TINJAUAN PUSTAKA
Peran Recruitment Maneuver pada Anestesi Umum M. Helmi Kandidat PhD, Department of Intensive Care Adults, Erasmus University Medical Center, the Netherlands
ABSTRAK Anestesi umum dapat menyebabkan kolaps jalan napas dan alveoli (atelektasis), yang mengganggu pertukaran gas (hipoksemia dan hiperkapnia) dan mengurangi area fungsional paru dengan meningkatkan ruang mati. Jika kejadian ini berlanjut dapat menyebabkan gagal organ akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan O2 pada periode operasi. Recruitment maneuver telah dilaporkan dapat membuka kembali kolaps jalan napas. Tujuan utama tindakan ini terutama untuk menormalkan oksigenasi paru, yang dilakukan dengan meningkatkan tekanan jalan napas secara cepat dan terkontrol, sehingga dapat menjaga fungsi paru sejak dilakukannya tindakan induksi pada anestesi umum. Kata kunci: recruitment maneuver, anestesi umum, oksigenasi, kolaps paru
ABSTRACT General anesthesia may cause collapsed airway and alveoli (atelectasis), which in turn may disturb the gas exchange causing hypoxemia and hypercapnia, and reduces lung functional area by increasing dead space. This collapsed airway may further causes organ dysfunction due to imbalance of oxygen supply and demand during surgery. Recruitment maneuver has been reported to re-open the collapsed airway. The aim of this method is to put lung oxygenation back to normal value. It can be performed by rapidly increase the airway pressure to maintain normal lung function since the beginning of the induction of general anesthesia. M. Helmi. Role of Recruitment Maneuver in General Anaesthesia. Key words: recruitment maneuver, general anesthesia, oxygenation, lung collapse
PENDAHULUAN Kolaps jalan napas pada anestesi umum Anestesi umum/general anesthesia (GA) dengan ventilasi mekanis (VM) dapat menyebabkan siklus hiperdistensi dan/ atau kolaps alveoli, terutama apabila menggunakan tidal volume (TV) tinggi (12-15 mL/kg) tanpa positive end expiratory pressure (PEEP).1 Hal ini dapat menyebabkan alveoli terdistensi saat pemberian TV tinggi, dan kolaps saat ekspirasi tanpa PEEP yang mengurangi nilai functional residual capacity (FRC).2-7 Kolaps jalan napas dapat terjadi pada sekitar 90% pasien yang menjalani GA pada alveolus, bronkiolus respiratorius dan/ atau kapiler pulmoner. Kolaps dapat bermula saat induksi anestesi, yang menyebabkan peningkatan shunt intra-operatif, dan akhirnya gangguan pertukaran gas,3, 8-14 dan dapat terus terjadi selama beberapa jam setelah tindakan pembedahan.6,15,16 Risiko kejadian ini meningkat pada pasien obesitas dibanding pada pasien dengan berat badan normal,17Alamat korespondensi
19
karena oksigenasi arteri (PaO2) turun lebih rendah.20 Selain itu, kejadian ini juga makin berat pada teknik pembedahan laparaskopi (inflasi pneumoperitoneum), prosedur operasi dengan teknik satu paru dan bedah jantung.3, 11-14 Kejadian ini tidak tergantung umur, jenis kelamin ataupun jenis obat pelumpuh otot yang digunakan.6, 15, 16 Akibat kolaps jalan napas Kolaps jalan napas menyebabkan berkurangnya area fungsional paru, sehingga ventilasi dan perfusi (V/Q) menjadi heterogen, lebih banyak pada parenkim pulmoner; V/Q menjadi bernilai lebih tinggi di daerah ventral paru (area dependent).21, 22 Efek yang paling sering ditemui adalah gangguan pertukaran gas (hipoksemia dan hiperkapnia),23 berkurangnya kadar oksigen darah arteri dan transpor oksigen ke jaringan akibat disfungsi membran kapiler alveoli. Risiko gangguan pertukaran gas ini makin berat seiring dengan meningkatnya ruang mati (dead space),
sehingga risiko komplikasi dan hasil buruk akhir tindakan medis juga meningkat.22 Selain efek hipoksemia dan/atau hiperkapnia akut, rendahnya kadar O2 arteri dapat menyebabkan gagal organ yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan O2. Pada periode pasca-operasi, rendahnya hantaran O2 dapat meningkatkan risiko infeksi luka pasca-operasi, mual/muntah dan iskemia miokard akut.22 Selain itu, beberapa penelitian pada hewan coba dan manusia menemukan adanya disfungsi imunitas progresif pada paru sehat selama anestesi dan pembedahan29-31 akibat peningkatan produksi sitokin dengan ditemukannya indikator inflamasi pada sampel pemeriksaan laboratorium.33 Pada penelitian yang dilakukan pasca-bedah jantung ditemui penurunan fungsi pulmoner dan oksigenasi pada 20-90% kasus akibat teknik kolaps paru saat bypass kardiopulmoner yang mungkin akibat respons inflamasi dan terbentuknya atelektasis.12
email:
[email protected]
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
907
TINJAUAN PUSTAKA Makin tinggi kadar admixture vena yang terjadi akibat kolaps paru, makin tinggi pula FiO2 yang harus diberikan pada fase perioperatif. Hal inilah yang mendasari alasan FiO2 di atas 21% sangat diperlukan saat tindakan anestesi dan juga sesaat pasca-bedah. Pada kondisi pasien tertentu (morbid obese atau penyakit kritis apapun) hipoksemi dapat dijumpai meskipun telah menggunakan FiO2 tinggi. Kadar FiO2 tinggi pada kondisi tertentu dapat efektif untuk mengurangi gejala hipoksemi, tetapi tidak sebagai terapi patofosiologis yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia. Sebaliknya, meningkatkan kadar FiO2 terlalu tinggi justru dapat meningkatkan risiko atelektasis dan ketidakseimbangan rasio V/Q pasca-bedah24-26, sehingga pemberian FiO2 tinggi harus mempertimbangkan manfaat dan efek negatifnya.
area yang kurang terventilasi tersebut. Hal ini mengakibatkan volume pada area paru tersebut menjadi berkurang secara progresif, sampai akhirnya semua area paru tersebut menjadi kolaps. Atelektasis reabsorbsi ini sering terjadi pada pasien dengan V/Q rendah, seperti pada pasien tua perokok.25 Selain itu, tindakan anestesi sendiri juga dapat menyebabkan berkurangnya FRC dan mengganggu ventilasi pada area-area dependent. Atelektasis reabsorbsi dapat terjadi pula pada pasien muda dengan kondisi paru sehat.34 Faktor lain yang dapat menyebabkan kolaps paru saat anestesi antara lain berkurangnya tonus otot-otot pernapasan akibat depresi sentral, inaktivasi surfaktan akibat obat anestesi, perubahan struktur thoraks akibat pembedahan, atau akibat faktor lain.35-37
Komplikasi penting akibat kolaps paru dapat berupa ventilator induced lung injury (VILI)27 yang banyak ditemui pada paru yang dalam koadaan kolaps parsial28-30; bisa pula ditemui pada paru sehat. Telah diketahui dua mekanisme yang mendasari VILI akibat kolaps paru27, 31: 1. Stres pada paru normal saat mendapatkan volume atau PEEP yang terlalu besar. 2. Peningkatan volume tidal tanpa pemberian PEEP adekuat sehingga terjadi hiperinflasi saat siklus inspirasi yang diikuti dengan kolaps ekspirasi.32
Mekanime kolaps jalan napas Kolaps jalan napas dan recruitment manuever (RM) merupakan beberapa hal yang bergantung terhadap tekanan yang diberikan pada paru, karena faktor utama integritas atelektesasis saat ventilasi mekanis berupa Ttp, seperti beda tekanan antara jalan napas dan ruang pleura.22 Gravitasi mengubah tekanan pleura yang semula bernilai negatif menjadi positif pada zona paru dependent karena berat jaringan pulmoner di dalam ruang thoraks mengikuti gaya gravitasi. Meskipun tekanan jalan napas terdistribusi secara homogen, perbedaan (gradien) tekanan vertikal di dalam ruang pleura menyebabkan Ttp pada paru dependent bernilai lebih rendah dibandingkan pada area paru non-dependent. Saat tindakan anestesi, gradien vertikal tekanan pleura ini menjadi terganggu karena diafragma tidak berfungsi baik, bahkan terdorong ke arah atas (toraks) oleh tekanan intra-abdomen, sehingga bagian paling bawah paru menjadi makin tertekan.6, 35
Penyebab kolaps jalan napas pada GA Kolaps jalan napas saat anestesi terjadi terutama akibat disfungsi diafragma, yang diperberat dengan dorongan tekanan intra abdomen ke toraks sehingga diafragma yang tidak fungsional ini menjadi terdesak ke arah toraks menyebabkan kompresi paru terutama ke area paru dependent. Area paru ini merupakan area dengan tekanan transpulmoner (Ttp) terendah, sehingga rentan terhadap kejadian kolaps pada akhir ekspirasi. Kolaps paru jenis ini dikenal sebagai atelektasis kompresif.6, 15, 16 Faktor penting lainnya yang dapat menyebabkan kolaps alveoli adalah tingginya FiO2 yang digunakan saat induksi anestesi.24 FiO2 menyebabkan atelektasis akibat reabsorbsi O2 pada area paru dengan V/Q rendah; karena rasio difusi O2 ke dalam darah kapiler lebih besar dibandingkan dengan besar ventilasi pada
908
Tiap bagian paru mempunyai ambang tekanan penutupan atau Ttp tertentu saat area tersebut akan kolaps (closing pressure) dan tekanan pembukaan atau ambang Ttp saat area yang kolaps terbuka kembali (opening pressure). Closing pressure dicapai saat akhir ekspirasi karena Ttp berlaku sebagai tekanan terendah pada jalan napas selama siklus respirasi mekanis. Sedangkan opening pressure diperoleh pada saat akhis inspirasi karena tekanan ini menjadi bernilai tertinggi.22
RECRUITMENT MANUEVER Saat ini dikenal dua strategi untuk mencegah kolaps/atelektasis paru. Yang pertama adalah dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP) saat induksi anestesi.38 Mekanisme utama CPAP dalam mencegah kolaps paru adalah dengan mencegah turunnya FRC dengan menjaga tekanan jalan napas lebih tinggi daripada closing pressure. Strategi yang kedua untuk mencegah atelektasis adalah dengan mengurangi FiO2 saat induksi.24, 39, 40 Recruitment maneuver merupakan strategi ventilasi menggunakan teknik peningkatan tekanan jalan napas, yang bertujuan untuk membuka alveoli yang kolaps, sehingga meningkatkan area paru untuk pertukaran gas dan pada akhirnya meningkatkan oksigenasi arteri.1, 8, 41-45 Secara umum, tekanan pembukaan seluruh paru berkisar 40 cmH2O.1 Tekanan alveoli setinggi itu diperkirakan dapat membuka alveoli terakhir yang kolaps pada area paru yang dependent. Hal inilah yang mendasari penamaan fase RM (manuver pembukaan), karena meningkatnya area paru yang dapat kembali ter-aerasi dibandingkan dengan fase sebelumnya. RM dapat dilakukan dengan meningkatkan plateau pressure pada paru kolaps dengan jalan meningkatkan PEEP di atas closing pressure pada area dependent [22]. RM merupakan strategi ventilasi yang mengikuti ”open lung concept” (OLC) yang diperkenalkan beberapa dekade lalu oleh Lachmann45 di Rotterdam, Belanda, dengan mempertimbangkan rumus YoungLaplace, dimana: paru dapat dibuka dengan memberikan tekanan jalan napas tinggi pada jalan napas, dan mempertahankannya tetap terbuka dengan PEEP yang cukup22. Penelitian mengenai RM intra operatif telah banyak dilakukan beberapa tahun terakhir ini, dan dilaporkan berhasil pada pasien yang menggunakan berbagai tipe gas anestesi3, 13, 14, 19, 25, 41, 44, 46-48 dan tipe pembedahan yang berbeda-beda.22 Ada berbagai teknik RM: sustained pressure dengan cara meningkatkan tekanan jalan napas dengan konstan untuk satu atau beberapa periode; intermittent sighs, peningkatan PEEP progresif dengan TV rendah, peningkatan PEEP tanpa perubahan TV, peningkatan TV dan PEEP secara simultan, peningkatan PEEP secara gradual dan
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA intermiten dengan nilai tekanan terkontrol konstan, ventilasi spontan menggunan mode ventilasi dengan airway pressure release, dan posisi prone.1, 4, 19, 49-52 Sedangkan RM yang paling populer adalah metode CPAP dengan tekanan yang bervariasi antara 30 sampai 40 cmH2O dalam waktu 30 sampai 90 detik untuk pasien dengan ARDS.12, 41, 53, 54 Rothen et al.4 meneliti RM pada pasien yang menjalani GA dengan meningkatkan peak pressure pada jalan napas ke nilai 40 cmH2O. Tekanan ini dipertahankan selama 15 detik sampai area atelektasis terbuka kembali.1, 55 Dengan cara ini didapatkan peningkatan PaO2 secara signifikan dan sebagian besar atelektasis terbuka kembali. Keuntungan RM adalah rendahnya insidens efek samping seperti penurunan curah jantung / cardiac output (CO) dan tekanan darah.1 Pang et al.3 menyebutkan bahwa RM dengan ventilasi manual sampai dengan peak pressure 40 cmH2O dapat meningkatkan oksigenasi arteri selama operasi pada pasien sehat yang menjalani laparaskopi kolesistektomi setelah tindakan pneumopreitoneum. Teknik bedah ini berhubungan dengan penurunan kapasitas fungsi vital paru sebesar 36% dalam waktu 2-4 jam setelah pembedahan. Penelitian lain menyimpulkan bahwa RM dapat meningkatkan fungsi respirasi saat pembedahan dengan menurunnya atelektasis dan shunt, meningkatkan rasio V/Q dan konsekuensinya meningkatkan oksigenasi arteri.56 Tusman et al.13 berhasil menunjukkan manfaat RM selama anestesi pada paru independent pada pasien bedah toraks, dan pasien dengan posisi lateral. Selama ventilasi satu paru, shunt menurun sekisar 15-40% akibat kolaps total paru non-dependent. Peneliti yang sama juga menunjukkan bahwa untuk mencegah derecruitment dibutuhkan PEEP dengan nilai 5 cmH2O atau lebih.44 Strategi RM merupakan suatu siklus yang terdiri dari peningkatan dan pengurangan tekanan yang dilakukan secara terkontrol dan bertahap dengan menggunakan mode ventilasi kontrol (driving pressure=15 cmH2O, rasio respirasi antara 10 dan 15 x per menit, rasio inspirasi:ekspirasi=1:1 dan FiO2=1). Siklus RM dapat dilakukan menurut algoritma pada Gambar 1 yang terdiri dari tiga fase.22, 44 Latar belakang penatalaksanaan masing-masing fase dijabarkan sebagai berikut:
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
Fase penyesuaian hemodinamik Salah satu masalah utama ventilasi tekanan positif adalah menurunnya preload ventrikel kanan dan kiri tanpa adanya efek langsung pada kontraktilitas jantung.57 Konsekuensinya adalah penurunan CO dan tekanan arteri sistemik, yang terjadi terutama pada pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik seperti pada pasien hipovolemia, yang dapat diterapi dengan pemberian cairan intra vena untuk meningkatkan preload.22 Tantangan lebih lanjut ditemui pada pasien dengan penyebab hipovolemia yang belum diketahui pasti, karena PEEP yang diberikan dapat berakibat ditemuinya beberapa episode ketidakstabilan hemodinamik, sehingga perlu dilakukan beberapa test pada awal RM yang disebut sebagai fase penyesuaian hemodinamik. Test ini merupakan bagian dari RM untuk menguji respons hemodinamik dengan pemberiaan PEEP 10 dan/atau 15 cmH2O (sampai dengan 20 cmH2O) sebelum tekanan tinggi diberikan pada jalan napas saat fase RM. RM dapat dihentikan apabila terjadi terjadi penurunan 15-20% tekanan arteri rerata (mean arterial pressure (MAP)), frekuensi nadi dan CO, atau apabila terjadi penurunan MAP di bawah 55 mmHg dibandingkan kondisi hemodinamik awal sebelum RM. Pada kondisi ini disarankan mengurangi PEEP sampai dengan tingkat aman yang telah diketahui sebelumnya. Hipovolemia seperti ini dapat diterapi dengan pemberian cairan kristaloid/koloid intra vena sebelum RM dimulai kembali. Volume cairan yang diberikan tergantung derajat hipotensi, tetapi pada umumnya dapat diberikan 3-5 mL/kg kristaloid/koloid.22 Setiap tahap peningkatan PEEP pada fase ini dipertahankan selama 5 kali napas (Gambar 2). Pada tingkat PEEP 10 dan/ atau 15 cm H2O disarankan penilaian kembali respons hemodinamik seperti telah diutarakan sebelumnya. Apabila dirasa aman, fase selanjutnya dapat dilakukan. Proses peningkatan tekanan paru secara progresif ini agar efek tekanan dan volume dapat disebarkan dengan baik, sehingga mengurangi tarikan dan stres pada parenkim paru. Peningkatan tekanan bertahap ini telah dilaporkan lebih aman untuk mencegah kejadian hipotensi. Skenario ini berbeda pada tipe CPAP yang langsung memberikan tekanan besar saat RM yang menyebabkan insidensi hipotensi yang lebih tinggi.22
Fase RM Saat hemodinamik dapat dipertahankan dengan baik, RM dapat dilakukan dengan meningkatkan driving pressure 20 cmH2O dan PEEP 20 cmH2O untuk mencapai opening pressure 40 cmH2O dari tekanan plateau (Gambar 2). Driving pressure 20 cmH2O berhubungan dengan didapatkannya nilai TV ≤ 8 mL/kg. Pada pasien dengan compliance respirasi tinggi, driving pressure harus dipertahankan pada 15 cmH2O untuk mencegah terlalu tingginya TV. Pada kondisi ini, PEEP dapat ditingkatkan ke 25 cmH2O dengan tujuan untuk mencapai target opening pressure yang sama dengan menjaga TV dalam rentang normal. Sepuluh kali napas pada fase ini dirasa cukup untuk membuka seluruh paru pada pasien dengan paru normal.22 Penting diketahui bahwa efek RM dapat dilihat saat terjadi peningkatan pada kurva Pressure-Volume.58 Fase titrasi PEEP Fase ini bertujuan untuk mengidentifikasi closing pressure paru atau untuk mengetahui nilai PEEP saat paru mulai kolaps lagi pada zona dependent. Fase titrasi PEEP ini terdiri dari penurunan PEEP sebesar 2 cmH2O secara progresif setiap menitnya. Closing pressure ini dapat diketahui dengan baik dengan melihat area paru yang atelektasis menggunakan teknik pencitraan (CT-scan, MRI, electrical impedance tomography), dapat pula diketahui dengan penilaian PaO2 dan PaCO2. Untuk memantau efek RM, sebagian besar peneliti mengevaluasi peningkatan nilai oksigenasi arterial, metode yang sering dipakai pada praktik klinis menghitung nilai PaO2 dan rasio PaO2/FiO2.41, 53, 54, 59 Setelah didapatkan tekanan yang dikehendaki, dilakukan RM lagi untuk membuka alveoli yang mungkin kolaps saat fase titrasi PEEP. Mode ventilasi kemudian diperhitungkan dengan strategi proteksi paru dengan TV kecil, dan PEEP beberapa cmH2O di atas closing pressure. Nilai PEEP yang menjaga paru tetap terbuka setelah fase RM disebut sebagai open lung-PEEP (OL-PEEP).61 Metode OL-PEEP saat ini menjadi isu yang sangat menarik dalam disiplin VM karena metode ini digunakan untuk mendeteksi nilai PEEP yang membutuhkan teknik invasif atau yang hampir tidak mudah tersedia. Di ruang operasi, biasanya digunakan nilai standar closing dan opening pressure. Nilai-nilai target tersebut didapatkan dari penelitian-
909
TINJAUAN PUSTAKA peneilitan fisiologis yang dilakukan pada pasien yang menjalani anestesi. Opening pressure paru normal diperkirakan sekitar 40 cmH2O sedangkan closing pressure diperkirakan berkisar antara 5 dan 15 cm H2O, tergantung kondisi klinis.1 Secara teori, closing pressure berbeda-beda tiap individu dengan tujuan untuk menghindari tekanan yang terlalu tinggi / terlalu rendah. Karena compliance paru dan resistensi jalan napas meningkat saat dilakukan RM bertahap, risiko overdistensi menjadi lebih rendah karena ventilasi terdistribusi secara homogen ke semua area parenkim paru. Efek ini didukung dengan penurunan ruang mati setelah RM, yang menjelaskan bahwa kapiler pulmoner tidak terkompresi oleh tekanan alveolar.13, 48 RM dapat dilakukan pada hampir semua pasien yang akan menjalani GA dengan jalan napas tidak tertutup oleh balon endotracheat tube (ET) seperti pada penggunaan laryngeal mask airway atau sungkup muka, karena 90% pasien yang menjalani GA mengalami kolaps paru, 10 % sisanya adalah pasien bedah sehari atau bedah minor pada pasien muda, sehat dengan berat badan cukup kurus yang mempunyai sedikit kolaps paru. Pada pasien ini, RM tidak diindikasikan. Sebaliknya pada pasien yang akan menjalani bedah sedang-besar dengan ASA lebih dari 2, RM akan memberikan respons perbaikan fungsi paru.22 RM dapat dilakukan setelah dilakukan induksi anestesi untuk mendapatkan manfaat selama periode pembedahan. Saat terjadi hubungan jalan napas ke atmosfer (terlepasnya hubungan antar ET dari sirkuit anestesi), RM harus dilakukan lagi karena kolaps paru dapat terjadi dalam hitungan detik. Tidak disarankan untuk melepas hubungan sirkuit anestesi selama pembedahan sampai dengan pasien terekstubasi pada akhir anestesi.22
Apakah pasien siap menjalani RM?
Ya
Tidak
-
Periksa apakah ada kebocoran hubungan sirkuit dan paru Pastikan anestesi cukup dalam Pastikan hemodinamik stabil
Apakah RM menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik? (Fase penyesuaian hemodinamik)
Tidak
Ya
-
Hentikan RM Kembali ke nilai PEEP aman sebelumnya Berikan 3-5 mL/kg cairan intra vena
Fase RM Tentukan nilai OL-PEEP
Dengan titrasi PEEP Menggunakan bantuan: Pencitraan paru (CT-scan, MRI, EIT) Analisis gas darah (PaO2) Mekanika paru Kapnografi volumetric
Tanpa titrasi PEEP (menggunakan nilai standard PEEP) Nilai PEEP rendah-sedang Pasien muda dengan berat badan cukup, ASA 1, bedah kepalaleher, bedah sehari dan bedah minor, posisi Fowler, bedah ekstremitas) Nilai PEEP sedang-tinggi Pasien kritis ASA 3-4, obese, bedah laparaskopi/abdominal/ jantung, posisi Trendelenburg
Gambar 1 Algoritma pelaksanaan RM
Fase penyesuaian hemodinamik (1-2 menit)
Fase RM 10 x napas
Fase titrasi PEEP
Re-RM
Mode akhir
Gambar 2 Skema strategi RM. Dilakukan dengan mode ventilasi napas kontrol dengan driving pressure (PEEP plateau) 15 cm H2O. Tiap blok menggambarkan satu kali TV. PEEP dinaikkan secara bertahap tiap 5 cmH2O pada fase penyesuaian hemodinamik. Kemudian PEEP dan driving pressure ditingkatkan ke 20 cmH2O untuk membuka paru sampai 10 kali napas. Fase titrasi PEEP dimulai dengan mengurangi driving pressure ke 15 cmH2O kemudian menurunkan PEEP secara bertahap tiap 2 cmH2O dari 20 cmH2O sampai ditemukan nilai closing pressure. Diikuti dengan RM ke dua yang kemudian mode ventilasi dipertahankan denagn mode protektif (TV rendah) dan dengan mengggunakan OL-PEEP.
Beberapa peneliti menyarankan dilakukannya RM setiap kali terjadi pelepasan hubungan dari ventilator dan juga setelah aspirasi trakea.53, 62 Indikasi ini juga berlaku pada pasien dengan GA baik dengan napas spontan atau dengan VM. Banyak pasien teranestesi mengalami ventilasi tidak adekuat akibat kurang tepatnya PEEP yang digunakan; sehinggga pada pasien teranestesi yang tidak terventilasi adekuat disarankan dilakukan RM pada akhir anestesi sebelum ekstubasi untuk menurunkan risiko komplikasi repirasi post-operatif.56
910
Kontraindikasi RM Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil oleh sebab apapun, terutama pasien hipovolemik, RM menjadi kontra indikasi sampai tercapai kondisi stabil setelah terapi. Selain itu, pada pasien bronkospasme, fistula bronkial, pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema subkutan, pasca-biopsi dan reseksi paru, atau tekanan intrakranial tinggi, RM juga tidak disarankan.13, 22, 53 Tekanan jalan napas tinggi mempunyai efek hemodinamik berupa
penurunan aliran balik vena dan peningkatan afterload ventrikel kiri, menyebabkan paru lebih rentan terhadap barotrauma.49, 63 Pada pasien hipovolemik, hipotensi dapat cepat membaik setelah intervensi peningkatan preload.63 Bein et al64 dan Moran et al65 meneliti efek RM terhadap tekanan intra kranial (TIK) dan metabolisme otak pada pasien dengan trauma kepala yang disertai dengan gagal napas. Mereka mendapatkan bahwa TIK dan MAP menurun pada akhir RM yang berakibat
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA penurunan perfusi yang normal kembali dalam waktu 10 menit kemudian.56 SIMPULAN Kolaps paru terjadi saat GA yang menyebabkan gangguan fungsi paru, terutama pada pasien
dengan gangguan respirasi pada periode perioperatif. RM dapat bermanfaat saat GA karena meningkatkan oksigenasi pasca-operasi. dan membuka atelektasis pada pasien dengan GA. Teknik ini bermanfaat pada pasien post operatif yang membutuhkan oksigen rendah
dengan risiko rendah komplikasi respirasi. Penelitian lebih lanjut mengenai efek RM pada pasien teranestesi dibutuhkan untuk mendefinisikan keuntungan sesungguhnya dan untuk mengetahui dengan pasti pada situasi mana seharusnya RM dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Rothen HU, Sporre B, Engberg G, Wegenius G, Hedenstierna G. Re-expansion of atelectasis during general anaesthesia: a computed tomography study. Br J Anaesth 1993, 71(6):788-95.
2.
Singh PK, Agarwal A, Gaur A, Deepali DA, Pandey CK, Singh U. Increasing tidal volumes and PEEP is an effective method of alveolar recruitment. Can J Anaesth 2002, 49(7):755.
3.
Pang CK, Yap J, Chen PP. The effect of an alveolar recruitment strategy on oxygenation during laparascopic cholecystectomy. Anaesth Intensive Care 2003, 31(2):176-80.
4.
Rothen HU, Neumann P, Berglund JE, Valtysson J, Magnusson A, Hedenstierna G. Dynamics of re-expansion of atelectasis during general anaesthesia. Br J Anaesth 1999, 82(4):551-6.
5.
Torda TA, McCulloch CH, O’Brien HD, Wright JS, Horton DA. Pulmonary venous admixture during one-lung anaesthesia. The effect of inhaled oxygen tension and respiration rate. Anaes-
6.
Brismar B, Hedenstierna G, Lundquist H, Strandberg A, Svensson L, Tokics L. Pulmonary densities during anesthesia with muscular relaxation--a proposal of atelectasis. Anesthesiology
thesia 1974, 29(3):272-9. 1985, 62(4):422-8. 7.
Klingstedt C, Hedenstierna G, Lundquist H, Strandberg A, Tokics L, Brismar B. The influence of body position and differential ventilation on lung dimensions and atelectasis formation in anaesthetized man. Acta Anaesthesiol Scand 1990, 34(4):315-22.
8.
Hedenstierna G, Tokics L, Strandberg A, Lundquist H, Brismar B. Correlation of gas exchange impairment to development of atelectasis during anaesthesia and muscle paralysis. Acta Anaesthesiol Scand 1986, 30(2):183-91.
9.
Hedenstierna G. Gas exchange during anaesthesia. Br J Anaesth 1990, 64(4):507-14.
10. Lundquist H, Hedenstierna G, Strandberg A, Tokics L, Brismar B. CT-assessment of dependent lung densities in man during general anaesthesia. Acta Radiol 1995, 36(6):626-32. 11. Tusman G, Bohm SH, Melkun F, Nador CR, Staltari D, Rodriguez A, et al. Effects of the alveolar recruitment manoeuver and PEEP on arterial oxygenation in anesthetized obese patients. Revista espanola de anestesiologia y reanimacion 2002, 49(4):177-83. 12. Dyhr T, Laursen N, Larsson A. Effects of lung recruitment maneuver and positive end-expiratory pressure on lung volume, respiratory mechanics and alveolar gas mixing in patients ventilated after cardiac surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2002, 46(6):717-25. 13. Tusman G, Bohm SH, Sipmann FS, Maisch S. Lung recruitment improves the efficiency of ventilation and gas exchange during one-lung ventilation anesthesia. Anesth Analg 2004, 98(6):1604-9. 14. Tusman G, Bohm SH, Tempra A, Melkun F, Garcia E, Turchetto E, et al. Effects of recruitment maneuver on atelectasis in anesthetized children. Anesthesiology 2003, 98(1):14-22. 15. Lindberg P, Gunnarsson L, Tokics L, Secher E, Lundquist H, Brismar B, et al. Atelectasis and lung function in the postoperative period. Acta Anaesthesiol Scand 1992, 36(6):546-53. 16. Rothen HU, Sporre B, Engberg G, Wegenius G, Hedenstierna G. Airway closure, atelectasis and gas exchange during general anaesthesia. Br J Anaesth 1998, 81(5):681-6. 17. Strandberg A, Tokics L, Brismar B, Lundquist H, Hedenstierna G. Constitutional factors promoting development of atelectasis during anaesthesia. Acta Anaesthesiol Scand 1987, 31(1):21-4. 18. Pelosi P, Croci M, Ravagnan I, Cerisara M, Vicardi P, Lissoni A, et al. Respiratory system mechanics in sedated, paralyzed, morbidly obese patients. J Appl Physiol 1997, 82(3):811-8. 19. Whalen FX, Gajic O, Thompson GB, Kendrick ML, Que FL, Williams BA, et al. The effects of the alveolar recruitment maneuver and positive end-expiratory pressure on arterial oxygenation during laparoscopic bariatric surgery. Anesth Analg 2006, 102(1):298-305. 20. Sprung J, Whalley DG, Falcone T, Warner DO, Hubmayr RD, Hammel J. The impact of morbid obesity, pneumoperitoneum, and posture on respiratory system mechanics and oxygenation during laparoscopy. Anesth Analg 2002, 94(5):1345-50. 21. Hedenstierna G. Contribution of multiple inert gas elimination technique to pulmonary medicine. 6. Ventilation-perfusion relationships during anaesthesia. Thorax 1995, 50(1):85-91. 22. Tusman G, Belda JF. Treatment of anesthesia-induced lung collapse with lung recruitment maneuvers. Current Anaesthesia & Critical Care 2010, 21(5-6):244-9. 23. Moller JT, Johannessen NW, Berg H, Espersen K, Larsen LE. Hypoxaemia during anaesthesia--an observer study. Br J Anaesth 1991, 66(4):437-44. 24. Joyce CJ, Baker AB, Kennedy RR. Gas uptake from an unventilated area of lung: computer model of absorption atelectasis. J Appl Physiol 1993, 74(3):1107-16. 25. Gunnarsson L, Tokics L, Gustavsson H, Hedenstierna G. Influence of age on atelectasis formation and gas exchange impairment during general anaesthesia. Br J Anaesth 1991, 66(4):42332. 26. Loeckinger A, Kleinsasser A, Keller C, Schaefer A, Kolbitsch C, Lindner KH, et al. Administration of oxygen before tracheal extubation worsens gas exchange after general anesthesia in a pig model. Anesth Analg 2002, 95(6):1772-6. 27. Slutsky AS. Lung injury caused by mechanical ventilation. Chest 1999, 116(1 Suppl):9S-15S. 28. Wolthuis EK, Vlaar AP, Choi G, Roelofs JJ, Juffermans NP, Schultz MJ. Mechanical ventilation using non-injurious ventilation settings causes lung injury in the absence of pre-existing lung injury in healthy mice. Crit Care 2009, 13(1):R1. 29. Kotani N, Lin CY, Wang JS, Gurley JM, Tolin FP, Michelassi F, et al. Loss of alveolar macrophages during anesthesia and operation in humans. Anesth Analg 1995, 81(6):1255-62. 30. Schilling T, Kozian A, Huth C, Buhling F, Kretzschmar M, Welte T, Hachenberg T: The pulmonary immune effects of mechanical ventilation in patients undergoing thoracic surgery. Anesth Analg 2005, 101(4):957-965, table of contents. 31. Steinberg JM, Schiller HJ, Halter JM, Gatto LA, Lee HM, Pavone LA, Nieman GF: Alveolar instability causes early ventilator-induced lung injury independent of neutrophils. Am J Respir Crit Care Med 2004, 169(1):57-63. 32. Mead J, Takishima T, Leith D: Stress distribution in lungs: a model of pulmonary elasticity. J Appl Physiol 1970, 28(5):596-608.
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
911
TINJAUAN PUSTAKA 33. Ventilation with lower tidal volumes as compared with traditional tidal volumes for acute lung injury and the acute respiratory distress syndrome. The Acute Respiratory Distress Syndrome Network. N Engl J Med 2000, 342(18):1301-1308. 34. Hewlett AM, Hulands GH, Nunn JF, Milledge JS: Functional residual capacity during anaesthesia III: Artificial ventilation. Br J Anaesth 1974, 46(7):495-503. 35. Froese AB, Bryan AC: Effects of anesthesia and paralysis on diaphragmatic mechanics in man. Anesthesiology 1974, 41(3):242-55. 36. Wollmer P, Schairer W, Bos JA, Bakker W, Krenning EP, Lachmann B: Pulmonary clearance of 99mTc-DTPA during halothane anaesthesia. Acta Anaesthesiol Scand 1990, 34(7):572-5. 37. Hedenstierna G, Strandberg A, Brismar B, Lundquist H, Svensson L, Tokics L: Functional residual capacity, thoracoabdominal dimensions, and central blood volume during general anesthesia with muscle paralysis and mechanical ventilation. Anesthesiology 1985, 62(3):247-54. 38. Gander S, Frascarolo P, Suter M, Spahn DR, Magnusson L: Positive end-expiratory pressure during induction of general anesthesia increases duration of nonhypoxic apnea in morbidly obese patients. Anesth Analg 2005, 100(2):580-4. 39. Coussa M, Proietti S, Schnyder P, Frascarolo P, Suter M, Spahn DR, Magnusson L: Prevention of atelectasis formation during the induction of general anesthesia in morbidly obese patients. Anesth Analg 2004, 98(5):1491-1495, table of contents. 40. Edmark L, Kostova-Aherdan K, Enlund M, Hedenstierna G: Optimal oxygen concentration during induction of general anesthesia. Anesthesiology 2003, 98(1):28-33. 41. Dyhr T, Nygard E, Laursen N, Larsson A: Both lung recruitment maneuver and PEEP are needed to increase oxygenation and lung volume after cardiac surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2004, 48(2):187-97. 42. Fletcher R: Deadspace during anaesthesia. Acta Anaesthesiol Scand Suppl 1990, 94:46-50. 43. Fletcher R, Jonson B, Cumming G, Brew J: The concept of deadspace with special reference to the single breath test for carbon dioxide. Br J Anaesth 1981, 53(1):77-88. 44. Tusman G, Bohm SH, Vazquez de Anda GF, do Campo JL, Lachmann B: ‘Alveolar recruitment strategy’ improves arterial oxygenation during general anaesthesia. Br J Anaesth 1999, 82(1):813. 45. Lachmann B: Open up the lung and keep the lung open. Intensive Care Med 1992, 18(6):319-21. 46. Erlandsson K, Odenstedt H, Lundin S, Stenqvist O: Positive end-expiratory pressure optimization using electric impedance tomography in morbidly obese patients during laparoscopic gastric bypass surgery. Acta Anaesthesiol Scand 2006, 50(7):833-9. 47. Bohm SH, Maisch S, von Sandersleben A, Thamm O, Passoni I, Martinez Arca J, Tusman G: The effects of lung recruitment on the Phase III slope of volumetric capnography in morbidly obese patients. Anesth Analg 2009, 109(1):151-9. 48. Tusman G, Bohm SH, Suarez-Sipmann F, Turchetto E: Alveolar recruitment improves ventilatory efficiency of the lungs during anesthesia. Can J Anaesth 2004, 51(7):723-7. 49. Hess DR, Bigatello LM: Lung recruitment: the role of recruitment maneuvers. Respir Care 2002, 47(3):308-317; discussion 317-308. 50. Singh B, Sharma P: Subdural block complicating spinal anesthesia? Anesth Analg 2002, 94(4):1007-1009, table of contents. 51. Marini JJ: How to recruit the injured lung. Minerva Anestesiol 2003, 69(4):193-200. 52. Claxton BA, Morgan P, McKeague H, Mulpur A, Berridge J: Alveolar recruitment strategy improves arterial oxygenation after cardiopulmonary bypass. Anaesthesia 2003, 58(2):111-6. 53. Amato MB, Barbas CS, Medeiros DM, Magaldi RB, Schettino GP, Lorenzi-Filho G, Kairalla RA, Deheinzelin D, Munoz C, Oliveira R et al: Effect of a protective-ventilation strategy on mortality in the acute respiratory distress syndrome. N Engl J Med 1998, 338(6):347-54. 54. Grasso S, Mascia L, Del Turco M, Malacarne P, Giunta F, Brochard L, Slutsky AS, Marco Ranieri V: Effects of recruiting maneuvers in patients with acute respiratory distress syndrome ventilated with protective ventilatory strategy. Anesthesiology 2002, 96(4):795-802. 55. Rothen HU, Sporre B, Engberg G, Wegenius G, Hedenstierna G: Reexpansion of atelectasis during general anaesthesia may have a prolonged effect. Acta Anaesthesiol Scand 1995, 39(1):118-25. 56. Goncalves LO, Cicarelli DD: Alveolar recruitment maneuver in anesthetic practice: how, when and why it may be useful. Rev Bras Anestesiol 2005, 55(6):631-8. 57. Pinsky MR: The hemodynamic consequences of mechanical ventilation: an evolving story. Intensive Care Med 1997, 23(5):493-503. 58. Hickling KG: Best compliance during a decremental, but not incremental, positive end-expiratory pressure trial is related to open-lung positive end-expiratory pressure: a mathematical model of acute respiratory distress syndrome lungs. Am J Respir Crit Care Med 2001, 163(1):69-78. 59. Pelosi P, Cadringher P, Bottino N, Panigada M, Carrieri F, Riva E, Lissoni A, Gattinoni L: Sigh in acute respiratory distress syndrome. Am J Respir Crit Care Med 1999, 159(3):872-80. 60. Barbas CS, de Matos GF, Okamoto V, Borges JB, Amato MB, de Carvalho CR: Lung recruitment maneuvers in acute respiratory distress syndrome. Respir Care Clin N Am 2003, 9(4):401-18, vii. 61. Tusman G, Suarez-Sipmann F, Bohm SH, Pech T, Reissmann H, Meschino G, Scandurra A, Hedenstierna G: Monitoring dead space during recruitment and PEEP titration in an experimental model. Intensive Care Med 2006, 32(11):1863-71. 62. Grasso S, Mascia L, Del Turco M, Malacame O, Giunta F, Brochard L, Slutsky AS, Marco RV: Effects of recruiting maneuvers in patients with acute respiratory distress syndrome ventilated with protective ventilatory strategy. Anesthesiology 2002, 96:795-802. 63. Marini JJ: Inverse ratio ventilation--simply an alternative, or something more? Crit Care Med 1995, 23(2):224-8. 64. Bein T, Kuhr LP, Bele S, Ploner F, Keyl C, Taeger K: Lung recruitment maneuver in patients with cerebral injury: effects on intracranial pressure and cerebral metabolism. Intensive Care Med 2002, 28(5):554-8. 65. Moran I, Zavala E, Fernandez R, Blanch L, Mancebo J: Recruitment manoeuvres in acute lung injury/acute respiratory distress syndrome. The European respiratory journal Supplement 2003, 42:37s-42s.
912
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013