ANALISIS PELAKSANAAN RISK ASSESSMENT PADA PROYEK CIBIS TOWER 9 JAKARTA SELATAN PT WASKITA KARYA TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh: RIDANTI LENGGO GENI NIM : 1111101000088
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 September 2015
Ridanti Lenggo Geni
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN DAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN Skripsi, Oktober 2015 Ridanti Lenggo Geni, NIM. 1111101000088 Analisis Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 xiii + 159 halaman, 9 tabel, 15 gambar, 6 lampiran
ABSTRAK PT Waskita Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang jasa konstruksi. PT Waskita Karya pada tahun 2013 kasus kecelakaan kerja meningkat sebanyak 7 kali serta terdapat 19 kecelakaan pada Proyek Cibis Tower 9. Untuk mencegah kecelakaan tidak terjadi PT Waskita Karya melakukan risk assessment. Pelaksanaan Risk Assessment diketahui tidak dilakukan dengan tepat, baik dari segi waktu, alur proses, revisi, pengumpulan informasi serta komunikasi kepada pekerja. Penelitian ini bersifat kualitatif untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Data penelitian didapatkan dengan cara mengumpulkan data primer didapatkan dengan cara observasi dan wawancara informan, sedangkan data sekunder didapatkan dengan telaah dokumen. Penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dianalisis dengan teknik Management Oversight and Risk Tree pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Hasil penelitian menunjukan bahwa hal-hal yang menyebabkan tidak tepatnya pelaksanaan risk assessment adalah sistem pengumpulan informasi, waktu analisis risiko, lingkup analisis risiko, pelaksana analisis risiko, temuan bahaya, kesesuaian pengendalian dengan hirarki pengendalian, arahan penggunaan pengendalian, kesesuaian pengendalian dengan situasi yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian maka Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya disarankan untuk mengubah waktu sistem pertemuan dan membuat jadwal shift safety morning, melaksanakan risk assessment sesuai prosedur yang ada dan ditinjau secara berkala, mengkomunikasikan hasil risk assessment kepada Kepala Proyek dan divisi terkait, memberikan pelatihan tentang risk assessment kepada personil, melakukan pemantauan pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan bahaya, membuat jadwal pengawas untuk pekerja di lapangan. Daftar bacaan: 46 (Tahun 2003 – 2014) Kata Kunci: Analisis Risk Assessment, MORT ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduate Thesis, October 2015 Ridanti Lenggo Geni, NIM. 1111101000088 Analysis the Implementation of Risk Assessment at Cibis Tower 9 South Jakarta Project of PT Waskita Karya 2015 xiii + 159 pages, 9 tables, 15 pictures, 6 attachments
ABSTRACT PT Waskita Karya is one of State Owned Enterprises who are competent in the construction service. During 2013 PT Waskita Karya cases of occupational accidents increased by seven time and there were 19 cases of accidents that occur in Cibis Tower 9 Project. PT Waskita Karya applying risk assessment to prevent the accidents . The implementation of risk assessment known were not done properly in terms of time, the process, revision and communication to employers. The study is a qualitative research to find the cause of problem in the implementation if risk assessment at PT Waskita Karya Cibis Tower 9 Project 2015. Type of data used is primary data by observation and interviews, adn secondary data by document review. The causes of problem is analyzed by using Management Oversight and Risk Tree (MORT) on Task Specific Risk Assessment LTA. The result showed that causes inaccurate implementation of risk assessment is the information systems, timing of risk analysis, scope of risk analysis, implementing risk analysis, hazard identification, suitability of the hierarchy control, directive of equipment used, and suitability to different situations. Based on the research, Waskita’s Project Cibis Tower 9 advised to change the system time meeting and make a shift for safety morning, carrying out risk assessment according to existing procedures and reviewed periodically, communicate the results of the risk assessment to the Head of Project and related divisions, provide a training on risk assessment to personnel, monitoring the implementation of the risk assessment made in order to undetected errors in hazard prioritizing, scheduling supervisor to workers in the field. Reading List: 46 (2003 – 2014) Keywords: Analysis Risk Assessment, MORT
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN LEMBAR PERSETUJUAN Judul Skripsi
ANALISIS PELAKSANAAN RISK ASSESSMENT PADA PROYEK CIBIS TOWER 9 JAKARTA SELATAN PT WASKITA KARYA TAHUN 2015
Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 September 2015 Oleh Ridanti Lenggo Geni NIM. 1111101000088
Pembimbing I
Pembimbing II
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
Fase Badriah, Ph.D
NIP. 19530730 198011 1 001
NIP. 19710605 200604 2 012
iv
PANITIA SIDANG SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RIDANTI LENGGO GENI NIM: 1111101000088 LEMBAR PENGESAHAN
Jakarta, 30 September 2015 Penguji I,
Ratri Ciptaningtyas, MHS NIP: 19840404 200912 2 007 Penguji II,
Dr. Iting Shofwati, ST. MKKK NIP: 19760808 200604 2 003 Penguji III,
Ir. Rulyenzi Rasyid, M.Si, M.KKK
v
CURRICULUM VITAE PERSONAL DETAILS Name
: Ridanti Lenggo Geni
Place of Birth
: Jakarta
Date of Birth
: March, 17th 1994
Gender
: Female
Address
: Kp.Kelapa RT04/05 No.39 Kel. Rawapanjang, Kec. Bojonggede. Kab. Bogor
No. Telephone
: 085692540253
Email
:
[email protected]
EDUCATIONAL BACKGROUND Formal Education 2011 – 2015
: Bachelor Degree of Public Health Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Faculty of Medicine
and Health Science 2008 – 2011
: SMA Negeri 5 Depok
2005 – 2008
: SMP Negeri 1 Depok
1999 – 2005
: SD Negeri Citayam 04
Informal Education 2006 – 2009
: Language Institute and Professional Education PEC
ORGANIZATIONAL EXPERIENCE 2006– 2008
: Anggota Paskibra SMP Negeri 1 Depok
2006– 2008
: Bendahara Pramuka SMP Negeri 1 Depok
2009 – 2010
: Anggota Osis SMA Negeri 5 Depok
2008 –2011
: Sekertaris Paskibra SMA Negeri 5 Depok
2009 –2010
: Anggota Tari Tradisional SMA Negeri 5 Depok
2010 –2011
: Anggota Bulutangkis SMA Negeri 5 Depok
2011 – 2014
: Bendahara Tari Saman FKIK UIN Jakarta
2013 – 2014
: Manager Finance FSK3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya maka
penulis mampu merampungkan
skripsi
yang berjudul
“Analisis
Pelaksanaan Risk Assessment Pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015”. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Keluarga tercinta Mama Isnaeni Nasaroh, Papa Ery Supridha dan Adinda Retno Sekar Hutami yang dengan doa, restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu.. 2. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku pembimbing I yang telah memberi arahan dan masukan kepada penulis. 5. Ibu Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing II yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi. 6. Bapak Asi Samosir selaku sekretaris K3LMP Proyek Cibis Tower 9 Cilandak yang memberikan informasi serta arahan selama kegiatan turun lapangan berlangsung. 7. Pak Gallang Wicaksono, Pak Majuandi Situmorang dan Ibu Nidaa A’diilah selaku staff K3LMP yang senantiasa memberikan ilmu dan pengalaman berarti mengenai K3. 8. Para penguji skripsi, Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, Ibu Dr. Iting Shofwati, MKKK dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK yang senantiasa memberi masukan demi perbaikan penyusunan skripsi.
vii
9. Seluruh informan dari Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya yang telah memberikan banyak informasi terkait penelitian. 10. Kawan Sholihah dan anggota Bukan 5cm yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis. 11. Kawan Peminatan K3 angkatan 2011 yang senantiasa memberi semangat dalam menyusun skripsi. 12. Rekan-rekan Kesehatan Masyarakat angkatan 2011 yang selalu berbagi informasi terkait penyusunan skripsi. 13. Pihak lainnya yang sudah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, rekan mahasiswa, instansi pendidikan serta perusahaan terkait. Terimakasih atas perhatiannya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 4 September 2015
Ridanti Lenggo Geni
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ iv LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... v CURRICULUM VITAE ............................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix DAFTAR BAGAN.................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv DAFTAR ISTILAH .................................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A.
Latar Belakang............................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C.
Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 5
D.
Tujuan ............................................................................................................ 5 1.
Tujuan Umum ........................................................................................ 5
2.
Tujuan Khusus ....................................................................................... 5
E.
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6 1.
Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ..................................... 6 ix
2.
Bagi Proyek Cibis dan PT Waskita Karya ............................................. 6
3.
Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................... 7
F.
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8 A.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................................................ 8
B.
Kecelakaan Kerja.......................................................................................... 8 1.
Kecelakaan Kerja Konstruksi ................................................................. 9
2.
Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja ............................ 9
C.
Teori Penyebab Kecelakaan Kerja .............................................................. 11 1.
Teori Domino ....................................................................................... 12
2.
ILCI Loss Causation Model ................................................................. 13
3.
Fault Tree Analysis .............................................................................. 16
4.
Management Oversight and Risk Tree (MORT) ................................. 16
D.
E.
Manajemen Risiko ....................................................................................... 19 1.
Tahapan Manajemen Risiko ................................................................. 20
2.
Risk Assessment .................................................................................... 21
3.
Cabang Risk Assessment dalam MORT ............................................... 25 Kerangka Teori ............................................................................................ 36
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ........................................ 37 A.
Kerangka Pikir ............................................................................................. 37
B.
Definisi Istilah ............................................................................................. 40
x
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 42 A.
Jenis Penelitian ............................................................................................ 42
B.
Lokasi dan Waktu ........................................................................................ 42
C.
Informan Penelitian ..................................................................................... 42 1.
Informan Utama ................................................................................... 43
2.
Informan Pendukung ............................................................................ 43
D.
Instrumen Penelitian .................................................................................... 45
E.
Pengumpulan Data....................................................................................... 45
F.
Analisis Data dan Pengolahan Data ............................................................ 47
G.
Penyajian Data ............................................................................................. 48
BAB V HASIL PENELITIAN................................................................................... 49 A.
B.
Gambaran Umum Perusahaan dan Proyek .................................................. 49 1.
Sejarah Perkembangan PT Waskita Karya (Persero) ........................... 49
2.
Visi dan Misi Perusahaan ..................................................................... 50
3.
Kebijakan K3 ....................................................................................... 50
4.
Jenis Kegiatan Usaha ........................................................................... 51
5.
Gambaran Area Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ................................. 53
6.
Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ........................... 54
7.
Sistem Manajemen K3LMP Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ............. 55 Karakteristik Informan ................................................................................ 55
xi
C.
Gambaran Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 ..................................................... 57 D.
Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 ............................. 62 E.
Pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 .................................................... 102 BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 104 A.
Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 104
B.
Pembahasan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 .................................................... 104 C.
Pembahasan Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment
pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 ...... 110
D.
1.
Cabang Task Spesific Risk Analysis ................................................... 110
2.
Cabang Recommended Risk Controls LTA ........................................ 123 Pembahasan Pohon MORT Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 ............................ 134 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 140 A.
Simpulan .................................................................................................... 140
B.
Saran .......................................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 144 DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ 152
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Cabang Utama Pohon MORT ............................................................. 18 Bagan 2. 2 Tahapan Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004............................... 21 Bagan 2. 3 Cabang Risk Assessment MORT ....................................................... 27 Bagan 2. 4 Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed..................... 28 Bagan 2. 5 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ..................................... 34 Bagan 2. 6 Kerangka Teori ................................................................................... 36 Bagan 3. 1 Kerangka Pikir.....................................................................................39 Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak...........................54 Bagan 5. 2 Alur Proses Risk Assessment K3LMP ............................................... 59 Bagan 5. 3 Pohon MORT pelaksanaan risk assessment ..................................... 102 Bagan 6. 1 Proses Manajemen Risiko AS / NZS 4360 : 2004.............................106
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perbandingan Teori Kecelakaan Kerja ................................................ 19 Tabel 2. 2 Arti Simbol dalam MORT ................................................................... 35 Tabel 2. 3 Kode Warna Pohon MORT.................................................................. 35 Tabel 3. 1 Definisi Istilah.......................................................................................39 Tabel 4. 1 Informan Penelitian .............................................................................. 43 Tabel 4. 2 Triangulasi Sumber .............................................................................. 44 Tabel 4. 3 Triangulasi Teknik ............................................................................... 46 Tabel 5. 1 Karakteristik Informan..........................................................................56 Tabel 5. 2 Tanggung Jawab Pelaksana Risk Assessment ..................................... 76
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Teori Domino ................................................................................... 12 Gambar 2. 2 Teori ILCI Loss Causation Model ................................................... 14 Gambar 5. 1 Lokasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ........................................53 Gambar 5. 2 Lembar Persetujuan Hasil Risk Assessment .................................... 60 Gambar 5. 3 Prosedur Persetujuan Hasil Penilaian Risiko ................................... 60 Gambar 5. 4 Topik Toolbox Meeting ................................................................... 65 Gambar 5. 5 Absensi Safety Morning ................................................................... 68 Gambar 5. 6 Revisi Hasil Risk Assessment .......................................................... 70 Gambar 5. 7 Form Hasil Risk Assessment Proyek Cibis Tower 9 ....................... 75 Gambar 5. 8 Form Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan Pengendalian Risiko .............................................................................................. 80 Gambar 5. 9 Matriks Penilaian Tingkat Risiko ..................................................... 82 Gambar 5. 10 Matriks Penentuan Pengendalian ................................................... 83 Gambar 5. 11 Contoh Pengendalian Risiko .......................................................... 85 Gambar 5. 12 Instruksi Kerja Alat Pelindung Diri ............................................... 95 Gambar 5. 13 Form Bukti Pelanggaran K3LMP .................................................. 99
xv
DAFTAR ISTILAH
K3LMP
:
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja,
Lingkungan,
Mutu,
Pengamanan HIRADC
: Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control
BUMN
: Badan Usaha Milik Negara
BPJS
: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
IADL
: Identifikasi Aspek Dampak Lingkungan
AMDAL
: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
HSE
: Health Safety and Environment
ISO
: International Organization for Standardization
OHSAS
: Occupational Health and Safety Assessment Series
APD
: Alat Pelindung Diri
AS/NZS
: Australia/New Zealand Standard
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam sebuah industri merupakan bagian yang sangat penting. Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan, hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja (Kani, 2013). Jumlah kecelakaan di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan ASEAN. Pada tahun 2010, 32% dari kasus kecelakaan kerja yang terjadi di sektor konstruksi melibatkan semua jenis proyek kerja seperti pembangunan jalan, jembatan, terowongan dan bendungan. Kecelakaan kerja sektor konstruksi menempati presentase tertinggi yakni 32%, diikuti dengan sektor industri 31,60%, sektor transportasi 9,30%, sektor kehutanan 3,80%, sektor pertambangan 2,60% dan lain-lain 21% (Jamsostek, 2011). Dibandingkan dengan sektor pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan, sektor konstruksi menjadi perhatian karena terus mendaftarkan tingkat korban kecelakaan kerja tertinggi (Camino López dkk., 2008). Pada Industri konstruksi pekerja menghadapi bahaya dan risiko kerja 2 - 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja-pekerja lain pada umumnya (Sucita dan Broto, 2011). Bahaya dan risiko K3 dapat diketahui dengan melakukan identifikasi bahaya dan risiko K3 yang memungkinkan terjadinya kerugian (Rijanto, 2012). Terdapat berbagai risiko tinggi dalam industri konstruksi seperti tertimpa material, tersengat listrik, terjatuh dari ketinggian
1
2
(Adiyanto dan Irawan, 2013). Hal ini sejalan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia. Angka
kecelakaan
kerja
di
Indonesia
menurut
data
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada tahun 2013 diketahui kecelakaan kerja menimpa sebanyak 192.911 orang (BPJS Ketenagakerjaan, 2013). Di Indonesia, angka kecelakaan kerja tertinggi terdapat pada sektor konstruksi. Hampir 32% kasus kecelakaan kerja yang ada di Indonesia pada tahun 2010 terjadi di sektor konstruksi yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek gedung, jalan, jembatan, terowongan, irigasi bendungan dan sejenisnya (Jamsostek, 2011). Perseroan Terbatas (PT) Waskita Karya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Dilihat dari aspek keselamatan kerja, tingkat kecelakaan kerja di PT Waskita Karya meningkat sebanyak 7 kali dalam proyek yang sedang dikerjakan selama tahun 2013 (PT Waskita Karya, 2013). PT
Waskita
Karya
menaungi
beberapa proyek di Indonesia, salah satunya proyek yang sedang berjalan periode tahun 2014-2015 adalah Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan. Kecelakaan kerja pada Proyek Cibis Tower 9 tercatat sebanyak 19 kecelakaan sejak September 2014 sampai dengan akhir Juli 2015 (Laporan Bulanan Proyek Cibis Tower 9, 2015). Salah satu langkah untuk menghindari terjadinya kecelakaan dengan melakukan risk assessment untuk seluruh proses pekerjaan yang ada pada proyek konstruksi (Pinto dkk., 2011). Risk assessment merupakan upaya untuk menghitung besarnya suatu risiko dan menetapkan kemungkinan risiko
3
tersebut dapat diterima atau tidak (Bachtiar dan Sulaksmono, 2013). Risk assessment dilakukan untuk memisahkan risiko kecil dengan risiko yang besar dan menyediakan data evaluasi dan perbaikan risiko (Brown, 2014). Selain itu risk assessment menjadi syarat penyusunan Program K3 yang kemudian digunakan untuk merencanakan dan melakukan tindakan pengendalian dan pencegahan risiko (Labombang, 2011). Pelaksanaan risk assessment dapat dianalisis dengan menggunakan Task Spesific Risk Assessment LTA (Less Than Adequate) dan Task Spesific Risk Assessment Not Performed yang merupakan cabang dari teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT) dalam menyelidiki kecelakaan dan mengevaluasi program keselamatan yang tersedia (Ericson, 2005). Pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed digunakan untuk menganalisis risk assessment yang tidak dilaksanakan sedangkan Task Spesific Risk Assessment LTA membahas ketidaktepatan pelaksanaan risk Assessment (Noordwijk Risk Initiative, 2009). Pada penelitian Pratiwi tahun 2014 mengenai analisis penyebab masalah dalam pelaksanaan risk assessment pada pekerjaan Direktorat Produksi PT Dirgantara Indonesia, untuk menganalisis pelaksanaan risk assessment berdasarkan teknik MORT yaitu terletak pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA yang akan menjadi fokus analisis untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pada pelaksanaan risk assessment. Langkah awal dalam menerapkan sistem manajemen K3 adalah dengan melakukan risk assessment. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya telah berupaya
4
melaksanakan risk assessment dengan adanya prosedur Penilaian Risiko (Risk Assessment) dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01, serta hasil risk assessment dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01-01. Pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya diketahui tidak dilakukan di waktu yang tepat, belum sesuai alur proses penilaian risiko, ketidaktepatan juga meliputi revisi dokumen, identifikasi bahaya serta tidak dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja atau karyawan lain termasuk pimpinan. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan analisis pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diketahui bahwa PT Waskita Karya pada tahun 2013 kasus kecelakaan kerja meningkat sebanyak 7 kali serta terdapat 19 kecelakaan pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan sejak September 2014 sampai dengan akhir Juli 2015. Untuk mencegah agar kecelakaan tersebut tidak terjadi PT Waskita Karya melakukan risk assessment. Pelaksanaan Risk Assessment dibuktikan dengan adanya prosedur Penilaian Risiko (Risk Assessment) dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01 akan tetapi diketahui pelaksanaan Risk Assessment tidak dilakukan dengan tepat, baik dari segi waktu, alur proses, revisi, pengumpulan informasi serta komunikasi kepada pekerja. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan analisis pelaksanaan risk assessment dengan Task Spesific Risk Assessment pada
5
Teknik MORT pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana mengetahui gambaran umum PT Waskita Karya dan Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan Tahun 2015? 2. Bagaimana pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015? 3. Apakah yang menyebabkan ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dari cabang Task Spesific Risk Analysis LTA pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015? 4. Apakah yang menyebabkan ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dari cabang Recommended Risk Controls LTA pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015? 5. Bagaimana gambaran pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015? D. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran umum PT Waskita Karya dan Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan Tahun 2015. b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015.
6
c. Untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dari cabang Task Spesific Risk Analysis LTA pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. d. Untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dari cabang Recommended Risk Controls LTA pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. e. Untuk mengetahui gambaran pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tambahan untuk civitas akademik program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai pelaksanaan risk assessment pada kegiatan konstruksi. 2. Bagi Proyek Cibis dan PT Waskita Karya Hasil penelitian dapat menjadi informasi dan rekomendasi untuk perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki pelaksanaan risk assessment pada kegiatan konstruksi PT Waskita Karya.
7
3. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana meningkatkan kompetensi peneliti dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai pelaksanaan risk assessment pada kegiatan konstruksi. Bagi penelitian selanjutnya dapat menjadi referensi untuk meneliti risk assessment pada cabang Task spesific not performed yang tidak digunakan dalam penelitian ini, selain itu juga dapat dilakukan penelitian terkait penyebab kecelakaan kerja dengan teori yang sama yakni MORT pada cabang lainnya. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini
bersifat
kualitatif
untuk
mengetahui
penyebab
ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari tahun 2015 sampai dengan September tahun 2015. Data penelitian didapatkan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan observasi dan wawancara informan, sedangkan data sekunder didapatkan dengan cara telaah dokumen terkait risk assessment. Penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dianalisis dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT) pada cabang Task Spesific Risk Assessment.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 menurut PP RI No. 50 Tahun 2012 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai segala daya dan upaya serta pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja (Depnaker, 2005). B. Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah suatu insiden yang menyebabkan cidera, sakit penyakit atau kematian (OHSAS 18001, 2007). Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Menakertrans, 2012).
8
9
1. Kecelakaan Kerja Konstruksi Menurut Permen PU Nomor 05/PRT/M/2014, pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup bangunan gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan elektrikal serta jasa pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain dalam jangka waktu tertentu. Kecelakaan kerja konstruksi merupakan kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja pada seluruh kegiatan dalam pekerjaan konstruksi baik dalam rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang disingkat K3 Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi. 2. Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja adalah kelemahan sistem manajemen K3, kondisi – kondisi yang membahayakan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti penempatan mesin dan bahan – bahan yang mengganggu, lingkungan pekerjaan yang kurang mendukung, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja. Selain itu, tindakan
yang
membahayakan
seperti
kurangnya
pengetahuan
keterampilan pelaksana, cacat tubuh yang tidak kentara, keletihan dan
10
kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang tidak sempurna juga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Srijayanti dkk., 2013). Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja adalah kelemahan sistem manajemen K3 (Srijayanti dkk., 2013). Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3 yang diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi. Jika tidak ada bahaya dan risiko, maka upaya K3 tidak diperlukan dan sebaliknya manajemen K3 diperlukan sebagai antisipasi terhadap adanya bahaya dan risiko (Ramli, 2010). a. Bahaya Bahaya adalah segala sesuatu atau kondisi yang berpotensi menyebabkan kecelakaan atau membahayakan kesehatan atau sumber potensial yang dapat merusak energi (Taylor, 2004). Banyak definisi mengenai bahaya, namun istilah ini akan menjadi sangat umum saat dibicarakan pada keselamatan dan kesehatan ditempat kerja dimana suatu bahaya (hazard) bisa menjadi sumber dari potensi kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi sesuatu atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu dtempat kerja (workplace)
(CCOHS,
2009).
Keberadaan
bahaya
dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan (Ramli, 2010).
11
b. Risiko Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau konsekuensi yang dapat ditimbulkannya (AS/NZS 4360, 2004). Risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan suatu cidera atau sakit penyakit yang dapat disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (OHSAS 18001, 2007). Risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar. Oleh karena itu, risiko dalam organisasi sangat beragam sesuai dengan sifat, lingkup, skala, dan jenis kegiatannya. Risiko juga menggambarkan besarnya potensi bahaya untuk dapat menimbulkan insiden atau cidera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan dan
keparahan
yang
diakibatkannya,
sehingga
diperlukan
manajemen risiko sebagai bentuk pengelolaan manajemen K3 yang baik (Ramli, 2010) C. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
12
1. Teori Domino
Gambar 2. 1 Teori Domino Heinrich mengemukan sebuah teori yang dikenal sebagai “Teori Domino”. Dalam teorinya tersebut dinyatakan mengenai lima faktor yang terjadi secara berurutan dan berakhir dengan suatu kerugian. Lima faktor tersebut adalah (Stranks, 2007): a. Kebiasaan atau lingkungan sosial (uncestry or social environment). Kebiasaan merupakan karakter sifat individu seperti sombong, keras kepala, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan sosial yang mempengaruhi terbangunnya karakter sifat tersebut. b. Kesalahan manusia (Fault by the person) meliputi: Keterampilan dan pengetahuan pekerja yang minim, masalah fisik dan mental, motivasi yang minim atau salah penempatan, perhatian yang kurang. c. Kondisi tidak aman dan atau tindakan tidak aman (unsafe condition and or unsafe action). Tindakan tidak aman seperti berdiri di bawah tumpukan barang, menyalakan mesin tanpa memperhatikan
13
peringatan, memindahkan alat pengaman dan lain-lain. Sedangkan kondisi tidak aman seperti peralatan yang tidak dilengkapi pengaman, pencahayaan yang kurang, dan hal lainnya yang secara langsung menyebabkan kecelakaan. d. Kecelakaan (accident) kejadian seperti terjatuh, oleh objek yang melayang dan lain-lain yang mana kecelakaan tersebut dapat menyebab cedera. e. Cidera atau kerusakan peralatan (loss/injury) Patah tulang, luka, dan lain-lain yang mana merupakan cedera akibat kecelakaan. Salah satu kesulitan/kendala dari penggunaan teori Heinrich ini adalah model tersebut masih terlalu luas dan dapat diartikan dalam banyak cara. Model ini tidak menyediakan gambaran umum atau klasifikasi yang dapat dijadikan dasar penelitian ilmiah. Model ini juga melibatkan faktor perilaku manusia, dan faktor mekanik atau fisik dalam klasifikasi yang sama (Stranks, 2007). 2. ILCI Loss Causation Model The International Loss Control Institute mengembangkan suatu sistem pencegahan kerugian yang disebut sebagai ILCI Loss Causation Model yang juga mengacu pada urutan peristiwa yang akan berakibat pada kerugian. Pada buku Practical Loos Control leadershift (1986), Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. Urutan kejadian tersebut adalah (Sklet, 2004) :
14
Gambar 2. 2 Teori ILCI Loss Causation Model a. Kurang Pengendalian/ Kontrol Kontrol merupakan salah satu diantara fungsi manajemen yang penting meliputi, perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengontrolan. Seseorang secara propesional memimpin perusahaan mengetahui tentang program keselamatan/loss control, mengetahui standar-standar,
memimpin
karyawan
guna
mencapai
standar,
mengukur kinerja dirinya sendiri dan orang lain, mengevaluasi hasil dan keperluan, mengomentari dan mengoreksi guna pengembangan kinerja. Tanpa itu, rangkaian kecelakaan berawal dan menyebabkan faktor-faktor penyebab yang berkelanjutan mengarah pada kerugian. Tanpa pengontrolan manajemen memadai, penyebab kecelakaan dan pengaruh rangkaian di mulai dan tanpa koreksi, mengarah pada kerugian. b. Penyebab Dasar Penyebab dasar adalah akar masalah, penyebab nyata setelah gejala-gejala, alasannya mengapa terjadi tindakan dan kondisi tidak standar, faktor yang bila dikenali membuat pengendalian manajemen yang berarti. Seringkali mengacu pada berbagai sumber penyebab
15
diantaranya penyebab dasar, penyebab tidak langsung dan penyebab utama. Penyebab dasar juga membantu menjelaskan mengapa timbul kondisi yang tidak standar. c. Penyebab Langsung Penyebab langsung kecelakaan merupakan suatu kejadian yang terjadi sebelum terjadi kontak, biasanya dapat dilihat. Keadaan ini biasanya disebut keadaan dan tindakan tidak aman. d. Insiden/ Kejadian Insiden disebabkan adanya suatu kontak dengan sumber nergi yang melampaui ambang batas dari yang seharusnya diterima oleh tubuh atau benda. Setiap kali timbul potensi kecelakaan maka selalu terbuka kemungkinan
terjadinya
suatu
kontak/kejadian,
baik
yang
mengakibatkan kerugian atau tidak. Bilamana tenaga yang dipindahkan terlalu banyak, menyebabkan seseorang cidera/luka atau kerugian harta benda, yang disebabkan karena energy kinetic, listrik, panas, radiasi, kimia dan lain-lain. e. Kerugian/ Loss Akibat dari kecelakaan adalah kerugian berupa cidera ringan bahkan kematian pada karyawan/pekerja, kerusakan peralatan, kerugian harta benda atau kerugian proses produksi. Jenis dan derajat kerugian sebagian
tergantung
hal-hal
yang
dilakukan
untuk
mengurangi/memperkecil resiko kerugian. Konsep tentang kontrol kerugian yang dikemukakan oleh Frank. E. Bird dan George Germani merupakan penyesuaian dari model yang dikemukakan oleh H.W
16
Heinrich, pada tahun 1969 di Amerika Utara menyimpulkan tentang formula 1-10-30-600, dapat diartikan bahwa setiap adanya suatu kejadian cidera berat seperti fatality, cidera kehilangan jam kerja selalu ada kurang lebih 30 property damage, serta 600 kajian yang tidak terlihat adanya cidera atau kerusakan material (termasuk neermiss incident). 3. Fault Tree Analysis Fault
Tree
Analysis
(FTA)
merupakan
deduktif
untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya bahaya dengan pendekatan bersifat top-down, dengan memulai analisis dari kejadian yang tidak diinginkan atau kerugian yang terjadi kemudian menganlisa penyebab dari kejadian tersebut yang dideskripsikan dalam bentuk sebuah pohon kesalahan (fault tree) (Stranks, 2007). FTA adalah daftar peristiwa kegagalan, suatu metode model grafik dan logika dengan kombinasi kejadian yang memungkinkan yaitu rusak atau baik, yang terjadi dalam sistem (Susanto, 2010). Terdapat 5 tahapan untuk melakukan analisa dengan FTA, yaitu: a. Mendefinisikan masalah dan kondisi batas dari sistem yang ditinjau b. Penggambaran model grafis Fault Tree c. Mencari minimal cut set dari analisa Fault Tree d. Melakukan analisa kualitatif dari Fault Tree e. Melakukan analisa kuantitatif dari Fault Tree 4. Management Oversight and Risk Tree (MORT) Management Oversight and Risk Tree (MORT) merupakan sebuah prosedur untuk menganalisis serta menyelidiki penyebab dan faktor yang
17
berkontribusi atas kejadian kecelakaan dan insiden (Noordwijk Risk Initiative, 2009). Secara luas pendekatan manajemen untuk menemukan penyebab kecelakaan adalah dengan sistem MORT. Pendekatan MORT merupakan mata rantai penyebab dari level pekerja hingga level manajemen tingkat atas (Oakley, 2003). Metode MORT adalah sebuah pernyataan logika dari sebuah fungsi yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk mengatur risiko secara efektif. MORT dapat diaplikasikan di berbagai industri yang berbeda. Filosofi MORT menyatakan bahwa cara yang paling efektif mengatur keselamatan adalah menyatukannya ke dalam manajemen bisnis dan pengendalian operasi. MORT sering digunakan sebagai alat untuk menyelidiki kecelakaan dan mengevaluasi program keselamatan yang ada (Ericson, 2005). MORT menjadi prosedur analisis yang komprehensif yang menyediakan metode disiplin untuk menentukan penyebab dan faktorfaktor utama yang berkontribusi kecelakaan. Secara total, sekitar 1.500 peristiwa dasar tercakup oleh bagan MORT. Di bagian bawah, MORT terdiri dari kumpulan pertanyaan. Kriteria yang memandu keputusan apakah peristiwa dan kondisi tertentu yang memuaskan atau kurang memadai berasal dari pertanyaan-pertanyaan ini. Bagan MORT pada dasarnya adalah bagan logika yang rumit. Bagan MORT bagan sangat efektif dalam menjamin perhatian pada akar penyebab yang mendasari manajemen bahaya (International Crisis Management Association, 2014).
Bagan 2. 1 Cabang Utama Pohon MORT
18
19
Tabel 2. 1 Perbandingan Teori Kecelakaan Kerja Teori Domino
Kelebihan
Kekurangan -
-
Spesifik
-
Bisa digunkan untuk semua sektor industri
-
Kecelakaan bersumber pada genetika pekerja
-
Dilakukan oleh ahli
-
Hanya
Mencakup model sekuensial, pengolahan dan informasi oleh manusia
ILCI
-
Spesifik
-
Bisa digunakan untuk semua
menganalisis
sektor industri
sampai level manajemen
-
FTA
Fokus
pada
tindakan
dan
mampu penyebab
perusahaan
kondisi tidak aman
-
Dilakukan oleh ahli
-
Bersifat terbuka
-
Dilakukan oleh ahli
-
Segala kemungkinan penyebab -
Tidak memiliki dasar teori
mempunyai
kecelakaan kerja
peluang
yang
sama untuk dipilih
-
Pengguna harus memiliki pengalaman dan terlatih
MORT
-
Model sekuensial (Memiliki daftar
Dilakukan oleh ahli
penyebab-penyebab
yang telah ditentukan) -
Bersifat deduktif
-
Memiliki pedoman pertanyaan
Sumber: (Katsakiori dkk, 2009)
D. Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah yang telah dirumuskan dengan baik, mempunyai urutan (langkah-langkah) dan membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan melihat risiko dan dampak yang dapat ditimbulkan. Manajemen risiko merupakan
20
metode
yang
sistematis
yang
terdiri
dari
menetapkan
konteks,
mengidentifikasi, meneliti, mengevaluasi, perlakuan, monitoring dan mengkomunikasikan risiko yang berhubungan dengan aktivitas apapun, proses atau fungsi sehingga dapat memperkecil kerugian perusahaan (AS/NZS 4360, 2004). 1. Tahapan Manajemen Risiko Langkah
awal
mengembangkan
manajemen
risiko
adalah
menentukan konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3, juga diperlukan penentuan konteks yang akan dikembangkan, misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, dan lain sebagainya. Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen risiko untuk aktifitas rumah sakit, industri kimia, kilang minyak, dan bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi hazard, analisis, dan
evaluasi
risiko
serta
menentukan
langkah
atau
straregi
pengendaliannya. Proses manajemen risiko harus dilakukan secara komprehensif dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Proses manajemen risko digambarkan sebagai berikut (AS/NZS 4360, 2004):
21
Bagan 2. 2 Tahapan Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004 2. Risk Assessment Risk assessment adalah metode sistematis untuk menentukan risiko dari suatu aktivitas dapat ditoleransi atau tidak. Risk assessment akan bermanfaat jika hasil risiko yang telah teridentifikasi dan diprioritaskan tersebut
ditindaklanjuti
dengan
cara
mengelola
(mengendalikan/
memperlakukan) risiko tersebut dengan baik. Tujuannya adalah memberikan masukan untuk keputusan tentang apakah risiko perlu dikendalikan dan strategi pengendalian risiko yang tepat dan hemat biaya. Risk assessment melibatkan pertimbangan sumber risiko, keparahan dan kemungkinan terjadinya. Pengendalian sendiri berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang posistif (AS/NZS 4360, 2004).
22
Dalam melaksanakan identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko harus dilakukan oleh pekerja yang mempunyai kompetensi yang ditetapkan. Orang yang menganalisis risiko harus memiliki pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk menemukan bahaya. Melibatkan
pekerja
akan
membantu
meminimalkan
kelalaian,
memastikan kualitas analisis dan memperdalam analisis untuk solusi. Ada berbagai pendekatan dalam menggambarkan kemungkinan dan keparahan suatu risiko baik secara kualitatif, semi kuantitatif atau kuantitatif (AS/NZS 4360, 2004). a.
Penilaian risiko dengan analisis kualitatif Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif
untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan. Dalam metode analisis kualitatif terdapat 2 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu:(AS/NZS 4360, 2004): 1) Konsekuensi Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan dari efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan. 2) Kemungkinan Kemungkinan adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan.
23
Tingkat risiko pada analisis kualitatif merupakan hasil perkalian nilai variabel konsekuensi dan kemungkinan dari risiko-risiko keselamatan kerja yang terdapat pada setiap tahapan pekerjaan. b.
Penilaian risiko dengan analisis kuantitatif Analisis kuantitatif menggunakan hasil perhitungan numerik untuk
tiap konsekuensi dan tingkat kemungkinan dengan menggunakan variasi, seperti:
Catatan-catatan terdahulu
Pengalaman kejadian yang relevan
Literatur-literatur yang beredar dan relevan
Marketing tes dan penelitian pasar
Percobaan-percobaan dan prototype
Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko lainnya. c.
Penilaian risiko dengan analisis semi kuantitatif Pada analisis semikuantitatif penilaian numerik diberikan kepada
tingkat likelihood dan consequences berdasarkan penilaian subyektif. Nilai tersebut tidak mencerminkan secara tepat ukuan relatif dari penilaian deskriptif. Analisis semi kuantitatif menghasilkan prioritas yang lebih rinci dibandingkan dengan analisis kualitatif karena risiko di agi menjadi beberapa kategori. Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode analisis kualitatif, perbedaannya terletak pada uraian atau deskripsi dari parameter yang ada pada analisis semi kuantitatif
24
dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Analisis semi kuantitatif mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi dari paparan dengan probabilitas terjadinya risiko (AS/NZS 4360, 2004). Hasil
dari
analisis
risko
kemudian
di
evaluasi
dengan
membandingkan nilai risiko yang diperoleh dengan kriteria risiko yang ditentukan apakah risiko yang di analisis dapat diterima atau tidak. Jika risiko masih berada di atas batas yang dapat diterima, harus dilakukan langkah pengendalian (Ramli, 2010). Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi risikonya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Dalam menentukan pengendalian harus mempertimbangkan hirarki pengendalian, sebagai berikut (Ramli, 2010) : 1) Eliminasi Eliminasi
merupakan
teknik
pengendalian
dengan
menghilangkan sumber bahaya. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan. 2) Subtitusi Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahay dengan yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya.
25
3) Pengendalian Teknis Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau saran teknis yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman. 4) Pengendalian Administratif Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi kerja atau pemeriksaan kesehatan. 5) Penggunaan Alat Pelindung Diri Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernapasan, pelindung jatuh dan pelindung kaki. Dalam konsep K3 penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena APD bukan untuk mencegah kecelakaan namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan. 3. Cabang Risk Assessment dalam MORT Tujuan dari MORT adalah untuk merumuskan sistem manajemen keselamatan yang ideal berdasarkan sintesis terbaik elemen program keselamatan sehingga tersedia teknik manajemen keselamatan. MORT digunakan sebagai alat praktis dalam penyelidikan kecelakaan dan evaluasi program keselamatan yang ada (Ericson, 2005). Pertanyaan-
26
pertanyaan di MORT memiliki urutan tertentu, yang dirancang untuk membantu mengklarifikasi fakta-fakta seputar insiden. Struktur MORT menyerupai sebuah pohon dan berasal dari fault tree (pohon kegagalan). Dilihat dari struktur pohon MORT, kerugian akibat kecelakaan dan insiden timbul dari dua sumber yang berbeda. Sumber pertama berasal dari risiko yang sudah diidentifikasi lalu risiko tersebut diterima dengan pengelolaan yang benar (assumed risk) dan sumber kedua berasal dari risiko yang belum dikelola dengan benar. Sumber kedua ini dimasukkan sebagai kelalaian (oversight and omission). Bagan MORT berperan sebagai daftar yang memungkinkan untuk berkonsentrasi pada isu-isu terungkap melalui proses. Bagan MORT dasar dapat digunakan untuk memfasilitasi dan memeriksa proses identifikasi bahaya secara keseluruhan (International Crisis Management Association, 2014). Bagan MORT memiliki dua kegunaan langsung yaitu untuk menganalisis manajemen dan faktor organisasi relatif terhadap kecelakaan yang telah terjadi dan untuk mengevaluasi atau mengaudit program keselamatan dalam kaitannya dengan kecelakaan yang signifikan yang memiliki potensi untuk terjadi (ILO, 2011). Untuk
menganalisis
penyebab
masalah
pelaksanaan
risk
assessment berdasarkan teknik MORT yaitu terletak pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA (Less Than Adequate). Cabang Task Spesific Risk
27
Assessment
Not
Performed
membahas tidak terlaksananya
risk
assessment. Sedangkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas ketidaktepatan pelaksanaan risk Assessment.
Bagan 2. 3 Cabang Risk Assessment MORT
Berikut ini penjelasan cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA (Noordwijk Risk Initiative, 2009):
28
a. Task Spesific Risk Assessment Not Performed Pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed membahas tentang risk assessment yang. Permasalahan dapat timbul jika penilaian risiko tidak dilakukan pada pekerjaan yang memiliki risiko tinggi.
Bagan 2. 4 Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed
29
1) Task Analysis Not Required Cabang ini merupakan cabang pertama pada lapisan Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e1. Cabang ini akan membahas apakaah perusahaan mewajibkan pelaksanaan pre-job analysis pada setiap pekerjaan. 2) Task Analysis LTA Cabang ini merupakan cabang kedua pada lapis Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e2. Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis maka cabang ini akan membahas ketepatan job analysis yang ditinjau dari identifikasi bahaya pada setiap langkah proses kerja. 3) Task Analysis Not Made Cabang ini merupakan cabang ketiga pada lapis kelima Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e3. Pada cabang Task Analysis Not Made terdapat empat cabang lagi yang wajib dipertimbangkan sebagai penyebab kegagalan pre-job analysis, yakni: a) Authority LTA Cabang ini merupakan cabang pertama yang menjurus bahwa
kelemahan
risk
assessment
disebabkan
oleh
ketidakahlian analisis menganalisis sebuah pekerjaan. b) Budget LTA Cabang ini merupakan cabang kedua yang menekankan pada aspek pembiayaan untuk pelaksanaan risk assessment.
30
c) Time LTA Cabang ini merupakan cabang yang membahas tentang permasalahan waktu untuk pelaksanaan risk assessment. d) Supervisor Judgement LTA Cabang ini merupakan cabang keempat yang membahas tentang ketidaktepatan supervisor mengambil keputusan dalam pelaksanaan pre-job analysis. b. Task Spesific Risk Assessment LTA Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA merupakan cabang yang akan menjadi fokus analisis untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pada pelaksanaan risk assessment. Berikut merupakan cabang dari Task Spesific Risk Assessment: 1) Task Spesific Risk Analysis LTA Cabang dengan kode D10 ini mempertimbangkan kualitas analisis risiko pekerjaan yang sudah dilakukan. a) Knowledge LTA Cabang
dengan
kode
E4
ini
mempertimbangkan
pengetahuan yang memadai tersedia untuk analisis risiko. i.
Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA Cabang dengan kode F5 ini mempertimbangkan saran dan input pekerja yang memadai digunakan dalam analisis risiko.
31
ii.
Technical Information Systems LTA Cabang dengan kode F6 ini mempertimbangkan analisis risiko pekerjaan cukup didukung oleh sistem informasi teknis.
b) Execution LTA Cabang dengan kode E5 ini mempertimbangkan hal-hal yang memengaruhi kualitas analisis risiko. iii.
Time LTA Cabang dengan kode F7 ini mempertimbangkan waktu yang cukup untuk melakukan analisis risiko.
iv.
Budget LTA Cabang dengan kode F8 ini mempertimbangkan anggaran yang memadai untuk melakukan analisis risiko.
v.
Scope Cabang dengan kode F9 ini mempertimbangkan ruang lingkup dan detail dari analisis risiko pekerjaan yang cukup untuk mencakup semua risiko yang terkait dengan pekerjaan/ proses tersebut.
vi.
Analytical Skill LTA Cabang dengan kode F10 ini mempertimbangkan pengalaman dan keterampilan para pengawas dan peserta lain yang memadai untuk menyelesaikan penilaian risiko pekerjaan yang diperlukan.
32
vii.
Hazard Selection LTA Cabang dengan kode F11 ini menganggap bahaya yang tidak dicantumkan memicu masalah. Temuan bahaya sangat penting untuk kecukupan analisis risiko. - Hazard Identification LTA Cabang dengan kode G1 ini mempertimbangkan kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya. - Hazard Prioritisation LTA Cabang dengan kode G2 ini mempertimbangkan metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi.
2. Recommended Risk Control LTA Cabang
dengan
kode
D11
ini
mempertimbangkan
kecukupan pengendalian yang direkomendasikan oleh penilaian risiko pekerjaan. c. Clarity LTA Cabang
dengan
kode
E6
ini
mempertimbangkan
rekomendasi dari penilaian risiko pekerjaan cukup jelas untuk mengizinkan penggunaannya mudah dan paham. d. Compatibility LTA Cabang pengendalian
dengan yang
persyaratan yang ada.
kode
E7
ini
direkomendasikan
mempertimbangkan kompatibel
dengan
33
e. Testing of Control LTA Cabang
dengan
kode
E8
ini
mempertimbangkan
pengendalian diuji untuk efektivitas sebelum diimplementasikan. f. Directive LTA Cabang dengan kode E9 ini mempertimbangkan arahan untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan. g. Availability LTA Cabang
dengan
kode
E10
ini
mempertimbangkan
pengendalian yang direkomendasikan tersedia untuk digunakan oleh personil yang terlibat. h. Adaptability LTA Cabang
dengan
kode
E11
ini
mempertimbangkan
pengendalian yang direkomendasikan dirancang dengan cara yang memungkinkan mereka untuk secara memadai disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda. i. Use Not Mandatory Cabang
dengan
kode
E12
ini
mempertimbangkan
penggunaan pengendalian yang direkomendasikan adalah wajib.
Berikut ini cabang Task Spesific Risk Assessment LTA:
Bagan 2. 5 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA 34
35
Berikut arti simbol-simbol dalam MORT (Noordwijk Risk Initiative, 2009): Tabel 2. 2 Arti Simbol dalam MORT Simbol
Arti Simbol ini digunakan untuk menyatakan suatu kegagalan atau kelalaian. Simbol ini mendeskripsikan komponen dasar dari sebuah cabang. Simbol ini menyatakan akhir dari sebuah rangkaian tanpa informasi dan solusi yang cukup. Cabang ini baru dapat dianalisis pada cabang Assumed Risk.
Gerbang DAN.
Gerbang ATAU.
Simbol yang digunakan untuk perpindahan ke lokasi lain.
Untuk meninjau proses lebih mudah menggunakan kode warna bagan (Noordwijk Risk Initiative, 2009): Tabel 2. 3 Kode Warna Pohon MORT Warna
Arti
Merah
Masalah ditemukan
Hijau
Isu telah relevan dan dinilai memuaskan
Biru
Menunjukan masalah relevan tetapi tidak memiliki informasi yang cukup untuk menilai masalah besar
36
E. Kerangka Teori Berdasarkan teori MORT yang dikeluarkan Noordwijk Risk Initiative (2009) untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dapat dilihat pada bagan berikut ini: Task Spesific Risk Assessment LTA
c12 Task Spesific Risk Analysis LTA
Rceommended Risk Control LTA
d10
d11
Knowledge LTA
Execution LTA
e4
Use of workers Input LTA
f5
e5
Technical Information System LTA
f6
Compati bility LTA
Clarity LTA e6
e7
Testing of Control LTA
e8
f7
Budget LTA f8
e9
Availabi lity LTA e10
Hazard Selection LTA
Scope LTA
Time LTA
Directive to Use LTA
Analytical Skill LTA
f9 f10
g1
f11
Hazard Identificatio n LTA
Bagan 2. 6 Kerangka Teori
g2
Hazard Prioritisatio n LTA
Adaptabili ty LTA e11
Use Not Mandatory
e12
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Proyek Cibis Tower 9 merupakan kegiatan industri konstruksi yang dalam proses pekerjaanya mengandung sumber bahaya serta risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan. Penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan studi pendahuluan yang menyatakan bahwa pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya diketahui tidak dilakukan di waktu yang tepat, belum sesuai alur proses penilaian risiko, ketidaktepatan juga meliputi revisi dokumen, identifikasi bahaya serta tidak dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja atau karyawan lain termasuk pimpinan. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti melakukan proses analisis pelaksanaan risk assessment dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT). Teknik MORT yang digunakan adalah cabang yang fokus pada risk assessment, yakni cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas pelaksanaan risk assessment yang tidak tepat. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang menjadi fokus analisis pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.
37
38
Peneliti akan menganalisis letak permasalahan dan mencari informasi lebih dalam tentang penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment melalui observasi, wawancara dan telaah dokumen. Penyebab berdasarkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA yaitu Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Control Controls LTA. Pada cabang Task Spesific Risk Analysis LTA, peneliti akan melihat status ada tidaknya ketidaktepatan dari cabang-cabang yang terkait. Kemudian pada cabang Recommended Risk Controls LTA, peneliti juga akan melihat status dari cabang-cabang yang terkait apakah memadai atau belum. Hasil analisis tersebut akan didapatkan output yaitu penyebab tidak tepatnya pelaksanaan risk assessment. Penyebab tersebut akan digambarkan melalui pohon MORT dan pembahasannya sehingga diketahui cabang-cabang manakah yang kurang memadai dalam pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.
Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:
Pelaksanaan risk assessment
Analisis pelaksanaan risk assessment dengan MORT. Task Spesific Risk Assessment LTA: a. Task Spesific Risk Analysis LTA (Use of workers's input, Technical information system, Time, Budget, Scope, Analytical Skill, Hazard identification, Hazard Prioritisation) b. Recommended Risk Controls LTA (Clarity, Compatibility, Testing of control, Directive to use, Availability, Adaptability, Use not mandatory)
Ada tidaknya ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dan penyebabnya
Bagan 3. 1 Kerangka Pikir
39
40
B. Definisi Istilah Tabel 3. 1 Definisi Istilah No 1.
Istilah Pelaksanaan
Definisi
Risk Proses atau cara melaksanakan risk assessment Telaah dokumen,
Assessment
2.
Analisis pelaksanaan assessment
Cara Ukur
risk
Instrumen
Hasil
Daftar dokumen,
Gambaran
dibandingkan dengan teori AS/NZS 4360 Wawancara
Pedoman
pelaksanaan
Tahun 2004 tentang Manajemen Risiko.
wawancara
assessment
Analisis terhadap masalah dalam pelaksanaan Wawancara,
Pedoman
Status ada tidaknya
risk assessment berdasarkan teknik MORT Observasi, Telaah
wawancara,
masalah
cabang Task Spesific Risk Assessment LTA dokumen
Lembar observasi,
cabang Task Spesific
yang terdiri dari 2 cabang utama, yaitu Task
Daftar dokumen
Risk Analysis LTA
risk
pada
Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended
dan
Risk Controls LTA.
Risk Control LTA
a. Cabang Task
Analisa yang mempertimbangkan kualitas risk
Spesific Risk
assessment yang meliputi, Use of workers's
Analysis LTA
input, Technical information system, Time,
Recommended
41
No
Istilah
Definisi Budget,
Scope,
identification,
Cara Ukur
Analytical
Hazard
Skill,
Instrumen
Hasil
Hazard
Prioritisation
pada
Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya. b. Cabang
Analisa yang mempertimbangkan kecukupan
Recommended Risk
pengendalian yang direkomendasikan oleh
Controls LTA
penilaian
risiko
yang
meliputi,
Clarity,
Compatibility, Testing of control, Directive to use,
Availability,
Adaptability,
Use
not
mandatory pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya. 3.
Penyebab tidak tepatnya pelaksanaan Risk Assessment
Hal yang menyebabkan pelaksanaan risk assessment tidak terlaksana secara tepat.
Wawancara, Observasi, Telaah dokumen
Pedoman Wawancara, Lembar Observasi, Daftar Dokumen
Hal-hal yang menyebabkan tidak tepatnya pelaksanaan risk assessment
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang biasanya digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti berperan sebagai instrumen (Sugiyono, 2009). Pada penelitian ini ingin menganalisis ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dianalisis dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT) dan difokuskan pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. B. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari hingga September tahun 2015. C. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini diambil berdasarkan metode Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan teknik pengambilan informan dengan pertimbangan tertentu yakni informan dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang sedang diteliti (Sugiyono, 2009). Informan penelitian dipilih berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti 42
43
berdasarkan ciri-ciri informan yang sudah diketahui sebelumnya. Pada penelitian ini ada beberapa kategori informan penelitian yang harus terpenuhi agar informasi didapatkan bervariasi yaitu: 1. Informan Utama Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam objek yang diteliti, dalam penelitian ini Informan utama yang diplih untuk wawancara adalah Sekertaris K3LMP dan staf K3LMP. 2. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini adalah Kepala Proyek, safety koordinator, dan pekerja. Hal ini dapat memberikan telaah secara mendalam mengenai pelaksanaan risk assessment di Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan. Tabel 4. 1 Informan Penelitian Kategori No.
Jumlah Jabatan
Informan
1.
Informan Sekertaris K3LMP
1
Staf K3LMP
2
Kepala Proyek
1
Safety Koordinator
1
Pekerja Besi
1
Pekerja Kayu
1
Pekerja Coran
1
Informan Utama
Informan 2. Pendukung
44
Tabel 4. 2 Triangulasi Sumber Informan No.
Data
Sekertaris Kepala K3LMP
1.
Staf
Proyek K3LMP
Safety Koordina Pekerja tor
Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA – Cabang Knowledge LTA a
b
Cabang Use of Workers Suggestion & Input LTA Cabang Technical Information System LTA
-
-
– Cabang Execution LTA
c Cabang Time LTA
-
-
-
d Cabang Budget LTA
-
-
-
e Cabang Scope LTA
-
-
-
f Cabang Analytical Skill LTA
-
-
-
-
-
-
-
-
-
g
h 2.
Cabang Hazard Identification LTA Cabang Hazard Prioritisation LTA
-
Cabang Recommended Risk Controls LTA i Cabang Clarity LTA
-
-
j Cabang Compatibility LTA
-
-
-
-
-
-
l Cabang Directive LTA
-
-
m Cabang Availability LTA
-
n Cabang Adaptability LTA
-
-
o Cabang Use Not Mandatory
-
-
k
Cabang Testing of Control LTA
45
D. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan pedoman wawancara, lembar observasi, dokumen terkait, alat perekam suara, kamera, laptop dan alat tulis. E. Pengumpulan Data Data penelitian ini didapatkan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. 1. Data primer didapatkan dengan cara observasi dan wawancara pihakpihak terkait. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2007). Wawancara menggunakan pedoman wawancara dari teknik MORT cabang Task Spesific Risk Assessment LTA yang ditujukan kepada informan yang telah ditetapkan. Observasi merupakan pengamatan yang didasarkan atas pengalaman secara langsung (Moleong, 2007). Proses observasi menggunakan lembar observasi dan didukung dengan kamera. Selain itu, didukung dengan peralatan seperti alat perekam dan alat tulis. 2. Sedangkan data sekunder didapatkan dari telaah dokumen perusahaan seperti: 1. Kebijakan risk assessment 2. Form risk assessment 3. Lembar inspeksi
46
4. Anggaran dana 5. Daftar pengendalian risiko 6. Risalah pertemuan 7. Metode kerja 8. Form Hazard Identification 9. Hasil risk assessment 10. Form bukti pelanggaran 11. Lembar penerimaan dokumen 12. Instruksi Kerja Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi data membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data (Moleong, 2007). Tabel 4. 3 Triangulasi Teknik No
Data
1.
Sumber Data Wawancara
Observasi
Telaah Dokumen
(6)
(6)
Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA – Cabang Knowledge LTA a
Use of Workers’ Suggestion and Input LTA
b
Technical Information System LTA
– Cabang Execution LTA c
Time LTA
-
(1,9)
d
Budget LTA
-
(4)
e
Scope LTA
(1,2,9)
f
Analytical Skill LTA
-
(1,9)
g
Hazard Identification LTA
-
(1,7,8)
47
No
Sumber Data
Data
H 2.
Wawancara
Observasi
Telaah Dokumen
-
(1,9)
Hazard Prioritisation LTA
Cabang Recommended Risk Controls LTA i
Clarity LTA
-
(1,2,5)
j
Compatibility LTA
-
(1,2,4)
k
Testing of Control LTA
-
(2,9)
l
Directive LTA
(2,5,10,12)
m
Availability LTA
(4,11)
n
Adaptability LTA
(9)
o
Use Not Mandatory
(1,3,10)
F. Analisis Data dan Pengolahan Data Analisis
data
adalah
proses
mengatur
urutan
data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola dan kategori. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis atau kajian isi. Teknik kajian isi digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong, 2007). Sesuai dengan penjelasan teknik analisis data kualitatif yaitu analisis isi, semua data yang sudah diperoleh selanjutnya dinarasikan dan disusun kedalam transkrip untuk kemudian dibuat matriksnya. Pengolahan data yang dilakukan dengan mengumpulkan semua data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan telaah dokumen. Kemudian data yang terkumpul disusun dalam bentuk transkrip data. Data yang telah disusun dikategorikan sesuai kode dalam cabang Task Spesific Risk Assessment LTA dari pohon Management Oversight and Risk Tree (MORT). Analisis data dan interpretasi data mengikuti cabang Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA, sehingga dapat diketahui
48
penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Seluruh data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan matriks serta pohon MORT. G. Penyajian Data Penyajian data penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat dengan teks yang bersifat naratif dan disajikan dalam bentuk matriks berdasarkan unsur yang diteliti.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan dan Proyek 1. Sejarah Perkembangan PT Waskita Karya (Persero) PT Waskita Karya merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang memainkan peran utama dalam pembangunan negara. PT Waskita Karya didirikan pada 1 Januari 1961 dan sejak 1973 status hukum PT Waskita Karya telah diubah menjadi “Persero”. Sejak saat itu, perusahaan mulai mengembangkan usahanya sebagai kontraktor umum terlibat dalam jangkauan yang lebih luas dalam kegiatan konstruksi termasuk jalan raya, jembatan, pelabuhan, bandara, bangunan, tanaman pembuangan limbah, pabrik semen, pabrik dan fasilitas industri lainnya. Memasuki tahun 1990, PT Waskita Karya (Persero) telah menyelesaikan banyak bangunan bertingkat dengan reputasi baik diterima seperti BNI City (bangunan tertinggi di Indonesia), Bank Indonesia Bangunan Kantor, Graha Niaga Tower, Mandiri Plaza Tower, Shangri-La Hotel dan beberapa apartemen bertingkat bangunan di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Upaya selalu dilakukan untuk mengutamakan kualitas terdepan apa pun telah memungkinkan PT Waskita Karya (Persero) dalam memperoleh sertifikasi ISO 9002:1994 pada bulan November 1995; yang menjadi pengakuan internasional meyakinkan tentang Sistem Manajemen
49
50
Mutu ISO dilaksanakan oleh perusahaan dan titik awal menuju era global kompetisi. Pada bulan Juni 2003, PT Waskita Karya (Persero) telah berhasil
memperbarui
Sistem
Manajemen
Mutu
dan
mampu
mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 dan pada tahun 2007 melanjutkan proses restrukturisasi dan siap menjalani provatisasi untuk pengembangan usahanya. Hingga saat ini PT Waskita Karya (Persero) terdiri dari beberapa wilayah dan divisi, kantor cabang dan anak perusahaan yang tersebar di Indonesia dan luar negeri. 2. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi Menjadi perusahaan jasa konstruksi terbaik yang memberikan nilai tambah bagi stakeholder. b. Misi Meningkatkan nilai perusahaan yang kompetitif dan berkualitas dengan: 1) Sumber daya manusia yang kompeten 2) Sinergi dengan pelanggan, mitra kerja dan lembaga keuangan serta, 3) Berorientasi pada keselamatan, kesehatan dan peduli lingkungan 3. Kebijakan K3 PT Waskita Karya (Persero) sebagai Badan Usaha Jasa Konstruksi selalu mengendalikan risiko terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Mutu dengan cara menerapkan Sistem Manajemen PT Waskita Karya (Persero) untuk memenuhi kepuasan stakeholders. Sebagai bentuk komitmen tersebut, manajemen selalu:
51
a. Mematuhi peraturan perundangan dan persyaratan lain yang berlaku. b. Meningkatkan kinerja secara berkesinambungan c. Mencegah cidera, sakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan d. Memberikan pelatihan, menyediakan tempat dan sarana kerja yang sehat, aman dan nyaman kepada seluruh stakeholders. 4. Jenis Kegiatan Usaha PT Waskita Karya (Persero) saat ini memiliki 5 (lima) bidang bisnis
yang
meliputi
Jasa
Konstruksi,
Beton
Precast,
Properti, Engineering dan Procurement, serta Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol. a. Konstruksi Jasa konstruksi mencakup dua bidang usaha, yaitu Konstruksi Sipil dan Konstruksi Gedung. Konstruksi Sipil dikelola oleh Divisi Sipil yang berkedudukan di Jakarta. Daerah operasi Divisi Sipil mencakup Jabodetabek dan Banten (NK ≥ 30 M), Pulau Jawa (≥ 100 M), dan Luar Jawa (≥ 250 M). Divisi Sipil mengerjakan proyek-proyek infrastruktur seperti jalan dan jembatan, irigasi, bendungan, dermaga, pelabuhan, serta bandara. b. Beton Precast PT Waskita Karya melakukan inovasi dan terobosan dalam pengembangan usaha produksi beton dengan mendirikan anak perusahaan PT Waskita Beton Precast. Fasilitas Beton Precast adalah pengembangan dan diversifikasi dalam bidang selain kontraktor dan memiliki core bisnis yang menunjang Waskita Karya sebagai
52
perusahaan jasa konstruksi di Indonesia. PT Waskita Beton Precast memiliki visi agar menjadi unit bisnis di bidang Precast dan Ready Mix yang dapat memberikan profit dengan menghasilkan produk-produk Precast & Ready Mix yang bermutu tinggi dan harga yang kompetitif. c. Properti Proyek-proyek property dikelola oleh PT Waskita Karya Realty, yang berkedudukan di Jakarta. Divisi ini melaksanakan kegiatan perusahaan dalam bidang Pemasaran sampai dengan produksi, dengan jenis usaha Rumah Tapak (real estate, town house), Rumah Susun (rusun,
apartemen,
kondominium, condotel),
serta Commercial
Building (perhotelan, perkantoran, ruko/rukan/soho, mall, industrial building, sekolah, rumah sakit). d. EPC Kegiatan perusahaan dalam kegiatan pemasaran, engineering dan procurement proyek-proyek dilaksanakan oleh Divisi EPC. Segmen usaha Engineering,
Procurement,
Construction
(EPC)mencakup
pekerjaan bangunan pabrik dan energi. Pekerjaan bangunan pabrik meliputi bangunan sarana industri, konstruksi dan pabrikasi, serta maintenance. e. Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol Usaha Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol dilakukan oleh PT Waskita Toll Road, yang merupakan anak perusahaan PT Waskita Karya (Persero). Jasa pengoperasian dan pemeliharaan untuk
53
saat ini meliputi Jalan Tol Pejagan - Pemalang serta Jalan Tol Kriyan Legundi - Bunder. 5. Gambaran Area Proyek Cibis Tower 9 Cilandak Nama Proyek
: Cibis Tower 9
Lokasi Proyek
: Jl. Cilandak kko. Jakarta Selatan
Waktu Pelaksanaan
: 23 September 2014 s/d 23 April 2016
Pemilik Proyek
: PT. Bhumyanca Sekawan
Batas Area Proyek
: Sisi Utara
: Traxindo Build
Sisi Timur
: Jalan Raya Cilandak KKO
Sisi Barat
: Kawasan Komersial
Sisi Selatan : Toserba Seven Eleven
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 Cilandak Gambar 5. 1 Lokasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
6. Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak 54
7. Sistem Manajemen K3LMP Proyek Cibis Tower 9 Cilandak PT Waskita Karya (Persero) selalu berupaya untuk memastikan proyek dalam pelaksanaannya selalu menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Mutu serta Sistem Manajemen Pengamanan (SM-K3LMP), sesuai dengan kebijakan perusahaan
di
dalam
masalah
Keselamatan,
Kesehatan
Kerja,
Lingkungan, Mutu dan Pengamanan yang terukur sesuai yang disyaratkan dalam regulasi peraturan perundangan Republik Indonesia dan peraturan daerah setempat, terlaksana dan terukur dengan baik dan sesuai Nilai Ambang Batas yang disyaratkan. Ruang lingkup implementasi Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (SM-K3LMP) di proyek mencakup semua persyaratan yang diminta di dalam standar OHSAS 18001:2007, ISO 14001:2004 dan ISO 9001:2008 serta SMP SMK3 Perkap RI No. 24 : 2007, selama proses pelaksanaan proyek dari awal hingga selesai.
B. Karakteristik Informan Informan penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang sedang diteiti. Informan tersebut sebagai berikut:
55
56
Informan Utama Informan utama yang di wawancara dalam penelitian ini adalah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan risk assessment di Proyek Cibis Tower 9 yaitu Sekertaris K3LMP dan staf K3LMP. Informan Pendukung Informan pendukung yang di wawancara dalam penelitian ini adalah safety koordinator, kepala proyek dan pekerja terkait. Dalam penelitian ini peneliti didampingi oleh seseorang yang ahli dalam obyek yang diteliti guna memperkuat hasil penelitian pada saat dilapangan. Peneliti didampingi oleh orang yang berpengalaman di bidang K3 dan tersertifikasi manajemen risiko. Pada saat mewawancarai informan peneliti didampingi oleh seorang safety leader di salah satu perusahaan konstruksi swasta di Indonesia. Tabel 5. 1 Karakteristik Informan No. 1.
2.
Kategori
Informan
Jabatan
PRA1
Sekertaris K3LMP
PRA2
Staf K3LMP
PRA3
Staf K3LMP
Informan
PRA4
Kepala Proyek
Pendukung
PRA5
Safety Koordinator
PRA6
Pekerja Besi
PRA7
Pekerja Kayu
PRA8
Pekerja Coran
Informan Informan Utama
57
C. Gambaran Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 Penilaian risiko merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko. Manajemen risiko merupakan bagian dari sistem manajemen PT Waskita Karya yang dirancang untuk mengantisipasi dan pengendalian risiko potensial (PT Waskita Karya, 2013). Dalam prosedur penilaian risiko dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01 memiliki detail pelaksanaan prosedur penilaian risiko harus mencakup identifikasi bahaya dan aspek lingkungan, penilaian dan pengendalian risiko serta persetujuan, pemantauan dan update penilaian risiko. a. Tujuan Risk Assessment Tujuan PT Waskita Karya (persero) membuat prosedur terkait penilaian risiko adalah guna memastikan bahwa seluruh proses penilaian risiko yang mencakup Keselamatan Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (K3LMP) ditetapkan, diterapkan dan dirawat. Proyek Cibis Tower 9 membuat penilaian risiko yang dimulai dari HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control) dan IADL (Identifikasi Aspek Dampak Lingkungan) dan penyusunan program Kesehatan, Keselamatan Kerja dan lingkungan bertujuan dapat memenuhi peraturan hukum seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor:05/PRT/M/2014 tentang pedoman SMK3
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia khususnya serta di International umumnya untuk menjamin tidak terjadinya gangguan kesehatan, kecelakaan kerja dan
58
penurunan kualitas lingkungan di proyek seperti OHSAS 18001: 2007 tentang sistem manajemen K3. Dalam RK3LMP Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya (Persero) menyebutkan bahwa tujuan risk assessment adalah untuk memastikan bahwa semua potensi bahaya teridentifikasi, dinilai risiko yang meliputi: -
Identifikasi Bahaya Memperkirakan suatu aktifitas yang dilakukan terhadap sesuatu yang memiliki potensi bahaya yang dapat menyebabkan cidera, sakit atau kerusakan konstruksi / properti yang terkandung dalam suatu obyek atau aktifitas.
-
Penilaian Risiko Proses pembobotan yang dilakukan untuk mengklasifikasikan potensi-potensi bahaya ke dalam kategori tinggi, menengah atau rendah dengan menggunakan parameter atau skor.
-
Pengendalian Risiko Suatu upaya untuk meminimalkan atau menghilangkan celaka atau sakit atau kerusakan terhadap properti perusahaan dalam suatu proses kegiatan.
b. Tahapan Pelaksanaan Risk Assessment Prosedur risk assessment secara tertulis tidak tercantum alur tahapan penerapan penilaian risiko akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa alur tahapan penerapan prosedur risk assessment dapat digambarkan sebagai berikut:
59
OWNER Menunjuk Waskita sebagai Kontraktor
Waskita Pusat Membuat Organisasi Proyek
Organisasi
Organisasi
Membuat Metode Kerja Spesifikasi Teknis
Menyetujui Hasil Penilaian dan Risiko, Meninjau Hasil Penilaian Risiko Periodik
K3LMP Mempelajari Spesifikasi Teknis, Mengidentifikasi Bahaya & Aspek Lingkungan, Menilai Risiko, Menentukan Pengendalian Risiko, Melakukan Pemantauan dan Pengukuran
Bagan 5. 2 Alur Proses Risk Assessment K3LMP Pada pelaksanaannya berdasarkan hasil studi pendahuluan yakni wawancara dengan narasumber sekertaris K3LMP selaku yang membuat risk assessment K3 mengatakan bahwa pelaksanaan penilaian risiko masih belum sesuai alur. Diketahui dalam alur proses bahwa penerapan risk assessment di proyek dilakukan setelah organisasi membuat metode kerja dan spesifikasi teknis, akan tetapi dalam pelaksanaannya penialaian risiko dilakukan sebelum metode kerja dan spesifikasi dibuat. Dalam alur proses risk assessment, hasil risk assessment wajib ditanda tangani oleh organisasi, hal ini merupakan salah satu bentuk bahwa hasil penilaian risiko juga telah dikomunikasikan kepada pihak terkait. Namun dalam pelaksanaanya diketahui bahwa pada dokumen
60
Form PW-K3LMP-01-01 hasil penilaian risiko yang dibuat pada bulan oktober tersebut belum disetujui.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 Cilandak Gambar 5. 2 Lembar Persetujuan Hasil Risk Assessment Pada tahapan penilaian risiko hasil penilaian harus disetujui oleh pimpinan/ manajer yang terkait dalam organisasi perusahaan. Hal ini tertera dalam dokumen PW-K3LMP-01:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 Cilandak Gambar 5. 3 Prosedur Persetujuan Hasil Penilaian Risiko Identifikasi bahaya dan aspek lingkungan termasuk dalam prosedur wajib penilaian risiko di PT Waskita Karya (Persero). Dalam prosedur
61
penilaian risiko untuk melakukan identifikasi bahaya dan aspek lingkungan harus mempertimbangkan antara lain sebagai berikut: a. Aktifitas rutin dan non rutin b. Aktifitas seluruh personil yang mempunyai akses tempat kerja c. Perilaku/kebiasaan dan kemampuan adaptasi manusia d. Bahaya-bahaya yang terjadi disekitar tempat kerja e. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, baik milik sendiri maupun milik subkontraktor. g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di perusahaan, aktifitas-aktifitasnya atau material h. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan semen tara dan dampaknya kepada operasional, proses dan aktifitas. i. Melihat kondisi saat ini, masa lampau dan pekerjaan yang akan dilakukan. j. Sumber daya yang akan dipergunakan termasuk sumber daya manusia, energi dan infrastruktur. k. Kapan pekerjaan akan dikerjakan l. AMDAL/RKL/RPL/UKL/UPL Dalam mengidentifikasi bahaya, aspek lingkungan menjadi salah satu
perhatian
dalam
prosedur
penilaian
risiko.
AMDAL/RKL/RPL/UKL/UPL merupakan salah satu alternatif untuk meminimalisasi dampak negatif. Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembangunan proyek Cibis Tower 9
62
tidak terdapat dokumen AMDAL. Tidak adanyanya dokumen AMDAL menjadi salah satu masalah penting dalam penilaian risiko. Berdasarkan hasil
studi
pendahuluan
wawancaara
dengan
Sekertaris
K3LMP
mengungkapkan pengajuan AMDAL telah dilakukan akan tetapi belum disetujui oleh pihak terkait, akibatnya proyek Cibis Tower 9 dibangun tanpa adanya izin lingkungan. D. Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 Berdasarkan ketidaktepatan dalam pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9, maka peneliti melakukan analisis pelaksanaan risk assessment dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT) pada cabang Task Spesific Risk Assessment. Dalam teknik MORT, pada lapis kesepuluh terdapat dua cabang yang membahas risk assessment yaitu cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed membahas tidak terlaksananya risk assessment. Sedangkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment (Noordwijk Risk Initiative, 2009). Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang akan menjadi fokus analisis karena pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan risk assessment dilaksanakan namun terdapat ketidaktepatan pelaksanaannya. Berikut ini penjabaran penyebab masalah berdasarkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA:
63
a. Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA 1) Cabang Knowledge LTA Cabang knowledge dengan kode E4 mempertimbangkan pengetahuan yang memadai harus tersedia untuk pelaksanaan risk assessment. Terdapat dua cabang yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu: a) Cabang Use of Workers’ Suggestion and Input LTA Cabang Use of Workers’ Suggestion and Input dengan kode F5 mempertimbangkan saran dan masukan pekerja yang memadai digunakan dalam pelaksanaan risk assessment. Proyek Cibis Tower 9 melibatkan pekerja dalam pemberian informasi terkait bahaya atau risiko yang dihadapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa pekerja dilibatkan sebagai objek yang akan memberikan informasi terkait bahaya yang dihadapi. Berikut ini kutipan pernyataan informan utama: “Pekerja
nggak
terlibat
langsung
dalam
pembuatan
risk
assessment nya, tapi mereka cukup terlibat dalam memberi masukan ke kita risiko sama bahaya apa aja yang ada di lapangan.. nanti setelah mereka kasih tau ke kita, kita kasih tindakan koreksi nya...“ PRA1. “Selama ini pekerja sudah banyak yang terlibat.. Ketika ada kemungkinan yang bisa menimpa pekerja, pekerja nya itu melaporkan risiko apa yang dia lihat ke K3. Dari laporan itu langsung di antisipasi dan dimasukan ke hiradc...” PRA2.
64
“Kalau terlibat pasti terlibat...dari pekerja seumpama ada risiko atau bahaya yang menyangkut kondisi pekerja biasanya langsung melapor ke K3 atau ke pelaksana di lapangan, nanti pelaksana dilapangan akan memberitahu orang K3 nya...“ PRA3. Selanjutnya hasil wawancara dengan pekerja mendukung pernyataan dari informan utama, berikut ini kutipan pernyataan informan pendukung: “Keterlibatan pekerja ya ada ya, kalopun intelektual mereka backgroundnya hanya SD SMP tapi mereka tetap dilibatkan... ya kalo ada risiko gitu mereka lapor ke kita...“ PRA5. “Setau saya pekerja disini sering kasih masukan mbak, risiko disini kan sering jadi pekerja aktif kasih tau orang K3 supaya ada tindakan gitu mbak...“ PRA7. “Kita kerja diketinggian pasti hubungannya dengan jatuh, risiko yang ekstrim gitu pasti harus lapor. Kalo saya si seringnya lapor ke pelaksana...” PRA8. Dari hasil kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwa pekerja terlibat dengan memberikan informasi risiko yang dihadapi di area kerja kepada tim K3LMP dan pelaksana di lapangan. Selama pengamatan berlangsung di lapangan terlihat beberapa pekerja menemui tim K3LMP baik saat sedang berpatroli ataupun saat safety morning untuk menyampaikan bahaya dan risiko yang dihadapi di area kerja. Pekerja juga meminta penanggulangan kepada petugas K3LMP atau kepada Pelaksana di lapangan untuk
65
risiko yang mereka hadapi, tidak hanya mandor atau wakil mandor tetap anak buah pun ikut melaporkan atas temuan risiko yang mereka hadapi dan melaporkannya dengan kritis. Berdasarkan hasil telah dokumen topik toolbox meeting dengan nomor dokumen WK/HSE/TBM/CBS/I/2015 diketahui penyampaian topik disesuaikan dari keluhan pekerja di lapangan setiap minggu nya.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 4 Topik Toolbox Meeting b) Cabang Technical Information Systems LTA Cabang Technical Information Systems LTA dengan kode F6 mempertimbangkan risk assessment didukung oleh sistem informasi. Proyek Cibis Tower
9 dalam melaksanakan risk
assessment didukung oleh sistem informasi teknis, yaitu memilki pertemuan rutin satu kali dalam seminggu. Namun tidak semua pekerja hadir berdasarkan dokumen absen hasil pertemuan safety morning yang diadakan satu minggu sekali banyak karyawan dan
66
pekerja yang tidak menghadiri pertemuan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa terdapat sistem pertemuan guna mengumpulkan berbagai macam informasi terkait K3 yang terjadi di tempat kerja. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: “Sistem informasi komunikasi langsung dengan pekerja ada setiap hari jumat pagi safety morning, ada juga rapat orang kantor setiap hari rabu siang. Disitu semua informasi selama satu minggu terkumpul untuk di evaluasi juga...“ PRA1. “Pengumpulan informasi untuk analisa risiko tentu saja ada komunikasi dengan tim, baik itu kapro, kalap, maupun tim dari K3LMP. Setiap hari ada briefing dan seminggu sekali juga ada safety morning walau yang datang tidak banyak....“ PRA2. “Safety morning seminggu sekali kita jabarkan bahaya apa aja dihadapan pekerja, tapi jujur disini masih susah masih kurang kompak dari tim kantor yang jarang hadir, safety dilapangan cuma 2 orang, pekerja ada 300 bangunan ada 16 lantai harus patrol...” PRA3 Dari kutipan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa pertemuan safety morning yang diadakan satu kali dalam seminggu merupakan wadah untuk mengevaluasi risiko yang ada di tempat kerja. Akan tetapi dalam pelaksanaannya safety koordinator dan beberapa pekerja menyatakan bahwa pertemuan kurang efektif
67
akibat kehadiran pekerja dan karyawan yang tidak maksimal. Berikut ini kutipan pernyataan pekerja: “Pertemuan ya ada briefing setiap pagi ada juga yang seminggu sekali buat sharing antara pekerja dengan karyawan kantortapi kurang efektif ya banyak yang telat dan malahan tidak datang... Kepagian mungkin ya kan safety morning jam 7 pagi jadi pada telat, kalau sudah telat ya mungkin tidak datang...”PRA5 “Safety morning tapi saya ndak pernah ikut, emang udah masuk tapi nggak ikut aja. Apalagi briefing itu jarang sekali...”PRA6 “Ya situ pernah ikut safety morning kan, bagus buat evaluasi cuma sayang yang ikut sedikit...“ PRA8. Selama pengamatan di lapangan ada pertemuan antara seluruh pekerja yakni pada safety morning dan ada pertemuan rapat antar karyawan kantor. Safety morning dilaksanakan Jumat pagi pukul 07.00 – 09.30 yang membahas perkembangan pekerjaan setiap minggu nya dan evaluasi secara keseluruhan tentang aspek K3LMP. Terkait pertemuan setiap hari yakni briefing tidak diwajibkan sehingga berdasarkan hasil pengamatan briefing tidak dilakukan oleh semua pihak, hanya staf K3LMP dan safety koordinator. Sepanjang pengamatan safety morning yang dilakukan seminggu sekali ini berjalan akan tetapi pertemuan ini dihadiri oleh sedikit pekerja dan karyawan. Beberapa pertemuan juga tidak dihadiri oleh pimpinan. Selain itu karyawan juga banyak yang telat
68
dan tidak menghadiri safety morning akibat pertemuan yang dijadwalkan mulai cukup pagi. Sehingga pertemuan tidak maksimal dikarenakan tidak ada pimpinan yang menghadiri. Padahal agenda safety morning adalah untuk mengumpulkan informasi terkait yang terjadi selama seminggu hari kerja untuk menjadi bahan evaluasi. Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa jumlah pekerja dan karyawan yang mengikuti safety morning masih kurang dari jumlah pekerja dan karyawan yang ada dan diketahui pula dalam beberapa pertemuan pimpinan tidak hadir. Berikut ini merupakan daftar absensi yang mengikuti safety morning:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 5 Absensi Safety Morning
69
2) Cabang Execution LTA Cabang Execution LTA dengan kode E5 mempertimbangkan halhal yang memengaruhi kualitas risk assessment. Terdapat 5 cabang yang mempengaruhi kualitas risk assessment, yaitu: c) Cabang Time LTA Cabang waktu
Time LTA dengan kode F7 mempertimbangkan
yang cukup untuk membuat risk
assessment
dan
melaksanakannya. Proyek Cibis Tower 9 melaksanakan risk assessment tidak sesuai prosedur akibat keterbatasan personil dan spesifikasi teknis tentang pekerjaan juga belum diberikan padahal dikejar oleh waktu pembangunan. Pembuatan risk assessment dibuat setelah proyek berjalan selama satu bulan, berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa waktu pelaksanaan analisis risiko tidak di awal pekerjaan dan tidak di revisi secara berkala sesuai dengan prosedur penilaian risiko PT Waskita Karya. Penyebab ketidaktepatan waktu pelaksanaan risk assessment diketahui akibat keterlambatan spesifikasi teknis yang diberikan tidak di awal pekerjaan, setelah satu bulan proyek berlangsung. Berikut ini kutipan pernyataan sekertaris K3LMP: “Risk assessment dibuat satu bulan setelah proyek mulai, memang di prosedur harusnya diawal pekerjaan. Pada saat proyek jalan spesifikasi teknis baru diberikan sehingga pembuatan risk assessment lama....“ PRA1.
70
Safety koordinator sebagai informan pendukung memberikan informasi bahwa risk assessment tidak dibuat di awal proyek atau ada keterlambatan. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: “Assessment ya? Waduh udah lama ya itu dibuat waktu proyek sudah berjalan.. Harusnya sih sebelum pelaksanaan pekerjaan itu udah dibikin...“ PRA5. Selanjutnya berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa hasil dari penilaian risiko dengan nomor dokumen PWK3LMP-01-01 masih memiliki revisi 02, 07 Oktober 2011. Dalam prosedur penilaian risiko telah ditetapkan bahwa hasil penilaian risiko secara periodik ditinjau minimal 6 bulan sekali sehingga terdapat ketidaktepatan antara pelaksanaan dan prosedur yang berlaku.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 6 Revisi Hasil Risk Assessment Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa dalam prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9 dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01 dijabarkan bahwa revisi dilakukan secara on going dimana jika ada perubahan aktivitas maka perlu dibuat penilaian risiko yang baru atau di review. Selama pekerjaan
71
berlangsung terdapat aktivitas baru yakni tahap plumbing dan finishing akan tetapi penilaian risiko tidak dilakukan kembali atau direvisi. d) Cabang Budget LTA Cabang budget LTA dengan kode F8 mempertimbangkan anggaran yang cukup untuk melakukan analisis risiko. Proyek Cibis Tower 9 memiliki anggaran untuk melaksanakan program K3LMP dan risk assessment masuk kedalam anggaran program tersebut. Proyek Cibis Tower 9 berjalan dengan anggaran yang diberikan oleh perusahaan terdapat pada Rencana Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (RK3LMP). Anggaran dana untuk keperluan risk assessment mencakup semua pengendalian risiko yang perlu diterapkan di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa anggaran untuk melaksanakan risk assessment masuk ke dalam anggaran program K3LMP secara keseluruhan. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: “Untuk budget risk assessment hanya print hiradc saja mungkin untuk pengendalian risiko yang butuh biaya, tidak ada masalah, karna berapa biaya yang harus dihabiskan dari awal sampai akhir dihitung dan dan setiap bulan juga dibuat laporan bulanan yang dikasih ke pimpinan..“ PRA1. “Sudah ada anggaran dana nya, untuk K3LMP 3,2% dari biaya keseluruhan..” PRA4.
72
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa anggaran dana untuk melaksanakan risk assessment termasuk dalam anggaran dana rencana K3LMP. Anggaran dana yang ada dikatakan
cukup
dan
dapat
mendukung
berlangsungnya
pengendalian risiko dan program K3LMP di Proyek Cibis Tower 9. Jumlah anggaran dana 3,2% dari total keseluruhan dana untuk pembangunan sehingga anggaran dana tersebut dirasa cukup untuk memenuhi
seluruh
kebutuhan
program
K3LMP
termasuk
pelaksanaan risk assessment. Berdasarkan hasil telaah dokumen anggrana dana pada RK3LMP diketahui terdapat biaya perencanaan yang didalamnya termasuk biaya fotokopi dan biaya jilid untuk dokumen risk assessment. Akan tetapi dokumen anggaran dana tidak dapat dilampirkan karena merupakan dokumen rahasia perusahaan. Berikut uraian biaya dalam anggaran RK3LMP Biaya Fotocopy dan jilid Biaya Distribusi Biaya Pengadaan Dokumen Perusahaan Biaya APD & Perlengkapan K3LMP + Alat Safety Deck Biaya Pembuatan Laporan & Alat Security + CCTV Biaya Medical Check & Obat Biaya Penyelenggaraan Training Biaya Seminar-seminar K3LMP Eksternal/Internal Biaya Inspeksi dan Tes Lapangan
73
Biaya Perawatan Akibat Kecelakaan Biaya Kalibrasi Peralatan Biaya Perawatan dan Penyimpanan Alat Biaya Audit K3LMP e) Cabang Scope LTA Cabang scope LTA dengan kode F9 mempertimbangkan ruang lingkup dan detail dari risk assessment untuk mencakup semua risiko yang terkait dengan pekerjaan/ proses pada Proyek Cibis Tower 9. Lingkup pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 dibuat berdasarkan proses secara umum pada kegiatan konstruksi. Pada prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9 dijelaskan bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di seluruh proses bisnis di PT Waskita Karya termasuk pihak luar yang bekerja untuk atau atas nama Waskita. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa lingkup pelaksanaan risk assessment
masih ada
kekurangan. Terdapat proses kerja baru yang tidak dianalisis risikonya
yakni proses plumbing yang dilakukan oleh pihak
subkontraktor yang tergabung dengan perusahaan. Padahal proses plumbing juga merupakan tanggungjawab PT Waskita Karya. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: “Lingkupnya ya konstruksi, kita melihat item pekerjaan bagi pekerjaan nya apa aja, risiko paling sering terjadi tertusuk paku.
74
Kalau di konstruksi risiko yang paling tinggi itu nilai 6 jatuh dari ketinggian...“ PRA1. “Bisa dilihat dalam dokumen hiradc, semua kegiatan harus dicantumkan dan sudah memang seharusnya mendetail. Tapi beberapa hal yang tidak tercantumkan karena lingkup kerja yang baru seperti plumbing.. Ya belum sempat ya kan Bapak juga megang proyek lain....”PRA2 Berdasarkan hasil telaah dokumen risk assessment Proyek Cibis Tower 9 terdapat kolom lokasi namun kolom tersebut digabung dengan kolom peralatan, perkakas dan material sehingga pengisian tidak lengkap. Area lokasi yang pernah disebutkan dalam hasil risk assessment hanya area proyek tidak ada area kantor atau lokasi lainnya. Meskipun risk assessment berdasarkan aktivitas akan tetapi terdapat kekurangan aktivitas dalam hasil risk assessment yakni tidak ada nya aktivitas plumbing dan finishing. Selanjutnya terkait detail risiko yang dianalisis adalah risiko K3LMP baik tinggi, sedang, maupun rendah yang disesuaikan dengan prosedur penilaian risiko. Pada saat telaah dokumen ditemukan dokumen hasil audit internal yang di lakukan pada bulan Juli 2015 terdapat temuan terkait
tingkatan
risiko.
Untuk
beberapa
pekerjaan
yang
mengakibatkan jari terputus tingkat risiko tersebut termasuk tingkat 3 yaitu cacat permanen akan tetapi dalam hasil risk assessment
75
keparahan tersebut masih dinilai 2. Akan tetapi dokumen tidak dapat ditampilkan karena merupakan rahasia perusahaan. Selain itu berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 tipe risiko yang dianalisis adalah risiko terhadap keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Namun pada form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 risiko yang dianalisis hanya risiko keselamatan dan kesehatan terhadap manusia. Padahal
berdasarkan pengamatan, terdapat
risiko
pencemaran udara dari pekerjaan pengecoran dan pembongkaran. Berikut ini merupakan contoh hasil risk assessment:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 7 Form Hasil Risk Assessment Proyek Cibis Tower 9 f) Cabang Analytical Skill LTA Cabang
Analytical
Skill
LTA
dengan
kode
F10
mempertimbangkan pengalaman dan keterampilan pelaksana yang dibutuhkan untuk membuat dan melaksanakan risk assessment. Proyek Cibis Tower 9 tidak menentukan pelaksana risk assessmen
76
secara khusus akan tetapi pelaksana harus termasuk dalam divisi K3LMP. Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 pelaksana risk assessment secara tanggung jawab berada pada divisi K3LMP dan kepala proyek serta unit kerja terkait. Berikut ini merupakan pembagian tugas dan tanggung jawab pelaksana risk assessment: Tabel 5. 2 Tanggung Jawab Pelaksana Risk Assessment No.
Uraian Kegiatan
Penanggungjawab
1.
Menyiapkan input HIRADC dan aspek
Divisi K3LMP
dampak lingkungan yang berupa seluruh proses bisnis. 2.
Melakukan
Identifikasi
bahaya,
aspek
Divisi K3LMP
dampak lingkungan baik dalam kondisi normal, abnormal dan darurat. 3.
Melakukan identifikasi dengan melihat
Divisi K3LMP
kondisi lapangan/ ruangan/ tempat kerja dan lingkungan
sekitarnya
observasi
dan
wawancara kepada personil terkait. 4.
Melakukan identifikasi persyaratan hukum
Divisi K3LMP
dan persyaratan lainnya yang berlaku untuk aktivitas produk atau jasa tersebut. 5.
Menghitung risiko awal dengan matriks dan
Divisi K3LMP
mengklasifikasikan skala risiko awal sesuai dengan matriks penilaian risiko. 6.
Melakukan identifikasi pengendalian risiko sesuai
hirarki
meliputi
Eliminasi
Divisi K3LMP
dan
Subtitusi. 7.
Melakukan identifikasi pengendalian risiko sesuai
hirarki
meliputi
pengendalian
rekayasa, pengendalian administratif dan alat pelindung diri serta penghitungan sisa risiko.
Unit kerja terkait & K3LMP
77
8.
Pemantauan
dan
pengukuran
terhadap
Unit kerja terkait
pengendalian risiko serta persetujuan hasil penilaian risiko 9.
Meninjau penilaian risiko secara on going
Divisi K3LMP &
dan periodik 6 bulan sekali.
Berdasarkan
Kapro
tanggung
jawab
tersebut
hampir
secara
keseluruhan divisi K3LMP bertugas dalam pelaksanaan risk assessment. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksana risk assessment telah memiliki pengalaman yang cukup panjang dibidang konstruksi seperti pada pernyataan berikut ini: “Kalau melihat pengalaman sudah pengalaman di konstruksi sudah
bertahun-tahun
juga,
beliau
tau
risk
assessment
bagaimana... “ PRA2. “Oh Bapak sih sudah melanglang buana, saya juga sudah hampir 7 tahun kerja di waskita...”PRA3 Selain itu, pada prosedur risk assessment dijelaskan bahwa tidak hanya divisi K3LMP saja yang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan risk assessment. Pimpinan juga dilibatkan dalam pelaksanaan risk assessment, Kepala proyek bertugas meninjau hasil risk assessment. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: “Semua yang disini sudah berpengalaman. Untuk risk assesment saya belum memeriksa yang si Asi (Sekertaris K3LMP) buat makanya
kemarin
diperbaiki...”PRA4
pas
audit
masih
ada
yang
harus
78
“Pelaksana risk assessment disini bagus pengalamannya sudah banyak di bidang konstruksi...”PRA5 Dari kutipan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa pelaksana telah memiliki banyak pengalaman dibidang konstruksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP juga menjelaskan bahwa risk assessment dibuat berdasarkan data sebelumnya saja. Staf ikut terlibat dalam pelaksanaan risk assessment namun tidak memiliki sertifikasi akan hal tersebut, seperti pada kutipan berikut ini: “Risk assessment dibuat berdasarkan pengalaman selama di proyek. Disini tidak ada yang sertifikasi tentang risk assessment, staf K3LMP kita suruh untuk mengoreksi hasil risk assessment yang dibuat saja...“ PRA1 g) Cabang Hazard Selection LTA Cabang
hazard
selection
LTA
dengan
kode
F11
mempertimbangkan tentang kesesuaian temuan bahaya pada analisis risiko dengan bahaya yang ada. Temuan bahaya sangat penting untuk kecukupan risk assessment. Terdapat 2 cabang yang mempengaruhi hazard selection, yaitu:
-
Cabang Hazard Identification LTA Cabang hazard identification LTA dengan kode G1 mempertimbangkan mengidentifikasi
kriteria bahaya.
yang
Proyek
digunakan Cibis
Tower
untuk 9
79
mengidentifikasi
bahaya
menggunakan form
yang telah
disediakan oleh perusahaan yaitu form identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendalian risiko dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01-01. Bahaya diidentifikasi berdasarkan aktivitas proses pekerjaan, akan tetapi kolom lokasi, proses, peralatan, material dijadikan dalam satu kolom sehingga terdapat ketidakjelasan atau membingungkan dalam pengisian. Berdasarkan hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP, diketahui bahwa terdapat prosedur khusus identifikasi bahaya K3LMP
dengan
form
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi bahaya. Berikut merupakan kutipan pernyataan informan: “Untuk identifikasi bahaya menggunakan form yang ada di PWK3LMP, form nya diisi bahaya nya apa lalu dinilai keparahannya...“ PRA1. Hal tersebut didukung dengan hasil telaah dokumen yang dilakukan peneliti, memang benar terdapat form khusus identifikasi aspek K3LMP dengan nomor dokumen PW-01-01. Berikut ini form identifikasi aspek K3LMP:
80
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 8 Form Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan Pengendalian Risiko
Selanjutnya pada prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9, dijelaskan bahwa identifikasi bahaya harus dilakukan secara on going dimana jika terjadi perubahan aktivitas penilaian risiko dibuat yang baru. Berdasarkan hasil telaah dokumen metode kerja dengan nomor dokumen WK-CIBISENG-MS-BS-009 dengan hasil form risk assessment dengan nomor
dokumen
PW-K3LMP-01-01
diketahui
terdapat
ketidaksesuaian tahapan yang di analisis. Terdapat tahapan kerja yang tidak dianalisis adalah proses kerja yakni plumbing. Namun dokumen metode kerja tidak dapat dilampirkan karena dokumen tersebut merupakan rahasia perusahaan.
81
-
Cabang Hazard Prioritisation LTA Cabang hazard prioritisation LTA dengan kode G2 mempertimbangkan
metode
yang
digunakan
dalam
memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi. Pada Proyek Cibis Tower 9 terdapat ketidaktepatan penentuan
kategori
analisis risiko antara prosedur dengan form hasil risk assessment. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa metode analisis terdapat pada prosedur perusahaan. Berikut ini kutipan pernyataan informan: “Ya bahaya di prioritaskan sesuai risiko nya dilihat keparahan dan kemungkinannya rendah, sedang, tinggi, 1, 2, 3 gitu di tabel di PWK3, saya sudah pernah kasih lihat sama kamu kan...“PRA1. Selanjutnya
berdasarkan
telaah
dokumen
prosedur
penilaian risiko Proyek Cibir Tower 9 PT Waskita Karya, metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Hal tersebut terlihat dari tahapan pelaksanaan pertama yaitu menentukan kemungkinan dan selanjutnya menentukan keparahan. Berikut merupakan pengkategorian kemungkinan dan keparahan serta kategori tingkat risiko yang terlampir dalam prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9:
82
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 9 Matriks Penilaian Tingkat Risiko Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan memadukan nilai kemungkinan terjadinya peristiwa risiko K3 dengan keparahan yang ditimbulkannya. Dalam prosedur penialaian risiko Proyek Cibis Tower juga menjelaskan bahwa kerugian yang diakibatkan bisa karena kerusakan harta benda atau lingkungan. Risiko awal dikategorikan penting jika nilainya lebih besar dari dua. Setelah
83
didapatkan tingkat risiko maka masuk ke tahap selanjutnya untuk penentuan tindakan dan skala waktu pengendalian risiko. Berikut merupakan matriks penentuan pengendalian risiko:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 10 Matriks Penentuan Pengendalian
b. Cabang Recommended Risk Controls LTA 3) Cabang Clarity LTA Cabang clarity LTA dengan kode E6 mempertimbangkan kejelasan rekomendasi dari penilaian risiko untuk memudahkan memahami dan melaksanakannya. Pengendalian yang direkomendasikan telah ditulis dalam form hasil risk assessment, didalam hasil tersebut juga memasukan pengendalian sesuai dengan hirarki pengendalian. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
84
rekomendasi pengendalian tertulis dalam form hasil risk assessment. Berikut ini kutipan pernyataan informan utama: “Pengendalian ada di hiradc dari mulai eliminasi sampai APD ditambah juga RTD (Rencana tanggap darurat. Mayoritas pekerja juga sudah paham pengendalian yang ada dilapangan.Ya kaya jalur evakuasi, rambu-rambu juga jelas, peringatan untuk area wajib APD juga...“ PRA1. “Sejauh yang saya ketahui rekomendasi pengendalian sangat jelas, di lapangan, pemahaman pekerja tentang APD cukup baik ya...”PRA3 Selain itu, dilapangan pekerja juga diberi petunjuk terkait pengendalian yang direkomendasikan. Berikut ini kutipan pernyataan informan: “Kalau pengendalian saya paham, misal yang simple aja ketinggian harus pake bodyharness...“PRA6. “Sudah jelas sih mbak, kan kita pakai APD setiap masuk proyek ada papan nya didepan area kerja kita cara-cara pakainya...“ PRA7. Menurut staf K3LMP pekerja memahami pengendalian yang direkomendasikan karena pekerja memiliki pengalaman bekerja di area kerja yang sama yakni pekerja konstruksi. Berikut merupakan kutipan pernyataan staf K3LMP: “Pengendalian disini jelas dan sebagian pekerja sudah paham kan sudah lama di proyek...“ PRA2. Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9, terdapat kolom rekomendasi
85
pengendalian. Kolom pengendalian risiko dalam hasil risk assessment diisi dengan rekomendasi pengendalian. Berikut merupakan salah satu rekomendasi pengendalian risiko yang dilakukan di Proyek Tower 9:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 11 Contoh Pengendalian Risiko
4) Cabang Compatibility LTA Cabang compatibility LTA dengan kode E7 mempertimbangkan pengendalian yang direkomendasikan kompatibel dengan persyaratan yang ada. Proyek Cibis Tower 9 mengatur rekomendasi pengendalian harus dengan hirarki pengendalian dalam prosedurnya. Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9, rekomendasi pengendalian yang diberikan sesuai hirarki. Berikut ini hirarki pengendalian pada prosedur: a. Eliminasi yaitu menghilangkan bahaya atau risiko dari sumbernya
86
b. Subtitusi yaitu mengganti dengan bahan atau sumber bahaya yang lebih kecil c. Pengendalian rekayasa (Engineering control) yaitu cara pengendalian risiko dengan cara rekayasa d. Pengendalian administratif yaitu cara pengendalian risiko dengan memasang tanda-tanda peringatan serta melalui penerapan suatu prosedur atau sistem kerja e. Alat pelindung diri (APD) yaitu pengendalian risiko dengan cara memakai peralatan APD sesuai dengan jenis dan sumber bahayanya. Namun berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya, rekomendasi pengendalian yang diberikan lebih banyak kontrol administratif. Padahal
dalam
menerapkan
pengendalian
terdapat
hirarki
pengendalian lain sebelum pengendalian administratif. Salah satu contoh diketahui dari hasil risk assessment proses pekerjaan struktur pada aktivitas pemasangan baja casteleted beam di ketinggian, untuk aktivitas tersebut dapat dikendalikan dengan pengendalian teknis seperti pemasangan safety net akan tetapi dalam hasil analisis pengendalian yang dilakukan langsung pada poin pengendalian administratif. Hal tersebut dapat dilhat dalam hasil risk assessment dalam kolom pengendalian pada Gambar 5.11 Contoh Pengendalian Risiko.
87
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa rekomendasi pengendalian mempertimbangkan hirarki pengendalian dalam prosedur. Berikut ini kutipan pernyataan informan: “Sesuai peraturan kan dimasukan juga di form nya, pengendalian juga sudah sesuai hirarki kan kamu bisa baca sendiri...“ PRA1. Selain itu, berdasarkan pernyataan informan pendukung diketahui bahwa pada pelaksanaannya pengendalian yang dilaksanakan tidak semua sesuai dengan hirarki yang terdapat pada form hasil hiradc. Berikut merupakan penyataan infroman pendukung: “Ya kalau selama pekerjaan tuh ya liat HIRADC berdasarkan itu aja pengendaliannya tapi tidak semua diikuti. APD dan rambu-rambu paling yang diterapkan...”PRA5 Berdasarkan telaah dokumen anggaran dana membuktikan bahwa ada rincian biaya APD dan perlengkapan K3LMP. Biaya untuk keperluan
pengendalian
administrasi,
pelatihan
dan
tindakan
pencegahan lain juga tersedia hanya saja dalam pelaksanaan dengan hirarki pengendalian mayoritas difokuskan pada perlengkapan K3LMP.
5) Cabang Testing of Control LTA Cabang
testing
of
control
LTA
dengan
kode
E8
mempertimbangkan pengujian pengendalian untuk efektivitas sebelum diimplementasikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
pengujian pengendalian tidak dilakukan akibat
keterbatasan waktu. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
88
“Tidak ada pengujian ya kita siapkan pengendalian sesuai standar aja karena sistem kerja disini yang cepat jadi tidak melakukan pengujianpengujian...“ PRA1. Rekomendasi pengendalian langsung diterapkan pada pekerja. Selain itu, menurut informan lain pengendalian sudah tersedia saja sudah cukup sehingga tidak diperlukan pengjuian. Berikut kutipan pernyataan informan: “Pengujian dari supllier lah dek, disini mah tinggal make aja pekerjanya...“ PRA2. “Tidak sih tidak ada. Sudah efektif jadi kalau disini langsung diterapkan saja pengendaliannya. Pengendalian yang digunakan juga tidak jauh berbeda dengan proyek kita yang lain...“ PRA3. “Ya seharusnya ada pengujian tapi disini tidak ada karena sudah ada saja sudah bagus..”PRA5 Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 terdapat pengendalian yang harus dilakukan pengujian seperti pengujian jalur evakuasi tanggap darurat, APD, peralatan kerja, dan lain-lain. Meskipun tidak dilakukan pengujian berdasarkan observasi dapat diketahui spesifikasi alat pelindung diri yang digunakan di Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan. Hasil identifikasi jenis dan kualitas kesesuaian APD dengan : a) Safety helmet (MSA V-Gard)
89
Keterangan:
Putih
: Karyawan, Tamu, Subkontraktor
Oren
: Pekerja K3 harian, serba/i, logistik
Merah, Biru
: Pekerja besi
Kuning
: Pekerja Galian dan Cor
Hijau
: Pekerja Kayu
Safety helmet merupakan alat pelindung kepala dari bahaya kejatuhan atau benturan sesuai dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja. Safety helmet yang terdapat di perusahaan telah memenuhi kualitas standar ANSI Z89.1 2009. Safety helmet yang digunakan adalah dengan kelas G yakni helm berjenis umum yang telah diuji ketahanannya pada tegangan 2.200 volts. b) Safety shoes
90
Safety shoes merk King’s ini dilengkapi dengan steel toe cap diproduksi menggunakan bahan yang relevan dari EN ISO 20345:2004 & AS/NZS 2210.3:2009 untuk kinerja dan kualitas. Safety shoes berfungsi melindung kaki dari bahaya kejatuhan benda, terlindas benda berat dan bahaya terpeleset sesuai dengan bahaya yang ada di tempat kerja. Sepatu ini memiliki ketahanan perlindungan beban sebanyak 20Kg (200 Joules) dan perlindungan tekanan sebesar 15.000 Newtons. Sedangkan sepatu boots merk Petrova dan AP boots terbuat dari bahan karet yang kuat dengan guratan yang bisa melekat pada permukaan yang licin sehingga mencegah pekerja yang memakai dari bahaya terpeleset di area kerja. c) Safety full body harness
Konstruksi merupakan sektor industri yang sangat erat kaitannya dengan bahaya jatuh dari ketinggian, untuk itu perusahaan menyediakan safety full body harness untuk mencegah cedera yang lebih parah pada pekerja yang bekerja di ketinggian. Safety full body harness memiliki kualitas yang baik, mampu menahan beban kerja
91
aman (safety working load) sebesar 590 kg dan daya renggang (breaking strength) sebesar 1000kgs. d) Vest
Pekerja harus berpakaian dan dilengkapi rompi pada saat bekerja, selain untuk sebagai identitas rompi juga berfungsi untuk menandakan bahwa sedang ada pekerjaan terutama pada saat malam hari. Rompi tersebut akan memantulkan sinar, hal ini sangat berguna untuk pekerja yang bekerja pada malam hari ataupun pada saat bekerja di area yang gelap seperti confined space. e) Face shield (Kedok)
Face shield berfungsi melindungi wajah dan mata pekerja. Di area kerja terdapat aktifitas pengelasan sehingga face shield merupakan salah satu alat pelindung diri yang diperlukan dan disediakan oleh
92
perusahaan. Face shield dapat melindungi pekerja dari paparan radiasi, benda panas dan cahaya sesuai dengan jenis bahaya yang ada di tempat kerja. f) Sarung tangan
Sarung tangan katun digunakan pada pekerja besi beton, pekerjaan bobokan dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk pekerjaan ketinggian. Sarung tangan ini sesuai dengan jenis bahaya yang ada, untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cedera lecet atau terluka pada tangan. g) Safety Eyewear
\ Safety eyewear ini merupakan safety glasses yang memenuhi standard ANSI Z87.1+2010 dan EN166. Kaca yang berwarna gelap ini digunakan pekerja saat siang hari. Safety eyewear ini memiliki kualitas yang baik dalam menangkal sinar UV hingga 99,9% serta memiliki lapisan yang kuat terhadap goresan.
93
6) Cabang Directive LTA Cabang directive LTA dengan kode E9 mempertimbangkan arahan untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan dalam risk assessment. Proyek Cibis Tower 9 memberi arahan terkait pengendalian. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa arahan untuk penggunaan pengendalian diberikan oleh staf K3LMP kepada para pekerja. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber: “Gini arahan ke pekerja ada pas safety morning selalu diulang bahaya apa aja pengendalian apa aja seperti induksi. Kita punya banyak karakter sifat pekerja ada yang bandel, ada yang cuek, ada yang tertib. K3LMP memberikan arahan ke pekerja jika masih bertindak tidak aman akan kita tegur lagi....“ PRA1. “Kalau disini semua arahan pengendalian di lapangan, dikantor sih jarang ada arahan ya...“ PRA2. “Arahan pengendalian untuk menggunakan APD, bertindak safety, tanggap darurat juga. Tidak hanya K3LMP tapi pelaksana kadang juga kasih arahan karena pekerja sebanyak ini susah ya kalau yang ngawas cuma berdua saja..” PRA3. Dari
kutipan
hasil
wawancara
tersebut,
diketahui
bahwa
rekomendasi pengendalian yang diarahkan oleh staf K3LMP dan atau pelaksana di lapangan. Pekerja dengan jumlah yang banyak menyulitkan petugas K3LMP yang hanya berjumlah dua orang untuk memberikan pengarahan atau teguran. Hal ini juga dirasakan oleh
94
pekerja sebagai mandor yang terkadang perlu ikut menegur pekerja yang tidak bertindak aman atau tidak menggunakan APD, berikut pernyataan pekerja: ” Masih jarang yang pakai APD masih kurang pengawasan untuk pekerja nya, ya kita mandor suka bantu tegur saja..”PRA7 Berdasarkan hasil pengamatan juga diketahui terdapat arahan kepada pekerja, namun terdapat juga beberapa pekerja yang masih membandel dikarenakan pengawasan yang masih kurang. Seperti terdapat
pekerja
yang
bekerja
di
ketinggian
namun
tidak
menggunakan body harness Kemudian berdasarkan telaah dokumen, terdapat dokumen terkait pengendalian yaitu instruksi kerja penggunaan APD dengan nomor dokumen
IK-PW-K3LMP-APD-08.
Pada
dokumen
tersebut,
dijelaskan bahwa divisi K3LMP bertanggungjawab untuk memberikan pelatihan cara penggunaan APD kepada seluruh pekerja termasuk pengunjung.
95
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 12 Instruksi Kerja Alat Pelindung Diri
7) Cabang Availability LTA Cabang availability LTA dengan kode E10 mempertimbangkan ketersediaan perlengkapan pengendalian yang direkomendasikan untuk digunakan oleh personil yang terkait. Proyek Cibis Tower 9 memberikan rekomendasi pengendalian risiko yang tersedia dengan lengkap. Berdasarkan dokumen anggaran dana pada RK3LMP Proyek Cibis Tower membuktikan bahwa ada terdapat anggaran baik untuk tindakan pencegahan maupun pemeliharaan. Anggaran untuk tindakan pencegahan meliputi, pengadaan APD, alat safety deck, obat-obatan, CCTV, safety reward, pelatihan, biaya administrasi dan lain-lain.
96
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa pengadaan perlengkapan pengendalian dilakukan oleh Divisi K3LMP serta
divisi
Logistik
dan
Peralatan.
Kemudian
pengadaan
perlengkapan juga telah mencakup semua aspek baik K3, lingkungan dan pengamanan. Berikut ini kutipan pernyataan informan: “Saya rasa perlengkapan
sudah cukup karna banyak yang
dimodifikasi dari proyek sebelumnya untuk keperluan safety disini. Walaupun disini K3 digabung dengan Mutu, Lingkungan dan Pengamanan semua pengendalian yang dibutuhkan sudah terpenuhi semua ya...“ PRA1. “Di lapangan kalau untuk perlengkapan safety sudah ada semua kan bisa dilihat juga APD, rambu-rambu sampai ruang medis semua ada...“ PRA3. Selain itu Kepala Proyek juga selalu mengingatkan terkait pengadaan pengendalian di lapangan dengan memantau anggaran dana. Seperti pada pernyataan Kepala Proyek berikut ini: “Untuk perlengkapan itu bagian K3LMP dan Logistik, selama ini kalau butuh apa-apa selalu siap sedia sih kita. Saya juga selalu ingatkan anggaran dana kan ada jadi saya tidak mau sampai lah ada kekurangan...“PRA4. Selanjutnya pekerja sebagai informan pendukung menyatakan bahwa pengendalian tersedia di lapangan memang benar tersedia dengan lengkap. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
97
“Alhamdulillah perlengkapan cukup mbak. Ya kaya helm, sepatu, body harness ada...“ PRA6. “Kalau disini lengkap pengendaliannya..”PRA7 “Dari pada proyek yang dulu di Bogor mending disini sih lebih lengkap. Ya kaya ada bu dokter, APD, APAR terus juga ada safety net gitu...“ PRA8 Dalam pengamatan diketahui bahwa ketersediaan perlengkapan sudah cukup memenuhi terdapat ruang medis, APAR, APD, ramburambu, safety net, dan lain sebagainya. Ketersediaan perlengkapan telah sesuai dengan bahaya yang ada dalam proses kerja dan lingkungan kerja. Perlengkapan yang tersedia disesuaikan dengan keadaan di lapangan seperti risiko kecelakaan ringan, bahaya bekerja diketinggian dan lain-lain. Jika ada persediaan yang diperlukan tim K3LMP segera menghubungi bagian logistik untuk mendapatkan persediaan perlengkapan.
8) Cabang Adaptability LTA Cabang adaptability LTA dengan kode E11 mempertimbangkan situasi yang berbeda-beda sesuai dengan rancangan pengendalian yang direkomendasikan. Pekerja proyek Cibis Tower 9 melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya di area kerja yang menetap. Pengendalian yang dirberikan disama ratakan di setiap pekerjaan, namun beberapa pengendalian tidak sesuai dengan beberapa pekerjaan tersebut.
98
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diketahui bahwa rekomendasi pengendalian yang diberikan hampir sama di setiap pekerjaan. Namun ada beberapa penambahan untuk bagian pekerjaan tertentu seperti pengelasan, bekerja diketinggian. Berikut ini kutipan pernyataan informan: “Semua pekerjaan pengendalian di lapangan di sama ratakan, sarung tangan, masker, helm, sepatu tapi akan ada penambahan dari jenis pekerjaannya. Seperti bagian las perlu pakai kedok, bagian cor bekisting pakai body harness...“PRA1. Pernyataan diatas didukung oleh penyataan staf K3LMP yang menjelaskan bahwa di lapangan pekerja mendapatkan pengendalian yang sama agar lebih mudah. Berikut pernyataan staf K3LMP: “Ndak ada beda-beda sama semua, ribet kalau harus dibedabedain...“ PRA2. “Harusnya sih disesuaikan tapi ya begini. Mungkin kalau di hiradc dibedakan tapi sudah di lapangan sama saja semua pakai, terkadang pekerja nya sendiri suka lalai tidak pakai APD...“PRA3. Dari
hasil
pengendalian
kutipan yang
wawancara
tersebut,
direkomendasikan
sama
diketahui
bahwa
jenisnya.
Selama
pengamatan didapatkan semua pekerja menggunakan pengendalian yang sama. Pekerja diberikan APD seperti helm dan sepatu. Pekerjaan yang dihadapi pekerja berbeda-beda seperti bagian cor, pembesian, dan kayu yang memiliki risiko yang berbeda. Seperti pada bagian cor
99
yang memerlukan masker dan bagian besi yang memerlukan sarung tangan. Berdasarkan telaah dokumen pada form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 menunjukkan bahwa pengendalian dari setiap proses kerja telah disesuaikan dengan situasi masing-masing proses kerja tersebut.
9) Cabang Use Not Mandatory Cabang
use
not
mandatory
dengan
kode
E12
mempertimbangkan kewajiban atas penggunaan pengendalian yang direkomendasikan. Proyek Cibis Tower 9 memiliki peraturan yang diwajibkan atas pelaksanaan pengendalian yang direkomendasikan didukung dengan adanya punishment. Komitmen ini dibuktikan dengan adanya dokumen form bukti pelanggaran dengan nomor dokumen 03/IM/WK/DG/DG2814122/2015.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya Gambar 5. 13 Form Bukti Pelanggaran K3LMP
100
Form bukti pelanggaran dipergunakan untuk memberi hukuman kepada pekerja yang tidak bertindak aman dan tidak menggunakan APD pada saat di area kerja. Staf K3LMP bertugas mengisi form pelanggaran tersebut didukung oleh adanya dokumen lembar inspeksi harian dengan nomor dokumen PW-K3LMP-06-10. Temuan di lapangan terkait pelanggaran tidak bertindak aman dan tidak menggunakan APD akan dimasukan kedalam form bukti pelanggaran. Kemudian pekerja yang melanggar akan dikenakan denda berupa pemotongan honor sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Proyek Cibis Tower 9 menerapkan sistem punishment dan reward. Punishment diberikan kepada pekerja yang telah terkena teguran namun masih tidak merubah tindakannya. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja yang tertib. Berikut pernyataan informan terkait hal tersebut: “Oh ya ada punishment nya denda kan kamu juga bantu bagikan form denda nya. Ada jenis-jenis pelanggaran nya juga kan kamu sudah tahu. Kita buat itu supaya mereka patuh terhadap peraturan demi keselamatan mereka juga. Untuk reward juga ada kita pantau di lapangan mandor siapa yang anak buahnya rapih kerja nya itu akan dikasih reward nya ya uang bonus buat mereka...”PRA1 “Ada hukuman denda kalau pekerja tidak menggunakan APD, jika pekerja tetap bandel dan tidak ada perubahan kita langsung buat surat untuk pengeluaran pekerja. Sedangkan kalau reward ada dalam
101
bentuk uang biasanya pas safety morning dikasih reward untuk pekerja yang rajin...”PRA2. Kutipan
hasil
wawancara
diatas
menunjukkan
bahwa
pengendalian yang direkomendasikan merupakan hal yang wajib untuk dilaksanakan didukung dengan adanya punishment yang ditetapkan. Punishment yang diberikan berupa teguran dan potong gaji. Berikut ini kutipan pernyataan pekerja selaku:: “Kalau disini ditegur sekali dua kali lalu difoto sistemnya dipotong upahnya bukan ke pekerja tapi ke mandor. Hm reward nya kalau safety morning aja ada nya...“ PRA8. “Ditegur kadang juga dikasih sanksi kadang ada yang disuruh keluar proyek disuruh pulang dulu ambil helm. Jarang denda atau dikeluarkan tapi pernah kalau ada pekerja yang bandel diarahin malah membantah...”PRA7 Kutipan diatas selaras dengan hasil selama pengamatan berlangsung memang terdapat punishment dan reward di tempat kerja. Punishment diberikan kepada pekerja yang tidak patuh menggunakan APD di area kerja. Seperti teguran dan denda terdapat juga pekerja yang sangat membantah setelah diberikan teguran beberapa kali lalu dilakukan pemecatan. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja yang tertib dan rajin. Reward diberikan pada saat safety morning setiap minggu nya.
E. Pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 Task Spesific Risk Assessment LTA
Task Spesific Risk Analysis LTA
Knowledge LTA
Use of workers Input LTA
Rceommended Risk Control LTA
Execution LTA
Technical Information System LTA
Clarity LTA
Compa tibility LTA
Testing of Control LTA
Budget LTA
Availabi lity LTA
Hazard Selection LTA
Scope LTA
Time LTA
Directive to Use LTA
Adaptabili ty LTA
Use Not Mandator y
Keterangan:
Analytical Skill LTA
Warna Merah
= Bermasalah
Warna Hijau
= Tidak Bermasalah = Atau
Hazard Identificati on LTA
Hazard Prioritisati on LTA
Bagan 5. 3 Pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 102
= Basic Cause = Intermediate Cause = Undeveloped Cuase
Pohon MORT diatas menggambar hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari semua cabang yang diteliti pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA terdapat lima cabang yang tidak bermasalah yakni cabang Use of Workers Input LTA, Budget LTA, Clarity LTA, Testing of Control LTA, Availability LTA dan Use not Mandatory. Sedangkan cabang Technical InformationSystem LTA, Time LTA, Scope LTA, Analytical Skil LTA, Hazard Identification & Prioritisation LTA, Compatibility LTA, Directive to Use LTA dan Adaptability LTA merupakan cabang yang bermasalah dalam ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.
103
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian mengenai analisis pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya, peneliti menghadapi beberapa keterbatasan seperti pada beberapa dokumen tidak dapat ditampilkan dalam tulisan ini. Dokumen yang tidak dapat ditampilkan dalam tulisan ini adalah dokumen anggaran dana secara mendalam, hasil audit internal dan dokumen metode kerja. Peneliti hanya boleh melihat dokumen tersebut pada saat itu juga dikarenakan dokumen tersebut merupakan dokumen rahasia perusahaan. B. Pembahasan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 Risk assessment merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko. Manajemen risiko merupakan bagian dari sistem manajemen PT Waskita Karya yang dirancang untuk mengantisipasi dan pengendalian risiko potensial (PT Waskita Karya, 2013). Dalam prosedur penilaian risiko dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01 memiliki detail pelaksanaan prosedur penilaian risiko harus mencakup identifikasi bahaya dan aspek lingkungan, penilaian dan pengendalian risiko serta persetujuan, pemantauan dan update penilaian risiko.
104
105
Tujuan PT Waskita Karya membuat prosedur terkait penilaian risiko adalah guna memastikan bahwa seluruh proses penilaian risiko yang mencakup
Keselamatan
Kesehatan
Kerja,
Lingkungan,
Mutu
dan
Pengamanan (K3LMP) ditetapkan, diterapkan dan dirawat. Tujuan tersebut selaras dengan sebuah standar yakni AS / NZS 4360 : 2004 yang pada intinya penilaian dan pengendalian risiko dilakukan untuk meminimalisasi meluasnya kejadian yang tidak diinginkan, meminimalkan kerugian, menyusun dan melaksanakan program dengan tepat dan efisien. Tujuan melaksanakan program secara tepat dan efisien dirasa relevan dengan memaksimalkan pencapaian tujuan menjamin tidak terjadinya gangguan kesehatan, kecelakaan kerja dan penurunan kualitas lingkungan yang tertera dalam RK3LMP Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya. Dalam RK3LMP Proyek Cibis Tower 9 menyebutkan bahwa tujuan risk assessment adalah untuk memastikan bahwa semua potensi bahaya teridentifikasi, dinilai risiko yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko. Tujuan penilaian risiko yang dibuat oleh PT Waskita Karya dalam RK3LMP telah sesuai dengan sistem manajemen K3. Penilaian risiko merupakan proses evaluasi risiko-risiko yang diakibatkan adanya bahayabahaya dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang dimiliki, dan menentukan apakah risikonya dapat diterima atau tidak. Perusahaan harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi
106
bahaya yang ada, penilaian risiko, dan penetapan pengendalian yang diperlukan. (OHSAS 18001, 2007). Proyek konstruksi sangat berpotensi mengakibatkan terjadinya hal–hal yang tidak diinginkan menjadi risiko. Risiko tersebut ada dalam semua aspek yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan, akan tetapi kompleksitas dan tingkat risiko dalam tiap-tiap pekerjaan sangat variatif tergantung seberapa besar pekerjaan dan bidang yang dijalankan (Banaitiene dan Banaitis, 2013). Prosedur risk assessment atau penilaian risiko secara tertulis tidak tercantum alur tahapan penerapan penilaian risiko akan tetapi dijelaskan berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber. Proses manajemen risiko harus dilakukan secara komprehensif dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Proses penialaian risiko diperusahaan telah sejalan dengan proses manajemen risko digambarkan sebagai berikut (AS/NZS 4360, 2004):
Bagan 6. 1 Proses Manajemen Risiko AS / NZS 4360 : 2004
107
Tahap pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 mempelajari spesifikasi teknis selaras dengan proses manajemen risiko AS/NZS 4360:2004 yakni menetapkan konteks. Sedangkan mengidentifikasi bahaya dan aspek lingkungan, menilai risiko, menentukan pengendalian risiko juga terdapat dalam standar yang sama. Pada pelaksanaannya berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber sekertaris K3LMP selaku yang membuat penilaian risiko K3 mengatakan bahwa pelaksanaan risk assessment masih belum sesuai alur. Diketahui dalam alur proses bahwa penerapan penilaian risiko di proyek dilakukan setelah organisasi membuat metode kerja dan spesifikasi teknis, akan tetapi dalam pelaksanaannya penialaian risiko dilakukan sebelum metode kerja dan spesifikasi dibuat. Dalam alur proses penialain risiko, hasil risk assessment wajib ditanda tangani oleh organisasi, hal ini merupakan salah satu bentuk bahwa hasil risk assessment juga telah dikomunikasikan kepada pihak terkait. Namun dalam pelaksanaanya diketahui bahwa pada dokumen Form PW-K3LMP-01-01 hasil penilaian risiko yang dibuat pada bulan oktober tersebut belum disetujui. Penyetujuan hasil risk assessment merupakan salah satu bentuk bahwa risk assessment telah dikomunikasikan. Hasil penilaian risiko yang tidak disetujui menjadi salah satu ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment. Selain tidak sesuai dengan prosedur, hal ini juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 pasal 13 ayat 3 (a) yang menyatakan bahwa prosedur informasi K3 harus dikomunikasikan kepada semua pihak dalam
108
perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan. Sebagaimana berdasarkan lampiran I pada Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012, hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko serta sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahanbahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi harus dikomunikasikan. Pertimbangan
dalam
melakukan identifikasi
bahaya
dan
aspek
lingkungan pada prosedur penilaian risiko di Proyek Cibis Tower 9 telah sesuai
dengan standar OHSAS
18001:2007
yakni
prosedur untuk
mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko harus memperhatikan: a. Aktifitas rutin dan non rutin b. Aktifitas seluruh personil yang mempunyai akses tempat kerja (termasuk kontraktor dan tamu) c. Perilaku/kebiasaan manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya d. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan personil e. Bahaya-bahaya yang terjadi disekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, baik milik sendiri maupun milik subkontraktor. g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di perusahaan, aktifitasaktifitasnya atau material h. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan semen tara dan dampaknya kepada operasional, proses dan aktifitas.
109
i. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait penilaian risiko dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan.. j. Rancangan
area-area
kerja,
proses-proses,
instalasi-instalasi,
mesin/peralatan dan organisasi kerja serta adaptasinya kepada kemampuan manusia. Prosedur identifikasi bahaya Proyek Cibis Tower 9 telah sesuai dengan pertimbangan yang diatur dalam OHSAS 18001:2007. Pertimbangan melakukan identifikasi bahaya telah cukup baik dengan melebihkan dua poin yakni kapan pekerjaan akan dikerjakan dan AMDAL/RKL/RPL/UKL/UPL. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembangunan proyek Cibis Tower 9 tidak terdapat dokumen AMDAL. Peraturan Pemerintah RI No.27 tahun 2012 mengatur bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Berdasarkan telaah dokumen, tidak adanyanya dokumen AMDAL menjadi salah satu masalah penting dalam penilaian risiko karena AMDAL merupakan bentuk dari penilaian risiko dari aspek lingkungan. Narasumber mengungkapkan pengajuan AMDAL telah dilakukan akan tetapi belum disetujui oleh pihak terkait, akibatnya proyek Cibis Tower 9 dibangun tanpa adanya izin lingkungan. AMDAL berguna untuk mengantisipasi adanya dampak buruk atau kerusakan terhadap lingkungan. Dalam pendirian bangunandengan tanpa memperhatikan dampak dari usaha atau industri yang akandibangunan dapat merusak lingkungan fisik dan biologis secara perlahan dan tidaklangsung (Azevedo dkk., 2014).
110
C. Pembahasan Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 1. Cabang Task Spesific Risk Analysis a. Cabang Knowledge LTA Cabang ini mempertimbangkan pengetahuan yang memadai harus tersedia
untuk
analisis
risiko.
Terdapat
dua
cabang
yang
mempengaruhi pengetahuan, yaitu: 1) Cabang Use of Workers’ Suggestion and Input LTA Proyek Cibis Tower 9 dalam pelaksanaan risk assessment mendukung adanya keterlibatan pekerja. Saran dan masukan pekerja digunakan dalam menganalisis risiko yang ada di tempat kerja. Pelaksanaan risk assessmen dengan melibatkan pekerja akan membantu meminimalkan kelalaian pelaksana risk assessment, memastikan kualitas analisis dan memperdalam analisis untuk menemukan pengendalian risiko tersebut (AS/NZS 4360, 2004). Adanya masukan dari pekerja dibuktikan dengan adanya dokumen toolbox meeting, dalam dokumen ini diketahui terdapat penyampaian topik yang disesuaikan dengan keluhan pekerja di lapangan. Berrdasarkan
hasil
wawancara,
pekerja
terlibat
dengan
memberikan informasi risiko yang dihadapi di area kerja kepada tim K3LMP dan pelaksana di lapangan. Pekerja merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan risiko dalam pekerjaan atau proses yang dilakukan. Sehingga, informasi yang didapatkan dari pekerja
111
dapat membantu pelaksana mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada di tempat kerja. Informasi dapat dijadikan pertimbangan masukan untuk pelaksanaan risk assessment dan dapat dijadikan dasar revisi atau peninjauan ulang risk assessment. Sesuai dengan salah satu ketentuan peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 pasal 15 ayat 4 (h) yaitu perusahaan harus memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. Kemudian hasil pengamatan juga mendukung adanya keterlibatan pekerja, di lapangan terlihat beberapa pekerja menemui tim K3LMP baik saat sedang berpatroli ataupun saat safety morning untuk menyampaikan bahaya dan risiko yang dihadapi di area kerja. Pekerja juga meminta pengendalian risiko yang mereka hadapi kepada petugas K3LMP atau kepada pelaksana di lapangan. Seperti dalanm Undang undang No. 1 Tahun 1970 yang menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak
mendapat
perlindungan
atas
keselamatannya
dalam
melakukan pekerjaan.setiap pekerja wajib memberikan informasi terkait bahaya di lapangan sehinggan seluruh pekerja mendapatkan perlindungan (Reese dan Eidons, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, cabang Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA dilaksanakan dengan tepat atau dengan kata lain cabang ini tidak bermasalah. Pekerja dilibatkan dalam pemberian masukan terkait risiko yang dihadapi di tempat kerja.
112
2) Cabang Technical Information Systems LTA Sistem informasi merupakan salah satu cara untuk mendukung pelaksanaan risk assessment di tempat kerja. Salah satu sistem informasi yang sering diterapkan adalah pertemuan atau rapat. Pertemuan merupakan wadah untuk evaluasi dari hasil kerja yang telah dilakukan yang dapat memberikan umpan balik dengan pengusulan langkah-langkah dalam menghadapi masalah di tempat kerja (Macdonald, 2004). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat sistem pertemuan rutin di Proyek Cibis Tower 9 yang dilakukan satu minggu
sekali
yakni
safety
morning.
Akan
tetapi
dalam
pelaksanaannya safety koordinator dan beberapa pekerja menyatakan bahwa pertemuan kurang efektif akibat kehadiran pekerja dan karyawan yang tidak maksimal. Padahal dalam Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1, dijelaskan bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan. Hal tersebut juga didukung hasil pengamatan, bahwa ada pertemuan antara seluruh pekerja yakni pada safety morning dan ada pertemuan rapat antar karyawan kantor. Safety morning sebagai bentuk pengumpulan sistem informasi dilaksanankan setiap Jumat pagi pukul 07.00 – 09.30. Sepanjang pengamatan safety morning yang dilakukan seminggu sekali ini berjalan akan tetapi pertemuan ini dihadiri oleh sedikit pekerja dan karyawan bahkan pimpinan. Selain itu karyawan juga banyak yang
113
telat dan tidak menghadiri safety morning akibat pertemuan yang dijadwalkan mulai cukup pagi. Sehingga pertemuan tidak maksimal dikarenakan tidak ada pimpinan yang menghadiri. Pimpinan merupakan figur penting dalam sebuah organisaasi. Pimpinan harus terlibat komunikasi dengan pekerja dengan upaya konsultasi guna pengambilan keputusan. Selain itu keberadaan pimpinan penting untuk mengembangkan rencana pengendalian risiko pada semua proses kerja (AS/NZS 4360, 2004). Pelaksanaan safety morning mewajibkan seluruh pekerja menghadiri setiap kegiatannya. Sistem informasi yang dibuat perusahaan juga berguna mengontrol sumber daya, sehingga dalam mengambil dapat menghasilkan keputusan-keputusan strategis. Dengan peraturan yang mewajibkan seluruh pekerja hadir dirasakan tidak efektif sebab akan ada proses kerja yang terhambat saat kegiatan berlangsung. Penggantian jadwal posisi kerja dalam mengikuti kegiatan secara bergiliran memungkinkan keefektifan kegiatan berlangsung. Proses kerja yang tetap berjalan dan safety morning juga tetap berjalan. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Technical Information Systems tidak dilaksanakan dengan tepat atau dapat dikatakan bermasalah. Hal tersebut dikarenakan sistem pertemuan yang ada tidak dilaksanakan dengan tepat, yaitu tidak semua karyawan dan pekerja bahkan pimpinan mengikuti pertemuan. Absensi yang ditemukan juga menunjukan pekerja yang mengikuti safety morning sedikit jumlahnya. Akibat dari ketidakhadiran tersebut adalah tidak
114
terkumpulnya informasi untuk analisis risiko yang dirasakan pekerja kepada pimpinan. Oleh sebab itu disarankan untuk mengubah waktu sistem pertemuan menjadi lebih siang yaitu jam 08.00 – 09.30 WIB. Selain mengubah waktu pertemuan pihak K3LMP juga membagi jadwal untuk karyawan yang mengikuti safety morning di setiap posisi kerja, membuat jadwal shift anggota yang mengikuti safety morning., agar proses kerja tidak terhambat dan jumlah kehadiran peserta safety morning lebih terkontrol. b. Cabang Execution LTA Cabang execution LTA mempertimbangkan hal-hal yang memengaruhi kualitas risk assessment. Terdapat 5 cabang yang memengaruhi kualitas risk assessment, yaitu: 1) Cabang Time LTA Waktu merupakan bagian penting dalam sebuah proses pelaksanaan risk assessment. Pelaksanaan risk assessment harus dilakukan sebelum dan selama proses pekerjaan berjalan. Risk assesment dilakukan sebelum pekerjaan bertujuan melindungi pekerja dari dampak buruk yang dapat terjadi. Berdasarkan
hasil
wawancara
diketahui
bahwa
waktu
pelaksanaan analisis risiko tidak di awal pekerjaan dan tidak di revisi secara berkala sesuai dengan prosedur penialain risiko PT Waskita Karya disebabkan oleh keterlambatan spesifikasi teknik yang merupakan dokumen yang dibutuhkan untuk menganalisis risiko. Selain
itu
dari
hasil
telaah
dokumen
ditemukan
adanya
115
ketidaktepatan hasil revisi dokumen risk assessment. Ketentuan dalam merevisi dokumen risk assessment telah ditentukan dalam prosedur penilaian risiko telah ditetapkan bahwa hasil penilaian risiko secara periodik ditinjau minimal 6 bulan sekali. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 15 ayat 4
peninjauan risk assessment
dilakukan bila adanya tuntutan dari pihak terkait pasar, adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan, terjadinya perubahan peraturan perundangan, adanya masukan dari pekerja/buruh, terjadi perubahan struktur organisasi serta adanya pelaporan. Diketahui selama proses pekerjaan berlangsung terdapat aktivitas baru yang dilakukan yakni plumbing dan finishing yang tidak dilakukan risk assessment. Padahal dalam proses kerja tersebut juga memiliki risiko-risiko yang harus dianalisis. Pemantauan dan peninjauan ulang perlu dilakukan untuk memonitor mengetahui
efektifitas.
Pemantauan
perubahan-perubahan
perlu
dilakukan
untuk
yang
bisa
terjadi.
Perubahanperubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan (AS/NZS 4360, 2004). Ketidaktepatan tersebut tidak hanya terletak pada prosedur PT Waskita Karya tetapi juga tidak sejalan dengan standar yang diadopsi oleh perusahaan yakni OHSAS 18001: 2007 SMK3 yang menyatakan bahwa organisasi harus mendokumentasikan dan
116
memelihara hasil identifikasi bahaya, penilaian risko dan penetapan pengendalian selalu terbaru (OHSAS 18001, 2007).
2) Cabang Budget LTA Anggaran dana dalam suatu perusahaan sangat diperlukan untuk mendukung berjalannya sistem. Penyediaan anggaran dana yang cukup
pada
suatu
perusahaan
untuk
memenuhi
kebutuhan
keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja merupakan komitmen yang harus dipenuhi oleh manajemen perusahaan (Pinto, 2014). Uang merupakan persediaan asset yang digunakan untuk aktivitas perekonomian baik transaksi barang dan jasa. Hal ini akan berhubungan dengan jumlah uang yang harus disediakan perusahaan untuk menyediakan peralatan yang dibutuhkan perusahaan dan gaji yang harus dikeluarkan untuk orang yang bekerja (Mankiw, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Proyek Cibis Tower 9 memiliki anggaran untuk melaksanakan program K3LMP dan risk assessment masuk kedalam anggaran program tersebut. Proyek Cibis Tower 9 berjalan dengan anggaran yang diberikan oleh perusahaan terdapat pada Rencana Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (RK3LMP). Pada RK3LMP diketahui terdapat biaya perencanaan yang didalamnya termasuk biaya fotokopi dan biaya jilid untuk dokumen risk assessment. Anggaran dana terkait pelaksanaan risk assessment juga mencakup biaya penyelenggaraan training, biaya seminar K3LMP internal/eksternal. Salah satu bentuk pengendalian kecelakaan kerja
117
dalam PP No.50 tahun 2012 adalah pelatihan. Berdasarkan risiko dan bahaya yang terdapat pada sektor konstruksi, Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya memiliki anggaran program pelatihan dan seminar K3LMP yang bertujuan agar karyawan mengetahui risiko dan bahaya di tempat kerja. Berdasarkan hasil wawancara anggaran dana yang ada dikatakan cukup dan dapat mendukung berlangsungnya pengendalian risiko dan program K3LMP di Proyek Cibis Tower 9. Jumlah anggaran dana 3,2% dari total keseluruhan dana untuk pembangunan sehingga anggaran dana tersebut dirasa cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan program K3LMP termasuk pelaksanaan risk assessment. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Budget telah sesuai untuk memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh sehingga dapat dikatakan tidak bermasalah. 3) Cabang Scope LTA Lingkup pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 dibuat berdasarkan proses secara umum pada kegiatan konstruksi. Pada prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9 dijelaskan bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di seluruh proses bisnis di PT Waskita Karya termasuk pihak luar yang bekerja untuk atau atas nama Waskita. Ruang lingkup risk assessment harus mencakup semua risiko yang terkait dengan pekerjaan/ proses yang ada di tempat kerja. Risk Assessment wajib dilakukan di seluruh aktifitas pekerjaan, termasuk
118
aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan langsung atau kontrak, suplier dan kontraktor, serta aktifitas fasilitas atau personil yang masuk ke tempat kerja (AS/NZS 4360, 2004). Berdasarkan
hasil
wawancara
diketahui
bahwa
lingkup
pelaksanaan risk assessment masih ada kekurangan. Terdapat proses kerja baru yang tidak dianalisis risikonya yakni proses plumbing yang dilakukan oleh pihak subkontraktor yang tergabung dengan perusahaan.
Padahal
proses
plumbing
juga
merupakan
tanggungjawab PT Waskita Karya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak semua proses dilaksanakan risk assessment. Padahal proses tersebut tentu memiliki potensi bahaya dan risiko yang berbeda di tempat kerja. Jika terdapat proses kerja yang tidak di analisis risiko nya maka dapat menyebabkan tidak teridentifikasinya potensi bahaya dan risiko yang ada pada proses kerja tersebut, sehingga pengendaliannya pun tidak akan dilakukan. Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau konsekuensi yang dapat ditimbulkannya (AS/NZS 4360, 2004). Oleh sebab itu, seluruh risiko yang ada di tempat kerja harus dianalisis. Berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 terdapat kolom lokasi namun kolom tersebut digabung dengan kolom peralatan, perkakas dan material sehingga pengisian
119
tidak lengkap. Area lokasi yang pernah disebutkan dalam hasil risk assessment hanya area proyek tidak ada area kantor atau lokasi lainnya. Dalam mengidentifikasi bahaya terdapattiga sumber potensi bahaya yang dapat terjadi yakni pada manusia, peralatan dan lingkungan (Russ, 2010). Meskipun risk assessment berdasarkan aktivitas akan tetapi terdapat kekurangan aktivitas dalam hasil risk assessment yakni tidak ada nya aktivitas plumbing dan finishing. Namun pada form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 risiko yang dianalisis hanya risiko keselamatan dan kesehatan terhadap manusia, sehingga tidak ditemukan upaya mencegah pencemaran lingkungan. Padahal berdasarkan pengamatan, terdapat risiko pencemaran udara dari pekerjaan pengecoran dan pembongkaran. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan Jadi pada pelaksanaan risk assessment mengalami ketidaktepatan dalam lingkup pelaksanaannya. 4) Cabang Analytical Skill LTA Pengalaman dan keterampilan pelaksana yang dibutuhkan untuk membuat dan melaksanakan risk assessment. Proyek Cibis Tower 9 mengharuskan pelaksana risk assessment termasuk dalam divisi
120
K3LMP. Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 pelaksana risk assessment secara tanggung jawab berada pada divisi K3LMP dan kepala proyek serta unit kerja terkait. Petugas yang melakukan risk assessment harus memiliki pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk menemukan bahaya (AS/NZS 4360, 2004). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaksana telah memiliki banyak pengalaman dibidang konstruksi. Tidak hanya divisi K3LMP saja yang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan risk assessment. Pimpinan juga dilibatkan dalam pelaksanaan risk assessment, Kepala proyek bertugas meninjau hasil risk assessment akan tetapi berdasarkan pengakuan Kepala Proyek belum memeriksa hasil risk assessment yang dibuat. Berdasarkan hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP juga menjelaskan bahwa risk assessment dibuat berdasarkan data sebelumnya saja. Staf ikut terlibat dalam pelaksanaan risk assessment namun tidak memiliki sertifikasi akan hal tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 10 ayat 3, yang menyatakan bahwa pelaksana harus memiliki kompetensi
kerja
yang
dibuktikan
dengan
sertifikat
serta
kewenangan di bidang K3. Hal ini berakibat ketidakpahaman pelaksanaan risk assessment mulai dari tahapan pelaksanaan sampai metode yang digunakan.
121
Pengalaman dan keterampilan pelaksana dapat disimpulkan belum memadai. Sehingga, cabang Analytical Skill LTA bermasalah. Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya menetapkan pelaksana secara struktural dengan deskripsi kerja jelas yang dituangkan dalam surat izin kerja, serta membekali para personil dengan pelatihan khusus. 5) Cabang Hazard Selection LTA Cabang ini menganggap bahaya yang tidak dicantumkan dapat memicu masalah. Temuan bahaya sangat penting untuk kecukupan analisis risiko. Terdapat 2 cabang yang mempengaruhi, yaitu: a) Cabang Hazard Identification LTA Prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 menjelaskan bahwa identifikasi bahaya harus dilakukan secara on going dimana jika terjadi perubahan aktivitas penilaian risiko dibuat yang baru. Berdasarkan hasil telaah dokumen metode kerja dengan nomor dokumen WK-CIBIS-ENG-MS-BS-009 dengan hasil form risk assessment dengan nomor dokumen PW-K3LMP01-01 diketahui terdapat ketidaksesuaian tahapan yang di analisis. Terdapat tahapan kerja yang tidak dianalisis adalah proses kerja yakni plumbing.
Selain itu bahaya diidentifikasi berdasarkan
aktivitas proses pekerjaan, akan tetapi kolom lokasi, proses, peralatan, material dijadikan dalam satu kolom sehingga terdapat ketidakjelasan atau membingungkan dalam pengisian.
122
Untuk itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya melakukan revisi form risk assessment aspek K3LMP, yaitu dengan memisahkan kolom lokasi, peralatan dan material. b) Cabang Hazard Prioritisation LTA Metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya perlu diperhatikan saat melakukan identifikasi bahaya. Proyek Cibir Tower 9 menggunakan metode analisis kualitatif dalam menentukan prioritas bahaya. Hal tersebut terlihat dari tahapan pelaksanaan pertama yaitu menentukan kemungkinan dan selanjutnya menentukan keparahan. Kelebihan menggunakan analisis kualitatif adalah mudah dimengerti, tidak menggunakan sumber daya yang mahal, dan dapat digunakan ketika tidak tersedia data yang baik (Cross, 1998). Berdasarkan kelebihan tersebut, maka Proyek Cibis Tower 9 telah sesuai memilih metode kualitatif. Kondisi Proyek Cibis Tower 9 yang memiliki sumber daya yang seperti personil, waktu, dan lain-lain. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1, bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan. Namun dalam pelaksanaan risk assessment terdapat ketidaksesuaian dengan prosedur, yaitu penentuan kategori terkait tingkatan risiko. Untuk beberapa pekerjaan yang mengakibatkan jari terputus tingkat risiko tersebut termasuk tingkat 3 yaitu cacat permanen akan tetapi dalam hasil risk
123
assessment keparahan tersebut masih dinilai 2. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Hazard Prioritisation bermasalah. Hal tersebut karena terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori tingkatan risiko kemungkinan dan keparahan antara prosedur serta form hasil risk assessment. Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 memantau pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan bahaya. 2. Cabang Recommended Risk Controls LTA a. Cabang Clarity LTA Pengendalian yang direkomendasikan oleh Proyek Cibis Tower 9 telah ditulis dalam form hasil risk assessment, didalam hasil tersebut juga memasukan pengendalian sesuai dengan hirarki pengendalian. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa rekomendasi pengendalian tertulis dalam form hasil risk assessment. Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS, 2004). Berdasarkan hasil wawancara diketahui pekerja memahami pengendalian yang direkomendasikan karena pekerja memiliki pengalaman bekerja di area kerja yang sama yakni pekerja konstruksi. Berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9, terdapat kolom rekomendasi pengendalian. Kolom pengendalian risiko dalam hasil risk assessment diisi dengan
124
rekomendasi pengendalian. Pengendalian risiko merupakan langkah penting dalam menentukan keseluruhan manajemen risiko (Ramli, 2010). Dengan adanya pengendalian yang jelas dari pengendalian risiko
dan
pemahaman
pekerja
atas
pengendalian
yang
direkomendasikan maka tidak terdapat masalah dalam cabang Clarity. b. Cabang Compatibility LTA Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi risikonya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai
dengan
menentukan
kemampuan
pengendalian
dan harus
kondisi
perusahaan.
Dalam
mempertimbangkan
hirarki
pengendalian, sebagai berikut: (Ramli, 2010) 1.
Eliminasi
merupakan
teknik
pengendalian
dengan
menghilangkan sumber bahaya. Cara ini sangat efektif karena sumber
bahaya
dieliminasi
sehingga
potensi
risiko
dapat
dihilangkan. 2.
Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan
mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahay dengan yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya. 3.
Pengendalian Teknis, sumber bahaya biasanya berasal dari
peralatan atau saran teknis yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain,
penambahan
pengaman.
peralatan
dan
pemasangan
peralatan
125
4.
Pengendalian Administratif, pengendalian bahaya juga
dapat dilakukan secara administratif misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi kerja atau pemeriksaan kesehatan. 5.
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan pilihan
terakhir untuk mengendalikan bahaya misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernapasan, pelindung jatuh dan pelindung kaki. Dalam konsep K3 penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena APD bukan untuk mencegah kecelakaan namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan. Berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya, rekomendasi pengendalian yang diberikan lebih banyak kontrol administratif. Padahal
dalam
menerapkan
pengendalian
terdapat
hirarki
pengendalian lain sebelum pengendalian administratif. Seperti pada hasil risk assessment proses pekerjaan struktur pada aktivitas pemasangan baja casteleted beam dalam hasil analisis pengendalian yang dilakukan langsung pada poin pengendalian administratif. Padahal rekayasa teknis merupakan pengendalian yang terbaik karena menghilangkan bahaya yang ada atau menghilangkan kemungkinan bahaya tersebut mengenai pekerja. Sedangkan kontrol administratif tidak menghilangkan bahaya secara langsung, tetapi digunakan untuk membatasi waktu kontak antar pekerja dengan bahaya.
126
Berdasarkan
hasil
wawancara
diketahui
bahwa
pada
pelaksanaannya pengendalian yang dilaksanakan tidak semua sesuai dengan hirarki yang terdapat pada form hasil hiradc hanya saja dalam pelaksanaan dengan hirarki pengendalian mayoritas difokuskan pada perlengkapan K3LMP. Padahal perlengkapan atau APD digunakan sebagai cara terakhir untuk melindungi pekerja bila pengendalian teknis dan administratif tidak mungkin dilakukan atau dalam keadaan darurat. APD tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada, karena hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakefektifan dalam mengatasi risiko yang ada, karena tidak ada pertimbangan tingkat risiko dalam menerapkan pengendalian. Pada lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012, menyatakan bahwa apabila upaya pengendalian risiko diperlukan, maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat pengendalian. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Compatibility bermasalah. Hal disebabkan biaya untuk keperluan pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan pencegahan lain tersedia akan tetapi dalam pelaksanaan hanya fokus kepada APD sehingga pengendaian yang direkomendasikan tidak kompatibel dengan hirarki pengendalian. Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower
9
melakukan
tinjauan
ulang
terhadap
rekomendasi
127
pengendalian yang dibuat agar sejalan dengan yang dilaksanakan, yaitu dengan mengutamakan berdasarkan hirarki pengendalian. c. Cabang Testing of Control LTA Risiko yang terdapat di tempat kerja wajib dikendalikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa pengujian pengendalian tidak dilakukan akibat keterbatasan waktu. Selain itu, rekomendasi pengendalian langsung diterapkan pada pekerja. Berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 terdapat pengendalian yang harus dilakukan pengujian seperti pengujian jalur evakuasi tanggap darurat, APD, peralatan kerja, dan lain-lain. Pengujian sendiri merupakan proses, cara, perbuatan
untuk
Pengendalian
mengetahui
sebelum
mutu
sesuatu
diimplementasikan
(KBBI,
harus
diuji
2015). untuk
efektivitas. Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360, 2004). Pengendalian risiko akan langsung diterapkan, apabila ada masalah baru akan dilaporkan. Dampaknya adalah masih besar kemungkinan tidak efektifnya pengendalian yang direkomendasikan, dibandingkan dengan apabila sudah dilakukan pengujian terlebih dahulu, karena dengan pengujian dapat mengetahui mutu sesuatu. Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment, terdapat kolom resultant index, yaitu evaluasi ulang indeks risiko setelah pengujian tindakan pengendalian. Meskipun tidak dilakukan
128
pengujian langsung akan tetapi berdasarkan observasi diketahui bahwa terdapat spesifikasi alat pelindung diri yang digunakan telah disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Testing of Controls tidak bermasalah. Hal ini dikarenakan meskipun pengendalian yang direkomendasikan tidak diuji langsung sebelum diimplementasikan akan tetapi spesifikasi ketersediaan perlengkapan pengendalian telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja. Pada lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012, bahwa upaya pengendalian di evaluasi apabila terjadi ketidaksesuaian atau perubahan pada proses kerja. Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan disarankan untuk menerapkan pengujian pengendalian yang direkomendasikan secara langsung guna meningkatkan kualitas pengendalian. d. Cabang Directive LTA Penerapan pengendalian dalam pelaksanaannya perlu diikuti dengan arahan yang tepat. Pekerja perlu diarahkan oleh seorang pemimpin untuk bisa bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku di perusahaan
tersebut
(Brown,
2014).
Pekerja
yang
kurang
mendapatkan arahan dapat menyebabkan proses kerja terhambat. Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
rekomendasi
pengendalian yang diarahkan oleh staf K3LMP dan atau pelaksana di lapangan. Pekerja dengan jumlah yang banyak menyulitkan petugas K3LMP yang hanya berjumlah dua orang untuk memberikan
129
pengarahan atau teguran. Hal ini juga dirasakan oleh pekerja sebagai mandor yang terkadang perlu ikut menegur pekerja yang tidak bertindak aman atau tidak menggunakan APD. Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1, menjelaskan bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan. Dikomunikasikannya prosedur kepada
pekerja
adalah
salam
bentuk
arahan
saat
bekerja.
Berdasarkan hasil pengamatan juga diketahui terdapat arahan kepada pekerja, namun terdapat juga beberapa pekerja yang masih membandel dikarenakan pengawasan yang masih kurang. Seperti terdapat
pekerja
yang
bekerja
di
ketinggian
namun
tidak
menggunakan body harness . Padahal, berdasarkan telaah dokumen, terdapat
dokumen
terkait
pengendalian
yaitu
instruksi
kerja
penggunaan APD dengan nomor dokumen IK-PW-K3LMP-APD-08. Pada
dokumen
tersebut,
dijelaskan
bahwa
divisi
K3LMP
bertanggungjawab untuk memberikan pelatihan cara penggunaan APD kepada seluruh pekerja termasuk pengunjung. Dalam instruksi kerja APD tersebut dituliskan Unit K3LMP harus merencanakan kebutuhan APD di masing-masing kegiatan sesuai jenis pekerjaan, melakukan pengadaan APD sesuai kebutuhan dan jadwal penggunaannya, memberikan APD kepada para pekerja serta memberikan pelatihan cara penggunaan kepada seluruh pekerja. Pada Peratran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor
130
PER./08/MEN/VII/2010 Pasal 4 ayat 1 tentang APD tertulis manajemen APD yakni: a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD. b. Pemilihan
APD
yang sesuai
dengan
jenis
bahaya
dan
kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh. c. Pelatihan. d. Penggunaan, perawatan dan penyimpanan. e. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan. f. Inspeksi dan, g. Evaluasi dan pelaporan Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan cabang Directive mengalami masalah. Hal ini diakibatkan masih kurangnya arahan dan pengawasan terkait pengendalian diberikan oleh staf K3LMP, sehingga disarankan untuk pihak Proyek Cibis Tower 9 melakukan pelatihan terkait pengendalian di lapangan guna pengawasan bagi pekerja saat menggunakan APD. h. Cabang Availability LTA Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360, 2004). Proyek Cibis Tower 9 memberikan rekomendasi pengendalian risiko yang tersedia dengan lengkap. Berdasarkan dokumen anggaran dana pada RK3LMP Proyek Cibis Tower membuktikan bahwa ada terdapat anggaran baik untuk tindakan pencegahan maupun pemeliharaan. Anggaran untuk
131
tindakan pencegahan meliputi, pengadaan APD, alat safety deck, obatobatan, CCTV, safety reward, pelatihan, biaya administrasi dan lainlain. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengadaan perlengkapan pengendalian dilakukan oleh Divisi K3LMP serta divisi Logistik dan Peralatan. Selain itu selaras dengan cabang Testing of Control yang diketahui bahwa perlengkapan pengendalian memiliki spesifikasi sesuai dengan bahaya dan risiko yang ada ditempat kerja. Hal ini membuktikan bahwa upaya penyediaan pengendalian dilaksanakan, sehingga pengendalian yang direkomendasikan dapat diterapkan. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan terbukti bahwa ketersediaan perlengkapan sudah cukup memenuhi terdapat ruang medis, APAR, APD, rambu-rambu, safety net, dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no.50 tahun 2012, bahwa pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat evakuasi, peralatan pengendalian, dan peralatan pelindung diri. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Availability tidak memiliki masalah sebab pengadaan peralatan pengendalian sudah terpenuhi di lapangan. i. Cabang Adaptability LTA Pekerja proyek Cibis Tower 9 melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya di area kerja yang menetap. Pengendalian yang diberikan disama ratakan di setiap pekerjaan, namun beberapa pengendalian tidak sesuai dengan beberapa pekerjaan tersebut.
132
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diketahui bahwa rekomendasi pengendalian yang diberikan hampir sama di setiap pekerjaan. Namun ada beberapa penambahan untuk bagian pekerjaan tertentu seperti pengelasan, bekerja diketinggian. Berdasarkan telaah dokumen pada form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 menunjukkan bahwa pengendalian dari setiap proses kerja telah disesuaikan dengan situasi masing-masing proses kerja tersebut. Alat pelindung diri merupakan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja (Budiono, 2003). Seperti diketahui bahwa APD memilki persyaratan tersendiri salah satunya adalah memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya yang dihadapainya (Suma'mur, 2009). Akan tetapi selama
pengamatan
didapatkan
semua
pekerja
menggunakan
pengendalian yang sama. Pekerja diberikan APD seperti helm dan sepatu. Pekerjaan yang dihadapi pekerja berbeda-beda seperti bagian cor, pembesian, dan kayu yang memiliki risiko yang berbeda. Seperti pada bagian cor yang memerlukan masker dan bagian besi yang memerlukan sarung tangan. Ketidaksesuaian pengendalian ini selaras dengan cabang Directive yang dimana kurangnya arahan dan pengawasan dari staf K3LMP yang mempengaruhi ketidaksesuaian pengendalian di lapangan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi pengendalian yang direkomendasikan terdapat pengendalian yang belum sesuai
133
dengan hirarki pengendalian seperti pada cabang Compatibility yang juga bermasalah. Pada pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 terdapat ketidaktepatan pada cabang Adaptability LTA yang juga dipengaruhi oleh beberapa cabang lainnya sebab pengendalian yang ada di tempat kerja masih kurang sesuai dengan beberapa jenis pekerjaan. Sehingga Proyek Cibis Tower 9 perlu melakukan perbaikan terhadap pelaksanaan kesesuaian pengendalian sesuai dengan jenis pekerjaan. j. Cabang Use Not Mandatory Proyek Cibis Tower 9 memiliki peraturan yang diwajibkan atas pelaksanaan pengendalian yang direkomendasikan didukung dengan adanya punishment. Sejalan dengan lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012, bahwa tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan. Komitmen ini dibuktikan dengan adanya dokumen form bukti pelanggaran
dengan
03/IM/WK/DG/DG2814122/2015.
nomor Punishment
dokumen diberikan
kepada
pekerja yang telah terkena teguran namun masih tidak merubah tindakannya. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja yang tertib. Untuk mencapai perilaku aman yang baik, sangat penting untuk memberikan beberapa bentuk penghargaan atau reward begitupun sebaliknya,
punishment
dapat
digunakan
untuk
mengurangi
kemungkinan terjadinya perilaku buruk yang sama
(Reese dan
134
Eidons, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, Punishment diberikan kepada pekerja yang tidak patuh menggunakan APD di area kerja. Seperti teguran dan denda terdapat juga pekerja yang sangat membantah setelah diberikan teguran beberapa kali lalu dilakukan pemecatan. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja yang tertib dan rajin. Reward diberikan pada saat safety morning setiap minggunya. Uraian diatas menjelaskan bahwa untuk cabang use not mandatory telah dilakukan dengan tepat atau tidak ada masalah. Terdapat peraturan yang mendorong pekerja untuk melakukan pengendalian. Terbukti berdasarkan hasil pengamatan, bahwa punishment diberikan kepada pekerja yang telah terkena teguran namun masih tidak merubah tindakannya. Berdasarkan hasil penelitian, cabang Use Not Mandatory tidak bermasalah. Hal tersebut karena terdapat punishment apabila pengendalian tidak diterapkan. D. Pembahasan Pohon MORT Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 Pada struktur pohon MORT, pada lapis kesepuluh terdapat dua cabang yang fokus membahas terkait risk assessment yaitu cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang menjadi fokus analisis karena pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya risk assessment dilaksanakan, namun terdapat ketidaktepatan pelaksanaannya. Dalam pohon MORT, cabang Task Spesific Risk Assessment LTA terdiri dari 2 cabang, yaitu Task Spesific
135
Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA. Pada cabang Task Spesific Risk Analysis LTA, cabang yang terkait diantaranya cabang Knowledge LTA dan Execution LTA. Cabang Knowledge LTA terdiri dari Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA dan Technical Information Systems LTA. Cabang Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA tidak bermasalah karena pekerja dilibatkan dalam pemberian masukan terkait risiko yang dihadapi. Sedangkan cabang Technical Information Systems LTA bermasalah karena sistem pertemuan yang ada tidak dilaksanakan dengan tepat, yaitu tidak semua karyawan dan pekerja bahkan pimpinan mengikuti pertemuan. Antara cabang Knowledge dengan cabang Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA dan Technical Information Systems LTA terdapat simbol “gerbang ATAU”. Artinya apabila salah satu saja antara cabang Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA dan cabang Technical Information Systems LTA tidak dilaksanakan dengan tepat, maka akan menyebabkan masalah pada cabang Knowledge LTA. Jadi berdasarkan hasil penelitian, cabang Knowledge LTA dapat dikatakan memiliki masalah, karena cabang Technical Information Systems LTA tidak dilaksanakan dengan tepat. Kemudian cabang Execution LTA terdiri dari Time LTA, Budget LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA, dan Hazard Selection LTA. Berikut ini hasil penelitiannya: a. Cabang Time LTA bermasalah karena pelaksanaan risk assessment tidak sesuai air pelaksanaan dan tidak direvisi secara berkala.
136
b. Cabang Budget LTA tidak bermasalah karena telah tersedia anggaran dana untuk memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh. c. Cabang Scope LTA bermasalah karena terdapat proses kerja yang tidak di lakukan analisis risiko. d. Cabang Analytical Skill LTA bermasalah karena pengalaman dan keterampilan pelaksana dapat disimpulkan belum memadai. e. Cabang Hazard Selection LTA terdiri dari cabang Hazard Identification LTA dan Hazard Prioritisation LTA. Cabang Hazard Identification LTA bermasalah
karena
terdapat
ketidaksesuaian
penentuan
kategori
konsekuensi dan kemungkinan antara prosedur dengan form hasil risk assessment. Antara cabang Hazard Selection LTA
dengan cabang Hazard
Identification LTA dan Hazard Prioritisation LTA terdapat simbol “ATAU”. Sehingga apabila salah satu saja antara cabang Hazard Identification LTA dan Hazard
Prioritisation
LTA
bermasalah,
maka
akan
menyebabkan
ketidaktepatan pelaksanaan pada cabang Hazard Selection LTA. Jadi berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa cabang Hazard Selection LTA bermasalah. Selanjutnya antara cabang Execution LTA dengan cabang Time LTA, Budget LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA dan Hazard Selection LTA terdapat simbol “ATAU”. Artinya apabila salah satu cabang bermasalah maka akan menyebabkan masalah pada cabang Execution LTA. Jadi berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa cabang Execution LTA juga bermasalah. Berdasarkan hasil penelitian cabang Knowledge LTA dan Execution LTA bermasalah. Antara cabang Task Spesific Risk Analysis
137
LTA dengan cabang Knowledge LTA dan Execution LTA terdapat simbol “ATAU”, sehingga apabila salah satu dari cabang Knowledge LTA dan Execution LTA bermasalah menyebabkan masalah juga pada cabang Task Spesific Risk Analysis LTA. Dengan demikian, masalah pada cabang Knowledge LTA dan Execution LTA akan mempengaruhi cabang Task Spesific Risk Analysis LTA. Kemudian pada cabang Recommended Risk Controls LTA, cabang yang terkait diantaranya cabang Clarity LTA, Compatibility LTA, Testing of Control LTA, Directive LTA, Availability LTA, Adaptability LTA, dan Use Not Mandatory. Berikut ini hasil penelitiannya: a. Cabang Clarity LTA tidak terdapat masalah sebab pemahaman pekerja atas pengendalian yang direkomendasikan telah jelas diterima. b. Cabang Compatibility LTA tidak dilaksanakan dengan tepat karena biaya untuk keperluan pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan pencegahan lain tersedia akan tetapi dalam pelaksanaan hanya fokus kepada APD. c. Cabang Testing of Control LTA tidak bermasalah karena pengendalian yang direkomendasikan disesuaikan dengan spesifikasi kebutuhan pengendalian di lapangan. d. Cabang Directive LTAdikatakan bermasalah akibat masih kurangnya arahan dan pengawasan terkait pengendalian diberikan oleh staf K3LMP. e. Cabang Availability LTA tidak bermasalah sebab pengadaan peralatan pengendalian sudah terpenuhi di lapangan.
138
f. Cabang Adaptability LTA bermasalah dikarenakan pengendalian yang ada di tempat kerja masih kurang sesuai dengan beberapa jenis pekerjaan. g. Cabang Use Not Mandatory tidak bermasalah sebab terdapat punishment diberikan kepada pekerja yang telah terkena teguran namun masih tidak merubah tindakannya. Antara Recommended Risk Controls LTA dengan cabang Clarity LTA, Compatibility LTA, Testing of Control LTA, Directive LTA, Availability LTA, Adaptability LTA, dan Use Not Mandatory terdapat simbol “gerbang ATAU”. Artinya apabila salah satu saja antara cabang Clarity LTA, Compatibility LTA, Testing of Control LTA, Directive LTA, Availability LTA, Adaptability LTA, dan Use Not Mandatory bermasalah, maka akan menyebabkan masalah pada cabang Recommended Risk Controls LTA. Jadi berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa cabang Recommended Risk Controls LTA bermasalah. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian cabang Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA bermasalah. Antara cabang Task Spesific Risk Assessment LTA dengan cabang Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA terdapat simbol “ATAU”, sehingga jika salah satu antara cabang Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA bermasalah, maka menyebabkan masalah pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Jadi, masalah pada cabang Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA akan mempengaruhi cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Dengan demikian hal-hal yang menyebabkan tidak tepatnya pelaksanaan risk assessment adalah sistem pengumpulan informasi, penentuan waktu risk
139
assessment, lingkup pelaksanaan risk assessment, pelaksana risk assessment, identifikasi bahaya, kesesuaian dengan hirarki pengendalian, arahan untuk penggunaan pengendalian, dan kesesuaian rancangan pengendalian dengan situasi.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1.
PT Waskita Karya merupakan perusahaan yang memiliki bidang bisnis jasa konstruksi, Beton Precast, Properti, Engineering dan Procurement, serta Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol.Proyek Cibis Tower 9 Cilandak merupakan salah satu proyek yang dibangun oleh PT Waskita Karya (Persero) dengan menerapkan program Keselamatan Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (K3LMP).
2. Pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita
Karya
belum sesuai alur proses penilaian risiko.
Ketidaksesuaian meliputi revisi dokumen, identifikasi bahaya serta tidak dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja atau karyawan lain termasuk pimpinan. 3.
Dalam menganalisis penyebab masalah dalam pelaksanaan risk assessment berdasarkan MORT, berikut ini status dari cabang task spesific risk assessment LTA: a. Cabang task spesific risk analysis LTA 1) Cabang yang tidak bermasalah yaitu: -
Cabang use of workers’ suggestion and inputs karena pekerja dilibatkan dalam pemberian masukan terkait risiko yang dihadapi.
-
Cabang Budget LTA karena telah tersedia anggaran dana untuk memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh.
140
141
2) Cabang yang bermasalah yaitu: -
Cabang technical information system karena sistem pertemuan yang ada tidak dilaksanakan dengan tepat, yaitu tidak semua karyawan dan pekerja bahkan pimpinan mengikuti pertemuan.
-
Cabang Time LTA karena pelaksanaan risk assessment tidak sesuai air pelaksanaan dan tidak direvisi secara berkala.
-
Cabang Scope LTA karena terdapat proses kerja yang tidak di lakukan analisis risiko.
-
Cabang Analytical Skill LTA keterampilan pelaksana belum memadai.
-
Cabang Hazard Selection LTA terdiri dari cabang Hazard Identification LTA dan Hazard Prioritisation LTA. Cabang Hazard Identification LTA bermasalah karena Proyek Cibis Tower 9 tidak melihat bahaya terhadap aktivitas kerja baru. Kemudian cabang Hazard Prioritisation LTA bermasalah karena terdapat terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori konsekuensi dan kemungkinan antara prosedur dengan form hasil risk assessment.
b. Cabang recommended risk coontrols LTA 1) Cabang yang tidak bermasalah yaitu: -
Cabang
Clarity
LTA
karena
pemahaman
pekerja
atas
pengendalian yang direkomendasikan telah jelas diterima. -
Cabang Testing of Control LTA karena pengendalian yang direkomendasikan disesuaikan dengan spesifikasi kebutuhan.
142
-
Cabang
Availability
LTA
karena
pengadaan
peralatan
pengendalian sudah terpenuhi di lapangan. -
Cabang Use Not Mandatory karena terdapat punishment diberikan kepada pekerja yang bertindak tidak aman.
2) Cabang yang bermasalah yaitu: -
Cabang Compatibility LTA karena biaya untuk keperluan pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan pencegahan lain tersedia tetapi dalam pelaksanaan hanya fokus kepada APD.
-
Cabang Directive LTA karena masih kurangnya arahan dan pengawasan terkait pengendalian diberikan oleh staf K3LMP.
-
Cabang Adaptability LTA karena pengendalian yang ada di tempat kerja masih kurang sesuai dengan beberapa jenis pekerjaan.
4.
Hal-hal yang menyebabkan masalah dalam pelaksanaan risk assessment berdasarkan pohon MORT adalah sistem pengumpulan informasi, penentuan waktu risk assessment, lingkup pelaksanaan risk assessment, pelaksana risk assessment, identifikasi bahaya, kesesuaian dengan hirarki pengendalian, pengujian pengendalian sebelum diimplementasikan, arahan untuk penggunaan pengendalian, dan kesesuaian rancangan pengendalian dengan situasi.
143
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya disarankan: -
Mengubah waktu sistem pertemuan menjadi lebih siang 08.00 – 09.30 WIB dan membuat jadwal shift anggota yang mengikuti safety morning.
-
Melaksanakan risk assessment sesuai prosedur yang ada dan ditinjau secara berkala yakni 6 bulan sekali.
-
Mengkomunikasikan hasil risk assessment kepada Kepala Proyek dan divisi terkait.
-
Memberikan pelatihan tentang risk assessment kepada seluruh staff K3LMP dan personil terkait.
-
Melakukan pemantauan pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan bahaya.
-
Melakukan tinjauan ulang terhadap rekomendasi pengendalian yang dibuat agar sejalan dengan yang dilaksanakan.
-
Membuat jadwal personil K3LMP dalam melakukan pengawasan untuk pekerja di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanto, B. & Irawan, S. 2013. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerjaan Struktur Bawah dan Struktur Atas Gedung Bertingkat. Jurnal Teknik Sipil. AS/NZS 4360 2004. Risk Management. Sidney: Council of Standards Australia and Council of Standards New Zealand. Azevedo, R. C. d., Ensslin, L. & Jungles, A. E. 2014. A review of Risk Management in Construction: Opportunities for Improvement. Modern Economy, 5, 367-383. Bachtiar, D. S. & Sulaksmono, M. 2013. Risk Assessment Pada Pekerjaan Welding Confined Space di Bagian Ship Building PT Dok Dan Perkapalan Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2, 52-60. Banaitiene, N. & Banaitis, A. 2013. Risk Management in Construction Projects. INTECH. BPJS Ketenagakerjaan 2013. Laporan Tahunan Sustainability Annual Report 2013. Brown, A. S. 2014. Chapter 6 - Risk Management. In: Taktak, A., Ganney, P., Long, D. & White, P. (eds.) Clinical Engineering. Oxford: Academic Press. Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja, Semarang, Universitas Diponegoro.
144
145
Camino López, M. A., Ritzel, D. O., Fontaneda, I. & González Alcantara, O. J. 2008. Construction industry accidents in Spain. Journal of Safety Research, 39, 497-507. CCOHS 2009. Canadian Centre for Occupational Health and Safety Depnaker 2005. Modul SMK3 Jakarta: Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerja. Ericson, C. A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety, Virginia, Wiley Interscience. ILO 2011. Hazard Analysis: Organizational Factors – MORT. International Crisis Management Association 2014. The Management Oversight and Risk Tree (MORT). Jamsostek. 2011. Kecelakaan Kerja terbanyak di Sektor Konstruksi Diakses melalui.: http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828. Diakses melalui [Accessed Access Date Access Year]|. Kani, B. R. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT. Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statik, 1, 430-433. Adiyanto, B. & Irawan, S. 2013. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerjaan Struktur Bawah dan Struktur Atas Gedung Bertingkat. Jurnal Teknik Sipil. AS/NZS 4360 2004. Risk Management. Sidney: Council of Standards Australia and Council of Standards New Zealand.
146
Azevedo, R. C. d., Ensslin, L. & Jungles, A. E. 2014. A review of Risk Management in Construction: Opportunities for Improvement. Modern Economy, 5, 367-383. Bachtiar, D. S. & Sulaksmono, M. 2013. Risk Assessment Pada Pekerjaan Welding Confined Space di Bagian Ship Building PT Dok Dan Perkapalan Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2, 52-60. Banaitiene, N. & Banaitis, A. 2013. Risk Management in Construction Projects. INTECH. BPJS Ketenagakerjaan 2013. Laporan Tahunan Sustainability Annual Report 2013. Brown, A. S. 2014. Chapter 6 - Risk Management. In: Taktak, A., Ganney, P., Long, D. & White, P. (eds.) Clinical Engineering. Oxford: Academic Press. Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja, Semarang, Universitas Diponegoro. Camino López, M. A., Ritzel, D. O., Fontaneda, I. & González Alcantara, O. J. 2008. Construction industry accidents in Spain. Journal of Safety Research, 39, 497-507. CCOHS 2009. Canadian Centre for Occupational Health and Safety Depnaker 2005. Modul SMK3 Jakarta: Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerja. Ericson, C. A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety, Virginia, Wiley Interscience.
147
ILO 2011. Hazard Analysis: Organizational Factors – MORT. International Crisis Management Association 2014. The Management Oversight and Risk Tree (MORT). Jamsostek. 2011. Kecelakaan Kerja terbanyak di Sektor Konstruksi Diakses melalui.: http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828. Diakses melalui [Accessed Access Date Access Year]|. Kani, B. R. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT. Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statik, 1, 430-433. Labombang, M. 2011. Manajemen Risiko Dalam Proyek Konstruksi. Jurnal SMARTek, 9. Macdonald, D. 2004. Practical Industrial Safety, Risk Assessment, and Shutdown System, Elsevier Science & Technology Books. Mankiw, G. 2006. Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta, Salembat Empat. Menakertrans 2012. Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. In: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (ed.). Jakarta. Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Noordwijk Risk Initiative 2009. NRI MORT User's Manual, Netherlands, The Noorwidjk Risk Initiative Foundation. Oakley, J. S. 2003. Accident Investigation Techniques, United States, The American Society of Safety Engineers.
148
OHSAS 18001 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Persyaratan. British Standard Institution. Pinto, A. 2014. QRAM a Qualitative Occupational Safety Risk Assessment Model for the construction industry that incorporate uncertainties by the use of fuzzy sets. Safety Science, 63, 57-76. Pinto, A., Nunes, I. L. & Ribeiro, R. A. 2011. Occupational risk assessment in construction industry – Overview and reflection. Safety Science, 49, 616624. PT Waskita Karya 2013. Laporan Tahunan 2013 Annual Report. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Jakarta, Dian Rakyat. Reese, C. D. & Eidons, J. V. 2006. Handbook of OSHA Construction Safety and Health, United States of America, CRC Press. Rijanto, B. 2012. Pencegahan Kecelakaan di Industri, Jakarta, Mitra Wacana Media. Russ, K. 2010. Risk Assessment in the UK Health and Safety System: Theory and Practice. Safety and Health at Work, 1, 11-18. Sklet, S. 2004. Methods for Accident Investigation, Norwegian University of Science and Technology, ROSS. Srijayanti, N. L. P., Sudipta, I. G. K. & Putera, A. 2013. Kecelakaan Tenaga Kerja Pada Proyek Konstruksi di Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, 12, 1-6. Stranks, J. 2007. Human Factor and Behavioural Safety, Burlington, UK, Elsevier Ltd.
149
Sucita, I. K. & Broto, A. B. 2011. Identifikasi dan Penanganan Risiko K3 Pada Proyek Konstruksi Gedung. Jurnal Teknik Sipil, 10, 83-92. Sugiyono 2009. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Bandung, Alfabeta. Suma'mur 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Gunung Agung. Susanto, H. 2010. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Pada Pembangunan
Gedung
Perkantoran dan
Perkuliahan
Tahap
III
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Taylor, G. 2004. Enhancing Occupational Safety and Health, Jordan Hill, Oxford. Labombang, M. 2011. Manajemen Risiko Dalam Proyek Konstruksi. Jurnal SMARTek, 9. Macdonald, D. 2004. Practical Industrial Safety, Risk Assessment, and Shutdown System, Elsevier Science & Technology Books. Mankiw, G. 2006. Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta, Salembat Empat. Menakertrans 2012. Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. In: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (ed.). Jakarta. Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Noordwijk Risk Initiative 2009. NRI MORT User's Manual, Netherlands, The Noorwidjk Risk Initiative Foundation. Oakley, J. S. 2003. Accident Investigation Techniques, United States, The American Society of Safety Engineers.
150
OHSAS 18001 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Persyaratan. British Standard Institution. Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PERMENPU No: 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum Pinto, A. 2014. QRAM a Qualitative Occupational Safety Risk Assessment Model for the construction industry that incorporate uncertainties by the use of fuzzy sets. Safety Science, 63, 57-76. Pinto, A., Nunes, I. L. & Ribeiro, R. A. 2011. Occupational risk assessment in construction industry – Overview and reflection. Safety Science, 49, 616624. Pratiwi, Sinta. 2014. Analisis Penyebab Masalah dalam Pelaksanaan Risk Assessment dari Management Oversight and Risk Tree (MORT) Tahun 2014. Skripsi FKIK UIN Jakarta. PT Waskita Karya 2013. Laporan Tahunan 2013 Annual Report. PT Waskita Karya 2014. Laporan Bulanan Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Jakarta, Dian Rakyat. Reese, C. D. & Eidons, J. V. 2006. Handbook of OSHA Construction Safety and Health, United States of America, CRC Press.
151
Rijanto, B. 2012. Pencegahan Kecelakaan di Industri, Jakarta, Mitra Wacana Media. Russ, K. 2010. Risk Assessment in the UK Health and Safety System: Theory and Practice. Safety and Health at Work, 1, 11-18. Sklet, S. 2004. Methods for Accident Investigation, Norwegian University of Science and Technology, ROSS. Srijayanti, N. L. P., Sudipta, I. G. K. & Putera, A. 2013. Kecelakaan Tenaga Kerja Pada Proyek Konstruksi di Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, 12, 1-6. Stranks, J. 2007. Human Factor and Behavioural Safety, Burlington, UK, Elsevier Ltd. Sucita, I. K. & Broto, A. B. 2011. Identifikasi dan Penanganan Risiko K3 Pada Proyek Konstruksi Gedung. Jurnal Teknik Sipil, 10, 83-92. Sugiyono 2009. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Bandung, Alfabeta. Suma'mur 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Gunung Agung. Susanto, H. 2010. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Pada Pembangunan
Gedung
Perkantoran dan
Perkuliahan
Tahap
III
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Taylor, G. 2004. Enhancing Occupational Safety and Health, Jordan Hill, Oxford. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970. Tentang Keselamatan Kerja
152
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara.......................................................................................153 2. Lembar Observasi............................................................................................158 3. Dokumentasi....................................................................................................160 4. Transkrip Wawancara......................................................................................161 5. Daftar Dokumen...............................................................................................172 6. Surat Keterangan..............................................................................................173
153
PEDOMAN WAWANCARA
Judul Penelitian : "Analisis Pelaksanaan Risk Assessment Pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT. Waskita Karya Tahun 2015" No. Informan : Tanggal Penelitian : Pewawancara : A. Identitas Informan Inisial Informan : Jabatan : B. Pendahuluan 1. Memperkenalkan diri 2. Menjelaskan tujuan wawancara disertai dengan manfaat penelitian, serta menjelaskan bahwa kerahasiaan informan terjamin. 3. Meminta kesediaan calon informan menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi informan. 4. Melakukan kontrak wawancara, menawarkan waktu wawancara 10 sampai 30 menit. C. Pertanyaan Wawancara Setelah calon informan menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi informan, selanjutnya peneliti mewawancarai informan dengan merekam isi pembicaraan.
154
Analisis Pelaksanaan Risk Assessment Pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT. Waskita Karya Tahun 2015 Sekertaris K3LMP No 1.
Pertanyaan Bagaimana
keterlibatan
Jawaban pekerja
dalam
pelaksanaan risk assessment? (Probing: saran dan masukan pekerja) 2.
Bagaimana
dukungan
sistem
pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan risk assessment? (Probing: rapat/ pertemuan) 3.
Kapan
dan
berapa
lama
pelaksanaan
risk
assessment? 4.
Bagaimana anggaran dana untuk melaksanakan risk assessment pekerjaan? Berapa anggaran yang disediakan?
5.
Bagaimana
lingkup
dan
detail
dari
risk
assessment? (Probing: lokasi dan tipe risiko) 6.
Bagaimana
pengalaman
dan
keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian) 7.
Bagaimana
metode
yang
digunakan
untuk
digunakan
dalam
mengidentifikasi bahaya? 8.
Bagaimana
metode
yang
memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi? (Probing: metode analisis) 9.
Bagaimana
kejelasan
pengendalian
yang
direkomendasikan? (Probing: pemahaman pekerja) 10.
Bagaimana
kesesuaian
pengendalian
yang
persyaratan
yang
atau
keterkaitan
direkomendasikan
dengan
ada?
hirarki
(Probing:
pengendalian) 11.
Bagaimana sistem pengujian pengendalian untuk efektivitas sebelum diimplementasikan?
12.
Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan?
155
No 13.
Pertanyaan Bagaimana
Jawaban
ketersediaan
perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang terlibat? 14.
Bagaimana
rancangan
pengendalian
yang
direkomendasikan sesuai dengan situasi yang berbeda-beda? 15.
Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan pengendalian
yang
direkomendasikan
adalah
wajib? (Probing: reward and punishment) Kepala Proyek 1.
Bagaimana anggaran dana untuk melaksanakan risk assessment pekerjaan? Berapa anggaran yang disediakan?
2.
Bagaimana
pengalaman
dan
keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian) 3.
Bagaimana
ketersediaan
perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang terlibat? Staf K3LMP 1.
Bagaimana
keterlibatan
pekerja
dalam
pelaksanaan risk assessment? 2.
Bagaimana
dukungan
sistem
pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan risk assessment? (Probing: rapat/ pertemuan) 3.
Bagaimana
lingkup
dan
detail
dari
risk
assessment? (Probing: lokasi dan tipe risiko) 4.
Bagaimana
pengalaman
dan
keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian) 5.
Bagaimana
kejelasan
pengendalian
yang
direkomendasikan? (Probing: pemahaman pekerja) 6.
Bagaimana sistem pengujian pengendalian untuk efektivitas sebelum diimplementasikan?
7.
Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan?
156
No 8.
Pertanyaan Bagaimana
Jawaban
ketersediaan
perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang terlibat? 9.
Bagaimana
rancangan
pengendalian
yang
direkomendasikan sesuai dengan situasi yang berbeda-beda? 10.
Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan pengendalian
yang
direkomendasikan
adalah
wajib? (Probing: reward and punishment) Safety Koordinator 1.
Bagaimana
keterlibatan
pekerja
dalam
pelaksanaan risk assessment? (Probing: saran dan masukan pekerja) 2.
Bagaimana
dukungan
sistem
pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan risk assessment? (Probing: rapat/ pertemuan) 3.
Kapan
dan
berapa
lama
pelaksanaan
risk
assessment? 4.
Bagaimana
pengalaman
dan
keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian) 5.
Bagaimana
kesesuaian
pengendalian
yang
persyaratan
yang
atau
keterkaitan
direkomendasikan
dengan
ada?
hirarki
(Probing:
pengendalian) Pekerja 1.
Bagaimana
keterlibatan
pekerja
dalam
pelaksanaan analisis risiko? (Probing: saran dan masukan pekerja) 2.
Bagaimana
dukungan
sistem
pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan analisis risiko? 3.
Bagaimana
kejelasan
pengendalian
yang
direkomendasikan? (Probing: pemahaman pekerja) 4.
Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan?
157
No 5.
Pertanyaan Bagaimana
ketersediaan
Jawaban perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang terlibat? 6.
Bagaimana
rancangan
pengendalian
yang
direkomendasikan sesuai dengan situasi yang berbeda-beda? 7.
Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan pengendalian
yang
direkomendasikan
adalah
wajib? (Probing: reward and punishment)
Sumber: NRI MORT User's Manual ( Noordwijk Risk Initiative, 2009)
158
LEMBAR OBSERVASI No.
Data
Catatan
1
Keterlibatan Pekerja
Selama pengamatan di lapangan terlihat beberapa pekerja menemui K3LMP yang sedang berpatroli untuk menyampaikan bahaya dan risiko yang dihadapi di area kerja. Pekerja juga meminta penanggulangan kepada petugas K3LMP atau kepada Pelaksana di lapangan untuk risiko yang mereka hadapi, tidak hanya mandor atau wakil mandor tetap anak buah pun ikut melaporkan atas temuan risiko yang mereka hadapi dan melaporkannya dengan kritis.
2
Sistem Pengumpulan
Selama pengamatan di lapangan ada pertemuan
Informasi
antara seluruh pekerja yakni pada safety morning dan ada pertemuan rapat antar karyawan kantor. Safety morning dilaksanankan Jumat pagi pukul 07.00 – 09.30 yang membahas perkembangan pekerjaan setiap minggu nya dan evaluasi secara keseluruhan tentang aspek K3LMP. Sepanjang pengamatan safety morning yang dilakukan seminggu sekali ini berjalan akan tetapi pertemuan ini dihadiri oleh sedikit pekerja dan karyawan. Beberapa pertemuan juga tidak dihadiri oleh pimpinan. Selain itu karyawan juga banyak yang telat dan tidak menghadiri safety morning akibat pertemuan yang dijadwalkan mulai cukup pagi. Sehingga pertemuan tidak maksimal dikarenakan tidak ada pimpinan yang menghadiri.
3
Lingkup Risk Assessment
Selama pengamatan terdapat tahap pekerjaan baru yakni plumbing dan finishing. Pelaksana bagian plumbing dan finishing sudah memulai pekerjaan akan tetapi pekerjaan tersebut belum dilaksanakan analisis risiko. Selain itu terdapat risiko terkait lingkungan
pencemaran
udara
pengecoran dan pembongkaran.
dari
pekerjaan
159
No.
Data
Catatan
4
Arahan Penggunaan
Selama pengamatan terdapat arahan kepada pekerja,
Pengendalian Yang
namun terdapat juga beberapa pekerja yang masih
Direkomendasikan
membandel dikarenakan pengawasan yang masih kurang. Terdapat pekerja yang bekerja di ketinggian namun tidak menggunakan body harness.
5
Ketersediaan
Dalam pengamatan diketahui bahwa ketersediaan
Perlengkapan
perlengkapan sudah cukup memenuhi terdapat ruang
Pengendalian
medis, APAR, APD, rambu-rambu, safety net, dan lain sebagainya. Jika ada persediaan yang diperlukan tim K3LMP segera menghubungi bagian logistik untuk mendapatkan persediaan perlengkapan.
6
Kesesuaian Rekomendasi
Selama pengamatan didapatkan semua pekerja
Pengendalian
menggunakan pengendalian yang sama. Pekerja diberikan APD seperti helm dan sepatu. Pekerjaan yang dihadapi pekerja berbeda-beda seperti bagian cor, pembesian, dan kayu yang memiliki risiko yang berbeda. Seperti pada bagian cor yang memerlukan masker dan bagian besi yang memerlukan sarung tangan.
7
Kewajiban Penggunaan
Selama pengamatan terdapat punishment dan reward
Pengendalian
di tempat kerja. Punishment diberikan kepada pekerja yang tidak patuh menggunakan APD di area kerja. Seperti teguran dan denda terdapat juga pekerja yang sangat
membantah
setelah
diberikan
teguran
beberapa kali lalu dilakukan pemecatan. Sedangkan reward
diberikan kepada pekerja yang tertib dan
rajin. Reward diberikan pada saat safety morning setiap minggu nya.
160
Lampiran foto ketersediaan pengendalian:
Gambar 1. Alat Pelindung Diri
Gambar 2. Safety Net
Gambar 3. Ruang Medis dan Obat-obatan
Gambar 4. APAR dan Rambu-rambu
No
Pertanyaan
PRA1
PRA2
PRA3
PRA5
1.
Bagaimana keterlibatan pekerja dalam pelaksanaan analisis risiko
“Pekerja nggak terlibat langsung dalam pembuatan risk assessment nya.. ya tapi mereka cukup terlibat dalam memberi masukan ke kita risiko sama bahaya apa aja yang ada di lapangan.. nanti setelah mereka kasih tau ke kita, kita kasih tindakan koreksi nya.”
“Selama ini pekerja sudah banyak yang terlibat.. ketika ada kemungkinan yang bisa menimpa pekerja, pekerja nya itu melaporkan bahaya apa yang dia lihat ke K3. Dari laporan itu langsung di antisipasi dan dimasukan ke hiradc”
“Kalau terlibat pasti terlibat...dari pekerja seumpama ada risiko atau bahaya yang menyangkut kondisi pekerja biasanya langsung melapor ke K3 atau ke pelaksana di lapangan, nanti pelaksana dilapangan akan memberitahu orang K3 nya.”
“Keterlibatan pekerja ya ada ya, kalopun intelektual mereka backgroundnya hanya SD SMP tapi mereka tetap dilibatkan... ya kalo ada risiko gitu mereka lapor ke kita.”
PRA6
PRA7
PRA8
“Setau saya pekerja disini sering kasih masukan mbak, risiko disini kan sering jadi pekerja aktif kasih tau orang K3 supaya ada tindakan gitu mbak.”
“Kita kerja diketinggian pasti hubungannya dengan jatuh, risiko yang ekstrim gitu pasti harus lapor. Kalo saya si seringnya lapor ke pelaksana.”
No. 1.
“hm pasti dilaporin kaya apa kalau ada bahaya ya pasti manggil K3 dulu”
161
162
No 2.
Pertanyaan Bagaimana dukungan sistem pengumpulan informasi dalam pelaksanaan analisis risiko
PRA1 “Sistem informasi komunikasi langsung dengan pekerja ada setiap hari jumat pagi safety morning, ada juga rapat orang kantor setiap hari rabu siang. Disitu semua informasi selama satu minggu terkumpul untuk di evaluasi juga.”
PRA2
PRA3
PRA5
“Pengumpulan informasi untuk analisa risiko tentu saja ada komunikasi dengan tim, baik itu kapro, kalap, maupun tim dari K3LMP. Setiap hari ada briefing dan seminggu sekali juga ada safety morning walau yang datang tidak banyak.”
“Safety morning seminggu sekali kita jabarkan bahaya apa aja dihadapan pekerja, tapi jujur disini masih susah masih kurang kompak dari tim kantor yang jarang hadir, safety dilapangan cuma 2 orang, pekerja ada 300 bangunan ada 16 lantai harus patrol.”
“Pertemuan ya ada briefing setiap pagi ada juga yang seminggu sekali buat sharing antara pekerja dengan karyawan kantortapi kurang efektif ya banyak yang telat dan malahan tidak datang... Kepagian mungkin ya kan safety morning jam 7 pagi jadi pada telat, kalau sudah telat ya mungkin tidak datang.”
No.
PRA6
2.
“Safety morning tapi saya ndak pernah ikut, emang udah masuk tapi nggak ikut aja. Apalagi briefing itu jarang sekali”
PRA7 “Safety morning itu selalu penyampaian kembali ke faktor risiko cara pengendaliannya arahan bekerja yang aman.”
PRA8 “Ya situ pernah ikut safety morning kan, bagus buat evaluasi cuma sayang yang ikut sedikit.”
163
No 3.
Pertanyaan Kapan dan berapa lama pelaksanaan analisis risiko
PRA1 “Risk assessment dibuat satu bulan setelah proyek mulai, memang di prosedur harusnya diawal pekerjaan...
PRA2 “Buat risk assessment di awal proyek harusnya jadi.”
PRA3 “Setelah saya masuk risk assessment dibuat berbarengan dengan RK3LMP.”
PRA5 “Assessment ya? Waduh udah lama ya itu dibuatwaktu proyek sudah berjalan.. harusnya sih sebelum pelaksanaan pekerjaan itu udah dibikin.”
Pada saat proyek jalan spesifikasi teknis baru diberikan sehingga pembuatan risk assessment lama.”
No 4.
Pertanyaan Bagaimana anggaran dana untuk melaksanakan analisis risiko? Berapa anggaran yang disediakan?
PRA1
PRA2
“Untuk budget risk assessment hanya print hiradc saja mungkin untuk pengendalian risiko yang butuh biaya, tidak ada masalah, karna berapa biaya yang harus dihabiskan dari awal sampai akhir dihitung dan setiap bulan juga dibuat laporan bulanan yang dikasih ke pimpinan.”
“Anggaran dana untuk K3 sudah diatur oleh divisi dan selama ini sudah terpenuhi.. kalau analisa risiko hasilnya kan di print aja penyediaan kertas dari divisi logistik.”
PRA3 “oh untuk anggaran dana tidak pernah kurang.”
PRA4 “Sudah ada anggaran dana nya, untuk K3LMP 3,2% dari biaya keseluruhan.”
164
No
Pertanyaan
PRA1
PRA2
PRA3
5.
Bagaimana lingkup dan detail dari analisa risiko?
“Lingkupnya ya konstruksi, kita melihat item pekerjaan bagi pekerjaan nya apa aja, risiko paling sering terjadi tertusuk paku. Kalau di konstruksi risiko yang paling tinggi itu nilai 6 jatuh dari ketinggian.”
“Bisa dilihat dalam dokumen hiradc, semua kegiatan harus dicantumkan dan sudah memang seharusnya mendetail. Tapi beberapa hal yang tidak tercantumkan karena lingkup kerja yang baru seperti plumbing.. Ya belum sempat ya kan Bapak juga megang proyek lain.”
“Lokasi untuk proyek ini masih di Jakarta.. Detail risiko nya ada di prosedur sesuai tingkatannya.”
No
Pertanyaan
PRA1
PRA2
6.
Bagaimana pengalaman dan keterampilan pelaksana penilaian risiko?
“Risk assessment dibuat berdasarkan pengalaman selama di proyek. Disini tidak ada yang sertifikasi tentang risk assessment, staf K3LMP kita suruh untuk mengoreksi hasil risk assessment yang dibuat saja.”
“Kalau melihat pengalaman sudah pengalaman di konstruksi sudah bertahun-tahun juga, beliau tau risk assessment bagaimana.”
PRA3 “Oh Bapak sih sudah melanglang buana, saya juga sudah hampir 7 tahun kerja di waskita.”
PRA4 “Semua yang disini sudah berpengalaman. Untuk risk assesment saya belum memeriksa yang si Asi (Sekertaris K3LMP) buat makanya kemarin pas audit masih ada yang harus diperbaiki.”
PRA5 “Pelaksana risk assessment disini bagus pengalamannya sudah banyak di bidang konstruksi.”
165
No 7.
Pertanyaan Bagaimana metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya?
PRA1
PRA2
PRA3
“Untuk identifikasi bahaya menggunakan form yang ada di PWK3LMP, form nya diisi bahaya nya apa lalu dinilai keparahannya..”
“Identifikasi bahaya ya form kan sudah ada jadi tinggal di isi saja itu Pak Asi yang isi.”
“Wah kalau itu Sekertaris K3LMP yang mengidentifikasi, saya kan di lapangan saja.”
No
Pertanyaan
PRA1
8.
Bagaimana metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi?
“Ya bahaya di prioritaskan sesuai risiko nya dilihat keparahan dan kemungkinannya rendah, sedang, tinggi, 1, 2, 3 gitu di tabel di PWK3, saya sudah pernah kasih lihat sama kamu kan.”
166
No 9.
Pertanyaan Bagaimana kejelasan pengendalian yang direkomendasikan?
PRA1
PRA2
PRA3
“Pengendalian ada di hiradc dari mulai eliminasi sampai APD ditambah juga RTD (Rencana tanggap darurat. Mayoritas pekerja juga sudah paham pengendalian yang ada dilapangan.
“Pengendalian disini jelas dan sebagian pekerja sudah paham kan sudah lama di proyek.”
“sejauh yang saya ketahui rekomendasi pengendalian sangat jelas, di lapangan, pemahaman pekerja tentang APD cukup baik ya.”
Ya kaya jalur evakuasi, rambu-rambu juga jelas, peringatan untuk area wajib APD juga .”
No
PRA6
PRA7
PRA8
9.
“Kalau pengendalian saya paham, misal yang simple aja ketinggian harus pake bodyharness."
“Sudah jelas sih mbak, kan kita pakai APD setiap masuk proyek ada papan nya didepan area kerja kita caracara pakainya.”
“Bagus ya kaya APD gitu ada, di proyek-proyek kecil belum tentu ada.”
167
No
Pertanyaan
PRA1
PRA5
10
Bagaimana kesesuaian atau keterkaitan pengendalian yang direkomendasikan dengan persyaratan yang ada?
“Sesuai peraturan kan dimasukan juga di form nya, pengendalian juga sudah sesuai hirarki kan kamu bisa baca sendiri.”
“Ya kalau selama pekerjaan tuh ya liat HIRADC berdasarkan itu aja pengendaliannya tapi tidak semua diikuti. APD dan rambu-rambu paling yang diterapkan.”
No
Pertanyaan
11 .
Bagaimana sistem pengujian pengendalian untuk efektivitas sebelum diimplementasikan?
PRA1
PRA2
PRA3
PRA5
“Tidak ada pengujian ya kita siapkan pengendalian sesuai standar aja karena sistem kerja disini yang cepat jadi tidak melakukan pengujian-pengujian.”
“Pengujian dari supllier lah dek, disini mah tinggal make aja pekerjanya.”
“Tidak sih tidak ada. Sudah efektif jadi kalau disini langsung diterapkan saja pengendaliannya. Pengendalian yang digunakan juga tidak jauh berbeda dengan proyek lainnya.”
“Ya seharusnya ada pengujian tapi disini tidak ada karena sudah ada saja sudah bagus.”
168
No 12
Pertanyaan Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian yang di rekomendasikan?
PRA1 “Gini arahan ke pekerja ada pas safety morning selalu diulang bahaya apa aja pengendalian apa aja seperti induksi. Kita punya banyak karakter sifat pekerja ada yang bandel, ada yang cuek, ada yang tertib. K3LMP memberikan arahan ke pekerja jika masih bertindak tidak aman akan kita tegur lagi.
PRA2 “Kalau disini semua arahan pengendalian di lapangan, dikantor sih jarang ada arahan ya.”
PRA3 “Arahan pengendalian untuk menggunakan APD, bertindak safety, tanggap darurat juga. Tidak hanya K3LMP tapi pelaksana kadang juga kasih arahan karena pekerja sebanyak ini susah ya kalau yang ngawas cuma berdua saja.”
No
PRA6
PRA7
PRA8
12
“Ada arahan pas baru masuk kesini. Wah kalau arahan di safety morning tidak tahu saya tidak pernah ikut.”
“Masih jarang yang pakai APD masih kurang pengawasan untuk pekerja nya, ya kita mandor suka bantu tegur saja.”
“Pengarahan sendiri setiap minggu ada pengarahan. Ya udah berjalan kaya sepatu APD kita gunakan semaksimal mungkin ya untuk action nya belum semuaya kadang kan terlalu ribet.”
PRA5 “Sudah benar ya ada arahan mungkin kalau pekerja belum melaksanakan sesuai pengendalian ya itu memang mereka juga yang tidak sayang sama diri sendiri.”
169
No 13
Pertanyaan Bagaimana ketersediaan perlengkapan pengendalian untuk digunakan oleh personil yang terlibat?
PRA1 “Saya rasa perlengkapan sudah cukup karna banyak yang dimodifikasi dari proyek sebelumnya untuk keperluan safety disini. Walaupun disini K3 digabung dengan Mutu, Lingkungan dan Pengamanan semua pengendalian yang dibutuhkan sudah terpenuhi semua ya.”
No
PRA6
13
“Alhamdulillah perlengkapan cukup mbak. Ya kaya helm, sepatu, body harness ada.”
PRA2 “Ketersediaan pengendalian untuk pekerja sudah lengkap dari APD atau teknis.”
PRA7 “Kalau disini pengendaliannya.”
PRA3 “Di lapangan kalau untuk perlengkapan safety sudah ada semua kan bisa dilihat juga APD, rambu-rambu sampai ruang medis semua ada.”
PRA8 lengkap
“Dari pada proyek yang dulu di Bogor mending disini sih lebih lengkap. Ya kaya ada bu dokter, APD, APAR terus juga ada safety net gitu.”
PRA4 “Untuk perlengkapan itu bagian K3LMP dan Logistik, selama ini kalau butuh apa-apa selalu siap sedia sih kita. Saya juga selalu ingatkan anggaran dana kan ada jadi saya tidak mau sampai lah ada kekurangan.”
170
No
Pertanyaan
PRA1
PRA2
PRA3
PRA5
14
Bagaimana rancangan pengendalian yang direkomendasikan sesuai dengan situasi yang berbeda-beda?
“Semua pekerjaan pengendalian di lapangan di sama ratakan, sarung tangan, masker, helm, sepatu tapi akan ada penambahan dari jenis pekerjaannya. Seperti bagian las perlu pakai kedok, bagian cor bekisting pakai body harness.”
“Ndak ada beda-beda sama semua, ribet kalau harus dibeda-bedain.”
“Harusnya sih disesuaikan tapi ya begini. Mungkin kalau di hiradc dibedakan tapi sudah di lapangan sama saja semua pakai terkadang pekerja nya sendiri suka lalai tidak pakai APD.”
“Situasi di setiap pekerjaan memang berbeda tapi pengendalian dari K3LMP tidak dibedakan sejauh ini semua pekerja menggunakan APD yang sama.”
No
PRA6
PRA7
PRA8
14
“Kurang ya, padahal kan kerja di besi itu kan karat kadang kita harus minta dulu baru dikasih sarung tangan kalau ngga minta ya ngga pakai. Dikasih tapi sarung tangan kan nggak seawet helm”
“Susah ya namanya proyek situasi beda-beda kadang pekerja juga harus aktif gitu, sering sih kita lapor kalau butuh apa-apa gitu ke K3LMP nya.”
“Ya alhamdulillah disini masih ada APD biar ngga spesifik juga tapi alhamdulillah lah sudah dikasih helm, sepatu.”
171
No 15
Pertanyaan Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan pengendalian yang di rekomendasikan adalah wajib?
PRA1 “Oh ya ada punishment nya denda kan kamu juga bantu bagikan form denda nya. Ada jenis-jenis pelanggaran nya juga kan kamu sudah tahu. Kita buat itu supaya mereka patuh terhadap peraturan demi keselamatan mereka juga. Untuk reward juga ada kita pantau di lapangan mandor siapa yang anak buahnya rapih kerja nya itu akan dikasih reward nya ya uang bonus buat mereka.”
PRA2 “Ada hukuman denda kalau pekerja tidak menggunakan APD, jika pekerja tetap bandel dan tidak ada perubahan kita langsung buat surat untuk pengeluaran pekerja. Sedangkan kalau reward ada dalam bentuk uang biasanya pas safety morning dikasih reward untuk pekerja yang rajin.”
PRA3 “Hukuman paling berat ya dikeluarkan kalau ada pekerja yang berantem, kalau pekerja yang tidak patuh paling kita potong gaji dari mandornya.”
No
PRA6
PRA7
PRA8
15
“Ada kalau terus membandel dari mandor juga kena dendanya potong progres, teguran biasanya dari memo. Untuk reward untuk yang tertib.”
“Ditegur kadang juga dikasih sanksi kadang ada yang disuruh keluar proyek disuruh pulang dulu ambil helm. Jarang denda atau dikeluarkan tapi pernah kalau ada pekerja yang bandel diarahin malah membantah.”
“Kalau disini ditegur sekali dua kali lalu difoto sistemnya dipotong upahnya bukan ke pekerja tapi ke mandor. Hm reward nya kalau safety morning aja ada nya.”
PRA5 “Ada dari waskita sendiri ada punishment berupa denda atau kita bikin surat peringatan terlebih dahulu. Rewardnya ya situ kan pernah ikut lah safety morning kan ya dari waskita sendiri suka memberikan reward kan.”
DAFTAR DOKUMEN No. 1.
Dokumen yang Dibutuhkan Kebijakan Risk Assessment
2.
Checklist
Nomor Dokumen
Judul Dokumen
PW-K3LMP-01
Prosedur Penilaian Risiko
PW-K3LMP-01-01
Form Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan Pengendalian Risiko
Form Risk Assessment
3.
Lembar Inspeksi
PW-K3LMP-06-10
Inspeksi Harian
4.
Anggaran Dana
-
Rincian Biaya K3LMP
5.
Daftar Pengendalian Risiko
-
Penilaian dan Pengendalian Risiko
6.
Risalah Pertemuan
PW-K3LMP-04
Formulir Absensi
7.
Metode Kerja
-
Metode Kerja
PW-K3LMP-01-01
Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan Pengendalian Risiko
PW-K3LMP-01-01
Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan Pengendalian Risiko
8. Form Hazard Identification
9. Hasil Risk Assessment
10.
Form Bukti Pelanggaran
03/IM/WK/DG/DG2814122/2015
Form Bukti Pelanggaran
11.
Lembar Penerimaan Dokumen
-
Tanda Terima Dokumen
12.
Instruksi Kerja APD
IK-PW-K3LMP-APD-08
Instruksi Kerja Alat Pelindung Diri
172