Basuki, P.P. dan Sumekar, A., “Analisis Kondisi Sosial Demografi Lingkungan ....”
129
ANALISIS KONDISI SOSIAL DEMOGRAFI, LINGKUNGAN DAN KEJADIAN DIARE DI DUSUN SAGAN KECAMATAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA Prastiwi Putri Basuki, Ariana Sumekar
ABSTRACT Background: Diarrhea has the potential to increase again (re-emerging) considering the behavior and environmental conditions (physical, social, economic and cultural) that are less supportive community. This condition is still not reflected in the elimination of various diseases and high risk factors for both behavioral and environmental conditions in the community. Methods: The study was an observational cross-sectional design. Total sample of 97 people with stratified random sampling method of sampling. Collecting data through interviews, check list, and direct observation. Results: The results of this study showed no association between education (sig 0.244), type of work (sig 0.420), a source of clean water (sig 0.131), and the type of family latrines (sig 0.633) with diarrhea in Sagan Subdistrict Depok Sleman Yogyakarta. Community development through health education to improve hygienic behavior and healthy, hyigene sanitation, and improved latrines conditions appropriate health conditions to break the chain of transmission of diarrhea disease. Keywords: environmental, social, demographic, diarrhea
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian diare yang cukup tinggi. Tahun 2006 angka kesakitan meningkat sebesar 423/1.000 penduduk pada semua umur. Dari keseluruhan angka morbiditas hampir 60 persen didominasi anak-anak. Berdasarkan hasil penelitian terbaru dari riset kesehatan dasar tahun 2008, diare merupakan penyumbang kematian terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 31,4 persen dari total kematian bayi. Diare juga penyebab kematian terbesar balita. Tercatat 25,2 persen kematian balita di tanah air disebabkan oleh penyakit diare. Hal ini tentu patut menjadi perhatian utama karena terdapat peningkatan angka morbiditas dan
*)
mortalitas diare di Indonesia dari tahun ke tahun (Diastyarini, 2009). Berdasarkan data surveilans Dinkes Provinsi DIY Tahun 2012, menunjukkan bahwa kejadian diare menduduki peringkat kedua dari sepuluh besar penyakit yang ada di DIY. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan oleh Virus, Bakteri, dan Parasit. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia sejak dulu, diantaranya adalah infeksi usus (diare). Diare adalah suatu gejala klinis dari gangguan pencernaan (usus) yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya dan berulang-ulang
[email protected]
129
130
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
yang disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi feses menjadi lembek atau cair. Salah satu faktor penyebab terjadinya diare antara lain karena infeksi kuman penyebab diare. Timbulnya penyakit diare disebabkan oleh keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat yang tidak menguntungkan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kejadian diare di suatu wilayah yaitu kuman penyakit yang menyebar melalui mulut, kebersihan lingkungan, umur, letak geografi, dan juga perilaku masing-masing individu. (Soemirat, 2006). Penyakit Diare memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi perilaku dan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi dan budaya) masyarakat yang kurang mendukung. Kondisi ini tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai penyakit tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun kondisi lingkungan di masyarakat. Program nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) berkontribusi pada MDGs khususnya tujuan 7 yaitu menjamin kelestarian lingkungan hidup dengan target yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi rumah tangga tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Program STBM memiliki indikator outcome dan indikator output. Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan salah satu indikator outputnya yaitu setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat / Open Defecation Free (ODF). Pencapaian yang optimal pada tujuan 7 MDGs akan mempengaruhi juga tujuan 4 MDGs yaitu mengurangi angka kematian anak. Pro-
porsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak di kota dan desa terdapat peningkatan mulai tahun 1993 sebesar 37,73% menjadi sebesar 44,19% pada tahun 2010, sedangkan target MDGs 2015 sebesar 62,41%. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat di daerah DIY sebesar 79,2% (BPS, SUSENAS, 2010). Sedangkan kondisi perumahan di Provinsi DIY menunjukkan baru 64,65% yang masuk dalam kategori rumah sehat. Kabupaten Sleman terdapat 55,1% penduduk yang memiliki kualitas air minum memenuhi syarat. Tahun 2012, Jumlah KK yang menggunakan jamban 217.616 KK, dari 305.543 KK yang ada di wilayah Sleman ( 71,22%). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih terdapat sebagian penduduk yang memiliki kualitas air minum yang belum memenuhi syarat dan sebagian penduduk yang tidak menggunakan jamban. Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Depok III tergambarkan bahwa penyakit diare masih menduduki sepuluh besar penyakit. Kejadian penyakit diare di Puskesmas Depok III, diperoleh jumlah penderita penyakit diare pada bulan Desember 2013 dengan jumlah 72 kasus. Salah satu dusun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Depok III dan mempunyai pemukiman padat penduduk adalah dusun Sagan. Karena kepadatan pemukiman akan mempengaruhi penduduk dalam penggunaan dan pembuatan jamban. Penggunaan dan pembuatan jamban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Untuk mendukung upaya penurunan dan pencegahan kasus diare yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi faktor lingkungan terhadap kejadian diare di Dusun Sagan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta beserta faktor sosial demografi yang mempengaruhinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial demografi dan faktor lingkungan dengan kejadian diare di dusun Sagan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Basuki, P.P. dan Sumekar, A., “Analisis Kondisi Sosial Demografi Lingkungan ....”
131
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Dusun Sagan yang termasuk dalam Wilayah Kerja Puskesmas Depok III Sleman, dan dilakukan pada Bulan Juni sampai Agustus 2014.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil karakteristik responden meliputi umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Tabel distribusi frekuensi responden dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Populasi dalam penelitian ini meliputi warga di Dusun Sagan, Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Yang terdiri atas 129 KK dari RT 1 yang berjumlah 17 KK, RT 2 yang berjumlah 44 KK, RT 3 yang berjumlah 45 KK dan RT 4 yang berjumlah 23 KK. Penentuan besar sampel menggunakan Tabel Krejcie-Morgan yaitu tabel untuk ukuran sampel random yang diperlukan atas suatu populasi (N) kasus, sehingga persentase sampel p ± 0,5 dari persentase populasi (P) dengan tingkat keyakinan sebesar 95%. Jadi berdasarkan tabel, jumlah sampel yang diambil dari total populasi 129 KK adalah sebesar 97 sampel. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan sampel acak dengan Metode Stratified Random Sampling. Dimana populasi yang bersifat heterogen dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan (strata) yang saling pisah tuntas, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara acak. Dalam penelitian ini, yang menjadi strata adalah 4 lingkungan RT di Dusun Sagan, dari tiap lingkungan sebagai strata diambil sampel secara proporsional. Berdasarkan perhitungan proporsi didapatkan sampel dari RT 1 sejumlah 13 KK, RT 2 sejumlah 33 KK, RT 3 sejumlah 34 KK dan RT 4 sejumlah 17 KK. Data yang dikumpulkan dengan kuesioner meliputi faktor sosial demografi (pendidikan dan jenis pekerjaan) dan faktor lingkungan (sumber air bersih dan jenis jamban keluarga) serta kejadian diare. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pendidikan, jenis pekerjaan, sumber air bersih, dan jenis jamban keluarga dengan kejadian diare dianalisis dengan menggunakan uji chi square dengan taraf signifikan 0,5
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan di Dusun Sagan Kelurahan Caturtunggal Kecamatan Depok Sleman, Yogyakarta Tahun 2014
Karakteristik Frekuensi responden Umur (Tahun) 25‐29 4 30‐34 11 35‐39 10 40‐44 12 45‐49 13 50‐54 13 55‐59 9 60‐64 5 65+ 20 Jumlah 97 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat 4 SD Tamat SD 13 Tamat SLTP 24 Tamat SLTA 41 Tamat 15 Akademi/PT Jumlah 97 Pekerjaan PNS 9 Wiraswasta 46 Karyawan 12 Swasta Pedagang 17 Jasa 8 Pensiun 5 Jumlah 97
Persentase (%) 4,1 11,3 10,3 12,4 13,4 13,4 9,3 5,2 20,6 100 4,1 13,4 24,7 42,3 15,5 100 9,3 47,4 12,4 17,5 8,2 5,2 100
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat karakteristik umur responden paling banyak berumur 65 tahun ke atas yaitu sebanyak 20 orang (20,6%) dan paling sedikit berumur 25-29 tahun sebanyak 4 orang (4,1%). Rata-rata umur responden adalah 50,35 tahun yang dikategorikan umur dewasa pertengahan. Berdasar-
132
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
kan karakteristik tingkat pendidikan sebagian besar responden adalah tamat SLTA sebanyak 41 orang (42,3%), sedangkan paling sedikit tidak tamat SD sebanyak 4 orang (4,1%). Sedangkan berdasarkan pekerjaan sebagian besar wiraswasta sebanyak 46 orang (47,4%). Analisis univariat distribusi responden berdasarkan kepemilikan jamban, jenis jamban, jenis sumber air bersih (SAB), jarak SAB dengan septic tank, jenis lantai, cara pembuangan sampah, pembuangan air limbah, pengelolaan air minum, cuci tangan sebelum makan, cuci tangan setelah buang air besar (BAB), mencuci sayur dan buah, dan kejadian diare. Distribusi frekuensi masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2
Distribusi Karakteristik Lingkungan dan Perilaku Responden
Karakteristik Frekuensi responden Kepemilikan jamban Ya 97 Jumlah 97 Jumlah 97 Jenis jamban Tidak ada septic tank 61 Ada septic tank 36 Jumlah 97 Jenis SAB PAM 18 Sumur gali 79 Jumlah 97 Sumber air bersih Jarak <10 m 65 Jarak ≥10 m 32 Jumlah 97
Persentase (%) 100 100 100 62,9 37,1 100 18,6 81,4 100 67 33 100
Karakteristik Frekuensi responden Jenis lantai Tanah 3 Semen/plester 32 Keramik 62 Jumlah 97 Cara pembuangan sampah Dibakar 1 Dibuang sembarang 1 tempat Dibuang ke sungai 14 Diambil petugas 81 sampah Jumlah 97 Pembuangan air limbah Sembarang tempat 1 Sungai 61 Selokan 35 Jumlah 97 Pengolahan air minum Dimasak 97 Jumlah 97 Perilaku mencuci tangan sebelum makan Ya 63 Tidak 2 Kadang‐kadang 32 Jumlah 97 Perilaku mencuci tangan dengan sabun setelah BAB Ya 72 Tidak 2 Kadang‐kadang 23 Jumlah 97 Perilaku mencuci sayur dan buah Ya 69 Tidak 3 Kadang‐kadang 25 Jumlah 97 Kepemilikan kandang ternak Ya 16 Tidak 81 Jumlah 97
Persentase (%) 3,1 33 63,9 100
1,0 1,0 14,4 83,5 100
1,0 62,9 36,1 100 100 100
64,9 2,1 33 100 74,2 2,1 23,7 100 71,1 3,1 25,8 100
16,5 83,5 100
Basuki, P.P. dan Sumekar, A., “Analisis Kondisi Sosial Demografi Lingkungan ....” Karakteristik Frekuensi responden Letak kandang ternak Menyatu dengan 1 rumah Terpisah dari rumah 2 <10 m Terpisah dari rumah 13 >10 m Jumlah 97 Kejadian diare Ya 9 Tidak 88 Jumlah 97
Persentase (%) 6,2 12,6 81,2 100 9,3 90,7 100
Hasil analisis bivariat antara faktor lingkungan, yaitu sumber air bersih dan faktor sosial demografi, yaitu pendidikan dan jenis pekerjaan dengan kejadian diare dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3
Hasil Analisis Statistik Chi-Square
Nilai p
Contingency Coefficient
Pendidikan
0,224
0,123
Jenis pekerjaan
0,420
0,082
Sumber air bersih
0,131
0,152
Jenis jamban
0,633
0,048
Variabel
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitannya dengan kejadian diare. Sebagai kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2002). Berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan diperoleh hasil bahwa sebagian besar yaitu 61 orang (62,9%) yang mempunyai sarana air bersih dengan jarak jamban <10 meter tidak ada kejadian diare. Hasil penelitian di Lesotho, Afrika Selatan menunjukkan rumah tangga yang mempunyai
133
jamban mengalami episode diare seperempat lebih rendah daripada yang tidak mempunyai jamban. Program air bersih, hygiene dan sanitasi yang dilakukan di Bangladesh dievaluasi sebelum dan sesudah dilakukan program menunjukkan bahwa daerah yang mendapatkan program tersebut episode diare pada anak seperempat lebih rendah daripada daerah yang tidak mendapatkan program air bersih, hygiene dan sanitasi (Semba, 2011) Hal tersebut disebabkan karena responden dalam kehidupan sehari-hari menerapkan perilaku hidup bersih sehat yaitu perilaku mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB baik. Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar, setelah membuang tinja anak, sebelum makan dan setelah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. Berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan yang mempunyai perilaku selalu mencuci tangan sebelum makan sebesar 63 orang (64,9%) dan yang selalu mencuci tangan dengan sabun setelah BAB sebesar 72 orang (74,2%). Kebersihan tangan merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah masuknya kuman patogen. Mencuci tangan menggunakan sabun dapat menurunkan risiko penyakit diare 42-47% ( Curtis, 2003). Berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan terdapat 23 orang (23,7%) yang kadang-kadang mencuci tangan dengan sabun setelah BAB. Hal tersebut bisa karena di tempat BAB tidak tersedia sabun. Berdasarkan hasil penelitian Luby (2009) di Bangladesh mengenai hubungan karakteristik rumah tangga dan cuci tangan dengan sabun menunjukan hasil bahwa ketersediaan sabun signifikan secara statistik (nilai sig 0,002) mempengaruhi cuci tangan dengan sabun tetapi lokasi/letak toilet (di dalam atau di dekat toeliet) tidak berhubungan secara signifikan (nilai sig 0,37). Oleh karena itu dianjurkan kepada rumah tangga untuk menyediakan tempat cuci tangan dengan air dan sabun yang selalu tersedia supaya terjadi
134
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
peningkatan perilaku cuci tangan. Perilaku lain yang dapat mengurangi risiko terjadinya diare adalah mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare dapat melalui penyajian makanan yang tidak matang atau disajikan mentah. Oleh karena itu untuk menghilangkan kuman patogen dalam sayur dan buah dengan mencuci sebelum dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar reponden mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi sebesar 69 orang (71,1%). Semua responden (100%) juga memasak air sebelum dikonsumsi. Memasak air merupakan cara yang mudah dan banyak digunakan orang untuk membunuh kuman dalam air. Jika memasak air dengan benar akan dapat membunuh kuman termasuk spora bakteri dan cysta protozoa yang resisten terhadap bahan kimia dan jenis virus yang sangat kecil lolos dari proses penyaringan. Penelitian di Kenya oleh Lijima, et al menunjukkan bahwa memasak air minum sampai 700C dapat meningkatkan jumlah rumah tangga yang air minumnya bebas dari coliform dari 10,7% sampai 43,1% dan menurunkan insiden diare berat dibandingkan dengan kontrol (OR = 0,55, p = 0,0016). Memasak air merupakan cara yang tepat agar air aman untuk diminum dan dapat membunuh mikroorganisme seperti Giardia lamblia dan Criptosporidium, yang sering ditemukan di sungai dan danau (EPA, United Stated, 2006). Selain itu berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan diperoleh data jenis lantai rumah yang semen/plester sebesar 32 orang (33%) dan keramik sebesar 62 orang (63,9%). Menurut Notoatmodjo (2003) syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling
tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan. Selain itu dalam menentukan jarak yang tepat antara sumber air dan septic tank perlu diketahui jenis tanah dan aliran air bawah tanah. Tanah pasir mempunyai daya saring lebih baik dari pada tanah liat, sehingga jaraknya dapat lebih dekat. Jamban adalah suatu yang dikenal dengan WC dimana digunakan untuk membuang kotoran manusia atau tinja dan urine. Bila mana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pencemaran seperti diare, cholera (Notoatmodjo, 2003) Berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan diperoleh bahwa semua mempunyai jamban, tetapi belum semua dilengkapi dengan septic tank. Hasil yang diperoleh bahwa yang mempunyai jamban tidak dilengkapi dengan septic tank dan tidak terdapat kejadian diare sebesar 56 orang (57,7%), sedangkan yang mempunyai jamban yang dilengkapi septic tank dan tidak terdapat kejadian diare sebesar 32 orang (33%). Bagi yang mempunyai jamban dilengkapi septic tank masih terjadi kejadian diare, hal tersebut bisa terjadi karena status gizi kurang. Penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang terkait dengan masalah gizi (Supariasa, 2002). Penyakit diare merupakan salah satu faktor yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2002). Penyebaran diare dapat juga melalui makanan atau alat-alat makan yang dihinggapi
Basuki, P.P. dan Sumekar, A., “Analisis Kondisi Sosial Demografi Lingkungan ....” lalat sehingga dapat memindahkan kuman penyakit dari sampah ke makanan atau alat makan. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar yaitu sebesar 81 orang (83,5%) sampah diambil rutin oleh petugas sampah, sehingga meminimalkan sampah menumpuk yang dapat menjadi tempat berkembang biak lalat. Lalat biasanya menyukai tempat yang lembab dan hinggap pada zat-zat organik yang berbau tajam sebagai tempat perindukkannya (Junias, 2008). Kepadatan lalat juga berhubungan dengan letak kandang ternak. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepadatan lalat mempengaruhi indisen diare. Semakin dekat kandang ternak dengan rumah, kepadatan lalat makin tinggi dan semakin tinggi kepadatan lalat, makin tinggi pula penyeberan penyakit termasuk diare (Sitohang, 2013). Berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan, sebanyak 16 orang (16,5%) yang mempunyai kandang ternak. Dari 16 orang yang mempunyai kandang ternak sebesar 13 orang (81,2%) letaknya terpisah dari rumah dengan jarak >10 m. Penyebab penyakit diare multifaktorial, selain terkait dengan faktor lingkungan, masalah gizi juga dipengaruhi faktor sosio demografi antara lain pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan data hasil penelitian di dusun Sagan diperoleh data yang berpendidikan d”SLTP dan e”SLTA terdapat kejadian diare masing-masing 2 orang (2,1%) dan 7 orang (7,2%). Jenjang pendidikan memegang peranan penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadi mereka sulit diberitahu mengenai pentingnya hygiene dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular, di antaranya diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular (Sander, 2005). Berdasarkan hasil penelitian di dusun Sagan diperoleh hasil yang mempunyai pekerjaan informal dan kejadian diare sebesar 8 orang (8,2%). Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,
135
pendidikan, risiko masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi (Widyastuti, 2005). Perilaku adalah kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan, dan merupakan bagian terpenting dalam penularan kuman diare, mengubah kebiasaan tertentu seperti mencuci tangan dapat memutuskan penularan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan atau makan, telah dibuktikan mempunyai dampak dalam kejadian diare dan harus menjadi sasaran utama dalam pendidikan kebersihan (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Hanny, et al (2011) menunjukan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare akut pada balita di Kecamatan Umbulharjo dan Kotagede adalah hygiene perorangan dan risiko sarana air bersih. Faktor risiko paling dominan yang berhubungan dengan kejadian diare akut pada balita adalah hygiene perorangan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian di dusun Sagan bahwa hygiene perorangan sudah termasuk kategori baik dilihat dari beberapa aspek PHBS. PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga (Depkes RI, 2006).
KESIMPULAN Hasil penelitian di dusun Sagan berdasarkan analisis chi square menunjukkan bahwa faktor lingkungan yaitu sumber air bersih, jenis jamban dan faktor sosio demografi yaitu pendidikan dan jenis pekerjaan mempunyai kekuatan hubungan yang sangat rendah (contingency coefficient <1,999) dan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan (nilai sig > 0,05). Upaya yang perlu dilakukan untuk memutuskan rantai penularan penyakit diare yang merupakan penyakit karena tinja adalah meningkatkan promosi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta membina masyarakat untuk memperbaiki kondisi jamban untuk dilengkapi dengan septic tank
136
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No. 02, Juli 2015
DAFTAR PUSTAKA Curtis, V, Cairncross S, 2003. Effect Of Washing Hands With Soap On Diarrhoea Risk In The Community: A Systematic Review. Lancet Infect Dis. 2003 May;3(5):275-81 Curtis, V, Cairncross, S & Yonli, R. 2000. Domestic Hygiene and Diarrhoea. Tropical Medicine and International Health, Vol V No.1 : 22-30 Depkes RI, 2002, Kepmenkes RI tentang Pedoman P2D, Jakarta Depkes RI. 2006. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press. Diastyarini, Fera. 2009. Pola Penyakit Diare. http:// Diakses dari www.dutamasyarakat.com pada Senin, 14 Juli 2014. Dinas Kesehatan DIY, 2012, Profil Kesehatan Provinsi DIY Tahun 2012, Pemerintah Provinsi DIY Environmental Protection Agency (EPA) United States. 2006, Emergency Disinfection of Drinking Water, www.epa.gov/ diakses dari safewater. pada tanggal 14 Juli 2014 Hanni, Nenny SM, Susy K, 2011. Faktor Risiko Diare Akut pada Balita, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol 27.No.1,halaman 10-17, Maret Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Salemba Medika. Junias M, Eliaser B, 2008. Hubungan Antara Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Penduduk Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang, MKM Vol.03 No.02 Desember
Lijima Y, Karama M, Oundo JO, Honda T. 2001. Prevention of Bacterial Diarrhea by Pasteurization of Drinking Water in Kenya. Journal Microbiology & Immunology, 45(6):413-6 Luby, Stephen, Amal K Halder, Carole Tronchet, Shamima Akhter, Abba Bhuiya, Richard B Johnson. 2009. Household Characteristics Associated with Handwashing with Soap in Rural Bangladesh, Am.J.Trop.Med.Hyg. 81(5). pp 882887 Murti, Bhisma, 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Yogyakarta, Gadjah Mda University Press Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta, EGC Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, PT Asdi Mahasatya Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta, Rineka Cipta Sander, 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta, Ditjen PPM dan PL Sanropie, 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta, Depkes RI Semba, Richard, Klaus Kraemer, Kai Sun, Saskia de Pee, Nasima Akhter, Regina Moench Planner, et al. 2011. Relationship of the Presence of a Household Improve Latrine with Diarrhea and Under-Five Child Mortality in Indonesia. Am.J.Trop.Med.Hyg. 84(3). pp 443450
Basuki, P.P. dan Sumekar, A., “Analisis Kondisi Sosial Demografi Lingkungan ....” Sitohang, W, Wirsal Hasan, Devi Nuraini Santi, 2013. Hubungan Jarak Kandang Dan Pengolahan Limbah Ternak Babi Serta Kepadatan Lalat Dalam Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Sabulan Kecamatan Ditioto Kabupaten Samosir Soemirat, Juli. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press. stbm-Indonesia.org.id. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat diakses pada tanggal 14 Juli 2014
137
Supariasa, I. 2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta: EGC Widoyono, 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi 2, Jakarta, Erlangga Widyastuti. 2005. Analisis Indeks Pembangunan Manusia, Balitbang, Depdiknas