ANALISIS LAPORAN KEUANGAN FISKAL PADA PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi
Nama : S u s y NIM : 03201-171
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Susy
NIM
: 03201-171
Program Studi
: Akuntansi
Judul Skripsi
: Tax Planning padaPT. Saripersada Indo Pancarona
Tanggal Ujian Skripsi:
Disahkan Oleh : Pembimbing
( Diah Iskandar SE,MSi ) Tanggal :
Dekan,
Ketua Jurusan Akuntansi,
( Drs. Hadri Mulya,M.Si ) Tanggal :
( H. Sabarudin Muslim,SE,M.Si ) Tanggal :
ii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL SKRIPSI
…………………………………...
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I.
………………………….
ii
.....................................................................
iii
...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
...................................................................
PENDAHULUAN
.........................................................
A. Latar Belakang Penelitan B. Perumusan Masalah
v ix 1
..........................................
1
..................................................
2
C. Tujuan dan kegunaannya BAB II
i
..........................................
2
A. Pengertian Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan…..
4
1. Pengertian Pajak…………………………………….
4
2. Ketentuan Umum Perpajakan………………………
10
LANDASAN TEORITIS
B. Tinjauan Umum Pajak Penghasilan…………………….
13
C. Subjek Pajak Penghasilan………………………………
15
D. Objek Pajak Penghasilan……………………………….
16
1. Penghasilan yang menjadi obyek dan bukan menjadi obyek…………………………………………………
16
2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat Final………………………………………………….
20
v
3. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan………………..
21
4. Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan………….
22
E. Tarif Pajak Penghasilan…………………………………
24
F. Tata cara pembayaran dan pelaporan pajak……………..
26
1. Pajak Masa/Bulanan…………………………………. 27 2. Pajak Tahunan……………………………………….. 27 G. Perencanaan Pajak (Tax Planning)……………………… 28 1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)……….. 28 2. Tujuan Tax Planning………………………………….. 29 H. Transaksi yang berhubungan dengan Withholding Tax… 31 1. PPh Pasal 21…………………………………………. 31 2. PPh Pasal 23…………………………………………. 33 3. PPh Pasal 26…………………………………………. 34 4. PPh Final…………………………………………….. 35 5. PPh Pasal 25 dan Pasal 29…………………………... BAB III
36
METODOLOGI PENELITAN A. Gambaran Umum Perusahaan………………………….
40
1. Sejarah singkat perusahaan………………………….
40
2. Struktur Organisasi perusahaan……………………..
41
3. Produk yang diperdagangkan………………………
44
4. Tinjauan Khusus perusahaan………………………
45
B. Metodologi Penelitian………………………………...
47
vi
BAB IV
C. Definisi Operasional Variabel………………………..
47
D. Metode Pengumpulan data…………………………....
48
E. Metode Analisis Data………………………………….
49
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laba Komersial versus Laba Kena Pajak……………..
50
B. Tax Planning dalam rangka mengefisiensikan PPh Badan………………………………………………….
51
1. Pemilihan alternative Dasar pembukuan…………...
52
2. Pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraan karyawan…………………
54
3. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud…………………….
55
4. Transaksi yang berhubungan dengan Withholding Tax. 57 5. Penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negeri…… 60 6. Optimalisasi pengkreditan Pajak penghasilan yang – telah dibayar…………………………………………. 60 7. Pengajuan penurunan lump-sum PPh Pasal 25………. 61 8. Pengajuan SKB PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23……... 62 C. Rekonsiliasi Fiskal………………………………………. 63 1. Koreksi karena perbedaan waktu…………………….. 63 2. Koreksi karena perbedaan tetap……………………… 64 3. Koreksi karena pengenaan pajak Final………………. 65
vii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………… 72 B. Saran…………………………………………………….. 73
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN....................................................................... 75
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Struktur Organisasi Perusahaan PT. Saripersada Indo Pancarona
Lampiran 2
Laporan Keuangan Fiskal Tahun 2007 PT. Saripersada Indo Pancarona
Lampiran 3
Laporan Keuangan Fiskal Tahun 2007 PT. Saripersada Indo Pancarona setelah analisis perencanaan pajak oleh Penulis
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dari tahun ke tahun dunia makin berkembang dengan cepat. Keadaan ekonomipun semakin tidak menentu dengan naiknya harga minyak mentah dunia dan juga terjadinya krisis global. Terlebih lagi untuk ekonomi Indonesia dimana saat ini dirasakan begitu berat dengan naiknya BBM, sembako. Persaingan makin ketat, dan para pemakai barang dan jasa makin kritis. Kondisi sosial dan ekonomi juga semakin tidak menentu. Perusahaan saat ini harus pintar-pintar dalam mengeluarkan biaya operasional dan biaya-biaya yang lainnya termasuk biaya pajak di dalam mengelola perusahaan . Upaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakan harus dibarengi dengan langkah-langkah manejemen perpajakan secara baik. Manajemen perpajakan merupakan upaya-upaya sistematis yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian dibidang perpajakan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang minimum. Berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut diatas, maka penulis dalam penelitian ini memilih judul “ ANALISIS LAPORAN KEUANGAN FISKAL PADA PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA ”.
1
2
Penulis memilih judul ini karena Tax Planning adalah merupakan tahap awal untuk melakukan analisis secara sistematis berbagai alternatif perlakuan perpajakan dengan tujuan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang dapat dimininimalisir tanpa melanggar peraturan-peraturan perpajakan yang ada. Tax planning merupakan bagian dari manajemen perpajakan secara luas. Namun tidak dipungkiri bahwa istilah Tax Planning lebih populer dibanding dengan istilah Tax Manajemen.
B. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut : Apakah dengan Tax planning dapat meminimalisir biaya-biaya pada PT. Saripersada Indo Pancarona ?
C. Tujuan dan kegunaannya Tujuan penulis mengadakan penelitan adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan Tax Planning pada PT. Saripersada Indo Pancarona dapat meminimalisir biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan.
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Untuk Penulis Dapat lebih mengerti dan memahami Tax Planning pada perusahaan di dalam praktek kerja yang lebih nyata lagi pada perusahaan dimana
3
penulis bekerja. Dan juga sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Universitas Mercu Buana, Jakarta. 2. Untuk Perusahaan Dapat meminimalisir biaya-biaya yang dianggap pajak deductible expense dan undeductible expense sehingga dapat membayar pajak lebih kecil tanpa melanggar peraturan yang ada. 3. Untuk Pemerintah Agar dapat membuat peraturan perpajakan yang dapat dimengerti masyarakat luas dan tidak memberatkan wajib pajak. 4. Untuk Kalangan Akademik Sebagai sumber karya ilmiah untuk menambah informasi bagi peneliti lain yang berkaitan dengan penulisan masalah lain.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan Sebagai salah satu sumber APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diandalkan untuk membiayai pembangunan nasional maupun pembangunan daerah, penerimaan dari sektor pajak diupayakan untuk terus ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak perlu usaha yang sangat keras dari semua pihak yang terkait. Kesadaran masyarakatpun dalam membayar pajak juga harus lebih ditingkatkan lagi. Seperti sudah disinggung di atas bahwa sifat manusia, kalau bisa tidak membayar pajak, mengapa harus membayar pajak, dan kalau bisa membayar pajak kecil mengapa harus membayar pajak lebih besar. Oleh sebab itu, setiap warganegara,khususnya Wajib Pajak yang sudah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak setempat dituntut untuk mengetahui dan memahami semua permasalahan yang berhubungan dengan pajak.
1. Pengertian Pajak Sampai saat ini ada beberapa pengertian pajak yang diberikan oleh para pakar pajak, meskipun pengungkapannya berbeda-beda tetapi kesemuanya ini mempunyai inti yang sama.
4
5
Pajak menurut P.J.A Andini (Waluyo dan Wirawan B.Ilyas 2003 : 4) : “ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan “.
Pajak menurut Rochmat Soemitro ( Achmad Tjahjono dan M.Fakhri Husein 2000 : 3 ) : “ Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara ( peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah ) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestatie), yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Berdasarkan pengertian pajak yang telah disebutkan diatas, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. 2. Jasa timbal balik (kontra prestasi) tidak dapat ditunjukan secara langsung. 3. Pajak digunakan untuk membiayai APBN. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena bersifat yuridis. 5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah untuk fasilitas umum, sosial dan pembangunan.
6
Saat timbulnya pajak bagi Wajib Pajak adalah : a.
Wajib Pajak Subjektif Adalah Wajib pajak yang pengenaannya dan atau pemotongan pajaknya harus memperhatikan kondisi subjek pajaknya atau Wajib Pajak yang bersangkutan seperti status, pekerjaan, dan hal lainnya yang berhubungan dengan predikat Wajib Pajak ( Rimsky 2002:5051)
b.
Wajib Pajak Objektif Adalah Wajib Pajak yang pengenaannya memperhatikan masalah objeknya seperti penerimaan penghasilan, adanya perbuatan dan/atau peristiwa pengalihan kepemilikan dari satu pihak ke pihak lainnya, dan banyak hal lagi yang berkenaan dengan objek pajak (Rimsky 2002:51).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban pajak objektif dimulai saat dipenuhinya sebab-sebab yang dapat menimbulkan adanya kewajiban membayar pajak. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sehari-hari secara optimal, terdapat beberapa unsur penting yang perlu diketahui oleh setiap Wajib pajak. Atau dengan kata lain pekerjaan perpajakan yang harus dijalankan Wajib Pajak dapat dikelompokkan menjadi :
7
1. Tax Compliance Berhubungan
dengan
kegiatan-kegiatan
untuk
mematuhi
aturan
perpajakan, meliputi : administrasi yang harus dilakukan, pembukuan, pemotongan/pemungutan pajak, penyetoran, pelaporan, memberikan data untuk keperluan pemeriksaan pajak dan sebagainya. 2. Tax Planning Merupakan rangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk meminimalkan kewajiban perpajakan dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan perpajakan (in legal way). Dalam arti yang lebih luas meliputi keseluruhan fungsi manajemen perpajakan. 3. Tax Litigation Merupakan usaha-usaha untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa pajak dengan pihak lain, terutama Kantor Pajak (Pihak Fiskus). Sengketa pajak terjadi karena adanya perbedaan penafsiran atas suatu ketentuan perpajakan atau atas masalah-masalah yang tidak ada aturannya secara jelas antara Wajib Pajak dengan Fiskus dalam pemeriksaan atau penelitan pajak. Di Indonesia, Tax Litigation berhubungan dengan permohonan peninjauan kembali untuk pembetulan/pembatalan surat ketetapan pajak, permohonan pengurangan sanksi perpajakan, pengajuan keberatan, banding, gugatan dan cara-cara lain sesuai dengan Undang-undang. 4. Tax Research Merupakan proses untuk mencari jawaban, solusi atau rekomendasi atas
8
suatu permasalahan perpajakan. Kegiatan yang dilakukan biasanya meliputi : •
Menentukan fakta-fakta yang akan dianalisis;
•
Mengidentifikasi isu-isu pajak yang berkaitan dengan faktafakta tersebut;
•
Menentukan pihak-pihak yang dapat menjadi sumber data dan informasi;
•
Mengevaluasi data dan informasi yang diperoleh;
•
Mengembangkan dan merumuskan konklusi dan rekomendasi;
•
Mengkomunikasikan rekomendasi yang dibuat.
Jadi manajemen perpajakan (Tax Planning) merupakan integral dari perencanaan strategis perusahaan yang seharusnya sudah dimulai sebelum suatu usaha dimulai. Pelaksanaan Tax Planning harus ekonomis, efisien dan efektif. Adapun sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi : 1. Official Assesment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. 2. Self Assesment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
9
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan keabsahan dalam asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adam Smith (Rimsky 2004 : 16) sebagai berikut : •
Asas Equality, pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan masingmasing Subjek Pajak.
•
Asas Certainty, pentingnya kepastian mengenai pemungutan pajak yaitu kepastian hukum yang mengaturnya, subjek pajak, objek pajak, dan kapasitas mengenai tata cara pemungutannya kepastian ini tidak membuat orang raguragu untuk menjalankan kewajiban membayar pajak.
•
Asas Convenience of Payment, pentingnya saat dan waktu yang tepat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
•
Asas Efficiency, pentingnya efisiensi pemungutan pajak artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar daripada jumlah pajak yang dipungut.
10
Arti penting pajak bagi negara : pajak adalah salah satu primadona penerimaan negara, dari sektor tersebut selanjutnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum (public utilities) Arti penting pajak bagi masyarakat : akses timbal balik yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat adalah bahwa mereka mempunyai potensi untuk bersuara dan mengontrol pemerintah, karena pembangunan dan kebijakan pemerintah sebagian dibiayai pajak.
2. Ketentuan Umum Perpajakan a.
Definisi-definisi dalam Ketentuan Umum
Sesuai dengan pasal 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, terdapat beberapa pengertian yang terkait dengan pajak yang diatur dalam KUP antara lain sebagai berikut ( Waluyo dan Wirawan B.Ilyas 2002:24 ) 1.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak.
2.
Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun persekutuan perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga dana pensiun, Bentuk Usaha Tetap
11
(BUT), serta bentuk badan usaha lainnya. 3.
Masa pajak adalah jangka waktu yang lama sama dengan satu bulan takwim kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
4.
Tahun pajak adalah jangka waktu satu takwim atau tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
5.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan (Gunadi 2004:1) b.
Surat Pemberitahuan (SPT)
Sesuai dengan pasal 1 butir 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU KUP Tahun 2000) : “ Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan bukan objek pajak atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan “. Menurut Gunadi, fungsi SPT dilihat dari sisi Wajib Pajak dan Pemotong/Pemungut Pajak sebagai berikut : 1. Untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
12
tentang : a.
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak;
b.
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
c.
Harta dan kewajiban;
d.
Penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak
2.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau
dipungut dan disetorkan (Gunadi 2004:1)
c.
Pemeriksaan
Pasal 1 butir 24 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 memberikan batasan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, pembinaan kepada Wajib Pajak.
13
B. Tinjauan Umum Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-undang RI No.17 tahun 2000 pasal 4 ( Mardiasmo 2006:114 ) : “Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.” Menurut Rimsky (2001:52) : “ Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsikan dan atau menimbun serta menambah kekayaan.” Jadi dapat disimpulkan bahwa penghasilan yaitu setiap tambahan ekonomis yang diterima oleh seseorang dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk menambah kekayaan. Pengertian pajak penghasilan yaitu pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan ( PSAK No.49 ) Pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang langsung dikenakan terhadap Subjek Pajak ( perorangan, badan, Badan Usaha Tertentu (BUT)) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Menurut pendapat Slamet Munawir (2002:109) bahwa : “ Pajak penghasilan merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari pendapatan rakyat, pemungutannya telah diatur dengan
14
Undang-undang sehingga dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dalam negara yang berdasarkan hukum.” Menurut Haig (1921) yang dikutip oleh Muda Markus dan Lalu Hendry Yujana (2002:111) : “ Penghasilan untuk kepentingan perpajakan: Nilai berupa uang dari tambahan kemampuan ekonomis netto seseorang antara dua titik waktu.” PPh Badan atau yang disebut Pajak Penghasilan Badan yaitu Pajak Penghasilan yang dikenakan atas laba perusahaan/ badan usaha yang biasanya disebut dengan Penghasilan Kena Pajak ( PhKP ) atau laba kena pajak. Secara ringkas PhKP terdiri dari unsur penghasilan dan biaya fiskal yang notabene penentuan penghasilan dan biaya berbeda antara akuntansi keuangan dengan perpajakan. Di sisi lain penghitungan PhKP tidak bisa dilepaskan dari kewajiban melakukan pembukuan atau pencatatan. Khusus untuk Wajib Pajak badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP sehingga dapat menghitung PhKP secara benar dan akurat. Pajak penghasilan pasal 25 (PPh Psl 25) adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak pada pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan (Waluyo 2007:209) berdasarkan UU No.17 Tahun 2000, UU No.7 Tahun 1983 yang diperbaharui dengan KMK No.522/KMK.04/2000 tanggal 14
15
Desember 2000, KMK No.394/KMK.03/2001, No.84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002. Tax Planning yang terkait dengan PPh Badan memiliki porsi terbanyak dibanding dengan jenis-jenis pajak lainya karena PPh Badan tidak bisa dilepaskan dari Akuntansi Keuangan. Disamping itu PPh Badan memiliki interdependensi dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Final dan juga PPN. Hal-hal yang terdapat dalam pelaporan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23/26, PPh Final dan PPN akan tercermin pula dalam laporan keuangan yang merupakan dasar penghitungan PPh Badan.
C. Subjek Pajak Penghasilan Menurut Undang-undang RI No.7 Yahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Ri No.17 Tahun 2000 menentukan dengan jelas siapa yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan Yang menjadi Subjek Pajak adalah : a.
1. Orang Pribadi 2.Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b.
Badan, terdiri dari Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
16
yayasan, organisasi
massa,
organisasi
sosial
politik,
atau
organisasi yang sejenis, lembaga, dan badan usaha lainnya. c.
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
D. Objek Pajak Penghasilan Objek pajak adalah setiap penghasilan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. ( Berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (1) )
Agar dapat melakukan penghitungan PhKP dengan benar dan tepat, Wajib Pajak perlu memahami : 1) Penghasilan yang menjadi objek (taxable) dan bukan objek pajak (non taxable). 2) Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final. 3) Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses). 4) Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expenses).
1. Penghasilan yang menjadi obyek dan bukan obyek pajak
17
Penghasilan yang menjadi obyek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU No.17/2000 yang pada prinsipnya merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : a.
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji ,upah, tunjangan,
honorarium,
komisi,
bonus,
gratifikasi,
uang
pensiun,atau
imbalan dalam bentuk lainnya,kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. b.
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c.
Laba usaha.
d.
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
f.
Bunga termasuk premium,diskonto,dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h.
Royalti.
i.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
18
j.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
m.
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing,
n.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
o.
Premi asuransi.
p.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
q.
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Penghasilan yang bukan objek pajak ( diatur dalam pasal 4 ayat 3 ) : a.
1. Bantuan,sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus sederajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b.
Warisan
c.
Harta
termasuk
setoran
tunai
yang
diterima
oleh
badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
19
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. d.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
e.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
f.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/D,dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
g.
Iuran
yang
diterima
atau
diperoleh
dana
pensium
yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. h.
Penghasilan
dari
modal
yang
ditanamkan
oleh
pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) i.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
j.
Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
20
selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha. k.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura
berupa
bagian
laba
dari
badan
pasangan
usaha
yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat Final a.
Pengenaannya diatur khusus dengan peraturan pemerintah.
b.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya.
c.
Jumlah PPh Final baik yang telah dipotong sendiri atau dipotong oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan.
d.
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak dapat dikurangkan.
Objek Pph Final Pasal 4 ayat (2) : 1.
Bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek.
2.
Penghasilan dari penjualan saham dan sekuritas lainnya di bursa.
3.
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI.
4.
Penghasilan berupa hadiah atas undian.
5.
Penghasilan atas sewa tanah dan/atau bangunan.
6.
Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
21
7.
Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.
3. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (Deductible Expenses) Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, diatur pada pasal 6 UU No. 17/2000 antara lain sebagai berikut : a.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,
sewa,
royalti,biaya
perjalanan,
biaya
pengolahan
limbah,premi asuransi,biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan. b.
Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta terwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
c.
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu.
d.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam
perusahaan
atau
yang
dimiliki
untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. e.
Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f.
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
22
g.
Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
h.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
4. Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan (Undeductible Expenses) Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 9 UU No.17/2000 sebagai berikut : a.
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syaratsyaratnya ditetapkan dengan KMK.
d.
Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
23
e.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan KMK.
f.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan yang dilakukan
g.
Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang Pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
h.
Pajak penghasilan
i.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
j.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
24
k.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
l.
Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak boleh dibebankan sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi.
m.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak,
n.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifal final.
o.
Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali PPH pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak.p.Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
E. Tarif Pajak Penghasilan Menurut Undang-undang PPh pada dasarnya tarif yang digunakan adalah tarif progresif. Tarif Progresif adalah tarif yang presentasenya akan meningkat atau naik
25
apabila dasar pengenaan pajaknya (PPH Pasal 29) meningkat. Tarif progresif dianggap bagi pengusaha sebagai tarif yang adil karena semakin besar Penghasilan Kena Pajak semakin besar pula pajak yang harus ditanggungnya Tarif Progresif menurut Rimsky (2004:29) •
•
•
Progresif – Progresif ( Orang Pribadi ) 0
-
25 juta = 10%
25 juta
-
50 juta = 15%
50 juta
< keatas
= 30%
Progresif – Degresif ( Orang Pribadi ) 0
-
25 juta = 10%
25 juta
-
50 juta = 15%
50juta
< keatas
= 18%
Progresif – Proporsional ( Orang Pribadi ) 0
-
25 juta = 10%
25
-
50 juta = 15%
50 juta
< keatas
= 20%
Tetapi menurut peraturan perpajakan yang dipakai adalah tarif progresifprogresif ( Pasal 17 UU PPh ).
Tarif Progresif-progresif untuk Wajib Pajak Badan yaitu: 0
- 50 juta
= 10%
26
50juta - 100 juta
= 15%
100 juta< keatas
= 30%
Tarif Progresif-progresif untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu : 0
- 25 juta
= 5%
25 juta - 50 juta
= 10%
50 juta - 100 juta
= 15%
100juta- 200 juta
= 25%
200 juta < keatas
= 35%
F. Tata cara pembayaran dan pelaporan pajak Dalam pembayaran dan pelaporan pajak di Indonesia menganut faham self assesment sysytem, yaitu setiap wajib pajak diberikan kebebasan untuk menghitung sendiri pajak yang akan dibayar. Pembayarannya dilakukan di Bankbank persepsi dan kantor pos dan giro. Pelaporan pajak yang kita tahu saat ini ada dua macam yaitu : 1. Pelaporan pajak Masa/ bulanan •
Pajak penghasilan ( PPh Pasal 21,25,23)
•
Pajak Pertambahan Nilai (E-SPT PPN)
2. Pelaporan pajak Tahunan •
SPT Tahunan PPh Pasal 21
27
•
SPT Tahunan Wajib Pajak Badan (PPh Pasal 25 Badan)
•
SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (PPh Pasal 25 OP)
1. Pajak Masa/Bulanan ¾ Pembayarannya dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya untuk Pajak Penghasilan ( PPh Pasal 21,25,23) ¾ Pembayarannya dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ¾ Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya ¾ Sanksi denda bila terlambat bayar sebesar 2% dari pajak yang dibayar ¾ Sanksi denda bila terlambat lapor sebesar Rp.100.000 per bulan untuk Pajak penghasilan (PPh Pasal 21, 25,23) ¾ Sanksi denda bila terlambat lapor sebesar Rp.500.000 per bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (E-SPT PPN)
2. Pajak tahunan ¾ Pembayarannya dilakukan paling lambat tanggal 25 bulan Maret (3 bulan setelah masa takwim). ¾ Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 31 Maret (3 bulan setelah masa takwim). ¾ Sanksi denda bila terlambat bayar sebesar 2% dari pajak yang dibayar. ¾ Sanksi denda bila terlambat lapor sebesar Rp.1.000.000 per tahun.
28
G. Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) 1. Pengertian Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) Menurut Tugiman Binsarjono dan Muhammad Mansur (2003) dalam sebuah makalahnya yang berjudul “ Smart taxes series Tax Planning” dikatakan bahwa : “ Perencanaan Perpajakan atau Tax Planning merupakan tahap awal untuk melakukan analisis secara sistematis berbagai alternative perlakuan perpajakan dengan tujuan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang minimum”.
Sedangkan menurut Joel K.Siegel dan Jae K.Shim, yang diterjemahkan oleh Muhammad Kurdi (2006:461) menyatakan : “ Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan analisis sistematis dalam membedakan kebebasan pajak yang ditujukan untuk meminimalkan kewajiban pajak dalam periode perpajakan yang berjalan dimasa depan “. Lain halnya dengan Aries Gunawan seperti yang dikutip oleh Drs. Sophar (2000:485) berpendapat bahwa : “ Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan upaya legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (Loopholes) “. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, pada dasarnya Tax Planning merujuk pada proses merencanakan usaha dan transaksi Wajib Pajak sehingga
29
hutang pajaknya berada dalam jumlah yang minimal sesuai dengan ketentuan perpajakan. 2. Tujuan Tax Planning Tujuan dari Tax Planning bagi perusahaan adalah untuk mencapai sasaran perusahaan agar beban pajak yang harus dibayar seminimal mungkin sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Menurut Erich Suwarta (2004:11) dikatakan bahwa : “ Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan salah satu fungsi manajemen pajak yang bertitik tolak pada usaha pencapaian efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan “. Beberapa hal yang mempengaruhi Wajib Pajak untuk meminimumkan kewajiban pembayaran pajaknya baik secara legal maupun tidak legal adalah : a. Tingkat kerumitan suatu peraturan. b. Besarnya pajak terutang c. Biaya untuk negosiasi d. Risiko deteksi e. Berat atau ringannya sanksi perpajakan f. Moral Wajib Pajak
3. Dasar-dasar Penerapan Tax Planning Muhammad Yunus (2002:11) menyatakan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (Tax Planning) yaitu :
30
a. Tidak melanggar peraturan perpajakan. b. Secara bisnis masuk akal. c. Bukti-bukti pendukungnya memadai. Strategi yang dapat ditempuh untuk mengefisiensikan beban pajak legal menurut Tugiman Binsarjono dan Muhammad Mansur (2003) adalah sebagai berikut : a. Tax Saving Adalah upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternative pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. b. Tax Avoidance Adalah upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari dari pengenaan pajak dengan mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. c. Penundaan pembayaran pajak. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan tanpa melanggar peraturan yang berlaku. d. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan menurut peraturan perpajakan, namun Wajib Pajak seringkali kurang mendapati. e. Menghindari pemeriksaan pajak yang dengan cara menghindari lebih bayar. f. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan
31
yang berlaku. H. Transaksi yang berhubungan dengan withholding tax. 1. PPh Pasal 21 Ketentuan PPh Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
a. Objek Pajak PPh Pasal 21 Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 adala sebagai berikut : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan pajak, premi asuransi yang dibayar perusahaan,
tunjangan
pendidikan,
beasiswa,
hadiah,
dan
penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, tunjangan cuti, tunjangan hari raya (THR), dan penghasilan lainnya sejenis yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.
32
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan. 4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan/tunjangan hari tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenisnya. 5. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara atau PNS. 6. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan/ atau anak-anaknya. 7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.
b. Penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 21. Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : 1.
Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2.
Iuran Pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) kepada penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
3.
Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.
33
4.
Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri dan PT. Taspen dan PT. Asabri kepada pensiunan yang berhak menerimanya.
c. Biaya jabatan Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 1.296.000 setahun atau Rp.108.000 per bulan.
d. Tarif pajak dan penerapannya Tarif pajak yang berlaku serta penerapannya menurut ketentuan dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah berdasarkan pasal 17 UU PPh
2. PPh Pasal 23 Dasar hukum PPh Pasal 23 adalah UU No.17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No.17 tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Menurut Gunadi, tarif dan Objek pajak Penghasilan PPh Pasal 23 dapat dikelompokkan menjadi : 1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas : a. Dividen b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang.
34
c. Royalti d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21 ayat (1) huruf e sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayar oleh koperasi. 2. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas : a. Sewa dan penghasilan sehubungan penggunaan harta. b. Imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum, konsultan pajak, dan lain-lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh Wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21 (Gunadi 2001:81)
3. PPh Pasal 26 Sedangkan tarif dan objek pajak penghasilan pasal 26 dikenakan terhadap penghasilan yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri selain bentu usaha tetap di Indonesia, yang dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu : 1. Sebesar 20% dari jumlah bruto atas : a. Deviden;
35
b. Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang; c. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan denga jasa, pekerjaan, dan kegiatan; d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. Hadiah dan penghargaan; f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. 2. Sebesar 20% atas penghasilan neto dari penjualan harta, kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi diluar negeri. 3. Sebesar 20% atas laba neto setelah pajak yang diterima oleh bentuk usaha tetap sesudah, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 4. Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antar pemerintah RI dengan Negara lain penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut.
4. PPh Final Selain kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26, ada beberapa objek pajak lain yang dikenakan pemotongan PPh Final, yang diatur dengan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang perpajakan, seperti misalnya :
36
a.
Atas bunga deposito, tabungan serta sertifikat Bank Indonesia, yang diatur dalam peraturan Pemerintah No.131 Tahun 2000, keputusan Menteri Keuangan No.51/KMK.04/2001 dan Dirjen Pajak No.SE01/PJ.43/2001.
b.
Atas hadiah undian, yang diatur dalam pemerintah Republik Indonesia No.132 Tahun 2000.
c.
Pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang diatur dalam peraturan pemerintah No.79 Tahun 1999, Keputusan Menteri Keuangan No.566/KMK.04/1999.
d.
Persewaan tanah dan atau bangunan yang diatur dalam peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1996, keputusan Menteri Keuangan No.349/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE22/PJ.04/1996
5. PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Besarnya angsuran pajak penghasilan Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) pajak penghasilan atau pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) dan pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Sedangkan untuk penghitungan PPh yang kurang bayar atau yang lebih
37
dikenal dengan PPh Pasal 29 adalah dengan mengkreditkan PPh yang telah dibayar pada tahun berjalan (prepaid tax) dengan PPh yang terutang. Contoh : Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tiap bulan : Pajak penghasilan untuk 1 tahun takwim : Laba sebelum pajak x tarif progresif Pasal 17
= Rp.XXX
Dikreditkan : PPh Pasal 25 yang sudah dibayar selama tahun takwim
= Rp.XXX
PPh Pasal 22
= Rp.XXX
PPh Pasal 23 (bukan final)
= Rp.XXX
PPh Pasal 24 (bila ada)
= Rp.XXX
Total Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan
= Rp.XXX
PPh Pasal 29 yang masih harus dibayar
= Rp.XXX
PPh Pasal 25 yang akan dibayar tahun berikutnya : Pajak Penghasilan dibagi 12.
6. PPh Pasal 15 Merupakan PPh yang dikenakan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (NPK) yang meliputi : •
PPh atas sewa atau charter pesawat udara dalam negeri, tariff pajaknya 1,8% dari peredaran bruto dan bersifat tidak final.
•
PPh Final Perusahaan Pelayanan Dalam Negeri, tariff pajaknya 1,2% dari
38
peredaran bruto bersifat final. •
PPH Final Perusahaan Pelayanan/ Penerbangan Luar Negeri, tariff pajaknya 2,64% dari peredaran bruto bersifat final.
•
PPh Final atas Distributor Produk Pertamina (BBM, gas, dan pelumas ), tariff pajaknya sesuai dengan jenis produknya .
Tax Planning PPh Pasal 22/ 23/ 26 dan Final Dalam prakteknya masalah kewajiban memotong, menyetor dan melaporkan PPh sesuai mekanisme withholding tax pada umumnya memiliki kuantitas yang cukup banyak. Apalagi sejak adanya perluasan objek withholding tax sejak tahun 2000. Beberapa hal yang krusial di dalam penanganan PPh Pasal 22/23/26 dan Final antara lain : 1. Masalah pembuatan kontrak Pada transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 23/26/Final, hal pokok yang harus diperhatikan adalah masalah pembuatan kontrak. Kontrak bisa dikatakan sebagai cikal bakal terjadinya transaksi antara pihak-pihak terkait. Jika kontrak tidak ada maka kedudukannya dapat digantikan oleh SPK (Surat Perintah Kerja), atau PO (Purchase Order). Disamping itu juga harus terdapat kejelasan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak agar di dalaanm implementasinya tidak menimbulkan masalah.
39
2. Konflik dalam withholding tax. Jika perusahaan memiliki transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk memungut withholding tax, maka penting bagi perusahaan untuk melaksanakan kewajibannya ini dengan sebaik-baiknya. 3. Rekonsiliasi objek withholding tax dengan laporan keuangan. Kewajiban Wajib Pajak dalam kedudukan sebagai pemotong/ pemungut (withholder) perlu juga mendapatakan perhatian serius dari perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian perpajakan (tax control) untuk memastikan bahwa seluruh objek withholding tax(WHT) sudah dilakukan pemotongan/ pemungutannya. 4. Klausul kontrak dengan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) Disamping harus mengatur klausul perpajakan secara jelas dan rinci, khusus kontrak dengan pihak Wajib Pajak Luar Negeri harusu memperhatikan beberapa hal, antara lain : •
Negara asal WPLN tersebut sehingga perusahaan mengetahui apakah perlu melihat pada ketentuan tax treaty atau tidak;
•
Jika kontrak dilakukan dengan WPLN di Negara treaty partner, perlu diperhatikan agar WPLN memberikan CRT (Certificate of Residence Taxpayer) kepada perusahaan sebelum dilakukan pembayaran atau penagihan. Dan hal ini diakomodasi di dalam kontrak dengan WPLN tersebut.
BAB III METODOLOGI PENELITAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
1. Sejarah singkat perusahaan Awal mula berdirinya PT. Saripersada Indo Pancarona adalah merupakan perusahaan keluarga dalam bentuk usaha CV. Lalu pemiliknya melakukan ekspansi dalam usahanya dengan menambah modal melalui pinjaman Bank. Dari CV berubah menjadi PT yaitu PT. Sarana Indo Perbawa dengan beberapa pemegang saham dari luar daerah. Setelah beberapa kali terjadi perubahan, pada tahun 1995 ditetapkan untuk mengubah nama perusahaan menjadi PT. Saripersada Indo Pancarona. PT. Saripersada Indo Pancarona bidang usaha yang dijalankan adalah perdagangan (trading), barang yang diperdagangkan berupa plastik yang terdiri dari : HDPE, LDPE, LLDPE, Calcium Carbonate, Woven Bag dan barang-barang plastik lainnya. PT. Saripersada Indo Pancarona juga merupakan satu-satunya distributor untuk PT. Andalan Maju Abadi yang memproduksi plastik HDPE, LDPE, LLDPE dimana perusahaan tersebut salah satu dari pemegang sahamnya masih sama. Kantor PT. Saripersada Indo Pancarona
berlokasi di Komplek
Perkantoran Prisma Kedoya Plaza Blok.A No.16, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
40
41
PT. Saripersada Indo Pancarona didirikan dengan akta No. 40 pada tanggal 8 April 1996 oleh Notaris Buntario Tigris Darmawa Ng, SH di Jakarta. Anggaran dasar perseroan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.02-9371.HT.01.01.Tahun 1996. Setelah beberapa kali mengalami perubahan pemegang saham dan pengurus. Akta terakhir saat ini adalah No.59 tanggal 13 Desember 2005 oleh Notaris Irawan Soerodjo,SH,MSi di Jakarta.
2. Struktur Organisasi Perusahaan Salah satu bagian yang penting dalam suatu organisasi adalah struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi yang baik akan menunjang kelancaran operasional perusahaan, karena dari struktur organisasi tersebut akan terlihat sejauh mana wewenang yang dipegang oleh seseorang serta tanggung jawab dari seseorang yang memegang bagian tersebut ( Struktur Organisasi Terlampir ). Jumlah karyawan yang dimiliki oleh PT. Saripersada Indo Pancarona sampai saat ini adalah sebanyak 40 orang, untuk staff kantor yang berkantor pusat di Taman Kedoya Permai Blok.A No.16,Kebon jeruk sebanyak 30 orang berikut Direksi dan Komisaris. Untuk staff gudang yang terletak di Kawasan Industri Daan Mogot Km.19,8 Tangerang sebanyak 10 orang berikut sopir dan satpam. Pembentukan struktur organisasi merupakan bagian yang penting dalam perusahaan karena dengan terbentuknya atau tersusunnya struktur organisasi, dapat dijadikan garis penunjuk atau hubungan antara bagian yang satu dengan
42
yang lainnya. Organisasi yang dimiliki PT. Saripersada Indo Pancarona disusun berdasarkan pada suatu kelompok fungsional manajemen dan setiap fungsional utama disebut departemen ( bagian ) PT. Saripersada Indo Pancaroan mempunyai 3 (tiga) departemen yaitu : 1. Departemen Keuangan dan Akuntansi ( Finance and Accounting) 2. Departemen Penjualan (Marketing) 3. Departemen Pajak (Tax) Setiap Departemen dipimpin oleh satu orang Manager yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur. Adapun tugas dari masing-masing bagian pada PT. Saripersada Indo Pancarona adalah sebagai berikut : a. Direktur Tugas dan wewenangnya adalah : 1) Memimpin jalannya kegiatan perusahaan. 2) Mengatasi segala masalah yang dihadapi dan mengambil keputusankeputusan yang diperlukan oleh perusahaan. 3) Menandatangani berita acara serah terima pekerjaan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan yang disertakan didalamnya tagihan pembayaran kepada langganan.
43
b. Manager Finance and Accounting Tugas dan wewenangnya adalah : 1)
Memproses penagihan piutang pada pelanggan.
2)
Menangani masalah gaji, upah dan kesejahteraan pegawai.
3)
Menangani biaya-biaya keperluan rumah tangga, perawatan kendaraan, transportasi, dan operasional perusahaan.
4)
Memonitor dan membukukan semua transaksi keluar masuknya uang pada perusahaan.
5)
Membuat laporan keuangan untuk pertanggungjawaban kepada direksi.
6)
Menetapkan strategi pengelolaan keuangan perusahaan.
7)
Menetapkan sistem dan prosedur pembukuan.
c. Manager Marketing Tugas dan wewenang adalah : 1)
Menetapkan strategi pemasaran dan penjualan.
2)
Menetapkan kebijaksanaan harga.
d. Manager Tax Tugas dan wewenangnya adalah : 1)
Memaintence dan mengolah setiap dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk perpajakan.
44
2)
Merencanakan dan mengupdate setiap data untuk dilaporkan ke Kantor Pajak.
3)
Melaporkan PPh Pasal 21,25 dan E-SPT PPN setiap bulan.
3)
Membuat laporan keuangan untuk dilaporkan ke Kantor Pajak (SPT Tahunan).
4)
Menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan apabila ada pemeriksaan.
3. Produk yang diperdagangkan Adapun produk-produk yang diperdagangkan oleh PT. Saripersada Indo Pancarona adalah : •
HDPE
•
LDPE
•
LLDPE
•
Woven Bag/ Karung Plastik
•
Calcium Carbonate ( Biji Plastik ) Selama ini perusahaan lebih berfokus untuk penjualan produk-produk
diatas, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menjual produk-produk yang lainnya yang masih berhubungan dengan plastik atau nonplastik. Mengingat perusahaan ini bergerak dalam bidang perdagangan (trading). Perusahaan menjual produk-produk plastik karena ada beberapa alasan yang sangat kuat, dimana plastik sampai kapanpun, sampai zaman apapun, dan
45
dimanapun pasti akan tetap terpakai. Walaupun memang saat ini bahan baku plastik sedang meningkat tajam, namun perusahaan masih optimis untuk perkembangannya, karena penjualan plastik tidak pernah mengalami krisis.
4. Tinjauan Khusus Perusahaan Kebijakan atas Akuntansi Perusahaan Berikut ringkasan kebijakan akuntansi yang digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keungan oleh perusahaan. 1)
Piutang Usaha Perusahaan tidak mengadakan penyisihan atau cadangan untuk piutang yang diragukan penagihannya (dalam kategori piutang tak tertagih), karena hampir semua piutang PT. Saripersada Indo Pancarona tergolong lancar dan tidak bermasalah. Hanya ada beberapa piutang customer yang sedikit lama pembayarannya, itupun dari pihak penagihan (Account Receivable) akan terus di tagih.
2)
Aktiva Tetap Aktiva tetap dinyatakan sebesar harga perolehannya setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
3)
Penyusutan Aktiva Tetap Penyusutan aktiva tetap dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method)
46
4)
Pendapatan dan Beban Pendapatan dan Beban dicatat dengan metode Accrual Basis, dimana pendapatan dan beban dicatat dan dilaporkan pada saat penyerahan jasa dan beban diakui pada saat terjadinya.
5)
Hutang Perusahaan dalam mencatat hutangnya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: Hutang Dagang ( Account Payable Trade ) Hutang Antar group ( Account Payable Intercompany)
6)
Ekuitas Modal awal perusahaan berdasarkan Akta pendirian perusahaan, dan penambahan modal lainnya dengan cara kredit dengan Bank.
7)
Kebijakan atas pengelolaan perencanaan pajak ( Tax Planning ) Berada
dibawah
departemen
pajak
(Tax
Departement).
Perencanaan pajak sendiri, selama satu tahun terakhir ini, dirasakan sudah semakin baik dalam penanganannya. PT. Saripersada Indo Pancarona tetap berusaha untuk menjadi Wajib Pajak yang patuh dengan
memenuhi
peraturan
perpajakan
yang
meliputi
pemungutan/pemotongan pajak, penyetoran dan pelaporan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana Wajib pajak ini terdaftar secara tepat waktu guna untuk menghindari sanksi administasi yang timbul karena keterlambatan.
47
Untuk melaksanakan semua kegiatan yang dilakukan di perusahaan, PT. Saripersada Indo Pancarona telah menyelenggarakan pembukuannya dengan system komputerisasi. Hal ini dilakukan untuk memudahkan para karyawan (sumber daya manusia) yang ada untuk menjalani perusahaan.
B. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai optimalisasi dari Tax planning atas pendapatan dan beban yang terjadi pada PT. Saripersada Indo Pancarona.
C. Definisi Operasional Variabel. Berdasarkan
pembahasan
ruang
lingkup
penelitian
yang
telah
dikemukakan dalam perumusan masalah, maka variabel-variabel dalam skripsi ini adalah : 1. Laba komersial (commmercial income) vs laba kena pajak (tax income). Laba komersial adalah laba yang diterima suatu perusahaan secara akuntansi dengan berdasarkan standar akuntansi keuangan (SAK). Laba kena pajak adalah laba yang dilaporkan perusahaan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, dimana ada beberapa biaya yang tidak diakui (undecductible expenses). 2. Tax Planning dalam rangka mengefisiensikan PPh Badan.
48
Merekayasa transaksi, fenomena atau kejadian yang terjadi dalam suatu perusahaan
dalam
rangka
meminimalkan
beban
pajak
dengan
memanfaatkan celah (loopholes) dari peraturan yang ada tanpa melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Rekonsiliasi fiskal. Sebuah kertas kerja dimana dilampirkan pada SPT Tahunan PPh Badan yang
berisi
penyesuaian-penyesuaian
yang
dilakukan
perusahaan
berdasarkan peraturan perpajakan dimana laba komersial dikoreksi untuk beberapa beban yang tidak diakui.
D. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan beberapa metode yaitu : 1. Library Research ( perpustakaan ) Penulis melakukan research dengan mendapatkan informasi dari membaca buku-buku referensi, bahan-bahan kuliah, makalah-makalah seminar, majalah pajak, browsing di internet dan bacaan lain yang berhubungan dengan masalah yang ditulis. 2. Field Research ( lapangan ) Teknik pengumpulan data dengan cara meninjau langsung perusahaan yang penulis teliti untuk memperoleh data-data perusahaan yang berguna
49
bagi penulisan skripsi dan mengadakan tatap muka langsung dengan pihak-pihak yang berwenang. Dari data yang dikumpulkan penulis
diperoleh data primer pada
perusahaan yang diteliti. Sedangkan data sekunder yang diperoleh adalah gambaran singkat, struktur organisasi dan laporan keuangan untuk periode 2007.
E. Metode Analisis Data Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif, 1. Metode analisis kualitatif adalah metode analisa data yang berdasarkan pada pernyataan keadaan dan ukuran kualitas. 2. Metode analisis data deskriptif kuantitatif adalah metode analisa yang didasarkan pada angka-angka, prosentase,frekwensi, rata-rata, diagram atau grafik dengan melihat, mengamati dan mempelajari fungsi-fungsi yang ada pada tiap bagian yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan masalah pajak. Masalah-masalah yang timbul nantinya akan disesuaikan dengan teoriteori yang melandasi seluruh kegiatan akuntansi dan keuangan perusahaan yang berhubungan dengan pajak.
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laba Komersial (Commercial Income) versus Laba Kena Pajak (Tax Income)
Laba Komersial (Commercial Income) merupakan pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis baik untuk kepentingan pasar modal (bursa efek), perbankan, Rapat Umum Pemegang Saham, dan kepentingan lainnya. Laba komersial ini dihitung berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Sejak tahun 1995 standar akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan ( SAK ). Penghitungan laba komersial bertumpu pada prinsip matching cost against revenue (persandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya yang terkait) dalam salah satu prinsip tersebut terdapat konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang, bukanlah merupakan aset sehingga harus dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian dalam akuntansi seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan diakui sebagai biaya/beban. Laba kena pajak (Taxable Income) merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah UU No.7/1983 yang diubah dengan UU No.10/1994 dan
50
51
diubah terakhir dengan UU No.17/2000 mengenai Pajak Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya. Penghitungan laba kena pajak dalam kaitannya dengan karyawan didasarkan atas prinsip umum taxability deductibility. Dengan prinsip ini, biayabiaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak/orang yang menerima pengeluaran uang atas biaya perusahaan tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak ( taxable ). Dengan demikian akan selalu ada pihak dapat dikenakan pajak sebagaimana dijelaskan diatas. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa laba komersial yang lazim digunakan dalam dunia bisnis berbeda dengan laba kena pajak. Banyak sekali biaya-biaya yang diakui oleh akuntansi tetapi tidak diakui oleh perpajakan, seperti: sumbangan, pemberian natura kepada karyawan, biaya representasi tertentu, biaya kelancaran dan sebagainya.
B. Tax Planning dalam rangka mengefisiensikan PPh Badan Perencanaan pajak dalam rangka mengefisiensikan PPh Badan dapat diupayakan melalui : 1. Pemilihan alternatif dasar pembukuan dan tata cara pembukuan. 2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada karyawan. 3. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak
52
berwujud. 4. Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax. 5. Penyertaan pada perseroan terbatas dalam negeri. 6. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar. 7. Permohonan penurunan pembayaran lump sum ( angsuran PPh Pasal 25 bulanan ) 8. Pengajuan SKB ( Surat Keterangan Bebas ) PPh Pasal 22 dan Pasal 23
1. Pemilihan alternatif Dasar pembukuan Dasar pembukuan yang diakui oleh DJP ( Direktorat Jendral Pajak ) adalah accrual basis dan modified cash basis Pada accrual basis, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya kewajiban, meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Cash basis yang diakui oleh DJP bukan cash basis murni, Pada cash basis murni pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluran uang. Pemilihan dasar pembukuan di dalam perpajakan harus dilakukan secara konsisten. Cash basis yang diakui oleh DJP atas pelaporan pendapatan dan biaya dalam rangka menghitung PPh Badan adalah sebagai berikut : 1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan
53
persediaan. 2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. 3. Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayar.
Apabila dibandingkan antara accrual basis dan cash basis menurut versi perpajakan, yang berbeda hanyalah biaya administrasi dan umum, pada accrual basis dibebankan pada saat timbulnya kewajiban, sedangkan pada cash basis biaya tersebut baru dilaporkan pada saat terjadinya pembayaran. Jika dipandang dari segi strategi perpajakan, maka memilih accrual basis lebih menguntungkan daripada cash basis.
Contoh : PT. Saripersada Indo Pancarona melakukan pembelian 100 ton plastik dengan total nilai sebesar Rp. 500.000.000,00. ( lima ratus juta rupiah ) pada tanggal 02 Januari 2008 dengan PT. ACC Solo dengan pembayaran 1 bulan dari barang diterima. Biaya pengiriman ditanggung oleh PT. Saripersada Indo Pancarona sebesar Rp. 10.000.000,00 dibayar setelah 1 minggu dari pengiriman.
54
Accrual Basis 2/1’08 Pembelian
Rp. 500.000.000,00
Hutang PT. ACC Solo
2/1’08 Biaya Pengiriman
Rp.500.000.000,00
Rp. 10.000.000,00
Hutang biaya
Rp.10.000.000,00
Cash Basis 2/2’08 Pembelian
Rp.500.000.000,00.
Cash/Bank
9/1'08 Biaya Pengiriman
Rp.500.000.000,00.
Rp. 10.000.000,00
Cash/Bank
2. Pengelolaan
transaksi
Rp.10.000.000,00.
yang
berhubungan
dengan
pemberian
kesejahteraan karyawan. Pada biaya-biaya yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan terdapat banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh Badan. Strategi utama efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini, sangat tergantung dari kondisi perusahaan sebagai berikut : 1. Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak diatas Rp.100.000.000 dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam
55
bentuk natura yang tidak diperkenankan sebagai biaya. Apabila perusahaan sudah terlanjur memberikan rumah dinas/mess masih ada cara-cara legal yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal ini. 2. Pada perusahaan yang dikenakan PPh Badan secara final, diupayakan secara minimal memberikan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura karena pemberian natura dari pemberi kerja merupakan obyek PPh pasal 21. Pada sisi perusahaan, biaya-biaya pemberian natura tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh Badan karena PPh Badan final dihitung dari prosentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya. 3. Pada perusahaan yang rugi, merubah pemberian natura/kenikmatan menjadi tunjangan hanya menaikkan PPh Pasal 21, sementara PPh Badan tetap nihil.
3. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud. Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap/aktiva tidak berwujud yang diakui oleh fiskus/ pajak terdiri dari dua metode yaitu : 1. Metode garis lurus ( straight line method ) 2. Metode saldo menurun ( declining method ) Penyusutan dengan menggunakan garis lurus ( straight line method ) akan menghasilkan beban penyusutan yang sama besarnya setiap tahun.
56
Penyusutan dengan menggunakan metode saldo menurun (declining method) akan menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada awal perolehan aktiva dan makin kecil pada tahun-tahun berikutnya, tetapi pada akhir umur ekonomis aktiva tersebut jumlah akumulasi penyusutan akan sama. Penyusutan metode saldo menurun ini menguntungkan bagi Waiib pajak dari segi likuiditas. Pemilihan metode penyusutan yang cocok sangat tergantung pada jenis usaha, jangka waktu pengembalian modal, pengenaan pajak pada bidang usaha tersebut dan sebagainya. Jika secara akuntansi, perusahaan tidak memiliki tujuan lain, maka menyamakan pengelompokan, penentuan masa manfaat dan metode penyusutan dengan ketentuan fiskal akan relative memudahkan bagi perusahaan. Pada PT. Saripersada IndoPancarona metode penyusutan yang dipakai menggunakan metode garis lurus (straight line method). Padahal sudah dijelaskan diatas bahwa dengan menggunakan metode saldo menurun perusahaan akan mengalami keuntungan dari beban yang dikreditkan pada laba perusahaan. Karena beban yang dikreditkan di tahun pertama lebih besar dibandingkan ditahun-tahun selanjutnya sehingga dapat menghemat pajak yang dibayar tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Contoh : PT. Saripersada Indo Pancarona membeli 1 unit mobil Kijang Box untuk operasional pengiriman barang seharga Rp.201.175.000.pada tanggal 02 Januari 2007. Perusahaan menggunakan metode penyusutan garis lurus (straight line
57
method). Jawaban : a. Biaya penyusutan yang dibebankan menurut perusahaan : Kendaraan masuk Gol.II dengan masa manfaat 8 tahun dengan tarif 12,5% dari nilai perolehan (metode garis lurus) Rp.201,175,000 x 12,5%
= Rp. 25,146,875
Jadi beban penyusutan yang dibebankan pada tahun 2007 sebesar Rp. 25,146,875. Pada tahun 2008 sama yaitu Rp. 25,146,875
b. Biaya penyusutan yang dibebankan menurut penulis dengan menggunakan metode saldo menurun dengan tarif 25% dari nilai buku Rp. 201.175.000 x 25%
= Rp. 50,293,750
Jadi beban penyusutan yang dibebankan pada tahun 2007 sebesar Rp. 50,293,750. Pada tahun 2008 sebesar Rp. 37,720,312 Jadi pada tahun 2007 ada penghematan pajak yang dibayarkan sebesar Rp. 25,146,875 x 30% = Rp.7,544,062. Namun didalam peraturan perpajakan, perusahaan harus konsisten dalam menentukan metode penyusutan. Apabila perusahaan ingin menggunakan metode garis lurus akan selamanya memakai metode tersebut.
4. Transaksi yang berhubungan dengan Withholding tax. Dalam dunia usaha, tidak jarang perusahaan memiliki transaksi yang
58
mengharuskan adanya pemungutan atau pemotongan pajak dari pihak ketiga di mana pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong withholding tax (PPh pasal 21, pasal 22, Pasal 23, Pph Final, PPh Pasal 26, dsb) maka jika dilakukan pemeriksaan oleh pihak fiskus, perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar withholding tax dimaksud ditambah denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak. Untuk mengatasi hal tersebut dapat ditempuh dengan cara ; 1. Perusahaan membayarkan withholding tax, pajak yang dibayarkan ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. 2. Nilai transaksi di gross-up, sehingga jumlah transaksi dalam kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut. Atas jumlah pajak yang dibayarkan boleh dibebankan sebagai biaya, kecuali untuk PPh Final dan dividen. Contoh : Withholding Tax ( PPh Pasal 23 atas sewa ): PT. Saripersada Indo Pancarona akan menyewa kantor dengan Bp. Herman Adisaputra sebesar Rp. 90.000.000,00. untuk 3 tahun. Bp.Herman tidak bersedia dipotong pajak sebesar 10% final atas sewa bangunan kantor tersebut. •
Apabila pajak sebesar 10% atau sebesar Rp.9.000.000,00 tersebut dibayar oleh PT. Saripersada, maka pajak yang dibayar perusahaan tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian untuk transaksi ini perusahaan harus mengeluarkan uang sebesar Rp.99.000.000,00.
•
Perusahaan dapat melakukan gross-up atas sewa bangunan tersebut menjadi :
59
100/90 x Rp.90.000.000,00 = Rp.100.000.000,00. PT. Saripersada akan membayar sebesar Rp.100.000.000,00, tetapi ada tax saving sebesar Rp.3.000.000,00 ( 30% dari Rp.10.000.000,00 (pajak atas sewa bangunan 10% dari 100 juta )), asumsi laba perusahaan diatas Rp.100 juta, sehingga pembayaran net atas transaksi ini sebetulnya Rp.97 juta lebih menguntungkan ketimbang tidak di gross-up.
Contoh : PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan ¾ PT. Saripersada Indo Pancarona mengeluarkan biaya gaji untuk karyawan staff dan gudangnya sebesar Rp. / bulan. Dan pada hari raya Idul Fitri perusahaan mengeluarkan biaya gaji ditambah Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar satu bulan dari gaji. Penulis berpendapat bahwa, untuk Tax Planning pada akun ini sudah tepat sehingga tidak perlu diadakan koreksi fiscal dalam laporan keuangan fiscal, karena beban ini dapat dibebankan seluruhnya terhadap penghasila bruto sesuai dengan UU PPh No17 Tahun 2000 pasal 6 ayat (1) huruf a bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak ( PhKP) ¾ Selain gaji yang diberikan perusahaan, PT.Saripersada Indo Pancarona pun memberikan tunjangan jamsostek untuk semua karyawannya yang menjadi
60
tanggungan perusahaan, sehingga perusahaan melaporkan sesuai dengan laporan keuangan komersial. Berdasarkan data yang diteliti penulis bahwa perencanaan pajaknya tidak perlu diadakan koreksi fiskal, karena beban ini dapat dibebankan seluruhnya terhadap penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan UU PPh No.17 Tahun 2000 padal 6 ayat (1) huruf a bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak ( PhKP )
5. Penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negeri. Penyertaan modal saham pada Perseroan Terbatas dalam negeri dapat dilakukan atas nama PT atau perorangan. Apabila modal saham atas nama perorangan, maka dividen yang diperoleh perorangan tersebut merupakan obyek PPh dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Apabila modal saham atas nama PT, Koperasi, BUMN, dan BUMD maka penerimaan dividen tersebut bukan objek pajak, sehingga tidak dikenakan pajak, sepanjang memenuhi persyaratan : 1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, 2. Bagi PT, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen : z Kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
61
z Mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut di atas ( Pasal 4 ayat 3 huruf f UU No.17/2000 )
6. Optimalisasi pengkreditan Pajak Penghasilan yang telah dibayar. Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan dengan PPh Badan yang terutang selain PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang dibayar sendiri maupun yang dipungut oleh pihak lain yang sifatnya tidak final. PPh yang dapat dikreditkan antara lain PPh atas penghasilan tanah atau bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian BBM dari pertamina untuk selain penyalur, PPh Fiskal luar negeri karyawan, PPh pasal 23 atas bunga dari non bank, royalty, PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri. Agar memenuhi kelengakapan formal, maka setiap kali dilakukan pemotongan pajak oleh pihak lain sebaiknya langsung diminta Bukti Pemotongan PPh-nya dan tidak perlu menunggu sampai akhir tahun pajak.
7. Pengajuan penurunan lump-sum PPh Pasal 25 Kenaikan pembayaran lump-sum Pph Pasal 25 disebabkan adanya SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) karena pemeriksaan untuk tahun yang lalu, atau karena adanya kenaikan laba pada tahun berjalan dibandingkan dengan laba pada tahun yang lalu. Akan tetapi dilain pihak bisa saja terjadi bahwa dalam tahun pajak yang
62
bersangkutan terjadi penurunan laba. Apabila kita mengangsur PPh Pasal 25 tetap seperti tahun lalu dikhawatirkan pada akhir tahun berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Untuk mengatasi hal ini, mulai bulan April setelah batas akhir pelaporan SPT Tahunan tahun yang bersangkutan perusahaan dapat mengajukan permohonan penurunan lump-sum PPh Pasal 25 dengan disertai proyeksi laba pada akhir tahun dan alasan terjadinya penurunan laba. Untuk bisa mengajukan permohonan penurunan tersebut PPh Pasal 25 tersebut dimungkinkan bila penurunan laba usaha tersebut mencapai minimum 25% bila dibandingkan dengan laba fiskal tahun lalu. Contoh : PT. Saripersada Indo Pancarona pada tahun 2007 membayar Pph Pasal 25 tiap bulannya adalah sebesar Rp. 2.700.000, dan pada tahun 2008 direksi memutuskan untuk mengajukan penurunan lump-sum Pph Pasal 25 menjadi sebesar Rp. 1.500.000 dengan alasan pada tahun 2008 perusahaan akan mengalami penurunan omzet penjualan sebesar 30% dikarenakan harga minyak mentah naik sehingga mengakibatkan harga bahan plastik naik cukup besar. Dan perusahaan melampirkan beberapa bukti pendukung untuk pengajuan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
8. Pengajuan SKB (Surat Keterangan Bebas) PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Untuk beberapa jenis withholding tax sepert PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 (tidak termasuk Final) dapat diajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas
63
(SKB) oleh Wajib Pajak yang memenuhi beberapa syarat. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam mengajukan permohonan SKB adalah sebagai berikut : 1. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, atau 2. Wajib pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal ( baik yang dicantumkan dalam SKP atau SPT PPh dalam hal belum ada SKP ) sepanjang kerugian tersebut jumlahnya lebih besar daripada perkiraan penghasilan netto tahun pajak yang bersangkutan, atau 3. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang. Dalam mengajukan permohonan Wajib pajak harus pula melampirkan : z
Perkiraan penghasilan netto dalam tahun berjalan.
z
Daftar pihak-pihak pemberi penghasilan beserta nilai transaksi yang diperkirakan akan diterima/diperoleh.
C. Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial/pembukuan dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan.
64
1. Koreksi karena perbedaan waktu Koreksi beda waktu timbul karena perbedaan metode perhitungan pendapatan dan/atau biaya antara komersial dengan fiskal Dengan demikian total biaya atau pendapatan menurut komersial dan fiskal adalah sama besar, yang berbeda adalah lamanya waktu pengalokasian pendapatan dan/atau biaya tersebut. Contoh koreksi beda waktu : •
Biaya penyusutan dan amortisasi, kecuali untuk aktiva yang termasuk kriteria pemberian natura, hibah, sumbangan, atau kenikmatan.
•
Penilaian persediaan.
2. Koreksi karena perbedaan tetap Koreksi beda tetap timbul karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial dan fiskal yang terdiri dari : 1. Beda tetap atas penghasilan bukan obyek PPh Seperti bantuan, sumbangan, harta hibahan yang diterima sepanjang tidak ada hubungan usaha dengan pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan dan dari pemerintah. 2. Beda tetap murni yaitu : •
Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan yang bukan objek pajak.
•
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang
65
diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan •
Sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan.
•
PPh Pasal 23/26 yang ditanggung oleh perusahaan.
3. Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat khusus yaitu : z
Berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan.
z
Adanya bukti pendukung yang kuat.
z
Karena lokasi.
z
Penggunaan praktek-praktek akuntansi yang tidak sehat.
3. Koreksi karena pengenaan pajak Final Koreksi ini terdiri dari : •
Pendapatan yang telah dipotong pajak final oleh pihak yang membayarkan penghasilan seperti pendapatan bunga deposito, pendapatan jasa giro, penghasilan sewa tanah dan atau bangunan, pendapatan karena pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bagi orang pribadi dan yayasan ( khusus wajib Pajak Badan (selain yayasan) tidak bersifat final ).
•
Biaya untuk mendapatkan, memelihara, menagih penghasilan yang telah dikenakan PPh Final seperti biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari sewa tanah dan atau bangunan, biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
66
Dibawah ini penulis akan memberikan pembahasan pada laporan laba-rugi PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA LAPORAN LABA RUGI PER 31 DESEMBER 2007 L/R KOMERSIAL KOREKSI FISKAL ( Rp. ) ( Rp. )
L/R FISKAL ( Rp. )
PENJUALAN RETUR PENJUALAN TOTAL PENJUALAN
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
-
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
HARGA POKOK PENJUALAN : PERSEDIAAN AWAL PEMBELIAN RETUR PEMBELIAN PEMBELIAN LAIN-LAIN PERSEDIAAN AKHIR TOTAL HPP LABA BRUTO
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
-
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
1.068.106.000 3.654.550 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 60.088.900 718.447.050 2.950.000 35.531.832 8.605.000 575.000 179.187.040 11.632.875 120.409.623 11.576.379 47.000.000 73.728.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.519.268.881
(60.088.900) (2.950.000) (11.632.875) (11.576.379) (73.728.000) (159.976.154)
BIAYA BIAYA : BY. GAJI BY. PENGOBATAN KARYAWAN BY. PERJALANAN DINAS BY. ALAT TULIS KANTOR BY. TELP/INTERNET BY. LISTRIK BY. SURAT KABAR BY. IURAN ASTEK BY. ANGKUT PENGIRIMAN BY. IURAN & SUMBANGAN BY. PEMELIHARAAN KEND BY. POS & MATERAI BY. PEMELIHARAAN KANTOR BY. PENYUSUTAN BY. MAKAN/MINUM BY BEA MASUK BY. PAJAK BY. SEWA BY PPH PSL 21 BY. INKLARING & PELAYARAN BY. BANK BY. LAIN-LAIN TOTAL BIAYA LABA BRUTO
1.068.106.000 3.654.550 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 718.447.050 35.531.832 8.605.000 575.000 179.187.040 120.409.623 47.000.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.359.292.727
97.321.338
159.976.154
PENDAPATAN LAIN-LAIN PENDAPATAN SEWA PENDAPATAN LAINNYA JASA GIRO SELISIH KURS TOTAL PENDAPATAN LAIN-LAIN
45.000.000 20.669.833 15.792.206 (3.502.233) 77.959.806
(20.669.833) (15.792.206) (36.462.039)
45.000.000 (3.502.233) 41.497.767
LABA SEBELUM PAJAK PAJAK PENGHASILAN LABA SESUDAH PAJAK
175.281.144 (72.138.500) 103.142.644
123.514.115
298.795.259 (72.138.500) 226.656.759
123.514.115
257.297.492
67
pada : Berdasarkan Laporan keuangan menurut perusahaan diatas didapatkan PPh pasal 29 yang harus dibayar perusahaan adalah sebagai berikut :
PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA DAFTAR PERHITUNGAN Pph Pasal 29 TAHUN 2007 LABA SEBELUM PAJAK TAHUN 2007
298.795.259
Perhitungan PPh Pasal 29 10 % x 50,000,000
5.000.000
15 % x 50,000,000
7.500.000
30 % x 198,795,000
59.638.500 72.138.500
PPh Pasal 22
34.867.256
PPh Pasal 25 yang sudah dibayar
31.053.000
Total PPh yang dikreditkan
65.920.256
PPh Pasal 29
6.218.244
Pada laporan laba-rugi diatas ada beberapa biaya yang dikoreksi (undeductible expenses). Biaya-biaya yang dikoreksi (undeductible expenses) menurut perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Biaya Iuran Astek
= Rp. 60,088,900
2. Biaya Iuran & sumbangan
= Rp. 2,950,000
3. Biaya makan dan minum
= Rp. 11,632,875
4. Biaya Pajak
= Rp. 11,576,379
5. Biaya Pph Pasal 21
= Rp. 73,728,000
68
Total
= Rp. 159,976,154
Penghasilan lainnya (other income) yang dikoreksi menurut perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan lainnya
= Rp. 20,669,833
2. Pendapatan jasa giro
= Rp. 15,792,206
Total
= Rp. 36,462,039
Menurut penulis biaya-biaya yang harus dikoreksi (undeductible expenses) berdasarkan Pasal 9 UU No.17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1. Biaya pengobatan
= Rp. 3,654,550
2. Biaya Iuran dan sumbangan
= Rp. 2,950,000
3. Biaya pemeliharaan kendaraan
= Rp. 17,765,916
4. Biaya penyusutan
= Rp. 81,855,077
5. Biaya makan dan minum
= Rp. 11,632,875
6. Biaya Pajak
= Rp. 11,576,379
7. Biaya Pph Pasal 21
= Rp. 73,728,000
Total
= Rp. 203,162,797
Penghasilan lainnya (other income) yang dikoreksi menurut penulis adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan sewa
= Rp. 45.000.000
2. Pendapatan lainnya
= Rp. 20,669,833
3. Pendapatan jasa giro
= Rp. 15,792,206
Total
= Rp. 81,462,039
69
Dari biaya-biaya dan pendapatan yang dikoreksi fiskal menurut penulis, dapat dijelaskan dimana : 1. Biaya pengobatan adalah merupakan suatu natura dan kenikmatan, pada biaya pengobatan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi karyawan. (Pasal 9 huruf e) 2. Biaya Iuran dan sumbangan adalah merupakan biaya yang diberikan kepada pajak pemerintah daerah, dimana biaya pajak tidak dapat mengurangi pendapatan ( Pasal 9 ayat 1 huruf h) 3. Biaya pemeliharaan kendaraan, dikoreksi sebagian (50%) karena kendaraan yang dikuasai oleh karyawan tertentu/dibawa pulang. Boleh dibiayakan sebesar 50% saja (KEP Dirjen Pajak No.KEP-220/PJ./2002 tanggal 18 April 2002). Untuk Tax Planningnya adalah apabila pada posisi jabatan tertentu diberikan kendaraan, agar biaya kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dapat diatasi dengan cara : kepada karyawan yang menguasai kendaraan diberikan pinjaman (car loan) seharga mobil yang diperuntukan, setiap bulan karyawan tersebut diberikan tunjangan transport setelah dikurangi PPh Pasal 21, diperlakukan sebagai unsure pengurangan piutang pegawai yang bersangkutan. Tetapi masalah lain yang akan timbul adalah berkaitan dengan biaya operasional kendaraan tersebut seperti bensin, penggantian oli, parkir, tol dan sebagainya. Jika
70
melihat ketentuan KEP-220/PJ./2002 tersebut semestinya juga hanya sebesar 50% yang dapat dibebankan sebagai biaya. Rekonsiliasi Fiskal menurut penulis PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA LAPORAN LABA RUGI PER 31 DESEMBER 2007 Uraian
PENJUALAN RETUR PENJUALAN TOTAL PENJUALAN HARGA POKOK PENJUALAN : PERSEDIAAN AWAL PEMBELIAN RETUR PEMBELIAN PEMBELIAN LAIN-LAIN PERSEDIAAN AKHIR LABA BRUTO
BY. GAJI BY. PENGOBATAN KARYAWAN BY. PERJALANAN DINAS BY. ALAT TULIS KANTOR BY. TELP/INTERNET BY. LISTRIK BY. SURAT KABAR BY. IURAN ASTEK BY. ANGKUT PENGIRIMAN BY. IURAN & SUMBANGAN BY. PEMELIHARAAN KEND BY. POS & MATERAI BY. PEMELIHARAAN KANTOR BY. PENYUSUTAN BY. MAKAN/MINUM BY BEA MASUK BY. PAJAK BY. SEWA BY PPH PSL 21 BY. INKLARING & PELAYARAN BY. BANK BY. LAIN-LAIN TOTAL BIAYA
L/R Komersial
Beda Tetap
Beda Waktu
Obyek Pph Final
L/R Fiskal
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
-
-
-
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
-
-
-
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
1.068.106.000 3.654.550 (3.654.550) 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 60.088.900 718.447.050 2.950.000 (2.950.000) 35.531.832 -17765916 8.605.000 575.000 179.187.040 -81855077 11.632.875 (11.632.875) 120.409.623 11.576.379 (11.576.379) 47.000.000 73.728.000 (73.728.000) 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.519.268.881 (203.162.797)
-
-
1.068.106.000 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 60.088.900 718.447.050 17.765.916 8.605.000 575.000 97.331.963 120.409.623 47.000.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.316.106.084
LABA BRUTO
97.321.338
203.162.797
-
-
300.484.135
PENDAPATAN SEWA PENDAPATAN LAINNYA JASA GIRO SELISIH KURS TOTAL PENDAPATAN LAIN-LAIN
45.000.000 20.669.833 15.792.206 (3.502.233) 77.959.806
-
-
(45.000.000) (20.669.833) (15.792.206) (81.462.039)
(3.502.233) (3.502.233)
-
(81.462.039)
296.981.902
LABA SEBELUM PAJAK
175.281.144
-
71
Dilihat dari kertas kerja diatas perhitungan PPh Pasal 29 yang akan dibayar menurut penulis adalah : PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA DAFTAR PERHITUNGAN Pph Pasal 29 TAHUN 2007 296.981.000
LABA SEBELUM PAJAK TAHUN 2007
10 % x 50,000,000
5.000.000
15 % x 50,000,000
7.500.000
30 % x 196,981,000
59.094.300 71.594.300
PPh Pasal 22
34.867.256
PPh Pasal 25 yang sudah dibayar
31.053.000
Total PPh yang dikreditkan
65.920.256
PPh Pasal 29
5.674.044
Jadi dari data diatas didapat kesimpulan bahwa apabila perusahaan melakukan koreksi fiskal secara benar akan mendapatkan sedikit keuntungan dari pembayaran PPh pasal 29 yang akan dibayar. Dari pembayaran PPh pasal 25 setiap bulan yang akan dibayar ditahun selanjutnya juga mengalami penurunan. PPh Pasal 29 yang akan dibayar di tahun 2007 menurut perusahaan sebesar Rp. 6,218,244. PPh Pasal 29 yang akan dibayar di tahun 2007 menurut penulis sebesar Rp. 5,674,044. Ada selisih sebesar Rp. 544,200.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil uraian-uraian yang dijelaskan dalam Bab IV, penulis berusaha menyimpulkan tentang hasil penulisan skripsi ini sebagai berikut : 1. PT. Saripersada Indo Pancarona telah melakukan perencanaan pajak (tax planning),
antara
lain
melakukan
kewajiban
perpajakannya,
mengadministrasikan dokumen pendukung yang berkaitan dengan kewajiban yang telah dilakukannya, dan menilai atas rencana suatu transaksi
dari
beberapa
alternatif
yang
dampak
perpajakannya
menguntungkan bagi perusahaan. 2. Masalah pengadministrasiannya PT. Saripersada Indo Pancarona sudah cukup baik, karena sudah tiga kali berturut-turut perusahaan ini mengalami pemeriksaan yang terjadi pada tahun 2002,2004,2005. Sehingga dari divisi pajaknya lebih berhati-hati lagi dalam merencanakan pajak perusahaan. Dan dari pembayaran serta pelaporan, perusahaan PT. Saripersada Indo Pancarona sangat baik tidak pernah mengalami keterlambatan. 3. Pada laporan keuangan PT. Saripersada Indo Pancarona dapat dilihat masih ada kesalahan pada koreksi fiskal yaitu pada biaya pengobatan untuk karyawan, dimana setiap karyawan yang sakit membayar terlebih dahulu kemudian oleh perusahaan diberikan penggantian, namun tidak
72
73
diatur dalam kontrak kerja, maka esensinya biaya pengobatan ini merupakan natura dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. 4. Upaya untuk meminimalkan beban pajak belum optimal, karena kebijakan manajemen mengenai perlakuan biaya seperti jamuan, pengobatan karyawan, dan sumbangan dikoreksi dalam menghitung taksiran pajak penghasilan dengan alasan mempertimbangkan konsistensi dengan tahun sebelumnya.
B. Saran Saran-saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah : 1. Sebaiknya bagian Pajaknya harus lebih teliti lagi dalam mengkoreksi laporan laba rugi komersial dimana masih ditemukan beberapa biaya yang harusnya di koreksi (undecductible expense) tidak dikoreksi. 2. Apabila perusahaan ingin memberikan kenikmatan kepada karyawan, seperti biaya pengobatan, biaya makan dan minum seharusnya perusahaan mengkompensasikannya ke tunjangan saja, dan dilaporkan di PPH pasal 21 sebagai penghasilan untuk karyawan. Sehingga ada selisih sedikit dari pembayaran pajak yang akan dibayar pada akhir tahun pajak. 3. Adanya koordinasi/ kerjasama yang baik antara bagian accounting dan finance dengan bagian pajak, sehingga tidak ada lagi hal-hal yang mencurigakan fiskus.
DAFTAR PUSTAKA
Erly Suandy.2001. Perencanaan Pajak, Edisi Pertama Jakarta Selatan Salemba Empat. Gunadi.2004. Akuntansi Pajak. Cetakan ke-8 Jakarta PT. Grasindo. Ikatan Akuntan Indonesia.2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta Selatan. Salemba Empat. Kieso, Donald I. dan Jerry J. Weygant. 2001. Intermediate Accounting. Edisi Ke10. Canada John Wiley & Sins Inc. Pemerintah Republik Indonesia.2000. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta Pemerintah Republik Indonesia.2000. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 Pajak Penghasilan.Jakarta Rochmat Sumitro. 2006. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Cetakan Tahun 2006 Bandung. Rimsky K. Judisseno. 2002. Pajak dan Strategi Bisnis Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia. Jakarta .PT. Gramedia Pustaka. R. Santoso Brotodiharjo.2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Edisi ke-4. Bandung PT. Refika Aditama. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-7. Bandung. CV Alfabeta. Slamet Munawir.2002. Perpajakan, Penerbit Liberty, Yogyakarta. S.I Djajadiningrat. 2001. Hukum Pajak dan Kedaulatan. Edisi Revisi. Penerbit Eresco, Bandung. Waluyo dan Wirawan B.Ilyas.2007. Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
74
Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI
PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA
Komis aris
Direktur Utama
Bag. Gudang
Adm Gudang
Marketi ng
Sekret aris
Finance and Accounting Manager
Purchas ing
Staff Accounting
Tax Manager
Tax Admin
76 Lampiran 2 PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA LAPORAN LABA RUGI PER 31 DESEMBER 2007 L/R KOMERSIAL KOREKSI FISKAL ( Rp. ) ( Rp. )
L/R FISKAL ( Rp. )
PENJUALAN RETUR PENJUALAN TOTAL PENJUALAN
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
-
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
HARGA POKOK PENJUALAN : PERSEDIAAN AWAL PEMBELIAN RETUR PEMBELIAN PEMBELIAN LAIN-LAIN PERSEDIAAN AKHIR TOTAL HPP LABA BRUTO
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
-
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
1.068.106.000 3.654.550 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 60.088.900 718.447.050 2.950.000 35.531.832 8.605.000 575.000 179.187.040 11.632.875 120.409.623 11.576.379 47.000.000 73.728.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.519.268.881
(60.088.900) (2.950.000) (11.632.875) (11.576.379) (73.728.000) (159.976.154)
1.068.106.000 3.654.550 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 718.447.050 35.531.832 8.605.000 575.000 179.187.040 120.409.623 47.000.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.359.292.727
97.321.338
159.976.154
257.297.492
PENDAPATAN LAIN-LAIN PENDAPATAN SEWA PENDAPATAN LAINNYA JASA GIRO SELISIH KURS TOTAL PENDAPATAN LAIN-LAIN
45.000.000 20.669.833 15.792.206 (3.502.233) 77.959.806
(20.669.833) (15.792.206) (36.462.039)
45.000.000 (3.502.233) 41.497.767
LABA SEBELUM PAJAK PAJAK PENGHASILAN LABA SESUDAH PAJAK
175.281.144 (72.138.500) 103.142.644
123.514.115
298.795.259 (72.138.500) 226.656.759
BIAYA BIAYA : BY. GAJI BY. PENGOBATAN KARYAWAN BY. PERJALANAN DINAS BY. ALAT TULIS KANTOR BY. TELP/INTERNET BY. LISTRIK BY. SURAT KABAR BY. IURAN ASTEK BY. ANGKUT PENGIRIMAN BY. IURAN & SUMBANGAN BY. PEMELIHARAAN KEND BY. POS & MATERAI BY. PEMELIHARAAN KANTOR BY. PENYUSUTAN BY. MAKAN/MINUM BY BEA MASUK BY. PAJAK BY. SEWA BY PPH PSL 21 BY. INKLARING & PELAYARAN BY. BANK BY. LAIN-LAIN TOTAL BIAYA LABA BRUTO
123.514.115
76
77 Lampiran 2a
PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA DAFTAR PERHITUNGAN PAJAK TAHUN 2007 LABA SEBELUM PAJAK TAHUN 2007 Perhitungan PPh Pasal 29 10 % x 50,000,000 15 % x 50,000,000 30 % x 198,795,000 PPh Pasal 22 PPh Pasal 25 yang sudah dibayar Total PPh yang dikreditkan PPh Pasal 29
298.795.259
5.000.000 7.500.000 59.638.500 72.138.500 34.867.256 31.053.000 65.920.256 6.218.244
78 Lampiran 3 PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA LAPORAN LABA RUGI PER 31 DESEMBER 2007 Uraian
PENJUALAN RETUR PENJUALAN TOTAL PENJUALAN HARGA POKOK PENJUALAN : PERSEDIAAN AWAL PEMBELIAN RETUR PEMBELIAN PEMBELIAN LAIN-LAIN PERSEDIAAN AKHIR LABA BRUTO
BY. GAJI BY. PENGOBATAN KARYAWAN BY. PERJALANAN DINAS BY. ALAT TULIS KANTOR BY. TELP/INTERNET BY. LISTRIK BY. SURAT KABAR BY. IURAN ASTEK BY. ANGKUT PENGIRIMAN BY. IURAN & SUMBANGAN BY. PEMELIHARAAN KEND BY. POS & MATERAI BY. PEMELIHARAAN KANTOR BY. PENYUSUTAN BY. MAKAN/MINUM BY BEA MASUK BY. PAJAK BY. SEWA BY PPH PSL 21 BY. INKLARING & PELAYARAN BY. BANK BY. LAIN-LAIN TOTAL BIAYA LABA BRUTO
PENDAPATAN SEWA PENDAPATAN LAINNYA JASA GIRO SELISIH KURS TOTAL PENDAPATAN LAIN-LAIN LABA SEBELUM PAJAK
L/R Komersial
Beda Tetap
Beda Waktu
Obyek Pph Final
L/R Fiskal
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
-
-
-
45.381.414.123 (189.208.501) 45.192.205.622
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
-
-
-
1.106.627.100 41.631.040.625 (57.954.546) 1.007.980.688 (1.112.078.464) 42.575.615.403 2.616.590.219
-
-
1.068.106.000 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 60.088.900 718.447.050 17.765.916 8.605.000 575.000 97.331.963 120.409.623 47.000.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.316.106.084
1.068.106.000 3.654.550 4.207.900 19.749.458 33.069.975 39.882.525 1.593.000 60.088.900 718.447.050 2.950.000 35.531.832 8.605.000 575.000 179.187.040 11.632.875 120.409.623 11.576.379 47.000.000 73.728.000 50.422.441 3.438.557 25.412.776 2.519.268.881
(11.632.875) (11.576.379) (73.728.000) (203.162.797)
-
97.321.338
203.162.797
-
-
300.484.135
45.000.000 20.669.833 15.792.206 (3.502.233) 77.959.806
-
-
(45.000.000) (20.669.833) (15.792.206) (81.462.039)
(3.502.233) (3.502.233)
-
(81.462.039)
296.981.902
175.281.144
(3.654.550)
(2.950.000) -17765916
-81855077
-
79 Lampiran 3a
PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA DAFTAR PERHITUNGAN Pph Pasal 29 TAHUN 2007 296.981.000
LABA SEBELUM PAJAK TAHUN 2007
10 % x 50,000,000
5.000.000
15 % x 50,000,000
7.500.000
30 % x 196,981,000
59.094.300 71.594.300
PPh Pasal 22
34.867.256
PPh Pasal 25 yang sudah dibayar
31.053.000
Total PPh yang dikreditkan
65.920.256
PPh Pasal 29
5.674.044
STRUKTUR ORGANISASI
PT. SARIPERSADA INDO PANCARONA
Komisaris
Direktur Utama
Bag. Gudang Marketing
Sekretaris
Finance and Accounting Manager
Purchasing Adm Gudang
Staff Accounting
Tax Manager
Tax Admin