ANALISIS PENGARUH LIKUIDITAS, PERTUMBUHAN PENJUALAN, PERPUTARAN MODAL KERJA, UKURAN PERUSAHAAN DAN LEVERAGE TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada BEI pada Tahun 2005 – 2009)
ELFIANTO NUGROHO DRA. IRENE RINI DEMI PENGESTUTI, M.E.
ABSTRACT A company is built with the goal of raising its value so that in the end it can profit the owner or the stockholders. So basically, to achieve the goal, a company always afford to obtain as much profit as it could. There are many factors that can affect the company’s profitability rate. This research is dedicated to analyze whether or not the variables of liquidity, sales growth, working capital turnover, company size, and leverage have influence over the profitability rate of manufacturing companies in Indonesia. The population of this research is every manufacturing company enlisted in the BEI at the year 2005-2009. The samples were obtained by using the purposive sampling method until only 15 companies were qualified as samples. This research used regression analysis method to find out the effect of independent variables, which are liquidity, sales growth, working capital turnover, company size, and leverage to the profitability rate (ROA) of the company. The result of this research shows that the variable of liquidity has positive insignificant effect to the profitability, the variable of sales growth has negative insiginificant effect to the profitability, the variable of working capital flow and company size has positive significant effect to the profitability, and the variable of leverage has negative significant effect to the profitability. So, only working capital turnover, company size and leverage have significant effect to the profitability rate of manufacturing companies enlisted in the BEI at year 2005-2009. Keywords: Profitability, Financial Ratio
1
PENDAHULUAN
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998). Jumlah laba bersih sering dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham. Besarnya laba juga digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik atau para pemegang saham (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Salah satu upaya untuk mencapai tujuannya, perusahaan selalu berusaha memaksimalkan labanya. Dalam mencapai tujannya itu banyak terjadi perubahan-perubahan organisatoris. Dengan bertambah besarnya perusahaan, maka perusahaan berkembang untuk dapat mengikuti dan memenuhi kebutuhan pasar yang berubah-ubah dan bersaing untuk memperoleh manajemen berkemampuan terbaik. Kondisi finansial dan perkembangan perusahaan yang sehat akan mencerminkan efisiensi dalam kinerja perusahaan menjadi tuntutan utama untuk bisa bersaing dengan perusahaan lainnya. Dengan perkembangannya tehnologi dan semakin meningkatnya spesialisasi dalam perusahaan, semakin banyak perusahaan-perusahaan yang menjadi besar dimana faktor produksi modal mempunyai arti yang penting. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan produk kemudian dijual guna memperoleh profit yang besar. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan manajemen dengan tingkat efektifitas yang tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi, dapat dilakukan dengan mengetahui seberapa besar rasio profitabilitas yang dimiliki (Weston dan Brigham, 1991). Perusahaan dapat memaksimalkan labanya apabila manajer keuangan mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap profitabilitas perusahaan. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing fakor terhadap profitabilitas, perusahaan dapat menentukan langkah untuk mengatasi masalah-masalah dan meminimalisir dampak negatif yang yang timbul. Semua faktor yang terdapat dalam sebuah perusahaan memiliki pengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba. Untuk memaksimalkan masingmasing faktor, diperlukan adanya manajemen aset, manajemen biaya dan manajemen hutang (DiPietre et.al, 1997). Semua itu terangkum dalam Du Pont System. Aktivitas aset yang 2
terjadi dalam sebuah perusahaan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menentukan seberapa besar laba yang akan diperoleh perusahaan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk melakukan produksi, maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan baik untuk pemeliharaan ataupun biaya produksi. Lamanya periode perputaran dari beberapa faktor yang ada, akan berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur memerlukan perhatian yang lebih terhadap pengelolaan aktiva lancarnya agar lebih efisien. Hal ini karena proporsi aktiva lancar perusahaan manufaktur biasanya lebih dari separuh total aktivanya. Tingkat aktiva lancar yang berlebih dapat dengan mudah membuat perusahaan merealisasi pengembalian atas investasi (ROI) yang rendah. Akan tetapi, perusahaan dengan jumlah aktiva lancar yang terlalu sedikit dapat mengalami kekurangan dan kesulitan dalam mempertahankan operasi yang lancar (Van Horne dan Wachowicz, 2009). Menurut Tunggal (1995) jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan profitabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Makin tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang saham, likuiditas yang tinggi tak selalu menguntungkan karena berpeluang menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan perusahaan. Sehingga untuk mengetahui tingkat likuiditas serta seberapa besar modal kerja yang dialokasikan perusahaan untuk operasi perusahaan, dapat digunakan rasio lancar atau yang lebih dikenal dengan current ratio. Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan menurut Brigham dan Houston (2006) memiliki tiga implikasi penting, yaitu: Pertama, jika investasi oleh pemegang saham tidak mencukupi, maka perusahaan dapat tetap beroperasi dengan cara berhutang dan dengan begitu para pemegang saham masih tetap memiliki pengendalian atas perusahaan walaupun dengan investasi yang terbatas. Kedua, kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur. Ketiga, Jika 3
perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar. Sementara itu Sawir (2001) menyebutkan bahwa leverage dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pengembalian pemegang saham, tetapi dengan risiko akan meningkatkan kerugian pada masa-masa suram. Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas. Penelitian ini menggunakan ROA sebagai alat untuk mengukur profitablitas perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada. Sedangkan menurut Bambang Riyanto (1995), Return on Asset (ROA) merefleksikan seberapa banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas seluruh sumberdaya keuangan yang ditanamkan pada perusahaan. Ratio ROA sering digunakan oleh top manajemen untuk mengevaluasi unit-unit usaha dalam perusahaan yang multidivisional. Manajer divisi mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktiva yang digunakan dalam divisi tersebut, tetapi kurang mempunyai pengaruh terhadap bagaimana aktiva tersebut dibiayai karena divisi tersebut tidak merancang untuk mencari pinjaman sendiri, pengeluaran obligasi maupun saham. Rasio keuangan suatu perusahaan dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Demikian pula yg terjadi pada perusahaan manufaktur. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan perubahan beberapa rasio keuangan pada perusahaan manufaktur:
Tabel 1 Rata-rata Rasio Keuangan pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2005 - 2009 ROA
CR
Growt
WCT
(%)
(X)
(%)
(X)
2005
8,19
2,82
20,55
9,92
13,92
0,38
2006
8,70
3,27
13,01
13,84
13,98
0,35
2007
9,72
3,82
23,49
6,46
14,12
0,35
2008
10,66
2,90
27,78
9,13
14,35
0,37
2009
12,43
2,79
15,35
10,32
14,44
0,35
Tahun
Sumber: ICMD yang telah diolah
4
Size
Lev (X)
TELAAH PUSTAKA Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada periode tertentu. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan. Dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi keuangan lainnya, seperti penjualan, aktiva, dan ekuitas. Perbandingan ini sering disebut rasio profitabilitas (James Van Horne dan John M. Wachowicz, 2009). Return On Asset (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada (Ang, 1997). Return On Asset (ROA) atau yang sering disebut juga Reiurn On Investment (ROI) diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak terhadap total aktiva (James Van Horne dan John M. Wachowicz, 2009). Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut: Return On Asset =
Laba bersih setelah pajak Total aktiva
Menurut James Van Home dan John M. Wachowicz (2009) bahwa net profit margin maupun rasio perputaran aktiva tidak dapat memberikan pengukuran yang memadai atas keseluruhan efektifitas perusahaan. Net profit margin tidak memperhitungkan penggunaan aktiva, sedangkan rasio perputaran aktiva tidak memperhitungkan profitabilitas dalam penjualan. ROA dapat mengatasi kedua kelemahan tersebut. Peningkatan dalam daya untuk menghasilkan laba perusahaan akan terjadi jika terjadi peningkatan dalam perputaran aktiva, peningkatan dalam net profit margin, atau keduanya.
Pendekatan Du Pond System Sekitar tahun 1919 perusahaan Du Pont mulai menggunakan pendekatan tertentu terhadap analisa rasio untuk mengevaluasi pendekatan Du Pont ini
efektivitas perusahaan. Satu variasi dari
memiliki hubungan khusus dalam pemahaman pengembalian
investasi perusahaan atau Return On Investment (ROI) melalui perkalian antara profit margin dengan Turnover of Operating Assets, sehingga diketahui kemampuan menghasilkan laba atas total aktiva (Horne dan Wachowicz, 2009). 5
Gambar 1 Skema Analisis Du Pont Return On Asset (ROA)
dikali
Marjin Laba Bersih
Laba Bersih
dibagi
Penjualan
Penjualan
Total Biaya
Aktiva Lancar
dikurangi Penjualan
Perputaran Total Aktiva
dibagi
Total Aktiva
ditambah Aktiva Tetap
HPP
Kas
Biaya Operasi
Surat berharga
Biaya Bunga
Piutang dagang
Pajak Penghasilan
Persediaan
Sumber: Sawir, 2005 Berdasarkan gambar 1, maka diperoleh elemen-elemen penyusun dari analisis Du Pont. Dapat dilihat factor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas (ROA) antara lain adalah: 1. Marjin laba bersih 2. Perputaran total aktiva 3. Laba bersih 4. Penjualan 5. Total aktiva 6. Aktiva tetap 7. Aktiva lancar 8. Total biaya
6
Aktiva lancar atau yang sering disebut dengan modal kerja terdiri atas kas, surat berharga, piutang dagang dan persediaan. Sedangkan biaya-biaya terdiri atas harga pokok penjualan, biaya operasi, biaya bunga dan pajak penghasilan. Menurut Weston (1997) melalui pendekatan sistem Du Pont efisiensi penggunaan modal diukur dalam tingkat ROI melalui penggabungan berbagai macam analisis. Analisis tersebut mencakup
seluruh rasio aktivitas dan margin keuntungan untuk menunjukkan
bagaimana rasio-rasio ini saling mempengaruhi untuk menentukan profitabilitas harta. Skripsi ini didasari oleh teori Du Pont System yang menyatakan bahwa profitabilitas ditentukan oleh: ROI = Margin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva Baik margin laba bersih maupun rasio perputaran aktiva tidak dapat memberikan pengukuran yang memadai atas efektifitas keseluruhan perusahaan. Margin laba bersih tidak memperhitungkan penggunaan aktiva, sementara rasio perputaran total aktiva tidak memperhitungkan profitabilitas dalam penjualan. Rasio pengembalian atas investasi, atau daya untuk menghasilkan laba perusahaan akan terjadi jika terdapat peningkatan dalam perputaran aktiva, peningkatan dalam margin laba bersih, atau keduanya. Dua perusahaan dengan margin laba bersih dan perputaran total aktiva yang berbeda dapat saja memiliki daya untuk menghasilkan laba yang sama (Horne dan Wachowicz, 2009). Menurut James Van Horne dan John M. Wachowicz (2009) bahwa rumus antara ROI dan ROA adalah sama. Maka sesuai dengan penelitian yang dilakukan, maka dilakukan pengembangan terhadap rasio profitabilitas yang terdapat pada teori diatas sebagai berikut ; ROA = Margin laba bersih x Perputaran total aktiva Dari rumus diatas, didapatkan rumus turunan sebagai berikut : ROA
=
Margin laba bersih
x
Perputaran total aktiva
Laba bersih setelah pajak Total aktiva
=
Laba bersih setelah pajak Penjualan bersih
x
Penjualan bersih Total aktiva
ROA atau ROI merupakan rasio pengukuran profitabilitas yang sering digunakan oleh manajer keuangan untuk mengukur efektifitas keseluruhan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia (Horne dan Wachowicz, 2009). Berdasarkan hal ini, maka faktor yang mempengaruhi profitabilitas adalah laba bersih setelah pajak, penjualan bersih dan total aset. Persamaan Du Pont membagi rasio pengembalian atas investasi menjadi tiga komponen yang mengevaluasi manajemen aset, manajemen biaya dan manajemen hutang. 7
Mengatur tiga area ini dengan baik untuk memaksimalkan nilai dari bisnis (DiPietre, et al, 1997).
Perputaran Modal Kerja Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Pereode perputaran modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnorver ratenya). Lama periode perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut (Riyanto,1995). Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan ratio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata (working capital turnorver). Ratio ini menunjukan hubungan antara modal kerja dengan penjualan akan menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (dalam jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja (Munawir, 2002). Formulasi dari Working Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut (Sawir, 2001). WCT =
Penjualan Aktiva Lancar - Utang Lancar
Likuiditas Likuiditas menurut Riyanto (1995) adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar. Kemampuan
membayar
baru
terdapat
pada
perusahaan
apabila
kekuatan
membayarnya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak. 8
Suatu perusahaan yang mempunyai kekutan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid. Sedangkan menurut Munawir (2001) likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus dipenuhi. Current ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan menduga sampai dimanakah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal, 1995). Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegag saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar. Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang sutau current ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan 9
tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat (Tunggal, 1995). Munawir (2002) menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut. Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Namun, suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi bukan merupakan jaminan bahwa perusahaan mampu membayar utang yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih. Riyanto (1995) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan kredit, current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi menutup utang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman mutlak. Menurut Sawir, 2001 bahwa formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut. Current Ratio =
Aktiva lancar Utang lancar
Leverage Leverage menjadi indikasi efisiensi kegiatan bisnis perusahaan, serta pembagian resiko usaha antara pemilik perusahaan dan para pemberi pinjaman atau kreditur. Sebagian pos utang jangka pendek, menengah dan panjang menanggung biaya bunga. Contoh utang dengan beban bunga adalah kredit dari bank dan lembaga keuangan yang lain. Semakin kecil jumlah pinjaman berbunga semakin kecil pula beban bunga kredit yang ditanggung perusahaan. Dengan demikian dipandang dari segi beban bunga, perusahaan tersebut lebih efisien operasi bisnisnya. Apabila beban biaya operasional yang lain wajar, dengan beban
10
bunga pinjaman kecil diharapkan profitabilitas perusahaan meningkat (Kleinsteuber dan Sutojo, 2004). Rasio leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang (Riyanto, 1995). Untuk mengukur seberapa besar perbandingan total utang dengan total aset, digunakan rumus. Rasio leverage =
Total utang Total aset
Pertumbuhan Penjualan Penjualan memiliki pengaruh yang strategis bagi sebuah perusahaan, karena penjualan yang dilakukan harus didukung dengan harta atau aktiva dan bila penjualan ditingkatkan maka aktiva pun harus ditambah (Weston dan Brigham, 1991). Dengan mengetahui penjualan dari tahun sebelumnya, perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada. Pertumbuhan penjualan (growth) memiliki peranan yang penting dalam manajemen modal kerja. Dengan mengetahui seberapa besar pertumbuhan penjualan, perusahaan dapat memprediksi seberapa besar profit yang akan didapatkan. Untuk mengukur pertumbuhan penjualan, digunakan rumus: Pertumbuhan penjualan =
Sales t - Sales t -1 X100% Sales t -1
Ukuran Perusahaan Menurut Hadri Kusuma (2005), ada tiga teori yang secara implicit menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain : a. Teori teknologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale, dan lingkup sebagai faktor-faktor yang menentukan besarnya ukuran perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas. b. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, didalamnya terdapat teori critical resources. c. Teori institusional mengaitkan ukuran perusahaan dengan faktor-faktor seperti sistem perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan patent, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan.
11
Untuk memberikan kriteria yang pasti mengenai ukuran suatu perusahaan, digunakan rumus sebagai berikut. Ukuran perusahaan = ln total assets
Pengaruh current ratio terhadap profitabilitas Rasio lancar merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar likuiditas perusahaan. Rasio lancar merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Rasio ini dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya (Horne dan Wachowicz, 2009). Sebuah perusahaan dalam menjalankan operasinya membutuhkan dana yang sangat besar, baik untuk produksi maupun untuk investasi. Kebutuhan dana ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan peminjaman dana ke pihak lain ataupu melakukan penundaan pembayaran beberapa kewajiban. Utang yang dimiliki oleh perusahaan harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menambah beban bagi perusahaan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian. Rasio utang dalam sebuah laporan keuangan menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai dengan utang. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang (Horne dan Wachowicz, 2009). Dengan mengetahui seberapa besar persentase utang yang dimiliki, perusahaan dapat mencegah terjadinya gagal bayar. Perusahaan yang memiliki rasio lancar yang semakin besar, maka menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini menunjukkan perusahaan melakukan penempatan dana yang besar pada sisi aktiva lancar. Penempatan dana yang terlalu besar pada sisi aktiva memiliki dua efek yang sangat berlainan. Di satu sisi, likuiditas perusahaan semakin baik. Namun di sisi lain, perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tambahan laba, karena dana yang seharusnya digunakan untuk investasi yang menguntungkan perusahaan, dicadangkan untuk memenuhi likuiditas. Semakin besar rasio ini,semakin besar likuiditas perusahaan. Menurut Van Horne, dan Wachowicz (2009) likuiditas perusahaan berbanding terbalik dengan profitabilitas. Maksudnya, semakin tinggi likuiditas perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk
12
menghasilkan laba semakin rendah. Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah hipotesis sebagai berikut : H1: Current ratio berpengaruh negatif terhadap profitabilitas
Pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap profitabilitas Perusahaan manufaktur tidak akan berjalan tanpa adanya sistem penjualan yang baik. Penjualan merupakan ujung tombak dari sebuah perusahaan. Ramalan penjualan yang tepat sangatlah diperlukan, agar perusahaan dapat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk proses produksi. Dengan menggunakan rasio pertumbuhan penjualan, perusahaan dapat mengetahui trend penjualan dari produknya dari tahun ke tahun. Brigham dan Houston (2006) menyebutkan bahwa penjualan harus dapat menutupi biaya sehingga dapat meningkatkan keuntungan Maka perusahaan dapat menentukan langkah yang akan diambil untuk mengantisipasi kemungkinan naik atau turunnya penjualan pada tahun yang akan datang. Bila penjualan ditingkatkan, maka aktiva pun harus ditambah sedangkan di sisi lain, jika perusahaan tahu dengan pasti permintaan penjualannya di masa mendatang, hasil dari tagihan piutangnya, serta jadwal produknya, perusahaan akan dapat mengatur jadwal jatuh tempo utangnya agar sesuai dengan arus kas bersih di masa mendatang. Akibatnya, laba akan dapat dimaksimalkan.(Horne dan Wachowicz, 2009). Dari uraian diatas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2: Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap profitabilitas
Pengaruh perputaran modal kerja terhadap profitabilitas Tunggal (1995) menyebutkan indikasi pengelolaan modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi modal kerja yang dapat dilihat dari perputaran modal kerja yang dimiliki dari asset kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Efisiensi modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), dan perputaran piutang (receivable turnover). Perputaran modal kerja dimulai dari saat kas dinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode peputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas meningkat. Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi modal kerja. Pengukuran efissiensi modal kerja umumnya diukur dengan melihat perputaran modal 13
kerja (working capital turnover), Jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima. H3: Perputaran modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap profitabilitas Rajan dan Zingales (2001) dalam Hadri kusuma (2005) menyebutkan bahwa menurut teori critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah tertentu ukuran perusahaan akhirnya akan menurunkan laba (profit) perusahaan. Teori critical menekankan pada pengendalian oleh pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti aset, teknologi, kekayaan intelektual sebagai faktor-faktor yang menentukan ukuran perusahaan. Dengan adanya sumber daya yang besar, maka perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas pangsa pasar. Dengan adanya penjualan yang semakin meningkat, perusahaan dapat menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi. Dengan begitu, laba perusahaan akan meningkat. Dari uraian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut H4: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas
Pengaruh leverage terhadap profitabilitas Menurut Van Horne (2009), semakin tinggi rasio debt to total asset, semakin besar risiko keuangannya. Yang dimaksudkan dengan terjadinya peningkatan risiko adalah kemungkinan terjadinya default karena perusahaan terlalu banyak melakukan pendanaan aktiva dari hutang. Dengan adanya risiko gagal bayar, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengatasi masalah ini semakin besar. Rasio leverage (utang) menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang. Berdasarkan Pecking Order Theory , semakin besar rasio ini, menunjukkan bahwa semakin besar biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang dimilikinya. Hal ini dapat menurunkan profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Dari uraian diatas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H5: Leverage berpengaruh negatif terhadap profitabilitas 14
Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran teoritis yang menyatakan bahwa current ratio, pertumbuhan penjualan, periode konversi persediaan, periode penerimaan piutang, fixed assets ratio dan leverage merupakan faktor yang berpengaruh profitabilitas perusahaan yang dalam penelitian ini diwakili oleh rasio return on assets (ROA). Oleh karena itu kerangka pemikiran teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Current Ratio
Pertumbuhan Penjualan
Return On Assets (ROA)
Perputaran Modal Kerja
Ukuran Perusahaan
Leverage Sumber: konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini
METODE PENELITIAN Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan perusahaan manufaktur karena perusahaan ini memiliki rasio profitabilitas (ROA) yang tinggi, hal ini berarti perusahaan dalam memperoleh profitabilitas yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. 15
Sedangkan
pemilihan
periode
2005-2009
sebagai
sampel
karena
dapat
menggambarkan kondisi yang relatif baru di pasar modal Indonesia. Dengan menggunakan sampel yang relatif baru dan rentang tahun penelitian yang panjang, diharapkan hasil penelitian akan lebih relevan untuk memahami kondisi yang aktual di Indonesia. Sesuai dengan publikasi Indonesian Capital Market Directory (ICMD), jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai dengan tahun 2009 adalah sebanyak 176 perusahaan yang merupakan jumlah populasi dalam penelitian ini. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling jenis judgement sampling yaitu sampel dipilih dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian atau masalah penelitian yang dikembangkan. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia. 2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan secara lengkap selama periode 2005-2009. 3. Memiliki nilai ROA dan pertumbuhan penjualan yang positif. 4. Memiliki nilai working capital turnover yang positif. Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh sampel perusahaan manufaktur sebanyak 15 perusahaan. Untuk lebih jelasnya, sampel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam lampiran.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari Laporan Keuangan perusahaan sampel yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia melalui situs resminya, yaitu www.idx.co.id dan ringkasan laporan keuangan perusahaan yang terdapat pada Indonesian Capital Market Directory.
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang dipublikasikan olah BEI melalui Indonesian Capital Market Directory (ICMD) serta dari berbagai buku pendukung dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan profitabilitas.
16
Model Regrsi Untuk menguji model pengaruh dan hubungan variabel bebas yang lebih dari dua variabel terhadap variabel dependen, digunakan persamaan regresi linear berganda (multiple linear regression method) dengan metode Ordinary least Squares (pangkat kuadrat terkecil biasa). Inti metode OLS adalah mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut (Imam Ghozali, 2007). Y = α + β1CR + β2Growth + β3WCT + β4Size + β5Lev + e Keterangan: Y
= profitabilitas (ROA)
α
= konstanta
β1-β5
= koefisien parameter
CR
= current ratio
Growth
= pertumbuhan penjualan
WCT
= working capital turnover (perputaran modal kerja)
Size
= ukuran perusahaan
Lev
= leverage
e
= kesalahan pengganggu (disturbance’s error)
ANALISIS DAN HASIL Deskripsi Objek Penelitian Obyek penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2005 sampai 2009. Berdasarkan data Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dapat diketahui bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tersebut tergolong dalam 12 sektor dimana salah satunya adalah sektor manufaktur. Sektor manufaktur sendiri hingga akhir tahun 2009 dapat digolongkan menjadi 20 bidang usaha dengan total perusahaan yang terdaftar di dalamnya sebanyak 145 perusahaan. Dari 145 perusahaan tersebut kemudian disaring dengan kriteriakriteria yang telah ditentukan untuk memperoleh sampel penelitian. Perusahaan yang layak dijadikan sampel dalam penelitian ini ada 15 perusahaan yaitu sebagai berikut:
17
Tabel 2 Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2005-2007 No.
Nama Perusahaan
1
PT. Aqua Golden Mississippi Tbk.
2
PT. Fast Food Indonesia Tbk.
3
PT. Mayora Indah Tbk.
4
PT. Ultra Jaya Milk Tbk.
5
PT. Fajar Surya Wisesa Tbk.
6
PT. Ekadharma International Tbk.
7
PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
8
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.
9
PT. Astra Graphia Tbk.
10
PT. Selamat Sempurna Tbk.
11
PT. United Tractor Tbk.
12
PT. Kalbe Farma Tbk.
13
PT. Pyridam Farma Tbk.
14
PT. Tempo Scan Pacific Tbk.
15
PT. Mandom Indonesia Tbk.
Sumber: ICMD
Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Normalitas umumnya dideteksi dengan melihat tabel histogram.
Namun demikian, dengan hanya melihat tabel histogram bisa
menyesatkan, khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Gambar 3
18
Gambar 4
Sumber: Olahan SPSS
Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal plot dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas
Uji Multikolonieritas Tabel 3 Hasil Uji Nilai Tolerance dan VIF Coefficientsa Collinearity Statistics Model
Tolerance
VIF
1(Constant) CR
.687
1.456
Growth
.888
1.127
WCT
.854
1.171
Size
.952
1.050
Leverage
.714
1.400
a. Dependent Variable: ROA
Sumber: Olahan SPSS Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor 19
(VIF) juga menunjukkan hal yang sama, tidak ada satu pun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi ini.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu y adalah y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (y prediksi – y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisisnya sebagai berikut: (Imam Ghozali, 2007) 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 5 GRAFIK SCATTERPLOT
Sumber: Olahan SPSS Berdasarkan grafik scatterplots di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y.
Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi yang dipakai dalam penelitian ini.
20
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Problem autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah Run Test. Runtest sebagai bagian dari statistik non parametrik dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.
Run test digunakan untuk
melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak. Jika hasil tes menunjukkan tingkat signifikansi di atas 0,05 maka antar residual tidak terdapat hubungan korelasi sehingga dapat dikatakan bahwa residual adalah acak atau random (tidak terdapat autokorelasi) (Imam Ghozali, 2007). Tabel 4 Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea
-.01058
Cases < Test Value
37
Cases >= Test Value
38
Total Cases
75
Number of Runs
34
Z
-1.045
Asymp. Sig. (2-tailed)
.296
a. Median
Sumber: Hasil Olahan SPSS Hasil output SPSS di atas menunjukkan bahwa Nilai test adalah -0,1058 dengan probabilitas 0,296. Hasil ini tidak signifikan pada 0,05 yang berarti hipotesis nol diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa residual random atau dengan kata lain tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.
21
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) berfungsi untuk melihat sejauh mana keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Apabila angka koefisien determinasi semakin kuat, yang berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sedangkan nilai koefisien determinasi (adjusted R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variable dependen adalah terbatas (Ghozali, 2007). Tabel 5 Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Std. Error of the Model 1
R
R Square .688a
Adjusted R Square
.474
.436
Estimate 4.19015
a. Predictors: (Constant), Leverage, Size, Growth, WCT, CR b. Dependent Variable: ROA
Sumber: Hasil Olahan SPSS Berdasarkan tampilan output SPSS model summary pada tabel 4.8, besarnya adjusted R2 adalah 0,436, hal ini berarti 43,6% variasi profitabilitas dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel independen, yaitu: current ratio, pertumbuhan penjualan, working capital turnover, ukuran perusahaan, dan leverage. Sedangkan sisanya (56,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Selain itu dapat dilihat nilai R2 nya adalah 0,474. Jika nilai R2 mendekati 1 maka variabel bebas semakin kuat pengaruhnya terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel 4.8 di atas, nilai Standar Error of Estimate (SEE) adalah 4,19015. Semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Pengujian secara simultan dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama terhadap variable dependen. Berikut adalah hasil uji statistik:
22
TABEL 6 Uji Statistik F ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1090.228
5
218.046
Residual
1211.458
69
17.557
Total
2301.686
74
F
Sig.
12.419
.000a
a. Predictors: (Constant), Leverage, Size, Growth, WCT, CR b. Dependent Variable: ROA
Sumber: Hasil Olahan SPSS Berdasarkan uji ANOVA atau F test pada tabel 6, didapat nilai F hitung sebesar 12,419 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi return on assets (ROA) atau dapat dikatakan bahwa current ratio, pertumbuhan penjualan, working capital turnover, ukuran perusahaan, dan leverage secara bersama-sama berpengaruh terhadap struktur modal.
Uji Signifikansi Parameter individual (Uji Statistik t) Pengujian ini akan menguji pengaruh variabel bebas secara individual, (yakni ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, pembayaran dividen, dan struktur aktiva) terhadap variabel struktur modal yang diproksi dengan long debt / (long debt + equity). Tabel 7 Uji Signifikansi Parameter Individual (t) Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
-12.587
5.175
.050
.231
-.040
WCT Size
CR Growth
Leverage
t
Sig.
-2.432
.018
.023
.216
.829
.043
-.086
-.931
.355
.058
.028
.194
2.056
.044
2.054
.334
.551
6.159
.000
-18.058
3.961
-.471
-4.559
.000
a. Dependent Variable: ROA
23
Sumber: Hasil Olahan SPSS Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa kelima variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, hanya variabel CR dan Growth yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen ROA. Hal ini dilihat dari probabilitas signifikansi untuk CR sebesar 0,829 dan Growth sebesar 0,355 dan keduanya jauh di atas 0.05. Sedangkan WCT, Size dan Leverage signifikan pada 0.05. Dari sini dapat disimpulkan bahwa variabel ROA dipengaruhi oleh WCT, Size dan Leverage dengan persamaan matematis: ROA = - 12,587 + 0,050 CR – 0,040 Growth + 0,058 WCT + 2,054 Size – 18,058 Leverage + 5,175 Berdasarkan uji statistik t pada tabel 4.10 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh parsial masing-masing variabel bebas terhadap return on assets (ROA) adalah sebagai berikut: Pengaruh current ratio (CR) Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa variabel current ratio (CR) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,829 (tidak signifikan pada 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa current ratio (CR) berpengaruh tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan. Hal ini disebabkan naik turunnya current ratio dari periode ke periode sangat kecil, akibatnya current ratio dari tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya bisa jadi sama saja (tidak tumbuh) atau menjadi lebih kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap profitabilitas. Berdasarkan tabel 4.10, juga dapat dilihat bahwa pengaruh current ratio (CR) terhadap profitabilitas (ROA) memiliki tanda positif dengan koefisien sebesar 0,050. Artinya, setiap kenaikan satu variabel current ratio (CR), maka akan diikuti dengan peningkatan profitabilitas sebesar 0,050. Temuan ini tidak sesuai dengan teori yang disampaikan Van Horne dan Wachowicz (2009) yang menyatakan bahwa profitabilitas berbanding terbalik dengan likuiditas. Semakin besar dana yang ditempatkan untuk memenuhi likuiditas perusahaan, maka perusahaan dapat kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tambahan laba karena dana yang dimiliki tidak menghasilkan keuntungan. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Raheman dan Mohamed Nasr (2007) yang menemukan bahwa ada hubungan negative signifikan antara current ratio dengan profitabilitas. Namun, temuan ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh 24
Estiningsih (2005) dan Dani (2003). Dengan demikian hipotesis pertama (H1) dalam penelitian ini ditolak. Hal ini terjadi karena banyak perusahaan manufaktur yang leverage-nya tinggi atau banyak yang membiayai operasinya dengan utang. Menurut Munawir (2001) likuiditas adalah kemampuann perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sehingga jika likuiditas tinggi, perusahaan akan lebih mudah untuk memperoleh modal melalui utang. Modal tersebut akan digunakan untuk meningkatkan laba perusahaan. Dengan demikian, perusahaan hendaknya meningkatkan likuiditasnya untuk dapat meningkatkan profitabilitas. Pengaruh pertumbuhan penjualan (Growth) Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa variabel pertumbuhan penjualan (Growth) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,355 (tidak signifikan pada 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penjualan (Growth) berpengaruh tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan. Selain itu pengaruh perubahan pertumbuhan penjualan (Growth) terhadap profitabilitas (ROA) memiliki tanda negative dengan koefisien sebesar -0,040. Artinya, setiap kenaikan satu variabel pertumbuhan penjualan (Growth), maka akan diikuti dengan penurunan profitabilitas sebesar 0,040. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2006) yang menyatakan bahwa penjualan berbanding lurus dengan profitabilitas. Semakin besar penjualan suatu perusahaan, maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian, hipotesis kedua (H2) dalam penelitian ini ditolak. Hal ini terjadi karena hasil dari penjualan digunakan untuk menambah aktiva lancar perusahaan. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2009) bahwa tingkat aktiva lancar yang berlebih dapat dengan mudah membuat perusahaan merealisasikan pengembalian investasi (profitabilitas) yang rendah. Sehingga perusahaan perlu menurunkan tingkat pertumbuhan penjualannya untuk meningkatkan profitabilitas. Pengaruh working capital turnover (WCT) Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa variabel working capital turnover (WCT) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,044 (signifikan pada 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa working capital turnover (WCT) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan. Selain itu koefisien yang ditunjukkan sebesar 0,058 yang berarti setiap kenaikan satu variabel working capital turnover (WCT), maka akan diikuti 25
dengan peningkatan profitabilitas sebesar 0,058. Koefesien tersebut juga menunjukkan tanda positif yang berarti working capital turnover berbanding lurus dengan profitabilitas, demikian hasil penelitian ini menerima hipotesis ketiga (H3) yang diajukan. Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi modal kerja. Jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima. Pengaruh ukuran perusahaan (Size) Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa variabel ukuran perusahaan (Size) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,00 (signifikan pada 0,05).
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan (Size) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan. Sedangkan koefisien yang ditunjukkan sebesar 2,054 yang berarti setiap kenaikan satu variabel ukuran perusahaan (Size), maka akan diikuti dengan peningkatan profitabilitas sebesar 2,054. Koefisien tersebut menunjukkan tanda positif yang berarti ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas. Dengan demikian, temuan ini menerima hipotesis keempat (H4) yang telah diajukan sebelumnya. Hal ini membenarkan teri yang telah disampaikan oleh Rajan dan Zingles (2001) dalam Hendri Kusuma (2005) bahwa menurut teori critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas juga akan meningkat. Temuan ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Raheman dan Mohamed Nasr (2007) dan bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh O.I. Falope dan O.T. Ajilore (2009). Pengaruh Leverage Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa variabel leverage mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,00 (signifikan pada 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel leverage berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan. Selain itu, koefisien yang ditunjukkan sebesar -18,058 yang berarti bahwa setiap kenaikan satu variabel leverege, maka akan diikuti dengan penurunan profitabilitas sebesar 18,058. Tanda negatif pada koefisien tersebut menunjukkan bahwa besarnya leverage berbanding dengan profitabilitas. Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis kelima (H5) yang sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Van Horne (2009) bahwa jika semakin tinggi rasio debt to total asset, maka semakin besar resiko keuangannya. Maksudnya adalah resiko gagal bayar karena terlalu bayak pendanaan yang dilakukan dengan utang. Hal tersebut akan mengurangi profitabilitas karena banyak kas yang digunakan untuk membayar utang. Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh F. Samiloglu dan K. Damirgunes 26
(2008) bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap ROA. Namun, bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh O.I. Falope dan Lubanjo T. Ajilore (2009) yang menyatakan bahwa leverage berengaruh positif terhadap ROA.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, setelah melalui tahap pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan yang terakhir interpretasi hasil analisis pengaruh likuiditas, pertumbuhan penjualan, perputaran modal kerja, ukuran perusahaan dan leverage terhadap profitabilitas perusahaan, maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi, besarnya adjusted R2 adalah 0,436, hal ini berarti besarnya pengaruh dari kelima variabel independen, yaitu: current ratio, pertumbuhan penjualan, working capital turnover, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap variable dependen ROA dapat diterangkan oleh persamaan ini sebesar 43,6%. Sedangkan sisanya (56,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.
2. Variabel current ratio (CR), pertumbuhan penjualan (Growth), working capital turnover (WCT), ukuran perusahaan (Size), dan leverage mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel ROA. 3.
Berdasarkan hasil uji t, variabel current ratio (CR), working capital turnover (WCT), dan ukuran perusahaan (Size) memiliki koefisien regresi yang positif. Sedangkan pertumbuhan penjualan (Growth) dan leverage memiliki koefisien regresi yang negatif. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan current ratio, perputaran modal kerja, dan ukuran perusahaan yang tinggi akan menghasilkan profitabilitas (ROA) yang tinggi. Sedangkan perusahaan dengan pertumbuhan penjualan dan leverage yang tinggi akan menghasilkan profitabilitas (ROA) yang rendah.
Saran Setelah melakukan penelitian ini, maka diperoleh beberapa saran yang antara lain adalah: 1. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa variabel ukuran perusahaan (size)
memiliki pengaruh potif terhadap profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperbesar total aset sebagai proksi dari ukuran perusahaan agar ROA 27
meningkat karena dengan adanya peningkatan pada total aset perusahaan dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, sehingga ROA perusahaan akan meningkat. 2.
Rasio leverage pada penelitian ini memiliki pengaruh negatif dengan ROA. Sebaiknya perusahaan memperkecil rasio utang, dan memanfaatkan kelebihan dana internal, daripada melakukan hutang. Sehingga biaya yang timbul akibat berhutang akan relatif lebih sedikit dan diharapkan ROA akan meningkat.
3. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa perputaran modal kerja menunjukkan
pengaruh positif terhadap ROA. Untuk meningkatkan ROA, hendaknya perusahaan meningkatkan perputaran modal kerja. Jika perputaran modal kerja semakin tinggi berarti pengelolaan modal kerja efisien. Dengan adanya efisiensi modal kerja diharapkan ROA dapat meningkat. 4. Current ratio pada penelitian ini menunjukkan pengaruh positif terhadap ROA. Dengan
demikian, untuk meningkatkan profitabilitas hendaknya perusahaan meningkatkan jumlah likuiditasnya. 5.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh negative
terhadap
profitabilitas.
Sehingga
perusahaan
sebaiknya
mengurangi
pertumbuhan penjualannya untuk meningkatkan profitabilitas. 6. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data tahun 2005 hingga tahun 2009, sehingga untuk tahun-tahun yang lain atau tahun-tahun mendatang, hasil penelitian ini masih perlu diuji validitasnya.
28
DAFTAR PUSTAKA Ang, Robert. 1997. Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market). Jakarta : Mediasoft Indonesia. Astuti, Indri. 2003. “Pengaruh Manajemen Modal Kerja terhadap Profitabilitas”. Skripsi tidak dipublikasikan. Brigham, Eugene F. and Joel F. Houston. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. alih bahasa Ali Akbar Yulianto. Edisi sepuluh. Jakarta: PT. Salemba Empat. Dani. 2003. “Pengaruh Likuiditas, Leverage dan Efisiensi Modal Kerja terhadap Profitabilitas”. Skripsi tidak dipublikasikan. DiPietre, D. et al. 1997. Critical Control Points: Managing Assets, Expenses and Leverage. http://www.ansc.purdue.edu/swine/swineday/sday97/8.pdf. Estiningsih. 2005. “Pengaruh Kebijakan Modal Kerja terhadap ROI”. Skripsi tidak dipublikasikan. Falope, Olufemi I. and Olubanjo T. Ajilore. 2009. Working Capital Management and Corporate Profitability: Evidance from Panel Data Analysis of Selected Quoted. Researh Journal of Business Management 3 (3): 73-84. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Halim, Abdul dan Bambang Supomo. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi Kesatu. Yogyakarta: BPFE Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi Yogya. Hanafi, Mamduh dan Abdul Halim. 2000. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: AMPYKPN. Horne, James C. Van dan John M.Machowicz, 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. alih bahasa Dewi Fitriasari dan Deny A.Kwary. Jakarta: Salemba Empat. Ima. 2007. “Analisis Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas, dan Solvabilitas terhadap Profitabilitas. Skripsi tidak dipublikasikan. Irene. 2008. “Analisis Pengaruh Modal Kerja terhadap Profitabilitas”. Skripsi tidak dipublikasikan. Kleinsteuber dan Sutojo Siswanto (Eds). 2004. Financial Management For Non-Financial Executives: Manajemen Keuangan Bagi Eksekutif Non-Keuangan. Jakarta: Damar Mulia Pustaka.
29
Kusuma, Hadri. Size Perusahaan dan Profitabilitas : Kajian Empiris terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan : Universitas Islam Indonesia. http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/607/533 Munawir, Slamet. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Narware, P. C. 2003. Working Capital and Profitability – An Empirical Analysis. http://www.icwai.org/icwai/knowledgebank/fm46.pdf. Raheman, Abdul and Mohamed Nasr. 2007. Working Capital Management and Profitability – Case of Pakistani Firm. International Review of Business Research Papers Vol. 3 No. 1: 279-300. Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE. Samiloglu, F., K. Demirgunes. 2008. The Effect of Working Capital Managementon Firm Profitability : Evidence from Turkey. http://scialert.net/qredirect.php?doi=ijaef.2008.44.50&linkid=pdf Sartono, R. Agus. 2001. Manajemen Keuangan (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: BPFE. Sawir, Agoes. 2001. Analisis Kjnerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan. Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Siallagan, Hamonagan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus. Tunggal, Amin Widjaja. 1995. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : Rhineka Cipta. Weston, J, Fred. 1997. Manajemen Keuangan. Jakarta : Penerbit Erlangga. Weston, J. Fred dan Eugene F Brigham. 1991. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jilid dua Edisi tujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga. Widiyanto, Gatot. 1993. EVA / NITAMI: Suatu Terobosan Baru dalam Pengukuran Kinerja Perusahaan. Manajemen Usahawan Indonesia, Desember, no, 12, Tahun XXII: 50-54.
30