003).
17
f. Tingkat kepatuhan pada pemimpin Pemimpin adalah seorang yang dipilih dari kelompok karena memiliki kelebihan-kelebihan tertentu dan umumnya mempunyai sifatsifat yang baik. Pemimpin ada dua jenis, yaitu pemimpin formal dan informal. Pemimpin berkewajiban untuk melayani dan memenuhi kebutuhan kelompok. Bila kebutuhan kelompok tidak terpenuhi maka pemimpin tidak lagi dipandang sebagai pemimpin dan akan mencari pemimpin yang baru. Pemimpin juga harus dapat menggerakkan dan mempengaruhi anak buah/anggota kelompok sehingga mereka bersedia melakukan perintah. Pemimpin juga tidak mementingkan diri sendiri, segala tindakan pemimpin untuk kepentingan kelompok (Saliman [Tidak ada tahun]). Gaya kepemimpinan pada masing-masing kelompok berbeda-beda. Ada pemimpin yang menjalankan gaya direktif, suportif, partisipatif, orientasi prestasi dan pengasuh (Darwito 2008). Begitu pula dengan anggota kelompok, masing-masing memiliki tingkat kepatuhan pada pemimpin yang berbeda-beda. Tingkat kepatuhan ditandai dengan kesediaan mengikuti arahan dari pemimpin. g. Sikap terhadap kemiskinan Sikap terhadap kemiskinan adalah kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, dengan penuh kesadaran untuk keluar dari kemiskinan. Seseorang akan mudah diberdayakan untuk keluar dari kemiskinan apabila ia sudah memiliki sikap positif untuk keluar dari kemiskinan (Suartha 2013). Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif menampakkan kecenderungan tindakan yang mendekati, menyenangi dan mengharapkan obyek tertentu. Adapun sikap negatif menunjukkan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai obyek tertentu (Suartha 2013). Ada juga istilah sikap netral yang tidak berpihak ke salah satu pihak, tidak cenderung mendekati juga tidak cenderung menjauhi. 2. Peran petugas LKM a. Intensitas sosialisasi Sosialisasi merupakan langkah awal yang turut menentukan keberhasilan program. Sosialisasi program biasanya berupa pengenalan seluk beluk program, mekanisme pelaksanaan dan sanksi yang berlaku. Kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan secara bersamaan belum tentu menimbulkan pemahaman yang sama pada peserta yang mendapat sosialisasi. b. Intensitas pendampingan Pendampingan dilakukan untuk mengawal anggota agar dapat memanfaatkan program untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pendampingan juga dilaksanakan sebagai sarana konsultasi antara anggota dan pengurus untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Ada empat pendekatan yang dapat digunakan sebuah lembaga pemberdayaan dalam mendampingi masyarakat miskin. Pendekatan tersebut berdasarkan persepsi lembaga pemberdaya mengenai keberadaan
18
masyarakat miskin. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah sebagai berikut. i. Pendekatan sosio-karikatif Pendekatan berdasarkan pada anggapan bahwa masyarakat adalah miskin, menderita dan tidak mampu menolong diri sendiri, contoh: pemberian raskin. ii. Pendekatan sosio-reformis Pendekatan bersifat aksidental dan bertujuan mengembalikan keadaan ke kondisi normal kembali, contoh: aksi penanggulangan bencana alam. iii. Pendekatan sosio-ekonomis Pendekatan berdasarkan pada anggapan bahwa orang miskin mempunyai potensi untuk mengatasi masalah sosial ekonominya sendiri. Pendekatan ini sering digunakan dalam aksi pemberdayaan. iv. Pendekatan sosio-transformis Pendekatan berdasarkan keyakinan bahwa pembangunan masyarakat pada dasarnya adalah perubahan sikap, tingkah laku, pandangan dan budaya masyarakat. Upaya yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah dengan memperjuangkan kebijakan pembangunan yang berkeadilan dan partisipatif (Hermantyo [Tidak ada tahun]). Tahap-tahap pemberdayaan dilihat dari segi tingkat pelibatan pendamping meliputi sebagai berikut. i. Tahap animasi, yaitu tahap menumbuhkan/membangkitkan semangat masyarakat. ii. Tahap fasilitasi, yaitu tahap membantu masyarakat menembus rintangan teknis. iii. Tahap penghapusan diri, yaitu tahap pendamping menarik diri dari dampingannya (Hermantyo [Tidak ada tahun]). c. Efektivitas penegakan aturan Aturan yang telah ditetapkan wajib dilaksanakan agar mendukung tercapainya tujuan program. Setiap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang ditetapkan wajib diberikan sanksi sesuai ketentuan. Sanksi berfungsi memberi efek jera pada anggota yang bersangkutan dan sebagai sarana pembelajaran dan pencegahan bagi anggota yang lain. 3. Faktor lingkungan a. Faktor luar Anggota Koperasi sebagai bagian dari masyarakat mendapat dukungan lain selain dari Koperasi untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dukungan tersebut dapat berasal dari keluarga, pemerintah, swasta maupun lembaga lainnya. b. Dukungan ketua kelompok Ketua kelompok berperan dalam mendukung pelaksanaan pelayanan keuangan mikro Koperasi. Tingkat dukungan ketua kelompok yang diterima anggota berbeda-beda, tergantung besar dukungan yang diberikan dan persepsi anggota terhadap dukungan tersebut. c. Dukungan anggota kelompok Anggota juga berperan dalam pelaksanaan pelayanan keuangan mikro Koperasi. Hal tersebut terlebih lagi pada koperasi dengan sistem berkelompok yang menerapkan sistem tanggung renteng. Sistem tanggung
19
renteng berarti anggota siap membantu satu sama lain apabila ada yang mengalami kesulitan. 4. Ketepatan pelayanan LKM a. Ketepatan sasaran Suatu program pengentasan kemiskinan dikatakan tepat sasaran jika penerimanya termasuk kategori orang miskin. Begitu juga sebaliknya, program tidak tepat sasaran jika penerimanya bukan termasuk orang miskin. b. Kesesuaian penggunaan dana Penggunaan dana pinjaman untuk kegiatan produktif lebih memungkinkan terjadinya peningkatan pendapatan rumah tangga daripada penggunaan dana untuk kegiatan yang sifatnya konsumtif. Hal tersebut terlebih lagi jika sifat dana adalah pinjaman dengan tambahan pembayaran tertentu. c. Kelancaran pembayaran Kelancaran pembayaran merupakan syarat agar kegiatan simpan pinjam berjalan lancar dan berkembang. Di antara strategi yang digunakan agar kelancaran pembayaran tinggi adalah dengan adanya sistem tanggung renteng. 5. Tingkat kemiskinan Kemiskinan relatif menunjukkan ketidakmerataan pendapatan antara seseorang dengan orang lain dalam suatu kelompok atau satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang lain (Rusli dkk 1995 dalam Yulianto 2005). Selain menggunakan tingkat pendapatan, kemiskinan juga dapat dianalisis dengan menggunakan tingkat pendidikan, tingkat konsumsi dan tingkat kesehatan. Hal tersebut karena kemiskinan ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan rendahnya tingkat kesehatan. a. Tingkat pendapatan Pendapatan yang masuk ke dalam rumah tangga akan digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarga. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan suatu rumah tangga sudah memenuhi standar yang ditentukan oleh pemerintah adalah membandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang sudah ditentukan. Adapun UMR wilayah Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp2 242 240 per bulan, sedangkan untuk wilayah Kota Bogor adalah sebesar Rp2 352 350 per bulan (www.republika.co.id). Jika suatu rumah tangga sudah melampaui batas UMR yang telah ditetapkan, maka secara umum tingkat pendapatan dianggap cukup, begitu pula sebaliknya. b. Tingkat pendidikan Pendidikan merupakan sarana peningkatan kualitas sumber daya manusia dan menjadi bekal yang penting untuk masa depan yang harus terpenuhi. Pemerintah berusaha melakukan pemerataan akses pendidikan dengan berbagai kebijakan dan program-program. Pada tahun 1994, pemerintah telah mengeluarkan regulasi wajib belajar sembilan tahun. Kemudian pada tahun 2004, pemerintah kembali me-launching pendidikan menengah universal yaitu pendidikan 12 tahun, namun belum wajib dilaksanakan (Amin 2014). Hal tersebut mengandung makna bahwa
20
tingkat pendidikan minimal yang wajib ditempuh adalah hingga tingkat SMP atau sederajat dan tingkat pendidikan yang sangat disarankan untuk ditempuh adalah hingga tingkat SMA atau sederajat. c. Tingkat konsumsi Penggunaan tingkat konsumsi sebagai salah satu indikator pengukuran tingkat kemiskinan rumah tangga karena beberapa alasan. Pertama, masyarakat terutama golongan miskin biasanya mempunyai pendapatan yang tidak tetap, sehingga lebih mudah untuk menanyakan jenis barang dan jasa yang pernah dikonsumsi. Kedua, penggunaan tingkat konsumsi akan mempermudah dalam mengkonversi ke dalam bentuk kalori karena mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi. Ketiga, pada kenyataannya, penduduk miskin tidak mempunyai tabungan, sehingga tingkat pendapatan akan sama dengan tingkat konsumsi dalam jangka menengah (Kemenkominfo 2011). Pengukuran sejauh mana tingkat konsumsi per kapita dalam suatu rumah tangga telah memenuhi standar minimal yang ditentukan adalah membandingkan dengan garis kemiskinan pemerintah. Garis kemiskinan berbeda pada setiap provinsi dan juga dibedakan antara wilayah desa dan kota. Adapun garis kemiskinan wilayah pedesaan untuk Provinsi Jawa Barat per Maret 2014 adalah sebesar Rp277 645 (BPS 2014). Jika suatu rumah tangga telah melewati garis kemiskinan, rumah tangga tersebut termasuk rumah tangga bukan miskin. d. Tingkat kesehatan Kesehatan merupakan unsur paling penting dalam kehidupan manusia. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau (UU No 36 Tahun 2009). Pemerintah diwajibkan untuk memberikan lima jaminan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia setelah dikeluarkannya UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) pada tahun 2003 dan UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) pada tahun 2011. Kelima jaminan dasar tersebut yaitu jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua (Janis [Tidak ada tahun]). Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak masyarakat merasa kesulitan mendapatkan pengobatan sesuai yang dibutuhkan. e. Indikator kemiskinan menurut BPS BPS mengembangkan indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan melalui 14 indikator rumah tangga miskin. Secara umum indikator kemiskinan tersebut mengukur kelayakan tempat tinggal, jenisjenis fasilitas rumah yang dimiliki, jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi makan dalam sehari, frekuensi belanja pakaian dalam setahun, tingkat kesanggupan memenuhi kebutuhan makanan dan pengobatan, penghasilan, dan pendidikan kepala keluarga serta aset yang dimiliki. Kerangka Pemikiran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan rumah tangga. Keberhasilan atau
21
tidaknya dalam mencapai tujuan tersebut dipengaruhi banyak faktor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suartha (2013), Litbang dan LPM UPI (2003), Lukman dkk (2008) dan juga Rachmawati (2011), faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan efektivitas LKM dalam pencapaian tujuan secara garis besar dikategorikan menjadi empat bagian. Bagian-bagian tersebut terdiri atas karakteristik peminjam, peran petugas LKM, faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM. Kerangka pemikiran untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Karakteristik peminjam terdiri atas umur, tingkat pendidikan, jenis usaha, masa keanggotaan, tingkat pemahaman tentang LKM, tingkat kepatuhan terhadap pemimpin dan sikap terhadap kemiskinan. Peran petugas LKM terdiri atas intensitas sosialisasi, intensitas pendampingan dan efektivitas penegakan aturan. Faktor lingkungan terdiri atas dukungan luar, dukungan ketua dan anggota kelompok. Adapun ketepatan pelayanan LKM dapat dilihat dari ketepatan sasaran, kelancaran pembayaran dan kesesuaian penggunaan dana. X1. Karakteristik Peminjam X1.1 Umur X1.2 Tingkat Pendidikan X1.3 Jenis Usaha X1.4. Masa Keanggotaan X1.5 Tingkat Pemahaman tentang LKM X1.6 Tingkat Kepatuhan pada Pemimpin X1.7 Sikap terhadap Kemiskinan
X3. Faktor Lingkungan X3.1 Dukungan Luar X3.2 Dukungan Ketua Kelompok X3.3 Dukungan Anggota Kelompok
Y2. Tingkat Kemiskinan Indikator Penelitian Y2.1 Tingkat Pendapatan Y2.2 Tingkat Pendidikan Y2.3 Tingkat Konsumsi Y2.4 Tingkat Kesehatan
Y1. Ketepatan Pelayanan LKM Y1.1 Ketepatan Sasaran Y1.2 Kesesuaian Penggunaan Dana Y1.3 Kelancaran Pembayaran Y3 Tingkat Kemiskinan Indikator BPS
X2. Peran Petugas LKM X2.1 Intensitas Sosialisasi X2.2 Intensitas Pendampingan X2.3 Efektivitas Penegakan Aturan
Keterangan : Berhubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis pengentasan kemiskinan melalui pelayanan keuangan mikro koperasi
22
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut: Karakteristik peminjam berhubungan nyata dengan ketepatan pelayanan LKM Peran petugas LKM berhubungan nyata dengan ketepatan pelayanan LKM Faktor lingkungan berhubungan nyata dengan ketepatan pelayanan LKM Ketepatan pelayanan LKM berhubungan nyata dengan tingkat kemiskinan menggunakan indikator penelitian 5. Ketepatan pelayanan LKM berhubungan nyata dengan tingkat kemiskinan menggunakan indikator BPS 6. Kondisi ekonomi anggota Kecamatan Tamansari secara umum lebih baik daripada anggota Kecamatan Dramaga 1. 2. 3. 4.
Definisi Operasional X1. Karakteristik Peminjam Karakteristik peminjam adalah sifat-sifat individu yang menjadi anggota koperasi dan melakukan kegiatan simpan pinjam. Karakteristik peminjam yang diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM terdiri atas umur, tingkat pendidikan, jenis usaha, tingkat pemahaman tentang LKM, tingkat kepatuhan pada pemimpin, dan sikap terhadap kemiskinan. X1.1 Umur Umur adalah usia anggota yang dihitung sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan dalam satuan tahun. Penghitungan umur seseorang dilakukan dengan cara dibulatkan ke bawah atau umur menurut ulang tahun terakhir. Pengelompokan berdasarkan kategori BPS dan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori sebagai berikut. a. Dewasa awal (15 ≤ x ≤ 49) skor 1 b. Dewasa lanjut (49 < x < 65) skor 2 c. Lanjut usia (x ≥ 65) skor 3 X1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti anggota sampai tamat. Yang dimaksud dengan “tamat‟ adalah selesai mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu sekolah sampai akhir dengan mendapatkan tanda tamat/ijazah. Pengukuran tingkat pendidikan adalah dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori sebagai berikut. a. Tinggi (tamat SMA/sederajat atau pernah mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi) skor 3 b. Sedang (tamat SMP/sederajat) skor 2 c. Rendah (tamat atau tidak tamat SD/sederajatnya bahkan tidak sekolah) skor 1 X1.3 Jenis Usaha Jenis usaha adalah kegiatan yang dijalankan oleh peminjam baik bersifat produktif maupun tidak produktif. Pengukuran dengan skala
23
nominal yang dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu wiraswasta (skor 3), karyawan (skor 2), dan ibu rumah tangga (skor 1). X1.4 Masa Keanggotaan Masa keanggotaan adalah lamanya anggota bergabung di koperasi dalam satuan tahun. Adapun pengukuran masa keanggotaan adalah dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori sebagai berikut. a. Lama (11-15 tahun) skor 3 b. Sedang (6-10 tahun) skor 2 c. Baru (1-5 tahun) skor 1 X1.5. Tingkat Pemahaman tentang LKM Tingkat pemahaman tentang LKM adalah ketepatan pengetahuan anggota tentang koperasi. Pengukurannya dengan mengajukan tujuh pertanyaan semiterbuka kepada peminjam. Masing-masing akan diberikan nilai 1 jika salah dan 2 jika benar. Hasil penjumlahan dari nilai jawaban tersebut akan menunjukkan tingkat pemahaman peminjam secara umum. Hasil pengukuran tingkat pemahaman tentang LKM dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (13-14) skor 3 b. Sedang (11-12) skor 2 c. Rendah (7-10) skor 1 X1.6. Tingkat Kepatuhan pada Pemimpin Tingkat kepatuhan pada pemimpin adalah kesanggupan anggota untuk mengikuti saran dan keputusan ketua kelompok serta tingkat kepercayaan anggota terhadap ketua kelompok. Pengukurannya dengan mengajukan tiga pertanyaan yang menunjukkan intensitas kepatuhan terhadap ketua kelompok. Pilihan jawaban berkisar dari selalu (skor 4), sering (skor 3), jarang (skor 2), dan tidak pernah (skor 1). Hasil pengukuran tingkat kepatuhan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (11-12) skor 3 b. Sedang (8-10) skor 2 c. Rendah (4-7) skor 1 X1.7. Sikap terhadap Kemiskinan Sikap terhadap kemiskinan adalah penilaian anggota terhadap kehidupan ekonomi dan keterbatasan rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi atau menghindari keterbatasan tersebut. Pengukuran sikap terhadap kemiskinan dengan mengajukan lima pertanyaan semiterbuka. Hasil pengukuran sikap terhadap kemiskinan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Negatif (14-19) skor 3 b. Netral (9-13) skor 2 c. Positif (3- 8) skor 1 X2. Peran Petugas LKM Peran petugas LKM adalah penilaian anggota terhadap kinerja petugas lapang. Pengukurannya dengan menjumlahkan skor akhir dari intensitas sosialisasi, intensitas pendampingan dan efektivitas penegakan
24
aturan. Adapun hasil pengukuran peran petugas LKM dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (7-9) skor 3 b. Sedang (4-6) skor 2 c. Rendah (1-3) skor 1 X2.1. Intensitas Sosialisasi Intensitas sosialisasi adalah identifikasi isi materi yang diterima anggota pada kegiatan pengenalan koperasi. Pengukurannya dengan cara mengajukan empat pertanyaan terbuka terkait hal-hal yang perlu diketahui sebelum kegiatan koperasi dimulai. Masing-masing akan diberikan nilai 1 jika salah dan 2 jika benar. Hasil penjumlahan dari nilai jawaban tersebut akan menunjukkan intensitas sosialisasi secara keseluruhan. Hasil pengukuran intensitas sosialisasi dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (nilai 8) skor 3 b. Sedang (nilai 7) skor 2 c. Rendah (4-6) skor 1 X2.2. Intensitas Pendampingan Intensitas pendampingan adalah identifikasi jenis-jenis interaksi pembimbingan yang pernah terjadi antara petugas dan anggota. Pengukuran intensitas pendampingan program dengan menggunakan 12 pertanyaan. Pilihan jawaban berkisar dari selalu (skor 4), sering (skor 3), jarang (skor 2), dan tidak pernah (skor 1). Hasil pengukuran intensitas pendampingan dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (37-48) skor 3 b. Sedang (25-36) skor 2 c. Rendah (12-24) skor 1 X2.3. Efektivitas Penegakan Aturan Efektivitas penegakan aturan adalah penilaian anggota terhadap tindakan yang dilakukan petugas dalam melaksanakan ketentuan LKM. Pengukurannya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memuat empat aturan yang paling berpengaruh terhadap kelancaran kegiatan operasional LKM. Skor penilaian berkisar dari 1 sampai 3. Hasil penjumlahan dari nilai jawaban tersebut menunjukkan efektivitas penegakan aturan secara keseluruhan. Hasil pengukuran dikategorikan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (11-12) skor 3 b. Sedang (8-10) skor 2 c. Rendah (4-7) skor 1 X3. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan adalah banyaknya dukungan yang diterima anggota dalam rangka mendukung ketercapaian tujuan LKM. Pengukurannya dengan menjumlahkan skor akhir dari dukungan luar, dukungan ketua dan anggota kelompok. Hasil pengukuran faktor lingkungan yang diterima anggota dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut.
25
a. Tinggi (7-9) skor 3 b. Sedang (4-6) skor 2 c. Rendah (1-3) skor 1 X3.1.Dukungan Luar Dukungan luar adalah banyaknya bantuan yang diterima anggota dalam upaya peningkatan kemampuan ekonomi rumah tangga. Adapun pengukurannya dengan cara menghitung segala bentuk dukungan yang pernah diterima anggota sejak berumah tangga. Hasil pengukuran dukungan luar dikategorikan dengan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi ( jumlah dukungan > 5) skor 3 b. Sedang (3-5) skor 2 c. Rendah ( jumlah dukungan ≤ 2) skor 1 X3.2.Dukungan Ketua Kelompok Dukungan ketua kelompok adalah identifikasi bentuk-bentuk peran pimpinan majlis yang dirasakan anggota yang bersangkutan. Pengukurannya dilakukan dengan menyajikan tujuh pernyataan yang menunjukkan dukungan ketua kelompok. Pilihan jawaban berkisar dari sering (S), kadang-kadang (K), jarang (J) dan tidak pernah (TP). Adapun skor berkisar antara 4 sampai 1 berturut-turut dari kode S sampai kode TP. Hasil pengukuran dukungan ketua kelompok dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (22-28) skor 3 b. Sedang (15-21) skor 2 c. Rendah (7-14) skor 1 X3.3.Dukungan Anggota Kelompok Dukungan anggota kelompok adalah identifikasi bentuk-bentuk peran anggota majlis yang dirasakan anggota yang bersangkutan. Pengukurannya dengan menyajikan enam pernyataan yang menunjukkan dukungan anggota kelompok. Pilihan jawaban berkisar dari sering (S), kadang-kadang (K), jarang (J) dan tidak pernah (TP). Adapun skor berkisar antara 4 sampai 1 berturut-turut dari kode S sampai kode TP. Hasil pengukuran dukungan anggota kelompok dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (22-28) skor 3 b. Sedang (15-21) skor 2 c. Rendah (7-14) skor 1 Y1. Ketepatan Pelayanan LKM Ketepatan pelayanan LKM adalah kesesuaian berjalannya kegiatan Koperasi sesuai dengan tujuan dan aturan yang berlaku. Pengukurannya dengan menjumlahkan skor akhir dari ketepatan sasaran, kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran. Hasil pengukuran peran petugas LKM dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tepat (7-8) skor 3 b. Kurang tepat (4-6) skor 2 c. Tidak tepat (1-3) skor 1
26
Y1.1. Ketepatan Sasaran Ketepatan sasaran adalah penilaian kondisi anggota saat pertama kali melakukan peminjaman. Pengukurannya dengan cara meminta anggota untuk menilai sendiri kondisi rumah tangganya saat awal bergabung dengan Koperasi. Selanjutnya hasil jawaban dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal, yaitu sesuai (skor 2) jika rumah tangga anggota termasuk kategori miskin dan tidak sesuai (skor 1) jika rumah tangga anggota tidak termasuk kategori miskin. Y1.2. Kesesuaian Penggunaan Dana Kesesuaian penggunaan dana adalah proporsi uang pinjaman yang digunakan untuk kegiatan usaha relatif terhadap total uang pinjaman yang diterima oleh anggota. Pengukurannya dengan menanyakan penggunakan dana pada tiga pinjaman terakhir dan banyaknya pinjaman yang digunakan untuk kegiatan usaha relatif terhadap semua pinjaman yang pernah diterima. Hasil pengukuran kesesuaian penggunaan dana adalah rata-rata dari kedua pengukuran tersebut dan dikategorikan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi jika > 75 persen modal yang diterima digunakan untuk usaha produktif skor 3 b. Sedang jika 50 persen-75 persen modal yang diterima digunakan untuk usaha produktif skor 2 c. Rendah jika < 50 persen modal yang diterima digunakan untuk usaha produktif skor 1 Y1.3. Kelancaran Pembayaran Kelancaran pembayaran adalah ketepatan pengangsuran yang dilakukan peminjam dilihat dari segi waktu pembayaran. Pengukurannya dengan menanyakan pernah atau tidaknya mengalami keterlambatan pencicilan pinjaman dan waktu pembayaran keterlambatan tersebut. Hasil pengukuran kelancaran pembayaran dengan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi jika anggota tidak pernah mengalami keterlambatan pencicilan pinjaman (skor 3) b. Sedang jika anggota pernah mengalami keterlambatan pencicilan pinjaman, akan tetapi pembayaran keterlambatan belum memasuki periode pembayaran selanjutnya (skor 2) c. Rendah jika anggota pernah mengalami keterlambatan pencicilan pinjaman dan pembayaran keterlambatan sudah memasuki periode pembayaran selanjutnya (skor 1) Y2. Tingkat Kemiskinan Indikator Penelitian Tingkat kemiskinan indikator penelitian adalah tingkat kemampuan anggota rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar yang diukur dengan menjumlahkan skor akhir dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat konsumsi dan tingkat kesehatan. Hasil pengukuran tingkat kemiskinan indikator penelitian dengan menggunakan skala ordinal. Pengelompokkan tingkat kemiskinan menggunakan basis sebaran populasi dengan kategori sebagai berikut. a. Mampu (10-12) skor 3
27
b. Kurang mampu (7-9) skor 2 c. Miskin (4-6) skor 1 Y2.1. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah jumlah total pemasukan rumah tangga yang diperoleh oleh semua anggota keluarga yang masih dalam satu rumah tangga. Pengukuran tingkat pendapatan dilakukan dengan menanyakan semua pendapatan yang masuk dalam rumah tangga selama satu bulan. Pengelompokkan tingkat pendapatan menggunakan basis sebaran populasi dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (Rp4 284 000 < x ≤ Rp5 900 000) skor 3 b. Sedang (Rp2 667 000 < x ≤ Rp4 284 000) skor 2 c. Rendah (Rp1 050 000 ≤ x ≤ Rp2 667 000) skor 1 Y2.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh anggota rumah tangga yang sudah berhenti masa studinya. Pengukuran tingkat pendidikan masing-masing anggota rumah tangga dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori sebagai berikut. a. Tinggi (tingkat SMA/sederajat dan perguruan tinggi) skor 3 b. Sedang (tingkat SMP/sederajat) skor 2 c. Rendah (tingkat SD/sederajat) skor 1 Pengukuran tingkat pendidikan rumah tangga secara umum dihitung dengan cara menghitung nilai rata-rata pendidikan anggota rumah tangga dan hasilnya dikategorikan sebagai berikut. a. Tinggi (rata-rata 3) skor 3 b. Sedang (2 ≤ x < 3) skor 2 c. Rendah (1 ≤ x < 2) skor 1 Y2.3. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi adalah jumlah pengeluaran per bulan per kapita untuk memenuhi kebutuhan anggota rumah tangga. Pengukuran tingkat konsumsi dilakukan dengan menanyakan semua pengeluaran dalam rumah tangga selama satu bulan. Pengelompokkan tingkat konsumsi menggunakan basis sebaran populasi dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (Rp873 000 ≤ x ≤ Rp1 182 000) skor 3 b. Sedang (Rp564 000 < x ≤ Rp873 000) skor 2 c. Rendah (Rp 254 000 < x ≤ Rp564 000) skor 1 Y2.4. Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan adalah kondisi fisik semua anggota secara umum dan kemampuan anggota keluarga memperoleh pelayanan pengobatan sesuai yang dibutuhkan untuk mengobati penyakit yang dideritanya dan atau menjaga kondisi fisiknya tetap sehat. Pengukurannya dengan menanyakan kondisi kesehatan semua anggota keluarga saat penelitian dilakukan. Hasil pengukurannya dikategorikan dengan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Tinggi (jika semua anggota keluarga dalam keadaan sehat atau sudah sembuh total dari penyakit yang pernah diderita) skor 3 b. Sedang (jika ada anggota keluarga yang sedang sakit, sudah mendapat pengobatan dan hampir sembuh dari penyakit yang diderita) skor 2
28
c. Rendah (jika ada anggota keluarga yang sedang sakit dan sudah mendapat pengobatan akan tetapi kondisinya masih parah atau bahkan belum mendapatkan pengobatan sama sekali) skor 1 Y3. Tingkat Kemiskinan Indikator BPS Tingkat kemiskinan indikator BPS adalah tingkat kemampuan anggota rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar. Pengukurannya dengan menggunakan 14 kriteria keluarga/rumah tangga miskin menurut BPS. Adapun hasil pengukuran tingkat kemiskinan menggunakan skala ordinal dengan kategori sebagai berikut. a. Rumah tangga tidak miskin (jika suatu rumah tangga belum memenuhi dari kesembilan indikator) skor 2 b. Rumah tangga miskin (jika suatu rumah tangga sudah memenuhi minimal sembilan atau lebih dari indikator) skor 1
29
PENDEKATAN LAPANGAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Peneliti menggunakan kedua pendekatan tersebut agar memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti (Singarimbun dan Effendi 1987). Metode yang digunakan dalam pendekatan kuantitatif adalah survei. Penjelasan selengkapnya mengenai pendekatan lapang dapat dilihat pada pemaparan selanjutnya.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kerja koperasi Baytul Ikhtiar. Penentuan koperasi ini dilakukan secara purposive berdasarkan rekomendasi dari Dewan koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada dua cabang koperasi Baytul Ikhtiar yaitu cabang Tamansari dan Dramaga dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan dua cabang tersebut. Cabang Tamansari merupakan cabang yang berdiri tahun 2000 dan cabang Dramaga merupakan cabang yang baru berdiri tahun 2011. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Februari 2014. Penelitian di lapangan dilakukan selama kurang lebih dua bulan, yaitu pada pertengahan bulan April 2014 hingga pertengahan bulan Juni 2014. Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, uji coba kuisioner, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Jadwal penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam pendekatan kuantitatif adalah survei. Penelitian survei adalah penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Informasi dikumpulkan menggunakan kuesioner. Unit analisis yang digunakan adalah individu dan rumah tangga. Penelitian dilakukan untuk maksud penjelasan (explanatory). Pada penelitian explanatory, peneliti menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi 1987). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan teknik penelitian wawancara tidak terstruktur, wawancara mendalam, observasi, dan analisis data sekunder yang terkait dengan topik penelitian. Peneliti mendapatkan data sekunder dari pihak koperasi Pusat, koperasi cabang Tamansari, koperasi cabang Dramaga dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Teknik Pengambilan Responden dan Informan Data dalam penelitian ini bersumber dari responden dan informan. Responden adalah anggota koperasi dengan masa keanggotaan minimal tiga tahun atau sudah meminjam minimal tiga kali peminjaman. Adapun informan terdiri
30
atas ketua, pengurus dan petugas lapang koperasi Baytul Ikhtiar. Pengambilan responden dilakukan dengan metode pengambilan sampel gugus bertahap. Metode gugus bertahap merupakan metode pengambilan sampel yang dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Metode tersebut digunakan karena koperasi tidak bersedia memberikan data anggota se-Kabupaten Bogor sehingga kerangka sampling tidak tersedia. Selain itu, wilayah populasi cabang Tamansari dan Dramaga yang terdiri atas beberapa kecamatan dan desa sangat tersebar secara geografis sehingga sulit untuk mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur. Teknik pengambilan responden dapat dijelaskan sebagai berikut. Langkah pertama yang dilakukan adalah memilih kecamatan dari masing-masing cabang. Kecamatan yang terpilih adalah kecamatan yang paling lama bergabung menjadi anggota koperasi yaitu Kecamatan Tamansari untuk cabang Tamansari dan Kecamatan Dramaga untuk cabang Dramaga. Selanjutnya desa penelitian dipilih dengan kriteria anggota sudah bergabung minimal tiga tahun atau anggota minimal telah melakukan peminjaman selama tiga kali. Ada 12 desa yang masuk dalam kriteria yang sudah ditentukan, yaitu tujuh desa dari Kecamatan Tamansari dan lima desa dari Kecamatan Dramaga. Kemudian tiap-tiap desa diambil satu kelompok/majlis yang termasuk kategori bagus. Penentuan majlis dengan kualitas bagus berdasarkan konsultasi dengan petugas lapang. Selanjutnya masing-masing majlis diambil sampel secara non proporsional sebanyak lima orang. Penentuan sampel dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan dari petugas lapang koperasi, ketua kelompok, kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan ketersediaan waktu dan tempat responden. Penggunaan metode ini akan mewakili permasalahan yang ada di koperasi, akan tetapi tidak cukup representatif menggambarkan kondisi koperasi secara keseluruhan. Dengan metode tersebut, jumlah responden yang diwawancarai adalah sebanyak 60 orang, yaitu 35 anggota berasal dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Tamansari dan 25 anggota berasal dari lima desa yang ada di Kecamatan Dramaga. Kelemahan dalam penggunaan metode ini ditutupi dengan informasi dari petugas lapang yang bersangkutan. Adapun bagan metode pengambilan sampel yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2.
Tabel 1 Jumlah sampel anggota koperasi Baytul Ikhtiar Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat Perkembangan Lokasi Lama Baru N n N n Kecamatan Tamansari 2 053 35 Kelompok Dramaga 1 611 25
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah anggota koperasi di Kecamatan Tamansari sebanyak 2 053 orang. Dari jumlah tersebut, anggota yang menjadi responden sebanyak 35 orang. Adapun jumlah anggota koperasi di Kecamatan Dramaga sebanyak 1 611 orang. Dari jumlah tersebut, anggota yang menjadi responden sebanyak 25 orang. Pengambilan anggota hanya sebagian kecil dari jumlah anggota yang ada karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana.
31
Selanjutnya, penjelasan lebih lanjut mengenai metode pengambilan responden dapat dilihat pada Gambar 2.
Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor
Cabang Tamansari
Kecamatan Cijeruk (tidak dipilih) Kecamatan Ciomas (tidak dipilih) Kecamatan Tenjolaya (tidak dipilih)
Kecamatan Dramaga Cabang Dramaga
Kecamatan Tenjolaya (tidak dipilih) Kecamatan Ciomas (tidak dipilih)
Sukajadi
Satu majlis
5 orang
Sukajaya
Satu majlis
5 orang
Sukaluyu
Satu majlis
5 orang
Tamansari
Satu majlis
5 orang
Pasir Eurih
Satu majlis
5 orang
Sukamantri
Satu majlis
5 orang
Sukaresmi
Satu majlis
5 orang
Neglasari
Satu majlis
5 orang
Petir
Satu majlis
5 orang
Purwasari
Satu majlis
5 orang
Sukawening
Satu majlis
5 orang
Sukadamai
Satu majlis
5 orang
Dramaga (tidak dipilih)
Keterangan : Tulisan warna merah berarti daerah tidak terpilih Tulisan warna hitam berarti daerah terpilih
Gambar 2 Langkah pengambilan responden penelitian analisis pengentasan kemiskinan melalui pelayanan keuangan mikro koperasi Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi data tentang koperasi Baytul Ikhtiar secara keseluruhan, data tentang cabang Tamansari, data tentang cabang Dramaga, dan data tentang
32
kemiskinan. Data sekunder tersebut diperoleh melalui dokumen-dokumen koperasi dan BPS. Selain itu, data sekunder juga diperoleh melalui beberapa sumber pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian, baik melalui media cetak maupun non cetak. Adapun pencarian data primer dilakukan dengan metode survei. Metode survei dilakukan dengan wawancara kepada 60 anggota. Peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas kuisioner. Uji validitas dilakukan untuk mengukur sejauhmana alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Effendi 1987). Uji validitas kuisioner dilakukan pada anggota di Kecamatan Ciampea sebanyak 15 orang, kemudian hasil kuisioner dianalisis menggunakan analisis statistik yang sesuai. Pertanyaan-pertanyaan yang terbukti tidak valid diganti dengan pertanyaan lain sehingga kuisioner lebih baik kualitasnya.
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data Data kuantitatif dari hasil kuesioner anggota diolah dan dianalisis dengan menggunakan program software SPSS Statistics 20 dan Microsoft Office Excel 2010. Peneliti menggunakan program SPSS Statistics 20 untuk melakukan uji statistik. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan uji Chi Square. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antardua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Uji Chi Square digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antardua variabel yang salah satu jenis datanya nominal. Hasil analisis data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel beserta interpretasinya. Adapun hasil analisis data kualitatif dilakukan melalui empat tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan atau verifikasi kesimpulan.
33
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga Gambaran Umum Kecamatan Tamansari Luas Kecamatan Tamansari sebesar 3 425.99 ha. Sebelah utara Kecamatan Tamansari berbatasan dengan Kecamatan Ciomas, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukabumi dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk. Kecamatan Tamansari terdiri atas delapan desa, yaitu: Sukajadi, Sukaluyu, Sukajaya, Sukaresmi, Pasir Eurih, Tamansari, Sukamantri, dan Sirnagalih Penduduk secara keseluruhan per tahun 2011 berjumlah 94 303 jiwa, dengan perbandingan laki-laki sebanyak 48 886 jiwa dan perempuan sebanyak 45 417 jiwa. Sarana ibadah yang tersedia terdiri atas masjid, musholla, pondok pesantren, pura, dan wihara. Mayoritas komoditas pertanian yang tersedia adalah padi sawah dan talas. Adapun sarana perekonomian yang tersedia terdiri atas tiga minimarket, 45 toko dan 14 koperasi. Sarana pendidikan terdiri atas dua Taman Kanak-kanak (TK) swasta, 29 Sekolah Dasar Negeri (SDN), lima Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Swasta, tiga Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) dan lima SMP Swasta, empat Madrasah Tsanawiyah (MTs) Swasta, dan satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri. Gambaran Umum Kecamatan Dramaga Luas Kecamatan Dramaga sebesar 2 632.13 ha. Sebelah utara Kecamatan Dramaga berbatasan dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ciampea, sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bogor dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Kota Bogor. Kecamatan Dramaga terdiri atas sepuluh desa, yaitu: Purwasari, Petir, Sukadamai, Sukawening, Neglasari, Sinarsari, Ciherang, Dramaga, Babakan, dan Cikarawang. Penduduk secara keseluruhan per tahun 2011 berjumlah 102 443 jiwa, dengan perbandingan laki-laki sebanyak 51 567 jiwa dan perempuan sebanyak 50 876 jiwa. Sarana ibadah yang tersedia terdiri atas masjid, musholla dan pondok pesantren. Mayoritas komoditas pertanian yang tersedia adalah padi sawah, ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. Selain itu, juga tersedia kedelai dan kacang tanah. Sarana perekonomian yang tersedia terdiri dari atas satu buah pasar desa milik desa, sepuluh minimarket dan 28 koperasi. Sarana pendidikan terdiri atas lima Taman Kanak-kanak (TK) swasta, 34 Sekolah Dasar Negeri (SDN), satu Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Swasta, tiga Sekolah Menengah Pertama (SMPN) Negeri dan lima SMP Swasta, delapan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Swasta, satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, dua SMA Swasta, dan dua Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta. Sekilas tentang Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) Koperasi Baytul Ikhtiar merupakan koperasi dengan sistem keanggotaan berkelompok. Kelompok-kelompok dalam koperasi ini sering disebut dengan sebutan majlis. Koperasi memiliki visi menjadi lembaga keuangan mikro (LKM) syariah terbaik di Jawa Barat dengan jumlah anggota seratus ribu orang dan 35
34
kantor cabang pada tahun 2017. Lembaga ini memiliki misi memberdayakan perempuan miskin dan keluarganya melalui pelayanan jasa keuangan mikro basis syariah dan pendidikan yang berkelanjutan. Koperasi ini sudah mulai berdiri tahun 1999 dan baru mendapatkan legalitas secara formal sebagai koperasi pada tahun 2008 dengan nomor perizinan 518/169/BH/KPTS/KKUKM/2008. Kantor pusat koperasi terletak di Komplek Pertanian Jalan Siaga No 25 RT 02/10 Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat. Koperasi telah banyak menjalin kerjasama untuk mengembangkan kualitas pelayanan dan manajemennya, baik kerjasama dengan lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan. Lembaga keuangan yang pernah melakukan kerjasama dengan koperasi ini adalah BPRS Bina Rahmah, Bank Syariah Mandiri cabang Cibinong, Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah Bogor, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB-KKUKM), Bank Sinar Mas Syariah dan BNI Syariah. Adapun lembaga non keuangan yang pernah melakukan kerja sama dengan koperasi ini adalah Oxfam-NOVIB (dana hibah murni sebagai dana inisiasi awal koperasi Baytul Ikhtiar), Baytul Maal Bogor (santunan untuk kaum dhuafa'), Mercy Corps Indonesia (pelatihan financial literacy), Pemda kabupaten Bogor, ESQ Leadership Training (latihan kepemimpinan bagi petugas koperasi), Takaful Mikro (berupa kerjasama asuransi jiwa), yayasan Muslimah Indonesia (Yasmina), Tazkia Institute, yayasan MICRA Indonesia dan MicroSave (pengembangan manajemen koperasi melalui pendampingan intensif selama dua tahun). Perkembangan koperasi Baytul Ikhtiar cukup pesat. Jumlah penabung per juni 2013 berjumlah 22 837 jiwa dan jumlah peminjam sebanyak 20 844 jiwa. Adapun sebaran wilayah koperasi meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Bandung. Struktur organisasi pada koperasi Baytul Ikhtiar terdiri atas rapat anggota, pengawas, pengurus, direktur, ketua divisi, manajer, kepala bagian, tenaga pendamping lapang, tim administrasi, tim pembukuan dan anggota. Beberapa divisi yang ada dalam struktur organisasi terdiri atas divisi audit internal, divisi usaha, divisi HRD (Human Resources Development), divisi Humas (Hubungan Masyarakat) dan kesekretariatan, divisi R & D (Research and Development), dan divisi IT (Information Technology). Adapun hirarki kepengurusannya dapat dilihat jelas pada Lampiran 4 terlampir. Produk Layanan Koperasi Produk layanan keuangan koperasi meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan. Penjelasan dari masing-masing produk layanan sebagai berikut. 1. Produk simpanan (tabungan) Beberapa jenis tabungan pada koperasi Baytul Ikhtiar terdiri atas tabungan wajib, tabungan sukarela, tabungan cadangan, dan tabungan kelompok. Penjelasan masing-masing tabungan sebagai berikut. a. Tabungan wajib Tabungan wajib merupakan tabungan rutin setiap minggu dan merupakan komponen dari angsuran yang wajib dibayar tiap minggu. Tabungan wajib ini akan dibagikan saat anggota keluar dari keanggotaan koperasi.
35
b. Tabungan sukarela Tabungan sukarela adalah tabungan yang disarankan petugas koperasi untuk diisi rutin per minggunya dengan besaran sesuai kemampuan dari anggota. Anggota dapat mengambil tabungannya saat diperlukan selama masih dalam jam pelayanan majlis. Keberadaan tabungan sukarela ini selain bertujuan untuk membiasakan anggota menabung juga sangat membantu anggota ketika kesulitan membayar angsuran pembiayaan. c. Tabungan cadangan Tabungan cadangan juga merupakan tabungan rutin setiap minggu dan merupakan komponen dari angsuran yang wajib dibayar tiap minggu. Tabungan cadangan ini akan dibagikan saat anggota sudah melunasi cicilan pinjaman. Petugas biasanya memberikan pilihan kepada anggota apakah akan mengambil uang tabungannya secara tunai saat cicilan berakhir atau langsung menambahkan hasil tabungan cadangan ke tabungan sukarela yang dimiliki masing-masing. d. Tabungan kelompok Tabungan kelompok adalah tabungan rutin setiap minggu dan merupakan komponen dari angsuran yang wajib dibayar tiap minggu. Tabungan kelompok ini akan dibagikan saat kelompok keluar dari keanggotaan koperasi. 2. Produk Pinjaman dan Pembiayaan Beberapa produk pinjaman yang ditawarkan koperasi adalah sebagai berikut. a. Pinjaman kebaikan (qardhul hasan) Pinjaman ini berlaku untuk pinjaman pertama dan penggunaannya diperbolehkan untuk segala keperluan. Pinjaman ini tidak dipungut margin/keuntungan/fee) b. Pinjaman dengan prinsip jual beli (akad al-murabahah) c. Pinjaman dengan prinsip sewa (akad al-ijarah) d. Pinjaman dengan prinsip sewa menyewa (akad al-hiwalah) Kelembagaan Koperasi Baytul Ikhtiar Tahap awal berkembangnya koperasi Baytul Ikhtiar di suatu tempat adalah melalui proses rekruitmen anggota. Adapun penjelasan singkat mengenai alur rekruitmen anggota adalah sebagai berikut. Pertama-tama, pengurus melakukan observasi blok pemukiman. Setelah itu, pengurus melakukan perhitungan secara ekonomi dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil observasi. Jika hasil perhitungan blok pemukiman tersebut terbukti terjangkau dengan pertimbangan ekonomi yang ada, pengurus melakukan pendekatan dengan tokoh setempat untuk mengenalkan koperasi dan keuntungan yang akan diperoleh jika masyarakat ikut serta menjadi anggota koperasi. Setelah memperoleh izin dari stakeholder setempat, pengurus mulai mengenalkan koperasi kepada masyarakat setempat. Anggota masyarakat yang berminat biasanya langsung mendaftar ke pengurus yang sedang menjalankan tugasnya. Masyarakat yang mendaftar kemudian dicatat namanya, namun tidak serta merta langsung diterima sebagai anggota koperasi. Pengurus perlu melakukan uji kelayakan calon anggota (UK) terlebih dahulu.
36
Uji kelayakan (UK) adalah proses seleksi bagi calon anggota yang berminat dan telah mendaftar untuk menjadi anggota koperasi. Kegiatan yang dilakukan dalam uji kelayakan adalah penggalian data tentang kondisi umum calon anggota. Petugas lapang melakukan uji kelayakan dengan observasi dan wawancara. Petugas menggali informasi terkait kondisi ekonomi rumah tangga, aset yang dimiliki, usaha anggota rumah tangga serta kondisi rumah. Calon anggota yang lolos dalam seleksi tahap ini adalah calon anggota yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan koperasi. Koperasi mewajibkan calon anggota yang lolos untuk mengikuti latihan wajib kelompok (LWK) selama tiga hari sebagai syarat terakhir keanggotaan di koperasi Baytul Ikhtiar. LWK merupakan proses sosialisasi awal kepada calon anggota. LWK bertujuan mengajak calon anggota untuk lebih mengetahui informasi tentang koperasi dan pelayanan yang ditawarkan. Selain itu, tujuan yang lebih penting dari kegiatan LWK adalah melatih calon anggota belajar berkumpul, disiplin, tanggung jawab dan peduli dengan anggota yang lain sebelum menjadi satu kelompok. Pihak koperasi menilai pelaksanaan LWK sangat penting karena adanya sistem tanggung renteng di koperasi. Maksud dari sistem tanggung renteng adalah semua anggota kelompok bersedia membantu semua kesulitan anggota majlis, termasuk jika ada anggota lain merasa kesulitan membayar cicilan pinjaman. Calon anggota resmi menjadi anggota koperasi Baytul Ikhtiar setelah latihan wajib kelompok selesai dan calon anggota bersedia berkomitmen untuk menjalankan seluruh peraturan yang berlaku di Koperasi. Kewajiban anggota setiap minggunya adalah menghadiri pelayanan majlis. Anggota menentukan lokasi pelayanan majlisnya sendiri dengan melakukan musyawarah antaranggota. Alur rekruitmen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Petugas lapang koperasi melaksanakan tugas utamanya berupa pelayanan majlis. Pelayanan majlis merupakan sarana pendampingan dan pertemuan rutin antara petugas dan anggota. Pelayanan majlis setiap minggunya diawali dengan salam, kemudian ucapan ikrar anggota, ikrar petugas, ramah tamah petugas, proses menabung dan pencicilan pinjaman, proses tanya jawab (jika ada anggota yang menanyakan sesuatu), dan diakhiri dengan salam. Anggota membaca ikrar secara bersama-sama dan dipimpin oleh ketua majlis. Adapun bunyi ikrar tersebut adalah sebagai berikut. 1. Adalah menjadi tanggung jawab kami untuk berusaha menambah pendapatan keluarga. 2. Membantu anggota majlis/kelompok (nama majlis) apabila mereka dalam kesulitan. 3. Menggunakan pinjaman/pembiayaan dari koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) untuk meningkatkan pendapatan keluarga. 4. Mendorong anak-anak untuk terus sekolah. 5. Membayar kembali pinjaman/pembiayaan dan menabung setiap minggu sesuai dengan ketentuan. Setelah anggota mengucapkan ikrar, petugas juga mengucapkan ikrar. Bunyi ikrar petugas adalah sebagai berikut. 1. Adalah tanggung jawab petugas mengemban amanah dari koperasi BAIK dalam melayani dan mendampingi anggota untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.
37
2. Tidak membedakan suku, agama dan politik. 3. Tidak menerima imbalan apapun dari anggota kecuali air minum. Allah SWT menjadi saksi atas apa yang petugas ucapkan dan lakukan Sebaran Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar Cabang Tamansari dan Cabang Dramaga Sebaran anggota koperasi Baytul Ikhtiar cabang Tamansari dan cabang Dramaga meliputi beberapa desa dan kecamatan. Masa keanggotaan dua cabang tersebut berbeda. Penjelasan lengkap mengenai sebaran wilayah anggota dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Sebaran anggota koperasi Baytul Ikhtiar cabang Tamansari per Mei 2014 No Kecamatan Desa Jumlah Jumlah anggota kelompok 1 Tamansari Sukajadi 16 218 Sukajaya 36 525 Sukaluyu 37 442 Tamansari 6 83 Pasir eurih 13 219 Sukamantri 19 305 Sukaresmi 19 261 2 Cijeruk Sukaharja 18 251 3 Ciomas Sukamakmur 14 164 4 Tenjolaya Gn.Malang 46 704 Tapos 1 4 78 Gn. Mulia 1 15 5 Mulyaharja Sirnagalih 4 71 Jumlah 233 3 336 Sumber: Data sekunder kantor cabang Tamansari (2014)
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas anggota koperasi cabang Tamansari berasal dari Kecamatan Tamansari. Ada tujuh desa di Kecamatan Tamansari yang bergabung menjadi anggota koperasi dengan masa keanggotaan sudah lebih dari tiga tahun. Ketujuh desa tersebut adalah desa Sukajadi, desa Sukajaya, desa Tamansari, desa Pasir Eurih, desa Sukamantri, desa Sukaresmi, dan desa Sukaluyu. Desa yang paling awal bergabung menjadi anggota koperasi adalah desa Sukaluyu. Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas anggota koperasi cabang Dramaga berasal dari Kecamatan Dramaga. Ada enam desa di Kecamatan Dramaga yang bergabung menjadi anggota koperasi. Akan tetapi, hanya lima desa dengan masa keanggotaan sudah lebih dari tiga tahun. Kelima desa tersebut adalah desa Neglasari, desa Petir, desa Purwasari, desa Sukawening dan desa Sukadamai.
38
Tabel 3 Sebaran anggota koperasi Baytul Ikhtiar cabang Dramaga per Desember 2013 No Kecamatan Desa Jumlah Jumlah anggota kelompok 1 Dramaga Neglasari 13 214 Petir 37 565 Purwasari 8 132 Sukawening 16 236 Sukadamai 29 449 Dramaga 1 15 2 Ciomas Sukaharja 13 215 Ciapus 3 48 Sukamakmur 4 43 3 Tenjolaya Situdaun 31 485 Cinangneng 5 79 Tapos 1 15 Jumlah 161 2 496 Sumber: Data sekunder kantor cabang Dramaga (2014)
39
DESKRIPSI VARIABEL TERKAIT ANALISIS KEMISKINAN MELALUI PELAYANAN KEUANGAN MIKRO KOPERASI Karakteristik Peminjam Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga Hasil penelitian tentang karakteristik peminjam pada Kecamatan Tamansari dan Dramaga menunjukkan bahwa mayoritas anggota termasuk dalam kategori umur dewasa awal, tingkat pendidikan rendah, jenis usaha adalah ibu rumah tangga, masa keanggotaan baru, tingkat pemahaman sedang, tingkat kepatuhan sedang dan memiliki sikap netral terhadap kemiskinan. Umur Umur anggota Koperasi dalam penelitian ini memiliki rentang 21-65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas umur anggota tergolong kategori dewasa awal, lainnya tergolong kategori dewasa lanjut dan hanya sebagian kecil yang tergolong kategori lanjut usia. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran anggota koperasi menurut umur di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Umur Dewasa Awal Dewasa Lanjut Lanjut Usia Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 29 82.9 5 14.3 1 2.9 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 20 80.0 5 20.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang 49 10 1 60
% 81.7 16.7 1.7 100.0
Mayoritas anggota termasuk kategori dewasa awal. Ciri rumah tangga mereka adalah kurangnya kestabilan keuangan. Hal tersebut karena rumah tangga mendapatkan pemasukan rutin dengan nominal tidak tetap, akan tetapi masih banyak pengeluaran untuk keperluan non makanan yang sifatnya mendadak. Keperluan tersebut seperti biaya pendidikan anak yang nominalnya cukup besar. Kurang stabilnya keuangan rumah tangga menjadi motivasi mereka untuk bergabung menjadi anggota koperasi dengan tujuan terwujudnya keuangan yang stabil melalui kegiatan simpan pinjam. Anggota dapat menabung ketika ada kelebihan pendapatan dan tidak merasa kebingungan ketika ada keperluan mendadak. Anggota koperasi dari Kecamatan Dramaga tidak ada yang termasuk kategori lanjut usia. Hal tersebut karena Kecamatan Dramaga termasuk kecamatan yang relatif baru bergabung menjadi anggota koperasi. Anggota yang baru bergabung di koperasi biasanya masih berada pada usia produktif. Anggota yang berada pada fase lanjut usia di Tamansari biasanya merupakan anggota yang sudah lama bergabung. Hal tersebut menunjukkan loyalitas keanggotaan yang
40
tinggi, enggan keluar dari keanggotaan meskipun sudah tidak berada pada usia produktif. Tingkat Pendidikan Pendidikan terakhir anggota koperasi pada umumnya adalah pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Hanya sebagian kecil anggota yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP maupun SMA. Peneliti selanjutnya mengelompokkan tingkat pendidikan anggota dan menyajikannya pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran anggota koperasi menurut pendidikan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat pendidikan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 34 97.1 1 2.9 0 0.0 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 18 72.0 4 16.0 3 12.0 25 100.0
Gabungan orang % 52 86.7 5 8.3 3 5.0 60 100.0
Tabel 5 menunjukkan secara umum pendidikan anggota berada pada tingkat rendah. Sebagian besar anggota mengatakan hal tersebut disebabkan karena kondisi keluarga tidak mampu secara ekonomi, sehingga dukungan untuk bersekolah rendah. Selain itu, anak terlibat dalam kegiatan rumah tangga maupun terlibat dalam kegiatan produktif untuk membantu ekonomi rumah tangga. Ditambah lagi, ketersediaan sarana pendidikan seperti sekolah dan sarana transportasi seperti jalan dan angkutan umum masih sangat terbatas. Tingkat pendidikan Kecamatan Dramaga sedikit lebih tinggi daripada Kecamatan Tamansari. Hal ini terlihat dari adanya beberapa anggota di Kecamatan Dramaga yang termasuk kategori tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Perbedaan tersebut disebabkan lebih terbatasnya sarana pendidikan di Kecamatan Tamansari daripada Kecamatan Dramaga. Hal tersebut sejalan dengan data sosial ekonomi yang ada yang menyatakan bahwa sekolah yang tersedia di Kecamatan Tamansari lebih sedikit daripada Dramaga. Jumlah SMP yang tersedia saat ini memang sama jumlahnya, akan tetapi sebagian besar anggota Kecamatan Tamansari mengaku bahwa hanya ada satu SMP yang ada saat anggota masih berada pada usia sekolah, sehingga anggota merasa kesulitan dalam mengaksesnya. Adapun jumlah SMA sederajat masih sangat timpang antara keduanya, Kecamatan Tamansari hanya terdapat satu SMA dan Kecamatan Dramaga terdapat lima SMA atau sederajat. Jenis Usaha Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota di Kecamatan Tamansari bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan mayoritas anggota di Kecamatan Dramaga sebagai ibu rumah tangga (IRT). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Wiraswasta di Kecamatan Tamansari banyak jenisnya di antaranya pengrajin sepatu, pedagang sayuran, pengusaha tanaman hias, penjual sembako,
41
tukang kredit, penjual gorengan keliling, petani padi dan palawija, pengambil pasir di sungai, dan peternak. Adapun mayoritas karyawan di Kecamatan Tamansari bekerja sebagai karyawan perusahaan sepatu. Selain itu, ada juga karyawan yang bekerja sebagai cleaning service, pembantu rumah tangga dan pengasuh anak. Adapun sebagian kecil lainnya adalah sebagai ibu rumah tangga. Mayoritas anggota di Kecamatan Tamansari yang memilih menjadi ibu rumah tangga karena memiliki anak balita dan merasa pemasukan suami sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mayoritas anggota di Kecamatan Dramaga sebagai ibu rumah tangga. Sebagian anggota yang lain termasuk karyawan dan wiraswasta dengan jumlah yang sama. Banyak anggota sebagai ibu rumah tangga karena beberapa alasan, di antaranya memiliki anak balita, suami melarang bekerja, lapangan kerja yang sesuai tidak tersedia dan ada juga karena anggota sudah merasa cukup dengan pendapatan dari suami dan anak. Jenis karyawan di Kecamatan Dramaga terdiri atas beberapa jenis yaitu karyawan sepatu, pengrajin kotak perhiasan, pengasuh anak, dan tukang bungkus kerupuk. Adapun jenis wiraswasta terdiri atas penjual sembako, pembuat keranjang bambu, penjual jajanan, pedagang kue, tukang kredit, dan tukang masak. Jumlah wiraswasta di Kecamatan Tamansari lebih banyak daripada di Kecamatan Dramaga. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi untuk berwirausaha lebih tinggi di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga. Perbedaan tersebut kemungkinan besar disebabkan desakan ekonomi, waktu luang yang dimiliki serta motivasi peningkatan ekonomi rumah tangga yang lebih tinggi di Kecamatan Tamansari daripada Kecamatan Dramaga. Selain itu, data sosial ekonomi yang ada menunjukkan bahwa Kecamatan Tamansari tidak terdapat pasar dan hanya tersedia minimarket yang jumlahnya jauh lebih sedikit daripada di Kecamatan Dramaga. Kondisi tersebut menyebabkan keberadaan warung yang menyediakan bahan kebutuhan pokok sangat dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut mendorong terbukanya peluang usaha bagi anggota koperasi di Kecamatan Tamansari.
Tabel 6 Sebaran anggota koperasi menurut jenis usaha di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Jenis usaha IRT Karyawan Wiraswasta Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 5 14.3 12 34.3 18 51.4 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 11 44.0 7 28.0 7 28.0 25 100.0
Gabungan orang % 16 26.7 19 31.7 25 41.7 60 100.0
Masa Keanggotaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota di Kecamatan Tamansari termasuk dalam kategori masa keanggotaan sedang. Akan tetapi, mayoritas anggota di Kecamatan Dramaga termasuk dalam kategori baru. Hal tersebut karena keanggotaan Kecamatan Dramaga dalam koperasi Baytul Ikhtiar baru sekitar tujuh tahun dari waktu penelitian dilakukan, sedangkan keanggotaan
42
Kecamatan Tamansari sudah 14 tahun. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Banyaknya anggota yang termasuk kategori masa keanggotaan baru menunjukkan anggota belum lama bergabung di koperasi. Bergabungnya anggota disebabkan kebutuhan ekonomi serta dikenalnya koperasi Baytul Ikhtiar sebagai koperasi dengan sistem mudah dan tidak memberatkan anggota. Banyaknya anggota yang termasuk masa keanggotaan sedang dan lama menunjukkan tingkat loyalitas yang cukup tinggi pada koperasi. Hal tersebut tercermin saat anggota diberikan pertanyaan mengenai kelebihan dan kekurangan koperasi. Sebagian besar anggota menjawab bahwa koperasi mempunyai banyak kelebihan yang membuat anggota betah dan enggan keluar dari keanggotaan koperasi. Hanya sedikit anggota yang dapat menyebutkan kekurangan-kekurangan koperasi. Di antara kelebihan koperasi menurut persepsi anggota antara lain: kemudahan proses peminjaman, keramahan petugas lapang, tabungan tanpa ada ketentuan minimal setoran, longgarnya peraturan, kewajiban kumpul rutin (sehingga makin akrab dengan tetangga), dekatnya tempat pelayanan (pelayanan di sekitar rumah warga sehingga tidak ada biaya transport yang dikeluarkan), kesesuaian dengan syariat islam, adanya sistem asuransi jiwa suami dan istri, dan adanya kestabilan keuangan rumah tangga karena adanya tabungan. Selain itu, jika ditanyakan kepada anggota apakah ada rencana keluar dari keanggotaan, hampir semua anggota menyatakan sama sekali tidak ada rencana untuk keluar, selain karena kondisi darurat seperti kematian atau tidak lagi mempunyai kegiatan produktif. Di antara kekurangan-kekurangan koperasi yang disebutkan adalah adanya kewajiban kumpul rutin (menyebabkan aktivitas terganggu), tidak adanya santunan sosial, kewajiban bayar cicilan pinjaman rutin (meskipun sedang kesulitan keuangan), besarnya keuntungan koperasi serta keterlambatan anggota kelompok saat datang kumpul rutin (menyebabkan waktu kumpul rutin menjadi lebih lama).
Tabel 7 Sebaran anggota koperasi menurut masa keanggotaan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Masa keanggotaan Baru Sedang Lama Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 12 34.3 17 48.6 6 17.1 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 22 88.0 3 12.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang 34 20 6 60
% 56.7 33.3 10.0 100.0
Tingkat Pemahaman tentang LKM Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anggota mempunyai tingkat pemahaman tergolong kategori sedang. Tingkat pemahaman tentang LKM pada anggota Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.
43
Tabel 8 menunjukkan bahwa anggota koperasi baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga termasuk kategori tingkat pemahaman sedang. Hal tersebut dikarenakan aturan-aturan koperasi mudah difahami. Akan tetapi, mayoritas anggota tidak menghitung keuntungan yang diperoleh koperasi setiap kali melakukan pinjaman, tidak memahami secara jelas apa maksud dari masing-masing rincian yang dibayarkan setiap cicilan pinjaman dan hanya sebagian yang memahami produk layanan koperasi. Adapun untuk pertanyaan mengenai syarat melakukan peminjaman, sanksi-sanksi dan pertimbangan yang digunakan koperasi dalam menentukan besarnya pinjaman, hampir semua anggota mengetahuinya karena petugas sering mengingatkan dalam pertemuan rutin mingguan dan juga menerapkannya.
Tabel 8
Sebaran anggota koperasi menurut pemahaman tentang LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Tingkat pemahaman Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 2 5.7 24 68.6 9 25.7 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 0 0.0 23 92.0 2 8.0 25 100.0
Gabungan orang 2 47 11 60
% 3.3 78.3 18.3 100.0
Tingkat Kepatuhan terhadap Pemimpin Tingkat kepatuhan anggota koperasi terhadap pemimpinnya ternyata menghasilkan perbedaan jawaban yang cukup beragam. Mayoritas anggota termasuk kategori tingkat kepatuhan sedang. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran anggota koperasi menurut kepatuhan terhadap pemimpin di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat kepatuhan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 4 11.4 15 42.9 16 45.7 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 10 40.0 10 40.0 5 20.0 25 100.0
Gabungan orang 14 25 21 60
% 23.3 41.7 35.0 100.0
Tingkat kepatuhan tinggi lebih banyak proporsinya di Kecamatan Tamansari daripada Kecamatan Dramaga. Perbedaan tersebut karena secara sekilas tingkat kekeluargaan di Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada di Kecamatan Dramaga. Adapun tingkat kepatuhan sedang hampir berimbang proporsinya antara dua Kecamatan karena anggota tidak mengikuti semua saran yang diberikan pemimpin, terutama saran menyangkut penggunaan dana pinjaman atau urusan rumah tangga.
44
Pemimpin kelompok dipilih sendiri oleh anggota kelompok berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sifat dan ketrampilan yang dimiliki. Pemimpin terpilih kemudian disahkan oleh petugas lapang koperasi. Sifat yang biasanya menjadi pertimbangan utama adalah baik hati dan peduli, sedangkan ketrampilan yang menjadi pertimbangan utama adalah ketrampilan berkomunikasi dan ketrampilan bersosial. Pemimpin akan diganti jika ada alasan-alasan tertentu, misalnya sakit, keluar dari keanggotaan koperasi dan sudah tidak berkenan lagi. Secara umum peran pemimpin yang ada di lapangan hanya mencakup halhal yang mendukung kelancaran operasional koperasi, yaitu mengondisikan anggota datang ke kumpul rutin mingguan tepat waktu dan anggota membayar lancar sehingga tidak ada anggota yang harus ditanggung renteng oleh kelompok. Pemimpin jarang sekali ikut campur terkait masalah peningkatan kesejahteraan anggota, kecuali jika anggota memiliki hubungan kekerabatan dengan pemimpin. Kondisi tersebut menyebabkan anggota cenderung patuh pada keputusankeputusan pemimpin karena keputusan hanya berkisar pada urusan koperasi. Anggota juga cenderung percaya terhadap apa yang dikatakan pemimpin karena hidup bertetangga dan mengenal baik pemimpinnya. Akan tetapi, anggota kadangkadang menerima saran dari pemimpin. Jika saran yang disampaikan menyangkut tentang koperasi, anggota merasa tidak keberatan menerimanya, akan tetapi jika saran tentang kehidupan rumah tangga dan penggunaan dana pinjaman, anggota cenderung merasa keberatan menerimanya, kecuali jika hubungan antara pemimpin dan anggota relatif dekat. Sikap terhadap Kemiskinan Pengukuran sikap anggota terhadap kemiskinan menghasilkan perbedaan jawaban yang cukup beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sikap anggota terhadap kemiskinan tergolong netral. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10
Sebaran anggota koperasi menurut sikap terhadap kemiskinan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Sikap terhadap Kemiskinan Positif Netral Negatif Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 5 14.3 24 68.6 6 17.1 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 7 28.0 15 60.0 3 12.0 25 100.0
Gabungan orang 12 39 9 60
% 20.0 65.0 15.0 100.0
Sikap netral tersebut menunjukkan sebagian besar anggota menerima apa adanya kondisi ekonomi rumah tangga yang sedang dihadapi. Mereka berusaha sesuai kesempatan yang ada dan merasa tidak kekurangan dengan ekonomi rumah tangga saat ini. Sikap positif terhadap kemiskinan menunjukkan anggota pasrah dengan kondisi keterbatasan yang ada. Mereka mampu menyesuaikan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan kondisi semampunya. Adapun sikap negatif
45
terhadap kemiskinan menunjukkan bahwa anggota tidak menyukai keterbatasan yang ada. Mereka terus berusaha agar terjadi peningkatan ekonomi rumah tangga. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Suartha (2013) yang menyatakan bahwa sikap positif menunjukkan kecenderungan tindakan yang mendekati, menyenangi dan mengharapkan obyek tertentu, sedangkan sikap negatif menunjukkan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai obyek tertentu. Akan tetapi, jika mengingat aspek sikap yang terdiri atas tiga hal, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan konatif (kecenderungan tindakan), hasil penelitian menunjukkan sedikit perbedaan. Secara kognitif dan afektif, semua anggota cenderung bersikap negatif atau tidak suka terhadap apa yang disebut miskin. Akan tetapi yang membedakan antaranggota adalah kecenderungan tindakan yang dilakukan (konatif), cenderung berusaha untuk keluar dari kondisi kemiskinan yang ada atau menyesuaikan diri dan menganggap kemiskinan tersebut sebagai hal yang wajar dan sulit diubah, bahkan tidak dapat diubah. Aspek konatif inilah yang cenderung membedakan antaranggota termasuk kategori positif, netral atau negatif terhadap kemiskinan. Peran Petugas LKM Kegiatan operasional koperasi dapat berjalan dengan lancar dengan peran serta petugas. Petugas awalnya melakukan pengenalan koperasi kapada calon anggota, selanjutnya petugas koperasi melakukan kunjungan rutin seminggu sekali untuk melakukan pelayanan simpan pinjam dan melakukan pendampingan. Akan tetapi anggota memberikan penilaian yang berbeda-beda terhadap peran yang dilakukan petugas. Secara umum, penilaian anggota terhadap peran petugas dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota menganggap peran petugas termasuk kategori tinggi, intensitas sosialisasi tinggi dan efektivitas penegakan aturan juga tinggi. Akan tetapi, semua anggota memberikan penilaian bahwa pendampingan rendah. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11, Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14.
Tabel 11 Sebaran anggota koperasi menurut peran petugas LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Peran petugas LKM Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 0 0.0 17 48.6 18 51.4 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 0 0.0 16 64.0 9 36.0 25 100.0
Gabungan orang 0 29 31 60
% 0.0 48.3 51.7 100.0
Tabel 11 menunjukkan sedikit perbedaan antardua kecamatan. Mayoritas anggota di Kecamatan Tamansari beranggapan bahwa peran petugas LKM termasuk kategori tinggi. Akan tetapi, mayoritas anggota di Kecamatan Dramaga beranggapan bahwa peran petugas termasuk kategori sedang. Lebih tingginya penilaian kinerja petugas lapang menurut anggota yang berada di Kecamatan
46
Tamansari daripada anggota yang berada pada Kecamatan Dramaga karena keanggotaan yang lebih lama di Kecamatan Tamansari, sehingga interaksi dengan petugas lapang menjadi lebih intensif dan lebih akrab. Selain itu, keanggotaan Tamansari juga merupakan keanggotaan yang pertama kali di koperasi Baytul Ikhtiar. Banyak kunjungan dan bantuan-bantuan sosial yang pernah digulirkan dari lembaga mitra koperasi untuk Kecamatan Tamansari saat awal-awal bergabung. Berbeda dengan Dramaga yang baru masuk keanggotaan setelah koperasi berkembang dan bercabang di beberapa tempat. Kegiatan di Kecamatan Dramaga sekedar pertemuan rutin mingguan, tidak ada kegiatan seperti kunjungan dan bantuan seperti di Kecamatan Tamansari. Hal tersebut karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki koperasi. Lebih banyaknya manfaat yang diterima anggota di Kecamatan Tamansari menyebabkan penilaian terhadap petugas lapang lebih tinggi daripada di Kecamatan Dramaga. Intensitas Sosialisasi Sosialisasi merupakan salah satu tahap yang menentukan keberhasilan suatu program. Pengukuran intensitas sosialisasi berdasarkan persepsi anggota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota termasuk kategori mendapat intensitas sosialisasi tinggi dan lainnya tergolong mendapat intensitas sosialisasi sedang. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran anggota koperasi menurut intensitas sosialisasi di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Intensitas sosialisasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 0 0.0 2 5.7 33 94.3 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 0 0.0 6 24.0 19 76.0 25 100.0
Gabungan orang 0 8 52 60
% 0.0 13.3 86.7 100.0
Tingginya intensitas sosialisasi yang diterima anggota karena koperasi melakukan sosialisasi dalam kelompok kecil, sehingga sosialisasi berjalan intensif. Pada dasarnya materi sosialisasi yang disampaikan petugas adalah sama, akan tetapi setiap anggota memiliki daya tangkap dan daya ingat yang berbedabeda. Anggota termasuk mendapat intensitas sosialisasi tinggi dan sedang karena sebagian besar anggota tidak dapat menjawab hanya pada satu jenis pertanyaan dari beberapa pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang tidak dapat dijawab adalah tentang jenis-jenis akad. Koperasi melakukan kegiatan sosialisasi selama tiga hari melalui kegiatan yang disebut Latihan Wajib Kelompok (LWK). LWK merupakan syarat wajib keanggotaan koperasi. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memupuk kesadaran kelompok agar siap membantu satu sama lain. Selain itu, LWK bertujuan untuk mengenalkan seluk beluk koperasi dan peraturannya. Kemudian, jika ada peraturan yang tidak dimengerti, anggota dapat bertanya pada petugas lapang saat kumpul mingguan. Hal tersebut menyebabkan intensitas sosialisasi
47
yang diterima cukup tinggi karena sosialisasi formal hanya pada awal program, sedangkan pertemuan mingguan juga dapat dikatakan sebagai sosialisasi non formal karena anggota dapat bertanya hal-hal tentang koperasi yang belum dimengerti. Intensitas Pendampingan Hasil pengukuran intensitas pendampingan menghasilkan jawaban seragam. Semua anggota baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga merasakan mendapatkan intensitas pendampingan yang rendah. Tidak ada anggota yang termasuk kategori mandapat intensitas pendampingan sedang dan tinggi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13. Semua anggota termasuk kategori mendapat intensitas pendampingan rendah karena anggota merasa bahwa petugas hanya fokus dalam aktivitas penarikan cicilan pinjaman. Petugas menanyakan kondisi anggota, baik kondisi rumah tangga, keuangan dan usaha hanya untuk kepentingan koperasi, bukan untuk membantu masalah anggota. Petugas menanyakan kondisi-kondisi tersebut saat anggota mengajukan permohonan peminjaman dan bertujuan untuk mengukur kemampuan anggota dalam melakukan pencicilan pinjaman setiap minggunya.
Tabel 13
Sebaran anggota koperasi menurut intensitas pendampingan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Intensitas pendampingan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari Orang % 35 100.0 0 0.0 0 0.0 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 25 100.0 0 0.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang 60 0 0 60
% 100.0 0.0 0.0 100.0
Kegiatan pendampingan menyatu dengan kegiatan mingguan yang berisi kegiatan menabung dan membayar cicilan pinjaman. Tingkat pendampingan yang rendah sebenarnya bukan karena kelalaian petugas dalam menjalankan kewajibannya, akan tetapi menjadi perhatian tersendiri bagi Koperasi dalam menjalankan misinya. Koperasi memiliki misi memberdayakan perempuan miskin dan keluarganya melalui pelayanan jasa keuangan mikro basis syariah dan pendidikan yang berkelanjutan. Misi tersebut menyatakan dua kegiatan utama koperasi, yaitu pelayanan jasa keuangan mikro dan pendidikan yang berkelanjutan. Dengan sistem pendampingan yang demikian, koperasi belum menjalankan misi yang dicanangkan dengan sepenuhnya, terutama peda kegiatan pendidikan yang berkelanjutan. Pendekatan yang digunakan koperasi dalam mendampingi masyarakat miskin adalah menggunakan pendekatan sosio-ekonomis. Pendekatan tersebut berdasarkan pada anggapan bahwa orang miskin mempunyai potensi untuk mengatasi masalah sosial ekonominya sendiri. Pendekatan ini sering digunakan dalam aksi pemberdayaan (Hermantyo [tidak ada tahun]). Akan tetapi tahap
48
pemberdayaan yang dilihat dari segi tingkat pelibatan pendamping baru pada tahap animasi, yaitu tahap menumbuhkan/membangkitkan semangat masyarakat, belum mencapai tahap fasilitasi, yaitu tahap membantu masyarakat menembus rintangan teknis yang dihadapi. Efektivitas Penegakan Aturan Pengukuran efektivitas penegakan aturan menghasilkan jawaban yang hampir seragam antaranggota. mayoritas anggota baik Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga termasuk kategori mendapatkan efektivitas penegakan aturan tinggi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Efektivitas penegakan aturan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Sebaran anggota koperasi menurut efektivitas penegakan aturan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang % 0 0.0 16 45.7 19 54.3 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 0 0.0 12 48.0 13 52.0 25 100.0
Gabungan orang 0 28 32 60
% 0.0 46.7 53.3 100.0
Petugas lapang merupakan karyawan tetap dengan rangkaian tugas yang sudah ditentukan. Petugas lapangan sudah melaksanakan prosedur yang berlaku di koperasi. Petugas juga memberi sanksi sesuai aturan yang berlaku. Semua anggota juga mengetahui bahwa pasti ada sanksi yang diberikan petugas ketika ada pelanggaran, akan tetapi sebagian anggota tidak mengetahui detail hukuman yang diberikan. Sebagian anggota beranggapan bahwa jika tidak hadir dalam pertemuan rutin mingguan dan tidak menabung, petugas hanya menegur saja, akan tetapi tidak memberi sanksi, padahal sebenarnya petugas memberi sanksi. Kondisi tersebut menyebabkan anggota menempati posisi efektivitas penegakan aturan sedang dan tinggi. Tidak ada sama anggota yang sama sekali menempati posisi efektivitas penegakan aturan rendah. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang diduga berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM adalah dukungan luar, dukungan ketua kelompok dan dukungan anggota kelompok. Dukungan luar yang dimaksud adalah dukungan dari keluarga, pemerintah, swasta maupun lembaga lain yang pernah diterima oleh anggota dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga. Adapun dukungan ketua dan anggota kelompok merupakan dukungan yang diterima dari dalam kelompok sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang diperoleh mayoritas anggota termasuk kategori sedang. Penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas anggota mendapat dukungan luar dan dukungan ketua kelompok tingkat sedang. Akan tetapi, mayoritas anggota termasuk kategori mendapat dukungan anggota kelompok tingkat rendah. Hasil selengkapnya faktor lingkungan yang
49
diterima anggota Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga dapat dilihat pada Tabel 15, Tabel 16, Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 15 menunjukkan sedikit perbedaan antardua kecamatan. Faktor lingkungan yang diperoleh mayoritas anggota, baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga termasuk kategori sedang. Secara umum, faktor lingkungan yang diterima anggota di Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada anggota di Kecamatan Dramaga. Tingginya faktor lingkungan yang diterima di Kecamatan Tamansari lebih disebabkan dukungan ketua dan anggota kelompok.
Tabel 15 Sebaran anggota koperasi menurut faktor lingkungan yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Faktor lingkungan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 2 5.7 25 71.4 8 22.9 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 1 4.0 23 92.0 1 4.0 25 100.0
Gabungan orang 3 48 9 60
% 5.0 80.0 15.0 100.0
Dukungan Luar Mayoritas anggota, baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga mendapat tingkat dukungan luar sedang. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Mayoritas dukungan dari keluarga adalah berasal dari orang tua dan anak, sedangkan dukungan pemerintah yang paling banyak diterima adalah Raskin.
Tabel 16 Sebaran anggota koperasi menurut dukungan luar yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Dukungan luar Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 16 45.7 18 51.4 1 2.9 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 4 16.0 21 84.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang 20 39 1 60
% 33.3 65.0 1.7 100.0
Dukungan luar yang diterima oleh anggota, baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga memiliki bentuk yang sama. Mayoritas dukungan dari keluarga berasal dari orang tua dan anak. Orang tua biasanya memberikan bantuan berupa tanah, rumah ataupun sawah. Adapun anak biasanya memberikan bantuan berupa uang rutin untuk membantu bahkan menanggung kebutuhan rumah tangga orang tuanya. Bantuan pemerintah yang paling banyak diterima anggota adalah bantuan Raskin (Beras Miskin). Bentuk bantuan pemerintah lainnya yaitu berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BLSM
50
(Bantuan Langsung Sementara Masyarakat), PKH (Program Keluarga Harapan), dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Hanya sebagian kecil anggota yang memperoleh dukungan swasta dan dukungan lembaga lain selain Baytul Ikhtiar. Dukungan swasta ini jarang didapatkan karena di daerah sekitar Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Tamansari tidak terdapat perusahaan dengan skala usaha besar. Adapun dukungan lembaga lain yang diterima anggota selain Baytul Ikhtiar ada koperasi Mitra Bina Keluarga (MBK), koperasi PTPN dan bank keliling. Anggota mengaku bergabung dengan lembaga-lembaga keuangan tersebut karena kebutuhan mendadak yang tidak dapat dipenuhi dengan tabungan yang ada dan cicilan pinjaman yang ada di koperasi BAIK masih banyak sehingga tidak memungkinkan untuk meminjam di koperasi BAIK. Dukungan Ketua Kelompok Pengukuran hasil dukungan ketua kelompok hampir menyebar rata pada setiap kategori. Sebagian besar anggota di Kecamatan Tamansari termasuk mendapat dukungan ketua kategori tinggi. Akan tetapi, sebagian besar anggota di Kecamatan Dramaga termasuk mendapat dukungan ketua kategori rendah. Dukungan ketua lebih tinggi di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran anggota koperasi menurut dukungan ketua kelompok yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Dukungan ketua kelompok Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 6 17.1 14 40.0 15 42.9 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 14 56.0 8 32.0 3 12.0 25 100.0
Gabungan orang 20 22 18 60
% 33.3 36.7 30.0 100.0
Peran yang dijalankan ketua kelompok cukup banyak, di antaranya menjadi penghubung antara petugas dan anggota dan membantu kelancaran kegiatan Koperasi. Selain itu, ketua kelompok berperan menjaga keharmonisan kelompok, berusaha membantu masalah anggota dan mendukung tercapainya peningkatan kesejahteraan anggota. Pengukuran dukungan ketua kelompok yang diterima oleh anggota menghasilkan jawaban yang beragam antaranggota. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa dukungan ketua kelompok lebih tinggi di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga. Hal tersebut mencerminkan bahwa hubungan antara ketua kelompok dan anggota lebih akrab di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga. Selain itu, hubungan kekerabatan antara anggota dan ketua kelompok lebih terlihat di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga. Ketua kelompok biasanya memberikan dukungan dalam beberapa bentuk, di antaranya mewakili anggota kelompok dalam pertemuan koperasi, mempertemukan antara anggota dan pengurus koperasi jika diperlukan,
51
mengingatkan anggota untuk melaksanakan kewajibannya, serta menyampaikan informasi yang diperoleh dari koperasi. Dukungan ketua kelompok yang jarang diberikan kepada anggota adalah memberi semangat dan saran untuk mengembangkan usaha rumah tangga dan membantu masalah yang dihadapi. Dukungan tersebut jarang diberikan karena ketua beranggapan bahwa usaha rumah tangga adalah urusan pribadi anggota. Selain itu, anggota jarang atau bahkan tidak pernah menceritakan masalah yang dihadapinya, baik masalah usaha maupun masalah lainnya sehingga ketua tidak dapat membantu. Di sisi lain, sebagian anggota beranggapan bahwa hubungan antara ketua dan anggota sebatas masalah koperasi, sehingga mereka beranggapan tidak perlu menceritakan masalah usaha ataupun masalah lainnya kepada ketua. Dukungan Anggota Kelompok Dukungan anggota kelompok lebih tinggi di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga, meskipun sebagian besar anggota di Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga termasuk mendapat dukungan anggota kategori rendah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran anggota koperasi menurut dukungan anggota kelompok yang diterima di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Dukungan anggota kelompok Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 19 54.3 14 40.0 2 5.7 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 21 84.0 4 16.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang 40 18 2 60
% 66.7 30.0 3.3 100.0
Dukungan anggota kelompok yang lebih tinggi di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga mencerminkan bahwa hubungan antaranggota lebih akrab di Kecamatan Tamansari daripada di Kecamatan Dramaga. Keakraban tersebut disebabkan karena kelompok Tamansari sudah terbentuk lebih lama dari Dramaga. Bentuk dukungan anggota yang paling sering diterima adalah adanya saling berbagi cerita tentang usaha rumah tangga. Anggota biasanya saling bercerita saat kumpul rutin mingguan sebelum petugas datang ke majlis. Anggota jarang menerima dukungan dalam bentuk peringatan bayar cicilan dan kumpul rutin, pemberian semangat dan saran pengembangan usaha serta bantuan atas masalah yang dihadapi. Dukungan tersebut jarang diberikan karena anggota beranggapan masalah usaha rumah tangga adalah urusan pribadi yang tidak perlu diceritakan pada orang lain. Selain itu, anggota jarang atau bahkan tidak pernah menceritakan masalah yang dihadapi, baik masalah usaha maupun masalah lainnya sehingga anggota yang lain tidak dapat membantu. Di sisi lain, sebagian anggota beranggapan bahwa hubungan antaranggota sebatas masalah koperasi. Mereka beranggapan tidak perlu menceritakan masalah usaha ataupun masalah lainnya
52
kepada anggota yang lain karena kondisi sosial ekonomi antaranggota hampir sama, sehingga tidak akan banyak membantu. Ketepatan Pelayanan LKM Ketepatan pelayanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dilihat dari tiga hal, yaitu ketepatan sasaran, kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota termasuk kategori tepat. Adapun jika dilihat dari komponen ketepatan pelayanan LKM, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota termasuk kategori sasaran yang sesuai, kesesuaian penggunaan rendah dan kelancaran pembayaran tinggi. Data selengkapnya beserta penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 19, Tabel 20, Tabel 21 dan Tabel 22 dan keterangannya.
Tabel 19
Sebaran anggota koperasi menurut ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Dukungan anggota kelompok Tidak tepat Kurang tepat Tepat Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 1 2.9 14 40.0 20 57.1 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 0 0.0 15 60.0 10 40.0 25 100.0
Gabungan orang 1 29 30 60
% 1.7 48.3 50.0 100.0
Tabel 19 menunjukkan bahwa setengah dari anggota termasuk kategori pelayanan LKM tepat. Tabel 19 juga menunjukkan ada perbedaan ketepatan pelayanan di Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga. Sebagian besar anggota di Kecamatan Tamansari termasuk kategori tepat, sedangkan sebagian besar anggota di Kecamatan Dramaga termasuk kategori kurang tepat. Rincian masing-masing komponen ketepatan pelayanan LKM dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Ketepatan Sasaran Mayoritas anggota koperasi termasuk kategori sesuai. Hanya sedikit anggota yang termasuk kategori tidak sesuai. Banyaknya anggota yang termasuk kategori sesuai karena mereka menilai rumah tangganya termasuk rumah tangga miskin ketika awal bergabung di koperasi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Anggota mengaku keikutsertaan dalam koperasi disebabkan karena kebutuhan akan pinjaman dana. Sebagian besar menganggap syarat keikutsertaan koperasi cukup banyak, yaitu bersedia ditanya kemampuan sosial ekonomi rumah tangga dengan detail dan wajib mengikuti kegiatan sosialisasi rutin selama tiga hari. Mereka sering menyebutnya sebagai „sekolah koperasi‟. Selain itu, pinjaman uang tidak dapat langsung dicairkan setelah „sekolah‟ selesai. Pencairan memerlukan waktu seminggu, dua minggu bahkan tiga minggu setelah „sekolah‟ diikuti secara rutin, padahal uang pinjaman tidak besar nominalnya, hanya sebesar Rp 300 000 untuk Kecamatan Tamansari dan sebesar Rp 500 000 untuk
53
Kecamatan Dramaga. Anggota juga diminta berikrar dengan menggunakan nama Tuhan setiap kumpul mingguan. Sebagian anggota sebenarnya merasa keberatan dengan syarat-syarat tersebut, akan tetapi karena kondisi membutuhkan uang pinjaman, anggota akhirnya bersedia mengikuti kegiatan koperasi. Pengakuanpengakuan tersebut menguatkan bahwa kondisi sebagian besar anggota saat pertama kali bergabung adalah termasuk golongan miskin dan membutuhkan dana pinjaman.
Tabel 20 Sebaran anggota koperasi menurut ketepatan sasaran di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan sasaran Tidak sesuai Sesuai Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 4 11.4 31 88.6 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 1 4.0 24 96.0 25 100.0
Gabungan orang 5 55 60
% 8.3 91.7 100.0
Anggota yang termasuk kategori tidak sesuai atau tidak miskin, sebagian besar mengaku keikutsertaan dalam koperasi disebabkan ajakan dari tetangga. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa kumpul rutin mingguan sebagai sarana bersosial dengan tetangga, sehingga mereka tidak merasa keberatan meluangkan waktu untuk kumpul rutin. Selain itu, sebagian besar mereka juga beranggapan bahwa keikutsertaan di koperasi sebagai bentuk jaminan sosial jika ada kebutuhan mendadak yang harus dipenuhi, anggota dapat langsung mengajukan permohonan peminjaman atau mengambil tabungan yang sudah disimpan. Kesesuaian Penggunaan Dana Mayoritas anggota termasuk kategori kesesuaian penggunaan dana rendah. Kesesuaian penggunaan dana yang rendah berarti hanya sedikit proporsi dana pinjaman yang digunakan untuk kegiatan usaha. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Sebaran anggota koperasi menurut kesesuaian penggunaan dana di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kesesuaian penggunaan dana Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 24 68.6 8 22.9 3 8.6 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 17 68.0 5 20.0 3 12.0 25 100.0
Gabungan orang 41 13 6 60
% 68.3 21.7 10.0 100.0
54
Rendahnya penggunaan dana untuk usaha disebabkan beberapa hal. Pertama, semua anggota memiliki usaha dengan skala yang masih kecil, sehingga kebutuhan modal juga minim. Kedua, anggota tidak mengembangkan usaha yang sedang dijalani menjadi skala yang lebih luas secara kontinu karena sebagian besar anggota tidak memiliki rencana pengembangan usaha yang jelas. Ketiga, banyaknya usaha yang sejenis menyebabkan pemasaran menjadi terbatas. Selain itu, rendahnya penggunaan dana untuk usaha juga disebabkan karena sebagian besar anggota adalah ibu rumah tangga sehingga penggunaan dana pinjaman bukan untuk usaha. Secara umum, penggunaan dana untuk keperluan non usaha lebih dominan daripada untuk keperluan usaha. Penggunaan dana untuk keperluan non usaha di antaranya untuk keperluan sekolah, renovasi, pengobatan, hajatan, pembelian perabot, dan pembelian aset rumah tangga. Kelancaran Pembayaran Pengukuran kelancaran pembayaran menghasilkan jawaban yang hampir seragam antaranggota. Hampir semua anggota, baik di Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga tergolong kelancaran pembayaran tinggi. Hanya sedikit anggota yang tergolong kelancaran pembayaran rendah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Kelancaran pembayaran Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Sebaran anggota koperasi menurut kelancaran pembayaran di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang % 1 2.9 1 2.9 33 94.3 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 0 0.0 0 0.0 25 100.0 25 100.0
Gabungan orang 1 1 58 60
% 1.7 1.7 96.7 100.0
Kelancaran pembayaran tinggi berarti anggota tidak pernah terlambat dalam pembayaran cicilan pinjaman. Hal tersebut karena koperasi menerapkan sistem tanggung renteng yang berarti semua anggota berkomitmen untuk saling membantu satu sama lain jika ada kesulitan, terutama kesulitan pembayaran. Selain itu, hampir semua anggota kelompok merupakan tetangga yang saling mengenal baik satu sama lain, sehingga anggota merasa malu jika tidak membayar tepat waktu. Anggota yang tidak membayar cicilan tepat waktu secara tidak langsung meminta anggota yang lain untuk membayar cicilan pinjamannya. Tingkat Kemiskinan Anggota menurut Indikator Penelitian Tingkat kemiskinan indikator penelitian merupakan gabungan dari pengukuran tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat konsumsi, dan tingkat kesehatan. Mayoritas anggota termasuk kategori kurang mampu. Secara umum tingkat kemiskinan di Kecamatan Tamansari hampir sama dengan Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 23.
55
Komponen yang paling mempengaruhi terhadap nilai akhir tingkat kemiskinan adalah tingkat pendapatan dan konsumsi yang sangat bervariasi antar rumah tangga, sedangkan tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan cenderung bernilai stabil. Tingkat pendidikan rumah tangga cenderung rendah yang mendorong tingkat kemiskinan rumah tangga termasuk kategori rumah tangga miskin dan tingkat kesehatan rumah tangga cenderung tinggi yang mendorong tingkat kemiskinan rumah tangga termasuk kategori rumah tangga mampu.
Tabel 23
Sebaran anggota koperasi menurut tingkat kemiskinan indikator penelitian di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Tingkat Kemiskinan Miskin Kurang Mampu Mampu Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 16 45.7 19 54.3 0 0 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 13 52.0 11 44.0 1 4.0 25 100.0
Gabungan orang 29 30 1 60
% 48.3 50.0 1.7 100.0
Tingkat Pendapatan Mayoritas rumah tangga anggota termasuk kategori tingkat pendapatan rendah. Hanya sedikit rumah tangga anggota yang termasuk kategori tingkat pendapatan tinggi. Akan tetapi, secara umum tingkat pendapatan rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 24. Tingkat pendapatan rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari yang lebih tinggi daripada Kecamatan Dramaga disebabkan karena banyak anggota di Kecamatan Tamansari memiliki kegiatan produktif yang cukup berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga. Dengan kata lain, banyak anggota di Kecamatan Tamansari melakukan pola nafkah ganda. Selain itu, sebagian kecil rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari termasuk kategori pendapatan tinggi. Hal tersebut karena pendapatan suami cukup tinggi dan rutin. Pendapatan suami yang kemudian digabung dengan pendapatan istri menyebabkan peningkatan pendapatan rumah tangga.
Tabel 24
Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Tingkat Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 20 57.1 12 34.3 3 8.6 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 20 80.0 5 20.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang 40 17 3 60
% 66.7 28.3 5.0 100.0
56
Selanjutnya, tingkat pendapatan anggota dibandingkan dengan ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor. Mayoritas pendapatan rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari berada di atas UMR, akan tetapi mayoritas pendapatan rumah tangga anggota di Kecamatan Dramaga berada di bawah UMR, sehingga dapat disimpulkan tingkat pendapatan Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada Kecamatan Dramaga. Hal tersebut mencerminkan bahwa pola nafkah ganda yang dilakukan oleh anggota di Kecamatan Tamansari berhasil membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan berdasarkan UMR di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat Pendapatan < UMR > UMR Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 17 48.6 18 51.4 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 17 68.0 8 32.0 25 100.0
Gabungan orang 34 26 60
% 56.7 43.3 100.0
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan hampir semua rumah tangga secara keseluruhan termasuk kategori tingkat pendidikan rendah. Hanya sedikit rumah tangga anggota yang termasuk kategori tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Akan tetapi, secara umum tingkat pendidikan rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari lebih rendah daripada Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya terdapat pada Tabel 26.
Tabel 26 Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Sebaran anggota koperasi menurut pendidikan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang % 33 94.3 2 5.7 0 0.0 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 19 76.0 4 16.0 2 8.0 25 100.0
Gabungan Orang 52 6 2 60
% 86.7 10.0 3.3 100.0
Tingkat pendidikan yang rendah di Kecamatan Tamansari karena pendidikan terakhir hampir semua orang tua adalah sebatas Sekolah Dasar, baik yang berhenti di pertengahan atau sampai lulus mendapatkan ijazah. Ditambah lagi, mayoritas generasi muda masyarakat yang merupakan anak dari anggota, pendidikan terakhirnya hanya sebatas tamat SMP. Mayoritas penyebab terhentinya proses pendidikan hanya pada tingkat SMP bukan karena ketidakmampuan orang tua menopang biaya pendidikan, akan tetapi kurangnya motivasi dari orang tua dan anak untuk melanjutkan sekolah. Selain itu, juga
57
disebabkan ketersediaan lapangan pekerjaan di Kecamatan Tamansari pada perusahaan sepatu yang tidak memberikan syarat pendidikan minimal untuk para pekerja atau mitranya. Tingkat pendidikan rumah tangga anggota Kecamatan Dramaga secara umum lebih baik daripada Kecamatan Tamansari. Hal tersebut karena beberapa rumah tangga termasuk rumah tangga dengan tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Rumah tangga dengan tingkat pendidikan sedang karena orang tua memang sudah memiliki pendidikan terakhir SMP atau tingkat pendidikan orang tua masih sebatas SD namun pendidikan anak-anaknya sudah dapat mencapai tingkat SMA atau lebih. Adapun rumah tangga dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya karena pendidikan orang tua sudah dapat mencapai SMA dan memiliki anak-anak yang pendidikan terakhirnya juga SMA atau lebih. Selain itu, lebih rendahnya tingkat pendidikan rumah tangga di Kecamatan Tamansari daripada Kecamatan Dramaga karena lebih terbatasnya sarana pendidikan yang tersedia. Hal tersebut sejalan dengan data sosial ekonomi yang ada yang menyatakan bahwa sekolah yang tersedia di Kecamatan Tamansari lebih sedikit daripada Dramaga. Jumlah SMP yang tersedia saat ini memang sama jumlahnya, akan tetapi sebagian besar anggota mengaku bahwa hanya ada satu SMP yang ada saat anggota masih berada pada usia sekolah sehingga anggota merasa kesulitan dalam mengaksesnya. Sedangkan untuk jumlah SMA sederajat masih sangat timpang antara keduanya, Kecamatan Tamansari hanya terdapat satu SMA dan Kecamatan Dramaga terdapat lima SMA atau sederajat. Tingkat Konsumsi Mayoritas anggota termasuk kategori rumah tangga dengan tingkat konsumsi rendah. Secara umum tingkat konsumsi rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari lebih rendah daripada Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27 Tingkat konsumsi Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Sebaran anggota koperasi menurut konsumsi rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang % 24 68.6 9 25.7 2 5.7 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 14 56.0 11 44.0 0 0.0 25 100.0
Gabungan orang % 38 63.3 20 33.3 2 3.3 60 100.0
Beberapa hal yang secara sekilas menyebabkan perbedaan tingkat konsumsi masing-masing rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang masih tinggal bersama, besarnya biaya konsumsi pangan yang dikeluarkan per hari, biaya pendidikan, biaya transportasi, biaya cicilan pinjaman, dan besarnya tabungan yang dikeluarkan. Pengukuran tingkat konsumsi dengan acuan Garis Kemiskinan (GK) Provinsi Jawa Barat juga menunjukkan hasil yang relatif sama dengan pengukuran tingkat konsumsi relatif terhadap sebaran populasi, yaitu tingkat konsumsi Kecamatan Dramaga lebih tinggi daripada tingkat konsumsi
58
Kecamatan Tamansari. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa hampir semua anggota termasuk tingkat konsumsi di atas garis kemiskinan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Tingkat konsumsi < GK > GK Jumlah
Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga berdasarkan GK di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang % 2 5.7 33 94.3 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 1 4.0 24 96.0 25 100.0
Gabungan Orang 3 57 60
% 5.0 95.0 100.0
Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan hampir semua rumah tangga anggota termasuk kategori tinggi. Hanya sedikit rumah tangga anggota yang termasuk kategori tingkat rendah dan sedang. Secara umum tingkat kesehatan rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada Kecamatan Dramaga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 29. Tingginya tingkat kesehatan karena frekuensi sakit yang dialami oleh anggota rumah tangga cukup jarang dan biasanya sembuh dengan dibawa ke Puskesmas yang biayanya sangat terjangkau. Adapun rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga, ada rumah tangga yang termasuk dalam kategori tingkat kesehatan sedang. Hal ini berarti ada anggota keluarga yang sedang sakit dan sudah mendapat pengobatan yang diperlukan, akan tetapi kondisinya belum sembuh total.
Tabel 29 Tingkat kesehatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Sebaran rumah tangga anggota koperasi menurut kesehatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang % 2 5.7 3 8.6 30 85.7 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 5 20.0 3 12.0 17 68.0 25 100.0
Gabungan orang % 7 11.7 6 10.0 47 78.3 60 100.0
Rumah tangga anggota termasuk kategori mendapatkan tingkat kesehatan yang rendah, yaitu masing-masing sebanyak tiga orang (5.7 persen) untuk Kecamatan Tamansari dan sebanyak lima orang (20 persen) untuk Kecamatan Dramaga. Anggota yang berasal dari Tamansari mengaku bahwa dirinya percaya penyakit yang diderita akan sembuh dengan mengonsumsi obat warung. Selain itu, anggota yang lain mengaku bahwa rumah sakit identik dengan biaya mahal, sehingga muncul kekhawatiran akan memberatkan ekonomi rumah tangga jika melakukan pengobatan di rumah sakit.
59
Kondisi lima anggota koperasi yang termasuk kategori tingkat kesehatan rendah di Kecamatan Dramaga cukup beragam. Salah satu anggota mengaku bahwa dirinya yakin akan sembuh cukup dengan mengonsumsi obat warung, sehingga tidak perlu berobat ke rumah sakit. Adapun keempat anggota lainnya menceritakan bahwa rumah tangganya memiliki anggota rumah tangga yang menderita penyakit bawaan dari lahir. Penyakit tersebut tidak cukup hanya dengan pengobatan Puskesmas. Penyakit tersebut memerlukan pengobatan lebih intensif. Meskipun sudah menempuh berbagai pengobatan alternatif, kondisi anggota rumah tangga yang sakit masih dalam kondisi parah, sehingga peneliti mengategorikan rumah tangga tersebut ke dalam kategori rumah tangga dengan tingkat kesehatan rendah. Tingkat Kemiskinan Anggota menurut Indikator BPS Pengukuran kemiskinan menggunakan indikator BPS menunjukkan hampir semua rumah tangga anggota, baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga termasuk kategori rumah tangga tidak miskin. Penggunaan indikator BPS tersebut bertujuan membandingkan dengan indikator kemiskinan yang biasa digunakan. Secara umum proporsi rumah tangga miskin di Kecamatan Dramaga lebih sedikit daripada di Kecamatan Tamansari. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 30. Hasil penelitian menunjukkan ada tiga anggota yang termasuk kategori rumah tangga miskin menurut indikator BPS, dua orang berada di Kecamatan Tamansari dan satu orang berada di Kecamatan Dramaga. Beberapa kesamaan ciri rumah tangga miskin yang dimiliki anggota yang termasuk kategori miskin, yaitu jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan dan hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
Tabel 30 Sebaran rumah tangga anggota koperasi menurut kemiskinan BPS di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat kemiskinan BPS Miskin Tidak Miskin Jumlah
Kecamatan Tamansari orang % 2 5.7 33 94.3 35 100.0
Kecamatan Dramaga orang % 1 4.0 24 96.0 25 100.0
Gabungan Orang 3 57 60
% 5.0 95.0 100.0
Ada 14 ciri-ciri rumah tangga miskin yang digunakan dalam indikator BPS. Beberapa ciri-ciri tersebut sudah tidak ditemui di lapang, yaitu ciri ke-5 (sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik) dan ciri ke-12 (sumber penghasilan kepala rumah tangga dengan pendapatan di bawah Rp600 000 per bulan). Ciri-ciri tersebut sudah tidak ditemui di lapang karena akses listrik sudah terjangkau bagi semua masyarakat daerah penelitian dan kebutuhan rumah tangga per bulan sudah tidak terpenuhi hanya dengan uang sebesar Rp600 000.
60
Beberapa ciri rumah tangga miskin sudah jarang ditemui di lapangan, yaitu ciri ke-2 (jenis lantai bangunan tempat tinggal yang terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan), ciri ke-7 (bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah), ciri ke-9 (hanya mampu membeli satu stel pakaian baru dalam setahun), ciri ke-10 (hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari), ciri ke-11 (tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/Poliklinik, dan ciri ke-14 (tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp500 000). Ciri-ciri tersebut jarang ditemui di lapangan karena jenis lantai bangunan anggota biasanya sudah diplester atau bahkan sudah menggunakan lantai keramik dan penggunakan bahan bakar gas LPG (Liquefied Petroleum Gas) atau dengan campuran dengan bahan bakar lain sudah umum digunakan. Mayoritas anggota juga mampu membeli pakaian lebih dari sekali setahun karena banyak tukang kredit pakaian yang menawarkan pembelian pakaian dengan pembayaran cicilan, Mayoritas anggota tidak merasa kesulitan untuk makan lebih dari dua kali. Mayoritas anggota juga tidak merasa kesulitan dalam mengakses Puskesmas/Poliklinik karena murahnya biaya Puskesmas setempat. Selanjutnya, kebanyakan rumah tangga memiliki aset bernilai lebih dari Rp500 000. Aset rumah tangga biasanya terdiri atas televisi dan sepeda motor. Beberapa ciri juga menunjukkan variasi jawaban anggota, yaitu ciri ke-1 (luas lantai bangunan tempat tinggal yang kurang dari 8 m2 per orang), ciri ke-3 (jenis dinding tempat tinggal yang terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester), ciri ke-4 (Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama dengan rumah tangga lain), ciri ke-6 (sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan) dan ciri ke-8 (hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu). Beberapa rumah tangga masih menunjukkan ciri-ciri tersebut. Sebagian yang lain tidak menunjukkan ciri-ciri tersebut. Ada satu ciri rumah tangga miskin yang paling banyak ditemui di lapangan, yaitu ciri ke-13 (pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD). Ciri tersebut hampir merata pada semua rumah tangga anggota. Hal tersebut karena sangat terbatasnya akses sarana pendidikan pada saat kepala rumah tangga masih berada pada usia sekolah.
61
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PEMINJAM DAN KETEPATAN PELAYANAN LKM Pengukuran hubungan antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM menunjukkan hasil yang sesuai hipotesis, akan tetapi tidak secara keseluruhan. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan nyata antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM. Variabel karakteristik yang berhubungan nyata dengan salah satu komponen ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari adalah tingkat kepatuhan pada pemimpin. Tingkat kepatuhan berhubungan nyata negatif dengan ketepatan sasaran. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 31, Tabel 32, Tabel 33 dan Tabel 34. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota termasuk kategori sesuai. Hal ini berarti anggota menilai rumah tangganya termasuk kategori miskin saat pertama kali bergabung menjadi anggota koperasi. Selain itu, anggota cenderung kurang patuh terhadap pemimpin dalam hal mendengarkan saran-saran yang diberikan dan anggota cenderung patuh terhadap pemimpin dalam hal mengikuti keputusan yang diambil. Mayoritas anggota percaya terhadap apa yang dikatakan pemimpinnya. Tabel 31 menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan terhadap pemimpin berhubungan nyata negatif dengan ketepatan sasaran. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa anggota yang termasuk ketepatan sasaran sesuai cenderung mempunyai tingkat kepatuhan rendah terhadap pemimpin dan demikian juga sebaliknya. Anggota yang termasuk ketepatan sasaran tidak sesuai cenderung mempunyai tingkat kepatuhan tinggi terhadap pemimpin. Dengan kata lain, anggota yang menganggap rumah tangganya termasuk kategori miskin saat pertama kali bergabung menjadi anggota koperasi cenderung kurang patuh terhadap pemimpinnya dan demikian juga sebaliknya, anggota yang menganggap rumah tangganya termasuk kategori tidak miskin saat pertama kali bergabung menjadi anggota koperasi cenderung patuh terhadap pemimpinnya. Anggota yang menganggap dirinya miskin saat pertama kali bergabung menjadi anggota koperasi cenderung kurang patuh terhadap pemimpinnya. Ketidakpatuhan anggota terhadap pemimpin sebenarnya bukan merupakan kesengajaan. Anggota sebenarnya ingin mengikuti semua saran pemimpin. Akan tetapi, anggota kadang-kadang mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan saran pemimpin. Beberapa contoh yang menggambarkan hal tersebut adalah sebagai berikut. Anggota kadang-kadang tidak datang kumpul mingguan karena ada keperluan yang lebih penting, meskipun pemimpin selalu memberikan saran agar datang kumpul mingguan. Keperluan yang lebih penting misalnya bekerja dan mengurus anak. Selain itu, anggota menggunakan uang untuk kegiatan-kegiatan yang produktif dan non produktif sesuai keperluan yang ada saat itu, meskipun pemimpin lebih menyarankan untuk menggunakan pinjaman untuk kegiatan-kegiatan produktif. Rendahnya peran pemimpin yang dirasakan anggota dan kurangnya kharismatik pemimpin juga menyebabkan tingkat kepatuhan cenderung rendah. Pemimpin biasanya adalah orang-orang yang berstatus sosial sama dengan anggota dan tidak ada perbedaan kemampuan yang menonjol dari anggotanya. Anggota cenderung beranggapan bahwa yang terpenting dalam keanggotaan
62
koperasi adalah membayar cicilan tepat waktu agar anggota kelompok tidak merasa terbebani. Adapun terkait kehadiran, anggota dapat minta izin jika ada keperluan penting, sedangkan terkait penggunaan dana pinjaman, anggota merasa bebas menggunakan untuk berbagai keperluan karena pembayaran sepenuhnya adalah tanggung jawab anggota yang bersangkutan. Anggota yang menganggap rumah tangganya tidak miskin saat pertama kali bergabung menjadi anggota koperasi cenderung patuh terhadap pemimpinnya. Pemimpin memberikan saran-saran sesuai kondisi anggota. Pemimpin hanya memberikan saran terkait hal-hal yang mendukung kelancaran kegiatan koperasi, seperti datang kumpul rutin. Saran-saran tersebut cenderung diikuti karena sudah menjadi komitmen anggota koperasi. Pemimpin tidak lagi menyarankan terkait penggunaan dana pinjaman. Hal tersebut karena kondisi ekonomi rumah tangga sudah dianggap mampu. Kecenderungan kepatuhan anggota pada pemimpin juga disebabkan karena segala sesuatu yang berhubungan dengan kelompok dibicarakan dengan musyawarah, sehingga keputusannya cenderung diikuti. Selain itu, pemimpin biasanya adalah orang yang mempunyai citra diri yang baik menurut penilaian anggota, sehingga anggota cenderung percaya terhadap pemimpinnya. Selanjutnya, tidak ada satupun variabel karakteristik peminjam yang berhubungan nyata dengan variabel ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Dramaga. Selain itu, variabel karakteristik peminjam tidak dapat diukur tingkat korelasinya dengan variabel kelancaran pembayaran karena tidak ada variasi jawaban anggota pada variabel kelancaran pembayaran. Semua anggota mengaku selalu lancar pembayarannya dan tidak pernah terlambat satu kalipun. Tabel 32 menunjukkan bahwa jenis usaha tidak berhubungan nyata dengan komponen ketepatan pelayanan LKM, baik di Kecamatan Tamansari maupun Kecamatan Dramaga. Tabel 33 dan Tabel 34 menunjukkan bahwa secara umum variabel karakteristik peminjam tidak berhubungan nyata dengan komponen ketepatan pelayanan LKM. Hasil korelasi pada Tabel 31, Tabel 32, Tabel 33, dan Tabel 34 menunjukkan hanya variabel tingkat kepatuhan pada pemimpin yang berhubungan nyata dengan ketepatan sasaran di Kecamatan Tamansari. Adapun komponen ketepatan pelayanan LKM berupa kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran tidak berhubungan nyata dengan semua variabel karakteristik peminjam.
63
Tabel 31 Koefisien korelasi antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Karakteristik peminjam (Spearman’s rho)
Ketepatan Sasaran Correlation Coefficient
Kecamatan Tamansari Ketepatan pelayanan LKM Kesesuaian penggunaan dana
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Kelancaran pembayaran Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Kecamatan Dramaga Ketepatan pelayanan LKM Ketepatan sasaran Kesesuaian penggunaan dana Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Kelancaran pembayaran Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Umur
.163
.350
-.160
.358
.112
.523
.102
.627
-.084
.689
.
.
Tingkat pendidikan
.062
.725
.219
.207
.042
.810
-.269
.193
.182
.384
.
.
Masa keanggotaan
.024
.890
-.039
.825
-.080
.649
.075
.720
.062
.768
.
.
Tingkat pemahaman
-.027
.876
-.038
.829
.105
.549
.060
.775
.174
.406
.
.
Tingkat kepatuhan
-.372*
.028*
.268
.119
.090
.607
.228
.273
.005
.981
.
.
.179
.303
-.037
.833
.015
.932
-.065
.758
.061
.772
.
.
Sikap terhadap kemiskinan
Keterangan : * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Kelancaran pembayaran tidak dapat diukur hubungannya dengan karakteristik peminjam karena tidak ada variasi jawaban pada kelancaran pembayaran di Kecamatan Dramaga
64
Tabel 32 Nilai signifikansi hubungan antara jenis usaha dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014
Jenis usaha (chi square test)
Kecamatan Dramaga
Ketepatan pelayanan LKM
Ketepatan pelayanan LKM
Ketepatan Sasaran Value 2.399a
Keterangan:
Kecamatan Tamansari
a
b
Asymp. Sig. .301
Kesesuaian penggunaan dana Value 6.149a
Asymp. Sig. .188
Kelancaran pembayaran Value 7.094a
Asymp Sig. .131
Ketepatan Sasaran Value 2.679a
Asymp. Sig. .262
Kesesuaian penggunaan dana Value 2.086a
Asymp. Sig. .720
Kelancaran Pembayaranb Value
Asymp. Sig.
.
.
0 cells (0%) have expected frequencies less than 5 Pernyataan ini menunjukkan bahwa hasil tabulasi silang antara jenis usaha dan ketepatan pelayanan tidak ada yang menunjukkan frekuensi di bawah lima Kelancaran pembayaran tidak dapat diukur hubungannya dengan karakteristik peminjam karena tidak ada variasi jawaban pada kelancaran pembayaran di Kecamatan Dramaga
65 Tabel 333 Koefisien korelasi antara karakteristik peminjam dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM Kecamatan Tamansari dan Dramaga Ketepatan Kesesuaian Kelancaran sasaran penggunaan dana Pembayaran
Karakteristi peminjam (Spearman’s rho) Umur Tingkat pendidikan Masa keanggotaan Tingkat pemahaman Tingkat kepatuhan
Correlation Coefficient
Sikap terhadap kemiskinan
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
-.143
.277
.128
.331
-.088
.505
-.050
.704
.171
.192
.073
.581
-.063
.632
-.006
.964
-.170
.194
-.032
.811
.017
.897
.067
.609
-.205
.116
.129
.327
.024
.855
.074
.573
.007
.958
-.019
.885
Uji hubungan antara jenis usaha dan komponen ketepatan pelayanan LKM menggunakan uji Chi Square. Hasil uji korelasi ditunjukkan pada Tabel 34.
Tabel 34 Nilai signifikansi hubungan antara jenis usaha dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM
Jenis usaha (Chi square test)
Ketepatan sasaran Value
.765a Keterangan:
a
Asymp. Sig.
.682
Kesesuaian penggunaan dana Value
7.088a
Asymp. Sig.
.131
Kelancaran pembayaran Value
Asymp. Sig.
4.187a
.381
0 cells (0%) have expected frequencies less than 5 Pernyataan ini menunjukkan bahwa hasil tabulasi silang antara jenis usaha dan ketepatan pelayanan tidak ada yang menunjukkan frekuensi di bawah lima
66
67
HUBUNGAN ANTARA PERAN PETUGAS LKM DAN KETEPATAN PELAYANAN LKM Pengukuran hubungan antara peran petugas LKM dan ketepatan pelayanan LKM menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis. Hipotesis yang dimaksud adalah terdapat hubungan nyata antara peran petugas LKM dengan ketepatan pelayanan LKM. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada pembahasan subbab selanjutnya. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 35, Tabel 36 dan Tabel 37.
Tabel 35 Koefisien korelasi antara peran petugas LKM dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM Peran petugas LKM (Spearman’s rho)
Kecamatan Tamansari Correlation Coefficient
-.033
Sig (2-tailed)
.851
Kecamatan Dramaga Correlation Coefficient
.238
Sig (2-tailed)
.252
Gabungan Correlation Coefficient
-.009
Sig (2-tailed)
.946
Tabel 35, Tabel 36 dan Tabel 37 menunjukkan bahwa secara umum peran petugas LKM tidak berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM. Pengukuran masing-masing variabel peran petugas LKM menghasilkan jawaban yang hampir seragam. Intensitas sosialisasi dan efektivitas penegakan aturan termasuk kategori tinggi, sedangkan intensitas pendampingan termasuk kategori rendah. Adapun pengukuran terhadap ketepatan pelayanan LKM menunjukkan hampir semua anggota merupakan sasaran yang sesuai dan melakukan pembayaran cicilan pinjaman dengan lancar. Akan tetapi, proporsi dana yang digunakan untuk usaha relatif kecil dari total keseluruhan dana pinjaman. Ketepatan sasaran tidak berhubungan dengan peran petugas LKM. Anggota termasuk kategori sesuai atau tidak sesuai tergantung penilaian pribadi anggota terhadap kondisi rumah tangga saat pertama kali bergabung dengan koperasi. Adapun peran petugas LKM yang dilakukan bersifat kelompok, sehingga hasil pengukuran intensitas sosialisasi, pendampingan dan penegakan aturan hampir seragam. Petugas LKM tidak membedakan kondisi ekonomi anggota yang bersangkutan dalam melakukan tugasnya. Petugas memberikan sosialisasi pada semua calon anggota yang telah melalui tahap uji kelayakan, tanpa membedakan status miskin atau tidak miskin. Demikian juga pendampingan dan penegakan aturan yang dilakukan. Jadi secara umum antara ketepatan sasaran dan peran petugas LKM tidak berhubungan satu sama lain. Kesesuaian penggunaan dana tidak berhubungan dengan peran petugas LKM. Mayoritas anggota hanya menggunakan sebagian kecil dana pinjaman untuk usaha. Sebagian anggota lainnya menggunakan dana pinjaman cukup berimbang untuk keperluan usaha dan bukan usaha. Sebagian kecil anggota
68
cenderung menggunakan dana pinjaman untuk kegiatan usaha. Sebagian besar anggota berunding terlebih dahulu dengan suami sebelum melakukan pengajuan pinjaman, terutama terkait besarnya pinjaman dan rencana alokasi dana pinjaman tersebut. Penggunaan dana untuk usaha biasanya karena salah satu anggota keluarga berencana membuka usaha baru atau mengembangkan usaha yang telah ada. Di lain sisi, petugas lebih menyarankan penggunaan dana pinjaman untuk usaha. Jadi secara umum antara ketepatan sasaran dan peran petugas LKM tidak berhubungan satu sama lain. Penggunaan dana untuk usaha lebih dipengaruhi kondisi ekonomi rumah tangga, minat usaha dan kesempatan usaha yang tersedia, bukan karena peran petugas LKM. Kelancaran pembayaran tidak berhubungan dengan peran petugas LKM. Hampir semua anggota lancar dalam membayar cicilan pinjaman. Anggota sangat mengusahakan untuk membayar cicilan pinjaman tepat waktu, walaupun dalam kondisi kesulitan keuangan. Anggota merasa malu dan sungkan jika sampai ditanggung renteng oleh anggota yang lain. Di samping itu, petugas sebagai karyawan koperasi selalu menegakkan aturan sesuai dengan prosedur yang ada. Akan tetapi, anggota mengaku pembayarannya yang lancar lebih didorong karena merasa sudah berkomitmen dari awal dan khawatir menjadi bahan pembicaraan kelompok jika sampai ditanggung oleh anggota yang lain. Jadi secara umum antara kelancaran pembayaran dan peran petugas LKM tidak berhubungan satu sama lain. Tabel 36 dan Tabel 37 juga menunjukkan bahwa ada dua variabel yang tidak dapat dilakukan uji korelasi, yaitu antara variabel intensitas pendampingan di dua kecamatan dan variabel kelancaran pembayaran di Kecamatan Tamansari. Hal tersebut karena semua anggota, baik di Kecamatan Tamansari maupun Dramaga mendapatkan intensitas pendampingan yang rendah dan semua anggota di Kecamatan Dramaga melakukan pembayaran cicilan secara rutin.
69
Tabel 36 Koefisien korelasi antara peran petugas LKM dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Peran Petugas LKM (Spearman’s rho)
Intensitas sosialisasi Intensitas pendampingan Efektivitas penegakan aturan
Ketepatan Sasaran
Kecamatan Tamansari
Kecamatan Dramaga
Ketepatan pelayanan LKM
Ketepatan pelayanan LKM
Kesesuaian penggunaan dana
Correlation Coefficient
Sig (2tailed)
-.088
.613
.
.031
Correlation Coefficient
Kelancaran pembayaran
Ketepatan Sasaran
Kesesuaian penggunaan dana
Kelancaran pembayaran
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
.164
.346
-.061
.730
-.115
.585
.205
.325
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.860
-.244
.158
.268
.119
.212
.308
.000
1.000
.
.
Keterangan : Variabel ini tidak dapat diukur hubungannya dengan variabel lain karena hasil pengukuran seragam
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
70
Tabel 37 Koefisien korelasi antara peran petugas dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM Kecamatan Tamansari dan Dramaga Ketepatan sasaran
Peran petugas LKM (Spearman’s rho)
Intensitas sosialisasi Intensitas pendampingan Efektivitas penegakan aturan
Kesesuaian penggunaan dana
Kelancaran pembayaran
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
-.118
.368
.169
.195
-.073
.580
.
.
.
.
.
.
.081
.541
-.140
.285
.198
.128
Keterangan : Variabel ini tidak dapat diukur hubungannya dengan variabel lain karena nilai pengukuran seragam
71
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DAN KETEPATAN PELAYANAN LKM Pengukuran hubungan antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM menunjukkan hasil yang sesuai hipotesis, akan tetapi tidak secara keseluruhan. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan nyata antara faktor lingkungan dengan ketepatan pelayanan LKM. Secara umum, faktor lingkungan berhubungan nyata negatif dengan ketepatan pelayanan LKM. Selain itu, dukungan luar berhubungan nyata positif dengan kelancaran pembayaran. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 38, Tabel 39 dan Tabel 40.
Tabel 38 Koefisien korelasi antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM Faktor lingkungan (Spearman’ s rho)
Kecamatan Tamansari Correlation Coefficient
-.158
Kecamatan Dramaga
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
.365
.000
Sig (2-tailed)
1.000
Gabungan Correlation Coefficient
-.433**
Sig (2-tailed)
.001**
Keterangan: ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Tabel 38 menunjukkan bahwa faktor lingkungan berhubungan nyata negatif dengan ketepatan pelayanan LKM. Hal ini berarti semakin rendah faktor lingkungan yang diterima maka semakin tinggi ketepatan pelayanan LKM yang diterima anggota. Semakin rendah tingkat dukungan luar, ketua dan anggota kelompok, maka ketepatan sasaran, kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran semakin tinggi. Tabel 39 menunjukkan bahwa tidak ada variabel dari komponen faktor lingkungan pada masing-masing kecamatan yang berhubungan nyata dengan variabel dari komponen ketepatan pelayanan LKM. Akan tetapi, Tabel 40 menunjukkan hasil yang berbeda dengan Tabel 39. Tabel 40 menunjukkan bahwa dukungan luar berhubungan nyata positif dengan kelancaran pembayaran. Tabel 40 juga menunjukkan dukungan ketua dan anggota kelompok tidak berhubungan nyata dengan komponen ketepatan pelayanan LKM. Dukungan luar berhubungan nyata positif dengan kelancaran pembayaran. Hubungan tersebut mengandung makna bahwa semakin tinggi dukungan luar yang diterima anggota maka semakin tinggi pula kelancaran pembayaran pinjaman. Dukungan luar tinggi berarti anggota banyak menerima dukungan dan bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Adapun kelancaran pembayaran tinggi berarti anggota cenderung lancar dalam pembayaran cicilan pinjaman. Hal tersebut karena anggota yang mempunyai dukungan luar tinggi biasanya memiliki sumber keuangan yang lain selain rumah tangganya sehingga
72
mudah jika sewaktu-waktu membutuhkan dana tambahan. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kelancaran pembayaran tinggi. Dukungan luar yang berasal dari anak yang sudah bekerja biasanya mendukung kelancaran pembayaran tinggi Adapun dukungan pemerintah secara umum tidak memberikan dukungan langsung terhadap kelancaran pembayaran pinjaman karena sifat pemberian yang jarang (seperti BLT dan BLSM) atau pemberian bantuan tidak dalam bentuk uang tunai (seperti BOS, PKH dan Raskin). Anggota jarang mendapatkan dukungan dari pihak swasta. Sedangkan dukungan lembaga keuangan lain selain Baytul Ikhtiar secara umum justru menambah beban anggota karena tanggungan pembayaran cicilan pinjaman menjadi semakin banyak. Dukungan ketua tidak berhubungan nyata dengan ketepatan pelayanan LKM. Hal tersebut karena beberapa hal. Pertama, ketepatan sasaran merupakan penilaian pribadi anggota terhadap kondisi rumah tangga saat awal bergabung di koperasi. Kedua, kesesuaian penggunaan dana juga merupakan pilihan pribadi anggota berdasarkan pertimbangan-pertimbangan anggota rumah tangga dan hampir tidak ada campur tangan dari ketua kelompok. Ketiga kelancaran pembayaran merupakan efek dari adanya sistem tanggung renteng. Mayoritas anggota mengaku lebih didorong karena rasa malu terhadap anggota kelompok jika tidak membayar, sehingga mereka mengusahakan agar tetap membayarnya. Begitu juga dengan dukungan anggota kelompok yang tidak berhubungan nyata dengan ketepatan pelayanan LKM. Jadi secara umum, dukungan ketua dan anggota kelompok tidak berhubungan dengan ketepatan pelayanan LKM, baik dilihat dari ketepatan sasaran, penggunaan dana dan kelancaran pembayaran.
73 Tabel 39 Koefisien korelasi antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Faktor Lingkungan (Spearman’s rho)
Ketepatan Sasaran
Kecamatan Tamansari Ketepatan pelayanan LKM Kesesuaian penggunaan dana
Kelancaran pembayaran
Ketepatan Sasaran
Kecamatan Dramaga Ketepatan pelayanan LKM Kelancaran Kesesuaian penggunaan dana pembayaran
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Dukungan luar
.041
.817
-.040
.818
.264
.125
-.089
.672
-.313
.128
.
.
Dukungan ketua kelompok
-.149
.392
.231
.181
-.067
.702
.175
.403
-.324
.114
.
.
Dukungan anggota kelompok
-.091
.604
-.050
.774
-.013
.939
.089
.672
-.294
.153
.
.
Keterangan : Variabel ini tidak dapat diukur hubungannya dengan variabel lain karena nilai pengukuran seragam
74
Tabel 40 Koefisien korelasi antara faktor lingkungan dan ketepatan pelayanan LKM di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga Faktor lingkungan (Spearman’s rho)
Ketepatan sasaran
Kesesuaian penggunaan dana
Kelancaran pembayaran
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Dukungan luar
.048
.714
-.124
.345
.258*
.046*
Dukungan ketua kelompok
-.085
.518
-.016
.901
-.123
.348
Dukungan anggota kelompok
-.076
.563
-.125
.343
-.062
.639
Keterangan : * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
75
HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PELAYANAN LKM DAN TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA ANGGOTA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR MENGGUNAKAN INDIKATOR PENELITIAN Pengukuran hubungan antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota menunjukkan hasil yang tidak sesuai hipotesis. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan nyata antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota menggunakan indikator penelitian. Hipotesis tidak terbukti karena ketepatan pelayanan LKM tidak berhubungan dengan tingkat kemiskinan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 41 dan Tabel 42. Akan tetapi, ada penemuan lain yang didapatkan dari beberapa pengujian yaitu ketepatan sasaran berhubungan nyata positif dengan tingkat konsumsi menggunakan garis kemiskinan daerah pedesaan Provinsi Jawa Barat. Tabel 41 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM (Spearman’s rho)
Tingkat kemiskinan menurut indikator penelitian Kecamatan Kecamatan Gabungan Tamansari Dramaga Correlation Coefficient
.043
Sig (2-tailed)
.808
Correlation Coefficient
.000
Sig (2-tailed)
1.000
Correlation Coefficient
.001
Sig (2-tailed)
.993
Tabel 41 menunjukkan bahwa secara umum ketepatan pelayanan LKM tidak berhubungan dengan tingkat kemiskinan. Selanjutnya Tabel 42 juga menunjukkan bahwa tidak ada komponen variabel ketepatan pelayanan LKM yang berhubungan nyata dengan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota. Hal tersebut karena temuan lapang menunjukkan bahwa dana pinjaman koperasi hanya membantu sebagian kecil dari ekonomi rumah tangga. Sebagian besar anggota koperasi mengatakan bahwa ekonomi rumah tangga paling banyak dipengaruhi oleh pendapatan dari kepala rumah tangga. Mayoritas anggota juga mengaku bahwa ekonomi rumah tangga secara umum meningkat setelah bergabung di koperasi, akan tetapi peningkatannya tidak banyak berubah. Sebagian anggota yang lain mengaku tidak ada peningkatan pendapatan sama sekali karena penggunaannya untuk mencukupi keperluan mendadak atau untuk keperluan non usaha lainnya. Ada juga anggota yang mengatakan bahwa pendapatan rumah tangga memang meningkat, akan tetapi sebab peningkatannya bukan karena koperasi, melainkan karena adanya sumber nafkah baru selain dari kepala rumah tangga. Begitu pula dengan tingkat konsumsi, perubahannya hampir sama dengan tingkat pendapatan. Anggota memiliki penilaian yang berbeda-beda tentang peran koperasi dalam peningkatan pendidikan anggota rumah tangga. Sebagian anggota
76
mengatakan terjadi peningkatan pendidikan anaknya dengan adanya pinjaman Koperasi. Hal tersebut karena penggunaan dana pinjaman untuk membiayai keperluan sekolah. Akan tetapi, peningkatan pendidikan anak biasanya tidak banyak mempengaruhi tingkat pendidikan rumah tangga secara umum. Sebagian anggota yang lain mengatakan bahwa dana pinjaman dari Koperasi tidak membantu sama sekali dalam peningkatan pendidikan anak. Hal tersebut karena rendahnya minat anak untuk bersekolah dan atau rendahnya dorongan orang tua dalam menyekolahkan anak. Tingkat pendidikan rumah tangga yang rendah terutama terlihat di Kecamatan Tamansari daripada Kecamatan Dramaga karena tersedianya lapangan kerja yang tidak memberikan syarat minimal pendidikan. Anggota memiliki penilaian yang berbeda-beda tentang peran Koperasi dalam peningkatan kesehatan anggota rumah tangga. Hanya sebagian kecil anggota merasakan peran koperasi dalam meningkatkan tingkat kesehatan anggota rumah tangga. Hal tersebut karena dana pinjaman digunakan untuk melakukan pengobatan secara bertahap hingga penyakit berhasil disembuhkan. Sebagian besar anggota mengatakan bahwa Koperasi tidak berperan sama sekali dalam peningkatan kesehatan anggota rumah tangga. Hal tersebut karena ketersediaan Puskesmas yang merupakan fasilitas dari pemerintah sudah dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Selain itu, ketiadaan peran Koperasi dalam peningkatan kesehatan karena kebutuhan dana pengobatan yang sangat besar dan tidak dapat difasilitasi oleh Koperasi. Kasus tersebut terjadi pada rumah tangga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit bawaan sejak lahir.
Tabel 42 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan dan tingkat kemiskinan Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat kemiskinan Ketepatan pelayanan Kecamatan Kecamatan Tamansari dan LKM Tamansari Dramaga Dramaga (Spearman’s Correlation Sig (2-tailed) Correlation Sig (2-tailed) Correlation Sig (2-tailed) Coefficient Coefficient Coefficient rho) Ketepatan -.149 .392 .193 .356 -.044 .739 sasaran Kesesuaian penggunaan .211 .225 -.174 .406 .073 .580 dana Kelancaran -.151 .388 . . .009 .944 pembayaran Keterangan : Variabel ini tidak dapat diukur hubungannya dengan variabel lain karena nilai pengukuran seragam
77
Peneliti melakukan pengujian hubungan antara komponen ketepatan pelayanan LKM dengan komponen indikator kemiskinan. Dari beberapa pengujian yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa ketepatan sasaran berhubungan nyata positif dengan tingkat konsumsi menggunakan garis kemiskinan daerah pedesaan Provinsi Jawa Barat. Hubungan tersebut mengandung makna bahwa semakin sesuai sasaran anggota Koperasi, maka tingkat konsumsi anggota cenderung sudah melewati garis kemiskinan yang sudah ditentukan. Sasaran yang sesuai berarti anggota memberikan penilaian bahwa rumah tangganya termasuk kategori miskin saat awal bergabung dalam Koperasi. Tingkat konsumsi yang sudah melebihi batas garis kemiskinan menjadi bukti bahwa rumah tangga saat penelitian berlangsung sudah bukan termasuk kategori rumah tangga miskin. Hal tersebut menunjukkan terjadinya perubahan kondisi rumah tangga anggota. Anggota menilai rumah tangganya dalam kondisi miskin saat pertama kali bergabung di Koperasi, akan tetapi hasil pengukuran saat penelitian menunjukkan rumah tangga mereka tidak termasuk kategori miskin.
Tabel 43 Koefisien korelasi antara ketepatan sasaran dan tingkat konsumsi rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat konsumsi menggunakan garis kemiskinan Provinsi Jabar Ketepatan sasaran (Spearman’s rho)
Kecamatan Tamansari
Kecamatan Dramaga
Tamansari dan Dramaga
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
.298
.082
1.000**
.
Keterangan : ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Correlation Coefficient
.484**
Sig (2-tailed)
.000
78
79
HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PELAYANAN LKM DENGAN TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA ANGGOTA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR MENGGUNAKAN INDIKATOR BPS Pengukuran hubungan antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota menunjukkan hasil yang sesuai hipotesis, akan tetapi tidak secara keseluruhan. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan nyata antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan rumah tangga anggota. Variabel yang berhubungan secara signifikan dengan tingkat kemiskinan menggunakan indikator BPS adalah variabel kelancaran pembayaran. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 44 dan Tabel 45.
Tabel 44 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Ketepatan pelayanan LKM (Spearman’s rho)
Tingkat kemiskinan menurut BPS Kecamatan Kecamatan Gabungan Tamansari Dramaga Correlation Coefficient
.134
Sig (2-tailed)
.444
Correlation Coefficient
.167
Sig (2-tailed)
.426
Correlation Coefficient
.085
Sig (2-tailed)
.518
Pengukuran tingkat kemiskinan menggunakan indikator BPS menunjukkan bahwa hampir semua rumah tangga anggota termasuk kategori rumah tangga tidak miskin. Tabel 44 Tabel 45 menunjukkan bahwa di wilayah Kecamatan Tamansari variabel kelancaran pembayaran berhubungan nyata positif dengan tingkat kemiskinan dengan menggunakan indikator BPS. Hubungan tersebut mengandung makna semakin tinggi kelancaran pembayaran cicilan, maka tingkat kemiskinan rumah tangga semakin mengarah pada kategori rumah tangga tidak miskin, begitu juga sebaliknya, semakin rendah kelancaran pembayaran cicilan, maka tingkat kemiskinan rumah tangga semakin mengarah pada kategori rumah tangga miskin. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan orangorang miskin menurut indikator BPS cenderung mengalami keterlambatan pembayaran cicilan. Hal tersebut disebabkan keterbatasan keuangan yang dimiliki orang-orang miskin. Keterbatasan keuangan tersebut menyebabkan penggunaan uang lebih diprioritaskan untuk keperluan yang lebih penting seperti keperluan konsumsi pangan. Keterlambatan pembayaran tersebut kemudian ditanggung bersama-sama oleh anggota yang lain (ditanggung renteng). Tabel 45 menunjukkan bahwa ketepatan sasaran dan kesesuaian penggunaan dana tidak berhubungan dengan tingkat kemiskinan menggunakan indikator BPS. Hal tersebut mengandung makna bahwa kondisi anggota saat pertama kali bergabung di Koperasi, baik dalam kondisi miskin atau tidak miskin tidak ada hubungannya dengan tingkat kemiskinan menggunakan indikator BPS.
80
Selanjutnya, besarnya proporsi penggunaan dana untuk usaha tidak ada hubungannya dengan tingkat kemiskinan anggota menggunakan indikator BPS.
Tabel 45 Koefisien korelasi antara ketepatan pelayanan LKM dan tingkat kemiskinan Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Tingkat kemiskinan BPS Ketepatan Kecamatan Tamansari Kecamatan Dramaga pelayanan LKM Correlation Correlation (Spearman’s Sig (2-tailed) Sig (2-tailed) Coefficient Coefficient rho) Ketepatan -.088 .613 -.042 .843 sasaran Kesesuaian penggunaan .164 .346 .138 .512 dana Kelancaran .485** .003** . . pembayaran Keterangan: * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Tamansari dan Dramaga Correlation Coefficient
Sig (2-tailed)
-.069
.599
.154
.241
.390**
.002**
Uji korelasi tidak menunjukkan hasil karena pengukuran kelancaran pembayaran di Kecamatan Dramaga menunjukkan hasil yang seragam
81
PERBANDINGAN KONDISI EKONOMI ANGGOTA KOPERASI KECAMATAN TAMANSARI DAN KECAMATAN DRAMAGA Perbandingan kondisi ekonomi anggota Koperasi Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis. Hipotesis yang diajukan adalah kondisi ekonomi anggota Kecamatan Tamansari secara umum lebih baik daripada kondisi anggota Kecamatan Dramaga karena keanggotaan yang lebih lama. Kondisi ekonomi anggota dilihat dari dua hal, yaitu tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada pembahasan subbab selanjutnya.
Perbandingan Tingkat Pendapatan antara Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga menggunakan Ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor Hasil pengukuran tingkat pendapatan menunjukkan tingkat pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari relatif lebih tinggi daripada tingkat pendapatan rumah tangga di Kecamatan Dramaga. Tingkat pendapatan rumah tangga anggota yang berada di Kecamatan Tamansari lebih banyak yang melebihi batas Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor, sebaliknya tingkat pendapatan rumah tangga anggota yang berada di Kecamatan Dramaga lebih banyak yang berada di bawah batas Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46
Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari Kecamatan Dramaga Tingkat Pendapatan orang % orang % < UMR
17
48.6
17
68.0
> UMR
18
51.4
8
32.0
Jumlah
35
100.0
25
100.0
Perbandingan Tingkat Konsumsi antara Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga menggunakan Ketentuan Garis Kemiskinan (GK) Provinsi Jawa Barat Hasil pengukuran tingkat konsumsi menunjukkan tingkat konsumsi rumah tangga di Kecamatan Dramaga relatif lebih tinggi daripada tingkat konsumsi rumah tangga di Kecamatan Tamansari. Hampir semua anggota yang berada di Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga, tingkat konsumsi rumah tangganya sudah melebihi garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat. Hasil tersebut
82
mengandung makna bahwa hampir semua anggota termasuk kategori tidak miskin. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 47. Tabel 46 dan Tabel 47 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan lebih tinggi di Kecamatan Tamansari sebesar 19.4 persen daripada di Kecamatan Dramaga, sebaliknya tingkat konsumsi lebih tinggi di Kecamatan Dramaga 1.7 sebesar persen daripada di Kecamatan Tamansari. Dari hasil penelitian yang menyatakan selisih tingkat pendapatan lebih tinggi daripada selisih tingkat konsumsi, peneliti menyimpulkan bahwa kondisi ekonomi anggota Kecamatan Tamansari secara umum lebih baik daripada kondisi anggota Kecamatan Dramaga.
Tabel 47 Tingkat konsumsi < GK > GK Jumlah
Sebaran anggota koperasi menurut pendapatan rumah tangga di Kecamatan Tamansari dan Dramaga tahun 2014 Kecamatan Tamansari orang 2 33 35
% 5.7 94.3 100.0
Kecamatan Dramaga orang 1 24 25
% 4.0 96.0 100.0
83
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa anggota yang memberikan penilaian rumah tangganya dalam kondisi miskin saat pertama kali bergabung di koperasi cenderung kurang patuh terhadap pemimpinnya. Begitu pula sebaliknya, anggota yang memberikan penilaian rumah tangganya dalam kondisi tidak miskin saat pertama kali bergabung di koperasi cenderung patuh terhadap pemimpinnya. Beberapa hal yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah adanya kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun rumah tangga yang berlainan, perbedaan persepsi terhadap besarnya peran pemimpin, perbedaan penilaian terhadap tingkat kharismatik pemimpin, perbedaan saran yang diberikan pemimpin, dan cara pengambilan keputusan yang dilakukan pemimpin. Peran petugas yang terdiri atas sosialisasi, pendampingan dan penegakan aturan ternyata hanya memberikan kontribusi kecil terhadap ketepatan pelayanan LKM yang dilihat dari ketepatan sasaran, kesesuaian penggunaan dana dan kelancaran pembayaran. Ketepatan sasaran lebih dipengaruhi oleh penilaian individu terhadap kondisi rumah tangganya saat pertama kali bergabung di Koperasi. Penggunaan dana untuk usaha lebih dipengaruhi kondisi ekonomi rumah tangga, minat usaha dan kesempatan usaha yang tersedia, bukan karena peran petugas LKM. Kelancaran pembayaran lebih didorong karena adanya sistem tanggung renteng yang menyebabkan munculnya perasaan khawatir menjadi bahan pembicaraan kelompok jika sampai ditanggung oleh anggota yang lain. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa intensitas pendampingan yang dilakukan petugas kepada anggota tergolong rendah, akibatnya mayoritas anggota tidak merasa terbantu dengan peran petugas dalam mengatasi masalah ekonomi dan masalah rumah tangga anggota. Dukungan luar, baik dari keluarga, pemerintah, swasta maupun lembaga keuangan selain koperasi Baytul Ikhtiar ternyata berdampak terhadap kelancaran pembayaran. Banyak dukungan luar yang diterima anggota ternyata memperlancar anggota dalam pembayaran cicilan pinjaman. Hal tersebut karena anggota yang mempunyai banyak dukungan luar biasanya memiliki sumber keuangan yang lain selain rumah tangganya, sehingga mudah jika sewaktu-waktu membutuhkan dana tambahan. Dukungan luar yang banyak memberikan kontribusi terhadap kelancaran pembayaran biasanya berasal dari keluarga. Ketepatan pelayanan LKM memberikan kontribusi kecil terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga. Hal tersebut karena tingkat pendapatan dan konsumsi lebih dipengaruhi oleh pemasukan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan lebih dipengaruhi oleh motivasi anak dan orang tua serta sebagian besar kebutuhan kesehatan sudah terpenuhi dengan Puskesmas yang terjangkau oleh masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa proporsi dana pinjaman yang digunakan untuk kegiatan usaha sangat kecil. Hal tersebut karena skala usaha anggota relatif kecil, kemampuan untuk mengembangkan usaha relatif rendah dan pasar produk sangat terbatas. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa tingkat pendidikan mayoritas generasi muda di wilayah penelitian hanya sampai tingkat SMP. Hal
84
tersebut disebabkan rendahnya minat sekolah generasi muda. Rendahnya minat sekolah diantaranya disebabkan karena keberadaan pabrik di sekitar wilayah penelitian yang tidak memberikan syarat pendidikan minimal terhadap karyawannya. Ketepatan sasaran ternyata berhubungan dengan tingkat konsumsi anggota rumah tangga. Mayoritas anggota memberikan penilaian rumah tangganya dalam kondisi miskin saat pertama kali bergabung di koperasi. Akan tetapi, mayoritas anggota termasuk tidak miskin saat penelitian dilakukan. Hal tersebut berdasarkan pengukuran menggunakan garis kemiskinan pedesaan Provinsi Jawa Barat. Mayoritas anggota sudah melewati garis kemiskinan yang ditentukan pemerintah, sehingga dapat disimpulkan mayoritas anggota termasuk kategori tidak miskin. Kelancaran pembayaran ternyata berhubungan dengan tingkat kemiskinan. Hubungan tersebut mengandung makna orang-orang miskin cenderung pernah mengalami keterlambatan pembayaran cicilan pinjaman. Hal tersebut disebabkan keterbatasan keuangan yang dimiliki orang-orang miskin. Keterbatasan keuangan tersebut menyebabkan penggunaan uang lebih diprioritaskan untuk keperluan yang lebih penting seperti keperluan konsumsi pangan. Kondisi ekonomi anggota Kecamatan Tamansari secara umum lebih baik daripada anggota Kecamatan Dramaga. Hal tersebut disebabkan karena tingkat pendapatan anggota di Kecamatan Tamansari lebih tinggi daripada anggota di Kecamatan Dramaga. Lebih tingginya pendapatan tersebut disebabkan banyak rumah tangga anggota di Kecamatan Tamansari yang menerapkan strategi pola nafkah ganda yang berhasil membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan peneliti untuk meningkatkan efektivitas pelayanan keuangan mikro dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah sebagai berikut. 1. Bagi koperasi, sebaiknya intensitas pendampingan lebih diintensifkan lagi dengan sasaran perorangan. Hal ini perlu dilakukan agar anggota memperoleh masukan-masukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan dapat mengembangkan kehidupan ekonomi rumah tangga. 2. Bagi koperasi, sebaiknya ada penyuluhan kepada para anggota tentang pentingnya pendidikan untuk bekal masa depan generasi muda, sehingga orang tua yang merupakan anggota Koperasi senantiasa mendorong anakanaknya untuk terus melanjutkan masa studinya. 3. Bagi koperasi, sebaiknya melakukan pelatihan usaha atau keterampilan dan membuka pemasaran agar proporsi penggunaan dana untuk usaha semakin meningkat.
85
DAFTAR PUSTAKA Amin K. 2014. Potret wajib belajar 6, 9 dan 12 tahun di Indonesia. [internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Terdapat pada: http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=7065#.U_1M7mSTN E8 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah dan persentase penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) menurut provinsi, maret 2014. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Terdapat pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek =23¬ab=1 Darwito. 2008. Analisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan (studi pada RSUD kota Semarang) [Tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Semarang [ID]: Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Terdapat pada: http://eprints.undip.ac.id/16933/1/DARWITO.pdf Handayani N. 2009. Menyimak kehidupan keluarga “miskin”. J Analisis Sosial. 14(2):1-12. Hermantyo AI. Tidak ada tahun. Pengalaman lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pendampingan dan pemberdayaan keluarga miskin di sektor pertanian (sebuah refleksi). [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Terdapat pada http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK7.pdf Janis N. Tidak ada tahun. BPJS kesehatan, supply dan demand terhadap layanan kesehatan. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Terdapat pada http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_BPJS.pdf [JDIH BPK] Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan]. Tidak ada tahun. Jaminan kesehatan masyarakat. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 1]. Terdapat pada http://jdih.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2012/02/Tulisan-hukum-Jamkesmas1.pdf [Kemkominfo] Kementerian komunikasi dan informatika. 2011. Program penanggulangan kemiskinan kabinet Indonesia bersatu II. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 17]. Terdapat pada http://data.tnp2k.go.id/file_data/Publikasi/Publikasi%20Buku/program_penang gulangan_kemiskinan_kib2_kominfo.pdf Litbang dan LPM UPI. 2003. Ringkasan eksekutif kajian efektivitas bantuan dana bergulir kepada masyarakat di kota Bandung. [Internet]. [diunduh 2013 Des 28]. Terdapat pada: http://bandung.go.id/images/ragaminfo/dana_bergulir.pdf Lukman S, Lukviarman N, Rivai HA, Husni T, Syafrizal, Maruf. 2008. Kajian upaya penguatan peran microbanking dan pendekatan pembiayaan kelompok dalam rangka pengembangan UMK di Sumatera Barat. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]. Terdapat pada http://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-danstabilitas/arsitektur/Documents/2f84b49d770343169f9f30798d92bfb0JurnalKa jianUpayaPenguatanMicrobankingdiSumateraBa.pdf Marbun D dan Suryahadi A. 2009. Kriteria kemiskinan konsumsi: Praktik di Indonesia dan beberpa catatan. J Analisis Sosial.14(2):13-30.
86
Musawwir. 2009. Analisis masalah kemiskinan nelayan tradisional di desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggoe Aceh Darussalam [Tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Mar 8]. Medan [ID]: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Terdapat pada: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7272/1/09E01936.pdf. Nohong N. 2009. Peran ganda guru sebagai wanita karir dalam keluarga di kelurahan Tidung Makassar. J Kajian Perempuan “Bunga Wellu”. [internet]. [diunduh 2014 Agu 19]; Vol.14,No.1:26-33. Dapat diunduh di http://digilib.unm.ac.id/files/manual/bungawellu/NURNAGA%20NOHONG.p df Pahrullaili. 2008. Tinjauan hukum terhadap pelaksanaan pemberdayaan koperasi: studi pada koperasi pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi [Tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 2]. Medan [ID]: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Terdapat pada: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5397/1/08E00649.pdf Pattinama MJ. 2009. Pengentasan kemiskinan dengan kearifan lokal (studi kasus di pulau Buru-Maluku dan Surade Jawa Barat). J Makara, Sosial Humaniora. [Internet]. [diunduh 2013 Nov 11]. 13(1):1-12. Terdapat pada: http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/viewFile/195/191 Rachmawati MD. 2011. Analisis dampak program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM-MP) terhadap perekonomian anggota simpan pinjam usaha ekonomi produktif (UEP) di Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen [Tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Medan [ID]: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. Terdapat pada: http://eprints.uns.ac.id/10434/1/216721611201109251.pdf Rahaju EE, Mulyati T, Sumarlan. 2012. Motivasi wanita bekerja dan pengaruhnya terhadap kontribusi pendapatan keluarga (studi kasus di Kecamatan Taman Kota Madya Madiun). J Ekomaks. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. 1(2):112. Terdapat pada: http://www.unm/repository_jurnal_penelitian/Jurnal%20Ekomaks/Jurnal%20E komaks%202012/September/07%20ML%20Endang%20hal%2080-94.pdf Republika. 2013. Ini daftar nilai UMK 2014 Jawa Barat [internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Terdapat pada: http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-baratnasional/13/11/21/mwmfnw-ini-daftar-nilai-umk-2014-di-jawa-barat Saliman. Tidak ada tahun. Kepemimpinan (konsep, pendekatan dan strategi). [internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Terdapat pada: http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Saliman,%20Drs.%20M.Pd./KEPE MIMPINAN%20ADMINISTRATIF.pdf Sarman M dan Sajogyo. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan. Refleksi dari Kawasan Timur Indonesia. Jakarta [ID]: IKAPI. 196 hal. Singarimbun M, Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES. 334 hal. Suartha N. 2013. Pengaruh kapasitas rumah tangga, budaya dan pemberdayaan terhadap sikap serta keberdayaan rumah tangga miskin di Kabupaten Karangasem [Disertasi]. [Internet]. [diunduh 2014 Maret 8]. Denpasar [ID]: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Terdapat pada: http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-63-1192095846disertasi%20wisuda.pdf
87
Sumarti T. 2007. Kemiskinan petani dan strategi nafkah ganda rumah tangga pedesaan. J Sodality. [Internet]. [diunduh 2013 Des 7]. 1(2):217-232. Terdapat pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/download/5930/4607 Suyono H. 2003. Memotong Rantai Kemiskinan. Seri: Mewujudkan Kemandirian Keluarga Kurang Mampu. Jakarta [ID]: Yayasan Damandiri Usman S dkk. 2004. Keuangan mikro untuk masyarakat miskin: pengalaman Nusa Tenggara Timur. [Internet]. [diunduh 2014 Mar 8]. Jakarta [ID]: SMERU. Terdapat pada: http://www.smeru.or.id/report/field/Microfinance_NTT/Microfinance%20NTT %20ind.pdf Titaley MEE. 2012. Faktor-faktor penyebab siswa putus sekolah pada Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 dan SMP Taman Siswa Jakarta Pusat [Tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Jakarta [ID]: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Terdapat pada: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314006-T%2031760-Faktor-faktorfull%20text.pdf [UU] Undang-Undang Republik Indonesia No 1. 2013. Tentang Lembaga Keuangan Mikro. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 15]. Terdapat pada http://pekalongankab.go.id/peraturan/uu-ri/3429-uu-no1-tahun-2013-tentanglembaga-keuangan-mikro.html [UU] Undang-Undang Republik Indonesia No 17. 2012. Tentang Perkoperasian. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 15]. Terdapat pada http://sumut.kemenag.go.id/file/file/undangundang/biqr1362683253.pdf. Yulianto T. 2005. Fenomena program-program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Klaten [Tesis]. [Internet]. [diunduh 2014 Agu 19]. Medan [ID]: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Terdapat pada: http://eprints.undip.ac.id/18044/1/TRIMO_YULIANTO.pdf
88
89
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Dramaga
Skala 1: 1.000.000 Sumber: https://www.google.co.id/maps
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Tamansari
Skala 1: 2.000.0000 Sumber: https://www.google.co.id/maps
90
Lampiran 3 Jadwal pelaksanaan penelitian
Kegiatan
Penyusuan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal skripsi Uji coba kuisioner Perbaikan kuisioner Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Uji petik Sidang skripsi Perbaikan laporan skripsi
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
91
Lampiran 4 Struktur organisasi koperasi Baytul Ikhtiar
Sumber: http://www.koperasi-baik.org/
92
Lampiran 5 Struktur organisasi koperasi Baytul Ikhtiar
Sumber: http://www.koperasi-baik.org/
93
Lampiran 6 Kuisioner Nomor Responden: KUESIONER ANALISIS PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PELAYANAN KEUANGAN MIKRO KOPERASI
IDENTITAS ANGGOTA KOPERASI KOPERASI : …………………………… Nama Responden Jenis Kelamin Tahun Menjadi Anggota Koperasi Tahun memulai peminjaman Frekuensi Peminjaman No. HP Alamat Desa Kecamatan Kabupaten Waktu survei
: …………………………………… : L/P (*pilih salah satu) : …………………………………… : ........................................................ : ......................................................... : ........................................................ : …………………………………..... : ………………………………...…. : .............................. : Bogor : Tanggal…….. Bulan…….. Tahun..……
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
94
X1. KARAKTERISTIK PEMINJAM 1. Usia Responden : ……………… tahun 2. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Tamat/ Sekolah Dasar b. SD c. SLTP d. SLTA e. Perguruan tinggi (D1/D2/D3/S1/S2/S3) 3. Jenis Usaha : a. Barang, sebutkan ........... b. Jasa, sebutkan ............... Tingkat Pemahaman terhadap LKM ( Total Skor :
)
4. Apa saja pelayanan yang ditawarkan Koperasi ? Jawab : 5. Apa syarat untuk melakukan peminjaman ? Jawab : 6. Apa saja rincian yang dibayarkan ketika melakukan pencicilan ? Jawab : 7. Berapa kisaran keuntungan yang diambil Koperasi setiap ada peminjaman ? Jawab : 8. Apa sanksi ketika ada keterlambatan pembayaran ? Jawab : 9. Apa sanksi ketika ada kemacetan pembayaran ? Jawab : 10. Apa yang mempengaruhi besarnya pinjaman yang dapat diberikan Koperasi ? Jawab :
Tingkat Kepatuhan pada Pemimpin (Total Skor :
)
Pengantar : Berikut ini beberapa pertanyaan terkait, mohon dijawab sesuai Pilihan Jawaban dengan sepengetahuan Bapak/Ibu. Berikut pertanyaannya : 1 a. Tidak pernah (1) 11 Apakah keputusan pemimpin selalu Bapak/Ibu ikuti? b. Jarang (2) c. Sering (3) d. Selalu (4) Alasan : ..................
95
12
13
Apakah saran dari pemimpin selalu Bapak/Ibu ikuti?
a. Tidak pernah (1) b. Jarang (2) c. Sering (3) d. Selalu (4) Alasan : ..................
1 a. Tidak pernah (1) Apakah Bapak/Ibu percaya terhadap apa yang dikatakan b. Jarang (2) pemimpin? c. Sering (3) d. Selalu (4) Alasan : .................. Sikap terhadap kemiskinan (Total Skor :
14
Pengantar : Berikut ini beberapa pernyataan terkait sikap terhadap kemiskinan, N mohon dipilih salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu Berikut pernyataanya : 1 Apakah Bapak/Ibu puas dengan kehidupan ekonomi rumah tangga saat ini ?
15
1Apakah Bapak/Ibu yakin bahwa kehidupan ekonomi rumah tangga akan lebih baik pada beberapa tahun yang akan datang?
No
16
1Apakah usaha produktif yang dilakukan dapat mengubah kemiskinan yang dihadapi seseorang ?
)
Pilihan Jawaban
a. b. c. d. e. a. b. c. d. a. b. c. d.
17
18
Apakah orang yang menghadapi kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari biasanya disebabkan oleh kondisinya yang miskin?
1 Seberapa banyak usaha yang Bapak/Ibu lakukan agar tidak menjadi miskin ?
Puas (1) Kurang Puas (2) Ragu-ragu (3) Tidak Puas (4) Tidak Tahu (3) Yakin (4) Kurang Yakin (3) Ragu-ragu/Tidak Yakin (2) Tidak tahu (1) Dapat mengubah total (4) Banyak mengubah (3) Sedikit mengubah (2) Tidak akan mengubah sama sekali (1)
a. Ya, semuanya (4) b. Ya, sebagian besar (3) c. Ya, sebagian kecil (2) d. Tidak ada hubungan dengan kemiskinan sama sekali (1) a. Banyak (3) b. Sedikit (2) c.Tidak ada usaha sama sekali (1)
96
X2. PERAN PETUGAS LKM X2.1. Intensitas Sosialisasi 19. Apakah koperasi mengadakan kegiatan pengenalan sebelum kegiatan simpan pinjam dimulai? a. Ya b. Tidak 20. Apakah Bapak/Ibu mengikuti kegiatan pengenalan tersebut ? a. Ya b. Tidak (Langsung ke pertanyaan no 23) 21. Apakah hal-hal sebagai berikut disampaikan ketika kegiatan pengenalan dilakukan? a. Aturan pembayaran (Ya/Tidak) Jika Ya, bagaimana aturan pembayaran yang berlaku di koperasi? Jawab :.............................................................. b. Kewajiban Anggota (Ya/Tidak) Jika Ya, apa saja kewajiban anggota yang disampaikan dalam kegiatan pengenalan tersebut? Jawab : ........................................................... c. Sanksi-sanksi yang berlaku (Ya/Tidak) Jika Ya, apa saja sanksi-sanksi yang berlaku di koperasi yang disampaikan dalam kegiatan pengenalan tersebut? Jawab : ........................................................... d. Jenis-jenis pelayanan/akad (Ya/Tidak) Jika Ya, apa saja akad-akad yang berlaku di koperasi yang disampaikan dalam kegiatan pengenalan tersebut? Jawab : ........................................................... X2.2. Intensitas Pendampingan 22. Berapa kali pengurus mengunjungi anggota Koperasi ? a. Rutin ….. per bulan b. Tidak rutin Pilihan Jawaban Intensitas Pendampingan (total skor :
)
Pengantar : Berikut ini beberapa pertanyaan terkait dengan intensitas pendampingan yang diterima, mohon dijawab sesuai dengan sepengetahuan Bapak/Ibu Apakah pengurus menanyakan permasalahan rumah tangga 23 Bapak/Ibu? 24 Apakah pengurus menanyakan permasalahan usaha Bapak/Ibu? Apakah pengurus menanyakan permasalahan keuangan 25 Bapak/Ibu? 26 Apakah pengurus menanyakan permasalahan cicilan Bapak/Ibu? Apakah Bapak/Ibu menceritakan permasalahan rumah tangga 27 kepada pengurus? Apakah Bapak/Ibu menceritakan permasalahan usaha kepada 28 pengurus?
S
K
J
TP
97
29 30 31 32 33 34
Apakah Bapak/Ibu menceritakan permasalahan keuangan kepada pengurus? Apakah Bapak/Ibu menceritakan permasalahan cicilan kepada pengurus? Apakah pengurus membantu permasalahan rumah tangga Bapak/Ibu? Apakah pengurus membantu permasalahan usaha Bapak/Ibu? Apakah pengurus membantu permasalahan keuangan Bapak/Ibu? Apakah pengurus membantu permasalahan cicilan Bapak/Ibu?
X2.3. Intensitas Penegakan Aturan
No
35
36
Pengantar : Berikut ini beberapa pernyataan terkait sikap terhadap kemiskinan, mohon dipilih salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu Berikut pernyataanya : Apakah yang dilakukan petugas Koperasi jika ada yang berhalangan hadir dalam pertemuan rutin?
Apakah yang dilakukan petugas Koperasi jika ada yang tidak membayar cicilan tepat waktu?
37
Apakah yang dilakukan petugas Koperasi jika ada yang cicilan macet?
38
Apakah yang dilakukan petugas Koperasi jika ada yang tidak menabung pada pertemuan rutin?
Pilihan Jawaban
a. dibiarkan (1) b. ditegur (2) c. dicatat dan diberi sanksi (3) a. dibiarkan (1) b. Ditegur (2) c. ditanggung renteng oleh semua anggota (3) a. dibiarkan (1) b. Ditegur (2) c. ditanggung renteng oleh semua anggota (3) a. dibiarkan (1) b. Ditegur (2) c. dicatat dan diberi sanksi (3)
98
X3.
FAKTOR LINGKUNGAN
Dukungan Luar (Total Skor : ) Pertanyaan Umum : Siapa saja yang pernah memberikan dukungan kepada Bapak/Ibu dalam meningkatkan ekonomi rumah tangga ? No Kategori Pihak Bentuk Dukungan dan Hasil Dukungan Tahun 39 Keluarga 40
Pemerintah
41
Swasta
42
Lembaga lain, sebutkan .............
Dukungan Ketua Kelompok (Total Skor :
No
Pengantar Berikut ada beberapa pernyataan terkait dukungan ketua kelompok Anda. mohon dipilih salah satu pilihan jawaban yang S sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu. Berikut pernyataanya :
43
Ketua mewakili anggota dalam beberapa kegiatan koperasi
44
46
Ketua memberi semangat pada anggota agar dapat mengembangkan usahanya Ketua mempertemukan antara anggota dan pengurus Koperasi jika diperlukan Ketua mengingatkan anggota untuk melaksanakan kewajibannya
47
Ketua menyampaikan informasi yang diperolehnya dari Koperasi
48
Ketua memberikan saran-saran agar usaha Bapak/Ibu berkembang Ketua berusaha membantu masalah-masalah yang dihadapi oleh Bapak/Ibu
45
49
Keterangan : S = Sering, K = Kadang-kadang, J = Jarang, TP = Tidak Pernah
*)
) Pilihan Jawaban*) K
J
TP
99
Dukungan Anggota Kelompok (Total Skor :
50
Pengantar Berikut ada beberapa pernyataan terkait dukungan anggota kelompok Anda. mohon dipilih salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu. Berikut pernyataanya : Anggota mengingatkan untuk membayar cicilan tepat waktu
51
Anggota mengingatkan untuk datang pada setiap kumpul rutin
52
Anggota berusaha membantu masalah yang dihadapi Bapak/Ibu
53
Anggota memberi semangat kepada Bapak/Ibu untuk mengembangkan usaha rumah tangga Anggota memberikan saran kepada Bapak/Ibu dalam mengembangkan usaha rumah tangga Anggota kelompok berbagi cerita tentang usaha yang dilakukan
No
54 55
) Pilihan Jawaban*) S
K
Y1. KETEPATAN PELAYANAN LKM 56. Bagaimana kondisi rumah tangga Bapak/Ibu saat pertamakali melakukan peminjaman di LKM ? a. Miskin (2) b. Tidak miskin (1)
57. Proporsi penggunaan dana (Total skor : Pinjaman ke-
Jumlah Pinjaman
)
Deskripsi penggunaan dana Nominal Keperluan
J
TP
100
Kelancaran Pembayaran (Total Skor :
58
59
Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami keterlambatan pembayaran cicilan ?
Kapan Bapak/Ibu biasanya membayar keterlambatan cicilan tersebut?
)
a. Ya b. Tidak (lanjut ke soal no 59) (3) a. Belum memasuki periode pembayaran selanjutnya (2) b. Sudah memasuki periode pembayaran selanjutnya (1)
Y2. TINGKAT KEMISKINAN INDIKATOR KEMISKINAN I
60 dan 61. Tingkat Pendapatan (Total Skor : ....... ) dan Tingkat Pendidikan (Total Skor : ....... ) Pertanyaan Umum: Siapasaja anggota pendidikan? No Nama Urut Angggota Rumah
(1) 01
(2)
rumah tangga Bapak/Ibu, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendapatan dan tingkat Hubungan dengan Kepala Rumah Tangga (Kode) (3)
Jenis Kelamin
Pekerjaan Pendapatan Asli
Lk 1 Pr 2
(4)
(5)
02 03 04 05 06 1. Tambahan yang ada :
Umur
pemasukan dari aset 2. TOTAL
(6)
(7)
Pendapatan Tingkat yang Masuk Pendidikan Rumah tangga
(8)
(9)
101
Tingkat Konsumsi (Total Skor : ....... ) Berapa rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan untuk Makanan dan Bukan Makanan? No 62
63
64
Pertanyaan
Nominal (Rp)
Satuan
Berapa rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan ? Berapa rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan non pangan ? a. Biaya perumahan dan fasilitas rumah tangga b. Biaya Listrik c. Biaya Pendidikan d. Biaya Kesehatan e. Pakaian f. Pajak dan Asuransi g. Biaya Transportasi h. Keperluan Pesta dan Upacara i. Biaya cicilan pinjaman j. Tabungan k. Lainnya, sebutkan ........................................ Total pengeluaran rumah tangga per bulan
Tingkat kesehatan (Total Skor : ....... ) No 65
Pertanyaan Pilihan Jawaban Apakah ada anggota rumah tangga a. Ya (Lanjut ke no 66) Bapak/ Ibu yang saat ini dalam kondisi b. Tidak (3) sakit yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari?
66
Apakah anggota rumah tangga a. Ya (Lanjut ke no 67) Bapak/Ibu yang tengah sakit tersebut b. Tidak (1) sudah mendapat pengobatan yang dibutuhkan?
67
Bagaimana kondisi fisik anggota a. Sembuh Total (3) keluarga Bapak/Ibu setelah mendapatkan b. Hampir Sembuh (2) pengobatan? c. Masih parah (1) d. Lainnya ..............
Total per bulan (Rp)
102
INDIKATOR KEMISKINAN BPS
No
Berikut beberapa pertanyaan seputar kondisi rumah tangga secara umum. Mohon dijawab ya atau tidak sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu
1
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2
Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama dengan rumah tangga lain. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
3 4 5 6
8
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10
Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
7
12
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan. 13 Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14 Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya Keterangan
Pilihan Jawaban Ya Tidak
103
Lampiran 7 Panduan pertanyaan mendalam 1. Apakah arti kemiskinan menurut Bapak/Ibu? Jawaban : 2. Menurut Bapak/Ibu, apa yang dapat dilakukan agar sebuah rumah tangga dapat mengatasi kemiskinannya? Jawaban : 3. Bagaimana pengaruh keberadaan Koperasi terhadap kesejahteraan Bapak/Ibu? Jawaban : 4. Apakah ada peningkatan pendapatan setelah bergabung di Koperasi? Jawaban : 5. Perubahan apa yang paling terasa dalam rumah tangga Bapak/Ibu setelah mengikuti Koperasi? Jawaban :
6. Apa kekurangan dan kelebihan dari Koperasi Baytul Ikhtiar ini? Jawaban :
104
Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan penelitian di Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Dramaga
Kegiatan kumpul mingguan anggota
Kegiatan pengurus mingguan
Usaha warung yang dijalankan anggota
Usaha tanaman hias anggota
Usaha arang batok anggota
Usaha sepatu anggota
Usaha keranjang anggota
Usaha kotak perhiasan anggota
105
RIWAYAT HIDUP Siti Rohmawati dilahirkan di Pati Jawa Tengah pada tanggal 5 April 1992. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Kartubi dan Ibu Samiati. Penulis menempuh pendidikan formal sejak di TK Pertiwi pada tahun 1996. Pada tahun 1998 penulis menempuh pendidikan formal di SD Kertomulyo 2 Kecamatan Trangkil sampai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan sekolah ke MTs Shirathul „Ulum selama 3 tahun. Setelah lulus MTs pada tahun 2007, penulis melanjutkan sekolah ke MA Raudlatul „Ulum sampai tahun 2010. Selain itu, Penulis juga mengikuti sekolah tambahan di Madrasah Ibtidaiyah Shirathul „Ulum (tahun 2000-2004) dan TPQ „Asyiqul Qur‟an (tahun 1998-2004). Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dengan pihak Kementerian Agama sebagai penyandang dananya Aktivitas penulis selama di IPB tidak hanya di perkuliahan, tetapi juga di organisasi. Penulis adalah anggota dari Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Pati (IKMP) dari tahun 2010 sampai sekarang. Pada tahun 2011, Penulis bergabung dalam organisasi kampus Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEMA IPB sebagai anggota Komisi Dua serta penulis menjadi sekretaris pada Departemen Komunikasi dan Informasi CSS MoRA IPB (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs). Selain di organisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial dan kewirausahaan. Kegiatan sosial yang pernah diikuti adalah melalui kegiatan sanggar juara, program PKM-M, program „IPB Goes to Field‟ dan Program Pendamping Posdaya. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan. Beberapa kepanitiaan yang pernah diikuti tahun 2011 yaitu Bina dan Expo Pesantren (Bitren), Upgrading CSS MoRA IPB angkatan 2011 dan pembuatan majalah I.COM. Sedangkan kepanitiaan yang pernah diikuti tahun 2012 yaitu Masa Perkenalan Departemen (MPD) bagi angkatan 48 departemen SKPM, Pemira (Pemilihan Raya) FEMA dan Sidang Umum DPM FEMA IPB. Selain itu, penulis juga menjadi pengajar SD dan SMP di beberapa lembaga Bimbingan Belajar dan menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Komunikasi di Departemen SKPM IPB. Beberapa prestasi yang berhasil diraih oleh penulis selama perkuliahan di IPB adalah berhasil mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa yang didanai Dikti tahun 2011, 2012 dan tahun 2013, menjadi Perwakilan IPB dalam Pagelaran Seni, Bahasa dan Budaya Arab (PERSADA) tingkat nasional yang diadakan oleh UPI Bandung, serta tim juara I pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Alqur‟an tingkat IPB pada tahun 2013.