ANALISIS PENGARUH PERSEPSI PENYANDERAAN (GIJZELING) WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi SyaratSyarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh TRIANAH AGUSTINAH 102082026220
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
i
ANALISIS PENGARUH PERSEPSI PENYANDERAAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Trianah Agustinah NIM: 102082026220
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 131 474 891
Pembimbing II
Afif Sulfa, SE, Ak., M. Si NIP.
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
ii
Hari ini Rabu Tanggal 17 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Trianah Agustinah NIM: 102082026220 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH PERSEPSI PENYANDERAAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juni 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Ketua
Amilin, SE.Ak, M.Si Sekretaris
Rahmawati, SE. MM Penguji Ahli
iii
Hari ini Selasa Tanggal 30 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Trianah Agustinah NIM: 102082026220 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH PERSEPSI PENYANDERAAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Juni 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Pembimbing I
Afif Sulfa, SE.Ak, M.Si Pembimbing II
Prof. Dr. Azzam Yassin, MBA Penguji Ahli
iv
Daftar Riwayat Hidup Nama
: Trianah Agustinah
Tempat, tanggal, lahir
: Tangerang, 14 Agustus 1983
Alamat
: Jln. Palem No.35 Rt 02/011 Kelurahan Rengas Kec. Ciputat Timur Tangerang Selatan 15412
Telp
: 021-7443524
Pendidikan
:
a. Pendidikan Formal o TK Islam Sabilussalam. o SDN Pondok Ranji 1 Ciputat o MTsN 3 Pondok Pinang, Jakarta Selatan o SMK YMJ Ciputat o Universitas Islam Negri Syarief Hidayatullah Jakarta b. Pendidikan Non Formal o Kursus Bahasa Inggris LBUI
v
Analyses on perception gijzeling tax payers Towards compliance tax payers
ABSTRACK In the framework pacified revenue of country and for increase tax revenue, then the Directorate General of Tax apply force the corporation with gijzeling concerning tax payers is naughty and hesitant good intentions for finished tax arrears. This research aims to know, there is any correlations and h ow big influence (contribution) perception of gijzeling tax payers with tax payers compliance. With purpose convenience sampling method, the sample in this research include 45 correspondences. The result in this research is regression linear test independent variable (perception of gijzeling tax payers) between compliance tax payers show percentage R square is 0,187. It means that compliance tax payers can explain with independent variable 18,7% and the residue can explain with the other variable, it’s show that independent variable influence signification with dependent variable (compliance tax payers).
Keys words: Perception gijzeling tax payers, compliance tax payers.
vi
Analisis Pengaruh Persepsi Penyanderaan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
ABSTRAK Dalam rangka mengamankan penerimaan Negara serta untuk meningkatkan penerimaan pajak maka Dirjen Pajak menerapkan Paksa Badan penyanderaan (Gijzeling) terhadap wajib pajak yang nakal dan diragukan itikad baik untuk menyelesaikan tunggakan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat korelasi dan seberapa besar pengaruh (kontribusi) persepsi penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan menggunakan metode Convenience sampling dalam pemilihan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 45 responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil uji regresi linear antara variabel independen (persepsi penyanderaan wajib pajak) terhadap kepatuhan wajib pajak menunjukkan nilai R square sebesar 0,187. hal ini dapat diartikan bahwa kepatuhan wajib pajak dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 18,7% dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain, ini menunjukkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Kepatuhan Wajib Pajak).
Kata Kunci: Persepsi penyanderaan wajib pajak, kepatuhan wajib pajak.
vii
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah swt atas semua nikmat yang telah dilimpahkan kepada hamba dan seluruh umat manusia di dunia ini. Sungguh hamba tidak pernah dan tidak akan pernah (insya Allah) menyangsikan keagungan-Mu. Salawat serta salam kami limpahkan kepada kekasih Allah (Rasulullah saw) yang telah memberikan cahaya terang bagi perkembangan islam didunia. Seorang pemimpin yang selalu bersujud memohon ampun untuk umatnya. Manusia yang teramat sempurna dengan keistimewaan yang diberikan Allah kepadamu. Terima kasih yang tidak terhingga untuk orang tua yang terkasih (mamah Nur’aini & Bpk Sagiman), atas doa dan dukungan moril dan materil. Tiada hari tanpa hamba mengucap syukur kepada-Mu Ya Allah. Tuhan yang menggenggam dunia, yang menguasai hari pembalasan, tidak ada satu kejadian yang terjadi tanpa seizin-Mu. Terima kasih telah mengizinkan hari ini terjadi dalam kehidupan hamba. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bpk Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu sosial, yang merangkap dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membantu peneliti 2. Bpk. Afif Sulfa, SE, Ak, M. Si selaku Kepala Jurusan Akuntansi dan merangkap pembimbing II yang telah memberikan saran kepada peneliti 3. Bpk. Drs. M. Arif Bintoro Dibyoseputro selaku Pembantu Umum Dekan FEIS Bidang Administrasi 4. Ibu Yessi, SE, Ak, M. Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi 5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 6. Seluruh Staf FEIS Bpk Bambang, Ibu Lilik, Ibu Lilik Soleha, Ibu Dewi, Bpk Sugeng Dll yang telah direpotkan oleh peneliti. 7. My First and Second Sisters, Trimakasih banyak walaupun sebenarnya rada-rada bt Coz Hp disita padahal lagi butuh banget, n KNP ya selalu
viii
punya pikiran buruk ke ak????. My little brother diki Luv U, and ponakanku Menik Adis yang gemesin. 8. Teman-teman semuanya. Rahmayanti, SE (ierma), Siti Fitriyah, SE (pitz), Funny SE (thanks bgt bu buat semua bantuannya),Teteh (kangen euy), Iwan S (buat Cd and buku SPSS), Donny (akhirnya Finish), Nia (sorry maksa) 9. Buat Yaya Trima ksih yang banyak buanget, km yang bisa ngertiin ak and ga ninggalin ak disaat ak depresi and semua orang musuhin ak ,selalu kasih keyakinan klo ak bisa lulus, bikin ak ketawa pdhal hati ak sdih, bkin hati ak kuat buat hadapin semua ujian. Sekali lagi makasih Yang amat sangat banyak!!!!!!!!!!!! Smoga Alloh Kasih yang terbaik Buat KM. 10. Buat yuli Omboy (pinjeman tas), Rani Maruko, Jarot & Ulil (Kpn jln-jln lgi), Asih enci (sory ultah fahri gw ga bisa dteng),Ebenk (buat saran&saran). 11. Buat Staf KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, Pak Faisal, Pak Muhsin maaf ngerepotin minta data-datanya. 12. Teman2 angkatan 2002, temen2 akuntansi Pajak. Makasih banyak. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua. Amiin. Penulis sangat menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga saran dan kritik demi penyempurnaan skripsi ini merupakan suatu apresiasi bagi penulis. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis ingin mempersembahkan skripsi ini bagi semua pihak (siapa pun) yang sangat menaruh perhatian bagi perkembangan penelitian di Indonesia dengan harapan semoga seuntai kata dan kalimat yang tersusun dalam skripsi ini bermanfaat. Amiin. Jakarta,
Juni 2009
Trianah Agustinah
ix
DAFTAR ISI Halaman
Daftar Riwayat Hidup…………………………………………………………..i Abstract………………………………………………..………………………...ii Abstrak………………………………………………..………………………...iii Kata Pengantar…………………………………………………………………iv Daftar Isi…………………………………………………………..…………….vi Daftar Tabel…………………………………………………………….……..viii Daftar Lampiran………………………………………………………………..ix Daftar Gambar………………………………………………………………….x
Bab. I. Pendahuluan………………….…………………….……………………1 A. Latar Belakang Penelitian……..………………….…………………...1 B. Perumusan Masalah……………………………….…………………..6 C. Tujuan dan Manfaat……………………………….…………………..7
Bab. II. Tinjauan Pustaka………………………………….……………………9 A. Pengertian Persepsi……………………………………………………9 B. Dasar-dasar Perpajakan………………………….…………………...10 C. Pengertian Wajib Pajak………………………….…………………...19 D. Pajak Penghasilan………………………….………………………....21 E. Penagihan Pajak dan Penyanderaan……….………………………....25 F. Kepatuhan Wajib Pajak……………………..………………………..30 G. Kerangka Berfikir dan Pengajuan Hipotesis..………………………..36
Bab. III. Metodologi Penelitian……………….…….….………………………39 A. Ruang Lingkup Penelitian……...….………….……………………...39 B. Metode Penentuan Sampel…………………………………………...39 C. Metode Pengumpulan Data…………………….…………………….39 D. Metode Analisis Data………………………………………………...42
x
1. Uji Validitas Instrumen…………………………………………..42 2. Uji Reliabilitas Instrumen………………………………………..43 3. Koefisien Determinasi (Uji R2)…………………………………..43 4. Uji t-Statistik……………………………………………………..44 E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya………………….45
Bab. IV. Penemuan dan Pembahasan………………...……………………….50 A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak………………….……….50 1. Sejarah KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama…………...…….50 2. Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Keb Lama………..…..52 B. Penemuan dan Pembahasan…………………………………………52 1. Deskripsi Objek Penelitian………………..…………………….52 2. Uji Instrumen Penelitian………………………………………...54 a) Uji Validitas……………………………………...………….54 b) Uji Reliabilitas………………………………………………56 c) Uji Koefisien Korelasi………………………………………56 d) Uji Koefisien Determinasi…………………………………..57 e) Uji t………………………………………………………….58 Bab. V. Kesimpulan dan Implikasi…………………………………………...60 A. Kesimpulan………………………………………………………….60 B. Implikasi…………………………………………………………….61
Daftar Pustaka…………………………………………………..……………...xi Lampiran-lampiran……………………………………………………….…...62
xi
Daftar Tabel No.
Keterangan
Halaman
3.1.
Operasional Variabel Penelitian
48
4.1.
Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan
51
4.2.
Statistik Responden
53
4.3.
Hasil uji Validitas
54
4.4.
Hasil uji Validitas
55
4.5.
Hasil uji Reliabilitas
56
4.6
Hasil uji Koefisien Korelasi
56
4.6.
Uji Koefisien Determinasi
57
4.7.
Hasil Uji Parsial (Uji t)
58
xii
Daftar Lampiran No.
Keterangan
Halaman
1
Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama
62
2
Kuisioner
64
3
Tabel skor jawaban kuisioner responden
68
4
Hasil uji Validitas
70
5
Hasil uji Reliabilitas
82
6
Hasil uji Hipotesis
85
xiii
Daftar Gambar No. 1.
Keterangan Kerangka Pemikiran
Halaman 38
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi suatu Negara. Dengan adanya pembangunan suatu Negara bisa maju dan mampu bersaing dengan Negara-negara lain. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang juga dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi era globalisasi, oleh karena itu saat ini Indonesia semakin giat dalam melakukan pembangunan diberbagai bidang. Dalam melakukan pembangunan Indonesia tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, mengingat Indonesia merupakan Negara yang cukup luas wilayahnya, maka pembangunan diharapkan secara merata di setiap daerah dan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Pembiayaan pembangunan yang dikeluarkan pemerintah di dapat dari berbagai sektor salah satunya adalah pajak, dari sektor pajak dapat diambil beberapa keuntungan yang merupakan investasi bagi pelaksanaan pembangunan yang digunakan untuk kepentingan rakyat. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membayar pajak merupakan hal yang tidak mudah, pajak masih dirasakan sebagai beban oleh masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang enggan membayar pajak. Pada umumnya bagi beberapa orang tertentu membayar pajak merupakan momok yang menakutkan, karena pemikiran mereka yang didasar pada adanya unsur pemerasan yang dilakukan oleh
xv
pemerintah sehingga timbul beberapa orang yang tidak senang membayar pajak dan potensi untuk tetap bertahan terhadap penghindaran pembayaran pajak. Ini adalah suatu kondisi nyata bahwa keengganan membayar pajak sampai saat ini masih dimiliki oleh sebagian masyarakat. Dalam prakteknya dapat terlihat bahwa masih ada sebagian dari kita yang masih acuh dan sama sekali tidak mau tahu dengan pajak, belum ber NPWP atau belum membayar pajak dalam jumlah semestinya. Akibatnya terbit surat ketetapan pajak yang menyatakan kurang bayar atau kurang bayar tambahan, terbit surat tagihan pajak atau dijatuhkannya sejumlah sanksi administrasi pajak. Sangat mungkin penyebab kondisi tersebut adalah sifat pajak yang tidak
memberikan
kontraprestasi
secara
langsung
kepada
para
pembayarnya. Akibatnya, yang ada dibenak pembayar pajak ketika kewajiban untuk membayar pajak melekat kepadanya adalah hilanya sebagian
kesejahteraan,
terambilnya
sebagian
kesempatan
untuk
berbelanja atau menabung, harga-harga menjadi mahal dan lain sebagainya. Pandiangan (Berita Pajak, 2004 : 36) mengatakan bahwa selama ini efek pajak sebenarnya sangat besar terhadap psikologis masyarakat. Sehingga bukan tidak mungkin sebagian masyarakat terkadang merasa tertekan oleh pajak apa lagi bila ada yang kurang beres dalam laporan pajaknya. Pajak bukanlah hitungan ekonomi yang jika mengeluarkan sejumlah uang akan mendapatkan manfaat. Justru lebih kepada aspek
xvi
sosial yaitu peduli kepada sesama. Pajak yang dibayar seseorang bukan hanya dinikmati sendri dari pengadaan public goods and service. Melainkan akan jauh lebih besar dinikmati oleh orang lain yang mungkin jauh dipedesaan. Namun demikian pemerintah harus berusaha untuk memotivasi kepada para masyarakat agar dapat menjadikan bahwa pajak sebagai suatu kesadaran bukan kewajiban. Pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak / DJP) harus memberikan sosialisasi mengenai pajak dan kegunaan pajak itu sendiri. Sosialisasi tersebut bisa dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak. Kemudian Direktorat Jendral Pajak terbilang sering melakukan reformasi perpajakan. Mulai dari mereformasi Undang-Undang (UU) perpajakan sampai dengan aturan pelaksanaanya juga upaya-upaya menutup berbagai celah rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang memang diyakini masyarakat ada dalam UU dan aturan main tersebut. Memodernisasi sistem administrasi perpajakan yakni administrasi yang dilakukan dengan Teknologi Informasi (TI) serta peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib pajak. Dalam pelaksanaanya dengan Teknologi Informasi terbukti telah mengurangi persentuhan antar wajib pajak dan fiskus (aparat pajak) yang selama ini rawan menimbulkan penyuapan, tawar menawar pajak atau bahkan gertakan oleh pihak pajak dan lain-lain. Sementara bagi pajak sendiri sistem ini jelas merupakan salah satu bentuk monitoring yang akan
xvii
sangat efektif untuk mengetahui seberapa besar kontribusi wajip pajak terhadap pajak. Disamping itu perubahan radikal pada struktur, sistem ini sebenarnya berusaha memberdayakan lagi spirit pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak. Tujuan
dari
pembaruan
administrasi
perpajakan
adalah
peningkatan kepatuhan sukarela. Secara tradisional, metode pendorong kepatuhan perpajakan antara lain penerapan self assessment system (system perhitungan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri) yang dibarengi dengan penegakan hukum secara tegas. Gunadi (Berita Pajak, 2004 : 16) Apabila dikaitkan dengan undang-undang perpajakan yang berlaku, ada empat hal yang diharapkan atau dituntut dari wajip pajak sebagai subjek pajak antara lain : 1. Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran: 2. Dituntut
tanggung
jawab
(responsibility)
wajib
pajak
dalam
menyampaikan atau memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu. 3. Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 4. Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.
xviii
Dalam rangka mencapai sasaran yang ke empat yaitu memberikan sanksi (law enforcement), maka Direktorat Jendral Pajak sejak tahun 2003 melaksanakan penyanderaan (gijzeling) sebagai salah satu upaya penagihan hutang pajak. Ketentuan tentang penyanderaan sebenarnya sudah lama diatur dalam undang-undang perpajakan, tetapi baru dilaksanakan pada tahun 2003 setelah ditetapkannya surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Perundang-Undangan dan Hukum penyanderaan. Dengan terbitnya Skep Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan HAM No M-02. UM. 09. 01 tahun 2003 dan No. 294/KMK.03/2003 tentang tata cara penitipan penanggung pajak yang disandera di Rumah Tahanan Negara dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa, semakin memperkuat dasar pelaksanaan penyanderaan terhadap wajib pajak atau penanggung pajak. Penyanderaan merupakan usaha Direktorat Jendral Pajak dalam melaksanakan Law enforcement dan sebagai shock therapy bagi wajib pajak yang mempunyai hutang pajak. Salah satu contoh kasus penyanderaan (gijzeling) yang pernah terjadi adalah wajib pajak dengan inisial JL. Adapun kondisi JL merupakan penanggung pajak PT El, menunggak pajak sebesar Rp. 11,4 Miliar terhitung sejak tahun 2001. JL disandera akibat dinilai tidak koperatif dan tidak patuh. Pelaksanaan penyanderaan pada tanggal 23 Oktober 2003 ditempatkan pada sel khusus di Blok H3 No. 3 LP Cipinang. Kemudian pada tanggal 11 Oktober 2004 Direktorat Jendral Pajak
xix
melepaskan JL karena peraturan hanya memperbolehkan melakukan penyanderaan badan paling lama satu tahun. Dari kasus tersebut terbukti bahwa Direktorat Jerdral Pajak (DJP) tidak main-main, dan tidak gertak sambal. Walaupun memang berat tugas menyandera
penanggung
pajak
tapi
harus
dilakukan.
Dirjen
Pemasyarakatan Adi Suyatno (Berita Pajak, 2003:3). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Awal Pribadi (2005) yaitu tinjauan atas kebijakan penyanderaan (gijzeling) penanggung pajak pada Direktorat Jendral Pajak. Sedangkan penelitian ini adalah ingin melihat peranan penyanderaan (gijzeling) dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak, serta ingin menguji seberapa besar pengaruh penyanderaan paksa badan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan paparan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap efektifitas penyanderaan yang disusun dalam skripsi ini dengan judul “ANALISIS PENGARUH PERSEPSI
PENYANDERAAN
(GIJZELING)
WAJIB
PAJAK
TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK”. B. Perumusan Masalah. Sebelum merumuskan masalah perlu dijelaskan pembatasan masalah agar dapat mempermudah dalam melakukan perumusan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah dimana yang menjadi responden merupakan subjek wajib pajak pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Data yang
xx
digunakan adalah data yang diperoleh dari sampel wajib pajak yang masih aktif. Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah persepsi penyanderaan berpengaruh dalam meningkatkan kepatuhan pajak dimana penyanderaan merupakan sebagai shock therapy bagi wajib pajak yang nakal. 2. Bagaimana hubungan antara persepsi penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak lain. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. 1. Tujuan penelitian a. Untuk mengetahui apakah persepsi penyanderaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak. b. Melihat hubungan antara persepsi penyanderaan wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak sekitarnya. 2. Kegunaan Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat bagi : a. Menambah ilmu dan pengetahuan dibidang perpajakan mengenai hukum Penyanderaan dalam rangka memenuhi / mentaati peratruran perundang-undangan perpajakan. b. Wajib pajak,
yaitu sebagai sarana
shock therapy dalam
menumbuhkan kepatuhan kewajiban perpajakannya.
xxi
c. Pemerintah dan Direktorat Jendral Pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak mengenai Penyanderaan / Gizeling guna meningkatkan kinerja dan penerimaan pajak. d. Diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa informasi yang berarti bagi masyarakat dan pembaca luas terutama yang sangat berkaitan dengan penyanderaan / Gijzeling.
xxii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi Persepsi menurut David Krech dalam penelitian Sopiati (2008) menyatakan bahwa : “Persepsi adalah proses pemberian arti (Cognitive) terhadap lingkungan oleh seseorang. Karena setiap orang memberi arti kepada stimulus, maka individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda-beda.” Para Suraman dalam penelitian Sopiati (2008) mengemukakan bahwa : “Persepsi adalah kesan yang diperoleh dari hasil penangkapan panca indra seseorang terhadap suatu figur, kondisi atau masalah tertentu. Persepsi menjadi maslah yang penting karena pada hakekatnya seseorang melakukan hal-hal tertentu bukan berdasarkan kenyataan yang ada melainkan berdasarkan persepsi terhadap hal yang bersangkutan.” Philip Kottler menyatakan bahwa : “Persepsi merupakan proses seseorang individu memilih, mengorganisir, menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambaran yang bermakna tentang dunia.” Herder menyatakan bahwa “Persepsi individu dapat memotivasi perilakunya
lebih
lanjut.
Jika
obyek
persepsi
yang
dinilainya
menyenangkan maka prilakunya terhadap obyek tersebut positif. Sebaliknya, obyek persepsi yang dinilainya tidak menyenangkan maka prilakunya cenderung negatif.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan aktivitas seorang yang sekaligus juga makhluk individual dengan cara mengindera, mengintegrasikan, dan memberikan penilaian terhadap
xxiii
obyek-obyek fisik maupun obyek sosial yang dapat bersifat positif / negatif senang atau tidak senang, yang dapat memotivasi prilaku individual menjadi positif atau tidak. B. Dasar-Dasar Perpajakan 1. Pengertian pajak secara umum. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pengertian pajak yang dikemukakan P.J.A.Andiani yang telah diterjemahkan oleh R.Santoso Brotodiharjo dalam penelitian Yusronillah (2006) “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Sedangkan beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli lainnya, antara lain : pengertian pajak menurut N.J.Feldman. “Pajak adalah pretasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
xxiv
Dan pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi yang berlangsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran secara umum).” Kemudian definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat. “Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment (Resmi, 2008) 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeteir, yaitu mengatur. 2. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgeteir (sumber keuangan Negara) dan fungsi regulerend (mengatur). a. Fungsi budgeteir (penerimaan).
xxv
Pajak mempunyai fungsi budgeteir artinya Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. b. Fungsi regulerend (mengatur). Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. 3. Sistem Pemungutan Pajak Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa system pemungutan, yaitu: official assessment system, self assessment system, dan with holding system. a. Official Assessment System Suatu system pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam system ini, inisiatif dan kegiatan menghitungserta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur pajak (peranan dominan ada pada aparat pajak). b. Self Assessment System Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
xxvi
Dalam sisitem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk : 1.) Menghitung sendiri pajak yang terutang. 2.) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang. 3.) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang. 4.) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. 5.) Mempertanggung jawabkan jumlah pajak yang terutang. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominant ada pada wajib pajak). c. With Holding System Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini bisa dilakukan dengan undang-undang perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya. Berhasil tidaknya pelaksaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk (Resmi, 2003:11).
xxvii
4. Tarif Pajak 1. Tarif tetap. Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar pengenaan pajak. 2. Tarif Proporsional (sebanding) Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. 3. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasr pengenaan pajak. Tarif proporsional dibedakan menjadi tiga yaitu : a. Tarif
Progresif-Proporsional,
persentase
tertentu
yang
merupakan semakin
tarif
berupa
meningkat
dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap. b. Tarif Progresif-Progresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat. c. Tarif Progresif-Degresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut semakin menurun.
xxviii
4. Tarif Degresif (menurun) Tarif degresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. 5. Jenis Pajak Terdapat berbagai macam jenis pajak yang dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya. 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung, adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak bersangkutan. Contoh : PPh dibayar oleh pihak tertentu yang memperoleh penghasilan. b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh : PPN, pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara implicit (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa). 2. Menurut sifatnya.
xxix
a. Pajak
Subyektif,
adalah
pajak
yang
pengenaannya
memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subyeknya. Contoh : PPh. Dalam PPh terdapat subyek pajak (wajib pajak) orang pribadi. Pengenaan pajak penghasilan untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak. Keadaan pribadi wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. b. Pajak
Obyektif,
adalah
pajak
yang
pengenaanya
memperhatikan pada obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subyek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh : PPN dan PPnBM, PBB. 3. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Negara (pajak pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contoh PPh, PPN dan PPnBM, PBB. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masingmasing. Contoh Pajak Daerah tingkat I (Propinsi) : Kendaraan
xxx
Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. Contoh Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten / Kotamadya) : Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas reklame, Pajak Anjing, dan lain-lain. 6. Pungutan Lain Selain Pajak. Selain Pajak, ada beberapa pungutan lain yang mirip dengan pajak tetapi mempunyai perlakuan dan sifat berbeda dengan pajak, yang dilakukan oleh Negara terhadap rakyatnya. Pungutan tersebut adalah : 1. Bea materai, yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai atau alat lain. 2. Bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah pungutan atas barang-barang yang dimasukkan kedalam daerah pabean bedasrkan harga / nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang. 3. Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu, misalnya tembakau,gula, dan lain-lain.
xxxi
4. Retribusi, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar, misalnya parkir, pasar, jalan tol. 5. Iuran, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar. 6. Lain-lain pungutan yang sah / legal berupa sumbangan wajib. 7. Azas Pemungutan Pajak. Terdapat tiga asas pemungutan pajak yaitu : asas domisili (asas tempat tinggal), asas sumber dan asas kebangsaan. 1. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Asas ini menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negri maupun penghasilan yang berasal dari luar negri. 2. Asas Sumber Asas ini menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan
yang
bersumber
diwilayahnya
tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Setiap orang yang memparoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya. 3. Asas Kebangsaan
xxxii
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. B. Pengertian Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotongan pajak tertentu (Fitriandi dkk, 2004:3). Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak Kewajiban Wajib Pajak Kewajiban wajib pajak menurut Undang-Undang No 16 tahun 2000 adalah: a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. c. Mengembil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisi dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditetapkan. d. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. e. Jika diperiksa wajib : -
Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
xxxiii
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau obyek yang terutang pajak. -
Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna memperlancar pemeriksaan.
-
Memberikan keterangan yang diperlukan.
Hak-Hak Wajib Pajak Hak-hak wajib pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2000 adalah : a. Mengajukan surat keberatan dan banding. b. Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan, dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan. c. Meminta Pengembalian kelebihan pembayaran pajak. d. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah. e. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan (Resmi, 2008). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor pokok wajib pajak merupakan nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pengertian diatas maka Nomor Pokok Wajib Pajak berfungsi
sebagai
sarana
dalam
administrasi
perpajakan
yang
dipergunakan :
xxxiv
1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. 2. Sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (pembayaran pajak). 3. Menjaga ketertiban dan pengawasan administrasi perpajakan. 4. Mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu. Nomor Pokok Wajib Pajak ini akan dicantumkan dalam setiap dokumen yang berhubungan dengan perpajakan. NPWP terdiri dari 15 digit, terdiri dari 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajaka. NPWP ini otomatis sama dengan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). C. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan (pasal 4 ayat (1) Undang-Udang Pajak Penghasilan): “Setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun”. Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1983 adalah Undangundang No.7 tahun 1983. Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak
xxxv
penghasilan telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu dengan UU No. 7 tahun 1991, UU No. 7 tahun 1994 dan yang terakhir dalam UU No. 7 tahun 2000. Perubahan Undang-undang tersebut dilakukan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan / efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan Negara serta tetap mempertahankan sistem Self Assesment. Oleh karena itu, tujuan dan arah penyempurnaan UU PPh tersebut adalah sebagai berikut : a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak. b. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak. c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri dibidang usaha-usaha tertentu dan daerah tertentu yang mendapat prioritas. 2. Subjek Pajak Penghasilan Subyek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Undang-undang No. 17 tahun 2000 pasal 2 ayat 1 mengelompokkan subyek pajak sebagai berikut : a. Subjek pajak orang pribadi, orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. b. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
xxxvi
c. Subjek
pajak
badan,
meliputi
perseroan
terbatas,
perseroan
komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan atau organisasi sejenis, bentuk usaha tetap dan bentuk usaha lainnya yang sejenis. d. Subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT), BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Misalnya kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, pabrik, bengkel, gedung kantor. Subjek PPh dibedakan antar subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia. c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Sedangkan yang dimaksud Subjek pajak luar negeri adalah :
xxxvii
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. b. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. 3. Objek Pajak Penghasilan. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan. Yang dimaksud penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi dengan nama dan bentuk apapun. Termasuk : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah tunjangan, honorarium, bonus gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha;
xxxviii
d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta; e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan senagai biaya; f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan pengembalian uang; g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha dari koperasi; h. Royalty; i. Sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerja bebas; p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. D. Penagihan Pajak dan Penyanderaan Ketika wajib pajak atau penanggung pajak memiliki utang pajak dan belum atau tidak melunasinya, maka Direktorat Jendral Pajak akan
xxxix
melakukan upaya-upaya penagihan. Menurut UU No. 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 19 tahun 2000 pada pasal 1 No 9, yang dimaksud dengan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan serangkaian tindakantindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak, dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika, dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan,
melaksanakan
penyitaan,
melaksanakan
penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Sedangkan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut UU no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 16 tahun 2000, pada pasal 18 ayat 1 disebutkan yang menjadi dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan keberatan, dan Putusan Banding. Adapun pengertian yang menjadi dasar penagihan pajak tersebut adalah:
xl
STP (Surat Tagihan Pajak) adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Keputusan Pembetulan adalah Surat yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, atau surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Surat Keputusan Keberatan adalah Surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan aoleh Wajib Pajak.
Putusan Banding adalah Putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Semua jenis tunggakan pajak ini timbul karena adanya kesalahan
dalam memperhitungkan pajak yang terhutang. Sehingga sesuai dengan
xli
system self assessment yang kita anut, kemudian fiskus akan memberikan ketetapan tentang pajak yang seharusnya terutang dan selisihnya menjadi tunggakan pajak yang harus dibayar. Penyanderaan merupakan salah satu upaya Direktorat Jendral Pajak dalam melaksanakan penagihan utang pajak, bahkan bisa disebut sebagai upaya terakhir. Menurut UU No 19 tahun 2000, pada pasal 1 no 21 yang dimaksud dengan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan ditempat tertentu. Agar penyanderaan tidak dilaksanakan sewenang-wenang dan juga tidak bertentangan dengan rasa keadilan bersama, maka diberikan syaratsyarat tertentu, baik syarat yang bersifat kuanitatif, yakni memenuhi utang pajak dalam jumlah tertentu ( sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000, maupun syarat yang bersifat kualitatif yakni diragukan itikad baik penanggung pajak dalam melunasi hutang pajak, serta telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan surat paksa. Dengan demikian, pejabat mendapatkan data dan informasi yang akurat yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan permohonan izin penyanderaan. Penyanderaan hanya dilaksanakan secara sangat selektif, hati-hati dan merupakan upaya terakhir. Penyanderaan
terhadap
penanggung
pajak
hanya
dapat
dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur.
Dalam
prakteknya,
menurut
Direktur
Jendral
Pajak,
xlii
penyanderaan baru bisa dilakukan setelah melalui 12 tahap perizinan yakni: 1. Izin dari juru sita Kantor Pelayanan Pajak. 2. Izin Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak. 3. Izin Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 4. Izin Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, dan Penyidikan Pajak Kantor Wilayah 5. Izin Kepala Kantor Wilayah. 6. Izin
Kepala
Sub
Direktorat
Penagihan
pada
Direktorat
Pemeriksaan, Penagihan dan Penyidikan Pajak. 7. Izin Direktur Pemeriksaan. 8. Izin Sekretaris Jendral Pajak dan Tim tenaga pengkaji Direktorat Jendral Pajak. 9. Izin Direktur Jendral Pajak. 10. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan 11. Sekretaris Jendral Department Keuangan 12. Menteri Keuangan. Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan. Penanggung pajak yang disandera dilepas jika: a. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas. b. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan itu telah terpenuhi.
xliii
c. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap. d. Atau berdasarkan pertimbangan tertentu dari Mentri Keuangan atau Gubernur. Penanggung pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada pengadilan Negeri.
E. Kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Simon James dkk, pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama (Obtrusive Investigation), peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum maupun administrasi. Wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria atau persyaratan sebagai berikut (merujuk pada criteria menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 545 / KMK.04/2000) : a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
xliv
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. d. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir 1. Menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 UU KUP dan 2. Dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 (dua) tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba-rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik, dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan tersebut pada huruf d diatas. Dengan demikian bila semua wajib pajak mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku, maka selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak actual menjadi nihil. Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana, meningkatnya tingkat
xlv
kepatuhan pajak akan tercermin dari menyempitnya tax gap, yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak actual. Sesuai sistem self assessment yang diterapkan sejak reformasi 1983, masyarakat diberikan kepercayaan untuk melaksanakan segala kewajiban perpajakannya, mulai dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung besarnya pajak terutang, memotong dan memungut pajak, membayar pajak, hingga melaporkannya ke kantor pelayanan pajak. Jadi tingkat kepatuhan pajak juga dapat dinilai dari sejauh mana masyarakat wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-udangan perpajakan. 1. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Pendaftaran Wajib pajak diatur dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 tahun 2000 pasal 2. setiap wajib pajak yang mendaftarkan diri akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Sebelum memenuhi kewajiban perpajakan, wajib pajak harus lebih dahulu memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Yang wajib mendaftarkan diri yaitu: a. Wajib Pajak Badan. Setiap wajib pajak badan mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Pajak tempat badan tersebut berkedudukan.
xlvi
b. Wajib Pajak Perseorangan. Bagi setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Pajak (KAPENPA) ditempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berkedudukan. c. Bentuk Usaha Tetap. Yaitu bentuk usaha yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia oleh badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 7 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan. d. Wajib Pajak sebagai Pemungut atau Pemotong Pajak (WP non Subyek). Seperti bendaharawan dan badan-badan tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan. e. Pengusaha Kena Pajak (PKP). Adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 16 tahun 2000 pasal 1 angka 3 yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak
xlvii
berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 18 tahun 2000, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikenakan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Kewajiban Menghitung Besarnya Pajak Yang Terutang. Orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan kena pajak atau harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, guna perhitungan jumlah pajak terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi wajib pajak yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dibebaskan dari kewajiban untuk mengadakan pembukuan, sekurang-kurangnya harus menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikan dasar pengenaan pajak yang terutang (menggunakan norma perhitungan penghasilan netto). Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
xlviii
3. Kewajiban memotong dan memungut pajak. Secara garis besar sistem pemotongan / pemungutan pajak penghasilan (PPh) di Indonesia dalam tahun berjalan dapat dikelompokkan dalam enam jenis pajak, yaitu: 1.) Pemotongan PPh pasal 21. 2.) Pemotongan PPh pasal 22. 3.) Pemotongan Pph pasal 23. 4.) Pemotongan PPh pasal 26 Sedangkan untuk wajib pajak yang menjadi pengusaha kena pajak juga diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai / Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah yang terutang. 4. Kewajiban membayar pajak yang terutang. Wajib pajak berkewajiban membayar pajak sesuai dengan perhitungannya dan menyetor pajak yang telah dipungut dari pihak ketiga serta menyetor kurang bayar pajak pada sistem pajak pertambahan nilai. Wajib pajak juga harus melunasi Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, putusan banding yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar bertambah. 5. Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak. SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau membayar pajak, obyek pajak, dan atau
xlix
bukan obyek pajak, dan atau harta dan kewajiban menurut perundangundangan perpajakan. Penyampaian SPT ada yang bersifat bulanan (SPT Masa) dan tahunan (SPT Tahunan). SPT masa terdiri dari SPT masa PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 25, PPh pasal 23 / 26, PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN BM). SPT tahunan terdiri dari SPT tahunan PPh (Badan dan Orang Pribadi) dan SPT tahunan pasal 21. F. Kerangka Berfikir dan Pengajuan Hipotesis. Dalam
rangka
mengamankan
serta
untuk
meningkatkan
penerimaan pajak maka Dirjen pajak menerapkan Paksa badan (Gijzeling) terhadap wajib pajak yang nakal dan diragukan itikad baik untuk menyelesaikan tungakan pajaknya. Dalam hal ini Dirjen Pajak tidaklah main-main, bahkan telah terbukti dengan adanya Wajib pajak yang sudah di sandera (Gijzeling). Orang yang disandera karena utangnya kepada Negara tidak dibayar, oleh masyarakat dianggap sebagai ketidakpatuhan terhadap Negara yang sangat dicela dan mengurangi penghargaan terhadap diri pelanggar. Oleh karena itu penanggung pajak dan keluarganya akan merasa malu dan terpaksa membayar hutang pajaknya. Kemudian bagaimana tanggapan masyarakat lainnya terhadap kasus penyanderaan (Gijzeling) tersebut. Diharapkan dengan adanya kasus penyanderaan, masyarakat sekitar akan memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak.
l
Dalam Undang-undang PPSP Pasal 1 Angka 21 dan PP No. 137 Tahun 2000 pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyanderaan adalah: “Pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya ditempat tertentu”. Sehingga dapat kita ketahui bahwa tujuan dari penyanderaan (Gijzeling) penanggung pajak adalah: •
Sebagai salah satu alat penangihan aktif untuk meningkatkan pencairan tunggakan pajak pada umumnya dan tunggakan besar pada khususnya.
•
Sebagai shock terapy yang diharapkan akan memberikan efek jera terhadap penanggung pajak lainnya.
•
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak / penanggung pajak dalam membayar pajak, meningkatkan keadilan dalam pemungutan pajak dan melaksanakan reward dan punishment dalam pelaksanaan pemungutan pajak secara konsisten.
li
Kerangka berfikir dapat diuraikan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:
Persepsi Penyanderaan (1)
Kepatuhan Wajib Pajak (2)
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Keterangan 1. Persepsi penyanderaan = Variabel Independen (variabel X) 2. Kepatuhan Wajib Pajak = Variabel Dependen (variabel Y) 3.
= Garis korelasi
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ho
: Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara persepsi penyanderaan (Gijzeling) terhadap kepatuhan wajib pajak
Ha
: Adanya pengaruh yang signifikan antara persepsi penyanderaan (Gijzeling) terhadap kepatuhan wajib pajak.
lii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama yang beralamat di Jalan Ciledug Raya No. 65 Jakarta 12230 sebagai tempat penelitian / melakukan riset. B. Metode Penentuan Sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wajib pajak pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Sampel penelitiannya adalah seluruh wajib pajak pribadi yang masih aktif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan sampel pada penelitian ini adalah metode Convinience Sampling. Metode Convinience sampling adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya pemilihan responden. Convinience sampling berarti unit sample yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur dan bersifat kooperatif (Abdul Hamid, 2007 : 30). Hal ini dipergunakan karena keterbatasan peneliti dalam hal waktu dan biaya. C. Metode Pengumpulan Data. Untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian ini diperoleh langsung dari para responden. Data penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan dengan menyebarkan kuisioner / daftar isian. Kuisioner ini berfungsi sebagai penilaian. Kuisioner ini berisi sejumlah pertanyaan dan disebarkan secara langsung kepada para responden wajib pajak yang
liii
dijadikan sampel. Pembagian secara langsung ini dimaksudkan agar responden mengisi kuisioner / daftar isian secara sukarela dan sesuai dengan keadaan atau kondisi yang sebenarnya. Sedangkan data sekunder dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) dengan membaca literatur yang berupa buku, majalah, surat kabar, diktat kuliah, surat edaran dirjen pajak, keputusan menteri keuangan, dan data lainnya. Kuisioner ini dijadikan sebagai Instrumen Penelitian. Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Dalam penelitian ini, untuk mengukur persepsi penyanderaan diidentifikasikan dengan pengukuran indikatorindikator efektifitas persepsi penyanderaan yang dapat digolongkan dalam dua
dimensi.
Dimensi
tersebut
adalah
penegakan
hukum
(law
enforcement) dan terapi kejut yang menghasilkan efek jera (shock therapy). Sedangkan tingkat kepatuhan pajak diidentifikasikan dengan dimensi-dimensi berikut: mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung besarnya pajak terutang, memotong dan memungut pajak, membayar pajak, hingga melaporkannya ke kantor pelayanan pajak. Instrumen ini akan digunakan untuk mengukur variabel persepsi penyanderaan wajib pajak dan tingkat kepatuhan pajak berdsarkan dimensi-dimensi tersebut. 1. Penyanderaan. Disini responden diminta untuk menilai efektifitas persepsi penyanderaan sebagai wujud pelaksanaan Law Enforcement dan shock
liv
therapy bagi wajib pajak melalui kuesioner / daftar isian yang dibagikan. Agar data hasil kuesioner tersebut dapat diolah lebih lanjut diperlukan skala pengukuran. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Skala yang digunakan dalam pengukuran ini adalah skala Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert maka untuk mengukur penyanderaan adalah: Jawaban
Skor
Sangat tdk setuju
1
Tidak setuju
2
Setuju
3
Sangat setuju
4
2. Kepatuhan Wajib Pajak. Para responden diminta untuk mengisi kuesioner yang digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak, yaitu kepatuhan Wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya berdasarkan sistem self assessment. Kuisioner disebarkan ke seluruh sample wajib pajak badan, kemudian sampel diolah dengan menggunakan skala likert. Jawaban yang diberikan akan diberi skor sebagai berikut:
lv
Jawaban
Skor
Sangat tdk setuju
1
Tidak setuju
2
Setuju
3
Sangat setuju
4
Kedua skala ini menggunakan bentuk Skala likert dengan Variasi jawaban sebanyak empat pilihan yaitu : Sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Empat alternatif jawaban tersebut dipilih karena peneliti hendak menghilangkan angka netral atau mengurangi pengaruh “kecendrungan sentral” dan mendorong responden untuk memutuskan sendiri apakah dirinya positif atau negatif D. Metode Analisis Data 1. Uji Validitas Instrumen. Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat menjawab secara cermat tentang variabel yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Ukuran keterkaitan antar butir pertanyaan ini umumnya dicerminkan oleh korelasi jawaban antar pertanyaan. Pertanyaan yang memiliki korelasi rendah dengan butir pertanyaan yang lain, dinyatakan sebagai pertanyaan yang tidak valid. Dan metode yang digunakan adalah Pearson correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antar skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan
lvi
dengan total skor mempunyai tingkat signifikan di bawah 0,005 maka butir pernyataan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2005) 2. Uji Reliabilitas Instrumen. Instrumen dikatakan reliable apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Azwar dalam buku Agus Eko (2007) mengatakan bahwa reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang artinya kepercayaan, keterandalan, konsisten dan sebagainya. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variable yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan yang kosistensi meskipun diuji berkali-kali. Reliabilitas instrument adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrument diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach alpha. Jika hasil dari Cronbach Alpha diatas 0,60 maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Agus Eko, 2007). 3. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu
lvii
berarti variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi atau pengaruh variabel independen (persepsi penyanderaan) terhadap variabel dependen (kepatuhan wajib pajak) yaitu dengan mengkuadratkan koefisien korelasi. 4. Uji t-Statistik Uji signifikansi koefisien korelasi dimaksudkan untuk menguji apakah besarnya atau kuatnya hubungan antar variabel yang diuji sama dengan nol. Peneliti akan merumuskan hipotesis nol (Ho) : “Tidak ada korelasi antara persepsi penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak”. Dengan menggunakan t-test serta derajat bebas (degrees of freedom) = n-2. Uji t dihitung dengan cara sebagai berikut : t = r √n – 2 √1 – r2 Keterangan : r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah responden t = Nilai uji t Dengan menggunakan tingkat signifikasi 5 % dan derajat bebas n-2, pengujian akan menghasilkan dua sisi yakni nilai kritis (t tabel) serta t hitung. Dengan membandingkan t
tabel
dengan t
korelasi antar variabel. Dimana, jika t
hitung
tabel
akan diketahui ada tidaknya
lebih kecil dibandingkan t
hitung
lviii
maka hipotesis nol yang menyatakan tidak ada korelasi antar variabel dan begitu sebaliknya. Hipotesis : Ho : Koefisien regresi tidak signifikan Ha : Koefisien regresi signifikan Kriteria pengujian : a.
Apabila kepatuhan wajib pajak < 0.05 maka Ho ditolak.
b.
Apabila kepatuhan wajib pajak >0.05 maka Ho diterima
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya. Variabel adalah sebuah konsep yang mempunyai nilai. Variabel bebas ialah ubahan yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel independent. Variabel dependen ialah ubahan terikat yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari adanya pengaruh variabel bebas. Berdasarkan rumusan hipotesis yang telah disusun, terdapat dua variabel pokok dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel dependen, variabel bebasnya adalah persepsi penyanderaan, sedangkan variabel dependennya adalah kepatuhan wajib pajak. Definisi operasional dan pengukuran penyanderaan pajak. Berdasarkan landasan teori penyanderaan pada bab II, definisi operasional pelaksanaan penyanderaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesesuaian pelaksanaan penyanderaan dengan peraturan yang berlaku sebagai wujud penegakan hukum (law enforcement) dan efektifitas penyanderaan sebagai sarana shock therapy bagi wajib pajak lain.
lix
Hasil tersebut diperoleh dengan mengukur kesesuaian pelaksanaan penyanderaan dengan peraturan yang berlaku sebagai wujud penegakan hukum (law enforcement). Efektifitas penyanderaan sebagai sarana shock therapy bagi wajib pajak yang diukur dengan kuesioner atau daftar isian yang diisi oleh wajib pajak atau wakilnya. Definisi operasional dan pengukuran tingkat kepatuhan pajak. Berdasarkan landasan teori pada bab II tentang tingkat kepatuhan wajib pajak, definisi operasional tingkat kepatuhan pajak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejauh mana masyarakat wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung besarnya pajak terutang, memotong dan memungut pajak, membayar pajak, hingga melaporkannya ke kantor pelayanan pajak. Sedangkan dalam aplikasinya untuk mengukur tingkat kepatuhan pajak adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kepatuhan dalam mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Tingkat ketaatan dalam menghitung besarnya pajak terutang. 3. Tingkat ketaatan dalam memotong dan memungut pajak. 4. Tingkat ketaatan dalam membayar atau menyetorkan pajak. 5. Tingkat ketaatan dalam melaporkan pajak 6. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
lx
7. Tidak pernah dijatuhi hukuman.
lxi
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Variabel Persepsi Penyanderaan Wajib Pajak (X)
Dimensi Indikator Skala 1. Penegakan a. Sanksi yang tegas terhadap Likert Hukum (Law wajib pajak. enforcement) b. Konsisten aparat pajak Likert terhadap peraturan / sanksi yang telah dibuat. c. Sosialisasi peraturan Likert perpajakan khususnya tentang sanksi-sanksi yang akan dikenakan jika WP melanggar. 2. Efek Jera (Shock Therapy)
a. Pihak keluarga akan merasa Likert dipermalukan. b. Wajib Pajak lainnya akan Likert merasa tertekan atau terancam c. Mengajak WP lainnya untuk Likert membayar hutang pajaknya. d. Mengajak WP lain untuk Likert bersikap jujur dan terbuka terhadap aparat pajak.
Tingkat Menjalankan a. Mendaftarkan diri sebagai Likert Kepatuhan Wajib kewajiban wajib pajak. Pajak perpajakan sesuai (Y) system self b. Menghitung besarnya pajak Likert assesment terutang. c. Membayar pajak terutang.
Likert
d. Menyampaikan SPT masa Likert dan tahunan. e. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
Likert
lxii
f. Memberikan keterangan Likert yang diperlukan kepada aparat pajak. g. Tidak pernah dijatuhi Likert hukuman / sanksi.
lxiii
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Hamid. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta 2007.
Awal, Pribadi. “Tinjauan atas Kebijakan Penyanderaan (gejzeling) Penanggung Pajak pada Direktorat Jendral Pajak”, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Jakarta, 2005.
Adi, Suyatno “Berat Tugas Menyandera Penanggung Pajak”, Berita Pajak no. 1496 tahun 35, 1 Agustus 2003.
Burton, Richard. B.Ilyas, Wirawan. “Hukum Pajak”, Salemba Empat, Jakarta, 2004.
Djoko, Muljono. “Ketentuan Umum Perpajakan Lengkap Dengan UU No. 28 Tahun 2007”, Andi Jogjakarta, 2008.
Fitriandi, Primandita dkk. “Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap”, Salemba Empat, Jakarta, 2004.
Gunadi, “Reformasi administrasi Perpajakan Menuju Good Governance”, Berita Pajak no 1514 tahun 36, 1 mei 2004.
Indriantoro,N, B.Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, yogyakarta, 2002.
Irwansyah, Lubis. “Hukum Pajak Indonesia Suatu Pengantar”, seri 1, YP2SDM, Jakarta, 2006.
Keputusan Direktorat Jendral Pajak, No.Kep. 218 / PJ / 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
Mentri Keuangan dan Mentri Kehakiman dan HAM RI, Keputusan Bersama No. M-02. UM.09.01 Tahun 2003 dan No. 29/KMK. O3/2003 tentang Tata
lxiv
Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah TAhanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak.
Padiangan, Liberty. “Penyakit Pajak Bernama Psychotax”, Berita Pajak no 1517 tahun 36, 15 juni 2004.
Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, Pengertian Perseps. Copyright 2008. Info Skripsi.Com Siti, Resmi. “Perpajakan:Teori dan Kasus”, Buku Satu, Edisi Empat, Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Siti, Sopiati. “Analisis Persepsi dan Harapan WP Orang Pribadi terhadap Kualitas Pelayanan Permohonan NPWP di KPP Cibinong Bogor”, UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Sujianto, Agus. Eko. “Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula”, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007.
…………………..”Undang-Undang Pajak Lengkap Tahun 2008”, Edisi 5, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2008.
………………….”Penunggak Pajak RP 11 M dijeblos ke Lapas Cipinang Tempat Sel Bekas Tommy”, Jakarta, 28 Oktober 2003.
lxv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP). 1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah suatu instansi dari Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001 pasal 30 menyebutkan bahwa “KPP mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan fungsi KPP berdasarkan pasal 31 antara lain : a. Mengumpulkan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajaka, dan ekstensifikasi wajib pajak. b. Penelitian dan penatausahaan surat pemberitahunan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas wajib pajak. c. Pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung lainnya.
lxvi
d. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan banding, dan penyelesaian restitusi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak tidak langsung laimmya. e. Pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan. f. Penerbitan surat ketetapan Pajak. g. Pembetulan surat ketetapan pajak. h. Penyuluhan dan konsultasi perpajakan. i. Penyuluhan dan konsultasi perpajakan. j. Pelaksanaan administrasi KPP. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama berada di wilayah kerja Kanwil Direktorat Jendral Pajak Jakarta Selatan tepatnya beralamat di Jalan Ciledug Raya No. 65 Jakarta Selatan dengan luas wilayah kerja yang meliputi dua wilaah kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Pesanggrahan 2. Kecamatan Kebayoran Lama KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama hingga saat ini telah memiliki sumber daya manusia sebanyak 100 pegawai, dengan jabatan / golongan sebagai berikut: Tabel 4.1. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan No URUTAN JABATAN JUMLAH (ORANG) 1 Eselon III 1 2 Eselon IV 9 3 Non Eselon 90 Total pegawai 100 Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama
lxvii
2. Struktur Organisasi KPP Jakarta Kebayoran Lama Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Lama dipimpin oleh seorang kepala kantor yang membawahi 1 (satu) orang sub bagian umum, 8 (delapan) orang kepala seksi (Kasi), 2 (dua) orang kelompok fungsional
pemeriksaan.Untuk
lebih
jelasnya,
perhatikan
struktur
organisasi KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama pada lampiran 1. B. Hasil dan pembahasan 1. Deskripsi Objek Penelitian Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 45 responden Wajib Pajak orang pribadi yang terdapat di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Dalam menentukan jumlah sampel atau responden yang akan diambil menggunakan rumus slovin dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir sebesar 0,15. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convenience Sampling
atau pemilihan sampel yang berdasarkan
kemudahan. Alasan memakai Teknik Convenience Sampling dikarenakan data yang diperlukan pada penelitian ini berupa data kualitatif melalui survey dan penyebaran kuisioner kepada responden hal ini membutuhkan waktu, tenaga serta biaya yang tidak sedikit untuk menyebarkan kuisioner dan mendapatkan daftar pertanyaan yang disampaikan. Karateristik responden disajikan dalam tabel berikut ini:
lxviii
Tabel 4.2 Data Statistik Responden
Jenis kelamin
Pria Wanita Pendidikan SLTA Diploma Sarjana Lainnya Pekerjaan PNS Peg. Swasta Wiraswasta Lainnya Umur 20 thun - 30 thun 31 thn – 40 thun 41 thn – 50 thun 51 thn – 60 thn Diatas 60 thn WP Kuasa WP Sumber: Pengolahan Data
Jumlah 24 21 15 4 26 5 30 10 15 16 13 1 34 11
Persentase 53.3% 46,7% 33.4% 8.9% 57.7% 11.1% 66.7% 22.2% 33.3% 35.6% 28.9% 2.2% 75.6% 24.5%
Tabel hasil penyebaran angket kuisioner di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama dengan target sampel 45 responden bisa terlihat dengan jelas bahwa perbandingan jenis kelamin yaitu Pria dan Wanita. Pria lebih mendominasi dengan persentase 53,3% sedangkan wanita 46,7%. Jenjang pendidikan tingkat SLTA menunjukkan bahwa ada 15 responden yang menjawab atau sekitar 33.4% dari total responden. Diploma 4 orang dengan persentase 8.9%. Tingkat pendidikan Strata satu (S1) lebih mendominasi yaitu sebanyak 26 responden dengan persentase 57.7%. Jenis Pekerjaan seperti PNS 5 orang dengan persentase 11.1%, pegawai swasta 30 orang dengan persentase 66.7% dan wira usaha dengan responden 10 orang atau sekitar 22,2%. Sedangkan dari tingkatan Umur
lxix
yang lebih mendominasi adalah sekitar umur 31 tahun – 40 tahun dengan jumlah responden 16 orang atau 35,6%. Kemudian untuk mengurus kewajiban perpajakan, responden lebih banyak mengurus sendiri dengan jumlah responden 34 orang atau sekitar 75,6%. Sedangkan yang dikuasakan oleh kuasa wajib pajak ada sebanyak 11 responden dengan persentase sekitar 24,5%. 2. Uji Instrumen Penelitian. a. Uji Validitas Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Correlation. Pedoman suatu model dikatakan valid jika tingkat signifikasi dibawah 0.05 maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid. Tabel berikut manunjukkan hasil uji validitas dari 45 sampel responden. Tabel 4.3 Hasil uji validitas (valid dan tidak valid) Pernyataan Var 0001 Var 0002 Var 0003 Var 0004 Var 0005 Var 0006 Var 0007 Var 0008 Var 0009 Var 0010 Var 0011 Var 0012 Var 0013 Var 0014 Var 0015
Sig 0.016 0.027 0.002 0.004 0.000 0.098 0.108 0.266 0.371 0.001 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000
Pearson Corelation 0.321 0.288 0.429** 0.386** 0.510** 0.197 0.188 -0.096 -0.050 0.442** 0.629** 0.487** 0.459** 0.532** 0.631**
Keterangan Tidak valid Tidak valid Valid Valid Valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
lxx
Var 0016 0.000 Var 0017 0.005 Var 0018 0.058 Var 0019 0.000 Var 0020 0.000 Var 0021 0.000 Var 0022 0.000 Sumber: Pengolahan Data
0.655** 0.376** 0.237 0.584** 0.695** 0.671** 0.499**
Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid
Tabel diatas menunjukan ada pernyataan-pernyataan yang valid dan tidak valid. Seperti terlihat variabel valid mempunyai nilai sig dibawah 0.05. terkecuali pernyataan dari variabel nomor 001,002,006,007,008,009,0018 dinyatakan tidak valid karena tingkat sig diatas 0.05 sehingga harus dikeluarkan dan tidak diikutsertakan dalam pengujian berikutnya. Pengujian dilakukan kembali setelah variabel yang tidak valid tidak diikutsertakan. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas PERNYATAAN Var 0003 Var 0004 Var 0005 Var 0010 Var 0011 Var 0012 Var 0013 Var 0014 Var 0015 Var 0016 Var 0017 Var 0019 Var 0020
SIG 0.009 0.002 0.000 0.003 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000
PEARSON CORELATION 0.351 0.422 0.485 0.406 0.652 0.470 0.555 0.579 0.637 0.705 0.437 0.636 0.717
KETERANGAN Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
lxxi
Var 0021 0.000 Var 0022 0.000 Sumber: Pengolahan Data
0.717 0.529
Valid Valid
b. Uji Reliabilitas Pedoman alat pengukur dikatakan reliabel adalah jika nilai memberikan nilai Cronbach Alpha besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas VARIABEL Kepatuhan Sumber: Pengolahan Data
CRONBACH ALPHA .741
Hasil uji Reliabilitas menunjukan Crobach Alpha sebesar 0.741 dan dinyatakan reliabel karena diatas 0.60. c. Uji Koefisien Korelasi (Uji R) Uji Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau korelasi antar variabel independen (persepsi penyanderaan) dengan variabel dependen (kepatuhan). Tabel 4.6 Hasil analisis Korelasi Persepsi Penyanderaan wajib Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Correlations
Varsepsan
Pearson Correlation Sig (1-tailed) N Varpatuh Pearson Correlation Sig (1-tailed) N Sumber: Pengolahan Data
VarSepsan 1 . 45 ,433 ,001 45
Var patuh ,433 ,001 45 1 . 45
lxxii
Tabel diatas merupakan tabel matrik interkorelasi antara variabel persepsi penyanderaan wajib pajak dengan variabel kepatuhan wajib pajak. Korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson atau sering dikenal korelasi product moment. Besarnya korelasi persepsi penyanderaan terhadap persepsi penyanderaan adalah 1 dan korelasi persepsi penyanderaan terhadap kepatuhan adalah sebesar 0,433. Matrik korelasi terdapat angka 0,433 pada kolom variabel kepatuhan terhadap persepsi penyanderaan. Angka ini berarti menunjukan koefisien korelasi yang positif antara penyanderaan wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak. d. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa
besar
pengaruh
variabel
independen
(persepsi
penyanderaan wajib pajak) terhadap variabel dependen (kepatuhan wajib pajak). Tabel 4.7 Koefisien Determinasi Model Summary
Model 1
R .433(a)
R Square .187
Adjusted R Square .168
Std. Error of the Estimate 4.17279
a Predictors: (Constant), VARsepsan
Sumber: Pengolahan Data
lxxiii
R Square (Koefisien Determinasi) sebesar 0,187 atau 18,7% digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh persepsi penyanderaan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Dari
hasil olahan
tersebut diperoleh
nilai
koefisien
determinasi 0,187 hal ini berarti besarnya pengaruh persepsi penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak adalah sebesar 18,7%, sedangkan sisanya 81.3% dipengaruhi oleh variabel lain selain persepsi penyanderaan wajib pajak. Besarnya standar estimasi (Se) sebesar 0.168, dan ini menunjukkan korelasi antar keduanya tergolong rendah. e. Uji Parsial (Uji t) Uji t ini digunakan dalam pengujian terhadap koefisien regresi untuk mengetahui apakah variabel independen (persepsi penyanderaan wajib pajak) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Tabel 4.8 Hasil Analisis Uji Parsial (Uji t) Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B 22.330
VARseps 1.116 an a Dependent Variable: VARpatuh
Standardized Coefficients
Std. Error 4.011 .354
t
Beta .433
Sig.
5.568
.000
3.147
.003
Sumber: Pengolahan Data
lxxiv
Hasil pengujian antara variabel dependen dengan variabel independent secara individual / parsial yang dilakukan dengan uji t adalah sebagai berikut: 1) Hasil pengujian untuk persepsi penyanderaan mempunyai angka signifikasi 0.003 lebih kecil dari 0.05. hal ini berarti bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak terpengaruh oleh persepsi penyanderaan wajib pajak. 2) Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang telah dibahas dalam bab II. Bahwa dengan adanya persepsi diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. 3) Dari pengujian secara parsial (Uji t), maka dapat dibuat kesimpulan bahwa Ho ditolak, yakni secara parsial adanya pengaruh antara persepsi penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.
lxxv
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. KESIMPULAN Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh variabel independen yakni persepsi penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak yang terdaftar dan aktif pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 responden diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa variabel independen yakni persepsi penyanderaan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan nilai siginifikan uji t sebesar 0.003 < 0.05. Ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. 2. Hasil uji koefisien determinasi antara variabel independent (persepsi penyanderaan
wajib
pajak)
terhadap
kepatuhan
wajib
pajak
menunjukkan nilai R2 sebesar 0,187. hal ini dapat diartikan bahwa variabel kepatuhan wajib pajak dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 18,7% dan sisanya sebesar 81,3% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian seperti pendidikan wajib pajak, kualitas pelayanan publik, kinerja para fiskus dan faktor lainnya.
lxxvi
B. Implikasi. Implikasi dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Dengan adanya penyanderaan wajib pajak pemerintah telah berhasil mengamankan pendapatan Negara. Karena dengan penyanderaan wajib pajak akan menghukum para wajib pajak yang nakal. Wajib pajak yang nakal biasanya mempunyai hutang pajak yang sangat besar. 2. Aparat pajak haruslah konsisten terhadap peraturan yang telah dibuat pemerintah dengan cara menghukum wajib pajak yang terbukti bersalah tanpa pandang bulu. 3. Penyenderaan wajib pajak ternyata juga mempengaruhi wajib pajak lainnya, karena ada efek jeranya sehingga wajib pajak lainnya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. 4. Dengan Undang-Undang dan syarat kualitatif, kuantitatif yang jelas maka aparat pajak tidak bisa sewenang-wenang dalam melakukan penyanderaan.
lxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Hamid. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta 2007.
Awal, Pribadi. “Tinjauan atas Kebijakan Penyanderaan (gejzeling) Penanggung Pajak pada Direktorat Jendral Pajak”, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Jakarta, 2005.
Adi, Suyatno “Berat Tugas Menyandera Penanggung Pajak”, Berita Pajak no. 1496 tahun 35, 1 Agustus 2003.
Burton, Richard. B.Ilyas, Wirawan. “Hukum Pajak”, Salemba Empat, Jakarta, 2004.
Djoko, Muljono. “Ketentuan Umum Perpajakan Lengkap Dengan UU No. 28 Tahun 2007”, Andi Jogjakarta, 2008.
Fitriandi, Primandita dkk. “Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap”, Salemba Empat, Jakarta, 2004.
Gunadi, “Reformasi administrasi Perpajakan Menuju Good Governance”, Berita Pajak no 1514 tahun 36, 1 mei 2004.
Indriantoro,N, B.Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, yogyakarta, 2002.
Irwansyah, Lubis. “Hukum Pajak Indonesia Suatu Pengantar”, seri 1, YP2SDM, Jakarta, 2006.
Keputusan Direktorat Jendral Pajak, No.Kep. 218 / PJ / 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
Mentri Keuangan dan Mentri Kehakiman dan HAM RI, Keputusan Bersama No. M-02. UM.09.01 Tahun 2003 dan No. 29/KMK. O3/2003 tentang Tata
lxxviii
Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah TAhanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak.
Padiangan, Liberty. “Penyakit Pajak Bernama Psychotax”, Berita Pajak no 1517 tahun 36, 15 juni 2004.
Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, Pengertian Perseps. Copyright 2008. Info Skripsi.Com Siti, Resmi. “Perpajakan:Teori dan Kasus”, Buku Satu, Edisi Empat, Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Siti, Sopiati. “Analisis Persepsi dan Harapan WP Orang Pribadi terhadap Kualitas Pelayanan Permohonan NPWP di KPP Cibinong Bogor”, UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Sujianto, Agus. Eko. “Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula”, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007.
…………………..”Undang-Undang Pajak Lengkap Tahun 2008”, Edisi 5, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2008.
………………….”Penunggak Pajak RP 11 M dijeblos ke Lapas Cipinang Tempat Sel Bekas Tommy”, Jakarta, 28 Oktober 2003.
lxxix