ANALISIS OPTIMASI SISTEM PRODUKSI PADA INDUSTRI PERIKANAN TUNA (STUDI KASUS DI PT PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI)
FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali) adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan kepada perguruan tinggi manapun dalam bentuk apapun. Semua sumber informasi yang ada atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Desember 2010
Firman Fajar Panca Putera Haluan
ABSTRAK
FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN, C44062331. Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali). Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Industri perikanan, khususnya perikanan tuna, di Indonesia berusaha meningkatkan produktivitas hasil tangkapan dalam memenuhi permintaan konsumen dengan cara yang efektif dan biaya seefisien mungkin. PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali merupakan usaha perikanan tuna longline pertama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi tentang kegiatan optimalisasi sistem produksi pada perusahaan tersebut. Metode pengolahan data menggunakan riset operasi dengan teknik linear programming dibantu software LINDO. Kelompok data dianalisis berdasarkan ukuran kapal 15 GT, 40 GT, dan 60 GT. Variabel keputusan penelitian ini adalah pengoptimalisasian jenis ikan kualitas ekspor. Fungsi tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan. Fungsi kendala meliputi biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya usaha (operasional), biaya pekerja laut, biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Kegiatan manajemen produksi yaitu operasi penangkapan ikan di fishing ground dan pengolahan ikan hasil tangkapan di darat. Hasil perhitungan optimalisasi kapal 15 GT pada kondisi optimal ikan tuna mata besar (thunnus obesus) sebesar 1.722,86 kg dan ikan tuna sirip biru (thunnus macoyii) sebesar 288,14 kg yang memberikan keuntungan perusahaan. Sumberdaya kapal 15 GT yang dimanfaatkan secara optimal adalah sumberdaya biaya administrasi dan kapasitas muat palka. Hasil perhitungan optimalisasi kapal 40 GT dan 60 GT pada kondisi optimal ikan tuna mata besar (thunnus obesus) sebesar 12.029,97 kg pada kapal 40 GT dan 16.837,34 kg pada kapal 60 GT yang memberikan keuntungan perusahaan. Sumberdaya kapal 40 GT dan 60 GT yang dimanfaatkan secara optimal adalah sumberdaya biaya umpan. Rekomendasi bagi perusahaan yaitu (1) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; (2) menjaga kehigienisan alat produksi; (3) memperluas fishing ground.
Kata kunci: ikan tuna, linear programming, longline, optimalisasi.
© Hak cipta IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS OPTIMASI SISTEM PRODUKSI PADA INDUSTRI PERIKANAN TUNA (STUDI KASUS DI PT PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI)
FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali) : Firman Fajar Panca Putera Haluan : C44062331 : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Nama NRP Mayor
Disetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP : 19660920 199103 1 001
Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si NIP : 19780613 200801 2 011
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP : 19621223 198703 1 001
Tanggal Lulus: 28 Desember 2010
KATA PENGANTAR Skripsi berjudul “Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali)” ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan pada hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan April 2010 di PT Perikanan Nusatara Cabang Benoa, Bali. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Ibu Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan perhatian yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2010
Firman Fajar Panca Putera Haluan
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan perhatian secara penuh; 2) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku dosen penguji tamu; 3) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen PSP dan Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen PSP; 4) Kedua orang tua penulis, Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc dan Unmiati beserta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya; 5) Bapak H. Nasrun M. Patadjai selaku Direktur Utama PT Perikanan Nusantara yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di PT Perikanan Nusantara; 6) Dr. Abdul Rachman selaku Direktur Produksi PT Perikanan Nusantara yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di PT Perikanan Nusantara; 7) Drs. Ajang Rukhyana selaku Kepala Cabang PT Perikanan Nusantara Bali, Bapak I Putu Sukayasa, S.IP selaku Kepala Bagian Keuangan dan Administrasi PT Perikanan Nusantara Bali, Bapak Sukad selaku Kepala Bagian Operasional PT Perikanan Nusantara Bali, dan staf serta pegawai di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali; 8) Maria Catherine Iryani atas dukungan, perhatian, dan kasih sayang pada penulis; 9) Rekan-rekan PSP 43 atas jalinan persahabatan dan kekerabatan selama menempuh pendidikan di Departemen PSP; 10) Keluarga besar civitas academica PSP; 11) Dr. Ir. Sri Pujiati, M.Si atas dukungannya selama ini dan rekan-rekan dari Persekutuan Oikumene Kristen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB; 12) Rekan-rekan dari International Association of Student in Agricultural and Related Science (IAAS-LC IPB);
13) Rekan-rekan B11 selama penulis menempuh pendidikan di Tahap Persiapan Bersama (TPB); 14) Rekan-rekan dari Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dan Politani Negeri Pangkep atas kebersamaannya selama melakukan penelitian di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali; 15) Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 17 November 1986 dari pasangan Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc dan Unmiati. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal pertama penulis dimulai dari TK Mexindo Bogor. Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikannya di SD Swasta Katolik Mardi Yuana I Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Swasta Katolik Mardi Yuana I Bogor pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 4 Bogor. Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiwa Baru (SPMB), kemudian terseleksi masuk sebagai mahasiswa
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dengan Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan Profesi HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) periode 2009-2010.
Penulis pernah
menjabat sebagai Ketua Persekutuan Mahasiswa Oikumene Kristen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB periode 2008-2009. Penulis pernah menjadi anggota International Association of Student in Agricultural and Related Science (IAAS-LC IPB) pada Exchange Program Department periode 2007-2008 dan 2008-2009. Tahun 2010 penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali) untuk
memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
ABSTRACT
FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN, C44062331. Analysis of Production System Optimization on Tuna Fishing Industry (Case Study at PT Perikanan Nusantara, Benoa Branch, Bali). Supervised by SUGENG HARI WISUDO and PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Fishing industry, particularly the tuna fishery, in Indonesia try to increase the productivity of the catch in meeting domestic market’s demand in the most effective way as well as the most efficient for cost. PT Perikanan Nusantara, Branch Benoa, Bali is one of pioneering business with the first longline tuna fisheries in Indonesia. This research aims to provide information about the activities of the optimization of production systems at the company. Data processing method uses operations research techniques with linear programming aided by software LINDO. Groups of data analyzed were based on vessel size namely 15 GT, 40 GT and 60 GT. Decision variable of this study is the optimization of export quality fish. The objective function is to maximize the profit. Constraint function are the cost of fuel (diesel), the cost of feed (bait), operational cost, the cost of human resources, administrative costs and the capacity of loading hatch. The activities of production management are fishing operations in the fishing ground and processing the fish on land. The result of optimization calculation on 15 GT vessels show that in optimum condition bigeyed tuna (Thunnus obesus) weighing 1,722.86 kg and blue-finned tuna (Thunnus macoyii) weighing 288,14 kg that give profit to the company. Resources used optimally on 15 GT vessels are the resource of administrative cost and the capacity of loading hatch. The result of optimization calculation on 40 GT and 60 GT vessels show that in optimum condition big-eyed tuna (Thunnus obesus) weighing 12,029.97 kg on 40 GT vessels and 16,837.34 kg on 60 GT vessels that give profit to the company. Resource used optimally on 40 GT and 60 GT vessels are the resource of feeding cost. The recommendations for the company are (1) improve the quality of human resources, (2) maintain hygienic tools of production, (3) expand the fishing ground that has been operated.
Key words: linear programming, longline tuna, optimization, tuna fish.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah.............................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tuna .............................................................................................. 5 2.1.1 Klasifikasi ikan tuna ..................................................................... 5 2.1.2 Daerah penangkapan (fishing ground) ikan tuna .......................... 6 2.2 Alat Tangkap Perikanan Tuna Longline ................................................. 7 2.2.1 Bagian-bagian pada alat tangkap tuna longline.............................. 8 2.2.2 Pengoperasian alat tangkap tuna longline ...................................... 9 2.3 Kapal Perikanan Tuna Longline............................................................. 11 2.4 Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan Tuna Longline ................................................................................................ 11 2.5 Manajemen Operasi Produksi ................................................................ 14 2.6 Linear Programming ............................................................................. 16 2.6.1 Pengertian..................................................................................... 16 2.6.2 Model pemrograman linear ........................................................... 17 2.6.3 Perumusan persoalan pemrograman linear .................................... 19 2.7 Analisis Pasca-Optimalitas .................................................................... 19 2.7.1 Dualitas ........................................................................................ 20 2.7.2 Analisis sensitivitas ...................................................................... 21
3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 22 3.2 Metode Penelitian.................................................................................. 22 3.3 Metode Pengumpulan Data.................................................................... 22 3.4 Metode Analisis Data ............................................................................ 23 3.4.1 Analisis deskriptif......................................................................... 23 3.4.2 Analisis optimasi .......................................................................... 23 3.4.3 Analisis primal ............................................................................. 26 3.4.4 Analisis dual................................................................................. 26 3.4.5 Analisis sensitivitas ...................................................................... 27
xi
4
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Perusahaan................................................................................ 28 4.2 Dasar Hukum Pendirian PT Perikanan Nusantara (Persero) ................... 30 4.3 Visi dan Misi Perusahaan ...................................................................... 31 4.4 Struktur Organisasi................................................................................ 32 4.5 Sumberdaya Manusia ............................................................................ 34 4.6 Fasilitas Perusahaan .............................................................................. 36 4.6.1 Fasilitas pengolahan (processing) ................................................. 36 4.6.2 Fasilitas pendukung ...................................................................... 38
5
PEMBAHASAN 5.1 Produksi ................................................................................................ 41 5.1.1 Proses produksi ikan tuna ............................................................. 41 5.1.2 Proses penanganan hasil tangkapan di atas kapal .......................... 42 5.1.3 Proses penanganan ikan di darat ................................................... 44 5.2 Optimasi Produksi dengan Pemrograman Linear ................................... 46 5.2.1 Optimalisasi produksi pada kapal 15 GT ....................................... 48 5.2.2 Optimalisasi produksi pada kapal 40 GT ....................................... 56 5.2.3 Optimalisasi produksi pada kapal 60 GT ....................................... 64 5.3 Rekomendasi bagi Perusahaan............................................................... 72
6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 73 6.2 Saran ..................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................75 LAMPIRAN .........................................................................................................77
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 15 GT .................. 48
2
Kendala kapal 15 GT .................................................................................. 49
3
Biaya per kg kapal 15 GT............................................................................ 50
4
Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal ...................... 51
5
Biaya produksi kapal 15 GT ........................................................................ 52
6
Sensitivitas fungsi tujuan kapal 15 GT ........................................................ 54
7
Sensitivitas fungsi kendala kapal 15 GT ...................................................... 55
8
Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 40 GT .................. 56
9
Kendala kapal 40 GT .................................................................................. 57
10 Biaya per kg kapal 40 GT............................................................................ 57 11 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal ...................... 59 12 Biaya produksi kapal 40 GT ........................................................................ 60 13 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 40 GT ........................................................ 62 14 Sensitivitas fungsi kendala kapal 40 G ........................................................ 63 15 Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 60 GT .................. 64 16 Kendala kapal 60 GT .................................................................................. 65 17 Biaya per kg kapal 60 GT............................................................................ 65 18 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal ...................... 67 19 Biaya produksi kapal 60 GT ........................................................................ 68 20 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 60 GT ........................................................ 70 21 Sensitivitas fungsi kendala kapal 60 GT ...................................................... 71
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Ikan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii) ...................................................... 6
2
Alat tangkap tuna longline........................................................................... 8
3
Fish box ...................................................................................................... 36
4
Bak penampungan ikan ............................................................................... 37
5
Forklift........................................................................................................ 38
6
Cold storage ............................................................................................... 38
7
Kapal Longliner PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali .................... 39
8
Dermaga PT Perikanan Nusatara Cabang Benoa, Bali ................................. 39
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline ......................... 78
2
Peta lokasi kantor dan fishing ground PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali..................................................................................... 79
3
Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 15 GT.............................. 80
4
Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 40 GT.............................. 81
5
Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 60 GT.............................. 82
6
Biaya usaha Kapal Longliner 15 GT............................................................ 83
7
Biaya usaha Kapal Longliner 40 GT............................................................ 84
8
Biaya usaha Kapal Longliner 60 GT............................................................ 85
9
Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 15 GT .............................................. 86
10 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 40 GT .............................................. 87 11 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 60 GT .............................................. 88 12 Gambar kegiatan manajemen produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali..................................................................................... 89 13 Gambar fasilitas produksi di PT Perikanan Nusatara Cabang Benoa, Bali..................................................................................... 90
xv
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Konsumsi sumberdaya ikan yang masih cukup rendah di Indonesia
mempengaruhi permintaan pasar ikan nasional. Hal yang berbeda terjadi di pasar luar negeri yang memiliki kesadaran akan pentingnya ikan sebagai sumber makanan (protein) yang cukup besar. Akibatnya banyak sumberdaya hayati laut Indonesia dengan kualitas terbaik yang diekspor ke luar negeri. Padahal ikan sangat penting dalam rangka meningkatkan gizi, kesehatan dan kecerdasan bangsa. Hasil estimasi potensi sumberdaya perikanan yang dilakukan Pusat Riset Perikanan Tangkap pada tahun 2001 menunjukkan potensi sumberdaya ikan pelagis besar di beberapa perairan di Indonesia masih cukup besar dengan tingkat pemanfaatan yang masih rendah. Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebihan (overfishing) baru terjadi di beberapa perairan saja, diantaranya perairan Selat Malaka dan Laut Jawa (Nurani dan Wisudo, 2007). Industri perikanan, khususnya perikanan tuna, di Indonesia berusaha meningkatkan produktivitas hasil tangkapan dalam memenuhi permintaan pasar nasional maupun internasional dengan cara-cara yang efektif dan biaya seefisien mungkin dengan tetap mengutamakan keberlanjutan sumberdaya perikanan (sustainable
fisheries).
Kegiatan
pemanfaatan
sumberdaya
ikan
perlu
memperhatikan bahwa ikan merupakan sumberdaya yang terbatas namun dapat diperbaharui (renewable). Kegiatan unit usaha perikanan dalam proses produksinya perlu memperhatikan sifat ikan yang highly perishable atau mengalami proses kemunduran mutu ikan yang cepat. Kemunduran mutu ikan disebabkan oleh faktor biologis ikan itu sendiri atau faktor lingkungan luar. Perlu diperhatikan secara ekonomis bahwa harga pasar sangat dipengaruhi oleh mutu kesegarannya. Berdasarkan hal tersebut industri perikanan memerlukan cara penanganan yang tepat dalam waktu yang singkat.
2
Kegiatan unit usaha (perusahaan) mengintegrasikan seluruh sumberdaya (input) yang ada agar dapat menghasilkan produk (output) yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Pengintegrasian sumberdaya yang ada merupakan suatu sistem manajemen yang memiliki fungsi dan peran masing-masing. Pengintegrasian sumberdaya ini dilakukan mulai dari praproduksi, produksi, pascaproduksi, hingga distribusi produk. Pengaturan ini harus tetap memperhatikan biaya produksi atau dengan kata lain penggunaan biaya secara bijak atau efisien. Penerapan manajemen operasi dengan teknik optimasi perlu digunakan pada perusahaan agar hasil produksi yang dicapai optimal. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari media berupa kapal dan alat penangkap ikan untuk proses operasi penangkapan ikan dan alat transportasi dari fishing base menuju ke fishing ground lalu kembali ke fishing base. Fishing ground yang ada merupakan lautan yang sangat luas dan wilayah milik bersama (common property), sehingga terjadi persaingan dalam hal kemampuan serta kecanggihan sarana dan teknologi penangkapan ikan untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut unit operasi penangkapan ikan harus mempersiapkan diri sebelum melaut dengan fasilitas yang baik dan lengkap seperti perbekalan logistik, bahan bakar minyak, alat penangkap ikan, umpan, es, dan lain sebagainya. PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali merupakan salah satu rintisan usaha perikanan tuna longline pertama di Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini. Letak geografis PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia membuat perusahaan tersebut strategis dalam hal operasi penangkapan ikan, khususnya tuna. PT Perikanan Nusantara (Persero) juga merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang perikanan di Indonesia sejak penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya pada tahun 2006. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan produksi usaha perikanan tuna di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali serta memberikan informasi tentang kegiatan pengoptimalisasi sumberdaya produksi yang ada di perusahaan tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
3
sehingga dapat memberikan masukan atau rekomendasi dalam kegiatan usaha penangkapan ikan di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali. Rekomendasi atau masukan tersebut dapat digunakan oleh perusahaan agar menggunakan sumberdaya yang ada secara bijak atau efisien dan dapat berlangsung secara efektif sehingga pendapatan perusahaan dapat mencapai titik optimum.
1.2
Perumusan Masalah Tingkat produktivitas hasil tangkapan seringkali tidak dapat menutupi
pengeluaran kebutuhan melaut perusahaan. Tingkat produktivitas yang diharapkan berada pada titik optimum bisa saja tidak terjadi. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kendala, misalnya keterbatasan sumberdaya ikan pada wilayah fishing ground, sumberdaya manusia yang kurang bekerja optimal dan efektif, atau sumberdaya faktor produksi yang terbatas. Keterbatasan sumberdaya perusahaan tersebut memerlukan pengaturan atau alokasi sumberdaya yang tepat dan cepat agar sebagian atau bahkan semua tujuan yang diinginkan perusahaan dapat tercapai. Perlu diperhatikan pula masalah lingkungan sekitar dan hukum atau peraturan yang membatasinya.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengidentifikasi kegiatan manajemen operasi produksi perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2) Menentukan tingkat optimal akan kebutuhan sumberdaya produksi operasi penangkapan ikan. 3) Memberikan
masukan atau
rekomendasi
yang
tepat
dalam
rangka
mengoptimalkan tingkat produktivitas hasil tangkapan di perusahaan tersebut.
4
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan membuka
wawasan bagi mahasiswa maupun umum mengenai kegiatan manajemen operasi produksi dan kegiatan optimalisasi input produksi pada suatu perusahaan perikanan, khususnya perusahaan perikanan tuna. Penelitian ini juga diharapkan menjadi
masukan
atau
rekomendasi
bagi
perusahaan
dalam
rangka
mengoptimalkan tingkat produktivitas, sehingga proses produksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien yang berakibat pada meningkatnya laba perusahaan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu,
mempunyai dua sirip, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Ikan tuna jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran gelap (Departemen Kelautan dan Perikanan 2005 vide Widiastuti 2008).
2.1.1 Klasifikasi ikan tuna Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut: Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata Thunnus
Kelas
: Teleostei
Subkelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombroidae
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnus alalunga (Albacore) Thunnus albacores (Yellow Fin Tuna) Thunnus macoyii (Southern Blue Fin Tuna) Thunnus obesus (Big Eye Tuna) Thunnus tongkol (Longtail Tuna)
Sumberdaya tuna merupakan satu dari beberapa sumberdaya potensial yang sudah terbukti besar sumbangannya bagi perekonomian perikanan nasional. Potensi ikan tuna di perairan Indonesia adalah 780.040 ton per tahun, pada tahun 2003 menurun mencapai 740.000 ton per tahun (Dahuri 2001).
6
Gambar 1 Ikan tuna sirip biru (Thunnus macoyii)
2.1.2 Daerah penangkapan (fishing ground) ikan tuna Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan tujuan untuk menangkap ikan. Tujuan tangkap usaha perikanan longline adalah sumberdaya tuna. Keberadaan tuna di laut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, massa air, front, upwelling, termoklin, dan kondisi arus perairan. Tuna juga terbiasa untuk melakukan migrasi jarak jauh. Menurut Nakamura (1969) dalam Nurani dan Wisudo (2007), ikan tuna biasa dalam schooling saat mencari makan, jumlah schooling biasa terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak. Daerah penyebaran ikan tuna merupakan perairan yang subur di lautan bebas, yaitu tempat terjadinya upwelling. Hidup secara pelagis dan mengadakan ruaya di laut bebas, berenang di lapisan ai yang dalamnya 150 m di bawah permukaan laut (dpl). Karena habitatnyadi perairan dalam, maka penangkapan tuna juga disebut sebagai perikanan laut dalam (high sea fisheries) (Soemarto 1985 vide Nurani dan Wisudo 2007). Penyebaran ikan tuna di wilayah perairan Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: 1) perairan yang tergolong ke dalam Samudera Pasifik dan 2) Samudera Hindia. Ikan tuna sirip biru atau blue fin (Thunnus maccoyii) ditemui di selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda, Laut Flores, Selat Makassar, Laut Maluku, dan Teluk Tomini (LIPI, 1997). Ikan tuna sirip kuning/madidihang atau yellowfin (Thunnus albacores) termasuk tuna berukuran besar, umumnya bisa mencapai ukuran lebih dari 2 m. Para ahli perikanan menduga bahwa stok dari Samudera Hindia dan stok dari Samudera Pasifik bertemu di Indonesia, mungkin di sekitar Laut Flores dan Laut Banda, tetapi bagaimana cara dan berapa lamanya ikan-ikan itu berbaur belum diketahui dengan pasti (Nontji, 2005).
7
Ikan tuna mata besar atau bigeye (Thunuss obesus) umumnya bisa mencapai panjang 2,3 m dan berat 150 kg. Sebaran ikan ini berkesinambungan dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau Indonesia ke Samudera Hindia. Di Indonesia ikan ini banyak tertangkap di perairan selatan Jawa, barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, dan di Laut Banda serta laut Maluku (Nontji, 2005).
2.2
Alat Tangkap Perikanan Tuna Longline Perikanan longline sering diartikan sebagai perikanan tuna longline karena
tujuan utama penangkapan dengan alat ini adalah ikan dari jenis tuna walaupun dalam kenyataannya tertangkap juga ikan-ikan yang lain. Hasil tangkapan selain jenis tuna adalah setuhuk (Makaira sp.), pedang (Xiphias gladius), layaran (Istiophorus sp.), cucut (Carcarinidae), dan ikan-ikan lainnya (Ayodhyoa, 1981). Menurut Sainsbury (1986), longline merupakan alat tangkap yang dapat digunakan untuk menangkap ikan demersal maupun pelagis Menurut Sainsbury (1986), ada variasi alat tangkap longline dalam dimensi, penalian, dan pengoperasioan berdasarkan wilayah penangkapan, spesies tangkapan, dan tradisi lokal. Ada dua jenis alat tangkap longline, yaitu: 1) Longline tetap permukaan Tali digantungkan dalam jarak tertentu di bawah pelampung biasa yang telah diberi jarak. 2) Longline dasar Tali dasar dipasang sepanjang dasar perairan dan posisinya diatur dengan jangkar-jangkar yang diberi pelampung dan ditandai untuk menujukkan lokasi dan luasnya set (Sainsbury, 1986).
8
Gambar 2 Alat tangkap tuna longline.
2.2.1 Bagian-bagian pada alat tangkap tuna longline Alat tangkap perikanan tuna longline umumnya terdiri atas beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut: 1) Pelampung (float) Pelampung yang digunakan pada alat tangkap tuna longline ini terdiri dari beberapa jenis yaitu pelampung bola, pelampung bendera, pelampung radio, dan pelampung lampu. Warna pelampung harus berbeda atau kontras dengan warna air laut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mengenalnya dari jarak jauh setelah setting. 2) Tali pelampung Tali pelampung berfungsi untuk mengatur kedalaman dari alat tangkap sesuai dengan yang dikehendaki. Tali pelampung ini umumnya terbuat dari bahan kuralon. 3) Tali utama (main line) Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali yang disambung-sambung antara satu dengan yang lain sehingga memebentuk rangkaian tali yang sangat panjang. Tali utama ini harus cukup kuat karena menanggung beban dari tali cabang dan tarikan yang terikat pada mata pancing. Kedua ujung dari tiap main line dibuat simpul mata.
9
Main line biasanya terbuat dari bahan kuralon yang diameternya 0,25 inch atau lebih. Panjang main line tergantung dari panjang dan jumlah branch line karena setiap pertemuan kedua ujung main line merupakan tempat pemasangan branch line. 4) Tali cabang (branch line) Satu set tali cabang ini tediri dari tali pangkal, tali cabang utama, wire leader yang berfungsi agar dapat menahan gesekan pada saat ikan terkait pancing dan pancing yang terbuat dari bahan baja, biasanya menggunakan tali no. 7. Bahan dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama, perbedaannya hanya pada ukurannya saja, dimana ukuran tali cabang lebih kecil dari tali utama. 5) Alat bantu Alat bantu yang dimaksud adalah alat-alat yang dipergunakan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan operasi penangkapan di kapal seperti radar, RDF, line hauler, marlin spike, catut potong, ganco, sikat baja, jarum pembunuh, pisau, dan lain-lain (Mallawa dan Sudirman, 2004). (Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline dapat dilihat pada Lampiran 1).
2.2.2 Pengoperasian alat tangkap tuna longline Kapal akan berlayar menuju fishing ground setelah semua persiapan operasi penangkapan selesai dilakukan. Selama perjalanan menuju fishing ground, para ABK bekerja mempersiapkan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan longline meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu: 1) Setting Setting adalah kegiatan penurunan longline. Sebelum setting dilakukan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang meliputi penyiapan umpan, branch line, radio bouy, pelampung dan light bouy serta penyambungan main line pada line thrower. Setting umumnya dilakukan pada pagi hari sampai siang hari. Setting dilakukan pada bagian buritan kapal.
10
Pembagian kerja dan sinkronisasi kerja perlu dilakukan diantara para ABK yang bertugas. Setting dimulai setelah fishing master memberi perintah agar setting segera dilaksanakan. Radio bouy dibuang disusul dengan dua pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap bel berbunyi. Setelah bel ke-14 atau bel ke-7 (sesuai dengan konstruksi longline), dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu seterusnya sampai pembuangan radio bouy terakhir. Bola ke-15 diberi lempengan seng ber-scotlight dan setiap 30 pelampung dipasang satu light bouy (atau disesuaikan dengan konstruksi longline yang digunakan). Scotlight dan light bouy digunakan agar longline dapat terlihat pada malam hari. 2) Drifting Drifting adalah penghanyutan longline di dalam air selama beberapa jam. Drifting berlangsung sekitar lima jam, saat drifting longline dibiarkan hanyut dan kemungkinan terbawa arus sampau jauh dari kapal. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat. Sekitar siang atau sore hari, kapal mulai mendeteksi radio bouy yang ada pada longline. Lokasi radio bouy dapat dideteksi dari kapal dengan radio detection finder (RDF). Setelah ditemukan, kapal menuju tempat radio bouy terdeteksi. Persiapan hauling dilakukan, para ABK mulai mempersiapkan diri dan peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling. 3) Hauling Hauling merupakan penarikan longline dari dalam air dan hasil tangkapan. Hauling umumnya dilakukan pada sore hari. Lama hauling begantung pada jumlah hasil tangkapan yang ada dan banyaknya pancing. Penarikan longline saat hauling dibantu dengan line hauler. Pada saat hauling sebagian besar ABK bekerja. Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio bouy dan selanjutnya menaikkan radio bouy ke kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyer, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line (atau sesuai konstruksi
11
longlne dan satu tali pelampung diikat dibawa ke gudang buritan. Juka ada ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditaraik dan dibawa ke pintu pagad lalu diganco ke geladak untuk segera dilakukan penanganan (Nurani dan Wisudo, 2007).
2.3
Kapal Perikanan Tuna Longline Kapal longline memiliki beberapa karakteristik tertentu. Biasanya mereka
memasang alat tangkap di bagian buritan dan menarik hasil tangkapan pada bagian haluan atau sisi bagian depan. Dek harus terbuka lebar untuk menyimpan alat tangkap dengan tepat, bagian sisi dek memiliki bentuk yang datar dari buritan sampai haluan sehingga alat tangkap dapat melewati sisi setelah proses penarikan. Bagian kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk memudahkan pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan, gulungan tali ditempatkan pada dek bagian muka bersama pelampung, Meja ikan hasil tangkapan diletakkan pada bagian buritan dimana tali dipasang. Tuna yang tertangkap dipotong dan dibersihkan, kemudian dimasukkan pada tangki pendingin bergaram sebelum disimpan dalam ruang penyimpanan ikan berefrigeasi (Fyson, 1985). Kapal longline menurut Ayodhyoa (1981) umumnya berbentuk panjang dan ramping dengan tujuan agar kapal dapat lincah atau mudah bergerak. Umumnya bentuk dasar kapal berbentuk “V” bottom, dengan demikian kapal akan mempunyai kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang (L), lebar (B), dalam (D) dan nilai perbandingan L/B, L/D, dan B/D.
2.4
Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan Tuna Longline Menurut Nurani dan Wisudo (2007), keberhasilan suatu operasi
penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis. Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi produksi hasil tangkapan. Perusahaan-perusahaan perikanan, khususnya perikanan tuna perlu untuk memperhatikan faktor-faktor teknis tersebut agar tujuan optimalisasi hasil
12
tangkapan dapat terpenuhi. Faktor-faktor teknis tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Ukuran kapal dan mesin kapal Ukuran kapal merupakan fungsi dari volume suatu kapal yang meliputi panjang (L), lebar (B), dalam (D). Hal ini sangat mempengaruhi cara kerja ABK, posisi dan tata letak perbekalan serta peralatan penangkapan ikan, keleluasan operasi penangkapan ikan, pelayaran, dan kapasitas muat hasil tangkapan. Ukuran mesin berkaitan dengan kemampuan daya jelajah kapal, jarak dan luas fishing ground yang dapat dijangkau serta lama operasi penangkapan ikan. Ukuran yang terlalu kecil kemungkinan tidak dapat menggerakkan kapal, begitu juga jika terlalu besar kemungkinan dapat menyebabkan pemborosan. Ukuran mesin juga berkaitan dengan konsumsi bahan bakar, semakin besar ukuran mesin kapal semakin banyak konsumsi bahan bakar. 2) Palka dan fasilitas penanganan ikan di atas kapal Ukuran palka berkaitan dengan kapasitas hasil tangkapan yang dapat dimuat. Jumlah produksi dari suatu kapal dibatasi oleh kapasitas muat palkanya. Semakin besar kapasitas muat suatu palka, akan semakin besar pula kapasitas muat hasil tangkapan. Fasilitas penanganan di atas kapal berkaitan dengan kualitas hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan tuna sangat diperhatikan agar kualitas mutu tuna hasil tangkapan tetap terjaga agar dapat memenuhi kriteria ekspor. 3) Jumlah mata pancing dan ketersediaan umpan Jumlah mata pancing yang digunakan pada saat setting operasi penangkapan ikan dilakukan sangat berkaitan dengan peluang tertangkapnya ikan. Diharapkan dengan semakin banyak mata pancing yang digunakan, akan semakin besar pula peluang tertangkapnya ikan. Umpan merupakan faktor penting dalam perikanan longline. Umpan sebagai pemikat ikan untuk dapat tertangkap pada mata pancing. Keterbatasan umpan dapat dijadikan faktor pembatas terhadap operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Jumlah umpan yang digunakan berkaitan dengan jumlah setting yang dilakukan dan jumlah mata pancing yang digunakan.
13
4) Jumlah trip penangkapan ikan Lama waktu (trip) suatu operasi penangkapan ikan dihitung dari sejak kapal meninggalkan fishing base menuju ke fishing ground sampai kapal kembali lagi ke fishing base. Jumlah trip operasi penangkapan ikan diharapkan dapat dilakukan secara optimal sepanjang tahun. Jika kapal tidak dapat melakukan trip operasi penangkapan ikan yang optimal sepanjang tahun, maka akan berdampak pada kerugian usaha. Trip operasi penangkapan ikan berkaitan dengan ketersediaan biaya. Mengingat bahwa biaya operasi pada perikanan tuna longline cukup tinggi, banyak usaha perikanan tuna longline yang tidak dapat mengoptimalkan jumlah trip yang seharusnya dapat dilakukan. Kurangnya trip operasi akan berdampak pada kurangnya pendapatan atau keuntungan usaha, sedangkan biaya tetap (fixed cost) harus tetap dikeluarkan. 5) Bahan bakar Jumlah bahan bakar yang dibawa sebagai perbekalan operasi disesuaikan dengan kapasitas tangki bahan bakar yang dimiliki kapal. Persediaan bahan bakar akan mempengaruhi terhadap luasan fishing ground yang dapat dijelajah oleh kapal dan lama trip operasi penangkapan ikan yang dapat dilakukan. Hal ini akan memperbesar peluang produksi hasil tangkapan. Biaya bahan bakar saat ini hampir menyerap 50% dari keseluruhan biaya operasi penangkapan ikan. Sehingga saat ini banyak kapal longline yang tidak dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan baik karen permasalahan tingginya harga bahan bakar. 6) Tenaga kerja (ABK) Tenaga kerja (ABK) memiliki peran yang sangat penting bagi keberhasilan operasi penangkapan tuna longline. ABK menangani secara penuh kegiatan produksi di laut. Selain faktor-faktor teknis di atas, faktor lingkungan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan produksi operasi penangkapan tuna longline. Keadaan oseanografis seperti arus, gelombang, pasang, suhu, salinitas, produktivitas primer, dan keadaan meteorologist seperti angin, hujan, cuaca suatu perairan dapat berubah setiap saat. Faktor-faktor tersebut dapat merubah rencana
14
operasi penangkapan ikan yang telah dilakukan sebelumnya. Faktor alam yang berkaitan dengan keberhasilan operasi penangkapan ikan antara lain daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan musim ikan (Nurani dan Wisudo, 2007).
2.5
Manajemen Operasi Produksi Pengertian manajemen operasi tidak terlepas dari pengertian manajemen
pada umumnya, yaitu mengandung unsur adanya kegiatan yang dilakukan dengan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan bertolak pada pengertian tersebut, Fogerty (1989) dalam Herjanto (2008) mendefinisikan manajemen operasi sebagai suatu proses yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan. Unsur-unsur pokok definisi ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Kontinyu Manajemen operasi bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Keputusan manajemen tidak merupakan suatu tindakan sesaat melainkan tindakan yang berkelanjutan atau suatu proses yang kontinyu. 2) Efektif Segala pekerjaan harus dapat dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya serta mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan manajemen operasi memerlukan pengetahuan yang luas karena mencakup berbagai fungsi manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Dalam pelaksaannya, berbagai sumber daya seperti manusia, material, modal, mesin, manajemen atau metode, energi, dan informasi diintegrasiakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Integrasi merupakan penggabungan dua atau lebih sumber daya dalam berbagai kombinasi yang terbaik. Manajer operasi dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerja secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan memperkecil limbah.
15
3) Tujuan Manajemen operasi harus mempunyai tujuan, yaitu menghasilkan suatu produk sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan operasi terdapat di berbagai organisasi. Bagi suatu perusahaan manufaktur, kegiatan operasi yang menghasilkan produk dapat jelas terlihat. Kegiatan seperti ini sering kali digunakan istilah manajemen produksi. Berkembangnya
teknik
dan
metode
manajemen
produksi,
maka
penerapannya tidak hanya berlaku bagi kegiatan pembuatan barang-barang yang berwujud saja, melainkan juga bisa digunakan untuk mengoperasikan fungsi manajemen perusahaan dalam menghasilkan barang-barang tak berwujud atau jasa. Pada awalnya, manajemen produksi di lingkungan jasa disebut dengan istilah manajemen operasi. Istilah operasi sesungguhnya juga dipakai dalam perusahaan manufaktur, yaitu dalam pengertian kegiatan mengoperasikan sumber daya produksi untuk menghasilkan barang. Istilah manajemen operasi mengandung pengertian yang lebih luas. Oleh karena itu, dalam perkembangannya kemudian digunakan istilah manajemen operasi saja yang mencakup kedua jenis kegiatan baik untuk menghasilkan barang maupun jasa. Kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang melakukan proses transformasi dari masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan (misalnya material, modal, peralatan), sedangkan keluaran berupa barang jadi, barang setengah jadi atau jasa. Proses ini biasanya dilengkapi dengan kegiatan umpan balik untuk memastikan bahwa keluaran yang diperoleh sesuai dengan yang dikehendaki. Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada beberapa titik kunci dan membandingaknnya dengan standar atau acuan yang telah ditetapkan. Apabila terjadi perbedaan antara hasil atau keluaran (output) dengan standar, maka dilakukan tindakan koresi yang dapat berupa perbaikan dalam komponen masukan atau penyempurnaan dalam proses produksi sehingga keluarannya dapat sesuai dengan yang diharapkan (Herjanto, 2008). Pengambilan keputusan manajerial hakikatnya adalah pemilihan dan penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah manajemen yang dihadapi. Berbagai masalah bidang fungsional dalam organisasi merupakan
16
masalah manajemen. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan dari suatu masalah meliputi input, proses, dan output. Pengambilan keputusan dengan mempergunakan metode kuantitatif, informasi merupakan salah satu komponen input yang penting. Jika informasi yang diperlukan cukup tersedia, proses pengambilan keputusan dapat segera dimulai. Akan tetapi, dalam prakteknya tampak tidak mungkin untuk mengumpulkan seluruh informasi karena terbatasnya sumber daya dan waktu. Bahkan, jika waktu yang tersedia cukup, dalam beberapa masalah tertentu informasi yang relevan sukar untuk ditentukan. Masalah ketidakpastian muncul dalam proses pengambilan keputusan. Komponen kedua dalam sistem pengambilan keputusan adalah prosesnya sendiri. Proses pengambilan keputusan dipandang sebagai ”black box” karena banyak pengambilan keputusan yang prosesnya tidak diketahui. Proses ini dapat terjadi di dalam pemikiran manajer atau pengambil keputusan. Sering kali proses ini digantikan dengan suatu peralatan tertentu atau suatu model keputusan. Komponen ketiga dalam sistem pengambilan keputusan masalah adalah output-nya. Output disini adalah keputusannya sendiri. Keputusan itu tidak lain adalah hasil proses atau analisi suatu masalah maka pengetahuan dan kecakapan analitis mutlak diperlukan. Dengan pengetahuan dan kecapakan analitis ini, masalah-masalah bisni dapat dipecahkan dan dianalisis (Muslich, 2009).
2.6
Pemrograman Linear (Linear Programming)
2.6.1 Pengertian Pemrograman linear (linear programming) adalah teknik pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas diantara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Teknik ini dikembangkan oleh LV Kantorovich, seorang ahli matematika dari Rusia pada tahun 1939. Pemrograman linear ini merupakan salah satu metode dalam riset operasi yang memungkinkan para pengambil keputusan mengambil keputusan dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif (Herjanto, 2008).
17
Menurut Aminudin (2002), pemrograman linear merupakan model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber organisasi. Kata sifat linear digunakan untuk menunjukan fungsi-fungsi matematika yang digunakan dalam bentuk linear dalam arti hubungan langsung dan persis proporsional. Program menyatakan penggunaan teknik matematik tertentu. Pengertian pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan.
2.6.2 Model pemrograman linear Model adalah suatu tiruan terhadap realitas. Langkah untuk membuat peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model yang juga merupakan langkah penting pertama pada penerapan teknik riset operasi dalam manajemen. Langkah pertama ini sering kali juga menjadi batu sandungan pertama di dalam perumusan model matematis secara benar. Pemahaman terhadap unsur-unsur model akan sangat membantu untuk mengatasi kesulitan. Model pemrograman linear mempunya tiga unsur utama, yaitu: 1) Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai tujuan yang hendak dicapai. Di dalam proses pemodelan, penemuan variabel keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya. 2) Fungsi tujuan Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika
linear.
Selanjutnya
fungsi
itu
dimaksimumkan
atau
diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. 3) Fungsi kendala Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuantujuanya. Fungsi kendala menggambarkan batasan yang dihadapi dalam mencapai tujuan. Fungsi kendala biasanya terdiri dari berbagai persamaan yang masing-masing berkorelasi dengan sumberdaya yang berkaitan.
18
Kendala dengan demikian dapt diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika linear. Terdapat tiga macam kendala, yaitu : (1) kendala berupa pembatas (2) kendala berupa syarat (3) kendala berupa keharusan. Pemrograman
linear
adalah
sebuah
metode
matematis
yang
berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan kendala (Siswanto, 2007). Dalam model matematika, persamaan dalam pemrograman linear dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut (Herjanto, 2008): Fungsi Tujuan (FT)
: Maks/min Z = ∑1 j Xj
dengan pembatas(DP)
: ∑ 1 ∑1 ijXj >=< bi
dan xj 0 (j = 1,2,...,n) bi 0 (i = 1,2,..,m) Keterangan: Z = nilai optimal dari fungsi tujuan; Xj = jenis kegiatan (variabel keputusan); Cj = kenaikan nilai Z jika ada pertambahan satu unit kegiatan j; aij = kebutuhan sumberdaya i untuk menghasilkan setiap kegiatan j; bi = banyaknya sumberdaya i yang tersedia; a,b,c disebut juga parameter model; m = jumlah sumberdaya yang tersedia; n = jumlah kegiatan. Terminologi umum untuk model pemrograman linear dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Fungsi yang akan dicari nilai optimalnya (Z) disebut fungsi tujuan (objective function); 2) Fungsi-fungsi batasan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: (a) Fungsi batasan fungsional, yaitu fungsi-fungsi batasan sebanyak m. (b) Fungsi batasan non-negatif (non-negative constrains) aitu variabel xj 0 3) Variabel-variabel xj disebut sebagai variabel keputusan (decision variable) 4) Parameter model yaitu masukan konstan aij, bi, dan cj.
19
2.6.3 Perumusan persoalan pemrograman linear Menurut Supranto (2005) agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Harus dapat dirumuskan secara matematis 2) Harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimal 3) Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Secara singkat di atas telah disebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear. Penjelasan syarat-syarat tersebut akan dibahas secara lengkap, yaitu sebagai berikut: 1) Fungsi objektif harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan sebgai fungsi objektif yang linear. Misalnya jumlah hasi penjualan harus maksimum dan jumlah biaya transportasi harus minimum. 2) Harus ada alternatif pemecahan untuk dipilih salah satu yang terbaik. 3) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat ditambahkan tanpa saling mempengaruhi antara sumber atau aktivitas yang lain (additivity). 4) Fungsi objektif dan ketidaksamaan untuk menunjukkan adanya pembatasan harus linear. 5) Variabel keputusan harus positif, tidak boleh negatif (xj 0, untuk semua j). 6) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat dibagi (divisibility). 7) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai jumlah yang terbatas (finiteness). 8) Aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber. Hal ini berarti adanya hubungan yang linear antara aktivitas dengan sumber-sumber (constant returns to scale). 9) Model pemrograman deterministik, artinya sumber dan aktivitas diketahui secara pasti (single valued expectations).
2.7
Analisis Pascaoptimalitas Penyelesaian optimal dari model awal memberikan informasi hasil bagi
yang dicapai dengan kondisi yang diberikan atau tersedia. Penyesuaian kadang diperlukan untuk memperoleh hasil yang lebih optimal lagi melalui beberapa perubahan bentuk model yang menggambarkan perubahan aktivitas dan kapasitas
20
sumberdaya. Sejauh mana perubahan itu berperan terhadap penyelesaian optimal adalah informasi yang sangat berharga guna menurunkan alternatif-alternatif keputusan selain keputusan optimal. Menurut Siswanto (2007), secara matematis penyelesaian optimal sebuah kasus pemrograman linear selalu berhubungan dengan penyelesaian optimal sebuah kasus pemrograman linear yang lain. Bentuk hubungan ini dikenal sebagai dualitas di dalam pemrograman linear dan bisa menjelaskan hubungan antara dual price dengan kendala-kendala aktif.
2.7.1 Dualitas Konsep dualitas menjelaskan secara matematis bahwa sebuah kasus pemrograman linear berhubungan dengan sebuah kasus pemrograman linea yang lain. Bila kasus pemograman linear yang pertama disebut primal, maka kasus pemrograman linear yang kedua disebut dual. Model matematis hubungan antara pemrograman linear primal dengan program linear dual memiliki hubungan sebagai berikut: 1) Bila koefisien tujuan primal dimaksimumkan, maka fungsi tujuan dual diminimumkan. 2) Koefisien-koefisien fungsi tujuan primal menjadi nilai ruas kanan kendalakendala dual. 3) Nilai ruas kanan kendala primal menjadi koefisien-koefisien fungsi tujuan dual. 4) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan
variabel dual. 5) Tanda ketidaknegatifan variabel primal menjadi tanda kendala kendalakendala dual. 6) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan
variabel dual. 7) Tanda
ketidaknegatifan
variabel
primal
menjadi
tanda
kendala
pertidaksamaan kendala-kendala dual. 8) Tanda kendala persamaan “=” pada model primal menjadi unconstrained in sign atau tanpa tanda kendala pada variabel keputusan model dual.
21
9) Tanda variabel keputusan ”=” pada model primal menjadi unconstrained in sign atau tanpa tanda kendala pada kendala model dual.
2.7.2 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas menjelaskan sampai sejauh mana parameterparameter model pemrograman linear, yaitu koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala, boleh berubah tanpa harus mempengaruhi jawaban optimal atau penyelesaian optimal (Siswanto, 2007). Menurut Herjanto (2008), analisis sensitivitas adalah penyelidikan perubahan nilai parameter (aij, bi, dan cj) terhadap efek pada penyelesaian yang optimal. Karena perubahan nilai parameter dalam masalah primal juga akan mengakibatkan perubahan nilai pada masalah dual. Analisis sensitivitas akan menjelaskan interval perubahan parameter fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala yang akan membuat informasi dari penyelesaian optimal tidak berubah. Informasi dari penyelesaian optimal tersebut antara lain: 1) nilai variabel keputusan optimal 2) nilai fungsi tujuan ekstrem 3) nilai slack/surplus variable 4) nilai dual price/shadow price (Siswanto, 2007).
3 METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010. Lokasi penelitian
berada di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali (Peta lokasi kantor PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali dapat dilihat pada Lampiran 2).
3.2
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus.
Metode studi kasus sendiri menurut Nazir (1988) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan metode penelitian studi kasus ialah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
3.3
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang terkait langsung dengan penelitian. Sumber dari data primer berasal dari wawancara langsung dengan karyawan PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali baik di darat maupun di laut serta observasi langsung penulis terhadap kondisi lapang tempat penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau arsip-arsip PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali serta studi pustaka dari penelitian terdahulu dan studi literatur yang menunjang dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Keadaan umum PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali 2) Biaya usaha (operasional) 3) Volume dan harga jual hasil produksi 4) Jenis produk
23
5) Data operasional kapal 6) Biaya total produksi
3.4
Metode Analisis Data Pengolahan data terbagi atas dua sifat, yaitu pengolahan data secara
kualitatif dan pengolahan data secara kuantitatif. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan secara deskritif, sedangkan pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis optimasi produksi.
3.4.1 Analisis deskriptif Pengolahan data secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian. Data dan informasi yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis berdasarkan manajemen operasi produksi perusahaan. Analisis desktriptif bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang manajemen produksi operasi di suatu perusahaan perikanan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Manajemen produksi operasi yang dimaksud meliputi proses produksi di laut maupun di darat.
3.4.2 Analisis optimasi Analisis optimasi merupakan metode pengolahan data secara kuantitatif. Pengolahan data secara kuantitatif tersebut dilakukan setelah data mentah yang diperoleh ditabulasikan atau dikelompokkan menurut variabel yang diamati. Data kemudian diolah secara manual untuk dibentuk ke dalam pertidaksamaan linear. Bentuk pertidaksamaan linear tersebut kemudian diolah dalam pemrograman linear dengan bantuan komputer menggunakan software atau program LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer). Penggunaaan
linear
programming
dalam
suatu
kegiatan
pengoptimalisasian membantu dalam pengalokasian sumberdaya yang terbatas. Pada contoh kasus di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali, kelompok data yang dianalisis adalah berdasarkan ukuran kapal yaitu kapal 15 GT, kapal 40 GT, dan kapal 60 GT.
24
Model linear programming memiliki tiga unsur utama, yaitu variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala. Variabel keputusan dalam penelitian ini adalah pengoptimalisasian jenis ikan kualitas ekspor. Fungsi tujuan yang dirumuskan dalam model optimasi ini adalah memaksimumkankan keuntungan. Koefisien penyusun fungsi tujuan adalah laba per kilogram dari masing-masing variabel keputusan jenis-jenis ikan kualitas ekspor. Fungsi kendala yang dirumuskan dalam model optimasi ini antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya usaha (operasional), biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal), biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Koefisien nilai fungsi kendala adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi atau menangkap satu kilogram ikan variabel keputusan yang diperoleh melalui biaya suatu sumberdaya produksi per trip operasi penangkapan ikan dibagi dengan produksi hasil tangkapan suatu jenis ikan per trip operasi penangkapan ikan. Perumusan fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Model matematis dari fungsi tujuan memaksimumkan keuntungan: Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 Keterangan: Z = keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp); Ci = keuntungan setiap kilogram ikan jenis ke-i (Rp); Xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg). i = 1 jenis ikan tuna mata besar (bigeye tuna); 2 jenis ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna; 3 jenis ikan tuna sirip biru (bluefin tuna); 4 jenis ikan meka. 2) Model matematis dari fungsi kendala antara lain: (1) Kendala biaya bahan bakar (solar): n
i=1
Keterangan: = koefisien biaya bahan bakar (solar) yang dibutuhkan ai untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); S = biaya bahan bakar (solar) yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg).
25
(2) Kendala biaya umpan:
U 1
Keterangan: bi U xi
= koefisien biaya umpan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); = biaya umpan yang dianggarkan (Rp); = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg).
(3) Kendala biaya usaha (operasional):
M 1
Keterangan: ci = koefisien biaya usaha (operasional) yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); M = biaya usaha (operasional) yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg). (4) Kendala biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal):
1
Keterangan: di = koefisien biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal) yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); L = biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal) yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg). (5) Kendala biaya administrasi:
1
Keterangan: ei = koefisien biaya administrasi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-1 (Rp); A = biaya administrasi yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg).
26
(6) Kendala kapasitas muat palka: BE + YF + BF + MK P Keterangan: BE = ikan tuna mata besar (bigeye tuna); YF = ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna); BF = ikan tuna sirip biru (bluefin tuna); MK = ikan meka; P = jumlah kapasitas maksimum suatu palka kapal (kg). (7) Kendala Nonnegativity Kendala nonnegativity menyatakan bahwa jumlah produksi hasil tangkapan tersebut tidak boleh bernilai negatif atau sama dengan nol. Xi 0 3.4.3 Analisis primal Analisis primal bertujuan untuk mengetahui kombinasi produk (Xi) mana yang terbaik yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan sumberdaya yang terbatas. Analisis primal mengetahui kombinasi yang masuk dalam skema optimal dan kombinasi yang tidak termasuk dalam skema optimal. Melalui perbandingan antara kombinasi optimal dengan kombinasi aktual dapat dianalisis apakah usaha operasi panangkapan ikan tersebut telah optimal atau belum.
3.4.4 Analisis dual Analisis dual dilakukan untuk mengetahui nilai slack atau surplus serta nilai dual price suatu permasalahan dengan menggunakan linear programming. Nilai slack atau surplus menunjukkan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh perusahaan, sedangkan nilai dual price menunjukkan perbaikan nilai fungsi tujuan karena naiknya ketersediaan kendala sumberdaya yang dimiliki sebesar satu satuan. Kriteria nilai slack atau surplus serta dual price adalah sebagai berikut : 1) Slack/surplus > 0 serta nilai dual price = 0 maka sumberdaya dikatakan berlebih, demikian sebaliknya. 2) Slack/surplus = 0 dan nilai dual price > 0 maka dikatakan bahwa sumberdaya yang dimiliki kurang (langka) dan merupakan kendala yang membatasi nilai dari fungsi tujuan.
27
3.4.5 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana jawaban optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun model. Perubahan tersebut dapat terjadi karena perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan koefisien fungsi kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, serta adanya tambahan variabel keputusan. Analisis sensitivitas menunjukkan selang kepekaan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang dapat mempertahankan kondisi optimal. Selang kepekaan ditunjukkan oleh batas maksimum yang menggambarkan batas kenaikan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan dan ditunjukkan oleh batas minimum nilai koefisien tujuan yang menggambarkan batas penurunan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan. Selain itu selang kepekaan juga ditunjukkan oleh nilai ruas kanan yang menggambarkan seberapa besar perubahan ketersediaan sumberdaya yang dapat ditolerir sehingga nilai dual tidak berubah.
4 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1
Sejarah Perusahaan Perikanan tuna longine telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1945.
Pada tahun 1962 dimana saat itu pemerintah Republik Indonesia telah mengklaim daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil, kegiatan secara komersial untuk perikanan tuna longline pertama kali dimulai oleh Badan Pimpinan Umum Perikanan dengan mengoperasikan dua armada kapal longline. Kegiatan ini berhenti pada tahun 1965 karena pengelolaan yang belum baik. Tahun 1968 atas dasar pertimbangan fungsi pengelolaan laut, pemerintah Republik Indonesia melaksanakan kerja sama dengan pemerintah Jepang yang dikenal dengan nama Banda Sea Agreement dengan menerbitkan lisensi untuk penangkapan ikan tuna kepada 310 buah kapal tuna longline Jepang di perairan laut Banda. Lalu setahun kemudian, pemerintah Jepang mengirim sebuah tim untuk mengadakan survey pada beberapa tempat, seperti Kendari (Sulewesi Tengah), Benoa (Bali), Kupang (NTT), dan Sabang ( NAD). Tujuan survey adalah mencari tempat-tempat yang layak dan sesuai untuk dapat dijadikan basis pangkalan (fishing base) armada tuna longline. Hasil survey diumumkan pada tahun 1971 dengan menyatakan bahwa Benoa (Bali) dan Sabang (NAD) adalah tempat-tempat yang layak dan sesuai untuk dijadikan sebagai basis (fishing base) operasi kapal-kapal tuna longline. Pelabuhan Benoa (Bali) memiliki luas 58 km2 dengan orientasi kegunaannya sebagai sarana pelabuhan bagi kapal-kapal wisata, penumpang, kargo, migas, dan perikanan. Pelabuhan Benoa kemudian berkembang menjadi pusat perikanan tuna yang disebabkan oleh letak geografis pelabuhan tersebut yang dekat dengan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang berada di Samudera Hindia, dekat dengan Bandar Udara Ngurah Rai, serta sarana komunikasi yang mudah dijangkau. Bulan Maret tahun 1972, Departemen Pertanian Republik Indonesia menunjuk sebuah perusahaan Jepang, Nochiro Gyo Gyo Kaisha sebagai konsultan serta Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) sebagai penyandang dana
29
untuk mendirikan suatu perusahaan tuna bernama PT Perikanan Samodra Besar (Persero) pada tanggal 12 Mei 1972. PT Perikanan Samodra Besar (Persero) mulai beroperasi pada tahun 1973 dengan hanya menggunakan tiga kapal dengan daerah penangkapan ikan (fishing ground) mulai dari Samudera Hindia barat Sumatera sampai ke perairan selatan Jawa Barat. Selanjutnya pada tahun 1974, armada yang beroperasi bertambah menjadi 12 kapal dengan fishing ground meluas sampai ke arah selatan Bali, Lombok, dan Sumbawa. Tahun 1975 armadanya bertambah lagi menjadi 18 kapal dengan fishing ground berkembang ke Laut Timor, seluruh Laut Banda dan sampai ke Laut Arafura. Awal tahun 1982, fishing ground meluas sampai ke Laut Pasifik di utara Papua, Laut Sulawesi, dan Selat Makassar. Produk utama PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah ikan tuna dimana untuk pertama kalinya ikan tuna tersebut diproduksi dalam bentuk akhir beku (frozen). Tahun 1986, PT Perikanan Samodra Besar (Persero) melakukan diversifikasi produk dengan memproduksi tuna segar karena harga tuna beku cenderung turun pada kurun waktu tersebut. Di sisi lain permintaan tuna segar terus meningkat dan harga jualnya lebih baik dari harga tuna beku, sehingga usaha penangkapan lebih diutamakan untuk memproduksi tuna segar sebagai produk utamanya, walaupun produk tuna beku masih tetap diproduksi. Bulan Oktober tahun 1993, PT Perikanan Samodra Besar (Persero) kembali melakukan diversifikasi produk dengan melakukan ekspor tuna loin segar, kemudian tuna loin beku mulai diproduksi dan diekspor pada Juni 1995. Namun sejak akhir tahun 2002 kedua produk loin tuna tersebut dihentikan karena kondisi harga dan pasar kurang mendukung. Tahun 1991, PT Perikanan Samodra Besar (Persero) melakukan pembenahan dan memodifikasi kapal-kapal armada penangkapan ikan karena kapal-kapal yang selama ini digunakan sudah tua. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi tuna Perikanan Samodra Besar (Persero) karena armada yang digunakan hanya enam kapal saja, Tetapi pada tahun 1992 produksi mulai meningkat dengan penambahan armada menjadi 13 kapal, ditambah dua tahun kemudian pada tahun 1994 menjadi 19 kapal. Namun kini jumlah kapal yang
30
masih beroperasi hanya 17 kapal saja yang berbasis di Benoa, Bali karena dua kapal lain mengalami kerusakan dan ditambatkan di Ambon, Maluku. Tahun 1998 ketika kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami krisis sehingga menyebabkan biaya operasional dan pengadaan bahan baku produksi mengalami kenaikan. Akibatnya kerugian demi kerugian dialami oleh perusahaan-perusahaan perikanan, baik swasta maupun nasional. Oleh sebab itu pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan PP No. 21 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Pembubaran Perusahaan Umum (Perum) Perikani Maluku, Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perikani, PT Tirta Raya Mina (Persero), PT Perikanan Samodra Besar (Persero) ke dalam PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero). Berdasarkan PP No. 21 Tahun 1998 dari hasil penggabungan empat (4) BUMN perikanan yaitu: PT Usaha Mina (Persero), PT Tirta Raya Mina (Persero), PT Perikanan Samodra Besar (Persero), dan PT Perikani (Persero), maka dibentuk PT Perikanan Nusantara (Persero) yang ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSL) pada tanggal 27 Oktober 2005. Penggabungan BUMN perikanan termasuk perubahan nama dari PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero) menjadi PT Perikanan Nusantara (Persero) disetujui dan dinyatakan kembali dalam akta penggabungan No. 8 & 9 Tanggal 8 Mei 2006 yang dibuat dihadapan notaries Muhammad Hanafi, S.H. di Jakarta. Penggabungan berlaku efektif sejak tanggal 9 Juni 2006 yaitu sejak disetujui Anggaran Dasar PT Perikanan Nusantara (Persero) sesuai Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. C-16842.HT.01.04 Tahun 2006 pada tanggal 9 Juni 2006. Kantor pusat PT Perikanan Nusantara (Persero) berkedudukan di Jakarta dan memiliki 12 kantor cabang di berbagai daerah di Indonesia.
4.2
Dasar Hukum Pendirian PT Perikanan Nusantara (Persero):
1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Pembubaran Perusahaan Umum (Perum) Perikani Maluku, Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perikani, PT Tirta Raya Mina (Persero),
31
PT Perikanan Samodra Besar (Persero) ke dalam PT Usaha Mina (Persero), yang selanjutnya bernama PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero). 2) Akte Notaris Muhammad Hanafi, SH Nomor: 8 tanggal 8 Mei 2006 tentang Akte Penggabungan PT Perikani (Persero), PT Tirta Raya Mina (Persero), dan PT Perikanan Samodra Besar (Persero) ke dalam PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero). 3) Akte Notaris Muhammad Hanafi, SH Nomor: 9 tanggal 8 Mei 2006 tentang Perubahan Nama PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero) menjadi PT Perikanan Nusantara (Persero). 4) Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Nomor: C-16842.HT.01.04 Tahun 2006 tanggal 9 Juni 2006 tentang Persetujuan Akte Perubahaan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.
4.3
Visi dan Misi Perusahaan Visi
Usaha
Milik
PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah menjadi Badan Negara
(BUMN)
yang
tangguh,
berdaya
saing
global,
menguntungkan, dan berkelanjutan. Misi 1)
PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah antara lain:
Pengembangan agen pembangunan pemerintah berbasis usaha perikanan dengan melibatkan masyarakat dan perusahaan.
2)
Revitalisasi sarana perusahaan dengan organisasi dan sumberdaya manusia (SDM) yang professional.
3)
Meningkatkan keuntungan perusahaan untuk kontribusi penerimaan negara dan kesejahteraan karyawan.
4)
Memperkokoh komitmen dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta lembaga keuangan.
5)
Penerepan tata kelola perusahaan yang bersih dan transparan. Moto PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah “Speed to make
money.” (cepat menciptakan uang atau keuntungan).
32
4.4
Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan gambaran yang menunjukkan tata
hubungan berbagai posisi dalam suatu organisasi mengenai tanggung jawab, tugas, dan wewenang Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya selayaknya memilki struktur organisasi yang jelas, sehingga hubungan antara departemen satu dengan departemen yang lainnya tampak jelas dan pembagian tugas pada seluruh sumber daya yang terlibat di dalamnya dapat dilaksanakan dengan baik yang tentunya akan menunjang kelancaran aktivitas perusahaan. Susunan Dewan Komisaris PT Perikanan Nusantara (Persero) sesuai dengan Kutipan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP. 154/MBU/2007 tanggal 19 Juli 2007 adalah sebagai berikut: 1) Komisaris Utama 2) Komisaris 3) Komsaris Susunan Dewan Direksi PT Perikanan Nusantara (Persero) sesuai dengan Kutipan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP121/MBU/2007 tanggap 4 Juli 2007 adalah sebagai berikut: 1) Direktur Utama 2) Direktur Produksi 3) Direktur Keuangan Dewan Direksi dibantu oleh staf direksi di kantor pusat dan staf operasional di kantor yang cabang yang bertugas sebagai pelaksana operasional perusahaan. Khusus armada kapal penangkap ikan dan armada kapal pengumpul ikan milik perusahaan dipimpin oleh ahkoda yang pada dasarnya berada langsung dibawah komando direksi, namun dalam pengelolaan sehari-hari diserahkan kepada kepala cabang perusahaan. PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali telah menerapkan suatu struktur organisasi fungsional yaitu suatu bentuk organisasi dimana kekuasaan akan mengalir dari pimpinan tertinggi kepada bawahan berdasarkan bidang tugas masing-masing. Struktur organisasi PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali dapat dilihat pada lampiran
33
Berikut deskripsi mengenai tugas pokok dari masing-masing jabatan struktural pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali: 1) Kepala Cabang Tugas pokok: Membina, mengarahakan, dan mengawasi seluruh kegiatan operasional perusahaan serta melakukan pengawasan terhadap seluruh bagian yang ada di perusahaan. 2) Kepala Bagian Operasi Tugas pokok: Bertanggung jawab atas perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian kegiatan operasional armada sehingga mampu mencapai sasaran secara efektif dan efisien sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan. 3) Kepala Bagian Keuangan dan Administrasi Tugas
pokok:
Memimpin,
mengkoordinasikan,
dan
mengendalikan
pelaksanaan kegiatan pelayanan umum, rumah tangga, keamanan, humas, dan tata usaha sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan. 4) Supervisi Unit Operasional Kapal Tugas pokok: (1) Memimpin, mengkoordinasikan, dan mengawasi pengoperasian kapal baik untuk penangkapan ikan maupun pengumpulan ikan. (2) Menjaga kondisi kapal dan anak buah kapal (ABK) agar selalu siap untuk beroperasi. 5) Supervisi Unit Processing dan Cold Storage Tugas pokok: Merencanakan dan menetapkan sasaran kegiatan operasional seksi-seksi yang berada di bawah bagian cold storage serta mengkoordinasi, mengarahkan dan memonitor pelaksanaannya sehingga mampu mencapai sasaran yang telah ditetapkan baik untuk menunjang kegiatan operasional maupun memenuhi target pemrosesan ikan tuna segar dan supply armada. 6) Supervisi Supporting Unit Jasa Tugas pokok: Bertanggung jawab atas perencanaan, pengoperasian, dan pengendalian pelaksanaan semua kegiatan sarana penunjang sehingga mampu mencapai sasarannya secara efektif dan efisien sesuai dengan kebijakankebijakan yang telah digariskan perusahaan.
34
7) Supervisi Unit Pemasaran Tugas pokok: (1) Membantu kepala cabang dalam bidang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan perdagangan ekspor dan perdagangan lokal, riset pasar, dan analisis pasar. (2) Memberikan
saran dan
rekomendasi
dalam
peningkatan
dan
pengembangan perdagangan ekspor dan perdagangan lokal dengan didukung oleh riset serta analisis pasar. 8) Supervisi Umum dan Personalia Tugas pokok: (1) Memimpin, merencanakan, dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan administrasi personalia dan penggajian sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. (2) Mengkoordinasikan perencanaan dan perumusan karyawan dan diklat sehingga dapat mencapai sasarannya secara efektif dan efisien. 9) Supervisi Akuntansi dan Keuangan Tugas pokok: Memimpin dan mengatur pelaksanaan dan pembayaran melalui kas atau bank sesuai dengan kebijakan di bidang keuangan yang telah ditetapkan dan bertanggung jawab atas penyusunan anggaran, perpajakan, dan asuransi. 10) Supevisi Logistik Tugas pokok: Merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pengadaan, penyimpanan, dan pengaturan barang-barang kebutuhan operasional perusahaan serta administrasi kegiatannya.
4.5
Sumberdaya Manusia Jumlah karyawan pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa,
Bali pada akhir tahun 2009 berjumlah 166 orang karyawan yang terdiri dari 48 orang karyawan darat dan 118 orang karyawan laut. Berdasarkan pembagian tugas fungsional karyawan, bagian administrasi terdiri atas 38 orang karyawan sedangkan bagian teknis/operasi terdiri atas 128 orang karyawan.
35
Para karyawan yang bekerja pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali dilindungi oleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 3 Tahun 1992 melalui iuran karyawan. JAMSOSTEK tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Jaminan Hari Tua (JHT): (1) 2% gaji dibayar karyawan (2) 3,7% gaji dibayar perusahaan 2) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK): 1,74% gaji dibayar karyawan 3) Jaminan Kematian (JK): 0,30% gaji dibayar perusahaan 4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) untuk karyawan dan keluarganya, dibayar oleh perusahaan: (1) 3% gaji untuk lajang. (2) 6% gaji untuk keluaga. Sedangkan hak-hak karyawan atas JAMSOSTEK tersebut adalah: 1) Jaminan Hari Tua (JHT): diterima setelah umur 55 tahun. 2) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK): (1) pelayanan di rumah sakit (RS) pemerintah kelas I dengan biaya maksimal Rp. 12.000.000,-. (2) meninggal : ..% x 60 bulan gaji + 24 bulan @Rp 200.000,3) Jaminan Kematian (JK): (1) santunan kematian = Rp 10.000.000,(2) biaya pemakaman = Rp 2.000.000,4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK : (1) pelayanan di Rumah Sakit (RS) pemerintah kelas II. (2) pelayanan khusus: hamil, kacamata, gigi, THT, sesuai buku Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
36
4.6
Fasilitas Perusahaan Perusahaan memiliki fasilitas yang menunjang kegiatan proses produksi.
Fasilitas tersebut adalah sebagai berikut: 4.6.1 Fasilitas pengolahan (processing): 1) Fish box Fish box berfungsi sebagai wadah ikan ketika sedang diangkut dari palka menuju ruang processing. Di dalamnya terdapat es curah. Kapasitas fish box ini sebesar 500 kg.
Gambar 3 Fish box. 2) Meja produksi Meja produksi berfungsi untuk pemotongan ekor, pengecekan mutu ikan, pembuangan isi perut, pencucian, dan penempatan ikan sebelum dimasukan ke dalam packing box. Meja ini terbuat dari semen dengan dilapisi oleh keramik. 3) Alat pemotong Alat pemotong terdiri atas pisau potong ekor, pisau pembuangan sebagian isi kepala serta insang, dan pisau pembelahan perut. 4) Ganco Ganco berfungsi untuk memindahkan ikan dari fish box ke meja produksi dengan cara mengaitkan bagian tajam dan melengkung ke rongga mulut atau insang. 5) Coring tube Coring tube berfungsi untuk mengambil sampel daging ikan secara langsung dari tubuh ikan untuk pemeriksaan mutu ikan tersebut.
37
6) Alat pembersih ikan Alat pembersih ikan berfungsi untuk membersihkan ikan setelah seluruh isi perutnya dikeluarkan. Alat ini terbuat dari spon yang lembut sehingga tidak mengakibatkan cacat pada tubuh ikan. 7) Timbangan Timbangan berfungsi untuk mengukur bobot tubuh ikan. Timbangan yang digunakan beroperasi secara digital sehingga perhitungan bobot tubuh ikan lebih akurat. Kapasitas timbangan sebesar 150 kg. 8) Bak penampung ikan Bak ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara ikan utuh sebelum dimasukan ke dalam packing box. Di dalamnya terdapat es curah dan air laut sehingga suhu tetap terjaga. Kapasitas bak ini sebesar 1.000 kg.
Gambar 4 Bak penampungan ikan.
9) Selang Selang berfungsi untuk mengalirkan air yang digunakan untuk menyiram ikan ketika sedang dibersihkan maupun membersihkan peralatan dan sarana processing.
38
4.6.2 Fasilitas pendukung 1) Forklift Forklift berfungsi untuk mengangkut ikan hasil tangkapan dari atas kapal menuju ke ruang processing dan membawa es, umpan, serta kebutuhan melaut lainnya pada saat perbekalan (supply) kapal sebelum beroperasi. Forklift ini berbahan bakal diesel dan telah dioperasikan sejak tahun 1974.
Gambar 5 Forklift PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. 2) Cold storage Cold storage yang dimiliki PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali sebanyak satu unit cold storage dengan kapasitas 900 ton. Besaran suhu 200C sampai dengan – 300C dengan menggunakan cairan pendingin berupa amoniak. Dinding atau isolasi pendingin berupa glass wall dan steroform. Cold storage ini menggunakan mesin merek Mitshubisi keluaran tahun 1974. Namun saat ini jumlah kapasitas yang dapat digunakan sebesar 450 ton, hal ini disebabkan oleh kerusakan dan alat-alat yang sudah usang. Kini cold storage yang ada digunakan tidak hanya untuk membekukan dan menyimpan hasil tangkapan berupa ikan, tapi juga berupa produk hewan darat dan disewakan pada pihak luar.
Gambar 6 Cold Storage.
39
3) Kapal longline Kapal longline yang dimiliki PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali saat sebanyak 17 armada.
Gambar 7 Kapal Longliner PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali.
4) Dermaga Dermaga berfungsi sebagai tempat berlabuh dan bongkar muat kapal-kapal penangkap ikan yang dimiliki perusahaan maupun kapal relasi. PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali memiliki darmaga sendiri yang berada di sebelah timur Pelabuhan Benoa.
Gambar 8 Dermaga PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali.
5) AC (Air Conditioner) AC digunakan untuk mendinginkan ruangan processing. Terdapat empat (4) buah AC di ruang processing sehingga mutu ikan tetap terjaga. Besaran suhu AC dijaga agar ruangan tetap 260C.
40
6) Lori (kereta dorong) Lori digunakan untuk memasukkan dan mengeluarkan ikan yang sudah dikemas menuju dan dari cold storage. Terdapat satu (1) unit lori pada perusahaan. 7) Pallet Pallet berfungsi sebagai alas bahan pengemas dan alas ikan yang sudah dikemas. 8) Kardus Kardus berfungsi sebagai wadah pengemas ikan yang sudah siap untuk dijual/dikirim.
5 PEMBAHASAN
5.1
Produksi
5.1.1 Proses produksi ikan tuna Kegiatan utama produksi ikan tuna pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali adalah proses penangkapan ikan tuna dengan fishing ground berada pada posisi 11 LS–17 LS dan 103 BT–120 BT (Peta lokasi daerah penangkapan ikan (fishing ground) dapat dilihat pada Lampiran 10). Jarak terdekat antara fishing base dengan fishing ground adalah sekitar 150 mil laut, sedangkan jarak terjauh sekitar 350 mil laut. Penentuan lokasi operasi penangkapan ikan dibantu oleh citra satelit, data harian lokasi penangkapan ikan terdahulu, serta komunikasi antar kapal PT Perikanan Nusantara cabang Benoa, Bali. Penangkapan ikan tuna dilakukan dengan menggunakan alat tangkap longline dengan mainline atau tali utama berjenis multifilamen no. 3, sedangkan untuk branch line atau tali cabang berjenis monofilamen no. 2 serta ukuran mata pancing no. 7. Jumlah mata pancing untuk kapal 40 GT dan 60 GT berjumlah sekitar 2.000 mata pancing, sedangkan untuk kapal 15 GT berjumlah sekitar 1.100 mata pancing Jarak antar mata pancing sekitar 50 m. Setiap basket terdiri atas 20 branch line dengan 18 mata pancing, terdapat dua tali yang dikosongkan di sebelah kanan dan kiri basket dengan tujuan agar tidak mengalami kekusutan ketika dioperasikan. Alat tangkap longline ini dilengkapi pula dengan pelampung sebagai penanda di setiap 20 basket serta bouy sebagai pemberi informasi posisi alat tangkap ketika dioperasikan yang berjumlah 4 bouy. Operasi penangkapan ikan tuna dibagi atas tiga tahapan, yaitu penurunan tali pancing (setting), penghanyutan tali pancing (drifting), dan penarikan tali pancing (hauling). Saat operasi penangkapan ikan, para anak buah kapal (ABK) dibagi atas dua shift, yaitu shift pertama melakukan setting dan shift kedua melakukan hauling. Operasi penangkapan ikan tuna pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali merupakan kegiatan group operation, dimana setiap armada penangkapan beroperasi dengan saling mencukupi kebutuhan ketika di
42
atas laut dan memindahkan hasil tangkapan kepada kapal yang hendak menuju fishing base terlebih dahulu. Kegiatan setting dilakukan pada bagian belakang kapal dimana para ABK mempersiapkan peralatan, tali pancing, umpan serta membuang tali pancing tersebut mengikuti arah pergerakkan kapal. Kegiatan setting ini memerlukan waktu sekitar 5-6 jam tergantung dari jumlah mata pancing dan umpan yang ditebar dan dilakukan di atas kapal yang bergerak secara perlahan dengan kecepatan kapal sekitar 5 knot. Kegiatan drifting yaitu penghanyutan tali pancing. Kegiatan ini memerlukan waktu sekitar 4 jam serta dimaksudkan agar tali pancing bergerak mengikut arah pergerakan gelombang sehingga dapat memancing ikan yang hendak ditangkap. Ketika kegiatan drifting ini berlangsung, para ABK dapat memanfaatkan waktu yang ada untuk beristiahat. Setelah tali pancing dihanyutkan, maka kegiatan selanjutnya adalah menarik tali pancing tersebut (hauling). Proses ini memerlukan waktu yang lama sekitar 12 jam sebab tali pancing telah terendam oleh air laut serta pengangkatan ikan yang berhasil ditangkap menggunakan alat tangkap longline tersebut. Kegiatan hauling ini dibantu oleh alat yang dipasang di samping kanan atas kapal yang dinamakan line hauler. Line hauler ini berfungsi untuk menarik tali pancing yang telah direndam.
5.1.2 Proses penanganan hasil tangkapan di atas kapal Ikan tuna yang telah berhasil ditangkap kemudian diangkat dengan cepat, hati-hati dan tidak boleh terlalu lama terkena sina matahari untuk menghindari stress pada ikan yang dapat menyebabkan kemunduran mutu ikan tersebut. Ikan tuna yang tertangkap tersebut dinaikan dengan menggunakan ganco secara hatihati dengan menusuk pada bagian daerah kepala ikan (gaffing). Ikan kemudian diletakan diatas deck kapal yang telah dilapisi oleh kasur busa atau spons untuk mencegah tejadinya kerusakan tubuh ikan. Ikan tuna yang berhasil ditangkap tidak selalu dalam keadaan mati, ada juga yang masih hidup. Ikan tuna yang masih hidup tersebut segera dibunuh dengan cara menusukkan pisau atau spike pada bagian terlunak di kepala ikan
43
tuna untuk menghancurkan otak dan sumsum tulang belakang agar sistem saraf pusat yang mengatur suhu tubuh tidak berfungsi. Ikan tuna yang telah mati kemudian dilakukan pembuangan darah secara tepat yang bertujuan mencegah daging ikan menjadi asam akibat asam laktat. Pembuangan darah dilakukan dengan memotong langsung urat darah utama dengan cara menyayat di kedua sisi bagian belakang sirip dada secara tegak lurus tubuh sepanjang 5-10 cm dengan kedalaman sekitar 2 cm, memotong jantung. Setelah pengeluaran darah dari tubuh ikan, proses selanjutnya dilakukan penyiangan. Penyiangan adalah proses pembuangan insang dan isi perut dengan tujuan mencegah terjadinya pembusukan pada tubuh ikan. Pembuangan isi perut tanpa membelah perut akan mengurangi kontaminasi bakteri dan mempertahankan penampilan fisik ikan. Sebelum proses penyiangan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan penyayatan sepanjang 5-10 cm sedalam 1 cm pada bagian anus untuk memudahkah pengeluaran insang dan isi perut dengan cara memotong anus. Penyiangan
dilakukan
dengan
cara
memotong
insang
pada
pangkal
penempelannya, kemudian insang ditarik keluar melalui rongga insang. Penarikan insang akan diikuti bersamaan dengan tertarik keluarnya isi perut. Proses penyiangan menyebabkan tubuh ikan menjadi kotor akibat darah dan sisa-sisa bagian tubuh ikan yang dibuang. Penyucian tubuh ikan dengan cara menyiram tubuh ikan dengan air laut yang mengalir serta menyikatnya dengan sikat plastik (nilon) pada bagian tubuh ikan yang kotor tersebut. Setelah itu tubuh ikan dibersihkan dengan menggunakan spons searah dari kepala hingga ekor agar sisik ikan tidak terlepas. Sebelum ikan ditaruh di dalam palka, terlebih dahulu dilakukan pemberian es curah pada tubuh ikan melalui rongga mulut dan rongga perut. Kemudian ikan diletakkan di dalam palka untuk menjaga suhu tubuh ikan tetap terjaga selama berada di atas kapal sampai didaratkan di fishing base. Sistem pendinginan dalam palka pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali menggunakan dua macam sistem pendinginan, yaitu sistem pendinginan metode bulking atau metode timbun dan sistem pendinginan metode refrigated sea water atau metode celup.
44
Metode timbun, palka diisi dengan es curah yang dibawa sebelum melaut, lalu dialasi oleh es setebal 20 cm. Ikan disusun dengan posisi melintang selangseling kepala dan ekor antara satu ikan dengan ikan lainnya dengan dipisahkan oleh es setebal 20 cm. Hal ini bertujuan agar menjaga ikan tidak saling tergesek antara ikan satu dengan ikan lainnya. Metode celup menggunakan teknologi dengan mengubah air laut menjadi menjadi air dingin untuk mendinginkan ikan dalam palka. Metode ini lebih baik dari pada metode timbun karena pendinginan dalam palka akan menyebar lebih merata dan lebih efisien dalam penggunaan ruangan palka. Setiap hari palka harus dilakukan sirkulasi menggunakan alat pemompa (aerator) yang dihubungkan pada pipa untuk aerasi. Menjaga kualitas ikan hasil tangkapan, khususnya ikan tuna, maka ikan ditoleransikan berada dalam palka kapal paling lama 14 hari. Untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapan tersebut dilakukan pembongkaran palka di atas laut kemudian memberikan ikan hasil tangkapan tersebut kepada kapal yang hendak pulang atau menuju fishing base.
5.1.3 Proses penanganan ikan di darat Pendaratan ikan pada PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali umumnya dilakukan pada pagi hari atau siang hari di dermaga areal kantor PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali. Pendaratan ikan ini dilakukan cepat dengan cara membongkar isi palka yang telah diisi oleh ikan hasil tangkapan. Pembongkaran harus dilakukan dengan cepat agar ikan tidak terlalu mengalami kenaikan suhu serta dilakukan dengan menggunakan ganco secara hati-hati agar tidak merusak tubuh ikan. Ikan kemudian diletakkan di dalam fish box yang telah diisi oleh air laut dan es untuk segara dibawa ke ruang pengolahan (processing room) menggunakan bantuan forklift. Proses pengolahan (processing) ikan tuna dilakukan dalam ruang pengolahan (processing room) yang meliputi antara lain penerimaan, penyortiran, penyiangan, penyucian, penimbangan, penampungan sementara, pengepakan, serta pengiriman. Para karyawan bagian pengolahan dilengkapi dengan sarung
45
tangan, sepatu karet, serta pakaian pelindung. Hal ini bertujuan untuk menjaga mutu ikan dengan mempertahankan kehigienisan proses produksi. Kegiatan penerimaan ikan tuna diterima oleh karyawan bagian pengolahan dengan cara diangkat dari fish box menggunakan ganco kemudian diletakkan di atas meja produksi. Pertama-tama dilakukan pemotongan sirip punggung, sirip ekor, dan sirip anal pada ikan yang diterima. Setelah dilakukan pemotongan sirip, ikan kemudian disortir menurut kualifikasi mutu ikan. Penyortiran dilakukan oleh checker dari pihak pembeli dengan disaksikan oleh karyawan perusahaan bagian processing. Mutu ikan tuna dibagi menjadi empat dengan memperhatikan ciri-ciri organoleptik ikan. Ikan yang sesuai dengan pasaran ekspor ditandai dengan menggunakan tali rafia, sedangkan ikan yang tidak sesuai (reject) langsung disisihkan untuk dijual pada pasar/pembeli lokal. Proses penyortiran dilakukan dengan menggunakan coring tube dengan mengambil sampel daging ikan yang sedang disortir. Penyiangan dilakukan pada ikan tuna yang bermutu ekspor. Proses penyiangan dilakukan dengan mengeluarkan sisa es hasil pendinginan di atas kapal agar tidak terjadi penyusutan berat tubuh ikan serta membersihkan membran insang dan isi perut yang tersisa hasil dari penyiangan di atas kapal sebelumnya agar tidak menimbulkan kontaminasi bakteri. Setelah dilakukan penyiangan, maka ikan tuna tersebut dibersihkan dengan menggunakan spon pada bagian insang dan perut lalu dibilas dengan air bersih agar tidak ada sisa kotoran seperti lendir dan darah yang menempel pada tubuh ikan tuna tesebut. Ikan tuna yang telah bersih ditimbang menggunakan timbangan digital agar lebih akurat. Penimbangan dilakukan satu per satu oleh karyawan pencatatan disaksikan oleh perwakilan dari pihak pembeli. Pencatatan tersebut meliputi berat, jenis, dan mutu ikan yang ditulis dengan spidol di atas plastik yang diikatkan pada rongga insang. Pencatatan untuk ikan jenis bluefin tuna,
ditambah dengan
mencatat lokasi daerah penangkapan ikan bluefin tuna tersebut. Ikan tuna yang telah melalui proses penimbangan telah siap untuk dikemas atau proses pengemasan. Sebelum proses pengemasan, ikan tuna tersebut direndam dalam kolam penampungan sementara yang telah diisi air laut dan es
46
curah dengan suhu 0 C untuk menunggu sebelum ikan dimasukkan ke dalam box pengemasan. Ikan tuna yang siap dikirim, diangkat dari dalam kolam penampungan sementara menggunakan ganco ke atas meja pengemasan. Ikan tuna tersebut terlebih dahulu dibersihkan menggunakan spon dan air bersih agar tidak terjadi penyusutan dan menjaga penampilan ikan tetap rapi dan bersih. Ikan tuna tujuan ekspor siap dikemas ke dalam box pengemasan yang terbuat dari karton berukuran 150
35
35 cm3, namun terlebih dahulu dilapisi
oleh spon setebal 0,5 cm dan dua lembar plastik setebal 0,1 cm. Tujuan pelapisan dengan spon adalah menyerap sisa air yang masih ada pada tubuh ikan, sedangkan pelapisan dengan dua lembar plastik ini bertujuan untuk melindungi karton agar tidak basah oleh serapan spon. Setelah dilapisi oleh spon dan plastik, kemudian ikan siap dimasukan ke dalam box kemasan lalu diikat dengan lakban pada setiap sisi box kemasan tersebut. Ikan tuna yang telah dikemas, siap diekspor ke negara tujuan. Box kemasan tertulis kota tujuan ekspor, berat, dan jenis ikan tuna yang ada di dalamnya. Penulisan ini dilakukan oleh perwakilan dari pihak pembeli dengan disaksikan oleh karyawan processing perusahaan.
5.2
Optimasi Produksi dengan Pemrograman Linear PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali melakukan usaha
penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap longline untuk menangkap ikan jenis tuna. Hal ini dilakukan karena ikan tuna mempunyai nilai ekonomis yang tinggi baik di pasar lokal, nasional, maupun ekspor.
Kegiatan usaha
penangkapan ikan PT Perikanan Nusantara menggunakan tiga jenis ukuran kapal yaitu 15 GT, 40 GT, dan 60 GT. Analisis optimasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana alokasi sumberdaya-sumberdaya perusahaan mampu menghasilkan tujuan perusahaan yang optimal yaitu memaksimalan laba atau keuntungan perusahaan. Fungsi tujuan pada penelitian ini adalah kontribusi laba per kg (kilogram) dari masingmasing jenis ikan yang diekspor. Variabel keputusan (decision variable) pada penelitian ini terdiri atas empat jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi yaitu tuna
47
mata besar (bigeye tuna), tuna sirip kuning (yellowfin tuna), tuna sirip biru (bluefin tuna), dan meka. Penelitian ini didasarkan pada tahun produksi 2009 dengan merata-ratakan trip operasi penangkapan ikan pada masing-masing ukuran kapal 15 GT, 40 GT, dan 60 GT. Masukan (input) pada penelitian ini adalah sumberdaya-sumberdaya perusahaan yang dialokasikan pada tiap-tiap kapal berdasarkan berat kotor masing-masing kapal. Sumberdaya-sumberdaya tersebut antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal), biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Masukan (input) tersebut memiliki keterbatasan sehingga dijadikan sebagai fungsi kendala (constraints). Sedangkan keluaran (output) dalam penelitian ini adalah hasil tangkapan jenis-jenis ikan pada saat proses penangkapan di laut. Koefisien nilai fungsi kendala adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi atau menangkap satu kg ikan variabel keputusan yang diperoleh melalui biaya suatu sumberdaya produksi per trip operasi penangkapan ikan dibagi dengan produksi hasil tangkapan suatu jenis ikan per trip operasi penangkapan ikan. Biaya merupakan faktor penting dalam operasi usaha penangkapan ikan, sehingga biaya sangat diperhatikan perusahaan agar dapat mengeluarkan biaya seminimalkan mungkin namun dapat pula memaksimalkan laba atau keuntungan produksi. Biaya bahan bakar solar terbagi atas dua jenis, yaitu solar bersubsidi untuk kapal ukuran 15 GT dan solar nonsubsidi untuk ukuran kapal 40 GT dan 60 GT. Biaya operasional meliputi biaya meditran, clavus, es krocok, D/E supply, ship necessaries, alat tangkap, premi produksi, dok, dan air tawar. Biaya pekerja laut digunakan untuk membayar gaji/honor ABK, kesejahteraan, uang layar, dan bahan makanan untuk melaut. Biaya administrasi antara lain biaya pengepakan dan biaya surat-surat atau perizinan. Biaya usaha diperoleh dari total biaya produksi per trip operasi penangkapan ikan dibagi dengan total produksi hasil tangkapan per trip operasi penangkapan ikan. Biaya usaha yang digunakan untuk memproduksi atau menangkap suatu jenis ikan diasumsikan sama pada masingmasing jenis ikan karena ketidakselektifan alat tangkap longline. Sifat
ketidakselektifan
alat
tangkap
longline
ini
mengakibatkan
tertangkapnya ikan jenis nontuna sehingga ada hasil tangkapan sampingan (other
48
fishes). Hasil tangkapan sampingan dalam penelitian ini tidak termasuk dalam variabel keputusan (decision variable) karena memiliki harga jual yang rendah dan bersifat nonekspor, sehingga tidak dapat mengoptimalkan laba atau keuntungan perusahaan. Optimalisasi sumberdaya perusahaan dalam penelitian ini menggunakan metode pemrograman linear (linear programming). Melalui metode pemrograman linear ini dapat diketahui berapa jumlah estimasi yang optimal dari masingmasing sumberdaya perusahaan yang harus dialokasikan sehingga dapat memaksimalkan laba atau keuntungan perusahaan. Hasil optimasi pemrograman linear akan memberikan informasi kombinasi pada jenis dan jumlah masingmasing ikan yang seharusnya diproduksi atau ditangkap. Jenis-jenis ikan yang ditangkap tesebut diharapkan dapat memenuhi kualitas ekspor sehingga memiliki harga jual yang tinggi. Nilai rupiah yang digunakan adalah rata-rata nilai kurs selama tahun 2009, yaitu sebesar Rp 10.346,37 per US$ 1,00.
5.2.1 Optimalisasi produksi pada kapal 15 GT PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali memiliki tiga armada kapal berukuran kotor 15 GT yaitu LL 15, LL 16, dan LL 17. Selama tahun 2009 kapalkapal ukuran 15 GT melakukan trip operasi penangkapan ikan sebanyak 14 trip operasi, yaitu kapal LL 15 sebanyak enam trip, kapal LL 16 sebanyak lima trip, dan kapal LL 17 sebanyak tiga trip. Tabel 1 menunjukkan harga jual, biaya usaha, dan laba per kg ikan pada kapal 15 GT: Tabel 1 Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 15 GT. No
Jenis ikan
Nama variabel
Harga/kg US$
Biaya usaha
Laba
(Rp/kg)
(Rp/kg)
Rp
1
Bigeye
BE
4,8
49.662,576
6.027,20
43.635,38
2
Yellowfin
YF
4,25
43.972,0725
6.027,20
37.944,87
3
Bluefin
BF
7
72.424,59
6.027,20
66.397,39
4
Meka
MK
5
51.731,85
6.027,20
45.704,65
1
10.346,37
Sumber: Hasil olahan data primer
49
Jenis ikan yang paling menguntungkan berdasarkan Tabel 1 adalah jenis ikan tuna sirip biru sebesar Rp 66.397,39 per kg. Hal ini dapat terjadi karena tuna sirip biru memiliki harga jual ekspor yang tinggi sebesar US$ 7 per kg pada pasar ekspor. Jenis ikan yang memiliki harga terendah adalah jenis ikan tuna sirip kuning sebesar Rp 37.944,87 per kg dengan harga ekspor sebesar US$ 4,25 per kg. Berdasarkan fungsi tujuan dalam penelitian ini yaitu memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan, maka fungsi tujuan dengan memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan tersebut sebagai berikut: MAX (X) = 43.635,38BE + 37.944,87YF + 66.397,39BF + 45.704,65MK. Faktor kendala dalam penelitian ini antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi. Tabel 2 menunjukkan faktor kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT: Tabel 2 Kendala kapal 15 GT. No
Kendala
Nilai
1
Solar
Rp 25.238.457,18
2
Umpan
Rp 9.045.344,44
3
Operasional
Rp 21.948.47,66
4
Pekerja laut
Rp 14.892.839,42
5
Administrasi
Rp 4.090.298,61
6
Palka
2.000 kg
Sumber: Hasil olahan data primer
PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali dalam melakukan trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 15 GT mengeluarkan biaya bahan bakar (solar) sebesar Rp 25.238.457,18. Biaya yang digunakan untuk mengadakan umpan sebesar Rp 9.045.344,44. Biaya operasional senilai Rp 21.948.478,66. Alokasi biaya pada bagian pekerja laut sebesar Rp 14.892.839,42. Biaya untuk surat-surat dan perizinan atau administrasi senilai Rp 4.090.298,61. Kapasitas muat palka sebesar 2.000 kg.
50
Tabel 3 Biaya per kg kapal 15 GT. Nama No
Jenis ikan
variabel
Kg 10.756,67
Solar
Umpan
Operasional
Pekerja
Administasi
(Rp)
(Rp)
(Rp)
laut (Rp)
(Rp)
1
Bigeye
BE
2.346,31
840,91
2.040,45
1.384,52
380,26
2
Yellowfin
YF
559,67
45.095,25
16.161,92
39.216,82
26.610,04
7.308,41
3
Bluefin
BF
342,67
73.652,37
26.396,66
64.051,36
43.461,17
11.936,55
4
Meka
MK
820,33
30.766,22
11.026,47
26.755,67
18.154,69
4.986,16
Sumber: Hasil olahan data primer
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui jenis-jenis dan besaran biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu jenis ikan per kg-nya. Biaya-biaya tersebut dijadikan sebagai faktor kendala (constraints) pada kapal ukuran 15 GT. Bentuk matematis faktor-faktor kendala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kendala biaya bahan bakar (solar): 2.346,31BE + 45.095,25YF + 73.652,37BF + 30.766,22MK ≤ 25.238.457,18 2.
Kendala biaya umpan: 840,91BE + 16.161,92YF + 26.396,66BF + 11.026,47MK ≤ 9.045.344,44
3. Kendala biaya operasional: 2.040,45BE + 39.216,82YF + 64.051,36BF + 26.755,67MK ≤ 21.948.478,66 4. Kendala biaya pekerja laut: 1.384,52BE + 26.610,04YF + 43.461,17BF + 18.154,69MK ≤ 14.892.839,42 5. Kendala biaya administrasi: 380,26BE + 7.308,41YF + 11.936,55BF + 4.986,16MK ≤ 4.090.298,61 6. Kendala kapasitas muat palka: BE + YF + BF + MK ≤ 2.000 7. Kendala non-negativitas: BE, YF, BF, MK ≥ 0 Berdasarkan hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear maka diketahui produk-produk jenis ikan yang memberikan hasil optimal untuk memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan. Pengoptimalan produksi di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali, diasumsikan bahwa setiap jenis ikan yang berhasil ditangkap memiliki kriteria ikan kualitas ekspor karena nilai jual harga ikan ekspor lebih tinggi daripada nilai jual harga ikan lokal.
51
Perbandingan nilai laba atau keuntungan antara produksi nyata dengan produksi hasil optimasi dapat memberikan informasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam kegiatan pengoptimalan produksi pada PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Tabel 4 menunjukkan perbandingan nilai laba atau keuntungan antara nilai nyata dengan nilai optimal di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT:
Tabel 4 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal. No
Jenis
Nama
Ikan
variabel
Produksi (kg) Nyata
Reduced
Laba (Rp)
Optimal
Nyata
cost
Optimal
1
Bigeye
BE
768,33
1.711,86
38.157.424,38
74.697.662,00
0
2
Yellowfin
YF
39,98
0
1.757.846,415
0
19.336,64
3
Bluefin
BF
24,48
288,14
1.772.695,304
19.131.744,00
0
4
Meka
MK
58,60
0
3.031.227,751
0
7.002,81
891,38
2.000
44.719.193,85
93.829.406,00
TOTAL
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 4 memberikan informasi produksi jenis ikan yang berkontribusi memberikan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Jumlah produksi yang dihasilkan pada kondisi nyata hanya sebesar 891,38 kg dengan kombinasi ikan antara lain ikan tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 768,33 kg, tuna sirip kuning (yellowfin tuna) sebesar 39,98 kg, tuna sirip biru (bluefin tuna) sebesar 24,48 kg, dan meka sebesar 58,60 kg. Pada kondisi optimal hanya dua jenis ikan saja yang berkontribusi memberikan laba atau keuntungan pada perusahaan. Kedua jenis ikan tersebut adalah tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 1.711,86 kg dan tuna sirip biru (bluefin tuna) sebesar 288,14 kg. Perbedaan hasil produksi antara kondisi nyata dengan kondisi optimal ini berakibat pada perbedaan jumlah laba atau keuntungan yang diterima perusahaan. Selisih laba antara kondisi nyata dengan kondisi optimal sebesar Rp 49.110.212,00. Jumlah laba atau keuntungan per sekali trip operasi penangkapan ikan PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT pada kondisi nyata ini merugikan perusahaan karena tidak dapat menutupi biaya produksi per trip operasi sebesar Rp 75.215.418,31, sehingga perusahaan mengalami defisit
52
sebesar Rp 30.496.224,46. Hal ini tentu saja menjadi perhatian perusahaan mengingat tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba atau keuntungan. Mengacu pada hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear pada Tabel 4 terdapat nilai reduced cost yang berakibat pada berkurangnya pendapatan perusahaan. Jenis ikan yang mempunyai nilai reduced cost dapat memberikan nilai optimal dengan meningkatkan nilai tambahnya (value added.) Peningkatan nilai tambah hasil tangkapan dapat dilakukan dengan melakukan penanganan dan pengolahan ikan yang baik dan benar sesaat setelah ikan berhasil ditangkap. Peningkatan
efektivitas
produksi
dilakukan
untuk
meningkatkan
keuntungan. Efektivitas produksi dapat dilakukan dengan melakukan operasi penangkapan ikan menjadi lebih baik antara lain dengan melakukan penurunan tali pancing (setting) menjadi lebih dalam untuk menghindari tertangkapnya ikanikan kecil (juvenile). Faktor-faktor yang mempengaruhi laba atau keuntungan perusahaan memiliki
keterbatasan sehingga
disebut
sebagai
faktor
kendala
dalam
pemrograman linear. Faktor-faktor kendala tersebut antara lain adalah biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Berdasarkan hasil perhitungan optimasi pemrograman linear maka dapat diketahui seberapa besar penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan secara optimal. Tabel 5 menginformasikan besaran nilai sumberdaya yang digunakan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT: Tabel 5 Biaya produksi kapal 15 GT. No.
Sumberdaya (input)
Penggunaan
Slack/surplus
Dual prices
1
Solar
Rp 25.238.457,18
23,9448
0
2
Umpan
Rp 9.045.344,44
2,7573
0
3
Operasional
Rp 21.948.478,66
27,5245
0
4
Pekerja laut
Rp 14.892.839,42
18,3989
0
5
Administrasi
Rp 4.090.298,61
0
1,9696
6
Kapasitas Palka
2.000 Kg
0
42.886,3945
Sumber: Hasil olahan data primer
53
Seluruh
sumberdaya
merupakan
faktor
kendala
yang
memiliki
keterbatasan sehingga dapat pula disebut sebagai kendala pembatas dengan tanda “kurang dari sama dengan” (≤), maka informasi pada Tabel 5 menunjukkan nilai slack. Penggunaan sumberdaya operasi penangkapan ikan secara keseluruhan belum mencapai titik yang optimum atau dengan kata lain belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari biaya pengadaan solar sebesar Rp 25.238.457,18 dan memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 23,9448. Biaya pengadaan umpan sebesar Rp 9.045.344,44 memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 2,7573. Biaya operasional yang digunakan untuk melalukan sekali trip operasi penangkapan ikan yaitu sebesar Rp 21.948.478,66 dan memiliki slack atau sumberdaya yang berlebih sebesar 27,5245. Biaya pekerja laut sebesar Rp 14.892.839,42 memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 18,3989. Kelebihan sumberdaya yang memiliki slack tersebut dapat dioptimalkan dengan cara mengurangi jumlah alokasi kebutuhan pada sumberdaya tersebut. Biaya yang telah dimanfaatkan secara optimal dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 15 GT yaitu biaya administrasi yang meliputi biaya perizinan dan biaya surat-surat. Biaya administrasi tersebut sebesar Rp 4.090.298,61. Nilai optimal pada biaya administrasi ini terjadi karena nilai slack hasil perhitungan optimasi yaitu sebesar 0. Namun biaya administrasi ini akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan apabila terdapat perubahan pada biaya administrasi tersebut. Nilai fungsi tujuan tersebut
akan bertambah sebesar
1,9696. Kapasitas muat palka telah dimanfaatkan secara optimal yaitu sebesar 2.000 kg. Hal ini terjadi karena kontribusi yang diberikan oleh jenis ikan tuna mata besar (bigeye tuna) dan tuna sirip biru (bluefin tuna) masing-masing sebesar 1.711,86 kg dan 288,14 kg. Perubahan kapasitas muat palka sebesar 1 kg akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan sebesar 42.886,3945. Perubahan koefisien fungsi tujuan dalam memaksimumkan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT dalam batas selang perubahan tertentu tidak akan mengubah nilai fungsi tujuan. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi tujuan untuk mengetahui
54
seberapa besar perubahan produksi dari kombinasi produk jenis ikan tuna ekspor. Tabel 6 menunjukkan nilai sensitivitas fungsi tujuan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT:
Tabel 6 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 15 GT. No.
Jenis ikan
Koefisien
Batas atas
Batas bawah
1
Bigeye
43.635,3789
22.762,0097
11.643,4433
2
Yellowfin
37.944,8710
19.336,6367
Infinity
3
Bluefin
66.397,3906
1.303.338,8750
17.570,1738
4
Meka
45.704,6484
7.002,8066
Infinity
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 6 memberikan informasi tentang besarnya perubahan koefisien fungsi tujuan yang dapat ditoleransi terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Koefisien ikan tuna mata besar (bigeye tuna) dapat menoleransi nilai fungsi tujuan pada koefisien 43.635,3789 dengan penambahan batas atas koefisien sampai sebesar 22.762,0097 dan pengurangan batas bawah koefisien sampai sebesar 11.643,4433. Perubahan koefisien fungsi tujuan di luar selang koefisien tersebut akan mempengaruhi perubahan nilai fungsi tujuan. Ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dapat melakukan perubahan pada koefisien 37.944,8710 dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 19.336,6367 dan pengurangan selang bawah sampai koefisien sampai tak hingga (infinity). Ikan tuna sirip biru (bluefin tuna) dapat menoleransi perubahan koefisien fungsi tujuan pada koefisien 66.397,3906 dengan penambahan batas atas koefisien sampai sebesar 1.303.338,8750 dan pengurangan batas bawah koefisien sampai sebesar 17.570,1738. Koefisien fungsi tujuan pada ikan meka tetap pada koefisien 45.704,6484 dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 7.002,8066 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Tidak hanya perubahan koefisien fungsi tujuan saja yang dapat mempengaruhi hasil optimasi, perubahan faktor-faktor kendala, dalam hal ini sumberdaya produksi dapat pula mempengaruhi hasil optimasi. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi kendala untuk mengetahui perubahan hasil optimasi tersebut terhadap faktor-faktor kendala. Tabel 7 menunjukkan nilai
55
sensitivitas fungsi kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 15 GT:
Tabel 7 Sensitivitas fungsi kendala kapal 15 GT. No.
Sumberdaya
1
Biaya bahan bakar (solar) (Rp)
2
Biaya umpan (Rp)
3
Koefisien
Batas atas
Batas bawah
25.238.458,0000
Infinity
23,9448
9.045.344,0000
Infinity
2,7573
Biaya operasional (Rp)
21.948.478,0000
Infinity
27,5245
4
Biaya pekerja laut (Rp)
14.892.839,0000
Infinity
18,3989
5
Biaya administrasi (Rp)
4.090.298,5000
1,2468
3.329.778,2500
6
Kapasitas muat palka (Kg)
2.000,0000
8.756,5839
1.073,9266
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 7 memberikan informasi tentang penambahan biaya pada biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, dan biaya pekerja laut tidak akan merubah nilai fungsi tujuan dalam hal ini memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan namun hanya memperbesar pengeluaran perusahaan saja. Namun pengurangan kendala biaya bahan bakar (solar) pada koefisien 25.238.458,0000 sampai sebesar 23,9448 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Pengurangan kendala biaya umpan dengan koefisien 9.045.344,0000 sampai sebesar 2,7573 tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Koefisien sebesar 21.948.478,0000 pada kendala biaya operasional dengan pengurangan sampai sebesar 27,5245 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Pengurangan sampai sebesar 18,3989 dengan koefisien 14.892.839,0000 pada kendala biaya pekerja laut tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Kendala biaya administrasi pada koefisien 4.090.298,5000 dengan penambahan koefisien sampai sebesar 1,2468 dan pengurangan koefisien sampai sebesar 3.329.778,2500 akan tetap menoleransi nilai fungsi tujuan hasil perhitungan optimasi. Kendala kapasitas muat palka pada koefisien 2.000,0000 dengan penambahan koefisien sampai sebesar 8.756,5839 dan pengurangan koefisien sampai sebesar 1.073,9266 tidak akan merubah hasil optimal nilai fungsi tujuan.
56
5.2.2 Optimalisasi produksi pada kapal 40 GT PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali memiliki delapan armada kapal berukuran kotor 40 GT yaitu LL 31, LL 32, LL 33, LL 34, LL 35, LL 36, LL 37, dan LL 38. Selama tahun 2009 kapal-kapal ukuran 40 GT melakukan trip operasi penangkapan ikan sebanyak 24 trip operasi, yaitu kapal LL 31 sebanyak satu trip, kapal LL 32 sebanyak dua trip, kapal LL 33 sebanyak dua trip, kapal LL 34 sebanyak tiga trip, kapal LL 35 sebanyak lima trip, kapal LL 36 sebanyak empat trip, kapal 37 sebanyak lima trip, dan kapal LL 38 sebanyak dua trip. Berikut tabel harga jual, biaya usaha, dan laba per kg pada kapal 40 GT:
Tabel 8 Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 40 GT. Nama No.
Jenis ikan
variabel
Harga/kg US$
Biaya usaha
Laba
(Rp/kg)
(Rp/kg)
Rp
1
Bigeye
BE
4,8
49.662,58
16.461,56
33.201,02
2
Yellowfin
YF
4,25
43.972,07
16.461,56
27.510,51
3
Bluefin
BF
7
72.424,59
16.461,56
55.963,03
4
Meka
MK
5
51.731,85
16.461,56
35.270,29
1
10.346,37
Sumber: Hasil olahan data primer
Jenis ikan yang paling menguntungkan berdasarkan Tabel 8 adalah jenis ikan tuna sirip biru sebesar Rp 55.963,03 per kg. Hal ini dapat terjadi karena tuna sirip biru memiliki harga jual ekspor yang tinggi sebesar US$ 7 per kg pada pasar ekspor. Sedangkan jenis ikan yang memiliki harga terendah adalah jenis ikan tuna sirip kuning sebesar Rp 27.510,51 per kg dengan harga ekspor sebesar US$ 4,25 per kg. Berdasarkan fungsi tujuan dalam penelitian ini yaitu memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan, maka fungsi tujuan dengan memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan tersebut sebagai berikut: MAX (Z) = 33.201,02BE + 27.510,51YF + 55.963,03BF + 35.270,29MK
57
Faktor kendala dalam penelitian ini antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi. Tabel 9 menunjukkan faktor kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:
Tabel 9 Kendala kapal 40 GT. No
Kendala
Nilai
1
Solar
Rp 109.058.444,93
2
Umpan
Rp 20.970.054,17
3
Operasional
Rp 67.749.250,05
4
Pekerja laut
Rp 35.450.853,49
5
Administrasi
Rp 10.484.805,39
6
Palka
32.000 kg
Sumber: Hasil olahan data primer
PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali dalam melakukan trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 40 GT menganggarkan biaya bahan bakar (solar) sebesar Rp 109.058.444,93. Biaya yang digunakan untuk mengadakan umpan sebesar Rp 20.970.054,17. Biaya operasional senilai Rp 67.749.250,05. Alokasi biaya pada bagian pekerja laut sebesar Rp 35.450.853,49. Biaya untuk surat-surat dan perizinan atau administrasi senilai Rp 10.484.805,39. Kapasitas muat palka sebesar 32.000 kg.
Tabel 10 Biaya per kilogram kapal 40 GT. Nama No
Jenis ikan
variabel
kg
Solar (Rp)
Umpan
Operasional
Pekerja
Administrasi
(Rp)
(Rp)
laut (Rp)
(Rp)
1
Bigeye
BE
12.030
9.065,54
1.743,15
5.631,69
2.946,87
871,55
2
Yellowfin
YF
1.015
107.446,74
20.660,15
66.748,03
34.926,95
10.329,86
3
Bluefin
BF
478
228.155,74
43.870,41
141.734,83
74.164,97
21.934,74
4
Meka
MK
282
85.068,99
16.357,30
52.846,53
27.652,77
8.178,48
Sumber: Hasil olahan data primer
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui jenis-jenis biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu jenis ikan per kg-nya. Biaya-biaya tersebut dijadikan
58
sebagai faktor kendala (constraints) pada kapal ukuran 40 GT. Bentuk matematis faktor-faktor kendala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kendala biaya bahan bakar (solar): 9.065,54BE
+
107.446,74YF
+
228.155,74BF
+
85.068,99MK
≤
109.058.444,93 2. Kendala biaya umpan: 1.743,15BE + 20.660,15YF + 43.870,41BF + 16.357,30MK ≤ 20.970.054,17 3. Kendala biaya operasional: 5.631,69BE
+
66.748,03YF
+
141.734,83BF
+
52.846,53MK
≤
67.749.250,05 4. Kendala biaya pekerja laut: 2.946,87BE + 34.926,95YF + 74.164,97BF + 27.652,77MK ≤ 35.450.853,49 5.
Kendala biaya administrasi: 871,55BE + 10.329,86YF + 21.934,74BF + 8.178,48MK ≤ 10.484.805,39
6. Kendala kapasitas muat palka: BE + YF + BF + MK ≤ 32.000 7. Kendala non-negativitas: BE, YF, BF, MK ≥ 0 Berdasarkan hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear maka diketahui produk suatu jenis ikan yang memberikan hasil optimal untuk memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan. Pengoptimalan produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali, diasumsikan setiap jenis ikan yang berhasil ditangkap memiliki kriteria ikan kualitas ekspor karena nilai jual harga ikan ekspor lebih tinggi daripada nilai jual harga ikan lokal. Perbandingan nilai laba atau keuntungan antara produksi nyata dengan produksi hasil optimasi dapat memberikan informasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam kegiatan pengoptimalan produksi pada PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Tabel 11 menunjukkan perbandingan nilai laba atau keuntungan antara nilai nyata dengan nilai optimal di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:
59
Tabel 11 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal. No.
Jenis
Nama
ikan
variabel
Produksi (kg) Nyata
Reduced
Laba (Rp)
Optimal
cost
Nyata
Optimal
1
Bigeye
BE
501,25
12.029,98
24.893.366,22
399.407.492,4
0
2
Yellowfin
YF
42,291
0
1.859.652,23
0
365.994,37
3
Bluefin
BF
19,91
0
1.442.456,42
0
779.617,56
4
Meka
MK
53,41
0
2.763.342,98
0
276.280,10
616,875
12.029,97
30.958.817,86
399.407.492,4
TOTAL
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 11 memberikan informasi tentang produksi jenis ikan yang memberikan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Jumlah produksi yang dihasilkan pada kondisi nyata hanya sebesar 616,875 kg dengan kombinasi ikan tuna antara lain ikan tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 501,25 kg, tuna sirip kuning (yellowfin tuna) sebesar 42,291 kg, tuna sirip biru (bluefin tuna) sebesar 19,91 kg, dan meka sebesar 53,41 kg. Pada kondisi optimal hanya satu jenis ikan saja yang memberikan laba atau keuntungan pada perusahaan. Jenis ikan tersebut adalah tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 12.029,97 kg. Perbedaan hasil produksi antara kondisi nyata dengan kondisi optimal ini berakibat pada perbedaan jumlah laba atau keuntungan yang diterima perusahaan. Selisih laba antara kondisi nyata dengan kondisi optimal sebesar Rp 368.448.674,60. Jumlah laba atau keuntungan
per trip operasi penangkapan ikan PT
Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT pada kondisi nyata ini merugikan perusahaan karena tidak dapat menutupi biaya produksi per trip operasi sebesar Rp 243.713.408,03, sehingga perusahaan mengalami defisit sebesar Rp 212.754.590,20. Hal ini tentu saja menjadi perhatian perusahaan mengingat tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba atau keuntungan, terlebih nilai defisit tersebut yang sangat besar. Mengacu pada hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear pada Tabel 4 terdapat nilai reduced cost yang berakibat pada berkurangnya pendapatan perusahaan. Jenis ikan yang mempunyai nilai reduced cost dapat memberikan nilai optimal dengan meningkatkan nilai tambahnya (value added.) Peningkatan nilai tambah hasil tangkapan dapat dilakukan dengan melakukan
60
penanganan dan pengolahan ikan yang baik dan benar sesaat setelah ikan berhasil ditangkap. Peningkatan
efektivitas
produksi
dilakukan
untuk
meningkatkan
keuntungan. Efektivitas produksi dapat dilakukan dengan melakukan operasi penangkapan ikan menjadi lebih baik antara lain dengan melakukan penurunan tali pancing (setting) menjadi lebih dalam untuk menghindari tertangkapnya ikanikan kecil (juvenile). Faktor-faktor yang mempengaruhi laba atau keuntungan perusahaan memiliki
keterbatasan sehingga
disebut
sebagai
faktor
kendala
dalam
pemrograman linear. Faktor-faktor kendala tersebut antara lain adalah biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Berdasarkan hasil perhitungan optimasi pemrograman linear maka dapat diketahui seberapa besar penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan secara optimal. Tabel 12 menunjukkan besaran nilai sumberdaya yang digunakan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:
Tabel 12 Biaya produksi kapal 40 GT. No
Sumberdaya (input)
Penggunaan
Slack/surplus
Dual prices
1
Solar
Rp 109.058.444,93
212,42
0
2
Umpan
Rp 20.970.054,17
0
19,04
3
Operasional
Rp 67.749.250,05
148,14
0
4
Pekerja laut
Rp 35.450.853.49
74,37
0
5
Administrasi
Rp 10.484.805,39
78,75
0
6
Kapasitas Palka
32.000 kg
19.970,02
0
Sumber: Hasil olahan data primer
Seluruh
sumberdaya
merupakan
faktor
kendala
yang
memiliki
keterbatasan sehingga dapat pula disebut sebagai kendala pembatas dengan tanda “kurang dari sama dengan” (≤), maka informasi pada Tabel 12 menunjukkan nilai slack. Penggunaan sumberdaya operasi penangkapan ikan secara keseluruhan belum mencapai titik yang optimum atau dengan kata lain belum dimanfaatkan secara optimal.
61
Hal ini dapat dilihat dari biaya pengadaan solar sebesar Rp 109.058.444,93 dan memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 212,42. Biaya operasional yang digunakan untuk melakukan sekali trip operasi penangkapan ikan yaitu sebesar Rp 67.749.250,05 dan memiliki slack atau sumberdaya yang berlebih sebesar 148,14. Biaya pekerja laut sebesar Rp 35.450.853.49 memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 74,37. Biaya administrasi yang dibutuhkan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada ukuran kapal 40 GT yaitu sebesar Rp 10.484.805,39 dan memiliki slack atau berlebih sumberdaya sebesar 78,75. Kapasitas muat palka yang mampu menampung hasil tangkapan sebesar 32.000 kg namun memiliki nilai slack sebesar 19.970,02. Hal ini berarti kapasitas muat palka belum dimanfaatkan secara optimal karena masih mampu menampung hasil tangkapan sebanyak 19.970,02 kg. Sumberdaya yang memiliki nilai slack tersebut dapat dikurangi pengalokasiannya agar kebutuhan sumberdaya perusahaan dapat berjalan secara efisien, Sumberdaya yang telah dimanfaatkan secara optimal dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 40 GT yaitu biaya umpan. Biaya umpan tersebut sebesar Rp 20.970.054,17. Nilai optimal pada biaya umpan ini terjadi karena nilai slack hasil perhitungan optimasi yaitu sebesar 0. Namun biaya umpan ini akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan apabila terdapat perubahan pada biaya administrasi tersebut. Nilai fungsi tujuan tersebut akan mengalami perubahan sebesar 19,04. Perubahan koefisien fungsi tujuan untuk memaksimumkan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT dalam batas selang perubahan tertentu tidak akan mengubah nilai fungsi tujuan. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi tujuan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi dari kombinasi produk jenis ikan tuna ekspor. Tabel 13 sensitivitas fungsi tujuan di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:
62
Tabel 13 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 40 GT. No.
Jenis ikan
Koefisien
Batas atas
Batas bawah
1
Bigeye
33.201,02
Infinity
29.442,3671
2
Yellowfin
27.510,51
365.994,4062
Infinity
3
Bluefin
55.963,03
779.617,6250
Infinity
4
Tuna Meka
35.270,28
276.280,0937
Infinity
Sumber: Hasil olahan data primer
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui seberapa besar perubahan koefisien fungsi tujuan yang dapat ditoleransi terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Perubahan koefisien ikan tuna mata besar (bigeye tuna) dengan penambahan batas atas koefisien sampai tak hingga (infinity) tidak akan merubah nilai fungsi tujuan dan pengurangan batas bawah koefisien sampai sebesar 29.442,3671 yang masih dapat ditoleransi oleh nilai fungsi tujuan. Ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dapat melakukan perubahan koefisien dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 365.994,4062 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Ikan tuna sirip biru (bluefin tuna) dapat menoleransi perubahan nilai fungsi tujuan pada koefisien 55.963,03 dengan penambahan batas atas koefisien sampai sebesar 779.617,6250 dan pengurangan batas bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Nilai fungsi tujuan ikan meka pada koefisien 35.270,28 tetap dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 276.280,0937 dan pengurangan selang bawah sampai tak hingga (infinity). Tidak hanya perubahan koefisien fungsi tujuan saja yang dapat mempengaruhi hasil optimasi, perubahan faktor-faktor kendala, dalam hal ini sumberdaya dapat pula mempengaruhi hasil optimasi. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi kendala untuk mengetahui perubahan hasil optimasi tersebut terhadap faktor-faktor kendala. Tabel 14 menunjukkan nilai sensitivitas fungsi kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:
63
Tabel 14 Sensitivitas fungsi kendala kapal 40 GT. No.
Sumberdaya
1
Biaya bahan bakar (solar) (Rp)
2
Koefisien
Batas atas
Batas bawah
109.058.448,00
Infinity
212,42
Biaya umpan (Rp)
20.970.054,00
40,85
20.970.054
3
Biaya operasional (Rp)
67.749.248,00
Infinity
148,14
4
Biaya pekeja laut (Rp)
35.450.852,00
Infinity
74,37
5
Biaya administrasi (Rp)
10.484.805,00
Infinity
78,74
6
Kapasitas muat palka (kg)
32.000
Infinity
19.970,02
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 14 menunjukkan penambahan biaya pada biaya bahan bakar (solar), biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi tidak akan merubah nilai fungsi tujuan dalam hal ini memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan namun hanya memperbesar pengeluaran perusahaan saja. Namun pengurangan kendala biaya bahan bakar (solar) sampai sebesar 212,42 pada koefisien 109.058.448,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Pengurangan sampai
sebesar 148,14 pada kendala biaya operasional dengan koefisien
67.749.248,00 tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Kendala biaya pekerja laut dengan koefisien 35.450.852,00 akan merubah nilai fungsi tujuan apabila ada pengurangan sampai sebesar 74,37 pada koefisien tersebut. Kendala biaya administrasi dengan koefisien 10.484.805,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan apabila ada pengurangan koefisien sampai sebesar 78,74. Pengurangan koefisien sampai sebesar 19.970,02 pada kapasitas muat palka akan merubah nilai fungsi tujuan. Penambahan biaya umpan dengan koefisien 20.970.054,00 pada selang atas koefisien sampai sebesar 40,85 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai sebesar 20.970.054 akan tetap menoleransi nilai fungsi tujuan hasil perhitungan optimasi. Sedangkan penambahan kapasitas muat palka sebesar apapun tidak akan merubah nilai fungsi tujuan.
64
5.2.3 Optimalisasi Produksi pada Kapal 60 GT PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali memiliki lima armada kapal berukuran kotor 60 GT yaitu LL 56, LL 57, LL 58, LL 59, dan LL 60. Selama tahun 2009 kapal-kapal ukuran 60 GT melakukan trip operasi penangkapan ikan sebanyak 21 trip operasi, yaitu kapal LL 56 sebanyak dua trip, kapal LL 57 sebanyak empat trip, kapal LL 58 sebanyak lima trip, kapal LL 59 sebanyak enam trip, dan kapal LL 60 sebanyak empat trip. Tabel 15 menunjukkan harga jual, biaya usaha, dan laba per kg pada kapal 60 GT:
Tabel 15 Harga jual, biaya usaha, dan laba per kilogram tuna pada kapal 60 GT. Biaya Nama No
Jenis ikan
usaha
variabel
Harga/kg US$
(Rp/kg)
Laba (Rp/kg)
Rp
1
Bigeye
BE
4,8
49.662,58
10.507,63
39.154,95
2
Yellowfin
YF
4,25
43.972,07
10.507,63
33.464,45
3
Bluefin
BF
7
72.424,59
10.507,63
61.916,96
4
Meka
MK
5
51.731,85
10.507,63
41.224,22
1
10.346,37
Sumber: hasil olahan data primer.
Jenis ikan yang paling menguntungkan berdasarkan Tabel 15 adalah jenis ikan tuna sirip biru sebesar Rp 61.916,96 per kg. Hal ini dapat terjadi karena tuna sirip biru memiliki harga jual ekspor yang tinggi sebesar US$ 7 per kg pada pasar ekspor. Jenis ikan yang memiliki harga terendah adalah jenis ikan tuna sirip kuning sebesar Rp 33.464,45 per kg dengan harga ekspor sebesar US$ 4,25 per kg. Berdasarkan fungsi tujuan dalam penelitian ini yaitu memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan, maka fungsi tujuan dengan memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan tersebut sebagai berikut: MAX (Z) = 39.154,95BE + 33.464,45YF + 61.916,96BF + 41.224,22MK Faktor kendala dalam penelitian ini antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi.
65
Tabel 16 menunjukkan faktor kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT:
Tabel 16 Kendala kapal 60 GT. No
Kendala
Nilai
1
Solar
Rp 104.996.481,32
2
Umpan
Rp 17.123.413,33
3
Operasional
Rp 40.466.748,51
4
Pekerja laut
Rp 31.478.778.45
5
Adm.
Rp
6
Palka
6.460.003,96 32.000 kg
Sumber: Hasil olahan data primer
PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali dalam melakukan trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 60 GT menganggarkan biaya bahan bakar (solar) sebesar Rp 104.996.481,32. Biaya yang digunakan untuk mengadakan umpan sebesar Rp 17.123.413,33. Biaya operasional senilai Rp 40.466.748,51. Alokasi biaya pada bagian pekerja laut sebesar Rp 31.478.778,45. Biaya untuk surat-surat dan perizinan atau administrasi senilai Rp 6.460.003,96. Kapasitas muat palka sebesar 32.000 kg.
Tabel 17 Biaya per kg kapal 60 GT. Nama No
Jenis ikan
variabel
Kg 16.837,40
Solar (Rp) 6.235,91
Umpan
Operasional
Pekerja
Administrasi
(Rp)
(Rp)
laut (Rp)
(Rp)
1.016,99
2.403,38
1
Bigeye
BE
1.869,57
383,67
2
Yellowfin
YF
654,6
160.397,92
26.158,59
61.819,05
48.088,57
9.868,63
3
Bluefin
BF
309,2
339.574,65
55.379,73
130.875,64
101.807,17
20.892,64
4
Meka
MK
1.282,6
81.862,22
13.350,55
31.550,56
24.542,94
5.036,65
Sumber: Hasil olahan data primer
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui jenis-jenis biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu jenis ikan per kg-nya yang dijadikan sebagai faktor kendala (constraints) pada kapal ukuran 60 GT. Bentuk matematis faktor-faktor kendala tersebut adalah sebagai berikut:
66
1. Kendala bahan bakar solar (solar): 6.235,91BE
+
160.397,92YF
+
339.574,65BF
+
81.862,22MK
≤
104.996.481,32 2. Kendala biaya umpan: 1.016,99BE + 26.158,59YF + 55.379,73BF + 13.350,55MK ≤ 17.123.413,33 3. Kendala biaya operasional: 2.403,38BE + 61.819,05YF + 130.875,64BF + 31.550,56MK ≤ 40.466.748,51 4. Kendala biaya pekerja laut: 1.869,57BE + 48.088,57YF + 101.807,17BF + 24.542,94MK ≤ 31.478.778,45 5. Kendala biaya administrasi: 383,67BE + 9.868,63YF + 20.892,64BF + 5.036,65MK ≤ 6.460.003,96 6. Kendala kapasitas muat palka: BE + YF + BF + MK ≤ 32.000 7. Kendala non-negativitas: BE, YF, BF, MK ≥ 0 Berdasarkan hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear maka diketahui produk suatu jenis ikan yang memberikan hasil optimal untuk memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan. Pengoptimalan produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali, diasumsikan setiap jenis ikan yang berhasil ditangkap memiliki kriteria ikan kualitas ekspor. Hal ini dikarenakan nilai jual harga ikan ekspor lebih tinggi daripada nilai jual harga ikan lokal. Perbandingan nilai laba atau keuntungan antara hasil produksi nyata dengan hasil produksi hasil optimasi dapat memberikan informasi faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh dalam kegiatan pengoptimalan produksi pada PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Tabel 18 menunjukkan perbandingan nilai laba atau keuntungan antara nilai nyata dengan nilai optimal di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT:
67
Tabel 18 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal. No
Jenis
Nama
Produksi (kg)
ikan
variabel
Nyata
Optimal
Laba (Rp) Nyata
Reduced cost
Optimal
1
Bigeye
BE
801,78
16.837,34
39.818.507,48
659.265.500,00
0
2
Yellowfin
YF
31,17
0
1.370.672,31
0
973.662,75
3
Bluefin
BF
14,72
0
1.066.365,86
0
2.070.248,12
4
Meka
MK
61,07
0
3.159.584,32
0
472.782,91
908,75
16.837,34
45.415.129,99
659.265.500,00
TOTAL
Sumber: hasil olahan data primer.
Tabel 18 memberikan informasi tentang produksi jenis ikan yang berkontribusi memberikan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali. Jumlah produksi yang dihasilkan pada kondisi nyata hanya sebesar 908,75 kg dengan kombinasi ikan antara lain ikan tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 801,78 kg, tuna sirip kuning (yellowfin tuna) sebesar 31,17 kg, tuna sirip biru (bluefin tuna) sebesar 14,72 kg, dan meka sebesar 61,07 kg. Pada kondisi optimal hanya satu jenis ikan saja yang berkontribusi memberikan laba atau keuntungan pada perusahaan. Jenis ikan tersebut adalah tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 16.837,34 kg. Perbedaan hasil produksi antara kondisi nyata dengan kondisi optimal ini berakibat pada perbedaan jumlah laba atau keuntungan yang diterima perusahaan. Selisih laba antara kondisi nyata dengan kondisi optimal sebesar Rp 613.850.375,60. Jumlah laba atau keuntungan per sekali trip operasi penangkapan ikan PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT pada kondisi nyata ini tentu merugikan perusahaan karena tidak dapat menutupi biaya produksi per trip operasi sebesar Rp 200.525.425,57, sehingga perusahaan mengalami defisit sebesar Rp 155.110.295,60. Hal ini tentu saja menjadi perhatikan perusahaan mengingat tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba atau keuntungan, terlebih nilai defisit tersebut yang sangat besar. Mengacu pada hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear pada Tabel 4 terdapat nilai reduced cost yang berakibat pada berkurangnya pendapatan perusahaan. Jenis ikan yang mempunyai nilai reduced cost dapat memberikan nilai optimal dengan meningkatkan nilai tambahnya (value added.) Peningkatan nilai tambah hasil tangkapan dapat dilakukan dengan melakukan
68
penanganan dan pengolahan ikan yang baik dan benar sesaat setelah ikan berhasil ditangkap. Peningkatan
efektivitas
produksi
dilakukan
untuk
meningkatkan
keuntungan. Efektivitas produksi dapat dilakukan dengan melakukan operasi penangkapan ikan menjadi lebih baik antara lain dengan melakukan penurunan tali pancing (setting) menjadi lebih dalam untuk menghindari tertangkapnya ikanikan kecil (juvenile). Faktor-faktor yang mempengaruhi laba atau keuntungan perusahaan memiliki
keterbatasan sehingga
disebut
sebagai
faktor
kendala
dalam
pemrograman linear. Faktor-faktor kendala tersebut antara lain adalah biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Berdasarkan hasil perhitungan optimasi pemrograman linear maka dapat diketahui seberapa besar penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan secara optimal. Tabel 19 menunjukkan besaran nilai sumberdaya yang digunakan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT:
Tabel 19 Biaya produksi kapal 60 GT. No
Sumberdaya (input)
Penggunaan
Slack/surplus
Dual prices
1
Solar
Rp 104.996.481,32
296,55
0
2
Umpan
Rp 17.123.413,33
0
38,50
3
Operasional
Rp 40.466.748.51
203,84
0
4
Pekerja laut
Rp 31.478.778,45
178,30
0
5
Administrasi
Rp
6.460.003,96
18,90
0
6
Kapasitas Palka
32.000 kg
15.162,66
0
Sumber: Hasil olahan data primer
Seluruh
semberdaya
merupakan
faktor
kendala
yang
memiliki
keterbatasan sehingga dapat pula disebut sebagai kendala pembatas dengan tanda “kurang dari sama dengan” (≤), maka informasi pada Tabel 19 menunjukkan nilai slack. Penggunaan sumberdaya operasi penangkapan ikan secara keseluruhan
69
belum mencapai titik yang optimum atau dengan kata lain belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari biaya pengadaan solar sebesar Rp 104.996.481,32 dan memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 296,55. Biaya operasional yang digunakan untuk melalukan sekali trip operasi penangkapan ikan yaitu sebesar Rp 40.466.748.51 dan memiliki slack atau sumberdaya yang berlebih sebesar 203,84. Biaya pekerja laut sebesar Rp 31.478.778,45 memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 178,30. Biaya administrasi yang dibutuhkan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada ukuran kapal 60 GT yaitu sebesar Rp 6.460.003,96 dan memiliki slack sumberdaya yang berlebih sebesar 18,90. Kapasitas muat palka yang mampu menampung hasil tangkapan sebesar 32.000 kg namun memiliki nilai slack sebesar 15.162,66. Hal ini berarti kapasitas muat palka belum dimanfaatkan secara optimal karena masih mampu menampung hasil tangkapan sebanyak 15.162,66 kg. Mengatasi sumberdaya yang memiliki nilai slack dapat dilakukan dengan mengurangi alokasi kebutuhan sumberdaya tersebut sehingga perusahaan dapat lebih efisien . Sumberdaya yang telah dimanfaatkan secara optimal dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 60 GT yaitu biaya umpan. Biaya umpan tersebut sebesar Rp 17.123.413,33. Nilai optimal pada biaya umpan ini terjadi karena nilai slack hasil perhitungan optimasi yaitu sebesar 0. Namun biaya umpan ini akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan apabila terdapat perubahan pada biaya administrasi tersebut. Nilai fungsi tujuan tersebut akan meningkat sebesar 38,50 apabila ada penambahan biaya umpan sebesar Rp 1,00. Perubahan koefisien fungsi tujuan dalam memaksimumkan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT dalam batas selang perubahan tertentu tidak akan mengubah nilai fungsi tujuan. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi tujuan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi dari kombinasi produk jenis ikan tuna ekspor. Tabel 20 menunjukkan nilai sensitivitas fungsi tujuan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT:
70
Tabel 20 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 60 GT. No.
Jenis ikan
Koefisien
Batas atas
Batas bawah
1
Bigeye
39.154,9492
Infinity
36.014,6562
2
Yellowfin
33.464,4492
973.662,6875
Infinity
3
Bluefin
61.916,9609
2.070.248,1250
Infinity
4
Meka
41.224,2187
472.782,9062
Infinity
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 20 menjelaskan tentang besarnya perubahan koefisien fungsi tujuan yang dapat ditoleransi terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Penambahan koefisien ikan tuna mata besar (bigeye tuna) pada koefisien 39.154,9492 sebesar apapun tidak akan merubah nilai fungsi tujuan dan pengurangan batas bawah koefisien sampai sebesar 36.014,6562 masih dapat ditoleransi oleh nilai fungsi tujuan. Ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dapat mentoleransi perubahan fungsi tujuan
pada koefisien 33.464,4492 dengan penambahan selang atas
koefisien sampai sebesar 973.662,6875 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Ikan tuna sirip biru (bluefin tuna) dapat mentoleransi perubahan koefisien fungsi tujuan pada koefisien sebesar 61.916,9609 dengan penambahan batas atas koefisien sampai sebesar 2.070.248,1250 dan pengurangan batas bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Koefisien fungsi tujuan pada meka tetap pada koefisien 41.224,2187 dengan perubahan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 472.782,9062 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Tidak hanya perubahan koefisien fungsi tujuan saja yang dapat mempengaruhi hasil optimasi, perubahan faktor-faktor kendala, dalam hal ini sumberdaya dapat pula mempengaruhi hasil optimasi. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi kendala untuk mengetahui perubahan hasil optimasi tersebut terhadap faktor-faktor kendala. Tabel 21 menunjukkan nilai sensitivitas fungsi kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT:
71
Tabel 21 Sensitivitas fungsi kendala kapal 60 GT. No.
Sumberdaya
1
Biaya bahan bakar (solar) (Rp)
2
Koefisien
Batas atas
Batas bawah
104.996.480,00
Infinity
296,5599
Biaya umpan (Rp)
17.123.414,00
48,364784
17.123.414,00
3
Biaya operasional (Rp)
40.466.748,00
Infinity
203,8458
4
Biaya pekerja laut(Rp)
31.478.778,00
Infinity
178,2969
5
Biaya administrasi (Rp)
6.460.004,00
Infinity
18,8975
6
Kapasitas muat palka (kg)
32.000,00
Infinity
15.162,6523
Sumber: Hasil olahan data primer
Tabel 21 menjelaskan tentang penambahan biaya pada biaya bahan bakar (solar), biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi tidak akan merubah nilai fungsi tujuan dalam hal ini memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan namun hanya memperbesar pengeluaran perusahaan saja. Namun pengurangan kendala biaya bahan bakar (solar) sampai sebesar 296,5599 pada koefisien 104.996.480,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Pengurangan sampai sebesar 203,8458 pada kendala biaya operasional dengan koefisien 40.466.748,00 tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Kendala biaya pekerja laut dengan koefisien 31.478.778,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan apabila ada pengurangan sampai sebesar 178,2969 pada koefisien tersebut. Kendala biaya administrasi dengan koefisien 6.460.004,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan apabila ada pengurangan koefisien sampai sebesar 18,8975. Pengurangan koefisien sampai sebesar 15.162,6523 pada kapasitas muat palka tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Penambahan biaya umpan pada koefisien 17.123.414,00 dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 48,3647 dan pengurangan koefisien selang bawah sampai sebesar 17.123.414,00 akan tetap mentoleransi nilai fungsi tujuan hasil perhitungan optimasi. Penambahan kapasitas muat palka sebesar apapun tidak akan merubah nilai fungsi tujuan.
72
5.3
Rekomendasi bagi perusahaan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan
rekomendasi atau masukan bagi PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali. Rekomendasi atau masukan perusahaan tersebut antara lain sebagai berikut: 1) PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali dalam hal peningkatan keefektifan dan keefisienan produksi, maka perlu untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perusahaan tersebut. Dalam hal ini para pekerja di laut (kapten kapal dan ABK) dan pekerja di darat (pegawai proses pengolahan dan staf). Melalui peningkatan kualitas pekerja laut tersebut penerapan teknologi dan manajemen terbaru dapat diterapkan untuk meningkatkan laba atau keuntungan perusahaan tersebut. 2) Alat-alat proses produksi, baik produksi di laut maupun produksi di darat perlu untuk dijaga kehigienisannya karena sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang sangat rentan terhadap bakteri dan kotoran lainnya. Ketidakhigienisan menyebabkan kualitas mutu ikan hasil tangkapan dapat mengalami kemunduran. Sedangkan ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah ikan yang kualitas mutunya terjaga dengan baik. 3) Daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang selama ini dioperasikan oleh perusahaan telah terjadi kompetisi dengan nelayan-nelayan lain, khususnya nelayan rumpon. Sehingga armada penangkapan ikan PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali perlu untuk mencari atau memperluas daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang baru. Penggunaan teknologi akustik dan penginderaan jauh akan mempermudah pendeteksian fishing ground.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa: 1) Kegiatan manajemen produksi terbagi atas dua bagian, yaitu: (1) operasi penangkapan ikan di atas kapal di fishing ground dan (2) pengolahan ikan hasil tangkapan di darat. Operasi penangkapan ikan pada fishing ground menggunakan alat tangkap longline. Pengolahan ikan hasil tangkapan di darat menghasilkan ikan dalam keadaan segar dan ikan dalam keadaan beku. Umumnya ikan pada perusahaan tersebut diproduksi dalam keadaan segar. 2) Kapal ukuran 15 GT, sumberdaya produksi yang telah dimanfaatkan secara optimal adalah biaya administrasi dan kapasitas muat palka, sedangkan untuk sumberdaya biaya bahan bakar, umpan, operasional, dan pekerja laut belum dimanfaatkan secara optimal karena masih adanya slack. Kapal ukuran 40 GT dan 60 GT sumberdaya yang telah dimanfaatkan secara optimal adalah sumberdaya biaya umpan, sedangkan untuk sumberdaya biaya bahan bakar, operasional,
pekerja
laut,
administrasi,
dan
kapasitas
palka
belum
dimanfaatkan secara optimal karena masih adanya slack. Tingginya biaya produksi yang tidak sejalan dengan hasil produktivitas ikan kualitas ekspor mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian. Hal ini disebabkan dengan masih adanya reduced cost pada beberapa ikan hasil tangkapan. 3) Upaya untuk meningkatkan produktivitas hasil tangkapan ikan ekspor dapat dilakukan antara lain dengan: (1) meningkatan kualitas sumberdaya manusia di laut maupun di darat agar lebih terampil dan ahli dalam menggunakan teknologi dan manajemen terbaru. (2) menjaga kehigienisan alat-alat produksi agar mutu ikan hasil tangkapan dapat terjaga dengan baik. (3) Perluasan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang selama ini dioperasikan oleh perusahaan.
74
6.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran kepada perusahaan sebagai berikut: 1) Mengatasi adanya nilai reduced cost pada ikan hasil tangkapan dapat dilakukan peningkatkan volume produksinya dengan cara menjaga kualitas mutu ikan hasil tangkapan tersebut. Penambahan nilai (value added) pada ikan hasil tangkapan yang tidak lolos kriteria kualitas ekspor diharapkan dapat memberikan nilai optimal bagi laba atau keuntungan perusahaan. Oleh karena itu PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali diharapkan meningkatkan kualitas dan kemampuan para nelayan serta pegawainya agar proses penanganan ikan di laut maupun di darat dapat terjaga dan terlaksana dengan baik. Selain itu alat-alat produksi harus selalu terjaga dengan baik dan higienis. 2) Kelebihan sumberdaya yang memiliki nilai slack dapat diatasi dengan melakukan pengurangan terhadap alokasi kebutuhan sumberdaya tersebut sehingga alokasi kebutuhan perusahaan dapat berjalan secara efisien.
DAFTAR PUSTAKA Aminudin. 2005. Prinsip-Prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga. 198 hal. Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Dahuri R. 2001. Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa yang Maju, Makmur, dan Berkeadilan. Pidato dalam Rangka Temu Akrab Civa FPIK IPB tanggal 25 Agustus 2001. Bogor. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England: Fishing News Books Ltd. Hapsari A. 2006. Optimalisasi Produk Usaha Penangkapan Tuna Pasca Kenaikan Harga BBM pada PT Perikanan Samodra Besar Cabang Benoa Provinsi Bali [Skripsi]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian Bogor. 95 hal. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 1997. Sumberdaya Ikan Pelagis Besar, Potensi, dan Penyebaran Sumberdaya Ikan di Perairan Indonesia. Jakarta: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut LIPI. Lutfiah I. 2004. Manajemen Operasi Produksi Unit Penangkapan Mini Purse Seine di kota Probolinggo Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian Bogor. 69 hal. Mallawi A dan Sudirman. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Muslich M. 2009. Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara. 426 hal. Nakamura H. 1969. Tuna Distribution and Migration. London: The Whitefriars Press Ltd. 76 hal. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. 544 hal. Nontji A. 2005. Laut Nusantara (Edisi Revisi Cetakan 4). Jakarta: Djambatan. 372 hal. Novira
M. 1998. Analisis Optimasi Produksi untuk Produk Perikanan di P.T. Danaumatano Persada Raya Muara Baru, Jakarta (Dengan Pendekatan Metode Goal Programming) [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian Bogor. 57 hal.
Nurani TW dan Wisudo SH. 2007. Bisnis Perikanan Tuna Longline. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian Bogor. 58 hal.
76
Saanin H. 1984. Taknonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung: Binacipta. Sainsbury JC. 1986. Commercial Fishing Methods. London: Fishing News (Books) Ltd. Siswanto. 2007. Operations Research (Jilid 1). Jakarta: Erlangga. 428 hal. Supranto J. 2005. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Utami D. 1998. Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Tongkol di Perairan Pangandaran Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian Bogor. Widiastuti I. 2008. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada Perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan. www.damandiri_online.co.id. [1 Maret 2010]. http://www.anovaseafood.com/uploads/images/TunaLongLine(pw)(2).jpg [29 Desember 2010] http://www.t0.gstatic.com/images [29 Desember 2010] http://www.t2.gstatic.com/images [29 Desember 2010]
Lampiran 1 Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline
Sumber: http://www.t2.gstatic.com/images, 30 Desember 2010
78
79
Lampiran 2 Peta lokasi kantor dan fishing ground PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
80
Lampiran 3 Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 15 GT Januari s/d Desember 2009 TOTAL URAIAN Ekor Kg
NO I
TUNA SEGAR EXPORT
691 580 81 21 2 7 161 22 131 8 931 6 204 588 36 68 29 592
Bigeye 25 up Bigeye 24 down Yellowfin Bluefin Meka II
TUNA SEGAR REJECT Yellowfin Bigeye Bluefin
III
TUNA BEKU Yellowfin Bigeye Albacore Meka Marlin Basho
IV
NON-EXPORT Tuna potong
-
Cucut/other fish Sirip cucut V
TOTAL PRODUKSI
RATA-RATA Ekor kg
26,062 23,273 1,355 807 173 454 6,832 821 5,156 855 19,676 51 2,486 11,516 2,007 3,208 408 4,066
230.33 193.33 27.00 7.00 0.67 2.33 53.67 7.33 43.67 2.67 310.33 2.00 68.00 196.00 12.00 22.67 9.67 197.33
8687.33 7757.67 451.67 269.00 57.67 151.33 2277.33 273.67 1718.67 285.00 6558.67 17.00 828.67 3838.67 669.00 1069.33 136.00 1355.33
4,057 9 56,636 0.48 0.33 106 934 543 207 26 284 41 33 24 21 93
197.33
1352.33 3.00 18878.67 0.16 0.11 35.33 311.33 181.00 69.00 8.67 94.67 13.67 11.00 8.00 7.00 31.00
592
2,375
1. Hook rate keseluruhan Hook rate tuna 2. Tangkapan/setting (kg) 3. Pancing/setting (buah) 4. Hari operasi (hari) 5. Hari navigasi (hari) 6. Hari dock (hari) 7. Hari darat (hari) 8. Hari perbaikan 9. Berat rata-rata FF+reject (kg)
10.Berat ikan rata-rata (kg) 11.Prosentase reject 12.Jumlah pendaratan ikan
Sumber: PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
791.67
81
Lampiran 4 Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 40 GT Januari s/d Desember 2009 TOTAL URAIAN Ekor kg
NO I
TUNA SEGAR EXPORT Bigeye 25 up Bigeye 24 down Yellowfin Bluefin Meka
II
TUNA SEGAR REJECT Yellowfin Bigeye Bluefin
III
TUNA BEKU Yellowfin Bigeye Albacore Meka Marlin Basho
IV
NON-EXPORT Tuna potong Cucut/other fish
1,889 1,567 210 81 2 29 862 144 680 38 2,251 37 660 1,126 169 198 61 2,724 14 2,710
Sirip cucut V
TOTAL PRODUKSI
7,726
1. Hook rate keseluruhan Hook rate tuna 2. Tangkapan/setting (kg) 3. Pancing/setting (buah) 4. Hari operasi (hari) 5. Hari navigasi (hari) 6. Hari dock (hari) 7. Hari darat (hari) 8. Hari perbaikan
RATA-RATA Ekor kg
69,391 61,079 3,695 2,907 174 1,536 31,893 4,675 23,572 3,646 49,566 540 7,894 22,140 8,721 9,415 856 18,772 193 18,421 158 169,622 0.19 0.1 54 -50 1,146 506 132 702 151
9. Berat rata-rata FF+reject (kg)
2
10.Berat ikan rata-rata (kg)
1
11.Prosentase reject 12.Jumlah pendaratan ikan
Sumber: PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
-3
211
236 196 26 10 0 4 108 18 85 5 281 5 83 141 21 25 8 341 2 339 0 966
8,674 7,635 462 363 22 192 3,987 584 2,947 456 6,196 68 987 2,768 1,090 1,177 107 2,347 24 2,303 20 21,203 0 0 7 -6 143 63 17 88 19 0 0 0 26
82
Lampiran 5 Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 60 GT Januari s/d Desember 2009 TOTAL RATA-RATA URAIAN Ekor Kg Ekor kg
NO I
TUNA SEGAR EXPORT
1,628 1,396 177 30 1 24 652 69 567 16 1,442 12 593 644 88 84 21 3,554
Bigeye 25 up Bigeye 24 down Yellowfin Bluefin Meka II
TUNA SEGAR REJECT Yellowfin Bigeye Bluefin
III
TUNA BEKU Yellowfin Bigeye Albacore Meka Marlin Basho
IV
NON EXPORT Tuna Potong
-
Cucut/other fish Sirip cucut V
TOTAL PRODUKSI
58,572 52,653 3,332 1,111 87 1,389 24,295 1,988 20,848 1,459 29,936 174 7,354 13,003 5,024 4,069 312 20,016
325.6 279.2 35.4 6 0.2 4.8 130.4 13.8 113.4 3.2 288.4 2.4 118.6 128.8 17.6 16.8 4.2 710.8
11714.40 10530.60 666.40 222.20 17.40 277.80 4859.00 397.60 4169.60 291.80 5987.20 34.80 1470.80 2600.60 1004.80 813.80 62.40 4003.20
19,913 103 132,819 0.65 0.32 161 1,357 825 368 61 411 6 31 18 29 163
710.8
3982.60 20.60 26563.80 0.13 0.06 32.20 271.40 165.00 73.60 12.20 82.20 1.20 6.20 3.60 5.80 32.60
3,554
7,276
1. Hook rate keseluruhan
Hook rate tuna 2. Tangkapan/setting (kg) 3. Pancing/setting (buah) 4. Hari operasi (hari) 5. Hari navigasi (hari) 6. Hari dock (hari) 7. Hari darat (hari) 8. Hari perbaikan 9. Berat rata-rata FF+reject (kg)
10.Berat ikan rata-rata (kg) 11.Prosentase reject 12.Jumlah pendaratan ikan
Sumber: PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
1455.2
83
Lampiran 6 Biaya usaha Kapal Longliner 15 GT NO 1 2 3
BIAYA Solar Umpan Biaya operasional Meditran Clavus Es krocok D/E supply PHP VMS Ship necessaries Fishing gears Air tawar Material lain P/P Dock & overhead Biaya titipan 4 Biaya pekerja laut Gaji/honor Kesejahteraan Uang layar Bahan makanan 5 Biaya administrasi Biaya pengepakan Biaya surat
LL 15 LL 16 LL17 RATA-RATA 25,512,518.33 28,072,360.00 22,130,493.20 25,238,457.18 8,713,333.33 9,507,500.00 8,915,200.00 9,045,344.44 1,696,296.67
1,726,286.00
1,563,757.56
3,233,000.00 4,768,930.00
3,783,333.33 4,092,318.33
3,574,533.33 1,456,433.33 1,801,541.67 1,895,600.00 64,000.00 58,333.33 64,000.00 833,500.00 993,416.67 796,100.00 1,459,733.33 1,441,350.00 1,270,600.00 1,000,000.00 1,750,000.00 1,500,000.00 3,473,000.00
3,574,533.33 1,717,858.33 62,111.11 874,338.89 1,390,561.11 1,416,666.67 3,473,000.00
-
1,268,690.00 -
3,958,333.33 3,688,100.00
4,158,666.67 3,819,925.00
-
7,336,664.00 42,666.67 1,810,666.67 4,836,303.00
8,454,302.17 148,000.00 1,702,666.67 4,815,446.67
8,483,952.00 147,600.00 1,716,200.00 5,184,050.40
8,091,639.39 112,755.56 1,743,177.78 4,945,266.69
1,372,333.33 984,166.67
3,586,708.33 2,009,166.67 1,839,000.00
2,479,520.83 1,610,777.78 75,215,418.31
Sumber: Data diolah dari data biaya produksi PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
Lampiran 7 Biaya usaha Kapal Longliner 40 GT NO
BIAYA
1
Solar
2
Umpan
3
Biaya operasional
LL 31
LL 32
LL 33
LL 35
LL 36
LL 37
LL 38
107,414,520.00
93,998,675.00
129,603,050.00
91,439,816.67
117,031,900.00
118,286,220.00
103,936,687.80
110,756,690.00
109,058,444.93
19,624,000.00
23,146,000.00
24,679,500.00
17,972,333.33
20,690,200.00
22,388,400.00
20,158,000.00
19,102,000.00
20,970,054.17
4,056,340.00
2,820,370.00
2,037,414.00
2,268,545.00
1,260,320.00
2,568,169.38
906,533.33
548,726.60
128,000.00
66,666.67
5,925,000.00
7,165,750.00
5,815,400.00
5,027,500.00
5,218,227.08
6,490,680.00
7,805,705.00
6,759,808.00
9,099,000.00
10,385,579.33
612,816.50
485,446.60
1,008,325.00
Meditran
3,465,880.00
Clavus
1,145,283.00
Es krocok
5,190,000.00
8,785,500.00
3,770,000.00
13,896,600.00
D/E supply
16,970,625.00
15,309,350.00
-
1,321,400.00
1,201,600.00
VMS
-
1,499,000.00
Ship necessaries
1,518,000.00
Fishing gears
8,676,000.00
Material lain P/P Dock & overhead
-
-
6,752,866.67 -
-
-
-
5,804,350.00
11,836,000.00
1,864,256.00 -
-
1,412,533.33
1,155,926.60
4,827,666.67
4,141,357.60
-
1,362,560.00
-
3,928,175.00
682,135.73
-
925,917.62 1,430,780.00
3,596,240.00
RATA-RATA
1,362,153.31 3,142,750.00
5,744,067.41
64,000.00
64,000.00
64,000.00
64,000.00
57,600.00
56,000.00
57,600.00
64,000.00
61,400.00
1,749,000.00
3,533,525.00
2,438,775.00
1,858,000.00
2,070,040.00
2,465,762.50
2,033,180.00
1,878,000.00
2,253,285.31
10,150,000.00
2,892,500.00
4,738,000.00
944,500.00
489,265.00
3,298,800.00
1,896,200.00
124,750.00
3,066,751.88
7,310,000.00
16,082,000.00
11,696,000.00
7,310,000.00
9,064,400.00
7,310,000.00
9,064,400.00
7,310,000.00
9,393,350.00
Biaya titipan
-
8,083,375.00
-
-
-
-
-
-
8,083,375.00
Biaya trip lalu
-
16,574,058.00
-
-
-
-
-
-
16,574,058.00
Biaya SDM Gaji/honor
24,164,373.50
19,602,566.50
16,993,614.33
18,492,844.40
19,904,506.50
18,315,653.20
21,518,041.50
Kesejahteraan
-
315,450.00
334,525.00
132,766.67
92,850.00
271,375.00
96,460.00
83,000.00
189,489.52
Uang layar
-
3,056,500.00
1,667,375.00
3,080,000.00
3,338,100.00
4,396,875.00
4,246,000.00
4,390,000.00
3,453,550.00
14,994,400.00
12,442,525.00
10,637,016.67
10,635,673.20
11,178,420.25
10,319,090.20
9,330,837.50
11,183,017.23
Bahan makanan 5
-
PHP
Air tawar
4
2,772,230.00 -
LL 34
26,006,774.00
9,926,175.00
20,624,796.74
Biaya administrasi Biaya pengepakan Biaya surat
11,487,000.00 1,380,000.00
1,000,000.00
10,039,250.00
7,355,833.33
8,542,300.00
8,672,625.00
6,846,050.00
9,204,375.00
8,878,204.76
1,210,000.00
2,395,000.00
1,889,665.00
1,622,500.00
1,955,640.00
1,400,000.00
1,606,600.63
TOTAL
243,713,408.03
Sumber: Data diolah dari data biaya produksi PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
84
Lampiran 8 Biaya usaha Kapal Longliner 60 GT NO
BIAYA
1
Solar
2
Umpan
3
Biaya operasional
LL 56
Meditran Clavus
LL 59
LL 60
RATA-RATA
124,912,620.00
77,441,063.60
101,528,688.50
100,553,659.50
104,996,481.32
17,911,500.00
20,222,500.00
12,885,000.00
18,120,066.67
16,478,000.00
17,123,413.33
2,259,161.67
2,220,050.00
2,553,811.68
379,500.00
379,500.00
2,341,300.00
3,839,996.75 -
2,108,550.00 -
-
Es krocok
3,787,500.00
5,842,500.00
4,332,000.00
4,984,300.00
4,478,750.00
4,685,010.00
D/E supply
9,316,000.00
10,177,875.00
7,719,026.00
5,172,775.00
7,013,950.00
7,879,925.20
PHP
1,614,650.00
807,325.00
322,930.00
823,491.67
807,325.00
875,144.33
1,138,500.00
1,874,496.70
1,619,775.00
2,926,427.52
Ship necessaries
1,518,000.00 -
2,311,983.50 -
1,707,000.00
Fishing gears Air tawar
1,518,000.00 -
3,233,779.25
2,886,000.00 -
3,887,600.00
4,183,983.33
64,000.00
56,000.00
51,200.00
53,333.33
56,000.00
56,106.67
Material lain
1,325,000.00
2,366,800.00
1,609,830.00
2,104,433.33
2,264,387.50
1,934,090.17
P/P
1,058,250.00
2,706,650.00
2,093,576.00
1,981,741.67
2,375,600.00
2,043,163.53
Dock & overhead Biaya titipan
10,965,000.00
9,137,500.00
9,064,400.00
8,772,000.00
4,797,625.00
4,775,687.50
7,083,000.00
6,426,458.33
9,503,000.00 -
9,488,380.00 5,770,692.71
Biaya SDM Gaji/honor Kesejahteraan
5
LL 58
120,546,375.00
-
VMS
4
LL 57
22,089,785.50 -
19,020,754.75 -
11,538,802.40 -
17,017,611.00 -
20,343,935.50
18,002,177.83
167,625.00
167,625.00
Uang layar
2,809,500.00
3,984,375.00
4,321,113.20
3,351,500.00
3,383,250.00
3,569,947.64
Bahan makanan
9,705,987.50
10,517,733.25
8,524,302.40
10,281,171.50
9,665,945.25
9,739,027.98
Biaya pengepakan
5,070,625.00
5,873,500.00
1,720,291.67
7,128,812.50
4,948,307.29
Biaya surat
1,025,000.00
1,536,250.00
1,948,233.33
1,305,000.00
1,511,696.67
Biaya administrasi 1,744,000.00
TOTAL
200,525,425.57
Sumber: Data diolah dari data biaya produksi PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
85
86
Lampiran 9 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 15 GT LP OPTIMUM FOUND AT STEP
2
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.9382930E+08
VARIABLE BE YF BF MK
ROW 2) 3) 4) 5) 6) 7)
VALUE REDUCED COST 1711.864380 0.000000 0.000000 19336.638672 288.135590 0.000000 0.000000 7002.808105
SLACK OR SURPLUS 23.944822 2.757337 27.524593 18.398956 0.000000 0.000000
NO. ITERATIONS=
DUAL PRICES 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.969664 42886.394531
2
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE BE YF BF MK
OBJ COEFFICIENT RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE 43635.378906 22762.009766 11643.443359 37944.871094 19336.636719 INFINITY 66397.390625 1303338.875000 17570.173828 45704.648438 7002.806641 INFINITY
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 25238458.000000 INFINITY 23.944822 9045344.000000 INFINITY 2.757337 21948478.000000 INFINITY 27.524593 14892839.000000 INFINITY 18.398956 4090298.500000 1.246866 3329778.250000 2000.000000 8756.583984 1073.926636
ROW 2 3 4 5 6 7
Sumber: Hasil olahan data primer
87
Lampiran 10 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 40 GT LP OPTIMUM FOUND AT STEP
1
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.3994075E+09
VARIABLE VALUE BE 12029.976562 YF 0.000000 BF 0.000000 MK 0.000000
REDUCED COST 0.000000 365994.375000 779617.562500 276280.093750
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 212.426956 0.000000 3) 0.000000 19.046566 4) 148.145569 0.000000 5) 74.366989 0.000000 6) 78.749420 0.000000 7) 19970.023438 0.000000 NO. ITERATIONS=
1
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE BE YF BF MK
OBJ COEFFICIENT RANGES CURRENT ALLOWABLE COEF INCREASE 33201.019531 INFINITY 27510.509766 365994.406250 55963.031250 779617.625000 35270.289062 276280.093750
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 109058448.000000 INFINITY 212.426956 20970054.000000 40.846111 20970054.000000 67749248.000000 INFINITY 148.145569 35450852.000000 INFINITY 74.366989 10484805.000000 INFINITY 78.749420 32000.000000 INFINITY 19970.023438
ROW 2 3 4 5 6 7
ALLOWABLE DECREASE 29442.367188 INFINITY INFINITY INFINITY
Sumber: Hasil olahan data primer
88
Lampiran 11 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 60 GT LP OPTIMUM FOUND AT STEP
1
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.6592655E+09
VARIABLE VALUE REDUCED COST BE 16837.347656 0.000000 YF 0.000000 973662.750000 BF 0.000000 2070248.125000 MK 0.000000 472782.906250 ROW SLACK OR SURPLUS 2) 296.559906 3) 0.000000 4) 203.845856 5) 178.296982 6) 18.897511 7) 15162.652344 NO. ITERATIONS=
DUAL PRICES 0.000000 38.500820 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
1
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE BE YF BF MK
OBJ COEFFICIENT RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE 39154.949219 INFINITY 36014.656250 33464.449219 973662.687500 INFINITY 61916.960938 2070248.125000 INFINITY 41224.218750 472782.906250 INFINITY
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 104996480.000000 INFINITY 296.559906 17123414.000000 48.364784 17123414.000000 40466748.000000 INFINITY 203.845856 31478778.000000 INFINITY 178.296982 6460004.000000 INFINITY 18.897511 32000.000000 INFINITY 15162.652344
ROW 2 3 4 5 6 7
Sumber: Hasil olahan data primer
89
Lampiran 12 Kegiatan manajemen produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
Pembongkaran palka
Pemasukan ke Processing Room
Penyortiran hasil tangkapan
Penyiangan hasil tangkapan
Penimbangan hasil tangkapan
Pengepakan hasil tangkapan
90
Lampiran 13 Fasilitas produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
Kantor PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali
Ruang Pengolahan PT Perikanan Nusantara Benoa, Bali
Komplek perumahan pegawai PT Perikanan Nusantara Benoa, Bali