Nama Program Studi Jurusan NPM No. Hp Email Pembimbing I Pembimbing II
: Paulina Sie : S-1 Reguler : Akuntansi : 0811031043 : 081977150015 :
[email protected] : Dr.Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. : Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt.
ANALISIS PENGARUH EKSPOSUR RISIKO INSTRUMEN DERIVATIF TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN PUBLIK YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
ABSTRAK Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat kegagalan pengelolaan derivatif menimbulkan pertanyaan apakah auditor sebelumnya sudah secara tepat mendeteksi dan mengungkapkan keadaan tersebut dalam laporan auditnya. Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah. Namun, apabila kenyataan tersebut tidak diungkapkan, auditor dipandang gagal karena tidak memberikan peringatan dini sehubungan dengan keberlangsungan usaha perusahaan kepada stakeholder. Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor determinasi opini audit going concern pada perusahaan publik yang teridentifikasi menggunakan instrumen derivatif dengan tujuan lindung nilai. Berdasarkan telaah pustaka, diajukan hipotesis bahwa biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position berpengaruh terhadap opini audit going concern. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 18 perusahaan sebagai objek penelitian selama periode tahun 2007 hingga tahun 2010. Hasil uji empiris dengan menggunakan teknik regresi binary logistic ini menunjukkan bahwa hanya tingkat utang yang diukur dengan DER (Debt to Equity Ratio) yang berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going concern. Tingginya tingkat utang sebagai motif perusahaan melakukan lindung nilai dengan derivatif mencerminkan adanya tingkat risiko keuangan yang ingin dihindari perusahaan dan menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa melunasi kewajibannya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat utang, semakin besar kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang menggunakan instrumen derivatif. Kata Kunci: derivatif, eksposur risiko, hedging, opini audit going concern
ABSTRACT Bankruptcy of large companies due to the failure of the derivatives management raises the question whether the auditors previously had accurately detected and disclosed these circumstances in their audit report. Provision of going concern status is not an easy task. However, if the fact was not disclosed, the auditor is deemed to fail because they did not give the warning early about sustainability of the company to stakeholders. This study aims to examine the determinant factors of going concern audit opinion on public companies which were identified using derivatives to hedging purposes. Based on the literature review, this study hypothesized that the cost of capital, liquidity, debt level, and net open position have impact on the going concern audit opinion. The sampling method used purposive sampling method and obtained 18 companies as the objects of study during the period of 2007 to 2010. The results of empirical tests using binary logistic regression techniques showed that only debt level as measured by DER (Debt to Equity Ratio) that has significantly positive effect on going-concern audit opinion. The high level of debt as a motive for companies to hedge with derivatives reflects the level of financial risk which the company avoided and indicates the possibility that the company can not pay its liabilities. Therefore, the higher the level of debt, the more likely the auditor gives a going concern audit opinion on the companies that use derivative instruments. Keywords: derivative, risk exposure, hedging, going concern audit opinion
1.
Pendahuluan Penggunaan produk derivatif untuk tujuan lindung nilai diyakini dapat
mengurangi eksposur risiko yang dihadapi perusahaan (Zhang, 2009 dan Bartram, 2011). Namun, dalam implementasinya, ketika transaksi derivatif dengan maksud hedging tersebut dikelola dengan tidak efektif, dampaknya justru akan sama dengan transaksi spekulatif. Hal tersebut akan mengakibatkan volatilitas risiko dan nilai perusahaan menjadi lebih tinggi, sehingga perusahaan bisa mengalami kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat. Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat derivatif merupakan contoh nyata kegagalan pengelolaan derivatif sebagai instrumen lindung nilai. Sayangnya, sebelum kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi, pada beberapa perusahaan tersebut, tidak ditemukan adanya tanda-tanda atau peringatan dini akan kesulitan keuangan yang sedang dialami perusahaan terkait instrumen derivatif tersebut. Auditor sebagai pihak independen yang menilai kewajaran laporan keuangan sebuah perusahaan memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya. Oleh karena itu, hal tersebut dipandang sebagai kegagalan auditor melaksanakan tugasnya dalam mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan mengungkapkan masalah keberlangsungan usaha perusahaan. Sulitnya memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan membuat auditor mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini audit going concern mengingat hal tersebut justru dapat mempercepat proses kebangkrutan (hipotesis self-fulfilling prophecy) (Venuti,2004). Pemberian status going concern ini bukanlah suatu tugas yang mudah. Namun, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, apabila kenyataan tersebut tidak diungkapkan, auditor dipandang gagal karena tidak memberikan peringatan dini sehubungan dengan masalah keberlangsungan usaha perusahaan kepada pihak-pihak berkepentingan (stakeholder). Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi auditor untuk dapat secara tepat mendeteksi salah saji material laporan keuangan klien (Fanny dan Saputra, 2005; Pambudhi, 2011; Santosa dan Wedari, 2007 ), termasuk risiko default perusahaan akibat strategi derivatif yang kompleks.
Sebagian besar penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern di atas belum mempertimbangkan risiko yang mungkin dihadapi perusahaan sehubungan dengan penggunaan derivatif terhadap opini audit going concern. Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern, terutama eksposur risiko instrumen derivatif berupa (i) biaya modal, (ii) likuiditas, (iii) tingkat utang, dan (iv) net open position. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi akademisi untuk lebih memahami instrumen derivatif beserta pengaruhnya terhadap kecenderungan penerimaan opini audit going concern. Implikasi dari penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi praktisi, emiten, dan investor dalam mengambil keputusan mengenai derivatif dan menjadi suatu masukan bagi para auditor untuk memperhitungkan risiko instrumen derivatif perusahaan pada saat proses audit, terutama ketika memberikan pendapat mengenai keberlangsungan usaha perusahaan.
2.
Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1. Teori Agensi dan Keberlangsungan Usaha (Going Concern) Teori agensi menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola keuangan perusahaan (Januarti, 2007). Auditor sebagai pihak ketiga yang independen dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan. Auditor bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran
laporan keuangan perusahaan dan mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Suatu perusahaan didirikan dengan harapan akan beroperasi untuk waktu yang tidak terbatas atau diasumsikan akan melanjutkan usahanya dan tidak akan dibubarkan. Going concern adalah suatu dalil bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya (Noverio, 2011). Dengan adanya going concern, suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang. Dalam SPAP 2011, SA Seksi 341, dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit.
2.2
Risiko Instrumen Derivatif Derivatif adalah suatu sekuritas yang tercipta sebagai turunan dari sekuritas
lain yang mendasarinya (underlying assets) (Reynolds, 2000; Irfani, 1999; Stice, 2009). Produk derivatif memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai berikut: 1.
Hedging (lindung nilai), merupakan suatu tindakan pencegahan terjadinya
risiko atas nilai dan posisi dari suatu aset finansial pada waktu yang akan datang melalui penggunaan instrumen derivatif atas transaksi underlying asset yang akan dilindungi nilainya. 2.
Spekulasi, merupakan pengelolaan yang salah dalam tujuan derivatif,
sehingga pada saat itu produk derivatif justru berubah menjadi sumber risiko baru yang bersifat spekulatif dan membahayakan pemegangnya. Menurut Geraldina dan Rossieta (2011), secara umum, instrumen derivatif dapat digunakan untuk dua tujuan dengan dampak yang bertentangan terhadap risiko, yaitu hedging atau lindung nilai, yang mengakibatkan menurunnya
eksposur risiko, dan trading dengan motif spekulatif yang mengakibatkan meningkatnya eksposur risiko. Risiko instrumen derivatif bukan merupakan risiko baru atau risiko unik, melainkan sama dengan risiko-risiko produk atau aset yang mendasarinya. Yang berbeda hanyalah kompleksitas dan diversitas permasalahannya. Hal ini terjadi karena banyaknya pengguna instrumen derivatif dengan sifat dan tujuan yang berbeda-beda (Arifin, 2010). Di samping itu, transaksi instrumen derivatif banyak dilakukan secara over-counter tanpa persyaratan standar karena disesuaikan dengan selera nasabah dan jumlahnya sangat besar. Kondisi tersebut menyebabkan betapa sulitnya mengukur dan mengawasi aktivitas instrumen derivatif. Irfani (1999) mengungkapkan adanya beberapa risiko dari instrumen derivatif, yang di antaranya adalah risiko kredit (credit risk), risiko likuiditas (liquidity risk), risiko tingkat bunga (interest rate risk), dan risiko nilai tukar valuta asing (foreign exchange rate risk).
2.3.
Opini Audit Going Concern PSA No.30 (SPAP, 2011) yang membahas mengenai “Pertimbangan
Auditor atas Kemampuan Entitas Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya” mengindikasikan bahwa auditor harus memberikan warning kepada pembaca laporan keuangan akan adanya suatu kesangsian mengenai kemampuan suatu entitas untuk bisa bertahan hidup paling tidak dalam satu periode mendatang. Laporan audit yang dimodifikasi karena masalah going concern menjelaskan adanya ketidakpastian di pihak auditor tentang kelangsungan hidup suatu perusahaan atau karena dalam penilaiannya auditor meyakini terdapat risiko yang melekat pada auditee yang berupa tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis (Elder, 2011). Auditor harus mempertimbangkan hasil operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. Selain itu, auditor pun harus memperoleh informasi tentang rencana manajemen, dan mempertimbangkan apakah ada kemungkinan bila rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan,
mampu mengurangi dampak negatif merugikan kondisi dan peristiwa tersebut dalam jangka waktu pantas. Pada umumnya, tambahan paragraf penjelas mengenai keberlangsungan usaha perusahaan tercantum setelah paragraf ketiga laporan auditor dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah terdaftar di BEI. Salah satu contoh laporan auditor yang berisi opini audit going concern yaitu ditandai dengan adanya pengungkapan tentang keraguan auditor atas keberlangsungan usaha perusahaan yang mengalami kerugian yang cukup material di tahun berjalan, yang dapat berdampak pada kondisi keuangan perusahaan di tahun mendatang. Hal tersebut biasanya diungkapkan dengan pernyataan sebagai berikut: “Laporan keuangan konsolidasian yang terlampir telah disusun dengan asumsi bahwa Perusahaan dan Anak perusahaannya akan melanjutkan usahanya secara berkesinambungan. Seperti disajikan dalam laporan keuangan konsolidasi, Perusahaan dan Anak Perusahaan mengalami defisit sebesar ...............” (Sumber: Paragraf ke-6 Laporan Auditor Independen untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2009 PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk.)
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti telah menguji secara empiris faktor-faktor yang dapat mempengaruhi opini audit going concern. Hasil penelitian oleh Setyarno et al (2006) memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Januarti (2009) meneliti mengenai pengaruh faktor perusahaan, kualitas auditor, kepemilikan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern adalah variabel default, ln sales (size), lamanya perikatan (audit client tenure), opini tahun sebelumnya (prior opinion), dan kualitas auditor (specialization), sedangkan
variabel financial distress meskipun signifikan tetapi arah tandanya berkebalikan dengan yang dihipotesakan.Variabel yang tidak mempengaruhi pemberian opini going concern adalah audit lag, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Prayitno (2010) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern dengan menggunakan variabel opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan (penjualan dan laba), quick ratio, current ratio, return on investment, total debt to equity ratio, return on equity, total asset turnover, dan kualitas audit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari sembilan variabel yang digunakan, hanya pertumbuhan perusahaan, return on investment, return on equity, total asset turnover, dan kualitas audit yang berpengaruh terhadap kemungkinan auditor dalam pemberian opini audit going concern. Geraldina dan Rossieta (2011) meneliti tentang eksposur risiko instrumen derivatif, volatilitas nilai perusahaan, dan opini audit going concern. Volatilitas nilai perusahaan sebagai variabel antara, diproksikan dengan volatilitas return saham. Penelitian menggunakan 13 perusahaan publik non-keuangan di Indonesia yang menggunakan instrumen derivatif selama 2001 hingga 2008. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari beberapa eksposur risiko instrumen derivatif, yaitu eksposur risiko kebangkrutan, likuiditas, fluktuasi tingkat laba, risiko pelanggaran debt covenant, dan pergerakan nilai tukar mata uang asing, hanya eksposur risiko pelanggaran debt covenant dan pergerakan nilai tukar mata uang asing yang berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going concern melalui volatilitas nilai perusahaan di Indonesia. Noverio (2011) menganalisis pengaruh kualitas auditor, likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas terhadap opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas auditor dan solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern, sedangkan likuiditas dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan.
2.5. Pengembangan Hipotesis 2.5.1 Eksposur Risiko Tingkat Suku Bunga Risiko yang sering dihadapi perusahaan terhadap perubahan suku bunga pasar terutama terkait dengan arus kas untuk pembayaran bunga atas hutang jangka panjang dengan suku bunga mengambang. Biaya modal (cost of capital) merupakan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk mendapatkan pendanaan eksternal. Salah satu upaya perusahaan untuk mendapatkan dana yaitu pendanaan dengan utang, dimana biaya modal yang harus ditanggung berupa biaya bunga yang berkaitan dengan peminjaman uang. Dalam suatu penyusunan anggaran modal, biaya modal dapat dianggap sebagai suatu tingkat diskonto yang digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek jangka panjang. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan dana, semakin sedikit proyek jangka panjang yang menguntungkan bagi perusahaan untuk dilakukan. Suatu proyek yang memberikan ekonomi bagi perusahaan dengan biaya modal yang rendah akan menjadi tidak menguntungkan bagi perusahaan dengan biaya modal yang tinggi. Salah satu faktor penting dalam menentukan biaya modal suatu perusahaan adalah risiko yang berkaitan dengan perusahaan. Untuk suatu perusahaan yang sangat berisiko, para peminjam dan investor akan meminta suatu tingkat pengembalian yang cukup tinggi sehingga memungkinkan mereka untuk memberikan pinjaman itu. Oleh karena itu, semakin tinggi risiko yang berkaitan dengan perusahaan, akan semakin tinggi pula tingkat biaya modal. Aktivitas lindung nilai dapat mengurangi variabilitas nilai perusahaan di masa depan, sehingga menurunkan probabilitas timbulnya biaya kebangkrutan akibat meningkatnya biaya modal karena perubahan tingkat suku bunga (Geraldina dan Rossieta, 2011 dan Utomo, 2000). Sebaliknya, risiko akibat tingkat suku bunga akan meningkat bila penggunaan instrumen derivatif digunakan untuk tujuan trading karena semakin tinggi biaya modal, akan semakin besar kemungkinan sebuah perusahaan akan benar-benar bangkrut. Biaya modal yang tinggi akan meningkatkan peluang risiko kebangkrutan perusahaan semakin besar, sehingga meningkatkan opini audit going concern. Berdasarkan argumentasi di atas, maka disusun hipotesis (H1) berikut ini:
H1 : Biaya modal berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.
2.5.2 Eksposur Risiko Likuiditas Likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya (kemampuan) perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo secara tepat waktu. Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh current ratio. Makin rendah nilai current ratio menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila perusahaan tidak mampu memenuhi klaim kreditor jangka pendek maka hal tersebut dapat memengaruhi kredibilitas perusahaan dan dapat dianggap sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah yang dapat mengganggu kelangsungan usahanya. Manajer sebagai agen dari pemegang saham berhadapan dengan masalah konflik kepentingan antara pemegang saham dan bondholders (Berkman dan Bradbury, 1996; Geraldina dan Rossieta, 2011). Proyek NPV yang bernilai positif tidak selalu dapat direalisasikan oleh manajer ketika terdapat masalah likuiditas jangka pendek. Hal tersebut karena bondholders selalu memperoleh bagian tetap hasil investasinya berupa bunga, sedangkan pemegang saham belum tentu memperoleh sisanya. Hedging dapat memitigasi konflik antara pemegang saham dan debtholders dengan mengurangi fluktuasi arus kas (menjaga stabilitas arus kas), mengurangi risiko default, dan menciptakan arus kas masa depan bagi pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Berkman dan Bradbury, 1996; Geraldina dan Rossieta, 2011). Oleh karena itu, likuiditas yang tinggi mendorong suatu perusahaan untuk mengurangi penggunaan instrumen derivatif dengan maksud lindung nilai, sehingga meningkatkan potensi arus kas masa depan dan sebaliknya. Berdasarkan argumen tersebut maka disusun hipotesis (H2) sebagai berikut: H2 : Likuiditas jangka pendek perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.
2.5.3 Eksposur Risiko Kredit Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern. Seperti yang tercantum dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default). Kebijakan manajer dapat dibatasi melalui derivatif untuk tujuan lindung nilai dengan cara menjaga varian angka akuntansi untuk menghindari risiko default atas pelanggaran debt covenant. Contohnya, setiap proyek dengan NPV positif akan dipertimbangkan oleh manjer dengan cara memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas arus kas dan nilai perusahaan (Geraldina dan Rossieta, 2011). Dengan demikian, instrumen derivatif dapat digunakan untuk mengakomodasi kepentingan manajer untuk menghindari debt covenant dengan menjaga risiko fluktuasi laba, sehingga menurunkan probabilitas penerimaan opini audit going concern, dan sebaliknya. Berdasarkan argumen tersebut maka diajukan hipotesis (H3) sebagai berikut: H3 : Besarnya tingkat utang berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.
2.5.4 Eksposur Risiko Nilai Tukar Mata Uang Asing Perusahaan yang memiliki bisnis dalam lingkup global tidak terlepas dari risiko pergerakan nilai tukar mata uang asing. Apabila perusahaan tidak memiliki aset dalam mata uang asing yang cukup untuk menutupi liabilitas dalam mata uang asing (net open position yang memadai), maka pergerakan tukar mata uang
asing ini akan meningkatkan risiko default perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang terlibat dalam bisnis global akan lebih berisiko terhadap perubahan nilai mata uang asing dibandingkan dengan perusahaan domestik murni (Geraldina dan Rossieta, 2011). Eksposur risiko yang berasal dari pergerakan nilai tukar mata uang asing dapat dikurangi dengan menggunakan instrumen derivatif untuk tujuan lindung nilai, sehingga meningkatkan nilai perusahaan (Berkman dan Bradbury, 1996). Semakin besar net open position perusahaan, maka semakin besar risiko pergerakan nilai tukar mata uang sehingga meningkatkan penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan argumen di atas, disusun hipotesis (H4) sebagai berikut: H4 : Besarnya net open position berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.
3.
Metode Penelitian
3.1. Data dan Sampel Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data bersumber dari laporan keuangan auditan perusahaan publik selain perbankan dan lembaga keuangan tahun 2007 sampai tahun 2010 yang telah dipublikasi secara lengkap di BEI, serta data-data perusahaan di ICMD. Seluruh sumber data tersebut diperoleh melalui akses langsung ke www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1.
Perusahaan publik yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2007 sampai
tahun 2010 secara berturut-turut, kecuali yang bergerak pada industri keuangan dan perbankan, karena perusahaan di sektor keuangan mempunyai kecenderungan untuk menggunakan instrumen derivatif sebagai sarana berspekulasi mencari keuntungan dan bukan melakukan lindung nilai. Untuk menghilangkan bias hasil penelitian maka penelitian kali ini hanya menyelidiki instrumen derivatif dalam fungsi hedging.
2.
Berturut-turut melaporkan laporan keuangannya pada Bursa Efek Indonesia
selama periode tahun 2007 sampai 2010. 3.
Perusahaan menggunakan instrumen derivatif, dengan ditunjukkan oleh
adanya aset dan kewajiban instrumen derivatif yang dilaporkan oleh perusahaan dalam laporan keuangan tahun berjalan.
3.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian a.
Variabel Dependen Variabel dependen dalam model penelitian ini adalah opini audit going
concern. Opini audit going concern dalam penelitian ini berupa variabel dummy, dimana kategori 1 untuk perusahaan yang menerima opini audit going concern dan 0 untuk yang tidak menerima opini audit going concern. Geraldina dan Rossieta (2011) menyatakan bahwa opini audit going concern yang diberikan auditor dapat berbentuk pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas atas penekanan suatu hal, pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, atau tidak memberikan pendapat. b.
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
1.
Biaya Modal (Cost) Biaya modal merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan akibat
memperoleh sumber dana berupa pinjaman atau obligasi. Biaya modal diukur dengan rasio beban bunga terhadap total utang. (Stice, 2009) Cost = Beban Bunga Total Utang 2.
Likuiditas Current Ratio (rasio lancar) merupakan proksi yang akurat untuk mengukur
risiko likuiditas jangka pendek sebagai dampak penggunaan instrumen derivatif dalam rangka mengatasi risiko masalah keagenan (underinvestment problem). Variabel ini diukur dengan rasio aset lancar terhadap liabilitas lancar periode berjalan. (Stice, 2009; Geraldina dan Rossieta, 2011) CR= Aset Lancar Utang Lancar
3.
Tingkat utang Tingkat utang (Debt to equity ratio - DER) merupakan proksi untuk
mengukur eksposur risiko pelanggaran debt covenant pada perusahaan yang menggunakan instrumen derivatif (Geraldina dan Rossieta, 2011). DER diukur dengan rasio total utang dibagi dengan total ekuitas. DER = Total Utang Total Ekuitas 4.
Net Open Position Net open position absolut (NOP) merupakan proksi untuk mengukur risiko
pergerakan nilai tukar mata uang asing akibat instrumen atau kontrak dengan pihak luar negeri. Net open position (NOP) merupakan posisi bersih keuangan perusahaan dalam bentuk mata uang asing untuk mengelola eksposur risiko pergerakan nilai tukar mata uang asing. Variabel ini diukur dengan proporsi absolut selisih aset dan liabilitas dalam mata uang asing terhadap total nilai buku ekuitas perusahaan. (Geraldina dan Rossieta, 2011) NOP = Abs(Aset – Liabilitas) (dalam mata uang asing) Ekuitas Perusahaan 4.
Analisis Hasil Uji Statistik dan Interpretasi Hasil Pembahasan Berdasarkan kriteria sampel dan prosedur penyampelan yang telah
dilakukan 18 perusahaan yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini dengam 72 sampel dalam tahun pengamatan. Data yang diperoleh dalam penelitian mengindikasikan hal-hal sebagai berikut. 1.
Dari 72 sampel perusahaan, terdapat sebesar 33% atau 24 perusahaan yang
mendapatkan opini audit going concern. 2.
Sebagian besar dari 24 perusahaan yang mendapat opini audit going concern
tersebut, yaitu sebesar 83%, menerima laporan auditor independen yang berisi pernyataan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. 3.
Dan sebesar sebesar 4% menerima laporan auditor independen yang berisi
pendapat wajar dengan pengecualian. 4.
Sedangkan, sisanya sebesar 13% dari seluruh perusahaan yang mendapatkan
opini audit going concern menerima laporan auditor independen yang berisi pernyataan tidak memberikan pendapat.
4.1. Analisis Statistik Deskriptif Hasil statistik deskriptif pada Tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata dan deviasi standar masing-masing variabel, baik variabel dependen maupun variabel independen. 1.
Nilai rata-rata opini audit going concern (Opini_Audit) dari seluruh
perusahaan sampel adalah 0,33 dengan standar deviasi sebesar 0,475. Hal ini menunjukkan bahwa dari 72 perusahaan sampel, hanya 24 perusahaan yang memperoleh opini audit going concern, dan sisanya menerima opini audit non going concern/ wajar tanpa pengecualian (unqualified). 2.
Nilai biaya modal (Cost) yang diukur menggunakan rasio beban bunga
terhadap total utang memiliki nilai rata-rata sebesar 0,0386532 dengan standar deviasi sebesar 0,02668401. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa variabel biaya modal memiliki penyebaran data yang baik karena nilai standar deviasinya lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Nilai tertinggi sebesar 0,10818 dimiliki oleh PT Mobile 8 Telecom Tbk pada tahun 2010 (menerima opini audit going concern), sedangkan nilai terendah sebesar 0.00256 dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2009 (menerima opini audit non going concern). 3.
Nilai rata-rata current ratio dari 72 sampel yang diteliti adalah sebesar
1,58256. Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan sampel secara ratarata baik. Angka rata-rata current ratio tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sampel memiliki aktiva lancar di atas kewajiban lancar sehingga sampel diharapkan akan mampu untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Dilihat dari besarnya standar deviasi yaitu sebesar 1,38947, mengindikasikan bahwa variabel current ratio memiliki penyebaran data yang baik karena nilai standar deviasinya lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Nilai tertinggi sebesar 8,01653 dimiliki oleh PT Aneka Tambang (Persero) Tbk pada tahun 2008 (menerima opini audit non going concern) dari nilai aset lancar Rp5.819.531.944.000 dan utang lancar Rp725.941.574.000, sedangkan nilai terendah sebesar 0,17102 dimiliki oleh PT Mitra International Resources Tbk pada tahun 2010 (menerima opini audit going concern) dari nilai aset lancar Rp1.530.347.791.998 dan utang lancar Rp8.948.107.812.410.
4.
Nilai tingkat utang yang dihitung dengan rasio utang terhadap ekuitas
(DER) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 3,02463 dengan nilai standar deviasi sebesar 4,26444156. Dengan nilai standar deviasi yang lebih besar dari nilai ratarata, mengindikasikan bahwa variabel ini memiliki penyebaran data yang kurang baik. Nilai terendah tingkat utang sebesar 0,21452 berasal dari PT Aneka Tambang (Persero) Tbk pada tahun 2009 (menerima opini audit non going concern), sedangkan nilai tertinggi sebesar 27,03928 berasal dari PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2007 (menerima opini audit going concern). 5.
Nilai net open position menunjukkan perbandingan nilai absolut aset bersih
dalam mata uang asing dengan total ekuitas perusahaan. Nilai rata-rata NOP dari 72 sampel adalah sebesar 1,1169 dengan standar deviasi sebesar 1,80549. Nilai tertinggi 10,62 dimiliki oleh PT Bayan Resources Tbk pada tahun 2007 (menerima opini audit going concern), sedangkan nilai terendah sebesar 0,01 dimiliki oleh PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2010 (menerima opini audit non going concern).
4.2. Hasil Uji Model Penelitian Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model regresi logistik. Hasil uji kelayakan model menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test dan diperoleh nilai signifikansi Chi-Square di atas 5% (0,799>0,05), dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik yang digunakan telah memenuhi kecukupan data (Fit). Uji model Fit ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 log likehood pada awal (block number= 0) dengan nilai -2 log likehood pada akhir (block number = 1). Adanya pengurangan nilai -2 LL awal (initial -2 LL function) yaitu sebesar 91,658 menjadi 68,317 pada -2 LL akhir mengartikan bahwa model tersebut fit dengan data (Ghozali, 2005). Hal tersebut karena adanya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu Cost, CR, DER, dan NOP ke dalam model penelitian tersebut akan memperbaiki model fit penelitian ini. Uji validitas model dilihat dari nilai Negelkerke R. Square. Berdasarkan hasil estimasi, nilai Negelkerke R. Square adalah sebesar 38,5%. Sehingga disimpulkan variabilitas variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat sebesar
38,5%, sedangkan sisanya sebesar 61,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian Pengujian hipotesis dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh variabelvariabel bebas yaitu biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position terhadap penerimaan opini audit going concern dengan menggunakan hasil uji regresi logistik yang ditunjukkan dalam variables in the equation. Pengujian hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat Variables in the Equation, pada kolom Significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0.05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0.05, maka Ha diterima. Tabel 4.5 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik. Dari pengujian persamaan regresi logistik tersebut maka diperoleh model regresi sebagai berikut : Ln GC = -3,055 - 0.083 Cost + 0.695 CR + 0,608 DER – 0,249 NOP 1 – GC Keterangan: Ln GC : Probabilitas mendapatkan opini audit going concern 1-GC Cost : Biaya modal CR
: Current Ratio
DER
: Debt to Equity Ratio
NOP
: Net Open Position
Konstanta sebesar -3,055 mempunyai arti bahwa dengan tidak melakukan perhitungan nilai biaya modal (Cost), likuiditas (CR), tingkat utang (DER), dan net open position (NOP) maka penerimaan terhadap opini audit going concern sebesar -3,055. Variabel biaya modal (Cost), likuiditas (CR), tingkat utang (DER), dan net open position (NOP) memiliki koefisien masing-masing sebesar –0,083; 0,695; 0,608; dan –0,249. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan 1 unit Cost dan NOP akan mempengaruhi penurunan penerimaan opini audit going concern sebesar 0,083 dan 0,249. Sedangkan setiap kenaikan 1 unit CR dan DER akan mempengaruhi kenaikan penerimaan opini audit going concern sebesar 0,695 dan 0,608, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hasil pengujian dengan regresi logistik, maka keempat
hipotesis yang diajukan dapat diinterprestasikan sebagai berikut: 1.
Pengujian Hipotesis Pertama (H1) Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel biaya modal
(Cost) yang dihitung dengan rasio beban bunga terhadap total utang memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,083 dengan tingkat signifikansi 0,973 yang lebih besar dari α 5% (0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya modal tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain H1 ditolak. Hasil tersebut tidak mendukung hipotesis pertama penelitian ini yang menyatakan terdapat pengaruh positif biaya modal terhadap opini audit going concern. Hal tersebut dapat dikarenakan pada sebagian sampel penelitian dengan biaya modal yang tinggi memiliki nilai aset yang besar dan nilai current ratio yang tinggi, sehingga menjadi pertimbangan kembali bagi auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
2.
Pengujian Hipotesis Kedua (H2) Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel likuiditas yang dihitung
menggunakan current ratio dengan cara membagi total aset lancar dengan total utang lancar mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,695 dengan signifikansi 0,085 lebih besar dari α 5% (0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain H2 ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going concern tidak hanya mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tetapi lebih melihat pada kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Hal tersebut tidak mendukung hipotesis kedua dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Widyantari (2011), Noverio (2011), Geraldina dan Rossieta (2011), dan Prayitno (2010) yang menunjukkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh pada pemberian opini audit going concern. Hal ini berarti besar kecilnya current ratio, belum cukup menentukan apakah perusahaan termasuk
opini audit going concern atau opini audit non going concern.
3.
Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel debt covenant yang dihitung
dengan menggunakan rasio utang terhadap ekuitas (DER) mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,608 dengan signifikansi 0,020 lebih kecil dari α 5%. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa debt covenant berpengaruh terhadap opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain H3 diterima, semakin besar debt covenant perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Apabila utang tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default kepada perusahaan. Auditor dalam memberikan opini audit going concern akan mempertimbangkan status default tersebut seperti yang tercantum dalam PSA 30. Kesulitan dalam mentaati persetujuan utang, fakta-fakta yang lalai atau pelanggaran akan memperjelas masalah going concern (Januarti, 2009). Pengaruh signifikan tingkat utang dalam penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan Geraldina dan Rossieta (2011) dan Januarti (2009) yang juga secara empiris membuktikan adanya pengaruh signifikan positif antara tingkat utang terhadap opini audit going concern.
4.
Pengujian Hipotesis Keempat (H4) Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel risiko nilai tukar mata uang
asing yang dihitung menggunakan net open position (NOP) dengan cara membagi nilai absolut aset bersih mata uang asing dengan total ekuitas mempunyai tingkat signifikansi lebih besar dari α 5% (0,05), yaitu sebesar 0,502. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa eksposur risiko nilai tukar mata uang asing tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain H4 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going concern tidak hanya mempertimbangkan risiko default atas utang dalam mata uang asing saja, tetapi lebih melihat pada kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya. Hal tersebut juga dikarenakan adanya faktorfaktor lain yang membuat auditor mempertimbangkan kembali untuk menerbitkan opini audit going concern. Berdasarkan uraian di atas dan dengan memperhatikan kerangka berpikir serta model penelitian, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik. Hasil regresi logistik pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of Fitness sebesar 4.605 dan degree of freedom=8 dengan probabilitas signifikansi 0,799 (0,799>0,05). Dengan demikian Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi logistik yang digunakan telah memenuhi kecukupan data (Fit). Tabel 4.5 menginformasikan hasil pengujian dengan model regresi logistik. Cost, CR, dan NOP signifikansinya lebih besar dari 5%. Hal ini memberi makna bahwa hipotesis ke-1, ke-2, dan ke-4 dalam penelitian ini tidak dapat diterima. DER pada Tabel 4.5 mempunyai nilai wald sebesar 5,422; df sebesar 1; signifikansi sebesar 0,020. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 (5%), dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tingkat utang (DER) mempengaruhi opini audit going concern. Dengan demikian suatu perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi, yang merupakan suatu sinyal yang kurang baik, akan cenderung menerima opini audit going concern dari auditor. Dari data penelitian yang diperoleh, dapat diketahui bahwa sebagian besar instrumen derivatif memang digunakan perusahaan untuk tujuan mengelola risiko perubahan nilai tukar mata uang asing dan suku bunga yang berasal dari hutang jangka panjang dalam mata uang asing. Debt To Equity Ratio (DER) menggambarkan posisi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang yang diukur dalam prosentase. Semakin tinggi hasil prosentasenya, semakin besar risiko keuangan bagi kreditur maupun pemegang saham. Semakin besarnya hutang jangka panjang suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut akan cenderung mengalami kesulitan keuangan. Selain dapat mengganggu kegiatan operasional perusahaan akibat kesulitan keuangan, tingginya DER juga menunjukkan bahwa risiko distribusi
laba usaha perusahaan akan semakin besar terserap untuk melunasi kewajiban perusahaan. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian (rate of return) jangka panjang pula (Stice, 2009). Tingginya tingkat DER sebagai motif perusahaan melakukan lindung nilai dengan derivatif mencerminkan adanya tingkat risiko keuangan yang ingin dihindari perusahaan. Tingginya risiko ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa melunasi kewajiban atau bunganya. Risiko perusahaan yang tinggi mengidentifikasi bahwa perusahaan merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di mata stakeholder. Hal-hal tersebut di atas dapat mendorong auditor untuk meningkatkan kewaspadaan bahwa laporan keuangan kurang dapat dipercaya sehingga perlu diaudit dengan lebih seksama. Hal inilah yang memicu keraguan auditor mengenai kelangsungan usaha perusahaan dan mengeluarkan opini audit going concern.
5.
Kesimpulan dan Keterbatasan
5.1. Kesimpulan Penelitian ini pada dasarnya menjelaskan pengaruh eksposur risiko terhadap opini audit going concern. Hasil pengujian regresi logistik secara empiris menunjukkan bahwa eksposur risiko yang dikelola oleh instrumen derivatif, berupa risiko kredit berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going concern perusahaan di Indonesia. Dengan demikian suatu perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi, yang merupakan suatu sinyal yang kurang baik, akan cenderung menerima opini audit going concern dari auditor.
5.2. Implikasi dan Keterbatasan Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa penggunaan instrumen derivatif untuk tujuan lindung nilai terhadap utang (kredit) seharusnya dapat dikelola seefektif mungkin oleh manajemen perusahaan agar mencapai tujuan lindung nilai sebagaimana mestinya sehingga dapat mengurangi eksposur risiko perusahaan dan terhindar dari risiko kebangkrutan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik, sudah menjadi suatu keharusan bagi manajemen untuk mengungkapkan
informasi mengenai risiko perusahaan terkait transaksi derivatif dalam laporan tahunannya. Hal tersebut dapat mendorong terciptanya upaya pencegahan dini ketika keberlangsungan hidup perusahaan mulai terganggu. Pihak auditor sebagai pihak independen yang berkewajiban menilai kewajaran informasi keuangan perusahaan (client) pun sebaiknya dapat lebih seksama dalam memperhitungkan risiko penggunaan instrumen derivatif perusahaan. Auditor dituntut untuk dapat menelusuri sejauh mana pengelolaan eksposur risiko perusahaan, terutama risiko kredit, dengan instrumen derivatif diterapkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan ketika derivatif dikelola dengan tidak efektif, ia justru akan meningkatkan eksposur risiko seperti dampak penggunaan derivatif untuk spekulasi. Tingginya tingkat utang sebagai motif perusahaan melakukan lindung nilai dengan derivatif mencerminkan adanya tingkat risiko keuangan yang ingin dihindari perusahaan dan menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa melunasi kewajiban atau bunganya. Hal tersebut di atas dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan auditor ketika mengeluarkan opini auditnya. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah : 1.
Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel eksposur risiko instrumen
derivatif, yaitu biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position. 2.
Periode pengamatan hanya empat tahun yaitu tahun 2007, 2008, 2009, dan
2010 sehingga belum bisa melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang. 3.
Jumlah sampel yang kurang banyak dapat menyebabkan kurang akuratnya
hasil penelitian ini. Melihat keterbatasan penelitian sebagaimana dijelaskan di atas, penulis menyadari bahwa penelitian ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, penulis mengajukan saran-saran perbaikan untuk penelitian-penelitian yang akan dilakukan selanjutnya mengenai pengaruh eksposur risiko intrumen derivatif terhadap opini audit going concern, antara lain: 1.
Periode sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebaiknya meliputi
periode yang lebih lama agar penelitian dapat mengikutsertakan sampel yang lebih banyak sehingga hasil penelitian dapat lebih mampu menangkap gambaran
sebenarnya mengenai pengaruh eksposur risiko instrumen derivatif terhadap opini audit going concern. 2.
Dalam penelitian selanjutnya, sebaiknya ditambahkan variabel-variabel lain
yang memiliki pengaruh terhadap opini audit going concern atau mengubah proksi untuk mengukur variabel eksposur risiko instrumen derivatif. Misalnya menganti proksi Current Ratio dengan Devidend Payout Ratio, menambahkan variabel kontrol seperti kondisi keuangan perusahaan, kualitas auditor, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Agus Zainul. 2010. Mengenal Pasti Aktiva Derivatif. Bahan Ajar, Modul 13 Aktiva Derivatif. Pusat Pengembangan Bahan Ajar- UMB. Bartram, Söhnke M. & Brown, Gregory W. & Conrad, Jennifer, 2011. The Effects of Derivatives on Firm Risk and Value. Journal of Financial and Quantitative Analysis, Cambridge University Press, vol. 46(04), pages 967999. Berkman, H., & Bradbury. 1996. Empirical Evidence on The Corporate Use of Derivatives. Financial Management, 5-13. Elder, J. Randal, Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, dan Amir Abadi Jusuf. 2011. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Fanny, M., & Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Geraldina, Ira & Rossieta, Hilda. 2011. Eksposur Instrumen Derivatif, Volatilitas Nilai Perusahaan, dan Opini Audit Going Concern. Simposium Nasional Akuntansi XIV. Aceh. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Irfani, Agus S. 1999. Bagaimana Mengendalikan Risiko dengan Instrumen Derivatif?. Panutan Bisnis Volume 2, ISSN 1410-7805. Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang. Nahdi, Muhamad. 2008. Perdagangan Derivatif: Menguntungkan atau Merugikan? Artikel: Perdagangan Derivatif. Diakses tanggal 11 Maret 2012 melalui
http://muhamadnahdi.blogspot.com/2008/01/artikel-perdaganganderivatif.html Noverio, Rezkhy. 2011. Analisis Pengaruh Kualitas Auditor, Likuiditas, Profitabilitas dan Solvabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Pambudhi, Nurcahyo Agung. 2011. The Effect of Bankruptcy Prediction of Model Analysis, Financial Leverage, and Opinions in The Previous Year Audit Revenue Audit to Opinion Going Concern. Skripsi. Universitas Gunadarma. Prayitno. Mokhamad Yogi. 2010. Analisis Faktor – Faktor yang Dapat Mempengaruhi Auditor dalam Pemberian Opini Audit Going Concern. Skripsi, Fakultas Ekonomi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Yogyakarta. Reynolds, Bob. 2000. Memahami Derivatif. Penerbit Interaksa. Batam. Santosa, Arga Fajar & Wedari, Linda Kusumaning. 2007.Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 11 No. 2: 141156. Setyarno, Eko Budi, Januarti Indira, & Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Stice, Earl K., Stice, James D., Skousen K. Fred. 2009. Akuntansi Keuangan. Buku 2 Edisi 16. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Utomo, Lisa Linawati. 2000. Instrumen Derivatif: Pengenalan dalam Strategi Manajemen Risiko Perusahaan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol.2, No. 1, Mei 2000: 53-68. Venuti, Elizabeth K 2004. The Going-Concern Assumption Revisited: Assessing a Company's Future Viability, CPA JOURNAL ONLINE, diakses 22 Maret 2012 http://www.nysscpa.org/cpajournal/2004/504/essentials/p40.htm. Widyantari, Ayu Putri. 2011. Opini Audit Going Concern dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi: Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Universitas Udayana. Denpasar Zhang, H. (2009). Effect of Derivative Accounting Rules on Corporate Risk Management Behavior. Journal of Accounting and Economics , 244–264.
LAMPIRAN 1 Tabel 2.1 KERANGKA PENELITIAN Biaya Modal (Cost)
+ -
Likuiditas (CR) +
OPINI AUDIT GOING CONCERN
Tingkat Utang (DER) +
Net Open Position (NOP)
LAMPIRAN 2
No. 1 2 3 4 5
No
Kode Perusaha an
1
ANTM
2
APOL
3 4 5 6 7 8 9
ASII AUTO BRPT BTEL BYAN ELTY EXCL
Tabel 3.1 Pemilihan Sampel Penelitian Kriteria Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010 Bergerak pada industri keuangan, perbankan, dan sekuritas Tidak terindikasi menggunakan instrumen derivatif Terindikasi menggunakan derivatif untuk spekulatif Perusahaan yang memenuhi kriteria pemilihan sampel Jumlah tahun pengamatan Total sampel penelitian
Jumlah
Akumulasi
384
384
164
220
191 11
29 18
18 perusahaan 4 tahun 72 perusahaan
Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan Periode Tahun 2007-2010 Kode Nama Perusahaan No Perusaha Nama Perusahaan an PT Aneka Tambang 10 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk (Persero) Tbk 11 FREN PT Mobile‐8 Telecom Tbk PT Arpeni Pratama Ocean PT Indomobil Sukses 12 IMAS Line Tbk Internasional Tbk PT Astra International Tbk 13 ISAT PT Indosat Tbk PT Astra Otoparts Tbk PT Mitra International Resources 14 MIRA PT Barito Pacific Tbk Tbk PT Perusahaan Gas Negara PT Bakrie Telecom Tbk 15 PGAS (Persero) Tbk PT Bayan Resources Tbk PT Samudera Indonesia Tbk PT Bakrieland Development Tbk16 SMDR 17 UNVR PT Unilever Indonesia Tbk PT XL Axiata Tbk 18 VOKS PT Voksel Electric Tbk
LAMPIRAN 3 Tabel 4.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N OPINI_AUDIT Cost CR DER NOP Valid N (listwise)
Minimum 72 72 72 72 72 72
Maximum
0 .00256 .17102 .21452 .01
Mean
1 .10818 8.01653 27.03928 10.62
.33 .0386532 1.5825643E0 3.0246356E0 1.1169
Tabel 4.2 Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df
Step 1
4.605
Std. Deviation .475 .02668401 1.38947273 4.26444156 1.80549
Sig.
8
.799
Tabel 4.3 Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
23.341
4
.000
Block
23.341
4
.000
Model
23.341
4
.000
Tabel 4.4 Model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
.277
.385
68.317a
1
Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Regresi Variables in the Equation B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Cost
-.083
2.512
.001
1
.973
.920
CR
.695
.404
2.962
1
.085
2.004
DER
.608
.261
5.422
1
.020
1.837
NOP
-.249
.370
.452
1
.502
.780
Constant -3.055 .939 10.589 a. Variable(s) entered on step 1: COST, CR, DER, NOP.
1
.001
.047
Step 1a
27