ANALISIS MANAJEMEN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA STOCK EXCHANGE
INDRA LASMANA
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Manajemen Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan Sektor Pertanian Di Indonesia Stock Exchange adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Indra Lasmana NIM H24090008
ABSTRAK INDRA LASMANA. Analisis Manajemen Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan Sektor Pertanian Di Indonesia Stock Exchange. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI dan R. DIKKY INDRAWAN. Perusahaan Pertanian sektor hulu dan sektor hilir merupakan sektor yang berkontribusi besar terhadap distribusi gross domestic bruto tahun 2012. Produk perusahaan pertanian sektor hulu berkarakteristik mudah rusak dan musiman, sedangkan produk perusahaan pertanian sektor hilir memiliki keterkaitan mata rantai produksi. Pengelolaan modal kerja yang optimal dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Penelitian ini menggunakan data perusahaan pertanian sektor hulu dan sektor hilir pada tahun 2011 yang dianalisis menggunakan explanatory analysis (regresi linier sederhana, berganda, uji T dan uji F) dan confirmatory analysis dengan menggunakan Structural Equation Modelling. AAI, ACP, APP dan CCC merupakan faktor loading dari WC. CR dan QR merupakan faktor loading dari LIKUID. ROA, ROE dan NPM merupakan faktor loading dari laten PROFIT. Hasil analisis manajemen modal kerja terhadap profitabilitas memiliki pengaruh yang tidak signifikan sedangkan terhadap likuiditas berpengaruh signifikan. Kata kunci: agricultural company, liquidity, profitability, working capital management
ABSTRACT INDRA LASMANA. An Analysis of Working Capital Management of Liquidity and Profitability Level In Indonesia Stock Exchange Agricultural Sector Companies. Supevised by FARIDA RATNA DEWI and R. DIKKY INDRAWAN. Agricultural sector contributes to 2012 GDP distribution. The upstream sector company’s products are characterized as perishable and seasonal, and linked to production chain for downstream sector. The optimalization of working capital management is essential to improved profitability. This research used secondary data of agricultural enterprised listed in Indonesian Stock Exchange. Those data analyzed using explanatory and confirmatory analysis. Explanatory analysis conducted by regression (linier and multiple) while confirmatory conducted by Structural Equation Modelling. In this model, working capital management were dependent variable of AAI, ACP, APP, dan CCC. The influence of working capital management was analyse to PROFIT and LIKUID separatly. CR and QR were loading factors for LIKUID. ROA, ROE and NPM were loading factors for PROFIT. The results showed that working capital management was not significantly influenced profitability, while the liquidity effect significantly. Keywords: agricultural company, liquidity, profitability, working capital management
ANALISIS MANAJEMEN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA STOCK EXCHANGE
INDRA LASMANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Manajemen Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan Sektor Pertanian Di Indonesia Stock Exchange Nama : Indra Lasmana NIM : H24090008
Disetujui oleh
Farida Ratna Dewi, SE, MM Pembimbing I
R. Dikky Indrawan, SP, MM Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah modal kerja, dengan judul Analisis Manajemen Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan Sektor Pertanian Di Indonesia Stock Exchange. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Farida Ratna Dewi dan Bapak R. Dikky Indrawan selaku pembimbing. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu penulis atas segala doa dan kasih sayangnya, serta terima kasih kepada seluruh keluarga, teman-teman, dosen dan staf Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013 Indra Lasmana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
METODE PENELITIAN
7
Kerangka Pemikiran Penelitian
7
Lokasi dan Waktu Penelitian
8
Pengumpulan Data
9
Pengolahan dan Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Gambaran Umum Sektor Pertanian Hulu dan Hilir
10
Analisis Regresi Modal Kerja Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas
20
Analisis Partial Least Square (PLS)
21
Pengujian Model SEM
21
Model Pengukuran (Outer Model)
21
Model Structural (Inner Model)
23
Implikasi Manajerial SIMPULAN DAN SARAN
27 29
Simpulan
29
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
30
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Referensi Penelitian Terdahulu Proses Screening Data Penelitian Hipotesis Penelitian Lima Besar Peringkat Nilai Komponen Working Capital Tercepat Lima Besar Peringkat Nilai Komponen Working Capital Terlama Lima Besar Peringkat Nilai Komponen Profitabilitas Tertinggi Lima Besar Peringkat Nilai Komponen Profitabilitas Terendah Lima Besar Peringkat Nilai Komponen Likuiditas Tertinggi Lima Besar Peringkat Nilai Komponen Likuiditas Terendah Hasil Regresi Sederhana, Berganda, Uji T dan Uji F Nilai Faktor Loading Nilai Faktor Loading setelah dropping Hasil R-Square Path Coefficient Outer Loading ( Mean, STDEV, T-Values)
7 9 10 11 12 14 16 18 19 20 22 23 23 24 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Struktur PDB menurut lapangan usaha Pertumbuhan Sektor Pertanian tahun 2007-2012 PDB atas harga berlaku Sektor Pertanian 2011 Indeks harga saham Sektor Pertanian 2011 Kerangka pemikiran penelitian Model Structural Equation Model SEM Seluruh Pertanian, Pertanian Hulu dan Pertanian Hilir
1 2 2 3 8 9 22
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6,23 persen dibanding tahun 2011. Perekonomian Indonesia didukung oleh Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Konstruksi, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa-Jasa yang dalam kurun waktu lima tahun ini mengalami pertumbuhan yang positif (www.bps.go.id 2013). 100% 10,10
9,80
10,20
10,24
10,56
10,45
7,70
7,40
7,20
7,24
7,21
7,26
80%
6,70
6,30
6,30
6,57
6,62
6,66
70%
14,90
14,00
13,30
13,69
13,80
13,90
8,40
9,90
10,25
10,16
0,80
10,45
0,80
0,76
0,77
0,79
Persentase
90%
60%
7,70 0,90
50%
Jasa-Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Konstruksi 40%
27,10
27,90
26,40
24,80
24,33
23,94
Listrik, Gas, dan Air Bersih 30% Industri Pengolahan 20% 10%
11,20
13,70
11,00
14,40
10,60
15,30
11,16
15,29
11,85
14,70
11,78
14,44
Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun
Gambar 1 Struktur PDB menurut lapangan usaha (www.bps.go.id 14 Februari 2013) Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga sektor utama yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mempunyai peranan sebesar 52,28
2 persen pada tahun 2012. Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi sebesar 23,94 persen, Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memberikan kontribusi masing-masing sebesar 14,44 persen dan 13,90 persen. Sektor Pertanian merupakan salah satu dari ketiga sektor yang berkontribusi besar terhadap distribusi PDB tahun 2012. Sektor Pertanian merupakan sektor dimana menurut BPS (2012) sebesar 41.205.030 orang penduduk Indonesia dari total angkatan kerja sebesar 112.802.805 orang menggantungkan hidupnya untuk mencari nafkah. Penurunan pada Sektor Pertanian yang cukup signifikan sebesar 23,06 persen yang terjadi pada triwulan IV-2012 menyebabkan PDB Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000 turun sebesar 1,45 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Sementara sektor lainnya selama triwulan IV-2012 mengalami pertumbuhan positif. Meskipun terjadi penurunan pada Sektor Pertanian, sektor ini mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada penutupan tahun 2012. Tetapi sektor pertanian masih sangat kurang bila dibandingkan sektor lain non migas. Dimana, sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 3,97 persen dan merupakan pertumbuhan terkecil kedua setelah Sektor Pertambangan dan Penggalian. 6,00
4,80
5,00 4,00
4,10
3,97
3,50 2,90
3,00
2010
2011
3,00 2,00 1,00 0,00 2007
2008
2009
2012
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Gambar 2 Pertumbuhan Sektor Pertanian tahun 2007-2012 (www.bps.go.id 24 Februari 2013) Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada sektor pertanian adalah laju konversi lahan. Kementerian Pertanian (Kementan) dan BPS mengungkap fakta, sepanjang tahun 2008 hingga 2010, laju konversi lahan sawah di Pulau Jawa sebesar 600 ribu hektar, atau bila dirata-ratakan mencapai 200 ribu hektar/tahun. Artinya, setiap tahun ada lahan sawah seluas 60 ribu hektar yang lenyap. Tanpa upaya serius dari pemerintah, dapat dipastikan, kurang dari 20 tahun ke depan tak akan ada lagi lahan sawah di negeri ini. Hal tersebut disebabkan luas lahan sawah saat ini tinggal 7,5 juta hektar ditambah 9,7 juta hektar lahan kering (www.bps.go.id 16 April 2013). Total perusahaan sektor pertanian di Indonesia berjumlah 4.134 perusahaan. Dimana jumlah perusahaan tanaman pangan sebesar 116 perusahaan, holtikultura 227 perusahaan, perkebunan 2159 perusahaan, peternakan 664 perusahaan, perikanan 483 perusahaan, dan kehutanan 485 perusahaan. Perusahan sektor
3 pertanian tersebut berkontribusi terhadap PDB pada sektor pertanian, yang merupakan salah satu dari tiga sektor yang berperan utama. Distribusi PDB dari masing-masing sub sektor pertanian disajikan dalam gambar berikut. 600.000,00 Milyar Rupiah
500.000,00 400.000,00
Tanaman Bahan Makanan
300.000,00
Tanaman Perkebunan
200.000,00
Peternakan
100.000,00
Kehutanan
0,00
Perikanan 2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Gambar 3 PDB atas harga berlaku Sektor Pertanian (www.bps.go.id 24 Februari 2013) Dari total perusahaan sektor pertanian tersebut, sampai akhir tahun 2012 perusahaan yang terdaftar (listing) pada Bursa Efek Indonesia berjumlah 18 perusahaan (www.idx.co.id 21 Februari 2013). Sepanjang tahun seperti bukan tahun yang baik untuk sektor ini, faktor cuaca dan kenaikan harga komoditas menjadi hal yang sangat penting bagi kinerja saham ini, baik itu fundamental maupun pergerakan sahamnya. Kedua faktor tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kinerja saham sektor ini, dalam beberapa bulan terakhir cuaca buruk dan curah hujan tinggi tentu akan membuat emiten pertanian dan perikanan berdampak buruk terhadap kinerja keuangan mereka. 3000 2500 2000 1500
High
1000
Low
500
Close
0
Gambar 4 Indeks harga saham Sektor Pertanian 2011 (www.idx.co.id 16 Februari 2013)
4 Tren harga saham untuk semua sektor mengalami kenaikan tetapi harga saham pada Sektor Pertambangan dan Perkebunan, terutama tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan harga komoditas batu bara dan CPO, yang hingga kini belum rebound kembali (www.idx.co.id 16 Februari 2013). Sektor hilir pertanian, yaitu agroindustri merupakan sub sektor manufaktur yang juga menjadi salah satu penopang PDB Indonesia. Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut (www.wikipedia.com 16 Februari 2013). Secara eksplisit pengertian agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen. Karakteristik perusahaan sektor pertanian hulu adalah dari hasil produknya yang musiman karena cenderung dipengaruhi oleh iklim dan mudah rusak sehingga penting bagi perusahaan sektor pertanian hulu untuk memiliki kemampuan manajemen persediaan pasca panen. Pengelolaan pada perusahaan sektor pertanian hilir dapat dikatakan unik, karena keterkaitan mata rantai produksi dimana bahan bakunya yang berasal dari pertanian (tanaman, hewan, ikan) mempunyai tiga karakteristik, yaitu musiman (seasonality), mudah rusak (perishabelity), dan beragam (variability). Tiga karakteristik lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah: Pertama, karena komponen biaya bahan baku umumnya merupakan komponen terbesar dalam agroindustri maka operasi mendatangkan bahan baku sangat menentukan operasi perusahaan agroindustri. Ketidakpastian produksi pertanian dapat menyebabkan ketidakstabilan harga bahan baku sehingga merumitkan pendanaan dan pengelolaan modal kerja. Kedua, karena banyak produk-produk agroindustri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi atau merupakan komoditas penting bagi perekonomian suatu negara maka perhatian dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan agroindustri sering terlalu tinggi. Ketiga, karena suatu produk agroindustri mungkin diproduksi oleh beberapa negara maka agroindustri lokal terkait ke pasar internasional sebagai pasar alternatif untuk bahan baku, impor bersaing, dan peluang ekspor. Fluktuasi harga komoditas yang tinggi di pasar internasional memperbesar ketidakpastian finansial disisi input dan output. Karena itu, pada dasarnya keuangan perusahaan berhubungan dengan tiga keputusan, yaitu keputusan mengenai penganggaran modal, struktur modal, dan manajemen modal kerja. Dari penjelasan tersebut, pengelolaan modal kerja untuk perusahaan sektor pertanian hulu dan sektor pertanian hilir sangat penting. Dimana pengelolaan modal kerja dapat mempengaruhi tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Tingkat likuiditas yang optimal penting bagi perusahaan agar dapat memenuhi kewajiban jangka pendek sehingga perusahaan terhindar dari risiko gagal bayar karena. Sedangkan profitabilitas suatu perusahaan berpengaruh terhadap kelangsungan operasi perusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi secara
5 sustainable, dapat tumbuh dan berkembang. Pengelolaan modal kerja yang optimal akan berdampak kepada biaya operasional yang efisien sehingga produk hasil sektor pertanian mampu berkompetisi di dunia global. Berdasarkan permasalahan dan data di atas, bagaimana pengelolaan modal kerja yang baik sehingga dapat mempengaruhi tingkat likuiditas dan profitabilitas. Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan Sektor Pertanian yang telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dan perusahaan Sektor Industri Olahan Pertanian (pertanian hilir). Sehingga judul penelitian yang diambil adalah “Analisis Manajemen Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan Pertanian Di Indonesia Stock Exchange”.
Perumusan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting selain menjadi salah satu penopang PDB Indonesia, sektor ini merupakan sektor dimana hampir setengah dari penduduk Indonesia menggantukan hidupnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Hendaknya sektor pertanian juga meningkatkan kinerja pengelolaan terhadap internal perusahaan. Pengelolaan pada cash conversion cycle bertujuan agar perusahaan dapat melakukan pengelolaan terhadap aktiva yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan efektivitas perusahaan dan dapat pula menjadi barometer terhadap tingkat efisiensi dari pemanfaatan sumberdaya perusahaan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a) Bagaimana pengaruh manajemen modal kerja terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan sektor pertanian hulu dan hilir? b) Bagaimana pengaruh komponen cash conversion cycle, average age of inventory, average collection period dan average payment period terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan sektor ertanian hulu dan hilir? c) Bagaimana perbandingan pengelolaan modal kerja pada perusahaan sektor pertanian hulu dengan perusahaan sektor pertanian hilir?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dilakukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a) Menganalisis pengaruh manajemen modal kerja terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan sektor pertanian hulu dan hilir. b) Menganalisis pengaruh komponen cash conversion cycle, average age of inventory, average collection period dan average payment period terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan sektor pertanian hulu dan hilir. c) Menganalisis perbandingan pengelolaan modal kerja pada perusahaan sektor pertanian hulu dengan perusahaan sektor pertanian hilir.
6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: a) Bagi penelitian Dalam hal ini, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan berkaitan dengan pengaruh manajemen modal kerja terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan pada sektor pertanian hulu dan hilir. b) Bagi perusahaan Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana pentingnya perusahaan dalam mengelola modal kerja sehingga dapat membuat kebijakan atau regulasi yang tepat untuk menjaga stabilitas perusahaan dan membuat investor tertarik untuk berinvestasi dalam perusahaan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang bagaimana pengaruh manajemen modal kerja terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan sektor pertanian hulu dan pertanian hilir. Ruang lingkup perusahaan yang akan digunakan adalah perusahaan yang bergerak pada sektor pertanian dan sektor manufaktur dengan melakukan screening kepada subsektor manufaktur yang menggunakan bahan baku utama dari produk pertanian hulu yang telah terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data laporan keuangan perusahaan pada tahun 2011. Tahun tersebut dipilih karena pada tahun 2011 terdapat fluktuasi dari pertumbuhan sektor pertanian sehingga sektor tersebut mencatatkan pertumbuhan positif yang kecil selain itu ketersediaan data laporan keuangan perusahaan juga menjadi alasan mengapa tahun ini dipilih.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Modal Kerja Manajemen modal kerja adalah suatu pengelolaan investasi perusahaan dalam aset jangka pendek (Kasmir 2010:210). Manajemen modal kerja merupakan proses perencanaan, pengelolaan dan pengawasan terhadap harta lancar dan hutang lancar sehingga selisih dari keduanya (Net Working Capital) akan tetap berada dalam posisi minimum yang konsisten dan tidak akan mengakibatkan perusahaan harus menghadapi risiko ketidakmampuan dalam menyelesaikan kewajiban finansial jangka pendeknya atau dalam hal ini melunasi hutang jangka pendeknya.
7 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan Pradana (2009) yang ingin melihat pengaruh dari manajemen modal kerja bersih terhadap profitabilitas perusahaan go public yang bergerak pada sektor perdagangan selama periode 2003 hingga 2007, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara cash conversion cycle dengan gross operating profit pada perusahaan terbuka yang bergerak pada sektor perdagangan selama periode 2003 hingga 2007. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasan Agan Karaduman et al. (2010) dengan judul “ The Relationship between Working Capital Management and Profitability: Evidence from an Emerging Market”. Penelitian ini menggunakan perusahaan terpilih pada Bursa Efek Istanbul (Istanbul Stock Exchange) untuk periode 2005-2009. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan terhadap CCC akan secara positif meningkatkan ROA. Di Malaysia, Mansoori dan Muhammad (2012) melakukan penelitian yang serupa, dengan tambahan variabel control yaitu GDP (Gross Domestic Product). Menghasilkan bahwa, cash conversion cycle berhubungan negatif dengan ROA. Tabel 1 Referensi penelitian terdahulu Hipotesis H1
Manajemen modal kerja berhubungan negatif dengan profitabilitas perusahaan
H2
Leverage berhubungan negatif dengan profitabilitas perusahaan
H3
Pertumbuhan perusahaan berhubungan positif dengan profitabilitas perusahaan Ukuran perusahaan berhubungan positif dengan profitabilitas perusahaan
H4
Referensi literatur Mohamad & Saad 2010 Bagchi & Khamrui 2012 Ahmed 2011 Mansoori & Muhammad 2012 Malik & Iqbal 2012 Mohamad & Saad 2010 Mansoori & Muhammad 2012 Bagchi & Khamrui 2012 Mansoori & Muhammad 2012 Malik & Iqbal 2012 Mansoori & Muhammad 2012 Malik & Iqbal 2012
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Komoditas pertanian sangat penting dan strategis karena menyangkut kebutuhan dasar manusia. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah populasi di dunia yang tidak diimbangi dengan kenaikan penyediaan bahan pangan karena produktivitas pertanian pangan yang meningkat lebih lambat mengakibatkan ketahanan pangan global berada dalam kondisi yang menghawatirkan. Penelitian ini menggunakan tiga alat analisis. Analisis pertama dengan menggunakan perhitungan rasio keuangan yang berkaitan dengan manajemen modal kerja. Rasio keuangan yang digunakan adalah rasio aktivitas untuk menghitung cash conversion .Lalu untuk menghitung likuiditas, penelitian ini menggunakan current ratio (CR) dan quick ratio (QR) serta untuk tingkat profitabilitas, menggunakan
8 rasio profitabilitas return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan net profit margin. Alat analisis kedua dengan melakukan explanatory analysis menggunakan analisis regresi sederhana, regresi berganda, uji t dan uji f untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen pada model yang telah dibuat. Kemudian analisis ketiga dengan melakukan confirmatory analysis yaitu dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Berikut adalah kerangka pemikiran penelitian. Pentingnya Sektor Pertanian sebagai penggerak perekonomian Masalah rendahnya produktivitas dan fluktuasi harga komoditas pertanian Manajemen modal kerja Sektor Pertanian hulu dan hilir Laporan keuangan Sektor Pertanian hulu dan hilir
CCC
AAI
ACP
APP
Working Capital Management
CR
QR
ROA
Liquidity Ratio
ROE
NPM
Profitability Ratio
Explanatory Analysis: Analisis regresi sederhana, Analisis regresi berganda, Uji T & Uji F Confirmatory Analysis: Structural Equation Modeling (SEM) Pengaruh Pengelolaan Modal Kerja Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas
Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor pertanian dan sektor manufaktur. Pada perusahaan sektor manufaktur dilakukan screening subsektor yang merupakan dari sektor pertanian hilir. Penyaringan pada perusahaan hilir tersebut berdasarkan penggunaan bahan baku utama yang berasal dari produk pertanian. Perusahaan yang digunakan merupakan perusahaan yang telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Waktu penelitian selama tiga bulan yang dimulai pada bulan Januari sampai Maret 2013.
9 Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder didapat dari studi literatur berupa pencarian teori–teori maupun data yang dapat mendukung terlaksananya penelitian. Studi literatur didapat dari berbagai sumber seperti buku, internet, jurnal internasional maupun nasional, skripsi-skripsi terdahulu dan majalah. Penelitian ini menggunakan data perusahaan sektor pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan beberapa subsektor dari sektor manufaktur. Tabel 2 Proses screening data penelitian Screening Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2013 Bergerak dalam sektor pertanian hulu dan hilir (Chemicals, Animal Feed, Wood Industries, Pulp & Paper, Textile & Garment, Footwear, Food and Beverages, Tobacco Manufactures, Pharmaceuticals, dan Cosmetics and Household) Kelengkapan laporan keuangan tahun 2011
Perusahaan sektor pertanian
Perusahaan sektor manufaktur
14 perusahaan
138 perusahaan
14 perusahaan
77 perusahaan
12 perusahaan
64 perusahaan
Jadi penelitian ini menggunakan total perusahaan sebesar 76 perusahaan, yang terdiri dari perusahaan sektor pertanian hulu sebanyak 12 perusahaan, sedangkan untuk sektor pertanian hilir menggunakan data perusahaan sebanyak 64 perusahaan.
Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dengan menguji model SEM yang dibangun. Penelitian ini memusatkan terhadap modal kerja dengan menggunakan modal kerja sebagai variabel laten dari proxy pembentuk modal kerja. Model SEM digambarkan sebagai berikut.
Gambar 6 Model Structural Equation Model ini terdiri dari cash conversion cycle (CCC), average age of inventory (AAI), average collection period (ACP), average payment period (APP), current
10 ratio (CR), quick ratio (QR), return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan net profit margin (NPM). Dari beberapa indikator tersebut, penulis melakukan hipotesis sebagai berikut: Tabel 3 Hipotesis penelitian H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14
Hipotesis AAI berhubungan dengan Working Capital ACP berhubungan dengan Working Capital APP berhubungan dengan Working Capital CCC berhubungan dengan Working Capital Working Capital berhubungan dengan Profitability Working Capital berhubungan dengan Liquidity AAI dan WC berhubungan dengan Profitability ACP dan WC berhubungan dengan Profitability APP dan WC berhubungan dengan Profitability CCC dan WC berhubungan dengan Profitability AAI dan WC berhubungan dengan Liquidity ACP dan WC berhubungan dengan Liquidity APP dan WC berhubungan dengan Liquidity CCC dan WC berhubungan dengan Liquidity
Untuk mengetahui pengaruh manajemen modal kerja terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas digunakan analisis bentuk hubungan dan analisis keretan hubungan. Pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen ditelusuri dengan analisis regresi kemudian dilanjutkan dengan analisis confirmatory dengan menggunakan SmartPLS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sektor Pertanian Hulu dan Hilir Pertanian hulu dengan pertanian hilir sangat erat hubungannya. Dimana pertanian hilir sangat tergantung dari pasokan bahan baku pertanian. Jika pasokan hasil produksi pertanian kurang dari jumlah yang diminta, maka perusahaan sektor pertanian hilir akan melakukan impor terhadap kekurangan bahan baku pertanian tersebut. Hal tersebut sangat disayangkan, karena hasil produksi pertanian dalam negeri tidak dioptimalkan pemanfaatannya. Selain itu, bila sektor pertanian hulu mampu memenuhi secara penuh permintaan bahan baku dari pertanian hilir, ini dapat terjadi simbiosis mutualisme. Terlebih lagi, perusahaan sektor pertanian hilir sangat banyak dan mengalami pertumbuhan yang tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk (permintaan) yang terus meningkat secara eksponensial terhadap produk hasil pertanian baik hulu maupun hilir. Pemenuhan akan produk hasil pertanian akan mendongkrak pertumbuhan pada sektor pertanian hulu. Selama periode 2008 sampai periode 2013, terdapat 12 perusahaan sektor pertanian hulu dan 64 sektor pertanian hilir yang diteliti. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang telah listing dari tahun 2008 dan belum pernah
11 delisting maupun relisting sampai tahun 2013, selain itu perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang laporan keuangannya lengkap. Penelitian terhadap perusahaan dilakukan dengan menggunakan rasio keuangan yang memiliki kedekatan dengan pengelolaan modal kerja, likuiditas perusahaan dan profitabilitas perusahaan. Tabel 4 Lima besar peringkat nilai komponen working capital tercepat No.
1
2
3
4
Variabel
AAI
ACP
APP
CCC
Nilai variabel (hari) Total Hulu Hilir
Total Eterindo Wahanatama Tbk Ghozco Plantations Tbk Bakrie Sumatera Plantations Tbk
Nama perusahaan pertanian Hulu Ghozco Plantations Tbk
Hilir Eterindo Wahanatama Tbk
16
22
16
22
31
36
31
41
40
36
43
49
Apac Citra Centertex
Smart Tbk
40
58
50
Malindo Feedmill
PP London Sumatera Indonesia Tbk
0
0
0
Kertas Basuki Rachmat Indonesia
Astra Agro Lestari Tbk
0
0
6
Astra Agro Lestari Tbk
Sampoerna Agro Tbk
0
1
8
3
10
3
8
15
2
11
2
Sampoerna Agro Tbk Ghozco Plantations Tbk Inti Agri Resources Tbk Prashida Aneka Niaga
Ghozco Plantations Tbk
1
5
18
5
Mandom Indonesia
6
21
6
8
25
8
9
28
9
Nusantara Inti Corpora Tiga Pilar Sejahtera Food Bentoel Internasional Investama
3
5
3
Indofarma
Bakrie Sumatera Plantations Tbk
Indofarma
Astra Agro Lestari Tbk
Unilever Indonesia
Bakrie Sumatera Plantations Tbk
Apac Citra Centertex
Astra Agro Lestari Tbk
Malindo Feedmill
Inti Agri Resources Tbk PP London Sumatera Indonesia Tbk Inti Agri Resources Tbk PP London Sumatera Indonesia Tbk Smart Tbk Central Proteinaprima Tbk Astra Agro Lestari Tbk
Chandra Asri Petrochemical Tbk Multi Bintang Indonesia Kertas Basuki Rachmat Indonesia Hanjaya Mandala Sampoerna Gudang Garam Bentoel Internasional Investama Sepatu Bata Tbk Prashida Aneka Niaga Mandom Indonesia Nusantara Inti Corpora Tiga Pilar Sejahtera Food Bentoel Internasional Investama
5
13
12
Bakrie Sumatera Plantations Tbk
12
16
15
Unilever Indonesia
Sampoerna Agro Tbk
Chandra Asri Petrochemical Tbk
13
48
20
Astra Agro Lestari Tbk
PP London Sumatera Indonesia Tbk
Apac Citra Centertex
27
Chandra Asri Petrochemical Tbk
Smart Tbk
Malindo Feedmill
15
60
Berdasarkan Tabel 4, rata-rata hari persediaan tercepat terjadi pada perusahaan Eterindo Wahanatama Tbk dari sektor pertanian hilir, sedangkan ratarata hari persediaan tercepat untuk sektor pertanian hulu adalah perusahaan Ghozco Plantation Tbk. Namun, secara keseluruhan sektor, perusahaan Eterindo Wahanatama Tbk merupakan perusahaan yang paling cepat rata-rata hari persediaan dengan lama hari persediaan selama 16 hari. Rata-rata hari persediaan yang cepat menandakan bahwa perputaran persediaan dalam perusahaan cepat, sehingga persediaan bahan baku yang ada di penyimpanan tidak terlalu lama waktu simpannya. Perusahaan Eterindo Wahanatama Tbk menjadi perusahaan tercepat dalam rata-rata hari persediaan karena disamping komposisi jumlah persediaan yang perusahaan simpan optimal dengan harga pokok penjualan perusahaan, perusahaan Etereindo Wahanatama juga memiliki persediaan yang lebih sedikit bila dibandingkan perusahaan lain pada sektor yang sama maupun
12 subsektor yang sama yaitu subsektor chemicals. Hal tersebut pun senada dengan perusahaan Ghozco Plantations Tbk yang jumlah persediaannya rendah bila dibandingkan perusahaan lain pada sektor dan subsektor yang sama. Pada rata-rata hari penarikan piutang usaha, perusahaan Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk menjadi perusahaan tercepat rata-rata hari penarikan piutang usaha dari sektor pertanian hilir, sedangkan dari sektor pertanian hilir perusahaan Astra Agro Lestari Tbk menjadi perusahaan tercepat rata-rata hari penarikan piutang usaha. Dilihat dari jumlah piutang usahanya, PT Astra Agro Lestari Tbk memberikaan kredit penjualan dalam jumlah yang kecil dibandingkan dengan tingkat penjualannya yang tinggi. Hal tersebut berbeda dengan PT SMART Tbk yang memiliki tingkat penjualan yang paling tinggi tetapi PT SMART Tbk juga menerapkan kebijakan kredit penjualan yang tinggi sehingga PT SMART Tbk tidak masuk kedalam lima perusahaan terbaik kategori rata-rata penarikan piutang usaha tercepat. Berbeda dengan PT Astra Agro Lestari Tbk, pada PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk rata-rata hari piutang usaha yang rendah karena jumlah piutang usaha perusahaan tersebut tidak ada. Hal tersebut terjadi karena berdasarkan laporan keuangan perusahaan PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk menghapuskan piutang ragu-ragu dalam tahun dimana piutang tersebut dipastikan tidak dapat tertagih. Kebijakan piutang memang tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan. Penagihan rata-rata hari piutang yang cepat dapat meminimalkan perusahaan dari risiko piutang tak tertagih. Pada rata-rata pembayaran utang usaha, PT Prashida Aneka Niaga Tbk menjadi perusahaan yang paling cepat membayar utang usaha pada sektor pertanian hilir sedangkan PT Inti Agri Resources Tbk menjadi perusahaan yang tercepat pembayaran utang usaha pada sektor pertanian hulu. Pada PT Prashida Aneka Niaga Tbk, jumlah utang usaha perusahaan tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan perusahaan lain dalam subsektor yang sama yaitu food and beverages. Hal tersebut juga terjadi pada PT Inti Agro Resources Tbk yang memiliki utang usaha paling rendah di dalam subsektornya yaitu fishery. Pada cash conversion cycle, perusahaan sektor pertanian hulu yang tercepat dalam siklus konversi kas adalah PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk dan untuk perusahaan hilir, PT Indofarma Tbk yang menjadi perusahaan tercepat. Komposisi yang optimal dari ketiga komponen AAI, ACP, dan APP membuat perusahaan tersebut cepat dalam mengkonversikan kas perusahaan sehingga perusahaan dapat meningkatkan keuntungan. Tabel 5 Lima besar peringkat nilai komponen working capital terlama No.
1
2
Variabel
AAI
Nilai variabel (hari) Total Hulu Hilir 355
354
355
354
328
322
328
131
287
322
131
218
287
72
206
192
152
192
153
78
153
ACP
Total Sunson Textile Manufacture Bumi Teknokultura Unggul Tbk Bisi Internasional Tbk Gudang Garam Tirta Mahakam Resources Intanwijaya Internasional Tbk Mustika Ratu
Nama perusahaan pertanian Hulu Bumi Teknokultura Unggul Tbk Bisi Internasional Tbk Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Inti Agri Resources Tbk Tunas Baru Lampung Tbk Bisi Internasional Tbk Central Proteinaprima Tbk
Hilir Sunson Textil Manufacture Gudang Garam
Tirta Mahakam Resources Pyridam Farma Schering Plough Indonesia Intanwijaya Internasional Tbk Mustika Ratu
13
3
4
APP
CCC
152
56
117
117
53
113
Bisi Internasional Tbk Darya Varia Laboratoria
Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Bumi Teknokultura Unggul Tbk Bakrie Sumatera Plantations Tbk
113
43
112
Delta Djakarta
212
107
212
Primarindo Asia Infratructure
131
68
131
Indofarma
117
61
117
Indorama Synthetics
116
43
105
Barito Pasific Tbk
Sampoerna Agro Tbk
107
41
101
Dharma Samudera Fishing Industries Tbk
441
441
358
358
346
313
346
147
257
313
124
256
Ghozco Plantations Tbk Bisi Internasional Tbk Sunson Textile Manufacture Bumi Teknokultura Unggul Tbk Gudang Garam
257
112
255
Pyridam Farma
Ghozco Plantations Tbk Bakrie Sumatera Plantations Tbk Bumi Teknokultura Unggul Tbk
Bisi Internasional Tbk Bumi Teknokultura Unggul Tbk Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Inti Agri Resources Tbk Central Proteinaprima Tbk
Darya Varia Laboratoria Delta Djakarta Schering Plough Indonesia Primarindo Asia Infratructure Indofarma Indorama Synthetics Kertas Basuki Rachmat Indonesia Ultrajaya Milk Industry And Trading Company Sunson Textile Manufacture Gudang Garam Pyridam Farma Tirta Mahakam Resources Schering Plough Indonesia
Berdasarkan Tabel 5, rata-rata hari persedian terlama terjadi pada PT Sunson Textile Manufacture Tbk untuk sektor pertanian hilir namun untuk sektor pertanian hulu PT Bumi Teknologi unggul Tbk menjadi perusahaan dengan ratarata persediaan terlama. PT Bumi Teknologi Unggul Tbk memiliki rata-rata persediaan yang relatif sedikit bila dibandingkan perusahaan lain pada sektor yang sama. Namun rata-rata hari persediaan perusahaan ini menjadi paling lama bila dibandingkan perusahaan lain, hal tersebut terjadi karena komposisi yang tidak optimal yang terjadi pada perusahaan ini dimana harga pokok penjualan hampir sama dengan jumlah persediaan. Hal tersebut terjadi pula pada PT Sunson Textile Manufacture Tbk yang memiliki komposisi yang tidak optimal bila dibandingkan dengan harga pokok penjualan perusahaan dan ditambah pula, persediaan perusahaan tersebut memang dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan lain pada subsektor yang sama. Padahal dengan mempercepat rata-rata hari persediaan, perusaahaan akan menghemat biaya gudang dan pemeliharaan sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Pada rata-rata hari penarikan piutang, PT Intanwijaya Internasional Tbk menjadi perusahaan dengan rata-rata hari penarikan piutang terlama pada sektor pertanian hilir dan PT Bisi Internasional Tbk pada perusahaan sektor pertanian hulu. PT Bisi Internasional Tbk memiliki kebijakan dalam pemberian kredit penjualan sehingga piutang usaha perusahaan tersebut relatif cukup tinggi. Hal tersebut diduga terjadi karena dengan meningkatkan kredit penjualan perusahaan akan dapat meningkatkan penjualan dimana penjualan perusahaan memang relatif lebih rendah dibandingkan perusahaan lain dalam sektor pertanian hulu. Selain itu, dengan komposisi piutang yang hampir mendekati penjualan, dapat dikatakan bahwa hampir 50 persen aktivitas penjualan dilakukan secara kredit. Hal yang sama terjadi pada PT Intanwijaya Internasional Tbk yang memiliki tingkat penjualan yang rendah bila dibandingkan perusahaan lain pada subsektor yang sama. Komposisi pemberian kredit penjualannya pun hampir 50 persen sehingga diduga aktivitas pemberian kredit penjualan bertujuan untuk mendongkrak penjualan perusahaan.
14 Sementara pada rata-rata hari pembayaran utang, PT Ghozco Plantations Tbk menjadi perusahaan terlama pada sektor pertanian hulu dan pada sektor pertanian hilir PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk menjadi perusahaan terlama dalam rata-rata pembayaran utang usaha. Pembayaran utang usaha yang lebih lama namun tidak melampaui batas waktu pembayaran utang membuat perusahaan bisa menggunakan dana tersebut untuk melakukan investasi lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Namun pada PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk, pembayaran utang usaha yang relatif lebih lama disebabkan oleh kewajiban lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi, hal tersebut dibuktikan pada laporan keuangan PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk telah terjadi defisiensi modal. Untuk tingkat perputaran konversi kas terendah terjadi pada PT Bisi Internasional Tbk dari sektor pertanian hulu dan PT Sunson Textile Manufacture Tbk pada perusahaan pertanian sektor hilir. Pada PT Sunson Textile Manufacture Tbk perputaran konversi kas rendah terjadi karena rata-rata hari persediaan perusahaan tersebut yang sangat lama. Begitu juga yang terjadi pada PT Bisi Internasional Tbk yang menempati lima perusahaan terlama dalam kategori ratarata hari persediaan dan rata-rata hari piutang usaha. Padahal perusahaan dengan cash conversion cycle yang cepat dapat mencerminkan efektivitas pengelolaan modal kerja sehingga dapat mencapai tingkat profitabilitas yang optimal dengan kondisi tingkat likuiditas yang aman. Tabel 6 Lima besar peringkat nilai komponen profitabilitas tertinggi No.
1
2
3
Variabel
Total
Nilai variabel Hulu Hilir
49,226
25,052
49,226
41,620
24,485
41,620
41,561
16,110
41,561
39,727
12,130
39,727
Hanjaya Mandala Sampoerna Multi Bintang Indonesia Unilever Indonesia
39,556
9,921
39,556
Merck
113,132
29,652
113,132
Unilever Indonesia
95,684
29,138
95,684
Multi Bintang Indonesia
79,049
26,201
79,049
62,573
24,344
62,573
48,590
21,985
48,590
ROA
ROE
NPM
Total Eratex Djaya
Hanjaya Mandala Sampoerna Centex (Preferred Stock) Malindo Feedmill Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Pp London Sumatera Indonesia Tbk Ghozco Plantations Tbk
71,175
36,307
71,175
36,307
34,080
32,619
34,080
23,194
27,297
32,619
17,487
26,897
Eratex Djaya
25,166
Multi Bintang Indonesia
27,297
17,071
Nama perusahaan pertanian Hulu PP London Sumatera Indonesia Tbk Astra Agro Lestari Tbk Sampoerna Agro Tbk Smart Tbk Tunas Baru Lampung Tbk Astra Agro Lestari Tbk Pp London Sumatera Indonesia Tbk Tunas Baru Lampung Tbk Smart Tbk Sampoerna Agro Tbk Pp London Sumatera Indonesia Tbk Ghozco Plantations Tbk Astra Agro Lestari Tbk Sampoerna Agro Tbk Bakrie Sumatera Plantations Tbk
Hilir Eratex Djaya Hanjaya Mandala Sampoerna Multi Bintang Indonesia Unilever Indonesia Merck Unilever Indonesia Multi Bintang Indonesia Hanjaya Mandala Sampoerna Centex (Preferred Stock) Malindo Feedmill Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Eratex Djaya Multi Bintang Indonesia Delta Djakarta Merck
15 Pada Tabel 6 terlihat bahwa PT Eratex Djaya Tbk menjadi perusahaan dengan tingkat return on asset tertinggi pada sektor pertanian hilir sekaligus secara keseluruhan sektor pertanian. Sedangkan PT PP London Sumatera Indonesia Tbk merupakan perusahaan dengan tingkat ROA tertinggi untuk sektor pertanian hulu. PT Eratex Djaya Tbk dimana total aset yang dimiliki perusahaan relatif lebih rendah bila dibandingkan perusahaan lain pada subsektor yang sama. Hal tersebut mengakibatkan PT Eratex Djaya Tbk dapat mencapai efektifitas dalam pengelolaan total aktiva padahal perusahaan tersebut tidak masuk ke dalam cash conversion cycle tercepat. Berbeda dengan PT. Eratex Djaya Tbk, PT PP London Sumatera Indonesia Tbk memiliki return on asset yang tinggi karena pengelolaan modal kerja yang optimal. Hal tersebut terbukti dengan masuknya PT PP London Sumatera Indonesia Tbk ke dalam lima perusahaan tercepat dalam cash conversion cycle. Selain hal tersebut, perusahaan-perusahaan sektor pertanian hulu yang masuk ke dalam lima perusahaan dengan cash conversion cycle tercepat yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk, PT Sampoerna Agro Tbk, dan PT SMART Tbk masuk kembali ke dalam lima perusahaan dengan tingkat return on asset tertinggi. Hal tersebut menandakan bahwa, semakin cepat cash conversion cycle suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi pula tingkat return on asset yang perusahaan dapatkan. Namun, untuk sektor pertanian hilir, hubungan cash conversion cycle yang semakin cepat belum tentu dapat meningkatkan return on asset perusahaan. Dibuktikan pada beberapa perusahaan pertanian sektor hilir yang masuk ke dalam lima perusahaan dengan cash conversion cycle tercepat yaitu PT Indofarma Tbk, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, PT Apac Citra Centertex Tbk dan PT Malindo Feedmill Tbk tidak masuk ke dalam tingkat return on asset tertinggi, kecuali pada PT Unilever Indonesia Tbk yang masuk ke dalam cash conversion cycle tercepat dan masuk kembali ke dalam tingkat return on asset tertinggi. Hal senada terjadi kepada PT Unilever Indonesia Tbk, PT Sampoerna Agro Tbk, dan PT Astra Agro Lestari yang melakukan pengelolaan modal kerja yang optimal sehinga perusahaan tersebut masuk ke dalam lima perusahaan dengan return on asset tertinggi. PT Unilever Indonesia Tbk menjadi perusahaan dengan tingkat return on equity pada perusahaan sektor pertanian hilir maupun sektor pertanian secara keseluruhan dan PT Astra Agro Lestari Tbk pada perusahaan pertanian sektor hulu. Kedua perusahaan tersebut tercatat sebagai lima perusahaan teratas dengan tingkat cash conversion cycle tercepat. Selain perusahaan tersebut, lima perusahaan tercepat cash concersion cycle pada perusahaan pertanian sektor hulu maupun sektor hilir menurut Tabel 4 tercatat kembali pada lima perusahaan dengan tingkat return on equity tertinggi pada Tabel 6. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin cepat cash conversion cycle suatu perusahaan maka akan meningkatkan return on equity perusahaan. Oleh karena itu, pengelolaan modal kerja yang optimal pada perusahaan dapat meningkatkan laba bersih sehingga perusahaan tersebut dapat mensejahterakan para pemegang saham perusahaan. Perusahaan dengan net profit margin tertinggi pada perusahaan sektor pertanian hilir adalah PT Surabaya Agung Industri Tbk dan pada perusahaan pertanian hulu adalah PT PP London Sumatera Indonesia Tbk. PT Surabaya Agung Industri Tbk memiliki penjualan yang tinggi sehingga laba yang didapatkannya pun tinggi meskipun perusahaan tersebut tidak masuk ke dalam cash conversion cycle lima perusahaan tercepat. Berbeda pada PT PP London
16 Sumatera Indonesia Tbk yang sering masuk ke dalam rata-rata hari persediaan tercepat, rata-rata hari penarikan piutang tercepat dan rata-rata pembayaran utang usaha tercepat sehingga mengakibatkan pengelolaan modal kerja pada perusahaan tersebut optimal. Secara umum, perusahaan-perusahaan pertanian sektor hulu memiliki hubungan yang cukup tinggi antara lama hari pada cash conversion cycle dengan tingkat profitabilitas yaitu ruturn on asset, return on equity, dan net profit margin. Dimana pada perusahaan pertanian sektor hulu semakin cepat cash conversion cycle maka semakin tinggi pula tingkat profitabilitas perusahaan. Dibuktikan bahwa terdapat keseragaman pada perusahaan-perusahaan pertanian sektor hulu dengan cash conversion cycle tercepat tercatat kembali dengan tingkat return on asset, return on equity, maupun tingkat net profit margin tertinggi walaupun dengan perbedaan peringkat yang saling bertukar. Sementara, selain PT Surabaya Agung Lestari Tbk pada perusahaan pertanian sektor hilir, PT Eratex Djaya Tbk, PT Multi Bintang, dan PT Merck yang juga tidak masuk ke dalam cash conversion cycle tercepat, tetapi masuk ke dalam net profit margin tertinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada perusahaan pertanian sektor hilir pengaruh cash conversion cycle yang cepat tidak terlalu signifikan, sehingga perusahaan dengan tingkat cash conversion cycle tercepat belum tentu memiliki tingkat net profit margin yang tinggi. Tabel 7 Lima besar peringkat nilai komponen profitabilitas terendah No.
1
2
3
Variabel
ROA
ROE
NPM
Total
Nilai variabel Hulu
Hilir
-28,831
-28,831
-19,376
-19,376
-6,087
-18,575
-18,575
-4,367
-13,716
-13,716
3,986
-8,134
-8,134
4,385
-7,467
768,480 372,990 188,938 117,704
372,990
768,480 188,938 117,704
8,231
-86,566
-86,566
11,147
-15,424
179,842
179,842
-77,032
-77,032
-27,043
-76,634
-76,634
-15,614
-65,122
-65,122
4,128
-34,150
-34,150
5,637
-12,788
-6,111 -5,259
Total Central Proteinaprima Tbk Panasia Filament Inti Sumalindo Lestari Jaya Intanwijaya Internasional Tbk Schering Plough Indonesia Sumalindo Lestari Jaya Central Proteinaprima Tbk Apac Citra Centertex Schering Plough Indonesia Eratex Djaya Inti Agri Resources Tbk Sumalindo Lestari Jaya Kertas Basuki Rachmat Indonesia Panasia Filament Inti Intanwijaya Internasional
Nama perusahaan pertanian Hulu Hilir Central Proteinaprima Panasia Filament Tbk Inti Inti Agri Resources Sumalindo Lestari Tbk Jaya Bumi Teknokultura Intanwijaya Unggul Tbk Internasional Tbk Bakrie Sumatera Schering Plough Plantations Tbk Indonesia Dharma Samudera Argo Pantes Fishing Industries Tbk Central Proteinaprima Sumalindo Lestari Tbk Jaya Inti Agri Resources Apac Citra Tbk Centertex Bumi Teknokultura Schering Plough Unggul Tbk Indonesia Bakrie Sumatera Eratex Djaya Plantations Tbk Intanwijaya Ghozco Plantations Internasional Tbk Tbk Inti Agri Resources Tbk Central Proteinaprima Tbk Bumi Teknokultura Unggul Tbk Dharma Samudera Fishing Industries Tbk
Sumalindo Lestari Jaya Kertas Basuki Rachmat Indonesia Panasia Filament Inti Intanwijaya Internasional Tbk
Smart Tbk
Argo Pantes
Berdasarkan Tabel 7, PT Central Proteinaprima Tbk menjadi perusahaan dengan tingkat return on asset terendah secara keseluruhan maupun pada sektor pertanian hulu sedangkan PT Panasia Filament Inti Tbk menjadi perusahaan dengan tingkat return on asset terendah yang berasal dari perusahaan pertanian hilir. Pada PT Central Proteinaprima Tbk, tingkat ROA yang rendah disebabkan
17 oleh laba perusahaan yang negatif. Hal tersebut terjadi karena perusahaan yang bergerak dalam subsektor fishery mengalami serangan virus pada bibit udang sehingga penjualannya menurun. Selain PT Central Proteinaprima Tbk, beberapa perusahaan pertanian sektor hulu yang masuk ke dalam cash conversion cycle terlama yaitu PT Bisi Internasional Tbk, PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk, Dharma Samudera Fishing Industries Tbk, dan PT Inti Agro Resources tercatat kembali sebagai perusahaan yang memiliki tingkat return on asset terendah. Oleh karena itu, rata-rata hari cash conversion cycle yang terlalu lama akan mengakibatkan return on asset pada perusahaan pertanian sektor hulu menurun atau rendah. Pada perusahaan PT Panasia Filament Inti Tbk yang berasal dari perusahaan pertanian sektor hilir mencatatkan laba perusahaan yang negatif dengan cash conversion cycle perusahaan yang terbilang lama yaitu 100 hari namun tidak menjadi lima perusahaan dengan cash conversion cycle terlama. Hal tersebut terjadi pada PT Schering Plough Indonesia Tbk dan PT Intanwijaya Internasional Tbk yang secara berturut-turut memiliki cash conversion cycle yang lama namun tidak termasuk ke dalam lima perusahaan dengan cash conversion cycle terlama yaitu selama 255 hari dan 202 hari. Namun, untuk PT Argo Pantes dan PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk merupakan perusahaan dengan cash conversion cycle tercepat bila dibandingkan perusahaan lain dalam subsektor mereka tetapi bukan termasuk lima perusahaan dengan cash conversion cycle tercepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hubungan antara cash conversion cycle dengan return on asset pada perusahaan pertanian sektor hilir memiliki pengaruh yang kurang signifikan. Hal tersebut terjadi karena perusahaan pertanian sektor hilir yang masuk ke dalam cash conversion cycle terlama hanya beberapa perusahaan yang masuk kembali ke dalam return on asset terendah. Pada tingkat return on equity PT Central Proteinaprima Tbk juga menjadi perusahaan dengan tingkat ROE terendah, hal tersebut juga terjadi karena laba bersih yang negatif. Selain perusahaan tersebut, perusahaan pertanian sektor hulu lain pun yang masuk ke dalam cash conversion cycle terlama yaitu PT Inti Agri Resources Tbk, PT Bumi Teknokultura Unggul, dan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk masuk kembali ke dalam perusahaan dengan tingkat return on equity terendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh cash conversion cycle dengan return on equity cukup siginifikan. Namun pada PT Eratex Djaya Tbk, perusahaan tersebut tercatat sebagai lima perusahaan dengan tingkat return on asset tertinggi tetapi perusahaan tersebut juga tercatat sebagai lima perusahaan dengan tingkat return on equity terendah. PT Eratex Djaya Tbk terjadi defisiensi modal, hal tersebut disebabkan karena pada perusahaan tersebut melakukan penghentian aktivitas operasi pada divisi textile yang terjadi pada bulan agustus 2008. Hal tersebut terjadi juga pada PT Apac Citra Centertex Tbk, perusahaan pertanian sektor hilir tersebut masuk ke dalam tingkat lima perusahaan dengan cash conversion cycle tercepat namun perusahaan tersebut masuk ke dalam return on equity terendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hubungan cash conversion cycle dengan return on equity pada perusahaan pertanian sektor hilir kurang signifikan. Hal tersebut terjadi karena beberapa perusahaan pertanian sektor hilir memiliki laba yang negatif meskipun perusahaan tersebut memiliki cash conversion cycle cepat. Hubungan yang sama pun terjadi antara cash conversion cycle dengan net profit margin pada perusahaan pertanian sektor hulu yang memiliki pengaruh yang signifikan tetapi kurang signifikan pengaruhnya
18 terhadap perusahaan pertanian sektor hilir. Hal tersebut disebabkan karena ratarata perusahaan pertanian sektor hulu yang tercatat dalam tingkat profitabilitas yang rendah yang direpresentasikan dengan menggunakan rasio return on asset, return on equity, dan net profit margin juga tercatat sebagai perusahaan yang memiliki cash conversion cycle terlama. Namun hal tersebut berbeda dengan perusahaan pertanian sektor hilir yang hanya beberapa perusahaan yang tercatat dengan cash conversion cycle terlama tercatat kembali pada tingkat net profit margin terendah yaitu PT Intanwijaya Internasional Tbk dan PT Panasia Filament Inti Tbk. Tabel 8 Lima besar peringkat nilai komponen likuiditas tertinggi No.
1
2
Variabel
CR
QR
Total
Nilai variabel Hulu Hilir
16,720
16,720
11,743
11,743
7,565
11,201
11,201
6,079
7,515
Total Inti Agri Resources Tbk Mandom Indonesia Intanwijaya Internasional Tbk Bumi Teknokultura Unggul Tbk
7,565
4,833
6,271
7,515
3,320
6,009
10,119
7,681
10,119
7,681
4,140
6,876
6,876
3,464
5,627
Intanwijaya Internasional Tbk Inti Agri Resources Tbk Mandom Indonesia
5,627
2,844
5,130
Merck
5,130
1,307
5,064
Delta Djakarta
Merck
Nama perusahaan pertanian Hulu
Hilir
Inti Agri Resources Tbk
Mandom Indonesia
Bumi Teknokultura Unggul Tbk
Intanwijaya Internasional Tbk
Bisi Internasional Tbk
Merck
Pp London Sumatera Indonesia Tbk Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Inti Agri Resources Tbk Pp London Sumatera Indonesia Tbk Bisi Internasional Tbk Bumi Teknokultura Unggul Tbk Dharma Samudera Fishing Industries Tbk
Mustika Ratu Delta Djakarta Intanwijaya Internasional Tbk Mandom Indonesia Merck Delta Djakarta Mustika Ratu
Pada Tabel 8 terlihat bahwa, tingkat current ratio tertinggi terjadi pada PT Inti Agri Resources Tbk yang berasal dari perusahaan pertanian sektor hulu sedangkan PT. Mandom Indonesia Tbk menjadi perusahaan dengan tingkat current ratio tertinggi yang berasal dari sektor pertanian hilir. Hal tersebut terjadi karena kedua perusahaan tersebut memiliki persediaan yang relatif banyak bila dibandingkan dengan perusahaan lain pada subsektor yang sama. Persediaan yang tidak optimal pada kedua perusahaan tersebut juga membuat cash conversion cycle perusahaan menjadi lama yang mencatatkan kedua perusahaan tersebut dengan CCC terlama. Selain tercatat dengan cash conversion cycle yang lama, perusahaan-perusahaan pertanian tersebut baik sektor hilir maupun sektor hulu tercatat dengan komponen cash conversion cycle terlama yaitu, average age of inventory, average collection period dan average payment period. Oleh karena itu, terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara cash conversion cycle dan komponennya dengan current ratio. Dimana semakin lama cash conversion cycle suatu perusahaan maka akan membuat tingkat current ratio semakin tinggi dan tingkat profitabilitas yang semakin rendah (signifikan pada perusahaan pertanian sektor hulu). Begitu pula yang terjadi pada tingkat quick ratio tertinggi. Perusahaanperusahaan yang tercatat sebagai current ratio tertinggi juga tercatat ke dalam quick ratio tertinggi dan tercatat pada tingkat profitabilitas terendah (signifikan terhadap perusahaan pertanian sektor hulu). Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang negatif terhadap tingkat likuiditas dengan profitabilitas.
19 Dimana semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan maka tingkat profitabilitas perusahaan tersebut akan semakin rendah (signifikan terhadap perusahaan sektor pertanian hulu). Selain itu, terdapat hubungan yang positif antara likuiditas dengan cash conversion cycle. Dimana semakin lama cash conversion cycle perusahaan maka tingkat likuiditas perusahaan tersebut semkin tinggi. Tabel 9 Lima besar peringkat nilai komponen likuiditas terendah No.
1
2
Variabel
CR
Nilai Variabel Total Hulu Hilir 0,198
0,398
0,198
0,213
0,562
0,213
0,275
0,787
0,275
0,398
1,310
0,465
0,465
1,378
0,525
0,085
0,335
0,085
0,123
0,380
0,123
0,137
0,719
0,137
0,147 0,174
0,775 0,911
0,147 0,174
QR
Nama Perusahaan Pertanian Hulu Bakrie Sumatera Asia Pasific Fibers Plantations Tbk Central Proteinaprima Sumalindo Lestari Jaya Tbk Unitex Ghozco Plantations Tbk Bakrie Sumatera Astra Agro Lestari Tbk Plantations Tbk Tunas Baru Lampung Apac Citra Centertex Tbk Bakrie Sumatera Sumalindo Lestari Jaya Plantations Tbk Central Proteinaprima Asia Pasific Fibers Tbk Primarindo Asia Ghozco Plantations Tbk Infratructure Unitex Astra Agro Lestari Tbk Gudang Garam Sampoerna Agro Tbk Total
Hilir Asia Pasific Fibers Sumalindo Lestari Jaya Unitex Apac Citra Centertex Primarindo Asia Infratructure Sumalindo Lestari Jaya Asia Pasific Fibers Primarindo Asia Infratructure Unitex Gudang Garam
Berdasarkan Tabel 9, perusahaan dengan tingkat current ratio terendah pada sektor pertanian hulu adalah PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk dan pada sektor pertanian hilir adalah PT Asia Pasific fibers. Untuk PT Asia Pasific Fibers Tbk, tingkat current ratio rendah disebabkan oleh jumlah utang lancar yang lebih banyak bila dibandingkan dengan total aset perusahaan sehingga perusahaan terjadi defisit pada laporan neraca. Hal tersebut terjadi juga pada PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk, meskipun tidak terjadi defisit rendahnya tingkat current ratio disebabkan karena utang lancar perusahaan yang lebih besar komposisinya dengan aset lancar perusahaan. Hubungan tingkat current ratio yang terhadap tingkat profitabilitas pada perusahaan pertanian sektor hulu berbanding terbalik. Semakin rendah tingkat current ratio perusahaan pertanian sektor hulu maka akan semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, hal tersebut terjadi pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT Tunas Baru Lampung Tbk, dan PT Ghozco Plantations Tbk. Namun pada perusahaan pertanian sektor hilir, hubungan tersebut kurang signifikan terjadi, karena beberapa perusahaan yang masuk ke dalam current ratio masuk juga ke dalam tingkat profitabilitas yang rendah misalnya pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk yang masuk ke dalam return on asset, return on equity, dan net profit margin terendah padahal perusahaan tersebut masuk ke dalam tingkat current ratio terendah. Rendahnya tingkat Current ratio pada perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko tidak mampu untuk membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Begitu pula yang terjadi pada tingkat quick ratio. Dimana perusahaan pertanian sektor hulu yang memiliki tingkat quick ratio yang rendah, memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Selain itu, banyak perusahaa pertanian sektor hulu yang tercatat dengan tingkat quick ratio terendah tercatat juga dalam tingkat cash conversion cycle tercepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin
20 cepat cash conversion cycle suatu perusahaan maka akan semakin tinggi tingkat quick ratio maupun current ratio yang merepresentasikat tingkat likuiditas.
Analisis Regresi Modal Kerja Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas Aktivitas untuk menganalisis pengaruh langsung, dilakukan dengan explanatory analysis masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda. Tabel 10 Hasil regresi sederhana, berganda, uji T, dan uji F Variabel AAI → WC ACP → WC APP → WC CCC → WC WC → PROFIT WC → LIKUID
Persamaan regresi WC = 0,836 + 0,689 AAI WC = 1,422 + 0,739 ACP WC = 1,744 + 0, 490 APP WC = 0,714 + 0,645 CCC PROFIT = 4,411 – 0,402 WC LIKUID = 1,181 + 0,540 WC
AAI, WC → PROFIT
PROFIT = 4,415 – 0,366 WC – 0,040 AAI
ACP, WC → PROFIT
POFIT = 4,468 – 0,376 WC – 0,090 ACP
APP, WC → PROFIT
PROFIT = 4,702 – 0,345 WC – 0,323 APP
CCC, WC → PROFIT
PROFIT = 4,511 – 0,670 WC + 0,207 CCC
AAI, WC → LIKUID
LIKUID = 1,145 + 0,261 WC + 0,311 AAI
ACP, WC → LIKUID
LIKUID = 0,876 + 0,401 WC + 0,485 ACP
APP, WC → LIKUID
LIKUID = 1,596 + 0,622 WC – 0,459 APP
CCC, WC → LIKUID
LIKUID = 1,051 + 0,888 WC – 0,270 CCC
T hitung dan taraf nyata *,*** AAI: 10,927 dan 0,000 ACP: 4,458 dan 0,000 APP: 2,658 dan 0,010 CCC: 19,107 dan 0,000 WC: -3,636 dan 0,001 WC: 3,704 dan 0,000 WC: -2,035 dan 0,046 AAI: -0,255 dan 0,800 WC: -0,3004 dan 0,004 ACP: -0,449 dan 0,655 WC: -0,3015 dan 0,004 APP: -1,702 dan 0,093 WC: -2,488 dan 0,015 CCC: 1,089 dan 0,280 WC: 1,119 dan 0,267 AAI: 1,517 dan 0,134 WC: 2,484 dan 0,015 ACP: 1,869 dan 0,066 WC: 4,141 dan 0,000 APP: -1,845 dan 0,069 WC: 2,505 dan 0,014 CCC: -1,078 dan 0,285
F hitung dan taraf nyata ** 119,392 dan 0,000 19,876 dan 0,000 7,065 dan 0,010 365,090 dan 0,000 13,219 dan 0,001 13,722 dan 0,000 6,558 dan 0,002
6,639 dan 0,002
8,228 dan 0,001
7,220 dan 0,001
8,133 dan 0,001
8,839 dan 0,000
8,787 dan 0,000
7,7457 dan 0,001
Intrepretasi
Tolak atau terima H0i
Signifikan
Tolak H01
Signifikan
Tolak H01
Signifikan
Tolak H01
Signifikan
Tolak H01
Signifikan
Tolak H01
Signifikan
Tolak H01
Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial Signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial
Tolak H02 Tolak H03 Terima H04 Tolak H02 Terima H03 Terima H04 Tolak H02 Terima H03 Terima H04 Tolak H02 Tolak H03 Terima H04 Tolak H02 Terima H03 Terima H04 Tolak H02 Terima H03 Terima H04 Tolak H02 Terima H03 Terima H04 Tolak H02 Terima H03 Terima H04
Ket: H0i ditolak artinya variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen * H01 ditolak jika p-value < 0,05 dan t hitung lebih besar daripada nilai Ttabel (1,992) ** H02 ditolak jika p-value < 0,05 dan F hitung lebih besar daripada nilai Ftabel (3,970) *** H03 dan H04 ditolak jika nilai p- value < 0,05 dan Thitung lebih besar daripada nilai Ttabel (1,993)
21 Berdasarkan Tabel 10, diperoleh hasil analisis regresi sederhana antara variabel AAI terhadap variabel WC, variabel ACP terhadap variabel WC, variabel APP terhadap variabel WC, variabel CCC terhadap variabel WC, variabel WC terhadap variabel PROFIT dan variabel WC terhadap variabel LIKUID. Hasil perhitungan pada Tabel 10 tersebut, menunjukkan bahwa semua variabel modal kerja memiliki hasil signifikan secara langsung pada seluruh variabel peubah. Hasil berbeda didapatkan pada analisis regresi linier berganda, hasil pada regresi linier berganda semua variabel tidak signifikan secara parsial namun variabel-variabel tersebut ternyata sigifikan secara serempak.
Analisis Partial Least Square (PLS) Pada penelitian ini, terdapat tiga kali model pengujian dengan menggunakan SmartPLS. Perhitungan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali karena untuk perhitungan pertama peneliti memusatkan kepada jumlah total seluruh perusahaan pertanian (hulu dan hilir), perhitungan kedua peneliti menggunakan data seluruh perusahaan pertanian hulu sedangkan untuk perhitungan ketiga peneliti menggunakan data perusahaan pertanian hilir. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran hasil secara total perusahaan yang bergerak pada sektor pertanian hulu dan hilir dan untuk mendapatkan gambaran hasil penerapan modal kerja yang berbeda untuk masing – masing sektor, yaitu pertanian hulu dan pertanian hilir. Terdapat variabel laten sebanyak tiga laten. Variabel laten tersebut diantaranya adalah variabel laten modal kerja (WC), variabel laten profitabilitas (PROFIT) dan variabel laten likuiditas (LIKUID). Masing – masing variabel laten tersebut memiliki variabel manifest yaitu, untuk variabel laten modal kerja (WC) memiliki variabel manifest average age of inventory (AAI), average collection period (ACP), average payment period (APP) dan cash conversion cycle (CCC). Untuk variabel laten profitabilitas, memiliki variabel manifest return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan net profit margin (NPM). Terakhir, variabel laten likuiditas memiliki variabel manifest current ratio (CR) dan quick ratio (QR).
Pengujian Model SEM Untuk mengevaluasi model dalam penelitian ini diperlukan beberapa cara bergantung pada model yang telah dibentuk. Secara umum evaluasi dan intrepretasi model dapat dilihat sebagai berikut:
Model pengukuran (Outer Model) Model pengukuran outer model adalah menganalisis hubungan antara setiap blok indikator (manifest) dengan variabel latennya (kontruk) (Ghozali 2011). Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal
22 dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998). Pada penelitian ini, indikator yang memiliki nilai faktor loading lebih kecil dari 0,50 akan dihapus atau didrop. Indikator yang memiliki nilai faktor loading dibawah 0,50 dapat dilihat pada Tabel 11. Oleh sebab itu dilakukan analisis PLS kembali dan menghasilkan Gambar 7. Tabel 11 Nilai faktor loading Konstruk
Indikator
WC
AAI ACP APP CCC ROA ROE NPM CR QR
PROFIT
LIKUID
Pertanian total
Model SEM Awal untuk Seluruh Sektor Pertanian
Model SEM Awal Sektor Pertanian Hulu
0,706833 0,824492 -0,191811 0,940187 0,992081 0,488801 0,451498 0,982596 0,982596
Pertanian hulu Nilai 0,853199 0,673608 -0,491801 0,941727 0,830298 0,572766 0,894104 0,990623 0,989267
Pertanian hilir 0,349991 0,889417 -0,393176 0,825966 -0,387663 -0,782678 -0,876971 0,991180 0,991689
Model SEM akhir Seluruh Sektor Pertanian
Model SEM Akhir Sektor Pertanian Hulu
23
Model SEM Akhir Sektor Pertanian Hilir Model SEM Awal Sektor Pertanian Hilir Gambar 7 Model SEM Tabel 12 Nilai faktor loading setelah dropping Konstruk
Indikator
Pertanian Total
WC
AAI ACP APP CCC ROA ROE NPM CR QR
0,722020 0,824358
PROFIT
LIKUID
0,934029 0,992081 0,533557 0,982573 0,983079
Pertanian Hulu Nilai 0,980201 0,771530
Pertanian Hilir
0,993178 0,924137 0,663790 0,792963 0,991687 0,988064
0,785162
0,938775
0,775106 0,939827 0,990930 0,991929
Berdasarkan Tabel 12, Nilai faktor loading untuk semua indikator sudah diatas 0,50 yang menunjukkan indikator-indikator yang merefleksikan konstruk. Nilai faktor loading yang paling besar menggambarkan indikator yang mencerminkan konstruk tersebut. Model Structural (Inner Model) Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten. Model structural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji T serta signifikansi dari koefisien parameter jalur structural. Tabel 13 Hasil R-square
LIKUID PROFIT WC
Pertanian total 0,155952 0,025160
R-SQUARE Pertanian hulu 0,167078 0,050773
Pertanian hilir 0,314589 0,010533
Dilihat dari Tabel 13 pada kolom seluruh perusahaan pertanian, hasil empiris dari pengujian model menunjukkan bahwa modal kerja (WC) dapat menjelaskan tingkat likuiditas (LIKUID) sebesar 15,60% dan sisanya sebesar 84,40% dijelaskan oleh variabel lain. Selain itu modal kerja (WC) dapat menjelaskan tingkat profitabilitas (PROFIT) sebesar 2,52% dan sisanya sebesar 97,48% dijelaskan oleh variabel lain.
24 Pada kolom perusahaan pertanian sektor hulu Tabel 13, hasil empiris dari pengujian model menunjukkan bahwa modal kerja (WC) dapat menjelaskan tingkat likuiditas (LIKUID) sebesar 16,71% dan sisanya sebesar 83,29% dijelaskan oleh variabel lain. Selain itu modal kerja (WC) dapat menjelaskan tingkat profitabilitas (PROFIT) sebesar 5,17% dan sisanya sebesar 94,83% dijelaskan oleh variabel lain. Berdasarkan Tabel 13, pada kolom perusahaan pertanian sektor hilir, hasil empiris dari pengujian model menunjukkan bahwa modal kerja (WC) dapat menjelaskan tingkat likuiditas (LIKUID) sebesar 31,46% dan sisanya sebesar 68,54% dijelaskan oleh variabel lain. Selain itu modal kerja (WC) dapat menjelaskan tingkat profitabilitas (PROFIT) sebesar 1,05% dan sisanya sebesar 98,95% dijelaskan oleh variabel lain. Dalam melakukan estimasi koefisien jalur dapat dilihat dari hasil – hasil bootstrapping yang terdapat pada Tabel 14 menunjukkan koefisien untuk tiap jalur hipotesis dan nilai T-statistiknya yang diperoleh dari hasil output SmartPLS sebagai berikut. Tabel 14 Path coefficient (Mean, STDEV, T-Values) Sektor Pertanian TOTAL
HULU
HILIR
Hubungan
WC -> LIKUID WC -> PROFIT WC -> LIKUID WC -> PROFIT WC -> LIKUID WC -> PROFIT
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STADEV)
Staandard Error (STERR)
T Statistics ( | O / STERR |)
0,394908
0,424188
0,132975
0,132975
2,969780
-0,158619
-0,179334
0,106462
0,106462
1,489912
0,408752
0,517432
0,308719
0,132975
1,324027
-0,225328
-0,432722
0,325021
0,106462
0,693271
0,560883
0,547000
0,131052
0,131052
4,279842
0,102628
0,071983
0,226126
0,226126
0,453853
Pada Tabel 14, seluruh perusahaan pertanian pada kolom original sample dan pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa konstruk modal kerja (WC) memiliki pengaruh positif langsung terhadap likuiditas (LIKUID) sebesar 0,395 dan pengaruhnya signifikan, dilihat dari hasil T statistik konstruk likuiditas (2,97) yang lebih besar dari T tabel yaitu 1,96 pada selang kepercayaan 0,05. Sedangkan hubungan pada konstruk modal kerja dengan profitabilitas (PROFIT) memiliki pengaruh yang negatif (-0,16) tetapi tidak signifikan. Hal ini karena nilai T statistik konstruk profitabilitas (1,49) kurang dari T tabel yaitu 1,96 pada selang kepercayaan 0,05. Jadi, jalur yang memiliki pengaruh signifikan adalah variabel laten WC yang dipengaruhi secara signifikan oleh faktor loading AAI, ACP dan CCC terhadap variabel laten LIKUID yang dipengaruhi secara signifikan oleh faktor loading CR dan QR. Pada perusahaan pertanian sektor hulu Tabel 14 pada kolom original sample dan pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa konstruk modal kerja (WC) memiliki pengaruh positif langsung terhadap likuiditas (LIKUID) sebesar 0,409 tetapi pengarunya tidak signifikan, karena dilihat dari hasil T statistik konstruk likuiditas (1,32) yang lebih besar dari T tabel yaitu 1,96 pada selang kepercayaan 0,05. Begitu pula hubungan pada konstruk modal kerja dengan profitabilitas (PROFIT) memiliki pengaruh yang negatif (-0,23) tetapi tidak signifikan. Hal ini karena nilai
25 t statistik konstruk profitabilitas (0,69) kurang dari T tabel yaitu 1,96 pada selang kepercayaan 0,05, jalur yang mempengaruhi laten WC adalah faktor loading. Berdasarkan Tabel 14 perusahaan pertanian sektor hilir pada kolom original sample dan pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa konstruk modal kerja (WC) memiliki pengaruh positif langsung terhadap likuiditas (LIKUID) sebesar 0.560883 dan pengaruhnya signifikan, dilihat dari hasil T statistik konstruk likuiditas (4,279842) yang lebih besar dari T tabel yaitu 1,96 pada selang kepercayaan 0,05. Sedangkan hubungan pada konstruk modal kerja dengan profitabilitas (PROFIT) memiliki pengaruh yang positif (0,103) tetapi tidak signifikan. Hal ini karena nilai t statistik konstruk profitabilitas (0,45) kurang dari T tabel yaitu 1,96 pada selang kepercayaan 0,05. Pada ketiga model SEM tersebut, didapat analisis bahwa pada variabel laten WC, untuk seluruh perusahaan pertanian, perusahaan pertanian sektor hulu maupun perusahaan pertanian sektor hilir terdapat aktivitas penghilangan (droping) yang sama yaitu APP. Jadi untuk ketiga model tersebut nilai faktor loading APP kurang dari 0,50 sehingga harus didrop. Hal tersebut karena pengaruh APP diduga tidak kuat karena pada seluruh perusahaan pertanian melakukan pembayaran tepat pada waktunya. hal tersebut didukung oleh pemberian diskon yang biasanya sering dilakukan pihak kreditor untuk dapat menarik debitur sehingga membayar utang kurang dari waktu yang ditetapkan agar mendapatkan diskon, seperti pemberian syarat kredit 2/10 net 30 yang mengandung arti bahwa perusahaan akan diberikan potongan pembayaran 2% dari total pembayaran apabila perusahaan membayar dalam waktu 10 hari, sedangkan jangka waktu kreditnya adalah 30 hari yang artinya kredit harus dibayar dalam jangka waktu 30 hari. Selain pemberian diskon penjualan, perusahaan debitur juga ingin menjaga image baik terhadap perusahaan kreditur sehingga terjalin hubungan yang baik dimana perusahaan debitur terbantu dalam kegiatan operasi dan bagi perusahaan kreditur risiko piutang tak tertagih akan semakin rendah. Selain itu, masih pada variabel laten WC, hanya pada model SEM untuk perusahaan pertanian sektor hilir faktor loading AAI didrop perusahaan sedangkan untuk model SEM seluruh perusahaan pertanian dan perusahaan pertanian sektor hulu tidak terjadi aktivitas droping. Hal tersebut diduga karena pada perusahaan pertanian sektor hilir menerapkan aktivitas just in time atau mengoptimalkan persediaan pada manajemen persediaannya sehingga biaya maintenance persediaan dan biaya penyimpanan minimum. Tetapi pada perusahaan pertanian sektor hulu, aktivitas just in time sulit untuk diterapkan karena produk hasil pertanian yang mudah rusak, musiman dan fluktuasi harga barang pendukung sektor hulu sehingga harus memiliki pengamanan persediaan (safety stock) yang optimal ketika harga barang tersebut naik. Pada variabel laten profitabilitas, nilai faktor loading NPM yang terdapat pada perusahaan pertanian sektor hulu dan sektor hilir berpengaruh. Hal tersebut terjadi karena pada rasio NPM terdapat aktivitas penjualan sebagai faktor penyebutnya, dimana penjualan sangat berpengaruh sekali terhadap profitabilitas perusahaan. Pada perusahaan pertanian sektor hilir faktor loading ROA didrop, sedangkan pada seluruh perusahaan pertanian dan perusahaan pertanian sektor hulu nilai faktor loading ROA tidak didrop. Hal tersebut diduga karena pada perusahaan pertanian sektor hilir, banyak perusahaan yang melakukan sewa pabrik untuk melakukan produksinya atau melakukan suatu bentuk kontrak kepada pihak
26 kedua untuk memproduksi produknya jadi perusahaan tersebut memusatkan perhatian dengan memperkuat manajemen brand dan pemasaran produknya yang bertujuan untuk eksploitasi pasar. Pada variabel laten likuiditas, faktor loading CR dan QR tidak dilakukan aktivitas dropping pada seluruh perusahaan pertanian, perusahaan pertanian sektor hulu maupun perusahaan pertanian sektor hilir. Artinya, tingkat likuiditas, baik dihitung menggunakan current ratio maupun quick ratio memiliki peran penting. Dimana tingkat likuiditas pada perusahaan tersebut terjaga dengan baik sehingga perusahaan tersebut dapat melakukan pembayaran kewajiban jangka pendek tepat waktu sehingga terhindar dari risiko gagal bayar. Hal ini senada dengan APP yang didrop, karena perusahaan telah menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya dengan baik. Perbandingan analisis explanatory dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, analisis regresi linier berganda, uji T dan uji F dengan analisis confirmatory dengan menggunakan SEM. Tabel 15 Outer loadings (Mean, STDEV, T-Values) Original Sample (O) AAI ← WC ACP ← WC CCC ← WC CR ← LIKUID QR ← LIKUID ROA ← PROFIT ROE ← PROFIT
0,722020 0,824358 0,934029 0,982573 0,983079 0,996576 0,533557
Sample Mean (M) 0,714938 0,800061 0,919552 0,981367 0,979440 0,881746 0,568000
Standard Deviation (STADEV) 0,149178 0,123178 0,080237 0,088506 0,083870 0,216891 0,379413
Staandard Error (STERR)
T Statistics ( | O / STERR |)
0,149178 0,123178 0,080237 0,088506 0,083870 0,216891 0,379413
4,839990 6,692436 11,640934 11,101820 11,721510 4,594821 1,406271
Pada hasil regresi sederhana, semua variabel independen signifikan secara satu persatu terhadap variabel dependen. Sedangkan untuk regresi linier berganda, seluruh variabel independen dan variabel dependen signifikan secara serempak namun tidak signifikan secara parsial. Pada hasil analisis SEM, semua faktor loading kecuali faktor loading ROE signifikan secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena pada analisis regresi linier sederhana maupun berganda, variabel – variabel yang mempengaruhi laten tidak diidentifikasi atau tidak dianalisis secara utuh. Sedangkan pada SEM semua variabel tersebut diukur melalui hubungan langsung maupun tidak langsung dengan melakukan dropping pada variabel yang tidak mempengaruhi sehingga didapat variabel – variabel yang mempengaruhi masing – masing variabel laten tersebut. Pengaruh modal kerja pada tingkat profitabilitas untuk sektor pertanian secara total, sektor pertanian hulu dan sektor pertanian hilir tidak signifikan. Untuk sektor pertanian secara total dan sektor pertanian hulu, modal kerja memiliki pengaruh yang negatif terhadap tingkat profitabilitas. Pengaruh yang kurang signifikan antara manajemen modal kerja dengan tingkat profitabilitas terjadi karena pada beberapa perusahaan memiliki laba bersih yang negatif. Selain memiliki laba yang negatif, beberapa perusahaan seperti PT Eratex Djaya Tbk yang tidak memiliki laba negatif tetapi terjadi defisiensi modal sehingga return on equity bernilai negatif. Anomali tersebut tidak terjadi kepada perusahaan yang memang melakukan pengelolaan modal kerja yang optimal ditandai dengan cash conversion cycle tercepat dan memiliki laba bersih yang positif yaitu seperti pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT Unilever Indonesia, PT Sampoerna Agro Tbk, dan
27 PT SMART Tbk. Hal tersebut sejalan menurut Deloof (2003) yang juga menggunakan CCC sebagai ukuran manajemen modal kerja, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara laba usaha dengan modal kerja. Serupa dengan Deloof, Lazaridis dan Tryfonidis (2006) juga menemukan hasil negatif hubungan antara modal kerja dengan profitabilitas perusahaan. Namun, perusahaanperusahaan pada sektor pertanian hilir yang memiliki cash conversion cycle tercepat jarang masuk kembali menjadi lima perusahaan dengan nilai return on asset tertinggi berbeda dengan sektor pertanian hulu yang perusahaanya tercatat sebagai lima perusahaan dengan cash conversion cycle tercepat tercatat kembali pada lima perusahaan dengan return on asset tertinggi. Hal tersebut menguatkan tindakan perlakuan aktivitas dropping variabel ROA pada perusahaan sektor pertanian hilir dan tidak melakukan aktivitas dropping variabel ROA terhadap perusahaan pertanian sektor hulu. Untuk tingkat likuiditas, variabel-variabel yang merepresentasikan adalah variabel current ratio dan quick ratio. Variabel tersebut signifikan pengaruhnya terhadap pengelolaan modal kerja. Hal tersebut pun dibuktikan dengan tidak dilakukan aktivitas dropping pada perusahaan secara keseluruhan, perusahaan sektor pertanian hulu maupun sektor pertanian hilir. Perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam cash conversion cycle terlama memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, sedangkan perusahaan yang tercatat dalam cash conversion cycle tercepat tercatat kembali pada tingkat likuiditas yang rendah. Tetapi ada beberapa perusahaan yang tercatat ke dalam tingkat likuiditas rendah karena memang komposisi utang lancarnya lebih besar dari aktivva lancarnya. Hasil tersebut juga sesuai dengan trade off theory antara likuiditas dengan profitabilitas. Likuiditas yang tinggi merupakan salah satu indikator bahwa risiko perusahaan rendah. Artinya, perusahaan aman dari kemungkinan kegagalan membayar berbagai kewajiban lancar. Namun, hal itu harus dicapai dengan merelakan rendahnya tingkat profitabilitas, yang akan berdampak terhadap rendahnya pertumbuhan perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menginginkan profitabilitas yang tinggi, perusahaan harus bersedia menghadapi rendahnya likuiditas atau risiko yang kian meningkat atas kegagalan membayar kewajiban jangka pendek. Perusahaan hendaknya mengetahui pengelolaan modal kerja yang optimal bagi perusahaan. Dimana kebijakan modal kerja menentukan keberlanjutan usaha. Perusahaan harus mengetahui tingkat risiko yang mampu ditanggung perusahaan, sehingga imbal hasil atau keuntungan perusahaan tinggi.
Implikasi Manajerial Implikasi manajerial merupakan suatu rekomendasi strategi yang dilakukan oleh tim manajemen agar perusahaan dapat melakukan pengelolaan modal kerja dengan optimal. Berikut merupakan langkah strategis pengelolaan modal kerja: 1. Untuk melakukan penagihan kas dengan cepat yang kaitannya dengan menurunkan tingkat risiko piutang tak tertagih baik perusahaan pertanian sektor hulu maupun sektor hilir, perusahaan tersebut melakukan beberapa hal yaitu pertama, perusahaan dapat menggunakan autodebit dimana jika perusahaan menerima penagihan secara regular maka secara berkala
28
2.
3.
4.
5.
pelanggan dapat langsung mentransfer dananya ke rekening perusahaan penerima (tanpa cek). Kedua bank konsentrasi dimana dari berbagai lokasi penerimaan terdesentralisasi, perusahaan penerima menyimpan dana tersebut dalam suatu pemusatan kas (cash pool). Dengan menyimpan kasnya dalam satu pemusatan (dalam jumlah besar), perusahaan dapat memperoleh keuntungan skala ekonomis dalam pengelolaan kas dan investasinya, misalnya mendapat biaya jasa bank yang lebih murah. Perusahaan pertanian sektor hulu dan sektor hilir sebaiknya memperlambat pembayaran kas dengan kaitannya memperlambat pembayaran utang usaha tanpa merusak citra perusahaan terhadap kreditur. Dengan melakukan beberapa hal yaitu pertama pemusatan utang dimana manajer keuangan dari perusahaan pembayar dapat memantau dan mengevaluasi seluruh utang perusahaan, misalnya memastikan jatuh tempo setiap utang serta ketersediaan dana untuk membayarnya dan menghitung pengaruh pembayaran terhadap dana mengambang. Kedua saldo nol dimana saldo perusahaan pembayar menjadi nol jika tidak ada aktivitas pembayaran. Untuk kebijakan piutang, perusahaan pada sektor pertanian hulu maupun hilir dapat menggunakan syarat kredit, dimana syarat kredit ini mencakup dua hal yaitu periode kredit (kapan penagihan dimulai serta berapa lama batas waktu penagihan) dan berapa besar diskon yang akan diberikan kepada pelanggan yang membayar pada periode diskon. Selanjutnya untuk kebijakan penagihan, perusahaan disarankan untuk melakukan prosedur – prosedur penagihan dengan langkah – langkah pertama, menegur via telpon kepada pelanggan yang belum membayar pada satu hari setelah batas akhir penagihan, kedua menegur via surat kepada pelanggan yang belum membayar setelah tujuh hari dari batas akhir penagihan, ketiga menyerahkan urusan penagihan kepada penagih utang dari luar perusahaan bagi pelanggan yang belum juga membayar pada satu bulan setelah batas akhir penagihan. Untuk teknik manajemen persediaan, perusahaan disarankan untuk menggunakan metode EOQ (economic order quantity) yang diasumsikan bahwa tingkat penjualan pada tahun – tahun mendatang bersifat pasti sehingga persediaan yang dibutuhkan pun dapat ditetapkan secara pasti, selain itu perusahaan dapat menggunakan sistem ABC dengan membagi persediaan menjadi tiga kelompok: A, B, dan C, sistem MRP (Material Requirement Planning) sehingga perusahaan dapat menentukan secara terperinci material apa saja yang akan dipesan, kapan memesannya, dan material apa saja yang perlu mendapat prioritas untuk dipesan. Pada perusahaan pertanian sektor hilir jika telah memiliki koordinasi yang baik antara perusahaan, pemasok dan perusahaan pengapalan, perusahaan dapat menggunakan just in time system dimana jumlah material ditetapkan pada jumlah seminimal mungkin sehingga perusahaan perlu mengusahakan agar material segera tiba saat dibutuhkan untuk aktivitas produksi. Namun bagi perusahaan sektor pertanian hulu, kurang disarankan menggunakan metode just in time karena produk dari pertanian hulu cenderung fluktuatif dari segi volume maupun harga bahan penunjang atau pendukung. Untuk kebijakan modal kerja, dapat menggunakan ketiga kebijakan modal kerja yaitu kebijakan moderat, konservatif, dan agresif yang tergantung dari aktivitas perusahaan dan sikap perusahaan terhadap tingkat likuiditas dan
29 profitabilitas. Sehingga perusahaan tahu akan risiko masing – masing dari kebijakan modal kerja yang diambil. Perusahaan sektor pertanian hulu disarankan untuk menggunakan strategi kebijakan moderat maupun konservatif, karena strategi ini menyarankan tingkat likuiditas yang aman bagi perusahaan. Hal tersebut juga karena risiko yang dialami perusahaan sektor pertanian hulu sangat tinggi bila tingkat likuiditas perusahaan rendah, dilihat dari fluktuasi harga, kualitas produk, daya tahan produk serta gangguan dari faktor eksternal seperti cuaca dan iklim yang semakin ekstrem. Untuk perusahaan sektor hilir disarankan untuk menggunakan kebijakan modal kerja moderat maupun agresif. Hal tersebut karena produk perusahaan sektor pertanian hilir lebih tahan lama dan kualitasnya baik. Selain itu, perusahaan sektor pertanian hilir juga dianggap mampu menerapkan perlakuan just in time sehingga diharapkan dengan menggunakan strategi agresif, perusahaan sektor pertanian hilir dapat memaksimalkan tingkat profitabilitasnya tanpa melupakan perhatiannya pada tingkat likuiditas yang optimal bagi perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pengelolaan modal kerja pada perusahaan sektor pertanian secara keseluruhan terhadap tingkat likuiditas perusahaan sangat penting. Pengelolaan modal kerja pada perusahaan pertanian sektor hulu terhadap likuiditas dan profitabilitas perusahaan sangat berpengaruh karena hasil produk dari sektor hulu merupakan produk yang mudah rusak dan fluktuatif karena musiman. Sedangkan pada perusahaan pertanian sektor hilir, dimana menurut hasil yang didapat, persediaan pada sektor hilir kurang berpengaruh terhadap modal kerja karena hasil olahan produk pertanian dapat meningkatkan daya tahan produk lebih lama, selain itu diduga perusahaan sektor hilir ini menerapkan just in time atau meminimalkan persediaan sehingga biaya persediaan minimum sehingga meningkatkan profitabilitas. 2. Pengaruh komponen dari modal kerja terhadap tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan pada pertanian sektor hulu maupun sektor hilir adalah, pada average age of inventory, average collection period, average payment period dan cash conversion cycle berpengaruh positif terhadap tingkat likuiditas sedangkan berpengaruh negatif dengan profitabilitas sehingga terjadi trade off theory likuiditas dengan profitabilitas. 3. Secara keseluruhan pengelolaan modal kerja pada perusahaan sektor pertanian hulu dan hilir kurang efisien, karena banyak dari perusahaan tersebut memiliki cash conversion cycle yang panjang, sehingga profit yang diraih perusahaan kurang optimal. Terlebih lagi pada perusahaan sektor pertanian hulu yang terlalu lama menyimpan persediaannya, sehingga average age of inventory terlalu panjang. Hal tersebut berkaitan dengan produk pertanian sektor hulu yang mudah rusak dan musiman.
30 Saran 1. Hendaknya perusahaan mengambil kebijakan pengelolaan yang sesuai dengan aktivitas perusahaan tersebut, dalam hal ini perusahaan sektor pertanian hulu dan sektor pertanian hilir yang secara operasionalnya memiliki perbedaan yang sangat tinggi. Hal tersebut karena, pengelolaan modal kerja sangat bergantung dari bagaimana aktivitas dan operasional perusahaan. 2. Penelitian ini memiliki kekurangan, dimana peneliti hanya menggunakan data keuangan perusahaan selama satu tahun, selain itu peneliti hanya menggunakan modal kerja sebagai variabel laten yang mempengaruhi likuiditas dan profitabilitas. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya menggunakan data time series dan cross section yang panjang karena dengan tersedianya data tahun yang lebih panjang dapat menggambarkan secara jelas pengelolaan modal kerja dari tahun ke tahun serta perkembangan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Selain itu, dapat menggunakan variabel laten lain sehingga tidak hanya terpaku dengan modal kerja saja.
DAFTAR PUSTAKA Austin JE. 1981. Agro Industrial Project Analysis. London (UK): The John Hopkins University Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID). Brealey RA, Stewart CM, Alan JM. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi ke-5. Bob S, penerjemah; Wibi H, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Fundamentals of Corporate Finance. Bringham FE, Joel FH. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi ke-10. Ali AY, penerjemah; Nina S, editor. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Fundamentals of Financial Management. Deloof M. 2003. Does working capital management affect profitability of Belgian firms?. J Bus Fin Acc. 30(3/4):573-587. Ghozali I. 2006. Aplikasi Alternatif Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi ke4. Semarang (ID): Undip Ghozali I. 2011. Structural Equation Modelling Metode Alternatif Dengan Partial Least Square PLS. Edisi ke-3. Semarang (ID): Undip Hampton JJ, Wegner, Cecilia L. 1989. Working Capital Management. USA: John Wiley. Horne JCV, John MW. 2005. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Edisi ke-12. Dewi F, Deny AK, penerjemah; Palupi W, editor. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Fundamentals of Financial Management. [IDX] Indonesia Stock Exchange. 2013. Indeks Harga Saham Sektor Pertanian Tahun 2011. Jakarta (ID). Karaduman H, Akbas H, Caliskan A, Durer S. 2011. The relationship between working capital management and profitability: evidence from on emerging market. Inter Resch J Fin Econ. Issue 62:61-67. Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Edisi ke-1. Jakarta (ID): Prenada Media.
31 Kuncoro M. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi ke-1. Jakarta (ID): Erlangga. Lazaridis I, Tryfonidis S. 2006. Relationship between working capital management and profitability of listed companies in the Athens stock exchange. J Fin Managm anl. 19(1):26-35. Mansoori E, Muhammad D. 2012. The effect of working capital management on firm’s profitability: evidence from Singapore. IJCRB. 4(5):472-486 Mardiyanto H. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan. Jakarta (ID): Grasindo. Mohamad N, Saad N. 2010. Working capital management: the effect of market valuation and profitability in Malaysia. IJBM. 5(11):140-147. Napompech K. 2012. Effects of working capital management on the profitability of Thai listed firms. Inter J Trad Eco Fin. 3(3):227-232. Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu: Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Edisi ke-1. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. Pradana I. 2008. Pengaruh anajemen modal kerja bersih terhadap profitabilitas perusahaan go public yang bergerak pada sektor perdagangan selama periode 2003 hingga 2007 [Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Saarani A, Shahadan F. 2012. The determinant factors of working capital requirements for enterprise 50 (e50) firms in Malaysia: analysis using structural equation modelling. Scott J Art Socl Scn Stud. 5(2):52-66. Sawir A. 2005. Analisa Kinerja Keuangan dan Pembelanjaan Perusahaan. Edisi ke-5. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Subramanyam KR, Wild, John J. (2009). Financial Statement Analysis. New York (US): McGraw-Hill. Taleb G, Zoued A, Shubiri F. 2010. The determinants of effective working capital management policy: a case study on Jordan. IJCRB. 2(4):248-264. Zariyawati M, Annuar M, Taufiq H, Rahim A. 2009. Working capital management and corporate performance: Case of Malaysia. J Mod Acc Aud. 5(11):47-54.
32
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Indra Lasmana, lahir pada tanggal 27 Mei 1991 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Romlih dan Ibu Asmanah. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak – kanak Al-Ihsan pada tahun 1996 hingga tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 05 pagi Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2003. Penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 134 Jakarta pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan menengah ke atas di Sekolah Menengah Atas Negeri 112 Jakarta dan lulus pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2009 penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melaui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga aktif dalam organisasi maupun unit kegiatan mahasiswa diantaranya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) MAX!! yaitu Music Agriculture Expression!! Pada periode 2009-sekarang. Pada tahun 2010 penulis mendapat amanah menjadi staff departemen pendidikan di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen sampai tahun 2011, setelah itu penulis kembali dipercaya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen untuk menjadi Kepala Bidang Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PPSDM) pada periode jabatan 20112012. Penulis juga kerap kali mengikuti perlombaan. Prestasi yang pernah penulis raih adalah Juara 1 Management Competition se- Jawa dan Sumatera Universitas Atmajaya 2012, Juara 2 Business Plan Competition se-nasional Universitas Trisakti 2011 dan Juara 1 Business Plan Competition Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten dosen pada mata kuliah dasar – dasar komunikasi di Departemen Ilmu Komunikasi Pengembangan Masyarakat dan mata kuliah ekonomi umum di Departemen Ilmu Ekonomi.