Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
Panduan Praktis untuk Elemen Masyarakat Sipil, Pemerintah Daerah, & DPRD Adenantera Dwicaksono | Ari Nurman Saeful Muluk | Wulandari | Dadan Ramdan
Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Panduan Praktis untuk Elemen Masyarakat Sipil, Pemerintah Daerah, & DPRD Penulis: • Adenantera Dwicaksono • Ari Nurman • Saeful Muluk • Wulandari • Dadan Ramdan Penyuning : Pius Widiyatmoko
Perkumpulan INISIATIF Institut untuk Inovasi Kebijakan, Pembangunan Partisipatif, dan Tata Kepemerintahan Oktober 2010
ANALISIS PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN DI DAERAH: Panduan Praktis untuk Elemen Masyarakat Sipil, Pemerintah Daerah, dan DPRD ____________________________________________________
Penulis: Adenantera Dwicaksono, Ari Nurman, Saeful Muluk, Wulandari, Dadan Ramdan 2010, xxiii + 127 ; 15 x 23 cm ISBN: 978-979-25-2106-1 Penyunting: Pius Widiyatmoko Reviewer : dr. Fauzan Iryanto Tata Letak: Pieter P. Setra, Teguh, Dhani Prima Ariv Sampul dan Ilustrator: Dhani Prima Ariv Cetakan pertama, Oktober 2010 Diterbitkan oleh: Perkumpulan INISIATIF Jl. Guntursari IV No. 16, Bandung 40264 Telp./Fax. 022-7309987 Email:
[email protected] Website: www.inisiatif.org Didukung oleh: The Asia Foundation
Tentang Perkumpulan INISIATIF
D
esentralisasi merupakan buah reformasi 1998 yang memungkinkan inisiatif-inisiatif lokal bertumbuh kembang. Perkumpulan INISIATIF mengisi desentralisasi di Indonesia dengan melakukan penelitian, pendampingan komunitas, peningkatan kapasitas, terjun untuk mempengaruhi kebijakan publik di tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional yang menghambat kemunculan inovasi-inovasi daerah. Secara formal, INISIATIF berdiri tanggal 9 September 2005. Pada tahun 2007 INISIATIF melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat atas pelayanan dasar di Kabupaten Bandung. Dari penelitian ini, INISIATIF memandang bidang kesehatan merupakan arena yang perlu diintervensi. Kesudahannya adalah awal mula kerja advokasi jaminan kesehatan di Kabupaten Bandung. Tonggaknya berupa kelahiran Petisi Antik (5 November 2007) yang merupakan pernyataan sikap sekitar 50-an organisasi masyarakat sipil yang menuntut Pemda dan DPRD Kabupaten Bandung untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh penduduk. Pararel dengan kerja advokasi, INISIATIF memandang penting melakukan studi banding di daerah-daerah lain yang sudah terlebih dahulu menerapkan inovasi puskesmas gratis dan jaminan kesehatan. Penelitian perbandingan tersebut mengambil tempat di Kota Banjar, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Sumedang sepanjang paruh pertama 2008.
v
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Sementara itu, kerja advokasi akhirnya kembali menanam tonggak satu lagi dengan pengesahan Perda Kabupaten Bandung No.10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung pada tanggal 9 Juli 2009. Pilihan universalisasi pelayanan kesehatan merupakan konsekuensi dari pandangan INISIATIF yang menyimpulkan bahwa Negara Indonesia mempunyai kewajiban memenuhi hak-hak dasar warganya. Buku panduan ini adalah penegasan posisi INISIATIF untuk mendorong segera terwujudnya universalisasi pelayanan kesehatan di Indonesia.
vi
Kata Pengantar
Buku yang sedang pembaca pegang dan baca ini merupakan kelanjutan dari buku pertama INISIATIF berjudul Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai untuk Daerah, yang terbit Desember 2008 lalu. Dibandingkan buku pertama, buku kedua lebih banyak membahas perhitungan-perhitungan teknis pembiayaan tentang bagaimana memobilisasi sumbedaya publik (dana APBD) untuk dialokasikan bagi pemenuhan hak dasar warga, terutama hak kesehatan. Buku Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah juga merupakan upaya mengajak mereka yang menaruh perhatian atas bidang kesehatan untuk mempertajam pemahaman atas bidang ini. Analisis anggaran yang rutin dilakukan terasa masih terlalu umum dan kurang menjadi bekal yang cukup berargumentasi dengan para pengambil keputusan saat melakukan advokasi. Dengan panduan praktis ini para pelaku advokasi diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang terukur dan berdasar data yang ada. Pada dua bab pertama, pembaca akan mendapatkan penjelasan dan argumentasi tentang pentingnya alat analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah. Buku ini menggunakan kerangka hak dasar untuk melihat di manakah keberpihakan negara, sebagaimana tercermin dalam peraturan perundang-undangan, terhadap hak kesehatan warganya. Dua bab berikutnya merupakan langkah-langkah perhitungan dalam analisis pembiayaan jaminan kesehatan. Secara umum ada 6 langkah yang harus dilalui, yaitu :
vii
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
1. Memformulasikan tujuan perubahan kebijakan. 2. Menggambarkan situasi pembiayaan jaminan kesehatan yang berlangsung saat ini di suatu daerah sasaran kita (kota/ kabupaten). 3. Mengidentifikasi pilihan kebijakan. 4. Mensimulasikan model-model usulan kebijakan. 5. Menilai perbandingan model-model. 6. Implementasi. Sedangkan bab terakhir membicarakan upaya-upaya membawa hasil analisis untuk diwujudkan dalam suatu kebijakan daerah. Perhitungan secanggih apapun jika tidak dikomunikasikan dengan para pihak yang terkait serta dituangkan dalam satu kebijakan daerah tertentu, tidak akan pernah menjadi apa-apa. Paling jauh hanya akan menerbitkan kekaguman semata atas kemampuan merumuskan formula-formula. Akhir kata, semoga buku ini mampu memberi sumbangan berharga bagi perwujudan jaminan kesehatan untuk semua warga di Bumi Indonesia.
Donny Setiawan Perkumpulan INISIATIF Ketua Badan Pelaksana
viii
Daftar Isi
Tentang Perkumpulan INISIATIF - v Kata Pengantar - vii Daftar Isi - ix Prolog : Pendanaan dan Biaya Kesehatan - xii Bab 1 Pengantar Umum - 1 1.1 Pengertian Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah..........................................................................................................................1 1.2 Pentingnya Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah.............................................................................2 1.3 Tujuan dan Keluaran Analisis................................................................................3 1.4 Manfaat Analisis...........................................................................................................3 1.5 Ruang Lingkup Analisis...........................................................................................4 1.6 Asumsi-Asumsi Dasar...............................................................................................5 Bab 2 Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan - 7 2.1 Pembiayaan Jaminan Kesehatan dalam Perspektif Pemenuhan Hak Dasar Warga atas Kesehatan.........................................7 2.2 Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan di Indonesia...............................11 2.2.1 Jaminan Konstitusi atas Hak Kesehatan Warga Negara......11 2.2.2 Implikasi Kerangka Hukum terhadap Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan.......................................................17 2.2.3 Tanggung Jawab Negara (Pemerintah).........................................19 Bab 3 Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah - 23 3.1 Pengantar Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan Daerah.......23 3.2 Formulasi Tujuan Perubahan Kebijakan.....................................................25 3.3 Membangun Model “Status Quo” Situasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah..........................................................................27 3.3.1 Pengeluaran Pembiayaan Jaminan Kesehatan.........................28
ix
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
3.3.2 Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan..........................37 3.3.3 Situasi Kesetimbangan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah.................................................................................38 3.3.4 Variabel-variabel yang Menentukan Situasi Pembiayaan di Masa Mendatang......................................................38 3.4 Identifikasi Pilihan Kebijakan.............................................................................42 3.5 Simulasi Model Usulan Kebijakan...................................................................48 3.6 Penilaian Perbandingan Hasil...........................................................................48 3.7 Implementasi..............................................................................................................48 Bab 4 Simulasi - 51 4.1 Kasus Hipotetik Situasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah........................................................................................................................52 4.2 Formulasi Tujuan Perubahan Kebijakan.....................................................53 4.3 Membangun Model Awal dari Kasus Hipotetik (Model-0).......................................................................................................................53 4.3.1 Analisis Pengeluaran Manfaat............................................................53 4.3.2 Analisis Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan........................................................................................................68 4.3.3 Situasi Kesetimbangan Model: PENGELUARAN vs PENERIMAAN untuk Skema yang Berlaku Saat Ini (Model-0)..........................................................75 4.4 Membangun Model Usulan Kebijakan dari Kasus Hipotetik: Pembebasan Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk (Model-1)..............................................................77 4.4.1 Analisis Biaya Pengeluaran Manfaat...............................................77 4.4.2 Analisis Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan.........................................................................................................87 4.4.3 Situasi Kesetimbangan Model: PENGELUARAN vs PENERIMAAN untuk Skema Pembebasan Biaya Kesehatan Puskesmas untuk Seluruh Penduduk (Model-1)...............................................88 4.5 Membangun Model Usulan Kebijakan dari Kasus Hipotetik: Pembebasan Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin (Model-2)...............................................................................90 4.5.1 Analisis Biaya Pengeluaran Manfaat...............................................90 4.5.2 Analisis Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan.......................................................................................................93
x
4.5.3 Situasi Kesetimbangan Model: PENGELUARAN vs PENERIMAAN untuk Skema Pembebasan Biaya Kesehatan Puskesmas untuk Seluruh Penduduk (Model-2)...............................................95 4.6 Perbandingan Antar Model................................................................................96 Bab 5 Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan - 99 5.1 Apa yang Perlu Diperhatikan Ketika Akan Memulai Menjalankan Analisis..........................................................................................100 5.1.1 Pemahaman atas Situasi Permasalahan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah.......................................................100 5.1.2 Kejelasan Tujuan Perubahan Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah.......................................................102 5.1.3 Kecukupan Data untuk Analisis....................................................103 5.1.4 Membangun Komitmen Pihak-Pihak yang Berpengaruh.............................................................................................106 5.2 Advokasi Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah.........................................................................................108 5.2.1 Membangun Argumentasi Advokasi yang Kuat................108 5.2.2 Menetapkan Tujuan Advokasi Perubahan Kebijakan yang Realistis.............................................................................................111 5.2.3 Membangun Strategi Komunikasi yang Efektif..................111 5.2.4 Berjejaring..................................................................................................112 5.3 Pelembagaan Perubahan Kebijakan.......................................................114 Bahan Bacaan 1 - Peran Para Pemangku Kepentingan dalam Pembiayaan Jaminan Kesehatan Daerah.......................................................116 Bahan Bacaan 2 - Perbandingan Beberapa Skema Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Dunia..................................................................................121 Referensi - 124 Biodata Penulis - 126
xi
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Prolog Pendanaan dan Biaya Kesehatan oleh : Hasbullah Thabrany1
Pendanaan dan biaya kesehatan di Indonesia sampai saat ini masih jauh terbelakang dibandingkan dengan pendanaan dan biaya kesehatan di negara-negara tetangga, meskipun hal itu disesuaikan (adjusted) dengan tingkat pendapatan per kapita. Banyak faktor yang mempengaruhi ketertinggalan pendanaan tersebut seperti komitmen politis pemerintah, ketergantungan pada alokasi anggaran Pemerintah, budaya penggunaan layanan kesehatan modern, persepsi risiko sakit dan pengobatan, komposisi usia penduduk, dan kekurangan suplai tenaga kesehatan. Selama empat dekade terakhir, belanja kesehatan Indonesia, termasuk dari Pemerintah, pemda, majikan, bantuan luar negeri dan kantong sendiri belum pernah melampai 3% Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut merupakan indikator bahwa kesehatan belum menjadi prioritas riil dalam kehidupan bangsa Indonesia dan dalam kebijakan Pemerintah. Belanja kesehatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) terhadap APBN juga masih berada di bawah 3% total APBN dalam 40 tahun terakhir. Meskipun belanja kesehatan di Kemenkes (dulu Depkes) bukanlah satu-satunya komponen belanja kesehatan pemerintah, namun belanja tersebut merupakan indikasi penting komitmen Pemerintah. Istilah pendanaan kesehatan (health financing) saya gunakan di sini yang menurut saya lebih tepat dibandingkan istilah Pembiayaan Jaminan Kesehatan. Istilah pembiayaan lebih tepat digunakan untuk penghitungan biaya (costing). Antara financing dan costing memang sangat berhubungan erat. Pembiayaan sangat bervariasi luas tergantung selera suatu masyarakat. Belanja dan pendanaan kesehatan biaya murah dan rendah jika kita mau menyediakan pelayanan sekedarnya, dengan honor atau gaji biaya tenaga kesehatan yang sangat rendah, penggunaan alat-alat medis yang sederhana dan murah, dan penggunaan obat generik termurah. 1 Guru Besar Asuransi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia
xii
Kunci dari pendanaan kesehatan adalah kecukupan dana untuk menutupi biaya kesehatan untuk menghasilkan layanan kesehatan (termasuk promotif-preventif ) yang berkualitas. Jika layanan tidak berkualitas, maka hasil akhir (outcome) tidak tercapai.
Quo Vadis Biaya Satuan Analisis berapa biaya yang mencukupi untuk menghasilkan hasil akhir memang jarang dilakukan dan seringkali dilakukan tanpa fakta yang memadai atau dengan masukan (input) yang seadanya. Misalnya, untuk menghitung berapa biaya yang dibutuhkan untuk melayani program kesehatan ibu dan anak, kita harus menghitung biaya gaji bidan, gaji dokter umum, dokter spesialis, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Selain itu, kita harus menghitung berapa jumlah tenaga yang mencukupi untuk melayani kebutuhan program KIA atau reproduksi. Setelah itu, kita harus menghitung jumlah dan jenis (mencakup harga) obat yang diperlukan. Selain itu biaya langsung dan tidak langsung, seperti gaji Kepala Dinas, biaya operasional gedung dan perawatan alat-alat. Jika kita hitung dengan gaji PNS saja, ya hasil biaya satuan (unit cost) per ibu hamil atau per anak balita, akan menjadi kecil. Tetapi, jika jumlah PNS sangat banyak, sehingga tidak efisien, maka bisa jadi biaya satuan menjadi tinggi. Hal itu mencerminkan tidak efisiennya sistem suatu organisasi atau fasilitas kesehatan. Hal yang sama berlaku untuk menghitung biaya satuan layanan di rumah sakit dan di fasilitas kesehatan lainnya. Banyak yang terkecoh dengan biaya satuan, seolah biaya satuan ada standar yang sama. Tidak benar.
xiii
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Biaya satuan sangat bergantung dari berapa biaya input (jumlah dan harga/tarif ) yang kita masukkan. Variasinya bisa sangat luas. Hal itu berlaku juga untuk harga obat per satuan kemasan. Jangan heran jika harga siprofloksasin yang generik dan yang bermerek bisa berbanding 1:70. Hal yang sama dapat berlaku untuk biaya satuan bedah sesar tanpa komplikasi bisa bervariasi 1:10 di berbagai rumah sakit. Jangan heran juga jika biaya bedah jantung di RS publik (milik pemerintah) yang investasi gedung, alat dan sebagian gaji tenaga medis didanai dari APBN justru lebih mahal (2-3 kali lebih mahal) dibanding biaya operasi yang sama di RS swasta terkenal di Malaysia. Padahal, biaya hidup dan biaya rata-rata gaji di Malaysia lebih tinggi. Hal tersebut terkait pengaturan tarif maksimum dan efisiensi yang tinggi di RS swasta terkenal di Malaysia. Oleh karena variasi efisiensi, input biaya dan volume, maka respon RS di daerah dengan pembayaran Askes dan DRG Jamkesmas bervariasi. Ada RS yang bergembira karena pembayaran Askes dan DRG Jamkesmas dihitung-hitung lebih tinggi dibanding jika setiap pelayanan dihitung dengan biaya satuan lebih kecil yang ada dalam Perda Tarif. Definisi biaya satuanpun sangat beragam. Umumnya banyak yang memahami biaya satuan secara tradisional misalnya konsultasi, suntikan, satu obat, dsb. Sesungguhnya “satuan” juga sangat bervariasi. Tergantung kita mau menggunakan dan tingkat persaingan yang ada. Bisa saja biaya satuan per tindakan, per konsultasi, per hari rawat, per diagnosis, per kali perawatan dsb. Di luar kesehatan, kita kenal biaya satuan hotel per kamar, paket per orang termasuk makan buffet, paket per kamar termasuk sarapan untuk dua orang, paket akhir pekan, paket akhir pekan termasuk biaya pesawat. Begitu juga tarif pesawat yang umumnya per orang per perjalanan sesuai kelas, bukan per satuan mil atau jam terbang. Ada juga pesawat yang melakukan unbundling hanya hanya menjual tiket tanpa makan dan bahkan tanpa pilihan tempat duduk. Jika penumpang memesan tempat duduk, harganya lebih tinggi. Makan dan minum beli sendiri di pesawat. Lalu bagaimana kita menyiasati biaya satuan mana yang akan kita gunakan? Untuk itu kita harus pisahkan antara layanan publik (yang biasanya, tapi tidak selalu) merupakan layanan pemerintah/pemda xiv
kepada rakyatnya dan layanan swasta yang merupakan transaksi jual beli. Dalam layanan publik, biaya satuan tidak harus selalu sama atau lebih kecil dari tarif. Misalnya, di RS publik di Malaysia, setiap penduduk Malaysia hanya membayar 3 RM (setara sekitar Rp. 9.000,) untuk setiap rawat jalan spesialis, termasuk obat dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan untuk setiap hari rawat (tarif per diem) adalah 5 RM, termasuk segalanya, meskipun ada pembedahan atau perawatan intensif. Loh, berapa biayanya? Biaya tidak terungkap karena Pemerintah Malaysia konsisten dengan prinsip “melayani rakyat”. Tarif RS hanya sekedar basa-basi. Mereka sama sekali tidak menggunakan satuan tarif dan satuan biaya dalam menjalankan kewajiban pemerintah menyehatkan rakyatnya. Sesungguhnya tidak ada tarif (alias gratis ketika berobat seperti di Muangthai dan di Sri Lanka) tidak ada masalah. Tetapi, biaya besar. Satuan biaya yang digunakan adalah biaya global per RS. Untuk fasilitas kesehatan swasta, biaya dan tarif satuan sangat tergantung dari tingkat persaingan dan peraturan yang berlaku. Tarif umumnya lebih besar dari biaya, karena RS harus memiliki dana cadangan untuk menutup penerimaan yang berkurang di suatu waktu dan untuk meningkatkan kualitas layanan. Bedanya antara RS pencari laba (for profit) atau RS (not for profit) atau nirlaba (istilah yang tidak begitu tepat) hanya pada selisih tarif dan biaya. Tidak ada jaminan bahwa tarif RS nirlaba akan selalu lebih kecil dari tarif RS pencari laba. Sebab, tingkat efisiensinya berbeda. Banyak tarif RS pemerintah yang lebih mahal dari tarif RS swasta karena inefisiensi, penyalahgunaan kesempatan, dan ketidaktahuan. Bisa jadi tarif RS atau badan usaha pencari laba bisa lebih murah, tetapi laporan keuangan badan usaha tersebut menghasilkan laba lebih besar. Mengapa? Tingkat biaya bisa ditekan dengan volume tenaga yang lebih kecil dan biaya satuan tenaga yang lebih kecil. Biaya kesehatan selalu bersifat lokal karena harga-harga input, seperti tenaga atau gaji, biaya operasional, perijinan, biaya hidup, obat dan bahan habis pakai berharga lokal. Sifat lokal biaya dan pembiayaan (costing) bahkan spesifik untuk sebuah institusi atau xv
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
badan usaha. Ada RS yang berbiaya satuan tinggi dan ada RS yang berbiaya satuan rendah, baik karena kualitas maupun karena faktorfaktor lain. Sedangkan pendanaan, yang dalam banyak kasus— termasuk dalam buku ini disebut “pembiayaan” bersifat lintas batas. Pendanaan sebuah RS bisa saja berasal dari sumbangan atau transfer dana atau pembayaran dari luar daerah atau dari luar badan usaha.
Perlunya Analisis Biaya Analisis biaya sangat diperlukan untuk penganggaran, pentarifan dan untuk pendanaan (mobilisasi sumber dana) agar kebutuhan biaya tercukupi. Sebagai contoh, analisis biaya dapat menghasilkan tingginya biaya tidak langsung, yaitu misalnya biaya pimpinan (baik gaji, tunjangan, atau biaya-biaya perjalanan) yang menyebabkan suatu badan usaha atau pemerintahan tidak efisien. Biaya seorang Bupati atau Walikota bisa saja mengambil porsi yang besar (untuk gaji, perjalanan dinas, baju dinas, biaya representasi, dll). Analisis biaya harus mampu menyajikan rasio-rasio misalnya rasio biaya administrasi terhadap total biaya, rasio biaya tenaga terhadap total biaya, rasio biaya operasional terhadap total biaya, dan rasio laba terhadap total biaya. Sebagai contoh, untuk melaksanakan program reproduksi bisa jadi di suatu daerah menghabiskan Rp 100.000 per orang per tahun, sementara di daerah lain menghabiskan Rp 500.000 per orang per tahun. Setelah dikaji secara cermat, ternyata di daerah yang menghabiskan Rp 500.000 per orang per tahun digunakan input tenaga spesialis kebidanan untuk penolong persalinan sehingga biaya per orang per tahun menjadi mahal. Hal ini menunjukkan inefisiensi karena sebagian besar layanan reproduksi tidak memerlukan tenaga spesialis kebidanan. Cukup dengan bidan atau dokter umum. Jangan heran jika hasil analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan antar daerah atau antar badan usaha bervariasi besar, meskipun metoda analisisnya sama. Pemda dan pengambil keputusan harus arif dalam menggunakan informasi analisis biaya dan tidak sertamerta menerima hasil analisis biaya suatu kelompok dianggap sebagai suatu standar yang harus diikuti. Pengambil keputusan harus menilai asumsi-asumsi yang digunakan, menilai volume yang
xvi
digunakan, dan menilai besaran input biaya per satuan dan volume input. Sebagai contoh, jika suatu daerah ingin menjamin biaya persalinan semua warganya untuk menjamin warga melahirkan ditolong bidan atau dokter, maka pemda harus menghitung berapa jumlah persalinan per tahun dikalikan biaya per persalinan. Jika biaya per persalinan menggunakan asumsi 5% persalinan memerlukan operasi sesar, maka dana yang harus disediakan agar program tercukupi akan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan asumsi 30% persalinan dilakukan operasi sesar. Pejabat pembuat anggaran dan pencari dana (pendanaan) harus kritis menggali informasi lebih dalam tentang biaya satuan yang diajukan oleh bawahan atau Dinas terkait. Hal yang sama berlaku untuk pengobatan, biaya operasional sebuah puskesmas atau rumah sakit, dan biaya program kesehatan masyarakat seperti pembersihan sarang nyamuk, imunisasi, dan penyuluhan kesehatan. Dalam bidang prasarana, kementrian pekerjaan umum memiliki standar baku, misalnya biaya bangunan kelas III per meter persegi sebesar Rp 3 juta. Tentu saja, jika seorang pejabat mengusulkan biaya pembangunan sebesar Rp 12 juta per meter persegi sebagaimana digunakan untuk membangun gedung baru DPR, maka seorang kepala Bappeda dapat mencoretnya. Sayangnya, dalam sektor kesehatan standar biaya untuk semua program kesehatan belum disusun oleh Kementrian Kesehatan. Dengan demikian, maka setiap daerah dan setiap instansi pemerintah ataupun swasta harus melakukan analisis biaya sendirisendiri untuk menjamin kualitas layanan yang memadai dan untuk dijadikan patokan mobilisasi sumber daya untuk pendanaan yang memadai.
Pendanaan Menuntut Efisiensi Pendanaan kesehatan adalah upaya mobilisasi dana dari pajak, penerimaan negara atau pemda dari berbagai sumber, asuransi sosial, asuransi komersial, dari kantong (out of pocket), atau
xvii
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
sumbangan. Upaya mobilisasi dana untuk menyediakan atau memperluas jaminan kesehatan merupakan upaya pendanaan, bukan pembiayaan. Sumber dana untuk jaminan kesehatan bersifat lintas batas. Itulah sebabnya, di dunia, pendanaan kesehatan bersifat nasional, bukan lokal atau bukan merupakan tugas pemda atau negara bagian. Di manapun di dunia, kemajuan ekonomi dan sumber-sumber dana tidak pernah merata di seluruh wilayah tanah air sebuah negara. Untuk menjamin pemerataan layanan kesehatan, yang merupakan tujuan keadilan sosial, maka dana harus dimobilisir dari berbagai sumber seperti pajak penghasilan, pajak impor, pajak ekspor, cukai, pembagian laba usaha negara, asuransi/jaminan sosial dan sebagainya. Negara yang mengandalkan pendanaan kesehatan dari pajak penghasilan (Tax funded system) seperti di Malaysia, Muangthai, Hong Kong, Inggris dan negara-negara Eropa Barat lain, biasanya menerapkan pajak penghasilan yang tinggi. Pajak penghasilan di negara-negara Skandinavia atau Eropa Barat dapat mencapai 50% dari gaji atau upah. Seorang pekerja yang bergaji 6.000 Euro dapat membawa pulang uang hanya separuhnya. Tidak masalah, sebab dengan tingkat pajak (setara dengan PPh 21 di Indonesia) setinggi itu, semua penduduk tidak perlu merogoh kantong untuk berobat, sekolah atau kuliah. Semua biaya berobat dan kuliah sudah ditanggung dari dana yang bersumber pajak tersebut. Ada penduduk yang bergaji kecil akan membayar pajak lebih kecil dan yang bergaji besar membayar pajak lebih besar. Tetapi, ketika mereka sakit atau perlu sekolah, mereka tidak lagi mengeluarkan biaya. Semua memiliki hak berobat yang sama. Dengan mekanisme itu, maka terjadi keadilan sosial yang egaliter, you get what you need. Di sinilah terjadi subsidi silang yang sebenarnya antara yang kaya dengan yang miskin, yang sehat dengan yang sakit dan yang muda dengan yang tua. Semua negara di dunia memobilisasi dana untuk program layanan dasar wajib seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dengan pengumpulan pajak yang berlaku nasional, bukan lokal. Pajak lokal, seperti pajak penjualan, pajak rumah, pajak mobil, pajak bangunan dan berbagai jenis pajak lain bersifat suplemental, tambahan dari kewajiban nasional.
xviii
Dalam implementasinya, pajak yang diterima Pemerintah (Nasional) didistribusikan ke daerah (fasilitas kesehatan di daerah, pemerintah daerah, atau pemerintah negara bagian) dengan berbagai cara untuk menjamin terwujudnya keadilan sosial. Ada yang membagi rata per penduduk, ada yang membuat formula seperti DAU di Indonesia, ada yang berdasarkan budget per unit, dsb. Tidak ada satu negarapun yang mengatur sepenuhnya penerimaan dari suatu bagian negara itu, kota atau provinsi, yang hanya digunakan di bagian negara itu. Di Indonesia, sering ada tuntutan kewenangan penuh daerah untuk mengelola semua sumber dana yang dimobilisir di daerah itu untuk hanya digunakan di daerah tersebut. Hal ini tidak mungkin dan tidak pernah terjadi di negara manapun di dunia, termasuk di Amerika yang paling liberal. Asuransi Kesehatan Nasional merupakan alternatif pendanaan kesehatan yang paling umum berlaku di berbagai negara. Seperti halnya sistem pajak, sistem asuransi kesehatan nasional juga mewajibkan setiap penduduk yang berpenghasilan untuk mengiur prosentase tertentu dari upah, gaji atau penghasilannya untuk jaminan kesehatan. Bedanya, uang iuran wajib yang terkumpul hanya digunakan untuk mendanai layanan kesehatan yang sudah dirumuskan (benefit package). Sifat pungutan wajib asuransi kesehatan nasional sama dengan pungutan wajib pajak penghasilan. Oleh karenanya, praktik yang umum di dunia, penyelenggaaan asuransi kesehatan nasional selalu oleh Pemerintah atau suatu badan di luar pemerintahan yang dibentuk untuk mengelola dana iuran berskala nasional. Di Filipina, badan ini dinamai Badan Asuransi Nasional Filipina dengan nama panggilan Philhealth. Di Korea selatan badan tersebut bernama NHIC (National Health Insurance Corporation) of Korea dan di Taiwan disebut BNHI (Bureau of National Health Insurance) yang merupakan organ khusus Kementrian Kesehatan. Di Indonesia UU 40/2004 pasal 19 secara eksplisit menyebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional untuk menjamin efisien dan menjamin kesamaan hak dasar untuk seluruh rakyat. Namun demikian, banyak pihak di daerah tidak memahami hal ini dan berjuang untuk menyelenggaakan sistem jaminan kesehatan parsial di masing-masing daerah.
xix
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Sebagai negara yang baru melek demokrasi, hal ini bisa dipahami. Alasan dasarnya umumnya sederhana yaitu sebagian orang ingin mengelola langsung dana jaminan kesehatan di daerah tersebut. Akan tetapi, jika perebutan peran ini terus terjadi, maka inefisiensi dan keragaman jaminan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat akan terjadi. Korea Selatan meninggalkan sistem ini karena kenyataan bahwa sistem terfragmentasi di daerah pada akhirnya menyulitkan rakyat di daerah itu sendiri. Ketika migrasi harian, mingguan, bulanan dan tahunan untuk bekerja, berekreasi, atau belajar menjadi sangat dinamis, sistem terfragmentasi tersebut menjadi menyulitkan rakyat yang harus berobat di daerah lain. Sesungguhnya di Indonesia juga sudah ada keputusan hukum tentang hal itu, ketika UU SJSN diuji-materi di MK. Asuransi atau jaminan kesehatan eksklusif di daerah tidak dibenarkan Mahkamah Konstitusi karena menimbulkan ketidakadilan dan bertentangan dengan UUD 1945 (Baca putusan MK Nomor 007/PUU-III/2005, hal 266). Dalam putusan tersebut, dijelaskan sebagai berikut: “Mahkamah tidak sependapat dengan dalil Pemohon tersebut (jaminan kesehatan merupakan hak eksklusif daerah, penulis), sebab jika jalan pikiran demikian diikuti, maka di satu pihak, besar kemungkinan terjadi keadaan di mana hanya daerah-daerah tertentu saja yang mampu menyelenggarakan sistem jaminan sosial dan itu pun tidak menjamin bahwa jaminan sosial yang diberikan tersebut cukup memenuhi standar kebutuhan hidup yang layak antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, serta di lain pihak, jika karena alasan tertentu seseorang terpaksa harus pindah ke lain daerah, tidak terdapat jaminan akan kelanjutan penikmatan hak atas jaminan sosial orang yang bersangkutan setelah berada di daerah lain (portabilitas, penulis). Keadaan demikian akan bertentangan dengan maksud Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menghendaki hak atas jaminan sosial itu harus dapat dinikmati oleh setiap orang atau seluruh rakyat”
Yang kurang dipahami banyak pihak adalah bahwa UU SJSN sama sekali tidak bersinggungan dengan UU Otonomi Daerah (UU 32/2004 dan UU perubahannya). Keduanya mempunyai area pengaturan yang berbeda. Dalam UU SJSN yang diatur adalah penyelenggaraan program jaminan sosial yang dikelola oleh badan hukum khusus (badan penyelenggara jaminan sosial) di luar pemerintahan. Tidak ada pengaturan pemerintahan, kecuali disebutkan kewajiban Pemerintah memberi bantuan iuran (mata anggaran bantuan sosial)
xx
untuk penduduk miskin dan tidak mampu. Tidak juga dimaksudkan agar pemda yang membayar bantuan iuran tersebut, karena tidak semua pemda akan mampu. Oleh karenanya kewajiban itu hanya kepada Pemerintah (pusat). Namun demikian, pemda dapat saja (oleh karena itu dalam keputusan MK digunakan kata “dapat”, bukan wajib) menambah iuran atau menambah paket manfaat yang tidak dijamin secara nasional. Sementara itu, UU Otonomi Daerah, sama sekali tidak mengatur bagaimana sebuah program jaminan sosial (kesehatan atau jaminan lain) dijalankan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38/2007 dalam lampiran 2 dijelaskan lebih lanjut, untuk jaminan kesehatan, Pemda (provinsi, kota atau kabupaten) punya kewenangan menyelenggarakan jaminan kesehatan bersifat lokal dan melaksanakan jaminan kesehatan nasional (tugas pembantuan). Tugas Pemerintah ataupun pemda bukan pada penyelenggaraan seperti yang sekarang terjadi pada Jamkesmas atau Jamkesda. Penyelenggaran akan dikelola oleh suatu badan di luar pemerintahan. Tugas pemerintah hanya pada pembayaran iuran dan pengawasan. Sinkroni dan harmoni itulah yang nantinya akan menjadi wujud akhir sebuah Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Memang, rumusan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional lebih lanjut belum mampu dikeluarkan oleh Pemerintah, karena kelalaian Pemerintah. Upaya mendudukkan perkara jaminan sosial (bukan hanya kesehatan) memang penuh dengan perebutan kepentingan politis dan taktis. Namun demikian, draf RUU BPJS sudah mengindikasikan bahwa pemda dapat mengembangkan jaminan sosial tambahan dan komplemen (kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian). Dengan demikian, nanti akan ada jaminan kesehatan yang berskala nasional, yang paket layanan dan kewajibannya sama untuk seluruh rakyat dan ada jaminan kesehatan tambahan dan atau pelengkap (bukan penduduk yang tidak dijamin oleh program nasional, tetapi paket manfaatnya yang bersifat tambahan dan atau pelengkap). Pemerintah juga sudah memberi Amanat Presiden (Ampres) yang diwakili oleh Kementrian Keuangan, Bappenas, Meneg BUMN, Kementrian Tenaga Kerja dan Kementrian Sosial. Dalam satu tahun ke depan, diharapkan bulan April-Juni tahun 2011, RUU BPJS akan diundangkan sebagai sebuah
xxi
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
UU. Jika hal itu sudah dirumuskan, maka peran skema Jaminan Kesehatan Nasional dan jaminan kesehatan di daerah akan jelas dan diharapkan tidak lagi menjadi polemik.
Inisiatif Daerah dan Aspek Legal Sementara ketentuan UU belum terumuskan, maka dalam masa transisi memang tidak bisa dihindari terjadinya berbagai inisitatif di daerah. Hal ini merupakan itikad baik Pemda untuk menjamin rakyatnya. Ada Pemda yang bahkan sudah menjamin seluruh penduduknya, ada pemda yang menjamin sebagian rakyat yang belum dijamin secara nasional dan ada pula pemda yang belum menambah jaminan. Penyelenggaraan jaminan kesehatan tambahan penduduk oleh daerah merupakan inisiatif baik dan perlu dikembangkan. Hasil evaluasi yang baru saja dilakukan FKMUI menunjukkan bahwa variasi besaran alokasi dana oleh Pemda dan manfaat yang dijamin bervariasi luas. Ada yang menjamin hanya rawat jalan di puskesmas dan ada yang menjamin secara komprehensif sampai perawatan di rumah sakit. Ada yang hanya mengalokasikan Rp 1.000 dan ada yang mengalokasikan lebih dari Rp 15.000 per orang per bulan. Ada juga pemda yang menjamin secara nasional, rujukan atau ketika bepergian ke luar daerah, dan ada juga yang hanya menjamin di tingkat lokal. Penyelenggaraanya juga bervariasi dari yang dikelola langsung oleh Dinas Kesehatan, dikelola oleh “badan tertentu” dan ada yang dikontrakkan ke pihak perushaan asuransi. Variasi ini menimbulkan konsekuensi hukum dan biaya. Ada pemda yang mengontrakan ke badan yang dibentuk sendiri atau yang merupakan organ (UPT atau UPTD) yang secara peraturan perundangan keuangan negara tidak sesuai. Ada sebagian pengelola yang kini berusan dengan pemeriksa karena dinilai menyalahi peraturan keuangan negara. Ada juga yang bermasalah karena dinilai melanggar Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa. Semua itu menjadi masalah yang menuntut kejelasan pengaturan lebih lanjut. Pemberian jaminan kesehatan melalui pendanaan langsung ke fasilitas kesehatan milik Pemda dengan mengubah Perda tarif menjadi Perda layanan kesehatan gratis di puskesmas dan atau di RSUD merupakan cara yang legal dan paling aman dari urusan pengadilan. Metoda ini yang paling aman dilakukan Pemda sekarang ini.
xxii
Jika UU BPJS, Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran dan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan, yang diagendakan selesai pada akhir 2010 atau awal 2011, telah ditandatangani Presiden, maka polemik dan masalah-masalah legal atau peraturan yang menyeret pelaku ke pengadilan atau sel penjara tidak ada lagi. Oleh karenanya, para analisis pembiayaan dan pendanaan kesehatan hendaknya tidak hanya terfokus pada aspek teknis penghitungan biaya, tetapi harus memperhatikan aspek legal peraturan keuangan negara dan peraturan pemungutan uang yang bersifat wajib (bukan dagang) dari warga. Perlu diingat bahwa sampai dengan bulan September 2010, lebih dari 1.200 Perda yang dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya. Beberapa perda tentang jaminan kesehatan yang saya baca jelas bertentangan dengan peraturan perundangan. Permenkes yang mengatur badan penyelenggara juga telah dicabut oleh Menteri Kesehatan karena bertentangan dengan peraturan perundangan. Sebuah analisis biaya dan analisis pendanaan yang baik, harus memenuhi aspek teknis ekonomi dan memenuhi peraturan perundangan. Semoga buku yang langka dan sangat membantu peningkatakan kapasitas kemampuan analisis ini bermanfaat bagi Negara dan Bangsa Indonesia.
Jakarta, 27 September 2010.
Hasbullah Thabrany
xxiii
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
niversalisasi
BAB 1 - Pengantar Umum
BAB 1
Pengantar Umum
1.1. Pengertian Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
M
enurut Sistem Kesehatan Nasional Republik Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2004, pembiayaan jaminan kesehatan adalah salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional. Subsistem pembiayaan jaminan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumberdaya keuangan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Adapun tujuan subsistem ini adalah ketersediaan pembiayaan jaminan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya1
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
niversalisasi
BAB 1 - Pengantar Umum
guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya. Sedangkan kata analisis (Kamus Besar Bahasa Indonesia), adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan memadukan kedua pengertian di atas, maka analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah dapat diartikan sebagai upaya untuk menguraikan bagian-bagian dari subsistem pembiayaan jaminan kesehatan dan menelaah bagian-bagian tersebut serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang ketersediaan sumberdaya keuangan yang memadai, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di daerah. Dengan kata lain, analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah adalah upaya untuk mengkaji kebutuhan, ketersediaan sumber daya keuangan, pengalokasiaan yang adil dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka menciptakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerah.
1.2. Pentingnya Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Terdapat alasan penting mengapa analisis kritis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah perlu dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan terkait dengan penyelenggaraan kesehatan di daerah. Praktik analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan tata kelola penyelenggaraan kesehatan yang baik di tingkat daerah. Bagi pengambil kebijakan di daerah, praktik analisis ini akan membantu pengambilan keputusan terkait dengan pembiayaan di daerah dengan lebih baik, terutama pembiayaan jaminan kesehatan melalui alokasi APBD. Bagi elemen
2
masyarakat sipil, analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah memberikan instrument pengetahuan dalam melakukan pengawalan penyelenggaraan kesehatan di daerah.
1.3. Tujuan dan Keluaran Analisis Tujuan analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah adalah untuk: •
Memperoleh pengetahuan yang memadai tentang kebutuhan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah;
•
Melakukan proyeksi kebutuhan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor perkembangan demografi dan ekonomi;
•
Memperoleh pilihan skema pembiayaan yang mungkin untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah.
Keluaran dari analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah: •
Gambaran yang komprehensif terkait dengan kebutuhan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah;
•
Pilihan skema pembiayaan jaminan kesehatan di daerah.
1.4. Manfaat Analisis Bagi Pemerintah Daerah dan DPRD Bagi pemerintah daerah, hasil analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah bermanfaat untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan tentang situasi kebutuhan pembiayaan, potensi sumber daya keuangan yang tersedia, pilihan skema pembiayaan beserta implikasinya yang sangat berguna dalam proses pengambilan kebijakan dan keputusan anggaran terkait dengan penyelenggaraan kesehatan di daerah.
3
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
niversalisasi
BAB 1 - Pengantar Umum
Elemen Masyarakat Sipil Bagi elemen masyarakat sipil yang berkepentingan atas penyelenggaran kesehatan di daerah, hasil analisis pembiayaan ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan dan informasi yang memadai dan yang relevan dalam bergerak untuk mengawal tindakan pemerintah dalam rangka pemenuhan tanggung jawabnya untuk menyediakan akses yang memadai terhadap pelayanan kesehatan bagi seluruh warga masyarakat.
1.5. Ruang Lingkup Analisis Ruang lingkup analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah meliputi: •
Estimasi kebutuhan pembiayaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan di tingkat kabupaten;
•
Perhitungan kapasitas pembiayaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah;
•
Estimasi cakupan pelayanan kesehatan pemerintah terhadap kebutuhan total pelayanan kesehatan;
•
Identifikasi pilihan skema pembiayaan untuk mengurangi kesenjangan antara ketersediaan sumberdaya dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Ruang lingkup di atas dibangun atas dasar asumsi-asumsi berikut ini: •
Sistem yang berlaku saat ini didominasi oleh sistem out-ofpocket, dan pembiayaan dari anggaran pemerintah;
•
Sistem pembiayaan lainnya masih sangat terbatas bahkan tidak berarti;
•
Kapasitas fiskal pemerintah masih memiliki ruang untuk memperluas cakupan;
•
Tujuan umum reformasi sistem pembiayaan jaminan kesehatan adalah mengurangi beban yang ditanggung langsung oleh
4
setiap individu dengan mendorong alternatif pembiayaan yang berbasis pada pembagian beban secara kolektif.
1.6. Asumsi-Asumsi Dasar Asumsi-asumsi dasar terselenggaranya analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah ini adalah: •
Pengambilan kebijakan dan keputusan anggaran terkait dengan penyelenggaraan kesehatan tidak dapat dilakukan semata-mata dengan menggunakan pendekatan politis. Pendekatan teknokratis memainkan peranan penting dalam memberikan gambaran yang utuh terkait situasi pembiayaan jaminan kesehatan di daerah masing-masing.
•
Elemen masyarakat sipil merupakan bagian dari pemangku kepentingan yang sejajar dengan pemangku kepentingan lain (pemerintah daerah dan DPRD, serta dunia usaha) yang memiliki kesempatan untuk turut mewarnai proses pengambilan kebijakan dan keputusan anggaran terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di daerah.
•
Peran masyarakat sipil melalui penggunaan analisis ini adalah dengan memberikan analisis kritis terhadap situasi pembiayaan jaminan kesehatan meski masih sangat bersifat kasar. Analisis yang lebih rinci merupakan tanggung jawab pemerintah daerah maupun kelompok pakar.
•
Analisis ini bertujuan, terutama untuk menciptakan akses yang merata dan memadai bagi seluruh warga masyarakat di daerah tanpa memandang perbedaan kondisi sosial, ekonomi, jender, dan sebagainya.
5
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
6
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
BAB 2
Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
2.1. Pembiayaan Jaminan Kesehatan dalam Perspektif Pemenuhan Hak Dasar Warga atas Kesehatan
D
alam perspektif pemenuhan hak dasar warga negara atas kesehatan, pemerintah terikat tanggung jawab untuk menjamin akses yang memadai bagi setiap warga negara atas pelayanan kesehatan yang memadai. Menurut Komentar Umum Nomor 14 atas pasal 12 dari Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tentang Hak Untuk Pencapaian Standar Kesehatan yang Tinggi, menyebutkan bahwa jaminan akses atas layanan kesehatan yang memadai di antaranya adalah meliputi aksesibilitas finansial, yaitu bahwa layanan kesehatan harus terjangkau bagi seluruh warga negara. Oleh karena itu, pemerintah terikat tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan sumber daya finansial bagi penyelenggaraan layanan kesehatan yang memadai sedemikian rupa terjangkau bagi setiap kalangan masyarakat. Di sinilah peran strategis dari sistem pembiayaan jaminan kesehatan dalam memastikan akses warga terhadap layanan kesehatan.
7
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Indonesia masih memiliki berbagai permasalahan terkait dengan sistem pembiayaan jaminan kesehatan yang dapat berdampak pada berkurangnya akses warga negara terhadapa layanan kesehatan yang layak. Makalah CSIS Roadmap Reformasi Sektor Kesehatan Nasional : Sebuah Kolaborasi Bersama (2009) menyebutkan belanja kesehatan Indonesia hanya mencapai sekitar 2,5% dari PDB jauh lebih rendah dibandingkan dengan belanja kesehatan India (5%), China (4,7%), Iran (7,8%), Mesir (6,1%) Jordania (10,5%), Malaysia (4,2%), Filipina (3,2%), Vietnam (6%). Biaya kesehatan semakin mahal, di sisi lain subsidi pemerintah untuk biaya kesehatan sangat kecil yaitu hanya mencapai 2-3% dari APBN. Bahkan menurut WHO (2000), Indonesia merupakan salah satu negara dengan anggaran kesehatan terkecil yaitu kurang dari 2% Gross Domestic Bruto (GDB) selain Somalia. Sebagian besar biaya kesehatan (70%) ditanggung oleh masyarakat dan dari biaya tersebut 85% dibayar secara langsung oleh masyarakat dari kantong sendiri dan hanya sebagian kecil (sekitar 15%) saja dibayar melalui asuransi. Akibatnya masyarakat harus menyediakan dana tunai (out of pocket) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sektor kesehatan pun masih belum mendapatkan perhatian yang memadai. Rata-rata proporsi alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan selama tahun 2005-2008, adalah hanya sebesar 2,78%, masih lebih kecil dibandingkan alokasi untuk Departemen Pendidikan Nasional (7.84%), Departemen Pertahanan (5.79%), Departemen Pekerjaan Umum (4.87%), dan Kepolisian Negara RI (3,57%). Ini tentu saja masih jauh dari target alokasi untuk sektor kesehatan sebesar 5% di tingkat pusat yang diamanatkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
8
Tabel 2. 1 Rata-Rata Persentase Alokasi Belanja APBN terhadap Lembaga Negara tahun 2005-2007 Lembaga
Rata-rata persentase
Departemen Pendidikan Nasional
7.84%
Departemen Pertahanan
5.79%
Departemen Pekerjaan Umum
4.87%
Kepolisian Negara RI
3.57%
Departemen Kesehatan
2.78%
Departemen Agama
2.36%
Departemen Keuangan
1.44%
Departemen Sosial
0.56%
Kementerian Negara Koperasi & UKM
0.23%
Badan Intelejen Negara
0.20%
BKKBN
0.18%
BRR NAD
1.41%
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
0.03%
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
0.01%
Tidak hanya di tingkat pusat, rendahnya komitmen politik eksekutif dan legislatif juga melanda daerah yang masih jauh dari harapan dalam memprioritaskan alokasi anggaran kesehatan yang memadai. Hampir semua daerah atau bahkan seluruh pemerintah daerah belum dapat memenuhi target 10% alokasi belanja untuk kesehatan. Terbatasnya sumber daya finansial kesehatan juga berakibat pada terbatasnya kapasitas infrastruktur kesehatan. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) mengalami kekurangan infrastruktur yang memadai, seperti air bersih dan akses jaringan listrik yang teratur, serta kurangnya persediaan obat-obatan dasar. Pemerataan pelayanan kesehatan dan meningkatkan akses masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan tampaknya masih belum terwujud. Kuantitas infrastruktur kesehatan sangat berkaitan dengan jumlah rumah sakit, puskesmas, dan posyandu. Sampai saat ini jumlah 9
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
rumah sakit, puskesmas di Indonesia berturut-turut tercatat 1.112 unit, 7.452 unit, dan 240.828 unit. Jumlah tersebut tidaklah cukup bagi 210 juta rakyat Indonesia. Lihat saja, saat ini rasio jumlah ranjang rumah sakit per penduduk hanya sekitar 6:10.000. Secara kualitas, pelayanan kesehatan di Indonesia juga masih minim dan tidak merata. Tak jarang kita temui di rumah-rumah sakit rujukan provinsi masih kekurangan fasilitas semacam mobil ambulans maupun peralatan medis semacam ct-scan. Terbatasnya anggaran pemerintah untuk kesehatan diperburuk dengan sistem pembiayaan jaminan kesehatan yang tidak memberikan jaminan perlindungan bagi setiap orang. Menurut Rox et al. (2009), penduduk Indonesia yang tidak terlindungi oleh asurasi kesehatan adalah sebesar 73,9% yang artinya bahwa setiap individu harus akan menanggung resiko kesehatan yang terus meningkat secara individual. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan rekomendasi WHO tahun 2000 yang menyebutkan bahwa sistem pembiayaan jaminan kesehatan haruslah mampu untuk memusatkan resiko biaya kesehatan dan membaginya ke seluruh anggota masyarakat secara maksimal. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor penghambat akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, terutama perempuan. Berdasarkan data Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, permasalahan utama yang dihadapi oleh perempuan untuk mengakses layanan kesehatan adalah permasalahan ekonomi (24% responden). Perempuan di perdesaan (30% responden) menghadapi permasalahan ekonomi yang lebih besar dibandingkan perempuan yang tinggal di perkotaan (16% responden). Situasi ini tentu saja mempengaruhi rendahnya indikator derajat kesehatan perempuan dan anak-anak di indonesia. Dengan menggunakan indikator Angka Kematian Bayi (AKB dan AKBA) tahun 2006, diperoleh informasi bahwa masih terdapat 10 dan 12 provinsi yang pencapaiannya di bawah angka nasional. Sementara angka AKI di 18 provinsi berada di atas rata-rata nasional. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia cenderung meningkat, yang pada tahun 2005 ditemukan 1,8 juta dan pada tahun 2006 menjadi 2,3 juta balita menderita gizi buruk, sementara 10
masih ada 5 juta lebih balita lainnya yang mengalami status gizi kurang (Samhadi dalam Nitta, 2007). Selain gizi buruk dan gizi kurang, yang perlu pula mendapat perhatian adalah tingginya prevalensi berat badan lahir rendah pada bayi yaitu 7 – 14%, yang pada umumnya dipengaruhi oleh gangguan nutrisi pada ibu. Antara 12 sampai 22% wanita berumur 15 – 49 tahun mengalami deficiency energi yang kronik dan 40% dari wanita hamil mengalami anemia (Atmarita, 2005). Sistem pembiayaan yang kini berjalanpun masih bersifat diskriminatif terhadap golongan masyarakat miskin. Terjadi diskriminasi pelayanan rumah sakit bagi rakyat miskin. Meski pemerintah, melalui Depkes dan PT. Askes telah mengeluarkan program-program semacam Askeskin, Gakin, dan sejenisnya, namun dampaknya terhadap rakyat miskin masih kurang siginifikan. Kotak 1 memberikan ilustrasi sederet kasus memilukan di dunia kesehatan yang terkuak oleh media. Sistem pembiayaan yang adapun tidak mampu meringankan beban biaya obat-obatan yang harus ditanggung masyarakat. Harga obatobatan di Indonesia masih sangat tinggi. Secara umum, harga obatobatan di Indonesia lebih tinggi daripada harga internasional, bahkan termasuk yang tertinggi di Asia. Harga obat-obatan di Indonesia kurang lebih tiga kali lipat harga di Cina dan India. Tingginya harga ini menyebabkan pengeluaran rakyat untuk obat-obatan mencapai 40% dari total biaya perawatan kesehatan.
2.2. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan di Indonesia 2.2.1 Jaminan Konstitusi atas Hak Kesehatan Warga Negara Jaminan negara terhadap pelayanan kesehatan untuk peningkatan derajat dan kualitas kesehatan warga negara, secara subtantif dan normatif sudah ditegaskan dan dituangkan dalam kerangka hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Konstitusi Nasional Negara Republik Indonesia. Jaminan konstitusi/hukum nasional dapat dilacak dan dijelaskan sebagaimana tertera dalam Tabel 2.2.
11
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Kotak 1
Ilustrasi Kasus-Kasus Pelayanan Kesehatan di Daerah Anak seorang pemulung, Nur Khoirun Nisa (3) meninggal setelah berobat di Puskesmas Tebet, Jakarta Selatan, karena orangtuanya Supriono (38) tak punya biaya kalau harus dirawat di rumah sakit pemerintah. (Sumber: Artikel yang ber judul Terabaikannya Kesehatan Rakyat Miskin Kamis, oleh: Siswono, 15 November, 2007, ,www.gizi.net) Seorang pasien dari keluarga miskin yang menderita penyakit jantung komplikasi, Bambang Sutrisno (50), warga Jalan Sindujoyo Gang III/31 Kelurahan Kroman, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Rabu (11/6) sekitar pukul 12.35 meningal. Korban merupakan warga miskin dengan menggunakan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan Kroman. Korban ditolak dengan alasan pasien tidak masuk dalam daftar askeskin maupun jamkesmas. (Sumber: www.ham.go.id, Kamis, 11 Juni 2009 ,) Seorang ayah terpaksa berjalan kaki 10 km dari rumah sakit ke rumahnya sambil menggendong jenazah anaknya yang masih berusia 2,5 tahun. Seperti diberitakan Tribun (15/2), Yakobus Anunut, meskipun sudah menunjukkan jaminan kesehatan untuk orang miskin (askeskin), tapi gara-gara tak punya uang Rp 300 ribu untuk sewa ambulance rumah sakit milik pemerintah, RSU Prof Dr WZ Johannes Kupang, Kamis (12/2) dinihari terpaksa membawa pulang jenazah anaknya berjalan kaki 10 km. (Sumber: Tribune Batam online, 16 Februari 2009) Pasangan Lailasari dan Husin ditolak oleh enam rumah sakit di Jakarta ketika membawa anaknya Muhammad Zulkifri yang sakit dengan alasan mereka miskin dan tidak punya cukup uang untuk biaya rumah sakit. Nasib serupa dialami oleh Udin ketika anaknya yang sedang sakit bernama Ulis Muslimah berumur 9 hari, juga ditolak oleh enam Rumah Sakit hanya dikarenakan status yang disandangnya adalah orang miskin. Kisah lain yang juga memilukan adalah seorang ibu bernama Maria Letsoin selama tiga minggu hanya bisa melepas rindu pada bayinya dari balik kaca ruangan rumah sakit akibat tidak mampu membayar biaya berobat buah hatinya. Seorang ibu di Semarang bernama Siti Aminah terpaksa harus melahirkan bayi pertamanya di emperan toko emas setelah Puskesmas dan Klinik Bersalin menolaknya karena miskin. (Sumber: Diambil dari artikel yang ditulis oleh Togar Lubis. Penulis adalah Koordinator Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR) Sumatera Utara. Artikel ini telah dipublikasikan di Majalah MELINDO, Edisi 15 – 30 September 2005).
12
Tabel 2. 2 Subtansi Hak Warga Negara atas Kesehatan No. 1
Konstitusi UUD 1945 Amandemen I - IV
Subtansi Isi Pembukaan menyatakan bahwa tujuan negara adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” 1) 2)
3)
2
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 (2)). Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (pasal 28 H). Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (pasal 34).
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, bahagia, sejahtera lahir
13
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No.
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Konstitusi
Subtansi dan batin. (2) Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mentak spiritualnya (pasal 62).
3
4
14
UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang HakHak Ekonomi, Sosial Dan Budaya)
Isi Pokok-Pokok Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang memiliki kaitan dengan akses warga negara terhadap kesehatan adalah sebagai berikut :
UndangUndang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, jender dan nondiskriminatif dan normanorma agama (pasal 2). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (pasal 3). Setiap orang berhak atas kesehatan (pasal 4).
Hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (pasal 9). Hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda (pasal 10). Hak atas standar kehidupan yang memadai (pasal 11). Hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (pasal 12).
No.
Konstitusi
Subtansi Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya (Pasal 5). Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan (pasal 6). Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab (pasal 7). Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan (pasal 8). Di bawah ini adalah pasal-pasal yang mengatur tentang pembiayaan jaminan kesehatan yang tertuang dalam BAB XV tentang pembiayaan jaminan kesehatan, yaitu Pembiayaan jaminan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan jaminan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya, Unsur-unsur pembiayaan jaminan kesehatan terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan, Sumber pembiayaan jaminan kesehatan berasal dari Pemerintah,
15
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No.
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Konstitusi
Subtansi pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain (pasal 170). Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji, besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji (pasal 171). Alokasi pembiayaan jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (3) ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar (pasal 172). Alokasi pembiayaan jaminan kesehatan yang bersumber dari swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (3) dimobilisasi melalui sistem jaminan sosial nasional dan/atau asuransi kesehatan komersial (pasal 173).
5
16
UndangUndang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 2). Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya (pasal 3). Salah satu dari program jaminan sosial yang dilakukan oleh negara adalah jaminan kesehatan (pasal 18). Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
No.
Konstitusi
Subtansi kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (pasal 19). Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan (pasal 22).
2.2.2. Implikasi Kerangka Hukum terhadap Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan Substansi hak warga negara atas kesehatan yang telah dijamin oleh konstitusi tentu saja memiliki implikasi pada sistem pembiayaan jaminan kesehatan. Tabel 2.3 menyajikan hasil kajian kerangka hukum dan implikasinya terhadap pembiayaan jaminan kesehatan yang akan diimplementasikan. Tabel 2.3 Kajian Prinsip Pembiayaan Jaminan Kesehatan No.
Undang-Undang
Penjelasan
1
UUD 1945 Amandemen I - IV
UUD 1945 merupakan konstitusi dasar yang menjamin bahwa warga negara harus mendapatkan kualitas kesehatan yang layak, mudah, terjangkau, adil dan tidak diskriminatif untuk meningkatkan nilai dan martabat sebagai manusia.
2
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini mengatur subtansi bahwa hak untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi manusia atau hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara kepada warganya.
3
UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights
Undang-undang ini mengandung prinsipprinsip pokok bahwa warga negara harus mendapatkan standar kehidupan yang memadai dan kesehatan yang tinggi dan mudah dicapai.
17
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No. 4
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Undang-Undang Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Penjelasan Asas dan tujuan yang dikandung dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut : Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam undang-undang ini, pembiayaan jaminan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan jaminan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Anggaran pelayanan kesehatan yang dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk pelayanan kesehatan yang bersumber dari APBN minimal 5% di luar gaji pegawai, artinya bahwa ada peningkatan alokasi anggaran kesehatan. Anggaran pelayanan kesehatan yang dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk anggaran minimal 10% dari total APBD di luar gaji. Pembiayaan jaminan kesehatan juga bisa bersumber dari pihak masyarakat dan swasta dengan tetap berpegang pada asas dan tujuan yang terkandung dalam Undang-Undang ini.
18
No. 5
Undang-Undang Undang-Undang No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Penjelasan Dalam Undang-Undang ini, Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Undang-Undang ini menjelaskan bahwa program jaminan kesehatan merupakan salah satu sistem jaminan sosial dalam kerangka pemenuhan hakhak warga atas kesehatan yang harus dipenuhi Negara.
Dari kajian kerangka hukum yang dijelaskan di atas, prinsip dasar, asas dan tujuan yang terkandung dalam kerangka hukum tersebut memiliki implikasi pada sistem pembiayaan yang akan dijalankan atau digunakan bagi pemerintah dan pemerintahan daerah. Implikasiimplikasi bagi pemerintahan daerah baik provinsi dan kabupaten/ kota adalah sistem pembiayaan yang akan digunakan oleh pemerintahan daerah harus memastikan terjamin dan terpenuhinya hak-hak dasar warga atas pelayanan kesehatan yang layak, mudah, terjangkau dan adil dan tidak diskriminatif. Selain itu, pemerintahan daerah (provinsi atau kabupaten/kota) memiliki keleluasaan untuk menyusun sistem pembiayaan pelayanan kesehatan daerah yang sesuai dengan potensi dan kapasitas anggaran daerahnya. Berdasarkan kerangka hukum Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sumber daya di bidang kesehatan yang harus disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah adalah anggaran, tenaga kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan fasilitas pelayanan dan teknologi kesehatan.
2.2.3. Tanggung Jawab Negara (Pemerintah) Negara memiliki tanggung jawab atas pemenuhan hak dasar kesehatan warga negara berdasarkan kerangka hukum nasional yang telah dikeluarkan. Tanggung Jawab Negara yang akan dijalankan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota 19
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 2 - Perlunya Melakukan Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan
dalam pemenuhan hak dasar kesehatan warga adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen I-IV. UU 1945 merupakan konstitusi dasar yang mengharuskan negara bertanggungjawab mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (pasal 34). 2. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini menegaskan bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia (pasal 71). 3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya). Undang-Undang ini mempertegas bahwa negara wajib dan bertanggung jawab dalam melakukan perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak asasi manusia, hak ekonomi, sosial dan budaya warga negara termasuk di dalamnya hak dasar kesehatan. Tanggung jawab Negara adalah bagaimana melakukan implementasi kebijakan yang sesuai dengan Undang-Undang ini. 4. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-Undang ini menjelaskan bahwa tanggung jawab negara dalam memenuhi akses warga terhadap kesehatan adalah mengeluarkan kebijakan atau program asuransi kesehatan yang adil dan dapat dijangkau oleh semua warga negara. Pemerintah berkewajiban merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan sistem jaminan asuransi bagi warga negara yang adil, termasuk di dalamnya asuransi kesehatan bagi warga negara. 5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini mengatur bahwa bidang kesehatan merupakan urusan Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang20
Undang dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten Kota) mempunyai kewajiban meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; mewujudkan keadilan dan pemerataan, menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, mengembangkan sistem jaminan sosial (pasal 22). Penjelasan lengkap mengenai pembagian kewenangan dan tanggung jawab negara untuk setiap level pemerintahan diatur dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Tanggung jawab yang harus dijalankan ini harus berpatokan pada subtansi menghargai, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar warga atas kesehatan yang layak. 6. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tanggung jawab negara baik Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang harus dijalankan, meliputi: • Merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat; • Ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi tingginya ; • Ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya ; • Ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan ; • Memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan ; • Ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau ; • Pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
21
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
22
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
BAB 3
Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
3.1. Pengantar Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
S
eperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah adalah upaya untuk mengkaji kebutuhan, ketersediaan sumber daya keuangan, pengalokasiaan yang adil dan pemanfaatan sumber daya tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka menciptakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerah. Dalam melakukan analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah, paling tidak terdapat beberapa tahapan proses analisis. Analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah merupakan suatu siklus proses rangkaian analisis. Analisis dilakukan secara berulang-ulang sampai mencapai titik 23
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
optimum. Adapun tahapan analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah adalah: •
Merumuskan pertanyaan atau tujuan analisis (Formulasi Tujuan Perubahan Kebijakan). Tahapan analisis diawali dengan perumusan pertanyaan maupun tujuan analisis. Sebagai contoh, untuk memastikan bahwa keseluruhan warga tidak mampu dapat memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah, pertanyaannya ialah : apa skema dan berapa besar dana yang dibutuhkan untuk menjalankannya?
•
Melakukan analisis situasi terkini dari situasi pembiayaan jaminan kesehatan (Membangun Model “Status Quo”). Langkah selanjutnya dari analisis pembiayaan jaminan kesehatan adalah melakukan analisis atas situasi terkini dari sistem pembiayaan yang berlaku dan melakukan proyeksi ke depan dengan mengasumsikan tidak ada variabel yang berubah. Analisis situasi terkini akan menjadi titik referensi dari simulasi atas berbagai alternatif kebijakan.
•
Melakukan identifikasi pilihan kebijakan spesifik (Identifikasi Pilihan Perubahan Kebijakan). Dalam rangka mencapai tujuan/pertanyaan umum kebijakan yang ditetapkan di awal proses analisis, sebuah pilihan kebijakan yang spesifik atau seperangakat pilihan-pilihan perlu diidentifikasi. Sebagai contoh apakah akan menerapkan penggratisan biaya layanan, dengan kata lain akan ditanggung penuh oleh dana pemerintah. Atau subsidi sebagian atas tarif layanan kesehatan, dan lain sebagainya.
•
Melakukan perubahan atas situasi pembiayaan jaminan kesehatan berdasarkan pilihan kebijakan (Melakukan Simulasi Model Usulan Kebijakan). Selanjutnya pelaku analisis melakukan perubahan terhadap model awal situasi pembiayaan jaminan kesehatan dengan mengubah berbagai variabel sesuai dengan pilihan kebijakan spesifik yang ditentukan.
•
Melakukan penilaian perbandingan atas hasil perhitungan (Penilaian Hasil Simulasi). Pelaku analisis selanjutnya melakukan penilaian atas dampak pilihan kebijakan dengan membandingkan hasil simulasi perhitungan antara modul
24
Analisis? Pembiayaan? Kesehatan? Daerah:? Panduan? untuk? Elemen? Masyarakat? Sipil,? Pemerintah? Daerah? &? DPRD?
•
Melakukan? perubahan? atas? situasi? pembiayaan? kesehatan? berdasarkan? pilihan? kebijakan? (Melakukan? Simulasi? Model? Usulan? Kebijakan). Selanjutnya pelaku analisis melakukan perubahan terhadap model awal situasi pembiayaan kesehatan dengan mengubah berbagai variabel sesuai dengan pilihan kebijakan spesifik yang ditentukan. ?
•
situasi penilaian? awal dengan model perubahan. Pada Hasil? tahapan Melakukan? perbandingan? atas? hasil hasil? perhitungan? (Penilaian? Simulasi).? Pelaku ini,analisis selanjutnya melakukan penilaian atas dampak pilihan kebijakan dengan pelaku analisis akan melakukan analisis atas hasil simulasi membandingkan hasil dan simulasi perhitungan antara modul situasi awal model perhitungan menentukan pilihan terbaik yangdengan dapat hasil diterima. perubahan. Pada tahapan ini, pelaku analisis akan melakukan analisis atas hasil simulasi perhitungan dan menentukan pilihan terbaik yang dapat diterima.?
•
•
Melakukan implementasi kebijakan pembiayaan jaminan
Melakukan? implementasi? kebijakan? pembiayaan? kesehatan? (Implementasi? Kebijakan). kesehatan (Implementasi Kebijakan). Tahapan ini menandai Tahapan ini menandai berakhirnya proses perancangan dan pembangunan model berakhirnya proses perancangan dan pembangunan model kebijakan pembiayaan kesehatan. Perangkat aturan selanjutnya perlu disusun dan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan. Perangkat aturan diajukan ke dalam proses politik pengambilan keputusan. Ketika kebijakan mulai selanjutnya perlu disusun dan diajukan ke dalam proses politik dijalankan, hasil simulasi pilihan kebijakan dapat menjadi alat monitoring untuk pengambilan keputusan. Ketikamenghasilkan kebijakandampak mulaisesuai dijalankan, menentukan apakah kebijakan yang dipilih dengan yang hasil simulasi pilihan kebijakan dapat menjadi alat monitoring diperkirakan.?
untuk menentukan apakah kebijakan yang dipilih menghasilkan dampak sesuai dengan yang diperkirakan.
? ?
1?
2?
?
? ?
?
?
?
?
? ?
4 ?
Formulasi? Tujuan? Perubahan? Kebijakan?
Melakukan? Simulasi? Usulan? Kebijakan?
? ? ?
?
?
Penilaian? Hasil? Simulasi?
Membangun? Model? ?Status? Quo??
3 ?
6?
5 ?
? Implementasi?
Identifikasi?? Perubahan? Pilihan? Kebijakan?
?
Bagan Kerja Analisis Pembiayaan Bagan?3.1. 3.1.?Alur Alur? Kerja? Analisis? Pembiayaan? Kesehatan?Jaminan di? Daerah? Kesehatan di Daerah
Pada bagian berikut akan diuraikan secara lebih terinci tiap‐tiap tahapan proses analisis pembiayaan kesehatan di daerah. Pada bagian berikut akan diuraikan secara lebih terinci tiap-tiap
tahapan proses analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah.
3.2. Formulasi Tujuan Perubahan Kebijakan
Fokus dari tahapan ini adalah untuk membangun pertanyaan kunci dan tujuan kebijakan dari upaya perubahan kebijakan pembiayaan17 jaminan kesehatan di daerah. Pertanyaan kunci dan tujuan perubahan kebijakan ini akan mengarahkan setiap tahapan proses analisis kebijakan kesehatan. Berikut ini beberapa pertanyaan kunci yang dapat memandu formulasi tujuan perubahan kebijakan dalam sistem pembiayaan jaminan kesehatan di daerah. 25
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
1. Untuk apa dan siapa, advokasi perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah kita lakukan? 2. Situasi-situasi apa saja yang mendorong perlu dilakukan perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah? 3. Peluang-peluang kebijakan apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung upaya advokasi perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah? 4. Apa manfaat analisis pembiayaan jaminan kesehatan ini dalam proses pembuatan kebijakan di daerah? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, pelaku analisis pembiayaan akan dapat membangun tujuan perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah yang akan menjadi dasar dan kerangka pada proses analisis selanjutnya. Berikut ini adalah beberapa catatan dalam mengembangkan rumusan tentang tujuan perubahan kebijakan: 1. Untuk apa dan siapa, advokasi perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah kita dilakukan? Misalkan di sebuah kabupaten sedang didera permasalahan tentang rendahnya indikator kesehatan ibu dan anak yang ditunjukkan dengan tingginya angka AKB (Angka Kematian Bayi) dan AKI (Angka Kematian Ibu). Berdasarkan studi pendahuluan ditemukan bahwa tingginya AKB dikarenakan ibu melahirkan terutama di perdesaan maupun di kawasan miskin lebih cenderung memilih untuk melahirkan di dukun melahirkan daripada ke fasilitas pelayanan kesehatan. Studi menunjukkan bahwa alasan mendasar adalah alasan finansial. Berdasarkan analisis ini maka diperlukan perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan yang dapat mengatasi permasalahan akses terhadap fasilitas kesehatan dengan alasan finansial bagi ibu dan anak. 2. Situasi-situasi apa saja yang mendorong perlu dilakukan perubahan kebijakan kesehatan di daerah? Studi kesehatan ibu dan anak di daerah bersangkutan juga menunjukkan bahwa:
26
•
Krisis ekonomi yang berlangsung secara global ternyata berdampak kehidupan rumah tangga ketika pendapatan keluarga berkurang akibat penurunan kinerja ekonomi.
•
Beban anggaran non sektor kesehatan semakin besar karena kenaikan gaji pegawai memerlukan terobosan untuk mencari alternatif pendanaan biaya kesehatan di daerah.
3. Peluang-peluang kebijakan apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung upaya advokasi perubahan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan di daerah? •
Misalkan adanya rencana pemerintah untuk merevisi Perda tarif kesehatan.
•
Kewenangan Pemda untuk menentukan objek dan subjek subsidi, tarif, dan sebagainya.
4. Apa manfaat analisis pembiayaan jaminan kesehatan ini dalam proses pembuatan kebijakan di daerah? •
Memberikan rekomendasi yang kongkrit dan terinformasikan dalam proses pembuatan kebijakan terutama kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan.
3.3. Membangun Model “Status Quo” Situasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Membangun model “status quo” dari sistem pembiayaan jaminan kesehatan di daerah adalah upaya untuk mengkaji masingmasing elemen yang membentuk subsistem pembiayaan jaminan kesehatan di daerah. Model “status quo” merupakan model awal di mana interaksi di antara elemen-elemen di dalamnya ditentukan oleh variabel-variabel yang mencerminkan situasi terkini dengan mengasumsikan tidak terjadi perubahan apapun pada variabelvariabel penentu dinamika sistem.
27
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
Dengan kata lain, model status quo adalah model yang kesehatan di daerah. Adapun elemen-elemen subsistem pembiayaan jaminan kesehatan di daerah yang perlu dimasukkan ke dalam elemen model status quo adalah sebagai berikut.
Variabel Demografi
Variabel Ekonomi
Pengeluaran
Kesetimbangan Hasil
Penerimaan
Variabel Status Kesehatan
Variabel Pengambilan Keputusan
Bagan 3.2. Bangunan Model ‘Status Quo’ Subsistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
3.3.1. Pengeluaran Pembiayaan Jaminan Kesehatan Oleh karena pada analisis ini hanya dibatasi pembiayaan untuk pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah, maka model pembiayaannya dilakukan melalui mekanisme penganggaran. Seperti pada prinsip penganggaran pada umumnya, pengalokasian biaya pelayanan kesehatan dilakukan pada awal tahun anggaran dengan menggunakan data-data yang ada sebelumnya, serta perencanaan kegiatan akan apa yang akan dikerjakan pada satu tahun anggaran berikutnya. Total pengeluaran biaya kesehatan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu i) biaya tetap/berulang dan ii) biaya variabel manfaat. Formula umumnya adalah sebagai berikut: TBK(t) = TBT(t)+ TBTT(t) di mana: TBK(t) = Total Biaya Kesehatan TBT(t) = Total Biaya Tetap TBTT(t) = Total Biaya Variabel 28
Yang termasuk di dalam Biaya Total Tetap adalah biaya administratif dan biaya lain-lain. Biaya pengeluaran administratif adalah berbagai biaya yang harus dikeluarkan untuk menunjang penyediaan layanan kesehatan. Pengeluaran administratif biasanya diproyeksikan dengan menggunakan berbagai faktor. Termasuk dalam biaya administrasi ini adalah biaya sumber daya manusia, baik medis maupun non medis, serta untuk pengembangan kapasitas mereka. Tenaga medis pada fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah digaji melalui APBD dan jumlah maupun besarannya relatif tetap dalam kurun waktu tertentu, maka dimasukkan sebagai Biaya Tetap. Biaya pengeluaran lain-lain berbagai biaya yang langsung berhubungan dengan layanan yang diberikan tetapi harus dikeluarkan sebagai sebuah konsekuensi terlaksananya aktivitas. Termasuk dalam biaya pengeluaran lain-lain di antaranya biaya utilitas (listrik, air, telepon, kebersihan, dll) dan biaya investasi (penambahan prasarana, rekrutmen SDM, dll). Kategori biaya pengeluaran ini dapat berbeda di antara skema pembiayaan, tetapi dapat diestimasikan dengan cara yang kasar ( x % dari total pengeluaran manfaat atau pengeluaran administratif ). Biaya lain-lain dimasukkan ke dalam kategori biaya tetap dikarenakan pengeluaran untuk biaya ini, biasanya relatif tidak berubah secara signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Perubahan dapat terjadi apabila ada perubahan harga satuannya yang biasanya mengikuti laju inflasi yang berlaku.
di mana: TBT(t) = Total Biaya Tetap pada tahun (t) BAj(t) = Biaya Administratif pada fasilitas kesehatan j pada tahun (t) BLLj(t) = Biaya Lain-Lain pada fasilitas kesehatan j pada tahun (t) Yang termasuk dalam kategori Total Biaya Variabel adalah Biaya Pengeluaran Manfaat. Biaya pengeluaran manfaat adalah berbagai biaya yang terkait langsung dalam penyediaan layanan kesehatan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan. Termasuk
29
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
di dalam biaya manfaat ini adalah biaya obat, biaya konsultasi dokter, biaya operasi, biaya rawat inap, biaya ambulans, dan biaya lainnya yang terkait secara langsung dengan pelayanan yang diberikan. Formula perhitungan untuk Biaya pengeluaran manfaat. Secara umum formula untuk menghitung biaya variabel (variabel cost) ini adalah sebagai berikut:
Dengan formula perhitungan tingkat utilitas kasus/pelayanan i pada tahun (t):
Dan pertambangan utilitas dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: TUi (t+1)= TUi (t)*[1+tkui (t) ] Dimana: TBV(t) = BPUi(t) = TUi(t) = POPCOV(t) = ni(t) = POP(t) = tkui(t) =
30
Total Biaya Tidak Tetap (Variabel) pada tahun (t) Biaya per Unit Kasus/Pelayanan i pada tahun (t) Tingkat Utilitas Kasus/Pelayanan i pada tahun (t) Total populasi yang di-cover oleh skema pembiayaan jumlah kasus/pelayanan i pada tahun (t) Total Populasi potensi pengguna fasilitas pelayanan kesehatan pada tahun (t) tingkat kenaikan utilitas kasus/pelayanan i pada tahun (t)
Dari kategori pengeluaran di atas, penghitungan biaya pengeluaran manfaat adalah yang paling penting. Secara umum, total pengeluaran manfaat dihitung dengan cara mengalikan tingkat utilisasi (jumlah unit pelayanan atau kasus kejadian per kapita) dengan ongkos per unit pelayanan/kasus dan total jumlah orang yang di-cover oleh skema pembiayaan pelayanan kesehatan yang berlaku. Dari uraian ini maka perhitungan unit cost merupakan elemen yang paling penting dalam melakukan perhitungan pembiayaan kesehatan. Buku panduan ini TIDAK secara spesifik membahas tentang bagaimana cara menghitung unit cost. Karena fokus dari buku panduan ini adalah untuk membuat pemodelan terhadap sistem pembiayaan yang ada dan yang akan diperbandingkan. Oleh karena itu, maka dalam penghitungannya diharapkan menggunakan unit cost yang sudah ada/berlaku di daerah yang menjadi objek analisis. Namun demikian disadari bahwa, seringkali daerah tidak memiliki unit cost yang memadai. Dan apabila menghadapi situasi ini, buku panduan ini hanya menawarkan teknik sederhana untuk memperkirakan unit cost dari setiap aspek layanan. Teknik sederhana untuk menghitung unit cost dapat dilihat pada kotak 3.1 di bawah :
Kotak 3.1
Pendekatan Sederhana Menghitung Unit Cost Apabila data unit cost tidak dimiliki, maka dapat digunakan dua pendekatan sederhana yang dapat digunakan sebagai perhitungan kasar. Setidaknya terdapat 2 pendekatan, yaitu dengan cara menghitung total pengeluaran manfaat berdasarkan biaya per paket pelayanan dan biaya per kasus. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing pendekatan. a. Perhitungan dengan Pendekatan Biaya Per Paket Pelayanan Perhitungan pengeluaran manfaat dengan menggunakan pendekatan biaya per paket pelayanan pada dasarnya adalah dengan menghitung besar total biaya yang harus dikeluarkan sebuah paket pelayanan yang diberikan. Di dalam paket pelayanan tersebut terdapat berbagai jenis subaktivitas agar fungsi dari paket pelayanan bersangkutan dapat berjalan. Sebagai contoh adalah paket pelayanan rawat jalan tingkat pertama.Agar fungsi dari paket pelayanan ini dapat berjalan secara efektif, diperlukan
31
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
dukungan dokter umum yang akan memeriksa kondisi pasien, tindakan dokter umum untuk menangani keluhan kesehatan pasien, pendukung diagnosa yang akan membantu dokter untuk menentukan tindakan, serta dukungan obat-obatan. Apabila melakukan perhitungan dengan pendekatan ini, maka langkah pertama adalah dengan membagi pelayanan kesehatan menjadi beberapa jenis paket pelayanan. Adapun untuk tarif berdasarkan jenis Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) dapat diambil dari Peraturan Daerah yang berlaku di daerah masing-masing. Setiap daerah akan menerbitkan Peraturan Daerah tentang tarif untuk setiap layanan kesehatan yang diberikan oleh PPK milik pemerintah. Adanya Peraturan Daerah ini merupakan keharusan yang menjadi dasar legal dalam menarik retribusi. Langkah kedua adalah menentukan tingkat utilisasi untuk masingmasing paket pelayanan. Tingkat utilisasi adalah probabilitas setiap individu memanfaatkan masing-masing paket pelayanan yang menjadi bagian dari skema pembiayaan tertentu. Tingkat utilisasi dihitung dengan cara membagi jumlah kasus untuk setiap paket pelayanan dengan total jumlah penduduk. Langkah ketiga adalah menghitung beban biaya untuk setiap jenis pelayanan yang ada pada masing-masing kategori paket pelayanan per orang per tahun. Beban biaya ini diperoleh dengan mengalikan tingkat utilisasi dengan biaya per paket pelayanan. Untuk lebih akuratnya komponen frekuensi dan durasi utilisasi dimasukkan ke dalam perhitungan. Dengan mengasumsikan bahwa tingkat utilisasi pelayanan kesehatan di Puskesmas sama dengan di Rumah Sakit, maka beban biaya untuk setiap pelayanan kesehatan per orang per tahun dapat dihitung. Langkah keempat adalah menghitung total beban biaya pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat pelayanan per orang per tahun dengan menjumlahkan beban biaya pelayanan kesehatan per jenis layanan dalam setiap kategori. Langkah kelima adalah menjumlahkan seluruh beban biaya pelayanan kesehatan untuk memperoleh total biaya yang dibutuhkan untuk memelihara kesehatan per orang per tahun yang pada PPK
32
No.
Paket Pelayanan
Komponen Biaya per Paket Pelayanan
Jumlah Kasus
Perkiraan Tingkat Biaya Utilitas
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun
- Dokter Umum 1
Rawat Jalan Tingkat Pertama
- Tindakan Dokter Umum - Obat-obatan - Penunjang Diagnosa - Dokter Spesialis
2
Rawat Jalan - Tindakan Dokter Tingkat Lanjut Spesialis - Penunjang Diagnosa - Obat-obatan - Kamar - Tindakan
3
Rawat Inap
- Operasi - Obat-obatan - Penunjang Diagnosa
4
Gawat Darurat
- Tindakan Gawat Darurat - Dokter Gigi
5
Perawatan Gigi
- Tindakan Dokter Gigi - Obat-obatan - Penunjang Diagnosa - Normal
6
Persalinan
7
Perawatan Khusus
- Tindakan Perawatan Khusus
8
Preventif & Promotif
- Tindakan Preventif & Promotif
- Dengan Penyulit
Total Beban Biaya per Tingkat Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun
33
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
b. Perhitungan dengan Pendekatan Biaya per Pelayanan Kasus Perhitungan pengeluaran manfaat dengan menggunakan pendekatan biaya per pelayanan kasus pada dasarnya adalah dengan membangun besar total biaya yang harus dikeluarkan pada penanganan sebuah kasus kesehatan per orang. Di dalam paket pelayanan tersebut terdapat berbagai sub-jenis pelayanan kesehatan agar fungsi pelayanan kesehatan terhadap kasus kesehatan bersangkutan dapat berjalan dengan baik. Langkah pertama adalah dengan melakukan identifikasi kasus-kasus kesehatan yang sering terjadi di daerah bersangkutan di masing-masing tingkat penyedia pelayanan kesehatan (misal. puskesmas dan Rumah Sakit). Informasi ini dapat diperoleh dengan berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan dan berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola penyedia pelayanan kesehatan di daerah bersangkutan. Adapun beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk menentukan kasuskasus kesehatan yang akan menjadi fokus antara lain: • • • • • •
Tingkat insiden/prevalensi yang tinggi; Tingkat fatalitas dari kasus kesehatan yang bersangkutan; Tingkat penyebaran yang tinggi; Biaya perawatan/penyembuhan yang tinggi (tidak dapat diobati dengan obat bebas); Potensi komplikasi yang tinggi; Mengurangi produktivitas; dsb.
Langkah kedua adalah menentukan tingkat frekuensi kejadian/utilitas kasus kesehatan. Tingkat frekuensi adalah probabilitas setiap individu mengalami kasus kejadian tertentu per tahun. Tingkat frekuensi dihitung dengan cara membagi jumlah kasus kejadian dengan total jumlah penduduk. Apabila data cukup tersedia maka tingkat kejadian dibedakan di antara tingkat penyedia pelayanan kesehatan (puskesmas dan Rumah Sakit). Langkah ketiga adalah melakukan penghitungan beban biaya untuk setiap penanganan jenis kasus kejadian. Beban biaya ini diperoleh dengan mengalikan tingkat utilitas dengan biaya penanganan per kasus. Biaya penanganan per kasus kejadian dihitung dengan mengidentifikasi terlebih dahulu tindakan-tindakan dan jenis pelayanan kesehatan apa saja yang dibutuhkan oleh seorang pasien untuk menjadi sembuh dari kasus kejadian kesehatan yang dialaminya. Informasi ini dapat diperoleh dengan cara melakukan Focus Group Discussion dengan dokter-dokter yang telah berpengalaman untuk memberikan analisisnya.
34
Langkah keempat adalah menghitung total beban biaya per kasus kejadian berdasarkan tingkat pelayanan per orang per tahun dengan menjumlahkan beban biaya kasus kejadian kesehatan. Langkah kelima adalah menjumlahkan seluruh beban biaya pelayanan kesehatan untuk memperoleh total biaya yang dibutuhkan untuk memelihara kesehatan per orang per tahun di fasilitas puskesmas dan Rumah Sakit.
No.
Kasus Kesehatan
1
Imunisasi Balita Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut Tidak Spesifik
2
Komponen Perkiraan Jumlah Biaya per Tingkat Kasus Kasus Utilitas
Biaya
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun
3
Influenza Diare Dan Gastroenteritis 4 Tidak Dapat Dikelompokkan A00-A08 Penyakit Pulpa Dan Jaringan 5 Periapikal 6 Batuk 7 Melahirkan/Persalinan Penyakit Infeksi Saluran 8 Pernapasan Atas Lainnya 9 Hipertensi Dermatitis Lain, Tidak 10 Spesifik (Eksema) Gastroduodenitis Tidak 11 Spesifik 12 Conjunctivitis 13 Sakit Kepala Demam Yang Tidak 14 Diketahui Sebabnya 15 Skabies 16 Demam Tifoid Nasofaringitis Akuta 17 (Common Cold) Penyakit Gusi Dan 18 Periodontal Gangguan Gigi Dan 19 Jaringan Penunjang Lainnya
35
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No.
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
Kasus Kesehatan
Komponen Perkiraan Jumlah Biaya per Tingkat Kasus Kasus Utilitas
Biaya
20 Hipertensi Primer (Esensial) 21 Pneumonia 22 Myalgia 23 Tukak Lambung 24 Rematisme 25 Tb Paru 26 Bronchitis Gangguan Lain Pada Kulit 27 Dan Jaringan Sub Kutan Yang Tidak Terklasifikasikan 28 Ispa Penyakit Infeksi Saluran 29 Pernapasan Bawah Tidak Spesifik 30 Faringitis Akuta 31 Asma 32 Febris & Febris Convulsive Bronchopneumonia Tidak 33 Spesifik 34 Artritis Lainnya 35 Otitis Media Nonsupurativa Schizofrenia, Gangguang 36 Schizotypal Dan Psikosa Akut Neuralgia Dan Neuritis Tidak 37 Spesifik 38 Demam Berdarah Dengue 39
Otitis Media Dan Gangguan Mastoid
40 Gizi Buruk 41 Bayi Lahir Hidup 42 Vulnus 43
Katarak Dan Gangguan Lain Lensa
Total Beban Biaya per Tingkat Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun
36
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun
3.3.2. Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan Penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan dapat melibatkan berbagai sumber. Ilustrasi sumber-sumber penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Bagan 3.3 Diagram Alir Sumber-sumber Penerimaan Pembiayaan Jaminan kesehatan
a.
Alokasi Anggaran Pemerintah. Pada konteks Indonesia, alokasi anggaran pemerintah melalui siklus penganggaran tahunan merupakan salah satu tulang punggung penerimaan subsistem pembiayaan jaminan kesehatan di daerah. Alokasi anggaran pemerintah sebagian besar diperuntukkan bagi gaji pegawai, dukungan operasional administrasi pelayanan kesehatan, maupun subsidi bagi pelayanan kesehatan. Besarnya alokasi anggaran pemerintah sangat ditentukan oleh proses perencanaan dan politik pengambilan keputusan anggaran yang berlaku di daerah bersangkutan. 37
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
b. Kontribusi Masyarakat. Kontribusi masyarakat biasanya berupa retribusi yang dikenakan atas layanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat dari Penyelenggara Pelayanan Kesehatan. Besar retribusi untuk setiap layanan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah. c. Kerja Sama dengan Lembaga Asuransi dan Jaminan Kesehatan. Asuransi merupakan skema pembiayaan yang masih sangat terbatas di Indonesia. Skema Asuransi Kesehatan yang wajib baru terbatas untuk pegawai negeri melalui PT ASKES, maupun PT ASABRI. Selain itu, di luar skema ini, terdapat skema asuransi sukarela, yaitu individu dapat menjadi peserta asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta. Penerimaan yang bersumber dari klaim asuransi, PPK akan mengajukan klaim kepada penyelenggara asuransi atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada peserta dari skema asuransi bersangkutan. d. Sumber-sumber penerimaan lainnya. Sumber-sumber lain penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan dapat berupa bantuan komunitas internasional maupun donasi yang sah dari individu maupun perusahaan.
3.3.3. Situasi Kesetimbangan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Pada sisi ini, kita memperhatikan keseimbangan antara sisi penerimaan dengan sisi pengeluaran. Bila hasil tidak negatif, H ≥ 0, maka kebijakan, pada skenario tertentu, bisa diimplementasikan. Sebaliknya, bila hasil negatif, H < 0, maka kebijakan, pada skenario tertentu, tidak bisa diimplementasikan, dan memerlukan modifikasi lainnya agar bisa dilaksanakan.
H = Penerimaan – Pengeluaraan
3.3.4. Variabel-variabel yang Menentukan Situasi Pembiayaan di Masa Mendatang Setelah diperoleh dalam melakukan pembangunan model “status quo”, terdapat beberapa variabel yang perlu diperhitungkan dalam melakukan simulasi model, di antaranya:
38
a. Variabel Demografi. Beberapa aspek dalam variabel demografi yang akan mempengaruhi pengeluaran pembiayaan antara lain: •
Jumlah penduduk akan berkaitan langsung dengan jumlah layanan yang diberikan, distribusi beban pembiayaan, besar subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah, dan bayaran yang harus ditanggung masyarakat dalam skenario tertentu. Lebih spesifik data jumlah penduduk berdasarkan status sosio-ekonomi akan terkait dengan besaran subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah, dan bayaran yang harus ditanggung masyarakat dalam skenario tertentu.
•
Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin akan mempengaruhi permintaan atas layanan kesehatan yang spesifik yang tentu saja akan mempengaruhi tingkat utilisasi atas suatu jenis layanan. Sebagai contoh, apabila populasi didominasi oleh perempuan pada usia subur, maka akan sangat menentukan tingkat utilitas pelayanan-pelayanan terkait dengan kesehatan reproduksi. Sebaliknya apabila populasi penduduk didominasi oleh usia lanjut, maka permintaan akan pelayanan kesehatan untuk penyakit-penyakit degeneratif akan meningkat.
•
Laju bersih pertumbuhan penduduk yang tentu saja akan mempengaruhi laju kenaikan utilisasi layanan kesehatan maupun populasi yang menjadi cakupan skema pembiayaan. Data laju pertumbuhan penduduk netto akan diperhitungkan untuk memproyeksikan beban pembiayaan pelayanan dan besaran subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam skenario tertentu.
39
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
b. Variabel Ekonomi Beberapa aspek dalam variabel ekonomi yang akan mempengaruhi pengeluaran pembiayaan antara lain: •
Angka inflasi akan terkait dengan proyeksi peningkatan beban pembiayaan akibat adanya kenaikan harga-harga barang habis pakai (obat, dll). Oleh karena itu, hubungan antara nilai Biaya Tidak Tetap dengan laju inflasi adalah sebagai berikut: BPUi(t)=BPUi (t-1)*[1+tkbi (t) ] 1+tkbi (t)=[1+p(t) ]*di (t)
di mana: BPUi(t) = BPUi(t-1) = tkbi(t) = p(t) = di(t) =
•
40
Biaya per Unit Pelayanan/Kasus i pada tahun (t) Biaya per Unit Pelayanan/Kasus i pada tahun (t-1) Tingkat Kenaikan Biaya per unit Pelayanan/ kasus i pada tahun (t) Tingkat inflasi rata-rata pada tahun (t) rata-rata faktor deviasi, yang menjelaskan ratarata deviasi dari tingkat kenaikan biaya perunit pelayanan/kasus i dari tingkat inflasi umum diamati selama rentang waktu pengamatan, atau selama sebagian rentang waktu pengamatan
Rata-rata kemampuan untuk membayar adalah rata-rata besarnya dana yang sebenarnya dapat dialokasikan untuk membiayai kesehatan yang bersangkutan. Nilai ini dapat dihitung berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi Daerah yang dilakukan secara regular oleh BPS. Dalam menghitungnya, terdapat dua pendekatan perhitungan: •
Rata-rata kemampuan untuk membayar dihitung setara dengan 5% dari total pengeluaran non-makan dengan asumsi bahwa pengeluaran untuk non-makan dapat diarahkan untuk keperluan lain termasuk untuk kesehatan;
•
Rata-rata kemampuan untuk membayar dihitung setara
dengan jumlah total pengeluaran untuk konsumsi alkohol, tembakau, sirih, dan pesta/upacara yang didasarkan oleh argumentasi bahwa pengeluara-pengeluaran tersebut dapat digunakan secara efisien dan efektif untuk kesehatan. •
Rata-rata kesediaan untuk membayar adalah rata-rata besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk kesehatan. Data pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan di dalam data Susenas dapat digunakan sebagai proksi terhadap WTP (Willingnes to Pay).
c. Variabel Status Kesehatan Status kesehatan juga akan mempengaruhi aspek pengeluaran pembiayaan jaminan kesehatan. Semakin rendah derajat kesehatan masyarakat tentu saja akan menambah beban pengeluaran pembiayaan jaminan kesehatan karena semakin banyak orang yang harus dilayani agar sembuh dari sakitnya.
d. Variabel Kebijakan Beberapa aspek dalam variabel kebijakan yang akan mempengaruhi skema kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran: •
Adanya kebijakan spesifik untuk mencapai tujuan tertentu, contohnya adalah: •
Terdapat kebijakan untuk mendukung kebijakan pusat dalam mencapai target Millenium Development Goals tentang kesehatan ibu dan anak, paling tidak berimplikasi pada dua sisi pengeluaran maupun penerimaan dengan cara sebagai berikut. Dari sisi pengeluaran, pemerintah daerah akan membuat kebijakan paket pelayanan yang lebih komprehensif yang akan berdampak pada peningkatan biaya per setiap kasus terkait kesehatan ibu dan anak yang ditangani. Dari sisi penerimaan, pemerintah mungkin meningkatkan alokasi untuk mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.
41
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
•
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
Terdapat kebijakan untuk mendorong percepatan pengurangan kemiskinan, maka pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan dengan memberi subsidi penuh bagi masyarakat miskin. Tentu saja akan meningkatkan alokasi untuk subsidi bagi masyarakat miskin.
3.4. Identifikasi Pilihan Kebijakan Tahapan pertama untuk melakukan identifikasi pilihan perubahan kebijakan adalah dengan mengembangkan skenario. Yang dimaksud skenario adalah berbagai gambaran perkembangan di masa depan. Di sini kita perlu mengenal ada yang disebut skenario proyektif dan skenario prospektif. Yang disebut skenario proyektif adalah“kepanjangan”kecenderungan masa depan yang ada saat ini untuk mengidentifikasi potensi perubahan, perkembangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi dan sesegera mungkin menyiapkan kebijakan untuk mencegah bila ada kemungkinan terjadi masalah. Sementara skenario prospektif adalah gambaran kemungkinan masa depan, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan, dan tindakan-tindakan yang bisa dilakukan untuk menghadapi setiap kemungkinan masa depan tersebut. Karakter skenario adalah: •
Merupakan konfigurasi dari berbagai kejadian hipotetis, yang menggambarkan situasi yang mungkin dan bisa terjadi, tapi sama sekali tidak menceritakan kecenderungan yang paling mungkin terjadi.
•
Akan ada keterkaitan antara kejadian yang digambarkan.
•
Konsisten secara internal.
Ada beberapa tahapan umum menyusun skenario. Tahapan tersebut adalah: •
Menentukan pertanyaan-pertanyaan kunci untuk skenario (Deciding the key-question for the scenarios);
•
Mengidentifikasi perubahan yang akan terjadi (Identifying the
42
fields of change); •
Memilih potensi perubahan yang paling penting (Selecting the most important fields of change);
•
Mengidentifikasi skenario-skenario yang akan dikembangkan (Identifying the scenarios to be developed);
•
Menggambarkan skenario yang mungkin terjadi (Describing the scenarios and bringing them to life).
•
Dari skenario-skenario yang telah disusun tadi, kemudian disusun intervensi kebijakan yang akan diambil. Penyusunan intervensi ini dilakukan melalui eksperimen-eksperimen memanfaatkan model yang telah dibangun sebelumnya.
a). Menentukan Pertanyaan Kunci dari Sebuah Skenario Ada beberapa pertanyaan kunci yang bisa kita gunakan dalam membangun skenario pembiayaan dalam penyediaan layanan kesehatan. Pertanyaan pertama terkait dengan kemampuan pemerintah, bagaimana sikap yang diambil pemerintah dalam membiayai penyediaan layanan kesehatan? Potensi jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa pemerintah akan menanggung seluruhnya (full subsidy), menanggung sebagian (partial subsidy), dan tidak menanggung sama sekali. Pertanyaan kedua, terkait dengan jenis layanan yang akan diberikan. Layanan mana saja yang pembiayaannya akan ditanggung pemerintah? Potensi jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa pemerintah akan menyediakan seluruh layanan, pemerintah hanya menyediakan layanan dasar saja, bahkan, bukan tidak mungkin pemerintah sama sekali tidak menyediakan layanan kesehatan. Pertanyaan ketiga, terkait dengan masyarakat yang dilayani, untuk siapa saja tanggungan pemerintah akan diberikan? Potensi jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa seluruh rakyat akan ditanggung, hanya rakyat miskin saja, atau tidak ada rakyat yang ditanggung.
43
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
b). Melakukan Identifikasi Area Perubahan yang Mungkin
K M U EAD A N DI GKI AN Y M A N T AN SA E G D E R JA PA DI N
Apa implikasi yang mungkin terjadi dengan pertanyaan-pertanyaan di atas? Implikasi yang mungkin terjadi merupakan kombinasi dari jawaban keseluruhan jawaban atas pertanyaan tadi. Yang bisa kita gambarkan sebagai berikut:
Dari gambar di atas, bisa kita lihat bahwa setidaknya ada 27 potensi keadaan yang mungkin terjadi di masa depan.
c). Memilih Area Perubahan yang Paling Penting Berangkat dari kondisi saat ini, bahwa pemerintah memberikan subsidi yang cukup besar bagi penyediaan layanan kesehatan. Subsidi ini bisa berasal dari dana pemerintah pusat dalam bentuk DAK, atau dari pemerintah daerah langsung yang berupa alokasi sejumlah anggaran. Bentuk subsidi ini bisa terkait dengan proyek, misal memberantas penyakit tertentu, bisa juga berupa bantuan pembiayaan pelayanan, misal jamskesmas atau jamkesda. Namun saat ini ada kecenderungan bahwa subsidi, terutama yang berasal dari daerah, dikurangi karena beban biaya pegawai yang semakin tinggi. Tapi subsidi tidak mungkin tidak diberikan. Ini terkait dengan amanat Undang-Undang Dasar. Sehingga, walaupun semakin kecil, subsidi dari pemerintah pusat dan daerah akan tetap diberikan. Dan layanan kesehatan yang disubsidi bisa seluruh layanan, bisa juga sebagian. Dan subsidi akan tetap diberikan pada seluruh rakyat, atau difokuskan pada rakyat miskin saja.
44
Implikasinya, dari 27 kemungkinan kondisi masa depan, potensi perubahan yang paling penting dapat dilihat sebagai berikut:
Sehingga, dari 27 potensi skenario, ada setidaknya 8 skenario yang masih relevan untuk diperhatikan.
d). Melakukan Identifikasi Skenario yang Akan Dibangun Melihat pengalaman selama ini terkait dengan kemampuan pemerintah, sepertinya sangat berat bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menyediakan subsidi. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa seluruh layanan masih bisa disubsidi. Sehingga dari kedelapan potensial skenario ini, kita memutuskan hanya enam skenario yang akan kita kembangkan dalam eksperimen. Keenam skenario tersebut adalah: • • • • • •
Seluruh rakyat mendapatkan partial subsidy untuk seluruh layanan (No.3) Seluruh rakyat mendapatkan partial subsidy untuk layanan dasar saja (No.4) Rakyat miskin mendapatkan full subsidy untuk seluruh layanan (No.5) Rakyat miskin mendapatkan full subsidy untuk layanan dasar saja (No. 6) Rakyat miskin mendapatkan partial subsidy untuk seluruh layanan (No. 7) Rakyat miskin mendapatkan partial subsidy untuk layanan dasar saja (No. 8)
45
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
e). Memberi Penjelasan tentang Skenario Bagaimana gambaran setiap skenario? Berikut ini paparannya. i.
Seluruh rakyat mendapatkan partial subsidy untuk seluruh layanan (Skenario kemajuan 3 tingkat) Layanan kesehatan merupakan hak dasar seluruh warga. Dalam skenario ini, Pemerintah Pusat dan Daerah melaksanakan kewajiban mereka memenuhi hak dasar bagi seluruh warga. Walaupun pemerintah tidak mampu menyediakan full subsidy bagi rakyat, pemerintah berusaha untuk semaksimal mungkin menyediakan subsidi untuk setiap layanan. Sehingga untuk penyakit apapun tetap disediakan subsidi.
ii. Seluruh rakyat mendapatkan partial subsidy untuk layanan dasar saja (Skenario kemajuan 2 tingkat) Mirip dengan kondisi pada skenario kemajuan 3 tingkat. Namun dalam skenario ini, pemerintah bisa saja tidak mampu atau tidak bersedia (tidak memiliki political will yang cukup) menyediakan partial subsidy untuk seluruh penyakit. Melainkan hanya untuk pelayanan dasar saja. Sementara pelayanan non dasar, seluruh rakyat tetap harus mengeluarkan biaya yang penuh. iii. Rakyat miskin mendapatkan full subsidy untuk seluruh layanan (Skenario kemajuan 1 tingkat) Pemerintah memahami bahwa kesehatan adalah hak dasar warga. Tapi setiap warga yang mampu mengaksesnya, wajib “berpartisipasi” penuh dalam pembiayaan penyediaan layanan 46
tersebut. Sehingga dengan pemahaman tersebut, pemerintah hanya merasa wajib menyediakan saja dan hanya wajib membantu mereka yang tidak mampu mengaksesnya saja. iv. Rakyat miskin mendapatkan partial subsidy untuk seluruh layanan (Skenario kondisi saat ini) Saat ini pemerintah memberikan partial subsidy untuk seluruh layanan bagi rakyat miskin. Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, misal misalokasi, salah sasaran, kurang dana, tapi setidaknya inilah yang bisa dilakukan pemerintah saat ini melalui berbagai skema asuransi sosial (Jamkesmas). v. Rakyat miskin mendapatkan full subsidy untuk layanan dasar saja (Skenario kemunduran 1 tingkat) Yang berkembang saat ini, adalah bahwa rakyat miskin di”gratiskan” untuk berobat di puskesmas atau rumah sakit daerah selama layanan yang diakses adalah layanan dasar. Sepertinya hal ini sebuah kemajuan. Namun pada dasarnya hal ini adalah kemunduran, karena penyakit yang termasuk kategori layanan dasar bukanlah panyakit yang mematikan atau memiskinkan. Sementara layanan non-dasar, masyarakat miskin harus membayar penuh. Padahal biasanya hal tersebut yang menyebabkan akses masyarakat miskin terhambat. Lebih jauh lagi, rakayt lainnya diharuskam membayar penuh untuk setiap layanan, baik dasar maupun non dasar. Namun untungnya, yang banyak berkembang sekarang ini adalah skema ini dikombinasikan dengan skema lainnya (misalnya seluruh rakyat mendapatkan partial subsidy untuk seluruh layanan) vi. Rakyat miskin mendapatkan partial subsidy untuk layanan dasar saja (Skenario kemunduran 2 tingkat) Alih-alih membuat kemajuan, dalam skenario ini pemerintah membuat kemunduran. Pemerintah hanya memberikan partial subsidy bagi rakyat miskin saja, dan itupun hanya untuk layanan dasar saja. Sementara untul layanan non layanan dasar, rakyat miskin harus membayar secara penuh. Dan untuk rakyat yang non miskin, baik layanan dasar maupun layanan non-dasar, harus membayar penuh. Dalam skenario ini, pemerintah dianggap tidak memiliki itikad baik untuk memenuhi hak dasar warga.
47
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 3 - Bagaimana Melakukan Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
3.5. Simulasi Model Usulan Kebijakan Setelah melakukan spesifikasi atas model usulan perubahan kebijakan, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan simulasi terhadap modul usulan kebijakan dan melakukan proyeksi untuk beberapa tahun mendatang berdasarkan masukan-masukan variabel.
3.6. Penilaian Perbandingan Hasil Pada tahapan ini, pelaku analisis akan melakukan penilaian perbandingan hasil antara model status quo dengan usulan perubahan kebijakan. Dengan asumsi bahwa model kebijakan yang dianalisis telah menjawab pertanyaan awal perubahan kebijakan yang telah dirumuskan pada langkah awal, maka penilaian perbandingan hasil difokuskan untuk mengetahui mana pilihan skema kebijakan pembiayaan yang dianggap dapat berkelanjutan dalam jangka panjang.
3.7. Implementasi Lalu bagaimana implikasi kebijakan dari setiap skenario? Bagaimana strategi yang harus diusung oleh pelaku advokasi di setiap skenario? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus memiliki informasi mengenai implikasi dari setiap skenario di atas, terutama terhadap beban yang akan ditanggung pemerintah dan oleh masyarakat. Saat inilah model yang telah dikembangkan sebelumnya akan sangat bermanfaat. Yaitu untuk melihat bagaimana implikasi dari setiap skenario di atas. Sebagai bentuk eksperimen terhadap model tersebut, skenario di atas diturunkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian dari setiap implementasi kebijakan sebagai berikut: Berapa (1) total benefit expenditure, (2) subsidi yang harus diberikan pemerintah, dan (3) beban biaya yang harus ditanggung per-orang/ KK jika: • Pemerintah memberikan partial subsidy bagi seluruh rakyat untuk seluruh layanan
48
• • • • •
Pemerintah memberikan partial subsidy bagi seluruh rakyat untuk layanan dasar saja Pemerintah memberikan full subsidy bagi rakyat miskin untuk seluruh layanan Pemerintah memberikan full subsidy bagi rakyat miskin untuk layanan dasar saja Pemerintah memberikan partial subsidy bagi rakyat miskin untuk seluruh layanan Pemerintah memberikan partial subsidy bagi rakyat miskin untuk layanan dasar saja
49
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
50
BAB 4 - S i m u l a s i
BAB 4
Simulasi
Analisis Pembiayaan Kesehatan Daerah: Panduan untuk Elemen Masyarakat Sipil, Pemerintah Daerah & DPRD
Bab? 4 Simulasi?
B
ab ini akan mendemonstrasikan sejumlah langkah yang telah diterangkan sebelumnya, seperti pada gambar di bawah, Bab ini akan mendemonstrasikan sejumlah langkah yang telah diterangkan sebelumnya, seperti pada dengan memakai data-data angka rekaan. gambar di bawah, dengan memakai data‐data angka rekaan. Gambar 4.1 Gambar 4.1 Langkah‐Langkah Analisis Pembiayaan Kesehatan
Langkah-Langkah Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan
1
?
2
?
?
?
?
?
Formulasi? Tujuan? Perubahan? Kebijakan?
4
Melakukan? Simulasi? Usulan? Kebijakan
5?
6 ? ? ? ? Penilaian? Hasil? Simulasi?
Membangun? Model? ?Status? Quo? ?
3
?
? Implementasi?
Identifikasi?? Perubahan? Pilihan? Kebijakan
Misalkan suatu Kabupaten X mempunyai jumlah penduduk pada akhir tahun 2004 sebanyak 2.500.000 jiwa dan data kependudukan serta ekonomi dari tahun 2005‐2009 sebagai berikut :
51
Tabel 4.1 Data Statistik Kabupaten X
Kelahiran
Kematian
Migrasi Masuk (jiwa)
Migrasi Keluar
Angka Inflasi
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
4.1 Kasus Hipotetik Situasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Suatu Kabupaten, sebut saja Kebupaten Sukamandi, mempunyai jumlah penduduk pada akhir tahun 2009 sebanyak 489.220 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,68%. Dari jumlah penduduk tersebut, menurut data BPS, jumlah penduduk dengan kategori miskin adalah sebesar 113.670 jiwa. Tingkat inflasi di daerah rata-rata adalah berkisar sekitar 4,8%. Pemkab Sukamandi sejak tahun 2001, melalui perdanya menetapkan bahwa setiap warga yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, dikenakan tarif retribusi yang besarnya tergantung layanan yang digunakan. Tarif yang berlaku merupakan tarif yang telah disubsidi oleh pemerintah. Sejak tahun 2008, seiring dengan berkembangnya Kabupaten Sukamandi, masyarakat melihat bahwa pertumbuhan perekonomian tidak diikuti dengan meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat. Hasil kajian lembaga penelitian di sebuah universitas yang barubaru ini diterbitkan, menunjukkan bahwa masyarakat miskinlah yang menjadi konsentrasi permasalahan kesehatan. Hasil studi juga menunjukkan bahwa alasan utama mengapa masyarakat miskin tidak berobat ke fasilitas kesehatan adalah karena keterbatasan dana atau ketakutan akan biaya yang harus dibayarkan. Untuk itu, pemerintah dan DPRD memandang perlu dilakukan sebuah terobosan kebijakan pembiayaan jaminan kesehatan agar lebih menyentuh kepada masyarakat miskin. Jadi, pemerintah mulai memikirkan untuk memberikan pembebasan retribusi pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin. Seiring dengan itu, gerakan elemen masyarakat sipil meminta pemerintah untuk membebaskan seluruh biaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan alasan bahwa kesehatan adalah hak setiap warga. Bupati Sukamandi kemudian meminta Bappeda dan Dinas Kesehatan untuk melakukan kajian perbandingan beban pembiayaan dari dua usulan kebijakan tersebut dan memberikan pertimbangan kebijakan mana yang bisa didukung dengan ketersediaan dana daerah (APBD) yang sebesar Rp. 1.252.356.549.000,-. Selama ini ratarata peningkatan belanja dan pendapatan daerah adalah hanya berkisar kurang lebih 6,7% per tahun.
52
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
4.2 Formulasi Tujuan Perubahan Kebijakan Dari uraian situasi hipotetik di atas, tujuan perubahan kebijakan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: “Menentukan pilihan skema kebijakan pembiayaan di daerah yang dapat mengurangi hambatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang layak kepada kelompok masyarakat miskin sesuai dengan kemampuan pembiayaan daerah paling tidak selama lima tahun mendatang. Pilihan skema kebijakan pembiayaan antara lain: • Pembebasan biaya kesehatan untuk seluruh penduduk untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas • Pembebasan biaya kesehatan untuk kategori masyarakat miskin untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas
4.3 Membangun Model Awal dari Kasus Hipotetik (Model-0) Dari ilustrasi situasi permasalahan kesehatan dan formulasi tujuan analisis pembiayaan jaminan kesehatan, tahap berikutnya adalah membangun model awal atau model “status quo” dari skema kebijakan yang berlaku di daerah sebagai model referensi awal. Seperti yang dijelaskan di bagian awal bab ini, skema kebijakan pembiayaan pelayanan kesehatan yang berlaku di Puskesmas di Kabupaten Sukamandi adalah subsidi tarif atas layanan puskesmas, untuk sebagian besar layanan yang disediakan di Puskesmas. Besar subsidi berbeda untuk setiap jenis layanannya.
4.3.1 Analisis Pengeluaran Manfaat Untuk melakukan analisis pengeluaran pembiayaan jaminan kesehatan, paling tidak ada 3 analisis yaitu analisis biaya pengeluaran manfaat, biaya pengeluaran administratif, dan biaya lain-lain. Langkah pertama adalah menghitung biaya pengeluaran manfaat, yaitu potensi total biaya yang dikeluarkan oleh pihak penyedia pelayanan kesehatan, dalam hal ini adalah Puskesmas di Kabupaten Sukamandi. Berikut ini adalah jenis layanan yang diberikan oleh Puskesmas, besar tarif, dan utilitas (pemanfaatan) layanan. 53
Tabel 4.1 Data Tarifdan Utilisasi2 Tarif Jenis Pelayanan yang Disediakan Utilisasi Beban Beban No Puskesmas di Kab. Sukamandi Total Tarif Masyarakat 2009 (Rp.) Pemda (Rp.) (Rp.) A
Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan Tindakan Bedah 1 Kuret
110.000
10.000
100.000
5812
55.000
5.000
50.000
7513
220.000
20.000
200.000
523
4 Incubator (per hari) 5 Deptone
44.000 4.400
4.000 400
40.000 4.000
82 135
6 Suction
11.000
1.000
10.000
65
12.000
2.000
10.000
6521
6.000
1.000
5.000
3684
12.000
2.000
10.000
66215
2 Placenta Manual 3 Vacum Ekstraksi/Forcep
B
Tindakan Medis 7 Erastio Portionis Uteri 8 Perawatan Luka tanpa jahitan 9 Perawatan Luka dengan jahitan Perawatan Luka lebih dari 5 jahitan 10 tiap jahitan 11 Insisi Abses 12 Insisi Abses besar
2.400
400
2.000
3625
12.000 18.000
2.000 3.000
10.000 15.000
326 3201
13 Eksterpasi
30.000
5.000
25.000
3125
14 Eksterpasi besar lain
48.000
8.000
40.000
6325
15 Khitan (sirkumsisi)
72.000
12.000
60.000
6243
16 Bilas Cerumen prop/GMP
12.000
2.000
10.000
326
17 Tindik
12.000
2.000
10.000
3021
18 Katerisasi
12.000
2.000
10.000
3269
19 m. Lavement pengobatan
12.000
2.000
10.000
786
20 Glycerin Spuit
12.000
2.000
10.000
326
21 Insisi Hordeolum
18.000
3.000
15.000
268
Ekstraksi benda asing di telinga/ 22 hidung
18.000
3.000
15.000
326
2 Data tarif dan utilisasi yang digunakan diinspirasi dari Perda Kabupaten Bandung No. 18 Tahun 2001 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan pada Unit, Instalasi Kesehatan Pemerintah kabupaten Bandung di Luar Rumah Sakit. Data tarif yang menjadi beban pemerintah dan data utilisasi adalah data rekaan yang diinspirasi dari data yang serupa yang dikeluarkan oleh Dinkes Kulon Progo. Perekaan data di atas semata-mata hanya untuk kebutuhan simulasi kasus hipotetik dalam terbitan ini.
54
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tarif Jenis Pelayanan yang Disediakan Utilisasi Beban Beban No Puskesmas di Kab. Sukamandi Total Tarif Masyarakat 2009 (Rp.) Pemda (Rp.) (Rp.) C
Tindakan di Ruang Rawat Inap 23 Suntikan 24 Infus 25 Transfusi
2.300 2.875 2.875
300 375 375
2.000 2.500 2.500
3268 326 125
26 Venaseksi
5.750
750
5.000
32
27 Sonde hidung (dewasa)
5.750
750
5.000
26
28 Bilas lambung (dewasa)
11.500
1.500
10.000
879
29 Punksi Lumbal
11.500
1.500
10.000
32
30 Katerisasi kandung kencing
11.500
1.500
10.000
698
31 Lavement pengobatan
11.500
1.500
10.000
32
32 Punksi Pleura
11.500
1.500
10.000
32
11.500 17.250
1.500 2.250
10.000 15.000
68 136
6.000
1.000
5.000
326
3.000
500
2.500
264
8.400
1.400
7.000
556
6.000
1.000
5.000
52
18.000
3.000
15.000
20
30.000
5.000
25.000
36
41 1. Urine rutin
3.000
0
3.000
3
42 2. Reduksi
1.500
0
1.500
12
43 3. Protein
1.500
0
1.500
3
44 4. Benda Keton
1.500
0
1.500
5
45 5. Bilirubin
1.500
0
1.500
65
46 6. ECBACH
2.250
0
2.250
20
15.000
0
15.000
654
33 Punksi Ascites 34 Resusitasi Tindakan Pelayanan Kesehatan D Gigi Penambalan pergigi (tergantung 35 besarnya) Perawatan gangren (setiap kali kunjungan) Pencabutan satu gigi (tanpa 37 komplikasi) Pencabutan satu gigi dengan 38 Chlorethyl Pencabutan satu gigi dengan 39 komplikasi 36
40 Pencabutan satu gigi M3 Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Radio Diagnostik
E E1
URINE
47 7. Test Kehamilan
55
Tarif Jenis Pelayanan yang Disediakan Utilisasi Beban Beban No Puskesmas di Kab. Sukamandi Total Tarif Masyarakat 2009 (Rp.) Pemda (Rp.) (Rp.) E2 FAECES 48 1. Faeces Rutin 49 2. Benzidine Faeces
2.000 1.500
0 0
2.000 1.500
50 Hemoglobin
3.500
0
3.500
63
51 Hitung Jenis Leukosit
3.000
0
3.000
236
52 Jumlah Leukosit
1.500
0
1.500
32
53 Jumlah Trombosit 54 Jumlah Eritrosit 55 Hematrokit
1.500 1.500 1.500
0 0 0
1.500 1.500 1.500
321 22 20
56 Laju Endap Darah
1.500
0
1.500
30
57 Waktu Pembekuan
1.500
0
1.500
44
58 Waktu Pendarahan
1.500
0
1.500
56
59 Golongan Darah
2.250
0
2.250
23
60 Retikulosit
1.500
0
1.500
89
61 Gambaran darah tepi
3.000
0
3.000
75
62 Malaria
1.500
0
1.500
126
63 Glukosa (gula darah)
7.500
0
7.500
698
64 Ureum
7.500
0
7.500
58
65 Kreatinin 66 Kolestrol
7.500 7.500
0 0
7.500 7.500
67 29
67 Triglycerida
13.500
0
13.500
46
68 Asam Urat
7.500
0
7.500
28
69 S G O T
7.500
0
7.500
78
70 S G P T
7.500
0
7.500
64
71 L D H
24.000
0
24.000
96
72 CK. NAC
48.000
0
48.000
47
73 CK. BM
33.000
0
33.000
65
74 Protein Total
7.500
0
7.500
80
75 Albumine
7.500
0
7.500
90
76 Bilirubin Total
7.500
0
7.500
48
77 Bilirubin Direc 78 Alkali Fosfatase
7.500 7.500
0 0
7.500 7.500
67 84
E3
E4
100 236
HAEMATOLOGI
BIOKIMIA
56
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tarif Jenis Pelayanan yang Disediakan Utilisasi Beban Beban No Puskesmas di Kab. Sukamandi Total Tarif Masyarakat 2009 (Rp.) Pemda (Rp.) (Rp.) E5
SEROLOGI/IMUNOL
79 80 81 82 E6 83 84 E7
Widal VDRL HBSAG Anti HBSAG PARASITOLOGI Amueba Cacing MIKROBIOLOGI
85 86 87 E8 88 89
Praparat Garam BTA Analisa Sperma RADIO DIAGNOSTIK 1. USG 2. Photo Rontgen
15.000 15.000 15.000 15.000
0 0 0 0
15.000 15.000 15.000 15.000
65 8 9 11
3.000 3.000
0 0
3.000 3.000
64 87
7.500 7.500 7.500
0 0 0
7.500 7.500 7.500
94 82 64
40.000 25.000
0 0
40.000 25.000
78 65
90 3. X Ray gigi
35.000
0
35.000
70
91 PEMERIKSAAN EKG
15.000
0
15.000
100
Dari data-data di atas, langkah selanjutnya adalah menghitung beban biaya pelayanan kesehatan per orang per tahun di Puskemas yang ditanggung Pemda dengan skema yang berlaku saat ini. Dari tabel di 4.1, maka data yang digunakan pada langkah selanjutnya adalah data tarif yang menjadi beban pemda (subsidi) dan utilitas. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
57
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tabel 4.2 Perhitungan PENGELUARAN Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun Model-0 (Status Quo) Tarif Beban Jenis Pelayanan yang Pemda / Disediakan Puskesmas di Kab. No Subsidi Sukamandi (Rp.) (a)
A
Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan Tindakan Bedah 1 Kuret 2 Placenta Manual 3 Vacum Ekstraksi/Forcep 4 Incubator (per hari) 5 Deptone 6 Suction
B
Utilisasi 2009 (b)
Beban Biaya Tingkat Pelayanan Utilisasi Kesehatan (c) = (b)/jml. per Orang pddk 2009 per Tahun (Rp.) (a*c)
Tindakan Medis
10.000
5812 0,0118801357
118,80
5.000
7513 0,0153570991
76,79
20.000
523 0,0010690487
21,38
4.000
82 0,0001676138
0,67
400
135 0,0002759495
0,11
1.000
65 0,0001328646
0,13
7 Erastio Portionis Uteri
2.000
6521 0,0133293815
26,66
8 Perawatan Luka tanpa jahitan
1.000
3684 0,0075303544
7,53
9 Perawatan Luka dengan jahitan
2.000
66215 0,1353481051
270,70
400
3625 0,0074097543
2,96
Perawatan Luka lebih dari 5 10 jahitan tiap jahitan 11 Insisi Abses
2.000
326 0,0006663669
1,33
12 Insisi Abses besar
3.000
3201 0,0065430686
19,63
13 Eksterpasi
5.000
3125 0,0063877192
31,94
14 Eksterpasi besar lain
8.000
6325 0,0129287437
103,43
12.000
6243 0,0127611300
153,13
15 Khitan (sirkumsisi) 16 Bilas Cerumen prop/GMP
2.000
326 0,0006663669
1,33
17 Tindik
2.000
3021 0,0061751359
12,35
18 Katerisasi
2.000
3269 0,0066820653
13,36
19 m. Lavement pengobatan
2.000
786 0,0016066391
3,21
20 Glycerin Spuit
2.000
326 0,0006663669
1,33
21 Insisi Hordeolum
3.000
268 0,0005478108
1,64
Ekstraksi benda asing di telinga/ 22 hidung
3.000
326 0,0006663669
2,00
58
Tarif Beban Jenis Pelayanan yang Pemda / Disediakan Puskesmas di Kab. No Subsidi Sukamandi (Rp.) (a) C 23 24 25 26 27 28 29 30
Tindakan di Ruang Rawat Inap Suntikan Infus Transfusi Venaseksi Sonde hidung (dewasa) Bilas lambung (dewasa) Punksi Lumbal Katerisasi kandung kencing
Utilisasi 2009 (b)
Beban Biaya Tingkat Pelayanan Utilisasi Kesehatan (c) = (b)/jml. per Orang pddk 2009 per Tahun (Rp.) (a*c)
300 375 375 750 750 1.500 1.500 1.500
3268 326 125 32 26 879 32 698
0,0066800213 0,0006663669 0,0002555088 0,0000654102 0,0000531458 0,0017967377 0,0000654102 0,0014267610
2,00 0,25 0,10 0,05 0,04 2,70 0,10 2,14
31 Lavement pengobatan
1.500
32 0,0000654102
0,10
32 Punksi Pleura 33 Punksi Ascites
1.500 1.500
32 0,0000654102 68 0,0001389968
0,10 0,21
34 Resusitasi Tindakan Pelayanan D Kesehatan Gigi Penambalan pergigi 35 (tergantung besarnya) Perawatan gangren (setiap kali 36 kunjungan) Pencabutan satu gigi (tanpa 37 komplikasi) Pencabutan satu gigi dengan 38 Chlorethyl Pencabutan satu gigi dengan 39 komplikasi
2.250
136 0,0002779935
0,63
40 Pencabutan satu gigi M3 Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Radio E Diagnostik E1 URINE 41 42 43 44 45 46
1. Urine rutin 2. Reduksi 3. Protein 4. Benda Keton 5. Bilirubin 6. ECBACH
47 7. Test Kehamilan
1.000
326 0,0006663669
0,67
500
264 0,0005396345
0,27
1.400
556 0,0011365030
1,59
1.000
52 0,0001062916
0,11
3.000
20 0,0000408814
0,12
5.000
36 0,0000735865
0,37
0 0 0 0 0 0 0
3 12 3 5 65 20
0,0000061322 0,0000245288 0,0000061322 0,0000102204 0,0001328646 0,0000408814
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
654 0,0013368219
0,00
59
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tarif Beban Jenis Pelayanan yang Pemda / Disediakan Puskesmas di Kab. No Subsidi Sukamandi (Rp.) (a) E2
E3
FAECES
Utilisasi 2009 (b)
Beban Biaya Tingkat Pelayanan Utilisasi Kesehatan (c) = (b)/jml. per Orang pddk 2009 per Tahun (Rp.) (a*c)
48 1. Faeces Rutin
0
100 0,0002044070
0,00
49 2. Benzidine Faeces
0
236 0,0004824006
0,00
0 0
63 0,0001287764 236 0,0004824006
HAEMATOLOGI 50 Hemoglobin 51 Hitung Jenis Leukosit
52 Jumlah Leukosit
0
53 54 55 56
0 0 0 0
Jumlah Trombosit Jumlah Eritrosit Hematrokit Laju Endap Darah
0,00 0,00
32 0,0000654102 321 22 20 30
0,00
0,0006561465 0,0000449695 0,0000408814 0,0000613221
0,00 0,00 0,00 0,00
57 Waktu Pembekuan
0
44 0,0000899391
0,00
58 Waktu Pendarahan
0
56 0,0001144679
0,00
59 Golongan Darah
0
23 0,0000470136
0,00
60 Retikulosit
0
89 0,0001819222
0,00
61 Gambaran darah tepi
0
75 0,0001533053
0,00
62 Malaria
0
126 0,0002575528
0,00
0 0 0 0 0 0 0 0 0
698 58 67 29 46 28 78 64 96
E4
BIOKIMIA 63 64 65 66 67 68 69 70 71
Glukosa (gula darah) Ureum Kreatinin Kolestrol Triglycerida Asam Urat SGOT SGPT LDH
72 CK. NAC 73 CK. BM
0 0
0,0014267610 0,0001185561 0,0001369527 0,0000592780 0,0000940272 0,0000572340 0,0001594375 0,0001308205 0,0001962307
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
47 0,0000960713 65 0,0001328646
0,00 0,00
74 Protein Total
0
80 0,0001635256
0,00
75 76 77 78
0 0 0 0
90 48 67 84
0,00 0,00 0,00 0,00
Albumine Bilirubin Total Bilirubin Direc Alkali Fosfatase
60
0,0001839663 0,0000981154 0,0001369527 0,0001717019
Tarif Beban Jenis Pelayanan yang Pemda / Disediakan Puskesmas di Kab. No Subsidi Sukamandi (Rp.) (a) E5
SEROLOGI/IMUNOL
Utilisasi 2009 (b)
Beban Biaya Tingkat Pelayanan Utilisasi Kesehatan (c) = (b)/jml. per Orang pddk 2009 per Tahun (Rp.) (a*c)
79 Widal 80 VDRL
0 0
65 0,0001328646 8 0,0000163526
0,00 0,00
81 HBSAG
0
9 0,0000183966
0,00
82 Anti HBSAG
0
11 0,0000224848
0,00
0 0
64 0,0001308205 87 0,0001778341
0 0 0
94 0,0001921426 82 0,0001676138 64 0,0001308205
0 0
78 0,0001594375 65 0,0001328646
E6
PARASITOLOGI 83 Amueba 84 Cacing E7 MIKROBIOLOGI 85 Praparat Garam 86 B T A 87 Analisa Sperma E8 RADIO DIAGNOSTIK 88 1. USG 89 2. Photo Rontgen
0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
90 3. X Ray gigi
0
70 0,0001430849
0,00
91 PEMERIKSAAN EKG
0
100 0,0002044070
0,00
Total Beban Biaya Pelayanan Kesehatan di Puskesmas per Orang per Tahun yang ditanggung Pemda
Rp. 881,96
Perhitungan di atas baru untuk tahun 0 saja. Untuk kepentingan pemodelan, perlu diproyeksikan untuk paling tidak 5 tahun ke depan. Dari data-data tersebut, dapat kita perhatikan bahwa di antara data variabel : (1) subsidi, (2) utilisasi, dan (3) tingkat utilisasi, hanya variabel subsidi yang relatif tetap dikarenakan terkait dengan kebijakan atau peraturan daerah yang mengikat selama kurun waktu tertentu. Baik utilisasi maupun tingkat utilisasi akan selalu berubah selama kurun waktu analisis. Misalkan dari data seri utilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas ditemukan rata-rata terjadi peningkatan sebesar 9,5% per tahun dan laju pertumbuhan penduduk adalah rata-rata sebesar 0,68%.
61
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tabel 4.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun
Jumlah Penduduk
2009 ( t0 )
489.220
2010 ( t1 )
492.547
2011 ( t2 )
495.896
2012 ( t3 )
499.268
2013 ( t4 )
502.663
2014 ( t5 )
506.081
Perhitungan tingkat utilitas diperoleh dengan membagi jumlah utilitas (kasus) dengan jumlah penduduk (asumsinya pemanfaat layanan puskesmas adalah seluruh penduduk kabupaten). Untuk proyeksi tingkat utilitasnya diperoleh dengan membagi hasil proyeksi tingkat utilitas dengan hasil proyeksi jumlah penduduk. Berikut ini adalah data hasil proyeksi tingkat utilitas layanan puskesmas di Kabupaten Sukamandi. Tabel 4.4 Proyeksi Tingkat Utilitas No.
Jenis Layanan Puskesmas di Kab. Sukamandi
2009 (t0)
2010 (t1)
2011 (t2)
2012 (t3)
2013 (t4)
2014 (t5)
Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan Tindakan Bedah
A
1 Kuret
0,01188 0,01292 0,01405 0,01528 0,01662 0,01808
2 Placenta Manual
0,01536 0,01670 0,01817 0,01976 0,02149 0,02337
3 Vacum Ekstraksi/Forcep
0,00107 0,00116 0,00126 0,00138 0,00150 0,00163
4 Incubator (per hari)
0,00017 0,00018 0,00020 0,00022 0,00023 0,00026
5 Deptone
0,00028 0,00030 0,00033 0,00036 0,00039 0,00042
6 Suction
0,00013 0,00014 0,00016 0,00017 0,00019 0,00020
B
Tindakan Medis 7 Erastio Portionis Uteri
0,01333 0,01450 0,01577 0,01715 0,01865 0,02028
Perawatan Luka tanpa 8 jahitan
0,00753 0,00819 0,00891 0,00969 0,01054 0,01146
9
Perawatan Luka dengan jahitan
62
0,13535 0,14721 0,16010 0,17413 0,18938 0,20597
No.
Jenis Layanan Puskesmas di Kab. Sukamandi
10
Perawatan Luka lebih dari 5 jahitan tiap jahitan
2009 (t0)
2010 (t1)
2011 (t2)
2012 (t3)
2013 (t4)
2014 (t5)
0,00741 0,00806 0,00876 0,00953 0,01037 0,01128
11 Insisi Abses
0,00067 0,00072 0,00079 0,00086 0,00093 0,00101
12 Insisi Abses besar
0,00654 0,00712 0,00774 0,00842 0,00916 0,00996
13 Eksterpasi
0,00639 0,00695 0,00756 0,00822 0,00894 0,00972
14 Eksterpasi besar lain
0,01293 0,01406 0,01529 0,01663 0,01809 0,01967
15 Khitan (sirkumsisi)
0,01276 0,01388 0,01509 0,01642 0,01786 0,01942
16 Bilas Cerumen prop/GMP
0,00067 0,00072 0,00079 0,00086 0,00093 0,00101
17 Tindik 18 Katerisasi
0,00618 0,00672 0,00730 0,00794 0,00864 0,00940 0,00668 0,00727 0,00790 0,00860 0,00935 0,01017
19 m. Lavement pengobatan 0,00161 0,00175 0,00190 0,00207 0,00225 0,00244 20 Glycerin Spuit
0,00067 0,00072 0,00079 0,00086 0,00093 0,00101
21 Insisi Hordeolum
0,00055 0,00060 0,00065 0,00070 0,00077 0,00083
Ekstraksi benda asing di 22 telinga/hidung
0,00067 0,00072 0,00079 0,00086 0,00093 0,00101
C
Tindakan di Ruang Rawat Inap
23 Suntikan 24 Infus 25 Transfusi
0,00668 0,00727 0,00790 0,00859 0,00935 0,01017 0,00067 0,00072 0,00079 0,00086 0,00093 0,00101 0,00026 0,00028 0,00030 0,00033 0,00036 0,00039
26 Venaseksi
0,00007 0,00007 0,00008 0,00008 0,00009 0,00010
27 Sonde hidung (dewasa)
0,00005 0,00006 0,00006 0,00007 0,00007 0,00008
28 Bilas lambung (dewasa)
0,00180 0,00195 0,00213 0,00231 0,00251 0,00273
29 Punksi Lumbal Katerisasi kandung 30 kencing 31 Lavement pengobatan
0,00007 0,00007 0,00008 0,00008 0,00009 0,00010
32 Punksi Pleura 33 Punksi Ascites 34 Resusitasi
0,00007 0,00007 0,00008 0,00008 0,00009 0,00010 0,00014 0,00015 0,00016 0,00018 0,00019 0,00021 0,00028 0,00030 0,00033 0,00036 0,00039 0,00042
D
0,00143 0,00155 0,00169 0,00184 0,00200 0,00217 0,00007 0,00007 0,00008 0,00008 0,00009 0,00010
Tindakan Pelayanan Kesehatan Gigi
35
Penambalan pergigi (tergantung besarnya)
0,00067 0,00072 0,00079 0,00086 0,00093 0,00101
36
Perawatan gangren (setiap kali kunjungan)
0,00054 0,00059 0,00064 0,00069 0,00076 0,00082
37
Pencabutan satu gigi (tanpa komplikasi)
0,00114 0,00124 0,00134 0,00146 0,00159 0,00173
63
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No.
BAB 4 - S i m u l a s i
Jenis Layanan Puskesmas di Kab. Sukamandi
Pencabutan satu gigi dengan Chlorethyl Pencabutan satu gigi 39 dengan komplikasi
38
40 Pencabutan satu gigi M3
2009 (t0)
2010 (t1)
2011 (t2)
2012 (t3)
2013 (t4)
2014 (t5)
0,00011 0,00012 0,00013 0,00014 0,00015 0,00016 0,00004 0,00004 0,00005 0,00005 0,00006 0,00006 0,00007 0,00008 0,00009 0,00009 0,00010 0,00011
E
Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Radio Diagnostik
E1 41 42 43
URINE 1. Urine rutin 2. Reduksi 3. Protein
0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00002 0,00003 0,00003 0,00003 0,00003 0,00004 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001
44 4. Benda Keton
0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001 0,00002
45 5. Bilirubin
0,00013 0,00014 0,00016 0,00017 0,00019 0,00020
46 6. ECBACH
0,00004 0,00004 0,00005 0,00005 0,00006 0,00006
47 7. Test Kehamilan
0,00134 0,00145 0,00158 0,00172 0,00187 0,00203
E2 48 49 E3
FAECES 1. Faeces Rutin 2. Benzidine Faeces HAEMATOLOGI
0,00020 0,00022 0,00024 0,00026 0,00029 0,00031 0,00048 0,00052 0,00057 0,00062 0,00067 0,00073
50 Hemoglobin
0,00013 0,00014 0,00015 0,00017 0,00018 0,00020
51 52 53 54 55 56 57
Hitung Jenis Leukosit Jumlah Leukosit Jumlah Trombosit Jumlah Eritrosit Hematrokit Laju Endap Darah Waktu Pembekuan
0,00048 0,00007 0,00066 0,00004 0,00004 0,00006 0,00009
0,00052 0,00007 0,00071 0,00005 0,00004 0,00007 0,00010
0,00057 0,00008 0,00078 0,00005 0,00005 0,00007 0,00011
0,00062 0,00008 0,00084 0,00006 0,00005 0,00008 0,00012
0,00067 0,00009 0,00092 0,00006 0,00006 0,00009 0,00013
0,00073 0,00010 0,00100 0,00007 0,00006 0,00009 0,00014
58 59 60 61
Waktu Pendarahan Golongan Darah Retikulosit Gambaran darah tepi
0,00011 0,00005 0,00018 0,00015
0,00012 0,00005 0,00020 0,00017
0,00014 0,00006 0,00022 0,00018
0,00015 0,00006 0,00023 0,00020
0,00016 0,00007 0,00025 0,00021
0,00017 0,00007 0,00028 0,00023
62 Malaria E4
0,00026 0,00028 0,00030 0,00033 0,00036 0,00039
BIOKIMIA
63 Glukosa (gula darah)
0,00143 0,00155 0,00169 0,00184 0,00200 0,00217
64 Ureum 65 Kreatinin 66 Kolestrol
0,00012 0,00013 0,00014 0,00015 0,00017 0,00018 0,00014 0,00015 0,00016 0,00018 0,00019 0,00021 0,00006 0,00006 0,00007 0,00008 0,00008 0,00009
67 Triglycerida 68 Asam Urat
0,00009 0,00010 0,00011 0,00012 0,00013 0,00014 0,00006 0,00006 0,00007 0,00007 0,00008 0,00009
64
Jenis Layanan Puskesmas di Kab. Sukamandi 69 S G O T 70 S G P T
0,00016 0,00017 0,00019 0,00021 0,00022 0,00024 0,00013 0,00014 0,00015 0,00017 0,00018 0,00020
71 L D H
0,00020 0,00021 0,00023 0,00025 0,00027 0,00030
72 CK. NAC
0,00010 0,00010 0,00011 0,00012 0,00013 0,00015
73 CK. BM
0,00013 0,00014 0,00016 0,00017 0,00019 0,00020
74 Protein Total
0,00016 0,00018 0,00019 0,00021 0,00023 0,00025
75 Albumine
0,00018 0,00020 0,00022 0,00024 0,00026 0,00028
76 Bilirubin Total
0,00010 0,00011 0,00012 0,00013 0,00014 0,00015
77 Bilirubin Direc
0,00014 0,00015 0,00016 0,00018 0,00019 0,00021
78 Alkali Fosfatase
0,00017 0,00019 0,00020 0,00022 0,00024 0,00026
No.
E5
2009 (t0)
2010 (t1)
2011 (t2)
2012 (t3)
2013 (t4)
2014 (t5)
SEROLOGI/IMUNOL
79 Widal
0,00013 0,00014 0,00016 0,00017 0,00019 0,00020
80 VDRL
0,00002 0,00002 0,00002 0,00002 0,00002 0,00002
81 HBSAG
0,00002 0,00002 0,00002 0,00002 0,00003 0,00003
82 Anti HBSAG
0,00002 0,00002 0,00003 0,00003 0,00003 0,00003
E6
PARASITOLOGI
83 Amueba 84 Cacing E7
0,00013 0,00014 0,00015 0,00017 0,00018 0,00020 0,00018 0,00019 0,00021 0,00023 0,00025 0,00027
MIKROBIOLOGI
85 Praparat Garam
0,00019 0,00021 0,00023 0,00025 0,00027 0,00029
86 B T A
0,00017 0,00018 0,00020 0,00022 0,00023 0,00026
87 Analisa Sperma
0,00013 0,00014 0,00015 0,00017 0,00018 0,00020
E8
RADIO DIAGNOSTIK
88 89 90 91
1. USG 2. Photo Rontgen 3. X Ray gigi PEMERIKSAAN EKG
0,00016 0,00013 0,00014 0,00020
0,00017 0,00014 0,00016 0,00022
0,00019 0,00016 0,00017 0,00024
0,00021 0,00017 0,00018 0,00026
0,00022 0,00019 0,00020 0,00029
0,00024 0,00020 0,00022 0,00031
Berdasarkan data proyeksi tingkat utilitas setiap layanan puskesmas di Kabupaten Sukamandi (Tabel 4-4), langkah berikutnya adalah menghitung Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun. Beban biaya pelayanan per Orang per Tahun dapat dihitung dengan mengalikan tingkat utilitas dengan tarif yang menjadi beban pemerintah (ingat pada model status quo ini, yang dihitung adalah yang menjadi beban pembiayaan dari pemerintah)
65
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
yang datanya dapat dilihat pada tabel 4-1 pada sub kolom beban pemerintah dan hasil perkaliannya dijumlahkan untuk seluruh jenis layanan puskesmas. Hasil Perhitungan untuk setiap tahun proyeksi dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Proyeksi Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun yang Ditanggung Pemerintah Model-0 (Status Quo)
2009 (t0) 2010 (t1) 2011 (t2)
Proyeksi Beban Biaya Pelayanan Kesehatan di Puskesmas per Orang per Tahun yang Ditanggung Pemda (Rp.) 881,96 959,22 1.043,25
2012 (t3)
1.134,65
2013 (t4) 2014 (t5)
1.234,04 1.342,15
Tahun
Selain biaya pengeluaran manfaat, seluruh Puskesmas dalam menyelenggarakan pelayanan juga harus mengeluarkan biaya lain yaitu biaya administrasi dan biaya lain-lain. Berikut ini adalah data rincian biaya administrasi dan biaya lain-lain yang harus dikeluarkan oleh seluruh Puskesmas. Tabel 4.6 Jenis PENGELUARAN Biaya Administrasi Model-0 (Status Quo)3 No.
Jenis Biaya Administrasi
Gaji Pokok dan Tunjangan untuk Tenaga Dokter Umum Gaji Pokok dan Tunjangan untuk 2 Tenaga Perawat Gaji Pokok dan Tunjangan untuk 3 Tenaga Bidan
1
Gaji Pokok dan Tunjangan untuk Tenaga administrasi Perkantoran 5 Jasa Tindakan Medis4 4
Harga Satuan (Rp.)
Vol. Frek. (org.)
Total pada tahun 2009 (t0)
30
12
2.065.363
743.530.680
100
12
1.156.879
1.388.254.800
60
12
935.267
673.392.240
100
12
758.632
910.358.400
-
-
-
697.760.000
Total 4.413.296.120 3 Data diperoleh dari APBD. Dalam APBD hanya memuat angka global, rincian dalam tabel hanya perkiraan pendekatan. Pada praktik nyatanya sebaiknya data nakes dan satuan biaya diperinci dengan lebih jelas. 4 Data diperoleh dari APBD. Dalam APBD hanya memuat angka global, tidak ada rincian berapa total jumlah tindakan dan satuan biayanya.
66
Tabel 4.7 Jenis PENGELUARAN Biaya Lain-Lain Model-0 (Status Quo)5 No.
Jenis Biaya Lain-lain
Volume
Frekuensi (bulan)
Harga Satuan (Rp.)
Total pada tahun 2009 (t0)
1
ATK
30
12
121.739
43.826.087
2 3
Telepon Air
60 30
12 12
75.072 20.000
54.052.174 7.200.000
4
Listrik
30
12
79.500
28.620.000
5
BBM Alat Kebersihan Pemeliharaan gedung
30
12
68.406
24.625.995
30
12
10.217
3.678.260
40
12
32.446
15.573.900
Lain-lain
30
12
26.897
9.682.920
6 7 8
Total
187.259.336
Dari perhitungan di atas, dengan memasukkan faktor proyeksi peningkatan biaya sebesar dengan rata-rata laju pertambahan APBD seperti yang telah diuraikan di bagian awal (6,7%, lihat pengantar cerita di atas), maka perhitungan proyeksi beban biaya administrasi dan biaya lain-lain sebagai berikut : Tabel 4.8 Proyeksi PENGELUARAN Biaya Administrasi dan Biaya Lain-Lain Model-0 (Status Quo) Tahun
Biaya Administrasi (Rp.)
Biaya Lain-lain (Rp.)
2009 (t0)
4.413.296.120
187.259.336
2010 (t1)
4.708.986.960
199.805.712
2011 (t2)
5.024.489.086
213.192.694
2012 (t3)
5.361.129.855
227.476.605
2013 (t4)
5.720.325.555
242.717.537
2014 (t5)
6.103.587.368
258.979.612
5 Data diperoleh dari APBD. Dalam APBD hanya memuat angka global, rincian dalam tabel hanya perkiraan pendekatan.
67
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Adapun total pengeluaran pembiayaan pemerintah untuk pelayanan kesehatan semua puskesmas dengan skema subsidi adalah sebagai berikut : Tabel 4.9 Perhitungan TOTAL PENGELUARAN Pembiayaan Pemerintah Model-0 (Status Quo) Total Biaya Pelayanan Kesehatan Tahun Per Orang Per Tahun (1) 2009
881,96
Total Proyeksi Populasi (2)
489.220
Total Biaya Populasi Pemeliharaan TOTAL Kesehatan Biaya Biaya Lainyang PENGELUARAN untuk Administrasi lain di-cover (7) = (4) + (5) (5) (6) kebijakan6 Populasi yang + (6) (3)= (2) di-cover (4) = (1)*(3) 489.220
431.470.925 4.413.296.120 187.259.336
5.032.026.381
2010
959,22
492.547
492.547
472.460.663 4.708.986.960 199.805.712
5.381.253.334
2011
1.043,25
495.896
495.896
517.344.426 5.024.489.086 213.192.694
5.755.026.206
2012
1.134,65
499.268
499.268
566.492.146 5.361.129.855 227.476.605
6.155.098.606
2013
1.234,04
502.663
502.663
620.308.900 5.720.325.555 242.717.537
6.583.351.993
2014
1.342,15
506.081
506.081
679.238.246 6.103.587.368 258.979.612
7.041.805.226
4.3.2 Analisis Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan Langkah selanjutnya adalah menghitung berapa penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan yang diperoleh oleh Puskesmas. Penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu antara lain: (1) alokasi anggaran pemerintah; (2) kontribusi masyarakat melalui retribusi; (3) klaim dan kapitasi asuransi; (4) maupun sumber-sumber lain. Data-data penerimaan Puskesmas sebagian besar dapat diperoleh dari data APBD. Besar alokasi anggaran dari APBD (belanja) ke Puskesmas dilihat dari hasil analisis anggaran terhadap Dinas Kesehatan. Analisis anggaran Dinas Kesehatan dititikberatkan pada analisis anggaran terhadap program/kegiatan untuk pemeliharaan kesehatan individual. 6 Dapat dilihat dalam dokumen APBD, pilah pos-pos anggaran yang dialokasikan ke Puskesmas yang sesuai dengan definisi biaya administratif dan biaya lain-lain.
68
Dari hasil analisis tersebut, misalnya, diperoleh data alokasi APBD untuk Puskesmas pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 4.600.555.456,Data ini diperoleh dengan melakukan analisis anggaran terhadap pos-pos anggaran yang dialokasikan ke Puskesmas. Pos-pos anggaran yang dapat dimasukkan sebagai alokasi anggaran untuk puskesmas paling tidak pos-pos anggaran yang terkait dengan biaya-biaya administratif (gaji dan tunjangan tenaga kesehatan), dan biaya lain-lain (yang berupa operasional puskesmas). Kita kemudian memproyeksikan penerimaan alokasi APBD dengan faktor proyeksi laju rata-rata penambahan belanja dan pendapatan sebesar 6,7% (lihat pengantar cerita di atas). Perhitungannya adalah : Tabel 4.10 Perhitungan Proyeksi PENERIMAAN dari Alokasi APBD Model-0 (Status Quo)7 Tahun
Proyeksi Alokasi APBD (Rp.)
2009 (t0) 2010 (t1) 2011 (t2) 2012 (t3) 2013 (t4) 2014 (t5))
4.600.555.456 4.908.792.672 5.237.681.781 5.588.606.460 5.963.043.093 6.362.566.980
Khusus untuk PENERIMAAN dari kontribusi masyarakat dapat diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung kontribusi per orang per tahun. Kontribusi masyarakat merupakan retribusi yang dibayarkan ketika mereka memanfaatkan layanan puskesmas. Untuk menghitung perkiraan penerimaan dari retribusi maka dapat digunakan cara yang sama untuk menghitung beban biaya pelayanan kesehatan per orang per tahun yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk itu kita bisa menggunakan data tingkat utilitas (karena jumlah kasusnya sama) pada tabel 4.4. Kemudian, untuk tingkat utilitas setiap jenis layanan kesehatan puskesmas dikalikan dengan tarif 7 Dapat dilihat dalam dokumen APBD, pilah pos-pos anggaran yang dialokasikan ke Puskesmas yang sesuai dengan definisi biaya administratif dan biaya lain-lain.
69
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
retribusi yang dibebankan kepada masyarakat (Tabel 4.1 kolom tarif beban masyarakat). Kemudian untuk mendapatkan perkiraan kontribusi per orang per tahun, jumlahkan hasil perkalian antara tingkat utilitas dengan tarif yang menjadi beban masyarakat untuk seluruh jenis layanan. Perkiraan total kontribusi diperoleh dengan mengalikan antara perkiraan kontribusi per orang per tahun dengan total populasi yang dicakup, dalam hal ini karena berlaku untuk seluruh penduduk maka dikalikan total jumlah penduduk. Adapun hasil perhitungan Perkiraan Kontribusi Per Orang per tahun dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Perhitungan Proyeksi PENERIMAAN Kontribusi Masyarakat per Orang per Tahun Model-0 (Status Quo) Jenis Pelayanan Tarif yang Disediakan Retribusi No Puskesmas di Masyarakat 2009 Kab. Sukamandi (Rp.) A
Kontribusi per Orang per Tahun (Rp.) 2010
2011
2012
2013
2014
Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan Tindakan Bedah 1 Kuret 2 Placenta Manual Vacum Ekstraksi/ 3 Forcep Incubator (per 4 hari) 5 Deptone 6 Suction
B
100.000 1.188,01 1.292,09 1.405,28 1.528,39 1.662,28 1.807,91 50.000
767,85 835,12 908,28
987,85 1.074,39 1.168,51
200.000
213,81 232,54 252,91
275,07 299,17 325,37
40.000
6,70
7,29
7,93
8,63
9,38
10,20
4.000
1,10
1,20
1,31
1,42
1,54
1,68
10.000
1,33
1,45
1,57
1,71
1,86
2,02
Tindakan Medis 7 8 9 10 11
Erastio Portionis Uteri Perawatan Luka tanpa jahitan Perawatan Luka dengan jahitan Perawatan Luka lebih dari 5 jahitan tiap jahitan Insisi Abses
10.000 5.000
133,29 144,97 157,67 37,65
40,95
44,54
171,48 186,51 202,85 48,44
52,68
57,30
10.000 1.353,48 1.472,05 1.601,01 1.741,27 1.893,81 2.059,71 2.000
14,82
16,12
17,53
19,07
20,74
22,55
10.000
6,66
7,25
7,88
8,57
9,32
10,14
12 Insisi Abses besar
15.000
98,15 106,74 116,10
126,27 137,33 149,36
13 Eksterpasi
25.000
159,69 173,68 188,90
205,45 223,44 243,02
70
Jenis Pelayanan Tarif yang Disediakan Retribusi No Puskesmas di Masyarakat 2009 Kab. Sukamandi (Rp.)
2010
2011
2012
2013
2014
Eksterpasi besar lain
40.000
517,15 562,45 611,73
665,32 723,60 786,99
15 Khitan (sirkumsisi)
60.000
765,67 832,74 905,70
985,04 1.071,33 1.165,19
Bilas Cerumen prop/GMP
10.000
6,66
7,25
7,88
8,57
17 Tindik 18 Katerisasi m. Lavement 19 pengobatan 20 Glycerin Spuit
10.000 10.000
61,75 66,82
67,16 72,67
73,04 79,04
79,44 85,97
86,40 93,97 93,50 101,69
10.000
16,07
17,47
19,00
20,67
22,48
24,45
10.000
6,66
7,25
7,88
8,57
9,32
10,14
21 Insisi Hordeolum
15.000
8,22
8,94
9,72
10,57
11,50
12,50
Ekstraksi benda 22 asing di telinga/ hidung
15.000
10,00
10,87
11,82
12,86
13,99
15,21
Tindakan di Ruang Rawat Inap 23 Suntikan 2.000 24 Infus 2.500 25 Transfusi 2.500
13,36 1,67 0,64
14,53 1,81 0,69
15,80 1,97 0,76
17,19 2,14 0,82
18,69 2,33 0,89
20,33 2,54 0,97
5.000
0,33
0,36
0,39
0,42
0,46
0,50
5.000
0,27
0,29
0,31
0,34
0,37
0,40
10.000
17,97
19,54
21,25
23,12
25,14
27,34
10.000
0,65
0,71
0,77
0,84
0,92
1,00
10.000
14,27
15,52
16,88
18,36
19,96
21,71
10.000
0,65
0,71
0,77
0,84
0,92
1,00
32 Punksi Pleura
10.000
0,65
0,71
0,77
0,84
0,92
1,00
33 Punksi Ascites
10.000
1,39
1,51
1,64
1,79
1,94
2,12
34 Resusitasi
15.000
4,17
4,54
4,93
5,36
5,83
6,35
14
16
C
Kontribusi per Orang per Tahun (Rp.)
26 Venaseksi Sonde hidung 27 (dewasa) Bilas lambung 28 (dewasa) 29 Punksi Lumbal Katerisasi kandung 30 kencing Lavement 31 pengobatan
D
9,32
10,14
Tindakan Pelayanan Kesehatan Gigi Penambalan pergigi (tergantung besarnya)
5.000
3,33
3,62
3,94
4,29
4,66
5,07
Perawatan 36 gangren (setiap kali kunjungan)
2.500
1,35
1,47
1,60
1,74
1,89
2,05
35
71
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No
BAB 4 - S i m u l a s i
Jenis Pelayanan Tarif yang Disediakan Retribusi Puskesmas di Masyarakat 2009 Kab. Sukamandi (Rp.)
Kontribusi per Orang per Tahun (Rp.) 2010
2011
2012
2013
2014
Pencabutan 37 satu gigi (tanpa komplikasi)
7.000
7,96
8,65
9,41
10,23
11,13
12,11
Pencabutan satu 38 gigi dengan Chlorethyl
5.000
0,53
0,58
0,63
0,68
0,74
0,81
Pencabutan satu 39 gigi dengan komplikasi
15.000
0,61
0,67
0,73
0,79
0,86
0,93
Pencabutan satu gigi M3
25.000
1,84
2,00
2,18
2,37
2,57
2,80
40 E
Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Radio Diagnostik
E1
URINE
41 1. Urine rutin 42 2. Reduksi
3.000 1.500
0,02 0,04
0,02 0,04
0,02 0,04
0,02 0,05
0,03 0,05
0,03 0,06
43 3. Protein
1.500
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
44 4. Benda Keton
1.500
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
45 5. Bilirubin
1.500
0,20
0,22
0,24
0,26
0,28
0,30
46 6. ECBACH
2.250
0,09
0,10
0,11
0,12
0,13
0,14
15.000
20,05
21,81
23,72
25,80
28,06
30,52
48 1. Faeces Rutin
2.000
0,41
0,44
0,48
0,53
0,57
0,62
2. Benzidine Faeces
1.500
0,72
0,79
0,86
0,93
1,01
1,10
3.500
0,45
0,49
0,53
0,58
0,63
0,69
3.000
1,45
1,57
1,71
1,86
2,02
2,20
47 7. Test Kehamilan E2
49 E3
FAECES
HAEMATOLOGI
50 Hemoglobin Hitung Jenis 51 Leukosit 52 Jumlah Leukosit
1.500
0,10
0,11
0,12
0,13
0,14
0,15
53 Jumlah Trombosit
1.500
0,98
1,07
1,16
1,27
1,38
1,50
54 Jumlah Eritrosit
1.500
0,07
0,07
0,08
0,09
0,09
0,10
55 Hematrokit
1.500
0,06
0,07
0,07
0,08
0,09
0,09
56 Laju Endap Darah
1.500
0,09
0,10
0,11
0,12
0,13
0,14
1.500
0,13
0,15
0,16
0,17
0,19
0,21
1.500
0,17
0,19
0,20
0,22
0,24
0,26
Waktu 57 Pembekuan Waktu 58 Pendarahan
72
No
Jenis Pelayanan Tarif yang Disediakan Retribusi Puskesmas di Masyarakat 2009 Kab. Sukamandi (Rp.)
Kontribusi per Orang per Tahun (Rp.) 2010
2011
2012
2013
2014
59 Golongan Darah 60 Retikulosit Gambaran darah 61 tepi
2.250 1.500
0,11 0,27
0,12 0,30
0,13 0,32
0,14 0,35
0,15 0,38
0,16 0,42
3.000
0,46
0,50
0,54
0,59
0,64
0,70
62 Malaria
1.500
0,39
0,42
0,46
0,50
0,54
0,59
7.500
10,70
11,64
12,66
13,77
14,97
16,28
7.500 7.500
0,89 1,03
0,97 1,12
1,05 1,21
1,14 1,32
1,24 1,44
1,35 1,56
E4 63
BIOKIMIA Glukosa (gula darah)
64 Ureum 65 Kreatinin 66 Kolestrol
7.500
0,44
0,48
0,53
0,57
0,62
0,68
67 Triglycerida
13.500
1,27
1,38
1,50
1,63
1,78
1,93
68 69 70 71 72
7.500 7.500 7.500 24.000 48.000
0,43 1,20 0,98 4,71 4,61
0,47 1,30 1,07 5,12 5,02
0,51 1,41 1,16 5,57 5,45
0,55 1,54 1,26 6,06 5,93
0,60 1,67 1,37 6,59 6,45
0,65 1,82 1,49 7,17 7,02
Asam Urat SGOT SGPT LDH CK. NAC
73 CK. BM
33.000
4,38
4,77
5,19
5,64
6,13
6,67
74 Protein Total
7.500
1,23
1,33
1,45
1,58
1,72
1,87
75 Albumine
7.500
1,38
1,50
1,63
1,78
1,93
2,10
76 Bilirubin Total
7.500
0,74
0,80
0,87
0,95
1,03
1,12
77 Bilirubin Direc
7.500
1,03
1,12
1,21
1,32
1,44
1,56
78 Alkali Fosfatase
7.500
1,29
1,40
1,52
1,66
1,80
1,96
SEROLOGI/ E5 IMUNOL 79 Widal
15.000
1,99
2,17
2,36
2,56
2,79
3,03
80 VDRL 81 HBSAG 82 Anti HBSAG
15.000 15.000 15.000
0,25 0,28 0,34
0,27 0,30 0,37
0,29 0,33 0,40
0,32 0,36 0,43
0,34 0,39 0,47
0,37 0,42 0,51
3.000 3.000
0,39 0,53
0,43 0,58
0,46 0,63
0,50 0,69
0,55 0,75
0,60 0,81
85 Praparat Garam
7.500
1,44
1,57
1,70
1,85
2,02
2,19
86 B T A
7.500
1,26
1,37
1,49
1,62
1,76
1,91
87 Analisa Sperma
7.500
0,98
1,07
1,16
1,26
1,37
1,49
E6
PARASITOLOGI
83 Amueba 84 Cacing E7
MIKROBIOLOGI
73
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
No
BAB 4 - S i m u l a s i
Kontribusi per Orang per Tahun (Rp.)
Jenis Pelayanan Tarif yang Disediakan Retribusi Puskesmas di Masyarakat 2009 Kab. Sukamandi (Rp.)
2010
2011
2012
2013
2014
RADIO DIAGNOSTIK
E8
88 1. USG
40.000
6,38
6,94
7,54
8,20
8,92
9,71
89 2. Photo Rontgen
25.000
3,32
3,61
3,93
4,27
4,65
5,05
90 3. X Ray gigi
35.000
5,01
5,45
5,92
6,44
7,01
7,62
15.000
3,07
3,33
3,63
3,94
4,29
4,67
91
PEMERIKSAAN EKG
Perkiraan Kontribusi Per Orang Per Tahun
5.601,02 6.091,72 6.625,30 7.205,77 7.836,98 8.523,55
Kemudian dengan mengalikan perkiraan Kontribusi per Orang per tahun dengan total jumlah penduduk kabupaten per tahunnya akan diperoleh perkiraan total Kontribusi Masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Proyeksi PENERIMAAN dari Kontribusi Masyarakat Model-0 (Status Quo) Tahun
Kontribusi Masyarakat per Orang per Tahun (Rp.)
2009 (t0)
2.740.127.750
2010 (t1)
3.000.439.886
2011 (t2)
3.285.481.675
2012 (t3)
3.597.602.435
2013 (t4)
3.939.374.666
2014 (t5)
4.313.615.259
Selain dari penerimaan di atas, Pemda misalnya, bekerja sama dengan Askes menyediakan asuransi untuk pegawainya. Puskesmas memperoleh dana kapitasi Askes sebesar Rp 477.600.000,- per tahun. Bila diasumsikan tidak ada penambahan peserta dan besar premi, maka selama 5 tahun ke depan sisi penerimaan dari klaim dan kapitasi asuransi akan tetap besarnya. Akhirnya, dengan mengumpulkan semua komponen penerimaan, akan diperoleh data sebagai berikut :
74
Tabel 4.13 Total PENERIMAAN Kesehatan Model-0 (Status Quo) Alokasi Total Anggaran Kontribusi Pemda untuk Tahun Masyarakat Puskesmas (Rp.) (Rp.) (2) (1)
Klaim dan Sumber Kapitasi Total Penerimaan Lainnya Asuransi (Rp.) (Rp.) (Rp.) (5)=(1)+(2)+(3)+(4) (4) (3)
2009
4.600.555.456 2.740.127.750
477.600.000
0
7.818.283.206
2010
4.908.792.672 3.000.439.886
477.600.000
0
8.386.832.558
2011
5.237.681.781 3.285.481.675
477.600.000
0
9.000.763.456
2012
5.588.606.460 3.597.602.435
477.600.000
0
9.663.808.894
2013
5.963.043.093 3.939.374.666
477.600.000
0
10.380.017.759
2014
6.362.566.980 4.313.615.259
477.600.000
0
11.153.782.239
4.3.3 Situasi Kesetimbangan Model: PENGELUARAN vs PENERIMAAN untuk Skema yang Berlaku Saat ini (Model-0) Dari perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, maka ringkasan perhitungan situasi kesetimbangan PENGELUARAN dan PENERIMAAN pembiayaan jaminan kesehatan masyarakat atas layanan puskesmas dengan skema yang berlaku yaitu subsidi retribusi, adalah sebagai berikut: Tabel 4.14 Situasi Kesetimbangan Model-0 (Status Quo) Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
2014
566.492.146
620.308.900
679.238.246
5.720.325.555
6.103.587.368
242.717.537
258.979.612
6.583.351.993
7.041.805.226
Sisi PENGELUARAN Total Biaya Pemeliharaan Kesehatan
431.470.925
472.460.663
Biaya Administrasi
4.413.296.120
4.708.986.960
Biaya lain-lain
187.259.336
199.805.712
Sub-Total Pengeluaran
5.032.026.381
5.381.253.334
517.344.426
5.024.489.086 5.361.129.855 213.192.694
227.476.605
5.755.026.206 6.155.098.606
75
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Sisi PENERIMAAN Alokasi Anggaran Pemda untuk Puskesmas
4.600.555.456
4.908.792.672 5.237.681.781 5.588.606.460
5.963.043.093
6.362.566.980
Kontribusi Masyarakat
2.740.127.750
3.000.439.886 3.285.481.675 3.597.602.435
3.939.374.666
4.313.615.259
Klaim dan Kapitasi Asuransi Sumber Lainnya Sub-Total Penerimaan
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
0
0
0
0
0
0
7.818.283.206
8.386.832.558
9.000.763.456 9.663.808.894 10.380.017.759 11.153.782.239
Kesetimbangan 2.786.256.825 3.005.579.223 3.245.737.250 3.508.710.288 3.796.665.766 4.111.977.013 (balance)
Dari ilustrasi di atas, terlihat bahwa dengan skema yang berlaku saat ini, pada dasarnya Pemerintah Daerah memperoleh surplus. Hal ini disebabkan subsidi tarif retribusi Puskesmas rata-rata lebih kecil dari tarif yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna layanan. Perhitungan ini juga menggambarkan bahwa dengan surplus yang relatif besar, sektor pelayanan kesehatan menjadi salah satu penyumbang bagi daerah, yang cukup ironis apabila mengingat kewajban pemerintah dalam memelihara kesehatan. Gambar 4.2 Situasi Kesetimbangan Saat Ini Model-0 (Status Quo)
76
4.4 Membangun Model Usulan Kebijakan dari Kasus Hipotetik: Pembebasan Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk (Model-1) 4.4.1 Analisis Biaya Pengeluaran Manfaat. Berbeda dengan skema yang berlaku saat ini, usulan sekarang adalah dengan pembebasan retribusi Puskesmas atas semua layanan Puskesmas untuk seluruh penduduk. Pada skema usulan skema pembiayaan ini, tarif puskesmas yang digunakan untuk perhitungan adalah tarif total, bukan tarif subsidi. Berikut ini merupakan perhitungannya: Tabel 4.15 Perhitungan PENGELUARAN Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang per Tahun Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk)
Jenis Pelayanan yang Disediakan Puskesmas di Kab. No Sukamandi
A
Tarif Total (Rp.) (a)
Beban Biaya Pelayanan Utilisasi Tingkat Utilisasi Kesehatan 2009 (c) = (b)/jml. per Orang (b) per Tahun pddk 2009 (Rp.) (a*c)
Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan Tindakan Bedah 1 Kuret 2 Placenta Manual
110.000 55.000
5812 7513
0,0118801357 0,0153570991
1.306,81 844,64
3 Vacum Ekstraksi/Forcep
220.000
523
0,0010690487
235,19
4 Incubator (per hari) 5 Deptone 6 Suction B Tindakan Medis 7 Erastio Portionis Uteri 8 Perawatan Luka tanpa jahitan 9 Perawatan Luka dengan jahitan Perawatan Luka lebih dari 5 10 jahitan tiap jahitan
44.000
82
0,0001676138
7,38
4.400 11.000
135 65
0,0002759495 0,0001328646
1,21 1,46
12.000
6521
0,0133293815
159,95
6.000
3684
0,0075303544
45,18
12.000
66215
0,1353481051
1.624,18
2.400
3625
0,0074097543
17,78
11 Insisi Abses
12.000
326
0,0006663669
8,00
12 Insisi Abses besar
18.000
3201
0,0065430686
117,78
13 Eksterpasi
30.000
3125
0,0063877192
191,63
77
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Jenis Pelayanan yang Disediakan Puskesmas di Kab. No Sukamandi
14 Eksterpasi besar lain
Beban Biaya Pelayanan Tarif Utilisasi Tingkat Utilisasi Kesehatan Total 2009 (c) = (b)/jml. per Orang (Rp.) (b) per Tahun pddk 2009 (a) (Rp.) (a*c) 48.000 6325 0,0129287437 620,58
15 Khitan (sirkumsisi)
72.000
6243
0,0127611300
16 Bilas Cerumen prop/GMP
12.000
326
0,0006663669
918,80 8,00
17 Tindik
12.000
3021
0,0061751359
74,10
18 Katerisasi
12.000
3269
0,0066820653
80,18
19 m. Lavement pengobatan
12.000
786
0,0016066391
19,28
20 Glycerin Spuit
12.000
326
0,0006663669
8,00
21 Insisi Hordeolum
18.000
268
0,0005478108
9,86
18.000
326
0,0006663669
11,99
23 Suntikan
2.300
3268
0,0066800213
15,36
24 Infus 25 Transfusi 26 Venaseksi
2.875 2.875 5.750
326 125 32
0,0006663669 0,0002555088 0,0000654102
1,92 0,73 0,38
27 Sonde hidung (dewasa)
5.750
26
0,0000531458
0,31
Bilas lambung (dewasa) 11.500 Punksi Lumbal 11.500 Katerisasi kandung kencing 11.500 Lavement pengobatan 11.500 Punksi Pleura 11.500 Punksi Ascites 11.500 Resusitasi 17.250 Tindakan Pelayanan Kesehatan Gigi Penambalan pergigi (tergantung 6.000 besarnya) Perawatan gangren (setiap kali 3.000 kunjungan) Pencabutan satu gigi (tanpa 8.400 komplikasi) Pencabutan satu gigi dengan 6.000 Chlorethyl Pencabutan satu gigi dengan 18.000 komplikasi
879 32 698 32 32 68 136
0,0017967377 0,0000654102 0,0014267610 0,0000654102 0,0000654102 0,0001389968 0,0002779935
20,66 0,75 16,41 0,75 0,75 1,60 4,80
326
0,0006663669
4,00
264
0,0005396345
1,62
556
0,0011365030
9,55
52
0,0001062916
0,64
20
0,0000408814
0,74
36
0,0000735865
2,21
22 C
Ekstraksi benda asing di telinga/ hidung Tindakan di Ruang Rawat Inap
28 29 30 31 32 33 34 D 35 36 37 38 39
40 Pencabutan satu gigi M3
78
30.000
Beban Biaya Pelayanan Tarif Jenis Pelayanan yang Utilisasi Tingkat Utilisasi Kesehatan Total Disediakan Puskesmas di Kab. 2009 (c) = (b)/jml. per Orang No (Rp.) Sukamandi (b) per Tahun pddk 2009 (a) (Rp.) (a*c) E Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Radio Diagnostik E1
URINE
41 1. Urine rutin 42 2. Reduksi 43 3. Protein 44 4. Benda Keton 45 5. Bilirubin 46 6. ECBACH 47 7. Test Kehamilan E2 48 49 E3 50 51
FAECES 1. Faeces Rutin 2. Benzidine Faeces HAEMATOLOGI Hemoglobin Hitung Jenis Leukosit
3.000 1.500 1.500
3 12 3
0,0000061322 0,0000245288 0,0000061322
0,02 0,04 0,01
1.500
5
0,0000102204
0,02
1.500 2.250 15.000
65 20 654
0,0001328646 0,0000408814 0,0013368219
0,20 0,09 20,05
2.000 1.500
100 236
0,0002044070 0,0004824006
0,41 0,72
3.500 3.000
63 236
0,0001287764 0,0004824006
0,45 1,45
52 Jumlah Leukosit
1.500
32
0,0000654102
0,10
53 Jumlah Trombosit
1.500
321
0,0006561465
0,98
54 Jumlah Eritrosit
1.500
22
0,0000449695
0,07
55 Hematrokit
1.500
20
0,0000408814
0,06
56 Laju Endap Darah
1.500
30
0,0000613221
0,09
57 Waktu Pembekuan
1.500
44
0,0000899391
0,13
58 Waktu Pendarahan
1.500
56
0,0001144679
0,17
59 Golongan Darah
2.250
23
0,0000470136
0,11
60 Retikulosit
1.500
89
0,0001819222
0,27
61 Gambaran darah tepi
3.000
75
0,0001533053
0,46
62 Malaria
1.500
126
0,0002575528
0,39
7.500
698
0,0014267610
10,70
E4
BIOKIMIA
63 Glukosa (gula darah) 64 Ureum
7.500
58
0,0001185561
0,89
65 Kreatinin
7.500
67
0,0001369527
1,03
7.500
29
0,0000592780
0,44
67 Triglycerida
66 Kolestrol
13.500
46
0,0000940272
1,27
68 Asam Urat
7.500
28
0,0000572340
0,43
79
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Jenis Pelayanan yang Disediakan Puskesmas di Kab. No Sukamandi
69 S G O T
Beban Biaya Pelayanan Tarif Utilisasi Tingkat Utilisasi Kesehatan Total 2009 (c) = (b)/jml. per Orang (Rp.) (b) per Tahun pddk 2009 (a) (Rp.) (a*c) 7.500 78 0,0001594375 1,20
70 S G P T
7.500
64
0,0001308205
0,98
71 L D H
24.000
96
0,0001962307
4,71
72 CK. NAC
48.000
47
0,0000960713
4,61
73 CK. BM
33.000
65
0,0001328646
4,38
7.500
80
0,0001635256
1,23
74 Protein Total 75 Albumine
7.500
90
0,0001839663
1,38
76 Bilirubin Total
7.500
48
0,0000981154
0,74
77 Bilirubin Direc
7.500
67
0,0001369527
1,03
78 Alkali Fosfatase
7.500
84
0,0001717019
1,29
79 Widal 80 VDRL 81 HBSAG
15.000 15.000 15.000
65 8 9
0,0001328646 0,0000163526 0,0000183966
1,99 0,25 0,28
82 Anti HBSAG
15.000
11
0,0000224848
0,34
3.000 3.000
64 87
0,0001308205 0,0001778341
0,39 0,53
7.500 7.500 7.500
94 82 64
0,0001921426 0,0001676138 0,0001308205
1,44 1,26 0,98
88 1. USG 89 2. Photo Rontgen 90 3. X Ray gigi
40.000 25.000 35.000
78 65 70
0,0001594375 0,0001328646 0,0001430849
6,38 3,32 5,01
91 PEMERIKSAAN EKG
15.000
100
0,0002044070
3,07
E5
SEROLOGI/IMUNOL
E6 PARASITOLOGI 83 Amueba 84 Cacing E7
MIKROBIOLOGI
85 Praparat Garam 86 B T A 87 Analisa Sperma E8
RADIO DIAGNOSTIK
Total Beban Biaya Pelayanan Kesehatan di Puskesmas per Orang per Tahun yang ditanggung Pemda
80
Rp. 6.482,97
Langkah selanjutnya adalah sama dengan Model-0, yaitu memproyeksikan biaya pelayanan kesehatan per orang per tahun sampai 5 tahun ke depan. Misalkan, dari data seri utilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas ditemukan terjadi rata-rata peningkatan sebesar 9,5% per tahun dan laju pertumbuhan penduduk meningkat rata-rata sebesar 0,68%. Oleh karena tidak ada perubahan asumsi pada data penduduk dan utilitas, maka untuk kebutuhan perhitungan pada skenario ini, masih dapat menggunakan hasil proyeksi pada Tabel 4.3 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Tabel 4.4 Proyeksi Tingkat Utilitas. Berbekal hasil perhitungan pada tabel 4.3 dan tabel 4.4, maka proyeksi Beban Biaya Pelayanan Kesehatan di Puskesmas per Orang per Tahun yang ditanggung Pemda adalah sebagai berikut : Tabel 4.16 Perhitungan Proyeksi PENGELUARAN Beban Biaya Pelayanan Kesehatan Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk) Jenis Pelayanan yang Disediakan No Puskesmas di Kab. Sukamandi A
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang Per tahun (Rp.) 2009 (t0) 2010(t1) 2011(t2) 2012(t3) 2013(t4) 2014(t5)
Tindakan Kebidanan dan Penyakit Kandungan Tindakan Bedah 1 Kuret 2 Placenta Manual Vacum Ekstraksi/ 3 Forcep 4 Incubator (per hari)
B
Tarif Total (Rp.)
110.000
1.306,81 1.421,30 1.545,81 1.681,23 1.828,51 1.988,70
55.000
844,64
918,63
999,11 1.086,64 1.181,83 1.285,36
220.000
235,19
255,79
278,20
302,57
329,08
357,91
44.000
7,38
8,02
8,72
9,49
10,32
11,22
5 Deptone 6 Suction
4.400 11.000
1,21 1,46
1,32 1,59
1,44 1,73
1,56 1,88
1,70 2,04
1,85 2,22
Tindakan Medis Erastio Portionis 7 Uteri Perawatan Luka 8 tanpa jahitan
12.000
159,95
173,97
189,21
205,78
223,81
243,41
6.000
45,18
49,14
53,45
58,13
63,22
68,76
Perawatan Luka dengan jahitan
12.000
9
1.624,18 1.766,46 1.921,21 2.089,52 2.272,57 2.471,66
81
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Jenis Pelayanan yang Disediakan No Puskesmas di Kab. Sukamandi
BAB 4 - S i m u l a s i
Tarif Total (Rp.)
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang Per tahun (Rp.) 2009 (t0) 2010(t1) 2011(t2) 2012(t3) 2013(t4) 2014(t5)
Perawatan Luka 10 lebih dari 5 jahitan tiap jahitan
2.400
17,78
19,34
21,04
22,88
24,88
27,06
11 Insisi Abses 12 Insisi Abses besar
12.000 18.000
8,00 117,78
8,70 128,09
9,46 139,31
10,29 151,52
11,19 164,79
12,17 179,23
13 Eksterpasi
30.000
191,63
208,42
226,68
246,54
268,13
291,62
14 Eksterpasi besar lain
48.000
620,58
674,95
734,07
798,38
868,32
944,39
15 Khitan (sirkumsisi)
72.000
918,80
999,29 1.086,83 1.182,05 1.285,60 1.398,22
Bilas Cerumen prop/ 16 GMP
12.000
8,00
8,70
9,46
17 Tindik
12.000
74,10
80,59
18 Katerisasi
12.000
80,18
87,21
12.000
19,28
20 Glycerin Spuit
12.000
21 Insisi Hordeolum Ekstraksi benda 22 asing di telinga/ hidung
19
C
m. Lavement pengobatan
10,29
11,19
12,17
87,65
95,33
103,68
112,77
94,85
103,16
112,20
122,02
20,97
22,81
24,80
26,98
29,34
8,00
8,70
9,46
10,29
11,19
12,17
18.000
9,86
10,72
11,66
12,69
13,80
15,01
18.000
11,99
13,05
14,19
15,43
16,78
18,25
Tindakan di Ruang Rawat Inap 23 Suntikan 24 Infus 25 Transfusi
2.300 2.875 2.875
15,36 1,92 0,73
16,71 2,08 0,80
18,17 2,27 0,87
19,77 2,46 0,95
21,50 2,68 1,03
23,38 2,92 1,12
26 Venaseksi Sonde hidung 27 (dewasa)
5.750
0,38
0,41
0,44
0,48
0,53
0,57
5.750
0,31
0,33
0,36
0,39
0,43
0,47
11.500
20,66
22,47
24,44
26,58
28,91
31,44
29 Punksi Lumbal Katerisasi kandung 30 kencing Lavement 31 pengobatan 32 Punksi Pleura
11.500
0,75
0,82
0,89
0,97
1,05
1,14
11.500
16,41
17,85
19,41
21,11
22,96
24,97
11.500
0,75
0,82
0,89
0,97
1,05
1,14
11.500
0,75
0,82
0,89
0,97
1,05
1,14
33 Punksi Ascites 34 Resusitasi
11.500 17.250
1,60 4,80
1,74 5,22
1,89 5,67
2,06 6,17
2,24 6,71
2,43 7,30
28
Bilas lambung (dewasa)
82
Jenis Pelayanan yang Disediakan No Puskesmas di Kab. Sukamandi
Tarif Total (Rp.)
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang Per tahun (Rp.) 2009 (t0) 2010(t1) 2011(t2) 2012(t3) 2013(t4) 2014(t5)
D
Tindakan Pelayanan Kesehatan Gigi Penambalan 35 pergigi (tergantung 6.000 4,00 besarnya)
4,35
4,73
5,14
5,59
6,08
Perawatan 36 gangren (setiap kali kunjungan)
3.000
1,62
1,76
1,91
2,08
2,27
2,46
Pencabutan 37 satu gigi (tanpa komplikasi)
8.400
9,55
10,38
11,29
12,28
13,36
14,53
6.000
0,64
0,69
0,75
0,82
0,89
0,97
18.000
0,74
0,80
0,87
0,95
1,03
1,12
30.000
2,21
2,40
2,61
2,84
3,09
3,36
Pencabutan 38 satu gigi dengan Chlorethyl Pencabutan 39 satu gigi dengan komplikasi 40 E
Pencabutan satu gigi M3
Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Radio Diagnostik
E1
URINE
41 1. Urine rutin 42 2. Reduksi
3.000 1.500
0,02 0,04
0,02 0,04
0,02 0,04
0,02 0,05
0,03 0,05
0,03 0,06
43 3. Protein
1.500
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
44 4. Benda Keton 45 5. Bilirubin 46 6. ECBACH
1.500 1.500 2.250
0,02 0,20 0,09
0,02 0,22 0,10
0,02 0,24 0,11
0,02 0,26 0,12
0,02 0,28 0,13
0,02 0,30 0,14
47 7. Test Kehamilan E2 FAECES
15.000
20,05
21,81
23,72
25,80
28,06
30,52
48 1. Faeces Rutin
2.000
0,41
0,44
0,48
0,53
0,57
0,62
49 2. Benzidine Faeces
1.500
0,72
0,79
0,86
0,93
1,01
1,10
50 Hemoglobin
3.500
0,45
0,49
0,53
0,58
0,63
0,69
Hitung Jenis 51 Leukosit
3.000
1,45
1,57
1,71
1,86
2,02
2,20
52 Jumlah Leukosit
1.500
0,10
0,11
0,12
0,13
0,14
0,15
53 Jumlah Trombosit
1.500
0,98
1,07
1,16
1,27
1,38
1,50
E3
HAEMATOLOGI
83
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Jenis Pelayanan yang Disediakan No Puskesmas di Kab. Sukamandi
BAB 4 - S i m u l a s i
Tarif Total (Rp.)
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang Per tahun (Rp.) 2009 (t0) 2010(t1) 2011(t2) 2012(t3) 2013(t4) 2014(t5)
54 Jumlah Eritrosit
1.500
0,07
0,07
0,08
0,09
0,09
0,10
55 Hematrokit
1.500
0,06
0,07
0,07
0,08
0,09
0,09
56 Laju Endap Darah
1.500
0,09
0,10
0,11
0,12
0,13
0,14
57 Waktu Pembekuan
1.500
0,13
0,15
0,16
0,17
0,19
0,21
58 Waktu Pendarahan
1.500
0,17
0,19
0,20
0,22
0,24
0,26
59 Golongan Darah
2.250
0,11
0,12
0,13
0,14
0,15
0,16
60 Retikulosit
1.500
0,27
0,30
0,32
0,35
0,38
0,42
Gambaran darah 61 tepi
3.000
0,46
0,50
0,54
0,59
0,64
0,70
62 Malaria
1.500
0,39
0,42
0,46
0,50
0,54
0,59
7.500
10,70
11,64
12,66
13,77
14,97
16,28
7.500 7.500 7.500 13.500 7.500 7.500 7.500 24.000 48.000 33.000
0,89 1,03 0,44 1,27 0,43 1,20 0,98 4,71 4,61 4,38
0,97 1,12 0,48 1,38 0,47 1,30 1,07 5,12 5,02 4,77
1,05 1,21 0,53 1,50 0,51 1,41 1,16 5,57 5,45 5,19
1,14 1,32 0,57 1,63 0,55 1,54 1,26 6,06 5,93 5,64
1,24 1,44 0,62 1,78 0,60 1,67 1,37 6,59 6,45 6,13
1,35 1,56 0,68 1,93 0,65 1,82 1,49 7,17 7,02 6,67
74 Protein Total
7.500
1,23
1,33
1,45
1,58
1,72
1,87
75 76 77 78
7.500 7.500 7.500 7.500
1,38 0,74 1,03 1,29
1,50 0,80 1,12 1,40
1,63 0,87 1,21 1,52
1,78 0,95 1,32 1,66
1,93 1,03 1,44 1,80
2,10 1,12 1,56 1,96
15.000
1,99
2,17
2,36
2,56
2,79
3,03
80 VDRL
15.000
0,25
0,27
0,29
0,32
0,34
0,37
81 HBSAG
15.000
0,28
0,30
0,33
0,36
0,39
0,42
82 Anti HBSAG
15.000
0,34
0,37
0,40
0,43
0,47
0,51
E4 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
BIOKIMIA Glukosa (gula darah) Ureum Kreatinin Kolestrol Triglycerida Asam Urat SGOT SGPT LDH CK. NAC CK. BM
Albumine Bilirubin Total Bilirubin Direc Alkali Fosfatase SEROLOGI/ E5 IMUNOL 79 Widal
84
Jenis Pelayanan yang Disediakan No Puskesmas di Kab. Sukamandi E6
Tarif Total (Rp.)
Beban Biaya Pelayanan Kesehatan per Orang Per tahun (Rp.) 2009 (t0) 2010(t1) 2011(t2) 2012(t3) 2013(t4) 2014(t5)
PARASITOLOGI
83 Amueba
3.000
0,39
0,43
0,46
0,50
0,55
0,60
84 Cacing
3.000
0,53
0,58
0,63
0,69
0,75
0,81
85 Praparat Garam
7.500
1,44
1,57
1,70
1,85
2,02
2,19
86 B T A
7.500
1,26
1,37
1,49
1,62
1,76
1,91
87 Analisa Sperma
7.500
0,98
1,07
1,16
1,26
1,37
1,49
88 1. USG
40.000
6,38
6,94
7,54
8,20
8,92
9,71
89 2. Photo Rontgen
25.000
3,32
3,61
3,93
4,27
4,65
5,05
90 3. X Ray gigi
35.000
5,01
5,45
5,92
6,44
7,01
7,62
91 PEMERIKSAAN EKG
15.000
3,07
3,33
3,63
3,94
4,29
4,67
E7
MIKROBIOLOGI
RADIO E8 DIAGNOSTIK
Total Beban Biaya Pelayanan Kesehatan di Puskesmas per Orang per Tahun yang ditanggung Pemda
6.482,97 7.050,91 7.668,60 8.340,40 9.071,05 9.865,72
Kita kemudian menghitung biaya administrasi dan biaya lainlain. Dengan mengasumsikan rincian biaya administrasi dan biaya lain-lain sama seperti Model-0 (Status Quo) dan rata-rata laju pertambahan kedua biaya ini per tahunnya masih sebesar 6,7% (seperti dikemukakan di pengantar cerita di atas), maka kita akan mendapatkan tabel 4.17 di bawah, sama persis dengan tabel 4.8 di atas.
85
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tabel 4.17 Proyeksi PENGELUARAN Biaya Administrasi dan Biaya Lain-Lain Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk) Biaya Administrasi (Rp.)
Tahun
Biaya Lain-lain (Rp.)
2009 (t0)
4.413.296.120
187.259.336
2010 (t1)
4.708.986.960
199.805.712
2011 (t2)
5.024.489.086
213.192.694
2012 (t3)
5.361.129.855
227.476.605
2013 (t4)
5.720.325.555
242.717.537
2014 (t5)
6.103.587.368
258.979.612
Dari perhitungan di atas dan dengan memasukkan faktor proyeksi peningkatan biaya sebesar dengan rata-rata laju pertembahan APBD seperti yang telah diuraikan di bagian awal, maka perhitungan total pengeluaran pembiayaan pemerintah untuk pelayanan kesehatan puskesmas dengan skema pembebasan retribusi untuk seluruh penduduk adalah sebagai berikut. Tabel 4.18 Perhitungan TOTAL PENGELUARAN Pembiayaan Pemerintah Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk) Total Biaya Total Biaya Populasi TOTAL Pelayanan Total Pemeliharaan yang Biaya Biaya LainPENGELUARAN Kesehatan Proyeksi Kesehatan Tahun di-cover Administrasi lain untuk Populasi (7) = (4) + (5) Per Orang Populasi kebijakan8 (5) (6) (2) + (6) Per Tahun yang di-cover (4)= (2) (1) (4) = (1)*(3) 2009
6.482,97
489.220
489.220
3.171.598.675 4.413.296.120 187.259.336
7.772.154.131
2010
7.050,91
492.547
492.547
3.472.900.549 4.708.986.960 199.805.712
8.381.693.221
2011
7.668,60
495.896
495.896
3.802.826.101 5.024.489.086 213.192.694
9.040.507.882
2012
8.340,40
499.268
499.268
4.164.094.581 5.361.129.855 227.476.605
9.752.701.041
2013
9.071,05
502.663
502.663
4.559.683.566 5.720.325.555 242.717.537 10.522.726.659
2014
9.865,72
506.081
506.081
4.992.853.505 6.103.587.368 258.979.612 11.355.420.485
8 Kebijakan ini bersifat universal berlaku untuk seluruh penduduk Kabupaten Sukamandi
86
4.4.2
Analisis Penerimaan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Langkah selanjutnya adalah menghitung berapa penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan yang diperoleh oleh Puskesmas. Penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu antara lain: (1) alokasi anggaran pemerintah; (2) kontribusi masyarakat melalui retribusi; (3) klaim dan kapitasi asuransi; (4) maupun sumber-sumber lain. Data-data penerimaan Puskesmas sebagian besar dapat diperoleh dari data APBD. Besar alokasi anggaran dari APBD (belanja) ke Puskesmas dilihat dari hasil analisis anggaran terhadap Dinas Kesehatan. Dari hasil analisis tersebut, misalnya, diperoleh data alokasi APBD untuk Puskesmas pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 4.600.555.456,- Data ini diperoleh dengan melakukan analisis anggaran terhadap pos-pos anggaran yang dialokasikan ke Puskesmas. Pos-pos anggaran yang dapat dimasukkan sebagai alokasi anggaran untuk puskesmas paling tidak pos-pos anggaran yang terkait dengan biaya-biaya administratif (gaji dan tunjangan tenaga kesehatan), dan biaya lain-lain (yang berupa operasional puskesmas). Kita kemudian memproyeksikan penerimaan alokasi APBD dengan faktor proyeksi laju rata-rata penambahan belanja dan pendapatan sebesar 6,7% (lihat pengantar cerita di atas). Perhitungannya akan memperoleh hasil sama seperti tabel 4.10 Perhitungan Proyeksi PENERIMAAN Alokasi APBD Model-0 (Status Quo). Oleh karena usulan kebijakan adalah pembebasan retribusi untuk layanan kesehatan Puskesmas, maka Puskesmas TIDAK MENERIMA KONTRIBUSI dari masyarakat berupa pembayaran retribusi. Dengan asumsi bahwa bila setelah terjadi perubahan skema pembiayaan, tidak terjadi perubahan alokasi dan rincian penerimaan lain selain klaim dan kapitasi asuransi (tetap menerima sebesar Rp. 477.600.000,- selama 5 tahun ke depan), maka perhitungan proyeksi PENERIMAAN adalah sebagai berikut:
87
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tabel 4.19 Data PENERIMAAN Kesehatan Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk)
Tahun
Alokasi Total Klaim dan Anggaran Sumber Kontribusi Kapitasi Total PENERIMAAN Pemda untuk Lainnya Masyarakat Asuransi (5)=(1)+(2)+(3)+(4) Puskesmas (4) (2) (3) (1)
2009
4.600.555.456
0 477.600.000
0
5.078.155.456
2010
4.908.792.672
0 477.600.000
0
5.386.392.672
2011
5.237.681.781
0 477.600.000
0
5.715.281.781
2012
5.588.606.460
0 477.600.000
0
6.066.206.460
2013
5.963.043.093
0 477.600.000
0
6.440.643.093
2014
6.362.566.980
0 477.600.000
0
6.840.166.980
4.4.3 Situasi Kesetimbangan Model: PENGELUARAN vs PENERIMAAN untuk Skema Pembebasan Biaya Kesehatan Puskesmas untuk Seluruh Penduduk (Model-1) Dari perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, maka ringkasan perhitungan situasi kesetimbangan PENGELUARAN dan PENERIMAAN pembiayaan kesehatan masyarakat atas layanan puskesmas dengan skema pembebasan biaya pelayanan kesehatan di puskesmas, adalah sebagai berikut : Tabel 4.20 Situasi Kesetimbangan Model-1 Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sisi PENGELUARAN Total Biaya Pemeliharaan Kesehatan
3.171.598.675
3.472.900.549
3.802.826.101
4.164.094.581
4.559.683.566
4.992.853.505
Biaya Administrasi
4.413.296.120
4.708.986.960
5.024.489.086
5.361.129.855
5.720.325.555
6.103.587.368
Biaya lain-lain
187.259.336
199.805.712
213.192.694
227.476.605
242.717.537
258.979.612
Sub-Total Pengeluaran
7.772.154.131
8.381.693.221
9.040.507.882
88
9.752.701.041 10.522.726.659 11.355.420.485
Sisi PENERIMAAN Alokasi Anggaran Pemda untuk Puskesmas Kontribusi Masyarakat Klaim dan Kapitasi Asuransi Sumber Lainnya Sub-Total Penerimaan
4.600.555.456
4.908.792.672
5.237.681.781
5.588.606.460
5.963.043.093
6.362.566.980
0
0
0
0
0
0
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
0
0
0
0
0
0
5.078.155.456
5.386.392.672
5.715.281.781
6.066.206.460
6.440.643.093
6.840.166.980
Kesetimbangan -2.693.998.675 -2.995.300.549 -3.325.226.101 -3.686.494.581 -4.082.083.566 -4.515.253.505 (balance)
Dari tabel ringkasan situasi kesetimbangan pengeluaran-penerimaan di atas terlihat bahwa dengan skema pembebasan retribusi untuk seluruh penduduk untuk setiap layanan kesehatan di Puskesmas, terjadi defisit yang semakin besar selama tidak diikuti perubahan pada struktur penerimaannya. Artinya, agar defisit ini tertutupi, maka pemerintah daerah harus mengalokasikan dana subsidi penuh untuk pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Alokasi ini harus diusahakan dari pendapatan yang diterima oleh Pemda baik yang berupa DAU, Pendapatan Asli Daerah, DAK, maupun sumber-sumber lain. Gambar 4.3 Situasi Kesetimbangan Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk)
89
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
4.5 Membangun Model Usulan Kebijakan dari Kasus Hipotetik: Pembebasan Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin (Model-2) 4.5.1 Analisis Biaya Pengeluaran Manfaat. Berbeda dengan skema status quo (Model-0) atau skema pembebasan retribusi puskesmas untuk seluruh penduduk (Model-1), usulan skema pembiayaan jaminan kesehatan kali ini adalah dengan pembebasan retribusi Puskesmas atas semua layanan Puskesmas untuk penduduk yang masuk dalam kategori miskin. Artinya, untuk penduduk miskin, pemerintah yang akan menanggung semua biaya, sedangkan untuk penduduk yang tidak termasuk kategori miskin akan tetap dikenakan tarif seperti yang berlaku di Perda. Pada skema usulan skema pembiayaan ini, tarif puskesmas yang digunakan sebagai basis perhitungan adalah TARIF TOTAL untuk penduduk miskin (sama seperti Model-1, lihat tabel 4.15 dan 4.16) dan TARIF SUBSIDI untuk penduduk non miskin (sama seperti Model-0, lihat tabel 4.2 dan 4.4). Oleh karena ada 2 jenis kategori penduduk dengan perhitungannya sendiri, maka kita perlu mengetahui jumlah masing-masing kategori penduduk. Berdasarkan pengantar cerita di atas pada tahun 2009, terdapat 489.220 jiwa yang 113.670 jiwa di antaranya merupakan penduduk miskin. Sementara pertumbuhan rata-rata penduduk sebesar 0,68%. Mengacu keterangan ini, akan diperoleh perkembangan penduduk sebagai berikut : Tabel 4.21 Proyeksi Penduduk Miskin dan Non Miskin Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
Jumlah Penduduk Non Miskin
Rata-rata Pertumbuhan Penduduk
2009 (t0)
113.670
375.550
2010 (t1)
114.443
378.104
0,0068
2011 (t2)
115.221
380.675
0,0068
2012 (t3)
116.005
383.263
0,0068
2013 (t4) 2014 (t5))
116.794 117.588
385.870 388.494
0,0068 0,0068
90
Memakai data perkembangan penduduk untuk 2 jenis kategori, kemudian kita menghitung PENGELUARAN beban biaya pelayanan kesehatan untuk warga miskin dan non miskin pada dua tabel berikut : Tabel 4.22 Perhitungan PENGELUARAN Beban Biaya Pelayanan Kesehatan Model-2 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin Saja) Proyeksi Beban Biaya Pelayanan Kesehatan di Populasi yang di-cover Puskesmas per Orang Per kebijakan Tahun (Rp.)
Total Biaya Pemeliharaan Kesehatan untuk Populasi yang di-cover (Rp.)
yang yang Tahun ditanggung Pemda ditanggung untuk Pemda untuk Penduduk Penduduk Penduduk Pembebasan Subsidi Tarif Miskin Non Miskin Miskin Retribusi (lihat Tabel ( c) (d) e = a*c (lihat Tabel 4.6) 4.18) (b) (a)
Penduduk Non Miskin f = b*d
2009 (t0)
6.482,97
881,96
113.670
375.550
736.919.221
331.218.891
2010 (t1)
7.050,91
959,22
114.443
378.104
806.926.547
362.684.686
2011 (t2)
7.668,60
1.043,25
115.221
380.675
883.584.569
397.139.731
2012 (t3)
8.340,40
1.134,65
116.005
383.263
967.525.103
434.868.005
2013 (t4)
9.071,05
1.234,04
116.794
385.869 1.059.439.988
476.180.466
2014 (t5))
9.865,72
1.342,15
117.588
388.493 1.160.086.787
521.417.610
Kita kemudian menghitung biaya administrasi dan biaya lainlain. Dengan mengasumsikan rincian biaya administrasi dan biaya lain-lain sama seperti Model-0 (Status Quo) dan Model-1 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Seluruh Penduduk) serta rata-rata laju pertambahan kedua biaya ini per tahunnya masih sebesar 6,7% (seperti dikemukakan di pengantar cerita di atas), maka kita akan mendapatkan tabel 4.23 di bawah, sama persis dengan tabel 4.8 dan 4.17 di atas.
91
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tabel 4.23 Proyeksi PENGELUARAN Biaya Administrasi dan Biaya Lain-Lain Model-2 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin Saja) Tahun
Biaya Administrasi (Rp.)
Biaya Lain-lain (Rp.)
Rata-rata Laju Pertambahan
2009 (t0)
4.413.296.120
187.259.336
2010 (t1)
4.708.986.960
199.805.712
0,067
2011 (t2)
5.024.489.086
213.192.694
0,067
2012 (t3)
5.361.129.855
227.476.605
0,067
2013 (t4)
5.720.325.555
242.717.537
0,067
2014 (t5)
6.103.587.368
258.979.612
0,067
Hasil-hasil perhitungan komponen PENGELUARAN di tabel 4.22 dan tabel 4.23 dihimpun untuk menghitung total pengeluaran pembiayaan pemerintah untuk pelayanan kesehatan puskesmas dengan skema pembebasan retribusi untuk penduduk miskin saja, yaitu sebagai berikut : Tabel 4.24 Perhitungan TOTAL PENGELUARAN Pembiayaan Pemerintah Model-2 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin Saja) Total Biaya Total Biaya Pemeliharaan Pemeliharaan Kesehatan Kesehatan untuk Biaya untuk Tahun Subsidi Retribusi Administrasi Pembebasan Selain Pend. (3) Retribusi bagi Miskin Pend. Miskin (2) (1)
Biaya LainTOTAL lain PENGELUARAN (4) (5)=(1)+(2)+(3)+(4)
2009
736.919.221
331.218.891
4.413.296.120
187.259.336
5.668.693.568
2010
806.926.547
362.684.686
4.708.986.960
199.805.712
6.078.403.904
2011
883.584.569
397.139.731
5.024.489.086
213.192.694
6.518.406.081
2012
967.525.103
434.868.005
5.361.129.855
227.476.605
6.990.999.568
2013
1.059.439.988
476.180.466
5.720.325.555
242.717.537
7.498.663.546
2014
1.160.086.787
521.417.610
6.103.587.368
258.979.612
8.044.071.377
92
4.5.2 Analisis Kesehatan
Penerimaan Pembiayaan Jaminan
Langkah selanjutnya adalah menghitung berapa penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan yang diperoleh oleh Puskesmas. Penerimaan pembiayaan jaminan kesehatan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu antara lain: (1) alokasi anggaran pemerintah; (2) kontribusi masyarakat melalui retribusi; (3) klaim dan kapitasi asuransi; (4) maupun sumber-sumber lain. Data-data penerimaan Puskesmas sebagian besar dapat diperoleh dari data APBD. Besar alokasi anggaran dari APBD (belanja) ke Puskesmas dilihat dari hasil analisis anggaran terhadap Dinas Kesehatan. Dari hasil analisis tersebut, misalnya, diperoleh data alokasi APBD untuk Puskesmas pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 4.600.555.456,- Data ini diperoleh dengan melakukan analisis anggaran terhadap pos-pos anggaran yang dialokasikan ke Puskesmas. Pos-pos anggaran yang dapat dimasukkan sebagai alokasi anggaran untuk puskesmas paling tidak pos-pos anggaran yang terkait dengan biaya-biaya administratif (gaji dan tunjangan tenaga kesehatan), dan biaya lain-lain (yang berupa operasional puskesmas). Kita kemudian memproyeksikan penerimaan alokasi APBD dengan faktor proyeksi laju rata-rata penambahan belanja dan pendapatan sebesar 6,7% (lihat pengantar cerita di atas). Perhitungannya akan memperoleh hasil sama seperti tabel 4.10 Perhitungan Proyeksi PENERIMAAN Alokasi APBD Model-0 (Status Quo). Penerimaan dari kontribusi masyarakat hanya akan diperoleh dari penduduk non miskin saja karena mereka tidak masuk dalam skema,sehingga tetap membayar retribusi untuk mengakses pelayanan di Puskesmas. Dengan memakai hasil perhitungan kontribusi masyarakat per orang per tahun seperti yang telah dilakukan pada tabel 4.11, maka PENERIMAAN dari kontribusi masyarakat sebesar :
93
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Tabel 4.25 Perhitungan PENERIMAAN Kontribusi Masyarakat Model-2 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin Saja) Alokasi Kontribusi Jumlah Jumlah Anggaran Masyarakat Penduduk Tahun Penduduk Pemda untuk per Orang Non Miskin (3) Puskesmas (1) per Tahun (2) (4)
Total Kontribusi Masyarakat (5)=(2)*(4)
2009
2.759.809.464
5601,01
489.220
375.550
2.103.460.563
2010
2.944.716.698
6091,69
492.547
378.104
2.303.289.316
2011
3.142.012.717
6625,34
495.896
380.675
2.522.101.801
2012
3.352.527.569
7205,75
499.268
383.263
2.761.701.472
2013
3.577.146.916
7837,01
502.663
385.870
3.024.063.112
2014
3.816.815.759
8523,56
506.081
388.494
3.311.349.108
Selain dari penerimaan di atas, Pemda misalnya, bekerja sama dengan Askes menyediakan asuransi untuk pegawainya. Puskesmas memperoleh dana kapitasi Askes sebesar Rp 477.600.000,- per tahun. Bila diasumsikan tidak penambahan peserta dan besar premi, maka selama 5 tahun ke depan sisi penerimaan dari klaim dan kapitasi asuransi akan tetap besarnya (Situasi ini sama dengan Model-0 dan Model-1). Berdasarkan data-data di atas, kita akan mendapatkan data PENERIMAAN sebagai berikut : Tabel 4.26 Data PENERIMAAN Kesehatan Model-2 (Bebas Retribusi Puskesmas untuk Penduduk Miskin Saja) Total Alokasi Kontribusi Anggaran Tahun Masyarakat Pemda untuk Puskesmas (1) (2)
Klaim dan Sumber Total PENERIMAAN Kapitasi Lainnya Asuransi (3)
(5)=(1)+(2)+(3)+(4)
(4)
2009
2.759.809.464 2.103.460.563 477.600.000
0
5.340.870.027
2010
2.944.716.698 2.303.289.316 477.600.000
0
5.725.606.014
2011
3.142.012.717 2.522.101.801 477.600.000
0
6.141.714.518
2012
3.352.527.569 2.761.701.472 477.600.000
0
6.591.829.041
2013
3.577.146.916 3.024.063.112 477.600.000
0
7.078.810.028
2014
3.816.815.759 3.311.349.108 477.600.000
0
7.605.764.867
94
4.5.3 Situasi Kesetimbangan Model: PENGELUARAN Vs PENERIMAAN Skema Pembebasan Biaya Kesehatan Puskesmas bagi Penduduk Miskin (Model-2) Dari perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, maka ringkasan perhitungan situasi kesetimbangan PENGELUARAN dan PENERIMAAN dengan skema pembebasan biaya pelayanan kesehatan di puskesmas untuk masyarakat miskin adalah: Tabel 4.27 Situasi Kesetimbangan Model-2 Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sisi PENGELUARAN Total Biaya Pemeliharaan Kesehatan
1.068.138.112
1.169.611.233
1.280.724.300 1.402.393.109
1.535.620.454
1.681.504.397
Biaya Administrasi
4.413.296.120
4.708.986.960
5.024.489.086 5.361.129.855
5.720.325.555
6.103.587.368
Biaya lain-lain
187.259.336
199.805.712
242.717.537
258.979.612
Sub-Total Pengeluaran
5.668.693.568
6.078.403.904
7.498.663.546
8.044.071.377
213.192.694
227.476.605
6.518.406.081 6.990.999.568
Sisi PENERIMAAN Alokasi Anggaran Pemda untuk Puskesmas
4.600.555.456 4.908.792.672
5.237.681.781 5.588.606.460
5.963.043.093
6.362.566.980
Kontribusi Masyarakat
2.103.460.563 2.303.289.316
2.522.101.801 2.761.701.472
3.024.063.112
3.311.349.108
Klaim dan Kapitasi Asuransi Sumber Lainnya Sub-Total Penerimaan
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
477.600.000
0
0
0
0
0
0
7.181.616.019
7.689.681.988
8.237.383.582 8.827.907.932
9.464.706.205 10.151.516.088
Kesetimbangan 1.512.922.451 1.611.278.083 1.718.977.501 1.836.908.364 1.966.042.658 2.107.444.711 (balance)
Dari ilustrasi di atas terlihat bahwa skema pembebasan retribusi pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin dan tetap menerapkan subsidi tarif bagi penduduk yang tidak termasuk dalam kategori miskin tidak memberikan beban yang terlalu signifikan (Bandingkan Model-1 dan Model-2). Bahkan pemda masih mengalami surplus meski tidak sebesar pada skema kebijakan pembiayaan yang awal. Dengan situasi ini, pemda masih memungkinkan untuk membuat penyesuaian kebijakan sampai optimal, mengingat masih terdapat diskresi anggaran. 95
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 4 - S i m u l a s i
Perlu diingat bahwa meski pilihan terakhir terlihat bagus dari pilihan lain dalam artian tidak terlalu membebani APBD, kebijakan pentargetan mensyaratkan sistem pendataan yang baik dan terus di perbarui secara berkala. Permasalahan utamanya adalah tentang defisini miskin ini atau siapa yang berhak untuk memperoleh pembebasan biaya retribusi ini. Bagaimana melakukan verifikasi sehingga menyasar orang yang tepat. Situasi inilah yang menjadi tantangan dan persoalan skema pembiayaan dengan melakukan pentargetan. Gambar 4.4 Situasi Kesetimbangan Model-2 (Bebas Retribusi untuk Penduduk Miskin Saja)
4.6 Perbandingan Antar Model Dari model-model skema pembiayaan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Tabel 4.28 Perbandingan Tiga Model Pembiayaan Jaminan Kesehatan Model Model-0 yang berlaku: Subsidi Biaya Pelayanan Puskesmas
96
Kapasitas Pembiayaan
Kapasitas Pengelolaan
- Masih dalam kapasitas keuangan daerah.
- Sederhana karena skema ini berlaku untuk setiap penduduk tanpa membedakan status ekonomi.
Cakupan
Pandangan Publik
- Bisa Kurang menghambat populer. akses masyarakat miskin apabila biaya pelayanan di atas kemampuan membayar.
Cakupan
Pandangan Publik
- Mencakup seluruh populasi, mengurangi diskriminasi. - Bisa berdampak pada over utilisasi.
Berpotensi untuk menarik simpati publik, banyak dimanfaatkan dalam kampanye politik.
Model-2: - Masih dalam - Bisa rumit, - Apabila sistem kapasitas karena harus pengelolaan Pembebasan keuangan menentukan dan pendataan Biaya daerah. kriteria miskin baik, bisa Puskesmas - Tidak sebagai mencapai untuk menambah penerima cakupan Masyarakat beban secara manfaat maksimal Miskin signifikan. - Membutuhkan dengan sumber basis data yang daya minimal. bagus yang - Memancing tentu saja tidak perilaku murah dan moral hazard mudah. (orang yang tidak berhak berusaha turut menikmatinya dengan memanfaatkan kelemahan sistem.
Memberikan kesan komitmen kepala daerah dalam upaya pengurangan kemiskinan.
Model
Kapasitas Pembiayaan
Model-1: - Berpotensi mengurangi Pembebasan pendapatan Biaya daerah. Puskesmas - Beban untuk pembiayaan Seluruh jaminan Penduduk kesehatan meningkat.
Kapasitas Pengelolaan - Sederhana karena skema ini berlaku untuk setiap penduduk tanpa membedakan status ekonomi.
Dari perbandingan di atas, maka pengambil keputusan di daerah bisa dapat menentukan pilihan dengan melihat berbagai situasi dan kondisi yang berlaku di daerah. Dalam berbagai situasi, para pengambil kebijakan dihadapkan pada situasi untuk mencari titik kompromi antara memenuhi kebutuhan berdasarkan situasi faktual dengan tuntutan politis yang seringkali tidak dapat terukur dengan pasti. Bagi para pelaku analisis dan advokasi sangatlah penting untuk selalu membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan sejauhmana tanggung jawab negara untuk memenuhi hak kesehatan tetap dapat diwujudkan.
97
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
98
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
BAB 5.
Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
P
ada bab-bab sebelumnya telah diuraikan tentang kerangka normatif dan konstitusi yang terkait dengan tanggung jawab negara untuk memastikan akses kesehatan yang layak oleh seluruh rakyat untuk pencapaian derajat kesehatan yang tinggi bagi setiap warga negara. Bab 3 dan Bab 4 juga telah memberikan panduan teoretis dan disertai ilustrasi kongkrit bagaimana melakukan analisis sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah. Namun demikian, penjelasan-penjelasan tersebut mungkin masih menyisakan beberapa pertanyaan di benak para pelaku analisis pengguna panduan ini. Di antaranya: Bagaimana kita menjalankan rangkaian kegiatan analisis, apa saja yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan, dan apa yang selanjutnya perlu dilakukan. Bab ini akan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
99
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
5.1 Apa yang Perlu Diperhatikan Ketika Akan Memulai Menjalankan Analisis Berikut ini adalah beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh para pelaku analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah, yaitu di antaranya adalah pemahaman atas situasi permasalahan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah, memiliki kejelasan tujuan perubahan sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah, kecukupan data untuk analisis, dan membangun komitmen pihakpihak yang terkait dengan pengambilan kebijakan pembiayan kesehatan di daerah.
5.1.1 Pemahaman atas Situasi Permasalahan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Pemahaman atas situasi permasalahan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah merupakan hal yang penting dalam melakukan analisis pembaiayaan kesehatan di daerah. Para pelaku analisis dalam melakukan upaya analisis h didorong oleh motivasi dan semangat untuk mengatasi permasalahan akses warga terhadap layanan kesehatan yang menjadi haknya yang disebabkan oleh permasalahan dalam sistem pembiayaan yang berlaku di daerah. Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah yang dilakukan harus dipandang sebagai bagian dari kerja advokasi perbaikan sistem pelayanan kesehatan di daerah. Oleh karenanya, kerja analisis ini bukan didasari karena mengikuti trend yang berlaku di banyak daerah, misalkan didorong oleh trend kebijakan kesehatan gratis di banyak daerah di Indonesia. Beberapa hal yang perlu diketahui terkait situasi permasalahan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah antara lain: 1. Situasi status dan permasalahan kesehatan masyarakat di daerah. Pemahaman tentang situasi status dan permasalahan kesehatan masayarakat secara umum di daerah merupakan langkah awal yang penting bagi analisis dan advokasi perubahan kebijakan daerah. Dengan memahami situasi status dan permasalahan kesehatan, akan dapat dipilah mana saja permasalahan-permasalahan kesehatan yang dapat secara efektif ditangani melalui
100
perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan. Sebagai contoh, misalkan di suatu daerah memiliki permasalahan kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak yang sangat mengkhawatirkan dan perlu penanganan dengan segera dari pemerintah. Dari hasil pemetaan masalah yang dilakukan, ternyata salah satu faktor yang menyebabkan para ibu hamil untuk tidak menggunakan fasilitas kesehatan seperti polindes (pos bersalin desa) adalah adanya ketakutan akan biaya yang harus dikeluarkan, sehingga banyak ibu-ibu hamil yang masih lebih memilih untuk menggunakan jasa dukun. 2. Kebijakan daerah terkait dengan kesehatan masyarakat di daerah. Setelah memperoleh peta permasalahan kesehatan yang akan menjadi fokus perhatian dalan upaya melakukan analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan, hal berikutnya yang tak kalah penting adalah membedah anatomi Pembiayaan Jaminan Kesehatan yang belaku di daerah. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat membantu untuk membedah kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah: • Berapa tingkat retribusi yang ditetapkan oleh peraturan daerah untuk masing-masing tingkat penyedia pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah)? Apakah mengenakan subsidi terhadap tarif yang diberlakukan ? (ada pembagian ongkos yang dibebankan kepada pemerintah daerah dan ada yang di bebankan kepada masyarakat melalui pengenaan retribusi) • Apakah daerah memiliki skema pembiayaan selain dengan sistem out-of-pocket? Apakah menggunakan sistem asuransi kesehatan? Berapa tingkat preminya? Berapa cakupannya? Atas dasar apa kebijakan cakupannya? Mencakup tingkat layanan apa saja? • Apakah daerah melakukan subsidi penuh terhadap ongkos pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat? Atas dasar apa kebijakan cakupannya? Mencakup tingkat layanan apa saja? • Apakah daerah juga menerima program-Pembiayaan Jaminan Kesehatan dari pemerintah pusat atau provinsi, maupun dari bantuan asing? Apa saja yang dicakup pembiayaannya? 101
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Informasi-informasi yang diperoleh sangatlah penting dalam membangun model status quo yang akan menjadi dasar perbandingan dari alternatif kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan yang lain. 3. Situasi anggaran kesehatan daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pembiayaan pelayanan kesehatan di daerah masih mengandalkan alokasi APBD. Oleh karena itu maka diperlukan pula analisis situasi anggatan kesehatan daerah. Beberapa hal penting yang perlu digali dari analisis situasi anggaran kesehatan daerah antara lain: •
Berapa total pembelanjaan APBD? Bagaimana trend pembelanjaan APBD? Berapa rata-rata kenaikan pembelanjaan APBD?
•
Berapa rata-rata penerimaan dari sektor kesehatan? Berapa rata-rata kenaikan penerimaan dari sektor kesehatan yang berupa retribusi puskesmas dan Rumah Sakit Daerah?
•
Berapa rata-rata total alokasi dan rata-rata kenaikan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan? Berapa yang dialokasikan untuk Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah? Berapa besar alokasi untuk Puskesmas dan Rumah Sakit yang digunakan untuk pelayanan langsung kepada masyarakat ?
5.1.2 Kejelasan Tujuan Perubahan Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Setelah diperoleh informasi-informasi yang diperlukan terkait dengan situasi status dan permasalahan kesehatan yang berimplikasi pada kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah, para pelaku analisis dan advokasi perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah perlu membangun kejelasan tujuan perubahan sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah. Yang dimaksud dengan kejelasan tujuan perubahan sistem pembiayaan adalah bukan sekedar ingin merubah sistem pembiayaan yang mengandalkan model out-of-pocket menjadi sistem jaminan kesehatan. Apabila tujuan perubahan hanya untuk merubah sistem pembiayaan maka keefektifan advokasi perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan menjadi dipertanyakan.
102
Kejelasan tujuan perubahan ini secara prinsip perlu menjawab permasalahan kesehatan secara langsung. Sebagai contoh, misalkan status kesehatan di masyarakat yang tergolong miskin secara umum sangat rendah dibandingkan kelompok masayarakat dengan tingkat status ekonomi yang lebih tinggi. Dengan fokus tujuan ini maka beberapa alternatif kebijakan pembiayaan dapat dipikirkan. Alternatif pertama dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan pembebasan biaya pengobatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah pada layanan-layanan yang bersifat umum, baik pelayanan tingkat dasar atau lanjutan maupun keduanya. Perhitungan pembiayaan akan difokuskan pada penyediaan alokasi dana sejak awal untuk membiayai layanan kesehatan yang dibebaskan. Alternatif kedua bisa dengan membangun sistem jaminan kesehatan secara utuh di daerah. Artinya, agar masyarakat miskin dapat mengakses layanan kesehatan dengan tanpa biaya, maka dilakukan subsidi premi untuk seluruh masyarakat miskin. Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan adalah satu dari sekian instrumen untuk mengatasi permasalahan kesehatan di daerah. Oleh karena itu, fokus analisis pada prinsipnya bukan pada ranah instrumen dalam artian memikirkan sistem pembiayaannya semata, tetapi yang lebih prinsip adalah bagaimana memilih instrumen, dalam hal ini pembiayaan, yang tepat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dengan lebih efektif.
5.1.3 Kecukupan Data untuk Analisis Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah memerlukan basis data yang memadai agar proses analisis dapat dilakukan mendekati situasi yang sebenarnya. Namun kadang kala dalam hal penyiapan data untuk analisis, para pelaku analisis mengalami kendala-kendala sehingga data-data yang dibutuhkan tidak dapat diperoleh. Namun demikian, hal ini tidak berarti proses analisis terhenti begitu saja. Para pelaku analisis dapat melakukan berbagai cara untuk sedemikian rupa untuk mengatasi ketidaklengkapan data. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal kecukupan data.
103
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
1. Data Kependudukan. Data kependudukan merupakan data yang penting karena akan menentukan beban yang akan ditanggung oleh pemerintah terkait beberapa model Pembiayaan Jaminan Kesehatan yang digunakan. Data-data kependudukan seperti jumlah penduduk, perkiraan migrasi keluar dan masuk dapat merujuk pada data-data BPS. Dalam banyak kasus, sering terjadi adanya perbedaan data yang dikeluarkan oleh instansi-instansi terkait. BPS daerah biasanya menerbitkan Daerah dalam Angka yang merupakan proyeksi dari data sensus penduduk. Data ini memiliki jeda waktu paling tidak satu tahun dari waktu penerbitannya. Bappeda di beberapa daerah membuat inisiatif untuk menyusun basis data perencanaan pembangunan yang disusun bersama dengan BPS. Data-data yang berasal dari instansi ini merupakan langkah awal yang baik, karena secara formal data inilah yang dianggap paling valid. Data kependudukan lain yang juga penting bagi perhitungan adalah jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin (apabila daerah ingin membangun skema pembiayaan dengan berbasis jender); berdasarkan kelompok umur (apabila daerah ingin membangun skema yang sensitif terhadap kelompok umur, misalkan skema khusus untuk manula); maupun berdasarkan kelompok sosial-ekonomi. Pada data terakhir ini yang sering problematis terkait pertanyaan siapa yang miskin. Perbedaan definisi kemiskinan dapat menjadikan data dari satu instansi berbeda dengan instansi yang lain. Banyak daerah telah melakukan upayaupaya penyepakatan definisi kemiskinan yang akan dirujuk oleh setiap pemangku kepentingan yang memiliki program untuk pengurangan kemiskinan. Akan lebih baik apabila data kemiskinan itu sampai dengan tingkat kedetilan alamat per orang yang masuk dalam kategori ini. 2. Data perekonomian. Data situasi perekonomian yang dimasukkan dalam analisis adalah tingkat inflasi daerah. Pada umumnya Bappeda dan BPS memiliki data ini. Apabila dalam satu dan lain hal data ini tidak dapat diakses, tingkat inflasi ratarata di daerah dapat didekati dengan melakukan asumsi bahwa tingkat inflasi di kabupaten/kota mendekati tingkat inflasi di tingkat provinsi maupun tingkat yang lebih tinggi. 104
3. Data tarif pelayanan kesehatan. Data tarif pelayanan kesehatan diperlukan untuk membangun berapa besar biaya per unit pelayanan (unit cost). Data ini dapat diperoleh pada peraturan daerah yang berlaku di daerah terkait dengan tarif pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Tapi perlu diingat bahwa, tarif yang disebutkan dalam peraturan daerah bersangkutan tidak langsung mencerminkan biaya yang dikeluarkan sepenuhnya. Biasanya tarif yang tertera dalam peraturan daerah adalah biaya yang dibebankan kepada masyarakat, dengan kata lain yang telah disubsidi. Oleh karena itu dalam menggunakan data ini, para pelaku analisis perlu berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan, maupun pihak penyedia pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah) tentang struktur tarif ini. Sehingga, dalam penggunaan data-data ini, pelaku analisis juga dapat menyebutkan keterbatasan maupun asumsi-asumsi data. 4. Data jenis layanan kesehatan yang disediakan. Data berikutnya adalah data jenis layanan kesehatan yang dapat dan akan diberikan penyedia pelayanan kesehatan. Di peraturan daerah sebenarnya sudah tercantum pelayanan-pelayanan apa saja yang dapat diberikan di masing-masing jenis penyedia pelayanan kesehatan. Namun untuk kebutuhan analisis ini, cukup diketahui jenis-jenis pelayanan apa yang paling sering diakses oleh masyarakat. Untuk memperoleh hal ini, pelaku analisis dapat berkonsultasi dengan para pengelola penyedia pelayanan kesehatan dalam bentuk FGD atau workshop untuk menyepakati bersama layanan-layanan apa saja yang diberikan. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah apa saja komponen dalam setiap layanan kesehatan yang diberikan. Seringkali ditemukan berbeda pihak penyedia pelayanan kesehatan berbeda pula komponen layanan yang diberikan. Oleh karena itu, perlu juga disepakati apa saja komponen secara umum untuk memberikan pelayanan kesehatan tersebut. 5. Data utilisasi pelayanan kesehatan. Data utilisasi pelayanan kesehatan dapat diperoleh di Dinas Kesehatan dan biasanya berupa data estimasi. Berbeda dengan data penduduk yang dapat diproyeksi dengan laju pertumbuhan penduduk. Data utilisasi seringkali memiliki variasi dari satu tahun dengan tahun yang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh (i) pola endemik 105
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
penyakit di suatu daerah yang sulit untuk diprediksi; (ii) adanya efek euphoria dari pengenalan skema kebijakan yang baru. Pada penyebab yang kedua, ketika di sebuah penyedia pelayanan kesehatan memperkenalkan kebijakan baru pembiayaan, misalkan penggratisan, biasanya akan diikuti lonjakan utilisasi pada tahun-tahun berikutnya, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila untuk membuat basis data untuk pemodelan didasarkan dari data seri beberapa tahun sebelumnya. Meski tidak menjawab kelemahan yang disebutkan di atas, paling tidak dengan melakukan agregasi atas data seri utilisasi untuk beberapa tahun sebelumnya, akan memperbaiki data yang tersedia.
5.1.4 Membangun Komitmen Pihak-Pihak yang Berpengaruh Membangun komitmen pihak-pihak yang berpengaruh sangatlah penting dilakukan sejak awal analisis. Terdapat beberapa alasan mengapa dukungan komitmen dari pihak-pihak yang berpengaruh merupakan faktor yang penting yang menetukan hasil dari kerja analisis dan advokasi perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah, yaitu: 1. Akses data. Seperti yang disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa dalam kerja analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan, kecukupan data merupakan hal yang sangat penting yang dapat menentukan akurasi dari proses analisis atau pemodelan. Tidak bisa dipungkuri bahwa data-data yang diperlukan, dimiliki oleh pihak pemerintah daerah, dan validitas data yang kita gunakan dalam hal ini ditentukan bagaimana data tersebut diperoleh, apakah diperoleh dengan cara yang legal dan sesuai dengan prosedural? Apakah data yang digunakan diakui secara formal oleh pemerintah daerah? Meskipun saat ini telah berlaku UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tidak berarti pemerintah daerah serta merta membuka semua akses informasi yang termasuk dalam kategori publik. Data-data anggaran daerah yang juga diperlukan dalam analisis pun juga belum tentu mudah untuk diperoleh. Situasi ini terkait dengan belum terbangunnya budaya transparansi di sebagian birokrasi pemerintah daerah.
106
Apabila dukungan komitmen dari pihak-pihak yang berpengaruh sudah dimiliki, penghalang-penghalang untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan bisa mulai berkurang. Misalkan, telah terbangun MoU dengan kepala daerah untuk melakukan analisis dan perubahan kebijakan, bisa menjadi landasan untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan yang dimiliki oleh birokrasi dengan level yang lebih teknis. Apabila pihak eksekutif tidak memiliki itikad atau komitmen yang diharapkan, komitmen dari lembaga legislatif daerah bisa menjadi alternatif lain. DPRD memiliki komisi-komisi, yang setiap komisi memiliki mitra satuan kerja tersendiri. Dengan terbangunnya komitmen di tubuh leguslatif, dapat memperkuat dukungan kerja analisis dalam berinteraksi dengan pihak eksekutif. 2. Dukungan sumber daya. Kerja analisis dan advokasi perubahan kebijakan tidak dapat dipungkiri membutuhkan dukungan sumber daya. Dukungan ini bisa bersifat material maupun imaterial. Dukungan yang bersifat material yang paling nyata adalah dukungan finansial. Dukungan finansial ini sangat dibutuhkan apabila dibutuhkan penelitian-penelitian lapangan untuk memenuhi kebutuhan kecukupan data untuk analisis. Contohnya, melakukan studi satuan biasa (unit cost) di penyedia pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit. Kajian seperti ini tentu membutuhkan biaya untuk sekedar untuk melakukan diskusi kelompok terfokus para pengelola penyedia pelayanan kesehatan. Contoh lain adalah dengan menyediakan sekretariat bersama untuk kerja analisis dan advokasi perubahan kebijakan kesehatan. Dukungan imaterial bisa berbentuk saran dan masukan yang bersifat subtantif dari pakar di jajaran pemerintah daerah kepada pelaku analisis dan advokasi perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan. Kontribusi ini juga sangat penting, karena seringkali para pelaku analisis dan advokasi, dalam hal ini terutama elemen masayarakat sipil, hanya menguasai pengetahuan yang bersifat sangat umum. Ilustrasi-ilustrasi di atas menunjukkan dukungan sumber daya untuk melakukan analisis dan advokasi perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan hanya akan dapat diperoleh
107
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
apabila telah terbangan komitmen terutama dari pihak-pihak yang berpengaruh terkait dengan isu advokasi yang sedang dikerjakan. 3. Otoritas kebijakan. Komitmen pihak yang berpengaruh, terutama ketika advokasi mulai berjalan. Agar usulan perubahan kebijakan yang kita usung dapat terlaksana, maka harus dituangkan dalam produk hukum daerah. Untuk hal ini dapat terjadi, tentu saja harus dibangun komitmen yang kuat dari para pemegang otoritas kebijakan. Proses membangun komitmen ini bukanlah proses satu atau dua hari, tetapi proses yang cukup lama dan penuh dinamika.
5.2 Advokasi Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Setelah kerja analisis dilakukan, dan hasil analisis sudah diperoleh, maka mulai berlanjut pada tahapan berikutnya yaitu melakukan advokasi aktif untuk mendorong perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan di daerah. Berikut ini adalah beberapa hal penting yang perlu dipikirkan dalam melakukan kerja advokasi.
5.2.1 Membangun Argumentasi Advokasi yang Kuat Dalam memulai kerja advokasi, para pelaku advokasi harus telah memiliki basis argumentasi advokasi yang jelas dan kuat, terutama untuk meyakinkan pihak pengambil kebijakan di daerah tentang isu advokasi yang diangkat. Untuk membangun argumentasi yang kuat atas isu advokasi yang kita usung, mari kita tempatkan diri kita pada posisi pengambil kebijakan. Berikut ini adalah beberapa poin yang dapat dipertimbangkan dalam membangun argumentasi advokasi: 1. Pernyataan masalah yang fokus dan sesuai dengan kepentingan pemerintah daerah. Argumentasi advokasi yang baik harus memiliki pernyataan masalah yang fokus yang akan dijawab melalui usulan perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan yang diusulkan. Pernyataan masalah yang baik contohnya adalah: “Derajat kesehatan di kalangan masyarakat yang tergolong miskin relatif lebih rendah dibandingkan masyarakat dengan golongan sosial ekonomi yang lebih 108
baik, disebabkan masyarakat miskin cenderung tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan yang memadai dikarenakan adanya ketakutan akan beban biaya yang akan dikeluarkan”. Contoh lain yang baik adalah: “Angka kematian ibu dan bayi baru lahir sangat tinggi disebabkan ibu-ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya secara teratur, dan persalinan yang tidak dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih, disebabkan ketidak mampuan untuk membayar biaya pelayanan pemeriksanaan dan persalinan”. Untuk membandingkannya, contoh pernyataan masalah yang kurang baik adalah: “Pemerintah harus membebaskan biaya kesehatan untuk seluruh masyarakat karena kesehatan adalah hak setiap warga”. Argumentasi ini kurang dapat diterima, karena semua pihak memahami bahwa kesehatan adalah hak semua warga negara, tetapi apabila hanya dengan membebaskan biaya kesehatan apakah akan serta merta mengatasi permasalahan kesehatan yang menjadi priroitas di daerah? 1. Berorientasi pada upaya untuk mengatasi masalah (problem solving). Dalam hal advokasi, sangatlah mudah untuk menyampaikan kritik atau analisis permasalahan. Namun tantangan terbesar adalah bagaimana mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Seringkali pelaku advokasi terutama dari kelompok masyarakat sipil kurang dapat menyampaikan usulan yang dapat memberikan solusi kongkrit. Untuk mengatasi permasalahan rendahnya derajat kesehatan di kalangan masyarakat miskin, oleh karena ketidakmampuan mengakses pelayanan kesehatan karena hambatan finansial bisa dengan beberapa pilihan kebijakan. Misalkan, mendahulukan pembangunan sarana pelayanan kesehatan beserta tenaga kesehatannya di daerah-daerah yang terpencil dan terisolasi yang menjadi kantong-kantong kemiskinan daripada melakukan pembebasan biaya pelayanan kesehatan. Hal ini didasarkan ongkos terbesar yang menjadi beban masyarakat miskin adalah ongkos transportasi dari tempat tinggal ke fasilitas kesehatan dikarenakan, ketiadaan fasilitas kesehatan di dekat tempat tinggal mereka.
109
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
2. Manfaat yang diperoleh apabila usulan diterima. Argumentasi yang baik dilengkapi dengan manfaat apa yang diperoleh dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan ini baik secara institusi maupun secara pribadi dari pihak pengambil kebijakan. Secara institusi, argumentasi advokasi harus menunjukkan manfaat dari usulan perubahan kebijakan terhadap pencapaian visi, misi dan target pencapaian dari institusi pemerintah secara lebih dramatis dibandingkan dengan kebijakan yang saat ini sudah berjalan. Secara pribadi, pihak-pihak yang terlibat pada pengambilan kebijakan mungkin akan merasa terbebani dikarenakan harus mengerjakan susatu yang saat itu di luar tugasnya. Oleh karena itu, para pelaku advokasi juga harus mampu meyakinkan manfaat apa yang dapat diperoleh ketika terlibat aktif dalam proses advokasi perubahan kebijakan ini. Manfaat lain dengan mengambil hati mereka, ada rasa kepemilikan atas hasil kerja advokasi kebijakan ini. Beberapa manfaat yang bisa disampaikan bagi pribadi yang terkait pada pengambilan kebijakan ini antara lain : • Akan meningkatkan konduite kerja mereka di mata jajaran pimpinan apabila kebijakan yang dihasilkan memperoleh tanggapan positif dari masyarakat luas. Mereka dianggap berprestasi karena memiliki inisiatif kerja yang baik. • Akan memperluas jaringan kerja dengan berbagai pihak yang merupakan investasi sosial pada masa depan kerja mereka. • Akan memperoleh media pembelajaran karena berkesempatan untuk bertemu dengan banyak orang yang memiliki beragam penguasaan pengetahuan, sehingga secara langsung maupun tidak dapat meningkatkan kapasitas mereka.
110
5.2.2 Menetapkan Tujuan Advokasi Perubahan Kebijakan yang Realistis Dalam melakukan advokasi perubahan kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan, para pelaku advokasi perlu memiliki tujuantujuan advokasi yang realistis, yang berarti dapat tercapai dalam rentang waktu tertentu, sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Salah satunya adalah terkait dengan tujuan universalisasi pelayanan kesehatan. Sangatlah tidak bijak apabila setelah melakukan analisis dan kajian, kemudian menetapkan bahwa tujuan advokasi adalah mendorong pembebasan biaya kesehatan untuk pelayanan dasar dan lanjutan dalam waktu satu tahun ke depan. Meskipun universalisasi pelayanan kesehatan merupakan tujuan ideal, tetapi dengan rentang waktu, ketersediaan sumber daya, serta faktor-faktor lain, tujuan ini menjadi tidak realistis untuk dicapai. Bisa saja tujuan ini ditetapkan sebagai tujuan jangka panjang, misalkan dalam rentang 5 tahun. Sehingga untuk mencapainya, dipecahpecah menjadi target-target yang lebih kecil dan dapat dicapai. Terkait dengan ketersedian sumber daya, tujuan advokasi juga perlu memperhatikan sejauh mana keuangan pemerintah daerah untuk membiayai implikasi dari kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan yang baru.
5.2.3 Membangun Strategi Komunikasi yang Efektif Setelah tujuan advokasi yang realistis sudah dibangun, tahap berikutnya yang juga penting adalah bagaimana mengkomunikasikan gagasan perubahan kebijakan ini. Komunikasi yang efektif sangatlah penting untuk memperoleh dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Namun perlu diingat bahwa setiap pihak mempunyai cara dan strategi komunikasi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dipertimbangkan ketika menggagas strategi komunikasi : • Kelompok pengambil kebijakan (misalkan, jajaran pimpinan birokrasi dan legislatif ), biasanya tidak cukup waktu untuk membaca tulisan hasil kajian secara mendetil. Pesan advokasi bisa disampaikan dengan melalui format policy brief yang hanya terdiri dari 1-3 halaman dengan penuh ilustrasi grafik dan diagram yang menarik. Pemaparan
111
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
visual juga merupakan media yang disukai oleh figur-figur ini dengan lebih mengedepankan pokok-pokok gagasan dengan dilengkapi data-data pendukung berupa grafik dan gambar. Media diskusi informal juga media yang efektif untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan ini. • Kelompok pelaksana teknis biasanya lebih tertarik pada tulisan yang lebih bersifat teknis dan panjang. Hal ini disebabkan pada posisi mereka, mereka dituntut untuk memiliki pengetahuan teknis yang lebih mendalam terkait pada suatu isu ketika mereka diminta pertimbangan oleh para pengambil kebijakan atasan mereka. Namun perlu diingat dalam hal penulisannya, sebaiknya dihindari penggunaan jargon dan istilah teknis yang terlalu banyak. Selain itu pemuatan data dan penampilannya dalam grafik yang menarik merupakan suatu keharusan, agar hasil analisis ini terlihat kredibel di mata mereka. • Untuk kalangan umum sebaiknya digunakan media-media populer yang banyak diakses oleh masyarakat umum. Radio baik komersial dan komunitas merupakan salah satu media yang masih banyak diakses oleh masyarakat di daerah. Format siaran yang melibatkan interaksi antara narasumber dan pendengar juga sangat disukai oleh pendengar. Media lain adalah media surat kabar lokal juga bisa dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan gagasan ini secara terus menerus.
5.2.4 Berjejaring Advokasi kebijakan di daerah tidak akan berhasil tanpa adanya kerja jaringan yang solid di setiap lini. Jaringan di antara masyarakat sipil, dengan penerima manfaat di wilayah (kecamatan dan desa) sangat penting untuk menjaga agar wacana ini tetap menjadi wacana yang didukung oleh masyarakat luas. Jaringan dengan pihak legislatif sangat penting untuk membangun komitmen dan dukungan politik untuk mendorong terciptanya perubahan kebijakan. Jaringan dengan birokrasi pun perlu senantiasa di jaga agar komunikasi gagasan terus terbangun dan terinternalisasi di kalangan pengambil kebijakan di birokrasi dan di pelaksana operasional di lapangan yang kelak akan menjalankan kebijakan ini.
112
Namun demikin proses pengelolaan jaringan tidaklah semudah yang dibayangkan. Beberapa tantangan dalam pengelolaan jaringan antara lain: • Menemukan figur yang tepat yang akan menjadi simpul jaringan. Figur yang tidak tetap malah dapat bersifat kontraproduktif terhadap kerja jaringan yang sedang dibangun. Figur simpul jaringan ini harus memiliki kesamaan kepentingan dan idealisme, diterima oleh konstituen secara luas, dan bersedia dan dapat bekerja sama. Beberapa karakter terkait dengan karakter kepemimpinan yang akomodatif juga diperlukan dan sangat dibutuhkan ketika menghadapi permasalahan konflik di tingkat internal. Ada pula figur dengan karisma yang kuat yang menjadi penyatu jaringan. • Menselaraskan kepentingan dan cara kerja advokasi merupakan salah satu tantangan yang cukup besar dalam pengelolaan jaringan advokasi. Ketika berjejaring, kita akan menghadapi berbagai pihak dengan berbagai kepentingan dan pendekatan advokasi. Ada pihak yang lebih menyukai cara-cara konfrontatif dibandingkan cara-cara diplomatis. Ada pihak yang memiliki kesamaan ide tetapi lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya. Apabila hal-hal ini tidak dapat diselesaikan tentu akan mengganggu kerja jaringan dan advokasi. Di sinilah peran figur-figur karismatik yang dapat memediasi dan menyatukan perbedaanperbedaan ini. • Mencari sumber daya untuk pengelolaan jaringan dan advokasi. Berjejaring pada prinsipnya sama dengan bersilahturahmi atau bertemu muka. Ketika melibatkan jaringan yang besar, tidak dapat dipungkiri juga membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit untuk memfasilitasinya, misalkan hanya untuk sekedar menyediakan makan minum ala kadarnya pada ajang pertemuan jaringan. Apabila jaringan sudah terbangun dan berjalan cukup lama, kebutuhan sumber daya ini bisa dimobilisasi dari masing-masing anggota jaringan sesuai dengan kemampuannya. Alternatif lain adalah dengan mencari donatur baik yang bersifat lembaga maupun individu.
113
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
BAB 5 - Advokasi untuk Perubahan Kebijakan Pembiayaan Jaminan Kesehatan
5.3 Pelembagaan Perubahan Kebijakan Perubahan kebijakan tidak akan berhasil dan bertahan lama apabila tidak diinstitusionalisasikan dalam produk-produk hukum daerah. Beberapa pilihan institusionalisasi perubahan kebijakan dan implikasi-implikasinya antara lain:
114
•
Surat edaran pimpinan instansi merupakan produk lembaga yang paling lemah meski dalam beberapa kasus dapat berjalan. Surat edaran hanya bersifat himbauan kepada jajaran pelaksana di tingkat bawahnya tanpa ada implikasi sanksi apabila tidak menjalankannya. Surat Edaran biasanya hanya berlaku untuk suatu rentang waktu tertentu. Surat edaran bisa digunakan sebagai entry point untuk memperkenalkan perubahan kebijakan kepada pelaksana di lapangan.
•
Surat keputusan atau peraturan kepala daerah diterbitkan oleh kepala daerah dan hanya bersifat mengikat pada instansi di lingkungan pemerintah saja. Penerbitannya tidak memerlukan persetujuan lembaga legislatif. Surat keputusan atau peraturan kepala daerah lebih kuat dari surat edaran. Namun kelemahannya adalah keberlanjutannya apabila terjadi pergantian kepala daerah. Surat keputusan maupun peraturan kepala daerah bisa dengan mudah diganti oleh kelapa daerah pengganti.
•
Peraturan Daerah adalah termasuk satu di antara produkproduk hukum yang diakui di Indonesia. Peraturan daerah disahkan dengan persetujun DPRD, sehingga mengikat dengan lebih kuat baik masyarakat maupun lembaga pemerintah. Rentang waktu berlakunya bisa lebih panjang selama belum digantikan dengan peraturan daerah yang baru. Peraturan daerah bisa mengenakan sanksi bagi yang melanggarnya.
Dalam penyusunannya, bisa mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku (Tata Tertib DPRD yang berlaku, prosedur penerbitan produk hukum daerah yang berlaku, maupun UU No. 24 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Meski berbeda-beda para pelaku analisis dan advokasi perlu memastikan bahwa setiap pilihan pelembagaan perubahan kebijakan disertai dengan kajian naskah akademik dan konsultasi publik sebelum dilakukan pengesahan.
115
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Bahan Bacaan 1
BAHAN BACAAN 19
Peran Para Pemangku Kepentingan dalam Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah
Analisis? Pembiayaan? Kesehatan? Daerah:? Panduan? untuk? Elemen? Masyarakat? Sipil,? Pemerintah? Daerah? &? DPRD?
? Bahan? Bacaan? 11? ada gambar dan table berikut, situasidalam? saat ini,Pembiayaan? kita bisa melihat Peran? Para? Pemangku? Kepentingan? Kesehatan? bahwa tiga aktor governance bisa saja ikut berpartisipasi Daerah? dalam menyediakan jaminan pelayanan kesehatan. Mereka bisa melakukannya secara sukarela atau diwajibkan secara hukum atau moral. Setiap aktor tersebut bisa melakukannya secara sendiri Pada gambar dan table berikut, situasi saat ini, kita bisa melihat bahwa tiga aktor governance bisa saja atau bekerjasama dengan aktor lainnya.
P
ikut berpartisipasi dalam menyediakan jaminan pelayanan kesehatan. Mereka bisa melakukannya secara sukarela atau diwajibkan secara hukum atau moral. Setiap aktor tersebut bisa melakukannya secara Gambar. Peran Pemangku Kepentingan dalam Pembiayaan sendiri atau bekerjasama dengan aktor lainnya. Gambar.? Peran? Pemangku? Kepentingan? dalam? Pembiayaan??
C
A
MASYARAKAT (KONSUMEN)
B
PEMERINTAH
D LAIN-LAIN
A.? Pemerintah?
9 Disalin dari buku Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai untuk Daerah (2008), karangan Ari Nurman, terbitan Perkumpu-
Yang dimaksud pemerintah disini adalah pemerintah dalam pengertian umum, dan pemerintah daerah lan INISIATIF dalam pengertian khusus. Kondisi saat ini, pemerintah daerah berpartisipasi juga dalam penyediaan layanan kesehatan. Hal ini dilakukan melalui penyediaan tenaga kesehatan, rumah sakit daerah, puskesmas, dll. Pemerintah membiayai penyediaan layanan tersebut melalui anggaran daerah (APBD). 116 Dan untuk dapat mengaksesnya, pada umumnya masyarakat dikenakan pungutan retribusi jasa layanan kesehatan. Hasilnya, ada sebagian kelompok masyarakat yang aksesnya pada layanan kesehatan publik terhambat secara ekonomi. Alih‐alih membuka akses, sekecil apapun penerapan retribusi malah menciptakan hambatan bagi masyarakat yang miskin.
A. Pemerintah Yang dimaksud pemerintah disini adalah pemerintah dalam pengertian umum, dan pemerintah daerah dalam pengertian khusus. Kondisi saat ini, pemerintah daerah berpartisipasi juga dalam penyediaan layanan kesehatan. Hal ini dilakukan melalui penyediaan tenaga kesehatan, rumah sakit daerah, puskesmas, dll. Pemerintah membiayai penyediaan layanan tersebut melalui anggaran daerah (APBD). Dan untuk dapat mengaksesnya, pada umumnya masyarakat dikenakan pungutan retribusi jasa layanan kesehatan. Hasilnya, ada sebagian kelompok masyarakat yang aksesnya pada layanan kesehatan publik terhambat secara ekonomi. Alih-alih membuka akses, sekecil apapun penerapan retribusi malah menciptakan hambatan bagi masyarakat yang miskin. Tabel. Peran Pemangku Kepentingan dan Alternatif Bentuk Jaminan Pelayanan Kesehatan Penyedia jaminan
Penerima Jaminan Warga Miskin
Warga Mampu
Warga Rentan
A. Pemerintah
Full subsidi pemerintah (universal)
B. Warga masyarakat & Pemerintah
Disubsidi seluruhnya oleh pemerintah / warga
C. Warga masyarakat
Urunan/iuran yang rutin atau pun spontan, sifatnya sukarela.
D. Lain-lainnya
Bakti sosial, jaminan sosial tenaga kerja, dll
Disubsidi sebagian oleh pemerintah / warga
Full bayar atau disubsidi sebagian kecil oleh pemerintah
Pemerintah daerah seharusnya kembali pada fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk menghilangkan hambatan akses, juga secara bersamaan menyediakan jaminan pelayanan kesehatan, baik secara universal maupun residual, pemerintah daerah bisa melakukan beberapa hal berikut: 1. Pemerintah daerah menanggung langsung seluruh biaya pengobatan seluruh warga (universal). Dalam skema ini, seluruh biaya sektor kesehatan ditanggung pemerintah. Pemerintah menyediakan prasarana dan SDM-nya, serta menyediakan anggaran untuk biaya berobat. 117
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Bahan Bacaan 1
2. Pemerintah daerah menghilangkan retribusi kesehatan. •
Seluruh warga, seluruh layanan termasuk rujukan (universal). Retribusi pelayanan kesehatan adalah salah satu retribusi yang tidak manusiawi, sekecil apapun nilai retribusi tersebut. Penghilangan retribusi seluruh layanan kesehatan akan sangat membantu rakyat. Bila pemerintah terlalu lemah untuk membantu rakyat, setidaknya jangan membebani rakyat. Untuk itu, penghilangan retribusi kesehatan adalah pilihan yang tidak buruk sama sekali.
•
Seluruh warga, layanan puskesmas dan rumah sakit saja, dan tanpa rujukan (universal). Dalam skema ini, rakyat hanya diberi penghibur, fasilitas berobat gratis (tanpa harus bayar retribusi) untuk penyakit penyakit “kecil” dengan layanan kualitas rendah di puskesmas dan rumah sakit pemerintah.
3. Pemerintah daerah mengasuransikan seluruh warga. Dalam skema ini, pemerintah daerah mengasuransikan (dan membayarkan premi asuransi) seluruh warganya baik pada pihak ketiga atau dengan membentuk badan khusus untuk mengelola dana. 4. Pemerintah daerah hanya mengasuransikan (membayarkan premi) warga yang rentan, dan memberi subsidi pembayaran premi untuk mereka yang mampu (selektif-residual). Sementara warga miskin diasumsikan sudah di-cover oleh Pemerintah Pusat melalui ASKESKIN.
B. Warga Masyarakat & Pemerintah Skema ini, pemerintah tidak menyediakan jaminan pelayanan kesehatan secara universal, melainkan residual. Bahkan pemerintah juga menerapkan retribusi bagi pelayanan kesehatan yang mereka sediakan untuk kelompok warga tertentu (misal, yang mampu). Pemerintah hanya menyediakan jaminan pelayanan, dan menghilangkan hambatan akses, hanya bagi kelompok tertentu. Misalnya, mereka yang miskin dan/atau yang rentan saja. Sisanya, warga harus juga berpartisipasi. Dalam hal ini, warga yang tidak ter-cover oleh skema jaminan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah bisa di-cover oleh warga lainnya dalam 118
komunitas. Misalnya melalui urunan, dan lain-lain. Ada beberapa skema, yang pemerintah menyediakan jaminan pelayanan kesehatan untuk kelompok tertentu di masyarakat, dan menyisakan kelompok lainnya, misalnya: 1. Pemerintah daerah menanggung langsung seluruh biaya pengobatan kelompok warga tertentu, misal yang miskin dan/ atau rentan saja (selektif-residual) 2. Pemerintah menghilangkan retribusi kesehatan •
Hanya warga tertentu (misal: orang miskin dan/atau rentan saja), seluruh layanan termasuk rujukan (selektif-residual)
•
Hanya warga tertentu (misal: orang miskin dan/atau rentan saja), layanan puskesmas dan rumah sakit saja, dan tanpa rujukan (selektif-residual). Skema ini bisa kita sebut sebagai skema “selemah-lemahnya” keberpihakan pada rakyat. Tapi masih lebih baik dari pada tidak sama sekali.
3. Pemerintah mengasuransikan penduduk miskin dan/atau rentan saja (selektif-residual). Pemerintah menyediakan sejumlah subsidi untuk membayar premi asuransi atau iuran kontribusi pada resource pool.
C. Warga Masyarakat Yang dimaksud warga masyarakat di sini adalah semua warga, baik secara individu, rumah tangga maupun kelompok/komunitas. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam memberikan jaminan pelayanan kesehatan, misalnya berupa iuran rutin atau spontan untuk membantu anggota komunitas yang terkena musibah (sakit). Di Indonesia banyak sekali contoh anggota komunitas saling bantu untuk meringankan beban salah satu anggota komunitasnya yang sakit. Atau bila kebetulan ada anggota komunitas yang mempunyai kemampuan pengobatan, bisa jadi bisa langsung mendapatkan bantuan.
119
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Bahan Bacaan 1
Dalam bentuk yang lebih formal, warga juga bisa membentuk semacam community based health insurance) seperti yang banyak dipromosikan di negara-negara afrika barat10.
D. Lain-Lain Yang dimaksud lain-lain di sini adalah pihak swasta, mulai dari pengusaha pemberi kerja, produsen obat, penyedia layanan kesehatan, dll. Memang mereka bukan pemangku kepentingan utama dalam penyediaan jaminan pelayanan kesehatan. Tapi mereka, baik secara sendiri atau bekerja sama dengan pemerintah dan/atau masyarakat bisa menyediakan jaminan ini. Umumnya, mereka memberikan jaminan pelayanan kesehatan secara selektifresidual, dengan persyaratan tertentu. Secara sendiri-sendiri, para pengusaha pemberi kerja bisa saja menyediakan asuransi bagi pekerjanya. Bahkan ada juga yang menyediakan langsung layanan kesehatan bagi pekerjanya, misalnya klinik. Ada juga yang menyediakan reimbursement atas biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan pekerjanya. Masih banyak bentuk lainnya. Bersama masyarakat, mereka juga bisa menyediakan bakti sosial untuk warga yang memerlukannya, dan lain-lain. Beberapa alternatif tadi mungkin bisa memberikan inspirasi bagi pelaku advokasi di daerah. Tapi perhatian harus tetap diberikan pada pendekatan dari setiap skema penyediaan jaminan pelayanan kesehatan tersebut, apakah universal atau selektif-residual. Dalam konteks advokasi penyediaan jaminan pelayanan kesehatan universal, banyak alternatif lain yang bisa dieksplorasi oleh para pelaku advokasi di daerah. Beberapa alternatif ini telah berhasil diimplementasikan di beberapa daerah, sebagaimana telah dilakukan di beberapa kabupaten. Namun begitu, penekanan lebih besar diharapkan terjadi inovasi di daerah sehingga skema apa pun yang diterapkan akan sesuai dengan konteks lokal dan juga peraturan perundangan yang berlaku. Dan di sinilah tantangan terbesarnya bagi para pelaku advokasi kesehatan. 10 Beberapa studi telah dilakukan di sana. Di antaranya oleh Smith dan Sulzbach (2008) < Kimberly V. Smith, Sulzbach, S., Community-based health insurance and access to maternal health services: Evidence from three West African countries, Social Science & Medicine (2008), doi:10.1016/j.socscimed.2008.01.044> dan juga oleh Basaza et.al., (2008) < Basaza R, et al., Community health insurance in Uganda: Why does enrolment remain low? A view from beneath, Health Policy (2008), doi:10.1016/j. healthpol.2007.12.008>
120
BAHAN BACAAN 2
Perbandingan Beberapa Skema Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Dunia11
Negara
Pola Organisasi Pengaturan Pembiayaan Sistem asuransi kesehatan dipecah ke dalam 10 sistem provincial, yang masingmasing umumnya dipecahpecah ke dalam beberapa skema untuk pelayanan rawat inap dan rawat jalan.
Kanada
Dibiayai 50% oleh tingkat provinsi, dan 50 persen oleh pemerintah nasional. Bagian provinsi dikumpulkan melalui kontribusi atau pajak, dengan pajak merupakan penyumbang dominan (di semua provinsi kecuali Ontario, Alberta, dan British Columbia).
Hubungan dengan Penyedia Layanan, Pembayaran terhadap Penyedia Rawat jalan: Kontrak dengan dokter yang beroperasi secara swasta dalam basis pembayaran sesuai layanan (fee-for-services). Rawat inap: Kontrak dengan rumah sakit pemerintah dan swasta yang dilakukan berbasis anggaran.
11 Disadur dan diterjemahkan dari “Modelling in health care finance: A compendium of quantitative techniques for health care financing” yang diterbitakan oleh ILO
121
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Negara
Bahan Bacaan 2 1
Pola Organisasi Pengaturan Pembiayaan Sebuah sistem yang bersifat nasional (the Social Security Fund), dengan pengelolaan secara desentralisasi.
Kosta Rica
122
Layanan diberikan terutama di fasilitas-fasilitas yang dimiliki dan dijalankan oleh skema bersangkutan.
Dibiayai oleh kontribusi pemberi kerja (9.25% dari besaran gaji), kontribusi pekerja (5.5 % dari pendapatan) dan kontribusi Negara sebesar (0.25% dari pendapatan yang dicakup), serta subsidi bagi kelompok miskin. Sistem yang tersentralisasi. Dipecah menjadi sebuah sistem umum, 6 buah sistem khusus untuk kategorikategori individu profesional, dan 2 sistem untuk orangorang yang bekerja mandiri (self employed).
Perancis
Hubungan dengan Penyedia Layanan, Pembayaran terhadap Penyedia
Dibiayai oleh pemberi kerja (12.8% dari total besaran gaji) dan pekerja (5.6% dari pendapatan) dalam sistem umum. Tambahan pendapatan dari pendapatan cukai rokok, dan alkohol dan asuransi kendaraan bermotor. Pembayaran bersama (copayment) relatif tinggi, tetapi dapat di tanggung bersama (skema asuransi mutual)
Rawat jalan: kontrak dengan dokter praktik swasta. Pembayaran dilakukan secara penggantian pasca tindakan (reimbursement) kepada pasien, yang membayar dokter berdasarkan aturan umum nasional tentang biaya layanan kesehatan. Pengenaan biaya yang berlebih untuk beberapa dokter masih memungkinkan. Rawat inap: Rumah Sakit Pemerintah yang dibayarkan langsung oleh sistem asuransi berdasarkan sistem anggaran.
Negara
Jerman
Pola Organisasi Pengaturan Pembiayaan Sistem yang terdesentralisasi dari lebih 1200 pembiayaan kesakitan (sickness funds), dikelompokkan di tingkat lokal, profesional, perusahaan, dan pembiayaan pengganti yang diatur oleh kerangka legal federal.
Hubungan dengan Penyedia Layanan, Pembayaran terhadap Penyedia Rawat jalan: kontrak dengan dokter praktik swasta dengan system fee-for-services yang berlaku secara nasional. Rawat inap: anggaran rumah sakit
Dibiayai oleh kontribusi pemberi kerja dan pekerja secara spesifik untuk masingmasing skema (rata-rata 6.8 % dari pendapatan yang dicakup).
Swedia
Inggris
Dibiayai terutama dari pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah lokal, dengan kontribusi dari pemerintah pusat. Penyediaan layanan dilakukan oleh penyedia layanan publik tingkat lokal.
Terutama berupa penyediaan langsung oleh pemerintah lokal, tetapi beberapa layanan dilakukan melalui kontrak dengan penyedia layanan publik maupun swasta. Dokter diberikan gaji secara rutin.
Pembiayaan disediakan sebagian besar oleh Pemerintah Pusat dari pendapatan pajak. Layanan kesehatan dilakukan oleh pihak berwenang di bidang kesehatan yang mencakup kurang lebih 1 juta orang.
Pemberian layanan rumah sakit dan kesehatan komunitas diselenggarakan penyedia layanan milik pemerintah dalam kontrak dengan pihak berwenang. Kontrak biasanya dalam basis biaya dan volume atau biaya-per-kasus. Dokter penyedia layanan dasar bersifat independent dan dibayar per pasien, tetapi beberapa dokter juga digaji. Sejumlah kecil layanan juga disediakan melalui kontrak oleh penyedia layanan swasta maupun nir-laba.
123
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Referensi
Referensi Bahar S, Rukmini M, Srimarga I.C, T, Mihradi M (2006) Pengantar Memahami Hak Ekosob, Jakarta, Indonesia, Pusat Telaah dan Informasi Regional. Cichon, Michael, Wiliam Newbrander, Hiroshi Yamabana, Axel Weber, Charles Normand, David Dror, Alexander Preker (1999) Modelling in Health Care Finance : Compedium of Quantitative Techniques of Health Care Financing, Geneva, ILO Departemen Kesehatan (2004) Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan (2005) Pedoman Penetapan Premi JPKM, Jakarta, Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan (2008) Petunjuk Pelaksana Jaminan Kesehatan Masyarakat 2008: Pola Tarif Jamkesmas 2008 berbasis INA-DRG. Jakarta, Departemen Kesehatan. Drouin, A. (2007) Methods of financing health care: A rational use of financing mechanisms to achieve universal coverage. ISSA Technical Report, 5 1-15. Economic and Social Council (2000) The right to the highest attainable standard of health: General Comment No. 14. Fundar, IBP & IHRIP (2006) Menghargai Martabat: Panduan Analisis Anggaran untuk Mempromosikan Hak Asasi Manusia, IBP. Gani, A. (2006) Reformasi Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Sistem Desentralisasi. Pertemuan Nasional Desentralisasi Kesehatan, 6-8 Juni 2006 Bandung. Bandung: Available from: http://www.litbang. depkes.go.id/download/seminar/desentralisasi6-80606/ MakalahAscobatGani.pdf
124
Gottret, P. & Schieber, G. (2006) Health Financing Revisited: The Practitioner’s Guides, Washington DC, The World Bank. Ortiz, I. (2007) UNDESA Policy Notes: Social Policy, Washington, DC., UNDESA. Rokx, C., Schieber, G., Harimurti, P., Tandon, A. & Somanathan, A. (2009) Health Financing in Indonesia: A Reform Road Map, Jakarta, World Bank Indonesia Office. Sen, A. (1995) The Political Economy of Targeting. In Walle, D. v. d. & Nead, K. (Eds.) Public spending and the poor: Theory and evidence. Baltimore and London, John Hopkins University Press. Topatimasang, R. & Koalisi untuk Indonesia, S. (2005) Sehat itu hak: panduan advokasi masalah kesehatan masyarakat, Jakarta, Indonesia, Koalisi untuk Indonesia Sehat. Walle, D. v. d. (1998) Targeting revisited. The World Bank Research Observer, 13 (2): 231-48. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kab/Kota. Permenkes No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Kepmenkes No. 267/MENKES/SK/III/2008 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah.
125
Seri Advokasi Universalisasi Pelayanan Kesehatan
Biodata Penulis
Biodata Penulis
Adenantera Dwicaksono Sering terlibat pada berbagai isu di tingkat nasional, Adeu banyak berperan merumuskan agenda dan substansi kerja advokasi INISIATIF. Pada sektor kesehatan, ia banyak bergulat soal melembagakan reformasi kesehatan (termasuk Pembiayaan Jaminan Kesehatan) dan menyelaraskannya di berbagai tingkat pemerintahan,yaitu Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Nasional.
Ari Nurman Penulis buku Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai untuk Daerah ini, sangat mengakrabi pembiayaan sektor kesehatan. Tahun 2007, ia mengambil diploma pasca sarjana di Institute of Social Studies, Den Haag, dengan subyek Universalising SocioEconomic Security for the Poor.
Dadan Ramdan Sepak terjangnya banyak terasa di komunitas dan sering bersentuhan dengan aspirasiaspirasi warga secara langsung. Sebagai peneliti, ia banyak melakukan kajian soal kerangka hukum berbagai isu, termasuk masalah kesehatan.
126
Wulandari Perkenalan Wulan akan sektor kesehatan sudah berlangsung lama. Hal tersebut semakin diperkuat dengan analisis anggaran kesehatan yang ia tekuni beberapa tahun terakhir dan menularkannya kepada kader-kader di jaringan INISIATIF melalui berbagai pelatihan analisis anggaran daerah.
Saeful Muluk Sebagai peneliti di INISIATIF, Ipung, panggilan akrabnya, telah banyak melakukan kajian kesehatan, di antaranya adalah studi perbandingan mengenai layanan kesehatan di 7 Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Dalam kerja advokasi jaminan kesehatan di Kabupaten Bandung, Ipung merupakan pengawal utama hingga pengesahan Perda No.10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung. Kini, ia sibuk mengawal penerapan perda tersebut di lapangan.
127
Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah Panduan Praktis untuk Elemen Masyarakat Sipil, Pemerintah Daerah, & DPRD
Buku yang sedang pembaca pegang dan baca ini merupakan kelanjutan dari buku pertama INISIATIF berjudul Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai untuk Daerah, yang terbit Desember 2008 lalu. Analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah adalah upaya untuk mengkaji kebutuhan, ketersediaan sumber daya keuangan, pengalokasiaan yang adil dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka menciptakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerah. Bagi pengambil kebijakan di daerah, praktik analisis ini akan membantu pengambilan keputusan terkait dengan pembiayaan di daerah dengan lebih baik, terutama pembiayaan jaminan kesehatan melalui alokasi APBD. Bagi elemen masyarakat sipil, analisis pembiayaan jaminan kesehatan di daerah memberikan instrument pengetahuan dalam melakukan pengawalan penyelenggaraan kesehatan di daerah.
ANALISIS PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN DI DAERAH
Perkumpulan Inisiatif
Jl. Guntursari IV no 16, Bandung 40264 Telp./fax. 022-7309987 Email:
[email protected] Website: www.inisiatif.org