ANALISIS MODEL S-I-P INTERAKSI DUA SPESIES PREDATOR-PREY DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika
oleh Khoirun Ni’mah 4111411038
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 i
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari satu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (Qs. Al-insyirah, 6-8). Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan. Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga (K.H. Abdurrahman Wahid). There is never enough time to do everything, but there always enough time to do the most important thing (Brian Tracy).
PERSEMBAHAN
Untuk Ibu, Bapak dan ketiga adikku serta keluarga yang saya cintai dan selalu mendoakanku.
Untuk Cynthia, Ratna Gun, Ika Rizkianawati, Susanti, Ulya, Nilam, Ruli, Gesti, Resti, Dwi, Yanti dan Iin yang telah membantu maupun memberikan semangat saat penyusunan skripsi ini.
Untuk teman-teman Matematika 2011.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Model S-I-P Interaksi Dua Spesies Predator-Prey dengan Fungsi Respon Holling Tipe II”. Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerjasama, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si, Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. 4. Kristina Wijayanti, Ketua Prodi Matematika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. 5. Prof. Dr. St. Budi Waluya, M.Si dan Muhammad Kharis, S.Si, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. 6. Drs. Supriyono, M.Sc, Dosen Penguji yang telah memberikan inspirasi, kritik, saran dan motivasi. 7. Ibu, Bapak dan ketiga adikku tercinta yang senantiasa mendoakan serta memberikan dorongan baik secara moral maupun spiritual.
v
8. Teman-teman Matematika 2011 yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa penulis masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap perlu dikembangkan penelitian selanjutnya di masa mendatang. Semarang, 25 Mei 2015
Khoirun Ni’mah
vi
ABSTRAK
Ni’mah, K. 2015. Model Matematika S-I-P pada Interaksi Dua Spesies PredatorPrey dengan Fungsi Respon Holling Tipe II. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. St. Budi Waluya, M.Si. dan Pembimbing II Muhammad Kharis, S.Si, M.Sc. Kata kunci: Holling tipe II, routh-hurwitz, titik kesetimbangan, predator-prey. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana menurunkan model matematika dari sistem predator-prey dua spesies dengan adanya penularan penyakit mematikan pada populasi prey dengan fungsi respon Holling tipe II, bagaimana menentukan titik kesetimbangan serta analisis kestabilan model S-I-P pada interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II dengan adanya penularan penyakit mematikan pada populasi prey, bagaimana pengaruh perubahan parameter terhadap keadaan yang sebenarnya dari model S-I-P pada interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II dengan adanya penularan penyakit mematikan pada populasi prey dan bagaimana simulasi numerik dari model S-I-P pada interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II dengan adanya penularan penyakit mematikan pada populasi prey. Metode yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah dengan studi pustaka. Langkah-langkah yang digunakan adalah menurunkan model matematika model S-I-P pada interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II dengan adanya penularan penyakit mematikan pada populasi prey, menentukan semua titik tetap, menentukan persamaan karakteristik dan nilai eigen dari matriks Jacobian, membuat simulasi numerik dari model S-I-P pada interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II dengan adanya penularan penyakit mematikan pada populasi prey penarikan kesimpulan. Model matematika S-I-P mengambarkan interaksi antara predator dan prey. Sistem terdiri dari tiga persamaan diferentian yang merepresentasikan laju pertumbuhan populasi susceptible-prey, infected-prey, dan predator dalam suatu carrying capacity. Populasi prey dipengaruhi oleh adanya penyebaran penyakit dan pemangsaan oleh predator dengan parameter dan pada karakteristik respon predator yang berburu mangsa mengikuti Fungsi Holling tipe II. Dari model mtematika yang di turunkan diperoleh enam titik kesetimbangan dengan dua titik yang selalu tidak stabil dan empat titik ekulibrium yang akan bersifatstabil jika dipenuhi suatu kondisi. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai parameter tingkat pertumbuhan predator mempengaruhi kestabilan populasi. Selanjutnya, untuk mengilustrasikan model dilakukan simulasi menggunakan software Maple 12. Simulasi model yang dilakukan memberikan hasil yang sama dengan hasil analisis.
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERNYATAAN .............................................................................................
ii
PENGESAHAN ............................................................................................. iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
ABSTRAK ..................................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................. viii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................
1
1. 1 Latar Belakang .........................................................................
1
1. 2 Rumusan Masalah .....................................................................
5
1. 3 Batasan Masalah .......................................................................
6
1. 4 Tujuan Penelitian ......................................................................
6
1. 5 Manfaat Penelitian ....................................................................
6
BAB 2 LANDASAN TEORI .........................................................................
8
2. 1 Sistem Persamaan Diferensial ..................................................
8
2. 2 Model Pertumbuhan Logistik ...................................................
9
2. 3 Model Populasi Epidemi ........................................................... 12
viii
2. 4 Model Populasi Predator-Prey ................................................. 13 2. 5 Fungsi Respon........................................................................... 15 2.5.1 Fungsi Respon Holling Tipe I .......................................... 15 2.5.2 Fungsi Respon Holling Tipe II......................................... 16 2.5.3 Fungsi Respon Holling Tipe III ....................................... 18 2. 6 Sistem Dinamik......................................................................... 21 2. 7 Nilai Eigen dan Vektor Eigen ................................................... 25 2. 8 Kriteria Routh-Hurwitz ............................................................. 26 2. 9 Analisis Kestabilan Titik Tetap ................................................ 29 2.10 Potret Fase Sistem Linear…………………………………….. 31 BAB 3 METODE PENELITIAN................................................................... 37 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 39 4.1 Unsur-Unsur yang Berpengaruh Terhadap Model .................... 39 4.2 Pembentukan Model Epidemi Predator-Prey menggunakan Fungsi Respon Holling tipe II ................................................... 40 4.2.1 Model Dasar Epidemi ...................................................... 41 4.2.2 Model Dasar Predator-Prey Lotka Volterra .................... 42 4.2.3 Fungsi Logistik ................................................................ 43 4.2.4 Fungsi Respon Holling Tipe II......................................... 44 4.3 Titik Ekuilibrium ...................................................................... 49 4.4 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium ...................................... 56 4.4.1 Titik Ekuilbrium
(
) ............................................. 58
4.4.2 Titik Ekuilibrium
(
) ............................................. 60
ix
4.4.3 Titik Ekuilibrium
(
) .......................................... 62
4.4.4 Titik Ekuilibrium
(
) ........................................ 65
4.4.5 Titik Ekuilibrium
(
) ........................................ 72
4.4.6 Titik Ekuilibrium
(
) ....................................... 78
4.5 Simulasi Model ......................................................................... 87 4.5.1 Simulasi di Titik Ekuilibrium dengan
dan
.......................................................... 88
4.5.2 Simulasi di Titik Ekuilibrium dengan (
)(
)
,
Kasus 1,
√
,
4.5.3 Simulasi di Titik Ekuilibrium
)(
)
dan
dan (
) .......................... 90 dengan
dan
4.5.4 Simulasi di Titik Ekuilibrium (
Kasus 2
......................... 93 dengan dan
............................................................................. 95 BAB 5 PENUTUP ......................................................................................... 98 5.1 Simpulan ................................................................................... 98 5.2 Saran ......................................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 102 LAMPIRAN ................................................................................................... 104
x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Daftar Titik Ekuilibrium, Nilai-Nilai Parameter Syarat Keberadaan Titik Ekuilibrium dan Kestabilan Titik Tetap ............ 87
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Grafik
( ) Model Logistik........................................................ 12
Gambar 2.2 Trayektori untuk Node Point ........................................................ 31 Gambar 2.3 Trayektori untuk titik Nodal Source............................................ 32 Gambar 2.4 Trayektori untuk Saddle Point..................... ............................... 32 Gambar 2.5 Trayektori untuk Star Point...................................................... .. 33 Gambar 2.6 Trayektori untuk Improper Node dengan
........................... 34
Gambar 2.7 Trayektori untuk Improper Node dengan
........................... 34
Gambar 2.8 Trayektori untuk Stabil Spiral........................................................ 35 Gambar 2.9 Trayektori untuk Unstabil Spiral.................................................. 35 Gambar 2.10 Trayektori untuk Center Point...................................................... 36 Gambar 4.1 Bidang Solusi Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik Ekuilibrium
(
),
(
) Kasus 2,
............. 88
Gambar 4.2 Potret Fase Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik Ekuilibrium
(
),
(
) Kasus 2,
............. 89
Gambar 4.3 Bidang Solusi Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik Ekuilibrium dengan (
(
) Kasus 1, ,
( dan (
√
) dan )(
(
) )
) ............................................................................... 91
xii
(
Gambar 4.4 Potret Fase
) Kasus 1,
dengan (
( dan (
√
,
) dan
(
)
)(
)
) ................................................................................. 92
Gambar 4.5 Bidang Solusi Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik (
Ekuilibrium
) dengan
,
dan
. .................................................................................... 93 Gambar 4.6 Potret Fase Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik (
Ekuilibrium
) dengan
,
dan
............................................................................ 94 Gambar 4.7 Bidang Solusi Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik (
Ekuilibrium (
)(
) dengan )
,
dan
................... 96
Gambar 4.8 Potret Fase Sistem pada Populasi Predator-Prey untuk Titik (
Ekuilibrium (
)(
) dengan )
,
xiii
dan
................... 97
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Print Out Hasil Simulasi menggunakan Software Maple 12…. 104
xiv
1
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem menurut Jorgensen (2009) merupakan partisi dari alam semesta pada umumnya. Dalam suatu ekosistem sedikitnya tersusun dari komponen hidup dan tak hidup. Komponen hidup yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan sedangkan komponen tak hidup merupakan komponen pendukung kehidupan seperti air, tanah, udara, sinar matahari dan sebagainya. Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang ekosistem. Salah satu bahasan penting dalam ekologi yakni rantai-makanan. Jorgensen (2009) mengatakan dalam suatu rantai makanan minimal terdapat dua macam spesies yaitu spesies predator atau pemangsa dan spesies prey atau mangsa. Rantai makanan merupakan penentu keseimbangan ekosistem, sehingga perlu dikaji mendalam. Kajian mengenai rantai makanan salah satunya yaitu pemodelan matematika
prodator-prey
yang
dikembangkan
dalam
cabang
ilmu
matematika ekologi. Permalasahan lainnya yang terjadi dalam suatu populasi adalah epidemi. Guerrant et al. (2011) menjelaskan mengenai peristiwa epidemi dalam suatu populasi adalah “When a disease occurs at a frequency higher than is expected, it is said to be epidemic. A localized epidemic may be referred to as an outbreak”. Oleh karena itu dalam dalam pemodelan matematika di kaji berbagai macam model matematis untuk mengetahui tejadi
1
2
atau tidaknya suatu epidemi dalam populasi. Model epidemi klasik membagi populasi menjadi dua kelas, yaitu kelas rentan (susceptible) dan terinfeksi (infected). Sub-populasi rentan, rentan terhadap infeksi dan sub-populasi yang terinfeksi dapat memindahkan infeksi ke individu rentan. Dalam model S-I ukuran populasi adalah N = S + I, di mana S adalah sub-populasi rentan dan I sub-populasi terinfeksi (Joydif & Sharma, 2009). Sistem interaksi dalam ekosistem yang merupakan pendekatan terhadap suatu fenomena fisik adalah sistem interaksi predator-prey, di mana prey sebagai populasi yang dimangsa dan predator sebagai populasi yang memangsa (Du et al., 2007). Sistem predator-prey adalah salah satu jenis sistem yang merupakan gabungan atau interaksi dari dua populasi yaitu predator (pemangsa) dan prey (mangsa). Interaksi antar dua populasi ini sangat penting karena kelangsungan hidup makhluk hidup tergantung pada keseimbangan lingkungan disekitarnya. Keseimbangan tersebut dapat tercapai jika jumlah rata-rata populasi dari populasi predator dan prey yang sedang berinteraksi sesuai dengan ukuran dan proporsinya. Model matematika predator-prey yang banyak dipakai adalah model yang terdiri atas dua spesies berbeda di mana salah satu dari keduanya menyediakan makanan untuk yang lainnya. Model predator-prey pertama kali dikenalkan oleh Lotka pada tahun 1925 dan Volterra pada tahun 1926, sehingga model ini juga disebut model Lotka-Volterra (Boyce & DiPrima, 2001).
3
Model matematika Lotka-Volterra dua spesies predator-prey dapat di tulis sebagai berikut.
,
(1.1)
model (1.1) ini belum memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh predator untuk mencerna makanannya serta kenyataan bahwa makanan dari prey sendiri yang terbatas sehingga model sederhana ini kemudian mengalami banyak modifikasi. Salah satu modifikasi dilakukan dengan penambahan fungsi respon. Fungsi respon dalam model interaksi predator-prey menurut Brauer & Chavez (2012) adalah jumlah makanan yang dimakan oleh predator sebagai fungsi kepadatan makanan. Dalam hal ini fungsi respon dibagi atas tiga macam, yaitu fungsi respon tipe I, tipe II, dan tipe III. Fungsi respon tipe I terjadi pada predator yang memiliki karakteristik pasif, atau lebih suka menunggu mangsanya. Sebagai contoh predatornya adalah laba-laba. Fungsi respon tipe II terjadi pada predator yang berkarakteristik aktif dalam mencari mangsa. Sebagai contoh predatornya adalah pada serigala. Ketika serigala berhasil menangkap mangsanya maka serigala juga memerlukan waktu untuk mencerna makanannya. Fungsi respon tipe III terjadi pada predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. Para peneliti sebelumnya telah mengembangkan model predator-prey ketika terdapat wabah penyakit pada populasi predator atau prey. Das et al.
4
(2009) memodelkan epidemi predator-prey tiga spesies yang terdiri dari spesies prey, intermediate predator dan top predotor pada kasus wabah penyakit terdapat pada populasi prey menggunakan fungsi respon yang digunakan adalah Holling tipe II. Pada kasus tersebut keberadaan laju infeksi penyakit menyebabkan kestabilan di sekitar titik-titik ekuilibrium selain pada titik ekuilibrium trivialnya. Penelitian serupa dilakukan oleh Kooi et al (2011), yang meneliti model predator-prey dua spesies pada kasus penyakit hanya terjadi pada populasi predator. Pada model mekanisme cara predator berburu berdasarkan fungsi respon Holling Tipe II. Dari hasil analisis model tersebut juga diperoleh sistem yang lebih stabil dengan adanya kenaikan laju infeksi penyakit. Berbeda dari kajian sebelumnya, dalam penelitian ini akan memodifikasi model epidemi predator-prey Chattopadhyay & Arino (1999) dengan model epidemi predator-prey yang terdiri dari dua spesies di mana predator berburu mangsa menggunakan mengikuti model Lotka-Voltera dan mekanisme penularan penyakit pada spesies prey. Pada penelitian ini akan dikonstuksi model matematika epidemi predator-prey di mana terdapat penyebaran penyakit pada populasi prey yang mengikuti hukum aksi masa sederhana dan mekanisme cara berburu predator mengikuti fungsi respon Holling tipe II. Model matematika yang terbentuk terdiri dari tiga persamaan, yaitu laju pertumbuhan populasi Susceptible-prey, laju pertumbuhan populasi infected-prey, dan laju pertumbuhan populasi predator. Ketiga persamaan tersebut membentuk suatu sistem persamaan
5
diferensial biasa nonlinear (Boyce & DiPrima, 2001). Dari model tersebut dilakukan analisis dengan menentukan titik kesetimbangan model dan menganalisis kestabilan titik kesetimbangan model. Simulasi numerik diberikan untuk menunjang hasil analisis kestabilan yang telah diperoleh (Pastor, 2008). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis perilaku sistem predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II. Sebuah tulisan dalam bentuk skripsi yang diformulasikan dengan judul “ANALISIS MODEL S-I-P INTERAKSI DUA SPESIES PREDATORPREY DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II”.
Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu: (a) Bagaimana menurunkan model matematika S-I-P dari sistem interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II? (b) Bagaimana dinamika sistem dengan adanya pengaruh perubahan parameter model matematika S-I-P interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II? (c) Bagaimana simulasi numerik model matematika S-I-P interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II?
6
1.2.2 Batasan Masalah Pada penelitian ini masalah yang dikaji adalah pemodelan matematika pada predator prey dua spesies dengan adanya penularan penyakit pada spesies prey dan fungsi respon Holling Tipe II. Analisis terhadap model matematika dimulai dengan mencari titik kesetimbangan (equilibrium) kemudian memeriksa kestabilan titik kesetimbangan (equilibrium) tersebut.
Tujuan dan Manfaat 1.2.3 Tujuan Tujuan dari penelitian adalah: (a) Untuk mmenurunkan model matematika S-I-P dari sistem interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II. (b) Untuk menganalisis pengaruh perubahan parameter terhadap dinamika model matematika S-I-P dari sistem interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II. (c) Untuk membuat simulasi numerik dari model matematika S-I-P dari sistem interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II. 1.2.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan penelitian ini adalah: (a) Bagi Peneliti Manfaat yang bisa diambil bagi peneliti adalah peneliti mampu menerapkan
ilmu-ilmunya,
khususnya
tentang
sistem
pemodelan
matematika. Sehingga dapat semakin memantapkan pemahaman mengenai
7
teori-teori yang di peroleh selama mengikuti perkuliahan serta mampu menerapkan ilmunya dalam kehidupan nyata. (b) Bagi Jurusan Matematika FMIPA UNNES Menambah
perbendaharaan
jurnal,
khususnya
tentang
pemodelan
matematika. (c) Bagi Pembaca Menambah pengetahuan tentang pemodelan matematika dan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
8
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Sistem Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih
turunan-turunan dari fungsi yang diketahui. Jika hanya terdapat satu fungsi tunggal yang akan ditentukan maka satu persamaan sudah cukup. Tetapi jika terdapat dua fungsi atau lebih yang tidak diketahui maka sebuah sistem persamaan diperlukan. Contohnya, persamaan Lotka-Volterra atau predatorprey yang merupakan contoh sistem persamaan dalam ekologi. Sistem persamaan tersebut mempunyai bentuk ( )
( )
( )
( )
( ) ( ) ( ) ( )
(2.1)
(Waluya, 2011). di mana ( )
: populasi spesies prey,
( )
: populasi spesies predator, : koefisien laju kelahiran dari populasi prey, : koefisien laju kematian spesies prey akibat predasi, : koefisien laju kematian alami predator, : koefisien laju pertumbuhan spesies predator akibat predasi.
8
9
2.2
Model Pertumbuhan Logistik Model pertumbuhan logistik merupakan penyempurnaan dari model ( )
eksponensial
( ) yang memiliki solusi
merupakan angka pertumbuhan populasi dan ( )
eksponensial populasi
( )
di mana
suatu nilai konstan. Model
mempunyai kelemahan yaitu saat nilai laju pertumbuhan
maka populasi tumbuh sampai tak terbatas. Hal ini mustahil
terjadi, sehingga perlu adanya kajian lagi. Model ini diberikan dengan asumsi ( ) ditentukan oleh kelahiran dan pengaruh
( ). NilaiI
bahwa
kepadatan populasi (keterbatasan luas lingkungan). Nilai
( ) dapat
dirumuskan dengan ( ( )) di mana dan
( ),
(2.2)
menyatakan laju pertumbuhan populasi tanpa pengaruh lingkungan
menyatakan pengaruh dari pertambahan kepadatan populasi (semakin
padat populasi maka persaingan antar individu semakin meningkat). Model pertumbuhan logistik dirumuskan sebagai berikut. ( ( ))
( )(
( ))
(2.3)
Titik ekuilibrium dari model (2.3) diperoleh dengan menyelesaikan persamaan ( ) ( )
( )(
dan
( )
( ))
diproleh nilai
( ) yang memenuhi adalah
. Populasi nol pasti menjadi titik ekuilibrium tetapi
, merupakan populasi terbesar di mana lingkungan masih mendukung
populasi danpa adanya kehilangan individu dalam populasi (kematian individu). Nilai ini disebut carrying capacity dari lingkungan (habitat). Teori
10
ini memprediksi bahwa populasi
berkaitan dengan zero population
growth. Pada solusi persamaan logistik (2.3) apabila diketahui nilai awal ( )
adalah sebagai berikut. ()
( )(
()
( ))
( )(
(2.4)
( ))
Dengan metode integral fungsi rasional dalam kalkulus persamaan (2.4) menjadi
(
.
)
(2.5)
persamaan (2.5) disubstiutsikan ke persamanan differensial (2.4) diperoleh
(
(2.6)
)
Selanjutnya dengan melakukan pengintegralan kedua ruas diperoleh
∫
∫
∫ (
∫ | | dengan kondisi awal
(
)∫
|
)
|
( )
(2.7)
diperoleh
|
|
∫
|
|
11
sehingga
| | karena
dan
|
|
|
|
|
|
positif maka diperoleh
| |
|
|
Karena
(2.8) dan
mempunyai tanda yang sama maka
persamaan di atas menjadi
(
) (
)
(
)
atau ( ) (
untuk nilai
)
diperoleh nilai
(2.9)
yang merupakan carrying capacity
dari lingkungan tersebut. Berikut ini grafik simulasi model pertumbuhan logistik,
12
Gambar 2. 1 Grafik
( )Model
Logistik
(Haberman, 1977).
2.3
Model Populasi Epidemi Model epidemi merupakan salah satu bentuk model matematika yang
memodelkan suatu epidemi dalam populasi tertutup. Hal dasar dalam model epidemi adalah jika suatu penyakit menjangkiti satu individu dalam suatu populasi, maka a. hal tersebut menyebabkan epidemi b. jika menyebabkan epidemi, maka dapat diketahui dengan kecepatan berapa banyaknya individu yang terinfeksi bertambah c. sehingga dapat diprediksi populasi akan terinfeksi seluruhnya atau tidak (Diekmann, 2000). Model epidemiologi SI membagi total populasi menjadi dua sub populasi yaitu susceptible, dan infected. Perbedaannya dengan model SIR ada pada sub populasi Recovery, yaitu populasi individu-individu yang telah sembuh dari infeksi penyakit (Brauer & chavez, 2012).
13
2.4
Model Populasi Predator-prey Laju populasi prey dengan tidak adanya predator tumbuh cepat
mendekati eksponensial dan tak terbatas dalam bentuk sebagai berikut, ( )
( )
(2.10)
dengan ( )
: kepadatan spesies prey pada waktu . : koefisien laju pertumbuhan intrinsik spesies prey. Laju populasi prey menjadi fungsi logistik karena sumber daya alam
yang terbatas, yang kemudian dapat menulisnya sebagaimana persamaan logistik sebelumnya yaitu sebagai berikut. ( )
( ) (
( )
)
(2.11)
dengan proporsi dan banyaknya individu dalam populasi yang belum digunakan (
( )
) dan
(carrying capacity). Populasi pada tingkat
kadang juga disebut tingkat kejenuhan, karena untuk populasi besar lebih banyak kematian daripada kelahiran. Carrying capacity atau daya dukung adalah jumlah maksimum individu yang dapat didukung atau dilayani oleh sumber daya yang ada didalam suatu ekosistem. Dengan kata lain, carrying capacity dapat disebut juga sebagai
14
kemampuan lingkungan (ekosistem) dalam mendukung kehidupan semua makhluk yang ada di dalamnya secara berkelanjutan. Carrying capacity dalam pemodelan matematika berhubungan erat dengan ketersediaan tanaman sebagai makanan prey. Kemudian ditunjukkan suatu persamaan di mana prey dan predator akan saling berinteraksi yaitu sebagai berikut, ( )
( ) ( )
(2.12) dengan adalah laju penangkapan prey oleh predator dan ( ) adalah populasi spesies predator. Dalam hal ini prey berinteraksi dengan predator. Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat dibentuk model pertumbuhan populasi prey adalah sebagai berikut. ( )
( ) (
dalam hal ini diasumsikan
( )
( ) ( )
)
(2.13)
.
Pada persamaan di atas bersifat mengurangi jumlah populasi prey. Karena dalam hubungannya prey akan berinteraksi dengan predator. Akan tetapi sebalikya pada model pertumbuhan predator maka respon ini akan bersifat menambah jumlah predator (Timuneno et al., 2008).
15
2.5
Fungsi Respon Fungsi respon dalam ekologi adalah jumlah makanan yang dimakan
oleh predator sebagai fungsi kepadatan makanan. Dalam hal ini fungsi respon dibagi atas tiga macam, yaitu fungsi respon Holling tipe I, tipe II dan tipe III. 1. Holling tipe I Fungsi respon holling tipe I merupkan hubungan dengan tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi predator meningkat linear dengan kepadatan prey, tetapi akan konstan ketika predator berhenti memangsa. Peningkatan linear mengasumsikan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh konsumen untuk memproses pokok makanan diabaikan, atau bahwa mengkonsumsi makanan tidak mengganggu pencarian makanan. Fungsi respon Holling tipe I terjadi pada predator yang memiliki karakteristik pasif, atau lebih suka menunggu prey-nya, sebagai contoh predator-nya adalah laba-laba. Fungsi respon holling tipe I adalah fungsi respons pertama yang dijelaskan dan juga yang paling sederhana dari tiga fungsi respon yang ada saat ini. Adapun tingkat pertumbuhan mangsa pada model fungsi respon Holling tipe I diberikan sebagai berikut: ( )
( )
di mana ( )
: fungsi Holling tipe I : tingkat konsumsi maksimum predator terhadap prey : jumlah populasi mangsa
(Boyce & DiPrima, 2001).
16
Contoh 2.1 Diberikan sistem persamaan diferensial sebagai berikut.
(2.14) dengan ( ) : kepadatan populasi prey pada waktu ( ( ) ( )
)
: kepadatan populasi predator pada waktu ( ( )
) )
: koefisien laju pertumbuhan intrinsik populasi prey (
: angka penurunan kepadatan populasi prey karena terjadinya interaksi antara prey dan predator (
)
: koefisien laju kematian alami predator, (
)
: angka pertumbuhan kepadatan populasi predator karena terjadinya interaksi antara prey dan predator (
) (
Sistem (2.14) memiliki dua titik ekuilibrium, yaitu (
) dengan matriks Jacobian
(
) dan
) Dari matriks
Jacobian sistem (2.14) yang dihitung pada setiap titik kesetimbangan menghasilkan nilai eigen √
untuk
(
dan
untuk
(
) serta
)
2. Holling tipe II Pada model Holling tipe II, terlihat bahwa rata-rata tingkat konsumsi dari predator, ketika predator menghabiskan waktu untuk mencari prey. Fungsi respon tipe II terjadi pada predator yang
17
berkarakteristik aktif dalam mencari prey, sebagai contoh predator-nya adalah serigala. Fungsi ini akan meningkat jika tingkat konsumsi menurun dan akan konstan jika mencapai titik kejenuhan (half saturation). Hal ini disebabkan setiap pemangsa hanya dapat memakan sejumlah mangsa pada saat satu satuan waktu. Adapun tingkat pertumbuhan mangsa pada model Holling tipe II diberikan sebagai berikut:. ( )
( )
di mana ( )
: fungsi Holling tipe II : tingkat konsumsi maksimum predator terhadap prey : waktu pencarian prey : jumlah populasi mangsa
(Skalski & Gilliam, 2001). Contoh 2.2 Diberikan sistem persamaan diferensial yang tergantung pada satu parameter. ( (
) )
(2.15)
dengan : kepadatan populasi prey (
)
: kepadatan populasi predator ( : laju kematian alami predator (
) )
18
(
Sistem (2.15) memiliki tiga titik ekuilibrium, yaitu (
dan
(
)
(
( (
(
)
) untuk semua
)
)
(
)
dengan matriks Jacobian
) Dari matriks Jacobian sistem (2.13) yang
)
dihitung pada setiap titik kesetimbangan menghasilkan nilai eigen dan
(
untuk (
) (
)
√(
(
) )
(
)
)
dan (
) untuk
(
untuk (
(
)
(
)
) serta
). Karena
terdapat nilai eigen yang dihasilkan bernilai positif, maka pada titik ekuilibrium
merupakan simpul tak stabil. Semua
menuju ke takhingga. Selanjutnya titik ekulibrium stabil ketika
trayektori akan
merupakan simpul
.
3. Model Holling tipe III Model Holling tipe III juga menggambarkan tingkat pertumbuhan pemangsa. Tetapi pada model ini dapat terlihat mengenai penurunan tingkat pemangsaan pada saat kepadatan mangsa rendah. Hal tersebut tidak dapat terlihat pada model Holling tipe II. Fungsi respon Holling tipe III terjadi pada predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. Karena predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain, maka tingkat pertemuan antara predator dan prey adalah dua. Hal inilah yang menyebabkan variabel populasi prey menjadi
, sehingga laju populasi
19
menjadi lebih cepat. Adapun tingkat pertumbuhan mangsa pada model Holling tipe III diberikan sebagai berikut: (
)
( )
di mana (
)
: fungsi Holling tipe III : tingkat konsumsi maksimum predator terhadap prey : tingkat kejenuhan pemangsaan : jumlah populasi mangsa
(Ndam & Kaseem, 2009). Contoh 2.3 Diberikan sistem persamaan diferensial yang tergantung pada satu parameter. (
) (
)
(2.16)
dengan : kepadatan populasi prey (
)
: kepadatan populasi predator (
)
: angka penurunan kepadatan populasi prey karena terjadinya interaksi antara prey dan predator (
)
: angka pertumbuhan kepadatan populasi predator karena
terjadinya interaksi antara prey dan predator ( : tingkat kejenuhan pemangsaan (
)
)
20
: koefisien laju pemanenan prey (
)
: koefisien laju kematian alami predator ( Sistem
(2.16)
memiliki
tiga (
(
)
(
semua
) dan
( √
(
)
titik √
ekuilibrium, )(
(
)
√
(
)
(
)
yaitu
)
) untuk
)
dengan matriks Jacobian (
(
)
(
)
)
dari matriks Jacobian sistem (2.16) yang dihitung pada setiap titik kesetimbangan menghasilkan nil ai eigen (
) untuk
(
)
√
serta (
(
)
Diperoleh titik . Tititk
( √
dan √
)
√
(
(
)
)
)
dan
√
)
) untuk
)
)
selalu tidak stabil. Titik
stabil ketika
)(
(
)(
(
(
untuk
, dengan
)
(
( √
dan
√ )
(
dan
stabil ketika .
21
2.6
Sistem Dinamik Secara umum sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah masalah
nyata yang dimodelkan secara matematis dengan menggunakan persamaanpersamaan diferensial di mana dalam persamaannya mengandung parameter– parameter yang saling berhubungan, serta perubahan parameter pada persamaan tersebut akan menyebabkan perubahan kestabilan dari titik ekuilibrium. Titik ekuilibrium merupakan salah satu kunci konsep dalam sistem dinamik. Sistem yang lebih umum dapat dinyatakan dalam bentuk berikut.
dengan
(
)
(
)
(
)
(
)
(2.17) adalah suatu fungsi umum dari
dan waktu
. Sistem tersebut dapat disederhanakan lagi
menjadi sistem fungsi yang tak bergantung dengan waktu (sistem autonomous) seperti bentuk berikut.
dengan
(
)
(
)
(
)
(2.18)
adalah fungsi yang tak tergantung secara exsplisit dari
waktu t. Kemudian sistem tersebut dianalisis dengan memikirkan konsep
22
tentang ekuilibrium. Ekuilibrium akan terjadi apabila tidak ada gerakan dalam sistem tersebut, artinya
Titik ekuilibrium akan
memenuhi (̅̅̅ ̅̅̅
̅̅̅)
(̅̅̅ ̅̅̅
̅̅̅)
(̅̅̅ ̅̅̅
̅̅̅)
karena
(2.19) Berikut definisi titik ekuilibrium dari sistem
(2.18). Definisi 2.1 (Titik Ekuilibrium): (̅̅̅ ̅̅̅
Titik ̅
̅̅̅)
disebut titik ekuilibrium dari sistem (2.18) jika
( ̅) (Perko, 1991) Definisi 2.2 (Kestabilan Lokal): Titik ekuilibrium ̅
pada sistem (
1. stabil lokal jika untuk setiap
) dikatakan
terdapat
untuk setiap solusi ( ) yang memenuhi ‖ ( ) ̅‖
sedemikian sehingga ̅‖
untuk setiap
2. Stabil asimtotik lokal jika titik ekuilibrium ̅ sedemikian sehingga untuk setiap solusi ‖ ( )
berlaku ‖ ( )
̅‖
berlaku
3. Tidak stabil jika titik ekuilibrium ̅ (Wiggins,1990).
( )
stabil dan terdapat ( ) yang memenuhi
̅.
tidak memenuhi 1.
23
Definisi 2.3 (Kestabilan Asimtotik Global): Jika untuk sembarang titik awal
( ), solusi sistem persamaan
( ) berada dekat dengan titik ekuilibrium
diferensial
setiap solusi sistem ( ) konvergen ke ̅ ̅
̅
dan untuk
, maka titik ekuilibrium
dikatakan stabil asimtotik global (Wiggins,1990). Di bawah ini diberikan definisi dari sistem linear dan non linear.
Diberikan sistem (2.18), dengan
dan
Sistem (2.18) dikatakan linear jika
fungsi kontinu pada . masing-masing linear terhadap
Jadi sistem (2.18) dapat ditulis dalam bentuk
(2.20) dengan
kontinu pada
,
selanjutnya sistem (2.18) dapat dinyatakan dalam bentuk ,
(
) dan
hingga
dengan
matriks nerukuran
Diberikan sistem (2.18) dengan kontinu pada
.
dan
. Sistem (2.18) dikatakan nonlinear jika terdapat
fungsi sedemikian
tidak linear. Sifat dari solusi disekitar titik ekuilibrium sistem
nonlinear (2.18) dapat ditentukan melalui linearisasi di sekitar titik ekuilibrium sistem tersebut.
24
Definisi 2.4 (Matriks Jacobi) (
Apabila dipunyai fungsi ( )
) pada sistem (
) dengan
Matriks ̅
̅
̅
|
| ̅
̅
̅
̅
̅
̅
( ) |
|
dinamakan matriks jacobian dari f di titik ̅. (Kocak, 1991) Dengan menggunakan matrik Jacobian
( ̅), sifat kestabilan titik
ekuilibrium ̅ dapat diketahui asalkan titik tersebut hiperbolik. Definisi 2.5 (Titik Hiperbolik): Titik ekuilibrium dikatakan hiperbolik jika semua nilai eigen matriks jacobi
( ̅) mempunyai bagian real tak nol (Perko, 1991).
25
2.7
Nilai Eigen dan Vektor Eigen Secara formal definisi nilai eigen dan vektor eigen adalah sebagai
berikut. Definisi 2.6 Misalkan
matrik
dan
eigen / vektor karakteristik dari
untuk suatu
. Bilangan
Vektor
disebut vektor
jika
yang memenuhi persamaan di atas disebut nilai
eigen / nilai karakteristik. Vektor
disebut vektor eigen yang bersesuaian
dengan Untuk mencari nilai dan vektor eigen dari suatu matrik
berordo
adalah sebagai berikut: Misalkan
matrik
dan
merupakan vektor eigen dari
matrik , maka ada
(
Tampak bahwa (SPL) homogen ( homogen (
)
mungkin jika
(
)
merupakan penyelesaian dari sistem persamaan linear )
Karena
, maka sistem persamaan
mempunyai penyelesaian non trivial. Ini hanya )
artinya
adalah penyelesaian persamaan dari
26
(
)
(
)
ini disebut persamaan karakteristik dari
matrik A. Lemma: Misalkan
matriks
.
hanya jika
adalah akar persamaan karakteristik
vektor eigen dari matriks dari SPL homogen (
adalah nilai eigen dari matriks (
yang bersesuaian dengan )
)
jika dan
. Sedangkan
adalah penyelesaian
.
(Anton & Rorres, 2014)
2.8
Kriteria Routh-Hurwitz Untuk
menguji
sifat
kestabilan
diperlukan
perhitungan
untuk
menentukan nilai-nilai eigen dari matriks Jacobian di titik ekuilibrium. Sebagai alternatif untuk menentukan nilai eigen tersebut digunakan kriteria RouthHurwitz yaitu, Jika pembuat nol pada persamaan ( )
(2.21)
mempunyai bagian real negatif, maka (2.22) (Hahn, 1967).
27
Definisi 2.7 Diberikan polinomial (2.21), dengan
positif dan
bilangan real,
. Matriks Hurwitz untuk persamaan (2.21) didefinisikan sebagai matriks bujur sangkar berukuran n x n yang berbentuk sebagai berikut.
(2.23) [
]
Determinan Hurwitz tingkat ke-k, dinotasikan dengan
yang
dibentuk dari matriks Hurwitz (2.23), didefinisikan sebagai berikut. | | |
|
|
|, …
[
]
(Liao et al., 2007). Berikut ini teorema yang menjamin pembuat nol Polinomial (2.21) mempunyai bagian real negatif.
28
Teorema 2.1 Pembuat nol dari Polinomial (2.21) mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika Pertidaksamaan (2.22) dipenuhi dan ,
, …,
,
(2.24)
(Liao et al., 2007). Contoh: Diberikan polinomial berderajat 3 :
Hurwitz dari polinomial tersebut adalah
Dari matriks |
. Matriks
[
].
diperoleh
|
|
|
|
|
(
)
Agar semua akar polinomial tersebut mempunyai bagian real negatif maka harus memenuhi:
(
)
29
Jadi semua akar polinomial
mempunyai bagian real
negatif apabila 1.
,
,
2.
dan .
(Kharis, 2012)
2.9
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Perhatikan sistem linear
( )
(
) ( ) dengan
dan
konstan
(2. 25)
Catatan: Sistem linear (2.25), biasa disebut “model data species” dalam population dinamics. (
Jika matriks
) dan misalkan
( )
( )
nilai eigen , maka
(
Persamaan karakteristik, |
| (
1, 2
)
ad
(
)
a d 2 4ad bc 2
p p 2 4q p ad , di mana . 2 q ad bc
)( )
( )
30
Stabilitas sistem linear (2.25) dapat diterangkan sebagai berikut. 1) 1, 2 real dan berbeda jika p 2 4q 0 : a. 1, 2 sama tanda jika q 0 : i.
1, 2 semua positif jika p 0 tidak stabil.
ii. 1, 2 semua negatif jika p 0 stabil. b. 1, 2 beda tanda jika q 0 tidak stabil. c. Salah satu dari 1, 2 nol, jika q 0 : i. Akar lainnya positif jika p 0 tidak stabil. ii. Akar lainnya positif jika p 0 tidak stabil. 2) 1, 2 real dan sama bial 0 : a. 1, 2 sama tanda: i. Keduanya positif bila p 0 tidak stabil. ii. Keduanya negatif bila p 0 stabil. b. 1 2 0 , bila p 0 tidak stabil. 3) 1, 2 kompleks bila 0 : a. Re 1, 2 sama tanda: i.
Re 1, 2 semua positif bila p 0 tidak stabil.
ii. Re 1, 2 semua positif bila p 0 stabil. b. Re 1, 2 bila p 0 stabil netral. (Boyce & DiPrima, 2001).
31
2.10 Potret Fase dari Sistem Linear Dipunyai sistem linear sebagai berikut. ̇
Misalkan
(2.26) ( )
, maka
adalah nilai eigen dari matriks
yaitu,
merupakan akar persamaan karakteristik (2.27) Potret fase dari sistem (2.26) hampir seluruhnya tergantung pada nilainilai eigennya (1)
Jika nilai-nilai eigennya real negatif berbeda ini disebut node: semua trayektori menuju ke tak nol yang berarti titik kritik nol adalah stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Trayektori untuk Node Point
32
(2)
Jika nilai-nilai eigennya real positif berbeda, dengan ini disebut nodal source: semua trayektori keluar dari titik kritiknya menjadi tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Trayektori untuk titik Nodal Source (3)
Jika nilai-nilai eigennya real berbeda berlawanan tanda, dengan ini disebut saddle point: semua trayektori akan menjauhi ke tak hingga sepanjang vektor eigen, ini mengakibatkan titik kritik akan selalu tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Trayektori untuk Saddle Point
(4)
Jika nilai-nilai eigennya sama, dengan dua vektor eigen yang bebas linear, maka akan diperoleh apa yang dinamakan star point atau
33
propernode: bila untuk
maka titik kritiknya akan stabil dan tak stabil
. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Trayektori untuk Star Point
(5)
Jika nilai-nilai eigennya sama, dengan satu vektor eigen, maka akan diperoleh apa yang dinamakan improper node: bila
maka titik
kritiknya akan stabil dan arah trayektorinya akan menuju ke titik nol, sedangkan untuk
arah trayektorinya akan keluar meninggalkan
titik nol dan titik kritiknya akan tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan 2.7.
34
Gambar 2. 6 Trayektori untuk Improper Node dengan
Gambar 2. 7 Trayektori untuk Improper Node dengan
(6)
Jika nilai-nilai eigennya merupakan bilangan kompleks dengan
, maka akan menghasilkan perilaku yang disebut stabel
spiral: semua trayektori akan menuju titik nol dan titik kritiknya akan stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
35
Gambar 2. 8 Trayektori untuk Stabel Spiral
(7)
Jika nilai-nilai eigennya merupakan bilangan kompleks dengan
, maka akan menghasilkan perilaku yang disebut unstable
spiral: semua trayektori akan keluar meninggalkan titik nol dan titik kritiknya akan tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9 Trayektori untuk Unstable Spiral
36
(8)
Jika nilai eigennya imaginer murni, dalam kasus ini nilai eigennya dapat dinyatakan sebagai
dalam hal ini solusi merupakan
osilator stabil secara alami. Titik kritik dalam hal ini disebut Center Point. Trayektorinya berupa elips. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2. 10 Trayektori untuk Center Point (Boyce & DiPrima, 2001).
37
BAB 3 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1. Perumusan Masalah Tahap ini dimaksudkan untuk memperjelas parmasalahan sehingga mempermudah pambahasan selanjutnya. 2. Studi Pustaka Dalam studi pustaka ini digunakan sumber pustaka yang relevan yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Studi pustaka dengan mengumpulkan sumber pustaka yang dapat berupa buku, teks, makalah dan sebagainya. Setelah sumber pustaka terkumpul dilanjutkan dengan penelaahan dari sumber pustaka tersebut. Pada akhirnya sumber pustaka itu dijadikan landasan untuk menganalisis permasalahan. 3. Pemodelan matematika Pemodelan matematika predator-prey dalam penelitian ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana bentuk persamaannya, kemudian untuk dicari bentuk penyelesaian model predator prey tersebut.
37
38
4. Pemecahan Masalah Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis bentuk dan model penelitian adalah sebagai berikut: a. Menurunkan model model matematika S-I-P interaksi dua spesies predator-prey dan fungsi respon Holling tipe II. b. Analisis terhadap model dimulai dengan mencari titik kesetimbangan dari model sistem persamaan diferensial. c. Menentukan persamaan karakteristik dan nilai eigen dari matriks Jacobian sistem yang dihitung pada setiap titik kesetimbangan. d. kemudian memeriksa kestabilan titik kesetimbangan tersebut. e.
Membuat simulasi numerik dari hasil-hasil analisis model matematika S-I-P interaksi dua spesies predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe II untuk memberikan gambaran geometris dari hasil analisis tersebut.
5. Penarikan kesimpulan Langkah terakhir dalam metode penelitian adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil langkah pemecahan masalah.
98
BAB 5 PENUTUP
5.1
Simpulan Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut. (4)
Berdasarkan penondimensialan model, diperoleh model matematika S-I-P pada sistem interaksi dua spesies predator-prey dan Fungsi Respon Holling Tipe II sebagai berikut. (a)
)
(b)
(
(c)
(
dengan ( ) (5)
(
) )
, ( )
.
(5.1)
dan ( )
.
Dari analisa model matematika yang dalam hal ini sistem persamaan (5.1) yang dianalisa diperoleh Teorema 4.1 Dari sistem persamaan (4.13) diperoleh (a) Tanpa adanya syarat, sistem persamaan (4.13) hanya mempunyai 2 titik ekuilibrium yaitu titik ekuilibrium
98
(
) dan
(
).
99
(b) Jika
sistem persamaan (4.13) hanya mempunyai 3 titik (
ekuilibrium yaitu titik ekuilibrium (
),
(
) dan
)
(c) Jika
(
dan
)
, maka sistem persamaan
(4.13) hanya mempunyai 4 titik ekuilibrium yaitu titik ekuilibrium (
),
(
(d) Jika
),
(
) dan
dan (
,
(
)(
) )
maka sistem
persamaan (4.13) hanya mempunyai 4 titik ekuilibrium yaitu titik (
ekuilibrium (e) Jika
),
,
),
(
(
dan [
). ](
)
maka sistem persamaan (4.13) hanya mempunyai 4 titik
ekuilibrium yaitu titik ekuilibrium dan
) dan
,
)
[(
(
(
(
),
(
),
(
)
).
Teorema 4.2 Misalkan
dan
adalah titik ekuilibrium sistem (4.13)
(3) Tanpa adanya syarat titik ekulibrium
merupakan titik pelana tidak
stabil. (4) Titik ekuilibrium
merupakan titik pelana tak stabil dengan syarat
dan merupakan titik simpul stabil dengan syarat .
100
Teorema 4.3 Misalkan )(
, )
(
, dipenuhi serta
) ,dan
dan
(
adalah titik ekuilibrium sistem
(4.13) (3) Titik ekuilibrium
merupakan simpul tidak stabil.
(4) Titik ekuilibrium (
√
merupakan simpul stabil ketika
)(
)
(
dan
) .
Teorema 4.4 Misalkan
dan (
,
)(
)
adalah titik ekuilibrium sistem (4.13). Titik ekuilibrium simpul stabil ketika
,
dan
dipenuhi serta merupakan titik .
Teorema 4.5 Misalkan kondisi (
) dipenuhi dan
maka titik ekuilibrium )( (6)
dan (
,
)
,
)(
)
merupakan titik ekuilibrium sistem (4.13),
merupakan titik simpul stabil ketika ( dan
.
Simulasi model dan potret fase yang menggunakan software Maple 12 memberikan hasil yang sama dengan hasil analisis.
101
5.2
Saran Pada penelitian ini analisis titik ekuilibrium
,
dan
hanya terbatas
pada kondisi di mana titik bersifat stabil menggunakan kriteria Routh-Hurwitz. Jika pembaca tertarik bisa melakukan analisis kondisi ketidakstabilan titik-titik kritik tersebut. Pembaca juga bisa melakukan analisis kemungkinan terjadinya bifurkasi pada sistem ini.
102
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. & C. Rorres. 2014. Elementary Linear Algebra. Wiley: Canada. Boyce, W.E. & DiPrima R.C. 2001. Elementary Differential Equations and Boundary Value Problems. Seventh Edition, John Wiley & Sons: New York. Brauer, F. & C.C. Chaves. 2012. Mathematical Models in Population Biology and Epidemiology. Springer Science & Business Media: New York. Chattopadhyay, J. & O. Arino. 1999. A predator-prey model with disease in the prey. Nonlinear Analysis, 36: 747-766. Das, K.P., S. Chatterjee, & J. Chattopadhyay. 2009. Disease in prey population and body size of intermediate predator reduce the prevalence of chaosconclusion drawn from Hastings–Powell model. Ecol.Complex., 6 (3): 363–374. Diekmann, J.A.P. 2000. Mathematical Epidemology of Infectious Diseases. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Du, N. H., N. M. Man & T. T. Trung. 2007. Dynamics Of Predator-Prey Population With Modified Leslie-Gower and Holling-Type II Schemes. Acta Mathematica Vietnamica, 32(1): 99-111. Guerrant, R.L., Walker, D.H, & Weller, P.F., 2011, Tropical Infectious Diseases: Principles, Pathogens and Practice, Edisi Ketiga, Saunders Elseviers, China. Haberman, R. 1977. Mathematical Model in Mechanical Vibrations, Population Dynamics, and Traffic Flow. Prentice-Hall: New Jersey. Hanh, W., 1967, Stability of Motion, Springer-Verlag, New York. Hale, J. K. & H. Kocak. 1991. Dynamics and bifurcations. New York: Springer Verlag. Jorgensen, S.E. 2009. Ecosystem Ecology. First edition: Elsevier, Italy. Joydif, D. & A.K. Sharma, The Role Of The Incubation Period In A Disease Model, Applied Mathematics E-Notes, 9: 146-153, 2009 Kharis, M. 2012. Buku Ajar Pemodelan Matematika. Semarang: Jurusan Matematika UNNES.
102
103
Kooi, B.W., G.A.K. VanVoorn, & K.p. Das. 2011. Stabilization and Complex Dinamics in Predator-Prey Model with Predator Suffering from an Infectious Disease. Ecological Complexity, 8: 113-122. Liao, X., L. Wang & P. Yu. 2007. Stability of Dynamical Systems. Elsevier: Netherlands. Ludwig, D., D. Jones & C.S. Holling. 1978. Qualitative Analysis of Insect Outbreak Systems: The Spruce Budworm and Forest. Journal of Animal Ecology, 47: 315-332. Ndam, J.N. & Kaseem T.G. 2009. A Mathematical Model for the Dynamics of Predator-Prey Interaction in A Three-Trophic Level Food Web. Continental J. Applied Science, 4, hal. 32-43. Pastor, J. 2008. Mathematical Ecology of Population and Ecosystem. John Willey & Son: Singapore. Perko, L. 1991. Differential Equation and Dynamical System. Springer-Verlag: New York. Rosenzweig, M.L. & R.H. MacArthur. 1963. Graphical representation and stability conditions of predator–prey interactions. Am.Nat., 97: 209– 223. Skalski, G.T. & J.F. Gilliam. 2001. Functional Responses with Predator Interference: Viable Alternatives to the Holling Type II Model. Ecology, 82: 3083-3092. Timuneno, Henry. M., R. H. S. Utomo & Widowati. 2008. Model Pertumbuhan Logistik dengan Waktu Tunda. Jurnal Matematika, 11(1): 43-51. Waluya, S.T B. 2011. An Introduction to Differential Equations. Unnes Press: Semarang. Wiggins, S. 1990. Introduction to Applied Nonlinier Dynamic System and Chaos. Springer-Verlag: New York.
104
104
105
Lampiran 1 Print Out Hasil Simulasi menggunakan Software Maple 12 Titik Ekuilibrium > > > >
>
>
>
>
dan
Kasus 2
106
>
> >
> >
>
107
> > > > >
Titik Ekuilibrium > > > >
> >
Kasus 2 ,
dan
108
>
>
>
>
>
109
>
> >
>
> > > > >
110
Titik Ekuilibrium > > > >
> >
>
>
> > >
111
>
>
> >
112
> >
>
> > > > >
113
Titik Ekuilibrium > > > >
> >
>
114
>
> > >
>
>
115
>
> >
>
> > > > >
116