ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES Tbk TANJUNG PRIOK, JAKARTA UTARA
INTAN IDUL FITHRI YUNINDARI SHOLICHIN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN – KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK INTAN IDUL FITHRI YUNINDARI SHOLICHIN. Analisis Manajemen Kualitas Perspektif Six Sigma pada Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dibimbing oleh DINARWAN dan NARNI FARMAYANTI. Fish fillet merupakan komoditi unggulan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk dan memiliki jumlah produksi serta permintaan yang tinggi. Hal tersebut memberikan peluang yang cukup besar terhadap tingkat kecacatan fish fillet akibat kesalahan yang terjadi pada proses produksi fish fillet. Oleh karena itu, optimalisasi aset-aset perusahaan dalam memproduksi fish fillet berkaitan dengan penerapan program Six Sigma yang berusaha untuk menghilangkan pemborosan dan kesalahan-kesalahan yang pada akhirnya akan meningkatkan profit dan produktifitas kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan konsep Six Sigma yang dapat diaplikasikan pada Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk dengan mengukur efektifitas produksi dan mengetahui kinerja produksi yang dilakukan dengan menggunakan perspektif Six Sigma. Kinerja Divisi Produksi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk komoditi fish fillet berdasarkan perspektif Six Sigma berada di level 4,53 sigma untuk periode Januari 2004 hingga Juni 2005. Ini berarti kinerja produksi fish fillet dapat dikatakan cukup tinggi, terbukti perolehan nilai DPMO yang rendah sebesar 1.227,60 DPMO. Dengan metode DMAIC, terdapat 17 CTQ pada proses pembuatan fish fillet yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas fish fillet. Proses perbaikan dilakukan pada 17 CTQ yang telah ditentukan. Perbaikan berupa target kinerja yang akan dijadikan sasaran perbaikkan sehingga apa yang akan dilaksanakan dapat tepat pada sasaran. Target kinerja tersebut merupakan upaya perbaikan yang sedang dilakukan perusahaan terutama pada divisi produksi karena pada umumnya kesalahan yang terjadi lebih bersifat teknis dan human error. Proses perbaikan bersifat berkelanjutan sehingga setiap kekurangan yang ada dapat dipahami dan dipelajari untuk perbaikan di masa mendatang. Kata kunci
: fish fillet, Six Sigma, tingkat kecacatan (defect), dan titik kritis permasalahan (CTQ)
ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES Tbk TANJUNG PRIOK, JAKARTA UTARA
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Oleh : INTAN IDUL FITHRI YUNINDARI SHOLICHIN C44102015
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN – KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendari tanggal 22 Juni 1985 dari ayahanda Mohammad Sholichin dan ibunda Miftahul Jannah. Penulis merupakan putri ke dua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Rangkasbitung dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan – Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi Perikanan semester genap tahun ajaran 2004/2005.
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada Agustus 2005 sampai dengan Oktober 2005 dengan judul “Analisis Manajemen Kualitas Perspektif Six Sigma pada Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Tanjung Priok, Jakarta Utara”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada : 1. Bapak Ir. Dinarwan, M.S. dan Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Bapak FX. Dianto dan dewan direksi PT DSFI Tbk yang telah memberi kesempatan penulis melaksanakan studi penelitian di PT DSFI Tbk. 3. Bapak Budi Jatmiko dan Mbak Wahyu Garini selaku pembimbing lapang, Mbak Hasni dan Bapak Michael Hanindhya serta staf PT DSFI lainnya atas segala bantuan dan bimbingannya selama penelitian dan kemudahan informasi kepada penulis selama proses pengambilan data. 4. Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku atas dukungan, cinta, kasih sayang dan perhatiannya yang tiada pernah terputus. 5. Rekan – rekan SEI angkatan 38, 39, 40 dan 41 atas persahabatan, dorongan dan semangat yang diberikan. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang memerlukannya, amien.
Bogor, Juni 2006
Intan Idul Fithri Yunindari Sholichin
v
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………... viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..........
ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….... x I.
PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang……………………………………………………... 1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………….. 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 1.4 Kegunaan Penelitian ……………………………………………….
II.
1 3 5 5
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………. 6 2.1 Deskripsi Ikan Kakap …………………………………………….. 2.2 Komposisi Kimia Ikan Kakap Merah …………………………….. 2.3 Penurunan Mutu Ikan Segar dan Faktor Penyebabnya …………… 2.4 Definisi dan Jenis Fillet Ikan …………………………………….. 2.5 Pengawasan Mutu Fillet Ikan ……………………………………. 2.6 Sanitasi dan Higienis …………………………………………….. 2.7 Manajemen Kualitas ……………………………………………... 2.8 Definisi dan Konsep Six Sigma …………………………………… 2.9 Model Perbaikan …………………………………………………. 2.10 Jalur ke Peta Perjalanan Six Sigma …………………………….. 2.11 Peran-Peran dalam Organisasi Six Sigma ………………………. 2.12 Proses Implementasi Six Sigma ………………………………… 2.12.1 Mengidentifikasi Proses Inti dan Pelanggan Kunci …….. 2.12.1.1 Mengidentifikasi Proses Inti ………………….. 2.12.1.2 Menentukan Output Proses Kunci dan Para Pelanggan Kunci PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk ……………………..… 2.12.1.3 Membuat Peta Proses Inti Tingkat Tinggi ……. 2.12.2 Menentukan Persyaratan Pelanggan ……………………. 2.12.2.1 Mengumpulkan Data Pelanggan dan Membangun Strategi Voice Of Customer …….. 2.12.2.2 Membangun Standar Kinerja dan Pernyataan Persyaratan ……………………………………. 2.12.1.3 Menganalisis dan Memprioritaskan Persyaratan Pelanggan, Menghubungkan Persyaratan dengan Strategi ……………………………….. 2.12.3 Mengukur Kinerja Saat Ini ……………………………... 2.12.3.1 Merencanakan dan Mengukur Kinerja Pada Persyaratan Pelanggan ………………………... 2.12.3.2 Membangun Ukuran-Ukuran Defect Dasar dan Mengenali Peluang-Peluang Perbaikan ………. 2.12.4 Ukuran – Ukuran Six Sigma ……………………….......
6 7 7 9 9 10 11 12 15 16 18 21 21 21
22 22 23 23 24
25 26 26 27 28
vi
III.
KERANGKA PENDEKATAN STUDI …………………………….. 30
IV.
METODOLOGI ……………………………………………………… 32 4.1 4.2 4.3 4.4
Metode Penelitian ………………………………………………… Jenis dan Sumber Data …………………………………………… Metode Pengambilan Sampel …………………………………..... Metode Analisis Data ……………………………………………. 4.4.1 Analisis Kuantitatif ……………………………………….. 4.4.2 Analisis Kualitatif ………………………………………… 4.5 Batasan Pengukuran ……………………………………………… 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………..
V.
32 32 33 33 33 34 35 36
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………… 37 5.1 Keadaan Umum PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk ….. 5.1.1 Sejarah Pendirian dan Perkembangan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk ……………………… 5.1.2 Lokasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk … 5.1.3 Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk ………………………………… 5.1.4 Struktur Organisasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk ……………………………………….. 5.2 Perspektif Pelanggan …………………………………………... 5.3 Perspektif Pemasaran ………………………………………….…. 5.4 Perspektif Keuangan ……………………………………………... 5.5 Perspektif Sumber Daya Manusia ……………………………..… 5.6 Perspektif Produksi ……………………………………………… 5.6.1 Sarana Produksi …………………………………………. 5.6.1.1 Fasilitas Bangunan …………………………….. 5.6.1.2 Fasilitas Produksi …………………………….. 5.6.1.3 Fasilitas Penunjang Produksi ………………..… 5.6.2 Produksi Fish fillet …………………………………… 5.6.3 Bahan Baku ……………………………………………… 5.6.4 Bahan Pembantu ………………………………………… 5.6.5 Kegiatan Produksi Fish Fillet ………………………..… 5.7 Tahap Pendefinisian (Define) …………………………………… 5.7.1 Target Manajemen dan Peran Organisasi Six Sigma dalam Pembuatan Fish fillet……………………………. 5.7.2 Kebutuhan Spesifik Pemakai …………………………. 5.8 Tahap Pengukuran (Measure) …………………………………… 5.8.1 Diagram Pareto ………………………………………… 5.8.2 Menetapkan Titik Kritis Permasalahan (CTQ) Kunci ….. 5.8.3 Rencana Pengumpulan Data ………………………..… 5.8.4 Perhitungan Data Produksi ………………………….. 5.9 Tahap Analisis (Analyze) ………………………………………… 5.9.1 Menetapkan Target Kinerja ………………………….…. 5.9.2 Mengidentifikasi Akar Penyebab dari Masalah …….… 5.10 Tahap Perbaikan (Improve) ……………………………………. 5.11 Tahap Pengontrolan (Control) …………………………………
37 37 39 39 40 46 46 48 49 51 51 51 51 56 58 60 63 63 71 71 73 74 74 77 79 80 83 83 83 86 90
vii
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..... 91 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 91 6.2 Saran . ……………………………………………………………. 92
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
93
LAMPIRAN . ………………………………………………………………... 94
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Kimia Ikan Kakap ……………………………………………… 7 2. Konversi Sigma yang Disederhanakan 3. Tiga Level Sasaran Six sigma
…………………………………. 14
…………………………………………… 18
4. Jenis dan Jumlah Ikan yang Disuplai untuk Produksi Fish Fillet (dalam ton) di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Tahun 2004 - Juli 2005 …………………………………………………… 58 5. Perkembangan Produksi dan Permintaan Produk (dalam ton) di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Tahun 2000 – 2005 …… 59 6. Total Pemasukkan Raw Material (dalam ton) di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Tahun 2003-Juli 2005…. 60 7. Kriteria Ukuran Bahan Baku ……………………………………………… 61 8. Kriteria Mutu Organoleptik Bahan Baku …………………………………. 62 9. Ukuran (size) Fillet Berdasarkan Daerah Pemasarannya ………………… . 67 10. Frekuensi Kecacatan Produksi Fish fillet (dalam ton) PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Periode Januari 2004 – Juni 2005 ……. 74 11. Titik Kritis Permasalahan dalam Produksi Fish Fillet ……………………
78
12. Data Fish Fillet Reject (dalam ton) PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Jakarta Periode Januari 2004-Juni 2005 …………………. 79 13. Data Hasil Produksi Fish Fillet (dalam ton) PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Jakarta untuk Periode Januari 2004 - Juni 2005 ………...... 80 14. Kapabilitas Sigma dan DPMO Produksi Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Jakarta Periode Januari 2004 - Juni 2005………… 81 15. Target Kinerja Divisi Produksi Fish Fillet Perspektif Six Sigma ……….. 87
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Jalur ke Peta Perjalanan Six sigma ………………………………………... 20 2. Contoh Diagram Ishikawa (Fishbone Diagram) ………………………….. 28 3. Contoh Diagram Pareto …………………………………………………… 29 4. Bagan Alir Pendekatan Studi ……………………………………………... 31 5. Struktur Organisasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk .……… 41 6. Alur Proses Produksi Fish fillet Beku PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk . ……………………………………………………………. 63 7. Diagram Alir SIPOC dalam Proses Produksi Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk …………………………………………. 72 8. Diagram Pareto Produksi Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk . ……………………………………………………………. 82 9. Grafik DPMO Produksi Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Jakarta Periode Januari 2004 – Juni 2005 ………………… 82 10. Grafik Level Sigma Produksi Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Jakarta Periode Januari 2004 – Juni 2005 ……………….. 84 11. Diagram Sebab Akibat ( Fishbone Diagram ) pada Pembuatan Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk . Jakarta …………………. 85
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Denah Lokasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk …………… 95 2. Tata Letak Ruang Produksi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk . 96 3. Agen Pemasaran yang Bekerja Sama dengan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk . ……………………………………………………. 98 4. Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dengan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Mengenai Investasi, Modal dan Hubungan Kerja Sama ………………………………………….…..… 99 5. Tabel Harga Produksi Fish Fillet (dalam Rp 000) PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk periode Januari 2004 - Juni 2005 ……………...... 100 6. Volume Penjualan (dalam ton) pada Breakdown Sales Export PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk periode Tahun 2000 hingga Juni 2005 ……………………………………………………… 101 7. Nilai Penjualan (dalam Rp 000) pada Breakdown Sales Export di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Tahun 2000 - Juni 2005…. 102 8. Volume Penjualan (dalam ton) pada Report Sales Export di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Periode Januari 2004 - Juni 2005 ……. 103 9. Nilai Penjualan ( dalam Rp 000 ) pada Report Sales Export di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk periode Januari 2004 - Juni 2005 …… 104 10. Konversi DPMO ke dalam Nilai Sigma Berdasarkan Konsep Motorola … 105 11. Dokumentasi Penelitian ………………………………………………… 108
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi ekonomi ditandai dengan kesepakatan perdagangan bebas yang oleh beberapa negara disebut Asean Free Trade Area (AFTA) untuk kawasan Asia Tenggara, North America Free Trade Area (NAFTA) di Amerika Utara, AsiaPacific Economic Cooperation (APEC) di Asia Pasifik dan Uni Eropa yang menghimpun beberapa negara di Eropa. Hal tersebut menyebabkan ketatnya persaingan dagang produk pangan. Implikasinya berdampak pada mutu dan harga serta hambatan teknis, seperti food safety (keamanan pangan), lingkungan dan human right (Hak Asasi Manusia). Berbagai perubahan pola hidup manusia terjadi pada zaman modern yang serba cepat, dimana tuntutan untuk hidup sehat dan mendapatkan makanan dengan mutu baik, semakin menambah ketatnya persaingan dalam perdagangan internasional di bidang produk pangan. Kondisi yang demikian menuntut adanya berbagai ketentuan dan standar yang lebih ketat. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (2000), forum General Agreement on Trade and Tariffs (GATT) telah mengeluarkan aturan perdagangan untuk komoditas hasil pertanian dalam bentuk Sanitary and Phitosanitary (SPS) Agreement, yang bertujuan untuk : •
Melindungi keselamatan dan meningkatkan kesehatan manusia, hewan atau ternak, dan kondisi tanaman serta phitosanitasi dari negara anggota.
•
Menciptakan acuan peraturan multilateral yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pengembangan, adopsi dan penerapan aturan sanitasi dan phitosanitasi dalam rangka menunjang kelancaran arus perdagangan.
•
Untuk lebih menyeragamkan peraturan-peraturan sanitasi dan phitosanitasi di antara negara-negara anggota dengan menggunakan standar-standar internasional, terutama Codex Alimentarius Commision (CAC), International Office of Epizotic (IOE) dan International Plant Protection Convention (IPPC). Aturan yang ada tidak mengabaikan keinginan negara anggota untuk menyertakan aturan lokal yang mereka miliki.
2
Menurut Ditjen Perikanan (2000), Indonesia sudah seharusnya mengikuti kebijakan yang ditetapkan FAO, yaitu : sebuah aturan yang didasari atas Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) berisi tentang pemisahan garis petunjuk untuk pemanfaatan yang telah dikembangkan dan dipublikasikan sebagai Technical Guidelines for Responsible Fisheries. CCRF pada pasal 11 mengatur tentang post harvest practice and trade dimana terdapat 12 butir aturan yang intinya mengharuskan setiap negara mempunyai aturan untuk melindungi konsumen dari ketidakamanan dan kerusakan produk perikanan yang didistribusikan. Berbagai negara sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan yang sama. Ditandai dengan munculnya berbagai ketentuan di setiap negara, terutama yang menjadi tujuan ekspor. Uni Eropa (UE) memiliki Commision Decision No. 94/324/EC ( tentang penentuan kondisi yang spesifik mengenai pengimporan produk perikanan dan budidaya perikanan dari Indonesia ) dan Amerika Serikat dengan FDA regulation-nya melalui Code of Federal Regulations (CFR) 21 Part 123 ( tentang obat-obatan dan makanan serta lebih spesifik mengenai perikanan dan produk perikanan ). Pemerintah Indonesia sangat menyadari peningkatan daya saing (competitiveness). Dapat terlihat dengan adanya Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No. 41/1998, menetapkan operasionalisasi Program Manajemen Mutu Terpadu yang disingkat dengan PMMT. Keputusan Direktorat Jenderal Perikanan No. 14128/kpts/IK.130/XII/98 menghasilkan sebuah Petunjuk Pelaksanaan dari SK Mentan RI No. 41/98. PMMT diwajibkan kepada seluruh Unit Pengolahan Ikan yang mempunyai orientasi ekspor. PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (PT DSFI Tbk) lebih mengorientasikan produknya pada kegiatan ekspor, mengingat pasar ekspor memiliki potensi pasar yang lebih besar dengan nilai tukar dolarnya yang tinggi terhadap rupiah. Hal ini didukung pula dengan kegiatan-kegiatan promosi yang gencar dilakukan oleh perusahaan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Singapura, Hongkong, Jepang, Malaysia, dan beberapa negara di belahan benua Eropa seperti Inggris, Belgia dan Perancis. Salah satu hal yang perlu dilakukan oleh PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk jika tetap ingin bertahan dalam lingkungan bisnis khususnya
3
perdagangan ekspor adalah mengakomodasi dan mengoptimalkan seluruh sumberdaya perusahaan mulai dari divisi, sub divisi hingga hal terkecil dari perusahaan. Selain itu, perlu pula dilakukan pengefisienan terhadap sumberdaya yang ada baik dari segi finansial maupun dari proses produksi, sehingga perusahaan dapat lebih bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis. Six Sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan proses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis. Menurut Pande et al, Six Sigma dapat terjadi di semua tipe bisnis dan tidak harus pada suatu organisasi yang memiliki kemampuan mendalam di bidang analisis statistik. Six Sigma dapat memberikan kontribusi tidak hanya pada bagaimana perusahaan dapat mengukur dan menganalisis kinerja, tetapi juga untuk memperbaiki pendekatan dasar perusahaan untuk mengelola bisnis. Perusahaanperusahaan yang lebih dulu menerapkan proyek Six Sigma adalah General Electric, dimana Six Sigma dapat meningkatkan laba lebih dari $2 miliar pada tahun 1999 saja. Motorola dapat menghemat lebih dari $15 miliar dalam sepuluh tahun pertama dari usaha-usaha Six Sigma-nya. Sedangkan Allied Signal telah menghemat $1,5 miliar melalui Six Sigma
1.2 Perumusan Masalah Globalisasi dan kemudahan akses terhadap informasi, perkembangan produk dan jasa yang sangat pesat telah mengubah bagaimana pelanggan bertransaksi dengan sebuah perusahaan. Situasi kompetisi dewasa ini tidak memberikan sedikit ruang bagi perusahaan untuk berbuat salah. Perusahaan harus benar-benar memuaskan pelanggannya melebihi harapan-harapan pelanggan. Untuk itulah, selalu diperlukan strategi bisnis handal yang dilandasi manajemen yang kokoh untuk tampil sebagai barisan terdepan dalam penciptaan nilai (value) kepada pelanggan.
4
Saat ini, terdapat perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang perikanan yang sudah tidak mampu beroperasi secara maksimal karena mismanagement dan tidak mampu bersaing. Hal tersebut bukan semata-mata karena kondisi ekonomi yang buruk, tetapi hampir sebagian dari perusahaan tersebut gagal dalam mengintegrasikan kekuatan-kekuatan yang ada pada perusahaan. Dengan demikian dibutuhkan suatu perbaikan dan perubahan dari kinerja manajemen perusahaan dan budaya organisasi, mencari titik dimana kesalahan itu terjadi karena hal tersebut merupakan pemborosan dan inefisiensi terhadap uang dan waktu. Oleh karena itu dibutuhkan suatu parameter atau alat yang dapat memperbaiki kinerja tersebut, yaitu salah satunya dengan metode Six Sigma. Six Sigma merupakan konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai enam sigma berarti perusahaan telah menghasilkan proses produksi hanya 3,4 cacat per sejuta peluang. Dengan kata lain, proses tersebut telah berjalan mendekati sempurna (Brue 2002). PT DSFI Tbk adalah perusahaan pengelola hasil-hasil perikanan yang didirikan di Jakarta pada tanggal 02 Oktober 1973. Kegiatan usaha perusahaan ini adalah di bidang perikanan laut, meliputi mengambil, mengelola, menjual serta menjalankan usaha-usaha di bidang perdagangan hasil perikanan laut. Kegiatan tersebut dirangkum menjadi aspek penentu keberlangsungan beroperasinya perusahaan yaitu aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek sumber daya manusia, dan aspek produksi. Aspek produksi menjadi salah satu kunci dalam kegiatan perusahaan untuk mengelola produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, optimalisasi aset-aset perusahaan dalam menghasilkan produk perikanan berkaitan dengan penerapan program Six Sigma berusaha untuk menghilangkan pemborosan dan kesalahan-kesalahan yang pada akhirnya akan meningkatkan profit dan produktifitas kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, maka beberapa hal yang menjadi fokus permasalahan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kinerja produksi yang telah dilakukan oleh Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk dengan perspektif Six Sigma dalam menghadapi persaingan saat ini.
5
2. Efektifitas produksi yang bagaimanakah jika Six Sigma diterapkan pada Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui kinerja produksi yang telah dilakukan oleh Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk dengan perspektif Six Sigma. 2. Mengukur efektifitas produksi Divisi Produksi Bagian Fish Fillet PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk jika konsep Six Sigma diterapkan.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan untuk perusahaan bagi pengembangan usahanya dengan konsep Six Sigma khususnya Divisi Produksi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk. 2. Sebagai media latih bagi penulis dalam mengidentifikasi, menganalisis dan menginterpretasikan berbagai masalah yang berkaitan dengan produksi dalam konsep Six Sigma. 3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Kakap Fish fillet merupakan komoditi unggulan PT DSFI Tbk dan Kakap Merah merupakan salah satu jenis ikan yang paling banyak digemari oleh konsumen. Kakap Merah tergolong ikan demersal yang hidup di kedalaman 50-100 m. Cara penangkapannya menggunakan alat pancing, trawl, bubu, dan jaring insang dasar. Klasifikasi ikan Kakap Merah menurut Subardja et al diacu dalam Aryanto 2001 adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo
: Percoidea
Divisi
: Perciformes
Famili
: Lutjanidae
Genus Spesies
: Lutjanus : Lutjanus sanguineus sp
Ciri-ciri morfologi ikan Kakap Merah spesies Lutjanus sanguineus adalah memiliki badan yang memanjang, melebar, gepeng, dan profil kepala cembung untuk jenis ikan dewasa. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi. Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, terdapat 2-4 gigi taring pada bagian terluar rahang atas. Sirip punggung berjari keras 11 dan 14 lemah. Sirip dubur berjarijari keras 3, dan 8-9 lemah. Batas belakang sirip ekor agak cekung dan kedua ujung sedikit tumpul. Termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan invertebrata dasar, hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 meter. Dapat mencapai panjang 60 cm tetapi umumnya 45 cm. Warna tubuh ikan Kakap Merah bagian atas berwarna kemerah-merahan atau merah kekuningan dan bagian bawah berwarna merah keputihan. Pada bagian punggung di atas garis rusuk terdapat ban-ban kuning kecil diselang-seling
7
warna merah, ban-ban tadi mendekati horizontal di bagian bawah garis rusuk dekat pangkal ekor naik ke atas. Sirip punggung dan ekor berpinggiran gelap, suatu totol gelap (tidak begitu nyata) berada di bagian atas batang sirip ekor. Penyebaran ikan Kakap Merah meliputi perairan di pantai seluruh Indonesia, meluas ke utara sampai teluk Benggala, teluk Siam, Philipina, sepanjang pantai laut Cina Selatan, ke selatan sampai perairan tropis Australia dan ke barat sampai Afrika Selatan.
2.2 Komposisi Kimia Ikan Kakap Merah Kakap Merah merupakan salah satu ikan laut yang sangat terkenal karena kekenyalannya dan mempunyai kadar lemak rendah. Daging ikan Kakap Merah lebih tebal dari pada ikan bawal dan umumnya dijual dalam keadaan segar. Kandungan protein yang dimiliki ikan Kakap Merah cukup tinggi sedangkan kandungan lemaknya rendah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menyajikan komposisi kimia ikan Kakap Merah. Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Kakap Komposisi Kimia
Jumlah (%)
Air
76,11
Protein
20,54
Abu
1,46
Lemak
0,36
Karbohidrat
1,53
Sumber : Nasran diacu dalam Aryanto 2001.
2.3 Penurunan Mutu Ikan Segar dan Faktor Penyebabnya Ikan dikatakan baik adalah ikan yang masih dalam kondisi sehat dan belum ditandai oleh sifat-sifat kebusukan seperti perubahan-perubahan kimiawi, mikrobiologi maupun fisiknya. Perubahan-perubahan tersebut salah satunya disebabkan oleh bakteri pembusuk yang hidup dalam alat pencernaan, insang dan permukaan kulit ikan. Selama ikan itu hidup, bakteri tersebut dalam keadaan non aktif dan tidak dapat berkembang biak. Setelah ikan itu mati, bakteri tersebut
8
berkembang biak meningkatkan populasinya kemudian melakukan penguraian yang menyebabkan kerusakan pada daging ikan. Proses kemunduran mutu dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak. Pengaruh oksidasi lemak terhadap daging dapat menyebabkan aroma tengik yang tidak diinginkan. Bau tengik tersebut tidak berpengaruh terhadap kesehatan manusia, tetapi bau tengik dapat menurunkan mutu dan daya jual daging ikan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan yaitu : a. Air Di dalam unit pengolahan, air diduga sebagai carrier ( pembawa penyakit ) karena air digunakan untuk pencucian dan perendaman ikan. Air di unit pengolahan harus diberi perlakuan untuk menghilangkan dan mengontrol bahan-bahan limbah, kotoran dan sumber kontaminan dari bakteri. Perlakuan terhadap air dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu flokulasi (koagulasi), filtrasi dan klorinasi. Perlakuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan epidemik penyakit infeksi yang berasal dari air, sehingga aman penggunaannya bagi manusia seperti mencuci makanan dan campuran makanan. b. Peralatan Peralatan dan perlengkapan pembantu di dalam unit pengolahan harus mendapat perhatian, karena peralatan ini selalu bersentuhan langsung dengan produk . Oleh sebab itu peralatan harus dijaga kebersihan dan perawatannya, agar selalu bersih dan saniter, sehingga tidak menjadi sumber penularan produk yang diolah. c. Lingkungan pabrik Lingkungan di sekitar unit pengolahan harus terjaga kebersihannya antara lain seperti menghindari debu, bau sampah dan polusi. Lingkungan unit pengolahan merupakan daerah yang dapat bersentuhan langsung dengan produk sehingga harus sering dijaga kebersihannya, agar tidak dapat menyebabkan kemunduran mutu pada produk tersebut. d. Es Di dalam unit pengolahan, es merupakan medium pendingin sementara untuk menyimpan produk dalam jangka pendek. Es yang digunakan dalam
9
penyimpanan ikan dalam bentuk es curai dengan perbandingan jumlah es dan ikan 1:1. Pemberian es yang tidak cukup dapat meningkatkan suhu tubuh ikan sehingga dapat menyebabkan kemunduran mutu akibat dari aktifitas bakteri pembusuk.
2.4 Definisi dan Jenis Fillet Ikan Fillet merupakan bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang. Penyayatan dimulai dari belakang kepala hingga mendekati bagian ekor. Tulang belakang dan tulang rusuk yang membatasi badan dengan rongga perut tidak terpotong pada waktu penyayatan. Maksudnya hanya memanfaatkan lempengan daging bagi konsumsi tanpa bagian yang tidak dimakan (tulang, sisik, kulit, daging gelap dan lain-lain). Prinsipnya, mengambil daging secara terampil dan teliti guna menghindari kerusakan fisik dan gizi. Bentuk fillet berupa irisan daging ikan, tanpa sisik dan kadang-kadang tanpa kulit (Moeljanto diacu dalam Aryanto, 2001). Macam-macam fillet adalah : •
Block fillet ( butterfly, outlet, double fillet ) yaitu bagian daging ikan yang berasal dari kedua sisi tubuh ikan, biasanya kedua bagian itu tidak terputus.
•
Cross-out fillet yaitu fillet yang berasal dari daging ikan yang berbentuk pipih dimana pada masing-masing sisi tubuh ikan dibuat menjadi sebuah fillet.
•
Quarter fillet yaitu fillet yang berasal dari ikan berbentuk pipih, dimana bagian daging ikan dari masing-masing sisi tubuh ikan dibuat menjadi dua bagian.
•
Single fillet yaitu bagian daging ikan berasal dari satu sisi tubuh ikan.
2.5 Pengawasan Mutu Fillet Ikan Pengawasan mutu didefinisikan sebagai suatu pemeliharaan produk pada tahap toleransi yang dapat diterima pembeli atau konsumen. Secara umum pengawasan mutu digunakan untuk berbagai tujuan antara lain : •
Memberi pedoman mutu bagi produsen.
•
Membina pengembangan pemasaran komoditas termasuk ekspor.
•
Membina pengembangan industri.
•
Melindungi konsumen dari bahaya bahan pangan.
10
•
Mengendalikan proses pengolahan di tingkat industri. Pengawasan mutu dalam penerapannya perlu ditandai sistem standarisasi.
Sistem standarisasi mutu merupakan suatu penetapan norma mutu, berupa patokan-patokan mutu yang disepakati bersama dengan tujuan untuk menghasilkan produk dengan mutu yang dapat dideskripsikan dan diukur sehingga diperoleh mutu seragam. Standar mutu untuk fillet ikan adalah sebagai berikut : •
Penampakan Tidak terlihat adanya duri atau sirip yang tertinggal, serta tidak adanya penampakkan akibat bekas luka dan perubahan warna diskolorisasi.
•
Warna Putih atau merah muda dan tidak terdapat warna kehijauan, warna kecoklatan akibat oksidasi, diskolorisasi dan memar serta putih susu karena oksidasi.
•
Kesegaran Daging fillet tidak mengandung bau yang tidak enak seperti hydrogen sulfide, amoniak atau lainnya yang bukan karakteristik asli dari spesies ikan. Substansi asing, bercak darah dan potongan kulit.
•
Glazing Glazing berupa kristal yang jernih dan cukup tebal untuk mencegah dehidrasi dan oksidasi. Glazing tidak diperlukan bila ada kemasan yang melindungi produk.
•
Suhu Suhu pada pusat daging ikan dibawah -10˚ C
2.6 Sanitasi dan Higienis Mutu produk akhir sangat dipengaruhi oleh keadaan sanitasi dan higienis sejak dari bahan mentah, selama pengolahan hingga menjadi produk akhir. Sanitasi adalah usaha dan tindakan yang dilakukan untuk mengubah secara langsung maupun tidak langsung pengaruh lingkungan buruk bagi kesehatan manusia menjadi lingkungan menguntungkan, sedangkan higienis adalah upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan dan masyarakat. Sanitasi dan higienis merupakan persyaratan mutlak bagi industri pangan, sebab sanitasi dan higienis berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
11
mutu pangan dan daya awet produk serta nama baik atau citra perusahaan. Sanitasi merupakan bagian terpenting dari sistem pengawasan mutu.
2.7 Manajemen Kualitas Kualitas atau mutu tidak hanya berkaitan dengan terpenuhi atau tidaknya oleh produk atau jasa tuntutan yang dihadapkan pada produk atau jasa itu. Mutu jauh lebih luas artinya. Setiap pertemuan dengan pelanggan, dalam peristiwa apapun, pada tingkat apa pun membentuk suatu citra kelas perusahaan dengan siapa seorang pelanggan sedang melakukan bisnis. Hal ini berarti setiap produk atau jasa yang dipasok harus memenuhi kebutuhannya, namun hal tersebut masih merupakan tahap awal dalam pencarian organisasi mutu terpadu (total quality organization). Sistem manajemen mutu yang dirancang untuk memenuhi standar sistem mutu merupakan titik awal bagi manajemen mutu terpadu. Standar-standar sistem mutu menentukan ukuran-ukuran pengawasan yang diperlukan untuk membantu memastikan bahwa produk atau jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Brue (2002) mengatakan Total Quality Management (TQM) merupakan pendekatan manajemen yang berfokus pada organisasi sebagai suatu sistem, dengan penekanan pada tim, proses, perbaikan berkelanjutan, dan menghasilkan produk dan jasa yang memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan. Sedangkan TQM atau Manajemen Mutu Menyeluruh merupakan suatu konsep manajemen yang telah dikembangkan sejak lima puluh tahun lalu dari berbagai praktek manajemen serta usaha peningkatan dan pengembangan produktivitas (www.deliveri.org). Di masa lampau, literatur manajemen berfokus pada fungsi-fungsi kontrol kelembagaan, termasuk perencanaan, pengorganisasian, perekrutan staf, pemberian arahan, penugasan, strukturisasi dan penyusunan anggaran. Konsep manajemen ini membuka jalan menuju paradigma berpikir baru yang memberi penekanan pada kepuasan pelanggan, inovasi dan peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan. Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya perubahan paradigma adalah menajamnya persaingan, ketidak-puasan pelanggan terhadap mutu pelayanan dan produk, pemotongan anggaran serta krisis ekonomi.
12
Meskipun akar TQM berasal dari model-model perusahaan dan industri, namun kini penggunaannya telah merambah struktur manajemen, baik di lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta. TQM memperkenalkan pengembangan proses, produk dan pelayanan sebuah organisasi secara sistematik dan berkesinambungan. Pendekatan ini berusaha untuk melibatkan semua pihak terkait dan memastikan bahwa pengalaman dan ide-ide mereka memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu. Prinsip-prinsip yang melandasi TQM mencakup promosi lingkungan yang berfokus pada mutu, pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi. Lingkungan yang berfokus pada mutu adalah sebuah organisasi dimana pengadaan pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan pelanggan dan dengan biaya terjangkau menjadi konsensus di kalangan anggota organisasi tersebut. Inti pendekatan semacam ini adalah tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan, yang dengan sendirinya menunjukkan efektifitas pelayanan (www.deliveri.org). Realisasi penerapan disiplin mutu terhadap semua kegiatan akan kelihatan hasilnya di dalam perusahaan yang lebih efisien dan bersaing menuju ke arah perkembangan manajemen mutu terpadu secara bertahap. Tujuan utama TQM adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan dapat berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan.
2.8 Definisi dan Konsep Six Sigma Menurut Chowdury (2002), six merupakan tingkat kesempurnaan sigma yang dituju. Six Sigma adalah sebuah ukuran yang digunakan untuk menentukan seberapa baik atau buruk kinerja dari suatu proses. Dengan kata lain berapa banyak kesalahan yang dibuat oleh sebuah perusahaan apapun jenis usahanya. Six Sigma merupakan cara mengukur proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan dengan 3,4 DPMO (Defects Per Million Opportunities), sebuah
13
pendekatan untuk mengubah budaya organisasi. Six Sigma dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang luas dan komprehensif untuk membangun dan menopang kinerja, sukses, dan kepemimpinan bisnis (Pande et al. 2002). Sigma adalah suatu istilah statistik untuk menunjukkan penyimpangan standar (standard deviation), suatu indikator dari tingkat variasi dalam seperangkat pengukuran atau proses. Six Sigma merupakan konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat (defect) pada level enam (six) sigma, hanya 3,4 cacat dari sejuta peluang. Six Sigma pun merupakan falsafah manajemen yang berfokus untuk menghapus cacat dengan cara menekankan pemahaman, pengukuran, dan perbaikan proses (Brue 2002). Brue (2002) juga mengatakan cacat (defect) ialah ciri yang dapat diukur dari suatu proses atau outputnya yang tidak berada di dalam batas-batas yang dapat diterima pelanggan, yakni tidak sesuai dengan spesifikasi. Enam sigma adalah praktik-praktik yang membantu perusahaan menghilangkan cacat dan selalu menghasilkan produk dan jasa yang memenuhi spesifikasi pelanggan. Level sigma dari suatu proses dikalkulasi berkaitan dengan jumlah cacat dalam rasio jumlah peluang untuk cacat. Pande et al. (2002) membagi lebih lanjut pengantar Six Sigma dengan menyaring unsur-unsur kritis dari sisi kepemimpinan ke dalam enam tema atau visi: 1. Fokus yang sungguh-sungguh kepada pelanggan, didukung oleh sikap yang mengutamakan kebutuhan para pelanggan, juga sistem dan strategi yang berfungsi untuk mengikatkan bisnis kepada suara pelanggan. 2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta, dengan sistem-sistem pengukuran efektif yang melacak hasil dan hasil akhir (Y) maupun proses, input, dan faktor-faktor prediktif lainnya (X). 3. Fokus proses, manajemen dan perbaikan, sebagai sebuah mesin untuk pertumbuhan dan sukses. Proses-proses dalam Six Sigma didokumentasikan, dikomunikasikan, diukur dan diperbaiki pada basis terus menerus. Prosesproses tersebut dirancang atau dirancang ulang secara berkala, untuk tetap berada pada kebutuhan saat ini dari pelanggan dan bisnis. 4. Manajemen proaktif, meliputi kebiasaan dan praktik-praktik yang mengantisipasi masalah dan perubahan-perubahan, menerapkan fakta dan data,
14
dan asumsi-asumsi pertanyaan mengenai tujuan dan bagaimana perusahaan melakukan sesuatu. 5. Kolaborasi tanpa batas, kooperasi khusus antara kelompok-kelompok internal dan dengan para pelanggan, pemasok, dan mitra rantai persediaan. 6. Dorongan untuk sempurna, tetapi toleransi terhadap kegagalan. Hal ini memberikan kebebasan kepada orang-orang di dalam Six Sigma untuk menguji pendekatan-pendekatan baru bahkan sementara mengelola risiko dan belajar dari kesalahan, dengan demikian mencapai palang kinerja dan kepuasan pelanggan. Hal mendasar bagi Six Sigma adalah menentukan dengan jelas apa yang diinginkan oleh para pelanggan sebagai suatu kebutuhan eksplisit. Kebutuhan ini sering disebut Critical To Quality (CTQ). Kemudian perusahaan diharuskan menghitung jumlah defect yang terjadi sehingga akan diperoleh hasil proses persentase item tanpa defect dan menggunakan sebuah tabel untuk menentukan level sigma. Level sigma ini sering disebut kesalahan per sejuta peluang (Defects Per Million Opportunities_DPMO). DPMO mengindikasikan berapa banyak kesalahan yang akan muncul jika sebuah aktivitas diulang hingga satu juta kali. DPMO juga merupakan cara sederhana untuk menggambarkan kualitas dan kapabilitas dari sebuah proses seperti yang tertera dalam Tabel 2. Tabel 2. Konversi Sigma yang Disederhanakan Hasil Proses (Persentase Item Tanpa Defect) 30,90 69,20 93,30 99,40 99,98 99,99
Defects per Million Opportunities (DPMO)
Level Sigma (Kemampuan Proses)
690.000,0 308.000,0 66.800,0 6.210,0 320,0 3,4
1 2 3 4 5 6
Sumber : Pande et al. 2002
Tabel 2 menunjukkan jika perusahaan beroperasi kurang dari enam sigma maka perusahaan tersebut berpeluang besar menghasilkan barang atau jasa yang cacat. Jika ada 66.800 item yang cacat dari sejuta peluang, hal ini menandakan bahwa 933.200 item berjalan dengan baik_93,3% sempurna. Namun, jika
15
perusahaan merasa sudah cukup senang pada perhitungan tersebut, maka sebaiknya perusahaan mempertimbangkan level tiga sigma dari perspektif yang lain. Konsep Six Sigma ini sebelumnya telah dicoba didesain pada salah satu perusahaan umum prasarana perikanan dengan komoditinya yaitu es balok. Menurut Dilana 2005, konsep Six Sigma dapat diterapkan dan diimplementasikan dalam konteks peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, dalam hal ini komoditi yang dimaksud adalah es balok. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perusahaan berada pada level 2,58 sigma dan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kualifikasi rata-rata industri yang berada di Indonesia. Pemborosan es balok yang terjadi adalah sebesar 130.795 es balok dan bila dikonversikan kedalam nilai nominal rupiah dengan harga dari es balok sebesar Rp5.000,00 per balok, maka pemborosan yang sebenarnya dapat dihemat perusahaan adalah sebesar Rp 653.795.000,00 dalam jangka waktu delapan bulan.
2.9 Model Perbaikan Langkah-langkah yang mendasari beberapa model perbaikan yang diterapkan pada proses sejak gerakan kualitas dimulai diperkenalkan oleh W. Edwards Deming. Langkah-langkah tersebut menggambarkan logika dasar dari perbaikan proses berbasis data. Langkah-langkah tersebut adalah : •
Plan. Meninjau berbagai isu dan kesenjangan yang ada pada kinerja saat ini. Mengumpulkan data mengenai masalah-masalah kunci. Mengidentifikasi dan menyelesaikan akar penyebab masalah. Memikirkan solusi-solusi yang mungkin dan merencanakan sebuah implementasi uji coba terhadap solusi yang paling potensial.
•
Do. Menguji coba solusi yang telah direncanakan.
•
Check. Mengukur hasil-hasil uji coba untuk mengetahui apakah hasil yang dimaksudkan sedang dicapai. Jika muncul masalah, perhatikan penghalangpenghalang yang mengganggu usaha-usaha perbaikan perusahaan.
•
Act. Mendasarkan solusi uji coba dan evaluasi, memperbaiki dan memperluas/meningkatkan solusi untuk membuatnya permanen, dan menggabungkan pendekatan baru bilamana mungkin untuk diterapkan.
16
Model perbaikan Six Sigma didasarkan pada siklus orisinil PDCA atau Plan-Do-Check-Act. Menurut Brue (2002), model perbaikan tersebut merupakan alat yang dapat menemukan beberapa faktor vital yang mempengaruhi hasil proses. •
Define (mendefinisi), menetapkan tujuan-tujuan proyek dan apa yang harus diserahkan kepada konsumen (internal dan eksternal).
•
Measure (mengukur), mengidentifikasi satu atau lebih ciri khas produk atau jasa, memetakan proses, mengevaluasi sistem pengukuran, dan menaksir kemampuan baseline (dasar atau standar perbandingan).
•
Analyze (menganalisis), menganalisis dan mengurangi variabel dengan analisa dan hipotesis grafik yang menguji dan mengidentifikasi beberapa faktor vital untuk proses perbaikan.
•
Improve (memperbaiki), menemukan hubungan-hubungan variabel diantara beberapa faktor vital, menetapkan toleransi pengoperasian, dan mengesahkan pengukuran.
•
Control (mengendalikan), menentukan kemampuan untuk mengendalikan beberapa faktor vital dan menerapkan sistem pengendalian proses.
2.10 Jalur ke Peta Perjalanan Six Sigma Menurut Pande et al. (2002), jalur ke peta perjalanan Six Sigma merupakan titik awal yang mungkin berkaitan dengan sasaran untuk usaha Six Sigma sebagai jalur menuju peta perjalanan seperti yang tertera pada Gambar 1. Bahkan perusahaan dapat mengambil lebih dari satu jalur pada satu waktu asalkan perusahaan tidak menyebar sumber daya dan energi terlalu sedikit. Beberapa kategori jalur ke peta perjalanan Six Sigma adalah : •
Jalur transformasi bisnis Merupakan jalur teratas bagi mereka yang memiliki kebutuhan, visi, dan kesabaran untuk melancarkan Six Sigma sebagai sebuah inisiatif perubahan berskala penuh. Pada permulaan, yang akan lebih mungkin untuk dikerjakan dan sebuah latihan pembelajaran yang cukup layak adalah berkonsentrasi pada pengembangan sebuah peta dari beberapa proses inti lebih baik dari mencoba mengidentifikasi dan menentukan semua proses sekaligus.
17
•
Jalur perbaikan strategis Merupakan jalur yang menawarkan pilihan paling banyak. Usaha perbaikan strategis dapat dibatasi pada satu atau dua proyek perbaikan pilot kunci, atau menggunakan seluruh tim atau pelatihan-pelatihan yang diarahkan pada kelemahan-kelemahan startegis. Dalam usaha tersebut, dapat juga ditentukan tahap untuk sebuah inisiatif transformasi bisnis yang lebih ambisius atau hanya melibatkan kampanye perbaikan yang terfokus yang sudah ada, dalam konteks yang tidak berjangka panjang.
•
Jalur pemecahan masalah Dengan urgensi hasil menggerakkan hampir setiap start-up Six Sigma, maka sebagian besar organisasi memilih untuk pertama-tama melompat ke jalur pemecahan masalah. Sekalipun biasanya merupakan cara tercepat untuk mendapatkan hasil, tetapi mengerjakannya hanya pemecahan masalah dapat juga menjadi jalan pintas paling berisiko pada cara Six Sigma. Bahaya tersebut muncul dalam dua kategori yaitu : 1. Memilih proyek yang buruk, tanpa proses atau data pelanggan, para pemimpin bisnis memilih proyek-proyeknya semata-mata berdasarkan perkiraan dan asumsi-asumsi. Hal ini berarti perusahaan dapat dengan baik mengakhiri isu-isu yang mengganggu, tetapi tidak sungguh-sungguh kritis bagi bisnis atau para pelanggan. Demikian juga merupakan godaan yang lazim untuk meluncurkan terlalu banyak proyek yang diluncurkan secara simultan. 2. Membatasi keuntungan, metode pemecahan masalah dalam langkah perbaikan proses dan perancangan / perancangan ulang proses sangat luar biasa jika digerakkan dengan fokus yang lebih luas dan perspektif jangka panjang. Tujuan dari unsur ketiga tersebut di atas adalah menguji timing dan
kesiapan bisnis untuk masuk ke dalam usaha yang berbasiskan Six Sigma yang potensial untuk dilakukan. Selain itu faktor-faktor penilaian prognosis masa depan dan kinerja saat ini merupakan kasus kuat untuk mengawali Six Sigma, maka perusahaan akan siap menghadapi berbagai tantangan.
18
Jika perusahaan berada diantara organisasi Six Sigma, maka sabuk terbaik adalah mencoba menyeimbangkan dorongan untuk hasil segera dengan perhatian terhadap tujuan-tujuan jangka panjang seperti yang tertera pada Tabel 3 dan Gambar 1 Tabel 3. Tiga Level Sasaran Six Sigma Sasaran
Deskripsi Perubahan utama bagaimana organisasi berjalan (perubahan kultur), seperti :
Transformasi
•
Menciptakan sifat yang berfokus pada pelanggan.
Bisnis
•
Membangun fleksibilitas yang besar.
•
Melepaskan struktur lama atau cara menjalankan bisnis lama.
Menargetkan strategi kunci, kelemahan dan peluang operasional, seperti : Perbaikan
•
Memacu pengembangan produk.
Strategis
•
Mempertinggi efisiensi rantai suplai.
•
Membangun kemampuan e-commerce.
Memperbaiki area spesifik, biaya tinggi, pekerjaan ulang dan penundaan, seperti : Pemecahan
•
Memperpendek waktu proses aplikasi.
Masalah
•
Mereduksi bagian yang kekurangan.
•
Menurunkan volume pengembalian.
Sumber : Pande et al. 2002
2.11 Peran-Peran dalam Organisasi Six Sigma Adapun para pelaku dalam organisasi Six Sigma menurut Pande et al. (2002) adalah : •
Kelompok atau dewan kepemimpinan Dalam memenuhi berbagai tanggung jawab kepemimpinan untuk Six Sigma, maka para eksekutif harus memiliki sebuah forum dimana mereka dapat mendiskusikan, merencanakan, memandu, dan belajar inisiatif Six Sigma.
19
•
Sponsor Sponsor adalah manajer senior yang mengawasi sebuah proyek perbaikan. Hal ini merupakan tanggung jawab kritis yang menuntut adanya keseimbangan yang baik. Tim-tim memerlukan kebebasan untuk membuat keputusankeputusan mereka sendiri, tetapi mereka juga memerlukan petunjuk dari para pemimpin bisnis mengenai arah usaha mereka.
•
Pemimpin implementasi Pemimpin implementasi atau direktur Six Sigma adalah orang yang bertanggung jawab terhadap masalah-masalah administrasi dan mengelola kemajuan serta logistik berbasis harian pada perusahaan.
•
Pelatih Six Sigma Pelatih Six Sigma memberikan nasehat ahli dan bantuan kepada pemilik proses dan tim-tim perbaikan Six Sigma, di bidang-bidang terbentang mulai dari statistik sampai manajemen perubahan hingga strategi-strategi perancangan proses. Pelatih adalah seorang ahli teknis, sekalipun tingkat keahlian akan bervariasi dari bisnis ke bisnis berdasarkan bagaimana peran-peran itu terstruktur dan berdasarkan tingkat kompleksitas masalah.
•
Pemimpin tim atau pemimpin proyek Pemimpin tim adalah individu yang mengemban tanggung jawab terutama untuk kerja dan hasil proyek Six Sigma. Sebagian besar pemimpin tim berfokus pada perbaikan proyek atau perancangan / perancangan ulang, tetapi mereka juga dapat melakukan usaha-usaha yang terkait dengan sistem suara pelanggan, pengukuran atau manajemen proses.
•
Anggota tim Kebanyakan organisasi menggunakan tim sebagai kendaraan untuk sebagian besar usaha perbaikan mereka. Anggota tim memberikan otak dan otot ekstra dibalik pengukuran, analisis, dan perbaikan sebuah proses. Mereka juga membantu menyebarkan berita tentang alat-alat dan proses Six Sigma dan menjadi bagian dari kekuatan hukum untuk proyek-proyek di masa mendatang.
•
Pemilik proses Pemilik proses merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap lintas fungsi untuk mengelola sekumpulan langkah (dari ujung ke ujung) yang
20
memberikan nilai kepada pelanggan, atau menjadi pemilik proses yang telah dirancang baru.
Transformasi Bisnis Pilihan : •
Mengidentifikasi proses inti dan pelanggan kunci
Membatasi jangkauan dari 1 atau 2 proses inti
•
Secara bersama memilih proyek strategi dan atau pemecahan masalah
Perbaikan Strategis
Menentukan persyaratan pelanggan
Pilihan : •
Mengidentifikasi isu strategi yang mencerminkan tantangan transformasi yang luas
•
Membatasi jangkauan untuk pelanggan
Mengukur kinerja saat ini
kunci •
Secara bersamaan meluncurkan proyek pemecahan masalah terkait dengan inisiatif strategis
Pemecahan Masalah Pilihan : •
Memprioritaskan, menganalisis dan mengimplementasikan perbaikan
Secara bersama meluncurkan usaha untuk mendefinisikan proses inti dan pelanggan kunci Meluaskan dan mengintegrasi sistem Six Sigma
Sumber : Pande et al. 2002
Gambar 1. Jalur ke Peta Perjalanan Six Sigma
21
2.12 Proses Implementasi Six Sigma 2.12.1 Mengidentifikasi Proses Inti dan Pelanggan Kunci 2.12.1.1 Mengidentifikasi Proses Inti Bagi semua perusahaan, aktivitas-aktivitas tertentu sangatlah esensial. Dalam organisasi perusahaan, aktivitas tersebut mungkin memiliki sebutan berbeda atau mungkin dibagi-bagi ke dalam bagian yang lebih kecil. Daftar berikut ini merupakan titik awal yang baik untuk membantu perusahaan memastikan bahwa perusahaan telah memasukkan semua proses inti. •
Akuisisi Pelanggan. Proses untuk menarik dan mengamankan para pelanggan bagi organisasi.
•
Administrasi Pesanan. Aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk menginterpretasikan dan menelusuri permintaan terhadap produk atau jasa dari para pelanggan.
•
Pemenuhan Pesanan. Pembuatan, persiapan, dan pengiriman pesanan kepada pelanggan.
•
Layanan atau Dukungan Pelanggan. Aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk menopang kepuasan pelanggan setelah pengiriman sebuah pesanan.
•
Pengembangan Produk / Jasa Baru. Konsepsi, rancangan, dan peluncuran jasa yang bernilai tambah bagi para pelanggan.
•
Faktur dan Tagihan ( Pilihan ). Apakah “telah terbayar” benar-benar merupakan proses inti atau proses pendukung, namun proses itu sendiri merupakan hal yang terbuka untuk diinterpretasikan. Sekalipun secara teknis bukan merupakan bagian dari pengiriman nilai, proses itu juga merupakan bagian kunci dari hubungan “menang-menang” dengan para pelanggan, dan karena itu merupakan sukses finansial. Dalam mendukung fungsi-fungsi sebuah organisasi, ada proses-proses
standar yang memberikan sumber daya atau kapabilitas kunci yang membuat proses inti dapat bekerja. Di sini sedikit lebih spesifik karena perusahaan mengambil departemen-departemen dan membaginya ke dalam proses-proses inti mereka. •
Akuisisi Kapital. Provisi sumber daya finansial bagi organisasi untuk melakukan pekerjaannya dan melaksanakan strateginya.
22
•
Maksimalisasi Aset. Penggunaan kapital yang sudah ada ( terutama uang ) untuk menciptakan kemungkinan pengembalian yang terbesar sejalan dengan strategi nilai dari perusahaan.
•
Budgeting. Proses memutuskan berapa banyak dana yang akan dialokasikan pada satu periode waktu.
•
Recruitment. Akuisisi orang ( pekerja ) untuk melakukan kerja organisasi.
•
Evaluasi dan Kompensasi. Penilaian dan penggajian pekerja untuk kerja / nilai yang mereka berikan kepada perusahaan.
•
Pendukung dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Mempersiapkan pekerja untuk kerja mereka saat ini dan kebutuhan keterampilan / pengetahuan yang akan datang.
•
Pemenuhan Peraturan. Proses-proses untuk memastikan bahwa perusahaan memenuhi semua hukum dan kewajibannya.
•
Fasilitas. Provisi dan pemeliharaan terhadap pabrik dan perlengkapan fisik sehingga bisnis dapat menjalankan fungsinya.
•
Sistem Informasi. Perpindahan dan pemrosesan data dan informasi untuk memperlancar operasi dan keputusan bisnis.
•
Manajemen Fungsional dan atau Proses. Sistem dan aktivitas untuk memastikan keefektifan pelaksanaan kerja bisnis.
2.12.1.2 Menentukan Output Proses Kunci dan Para Pelanggan Kunci Perusahaan Tantangan perusahaan adalah menghindari untuk terlalu menekankan banyak item atau produk kerja ke dalam kategori “output”. Jika perusahaan seperti organisasi kebanyakan, maka ada banyak bahan yang akan diproduksi setiap hari dan beberapa dari bahan tersebut mungkin berakhir di tangan pelanggan perusahaan. Tetapi dari sudut pandang proses strategis atau proses inti, untuk saat ini hanya produk final atau output primer yang relevan.
2.12.1.3 Membuat Peta Proses Inti Tingkat Tinggi Dalam manajemen dan perbaikan proses, diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling berguna dan paling sering digunakan. Diagram ini
23
digunakan untuk menyajikan tampilan sekilas dari aliran kerja. SIPOC berasal dari lima elemen yang ada pada diagram, yaitu : •
Pemasok – orang atau kelompok yang memberikan informasi kunci, bahanbahan atau sumber daya lainnya kepada proses.
•
Input – sesuatu yang diberikan.
•
Process – sekumpulan langkah yang mengubah dan idealnya menambahkan nilai input.
•
Output – produk atau proses final
•
Customer – orang, kelompok, atau proses yang menerima output SIPOC dapat menjadi bantuan berharga untuk membuat orang-orang
mengetahui bisnis dari perspektif proses. Berikut merupakan manfaat dari SIPOC: •
Menampilkan sekumpulan aktivitas lintas fungsional dalam satu diagram tunggal yang sederhana.
•
Menggunakan kerangka kerja yang dapat diterapkan pada proses dengan semua ukuran bahkan organisasi keseluruhan.
•
Menambah memelihara perspektif gambar besar, yang untuk detail tambahan dapat ditambahkan. Dengan menghubungkan ujung ke ujung dari SIPOC pada organisasi – di
mana output dari suatu proses lainnya – perusahaan dapat mengembangkan diagram proses tingkat tinggi dari perusahaan keseluruhan.
2.12.2 Menentukan Persyaratan Pelanggan 2.12.2.1 Mengumpulkan Data Pelanggan dan Membangun Strategi Voice Of Customer (VOC) Banyak perusahaan telah menangani dengan baik kebutuhan-kebutuhan para pelanggan mereka, atau mempunyai orang atau mekanisme untuk melanjutkan hal tersebut. Tentunya perusahaan-perusahaan dengan semua tipe mengeluarkan banyak uang untuk melakukan riset pasar dan survei pelanggan – yang mungkin dilakukan bertahun-tahun. Akan tetapi, perusahaan banyak yang menyatakan praktik yang sekarang ini digunakan untuk dapat mengikuti kebutuhan pelanggan, menciptakan rasa aman yang salah. Jika praktik tersebut diuji lebih jauh, banyak perusahaan kemungkinan besar sampai pada kesimpulan yang sama yaitu perusahaan tidak memahami para pelanggan seperti yang dipikirkan.
24
2.12.2.2 Membangun Standar Kinerja dan Pernyataan Persyaratan Memahami kebutuhan serta perilaku pelanggan – entah dari data yang sudah ada atau dari sistem VOC yang diperbaiki – merupakan titik awal dari mana perusahaan dapat mulai membangun petunjuk-petunjuk yang jelas bagi kinerja dan kepuasan pelanggan. Dengan persyaratan yang telah ditentukan dengan konkret, perusahaan dapat mengukur kinerja aktual perusahaan dan menilai strategi serta pasar perusahaan untuk berfokus pada permintaan dan ekspetasi pelanggan Ada beberapa langkah-langkah dalam menentukan persyaratan pelanggan. 1. Mengidentifikasi situasi output atau jasa. Ini merupakan titik awal kunci : persyaratan untuk apa? 2. Mengidentifikasi pelanggan atau segmen pelanggan. Siapa yang akan menerima produk atau jasa? Semakin perusahaan dapat fokus, semakin mudah biasanya hal ini untuk dilakukan. Ketika memikirkan para pelanggan eksternal, maka perlu dibedakan antara distributor atau mitra rantai persediaan dengan pengguna akhir atau konsumen. 3. Meninjau data yang tersedia mengenai kebutuhan pelanggan, ekspektasi, komentar, komplain, dan sebagainya. Menggunakan data yang obyektif dan dapat dikuantifikasikan, jika mungkin, untuk menentukan persyaratan. Dengan cara apapun perlu untuk tidak menduga apa yang penting bagi pelanggan, atau mendasarkan persyaratan hanya pada input anekdot. 4. Menyusun draft pernyataan persyaratan. Inilah tempat bagi perusahaan untuk menghadapi tantangan besar yakni menerjemahkan apa yang diinginkan oleh pelanggan ke dalam sesuatu yang dapat diobservasi, dan menentukan sebuah standar kinerja yang jelas. Setelah membuat draft, kemudian diuji dengan orang lain untuk memastikan apakah persyaratan itu jelas, spesifik, dapat diobservasi / dapat diukur, mudah dimengerti, dan seterusnya. 5. Memvalidasi persyaratan. Validasi meliputi semua langkah yang dapat perusahaan ambil untuk memeriksa ulang persyaratan untuk memastikan bahwa persyaratan tersebut secara akurat mencerminkan kebutuhan serta harapan pelanggan. Satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah memberikan kepada pelanggan sebuah contoh berdasarkan persyaratan dan kemudian mengukur reaksi terhadap contoh tersebut. Validasi persyaratan dapat juga
25
melibatkan pengecekan dengan orang-orang di dalam proses yang perlu menginterpretasi dan memenuhi persyaratan. 6. Memperbaiki dan menyelesaikan pernyataan persyaratan. Ketika ada kesenjangan antara apa yang diinginkan pelanggan dengan apa yang dapat perusahaan lakukan secara aktual, maka tantangan yang dihadapi adalah menegosiasi sebuah persyaratan yang mungkin untuk dilakukan – atau bahkan meningkatkan dengan lebih baik sebuah proses. Setelah persyaratan telah diselesaikan, kemudian didistribusikan atau dikomunikasikan persyaratan tersebut untuk memastikan bahwa setiap orang mengetahui harapan serta pengukuran kinerja.
2.12.1.3
Menganalisis dan Memprioritaskan Persyaratan Pelanggan, Menghubungkan Persyaratan dengan Strategi Semua persyaratan pelanggan tidak dibuat sama, demikian juga reaksi-
reaksi pelanggan terhadap sebuah defect – kasus di mana sebuah persyaratan tidak dipenuhi – tidak sama untuk setiap persyaratan. Dimensi lain dari menentukan persyaratan pelanggan adalah untuk mengkategorisasi dan mendahulukan standar kinerja dan pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan. Ulasan ini juga dapat membantu perusahaan untuk mengantisipasi bagaimana harapan-harapan pelanggan akan berkembang – memberi perusahaan sebuah kesempatan untuk berada di depan kebutuhan mereka, juga pesaing perusahaan. Model yang digunakan perusahaan yang berkembang untuk menganalisis persyaratan, didasarkan pada kerja Noriaki Kano, seorang insinyur dan konsultan Jepang. Aplikasi-aplikasi yang paling umum dari analisis Kano dikelompokkan ke dalam tiga kategori : 1. Dissatisfiers atau Basic Requirements, adalah faktor-faktor, fitur, atau standar kinerja yang memang diharapkan oleh pelanggan untuk dipenuhi. Jika perusahaan mencapai hal ini, perusahaan tidak mendapatkan nilai ekstra; jika perusahaan tidak berhasil memenuhinya, perusahaan dijamin memiliki pelanggan yang tidak puas. 2. Satisfier atau Variable Requirements, semakin baik atau semakin buruk kinerja perusahaan pada persyaratan ini, semakin tinggi atau semakin rendah rating perusahaan di mata pelanggan.
26
3. Delighters atau Latent Requirements, adalah fitur atau faktor yang melampaui harapan pelanggan, atau tidak satupun yang menekankan kebutuhan target
2.12.3 Mengukur Kinerja Saat Ini 2.12.3.1 Merencanakan dan Mengukur Kinerja Pada Persyaratan Pelanggan Beberapa tahapan dalam memilih dan mengukur kinerja pada persyaratan pelanggan, yaitu : 1. Memilih apa yang hendak diukur Perusahaan memulai pengukuran ini dengan sebuah deskripsi lengkap tentang bagaimana para pelanggan mengevaluasi jasa dan atau produk perusahaan. Jika data VOC dan Persyaratan Perusahaan belum sangat shopisticated, perusahaan tetap masih dapat memulai pengukuran, tetapi dengan resiko yang sedikit lebih besar karena menggunakan ukuran-ukuran yang tidak berjalan baik. 2. Membuat definisi operasi Definisi operasi adalah deskripsi yang jelas, dapat dipahami dan tidak ambigu, mengenai apa yang diukur atau observasi, sehingga setiap orang dapat melakukan atau mengukur secara konsisten berdasarkan definisi tersebut. 3. Mengidentifikasi sumber data Banyak sumber data yang mungkin ada pada suatu perusahaan tetapi yang perlu diperhatikan untuk memilih data tersebut adalah memastikan sumber data yang dipilih atau yang dapat diperoleh memiliki keakuratan dan mewakili proses, produk, atau jasa yang ingin diukur. 4. Mempersiapkan rencana pengumpulan dan sampling Pada proses ini terdapat cakupan yang bisa mewakili dari proses secara keseluruhan karena pada tahap ini memiliki kekompleksan yang sangat rumit dan panjang. Proses tersebut memiliki lingkup utama yaitu : form, stratifikasi, dan sampling. 5. Melaksanakan dan memperbaiki pengukuran Ada beberapa metode untuk memeriksa seberapa akurat ukuran-ukuran itu tetap akurat. Dalam menguji akurasi dan nilai pengukuran di bidang pemanufakturan, test yang paling umum adalah terhadap keefektifan sebuah
27
ukuran dikenal sebutan Gage R&R. Tes ini memasukkan pengulangan sebuah ukuran dalam berbagai lingkungan yang berbeda-beda untuk menguji empat kriteria penting berikut ini. •
Accuracy. Seberapa tepat pengukuran atau observasi?
•
Repeatability (kemampuan untuk dapat diulang). Jika satu orang atau satu bagian dari alat pengukuran mengukur atau mengobservasi item yang sama lebih dari satu kali, akankah ia mendapatkan hasil yang sama setiap kali melakukan pengukuran?
•
Reproducibility (kemampuan untuk dapat diproduksi kembali). Jika dua atau lebih orang atau mesin mengukur hal yang sama, akankah mereka mendapatkan hasil yang sama
•
Stability. Sepanjang waktu, akankah akurasi atau repeatability menyimpang atau berubah?
2.12.3.2 Membangun Ukuran-Ukuran Defect Dasar dan Mengenali PeluangPeluang Perbaikan Alat-alat dan metode-metode pengumpulan data, merupakan hal yang penting dalam semua jenis pengukuran proses bisnis. Tetapi pada Peta Perjalanan Six Sigma, sasaran perusahaan hanya memberikan baseline kinerja – untuk menentukan seberapa baik proses dikerjakan pada hari ini – sehingga perusahaan dapat memfokuskan serta mengukur perbaikan.
2.12.4 Ukuran – Ukuran Six Sigma Berikut ini beberapa istilah sederhana yang perlu ditinjau atau diklarifikasi jika perusahaan mau memahami ukuran-ukuran Six Sigma 1. Defect •
Unit. Sebuah item yang sedang diproses, atau produk atau jasa yang sedang dikirim kepada pelanggan.
•
Defect. Kegagalan untuk memenuhi persyaratan pelanggan / kinerja standar.
•
Defective. Semua unit yang berisi sebuah defect.
•
Defect opportunity. Karena sebagian besar produk atau jasa memiliki banyak persyaratan pelanggan, maka ada beberapa peluang untuk memiliki cacat.
28
2. Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa) Fishbone diagram digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara suatu masalah dengan kemungkinan penyebabnya. Struktur ini menyerupai tulang ikan yang merepresentasikan cabang utama (tulang punggung) yang mewakili efek dan diletakkan disamping kanan diagram itu sebagai kepala ikan. Setiap tulang besar yang bercabang dari tulang punggung berhubungan dengan suatu penyebab pokok atau kelompok penyebab. Tulang kecil yang bercabang dari tulang besar berhubungan dengan faktor-faktor kausal yang lebih mendetail. Diagram Ishikawa berguna dalam setiap analisis karena dapat menggambarkan hubungan sebab dan akibat secara rasional, contoh diagram lebih lanjut seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. Orang
Mesin Kekurangan staf
Pengukuran Database tidak mutakhir
Komputer
Latihan Komunikasi buruk
Tidak ada komunikasi pesanan tunggakan
Pembersihan stok Tidak ada verifikasi prosedur
Metode
Bahan Baku
Bagian-bagian yang hilang
Efek : Kekurangan Bagian Bagian Subsebab level pertama
Sumber penyebab potensial
Sumber : Brue (2002)
Gambar 2. Contoh Diagram Ishikawa (Fishbone Diagram) pada Perusahaan Manufacture
3. Diagram Pareto Merupakan suatu grafik balok yang memecah suatu masalah menjadi kontribusi-kontribusi yang berhubungan dengan komponen-komponennya. Nama Pareto diambil dari nama penemunya yaitu seorang Ekonom Italia bernama Vilfredo Pareto yang dikenal dengan konsep 80/20, yang berasumsi bahwa beberapa unsur vital yang merupakan masalah 80% disebabkan oleh hanya 20% penyebab masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menstratifikasi data kedalam
29
kelompok-kelompok dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang. Diagram Pareto membantu perusahaan mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah secara umum. Berkaitan dengan Six Sigma, Diagram Pareto dapat digunakan dalam mengidentifikasi faktor-faktor dalam suatu proses yang mempunyai efek akumulatif terbesar, sehingga perusahaan dapat berfokus pada beberapa faktor vital. Setiap faktor yang ada dapat di plot dari yang paling penting sampai yang kurang penting dalam bentuk urutan menurun berdasarkan frekuensi relatif. Dalam grafik akan timbul faktor yang paling penting sampai yang kurang penting seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3. Diagram Pareto tersebut memperlihatkan persentase dari berbagai masalah yang terjadi pada suatu pekerjaan. 120 100 80
Persentase dari Setiap Jenis 60 Masalah
Persentase Akumulatif
40 20 0 1
2
3
4
5
6
Jenis Masalah
Sumber : Brue, 2002
Gambar 3. Contoh Diagram Pareto
30
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI PT DSFI Tbk dibangun dengan visi dan misi ke arah kemajuan perusahaan dalam perkembangan pesat yang telah dialaminya. Dalam pengembangan bisnisnya, PT DSFI Tbk harus merumuskan perencanaan strategis oleh pihak manajemen atas dan selanjutnya disosialisasikan ke jenjang di bawahnya. Konsep integrasi strategis yang akan diterapkan harus sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapai sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan yang dituju dan diharapkan dapat mampu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan nilai dari perusahaan secara berkesinambungan. Visi dan misi perusahaan tersebut dijabarkan ke dalam fungsional tiap divisi perusahaan, diantaranya : Divisi Keuangan dan Sumberdaya Manusia, Divisi Management Information Sistem, Divisi Produksi, Divisi Teknik dan Divisi Pemasaran. Dalam penelitian ini fokus dicurahkan pada Divisi Produksi khususnya Sub Divisi Raw Material dan Sub Divisi Processing. Kemudian dihubungkan keterkaitan masalah dengan yang akan diteliti dilihat dari Perspektif Produksi, Perspektif Pelanggan, Perspektif Pemasaran dan Perspektif Sumberdaya Manusia. Perspektif Produksi harus mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen sehingga manajemen dapat mengetahui letak inefisiensi dan pemborosan yang terjadi pada penyediaan bahan mentah dan proses produksi. Pihak manajemen perlu untuk memahami konsep Six Sigma secara utuh karena dalam perspektif Six Sigma antara bidang yang satu dengan bidang yang lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ketika perusahaan berusaha menerapkannya, maka akan ada perubahan budaya kerja yang terjadi di Manajemen Menengah sebagai motor penggerak perusahaan dibantu oleh Konsultan dan Manajemen Bawah. Sementara Manajemen Atas hanya memberikan dukungan moril dan finansial. Penerapan konsep Six Sigma diharapkan akan memberikan hasil yang positif bagi kinerja perusahaan yaitu dengan tercapainya efisiensi. Pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan model strategi perbaikan kinerja perusahaan. Secara lengkap kerangka pendekatan studi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
31
PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Visi, Misi, Tujuan, Strategi
Divisi Keuangan dan Sumber Daya Manusia
Divisi Management Information System
Divisi Produksi
Sub Divisi Raw material
Perspektif Pelanggan
Manajemen Puncak
Divisi Teknik
Divisi Pemasaran
Sub Divisi Processing
Perspektif Produksi
Perspektif Pemasaran
Manajemen Menengah
Perspektif SDM
Manajemen Bawah
Penerapan Six Sigma
Efisiensi Produksi
Strategi Perbaikan Kinerja
Keterangan : : Ruang lingkup penelitian : Lintas saling berkooperatif
Gambar 4. Bagan Alir Pendekatan Studi
32
IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan satuan kasus PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk yang berlokasi di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Studi kasus atau penelitian kasus (case study) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir 1985). Subjek penelitian merupakan individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasil dari penelitian kasus merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok, lembaga, dan sebagainya.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image. Data text adalah data yang berbentuk alfabet dan angka numerik, data ini tidak mengikuti kaidah yang telah ditentukan dan dapat berbentuk apa saja, yang menentukan arti dari data tersebut adalah interpretasinya (Fauzi 2001). Data image memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu melalui diagram, tabel, foto (misal : gambar produk perusahaan, layout pabrik dan gambar perusahaan), dan sejenisnya. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara langsung dengan karyawan yang terlibat langsung dengan kegiatan perusahaan baik kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sumberdaya manusia dan kegiatan produksi. Data sekunder diperoleh dari informasi dan laporan tertulis perusahaan yang bersangkutan, seperti laporan keuangan, data fasilitas, jumlah bahan baku yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan.
33
4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Dengan metode ini anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata dari judgment si peneliti, digunakan untuk situasi dimana persepsi orang pada sesuatu sudah terbentuk (Fauzi 2001). Melalui metode ini pemilihan responden (sampel) didasarkan atas pengetahuan mengenai bidang pekerjaan yang sedang diembannya saat ini. Adapun responden yang diminta keterangannya mengenai topik yang bersangkutan dengan penulisan adalah dari bagian produksi, bagian Quality Control, bagian Quality Assurance, bagian personalia, bagian keuangan, bagian pemasaran, dan karyawan perusahaan dengan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan bidangnya masing-masing. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yaitu memberi pertanyaan kepada responden sesuai dengan data yang dibutuhkan. Wawancara dilakukan untuk memperoleh penjelasan tentang sistem perbaikan kinerja yang digunakan perusahaan serta data-data kunci yang merupakan instrumen penting dalam mendesain program Six Sigma perusahaan.
4.4 Metode Analisis Data Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
4.4.1
Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan dengan tujuan untuk menilai efektifitas
kinerja PT DSFI Tbk melalui evaluasi terhadap kinerja perusahaan. 1. Analisis Defect Per Opportunities (DPO) Defect per opportunities merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk mengukur proporsi produk cacat (defect) atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.
DPO
=
Jumlah Defect Jumlah Unit X Jumlah Peluang .............……(1)
34
2. Analisis Defect Per Million Opportunities (DPMO) Ukuran-ukuran yang sering digunakan dalam menerjemahkan peluang defect yaitu dengan format DPMO, yang mengindikasikan berupa banyak defect yang akan muncul dalam satu juta peluang. DPMO = DPO X 1.000.000 ………………(2) 3. Ukuran Sigma Ukuran Sigma merupakan ukuran yang menunjukkan penyimpangan standar, suatu indikator dari tingkat variasi dalam seperangkat pengukuran atau proses dengan mengkonversi nilai dari DPMO ke dalam Tabel Sigma. Dengan demikian perusahaan dapat mengetahui dimana posisi perusahaan berada. 4. Diagram Pareto Diagram Pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam kelompokkelompok dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang. Diagram Pareto membantu perusahaan mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah secara umum. Analisis Pareto didasarkan pada hukum 80/20 yang berarti bahwa 80% pengeluaran atau kerugian di dalam suatu organisasi dibuat oleh hanya 20% masalah.
4.4.2
Analisis Kualitatif Analisis kualitatif yang akan digunakan adalah dengan Analisis Komparasi.
Analisis Komparasi yaitu teknik analisis dengan cara membandingkan obyek penelitian dengan konsep pembanding (Subiyanto diacu dalam Dilana 2005). Dengan analisis ini dapat dibandingkan apakah kasus yang diteliti memiliki persamaan dengan konsep yang dijadikan acuan. Alat yang digunakan untuk menguji adalah dengan konsep Six Sigma. •
Diagram Ishikawa (Fishbone Diagram) Fishbone Diagram atau sering disebut dengan Diagram Sebab Akibat adalah alat analisis yang digunakan untuk memberi gambaran visual mengenai suatu masalah dan menunjukkan penyebab-penyebab potensial dan hubunganhubungan yang mungkin timbul diantara masing-masing penyebab.
35
4.5
Batasan Pengukuran
1. Fish fillet merupakan beberapa jenis ikan yang disayat atau diambil hanya bagian dagingnya saja dalam bentuk lempengan daging dari setiap sisi ikan. 2. Perusahaan perikanan merupakan perusahaan agribisnis pada bidang perikanan yang berusaha di dalam salah satu sub-sistem, beberapa sub-sistem atau secara terpadu total di dalam sistem agribisnis yang dikelola dengan keterampilan manajemen yang baik untuk memperoleh keuntungan moril maupun materil. 3. Efektifitas perusahaan adalah kemampuan manajemen perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan baik yang diukur berdasarkan kinerja perusahaan. 4. Six Sigma adalah cara mengukur proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan dengan 3,4 cacat dalam setiap satu juta peluang (DPMO) dengan metode perbaikan yang terdiri dari tahap pendefinisian, pengukuran, penganalisisan, perbaikan dan pengontrolan (DMAIC). 5. Diagram Pareto merupakan alat kualitas berdasarkan prinsip Pareto yaitu menggunakan data atribut dengan kolom-kolom yang disusun dalam urutan menurun (descending), dengan kejadian-kejadian paling tinggi (bar tertinggi) ada di urutan pertama, menggunakan baris kumulatif untuk melacak persentase dari setiap kategori/bar, yang membedakan 20 persen item yang menyebabkan 80 persen masalah. 6. Diagram sebab akibat atau Fishbone Diagram adalah alat analisis yang digunakan untuk memberi gambaran visual mengenai suatu masalah dan menunjukkan penyebab-penyebab potensial dan hubungan-hubungan yang mungkin timbul diantara masing-masing penyebab. 7. DMAIC adalah singkatan untuk perbaikan proses atau sistem manajemen yang terdiri dari define, measure, analyze, improve dan control yang merujuk pada struktur untuk perbaikan proses, aplikasi perancangan atau perancangan ulang. 8. DPMO merupakan kalkulasi yang digunakan dalam inisiatif perbaikan proses Six Sigma yang mengindikasikan jumlah defect dalam sebuah proses per satu juta peluang. 9. Efisiensi adalah ukuran-ukuran yang dikaitkan dengan kuantitas sumber daya yang digunakan dalam memproduksi output sebuah proses (misal biaya proses,
36
waktu siklus total, sumber daya yang dikonsumsi, biaya defect, potongan dan atau pemborosan). 10. Kualitas merupakan konsep yang luas dan atau disiplin yang mencakup tingkat kesempurnaan, atribut pembeda atau sifat, kesesuaian dengan spesifikasi, standar perbandingan yang dapat diukur sehingga aplikasi-aplikasi dapat ditujukan secara konsisten kepada tujuan-tujuan bisnis.
4.6
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan dan pemasaran produk perikanan yaitu PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk yang terletak di Jl. Laksamana RE Martadinata I, Tanjung Priok Jakarta Utara. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama kurang lebih 3 bulan yaitu Agustus 2005 hingga Oktober 2005.
37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk 5.1.1
Sejarah Pendirian dan Perkembangan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk PT Dharma Samudera Fishing Industries adalah perusahaan pengolahan
hasil perikanan, yang didirikan di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 1973, dengan Akta Pendirian No.3 yang dibuat dihadapan Tan Thong Kie, Notaris di Jakarta dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/41/9 tanggal 6 Februari 1974, serta didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta dengan No.441 tanggal 13 Februari 1974 dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI No.18 tanggal 1 Maret 1974. PT Dharma Samudera Fishing Industries berdiri pada tahun 1969 dengan nama CV Dharma Mulia, merupakan perusahaan keluarga, bergerak dalam bidang usaha pengolahan produk perikanan. Perusahaan ini didirikan oleh 3 (tiga) bersaudara yaitu Ridwan Sutjiamidjaya, Irawan Sutjiamidjaya, dan Herman Sutjiamidjaya serta jabatan direktur utamanya dipegang oleh Irawan Sutjiamidjaya. Pada tahun 1969 perusahaan tersebut belum mempunyai gedung yang lengkap, tetapi hanya sarana dan prasarana yang cukup untuk mengolah udang saja. Pada tahun 1972 dengan adanya undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), CV Dharma Mulia membangun gedung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Kegiatan di bidang perikanan mulai mapan sejak tahun 1973, dengan produk utamanya adalah udang beku dan produk lainnya seperti : paha kodok, sotong dan cumi-cumi. Negara tujuan ekspor dari produk yang dihasilkan adalah Amerika, Jepang dan Uni Eropa. Pada tahun 1982, keluarga Sutjiamidjaya membuka usaha pengolahan ikan di Kendari dengan nama PT Dharma Samudera. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1984 pemerintah mengeluarkan peraturan perundangundangan tentang pelarangan pengoperasian penangkapan udang dengan menggunakan alat tangkap Trawl atau Pukat Harimau, untuk menjaga kelestarian lingkungan. Berlakunya peraturan tersebut, menyebabkan pasokan hasil
38
tangkapan menurun sementara permintaan terhadap udang tinggi sehingga menyebabkan harga bahan baku dipasaran melonjak drastis. Keadaan demikian akhirnya berimplikasi pada kerugian perusahaan, hingga pada tahun 1985 perusahaan menghentikan kegiatan usahanya, dan menyewakan gedung serta peralatan milik perusahaan kepada perusahaan lain. Dalam keadaan berhenti sementara usahanya, perusahaan mulai mengadakan tindakan riset pasar untuk mencari produk yang berpotensi di pasar Internasional. Dengan cara mempelajari alur proses produksi dan peluang pasar yang potensial perusahaan mulai berusaha memasarkan ikan seperti : cakalang, tuna dan kakap. Pada tahun 1988 perusahaan mulai bangkit kembali dengan adanya permintaan baru dari Mitsubishi Corporation Jepang untuk mensuplai tuna beku dan kakap beku. Sejak itu perusahaan mulai lagi aktif berproduksi dengan melakukan diversifikasi produk yang didominasi oleh ikan Kakap Merah beku. Tanggal 24 Oktober 1993 CV Dharma Mulia Jakarta berubah nama menjadi PT Dharma Samudera Fishing Industries (DSFI) dengan kegiatan usaha yang ditekankan pada tiga komoditi ekspor yaitu : kakap beku, tuna steak dan lobster beku. PT DSFI mencapai kejayaan pada tahun 1996. Pada tahun tersebut perusahaan sebagai produsen fillet Kakap Merah beku, dengan pemasaran produk 60% untuk pasar Jepang dan 40% sisanya untuk pasar Amerika, Uni Eropa dan Asia. Namun pada sekitar tahun 1998 resesi ekonomi melanda Jepang, pemasaran produk PT Dharma Samudera Fishing Industries berubah menjadi 70% untuk pasar Amerika, 20% untuk pasar Jepang dan sisanya 10% untuk pasar Eropa dan Asia. Kegiatan usaha perusahaan adalah di bidang perikanan laut, meliputi mengambil, mengolah, menjual serta menjalankan usaha-usaha di bidang perdagangan hasil perikanan laut. Untuk pabrik perusahaan yang berlokasi di Jakarta, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 200 kapal armada nasional untuk penangkapan ikan besar dan ikan tuna yang daerah operasionalnya mulai dari Sabang sampai Merauke. Untuk menyerap hasil tangkapan ikan tersebut, perusahaan mendirikan pos-pos pembelian di sepanjang pulau Jawa dan pulau Sumatra mulai dari pelabuhan ikan di Muara Baru, Muara Angke, Eretan,
39
Batang, Juana, Brodong, Gresik, Probolinggo, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Lampung, Bengkulu dan Padang. Sejalan dengan perkembangan bisnis perikanan, pada tanggal 1 Februari 2000 perusahaan dinyatakan go public (sebagian saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat umum) dengan komoditi andalan fillet Kakap Merah beku dan diversifikasi produk beku lainnya, serta produk olahan (added value). PT DSFI setelah dinyatakan go public berubah menjadi PT Dharma Samudera Fishing Industries Terbuka (PT DSFI Tbk). Saat ini, PT DSFI Tbk merupakan salah satu perusahaan pengolahan yang terbesar di Indonesia untuk produk-produk frozen fish dimana untuk pangsa ekspor frozen fish fillet di tahun 1998, perusahaan mempunyai pangsa pasar sebesar 69,9 % dan untuk lobster frozen sebesar 71,43 %. Sedangkan untuk produk fish fillet Kakap Merah, perusahaan menguasai 70 % pangsa pasar di Amerika dan 50 % pangsa pasar di Jepang.
5.1.2 Lokasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Lokasi perusahaan PT DSFI Tbk terletak di jalan R.E. Martadinata I Industri 2, Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dari letaknya, lokasi perusahaan ini cukup strategis, karena perusahaan terletak di sekitar 7,6 Km di sebelah timur laut dari pusat kota Jakarta, dekat dengan pelabuhan Tanjung Priok dan sumber bahan baku. Perusahaan juga memiliki fasilitas pengangkutan yang memadai serta persediaan air (water supply) dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang cukup. Adapun batas perusahaan yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan PT Samudera Indonesia. Di sebelah Selatan berbatasan dengan perusahaan peti kemas PT Sandi Laut Caraka, dan sebelah Timur berbatasan dengan PT Pasific Paint, yang bergerak di bidang cat dan tinta. Sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan kali Japat yang bermuara di Teluk Jakarta.
5.1.3 Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi Perusahaan Adapun visi dari PT DSFI Tbk adalah menjadikan salah satu perusahaan processing yang terbesar di Indonesia. Sedangkan misi dari perusahaan adalah
40
perbaikan terus-menerus dengan menggunakan tenaga kerja ahli, berdisiplin, manajemen yang transparan dan profesional serta pemanfaatan teknologi baru. Tujuan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah sebagai berikut : 1. Menjadikan perusahaan pengekspor ikan terbesar di Indonesia. 2. Meningkatkan kemajuan perusahaan baik secara manajemen maupun laba (keuntungan). 3. Meningkatkan kesejateraan pemilik dan karyawan. Strategi yang dijalankan perusahaan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Memfokuskan pada produk fish fillet dan cakalang. 2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu produk sesuai dengan standar industri. 3. Menghasilkan produk baru yang memberikan nilai tambah.
5.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi PT DSFI Tbk adalah struktur organisasi fungsional, yaitu pengelompokkan tugas-tugas dan kegiatan yang sejenis ke dalam unit-unit yang terpisah. Departemenisasi fungsional perusahaan yang digunakan yaitu : Keuangan dan Sumber Daya Manusia, Pemasaran, Teknik, Management Information Sistem (MIS) dan Produksi. Perusahaan dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang dibantu oleh beberapa direktur. Dalam menjalankan tugasnya Presiden Direktur dibantu oleh lima orang direktur yaitu : •
Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia
•
Direktur Teknik
•
Direktur Pemasaran
•
Direktur Management Information Sistem (MIS)
•
Direktur Produksi Adapun struktur organisasi PT DSFI Tbk dapat dilihat pada Gambar 5.
Presiden Direktur PPC
Direktur Keuangan dan SDM
Kadiv. Keuangan
Kabag. Finance Kabag. Perizinan dan Pajak Kabag. Audit & Pembukuan
Kadiv. HRD & General Affair
Kabag. General Affair
Kabag. Personalia
Sie. Perekrutan, Pemeliharaan, Pemutusan & Tata Tertib Sie. Administrasi Personalia & Asuransi
Kabag. Lokal
Direktur Pemasaran
Direktur Teknik
Direktur MIS
Kadiv. Pemasaran
Kadiv. Teknik
Kadiv. MIS
Kabag. Pemasaran Ekspor Impor
Direktur Produksi
Quality Assurance
Kadiv. Produksi
Kabag. Listrik Kabag. Teknik Kapal Kabag. Teknik Produksi
Sumber : Laporan Bagian Personalia 2005
Gambar 5. Struktur Organisasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk.
41
42
Tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan adalah sebagai berikut : a. Presiden Direktur •
Merencanakan dan menentukan kebijakan strategis perusahaan.
•
Mendelegasikan strategis perusahaan kepada direktur agar terimplementasi dengan baik.
•
Memonitor dan mengevaluasi tugas direktur.
b. Direktur •
Merencanakan dan mengembangkan kualitas kerja bidangnya.
•
Mendelegasikan tugas kepala divisi.
•
Mengambil kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan bidangnya.
•
Memonitor dan mengevaluasi tugas atau pekerjaan kepala divisi dibawahnya.
c. Kepala Divisi •
Menentukan dan merencanakan arah kebijakan Sumber Daya Manusia dan General Affair.
•
Mendelegasikan tugas atau pekerjaan kepada kepala bagian dibawahnya.
•
Mewakili direktur pada acara-acara atau kegiatan yang berhubungan dengan instansi pemerintah atau swasta.
•
Mengevaluasi atau memonitor tugas kepala bagian dibawahnya dan tugas lainnya yang berhubungan dengan jabatan atau divisinya.
d. Kepala Bagian Personalia •
Merekrut dan menghentikan karyawan atas persetujuan kepala divisi dan direktur.
•
Mengevaluasi kerajinan (absensi) dan kemampuan kerja karyawan bersama kepala bagian yang bersangkutan.
•
Menetapkan tata-tertib, sanksi atau peringatan kepada karyawan atau karyawati yang melakukan kesalahan atau melanggar tata-tertib perusahaan.
•
Mengurus keikutsertaan dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan asuransi kesehatan.
•
Memberi petunjuk dan arahan pada karyawan atau karyawati.
•
Tugas-tugas lain yang berhubungan dengan kepersonaliaan.
43
o Seksi Administrasi Personalia dan Asuransi − Memonitor dan merekap tingkat kehadiran karyawan. − Memfile data-data kepersonaliaan. − Mengurus pelaporan dan klaim asuransi karyawan dan karyawati. − Mendata keluar masuk karyawan dan karyawati. − Tugas lain yang berhubungan dengan jabatan. o Seksi Perekrutan, Pemeliharaan, Pemutusan dan Tata Tertib − Mencari sumber perekrutan karyawan baik ekstern maupun intern. − Melakukan proses seleksi karyawan atau karyawati. − Mengembangkan kualitas ataupun kuantitas kerja karyawan atau karyawati. − Memberhentikan karyawan atau karyawati. − Menerapkan tata tertib perusahaan. e. Kepala Bagian General Affair •
Mengatur hal-hal yang bersifat umum di perusahaan.
•
Mengatur sistem transportasi dalam operasional perusahaan.
•
Mengatur sistem keamanan perusahaan.
•
Mendukung kegiatan divisi lain dalam fasilitas atau prasarana.
f. Kepala Divisi Keuangan •
Merencanakan program kerja divisi keuangan.
•
Mendelegasikan tugas kepala bagian dibawahnya.
•
Memonitor dan mengevaluasi kerja kepala bagian.
•
Tugas lain yang berhubungan dengan jabatan. o Kepala Bagian Keuangan − Menyusun rencana keuangan. − Peminjaman atau surat menyurat bank yang berhubungan dengan keuangan. − Pelaksanaan merger dan pengelolaan saham. o Kepala Bagian dan Perijinan Pajak − Mengurusi perijinan-perijinan perusahaan − Efisiensi dan pencatatan serta pelaporan pajak.
44
− Mengurusi asuransi kendaraan, kapal, investasi perusahaan, dan lain-lain. o Kepala Bagian Audit dan Pembukuan − Merencanakan, mengawasi, membimbing dan meng-up date laporan cabang. − Melakukan audit atau laporan-laporan penyimpangan dari segi pembukuan. g. Kepala Divisi Marketing •
Merencanakan program kerja divisi marketing.
•
Mendelegasikan tugas kepala bagian.
•
Memonitor dan mengevaluasi tugas kepala bagian. o Kepala Bagian Marketing Lokal − Mengkoordinasi marketing di Jakarta dan cabang. − Mengatur distribusi penjualan hasil produksi. − Mencari sumber-sumber pasar baru dalam rangka mengembangkan pangsa pasar hasil produksi lokal. o Kepala Bagian Marketing Luar (Ekspor-Impor) − Memasarkan hasil produksi ke luar negeri. − Mengatur distribusi hasil produksi ke luar negeri. − Menjalin hubungan kerja sama dengan pelanggan di luar negeri.
h. Kepala Divisi Teknik •
Merencanakan program kerja divisi teknik.
•
Mendelegasikan tugas kepala bagian teknik.
•
Memonitor dan mengevaluasi hasil kerja kepala bagian.
•
Tugas lainnya yang berhubungan dengan jabatan. o Kepala Bagian Teknik Produksi − Merencanakan program peningkatan teknik mesin produksi. − Memelihara mesin-mesin produksi dan perbaikan. − Menangani perbaikan mesin di Jakarta maupun di cabang. − Koordinator untuk pembelian dan pemasangan instalasi mesin baru.
45
− Memelihara mesin kapal yang ada di pusat maupun yang ada di cabang o Kepala Bagian Teknik Kapal − Merencanakan program peningkatan teknik mesin kapal. − Menangani kerusakan mesin kapal di Jakarta dan cabang. − Koordinator dalam pengecekkan mesin kapal baru. − Memelihara mesin kapal yang ada di pusat dan cabang o Kepala Bagian Listrik − Merencanakan program kerja bagian mesin. − Menangani kerusakan instalasi listrik di pusat dan cabang. − Menangani pemasangan instalansi listrik pada cabang baru. i. Kepala Divisi Management Information System (MIS) •
Merencanakan program kerja divisi MIS.
•
Mendelegasikan tugas kepala bagian MIS.
•
Memonitor dan mengevaluasi tugas kepala bagian.
•
Tugas lainnya yang berhubungan dengan jabatan. o Kepala Bagian Management Information System (MIS) -
Membuat laporan data hasil produksi per cabang.
-
Mengikuti target bulanan dari setiap cabang.
-
Tugas lainnya yang berhubungan dengan jabatan.
j. Production Planning Control (PPC) •
Menguasai hasil laporan-laporan produksi.
•
Merencanakan peningkatan kualitas dan kuantitas produk.
•
Mengkoordinasikan antara pemasaran dan produksi dalam rangka meningkatkan kualitas kerja yang lebih baik.
•
Menguasai target-target yang ditetapkan oleh direktur.
k. Kepala Divisi Produksi •
Merencanakan program kerja produksi.
•
Mendelegasikan tugas kepada kepala bagian.
•
Memonitor dan mengevaluasi tugas kepala bagian produksi.
•
Tugas lainnya yang berhubungan dengan jabatan.
46
l. Quality Assurance •
Bertanggung jawab terhadap kecepatan jalannya produksi sesuai dengan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT).
•
Bertanggung jawab terhadap hasil produksi akhir.
•
Melakukan pengawasan terhadap jalannya proses produksi.
•
Bekerja sama dengan pihak Laboratorium dan Dinas Perikanan.
5.2 Perspektif Pelanggan Pelanggan memiliki peran yang sangat penting dalam suatu perusahaan, karena tanpa pelanggan perusahaan akan berada pada posisi yang kurang menguntungkan di pasar usaha. Oleh karena itu, perusahaan harus menarik, memuaskan dan mempertahankan pelanggan agar dapat bertahan lama dalam bisnis. PT DSFI Tbk mengerti bagaimana memperlakukan pelanggannya dengan baik. Perusahaan selalu berupaya untuk menyelaraskan keinginan konsumen dengan produk yang akan dihasilkan. Konsumen dari USA dan Eropa lebih menyukai produk dengan ukuran yang lebih besar dan bentuk seragam. Pada umumnya, fish fillet yang dipesan adalah fish fillet tanpa kulit. Sedangkan konsumen dari Jepang lebih menyukai produk dengan ukuran tertentu yang kecil dan unik serta bentuk beragam. Fish fillet yang dipesan pun masih memiliki kulit yang menempel pada daging ikan.
5.3 Perspektif Pemasaran Daerah tujuan utama perusahaan untuk pemasaran produk fish fillet antara lain USA, Eropa, dan Jepang. Beberapa negara lainnya yang berada di Asia seperti Singapura, Hongkong dan Malaysia serta Australia harga jual kurang kompetitif dan konsumennya memiliki daya beli yang rendah. Merek dagang yang dimiliki perusahaan ada dua yaitu Lucky Doll (untuk produk yang dipasarkan ke USA dan Eropa) dan Daruma (untuk produk yang dipasarkan ke Jepang). Khusus untuk produk yang dipasarkan ke Eropa, harus mencantumkan approval number. Sedangkan produk yang dipasarkan ke USA harus memenuhi persyaratan yang dikeluarkan FDA.
47
Setiap kemasan harus mencantumkan label yang memuat identitas perusahaan, jenis ikan, ukuran, jenis potongan, merek dagang, approval number, cara penyimpanan dan kode produksi. Kode produksi yang dicantumkan menunjukkan kode unit pengolahan, tanggal, bulan dan tahun pembuatan, misalnya 122066. Angka satu menunjukkan kode unit pengolahan PT DSFI Tbk di Jakarta, angka 22 menunjukkan tanggal, angka 06 menunjukkan bulan dan angka 6 menunjukkan tahun produksi. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerjanya dapat dikelompokkan menjadi empat T yaitu : 1. Tepat jumlah dengan berupaya memproduksi fish fillet sesuai dengan kapasitas produksi atau paling tidak mencapai jumlah yang mampu diproduksi, dengan cara memperbaiki kinerja karyawan. 2. Tepat waktu, setiap karyawan di bagian pengolahan produksi pada setiap tahapnya dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan target kerja yang ditentukan. Karyawan tersebut berhak mendapat kompensasi lebih jika mereka dapat menyelesaikan pekerjaan lebih dari target yang dibutuhkan dengan tetap memperhatikan kualitas produk. Pengiriman barang kepada pembeli diupayakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama. 3. Tepat mutu, produksi yang dihasilkan sangat memperhatikan mutu produk sesuai dengan standar mutu yang digunakan perusahaan yaitu Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), karena produk yang akan diekspor harus memiliki sertifikat uji mutu, misalnya FDA untuk produk yang dipasarkan ke USA. 4. Tepat harga, harga ditentukan oleh mekanisme pasar antara banyaknya permintaan dan persediaan yang dimiliki serta faktor produksi lainnya seperti ketersediaan bahan baku, biaya transportasi bahan baku, produksi dan distribusi. Upaya yang dilakukan agar usaha dapat berkembang dan produk yang dihasilkan mampu bertahan dari produk para pesaingnya adalah sebagai berikut : 1. Jenis produk yang dihasilkan perusahaan sangat bervariatif. Ini adalah ciri khas utama perusahaan agar tetap bertahan dalam melangsungkan kegiatan
48
produksinya dan menghindari dari sifat musiman yang dimiliki oleh setiap jenis ikan yang menjadi bahan baku produk. 2. Mengadakan konsolidasi dan kerjasama dengan perusahaan lain. 3. Produk yang dihasilkan memiliki jaminan atas kualitasnya 4. Berusaha untuk selalu memenuhi permintaan pesanan para konsumen (full fill order). 5. Untuk memasarkan produk dan memperluas pangsa pasar, perusahaan aktif dalam mengikuti berbagai pameran produk-produk perikanan (Seafood Show) yang diadakan di beberapa kota di USA dan Eropa seperti Boston dan Brussel. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat mengetahui perkembangan pasar, seperti mengetahui adanya produk baru, jenis kemasan baru, persaingan harga dan informasi lainnya. 6. Menggunakan standar persyaratan mutu Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
5.4 Perspektif Keuangan Modal terbesar yang diperoleh perusahaan adalah dari hutang bank dan pihak ketiga. Beberapa bank yang bekerja sama dengan PT DSFI Tbk adalah PT BNI (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT BCA Tbk, Sovereign Bank, PT BRI (Persero) Tbk, PT Bank ekonomi Raharja, PT Bank NISP Tbk, BPD Irian Jaya, BPD Maluku, dan PT DBS Bank Indonesia. Sedangkan yang dimaksud pihak ketiga adalah pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan perusahaan seperti adanya ikatan keluarga, perusahaan keluarga dan perusahaan yang sudah memiliki hubungan yang sangat dekat dengan PT DSFI Tbk. Pada Lampiran 4, tercantum beberapa nama atau pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Perolehan laba yang meningkat umumnya merupakan tujuan utama perusahaan untuk tetap menjalankan kinerja perusahaan. Laba tersebut disimulasikan dalam bentuk nilai uang dimana proses-proses yang tidak efisien, memboroskan waktu dan sumber lainnya dapat mengurangi perolehan laba perusahaan. Komponen dari perolehan laba perusahaan salah satunya adalah dari
49
nilai penjualan hasil produksi perusahaan. Pada Lampiran 7 disajikan nilai penjualan perusahaan selama periode tahun 2000 sampai dengan Juni 2005. Nilai penjualan ekspor PT DSFI Tbk mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2004, yakni pada tahun 2000 nilai total penjualan sebesar Rp203.589.131.000,00 hingga 2004 menjadi Rp 311.831.998.000,00 atau meningkat sebesar 34,71%. Pada pertengahan tahun 2005 nilai penjualan mencapai Rp 181.417.909.000,00 dan jika nilai tersebut diprediksi menjadi nilai penjualan selama satu tahun maka hasilnya akan sebesar Rp 362.835.818.000,00 atau meningkat sebesar 43.89 %. Nilai penjualan tersebut didominasi oleh nilai penjualan komoditi fish fillet yang mencapai 67,46 % dari total penjualan. Dominasi penjualan fish fillet disebabkan oleh banyaknya permintaan dan selera konsumen yang lebih besar terhadap komoditi fish fillet. Fish fillet juga merupakan komoditi unggulan perusahaan ini.
5.5 Perspektif Sumber Daya Manusia Kualitas sumberdaya manusia suatu perusahaan memiliki nilai dan pengaruh besar pada produktivitas kerja perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas produksi. Bila kualitas produksi semakin membaik maka cacat produksi dapat dicegah sehingga tingkat pendapatan, harapan pelanggan, citra perusahaan di pasar dan masyarakat akan diperoleh dan semakin membaik. Kualitas karyawan kantoran PT DSFI Tbk dikatakan cukup baik karena mereka memiliki keahlian dan pengalaman di bidangnya serta bekerja di perusahaan selama bertahun-tahun. Kualitas karyawan buruh pun semakin membaik karena selain mereka mengetahui tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan, mereka juga mengetahui bagaimana menjaga kualitas produk sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang ada di PT DSFI Tbk Jakarta berjumlah 700 orang dan dibedakan berdasarkan tiga kriteria yaitu karyawan kontrak sebanyak 20 orang, karyawan harian sebanyak 200 orang, dan karyawan bulanan sebanyak 480 orang. Masing-masing divisi terdiri dari seorang direktur, seorang manajer, tiga orang wakil manajer dan seorang staf.
50
Karyawan di bagian pengolahan, sebagian besar tenaga kerja wanitanya berasal dari masyarakat sekitar dan tenaga kerja pria yang berasal dari daerah khususnya Suku Jawa lebih diutamakan karena dinilai memiliki semangat kerja tinggi. Latar belakang pendidikan tiap karyawan bervariasi, yaitu dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi, tergantung tugas dan tanggung jawab yang diemban. Karyawan bagian pengolahan minimal harus memiliki ijazah SLTP atau pendidikan sederajat dengan kisaran umur 20 – 25 tahun dan belum menikah. Satpam minimal lulusan SLTA atau pendidikan sederajat dengan kisaran umur 24 – 29 tahun. Staf administrasi dan keuangan minimal lulusan SLTA atau pendidikan sederajat dengan keahlian di bidang komputer. Karyawan dengan tingkat lebih tinggi seperti accounting minimal memiliki ijazah tingkat Diploma 3 (D3) atau tingkat Strata 1 (S1). Minimal tingkat Strata 2 (S2) diperuntukkan bagi karyawan di manajemen puncak seperti jabatan manajer. Sistem pemberian gaji atau upah yang diterapkan perusahaan untuk setiap karyawan berbeda-beda. Hal ini dilihat dari komponen jabatan, tanggung jawab, masa kerja, tingkat pendidikan dan kemampuan untuk bekerja. Tingkat upah yang diperoleh antara karyawan bagian pelaksana produksi dengan karyawan staf tidak sama. Komponen upah untuk karyawan buruh terdiri dari gaji pokok yang berkisar Rp 750.000,00 sampai dengan Rp 800.000,00 per bulan. Gaji pokok ini sudah berada di atas Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berlaku di wilayah DKI Jakarta yaitu sebesar Rp 711.500,00 per bulan. Selain UMP, perusahaan juga memberikan tunjangan masa kerja sesuai dengan masa kerja karyawan (minimal 1 tahun), uang makan, insentif (sesuai dengan keahlian dan tingkat kerajinan karyawan). Khusus karyawan yang masih dalam masa percobaan hanya diberikan gaji pokok, sedangkan untuk karyawan tetap, selain gaji pokok juga diberikan fasilitas lainnya sebagai tunjangan non kompensasi yaitu tunjangan jabatan, uang transportasi atau fasilitas transportasi, uang makan, upah hadir, Jasa Luar Kota (JLK), Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus.
51
5.6 Perspektif Produksi 5.6.1
Sarana Produksi
5.6.1.1 Fasilitas Bangunan PT Dharma Samudera Fishing Industries dibangun di atas tanah seluas 7.785 m² dengan luas total bangunan 5.136 m² dan sisanya 2.649 m² digunakan sebagai jalan, tempat parkir container dan lain sebagainya. Bangunan terdiri dari dua lantai, lantai dasar digunakan untuk pengolahan, ruang mesin, bengkel, pos satpam, dan loker. Sedangkan lantai atas digunakan sebagai ruang direksi, ruang rapat, ruang administrasi, ruang tamu, mushala, gudang, laboratorium dan kantin. Pada ruang produksi terdapat pintu masuk menuju proses yang dilengkapi tirai plastik. Di depan pintu masuk terdapat bak dengan kedalaman 15 cm yang berisi air mengandung klorin 200 ppm untuk mencuci kaki sebelum masuk dan keluar dari proses. Lantai ruang pengolahan terbuat dari keramik putih, sedang dinding dilapisi keramik putih setinggi 2 m. Tujuan pemakaian keramik untuk memudahkan pada saat membersihkan ruangan. Adapun tata letak ruang produksi dan keterangannya tertera pada Lampiran 2.
5.6.1.2 Fasilitas Produksi Fasilitas produksi dalam pengolahan ikan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk terdiri dari : a. Meja Kerja Meja kerja yang dipergunakan dalam proses produksi terdiri dari dua jenis meja, yaitu meja yang terbuat dari stainless steel, serta meja yang terbuat dari plastik fiberglass. Adapun meja kerja dibedakan berdasarkan fungsinya yaitu : •
Meja sortir utama Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan stainless steel. Jumlah meja ada 1 buah, meja ini diletakkan tepat dekat lubang penerimaan bahan baku berfungsi untuk menerima bahan baku.
•
Meja sortasi tambahan Meja berukuran 179 cm x 74 cm x 92 cm, terbuat dari bahan stainless steel, berfungsi untuk proses pengolahan ulang kualitas bahan baku, apakah
52
bahan baku ini masih bisa diterima atau Below Standar (BS). Jumlah dari meja ini 1 buah. •
Meja penyisikan Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk proses penyisikan (pengerikan). Jumlah meja ada 6 buah.
•
Meja produksi Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk proses pembuatan fillet. Jumlah meja ada 14 buah.
•
Meja penimbangan Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk proses penimbangan ikan.
•
Meja pembungkusan Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk pembungkusan produk. Jumlah meja ada 11 buah.
•
Meja pengepakan Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk proses pengepakan produk. Jumlah meja ada 12 buah.
•
Meja tempat inner carton dan master carton Meja ini berukuran 245 cm x 122 cm x 82 cm, terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk menyimpan lembaran-lembaran kardus sebelum digunakan. Jumlah meja ada 4 buah.
b. Timbangan Timbangan yang digunakan dalam proses produksi ada 3 (tiga), yaitu : •
Timbangan duduk berfungsi untuk menimbang berat kasar ikan pada waktu penerimaan dan sortasi bahan baku.
•
Timbangan gantung berfungsi untuk menimbang bahan baku pada saat sortasi. Timbangan ini untuk memastikan berat 1 ekor ikan jika terjadi keraguan dalam penyortiran berat ikan.
53
•
Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang fillet dan ikan utuh.
c. Alat Pengerik Alat pengerik yang digunakan dalam proses produksi ada dua jenis yaitu : •
Mesin kerik Mesin berukuran 225 cm x 105 cm x 165 cm, terbuat dari bahan stainless steel, berfungsi untuk mengerik sisik ikan dengan berat ikan 2 kg atau lebih. Hasil pengerikan disisik kembali secara manual, untuk memastikan apakah daging ikan telah bersih dari sisik. Jumlah mesin kerik ada 1 buah.
•
Alat pengerik manual Alat pengerik manual untuk mengerik ikan yang beratnya lebih kecil dari 2 kg. alat ini berukuran 19 cm x 2 cm x 2 cm terbuat dari bahan stainless steel, bentuknya seperti garpu yang ujungnya bergerigi. Jumlah alat pengerik ini ada 68 buah.
d. Pisau Pada pembuatan fillet digunakan dua jenis pisau yaitu : •
Pisau panjang yang terbuat dari bahan stainless steel, berfungsi untuk membuat kulit daging ikan yang sudah di fillet.
•
Pisau biasa yang terbuat dari bahan stainless steel, berfungsi untuk pembuatan fillet ikan dan pembuangan tulang.
e. Alat Pengasah Pisau Alat asahan juga digunakan dalam proses pengolahan fillet, ada dua jenis yaitu: •
Asahan batu berbentuk persegi panjang, yang digunakan untuk mempertajam bagian ujung pisau.
•
Asahan besi berbentuk panjang, bulat dengan ujung lancip digunakan untuk mengasah pisau selama proses produksi.
f. Pan-Pan Pembeku Pan pembeku digunakan untuk wadah pembeku produk setelah dibungkus. Adapun pan pembeku ini ada 3 jenis ukuran, yaitu : •
Pan untuk ikan tuna dengan ukuran pan yaitu 105 cm x 28,5 cm x 6 cm, terbuat dari aluminium, berfungsi untuk wadah pembeku ikan utuh dan tuna loin.
54
•
Pan Amerika dengan ukuran pan yaitu 47 cm x 26 cm x 5 cm, terbuat dari aluminium, berfungsi untuk wadah pembeku produk fillet.
•
Pan Jepang dengan ukuran 80 cm x 27,5 cm x 6 cm, terbuat dari aluminium, berfungsi untuk wadah pembeku produk fillet.
g. Rak-Rak Penyimpanan Pan Digunakan untuk menyimpan atau meniriskan pan yang telah dicuci. Bentuk rak persegi empat dan dilengkapi dengan penyekat terbuat dari batangan besi. h. Bak Penampungan Berdasarkan bahannya bak penampungan ini terdiri dari 3 jenis bak, yaitu : •
Bak penampungan yang terbuat dari bahan fiberglass, berfungsi untuk menampung ikan pada saat bahan baku dibeli perusahaan cukup banyak. Bak ini berukuran 241 cm x 120 cm x 83 cm.
•
Bak penampungan yang terbuat dari bahan stainless steel, berukuran 136 cm x 68,5 cm x 71 cm, berfungsi untuk menampung ikan dan fillet. Selain itu digunakan untuk menampung hasil proses produksi, untuk thawing, mengantar pan yang siap dibekukan, dan wadah es curai.
•
Bak penampungan yang terbuat bahan plastik tebal, berukuran 115 cm x 97 cm x 74 cm, berfungsi untuk menampung bahan baku pada saat ikan terlalu banyak. Biasanya dari setiap bak penampungan, ikan yang ditampung tidak dibiarkan terlalu lama disimpan, hanya untuk disimpan proses produksi esok hari.
i. Keranjang Plastik Keranjang plastik yang digunakan selama proses produksi ada 2 macam yaitu : •
Keranjang plastik besar (tanggok) Tanggok yang digunakan dibedakan berdasarkan warna. Setiap warna mencirikan fungsi tertentu dalam penggunaanya, antara lain : o Warna biru dan kuning, berfungsi untuk menampung ikan yang akan disortasi atau menampung ikan yang akan diproses. o Warna merah dan hijau, berfungsi untuk menampung limbah dari sisa proses produksi (kepala, sisa trimming, telur, isi perut, tulang, sampah, dan lain-lain). Keranjang palstik ini berukuran 68 cm x 48 cm x 37 cm.
55
•
Keranjang plastik kecil Keranjang plastik ini berukuran 48 cm x 40 cm x 15 cm ke atas. Keranjang plastik ini digunakan untuk wadah penyimpanan fillet sebelum ditimbang, dibungkus, atau disortasi ukurannya.
j. Lori Lori digunakan untuk membawa atau mengangkut pan-pan yang telah berisi produk yang siap dibekukan ke tempat pembekuan. Selain itu lori juga digunakan untuk mengangkut produk dari tempat pembekuan ke ruang pengemasan. Alat ini mempunyai ukuran yang beragam, ada lori kecil, sedang, dan besar serta ada juga lori yang mempunyai beberapa tingkatan rak. k. Perangkap Serangga (Insect actuator) Alat ini berfungsi sebagai penangkap serangga, yang dipasang di setiap sudut ruangan produksi. l. Alat Pengikat Alat ini berbentuk seperti meja berukuran 89,5 cm x 57,5 cm x 81,5 cm, berfungsi untuk mengikat master carton maupun inner carton agar isi tidak berantakan. Untuk pengikatan dilakukan dengan menggunakan mesin pengikat merk “Meiwa” dengan pita pengikat dengan berukuran lebar 2 cm. Jumlah mesin pengikat ini ada 3 buah. m. Pallet Alat ini berbentuk segi empat berukuran 115 cm x 106 cm x 13 cm, berfungsi sebagai alas untuk meletakkan master carton agar produk tidak bersentuhan langsung dengan lantai. n. Alat Pembekuan Alat pembekuan yang digunakan perusahaan terdiri dari 2 macam yaitu : •
Air Blast Freezer (ABF) Jumlah ruang pembeku 1 buah, dengan luas ruangan pembeku 7 m x 7 m dengan tinggi 6 m. Sistem Pembeku produk ini memakai cara hembusan udara dingin ke seluruh ruangan pembekuan dengan dibantu oleh kipas angin. Suhu pembekuan -30 ºC berlangsung selama 8-10 jam. Di dalam ruang pembekuan terdapat 4 rak untuk menempatkan pan-pan. Rak tersebut mempunyai plat memanjang sebagai penyangga tempat
56
peletakkan pan. 1 rak pan mempunyai 21 tingkatan, tiap tingkatan terdiri dari tiga blok tempat pan, dan dari setiap satu blok memuat 12 pan. Pada pembekuan ini digunakan 4 buah blower, yaitu pada ujung pinggir atas dan bawah tempat pembekuan. Alat ini mempunyai 2 sistem penempatan evaporator. Pada freezer pertama evaporator berada di bagian luar sedangkan yang kedua di bagian dalam yang disebut cooling coil. •
Contact Plate Freezer (CPF) Alat pembekuan berbentuk lemari mempunyai dua pintu dan mempunyai ukuran 310 cm x 183 cm x 178 cm. Di dalam alat pembeku ini terdapat rak-rak berbentuk lempengan untuk menjepit ikan. Lempengan tersebut dialiri refrigerant untuk membekukan ikan dengan suhu berkisar -30 sampai -40 ºC dengan lama pembekuan 4-6 jam. Pembeku ini mempunyai 2 rak dengan 9 tingkat penyimpanan produk, setiap tingkatan dapat memuat 14 pan. Alat pembekuan ini digunakan untuk membekukan produk steak tenggiri.
o. Ruang penyimpanan beku (cold storage) Perusahaan mempunyai 3 unit ruang penyimpanan dingin. Tiap ruang penyimpanan terdiri dari kamar-kamar penyimpanan produk, sebanyak 36 tempat. Kamar penyimpanan tersebut dipisahkan oleh sekat-sekat yang terbuat dari kawat besi. Suhu penyimpanan dingin produk sekitar -25 ºC. Refrigerant yang digunakan adalah amoniak (NH3). 5.6.1.3 Fasilitas Penunjang Produksi Fasilitas penunjang produksi lainnya antara lain yaitu : a. Alat transportasi Untuk menunjang kegiatan produksi, perusahaan menyediakan dua colt mini thermoking, digunakan untuk mengangkut bahan baku lokal dan mengangkut produk lokal. Untuk mengangkut barang-barang keperluan proses seperti inner carton dan master carton digunakan 4 mobil box. Selain itu juga ada 4 buah forklift yang dipergunakan untuk mengangkut es curai ke ruang produksi, serta 4 buah mobil kijang untuk transportasi karyawan.
57
b. Air Air yang digunakan dalam proses produksi bersumber dari sumur bor dan air PAM : •
Air bor (sumur) dialirkan melalui pipa berwarna merah, digunakan untuk membersihkan lantai sebelum dan sesudah proses berlangsung.
•
Air PAM (Perusahaan Air Minum) dialirkan melalui pipa warna biru, digunakan untuk mencuci produk dan mencuci semua peralatan produksi, sebelum dan sesudah proses produksi berlangsung.
c. Listrik Sumber tenaga listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kekuatan 380 A dan 250 V. Selain itu perusahaan juga mempunyai 3 unit mesin pembangkit listrik, dengan kekuatan masing-masing 300 KVA, yang digunakan untuk cadangan dan antisipasi apabila listrik dari PLN mati. d. Mesin Perusahaan memiliki beberapa mesin untuk kegiatan produksinya yaitu : mesin sisik 1 buah, mesin skin less 2 buah, mesin pengepak dengan Merk “Meiwa” 5 buah, 1 unit mesin pantek kardus dan 1 unit mesin diesel Merk Caterpillar dengan kekuatan 300 KVA, 6 buah kompresor merk Mycom, 1 buah mesin penghancur es balok menjadi es curai (ice crusher). e. Bahan pengemas Bahan pengemas digunakan untuk mengemas produk akhir terdiri dari : •
Kemasan primer : yaitu kemasan yang langsung berhubungan dengan produk, berfungsi untuk mencegah kekeringan dan oksidasi. Bahan pengemas yang digunakan adalah palstik bening jenis polyethylene.
•
Kemasan sekunder : yaitu kemasan berukuran 50 cm x 29 cm x 26 cm, yang biasanya disebut inner carton.
•
Kemasan tersier : kemasan ini biasanya disebut dengan master carton yang dapat memuat 4 inner carton.
58
5.6.2
Produksi Fish fillet Komoditi utama yang dihasilkan perusahaan adalah ikan Kakap Merah
dengan berbagai macam bentuk produk yaitu fillet beku (frozen fillet) dan utuh beku (whole frozen). Jenis ikan yang paling banyak dipasok adalah Kakap Merah dengan rata-rata jumlah terbanyak, kemudian berturut-turut ikan Tuna, Kerapu, Lobster, dan berbagai spesies lainnya, seperti yang tercantum dalam Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Jumlah Ikan yang Dipasok untuk Produksi Fish Fillet (dalam ton) di PT DSFI Tbk Tahun 2004 - Juni 2005 Tahun
Bulan
Jenis Ikan Kerapu Vol. %
Lobster Vol. %
Lain-lain Vol. %
Jumlah
255,4
63,1
3,8
0,9
6,3
1,6
17,2
4,3
121,8
30,1
Februari
57,3
11,3
1,6
0,3
4,6
0,9
9,5
1,9
432,9
85,6
505,9
135,4
55,4
1,5
0,6
8,2
3,4
4,6
1,9
94,8
38,8
244,5
404,5
April
174,1
43,4
52,4
13,0
11,3
2,8
5,2
1,3
158,6
39,5
401,6
Mei
276,3
36,6
45,3
6,0
39,2
5,2
0,6
0,1
394,2
52,2
755,6
Juni
122,6
26,9
85,2
18,7
10,3
2,3
1,7
0,4
235,5
51,7
455,3
Juli
155,3
37,7
10,6
2,6
12,6
3,1
0,5
0,1
233,3
56,6
412,3 560,1
Agustus
177,2
31,6
7,5
1,3
22,2
4,0
1,4
0,2
351,8
62,8
September
155,6
32,1
10,3
2,1
33,6
6,9
1,6
0,3
284,3
58,6
485,4
Oktober
103,9
17,2
12,4
2,0
28,3
4,7
5,2
0,9
456,0
75,3
605,8
97,3
22,1
30,7
7,0
16,5
3,7
7,2
1,6
288,5
65,5
440,2
52,9
10,6
43,6
8,7
13,6
2,7
6,2
1,2
385,0
76,8
501,3
305,3
66,2
1,3
0,3
3,7
0,8
14,6
3,2
136,3
29,6
461,2
November Desember Januari Februari 2005
Tuna Vol. %
Januari
Maret
2004
Kakap Merah Vol. %
Maret
23,5
4,1
0,7
0,1
6,2
1,1
9,0
1,6
532,6
93,1
572,0
174,3
66,9
1,0
0,4
6,4
2,5
3,6
1,4
75,2
28,9
260,5
April
165,3
45,9
32,1
8,9
13,3
3,7
4,7
1,3
144,4
40,1
359,8
Mei
266,2
33,1
36,2
4,5
36,5
4,5
0,5
0,1
464,3
57,8
803,7
Juni
98,3
27,2
63,4
17,5
9,6
2,7
1,2
0,3
189,5
52,3
362,0
Jumlah
2.796,2
32,5
439,6
5,1
282,4
3,3
94,5
1,1
4.979,0
58,0
8.591,7
Sumber : Diolah dari Laporan Divisi Keuangan Tahun 2004 – Juni 2005
Berdasarkan Tabel 4, komoditi Kakap Merah hampir mendominasi pasokan komoditi di setiap bulannya. Mei 2004 merupakan supply Kakap Merah tertinggi yaitu sebanyak 276,3 ton atau 35,6 % dari 755,6 ton komoditas pada saat bulan tersebut. Persentase supply tertinggi terdapat pada Maret 2005, walaupun hanya 174,3 ton namun mendominasi hingga 66,9 % dari total komoditas bulan tersebut yang berjumlah 260,5 ton. Persentase terendah terdapat pada satu bulan sebelumnya_Februari 2005_yang hanya sebesar 4,1 % atau 23,5 ton, namun persentase tersebut tidak lebih kecil dari persentase Tuna yang hanya 0,1 % dan Kerapu 1,1 % serta tidak lebih besar dari komoditas lain-lain sebesar 93,1 % atau 532,6 ton.
59
Dari 8591,7 ton keseluruhan komoditas yang dipasok, maka persentase supply tertinggi sebesar 58 % atau 4979 ton pada komoditas lain-lain, kemudian diikuti oleh Kakap Merah sebesar 32,5 % atau 2796,2 ton, tuna sebesar 5,1 % atau 439,6 ton dan lobster sebesar 1,1 % atau 94,5 ton. Walaupun komoditas lain-lain memiliki persentase yang relatif tinggi pada setiap bulannya, namun persentase tersebut merupakan integritas dari 20 jenis komoditas berbeda dan tidak selalu tersedia dalam setiap bulannya. Keduapuluh jenis komoditas lain-lain adalah ikan telo, kerapu, kaci-kaci, kakap putih, kakatua, putihan, tenggiri, cheri, ngangas, manyung, nila, kuniran, tuna, budun, gindara, wakung, biji nangka, leather jacket, rajungan, lobster, sotong, cumi-cumi, dan gurita. Jumlah komoditas yang berfluktuasi setiap bulannya dikarenakan faktor musim dari setiap satu fase kehidupan komoditas yang berbeda-beda. PT DSFI Tbk merupakan perusahaan pengolahan produk perikanan yang menjadikan bahan segar ke dalam bentuk beku atau bahan setengah jadi yang siap untuk diolah kembali. Mulai tahun 2000 hingga 2005, kapasitas produksi yang dihasilkan perusahaan adalah tetap untuk setiap tahunnya yaitu sebesar 11.700 ton seperti yang tercantum pada Tabel 5. Jumlah ini menandakan bahwa kemampuan teknis mesin dan sumberdaya yang ada mampu menghasilkan produksi pada kondisi optimum sejumlah 11.700 ton. Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Permintaan Produk (dalam ton) di PT DSFI Tbk Tahun 2000 - 2005 Kapasitas Permintaan Perkembangan Tahun Produksi Produk Permintaan Produk (%) 2000 11.700 10.100 2001 11.700 9.985 (1,15) 2002 11.700 12.372 19,29 2003 11.700 10.588 (16,85) 2004 11.700 10.847 2,39 2005 11.700 9.754* (11,21) Sumber : Diolah dari Laporan Divisi Produksi Tahun 2000 – 2005 * = nilai prediksi selama 1 tahun dari 6 bulan data yang ada sebesar 4.877 ton
Permintaan produk perusahaan berfluktuasi. Tahun 2000 hasil olahan produksi yang diminta oleh konsumen sebesar 10.100 ton, kemudian di tahun 2001 menurun menjadi 9.985 ton. Tahun 2002, permintaan produk olahan perusahaan kembali meningkat sebesar 19,29 % menjadi 12.372 ton. Kemudian pada tahun 2003 kembali mengalami penurunan sebesar 16.85 % dan meningkat kembali
60
sebesar 2,39 % di tahun 2004 untuk kembali menurun pada tahun 2005 menjadi 9.754 ton atau 11,21 % dari permintaan tahun sebelumnya. Berfluktuatifnya perkembangan permintaan produk olahan ini disebabkan oleh selera dan preferensi konsumen yang berbeda-beda. Kakap Merah merupakan salah satu dari beberapa jenis ikan yang termasuk dalam komoditi fish fillet. Selain Kakap Merah dengan jumlah pasokan suplai paling banyak, beberapa jenis ikan lainnya pun banyak dipasok untuk produksi fish fillet sehingga fish fillet menjadi komoditi dengan total pemasukan raw material tertinggi. Pada Tabel 6 total pemasukkan raw material selama periode Januari 2003 sampai dengan Juli 2005 terdapat 31.782,46 ton diantaranya suplai raw material untuk komoditi fish fillet atau sebanyak 69,98 % dari 45.415,80 ton. Tabel 6. Total Pemasukkan Raw Material (dalam ton) di PT DSFI Tbk Tahun 2003 - Juli 2005 Konsolidasi Fish fillet Tuna Lobster Cuttle Fish Swimming Crab Cakalang Octopus Udang Total
2003 10.080,31 1.227,50 99,03 646,45 425,95 1.954,39 1.589,45 248,26 16.271,34
2004 13.566,53 995,89 54,57 602,88 527,95 1.183,06 1.974,09 49,28 18.954,25
Juli 2005 8.135,62 879,02 16,88 278,43 148,76 696,84 34,66 10.190,21
Jumlah 31.782,46 3.102,41 170,48 1.527,76 1.102,66 3.137,45 4.260,38 332,20 45.415,80
% 69,98 6,83 0,38 3,36 2,43 6,91 9,38 0,73 100,00
Sumber : Laporan Divisi Keuangan Tahun 2003 – Juli 2005
5.6.3
Bahan Baku Bahan baku utama yang diterima berasal dari tempat-tempat pendaratan
ikan (pelabuhan) di sepanjang Pulau Jawa seperti Jakarta, Cirebon, Jepara, Juwana, Lamongan, Gresik, Surabaya, dan lain-lain. Sistem yang digunakan dalam penerimaan bahan baku adalah sistem pemasok. Syarat utama pembelian perusahaan untuk dapat menghasilkan produk fillet dengan mutu baik dan sesuai dengan permintaan pihak pembeli (buyer) adalah ikan yang diterima harus dalam keadaan segar dan utuh. Artinya suhu bahan baku harus dipertahankan agar tetap rendah (di bawah 5ºC). Selain dari pemasok, perusahaan juga mendatangkan bahan baku dari cabang perusahaan yang berada di Kendari. Pengangkutan bahan baku dari pemasok ke perusahaan menggunakan kendaraan dengan mesin pendingin (mini thermoking) yang berfungsi
61
mempertahankan suhu bahan baku agar tetap rendah. Adapun pemasok yang menggunakan armada sendiri seperti truck dan pick up. Para pemasok menempatkan bahan baku dalam wadah-wadah yang memiliki daya insulasi tinggi seperti box fiber, sterofoam dan lain-lain. Bahan baku dikemas dengan menggunakan media pendingin berupa es curai. Ada juga pemasok yang hanya menggunakan terpal plastik untuk mengirim bahan baku, dimana ikan dan es disusun berlapis dalam bak mobil lalu ditutup dengan terpal palstik. Metode pengepakan seperti ini biasanya dilakukan oleh para pemasok yang jarak tempuhnya sampai ke perusahaan tidak terlalu lama (kurang dari 1 jam). Ruang penerimaan dan sortasi bahan baku tidak berhubungan langsung dengan tempat pembongkaran ikan. Dinding penerimaan dan sortasi bahan baku dilengkapi jendela tempat memasukkan bahan baku. Jendela tersebut dilengkapi tirai plastik untuk meminimalkan kontaminasi dari lingkungan luar. Bahan baku disortasi di atas meja sortasi. Bahan baku yang diterima, disortasi secara organoleptik lalu dipisahkan berdasarkan kriteria ukuran berat dan mutu. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan, baik mutu ataupun ukuran akan ditolak dan dikembalikan pada pemasok. Adapun kriteria bahan baku untuk pembuatan fillet yang ditetapkan perusahaan berdasarkan ukuran berat dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kriteria Ukuran Bahan Baku pada PT DSFI Tbk Tahun 2004 – Juni 2005 Ukuran (Size)
Berat (Weight)
Al (Large)
2,50 Kg – Up
As (Small)
1,50 Kg – 2,49 Kg
B
1,00 Kg – 1,49 Kg
C
0,50 Kg – 0,99 Kg
D
0,35 Kg – 0,49 Kg
BS (Bellow Standar)
Tidak ditentukan
Sumber : Laporan Divisi Produksi 2005
Sortasi dilakukan oleh pegawai yang telah berpengalaman secara teliti. Apabila dalam sortasi bahan baku diperoleh ikan yang dianggap ragu-ragu antara diterima ataupun ditolak, karena walaupun terlihat seperti mutu BS tetapi masih memiliki beberapa ciri mutu baik, maka ikan disayat mulai dari belakang kepala
62
menuju ekor, sejajar tulang belakang sepanjang sirip punggung (dorsal). Perlakuan ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah terdapat bercak putih seperti panu (milky white spot) pada daging, daging yang berwarna kehijauan (greenish meet) ataupun bau yang menusuk. Apabila diperoleh salah satu dari hal di atas maka ikan dinyatakan BS dan dikembalikan kepada pemasok, sedangkan jika tidak diperoleh ketiga hal seperti di atas, maka ikan diterima untuk diproses lebih lanjut. Tabel 8. Kriteria Mutu Organoleptik Bahan Baku Tingkatan Mutu
Mutu Baik
Ciri •
Mata jernih dan masih menonjol
•
Sisik melekat kuat
•
Warna tubuh tidak pucat (cemerlang)
•
Warna insang merah
•
Bau khas ikan segar
•
Daging kenyal / elastis (bila ditekan dengan jari akan kembali pada keadaan semula)
BS (Below Standar)
•
Lendir sedikit dan rupa lendir cemerlang
•
Tidak ada kerusakan fisik
•
Mata redup dan masuk ke dalam
•
Sisik mudah lepas
•
Insang berwarna coklat hingga kekuningan
•
Bau busuk yang menusuk
•
Daging lunak
•
Terdapat bercak putih seperti panu (milky white spot) pada daging
•
Daging yang berwarna kehijauan (greenish meat)
•
Warna tubuh pucat dan tidak menarik
•
Terdapat kerusakan (cacat) fisik
Sumber : Laporan Divisi Produksi 2005
63
5.6.4
Bahan Pembantu Bahan pembantu yang digunakan dalam proses pembutan fish fillet adalah
sebagai berikut : •
Kaporit atau klorin yang berfungsi untuk mengurangi jumlah mikroorganisme.
•
Es yang diproduksi sendiri oleh perusahaan dengan menggunakan air yang berasal dari PDAM setempat yang telah difiltrasi.
5.6.5
Kegiatan Produksi Fish Fillet Tahapan proses pembuatan fish fillet tercantum pada Gambar 6. Penerimaan dan sortasi bahan baku (receiving and sorting) Pencucian 1 (washing 1) Pembuangan sisik (scalling) Pencucian 2 (washing 2) Pembuatan fillet (filleting) Perapihan fillet (trimming) Pemeriksaan tulang dan sisik (checking) Penentuan ukuran (sizing) Penimbangan (weighing) Perendaman dalam air klorin dingin (chilling) Pembukusan dengan plastik (wrapping) Penyusunan dalam pan (layering) Pembekuan (freezing) Pemeriksaan akhir (final checking) Pengemasan dan Pelabelan (Packing and Labelling) Pemeriksaan logam (metal detecting) Penyimpanan dalam cold storage (storaging)
Gambar 6. Alur Proses Produksi Fish fillet Beku PT DSFI Tbk.
64
1. Penerimaan dan Sortasi Bahan Baku (Receiving and Sorting) Ikan yang diterima harus dalam kondisi segar. Pada saat diterima, persediaan es harus mencukupi dan suhunya rendah (di bawah 5ºC). Ikan dibongkar secara cepat dan hati-hati, kemudiaan dimasukkan ke ruang penerimaan dan sortasi bahan baku melalui jendela yang menghubungkan ruang penerimaan dan sortasi bahan baku dengan lingkungan luar. Jendela tersebut dilengkapi tirai plastik untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi. Ikan yang diterima, disortasi secara organoleptik, lalu dipisahkan berdasarkan kriteria ukuran berat dan mutu (kualitas), kemudian ditempatkan dalam keranjang plastik berukuran besar berwarna biru ataupun kuning. Ikan yang memenuhi standar langsung ditimbang dan ikan yang tidak memenuhi persyaratan, baik mutu maupun ukuran akan ditolak dan dikembalikan kepada pemasok. 2. Pencucian (Washing) Perlakuan pencucian terhadap ikan dalam proses produksi fish fillet dilakukan sebanyak dua kali dengan menggunakan air yang mengandung klorin. Pencucian pertama dilakukan setelah penimbangan pada tahap penerimaan dan sortasi bahan baku. Ikan dalam keranjang plastik besar disiram dengan air dingin yang mengandung klorin 20 ppm. Sedangkan pencucian kedua, dilakukan setelah ikan dibuang sisiknya. Ikan yang telah dibuang sisiknya, dicelupkan ke dalam bak plastik yang berisi air klorin dingin dengan konsentrasi 10 ppm. Pencucian dimaksudkan untuk membersihkan kotoran yang melekat pada permukaan kulit ikan, sehingga dapat meminimalkan jumlah bakteri yang terdapat pada permukaan kulit ikan, serta dapat menghilangkan lendir pada ikan. Air yang digunakan adalah air potable (layak untuk diminum) yang disuplai oleh PDAM setempat. 3. Pembuangan Sisik (Scalling) Pembuangan sisik dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan mekanik. Pembuangan sisik secara manual dilakukan dengan menggunakan alat pengerik sisik yang terbuat dari besi tahan karat, baik dengan gerigi kecil maupun besar. Ikan dikerik dengan menggunakan alat, berlawanan dengan arah sisik. Pembuangan sisik secara mekanik dilakukan dengan menggunakan mesin. Ikan yang sisiknya dibuang secara mekanik adalah ikan yang berukuran besar, dimulai dari arah kepala agar fisik ikan tidak rusak.
65
Penyisikan secara mekanik kurang sempurna, sehingga masih harus dilakukan secara manual, jadi pembuangan sisik secara mekanik dilakukan untuk mempermudah pembuangan sisik yang dilakukan secara manual. Sisik yang didapat ditampung dalam keranjang plastik besar berwarna merah atau hijau dan dimasukkan ke dalam plastik untuk dibuang. 4. Pembuatan Fillet (Filleting) Fish fillet yang dihasilkan dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu : •
Natural fillet, yaitu bagian daging yang berasal dari satu sisi tubuh ikan yang dibuat menjadi sebuah fillet.
•
One cut fillet, yaitu bagian daging yang berasal dari masing-masing sisi tubuh ikan, dibuat menjadi dua bagian, yaitu bagian daging dekat kepala yang diberi tanda H (Head) dan bagian dekat ekor yang diberi tanda T (Tail).
•
Portion fillet, yaitu bagian daging yang berasal dari masing-masing sisi tubuh ikan, dibuat menjadi tiga bagian atau lebih. Ikan yang dijadikan natural fillet yaitu ikan dengan berat antara 1-2 kg,
sedangkan untuk one cut fillet dan portion beratnya 2 kg atau lebih. Adapun cara pembuatan fillet adalah sebagai berikut : •
Ikan diletakkan di atas meja preparasi dengan posisi perut dibagian atas.
•
Ikan disayat mulai dari belakang sirip dada kearah perut, lalu sampai ke belakang kepala.
•
Mulai dari arah kepala, ikan disayat sedalam tulang belakang sepanjang sirip punggung ke arah ekor.
•
Fillet dibuka, lalu dari ujung tulang rusuk menuju ekor disayat.
•
Dari balik sirip dada, pisau didatarkan sejajar terhadap tulang rusuk dan memotong duri, disayat lalu fillet dibuka dan diambil.
•
Ikan dibalik dan dilakukan hal yang sama. Rendaman daging fillet yang dihasilkan adalah 40 %. Suhu pada saat
pemfilletan harus selalu dijaga agar tetap rendah untuk memperlambat proses pembusukkan, dan diusahakan agar daging yang terbuang tidak terlalu banyak karena dapat mempengaruhi rendaman. Semakin banyak daging yang terbuang, maka rendaman fillet yang dihasilkan akan semakin rendah, demikian sebaliknya. Rendeman rendah dapat merugikan perusahaan.
66
5. Perapihan Fillet (Trimming) Perapihan fillet (trimming), dilakukan dengan cara sebagai berikut : •
Daging fillet yang didapat, dirapikan dengan memotong belly, yaitu daging lebih pada bagian bawah/perut ikan yang masih dilapisi selaput perut.
•
Duri diambil dengan mengiris bentuk V pada daging fillet (posisi kulit berada pada bagian bawah).
•
Fillet dibalik dan irisan daging bentuk V ditahan dengan pisau, kemudian fillet ditarik hingga duri pada irisan daging yang berbentuk V terlepas.
6. Pemeriksaan Tulang dan Sisik (Checking) Setelah fillet dirapikan, daging fillet diperiksa dari tulang ataupun sisik. Pemeriksaan tulang dan sisik dilakukan oleh operator secara organoleptik dan satu persatu, serta dipantau oleh staf Quality Control (QC) secara periodik. Apabila masih didapati tulang ataupun sisik yang masih melekat pada daging fillet, maka dibersihkan dengan menggunakan pisau. 7. Penentuan Ukuran Satuan ukuran yang dipergunakan dalam penentuan ukuran adalah oz dan gram. Satu oz sama dengan 28 gram. Satuan oz dipergunakan untuk produk yang dipasarkan ke USA dan Eropa, sedangkan untuk pasar Jepang menggunakan satuan gram. Penentuan ukuran dilakukan setelah daging fillet diperiksa dari tulang dan sisik serta material lain. Daging fillet ditimbang satu persatu, kemudian dipisahkan dan ditempatkan dalam keranjang plastik kecil (tanggok) yang diletakkan di atas plastik kedap air yang berisi es curai, untuk mempertahankan suhu agar tetap rendah. Pemisahan daging fillet dilakukan berdasarkan spesies, jenis potongan dan ukuran berat. Alat ukur yang digunakan dalam penentuan ukuran adalah timbangan digital dengan kapasitas maksimal 6 kg. penentuan ukuran dilakukan oleh pegawai yang berpengalaman dan dipantau oleh pengawas ataupun staf QC. Alat timbang dikalibrasi setiap tahunnya oleh Badan Meteorologi dan Geofisika, serta dilakukan peneraan sebelum melakukan penimbangan. Adapun ukuran daging fillet yang digunakan perusahaan menurut daerah pemasarannya, dapat dilihat pada Tabel 9.
67
Tabel 9. Ukuran (size) Fillet Berdasarkan Daerah Pemasarannya. Pasar USA dan Eropa
Pasar Jepang
Ukuran (oz/pcs)
Konversi dalam gram
Ukuran (gram/pcs)
2,0 - 3,9
56,0 – 111,9
120,0 - 149,9
4,0 - 5,9
112,0 - 167,9
150,0 - 179,9
6,0 - 7,9
168,0 - 223,9
300,0 - 499,9
8,0 - 9,9
224,0 - 279,9
500,0 - 799,9
10,0 - 11,9
280,0 - 335,9
800,0 - 999,9
12,0 - 13,9
336,0 - 391,9
14,0 - 15,9
392,0 - 447,9
16,0 up
1000,0 - up
448,0 - up
Sumber : Laporan Divisi Produksi 2005
8. Penimbangan (Weighing) Penimbangan dalam proses produksi fish fillet dilakukan sebanyak empat kali, namun satu dari proses penimbangan dimasukkan ke dalam tahap penentuan ukuran (sizing). Penimbangan pertama dilakukan pada saat penerimaan bahan baku. Ikan yang telah dipisahkan berdasarkan jenis, kualitas dan ukuran, ditimbang dengan menggunakan timbangan kasar dengan kapasitas 150 kg. Penimbangan ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah bahan baku yang diproses setiap harinya. Penimbangan kedua dilakukan setelah ikan dibuang sisiknya. Mekanisme penimbangan kedua sama dengan penimbangan pertama. Penimbangan kedua ini dimaksudkan untuk mengetahui penyusutan dan berat ikan yang telah dibuang sisiknya. Penimbangan ketiga atau penimbangan produk dilakukan setelah daging fillet dipisahkan berdasarkan ukuran dan jenis potongan. Penimbangan produk dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas maksimal 30 kg. Penimbangan produk dimaksudkan untuk menentukan banyaknya daging fillet yang akan disusun dalam setiap pan pembeku. Daging fillet yang telah dipisahkan berdasarkan jenis potongan, spesies dan ukuran berat, ditimbang dengan spesifikasi berat 10 lbs (4,54 kg) untuk pan pembeku jenis pan Amerika (pan pendek) dan 5 kg untuk jenis pan Jepang (pan panjang).
68
9. Perendaman dalam Air Dingin (Chilling) Setelah ditimbang berdasarkan spesies, jenis potongan dan ukuran, daging fillet ditampung dan direndam dalam bak fiber yang berisi air dingin yang mengandung klorin dengan konsentrasi 5 ppm, dengan tujuan agar suhu tetap rendah dan membunuh atau paling tidak meminimalkan jumlah mikroba yang terdapat pada daging fillet. 10. Pembungkusan (Wrapping) Bahan pengemas yang digunakan dalam tahap pembungkusan adalah plastik jenis LDPE (Low Density Polyethilene). Plastik ini merupakan pengemas primer, karena berhubungan langsung dengan produk. Plastik yang digunakan untuk daging fillet berukuran kecil (2-4 dan 4-6 oz) adalah plastik berukuran 25 cm x 25 cm. Plastik ukuran 35 cm x 35 cm, digunakan untuk daging fillet ukuran sedang (6-8 oz, 8-10 oz, 10-12 oz dan 12-14 oz), sedangkan plastik ukuran 45 cm x 45 cm digunakan untuk daging fillet yang berukuran besar (14-16 oz dan 16 ozup). Pembungkusan ini dilakukan secara individual (per daging fillet) dengan rapi. Tujuan dilakukannya pembungkusan secara individual adalah untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada produk yang dibekukan, mencegah kontaminasi dan dapat memberi nilai tambah terhadap penampakkan produk akhir. Proses pembungkusan dilakukan oleh pegawai yang berpengalaman dan terampil serta dipantau oleh pengawas. 11. Penyusunan dalam Pan (Layering) Daging fillet yang telah dibungkus dengan plastik, langsung disusun dalam pan pembeku dengan rapi agar hasilnya menarik dan pada saat dikemas dalam inner carton tidak perlu disusun ulang. Pan pembeku yang digunakan ada dua jenis yaitu pan panjang (pan Jepang) dengan ukuran 60 cm x 30 cm x 4,5 cm dan pan pendek (pan Amerika) dengan ukuran 55,5 cm x 25,5 cm x 4,5 cm. Cara penyusunan setiap pan berbeda. Penyusunan fillet dalam pan Amerika dilakukan dengan cara meletakkan sisi kulit fillet menghadap bagian bawah pan dan pada bagian atas pan sisi bagian kulit fillet menghadap ke atas. Hal ini dimaksudkan agar pada saat dikemas dalam inner carton posisi kulit ikan yang terlihat.
69
Untuk pan Jepang, bagian kulit diletakkan menghadap ke atas, maka pada saat pelepasan dari pan, yang terlihat adalah bagian daging tanpa kulit. Pan pembeku yang berisi fillet diberi label yang memuat ukuran (size) dan jenis potongan, lalu ditempatkan pada lori untuk dimasukkan ke ruang pembekuan. 12. Pembekuan (Freezing) Pembekuan dilakukan dalam kamar pembeku yang menggunakan metode Air Blast Feezer (ABF) dengan kapasitas 12 ton dan 8 ton. Pan pembeku yang berisi fillet, diletakkan pada rak-rak yang berada di dalam kamar pembeku. Mekanisme pembekuan di dalam kamar pembeku yaitu dengan mengalirkan media pendingin berupa amoniak (NH3) ke dalam cooling coil (pipa yang merupakan tempat meletakkan pan) sehingga kontak langsung dengan pan pembeku. Produk dibekukan pada suhu -35 ºC selama 15 jam. 13. Pemeriksaan Akhir (Final Checking) Pemeriksaan akhir yang dilakukan terhadap daging fillet beku meliputi warna dan mutu daging fillet. Pemeriksaan dilakukan oleh petugas bagian pengepakan dan QC, setelah fillet beku dikeluarkan dari pan dan sebelum dikemas dalam inner carton maupun master carton. Daging fillet beku diperiksa sau persatu setiap pan secara organoleptik, baik warna maupun material lain. Daging fillet beku yang warnanya terlalu coklat (brownish meat) ataupun berwarna kehijauan (greenish meat) akibat dekomposisi, dipisahkan sebagai produk BS. 14. Pengemasan dan Pelabelan (Packing and Labeling) Produk fillet beku dikemas dengan menggunakan karton berlapis lilin dengan merek dagang yang berbeda, yaitu Lucky Doll dan Daruma. Karton dengan merek dagang Lucky Doll digunakan untuk produk yang dipasarkan ke USA dan Eropa. Produk yang akan dipasarkan ke USA dan Eropa dikemas dalam inner carton dengan berat 10 lbs atau 4,54 kg setiap inner-nya. Setelah itu inner carton dimasukkan ke dalam master carton dengan kapasitas 40 lbs atau 18,16 kg. setiap master carton berisi 4 inner carton. Untuk produk fillet yang akan dipasarkan ke Jepang, dikemas dalam master carton dengan merek dagang Daruma yang didalamnya terdapat plastik pembungkus bening jenis high density polyethilene (HDPE). Setiap master carton
70
berisi 10 kg atau 22 lbs. Produk-produk pesanan khusus (special order) dikemas dengan menggunakan karton dengan ukuran merek dagang yang berbeda sesuai dengan permintaan pihak pembeli (buyer). Label yang tertera pada pengemas meliputi nama dan alamat perusahaan, spesies ikan, jenis potongan, berat bersih produk, ukuran dan kode produksi. Pelabelan dilakukan dengan cara memberi warna pada setiap spesifikasi produk. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan crayon. Warna crayon untuk setiap jenis ikan dan jenis potongan berbeda-beda. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyimpanan maupun pengeluaran produk akhir dari cold storage. Fillet beku yang telah dimasukkan ke dalam master carton, diikat (dipak) dengan tali strapping band 15. Pemeriksaan Logam (Metal Detecting) Seluruh produk akhir yang telah dikemas dan diberi label, dilewatkan pada alat pendeteksi logam (metal detector) untuk mengantisipasi adanya logam. Jika pada produk akhir terdapat logam, maka display pada alat akan menyala dan berbunyi serta ban berjalan (conveyor) pada alat akan terhenti. Kemasan produk dibuka dan setiap daging fillet beku diperiksa satu per satu. Logam yang didapat dipisahkan dan disimpan sebagai bukti. Pemeriksaan logam dicatat dan direkam sebagai data. Pemeriksaan logam ini diawasi oleh pengawas QC. 16. Penyimpanan dalam Cold Storage (Storaging) Produk akhir yang telah dikemas dalam master carton dan dipak, dimasukkan ke dalam cold storage. Penyimpanan di cold storage menggunakan sistem FIFO (First-In First-Out) dan master carton disusun berdasarkan jenis ikan dan jenis potongan, di atas palet kayu agar tidak berhubungan langsung dengan lantai. Cold storage dioperasikan pada suhu -30 ºC atau lebih rendah untuk menjaga kestabilan produk. Supervisor cold storage memonitor suhu cold storage setiap satu jam sekali dan dicatat oleh pengawas Qulity Control.
71
5.7 Tahap Pendefinisian (define) 5.7.1
Target Manajemen dan Peran Organisasi Six Sigma dalam Pembuatan Fish fillet Tujuan khusus dari penerapan manajemen Six Sigma pada pembuatan fish
fillet jika disinergikan dengan metode SMART (specific, measurable, achievable, result oriented dan time bound) adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan jumlah produksi fish fillet. 2. Penurunan tingkat kecacatan (defect) dari fish fillet (brownish meat, greenish meat, milky white spot dan bau yang kurang segar). 3. Peningkatan kualitas es sesuai dengan standar mutu. 4. Tercapainya efektifitas dan efisiensi kerja. Istilah-istilah dalam pembuatan fish fillet yang dapat disimulasikan kedalam istilah manajemen Six Sigma dan berhubungan dengan metode SIPOC (Pemasoks, Inputs, Process, Outputs and Customers), adalah : 1. Suppliers, merupakan orang atau lembaga yang berfungsi sebagai pemasok seperti air yang berasal dari sumur dan PDAM setempat, listrik, serta alat transportasi. 2. Inputs, meliputi bahan baku yang digunakan yaitu ikan segar, bahan pembantu seperti es dan klorin serta peralatan produksi berupa meja kerja, timbangan, alat pengerik, pisau dan alat pengasah pisau, pan pembeku, rak penyimpanan pan, bak penampung ikan, keranjang plastik, lori, perangkap serangga, alat pengikat, pallet, freezing dan cold storage. 3. Process merupakan sekumpulan langkah yang mengubah dan memberikan nilai tambah pada proses pembuatan fish fillet yang meliputi penerimaan dan sortasi bahan baku, pencucian 1, pembuangan sisik, pencucian 2, pembuatan fillet, perapihan fillet, pemeriksaan tulang dan sisik, penentuan ukuran, penimbangan, perendaman dalam air klorin dingin, pembungkusan dengan plastik, penyusunan dalam pan, pembekuan, pemeriksaan akhir pengemasan dan pelabelan, pemeriksaan logam serta penyimpanan dalam cold storage. 4. Outputs merupakan proses final atau produk yang dihasilkan yaitu fish fillet yang akan diekspor ke mancanegara.
72
5. Customers adalah orang atau kelompok yang mengkonsumsi fish fillet yaitu orang-orang yang berasal dari agen pemasaran suatu lembaga atau perusahaan, hotel, restauran dan masyarakat umum. Salah satu dari aplikasi penerapan metode Six Sigma yaitu dengan menyelaraskan diagram alir SIPOC sesuai dengan proses pembuatan fish fillet. Diagram alir tersebut akan memuat seluruh proses produksi fish fillet mulai dari tahap penerimaan dan sortasi bahan baku sampai pada tahap penyimpanan fish fillet dalam cold storage.
Penerimaan dan sortasi bahan baku (receiving and sorting) Pencucian 1 (washing 1)
Penyimpanan dalam cold storage (storaging)
Pembuangan sisik (scalling) Pencucian 2 (washing 2)
Pemeriksaan logam (metal detecting) Pengemasan dan Pelabelan (Packing and Labelling)
Pembuatan fillet (filleting)
Pemeriksaan akhir (final checking)
Perapihan fillet (trimming)
Pembekuan (freezing)
Pemeriksaan tulang dan sisik (checking)
Penyusunan dalam pan (layering)
Penentuan ukuran (sizing)
Pembukusan dengan plastik (wrapping)
Penimbangan (weighing)
Perendaman dalam air klorin dingin (chilling)
Pemasoks
Inputs
Outputs
Ikan segar PDAM
Es
PLN
Klorin
Alat transportasi
Peralatan produksi
Customers
Agen pemasaran Fish fillet
Hotel Restaurant
Process
Gambar 7. Diagram Alir SIPOC dalam Proses Produksi Fish Fillet PT DSFI Tbk.
73
Pendefinisian personal pembuatan fish fillet pada manajemen Six Sigma adalah sebagai berikut : 1. Senior Champion atau dewan kualitas adalah jajaran direksi PT DSFI Tbk, sebab jajaran direksi merupakan orang-orang yang berada pada posisi puncak yang dapat menentukan arah kebijaksanaan serta penentuan visi dan misi pelaksanaan proyek Six Sigma. 2. Champion Six Sigma dapat diserahkan kepada direktur divisi produksi, karena ia mampu memiliki peran yang lebih spesifik sehingga mampu mengimplementasikan manajemen Six Sigma didalam pembuatan es balok, serta menjadi perantara antar petugas dilapangan dengan dewan kualitas. 3. Master Black Belts bertuhas untuk memberikan pelatihan kepada pelaku Six Sigma tidak mesti dari orang yang bekerja secara struktural di PT DSFI Tbk, melainkan dapat pula memilih konsultan manajemen yang ahli dalam penerapan proyek Six Sigma. 4. Black Belts dalam pembuatan fish fillet adalah kepala divisi produksi termasuk kepala quality control dan kepala quality assurance, karena mereka mengetahui secara menyeluruh tentang pembuatan fish fillet. 5. Green Belts adalah karyawan yang mengerjakan seluruh teknis pelaksanaan pembuatan fish fillet.
5.7.2 Kebutuhan Spesifik Pemakai Menurut Gaspersz, persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi konsumen fish fillet adalah persyaratan pelayanan dan persyaratan output. Produk akhir yang dihasilkan berupa fish fillet memiliki persyaratan output yaitu : 1. Sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. 2. Memiliki keamanan pangan (food safety) seperti warna daging tidak kecoklatan (brownish meat) atau kehijauan (greenish meat) serta tidak memiliki bintik putih (milky white spot). Persyaratan pelanggan berkaitan dengan pelayanan kepada konsumen. Persyaratan tersebut dapat berupa jumlah fish fillet menurut jenisnya yang sesuai dengan pesanan dan ketepatan waktu dalam pendistribusian barang sampai pada pembeli.
74
5.8 Tahap Pengukuran (Measure) 5.8.1 Diagram Pareto Berdasarkan prinsip Pareto bahwa 80% kekacauan berasal dari 20% masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam kelompok-kelompok dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang, Pareto dapat membantu perusahaan untuk mengidentifikasi penyebab masalah pada proses pembuatan fish fillet. Menurut Gaspersz (2001), proses pembuatan Diagram Pareto adalah dengan mendaftarkan penyebab masalah secara berurutan berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai terendah, kemudian menghitung frekuensi kumulatif, persentase dari total kejadian dan persentase dari total kejadian secara kumulatif seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Frekuensi Kecacatan Produksi Fish Fillet (dalam ton) PT DSFI Tbk Periode Januari 2004 – Juni 2005 No 1 2 3 4 5
Penyebab Kecacatan (Defect) Kekurangan es Memar karena benturan Kulit lecet Kesalahan dalam pemotongan Metal detecting Jumlah
Frekuensi
Frekuensi Kumulatif
Persentase Total (%)
Persentase Kumulatif (%)
143,20 143,20 85,92
143,20 286,40 372,32
33,34 33,34 20,00
33,34 66,68 86,68
6.125.805.304,00 6.125.805.304,00 3.675.483.182,40
28,64
400,96
6,67
93,35
1.225.161.060,80
28,57 429,53
429,53
6,65 100,00
100,00
1.222.162.325,10 18.374.417.176,30
Nilai Penjualan (Rp)
Sumber : Diolah dari Laporan Divisi Produksi, 2005.
Setelah mendaftarkannya dalam bentuk tabel, langkah selanjutnya adalah menggambar dua buah garis vertikal dan sebuah garis horizontal. Garis vertikal sebelah kiri mencantumkan skala dari nol sampai total keseluruhan dari kerusakan, sedangkan garis vertikal sebelah kanan mencantumkan skala persentase kerusakan. Garis horizontal dibagi ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item kerusakan Berdasarkan Tabel 10 diperoleh lembar data untuk pembuatan Diagram Pareto dari produksi fish fillet. Tabel tersebut memperlihatkan penyebab kerusakan yang dapat mempengaruhi produksi fish fillet sehingga akhirnya akan mempengaruhi kinerja divisi produksi dan nilai penjualan fish fillet. Adanya defect pada fish fillet dapat disebabkan oleh beberapa jenis kerusakan seperti kekurangan es pada saat pencucian dan perendaman, memar pada daging yang terjadi karena benturan-benturan, kulit ikan yang lecet pada saat penyisikan
75
ataupun pemfilletan, kesalahan dalam pemotongan daging ikan, dan tidak lulus uji pada saat pemeriksaan akhir melalui metal detector karena fish fillet mengandung logam. Frekuensi defect tersebut diperoleh dari asumsi dasar perusahaan terhadap penyebab kerusakan yang terjadi dengan rata-rata persentase masing-masing ialah 5%, 5% dan 3% terhadap bahan baku sebelum penyortiran, 1% yang terjadi hampir di setiap tahap pembuatan fish fillet dan 1% terhadap produk akhir. Untuk memperoleh frekuensi defect sebenarnya, persentase ini harus dikalikan dengan 35.09 %, kecuali defect saat melewati metal detector karena asumsi persentasenya yang sebesar 1% hanya dikalikan dengan produk akhir atau jumlah daging setelah pemfilletan. Angka 35.09 % (seperti yang tercantum pada Tabel 12) merupakan daging ikan setelah proses pemfilletan yang diperoleh dari perhitungan rata-rata bahan baku setelah difillet (hanya dalam bentuk daging saja tanpa isi perut, perut, kepala, sisik dan tulang). Penyebab utama kerusakan dalam pembuatan fish fillet pada Divisi Produksi PT DSFI Tbk cabang Jakarta adalah kekurangan es dan memar karena benturan. Persediaan es yang cukup atau sesuai dengan kebutuhan penggunaan memiliki pengaruh yang sangat penting dalam menjaga kesegaran dan mutu ikan. Terlebih karena penggunaan es dibutuhkan pada hampir di setiap proses produksi pembuatan fish fillet. Pada saat penerimaan bahan, persediaan es harus mencukupi untuk menjaga suhu ikan tetap rendah (di bawah 5 ºC). Pencucian ikan pun dilakukan dengan menggunakan klorin yang dilarutkan pada air dingin yang berasal dari air potable (layak untuk diminum) dan es curai. Penggunaan es juga dibutuhkan pada tahap perendaman dalam air dingin (chilling) dimana daging fillet ditampung dan direndam dalam bak fiber yang berisi air dingin yang mengandung klorin. Ini berarti, ketersediaan sangat penting pengaruhnya untuk menjaga suhu ikan tetap rendah (di bawah 5 ºC). Oleh karena itu, kekurangtersediaan es menjadi penyebab utama dalam memproduksi fish fillet dan hal ini menyebabkan 143,20 ton bahan baku ikan maupun yang telah difillet tidak dapat diproduksi. Hal tersebut dapat disebabkan pula oleh kelalaian petugas dalam mengontrol ketersediaan es pada bak penampung ikan. Pada setiap pemindahan bahan baku dari satu tahap ke tahap berikutnya, bahan baku ditampung dan direndam dalam bak plastik dengan menggunakan air dan es. Suhu ikan yang meningkat
76
dikarenakan ikan kurang terendam dalam air dan es. Tumpukan ikan yang berada di permukaan tidak terendam dalam air dan es, dengan kata lain es hanya berada di bawah tumpukan ikan bagian atas sampai dengan dasar bak penampung. Pada umumnya, suhu ikan dapat terjaga tetap rendah bila bagian atas tumpukan ikan tertutupi dengan es dalam bak penampung. Bila frekuensi defect sebesar 143,20 ton dikonversikan ke dalam nilai nominal rupiah dari rata-rata harga fish fillet periode Januari 2004 hingga Juni 2005 yaitu sebesar Rp 42.777.970,00 per ton adalah sebesar Rp 6.125.805.304,00. Jumlah pemborosan yang sama yaitu sebesar 143,20 ton daging fillet juga terjadi karena benturan pada bahan baku sehingga menyebabkan memar pada daging ikan. Daging yang memar sudah tidak memenuhi syarat secara organoleptik karena struktur daging yang kurang baik sehingga bila diproses menjadi fish fillet maka penampakannya kurang bagus dan nilai jualnya berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat ikan dipindahkan dalam bak penampung atau pemindahan dari satu tahap ke tahap berikutnya , proses dilakukan sangat cepat sehingga ikan dapat terbentur pada bak penampung atau meja kerja. Daging memar juga dapat disebabkan karena proses penanganan yang cepat di kapal dan saat pengangkutan hingga distribusi bahan baku sampai perusahaan dan memar pada bahan baku baru terlihat setelah proses penerimaan dan penyortiran bahan baku. Jika volume daging fillet yang kurang layak dikonversikan ke dalam nilai nominal rupiah maka pemborosan yang terjadi sebesar Rp 6.125.805.304,-. Nilai pemborosan ini sama dengan nilai pemborosan karena bahan baku yang kekurangan es. Dua hal yang menyebabkan kerusakan pada fish fillet masingmasing memiliki persentase 33,34% defect dari total defect yang ada. Analisis Pareto berasumsi bahwa 80% produk cacat disebabkan oleh hanya 20% defector kunci, maka perusahaan harus lebih memperhatikan ketersediaan es pada setiap proses dan lebih berhati-hati saat penanganan bahan baku pada tahap pemindahannya. Penyebab kerusakan pada bahan baku yang akan dipergunakan lebih pada hal-hal yang bersifat teknis yang terjadi pada proses pembuatan fish fillet . Hal tersebut dapat dilihat pada Diagram Pareto Gambar 8.
77
120.00
Peluang
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Kekurangan es Memar karena benturan
Kulit lecet
Kesalahan dalam pemotongan
Metal detecting
Penyebab Kerusakkan
Gambar 8. Diagram Pareto Produksi Fish fillet PT DSFI Tbk. Hal lain yang menyebabkan bahan baku kurang dapat diproses adalah karena kulit lecet, kesalahan dalam pemotongan dan tidak lulus uji logam saat melewati metal detector. Frekuensi defect dari ketiga hal tersebut masing-masing adalah 85,92 ton; 28,64 ton dan 28,57 ton yang terjadi selama 18 bulan. Keseluruhan dari tiga hal penyebab defect adalah sejumlah 143.13 ton atau sebesar Rp 6.122.806.568,30 dan total pemborosan dari keseluruhan penyebab defect yang sebenarnya dapat dihemat oleh perusahaan adalah sebesar Rp18.374.417.176,30 selama 1,5 tahun pada periode Januari 2004 sampai dengan Juni 2005.
5.8.2 Menetapkan Titik Kritis Permasalahan (CTQ) Kunci Titik kritis kualitas atau CTQ pada Divisi Produksi PT DSFI Tbk merupakan unsur-unsur pada proses pembuatan fish fillet yang secara signifikan mempengaruhi fish fillet dari proses tersebut. Mengidentifikasi unsur-unsur ini adalah vital untuk mengetahui cara mengadakan perbaikan yang dapat secara dramatis mengurangi biaya dan memperbaiki kualitas. Penentuan CTQ tersebut dapat dilihat pada diagram alir proses pembuatan. Semua CTQ yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam hal ini, terdapat tujuhbelas CTQ yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi fish fillet.
78
Tabel 11. Titik Kritis Permasalahan dalam Produksi Fish fillet No.
Dimensi
1.
Penerimaan dan sortasi bahan baku (receiving and sorting)
2.
Pencucian 1 (washing 1)
3.
Pembuangan sisik (scalling)
4.
Pencucian 2 (washing 2)
5.
Pembuatan fillet (filleting)
6.
Perapihan fillet (trimming)
7.
Pemeriksaan tulang dan sisik (checking)
8.
Penentuan ukuran (sizing)
9.
Penimbangan (weighing)
10.
Perendaman dalam air klorin dingin (chilling)
11.
Pembungkusan dengan plastik (wrapping)
12.
Penyusunan dalam pan (layering)
13.
Pembekuan (freezing)
14.
Pemeriksaan akhir (final checking)
15.
Pengemasan dan pelabelan (packing and labeling)
16. 17.
Pemeriksaan logam (metal detecting) Penyimpanan dalam cold storage (storaging)
Titik Kritis Permasalahan (Critical To Quality) - Suhu bahan baku yang diterima dibawah -5 ºC (jumlah es tidak mencukupi). - Tidak memenuhi uji organoleptik (kesegaran, jenis ikan, ukuran dan kualitas). - Terdapat bahan baku yang terdekomposisi, bercak putih (milky white spot) pada daging, daging berwarna kehijauan (greenish meat) atau kecoklatan (brownish meat) - Raw material memiliki bau yang menusuk - Kurangnya persediaan es curai sebagai campuran dengan air ozon (dingin). - Kurangnya kandungan klorin. - Kerusakan fisik ikan. - Sisik yang tidak terbuang. - Kulit lecet - Kurangnya persediaan es curai sebagai campuran dengan air ozon (dingin). - Kurangnya kandungan klorin. - Masih terdapat kotoran dan lendir yang melekat pada kulit. - Kesalahan pemotongan. - Suhu yang meningkat dalam pemfilletan. - Daging yang terbuang terlalu banyak. - Duri masih tertinggal. - Masih terdapat belly (daging lebih pada bagian bawah perut ikan). - Masih terdapat duri (tulang), sisik dan material lain yang melekat pada daging fillet. - Kesalahan dalam penentuan ukuran (mis sizing). - Ketidaksesuaian spesies dan jenis potongan pada saat penempatan. - Kekurangtersediaan es curai pada plastik kedap air sehingga dapat meningkatkan suhu. - Kesalahan dalam penimbangan produk (short weight). - Kesalahan dalam penentuan banyaknya daging fillet yang akan disusun dalam setiap pan pembeku. - Ketidaksesuaian kandungan klorin sehingga suhu air dan jumlah mikroba dapat meningkat. - Kekurangrapian dalam pembungkusan. - Terjadi kontaminasi dehidrasi pada produk yang dibekukan. - Ketidaksesuaian penyusunan dalam pan. - Ketidaksesuaian dalam pemberian label (yang memuat ukuran dan jenis potongan). - Terjadi pembekuan lambat (suhu lebih dari -35 ºC - Waktu pembekuan lebih dari 15 jam. - Terjadi perubahan warna (discoloration) - Terdapat daging berwarna cokelat (brownish meat) dan kehijauan (greenish meat). - Bau yang menusuk - Tidak memenuhi standar mutu. - Ketidaksesuaian dalam pelabelan - Ketidaksesuaian dalam pemberian warna crayon pada master carton. - Terdapat logam pada produk akhir. - Ketidakstabilan suhu cold storage. - Ketidaksesuaian pengeluaran barang dari cold storage.
Sumber : Diolah dari data primer tahun 2004 – Juni 2005
79
5.8.3 Rencana Pengumpulan Data Terdapat tiga jenis data pada manajemen Six Sigma yaitu tingkat proses, tingkat output dan tingkat outcome (Gazpers, 2001). Dalam pembuatan fish fillet, tingkat proses meliputi kegiatan-kegiatan dalam proses pembuatan mulai dari penerimaan dan sortasi bahan baku hingga penyimpanan dalam cold storage. Target kinerja ditingkat output adalah jumlah fish fillet yang dihasilkan dengan kualitas yang sesuai dengan standar mutu perusahaan sehingga memiliki nilai jual ekspor yang tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan. Pada tingkat output, hal-hal yang dapat diukur adalah : 1. Jumlah produksi fish fillet. 2. Jumlah fish fillet yang cacat (kulit lecet, daging berwarna kehijauan atau kecoklatan, terdapat milky white spot, bau yang menusuk, dan suhu ikan yang tinggi diatas -5 ºC). Pengukuran pada tingkat outcome adalah kondisi fish fillet pada pemenuhan kebutuhan spesifik dari konsumen. Pengukuran ini dilakukan dengan mencatat jumlah bahan baku yang rusak setelah dikonversikan ke dalam 35,09% daging fillet yang diperoleh dari bahan baku utuh. Angka 35,09 % merupakan perolehan dari perhitungan data bahan baku yang dapat dijadikan daging fillet sedangkan sisanya berupa daging sisa, kepala, tulang, sisik, dan isi perut. Data fish fillet reject ini seperti yang tercantum pada Tabel 12. Tabel 12. Data Fish Fillet Reject (dalam ton) PT DSFI Tbk Jakarta Periode Januari 2004 - Juni 2005 Tahun
2004
2005
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Jumlah
Bahan Baku Setelah Penyortiran 384,28 480,59 232,33 381,44 717,78 432,45 391,61 532,22 461,06 575,53 418,25 476,17 437,96 543,40 247,42 341,73 763,52 343,86 8.161,60
Defect Sebelum Pemfilletan 0,94 1,18 0,57 0,93 1,76 1,06 0,96 1,30 1,13 1,41 1,02 1,17 1,07 1,33 0,61 0,84 1,87 0,84 19,99
Bahan Baku Pemfilletan
Daging Fillet Ikan
383,34 479,41 231,76 380,51 716,02 431,39 390,65 530,92 459,93 574,12 417,23 475,00 436,89 542,07 246,81 340,89 761,65 343,02 8.141,61
134,50 168,21 81,32 133,51 251,22 151,36 137,06 186,28 161,37 201,44 146,39 166,66 153,29 190,19 86,60 119,61 267,63 120,35 2.856,99
Sumber : Diolah dari Laporan Divisi Produksi Januari 2004 – Juni 2005
Persentase Daging Fillet Ikan 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,09 35,14 35,09
80
5.8.4 Perhitungan Data Produksi Perhitungan data produksi menggambarkan keadaan yang sebenarnya mengenai perolehan level sigma perusahaan terhadap komoditi fish fillet. Setelah data produksi pembuatan fish fillet diperoleh pada Tabel 13 baru kemudian dihitung nilai DPMO dan level sigma perusahaan sehingga dapat diketahui kapabilitas fish fillet yang telah ada seperti yang tertera pada Tabel 14. Pada Tabel 13 dapat diketahui jumlah produksi fish fillet dan jumlah fish fillet yang mengalami kerusakan (reject) masing-masing adalah sebesar 2.856,99 ton dan 7,01 ton selama periode Januari 2004 hingga Juni 2005. Berdasarkan Tabel 13 dapat diperoleh nilai DPMO dan level sigma perusahaan sehingga mampu menggambarkan kapabilitas produksi fish fillet selama 18 bulan waktu produksi. Tabel 13. Data Hasil Produksi Fish Fillet (dalam ton) PT DSFI Tbk Jakarta untuk Periode Januari 2004 - Juni 2005 Tahun
2004
2005
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Jumlah
Jumlah Produksi 134,50 168,21 81,32 133,51 251,22 151,36 137,06 186,28 161,37 201,44 146,39 166,66 153,29 190,19 86,60 119,61 267,63 120,35 2.856,99
Persentase Fish Fillet Reject* 0,329846 0,414062 0,200013 0,326337 0,617584 0,371954 0,336864 0,456170 0,396517 0,494769 0,357918 0,410553 0,375463 0,466697 0,214049 0,294756 0,656183 0,294756 7,014491
Sumber : Laporan Divisi Produksi Januari 2004 - Juni 2005 * Perhitungan perolehan persentase fish fillet reject = Persentase daging fillet ikan x volume defect sebelum pemfilletan Contoh pada persentase fish fillet reject pada Januari 2004 = 35,09 % x 0,94 ton = 0,329846 ton
81
Nilai DPMO mengindikasikan berapa banyak defect yang akan muncul jika terdapat satu juta peluang. Perhitungan DPMO diperoleh dari nilai DPO (perbandingan jumlah fish fillet reject terhadap jumlah produksi fish fillet dikalikan dengan peluang defect dari pembuatan fish fille) dikalikan dengan satu juta unit peluang. Sebagai contoh pada Januari 2004, ( 0,329846 ton fish fillet reject / (134,50 ton jumlah produksi x 2 CTQ )) x 1.000.000 menghasilkan 1.226,19 DPMO. Peluang defect disini merupakan titik kritis utama yang mampu mempengaruhi produksi fish fillet setiap bulannya yang terdiri dari : 1. Tekstur dan atau warna daging fillet (brownish meat dan greenish meat) yang menyebabkan bau yang menusuk. 2. Suhu pusat produk yang meningkat. Tabel 14. Kapabilitas Sigma dan DPMO Produksi Fish fillet PT DSFI Tbk Jakarta Periode Januari 2004 - Juni 2005 Jumlah Fish Fillet CTQ Produksi Reject Januari 134,50 2 0,329846 Februari 168,21 2 0,414062 Maret 81,32 2 0,200013 April 133,51 2 0,326337 Mei 251,22 2 0,617584 Juni 151,36 2 0,371954 2004 Juli 137,06 2 0,336864 Agustus 186,28 2 0,456170 September 161,37 2 0,396517 Oktober 201,44 2 0,494769 November 146,39 2 0,357918 Desember 166,66 2 0,410553 Januari 153,29 2 0,375463 Februari 190,19 2 0,466697 Maret 86,60 2 0,214049 2005 April 119,61 2 0,294756 Mei 267,63 2 0,656183 2 Juni 120,35 0,294756 Jumlah 158,72 7,014491 Sumber : Diolah dari Laporan Divisi Produksi Januari 2004 - Juni 2005 Tahun
Bulan
DPMO 1.226,19 1.230,79 1.229,79 1.222,14 1.229,17 1.228,71 1.228,89 1.224,42 1.228,60 1.228,08 1.222,48 1.231,71 1.224,68 1.226,92 1.235,85 1.232,15 1.225,91 1.224,58 1.227,60*
Level Sigma 4,53 4,53 4,53 4,54 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53 4,53*
* Hasil rata-rata penjumlahan
Hasil perhitungan pada Tabel 14 menyiratkan bahwa proses produksi fish fillet dinilai memiliki kapabilitas kinerja yang sudah cukup baik. Hal ini ditandai dengan nilai DPMO yang cukup rendah yaitu 1.227,60 yang artinya dari sejuta peluang produksi yang ada maka terdapat kemungkinan 1.227,60 ton fish fillet yang gagal produksi. Jika nilai tersebut dikonversikan ke dalam nilai nominal
82
rupiah fish fillet per ton yaitu sebesar Rp 42.777.970,00 maka perusahaan akan kehilangan rata-rata omset penjualan sebesar Rp 52.514.304.486,86 per bulannya. Nilai sigma yang diperoleh yaitu 4,53 sigma yang artinya bahwa perusahaan berada pada level 4,53 sigma dimana kapabilitas proses fish fillet sudah cukup baik. Satuan unit waktu pada analisis sigma ini adalah per bulan. Berikut merupakan Gambar 9 yang menampilkan grafik dari perolehan nilai DPMO dan Gambar 10 yang menampilkan grafik perolehan level sigma PT
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
Desember
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
1,240.00 1,235.00 1,230.00 1,225.00 1,220.00 1,215.00 Januari
Nilai DPMO
DSFI Tbk Jakarta selama 18 bulan pada proses pembuatan fish fillet.
Periode Produksi Fish Fillet
Gambar 9. Grafik DPMO Produksi Fish fillet PT DSFI Tbk Jakarta Periode Januari 2004 – Juni 2005. Gambar 9 menunjukkan nilai DPMO yang relatif stabil antara bulan Januari 2004 hingga Juni 2005 dengan nilai DPMO terendah pada bulan April 2004 yaitu 1.222,14 dan nilai DPMO tertinggi pada bulan Maret 2005 sebesar 1.235,85. Perbedaan nilai DPMO tiap bulannya tidak terlalu jauh dan menurut rata-rata perhitungan DPMO pada Tabel 14 menunjukkan hanya berkisar 1.227,60.
Nilai Sigma
4.545 4.54 4.535 4.53
Ja nu Fe ari br ua r M i ar et Ap ri l M ei Ju ni J Ag uli u Se stu pt s em b O er kt o N ov be r em D es ber em b J a er nu Fe ari br ua r M i ar et Ap ri l M ei Ju ni
4.525
Periode Produksi Fish Fillet
Gambar 10. Grafik Level Sigma Produksi Fish fillet PT DSFI Tbk Jakarta Periode Januari 2004 – Juni 2005.
83
Kestabilan nilai tersebut diimbangi dengan perolehan level sigma yang hampir sama untuk setiap bulannya yaitu sebesar 4,53 sigma seperti yang ditampilkan pada Gambar 10. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas dan kualitas produksi adalah relatif stabil untuk setiap bulannya. Kestabilan ini juga disebabkan oleh kekonsistensian manajemen dalam memperoleh target kinerja bersamaan dengan perbaikan kualitas yang terus menerus dilakukan perusahaan. Pada bulan April 2004 perolehan level sigma adalah yang tertinggi yaitu 4,54 sigma, hal ini diikuti dengan perolehan DPMO yang terendah. Ini berarti kinerja kapabilitas fish fillet sudah cukup baik, namun tidak berbeda jauh dengan kinerja pada bulan lainnya.
5.9 Tahap Analisis (Analyze) 5.9.1 Menetapkan Target Kinerja Pada Tabel 11 telah diketahui beberapa titik kritis permasalahan dari tiap proses produksi fish fillet, sehingga nantinya dapat dilakukan beberapa perbaikan mengenai hal tersebut. Sebelum melakukan beberapa perbaikan, terlebih dahulu perlu ditentukan target kinerja yang dapat dilakukan sehingga proses perbaikan dapat dilakukan secara bertahap dan hasilnya dapat sesuai dengan yang diharapkan. Target kinerja dibuat berdasarkan CTQ yang ada pada proses pembuatan fish fillet dan dituangkan pada tabel target kinerja untuk mempermudah skema pembahasan.
5.9.2 Mengidentifikasi Akar Penyebab dari Masalah Sebelum mengatasi permasalahan yang terjadi, sebaiknya terlebih dahulu mencari dan mengetahui akar penyebab dari permasalahan tersebut. Untuk mengidentifikasi berbagai sumber penyebab, maka digunakan diagram sebab akibat dari tujuh belas titik kritis permasalahan yang ada. Hal ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 11.
.
Washing
Receiving and sorting
Kotoran dan lendir masih melekat
Kekurangan es curai
Suhu >-5ºC
Tidak lulus uji organoleptik Bahan baku terdekomposisi
Scalling
Filleting
Salah pemotongan
Duri tertinggal
Checking
Material yang masih melekat
Sizing
Weighing
Short weight
Mis sizing
Kekurangan es
Kulit lecet Sisik masih menempel
Volume klorin
Ketersediaan es curai Daging sisa terlalu banyak
Kekurangan es curai Kontami -nasi dan dehidrasi produk
Masih terdapat belly
Spesies dan jenis potongan tidak sesuai
Waktu beku >15 jam
Brownish and Greenish meat
discoloration
Wrapping
Layering
Freezing
Final checking
Tekstur dan atau warna daging fillet menyebabkan bau menusuk Suhu pusat produk meningkat
Pemberian warna crayon
Pembekuan lambat Tidak rapi
Penentuan penyusunan fillet
Standar mutu perusahaan
Pemberian label Penyusunan dalam pan
Chilling
Trimming
Suhu cold storage
Logam Pengeluaran barang Pelabelan
Packing and labelling
Metal detecting
Storaging
Gambar 11. Diagram Sebab Akibat ( Fishbone Diagram ) pada Pembuatan Fish Fillet PT DSFI Tbk.
84
Sumber : Diolah dari Data Primer Tahun 2004 – Juni 2005
85
Setelah diketahui akar penyebab dari masalah melalui fishbone diagram, maka dapat ditentukan titik kritis permasalahan dari produksi fish fillet. CTQ tersebut ialah bahan baku utama, penunjang bahan baku utama, peralatan dan petugas. 1. Bahan baku utama Bahan baku utama yang digunakan adalah ikan segar dari berbagai jenis spesies dan ukuran. Kualitas mutu ikan harus senantiasa dijaga kesegarannya mulai dari penangkapan, pengangkutan dari kapal sampai dengan pendistribusian bahan baku ke perusahaan. Masalah yang sering terjadi di lapangan adalah para petugas pengangkut ikan atau para anak buah kapal memindahkan ikan dengan cara melempar ikan dari kapal ke tempat pendaratan atau bak-bak penampung ikan. Proses penanganan di kapal pun terjadi sangat cepat. Begitu juga pada proses pengolahan fish fillet, ikan dipindahkan dari satu meja kerja ke meja kerja yang lain yang terlebih dahulu ditampung di bak penampung ikan. Oleh karena sifat ikan yang tidak tahan lama maka dibutuhkan proses penanganan yang cepat. Namun bila tidak didukung unsur kehati-hatian maka akan menyebabkan daging ikan menjadi memar, sehingga akan mengurangi nilai jual dari ikan tersebut. Penanganan yang tidak tepat pun dapat menumbuhkembangkan bakteri sehingga menyebabkan daging ikan berwarna kecoklatan atau kehijauan. 2. Penunjang bahan baku utama Bahan baku tambahan yang sama pentingnya adalah air, es dan klorin. Air digunakan untuk keperluan perendaman dan pencucian bahan baku serta peralatan produksi. Air yang digunakan dalam proses produksi adalah air yang layak minum Es juga merupakan unsur yang sangat vital dalam menjaga kesegaran dan suhu ikan. Kesalahan yang terjadi pada proses poduksi adalah kurangnya ketersediaan air dan atau es pada bak-bak penampung sehingga dapat meningkatkan suhu daging ikan. Es dan air dibutuhkan hampir pada setiap proses pembuatan fish fillet, sehingga suhu ikan dapat tetap terjaga rendah yaitu dibawah -5ºC. Klorin merupakan disenfektan yang digunakan untuk menginaktifkan organisme bakteri dan virus patogenik yang dapat dipindahkan melalui air. Kandungan klorin yang berlebihan dapat mengurangi rasa khas fillet ikan. Hal ini tidak terlepas dari pengawasan petugas yang mengontrol ketersediaan air, es dan kandungan klorin.
86
3. Peralatan Peralatan merupakan suatu media yang digunakan untuk mencapai tujuan atau berfungsi sebagai fasilitator dalam memproduksi fish fillet. Oleh karena itu, peralatan produksi memegang peran yang sangat penting bagi kesuksesan kinerja divisi produksi bagian fish fillet sehingga sanitasi dan kehigienisannya perlu untuk dipelihara. Yang menjadi permasalahan adalah terkadang peralatan digunakan melebihi batas waktu layak pakainya. 4. Petugas Petugas memiliki peran dalam mempengaruhi produktivitas dan kualitas fish fillet. Hasil akhir produk yang sesuai dengan standar mutu perusahaan dihasilkan dari proses-proses yang tepat dan cermat yang dikerjakan oleh petugaspetugas pada bagian dan fungsinya masing-masing. Masalah yang sering terjadi pada proses produksi adalah petugas kecerobohan petugas dalam menggunakan peralatan dan perlakuan terhadap bahan baku sehingga dapat mempengaruhi kualitas fish fillet. Petugas dapat saja lalai dari tugas dan tanggung jawabnya seperti pengecekan terhadap ketersediaan es, perlakuan terhadap ikan yang dipindahkan dari meja kerja ke bak penampung, kesalahan dalam pemotongan fillet, penentuan penyusunan fillet, pemberian warna crayon pada master carton, pengeluaran barang dari cold storage dan beberapa kesalahan lain yang bersifat teknis dan human error. Ini berarti petugas dapat menjadi vektor dari berbagai kerusakan dan atau keberhasilan yang terjadi.
5.10 Tahap Perbaikan (Improve) Tahap selanjutnya adalah tahap perbaikan (improve) setelah sebelumnya diidentifikasi penyebab dari akar permasalahan dalam pembuatan fish fillet. Perbaikan dilakukan pada 17 titik kritis permasalahan yang telah ditentukan. Perbaikan tersebut merupakan target kinerja yang akan dijadikan sasaran perbaikkan sehingga apa yang akan dilaksanakan dapat tepat pada sasaran seperti yang tercantum pada Tabel 15. Target kinerja tersebut merupakan upaya perbaikan yang sedang dilakukan perusahaan terutama pada divisi produksi karena pada umumnya kesalahan yang terjadi lebih bersifat teknis dan human error.
Tabel 15. Target Kinerja Divisi Produksi Fish Fillet Perspektif Six Sigma No.
Dimensi
1.
Penerimaan dan sortasi bahan baku (receiving and sorting)
2.
Pencucian 1 (washing 1)
3.
Pembuangan sisik (scalling)
4.
Pencucian 2 (washing 2)
5.
Pembuatan fillet (filleting)
6.
Perapihan fillet (trimming)
7.
Pemeriksaan tulang dan sisik (checking)
Titik Kritis Permasalahan (Critical To Quality) - Suhu bahan baku yang diterima dibawah -5 ºC (jumlah es tidak mencukupi). - Tidak memenuhi uji organoleptik (kesegaran, jenis ikan, ukuran dan kualitas). - Terdapat bahan baku yang terdekomposisi, bercak putih (milky white spot) pada daging, daging berwarna kehijauan (greenish meat) atau kecoklatan (brownish meat) - Raw material memiliki bau yang menusuk - Kurangnya persediaan es curai sebagai campuran dengan air ozon (dingin). - Kurangnya kandungan klorin. - Kerusakkan fisik ikan. - Sisik yang tidak terbuang. - Kulit lecet - Kurangnya persediaan es curai sebagai campuran dengan air ozon (dingin). - Kurangnya kandungan klorin. - Masih terdapat kotoran dan lendir yang melekat pada kulit. - Kesalahan pemotongan. - Suhu yang meningkat dalam pemfilletan. - Daging yang terbuang terlalu banyak. - Duri masih tertinggal. - Masih terdapat belly (daging lebih pada bagian bawah perut ikan). - Masih terdapat duri (tulang), sisik dan material lain yang melekat pada daging fillet.
Target Kinerja
- Ketepatan petugas dalam mengisi es pada bak penampung ikan - Proses penanganan kapal yang lebih berhati-hati (tepat dan cepat)
- Ketepatan pemberian es - Keakuratan kandungan klorin - Bahan baku tanpa sisik - Kulit ikan yang utuh - Ketepatan pemberian es - Keakuratan kandungan klorin - Ketelitian petugas dalam bekerja - Petugas lebih terampil dalam bekerja - Pengawasan terhadap suhu produk oleh petugas - Ketelitian dan keterampilan petugas dikedepankan - Operator dan pengawas QC yang lebih teliti dalam bekerja
87
Lanjutan Tabel 15. Target Kinerja Divisi Produksi Fish Fillet Perspektif Six Sigma No.
Dimensi
8.
Penentuan ukuran (sizing)
9.
Penimbangan (weighing)
10.
Perendaman dalam air klorin dingin (chilling)
11.
Pembungkusan dengan plastik (wrapping)
12.
Penyusunan dalam pan (layering)
13.
Pembekuan (freezing)
14.
Pemeriksaan akhir (final checking)
15.
Pengemasan dan pelabelan (packing and labeling)
16. 17.
Pemeriksaan logam (metal detecting) Penyimpanan dalam cold storage (storaging)
Titik Kritis Permasalahan (Critical To Quality) - Kesalahan dalam penentuan ukuran (mis sizing). - Ketidaksesuaian spesies dan jenis potongan pada saat penempatan. - Kekurangtersediaan es curai pada plastik kedap air sehingga dapat meningkatkan suhu. - Kesalahan dalam penimbangan produk (short weight). - Kesalahan dalam penentuan banyaknya daging fillet yang akan disusun dalam setiap pan pembeku. - Ketidaksesuaian kandungan klorin sehingga suhu air dan jumlah mikroba dapat meningkat. - Kekurangrapian dalam pembungkusan. - Terjadi kontaminasi dan dehidrasi pada produk yang dibekukan. - Ketidaksesuaian penyusunan dalam pan. - Ketidaksesuaian dalam pemberian label (yang memuat ukuran dan jenis potongan). - Terjadi pembekuan lambat (suhu lebih dari -35 ºC - Waktu pembekuan lebih dari 15 jam. - Terjadi perubahan warna (discoloration) - Terdapat daging berwarna cokelat (brownish meat) dan kehijauan (greenish meat) akibat dekomposisi - Bau yang menusuk - Tidak memenuhi standar mutu. - Ketidaksesuaian dalam pelabelan - Ketidaksesuaian dalam pemberian warna crayon pada master carton.
Target Kinerja - Karyawan lebih cermat dan teliti dalam melaksanakan tugas - Persiapan es curai lebih awal - Karyawan lebih cermat dan teliti dalam melaksanakan tugas - Keakuratan jumlah klorin yang dibutuhkan - Keterampilan petugas dalam bekerja - Sanitasi dan higienis petugas dan peralatan yang digunakan - Ketelitian dan kecermatan petugas dalam bekerja
- Pengawasan suhu dan waktu beku lebih diperhatikan
- Ketelitian petugas dalam uji organoleptik
- Ketelitian dan kecermatan petugas dalam bekerja
- Terdapat logam pada produk akhir.
- Pengawasan kualitas produk akhir oleh pengawas QC
- Ketidakstabilan suhu cold storage. - Ketidaksesuain pengeluaran barang dari cold storage.
- Pengaturan suhu diperhatikan - Petugas lebih teliti dan cermat dalam bekerja
88
89
Perbaikan yang ada dirangkum menjadi 4 titik kritis utama dan dilakukan secara terus-menerus atau berkelanjutan sehingga setiap kekurangan yang ada dapat dipahami dan dipelajari untuk perbaikan dimasa mendatang. 1. Bahan baku Bahan baku yang diperoleh dari para pemasok tidaklah selalu baik mutunya. Oleh karena itu, pihak perusahaan perlu untuk mengawasi secara langsung proses penanganan pengangkutan dan distribusi dari kapal hingga sampai di perusahaan. Pada proses produksi, pengawasan terhadap penanganan dan pemindahan bahan baku dari tahap satu ke tahap berikutnya dapat lebih ditingkatkan sehingga kualitas fish fillet yang dihasilkan semakin membaik disamping jumlah produksi yang meningkat. 2. Penunjang bahan baku Pengecekkan kembali pada ketersediaan volume air, es dan klorin harus selalu sering dipantau, sehingga hasilnya dapat sesuai dengan yang diharapkan yaitu daging fillet yang selalu segar, memiliki suhu dibawah -5ºC dan terbebas dari bakteri dan virus. 3. Perbaikan pada peralatan Layak pakai dari kegunaan peralatan dan mesin harus sering dikontrol dan diperbaiki bila ada kerusakan. Sanitasi dan kehigienisan ruangan juga harus tetap diperhatikan. Hal lain yang patut diperhatikan adalah sirkulasi udara dalam ruang pengolahan produksi dan limbah pengolahan agar sering dikontrol. 4. Perbaikan pada petugas Karyawan produksi dapat diberikan pengarahan secara terintegrasi dan kontinuitas mengenai visi, misi, tujuan dan target kinerja yang harus diperolehnya. Pemberian pelatihan juga dapat dilaksanakan guna menambah wawasan dan pengetahuan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Memandang karyawan sebagai salah satu aset perusahaan adalah hal lain yang penting untuk diperhatikan, seperti pemberian kompensasi terhadap kerja lebih dan prestasi kerja terhadap karyawan yang telah memiliki dedikasi yang tinggi terhadap perusahaan.
90
5.11 Tahap Pengontrolan (Control) Menurut Pande (2002), ketika proyek perbaikan proses atau rancangan proses mencapai tujuan, yakni mengurangi cacat, maka disiplin merupakan hal yang essensial untuk menopang hasil yang telah dicapai. Kondisi ini lebih kompleks karena melibatkan banyak orang. Bahkan ketika proses perbaikan telah tertanam kuat, maka perusahaan akan menghadapi tantangan yang lebih besar yaitu, perusahaan harus melakukan usaha secara terus menerus dan terfokus agar dorongan awal untuk perbaikan tidak menghabiskan energi. Setelah perusahaan melakukan proses perbaikan yang berkelanjutan di tahap perbaikan (improve), maka langkah selanjutnya dari proyek Six Sigma adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap perbaikan-perbaikan yang sudah dilaksanakan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mencatat semua kegiatan perbaikan yang telah dilakukan dengan lengkap, kemudian dapat dilakukan penilaian terhadap perbaikan yang sudah diperoleh. Proses pengawasan terhadap perbaikan yang dilakukan akan mudah dinilai jika setiap proses yang dijalankan memiliki standarisasi prosedur sehingga hasilnya akan sesuai dengan yang diharapan dan mampu menurunkan nilai DPMO dan meningkatkan level sigma produksi. Langkah-langkah dalam standarisasi adalah dengan cara pembuatan prosedur standar operasi (standart operating procedure) yang sesuai dengan langkah-langkah perbaikan (Miranda et al diacu dalam Dilana 2005), yaitu : 1. Menilai rancangan dari kriteria pengoperasian produk. 2. Menguji, mencari, memecahkan masalah, penjualan dan memperbaiki rancangan operasi produk. 3. Uji coba proses-proses baru dalam sistem operasi. 4. Meluncurkan proses yang telah diuji.
91
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. PT Dharma Samudera Fisheries Industries Tbk adalah salah satu perusahaan perikanan yang bergerak dalam bidang pengolahan hasil perikanan. Komoditi unggulan perusahaan ini adalah fish fillet. Terbukti dari nilai penjualan fish fillet setiap tahunnya yang selalu berada di urutan teratas dibandingkan jenis komoditi yang lain. 2. Penerapan dan pengimplementasian proyek Six Sigma pada Divisi Produksi bagian fish fillet dapat dilakukan dalam konteks peningkatan kualitas dan kuantitas fish fillet. Kinerja pada divisi tersebut berdasarkan perspektif Six Sigma berada di level 4,53 sigma untuk periode Januari 2004 hingga Juni 2005. Ini berarti kinerja produksi fish fillet dapat dikatakan cukup tinggi, terbukti dengan perolehan nilai DPMO yang rendah yaitu sebesar 1.227,60 DPMO, dengan kata lain rata-rata tingkat kecacatan fish fillet selama 18 bulan cukup rendah. Satuan unit waktu pada analisis sigma ini adalah per bulan. 3. Kinerja Divisi Produksi bagian fish fillet menggambarkan keefektivitasan produksi yang diperoleh. Keefektivitasan produksi dapat diketahui dengan menggunakan metode DMAIC. Kebutuhan spesifik pemakai dapat diidentifikasi melalui persyaratan output (sesuai dengan standar mutu dan memiliki keamanan pangan) dan persyaratan pelayanan kepada pelanggan. Pada tahap pengukuran digunakan Diagram Pareto dengan kekurangan es dan memar karena benturan yang menjadi penyebab kecacatan tertinggi. CTQ diperoleh dari 17 tahapan produksi fish fillet, sehingga pada tahap analisis dapat ditentukan empat CTQ kelompok besar yaitu bahan baku utama, penunjang bahan baku utama, peralatan dan petugas. Perbaikan dilakukan pada setiap tahapan produksi dan dirangkum menjadi perbaikan pada empat titik kritis utama. Tahap pengontrolan dilakukan dengan mencatat semua kegiatan perbaikan yang telah dilakukan dengan lengkap, kemudian dilakukan penilaian terhadap perbaikan yang sudah diperoleh.
92
6.2 Saran 1. Diharapkan Divisi Produksi bagian fish fillet PT DSFI Tbk dapat melakukan perbaikan kinerja karyawan dengan mengadakan pelatihan, penekanan pada pengarahan cara bekerja, kedisiplinan, keterampilan dan kehati-hatian dalam bekerja. 2. Adanya penelitian lanjutan yang serupa dengan menggunakan perspektif Six Sigma pada komoditi lain di Divisi Produksi PT DSFI Tbk.
93
DAFTAR PUSTAKA Aryanto B. 2001. Proses Pembuatan Fillet Ikan Kakap Merah Beku di PT Dharma Samudera Fishing Industries Tanjung Priok Jakarta Utara. [laporan praktek magang]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Brue G. 2002. Six Sigma for Managers. Cetakan ke-3. Jakarta : Penerbit Canary. Chowdury S. 2002. The Power of Six Sigma. Jakarta : Penerbit PT Prehallindo. Deliveri. 2005. Total Quality Management. www.deliveri.org [17 Juli 2005] Dilana A. 2005. Analisis Manajemen Kualitas Perspektif Six Sigma pada Sub Divisi Es Balok dan Perbekalan Divisi Usaha Pelayanan Kapal Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta. [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan. 2000. Pelabuhan Perikanan Samudera. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Fauzi A. 2001. Prinsip-Prinsip Penelitian Sosial Ekonomi : Panduan Singkat. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaspersz V. 2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Nazir M. 1985. Metode Penelitian. Ed Ke-4. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia. Pande PS,Robert PN, Ronald RC. 2002. The Six Sigma Way. Ed ke-1. Yogyakarta: Penerbit Andi. PT Dharma Samudera Fisheries Industries Tbk. 2005. Profil Perusahaan. www.dsfi.co.id [17 Juli 2005]
94
95
Lampiran 1. Sketsa Lokasi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk
96
Lampiran 2.
Tata Letak Ruang Produksi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk.
12 16 14 15 12
13 10
13 12
11 10
9
7 8
6
5
4
3
97
Lanjutan Lampiran 2. Tata Letak Ruang Produksi PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk
Keterangan : 1. Halaman 2. Pintu masuk karyawan 3. Ruang pencucian (tangan dan sepatu boot) 4. Ruang penerimaan bahan baku 5. Ruang penerimaan bahan baku 6. Ruang sortasi 7. Ruang pembuangan sisik 8. Area berisiko tinggi 9. Ruang penyimpanan keperluan 10. Tempat penyaringan air 11. Ruang proses 12. Anteroom 13. Ruang pembekuan 14. Ruang penyimpanan beku 15. Ruang pengepakan 16. Tempat Parkir Container
98
Lampiran 3. Agen Pemasaran yang Bekerja Sama dengan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk B. Agen / buyer asal USA •
Asian America
•
Inter Osean
•
Essax Exportir
•
Meridian Product
C. Agen / buyer asal Eropa •
Landauer Ltd
•
Hilofish Ltd
•
Hottlet Bv
•
J. Bennet Corporation
D. Agen / buyer asal Singapura •
Nalifax
E. Agen / buyer asal Jepang •
Nichimen Europe
•
Nurihira Marine
•
Ithochu
•
Fuji Corporation
•
Kanematsu
•
Kohyo Ltd.
F. Agen / buyer asal Malaysia •
Coostal Cash
G. Agen / buyer asal Hongkong •
Nerchan Link
H. Agen / buyer asal Australia •
Australia Seafood Prod
•
Kailis Bros
99
Lampiran 4. Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dengan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Mengenai Investasi, Modal dan Hubungan Kerja Sama •
•
•
•
•
Pemegang Saham Perusahaan -
PT Dharma Mulia Andhika
-
Irwan Sutjiamidjaja
Perusahaan di bawah pengendalian Komisaris / Direksi Perusahaan -
PT Eugenia Dharma Samudera
-
PT Dharma Bentala
-
PT Tri Daya Banawa
-
PT Dharma Putra Andhika
Komisaris Perusahaan -
Ridwan Sutjiamidjaja
-
Hartati Utama
Direksi Perusahaan -
Irwan Sutjiamidjaja
-
Herman Sutjiamidjaja
-
Andi Sutjiamidjaja
-
Ronnie Sutjiamidjaja
-
Hendra Sutjiamidjaja
Anggota keluarga dari Komisaris Utama dan Direktur Utama -
Herwan Sutjiamidjaja
-
Harri Sutjiamidjaja
-
Tan elly
100
Lampiran 5. Tabel Harga Produksi Fish fillet (dalam Rp 000) PT DSFI Tbk periode Januari 2004 – Juni 2005 Tahun
Bulan Januari Februari Maret April Mei 2004 Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret 2005 April Mei Juni Jumlah Rata-rata harga
Harga 32.409,05 36.099,21 41.261,77 40.563,56 45.103,26 44.687,04 44.814,56 46.807,17 49.185,73 41.499,04 38.665,40 41.584,08 41.303,26 43.324,77 39.695,15 44.888,00 47.614,11 50.498,38 770.003,54 42.777,97
Sumber : Laporan Divisi Keuangan Januari 2004 – Juni 2005
Lampiran 6. Volume Penjualan (dalam ton) pada Breakdown Sales Export PT DSFI Tbk periode Tahun 2000 - Juni 2005
Komoditi Fish Fillet Tuna Lobster Cuttle Fish Swimming Crab Added Value Cakalang Octopus Udang Total
2000
2001
2002
2003
2004
4.581,46 302,63 18,38 19,82 220,15 0 558,26 451,40 7,79 6.159,89
4.175,80 369,35 45,99 68,13 103,06 1,19 1.466,77 848,53 32,94 7.111,76
4.221,10 629,63 98,71 105,64 56,03 1,30 2.535,35 1.356,72 31,22 9.035,70
4.553,32 611,48 104,54 213,30 151,52 0 1.101,94 1.531,38 27,58 8.295,06
4.807,80 515,02 52,96 289,25 79,97 0 297,72 1.930,33 31,37 8.004,42
Januari–Juni 2005 2.908,53 313,19 12,91 85,12 28,72 0 0 869,03 22,06 4.239,56
Jumlah 25.248,01 2.741,30 333,49 781,26 639,45 2,49 5.960,04 6.987,39 152,96 42.846,39
% Total 58,93 6,40 0,78 1,82 1,49 0,01 13,91 16,31 0,36 100,00
Sumber : Laporan Divisi Keuangan Tahun 2000 – Juni 2005
101
Lampiran 7. Nilai Penjualan (dalam Rp 000) pada Breakdown Sales Export di PT DSFI Tbk Tahun 2000 - Juni 2005
Komoditi Fish Fillet Tuna Lobster Cuttle Fish Swimming Crab Added Value Cakalang Octopus Udang Total Average Kurs/Kg
2000
2001
2002
2003
2004
166.233.958 163.154.087 163.883.655 166.992.755 202.238.573 13.810.392 21.998.996 32.805.295 30.514.189 25.519.071 2.281.412 7.388.978 15.299.194 12.084.787 6.134.487 932.362 1.915.184 2.335.983 4.702.813 8.253.677 9.441.247 6.126.285 2.809.799 7.501.418 4.691.696 0 23.357 48.950 0 0 2.254.105 15.472.782 16.303.133 6.346.047 2.743.152 8.226.827 15.441.512 29.862.335 43.420.317 59.923.061 408.828 2.666.927 1.677.792 2.075.698 2.328.281 203.589.131 234.188.108 265.026.136 273.638.024 311.831.998 8.493,99 10.044,31 9.304,99 8.592,74 8.943,01
Januari Jumlah Juni 2005 128.919.916 991.422.944 18.053.553 142.701.496 1.467.266 44.656.124 3.180.543 21.320.562 2.036.231 32.606.676 0 72.307 0 43.119.219 26.069.997 182.944.049 1.690.403 10.847.929 181.417.909 1.469.691.306 9.468,79 -
% Total 67,46 9,71 3,04 1,45 2,22 0,00 2,93 12,45 0,74 100,00 -
Sumber : Laporan Divisi Keuangan Tahun 2000 – Juni 2005
102
Lampiran 8. Volume Penjualan (dalam ton) pada Report Sales Export di PT DSFI Tbk Periode Januari 2004 - Juni 2005
Tahun
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni 2004 Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari 2005 Maret April Mei Juni Total per Komoditi % Total per Komoditi
Fish Fillet 300,52 396,04 264,49 397,92 459,39 416,79 391,42 396,42 325,35 468,27 324,47 666,73 430,33 390,46 642,43 508,49 487,05 449,77 7.716,34 63,02
40,46 30,99 45,80 51,59 62,57 65,28 23,12 42,23 45,87 48,97 8,57 49,56 43,35 26,60 56,11 40,23 48,12 98,78 828,20
2,83 13,97 4,93 4,36 3,00 2,17 1,18 2,23 0,34 3,00 8,08 6,87 0,73 2,12 4,34 1,97 2,35 1,40 65,87
Cuttle Fish 21,83 41,13 33,03 25,96 32,32 27,06 8,11 6,59 14,95 42,67 21,31 14,29 9,34 6,95 25,91 9,57 24,79 8,56 374,37
6,76
0,54
3,06
Tuna
Lobster
Swimming Cakalang Crab 4,74 11,12 3,41 9,33 3,43 1,34 23,87 2,91 23,88 10,47 24,06 9,45 74,79 11,27 75,78 6,19 25,25 6,30 50,10 1,76 4,63 10,12 5,16 4,65 2,40 108,68 297,73 0,89
2,43
197,86 167,80 167,01 297,95 131,42 90,03 89,43 107,31 116,49 249,98 95,04 219,99 171,83 169,56 201,16 100,51 140,25 85,72 2.799,34
3,94 4,81 53,43
Total per Bulan 572,33 665,81 520,09 788,11 697,67 629,36 540,05 591,37 590,76 900,93 494,08 1.013,84 658,69 603,38 948,97 665,93 711,15 651,44 12.243,96
22,86
0,44
100,00
Octopus
Udang 4,09 4,76 1,42 1,00 5,54 2,82 2,06 3,52 0,99 5,17 1,35 3,06 8,90
Sumber : Laporan Divisi Keuangan Januari 2004 – Juni 2005
103
Lampiran 9. Nilai Penjualan (dalam Rp 000) pada Report Sales Export di PT DSFI Tbk Periode Januari 2004 - Juni 2005
Tahun
Bulan
Fish Fillet
Tuna
Lobster
Januari 9.739.671 1.834.771 274.486 Februari 14.296.816 1.227.000 1.484.457 Maret 10.913.259 2.458.196 624.828 April 16.141.022 2.577.139 511.362 Mei 20.719.825 2.865.275 364.811 Juni 18.625.087 3.150.727 278.884 2004 Juli 17.541.182 1.349.610 142.369 Agustus 18.555.357 1.994.593 285.766 September 16.002.626 2.176.547 39.584 Oktober 19.432.819 2.594.349 380.349 November 12.545.639 394.046 930.931 Desember 27.725.268 2.897.073 816.658 Januari 17.773.880 2.179.578 87.906 Februari 16.916.404 1.885.640 242.148 Maret 25.501.382 2.388.285 536.247 2005 April 22.825.194 2.762.986 226.679 Mei 23.190.601 2.876.859 220.374 Juni 22.712.455 5.960.205 153.912 Total per Komoditi 331.158.487 43.572.879 7.601.751 % Total per Komoditi 67,14 8,83 1,54 Sumber : Laporan Divisi Keuangan Januari 2004 – Juni 2005
Cuttle Fish 530.645 909.653 770.092 748.332 952.968 977.503 357.175 177.030 640.407 1.100.179 657.464 432.229 251.695 190.862 903.057 356.587 1.067.053 411.289 11.434.220 2,32
Swimming Crab 231.887 480.580 162.566 427.825 279.294 79.088 185.632 586.789 626.521 739.749 443.920 447.847 86.779 362.327 756.421 422.453 260.786 147.465 6.727.929 1,36
Cakalang 229.980 212.788 222.533 693.904 724.647 250.328 408.973 2.743.153 0,56
Octopus 5.796.314 4.857.492 4.978.358 8.937.011 4.191.997 2.968.598 2.940.106 3.616.207 3.783.533 8.072.251 3.089.715 6.691.479 5.231.854 4.794.760 6.088.249 3.116.936 4.047.627 2.790.571 85.993.058 17,43
Udang 277.079 353.099 54.405 70.665 419.275 236.118 180.149 267.041 470.452 124.870 261.941 682.190 307.325 314.077 4.018.686 0,81
Total 18.684.853 23.609.097 19.961.704 29.413.356 29.793.445 26.545.985 22.728.862 25.618.424 24.230.163 33.044.343 18.782.495 39.419.527 25.736.562 24.654.082 36.855.831 29.710.835 31.970.625 32.489.974 493.250.163 100,00
104
105
Lampiran 10. Tabel Konversi DPMO ke dalam Nilai Sigma Berdasarkan Konsep Motorola Nilai Sigma 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13 0,14 0,15 0,16 0,17 0,18 0,19 0,20 0,21 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27 0,28 0,29 0,30 0,31 0,32 0,33 0,34 0,35 0,36 0,37 0,38 0,39 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,46 0,47 0,48 0,49 0,50
DPMO
Nilai Sigma
DPMO
Nilai Sigma
DPMO
Nilai Sigma
DPMO
933.193 931.888 930.563 929.219 927.855 926.471 925.066 923.641 922.196 920.730 919.243 917.736 916.207 914.656 913.085 911.492 909.877 908.241 906.582 904.902 903.199 901.475 899.727 897.958 896.165 894.350 892.512 890.651 888.768 886.860 884.930 882.977 881.000 878.999 876.976 874.928 872.857 870.762 868.643 866.500 864.334 862.143 859.929 857.690 855.428 853.141 850.830 848.495 846.136 843.752 841.345
0,51 0,52 0,53 0,54 0,55 0,56 0,57 0,58 0,59 0,60 0,61 0,62 0,63 0,64 0,65 0,66 0,67 0,68 0,69 0,70 0,71 0,72 0,73 0,74 0,75 0,76 0,77 0,78 0,79 0,80 0,81 0,82 0,83 0,84 0,85 0,86 0,87 0,88 0,89 0,90 0,91 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,99 1,00 1,01
838.913 836.457 833.977 813.472 828.944 826.392 823.814 821.214 818.589 815.940 813.267 810.570 807.850 805.106 802.338 799.546 796.731 793.892 791.030 788.145 785.236 782.305 779.350 776.373 773.373 770.350 767.305 764.238 761.148 758.036 754.903 751.748 748.571 745.373 742.154 738.914 735.653 732.371 729.069 725.747 722.405 719.043 715.661 712.260 708.840 705.402 701.944 698.468 694.974 691.462 687.933
1,02 1,03 1,04 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,10 1,11 1,12 1,13 1,14 1,15 1,16 1,17 1,18 1,19 1,20 1,21 1,22 1,23 1,24 1,25 1,26 1,27 1,28 1,29 1,30 1,31 1,32 1,33 1,34 1,35 1,36 1,37 1,38 1,39 1,40 1,41 1,42 1,43 1,44 1,45 1,46 1,47 1,48 1,49 1,50 1,51 1,52
684.386 680.822 677.242 673.642 670.031 666.402 662.757 659.097 655.422 651.732 648.027 644.309 640.576 636.831 633.072 629.300 625.516 621.719 617.911 614.092 610.261 606.402 602.568 598.706 594.835 590.954 587.064 583.166 579.230 575.345 571.424 567.495 563.559 559.618 555.670 551.717 547.758 543.795 539.828 535.856 531.881 527.903 523.922 519.939 515.953 511.967 507.978 503.989 500.000 496.011 492.022
0,53 0,54 0,55 0,56 0,57 0,58 0,59 1,60 1,61 1,62 1,63 1,64 1,65 1,66 1,67 1,68 1,69 1,70 1,71 1,72 1,73 1,74 1,75 1,76 1,77 1,78 1,79 1,80 1,81 1,82 1,83 1,84 1,85 1,86 1,87 1,88 1,89 1,90 1,91 1,92 1,93 1,94 1,95 1,96 1,97 1,98 1,99 2,00 2,01 2,02 2,03
488.033,00 484.047,00 480.061,00 476.078,00 472.097,00 468.119,00 464.144,00 460.172,00 456.205,00 452.242,00 448.283,00 444.330,00 440.382,00 436.441,00 432.505,00 428.576,00 424.655,00 420.740,00 416.834,00 412.936,00 409.046,00 405.165,00 401.294,00 397.432,00 393.580,00 389.739,00 385.908,00 382.089,00 378.281,00 374.484,00 370.700,00 366.928,00 363.169,00 359.424,00 355.691,00 351.973,00 348.268,00 344.578,00 340.903,00 337.243,00 333.598,00 329.969,00 326.355,00 322.758,00 319.178,00 315.614,00 312.067,00 308.538,00 305.026,00 301.532,00 298.056,00
106
Lanjutan Lampiran 10. Tabel Konversi DPMO ke dalam Nilai Sigma Berdasarkan Konsep Motorola Nilai Sigma 2,04 2,05 2,06 2,07 2,08 2,09 2,10 2,11 2,12 2,13 2,14 2,15 2,16 2,17 2,18 2,19 2,20 2,21 2,22 2,23 2,24 2,25 2,26 2,27 2,28 2,29 2,30 2,31 2,32 2,33 2,34 2,35 2,36 2,37 2,38 2,39 2,40 2,41 2,42 2,43 2,44 2,45 2,46 2,47 2,48 2,49 2,50 2,51 2,52 2,53 2,54
DPMO 294.598,00 291.160,00 287.740,00 284.339,00 280.957,00 277.595,00 274.253,00 270.931,00 267.629,00 264.347,00 361.086,00 257.846,00 254.627,00 251.429,00 248.252,00 245.097,00 241.964,00 238.852,00 235.762,00 232.695,00 229.650,00 226.627,00 223.627,00 220.650,00 217.695,00 214.764,00 211.855,00 208.970,00 206.108,00 203.269,00 200.454,00 197.662,00 194.894,00 192.150,00 189.430,00 186.733,00 184.060,00 181.411,00 178.786,00 176.186,00 173.609,00 171.056,00 168.528,00 166.023,00 163.543,00 161.087,00 158.655,00 156.248,00 153.864,00 151.505,00 149.170,00
Nilai Sigma 2,55 2,56 2,57 2,58 2,59 2,60 2,61 2,62 2,63 2,64 2,65 2,66 2,67 2,68 2,69 2,70 2,71 2,72 2,73 2,74 2,75 2,76 2,77 2,78 2,79 2,80 2,81 2,82 2,83 2,84 2,85 2,86 2,87 2,88 2,89 2,90 2,91 2,92 2,93 2,94 2,95 2,96 2,97 2,98 2,99 3,00 3,01 3,02 3,03 3,04 3,05
DPMO 146.859 144.572 142.310 140.071 137.857 135.666 133.500 131.357 129.238 127.142 125.072 123.024 121.001 119.000 117.023 115.070 113.140 111.233 109.349 107.488 105.650 103.835 102.042 100.273 98.525 96.801 95.098 93.418 91.759 90.123 88.508 86.915 85.334 83.793 82.264 80.757 79.270 77.804 76.359 74.934 73.529 72.145 70.781 69.437 68.112 66.807 65.522 64.256 63.008 61.780 60.571
Nilai Sigma 3,06 3,07 3,08 3,09 3,10 3,11 3,12 3,13 3,14 3,15 3,16 3,17 3,18 3,19 3,20 3,21 3,22 3,23 3,24 3,25 3,26 3,27 3,28 3,29 3,30 3,31 3,32 3,33 3,34 3,35 3,36 3,37 3,38 3,39 3,40 3,41 3,42 3,43 3,44 3,45 3,46 3,47 3,48 3,49 3,50 3,51 3,52 3,53 3,54 3,55 3,56
DPMO 59.380 58.208 57.053 55.917 54.799 53.699 52.616 51.551 50.503 49.471 48.457 47.460 46.479 45.514 44.567 43.633 42.716 41.815 40.929 40.059 39.204 38.364 37.538 36.727 35.930 35.148 34.379 33.625 32.884 32.157 31.443 30.742 30.054 29.379 28.716 28.067 27.429 26.803 26.190 25.588 24.998 24.419 23.852 23.295 22.750 22.216 21.692 21.178 20.675 20.182 19.699
Nilai Sigma 3,57 3,58 3,59 3,60 3,61 3,62 3,63 3,64 3,65 3,66 3,67 3,68 3,69 3,70 3,71 3,72 3,73 3,74 3,75 3,76 3,77 3,78 3,79 3,80 3,81 3,82 3,83 3,84 3,85 3,86 3,87 3,88 3,89 3,90 3,91 3,92 3,93 3,94 3,95 3,96 3,97 3,98 3,99 4,00 4,01 4,02 4,03 4,04 4,05 4,06 4,07
DPMO 19.226 18.763 18.309 17.864 17.429 17.003 16.586 16.177 15.778 15.386 15.003 14.629 14.262 13.903 13.553 13.209 12.874 12.545 12.224 11.911 11.604 11.304 11.011 10.724 10.444 10.170 9.903 9.642 9.387 9.137 8.894 8.656 8.424 8.198 7.976 7.760 7.549 7.344 7.143 6.947 6.756 6.569 6.387 6.210 6.037 5.868 5.703 5.543 5.386 5.234 5.085
107
Lanjutan Lampiran 10. Tabel Konversi DPMO ke dalam Nilai Sigma Berdasarkan Konsep Motorola Nilai Sigma 4,08 4,09 4,10 4,11 4,12 4,13 4,14 4,15 4,16 4,17 4,18 4,19 4,20 4,21 4,22 4,23 4,24 4,25 4,26 4,27 4,28 4,29 4,30 4,31 4,32 4,33 4,34 4,35 4,36 4,37 4,38 4,39 4,40 4,41 4,42 4,43 4,44 4,45 4,46 4,47 4,48 4,49 4,50 4,51 4,52 4,53 4,54 4,55 4,56 4,57 4,58
DPMO 4.490 4.799 4.661 4.527 4.397 4.269 4.145 4.025 3.907 3.793 3.661 3.973 3.467 3.364 3.264 3.167 3.072 2.980 2.890 2.803 2.718 2.635 2.555 2.477 2.401 2.327 2.256 2.186 2.118 2.052 1.988 1.926 1.866 1.807 1.750 1.695 1.641 1.589 1.538 1.489 1.441 1.395 1.350 1.306 1.264 1.223 1.183 1.144 1.107 1.070 1.035
Nilai Sigma 4,59 4,60 4,61 4,62 4,63 4,64 4,65 4,66 4,67 4,68 4,69 4,70 4,71 4,72 4,73 4,74 4,75 4,76 4,77 4,78 4,79 4,80 4,81 4,82 4,83 4,84 4,85 4,86 4,87 4,88 4,89 4,90 4,91 4,92 4,93 4,94 4,95 4,96 4,97 4,98 4,99 5,00 5,01 5,02 5,03 5,04 5,05 5,06 5,07 5,08 5,09
DPMO 1.001 968 936 904 874 845 816 789 762 736 711 687 664 641 619 598 577 557 538 519 501 483 467 450 434 419 404 390 376 362 350 337 325 313 302 291 280 270 260 251 242 233 224 216 208 200 193 185 179 172 165
Nilai Sigma 5,10 5,11 5,12 5,13 5,14 5,15 5,16 5,17 5,18 5,19 5,20 5,21 5,22 5,23 5,24 5,25 5,26 5,27 5,28 5,29 5,30 5,31 5,32 5,33 5,34 5,35 5,36 5,37 5,38 5,39 5,40 5,41 5,42 5,43 5,44 5,45 5,46 5,47 5,48 5,49 5,50 5,51 5,52 5,53 5,54 5,55 5,56 5,57 5,58 5,59 5,60
DPMO 159 153 147 142 136 131 126 121 117 112 108 104 100 96 92 88 85 82 78 75 72 70 67 64 62 59 57 54 52 50 48 46 44 42 41 39 37 36 34 33 32 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21
Nilai Sigma 5,61 5,62 5,63 5,64 5,65 5,66 5,67 5,68 5,69 5,70 5,71 5,72 5,73 5,74 5,75 5,76 5,77 5,78 5,79 5,80 5,81 5,82 5,83 5,84 5,85 5,86 5,87 5,88 5,89 5,90 5,91 5,92 5,93 5,94 5,95 5,96 5,97 5,98 5,99 6,00
DPMO 20 19 18 17 17 16 15 15 14 13 13 12 12 11 11 10 10 9 9 9 8 8 7 7 7 7 6 6 6 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 3
108
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian
1. Gambar Cabang PT DSFI Tbk Kendari
3. Gambar Kegiatan Produksi
2. Gambar Kegiatan Selama di Dermaga
4. Gambar Berbagai Produk PT DSFI Tbk.
109
Lanjutan Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian 5. Gambar Kegiatan Pemfilletan
6. Gambar Produk Fish Fillet Kakap Merah
7. Gambar Produk PT DSFI Tbk Setelah Diolah dan Siap Disajikan
110
Lanjutan Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian 8. Gambar Beberapa Produk Lain yang Diproduksi PT DSFI Tbk a. Grouper
b. Octopus
c. Lobster
d. Hiraki / Butterfly Cut
e. Swimming Crab
f. Squid / Cuttlefish
g. Tilapia
h. Tuna