ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung)
Oleh YULIA KURNIATI H24104024
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh YULIA KURNIATI H24104024
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh YULIA KURNIATI H24104024 Menyetujui, Agustus 2008
Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M. Sc Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Ujian : 25 Juli 2008 Tanggal Lulus :
ABSTRAK Yulia Kurniati H24104024. Analisis Pengaruh Pelaksanaan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung). Dibawah bimbingan Arif Imam Suroso PT. Bank Lampung sebagai subjek GCG harus menjalankan seluruh aktivitas kerja yang sesuai dengan pinsip-prinsip GCG. Perbaikan pengelolaan perbankan melalui aplikasi GCG akan meningkatkan efisiensi bank dan pertumbuhan ekonomi. GCG yang diterapkan pada perbankan berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak. Pelaksanaan GCG yang efektif akan menciptakan kondisi lingkungan yang stabil dalam operasional bank sehari-hari, termasuk kegiatan dalam memberikan pelayanan kredit. Kualitas pelayanan merupakan hal penting dalam bidang usaha perbankan yang bertujuan untuk melayani kepentingan orang banyak. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis pelaksanaan Good Corporate Governance yang diterapkan pada PT. Bank Lampung, (2) Menganalisis kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung, dan (3) Menganalisis pengaruh pelaksanaan Good Corporate Governance terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, hasil wawancara, dan penyebaran kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, literatur, dan laporan perusahaan. Analisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan software LISREL versi 8.30 dan Important Permance Analysis dengan SPSS 13.0. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan GCG di PT. Bank Lampung sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan rataan seluruh kinerja dari indikator-indikator GCG yaitu sebesar 3,314. Variabel accountabilility transparent, discipline, independent, responsibility, fairness dan social awareness memiliki kinerja pada kategori baik. Kualitas pelayanan pemberian kredit pada Bank Lampung sudah baik. Total skor rataan seluruh kinerja sebesar 3,426 meliputi variabel tangible, emphaty, responsiveness, assurance, dan reliability dikategorikan memiliki kinerja yang sudah baik. Dan berdasarkan hasil important performance analysis didapatkan 3 atribut yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak Bank Lampung karena tergolong ke dalam prioritas utama. Pelaksanaan GCG berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit dengan variabel accountability memiliki pengaruh paling besar yaitu sebesar 68 persen, sedangkan variabel independent memiliki pengaruh paling rendah yaitu sebesar 49 persen. Peningkatan kualitas pelayanan yang dapat diharapkan dengan adanya efektivitas pelaksanaan GCG yang baik secara berturut-turut yaitu meningkatnya responsiveness sebesar 66 persen, reliability sebesar 55 persen, assurance sebesar 50 persen, Tangible sebesar 46 persen dan emphaty sebesar 45 persen.
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan
pada
tanggal
26
Juli
1986
di
Bukitkemuning, Propinsi Lampung. Penulis yang bernama lengkap Yulia Kurniati adalah anak pertama dari Ayahanda Martono dan ibunda Asminah. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Muaradua pada tahun 1992 dan lulus tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bukitkemuning, Lampung Utara, tamat pada tahun 2000. Dan penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Atas Al Kautsar, Bandar Lampung, pada tahun 2004, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI IPB) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pelaksanaan Good Corporate Governance Terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit (Studi Kasus: PT. Bank Lampung, Lampung) yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M. Sc selaku dosen pembimbing atas motivasi, bimbingan, masukan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing., DEA dan Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M. Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Aslisyah, Bapak Satria, Kak Agus dan Mbak Li serta seluruh karyawan PT Bank Lampung atas bantuan dan kerjasama selama penelitian. 4. Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M. Sc atas bantuan dalam pengolahan data skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen, khususnya Departemen Manajemen yang telah membimbing dan membantu penulis selama menyelesaikan studi di FEM IPB. 6. Orang tua tercinta, Ayahanda dan Ibunda, serta adikku, Fitri dan Dicky atas kasih sayang, motivasi, perhatian dan doa yang diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman Manajemen 41, sahabat-sahabat terbaikku dan kardhita crew. Terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, dukungan dan persahabatannya. 8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu perusahaan sebagai sumbang saran yang positif untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan melalui pelaksanaan GCG. Selain itu, memberikan manfaat bagi masyarakat umum sebagai sumber data dan informasi yang layak sebagai langkah awal penelitian lainnya.
Bogor, Juli 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah.................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
1 1 5 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1. Good Corporate Governance .................................................... 2.2. Pengertian Jasa ......................................................................... 2.3. Structural Equation Modeling (SEM) ........................................ 2.4. Importance and Performance Analysis (IPA) ............................ 2.5. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ...............................................
7 7 12 18 20 20
III. METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual .............................................. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 3.3. Pengumpulan Data .................................................................... 3.4. Pengolahan dan Analisis Data ...................................................
24 24 26 26 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1. Gambaran Umum Perusahaan.................................................... 4.2. Konsep Good Corporate Governance dan Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit di Bank Lampung......................................... 4.3. Karakteristik Responden .......................................................... 4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ..................................................... 4.5. Analisis Persepsi Nasabah Terhadap Pelaksanaan GCG dan Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit ................................. 4.5.1. Persepsi Responden Terhadap Pelaksanaan GCG .......... 4.5.2. Persepsi Responden Terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit ............................................................. 4.6. Pengaruh GCG terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit ......................................................................................... 4.6.1. Variabel Laten Bebas Pelaksanaan GCG ........................
40 40
vi
42 47 50 51 51 58 62 64
4.6.2. Variabel Laten Terikat Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit .............................................................................. 4.7. Hasil Analisis Important Performance ......................................
67 69
4.8. Implikasi Manajerial ..................................................................
80
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 1. Kesimpulan ..................................................................................... 2. Saran ...............................................................................................
82 82 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
84
LAMPIRAN ...........................................................................................
86
vii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Posisi tanggapan / keputusan responden ............................................
27
2. Komposisi pemegang saham Bank Lampung .....................................
42
3. Persepsi responden terhadap transparansi...........................................
52
4. Persepsi responden terhadap kedisiplinan...........................................
53
5. Persepsi responden terhadap kemandirian ..........................................
53
6. Persepsi responden terhadap akuntabilitas..........................................
54
7. Persepsi responden terhadap responsibility ........................................
55
8 Persepsi responden terhadap keadilan.................................................
55
9. Persepsi responden terhadap kepedulian sosial...................................
56
10. Persepsi responden terhadap pelaksanaan GCG .................................
57
11. Persepsi responden terhadap dimensi reliability.................................
58
12. Persepsi responden terhadap dimensi responsiveness.........................
59
13. Persepsi responden terhadap dimensi assurance ................................
59
14. Persepsi responden terhadap dimensi emphaty ...................................
60
15. Persepsi responden terhadap dimensi tangible ...................................
61
16. Persepsi responden terhadap kualitas pelayanan.................................
61
17. Variabel-variabel penelitian ................................................................
62
18. Pengujian goodness of fit model overall pada model..........................
64
19. Hasil analisis tingkat kepentingan konsumen terhadap kualitas pelayanan ............................................................................................
70
20. Hasil analisis tingkat kinerja terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit ...................................................................................................
viii
72
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Segitiga pemasaran jasa ......................................................................
14
2. Grafik dari structural equation modeling ...........................................
19
3. Kerangka pemikiran ............................................................................
25
4. Diagram lintas kerangka pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit ...................................
33
5. Diagram kartesius (Importance and Performance Matrix).................
38
6.
Struktur organisasi PT. Bank Lampung, Tbk. ..................................
47
7.
Karakteristik jenis kelamin responden ..............................................
48
8.
Karakteristik pekerjaan responden ....................................................
48
9. Karakteristik tingkat pendapatan responden .......................................
48
10. Karakteristik tingkat pendidikan responden .....................................
49
11. Karakteristik usia responden ............................................................
50
12. Nilai uji nyata (uji-t) model struktural .............................................
51
13. Diagram lintas model pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit ................................................................
63
14. Diagram kartesius dari atribut-atribut kualitas pelayanan ................
73
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Lembar kuesioner ..............................................................................
87
2. Uji validitas dan reliabilitas ...............................................................
93
3. Syntax model pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit...................................................
x
94
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak tahun 1997 yaitu banyaknya perusahaan di Indonesia yang tidak menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Pieris dan Jim, 2007). Hal ini terlihat dari banyaknya praktek-praktek pengelolaan perusahaan secara tidak sehat pada berbagai sektor di perusahaan-perusahaan Indonesia, untuk itu diperlukan adanya perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan. Dari perbaikan ini diharapkan adanya pembenahan pengelolaan di suatu perusahaan untuk meningkatkan kualitas dari produk yang ditawarkan. Produk yang berkualitas ini ditujukan untuk pencapaian tujuan perusahaan, baik tujuan jangka panjang maupun tujuan jangka pendek. Indonesia
menerapkan
Corporate
Governance
(CG)
sejak
menandatangani Letter of Intent dengan International Monetery Fund yang salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Komite Nasional telah mengeluarkan Pedoman umum Good Corporate Governance
(GCG)
Indonesia
2006.
Melalui
Keputusan
Menteri
Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Nomor: Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan aturan tentang Pengembangan Praktek GCG di perusahaan-perusahaan Indonesia. Dengan aturan tersebut, berbagai perusahaan termasuk perbankan diharapkan mampu menerapkan prinsipprinsip GCG kedalam struktur dan proses di perusahaan yang meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian dan keadilan. Keputusan ini kemudian disempurnakan dengan Surat Keputusan No. Kep117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG. Ketentuan peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang lebih rinci dalam menerapkan GCG pada perusahaan masing-masing. Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
2
Umum. Adanya pengelolaan perbankan yang baik melalui aplikasi GCG akan meningkatkan efisiensi perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Perbankan yang efisien akan memberikan dampak positif bagi peningkatan keuntungan bank, membaiknya kualitas pelayanan kepada nasabah, mendorong keamanan operasional, kesehatan perbankan serta meningkatkan keuntungan kepada shareholder dan stakeholder. GCG juga dikukuhkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai pilar keempat dengan landasan berpikir bahwa aplikasi GCG akan memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Ada baiknya GCG dijadikan budaya perusahaan maupun pemerintahan yang terintegrasi dalam keseharian karena inti dari GCG adalah moral dan etika yang ditunjang dengan perangkat hukum yang baik. GCG yaitu suatu proses dan struktur yang digunakan oleh RUPS, Direksi dan Komisaris untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perseroan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan para stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Tujuannya adalah bagaimana mengarahkan dan mengontrol perusahaan melalui distribusi hak dan tanggungjawab semua pihak dalam perusahaan (PPM Institut of Manajement, 2007). Penerapan GCG dalam jangka panjang mempunyai relevansi terhadap kinerja atau performance di perbankan karena GCG merupakan landasan bagi proses penyelenggaraan perusahaan. GCG sangat diperlukan untuk penyelenggaraan suatu Bank yang harus mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaannya kepada publik dan perusahaannya. GCG yang diterapkan di perbankan berkaitan dengan bidang public utility yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Peningkatan kualitas pelayanan pada nasabah dalam era globalisasi seperti saat ini memerlukan sebuah strategi, mulai dari strategi perancangan pelayanan prima dalam manajemen kualitas hingga kepada implementasi dari rancangan tersebut terhadap kualitas pelayanan.
3
Kualitas pelayanan merupakan hal penting dalam bidang usaha perbankan yang bertujuan untuk melayani kepentingan orang banyak. Apabila nasabah merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan, maka nasabah akan mengurangi bahkan menghentikan konsumsinya terhadap produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, semua kegiatan perusahaan umumnya bertujuan untuk memberikan pelayanan yang maksimal. Dalam setiap jenis usaha kualitas pelayanan dapat dicapai apabila pihak perusahaan terlibat dalam pelayanan, dapat mengerti dan menghayati serta berkeinginan untuk melaksanakan pelayanan prima atas produk yang ditawarkan pada pasar. Perbankan seharusnya dapat menyediakan pelayanan publik dengan berbagai kebijakan dan tindakan nyata agar pelayanan tersebut tidak lambat ataupun terbengkalai. Kualitas pelayanan ini sepenuhnya dinilai berdasarkan persepsi nasabah atas suatu jenis layanan. Bank harus menerapkan GCG secara serius dan efektif untuk berkembang dan maju. Pedoman GCG Perbankan Indonesia menyatakan bahwa untuk terciptanya kondisi yang mendukung implementasi GCG yang efektif, salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan otoritas terkait adalah penerbitan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan dilaksanakannya GCG secara efektif. Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa law enforcement dilakukan secara serius. Hingga desember 2007 hasil penilaian Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa terdapat 69,3 persen perbankan yang beroperasi di Indonesia belum memenuhi ketentuan GCG. Pengukuran ini dilakukan terhadap 130 bank termasuk kantor cabang bank asing. Dari 130 bank tersebut diketahui bahwa 12 bank memperoleh kategori sangat baik, 76 bank mendapat kategori baik, 39 bank dengan kategori cukup baik dan 3 bank memperoleh kategori kurang baik. Berdasarkan jenis bank, mulai dari bank asing, BUMN, devisa, campuran dan BPD memperoleh kategori baik dan bank non devisa yang memperoleh kategori cukup baik. Suprayitno (2007) menyatakan bahwa saat ini masih cukup banyak perusahaan di Indonesia yang belum mau dan mampu menerapkan prinsip-
4
prinsip GCG dalam berbisnis, padahal dimasa mendatang semakin dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan meningkatkan laba secara konsisten, serta mampu mewujudkan GCG secara mandiri dan kompetitif dengan tetap mengacu secara taat pada seperangkat tata nilai dan norma bisnis tertentu. Dengan demikian GCG harus mampu berperan sebagai acuan pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel, independen, adil dan dengan tanggung jawab sosial yang dapat meningkatkan good will dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, integrasi prinsip-prinsip GCG dalam kegiatan bisnis sangat diperlukan agar komitmen yang sungguh-sungguh dalam menegakkan penerapan GCG mampu mendorong pengelolaan perbankan secara profesional, efektif dan efisien. Perusahaan daerah memainkan peranan penting dalam menghasilkan pendapatan bagi daerah. Perusahaan daerah juga memiliki peran penting dalam proses alokasi sumber daya yang bersifat strategis bagi masyarakat. Proses alokasi yang dimaksud dilakukan perusahaan daerah dengan cara mendistribusikan sumber daya alam yang diperoleh dari daerah yang satu kepada
daerah
yang
lain
dalam
proses
operasi
perusahaan.
Perusahaan daerah sebagaimana layaknya perusahaan pada umumnya ditujukan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang ditujukan untuk membiayai pembangunan di daerah. Dengan cara ini perusahaan daerah mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu banyak daerah yang mengandalkan perusahaan daerah sebagai salah satu sumber pemasukan daerahnya. Seperti perusahaan pada umumnya, perusahaan daerah dapat mengalami kerugian. Kerugian ini dapat disebabkan oleh buruknya pengelolaan perusahaan daerah karena dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip GCG yang ada. PT. Bank Lampung (PD. Bank Pembangunan Lampung) merupakan salah satu perusahaan daerah yang resmi beroperasi tanggal 31 Januari 1966 berdasarkan izin usaha Menteri Usaha Bank Sentral No. Kep. 66/UBS/1965 dan berlandaskan Peraturan Daerah No. 8/PERDA/II/DPRD/73 didirikan
5
dengan maksud membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang dan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Lampung sebagai subjek GCG, perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar yang berlaku umum serta melibatkan auditor eksternal dalam proses audit. Tujuannya supaya diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran yang berlaku di Bank lain. Bank Lampung harus mampu bertahan dan berkembang sesuai dengan prinsipprinsip GCG. Hal ini akan menciptakan kondisi lingkungan yang stabil dalam operasional bank sehari-hari, termasuk kegiatan dalam memberikan pelayanan kredit bagi nasabah Bank Lampung. Sebagai bagian dari Bank Pembangunan Daerah dalam kancah industri perbankan nasional, Bank Lampung memiliki pertumbuhan yang baik. Terutama
dalam
maupun
funding
lending.
Bank
Lampung
tetap
mempertahankan keunggulan berbagai produk guna melayani kepentingan pemerintah daerah se-Provinsi Lampung. Bank ini akan melakukan peningkatan fasilitas, jaringan kantor dan teknologi informasi seiring meningkatnya frekuensi transaksi. Bahkan, Bank Lampung sudah terdaftar pada Bursa Efek Surabaya (BES) dalam rangka pelaksanaan GCG. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
diatas
maka
permasalahan
dapat
dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah pelaksanaan Good Corporate Governance yang diterapkan pada PT. Bank Lampung sudah baik? 2. Apakah kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung sudah baik? 3. Apakah
pelaksanaan
Good
Corporate
Governance
memberikan
pengaruh terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung?
6
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji pelaksanaan Good Corporate Governance yang diterapkan pada PT. Bank Lampung. 2. Mengkaji kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung. 3. Menganalisa pengaruh pelaksanaan Good Corporate Governance terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi ruang lingkup, pelaksanaan Good Corporate Governance akan diukur sesuai dengan indikator yang digunakan dalam penilaian dari Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian, keadilan, kepedulian sosial dan kedisiplinan manajemen (Suprayitno, 2007). Sedangkan kualitas pelayanan pemberian kredit akan diukur dengan pendekatan SERVQUAL yaitu Tangible (Keberwujudan), Emphaty (Empati), Assurance (Jaminan), Responsiveness (Cepat tanggap) dan Reliability (Keandalan). Kajian ini dilakukan dengan melaksanakan penelitian pada Bank Lampung serta didukung oleh studi literatur dari berbagai sumber. Penelitian ini hanya mencakup 100 nasabah kredit di PT. Bank Lampung.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Good Corporate Governance (GCG) 2.1.1. Definisi Good Corporate governance. Menurut Tangkilisan (2003), GCG adalah sistem dan struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengalokasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) seperti kreditor, supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas. World Bank mendefinisikan GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi stakeholder dan shareholder maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Sedangkan menurut United Nation Development Program (UNDP), GCG adalah kerangka, struktur, pola, dan sistem yang menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan hubungan antara shareholders, manajemen, kreditor, pemerintah dan stakeholders lainnya dalam hak-hak dan kewajiban masingmasing pihak tersebut. Dan IIGC mendefinisikan CG sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholder
lainnya.
(tjager,
http:/www.nccg-indonesia.org, 2007). Menurut Tjager (2007), GCG dalam terjemahannya sering disebut “tata kelola korporasi yang baik”, dijabarkan secara longgar sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan dan rapat umum pemegang saham guna memberikan nilai tambah secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. GCG dapat disimpulkan menjadi, pertama, suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, dewan direksi, pemegang saham dan
8
stakeholder lainnya. Kedua, suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi peluang pengelolaan yang salah dan peluang penyalahan penggunaan aset perusahaan. Ketiga, suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian dan pengukuran kinerjanya. 2.1.2. Aspek-aspek dalam Corporate Governance. Menurut Syakhroza (2005) beberapa aspek Corporate Governance yaitu: a. Manajemen harus akuntabel dihadapan pemegang saham. Direksi dan komisaris bertanggung jawab terhadap pemodal atas hasil operasi dan hasil keuangan perusahaan. b. Manajemen harus bebas dari benturan kepentingan dan harus mampu melaksanakan aktifitasnya secara bebas dalam mencapai sasaran perusahaan. c. Manajemen harus mengerti dan berkeinginan untuk menjalankan prinsip full disclosure. Pemegang saham memiliki hak
untuk
mendapatkan informasi mengenai masalah operasi dan keuangan perusahaan yang relevan. d. Seorang profesional yang independen harus melakukan audit terhadap keuangan perusahaan dan sebuah komite pengawasan tingkat tinggi harus mengawasi sistem akuntansi dan pengendalian perusahaan. Dalam sebuah makalah yang disampaikan pada koferensi mengenai corporate governance di Seoul, pada bulan maret 1999, ll Chong Nam menyatakan bahwa ada dua aspek dalam corporate governance yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal corporate governance merupakan unsur yang berasal dari dalam perusahaan dan unsur yang selalu diperlukan didalam perusahaan. Dan membahas hubungan atara manajemen dengan pemilik saham atau antara pihak internal perusahaan dengan pemilik saham bukan pengendali. Unsur yang berasal dari dalam perusahaan antara lain pemegang saham, direksi, dewan komisaris, manajer, karyawan dan komite audit. Sedangkan unsur-unsur yang selalu diperlukan di dalam
9
perusahaan,
antara
lain
keterbukaan
dan
kerahasiaan
(disclosure),
transparansi, accountability, fairness dan aturan dari code of conduct. Aspek eksternal corporate governance merupakan unsur yang berasal dari luar perusahaan dan yang selalu diperlukan di luar perusahaan dan membahas hubungan antara perusahaan dengan calon pemodal/ pengusaha di pasar modal. Unsur-unsur penting dalam eksternal corporate governance adalah kecukupan undang-undang dan perangkat hukum, investor, institusi penyedia informasi, akuntan publik, institusi yang memihak kepntingan publik bukan golongan, pemberi pinjaman dan pengesah legalitas. Sedangkan unsur yang selalu diperlukan di luar perusahaan antara lain, aturan dari code of conduct, fairness, accountabilitas dan jaminan hukum. 2.1.3. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance a. Transparency (keterbukaan informasi) Menurut Syakhroza (2005), transparansi adalah pengungkapan informasi penting bagi semua pihak berkepentingan agar mengetahui dengan pasti apa yang telah dan bisa terjadi. Inti dari transparansi yaitu: 1.) Meningkatkan keterbukaan dari kinerja perusahaan secara teratur dan tepat waktu serta benar. 2.) Perusahaan harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. 3.) Informasi yang harus diungkapkan tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham, pengendalian intern, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. Menurut Komisi nasional Hak Asasi Manusia (2000), transparansi berkaitan dengan keterbukaan yang menyangkut kondisi keuangan dan pengelolaan perusahaan yang ditujukan kepada lembaga yang berwenang dan publik.
10
b. Accaountable (akuntabilitas) Inti dari akuntabilitas yaitu terciptanya sistem pengendalian yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan diantara anggota direksi, pemegang saham, komisaris dan pengawas. Manajemen wajib memiliki kemampuan dan integrasi untuk menjalankan usaha sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku (Tangkilisan, 2003). c. Responsible (tanggungjawab) Menurut responsibilitas
Tangkilisan yaitu
(2003)
selain
inti
dari
tanggung
bertanggungjawab
untuk
jawab
atau
menjalankan
perusahaan kepada pemegang saham, direksi dan komisaris serta jajarannya juga bertanggung jawab kepada stakeholder lainnya, termasuk karyawan dan masyarakat. Perusahaan memiliki tanggungjawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan yang berlaku, termasuk tanggap lingkungan dimana perusahaan berada. Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2000), responsibilitas
berkaitan
dengan
ketaatan
suatu
perusahaan
dalam
melaksanakan peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. d. Independent (kemandirian) Tangkilisan (2003), mendefinisikan independent sebagai suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional diantara berbagai benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Berkaitan dengan aspek kemandirian, manajemen suatu perusahaan memiliki pendapat yang independen dalam setiap keputusan yang diambil. Selain itu, dimungkinkan pula untuk memperoleh saran dari konsultan independen, konsultan legal dan komite audit untuk menunjang kelancaran tugas manajemen Bank. e. Fairness (keadilan dan kewajaran) Menurut Komisi nasional Hak Asasi Manusia (2000), kewajaran berkaitan dengan keadilan bagi semua kepentingan shareholder dan semua transakasi yang berhubungan dengan stakeholder.
11
Menurut Syafruddin (2004), fungsi dari GCG yaitu: 1.) Menyediakan pedoman kerja untuk menetapkan tujuan, sasaran perusahaan, cara-cara untuk mencapainya, maupun pengukuran keberhasilannya. 2.) Menyediakan sistem insentif untuk dewan direksi dan manajemen dalam pencapaian tujuan sesuai dengan kinerja perusahaan dan kepentingan pemegang saham. 3.) Memfasilitasi pengawasan yang efektif dan mendukung perusahaan untuk menggunakan sumberdayanya secara efisien. 4.) Memperhatikan kepentingan stakeholders melalui disclosure informasi yang relevan. 2.1.4. Tujuan dan Manfaat GCG bagi perusahaan Menurut Syafruddin (2004), tujuan dan manfaat dari GCG yaitu: a. Tujuan GCG bagi perusahaan yaitu: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang saham. 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham. 4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dan manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan
mutu
hubungan
dewan
manajemen senior. b. Manfaat GCG bagi perusahaan yaitu: 1. Perbaikan dalam komunikasi. 2. Minimisasi potensial benturan. 3. Fokus pada strategi-strategi utama. 4. Peningkatan dalam produktifitas dan efisiensi. 5. Kesinambungan manfaat. 6. Promosi citra corporate 7. Peningkatan kepuasan pelanggan. 8. Perolehan kepercayaan investor.
direksi
dengan
12
2.1.5. Stakeholder a. Pengertian stakeholder Surat keputusan menteri BUMN No. kep-117/ M-MBU/2002 pada pasal 1 butir (d) menyebutkan bahwa stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung yaitu pemegang saham, komisaris, direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur dan pihak berkepentingan lainnya. Dimana pada pasal 31 disebutkan pula yang termasuk stakeholder yaitu karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur serta masyarakat sekitar tempat usaha. b. Peranan stakeholder dalam implementasi GCG Menurut Suprayitno (2007), Corporate Governance mengakui hakhak stakeholder seperti yang ditetapkan hukum dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan-perusahaan dalam menciptakan kemakmuran pekerja dan kelangsungan dari perusahaan: a. Dimana harus dipastikan bahwa hak-hak stakeholder dilindungi oleh hukum dan dihargai. b. Stakeholder harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti rugi apabila ada penyimpangan dari hak mereka. c. Memperbolehkan mekanisme penguatan kinerja untuk partisipasi stakeholder. d. Stakeholder harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan. 2.2. Pengertian Jasa 2.2.1. Definisi dan Karakteristik Jasa Jasa didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh pihak lain. Pada dasarnya jasa bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Disamping itu produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler, 2000). Menurut Lovelock (2005), Jasa merupakan tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan. Tindakan atau kinerja tersebut diwujudkan dengan adanya perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas
13
nama penerima jasa. Jasa memiliki karakteristik yang membedakannnya dari produk berupa barang antara lain : 1. Produk jasa yang dikonsumsi tidak dapat dimiliki oleh konsumen. 2. Produk jasa merupakan kinerja yang sifatnya intangible. 3. Dalam proses produksi jasa, konsumen memiliki peran yang lebih besar dan turut serta dalam pengolahannya dibandingkan dengan produk barang fisik. 4. Orang-orang yang terlibat dalam proses jasa berperan sedikit banyak dalam pembentukan atau desain jasa. 5. Dalam hal operasionalisasi masukan dan keluaran, produk jasa lebih bervariasi. 6. Produk jasa tertentu sulit dievaluasi oleh konsumen. 7. Jasa tidak dapat disimpan. 8. Faktor waktu dalam proses jasa relatif lebih diperhatikan. Stanton (1993) mengungkapkan bahwa jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah, tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud ataupun tidak. Sedangkan Zeithaml dan Marie dalam Norsih (2007) mendefinisikan jasa sebagai suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk, jasa dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah, serta bersifat tak berwujud. Kotler (2000) mengemukakan tiga aspek sukses industri jasa yaitu: 1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan. 2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut. 3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji kepada pelanggan. Model kesatuan ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, dimana setiap sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan disatu sisi menyebabkan segitiga roboh. Artinya distribusi jasa tersebut gagal. Dengan demikian pembahasan industri jasa harus meliputi pihak perusahaan, karyawan dan pelanggan yang dapat digambarkan sebagai berikut.
14
Pelanggan
Manajemen
Karyawan
Gambar 1. Segitiga Pemasaran Jasa (Kotler, 2000) Menurut Kotler (2000), jasa mempunyai empat karakteristik utama yang mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu: (1) Intangibility Jasa berbeda dari barang. Jika barang merupakan suatu benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja, atau usaha. Jika barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, dan didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri memiliki dua pengertian, yaitu : sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa, dan sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, dan dipahami secara rohaniah. Oleh karena itu, diperlukan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Kualitas jasa tersebut dapat diwujudkan melalui tempat, orang, peralatan, bahan-bahan komunikasi, simbol, dan harga. Karena itu, penting bagi penyedia jasa untuk mengelola bukti tersebut dan mewujudkan yang tidak berwujud. (2) Inseparability Jasa adalah inseparable, karena tidak dapat dipisahkan tempat atau waktu dari sarana produksi atau produsen yang menghasilkannya. Seringkali terjadi waktu dan tempat memproduksi dan menjual jasa dilakukan bersamaan. Hal ini dikarenakan output jasa dikonsumsi di tempat jasa tersebut dihasilkan. Dengan demikian, kehadiran pelanggan sangat diperlukan dalam bisnis jasa. Dalam hal ini kesetiaan pelanggan seringkali terkait dengan kinerja orang yang menyajikan jasa tersebut dan bukan semata-mata pada produsennya. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan, efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya. Faktor
15
lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian perhatian khusus pada tingkat partisipasi/keterlibatan pelanggan dalam proses jasa. Selain itu, pemilihan lokasi yang tepat, dalam artian dekat dan mudah dicapai pelanggan juga perlu dipertimbangkan. (3) Variability Sifat jasa tergantung pada siapa yang menyediakannya serta kapan dan dimana disediakannya. Hal ini dikarenakan kepuasan konsumen terhadap layanan jasa yang diterimanya mempengaruhi mutu penyaji jasa tersebut. Oleh karena itu diperlukan perbedaan mutu orang dan sarana dalam penyediaan jasa guna memenuhi keinginan konsumen yang berbeda-beda dan beraneka ragam. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/ motivasi karyawan dalam melayani pelanggan dan beban kerja perusahaan. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa. (4) Perishability Jasa tidak dapat diproduksi kemudian disimpan di gudang untuk dijual pada waktu lain. Dengan kata lain, jasa yang tidak terjual pada saat ini tidak dapat dijual kemudian hari. Untuk itu, setiap perusahaan jasa harus berusaha mempergunakan hari kerja karyawan operasional dan sarana produksinya secara efisien. 2.2.2. Penilaian Kualitas Jasa Menurut Zeithaml (2006), untuk menilai dan mengevaluasi suatu jasa digunakan tiga karakteristik berikut, yaitu: 1. Search Qualities, yaitu karakteristik yang dapat dinilai konsumen sebelum mengkonsumsi jasa seperti bentuk, warna, dan karakteristik lain. Karakteristik ini kebanyakan dimiliki oleh produk barang. 2. Experience Qualities, yaitu karakteristik yang dapat dinilai konsumen setelah mengkonsumsi. Karakteristik ini dapat ditemukan pada produk barang dan jasa.
16
3. Creddence Qualities, yaitu karakteristik yang sulit ditemukan konsumen untuk dievaluasi bahkan saat setelah mengkonsumsi. Karakteristik ini ditemukan di sebagian besar jasa. Salah satu cara agar penjualan jasa perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan pelanggan dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang diperoleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Setelah menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan
membandingkannya
dengan
yang
mereka
harapkan.
Dalam
merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen kualitas pelayanan (Rangkuti, 2003). Orang sering mendasarkan penilaian tentang kualitas jasa yang belum pernah mereka pakai pada informasi dari mulut ke mulut atau dari iklan perusahaan. Namun pelanggan harus benar-benar menggunakan jasa untuk mengetahui apakah mereka puas atau tidak dengan hasilnya (Lovelock, 2005). Lovelock (2005) Pelanggan menggunakan lima dimensi kualitas untuk menilai kualitas jasa : 1. Reliability (Kehandalan) Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya, bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan dan selalu memenuhi janjinya. 2. Responsiveness (Cepat tanggap) Kemampuan karyawan untuk menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, selalu memperoleh definisi yang tepat dan segera mengenai pelanggan. 3. Assurance (Jaminan) Pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan merasa nyaman. Dimensi ini berupa kemampuan
17
karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. 4. Emphaty (Empati) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen, kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada langganan. 5. Tangible (Keberwujudan) Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi. 2.2.3. Kualitas Jasa Menurut Kotler (2000), kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Jika perusahaan ingin bertahan dalam persaingan, apalagi ingin memperoleh laba, mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali menjalankan manajemen mutu total (Total Quality Management – TQM). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 571), pelayanan didefinisikan sebagai berikut : “Perihal atau cara melayani; usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang), jasa; kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.” Lovelock (2005) Mendefinisikan kualitas jasa sebagai evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Lovelock (2005), kualitas jasa/pelayanan dapat didefinisikan “Quality is degree of excellence intended, and control of variability in achieving that excellent, in meeting the customer requirement”. Menurut Rangkuti (2003) kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila sebaliknya jasa yang dirasakan lebih besar
18
daripada yang diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa jasa ini memadai (lovelock, 2005). Kesenjangan jasa merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima. Kesenjangan jasa didefinisikan sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap jasa yang benarbenar diserahkan (Lovelock, 2005). 2.3. Structural Equation Modeling (SEM) 2.3.1. Definisi Structural Equation Modeling (SEM) Menurut Hisyam (2003), Structural Equation Modeling adalah sebuah yang tekhnik statistika yang mengkombinasikan beberapa aspek yang terdapat pada analisis regresi multiple dan analisis faktor untuk mengestimasi beberapa persamaan secara simultan. Structural Equation Modeling merupakan hubungan kausal dan dinilai dapat mengatasi kelemahan dalam model regresi maupun jalur path. Salah satu kelebihan SEM tersebut adalah dapat mengukur suatu hubungan yang tidak bisa diukur secara langsung (Ghozali, 2003) Structural Equation Modelling bukanlah untuk menghasilkan kausalitas tetapi untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik. SEM adalah suatu alat statistik yang sangat berguna bagi para peneliti pada bidang ilmu sosial (ekonomi, sosiologi, anthropologi, psikologi, dan lain sebagainya). 2.3.2. Model SEM Model persamaan struktural terdiri dari dua komponen, yaitu: 1. model perubahan laten atau struktural 2. model pegukuran. Dalam model struktural digambarkan relasi antar peubah laten yang mencerminkan kerangka analisis pokok. Menurut Bollen (1989), faktor adalah sebutan lain untuk peubah laten atau peubah yang tidak teramati atau peubah yang tidak dapat diukur secara langsung. Peubah laten biasanya diukur oleh beberapa indikator. Indikator tersebut dapat langsung
19
diobservasi. Pada diagram jalur dipresentasikan sebuah persamaan simultan. Salah satu keuntungan dari penggunaan diagram lintas adalah dapat menggambarkan hubungan antar peubah. δ1
X1
λ1
ξ γij δ2
X2
β1
Y1
ε1
β2
Y2
ε2
η
λ2 ζ
Gambar 2. Grafik dari Structural Equation Modeling Keterangan :
η = variabel laten endogen (dependen) ξ = variabel laten eksogen (independen) γij = hubungan langsung variabel dependen dan variabel independen δ = kesalahan pengukuran dari indikator variabel eksogen
ε = kesalahan pengukuran dari indikator variabel endogen ζ = kesalahan dalam persamaan λ = hubungan antara variabel eksogen terhadap indikatornya β = hubungan langsung antara variabel endogen terhadap variabel endogen Dalam model pengukuran digambarkan relasi antara peubah laten dengan peubah indikatornya. Peubah laten independen dan peubah laten dependen mempunyai hubungan linear (Joreskog dan sorbom, 1996) sebagai berikut:
η= λ ξ+ β η + ζ
......................................................................(1)
Dengan model pengukuran: Y= λ(Y) η + ε
......................................................................(2)
X= λ(X) ξ + δ
......................................................................(3)
Pada pegukuran ini dapat dilihat beberapa kontribusi dan bagaimana signifikansi dari masing-masing peubah indikator terhadap peubah laten. Salah satu paket software komputer yang digunakan untuk mengoperasikan metode SEM adalah linear structural relationship (LISREL). Metode LISREL secara khusus dirancang untuk mengakomodasi bentuk-bentuk
20
recursive dan reciprocal causation, simultanity, interdependency, latent variabel, measurement errors serta mengestimasi koefisien-koefisien dari sejumlah persamaan struktural yang linear. Jadi, metode ini dapat menganalisis model-mdel dari bentuk yang relatif paling sederhana hingga yang rumit (Joreskog dan Sorbom, 1996). 2.4. Importance and Performance Analysis (IPA) Menurut Rangkuti (2003), konsep Importance and Performance Analysis intinya adalah tingkat kepentingan pelanggan diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Dari berbagai persepsi tingkat kepentingan pelanggan, dapat dirumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan. Jasa dapat dinilai berdasarkan kepentingan pelanggan (customer importance) dan kinerja perusahaan (company performance) (Kotler, 2000). 2.5. Penelitian Terdahulu Syafruddin (2004), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Hubungan Praktek Good Governance dan Kualitas Pelayanan Pemberian Paten. Penelitian tersebut menggunakan metode analisis deskriptif, analisis korelasi dan analisis regresi. Sebelum menganalisis data, penelitian ini menggunakan pengujian validitas dan realibilitas terhadap kuesioner sebagai instrumen data primer. Pengukuran menggunakan skala 5 peringkat (Skala Likert) dengan jenis data adalah data ordinal. Skala 5 peringkat yang dimaksud terdiri dari Sangat Penting/ Sangat Puas, Penting/ Puas, Cukup Penting/ Cukup Puas, kurang Penting/ Kurang Puas, Tidak Penting/ Tidak Puas. Pembobotan kelima penilaian tersebut adalah sebagai berikut : a. Jawaban sangat penting/ sangat puas diberi bobot 5 b. Jawaban penting/ puas diberi bobot 4 c. Jawaban cukup penting/ cukup puas diberi bobot 3 d. Jawaban kurang penting/ kurang puas diberi bobot 2 e. Jawaban tidak penting/ tidak puas diberi bobot 1
21
Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh nyata antara Good
Governance
dengan
kualitas
pelayanan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi Good Governance dan kualitas pelayanan pemberian paten adalah partisipasi masyarakat mempengaruhi atribut tangible kualitas pelayanan sebesar 0,279 kali setiap perubahan partisipasi. Efisiensi mempengaruhi kualitas pelayanan sebesar 0,694 kali setiap perubahan efisiensi
penggunaan
perlatanan
kerja,
prosedur
dan
penggunaan
Sumberdaya Manusia. Efisiensi mempengaruhi responsibilitas kualitas pelayanan sebesar 0,589 kali setiap perubahan efisiensi penggunaan peralatan kerja, prosedur dan penggunaan SDM. Efisiensi mempengaruhi Emphaty kualitas pelayanan sebesar 0,391 kali perubahan efisiensi penggunaan peralatan kerja, prosedur dan penggunaan SDM. Hubungan antar faktor yang mempengaruhi praktek good governance dalam pemberian paten adalah sebagai berikut: faktor efisiensi, akuntabilitas dan partisipasi mendapat nilai yang cukup baik sedangkan faktor transparansi mendapat nilai kurang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi praktek kualitas pelayanan pemberian paten adalah tangibelity, reliability, responsiveness dan emphaty mendapat nilai cukup baik sedangkan faktor assurance mendapat nilai kurang baik. Satria (2006) meneliti mengenai Model Persamaan Struktural Akreditasi Program Studi Jenjang Sarjana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam akreditasi program studi semuanya valid, namun terdapat beberapa indikator yang kurang handal dan perlu pertimbangan dalam penggunaannya. Dalam komponen portofolio, dari 12 indikator terdapat 2 indikator yang tidak valid. sedangkan untuk indikator komponen borang dari 9 indikator yang diajukan hanya 7 yang handal dan layak dijadikan indikator. Sichah (2004) dalam penilitiannya tentang penggunaan Model Persamaan Struktural Untuk Mengukur Kepuasan Pelanggan, pada PT. Astra Internasional, Tbk menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan adalah pelayanan utama dan harga, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh langsung yaitu pelayanan
22
tambahan dan fasilitas dari bengkel. Sehingga peningkatan yang dilakukan dipelayanan tambahan dan fasilitas akan meningkatkan pelayanan utama yang selanjutnya akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Norsih (2007) dalam penelitian yang berjudul Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan PDAM dengan menggunakan Importance
dan
Performance
Analysis
serta
Conjoint
Analysis,
menyimpulkan bahwa dimensi assurance merupakan dimensi pelayanan yang dianggap penting oleh pelanggan dan hasil analisis konjoin per wilayah cabang pelayanan mempunyai hasil yang bervariasi untuk setiap wilayahnya. Kurniawan (2005) meneliti tentang Studi Kepuasan Pelanggan dalam Hubungannya dengan Kebutuhan, Pencarian Informasi, Evaluasi Alternatif dan Pembelian menyimpulkan bahwa tingkat kesesuaian yang dihasilkan dari perbandingan antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dari atribut-atribut kepuasan konsumen di LBPP-LIA Bogor menunjukkan belum ada yang bernilai lebih dari 100 persen. Berdasarkan hasil dari Importance Performance, atribut perlengkapan pemadam kebakaran dan tangga darurat; pengajar dan karyawan yang cepat tanggap terhadap keluhan, serta kesigapan
seluruh
karyawan
dalam
memberikan
pelayanan,
perlu
mendapatkan perhatian serius karena tergolong ke dalam prioritas utama. Yulianto (2006) melakukan penelitian tentang dominasi kepemilikan saham pada industri perbankan Indonesia dan konsekuensi penerapan good corporate governance. Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek-praktek untuk memperbaiki kondisi perekonomian diperjelas dengan adanya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum. Sejumlah prinsip-prinsip pengurusan perbankan yang baik diperkenalkan diantaranya transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Sementara itu krisis juga melahirkan sejumlah peristiwa penting dalam dunia perbankan, diantaranya disusunnya suatu kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai visi perbankan Indonesia dalam jangka waktu 10 hingga 15 tahun mendatang.
23
Lucinda (2006) melakukan penelitian yang berjudul Penerapan good corporate governance pada PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO). Penelitian ini membahas mengenai Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117IM-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN. Dilingkungan BUMN, Kementerian BUMN menerbitkan Keputusan yang mewajibkan kepada Perusahaan BUMN untuk menerapkan praktek-praktek GCG secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya. PT Asuransi Kredit Indonesia yaitu sebuah Perusahaan Asuransi kerugian milik BUMN yang didirikan oleh Pemerintah berdasarkan PP No.1/1971 tanggal 11 Januari 1971 dimana modal dasar berasal dari Pemerintah Indonesia. Menteri Keuangan RI dan Bank Indonesia, sejak akhir tahun 2002 telah menerapkan GCG. Tesis ini membahas langkah-langkah yang telah dilaksanakan dalam persiapan hingga penerapannya serta evaluasi terhadap hal-hal apa saja dampak positif yang sudah dicapai termasuk hal apa saja yang masih harus diperbaiki dikemudian hari. Dari hasil penerapan tersebut terlihat bahwa pengelolaan kegiatan usaha PT Askrindo pada umumnya telah dilakukan berdasarkan Prinsip-prinsip GCG dan telah ada perbaikan dalam berbagai aspek khususnya dalam analisa seleksi risiko.
24
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Sejak tahun 2001, Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) melakukan penilaian terhadap kesesuaian penerapan CG dengan berdasarkan pada tiga buah komponen yang utama yaitu komponen keterbukaan, komponen nonketerbukaan dan komponen lainnya. Yang termasuk kedalam komponen keterbukaan adalah atribut transparansi (transparency), sedangkan yang termasuk komponen non-keterbukaan adalah atribut disiplin manajemen (management
discipline),
kemandirian
(independence),
akuntabilitas
(accountability), tanggungjawab (responsibility) dan keadilan (fairness). Yang termasuk komponen lainnya dalah kepedulian sosial (awareness) (Chen, Chen dan Wei dalam Suprayitno, 2007). Bank Lampung sebagai subjek praktek Good Corporate Governance dituntut untuk dapat memberikan produk dan pelayanan yang memiliki kualitas yang tinggi. Agar kualitas pelayanan yang diinginkan dapat tercapai, perusahaan harus mengetahui atribut apa saja yang membentuk kualitas pelayanan tersebut. Penilaian dari nasabah dapat diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada nasabah yang menjadi nasabah kredit pada PT. Bank Lampung. Penelitian dilakukan dengan analisis deskriptif terhadap pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung. Dari hasil analisis tersebut, kemudian diteliti pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan software Linear Structural Relationship (LISREL) 8.30. Sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung. Alur pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
25
Visi dan Misi PT. Bank Lampung
Rataan Skor Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit
Structural Equation Modeling
Atribut Kualitas Pelayanan: 1.Tangibles 2.Reliability 3.Responsiveness 4.Assurance 5.Emphaty
Good Corporate Governance
Indikator GCG: 1.Transparency 2.Independence 3.Accountability 4.Responsibility 5.Fairness 6.Awareness 7.Management discipline
IPA
Rekomendasi bagi PT. Bank Lampung
= Ruang lingkup penelitian Gambar 3. Kerangka pemikiran 3.2. Tahapan Penelitian Penelitian mengenai analisis Pengaruh Pelaksanaan Good Corporate Governance yang telah diterapkan oleh PT. Bank Lampung terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit didasari oleh keingintahuan penulis mengenai pengaruh pelaksanaan Good Corporate Governance terhadap
26
kualitas pelayanan terutama pelayanan dalam pemberian kredit pada perbankan. Keingintahuan ini timbul setelah membaca beberapa data sekunder yang menyatakan bahwa penelitian mengenai hubungan GCG dengan kualitas pelayanan cukup diperlukan bagi perusahaan. Oleh karena itu, hasil tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi perusahaan. Tahap selanjutnya dalam penelitian ini yaitu menentukan judul dan tujuan penelitian. Setelah itu, melakukan studi pustaka, dengan mencari berbagai sumber informasi yang mendukung. Penelitian ini menggunakan data primer hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh nasabah kredit Bank Lampung. Penyusunan kuesioner dilakukan dengan mengidentifikasi indikator-indikator GCG dan atribut-atribut kualitas pelayanan. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis. Selanjutnya dilakukan pembahasan hasil pengolahan dan analisis data tersebut. 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di kantor PT. Bank Lampung, Jalan Sumber Jaya No. 02 Bukit Kemuning, Lampung Utara, Lampung. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2008. 3.4. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dengan cara observasi, wawancara dan survei konsumen. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak Bank Lampung yaitu data dan informasi perusahaan, studi pustaka dari perpustakaan serta lembaga-lembaga pemerintah dan swasta. 3.5. Tekhnik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang relevan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara yang dibantu dengan instrumen penelitian yaitu kuesioner
27
yang diberikan kepada responden, pengamatan langsung, serta studi kepustakaan. Studi kepustakaan diperoleh dan dikumpulkan dengan cara membaca, mempelajari, dan mengutip pendapat dari berbagai sumber buku, skripsi, laporan atau dokumen perusahaan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Materi wawancara dan kuesioner meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan keadaan perusahaan yang berkaitan dengan indikator GCG dan tingkat kualitas pelayanan pemberian kredit. Daftar pertanyaan pada kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Jawaban responden terhadap kuesioner dinilai dengan menggunakan skala Likert (Umar, 2003), dimana: Bobot nilai 1
= sangat tidak baik
Bobot nilai 2
= tidak baik
Bobot nilai 3
= cukup baik
Bobot nilai 4
= baik
Bobot nilai 5
= sangat baik.
Setiap jawaban dari responden atas pertanyaan pada kuesioner dalam bentuk data likert akan diberikan skor. Skala yang digunakan untuk melihat persepsi responden terhadap pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit adalah skala Likert. Nilai rentang skala (Rs) yang didapat adalah sebagai berikut : Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara skor nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi tanggapan / keputusan responden : Tabel 1. Posisi tanggapan / keputusan responden Skor Nilai
Tanggapan/Keputusan Responden
1,0
Sangat Tidak Baik
1,5 (1 – 2)
Tidak Baik
2,5 (2 – 3)
Cukup Baik
3,5 (3 – 4)
Baik
4,5 (4 – 5)
Sangat Baik
28
Posisi tersebut jika diinterpretasikan adalah sebagai berikut: 1. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 1, maka kinerja dari pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit PT. Bank Lampung dinilai sangat tidak baik oleh nasabah. 2. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 1 sampai 2, maka kinerja dari pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung dinilai sangat tidak baik oleh nasabah. 3. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 2 sampai 3, maka kinerja dari pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung dinilai sangat tidak baik oleh nasabah. 4. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 3 sampai 4, maka kinerja dari pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung dinilai sangat tidak baik oleh nasabah. 5. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 4 sampai 5, maka kinerja dari pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung dinilai sangat tidak baik oleh nasabah. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten. Setelah dilakukan uji validitas, kemudian dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui konsistensi variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Pengujian validitas dan reliabilitas dapat langsung dilakukan melalui SEM dengan bantuan sotware LISREL 8.30. Kevalidan variabel indikator dalam mengukur variabel laten dinilai dengan menguji apakah semua loading-nya nyata, yaitu memiliki nilai t lebih dari thitung (1,96 pada tingkat signifikansi lima persen) (Bollen dalam Sitinjak dan Sugiarto, 2006). Konsistensi variabel indikator dalam mengukur variabel laten dapat dilihat dari nilai construct reliability. Konsistensi variabel indikator ditunjukan oleh nilai construct reliability lebih besar dari 0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Rumus construct reliability adalah sebagai berikut : ...... (4) Construct reliability = ( ∑ Standardized Loading)2 2 ( ∑ Standardized Loading) + ( ∑ Measurement Error )
29
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan metode penarikan sampel purposive random sampling (Umar, 2003). Adapun jumlah nasabah kredit yang dijadikan responden adalah sebanyak 100 orang yang sesuai dengan pendapat Ding et al. dalam Ghozali dan Fuad (2005), bahwa ukuran sampel 100 sampai 150 merupakan ukuran sampel minimum ketika menggunakan SEM sebagai alat analisis. Uji hipotesis adalah satu metode statistika yang digunakan untuk menyatakan jika pernyataan H1 benar, maka pernyataan H0 salah, yaitu mengetahui hubungan antara dua variabel. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis berikut ” ada pengaruh GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung ”. Uji hipotesis dalam SEM dapat langsung dilihat dari fit index model. Hipotesis yang diuji adalah : H0 : ∑ = ∑ (θ) dengan
lawan H1 : ∑ ≠ ∑ (θ)
∑ adalah matriks input, sedangkan ∑ (θ) adalah matriks hasil
dugaan. Hipotesis H0 menyatakan bahwa matriks dugaan dari model SEM mampu merepresentasikan data dengan baik, sedangkan H1 sebaliknya. 3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1. Structural Equation Modeling (SEM) Analisis terhadap pelaksanaan GCG dilakukan dengan analisis deskriptif
terhadap
indikator-indikator
GCG
yaitu
transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian, keadilan, kepedulian sosial dan kedisiplinan manajemen (Suprayitno, 2007). Sedangkan tingkat kualitas pelayanan pemberian kredit dianalisis dengan pendekatan SERVQUAL yaitu Tangible (Keberwujudan), Empathy (Empati), Assurance (Jaminan), Responsiveness (Cepat tanggap) dan Reliability (Keandalan). Indikator GCG dan atribut kualitas pelayanan ini dikembangkan dalam bentuk kuesioner. Pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan dapat diketahui dengan melakukan analisis data dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). SEM merupakan suatu teknik statistik yang mampu menganalisis variabel laten,
variabel indikator, dan kesalahan
pengukuran secara langsung. Variabel laten adalah konsep abstrak yang
30
menjadi perhatian yang hanya dapat diamati secara tidak langsung melalui efeknya pada variabel-variabel teramati (indikator). Variabel indikator adalah variabel yang dapat diamati atau diukur secara empiris. Perangkat lunak komputer yang digunakan untuk mengoperasikan SEM adalah Linear Structural Relationship (LISREL) versi 8.30. Linear Structural Relationship (LISREL) merupakan program yang paling populer digunakan karena merupakan satu-satunya program SEM tercanggih dan yang dapat mengestimasi berbagai masalah SEM yang bahkan nyaris tidak dapat dilakukan program lain. Selain itu LISREL merupakan program yang paling informatif dalam menyajikan hasil-hasil statistik sehingga modifikasi model dan penyebab tidak fit atau buruknya suatu model dapat dengan mudah diketahui (Ghozali dan Fuad, 2005). Langkah-langkah SEM dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan model berbasis konsep dan teori Pada tahap ini dilakukan telaah teori yang mendalam tentang pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit. Pada tahap ini juga ditentukan variabel laten dan variabel indikator berdasarkan teori. 2. Mengkonstruksi diagram path Pada tahap ini variabel laten dan variabel indikator dibentuk dalam diagram path agar lebih memahami bentuk hubungan antar variabel. 3. Konversi diagram path ke model struktural Pada tahap ini model struktural dan model pengukuran digambarkan lebih jelas. 4. Memilih matriks input Pada tahap ini matriks input dipilih dan dimasukkan ke dalam perhitungan. 5. Solusi standard model dan evaluasi goodness of fit index Pada tahap ini matriks input diolah dan melihat nilai goodness of fit index dari model solusi standard. Menurut Hair et al. (1998), dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model, sehingga digunakan beberapa fit
31
index untuk mengukur kebenaran-kebenaran model. Ukuran-ukuran yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai dalam SEM antara lain : a. Chi-Square (χ2) Menurut Joreskog dan Sorbom (1996), Chi-Square digunakan untuk menguji seberapa dekat matriks hasil dugaan dengan matriks data asal. Semakin kecil nilai ukuran ini, maka model yang digunakan semakin baik. Uji chi-square ini biasanya dibandingkan dengan nilai derajat bebas (degree of freedom). Model yang baik membutuhkan nilai chi-square yang tidak memiliki beda yang besar dengan nilai derajat bebasnya (Solimun, 2005). b. P-value P-value diharapkan lebih besar dari 0,05 atau 0,1, yaitu uji tidak signifikan yang berarti matriks input dan matriks estimasi tidak berbeda, maka model yang diajukan layak. P-value berkisar antara 0-1 dan model persamaan struktural akan semakin baik jika p-value mendekati 1. c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Ukuran ini mengukur kedekatan suatu model terhadap populasi dan menunjukkan kecocokan model dengan data. Model dikatakan baik apabila nilai RMSEA kurang dari 0,05; reasonable jika lebih kecil dari 0,08; cukup apabila kurang dari 0,1 dan buruk apabila lebih besar dari 0,1. Semakin kecil nilai ini berarti model semakin baik. d. Goodness-of-Fit Index (GFI) Ukuran ini menunjukkan seberapa besar model mampu menerangkan keragaman data. Semakin besar nilai yang diperoleh berarti model semakin baik. Batas minimal 0,9 sering dijadikan acuan suatu model dikatakan layak. e. Adjusted Goodness-of-Fit Index (AGFI) AGFI
merupakan
modifikasi
dari
GFI
dengan
mengakomodasikan derajat bebas model dengan model lain yang
32
dibandingkan. Nilai 0,8 sering dijadikan acuan suatu model dikatakan layak. 6. Intepretasi model Langkah terakhir adalah mengintepretasikan model solusi standard, yaitu melihat besarnya pengaruh atau kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten dan besarnya pengaruh antar variabel laten. Variabel pelaksanaan GCG (ξ) dengan indikator berikut : X1 : transparansi ( Transparent) X2 : kedisiplinan (Discipline) X3 : kemandirian (Independent) X4 : akuntabilitas (Accountability) X5 : tanggungjawab (Responsibility) X6 : keadilan (Fairness) X7 : kepedulian sosial (Social Awareness) dikorelasikan dengan variabel kualitas pelayanan pemberian kredit (η), dengan indikator berikut: Y1 : kehandalan (Reliability) Y2 : ketanggapan (Responsiveness) Y3 : jaminan (Assurance) Y4 : empati (Emphaty) Y5 : keberwujudan (Tangible) Variabel indikator pelaksanaan GCG sesuai dengan indikator yang digunakan untuk menilai pelaksanaan GCG dan untuk indikator kualitas pelayanan pemberian kredit menggunakan pendekatan lima dimensi yang lazim dipakai untuk mengukur kualitas pelayanan yaitu SERVQUAL. Proses analisa masing-masing variabel dengan menggunakan software LISREL 8.30. Diagram struktural pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit dalam notasi LISREL disajikan pada Gambar 4.
δ1 δ2 δ3
X1 λ1
X2 X3
Y1
λ2
λ1
λ3
λ2 γ
δ4 δ5 δ6
X4 X5 X6
λ4 λ5 λ6 λ7
Pelaksan aan GCG
ξ
Kualitas pelayanan pemberian kredit
η
Y3
λ3
Y3 λ4
ε2 ε3 ε4
Y4 λ5 Y5
δ7
ε1
ε5
X7
Gambar 4. Diagram struktural pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit
33
34
Berdasarkan diagram tersebut diatas disusun pertanyaan: a. Persamaan Struktural η=γξ+ζ Keterangan : η : variabel laten tak bebas, kualitas pelayanan γ : muatan vaktor ξ dalam membentuk η ξ : variabel laten bebas pelaksanaan GCG ζ : tingkat kesalahan yang terjadi pada perhitungan variabel η b. Persamaan Pengukuran Variabel Eksogen X1 = λ1ξ + δ1 X2 = λ2ξ + δ2 X3 = λ3ξ + δ3 X4 = λ4ξ + δ4 X5 = λ5ξ + δ5 X6 = λ6ξ + δ6 X7 = λ7ξ + δ7 Keterangan: Xi : variabel indikator X pembentuk variabel laten bebas ξ δ : tingkat kesalahan pengukuran indikator terhadap variabel laten bebas c. Persamaan Pengukuran Variabel Endogen Y1 = λ1η + ε1 Y2 = λ2η + ε2 Y3 = λ3η + ε3 Y4 = λ4η + ε4 Y5 = λ5η + ε5 Keterangan: Y : variabel indikator Y pembentuk variabel laten tak bebas η ε : tingkat kesalahan pengukuran indikator terhadap variabel laten tidak bebas
35
3.6.2. Importance and Performance Analysis (IPA) Menurut Supranto (2006) Performance and Importance Analysis adalah suatu metode untuk menganalisis sejauh mana tingkat kepuasan seseorang terhadap kinerja sebuah perusahaan. Didasarkan hasil penelitian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja, akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara kepentingan dan tingkat pelaksanaannya pada sebuah perusahaan. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja atau pelaksanaan dengan skor kepentingan. Untuk mengukur kepentingan pelanggan maka digunakan skala likert yang terdiri dari sangat penting, penting, netral, kurang penting , dan tidak penting. Kelima penilaian tersebut diberikan bobot sebagai berikut : a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5 b. Jawaban penting diberi bobot 4 c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3 d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2 e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1 Demikian juga halnya untuk mengukur kinerja/penampilan, terdapat 5 penilaian bobot sebagai berikut : a. Jawaban sangat baik diberi bobot 5 b. Jawaban baik bobot 4 c. Jawaban cukup baik diberi bobot 3 d. Jawaban tidak baik diberi bobot 2 e. Jawaban sangat tidak baik diberi bobot 1 Total penilaian tingkat kepentingan masing-masing peubah diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing-masing skala dengan jumlah responden yang memilih pada skala tersebut. Adapun kisaran untuk setiap skala adalah: Selang Nilai =
(Xib – Xik)
.........................................(5)
Banyaknya Skala pengukuran = (5x100)-(1x100) = 80 5
36
Keterangan: Xib = Skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban sangat penting atau sangat puas (skor 5) terhadap setiap unsur i kualitas pelayanan. Xik = Skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban sangat tidak penting atau sangat tidak puas (skor 1) terhadap setiap unsur i kualitas pelayanan. Pembagian kelas berdasarkan tingkat kepentingan adalah: 100 – 179 = ( tidak penting) 180 – 259 = (kurang penting) 260 – 339 = (cukup penting) 340 – 419 = (penting) 420 – 500 = (sangat penting) Pembagian kelas berdasarkan tingkat kinerja adalah: 100 – 179 = ( tidak baik) 180 – 259 = (kurang baik) 260 – 339 = (cukup baik) 340 – 419 = (baik) 420 – 500 = (sangat baik). Untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dapat diketahui dengan melakukan perbandingan antara total skor tingkat kinerja (Xi) dan total skor tingkat kepentingan (Yi), yang dinyatakan sebagai berikut : Tk i =
Xi x100% .........................................................................................(6) Yi
Keterangan : Tki
Tingkat
= Tingkat kesesuaian responden
Xi
= Total skor penilaian kinerja perusahaan
Yi
= Total skor penilaian kepentingan pelanggan
kesesuaian
adalah
hasil
perbandingan
skor
kinerja/
pelaksanaan dengan skor kepentingan. Diagram kartesius sangat diperlukan untuk penjabaran unsur-unsur tingkat kesesuaian kepentingan dan kinerja atau kepuasan pelanggan atas bagan yang terdiri dari empat bagian dan
37
dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X, Y). Peubah X (sumbu horizontal) dan Y (sumbu vertikal) masing-masing akan mengisi skor tingkat kualitas pelayanan dam skor untuk harapan. Setiap
faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
disederhanakan dengan rumus sebagai berikut : X = Y=
∑X n
∑X
i
i
...................................................................................(7) ....................................................................................(8)
n
Keterangan : X = Skor rata-rata tingkat kepuasan pada tiap atribut kualitas pelayanan Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan pada tiap atribut kualitas pelayanan
n = Jumlah responden Selanjutnya nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kepuasan/ kinerja perusahaan kemudian dianalisis pada diagram kartesius. Matrik ini bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang spesifik. Matrik juga menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya. Diagram kartesius (Importance-Performance Matrix) merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik Dimana X
(X ,Y ) (Supranto, 2001).
merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan
pelanggan terhadap seluruh atribut kualitas pelayanan. Dan Y adalah ratarata dari rata-rata skor tingkat kepentingan pelanggan terhadap seluruh atribut kualitas pelayanan. Seluruh atribut kualitas pelayanan diberi simbol K dengan rumus sebagai berikut :
X =
∑
Y=
∑
N i
N i
= 1X i ........................................................................................(9)
K =1Y i
K
........................................................................................(10)
38
Dimana K = banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan. Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius yang menunjukkan bahwa kuadran I adalah prioritas utama, kuadran II adalah pertahankan, kuadran III prioritas rendah, dan kuadran IV adalah berlebihan. Keempat kuadran tersebut disajikan pada Gambar dibawah ini : Y
Penting
Kepentingan
A
B
Prioritas Utama
Prioritas Prestasi
C
D
Prioritas Rendah
Berlebihan
Y
Kurang Penting
Kurang Baik
X Kinerja
X
Baik
Gambar 5. Diagram Kartesius (Importance and Performance Matrix) Sumber : Supranto 1. Kuadran A (atributtes to improve). Posisi ini menunjukkan faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Atribut-atribut kualitas jasa yang dianggap sangat penting oleh pelanggan belum dilaksanakan sesuai dengan keinginan pelanggan, sehingga pelanggan menuntut adanya perbaikan atribut-atribut kualitas jasa tersebut. Perusahaan hendaknya melakukan usaha untuk meningkatkan kepuasan pelanggan yang berarti pula bahwa atribut- atribut kualitas jasa ini perlu diperbaiki dan ditingkatkan secara terus-menerus sehingga performance atribut kualitas jasa yang ada dalam kuadran ini akan meningkat dan kepuasan pelangganpun dapat dicapai. 2. Kuadran B (Maintain Performance). Posisi ini menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan, untuk itu wajib dipertahankan.
39
Dianggap sangat penting dan memuaskan. Hal ini menuntut perusahaan untuk dapat mempertahankan posisinya. 3. Kuadran C (Atributtes to Maintain). Posisi ini menunjukkan beberapa atribut kualitas jasa yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, dan pelaksanaannya biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Peningkatan atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil. 4. Kuadran D (Main Priority). Posisi ini menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan Bank Pembangunan Daerah Lampung atau disebut Bank Lampung didirikan pada tanggal 31 Januari 1966 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Nomor : 10-A/1964 tanggal 1 Agustus 1964 dan mendapat persetujuan dari Menteri Urusan Bank Sentral dengan Izin Nomor : Kep.66/UBS/1965 tanggal 03 Agustus 1965 serta mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri dengan Surat Pengesahan Nomor : Des.57/7/3/150 tanggal 26 Agustus 1965. Bank Pembangunan Daerah Lampung sebagai salah satu atau alat kelengkapan Otonomi Daerah didirikan atas kuasa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT), juga merupakan suatu kemajuan penting terutama dalam bidang hukum perdata yang selama ini menjadi kebutuhan bagi dunia usaha di Indonesia sekaligus agar lebih mantapnya kepastian hukum yang sesuai dengan kemajuan perkembangan ekonomi global termasuk dalam bidang perbankan. Seluruh faslitas yang disediakan Pemerintah Pusat tersebut mewajibkan pemenuhan persyaratan tertentu antara lain adanya perubahan bentuk hukum PD. BPD Lampung menjadi PT. BPD Lampung, dimana hal ini sesuai dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 584/104/PUOD tanggal 13 Januari 1999 tentang Persetujuan prinsip perubahan bentuk hukum badan Hukum PD menjadi PT bagi BPD di seluruh Indonesia. Pada saat didirikan kekayaan atau aset Bank sebesar Rp 5.000.000,(lima juta rupiah), kemudian Modal Dasar Bank Lampung ditetapkan Rp 100.000.000,- sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung Nomor : 08/Perda/II/DPRD/1973-1974 tanggal 9 Oktober 1975. Sesuai dengan laju perkembangan Bank Lampung, tahun 1979 Modal Dasar Bank ditingkatkan menjadi Rp 1.000.000.000,- sesuai Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung Nomor 13 tahun 1979
41
tanggal 26 November 1979, pada tahun 1984 Modal Dasar Bank mengalami peningkatan menjadi Rp5.000.000.000,- sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung Nomor 7 Tahun 1984 tanggal 10 desember 1984. Dalam tahun 1992 Modal dasar bank kembali mengalami peningkatan menjadi Rp 25.000.000.000,- sesuai Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung Nomor 15 tahun 1992 tanggal 10 Desember 1992 dan pada saat ini sedang diusulkan Modal Dasar untuk ditingkatkan menjadi Rp70.000.000.000,-. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka bentuk badan usaha Bank Lampung adalah Perusahaan Daerah sejalan dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Lampung Nomor 15 Tahun 1992 tanggal 10 Desember 1992. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 1992 yang merupakan penyempurnaan Perda-Perda terdahulu bahwa Bank Lampung didirikan dengan maksud untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian serta pembangunan daerah di segala bidang dan juga sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya Bank Lampung memiliki 1 Kantor Cabang utama, 5 Kantor Cabang, 10 Kantor Cabang Pembantu, 7 Kantor Kas, 3 Payment Point dan 1 Kas Mobil yang pembayaran Elektroniknya tergabung dalam Group ATM BERSAMA.
42
Tabel 2. Komposisi Pemegang Saham Bank Lampung per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah) Pemerintah Propinsi Lampung
42.040
Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah
12.403
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan
9.350
Pemerintah Kabupaten Tanggamus
4.389
Pemerintah Kota Bandar Lampung
3.007
Pemerintah Kabupaten Lampung Utara
3.273
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat
2.417
Kopkar Bank Lampung Sairasan
1.797
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang
2.152
Pemerintah Kota Metro
1.332
Pemerintah Kabupaten Way Kanan
760
Pemerintah Kabupaten Lampung Timur
1.381
JUMLAH
84.300
4.1.2. Visi dan Misi PT. Bank Lampung 1. Visi Bank Lampung “ Sebagai Bank yang Dicintai dan Dimiliki oleh Masyarakat”. 2. Misi Bank Lampung “Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat agar tetap unggul di bidang bisnis ritel melalui pemenuhan akan jasa keuangan/ perbankan dan
penyaluran
pertumbuhan
kredit
ekonomi
kepada daerah,
masyarakat serta
untuk
senantiasa
mendorong
meningkatkan
kemampuan pengelolaan keuangan daerah”. 3. Corporate Statement “Banknya Masyarakat Lampung (bersama meraih sukses)”.
43
4. Butir-butir Perilaku a. Bekerja sebagai wujud dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Mengutamakan kinerja dan mutu hasil, kerja yang tinggi. c. Menciptakan mutu hubungan dan kerjasama antar pegawai. d. Kepuasan nasabah sebagai fokus utama dan acuan dalam bekerja. e. Mengutamakan
kemajuan
Bank
melalui
peningkatan
profesionalisme. f. Meningkatkan sikap kewiraushaan dan berpikir, bertindak dan bekerja selaku wirausahawan. g. Setiap pegawai wajib menjaga dan meningkatkan citra Bank. h. Setiap pegawai dituntut selalu peduli dan tanggap atas masalahmasalah yang ada. i. Mengutamakan kerja keras, ketekunan, kedisiplinan dan kejujuran. 4.1.3. Produk dan Service Bank Lampung 1. Produk Dana a. Tabungan yang terdiri dari SIMPEDA (Simpanan Pembangunan Daerah), SIGER MAS (Simpanan Generasi Masa Depan Sejahtera). b. Deposito yang terdiri dari SIMANJA (Simpanan Aman Berjangka), SIMANIS (Simpanan Aman dan Dinamis). c. Giro yang terdiri dari SABURAI (Sang Bumi Ruwa Jurai, giro kas daerah), BISNIS (giro swasta untuk pendukung usaha anda), SUKSES (giro dinas untuk pendukung tugas anda). 2. Produk Pinjaman a. Kredit Pegawai Negeri dan Sipil: PANTAS (pinjaman aman dan terbatas). b. Kredit Perumahan: TENTRAM (tempat perlindungan adan rasa aman). c. Kredit Aneka Guna: PIKUL (pinjaman kelompok usaha kecil). d. Kredit Program KPKM-PNM: PUNDI (pinjaman usaha mandiri). e. Kredit Konstruksi: PILAR (pinjaman investasi dan modal kerja). f. Kredit Perorangan: PINTAS (pinjaman investasi terbatas). g. Kredit Pemerintah Daerah: PEPADUN (peduli pembanguan daerah).
44
3. Service a. Kliring dan Inkaso. b. Online Realtime Transfer antar Cabang c. Pengiriman uang. d. Jaminan Bank. e. Pembayaran Rekening telepon, telkomsel dan PDAM. f. Pembayaran Pajak. g. Pembayaran gaji PNS dan pensiunan. h. ATM BERSAMA. 4.1.5. Struktur Bank Lampung a. Dewan Komisaris Kadarsyah Irsa
: Komisaris utama.
Helmi Roni
: Komisaris
b. Dewan Direksi Syamsu Rizal
: Direktur Utama.
Rolie Firman
: Direktur Umum.
Devi Liza
: Direktur Pemasaran.
Basuki
: Direktur Kepatuhan.
45
RUPS
Komite audit resiko
Dewan Komisaris
Komite manajemen resiko
Direktur Utama
Direktur Pemasaran
Div. perencana an & pengembangan
Kel. Perencanaan Strategi & Organisasi Kel. Pengembang an Dana
BPKK
Div. Treasuri
Direktur Kepatuhan
Div. Perkreditan
Kel. Manaj. Dana Desk Adm & Pena gihan
Staff khusus direksi
Kel. Pemasaran Kredit
Kel. Penyelamatan Kredit
Div. Manaj. Risiko & kepatuh an
Direktur Umum
Div. SDM
Div. Umum
Kel. Pemberdayaan SDM
Kel. Pengendalian Resiko
Kel. Hukum & Kepatuhan
Kel. Umum dan RT
Bag. Keskretariat an dan Humas
Bag. Adm kredit
Cabang-cabang
Gambar 6. Struktur Organisasi PT. Bank Lampung, Tbk.
Div. PAK & PDE
Div. pengawas an intern
Kel. Analis
Kel. Pengawas an kredit
Kel. Pengolahan data elektronik Kel. Pengawasan PDE & umum
46
4.2. Konsep Good Corporate Governance dan Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit di Bank Lampung Jajaran Komisaris dan Direksi PT. Bank Lampung mengakui bahwa prinsip-prinsip GCG merupakan landasan untuk meningkatkan standar operasi perusahaan. GCG mendukung asas transparansi atas terlaksananya tugas dan tanggung jawab serta membangun kredibilitas perusahaan yang kuat. PT. Bank Lampung berusaha mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG dalam organisasi PT. Bank Lampung. Secara internal, PT. Bank Lampung menganut prinsip-prinsip pemisahan tugas dan tanggung jawab serta menjunjung tinggi asas independensi. Jajaran Komisaris PT. Bank Lampung bertanggungjawab mengawasi dan memberikan saran-saran terhadap Direksi PT. Bank Lampung sementara Direksi PT. Bank Lampung bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi. Jajaran Komisaris PT. Bank Lampung dipilih berdasarkan tingkat pengetahuan dan kompetensi yang mendalam disertai adanya pengalaman kerja yang luas. Dewan komisaris merupakan mitra dari Direksi PT. Bank Lampung yang mengarahkan pencapaian visi dan misi PT. Bank Lampung. Dengan struktur Dewan Komisaris dan dewan Direksi seperti ini, PT. Bank Lampung memastikan bahwa terdapat pembagian tugas yang terpisah antara pengambil keputusan, pengawasan organisasi dan operasional organisasi. Untuk membantu tugas Dewan Komisaris, PT. Bank Lampung membentuk beberapa komite yakni Komite Audit, Komite kepatuhan dan Komite Manajemen Risiko. Komite kepatuhan PT. Bank Lampung memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal mengawasi praktek operasional untuk memastikan bahwa PT. Bank Lampung tetap berada pada koridor hukum, peraturan dan Pedoman Perilaku yang berlaku. Pedoman Perilaku yang telah dirumuskan PT. Bank Lampung berlaku bagi seluruh pegawai PT. Bank Lampung. Dengan panduan etika dan perilaku ini, semua pegawai PT. Bank Lampung diharapkan mampu menjaga nama baik organisasi dan mempertahankan kepercayaan yang selama ini telah diperoleh PT. Bank Lampung. Komite Audit PT. Bank Lampung melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan
47
dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya serta memberikan masukan-masukan terkait finansial kepada Direksi. Pentingnya sistem kontrol internal baik di tingkat manajemen maupun operasional juga menjadi perhatian Dewan Komisaris PT. Bank Lampung. Dengan status Komite yang independen, diharapkan tugas-tugas audit internal diimplementasikan secara efisien dimana hasil laporan Komite tersebut dapat disampaikan langsung pada Komisaris PT. Bank Lampung. Komite Pencatatan PT. Bank Lampung memberikan saran atau pendapat kepada Direksi atas hal-hal yang terkait dengan pencatatan dan penghapusan pencatatan di PT. Bank Lampung. Frekuensi pertemuan antara komite-komite yang terkait dengan tata kelola organisasi secara internal dilakukan secara rutin. Terjalinnya komunikasi yang baik antara Direksi dengan Dewan Komisaris, komitekomite PT. Bank Lampung serta koordinasi internal manajemen terefleksi dalam pelaksanaan rapat. Untuk menghadapi tantangan di tahun-tahun mendatang, PT. Bank Lampung berkomitmen terus melakukan reformasi untuk meningkatkan GCG, mendukung keterbukaan dan transparansi informasi. Bank Lampung mendefinisikan Corporate Governance sebagai ketentuan yang mengatur hubungan antara manajemen, dewan direksi, stakeholder atau pemegang saham dari Bank Lampung. GCG merupakan struktur yang membantu Bank Lampung untuk: 1) Menetapkan tujuan yang akan dicapai. 2) Menjalankan operasional harian. 3) Mempertimbangkan kepentingan-kepentingan stakeholder. 4) Memastikan PT. Bank Lampung beroperasi secara aman dan sehat. 5) Mematuhi hukum dan regulasi yang berlaku. 6) Melindungi kepentingan nasabah. 4.3. Karakteristik Responden Analisis karakteristik responden penting dilakukan karena karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan responden dalam memahami
48
pertanyaan pada kuesioner. Karakteristik responden ditinjau dari segi jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan usia. a. Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin dari 100 responden PT. Bank Lampung terdiri dari 58 persen wanita dan 42 persen pria. Jenis Kelamin
pria 42%
pria wanita
wanita 58%
Gambar 7. Karakterisrik Jenis Kelamin Responden. b. Pekerjaan Responden Pekerjaan dari 100 responden PT. Bank Lampung terdiri dari 79 persen bekerja sebagai PNS dan 21 persen bekerja sebagai swasta.. Pekerjaan
Swasta 21% PNS Swasta PNS 79%
Gambar 8. Karakteristik Jenis Kelamin Responden. c. Rata-rata pendapatan perbulan Pendapatan perbulan responden PT. Bank Lampung dapat dilihat pada Gambar 9. Rata-rata pendapatan perbulan
>= Rp. 3 juta 11% Rp. 2-3 juta 26%
<= Rp. 1 juta 7%
<= Rp. 1 juta Rp. 1-2 juta
Rp. 1-2 juta 56%
Rp. 2-3 juta >= Rp. 3 juta
Gambar 9. Karakteristik Pendapatan Responden.
49
Besarnya pendapatan rata-rata perbulan nasabah kredit Bank Lampung yang menjadi responden adalah 7 persen mempunyai pendapatan rata-rata per bulan kurang dari Rp. 1.000.000, kemudian sebanyak 56 persen mempunyai pendapatan rata-rata per bulan antara Rp. 1.000.000 sampai 2.000.000, sebanyak 26 persen mempunyai pendapatan rata-rata per bulan antara Rp. 2.000.000 sampai 3.000.000, dan sebanyak 11 persen mempunyai pendapatan rata-rata per bulan lebih dari Rp. 1.000.000. Dari Gambar 9 diatas proporsi terbesar responden yang menjadi nasabah kredit Bnak Lampung mempunyai pendapatan rata-rata per bulan antara Rp. 1.000.000 sampai 2.000.000, hal ini disebabkan rata-rata responden bekerja sebagai PNS dengan sistem kompensasi yang bersifat seragam yang ditentukan oleh kenaikan jabatan dalam suatu institusi. d. Pendidikan Responden Pendidikan100
responden PT. Bank Lampung dapat dilihat pada
Gambar 10. Tingkat Pendidikan
master 8%
SMA 3%
Diploma 30%
SMA Diploma Sarjana
Sarjana 59%
master
Gambar 10. Karakteristik Pendidikan Responden. Gambar 10 menerangkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sarjana yaitu sebesar 59 persen. Responden pada tingkat pendidikan SMA berjumlah sangat kecil yaitu hanya sebesar 3 persen. Sedangkan pada tingkat pendidikan diploma, responden mencapai 30 persen dan pada tingkat master hanya sebesar 8 persen.
50
e. Usia Responden Usia responden PT. Bank Lampung dapat dilihat pada Gambar 11. Usia Responden
50-59 tahun 12%
19-29 tahun 19%
19-29 tahun 30-39 tahun
40-49 tahun 38%
40-49 tahun 30-39 tahun 31%
50-59 tahun
Gambar 11. Karakteristik Usia Responden. Pada Gambar 11 diatas terlihat bahwa jumlah responden didominasi oleh usia antara 40 sampai 49 tahun yaitu sebesar 38 persen. Sedangkan responden yang berumur 19 tahun hingga 29 tahun hanya sebesar 19 persen, responden yang berumur 30 tahun hingga 39 tahun cukup besar yaitu 31 persen dan hanya 12 persen untuk responden yang berumur antara 50 tahun hingga 59 tahun. 4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan aturan dalam SEM dengan bantuan software LISREL karena kecocokan model dalam metode SEM dapat langsung menjelaskan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten. Menurut Ghazali (2005) validitas pertanyaan yang merupakan variabel indikator dalam mengukur variabel laten tertentu dinilai dengan melihat apakah loading factornya nyata, yaitu apakah memiliki nilai t lebih dari t-kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen). Berdasarkan perhitungan, seluruh variabel indikator dalam penelitian ini memiliki loading factor yang nyata, yaitu memiliki nilai t lebih besar dari t-kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen), yang berarti bahwa semua indikator valid. Hasil dari pengujian validitas dapat dilihat pada Gambar 13.
51
6.30
6.36
tran
dspl
rlbt
5.64
rspn
4.53
assr
5.97
empt
6.22
tngb
6.18
5.07 4.59 4.87
6.43
indp
5.42 4.67
GCG
2. 98
Quality
6.83 5.39
acct
6.23
4.19 3.78
5.48 5.77
6.14
6.02
resp
3.86 5.75
fair
socl
Chi-Square=61.54, df=53, P-value=0.19684, RMSEA=0.040
Gambar 13. Nilai uji nyata (Uji-t) model struktural Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap model struktural dalam penelitian ini untuk melihat kekonsistenan variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator mempunyai kekonsistenan yang tinggi dalam mengukur variabel laten. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan jenis pengukuran construct reliability. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 2 yang menunjukkan bahwa nilai construct reliability variabel GCG dan variabel kualitas pelayanan pemberian kredit memiliki nilai yang baik yaitu 0,773 dan 0,655, berada di atas 0,6 (Bagozzi dan Yi dalam Ghozali dan Fuad, 2005). 4.5 Analisis Persepsi Nasabah Terhadap Pelaksanaan GCG dan Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit Pada PT. Bank Lampung 4.5.1. Persepsi Responden Terhadap Pelaksanaan GCG Analisis persepsi responden terhadap pelaksanaan GCG dilakukan berdasarkan transparansi (Transparent), kedisiplinan
52
(Discipline),
kemandirian
(Accountabilility),
(Independent),
tanggungjawab
akuntabilitas
(Responsibility),
keadilan
(Fairness) dan kepedulian sosial (Social Awareness). Masing-masing komponen terdiri dari beberapa pertanyaan yang menggambarkan pelaksanaan GCG. Jawaban atas pertanyaan tersebut dalam bentuk nilai rentang skala dari nilai yang menunjukkan sangat tidak baik hingga ke nilai yang sangat baik. Hasil dari persepsi responden mengenai kinerja dari pelaksanaan GCG pada PT. Bank Lampung, adalah sebagai berikut : Tabel 3. Persepsi responden terhadap transparansi No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Variabel Transparansi
Skor Keterangan Rataan keterbukaan informasi mengenai 3,61 Baik prosedur pelayanan pemberian kredit publikasi mengenai kredit yang 3,54 Baik ditawarkan keterbukaan data mengenai syarat 3,27 Baik dalam mengajukan kredit keterbukaan pihak pegawai dalam 3,3 Baik memberikan aturan pemberian pelayanan kredit keterbukaan terhadap informasi 3,15 Baik mengenai suku bunga yang diajukan untuk pemberian kredit kemudahan dalam mengakses 3,21 Baik informasi mengenai pelayanan kredit yang disediakan Total 3,35 Baik Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa nasabah memiliki
persepsi yang cukup baik terhadap transparansi yang ada di PT. Bank Lampung. Transparansi (Transparency) berkaitan dengan ketersediaan informasi yang akurat, relevan dan mudah dimengerti yang dapat diperoleh dengan biaya rendah sehingga nasabah dapat mengambil keputusan yang tepat. Dalam pelaksanaannya variabel keterbukaan informasi mengenai prosedur pelayanan pemberian kredit dan variabel publikasi mengenai kredit yang ditawarkan sudah memiliki kinerja
53
yang baik begitu juga dengan kinerja dari empat variabel lainnya telah dinilai baik oleh nasabah kredit. Akan lebih baik lagi jika kinerja seluruh variabel tersebut tetap diperhatikan bahkan ditingkatkan agar transparansi Bank Lampung semakin baik. Tabel 4. Persepsi responden terhadap kedisiplinan No 1. 2.
Variabel Kedisiplinan
Skor Rataan kedisiplinan waktu pegawai dalam 3,11 pemberian pelayanan kredit kedisiplinan pegawai terhadap 3,12 prosedur dalam pemberian pelayanan kredit Total 3,12
Keterangan Baik Baik Baik
Tabel 4 menunjukkan bahwa nasabah memiliki persepsi yang cukup baik terhadap pelaksanaan kedisiplinan yang ada di Bank Lampung. Pegawai Bank harus disiplin pada dirinya, tugas-tugasnya, dan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun kebiasaan. Kedisiplinan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai pelaksanaan GCG. Pegawai harus memiliki kedisiplinan yang tinggi untuk mematuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan perusahaan. Pegawai yang memiliki disiplin tinggi dapat melaksanakan mempengaruhi tugasnya.
tugas dan tanggung jawab dengan baik yang akan kinerja
Bank
pegawai
Lampung
dalam
harus
tetap
menjalankan
berbagai
memperhatikan
dan
meningkatkan kedisiplinan. Tabel 5. Persepsi responden terhadap kemandirian. No 1.
2.
Variabel Kemandirian
Skor Rataan kepedulian yang ditunjukkan 3,31 pegawai kepada nasabah kredit dalam proses pelayanan pemberian kredit profesionalisme pegawai dalam 3,37 proses pemberian pelayanan kredit Total 3,34
Keterangan Baik
Baik Baik
54
Tabel 5 menerangkan bahwa nasabah memiliki persepsi yang cukup baik terhadap kemandirian yang telah dilaksanakan Bank Lampung. Kemandirian berkaitan dengan tindakan profesional pegawai untuk mementingkan kepentingan Bank. Kinerja variabel kepedulian yang ditunjukkan pegawai kepada nasabah kredit dalam proses pelayanan pemberian kredit dan variabel profesionalisme pegawai dalam proses pemberian pelayanan kredit dinilai baik oleh nasabah. Tabel 6. Persepsi responden terhadap akuntabilitas. No 1. 2. 3. 4. 5.
Variabel Akuntabilitas
Skor Keterangan Rataan pengawasan dari atasan kepada Baik pegawai terhadap prosedural pemberian pelayanan kredit 3,63 akuntabilitas waktu dan Baik administrasi pemberian pelayanan kredit 3,46 akuntabilitas terhadap kualitas dan Baik kuantitas pelayanan pemberian 3,26 kredit keamanan yang dilakukan oleh Baik Bank dalam pelayanan pemberian kredit 3,44 kemampuan pegawai merespon Baik pertanyaan nasabah berkaitan 3,44 dengan pelayanan kredit Total 3,45 Baik Akuntabilitas ditunjukkan dengan adanya pengawasan yang
efektif berdasarkan keseimbangan kekuasaan, adanya pertanggungjawaban dari perusahaan dan adanya perlindungan untuk kepentingan nasabah. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa nasabah kredit memiliki persepsi yang baik terhadap akuntabilitas yang dilaksanakan perusahaan. Variabel akuntabilitas terhadap kualitas dan kuantitas pelayanan pemberian kredit dinilai baik oleh nasabah sedangkan kinerja keempat variabel lainnya seperti pengawasan dari atasan kepada pegawai terhadap prosedural pemberian pelayanan kredit, akuntabilitas waktu dan administrasi pemberian pelayanan kredit,
55
keamanan yang dilakukan dalam pelayanan pemberian kredit dan kemampuan pegawai merespon pertanyaan nasabah berkaitan dengan pelayanan kredit, telah dinilai memilki kinerja yang baik. Tabel 7. Persepsi responden terhadap responsibility. No
Variabel Responsibility
1.
tanggung jawab masing-masing pegawai pemberi pelayanan kredit tanggung jawab yang ditunjukkan Bank secara umum untuk memberikan pelayanan kredit kesesuaian antara pelayanan kredit yang diberikan dengan ketentuan yang dijanjikan Total
2. 3.
Skor Rataan
Keterangan Baik
3,26 Baik 3,44 Baik 3,26 3,32
Baik
Tabel 7 menunjukkan bahwa nasabah memiliki persepsi yang baik
terhadap
tanggungjawab
yang
diterapkan
perusahaan.
Tanggungjawab yang ditunjukkan pegawai dinilai cukup baik sedangkan tanggungjawab yang ditunjukkan oleh Bank secara keseluruhan telah dinilai baik oleh nasabah. Dalam hal responsibility, Bank Lampung dituntut untuk menjaga kehati-hatian dalam setiap kegiatan operasionalnya. Variabel kesesuaian antara pelayanan kredit yang diberikan dengan ketentuan yang dijanjikan sudah baik. Hal ini karena pegawai Bank Lampung telah cukup berusaha untuk menjalankan tanggungjawabnya dengan baik. Tabel 8. Persepsi responden terhadap keadilan. No
Variabel Keadilan
1.
keadilan yang ditunjukkan oleh perusahaan dalam melayani nasabah kredit kesempatan nasabah dalam memberikan masukan bagi Bank mengenai pelayanan pemberian kredit Total
2.
Skor Rataan
Keterangan Baik
3,26 Baik 3,29 3,27
Baik
56
Tabel 8 menunjukkan bahwa nasabah memiliki persepsi yang baik terhadap keadilan yang diterapkan perusahaan. Keadilan yang ditunjukkan pada Bank haruslah mengacu pada perlindungan hak-hak manajemen, pegawai maupun nasabah pada Bank tersebut. Bank Lampung telah cukup adil dalam melayani nasabah kreditnya. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya pembedaan saat proses pelayanan kredit. Nasabah juga menilai bahwa mereka telah memiliki kesempatan yang baik dalam memberi masukan bagi Bank Lampung. Nasabah dapat memberikan masukan maupun kritik atas kinerja pegawai melalui email atau kotak saran. Masukan dan kritik tersebut diharapkan mendapat perhatian dari pihak Bank Lampung untuk meningkatkan kinerja pegawai. Tabel 9. Persepsi responden terhadap kepedulian sosial. No
Kepedulian Sosial
1.
kebijakan yang ditetapkan oleh Bank untuk melestarikan lingkungan disekitar nasabah kredit kepedulian Bank terhadap masyarakat yang menjadi nasabah kredit kondisi pegawai pemberi pelayanan kredit Total
2. 3.
Skor Rataan
Keterangan Baik
3,43 Baik 3,36 Baik 3,37 3,38
Baik
Tabel 9 menunjukkan bahwa nasabah memiliki persepsi yang baik terhadap kepedulain sosial yang diterapkan perusahaan. Kondisi pegawai pemberi pelayanan kredit dinilai baik. Variabel kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan untuk melestarikan lingkungan disekitar nasabah kredit dinilai baik. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa program Bank Lampung yang direalisasikan untuk melestarikan lingkungan seperti kerjasama dengan pemda dalam membuat taman kota Hanura dan menyumbang tugu siger untuk memperindah kota Bandar Lampung. Kepedulian Bank Lampung terhadap masyarakat yang menjadi nasabah kredit dikategorikan baik. Bank Lampung mengikuti berbagai
57
kegiatan bakti sosial seperti memberikan sponsor pada kegiatan khitanan massal di beberapa daerah dan bekerjasama dengan RSU Abdul Moeloek dalam acara pemberian pengobatan gratis kepada warga miskin. Hasil penilaian setiap indikator mengenai kinerja pelaksanaan GCG pada PT. Bank Lampung maka rekapitulasi skor rataan dan skor total penilaian pelaksanaan GCG pada PT. Bank Lampung dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 10. Persepsi responden terhadap pelaksanaan GCG No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Indikator GCG Transparansi Kedisiplinan Kemandirian Akuntabilitas Responsibility Keadilan Kepedulian Sosial Total
Skor Rataan 3,35 3,11 3,34 3,45 3,32 3,28 3,38 3,31
Keterangan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Berdasarkan Tabel 10 diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan GCG yang ada di PT Bank Lampung, Tbk dapat dikategorikan baik. Hal sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan BI, dimana penilaian kinerja pelaksanaan GCG BPD di Indonesia pada Desember 2007 berada diantara tingkat baik. Bank Lampung yang hanya dinilai baik oleh nasabah kreditnya. Dari Tabel diatas juga dapat diketahui bahwa skor rataan persepsi responden mengenai kinerja pelaksanaan GCG pada oleh Bank Lampung sebesar 3,314 dimana nilai tersebut telah mendekati nilai untuk tingkat kinerja yang telah baik. Oleh karena itu, Bank Lampung perlu meningkatkan dan memperbaiki kinerja pelaksanaan GCG, terutama pada atribut yang kinerjanya dinilai masih pada tingkat baik saja oleh responden.
58
4.5.2. Persepsi Responden Terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit Analisis persepsi responden terhadap kinerja kualitas pelayanan pemberian kredit dilakukan dengan merinci atribut-atribut kualitas pelayanan berdasarkan SERVQUAL yang terdiri dari tangible, emphaty, assurance, responsiveness dan reliability. Atribut-atribut tersebut dinilai berdasarkan persepsi 100 responden telah menjadi nasabah kredit pada PT. Bank Lampung. Hasil dari persepsi responden setiap atribut mengenai kualitas pelayanan pemberian kredit adalah sebagai berikut: Tabel 11. Persepsi responden terhadap dimensi reliability No
Dimensi Reliability
Keterangan
1.
kemudahan dalam pemberian kredit kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan mengenai pemberian kredit ketepatan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit ketepatan waktu pelayanan pemberian kredit Total
Baik
2. 3. 4.
Skor Rataan administrasi 3,39 3,38
Baik
3,46
Baik
3,31
Baik
3,38
Baik
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa kinerja dari dimensi reliability sudah baik. Reliability berkaitan dengan kemampuan pegawai untuk memberikan layanan sesuai yang dijanjikan dengan akurat, cepat dan memuaskan. Variabel ketepatan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit sudah dinilai memiliki kinerja yang baik. Dan kemudahan dalam administrasi pemberian kredit, kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan mengenai pemberian kredit dan ketepatan waktu pelayanan pemberian kredit juga dinilai baik oleh nasabah.
59
Tabel 12. Persepsi responden terhadap dimensi responsiveness No 1. 2. 3. 4.
Dimensi Responsiveness
Skor Keterangan Rataan kemauan pegawai dalam pelayanan 3,34 Baik pemberian kredit kemampuan pegawai melakukan 3,9 Baik komunikasi mengenai pemberian kredit kesediaan pegawai untuk selalu 3,31 Baik membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit kesiapan pegawai dalam 3,51 Baik memberikan pelayanan kredit Total 3,40 Baik Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa kinerja dari dimensi
responsiveness sudah baik. Salah satu ciri seorang pegawai yang profesional adalah memiliki daya tanggap yang cepat atau responsif. Nasabah akan puas dengan respon cepat dari pegawai atas kebutuhan yang diinginkannya. Nasabah menilai baik untuk variabel kemampuan pegawai melakukan komunikasi mengenai pemberian kredit dan kesiapan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit. Variabel kemauan pegawai dalam pelayanan pemberian kredit dan kesediaan pegawai untuk selalu membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit dinilai baik juga. Tabel 13. Persepsi responden terhadap dimensi assurance No 1. 2. 3. 4.
Dimensi Assurance
Skor Keterangan Rataan rasa percaya diri pegawai dalam 3,52 Baik memberikan pelayanan kredit rasa aman dan nyaman selama 3,51 Baik berhubungan dengan pegawai keterampilan pegawai dalam 3,48 Baik memberikan pelayanan kredit profesionalisme pegawai dalam 3,33 Baik mengkoordinir aspirasi nasabah Total 3,46 Baik
60
Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa nasabah memiliki persepsi baik terhadap kinerja dari dimensi assurance. Assurance ditujukan agar nasabah merasa nyaman dalam memanfaatkan pelayanan kredit. Persepsi nasabah terhadap variabel rasa percaya diri pegawai dalam memberikan pelayanan kredit, rasa aman dan nyaman selama berhubungan dengan pegawai dan keterampilan pegawai dalam memberikan
pelayanan
kredit
adalah
baik
namun
variabel
profesionalisme pegawai dalam mengkoordinir aspirasi nasabah masih pada kategori juga baik. Tabel 14. Persepsi responden terhadap dimensi emphaty No 1. 2. 3. 4.
Dimensi Emphaty
Skor Keterangan Rataan perhatian pegawai secara pribadi 3,36 Baik kepada nasabah kepekaan pegawai dalam menerima 3,41 Baik keluhan dan pengaduan terhadap kebutuhan informasi keramahan pegawai dalam 3,53 Baik memberikan pelayanan pemberian kredit kesopanan pegawai dalam 3,51 Baik menghadapi nasabah Total 3,45 Baik Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa kinerja dari dimensi
emphaty sudah baik. Empathy yaitu suatu sikap, respon dan tindakan dimana pegawai dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh nasabah. Variabel perhatian pegawai secara pribadi kepada nasabah dinilai baik oleh nasabah Bank Lampung namun ketiga variabel lainnya, yaitu kepekaan pegawai dalam menerima keluhan dan pengaduan
terhadap
kebutuhan
informasi,
keramahan
dalam
memberikan pelayanan pemberian kredit dan kesopanan pegawai dalam menghadapi nasabah dinilai memiliki kinerja yang sudah baik.
61
Tabel 15. Persepsi responden terhadap dimensi tangible No 1. 2. 3. 4.
Dimensi Tangible
Skor Keterangan Rataan Kebersihan dan kerapihan 3,47 Baik berpakaian petugas/ karyawan kebersihan dan kenyamanan ruangan 3,5 Baik pelayanan pemberian kredit Kelengkapan fasilitas yang 3,4 Baik disediakan dalam ruangan pemberian kredit Kemudahan untuk memperoleh 3,35 Baik buku petunjuk/ leaflet tentang informasi pelayanan pemberian kredit Total 3,43 Baik Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa kinerja dari dimensi
tangible sudah baik. Dari empat variabel, hanya variabel kemudahan untuk memperoleh buku petunjuk/ leaflet tentang informasi pelayanan pemberian kredit yang dinilai baik sedangkan variabel lainnya seperti kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas/ karyawan, kebersihan dan kenyamanan ruangan pelayanan pemberian kredit dan kelengkapan fasilitas yang disediakan dalam ruangan pemberian kredit dinilai telah memilki kinerja yang baik. Rekapitulasi skor rataan dan skor total pelaksanaan GCG perusahaan dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini: Tabel 16. Persepsi responden terhadap kualitas pelayanan No 1. 2. 3. 4. 5.
Indikator Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit
Responsiveness Reliability Assurance Emphaty Tangible Total
Skor Rataan
Keterangan
3,38 3,40 3,46 3,45 3,43 3,426
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Berdasarkan Tabel 16 diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan pemberian kredit yang ada di PT Bank Lampung dapat dikategorikan baik. Dari kelima atribut yang diajukan seperti responsiveness, reliability, assurance, emphaty dan tangible
62
dinilai baik oleh nasabah kredit Bank Lampung yang menjadi responden. 4.6. Pengaruh GCG terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit Dalam penelitian ini besarnya pengaruh GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit dapat diketahui dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) yang terdiri dari dua variabel, yaitu variabel laten bebas dan variabel laten tidak bebas. GCG (ξ) merupakan variabel laten bebas dan kualitas pelayanan pemberian kredit (η) merupakan variabel laten tidak bebas. Variabel penelitian dan indikator-indikator yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Variabel-variabel penelitian Variabel Penelitian Good Corporate Governance (ξ)
Kualitas Pelayanan (η)
Indikator yang diukur 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5.
Transparansi (X1) Kedisiplinan (X2) Kemandirian (X3) Akuntabilitas (X4) Tanggungjawab (X5) Keadilan (X6) Kepedulian sosial (X7) Reliability (Y1) Responsiveness (Y2) Assurance (Y3) Emphaty (Y4) Tangible (Y5)
Nomor Pertanyaan 1, 2, 3, 4, 5, 6 7, 8 9, 10 11, 12, 13, 14, 15 16, 17, 18 19, 20 21, 22, 23 24, 25, 26, 27 28, 29, 30, 31 32, 33, 34, 35 36, 37, 38, 39 40, 41, 42, 43
Nilai dari masing-masing pertanyaan tiap komponen diambil nilai rataratanya yang telah diubah dari data likert menjadi data interval dengan minitab 14.0. Pengambilan nilai rata-rata ini bertujuan untuk mendapatkan satu angka yang dapat mewakili setiap variabel indikator yang ada. Kemudian nilai tersebut diolah dengan menggunakan software LISREL 8.30 yang membentuk diagram lintas model pengaruh pelaksaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit yang dapat dilihat pada Gambar 14.
63
0.72
0.74
tran
dspl
rlbt
0.70
rspn
0.57
assr
0.75
empt
0.80
tngb
0.79
0.53 0.55 0.51
0.76
0.54
indp
acct
0.66 0.49
GCG
0.45
Quality
0.68
0.50
0.63
0.45
0.57 0.60
0.68
0.65
resp
0.46 0.59
fair
socl
Chi-Square=61.54, df=53, P-value=0.19684, RMSEA=0.040
Gambar14. Diagram lintas model pengaruh GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit Gambar 14 menunjukkan bahwa GCG memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 0,45 atau 45 persen dengan nilai t (Gambar 14) sebesar 2,98 pada taraf nyata 5 persen (>1,96). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen GCG akan meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 45 persen. Besarnya pengaruh GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit ini dikarenakan responden menilai bahwa GCG merupakan salah satu bentuk penghargaan PT. Bank Lampung terhadap kepercayaan nasabah. Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat Syafruddin (2004) bahwa GCG dapat mendorong tercapainya kualitas pelayanan yang baik dan sesuai dengan konsep GCG yang menyatakan bahwa GCG merupakan prinsip pengelolaan perusahaan yang bertujuan untuk mendorong kinerja perusahaan serta memberikan nilai ekonomis bagi berbagai pihak termasuk kreditor (Handayati, 2006). Oleh karena itu, perusahaan perlu meningkatkan efektivitas pelaksanaan GCG. Hal ini akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit dan pencapaian tujuan Bank Lampung pada akhirnya.
64
Tabel 18. Pengujian Goodness of fit model overall pada model pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit Goodness of fit Pengujian 1.Khi kuadrat
Model Fit
Keterangan Menurut
Solimun
(2005),
untuk
jumlah
dan derajat
responden sebesar 100, model dikatakan baik
bebas
jika khi kuadrat dengan derajat bebasnya tidak jauh berbeda. Dimana khi kuadrat sebesar 61.54 dan derajat bebas sebesar 53
2. P-value
Model Fit
P-value diharapkan lebih besar dari 0,05 atau 0.1, maka dengan nilai p-value sebesar 0,19684 model yang diajukan dinilai layak.
3. RMSEA
Model Fit
Model dikatakan baik apabila nilai RMSEA kurang dari 0,08. Maka model yang telah diajukan dinilai baik karena sebesar 0,04
4. GFI
Model Fit
Nilai GFI telah memenuhi syarat yaitu sebesar 0,93. ( Lampiran 3)
5.AGFI
Model Fit
Nilai AGFI telah memenuhi syarat sebagai model
yang
layak
yaitu
sebesar
0,91.
(Lampiran 3) 6. RMR
Model Fit
Model akan dinilai baik dengan nilai RMR yang kecil. Pada model yang diajukan nilai RMR hanya sebesar 0.10. Hal ini menyatakan bahwa model tersebut layak dan baik.
4.6.1. Variabel Laten Bebas Pelaksanaan GCG Variabel laten bebas GCG dibentuk oleh beberapa variabel indikator, yaitu transparansi, kedisiplinan manajemen, kemandirian, akuntabilitas, tanggungjawab dan kepedulian sosial. Berdasarkan Gambar 13 dan Gambar 14, besarnya pengaruh indikator yang paling besar secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut :
65
1. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban perusahaan sehingga pengelolaannya terlaksana secara efektif. Akuntabilitas dapat dicapai dengan pengawasan yang efektif dan didasari oleh keseimbangan kekuasaan. Akuntabilitas (X4) memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan variabel GCG yaitu sebesar 0,68 (68 persen) yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 6,83 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel akuntabilitas terhadap pelaksanaan GCG harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan besar pengaruh 68 persen. Kontribusi yang sangat besar dari variabel ini menunjukkan bahwa akuntabilitas
dari
kegiatan-kegiatan
PT.
Bank
Lampung
sangat
mempengaruhi pelaksanaan GCG yang diterapkan. Karena akuntabilitas juga berarti tuntutan agar manajemen Bank memiliki kemampuan answerability yaitu kemampuan untuk merespon pertanyaan dari nasabah atas berbagai corporate action yang mereka lakukan. 2. Responsibility (Tanggungjawab) Tanggung jawab (X5) merupakan sikap mental pegawai yang dapat diandalkan dan dipercayakan tugas dan kewajiban dengan penuh dedikasi. Pegawai yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas akan mendapatkan kepercayaan baik oleh atasan, rekan kerja bahkan akan sangat dipercaya oleh nasabah. Setiap pegawai diharapkan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap apa yang telah dikerjakan. Variabel Tanggungjawab (X4) memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk efektivitas GCG, yaitu sebesar 0,63 ( 63 persen) yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 6,23 (>1,96). Artinya, dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel responsibility terhadap pelaksanaan GCG harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan kontribusi yang diberikan sebesar 63 persen. 3. Social Awareness (Kepedulian sosial) Kepedulian sosial mencakup hal-hal yang terkait dengan kewajiban sosial perusahaan
sebagai
bagian
dari
masyarakat
antara
lain
melaui
66
pengembangan masyarakat dan lingkungan serta meningkat kepekaan terhadap situasi dan kondisi yang berkembang di sekitar perusahaan dan masyarakat secara luas. Variabel kepedulian sosial (X7) memberikan kontribusi yang berarti bagi pelaksanaan GCG, yaitu sebesar 0,59 (59 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,75 (>1,96). Artinya, dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel kepedulian sosial terhadap pelaksanaan GCG di PT. Bank Lampung harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan kontribusi yang diberikan sebesar 59 persen. 4. Fairness (Keadilan) Kewajaran (Fairness) menjamin perlindungan hak-hak manajemen dan karyawan bank, nasabah serta stakeholder lainnya. Variabel keadilan (X6) memberikan kontribusi sebesar 0,57 (57 persen) terhadap pembentukan efektivitas pelaksanaan GCG yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,48 (>1,96). Artinya, dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel keadilan terhadap pelaksanaan GCG di PT. Bank Lampung harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan kontribusi yang diberikan sebesar 57 persen. Hubungan dengan nasabah harus dijaga yaitu dengan menghindari praktek diskriminasi antara lain menghormati hak asasi nasabah, memberi kesempatan yang sama tanpa membedakan umur, suku, bangsa, agama dan jenis kelamin. 5. Transparent (Transparansi) Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi. Variabel transparansi (X1) memberikan kontribusi sebesar 0,53 (53 persen) terhadap pembentukan efektivitas pelaksanaan GCG yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,07 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel transparansi terhadap pelaksanaan GCG di PT. Bank Lampung harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan kontribusi yang diberikan sebesar 53 persen. Ini berarti bahwa ketersediaan informasi yang akurat, relevan dan mudah
67
dimengerti memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pelaksanaan GCG. 6. Discipline (Kedisiplinan Manajemen) Kedisiplinan merupakan sikap mental pegawai untuk mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku di perusahaan. Pegawai yang memiliki disiplin yang tinggi akan dapat bekerja dengan efektif dan efisien sehingga memiliki produktivitas tinggi. Kontribusi yang diberikan variabel kedisiplinan (X2) dalam membentuk GCG cukup besar yaitu sebesar 0,51 (51 persen). Variabel ini berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,87 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel kedisiplinan terhadap pelaksanaan GCG di PT. Bank Lampung harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan kontribusi yang diberikan sebesar 51 persen. 7. Independent (Kemandirian) Menurut Suprayitno (2007) kemandirian adalah keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesionalis tanpa benturan kepentingan dan pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Variabel transparansi (X3) memberikan kontribusi terkecil dibandingkan variabel yang lain yaitu sebesar 0,49 (49 persen) terhadap pembentukan efektivitas pelaksanaan GCG yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,67 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh antara variabel kemandirian terhadap pelaksanaan GCG di PT. Bank Lampung harus diterima dengan taraf signifikansi 5 persen dan kontribusi yang diberikan sebesar 49 persen. 4.6.2. Variabel Laten Terikat Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit Varibel laten terikat kualitas pelayanan dibentuk oleh beberapa variabel indikator, yaitu reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible. Berdasarkan Gambar 10 dan Gambar 11, peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit yang paling besar akibat peningkatan efektivitas pelaksanaan GCG secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:
68
1. Responsiveness (ketanggapan) Responsiveness (ketanggapan) adalah kemampuan Bank Lampung untuk melaksanakan pelayanan kredit dengan tepat, terpercaya, akurat dan konsisten. Variabel responsiveness (Y2) memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk kualitas pelayanan pemberian kredit pada PT. Bank Lampung, yaitu sebesar 0,66 (66 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,42 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 dapat disimpulkan
bahwa
peningkatan
variabel
responsiveness
akan
meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 66 persen dengan taraf signifikansi 5 persen. Hal ini berarti peningkatan responsiveness akan lebih meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit yang ada di Bank Lampung. 2. Reliability (kehandalan) Reliability (kehandalan) adalah kemauan karyawan Bank Lampung Variabel reliability (Y1) berkontribusi dalam membentuk kualitas pelayanan sebesar 0,55 (55 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,59 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 dapat disimpulkan bahwa peningkatan variabel reliability akan meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 55 persen dengan taraf signifikansi 5 persen. Data ini menunjukkan bahwa reliability merupakan atribut yang valid untuk diajukan sebagai indikator untuk mengukur kualitas pelayanan pemberian kredit dan dari data tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan reliability akan diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit. 3. Assurance (jaminan) Variabel assurance (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0,50 (50 persen) dalam membentuk kualitas pelayanan, berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,19 (>1,96). ).
Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 dapat
disimpulkan bahwa peningkatan variabel assurance akan meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 50 persen dengan taraf signifikansi 5 persen. Artinya, peningkatan kinerja dari dimensi assurance akan meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit. Data tersebut juga menunjukkan bahwa assurance merupakan variabel valid yang dapat
69
diajukan kembali menjadi variabel untuk menilai kualitas pelayanan pada penelitian selanjutnya. 4. Tangible (berwujud) Variabel tangible (Y5) memberikan kontribusi sebesar 0,46 (46 persen) dalam membentuk kualitas pelayanan yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,86 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 dapat disimpulkan bahwa peningkatan variabel tangible akan meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 46 persen dengan taraf signifikansi 5 persen. Artinya, setiap peningkatan kinerja Tangible akan menyebabkan kenaikan dari kinerja kualitas pelayanan pemberian kredit pada Bank Lampung. Data tersebut juga menunjukkan bahwa tangible merupakan variabel valid yang dapat diajukan kembali menjadi variabel untuk menilai kualitas pelayanan pada penelitian selanjutnya. 5. Emphaty (empati) Variabel emphaty (Y4) memberikan kontribusi sebesar 0,45 (45 persen) dalam membentuk kualitas pelayanan, berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,78 (>1,96). Dari nilai t yang lebih besar dari 1,96 dapat disimpulkan bahwa peningkatan variabel emphaty akan meningkatkan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 45 persen dengan taraf signifikansi 5 persen. Walaupun kontribusi yang diberikan oleh emphaty paling rendah namun peningkatan kinerja atribut ini turut memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja kualitas pelayanan pemberian kredit pada Bank Lampung. Data tersebut juga menunjukkan bahwa emphaty merupakan variabel valid yang dapat diajukan kembali menjadi variabel untuk menilai kualitas pelayanan pada penelitian selanjutnya. 4.7. Hasil Analisis Important Performance Setelah menganalisis atribut-atribut kualitas pelayanan di PT. Bank Lampung, selanjutnya akan diperlihatkan nilai rataan secara keseluruhan berdasarkan persepsi nasabah kredit dari hasil penyebaran kuesioner. Penilaian responden atau nasabah terhadap tingkat kepentingan atributatribut kualitas pelayanan pada Bank Lampung dapat dilihat pada Tabel 19.
70
Tabel 19. Hasil analisis tingkat kepentingan konsumen terhadap kualitas pelayanan tingkat kepentingan Total Atribut 1 Rataan 2 3 4 5 Bobot RL-1 0 9 32 34 25 375 3.75 RL-2 0 9 38 34 19 363 3.63 RL-3 0 4 45 29 22 369 3.69 RL-4 0 8 42 33 17 359 3.59 RS-5 0 10 37 36 17 360 3.6 RS-6 0 11 37 35 17 358 3.58 RS-7 0 17 40 34 9 335 3.35 RS-8 0 9 42 37 12 352 3.52 AS-9 0 8 34 37 21 371 3.71 AS-10 0 2 42 35 21 375 3.75 AS-11 0 3 41 36 20 373 3.73 AS-12 0 11 40 30 19 357 3.57 EM-13 0 7 50 33 10 346 3.46 EM-14 0 8 42 33 17 359 3.59 EM-15 0 2 37 35 26 385 3.85 EM-16 0 3 42 29 26 378 3.78 TG-17 0 4 42 32 22 372 3.72 TG-18 0 6 41 34 19 366 3.66 TG-19 0 4 49 30 17 360 3.6 TG-20 0 5 52 29 14 352 3.52 Keterangan : 1. RL-1 = kemudahan dalam administrasi pemberian kredit 2. RL-2 =kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan mengenai pemberian kredit 3. RL-3 = ketepatan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit 4. RL-4 = ketepatan waktu pelayanan pemberian kredit 5. RS-5 = kemauan pegawai dalam pelayanan pemberian kredit 6. RS-6 =
kemampuan
pegawai
melakukan
komunikasi
mengenai
pemberian kredit 7. RS-7 = kesediaan pegawai untuk selalu membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit 8. RS-8 = kesiapan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit 9. AS-9 = rasa percaya diri pegawai dalam memberikan pelayanan kredit 10. AS-10 = rasa aman dan nyaman selama berhubungan dengan pegawai
71
11. AS-11 = keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit 12. AS-12 = profesionalisme pegawai dalam mengkoordinir aspirasi nasabah 13. EM-13 = perhatian pegawai secara pribadi kepada nasabah 14. EM-14 = kepekaan pegawai dalam menerima keluhan dan pengaduan terhadap kebutuhan informasi 15. EM-15 = keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit 16. EM-16 = kesopanan pegawai dalam menghadapi nasabah 17. TG-17 = kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas/ karyawan 18. TG-18 = kebersihan dan kenyamanan ruangan pelayanan pemberian kredit 19. TG-19 = kelengkapan fasilitas yang disediakan dalam ruangan pemberian kredit 20. TG-20 = kemudahan untuk memperoleh buku petunjuk/ leaflet tentang informasi pelayanan pemberian kredit Pada tabel 19 diatas dapat diketahui bahwa atribut kualitas pelayanan yang memiliki tingkat kepentingan dengan skor rataan tertinggi adalah keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit (3.85). Sebagian besar responden menganggap bahwa keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit merupakan prioritas utama yang mereka harapkan ketika pelayanan pemberian kredit dilakukan. Sedangkan atribut yang memiliki tingkat kepentingan dengan skor rataan terkecil adalah kesediaan pegawai untuk selalu membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit (3.35). Sebagian besar responden menganggap bahwa kesediaan pegawai untuk selalu membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit merupakan sesuatu yang dianggap cukup penting karena kebanyakan dari mereka lebih suka memutuskan sendiri jenis kredit apa yang sesuai dengan persyaratan dan kemampuan responden. Penilaian responden terhadap tingkat kinerja atribut-atribut kualitas pelayanan pada PT. Bank Lampung dapat dilihat pada Tabel 20.
72
Tabel 20. Hasil analisis tingkat kinerja konsumen terhadap kualitas pelayanan Tingkat kinerja Total Atribut 1 2 Bobot Rataan 3 4 5 RL-1 0 10 52 27 11 339 3.39 RL-2 0 11 49 31 9 338 3.38 RL-3 0 5 58 23 14 346 3.46 RL-4 0 10 55 29 6 331 3.31 RS-5 0 9 52 29 10 340 3.4 RS-6 0 11 48 32 9 339 3.39 RS-7 0 14 49 29 8 331 3.31 RS-8 0 7 51 26 16 351 3.51 AS-9 0 8 48 28 16 352 3.52 AS-10 0 2 58 27 13 351 3.51 AS-11 0 4 53 24 9 308 3.08 AS-12 0 12 55 21 12 333 3.33 EM-13 0 4 65 22 9 336 3.36 EM-14 0 6 58 25 11 341 3.41 EM-15 0 2 58 25 15 353 3.53 EM-16 0 4 54 30 11 345 3.45 TG-17 0 5 54 30 11 347 3.47 TG-18 0 7 49 31 13 350 3.5 TG-19 0 8 56 24 12 340 3.4 TG-20 0 9 56 24 9 327 3.27 Dari tabel 20, dapat diketahui bahwa atribut kualitas pelayanan yang memiliki tingkat kinerja dengan skor rataan tertinggi adalah variabel keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit (3.53). Sebagian besar responden menganggap bahwa rasa percaya diri pegawai dalam memberikan pelayanan kredit sudah dinilai sudah dilaksanakan dengan baik. Sedangkan atribut yang memiliki tingkat kepentingan dengan skor rataan terkecil adalah keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit
pemberian kredit (3.08). Sebagian besar responden
menganggap bahwa keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit merupakan sesuatu yang dianggap baru cukup baik. Selanjutnya, skor-skor rataan pada Tabel 19 dan Tabel 20 tersebut ditempatkan ke dalam kuadran-kuadran pada diagram kartesius. Nilai rataan yang diperoleh dari hasil pembagian total skor rataan dengan jumlah atribut dijadikan sebagai garis pembatas antar kuadran. Untuk tingkat kepentingan (sumbu Y), nilai rataan yang didapat adalah 3.4. Sedangkan untuk tingkat
73
kinerja (sumbu X), nilai rataan yang diperoleh adalah 3.67. Posisi masingmasing atribut dalam diagram kartesius secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 15. 3.90
Kuadran A
Kuadran B 15
3.80
16
1
10 11
3 17
IMPORTANCE
3.70
9 18
2 5&19 4
3.60
6
14
12 20
3.50
8 13
3.40
7 3.30
Kuadran C 3.00
Kuadran D 3.10
3.20
3.30
3.40
3.50
3.60
PERFORMANCE
Gambar 15. Diagram kartesius dari atribut-atribut kualitas pelayanan Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa letak atribut-atribut kualitas jasa yang dianalisis tersebar menjadi empat bagian yaitu kuadran A (Prioritas Utama), kuadran B (Pertahankan Prestasi), Kuadran C (Prioritas Rendah) dan kuadran D (Berlebihan). Adapun interpretasi dari diagram kartesius tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kuadran A (Prioritas Utama) Atribut-atribut kualitas jasa yang ada dalam kuadran ini dianggap paling berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, karena keberadaan atribut- atribut kualitas jasa ini dinilai sangat penting oleh nasabah sedangkan tingkat kinerjanya masih belum memuaskan. Oleh karena itu penanganannya perlu diprioritaskan dan ditingkatkan karena jika tidak, dapat mengurangi kualitas pelayanan sehingga upaya perbaikan yang diperlukan pun akan semakin besar. Atribut- atribut yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Kemudahan dalam administrasi pemberian kredit (1) 2. Kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan mengenai pemberian kredit (2)
74
3. Keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit (11) Kemudahan dalam administrasi pemberian kredit merupakan atribut yang dianggap penting oleh responden yang dapat mempermudah masyarakat untuk menjadi nasabah kredit PT. Bank Lampung, Tbk. Tetapi kemudahan proses administrasi pemberian kredit dirasa kurang memuaskan bagi responden. Hal tersebut disebabkan terlalu banyaknya syarat dan prosedur birokrasi dalam hal proses untuk menjadi nasabah kredit. Calon pelanggan harus melengkapi dan setuju pada berbagai syarat yang diajukan oleh Bank. Atribut mengenai
kesigapan
pemberian
pegawai
kredit
dalam
dirasakan
menyelesaikan
kurang
keluhan
memuaskan
oleh
responden. Hal tersebut terkait dengan pengalaman responden pada saat menyatakan adanya suatu keluhan saat pemberian kredit, dimana terdapat pegawai yang kurang memperhatikan nasabah saat adanya keluhan, misalnya prosedur yang cukup panjang. Kinerja atribut kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan harus diperbaiki karena atribut ini dianggap penting oleh nasabah kredit. Konsumen merasa keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit dianggap memiliki peran yang sangat penting. Keterampilan berhubungan dengan bagaimana pegawai menjalankan tugasnya dalam pemberian kredit. Makin terampil pegawai maka makin baik penyelesaian tugas para pegawai dan hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan dilakukan dengan baik. Responden menilai bahwa keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit masih perlu ditingkatkan. 2. Kuadran B (Pertahankan Prestasi) Atribut yang terletak pada kuadran B merupakan atribut kualitas pelayanan jasa PT. Bank Lampung yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan karena tingkat kinerja aktual pada umumnya telah sesuai dengan tingkat kepentingan atau harapan pelanggan. Atribut- atribut yang berada pada kuadran ini, antara lain : 1. Ketepatan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit (3) 2. Rasa percaya diri pegawai dalam memberikan pelayanan kredit (9)
75
3. Rasa aman dan nyaman selama berhubungan dengan pegawai (10) 4. Keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit (15) 5. Kesopanan pegawai dalam menghadapi nasabah (16) 6. Kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas/ karyawan (17) 7. Kebersihan dan kenyamanan ruangan pelayanan pemberian kredit (18) Keseluruhan atribut dalam kuadran B ini walaupun kinerjanya telah tergolong tinggi dan harus dipertahankan prestasinya, namun sebenarnya informasi tersebut tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa atribut tersebut telah memuaskan konsumen. Karena kinerja keempat atribut tersebut masih di bawah harapan konsumen walaupun telah berada di kuadran B dan dianggap sudah tinggi tingkat kinerjanya. Atribut ketepatan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit, dianggap nasabah merupakan hal penting dan telah memiliki kinerja yang baik. Posisi atribut di kuadran kartesius termasuk faktor yang kinerjanya sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah kredit sehingga harus tetap dipertahankan atau akan lebih baik lagi jika ditingkatkan. Atribut rasa percaya diri pegawai dalam memberikan pelayanan kredit, dianggap nasabah merupakan hal penting dan telah memiliki kinerja yang baik. Rasa percaya diri pegawai dianggap dapat meyakinkan nasabah kredit bahwa pegawai mampu menjalankan tugas mereka dengan baik. Posisi atribut di kuadran kartesius termasuk faktor yang kinerjanya sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah kredit sehingga harus tetap dipertahankan atau akan lebih baik lagi jika ditingkatkan. Nasabah menilai atribut rasa aman dan nyaman selama berhubungan dengan pegawai merupakan hal penting dan telah memiliki kinerja yang baik juga. Rasa aman dan nyaman selama berhubungan dengan pegawai dianggap dapat meyakinkan nasabah kredit bahwa produk yang ditawarkan memang baik bagi mereka. Posisi atribut di kuadran kartesius termasuk faktor yang kinerjanya sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah kredit sehingga harus tetap dipertahankan atau akan lebih
76
baik lagi jika ditingkatkan. Nasabah kredit PT. Bank Lampung bukan hanya sekedar meminjam uang dan mengembalikan kembali beserta bunganya tetapi ada hal lain yang juga penting yaitu bersosialisasi dan mengenal pegawai. Dalam bersosialisasi dibutuhkan kesopanan dan kearamahan pegawai agar nasabah tersebut merasa dihargai. Oleh karena itu atribut keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit dan atribut kesopanan pegawai dalam menghadapi nasabah dianggap sebagai hal yang penting bagi nasabah. Hingga saat ini responden menilai kinerja kedua atribut ini sudah baik sehingga perlu dipertahankan. Faktor pendukung lainnya yang tidak kalah penting untuk menciptakan rasa nyaman nasabah kredit adalah atribut kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas/ karyawan dan atribut kebersihan dan kenyamanan ruangan pelayanan pemberian kredit. Oleh karena itu nasabah kredit yang menjadi responden menganggap kedua atribut ini merupakan hal yang penting. Usaha yang telah dilakukan oleh PT. Bank Lampung untuk mewujudkan hal itu dinilai telah baik oleh nasabah kredit. Namun kinerja atribut ini akan lebih baik jika ditingkatkan. 3. Kuadran C (Prioritas Rendah) Atribut yang terletak pada kuadran C merupakan atribut kualitas pelayanan yang kurang penting atau rendah pengaruhnya bagi pelanggan, dan tingkat kinerja pihak PT. Bank Lampung terhadap atribut-atribut kualitas jasa tersebut tergolong rendah. Sama halnya seperti kuadran A, hanya saja atribut-atribut pada kuadran A tingkat kepentingannya tinggi sehingga perlu diprioritaskan kinerjanya, sedangkan tingkat kepentingan kuadran C rendah, sehingga prioritasnya juga rendah. Implikasi yang terjadi pada kuadran C walaupun kinerjanya ditingkatkan, tidak akan meningkatkan kualitas pelayanan secara signifikan. Adapun atribut yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Ketepatan waktu pelayanan pemberian kredit (4) 2. Kemampuan pegawai melakukan komunikasi mengenai pemberian kredit (6)
77
3. Kesediaan pegawai untuk membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit (7) 4. Profesionalisme pegawai dalam mengkoordinir aspirasi nasabah (12) 5. Perhatian pegawai secara pribadi kepada nasabah (13) 6. Kemudahan untuk memperoleh buku petunjuk/leaflet tentang informasi pelayanan (20) Walaupun atribut-atribut dalam kuadran ini kurang dianggap penting oleh pelanggan akan tetapi atribut-atribut ini perlu diperhatikan dan dikelola dengan baik karena kualitas pelayanan yang buruk dapat berawal pada kinerja atribut tersebut, tetapi atribut-atribut dalam kuadran A tetap menjadi prioritas utama. Atribut-atribut ini merupakan dimensi tangible yang sewaktu-waktu tingkat kepentingannya dapat berubah. Semakin hari jumlah nasabah kredit menjadi bertambah sehingga atributatribut pada kudran C juga harus diperhatikan karena persepsi tingkat kepentingan dapat berubah, bahkan atribut-atribut pada kuadran C bisa saja dinilai penting oleh nasabah kredit yang baru. Ketepatan waktu pelayanan pemberian kredit dianggap kurang penting oleh beberapa nasabah. Hal ini berkaitan dengan kenyataan dilapangan bahwa dalam proses pemberian kredit, waktu tidak menjadi masalah bagi nasabah karena pimpinan pada bagian pelayanan kredit sangat mengutamakan kenyamanan nasabah saat ada di kantor. Bahkan pegawai yang ada dapat bekerjasama untuk menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga nasabah yang sedang menunggu proses penyeleksian kredit merasa tidak bosan. Oleh karena itu, atribut ini kurang dianggap penting oleh pelanggan. Atribut kemampuan pegawai melakukan komunikasi mengenai pemberian kredit dinilai kurang penting oleh nasabah karena mereka telah memilih membaca persyaratan dan ketentuan sendiri namun apabila ada yang tidak jelas, nasabah akan menanyakan pada pegawai. Kinerja yang dilakukan oleh pegawai pun dianggap kurang baik oleh nasabah karena pegawai lebih mengutamakan bagaimana kebutuhan nasabah itu sendiri. Kesediaan pegawai untuk selalu membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit sebenarnya
78
dinilai cukup penting, kinerja ynag dilakukan oleh pegawai juga cukup baik. Namun karena terdapat pada kuadran C, maka kinerja tetap harus ditingkatkan walaupun tidak menjadi prioritas. Atribut profesionalisme pegawai dalam mengkoordinir aspirasi nasabah juga dinilai telah cukup penting dan kinerjanya cukup baik. Namun PT. Bank Lampung harus meningkatkan kinerja setiap atribut walaupun tidak menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Nasabah kredit PT. Bank Lampung menganggap atribut perhatian pegawai secara pribadi kepada nasabah kurang penting, kinerja atribut ini juga dinilai kurang baik. Hal ini dikarenakan responden mearasa kurang nyaman jika ditanya mengenai kehidupan pribadi. Dan pegawai PT. Bank Lampung juga tidak ingin nasabah mereka merasa terintrogasi dengan perhatian yang pribadi kepada mereka. Atribut kemudahan untuk memperoleh buku petunjuk/ leaflet tentang informasi pelayanan dianggap kurang penting oleh pelanggan. Hal ini berkaitan dengan kenyataan dilapangan bahwa perubahan kebijakan yang perlu diinformasikan kepada pelanggan masih sangat sedikit, dan apabila terdapat perubahan pelayanan atau kebijakan mengenai kredit akan dibeitahu diawal nasabah mengajukan persyaratan kredit mereka. Sehingga nasabah menganggap tidak begitu penting untuk mencari informasi karena informasi dengan sendirinya diberikan oleh pihak PT. Bank Lampung. 4. Kuadran D (Berlebihan) Atribut yang terletak pada kuadran D merupakan atribut kualitas pelayanan jasa PT. Bank Lampung yang mempunyai tingkat kinerja yang sangat baik menurut pelanggan, tetapi atribut-atribut kualitas jasa ini memiliki tingkat kepentingan yang tidak begitu penting. Jadi atributatribut kualitas jasa ini perlu dipertimbangkan kembali karena dirasakan terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Kemauan pegawai dalam pelayanan pemberian kredit (5) 2. Kesiapan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit (8)
79
3. Kepekaan pegawai dalam menerima keluhan dan pengaduan terhadap kebutuhan informasi (14) 4. Kelengkapan fasilitas yang disediakan dalam ruangan pemberian kredit (19) Pihak PT. Bank Lampung tidak perlu terlalu fokus pada peningkatan pelayanan atribut-atribut di kuadran ini, karena kinerjanya sudah sangat baik. Maka yang perlu dilakukan adalah mengelola investasi yang ada sehingga dapat dikontribusikan secara optimal dan proporsional sesuai prioritas yang telah ditentukan. Dengan begitu perusahaan tetap dapat mengalokasikan dana pada faktor-faktor yang dianggap lebih penting oleh nasabah kredit, dimana faktor-faktor ini membutuhkan
biaya
yang
lebih
besar
dalam
peningkatan
pelaksanaannya. Nasabah menilai atribut kemauan pegawai dalam pelayanan pemberian kredit mempunyai kinerja yang sudah baik namun hanya dianggap cukup penting oleh pelanggan hal ini dikarenakan maksud kedatangan nasabah bersifat sekali tempo dalam sebulan yaitu saat pengajuan dan pembayaran kredit sehingga sikap yang terlalu berlebihan dianggap kurang diperhatikan oleh nasabah kredit. Atribut kesiapan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit juga mempunyai kinerja yang sudah dianggap baik oleh nasabah namun kinerja yang sudah baik ini dianggap berlebihan. Pada dasarnya kesiapan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit yang diperlihatkan berlebihan membuat nasabah kurang merasa santai dan tegang. Kinerja dari atribut kepekaan pegawai dalam menerima keluhan dan pengaduan terhadap kebutuhan informasi sudah baik namun hanya dianggap cukup penting oleh nasabah kredit. Oleh karena itu, tidak perlu mengalokasikan dana dalam jumlah banyak untuk atribut ini. Atribut kelengkapan fasilitas yang disediakan dalam ruangan pemberian kredit memiliki kinerja yang sudah baik padahal nasabah kredit hanya merasa bahwa fasilitas-fasilitas tersebut cukup penting saja. Hal ini terlihat dengan banyaknya fasilitas yang kurang dimanfaatkan, karena tidak diperlukan dan tidak digunakan namun berada di ruangan tersebut.
80
Sehingga PT. Bank Lampung cukup meletakkan fasilitas yang secukupnya pada ruangan tersebut agar tepat guna. 4.8. Implikasi Manajerial Implikasi manajerial yang dapat diberikan untuk pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit pada Bank Lampung, yaitu : 1. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pelaksanaan GCG memberikan pengaruh bagi kualitas pelayanan pemberian kredit pada Bank Lampung. Oleh karena itu, Bank Lampung perlu meningkatkan pelaksanaan GCG yang lebih efektif dan efisien dengan memperhatikan bahkan meningkatkan variabel indikator independent
yang memiliki
pengaruh terendah untuk pelaksanaan GCG yaitu sebesar 49 persen dan variabel indikator emphaty yang merupakan indikator yang paling rendah mempengaruhi kinerja kualitas pelayanan pemberian kredit yaitu sebesar 45 persen. Hal ini penting karena dari hasil penelitian terlihat bahwa peningkatan pelaksanaan GCG yang efektif dapat mendorong terjadinya peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit. 2. Bank Lampung perlu membuat dan memperbaiki website khusus mengenai GCG yang ada di Bank tersebut agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengakses dan mendapatkan informasi dengan akurat. 3. Bank Lampung perlu meningkatkan pelatihan dan evaluasi mengenai pelaksanaan GCG secara rutin untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan GCG ke arah yang lebih baik namun perbaikan kinerja tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan pegawai dan harapan nasabah serta tujuan dan budaya Bank Lampung. Upaya ini dapat dimulai dengan mempermudah akses untuk mengungkapkan informasi penting mengenai Bank Lampung agar evaluasi yang dilakukan dapat mencerminkan persepsi nasabah yang sebenarnya. 4. Menyadari pentingnya kualitas pelayanan pemberian kredit yang ada, Bank Lampung harus berusaha untuk meningkatkan kinerja kualitas pelayanan pemberian kredit yang masih dinilai lemah oleh nasabah.
81
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa terdapat 3 atribut pada kuadran A yang diprioritaskan untuk mendapatkan perbaikan. Atribut kemudahan dalam administrasi pemberian kredit dapat ditingkatkan kinerjanya dengan mengurangi birokrasi yang panjang saat administrasi namun harus tetap disesuaikan dengan peraturan yang ada di PT. Bank Lampung. Dan upaya meningkatkan kinerja atribut kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan mengenai pemberian kredit dan keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit dapat dilakukan dengan pelatihan dan pemberian motivasi pada pegawai untuk membina kesadaran mengenai pemberian pelayanan yang berkualitas bagi nasabah.
82
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. GCG di PT. Bank Lampung sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan rataan seluruh kinerja dari indikator-indikator GCG yaitu sebesar 3,31. Variabel accountabilility, transparent, discipline, independent, responsibility, fairness dan social awareness memiliki kinerja pada kategori baik. Pelaksanaan GCG yang baik ini tentunya didukung oleh kemampuan Bank Lampung dalam mengkomunikasikan indikator-indikator GCG ke setiap divisi dan cabang. 2. Penilaian terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit pada Bank Lampung sudah baik. Skor rataan seluruh kinerja sebesar 3,43 meliputi variabel tangible, emphaty, assurance, responsiveness dan reliability dikategorikan memiliki kinerja yang sudah baik. Namun berdasarkan hasil important performance analysis didapatkan 3 atribut yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak Bank Lampung karena tergolong ke dalam prioritas utama. 3. Pelaksanaan GCG memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit yaitu sebesar 45 persen. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan kinerja pelaksanaan GCG sebesar 1 persen diharapkan dapat diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit sebesar 45 persen. Indikator pelaksanaan GCG yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan pemberian kredit, secara berturut-turut dari yang paling besar adalah accountabilility sebesar 68 persen, responsibility sebesar 63 persen, social awareness sebesar 59 persen, fairness sebesar 57 persen, transparent sebesar 53 persen, Discipline sebesar 51 persen dan Independent sebesar 49 persen. Peningkatan kualitas pelayanan yang dapat diharapkan dengan adanya efektivitas pelaksanaan GCG secara berturut-turut yaitu meningkatnya
83
responsiveness sebesar 66 persen, reliability sebesar 55 persen, assurance sebesar 50 persen, tangible sebesar 46 persen dan emphaty sebesar 45 persen. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan antara lain : 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan responden yang berasal dari pihak internal Bank untuk menilai pelaksanaan GCG.
2. Sebaiknya dilakukan pembahasan yang lebih mendetail mengenai GCG yang ada di PT. Bank Lampung sebelum dilakukan penilaian terhadap pelaksanaan kinerja GCG tersebut. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan faktorfaktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan GCG dan kualitas pelayanan pemberian kredit. Serta menggunkan karakteristik responden yang lebih baik.
84
DAFTAR PUSTAKA Ghozali, I. dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hisyam, A. 2003. Aplikasi Metode Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.30. Gramedia, Jakarta. Hair J. F., R. Anderson, R. Tatham and W. Blanck. 1998. Multivariate Data Analysis. Prentice-Hall International, New Jersey. Joreskog, K. G. and D. Sorbom. 1996. LISREL 8 : User’s Referente Guide. Scientific Software Internacional, Inc, Chicago. Komisi Nasional HAM. 2000. Penyelengaraan Negara yang Baik dan Masyarakat Warga. Samic offset, Bandung. Kotler, P., 2000. Marketing Management “Analysis, Planning, Implementation, and Control”. Eighth Edition. Prentice Hall-Englewood Cliffs, New Jersey. Kurniawan, W. 2005. Studi Kepuasan Konsumen dalam Hubungannya dengan Kebutuhan, Pencarian Informasi, Evaluasi Alternatif dan Pembelian. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lovelock. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa. Prentice-Hall International Inc, New Jersey. Lucinda, Y. 2006. Penerapan good corporate governance pada PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO). Tesis pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Norsih S, H. 2007. Analisis Kepuasan Pelanggan terhadap Kualitas Pelayanan PDAM. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pieris, J dan Jhon. 2007. Etika Bisnis dan Good Corporate Governance. Pelangi Cendekia, Jakarta. Rangkuti, F. 2003. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Satria, E. 2006. Model Persamaan Struktural Akreditasi Program Studi Jenjang Sarjana. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sichah, I. A. 2004. Penggunaan Model persamaan Struktural untuk Mengukur Kepuasan Pelanggan. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
85
Sitinjak, T. JR dan Sugiarto. 2006. LISREL. Graha Ilmu, Jakarta. Solimun. 2005. Analisis Multivariat Structural Equation Modeling (SEM). Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Stanton, W. 1993. Prinsip Pemasaran. Erlangga, Jakarta. Sulistyanto, S. 2003. Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan Di Indonesia?. Jurnal. No.2 Tahun XXVI/Juli 2003, 0854-1981. Supranto, 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Rineka Cipta. Jakarta. Suprayitno, G., Susanti, A dan Yasni, S. 2007. Mewujudkan Good Corporate Governance sebagai Sebuah Sistem. IICG, Jakarta. Syafruddin. 2004. Analisis Hubungan Praktek Good Corporate Governance dan Kualitas Pelayanan Pemberian Paten. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Univesitas Indonesia, Depok. Syakhroza, A. 2006. Corporate Governance. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta. Tangkilisan, H. 2003. Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance. Balairung & Co, Yogyakarta. Tim Peyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 2. Balai Pustaka. Jakarta. Tjager. 2007. Good Corporate Governance di Indonesia. http:/www.nccgIndonesia.org/ lokakarya.html. [28 Desember 2007]. Umar, H.. 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo Persada, Jakarta Yulianto, H. (2006). Dominasi Kepemilikan Saham Pada Industri Perbankan Indonesia dan Konsekuensi Penerapan Good Corporate Governance. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Fakulats Hukum Universitas Indonesia, Depok. Zeithaml, V. 2006. Service Marketing. McGraw Hill, Amerika.
86
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus: Bank Lampung, Lampung) Kepada Responden yang terhormat Dalam rangka menyelesaikan studi/ tugas akhir di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Manajemen, Institut Pertanian Bogor, diperlukan dukungan Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini diedarkan untuk mengetahui Pengaruh Pelaksanaan Good Corporate Governance Terhadap Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit yang telah diberikan oleh Bank Lampung. Untuk itu, saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara(i) meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Masukkan dan informasi yang jujur, benar dan akurat sangat diharapkan, agar informasi ilmiah yang akan disajikan benar- benar dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai sumbangsaran yang positif bagi Bank Lampung. Jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara(i) berikan tidak akan berpengaruh terhadap hubungan anda dengan pihak perusahaan karena kuesioner ini semata-mata untuk keperluan ilmiah. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya dalam mengisi kuesioner ini. Yulia Kurniati NRP : H24104024
Kuesioner ini dibuat untuk kepentingan penelitian semata
I. UMUM A. KARAKTER RESPONDEN (Petunjuk : Berikan tanda √ pada jawaban Anda). 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis kelamin : [ ] Pria Pekerjaan: [ ] PNS Pendapatan per bulan : [ ] ≤Rp. 1.000.000,00 [ ] Rp. 2 juta-3 juta Pendidikan terakhir : [ ] SMA [ ] Sarjana (S1) Usia Anda: [ ] 19-29 tahun [ ] 30-39 tahun [ ] 40-49 tahun
[ ] Wanita [ ] Swasta [ ] Rp. 1 juta-2juta [ ] ≥ Rp. 3.000.000,00 [ ] Diploma (D1/D2/D3) [ ] Master (S2/S3) [ ] 50-59 tahun [ ] ≥ 60 tahun
Lanjutan lampiran 1.
II. KHUSUS B. Indikator Kualitas Pelayanan dan Good Corporate Governance Bagian I Pertanyaan pada bagian I berhubungan dengan Good Corporate Governance yang diterapkan di perusahan sesuai dengan indikator-indikator berikut: Transparansi, Disiplin manajemen, Akuntabilitas, Responsibilitas, Kemandirian, Keadilan dan Kepedulian Sosial : Terhadap setiap pertanyaan Anda dimohon memberikan tanda (√) pada salah satu kotak pilihan yang telah disediakan, sesuai dengan persepsi Anda mengenai sejauh mana indikator-indikator tersebut telah dilakukan. Bagian II Pertanyaan pada bagian II berhubungan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pegawai Bank Lampung sesuai dengan indikator-indikator berikut: Reliability, Responsiveness, Assurance, Emphaty dan Tangible : Terhadap setiap pertanyaan Anda dimohon memberikan tanda (√ ) pada salah satu kotak pilihan yang telah disediakan, sesuai dengan persepsi Anda mengenai sejauh mana indikator-indikator tersebut telah dilakukan dalam penyelesaian tugas pelayanan pemberian kredit. I. Indikator Good Corporate Governance 1. Pada kolom persepsi (diisi oleh nasabah): Untuk setiap pernyataan, Anda dimohon memilih dan memberi tanda(√) pada kolom yang sesuai dengan pendapat Anda, dengan keterangan: BAGIAN I Tidak Baik Kurang Baik
PILIHAN 1 2
Cukup baik Baik Sangat Baik
3 4 5
Lanjutan lampiran 1. Indikator-indikator Good Corporate Governance Transparansi (TRAN) Bagaimana keterbukaan informasi mengenai prosedur pelayanan pemberian kredit Bagaimana publikasi mengenai kredit yang ditawarkan Bagaimana keterbukaan data mengenai syarat dalam mengajukan kredit Bagaimana keterbukaan pihak pegawai dalam memberikan aturan pemberian pelayanan kredit Bagaimana keterbukaan terhadap informasi mengenai suku bunga yang diajukan untuk pemberian kredit Bagaiamana kemudahan dalam mengakses informasi mengenai pelayanan kredit yang disediakan Kedisiplinan (DSPL) Bagaimana kedisiplinan waktu pegawai dalam pemberian pelayanan kredit Bagaimana kedisiplinan pegawai terhadap prosedur dalam pemberian pelayanan kredit Kemandirian (INDP) Bagaimana kepedulian yang ditunjukkan pegawai kepada nasabah kredit dalam proses pelayanan pemberian kredit Bagaimana profesionalisme pegawai dalam proses pemberian pelayanan kredit Akuntabilitas (ACCT) Bagaimana pengawasan dari atasan kepada pegawai terhadap prosedural pemberian pelayanan kredit Bagaimana akuntabilitas waktu dan administrasi pemberian pelayanan kredit Bagaimana akuntabilitas terhadap kualitas dan kuantitas pelayanan pemberian kredit Bagaimana keamanan yang dilakukan oleh Bank dalam pelayanan pemberian kredit Bagaimana kemampuan pegawai merespon pertanyaan yang diajukan nasabah mengenai pelayanan kredit Tanggungjawab (RESP) Bagaimana tanggung jawab masing-masing pegawai pemberi pelayanan kredit Bagaimana tanggung jawab yang ditunjukkan Bank secara umum untuk memberikan pelayanan kredit Bagaimana kesesuaian antara pelayanan kredit yang diberikan dengan ketentuan yang dijanjikan Keadilan (FAIR) Bagaimana keadilan yang ditunjukkan oleh perusahaan dalam melayani nasabah kredit Bagaimana kesempatan nasabah dalam memberikan masukan bagi Bank mengenai pelayanan pemberian kredit Kepedulian sosial (SOCL) Bagaimana kebijakan yang ditetapkan oleh Bank untuk melestarikan lingkungan disekitar nasabah kredit Bagaimana kepedulian Bank terhadap masyarakat yang menjadi nasabah kredit Bagaimana kondisi pegawai pemberi pelayanan kredit
I. Persepsi 1
2
3
4
5
Lanjutan lampiran 1. II. Dimensi Kualitas Jasa Pada kolom tingkat kepentingan dan tingkat kinerja: Untuk setiap pertanyaan, anda dimohon memilih dan memberi tanda √ pada kolom yang sesuai dengan pendapat anda, dengan keterangan: PILIHAN 1 2 3 4 5
BAGIAN I (Tingkat Kepentingan)
BAGIAN II (Tingkat Kinerja)
Tidak Penting Kurang Penting Cukup penting Penting Sangat Penting
Tidak Baik Kurang Baik Cukup baik Baik Sangat Baik
No
1 2 3 4
5 6 7 8
9 10 11 12
ATRIBUT- ATRIBUT KUALITAS PELAYANAN Reliability (kehandalan)
I.tingkat kepentingan 1 2 3 4 ------- ----
Bagaimana kemudahan dalam administrasi pemberian kredit Bagaimana kesigapan pegawai dalam menyelesaikan keluhan mengenai pemberian kredit Bagaimana ketepatan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit Bagaimana ketepatan waktu pelayanan pemberian kredit Responsiveness (ketanggapan)
---
---
---
Bagaimana kemauan pegawai dalam pelayanan pemberian kredit Bagaimana kemampuan pegawai melakukan komunikasi mengenai pemberian kredit Bagaimana kesediaan pegawai untuk selalu membantu nasabah dalam pelayanan pemberian kredit Bagaimana kesiapan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit Assurance (jaminan)
---
---
---
Bagaimana rasa percaya diri pegawai dalam memberikan pelayanan kredit Bagaimana rasa aman dan nyaman selama berhubungan dengan pegawai Bagaimana keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kredit Bagaimana profesionalisme pegawai dalam mengkoordinir aspirasi nasabah
5 ---
II. tingkat kinerja 1 2 3 4 ---- --- --- ---
5 --
----
---
----
---
---
---
--
----
---
----
---
---
---
--
Lanjutan lampiran 1. No
13 14
15 16
17 18 19 20
ATRIBUT- ATRIBUT KUALITAS PELAYANAN Emphaty (empati)
I.tingkat kepentingan 1 2 3 4 ------- ----
5 ---
II. tingkat kinerja 1 2 3 4 ---- --- --- ---
5 --
Bagaimana perhatian pegawai secara pribadi kepada nasabah Bagaimana kepekaan pegawai dalam menerima keluhan dan pengaduan terhadap kebutuhan informasi Bagaimana keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan pemberian kredit Bagaimana kesopanan pegawai dalam menghadapi nasabah Tangible (berwujud)
---
---
---
--
---
---
---
Bagaimana kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas/ karyawan Bagaimana kebersihan dan kenyamanan ruangan pelayanan pemberian kredit Bagaimana kelengkapan fasilitas yang disediakan dalam ruangan pemberian kredit Bagaimana kemudahan untuk memperoleh buku petunjuk/ leaflet tentang informasi pelayanan pemberian kredit
Semoga Tuhan Yang Maha Esa Membalas Segala Kebaikan Bapak/Ibu/Saudara (i) karena telah bersedia mengisi kuesioner ini
---
---
---
Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Construct reliabiliy GCG : ( ∑ Standardized Loading)2
= (0.53 + 0.51 + 0.49 + 0.68 + 0.63+0.57+0.59)2 = 16
( ∑ Measurement Error )
= 0.72+ 0.74 + 0.76 + 0.54 + 0.60+0.68+0.65 = 4.69 ( ∑ Standardized Loading)2
Construct reliability =
( ∑ Standardized Loading)2 + ( ∑ Measurement Error ) =
16 16+4.69
= 0.773
Construct reliabiliy Kualitas Pelayanan Pemberian Kredit : ( ∑ Standardized Loading)2
= (0.55 + 0.66 + 0.5 + 0.45 + 0.46)2 = 6.8644
( ∑ Measurement Error )
= 0.70 + 0.57 + 0.75 + 0.8 + 0.79= 3.61 ( ∑ Standardized Loading)2
Construct reliability =
( ∑ Standardized Loading)2 + ( ∑ Measurement Error ) =
6.8644 6.8644+3.61
= 0.655
Lampiran 3. Syntax model pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan
DATE: 5/12/2008 TIME: 23:13 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\HASILY~1\HASIL.LPJ: DA NI=12 NO=100 NG=1 MA=KM LA x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 y1 y2 y3 y4 y5 KM FI=D:\HASILY~1\HASIL.COR SY SE 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 / MO NX=7 NY=5 NK=1 NE=1 LY=FU,FI LX=FU,FI GA=FU,FR PH=SY,FR PS=DI,FR TE=DI,FR TD=DI,FR LE Kualitas LK GCG FR LY(1,1) LY(2,1) LY(3,1) LY(4,1) LY(5,1) LX(1,1) LX(2,1) LX(3,1) LX(4,1) FR LX(5,1) LX(6,1) LX(7,1) OU ME=ML PC RS EF SC MR IT=250 Number of Input Variables 12 Number of Y - Variables 5 Number of X - Variables 7 Number of ETA - Variables 1 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 100
Lanjutan lampiran 3.
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 53 Minimum Fit Function Chi-Square = 59.03 (P = 0.26) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 61.54 (P = 0.20) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 8.54 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 32.22) Minimum Fit Function Value = 0.60 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.086 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.33) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.040 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.078) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.62 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.13 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.04 ; 1.37) ECVI for Saturated Model = 1.58 ECVI for Independence Model = 2.85 Chi-Square for Independence Model with 66 Degrees of Freedom = 258.02 Independence AIC = 282.02 Model AIC = 111.54 Saturated AIC = 156.00 Independence CAIC = 325.28 Model CAIC = 201.67 Saturated CAIC = 437.20 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.10 Standardized RMR = 0.051 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.73 Normed Fit Index (NFI) = 0.77 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.62 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.72 Critical N (CN) = 134.91
Lanjutan lampiran 3.
Menurut Ghozali dan Fuad (2005): NCP (Non-centrality Parameter) Nilai NCP pada model adalah sebesar 8,54 yang artinya model dikatakan baik, karena model yang baik memiliki NCP yang kecil dan 90 % Confidence Interval for NCP terletak diantara 0.0 - 32.22, yang tentu saja kecil juga, sehinghga model dinilai baik baik ECVI (Expected Cross-Validation Index) ECVI pada model sebesar 1,13. Sedangkan ECVI for Saturated Model sebesar 1,58 dan ECVI for Independence Model sebesar 2,85. Nilai ECVI model yang lebih rendah daripada ECVI for Saturated Model dan ECVI for Independence Model menunjukkan bahwa model baik untuk direplikasi oleh penelitian berikutnya. AIC dan CAIC Nilai AIC dan CAIC lebih kecil daripada Saturated (C)AIC dan Independence (C)AICmenunjukkan bahwa model telah fit. NFI, NNFI, CFI, IFI dan RFI Nilai NFI, NNFI, CFI, IFI dan Rfi untuk model yang fit yaitu yang mendekati 1, sehingga dari nilai-nilai diatas maka model dinilai fit.
Lanjutan lampiran 3.
N O r m a l Q U a n t i l e s
Qplot of Standardized Residuals 3.5.......................................................................... . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .x . . . . . . x . . .x . . . x . . .* . . . xx . . .x xx . . .x* . . x x . . .x* . . xx . . x*x . . xx . . xx . . xx . . *.* . . x. . . x *x . . x* . . *x . . x.x . . x x . . x . . . x . . . x . . . . . .x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . -3.5.......................................................................... -3.5 3.5
Lanjutan lampiran 3.
Berdasarkan output LISREL diatas (Normal Probability) menunjukkan bahwa model yang telah dibuat telah fit karena menurut Ghozali dan Fuad (2005), model dapat dikatakan fit terbaik apabila garis residual sejajar dengan garis diagonal, artinya variabel atau indikator yang dimasukkan telah relevan untuk membuat model pengaruh pelaksanaan GCG terhadap kualitas pelayanan pemberian kredit. Berdasarkan output normal probability ini, model secara keseluruhan telah menunjukkan terpenuhinya asumsi normalitas.