ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TARIF PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHADAP LABA DAN EARNING MANAGEMENT PERUSAHAAN BEI DI INDONESIA Lili Yanny, Martin Surya Mulyadi Bina Nusantara, Jl. Ibrahim No. 14, Selatpanjang 28753 Riau - Indonesia, 0852 6473 6334,
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this research is to prove that the corporations listed in the Indonesia Stock Exchange take advantage of changes in corporate income tax rates to conducted an earnings management. In addition, the research also test the significancy of independent variables: tax planning (TAX), Debt to Equity Ratio (DER), Earnings Pressure (EP) and firm size (SIZE) on Discretionary Accrual (DA) company. The study was conducted by using a paired samples T test analysis test and regression test. In this research, all corporations are divided into 4 sectors. The results showed that the income tax rates significantly influenced corporate earnings reporting. In the industrial sector, four variables had no significant effect on corporations’ DA. In infrastructure, utilities and transportation sector, TAX, EP, and DER significantly influenced corporations’ DA. In trading and services sector, only EP significantly influenced DA. In mining and agriculture, only SIZE significantly influenced DA. For all corporations, only EP significantly influenced corporations’ DA. Therefore, it could be concluded from this research during 2007-2011, Indonesian-listed corporations used changes in income tax rates to conduct an earnings management that aims to obtain tax savings. LY Key words Corporate Income Tax Rates, Corporate Earnings, TAX, DER, EP, SIZE
PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 1, pengertian Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor perpajakan bahkan mencapai proporsi 70% lebih dari seluruh aspek penerimaan APBN. Besarnya potensi pajak bagi penerimaan Negara, mendorong pemerintah untuk terus menerus melakukan berbagai upaya perubahan undang-undang pajak penghasilan untuk mencapai target penerimaan Negara, salah satunya perubahan tarif pajak penghasilan. Namun, dalam melakukan perubahan undang-undang pajak penghasilan, sudah seharusnya pemerintah memperhitungkan berbagai aspek kepentingan perpajakan wajib pajak. Hal ini dikarenakan, selain bagi pemerintah, pajak juga merupakan salah satu hal yang menarik perhatian para pelaku bisnis di dunia. Pajak dapat menjadi salah satu indikator bagi investor dalam membuat keputusan untuk berinvestasi atau tidak karena pajak secara tidak langsung akan mempengaruhi rate of return yang akan diterima oleh investor. Pajak yang tinggi cenderung akan menyebabkan rate of return dari suatu investasi menjadi lebih rendah. Selain itu, bagi perusahaan selaku wajib pajak, tentu saja sangat tidak menghendaki tarif pajak yang terlalu tinggi. Tarif pajak yang tinggi akan mengurangi keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Hal ini cenderung menyebabkan perusahaan akan selalu berusaha untuk meminimalisir pengenaan pajak perusahaannya yang berpotensi besar bagi perusahaan untuk melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang undang nomor 36 tahun 2008 merupakan undang undang pajak penghasilan yang berlaku per 01 Januari 2009 dan dijadikan sebagai dasar hukum pengenaan pajak penghasilan sampai dengan sekarang. Sejak berlakunya undang undang nomor 36 tahun 2008, tarif pajak penghasilan yang semula progresif berubah menjadi tarif pajak tunggal. Perubahan tarif pajak yang diterapkan di Indonesia merupakan suatu kesempatan besar bagi wajib pajak untuk melakukan perlawanan pajak, baik perlawanan
pajak aktif maupun perlawanan pajak pasif. Hal ini dikarenakan selama periode perubahan tarif pajak, terdapat celah bagi wajib pajak untuk melakukan earning management terhadap laporan keuangan guna menghindari pembayaran pajak yang tinggi. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna menguji respon perusahaan terhadap perubahan tarif pajak yang pernah terjadi selain di Indonesia. Di Amerika Serikat, penelitian dilakukan Guenther (1994) untuk menguji indikasi earning management sebagai respon terhadap penurunan tarif Pajak Penghasilan Badan dari tarif 46% menjadi 34% di Amerika Serikat pada periode reformasi perpajakan 1986. Hasil penelitian menemukan bukti empiris current accrual signifikan negatif pada perusahaan dalam mengurangi pajak. Di Jepang, penelitian dilakukan oleh Yamashita dan Otogawa (2007) untuk membuktikan apakah perusahaan di Jepang telah melakukan earning management sebagai respon terhadap penurunan tarif pajak badan dari tarif 37,5% menjadi 34,5% pada tahun 1998 dan kemudian menjadi 30% pada tahun 1999 di Jepang. Hasil empiris menyatakan bahwa discretionary accrual signifikan negatif untuk tahun sebelum penurunan tarif pajak. Hal ini menunjukkan bahwa manager di perusahaan Jepang cenderung menunda pendapatan mereka dalam menanggapi penurunan tarif pajak badan yang terjadi dengan tujuan untuk meminimalkan biaya pajak. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Slamet dan Wijayanti (2012) gagal membuktikan adanya respon manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan di BEI. Hasil penelitian Slamet dan Wijayanti menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai discretionary accrual tahun 2009 dan tahun 2010. Atas penelitian yang telah dilakukan, Slamet dan Wijayanti menyarankan untuk menggunakan logaritma penjualan untuk menghitung variabel independen ukuran (SIZE) perusahaan. Penelitian juga dilakukan oleh Ristiyanti dan Syafruddin (2012) untuk membuktikan adanya manajemen laba sebagai respon perubahan tarif pajak penghasilan badan pada perusahaan manufaktur. Penelitian berhasil membuktikan bahwa pada tahun 2007, 2008, 2009, 2010 manajemen laba dilakukan oleh perusahaan laba. Sedangkan untuk perusahaan yang rugi, tidak terbukti melakukan manajemen laba dalam merespon perubahaan tarif pajak penghasilan. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dkk (2012) untuk menganalisis perbedaaan Earning Management sebelum dan sesudah pemberlakuan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Penelitian berhasil membuktikan bahwa membuktikan bahwa earning management sesudah pemberlakuan UU No. 36 Tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan sebelum pemberlakuan UU No. 36 Tahun 2008. Penelitian yang dilakukan Afriyanti (2011) untuk menganalisis respon wajib pajak terhadap pemberlakuan undang-undang pajak penghasilan tahun 2008 berhasil membuktikan bahwa perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI memanfaatkan perubahan tarif pajak penghasilan badan untuk melakukan manajemen laba yang bertujuan untuk memperoleh penghematan pajak. Banyak penelitian yang dilakukan di Indonesia untuk menguji respon perusahaan sebagai wajib pajak badan terhadap perusahaan di Indonesia, tetapi hasil dari penelitian yang dilakukan tidak semuanya sama. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk meneliti sendiri respon wajib pajak terhadap perubahan tarif pajak badan yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan BEI yang menjadi objek penelitian ini akan dikelompokkan berdasarkan sektor usaha masing-masing. Pengelompokkan ini bermaksud untuk menjelaskan pengaruh perubahan tarif pajak penghasilan badan terhadap laba dan earning management terhadap masing-masing sektor usaha perusahaan yang terdaftar di BEI. Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terkait dengan perubahan tarif pajak baik di Indonesia maupun Negara lain, masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu antara lain: a. Apakah dengan berlakunya tarif Pajak menurut UU no.36 Tahun 2008, laba bersih sebelum pajak perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI mengalami perubahaan yang signifikan? b. Adakah terdapat indikasi manajemen laba (earning management) sebagai respon dari perubahan tarif pajak penghasilan badan dari periode tahun 2007-2011? c. Apakah terdapat faktor lain selain tarif pajak yang mempengaruhi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan di BEI dari periode tahun 2007 – 2011? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris apakah perubahan tarif pajak penghasilan menurut UU no.36 Tahun 2008 mempengaruhi manajemen laba perusahaan. Selain itu, penelitian juga bertujuan untuk membuktikan bahwa selain tarif pajak penghasilan, terdapat variabel lain yang ikut mempengaruhi manajemen laba perusahaan selama periode tahun 2007-2011.
Berdasarkan tujuan dari penelitian, adapun manfaat dari penelitian yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Penulis dapat membuktikan bahwa adanya pengaruh dari perubahan tarif pajak terhadap manajemen laba perusahaan. b. Penelitian dapat menjadi salah satu masukan bagi pihak yang bersangkutan terutama para pembuat kebijakan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan didalam mengantisipasi perilaku wajib pajak (perlawanan pajak) terhadap perubahan tarif pajak.
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tarif pajak penghasilan badan merupakan tarif yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak penghasilan badan terutang dalam satu tahun pajak. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya serta meningkatkan pembangunan ekonomi Negara Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai upaya termasuk didalamnya melakukan perubahan tarif pajak. Berikut adalah beberapa tarif pajak penghasilan badan yang pernah diterapkan di Indonesia sampai dengan sekarang: a. Sampai dengan tahun pajak 2008, tarif Pajak Penghasilan Badan menganut tarif proporsional dengan struktur sebagai berikut : Tabel 1 Tarif Pajak Penghasilan Badan Tahun 2008 Tarif Lapisan Penghasilan Kena Pajak Pajak < Rp. 50.000.000 10% Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000 15% > Rp. 100.000.000 30% b.
c.
Sumber:Data Olahan Mulai tahun pajak 2009, tarif Pajak Penghasilan Badan menganut sistem tarif tunggal (single tax) yaitu sebesar 28%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi syarat tertentu yaitu salah satunya paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya, tarif PPh Badan adalah 5% lebih rendah dari tarif umum. Mulai tahun 2009, karena berubahnya tarif pajak penghasilan badan dari proporsional menjadi tarif pajak tunggal, dibuat ketentuan baru dalam Pasal 31E yang memberikan fasilitas pengurangan tarif pajak sebesar 50% dari tarif umum untuk Wajib Pajak badan yang omzetnya tidak lebih dari Rp 50.000.000.000 yang dikenakan terhadap penghasilan kena pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp. 4.800.000.000. Pada tahun pajak 2010, tarif Pajak Penghasilan Badan mengalami perubahan dari tarif tunggal 28% menjadi tarif tunggal 25%.
Basis Akrual Basis akrual merupakan pengakuan penghasilan dan beban pada saat penghasilan dan beban benarbenar terjadi. Akrual ini mengenal istilah matching dimana beban yang diakui sesuai penghasilan (revenue) pada saat diperoleh dalam periode yang sama. Basis akrual terdiri dari 2 konsep yaitu: a. Non Discretionary Accrual Non discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang wajar, yang tunduk pada standar dan prinsip akuntansi yang berlaku. b. Discretionary Accrual Discretionary Accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Discretionary Accrual ini merupakan sebuah kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan pengakuan biaya sesuai dengan keinginan manajemen dalam rangka mencapai hasil akhir pada net income yang diinginkan. Discretionary accrual tidak memberikan batasanbatasan kepada manajemen dalam mengakui beban dan laba perusahaan. Terkait dengan upaya dari perusahaan untuk menghindari pembayaran pajak yang terlalu besar, maka apabila terjadi peningkatkan tarif pajak badan, perusahaan akan cenderung untuk melaporkan laba yang rendah. Begitu juga sebaliknya, apabila terjadi penurunan tarif pajak badan, laba yang akan dilaporkan perusahaan akan cenderung meningkat. Hipotesis yang dapat disimpulkan yaitu:
H01 :Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Berpengaruh Terhadap Pelaporan Laba Perusahaan. HA1 :Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Tidak Berpengaruh Terhadap Pelaporan Laba Perusahaan. Menurut Suandy (2008:23) mengatakan bahwa perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak untuk meminimumkan kewajiban perpajakan. Perencanaan perpajakan dilakukan dengan memperhatikan dan mempelajari transaksi dan fenomena yang berhubungan dengan pajak. Transaksi dan fenomena tersebut direncanakan sedemikian rupa guna untuk mengurangi pembayaran pajak dan mencari jalan untuk menunda pembayaran pajak dan sebagainya. Perubahan tarif pajak penghasilan badan yang merupakan salah satu fenomena pajak tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk memanfaatkan fenomena tersebut dalam melakukan perencanaan pajak. Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis: H02 :Perencanaan Pajak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. HA2 :Perencanaan Pajak Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. Earning Pressure merupakan salah satu cara manajemen laba yang digunakan untuk menunda atau meningkatkan pendapatan dengan cara menggeser pendapatan ke periode yang akan datang. Bagi perusahaan yang belum mencapai target laba yang diinginkan, akan cenderung untuk melakukan earning pressure untuk mendapatkan target laba akuntansi. Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis: H03 :Earning Pressure Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. HA3 :Earning Pressure Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. Apabila laba perusahaan kecil dan hutang perusahaan besar, perusahaan cenderung melakukan manajemen laba dengan menurunkan hutang perusahaan. Penurunan hutang perusahaan bertujuan untuk menarik minat investor agar mau menginvestasikan modalnya di perusahaan. Sebaliknya, terkait dengan adanya kebijakan perpajakan yang memperbolehkan bunga pinjaman diakui sebagai biaya pengurang (deductible expense) dalam laporan laba rugi perusahaan, perusahaan cenderung untuk meningkatkan hutang perusahaan. Peningkatan hutang perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan biaya bunga pinjaman yang dapat menyebabkan laba perusahaan menurun. Penurunan laba perusahaan itu akan mengurangi besarnya pajak penghasilan badan yang harus dibayar perusahaan. Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis: H04 :Debt Equity Ratio Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. HA4 :Debt Equity Ratio Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. Semakin besar aset perusahaan semakin besar pula modal yang ditanamkan, semakin besar produksi, semakin besar penjualan dan semakin besar perputaran uang serta semakin besar kapitalisasi pasar. Perusahaan yang besar akan cenderung lebih berhati-hati dalam melaporkan laporan keuangannya. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk menstabilkan laba perusahaan sehingga dapat ditarik hipotesis: H05 :Size Perusahaan Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan. HA5 :Size Perusahaan Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
METODE PENELITIAN Jenis Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan diteliti oleh penulis dari berbagai sumber lain yang tersedia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data berupa laporan keuangan tahunan Wajib Pajak Badan perusahaan terbuka nonbank yang terdaftar di BEI dari periode tahun 2007 – 2011.
Sumber Data Laporan keuangan tersebut diperoleh dari: 1. Indonesian Capital Market Directory 2007-2011. Dari situs resmi ICMD www.idx.co.id. 2. Situs resmi perusahaan yang diteliti.
Penentuan Jumlah Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua perusahaan nonbank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel yang akan diambil adalah 100 perusahaan nonBank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari periode 2007-2011.
Metode Pengumpulan Sampel Pemilihan sampel dalam penelitan ini menggunakan metode purposive sampling method. Purposive sampling merupakan suatu metode pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu berdasarkan kebutuhan dari sebuah penelitian. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penentuan sampel penelitian ini adalah : 1. Perusahaan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 sampai tahun 2011. Pemilihan rentang waktu bertujuan agar penelitian hanya berfokus pada periode sekitar perubahan UU PPh no. 36 Tahun 2008 sehingga hasil yang diperoleh akan maksimal. 2. Perusahaan terbuka yang diambil adalah semua perusahaan yang termasuk dalam kategori nonbank. 3. Omset perusahaan yang diteliti lebih besar dari Rp.50.000.000,00 (lima milyar rupiah) 4. Mempunyai kelengkapan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis statistik deskriptif (descriptive statistics) dan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas untuk menguji residu yang seharusnya terdistribusi normal seputar skor-skor variabel dependen. Uji multikolinearitas untuk memastikan variabel-variabel independen tidak memiliki hubungan linier satu sama lain, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas.
Metode Penyajian Data Hasil dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai hasil dari pengujian dengan menggunakan software IBM SPSS 20.
Model Penelitian Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu uji paired samples T Test dan uji regresi berganda (multiple regression) . Paired Samples T Test digunakan untuk menguji hipotesis H01 dan HA1. Sedangkan uji regresi berganda digunakan untuk menguji hipotesis H02 dan HA2 sampai dengan hipotesis H05 dan HA5 dengan persamaan DAi,t = α + β1 TAXi,t +β2 EPi,t +β3 DERi,t + β4 SIZEi,t + ε Dimana: DAi,t : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t TAXi,t : Perencanaan pajak perusahaan i pada tahun t : Earning Pressure perusahaan i pada tahun t EPi,t DERi,t : Debt to Equity ratio perusahaan i pada tahun t SIZEi,t : Ukuran perusahaan i pada tahun t Selain persamaan diatas, ada beberapa persamaan yang digunakan untuk mencari nilai DAi,t antara lain: a. Model penelitian Jones (1991) yang telah dimodifikasi oleh Dechow (1995) TAi,t = Ni,t – CFOi,t TA = NDAi,t + DAi,t Model penelitian untuk menghitung Non Discretionary Accrual: TAi,t / Ai,t-1 = α ( 1/Ai,t-1 ) + β1 (∆ REVi,t – ∆RECi,t)/Ai,t-1 + β2 (PPEi,t/Ai,t-1) + ε Dimana: TAi,t : Total Accrual perusahaan i pada tahun t Ni,t : Laba bersih (net income) perusahaan i pada tahun t CFOi,t : Arus kas operasi (cash flow operation) perusahaan i pada tahun t NDAi,t : Non-discretionary accrual perusahaan i pada tahun t DAi,t : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t Ai,t-1 : Total aktiva perusahaan i pada tahun t-1 ∆ REVi,t : Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 ∆ RECi,t : Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang tahun t-1 PPEi,t : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t ε : Error term perusahaan i pada tahun t Model penelitian diatas digunakan untuk mencari besarnya TAi,t / Ai,t-1 yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai discretionary accrual. b. Model penelitian untuk menghitung Discretionary Accrual: DAi,t = TAi,t / Ai,t-1 - (α ( 1/Ai,t-1 ) + β1 (∆ REVi,t – ∆RECi,t)/Ai,t-1 + β2(PPEi,t/Ai,t-1)) Dimana: DAi,t : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t TAi,t : Total accrual perusahaan i pada tahun t
NDAi,t : Ai,t-1 : ∆ REVi,t : ∆ RECi,t : PPEi,t :
Non-discretionary Accrual perusahaan i pada tahun t Total aktiva perusahaan i pada tahun t-1 Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang tahun t-1 Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Operasionalisasi Variabel Variabel dalam penelitian terdiri dari : 1. Perencanaan Pajak (TAX) Tarif pajak penghasilan badan merupakan tarif pajak penghasilan badan yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Rumus untuk menghitung perencanaan pajak (TAX) yaitu: TAX Tahun 2008 TAX
=
TAX Tahun 2009 TAX
=
TAX Tahun 2010 TAX
=
TAX Tahun 2011 TAX
=
Dimana: TAX : Perencanaan Pajak PTI : Pre Tax Income (laba sebelum pajak) CTE : Current portion of total tax expense (beban pajak kini) TAi,t : Total Aktiva perusahaan i pada tahun t 2. Laba perusahaan (net income) Laba perusahaan adalah total pendapatan bersih yang diterima oleh perusahaan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tersebut pada periode yang sama. 3. Earning Pressure Earning Pressure pada penelitian ini didapat dari perubahan laba suatu perusahaan (laba tahun berjalan dikurangi laba tahun sebelumnya) dibagi aktiva awal tahun. Rumus untuk mencari Earning Pressure sebagai berikut: EP = Dimana: Li,t : Laba perusahaan i pada tahun t Li,t-1 : Laba perusahaan i pada tahun t-1 TA0 : Total Aktiva awal tahun 4. Debt to Equity Ratio Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara hutang-hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan. Ratio ini digunakan mengukur tingkat kemampuan modal perusahaan dalam pemenuhan seluruh kewajiban perusahaan. Rumus untuk menghitung Debt to Equity: DER = 5. Ukuran Perusahaan (SIZE) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuryaman (2009), ukuran perusahaan dalam penelitian ini akan diukur menggunakan nilai logaritma total penjualan perusahaan pada akhir tahun. Penggunaan nilai log penjualan bertujuan untuk menghindari masalah data natural yang tidak terdistribusi normal.
HASIL DAN BAHASAN Uji Asumsi Klasik
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa pengujian asumsi klasik ini dilakukan untuk memperoleh hasil analisis data yang memenuhi syarat pengujian. Dengan begitu, hasil penelitian yang menggunakan data yang telah memenuhi syarat uji asumsi klasik ini akan lebih akurat dan tepat. Dalam penelitian ini, uji asumsi klasik yang digunakan yaitu uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Uji Normalitas Untuk melihat apakah residu normal atau tidak, dapat dilihat dari grafik Normal P-P Plot. Pada grafik normal P-P Plot, residu yang normal adalah data yang memencar mengikuti fungsi distributor normal yaitu menyebar seiring garis z diagonal. Grafik 1 Hasil Output Uji Normalitas
1a
1b
1c 1d 1e Sumber:Output SPSS 20 Keterangan : 1a : sektor aneka industri dan industri dasar & kimia, 1b : sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, 1c : sektor perdagangan dan jasa, 1d : sektor pertambangan dan pertanian, 1e : keseluruhan sampel Dari kelima grafik Normal P-P Plot diatas, dapat dilihat bahwa data memencar mengikuti fungsi distributor normal dan menyebar seiring dengan garis z diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel data terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas Dalam regresi berganda dengan SPSS, masalah Multikolinearitas ditunjukkan lewat tabel Coefficient, yaitu pada kolom Tolerance dan kolom VIF. Jika Tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka hal ini mengindikasikan tidak terjadinya multikolinearitas. Berikut adalah tabel output uji multikolinearitas terhadap data-data penelitian yang digunakan: Tabel 2 Hasil Output Uji Multikolinearitas Hasil Output Uji Multikolinearitas No Sektor
1
Sektor Aneka Industri dan Industri Dasar & Kimia
2
Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi
3
Sektor Perdagangan dan Jasa
4
Sektor Pertambangan dan Pertanian
5
Keseluruhan
Variabel Independen TAX EP DER SIZE TAX EP DER SIZE TAX EP DER SIZE TAX EP DER SIZE TAX EP DER SIZE
Collinearity Statistics Tolerance 0.305 0.568 0.180 0.182 0.502 0.500 0.992 0.984 0.549 0.595 0.993 0.906 0.357 0.623 0.390 0.375 0.747 0.749 1.000 0.990
VIF 3.279 1.760 5.548 5.480 1.991 2.000 1.008 1.017 1.823 1.680 1.007 1.104 2.799 1.604 2.566 2.665 1.339 1.334 1.000 1.011
Sumber : Data Olahan SPSS 20 Tabel 2 menunjukkan bahwa tolerance semua variabel independen data penelitian perusahaan adalah lebih besar dari 0.01, yang mengindikasikan bahwa tidak ada korelasi antar variabel independen. Selain itu hasil perhitungan VIF kurang dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari multikolinearitas dan data layak digunakan dalam model regresi.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi diperlukan untuk mengindikasikan ada atau tidaknya korelasi antara residual observasi. Untuk menguji autokorelasi digunakan uji Durbin Watson yang menyelidiki korelasi berlanjut antar error. Persamaan untuk uji Autokorelasi yaitu sebagai berikut: Jika : a. H0 : du < d < 4-du ; tidak terjadi autokorelasi b. H1 : d < du atau (4-du) < du ; terjadi autokorelasi Berikut adalah tabel output uji autokorelasi terhadap data-data penelitian yang digunakan: Tabel 3 Hasil Output Uji Autokorelasi Hasil Output Uji Autokorelasi No
1 2 3
Sektor Sektor Aneka Industri dan Industri Dasar & Kimia Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Sektor Perdagangan dan Jasa
DurbinWatson (d)
du
4 - du
2.002
1.67634
2.32366
2.129
1.71043
2.28957
1.833
1.79901
2.20099
Sektor Pertambangan dan 2.108 1.65025 2.34975 Pertanian 5 Keseluruhan 1.862 1.85103 2.14897 Sumber : Data Olahan SPSS 20 Berdasarkan Tabel 3, nilai d, du, 4-du memenuhi persamaan: H0 : du < d < 4-du ; H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa data tidak terjadi autokorelasi. 4
Uji Heteroskedastisitas Tabel 4 Hasil Output Uji Heteroskedastisitas No
1
2
3
4
5
Hasil Output Uji Heteroskedastisitas Variable Sektor Independen (Constant) TAX Sektor Aneka Industri dan Industri EP Dasar & Kimia DER SIZE (Constant) TAX Sektor Infrastruktur, Utilitas dan EP Transportasi DER SIZE (Constant) TAX Sektor Perdagangan dan Jasa EP DER SIZE (Constant) TAX Sektor Pertambangan dan EP Pertanian DER SIZE (Constant) Keseluruhan TAX EP
Sig. 0.940 0.616 0.546 0.704 0.912 0.311 0.003 0.000 0.257 0.494 0.656 0.597 0.058 0.647 0.833 0.411 0.541 0.548 0.327 0.460 0.291 0.353 0.089
DER SIZE
0.493 0.467
Sumber:Data olahan SPSS 20 Dalam penelitian ini pengujian heteroskedastisitas dengan Uji Gletser. Dimana terjadinya heteroskedastisitas dapat dilihat dari kolom nilai signifikansi (sig.) pada tabel coefficientsa yang telah penulis simpulkan hasilnya pada tabel 4.4. Apabila : a. Nilai signifikansi > 0.05, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. b. Nilai signifikansi < 0.05, maka terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan tabel 4, nilai signifikansi semua variabel independen adalah lebih besar dari 0.05 ( > 0.05 ), hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak untuk digunakan dalam penelitian.
Analisis dan Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis H01 dan HA1, alat analisis yang digunakan adalah uji paired samples T Test. Uji paired samples T Test digunakan untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan antara perubahan tarif pajak penghasilan badan terhadap pelaporan laba yang dilakukan oleh 100 sampel perusahaan yang digunakan sebagai data dalam penelitian. Variabel yang digunakan dalam uji paired samples T Test berupa rata-rata tarif pajak pada tahun yang bersangkutan dan discretionary accrual pada tahun yang bersangkutan. Berikut hasil probabilitas dari uji paired samples T Test untuk ke empat sektor sampel perusahaan beserta keseluruhan sampel: Tabel 5 Hasil Output Uji Paired Samples T Test
Pair 1 Pair 2
TARIF 2007-2008 DA it 2007-2008 TARIF 2008-2009 DA it 2008-2009
Sektor I
Sektor II
0.011**
0.001*
0.001*
0.000*
Sektor III
Sektor IV
Sig. (2-tailed) 0.021** 0.001* 0.020**
0.000*
Sektor V
0.000* 0.000*
TARIF 2009-2010 0.002* 0.000* 0.000* 0.001* 0.000* DA it 2009-2010 Pair 4 TARIF 2010-2011 0.001* 0.000* 0.000* 0.004* 0.000* DA it 2010-2011 * Signifikan dalam 1%, ** Signifikan dalam 5% Sumber:Data Olahan SPSS 20 Keterangan: Sektor I : Sektor Aneka Industri dan Industri Dasar & Kimia Sektor II : Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Sektor III : Sektor Perdagangan dan Jasa Sektor IV : Sektor Pertambangan dan Pertanian Sektor V : Keseluruhan Sektor Dari tabel 5, dapat dilihat bahwa pada sektor aneka industri dan industri dasar & kimia, discretionary accrual dari tahun 2007 ke tahun 2008 dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan badan signifikan dalam 5%. Dan kemudian pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, discretionary accrual perusahaan pada sektor aneka industri dan industri dasar & kimia dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan badan signifikan dalam 1%. Sehingga berdasarkan pembuktian hasil analisis uji paired samples T Test, hipotesis H01 untuk sektor aneka industri dan industri dasar & kimia diterima dimana perubahan tarif pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap pelaporan laba perusahaan. Dan sebaliknya hipotesis HA1 ditolak karena tidak terdapat nilai signifikan yang lebih dari 10%. Perusahaan di sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, discretionary accrual dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan signifikan dalam 1%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis uji paired samples T Test, hipotesis H01 untuk sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi diterima dimana perubahan tarif pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap pelaporan laba perusahaan. Dan sebaliknya hipotesis HA1 ditolak karena tidak terdapat nilai signifikan yang lebih dari 10%. Perusahaan di sektor perdagangan dan jasa, discretionary accrual dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan signifikan dalam 5% sedangkan untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, discretionary accrual dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan signifikan dalam 1%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis uji paired samples T Test, hipotesis H01 untuk sektor perdagangan dan jasa diterima dimana perubahan tarif pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap pelaporan laba perusahaan. Dan sebaliknya hipotesis HA1 ditolak karena tidak terdapat nilai signifikan yang lebih dari 10%. Perusahaan di sektor pertambangan dan pertanian, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, discretionary accrual dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan badan signifikan dalam 1%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis uji paired samples T Test, hipotesis H01 untuk sektor pertambangan dan pertanian diterima dimana perubahan tarif pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap pelaporan laba perusahaan. Dan sebaliknya hipotesis HA1 ditolak karena tidak terdapat nilai signifikan yang lebih dari 10%. Secara keseluruhan dari sampel perusahaan yang digunakan, discretionary accrual dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan badan signifikan dalam 1%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis uji paired samples T Test, hipotesis H01 untuk keseluruhan sampel diterima dimana perubahan tarif pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap pelaporan laba perusahaan. Dan sebaliknya hipotesis HA1 ditolak karena tidak terdapat nilai signifikan yang lebih dari 10%. Selanjutnya, untuk pembuktian hipotesis H02, H03, H04, H05, HA2, HA3, HA4, dan HA5 dilakukan metode regresi berganda. Tabel 6 merupakan tabel ringkasan hasil uji regresi berganda dengan menggunakan SPSS versi 20 untuk menjelaskan pengaruh keempat variabel independen (TAX, EP, DER, SIZE) terhadap discretionary accrual sebagai variabel independen. Pengaruh variabel dependen oleh variabel independen dapat dilihat pada kolom Sig. Tabel 6 Hasil Output Coefficientsa Pair 3
* Signifikan dalam 1% , ** Signifikan dalam 5%, *** Signifikan dalam 10% Sumber:Data Olahan SPSS 20 Dari tabel 6, dapat dilihat bahwa semua variabel independen perusahaan di sektor aneka industri dan industri dasar & kimia tidak mempengaruhi discretionary accrual. Hal ini ditunjukkan melalui angka sig. yang melebihi batas signifikan yaitu 10% (0.1). Berdasarkan penelitian terhadap sektor aneka industri dan industri dasar & kimia, hipotesis HA2, HA3, HA4 dan HA5 diterima dimana variabel independen berupa Perencanaan Pajak (TAX), Earning Pressure (EP), Debt to Equity (DER) dan Ukuran Perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Discretionary Accrual perusahaan. Dan sebaliknya hipotesis H02, H03, H04 dan H05 ditolak karena tidak terdapat nilai Sig. yang lebih kecil dari 10%. Untuk perusahaan di sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 6 menunjukkan bahwa hanya variabel independen SIZE saja yang tidak mempengaruhi discretionary accrual karena memiliki nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari 0.01 yaitu 0.982 sehingga hipotesis H05 ditolak dan sebaliknya HA5 diterima dimana Size tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Variabel EP mempengaruhi discretionary accrual signifikan dalam 1% sehingga hipotesis H03 diterima dan sebaliknya HA3 ditolak dimana variabel independen Earning Pressure berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Variabel TAX dan DER mempengaruhi discretionary accrual signifikan dalam 5%. Sehingga hipotesis H02 dan H04 diterima dan sebaliknya HA2 dan HA4 ditolak dimana variabel independen TAX dan DER berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Bila dimasukkan ke dalam persamaan: DAi,t = α + β1 TAXit +β2 EPi,t +β3 DERi,t + β4 SIZEi,t + ε Hasil Output Coefficientsa
No Sektor
Variable B t Sig. (Constant) -2.743 -0.868 0.399 0.511 TAX 2.288 0.673 Sektor Aneka Industri dan 1 EP 1.680 1.530 0.147 Industri Dasar & Kimia DER -0.391 -0.948 0.358 SIZE 0.176 0.658 0.521 (Constant) -0.818 -0.495 0.622 TAX -1.350 -2.470 0.016** Sektor Infrastruktur, 2 EP 5.474 5.178 0.000* Utilitas dan Transportasi DER -0.470 -2.345 0.022** SIZE -0.003 -0.023 0.982 (Constant) 0.230 0.062 0.951 TAX 12.306 0.881 0.379 Sektor Perdagangan dan EP -7.895 -2.628 0.009* 3 Jasa DER -0.029 -0.603 0.547 SIZE -0.094 -0.296 0.768 (Constant) -7.434 -2.403 0.025 TAX -3.136 -0.979 0.338 Sektor Pertambangan dan 4 EP -0.471 -0.645 0.525 Pertanian DER -0.081 -1.005 0.325 SIZE 0.554 2.197 0.038** (Constant) -0.355 -0.198 0.843 TAX 1.348 1.221 0.223 5 Keseluruhan EP -2.207 -1.660 0.090*** DER -0.035 -1.230 0.219 SIZE -0.027 -0.182 0.856 DAi,t = -0.818 – 1.350 TAXit + 5.474 EPi,t – 0.47 DERi,t Dari hasil penjumlahan nilai α, β1, β2, β3 nilai DA hasil penelitian bernilai positif (+) yaitu 2.833, dengan kata lain, variabel independen secara bersamaaan dapat mempengaruhi discretionary accrual secara positif. Nilai positif discretionary accrual mengindikasikan bahwa perusahaan akan cenderung untuk melakukan income maximization yang merupakan salah satu teknik manajemen laba guna memaksimalkan laba perusahaan. Biasanya income maximization bertujuan untuk mendapatkan bonus, posisi dan menarik investor untuk berinvestasi. Namun, secara terpisah, hanya variabel independen EP saja yang memiliki DA bernilai positif, kedua variabel independen TAX dan DER cenderung memiliki
DA bernilai negatif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel independen TAX dan DER merupakan variabel independen yang cenderung mendorong perusahaan-perusahaan di sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi untuk meminimalkan laba perusahaan. Berdasarkan tabel 6, dapat kita lihat bahwa hasil penelitian untuk perusahaan di sektor perdagangan dan jasa, variabel independen yang mempengaruhi discretionary acrrual hanyalah variabel EP. Variabel independen EP mempengaruhi discretionary acrrual signifikan dalam 1% sehingga hipotesis H03 diterima dan sebaliknya hipotesis HA3 ditolak dimana EP berpengaruh signifikan terhadap discretionary acrrual. Untuk ketiga independen (TAX, DER, SIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary acrrual karena memiliki nilai sig. yang lebih besar dari 0.1. Sehingga pembuktian untuk hipotesis hipotesis H02, H04 dan H05 ditolak dan sebaliknya HA2, HA4 dan HA5 diterima dimana TAX, DER dan SIZE tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary acrrual. Bila dimasukkan ke dalam persamaan: DAi,t = α + β1 TAXit +β2 EPi,t +β3 DERi,t + β4 SIZEi,t + ε DAi,t = 0.230 – 7.895 EPi,t Dari hasil penjumlahan nilai α, β2 nilai DA hasil penelitian bernilai negatif (-) yaitu -7.665. Hal ini membuktikan bahwa variabel EP mempengaruhi DA secara negatif. EP mendorong perusahaan di sektor perdagangan dan jasa untuk cenderung meminimalkan laba perusahaan (income minimization). Berdasarkan penelitian terhadap perusahaan di sektor pertambangan dan pertanian, hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 6 membuktikan bahwa hanya variabel independen SIZE yang mempengaruhi discretionary accrual signifikan dalam 5% sehingga pembuktian hipotesis H05 diterima dan sebaliknya hipotesis HA5 ditolak dimana SIZE berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Sedangkan untuk ketiga variabel independen (TAX, EP, DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual karena ketiga variabel independen masing-masing memiliki nilai sig. yang lebih besar dari 0.1. Pembuktian hipotesis H02, H03 dan H04 ditolak dan sebaliknya hipotesis HA2, HA3 dan HA4 diterima dimana TAX, EP dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Bila dimasukkan ke dalam persamaan: DAi,t = α + β1 TAXit +β2 EPi,t +β3 DERi,t + β4 SIZEi,t + ε DAi,t = -7.434 + 0.554SIZEi,t Dari hasil penjumlahan nilai α, β4 nilai DA hasil penelitian bernilai negatif (-) yaitu -6.880. Hal ini membuktikan bahwa variabel SIZE mempengaruhi DA secara negatif. SIZE mendorong perusahaan di sektor pertambangan dan pertanian untuk cenderung meminimalkan laba perusahaan (income minimization). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap keseluruhan sampel perusahaan tanpa mengklasifikasikannya ke dalam kelompok sektor, hasil penelitian yang ditunjukkan pada pada tabel 6 membuktikan bahwa dari keempat variabel independen yang diteliti hubungannya dengan discretionary accrual, hanya variabel independen EP yang mempengaruhi discretionary accrual signifikan dalam 10%. Sehingga pembuktian hipotesis H03 diterima dan sebaliknya HA3 ditolak dimana EP berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Sedangkan untuk ketiga variabel independen tidak mempengaruhi discretionary accrual karena masing-masing dari ketiga variabel independen tersebut memiliki nilai sig. yang lebih besar dari 0.1 sehingga pembuktian hipotesis H02, H04 dan H05 ditolak dan hipotesis HA2, HA4 dan HA5 diterima dimana variabel independen TAX, DER dan SIZE tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Bila dimasukkan ke dalam persamaan: DAi,t = α + β1 TAXit +β2 EPi,t +β3 DERi,t + β4 SIZEi,t + ε DAi,t = -0.355 - 0.027EPi,t Dari hasil penjumlahan nilai α, β2 nilai DA hasil penelitian bernilai negatif (-) yaitu -0.382. Hal ini membuktikan bahwa variabel EP mempengaruhi DA secara negatif. EP mendorong perusahaan untuk cenderung meminimalkan laba perusahaan (income minimization). Hasil penelitian mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yamashita dan Otogawa (2007) terhadap perusahaan di Jepang bahwa perusahaan cenderung melakukan earning management dengan menunda pendapatan mereka dalam menanggapi penurunan tarif pajak badan yang terjadi dengan tujuan untuk meminimalkan biaya pajak. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dkk (2012) juga berhasil membuktikan bahwa earning management sesudah pemberlakuan undang-undang lebih tinggi dibandingkan sebelum pemberlakuan undang-undang. Namun, hasil penelitian bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Slamet dan Wijayanti (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai discretionary accrual tahun 2009 dan tahun 2010.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 100 perusahaan yang terdaftar di BEI, hasil penelitian mendukung hipotesis dimana perubahan tarif pajak penghasilan badan mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hal ini ditunjukkan melalui nilai discretionary accrual. Selama periode tahun 2007-2008, perusahaan terbukti melakukan manajemen laba dengan meminimalkan laba guna mendapatkan penghematan pajak yang ditunjukkan oleh nilai discretionary accrual yang negatif. Dalam melakukan manajemen laba, selain dipengaruhi oleh perubahan tarif pajak penghasilan badan, tiap sektor perusahaan juga dipengaruhi variabel yang berbeda (TAX, DER, EP dan SIZE). Untuk sektor aneka industri dan industri dasar & kimia, hasil penelitian tidak menemukan bahwa ada hubungan signifikan keempat variabel independen tersebut dengan discretionary accrual. Di sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel TAX, EP dan DER berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan dan hanya variabel SIZE yang terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Di sektor perdagangan dan jasa, hanya variabel EP yangerbukti mempengaruhi discretionary accrual perusahaan, sedangkan ketiga variabel (TAX,DER,SIZE) tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Di sektor pertambangan dan pertanian, hanya variabel SIZE yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan, sedangkan untuk ketiga variabel (TAX,DER,EP) tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan. Hasil penelitian terhadap keseluruhan sampel sama dengan hasil penelitian di sektor perdagangan dan jasa, dimana dari hasil penelitian, hanya variabel EP yang berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual perusahaan, sedangkan untuk ketiga variabel (TAX, DER,SIZE) tidak terbukti berpengaruh terhadap discretionary accrual perusahaan.
Saran Berdasarkan penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka penulis bermaksud untuk menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, sektor usaha perdagangan dan jasa terbukti memiliki nilai discretionary accrual yang paling tinggi yaitu 7.665. Perusahaan di sektor perdagangan dan jasa terbukti melakukan minimalisasi laba yang bertujuan untuk memperoleh penghematan pajak. Hal ini ditunjukkan dengan nilai discretionary accrual yang negatif (-). Oleh karena itu, pemerintah khususnya dibidang perpajakan disarankan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kontrol khususnya terhadap kewajiban perpajakan sektor usaha dibidang perdagangan dan jasa untuk mencegah manajemen laba perusahaan yang dapat merugikan negara. 2. Berdasarkan hasil penelitian, selama periode transisi perubahan tarif pajak penghasilan badan, perusahaan terbukti melakukan manajemen laba guna memperoleh penghematan pajak. Oleh karena itu, sebaiknya para pembuat kebijakan perundang-undangan perpajakan lebih memperhatikan masalah ini dan mencari cara untuk mengantisipasi perilaku wajib pajak setiap dilakukan perubahan undang-undang perpajakan. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan membandingkan omset dan laba kena pajak perusahaan dari tahun ke tahun. 3. Untuk mengantisipasi perlawanan yang akan timbul dari wajib pajak selama periode perubahan tarif pajak penghasilan badan, pemerintah juga harus lebih meningkatkan kontrol dan kualitas dari petugas dan fiskus pajak. Karena dengan adanya kontrol dan kualitas yang baik dari petugas pajak, wajib pajak akan merasa lebih diperhatikan sehingga tidak berani untuk melakukan kecurangan. 4. Adapun dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan 4 variabel independen dalam menguji discretionary accrual perusahaan, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya variabel independen lain selain keempat variabel tersebut yang mempengaruhi discretionary accrual perusahaan. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambah variabel independen yang akan diteliti. 5. Dalam penelitian ini, sektor perusahaan yang diteliti hanya terdiri dari sektor aneka industri dan industri dasar & kimia, sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, sektor perdagangan dan jasa serta sektor pertambangan dan pertanian. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk memperluas ruang lingkup penelitian selain sektor-sektor yang telah diteliti.
REFERENSI Afriyanti, I. (2011). Analisis Respon Wajib Pajak Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 2008. Disertai tidak diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.
Fitriyanti, D, Maiyarni, R & Gowon, M. (2012). Analisis Perbedaan Earnings Management Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. 14 (1): 55-60. Guenther, D A. (1994). Earning Management in Response to Corporate Tax Rate Changes: Evidence from the 1986 Tax Reform Act. The Accounting Review. 69 (1): 230-243. Anggaran Departemen Menteri Keuangan diakses 16 Maret 2013 dari www.anggaran.depkeu.go.id/ Ilyas, Wirawan B. & Burton, Richard. (2010). Hukum Pajak. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, N & Supomo, B.(2002). Metodologi Penelitian Bisnis, Untuk Akuntansi & Manajemen. Yogyakarta: BPFE Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: ANDI. Nuryaman. (2009). Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Sukarela. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 6 (1): 89-116. Priantara, D. (2011). Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penyidikan Pajak. Jakarta: PT.Indeks. Ristiyanti, A.W & Syarifruddin,M. (2012). Manajemen Laba Sebagai Respon Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar diBEI. Diponegoro Journal Of Accounting. 1 (2): 1-15. Slamet, A & Wijayanti, P. (2012). Respon Perubahan Tarif Pajak Penghasilan, Insentif dan Non-Insentif Pajak Terhadap Manajemen Laba. Proceedings of Conference In Business, Accounting and Management (CBAM). 1 (1): 1-14. Suandy,E. (2008). Perencanaan Pajak. Edisi ke-4. Jakarta:Salemba Empat. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Yamashita, H & Otogawa, K. (2007). Do Japanese Firms Manage Earnings in Response to Tax Rate Reduction in the Late 1990. MS-07-01 diakses 16 Maret 2013 dari http://www.ms.kuki.tus.ac.jp/.
RIWAYAT PENULIS Lili Yanny lahir di kota Selatpanjang, Riau pada tanggal 10 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang akuntansi perpajakan pada tahun 2013.