TESIS
ANALISIS MINIMALISASI – BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
ADI CHANDRA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
ANALISIS MINIMALISASI – BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
ADI CHANDRA NIM 1014108204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik pada Program Magister,Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
ADI CHANDRA NIM 1014108204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 25 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor : 797/UN14.4/HK/2015, Tanggal 12 Maret 2015
Pembimbing I
:
Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO
Pembimbing II
:
Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, Mkes, KMN,, KNA
Penguji
: 1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC 2. dr. I Gede Budiarta, Sp.An, KMN 3. dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya, tugas penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialis di Universitas Udayana. Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), MKes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan menjalani dan menyelesaikan pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kepada dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV, selaku Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes, selaku Direktur Utama RSUP Sanglah, penulis menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena
telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi ilmu biomedik, program pascasarjana Universitas Udayana. Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC, selaku Kepala Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, inspirasi dan motivasi yang telah diberikan selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi, selaku Sekretaris Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasi selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini dan khususnya selaku pembimbing satu dalam penyusunan tesis ini. Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO, selaku Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas keteladanan dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini dan selaku pembimbing satu yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi dalam penulisan serta penyusunan tesis ini. Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR, selaku Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas bimbingan yang telah
diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kemurahan hatinya dengan tidak mengenal lelah memberikan bimbingan dan landasan berpikir tentang ilmu dasar anestesi. Kepada semua guru : dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC; dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN; Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KNA, KMN; Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr. Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. I G.A.G. Utara Hartawan, SpAn, MARS; dr. Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr I Putu Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, SpAn, MKes; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas bimbingan yang telah diberikan selama menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada semua senior dan rekan - rekan residen anestesi, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH dan seluruh staf karyawan di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua
bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini, kepada segenap penata anestesi, paramedis dan semua karyawan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses pendidikan ini. Kepada Bapak Oh Bin Soe dan Ibu Eri selaku orang tua yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tanpa pamrih serta penuh kesabaran memberikan dukungan semangat dan doa supaya penulis dapat menjalani dan menyelesaikan studi ini dengan baik. Kepada Agus, Agus Rina, Hendra, Rina, Jono Effendy, Dewi Ismaya, Charles, Karaniya, Prajna, Brian, Citta, dan Mona Mariana selaku keluarga tercinta yang telah mengiringi perjalanan pendidikan penulis dengan kasih sayang tanpa pamrih serta penuh kesabaran memberikan dukungan baik spiritual maupun finansial, semangat, dan doa supaya penulis dapat menjalani dan menyelesaikan studi ini dengan baik. Serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pasien yang menjadi “sumber ilmu” selama penulis menjalani proses pendidikan spesialisasi ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang tertulis di atas maupun yang tidak tertulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama proses pendidikan dan penyusunan tesis ini.
Denpasar, Maret 2015 dr. Adi Chandra
ABSTRAK
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH Dalam penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, termasuk untuk jaminan kesehatan, dengan terbatasnya anggaran yang tersedia, maka aspek pengendalian mutu sekaligus biaya obat, menjadi salah satu hal penting yang mendapatkan perhatian. Sehingga penerapan hasil kajian farmakoekonomi dalam pemilihan dan penggunaan obat secara efektif dan efisien sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini mengetahui analisis minimalisasi – biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion dan anestesi inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Consecutive Randomized controlled trial pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini mengambil sampel 40 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok (n = 40), kelompk A menggunakan target controlled infusion propofol dan kelompok B menggunakan anestesi inhalasi isofluran. Uji statistik menggunakan Shapiro Wilk, Lavene Test, dan independent sample T-test (dengan derajat kemaknaan < 0.05). Analisis data menggunakan program SPSS v. 17.0 for windows (Statistical Package for the Social Sciences Inc, USA). Pada penelitian ini didapatkan rasio penggunaan obat persatuan waktu kelompok A 8,54 mg (±2,04 mg) per menit dan kelompok B 0,42 ml (±0,09 ml) per menit. Biaya obat anestesi umum pada kelompok A Rp. 800,85 (±Rp. 127,99) per menit. Pada kelompok B Rp. 1.266,32 (± Rp. 227,26) per menit (p < 0.001). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa analisis minimalisis – biaya obat anestesi umum menggunakan TCI propofol secara signifikan berbeda bermakna menghasilkan beban biaya yang lebih murah dibandingkan anestesi inhalasi isofluran. Kata kunci : analisis minimalisasi – biaya, obat anestesi umum, TCI propofol, isofluran
ABSTRACT
COST-MINIMALIZATION ANALYSIS GENERAL ANESTHESIA BETWEEN PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) AND INHALATION ANESTHESIA AT SANGLAH HOSPITAL
Due to the funding limitation in government community health protection scheme in 2014, quality control and medical cost are the important factor to be concerned. Therefore the application in pharmacoeconomic study in choosing the effective and efficient medication has an important roles. Objective : To know the cost-minimalization analysis general anesthesia between propofol target controlled infusion and anastehsia inhalation in major operation patient at Sanglah hospital. Methods : A Consecutive Randomized Controlled Trial study of 40 patient that undergo a major operation at central operating theather Sanglah hospital, divided into two groups. Group A is patient with propofol target controlled infusion and group B is patient with anesthesia inhalation isoflurane. The collected data was statistically analyzed with Shapiro Wilk, Lavene Test, and independent sample Ttest (P < 0.05). Results : In this study, the drug usage ratio perminute in group A is 8,54 mg (±2,04 mg) and 0,42 ml (±0,09 ml) in group B. The drug cost in general anesthesia group A is Rp. 800,85 (±Rp. 127,99) per minute and in group B is Rp.1.266,32 (± Rp. 227,26) per minute (P < 0.001). Conclusion : the cost-minimalization analysis in general anesthesia drug using propofol TCI siginificantly cheaper than anesthesia inhalation isofluran. Keywords : cost-minimalization analysis, general anesthesia drug, TCI propofol,isoflurane
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ………………………………………………
i
PRASYARAT GELAR …………………………………………
ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………….
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI …………………………….
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ….………………
v
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………
vi
ABSTRAK ……………………………………………………..
x
ABSTRACT …………………………………………………….
xi
DAFTAR ISI …………………………………………………...
xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………...
xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………...
xvi
DAFTAR SINGKATAN ………………………………...……..
xvii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………
xx
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….
1
1.1 Latar Belakang …….…………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………….………...
4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………..
4
1.3.1 Tujuan umum ………………….………………..
4
1.3.2 Tujuan khusus …………………….………...…..
4
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………….
5
1.4.1 Manfaat akademis………………….……………..
5
1.4.2 Manfaat praktis……. …………………….………..
5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……………………………..……….
6
2.1 Farmakoekonomi …………………………………..……
6
2.2 Target Controlled Infusion (TCI) Propofol.………………
10
2.2.1 Farmakoekonomi TCI propofol ……………….……
18
2.3 Anestesi Inhalasi …………………………………………..
19
2.3.1 Farmakoekonomi anestesi inhalasi ………………….
21
2.4 Bispectral (BIS) Indek.…………………………….………
27
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN …………………………………
33
3.1 Kerangka Berpikir …………….…………………………….
33
3.2 Kerangka Konsep ………..…………………………………
35
3.3 Hipotesis Penelitian …………………………………….…..
35
BAB IV. METODE PENELITIAN ……………………………………
36
4.1 Rancangan Penelitian ………………………………….…..
36
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………..
37
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………….
37
4.4 Penentuan Sumber Data ……………………………………
37
4.4.1 Populasi penelitian ………….…………….…………
37
4.4.2 Sampel penelitian ….……………….…….…………..
37
4.4.3 Kriteria inklusi ……………………………………….
37
4.4.4 Kriteria eksklusi ……..……………………………….
38
4.4.5 Cara pengambilan sampel ……………………………
38
4.4.6 Besar Sampel …………………………………………
38
4.5 Variabel Penelitian ………………………………………….
39
4.6 Definisi Operasional Variabel ……………………………..
40
4.7 Instrumen Penelitian ………………………………………..
43
4.8 Prosedur Penelitian ………………………………………….
43
4.8.1 Persiapan ………………………………………………
43
4.8.2 Penapisan pasien ………………………………………
43
4.8.3 Pelaksanaan penelitian ………………………………..
44
4.8.3.1 Cara kerja ……………………………………….
44
4.9 Analisis Data ………………………………………………..
51
4.9.1 Analisis statistik deskriptif ……………………………
51
4.9.2 Uji normalitas data ……………………………………
51
4.9.3 Uji homogenitas varian ……………………………….
51
4.9.4 Analisis beda rerata ……………………………………
51
BAB V. HASIL PENELITIAN …………………………………….......
52
BAB VI. PEMBAHASAN ……………………………………………...
60
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………
74
7.1 Simpulan ……………………………………………………
74
7.2 Saran ………………………………………………………..
74
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..
76
LAMPIRAN ……………………………………………………………
81
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Metode analisis dalam kajian farmakoekonomi…………….......
7
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan ...........
54
Tabel 5.2 Perbandingan Lama Operasi .......................................................
54
Tabel 5.2.1 Perbandingan total penggunaan obat anestesi umum ..............
55
Tabel 5.2.2 Perbandingan dosis induksi propofol .......................................
55
Tabel 5.2.3 Perbandingan total fentanyl .....................................................
55
Tabel 5.3.1 Perbandingan tekanan arteri rerata basal, pascainduksi, Pascaintubasi ...........................................................................
56
Tabel 5.3.2 Perbandingan kejadian hipotensi pascainduksi ........................
57
Tabel 5.4 Perbandingan Waktu Pulih Sadar ...............................................
57
Tabel 5.5 Perbandingan Total Biaya Obat Anestesi Umum .......................
59
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1
Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah. ..................... 13
2.2
Skema three compartment pharmacokinetic model ............................... 15
2.3
Agen inhalasi isofluran dan vaporizer ................................................... 27
2.4
Kompleksitas gambaran gelombang EEG- gambaran gelombang dianalisa menggunakan tipe gelombang amplitude (microvolts) dan frekuensi (cycles/second – Hz)............................................................................... 29
2.5
Pola umum dari perubahan EEG yang diobservasi selama peningkatan dosis dari anestesi – dengan peningkatan efek anestesi, frekuensi EEG menunjukkan penurunan menghasilkan pola transisi frekuensi– bergantung kelas : Beta Alfa Theta Delta. .................................................. 30
2.6
Panduan skala BIS indek. BIS indek adalah skala dari 100 ( Terjaga, respon terhadap suara normal) sampai 0 ( menunjukkan keadaan isoelektrik, garis flat EEG) .................................................................... 32
3.1
Bagan kerangka konsep ......................................................................... 35
4.1
Bagan rancangan penelitian ................................................................... 36
4.2
Bagan alur penelitian ............................................................................. 48
4.3
Bagan alur penelitian kelompok TCI propofol ...................................... 49
4.4
Bagan alur penelitian kelompok anestesi inhalasi ................................. 50
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
AMiB
:
Analisis minimalisasi – biaya
AEB
:
Analisis efektivitas – biaya
AUB
:
Analisis utilitas – biaya
AMB
:
Analisis manfaat – biaya
ASA
:
American Society of Anesthesiology
BB
:
Berat Badan
BIS
:
Bispektral Index
CACI
:
Computer Assisted Continuous Infusion
CATIA
:
Computer Assisted Total Intravenous System
cm
:
Centimeter
Ce
:
Effect Site Concentration
Cp
:
Concentration in Plasma
CRP
:
C- Reactive Protein
dL
:
Desiliter
EEG
:
Electroencephalogram
DSC
:
Digital Signal Converter
FDA
:
Food and Drug Administration
FGF
:
Fresh Gas Flow
GABA
:
Gamma Aminobutyric Acid
Ho
:
Hipotesis nol
HET
:
Harga Eceran Tertinggi
Hz
:
Hertz
IBS
:
Instalasi Bedah Sentral
iv
:
intravena
im
:
intramuskular
kg
:
kilogram
kg/m2
:
kilogram per meter persegi
kgBB
:
kilogram berat badan
KTP
:
Kartu Tanda Penduduk
L
:
Liter
NMDA
:
N-methyl-D-aspartate
N2O
:
Nitrous Oxide
NSAID
:
Non-Steroid Anti Inflammatory Drug
MAC
:
Minimum Alveolar Concentration
MCI
:
Manually Controlled Infusion
MAP
:
Mean Arterial Pressure
mmHg
:
millimeter air raksa
mL
:
milliliter
mg
:
miligram
mcg
:
microgram
MW
:
Molecul Weight
µg
:
microgram
O2
:
Oksigen
ODC
:
One Day Care
PaCO 2
:
Tekanan Parsial Karbondioksida arteri
PDCA
:
Plan, Do, Check and Action
PIC
:
Patient interface cable
PONV
:
Post Operative Nausea Vomiting
PRIS
:
Propofol related infusion syndrome
RL
:
Ringer Lactate
RSUP
:
Rumah Sakit Umum Pusat
SD
:
Standar Deviasi
SPSS
:
Statistical Package for the Social Sciences
SSP
:
Susunan Saraf Pusat
SVR
:
Systemic Vascular Resistance
SIM
:
Surat Ijin Mengemudi
TAR
:
Tekanan Arteri Rerata
TB
:
Tidak Berubah
TCI
:
Target Controlled Infusion
QALYs
:
Quality Adjusted Life Years
0
:
Derajat Celcius
α
:
Alfa
µ
:
miu
%
:
Persen
› ‹ $
: : :
lebih dari kurang dari dollar Amerika
C
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik ............................................
81
Lampiran 2 : Surat Ijin Uji Klinik ..............................................................
82
Lampiran 3 : Jadwal Penelitian ...................................................................
83
Lampiran 4 : Rincian Informasi ..................................................................
84
Lampiran 5 : Formulir Persetujuan Tindakan .............................................
86
Lampiran 6 : Pencatatan Hasil Evaluasi Penelitian.....................................
90
Lampiran 7 : Tabulasi Data Penelitian ........................................................
98
Lampiran 8 : Hasil Analisis SPSS ..............................................................
100
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001). Salah satu evaluasi farmakoekonomi adalah analisis minimalisasi – biaya yang merupakan metode kajian farmakoekonomi paling sederhana, analisis minimalisasi-biaya hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya (Walley, Haycox, 1991). Obat dan perbekalan farmasi merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan. Biaya obat umumnya mencapai 30% dari total biaya pelayanan kesehatan dan cenderung untuk terus meningkat. Bahkan akhir-akhir ini diperkirakan biaya konsumsi obat nasional mencapai 40% dari total biaya pelayanan kesehatan. (Walley, Davey, 1995) Perhitungan biaya obat dalam upaya mengendalikan biaya kesehatan merupakan hal penting dalam pembangunan kesehatan. Untuk menganalisa biaya obat dalam dekade terakhir ini ilmu farmakoekonomi telah semakin berkembang,
termasuk di negara – negara Asia-Pasifik. Data farmakoekonomi semakin dibutuhkan di banyak negara, seperti Thailand, Korea Selatan, Filipina dan Taiwan, terutama sebagai bukti pendukung dalam pengambilan keputusan obat apa saja yang akan dimasukkan dalam daftar obat yang digunakan dalam jaminan kesehatan masyarakat, daftar obat esensial atau untuk persetujuan obat baru. Sedangkan di Indonesia, ilmu ini masih baru berkembang, sehingga penerapannya belum banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan penggunaan obat. Dalam penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, termasuk untuk jaminan kesehatan, dengan terbatasnya anggaran yang tersedia, maka aspek pengendalian mutu sekaligus biaya obat, menjadi salah satu hal penting yang mendapatkan perhatian. Sehingga penerapan hasil kajian farmakoekonomi dalam pemilihan dan penggunaan obat secara efektif dan efisien sangat dibutuhkan, bukan hanya oleh pemerintah, namun juga bagi industri, pendidikan, dan lain-lain. Studi farmakoekonomi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah belum banyak dilakukan. Biaya obat anestesi yang cukup besar selalu menjadi momok pembicaraan. Seperti kita ketahui bersama pelayanan anestesi umum inhalasi merupakan standar baku yang dikerjakan di Instlasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Sanglah. Namun, seiring kemajuan farmakologi dan teknologi maka terdapat berbagai perkembangan teknik anestesi serta alat monitor kedalaman anestesi yang mampu membantu ahli anestesi dalam menentukan pemakaian obat dan dosis yang sesuai bagi pasien. Pengembangan dari sistem komputerisasi dan tersedianya obat anestesi yang bersifat short acting seperti propofol dan sufentanyl, menjadikan anestesi umum intravena total (Total Intra Venous
Anestesia (TIVA)) populer dan makin rutin dikerjakan. Target controlled infusion (TCI) adalah suatu metode yang semakin sering digunakan untuk kepentingan anestesi intravena total (Anthony R, dkk., 2007). Bispektral indek (BIS) merupakan salah satu alat monitor kedalaman anestesi yang telah mendapatkan persetujuan penggunaannya secara klinis oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika sejak Oktober 1996. (Johansen, dkk.,2000). Wong J, dkk meneliti pada 68 pasien operasi ortopedi berumur lebih dari 60 tahun dengan anestesi umum isofluran fentanyl, monitor BIS memfasilitasi penurunan 30% penggunaan isofluran dan penurunan 26% dari waktu pulih (Absalom, dkk., 2002). Tentu saja hal ini membuat biaya penggunaan obat anestesi yang makin ekonomis. Iswahyudi, Sinardja, dan Senapathi meneliti perbandingan biaya intraoperatif teknik anestesi umum TIVA TCI propofol dengan anestesi inhalasi sevofluran, didapatkan perbedaan bermakna pada biaya anestesi periode intraoperatif baik dari total biaya, biaya per-pasien maupun biaya per-menit anestesi, di mana teknik TCI Propofol lebih ekonomis dibandingkan teknik anestesi inhalasi sevofluran. Kejadian hipotensi, waktu pulih sadar, dan kejadian mual muntah pasca operasi pada kelompok TCI Propofol juga didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok inhalasi sevofluran, di mana faktor-faktor di atas memiliki peranan pula dalam menentukan biaya anestesi intraoperatif (Iswahyudi, dkk., 2013). Studi yang dilakukan oleh Stefan Suttner,dkk., didapatkan bahwa biaya intraoperatif lebih tinggi di grup TCI propofol ($62.19/pasien; $0.55/menit
anestesia) dibandingkan pada grup isofluran ($16.97/pasien; $0.13/menit anestesia) dan grup propofol kontinyu ($34.68/pasien; $0.32/menit anestesia) (Stefan Suttner, dkk., 1999). Berdasarkan uraian diatas, maka kami terdorong untuk melakukan penelitian mengenai analisis minimalisasi – biaya anestesi umum intravena total propofol TCI dan anestesi inhalasi isofluran di RSUP Sanglah tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: Apakah biaya obat anestesi umum intravena total TCI propofol lebih rendah dibandingkan anestesi umum inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis minimalisasi – biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion dan anestesi inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah. 1.3.2 Tujuan khusus Untuk membuktikan bahwa biaya obat anestesi umum propofol intravena target control infusion menghasilkan biaya lebih murah dibandingkan anestesi umum inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis 1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia kedokteran khususnya anestesi dalam penerapan teknik anestesi umum intravena total menggunakan TCI propofol pada operasi bedah mayor untuk menekan biaya anestesi, menjaga kestabilan hemodinamik dan mempersingkat waktu pulih sadar. 2. Dapat menjadi sumber informasi untuk menjelaskan teknik anestesi umum intravena total menggunakan TCI propofol yang lebih murah pada pasien yang menjalani prosedur operasi bedah mayor. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar pemilihan teknik anestesi umum untuk menekan biaya obat anestesi yang lebih lanjut dapat digeneralisir pemakaiannya pada jenis operasi lainnya. 2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan, baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan (Rumah Sakit) dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan dengan menerapkan kajian farmakoekonomi, dalam rangka pemilihan dan penggunaan obat yang efektif dan efisien khususnya di bidang pelayanan anestesi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Farmakoekonomi
Farmakoekonomi merupakan salah satu cabang dalam bidang farmakologi yang
mempelajari
mengenai
pembiayaan
pelayanan
kesehatan,
dimana
pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif, bagaimana dapat menghemat pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan kualitas hidup (Waley, Davey, 1995), ( Walley, Haycox, 1991).
Farmakoekonomi (pharmacoeconomics) adalah suatu metoda baru untuk mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome) (Waley, Davey, 1995).
Kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Empat metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya.
Tabel 2.1 Metode analisis dalam kajian farmakoekonomi Metode analisis Analisis
minimalisasi
Karakteristik analisis biaya Efek dua intervensi sama (atau setara),
(AMiB)
valuasi/ biaya dalam rupiah.
Analisis efektivitas biaya (AEB)
Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan
diukur
dalam
unit
alamiah/indikator kesehatan, valuasi/biaya dalam rupiah. Analisis utilitas-biaya (AUB)
Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dalam quality-adjusted life years (QALY), valuasi/biaya dalam rupiah.
Analisis manfaat-biaya (AMB)
Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan
dinyatakan
dalam
rupiah,
valuasi/biaya dalam rupiah.
Metode
analisis
minimalisasi-biaya
(AMiB)
adalah
analisis
farmakoekonomi yang paling sederhana. AMiB digunakan untuk membandingkan dua intervensi kesehatan yang telah dibuktikan memiliki efek yang sama, serupa, atau setara. Jika dua terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu dibandingkan hanya biaya untuk melakukan intervensi. sesuai prinsip efisiensi ekonomi, jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek yang diharapkan. Untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda, dapat digunakan analisis efektivitas biaya (AEB) ( Walley, Haycox, 1991).
Analisis efektivitas biaya tidak mengukur hasil pengobatan dalam unit moneter, melainkan didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik yang secara langsung menunjukkan efek suatu terapi atau obat (misalnya, penurunan kadar LDL darah dalam mg/dL, penurunan tekanan darah diastolik dalam mm Hg) maupun hasil selanjutnya dari efek terapi tersebut (misalnya, jumlah kematian atau serangan jantung yang dapat dicegah, radang tukak lambung yang tersembuhkan). Metode lain yang juga banyak digunakan adalah analisis utilitas biaya (AUB). Seperti AEB, biaya pada AUB juga diukur dalam unit moneter (jumlah rupiah yang harus dikeluarkan), tetapi hasil pengobatan dinyatakan dalam unit utilitas, misalnya JTKD. Karena hasil pengobatannya tidak bergantung secara langsung pada keadaan penyakit (disease state), secara teoretis AUB dapat digunakan untuk membandingkan dua area pengobatan yang berbeda, misalnya biaya per JTKD operasi jantung koroner versus biaya per JTKD erythropoietin pada penyakit ginjal. Namun demikian, pembandingan antar-area pengobatan ini tidak mudah, karena JTKD diperoleh pada waktu dan dengan cara berbeda sehingga tak dapat begitu saja diperbandingkan ( Walley, Haycox, 1991). Analisis manfaat biaya (AMB) digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memiliki tujuan berbeda atau dua program yang memberikan hasil pengobatan dengan unit berbeda. Pembandingan intervensi kesehatan dengan tujuan dan/atau unit hasil pengobatan berbeda ini dimungkinkan karena, pada metode AMB, manfaat (benefit) diukur sebagai manfaat ekonomi yang terkait (associated economic benefit) dan dinyatakan dengan unit yang sama,
yaitu unit moneter. Namun demikian, karena alasan etika serta sulitnya mengkuantifikasi nilai kesehatan dan hidup manusia, AMB sering menuai kontroversi. Sebab itu, AMB juga agak jarang digunakan dalam kajian farmakoekonomi, bahkan dalam kajian ekonomi kesehatan yang lebih luas pun masih jarang sekali dilakukan. Pada penelitian ini akan memfokuskan bahasan pada medote yang sederhana yaitu analisis minimalisasi-biaya. Analisis Minimalisasi-Biaya (AMiB) Merupakan metode kajian farmakoekonomi paling sederhana, analisis minimalisasi-biaya (AMiB) hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya. Dengan demikian, langkah terpenting yang harus dilakukan sebelum menggunakan AMiB adalah menentukan kesetaraan (equivalence) dari intervensi (misalnya obat) yang akan dikaji. Tetapi, karena jarang ditemukan dua terapi, termasuk obat, yang setara atau dapat dengan mudah dibuktikan setara, penggunaan AMiB agak terbatas, misalnya untuk: 1. Membandingkan obat generik berlogo (OGB) dengan obat generik bermerek dengan bahan kimia obat sejenis dan telah dibuktikan kesetaraannya melalui uji bioavailabilitas bioekuivalen (BA/BE). Jika tidak ada hasil uji BA/BE yang membuktikan kesetaraan hasil pengobatan, AMiB tidak layak untuk digunakan.
2. Membandingkan obat standar dengan obat baru yang memiliki efek setara. Dalam hal ini, peneliti akan membandingkan agen inhalasi isofluran yang standar digunakan dengan TCI propofol. Setiap perspektif analisis memiliki banyak jenis biaya yang harus dimasukkan. Untuk menggunakan metode AMiB secara baik tetap diperlukan keahlian dan ketelitian (Cull, Wells, 1992), (McGregor M, 2003).
2.2.
Target Controlled Infusion (TCI ) Propofol
Propofol pertama kali ditemukan tahun 1970 dan diperkenalkan di pasaran sejak tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi (Kay dan Rolly 1977), semakin populer dan semakin luas penggunaannya di seluruh dunia mulai tahun 1986. Sebagai turunan dari phenol dengan komponen hipnotik kuat yang dihasilkan dari pengembangan 2,6-diisopropofol. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya disediakan dengan Ctemophor EL (polyethoxylated Castrol oil), namun karena banyaknya reaksi anafilaktoid yang ditimbulkan, sediaannya diubah menjadi bentuk emulsi (Hasani A. dkk., 2012). Ahli anestesi lebih suka menggunakan propofol karena sifat mula kerja obat yang cepat hampir sama dengan obat golongan barbiturat tetapi masa pemulihan yang lebih cepat dan pasien bisa lebih cepat dipindahkan dari ruang pemulihan ke ruang rawat. Secara subyektif pasien merasa lebih baik dan lebih segar pasca anestesi dengan propofol dibandingkan obat anetesi induksi lainnya. Kejadian mual muntah pasca operasi sangat jarang karena propofol memiliki efek anti muntah. Efek yang menguntungkan lainnya adalah efekanti pruritik, antikonvulsan dan mengurangi konstriksi bronkus.
Propofol dalam dosis 1,5 – 2,5 mg/kgBB diberikan intravena akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam waktu 30 detik. Proses pemulihannya juga cepat dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien cepat kembali sadar setelah pembiusan dengan propofol dan efek residual yang minimal merupakan keuntungan propofol. Karena keunggulan sifat inilah Propofol dipergunakan sebagai obat induksi dan pemeliharaan anestesi, sehingga penggunaannya begitu luas di seluruh dunia. Propofol adalah modulator selektif reseptor gamma aminobutyric acid (GABA). GABA merupakan neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat. Saat reseptor GABA diaktifkan akan terjadi peningkatan konduksi klorida transmembran sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post-sinap dan inhibisi fungsi neuron post-sinap. Interaksi antara propofol dengan reseptor GABA menurunkan kecepatan disosiasi neurotransmiter inhibisi (GABA) dari reseptornya sehingga memperpanjang efek
GABA.
Efek
hipnotik dan
kemungkinan efek analgesia propofol dihubungkan dengan reseptor GABA ini, selain itu juga propofol akan menginduksi potensiasi dari reseptor glisin pada tingkat spinal dan juga diperkirakan memberikan kontribusi sebagai antinosiseptif yang bekerkja pada reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) (Hasani A. dkk., 2012). Sediaan propofol di pasaran sebagai induksi anestesi hanya untuk penggunaan intravena saja. Tingginya tingkat kelarutan propofol dalam lemak menyebabkan onset kerja cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali diberikan bolus sampai pasien terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8
menit. Waktu paruh eliminasi sekitar 30-60 menit (Katzung, 2004). Banyak peneliti yang mempunyai pendapat yang sama bahwa waktu pemulihan propofol lebih cepat dan kurangnya perasaan seperti mabuk dibandingkan obat lain (methohexital, thiopental atau etomidate). Hal ini menyebabkan propofol menjadi pilihan untuk anestesi rawat jalan (one day care). Sehubungan dengan volume distribusi yang lebih rendah pada orang dewasa maka kebutuhan dosis induksi lebih rendah dan perempuan memerlukan dosis yang lebih besar dibanding lakilaki juga waktu bangun pada perempuan lebih cepat. Farmakokinetik propofol digambarkan sebagai model 3 kompartemen, dimana pada pemberian bolus propofol, kadar propofol dalam darah akan menurun dengan cepat akibat adanya redistribusi dan eliminasi. Waktu paruh distribusi awal dari propofol adalah 2-8 menit. Pada model tiga kompartemen waktu paruh distribusi awal adalah 1-8 menit, yang lambat 30-70 menit dan waktu paruh eliminasi 4-23,5 jam. Waktu paruh yang panjang diakibatkan oleh karena adanya kompartemen dengan perfusi terbatas. Context sensitive half time untuk infus propofol sampai 8 jam adalah 40 menit. Propofol mengalami distribusi yang cepat dan luas juga dimetabolisme dengan cepat (Stoelting, dkk., 2006). Perkembangan TCI semakin meningkat maka konsep context sensitivity half time diperkenalkan kembali. Context sensitivity half time adalah waktu yang diperlukan sampai konsentrasi obat menjadi setengah dari saat infus dihentikan. Tidak seperti konsep farmakokinetik klasik yaitu bersihan obat tidak tergantung dari cara pemberian obat, konsep context sensitivity half time memperkenalkan pengaruh lamanya infus diberikan. Semakin banyak obat yang terakumulasi akan
menyebabkan semakin lama obat dieleminasi. Semakin lama durasi infus maka semakin lama pula context sensitivity half timenya. Context sensitivity half time sangat berguna dalam pemilihan obat serta memperkirakan pemulihan dari anestesi. Karena context sensitivity half time propofol tidak lebih dari 40 menit, terutama saat dipergunakan sebagai sedasi dan anestesi dimana penurunan konsentrasi di plasma untuk pemulihan umumnya kurang dari 50% maka propofol cocok digunakan untuk infus jangka panjang tanpa mengganggu proses pemulihan (TCI manual, 2009).
Gambar 2.1 Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah. Simulasi hubungan antara waktu dan level propofol dalam darah setelah induksi dosis 2mg/kgBB. Level propofol dalam darah yang diperlukan untuk anestesia pembedahan adalah 2-3µg/mL, dengan bangun dari anestesi biasanya pada level kurang dari 1.5µg/ml Waktu yang diperlukan untuk bangun dari anestesi atau sedasi dari propofol hanya 50%, sehingga waktu pulih sadar dari propofol tetap cepat meskipun pada infus kontinyu yang lama.
Keadaan equilibrium untuk propofol yang dapat menyebabkan supresi dari elektroencephalogram (EEG) yang berkaitan dengan hilangnya kesadaran adalah sekitar 0,3 menit dengan efek puncak dicapai 90-100 detik. Farmakokinetik propofol menurun oleh karena beberapa faktor antara lain jenis kelamin, berat badan, penyakit sebelumnya, umur dan medikasi lain yang diberikan. Tingkat bersihan (clearence) propofol yang tinggi di hepar (hampir 10 kali lipat dibanding tiopental) menyebabkan cepatnya waktu pemulihan setelah pemberian
infus
kontinyu.
Walaupun
metabolisme
propofol
utamanya
diekskresikan melalui ginjal, tetapi penurunan fungsi ginjal tidak mempengaruhi bersihan propofol (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006). TCI adalah infus yang dikontrol dengan tujuan untuk mencapai konsentrasi tertentu obat pada kompartemen tubuh. Dengan menggunakan teknik ini ahli anestesi dapat mengatur dan mengganti konsentrasi yang diinginkan sesuai dengan observasi klinis pada pasien. Dasar penerapan TCI adalah menetapkan konsentrasi tertentu obat yang harus dicapai dan dipertahankan baik di plasma (Cp) maupun effect site (Ce). Konsentrasi target diset sejak awal oleh ahli anestesi untuk mendapat luaran klinis yang diperlukan. Perubahan konsentrasi target yang diset oleh ahli anestesi akan terlihat pada effect site kompartemen setelah waktu tertentu karena terdapat jarak waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang dituju atau obat berefek (Ce) (Naidoo D, 2011).
Gambar 2.2. Skema three compartment pharmacokinetic model (dikutip dari Naidoo, 2011) TCI telah banyak diaplikasikan untuk anestesi umum intravena total (TIVA). Secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu open loop pattern dan closed loop pattern. Open loop pattern digunakan oleh ahli anestesi untuk menyesuaikan konsentrasi target sesuai keperluan klinis yang bervariasi dan mempertahankan kedalaman anestesi. The closed loop pattern digunakan untuk menentukan kontrol anestesi dengan cara menyesuikan konsentrasi target melalui feedback otomatis. Penggunaan
sistem
TCI
propofol
pada
orang
dewasa
model
farmakokinetik yang banyak digunakan adalah Marsh dan Schnider, sedangkan pada pasien anak-anak model Paedfusor dan Kataria. Selain propofol obat lain yang dapat dioperasikan menggunakan sistem TCI adalah sufentanil (model Bovil dan Gepts), alfentanil (model Maitre), remifentanil (model Minto).
Model Marsh Model Marsh adalah model yang pertama kali dikembangkan, merupakan pengembangan dari model farmakokinetik propofol oleh Gepts dengan memperkirakan volume kompartemen sentral sebagai sebuah fungsi linear secara langsung terhadap berat badan. Usia tidak dimasukkan dalam kalkulasi, namun pompa tidak dapat digunakan untuk umur dibawah 16 tahun. Hal ini menjadi sumber bias dan ketidakakuratan sistem Marsh. Model Schnider Model Schnider disebut sebagai generasi baru dari TCI. Metode ini menggunakan model 3 kompartemen dengan memasukkan umur, tinggi badan, dan berat badan ke dalam perhitungan. Lean body mass pasien dihitung dan digunakan untuk mengkalkulasi dosis dan laju infus, jika yang dipakai berat badan aktual maka akan ada kemungkinan kelebihan konsentrasi obat pada pasien obese. Pada pasien obese dipergunakan berat badan ideal. Perbedaan utama antara kedua model ini adalah jumlah volume kompartemen sentral. Pada model Schnider menggunakan volume kompartemen sentral tetap dan sama pada setiap pasien dan lebih kecil (4,27 L pada pasien BB 70 kg) dibanding model Marsh (15,9 L). Akibat perbedaan ini akan didapatkan model Schnider Keo yang lebih besar (equilibrasi sentral dan effect site kompartemen lebih cepat) dan K10 lebih besar (bersihan metabolik lebih cepat) sehingga model Schnider waktu pulihnya lebih cepat dibanding Marsh. Untuk tujuan induksi model Schnider akan lebih lambat dibandingkan model Marsh.
Pada model Marsh hanya menggunakan berat badan sebagai kovariat sedangkan model Schnider memakai berat badan, lean body mass, umur dan jenis kelamin. Newson dkk., 1995, membandingkan pemberian propofol dengan bolus intermitten, syringe pump, dan teknik TCI mendapatkan kualitas sedasi, kondisi operasi, dan waktu pulih sadar secara umum sama pada ketiga metode, namun pada pemberian intermiten memerlukan lebih banyak intervensi pemberian obat, sehingga disimpulkan bahwa pemberian secara infus kontinyu memberikan waktu bagi ahli anestesi untuk melakukan monitoring pasien. Passot dkk.,2002 membandingkan antara penggunaan teknik MCI dan TCI dalam pemberian propofol mendapatkan bahwa TCI lebih unggul dibandingkan MCI dalam hal tidak adanya pergerakan saat intubasi, stabilitas hemodinamik, episode apnea, dan waktu pulih sadar yang lebih cepat. Namun jumlah propofol yang digunakan pada kedua teknik tidak dijabarkan. Keuntungan penggunaan TCI secara umum adalah: dapat memfasilitasi titrasi dosis untuk mencapai efek yang diinginkan, memudahkan perhitungan dosis obat dan pemberiannya, diperolehnya informasi tambahan mengenai obat yang diberikan seperti jumlah obat yang diberikan, durasi pemberian, konsentrasi dan lain-lain, pemberian dosis obat dengan memperhitungkan usia dan karakteristik pasien lainnya, konsentrasi obat yang dicapai lebih stabil, dapat terhindar dari kelebihan dosis dan masa pulih yang lebih cepat (Sugiarto, 2012).
2.2.1
Farmakoekonomi TCI propofol Penelitian farmakoekonomi dibidang anestesi dan terapi intensif
khususnya di Indonesia belum banyak dilakukan. Iswahyudi, dkk meneliti analisis biaya anestesi umum TIVA TCI Propofol dibandingkan dengan anestesi inhalasi sevofluran pada pasien yang menjalani operasi mayor onkologi di RSUP Sanglah tahun 2013. Hasil penelitian tersebut didapatkan perbedaan yang bermakna dalam hal biaya intraoperatif dari kedua kelompok. Biaya anestesi intraoperatif pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI dengan rata-rata Rp. 957.870, - dan simpang baku Rp. 73.910,-. Sedangkan pada kelompok kontrol biaya anestesi intraoperatif dengan rata-rata 1.318.130 dengan simpang baku Rp. 155.238,-. Berdasarkan statistik dengan uji t didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki perbedaan signifikan (p = 0.000). Berdasarkan rerata biaya anestesi intraoperatif, juga didapatkan biaya anestesi per-pasien yaitu sebesar Rp. 957.870,- untuk kelompok TCI Propofol dan Rp. 1.318.130,- untuk kelompok sevofluran. Sedangkan jika berdasarkan menit anestesi, didapatkan rata-rata biaya anestesi intraoperatif sebesar Rp. 5.999,untuk per menit anestesi pada kelompok TCI Propofol serta Rp. 8.170,- untuk per menit anestesi pada kelompok Sevofluran (Iswahyudi, dkk. 2013). Penelitian farmakoekonomi pada tahun 1999 di jerman, bertempat di departemen anestesi dan terapi intensif, Klinikum der Stadt Ludwigshafen, Akademisches Lehrkrankenhaus der Universita¨t Mainz, Ludwigshafen. Tujuan studi ini adalah membandingkan biaya anestesi berbasis TCI dan dua regimen standar anestesi. 60 pasien yang menjalani operasi elektif laparoskopi
kolesistektomi dibagi menjadi tiga grup. Grup I (TIVA/TCI) menerima TIVA menggunakan sistem TCI propofol dan remifentanil kontinu. Grup II (Isofluran) mendapatkan anestesi inhalasi dengan isoluran, fentanyl dan N 2 O, grup III (propofol standar) mendapatkan fentanyl dan N 2 O dan infus kontinu propofol menggunakan sistem standar. Waktu yang dibutuhkan dari penghentian regimen anestesi hingga ektubasi (6 ± 2 menit) dan lama perawatan di Post Anesthesia Care Unit (PACU) (70 ± 12 menit) lebih singkat pada grup I dibandingkan grup II (15 ± 3 dan 87 ± 13 menit) dan grup III ( 10 ± 4 dan 81 ± 14 menit) dengan nilai p 0.05. Episode kejadian Postoperative nausea and vomiting (PONV) lebih kecil di grup I dibandingkan kedua grup lainnya. Biaya intraoperatif lebih tinggi di grup I ($62.19/pasien; $0.55/menit anestesia) dibandingkan pada grup II ($16.97/pasien; $0.13/menit anestesia) dan grup III ($34.68/pasien; $0.32/menit anestesia) (Stefan Suttner, dkk., 1999).
2.3 Anestesi Inhalasi Obat anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Ambilan dan distribusi gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh ambilan oleh paru, difusi gas dari paru ke darah, distribusi oleh darah ke organ target.
Pembuangan gas anestesi sebagian besar melalui paru-paru. Sebagian lagi dimetabolisir oleh hepar dan ginjal dengan sistem oksidasi sitokrom P 450 . Derajat metabolisme di dalam tubuh kira-kira 10-20 persen untuk halotan, 2,5 % untuk enfluran, 0,2% untuk isofluran dan 0% untuk nitrous oxide. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal. Jumlah agen anestesi yang dikeluarkan dari tubuh melalui metabolisme lebih kecil dibanding jumlah yang dikeluarkan melalui cara ekspirasi (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006). Mekanisme kerja obat anestesi inhalasi sangat rumit dan masih merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernafasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik daklam dunia anestesiologi (Latief S A, dkk., 2002). Anestesi inhalasi bekerja pada berbagai level sistem saraf pusat. Mengacaukan transmisi sinaptik normal dengan mempengaruhi pelepasan neurotransmitter
dari
ujung
saraf
presinaptik
(depress
eksitatori
atau
meningkatkan transmisi inhibitori), atau mengganggu re-uptake neurotransmitter, atau dengan mengubah ikatan neurotransmitter pada reseptor post sinaptik. Keduanya, baik itu efek pre- dan postsinaptik dapat terjadi. Interaksi langsung dengan membran plasma neuronal lebih sering terjadi , tetapi selain itu
kerja tidak langsung melalui seccond messenger juga
memungkinkan. Adanya hubungan yang kuat antara kelarutan dalam lemak dan potensi anestesi menunjukkan agen anestesi inhalasi memiliki kerja pada sisi hidrofobik juga.
Postulat hipotesis reseptor protein mengatakan bahwa SSP
berperan terhadap kerjanya agen anestesi inhalasi. Bagaimanapun, masih belum jelas apakah agen inhalasi mengganggu aliran ion melalui membran channel dengan cara kerja tidak langsungnya pada membran lipid melalui perantara seccond messenger. Atau secara langsung dan spesifik mengikat channel protein. Teori lain menjabarkan mengenai aktivasi dari Gamma Aminobutyric Acid (GABA) reseptor oleh gen anestesi inhalasi. Agen volatile mengaktifkan GABA channel dan meng-hiperpolarisasi-kan membran sel. Sebagai tambahan, agen ini juga menghambat Calcium Channel yang pada akhirnya mencegah pelepasan neurotransmitter (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006). Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peningkatan aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak (Latief S A, dkk., 2002) (Katzung, dkk., 2004). Efek samping terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis
pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006).
2.3.1 Farmakoekonomi anestesi inhalasi Analisis terhadap penggunaan sumber daya dan biaya yang efektif telah menjadi prioritas dalam mengelola suatu layanan kesehatan. Ini menyediakan tantangan untuk penyedia layanan anestesi yang menginginkan memberikan layanan berkualitas yang aman tapi ekonomis. Dalam anestesi, penggunaan volatil/ gas anestesi menyumbang hingga 20-25% dari biaya total anestesi secara keseluruhan. Biaya penggunaan gas anestesi bervariasi pada setiap institusi dan lokasi. Tantangan terbesar untuk farmasi rumah sakit adalah menganggarkan biaya obat. Merancang anggaran untuk obat intravena jauh lebih mudah daripada gas anestesi karena ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diterima dan dimasukkan. Menghitung biaya obat gas anestesi dibuat berdasar metode penyampaian. Gas anestesi dibeli dalam bentuk cair dan dimasukkan melalui vaporizer, membuatnya menjadi sulit untuk mengukur secara langsung berapa gas anestesi yang telah digunakan per kasus tanpa bantuan vapor analyzer. Konsentrasi penyampaian yang bervariasi dan teknik penyampaian dapat meningkatkan atau menurukan konsumsi total gas anestesi dan secara signifikan merubah biaya akuisisi (John Varkey, 2012). Tujuh metode analisis biaya ditemukan dalam literatur untuk tenaga anestesi profesional dalam menentukan biaya gas anestesi, yaitu : (1) Pengukuran Berat, (2) Perbandingan Minimum Alveolar Concentration (MAC), (3) Model Empat Kompartemen, (4) Persamaan Volume Persen, (5) Pengukuran Volume, (6) Formula Dion, dan (7) Formula Loke. Sudah ditentukan bahwa formula Dion merupakan metode yang lebih diandalkan untuk tenaga anestesi profesional untuk
menentukan biaya gas anestesi. Menghitung jumlah gas yang digunakan mennggunakan formula Dion dapat mempermudah dalam melakukan kalkulasi biaya. Untuk menentukan total biaya gas anestesi, adalah penting untuk menentukan persen konsentrasi, jumlah fresh gas flow (FGF), densitas, dan berat molekul dari gas tersebut. Lockwood dan White pada tahun 2001 memasukkan sistem Kompartemen Empat Model dari Weiskopf dan Eger untuk menciptakan model komputer guna membandingkan langsung biaya isofluran, desfluran, dan sevofluran pada sistem terbuka dan tertutup. Model komputer empat kompartemen memperhitungkan kelarutan, penyerapan, dan penghapusan gas anestesi dalam tubuh. Biaya gas volatil anestesi dapat ditentukan dengan menggunakan harga pasar, potensi, jumlah uap yang dihasilkan, dan aliran FGF. (Odin I, Feiss P, 2005). Peter Dion (1992) menyatakan formula untuk langsung mengukur biaya gas anestesi menggabungkan hukum gas ideal hukum. Biaya agen anestesi dapat dihitung dari konsentrasi (%) gas yang telah dikirimkan, FGF (L/ menit) , durasi pengiriman anestesi inhalasi (menit) , berat molekul (molecul weight/ MW dalam gram) , biaya per mL (dalam dolar) , faktor 2412 untuk memperhitungkan volume molar gas pada 21 °C ( 24,12 L ) , dan kepadatan (D dalam g/mL). Rumus dari Formula Dion adalah sebagai berikut : BIAYA ( $ ) = [ ( Konsentrasi ) ( FGF ) ( Durasi ) ( MW ) ( Biaya / mL ) ] [ ( 2412 ) ( D ) ]
Formula Dion menggunakan hukum gas ideal untuk mengkonversi mL gas anestesi menjadi mL cairan gas anestesi, yang kemudian digunakan untuk menentukan biaya menggunakan harga per mL. Untuk merubah volume menjadi mL cairan gas anestesi, densitas dan berat molekul digunakan untuk megkonversi gas anestesi menjadi mol, dan mol kemudian dirubah menjadi mL cairan gas anestesi menggunakan faktor konversi 2412. Menurut ekuasi hukum gas universal, satu mol dari gas ideal pada tekanan satu atmosfir pada suhu 21o C akan menjadi 24.12 liter cairan. Formula Dion tidak mengambil jumlah distribusi dan uptake secara spesifik tapi lebih kepada jumlah gas anestesi inhalasi. Jumlah vapor yang digunakan menetukan biaya, membuat formula Dion metode yang dapat dipercaya untuk perhitungan biaya dan menunjukkan sevofluran sebagai gas anestesi yang paling ekonomis dibandingkan desfluran. Loke dan Shearer (1993) mempertanyakan penggunaan rumus Dion di agents volatil baru Mereka menggunakan rumus asli Dion dan memasukkan hukum gas ideal langsung menjadi rumus daripada menggunakan faktor konversi 2.412 untuk 24.12 Liter, yang menggambarkan volume molar gas pada satu atmosfer di 21 OC. Loke lalu memformulasikan untuk menggantikan konstanta 2412 dengan suhu atmosfer dalam pascal, hukum gas ideal konstan 8.314, dan temperatur di Kelvin. Loke dan Shearer juga memasukan biaya gas pembawa nitrous oxide dan oksigen dan dibandingkan halotan, enfluran, dan isofluran (Loke J, Shearer WAJ, 1993). Saat publikasi tersebut, desfluran dan sevofluran belum tersedia di Australia.
FORMULA LOKE Biaya per MAC jam ( $ ) = [ ( MAC ) ( FGF ) ( 60menit ) ( MW ) ( Biaya / mL ) ] [ ( Tekanan / ( RT ) ) ( D ) ] 3.
Menentukan biaya gas anestesi adalah tugas yang sulit untuk dibuat bahkan lebih menantang dengan berbagai metode yang tersedia untuk menentukan biaya. Dari tujuh metode dalam literatur, enam ditemukan menjadi tidak praktis atau tidak akurat. Mengukur beratnya vaporizer adalah mustahil untuk dilakukan dalam situasi ruang operasi yang sibuk . Metode komputerisasi data log dan metode empat kompartemen juga tidak mengungkapkan perhitungan biaya sehingga sulit untuk menentukan akurasi. Sebuah perbandingan sederhana MAC tidak menjadi faktor variabel penting seperti FGF dan perbedaan sifat gas anestesi. Menggunakan perhitungan volume persen tidak akurat karena didasarkan pada konsentrasi yang dipanggil dan bukan konsentrasi yang sebenarnya ditentukan dengan rumus gas analyzer. Formula Loke, versi modifikasi dari formula Dion, tidak terlalu bermakna karena pada kenyataannya perbandingan biaya akan terjadi di fasilitas yang sama dengan tekanan atmosfer dan suhu sama. Formula Dion mudah direproduksi, akurat, dan merupakan metode yang paling direferensikan untuk menghitung biaya dalam literatur. Weinberg dkk menyatakan formula Dion sebagai alat farmakoekonomi sederhana yang dapat digunakan oleh setiap dokter ahli anestesi (Weinberg L, Story D, Nam J, McNicols L, 2010). Berbagai studi telah banyak membandingkan biaya agen anestesi inhalasi. isofluran selalu menjadi tempat yang paling ekonomis dikarenakan berat molekul
yang lebih besar dibandingkan agen inhalasi lainnya, sifat penguapan yang lebih lama, dan biaya jual yang lebih murah. Salah satu studi membandingkan harga isofluran dan sevofluran di Kanada, studi ini meneliti 40 pasien yang menjalani operasi daycare arthroscopic menisectomy. Demografi sampel, durasi operasi, potensi anestesi inhalasi, dan penggunaan obat lainnya adalah sama pada kedua kelompok. Total biaya perioperatif perpasien $ 38.10 ± 10.13 pada kelompok sevofluran dan $ 23.87 ± 6.59 pada kelompok isofluran. Biaya obat inhalasi perpasien $ 19.40 ± 8.8 pada kelompok sevofluran dan $ 4.5 ± 1.9 pada kelompok isofluran dengan nilai p <0.01 (Craig R, dkk., 1998). Penelitian farmakoekonomi di Indonesia khususnya di RSUP Sanglah Denpasar bali yang mengkaji biaya anestesi inhalasi isofluran belum pernah dilakukan. Dengan penerapan sistem jaminan kesehatan nasional BPJS, maka hal ini merupakan informasi yang penting bagi penyedia pelayanan kesehatan. Sediaan Volatil Agent Anestesi isofluran yang terdapat di IBS RSUP Sanglah Denpasar (harga jual dari instalasi farmasi RSUP Sanglah) saat ini adalah Aerran dengan harga Rp. 2.204.393,- perbotol 250 ml dan Terrel dengan harga jual Rp. 326. 680,- perbotol 100ml.
Gambar 2.3 Agen inhalasi isofluran dan vaporizer
2.4 Bispectral (BIS) Indek Selama evolusi praktek anestesi modern, penilaian kedalaman anestesi pada pasien telah mengalami perubahan bertahap dan perbaikan. Pengamatan kedalaman anestesi sebelumnya dari tanda-tanda klinis seperti respon pupil, pola pernapasan, kualitas denyut nadi ditambah dengan pengukuran langsung dari titik akhir fisiologis termasuk tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan volume pernapasan. Dengan perkembangan pulse oximetry dan kapnografi, penilaian yang tepat dari manajemen ventilasi mampu ditegakkan. Penggunaan end-tidal dan stimulasi saraf perifer memberikan kemampuan dokter anestesi untuk mengukur konsentrasi agen farmakologis dan efek masing-masing obat. Saat ini, fungsi jantung dapat dievaluasi dengan menggunakan teknologi canggih
yaitu kateter arteri pulmonalis dan transesophageal echocardiography untuk metode baru tekanan darah secara kontinyu dan pemantauan curah jantung. Penentuan efek langsung dari obat anestesi pada sistem saraf pusat tetap menjadi suatu tantangan meskipun perkembangan yang luar biasa dalam penilaian sistem kardiovaskular selama anestesi. Penyelidikan klinis yang cermat menunjukkan bahwa respon hemodinamik tidak selalu memberikan representasi akurat dari respon sistem saraf pusat untuk agen anestesi dan karena itu tidak dapat diandalkan sebagai indikator status otak. Sebaliknya, teknologi yang memungkinkan pemantauan neurofisiologis independen dari sistem saraf pusat akan menyediakan ukuran langsung status otak selama anestesi dan sedasi, yang memungkinkan dokter untuk menyempurnakan manajemen perioperatif dan mencapai hasil terbaik untuk setiap pasien. Pemantauan yang akurat target efek terhadap otak, dalam kombinasi dengan penilaian tanda klinis dan pemantauan tradisional, akan memberikan pendekatan yang lebih lengkap untuk menyesuaikan dosis obat anestesi dan agen analgesik (Scott D, Kelley, 2003). BIS indek menawarkan anestesi profesional dengan metode langsung dan akurat untuk memonitor status otak terus menerus sepanjang perjalanan administrasi anestesi atau obat penenang. Secara khusus, BIS Indek menyediakan pengukuran efek hipnotik anestesi. Inti
dari
teknologi
pemantauan
otak
adalah
surface
dari
electroencephalogram (EEG). Sinyal fisiologis yang kompleks ini adalah bentuk gelombang yang mewakili semua jumlah aktivitas otak yang dihasilkan oleh korteks serebral (Billard V, dkk., 2001). Gelombang normal EEG terdapat dua
karakteristik yaitu amplitudo kecil (20-200 microvolts) dan frekuensi variabel (050 Hz) ( Gambar 2.4).
Gambar 2.4. Kompleksitas gambaran gelombang EEG- gambaran gelombang dianalisa menggunakan tipe gelombang amplitude (microvolts) dan frekuensi (cycles/second – Hz) (Dikutip dari Billard V, dkk., 2001)
Perubahan EEG dalam merespon efek dari anestesi dan obat penenang / agen hipnotik telah diketahui selama puluhan tahun. Walaupun masing-masing obat dapat menginduksi beberapa efek unik pada EEG, pola keseluruhan perubahan sangat mirip untuk banyak agen ini. (Billard V, dkk., 2001). Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, selama anestesi umum, perubahan EEG khas meliputi: Peningkatan rata-rata amplitudo (kekuatan) dan penurunan frekuensi rata-rata.
Gambar 2.5 Pola umum dari perubahan EEG yang diobservasi selama peningkatan dosis dari anestesi – dengan peningkatan efek anestesi, frekuensi EEG menunjukkan penurunan menghasilkan pola transisi frekuensi– bergantung kelas : Beta Alfa Theta Delta (Dikutip dari Billard V, dkk., 2001)
Perubahan sebagian dari EEG kortikal mencerminkan perubahan yang timbul dari hubungan harmonis dan fase antara generator saraf kortikal dan subkortikal. Hubungan ini diubah selama hipnosis, memproduksi pola karakteristik di EEG. Analisis Bispektral - dan hasilnya, misalnya bicoherence dan bispectrum adalah metodologi proses sinyal canggih yang menilai hubungan antara komponen sinyal dan menangkap sinkronisasi dalam sinyal seperti EEG. Dengan mengukur korelasi antara semua frekuensi dalam sinyal, analisis bispektral (bersama-sama dengan power spectral dan analisis EEG kortikal) menghasilkan keterangan tambahan EEG mengenai aktivitas otak selama hipnosis (Renna M, 2000). Salah satu tujuan utama dalam pengembangan teknologi pemantauan status otak adalah untuk mengidentifikasi fitur EEG atau "deskripsi" - Bispektral
atau sebaliknya - yang sangat berhubungan dengan sedasi / hipnosis yang disebabkan oleh agen anestesi yang paling umum digunakan. Selama pengembangan BIS Indek, fitur ini diidentifikasi dengan menganalisis database EEG lebih dari 5.000 subjek yang menerima satu atau lebih dari agen hipnotis yang sering digunakan dan telah dievaluasi dengan penilaian sedasi simultan (Glass P S, dkk., 1997). Fitur utama EEG yang diidentifikasi dari analisis database ditandai dengan spektrum yang penuh perubahan selama induksi anestesi yaitu termasuk: • Tingkat beta atau frekuensi tinggi (14-30 Hz) teraktivasi • Jumlah sinkronisasi frekuensi rendah • Adanya periode nearly suppressed dalam EEG • Adanya periode fully suppressed (yaitu isoelektrik, "garis datar") dalam EEG. BIS indek adalah skala angka antara 0 dan 100 berkorelasi dengan titik akhir klinis yang penting selama pemberian obat anestesi (Gambar 2.6). Nilai BIS mendekati 100 menunjukkan keadaan "terjaga" dari keadaan klinis , sementara 0 menunjukkan efek maksimal EEG (yaitu, EEG isoelektrik) (Sigl J C, dkk.,1994).
Gambar 2.6 Panduan skala BIS indek. BIS indek adalah skala dari 100 (Terjaga, respon terhadap suara normal) sampai 0 (menunjukkan keadaan isoelektrik, garis flat EEG) (Dikutip dari Billard V, dkk., 2001)
Nilai BIS indek di bawah 70 kemungkinan recall eksplisit menurun secara drastis. Pada nilai BIS Indek kurang dari 60, pasien memiliki probabilitas kesadaran yang sangat rendah (Struys M M, dkk., 2002). Nilai BIS indek lebih rendah dari 40 menandakan efek anestesi berlebih pada EEG. Pada nilai-nilai BIS rendah, tingkat penekanan EEG adalah penentu utama dari nilai BIS. Uji klinis prospektif telah menunjukkan bahwa mempertahankan nilai-nilai BIS indek di kisaran 40-60 memastikan efek hipnotis yang memadai selama anestesi umum sementara meningkatkan proses pemulihan. Selama pemberian sedasi, nilai BIS indek> 70 dapat diamati selama kecukupan tingkat sedasi adekuat tetapi memiliki probabilitas yang lebih besar akan kesadaran dan potensi memori (Scott D, Kelley, 2004).
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1
Kerangka Berfikir Anestesi umum inhalasi merupakan metode anestesi umum standar yang
dikerjakan di RSUP Sanglah. Seiring kemajuan farmakologi dan teknologi, terdapat berbagai teknik anestesi serta alat monitor kedalaman anestesi. Pengembangan dari sistem komputerisasi dan tersedianya obat anestesi yang bersifat short acting seperti propofol, menjadikan anestesi umum intravena total (Total Intra Venous Anestesia/ TIVA) populer dan makin rutin dikerjakan. Propofol sebagai agen anestesi intravena total bisa dipergunakan untuk tujuan induksi maupun pemeliharaan selama tindakan pembedahan berlangsung. Onset kerja singkat dan durasi singkat serta keuntungan lainnya dari propofol seperti kestabilan hemodinamik, hipnotik, anti emetik dan juga memiliki sifat anti oksidan serta onset dan waktu pemulihannya yang cepat (context sensitivity half time singkat) membuat obat ini makin popular penggunaannya. Target controlled infusion (TCI) adalah suatu metode yang semakin sering digunakan untuk kepentingan anestesi intravena total. TCI akan memberikan dan memelihara konsentrasi obat berdasarkan konsentrasi plasma (Cp) atau konsentrasi efek (effect site concentration/Ce) sesuai kebutuhan pasien (Naidoo D, 2011).
Bispektral indek telah mendapatkan persetujuan penggunaannya sejak Oktober 1996 secara klinis oleh Food and Drug Administration Amerika sebagai alat monitor kedalaman anestesi (Johansen dkk.,2000). BIS Indek merupakan alat varian dari EEG yang dapat digunakan untuk mengukur kedalaman anestesi umum, dengan target anestesi umum 40-60. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan monitor BIS Indek mengurangi dosis obat anestesi. Kemajuan ilmu farmakologi dan teknologi tersebut diatas tentu saja akan berimplikasi terhadap perubahan biaya anestesi. Belum banyak penelitian mengenai farmakoekonomi yang dikerjakan di Indonesia, mengingat dengan minimnya anggaran kesehatan sejak diberlakukannya sistem jaminan kesehatan nasional 2014. Farmakoekonomi didefenisikan sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001). Salah satu evaluasi dalam farmakoekonomi adalah Analisis minimalisasi - biaya. Analisis minimalisasi - biaya adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. (Walley, Haycox, 1991), (Waley, Davey, 1995). Perbandingan biaya obat anestesi umum propofol intravena TCI dan anestesi inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor diharapkan menghasilkan perbedaan bermakna dalam hal biaya yang ditimbulkan.
3.2 Kerangka Konsep
VARIABEL KENDALI INTERNAL • • •
Status fisik ASA Umur Indeks massa tubuh
ANESTESI UMUM : -
Analisis minimalisasi - biaya
TCI Propofol Inhalasi
VARIABEL KENDALI EKSTERNAL • • •
Kedalaman anestesi BIS indek Jumlah opioid yang dipergunakan Lama operasi
Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep
3.3 Hipotesis Penelitian Biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion lebih murah dibandingkan anestesi umum inhalasi isofluran pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji klinik dan alokasi subyek penelitian dilakukan dengan randomisasi berurutan (consecutive randomized control trial) yang membandingkan dua kelompok penelitian yaitu kelompok yang mendapatkan anestesi umum TCI Propofol intravena dan kelompok yang mendapatkan anestesi umum inhalasi untuk mengetahui perbedaan beban biaya kedua obat tersebut dengan fasilitas monitor BIS indek.
BIS 40-60
KLP TCI T1
P
S
R
. KLP INHALASI
T1
I N D U K S I
T2
OTT
T2
O P E R A S I
C1 W
T3
PROPOFOL/ ISOFLURAN STOP T3
W
C2
BIS 40-60
Gambar 4.1. Bagan rancangan penelitian Keterangan: P: populasi, S: sampel, R: randomisasi, T1:tekanan arteri rerata basal, T2: tekanan arteri rerata pascainduksi, T3: tekanan arteri rerata paskaintubasi, W: waktu pulih sadar dihitung mulai saat propofol dihentikan pemberiannya sampai dilakukan buka mata spontan atas perintah, C 1 : Biaya total kelompok anestesi umum intravena TCI propofol, C 2 : Biaya total kelompok anestesi inhalasi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2015 – Maret 2015. 4.3.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dibidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali. 4.4. Penentuan Sumber Data 4.4.1. Populasi penelitian Populasi target adalah semua pasien yang menjalani operasi elektif bedah mayor. Populasi terjangkau adalah semua pasien yang menjalani bedah mayor dengan teknik anestesi umum di Instalansi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode Februari 2015 – Maret 2015. 4.4.2. Sampel penelitian Sampel penelitian adalah pasien yang menjalani operasi bedah mayor dengan anestesi umum di ruang Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar periode Februari 2015 – Maret 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.4.3 Kriteria inklusi •
Pasien dengan status fisik ASA I – II
•
Pasien usia 16-64 tahun
•
Tinggi badan lebih besar atau sama dengan 130 cm
•
Berat badan diatas 30 kg
•
Pasien dengan status cara bayar Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kesehatan Bali Mandara, Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin, dan BPJS.
4.4.4 Kriteria eksklusi •
Pasien menolak ikut serta subjek penelitian
•
Durasi operasi<1 jam
•
Pasien alergi terhadap propofol
•
Pasien alergi terhadap isofluran
•
Subjek penelitian dengan defisit neurologis
•
Subjek penelitian dengan gangguan psikiatri
•
Subjek penelitian dengan riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah.
4.4.5 Cara pengambilan sampel Sampel diambil secara konsekutif menjadi kelompok teknik anestesi intravena total propofol menggunakan TCI dan anestesi inhalasi, pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. 4.4.6 Besar sampel Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus untuk jumlah sampel pada penelitian analitik numerik tidak berpasangan yaitu:
dimana : SD
: Standar deviasi
Zα
: nilai Z untuk α tertentu
Zß
:
nilai Z untuk power (1- ß) tertentu
X1-X2 : perbedaan klinis yang dianggap bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol Penelitian sebelumnya oleh Iswahyudi dkk (2012) biaya anestesi intraoperatif TCI propofol 957.870 (±73.910) dan sevofluran 1.318.130 (±155.238) untuk rerata durasi operasi dua jam. Perbedaan beban biaya anestesi dianggap bermakna adalah 15%, Dengan tingkat kesalahan tipe I, α ditetapkan sebesar 5% sehingga nilai Zα adalah 1,96 sedangkan kesalahan tipe II, β ditetapkan sebesar 10% sehingga power adalah 90 % dan nilai Zβ adalah 1,282, maka didapatkan jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 17,9 ~ 18 orang. Maka total jumlah sampel yang diperlukan adalah 36 orang. Dengan asumsi bahwa subyek yang mengalami lost to follow up sebesar 10% maka kami bulatkan subyek penelitian menjadi 40 orang. 4.5. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas adalah teknik anestesi TCI propofol dan anestesi inhalasi. 2. Variabel tergantung adalah Analisis minimalisasi – biaya anestesi umum. 3. Variabel kendali adalah
status fisik ASA, umur, indek masa tubuh,
jumlah opioid yang dipergunakan, dan lama operasi.
4.6. Definisi Operasional Variabel 1. Teknik anestesi intravena total (TIVA) adalah teknik anestesi dengan menggunakan obat-obat yang diberikan secara intravena. Dalam penelitian ini obat yang digunakan sebagai agen utama adalah propofol. 2. Target controlled infusion (TCI) adalah teknik anestesi umum dengan menggunakan obat intravena yang diberikan secara kontinu dengan target kadar tertentu di plasma berdasarkan umur, berat badan serta tinggi badan pasien. 3. Teknik anestesi inhalasi adalah teknik anestesi dengan mempergunakan induksi intravena diberikan secara bolus yang kemudian dilanjutkan rumatan dengan penggunaan obat anestesi inhalasi yang mana dalam penelitian ini menggunakan isofluran. 4. Analisis minimalisasi - biaya adalah tipe analisis yang menentukan biaya obat terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Dalam hal ini akan dibandingkan biaya obat anestesi umum TCI propofol dan anestesi inhalasi isofluran. Biaya obat anestesi umum adalah mencakup biaya langsung penggunaan obat-obat anestesi untuk induksi dan pemeliharaan sampai pasien ekstubasi. Biaya obat propofol dihitung berdasarkan per ampul dan per ml rupiah, dan biaya obat anestesi isofluran dihitung dengan mengukur jumlah volume yang habis dipakai dan dikonversikan dalam rupiah per ml. 5. Kedalaman anestesi adalah suatu keadaan dimana terjadinya keadaan hipnotik berkelanjutan akibat adanya penekanan pada sistem saraf pusat
dan menurunnya respon terhadap stimuli dengan monitor BIS Indek menunjukkan nilai 40-60. 6. Operasi bedah mayor adalah operasi di bidang bedah onkologi, THT, Ortopedi, Digestif, Obstetri dan Ginekologi dengan durasi lebih dari 1 jam yang dikelola dengan anestesi umum. 7. Waktu pulih sadar adalah waktu mulai saat propofol atau gas volatil dihentikan pemberiannya setelah selesai tindakan pembedahan saat pasien dapat membuka mata secara spontan atas perintah dan BIS Indek menunjukkan nilai >70. 8. Tekanan arteri rerata (TAR) adalah tekanan darah arteri rata-rata pada setiap individu yang selama satu kali siklus jantung yang didapatkan melalui perhitungan 2 kali tekanan darah diastolik ditambahkan tekanan darah sistolik dibagi 3. Angka tekanan darah rerata dicatat berdasarkan angka yang muncul di layar monitor, yang dicatat saat pasien sudah berada di ruang operasi sebelum induksi, sesaat setelah laringoskopi intubasi dan sesaat setelah dilakukan insisi pembedahan. Tekanan arteri rerata yang dianggap stabil bila perubahannya tidak melebihi 20% dari TAR basal. Hipotensi adalah tekanan darah sistolik < 20% dari basal atau MAP kurang dari 65 mmHg. 9. Laju nadi adalah perubahan denyut jantung persatuan waktu. Pencatatan dilakukan saat pasien sudah berada di ruang operasi sebelum dilakukan
induksi, sesaat setelah laringoskopi intubasi dan saat dilakukan incisi, dari angka yang terekam dalam layar monitor. 10. Riwayat kejadian cerebrovascular adalah adanya riwayat kejadian kematian sel otak akibat gangguan aliran darah ke otak seperti stroke atau pecahnya pembuluh darah otak. 11. Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah. Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah penyakit jantung dan hipertensi. 12. Umur adalah umur resmi 16 – 64 tahun pada saat akan dilakukan operasi, yang diketahui dari tanggal lahir yang didapat dari wawancara atau dari dokumen resmi, misalnya KTP atau SIM (tahun). 13. Indek Masa Tubuh adalah ukuran persentase relatif antara masa otot dengan lemak yang didapat dari hasil berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam satuan meter. IMT normal adalah 19-25 Kg/m2. 14. Berat badan : diukur dengan timbangan dengan nama dagang Health Scale seri TZ 120, posisi berdiri memakai busana seminimal mungkin, dengan satuan kilogram (Kg). 15. Tinggi badan : diukur dengan alat ukur tinggi badan dengan nama dagang Health Scale seri TZ 120, dalam posisi berdiri tegak tanpa alas kaki, dengan satuan meter (m). 16. Status Fisik ASA : adalah suatu sistem penilaian status fisik pasien praoperasi menurut klasifikasi berdasarkan American Society of Anesthesiologist, dikatakan status fisik ASA I jika pasien tanpa penyakit
sistemik, ASA II jika pasien dengan penyakit sistemik ringan tanpa keterbatasan fungsional, ASA III jika pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengakibatkan keterbatasan fungsional (Morgan dkk., 2006). 4.7. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah: 1.
Kuesioner dan data dari status pasien
2.
Tabel penggunaan obat-obatan, tekanan darah, dan laju nadi.
3.
Monitor tekanan darah, tekanan darah rerata dan laju nadi.
4.
Target controlled infusion machine (Perfusor®Space dari B.Braun)
5.
Alat monitor BIS Indek
6.
Vaporizer isofluran yang ada di IBS RSUP Sanglah Denpasar.
4.8. Prosedur Penelitian 4.8.1. Persiapan Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan penelitian (ethical clearence) dari Komisi Etika Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan RSUP Sanglah-Denpasar. 4.8.2. Penapisan pasien Seleksi dilakukan pada saat kunjungan pra - anestesia pada pasien yang akan menjalani pembedahan mayor dengan teknik anestesi umum. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ditetapkan sebagai sampel. Setelah mendapatkan penjelasan dan pasien setuju dilanjutkan dengan menandatanangi informed concent.
4.8.3. Pelaksanaan penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tahapan-tahapan yang ditentukan sebelumnya dengan harapan perlakuan lain yang tidak diteliti diberikan sama ke semua subyek. 4.8.3.1. Cara kerja Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Seleksi dilakukan pada pasien yang akan menjalani prosedur pembedahan mayor dengan teknik anestesi umum di Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah berdasarkan kriteria inklusi. Selanjutnya diberi penjelasan mengenai penelitian dan dimohon kesediaannya untuk berpartisipasi pada penelitian. 2. Surat persetujuan tindakan dan surat persetujuan berpartisipasi dalam penelitian ditandatangani oleh pasien atau wali pasien apabila telah menyetujui tindakan. 3. Pencatatan kembali identitas sampel di ruang persiapan Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah, kemudian dilakukan pemasangan infus dengan cairan kristaloid, kecepatan pemberian sesuai kebutuhan cairan pemeliharaan sesuai berat badan pasien. 4. Pasien dibawa ke ruang operasi, kemudian dipindahkan ke meja operasi. 5. Pemasangan monitor tekanan darah non invasif, EKG, pulse oxymetry, BIS, dilakukan pencatatan hasil di monitor untuk tekanan darah
sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, laju nadi basal. Obat-obatan yang disiapkan termasuk disposable spuit, three-way catheter, extention tube, dan gas anestesi (Isofluran) yang akan dimasukkan ke vaporizer yang sudah dikosongkan sebelumnya dicatat. 6. Pada kelompok A, dilakukan anestesi intravena total propofol menggunakan TCI. Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol menggunakan TCI dengan target konsentrasi efek 4 mcg/mL. Ditunggu sampai BIS indek menunjukkan angka 40-60 kemudian diberikan fasilitas intubasi pelumpuh otot menggunakan Atrakurium 0,5 mg/kgBB. Laringoskopi intubasi dikerjakan secara lege artis 3 menit setelah atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan dengan compressed air 2 liter/menit, oksigen 2 liter/menit dan propofol dengan target konsentrasi efek 3 mcg/mL. Sebagai komponen analgetika fentanyl diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah intubasi. Atrakurium dapat diberikan secara intermiten sesuai kebutuhan relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS indek selama pembedahan pada angka 40-60 maka konsentrasi propofol diturunkan 1 µg /mL bila BIS < 40 dan konsentrasi propofol dinaikkan 1 µg /mL bila BIS menunjukkan angka > 60. Jika BIS kembali ke target angka 40-60, konsentrasi propofol kembali ke konsentrasi pemeliharaan 3µg /mL.
7. Pada kelompok B, dilakukan anestesi umum inhalasi dengan isofluran. Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol 2 – 2,5 mg/kgBB bolus secara titrasi manual sampai pasien terinduksi dan BIS indek menunjukkan angka 40-60. Pelumpuh otot yang digunakan atrakurium 0,5 mg/kgBB. Laringoskopi intubasi dikerjakan secara lege artis 3 menit setelah atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan dengan compressed air 2 liter/menit, oksigen 2 liter/menit dan Isofluran 0,5 – 1,5 vol%. Sebagai komponen analgetika fentanyl diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah intubasi. Atrakurium dapat diberikan secara intermiten sesuai kebutuhan relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS selama pembedahan pada angka 40-60 maka volume gas (vol %) isofluran diturunkan sampai dengan 0,5 vol% bila BIS < 40 dan volume gas (vol %) isofluran dinaikkan sampai dengan 1,5 vol% bila BIS indek menunjukkan angka > 60. Jika BIS kembali ke target angka 40-60, volume gas (vol %) isofluran kembali ke volume pemeliharaan. 8. Pencatatan tekanan darah, nadi, RR, SaO 2 saat pasien terinduksi yang ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata, respon verbal, dan nilai BIS 40-60, saat laringoskopi-intubasi, satu menit setelah intubasi serta satu menit setelah insisi.
9. Pemberian propofol atau Isofluran dihentikan (BIS indek masih 40-60) setelah selesai dilakukan dressing luka operasi, dilakukan pencatatan waktu dan pemakaian obat / gas anestesi. 10. Evaluasi dilakukan dengan memberikan perintah untuk buka mata pada pasien. Waktu pasien bisa buka mata atas perintah dicatat sebagai waktu pulih sadar. Segera setelah ekstubasi pasien dipindahkan ke ruang pulih. 11. Bila terjadi komplikasi : •
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 20% dari basal atau MAP kurang dari 65 mmHg), diberikan efedrin 5 mg, diulang setiap 5 menit sampai tekanan darah sistolik kembali normal.
•
Mual dan atau muntah diberikan ondancetron 4 mg intravena.
12. Semua hasil data dicatat pada formulir yang sudah disediakan dan catat efek samping yang muncul pada kedua kelompok.
Pasien yang akan menjalani operasi elektif bedah mayor
Kriteria Inklusi
Populasi terjangkau
Kriteria Eksklusi
ELIGIBLE SAMPEL
RANDOMISASI
Kelompok A
Kelompok B
TCI Propofol
Isofluran
BIAYA
BIAYA
ANALISIS DATA
Gambar 4.2. Bagan alur penelitian
Kelompok TCI Catat penggunaan obat-obatan anestesi, periksa hemodinamik; tekanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, takanan arteri rerata , dan BIS Indek sebelum pasien dilakukan tindakan anestesia Koinduksi Fentanyl 2 µg/KgBB, Ketorolac 0,5-0,75 mg/KgBB (5 menit sebelum induksi), Induksi TCI Propofol dengan target konsentrasi efek Schinder 4 µg/ml
BIS 40-60
Fasilitas Intubasi Atracurium 0,5 mg/kgBB
• Dosis Pemeliharaan Propofol 3µg /mL • Fentanyl 0,5 µg/KgBB bolus @ 30 menit • Compressed Air : O2 • Atrakurium intermitten
Naikan/ Turunkan pemeliharaan Propofol TCI 13µg /mL
LARINGOSKOPI INTUBASI
insisi pembedahan
BIS 4060
Catat penggunaan obatobatan anestesi, Periksa takanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan arteri rerata setelah pasien terinduksi , setelah dilakukan laringoskopi intubasi
Periksa takanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan arteri rerata 1 menit setelah insisidurasi operasi, perdarahan.
Stop Propofol Waktu Pulih Sadar Buka mata atas perintah Ruang Pulih (RR) ANALISIS STATISTIK
Gambar 4.3 Bagan alur penelitian kelompok TCI propofol
Kelompok Anestesi Inhalasi
Catat penggunaan obat-obatan anestesi, periksa hemodinamik; tekanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, takanan arteri rerata sebelum pasien dilakukan tindakan anestesia
Koinduksi Fentanyl 2µg /kgBB, Ketorolac 0,5-0,75mg/KgBB (5 menit sebelum induksi), Induksi Propofol 2-2,5 mg/kg BB selama 3 menit (atau sampai BIS 40-60),
BIS 40-60
Fasilitas Intubasi Atracurium 0,5 mg/ kgBB
LARINGOSKOPI INTUBASI • Dosis Pemeliharaan Isofluran 0,5-1,5 Vol% : Compressed Air : O2 • Fentanyl 0,5 µg/KgBB bolus @ 30 menit • Atrakurium intermitten
INSISI PEMBEDAHAN
BIS 40-60
Naikkan /Turunan Vol % Isofluran s/d 0.5- 1,5 Vol%
Isofluran Stop
Catat penggunaan obatobatan anestesi, Periksa takanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan arteri rerata setelah pasien terinduksi, setelah dilakukan laringoskopi intubasi
Periksa tekanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan darah rerata (T) 1 menit setelah insisi, durasi operasi, perdarahan.
Waktu Pulih Sadar
Buka Mata atas Perintah Ruang Pulih (RR) ANALISIS STATISTIK
Gambar 4.4 Alur penelitian kelompok anestesi inhalasi
4.9 Analisis Data Data pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan program SPSS ver. 17 for Windows dengan tahapan sebagai berikut : 4.9.1 Analisis statistik deskriptif Analisis ini bertujauan untuk menggambarkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk data dengan kriteria numerik seperti umur, IMT, TAR, waktu bangun, kebutuhan propofol, dan isofluran akan dipresentasikan dalam rerata ± simpang baku (SD). Untuk data dengan kriteria kategorikal seperti jenis kelamin dan status fisik ASA dipresentasikan dalam frenkuensi dan persentase (%). 4.9.2 Uji normalitas data Untuk mengetahui distribusi atau sebaran data dari variabel tergantung pada masing-masing kelompok perlakuan digunakan uji Saphiro Wilk. Jika nilai P > 0,05 maka data berdistribusi normal. Dan Jika nilai P ≤ 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. 4.9.3 Uji homogenitas varian Homogenitas varian dari masing-masing kelompok perlakuan digunakan uji Lavene’s test. Jika nilai P > 0,05 maka data homogen. Dan jika nilai P ≤ 0,05 maka data tidak homogen. 4.9.4 Analisis beda rerata Data berdistribusi normal maka dilakukan uji t dua sampel tidak berpasangan. Jika data berdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji Man Withney.
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis terhadap 40 orang pasien yang memenuhi kriteria eligibilitas yang menjalani tindakan pembedahan di kamar operasi RSUP Sanglah. Pasien status fisik ASA I dan II yang berumur 1664 tahun, dikerjakan dengan teknik anestesi umum pemasangan pipa endotrakeal merupakan sampel pada penelitian ini. Dilakukan perbandingan biaya anestesi umum TIVA propofol menggunakan TCI dan anestesi inhalasi isofluran. Dari keseluruhan sampel yang diambil secara randomisasi konsenkutif, dua puluh diantaranya mendapat anestesi umum intravena total menggunakan TCI propofol sedangkan dua puluh lainnya merupakan kelompok kontrol yang mendapat anestesi umum inhalasi, dari seluruh jumlah sampel tidak ada yang dieksklusi.
5.1 Karakteristik Sampel Penggambaran karakteristik sampel bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok sebanding (comparable) atau tidak. Kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing terdiri dari 20 sampel. Umur pada kedua kelompok terdistribusi normal dengan rentang umur sampel pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI propofol berkisar antara 16-63 tahun, dengan rata-rata usia 40,9 tahun dan simpang baku 1,43. Sedangkan umur sampel pada kelompok kontrol berkisar antara usia 16-64 tahun dengan rata-rata 37,2 tahun dengan simpang baku 1,33 (Tabel 5.1).
Secara statistik dengan uji t dua sampel tidak berpasangan
didapatkan kedua kelompok memiliki variasi yang homogen (p 0,400).
Karakteristik jenis kelamin 20 sampel kelompok TCI propofol terdiri dari 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Sedangkan kelompok isofluran terdiri dari 6 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok TCI propofol dan isofluran (p 0,060). Kelompok TCI terdiri dari 14 sampel ASA I dan 6 sampel ASA II, sedangkan kelompok isofluran 6 sampel ASA I dan 14 sampel ASA II. Dari uji pearson Chi Square tidak didapatkan perbedaan antara kedua kelompok (p 1,000). Rentang BMI sampel pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI propofol berkisar antara 18,75– 30,3 kg/m2, dengan rata-rata 23,42 kg/m2 dan simpang baku 2,78 kg/m2. Sedangkan BMI sampel pada kelompok kontrol berkisar antara 15,4 - 35,3 kg/m2 dengan rata-rata 23,51 kg/m2 dan simpang baku 4,51 kg/m2. Secara statistik dengan uji t didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki variasi yang normal dalam hal BMI (p 0,079). Karakteristik berdasarkan jenis operasi, terbanyak pada operasi bedah onkologi, pada kelompok TCI propofol 12 orang dan kelompok isofluran 13 orang. Dua orang dari sampel pada kelompok TCI propofol menjalani operasi bedah THT dan 5 orang pada kelompok isofluran yang menjalani operasi yang sama. Untuk operasi bedah orthopedi masing – masing 3 orang dan 1 orang secara berurutan dari kelompok perlakuan dan kontrol. Tidak ada perbedaan bermakna pada masing – masing kelompok (p 0,830).
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan TCI
Isofluran
(n = 20)
(n = 20 )
P
ASA I
14 (70 %)
6(30 %)
1,000 c
ASA II
6 (30 %)
14 (70 %)
Umur (tahun)
40,9 (± 1,43)
37,2(± 1,33)
0,400 a
BMI (Kg/m2)
23,42 (± 2,78)
23,51 (± 4,51)
0,079 b
Laki-laki
10 (50 %)
6(30 %)
0,060 c
Perempuan
10(50 %)
16(70 %)
ONKOLOGI
12(60 %)
13(65 %)
ORTHOPEDI
3 (15 %)
1(5 %)
THT
2(10 %)
5(25 %)
MATA
2 (10 %)
-
1(5 %)
1 (5 %)
Karakteristik Status fisik ASA
Jeniskelamin
Jenis Operasi
BEDAH PLASTIK
0,830 c
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku) dan frekwensi (%). a = hasil uji Mann-Whitney, b = hasil uji t dua sampel tidak berpasangan, c = hasil uji pearson Chi Square test, nilai p > 0,05 tidak berbeda bermakna.
5.2 Perbandingan Lama Operasi dan Total Penggunaan Obat Perbandingan lama operasi kelompok propofol intravena TCI dan isofluran tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik (p 0,200). Jumlah penggunaan obat ditemukan perbedaan yang bermakna sesuai dengan perlakuan pada masing-masing kelompok di mana obat utama yang digunakan dalam pengelolaan anestesi memang berbeda (p < 0,001).
Tabel 5.2 Perbandingan Lama Operasi
Lama operasi (menit)
TCI propofol
Isofluran
(n = 20)
(n = 20)
p
169,75 (±6,14)
203,2 (±7,76)
0,200
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Tabel 5.2.1 Perbandingan total penggunaan obat anestesi umum TCI (n = 20)
Isofluran (n = 20)
p
Propofol (mg)
1450,32(±5,07)
-
< 0,001
Isofluran (ml)
-
84,75 (±3,23)
8,54 (±2,04)
-
-
0,42 (±0,09)
Jumlah pemakaian obat
Rasio penggunaan obat persatuan waktu Propofol (mg/menit) Isofluran (ml/menit)
< 0,001
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Tabel 5.2.2 Perbandingan dosis induksi propofol Perlakuan TCI (n = 20)
Isofluran (n = 20)
p
76,2 (±8,32)
111(±34)
< 0,001
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Perbedaan dosis induksi propofol antara kelompok TCI propofol dan inhalasi didapatkan perbedaan bermakna dari uji statistik dengan nilai p < 0,001. Pada kelompok TCI propofol dosis induksi mencapai nilai BIS 40 – 60 adalah 76,2 mg dengan simpang baku 8,32 mg sedangkan kelompok kontrol dosis propofol induksi 111 mg dengan simpang baku 34 mg.
Tabel 5.2.3 Perbandingan total fentanyl
Total fentanyl (mcg)
TCI (n = 20)
Isofluran (n = 20)
p
287,25 (±89,5)
292,1 (±67,2)
0,547
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Perbandingan total fentanyl pada kelompok TCI propofol dan isofluran dari uji statistik t dua sampel tidak berpasangan tidak berbeda bermakna dengan nilai p 0,547.
5.3 Perbandingan Tekanan Arteri Rerata Perbandingan keadaan hemodinamik dilakukan pada kedua kelompok dalam hal tekanan arteri rerata basal, induksi dan sesaat setelah dilakukan laringoskopi intubasi. Dilakukan uji statistik pada masing – masing kelompok kemudian dilakukan perbandingan keadaan hemodinamik pada kedua kelompok. Dari uji normalitas, didapatkan data tidak berdistribusi normal. Secara statistik dengan uji Mann Whitney didapatkan kedua kelompok perbedaan tekanan arteri rerata basal tidak bermakna (p 0,432). Sedangkan pada tekanan arteri rerata setelah induksi pada kelompok TCI dan isofluran tidak didapatkan juga fluktuasi
yang bermakna dari uji klinik (p 0,234). Sedangkan tekanan arteri rerata pasca laringoskopi intubasi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada kedua kelompok (p 0,705). Kejadian hipotensi pada kelompok anestesi intravena total menggunakan TCI didapatkan tujuh sampel (35%) setelah induksi sedangkan pada kelompok anestesi inhalasi didapatkan 12 pasien mengalami hipotensi (60%).
Dari uji
statistik didapatkan hasil yang tidak bermakna (p 0,113). Tabel 5.3.1 Perbandingan tekanan arteri rerata basal, pascainduksi, pascaintubasi TCI
Isofluran
p
(n = 20)
(n = 20 )
TAR 1 (mmHg)
94,5 (±1,3)
95,9(±1,06)
0,432
TAR 2 (mmHg)
84,05(±1,23)
79,83(±1,38)
0,234
TAR 3 (mmHg)
82,8(±9,18)
82(±8,47)
0,705
Keterangan : TAR 1 : Tekanan Arteri Rerata Basal, TAR 2 : Tekanan Arteri Rerata induksi, TAR 3 : Tekanan Arteri Rerata pascaintubasi. Data disajikan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji Mann Whitney, nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Tabel 5.3.2 Perbandingan kejadian hipotensi pascainduksi Kejadian hipotensi
Rasio dengan TAR Basal
Pascainduksi
Stabil
Hipotensi
TCI (n = 20)
13 (65%)
7 (35%)
Isofluran ( n = 20)
8 (40%)
12 (60%)
p
0,113
Keterangan : TAR : Tekanan Arteri Rerata. Data disajikan dalam bentuk frekwensi (%). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan, nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Penambahan obat efedrin pada sampel yang mengalami episode hipotensi didapatkan 10 subjek pada kelompok isofluran dan 2 subjek pada kelompok propofol. Meskipun tidak bermakna untuk diuji secara statistik, namun kebutuhan terhadap penambahan obat akibat episode hipotensi tentunya akan membawa implikasi terhadap penambahan biaya obat anestesi intraoperatif. 5.4 Perbandingan Waktu Pulih Perbandingan waktu pulih sadar pada kelompok TCI propofol yaitu 8,9 menit (±3,29 menit) sedangkan pada kelompok anestesi inhalasi isofluran 17,5 menit (±8,34 menit). Dari uji statistik Mann Whitney didapatkan perbedaan bermakna diantara kedua kelompok (P < 0,001). Table 5.4 Perbandingan Waktu Pulih Sadar
Waktu Pulih (menit)
Sadar
TCI
Isofluran
(n = 20)
(n = 20 )
p
8,9 (±3,29)
17,5 (±8,34)
< 0,001
Keterangan : Data disajikan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji Mann Whitney nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
5.5 Analisis Minimalisasi – Biaya Obat Anestesi Umum Jumlah pemakaian propofol yang direratakan pemakaiannya per durasi operasi, maka didapatkan kelompok TCI menggunakan 8,54 mg/menit (512,4 mg/jam). Sedangkan untuk kelompok kontrol, didapatkan rerata jumlah pemakaian isofluran per durasi operasi 0,42 ml/menit (25,2 ml/jam). Harga satuan propofol dan isofluran berdasarkan harga jual di depo IBS RSUP Sanglah perbulan Januari 2015 sebesar Rp. 20.782,- / ampul 200 mg propofol dan Rp. 326.681,- / botol 100 ml isofluran, jika dikonversikan maka
didapatkan harga Rp. 103,91/mg propofol dan Rp. 3.266,81 / ml isofluran cair sebelum diuapkan. Perhitungan harga penggunaan propofol sebagaimana obat-obat anestesi intravena lainnya, tidak bisa begitu saja dihitung per-ml penggunaan tetapi berdasarkan jumlah ampul yang dibuka. Sedangkan untuk kelompok kontrol dalam perhitungan telah dimasukkan harga 1 ampul propofol sebagai agen induksi yang kemudian dilanjutkan agen isofluran sebagai rumatan. Hasil analisis minimalisasi - biaya obat anestesi umum dari kedua kelompok didapatkan perbedaan bermakna. Biaya obat anestesi umum pada kelompok anestesi intravena propofol TCI didapatkan dengan rata-rata Rp. 155.865,- dan simpang baku Rp. 52.009,66. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan dengan rata-rata Rp. 297.644,- dengan simpang baku Rp. 105.787,-. Berdasarkan statistik dengan uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki perbedaan signifikan (p < 0,001).
Tabel 5.5 Perbandingan Total Biaya Obat Anestesi Umum Biaya Obat Anestesi Umum
TCI
Isofluran
(n = 20)
(n = 20 )
P
Biaya Total (Rp.)
Rp. 155.865,(±52.009,66)
Rp. 297.644,- < 0,001 (±105.787)
Per menit anestesi(Rp)
Rp. 800,85 (±127,99)
Rp. 1.266,32 (±227,26)
< 0,001
Keterangan : Data disajikan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Perbandingan biaya obat anestesi umum per menit anestesi didapatkan rata-rata biaya obat anestesi umum intravena propofol TCI sebesar Rp. 800,85,dengan simpang baku Rp. 127,99 sedangkan pada kelompok kontrol Rp. 1.266,32 dengan simpang baku Rp. 227,26. Dari data statisik terdapat perbedan bermakna antara kedua kelompok dengan nilai p < 0,001.
BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan analisis minimalisasi biaya obat anestesi umum yang membandingkan biaya dua jenis obat anestesi umum yaitu propofol intravena target controlled infusion dan anestesi inhalasi isofluran. Penelitian uji klinik ini dilakukan pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor dengan pemberian anestesi umum di Instalasi Bedah Sentral di RSUP Sanglah selama Februari 2015. Sebagai sampel penelitian ini adalah pasien ASA I-II yang berumur 16-64 tahun, yang dilakukan anestesi umum dengan teknik GA-OTT. Sampel diambil secara konsekutif acak saat kunjungan pra anestesi sebanyak 40 sampel, dimana 20 sampel untuk kelompok TCI propofol dan 20 sampel untuk kelompok anestesi inhalasi isofluran, dari seluruh sampel tidak ada yang dieksklusi. Pada penelitian ini dipergunakan teknik anestesi umum TCI propofol menggunakan target konsentrasi efek sebagai induksi dan pemeliharaan. Sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan induksi secara intravena propofol dosis 2-2,5 mg/ KgBB yang dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi inhalasi isofluran. Dipergunakan monitor BIS untuk menyamakan kedalaman anestesi pada kedua kelompok sehingga bias penelitian bisa dikurangi. Total biaya obat anestesi umum propofol intravena dan anestesi inhalasi menggunakan daftar harga obat depo IBS RSUP Sanglah Denpasar per Januari 2015. 6.1 Karakteristik Sampel Penggambaran karakteristik sampel bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok sudah sebanding (comparable) atau tidak. Kelompok perlakuan dan
kontrol masing-masing terdiri dari 20 sampel. Pada kedua kelompok dilakukan uji normalitas data menggunakan uji saphiro wilk. Umur pada kedua kelompok terdistribusi normal, secara statistik didapatkan kedua kelompok memiliki variasi yang homogen (p 0,400). Rentang umur sampel pada kelompok TCI propofol berkisar antara 16-63 tahun, dengan rata-rata usia 40,9 tahun dan simpang baku 1,43. Sedangkan umur sampel pada kelompok kontrol berkisar antara usia 16–64 tahun dengan rata-rata 37,2 tahun dengan simpang baku 1,33. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, 20 sampel kelompok TCI propofol terdiri dari 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Sedangkan kelompok isofluran terdiri dari 6 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok TCI dan Isofluran (p 0,060). Variabel status fisik ASA berdasarkan uji statistik tidak didapatkan perbedaan antara kedua kelompok (p 1,000). Rentang BMI sampel pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI berkisar antara 18,75– 30,3 kg/m2, dengan rata-rata 23,42 kg/m2 dan simpang baku 2,78 kg/m2. Sedangkan BMI sampel pada kelompok kontrol berkisar antara 15,4- 35,3kg/m2 dengan rata-rata 23,51 kg/m2 dan simpang baku 4,51 kg/m2. Secara statistik didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki variasi yang normal dalam hal BMI (p 0,079). Karakteristik berdasarkan jenis operasi, terbanyak pada operasi bedah onkologi, pada kelompok TCI 12 orang dan kelompok isofluran 13 orang. Tidak ada perbedaan bermakna pada masing – masing kelompok (P 0,830).
Variabel umur, jenis kelamin, BMI, status fisik ASA, dan jenis operasi secara statistik pada kedua kelompok memiliki variasi yang sebanding dan comparable (Tabel 5.1).
6.2 Perbandingan Lama Operasi dan Total Penggunaan Obat Perbandingan lama operasi pada kedua kelompok dari uji statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna (p 0,200). Jumlah penggunaan obat ditemukan perbedaan yang bermakna sesuai dengan perlakuan pada masing-masing kelompok di mana obat utama yang digunakan dalam pengelolaan anestesi memang berbeda (p < 0,001). Analisis nantinya tidak berhenti pada perbedaan yang bermakna dari pemakaian obat yang ditampilkan pada kolom hasil saja, tetapi akan berusaha mengetahui biaya ekonomi yang ditimbulkan dari masingmasing penggunaan obat tersebut (obat intravena propofol dan gas inhalasi isofluran). Sedangkan untuk penggunaan obat-obat yang lain seperti analgetik opioid (Fentanyl), NSAID (Ketorolac), dan pelumpuh otot (Atrakurium) diperlakukan sama pada kedua kelompok dengan tetap memperhatikan klinis serta kebutuhan dari subjek penelitian durante operasi. Lama operasi pada kelompok TCI propofol didapatkan rerata 169,75 menit dengan simpang baku 6,14 menit, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan lama operasi 203,2 menit dengan simpang baku 7,76 menit, berdasarkan uji t dua sampel tidak berpasangan tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p 0,200.
Perbandingan total penggunaan opioid fentanyl tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok perlakuan dimana pada kelompok TCI propofol total penggunaan fentanyl 287,25 (±89,5) mcg sedang kelompok isofluran 292,1 (±67,2) mcg. Perbandingan total penggunaan jumlah obat anestesi yang digunakan, total propofol yang digunakan pada kelompok TCI propofol adalah 1450,32 mg dengan simpang baku 5,07 mg, sedangkan kelompok isofluran 84,75 ml dengan simpang baku 3,23 ml. Berdasarkan uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan nilai yang bermakna dengan p < 0,001. Rasio penggunaan obat persatuan waktu yaitu per menit, didapatkan pada kelompok TCI propofol 8,54 mg dengan simpang baku 2,04 mg dan kelompok kontrol 0,42 ml dengan simpang baku 0,09 ml. Hasil uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan berbeda bermakna dengan nilai p < 0,001. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Iswayudi, dkk. pada tahun 2013, didapatkan lama operasi pada kelompok TCI propofol 159,69 menit dengan simpang baku 30,32 menit, jumlah obat propofol yang terpakai 1442 mg dengan simpang baku 264,23 mg, dan rasio penggunaan obat persatuan waktu 9,04 mg dengan simpang baku 0,35 mg (Iswahyudi, dkk., 2013). Terdapat perbedaan dalam hal rasio penggunaan obat per satuan waktu, dimana penelitian ini alat yang digunakan dalam menilai kedalam anestesi adalah monitor BIS indek yang mampu memfasilitasi pengukuran kedalaman anestesi secara kontinyu, sedangkan pada penelitian Iswahyudi, dkk digunakan alat monitor kedalaman anestesi
dengan IOC. Dari hasil penelitian ini didapatkan perbedaan kebutuhan rasio penggunaan obat per satuan waktu sebesar 5,5 %. Studi Stefan suttner, dkk yang meneliti analisis biaya TCI propofol dibandingkan dengan regimen standar anestesi pada operasi laparoskopi kolesistektomi didapatkan rerata durasi anestesi 113 ± 24 menit didapatkan dosis propofol 2180 ml dan isofluran 345 ml. Dosis isofluran persatuan waktu didapatkan rerata 2,5 ml/menit. Terdapat perbedaan bermakna dalam hal kebutuhan isofluran per satuan waktu dikarenakan pada penelitian Stefan Suttner, dkk menggunakan vaporizer analyser (vapor 19.3; Dragerwerke, Lubeck, Jerman), yang menggunakan mesin penghitung berat presisi (SG 16001; MettlerToledo, Greifensee, Swiss). Mengkonversi dari satuan milligram ke milliliter dengan menggunakan berat spesifik isofluran (1,50 gr/mL). Sedangkan pada penelitian ini dilakukan pengukuran secara manual volume isofluran sebelum dilakukan anestesi dan setelah operasi selesai menggunakan gelas ukur kaca. Alat vaporizer yang digunakan Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah terkalibrasi pada tahun 2013. Penelitian ini melakukan pencatatan dosis propofol yang dibutuhkan dalam induksi yang ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien. Dalam menilai kesadaran digunakan alat monitor BIS indek yang merupakan varian dari gelombang EEG. BIS indek menangkap gelombang EEG otak bagian frontal, dimana pasien mulai kehilangan kesadaran apabila nilai BIS indek mulai turun dari angka 70. Monitor BIS indek telah disetujui oleh FDA sejak tahun 1996
sebagai alat monitor menilai kedalam anestesi. Dari beberapa literatur BIS indek mengurangi dosis penggunaan obat anestesi hingga 30 %. Perbandingan dosis induksi propofol didapatkan perbedaan bermakna, dimana dosis induksi menggunakan TCI propofol adalah 76,2 mg dengan simpang baku 8,32 mg sedangkan induksi manual dengan propofol didapatkan dosis induksi 111 mg dengan simpang baku 34 mg. Dosis induksi dicatat saat monitor BIS mencapai nilai indek 40-60. Dari hasil uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan perbedaan bermakna dalam dosis induksi propofol untuk mencapai nilai BIS indek 40-60. Secara teori, dosis induksi propofol 2 – 2,5 mg/ kgBB, dengan penggunaan fasilitas monitor BIS indek kita dapat mengurangi dosis induksi propofol.
6.3 Perbandingan Tekanan Arteri Rerata Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Penurunan
tekanan
arterial
berkaitan
dengan
penurunan
curah
jantung/indeks jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan
pembuluh darah sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992). Sistem TCI Schnider memungkinkan induksi yang lebih lembut dan pelan karena pengisian kompartemen pertama (k1) terjadi secara gradual sampai konsentrasi effect site (k1e) tercapai
yang ditandai dengan nilai BIS 40-60,
disinilah keuntungan penggunaan TCI (Ching Tang Wu dkk., 2009). Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. Idealnya induksi harus berjalan dengan lembut dan cepat, disertai dengan hemodinamik yang stabil. Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan pasien, dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat memberikan tingkat kedalaman anestesi yang adekuat untuk pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi hemodinamik (DLDS Siahaan, 2011). Perbandingan keadaan hemodinamik dilakukan pada kedua kelompok dalam hal tekanan arteri rerata basal, pascainduksi, pascaintubasi. Dilakukan uji statistik pada masing –masing kelompok kemudian dilakukan perbandingan keadaan hemodinamik pada kedua kelompok. Data tidak berdistribusi normal
pada kedua kelompok sehingga kami menggunakan uji Mann Whitney didapatkan kedua kelompok memiliki variasi tekanan arteri rerata basal yang homogen (p 0,432). Sedangkan pada tekanan arteri rerata sesudah induksi pada kelompok TCI dan isofluran tidak didapatkan juga fluktuasi yang bermakna dari uji klinik (p 0,234). Sedangkan tekanan arteri rerata pasca intubasi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada kedua kelompok (p 0,705). Target controlled infusion semakin berkembang dengan harapan pemberian agen anestesi dengan target kadar obat dalam plasma atau di organ target sehingga kadar obat tetap stabil. Hal ini didapatkan dengan menggabungkan ilmu farmakodinamik dan farmakokinetik dengan kemampuan komputer menghitung kadar obat. Secara teoritis pemberian obat intravena menggunakan TCI akan memberikan hasil hemodinamik yang lebih stabil karena kadar obat dalam plasma yang lebih stabil. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah ada tidaknya kejadian hipotensi saat induksi maupun durante operasi. Kejadian
hipotensi
pada
kelompok
anestesi
intravena
propofol
menggunakan TCI didapatkan tujuh sampel (35%) setelah induksi sedangkan pada kelompok anestesi inhalasi didapatkan 12 sampel mengalami hipotensi (60%). Dari uji statistik didapatkan hasil yang tidak bermakna (p 0,113). Penggunaan efedrin sebagai obat tambahan untuk episode hipotensi yang dialami hanya didapatkan 10 sampel pada kelompok isofluran dan 2 sampel pada kelompok propofol. Meskipun tidak bermakna untuk diuji secara statistik, namun kebutuhan terhadap penambahan obat akibat episode efek samping tentunya akan membawa implikasi terhadap penambahan biaya anestesi intraoperatif.
6.4 Perbandingan Waktu Pulih Perbandingan waktu pulih kelompok anestesi intravena propofol menggunakan TCI 8,9 menit (±3,29 menit) dibanding kelompok anestesi inhalasi isofluran 17,5 menit (±8,34 menit). Dari uji statistik didapatkan perbedaan bermakna diantara kedua kelompok (P < 0,001). Hal ini sesuai dengan penelitian Stefan suttner, dkk,. waktu yang dibutuhkan dari penghentian regimen anestesi hingga ektubasi (6 ± 2 menit) dan lama perawatan di Post Anesthesia Care Unit (PACU) (70 ± 12 menit) lebih singkat pada grup TCI propofol dibandingkan grup isofluran (15 ± 3 dan 87 ± 13 menit) dengan nilai p 0.05. Pada penelitian Iswahyudi, dkk,. didapatkan waktu pulih sadar pada kelompok TCI 9,33 menit dari waktu propofol dimatikan, dengan simpang baku sebesar 1,680 menit. Keunggulan penggunaan propofol pada teknik TIVA adalah rasa nyaman pascaoperasi dan waktu pulih sadar (waktu ekstubasi) yang lebih singkat. Cepatnya waktu pulih sadar ini sesuai dengan contex sensitivity half life propofol dalam darah yang akan berkurang dengan cepat konsentrasi efektifnya dalam plasma begitu obat dihentikkan pemberiannya. Dosis efektif anestesi propofol dalam plasma sekitar 2-4 µg/mL dan hilangnya kesadaran (BIS 40-60) pada konsentrasi 6 µg/mL. Begitu pemberian propofol dihentikan pemberianya maka konsentrasi bangun sekitar 1,5 µg/mL segera tercapai dalam waktu 8-10 menit (Jaap Vuyk dkk.,1992). Singkatnya waktu bangun pada kelompok TCI dikarenakan dosis propofol lebih kecil, induksi lebih lembut sehingga waktu tercapainya konsentrasi effect site dengan waktu eliminasi obat terjadi konstan dan fluktuasi hemodinamik yang lebih stabil. Pada beberapa penelitian
menyebutkan jenis kelamin juga mempengaruhi farmakodinamik propofol terutama wanita geriatri jika dibandingkan dengan laki-laki geriatri, dengan alasan analisa farmakodinamika pada wanita geriatri distribusi obat untuk mengisi volume perifer (V3) lebih lambat, metabolisme clearence obat lebih tinggi (Cl1) dan lean body mass pada wanita lebih kecil dibandingkan laki-laki sehingga pada pemberian dosis propofol yang sama, maka wanita akan mendapatkan dosis obat kurang 10% (Jaap Vuyk dkk.,2001).
6.5 Analisis Minimalisasi – Biaya Obat Anestesi Umum
Farmakoekonomi merupakan salah satu cabang dalam bidang farmakologi yang
mempelajari
mengenai
pembiayaan
pelayanan
kesehatan,
dimana
pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif, bagaimana dapat menghemat pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan kualitas hidup (Waley, Davey, 1995), ( Walley, Haycox, 1991).
Kajian analisis farmakoekonomi dikenal empat metode analisis. Keempat metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya. Empat metode analisis farmakoekonomi adalah Analisis minimalisasi
biaya (AMiB), Analisis efektivitas biaya (AEB), Analisis utilitas-biaya (AUB), Analisis manfaat-biaya (AMB). Analisis minimalisasi-biaya (AMiB) adalah analisis farmakoekonomi yang paling sederhana. AMiB digunakan untuk membandingkan dua intervensi kesehatan yang telah dibuktikan memiliki efek yang sama, serupa, atau setara. Jika dua terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu dibandingkan hanya biaya untuk melakukan intervensi. sesuai prinsip efisiensi ekonomi, jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek yang diharapkan. Penelitian ini melakukan uji klinik dengan membandingkan biaya obat anestesi umum menggunakan TCI propofol dan kelompok kontrol anestesi inhalasi dalam hal ini digunakan isofluran. Kedua obat tersebut bekerja pada titik tangkap yang sama yaitu di GABA, dan mengakibatkan hipnotik. Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya efek hipnotik kedua obat adalah BIS indek yang telah di setujui oleh FDA sebagai alat monitor kedalaman anestesi. Hasil analisis minimalisasi - biaya obat anestesi umum dari kedua kelompok pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna. Pada jumlah pemakaian propofol jika direratakan pemakaiannya per durasi operasi, maka kelompok TCI menggunakan 8,54 mg/menit (512,4 mg/jam). Sedangkan untuk kelompok kontrol, didapatkan rerata jumlah pemakaian isofluran per durasi operasi 0,42 ml/menit (25,2 ml/jam).
Harga satuan propofol dan isofluran berdasarkan harga jual di depo IBS RSUP Sanglah perbulan Januari 2015 sebesar Rp. 20.782,- / ampul 200 mg propofol dan Rp. 326.681,- / botol 100 ml isofluran, jika dikonversikan maka didapatkan harga Rp. 103,91/ mg Propofol dan Rp. 3.266,81- / ml isofluran cair sebelum diuapkan. Penggunaan propofol sebagaimana obat-obat anestesi intravena lainnya, tidak bisa begitu saja dihitung per-ml penggunaan tetapi berdasarkan jumlah ampul yang dibuka. Sedangkan untuk kelompok kontrol dalam perhitungan telah dimasukkan harga 1 ampul propofol sebagai agen induksi yang kemudian dilanjutkan sebagai agen isofluran sebagai pemeliharaan. Biaya obat anestesi umum pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI dengan rata-rata Rp. 155.865,- dan simpang baku Rp. 52.009,66. Sedangkan pada kelompok kontrol biaya anestesi inhalasi intraoperatif dengan rata-rata Rp. 297.644,- dengan simpang baku Rp. 105.787,-. Berdasarkan statistik dengan uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki perbedaan signifikan (p < 0,001). Biaya obat anestesi umum intravena propofol TCI berdasarkan menit anestesi, didapatkan rata-rata biaya anestesi umum sebesar Rp. 800,85 dengan simpang baku Rp. 127,99. Pada kelompok kontrol Rp. 1.266,32 dengan simpang baku Rp. 227,26 untuk per menit. Dari data statisik terdapat perbedan bermakna antara kedua kelompok dengan nilai p < 0,001. Harga dari semua obat anestesi dalam penelitian ini diambil dari daftar harga farmasi di depo IBS RSUP Sanglah Denpasar per- Januari 2015. Pada
penelitian sebelumnya Iswahyudi, dkk., berdasarkan harga depo IBS RSUP Sanglah Denpasar per- Agustus 2013, harga propofol ebesar Rp. 64.470,- / ampul 200 mg. Maka didapatkan biaya anestesi intraoperatif pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI dengan rata-rata Rp. 957.870, - dan simpang baku Rp. 73.910,-. Berdasarkan menit anestesi, didapatkan rata-rata biaya anestesi intraoperatif sebesar Rp. 5.999,- untuk per menit anestesi pada kelompok TCI Propofol (Iswahyudi, dkk., 2013). Hal ini dikarenakan diterapkannya sistem jaminan kesehatan nasional, maka pemerintah menunjuk sebuah badan khusus dalam menilai harga obat dipasaran. Harga obat propofol dan isofluran yang digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan harga E-Catalog yang telah disahkan oleh pemerintah tahun 2014. Analisis biaya di atas tidak memasukkan biaya N 2 O dan O 2 , biaya alat dan bahan sekali buang (disposable) seperti kanul nasal, set infus, abocath, dan handschoen. Biaya pemakaian dari alat anestesia dan monitor juga tidak dimasukkan dalam perhitungan. Biaya untuk gaji staf (dokter, perawat, dan personel di kamar operasi lainnya) yang merupakan biaya terbesar dari pelayananan rumah sakit, juga tidak dimasukkan dalam penelitian analisis biaya ini. Kesemuanya ditujukan untuk benar-benar dapat mengetahui biaya dari obat anestesi umum dan teknik anestesi dengan meminimalisir kemungkinan bias dari komponen-komponen di atas. Analisis minimalisasi – biaya obat anestesi umum membandingkan TCI propofol dan anestesi inhalasi isofluran didapatkan propofol intravena target controlled infusion lebih murah dibandingkan isofluran pada pasien yang
menjalani operasi bedah mayor di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah. Metode dengan menggunakan TCI propofol di atas bahkan bisa lebih ekonomis mengingat biaya propofol telah berkurang sampai dengan 50% pada beberapa tahun terakhir pada beberapa negara. TIVA/TCI propofol akan menjadi lebih ekonomis lagi jika berhasil menemukan solusi untuk biaya obat sisa yang dibuang (ampul terbuka dengan adanya bahan obat didalamnya). Sisa obat yang dikumpulkan sesuai data yang dikemukakan oleh Rosenberg dkk (1994) dan Johans TG dkk (1995), mencapai 20 % dari perhitungan biaya anestesi. Sisa obat anestesi tersebut dapat menjadi salah satu faktor dalam menentukan biaya dari penggunaan TIVA / TCI propofol. Disimpulkan bahwa reformasi pelayanan kesehatan telah memberikan tekanan lebih bagi seorang dokter ahli anestesi untuk menentukan dampak biaya dari strategi dan obat serta teknologi baru yang dipilih dan dikerjakan. Disamping hal diatas, kualitas dari pelayanan juga termasuk poin penting tetapi suatu masalah yang sangat kompleks terlebih jika dihadapkan dengan biaya yang ekonomis. TCI Propofol menghasilkan biaya yang lebih murah secara bermakna disertai gambaran efek samping hipotensi yang lebih rendah dan waktu pulih lebih singkat, serta melindungi lingkungan dibandingkan anestesi inhalasi isofluran pada pasien-pasien ASA I-II yang menjalani prosedur operasi bedah mayor di RSUP Sanglah Denpasar.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion lebih murah dibandingkan anestesi umum inhalasi isofluran pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah Denpasar. 7.2 Saran 1. Propofol intravena target controlled infusion dapat dijadikan pilihan dalam pelayanan anestesi umum di RSUP Sanglah karena lebih
murah, waktu
bangun lebih singkat, efek green hospital, dan efek hipotensi yang lebih rendah. 2. Penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan, baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
maupun
fasilitas
pelayanan
(Rumah
Sakit)
dalam
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan dalam rangka pemilihan dan penggunaan obat yang efektif dan efisien khususnya di bidang pelayanan anestesi. 3. Penelitian lanjutan mengenai analisis biaya TCI Propofol diperlukan dengan membandingkan obat anestesi inhalasi lainnya yang diukur dengan menggunakan metode Formula Dion atau Formula Loke yang dipercaya
menghasilkan presisi lebih baik sesuai perhitungan matematis untuk perhitungan biaya.
4. Perlu dilakukan penelitian mengenai analisis farmakoekonomi lainnya untuk mendapatkan beban biaya anestesi yang paling rendah misalnya analisis efektivitas biaya anestesi umum intravena dan anestesi inhalasi, analisis utilitas biaya anestesi umum intravena dan inhalasi, dan analisis manfaat biaya anestesi umum intravena dan inhalasi.
DAFTAR PUSTAKA Absalom, A. R., Sutcliffe N., Kenny, G. N., (2002), Closed-loop control of anesthesia using Bispektral index: performance assessment in patients undergoing major orthopedic surgery under combined general and regional anesthesia. Anesthesiology.;96:67-73. Andrade, J., Englert, L., Harper, C., Edwards, N. D., (2001), Comparing the effects of stimulation and propofol infusion rate on implicit and explicit memory formation. Br J Anaesth.;86:189-95. Ashraf, A., Dahaba., (2005), Different Condition that could Result in the Bispektral Index Indicating an Incorrect Hypnotic State, Anesthesia Analgesia;101:765-73. Bertram G.Katzung, (2004), Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed., p.413414. Billard, V., Constant, I., (2000). Automatic analysis of electroencephalogram: what is its value in the year for monitoring anesthesia depth? Ann Fr Anesth Reanim. 2001;20:763-85. Boldt, J., Jaun, N., Kumle, B., Heck, M., Mund, K., (1998), Economic considerations of the use of anesthetics: a comparison of propofol, sevofluran, desfluran, and isoflurane. Anesthesia and Analgesia.;86:504-509. Bower, A, L., Ripepi, A., Dilger, J., Boparai, N., Brody, F, J., Ponsky, J,L., (2000) Bispektral index monitoring of sedation during endoscopy. Gastrointest Endosc.;52:192-6. Bruhn, J., Bouillon, T, W., Shafer, S, L., (2000) Bispektral index (BIS) and burst suppression: Revealing part of the BIS algorithm. J Clin Monit.;16:593-596. Chernin, E, L., (2004), Pharmacoeconomics of inhaled anesthetic agents: considerations for the pharmacist. American Journal of Health-System Pharmacy.;61(suppl 4):S18-S22.
Coste, C., Guignard, B., Menigaux, C., Chauvin, M., (2000), Nitrous oxide prevents movement during orotracheal intubation without affecting BIS value.Anesth Analg.;91:130-5. Crozier, T. A.,Kettler, D., (1999) "Cost effectiveness of general anaesthesiology ", British Journal of Anaesthesiology,ed 1,volume 83, number 4, Department of Anaesthesiology ,Emergency and Intensive Care Medicine University of Gottingen Medical School, Germany,Gottingen. Dion, P., (1992), The cost of anaesthetic vapors. Canada Journal of Anaesthesia.;39(6):633. Edward, Morgan,Jr., Maged, Anesthesiology, 4th ed ;8:200-202.
S.,
Mikhail
et
al.,
(2006),
Clinical
Eger, E.I., (2010), Inhaled anesthetics: uptake and distribution. In: Miller RD, ed. Eriksson, LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL, associate eds. Miller’s Anesthesia. Vol 1. 7th Ed. Philadelphia, PA:Churchill Livingstone:539-559. Eger, E.I., (2010), Cost in several flavors. International Anesthesia Research Society.;110(2):276-277. Eger, E.I., (2002), A brief history of the origin of minimum alveolar concentration (MAC). Anesthesiolog ; 96(1):238-239. Friedberg, B.L., Sigl, J.C., (2000), Clonidine premedication decreases propofol consumption during Bispektral index (BIS) monitored propofol-ketamine technique for office-based surgery. Dermatol Surg.;26:848-52. Golembiewski, J., (2010), Economic considerations in the use of inhaled anesthetic agents. American Journal of Health-System Pharmacy ;67:S9-S12. Hasani, Antigona., Jashari, H., Valbon, Gashi., Albion, D., Propofol and postperative pain: systemic review and meta-analysis. Available from: http://www.intechopen.com/book/pain-management-current-issues-andopinions/propofol -and-postoperative -pain-review-and-meta-analysis.
Honan, D.M., Breen, P.J. et al., (2002), Decrease in Bispektral Index Preceding Intraoperatif Hemodynamic Crisis Evidence of Acute Alteration of Propofol Pharmacokinetic, Anesthesiology ;97:1303-5. Islam, S., Jain, P.N., (2004), Post-Operative Nausea And Vomiting (PONV) : A Review Article. Indian J Anaesth.; 48 (4) : 253-8. Iswahyudi, Sinardja K., Senapathi T.G.A., “Analisis Biaya Periode Intraoperatif Anestesi Intravena Total Propofol Target Controlled Infusion (TCI) dengan Anestesi Inhalasi Sevoflurane pada Pasien Operasi Bedah Mayor Onkologi di RSUP Sanglah Tahun 2013”. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Johansen, J. W., Sebel, P. S., (2000), Development and Clinical Application of Electroencephalographic Bispectrum Monitoring, Anesthesiology ;93:1336-44. Katzung, B. G., (2010), Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed., p.413-414. Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan, M. R., (2002), Anestetik Inhalasi dalam buku: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua, hal 48-64, penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI , Jakarta. Lockwood, G. G., White, D.C., (2001), Measuring the costs of inhaled anaesthetics. British Journal of Anaesthesia.;87(4):559-563 Loke, J., Shearer, W. A. J., (1993), Cost of anaesthesia. Canada Journal of Anaesthesia;40(5):472-474. Mangku, G., (2002), Diktat Kumpulan Kuliah Buku I, penerbit Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD, hal 74-84, Denpasar. Mangku, G., (2000), Anestesi Inhalasi dalam buku Standar Pelayanan dan Tatalaksana Anestesia-Analgesia dan Terapi Intensif, hal 28, penerbit Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. McGregor, M., (2003), Cost-utility analysis: use QALYs only with great caution. Can Med Ass J ;168:433- 434.
Meyer, T., (2010), Managing inhaled anesthesia: challenges from a healthsystem pharmacist’s perspective. American Journal of Health-System Pharmacy;67:S4-S8. Naidoo, D., (2011), Target Controlled Infusions, University of KwazuluNatal. Newson, C., Victory, R., White, P. F., (1995), Comparison of Propofol Administration Techniques for Sedation During Monitored Anesthesia Care. Anesthesia Analgesia;81:486-9. Odin, I., Feiss, P., (2005), Low flow and economics of inhalational anesthesia. Balliere’s Best Practice in Clinical Anesthesiology;19:399-413. Pemberton, P. L., Dinsmore, J., (2002), Bispektral index monitoring during awake craniotomy surgery. Anaesthesia:57;1243-1245. Rascati, K. L., (2009), Essentials of Pharmacoeconomics. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 45-58. Renna, M., Venturi, R., (2000), Bispektral index and anaesthesia in the elderly. Minerva Anestesiol;66:398-402. 7-8. Scott, D., Kelley., (2004), Monitoring Level of Consciousness during Anesthesia and Sedation. A Clinician’s Guide to the Bispektral Index. ASPECT medical system USA. Struys, M. M., De Smet, T., Versichelen, L. F., Van De Velde, S., Van den Broecke, R., Mortier, E. P., (2001), Comparison of closed-loop controlled administration of propofol using Bispektral Index as the controlled variable versus “standard practice” controlled administration. Anesthesiology ;95:6-17. Stoelting, R. K., Hiller, S. C., (2006), Nonbarbiturate Intravenous Anesthetic Drugs. In: Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 155-63. Sugiarto, Adhrie., (2012), Panduan praktis total intravenous anesthesia dan target controlled infusion; 27-42.
Suttner S., Boldt J., Schimdt C., Piper S., Kumle B., (1999), Cost Analysis of Target – Controlled Infusion – Based Anesthesia Compared sith Standards Anesthesia Regimens. Anesthesia & Analgesia 1999; 88: 77-82. Traynor, K., (2009), Inhaled anesthetics present cost-saving opportunity. American Journal of Health-System Pharmacy ;66:606-607. Triem, J. G., Rohm, K. D., et al., (2009), Propofol Administration System. Handling Hemodynamics and Propofol Compsumtion, Anaestethetist; 58(3):2314,236-9. Walley, T., Haycox, A., (1997), Pharmacoeconomics: basic concepts and terminology. Department of Pharmacology and Therapeutics, University of Liverpool, Liverpool, UK. Br J Clin Pharmacol ; 43: 343–348. Walley, T., Davey, P., (1995), Pharmacoeconomics: a challenge for clinical pharmacologists. Br J Clin Pharmacol ;40:199-202. Weinberg L, Story D, Nam J, McNicols L. Pharmacoeconomics of volatil inhalational anaesthetic agents: an 11-year retrospective analysis. Anaesthesia and Intensive Care. 2010; 38(5)849-854. Weiskopf, R. B., Eger, E. I., (1993), Comparing the costs of inhaled anesthetics. Anesthesiology ;79(6):1413-1418.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 JADWAL PENELITIAN
No
Kegiatan
Sept –
Des
Jan
Feb
Mar
April
Nov
2014
2014
2014
2014
2014
2014 1.
Pembuatan Proposal
2.
Seminar Proposal
3.
Koreksi/Ijin Penelitian
4.
Pelaksanaan Penelitian
5.
Pengolahan data
6.
Seminar hasil
7.
Penyempurnaan hasil
8.
Ujian Tesis
9.
Penyempurnaan Tesis
Lampiran 4 INFORMASI Penjelasan mengenai Penelitian
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH Di RSUP Sanglah Denpasar saat ini tengah dilakukan penelitian oleh tim peneliti dari Bagian Anestesi & Terapi Intensif Fakultas Kedoteran Universitas Udayana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ANALISIS MINIMALISASI BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH. Hingga saat ini dalam memberikan pelayanan anestesi kepada pasien operasi bedah mayor di RSUP Sanglah, anestesi umum inhalasi adalah teknik yang paling sering digunakan karena relatif sederhana dan sudah sangat lazim dikerjakan. Di sisi lain kita juga memiliki obat-obat anestesi intravena yang secara farmakologis sedikit mempengaruhi hemodinamik pasien dibandingkan obat anestesi inhalasi. Propofol adalah salah satu obat anestesi intravena dan yang paling sering digunakan. Propofol juga memiliki keistimewaan dibandingkan anestesi inhalasi yaitu terdapatnya efek mencegah terjadinya mual muntah pasca operasi, waktu ekstubasi dan waktu pulih sadar yang lebih singkat, menjadikan teknik intravena total makin populer. Target Controlled Infusion (TCI) merupakan tehnologi terbaru dalam anestesi intravena total dan sudah dipergunakan sebagai standar dalam pelaksanaan anestesi intravena di negara-negara maju. Di RSUP Sanglah, TCI mulai dipergunakan sejak tahun 2012 di bagian Anestesi dan Terapi Intensif dan diharapkan dapat dijadikan standar operasional dalam penggunaan teknik anestesi intravena total.
Maka saat ini kami sedang mengadakan penelitian untuk mengetahui teknik anestesi mana yang lebih baik dikerjakan dari segi biaya, serta gejolak hemodinamik dan waktu pulih sadar pasca operasi pada pasien operasi bedah mayor. Kepada semua pasien akan diberikan perlakuan yang sama, kecuali metode anestesi yang dilakukan akan dikerjakan sesuai dengan kelompoknya. Demikian pula mengenai penanganan bila terjadi komplikasi maupun efek samping yang timbul akan diberikan pengobatan sesuai standar terbaik yang ada, tanpa membedakan berdasarkan kelompok perlakuannya. Semua data dari penelitian ini akan diperlakukan secara rahasia sehingga tidak mungkin orang lain akan menghubungkannya dengan Anda.
Anda diberikan
kesempatan yang sebesar-besarnya utuk menanyakan semua hal yang belum jelas tentang penelitian ini kepada peneliti. Tidak ada paksaan untuk ikut atau menolak diikutsertakan dalam penelitian ini. Bagi pasien yang bersedia ikut kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, dan bagi yang tidak setuju tidak akan mengurangi kualitas pelayanan yang akan diberikan dari dokter Anda. Terimakasih.
Hormat kami, Peneliti
( dr. Adi Chandra ) Catatan: Nomor telpon peneliti yang dapat dihubungi jika terjadi sesuatu yang perlu dikomunikasikan adalah 081338694948
Lampiran 5 RSUP SANGLAH DENPASAR
RM.1.23.1/IC/2014
SURAT PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pekerjaan : Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari risiko penelitian tersebut dibawah ini yang berjudul : _______________________________________________________________________ ____________________ Dengan sukarela menyetujui dikutsertakan dalam uji klinik di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini. Denpasar,……………. 2015 Mengetahui : Yang menyetujui Penanggung Jawab penelitian
Peserta uji klinik
( _________________________ )
( ____________________________ )
Saksi
( ___________________________ )
RSUP SANGLAH DENPASAR
RM.1.23.2/IC/2014
SURAT PERSETUJUAN WALI SUBYEK PENELITIAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pekerjaan : Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari risiko penelitian tersebut dibawah ini yang berjudul : _______________________________________________________________________ __________________ Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan : anak/ …………………………………………………………………………………… (hubungan keluarga terdekat dalam hal ini penderita tidak dapat memutuskan sendiri) Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pekerjaan : Dalam penelitian tersebut dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan, berhak membatalkan persetujuan ini. Denpasar, ……………………………. 2015 Mengetahui :
Yang menyetujui
Penanggung Jawab penelitian
Wali peserta uji klinik
( ________________________ )
( ________________________ ) Saksi
( ___________________________ )
RM.1.23/IC/2014
RSUP SANGLAH DENPASAR
PERSETUJUAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN KLINIS AGREEMENT FOR CLINICAL RESEARCH PEMBERIAN INFORMASI Information Delivered Peneliti Researchers Penerima Informasi/pemberi persetujuan Recipient information/approved by No
1
Jenis Informasi
Isi Informasi(oleh peneliti)
Tanda(√)
Information
Information detail(by researchers)
Marked
Tujuan penelitian Aims of research
2
Manfaat penelitian The purpose of research
3
Prosedur Penelitian Research procedure
4
Risiko potensial dan rasa tidak enak yang akan dialami Potencial Risks and feeling discomfort
5
Prosedur Alternatif alternative procedure
6
Menjaga kerahasiaan Confidentiality
7
Kompensasi bila terjadi kecelakaan dalam penelitian Compensation in the event of an accident in the research
8
Partisipasi berdasarkan kesukarelaan Based on voluntary participation
9
Nama dan alamat peneliti yang bisa dihubungi bila terjadi kecelakaan atau subyek ingin bertanya Name and address of the researcher who can be contac in the event of accident or subject would like to ask
10
Perkiraan jumlah subyek yang akan diikutsertakan dalam penelitian Estimated number of subjects to be included in the study
11
Kemungkinan dapat timbul resiko yangdiketahui pada saat ini Possibility may arise risks known at this time Estimated cost
12
Subyek dapat dikeluarkan dari penelitian Subject may excluded in the study
13
Bahaya potensial bila ada bagi subyek yang mengundurkan diri sebelum penelitian selesai A potential danger(if any) for the subjects who withdrew before study completion
14
Insentif bagi subyek (bila ada) Incentives for the subject (if any)
15
Bila menolak/membatalkan untuk berpartisipasi, bahwa akses mereka terhadap proses pelayanan dijamin tidak terpengaruhi atau terganggu When refuse / cancel to participate, that their access to the service process is guaranteed not affected or impaired
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal diatas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi Hereby declare that I have explained the above things are true and clear and provides an opportunity to ask and / or discuss
Tanda tangan peneliti Signature
Saya sudah mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan saya sudah mengerti Tanda dan puas dengan penjelasan yang diberikan sehubungan dengan pertanyaan- tangan pertanyaan saya. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya (Pasien/wali) SETUJU untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian. Signature I've had the opportunity to ask and I already understand and are satisfied with the explanation given in connection with my question. I hereby declare to the fact that I AGREE to participate in that research.
Lampiran 6 LEMBAR PENELITIAN ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
Tanggal
:………………………………………
Nama Pasien (Inisial)
:………………………………………
Berat Badan
:………………………………………
Tinggi Badan
:………………………………………
BMI
:………………………………………
No RM
:………………………………………
Usia
:………………………………………
Teknik anestesi
: GA – OTT TCI Propofol / Inhalasi Isofluran * (*lingkari yang digunakan)
Perlakuan/Prosedur kerja : 1. Seleksi dilakukan pada pasien yang akan menjalani prosedur pembedahan mayor dengan teknik anestesi umum di Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah berdasarkan kriteria inklusi. Selanjutnya diberi penjelasan mengenai penelitian dan dimohon kesediaannya untuk berpartisipasi pada penelitian. 2. Setelah dijelaskan, bila pasien setuju maka surat persetujuan tindakan dan surat persetujuan berpartisipasi dalam penelitian ditandatangani. 3. Sampai di ruang persiapan Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah dilakukan pencatatan kembali identitas, kemudian dilakukan pemasangan infus dengan cairan kristaloid, kecepatan pemberian sesuai kebutuhan cairan pemeliharaan sesuai berat badan pasien.
4. Setelah itu pasien dibawa ke ruang operasi, kemudian dipindahkan ke meja operasi. 5. Pasang monitor tekanan darah non invasif, EKG, pulse oxymetry, BIS, dilakukan pencatatan hasil di monitor untuk tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, laju nadi basal. Obat-obatan yang disiapkan termasuk disposable spuit, three-way catheter, extention tube, dan gas anestesi (Isofluran) yang akan dimasukkan ke vaporizer yang sudah dikosongkan sebelumnya dicatat. 6. Pada kelompok A, dilakukan anestesi intravena total propofol menggunakan TCI. Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol menggunakan TCI dengan target konsentrasi efek 4 mcg/mL. Ditunggu sampai BIS Indek menunjukkan angka 40-60 kemudian diberikan fasilitas intubasi
pelumpuh
otot
menggunakan
Atrakurium
0,5
mg/kgBB.
Laringoskopi intubasi dikerjakan secara lege artis 3 menit setelah atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan dengan compressed air, oksigen dan propofol dengan target konsentrasi efek 3 mcg/mL. Sebagai komponen analgetika fentanyl diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah intubasi. Atrakurium dapat diberikan secara intermiten sesuai kebutuhan relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS Indek selama pembedahan pada angka 40-60 maka konsentrasi propofol diturunkan 1 µg /mL bila BIS < 40 dan konsentrasi propofol dinaikkan 1 µg /mL
bila BIS menunjukkan angka > 60. Jika BIS
kembali ke target angka 40-60, konsentrasi propofol kembali ke konsentrasi pemeliharaan 3µg /mL. 7. Pada kelompok B, dilakukan anestesi umum inhalasi dengan Isofluran. Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol 2 – 2,5 mg/kgBB bolus secara titrasi manual sampai pasien terinduksi dan BIS indek menunjukkan angka 40-60. Pelumpuh otot yang digunakan atrakurium 0,5 mg/kgBB. Laringoskopi intubasi dikerjakan secara lege artis 3 menit setelah
atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan dengan compressed air: oksigen dan Isofluran 0,5 – 1,5 vol%. Sebagai komponen analgetika fentanyl diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah intubasi. Atrakurium dapat diberikan secara intermiten sesuai kebutuhan relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS selama pembedahan pada angka 40-60 maka volume gas (vol %) Isofluran diturunkan sampai dengan 0,5 vol% bila BIS < 40 dan volume gas (vol %) Isofluran dinaikkan sampai dengan 1,5 vol% bila BIS Indek menunjukkan angka > 60. Jika BIS kembali ke target angka 40-60, volume gas (vol %) Isofluran kembali ke volume pemeliharaan. 8. Selama prosedur, dilakukan pencatatan tekanan darah, nadi, RR, SaO2 saat pasien terinduksi yang ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata dan respon verbal, saat laringoskopi-intubasi, satu menit setelah intubasi serta satu menit setelah insisi. 9. Setelah selesai dilakukan dressing luka operasi, pemberian propofol atau Isofluran dihentikan (BIS Indek masih 40-60), waktu dan pemakaian obat / gas anestesi dicatat. 10. Dilakukan evaluasi dengan memberikan perintah untuk buka mata pada pasien. Waktu pasien bisa buka mata atas perintah dicatat sebagai waktu pulih sadar. Segera setelah ekstubasi pasien dipindahkan ke ruang pulih. 11. Bila terjadi komplikasi : •
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 20% dari basal atau MAP kurang dari 65 mmHg) , diberikan ephedrine 5 mg, diulang setiap 5 menit sampai tekanan darah sistolik kembali normal.
•
Mual dan atau muntah diberikan ondancetron 4 mg intravena.
12. Semua hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang sudah disediakan dan catat efek samping yang muncul pada kedua kelompok
PENCATATAN HASIL EVALUASI 1. Diagnosa
: _______________________________________________ _______________________________________________
2. Jenis pembedahan
: _______________________________________________ _______________________________________________
3. Status fisik ASA
: I / II * (lingkari yang dipilih)
4. Waktu dimulainya Anestesi : pukul ………. WITA 5. Operasi selesai: pukul ………. WITA 6. Lamanya operasi :
………. menit
7. Total jumlah propofol : ……... mg 8. Total jumlah propofol setelah induksi BIS 40-60 : ……. mg 9. Total jumlah fentanyl : ………. µg 10. Total jumlah efedrin : …….. mg 11. Kejadian hipotensi selama induksi: ada / tidak 12. Tercapainya aldrette skor 10 : pukul ……… WITA 13. Data Penggunaan Obat intraoperatif dicatat pada tabel 1. 14. Keadaan hemodinamik pasien durante operasi dicatat pada tabel 2.
Tabel 1. Data Data Penggunaan Obat / Alat Intraoperatif No. Sample : A / B -____ NAMA OBAT DAN ALAT PROPOFOL LIPURO ampul 10 mg/ ml; 20 ml/amp PROPOFOL FRESOFOL ampul 10 mg/ ml; 20 ml/ amp LIDOCAINE ampul 40 mg/ ml ; 2 ml/amp. MIDAZOLAM ampul 1 mg/ ml ; 5 ml/ amp. ONDANCETRON ampul 2 mg / ml ; sediaan 2 ml/amp. KETOROLAC ampul 30 mg/ ml; 1 ml/ amp. FENTANYL ampul 50 mcg/ ml; 2 ml/ amp. MORFINA ampul 10 mg/ ml; 1 ml/ amp NOTRIXUM (Atracurium) ampul 10 mg/ ml; 2.5 ml/ amp TRAMUS (Atracurium) ampul 10 mg/ ml; 2.5 ml/ amp ECRON (Vecuronium) vial 10 mg; serbuk DEXAMETHASONE amp 5 mg/ml; 2 ml/amp AQUABIDEST pro injeksisterile water 50 ml Extension Tube Three-way ekor Disposable Spuit 50 ml TERUMO Disposable Spuit 20 ml TERUMO Disposable Spuit 10 ml TERUMO Disposable Spuit 5 ml TERUMO Disposable Spuit 2.5 ml TERUMO Infus set darah Abocath G-18 TERUMO Needle G-19 TERUMO
HARGA Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
64.470,20.782,1.073,7.744,3.071,889,6043.410,10.752,16.896,57.200,185.900,1.971,3.781,37.224,29.124,18.947,7.880,2.917,2.331,1.820,21.333,31.746,1.430,-
Tabel 2. Data Tekanan Darah, Laju Nadi, Laju Nafas, dan Saturasi, serta Waktu Pulih No. Sample : A / B -____ WAKTU SISTOLIK DIASTOLIK (pukul) (mmHg) (mmHg)
Basal Saat pasien terinduksi Saat laringoskopiintubasi 1 menit post intubasi 1 menit post insisi Propofol/ Isofluran Stop sampai Buka Mata atas Perintah Catatan: Total pemberian efedrin HCl……………mg Catatan kejadian mual muntah pasca operasi: o Tidak terjadi o Terjadi : pada jam ke……. pasca operasi; terapi :
TAR (mmHg)
Laju nadi (x/mnt)
Laju nafas (x/mnt)
No. Sample : A -_____
Kelompok A PENGGUNAAN TCI PROPOFOL OK IBS __________
PROPOFOL : Lipuro / Trivam /fresofol * (coret yang tidak digunakan) Volume yang digunakan sampai pasien terinduksi
__________ mL Pukul :
Volume yang digunakan sampai insisi
__________ mL Pukul :
Volume yang digunakan sampai selesai menutup luka operasi Volume yang digunakan sampai membuka Mata atas Perintah
Durasi TCI : _________ menit
WITA
WITA
__________ mL Pukul :
WITA
__________ mL Pukul :
WITA
No. Sample : B -_____
Kelompok B
PENGGUNAAN VOLATIL (ISOFLURAN) OK IBS __________
ISOFLURAN :
Nama Mesin : .................................. Nama Vaporizer : ............................
Volume Volatil Pra Anestesi
Pukul :
Penggunaan Volatil Durante Pukul : Anestesi Volume Volatil Post Anestesi
Pukul :
WITA O2 WITA
WITA
Durasi Pemberian Volatil : _________ menit
Compressed Fresh Gas Air Flow
Lampiran 7 Tabulasi data penelitian
Total Prop ofol BIS 4060
Total Fent anyl
kej adi an Hi pot en si
Wakt u bang un Isofl uran e
Dura si TCI
To tal Vo lu me n Iso flu ran e
du ras i iso flu ran e
Wakt u bang un total
total biaya isofl uran e
MAP Basa l
MAP Indu ksi
MAP Intub asi
Wakt u bang un Prop ofol
N
76
67
78
10
0
140
0
0
10
984
5
103910
0
0
103910
200
N
114
90
111
10
0
72
0
0
10
772
4
83128
0
0
83128
70.9
300
Y
85
89
75
12
0
254
0
0
12
1579
8
166256
0
0
166256
2000
74
400
N
99
95
95
8
0
290
0
0
8
2000
10
207820
0
0
207820
154
1223
71.5
300
N
102
93
88
5
0
187
0
0
5
1223
7
145474
0
0
145474
27
120
998
69.8
250
N
89
66
70
7
0
145
0
0
7
998
5
103910
0
0
103910
48
20.8
204
1332
66.8
300
N
107
88
96
9
0
230
0
0
9
1332
7
145474
0
0
145474
2
63
19.5
85
600
62
150
N
109
85
78
11
0
90
0
0
11
600
3
62346
0
0
62346
L
1
17
21.2
140
1400
90
250
N
87
70
73
9
0
163
0
0
9
1400
7
145474
0
0
145474
L
1
16
22.2
142
1310
80
300
N
82
74
87
6
0
166
0
0
6
1310
7
145474
0
0
145474
L
1
50
180
1562
80.5
300
Y
85
60
85
8
0
220
0
0
8
1562
8
166256
0
0
166256
P
1
43
155
1528
78.8
300
N
88
60
72
10
0
175
0
0
10
1528
8
166256
0
0
166256
P
1
41
23 25.3 9 18.7 5
130
848
74
250
N
77
68
83
10
0
153
0
0
10
848
5
103910
0
0
103910
AS A
U mu r
IMT
Dura si Oper asi
P
1
51
24.9
120
984
68.8
200
L
1
36
23
49
772
71.9
P
1
36
24.7
241
1579
L
1
18
23.3
270
L
2
35
22.6
P
1
46
P
1
L
Jenis Kela min
Total Propofol
pemak aian propof ol
am pul pr op of ol
pe ma kai an iso flu ran e
total biaya propofol
total biaya
total biaya permenit
742.2142 9 1154.555 6 654.5511 8 716.6206 9 777.9358 3 716.6206 9 632.4956 5 692.7333 3 892.4785 3 876.3494 755.7090 9 950.0342 9 679.1503 3
L
1
43
22.8
195
1980
69.9
350
N
118
83
76
10
0
260
0
0
10
1980
10
207820
0
0
207820
P
1
25
140
1168
74.2
300
N
83
67
84
7
0
168
0
0
7
1168
6
124692
0
0
124692
P
1
46
23.4 22.0 5
120
1087
80.8
300
N
106
98
105
3
0
135
0
0
3
6
124692
0
0
124692
P
2
63
28.3
215
2190.4
80.8
300
N
108
95
94
9
0
245
0
0
9
1087 2190. 4
11
228602
0
0
228602
L
2
29
23
270
2155
78.6
400
N
105
78
80
10
0
300
0
0
10
2155
11
228602
0
0
228602
L
2
55
30.3
255
2142
98.4
400
N
87
77
86
19
0
318
0
0
19
2142
11
228602
0
0
228602
P
2
57
22.3
210
2148
82.4
350
N
83
75
92
5
0
255
0
5
2148
11
228602
0
P
2
16
19.5
120
120
80
250
N
91
73
93
0
13
0
40
13
120
1
20782
40
P
2
35
256
150
100
300
N
108
97
130
0
8
0
75
8
150
1
20782
75
L
1
43
29.2 22.4 9
0 13 0 29 0
90
150
100
175
N
87
73
87
0
12
0
25
12
150
1
20782
25
P
2
36
28.2
257
90
90
400
Y
112
77
90
0
14
0
14
90
1
20782
1
53
22.5
240
150
110
400
Y
113
84
100
0
28
0
28
150
1
20782
P
2
31
20
227
90
90
300
Y
96
91
86
0
17
0
17
90
1
20782
80 10 0 10 0
228602 151454 .4 265792 .75 102452 .25 282126 .8
L
80 10 0 10 0
L
2
25
35.3
99
200
150
250
Y
86
65
62
0
20
0
20
200
1
20782
P
2
49
25.7
257
120
100
300
N
110
78.6
111
0
23
0
50 11 0
23
120
1
20782
50 11 0
P
1
43
19.5
240
70
70
400
N
97
77
91
0
10
0
90
10
70
1
20782
90
P
1
23
15.4
60
40
40
150
N
89
75
70
0
13
0
25
13
40
1
20782
25
0 130 672 245 011 816 70.3 261 345 326 681 326 681 163 341 359 349 294 013 816 70.3
98 28 5 27 0 31 5 13 5 27 2 28 0 10 0
347463 347463 184122 .5 380131 .1 314794 .9 102452 .25
799.3076 9 742.2142 9 923.6444 4 933.0693 9 762.0066 7 718.8742 1 896.4784 3 1165.033 8 916.5267 2 1045.431 1 989.9186 1286.9 1103.057 1 1363.870 4 1397.540 8 1124.267 5 1024.522 5
L
1
18
180
70
70
300
N
103
83
75
0
15
0
54
23.4 27.3 4
P
2
L
80 10 0 15 0 12 0 11 0 10 0 10 0
240
150
120
300
N
93
63
88
0
25
0
2
19
21.3
345
160
120
450
Y
88
63
92
0
20
0
P
2
64
27.7
287
400
170
150
Y
110
60
89
0
10
0
P
2
39
24.7
250
400
150
120
Y
87
55
68
0
10
0
P
2
46
225
150
100
250
N
83
72
76
0
30
0
L
2
31
220
150
120
300
Y
83
58
94
0
20
0
P
2
42
20 22.4 9 20.3 4
240
200
150
300
Y
90
55
70
0
8
0
P
2
50
20
154
150
150
300
N
107
78
107
0
15
0
90 10 0
P
1
28
25.3
77
200
150
200
N
85
72
84
0
40
0
50
23 0 27 0 37 5 36 0 26 3 25 5 26 0 26 0 18 7 11 0
15
70
1
20782
80 10 0 15 0 12 0 11 0 10 0 10 0
25
150
1
20782
20
160
1
20782
10
400
1
20782
10
400
1
20782
30
150
1
20782
20
150
1
20782
8
200
1
20782
15
150
1
20782
90 10 0
40
200
1
20782
50
261 345 326 681 490 022 392 017 359 349 326 681 326 681 294 013 326 681 163 341
282126 .8
1226.638 3
347463 510803 .5 412799 .2 380131 .1
1286.9 1362.142 7 1146.664 4 1445.365 4
347463
1362.6 1336.396 2 1210.749 6 1858.090 9 1673.840 9
347463 314794 .9 347463 184122 .5
100
Lampiran 8 Analisa data SPSS ver 17.0 for Windows
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Frequency Table Jenis_kelamina Frequency Valid
Laki-laki
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
6
30.0
30.0
30.0
Perempuan
14
70.0
70.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
ASAa Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
6
30.0
30.0
30.0
2
14
70.0
70.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
BAGIAN_BEDAHa Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ONKOLOGI
13
65.0
65.0
65.0
ORTOPEDI
1
5.0
5.0
70.0
THT
5
25.0
25.0
95.0
BEDAH PLASTIK
1
5.0
5.0
100.0
20
100.0
100.0
Total
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
101
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Frequency Table Jenis_kelamina Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
10
50.0
50.0
50.0
Perempuan
10
50.0
50.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
ASAa Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
14
70.0
70.0
70.0
2
6
30.0
30.0
100.0
20
100.0
100.0
Total
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
BAGIAN_BEDAHa Frequency Valid
ONKOLOGI
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
12
60.0
60.0
60.0
MATA
2
10.0
10.0
70.0
ORTOPEDI
3
15.0
15.0
85.0
THT
2
10.0
10.0
95.0
TRAUMA
1
5.0
5.0
100.0
20
100.0
100.0
Total
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic IMT UMUR
.204 .108
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
20
.029
.939
20
.226
20
.200*
.952
20
.401
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
102
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic UMUR
Mean 95% Confidence Interval for Mean
37.2500 Lower Bound
30.9969
Upper Bound
43.5031
5% Trimmed Mean
36.9444
Median
37.5000
Variance
178.513
Std. Deviation Minimum
16.00
Maximum
64.00
Range
48.00
Interquartile Range
22.50
Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean
2.98758
1.33609E1
Skewness
IMT
Std. Error
.093
.512
-.745
.992
23.5180
1.01041
Lower Bound
21.4032
Upper Bound
25.6328
5% Trimmed Mean
23.3144
Median
22.4950
Variance Std. Deviation
20.419 4.51870
Minimum
15.40
Maximum
35.30
Range
19.90
Interquartile Range
6.93
Skewness
.777
.512
1.104
.992
Kurtosis a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
103
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
IMT
.139
20
.200*
UMUR
.089
20
.200*
df
Sig.
.946
20
.304
.974
20
.841
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
LAMA OPERASI Descriptives Statistic DURASI_OP
Mean
1.8648E2
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
1.6371E2
Upper Bound
2.0924E2
5% Trimmed Mean
1.8661E2
Median
1.9950E2
Variance
11.25503
5.067E3
Std. Deviation
7.11830E1
Minimum
49.00
Maximum
345.00
Range
296.00
Interquartile Range
118.25
Skewness
-.114
.374
Kurtosis
-.795
.733
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic DURASI_OP
Std. Error
df
.124
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig. 40
.124
Statistic .962
df
Sig. 40
.200
104
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic DURASI_OP
Mean
2.0320E2
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
1.6685E2
Upper Bound
2.3955E2
5% Trimmed Mean
2.0328E2
Median
2.3350E2
Variance
Std. Error 17.36779
6.033E3
Std. Deviation
7.76711E1
Minimum
60.00
Maximum
345.00
Range
285.00
Interquartile Range
126.00
Skewness
-.500
.512
Kurtosis
-.559
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic DURASI_OP
df
.236
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.005
.906
df
Sig. 20
.052
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic DURASI_OP
Mean 95% Confidence Interval for Mean
1.6975E2 Lower Bound
1.4098E2
Upper Bound
1.9852E2
5% Trimmed Mean
1.7089E2
Median
1.5450E2
Variance
3.779E3
Std. Error 13.74598
105
Std. Deviation
6.14739E1
Minimum
49.00
Maximum
270.00
Range
221.00
Interquartile Range
91.25
Skewness Kurtosis
.083
.512
-.623
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic DURASI_OP
df
.145
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
.200*
20
.960
df
Sig. 20
.552
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
T-Test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
DURASI_OP Equal variances 1.252 .270 1.510 assumed Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
38
.139 -33.45000 22.14931
11.38894 78.28894
36.096 1.510
.140 -33.45000 22.14931
11.46676 78.36676
106
PERBEDAAN PENGGUNAAN JUMLAH OBAT KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa
TOTAL_PROPOFOL
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Statistic
Std. Error
1.4503E3
1.13495E2
Lower Bound
1.2128E3
Upper Bound
1.6879E3
5% Trimmed Mean
1.4564E3
Median
1.3660E3
Variance
2.576E5
Std. Deviation
5.07566E2
Minimum
600.00
Maximum
2190.40
Range
1590.40
Interquartile Range
974.75
Skewness Kurtosis
.142
.512
-1.183
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic TOTAL_PROPOFOL
Df
.152
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.200*
.932
df
Sig. 20
.168
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic TOTAL_VOL_ISO
Mean 95% Confidence Interval for Mean
84.7500 Lower Bound
69.5946
Upper Bound
99.9054
5% Trimmed Mean
84.4444
Median
95.0000
Std. Error 7.24092
107
Variance
1.049E3
Std. Deviation
3.23824E1
Minimum
25.00
Maximum
150.00
Range
125.00
Interquartile Range
43.75
Skewness
-.389
.512
Kurtosis
-.042
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic TOTAL_VOL_ISO
df
.181
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.084
df
Sig.
.927
20
.137
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
T-Test Group Statistics KELOMPOK_PE RLAKUAN DOSIS_TOTAL
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
PROPOFOL
20
1.4503E3
507.56623
113.49526
ISOFLURAN
20
84.7500
32.38238
7.24092
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
DOSIS_TOT Equal AL variance 45.53 .00 12.00 s 9 0 8 assume d Equal variance s not assume d
df
Sig. Std. (2Error tailed Mean Differenc ) Difference e
38 .000
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
1365.570 113.7260 1135.343 1595.796 00 1 73 27
12.00 19.15 1365.570 113.7260 1127.668 1603.471 .000 8 5 00 1 75 25
108
MAP TIAP KELOMPOK KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic MAP_BASAL
Mean 95% Confidence Interval for Mean
95.9000 Lower Bound
90.9148
Upper Bound
1.0089E2
5% Trimmed Mean
95.6667
Median
92.0000
Variance
113.463
Std. Deviation Minimum
83.00
Maximum
113.00
Range
30.00
Interquartile Range
20.75
Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean
.442
.512
-1.460
.992
79.8300
3.08740
Lower Bound
73.3680
Upper Bound
86.2920
5% Trimmed Mean
79.8667
Median
80.5000
Variance
190.641
Std. Deviation
1.38073E1
Minimum
53.00
Maximum
106.00
Range
53.00
Interquartile Range
17.75
Skewness Kurtosis MAP_INSISI
Mean 95% Confidence Interval for Mean
2.38184
1.06519E1
Skewness
MAP_LARINGOSKOPI
Std. Error
.072
.512
-.041
.992
82.0000
1.89459
Lower Bound
78.0346
Upper Bound
85.9654
5% Trimmed Mean
82.0000
Median
81.0000
109
Variance
71.789
Std. Deviation
8.47287
Minimum
69.00
Maximum
95.00
Range
26.00
Interquartile Range
16.00
Skewness Kurtosis
.201
.512
-1.226
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic MAP_BASAL
df
.177
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
20
.100
.878
20
.016
.981
20
.943
.928
20
.144
MAP_LARINGOSKOPI
.077
20
.200*
MAP_INSISI
.150
20
.200*
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic MAP_BASAL
Mean 95% Confidence Interval for Mean
94.5000 Lower Bound
88.3931
Upper Bound
1.0061E2
5% Trimmed Mean
94.2222
Median
88.5000
Variance
170.263
Std. Deviation
76.00
Maximum
118.00
Range
42.00
Interquartile Range
23.25
Kurtosis
2.91773
1.30485E1
Minimum
Skewness
Std. Error
.299
.512
-1.346
.992
110
MAP_LARINGOSKOPI
Mean
84.0500
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
78.2770
Upper Bound
89.8230
5% Trimmed Mean
84.3333
Median
88.5000
Variance
152.155
Std. Deviation
1.23351E1
Minimum
62.00
Maximum
101.00
Range
39.00
Interquartile Range
22.75
Skewness Kurtosis MAP_INSISI
2.75822
Mean 95% Confidence Interval for Mean
-.603
.512
-1.072
.992
82.8000
2.05273
Lower Bound
78.5036
Upper Bound
87.0964
5% Trimmed Mean
82.8889
Median
84.0000
Variance
84.274
Std. Deviation
9.18007
Minimum
66.00
Maximum
98.00
Range
32.00
Interquartile Range
14.75
Skewness
-.191
.512
Kurtosis
-.792
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
MAP_BASAL
.213
20
MAP_LARINGOSKOPI
.198
MAP_INSISI
.109
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
.018
.914
20
.075
20
.038
.888
20
.025
20
.200*
.968
20
.715
111
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
MAP_BASAL
.213
20
.018
.914
20
.075
MAP_LARINGOSKOPI
.198
20
.038
.888
20
.025
20
.200*
.968
20
.715
MAP_INSISI
.109
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks KELOMPOK_P ERLAKUAN MAP_BASAL
MAP_LARINGOSKOPI
MAP_INSISI
N
Mean Rank
Sum of Ranks
PROPOFOL
20
19.05
381.00
ISOFLURAN
20
21.95
439.00
Total
40
PROPOFOL
20
22.70
454.00
ISOFLURAN
20
18.30
366.00
Total
40
PROPOFOL
20
21.20
424.00
ISOFLURAN
20
19.80
396.00
Total
40
Test Statisticsb MAP_BASAL
MAP_LARINGO SKOPI
MAP_INSISI
Mann-Whitney U
171.000
156.000
186.000
Wilcoxon W
381.000
366.000
396.000
-.786
-1.191
-.379
.432
.234
.705
.445a
.242a
.718a
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK_PERLAKUAN
112
DOSIS OBAT PERMENIT KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic dosis_obat_permenit
Mean
Std. Error
8.8199
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
7.8612
Upper Bound
9.7786
5% Trimmed Mean
8.5622
Median
8.3714
Variance
.45803
4.196
Std. Deviation
2.04839
Minimum
6.52
Maximum
15.76
Range
9.23
Interquartile Range
2.42
Skewness
2.029
.512
Kurtosis
6.406
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic dosis_obat_permenit
Df
.196
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.043
.809
df
Sig. 20
.001
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic dosis_obat_permenit
Mean 95% Confidence Interval for Mean
.4262 Lower Bound
.3813
Upper Bound
.4711
5% Trimmed Mean
.4220
Median
.4231
Std. Error .02146
113
Variance
.009
Std. Deviation
.09596
Minimum
.28
Maximum
.65
Range
.37
Interquartile Range
.07
Skewness Kurtosis
.962
.512
1.626
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic dosis_obat_permenit
Df
.234
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.005
.875
df
Sig. 20
.015
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks KELOMPOK_PE RLAKUAN dosis_obat_permenit
N 20
30.50
610.00
ISOFLURAN
20
10.50
210.00
Total
40
dosis_obat_perme nit Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
Sum of Ranks
PROPOFOL
Test Statisticsb
Mann-Whitney U
Mean Rank
.000 210.000 -5.412 .000 .000a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK_PERLAKUAN
114
Frequencies KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN hipotensi_pasca_induksia Frequency Valid
tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
40.0
40.0
40.0
ya
12
60.0
60.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL hipotensi_pasca_induksia Frequency Valid
tidak ya Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
13
65.0
65.0
65.0
7
35.0
35.0
100.0
20
100.0
100.0
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Crosstabs hipotensi_pasca_induksi * KELOMPOK_PERLAKUAN Crosstabulation Count KELOMPOK_PERLAKUAN PROPOFOL hipotensi_pasca_induksi
Tidak Ya
Total
ISOFLURAN
Total
13
8
21
7
12
19
20
20
40
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
2.506a
1
.113
1.604
1
.205
2.533
1
.111
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid
Casesb
Exact Sig. (2sided)
.205 2.444
1
.118
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.102
115
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic hipotensi_pasca_induksi
Mean
Std. Error
1.6000
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
1.3648
Upper Bound
1.8352
5% Trimmed Mean
1.6111
Median
2.0000
Variance
.11239
.253
Std. Deviation
.50262
Minimum
1.00
Maximum
2.00
Range
1.00
Interquartile Range
1.00
Skewness Kurtosis
-.442
.512
-2.018
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic hipotensi_pasca_induksi
df
.387
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.000
.626
df
Sig. 20
.000
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic hipotensi_pasca_induksi
Mean 95% Confidence Interval for Mean
1.3500 Lower Bound
1.1210
Upper Bound
1.5790
5% Trimmed Mean
1.3333
Median
1.0000
Variance Std. Deviation Minimum
.239 .48936 1.00
Std. Error .10942
116
Maximum
2.00
Range
1.00
Interquartile Range
1.00
Skewness
.681
.512
-1.719
.992
Kurtosis a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic hipotensi_pasca_induksi
df
.413
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.000
df
.608
Sig. 20
.000
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic waktu_bangun_total
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.219
20
Statistic
.013
.884
df
Sig. 20
.021
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic waktu_bangun_total
Mean
8.9000
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
7.3597
8.6667
Median
9.0000
Variance
10.832 3.29114
Minimum
3.00
Maximum
19.00
Range
16.00
Interquartile Range
.73592
10.4403
5% Trimmed Mean
Std. Deviation
Std. Error
3.00
Skewness
1.171
.512
Kurtosis
4.034
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
117
Descriptivesa Statistic waktu_bangun_total
Mean
17.5500
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
13.6447
5% Trimmed Mean
16.8333
Median
15.0000
Std. Error 1.86586
21.4553
Variance
69.629
Std. Deviation
8.34440
Minimum
8.00
Maximum
40.00
Range
32.00
Interquartile Range
11.75
Skewness
1.161
.512
Kurtosis
1.266
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic waktu_bangun_total
Df
.170
Sig. 20
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
NPar Tests Mann-Whitney Test Test Statisticsb waktu_bangun_t otal Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK_PERLAKUAN
Shapiro-Wilk
51.500 261.500 -4.044 .000 .000a
.132
Statistic .902
df
Sig. 20
.046
118
Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic biaya_total
Mean
2.9764E5
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
2.4813E5
Upper Bound
3.4715E5
5% Trimmed Mean
2.9665E5
Median
3.3113E5
Variance
1.119E10
Std. Deviation
Std. Error 2.36547E4
1.05787E5
Minimum
1.02E5
Maximum
5.11E5
Range
4.08E5
Interquartile Range
1.43E5
Skewness
-.389
.512
Kurtosis
-.042
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic biaya_total
.181
Df
Shapiro-Wilk Sig.
20
Statistic .084
.927
df
Sig. 20
.137
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic biaya_total
Mean 95% Confidence Interval for Mean
1.5586E5 Lower Bound
1.3152E5
Upper Bound
1.8021E5
5% Trimmed Mean
1.5702E5
Median
1.4547E5
Variance Std. Deviation
2.705E9 5.20097E4
Std. Error 1.16297E4
119
Minimum
6.23E4
Maximum
2.29E5
Range
1.66E5
Interquartile Range
9.87E4
Skewness Kurtosis
.056
.512
-1.023
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic biaya_total
Df
.141
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
.200*
20
df
.929
Sig. 20
.151
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
T-Test Group Statistics KELOMPOK_PE RLAKUAN biaya_total
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
PROPOFOL
20
1.5586E5
52009.66072
11629.71369
ISOFLURAN
20
2.9764E5
1.05787E5
23654.70955
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
biaya_tot Equal al variance 6.69 .01 s 5.37 0 4 assume 9 d Equal variance s not assume d
df
Sig. (2tailed Mean Std. Error ) Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
26358.9742 38 .000 1.41779E 1.95140E 88418.1938 7 5 5 3
27.67 26358.9742 5.37 .000 1.41779E 1.95801E 87756.9340 8 7 9 5 5 4
120
BIAYA PERMENIT Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic biaya_permenit
Mean
1.2663E3
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
1.1600E3
Upper Bound
1.3727E3
5% Trimmed Mean
1.2529E3
Median
1.2568E3
Variance
Std. Error 50.81835
5.165E4
Std. Deviation
2.27267E2
Minimum
916.53
Maximum
1858.09
Range
941.56
Interquartile Range
255.19
Skewness Kurtosis
.931
.512
1.331
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic biaya_permenit
Df
.134
Shapiro-Wilk Sig.
20
Statistic
.200*
.940
df
Sig. 20
.244
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic biaya_permenit
Mean 95% Confidence Interval for Mean
8.0085E2 Lower Bound
7.4095E2
Upper Bound
8.6076E2
5% Trimmed Mean
7.9056E2
Median
7.5886E2
Std. Error 28.62051
121
Variance
1.638E4
Std. Deviation
1.27995E2
Minimum
632.50
Maximum
1154.56
Range
522.06
Interquartile Range
178.86
Skewness
1.130
.512
Kurtosis
1.483
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic biaya_permenit
Df
Shapiro-Wilk Sig.
.171
20
Statistic .127
df
.905
Sig. 20
.051
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
T-Test Group Statistics KELOMPOK_PE RLAKUAN biaya_permenit
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
PROPOFOL
20
8.0085E2
127.99481
28.62051
ISOFLURAN
20
1.2663E3
227.26655
50.81835
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F biaya_permenit Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.622
Sig. .065
t-test for Equality of Means
t 7.981
Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower
38
.000
58.32356 465.47065 583.54053 347.40077
29.951 7.981
.000
58.32356 465.47065 584.59138 346.34992
Propofol bis Descriptivesa Statistic TOTAL_PROP_BIS
Mean
Upper
76.2050
Std. Error 1.86184
122
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
72.3081
5% Trimmed Mean
75.7611
Median
74.1000
80.1019
Variance
69.329
Std. Deviation
8.32640
Minimum
62.00
Maximum
98.40
Range
36.40
Interquartile Range
10.57
Skewness Kurtosis
.930
.512
1.546
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic TOTAL_PROP_BIS
df
.145
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
.200*
20
df
.937
Sig. 20
.212
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic TOTAL_PROP_BIS
.171
df
Shapiro-Wilk
Sig. 20
Statistic
.129
df
.952
Sig. 20
.395
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Group Statistics KELOMPOK_P ERLAKUAN TOTAL_PROP_BIS
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
PROPOFOL
20
76.2050
8.32640
1.86184
ISOFLURAN
20
1.1150E2
34.07036
7.61836
123
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
TOTAL_PROP_BI Equal S variance 23.56 .00 s 4.50 4 0 assume 0 d Equal variance s not assume d
Sig. Std. (2Mean Error tailed Differenc Differenc ) e e
df
38 .000
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
7.84257 51.1714 19.4185 35.29500 5 5
21.26 4.50 .000 7.84257 51.5923 18.9976 2 35.29500 0 1 9
TOTAL FENTANYL Total Fentanyl
Isoflurane (N=20) 292.1053 (67.21268)
Propofol (N=20) 287.25 (89.52323)
P .547
Menggunakan T test karena data berdistribusi normal
Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa Statistic TOTAL_FENTANYL
Mean 95% Confidence Interval for Mean
2.7975E2 Lower Bound
2.3750E2
Upper Bound
3.2200E2
5% Trimmed Mean
2.7917E2
Median
3.0000E2
Variance Std. Deviation
8.149E3 9.02697E1
Minimum
120.00
Maximum
450.00
Range
330.00
Interquartile Range
87.50
Std. Error 20.18492
124
Skewness Kurtosis
.003
.512
-.439
.992
a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic TOTAL_FENTANYL
df
.211
Shapiro-Wilk Sig.
20
Statistic .020
Df
.931
Sig. 20
.160
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Descriptivesa Statistic TOTAL_FENTANYL
Mean
2.9500E2
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
2.6379E2
Upper Bound
3.2621E2
5% Trimmed Mean
2.9722E2
Median
3.0000E2
Variance
Std. Error 14.91202
4.447E3
Std. Deviation
6.66886E1
Minimum
150.00
Maximum
400.00
Range
250.00
Interquartile Range
87.50
Skewness
-.243
.512
.114
.992
Kurtosis a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Tests of Normalityb Kolmogorov-Smirnova Statistic TOTAL_FENTANYL
.230
df
Shapiro-Wilk Sig.
20
Statistic .007
a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
T-Test Group Statistics
.916
Df
Sig. 20
.083
125
KELOMPOK_PE RLAKUAN TOTAL_FENTANYL
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
PROPOFOL
20
2.9500E2
66.68859
14.91202
ISOFLURAN
20
2.7975E2
90.26970
20.18492
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
TOTAL_FENTANY Equal L variance 1.90 .17 .60 s 7 5 8 assumed Equal variance s not assumed
df
95% Confidence Sig. Interval of the (2Mean Std. Error Difference tailed Differenc Differenc ) e e Lower Upper
66.0538 38 .547 15.25000 25.09580 35.5538 0 0
.60 34.98 66.1982 .547 15.25000 25.09580 35.6982 8 0 5 5