1
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN YANG MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA FUNGSI JALAN (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung) Dani Aji Nugraha, Eko Raharjo, Rinaldy Amrullah. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lampung Email:
[email protected]
ABSTRAK Ada beberapa masyarakat yang menggunakan bagian jalan untuk penyelenggaraan kegiatan pribadinya. Hal ini tentunya mengakibatkan terganggunya fungsi jalan yang pada akhirnya tujuan penyelenggaraan jalan oleh negara tidak dapat tercapai. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah mengatur sanksi pidana bagi siapapun yang melanggar atau mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Dari kasus pelanggaran terhadap fungsi jalan ini timbul pertanyaan. Bagaimanakah penegakan hukum pidana yang dilakukan pihak kepolisian terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan? dan apa sajakah kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan? Metode penelitian adalah secara yuridis normatif dan empiris, dengan jenis data primer berupa wawancara pihak kepolisian di Polresta Bandar Lampung dan pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. Jenis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan. Dari data-data ini, selanjutnya penulis melakukan analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tindakan pihak Polresta Bandar Lampung dalam melakukan penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran fungsi jalan selama ini berdasarkan diskresi kepolisian dan tidak pernah berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009. Saran yang diberikan adalah Seyogyanya, pihak kepolisian bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut. Karena, sanksi pidana terhadap poin-poin pelanggaran tersebut telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga kelak tidak terjadi lagi tindakan pelanggaran yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Kata Kunci : Fungsi Jalan, Penegakan Hukum, Pelanggaran
2
ANALYSIS VIOLATIONS OF CRIMINAL LAW ENFORCMENT WHICH RESULTED IN DISRUPTION OF THE FUNCTION OF THE ROAD (Study Jurisdiction Police District of Bandar Lampung) Dani Aji Nugraha, Eko Raharjo, Rinaldy Amrullah. Science Course in Law, Faculty of Law University of Lampung Email:
[email protected]
ABSTRACT There are some people who use the road for personal activities. This resulted in the disruption of the road that does not lead to the achievement of the objectives. Act No. 38 of 2004 about Road and Act No. 22 of 2009 about Traffic and Road Transport has regulate criminal sanctions for those who violate or result in the undermining of the road. Cases of violation of the functionality of this causing any questions. How do criminal law enforcment by the police to the public in violation of the road function? and What obstacles faced by the police in the enforcment of criminal law? Research method is empirical and juridical approach normative, with the type of primary data in the form of interviews with police and civil servants transportation agencies. Types of secondary data in the form of rules and regulations. From these data, the authors perform further data analysis using qualitative analysis. Actions of the police in enforcing the criminal law against the violation based on police discretion, not from Act No. 38 of 2004 about Road and Act No. 22 of 2009 about Traffic and Road Transport. The author has a suggestion, the police should have acted on the laws and regulations. Because, criminal sanctions against the violation has been stipulated in the laws and regulations, so it does not happen again in the future offense resulted in disruption of the function of the road. Key Words: Function of the road, law enforcment, violation
3
I. Pendahuluan Negara Indonesia adalah Negara hukum. Pernyataan ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan : “Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, artinya: “Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”. Pernyataan di atas membawa konsekuensi, bahwa hukum berperan dalam mengatur dan mengawasi pemerintahan negara dan kehidupan bangsa, dengan tujuan agar tercipta suatu ketertiban, keamanan, keadilan dan kepastian hukum. Di samping itu, hukum juga sebagai pengatur, pengawas dan penyelesai konflik yang timbul antara manusia sebagai warga negara dan juga antara warga negara dengan penguasa, bahkan antar pemegang kekuasaan.1 Jalan merupakan salah satu fasilitas publik yang sangat vital bagi warga masyarakat. Namun, di samping itu, banyak sekali aktivitas pelanggaran yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan. Pelanggaran-pelanggaran itu di antaranya pelaksanaan atau penyelenggaraan acara resepsi pernikahan, acara khitanan, atau acaraacara perayaan tertentu yang sudah menjadi kebudayaan warga masyarakat Indonesia umumnya, serta pembangunan polisi tidur yang kemudian disebut alat pembatas 1
Tri Andrisman, Buku Ajar Sistem Peradilan Pidana, (Lampung: Universitas Lampung, 2010)
kecepatan oleh warga masyarakat yang tidak memenuhi standar kualifikasi dari Kementerian Perhubungan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No: km 3 tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Jalan. Dari sekian banyak masyarakat yang menggunakan jalan untuk aktivitasnya tersebut, tidak sedikit yang tidak memiliki izin untuk menggunakan jalan sebagaimana dimaksud di atas. Sanksi pidana terkait pelanggaran penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi ini juga nampaknya tidak berjalan, dan ini yang menimbulkan perasaan tidak takut bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan. Dengan berlakunya UndangUndang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diharapkan mampu untuk membuat takut atau memberikan efek jera bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap fungsi jalan yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan atau juga terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan. II. Pembahasan A. Karakteristik Responden 1. Nama Jenis Kelamin Jabatan
Unit Kerja
: AKP. Yarudi : Laki-laki : Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas : Polresta Bandar Lampung
4
2. Nama Jenis Kelamin Jabatan Unit Kerja
3. Nama Jenis Kelamin Jabatan Unit Kerja
4. Nama Jenis Kelamin Jabatan Unit Kerja
: Aipda Gunawan : Laki-laki : Anggota Satuan Lalu Lintas : Polresta Bandar Lampung
Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas, penggunaan jalan untuk kegiatan masyarakat termasuk sebagai penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi.
: Andi Saat, S.H., M.H. : Laki-laki : Kepala Bagian Umum : Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung
C. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Fungsi Jalan
: Afrully, S.Sos. : Laki-laki : Bagian Bidang Lalu Lintas : Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung
B. Aktivitas Pelanggaran Yang Mengakibatkan Terganggunya Fungsi Jalan Acara kegiatan masyarakat dengan memasang tenda yang menggunakan sebagian atau seluruh bagian jalan, kemudian masyarakat yang meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, serta aktivitas berdagang yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yang menggunakan bagian jalan, termasuk sebagai penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam
Untuk di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung, belum pernah ada masyarakat pelanggar fungsi jalan yang dikenai sanksi pidana seperti yang telah ditetapkan di UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan juga di Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Seperti yang terjadi di Jalan R.E. Martadinata Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar Lampung. Warga masyarakat menyelenggarakan acara untuk kegiatan pribadinya yang menggunakan setengah bagian jalan. Padahal, dalam perizinan tertulis, warga masyarakat tersebut hanya akan menggunakan satu per empat bagian jalan. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap fungsi jalan. Pihak kepolisian dari Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung memberikan teguran secara tertulis bagi warga masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan pribadinya yang tendanya menggunakan setengah bagian jalan, namun surat tersebut tidak diindahkan oleh warga masyarakat tersebut. Kemudian, pihak kepolisian dari Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung mendatangi penyelenggaraan acara yang menggunakan setengah bagian jalan tersebut. Namun, sebelum pihak kepolisian dari Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung
5
melakukan pembongkaran paksa, warga masyarakat tersebut sudah melakukan pembongkaran sendiri dan menggunakan jalan sesuai dengan perizinannya. Pihak kepolisian tidak bertindak berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tentang Jalan dan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mencantumkan sanksi pidana bagi pelanggar yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Ini karena pihak kepolisian menganggap hal ini merupakan tindak pidana ringan yang perkaranya tidak perlu diputuskan hingga ke tingkat pengadilan. Tindakan pihak kepolisan di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung ini juga berdasarkan diskresi kepolisian. yaitu kebijaksanaan pihak kepolisian dalam halnya memutuskan sesuatu tindakan berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan, Undang-Undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau 2 keadilan. Untuk pembangunan alat pembatas kecepatan yang tidak berdasarkan regulasi sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, pihak Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung belum pernah memberikan tindakan kepada masyarakat. 3
2
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Aneka Ilmu, Semarang, 1977), hlm. 91 3 Wawancara dengan Bapak Afrully, S.Sos., pegawai negeri sipil di Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, di Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, tanggal 27 Agustus 2014.
D. Kendala-Kendala Yang Dialami Pihak Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Yang Mengakibatkan Terganggunya Fungsi Jalan Kendala yang ditemui dalam penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran fungsi jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan adalah4 1. Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan fungsi jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, yang berpotensi menyebabkan kemacetan terhadap lalu lintas, bahkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dapat terjadi karena tingginya mobilitas masyarakat di Kota Bandar Lampung yang cukup tinggi. 2. Banyaknya masyarakat yang mengaku tidak tahu tentang aturan penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, sehingga masyarakat dengan sewenangwenang menggunakan sebagian atau seluruh bagian jalan untuk menyelenggarakan kegiatan pribadinya. 3. Ditakutkan terjadinya keributan antara warga masyarakat dengan pihak kepolisian apabila pihak kepolisian memberikan tindakan tegas terhadap pelaku pelanggaran fungsi jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Masyarakat menganggap penggunaan seluruh atau sebagian jalan sah-sah saja walau tidak 4
Wawancara dengan AKP Yarudi, Wakasatlantas Polresta Bandar Lampung, dan Aipda Gunawan, anggota Satlantas Polresta Bandar Lampung, di Polresta Bandar Lampung, tanggal 20 Agustus 2014.
6
berdasarkan izin pihak kepolisian, karena hal ini sudah biasa terjadi di masyarakat, walaupun seperti sudah diketahui bersama, pelanggaran tersebut memiliki sanksi pidana yang cukup berat walau termasuk ke dalam tindak pidana ringan. Kesadaran hukum masyarakat tidak tumbuh dengan sendirinya, meskipun dalam diri anggota masyarakat mempunyai kecenderungan untuk dapat hidup teratur. Untuk itu, kesadaran hukum masyarakat perlu dipupuk dan dikembangkan melalui pola pembinaan yang efektif dan intensif. Apabila penegak hukum dianggap sebagai orang yang paling mengetahui akan suatu aturan, dengan demikian apa yang dilakukan aparat penegak hukum, maka akan menjadi teladan bagi masyarakat. Dalam kaitannya dengan efektifitas penerapan/ penegakan hukum, masalah kesadaran hukum masyarakat memegang peranan yang sangat penting. Kesadaran hukum masyarakat baru akan tercipta apabila didukung oleh segenap elemen masyarakat. Semakin besar kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat atau penegak hukum, maka akan semakin kecil kemungkinan masyarakat untuk bertingkah laku yang tidak sesuai dengan hukum. III. Simpulan 1. Tindakan pihak kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melanggar fungsi jalan sehingga mengakibatkan
terganggunya fungsi jalan selama ini adalah berdasarkan diskresi kepolisian. Pihak kepolisian belum pernah melakukan tindakan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ataupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Masyarakat menganggap penggunaan jalan untuk kegiatan pribadi tidak perlu menggunakan izin dari pihak kepolisian sehingga mereka dengan seenaknya saja menutup jalan tersebut. Padahal untuk hal ini sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Begitu pula dengan pembangunan alat pembatas kecepatan. Pihak Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung belum pernah menindak secara tegas terhadap pembangunan alat pembatas kecepatan ini. Sehingga, masyarakat menganggap pembangunan alat pembatas kecepatan bisa sesuai dengan kehendaknya saja tanpa memperhatikan regulasi yang ada, yang tentunya hal ini menimbulkan kerugian bagi para pengguna jalan. Terdapat beberapa kendala bagi pihak kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan upaya penegakan hukum pidana terhadap pelanggar yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan, antara lain karena masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan fungsi jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, yang berpotensi menyebabkan kemacetan terhadap lalu lintas, bahkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dapat terjadi karena tingginya mobilitas masyarakat di Kota Bandar Lampung.
7
Selain itu, kendala lainnya adalah tidak tahu nya masyarakat terkait penggunaan izin untuk menggunakan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, dan juga polisi menghindari terjadinya konflik dengan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung.
Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
IV. Daftar pustaka
Jalan Ali,
Zainuddin.
2011.
Metode
Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar
Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Grafika.
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
Andrisman, Tri. 2010. Buku Ajar Sistem Peradilan
Pidana.
Lampung.
Penerbit Universitas Lampung. Arief, Barda Nawawi. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Puspa, Yan Pramadya. 1977.
Kamus
Hukum. Semarang. Aneka Ilmu. Soekanto, Soerjono. 2004. Faktor
Yang
Faktor-
Mempengaruhi
Penegakan Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam
Keadaan
Penggunaan
Tertentu
Jalan
Selain
Dan Untuk
Kegiatan Lalu Lintas. Keputusan
Menteri
Perhubungan
Nomor: KM. 3 Tahun 1994 Tentang Alat
Pengendali
Pemakai Jalan.
dan
Pengaman