ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN 1980-2009
OLEH AISYAH FITRI YUNIASIH H14114002
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
AISYAH FITRI YUNIASIH. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI). Era globalisasi telah mendorong semua negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, tak terkecuali negara ASEAN. Negara ASEAN harus memahami bahwa situasi ekonomi dunia akan terus menantang sehingga harus mempersiapkan strategi khusus untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang bisa berlanjut untuk tahun-tahun mendatang. Defisit arus modal keluar neto yang terjadi dapat diartikan bahwa terjadi kelangkaan modal pembangunan. Salah satu strategi negara ASEAN untuk menghadapi situasi perekonomian dunia yang tidak pasti dan semakin menantang adalah dengan menerapkan liberalisasi ekonomi melalui Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) dalam rangka mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Melihat dampak positif dan dampak negatif dari FDI terhadap pertumbuhan ekonomi, dapat kita simpulkan bahwa pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara. Oleh karena itu, permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh FDI tehadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Hal ini tentunya tergantung pada kondisi perekonomian, teknologi, dan institusional dari negara ASEAN tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel dari sepuluh negara ASEAN selama kurun waktu 1980-2009 yang meliputi data pertumbuhan ekonomi, FDI Inflow, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto dan dummy krisis. Sumber data yang digunakan berasal dari United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan World Bank. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda data panel dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR. Hasil analisis menyatakan bahwa FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Faktor-faktor lain yang juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN antara lain PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi. Pemerintah masing-masing negara ASEAN perlu meningkatkan FDI Inflow, PMTB, kualitas angkatan kerja, dan pertumbuhan ekspor agar lebih tinggi dari pertumbuhan impor dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Pemerintah masing-masing negara ASEAN juga perlu diperhatikan dampak ketergantungan yang dapat muncul dari meningkatnya aliran FDI ke suatu negara. Untuk menghindari dampak negatif dari FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pemerintah masing-masing negara ASEAN dapat mencanangkan undang-undang yang mengatur mengenai besarnya persentase maksimum kepemilikan saham oleh investor asing, besarnya persentase maksimum bahan baku produksi yang boleh diimpor, besarnya persentase maksimum penggunaan tenaga kerja domestik.
ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN 1980-2009
Oleh AISYAH FITRI YUNIASIH H14114002
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN 1980-2009 Nama
: Aisyah Fitri Yuniasih
NRP
: H14114002
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19771213 200501 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2011
Aisyah Fitri Yuniasih H14114002
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Aisyah Fitri Yuniasih lahir di Jakarta pada tanggal 1 Juni 1985. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Suharto Martono dan Sukarmini. Penulis menikah dengan Kemas Muhammad Irsan Riza dan dikaruniai seorang putri yang bernama Quinsha Masyitha Riza. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Harapan Jaya VI Bekasi pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bekasi dan lulus tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis diterima di SMUN 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan tinggi penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus Badan Pusat Statistik (BPS) dengan IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan pascasarjana penulis menjalani program alih jenis di Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penulis diangkat sebagai CPNS pada BPS terhitung mulai tanggal 1 Januari 2007 dan ditempatkan sebagai staf di seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung hingga saat ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 1980-2009” tepat pada waktunya. Meskipun demikian, penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dikarenakan berbagai keterbatasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan moral, spiritual, dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1.
Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan baik secara teknis maupun teoritis selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Tanti Novianti, M.Si dan Ranti Wiliasih, M.Si selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dan kritik yang berharga untuk penyempurnaan skripsi ini.
3.
Seluruh dosen, staf pengajar, dan karyawan/wati di Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB.
4.
Rekan-rekan BPS Kota Bandar Lampung dan BPS Provinsi Lampung yang telah memberi izin dan mendukung penulis untuk menimba ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB.
5.
Suami terhebat, belahan jiwaku Kemas Muhammad Irsan Riza, S. ST, serta putri tercinta penyejuk hati, Quinsha Masyitha Riza, atas kasih sayang, pengertian, doa, dan dukungannya selama ini.
6.
Orangtua, mertua, adik dan kakak penulis atas doa dan dukungan yang tak pernah putus untuk penulis.
7.
Rekan-rekan kelas BPS-IE FEM IPB Batch 4 khususnya Siswi, Nila, Sulthoni, Dedy, Hery, Dwi, Saidah, Yuni, dan Siswiny atas kebersamaan dan kerjasama selama mengikuti program alih jenis di Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.
8.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, November 2011
Aisyah Fitri Yuniasih H14114002
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ....................... 9 2.1. Tinjauan Teori-teori ........................................................................... 9 2.1.1.
Teori Pertumbuhan Ekonomi................................................ 9
2.1.2.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik ............................... 9
2.1.3.
Penanaman Modal Asing (PMA) ........................................ 11
2.1.4.
Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) ................................................................ 12
2.1.5.
Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi .................. 15
2.1.6.
Variabel-variabel lain yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................ 17 2.1.6.1. Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ........... 17 2.1.6.2. Angkatan Kerja .................................................... 18 2.1.6.3. Ekspor Neto ......................................................... 19 2.1.6.4. Krisis Ekonomi..................................................... 20 2.1.6.4.1. Krisis Moneter Asia 1997-1998 .......... 20
2.1.6.4.2. Krisis Minyak Dunia 2005 ................. 20 2.1.6.4.3. Krisis Keuangan Global 2008-2009 .... 21 2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu ....................................................... 21 2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 24
ix
2.4. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 26 III.
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 27 3.1. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 27 3.2. Metode Pengolahan Data ................................................................. 28 3.3. Metode Analisis Data....................................................................... 28 3.4. Metode Evaluasi Model ................................................................... 37 3.5. Spesifikasi model ............................................................................. 44 3.6. Definisi Operasional Variabel .......................................................... 45
IV.
GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN ............................................... 48 4.1. Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN .............. 48 4.2. Gambaran Umum FDI Negara ASEAN ........................................... 50 4.3. Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara ASEAN ............................................................................... 61 4.4. Gambaran Umum Angkatan Kerja Negara ASEAN ......................... 62 4.5. Gambaran Umum Ekspor Neto Negara ASEAN .............................. 64
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 68 5.1. Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik ................................ 68 5.2. Tahapan Evaluasi Model.................................................................. 70 5.2.1.
Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik ...................................................................... 70 5.2.1.1. Uji Multikolinearitas ............................................ 70 5.2.1.2. Uji Heteroskedatisitas ........................................... 71 5.2.1.3. Uji Autokolerasi ................................................... 71
5.2.2.
Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik ...... 73
5.2.3.
Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi .... 74 5.2.3.1. Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN .................................................... 74 5.2.3.2. Pengaruh PMTB terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN .................................................... 75 5.2.3.3. Pengaruh Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN ..................................... 76 5.2.3.4. Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN ..................................... 77
x
5.2.3.5. Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN ..................................... 77 VI
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 79 6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 79 6.2. Saran ............................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Jumlah FDI Net Inflow Total Negara ASEAN dan Dunia Tahun 19952010 (US $) ................................................................................................ 5 2.1. Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu yang Membahas Mengenai Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi ......................................... 22 3.1. Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data .................................... 27 4.1. Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) .......................................................... 49 4.2. Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) .......................................................... 54 4.3. Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masingmasing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) .................................. 55 4.4. Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009 ..................................................................... 57 4.5. Nilai IPM Masing-masing Negara ASEAN Tahun 2009 ........................... 64 5.1. Nilai Statistik Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN................... 73 5.2. Hasil Estimasi Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN ................. 74
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 19952010 (Persen) .............................................................................................. 2 1.2. Selisih Persentase Investasi terhadap GDP dengan Persentase Tabungan Nasional terhadap GDP (Persen) ................................................................. 3 2.1. Hubungan antara Modal dan Output .......................................................... 10 2.2. Kerangka Pemikiran Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi ........ 25 4.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi ke Negara ASEAN Tahun 19802009 (Persen) ............................................................................................ 48 4.2. Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) ......................................................................................................... 52 4.3. Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) .................................................................... 53 4.4. Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Negara Asal FDI Tahun 2009 (Persen) ................................................................................. 58 4.5. Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun 20002009 (Persen) ............................................................................................ 59 4.6. Perkembangan Rata-rata Persentase PMTB terhadap GDP Masingmasing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) .................................. 61 4.7. Perkembangan Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Ribu Jiwa) ..................................................... 63 4.8. Perkembangan Rata-rata Nilai Ekspor Neto Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) ...................................................... 65 4.9. Nilai Ekspor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Tujuan (Persen) .................................................................................................... 66 4.10. Nilai Impor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Asal (Persen) .................................................................................................... 67 5.1. Selang Pengambilan Keputusan Durbin Watson ........................................ 72
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1
Halaman
Hasil Output EViews 6.0 untuk Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Independen ............................................................................................... 85
2
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Pooled Least Square Model ...... 86
3
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model ................... 87
4
Hasil Output EViews 6.0 Chow Test .......................................................... 87
5
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Random Effect Model ............... 88
6
Hasil Output EViews 6.0 Hausman Test .................................................... 88
7
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section weight ................................................................... 89
8
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR....................................................................... 90
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi nasional, selain tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan secara umum difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
berkaitan erat dengan
peningkatan pendapatan nasional baik secara keseluruhan maupun per kapita sehingga masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan diharapkan dapat terpecahkan melalui trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006). Era globalisasi telah mendorong semua negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, tak terkecuali negara-negara di kawasan regional Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN). Pertumbuhan ekonomi yang positif atau progresif akan menjadi pertimbangan penting tersendiri dan juga memberikan keuntungan bagi negara ASEAN dalam persaingan di kancah internasional. Pasca krisis ekonomi, baik krisis moneter Asia tahun 1997-1998, krisis minyak dunia tahun 2005, dan krisis keuangan global yang disebabkan oleh krisis mortgage di Amerika Serikat tahun 2008-2009, negara ASEAN tetap dituntut untuk dapat mempertahankan dan atau meningkatkan performa pertumbuhan
2
ekonominya agar terhindar dari multiplier effect dari krisis-krisis ekonomi tersebut. Negara ASEAN memahami bahwa situasi ekonomi dunia akan terus menantang dan menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang bisa berlanjut untuk tahun-tahun mendatang. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi seluruh negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan signifikan pasca krisis ekonomi, baik krisis moneter Asia tahun 1997-1998, krisis minyak dunia tahun 2005, dan krisis keuangan global tahun 2008-2009, seperti terlihat pada Gambar 1.1. 20
Pertumbuhan Ekonomi (%)
15 10 5 0 1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
2009
-5 -10 -15 Brunei Darussalam Laos Filipina Vietnam
Tahun Kamboja Malaysia Singapura
Indonesia Myanmar Thailand
Sumber: UNCTAD (1995-2010), Data Diolah. Gambar 1.1
Perkembangan Pertumbuhan Tahun 1995-2010 (Persen)
Ekonomi
Negara
ASEAN
Lalu lintas perekonomian internasional memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN yang menganut sistem perekonomian terbuka. Oleh karena itu, negara ASEAN dituntut untuk merealisasikan
3
keterbukaan ekonomi yang salah satunya adalah keterbukaan di sektor keuangan. Keterbukaan ekonomi di sektor keuangan mengindikasikan semakin hilangnya hambatan dan semakin lancarnya mobilitas modal antar negara yang menjadi sumber pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara sehingga diperlukan sejumlah investasi yang dibiayai oleh tabungan nasional.
Selisih Rata-rata % Investasi terhadap GDP dengan Rata-rata % Tabungan Nasional terhadap GDP (%)
2 0
1980
1984
1988
1992
1996
2000
2004
2008
-2 -4 -6 -8
-10 -12 -14
Tahun
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 1.2
Selisih Persentase Investasi terhadap GDP dengan Persentase Tabungan Nasional terhadap GDP (Persen)
Negara ASEAN tidak mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pembangunan ekonomi karena terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan nasional serta rendahnya produktivitas dan tingginya konsumsi, sehingga diperlukan sumber dana lain yaitu Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI). Gambar 1.2 menunjukkan bahwa selama periode 1980-2009 kondisi dimana rata-rata tabungan nasional negara ASEAN lebih besar dari rata-rata investasinya hanya terjadi pada tahun 1993, 1995, dan 1996 dimana selisihnya hanya sekitar satu persen.
4
Keterbukaan ekonomi di sektor keuangan yang salah satunya melalui FDI dapat mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. FDI memberikan eksternalitas positif melalui peningkatan transfer teknologi, kemampuan teknis, kemampuan manajerial, dan kemampuan intelektual tenaga ahli bagi negara penerima modal. FDI diarahkan untuk menggantikan peranan utang luar negeri karena dinilai lebih stabil dan kurang sensitif terhadap suku bunga internasional dan nilai tukar mata uang. Dampak tidak langsung dari FDI antara lain dapat meningkatkan produktivitas, kinerja, efisiensi, dan daya saing dari perusahaan domestik dalam sektor yang sama, bahkan sering kali juga dapat meningkatkan nilai ekspor. Lebih jauh lagi, FDI dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat di suatu negara, sehingga berpotensi mengurangi tingkat kemiskinan di negara tersebut (Soekro, 2008). Jumlah aliran dana FDI yang masuk ke negara ASEAN tahun 1999 jika dibandingkan dengan saat krisis moneter Asia tahun 1997-1998, secara nominal mengalami peningkatan sebesar 29,06 persen namun secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia mengalami penurunan sebesar 0,73 persen. Untuk kasus krisis minyak dunia tahun 2005, jumlah aliran dana FDI yang masuk ke negara ASEAN tahun 2006 secara nominal mengalami peningkatan sebesar 39,17 persen begitu pula secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia mengalami peningkatan sebesar 0,20 persen. Bahkan, jumlah aliran dana FDI yang masuk ke negara ASEAN tahun 2010 pasca krisis keuangan global 2008-2009 meningkat cukup tajam sebesar 108,61 persen secara nominal dan 3,07
5
persen secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Jumlah FDI Net Inflow Total Negara ASEAN dan Dunia Tahun 1995-2010 (US $) Tahun (1)
Jumlah FDI Net Inflow ASEAN
DUNIA
(2)
(3)
1995
28.224.868.916,17
341.280.531.032,52
1996
30.572.936.676,97
391.789.216.029,64
1997
34.357.908.691,62
485.251.556.303,45
1998
22.309.843.011,16
724.673.476.373,33
1999
28.792.553.767,54
1.224.342.509.701,29
2000
23.655.793.496,42
1.623.243.305.783,75
2001
20.174.888.581,58
888.861.531.664,14
2002
17.312.202.958,37
746.334.698.235,28
2003
24.840.417.288,47
650.655.744.030,21
2004
36.436.657.053,08
783.530.509.181,31
2005
40.735.667.556,75
1.211.357.564.324,90
2006
56.692.058.760,72
1.594.554.016.227,71
2007
75.731.498.831,00
2.352.054.660.128,76
2008
46.906.977.888,27
1.905.578.076.952,90
2009
37.930.806.633,84
1.345.874.105.284,38
2010
79.128.651.936,21
1.343.624.607.409,78
Sumber: UNCTAD (1995-2010), Data Diolah. Almasaied (2004) menyatakan bahwa peningkatan jumlah aliran dana FDI di negara ASEAN diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang mengingat besarnya potensi ekonomi yang baik untuk investasi di negara kawasan Asia Tenggara ini. Investor asing tertarik untuk menanamkan modal di negara
6
ASEAN karena reputasi negara ASEAN yang fundamental secara makroekonomi. Perekonomian negara ASEAN dinamis karena memiliki sedikit defisit fiskal, nilai tukar mata uang yang stabil, tingkat tabungan domestik yang tinggi, dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi. Kondisi pasar, kebijakan kebebasan perdagangan internasional, termasuk kebijakan liberalisasi FDI merupakan daya tarik lain bagi investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di negara ASEAN. Peningkatan aliran dana FDI ke negara ASEAN diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN.
1.2
Perumusan Masalah Hady (2001) menyatakan bahwa FDI memberikan dampak positif dan
negatif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak positif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal serta sebagai sarana transfer teknologi dan pengetahuan di bidang manajemen dan pemasaran. FDI tidak akan memberatkan neraca pembayaran karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan FDI yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. FDI diupayakan untuk meningkatkan pembangunan regional dan sektoral dengan meningkatkan persaingan dalam negeri dan kewirausahaan yang sehat, serta meningkatkan lapangan kerja. Pengaruh negatif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain mendorong munculnya dominasi industrial, meningkatkan ketergantungan teknologi, memengaruhi perubahan budaya. Dominansi FDI dapat menimbulkan
7
gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal. Uraian diatas menyatakan bahwa pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara. Contoh kasus dimana FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi terjadi di Srilanka (Balamurali dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011). FDI bisa juga memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor primer seperti di Negara OEDC (Alfaro, 2003). Bahkan, FDI bisa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi seperti di Pakistan (Falki, 2009). Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh FDI tehadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Hal ini tergantung pada kondisi perekonomian, teknologi, dan institusional dari negara tempat penanaman modal FDI tersebut.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN.
8
1.4
Manfaat Penelitian Secara umum manfaat dari penelitian mengenai analisis pengaruh FDI
terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN antara lain: 1.
Bagi pemerintah negara ASEAN selaku pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pengambilan kebijakan ekonomi dalam menyusun rencana-rencana atau strategi pembangunan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui FDI.
2.
Bagi akademisi dan peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
dan sumber referensi untuk penelitian lebih mendalam
mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi. 3.
Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir pembaca serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi.
4.
Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana penerapan dan peningkatan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan di bidang ekonomi yang selama ini dimiliki penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Tinjauan Teori-teori
2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu negara didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada (Jhingan, 2004). Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen utama yang mempunyai arti penting bagi masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1.
Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan kerja.
2.
Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya
akan
menyebabkan
pertumbuhan angkatan kerja. 3.
Kemajuan teknologi yang akan meningkatkan produktivitas.
2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik menyatakan bahwa liberalisasi atau kebebasan pasar-pasar nasional dan internasional akan merangsang investasi, baik investasi domestik maupun investasi asing. Hal ini dapat memacu tingkat
10
akumulasi modal negara tersebut. Di sisi lain, penambahan tingkat tabungan domestik akan meningkat rasio modal-tenaga kerja dan pendapatan per kapita masyarakat. Model pertumbuhan ekonomi Neoklasik Solow (Solow Neoclassical Growth Model) yang menunjukkan bahwa output selalu berada pada tingkat full employment, diformulasikan dalam fungsi produksi agregat standar Cobb Douglas sebagai berikut: Y = K (AL)1- …………………………………………………………(β.1) dimana Y adalah Produk Domestik Bruto (PDB), K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, serta A adalah produktivitas tenaga kerja yang pertumbuhannya di tentukan secara eksogen.
melambangkan elastisitas
output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dari satu persen penambahan modal fisik dan modal manusia. Output, Y
Modal, K Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 2.1
Hubungan antara Modal dan Output
11
Teori pertumbuhan Neoklasik Tradisional menyatakan bahwa pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro dan Smith, 2006).
2.1.3 Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah atau warga negara asing di dalam negeri negara pengimpor modal. PMA dapat dimasukan dalam bentuk modal swasta atau modal negara (Jhingan, 2004). Anoraga (1994) menyatakan bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu: 1.
Investasi Portofolio Investasi Portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat
berharga seperti saham dan obligasi. Dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu membuka lapangan kerja baru. Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk memperluas usahanya atau membuka usaha baru, hal ini berarti pula membuka lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar hutang bank dimana dalam proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen.
12
2.
Investasi Langsung Investasi langsung atau disebut juga dengan penanaman modal asing
langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
2.1.4 Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) Krugman & Obstfeld (1999) menyatakan bahwa Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) adalah suatu arus pemberian pinjaman atau pembelian kepemilikan perusahaan luar negeri yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh penduduk dari negara yang melakukan investasi (investing country). FDI merupakan salah satu faktor utama pendorong perekonomian negara. FDI, selain sifatnya yang permanen dalam jangka panjang, juga memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru. FDI adalah investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. FDI ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan dimana dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan operasi dibidang
manufaktur,
industri
pengolahan, ekstraksi pengolahan, ekstraksi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya (Hady, 2001).
13
Perusahaan dari negara penanam modal secara langsung melakukan pengawasan atas aset FDI yang ditanam di negara pengimpor modal. FDI dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2004). Secara konseptual, pilihan investor asing untuk menanamkan investasinya dalam bentuk FDI, dibanding bentuk modal lainnya di suatu negara, dipengaruhi oleh kondisi dari negara penerima FDI (pull factors) maupun kondisi dan strategi dari penanam modal asing (push factors). Pull factors dari masuknya FDI antara lain terdiri dari kondisi pasar, ketersediaan sumber daya, daya saing, kebijakan yang terkait dengan perdagangan dan industri serta kebijakan liberalisasi FDI (di dalam bentuk insentif investasi), sedangkan yang termasuk push factors antara lain strategi investasi maupun strategi produksi dari penanam modal, serta persepsi resiko terhadap negara penerima (Kurniati, et al, 2007). Hady (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, keterampilan dan teknologi dari negara pembawa modal dengan negara penerima modal antara lain meliputi: 1.
Adanya iklim penanaman modal di negara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang
14
ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal. 2.
Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal.
3.
Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan.
4.
Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal.
5.
Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi Motif utama dari FDI menurut Winantyo (2008) antara lain:
1.
Resource Seeking FDI dengan motif Resource Seeking dilakukan untuk memperoleh faktor produksi yang lebih efisien baik dalam bentuk sumberdaya alam maupun tenaga kerja.
2.
Market Seeking FDI dengan motif Market Seeking dilakukan dalam rangka membuka pasar baru atau menjaga pasar yang sudah ada. Investasi jenis ini dipandang sebagai defensive strategy karena lebih didorong oleh ketakutan kehilangan pasar daripada upaya mencari pasar baru.
3.
Efficiency Seeking FDI dengan motif Efficiency Seeking dilakukan karena dorongan untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan skala ekonomis.
15
4.
Strategic Asset Seeking FDI dengan motif Strategic Asset Seeking merupakan investasi taktis untuk mencegah penguasaan atas sumber daya oleh perusahaan pesaing. Kurniati, et al, (2007) menyatakan bahwa beberapa jenis FDI adalah sebagai
berikut: 1.
FDI Vertikal FDI yang dilakukan secara vertikal menyangkut desentralisasi secara geografis dari aliran produksi perusahaan. Perusahaan akan melakukan kegiatan produksi di negara-negara yang memiliki biaya tenaga kerja yang rendah, kemudian hasil produksi di negara tersebut akan disalurkan kembali ke negara induk. Suatu produk yang proses produksinya capital-intensive akan memindahkan proses produksinya ke negara-negara yang kaya akan modal.
2.
FDI Horizontal FDI yang dilakukan secara horizontal akan memproduksi barang yang sama di beberapa negara. FDI jenis ini memiliki motivasi untuk mencari pasar yang baru. Keuntungan dari FDI dengan jenis ini adalah efisiensi di dalam biaya transportasi, karena tempat produksi yang ada menjadi lebih dekat dengan konsumen.
2.1.5 Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara yang menganut sistem perekonomian terbuka pada umumnya memerlukan investasi asing. Di negara maju investasi asing tetap diperlukan
16
untuk memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar, dan penciptaan kesempatan kerja. Di negara berkembang yang sangat memerlukan modal untuk pembangunannya, terutama jika modal dalam negeri tidak mencukupi, FDI dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara dimana modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara penerima modal berusaha memberikan insentif untuk mendorong masuknya modal asing dalam bentuk FDI berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasinya. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus
meningkatkan
kegiatan
ekonomi
dan
kesempatan
kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Hady (2001) menyatakan bahwa FDI memberikan dampak positif dan negatif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak positif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal serta sebagai sarana transfer teknologi dan pengetahuan di bidang manajemen dan pemasaran. FDI tidak akan memberatkan neraca pembayaran karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan FDI yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. FDI diupayakan untuk meningkatkan pembangunan regional dan sektoral, meningkatkan persaingan dalam negeri dan kewirausahaan yang sehat, serta meningkatkan lapangan kerja.
17
Pengaruh negatif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain mendorong munculnya dominasi industrial, meningkatkan ketergantungan teknologi, memengaruhi perubahan budaya. Dominansi FDI dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal.
2.1.6 Variabel-variabel lain yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 2.1.6.1 Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. PMTB dapat dibedakan atas pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi, pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alatalat perlengkapan, pembentukan modal dalam bentuk alat angkutan, dan pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Teori Harrod-Domar memperhatikan kedua fungsi dari pembentukan modal dalam kegiatan ekonomi. Dalam teori Harrod-Domar pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk
18
menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Apabila pada suatu masa tertentu dilakukan sejumlah pembentukan modal,
maka pada
masa
berikutnya
perekonomian tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk menghasilkan barang-barang (Arsyad, 1999).
2.1.6.2 Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah bekerja, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1.
Mereka
yang
bekerja
penuh
adalah
angkatan
kerja
yang
aktif
menyumbangkan tenaganya dalam kegiatan produksi. 2.
Pengangguran terbuka atau open unemployment adalah mereka yang sama sekali tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap bekerja).
3.
Setengah menganggur atau under unemployment adalah mereka yang bekerja
tidak
sesuai
dengan
pendidikan/keahliannya
atau
tidak
menggunakan sepenuh tenaganya karena kekurangan lapangan perkerjaan. Contoh: Seorang sarjana bekerja tidak sesuai dengan pendidikannya. 4.
Pengangguran tersembunyi/tersamar atau disebut disguise employment, artinya suatu pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang berlebihan sehingga mereka tidak bekerja maksimal.
19
Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
2.1.6.3 Ekspor Neto Nilai ekspor dihitung berdasarkan nilai FOB (Freight on Board) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkutan barang ke wilayah pabean, biaya muat barang ke kapal, pajak ekspor, asuransi, royalti, lisensi, dan biaya lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang ekspor. Impor dihitung berdasarkan nilai CIF (Cost Insurance and Freight) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti, lisensi, dan biaya lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. Nilai ekspor neto merupakan pengurangan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Salvatore (1996) menyatakan bahwa perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). Aktifitas perdagangan internasional akan mendorong percepatan pembangunan ekonomi di negara tersebut namun teori dependensi
20
menyatakan bahwa ketergantungan terhadap luar negeri memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (Arsyad, 1999).
2.1.6.4 Krisis Ekonomi 2.1.6.4.1
Krisis Moneter Asia 1997-1998
Krisis moneter Asia diawali dari krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian merembet ke negara ASEAN lainnya. Dampak krisis moneter Asia, selain terjadi runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran. Pihak-pihak yang paling terkena dampak krisis moneter Asia tersebut antara lain perusahaan besar yang bermain valas, saham, obligasi, dan offshore loans di pasar global, perbankan, pasar modal, properti, sektor publik yang banyak memiliki utang luar negeri, serta importir atau pelaku bisnis yang kandungan impor bahan baku usahanya tinggi (Kuncoro, 2010).
2.1.6.4.2
Krisis Minyak Dunia 2005
Krisis minyak dunia 2005 disebabkan oleh pasokan minyak dunia terganggu karena badai Katrina yang juga menyebabkan beberapa kilang produksi di Amerika rusak dan disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak Nigeria. Gelombang krisis energi yang disebabkan oleh minyak, menyatakan bahwa minyak merupakan komoditas yang sangat rentan terhadap terjadinya krisis
21
ekonomi global. Diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan energi terhadap supply minyak bumi menjadi tren baru di banyak negara di samping efisiensi energi (penghematan energi) yang dilakukan secara terstruktur. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara besar-besaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan melemahnya nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai negara ASEAN 1.
2.1.6.4.3
Krisis Keuangan Global 2008-2009
Krisis keuangan global diawali kredit macet perumahan beresiko tinggi (subprime mortage) pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global 2008-2009 menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk negara ASEAN
dalam
multinasional
bentuk
Amerika
bangkrutnya Serikat,
bank/institusi
meningkatnya
keuangan/korporasi
inflasi,
meningkatnya
pengangguran, runtuhnya indeks bursa saham karena nilai tukar mata uang anjlok, sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010).
2.2
Penelitian-Penelitian Terdahulu Pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara atau
kawasan, bisa positif, negatif, bahkan bisa juga tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau kawasan. Hal ini tergantung pada kondisi perekonomian, teknologikal, dan institusional dari negara tuan rumah FDI. 1
Yuliarto, B. β008. „Gagalnya Kebijakan Energi”. Harian Pikiran Rakyat 14 Mei 2008.
22
Tabel 2.1 Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu yang Membahas Mengenai Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi No (1) 1
Peneliti (2) Balamurali dan Bogahawatte, 2004
Judul (3)
2
Xiaohong, 2009
3
Adegbite dan The Role of Ayadi, 2010 FDI in Economic Development: A Study of Nigeria
4
Tiwari dan Economic Mustascu, Growth and 2011 FDI in Asia: A Panel Data Approach
FDI and Economic Growth in Srilanka
An Empirical Analysis on the impact of FDI on China’s Economic Growth
Data/Metode (4) Data time series periode 1977-2003 di Sri Lanka, dengan metode Johansen’s Full Information Maximum Likelihood Methoddan VAR LnYt = 0 + 1 LnFDIt + 2 LDINt + 3 LNOPENt + t Data time series periode 1985-2008 di China, dengan metode Ordinary Least Square GDP = 0FDI + 1CO + 2S + 3FI Data time series periode 1992-2007 di Nigeria, dengan metode Ordinary Least Square GDPGR = 1+ LPGROW + 2 3GRCS + 4TRADO + 5FDIGR + 6TFPG + Data panel periode 1986-2008 dari 23 negara sedang berkembang di Asia, dengan metode Random Effect model Yit = ß0+ ß1(Kit) + ß2(Lit) + ß3(FDIit) + ß4(Xit) + it
Hasil Penelitian (5) FDI merupakan determinan utama pertumbuhan ekonomi Srilanka selama tahun1977 – 2003
FDI memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan produktivitas tenga kerja dan tingkat pertumbuhan FDI secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi
FDI, Ekspor, dan tenaga kerja memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
23
No (1) 5
Peneliti (2) Ramadhan, 2010
Judul (3) Effect Foreign Debt, Foreign Investment, and Inflation on Economic Growth of Indonesia
6
Adhikary, 2011
FDI, Trade Openness, Capital Formation, and Economic Growth in Bangladesh: A Linkage Analysis
7
Alfaro, 2003
FDI and Growth: Does the Sector Matter?
8
Falki, 2009
Impact of FDI on Economic Growth in Pakistan
Penelitian-penelitian
terdahulu
Data/Metode (4) Data time series periode Triwulan I 1995-triwulan IV 2009 di Indonesia, dengan metode Ordinary Least Square LnPE = ß0+ß1 LnULN +ß2LnPMA + ß3LnInflasi Data time series periode 1986-2008 di Bangladesh, dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) ln Yt = + lnFDIGt + lnGFCFt + lnTGDPt + t Data panel periode 1981-1999 dari 47 Negara OECD, dengan metode Ordinary Least Square GROWTHi = ß0+ß1 INITIAL GDPi +ß2CONTROLSi + ß3FDIi + Vi Data time series periode 1980-2006 di Pakistan, dengan metode Ordinary Least Square LnYt = b0 + b1LnK + b2LnL + b3LnFDI + b4δnTrd + t
mengenai
pengaruh
Hasil Penelitian (5) FDI memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
FDI memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
FDI berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor primer, berpengaruh positif terhadap sektor sekunder, dan berpengaruh ambigu terhadap sektor tersier FDI tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
FDI
terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan berbagai hasil disajikan dalam Tabel 2.1.
24
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN selama kurun waktu 1980-2009. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini persentase FDI Inflow terhadap GDP, persentase PMTB terhadap GDP, jumlah angkatan kerja, persentase nilai ekspor terhadap GDP ditambah persentase nilai impor terhadap GDP, dan variabel dummy krisis ekonomi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda data panel.
2.3
Kerangka Pemikiran FDI dilatarbelakangi oleh fenomena pertumbuhan ekonomi negara ASEAN
yang fluktuatif dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia dan terjadinya defisit arus modal keluar neto. FDI masuk ke suatu negara bersama aliran modal yang dapat mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan di negara tersebut. FDI ,melalui perusahaan multinasional, meningkatkan transfer teknologi, kemampuan teknis, kemampuan manajerial, dan kemampuan intelektual tenaga ahli ke negara dimana perusahaan itu beroperasi. Hal ini memacu peningkatan kinerja dan efisiensi proses produksi sehingga meningkatkan produktivitas perusahaan. Pembukaan pabrik-pabrik baru meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Perusahaan multinasional cenderung mengimpor bahan baku produksi perusahaan dari negara asalnya. Padahal, akan jauh lebih menguntungkan bagi negara tuan rumah apabila supply bahan baku produksi dipenuhi dari domestik.
25
Perusahaan multinasional biasanya bersifat monopolistik atau oligopolistik. Hal ini memacu peningkatan daya saing dari perusahaan domestik dalam sektor yang sama. Akan tetapi, karena kinerja dan produktivitas perusahaan multinasional sangat tinggi, perusahaan domestik akan mengalami kesulitan untuk bertahan di tengah persaingan. Dengan memperhatikan dampak positif dan negatif dari FDI, ditambah pengaruh beberapa variabel lain seperti Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB), angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi ingin diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pada periode penelitian. Apabila di negara ASEAN FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi maka disarankan beberapa rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan FDI Inflow ke negara ASEAN agar dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN tersebut. - Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN yang fluktuatif dipengaruhi gejolak perekonomian dunia - Defisit Arus Modal Keluar Neto di Negara ASEAN
Variabel Lain: PMTB; Angkatan Kerja; Ekspor Neto; Dummy Krisis
Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN
FDI
Aliran Modal Transfer Teknologi Transfer Kemampuan Teknis, Manajerial, dan Intelektual Tenaga Ahli
Dampak Positif
Gambar 2.2
Dampak Negatif
Kerangka Pemikiran Pengaruh FDI Ekonomi
Rekomendasi Kebijakan
terhadap Pertumbuhan
26
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu di Srilanka (Balamurali
dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011) yang menyatakan bahwa FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pada periode penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1980-2009. Data panel digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan data cross section dan time series dengan menghasilkan estimasi yang lebih efisien melalui peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi meningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom). Jenis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama. Sumber data yang digunakan berasal dari United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan World Bank. Tabel 3.1 Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data Variabel Data Yang Digunakan (1) (2) GROWTH Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen) FDI Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) GFCF Persentase Nilai Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTDB) terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) NX Persentase Nilai Ekspor Neto terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) LF Jumlah Labour Force atau Angkatan Kerja Tahunan (data dalam Ribu Jiwa) DKRISIS Variabel Dummy Krisis
Sumber Data (3) UNCTAD, World Bank UNCTAD UNCTAD
UNCTAD UNCTAD
28
3.2
Metode Pengolahan Data Pengolahan atas data sekunder untuk variabel GROWTH, FDI, GFCF, LF,
NX, dan DKRISIS untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN menggunakan beberapa paket program statistik seperti Microsoft Office Excel 2010, dan EViews 6.0. Kegiatan pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2010 meliputi pembuatan tabel dan grafik untuk analisis deskriptif. Pengujian signifikansi analisis regresi linier berganda data panel menggunakan EViews 6.0 sebagai program pengolahan datanya.
3.3
Metode Analisis Data Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan dianalisis dalam penelitian
ini adalah pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deskriptif dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi perekonomian di negara ASEAN meliputi perkembangan pertumbuhan ekonomi, FDI, dan beberapa variabel lain seperti PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi di negara ASEAN. Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi linier berganda data panel. Baltagi (2005) menyatakan bahwa keunggulan penggunaan metode analisis data panel antara lain sebagai berikut: 1.
Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual dalam suatu periode waktu.
29
2.
Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien.
3.
Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change).
4.
Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau time series saja.
5.
Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni.
6.
Analisis data panel pada
level mikro
dapat
meminimisasi atau
menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro. 7.
Analisis data panel pada level makro memiliki time series yang lebih panjang tidak seperti masalah jenis distribusi yang tidak standar dari unit root tests dalam analisis data time series. Estimasi pada data panel bergantung kepada asumsi yang diberikan pada
intercept, koefisien slope, dan error term. Kemungkinan dari asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Diasumsikan bahwa intercept dan koefisien slope konstan antar waktu dan cross section serta error term melingkupi perbedaan baik dalam waktu maupun cross section. Pendekatan yang paling sederhana adalah asumsi ini karena dengan diberikan asumsi bahwa intercept dan koefisien slope
30
konstan antar waktu dan cross section serta error term maka dimensi ruang dan waktu diabaikan dan bentuk estimasinya seperti metode Ordinary Least Square (OLS). 2.
Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap cross section.
3.
Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap cross section antar waktu.
4.
Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap cross section.
5.
Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap cross section antar waktu. Metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain: 1.
Metode Pooled Least Square Model Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data
panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Pada dasarnya, Pooled Least Square Model merupakan metode yang meminimumkan jumlah error kuadrat sama seperti OLS, tetapi data yang digunakan bukan data time series saja atau cross section saja melainkan data panel yang diterapkan dalam bentuk pooled. Persamaan pada estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit =
+ xjit j+
it
untuk i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T……………….(3.1)
31
dimana: Yit
= nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana i = 1,…,N dan t = 1,…,T
Xjit
= nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana K variabel penjelas diberi indeks dengan j = 1,…,K. = intercept yang konstan antar waktu dan cross section
j
= koefisien slope atau parameter untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section
it
= komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t
N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya, dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section Yi1 = + xjit
j
+
i1
untuk i = 1, β, … N sebanyak T persamaan yang sama dan
sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter
dan
yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Kelemahan Pooled Least Square Model ini adalah dugaan parameter
akan bias karena tidak dapat
membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda. Setiap observasi
32
diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri dengan mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukkan kondisi yang sesungguhnya dan hasil analisis regresi berlaku untuk semua unit cross section dan pada semua waktu. 2.
Metode Fixed Effect Model Fixed Effect Model merupakan metode estimasi model regresi data panel
dengan asumsi koefisien slope kontan dan intercept berbeda antar unit cross section tetapi intercept konstan antar waktu (Fixed Effect). Fixed Effect Model mengatasi permasalahan asumsi Pooled Least Square Model yang sulit dipenuhi. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukan variabel dummy untuk menghasilkan nilai koefisien slope atau parameter yang berbedabeda antar unit cross section (Baltagi, 2005). Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan Fixed Effect Model atau Least Square Dummy Variable (LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit = i+
j
xjit +
Di+ eit …………………………………………(3.2)
dimana: Yit
= nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana i = 1,…,N dan t = 1,…,T
Xjit
= nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana K variabel penjelas diberi indeks dengan j = 1,…,K.
i
= intercept yang berubah-ubah antar unit cross section
33
j
= koefisien slope atau parameter untuk variabel ke-j yang berbeda antar unit cross section
eit
= komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t
N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya, dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi pengurangan degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputusan memasukan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan LSDV ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter
yang tidak bias dan
efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit. 3.
Metode Random Effect Model Random Effect Model merupakan metode estimasi model regresi data panel
dengan asumsi koefisien slope kontan dan intercept berbeda antar individu dan antar waktu (Random Effect). Keputusan untuk memasukan variabel dummy dalam Fixed Effect Model memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu Random Effect Model (Baltagi, 2005). Random Effect Model disebut juga model komponen error (error component model) karena di dalam model ini parameter yang berbeda antar unit cross section maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.
34
Persamaan pada estimasi menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit =
1
+ jxjit +
it dengan
it =
ui + vt + wit …………………………………..(3.3)
dimana ui ~ N ( 0, u2) = komponen cross section error vt ~ N ( 0, v2 ) = komponen time series error wit ~ N ( 0, w2 ) = komponen error kombinasi asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan Random Effect Model, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh Fixed Effect Model. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien dan model yang dihasilkan semakin baik. Dasar pemilihan antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model menurut Gujarati (2004) adalah sebagai berikut: 1.
Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data dari cross section) kecil, maka akan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai parameter yang diestimasi oleh Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan kemudahan penghitungan sehingga Fixed Effect Model lebih baik.
2.
Ketika N besar dan T kecil, estimasi yang diperoleh dari kedua metode akan memiliki perbedaan yang signifikan. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit
35
cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak maka Random Effect Model harus digunakan. Sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka kita harus menggunakan Fixed Effect Model. 3.
Jika komponen error individual berkorelasi dengan variabel independen X maka parameter yang diperoleh dengan Random Effect Model akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan Fixed Effect Model tidak bias.
4.
Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka Random Effect Model akan lebih efisien dari Fixed Effect Model. Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan
data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain: 1.
Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Pooled Least Square Model H1: Fixed Effect Model Dasar
penolakan
terhadap
hipotesis
nol
tersebut
adalah
dengan
menggunakan F Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: Chow =
~F
(N – 1, NT – N – K)………………………...(3.4)
Dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed)
36
N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel independen Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu F
(N – 1, NT – N – K).
Jika
nilai CHOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya. 2.
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Random Effects Model H1: Fixed Effects Model Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: H=(
REM
–
fEM
)‟ (MFEM –MREM)-1 (
REM
–
fEM
) ~
dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter
2
(k)……………(3.5) dan k adalah derajat
bebas yang merupakan jumlah variabel independen. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari
2
(k), maka cukup bukti untuk
melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.
37
3.
Untuk memilih antara Random Effect Model dan Pooled Least Square Model digunakan The Breusch-Pagan LM Test dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0: Pooled Least Square Model H1: Random Effect Model Nilai Breusch-Pagan LM statistik dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: ( w ˆ )2 NT i t it 1 ~ 2 LM 2 ˆ 2(T 1) w i t it 2
(3.6)
Dimana N adalah jumlah individu, T adalah jumlah periode waktu, dan Wit adalah residual Pooled Least Square Model. The Breusch-Pagan LM Test ini didasarkan pada distribusi Chi square dengan derajat bebas sebesar satu. Jika hasil Breusch-Pagan LM statistik lebih besar dari nilai
2
(1), maka Ho
ditolak yang berarti Random Effect Model lebih baik daripada Pooled Least Square Model.
3.4
Metode Evaluasi Model Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai
dilakukan, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Model estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus dievaluasi berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:
38
1.
Kriteria Ekonometrika Widarjono (2009) menyatakan bahwa model estimasi regresi linear yang
ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang antara lain sebagai berikut: a.
Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik.
b.
Estimator tidak bias artinya adalah nilai ekspektasi sesuai dengan nilai sebenarnya.
c.
Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien. Asumsi yang harus dipenuhi untuk memperoleh estimator yang memenuhi
kriteria BLUE antara lain sebagai berikut: a.
Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen harus bersifat linear dalam parameter.
b.
Variabel independen merupakan variabel yang bersifat nonstokastik,yaitu memiliki nilai tetap dan dapat dikendalikan untuk berbagai observasi atau sampel yang berulang-ulang. Apabila variabel independennya lebih dari satu maka diasumsikan tidak ada hubungan linear antara satu variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain.
c.
Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel error
i
adalah nol
atau dapat dinyatakan dengan E( i/Xi) = 0. d.
Varian dari variabel error ei adalah sama (homoskedastisitas) atau dapat dinyatakan dengan Var ( i/Xi) =
2
.
39
e.
Variabel error independen secara statistik dan tidak terdapat serial korelasi antar error dengan variabel independen atau dapat dinyatakan dengan Cov( i, j) = 0 dan Cov( i, Xt) = 0.
f.
Error berdistribusi normal atau dapat dinyatakan dengan ~N (0,
2
).
Nachrowi dan Usman (2005) menyatakan bahwa beberapa permasalahan yang bisa menyebabkan sebuah estimator tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut: a.
Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term
mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesi dalam pengujian normalitas adalah: H0: Residual berdistribusi Normal H1: Residual tidak berdistribusi Normal Dasar penolakan H0 diilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera dengan taraf nyata
sebesar 0,05 dimana jika lebih besar maka artinya H0 tidak ditolak
dan residual berdistribusi Normal. b.
Multikolinearitas Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antara variabel
independennya.
Winarno
(2007)
menyatakan bahwa
multikolinearitas dapat terlihat melalui:
indikasi terjadinya
40
1.
Nilai R-squared yang tinggi tetapi variabel independennya banyak yang tidak signifikan.
2.
Nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0,80, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
3.
Melakukan regresi auxiliary dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain biasanya dilakukan
dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel. c.
Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur
error adalah suatu angka konstan yang sama dengan
2.
Heteroskedastisitas terjadi
ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Winarno (2007) menyatakan bahwa heteroskedastisitas dapat menyebabkan: 1.
Estimator tidak lagi mempunyai varians yang minimum (tidak lagi Best), sehingga hanya memenuhi karakteristik LUE (Linear Unbiased Estimator)
2.
Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.
41
3.
Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-Statistic dan t-statistic tidak dapat dipercaya. Uji heteroskedastisitas dapat menggunakan metode GLS Weights Crosssection weight yang tersedia dalam program EViews 6.0 di mana jika terdapat masalah heteroskedastisitas, nilai Sum squared resid Weighted Statistic akan lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared resid Unweighted Statistic. Jika model mengalami masalah ini, dengan menggunakan metode GLS Weights Cross-section weight tersebut masalah sudah teratasi.
d.
Autokorelasi Winarno (2007) menyatakan bahwa autokorelasi adalah hubungan antara
residual atau observasi dengan residual observasi lainnya, sedangkan Gujarati (2004) mendefinisikan autokorelasi sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi uji tStatistic dan uji F-Statistic menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat juga dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signifikan dan R2 yang besar atau juga disebut sebagai regresi lancung atau palsu.
42
Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program EViews 6.0 dibandingkan dengan DW-tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson stat-nya terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU, jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H0: Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut: 0 < d
: tolak H0, ada autokorelasi positif
DL d DU
: daerah
DU < d < 4 – Du
: terima H0, tidak ada autokorelasi
4 – DU d 4 – DL
: daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan
4 – DL < d < 4
: tolak H0, ada autokorelasi negatif
2.
ragu-ragu, tidak ada keputusan
Kriteria Statistik Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan
melakukan beberapa pengujian yang antara lain sebagai berikut: a.
Koefisien Determinasi (R2) Widarjono (2009) menyatakan bahwa nilai koefisien determinasi (R2)
mengukur tingkat seberapa besar variabel-variabel independen yang digunakan dalam
penelitian dapat
menjelaskan variabel dependen.
Nilai tersebut
menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang
43
sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model semakin baik. b.
Uji F-Statistic Uji F-Statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen yang digunakan didalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-Statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F-Statistic yang rendah. Nilai Prob(F-Statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-Statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H0:
1
=
2
=… =
k
=0
H1: minimal ada salah satu Tolak H0 jika F-Statistic > F
j
yang tidak sama dengan nol
(k – 1, NT – N – K)
atau Prob(F-Statistic ) < . Jika Ho
ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan1-
kita dapat menyimpulkan
bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. c.
Uji t-Statistic Uji t-Statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H0:
j
=0
H1:
j
≠0
44
Tolak H0 jika t-Statistic > t
/β ( NT – K – 1)
artinya dengan tingkat keyakinan 1 –
atau t-Statistic < . Jika Ho ditolak, maka kita dapat menyimpulkan bahwa variabel
independen ke-i secara parsial signifikan memengaruhi variabel dependen. 3.
Kriteria Ekonomi Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan
membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori dan logika.
3.5
Spesifikasi model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear dengan
lima variabel independen, dengan variabel dependennya GROWTH dan variabel independennya adalah FDI, GFCF, LF, NX, dan DKRISIS. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan. Variabel GROWTH, FDI, GFCF, dan NX disajikan dalam satuan persentase, sedangkan variabel LF disajikan dalam satuan ribu jiwa. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, variabel independen LF yang berbeda satuan akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam bentuk log natural, sedangkan untuk variabel DKRISIS yang tidak memiliki satuan, tidak ditransformasi karena tidak akan diinterpretasi hasilnya. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan. Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut: GROWTHt =
+
1FDIt
+
2GFCFt
+
3 ln(LFt)
+
4NXt
+
5DKRISIS
+ t..(3.7)
45
dimana : GROWTHt = Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen) FDIt
= Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
GFCFt
= Persentase Nilai Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
NXt
= Persentase Nilai ekspor neto terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
LFt
= Jumlah Labour Force atau Angkatan Kerja Tahunan (data dalam Ribu Jiwa)
DKRISIS = Variabel Dummy yang mengindikasikan terjadinya krisis ekonomi dimana nilainya sama dengan satu pada saat krisis ekonomi dan nilainya sama dengan nol pada saat bukan krisis ekonomi
3.6
Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini
antara lain: 1)
GROWTH Variabel
GROWTH
merupakan
variabel
yang
merepresentasikan
pertumbuhan ekonomi. Nilai variabel GROWTH ini merupakan nilai tingkat rata-Rata pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Riil atau
46
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahunan di dalam persentase. 2)
FDI Variabel FDI merupakan variabel yang merepresentasikan Penanaman Modal Asing Langsung. Nilai variabel FDI ini merupakan Nilai FDI Inflow suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.
3)
GFCF Variabel GFCF merupakan variabel yang merepresentasikan Nilai PMTB yang merupakan pendekatan terhadap nilai investasi domestik di suatu negara. Nilai variabel GFCF ini merupakan nilai PMTB suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.
4)
LF Variabel LF merupakan variabel yang merepresentasikan jumlah modal manusia disuatu negara. Nilai variabel LF ini merupakan jumlah angkatan kerja yaitu jumlah penduduk usia produktif 15-24 tahun yang sudah bekerja, yang sudah memiliki perkerjaan tetapi sementara tidak bekerja maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan selama satu tahun di suatu negara.
5)
NX Variabel NX merupakan variabel yang merepresentasikan keterbukaan perdagangan internasional antar negara. Nilai variabel NX ini merupakan nilai ekspor neto antar negara yaitu pengurangan nilai ekspor suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP dengan nilai impor suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.
47
6)
DKRISIS Variabel DKRISIS merupakan variabel dummy digunakan dalam persamaan regresi karena variabel tersebut sifatnya kualitatif. Suatu cara untuk membuat data kuantitatif dari data kualitatif ialah dengan cara memberikan nilai satu atau nol. Dalam penelitian ini digunakan variabel DKRISIS untuk melihat pengaruh dari krisis ekonomi. Atribut satu digunakan untuk menerangkan pertumbuhan ekonomi pada saat krisis, baik krisis moneter Asia tahun 1997-1997, krisis minyak dunia tahun 2005, maupun krisis keuangan
tahun 2008-2009,
sedangkan
nilai
pertumbuhan ekonomi pada saat tidak terjadi krisis.
nol diberikan pada
BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN
4.1
Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung
fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh ketidakpastian perekonomian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dimana setiap gejolak yang terjadi dalam perkonomian dunia akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebagian besar hanya merupakan negara dengan perkonomian terbuka kecil (small open economy).
Pertumbuhan Ekonomi (%)
25 15 5
-5 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 -15 -25
Tahun Brunei Darussalam
Kamboja
Indonesia
Laos
Malaysia
Myanmar
Filipina
Singapura
Thailand
Vietnam
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.1
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1980-2009 (Persen)
ke
Negara
ASEAN
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi pada periode 1980-2009 dicapai oleh Kamboja pada tahun 1987 yaitu sebesar
49
16,19 persen dimana hal ini merupakan wujud nyata keberhasilan dari prioritas pada sektor Pertanian (Ear, 1995). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi terendah dicapai oleh Brunei Darussalam pada tahun 1981 yaitu sebesar -19,83 persen salah satunya dipicu oleh menurunnya penerimaan dari sektor migas (Departement of Economic Planning, and Development Government of Brunei Darussalam, 2010). Tabel 4.1 Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) Negara (1)
Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (%) (2)
Brunei Darussalam
0,12
Kamboja
6,36
Indonesia
5,44
Laos
6,90
Malaysia
5,93
Myanmar
6,61
Filipina
3,12
Singapura
6,65
Thailand
5,53
Vietnam
6,47
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Pada periode 1980-2009, jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebesar 5,31 persen, Laos menjadi negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang tertinggi yaitu sebesar 6,90 persen diatas Singapura yang rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang hanya sebesar 6,65 persen (Tabel 4.1). Pertumbuhan
ekonomi
Laos
yang
tinggi
didorong
oleh
kebijakan
50
pemerintahannya yang mengembangkan sistem perekonomian berorientasi pasar (market-oriented
economy)
serta
melakukan
perbaikan
infrastruktur,
meningkatkan ekspor, dan mendorong indutri substitusi impor. Sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi negara Laos antara lain sektor pertambangan dan tenaga air, industri manufaktur (pakaian, makanan dan minuman, semen, dan baja), konstruksi, pertanian, stimulus penyediaan kredit dan pertumbuhan pengeluaran publik, serta peningkatan permintaan regional (World Bank, 2010). Brunei Darussalam merupakan negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang terendah selama 1980-2009 yaitu sebesar 0,12 persen (Tabel 4.1). Permasalahan utama yang dihadapi Brunei Darussalam dalam pertumbuhan ekonominya antara lain kurangnya keragaman dalam perekonomian, ketergantungan yang kuat pada sektor minyak dan gas yang fluktuatif, besarnya subsidi pemerintah, masalah tenaga kerja dimana sektor layanan sipil yang mempekerjakan lebih dari setengah angkatan kerja Brunei Darussalam, kontrol perekonomian oleh pemerintah yang berlebihan, sistem negara yang berbasis pajak rendah dimana tidak ada pajak pendapatan perorangan, serta kelambanan dalam hal privatisasi (Mehta, 2006).
4.2
Gambaran Umum FDI Negara ASEAN Kerjasama negara ASEAN di sektor investasi diawali dengan adanya skema
ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA) pada tahun 1987. Selanjutnya, pada 7 Oktober 1998 perjanjian tersebut diganti dengan Framework
51
Agreement on ASEAN Investment Area (FA-AIA) yang ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun 1998. Perkembangan yang paling akhir disepakati adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) di Thailand dalam KTT ASEAN ke-14 yaitu pada 26 Februari 2009. ACIA mencakup empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation, dan promotion. ACIA mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi
peraturan-peraturan
dan
kebijaksanaan
investasi,
memberi
persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan ASEAN (Halwani, 2005). ACIA lebih bersifat komprehensif karena telah mengadopsi international best practices dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatankesepakatan investasi internasional. ACIA diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang baik di kawasan ASEAN melalui peningkatan daya saing serta daya tarik investasi dengan menciptakan suatu kawasan investasi ASEAN yang liberal dan transparan. ASEAN diharapkan dapat menjadi wilayah yang sangat kompetitif sebagai tujuan FDI serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community. Wujud realisasi liberalisasi investasi di kawasan ASEAN terlihat dari perkembangan FDI Inflow negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan dari waktu ke waktu terutama pada dekade terakhir. Penurunan FDI Inflow negara ASEAN yang disebabkan kemerosotan daya saing terjadi dipengaruhi krisis ekonomi yang dialami negara ASEAN tersebut (Halwani, 2005).
52
Jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode 1980-2009 mencapai puncaknya pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 75.731.498.831,00 (Gambar 4.2). Angka ini meningkat 33,58 persen dibandingkan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN tahun 2006. Hampir semua negara ASEAN mengalami peningkatan jumlah FDI Inflow yang signifikan pada tahun 2007 kecuali Brunei Darussalam yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 39,98 persen dan Filipina yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 0,17 persen. Peningkatan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang cukup tajam di tahun 2007 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi regional yang baik, perkembangan iklim investasi negara ASEAN, peningkatan investasi antar negara ASEAN, dan pemberlakuan integrasi regional. 80,000
Jumlah FDI Inflow (Juta US$)
70,000 60,000 50,000 40,000
30,000 20,000 10,000 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
0 Tahun
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.2
Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$)
53
Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN terjadi pada periode 2000-2002 (Gambar 4.3). Pada periode ini, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia bahkan mengalami FDI Inflow yang negatif yaitu jumlah investasi yang keluar lebih besar daripada yang masuk (capital flight). Indonesia bukan saja belum mampu menarik FDI yang sebanding dengan skala perekonomiannya, menyebabkan keluarnya investor yang sudah masuk. Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode ini dipengaruhi juga oleh gejolak ekonomi
Rata-rata Jumlah FDI Inflow (jUta US$)
akibat Tragedi 11 September 2001.
10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
9,349.353
3,325.670 1,791.677 356.369 166.299 57.866
1,049.000 257.411
3,408.640 1,616.619
Negara
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.3
Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$)
Selama tahun 1980-2009, Laos merupakan negara dengan rata-rata jumlah FDI Inflow yang masuk ke negaranya yang paling sedikit. Secara rata-rata, jumlah FDI Inflow yang masuk ke negara Laos sebesar US$ 57.865.538,53 per tahun atau
54
hanya 0,27 persen dari rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang mencapai US$ 21.378.904.232,23 per tahun (Gambar 4.4). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur negara yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dan tidak memiliki akses ke laut yang masih memprihatinkan ditambah status sebagai Least Developed Country (LDC) sehingga kurang menarik investor FDI (World Bank, 2010). Tabel 4.2 Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) Negara (1) Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam
Corruption Index (2)
Manufacture Index (3)
2,3 21,5 16,0 8,0 22,7 0,1 11,4 4,8
5.3 2,7 3,6 5,0 2,9 6,2 4,8 3,6
Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah. Singapura menjadi negara ASEAN dengan FDI Inflow terbesar yaitu rata-rata mencapai US$ 9.349.353.117,92 per tahun atau 43,73 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN (Gambar 4.4). Singapura merupakan negara ASEAN yang menjadi 3 besar peringkat tertinggi dalam urutan pemeringkatan negara yang paling menarik bagi investor asing dari seluruh dunia untuk menanamkan FDI selama tahun 2005-2010 (World Investment Report 2011). Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat
55
biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dan cenderung meningkat (Tabel 4.2). Pertumbuhan FDI Inflow yang sangat dasyat terjadi di negara Vietnam pada tahun 1987, yaitu sebesar 25.809,26 persen dari US$ 40.000 pada tahun 1986 menjadi US$ 10.363.703,70 pada tahun 1987. Hal ini dilatarbelakangi oleh diberlakukannya Peraturan Hukum mengenai FDI di Vietnam untuk pertama kalinya pada tahun 1987 sehingga Vietnam dapat menarik sejumlah besar FDI Inflow (Nguyen, Ngoc Anh dan Nguyen, Thang, 2007). Hal ini menjadikan Vietnam negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang tertinggi di negara ASEAN selama 1980-2009 yaitu sebesar 959,41 persen (Tabel 4.2). Negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang terendah adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar yaitu sama-sama sebesar 14,50 persen (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masingmasing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) Negara (1) Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Rata-Rata Pertumbuhan FDI Inflow (%) (2) 178,05 14,50 21,50 14,50 26,68 14,50 95,52 24,33 30,58 959,41
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.
56
Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia selama 1980-2009 berada diurutan keempat yaitu mencapai US$ 1.791.677.039,28 per tahun atau 8,38 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow ke Indonesia sebesar 21,50 persen. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Malaysia di urutan ketiga, rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya mencapai 53,87 persennya. Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya lebih tinggi 0,83 persen jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Vietnam diurutan kelima. Kondisi FDI di Indonesia yang tidak begitu baik ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur di Indonesia yang kurang memadai, birokrasi perizinan usaha investasi yang rumit serta kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. UNCTAD mendefinisikan FDI Performance Index sebagai rasio dari perbandingan FDI Inflow yang masuk ke suatu negara terhadap total FDI Inflow ke seluruh dunia dibagi perbandingan GDP negara tersebut terhadap GDP dunia. FDI Potential Index, menurut UNCTAD, diukur berdasarkan 12 variabel antara lain GDP per kapita, pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap GDP, rata-rata jumlah pengguna saluran telepon kabel dan telepon seluler per 1000 penduduk, penggunaan energi komersial per kapita, persentase pengeluaran untuk R&D (Resource and Development) terhadap GDP, persentase mahasiswa terhadap total populasi, country risk, pangsa pasar dunia terhadap ekspor sumber daya alam, pangsa pasar dunia terhadap impor suku cadang dan komponen untuk
57
mobil dan produk elektronik, pangsa pasar dunia terhadap ekspor jasa, dan pangsa pasar dunia terhadap stok FDI. Tabel 4.4 Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009 Negara (1) Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Peringkat FDI Performance Index
Peringkat FDI Potential Index
(2)
(3) 57 117 123 62 108 20 84 22
45 84 35 118 82 3 56 73
Sumber: World Investment Report 2011 (2009), Data Diolah. Berdasarkan World Investment Report 2011, UNCTAD menempatkan Indonesia pada peringkat 117 untuk FDI Performance Index dan peringkat 84 untuk FDI Potential Index. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk negara di kawasan ASEAN, peringkat tertinggi FDI Performance Index dan FDI Potential Index diraih Singapura. Singapura dan Thailand termasuk negara ASEAN dalam kategori front runner (high performance, high potential), Vietnam termasuk dalam kategori above potential (high performance, low potential), Brunei Darussalam dan Malaysia termasuk dalam kategori below potential (low performance, high potential), Indonesia, Filipina dan Myammar termasuk dalam kategori under performers (low performance, low potential). Data FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos tidak
58
tersedia tetapi sudah dipastikan nilai peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos yang terbawah di antara negara ASEAN. Peringkat FDI Potential Index Indonesia berada di urutan ketujuh di antara sesama negara ASEAN dan hanya diatas Kamboja, Laos, dan Myanmar. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah hambatan untuk memulai usaha yang tinggi di Indonesia yang meliputi jumlah prosedur, waktu, dan biaya yang diperlukan untuk memulai usaha. Data tahun 2007 dari World Bank menyatakan bahwa lamanya waktu perizinan melakukan usaha di Indonesia mencapai 105 hari yang lebih lama dari di Singapura (5 hari), Malaysia (24 hari), Thailand (33 hari), Vietnam (50 hari), dan Filipina (58 hari).
Uni Eropa Jepang 18.4
ASEAN
35.4
USA 13.4
China Korea
11.2 3.6
3.8
8.5
0.6 0.8
India
Australia Canada
1.8 2.5
New Zealand
Lainnya
Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah. Gambar 4.4 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Negara Asal FDI Tahun 2009 (Persen)
59
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa di tahun 2009, negara yang paling banyak menanamkan FDI ke negara ASEAN adalah negara-negara Uni Eropa (18,4 persen), disusul Jepang (13,4 persen), baru kemudian dari intra ASEAN itu sendiri (11,2 persen). Perkembangan FDI Inflow negara ASEAN dari tahun 2000-2009 menunjukkan bahwa FDI Inflow negara ASEAN dimulai dari tahun 2003 semakin lama semakin didominasi oleh sektor jasa yang terdiri dari subsektor Perantara Keuangan dan Jasa Keuangan (termasuk asuransi), perumahan, perdagangan, konstruksi dan jasa lainnya (Gambar 4.5).
120 3.2
100 24.2 %
80 60
14.7
10
27.5
40.1 46.6 28.3
39.9
16.9 12.2 16.6 11.5 10.6 24.4 26.4 21.5 40.8 28 38.4
40 56.8 20
35.8
49.2 44.7 38.7 44.2
63.4 55.4 62.1 67.9
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Sektor Jasa
Sektor Industri Manufaktur
Sektor Primer & Lainnya
Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah Gambar 4.5
Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun 2000-2009 (Persen)
Winantyo (2008) menyatakan bahwa ASEAN merupakan kawasan yang pertumbuhan ekonominya yang termasuk cepat di dunia. Data UNCTAD menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara ASEAN di tahun 2009 mencapai 1,5 persen lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
60
dunia yang hanya mencapai -1,98 persen. Oleh karena itu, negara ASEAN mampu menyerap FDI dengan porsi yang cukup besar. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa iklim investasi di negara ASEAN makin matang dan menguntungkan bagi para investor. Pembentukan kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Area (FTA) pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 bertujuan untuk meningkatkan investasi dan mencegah diversi investasi ke negara lain. ASEAN FTA (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA diwujudkan melalui penurunan tarif hingga menjadi 0 sampai dengan 5 persen, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya serta adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor. Terbentuknya AFTA membuka peluang lebih lancarnya mobilitas barang dan modal disertai penyelarasan langkah atau harmonisasi dalam pemberian insentif investasi, tukar menukar informasi, penerbitan berbagai informasi, peluang investasi, dan promosi bersama ASEAN. Negara investor akan memilih sendiri negara yang paling menarik sebagai tempat investasi untuk masuk seluruh ASEAN. AFTA sudah diberlakukan secara penuh di sepuluh negara ASEAN sejak tahun 2010 (Winantyo, 2008). Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Brunei Darussalam dan Singapura FDI dilakukan dengan
61
tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand FDI lebih dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan produksi (Kurniati, et al, 2007).
4.3
Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara ASEAN Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan hasil dari
berbagai kebijakan di berbagai bidang. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain di bidang pengerahan dana, peningkatan fungsi lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, pemberian beberapa perangsang bagi penanaman modal, penyederhanaan dan peningkatan lembaga pengelola penanaman modal, dan
Rata-rata % GFCF terhadap GDP (%)
penyederhanaan prosedur penanaman modal. 33.63
35
29.95
29.34
30 23.21
25 20 15
20.23
17.92
22.47
17.08 13.14
13.82
10 5 0
Negara
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.6
Perkembangan Rata-rata Persentase PMTB terhadap Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)
GDP
62
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada periode 1980-2009 rata-rata persentase PMTB terhadap GDP negara ASEAN per tahun adalah sebesar 22,08 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan sebesar 0,0004 persen. Negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun tertinggi selama 1980-2009 adalah Singapura dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 33,63 persen, sedangkan negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun terendah selama 1980-2009 adalah Myanmar dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 13,82 persen. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan tertinggi yaitu sebesar 0,08 persen, sedangkan Filipina merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan terendah yaitu sebesar -0,02 persen (Gambar 4.6).
4.4
Gambaran Umum Angkatan Kerja Negara ASEAN Jumlah angkatan kerja di negara ASEAN dari tahun 1980-2009
memperlihatkan trend yang selalu meningkat dari tahun ke tahun baik secara total negara ASEAN maupun jika dilihat dari masing-masing negara ASEAN. Ratarata jumlah angkatan kerja negara ASEAN pada periode 1980-2009 adalah sebesar 219.269.366 jiwa per tahun dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja negara ASEAN sebesar 2,38 persen.
63
Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja tertinggi selama 1980-2009 yaitu sebesar 84.546.784 jiwa per tahun, sedangkan Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja terendah yaitu sebesar 130.233 jiwa per tahun. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang tertinggi dengan 3,57 persen, sedangkan Thailand merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat
Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja (Ribu Jiwa)
pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang terendah sebesar 1,75 persen.
90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
84,546.78
34,790.32 27,863.16 32,360.45 22,234.27
5,151.34 130.23
8,220.69 2,201.21
1,770.92
Negara
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.7
Perkembangan Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Ribu Jiwa)
Jumlah angkatan kerja yang besar saja tidak cukup untuk memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Kualitas angkatan kerja yang baik diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas
64
angkatan kerja di suatu negara dapat tercermin dari nilai (Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara tersebut. Negara dengan nilai IPM adalah Singapura dengan 0,841 sedangkan yang terendah adalah Myanmar dengan 0,444 (Tabel 4.5). Tabel 4.5 Nilai IPM Masing-masing Negara ASEAN Tahun 2009 Negara
Nilai IPM
(1)
(2)
Brunei Darussalam
0,804
Kamboja
0,489
Indonesia
0,593
Laos
0,490
Malaysia
0,739
Myanmar
0,444
Filipina
0,635
Singapura
0,841
Thailand
0,648
Vietnam
0,566
Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah.
4.5
Gambaran Umum Ekspor Neto Negara ASEAN Perkembangan perdagangan internasional mengarah pada liberalisasi
perdagangan yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama baik kerjasama bilateral, regional maupun multilateral. Salah satu tujuan utama perjanjian kerjasama
perdagangan
internasional
adalah
untuk
mengurangi
atau
menghilangkan hambatan perdagangan yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
65
Singapura merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan tertinggi yaitu sebesar US$ 65.651.539.594 (Gambar 4.8). Nilai ini mencapai 32,53 persen dari rata-rata nilai ekspor neto tahunan yang masuk ke negara ASEAN yang sebesar US$ 201.832.004.874. Laos merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan terendah yaitu sebesar US$ 75.304.777 yang hanya mencapai 0,04 persen dari rata-rata nilai ekspor neto
Rata-rata Nilai Ekspor Neto (Juta US $)
tahunan yang masuk ke negara ASEAN (Gambar 4.8). 65.651,54
70,000 60,000 45.525,19
50,000
40,000
33.670,47
32.590,07
30,000 20,000
10,000
2.902,09 820,82
9.605,19 75,30
9.894,75
1.096,57
0
Negara
Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.8
Perkembangan Rata-rata Nilai Ekspor Neto Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$)
Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa ekspor negara ASEAN didominasi ekspor intra ASEAN sebesar 24,6 persen, disusul ke Uni Eropa sebesar 11,5 persen kemudian selanjutnya ke USA dan China sebesar 10,1 persen. 10 komoditas ekspor andalan negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,7 %),
66
bahan bakar mineral minyak dan gas (13,9 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (13,5 %), lemak dan minyak hewani/nabati (3,2 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %), karet dan barang dari karet (2,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (2,5 %), kendaraan selain kereta api, perhiasan atau permata (2,5 %), kelompok bahan kimia organik (2,4 %), serta alat optik, fotografi, dan medis (1,9 %). ASEAN Uni Eropa 3.3
1.3
USA
14.7
24.6
3.6
China Jepang
4.2 11.5
7.0
Hong Kong Korea
9.6 10.1
10.1
Australia India
Uni Emirat Arab Lainnya
Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah. Gambar 4.9
Nilai Ekspor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Tujuan (Persen)
Impor negara ASEAN juga didominasi impor intra ASEAN sebesar 24,3 persen, disusul impor dari China sebesar 13,3 persen kemudian selanjutnya impor dari Jepang sebesar 11,4 persen (Gambar 4.10). 10 komoditas impor terbesar negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,2 %), bahan bakar mineral minyak dan gas (17,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (14,6 %), kendaraan selain kereta api (3,0 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %),
67
alat optik, fotografi, dan medis (2,3 %), perhiasan atau permata (2,1 %), kelompok bahan kimia organik (2,1 %), karet dan barang dari karet (0,9 %), serta lemak dan minyak hewani/nabati (0,4 %).
ASEAN China
1.7 1.9
17.2
Jepang 24.3
Uni Eropa
2.0 2.5
USA 5.6
13.3 9.3
Korea Saudi Arabia
10.8
11.4
Australia Uni Emirat Arab
India Lainnya
Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah. Gambar 4.10 Nilai Impor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Asal (Persen)
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui
pengaruh
FDI
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
negara
ASEAN
yang
menggunakan analisis data panel, dapat dilakukan melalui 3 pendekatan model estimasi, yakni: Pooled Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Masing-masing pendekatan memiliki asumsi terhadap intercept yang berbeda. Pooled Least Square Model mengasumsikan bahwa dalam berbagai kurun waktu, perilaku negara ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sama. Dengan demikian, intercept pada model estimasinya bernilai sama untuk semua negara. Sebaliknya, Fixed Effect Model mengasumsikan bahwa dalam berbagai kurun waktu, perilaku negara ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi adalah berbeda. Perbedaan tersebut dicerminkan oleh nilai intercept pada model estimasi yang berbeda untuk setiap negara. Sama halnya dengan Fixed Effect Model, Random Effect Model mengasumsikan bahwa dalam berbagai kurun waktu, perilaku negara ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi adalah berbeda. Hanya saja, intercept pada Fixed Effect Model bersifat tetap, sedangkan pada Random Effect Model intercept diasumsikan bersifat acak/random (stokastik). Pertama-tama, estimasi model regresi data panel pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan metode Pooled Least Square Model yang menghasilkan model estimasi dengan nilai R-squared sebesar
69
0,243212. Dengan melihat nilai Prob(F-Statistic) sebesar 0,000000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen, hal ini berarti
Pooled Least Square Model menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara FDI, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi yang secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-Statistic) yang lebih kecil dari taraf nyata
sebesar 5 persen
maka dapat disimpulkan bahwa FDI, PMTB, dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, sedangkan ekspor neto dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Kemudian, estimasi model regresi data panel pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan metode Fixed Effect Model yang menghasilkan model estimasi dengan R-squared 0,331974. Secara umum Pooled Least Square Model dan Fixed Effect Model tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan. Namun, Chow Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik antara Pooled Least Square Model dan Fixed Effect Model. Hasil Chow Test dengan nilai prob sebesar 0,0000 jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen menyatakan bahwa Fixed Effect Model lebih baik
daripada Pooled Least Square Model dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Langkah berikutnya, estimasi model regresi data panel pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan metode Random Effect Model menghasilkan model estimasi dengan R-squared 0,178501. Selanjutnya,
70
meskipun Random Effect Model juga tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan dengan Fixed Effect Model tetapi Hausman Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Hasil Hausman Test dengan nilai prob sebesar 0,0177 jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen menyatakan bahwa Fixed Effect Model lebih
baik daripada Random Effect Model dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
5.2
Tahapan Evaluasi Model
5.2.1 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik Berdasarkan Chow Test dan Hausman Test, tahapan pemilihan pendekatan model terbaik menghasilkan bahwa Fixed Effect Model merupakan pendekatan analisis regresi linier berganda data panel yang terbaik. Namun, pengujian asumsi klasik harus dilakukan terhadap model estimasi data panel Fixed Effect Model agar dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE.
5.2.1.1 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0,80, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Hasil penghitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan EViews 6.0 menghasilkan output seperti pada Lampiran 1. Dengan melihat bahwa tidak ada nilai koefisien korelasinya yang lebih tinggi dari 0,80 maka dapat disimpulkan
71
bahwa tidak terjadi multikolinearitas sehingga kriteria bebas multikolinearitas terpenuhi dalam model estimasi ini.
5.2.1.2 Uji Heteroskedatisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melakukan GLS Weights Crosssection weight. Dengan melihat bahwa, nilai Sum squared resid Weighted Statistic sebesar 4544,762 yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared resid Unweighted Statistic sebesar 4578,128, maka dapat di simpulkan bahwa model estimasi mengandung masalah heteroskedastisitas dimana varians tiap unsur error tidak konstan. Winarno (2007) menyatakan bahwa heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator tidak lagi BLUE karena tidak lagi mempunyai varians yang minimum, perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-Statistic dan t-Statistic tidak dapat dipercaya. Jika model mengalami masalah ini, dengan menggunakan metode GLS Weights Cross-section weight tersebut masalah sudah teratasi (Ekananda, 2006).
5.2.1.3 Uji Autokolerasi Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Dengan mengetahui bahwa jumlah cross section sebesar 10, jumlah time series sebesar 30, jumlah observasi sebesar γ00, jumlah variabel independen sebesar 5, dan
sebesar 5
persen maka diperoleh nilai Durbin-Watson Tabel dengan DL sebesar 1,718 dan
72
DU sebesar 1,820, sehingga diperoleh selang pengambilan keputusan seperti pada Gambar 5.1.
Autokorelasi
Autokorelasi
0
1,718
Autokorelasi
1,820
2
2,180
2,282
4
Gambar 5.1 Selang Pengambilan Keputusan Durbin Watson Melihat nilai Durbin-Watson Stat sebesar 1,376774 berada dalam selang 0 < d < DL yaitu daerah autokorelasi positif, yang dalam uji autokorelasi berarti maka dapat disimpulkan bahwa kriteria bebas autokorelasi tidak terpenuhi dalam GLS Weights Cross-section weight ini dimana terdapat hubungan antara residual atau observasi dengan residual observasi lainnya. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten serta estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R-squared akan besar tetapi uji t-Statistic dan uji FStatistic menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat juga dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan atau juga disebut sebagai regresi lancung atau palsu. Metode GLS Weights Cross-section SUR dapat
73
digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi ini sehingga masalah autokorelasi bisa diabaikan (Ekananda, 2006).
5.2.2 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik Setelah melakukan tahapan pengujian asumsi klasik maka dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik adalah Fixed Effect Model dengan GLS Weights Cross-section SUR. Nilai R-squared 0,433769 berarti variabel FDI, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi mampu menjelaskan keragaman pertumbuhan ekonomi sebesar 43,38 persen sisanya sebesar 56,62 persen keragaman pertumbuhan ekonomi dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Tabel 5.1). Tabel 5.1 Nilai Statistik Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Kriteria Statistik (1) R-squared Adjusted R-squared S,E, of regression F-statistic Prob(F-statistic) Mean dependent var S,D, dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
Nilai (2) 0,433769 0,405954 1,020431 15,594840 0,000000 1,194943 1,576615 296,7648 1,542133
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0. Dengan melihat nilai Prob(F-Statistic) sebesar 0,000000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan taraf nyata
sebesar 5 persen, hal ini berarti Pooled
Least Square Model menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara FDI, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi
74
yang secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen (Tabel 5.1). Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-Statistic) yang lebih kecil dari taraf nyata
sebesar 5
persen maka dapat disimpulkan bahwa FDI, PMTB, dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, sedangkan ekspor neto dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dengan tingkat kepercayaan 95 persen (Tabel 5.2). Tabel 5.2 Hasil Estimasi Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Variabel
Koefisien
(1) C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
(2) -37,914430 0,096669 0,072636 4,665119 -0,052996 -2,998208
Standard Error (3) 8,994092 0,039192 0,029646 1,038906 0,021043 0,580384
t-Statistic (4) -4,215482 2,466551 2,450098 4,490413 -2,518511 -5,165901
Prob (5) 0,0000 0,0142 0,0149 0,0000 0,0123 0,0000
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
5.2.3 Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi 5.2.3.1 Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel FDI sebesar 0,096669. Ini berarti bahwa FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan persentase FDI Inflow terhadap GDP sebesar satu persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,10 persen dengan asumsi ceteris paribus.
75
Hasil ini sesuai dengan landasan teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik yang dari awal mendasari penelitian ini. Kasus dimana FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Srilanka (Balamurali dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011). FDI dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara karena melalui FDI maka modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara berusaha memberikan insentif kepada masuknya modal asing dalam bentuk FDI ini. Di sisi lain, negara pengekspor kapital juga memberikan insentif kepada sektor swastanya, berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasi untuk mendorong FDI ke negara berkembang.
5.2.3.2 Pengaruh PMTB terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel PMTB sebesar 0,072636. Ini berarti bahwa PMTB berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan persentase PMTB terhadap GDP sebesar satu persen dengan asumsi ceteris paribus, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,07 persen. Hasil yang menunjukkan bahwa PMTB memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Bangladesh (Adhikary, 2011) sesuai dengan landasan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Pembentukan modal membawa pada
76
pemanfaatan penuh sumber daya yang ada sehingga dapat menaikan besarnya output nasional, menekan angka inflasi dan defisit neraca pembayaran, serta membuat perekonomian bebas dari beban utang luar negeri.
5.2.3.3 Pengaruh Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel angkatan kerja sebesar 4,665119. Hal ini berarti bahwa angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar satu persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,66 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil yang menunjukkan bahwa angkatan kerja memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011) dan Pakistan (Falki, 2009). Pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi dimana jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi (Todaro dan Smith, 2006). Pengaruh positif atau negatif dari angkatan kerja tergantung pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan memanfaatkan
pertambahan
angkatan
kerja
tersebut
secara
produktif.
Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal, tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
77
5.2.3.4 Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel ekspor neto sebesar -0,052996. Ini berarti bahwa ekspor neto berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, peningkatan persentase nilai ekspor terhadap GDP dikurangi persentase nilai impor terhadap GDP sebesar satu persen, akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,05 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini dimana ekspor neto memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang terjadi di Bangladesh (Adhikary, 2011). Faktor dominan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN diantaranya adalah konsumsi dan investasi yang cenderung meningkatkan impor. Peningkatan impor ini memicu penurunan ekspor neto. Akan tetapi, pengaruh penurunan ekspor neto terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang terjadi lebih kecil dibandingkan peningkatan pertumbuhan ekonomi akibat peningkatan konsumsi dan investasi sehingga menyebabkan hubungan negatif antara ekspor neto dan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN (Lin dan Li, 2002).
5.2.3.5 Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel FDI sebesar -2,998208. Ini berarti bahwa krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN atau mengurangi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Krisis ekonomi memengaruhi pertumbuhan investasi menjadi
78
berkurang baik FDI maupun PMTB. Dampak krisis ekonomi juga memengaruhi kinerja laju pertumbuhan ekspor neto dimana pertumbuhan impor lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian mengenai Analisis
pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi negara ASEAN, antara lain sebagai berikut: 1.
Analisis data panel dari sepuluh negara ASEAN periode 1980-2009 dengan menggunakan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR menyatakan bahwa FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN.
2.
Faktor-faktor lain yang juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN antara lain Pendapatan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan angkatan kerja yang memberikan pengaruh positif serta ekspor neto dan krisis ekonomi yang memberikan pengaruh negatif.
6.2
Saran Pemerintah masing-masing negara ASEAN perlu meningkatkan FDI Inflow,
PMTB, kualitas angkatan kerja, dan pertumbuhan ekspor dengan menurunkan impor dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Untuk meningkatkan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN guna mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan agar pertumbuhan ekonomi negara ASEAN meningkat maka pemerintah masing-masing negara ASEAN perlu melakukan upaya-upaya yang antara lain sebagai berikut:
80
a.
Menjaga laju pertumbuhan ekonominya agar tetap tinggi untuk dapat lebih meningkatkan daya tarik investor asing agar menanamkan FDI jangka panjang di negara ASEAN sehingga negara ASEAN dapat memperoleh manfaat dari masuknya FDI yang lebih besar tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi.
b.
Melakukan peningkatan infrastruktur, terutama sarana transportasi dan komunikasi, yang dapat mendukung efisiensi di dalam melakukan kegiatan produksi terutama untuk negara-negara dengan peringkat FDI Potential Index rendah seperti Vietnam, Filipina, Indonesia, Myanmar, Kamboja, dan Laos.
c.
Menyederhanakan birokrasi perizinan usaha investasi dan mengarahkan pada sistem perizinan satu atap untuk masing-masing negara ASEAN sehingga dapat mengurangi lamanya waktu perizinan usaha terutama untuk negara-negara dengan lamanya waktu perizinan usaha yang lebih dari 1 bulan seperti Thailand, Vietnam, Filipina, Indonesia, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Pemerintah masing-masing negara ASEAN juga perlu memerhatikan
dampak ketergantungan yang dapat muncul dari meningkatnya aliran FDI ke suatu negara dengan memperhatikan transfer teknologi, kemampuan teknis, manajerial, dan intelektualitas dari perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya di suatu negara dengan perusahaan domestik. Untuk menghindari dampak negatif dari FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pemerintah masing-masing negara ASEAN dapat
81
mencanangkan undang-undang yang mengatur mengenai besarnya persentase maksimum kepemilikan saham oleh investor asing, besarnya persentase maksimum bahan baku produksi yang boleh diimpor, besarnya persentase maksimum penggunaan tenaga kerja domestik.
82
DAFTAR PUSTAKA Adegbite, E.O dan F.S. Ayadi. β010. “The Role of FDI in Economic Development: A Study of Nigeria”. World Journal of Entrepreneurship, Management and Sustainable Development, 6(1/2): 133-147. Adhikary, B.K. β011. “FDI, Trade Openness, Capital Formation, and Economic Growth in Bangladesh: A δinkage Analysis”, International Journal of Business and Management , 6(1): 16-28. Alfaro, δ. β00γ. “Foreign Direct Investment and Growth: Does the Sector εatter?” Harvard University, Harvard Business School, Working Paper, 14: 1-31. Almasaied, S.W. 2004. Foreign Direct Investment, Domestic Investment and Economic Growth: Evidence from ASEAN-5. [Thesis]. Universiti Putra Malaysia, Selangor. Anoraga, P. 1994. Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Pustaka Jaya, Semarang. Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta. Balamurali, N. dan C. Bogahawatte. β004. “Foreign Direct Investment and Economic Growth in Sri δanka”. Sri Lankan Journal of Agricultural Economics, 6(1): 37-50. Baltagi, B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data Third Edition. John Wiley and Sons Ltd, Chichester. Departement of Economic, Planning, and Development Government of Brunei Darussalam. 2010. Brunei Darussalam, Millenium Development Goals Report. Departement of Economic Planning, and Development Government of Brunei Darussalam, Bandar Seri Begawan. Ear, S. 1995. “Cambodia Economic Development and History: A Contribution to the Study of Cambodia‟s Economy”. First Working Draft of Department of Economics University of California, Berkeley. Ekananda, Mahyus. 2006. Analisis Data Panel: Estimasi dengan Struktur VarianCovarian Residual. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Falki, N. β009. “Impact of Foreign Direct Investment on Economic Growth in Pakistan”, International Review of Business Research Papers, 5(5): 110120. Goldar, B. dan R. Banga. β007.”Impact of Trade Liberalization on Foreign Direct Investment in Indian Industry”. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series, 36.
83
Gujarati, D.N. 2004. Basic Econometrics Fourt Edition. The McGraw-Hill Company, New York. Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional Buku 2. Ghalia Indonesia, Jakarta. Halwani, R.H. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia, Bogor. Hussein, ε.A. β009. “Impacts of Foreign Direct Investment on Economic Growth in the Gulf Cooperation Council (GCC) Countries”. International Review of Business Research Papers, 5(3): 362-376. Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D. Guritno [penerjemah]. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kuncoro, M. 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan. Erlangga, Jakarta. Kurniati, Y., A. Prasmuko, dan Yanfitri. 2007. Determinan FDI (Faktor-faktor yang Menentukan Investasi Asing Langsung). Bank Indonesia, Jakarta. Krugman, P dan M. Obstfeld. 1999, Ekonomi Internasional: Teori Dan Kebijakan. Faisal H. Basri [penerjemah]. PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. δaboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FE UI. “εodul Data Panel”. Lin, J. dan Y. Li. 2002. “Export and Economic Growth in China: A Demandoriented Analysis”, Peking University Paper, C2002008. Lindert, P.H. dan C.P. Kindleberger. 1993. Ekonomi Internasional Edisi Kedelapan. Burhanuddin Abdullah [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mankiw, N.G. 2007. Makroekonomi Edisi Keempat. Fitria Liza dan Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mehta, P.S. 2006. Competition Regimes in The World – A Civil Society Report. CUTS International, New Delhi. Nachrowi, D.N. dan H. Usman. 2005. Penggunaan teknik Ekonometri (Edisi Revisi). PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nguyen, N.A. dan T. Nguyen. β007. “Foreign direct investment in Vietnam: An overview and analysis the determinants of spatial distribution across provinces”. MPRA Paper, 1921. Ramadhan, F. 2010. Pengaruh Utang Luar Negeri, Penanaman Modal Asing, dan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Jakarta. Razin, A., E. Sadka, dan C. Yuen. 1999. “Excessive FDI under asymmetric information”. NBER Working Paper, 7400. Salvatore, D. 1996. Ekonomi Internasional. Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
84
Schwab, K. 2010. The Global Competitiveness Report 2010-2011. World Economic Forum, Geneva. Shahbaz, ε. dan N. Aamir. β008. “Direct Foreign Investment and Income Distribution: A Case Study for Pakistan”. International Research Journal of Finance and Economics, 21: 7-18. Soekro, S.R.I. 2008. Bangkitnya Perekonomian Asia Timur: Satu dekade setelah Krisis. Elex Media Komputindo, Jakarta. Tambunan, T.T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. PT. Ghalia Indonesia, Jakarta. Tiwari, A.K dan ε. εutascu. β011. “Economic growth and FDI in ASIA: A panel data approach”, Economic Analysis & Policy, 41(2): 173-187. Todaro, M. P. dan S.C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid I. Edisi ke-9. Haris Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. UNCTAD. 2011. World Investment Report 2011 Non-Equity Modes of International Production and Development. United Nation, Genewa. Widarjono, A. 2009. Ekonometrika, Pengantar dan Aplikasinya. Ekonisis FE UII, Yogyakarta. Winantyo, R. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di tengah Kompetisi Global. Elex Media Komputindo, Jakarta. Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP STIM YKPM, Yogyakarta. World Bank. 2010. “Lao PDR Development Report 2010”. Natural Resource Management for Sustainable Development. Xiaohong, ε. β009. “An Empirical Analysis on the Impact of FDI on China‟s Economic Growth”. International Journal of Business and Management, 4(6): 76-80. http://www.aseansec.org/22122.htm [16 Oktober 2011]. http://unctadstat.unctad.org/ReportFolders/reportFolders.aspx?sCS_referer=&sCS _ChosenLang=en [16 Oktober 2011].
85
LAMPIRAN
Lampiran 1
Correlation FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
Hasil Output EViews 6.0 untuk Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Independen FDI 1.000000 0.319894 -0.291361 0.139890 0.111485
GFCF
LNLF
1.000000 0.089419 -0.112576 0.068435
1.000000 -0.486354 0.054488
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
NX
1.000000 0.023947
DKRISIS
1.000000
86
Lampiran 2
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Pooled Least Square Model
Dependent Variable: GROWTH Method: Panel Least Squares Date: 11/27/11 Time: 08:35 Sample: 1980 2009 Periods included: 30 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 300 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
1.121289 0.213903 0.045973 0.338796 -0.096608 -2.736236
1.529762 0.053047 0.027165 0.157495 0.017315 0.657707
0.732982 4.032300 1.692360 2.151146 -5.579531 -4.160265
0.4642 0.0001 0.0916 0.0323 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.243212 0.230341 4.193092 5169.115 -852.6827 18.89678 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
5.313233 4.779531 5.724551 5.798627 5.754196 1.161701
87
Lampiran 3
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model
Dependent Variable: GROWTH Method: Panel Least Squares Date: 11/27/11 Time: 08:43 Sample: 1980 2009 Periods included: 30 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 300 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
-35.03972 0.115847 0.082736 4.328823 -0.063442 -3.763152
10.55336 0.061970 0.042700 1.203595 0.030802 0.688510
-3.320243 1.869410 1.937635 3.596578 -2.059638 -5.465647
0.0010 0.0626 0.0537 0.0004 0.0403 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.331974 0.299158 4.001246 4562.842 -833.9693 10.11642 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
5.313233 4.779531 5.659796 5.844985 5.733909 1.316636
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0. Lampiran 4
Hasil Output EViews 6.0 Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests Equation: FIXED Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 4.207604 37.426723
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
d.f.
Prob.
(9,285) 9
0.0000 0.0000
88
Lampiran 5
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Random Effect Model
Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 11/27/11 Time: 08:45 Sample: 1980 2009 Periods included: 30 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 300 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
-1.324052 0.196358 0.068560 0.557657 -0.069135 -2.836726
2.551153 0.054681 0.033536 0.260917 0.022747 0.634104
-0.519002 3.590997 2.044344 2.137292 -3.039310 -4.473598
0.6042 0.0004 0.0418 0.0334 0.0026 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
1.258462 4.001246
Rho 0.0900 0.9100
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.178501 0.164530 4.066641 12.77644 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.667429 4.449081 4862.046 1.233368
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.233066 5238.411
Mean dependent var Durbin-Watson stat
5.313233 1.144754
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0. Lampiran 6 Hasil Output EViews 6.0 Hausman Test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: RANDOM Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
13.688569
5
0.0177
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
89
Lampiran 7
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section weight
Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 11/26/11 Time: 11:07 Sample: 1980 2009 Periods included: 30 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 300 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
-27.97011 0.144701 0.079589 3.538862 -0.076452 -3.694066
9.893163 0.061669 0.035576 1.134332 0.029710 0.618064
-2.827216 2.346425 2.237131 3.119776 -2.573281 -5.976838
0.0050 0.0196 0.0261 0.0020 0.0106 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.350436 0.318527 3.993311 10.98255 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.793732 5.133462 4544.762 1.376774
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.329736 4578.128
Mean dependent var Durbin-Watson stat
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
5.313233 1.311643
90
Lampiran 8
Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR
Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 11/26/11 Time: 11:07 Sample: 1980 2009 Periods included: 30 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 300 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FDI GFCF LNLF NX DKRISIS
-37.91443 0.096669 0.072636 4.665119 -0.052996 -2.998208
8.994092 0.039192 0.029646 1.038906 0.021043 0.580384
-4.215482 2.466551 2.450098 4.490413 -2.518511 -5.165901
0.0000 0.0142 0.0149 0.0000 0.0123 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.433769 0.405954 1.020431 15.59484 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.194943 1.576615 296.7648 1.542133
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.326293 4601.645
Mean dependent var Durbin-Watson stat
Sumber: Hasil Pengolahan dengan EViews 6.0.
5.313233 1.294581