perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL TERHADAP KADAR MAGNESIUM SERUM PADA PASIEN YANG MENJALANI ANESTESI UMUM TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga
Oleh : Danu Indra Putra S 501108024
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL TERHADAP commit to user KADAR MAGNESIUM SERUM PADA PASIEN
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
YANG MENJALANI ANESTESI UMUM
Oleh : Danu Indra Putra S 501108024 Telah disetujui oleh tim pembimbing Pada Tanggal 13 Juni 2015
Komisi Pembimbing
Nama
Pembimbing I
Dr. Hari Wujoso dr, SpF, MM NIP. 19621022 199503 1 001
Pembimbing II
dr. MH. Soedjito, SpAn - KNA NIP. 19510917 197903 1 002
Surakarta,
Tanda tangan
Tangga l
..................
..........
..................
..........
Juni 2015
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Dr. Hari Wujoso dr, SpF, MM NIP. 19621022 199503 1 001
PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL TERHADAP commit to userPADA PASIEN KADAR MAGNESIUM SERUM
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
YANG MENJALANI ANESTESI UMUM TESIS Oleh : Danu Indra Putra S 501108024 Tim Penguji Jabatan Ketua
Nama
Tanda tangan
Juli 2015
Prof. DR. A.A. Subiyanto,dr,MS ..................
NIP. 19481107 197310 1 003 Sekretaris
Tanggal
Prof. DR. Harsono Salimo,dr,Sp.A(K) NIP. 19441226 197310 1 001
..................
Juli 2015
Anggota
DR. Hari Wujoso,dr. Sp.F, MM NIP. 19621022 199503 1 001
..................
Juli 2015
Penguji
Mulyo Hadi Sudjito,dr. SpAn.KNA NIP. 19510917 197903 1 002
..................
Juli 2015
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat Pada tanggal 10 Juli 2015
Direktur PPS UNS
Ketua Program Studi MKK
Prof. DR. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
Prof. DR. A.A. Subiyanto,dr,MS NIP. 19481107 197310 1 003
PERNYATAAN ORISINALITAS PUBLIKASI ISI TESIS commitDAN to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyatakan dengan sebenarnya bahwa : 1.
Tesis yang berjudul :”PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL TERHADAP KADAR MAGNESIUM SERUM PADA PASIEN YANG MENJALANI ANESTESI UMUM”ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi dari sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan
Tesis
ini,
maka
Prodi
Kedokteran
Keluarga
UNS
berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan Prodi Kedokteran Keluarga UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, …….Juni 2015 Danu Indra Putra S501108024 KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kepada Allah S.W.T. atas segala kekuatan,kemudahan, dan anugerah hingga
terwujudnya karya
ini
yang
berjudul:“Pengaruh Pemberian Propofol Terhadap Kadar Magnesium Serum commit to user Pada Pasien Yang Menjalani Anestesi Umum”.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati ijinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tesis ini, 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs. MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Hartono, dr, M.Si selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dr. Hari Wujoso, dr, SpF, MM, selaku Ketua Progrma Studi Magister Kedokteran Keluarga
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
selaku
pembimbing statistik, atas waktu dan bimbingan yang diberikan dalam rangka penyusunan usulan tesis ini. 5. Mulyo Hadi Sudjito dr, SpAn, KNA selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif FKUNS/RSDM dan selaku pembimbing substansi, atas kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan masukan dalam penyusunan usulan tesis ini dan yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 6. H. Marthunus Judin, dr, SpAn selaku Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif FKUNS/RSDM. Terima kasih telah memberikan kesempatan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dukungan untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 7. ”Guru-guruku” yang tidak pernah lelah mengajari, dan memberi kesempatan penulis untuk menimba ilmu di IK Anestesiologi dan Intensive Care UNS. 8. Kedua orang tua penulis, Alm. Bapak Djafri Arda dan Ibu Nurlela serta orang tua mertua Bapak Surya Amri dan Ibu Sri Mulyani yang sangat penulis hormati dan sayangi yang selalu memberi dukungan, bantuan, perhatian, kasih sayang, dan tidak bosan-bosannya berdoa untuk penulis agar penulis cepat dapat menyelesaikan pendidikan. 9. Istri tercinta dan tersayang, Irma Suryani, yang tak pernah lelah memberi dukungan, doa, cinta, kasih sayang, pengertian, dan perhatiannya, serta anak anakku,
yang menjadikan hidup lebih berwarna selama penulis menjalani
pendidikan. 10. Kakak dan Adik kandung yang penulis cintai dan sayangi, yang selalu memberi dukungan agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan. 11. Teman - teman Residen Anestesiologi dan Therapi Intensif yang memberikan perhatian dan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Surakarta, Juni 2015 Penulis Danu Indra Putra
ABSTRACT commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Danu Indra Putra, S501108024. 2015.The Effect of Propofol Administration to Magnesium Serum Level in Patients Undergoing General Anesthesia 1st Advisor : Dr. Hari Wujoso dr, SpF,MM. 2nd Advisor : dr. MH. Soedjito, SpAN, KNA. Anesthesiology and Intensive Therapy Faculty of Medicine, Post Graduate Program. Study Program Magister of Family Medicine, Sebelas Maret University Surakarta. Background : Magnesium plays a fundamental role in many cellular functions, and thus there is increasing interest in its role in clinical medicine. Decrease in blood magnesium is associated with an increase in the incidence of arrhythmia, especially during the induction period of general anesthesia. Therefore, it is important to evaluate the effects of propofol as induction in general anesthesia on serum concentrations of magnesium. Purpose : To proof the effect of propofol administration as an induction agent in general anesthesia with propofol dosage of 1.5 mg/Kg body weight to serum magnesium level, by measuring the difference of serum magnesium before and three minutes after the administration of propofol. Methods : This research is quantitative observational research with cross sectional approach with pre and post research design. Population/ research subjects are 30 patients and the patients were male or female who undergoing elective surgery with general anesthesia with physical status of ASA I and II, aged between 17-60 years old and met inclusive criteria requirement. The examination of serum magnesium level was using colorimeter method and point with normal value of 1.7-2.4 mg/dl. Result : It showed a significant decrease of serum magnesium level with p=0.000; p < 0.05. Average value of magnesium serum before and after propofol administration showed a decrease after propofol administration. Conclusion : Propofol administration with 1.5 mg/Kg body weight as an induction agent in general anesthesia can significantly decrease serum magnesium level compared to before administration. Keywords : Serum Magnesium Level, Propofol, General Anesthesia.
ABSTRAK commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Danu Indra Putra, S501108024. 2015. Pengaruh Pemberian Propofol Terhadap Kadar Magnesium Serum Pada Pasien Yang Menjalani Anestesi Umum. Pembimbing I : Dr. Hari Wujoso dr, SpF,MM. Pembimbing II : dr. MH. Soedjito, SpAN, KNA. Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran, Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Latar Belakang : Magnesium memainkan peranan penting di dalam banyak fungsi selular, dan karenanya meningkatkan ketertarikan pada peranannya di bidang kedokteran klinis. Penurunan kadar magnesium serum dihubungkan dengan peningkatan kejadian aritmia, terutama pada saat periode induksi anestesi umum. Oleh karena itu, adalah hal yang penting untuk mengevaluasi efek dari propofol sebagai obat induksi pada anestesi umum terhadap kadar magnesium serum Tujuan : Untuk membuktikan pengaruh pemberian propofol sebagai obat induksi pada anestesi umum dengan dosis 1,5 mg/kgbb terhadap kadar magnesium serum, dengan mengukur perbedaan kadar magnesium serum sebelum dan tiga menit sesudah pemberian propofol. Metode : Penelitian ini adalah penelitian kwantitatif observasional dengan pendekatan Cross Sectional dengan rancangan penelitian pre dan post. Populasi sekaligus subjek penelitian berjumlah 30 pasien adalah pasien berjenis kelamin lakilaki atau perempuan yang menjalani pembedahan elektif dalam anestesi umum dengan status fisik ASA I dan II berumur antara 17 – 60 tahun dan memenuhi kriteria inklusi. Pemeriksaan kadar magnesium serum dengan menggunakan metode colorimeter and point dengan nilai normal 1,7 – 2,4 mg/dl. Hasil : Menunjukkan adanya penurunan kadar magnesium serum yang bermakna dengan p=0,000 ; p < 0,05. Nilai rata-rata kadar magnesium serum sebelum dan sesudah pemberian propofol memperlihatkan penurunan sesudah pemberian propofol. Kesimpulan : Pemberian propofol dengan dosis 1,5 mg/kgbb sebagai obat induksi pada anestesi umum dapat menurunkan secara bermakna nilai kadar magnesium serum dibandingkan dengan nilai sebelum pemberian. Kata Kunci : Kadar Magnesium serum, Propofol, Anestesi umum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
v
ABSTRAK .................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
ix
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….
1
A. Latar Belakang…………………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………
2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………….
2
D. Manfaat Penelitian………………………………………………...
2
BAB II. LANDASAN TEORI ....…………………………………………
3
A. Tinjauan Pustaka ………………………………………………….
3
A.1. Propofol………………………………………………….
3
I. Definisi Propofol………………………………………..
3
II. Sifat Fisik dan Kimia Propofol …………………………
4
III. Farmakokinetik………………………………………….
4
IV. Farmakodinamik………………………………………...
6
1. Efek pada susunan syaraf pusat……………………...
6
2. Efek pada system respiratorik……………………….
6
3. Efek pada system kardiovaskular……………………
7
4. Efek pada fungsi hepar dan ginjal…………………...
8
5. Efek pada tekanan intraocular……………………….
8
6. Efek pada system koagulasi…………………………
8
7. Aplikasi therapeutic nonhipnotik……………………
8
A.2. Magnesium……………………………………….........
10
I. Definisi Magnesium…………………………………....
10
II. Keseimbangan Magnesium normal……………………
10
III. Konsentrasi magnesium plasma……………………… commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IV. Peranan Magnesium……………………………………
11
1. Peran magnesium pada jantung……………………
12
2. Hipertensi pulmonal dan magnesium………………
14
3. Peran dalam obstetric……………………………….
14
4. Peran dalam ICU……………………………………
16
5. Magnesium dan tetanus……………………………
16
6. Magnesium dan asma………………………………
17
7. Magnesium dan respon intubasi laringoskopi………
18
8. Magnesium dalam menurunkan kebutuhan analgetik
19
9. Intra venous regional anestesi (IVRA) menggunakan lidokain dan magnesium……………………………
19
10. Magnesium dan menggigil………………………….
20
11. Peran magnesium pada pheokromositoma…………
21
V. Gejala klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan kadar magnesium serum…………………
22
VI. Toksisitas magnesium…………………………………
23
A.3. Efek Propofol Terhadap Magnesium di Membran Sel …….
24
B. Penelitian Yang Relevan………………………………………….
30
C. Kerangka Pikir…………………………………………………….
30
D. Hipotesis…………………………………………………………..
32
BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………….
33
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………..
33
B. Jenis Penelitian…………………………………………………….
33
C. Populasi………………………………….......................................
34
D. Besar Sampel………………………………………………………
34
E. Identifikasi Variabel Penelitian……………………………………
34
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian…………………………
35
G. Cara pengukuran variable ………………………………………...
35
H. Perijinan penelitian..………………………………………………
35
I. Rancangan Penelitian ...…………………………………………..
37
J. Jalannya penelitian………………………………………………...
38
K. Alat dan bahan……………………………………………………. commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
L. Pengolahan data…………………………………………………...
39
M. Jadwal kegiatan dan organisasi penelitian………………………...
40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................
41
A. HASIL ..........................................................................................
41
1. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian..............................
42
2. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ....................................
43
3. Uji Hipotesis .........................................................................
43
B. PEMBAHASAN .........................................................................
45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….…….
50
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Medical Uses of Magnesium .......…………………………………… 21 Tabel 2.2. Magnesium Levels and Toxicity.........................................................
24
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan dan Organisasi Penelitian .…………………............ 40 Tabel 4.1. Deskripsi Karesteristik Subjek Penelitian ..........................................
42
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian .................................................
43
Tabel 4.3. Hasil Uji Paired Sample t-Test ..........................................................
44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Kimia Propofol ………………………………………… 4 Gambar 2.2. Kompleks protein Heterooligomerik Reseptor GABAA ............. 25 Gambar 2.3. Hubungan Reseptor GABA dan Reseptor Glutamat .................. 27 Gambar 2.4. Kerangka Pikir………………………………………………….. 31 Gambar 3.1. Desain Penelitian……………………………………………….. 33 Gambar 3.2. Rancangan Penelitian ………………………………………….. 37 Gambar 4.1. Perbandingan Kadar Magnesium Serum sebelum dan sesudah .. 45 perlakuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Data Sampel Penelitian “Kadar Magnesium (Mg) Serum” .....
55
LAMPIRAN 2. Hasil penghitungan dengan SPSS 17 ......................................
56
LAMPIRAN 3. Hasil Uji Normalitas ...............................................................
57
LAMPIRAN 4. Hasil Uji Paired Sample T test ...............................................
58
LAMPIRAN 5. Ethical Clearance ...................................................................
59
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
AMPA
: Alpha – amino – 3 – hydroxy – 5 – methyl – 4 – izoxazolepropionic acid.
CABG
: Coronary Artery Bypass Grafting
CRMO2
: Cerebral Metabolism Rate terhadap Oksigen
EDTA
: Ethylenediaminetetra acetic
EEG
: Electro Enchepalo Graf
GABA
: Gamma Amino Butiric Acid
ICU
: Intensive Care Unit
Mg
: Magnesium
N2O
: DiNitroOxide
NMDA
: N – Methyl – D – Aspartate
PaCO2
: Tekanan CO2 di arteri
PPHN
: Persisten Pulmonal Hipertensi
PAF
: Platelet Activating Factor
TIK
: Tekanan Intra Kranial
TIO
: Tekanan Intra Orbita
RCT
: Random Control Trial
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasien yang menjalani anestesi umum biasanya membutuhkan fase induksi sebelum dilakukan tindakan intubasi endotrakeal. Meskipun banyak obat yang berfungsi sebagai obat induksi pada anestesi umum, tetapi pada saat ini propofol dengan onset yang relative cepat, durasi yang pendek dan dengan efek samping minimal menjadikannya sebagai salah satu obat yang paling popular sebagai obat induksi (Stoelting dan Hillier, 2006). Propofol adalah salah satu obat anestesi intravena non barbiturat yang saat ini banyak sekali digunakan. Propofol memiliki beberapa keuntungan dibanding obat induksi intravena lainnya (etomidate dan ketamine) yaitu mula kerja yang relative singkat (± 30 detik), pemulihan50%-70% lebih cepat, efek terhadap susunan saraf pusat dan terhadap hati minimal, dan terdapat efek terapeutik non hipnotik seperti misalnya efek anti emetik, efek anti pruritus, efek anti kejang dan efek bronkokonstriksi yang lebih minimal (Miller, 2009; Stoelting dan Hillier, 2006). Ketika digunakan dalam dosis 1,5-2,5 mg/kgBB dengan penyuntikan cepat (<15 detik) akan menyebabkan penurunan kesadaran dalam 30 detik. Sedangkan waktu pemulihan kesadaran akan dicapai dalam waktu 30 sampai 90 menit kemudian dengan kualitas kesadaran sangat baik. Hal ini yang menjadikan salah satu keuntungan penggunaan propofol yang paling penting dibandingkan dengan obat induksi intravena lainnya. Dengan mula kerja dan lama kerja yang relative singkat menjadikan propofol sebagai obat pilihan pada semua jenis operasi berdasarkan
lama
operasi,
terutama
operasi
singkat,
terlebih
lagi
jika
dikombinasikan dengan opioid.(Stoelting dan Hillier, 2006; Miller, 2009). Terdapat beberapa teori yang menyatakan bahwa pemberian propofol baik pada saat induksi maupun pada saat pemeliharaan operasi namun dapat menyebabkan penurunan magnesium serum yang cukup bermakna. Hal ini disebabkan karena perpindahan magnesium ke intra seluler akibat efek langsung obat-obat induksi anestesi terhadap membrane sel itu sendiri (Kweon TD., et al, commit to user 2009).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Magnesium adalah salah satu dari empat kation utama dalam tubuh dan merupakan kation intraseluler kedua yang paling penting setelah kalium. Magnesium sering dihubungkan dengan pengaturan fosforilasi dan kanal ion, dan terlibat penting sebagai faktor penunjang dalam metabolisme energi dan sintesis asam nukleat (Kweon TD., et al, 2009). Karena diduga terdapat pengaruh propofol terhadap penurunan magnesium pada pasien yang akan menjalani operasi dan tentunya kurang menguntungkan pada pasien-pasien yang memiliki riwayat gangguan jantung dan pembuluh darah, pasien-pasien yang memiliki riwayat kejang, riwayat gangguan susunan saraf pusat dan lain-lain, maka dilakukanlah penelitian efek propofol sebagai obat induksi terhadap penurunan kadar magnesium serum.
B. Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh pemberian propofol terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membuktikan pengaruh pemberian propofol 1,5 mg/kgBB intravena sebagai obat induksi terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum. 2. Tujuan Khusus Mengukur kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah pemberian propofol 1,5 mg/kgbb sebagai obat induksi.
D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan teori dalam upaya menerangkan pengaruh pemberian propofol sebagai obat induksi terhadap kadar magnesium serum. 2. Dengan mengetahui pengaruh propofol terhadap kadar magnesium serum, maka dapat dijadikan sebagai dasar penggunaan propofol terhadap pasien dengan gangguan keseimbangan magnesium serum. 3. Penelitian ini dapat menjadi landasan penelitian lebih lanjut. commituntuk to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA A.1. Propofol I. Definisi Propofol Propofol merupakan obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml/10mg) serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg phosphatide yang dimurnikan dan mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kgBB dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu kurang dari 30 detik. (Stoelting , 2006) Propofol menyebabkan anestesi dengan kecepatan yang sama dengan barbiturat intravena, tetapi pemulihannya lebih cepat. Propofol mempunyai sifat antiemetik. Obat ini tampaknya tidak menimbulkan efek kumulatif ataupun keterlambatan bangun setelah penggunaan jangka lama. Karakteristik yang menguntungkan ini menyebabkan penggunaan propofol secara luas sebagai komponen pada anestesi berimbang dan popularitasnya sebagai anestesi yang digunakan dalam rawat sehari. Obat ini juga efektif untuk memperpanjang sedasi pasien-pasien dalam kondisi kegawatdaruratan (Morgan et all, 2013). Propofol juga sangat baik sebagai agen untuk intubasi endotrakea tanpa pelumpuh otot. Oleh karena itu, propofol diperlukan dan jadi obat pilihan untuk induksi anestesi. Setelah pemberian intravena, distribusi dengan waktu paruh ( t ½ á ) 2-8menit, waktu paruh eliminasi(t ½ â ) 30-60 menit. Bersifat lipid solubility, beronset cepat (40 detik), dosis anestesi 1,5-2,5 mg/kgBB, durasi 5-10 menit. Dimetabolisme di hati dengan sangat cepat (10 kali lebih cepat dari penthotal) melalui konjugasi dengan glukuronid dan sulfat, kemudian di ekskresi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui urine. Kurang dari 1 % dari obat ini diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah (Stoelting, 2006) II. Sifat Fisik dan Kimia Propofol Propofol sedikit larut dalam air, memiliki pKa 11, serta memiliki koefisien partisi 6761:1 pada pH 6-8,5.Propofol memiliki nama kimia 2,6-diisopropilfenol dengan bobot molekul 178,27 dan struktur kimia sebagai berikut :
Gambar 2.1 Struktur kimia Propofol (Stoelting, 2006) Propofol biasa tersedia dalam sediaan emulsi injeksi steril dan bebas pirogen (DIPRIVAN®). Propofol injeksi biasa digunakan secara intravena (Stoelting, 2006). III. Farmakokinetik Propofol dengan cepat diabsorbsi tubuh dan didistribusikan dari darah ke jaringan. Distribusi propofol melalui 2 fase. Dengan fase kedua merupakan fase yang lebih lambat karena terjadi metabolisme di hati yang signifikan (konjugasi) sebelum diekskresi lewat urin. Lebih kurang 2% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui feses. Propofol dapat menembus plasenta dan diekskresi melalui susu. (Miller, 2009) Setelah dosis bolus diberikan, terjadi keseimbangan dengan cepat antara plasma dan otak yang menggambarkan kecepatan onset anestesi. Pemutusan dosis setalah pemeliharaan anestesi selama lebih kurang 1 jam atau untuk sedasi commit to penurunan user pasien ICU selama 1 hari, menyebabkan cepat konsentrasi propofol
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam darah. Pemberian infus jangka panjang (10 hari pada sedasi pasien ICU) menyebabkan akumulasi signifikan propofol dalam jaringan, maka sedasi propofol menjadi lambat dan waktu sadar kembali menjadi meningkat. (ICU book, 2014) Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatik oleh cytochrome P-450. Namun metabolisme tidak hanya dipengaruhi hepatik tetapi juga ekstrahepatik. Metabolisme hepatik lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat
diekskresikan
melalui
ginjal.
Propofol
membentuk
4-
hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam tapi yang lebih penting sensitive half time dari propofol yang digunakan melalui infus selama 8 jam adalah kurang dari 40 menit. Maksud dari sensitive half time adalah pengaruh minimal dari durasi infus karena metabolisme propofol yang cepat ketika infus dihentikan sehingga obat kembali dari tempat simpanan jaringan ke sirkulasi. (Barash, 2006) Meskipun metabolisme propofol cepat tidak ada bukti yang menunjukkan adanya gangguan eliminasi pada pasien sirosis hepatis. Konsentrasi propofol di plasma sama antara pasien yang meminum alkohol dan yang tidak. Disfungsi ginjal tidak mempengaruhi metabolisme bersihan propofol dan selama pengamatan lebih dari 34 tahun metabolisme propofol dimetabolisme di urin hanya 24 jam pertama. Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun menunjukkan penurunan bersihan plasma propofol dibandingkan pasien dewasa. Kecepatan bersihan propofol mengkonfirmasi bahwa obat ini dapat digunakan secara terus menerus intravena tanpa efek kumulatif. Propofol mampu melewati sirkulasi plasenta namun secara cepat dibersihkan dari sirkulasi fetus. (Zhang et all, 2012)
IV.
Farmakodinamik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Efek pada Susunan Saraf Pusat Propofol menurunkan Cerebral Metabolism Rate terhadap oksigen (CRMO2), aliran darah, serta tekanan intrakranial (TIK). Pada pasien dengan TIK normal terjadi penurunan TIK (30 %) yang berhubungan dengan penurunan sedikit tekanan perfusi serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah bersama dengan propofol dosis suplemen mencegah kenaikan TIK pada intubasi endotrakeal. (Stoelting, 2006) Penggunaan propofol sebagai sedasi pada pasien dengan lesi yang mendesak ruang intra kranial tidak akan meningkatkan TIK. Dosis besar propofol mungkin menyebabkan penurunan tekanan darah yang diikuti penurunan tekanan aliran darah ke otak. Autoregulasi cerebral sebagai respon gangguan tekanan darah dan aliran darah ke otak yang mengubah PaCo2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Akan tetapi, aliran darah ke otak dipengaruhi oleh PaCO2 pada pasien yang mendapatkan propofol dan midazolam. Propofol menyebabkan perubahan gambaran EEG yang mirip pada pasien yang mendapatkan thiopental. Cortical somatosensory evoked potentials yang digunakan sebagai alat untuk memantau fungsi sumsum tulang belakang menunjukkan tidak terdapat perbedaan hasil (penurunan amplitudo) antara pasien yang mendapatkan propofol saja dan yang mendapatkan propofol, N2O atau zat volatil lainnya. Propofol tidak mengubah gambaran EEG pasien kraniotomi. Mirip seperti midazolam, propofol menyebabkan ganguan ingatan yang mana thiopental memiliki efek yang lebih sedikit serta fentanyl yang tidak memiliki efek gangguan ingatan. (Stoelting, 2006; D.L. Herr, et al, 2000) 2. Efek pada Sistem Respiratorik Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik. Terdapat resioko apnea sebesar 25%-35% pada pasien yang mendapat propofol. Pemberian agen opioid sebagai premedikasi meningkatkan resiko apnea. Infus propofol menurunkan volume tidal dan frekuensi pernapasan. Respon pernapasan menurun terhadap keadaan peningkatan karbon commit to user dioksida dan hipoksemia. Propofol menyebabkan bronkokontriksi dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menurunkan resiko terjadinya wheezing pada pasien asma. Konsentrasi sedasi propofol menyebabkan penurunan respon hiperkapneia akibat efek terhadap kemoreseptor sentral. (Stoelting, 2006; Zhang et al, 2012) 3. Efek pada Sistem Kardiovaskuler (Stoelting, 2006) Propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik dari pada thiopental. Penurunan tekanan darah ini juga dipengaruhi perubahan volume kardiak dan resistensi pembuluh darah. Relaksasi otot polos pembuluh darah disebabkan hambatan aktivitas simpatis vasokontriksi. Stimulasi langsung laringoskop dan itubasi trakea membalikkan efek propofol terhadap tekanan darah. Propofol juga menghambat respon hipertensi selama pemasangan laringeal mask airways. Sebagai tambahan N2O tidak mengubah respon tekanan darah pada pasien yang diberikan
propofol.
Suatu
penekan
respon
misalnya
ephedrin
dapat
dimanfaatkan pada pasien ini. Bradikardi dan asistol pernah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan propofol sehingga disarankan obat antikolinergik untuk mengatasi stimulasi ke nervus vagus. Propofol sebenarnya juga meningkatkan respon syaraf simpatis dalam skala ringan dibandingkan saraf parasimpatis sehingga terjadi dominasi saraf parasimpatis. Resiko bradikardia related death selama anestesi propofol sebesar 1,4/100.000. Bentuk bradikardi yang parah dan fatal pada anak di ICU ditemukan pada pemberian sedasi propofol yang lama. Anestesi propofol dibandingkan anestesi lain meningkatkan refleks oculokardiak pada pembedahan strabismus anak selama pemberian antikolinergik. Respon denyut jantung selama pemberian atropin intravena berbeda tipis pasien yang mendapat propofol dan pasien yang sadar. Penurunan respon atropin terjadi karena propofol menekan aktifitas saraf simpatis. Pengobatan propofol yang menginduksi bradikardia adalah dengan pemberian beta agonis contohnya isoproterenol. 4. Efek pada fungsi hepar dan ginjal Propofol tidak mengganggu fungsi hepar dan ginjal yang dinilai dari enzim commit toInfus userpropofol yang lama menimbulkan transamin hati dan konsentrasi kreatinin.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
luka pada sel hepar akibat asidosis laktat. Infus propofol yang lama menyebabkan urin berwarna kehijauan akibat adanya rantai phenol. Namun perubahan warna urin ini tidak mengganggu fungsi ginjal. Namun ekskresi asam urat meningkat pada pasien yang mendapatkan propofol yang ditandai dengan urin yang keruh, terdapat kristal asam urat, pH dan suhu urin yang rendah. Efek ini menandai gangguan ginjal akibat propofol. (Stoelting, 2006) 5. Efek pada tekanan intraokular Pembedahan laparaskopi dinilai berhubungan dengan peningkatan TIO dan posisi pasien saat laparoskopi meningkatkan resiko hipertensi okular. Pada kasus ini propofol menurunkan TIO segera setelah induksi dan selama tindakan intubasi trakea. Penurunan TIO ini meningkat pada pasein yang juga mendapatkan isofluran. (Stoelting, 2006) 6. Efek pada koagulasi Propofol tidak mengganggu koagulasi dan fungsi trombosit. Namun ada laporan yang menunjukkan bahwa emulsi propofol yang bersifat hidrofobil mempengaruhi koagulasi darah dan menghambat agregasi trombosit melalui pengaruh mediator inflamasi lipid termasuk tromboxan A2 dan faktor-faktor pengaktivasi platelet/platelet-activating factor (PAF). (Stoelting, 2006) 7. Aplikasi Terapeutik Nonhipnotik a. Efek antiemetik Insiden mual dan muntah post operasi menurun pada pasien yang diberikan propofol. Dosis subhipnotik propofol (10-15 mg iv) mungkin digunakan untuk mengobati rasa mual dan muntah terutama jika bukan disebabkan rangsangan nervus vagus. Selama masa postoperasi, keuntungan propofol adalah onset kerja yang cepat dan tiada efek samping obat yang serius. Propofol memiliki efek umum dalam menatalaksana mual dan muntah pada konsentrasi yang tidak menimbukan efek sedasi. Efek antiemetik timbul pada pemberian propofol 10 mg diikuti dengan 10 mikrogram/kgBB/menit. Dosis subhipnotik propofol efektif menatalaksana rasa mual dan muntah akibat kemoterapi. Ketika induksi dan mempertahankan anestesi, penggunaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
propofol lebih efektif daripada pemberian ondansentron. (Stoelting, 2006) b. Efek anti pruritus Propofol 10 mg iv efektif untuk menatalaksana pruritus yang dihunbungkan dengan opioid neuraxis atau kolestasis. Kualitas analgesia tidak dipengaruhi propofol. Mekanisme efek antipruritus berhubungan kemampuan obat menekan aktifitas spinal. Terdapat suatu penelitian yang menunjukkan bahwa intratekal opioid menimbulkan pruritus melaliu eksitasi segmental dari sumsum tulang. (Stoelting, 2006) c. Aktivitas antikonvulsan Propofol merupakan antiepileptik dengan merefleksi GABA mediated presinaps dan postsinaps inhibition dari kanal ion klorida. Dosis propofol> 1 mg/kgBB iv menurunkan durasi kejang 35%-45% pada pasien yang mengalami elektrokonvulsif. (Stoelting, 2006) d. Attenuation Bronkokonstriksi Dibandingkan
thiopental,
propofol
menurunkan
prevalensi
terjadinya mengi/wheezing setelah induksi dengan anestesia dan intubasi trakea pada pasien tanpa riwayat asma dan pasien dengan riwayat asma. Formula baru propofol yang menggunakan metabisulfit sebagai pengawet. Metabisulfit menimbulkan bronkokontriksi pada pasien asma. Pada studi di hewan, propofol tanpa metabisulfit menimbulkan stimulus ke nervus vagus yang menginduksi bronkokontriksi dan metabisulfit sendiri dapat meningkatkan kurang responnya saluran pernapasan. Setelah intubasi trakea, pasien dengan riwayat merokok, resistensi saluran pernapasan meningkat pada pasien yang mendapat propofol dan metabisulfit
serta
ethylenediaminetetraacetic
(EDTA).
Sehingga
penggunaan bahan pengawet propofol meningkatkan resiko terjadinya bronkokontriksi. Propofol yang menginduksi bronkokontriksi pernah dilaporkan pada pasien dengan riwayat alergi. (Stoelting, 2006; D.L. Herr, et al, 2000) A. 2 . Magnesium
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Definisi Magnesium adalah kation intraseluler yang penting sebagai kofaktor dalam berbagai reaksi enzim. Sekitar 1-2% dari total magnesium yang ada di tubuh manusia tersimpan di dalam kompartmen, 67% tersimpan di tulang, dimana 31% sisanya terdapat diintraseluler. (Morgan, 2012) Magnesium merupakan kation terpenting keempat didalam tubuh dan kedua terbesar di intrseluler setelah kalium. (Stoelting, 2006). II. Keseimbangan Magnesium Normal Rata-rata intake kalsium pada orang dewasa adalah 20-30mEq/d (240370mg/d). Dari jumlah tersebut, hanya 30-40% yang diserap, utamanya di usus halus bagian distal. Ekskresi utamanya melalui ginjal, rata-rata 6-12mEq/d magnesium direabsorbsi secara efisien oleh ginjal. Duapuluh lima persen dari total magnesium yang di filtrasi direabsorbsi di tubulus proksimal, sedangkan 50-60% sisanya dreabsorbsi di bagian tebal pada lengkung henle. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan reabsorbsi magnesium oleh ginjal diantaranya yaitu hipomagnesia, hormon paratiroid, hipokalsemia, deplesi ECF, alkalosis metabolik.
Faktor-faktor
yang
meningkatkan
ekskresi
ginjal
yaitu,
hipermagnesia, acute volume expansion, hiperaldosteronism, hiperkalsemia, ketoasidosis, diuretik, deplesi fosfat, dan alkohol. (Morgan, 2012)
III. Konsentrasi Magnesium Plasma Magnesium[Mg2+] plasma selalu diregulasi antara 1.7 dan 2.1mEq/L (0.7-1 mmol/dL atau 1.7-2.4 mg/dL). Walaupun mekanisme yang terlibat masih belum jelas,
regulasi
tersebut
melibatkan
interaksi
dari
traktus
gastrointestinal(absorbsi), tulang(penyimpanan), dan ginjal(ekskresi). Sekitar 50-60% magnesium plasma berada dalam bentuk bebas dan dapat berdifusi. (Stoelting, 2006; Akhtar et al, 2011).
IV. Peranan Magnesium commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Magnesium merupakan penanda penting yang berfungsi sebagai kofaktor dalam banyak enzim pathway. kalsium sel dan
Mg memodulasi dan mengontrol masuknya
pelepasan kalsium dari membran sarkoplasma dan
reticularendoplasma . Kontrol transportasi kalsium ini bertanggung jawab untuk banyak berperan terhadap fisiologis, di antaranya yang mengendalikan aktivitas neuron, rangsangan jantung,
transmisi neuromuskuler, kontraksi otot,
tonus
vasomotor, tekanan darah dan aliran darah perifer. Peran fisiologis Mg seperti kalsium
channel blocking di otot polos, otot rangka, dan sistem konduksi.
Peranan magnesium juga sebagai analgesik seperti pada block reseptor NMDA. (Akhtar, et al, 2011) Magnesium sangat kuat mempengaruhi fungsi transportasi ion membran sel jantung dan penting untuk mengaktivasi sekitar 300 sistem enzim, termasuk sebagian besar enzim yang dilibatkan dalam metabolisme energi. Adenosin trifosfat (ATP) benar-benar fungsional apabila dichelasi menjadi magnesium. Ion ini merupakan pengatur sel yang penting untuk akses kalsium kedalam dan aksi kalsium didalam sel. Magnesium mengatur tingkat kalsium intrasleuler dengan mengaktivasi pompa
membran didalam sel yang mengekstrusi kalsium dan
dengan bersaing dengan kalsium memperebutkan saluran transmembran yang dengannya kalsium ekstraseluler memperoleh akses ke bagian dalam sel. Magnesium merupakan antagonist fisiologis
alami dari kalsium. Pelepasan
presinaptik asetilkolin tergantung kepada aksi magnesium. Magnesium dapat memberikan efek analgesik dengan beraksi sebagai reseptor antagonist N-methylD-aspartate (NMDA). Meskipun demikian, pemberian magnesium IV perioperatif (50 mg/kg IV yang dikuti oleh 15 mg/kg/jam) tidak memiliki efek terhadap nyeri pasca operasi. Magnesium menghasilkan vasodilasi sistemik dan koroner, menghambat fungsi platelet dan mengurangi cedera reperfusi. (Morgan, 2012) 1. Peran Magnesium pada Jantung Magnesium merupakan oligoelemen yang memiliki pengaruh penting pada fungsi miokard dan sistem pembuluh darah perifer. Magnesium mempengaruhi tekanan darah dengan memodulasi tonus dan struktur pembuluh darah melalui efeknya pada berbagai reaksi biokimia yang mengendalikan kontraksi/dilatasi, pertumbuhan/apoptosis, diferensiasi dan to inflamasi pembuluh darah. Magnesium commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bertindak sebagai antagonis kanal kalsium, Mg menstimulasi produksi postasiklin dan nitrit oksida vasodilator dan Mg juga merubah respon pembuluh darah terhadap agen vasokonstriktor. (Akhtar, et al, 2011) Perubahan konsentrasi Mg serum dapat terjadi secara intraoperasi sesuai studi yang dilakukan Universitas Polandia. Studi ini melibatkan dua puluh pasien pria berusia 50-69 tahun yang menjalani pompa CABG dibawah pengaruhi anestesi umum. Semuanya dioperasi karena penyakit koroner. Konsentrasi Mg dalam darah diperiksa dalam lima tahap: 1) sebelum induksi anestesi; 2) selama sirkulasi ekstrakorporeal; 3) setelah operasi; 4) pagi hari pertama pasca operasi; 5) pagi hari kedua pasca operasi. Konsentrasi Mg dalam darah ditentukan menggunakan metode spektofotometri. Konsentrasi Mg darah menurun selama sirkulasi ekstrakorporeal dan sesaat setelah operasi, sementara peningkatan konsentrasi Mg ditemukan pada pagi hari pertama dan kedua pasca operasi. CABG dengan sirkulasi ekstrakorporeal akan menimbulkan penurunan konsentrasi Mg darah yang signifikan. (David. S, et al,2011) Berbagai gangguan ritme, khususnya Torsade de points, ada hubungannya dengan hipomagnesemia. Magnesium intravena telah digunakan untuk mencegah dan mengatasi berbagai tipa aritmia yang berbeda. Magnesium memiliki aksi elektrofisiologi yang luas pada sistem konduksi jantung; meliputi pemanjangan waktu pemulihan sinus node dan penurunan automatisitas, konduksi AV node, konduksi antegrade dan retrograde pada jalur aksesoris, dan konduksi Hisventrikuler. Magnesium intravena juga dapat menghomogenkan repolarisasi ventrikuler transmural. Karena aksi elektrofisiologinya yang unik dan luas, magnesium intravena dilaporkan berguna dalam mencegah fibrilasi atrium dan aritmia ventrikel setelah operasi jantung dan toraks; dalam menurunkan respon ventrikel pada fibrilasi atrium onset akut, termasuk pada pasien dengan sindrom Wolff-Parkinson-White; dalam terapi aritmia supraventrikel dan aritimia ventrikel akibat digoksin, takikardi atrium multifokal, dan takikardi ventrikel polimorfik (Torsade de points) atau fibrilasi ventrikel akibat overdosis obat. Namun, magnesium intravena tidak berguna pada takikardi ventrikel monomorfik dan fibrilasi ventrikel yang tidak mempan commit terhadap to user syok. Studi RCT yang besar
perpustakaan.uns.ac.id
dibutuhkan
untuk
digilib.uns.ac.id
mengkonfirmasi
apakan
magnesium
intravena
dapat
memperbaiki outcome pasien dalam kejadian aritmia yang berbeda-beda.(Dina. S, et al, 2014) Magnesium direkomendasian untuk takikardi ventrikel tanpa pulsasi atau fibrilasi yang menyerupai Torsade de points. Mekanisme aksi magnesium pada Torsade de points masih belum jelas tapi diduga untuk memperpendek potensial aksi melalui kanal potasium miokard. Direkomendasikan dosis sebesar 1 hingga 2 gram dilarutkan dalam 10mL dekstrose 5% dan diberikan selama 5 hingga 20 menit. Pemberian yang cepat akan menimbulkan hipotensi, yang reversibel dengan pemberian kalsium.(Nidhi. B, et al, 2013) Sifat antihipertensi magnesium berhubungan dengan sifat blokade kanal kalsium yang dimilikinya. Status magnesium memiliki efek langsung terhadap kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah dan regulasi penempatan seluler kation lain yang penting pada tekanan darah – rasio sodium:potasium seluler (Na:K) dan kalsium intraseluler (iCa2+). Sebagai hasilnya, magnesium nutrisional memiliki dampak langsung dan tak langsung pada tekanan darah pada kejadian hipertensi. (Nidhi. B, et al, 2013) Telah terbukti bahwa suplementasi magnesium pada pasien anak-anak yang menjalani operasi jantung akan mencegah timbulnya takikardi ektopik jungsional.( Dina. S, et al, 2011)
2. Hipertensi Pulmonal dan Magnesium (Akhtar, et al, 2011) Hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai tekanan arteri pulmonal rata-rata yang lebih dari 25 mmHg saat istirahat dan lebih dari 30 mmHg ketika beraktivitas. Magnesium merupakan vasodilator poten dengan demikian memiliki potensi untuk menurunkan tekanan arteri pulmonal yang tinggi akibat hipertensi pulmonal persisten (PPHN). Untuk melihat efek magnesium pada bayi baru lahir dengan PPHN yang tidak berespon terhadap hiperventilasi mekanis dan merupakan kandidat Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO), 10 bayi yang dirawat di NICU dengan hipoksia berat dan gagal napas akibat PPHN kemudian dirawat dengan ventilasi mekanis konvensional kemudian hiperventilasi mekanis. Bayi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang tidak berespon terhadap hiperventilasi mekanis lalu dirawat dengan infus magnesium sulfat. Sembilan dari sepuluh bayi selamat dan satu meinggal. Perbedaan antara rata-rata AaDo2, indeks oksigen dan PH setelah hiperventilasi mekanis dan pemberian magnesium sulfat ternyata signifikan. Magnesium memiliki peran dalam terapi pasien PPHN yang tidak berespon terhadap hiperventilasi. Strategi pencarian standar pada Cochrane Neonatal Review Group (CNRG) digunakan untuk mengetahui peran Mg. Dilakukan pencarian randomized maupun quasi-randomized trial yang relevan pada COCHRANE CENTRAL dan MEDLINE (1966 hingga 20 April 2007). Magnesium sulfat dapat mendilatasi konstriksi otot pada arteri pulmonal. Namun, aksi ini tidak spesifik dan ketika diberikan melalui infus, malah akan bertindak pada otot lain di tubuh termasuk arteri lain. Ini berarti bahwa bahkan jika ditemukan efektif untuk hipertensi pulmonal, aksi yang tidak diinginkan pada bagian tubuh lain bisa menimbulkan masalah. Review ini menemukan bahwa penggunaan magnesium sulfat untuk PPHN masih belum diuji dalam RCT. Untuk dapat membuktikan manfaatnya, maka diperlukan RCT. 3. Peran dalam Obstetri (Douglas, et al, 2013) Mg berperan dalam manajemen preeklamsia dan eklamsia. Magnesium mencegah atau mengontrol kejang dengan memblok transmisi neuromuskuler dan menurunkan
pelepasan
asetilkolin
pada
terminal
saraf
motoris.
Efek
antihipertensinya dikarenakan sifatnya pada blokade kanal kalsium. Eklamsi dan preeklamsi merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas selama kehamilan, kelahiran dan puerperium. Pencegahan timbulnya kejang pada preeklamsi dan kejang rekuren pada eklamsi merupakan aspek manajemen yang penting. Sejumlah antikonvulsan penting digunakan untuk mengontrol kejadian eklamsi dan untuk mencegah kejang di kemudian hari. Di Amerika Utara, magnesium sulfat parenteral merupakan drug of choice untuk pencegahan dan terapi kejang pada eklamsi. Magnesium sulfat tampaknya bertindak sebagai vasodilator serebral (khususnya pada pembuluh darah dengan diameter kecil) pada pasien dengan Dengan potensinya untuk commit preeklamsi. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meringankan iskemi serebral, vasodilatasi ini dapat membantu menjelaskan kenapa magnesium sulfat memiliki sifat anti kejang pada preeklamsi. Namun aturan dosis dan efektivitasnya masih empiris, karena tidak ada RCT yang menunjukkan apakah magnesium sulfat berguna dan berapa level terapetiknya untuk dapat mencegah kejang, tapi nilai sebesar 3-6mg% dianggap sebagai terapetik. Pemberian magnesium pada pasien obstetri dengan risiko kelahiran preterm akan memberikan neuroproteksi pada bayi preterm sebagaimana terbukti pada banyak studi. Penggunaan magnesium untuk terapi kelahiran preterm masih belum seberapa terbukti. Magnesium sulfat kadang digunakan sebagai tokolitik untuk memperlambat kontraksi uterin selama kelahiran preterm. Tapi beberapa studi menunjukkan bahwa magnesium sulfat tidak menghentikan kelahiran preterm dan ini magnesium sulfat dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan bayi. Karena magnesium sulfat merelaksasikan hampir sebagian besar otot, bayi yang terpapar magnesium melebihi periode waktu tertentu akan terlihat lemah ketika lahir. Efek ini biasanya akan menghilang ketika obat ini telah dibersihkan dari sistem sirkulasi bayi. Tidak boleh memberikan magnesium sulfat atau obat serupa pada wanita dengan kondisi medis yang dapat memberat akibat efek samping di atas. Ini termasuk wanita dengan miastenia gravis (gangguan otot) atau distrofi otot. 4. Peran dalam ICU (David. S, et al, 2011) Defisiensi magnesium seringnya terjadi pada penyakit kritis dan berhubungan dengan tingginya mortalitas dan outcome klinis yang buruk di ICU. Sebuah studi retrospektif dilakukan pada 100 pasien berusia 16 tahun dan dirawat di ICU bedah medis pada Rumah Sakit Universitas selama periode 2 tahun. Observasi dilakukan pada kadar magnesium serum total ketika masuk, sejumlah tes lab terkait magnesium, kebutuhan akan ventilator, durasi ventilasi mekanis, lama waktu mondok/ICU, dan demografi pasien secara umum. Dapat disimpulkan bahwa berkembangnya dipomagnesemia selama dirawat di ICU berhubungan dengan prognosis yang mengkhawatirkan. Monitoring level commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
magnesium serum berdampak pada prognosis dan mungkin efek terapetiknya juga.
5. Magnesium dan Tetanus (Emily, et al, 2010) Penyebab kematian tersering seseorang dengan tetanus berat tanpa ventilasi mekanis adalah gagal napas terkait spasme, sementara pada pasien dengan ventilasi adalah disfungsi otonom terkait tetanus. Sebuah randomized double blinded placebo controlled study dilakukan utnuk menemukan apakah infus magnesium sulfat kontinyu akan menurunkan perlunya ventilasi mekanis dan apakah akan memperbaiki kontrol spasme otot dan instabilitas otonom. Tidak ada perbedaan dalam kebutuhan ventilasi mekanis antara individu yang dirawat dengan magnesium dan plasebo (OR 0,71, 95% CI 0,36-1,40; p=0,324), tingkat survival juga sama pada kedua kelompok. Namun, dibandingkan dengan kelompok plasebo, pasien yang mendapat magnesium akan secara signifikan lebih sedikit memerlukan midazolam (7,1 mg/kg per hari [0,1-47,9] vs 1,4 mg/kg per hari [0,0-17,3]; p=0,026) dan pipecuronium (2,3 mg/kg per hari [0,0-33,0] vs 0,00 mg/kg per hari [0,0-14,8]; p=0,005) untuk mengontrol spasme otot dan takikardi yang terjadi. Individu yang mendapat magnesium akan 3,7 (1,4-15,9) kali lebih tidak membutukan verapamil untuk mengatasi instabilitas kardiovaskuler dibanding pada kelompok plasebo. Insidensi kejadian tidak diinginkan pada kedua kelomopok tidaklah berbeda. Dapat disimpulkan bahwa infus magnesium tidak menurunkan kebutuhan ventilasi mekanis pada orang dewasa dengan tetanus berat tapi memang menurunkan kebutuhan akan obat-obatan lain untuk mengontrol spasme otot dan instabilitas kardiovaskuler.
6. Magnesium dan Asma (Gautam, et al, 2013) Pada asma alergi didapatkan peningkatan stimulasi IgE yang menimbulkan pelepasan histamin. histamin menyebabkan bronkospasme melalui kontraksi otot polos yang diperantarai kalsium. Magnesium merupakan antagonis bronkospasme karena memiliki sifat blokade kanal kalsium. Eksaserbasi asma bisa sering dan dengan derajat keparahan mulai ringan hingga status asmatikus. Penggunaan magnesium commit to user sulfat (MgSo4) merupakan satu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari sejumlah pilihan terapi yang bisa diberikan selama eksaserbasi akut. Disaat efikasi magnesium sulfat intravena telah dibuktikan, masih sedikit yang diketahui mengenai magnesium sulfat inhalan. RCT didapatkan dari Cochrane Airways Group “Asthma and Wheeze”. Penelitian ini disuplemen dengan trial yang ditemukan dalam daftar referensi studi yang diterbitkan. Studi-studi ini ditemukan menggunakan teknik pencarian elektronik ekstensif, begitu juga review mengenai gray literature dan conference proceedings. Didapatkan enam penelitian yang melibatkan 296 pasien. Empat penelitian membandingkan antara nebulasi MgSO4 disertai beta2 agonis dengan beta agonis. Dua studi membandingkan MgSO4 dengan beta2 agonis saja. Tiga studi hanya melibatkan orang dewasa dan 2 studi hanya melibatkan pasien pediatri. Tiga studi melibatkan pasien dengan asma berat. Secara keseluruhan, ada perbedaan signifikan pada fungsi paru antar pasien yang mendapat terapi nebulasi MgSO4 disertai beta2 agonis, namun lama mondok pada kedua kelompok tidak jauh beda. Analisis subgrup tidak menunjukan perbedaan signifikan pada perbaikan fungsi paru antara orang dewasa dan anak, atau antara asma berat, ringan maupun moderat. Simpulan terkait terapi dengan nebulasi MgSO4 saja sulit dibuat karena masih sedikitnya penelitian di bidang ini. Nebulasi MgSO4 disertai beta2 agonis pada terapi eksaserbasi asma akut tampaknya
memiliki
manfaat
terkait
perbaikan
fungsi
paru
dan
ada
kecenderungan pada waktu mondok yang lebih baik. Heterogenitas antar penelitian yang dilibatkan dalam review ini membuat tidak bisa menarik simpulan yang lebih definitif. Lima randomised placebo controlled trials yang melibatkan total 182 pasien telah didapatkan. Mereka membandingkan magnesium sulfat intravena dengan plasebo dalam menerapi pasien pediatri dengan serangan asma moderat hingga berat di IGD, dengan terapi tambahan berupa inhalasi beta2 agonis dan steroid sistemik. Magnesium sulfat intravena memberikan manfaat tambahan pada asma akut sedang hingga berat pada anak yang diterapi dengan bronkodilator dan steroid.
7. Magnesium dan Respon Intubasi Laringoskopik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peran magnesium dalam menurunkan respon intubasi telah berkembang. Magnesium memiliki sifat vasodilatasi langsung pada arteri koroner dan magnesium
juga
dapat
menghambat
pelepasan
katerkolamin,
sehingga
menurunkan efek hemodinamik selama intubasi endotrakea. Magnesium juga merupakan antagonis fisiologi dari kalsium, yang memainkan peran penting pada pelepasan katekolamin dalam responnya terhadap stimulasi simpatetik. Puri et al menemukan magnesium lebih baik dalam menurunkan respon tekanan pada intubasi endotrakeal begitu juga dalam menimbulkan perubahan ST yang lebih rendah pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang akan menjalani operasi CABG. (Dina, et al, 2014) Sebuah studi dilakukan untuk menemukan dosis optimal magnesium yang menyebabkan penurunak respon kardiovaskuler setelah laringoskopi dan intubasi endotrakeal. (Dina, et al, 2014) Dalam sebuah RCT double blind, 120 pasien ASA-1 berusia 15-50 tahun, yang merupakan kandidat operasi elektif, dipilih dan diklasifikasikan dalam 6 grup (masing-masing 20 pasien). Denyut nadi dan tekanan darah diukur dan direkam pada 5 menit sebelum pemberian obat, berdasarkan kelompok yang berbeda, pasien yang mendapat magnesium sulfat adalah sama dalam semua grup dan denyut nadi serta tekanan darah diukur dan direkam sebelum intubasi dan juga pada 1, 3 dan 5 menit setelah intubasi (sebelum insisi). Tidak didapatkan perbedaan signifikan pada tekanan daarah, denyut nadi, Train of Four (TOF), dan komplikasi antara kelompok yang mendapat magnesium tapi perbedaan signifikan pada parameter ini tampak antara magnesium dan Lidokain. (Dina, et al, 2014; Nidhi, et al, 2013) Dapat disimpulkan bahwa preterapi dengan dosis magnesium berbeda memiliki efek penurunan yang aman pada respon kardiovaskuler yang lebih efektif daripara preterapi dengan Lidokain. (Dina, et al, 2014)
8. Magnesium dalam Menurunkan Kebutuhan Analgesik Terapi nyeri peri dan postoperasi yang efektif merupakan komponen pemulihan penting karena berfungsi untuk menumpulkan refleks otonom, somatis dan endokrin yang berpotensi timbulnya morbiditas perioperatif. Telah commit penurunan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
banyak diketahui untuk menerapkan pendekatan polifarmakologi pada terapi nyeri postoperasi, karena belum ada agen khusus yang diketahui menghambat nosisepsi tanpa menimbulkan efek samping.(Mahendra, et al, 2013) Magnesium merupakan calcium channel blocker dan antagonis reseptor noncompetitive N-methyl-D-aspartate (NMDA). Magnesium sulfat telah terbukti sebagai ajuvan untuk analgesi intra dan postoperasi pada proses operasi yang berbeda termasuk ginekologi, ortopedi, toraks dan lain-lain. Mayoritas penelitian menunjukkan bahwa magnesium sulfar perioperasi akan menurunkan kebutuhan anestesi dan memperbaiki analgesi postoperasi. Namun, beberapa studi telah menyimpulkan bahwa magnesium memiliki efek yang terbatas bahkan sama sekali tidak ada.(Christopher, et al,2010)
9. Intravenous Regional Anesthesia (IVRA) Menggunakan Lidokain dan Magnesium (Akhtar, et al. 2011) IVRA merupakan salah satu bentuk anestesi regional paling sederhana dengan keberhasilan yang tinggi. Namun, IVRA terbatas pada nyeri torniket dan IVRA tidak mampu menghasilkan analgesi postoperasi. Untuk memperbaiki kualitas blok, memperpanjang analgesi postdeflasi, dan menurunkan nyeri torniket, aditif berbeda telah digabungkan dengan anestesi lokal dengan keberhasilan yang terbatas. Mekanisme aksi magnesium sebagai ajuvan IVRA bersifat multifaktorial. Mekanisme aksi magnesium selain yang disebutkan di atas juga telah banyak diteliti. Studi melaporkan bahwa magnesium memiliki efek vasodilatasi yang dipicu oleh endothelium-derived nitic oxide. Nitrit oksida menyebabkan aktivasi guanil siklase dan meningkatkan siklik guanin monofosfat, yang memperantarai relaksasi otot polos vaskuler. Nitrit oksida juga merupakan inhibitor poten adesi netrofil pada endotel pembuluh darah. Sebuah studi dilakukan di Departemen Anestesi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Trakya, Edirne, Turki untuk mengevaluasi efek magnesium, ketika ditambahkan pada lidokain untuk IVRA, pada nyeri torniket. Dilakukan randomisasi dalam dua kelompok pada 30 pasien yang menjalani operasi elektif selama IVRA. IVRA dicapai commit to userdengan 10 mL salin ditambah 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mg/kg lidokain 0,5% yang dilarutkan dengan salin hingga total 40 mL pada kelompok C atau dengan 10 mL magnesium sulfat 15% (12,4 mmol) ditambah 3 mg/kg lidokain 0,5% yang dilarutkan dengan salin hingga total 40 mL pada kelompok M. Kualitas anestesi, sebagaimana ditentukan oleh ahli anestesi dan dokter bedah, lebih baik pada kelompok M (p<0,05). Waktu hingga permintaan analgesi postoperasi pertama pada kelompok C adalah 95 ± 29 menit dan pada kelompok M 155 ± 38 menit (p<0,05). Konsumsi diklofenak secara signifikan lebih rendah pada kelompok M (50 ± 35 mg) ketika dibandingkan dengan kelompok C (130 ± 55 mg) (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa magnesium sebagai ajuvan lidokain akan memperbaiki kualitas anestesi dan analgesi pada IVRA.
10. Magnesium dan Menggigil (David, et al, 2011) Hipotermi mungkin merupakan terapi efektif untuk stroke atau infark miokard akut; hipotermi menimbulkan gigilan yang hebat, yang berpotensi menyebabkan respon hemodinamik berbahaya dan mencegah timbulnya hipotermi lebih lanjut. Magnesium merupakan agen anti menggigil atraktif karena magnesium digunakan untuk terapi menggigil pasca operasi dan memberikan proteksi terhadap injuri iskemik pada binatang percobaan. Kami menguji hipotesis bahwa magnesium menurunkan ambang batas (memicu temperatur inti) dan menambah menggigil tanpa sedasi substansial atau kelemahan otot. Magnesium secara signifikan menurunkan ambang batas menggigil. Namun, dalam sudut pandang penurunan yang absolut, temuan ini dianggap tidak penting secara klinis untuk induksi hipotermi terapetik. Table 2.1. Medical Uses of Magnesium
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(Douglas, et al 2013)
11. Peran Magnesium dalam Peokromositoma (Miller, 2009) Magnesium memiliki efek anti adrenergik. Efek anti adrenergik ini merupakan satu dari sekian banyak yang dimiliki magnesium terutama efeknya sebagai antagonis kalsium. Kalsium bertanggung jawab untuk respon stimulus dengan meningkatkan pelepasan katekolamin dari medula adrenal dan terminal saraf adrenergik. Efek anti adrenergik bersamaan dengan sifat anti aritmia dan vasodilator akan berujung pada peran Mg pada operasi peokromositoma. Pada salah satu uji klinis, kelompok studi diberikan magnesium sulfat intravena 60 mg/kg sebelum intubasi. Kelompok studi tersebut secara nyata menunjukkan peningkatan lonjakan katekolamin yang lebih sedikit setelah intubasi dan perubahan heart rate dan tekanan darah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok kontrol
V.
Gejala Klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan Kadar Magnesium Serum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Defisiensi magnesium disebabkan oleh multifaktorial. Defisiensi magnesium ditemukan pada 7-11% pasien mondok dan dibarengi dengan ketidakseimbangan elektrolit lainnya seperti potasium dan fosfat pada 40% kasus dan sisanya sodium dan kalsium. Absorbsi magnesium dan kalsium saling berhubungan, maka defisiensi keduanya sering ditemukan bersama-sama. Hipokalsemia meningkatkan sekresi hormon paratiroid (PTH). Hipomagnesemia mengganggu pelepasan PTH yang dipicu hipokalsemia, dapat dikoreksi dalam beberapa menit dengan infus magnesium. Magnesium juga diperlukan untuk sensitivitas jaringan target terhadap PTH dan metabolit vitamin D. Selain interaksi dengan kalsium, magnesium memiliki efek yang besar pada regulasi pergerakan sodium dan potasium transmembran. Hormon paratiroid (PTH) dan vitamin D menstimulasi penyerapan kembali (reabsorbsi) magnesium di ginjal dan usus halus, dimana insulin dapat menurunkan ekskresi magnesium di ginjal dan meningkatkan pengambilan tingkat sel ( David et al, 2011). Definisi hypomagnesemia adalah suatu keadaan dimana kadar magnesium plasma kurang dari 0,7 mMol/L dan disebabkan terutama oleh asupan diet yang inadequate dan atau ekskresi dari ginjal dan system gastrointestinal. Gejala klinis secara signifikan terlihat pada keadaan dimana kadar magnesium serum dibawah 0,5 mMol/L yang sering kali berhubungan dengan diare, muntahmuntah, penggunaan diuretik kuat dan thiazide, ACE inhibitor, cisplatin, aminoglycoside, atau penggunaan obat-obat nefrotoksik, dan beberapa kelainan endokrin
seperti
penyakit
parathyroid,
hyperaldosteronism,
dan
kronik
alcoholism. Diabetes mellitus sangat kuat berhubungan dengan hypomagnesemia, kemungkinan karena peningkatan ekskresi urin. Hypomagnesemia juga dapat terjadi pada pasien-pasien perioperatif dan sering ditemukan pada pasien yang menjalani prosedur operasi cardiothoracic atau operasi abdominal mayor dan thyroidectomi. ( Akthar et al, 2011) Defisiensi magnesium sering berdampak pada gangguan jantung dan neuromuscular. Gejala klinis termasuk mual muntah, kelemahan otot, kejang, fasiculasi otot, dan perubahan pada gambaran electrocardiogram seperti perpanjangan PR interval, QT interval, penyusutan gelombang T, aritmia seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Torsades de pointes. Hypomagnesemia juga sering kali berhubungan dengan gangguan elektrolit sebagai hypokalemia dan hypocalcemia. (David et al 2011)
VI. Toksisitas Magnesium Toksisitas magnesium sangat jarang terjadi kecuali pada kasus tertentu dimana gagal ginjal mencegah eksresi urin (misal, pada situasi dimana obat mengandung magnesium diberikan pada pasien dengan disfungsi ginjal). Gejala seperti depresi SSP, paralisis otot skelet, dan pada kasus ekstrim berupa koma dan kematian. Seiring meningkatkan magnesium plasma melebihi 4 meq/L, refleks tendon dalam adalah yang pertama kali menurun dan kemudian menghilang seiring kadar plasma mendekati 10 meq/L. Pada level ini dapat terjadi paralisis respiratoris. Henti jantung juga dapat disebabkan oleh kadar magnesium plasma yang rendah. Konsentrasi magnesium serum lebih dari 12 meq/L juga bisa berakibat fatal.(Barash, 2006) Antidotum toksisitas magnesium adalah kalsium glukonat (10% dalam 10 mL larutan selama 10 menit) melalui injeksi intravena perlahan. Pasien akan memerlukan monitoring EKG selama dan setelah injeksi karena berpotensi timbul aritmia. Resusitasi dan ventilator harus tersedia selama dan sesudah pemberian magnesium sulfat dan kalsium glukonat.(Akhtar, et al, 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Table 2. 2. Magnesium Levels and Toxicity
Douglas, et al, 2013
A.3. Efek Propofol Terhadap Magnesium di Membran Sel Propofol adalah relative modulator selektif dari reseptor GABAA dan tidak menunjukkan aktivitas memodulasi ikatan kanal ion lainnya pada konsentrasi klinis. Ketika reseptor GABAA teraktivasi, terjadi peningkatan konduksi chloride di transmembran, yang menghasilkan hyperpolarisasi pada membrane sel postsinaps dan berfungsi menghambat neuron postsinaps (Stoelting, 2006). Propofol memiliki multi efek yang nyata pada fungsi reseptor GABA A, yaitu mempotensiasi aliran GABA, aktivasi langsung terhadap reseptor, dan memodulasi efek desensitivasi (Donglin et al, 1999). Propofol bersifat inotropik negatif melalui penurunan kalsium intra sel dan menghambat influks kalsium trans sarkolema ( Muzzi et al, 1997 ). Gamma Amino Butiric Acid (GABA) merupakan neurotransmitter inhibitor, artinya akan menghalangi penghantaran impuls di serabut saraf. GABA akan membuka gerbang ion chloride yang bermuatan negative sehingga serabut saraf commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan bermuatan sangat negative. Dengan begitu impuls sulit untuk dihantarkan melalui serabut saraf ( Ikawati , 2008). Reseptor GABA terbagi dalam tiga tipe, yaitu reseptor GABAA, GABAB, GABAC. Reseptor GABAA dan GABAC merupakan keluarga reseptor ionotropik, sedangkan GABAB adalah reseptor metabotropik (terkait dengan protein G). Reseptor GABAA dan GABAC masing-masing terkait dengan kanal Cl
dan memperantarai penghambatan sinaptik yang cepat. Namun walaupun
sama-sama ionotropik, reseptor GABAA dan GABAc berbeda secara biokimia, farmakologi, fisiologi. Reseptor GABAA secara selektif dapat dibolak-balik oleh alkaloid bicuculin dan dimodulasi oleh obat golongan benzodiazepine, barbiturate, dan steroid, sedangkan reseptor GABAC tidak ( Ikawati , 2008 ). GABAA merupakan neurotransmitter inhibitor utama di system saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40% saraf. Reseptor GABAA merupakan komplek protein heterooligomerik yang terdiri dari sebuah tempat ikatan GABA (GABA binding side) yang terhubung dengan kanal ion Cl
.
commit to user Gambar 2.2. Kompleks protein Heterooligomerik Reseptor GABAA.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Reseptor GABA tersebut terdiri dari lima subunit yaitu dua alpha, dua beta dan satu sub-unit gamma. Mengaktifkan molekul GABA
dengan mengikat
reseptornya pada bagian subunit alpha. Sekali diaktifkan reseptor tersebut memungkinkan bagian dari ion ke bermuatan negative sitoplasma, yang menghasilkan hiperpolarisasi dan inhibisi dari neurotransmission. Proses neurotransmitter GABA : 1. GABA diseintesis pada ujung saraf presinaptik, dan disimpan didalam vesikel sebelum di lepaskan. 2. Sekali dilepaskan, GABA berdifusi menyebrangi celah sinap. 3. Setelah GABA berdifusi, GABA akan menduduki tempatnya yaitu di GABA binding site, diamana GABA jenis ini terkait ion Cl memperantarai ion Cl
sehingga
untuk masuk dan menyebabkan efek pada
postsinap. 4. GABA yang sudah terdisosiasi dari reseptornya akan diambil kembali sehingga tertutupnya kanal Cl
, GABA yang diambil untuk di re-uptake
kembali kedalam ujung presinaptik atau ke dalam sel glia dalam bentuk GABA dengan bantuan transporter GABA. 5. Reseptor GABA A juga memiliki tempat ikatan untuk obat-obat golongan barbiturat yang disebut barbiturate binding site dan untuk golongan benzodiazepine disebut benzodiazepine binding site atau sisi alosterik reseptor. Suatu obat dapat bereaksi dengan sisi alosterik menyebabkan efek agonis.
Aktivasi
GABA
membukanya kanal Cl
oleh
neurotransmitternya
menyebabkan
dan lebih lanjut akan memicu terjadinya
hiperpolarisasi yang akan menghambat penghantaran potensial aksi, inilah yang menyebabkan efek sedasi dan anestesi. 6. Benzodiazepine dapat mempotensiasi penghambatan transmisi sinaptik GABAergik dengan cara berikatan dengan reseptor GABA A dan bekerja dengan meningkatkan afinitas reseptor GABA pada tempat ikatannya (binding site) sehingga meningkatkan frekuensi pembukan kanal ion Cl dan memaksimalkan kesempatan Cl
mengalir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.3. Hubungan Reseptor GABA dan Reseptor Glutamat.
Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pemberian anestesi intravena seperti propofol memiliki efek potensial terhadap parameter laboratorium, salah satunya adalah efek terhadap penurunan kadar ion magnesium dalam serum. Dari beberapa jurnal diketahui bahwa hiperglikemia berhubungan erat dengan penurunan kadar magnesium serum (Liamis et al. 2014). Telah diketahui sebelumnya bahwa prinsip utama mekanisme aksi anestesi intravena adalah menginduksi transmisi inhibisi dan menghambat transmisi ekstasi pada neuron (Morgan et al. 2013). Anestesi intravena dalam hal ini propofol bekerja dengan mengaktivasi reseptor neurotransmiter inhibisi seperti GABAA , serta mengaktivasi kanal ion kalium sehingga menyebabkan influk kalium dan terjadi hiperpolarisasi pada level presinapsis dan postsinapsis. Selain itu, anestesi intravena juga bekerja dengan menghambat transmisi eksitasi melalui inhibisi terhadap reseptor glutamat (NMDA dan AMPA), kanal ion natrium, dan kalsium sehingga mencegah timbulnya depolarisasi neuron (Perouansky et al. 2009). Salah satu target kerja anestesi intravena seperti yang dijelaskan di atas commit to user adalah reseptor glutamat. Asam amino glutamat dan aspartat merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
neurotransmiter eksitasi utama pada SSP. Ikatan pada reseptor glutamat akan meningkatkan pembukaan kanal dan mempertahankan neurotransmisi dengan meningkatkan konduksi natrium dan kalsium. Reseptor ini secara fisiologis memiliki peran dalam area memori dan pembelajaran di dalam hipocampus. Selain konduksi natrium dan kalsium, ikatan reseptor glutamat juga meningkatkan konduksi magnesium (Dilger
2002, Campagna et al. 2003).
Ketika agen anestesi intravena diberikan, maka terjadi hambatan pada reseptor glutamat. Dengan begitu, tidak terbentuk ikatan pada reseptor glutamat sehingga neurotransmisi akan terhambat karena hilangnya konduksi natrium dan kalsium, begitu juga dengan konduksi magnesium. Hilangnya konduksi magnesium akan membuat magnesium tetap berada di dalam sel dan tidak bisa berpindah menuju ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar magnesium ekstrasel yang berpengaruh pada penurunan kadar magnesium serum (Traynelis et al. 2010). Mekanisme inilah yang menjelaskan pengaruh pemberian propofol terhadap penurunan kadar magnesium serum. Selain mekanisme langsung di atas, terdapat mekanisme tidak langsung yang dapat menjelaskan pengaruh pemberian propofol terhadap penurunan kadar magnesium serum. Propofol hiperglikemia
telah lama diketahui dapat menginduksi
(Myles P 1995). Kondisi hiperglikemia ini kemudian
menyebabkan penurunan kadar magnesium serum pada pasien dengan pemberian propofol. Peningkatan kadar glukosa setelah pemberian propofol disebabkan karena adanya penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, peningkatan produksi glukosa hepar, dan penurunan respon insulin terhadap glukosa. Penyebab utama dari hiperglikemia ini adalah penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Metabolisme glukosa dipengaruhi oleh beberapa kondisi selama periode perioperatif. Stres operasi meningkatkan aktivitas syaraf simpatis, yang berakibat pada naiknya hormon katabolik dan menurunkan sekresi insulin (Johan JAI 2011). Terdapat dua mekanisme utama yang dianggap menjadi penyebab penurunan sekresi insulin yaitu jalur K-ATP dependent dan jalur α-2 adrenergik. Anestesi intravena memiliki salah satu mekanisme aksi dengan target pada kanal ion commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kalium, termasuk kanal ion K-ATP dependent. Anestesi intravena dalam hal ini propofol bekerja dengan meningkatkan aktivitas K-ATP dependent. Aktivasi kanal ini akan membuka kanal K-ATP pada mitokondria pankreas sehingga menyebabkan perubahan metabolisme mitokondria. Efek yang terjadi pada perubahan metabolisme mitokondria itu adalah menurunnya sekresi insulin dari sel beta pankreas sehingga terjadi hiperglikemia . Agen anestesi intravena lain seperti ketamin memiliki mekanisme aksi dengan meningkatkan aktivitas α-2 adrenergik. Peningkatan aktivitas pada reseptor ini akan menyebabkan produksi glukosa endogen pada sel hepar sehingga terjadi hiperglikemia akut selama pemberian agen anestesi (Myles P 1995). Insulin merupakan modulator penting bagi magnesium intraseluler. Dalam penelitian in vitro dan in vivo, insulin memodulasi pergeseran magnesium dan mengatur konsentrasi magnesium dengan stimulasi pompa ATPase membran plasma serta uptake magnesium eritrosit (Takaya et al. 2004). Penurunan sekresi insulin akibat pemberian propofol dapat menyebabkan gangguan pada regulasi tersebut dan menimbulkan penurunan kadar magnesium serum. Insensitivitas terhadap insulin berefek pada transport magnesium intraseluler. Selain itu, penurunan kadar magnesium serum pada kondisi hiperglikemia juga disebabkan oleh adanya peningkatan diuresis osmotik sehingga menimbulkan penurunan absorbsi magnesium oleh tubulus ginjal dan peningkatan ekskresi magnesium melalui ginjal (Dasgupta et al. 2012). Pada perkembangan otak, kebanyakan sinap glutamat bermula dari AMPA silent tetapi dapat mengirim sinyal terhadap reseptor NMDA. Saat aktivitas presinap saling berkombinasi dengan depolarisasi postsinap, penghambatan kanal NMDA yang bergantung pada tegangan Mg2+ kemudian menghilang dan sinyal AMPA menjadi aktif. Karena GABA memiliki efek eksitasi pada perkembangan
neuron,
maka
GABA
mungkin
mendukung
kebutuhan
depolarisasi untuk mengaktifkan sinap AMPA silent melalui sebuah mekanisme yang bergantung pada reseptor NMDA ( Doris, 2008 ). Yusuda et.al meneliti tentang resistensi insulin selama anestesi dengan propofol pada tikus. Mereka menyimpulkan bahwa propofol memicu resistensi insulin sitemik dan mengurangicommit pengambilan to userglukosa oleh otot rangka dan otot
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jantung. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengeluaran glukosa hepatik meningkat selama anestesi dengan propofol pada tikus, sehingga menyebabkan hiperglikemi ( Shekoufeh 2013 ).
B. Penelitian yang Relevan Tae Dong Kweon et al. 2009 meneliti penurunan kadar magnesium serum selama proses anestesi umum, terutama disebabkan oleh efek dari hemodilusi, renal loss, dan stimulasi adrenergic. Dan hypomagnesemia pernah dilaporkan selama induksi anestesi dengan menggunakan propofol. Cohen et al. 2004 meneliti pada pasien anak (pediatri) memperlihatkan bahwa ion calcium menurun secara signifikan, namun ion magnesium tidak berubah selama proses anestesi umum dengan induksi propofol dan sevoflurane. Dijelaskan bahwa penurunan ion calcium kemungkinan disebabkan oleh tindakan hyperventilasi yang sering dilakukan pada proses anestesi umum.
C. Kerangka Pikir Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Saat ini telah banyak digunakan obat-obat induksi pada anestesi umum. Diantaranya yang sering digunakan adalah propofol sebagai obat induksi anestesi secara intravena. Propofol menyebabkan anestesi dengan kecepatan yang sama dengan barbiturat intravena, tetapi pemulihannya lebih cepat. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kgBB dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu kurang dari 30 detik. Terdapat beberapa teori yang menyatakan bahwa pemberian propofol baik pada saat induksi maupun pada saat pemeliharaan operasi namun dapat menyebabkan penurunan kadar magnesium serum yang cukup bermakna. Hal ini disebabkan karena perpindahan magnesium ke intra seluler akibat efek langsung obat-obat induksi anestesi terhadap membran sel itu sendiri. Kerangka pikir secara skematis dapat dilihat pada diagram dibawah ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Anestesi Umum Intravena Propofol
Memfasilitasi transmisi inhibisi (hiperpolarisasi) dan menghambat transmisi eksitasi (depolarisasi) ↑ Reseptor GABAA
Reseptor glutamat
Ekspresi Cotransporter Na+, K+, 2Cl-
Konduksi kation Mg2+
↑ Kanal ion K+
Perpindahan Mg2+ intrasel menuju ekstrasel
↑ Kanal K+ATP sarkolema pankreas ↓ sekresi insulin sel β pankreas
Hiperglikemia
↑ osmotik diuresis
↓absorbsi Mg2+ renal
Insensitivitas insulin
↑ transport Mg2+intrasel
↑ Mg2+ intrasel dan ↓ Mg2+ ekstrasel Keterangan: : mempengaruhi : yang diteliti
↓ kadar magnesium serum Gambar 2.4. Kerangka Pikir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis Terdapat pengaruh pemberian propofol
sebagai obat induksi anestesi
terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar magnesium serum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2015. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kwantitatif observasional dengan pendekatan Cross Sectional dengan rancangan penelitian pre dan post yang meneliti pengaruh pemberian propofol sebagai obat induksi terhadap kadar magnesium serum. Target populasi Kriteria inklusi/eksklusi Informed consent Populasi terpilih
Kadar magnesium serum pre induksi
Propofol 3 menit
Kadar magnesium serum post induksi
Gambar 3.1. Desain penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Populasi Populasi yang diikut sertakan dalam penelitian ini adalah pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang menjalani pembedahan elektif dalam anestesi umum dengan status fisik ASA I dan II berumur antara 17-60 tahun di Instalasi Bedah Pusat RSUD dr. Moewardi dalam kurun waktu bulan April 2015. D. Besar Sampel Pada penelitian ini terdapat satu variabel bebas yaitu propofol dan variabel independent yaitu kadar magnesium serum, maka besar sampel minimal dapat menggunakan pedoman ”rule of thumb”. Dengan ”rule of thumb” maka besar sampel yang diperlukan adalah 30 pasien. 1. Kriteria inklusi : a. Hasil pemeriksaan darah rutin dalam batas normal. b. Penderita yang bersedia diikut sertakan dalam penelitian. c. Pasien dengan status fisik ASA I dan II. d. Pasien berumur antara 17-60 tahun. 2. Kriteria eksklusi : a. Penderita dengan riwayat alkoholisme b. Pasien dengan riwayat diabetes mellitus c. Pasien defisiensi nutrisi d. Pasien alergi terhadap propofol e. Pasien PreEklampsi berat atau Eklampsi. E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung: -
Kadar magnesium serum.
2. Variable bebas :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
-
digilib.uns.ac.id
Efek propofol
F. Definisi Operasional Variabel 1. Propofol sebagai obat induksi Adalah propofol 1,5 mg/kgbb intravena sebagai obat induksi anestesi yang diberikan sebelum pemberian pelumpuh otot. Sediaan berbentuk ampul berisi 200 mg propofol dalam 20 ml pelarut. Alat ukur : dengan menggunakan spuit 10 ml Satuan : mg/kgbb Skala pengukuran : nominal 2. Kadar Magnesium serum Kadar magnesium serum (sample darah beku 5 ml) diukur 2 kali (sebelum perlakuan dan 3 menit sesudah induksi) yang akan diperiksa di Laboratorium Prodia Surakarta menggunakan metode colorimeter and point dengan
nilai
normal 1,7 – 2,4 mg/dl. Alat ukur : Cobas Satuan : mg/dl. Skala pengukuran: rasio. G. Cara PengukuranVariabel - Propofol diukur menggunakan spuit 10 ml, dimana setiap ml mengandung 10 mg propofol. Skala pengukuran: nominal - Hitung jenis kadar magnesium serum diukur dengan menggunakan alat Cobas dengan metode colorimeter and point. H. PerijinanPenelitian 1. Ethical clearance
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mendapatkan ijin melakukan penelitian setelah dilakukan pengkajian oleh tim komite medis Rumah sakit Umum Daerah DR. Moewardi Surakarta dengan prinsip tidak melanggar etika praktek kedokteran dan tidak bertentangan dengan Etika Penelitian pada Manusia. 2. Ijin Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan atas persetujuan pasien atau keluarga terhadap informed consent yang diajukan peneliti, setelah sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Rancangan Penelitian
Pasien rencana pembedahan dengan anestesi umum Kriteria Eksklusi
Kriteria inklusi Sampel
Premedikasi: Midazolam 0,05 mg/kgBB IV, Fentanyl 1 µg/kgBB IV
Data dasar (T1)
Induksi : Propofol 1.5 mg/kgbb IV
Data kedua (T2)
Atrakurium 0.5 mg/kgbb IV
Sevoflurane 1-2 vol%O2 : N2O = 50% : 50% Analisis data
Gambar 3.2. Rancangan Penelitian T1 T2
: Kadar magnesium serum sebelum induksi (base line). : Kadar magnesium serum setelah induksi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
J. Jalannya Penelitian Penelitian dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi Surakarta setelah mendapatkan persetujuan komite etik. Tata cara dilakukan sebagai berikut : 1. Pasien ASA I dan II yang tiba di kamar operasi yang dijadwalkan untuk dilakukan operasi dengan anestesi umum dilakukan monitoring standar. 2. Dilakukan identifikasi identitas (nama, jenis kelamin, umur), berat badan, status fisik (ASA), dan monitoring vital sign (tekanan darah, nadi, suhu). 3. Disuntikkan midazolam 0,05 mg/kgbb dan fentanyl 1 µg/kgbb intravena untuk premedikasi . 4. Diambil sampel I darah vena sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam tabung Vacutainer, dikocok perlahan. 5. Kemudian diberikan propofol 1,5 mg/kgbb intravena. 6. Setelah 3 menit penyuntikan propofol,
diambil sampel II darah vena
sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam tabung Vacutainer, dikocok perlahan. 7. Disuntikkan atrakurium 0,5 mg/kgbb intravena sebelum intubasi. 8. Dilanjutkan intubasi endotrakeal dan rumatan anestesi dengan sevofluran 1-2 vol%, O2 : N2O = 50% : 50%. 9. Kedua sampel darah kemudian dibawa ke Laboratorium Prodia Surakarta untuk diolah. K. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan : commit to user 1. Monitor vital sign otomatis.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Mesin anestesi. 3. Spuit 5 ml. 4. Spuit 10 ml. 5. Fentanyl 10 µg/ml 6. Propofol 10 mg/ml. 7. Midazolam 1 mg/ml. 8. Atracurium 10 mg/ml. 9. Tabung Vacutainer tutup warna ungu. 10. Mesin analisis Cobas L. Pengolahan Data Data yang didapatkan dilakukan analisis dengan program SPSS Statistic 17.0. Data demografi dan hasil penelitian dinilai apakah distribusinya normal atau tidak. Dilakukan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel 30. Karakteristik dasar penelitian berupa jenis kelamin dan ASA ditampilkan dalam distribusi frekuensi dan prosentase, sedangkan usia, berat badan, dan dosis propofol ditampilkan dalam nilai minimum, maksimum, dan Mean + SD. Kemudian, untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna antara nilai magnesium serum sebelum dan sesudah pemberian propofol dilakukan dengan Paired Samples t Test bila distribusi data normal. Bila distribusi data tidak normal maka digunakan uji Mann-Whitney U.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
M. Jadwal Kegiatan dan Organisasi Penelitian Bulan Februari - Juni 2015 KEGIATAN
WAKTU Februari
Maret
April
Perijinan Pelaksanaan penelitian Pengolahan data Penyusunan laporan penelitian
commit to user
Mei
Juni
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2015. Subjek penelitian ini ada 30 pasien yang bersedia diikut sertakan dalam penelitian dengan status fisik ASA I dan II, hasil pemeriksaan darah rutin dalam batas normal, dan berusia 17 – 60 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan cara saat pasien ASA I dan II yang tiba di kamar operasi yang dijadwalkan untuk dilakukan operasi dengan anestesi umum dilakukan monitoring standar. Dilakukan identifikasi identitas kemudian disuntikkan midazolam 0,05 mg/kgbb dan fentanyl 1 µg/kgbb intravena untuk premedikasi setelah itu diambil sampel I darah vena sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam tabung Vacutainer, dikocok perlahan. Kemudian diberikan propofol 1,5 mg/kgbb intravena. Setelah 3 menit penyuntikan propofol, diambil sampel II darah vena sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam tabung Vacutainer, dikocok perlahan. Disuntikkan atrakurium 0,5 mg/kgbb intravena sebelum intubasi. Dilanjutkan intubasi endotrakeal dan rumatan anestesi dengan sevofluran 1-2 vol%, O2 : N2O = 50% : 50%. Kedua sampel darah kemudian dibawa ke Laboratorium Surakarta.
commit to user
Prodia
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 pasien ASA I dan II didapatkan gambaran karakteristik subyek penelitian sebagai berikut. Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian Parameter Minimum Usia (tahun) 18 Berat Badan (Kg) 40 Dosis Propofol 60 (1,5mg/kgbb) mg Jenis kelamin Laki-laki Perempuan ASA ASA I ASA II Sumber : Hasil Olah Data 2015
Maximum 60 73 110
Mean + SD 37.87 + 12.99 55.63 + 8.38 84.17 + 12.18
Frekuensi(%)
11 (36.7%) 19 (63.3%) 21 (70,0%) 9 (30,0%)
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa usia responden paling kecil 18 tahun dan paling tua dengan usia 60 tahun, dengan rata-rata usia 37,87 + 12,99 tahun. Berat badan pasien paling ringan adalah 40 kg dan paling berat adalah 73 kg dengan rata-rata berat badan 55,63 + 8,38 kg. Dosis pemberian propofol paling sedikit adalah 60 mg sedangkan dosis paling banyak adalah 110 mg dengan rata-rata pemberian propofol 84.17 + 12.18 mg. Responden dengan jenis kelamin laki-laki ada 11 pasien (36,7%), kemudian responden dengan jenis kelamin perempuan ada 19 pasien (63,3%), jadi sebagian besar responden dengan jenis kelamin perempuan. Responden dengan status fisik ASA I ada 21 pasien (70,0%), dan responden dengan status fisik ASA II ada 9 pasien (30,0%), jadi sebagian besar responden dengan status fisik ASA I. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Penelitian ini menguji perbedaan kadar Magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah pemberian propofol (1,5mg/kgbb). Untuk menentukan uji statistik yang digunakan maka dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil uji normalitas dengan shapiro wilk didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 4.2 Uji Normalitas Kadar Magnesium Parameter N p-value Magnesium sebelum 30 0.544 Magnesium sesudah 30 0.914 Sumber : Hasil Olah Data 2015
(Mg) Serum Ket Normal Normal
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kadar Magnesium (Mg) serum sebelum pemberian propofol data berdistribusi normal (p=0,544; p>0,05), dan kadar Magnesium (Mg) serum sesudah pemberian propofol data juga berdistribusi
normal
(p=0,914;
p>0,05).
Dikarenakan
data
penelitian
berdistribusi normal maka uji yang digunakan merupakan uji parametrik yaitu dengan mengunakan uji paired samples t-test.
3. Uji Hipotesis Uji beda kadar magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah perlakuan pemberian propofol (1,5mg/kgbb) dengan uji paired samples t-test. Didapatkan hasil sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Hasil Uji Paired Sample t-Test Kadar Magnesium (Mg) Serum Sebelum dan Sesudah Perlakuan pemberian propofol (1,5mg/kgbb) Kadar Magnesium Std. Mean N Mean P (Mg) Serum (mg/dl) Deviation Difference 30 2.128 0.126 0.126 0,000 Sebelum 30 2.002 0.110 Sesudah Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 30 responden penelitian kadar magnesium (Mg) serum sebelum pemberian propofol (1,5mg/kgbb) didapatkan nilai rata-rata 2,128 + 0,126 mg/dl, dan kadar magnesium (Mg) serum sesudah 3 menit pemberian propofol (1,5mg/kgbb) didapatkan nilai rata-rata 2,002 + 0,110 mg/dl. Jarak perbedaan nilai rata-rata kadar magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah pemberian propofol (1.5mg/kgbb) adalah 0,126 mg/dl, atau ada penurunan kadar magnesium (Mg) serum sesudah 3 menit pemberian propofol sebesar 5,9%. Nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kadar magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah pemberian propofol (1,5mg/kgbb), jadi hipotesis yang menyatakan ada pengaruh pemberian propofol terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum terbukti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kadar Magnesium (Mg) Serum (mg/dl) 2.15
2.128
2.1 2.05
2.002
Sebelum Sesudah
2 1.95 1.9 Sebelum
Sesudah
Gambar 4.1 Perbandingan Kadar magnesium (Mg) Serum sebelum dan sesudah perlakuan pemberian propofol (1,5mg/kgbb)
B. Pembahasan Propofol merupakan obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml/10mg) serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg phosphatide yang dimurnikan dan mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kgBB dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu kurang dari 30 detik. (Stoelting , 2006) Anestesi umum merupakan tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Saat ini telah banyak digunakan obat-obat induksi pada anestesi umum. Diantaranya yang sering digunakan adalah propofol sebagai obat induksi anestesi secara intravena. Propofol commit to user menyebabkan anestesi dengan kecepatan yang sama dengan barbiturat intravena,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tetapi pemulihannya lebih cepat. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kgBB dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu kurang dari 30 detik. Propofol menyebabkan anestesi dengan kecepatan yang sama dengan barbiturat intravena, tetapi pemulihannya lebih cepat. Propofol mempunyai sifat antiemetik. Obat ini tampaknya tidak menimbulkan efek kumulatif ataupun keterlambatan bangun setelah penggunaan jangka lama. Karakteristik yang menguntungkan ini menyebabkan penggunaan propofol secara luas sebagai komponen pada anestesi berimbang dan popularitasnya sebagai anestesi yang digunakan dalam rawat sehari. Obat ini juga efektif untuk memperpanjang sedasi pasien-pasien dalam kondisi kegawatdaruratan (Morgan et al, 2013). Berdasarkan hasil penelitian pemberian propofol (1,5mg/kgbb) mempengaruhi turunnya kadar magnesium (Mg) serum dimana kadar magnesium (Mg) serum sebelum pemberian propofol (1,5mg/kgbb) didapatkan nilai rata-rata 2,128+0,126 mg/dl, dan kadar magnesium (Mg) serum sesudah pemberian propofol (1,5mg/kgbb) didapatkan nilai rata-rata 2,002+0,110 mg/dl. Jarak perbedaan nilai rata-rata kadar magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah pemberian propofol (1,5mg/kgbb) adalah 0,126 mg/dl, atau ada penurunan kadar magnesium (Mg) serum sesudah pemberian propofol sebesar 5,9%. Nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kadar magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah pemberian propofol (1,5mg/kgbb). Pengaruh pemberian propofol terhadap turunnya kadar magnesium (Mg) serum dikarenakan perpindahan magnesium ke intra seluler akibat efek langsung obat-obat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
induksi anestesi terhadap membran sel itu sendiri. Propofol adalah relative modulator selektif dari reseptor GABA
A
dan tidak menunjukkan aktivitas
memodulasi ikatan kanal ion lainnya pada konsentrasi klinis. Ketika reseptor GABAA teraktivasi, terjadi peningkatan konduksi chloride di transmembran, yang menghasilkan hyperpolarisasi pada membrane sel postsinaps dan berfungsi menghambat neuron postsinaps (Stoelting, 2006). Propofol memiliki multi efek yang nyata pada fungsi reseptor GABA A, yaitu mempotensiasi aliran GABA, aktivasi langsung terhadap reseptor, dan memodulasi efek desensitivasi (Donglin et al, 1999). Gamma Amino Butiric Acid (GABA) merupakan neurotransmitter inhibitor, artinya akan menghalangi penghantaran impuls di serabut saraf. GABA akan membuka gerbang ion chloride yang bermuatan negative sehingga serabut saraf akan bermuatan sangat negative. Dengan begitu impuls sulit untuk dihantarkan melalui serabut saraf ( Ikawati, 2008 ). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Tae Dong Kweon et al. (2009) meneliti penurunan kadar magnesium serum selama proses anestesi umum, terutama disebabkan oleh efek dari hemodilusi, renal loss, dan stimulasi adrenergik, serta hypomagnesemia pernah dilaporkan selama induksi anestesi dengan menggunakan propofol. Jadi berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa penggunaan propofol (1,5mg/kgbb) secara signifikan dapat menurunkan kadar magnesium (mg) serum jadi penggunaan propofol pada pasien yang akan menjalani operasi kurang menguntungkan
apabila
pasien
tersebut
memiliki
riwayat
gangguan
ketidakseimbangan nilai elektrolit terutama kadar magnesium serum yang dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memicu gangguan pada jantung dan pembuluh darah, pasien-pasien yang memiliki riwayat kejang, riwayat gangguan susunan saraf pusat dan lain-lain, maka dilakukanlah penelitian efek propofol sebagai obat induksi terhadap penurunan kadar magnesium serum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 pasien yang menjalani pembedahan elektif dalam anestesi umum dengan status fisik ASA I dan II berumur antara 17-60 tahun di Instalasi Bedah Pusat RSUD dr. Moewardi dapat disimpulkan sebagai berikut : Kadar magnesium (Mg) serum sebelum pemberian propofol didapatkan nilai rata-rata 2,128 + 0,126 mg/dl dan kadar magnesium (Mg) serum sesudah pemberian propofol didapatkan nilai rata-rata 2,002 + 0,110 mg/dl, atau ada penurunan kadar magnesium (Mg) serum sesudah 3 menit pemberian propofol sebesar 5,9%. Ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kadar magnesium (Mg) serum sebelum dan sesudah pemberian propofol (p<0,05). Jadi pemberian propofol berpengaruh signifikan terhadap turunnya kadar magnesium (Mg) serum. B. Saran Kadar magnesium serum dapat menurun setelah pemberian propofol. Oleh karena itu, diharapkan untuk dapat mengetahui nilai laboraturium kadar magnesium sebelum dilakukan tindakan anestesi umum dengan menggunakan propofol sebagai obat induksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Akhtar M, Hameed U, Hamid M. 2011. Magnesium, a drug of diverse use. Journal of The Pakistan Medical Assosiation.vol 61: 1220-1225 Barash P. 2006. Clinical Anesthesia. Ed 6th. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins Chernow, B Bamberger, S Hoellerich. 1989. Hypomagnesemia in patients Post Operative Intensive Care. American College of Chest Physician (cited 2011 Aug 24): 95:391-7. Christhoper L, Lionel D, Christoph C, Martin R. 2010. Magnesium as an adjuvant to postoperative analgesia. International Anesthesia Research Society. vol 104, no 6: 1532. Connoly, E, Worthley,L 1999. Intravenous Magnesium. Critical Care and Resucitation. 1 : 162-72. Dahlan S. 2011. Uji Chi-Square (Hipotesis Komparatif Kategorik Tidak Berpasangan Tabel 2x2). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: SalembaMedika. Pp: 30-34. Dalmas O. 2007. New and notable: magnesium selective ion channel. Biophysical Journal. 93: 3279-3280. Daniel L, Kathleen K, Jesse B, Jhon U, Gerard J, Brian C, Robert H. et al. 2010. Safety and efficacy of propofol with EDTA when used for sedation of surgical intensive care unit patient. Intensive Care Med. vol 26: 452-462 Dasgupta A., Sarma D. Saikia U.K. 2012. Hypomagnesemia in type 2 diabetes mellitus. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism. 16(6): 1000-1003. David W, Susanne H, Mariane E, Stefan G, Markus W. 2011. Magnesium essential for anesthesiologist. American Society os Anesthesiologist. vol 114, no. 4: 971 Dilger J. 2002. The effects of general anaesthetics on lignd-gated ion channels. J Anaesth. 125: 309-318. Dina S, Shorbagy M, Saleh M . 2014. Treacheal intubation in pediatric surgeries without muscle relaxing using magnesium sulphate as an adjuvant. Ain-Shams Journal of Anesthesiology.vol 7: 370-375 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Donglin Bai, Peter S, John F, Beverley A.Orser. 1999. The General Anesthetic Propofol Slows Deactivation and Desensitization of GABAA Receptors. The Journal of Neuroscience. Doris D, Arnold R. 2008. GABA Regulated Excitatory Sinapse Formaton in the Neocortex via NMDA Receptor Activation. Journal of Neuroscience, University of California. Emily S. 2010. Tutorial of the week: Magnesium and anesthesia. Royal Albert Edward Infirmary. Fawcett, W J, Haxby, E, Male, D 1999. Magnesium Physiologi and Pharmacology. British Journal of Anesthesia, 83 : 302-20. Gautam P, Madhumita M, Abhiram M, Debabanhi B, Abhisa B, Arunima M, Samvit S.et al. 2013. Effect of magnesium sulphate on hemodynamic response to endotracheal intubation. International
Journal Of
Pharmacology and
Theraupetics.vol 3: 73 Ghozali I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, pp: 89-95. Ikawati, Zullies. 2008. Pengantar Farmakologi Molekular, Gadjah Mada University press, Yogyakarta. J. Douglas, Dean C. 2013. Magnesium and the obstetric anesthetist. International Journal of Obstetric Anesthesia.vol 22: 52-63 Johan Eduard, Wijjaksono, Soenarjo. 2011. Pengaruh Induksi dengan Propofol dan Etomidat terhadap Kadar Gula Darah. Jurnal Anestesiologi Indonesia. Kweon T, Dong J, Sun J, Yeon A, Cheung S. 2009. Effect of various of anesthetic induction agents on blood magnesium and calcium concentration. Korean Journal of Anesthesiology.vol 56: 254-258 Lauralee S, 2010. Human Phisiology from Cells to Systems. Department of Phisiology and Pharmacology Scholl of Medicine, West Virginia University. Liamis G., Liberopoulos E., Barkas F., Elisat M. 2014. Diabetes mellitus and electrolyte disorders. World J Clin Cases. 2(10): 488-496. Ladish H, Baltimore D. 1996. Molecular Cell Biology. 3th Edition. Scientific American books. New York. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mahendra K, Neha D, Rautela, Sethi. 2013. Effect of magnesium sulphate on postoperative pain following spinal anesthesia.Medical English Journal of Anesthesiology.vol 22: 251 Miller, Ronald. 2009. Miller’s Anesthesia. Ed 7th. Philadelphia: Elsevier Saunders Morgan and Mikhail’s. 2013. Clinical Anesthesiology. Ed 5th. Chicago: Appleton and Lange Murray J, David G. 2008. Regulation of Calcium and Magnesium, Department of Medicine, University of Chicago. Murti B. 2010. Sampel Non Random. Dalam desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di budang kesehatan. Edisi ke 2. Gadjah Mada University press. Yogyakarta. Muzzi D. 1997. The effect of propofol on cerebrospinal fluid pressure in patients with supratentorial mass lesion anesthesiology. Lippincott Williams & Wilkins. Myler P. 1995. Propofol Induce Hyperglikemia. Department Of Anesthesia and Critical Care , Massachusetts. Narahashi T., Aistrup G.L., Lindstrom J.M. 2003. Ion channel modulation as the basis for general anesthesia. Toxicol Lett. 367: 607-14. Nidhi B, Neerja B, Seema P. 2011. Minimal effective dose os magnesium sulfate for attenuation os intubation response in hypertensive patient. Journal of Clinical Anesthesia.vol 25: 92-97 Parnas I, G. Rashkovan, R ravin, Y Fischer. 2000. Novel mechanism for Presynaptic Inibition : GABA A Receptors Affect the Release Machinery. The Hebrew University of Jerusalem. Paul.S., Kolesky S.E., Jenkins A. 2010. General anesthetic action on GABAA receptors. Current Neuropharmacology. 8: 2-9. Penelope.S., Kanusky J.T., Dougherty T.B. 2004. Stunning the neural nexus: mechanisms of general anesthesia. AANA Journal. 72(3): 197-205. Perouansky M., Pearce R.A., Hemmings H.C. 2009. Inhaled anesthetics: mechanism of action. In: Miller R.D. Miller’s Anesthesia Seventh Edition. USA: Elsevier. Robert V, Mihai N. 2011. Magnesium in the Central Nervous system. The University of Adelaide.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Saifee O., Solt K. 2007. Intravenous and inhalation anesthetics. In: Dunn P.F. Clinical Anesthesia Procedurs of the Massachusetts General Hospital 7th edition. USA: Lippincott William & Wilkins. Pp: 184-189. Sastroasmoro S, Sofyan I. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto Seo W.J., Park T.J. 2008. Magnesium metabolism. Electrolite & Blood Pressure. Vol. 6, pp: 86-95 Shekoufeh B, Mortazavizadeh A., Ayatollahi V., Khadiv Z., Khalilzadeh S. 2014. The Effects of Propofol and Isoflurane on Blood Glucose during Abdominal Hysterectomy in Diabetic Patients. Diabetes Metab J. 38: 311-316. Stoelting RK. 2006. Handbook of Pharmachology and Physiology in Anesthetic Practice. Ed 2nd. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins Takaya J., Higashino H., Kobayashi Y. 2004. Intracellular magnesium and insulin resistance. Magnesium Research. 17(2). Traynelis S.F., Wollmuth L.P., McBain C.J., Menniti F.S., Vance K.M., Ogden K.K. 2010. Glutamate receptor ion channels; structure, regulation, and fuction. Pharmacological Review. 62(3). Vincent. J.L. 2014. Annual Update in Intensive Care and Emergency Medicine, Ed 10th. New York: Springer Cham Heidelberg. Zhang Y, Yuanlin D, Zhipeng X, Zhongcong X. 2012. Propofol and magnesium attenuate
isoflurane-induced
caspase-3
activation
mithochondrial permeability transition pore. Biomed Central.
commit to user
via
inhibiting
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DATA SAMPEL PENELITIAN “KADAR MAGNESIUM (Mg) SERUM”
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA
Sumiyati Sutini Reka Supadmi Suji Suti Indah Iput Andra Reyanda Sunardi Ririn Yuni Roni Imam Suroso Nindyta Kateni Ferdita Ariati Mariana Sri Lestari Sayuti Bekti Pri parjanto Sabar Yati Misih Dodi Rahmat
L / P
USIA (TH)
BB ( KG)
P P P P P P P P L L L P P L L L P P P P P P L P L L P P L L
50 39 18 30 33 60 52 38 24 19 41 22 28 20 46 55 25 54 22 39 41 38 52 45 30 57 44 57 24 33
60 42 53 60 50 50 55 45 70 60 60 73 40 60 65 60 50 50 45 55 52 50 66 47 63 60 50 50 68 60
DOSIS PROPOFOL (1.5mg/kgbb) mg 90 65 80 90 75 75 85 70 105 90 90 110 60 90 100 90 75 75 70 85 80 75 100 75 95 90 75 75 100 90
commit to user
ASA I
II
V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
KADAR Mg SERUM PRE POST INDUKSI INDUKSI (mg/dL) (mg/dL) 2.39 2.21 2.04 2.01 2.35 2.19 2.08 2.02 1.98 1.89 2.14 2.03 2.18 2.10 2.17 2.08 2.10 2.04 2.16 2.03 2.06 1.91 2.00 1.93 2.08 1.93 1.90 1.79 2.36 2.14 2.25 2.07 2.18 2.06 1.95 1.73 2.20 2.00 2.05 1.97 2.10 2.00 2.15 2.07 2.11 1.95 2.08 1.98 2.31 2.10 1.98 1.85 2.00 1.87 2.03 1.96 2.28 2.12 2.19 2.03
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIL PENGHITUNGAN DENGAN SPSS 17 1. Penghitungan Karakteristik Subyek Penelitian
Frequencies Statistics N
Valid Missing
Jenis kelamin 30 0
ASA 30 0
Frequency Table Jenis kel amin
Valid
L P Total
Frequency 11 19 30
Percent 36.7 63.3 100.0
Valid Percent 36.7 63.3 100.0
Cumulat iv e Percent 36.7 100.0
ASA
Valid
ASA I ASA II Total
Frequency 21 9 30
Percent 70.0 30.0 100.0
Valid Percent 70.0 30.0 100.0
Cumulat iv e Percent 70.0 100.0
Descriptives Descriptive Statistics N Usia Berat Badan Dosis Propof ol Valid N (listwise)
30 30 30 30
Minimum 18.00 40.00 60.00
Maximum 60.00 73.00 110.00
commit to user
Mean 37.8667 55.6333 84.1667
St d. Dev iation 12.98735 8.38094 12.18276
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hasil Uji Normalitas
Explore Case Processing Summary Cases Missing N Percent 0 .0% 0 .0%
Valid N Magnesium Pre Magnesium Post
30 30
Percent 100.0% 100.0%
Total N 30 30
Percent 100.0% 100.0%
Descriptives Magnesium Pre
Magnesium Post
Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean 5% Trimmed Mean Median Variance St d. Dev iation Minimum Maximum Range Interquart ile Range Skewness Kurt osis Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean
St at ist ic 2.1283 2.0814
Lower Bound Upper Bound
St d. Error .02294
2.1753 2.1261 2.1050 .016 .12565 1.90 2.39 .49 .16 .416 -.384 2.0020 1.9609
Lower Bound Upper Bound
.427 .833 .02007
2.0431
5% Trimmed Mean Median Variance St d. Dev iation Minimum Maximum Range Interquart ile Range Skewness Kurt osis
2.0048 2.0150 .012 .10993 1.73 2.21 .48 .14 -.429 .317
.427 .833
Tests of Normal ity a
Magnesium Pre Magnesium Post
Kolmogorov -Smirnov Stat istic df Sig. .091 30 .200* .093 30 .200*
*. This is a lower bound of the true signif icance. a. Lillief ors Signif icance Correction
commit to user
Stat istic .970 .984
Shapiro-Wilk df 30 30
Sig. .544 .914
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Hasil Uji Paired Sample T Test
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Magnesium Pre Magnesium Post
Mean 2.1283 2.0020
N
Std. Dev iat ion .12565 .10993
30 30
Std. Error Mean .02294 .02007
Paired Sampl es Correlations N Pair 1
Magnesium Pre & Magnesium Post
Correlation 30
Sig.
.913
.000
Paired Samples Test Paired Dif f erences
Mean Pair 1
Magnesium Pre Magnesium Post
.12633
St d. Dev iation
St d. Error Mean
.05149
.00940
commit to user
95% Conf idence Interv al of t he Dif f erence Lower Upper .10711
.14556
t 13.438
df
Sig. (2-tailed) 29
.000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user