Volume 13 Nomor 2 November 2013
ISSN : 1411 - 5891
Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) Bandara Depati Amir Pangkalpinang Akhmad Fadholi
Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Data Satelit AVNIR-2 Muchlisin Arief
Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala Model Orde Satu untuk Model Permukaan Multirespon pada Rancangan Percobaan Campuran Kasus Pembuatan Pupuk Bokashi Ruslan
Menentukan Analisis Industri Unggulan di Kota Bandung Menggunakan Indeks Komposit Teti Sofia Yanti, Onoy Rohaeni, Fuji Astuti
Pendugaan Angka Kematian Bayi Melalui Model Regresi Poisson Bayes Berhirarki Dua Level (Studi Kasus pada Kota Bandung Provinsi Jawa Barat) Nusar Hajarisman, Aceng Komarudin Mutaqin, Anneke Iswani Achmad
Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder dan Daerah Reklamasi Menggunakan Data Citra ALOS PALSAR Harry Tetra Antono
Pengkelasan dengan Logika Fuzzy Nazaruddin
Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 untuk Mengestimasi Serapan Karbon Harry Tetra Antono
Volume 13 Nomor 2 November 2013
ISSN : 1411 − 5891
PELINDUNG REKTOR UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG PENANGGUNG JAWAB
DEWAN REDAKSI
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung
PIMPINAN UMUM/REDAKSI
Ketua Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung.
Dr. Aceng Komarudin Mutaqin, MT., MS.
REDAKTUR PELAKSANA
SEKRETARIS REDAKSI
Lisnur Wachidah, Dra., M.Si. Yayat Karyana, Drs., M.Si. Anneke Iswani, Dra., M.Si. Siti Sunendiari, Dra., MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. (Institut Pertanian Bogor). Prof. Dr. Ismail bin Mohd. (Universiti Malaysia Terengganu). Prof. Dr. Ahmad Fauzy (Universitas Islam Indonesia). Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. (Institut Pertanian Bogor). Septiadi Padmadisastra, Ph.D. (Universitas Padjadjaran). Dr. Anton Abdulbasah Kamil (Universiti Sains Malaysia). Dr. Suwanda, Drs., M.Si. (Universitas Islam Bandung). Abdul Kudus, S.Si., M.Si., Ph.D. (Universitas Islam Bandung). Suliadi, S.Si., M.Si., Ph.D. (Universitas Islam Bandung).
JURNAL STATISTIKA : FORUM TEORI DAN APLIKASI diterbitkan oleh Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung (FMIPA – UNISBA) sebagai media penuangan dan pembahasan karya ilmiah dalam bidang ilmu statistika beserta aplikasinya, baik berupa hasil penelitian, bahasan teori, metodologi, komputasi, maupun tinjauan buku. Terbit dua kali setahun setiap bulan Mei dan November. Redaksi mengundang para pakar dan praktisi, dari dalam dan luar lingkungan Universitas Islam Bandung, untuk menuliskan karya ilmiahnya yang relevan dengan bidang ilmu statistika. Naskah hendaknya dikirim dalam bentuk printout beserta softcopynya dengan format yang telah ditentukan Redaksi, dan disertai biodata penulis. Redaksi berhak mengubah naskah sepanjang tidak mengubah substansi isinya. Iuran Tahunan untuk berlangganan jurnal adalah sebesar Rp. 175.000,00 atau USD 20. Untuk biaya percetakan, setiap penulis dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000,00 atau USD 1 per halaman.
ALAMAT REDAKSI: JURNAL STATISTIKA, FMIPA – UNISBA Jalan Ranggamalela No. 01, Bandung 40116 • Telp. 022 420 3368 Ext. 437 • Fax. 022 426 3895 E-mail:
[email protected]
Pengantar Redaksi Bismillaahirrahmaanirrahiim Dengan mengucapkan Alhamdulillaah, segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT bahwa Jurnal Statistika: Forum Teori dan Aplikasi Statistika (JSTAT) dapat terbit kembali di hadapan pembaca. Kali ini JSTAT edisi November 2013 menghadirkan delapan buah artikel. Kedelapan artikel tersebut adalah Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) Bandara Depati Amir Pangkalpinang oleh Akhmad Fadholi dari Stasiun Meteorologi Pangkalpinang; Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Data Satelit AVNIR‐2 oleh Muchlisin Arief dari Remote Sensing Application Centers LAPAN Jakarta; Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala Model Orde Satu untuk Model Permukaan Multirespon pada Rancangan Percobaan Campuran Kasus Pembuatan Pupuk Bokashi oleh Ruslan dari Program Studi Statistika Universitas Halu Oleo; Menentukan Analisis Industri Unggulan di Kota Bandung Menggunakan Indeks Komposit oleh Teti Sofia Yanti, Onoy Rohaeni, Fuji Astuti dari Program Studi Statistika Unisba; Pendugaan Angka Kematian Bayi Melalui Model Regresi Poisson Bayes Berhirarki Dua Level (Studi Kasus pada Kota Bandung Provinsi Jawa Barat) oleh Nusar Hajarisman, Aceng Komarudin Mutaqin, Anneke Iswani Achmad dari Program Studi Statistika Unisba; Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder dan Daerah Reklamasi Menggunakan Data Citra ALOS PALSAR oleh Harry Tetra Antono dari Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung; Pengkelasan dengan Logika Fuzzy oleh Nazaruddin dari Universitas Syiah Kuala; Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS AVNIR‐2 untuk Mengestimasi Serapan Karbon oleh Harry Tetra Antono dari Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung. Keseluruhan artikel yang disajikan pada edisi kali ini diharapkan dapat menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan di bidang ilmu statistika bagi para pembaca. Khususnya bagi tenaga edukatif di lingkungan Program Studi Statistika Fakultas MIPA Unisba, diharapkan dapat menjadi pemicu dalam meningkatkan kemampuan melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan jurnal edisi kali ini, mudah‐mudahan segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. Wassalaamu’alaikum Wr. Wb. Bandung, November 2013 Redaksi
Volume 13, Nomor 2, November 2013
ISSN : 1411 – 5891
Daftar Isi Pengantar Redaksi Daftar Isi 1 Akhmad Fadholi; Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) Bandara Depati Amir Pangkalpinang
iii v 45–53
2
Muchlisin Arief; Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Data Satelit AVNIR‐2
55–64
3
Ruslan; Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala Model Orde Satu untuk Model Permukaan Multirespon pada Rancangan Percobaan Campuran Kasus Pembuatan Pupuk Bokashi
65–72
4
Teti Sofia Yanti, Onoy Rohaeni, Fuji Astuti; Menentukan Analisis Industri Unggulan di Kota Bandung Menggunakan Indeks Komposit
73–79
5
Nusar Hajarisman, Aceng Komarudin Mutaqin, Anneke Iswani Achmad; Pendugaan Angka Kematian Bayi Melalui Model Regresi Poisson Bayes Berhirarki Dua Level (Studi Kasus pada Kota Bandung Provinsi Jawa Barat)
81–92
6
Harry Tetra Antono; Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder dan Daerah Reklamasi Menggunakan Data Citra ALOS PALSAR
93–101
7
Nazaruddin; Pengkelasan dengan Logika Fuzzy
103–108
8
Harry Tetra Antono; Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS AVNIR‐2 untuk Mengestimasi Serapan Karbon
109–117
Statistika, Vol. 13 No. 2, 45 – 53 November 2013
Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) Bandara Depati Amir Pangkalpinang Akhmad Fadholi Stasiun Meteorologi Pangkalpinang
[email protected]
Abstrak Informasi cuaca sangat dibutuhkan dalam operasi penerbangan, karena terkait dengan kelancaran pesawat mulai take off sampai landing serta kelesamatan penerbangan. Salah satu informasi cuaca yang yang diperlukan data angin (arah dan kecepatan) permukaan landas pacu disayaratkan sebagai informasi penting dalam proses pendaratan (landing). Informasi terkait komponen angin permukaan runway (landas pacu) akan menambah pengetahuan dan wawasan para pelaku operasi penerbangan dalam meningkatkan mutu keselamatan penerbangan. Komponen angin tersebut merupakan headwind (angin dari arah depan), tailwind (angin dari arah belakang), dan crosswind (angin silang). Penelitian terkait komponen angin di landas pacu Bandara Depati Amir Pangkalpinang menggunakan data tiap jam angin permukaan Stasiun Meteorologi Pangkalpinang sejak tahun 2000 hingga 2012. Dengan mengacu landas pacu R34 sebagai arah pendaratan (landing) diketahui bahwa komponen headwind memiliki prosentase kejadian lebih besar pada musim hujan sedangkan tailwind pada musim kemarau. Dari perhitungan komponen angin secara keseluruhan, prosentase data angin yang mempunyai komponen headwind sebesar 16.11%, tailwind sebesar 32.84%. komponen crosswind yang berasal dari arah kiri (250o) sebesar 19.76% dan dari arah kanan (070o) sebesar 27.63%. Kata Kunci: Penerbangan, Angin Permukaan, Komponen angin.
Abstract Weather information is needed in flight operations, as they relate to the smooth flight started from take off to landing and flight safety. One of the weather information required is surface data (direction and speed) as important information in the process of landing (landing). Related information about wind component at surface or runway will add more knowledge and insight into the perpetrators of flight in improving the quality of aviation safety. The wind components are headwind (wind from the front), tailwind (wind from behind), and crosswind (cross the runway). Research associated the wind component in Depati Amir Airport Pangkalpinang runway using surface wind data each hour of Pangkalpinang Meteorological Station from 2000 to 2012. With reference to the runway 34 as towards landing note that the headwind component has greater percentage of occurrence during the rainy season while the tailwind during the dry season. Wind component calculation of all wind data, results 16.1% of headwind and 32.84% of tailwind. Crosswind component coming from the left (250o) is 19.76% and from the right (070o) is 27.63%. Keywords: Aviation, Surface wind, Wind components.
1. PENDAHULUAN Penerbangan secara keseluruhan selalu memperhatikan keselamatan penerbangan, keteraturan dari penerbangan, dan kenyamanan penerbangan. Tetapi, pada kenyataannya halhal tersebut selalu menghadapai hambatan baik secara teknis maupun dalam hal meteorologi (Fadholi, 2013). Hambatan dalam hal meteorologi dapat dicontohkan dengan unsur angin. Dalam operasi penerbangan, ada tiga fase penting yaitu lepas landas (take off), jelajah (cruising) dan pendaratan (landing) (Fadholi, 2012). Tiga fase tersebut selalu terkait dengan unsur cuaca terutama angin. Pada fase pendaratan, sangat penting untuk diketahui oleh semua operator penerbangan tentang kondisi klimatologi terkait dengan unsur angin permukaan landas pacu.
45
46
Akhmad Fadholi
Hal ini disebabkan angin yang bertiup pada permukaan landas pacu akan mempengaruhi cara pilot melakukan proses pendaratan. Hal penting dari kondisi klimatologi angin permukaan landas pacu tidak hanya terbatas pada dari arah mana angin bertiup dan berapa besar kecepatannya. Namun, perlu diketahui juga komponen angin yang dihasilkan yaitu headwind, tailwind, dan crosswind. Perhitungan komponen angin akan menghasilkan nilai besaran kecepatan tiga komponen angin tersebut. Pengetahuan akan hal tersebut di setiap bandar udara menjadi penting dalam menambah pengetahuan dan wawasan, baik bagi operator penerbangan secara langsung (pilot) maupun komponen-komponen pendukungnya seperti stasiun meteorologi penerbangan dan air traffic controller (ATC) bandar udara setempat.
2. LANDASAN TEORI 2.1. Angin Jika terjadi perbedaan tekanan udara pada dua lokasi dalam arah mendatar, maka akan terjadi gerakan perpindahan massa udara. Perpindahan ini terjadi dari tempat yang memiliki tekanan udara relatif tinggi ke tempat yang memiliki tekanan udara relatif rendah. Gerakan perpindahan massa udara pada arah mendatar tersebut biasa disebut dengan angin (Soepangkat, 1994). Angin merupakan aliran massa udara secara mendatar yang biasa dinyatakan dalam arah dan kecepatan angin. Gerak atmosfer terhadap permukaan bumi ada dua arah yaitu arah horizontal dan vertikal. Gerak atmosfer baik horizontal maupun vertikal jarang dapat berlangsung dalam keadaan rata dan halus. Hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adanya turbulensi dekat permukaan bumi yang disebabkan topografi bumi, distribusi antara permukan daratan dan lautan, arus laut momentum antara lintang menengah dan lintang tinggi. dan ketidaksamaan radiasi yang diterima oleh bumi, yang menyebabkan perbedaan suhu udara antara satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga terjadi perbedaan tekanan udara yang mengakibatkan pergerakan udara. Angin permukaan di Bandar udara sangat diperhitungkan dalam melakukan pendaratan dan lepas landas pesawat terbang. Angin permukaan yang dimaksud adalah angin pada ketinggian antara 6 sampai 10 meter dari permukaan landasan. Namun demikian dalam pelaporan dan penyiarannya angin permukaan tersebut diartikan sebagai angin pada ketinggian 10 meter dari permukaan landasan. Parameter angin yang dilaporkan adalah arah dan kecepatannya. Arah angin dilaporkan dengan menuliskan dari arah mana datangnya. Arah dan kecepatan angin yang dilaporkan untuk pesawat terbang yang akan melakukan pendaratan atau lepas landas adalah rata-rata selama selang waktu dua menit sebelum saat pelaporan. Untuk keperluan lain dibuat dengan rata-rata selama selang waktu 10 menit sebelum saat pelaporan. Satuan ukuran untuk arah angin adalah derajat (°). Secara klimatologis arah angin diamati 8 penjuru, tetapi dalam dunia penerbangan angin diamati 16 arah. Kecepatan angin dinyatakan dalam satuan meter per sekon, kilometer per jam, atau knot (Tjasyono, 2004). Pergerakan udara atau angin umumnya diukur dengan alat cup counter anemometer, yang didalamnya terdapat dua sensor, yaitu: sensor wind speed (cup – propeller sensor) dan sensor wind direction (vane/ weather cock sensor).
2.2. Dampak angin terhadap penerbangan Komponen angin merupakan penjabaran dari vector angin. Komponen-komponen tersebut adalah headwind, tailwind, dan crosswind. Headwind adalah angin yang berhembus dari arah depan pesawat. Karena headwind dapat meningkatkan daya angkat pesawat, pilot akan memilih untuk pendaratan dan lepas landas pada headwind. Sedangkan tailwind berhembus dari arah belakang (ekor) pesawat dan akan mengurangi daya angkat. Kebanyakan pesawat akan menghindari lepas landas dan pendaratan jika terjadi tailwind. Namun, tailwind akan dipilih ketika pesawat sudah dalam kondisi jelajah (crusising). Hal ini disebabkan karena pada fase cruising tailwind akan mendorong pesawat sehingga bergerak maju lebih cepat sehingga akan menghemat waktu dan bahan bakar. Crosswind adalah angin yang berhembus dari sisi samping pesawat. Perubahan kecepatan yang cukup besar pada crosswind ketika pesawat
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) …
47
dalam proses pendaratan dapat menyebabkan pesawat melenceng dari arah landas pacu atau bahkan tergelincir (Hongkong Observatory, 2010). Peran cuaca dalam penerbangan sangat besar yaitu informasi cuaca mempunyai andil dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas kegiatan dan keselamatan penerbangan. selain itu cuaca mempunyai potensi yang membahayakan harta dan jiwa. Namun demikian tidak mudah untuk mengatakan cuaca yang mana yang membahayakan, karena dampak cuaca bergantung pula kepada faktor lain. Khususnya dalam penerbangan, selain kadar atau intensitas unsur cuaca, jenis pesawat, kondisi pesawat, dan posisi penerbangan juga faktor yang menentukan sensitifitasnya terhadap cuaca. Misalnya angin silang (cross wind) di landasan terbang yang berkecepatan 20 knot, mungkin dapat menimbulkan bahaya bagi pesawat kecil yang melakukan pendaratan, tetapi tidak ada pengaruhnya bagi pesawat besar dan modern. Namun demikian, karena setiap pesawat terbang mempunyai tiga kegiatan yang sama, yakni lepas landas, terbang, dan mendarat, maka penggunaan arti bahaya dalam penerbangan umumnya diterapkan untuk masing-masing kegiatan tersebut. Crosswind adalah resultan vektor yang bertindak di sudut kanan ke landas pacu. Hal ini sama dengan kecepatan angin dikalikan dengan sinus trigonometri sudut antara arah angin dan arah landas pacu (150/5300-13 CHG 6, Appendix 1,2000). Crosswind merupakan penyebab terkait cuaca nomor satu kecelakaan penerbangan setiap tahun. NTSB mencatatat terjadi 2684 kevelakaan penerbangan yang terkait dengan cuaca sejak 1995 hingga 2001. 25% diantaranya karena crosswind. Fakta membuktikan dua teratas yaitu crosswind dan gusty menjadi 45% dari kondisi cuaca terkait kelekaan penerbangan (Whitsitt, B, 2008). Angin Silang (crosswind) adalah angin yang arahnya dari samping benda yang bergerak, misalnya kapal laut yang sedang berlayar, pesawat terbang yang sedang dalam penerbangan (Wirjohamidjojo dan Ratag, 2006). Analisis arah angin merupakan hal yang sangat esensial guna penentuan arah landas pacu. Berdasarkan rekomendasi dari ICAO, arah landas pacu sebuah bandar udara secara prinsip diupayakan sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang dominan. Pada saat pesawat udara mendarat atau lepas landas, pesawat udara dapat melakukan pergerakan di atas landasan pacu sepanjang komponen angin yang bertiup tegak lurus dengan bergeraknya pesawat udara (cross wind) tidak berlebihan. Beberapa referensi ICAO dan FAA (Federal Aviation Administration) menyatakan bahwa besarnya cross wind maksimum yang diperbolehkan bergantung pada jenis dan ukuran pesawat yang beroperasi, susunan sayap dan kondisi permukaan landasan pacu. Berdasarkan rekomendasi ICAO (Annex 14, 2004), arah landas pacu sebuah bandar udara harus diorientasikan sehingga pesawat udara dapat mendarat dan lepas landas paling sedikit 95% dari seluruh komponen angin yang bertiup.
3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data arah dan kecepatan angin permukaan yang dihasilkan dari pengamatan tiap jam Stasiun Meteorologi Pangkalpinang. Data tersebut merupakan data 13 tahun yaitu sejak tahun 2000 hingga 2012. Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dan perhitungan untuk mendapatkan nilai-nilai komponen angin. Dalam pengolahan dan penghitungan data, digunakan dua metode yaitu penghitungan komponen angin dan klasifikasi hasil komponen angin. Penghitungan komponen angin merupakan cara untuk menentukan komponen angin (headwind, tailwind, dan crosswind) yang dihasilkan dari hembusan angin di permukaan landas pacu (runway). Berdasarkan hasil pertemuan Aerodrome Meteorological Observation and Forecast Study Group (AMOFSG) pada tanggal 26 sampai 30 September 2011 di Montreal, Kanada, alogaritma penentuan komponen angin dicari dengan menggunakan arah dan kecepatan angin yang berhembus dan arah landas pacu yang menjadi target pesawat. Sehingga headwind = wind strength x cos (wind direction – runway direction), jika nilai yang dihasilkan positif maka komponen angin adalah headwind, dan sebaliknya berarti tailwind. Kemudian crosswind = wind strength x sin (wind direction – runway direction), jika nilai yang dihasilkan positif maka komponen angin crosswind dari kanan, dan sebaliknya berarti dari kiri pesawat. Dengan rumus yang lebih sederhana maka didapat persamaan berikut. Headwind (Wh) : u = ff * cos (RW – WD) Crosswind (Wc) : v = ff * sin (RW – WD) dengan: u = kecepatan headwind/tailwind (Wh) (knot)
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
48
v ff RW WD
Akhmad Fadholi
= = = =
kecepatan crosswind (Wc) (knot) kecepatan angin (knot) arah runway arah angin
Pada penelitian ini, arah runway yang digunakan adalah runway 16-34 dari Bandara Depati Amir Pangkalpinang yang mana data cuaca untuk keperluan penerbangan termasuk data arah dan kecepatan angin yang dipakai adalah hasil pengamatan Stasiun Meteorologi Pangkalpinang.
Gambar1. Landas pacu (runway) Bandara Depati Amir Pangkalpinang Sebagai contoh, jika angin bertiup dengan kecepatan 8 knot dari arah 030o ketika pesawat akan mendarat menggunakan runway 34 (gambar) maka komponen angin dapat digambarkan pada gambar.
Gambar 2. Sketsa contoh perhitungan komponen angin permukaan landas pacu
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) …
49
Berdasarkan rumus sebelumnya didapatkan hasil: Headwind (Wh) = 8 * cos (30-340) = 5.14 knot dari depan Crosswind (Wc) = 8* sin (30-340) = 6.12 knot dari kanan Metode klasifikasi hasil penghitungan komponen angin dilakukan untuk membuat mempermudah dalam mengetahui frekuensi kisaran kecepatan komponen angin yang terjadi. Selain itu juga klasifikasi dilakukan pada tiap bulan untuk melihat variasi frekuensi dalam dua belas bulan. Tabel 1. Tabel perhitungan dan klasifikasi kecepatan BULAN
HEADWIND/TAILWIND/CROSSWIND (KNOT) 1-4
4-7
7-11
11-17
>17
JAN ...... ...... ...... DES
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan data arah dan kecepatan angin menggunakan metode yang telah dijelaskan sebelumnya, menghasilkan pembagian komponen angin (wind component). Tiap-tiap komponen angin bulanan mempunyai prosentase kejadian yang disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 2 berikut merupakan prosentase kejadian komponen angin permukaan di landas pacu Bandara Depati Amir Pangkalpinang. Tabel 2. Prosentase komponen angin BULAN
JUMLAH DATA
HEAD
WIND COMPONENT L– TAIL CROSS
RCROSS
JAN
9672
39.38%
2.09%
21.18%
13.61%
FEB
8832
42.87%
1.38%
0.75%
37.78%
MAR
9672
29.83%
5.28%
14.90%
18.10%
APR
9360
13.90%
17.47%
11.10%
20.15%
MEI
9672
6.13%
39.46%
9.57%
28.08%
JUN
9360
2.77%
56.46%
9.24%
32.96%
JUL
9672
5.10%
65.14%
10.10%
39.40%
AGUST
9672
1.69%
79.78%
7.89%
45.89%
SEP
9360
3.34%
68.91%
8.54%
42.71%
OKT
9672
8.78%
38.32%
13.92%
26.77%
NOP
9360
15.63%
13.69%
16.53%
14.20%
DES
9672
24.77%
4.29%
21.91%
7.58%
Hasil penghitungan prosentase menunjukkan bahwa dengan asumsi pesawat akan mendarat menggunakan runway 34, maka dengan data arah dan kecepatan angin yang tercatat tiap jamnya selama 13 tahun memberikan hasil prosentase yang bervariasi tiap bulannya. Seperti yang tercatat pada Tabel 2, komponen headwind mempunya prosentase di atas 15% pada
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
50
Akhmad Fadholi
bulan Nopember hingga Maret. Hal tersebut besar kemungkinan dipengaruhi oleh wilayah Bandara Depati Amir yang berada di Pulau Bangka yang dipengaruhi oleh aktivitas monsun. Puncak pengaruh aktivitas monsun Asia dimana angin rata-rata bertiup dari barat (270o) hingga utara (360o) sering terjadi antara bulan Desember, Januari, dan Februari. Pada komponen angin tailwind, didapatkan hasil prosentase yang berkebalikan dengan headwind. Pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan September prosentase tailwind mempunyai nilai di atas 60%. Terkait dengan karakter musim Pulau Bangka yang dipengaruhi oleh angin monsoon, dapat dijelaskan bahwa pada buan-bulan tersebut merupakan musim kemarau dengan puncak di bulan Agustus. Dominan angin yang terjadi pada musim tersebut berkisar antara timur (090o) hingga selatan (180o), sehingga jika di posisikan pada arah landas pacu maka vektor angin akan menghasilkan komponen tailwind. Pada komponen angin crosswind, prosentase yang dihitung tidak dibedakan arahnya. Sehingga hasil yang didapat merupakan dari crosswind yang berasal dari arah kiri (250o) dan akanan (070o). Prosentase crosswind berkisar hingga 29,49 hingga 53,77%, dimana prosentase terendah terjadi pada bulan Desember dan tertinggi pada bulan Agustus. Besar kecilnya prosentase yang terjadi pada komponen crosswind disebabkan oleh banyak sedikitinya data angin permukaan yang menmpunyai nilai komponen angin. Sehingga, semakin banyaknya data angin tenang (calm/0 knot) dan data angin yang searah dengan landas pacu akan memperkecil prosentase crosswind.
BULAN
Tabel 3. Prosentase komponen headwind HEADWIND (KNOT) 1-4
4-7
7-11
11-17
>17
JAN
45.89%
31.35%
20.11%
2.63%
0.03%
FEB
39.94%
33.97%
23.27%
2.83%
0.00%
MAR
55.98%
29.32%
13.83%
0.87%
0.00%
APR
76.79%
18.14%
4.53%
0.54%
0.00%
MEI
85.83%
10.62%
2.87%
0.67%
0.00%
JUN
88.03%
9.27%
1.93%
0.39%
0.39%
JUL
58.42%
23.53%
15.01%
3.04%
0.00%
AGUST
85.28%
12.27%
1.84%
0.61%
0.00%
SEP
83.39%
13.74%
2.56%
0.32%
0.00%
OKT
85.87%
11.66%
2.36%
0.12%
0.00%
NOP
80.45%
16.40%
2.60%
0.55%
0.00%
DES
69.49%
21.20%
8.43%
0.88%
0.00%
Komponen angin headwind yang tercatat merupakan komponen angin dengan kecepatan lebih dari atau sama dengan 1 knot. Dari prosentase headwind terhadap jumlah data pada Tabel 2, dijabarkan lagi ke dalam klas-klas kecepatannya. Dengan skala kecepatan yang telah ditentukan seperti pada Tabel 3, maka didapatkan prosentase untuk tipa-tiap bulan. Pada skala 1 sampai 4 knot, komponen headwind berkisar antara 39,94% pada bulan Februari hingga 88,03% pada bulan Juni. Komponen dengan skala 4 hingga 7 knot berkisar antara 9,27% pada bulan Juni hingga 33,97% pada bulan Februari. Skala 7 sampai 11 kot berkisar antara 1,84% pada bulan Agustus hingga 23,27% pada bulan Februari. Pada skala 11 sampai 17 knot prosentase terkecil pada bulan Oktober dengan 0,12%, sedangkan terbesar pada bulan Juli dengan 3,04%. Sedangkan pada komponen headwund pada skala di atas 17 knot hanya terjadi pada bulan Januari (0,03%) dan Juni (0,39%).
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) …
BULAN
51
Tabel 4. Prosentase komponen tailwind TAILWIND (KNOT) 1-4
4-7
7-11
11-17
>17
JAN
88.61%
10.40%
0.50%
0.50%
0.00%
FEB
87.70%
11.48%
0.82%
0.00%
0.00%
MAR
87.48%
11.15%
1.17%
0.20%
0.00%
APR
75.17%
19.94%
4.59%
0.31%
0.00%
MEI
68.35%
25.78%
5.61%
0.21%
0.05%
JUN
62.02%
30.14%
7.47%
0.36%
0.00%
JUL
56.41%
31.94%
10.86%
0.78%
0.02%
AGUST
51.45%
35.55%
12.18%
0.82%
0.00%
SEP
52.50%
34.12%
12.42%
0.96%
0.00%
OKT
63.55%
29.11%
6.93%
0.40%
0.00%
NOP
78.30%
18.11%
3.20%
0.39%
0.00%
DES
84.82%
12.77%
2.41%
0.00%
0.00%
Tabel 5. Prosentase komponen left crosswind dan right crosswind LEFT-CROSSWIND (KNOT)
BULAN
RIGHT-CROSSWIND (KNOT)
1-4
4-7
7-11
11-17
>17
1-4
4-7
7-11
11-17
>17
JAN
58.89%
28.80%
11.85%
0.46%
0.00%
86.29%
12.01%
1.56%
0.15%
0.00%
FEB
85.71%
13.31%
0.99%
0.00%
0.00%
100.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
MAR
44.95%
38.55%
15.71%
0.80%
0.00%
84.46%
13.19%
2.01%
0.35%
0.00%
APR
45.44%
40.30%
13.84%
0.42%
0.00%
85.27%
12.13%
2.50%
0.10%
0.00%
MEI
43.92%
37.41%
18.11%
0.55%
0.00%
90.60%
8.86%
0.54%
0.00%
0.00%
JUN
44.05%
36.24%
18.54%
1.17%
0.00%
93.29%
6.13%
0.35%
0.23%
0.00%
JUL
42.01%
34.82%
22.20%
0.97%
0.00%
91.10%
7.78%
1.13%
0.00%
0.00%
AGU
38.42%
30.98%
27.67%
2.93%
0.00%
94.63%
4.85%
0.52%
0.00%
0.00%
SEP
37.87%
29.89%
28.91%
3.33%
0.00%
93.12%
6.01%
0.88%
0.00%
0.00%
OKT
38.62%
35.42%
24.22%
1.74%
0.00%
88.19%
10.92%
0.82%
0.07%
0.00%
NOP
53.31%
32.48%
13.79%
0.41%
0.00%
82.16%
15.83%
1.77%
0.24%
0.00%
DES
61.12%
30.01%
8.19%
0.68%
0.00%
79.80%
18.40%
1.79%
0.00%
0.00%
Sama halnya dengan headwind, prosentase komponen tailwind juga dijabarkan lagi ke dalam klas-klas kecepatannya. Berdasarkan hasil penghitungan komponen angin dan klasifikasi kecepatan pada komponen angin tailwind didapatkan hasil prosentase tiap bulan. Skala 1 sampai 4 knot pada komponen tailwind, berkisar antara 51,45% (Agustus) hingga 88,61% (Januari). Prosentase terbesar pada skala 4 sampai 7 knot pada bulan Agustus dengan 35,55% sedangkan terendah pada bulan Januari dengan 10,40%. Skala kecepatan 7 hingga 11 knot, terbesar pada bulan September (12,42%) sedangkan terkecil pada bulan Januari (0,50%). Pada skala 11 hingga 17 knot, prosentase tertinggi 0,96% (September) dan terendah 0,00% (Februari dan Desember). Sekala di atas 17 knot hampir tidak pernah terjadi kecuali pada bulan Juli (0,02%) dan Mei (0,05%).
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
52
Akhmad Fadholi
Pada komponen angin crosswind yang didapat, dibagi menjadi dua yaitu crosswind yang berasal dari kiri (250o) dan dari kanan (070o). Pembagian ini dilakukan untuk mengetahui prosentase dari klasifikasi kecepatan komponen angin dari dua arah (kanan dan kiri). Dari hasil prosentase Left-Right Crosswind pada Tabel 5, dijabarkan lagi menjadi klasifikasi menjadi klas-klas kecepatannya. Hasil dari pembagian komponen croswind dapat dilihat pada Tabel 5. Dari tabel left crosswind dan right crosswind (Tabel 5), pada kecepatan crosswind 1 sampai 4 knot, nilai prosentase tiap bulan total dari komponen right crosswind selalu lebih tinggi dibanding dengan left crosswind. Jika kisaran prosentase pada left crosswind dari 37,87% sampai 85,71%, maka kisaran right crosswind 79,80% sampai 100% (bulan Februari). Prosentase dari klasifikasi kecepatan komponen crosswind pada right crosswind lebih terdistribusi dibandingkan left crosswind. Jika pada skala 4 sampai 7 knot right crosswind berkisar antara 13,31% sampai 40,30%, pada left crosswind berkisar antara 0,00% hingga 18,40%. Sedangkan pada skala lebih dari 17 knot, baik pada right mapun left crosswind memiliki prosentase 0,00% atau tidak pernah terjadi. Secara keseluruhan, dari data arah dan kecepatan angin tiap jam di landasan Bandara Depati Amir Pangkalpinang sejak tahun 2000 hingga 2012 dapat memberikan gambaran kepada pengguna data angin permukaan landas pacu (runway) tentang prosentase komponen angin yang terjadi. Dari 113256 data angin (arah dan kecepatan) mengandung komponen angin headwind sebesar 16,11% (18244 data), komponen angin tailwind sebesar 32,84% (37191 data), komponen angin crosswind-left (dari kiri) sebesar 19,76% (22379 data), dan komponen angin crosswind-right (dari kanan) sebesar 27,63% (31290 data). Tidak semua data mempunyai komponen angin. Hal tersebut dikarenakan tidak sedikit data yang berupa angin calm atau kecepatan 0 knot. Selain itu juga terdapat angin yang memang murni dari arah headwind, tailwind, atau crosswind (left-right). Secara visual hasil tersebut bisa dilihat pada hambar berikut.
Gambar 3. Visualisasi prosentase Komponen angin dari seluruh data angin
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Komponen Angin Landas Pacu (Runway) …
53
5. KESIMPULAN Komponen angin permukaan landas pacu bandara Depati Amir Pangkalpinang terbagi menjadi headwind, tailwind, dan crosswind. Dari hasil analisa, komponen headwind memiliki prosentase yang besar pada musim hujan sedangkan tailwind mempunyai prosentase besar pada musim kemarau. Kecepatan angin komponen terbanyak antara 1 hingga 4 knot, kemudian diikuti dengan kisaran kecepatan 4 hingga 7 knot dan 7 hingga 11 knot. Kisaran kecepatan angin komponen antara 11 hingga 17 knot dan lebih dari 17 knot memiliki prosentase yang sangat kecil. Secara keseluruhan komponen angin headwind mempunyai prosentase yang lebih kecil disbanding tailwind yaitu 16.11% berbanding 32.84%.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6]. [7]. [8]. [9]. [10]. [11]. [12].
FAA, 2000. Appendix 1, Wind Analysis. Adisory Circular. AC 150/5300-13 CHG 6. Washington, DC. United States. 2000. Fadholi, A. 2012. Analisa Pola Angin Permukaan di Bandar Udara Depati Amir Pangkalpinang Periode Januari 2000 - Desember 2012. Jurnal Statistika Universitas Islam Bandung. Vol. 12 No. 1 Mei. 2012. Fadholi, A. 2013. Studi Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Terhadap Daya Angkat Pesawat di Bandara S. Baabullah Ternate. Jurnal Forum Ilmiah Universitas Esa Unggul Jakarta Vol. 10 No. 1 Januari 2013. ICAO, 2011. Aerodrome Meteorological Observation And Forecast Study Group (AMOFSG): Ninth Meeting, 26 to 30 September 2011. Montreal. Canada. 2011. International Civil Aviation Organization. 2004. Annex 14 Volume I Aerodrome Design and Operations. Soepangkat. 1994. Pendahuluan Meteorologi, BPMLG, Jakarta. Tjasyono, B.H.K. 2004. Klimatologi, ITB, Bandung. Wirjohamidjojo, S. dan Ratag, M.A. 2006. Kamus Istilah Meteorologi Aeronautik, BMG, Jakarta. Whitsiit, B. 2008. www.xwindsim.de/media/crosswind_article.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2013. Hong Kong Observatory, 2010 http://www.weather.gov.hk/aviation. Diakses pada tanggal 01 Mei 2013.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Statistika, Vol. 13 No. 2, 55 – 64 November 2013
Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Data Satelit AVNIR-2 Muchlisin Arief Remote Sensing Application centers LAPAN -Jakarta Email :
[email protected]
Abstrak Penelitian tentang deteksi terumbu karang dan objek dibawah perairan dangkal sudah banyak dilakukan di Indonesia. Akan tetapi penelitian yang dilakukan lebih banyak dengan pengukuran langsung dilapangan. Metode yang dikembangkan dari metode yang pernah dilakukan oleh Lyzenga dengan memanfaatkan teknologi peginderaan jauh. Metode deteksi terumbu karang Lyzenga menggunakan operator Depth Invarian Indexs (DII) dengan mengikut sertakan koreksi kolom air ki/kj Global (nilai ki/kj yang sama untuk seluruh citra) dan nilai ki/kj dapat menentukan homogenitas suatu region. Dengan asumsi bahwa suatu citra terdiri dari beberapa region homogen, maka pengembangan metode ini, menggunakan nilai Ki/kj regional artinya nilai tidak konstan untuk seluruh (diambil dari beberapa region yang dianggap homogen). Metode ini telah diaplikasikan menggunakan data satelit AVNIR-2 tanggal 3 Agustus 2009 untuk Kabupaten Kepulauan Seribu dan hasil dari pemerosessannya lebih baik (mengandung sedikit kesalahan) bila dibandingkan dengan metode Lyzenga. Kata Kunci: Terumbu karang, covarian, koreksi kolom air. Kepulauan Seribu.
Abstract Research on the detection of objects under the water (the coral reefs under shallow waters) has been done in Indonesia. However, much more research is done by direct measurement in the field. The method was developed from methods that have been done by utilizing remote sensing technologi follows the Lyzenga method. Lyzengga method for the coral reef using Depth Invariant operators indexs (DII) by including the water column correction ki/kjGlobal (value ki/kj same for entire image) and the value of ki/kj can determine the homogeneity of a region. Assuming that an image consists of multiple homogeneous region, the development of this method, using a value of Ki/kjregional mean values are not constant for the whole (taken from a region that is considered homogeneous). This method has been applied using AVNIR-2 satellite data dated August 3, 2009 for the Thousand Islands regency and better process (containing fewer errors) when compared with the method Lyzenga Key Words: coral reef, covariance, water column correction, Seribu Islands.
1. PENDAHULUAN Masyarakat dunia menempatkan Indonesia sebagai Negara mega biodiversity [Dahuri,2003], karena Indonesia terletak diwilayah pusat segitiga terumbu karang dunia yang disebut dengan “ the coral triangle “, memiliki berbagai jenis terumbu karanng yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan luasannya diperkirakan mencapai 50.000 km2 atau hampir 25 % terumbu karang dunia, serta speciesnya lebih dari 500 jenis atau setara dengan 75 % keanekaragaman jenis terumbu karang dunia. Pengunaan teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mendeteksi terumbu karang bagi negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan memerlukan waktu yang relatif singkat serta biaya murah [Green et al., 2000]. Terumbu karang dan obyek bawah/dasar perairan dangkal lainnya dapat dideteksi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh didasarkan pada analisa karakteristik respon
55
56
Muchlisin Arief
spektral gelombang elektromagnetik dari setiap band yang direkam oleh sensor satelit, karena setiap obyek memiliki respon yang spesifik tehadap radiasi elektomagnetik [Lillesand dan Kiefer-1999], begitu pula dengan [Lyzenga-1981, Ahmad dan Neil-1994, Matsunaga et al-2000] yang telah melakukan pemetaan terumbu karang dengan menggunakan sepasang band-1 (biru) dan band (hijau), juga [Maritorena et al.-1994] yang telah melakukan penelitian pada perairan dangkal, mengatakan bahwa radiansi yang diamati/diukur/diterima sensor dipengaruhi oleh sifat refleksi objek didasar dan air di atasnya. Studi tentang keterbatasan penggunaan data satelit penginderaan jauh untuk mendeteksi terumbu karang serta ekosistem diperairan dangkal, antara lain: penelitian [Hochberg and Atkinson-2003] dan [Mumby et al. -1997] yang telah menggunakan Satelit yang bebas awan (clear) yaitu: Landsat MSS, TM, SPOT-XS dan Panchromatik serta kombinasi Landsat dengan SPOT untuk memetakan terumbu karang di Caribbean dengan menggunakan klasifikasi hirarki sampai kedalaman maksimum 20 meter. Begitu pula dengan [Dobson and Dustan2000] telah mencatat bahwa penggunaan satelit Landsat TM and SPOT masih menyisakan banyak keterbatasan dalam melakukan pemetaan terumbu karang. Begitu penelitian [Arief2011] yang mempunyai kesulitan memisahkan antara terumbu karang dengan pasir serta menklaskan objek dengan ukuran spasial lebih kecil dari 20 meter. Akhirnya untuk menghindari hal tersebut, digunakan satelit ALOS AVNIR-2 yang mempunyai band spektral hampir sama dengan band spektral Landsat, tetapi mempunyai resolusi yang relatif lebih baik (10 meter), dengan harapan, hasil yang diperoleh mendeteksi terumbu karang lebih baik dari dibandingkan dengan hasil yang diperoleh menggunakan data Landsat. Pada paper ini diterangkan pengembangan metode deteksi terumbu karang dan objek diasar perairan dangkal menggunakan data satelit ALOS-AVNIR-2. Metode yang dibangun mengikuti alur pikir dari Lyzenga-1981, yaitu menggunakan operator Depth Invarian Indexs (DII) dengan mengikut sertakan koreksi kolom air (water colom correction atau Ki/Kj) antara dua nilai band reflektansi spektral sensor satelit, kemudian dilakukan klasifikasi. Akan tetapi pada pengembangan metode ini, nilai koefisien Ki/Kj tidak konstan (tidak digunakan untuk seluruh citra), melainkan disesuaikan dengan wilayah dan nilai minimum dari masing-masing wilayah. Wilayah pada penelitian ini dibagi tiga yaitu: Wilayah sangat dangkal, agak dangkal dan laut. Pengolahan dimulai dengan pemotongan cita, proses koreksi geometik dan mentransformasikan citra digital number ke bentuk citra reflektansi. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan operator Depth Invarian Indexs (DII) dengan mengikut sertakan nilai koefisien Ki/Kj yang disesuaikan dengan wilayah tertentu. Hasil dari operator tersebut, kemudian dilakukan pengklasan dengan metode thesholding. Ternyata hasil dari pengembangan metode ini, menghasilkan citra yang lebih baik (sedikit mengandung kesalahan) setelah dibandingkan dengan citra hasil dari Lyzenga. Data AVNIR-2 yang digunakan tanggal 3 Agustus 2009 dengan studi kasus Kapupaten kepulauan Seribu (sekitar Pulau Semakdaun).
2. STUDI PUSTAKA 2.1. Kepulauan Seribu dan terumbu Karang Wilayah kepulauan seribu ditetapkan menjadi Kabupaten berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kabupaten Kepuluan Seribu terletak pada lokasi antara 06°00’40” - 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” - 109°01’19” Bujur Timur, dengan luas daratan mencapai 897,7 ha dan luas perairannya 6997.50 km2, dengan jumlah pulau sekitar 110 buah dengan rincian 24 pulau mempunyai luas lebih dari 10 ha, 26 pulau mempunyai luas antara 5-10 ha dan 50 buah pulau mempunyai luas kurang dari 5 ha (lihat Gambar 1.a). Pada umumnya keadaan geologi kepulauan seribu terbentuk dari batuan kapur, karang/pasir dan sedimen. Jenis tanah di daratan berupa pasir koral yang merupakan pelapukan dari batu gamping terumbu koral dengan ketebalan umumnya <1 m dan di beberapa tempat dapat mencapai ketebalan 5 m, pasir koral merupakan hancuran (detrital) yang berwarna putih keabuan, lepas. Pada beberapa pulau khususnya pada daratan pantai sering ditumbuhi oleh pohon bakau sehingga dijumpai lapisan tanah organik yang sangat lunak berasal dari pelapukan tumbuh-tumbuhan serta material yang terbawa oleh arus laut dan tertahan pada akar pohon bakau. Kedalaman laut di Kepulauan Seribu mempunyai kedalaman berkisar antara 0-40 meter. Hanya ada 2 tempat yang mempunyai kedalaman lebih dari 40 meter, yaitu sekitar pulau payung dan Pulau Tikus/Pulau Pari (lihat Gambar 1.b).
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang …
(a) Peta kepulauan seribu (sumber Kabupaten kepulaua seribu)
57
(b) kepulauan seribu dilihat dari satelit (sumber Google earth)
Gambar 1. sebagian peta dan informasi kepulauan seribu Pada Gambar 1.b menunujukkan bahwa sebagian besar dasar peraiaran di Kepulauan Seribu terdiri dari terumbu karang. Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis dan memiliki produktivitas tinggi. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari kelas Scleractinia (Vaughn dan Wells, 1943 in Idris, 2004). Odum (1993) mendefinisikan terumbu karang sebagai bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan yang secara terus-menerus mengikat ion kalsium (Ca2+) dan karbonat (CO32-) dari air laut yang menghasilkan rangka kapur, kemudian secara keseluruhan bergabung membentuk terumbu. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang, alga berkapur, dan organisme lain yang mensekresi kalsium karbonat (Nybakken 1992). Karang terbagi atas dua kelompok yaitu hermatifik dan ahermatifik. Karang hermatifik dapat menghasilkan terumbu sedangkan ahermatifik tidak. Karang ahermatifik tersebar luas di seluruh dunia, tetapi karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis saja. Perbedaan yang mencolok adalah bahwa dalam jaringan karang hermatifik terdapat selsel tumbuhan yang bersimbiosis yang dinamakan zooxanthellae, sedangkan karang ahermatifik tidak (Nybakken,1992).
2.2. Radiasi Elektromagnetik dan Reflektansi Spectral Sebagai mana diketahui bahwa factor kunci dalam penginderaan jauh adalah arah dari energy gelombang/sinar matahari, refleksi, refraksi, hamburan yang mana porsi distribusi dari energy (refleksi, refrkasi, hamburan) tergantung pada sudut datang energy matahari dan material objeknya. Kusus untuk objek yang berada di bawah permukaan laut/objek yang berada didasar perairan dangkal (shallow water depth) sebagaimana terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
58
Muchlisin Arief
Gambar 2. Konsep dasar interaksi energi antara objek dan energi datang Pada Gambar 2 menunjukkan energi satu pixel (picture elenment) yang ditangkap oleh sensor satelit penginderaan jauh diperngaruhi oleh berbagai factor antara lain: energy refleksi, refrkasi, hamburan, yang mana porsi radiasi yang dipantulkan, diserap atau diteruskan akan berbeda. Hal ini tergantung pada kondisi dan jenis bahan/materialnya serta pada panjang gelombang yang disebut dengan spectral. Spectral reflektance yang direkam oleh tergantung pada reflectance objek dan kedalaman. Pada cahaya tampak, variasi spektral menghasilkan efek visual yang disebut warna, dan nilai reflektansi sebuah objek dapat dihitung dengan mengukur porsi radiasi yang dipantulkan sebagai fungsi dari panjang gelombang yang disebut reflektansi spectra. Pada tahun 1981, Lyzenga mengusulkan suatu metode untuk meningkatkan ketelitian informasi di bawah permukaan perairan dangkal. Metode ini dikenal sebagai indeks Kedalaman Invarian (Depth Invariant Index) yang didasarkan pada kenyataan bahwa cahaya yang dipantulkan dari bawah merupakan fungsi linear dari reflektansi dasar perairan dan fungsi eksponensial dari kedalaman air yang dituliskan melalui persamaan di bawah ini.
dimana Li dan Lj adalah nilai reflektansi dari band ke-i dan ke-j Ki/Kj : adalah ratio coeffisient attenuasi dari band ke-i dan ke-j σ ii : Variance of band i, σ jj : Variance of band j. σ ij : Covariance of band ij. Percobaan yang menggunakan teknik pengolahan citra untuk membedakan karang, alga, pasir, dilakukan oleh Hochberg dan Atkinson-2003, yang menghasilkan bahwa: nilai reflektance pasir lebih besar dari pada nilai reflektance karang dan lebih besar dari nilai reflektance algae dan mempunyai perbedaan maximum pada spektrum 0.5-0.6 mikrometer. Dengan demikian objek yang berbeda di dasar laut memiliki spektrum karakteristik yang berbeda pula khususnya pada band hijau pada citra AVNIR-2.
2.3. Satelit ALOS AVNIR-2 Satelit ALOS (Adsvanced Land Observation Satellite) adalah satelit Jepang yang telah diluncurkan pada 24 Januari 2006 dari Tanegashima Space Center Jepang. Satelit tersebut dilengkapi dengan tiga sensor penginderaan jauh yaitu: sensor PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping), Phased Array Type L-Band Systetic Aperture Radar (PALSAR) yang mempunyai resolusi spasial 10 meter sampai dengan 100 meter dengan frekwensi 1.3 GHz dan Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2). Satelit ALOS beredar mengitari bumi pada ketinggian 691.5 kilometer dan mengamati daerah
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang …
59
yang sama dalam selang waktu 46 hari. karakteristik band dari citra AVNIR-2 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Citra ALOS yang digunakan dalam penelitian ini adalah AVNIR-2 yang diambil pada tanggal 3 Agustus 2009 dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Citra RGB ALOS-AVNIR-2 Tanggal 3 Agustus 2009 Tabel 1. Karakteristik band dari sensor AVNIR-2 satelit ALOS Wavelength Region (µm)
Band
Resolution (m)
1
0.42-0.50 (blue)
10
2
0.52-0.60 (green)
10
3
0.61-0.69 (red)
10
4
0.76-0.89 (near-IR)
10
PAN
0.52-0.77
Kegunaan Tanggap peningkatan penetrasi tubuh air. Serta Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah, vegetasi MenekankanMengindera puncak pantulan vegetasi serta perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan Untuk memisahkan vegetasi melalui daya serapan klorofil dan memperkuat kontras vegetasi dan bukan vegetasi Identifikasi tipeTanggap biomasa vegetasi dan untuk meng vegetasi serta Memperkuat kontras tanah - tanaman dan lahan – air
2.5
Sumber : http://www.alos-restec.jp
3. METODE PENGOLAHAN Sebagai mana disebutkan diatas bahwa: metode penelitian ini dlakukan dengan mengikuti idea dari Lyzenga-1981, Metode yang pernah dilakukan oleh Lyzenga adalah melakukan koreksi kolom air menggunakan persamaan Depth Invariant Index. Kemudian dilakukan pengklasan. Pada metode penelitian ini sama menggunakan koreksi kolom air menggunakan persamaan Depth Invariant Index. Akan tetapi konstanta tersebut tidak digunakan untuk seluruh citra, melainkan hanya digunakan untuk region yang dianggap sama. Urut-urutan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. 2. 3.
4. 5.
Melakukukan koreksi Geometrik. Mengnentukan/ membagi perairan menjadi 3 bagian yaitu : perairan sangat dangkal, peraian agak dangkal dan laut (dalam). Menghitung index ki/kj nya serta nilai minimum dari band-1 dan band-2. setelah itu dilakukan perhitungan dengan mengikut sertakan nilai minimumnya. Artinya apabila nilai reflektansi citra lebih besar dari nilai minimum B1 dan B2 dari perairan tertentu, maka citra diproses dengan menggunakan persamaan Depth Invariant Index dengan kontstanta ki/kj yang sesuai. Pengklasan dengan menggunakan metode thresholding. Melakukan pengklasan citra dengan menggunakan metode Lyzengga dan hasil dari proses 1,2,3,4 dengan proses 5 (membandingkan hasil yang dilakukan denganalgorithma dengan dengan hasil dari metode yang pernah dilakukan oleh Lyzenga).
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
60
Muchlisin Arief
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder berupa ALOS-AVNIR-2 dengan resolusi spatial 10 meter. Sedangkan peralatan yang meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat digunakan meliputi Computer dengan sistem operasi Windows, ER-MAPPER perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini.
citra satelit digunakan keras yang merupakan
4. PENGOLAHAN DAN ANALISIS Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa citra digital number harus ditransformasikan terlebih dahulu kepada citra reflektansi. Hal ini dikarenakan citra digital number tidak sensitive terhadap perubahan objek (lihat Gambar 4), dimana nilai digital number band 1 selalu lebih besar dari bang lainnya baik untuk didarat maupun di laut.
(a)
Citra digital number AVNIR-2 dan transeknya
(b) Grafik nilai digital number dari garis transek pada citra (a)
Gambar 4. citra digital number dari AVNIR-2 dan grafik dari garis transeknya. Pada Gambar 4.b menunjukkan bahwa untuk wilayah laut nilai digital number hampir konstan untuk seluruh band spectral dengan nilai B1 lebih besar dari B2 lebih besar dari B3 dan lebih besar dari B4 (B1>B2>B3>b4), begitu pula untuk perairan dangkal (kurang dari 1 meter). Akan tetapi untuk darat pun terjadi hal yang sama (seharusnya nilai digital number dari band4 lebih besar dari band1). Oleh karena itu, sebelum dilakukan pemerosesan, citra digital number ditransformasikan ke dalam citra reflektansi sebagai mana terlihat pada Gambar 5 di bawah ini.
(a) Citra reflektansi AVNIR-2 dan transeknya
(b) Grafik nilai reflektansi dari garis transek pada citra (a)
Gambar 5. Citra reflektansi dari AVNIR-2 dan grafik dari garis transeknya Pada Gambar 5.a menunjukkan bahwa secara visual citra tersebut mempunyai kualitas yang sama dengan Gambar 4.a. Pada Gambr 5.b adalah grafik nilai reflketansi yang mempunyai nilai minimum reflektansi adalah nol dan maximumnya satu. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa untuk wilayah laut nilai nilai reflektansinya hampir konstan untuk semua band ( B1>B2>B3>B4), sedangkan untuk daratan nilai reflektansi b-4 lebih dominan
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang …
61
dari band lainnya dan juga untuk perairan dangkal adakalanya nilai reflektansi band2 lebih besar dari band1. Kemudian, pada citra reflektansi dilakukan pengamatan/ trainning area (lihat Gambar 6). dalam hal ini, dilakukan 18 training area dan masing-masing nilai training area tersebut mewakili wilayah laut, perairan sangat dangkal dan agak dangkal (lihat Gambar 6 dan nilainilai statistiknya dapat dilihat pada Table 4.1.
Gambar 6. Citra AVNIR-2 dan lokasi trainning area Tabel 2. Nilai Statistik dari training data
Berdasarkan nilai pada Tabel 2, untuk masing-masing wilayah, dihitung nilai varian, Covarianve serta index koreksi kolom air (water column correction) ki/kj. Untuk perairan sangat dangkal dari nomor 1 sampai dengan nomor 8 dan untuk perairan agak dangkal dari nomor 9 sampai dengan nomor 15. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Pada tabel tersebut, menunjukkan bahwa nilai Ki/kj untuk masing-masing perairan lebih besar dari nilai Ki/kj untuk seluruh region/citra. Hal ini berarti nilai Ki/Kj menunjukkan homogenitas suatu region. Apabila suatu region mendekati homogen, maka nilai ki/Kj mendekati satu dan apabila tidak homogen maka nilai ki/kj menjauhi satu atau mendekati nol. Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa nilai covariance antara band1 dan band2 untuk seluruh citra lebih besar dari pada masing-masing wilayah/region. Di samping menghitung nilai variancenya, juga.dapat diturunkan nilai minimum serta maksimum dari masing-masing wilayah perairannya.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
62
Muchlisin Arief
Berdasarkan pengamatan pada table 2, nilai minimum dan nilai maximum untuk perairan sangat dangkal adalah (0.33, 0.504) untuk band1 dan (0.321, 0.647) untuk band-2, untuk perairan agak dangkal pada band-1 adalah (0.319, 0.454) dan pada band-2 adalah (0.262, 0.501), sedangkan untuk laut nilai minimum dan maximum pada band-1 adalah (0.269, 0.375) dan pad bad-2 adalah (0.163, 0.292). Tabel 3. Nilai variance dan covarian serta indek ki/kj untuk masing-masing perairan No.
Perairan
Var B-1
1
Seluruh region
0.002134958
2
Sangat dangkal
3
Agak dangkal
4
Laut
Var B-2
Cov (B1,B2)
Nilai Ki/Kj
0.011792
0.004033879
0.999980522
0.000716857
0.002817
0.00123225
0.999998706
0.000362667
0.001637
0.000597286
0.999999619
0.000960333
0.001983
0.000919333
0.99999953
Nilai minimum tersebut diatas, digunakan untuk menentukan nilai threshold ketika memproses citra. Apabila nilai reflektan citra B1 dan B2 lebih besar dari (0.33, 0.321) maka Kedalaman Invarian ln(i1)-0.999998706*ln(i2), jika nilai reflektan citra B1 dan B2 lebih besar dari (0.319, 0.262) maka Kedalaman Invarian ln(i1)-0.999999619*ln(i2), jika tidak maka Kedalaman Invarian ln(i1)-0.99999953*ln(i2). Hasil pemerosesan DII dengan menggunakan satu nilai Ki/Kj (metode Lyzenga) dan beberapa nilai Ki/Kj (metode Lyzenga modifikasi) dapat dilihat pada Gambar 7.a dan 7.b. di bawah ini.
(a) hasil proses dengan metode Lyzenga
(b) hasil prses dengan metode modifikasi Lizengga
Gambar 7. Hasil proses metode Lyzenga dan metode yang modifikasi Gambar 7.a menunjukkan bahwa ada beberapa region yang dikelaskan menjadi terumbu karang (ditunjukkan dengan arah panah), dan ada beberapa region karang hidup/lunak yang diklaskan dengan karang berpasir. Pada Gambar 7.b. menunjukkan bahwa beberapa region diklaskan menjadi karang hidup. (karang hidup maupun karang mati diklaskan hanya menjadi karang hidup), dan ada juga karang yang diklaskan menjadi lautan (tidak diklaskan menjadi karang) sedangkan pasir tetap diklaskan sebagai pasir. Berdasarkan analisis kedua citra di atas, maka metode Lyzenga yang menggunakan koreksi kolom air ki/Kj untuk seluruh citra akan menghasilkan nilai ki/kj lebih kecil dibandingkan dengan metode yang diusulkan (ki/kjGlobal < Ki/kjregional). Hal ini mengpengaruhi hasil klasifikasi akhir atau dapat dikatakan operator Depth Invariance Index (DII) global kehilangan informasi lokal citra. Akan tetapi sebaliknya operator DII dari metode Lyzenga lebih sensitive terhadap perubahan diakibatkan oleh faktor diluar objek /faktor eksternal (seperti keadaan
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pengembangan Metode Lyzenga untuk Deteksi Terumbu Karang …
63
atmosphere, atau lainnya). Akibatnya Pengolahan citra dengan menggunakan operator depth Invariance Indexs (DII) dengan menggunakan Ki/Kj yang disesuaikan dengan wilayah region ternyata lebih baik, jika dibandingkan dengan ki/kjGlobal untuk seluruh citra.
5. KESIMPULAN Berdasarkan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Citra AVNIR-2 dengan resolusi 10 meter, lebih mudah digunakan mendeteksi terumbu karang dan objek lainnya yang berada didasar perairan dangkal. Hal ini karenakan ukuran spatial objek hampir lebih besar dari resolusi citra. Nilai Ki/Kj kan menentukan homogenitas suatu region, artinya tambah homogen suatu region, maka nilai ki/Kj akan mendekati satu dan apabila tidak homogen akan terjadi sebaliknya. Berdasarkan perhitungan nilai ki/kjGlobal < Ki/kj regional dengan demikian pengklasan dengan menggunakan nilai ki/kjGlobal kurang sensitif dibandingkan dengan menggunakan Ki/kj regional akibatnya mempengaruhi hasil akhir dari proses klasifikasi objek. Pengolahan citra dengan menggunakan operator depth Invariance Indexs (DII) dengan menggunakan Ki/kj regional ternyata lebih baik, jika dibandingkan dengan ki/kjGlobal untuk seluruh citra. Karena peggunaan nilai ki/kjGlobal, maka operator DII akan kehilangan informasi lokal citra.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6]. [7].
[8]. [9]. [10]. [11]. [12]. [13].
[14].
Ahmad, W., & Neil, D. T. (1994). An evaluation of Landsat Thematic Mapper (TM) digital data for discriminating coral reef zonation: Heron Reef (GBR). International Journal of Remote Sensing, 15, 2583–2597. Arief Muchlisin, Aplikasi Data Satelit SPOT – 4 Untuk Mendeteksi Terumbu Karang, Studi Kasus : Pulau Pari,Laporan kegiatan tahun 2011. Dahuri, R, 2003, Keanekaragaman Hayati laut, Aset pembangunan berkelanjutan Indonesia , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Dobson EL, Dustan P (2000) The use of satellite imagery for detection of shifts in coral reef communities. Proceedings, American Society of Photogrammetry and Remote Sensing Washington, D.C. Green, E.P., P.J. Mumby. A.J. Edwards, and C.D. Clark. 2000. Remote sensing handbook for tropical coastal management. UNESCO, Paris. Hochberg,E. and M. Atkonsson. 2003, Spectral discrimination of coral reef benthic communities, Coral Reefs, Vol, 19: 164 – 171 Idris. 2004. Pendugaan Laju Kalsifikasi Karang dengan Menggunakan Radioisotop45 CaCl2 Sebagai Tracer (Penanda) Pada Karang Jenis Euphyllia cristata, di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Lillesand, T. and Kiefer, R. 1999. “Remote Sensing and Image Interpretation”. 4th Edition, John Wiley & Sons Inc., ISBN 0-471-25515-7. Luczkovich, J. J., T. W. Wagner, J. L. Michalek, and R. W. Stoffle. 1993. Discrimination of Coral Reefs, Seagrass Meadows, and Sand Bottom Types from Space: a Dominican Republic Case Study. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing. 59 (3): 385-389 Lyzenga, David R. 1978. Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water Depth and Bottom Features. Applied Optics. 17: 379-383. Lyzenga Dr, 1981. Remote Sensing of Bottom Reflectance and Water Attenuation Parameters in Shallow Water Using Aircraft and Landsat Data. International Journal of Remote Sensing. 2 (1): 71-82 Maritorena, S. 1996. Remote Sensing of the Water Attenuation in Coral Reefs: a Case Study in French Polynesia. International Journal of Remote Sensing. 17 (1): 155-166 Mumby, P. J., C. D. Clark, E. P. Green, and A. J. Edwards. 1998. Benefits of Water Column Correction and Contextual Editing for Mapping Coral Reefs. International Journal of Remote Sensing. 19 (1): 203-210 Purkis, S., J. A. M. Kenter, E. K. Oikonomou, and I. S. Robinson. 2002. High-Resolution Ground Verification, Cluster Analysis and Optical Model of Reef Substrate Coverage on Landsat TM Imagery (Red Sea, Egypt). International Journal of Remote Sensing. 23 (8): 16771698. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (Alih bahasa oleh: Muh. Eidman, Koesoebiono, Dietriech G.B., M. Hutomo, S. Sukardjo). Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. 459 hal.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
64
Muchlisin Arief
[15].
Odum, E. P. 1993. Dasar–dasar Ekologi. (Alih Bahasa oleh : Samingan T. dan B. Srigandono). Fundamental of Ecology. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. Dangkal Siregar, Vincentius. 1996. Pengembangan Algoritma Pemetaan Perairan (Terumbu Karang) dengan Menggunakan Citra Satelit: Aplikasi pada Daerah Benoa, Bali. dalam: Kumpulan Makalah Seminar Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim Indonesia. Herunadi (Ed). Jakarta: Direktorat TISDA Deputi Bidang PKA-BPPT dan Sekjen Dephankamnas: 19-29 ________. 1996. Modified Lyzenga’s Method for Macroalgae Detection in Water with nonUniform Composition. International Journal of Remote Sensing. 17 (8): 1601-1607 ________ http://www.alos-restec.jp/
[16].
[17]. [18].
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Statistika, Vol. 13 No. 2, 65 – 72 November 2013
Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala Model Orde Satu untuk Model Permukaan Multirespon pada Rancangan Percobaan Campuran Kasus Pembuatan Pupuk Bokashi Ruslan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Matematika, Program Studi Statistika Universitas Halu Oleo Kampus Bumi Tridharma Andounohu, Kendari 93232 Email:
[email protected]
Abstrak Berbagai percobaan dilakukan untuk menemukan komposisi terbaik dari komponen percobaan yang menghasilkan respon optimum. Rancangan percobaan yang melibatkan asumsi jumlah proporsi komponen sama dengan satu adalah rancangan percobaan campuran, sedangkan model yang mengasumsikan bahwa terdapat r respon dan q komponen disebut model permukaan multirespon. Penentuan kondisi optimum sangat berkaitan dengan metode optimasi. Metode optimasi yang dikembangkan adalah metode dual respon pada model permukaan multirespon untuk rancangan percobaan campuran pada kondisi penaksir respon primer orde dua dengan kendala kendala yang memiliki model orde satu. Metode optimasi yang dikembangkan tersebut diterapkan pada kasus pembuatan pupuk bokashi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi terbaik dari proporsi komponen pupuk bokashi yang akan membuat kadar N (Y1), P (Y2) dan K (Y3) yang maksimum. Kondisi optimum akan dicapai untuk Kadar N maksimum yang mengikuti model permukaan multirespon orde dua dengan kendala kadar P dan kadar K serta jumlah proporsi komponen adalah satu yaitu 6,109 ml/gr dengan hanya menggunakan proporsi banyaknya bahan pupuk kandang 1 kg tanpa mencampurkan proporsi sampah daun sono maupun sekam dan dedak pada pembuatan 1 kg pupuk Bokashi. Kata kunci: Model permukaan multirespon, Metode optimasi dual respon, Pupuk Bokashi, Rancangan percobaan campuran.
Abstract Various experiments were conducted to find the best composition of the experimental components that generate optimum response. The design of experiments involving assumption that amount of the proportion of the components equals one are the mixture experimental design, while the model assumes that there are r responses and q component are multiresponse surface model. Determination of optimum conditions is associated with the optimization method. the developed optimization methods is a method of dual response for multiresponse surface model of the experimental design of mixture under conditions of the primary response estimator has second order model with constraints that has the first order models. The develoved optimization methods will be applied to the case of bokashi fertilizer. This study aims to determine the best composition of the proportion of the components that will make the bokashi fertilizer that levels of N (Y1), P (Y2) and K (Y3) is maximum. Optimum conditions to be achieved to the N maximum levels that has the multirespon surface model with second order model have a constraint of levels of P and K and the sum of components proportion is one,that is 6.109 ml / g using only the amount of material proportion of 1 kg of manure without mixing proportions of sono leaf litter , proportions of husk and proportions of bran in the manufacture of 1 kg Bokashi fertilizer. Keywords: Multiresponse surface model, Dual response optimization method, Bokashi fertilizer, Misture experimental design.
65
66
Ruslan
1. PENDAHULUAN Efisiensi adalah hal yang sangat diperlukan dalam berbagai hal, terutama di berbagai bidang yang bertujuan untuk mengoptimumkan hasil yang diinginkan. Berbagai percobaan dilakukan untuk menemukan komposisi terbaik dari komponen percobaan yang menghasilkan respon respon optimum. Penentuan kondisi optimum sangat berkaitan dengan metode optimasi. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai metode optimasi diantaranya telah dilakukan Myers dan Carter [6] yaitu metode dual respon yaitu metode optimasi yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum secara simultan. Sedangkan Cornell [2] telah meneliti rancangan percobaan yang melibatkan kendala jumlah proporsi komponen adalah satu disebut rancangan percobaan campuran, sementara Khuri dan Cornell [5] telah membahas model yang mengasumsikan bahwa terdapat r buah respon dan q buah komponen disebut model permukaan multirespon. Sehingga diperlukan suatu metode untuk menentukan kondisi optimum pada model permukaan multirespon untuk rancangan percobaan campuran. Metode optimasi yang dikembangkan adalah metode dual respon pada model permukaan multirespon untuk rancangan percobaan campuran pada kondisi penaksir respon primer orde dua dengan kendala kendala yang memiliki model orde satu. Metode optimasi yang dikembangkan tersebut diterapkan pada kasus pembuatan pupuk bokashi. Pupuk Bokashi adalah suatu pupuk organik dari beberapa macam limbah dengan menambahkan efektif mikroorganisme (EM)(Higa, [4]. Penelitian mengenai pembuatan pupuk Bokashi menggunakan model permukaan multirespon untuk rancangan percobaan campuran optimum telah dilakukan oleh Ruslan et al., [7] tetapi tidak sampai melakukan optimasi pada respon responnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi terbaik dari proporsi komponen pupuk bokashi yang akan membuat kadar N (Y1), P (Y2) dan K (Y3) yang maksimum. Komponen pupuk bokashi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah lingkungan yang terdiri dari sampah daun trembesi (X1) yang masing-masing ditambahkan pupuk kandang (X2), sekam (X3) dan dedak (X4).
2. METODE PENELITIAN 2.1. Rancangan Percobaan Campuran (Mixture Design) Menurut Cornell [2], rancangan percobaan campuran pada umumnya memiliki situasi dimana faktor (xi) merupakan proporsi komposisi suatu campuran, dan tarafnya tidak saling bebas. Tujuan rancangan percobaan campuran adalah membentuk model statistika yang sesuai menjadi model permukaan respon atas ruang seluruh faktor simpleks sehingga memungkinkan untuk memprediksi respon secara empiris dari rancangan percobaan simpleks. Dalam percobaan campuran jika xi merupakan proporsi komponen ke-i dalam campuran dimana banyaknya komponen adalah q, maka: xi ≥ 0 dengan i = 1,2,...,q q
∑x i =1
i
(1)
= x1 + x 2 + ... + x q =1
(2)
2.2. Model Permukaan Multirespon Metode permukaan respon merupakan suatu metode yang mencakup cara pengukuran respon, cara penentuan model statistika yang meliputi penaksiran parameter dan pengujian hipotesis, serta cara penentuan kondisi optimum pada faktor-faktor percobaan yang menghasilkan nilai respon yang optimum (Khuri dan Cornell [5]). Menurut Khuri dan Cornell [5], pada model permukaan multirespon, diasumsikan bahwa n adalah banyaknya pengamatan yang dilakukan dan p adalah banyaknya variabel respon yang
x , x ,..., x
q dapat diukur untuk setiap taraf dari suatu kumpulan q faktor kuantitatif 1 2 . Diasumsikan variabel respon dapat dijelaskan dengan model regresi polinomial pada nilai xi, dalam daerah tertentu. Model permukaan respon ke-r dapat ditulis dalam bentuk vektor
y%r = Xr β%r + ε%r ,
r = 1, 2, ..., p ,
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
(3)
Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala …
[
67
]T adalah vektor observasi berukuran n x 1 pada respon ke-r,
y% = yr1 yr 2 L yrn dengan r Xr adalah matriks berukuran n
×
kr dengan rank (Xr) = kr, matriks tersebut merupakan
fungsi yang diketahui dari taraf-taraf faktor. respon ke r berukuran berhubungan
dengan
kr × 1 . ~ εr
respon
~ βr
adalah vektor parameter untuk variabel
n × 1 yang Var ( ε%r ) = σ rr I n
adalah vektor random error berukuran
ke-r,
dengan
asumsi
E (ε%r ) = 0%
,
,
Cov(ε r , ε s ) = σ rs , untuk r, s = 1, 2, ..., p dengan r ≠ s . Model permukaan multirespon orde
satu untuk rancangan percobaan campuran dari sampel ke-u adalah q
βiru xiu + ε ru y ru = i∑ u = 1, 2, ..., n =1 ,
dan r = 1, 2, …, p,
(4)
sedangkan model permukaan multirespon orde dua pada rancangan percobaan campuran adalah: q
q
q
yr = ∑ βir xir + ∑ ∑ βijr xir x jr i =1
i =1 j =1 i< j
x% 1% = 1
+
εr ,
r = 1, 2, 3,...p,
(5)
T
dengan kendala
.
Menurut Ruslan et al., [8], penaksiran parameter pada model permukaan multirespon orde satu dan orde dua diperoleh proposisi sebagai berikut: Proposisi 1. Jika rancangan percobaan campuran mengikuti model permukaan multirespon orde satu yang mengikuti model persamaan (4) dimana parameter maka diperoleh
(
vec(Bˆ )
adalah vektor penaksir
)
− T T vec(Bˆ ) = I p ⊗ (D D) D vec(Y)
dimana D(nxq) = =
⎡ x11 ⎢ ⎢ x21 ⎢ M ⎢ ⎢⎣ xn1
Untuk penaksir orde dua
⎡ x11 x12 ⎢ ⎢ x21 x22 ⎢D M ⎢ ⎢ xn1 xn 2 ⎣
x12
L
(6)
x1( q −1)
x22 L x2( q −1) M O M xn 2 L xn ( q −1)
vec (Bˆ )
1 − x11 − x12 − L − x1( q −1) ⎤ ⎥ 1 − x21 − x22 − L − x2( q −1) ⎥ ⎥ M ⎥ 1 − xn1 − xn 2 − L − xn ( q −1) ⎥⎦
, dengan n > q.
diperoleh dengan mengganti D dengan
X* dimana X *
=
x1( q −1) x1q ⎤ ⎥ L x2( q −1) x2q ⎥ ⎥ O M ⎥ L xn ( q −1) xnq ⎥ ⎦ . Langkah berikutnya setelah menentukan penaksiran
x11 x13 L x21 x23 M xn1 xn3
parameter adalah pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis bertujuan untuk menentukan keberartian parameter paramater baik secara serentak ataupun secara individu di dalam model persamaan. Menurut Anderson [1] suatu statistik uji U 1 − U1,m,n* n* U1,m,n* m
~ Fm,n*
untuk
r =1
mengikuti distribusi
1 − U p,1,n* n* + 1 − p ~ Fp ,n* +1− p U p,1,n* m , sedangkan untuk m = 1 diperoleh .
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
68
Ruslan
1
1−U 2
Untuk r = 2 diperoleh 1 1−U 2 * p ,2, n 1 U2 * p ,2, n
2, m , n* 1 U2 * 2, m , n
( n* − 1) ~ F2 m,2( n* −1) m , dan untuk r = p dan m = 2 diperoleh
( n* + 1 − p ) ~ F2 p ,2( n* +1− p ) p
, dimana p adalah banyaknya variabel respon, m adalah banyaknya kolom pada B*1 dimana B*1 adalah matriks partisi parameter B* dimana B* = [B*1
⎛ p( p + 1) ⎞ − m⎟ ⎜ 2 ⎠ kolom dan n* = n–rank(X*). Pada model B*2]. B*2 adalah suatu matriks dengan ⎝ Y T (I - D(DT D)- DT )Y YTY
orde satu, U digantikan oleh *T
* −
, sedangkan pada model orde dua U
*T
Y (I − X ( X X ) X ) Y *
T
YT Y
digantikan oleh
t hit secara
individu
(
⎛ *T * ⎜Σ⊗ X X ⎝
ν
)
adalah
−
. Statistik uji untuk menguji penaksir parameter
βˆ ir = se(βˆ ir )
⎞ ⎟ ⎠ . H0 ditolak jika yaitu (n-rank(X*)).
dimana
t hit > t ( α / 2, ν )
se(βˆ ir ) ν
, dimana
=
akar
dari
elemen
diagonal
adalah derajat bebas dengan nilai
2.3. Metode Optimasi Dual Respon Penelitian Myers dan Carter [6] bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum dari responrespon secara simultan. Jika terdapat 2 buah respon dan q faktor dengan masing-masing respon merupakan fungsi kuadratik maka berdasarkan metode dual respon, respon pertama akan dioptimumkan terhadap respon lainnya sebagai kendala. Respon pertama dapat dinyatakan sebagai berikut:
Yˆp ( x%*) = Y%1 = b01 + x% *T b%1 + x% *T Bˆ 1 x% *
⎡ ⎢b111 ⎢ T % ˆ T dengan x%* = [ x1 x2 ... xq ] , b1 = [ b11 b21 ... bq1 ] , B1 = ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ terhadap
respon
lainnya
sebagai
kendala
1 ⎤ b1q1 ⎥ 2 ⎥ 1 b221 b2 q1 ⎥ L ⎥ 2 ⎥ simetris O M ⎥ bqq1 ⎥⎦ 1 b121 2
yaitu
Yˆs ( x%*) = Y%2 = b02 + x% *T b%2 + x% *T Bˆ 2 x% * ⎡ ⎢b112 ⎢ ~ ˆ =⎢ dengan b2 = [ b12 b22...bq2 ]T, B 2 ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
1 ⎤ b1q 2 ⎥ 2 ⎥ 1 b222 b2 q 2 ⎥ . L ⎥ 2 ⎥ simetris O M ⎥ bqq 2 ⎥⎦ 1 b122 2
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
L
L
respon
sekunder
yaitu:
69
Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala …
Yˆp ( x%*)
dioptimumkan terhadap kendala
yang
x% *opt =
ditetapkan
(
1 ˆ B1 − θ Bˆ 2 − γ I 2
sembarang.
Yˆs ( x%*)
=
ϖ,
Kondisi
dimana
ϖ
optimum
adalah bilangan tertentu diperoleh
ketika
) (θ b%2 − b%1 ) . −1
2.4. Pupuk Bokashi Menurut Higa [4], pupuk Bokashi adalah pupuk organik dari beberapa macam limbah dengan menambahkan efektif mikroorganisme (EM). Efektif mikroorganisme (EM) yang digunakan sebagai starter mengandung bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi (yeast), actinomycetes dan jamur fermentasi. Grady dan Lim [5] telah melakukan penelitian tentang sampah di lingkungan sekitar kita khususnya sampah dari daun tanaman trembesi, daun sono, daun akasia, daun pisang, rumput dan lain-lain yang melimpah dan kurang dimanfaatkan, padahal mengandung banyak unsur karbon, hidrogen, nitrogen dan kadang-kadang sulfur dan fosfor yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme dan sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Asumsikan bahwa penaksir respon primer optimum mempunyai model orde dua terhadap penaksir respon kedua sebagai kendala mempunyai model orde satu. Fungsi penaksir respon primer untuk model permukaan multirespon pada rancangan percobaan campuran adalah
1 Yˆ1 = x%T b%1 + x%T Bˆ 1* x% , 2
(7)
b121 L b1q1 ⎤ ⎡0 ⎢ ⎥ 0 L b2q1 ⎥ ⎢ T ~ * ˆ = dengan x% = [ x1 x2 ... xq ] , b1 = [ b11 b21...bq1 ]T, B 1 ⎢ simetris O M ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎣ 0 ⎥⎦ terhadap penaksir-penaksir respon kedua untuk model permukaan multirespon pada rancangan percobaan campuran sebagai kendala yaitu
{Yˆ2 ( x% ), Yˆ3 ( x% ),..., Yˆp ( x% )} memiliki asumsi
bahwa semua kendala memiliki model orde pertama yang dapat dinyatakan sebagai berikut:
Yˆr = x% T b%r , dengan
~ br = [ b1r
Optimasi
Yˆ1 ( x% )
(8) b2r ...bqr ]T dengan r = 2, 3, ..., p. terhadap Yˆr ( x% ) = ϖ r, ϖ r adalah suatu nilai yang ditentukan oleh peneliti atau
nilai dari penaksir respon yang optimum secara individual maka titik optimum diperoleh dengan cara mengoptimumkan:
1 Yˆ1 ( x% ) = x%T b%1 + x%T Bˆ 1* x% 2 terhadap kendala :
~ Yˆr = ~ x T br = ϖ r x%T 1% = 1
0 ≤ xi ≤1 untuk i =1, 2, ..., q. Fungsi Lagrange yang menggunakan pengganda Lagrange mengoptimumkan
Yˆ1 ( x% )
θ = {θ 2 , θ 3 ,..., θ p }
dan
γ untuk
mengikuti persamaan (7) akan dioptimumkan terhadap kendala
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
70
Ruslan
Yˆr ( x% ) = ϖ r, yang mengikuti model persamaan (8) dan x%T 1% = 1 , 0 ≤ x i ≤ 1 , untuk i = 1, 2, ..., q dapat dinyatakan sebagai berikut p
Lg = Yˆ1 ( x% ) − ∑ θ r (Yˆr ( x% ) − ϖ r ) − γ ( x%T 1% − 1) r =2
p
1 = {x%T b%1 + x%T Bˆ1* x%} − ∑ θ r ( x%T b%r − ϖ r ) − γ ( x%T 1% − 1) . 2 r =2 Titik optimum diperoleh sebagai berikut
∂ (( x%T b%1 +
p 1 T ˆ* x% B1 x% ) − ∑ θ r ( x%T b%r − ϖ r ) − γ ( x%T 1% − 1)) 2 r =2 =0 ∂x%
γ ( x% T 1% − 1) = 0
γ < 0. x%
Turunan pertama (9) terhadap
disamadengankan 0 diperoleh
∂L % ˆ * = b1 + B1 x% − ∑ θ r b%r −γ 1% = 0% ∂x% r =2 p
p
Bˆ 1* x% = ∑ θ r b%r + γ 1% − b%1 r =2
p
x% = (Bˆ 1* )−1 ( ∑ θ r b%r + γ 1% − b%1 ) . r =2
Turunan pertama (9) terhadap
γ
disamadengankan 0 diperoleh
∂L = x%T 1% − 1 = 0 ∂γ x% T 1% = 1 . Sehingga titik optimum diperoleh p
x%opt = (Bˆ 1* )−1 ( ∑ θ r b%r + γ 1% − b%1 ) . r =2
Yˆ1 ( x%opt ) yang diperoleh dari
titik optimum
x%opt
adalah
1 T ˆ* T % Yˆ1 ( x%opt ) = x%opt b1 + x%opt B1 x%opt 2
1 ˆ* ⎞ T ⎛% = x%opt ⎜ b1 + 2 B1 x%opt ⎟ ⎝ ⎠
⎛ 1 *⎛ * T = x%opt ⎜⎜ b%1 + Bˆ 1 ⎜ Bˆ 1 2 ⎝ ⎝
( )
⎞ % % % ⎞⎞ ⎜ ∑ θ r br − b1 + γ 1 ⎟ ⎟ ⎟⎟ ⎝ r =2 ⎠⎠⎠
−1 ⎛ p
p T ⎛1 % % % ⎞ = x%opt ⎜ ( ∑ θ r br + b1 + γ 1) ⎟ ⎝ 2 r =2 ⎠
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
(9)
Optimasi Penaksir Respon Primer Orde Dua dengan Kendala …
71
4. OPTIMASI KANDUNGAN N, P DAN K PADA PEMBUATAN PUPUK BOKASHI SAMPAH LINGKUNGAN DAUN TREMBESI Penaksiran parameter untuk model orde satu permukaan multirespon pada rancangan percobaan campuran untuk sampah lingkungan daun trembesi adalah:
Yˆ1
= x1 – 4,3 x2 – 14,17 x3 + 0,13 x4
Yˆ2 = 0,08 x1 + Yˆ3 =
(10)
2,02 x2 + 0,11 x3 + 1,067 x4
(11)
0,119 x1 + 0,479 x2 + 0,116 x3 + 0,231 x4
Hasil pengujian untuk
Yˆ1
dan
Yˆ2
(12)
pada model orde satu adalah tolak H0 karena p-value < 0,05
untuk x1, x2 dan x3. Hasil pengujian untuk
Yˆ3
adalah tolak H0 untuk x1, x2 dan x4, sedangkan
hasil uji untuk x3 adalah H0 diterima. Sehingga untuk
Yˆ3
perlu dilakukan uji lanjutan untuk
orde dua. Hasil penaksiran parameter untuk model orde dua spermukaan multirespon pada rancangan percobaan campuran diperoleh:
Yˆ1
= 1,719 x1 + 4,851 x2 + 6,301 x3 + 1,825 x4 + 2,587 x1x3 -0,776 x1x4 + 1,935 x2x3 -5,612 x3x4
(13)
Yˆ2 = 0,061 x1 + 1,989x2 + 0,280 x3 + 1,021 x4 Yˆ3 =
-0,026 x1x4 +0,028 x2x3 +0,180 x2x4
(14)
0,110 x1 + 0,692 x2 + 0,111 x3 + 0,254 x4 - 0,333 x1x2 + 0,008 x1x3 - 0,015 x1x4 + 0,067
x2x3 - 0,333 x2x4 + 0,032 x3x4
(15)
Hasil pengujian untuk semua koefisien pada
Yˆ1
pada model orde dua adalah menolak H0
karena p-value < 0,05 untuk x1, x2. x3, x4, x1x2, x1x3, x1x4, x2x3, x2x4 dan x3x4 karena p-value < 0,05. Sehingga untuk
Yˆ1
diinterpretasikan model mengikuti model orde dua. Sedangkan
Yˆ2
pada model orde dua, uji menerima H0 karena p-value > 0,05 untuk x2x4, dan H0 ditolak untuk x1, x2. x3, x4, x1x2, x1x3, x1x4, x2x3 dan x3x4 karena
p-value < 0,05. Sehingga untuk
diinterpretasikan model mengikuti model orde satu. Hasil pengujian untuk
Yˆ3
Yˆ2
adalah terima
H0 karena p-value > 0,05 untuk x1x2 dan x2x4,sedangkan uji menolak H0 karena p-value < 0,05 untuk x1, x2. x3, x4, x1x3, x1x4, x2x3 dan x3x4. Sehingga diperoleh model yang digunakan dalam
Yˆ3
adalah model orde satu. Kondisi optimum diperoleh dengan menentukan titik rancangan dari x1, x2 x3 dan x4 yang membuat
Yˆ1
(persamaan (15)) optimum dengan kendala
Yˆ2 (persamaan (12)) dan Yˆ3
persamaan
(13) serta x1 + x2 + x3 + x4 = 1 dengan menggunakan program non linier adalah titik rancangan yang membuat
Yˆ1
maksimum adalah x1 = , x2 = 1, x3 = 0 dan x3 = 0 dengan
Yˆ1
= 6,109. Hasil
ini menginterpretasikan bahwa kadar N (ml/gr) akan maksimum pada 6,109 (ml/gr) dengan hanya menggunakan proporsi banyaknya bahan pupuk kandang (kg) sedangkan proporsi bahan lain tidak digunakan. Titik rancangan yang membuat 1, x3 = 0 dan
x4 = 0 dengan
Yˆ2
Yˆ2
maksimum adalah x1 = 0, x2 =
= 2,02 (ml/gr). Hasil ini menginterpretasikan bahwa kadar P
akan maksimum pada 2,02 ml/gr jika hanya menggunakan proporsi pupuk kandang saja. Titik rancangan yang membuat
Yˆ3
Yˆ3
maksimum adalah x1 = 0, x2 = 1, x3 = 0 dan x4 = 0 dengan
= 0,480. Hasil ini menginterpretasikan bahwa kadar K maksimum pada 0,48 ml/gr dengan
hanya menggunakan proporsi banyaknya pupuk kandang tanpa mencampurkan proporsi bahan lainnya.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
72
Jika
Ruslan
Yˆ1
akan dimaksimumkan dengan kendala
1, maka diperoleh
Yˆ1
Yˆ2
= 2,02 dan
optimum adalah 6,109 pada x1 = 0,
Yˆ3
= 0,48 dan x1 + x2 + x3+ x4 =
x2 = 1, x3 = 0 dan x4 = 0.
5. SIMPULAN Kondisi optimum akan dicapai untuk Kadar N maksimum yang mengikuti model permukaan multirespon orde dua dengan kendala kadar P dan kadar K serta jumlah proporsi komponen adalah satu yaitu 6,109 ml/gr dengan hanya menggunakan proporsi banyaknya bahan pupuk kandang 1 kg tanpa mencampurkan proporsi sampah daun sono maupun sekam dan dedak pada pembuatan 1 kg pupuk Bokashi.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada DIKTI, Rektor Unhalu, dan Lemlit Unhalu yang telah mendanai hibah kompetensi BOPTN Unhalu dengan Nomor: 176/PPK/UNHALU/IX/2012.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6]. [7].
[8].
Anderson, T.W. , An Introduction to Multivariate Statistical Analysis, Second Edition, John Wiley & Sons, New York, 1984. Cornell, J.A. , Experiment With Mixture, John Wiley & Sons, New York, 1981. Grady dan Lim, Biological Wastewater Treatment-Theory and Application, Marcel Dekker, Inc, New York, 1980. Higa, Tanya Jawab Teknologi EM, Koperasi Karyawan, Departemen Kehutanan, 1994. Khuri, A.I. dan Cornell, J.A., Response Surfaces Design and Analyses, Second Edition, Marcel Dekker Inc, New York, 1996. Myers, R.H. dan Carter, W.H., “Response Surface Techniques for Dual Response Systems”, Technometrics, 15(2), 1973, pp.301-317. Ruslan, Linuwih S., Purhadi, Sunaryo S. , “Pembuatan Pupuk Bokashi Dari Sampah Lingkungan Berdasarkan Rancangan Percobaan Campuran Yang Optimum Pada Model Permukaan Multirespon”, Jurnal Berkala PENELITIAN HAYATI (Journal of Biological Researches), 15(1), 2009. Ruslan, Linuwih S., Purhadi, Sunaryo S., ”Estimation of Parameter of Multiresponse Surface Model for Mixture Designs”, Journal of Mathematics and Technology, Baku, Azerbaijan, 2(1), 2011, pp 27-33.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Statistika, Vol. 13 No. 2, 73 – 79 November 2013
Menentukan Analisis Industri Unggulan di Kota Bandung Menggunakan Indeks Komposit Teti Sofia Yanti, Onoy Rohaeni, Fuji Astuti Program Studi Statistika Unisba Email:
[email protected]
Abstrak Pelaksanaan otonomi daerah, merupakan momentum bagi dimulainya proses implementasi kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah (kabupaten/kota) mengembangkan kemampuannya sumberdaya yang dimilikinya sehingga menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan daya saing komparatif maupun kompetitif. Penentuan sektor unggulan di suatu daerah sangat diperlukan, karena berguna untuk menentukan kebijakan prioritas sektor yang dipilih, sehingga investasi yang dilakukan terhadap sektor tersebut memberikan multipler effect yang besar terhadap daerah tersebut. Sebanyak 30 sektor dari 54 sektor ekonomi merupakan sektor unggulan kota Bandung, karena mempunyai nilai indeks komposit di atas rata-rata. Sektor yang paling diunggulkan adalah sektor “Perdagangan Komoditi Lainnya”. Sementara itu terdapat enam sektor, selain menjadi sektor-unggulan juga sektor-sektor yang paling responsif ketika terjadi peningkatan permintaan akhir dalam perekonomian. Kata kunci: daya penyebaran,derajat kepekaan, matriks pengganda, input output, indeks komposit
1. PENDAHULUAN Pelaksanaan otonomi daerah, merupakan momentum bagi dimulainya proses implementasi kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah (kabupaten/kota) mengembangkan kemampuannya sumberdaya yang dimilikinya sehingga menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan daya saing komparatif maupun kompetitif. Untuk itu pemerintah daerah harus membuat perencanaan yang baik, evaluasi yang benar, dan penerapan kebijakan yang tepat, agar pertumbuhan ekonomi di daerahnya bisa meningkat, sehingga pembangunan bisa terwujud. Perroux mengemukakan (dalam Arsyad 1999:148), dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan (L’ industrie matrice) yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. Sektor yang dijadikan unggulan adalah sektor yang apabila dikembangkan dapat memberikan multiplier effect yang besar terhadap sektor-sektor lainnya, baik sektor-sektor yang ada di hulu (backward effect) maupun yang ada di hilir (foreward effect). Penentuan sektor unggulan di suatu daerah sangat diperlukan, karena berguna untuk menentukan kebijakan prioritas sektor yang dipilih, sehingga investasi yang dilakukan terhadap sektor tersebut memberikan multipler effect yang besar terhadap daerah tersebut. Untuk menentukan sektor unggulan, perlu diukur skor tingkat keunggulan setiap sektor ekonomi memggunakan analisis Indeks Komposit. Variabel-variabel yang akan dianalisis melalui Indeks Komposit diperoleh melalui analisis input output. Melalui makalah ini akan dilakukan analisis sektor ekonomi unggulan Kota Bandung.
2. ANALISIS SEKTOR UNGGULAN Analisis sektor unggulan dilakukan setelah diperoleh analisis keterkaitan antar sektor dalam analisis input output. Untuk menentukan sektor unggulan perlu diukur skor tingkat keunggulan setiap sektor ekonomi memggunakan analisis Indeks Komposit. Sebelum membahas kebih lanjut tentang analisis sektor unggulan terlebih dahulu dijelaskan analisis
73
74
Teti Sofia Yanti dkk.
keterkaitan antar sektor, hal tersebut dilakukan untuk memperoleh variabel-variabel yang dihitung dalam indeks komposit.
2.1. Analisis Keterkaitan Antar Sektor (Linkages) dalam Analisis Input Output Pada tabel input output hubungan antara output dan permintaan akhir dijabarkan sebagai: X=(I-A)-1Y
(1)
dengan: (I-A)-1 Y
X = output = matriks pengganda, dengan A adalah matriks teknologi = Permintaan akhir
Jika diuraikan dalam bentuk matriks hubungan tersebut adalah:
⎛ X1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎛ ⎛ 1 0 L 0 ⎞ ⎛ a11 ⎟ ⎜ ⎜ M ⎟ ⎜⎜ 1 1 0 L ⎜ ⎟ ⎜ a 21 ⎜ ⎜X ⎟= 2 ⎜ ⎟−⎜ M ⎜ ⎜ ⎟ M M O M ⎟ ⎜ ⎜ M ⎟ ⎜⎜ ⎜⎜ ⎟ ⎜ ⎜ X ⎟ ⎝ ⎝ 0 0 L 1 ⎠ ⎝ a n1 ⎝ n⎠
a12 a 22 M an2
L a1n ⎞ ⎞ ⎟⎟ L a2n ⎟ ⎟ O M ⎟⎟ ⎟⎟ L a nn ⎟⎠ ⎟⎠
−1
⎛ Y1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ M⎟ ⎜Y ⎟= ⎜ i⎟ ⎜ M⎟ ⎜ ⎟ ⎝ Yn ⎠
⎛ b11 ⎜ ⎜ M ⎜b ⎜ i1 ⎜ M ⎜b ⎝ n1
L b1 j L b1n ⎞⎛ Y1 ⎞ ⎟⎜ ⎟ M M O M ⎟⎜ M ⎟ L bij L bin ⎟⎜ Yi ⎟ ⎟⎜ ⎟ O M O M ⎟⎜ M ⎟ ⎟ L bnj L bnn ⎠⎜⎝ Yn ⎟⎠
Jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi secara lebih jauh digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat keterkaitan antar sektor produksi, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu keterkaitan kebelakang (Backward Linkage) dan keterkaitan kedepan (Forward Linkage). Keterkaitan ke depan dan ke belakang dalam hubungannya untuk setiap sektor ekonomi dapat dijelaskan melalui indeks daya penyebaran (α) dan indeks derajat kepekaan (β) dirumuskan sebagai berikut:
n ∑ bij α j = (1/ in=)1 b ∑∑ i i j dengan :
αj
= indeks daya penyebaran sector j
n ∑ bi i=1 j
= jumlah daya penyebaran sector j
(2)
(1 / n ) ∑ ∑ bi j = rata-rata daya penyebaran persektor i j
n ∑ bij j =1 β = i (1/ n)∑∑ bi i j dengan : βi = indeks derajat kepekaan sektor i
n ∑ bi j j =1
= jumlah derajat kepekaan sektor i
(1 / n ) ∑ ∑ bi j = rata-rata jumlah derajat kepekaan persektor i j
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
(3)
75
Menentukan Analisis Industri Unggulan …
2.2. Rasio Input Antara (RIA) Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku penolong bagi proses produksi, ada dua kemungkinan (i) memanfaatkan sumber-sumber domestik yang ada, sejauh sumber-sumber tersebut ada di daerah dan mampu dimanfaatkan, (ii) mengimmpor bahan baku yang diperlukan. Impor bahan baku akan mengurangi sumber-sumber pembiayaan penbangunan daerah. Untuk mengukur penggunaan input domestik digunakan Rasio Input Antara (RIA), yaitu perbandingan antara seluruh input bahan baku yang digunakan dengan jumlah output masing-masing industri. RIA=(Input Antara)/(Jumlah Output)
(4)
Semakin besar nilai RIA, makin besar input domestik di dalam proses suatu industri.
2.3. Koefisien Spesialisasi Ekspor Dalam perdagangan internasional KSE lazim digunakan sebagai ukuran tingkat surplus atau defisit dalam neraca perdagangan luar negeri. KSE dinyatakan sebagai berikut:
KSEi =
Ei − M i Ei + M i
...(5)
dimana: Ei= besarnya nilai ekspor sektor ekonomi i Mi = besarnya nilai impor sektor ekonomi i Nilai KSE berkisar antara -1 sampai +1. Apabila nilai KSE hampir mendekati -1, maka neraca perdagangan daam keadaan defisit dengan ekspor yang jauh lebih kecil dibandingkan ekspor. Sebaliknya, apabila KSE mendekati +1, maka neraca perdagangan dalam keadaan surplus dimana ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan impor.
2.4. Indeks Komposit Untuk menentukan sektor ekonomi mana yang potensial atau unggulan diukur melaluiindeks komposit. Indeks Adapun model indeks komposit dibangun dari :
⎛X −X I = c1 ⎜⎜ 1 ⎝ s1
⎞ ⎛X −X ⎟⎟ + c2 ⎜⎜ 2 ⎠ ⎝ s2
⎛X −X ⎞ ⎟⎟ + c3 ⎜⎜ 3 ⎠ ⎝ s3
⎞ ⎛X −X ⎟⎟ + L + c5 ⎜⎜ 5 ⎠ ⎝ s5
⎞ ⎟⎟ ⎠
...(6)
dimana, nilai c1, c2, c3, c4 sampai dengan c5 diperoleh dari persamaan berikut:
c1 + r12 c 2 + r13 c3 + r14 c 4 + r15 c5 = λc1 r21c1 + c 2 + r23 c3 + r24 c 4 + r25 c5 = λc 2 r31c1 + r32 c 2 + c3 + r34 c 4 + r35 c5 = λc3 r41c1 + r42 c 2 + r43 c3 + c 4 + r44 c5 = λc 4 r51c1 + r52 c 2 + r53 c3 + r54 c 4 + c5 = λc5 Untuk masalah pembangunan model indeks komposit diinginkan dengan kendala
maksimum s I2 = c j Rc j '
c jc j =1 '
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
76
Teti Sofia Yanti dkk.
⎛ r11 ⎜ ⎜ r21 R = ⎜ r31 ⎜ ⎜ M ⎜ ⎝ r51
r12 r22
r13 r23
L L
r32
r33
L
M
M
O
r52
r53
L
r15 ⎞ ⎟ r25 ⎟ r35 ⎟ ⎟ M ⎟ ⎟ r55 ⎠
dengan proses iterasi diperoleh nilai c1, c2, c3 , ..., c5. Karena tujuan membangun model indeks komposit adalah untuk mengukur sejauh mana penyimpangan terhadap nilai rata-rata, maka Persamaan (6) dapat ditulis:
⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ ⎛X ⎞ I = c1 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ + c 2 ⎜⎜ 2 ⎟⎟ + c3 ⎜⎜ 3 ⎟⎟ + L + c5 ⎜⎜ 5 ⎟⎟ ⎝ s1 ⎠ ⎝ s2 ⎠ ⎝ s3 ⎠ ⎝ s5 ⎠
...(6)
Indek komposit harus memenuhi dua kriteria yaitu: 1)
Jika nilai semua variabel dalam indeks komposit nol, maka nilai (skor) dari indeks komposit juga nol.
2)
Jika nilai dari masing-masing variabel dalam indeks komposit merupakan nilai rata-rata dari variabel tersebut, maka nilai indeks komposit sama dengan 100
Sehingga untuk memenuhi dua kriteria tersebut, diperlukan suatu konstanta k. konstanta k dapat ditentukan melalui:
⎛ ⎛X ⎞ ⎛X k ⎜ c1 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ + c 2 ⎜⎜ 2 ⎜ ⎝ s2 ⎝ ⎝ s1 ⎠
⎛X ⎞ ⎟⎟ + c 3 ⎜⎜ 3 ⎠ ⎝ s3
⎞ ⎛X ⎟⎟ + L + c 5 ⎜⎜ 5 ⎠ ⎝ s5
⎞⎞ ⎟⎟ ⎟ = 100 ⎟ ⎠⎠
...(7)
pada akhirnya diperoleh model indeks komposit sebagai berikut:
⎛ kc ⎞ ⎛ kc ⎞ ⎛ kc ⎞ ⎛ kc ⎞ I = ⎜⎜ 1 ⎟⎟ X 1 + ⎜⎜ 2 ⎟⎟ X 2 + ⎜⎜ 3 ⎟⎟ X 3 + L + ⎜⎜ 5 ⎟⎟ X 5 ⎝ s2 ⎠ ⎝ s1 ⎠ ⎝ s3 ⎠ ⎝ s5 ⎠
...(8)
apabila suatu sektor memiliki nilai indeks komposit di atas nilai rata-ratanya (100), maka dikatakan sektor tersebut menjadi sektor unggulan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahun 2010 Kota Bandung mengeluarkan Tabel Input Output hasil survey tahun 2008, yang memuat 54 sektor ekonomi. Berdasarkan matriks pengganda diperoleh nilai backward linkage dan foward lingkage. Selanjutnya variabel-variabel yang diperoleh dari yang digunakan untuk membentuk indeks komposit adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
Indeks daya penyebaran (X1) Indeks derajat kepekaan (X2) Share PDRB(Pendapatan Domestik Regional Bruto) setiap sektor (X3) Rasio input antara (RIA) (X4) Koefisien spesialisasi ekspor (X5)
Dengan menggunakan Program Matlab diperoleh nilai ci sampai iterasi ke-34, yaitu: c1=1,000000; c2=0.918713; c3=0.956483; c4=0.990474; c5=0.308549. Kemudian ditentukan nilai indeks kompositnya yang disajikan dalam Tabel 1.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Menentukan Analisis Industri Unggulan …
77
Tabel 1. Indeks Komposit 54 Sektor Ekonomi Kota Bandung NO (1) 33
SEKTOR (2) Perdagangan Komoditi Lainnya
X1 (3) 1,21
X2 (4) 17,67
X3 (5) 0,355
X4 (6) 0,65
X5 (7) 0,00
I (8) 294,3
38
Jasa Angkutan Jalan
1,26
1,92
0,047
0,68
-0,53
135,4
30
Perdagangan Hasil Pertanian
1,16
2,92
0,051
0,61
0,00
134,9
28
Konstruksi
1,20
0,99
0,054
0,67
0,00
132,1
32
Perdagangan Bahan Konstruksi
1,33
0,56
0,003
0,77
0,00
131,0
53
Jasa Perorangan Dan Rumah Tangga
1,25
1,32
0,021
0,68
0,00
129,4
11
1,16
0,55
0,047
0,61
0,97
129,0
1,30
0,53
0,002
0,76
0,00
128,0
39
Industri Kulit, Barang-Barang Dari Kulit, Dan Alas Kaki Perdagangan Tekstil, Pakaian Jadi, dan Alas Kaki Jasa Angkutan Udara
1,19
1,29
0,024
0,65
0,53
127,8
10
Industri Pakaian Jadi Kecuali Untuk Alas Kaki
1,18
0,45
0,043
0,62
0,36
124,8
25
Industri Pengolahan Lainnya
1,19
0,44
0,004
0,67
0,10
116,4
34
Hotel Bintang
1,15
0,45
0,004
0,62
0,81
116,2
9
Industri Perajutan
1,09
0,45
0,030
0,55
0,63
113,2
26
Listrik
1,02
1,25
0,018
0,53
1,00
111,4
12
1,14
0,47
0,003
0,62
0,14
110,7
36
Kayu Dan Barang Lainnya Terbuat Dari Kayu, Gabus, Bambu, Dan Rotan Restoran
1,11
0,71
0,030
0,58
-0,69
108,5
44
Jasa Perusahaan
1,06
0,67
0,007
0,59
0,42
108,2
7
1,16
0,48
0,017
0,61
-0,80
107,9
51
Industri Makanan Selain Tahu Tempe, Minuman Dari Tembakau Jasa Sosial Kemasyarakatan Swasta Lainnya
1,11
0,51
0,000
0,62
0,00
107,1
45
Real Estate Dan Usaha
0,98
1,26
0,014
0,51
1,00
107,0
15
Industri Percetakan Dan penerbitan
1,11
0,50
0,004
0,59
0,04
106,5
22
1,05
0,46
0,037
0,51
0,09
106,2
18
Industri Mesin & Peralatannnya Termasuk Perlengkapannya Indusrti Karet Dan Barang-Barang Dari Karet
1,09
0,61
0,005
0,58
0,13
106,0
6
Industri Tahu Tempe
1,12
0,47
0,002
0,59
0,00
105,8
23
Industri Alat Angkutan
1,11
0,46
0,009
0,58
-0,21
105,1
14
1,13
0,51
0,000
0,59
-0,44
103,6
1
Industri Kertas, Barang Dari Kertas dan Sejenisnya Tanaman Bahan Makanan
1,17
0,45
0,001
0,62
-1,00
103,3
8
Industri Tekstil Kecuali Untuk Pakaian Jadi
1,00
0,45
0,032
0,50
0,23
102,7
17
Industri Kimia Dan Barang-Barang Dari Kimia
1,07
0,46
0,004
0,56
-0,05
101,4
37
Jasa Angkutan Kereta Api
1,05
0,71
0,004
0,57
-0,23
100,7
35
Hotel Non Bintang Dan Akomodasi Lainnya
0,98
0,46
0,005
0,49
0,91
99,0
24
1,08
0,45
0,003
0,56
-0,50
98,7
1,01
0,91
0,010
0,50
0,00
98,2
50
Peralatan Profesional, Ilmu Pengetahuan, Alat Ukur Dan Pengatur Perdagangan Kendaraan Bermotor dan Suku Cadangnya Jasa Kesehatan Swasta
1,03
0,51
0,001
0,55
0,00
98,0
2
Ternak, Unggas Dan Hasil-Hasilnya
1,11
0,46
0,001
0,56
-1,00
96,6
52
Jasa Rekreasi, Kebudayaan, Dan Olahraga
0,99
0,54
0,001
0,55
0,00
96,6
31
29
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
78
Teti Sofia Yanti dkk.
NO (1) 40
SEKTOR (2) Jasa Penunjang Angkutan
48 13
X1 (3) 1,00
X2 (4) 0,57
X3 (5) 0,004
X4 (6) 0,51
Jasa Kesehatan Pemerintahan
0,98
0,55
0,003
0,52
0,00
94,0
Industri Furniture Semua Bahan
1,05
0,48
0,001
0,53
-0,62
94,0
49
Jasa Pendidikan Swasta
0,95
0,54
0,005
0,52
0,00
93,3
21
1,05
0,44
0,000
0,55
-0,99
92,3
0,94
0,81
0,008
0,44
0,02
89,6
27
Industri Logam Dasar Dan Barang dari Logam Industri Barang-Barang Dari Plastik Kecuali Furniture Air Bersih
0,98
0,90
0,002
0,48
-0,98
86,0
43
Jasa Lembaga Keuangan Bukan Bank
0,83
0,61
0,006
0,45
0,44
85,1
3
Perikanan Dan Hasil Perikanan Lainnya
0,98
0,50
0,000
0,47
-1,00
82,5
20
Industri Barang Galian Bukan Logam
0,88
0,52
0,000
0,45
-0,58
79,0
42
Jasa Bank
0,61
0,75
0,018
0,24
0,62
63,4
41
Jasa Komunikasi
0,59
1,04
0,027
0,19
0,64
63,2
46
Jasa Pemerintahan Umum
0,51
0,57
0,022
0,14
1,00
54,0
47
Jasa Pendidikan Pemerintahan
0,52
0,49
0,009
0,09
0,00
40,2
4
Hasil Pertanian Lainnya
0,44
0,51
0,000
0,00
-0,47
24,2
16
Industri Pengilangan Minyak
0,44
0,49
0,000
0,00
-0,98
20,6
5
Barang Tambang Dan Hasil Galian Lainnya
0,44
0,52
0,000
0,00
-1,00
20,5
54
Lainnya
0,44
0,45
0,000
0,00
-1,00
20,2
56,45
5,15
4,76
33,99
-0,36
100
19
Rata-rata
X5 (7) 0,21
I (8) 96,3
Terdapat 6 sektor yang responsif ( nilai foward linkages dan backward linkages di atas 1), yaitu “Perdagangan Komoditi Lainnya”, “Perdagangan Hasil Pertanian”, “Jasa Angkutan Jalan”, “Jasa Perorangan dan Rumah Tangga”, “Jasa Angkutan Udara”, dan “Listrik”. Jika sektor-sektor tersebut meningkat outputnya karena peningkatan permintaan akhir, maka akan mengajak sektor lain untuk meningkatkan outputnya. Disamping itu, jika terjadi peningkatan permintaan akhir di seluruh sektor maka sektor-sektor tersebut akan meningkat pula outputntya. Artinya daya dorong dan daya tarik ke enam sektor tersebut kuat terhadap sektorsektor yang lain. Sebanyak 30 sektor merupakan sektor unggulan kota Bandung,karena mempunyai nilai indeks komposit di atas rata-rata. Sementara itu sektor yang paling diunggulkan adalah sektor “Perdagangan Komoditi Lainnya”, sektor tersebut mempunyai foward linkages dan share PDRB paling tinggi dibanding sektor lainnya sebesar 17,67 dan 35%.
4. KESIMPULAN Sebanyak 30 sektor merupakan sektor unggulan kota Bandung, karena mempunyai nilai indeks komposit di atas rata-rata dan sektor yang paling diunggulkan adalah sektor “Perdagangan Komoditi Lainnya”, sektor tersebut mempunyai foward linkages dan share PDRB paling tinggi dibanding sektor lainnya sebesar 17,67 dan 35%, akan tetapi sektor tersebut perlu didorong agar dapat mengekspor komoditinya lebih besar lagi agar neraca perdagangan sektor tersebut positif. Sementara itu terdapat enam sektor, selain menjadi sektor-unggulan juga sektor-sektor yang paling responsif ketika terjadi peningkatan permintaan akhir dalam perekonomian. Sektor-sektor tersebut adalah “Perdagangan Komoditi Lainnya”, “Perdagangan Hasil Pertanian”, “Jasa Angkutan Jalan”, “Jasa Perorangan dan Rumah Tangga”, “Jasa Angkutan Udara”, dan “Listrik”. Sehingga ketika output pada sektor-sektor tersebut meningkat akan menjadi multiplier efek bagi sektor-sektor yang lain, sehingga pertumbuhan perekonomian di kota Bandung akan semakin meningkat.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Menentukan Analisis Industri Unggulan …
79
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hibah bersaing yang didanai oleh Dikti tahun anggaran 2013, dengan judul penelitian “Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja dan Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kota Bandung Sebagai Acuan Pengembangan Potensi Daerah” dengan nomor kontrak Nomor:135/LPPM-SP3/V/2013 tentang Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian(SP3) Hibah Bersaing.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6].
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta. BPS Kota Bandung, 2010, Tabel Input Output Kota Tahun Bandung 2008 BPS 1999, Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input output Daryanto, Arief dan Yudhi Hafizrianda. 2010. Analisis Input output & social Accounting Matrix. IPB Press. Bogor Miller, R.E. P.D. Blair. 1985. Input-Output AnalysisFoundation and Extensions. Prentice Hall Inc New Jersey. Suahasil Nazara. 2010. Analisis Input Output. LPFEUI. Jakarta
LAMPIRAN function cari_c(A); n=size(A,1); stop=0; iter=0; c=ones(n,1); e=ones(1,n); while stop==0 iter=iter+1; old=c; for i=1:n sum=0; for j=1:n sum=sum+A(i,j)*old(j); end Lc(i)=sum; c(i)=Lc(i)/Lc(1); if iter>1 e(i)=abs(c(i)-old(i)); if e<0.0000001 stop=1; end; end; end; disp(' '); fprintf('Iterasi%3.0f:\n',iter); disp(' '); for i=1:n fprintf('C%1.0f=%8.6f\n',i,old(i)); end; disp(' '); for i=1:n fprintf('LambdaC%1.0f=%8.6f\n',i,Lc(i)); end; end; disp(' '); Lambda=Lc(1)/c(1); fprintf('Lambda =%8.6f\n',Lambda); disp(' ');
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Statistika, Vol. 13 No. 2, 81 – 92 November 2013
Pendugaan Angka Kematian Bayi Melalui Model Regresi Poisson Bayes Berhirarki Dua-Level (Studi Kasus pada Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat) Nusar Hajarisman1), Aceng Komarudin Mutaqin2), Anneke Iswani A.3) 1,2,3Program
Studi Statistika, Universitas Islam Bandung, Jl Ranggamalela No. 1, Bandung, Indonesia 1Email:
[email protected]
Abstract In this paper, we address the issue of estimation of the hierarchical Bayesian models, especially for count data in small area estimation problem. This model was developed by combining the existing terminology in generalized linear models with the concept of Bayes methods, especially hierarchical Bayes methods, such that it can be implemented to address the problem of small area estimation for survey data in the form of the count data. Development of this model starts by assuming that the observed random variable is a member of the exponential family conditional on a certain parameter. The main objective of the development of this model is to make inference on these parameters are also considered as random variables. Then these parameters are modeled with the Fay-Herriot model as the basic model of the small area estimation. Furthermore, the combination of both models will be standardized in such a way as to represent a model within the framework of Bayes methods that will eventually form a two-level hierarchical Bayes Poisson model to solve problems in small area estimation. The results of the development of this model is implemented to estimate the infant mortality rate in Bandung district, West Java Province. Keywords: small area estimation, Fay-Herriot model, generalized linear models, Poisson distribution, Markov chain Monte Carlo, Gibbs sampling.
1. PENDAHULUAN Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neonatal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Propinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013 disebutkan bahwa strategi utama meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di
81
82
Nusar Hajarisman dkk.
tempuh melalui upaya peningkatan pendidikan dan kesehatan yang dalam pelaksanaannya dikelola melalui pendekatan siklus hidup dan pemberdayaan kemampuan secara profesional. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan menurunkan angka kematian khususnya angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan angka kematian balita. Selain itu perlu ditargetkan pula upaya meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan perilaku sehat pada masyarakat. Indikator kesehatan yang cukup menarik untuk diamati antara lain adalah angka kematian bayi, angka kesakitan dan pemenuhan gizi. Derajat kesehatan penduduk dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, gaya hidup, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan, dan lainlain. Faktor budaya berkaitan dengan kebiasaan penduduk pada umumnya misal; kebiasaan mencampurkan tempat tinggal dengan tempat binatang ternak, sampah yang dibuang sembarangan, penggunaan air sungai sebagai sumber air bersih. Sedangkan gaya hidup menyangkut perubahan perilaku yang massal akibat masuknya nilai-nilai baru yang dianggap modern seperti merokok, minum-minuman keras, makan makanan fast food; yang sebenarnya kebiasaan tersebut merupakan gaya hidup yang kurang sehat, atau lebih mendatangkan penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menyulitkan dalam mensosialisasikan kebiasaan-kebiasaan hidup yang sehat. Tingkat ekonomi yang rendah menghambat masyarakat atas akses terhadap fasilitas-fasilitas kesehatan, dan juga rendahnya tingkat pemenuhan gizi yang diperlukan tubuh. Beberapa indikator derajat kesehatan penduduk yang mencerminkan derajat kesehatan masyarakat, antara lain adalah angka kematian bayi (AKB/IMR), angka kematian kasar (AKK/CDR), status gizi, dan angka harapan hidup. Besarnya angka dari indikator tersebut berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga terutama ibu, perilaku hidup sehat, kebersihan, dan kesehatan lingkungan serta sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Selain faktor-faktor diatas, tinggi rendahnya AKB juga dipengaruhi oleh masa persalinan, pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan, serta pemberian imunisasi. Oleh karena itu, lamanya pemberian ASI dan kelengkapan pemberian imunisasi perlu diperhatikan. Untuk keperluan pemantauan hasil pembangunan manusia, AKB yang tinggi mencerminkan banyak hal. Rendahnya tingkat penggunaan maupun pelayanan kesehatan, kekurangan gizi, kontaminasi lingkungan serta rendahnya pendidikan para ibu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi AKB. Oleh sebab itu, upaya untuk menurunkan AKB adalah melalui peningkatan pendidikan bagi kaum perempuan. Diharapkan budaya patrilineal, yang memprioritaskan pendidikan anak laki-laki dibanding perempuan, yang masih dianut sebagian masyarakat dapat dihilangkan. Dengan demikian kesenjangan kualitas SDM antara perempuan dan laki-laki tidaklah terlalu lebar. Kecenderungan angka kematian bayi di Jawa Barat selama beberapa dekade terakhir terus mengalami penurunan, seiring dengan terus membaiknya derajat kesehatan yang ditunjukkan dengan meningkatnya angka harapan hidup penduduk. Berdasarkan hasil SP 1980, angka kematian bayi (AKB) di Jawa Barat masih tercatat sebesar 134 per 1000 kelahiran, berarti secara rata-rata setiap 1000 kelahiran hidup masih terdapat sebanyak 134 bayi diperkirakan meninggal. Kondisi tersebut mencerminkan derajat kesehatan masyarakat waktu itu masih begitu rendah. Seiring digulirkannya berbagai upaya peningkatan derajat kesehatan, seperti : memudahkan akses masyarakat untuk berobat ke tenaga kesehatan melalui pendirian puskesmas dan puskesmas pembantu, dan melakukan penyuluhan kesehatan melalui posyandu dan kader kesehatan, sangat membantu menurunkan kejadian kematian pada bayi dan ibu. Pada tahun 2003, AKB di Propinsi Jawa Barat menjadi hanya sekitar 42,50 per 1000 kelahiran atau secara rata-rata dari setiap 1000 kelahiran hidup hanya terdapat 42 bayi diperkirakan meninggal dan di tahun 2004 kembali turun menjadi hanya 41,72 per 1000 kelahiran. Jika dilihat menurut jenis kelamin, pencapaian AKB perempuan relatif lebih baik dibandingkan AKB laki-laki. Data tahun 2004 menunjukkan, AKB perempuan mencapai sekitar 40.44 per 1000 kelahiran hidup relatif lebih rendah dibandingkan AKB laki-laki yang mencapai 45.12 per 1000 kelahiran hidup. Dilihat dari perspektif pembangunan manusia, upaya peningkatan derajat kesehatan melalui penurunan angka kematian bayi secara signifikan sangat membutuhkan upaya penajaman pemikiran, yaitu bagaimana mengintervensi problem-problem kesehatan terutama pada ibu, bayi dan anak, dengan fokus lebih spesifik diarahkan secara khusus ke daerah-daerah pedesaan. Dengan cakupan layanan kesehatan yang belum begitu optimal karena wilayah Jawa Barat yang cukup luas, tampaknya diperlukan upaya prioritas pada daerah-daerah yang memiliki persebaran AKB yang cukup tinggi, seperti di wilayah pantura dan Jawa Barat bagian
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pendugaan Angka Kematian Bayi …
83
selatan misalnya. Menurut data tahun 2004, capaian AKB pada daerah-daerah tersebut relatif cukup tinggi, seperti di Kabupaten Karawang misalnya, capaian AKB-nya sekitar 55.70 per 1000 kelahiran hidup, kemudian disusul Kabupaten Cirebon (54.46 per 1000 kelahiran hidup), Kabupaten Indramayu (53.89), Kabupaten Majalengka (48.50) dan Kabupaten Bekasi (46.61). Sedangkan di wilayah selatan Jawa Barat, AKB yang cukup tinggi terjadi di Kabupaten Garut yang mencapai 53.79 per 1000 kelahiran hidup, dan Kabupaten Tasikmalaya (48.75) serta Kabupaten Cianjur (50.87). Tingginya angka kematian bayi dan balita tidak dapat dibiarkan begitu saja, mengingat kelangsungan hidup anak sangat menentukan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang tepat untuk mengurangi angka kematian tersebut. Intervensi yang efektif hanya dapat dilakukan, jika diketahui faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi kelangsungan hidup anak. Berbagai studi empiris yang telah dilakukan berkenaan dengan angka kematian bayi menunjukkan bahwa tidak hanya faktor di dalam sektor kesehatan, seperti jumlah puskesmas, bidan, dan infrastruktur kesehatan yang mempengaruhi kelangsungan hidup anak, tetapi juga faktor di luar sektor kesehatan, seperti tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan rumah tangga. Makalah ini berisi bahasan tentang aplikasi model Poisson Bayes berhirarki dua-level untuk menduga angka kematian bayi (AKB) level kecamatan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Perlu diketahui bahwa variabel acak respons yang diperhatikan dalam studi ini adalah diasumsikan berdistribusi Poisson. Model yang biasa digunakan untuk menganalisis data cacahan yang berdistribusi Poisson adalah model linear terampat. Namun perlu diperhatikan bahwa model linear terampat ini tidak mempertimbangkan efek acak dari area yang diamati. Sedangkan model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah perpaduan antara model linear terampat dan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah penaksiran area kecil, yang tentu saja didalamnya sudah memperhitungkan efek acak dari area yang diamati. Oleh karena itu, sebagai bahan perbandingan model yang tanpa memperhitungkan efek acak (model regresi Poisson biasa) juga akan digunakan dalam aplikasi ini.
2. MODEL REGRESI POISSON BAYES BERHIRARKI DUA-LEVEL Model regresi Poisson berhirarki telah banyak digunakan untuk menganalisis berbagai jenis data yang berbentuk cacahan. Kebanyakan analisis yang dilakukan untuk pemetaan penyakit (disease mapping) dimulai dengan proses penarikan contoh Poisson. Clayton dan Klador (1987) menggambarkan pendekatan Bayes empirik yang memperhatikan kemiripan spasial antar angka kematian penyakit tertentu. Sementara itu Ghosh et al. (2009) membandingkan metode Bayes empirik dan Bayes berhirarki, yang diaplikasikan pada masalah kesehatan untuk subpopulasi yang bersifat minoritas. Sementara itu, Breslow dan Clayton (1993) menggunakan model campuran linear terampat untuk mempelajari masalah pemetaan penyakit ini. Sedangkan, Waller, et al. (1997) mengusulkan model Bayes berhirarki spatio-temporal untuk memodelkan angka kematian regional menurut ruang dan waktu termasuk didalamnya interaksi antara ruang dan waktu itu sendiri. Saat ini sudah mulai banyak penelitian mengenai penerapan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah pendugaan area kecil ini. Torabi dan Rao (2008) mengembangkan masalah pendugaan area kecil dua-level melalui penduga generalized regression (GREG). Sementara itu, You dan Chapman (2006) membahas tentang pendugaan area kecil untuk level area. Mereka mengembangkan model untuk memperoleh ragam penarikan contoh melalui pendekatan model Bayes berhirarki dengan algoritma Gibbs penarikan contoh. Penggunaan model Bayes berhirarki juga dilakukan oleh Souza et al. (2009) dalam rangka memprediksi populasi area kecil, dimana model yang dikembangkan dilakukan melalui model pertumbugan terstruktur secara spasial. Pengembangan model spasial yang dikombinasikan dengan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah pendugaan area kecil juga dilakukan oleh You dan Zhou (2011). Hasil pengembangan model yang dilakukan oleh You dan Zhou (2011) ini diaplikasikan pada masalah data kesehatan. Dalam makalah ini akan diusulkan pengembangan model regresi Poisson berhirarki yang pertama kali diusulkan oleh Christiansen dan Morris (1997), dimana model ini pada awalnya tidak dirancang untuk digunakan dalam masalah survey penarikan contoh. Model ini dikembangkan dengan cara memadukan terminologi yang ada dalam model linear terampat dengan konsep metode Bayes, khususnya metode Bayes berhirarki, sedemikian rupa sehingga dapat diimplementasikan untuk menangani masalah pendugaan area kecil untuk data survey
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
84
Nusar Hajarisman dkk.
yang berbentuk data cacahan. Pengembangan model ini dimulai dengan mengasumsikan variabel acak yang diamati merupakan anggota dari keluarga eksponensial, sebagaimana yang muncul dalam konsep pemodelan linear terampat, bersyarat pada suatu parameter tertentu. Tujuan utama dari pengembangan model ini adalah membuat inferensi pada parameter tersebut yang juga dianggap sebagai variabel acak. Kemudian parameter tersebut dimodelkan dengan menggunakan model Fay-Herriot sebagai model dasar dalam konsep pendugaan area kecil. Selanjutnya, perpaduan dari kedua model tersebut akan distandarkan sedemikian rupa sehingga mewakili suatu model dalam kerangka kerja metode Bayes yang pada akhirnya akan terbentuk model Poisson Bayes berhirarki untuk menyelesaikan masalah dalam pendugaan area kecil. Berikut ini pembahasan mengenai pengembangan model regresi Poisson Bayes berhirarki dualevel. Misalkan yij menyatakan banyaknya peristiwa ‘sukses’ atau dalam hal ini banyaknya kejadian yang mati pada unit pengamatan ke-j untuk area ke-i, ni menyatakan populasi dalam menyatakan angka kematian unit pengamatan ke-j pada area ke-i, dimana area ke-i, serta / (untuk i = 1, 2, …, m dan j = 1, 2, …, ni), serta m menunjukkan banyak area kecil yang diamati. Dalam hal ini yij adalah variabel acak yang saling bebas dengan fungsi kepekatan peluang yang merupakan anggota dari keluarga eksponensial. Kemudian, fungsi kepekatan tersebut diparameterisasi terhadap parameter kanonik, , dan parameter skala , dimana 0 dan diasumsikan diketahui. Parameter kanonik akan dimodelkan dengan menggunakan model Fay-Herriot. Untuk merumuskan model regresi Poisson Bayes berhirarki dua-level dilakukan dengan cara menentukan level 1 dari model deskriptif yang menyatakan sebaran dari vektor data yang diamati, ,…,
,…,
,…,
dengan syarat pada parameter individu ; Pada level 2 terdapat dua sebaran prior yang dengan syarat pada dipertimbangkan, yaitu untuk menyatakan sebaran gamma untuk hyperparameter , dan level 2 untuk menyatakan sebaran invers-gamma untuk dengan syarat pada hyperparameter , . Pada dasarnya akan sangat sulit untuk menghitung besaran yang sedang dikaji dalam masalah parametrik yang bersifat nonlinear, sehingga perlu dilakukan penyederhanaan pendekatan masalah komputasi yang biasa digunakan, misalnya seperti di dalam metode rantai Markov Monte Carlo. Di sini akan dibahas mengenai metode Bayes dengan sebaran prior dua-tahap yang akan menghasilkan sebaran posterior bagi dua buah hyperparameter. Perlu diketahui bahwa metode yang saat ini berkembang biasanya tidak memperoleh sebaran posterior bersyarat dalam bentuk persamaan tertutup yang mengakibatkan contoh Gibbs agak sulit untuk digunakan (Gelfand dan Smith, 1990). Untuk mengatasi masalah tersebut kemudian digunakan algoritma Metropolis-Hasting. Namun perlu dicatat bahwa jika sebaran bersyarat posterior tidak baku berbentuk log konkaf, maka penarikan contoh Gibb dapat digunakan melalui algoritma Gilks-Wild (Nandram, 2000). Lebih jauh, Nandram (2000) menyatakan bahwa sebaran posterior bersama bagi parameter yang diamati akan bersifat proper untuk sembarang model. Dalam penelitian ini, masalah komputasi dilakukan sebagaimana yang diusulkan oleh Ghosh et al. (1998) mengenai penerapan model linear terampat pada pendugaan area kecil. Proses komputasi dilakukan pada m buah area lokal atau m strata. Misalkan menyatakan statistik cukup minimal (diskrit atau kontinu) yang berhubungan dengan unit ke-j dalam strata ke-i 1, … , . Variabel acak diasumsikan sebagai variabel acak yang saling bebas ( 1, … , ; yang merupakan anggota dari keluarga eksponensial. Dalam penelitian ini variabel acak respons yang diperhatikan adalah yang menyebar Poisson, ~ Poisson , dimana menurut McCullagh dan Nelder (1989) fungsi peluangnya dapat dituliskan dalam bentuk keluarga eksponensial sebagai berikut: |
,
exp
log
!
… (1)
Dalam hal ini parameter alamiah log , 1, , serta ; log !. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran Poisson merupakan anggota dari keluarga eksponensial.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pendugaan Angka Kematian Bayi …
85
Untuk memudahkan mengkaitkan bentuk model keluarga eksponenial yang dituliskan dalam Persamaan (1) ke dalam masalah pemodelan Bayes berhirarki, maka fungsi kepekatan peluangnya dapat dituliskan lagi sebagai berikut: |
,
exp
;
… (2)
1, … , . Fungsi kepekatan yang diberikan dalam (1) diparameterisasi dimana 1, … , ; terhadap parameter kanonik dan parameter skala 0. Dalam hal ini parameter skala diasumsikan diketahui nilainya. Parameter alamiah
terlebih dahulu dimodelkan sebagai 1, … ,
;
1, … ,
… (3)
dimana h merupakan fungsi naik; xik adalah vektor rancangan berukuran (p× 1), β adalah vektor koefisien regresi berukuran (p× 1), ui merupakan efek acak, dan εik adalah galat. Di sini diasumsikan bahwa ui dan εij adalah saling bebas dengan ~ 0, dan ~ 0, . Apabila diperhatikan lebih jauh, model yang diberikan dalam Persamaan (3) merupakan model FayHerriot yang dijadikan sebagai model dasar dalam pendugaan area kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model linear terampat dapat dihubungkan ke masalah pendugaan area kecil melalui hubungan antara model dalam Persamaan (2) dan (3). Apabila melihat lebih jauh persamaan yang dinyatakan dalam (2) dan (3) tidak membentuk model Bayes berhirarki. Akan tetapi model tersebut akan dibakukan sedemikian rupa sehingga mewakili suatu model dalam kerangka kerja metode Bayes sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ghosh et al. (1998). Model pertama yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah model Poisson Bayes berhirarki, dimana parameter merupakan suatu parameter yang berkenaan dengan angka kematian (mortality rate) yang diasumsikan mengikuti sebaran gamma. Perlu diketahui bahwa parameter yang menyebar gamma ini merupakan level pertama dari model Bayes berhirarki dua-level, sedangkan level kedua dari hirarki ini terletak pada parameter gamma a yang bersebaran hyperprior, dan parameter gamma b yang menyebar hyperprior , dimana ν dan ρ masing-masing menunjukkan parameter dari sebaran hyperprior tersebut. Model kedua yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sebaran prior untuk parameter τ berdasarkan pada sebaran invers gamma atau ~ Invers Gamma , , dengan mengambil nilai a dan b sama seperti pada model yang pertama, yaitu dengan mengambil nilai a = b = 0.002. Sedangkan prior untuk hyperparameter a dan b yang masingmasing juga mengikuti sebaran invers gamma.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sumber Data Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder, dimana sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika (BPS), yaitu Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Pokok-pokok atau komponen informasi yang dapat digali dari data Susenas 2010 adalah Keterangan Tempat; Keterangan Pokok Rumah Tangga; Keterangan Anggota Rumah Tangga; Keterangan Mortalitas Sejak Tahun 2004; Keterangan Perorangan Tentang Kesehatan Balita; Pendidikan; Ketenagakerjaan; Fertilitas dan KB; Keterangan Perumahan; Pengeluaran Rumah Tangga; Keterangan Sosial Ekonomi lainnya; serta Teknologi dan Informasi. Data SDKI khusus dirancang untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai tingkat kelahiran, mortalitas, prevalensi keluarga berencana dan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi. Tujuan umum penyelenggaraan SDKI adalah dalam rangka mengumpulkan informasi mengenai kesehatan ibu dan anak serta informasi mengenai kesehatan reproduksi, prevalensi KB, pengetahuan tentang AIDS dan IMS serta prevalensi imunisasi. Sesuai dengan jenis data atau informasi yang dikumpulkan, kuesioner yang digunakan mencakup kuesioner untuk pengumpulan data rumah tangga dan kuesioner untuk pengumpulan data perorangan.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
86
Nusar Hajarisman dkk.
3.2. Variabel Penelitian Sejumlah variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang dianggap mempengaruhi Angka Kematian Bayi. Terdapat 10 variabel yang akan diamati, yaitu: LH
=
Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
BM
=
Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
K1
=
Persentase ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) selama masa kehamilannya.
KN1
=
Prosentase ibu yang tidak melakukan kunjungan bayi. Kunjungan anak usia kurang dari satu tahun(29 hari-11 bulan) untuk mendapatkan pelayanan
NAKES
=
Persentase persalinan yang ditolong bukan oleh tenaga kesehatan adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, pertolongan persalinan oleh tenaga profesional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, pembantu bidan dan perawat bidan.
RIST
=
Persentase ibu hamil risti, dimana ibu hamil risti adalah ibu hamil dengan keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian bagi ibu maupun bayinya.
ASI
=
Persentase bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif, dimana ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman lain sampai bayi berusia 6 bulan.
POSY
=
Persentase rasio ketersediaan POSYANDU terhadap penduduk.
RSHT
=
Persentase rumah tidak sehat. Bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatanya itu memilik jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari tanah.
PEND
=
Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ibu (dihitung dalam tahun).
MSKN
=
Persentase penduduk miskin.
RTKS
=
Rasio ketersediaan tenaga kesehatan profesional dan tenaga kesehatan masyarakat terhadap penduduk.
4. HASIL-HASIL DAN PEMBAHASAN Target utama dari aplikasi pemodelan Bayes berhiraki dua-level untuk menangani masalah penaksiran area kecil ini adalah untuk memprediksi banyaknya bayi yang mati dan menduga angka kematian bayi level kecamatan, khususnya di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Model yang dipertimbangkan adalah model Poisson Bayes berhirarki dua-level dengan menggunakan distribusi prior gamma dan invers gamma. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kerangka kerja dari model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan perpaduan konsep model linear terampat dan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah penaksiran area kecil. Hal-hal yang dikaji dalam aplikasi ini adalah sifat-sifat dari penduga parameter model Poisson Bayes berhirarki, terutama yang berkaitan dengan ketidakbiasan dan akurasi dari penduga parameter yang diamati, termasuk didalamnya adalah galatbaku dari distribusi posteriornya; Diagnostik kekonvergenan rantai Markov; diagnostik kecocokan model dengan cara menerapkan konsep pemodelan linear terampat dalam model Bayes berhirarki pada masalah Penaksiran area kecil, termasuk didalamnya adalah melakukan analisis residu; serta nilai prediksi untuk distribusi posterior, dimana ukuran statistik yang diamatinya adalah rata-rata dan simpangan baku prediksi.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pendugaan Angka Kematian Bayi …
87
4.1. Diagnostik Kecocokan Model dan Analisis Residu Tabel 1 menyajikan hasil-hasil mengenai berbagai kriteria informasi devians yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi kecocokan model dalam metode MCMC. Beberapa kriteria yang dihitung di sini adalah rata-rata devians posterior (Dbar), nilai devians yang dievaluasi pada rata-rata posterior (Dmean), banyaknya parameter yang efektif (pD), serta devians information criteria (DIC) itu sendiri. Tabel 1 Kriteria informasi devians untuk data level kecamatan di Kota Bandung Kriteria
Nilai
Dbar (posterior mean of deviance) Dmean (deviance evaluated at posterior mean) pD (effective number of parameters) Deviance Informations Criterion (DIC)
134.237 134.237 0 134.237
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa dalam hal ini DIC menggunakan fungsi kepekatan posterior, yang berarti bahwa ukuran ini memperhitungkan informasi yang berasal dari distribusi priornya. Hasil yang ditunjukkan oleh DIC di atas juga sejalan dengan apa yang diberikan oleh rata-rata devians posterior (Dbar) dan devians yang dievaluasi pada rata-rata posterior (Dmean). Perhatikan bahwa nilai Dbar dan Dmean yang berasal dari distribusi prior gamma masingmasing adalah 134.237 dan 134.237. Tabel 2 Hasil Analisis Residu untuk data level kecamatan di Kota Bandung Ukuran
Model HB
Model Poisson
Residu Bayes MSPE MAPE
5.5490 8.7887 2.3077
11.7939 2.9266
Selanjutnya Tabel 2 menampilkan hasil analisis residu, baik analisis untuk residu Bayes, ratarata jumlah kuadrat prediksi (MSPE), serta rata-rata absolut prediksi (MAPE). Pada tabel tersebut juga ditampilkan hasil analisis residu (MSPE dan MAPE) untuk model regresi Poisson biasa sebagai bahan perbandingan. Berdasarkan hasil dari analisis residu ini tampak bahwa model HB berhirarki nilai-nilai residu (residu Bayes, MSPE, dan MAPE) sedikit lebih kecil dibandingkan dengan model Poisson. Berdasarkan hasil dari analisis residu ini dapat dikatakan bahwa model Poisson Bayes lebih cocok terhadap data dibandingkan model HB.
4.2. Hasil-hasil Penaksiran AKB Kota Bandung Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa ringkasan statistik distribusi posterior (yang ditunjukkan melalui rata-rata dan simpangan bakunya) yang berasal dari distribusi posterior memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan nilai asli dari parameternya. Misalnya besaran rata-rata penduga untuk parameter β0, β1, dan β2 yang dihasilkan dari distribusi posterior masing-masing adalah 1.8615, 0.3198, dan 0.9086. Tabel 3 Ringkasan Statistik untuk distribusi posterior untuk data level kecamatan Kota Bandung Kota Bandung Parameter Intersept K1 MSKN
Rata-rata
Simpangan Baku
1.8615 0.3198 0.9086
31.4364 31.0268 31.6584
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
88
Nusar Hajarisman dkk.
Hasil ini juga didukung oleh hasil-hasil dari galat baku Monte Carlo yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa rasio antara galat baku Monte Carlo dan simpangan bakunya untuk rantai Markov yang diperoleh dari distribusi posterior untuk setiap parameter memberikan nilai yang tidak jauh berbeda. Tabel 4 Galat baku Monte Carlo dan Simpangan Baku Posterior untuk data level kecamatan Kota Bandung Parameter
MCSE
SD
MCSE/SD
Intersept K1 MSKN
1.0989 1.0590 1.0302
31.4364 31.0268 31.6584
0.0350 0.0341 0.0325
Perhatikan pula bahwa tanda dari penduga parameter yang berhubungan dengan variabel K1 dan MSKN adalah sama, yaitu bertanda positif untuk variabel K1 dan bertanda positif juga untuk variabel MSKN. Artinya bahwa semakin tinggi persentase ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) selama masa kehamilannya, maka angka kematian bayi di Kota Bandung akan semakin tinggi. Demikian juga halnya, bahwa semakin tinggi persentase penduduk miskin, maka semakin tinggi pula angka kematian bayi di Kota Bandung.
4.3. Hasil Prediksi Kematian Bayi dan Angka Kematian Bayi Sekali lagi, perlu diketahui bahwa nilai residu yang diberikan pada Tabel 2, pada dasarnya residu dalam analisis Bayes tidak jauh berbeda dengan residu dalam model linear statistika pada umumnya, yaitu selisih antara data aktual dengan data dugaan dari model. Di sini yang menjadi data aktual adalah variabel respons yang menyatakan banyaknya bayi mati pada kecamatan tertentu di Kota Bandung yang berdistribusi Poisson. Sedangkan data dugaan adalah variabel respons prediksi yang dihasilkan dari model Poisson Bayes berhirarki multilevel, . Walaupun nilai residu untuk model Poisson Bayes berhirarki multi-level untuk distribusi prior invers gamma secara umum lebih kecil daripada model dengan prior gamma, akan tetapi sebaran rata-rata dan simpangan baku dari variabel respons prediksi untuk kedua model tersebut mempunyai pola yang tidak jauh berbeda. Tabel pada Lampiran 1 menyajikan hasil prediksi jumlah kematian bayi level kecamatan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Pada tabel tersebut berisi hasil prediksi kematian bayi level kecamatan dengan menggunakan tiga buah model yang berbeda, yaitu model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma, model Poisson Bayes berhirarki dengan prior invers gamma, serta model regresi Poisson biasa. Dua model yang pertama tentu saja merupakan model kajian utama dalam penelitian ini yang diaplikasikan dalam masalah Penaksiran area kecil. Sedangkan model regresi Poisson disajikan dengan tujuan untuk membandingkan performa model antara model yang memperhitungkan efek area (model Poisson Bayes berhirarki) dan model yang tidak memperhitungkan efek area (model Poisson biasa). Berdasarkan hasil prediksi banyaknya bayi yang mati level kecamatan di Kota Bandung ini terlihat bahwa hasil prediksi dari model Poisson Bayes berhirarki dengan distribusi prior invers gamma mendekati data aktual. Hal ini sejalan dengan hasil-hasil dari analisis residu yang disajikan pada Tabel 2, dimana model HB memberikan residu yang relatif lebih kecil dibandingkan model Poisson. Sementara itu tabel yang disajikan pada Lampiran 2 menyajikan hasil-hasil penaksiran angka kematian bayi level kecamatan di Kota Bandung untuk dua buah model yang dikaji bersaman dengan angka kematian bayi yang dihitung langsung dari data aktual. Hasil penaksiran angka kematian bayi yang diperoleh melalui model Poisson Bayes berhirarki dengan prior invers gamma terlihat mendekati hasil Penaksiran angka kematian bayi yang dihitung dari data aktual. Sedangkan hasil Penaksiran dari model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma pada umumnya memberikan nilai penduga yang lebih kecil dibandingkan AKB aktual.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pendugaan Angka Kematian Bayi …
89
5. DISKUSI Dalam penelitian ini telah dikembangkan suatu model Poisson Bayes berhirarki multi-level yang memadukan konsep pemodelan linear terampat dan pemodelan Bayes berhirarki dalam menangani masalah pendugaan area kecil. Variabel respons yang diamati dalam penelitian ini adalah berbentuk data cacahan yang berdistribusi Poisson yang merupakan anggota dari keluarga eksponensial sebagai bagian dari konsep dalam pemodelan linear terampat. Kemudian, variabel acak Poisson dengan parameter θ dianggap sebagai suatu variabel acak yang dimodelkan melalui model Fay-Herriot sebagai model dasar yang digunakan dalam pendugaan area kecil. Kedua konsep pemodelan tersebut kemudian diimplementasikan melalui pendekatan Bayes berhirarki sehingga membentuk Model Poisson Bayes berhirarki multilevel.Selanjutnya, berdasarkan hasil dari penerapan model Poisson Bayes berhirarki ini pada penaksiran Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: Variabel yang berpengaruh terhadap AKB di Kota Bandung adalah variabel K1 dan MSKN. Variabel K1 adalah variabel yang menyatakan tentang persentase ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) selama masa kehamilannya. Sedangkan variabel MSKN adalah variabel yang menyatakan tentang persentase penduduk miskin. Penaksir parameter yang berhubungan dengan variabel K1 dan MSKN adalah sama, yaitu bertanda positif untuk variabel K1 dan bertanda positif juga untuk variabel MSKN. Artinya bahwa semakin tinggi persentase ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) selama masa kehamilannya, maka angka kematian bayi di Kota Bandung akan semakin tinggi. Demikian juga halnya, bahwa semakin tinggi persentase penduduk miskin, maka semakin tinggi pula angka kematian bayi di Kota Bandung. Berdasarkan hasil kajian dari kecocokan model dan analisis residu ini tampak bahwa model HB berhirarki nilai-nilai residu (residu Bayes, MSPE, dan MAPE) sedikit lebih kecil dibandingkan dengan model Poisson. Berdasarkan hasil dari analisis residu ini dapat dikatakan bahwa model Poisson Bayes lebih cocok terhadap data dibandingkan model HB.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6]. [7]. [8]. [9]. [10]. [11].
Ahmed, S. and Hill, K. (2010).“Maternal mortality estimation at the subnational level: a modelbased method with an application to Bangladesh,”Bulletin of the World Health Organization. Bizier, V., You, Y., Veilleux, L., and Grondin, C. (2009). “Model-based Approach to Small Area Estimation of Disability counts and rates using Data from the 2006 Participation and Activity Limitation Survey”, Section on Survey Research Methods, 1232-1247 Datta, G.S., Lahiri, P., and Lu, K.L.(1999). ”Hierarchical Bayes Estimation of Unemployment Rates for the States of the U.S,” Journal of the American Statistical Association, 94, 1074-1082. Datta, G.S., Rao, J.N.K., and Smith, D.D.(2005). ”On Measuring The Variability of Small Area Estimators Under a Basic Area Level Model,” Biometrika, 92, 183-196. Fay, R E. and Herriot, R.A. (1979). “Estimates of income for small places1 an application of James-Stein procedures to census data,”Journal of the American Statistical Association, 74, 269- 277. Ghosh, M., Natarajan, K., Stroud, T.W.F., and Carlin, B.P.(1998) “Generalized Linear Models for Small Area Estimation,” Journal of the American Statistical Association, 93, 273-282. Jiang, J., and Lahiri, P.(2001). ”Empirical Best Prediction For Small Area Inference With Binary Data,” Ann.Inst. Statist. Math, 53, 217-243. Kim, H., Sun, D., and Tsukawa, R.K.(2001). ”A Bivariate Bayes Method for Improving The Estimates of Mortality Rates With a Twofold Conditional Autoregressive Model,” Journal of the American Statistical Association, 94, 1506-1521. Kurnia, A. dan K.A. Notodiputro. (2005). Generalized Linear Model pada Small Area Estimation. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika. UI Depok, 30 Juli 2005. Lahiri, P., and Maiti, T. (2007). ”Resampling-Based Empirical Prediction an Application to Small Area Estimation,” Biometrika, 94, 469-485. Lahiri, P., and Rao, J.N.K. (1995). ”Robust Estimation of Mean Squred Error of Small Area Estimators,” Journal of the American Statistical Association, 90, 758-766.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
90
Nusar Hajarisman dkk.
[12].
MacNab, Y.C., Farrell, P.J., Gustafon, P., and Wen, S.(2004). ”Estimation in Bayesian Disease Mapping,” Biometrics, 60, 865-873 Maiti, T. (1998).“Hierarchical Bayes Estimation of Mortality Rates for DiseaseMapping,”Journal of Statistical Planning and Inference, 69, 339-348. Malec, D., Sedransk, J., and Moriarity, C.L.(1997). ”Small Area Inference for Binary Variables in The National Health Interview Survey,” Journal of the American Statistical Association, 92, 815-826 Manteiga, W.G., Lombardia, M.J., Molina., I., Morales, D., and Santamaria., L. (2010). ”Small Area Estimation Under Fay–Herriot Models With Non-Parametric Estimation of Heteroscedasticity,”Statistical Modelling, 10, 215-239 Manteiga,W.G., Lombardia, M.J., Molina, I., Morales, D., and Santamaria, L.(2008), “Bootstrap Mean Squared Error of a Small Area EBLUP,”Journal of Statistical Computation and Simulation, 78, 443-462. Mendez-Luck, C.A., Yu, H., Meng, Y.Y., Jhawar,M. and Steven P. Wallace, S.P. (2007). “Estimating Health Conditions for Small Areas: Asthma Symptom Prevalence for State Legislative Districts,”. Health Services Research, 42(6), 2389-2409. Munnich, R., Burgard, J.P., and Vogt, M. (2009). “Small area estimation for population counts in the German Census 2011”,Section on Survey Research Methods, 181-190. Nandram, B., and Choi, J.W. (2002). ”Hierarchical Bayesian Nonresponse Models for a Binary Data From Small Areas With Uncertainty About Ignorability,”Journal of the American Statistical Association, 97, 381-388 Nandram, B., and Choi, J.W. (2004). ”Nonparametric Bayesian Analysis Of A Proportion For A Small Area Under Nonignorable Nonresponse,” Nonparametric Statistics, 16(6), 821-839. Nandram, B., Sendransk, J., and Pickle,L.(1999). ”Bayesian Analysis of Mortality Rates For U.S. Health Service Areas,” Journal of the American Statistical Association, 61, 146-165. Nandram, B., Sendransk, J., and Pickle, L.W.(2000). ”Bayesian Analysis and Mapping of Mortality Rates for Chronic Obstructive Pulmonary Disease,” Journal of the American Statistical Association, 95, 1110-1118. Rao J.N.K. (2003a) Small Area Estimation, New York: Wiley. Rao, J.N.K (2003b) Some New Developments in Small Area Estimation. Proceedings of the Survey Methods Section, SSC Annual Meeting, June 2003. Trevisani M. and Torelli N. (2004).“Small area estimation by hierarchical bayesian models: some practical and theoretical issues”, Atti della XLII Riunione Scientifica della Società Italiana di Statistica, 273–276. Trevisani M. and Torelli N. (2006).“Comparing hierarchical bayesian models for small area estimation”, in: Metodi statistici per l’integrazione di basi di dati da fonti diverse, Franco Angeli, 17–36. Trevisani M, and Torelli, N. (2007).“Hierarchical Bayesian models for small area estimation with count data”, Working Paper: Dipartimento di Scienze Economiche e Statistiche, Università degli Studi di Trieste, Trieste, Italy. You Y. and Rao J.N.K. (2002).“Small area estimation using unmatched sampling and linking models,”Canadian Journal of Statistics, 30, 3–15 Yu, H., Meng, Y.Y., A, Carolyn., Luck, M., Jhawar, M., and Wallace, S.P. (2007). ”Small-Area Estimation of Health Insurance Coverage for California Legislative Districts,” American Journal of Public Health, 97, 731-737.
[13]. [14]. [15]. [16]. [17]. [18]. [19]. [20]. [21]. [22]. [23]. [24]. [25]. [26]. [27]. [28]. [29].
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pendugaan Angka Kematian Bayi …
91
Lampiran 1. Hasil prediksi kematian bayi level kecamatan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kecamatan SUKASARI SUKAJADI CICENDO ANDIR CIDADAP COBLONG BANDUNG WETAN SUMUR BANDUNG CIBEUYING KALER CIBEUYING KIDUL KIARACONDONG BATUNUNGAL LENGKONG REGOL ASTANAANYAR BOJONGLOA KALER BOJONGLOA KIDUL BABAKAN CIPARAY BANDUNG KULON ANTAPANI MANDALAJATI* ARCAMANIK UJUNGBERUNG CINAMBO* CIBIRU PANYILEUKAN* GEDEBAGE* RANCASARI BUAHBATU BANDUNG KIDUL
LH 1408 1864 1896 1032 802 1703 528 215 926 1767 1938 1713 1132 1084 928 1787 1223 1244 2127 892 942 925 1106 387 1032 352 412 747 1669 793
BM 4 4 9 1 12 1 0 2 4 2 3 7 5 4 4 6 0 9 8 10 6 0 0 0 6 1 0 0 6 1
Model HB Penaksir GB 1.9388 1.4197 4.7689 2.1723 4.5843 2.1427 1.6569 1.3010 9.7889 3.1218 1.5420 1.2322 1.2380 1.1068 4.0251 2.0003 1.9034 1.3807 2.5268 1.5957 2.2547 1.4901 2.7753 1.6519 1.6690 1.2961 3.5124 1.8606 1.0198 1.0286 2.7616 1.6415 1.2274 1.1103 10.0561 3.1633 6.3875 2.5341 6.4345 2.5515 4.3431 2.0523 1.0145 0.9995 1.5661 1.2540 0.9945 0.9986 8.8408 2.9979 1.0001 0.9950 4.1641 2.0021 1.6970 1.2857 3.1736 1.7766 4.1821 2.0498
Model Poisson Penaksir GB 4.3392 1.3895 4.1118 1.3867 4.0014 2.6359 3.5535 0.5493 4.0255 3.3736 4.0199 0.64 3.7706 0.3272 3.6829 0.8468 4.2653 1.3883 4.1203 0.9013 3.3433 1.1043 3.1314 2.3769 3.8877 1.6439 3.4199 1.3992 3.5528 1.3936 2.9952 2.1002 3.6911 0.3059 3.8745 2.6773 3.5438 2.5227 4.5407 2.7154 3.7245 1.9259 4.7072 0.5491 3.8379 0.3449 3.3133 0.198 4.6155 1.8294 3.3687 0.5114 4.1226 0.4165 3.7475 0.3211 4.2521 1.8585 3.44 0.5262
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
92
Nusar Hajarisman dkk.
Lampiran 2. Hasil pendugaan angka kematian bayi level kecamatan di Kota Bandung No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kecamatan
LH
SUKASARI SUKAJADI CICENDO ANDIR CIDADAP COBLONG BANDUNG WETAN SUMUR BANDUNG CIBEUYING KALER CIBEUYING KIDUL KIARACONDONG BATUNUNGAL LENGKONG REGOL ASTANAANYAR BOJONGLOA KALER BOJONGLOA KIDUL BABAKAN CIPARAY BANDUNG KULON ANTAPANI MANDALAJATI* ARCAMANIK UJUNGBERUNG CINAMBO* CIBIRU PANYILEUKAN* GEDEBAGE* RANCASARI BUAHBATU BANDUNG KIDUL
BM
PL
1408 4 2.84 1864 4 2.15 1896 9 4.75 1032 1 0.97 802 12 14.96 1703 1 0.59 528 0 0.00 215 2 9.30 926 4 4.32 1767 2 1.13 1938 3 1.55 1713 7 4.09 1132 5 4.42 1084 4 3.69 928 4 4.31 1787 6 3.36 1223 0 0.00 1244 9 7.23 2127 8 3.76 892 10 11.21 942 6 6.37 925 0 0.00 1106 0 0.00 387 0 0.00 1032 6 5.81 352 1 2.84 412 0 0.00 747 0 0.00 1669 6 3.59 793 1 1.26 AKB Kota Bandung 3.48 Keterangan: PL =Penduga Langsung, HB = Model Bayes berhirarki.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
HB 1.38 2.56 2.42 1.61 12.21 0.91 2.34 18.72 2.06 1.43 1.16 1.62 1.47 3.24 1.10 1.55 1.00 8.08 3.00 7.21 4.61 1.10 1.42 2.57 8.57 2.84 10.11 2.27 1.90 5.27 3.86
Poisson 3.08 2.21 2.11 3.44 5.02 2.36 7.14 17.13 4.61 2.33 1.73 1.83 3.43 3.15 3.83 1.68 3.02 3.11 1.67 5.09 3.95 5.09 3.47 8.56 4.47 9.57 10.01 5.02 2.55 4.34 4.50
Statistika, Vol. 13 No. 2, 93 – 101 November 2013
Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder dan Daerah Reklamasi Menggunakan Data Citra ALOS PALSAR Harry Tetra Antono Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung Email :
[email protected]
Abstract Forests has an important role in stabilize CO2 concentrations in the atmosphere as a source of carbon emissions and can absorb carbon and store. It is often called a carbon sink program . To develop this program, it needs carbon stock data stored in the form of biomass using an effective technique and easy to use. This study aimed to estimate the carbon content in the area of reclamation and secondary forest resulting from mining activities through biomass allometric equation. Biomass values obtained by non-destructive method of sampling and biomass values were used to develop allometric equations using regression analysis between the biomass with a diameter of tree. The study case was located at mine concession of PT. Insani Bara Perkasa, at the border of Kutai Kertanegara and West Kutai Districts, East Kalimantan Province. The allometric biomass equations for the reclamation area: B = 0.1 x 0.41 x D2+0.62, and for secondary forests: B = 0.118 x D2,31. This biomass allometric equations can be used to predict carbon reserves stored in the secondary forest vegetation. This study also analysed the carbon stored using remote sensing. The analytical result from the ALOS PALSAR images of study area PT Insani Bara Perkasa describes that carbon sink potential is 7,83 ton/ha in reclamation area and 9,19 ton/ha in secondary forest. The estimation of carbon uptake in reclamation area of PT Insani Bara Perkasa is 8.701,205 ton/ha and 247.836,444 ton/ha in secondary forest.Those data suggest that the reclamation activity in the study area gave a little contribution to the carbon sink program yet. Key words: forest, biomass, carbon stock, Allometric equation.
Abstrak Berkaitan dengan perubahan iklim, kawasan hutan mempunyai peranan penting sebagai sumber emisi karbon (Source) dan juga mampu menyerap karbon serta menyimpannya (Sink) dalam biomassa hutan sehingga hutan mempunyai peran dalam upaya menstabilkan konsentrasi CO2 di atmosfer, hal ini sering disebut dengan program karbon sink. Dalam rangka pengembangan program karbon sink ini dibutuhkan data cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa. Untuk itu diperlukan teknik yang efektif dan mudah digunakan dalam menduga cadangan karbon pada suatu hamparan vegetasi. Penelitian ini ditujukan untuk menduga kandungan karbon di daerah reklamasi dan hutan sekunder yang diakibatkan aktifitas penambangan melalui persamaan alometrik biomassa. Persamaan pendugaan biomassa pada plot di daerah reklamasi : B = 0,1 x 0,41 x D2 +0,62, dan untuk hutan sekunder: B = 0,118 x D2,31, Persamaan alometrik untuk menduga karbon yang tersimpan adalah Biomasa = 160 + 2,52 HH - 1,25 HV. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis menggunakan teknik penginderaan jauh. Hasil analisis terhadap citra ALOS PALSAR pada kuasa pertambangan PT Insani Bara Perkasa menghasilkan potensi simpanan karbon sebesar 7,83 ton/ha pada daerah reklamasi dan 9,19 ton/ha pada daerah hutan sekunder. Sedangkan estimasi serapan karbon di daerah reklamasi sebesar 8.701,205 ton/ha dan 247.836,444 ton/ha pada daerah hutan sekunder. Data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan reklamasi di area studi masih memberikan kontribusi yang kecil terhadap penyerapan karbon. Kata kunci : Hutan, biomassa, cadangan karbon, persamaan alometrik.
1. PENDAHULUAN Berkaitan dengan perubahan iklim, kawasan hutan mempunyai peranan penting sebagai sumber emisi karbon (Source) dan juga dapat menyerap karbon serta menyimpannya (Sink)
93
94
Harry Tetra Antono
dalam biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan, dan jasad renik (Arief, 2005). Salah satu cara untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan program sink, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu. Biomassa hutan memiliki kandungan karbon yang cukup potensial. Hampir 50% dari biomassa vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997). Informasi besarnya biomassa pohon di atas dan di dalam tanah sangat diperlukan untuk mempelajari cadangan karbon dan unsure hara lainnya dalam suatu ekosistem serta pengaruhnya terhadap siklus biogeokimia. Teknik penginderaan digunakan untuk proses inventarisasi hutan dan pemantauan sumberdaya lainnya. Posisi geografis Indonesia yang berada pada daerah tropis dengan dua musim di setiap tahunnya menjadi salah satu kendala dalam menggunakan data citra optik. Adanya awan pada musim hujan dan asap pada musim kemarau yang terekam dalam citra sangat mengganggu proses identifikasi dan pemantauan objek di permukaan bumi dan seringkali membuat informasi terbaru di bawah awan atau asap tidak tersedia. Untuk mengatasi kelemahan dari citra optik maka saat ini telah tersedia suatu sistem penginderaan jauh aktif (radar). Radar memiliki kemampuan untuk melakukan perekaman pada segala cuaca, baik pada siang atau malam hari, serta mampu mengatasi kendala tutupan awan dan asap. Salah satu satelit yang membawa sensor radar yang diluncurkan pemerintah Jepang pada tanggal 24 Januari 2006 adalah satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite). ALOS membawa tiga jenis sensor yaitu PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), dan AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2). Sensor PALSAR merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR (Synthetic Aperture Radar). Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang memiliki keistimewaan dapat menembus lapisan awan tebal. Sensor ini cocok digunakan untuk memperoleh informasi penutupan lahan di Pulau Jawa dan Bali, yang berada di wilayah tropis serta hampir setiap saat wilayahnya tertutup awan. Selama ini pemanfaatan citra yang dihasilkan oleh satelit tersebut relatif belum banyak bila dibandingkan citra satelit lainnya. Citra ALOS PALSAR dapat menyajikan informasi mengenai parameter fisik hutan (seperti volume dan biomassa) melalui pengukuran citra satelit, dengan tetap ditunjang oleh hasil survey lapangan. Meningkatnya kegiatan manusia dan kerusakan alam yang berupa perubahan tata guna lahan, deforestasisasi, dan kebakaran hutan telah menyebabkan tingginya tingkat emisi karbon di atmosfir dan memicu terjadinya proses pemanasan global. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi dan memberikan informasi cadangan karbon di hutan sekunder dan kawasan reklamasi pertambangan dengan menggunakan teknologi inderaja. Hal ini diharapkan mendukung pemerintah dalam hal ini kementerian ESDM berpartisipasi dalam perdagangan karbon serta upaya menekan perubahan iklim global melalui peningkatan fiksasi karbon dalam biomassa tanaman/hutan.
2. LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian terletak pada posisi antara 115°09'11,7984” -116°57’57,0708” Bujur Timur dan -0°03’1,1124 - 1°06'52,9236” Lintang Selatan (lihat Gambar 1) sedangkan secara administrasi terletak pada perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur. Sedangkan perusahaan yang digunakan sebagai studi kasus adalah PT. Insani Bara Perkasa (KPB).
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder …
95
Gambar 1. Lokasi Penelitian
3. METODOLOGI 3.1. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam mengestimasi penyerapan karbon pada kawasan aktifitas pertambangan batubara adalah dengan menggunakan klasifikasi secara digital dengan interpretasi visual dan deliniasi obyek langsung melalui layar monitor dengan cara penggabungan data multispektral (color composit). Analisis spasial dilakukan untuk menentukan zonasi daerah yang mengalami kerusakan atau berubahnya fungsi lahan dengan metode sistem informasi geografi (SIG) dengan dibantu hasil tracking GPS yang digunakan untuk penentuan titik kontrol (GCP) di lapangan. Titik kontrol tersebut juga diperlukan dalam proses koreksi geometrik. Untuk membantu interpretasi digunakan juga peta penggunaan lahan. Adapun diagram alir dari kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
96
Harry Tetra Antono
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
3.2. Metode Penghitungan Pada Kawasan Hutan Sekunder dan Daerah Reklamasi Pengambilan data lapangan dilakukan di hutan hasil revegetasi dan hutan alam yang belum dibuka. Pengambilan data di hutan tanaman dilakukan dengan pemercontohan, jumlah plot masing-masing 5 buah per jenis tanaman, luas per plot adalah 0,1 Ha dengan jari-jari 17,8 m. Di dalam plot tersebut dicatat jenis pohon, tinggi total pohon dan diameter pohon (lihat Gambar 3).
17,8 m
Gambar 3. Sketsa Plot Pengukuran Pengukuran di hutan alam menggunakan metode jalur dengan panjang jalur 100 m dan lebar jalur 20 m. (lihat Gambar 4). Petak (a) merupakan petak berukuran 2m x 2m untuk pengukuran semai, yang merupakan anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi 1,5m.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder …
97
Petak (b) merupakan petak berukuran 5m x 5m untuk pengukuran pancang, yang merupakan anakan pohon dengan tinggi ≥ 1,5m dan diameter < 7cm. Petak (c) merupakan petak berukuran 10x10m untuk pengukuran tiang, yang merupakan pohon muda dengan diameter mulai 7 cm hingga < 20cm. Petak (d) merupakan petak berukuran 20x20m untuk pengukuran pohon dengan diameter ≥ 20cm. Di dalam petak pengukuran tersebut dicatat nama jenis untuk semai, pancang, tiang, dan pohon, serta diameter dan tinggi total untuk pancang, tiang, dan pohon.
Gambar 4. Desain Unit Contoh Vegetasi Penghitungan biomassa dengan menggunakan metode pendugaan melalui penginderaan jauh serta pembuatan model. Metode ini menggunakaqn persamaan allometrik untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (kesalahan) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Heiskanen, 2006; Australian Greenhouse Office, 1999). Persamaan alometrik biomasa disusun dengan asumsi bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan besarnya biomasa pohon. Penyusunan model alometrik menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien regresi metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil merupakan metode untuk memilih garis regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin (Walpole, 1993). Selanjutnya dipilih model regresi terbaik dengan memperhatikan standar kriteria perbandingan model, yaitu : koefisien determinasi (R2), dan nilai sisaan (s). Selain itu ada satu kriteria tambahan dalam pengambilan keputusan model terpilih yaitu nilai Predicted Residual Sum of Squares (PRESS) sebagai uji validasi untuk memilih persamaan terbaik. Penyusunan dan analisa persamaan alometrik ini dibuat dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS 11 dan miniTAB 13. Selanjutnya kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik ataupun nilai BEF dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan.
4. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Kajian ini citra satelit yang digunakan adalah ALOS PALSAR dengan system polarisasi yang menggunakan band sintetik yaitu HH (horizontal-horizontal), HV (horizontal-vertikal), dan rasio antara HH dan HV (HH/HV). Ketiga jenis polarisasi ini masing-masing menempati band 1 (HH), band 2 (HV), dan band 3 (HH/HV) (Gambar 5). Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai HH dan HV sbb : σo = 10log (dN2) + CF ; dimana : σo = Backscatter (dB) dN = Nilai dijital (degree) CF = Calibration factor dari Citra ALOS PALSAR peliputan tahun 2007 sebesar -83,0
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
98
Harry Tetra Antono
(JAXA Publication) Daerah penelitian yang dijadikan studi kasus adalah PT. Insani Bara Perkasa. Analisis citra ALOS PALSAR digunakan dengan pertimbangan citra ini bisa menembus awan sehingga dalam menentukan dugaan biomasa dan serapan karbon pada daerah reklamasi dan hutan sekunder dapat dilakukan dengan mudah. Lokasi perusahaan tersebut terletak di perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur serta merupakan daerah lintasan garis katulistiwa sehingga sering terjadi kebakaran hutan dan banyak awan.
Gambar 5. Bagan Alir pengolahan Citra ALOS PALSAR
4.1. Penghitungan Biomassa Metode allometrik merupakan cara untuk pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999). Metode allometrik dinyatakan dalam bentuk formulasi logaritmik sbb: Y=aXb dimana: Y X
= variabel bergantung (dalam hal ini kandungan biomass) = variabel bebas (dalam hal ini dapat berupa diameter batang atau tinggi pohon) a, b = konstanta Martin et al. (1998) menyatakan bahwa persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Dengan asumsi bahwa kerapatan kayu mempengaruhi parameter a dari fungsi bentuk logaritmik diatas dan biomassa di atas tanah sebanding dengan D2H, maka model logaritmik dapat disederhanakan sebagai berikut: B (kg per pohon) = 0,11 ρ D2 +0,62. Untuk memperoleh pendugaan biomasa pada plot yang dilakukan estimasi pada lokasi reklamasi adalah melalui persamaan alometrik Ketterings et al. (2001) dibawah ini B (kg per pohon) = 0,1 x 0,41 x D2 +0,62.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder …
99
B adalah biomasa dan D adalah diameter pohon yang diperoleh dari pengumpulan data di lapangan. Sedangkan estimasi pendugaan biomasa pada plot di lokasi hutan alam/sekunder adalah melalui persamaan alometrik ini B (kg per pohon) = 0,118 x D2,31. B adalah biomasa dan D adalah diameter pohon yang diperoleh dari pengumpulan data di lapangan.
4.2. Analisis Penyerapan Karbon Dengan Citra Alos Palsar Berdasarkan hasil analisis terhadap data citra Alos Palsar yang pada daerah Kuasa Pertambangan PT. Insani Bara Perkasa, kandungan karbon (C-stock) dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa dengan asumsi 50 % dari biomassa adalah karbon yang tersimpan. Diperoleh hasil bahwa C-stock di Kuasa Pertambangan PT Insani Bara Perkasa dari berbagai karbon pool seperti terlihat pada Tabel 1 sampai 3. Tabel 1 Kandungan Karbon (C-stock) di Lokasi Reklamasi PT. Insani Bara Perkasa Reklamasi I
HH
HV
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/Ha)
Karbon (Kg/Ha)
I
-90,4103
-102,057
1233,223
12332,23
6166,115
II
-88,6573
-101,019
2286,657
22866,57
11433,29
III
-90,5306
-99,3919
1048,406
10484,06
5242,031
IV
-96,5009
-108,323
3779,709
37797,09
18898,55
V
-93,2683
-101,067
5143,583
51435,83
25717,92
Tabel 2 Kandungan Karbon (C-stock) di Lokasi Reklamasi PT. Insani Bara Perkasa Reklamasi II
HH
HV
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/Ha)
Karbon (Kg/Ha)
I
-94,8174
-99,235
663,1821
6631,821
3315,911
II
-98,9562
-103,486
282,1982
2821,982
1410,991
III
-97,5227
-100,509
484,3698
4843,698
2421,849
IV
-93,8701
-97,8546
428,3886
4283,886
2141,943
V
-93,8331
-97,9379
306,839
3068,39
1534,195
Tabel 3 Kandungan Karbon (C-stock) di Lokasi Hutan Alam/Sekunder PT. Insani Bara Perkasa Hutan Alam
HH
HV
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/Ha)
Karbon (Kg/Ha)
I
-93,9745
-103,267
1235,307
30882,68
15441,34
II
-94,3661
-99,8177
922,4744
23061,86
11530,93
III
-90,6783
-96,2682
658,3713
16459,28
8229,641
IV
-92,596
-95,4894
776,0486
19401,22
9700,608
-93,1242
-97,2619
84,42723
2110,681
1055,34
V
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
100 Harry Tetra Antono
Dari hasil pengukuran tersebut, daerah reklamasi pada PT. Insani Bara Perkasa memiliki potensi rata-rata simpanan karbon sebesar 7,83 Ton/Ha sementara pada daerah Base Line sebesar 9,19 Ton/Ha.
Gambar 6 Citra Alos Palsar PT Insani Bara Perkasa Kemudian untuk mengetahui besaran tutupan lahan di masing-masing lokasi penelitian dengan menggunakan nilai biomasa sebagai variabel dependen dan nilai Hh dan HV sebagai variabel independen maka didapat bentuk persamaan regresi untuk menduga besaran tutupan lahan sebagai berikut
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Estimasi Pendugaan Biomassa Hutan Sekunder … 101
Biomasa = 160 + 2,52 HH - 1,25 HV dimana: Biomassa HH HV
: Nilai Biomassa (Ton) : nilai Backscatter HH (dB) : nilai Backscatter HV (dB)
Hasil penafsiran secara visual di PT Insani Bara Perkasa menghasilkan estimasi luasan tutupan lahan sebagai berikut; untuk vegetasi 26.968,057 Ha, non vegetasi 21.863,603 Ha, dan daerah reklamasi 1.111,265 Ha. Dengan menghubungkan antara luas daerah Reklamasi dan Base Line/hutan sekunder, serta potensi simpanan karbon yang di peroleh dari pengukuran lapangan, maka dapat dihasilkan estimasi serapan karbon pada daerah Reklamasi dan Base Line/hutan sekunder antara lain ; Vegetasi 247.836,444 ton/Ha dan daerah reklamasi 8.701,205 ton/Ha. Hasil klasifikasi dan analisis terhadap citra Alos Palsar yang digunakan diakuisisi pada tahun tahun 2009 dapat ditampilkan pada Gambar 6. Hasil dari analisis memperlihatkan bahwa kegiatan reklamasi dan baseline area/hutan sekunder di kawasan pertambangan PT. Insani Bara Perkasa, kontribusi penyerapan karbonnya masih relative kecil dibandingkan dengan luasan wilayah kabupaten Kutai kartanegara dan Kutai baarat, Provinsi Kalimantan Timur. Pemantauan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan reklamasi di daerah pertambangan berjalan dengan baik sesuai dengan arahan dari pemerintah dalam hal ini direktorat lingkunagn – minerba kementerian energy dan sumberdaya mineral.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil analisis terhadap 12 scene citra ALOS Palsar, bahwa pengukuran pada PT Insani Bara Perkasa menghasilkan potensi simpanan karbon sebesar 7,83 Ton/Ha pada daerah reklamasi dan 9,19 Ton/Ha pada dearah Base Line. Sedangkan estimasi serapan karbon pada daerah Reklamasi PT Insani Bara Perkasa sebesar 39.312,29 ton dan 1.260.146,41 ton pada daerah base line Didasari oleh hasil analisis yang diperoleh, maka disarankan bahwa Setiap perusahaan sebaiknya melaporkan kondisi sekitar tambang secara berkala setiap tahun dalam bentuk citra, sehingga perkembangan kegiatannya dapat dipantau. Model kajian ini disarankan juga digunakan untuk memantau adanya kerusakan lingkungan pada suatu wilayah karena dapat dilakukan dengan cepat dan menghemat waktu untuk cakupan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6]. [7]. [8]. [9].
Arief, A. 2005. Hutan dan kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Australian Greenhouse Office, 1999. National carbon accounting system, methods for estimating woody biomass, Technical Report No.3, Commonwealth of Australia Brown, Sandra, 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome. Heiskanen, 2006. Biomass ecv repport. www.fao.org/GTOS/doc/ECVs/T12-biomassstandards-reportv01.doc [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2010. PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar). http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/abo ut/palsar.htm [31 Maret 2010]. Ketterings QM, Coe, R, van Noordwijk, M, Ambagau, Y, Palm, CA. 2001. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and Management 120:199-209. Martin, J.G., Kloeppel, B.D., Schaefer, T.L., Kimbler, D.Land McNutly, S.G., 1998. Aboveground biomass and nitrogen allocation of ten deciduous southern appalachian tree species. J. For. Res. 28: 1648-1659. Parresol, B.R. 1999. Assessing tree and stand biomass: A review with examples and critical comparisons.For. Sci. 45(4): 573-593. Walpole, E.R. 2006. Probability and statistics for enginereer scientists. Prentice Hall; 8 edition
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Statistika, Vol. 13 No. 2, 103 – 108 November 2013
Pengkelasan dengan Logika Fuzzy Nazaruddin FMIPA Universitas Syiah Kuala Jl. Syech Abdul Rauf No. 3 Darussalam, Banda Aceh
Abstrak Pengkelasan atau pengelompokan suatu objek dapat ditentukan melalui suatu model matematika. Tulisan ini mengkaji tentang pengkelasan dengan menggunakan logika fuzzy. Proses ini memakai 17 aturan fuzzy untuk 3 metode, yaitu Centroid (Composite Moment), Bisector, dan Mean of Maximum (MoM). Data yang digunakan adalah data mahasiswa S-1 Matematika Universitas Syiah Kuala. Nilai prediksi yang diperoleh dibandingkan dengan nilai yang sebenarnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode Mean of Maximum (MoM) tidak lebih baik dibanding dengan dua metode lain, yaitu Centroid (Composite Moment), Bisector, jika dilihat dari persentase kesalahan dalam pengkelasan objek. Setiap metode memiliki tingkat kesalahan sebesar 25% dari 20 objek yang digunakan. Kata Kunci: aturan Mamdani, logika fuzzy, pengkelasan.
1. PENDAHULUAN Hubungan linier fungsional antara beberapa peubah bebas dan peubah tak bebas dapat menggunakan model regresi linier berganda. Hal ini sudah sangat umum dilakukan. Seiring dengan perkembangan teori himpunan fuzzy, hubungan linier ini sudah juga dikaji dengan menggunakan teori fuzzy. Dalam beberapa tulisan pengkajian ini dinamakan dengan regresi berganda dengan peubah fuzzy. Bargiela at all (2007) menyatakan model regresi yang didasarkan pada data fuzzy memiliki keuntungan yang besar dalam pola data yang umum jika dibandingkan dengan data numerik. Data peubah tak bebas dalam suatu model regresi dapat berskala kontinu ataupun tak kontinu. Skala tak kontinu biasanya dinamakan dengan skala katagori (nominal ataupun ordinal). Dalam kasus peubah tak bebas yang katagorik, biasanya regresi logistik menjadi pilihan. Dalam sudut pandang yang lain, kasus ini juga dapat dianggap sebagai pengkelasan suatu objek. Misalkan jika suatu objek dengan keadaaan tertentu (peubah bebas) maka objek tersebut akan masuk ke katagori tertentu (peubak tak bebas) pula. Lama studi merupakan salah satu indikator dalam penilaian akreditasi suatu program studi. Lama studi seorang mahasiswa dianggap dipengaruhi oleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan lama waktu yang dibutuhkan dalam penyusunan Tugas Akhirnya. Data yang digunakan adalah data mahasiswa S-1 Matematika Universitas Syiah Kuala. Dalam hal ini, lama studi diasumsikan sebagai peubah tak bebas sedangkan peubah-peubah lain sebagai peubah bebas. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan 3 metode logika fuzzy dalam aturan Mamdani dengan menggunakan data lulusan mahasisawa Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala serta menerapkannya dalam kasus pengkelasan objek.
2. DATA DAN METODE ANALISA Penelitian ini menggunakan data mahasiswa Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala angkatan (tahun masuk) 2006. Data ini digunakan untuk mengetahui kesalahan prediksi dengan menggunakan 3 metode dari logika fuzzy untuk aturan Mamdani. Peubah yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 3 buah. Peubah yang dimaksudkan adalah peubah lama studi sebagai peubah serta dua peubah yaitu peubah lama skripsi dan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) masing-masing sebagai peubah dan . Jumlah mahasiswa yang diambil sebagai sampel adalah 20 orang. Data tersebut selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
103
104 Nazaruddin
Tabel 1. Data Sampel 5 4 5 6 6 7 7 7 7 7 8 7 8 4 1 2 5 7 10 13
3.53 3.10 3.21 3.38 3.00 3.16 3.22 3.17 3.13 2.97 3.24 3.24 3.20 2.76 2.74 2.93 2.92 2.87 2.75 2.54
49 50 50 50 51 52 52 52 52 52 52 52 53 58 58 58 59 70 80 83
Pendugaan peubah dilakukan melalui 3 metode. Ketiga metode itu adalah Centroid (Composite Moment), Bisector, dan Mean of Maximum (MoM). Adapun fungsi keanggotaan masing-masing peubah terdiri dari fungsi keanggotaan trapesium dan segitiga. Evaluasi didasarkan kepada kesalahan prediksi yang dihasilkan baik berupa galat maupun berupa katagori pengkelasan. Metode yang galat absolutnya paling kecil dan persentase ketepatan pengkelasan yang besar, dianggap sebagai metode yang lebih baik. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak MATLAB 7.0
3. FUNGSI KEANGGOTAAN Fungsi keanggotaan dalam himpunan fuzzy terdapat dalam selang antara 0 dan 1. Fungsi keanggotaan dalam sistem fuzzy ada beberapa macam. Fungsi keanggotaan yang paling sederhana adalah fungsi keanggotaan linier dan segitiga. Di samping itu terdapat juga fungsi keanggotaan trapesium, Gauss, Cauchy, Sigmoid, dan lain-lain. Fungsi keanggotaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi keanggotaan segitiga dan trapesium. Peubah dibagi menjadi 3 katagori, yaitu cepat, sedang, dan lama. Hal yang sama juga dilakukan untuk peubah , yaitu rendah, standar, dan tinggi. Sementara tiga katagori untuk peubah adalah cepat, normal, dan lama. Secara keseluruhan terdapat 9 fungsi keanggotaan yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun semua fungsi keanggotaan tersebut adalah sebagai berikut. 1
;
6
;2
4 0 8 0
4
2 2 0 6
6 1
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
2
;
6 6
;4
6
;6
8
; ;6 ;
;
6 12 12
Pengkelasan dengan Logika Fuzzy … 105
1 ; 3.125 ; 2.75 0.375 0 ; 2.75 ; 2.75 0.375 3.51 ; 3.125 0.375 0 ; 0 ; 3.125 ; 3.125 0.375 1 ; 1 60 12 0
;
2.75 3.125 3.125 3.125 3.51 3.125 3.51 3.51 48
; 48
; 48 ; 48 12 72 ; 60 12 0 ; 0 ; 72 ; 72 12 1 ;
60 60 60 72 72 84 84
4. ATURAN FUZZY Logika fuzzy merupakan suatu wilayah aplikasi dalam teori himpunan fuzzy. Penggunaan konsep, prinsip dan metode dalam logika fuzzy ini dilakukan untuk merumuskan berbagai format yang mendekati dalam mengambil keputusan (Wibisono, 2008). Aplikasi operator fuzzy dalam tulisan ini menggunakan 17 aturan fuzzy. Adapun aturan fuzzy tersebut tersusun sebagai berikut: R1. Jika R2. Jika R3. Jika R4. Jika R5. Jika R6. Jika R7. Jika R8. Jika R9. Jika R10. Jika R11. Jika R12. Jika R13. Jika R14. Jika R15. Jika R16. Jika R17. Jika
adalah cepat dan adalah rendah maka adalah normal adalah cepat dan adalah standar maka adalah cepat adalah cepat dan adalah standar maka adalah normal adalah cepat dan adalah tinggi maka adalah cepat adalah cepat dan adalah tinggi maka adalah normal adalah sedang dan adalah rendah maka adalah normal adalah sedang dan adalah rendah maka adalah lama adalah sedang dan adalah standar maka adalah cepat adalah sedang dan adalah standar maka adalah lama adalah sedang dan adalah tinggi maka adalah cepat adalah sedang dan adalah tinggi maka adalah normal adalah lama dan adalah rendah maka adalah normal adalah lama dan adalah rendah maka adalah lama adalah lama dan adalah standar maka adalah normal adalah lama dan adalah standar maka adalah lama adalah lama dan adalah tinggi maka adalah normal adalah lama dan adalah tinggi maka adalah lama
5. Nilai Dugaan Peubah
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
106 Nazaruddin
Optimasi nilai peubah atau dugaan nilai yang menggunakan metode Centroid, Bisector, dan MoM disajikan dalam tabel di bawah ini. Mamdani (1981) menjelaskan bahwa solusi crisp pada metode Centroid diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy. Secara umum, solusi crisp untuk peubah yang kontinu dapat dirumuskan:
Solusi crisp dalam metode Bisector diambil nilai pada domain fuzzy yang memiliki nilai keanggotaan setengah dari total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy. Secara umum solusi crisp-nya dapat ditulis:
Sedangkan untuk metode MoM, solusi crisp-nya diperoleh dengan cara mengambil nilai ratarata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum. Nilai prediksi dari ketiga metode ini disajikan dalam tabel berikut ini.
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tabel 2. Nilai Prediksi Centroid Bisector 55.5 55.4 57.3 56.7 55.5 55.4 55.0 55.0 59.8 58.8 58.5 57.5 58.5 57.5 58.5 57.5 58.5 57.5 62.0 61.3 67.1 67.2 58.5 57.5 67.1 67.2 63.0 63.0 61.9 60.5 62.8 62.6 63.3 63.0 64.5 64.7 67.9 67.2 68.3 67.2
Sedangkan nilai galat mutlak dari pendugaan nilai peubah yang digunakan, disajikan dalam Tabel 3.
MoM 54.0 54.4 54.0 52.7 52.7 54.0 54.0 54.0 54.0 54.0 68.0 54.0 68.0 62.7 47.4 61.9 69.1 69.1 70.3 84.0 untuk masing-masing metode
Metode MoM memiliki nilai galat mutlak yang relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan dua metode lainnya. Hal ini terlihat pada tabel di atas. Sebelum nilai galat ini diambil nilai mutlaknya, maka jumlah galat untuk metode Centroid, Bisector, dan MoM berturut-turut adalah sebesar -91, -80, dan -59 dengan standar deviasi masing-masing adalah 7.34, 7.48, dan 6.27. Jadi secara standar deviasi pun, metode MoM memberikan hasil yang lebih sedikit dibanding dengan dua metode lainnya. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap pengkelasan dari masing-masing objek atau sampel. Sampel yang masuk dalam dalam katagori cepat hanya 1, yaitu sampel nomor urut 1. Sampel yang masuk dalam katagori lama sebanyak 4, yaitu sampel nomor urut 15, 18, 19, dan 20. Sedangkan yang lainnya masuk dalam katagori normal.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Pengkelasan dengan Logika Fuzzy … 107
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tabel 3. Nilai Galat Mutlak Centroid Bisector 7 6 7 7 6 5 5 5 9 8 7 6 7 6 7 6 7 6 10 9 15 15 7 6 14 14 5 5 4 3 5 5 4 4 6 5 12 13 15 16
MoM 5 4 4 3 2 2 2 2 2 2 16 2 15 5 11 4 10 1 10 1
Evaluasi ini dilakukan dengan cara memasukkan kembali nilai prediksi yang diperoleh dari masing-masing metode ke dalam fungsi keanggotaan untuk peubah . Derajat keanggotaan yang paling tinggi di antara ketiga katagori (cepat, normal, dan lama) diambil sebagai indikator pengkelasan. Misalkan untuk metode Centroid, telah diperoleh nilai prediksinya untuk objek atau sampel pertama sebesar 55.5. Nilai ini kemudian dimasukkan ke dalam fungsi keanggotaan dari peubah , maka diperoleh derajat keanggotaannya masing-masing adalah sebagai berikut: 0.375 0.625 0 Berarti objek atau sampel pertama ini, menurut prediksi termaasuk dalam katagori normal. Hal yang sama dilakukan juga untuk semua objek atau sampel yang lain. Diperoleh bahwa untuk metode Centroid dan Bisector semua objek masuk ke dalam katagori normal. Artinya untuk kedua metode ini terjadi kesalahan sebanyak 25 persen. Hal ini karena dalam data sebenarnya, objek yang masuk dalam katagori normal hanya 15 saja atau dengan kata lain ada kesalahan sebanyak 5 objek. Sedangkan untuk metode MoM hasil pengkelasan ini sedikit variatif. Katagori cepat ada 4 objek dan katagori lama ada 1 objek. Sementara 15 objek lainnya masuk dalam katagori normal. Namun demikian, secara persentase kesalahan metode ini tidak lebih baik jika dibandingkan dengan dua metode lainnya.
6. SIMPULAN Evaluasi terhadap pengkelasan suatu objek atau sampel telah dilakukan dengan logika fuzzy aturan Mamdani. Tiga metode dan 17 aturan fuzzy digunakan untuk data mahasiswa Jurusan Matematika Universitas Syiah Kuala. Beberapa hal yang dapat disimpulkan sehubungan dengan evaluasi ini, yaitu: 1)
Ditinjau dari jumlah dan standar deviasi galat terhadap masing-masing metode, maka metode MoM relatif lebih baik untuk data ini dibanding dengan metode Centroid dan metode Bisector karena jumlah dan standar deviasi galatnya lebih kecil.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
108 Nazaruddin
2)
Dalam penerapan terhadap data ini, metode MoM tidak lebih baik dibanding dengan dua metode lain, jika dilihat dari persentase kesalahan dalam pengkelasan objek.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5].
Bargiela, A., Pedrycz, W., dan Nakashima, T. (2007). Multiple Regression with Fuzzy Data. Fuzzy Sets and System 158: 2169-2188 Gottwald, S. (1993). Fuzzy Sets and Fuzzy Logic: Foundations of Application from a Mathematical Point of View. Vieweg, Wiesbaden Mamdani. (1981). Fuzzy Resoning and It’s Application. London Academic, London Susilo, F.S. (2006). Himpunan dan Logika Kabur serta Aplikasinya. Graha Ilmu, Yogyakarta Wibisono, S. (2008). Matematika Diskrit Edisi 2. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Statistika, Vol. 13 No. 2, 109 – 117 November 2013
Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 untuk Mengestimasi Serapan Karbon Harry Tetra Antono Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung Email :
[email protected]
Abstract Forests has an important role in stabilize CO2 concentrations in the atmosphere as a source of carbon emissions and can absorb carbon and store. It is often called a carbon sink program . To develop this program, it needs carbon stock data stored in the form of biomass using an effective technique and easy to use. This study aimed to estimate the carbon content in the area of reclamation and secondary forest resulting from mining activities through biomass allometric equation. Biomass values obtained by non-destructive method of sampling and biomass values were used to develop allometric equations using regression analysis between the biomass with a diameter of tree. The study case was located at mine concession of PT. Lanna Harrita, at the border of Kutai Kertanegara and West Kutai Districts, East Kalimantan Province. The allometric biomass equations for the reclamation area: B = 0.1 x 0.41 x D2+0.62, and for secondary forests: B = 0.118 x D2,31. Allometric equations to estimate carbon stored is y = 278.91 (NDVI) from 2 to 133.66 (NDVI) + 68.4.This study also analysed the carbon stored using remote sensing. The analytical result from the Alos Palsar images of study area PT Lanna Harrita describes that carbon sink potential is 12,229 ton/ha in reclamation area and 56,665 ton/ha in secondary forest. The estimation of carbon uptake in low vegeation area of PT Lanna Harrita is 337.037,72 ton/ha, 899.678,1 ton/ha in vegetation is being and 43.364,95 in high vegetation.Those data suggest that the reclamation activity in the study area gave a little contribution to the carbon sink program yet. Key words: forest, biomass, carbon stock, Allometric equation.
Abstrak Berkaitan dengan perubahan iklim, kawasan hutan mempunyai peranan penting sebagai sumber emisi karbon (Source) dan juga mampu menyerap karbon serta menyimpannya (Sink) dalam biomassa hutan sehingga hutan mempunyai peran dalam upaya menstabilkan konsentrasi CO2 di atmosfer, hal ini sering disebut dengan program karbon sink. Dalam rangka pengembangan program karbon sink ini dibutuhkan data cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa. Untuk itu diperlukan teknik yang efektif dan mudah digunakan dalam menduga cadangan karbon pada suatu hamparan vegetasi. Penelitian ini ditujukan untuk menduga kandungan karbon di daerah reklamasi dan hutan sekunder yang diakibatkan aktifitas penambangan melalui persamaan alometrik biomassa. Persamaan pendugaan biomassa pada plot di daerah reklamasi : B = 0,1 x 0,41 x D2 +0,62, dan untuk hutan sekunder: B = 0,118 x D2,31, Persamaan alometrik untuk menduga karbon yang tersimpan adalah y = 278,91(NDVI)2 - 133,66(NDVI) + 68,4. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis menggunakan teknik penginderaan jauh. Hasil analisis terhadap citra AOS AVNIR-2 pada kuasa pertambangan PT Lanna Harrita menghasilkan potensi simpanan karbon sebesar 12,229 ton/ha pada daerah reklamasi dan 56,665 ton/ha pada daerah hutan sekunder. Sedangkan estimasi serapan karbon di daerah vegetasi rendah sebesar 337.037,72 ton/ha, 899.678,1 ton/ha pada vegetasi sedang dan 43.364,95 ton/ha pada vegetasi tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan reklamasi di area studi masih memberikan kontribusi yang kecil terhadap penyerapan karbon. Kata kunci : Hutan, biomassa, cadangan karbon, persamaan alometrik.
109
110 Harry Tetra Antono
1. PENDAHULUAN Berkaitan dengan perubahan iklim, kawasan hutan mempunyai peranan penting sebagai sumber emisi karbon (Source) dan juga dapat menyerap karbon serta menyimpannya (Sink) dalam biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan, dan jasad renik (Arief, 2005). Salah satu cara untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan program sink, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biomassa tegakan hutan atau pohon berkayu. Biomassa hutan memiliki kandungan karbon yang cukup potensial. Hampir 50% dari biomassa vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997). Informasi besarnya biomassa pohon di atas dan di dalam tanah sangat diperlukan untuk mempelajari cadangan karbon dan unsure hara lainnya dalam suatu ekosistem serta pengaruhnya terhadap siklus biogeokimia. Vegatasi di suatu wilayah dapat mempengaruhi udara di sekitarnya secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merubah kondisi atmosfer Lingkungan udara (Nowak et. Al,1998). Kondisi dan keberadaan vegetasi di suatu wilayah dapat diketahui dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemanfaatan penginderaan jauh dengan melihat nilai indeks vegetasi (Yunhao, et. Al, 2005). Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman, fAPAR (fraction of Absorbed Photosynthetically Active Radiation), kapasitas fotosintesis dan estimasi penyerapan karbon dioksida (CO2). (Horning, 2004, Ji and Peters, 2007). Nilai indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang dihasilkan dari persaman matematika dari beberapa band yang diperoleh dari data penginderaan jauh (citra). Band-band tersebut biasanya adalah band merah (visible) dan band infra merah dekat (Near Infra Red). Pemanfaatan citra satelit dengan rresolusi yang tinggi sangat diperlukan di daerah pertambangan yang mempunyai tingkat keragaman tutupan lahan yang heterogen (Liang, et. Al., 2007). Salah satu satelit yang membawa sensor radar yang diluncurkan pemerintah Jepang pada tanggal 24 Januari 2006 adalah satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite). Sensor ALOS dengan AVNIR-2 dilengkapi dengan kemampuan khusus yang memungkinkan satelit dapat melakukan observasi tidak hanya pada arah tegak lurus lintasan satelit, tetapi juga mode operasi dengan sudut operasi (pointing angle) hingga ± 44° dan dapat menghasilkan citra dengan lebar liputan sebesar 70 km dengan resolusi spasial 10 meter. Kemampuan ini diharapkan dapat membantu dalam pemantauan kondisi suatu area yang diinginkan melalui pengamatan daerah bencana dalam waktu pengulangan 2 hari, dan lebar liputan sati citra dapat yang mencapai 1.500 km.Citra ALOS AVNIR-2 diharapkan dapat daerah-daerah yang mempunyai tutupan lahan yang heterogen. Meningkatnya kegiatan manusia dan kerusakan alam yang berupa perubahan tata guna lahan, deforestasisasi, dan kebakaran hutan telah menyebabkan tingginya tingkat emisi karbon di atmosfir dan memicu terjadinya proses pemanasan global. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi dan memberikan informasi cadangan karbon di hutan sekunder dan kawasan reklamasi pertambangan dengan menggunakan teknologi inderaja. Hal ini diharapkan mendukung pemerintah dalam hal ini kementerian ESDM berpartisipasi dalam perdagangan karbon serta upaya menekan perubahan iklim global melalui peningkatan fiksasi karbon dalam biomassa tanaman/hutan.
2. LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian terletak pada posisi antara 115°09'11,7984” -116°57’57,0708” Bujur Timur dan -0°03’1,1124 - 1°06'52,9236” Lintang Selatan (lihat Gambar 1) sedangkan secara administrasi terletak pada perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur. Sedangkan perusahaan yang digunakan sebagai studi kasus adalah PT. Lanna Harrita (KPB).
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra … 111
Gambar 1. Lokasi Penelitian
3. METODOLOGI 3.1. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam mengestimasi penyerapan karbon pada kawasan aktifitas pertambangan batubara adalah dengan menggunakan klasifikasi secara digital dengan interpretasi visual dan deliniasi obyek langsung melalui layar monitor dengan cara penggabungan data multispektral (color composit). Analisis spasial dilakukan untuk menentukan zonasi daerah yang mengalami kerusakan atau berubahnya fungsi lahan dengan metode sistem informasi geografi (SIG) dengan dibantu hasil tracking GPS yang digunakan untuk penentuan titik kontrol (GCP) di lapangan. Titik kontrol tersebut juga diperlukan dalam proses koreksi geometrik. Untuk membantu interpretasi digunakan juga peta penggunaan lahan. Adapun diagram alir dari kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
112 Harry Tetra Antono
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
3.2. Metode Penghitungan pada Kawasan Hutan Sekunder dan Daerah Reklamasi Pengambilan data lapangan dilakukan di hutan hasil revegetasi dan hutan alam yang belum dibuka. Pengambilan data di hutan tanaman dilakukan dengan pemercontohan, jumlah plot masing-masing 5 buah per jenis tanaman, luas per plot adalah 0,1 Ha dengan jari-jari 17,8 m. Di dalam plot tersebut dicatat jenis pohon, tinggi total pohon dan diameter pohon (lihat Gambar 3).
17,8 m
Gambar 3. Sketsa Plot Pengukuran Pengukuran di hutan alam menggunakan metode jalur dengan panjang jalur 100 m dan lebar jalur 20 m. (lihat Gambar 4). Petak (a) merupakan petak berukuran 2m x 2m untuk pengukuran semai, yang merupakan anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi 1,5m. Petak (b) merupakan petak berukuran 5m x 5m untuk pengukuran pancang, yang merupakan
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra … 113
anakan pohon dengan tinggi ≥ 1,5m dan diameter < 7cm. Petak (c) merupakan petak berukuran 10x10m untuk pengukuran tiang, yang merupakan pohon muda dengan diameter mulai 7 cm hingga < 20cm. Petak (d) merupakan petak berukuran 20x20m untuk pengukuran pohon dengan diameter ≥ 20cm. Di dalam petak pengukuran tersebut dicatat nama jenis untuk semai, pancang, tiang, dan pohon, serta diameter dan tinggi total untuk pancang, tiang, dan pohon.
Gambar 4. Desain Unit Contoh Vegetasi Penghitungan biomassa dengan menggunakan metode pendugaan melalui penginderaan jauh serta pembuatan model. Metode ini menggunakaqn persamaan allometrik untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (kesalahan) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Heiskanen, 2006; Australian Greenhouse Office, 1999). Persamaan alometrik biomasa disusun dengan asumsi bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan besarnya biomasa pohon. Penyusunan model alometrik menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien regresi metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil merupakan metode untuk memilih garis regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin (Walpole, 1993). Selanjutnya dipilih model regresi terbaik dengan memperhatikan standar kriteria perbandingan model, yaitu : koefisien determinasi (R2), dan nilai sisaan (s). Selain itu ada satu kriteria tambahan dalam pengambilan keputusan model terpilih yaitu nilai Predicted Residual Sum of Squares (PRESS) sebagai uji validasi untuk memilih persamaan terbaik. Penyusunan dan analisa persamaan alometrik ini dibuat dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS 11 dan miniTAB 13. Selanjutnya kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik ataupun nilai BEF dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan.
4. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Kajian ini citra satelit yang digunakan adalah ALOS AVNIR-2 yaitu NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai HH dan HV sbb :
NDVI =
ρ 2 − ρ1 ρ 2 + ρ1
dimana: ρ1 = Band merah ρ2 = Band Infra merah dekat Daerah penelitian yang dijadikan studi kasus adalah PT. Lanna Harrita. Analisis citra ALOS AVNIR-2 digunakan dengan pertimbangan citra ini bisa menembus awan sehingga dalam menentukan dugaan biomasa dan serapan karbon pada daerah reklamasi dan hutan sekunder
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
114 Harry Tetra Antono
dapat dilakukan dengan mudah. Lokasi perusahaan tersebut terletak di perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur serta merupakan daerah lintasan garis katulistiwa sehingga sering terjadi kebakaran hutan dan banyak awan.
4.1. Penghitungan Biomassa Metode allometrik merupakan cara untuk pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999). Metode allometrik dinyatakan dalam bentuk formulasi logaritmik sbb: Y=aXb Keterangan : Y = variabel bergantung (dalam hal ini kandungan biomass) X = variabel bebas (dalam hal ini dapat berupa diameter batang atau tinggi pohon) a, b = konstanta Martin et al. (1998) menyatakan bahwa persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Dengan asumsi bahwa kerapatan kayu mempengaruhi parameter a dari fungsi bentuk logaritmik diatas dan biomassa di atas tanah sebanding dengan D2H, maka model logaritmik dapat disederhanakan sebagai berikut : B (kg per pohon) = 0,11 ρ D2 +0,62. Untuk memperoleh pendugaan biomasa pada plot yang dilakukan estimasi pada lokasi reklamasi adalah melalui persamaan alometrik Ketterings et al. (2001) dibawah ini B (kg per pohon) = 0,1 x 0,41 x D2 +0,62. B adalah biomasa dan D adalah diameter pohon yang diperoleh dari pengumpulan data di lapangan. Sedangkan estimasi pendugaan biomasa pada plot di lokasi hutan alam/sekunder adalah melalui persamaan alometrik ini B (kg per pohon) = 0,118 x D2,31. B adalah biomasa dan D adalah diameter pohon yang diperoleh dari pengumpulan data di lapangan.
4.2. Analisis Penyerapan Karbon Dengan Citra Alos Palsar Berdasarkan hasil analisis terhadap data citra ALOS AVNIR-2 yang pada daerah Kuasa Pertambangan PT. Lanna Harrita, kandungan karbon (C-stock) dihitung dengan menggunakan pendekatan biomassa dengan asumsi 50 % dari biomassa adalah karbon yang tersimpan. Diperoleh hasil bahwa C-stock di Kuasa Pertambangan PT Lanna Harrita dari berbagai karbon pool seperti terlihat pada Tabel 1 sampai 3. Tabel 1 Kandungan Karbon (C-stock) di Lokasi Reklamasi PT. Lanna Harita Reklamasi I
HH
HV
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/Ha)
Karbon (Kg/Ha)
I
-95,2847
-96,8684
297,8979
2978,979
1489,49
II
-94,1719
-96,2958
1076,713
10767,13
21534,25
III
-91,4908
-99,3919
510,031
5100,31
10200,62
IV
-94,0879
-104,213
1177,128
11771,28
23542,56
V
-104,115
-96,7801
877,7508
8777,508
17555,02
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra … 115
Tabel 2 Kandungan Karbon (C-stock) di Lokasi Reklamasi PT. Lanna Harita Reklamasi II
HH
HV
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/Ha)
Karbon (Kg/Ha)
I
-92,3684
-89,3248
992,5019
9925,019
4962,509
II
-90,9868
-96,1312
654,6608
6546,608
13093,22
III
-92,3559
-94,6364
505,3316
5053,316
10106,63
IV
-91,7716
-93,195
565,1668
5651,668
11303,34
V
-97,9629
-98,4019
425,0092
4250,092
8500,183
Tabel 3 Kandungan Karbon (C-stock) di Lokasi Hutan Alam/Sekunder PT. Lanna Harita HA
HH
HV
Biomassa (Kg)
Biomassa (Kg/Ha)
Karbon (Kg/Ha)
I
-91,3899
-96,6927
1178,798
29469,95
14734,97
II
-90,7092
-98,5264
292,8473
7321,182
14642,36
III
-89,2119
-98,0389
44,30345
1107,586
2215,172
IV
-90,1309
-95,6166
1451,593
36289,83
72579,65
V
-91,4739
-99,7556
3583,073
89576,83
179153,7
Dari hasil pengukuran tersebut, daerah reklamasi pada PT. Lanna Harrita memiliki potensi rata-rata simpanan karbon sebesar 12,229 Ton/Ha sementara pada daerah Base Line sebesar 56,665 Ton/Ha. Berdasarkan model regresi antara Biomassa dan nilai digital NDVI pada masing-masing citra, model biomassa terbaik adalah model biomassa polinomial dengan menggunakan avnir-2. Dengan nilai R_Sq sebesar 63,8% artinya model yang dibuat mampu memprediksikan biomassa dilapangan sebesar 63,8% dari daerah penelitian yaitu Biomassa = 278,91(NDVI)2 - 133,66(NDVI) + 68,4 Hasil penafsiran secara visual di PT Lanna Harrita menghasilkan estimasi luasan tutupan lahan sebagai berikut; untuk non vegetasi 5.180,86 Ha, vegetasi rendah 4.133,391 Ha, vegetasi sedang 8.740,237 Ha dan daerah vegetasi tinggi 5.404,379 Ha. Dengan menghubungkan antara luas daerah Reklamasi dan Base Line/hutan sekunder, serta potensi simpanan karbon yang di peroleh dari pengukuran lapangan, maka dapat dihasilkan estimasi serapan karbon pada daerah Reklamasi dan Base Line/hutan sekunder antara lain ; Vegetasi rendah 337.037,72 ton/Ha, vegetasi sedang 899.678,1 ton/Ha dan vegetasi tinggi 43.364,95 ton/Ha. Hasil klasifikasi dan analisis terhadap citra Alos Palsar yang digunakan diakuisisi pada tahun tahun 2009 dapat ditampilkan pada Gambar 5.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
116 Harry Tetra Antono
Gambar 5 Citra Alos Palsar PT Lanna Harrita
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra … 117
Hasil dari analisis memperlihatkan bahwa kegiatan reklamasi dan baseline area/hutan sekunder di kawasan pertambangan PT. Lanna Harrita, kontribusi penyerapan karbonnya masih relative kecil dibandingkan dengan luasan wilayah kabupaten Kutai kartanegara dan Kutai baarat, Provinsi Kalimantan Timur. Pemantauan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan reklamasi di daerah pertambangan berjalan dengan baik sesuai dengan arahan dari pemerintah dalam hal ini direktorat lingkunagn – minerba kementerian energy dan sumberdaya mineral.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil analisis terhadap 12 scene citra ALOS AVNIR-2, bahwa pengukuran pada PT Lanna Harrita menghasilkan potensi simpanan karbon sebesar 12,229 Ton/Ha pada daerah reklamasi dan 56,665 Ton/Ha pada dearah Base Line. Sedangkan estimasi serapan karbon pada daerah Reklamasi PT Lanna Harrita adalah Vegetasi rendah 337.037,72 ton/Ha, vegetasi sedang 899.678,1 ton/Ha dan vegetasi tinggi 43.364,95 ton/Ha Didasari oleh hasil analisis yang diperoleh, maka disarankan bahwa Setiap perusahaan sebaiknya melaporkan kondisi sekitar tambang secara berkala setiap tahun dalam bentuk citra, sehingga perkembangan kegiatannya dapat dipantau. Model kajian ini disarankan juga digunakan untuk memantau adanya kerusakan lingkungan pada suatu wilayah karena dapat dilakukan dengan cepat dan menghemat waktu untuk cakupan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6]. [7]. [8]. [9].
[10]. [11]. [12]. [13]. [14].
Arief, A. 2005. Hutan dan kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Australian Greenhouse Office, 1999. National carbon accounting system, methods for estimating woody biomass, Technical Report No.3, Commonwealth of Australia. Brown, Sandra, 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome. Heiskanen, 2006. Biomass ecv repport. www.fao.org/GTOS/doc/ECVs/T12-biomassstandards-reportv01.doc. Horning, N, 2004, Global Land Vegetation ; An electric Textbook.NASA Goddard Space Flight Center Earth Sciences Directorate Scientific and Education Endeavors (SEE). http ://www.ccpo.odu.edu/SEES/veget/vg_class.htm. dikunjungi pada tanggal 27 desember 2007. [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2010. PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar). http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/palsar.htm [31 Maret 2010]. Ji, L.,A.J. Peters, 2007. Performance Evaluation of Spectral Earth Resource Perpective. Prentice Hall. New Jersey-USA. Ketterings QM, Coe, R, van Noordwijk, M, Ambagau, Y, Palm, CA. 2001. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and Management 120:199-209. Liang, S.T., Zheng, D. Wang, K. Wang, R. Liu, S. Tsay, S. Running, & J. Townshend, 2007. Mapping high resolution incident photosynthetically active radiation over land from polar-orbiting and geostationary satellite data. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 1085 – 1089. Martin, J.G., Kloeppel, B.D., Schaefer, T.L., Kimbler, D.Land McNutly, S.G., 1998. Aboveground biomass and nitrogen allocation of ten deciduous southern appalachian tree species. J. For. Res. 28: 1648-1659. Nowak, D.J., P.J.McHale, M. Ibarra, D. Crane, J.C. Stevens, and C.J. Luley, 1998. Modeling the effects of urban vegetation on air pollution.Air Pollution Modeling and Its Application, 12, 399 407. Parresol, B.R. 1999. Assessing tree and stand biomass: A review with examples and critical comparisons.For. Sci. 45(4): 573-593. Walpole, E.R. 2006. Probality and statistics for enginereer scientists. Prentice Hall; 8 edition. Yunhao,C., S. Peijun, L. Xiaobing, C. Jin, and L.Jing, 2006.A combined approach for estimation vegetation cover in urban/suburban environment from remotely sensed data. Computers & Geosciences, 32, 1299 – 1309.
Statistika, Vol. 13, No. 2, November 2013
INSTRUKSI UNTUK PENULIS MAKALAH Masukan makalah : JSTAT menerima makalah dalam bahasa Indonesia atau Inggris.
Makalah dapat dikirim langsung rangkap tiga beserta softcopy‐nya atau melalui email ke:
Redaksi JSTAT Program Studi Statistika FMIPA UNISBA Jl. Ranggamalela No. 01 Bandung 40116 e‐mail :
[email protected] Telp. (022) 420 3368 Pes. 437 Fax. (022) 426 3895
Makalah yang memuat hasil orisinal penelitian statistika mendapat prioritas untuk diterima. Tulisan review yang memuat hasil‐hasil dan perkembangan baru dari suatu topik juga dapat diterima. Semua makalah yang dikirimkan ke redaksi akan dinilai oleh mitra bestari.
Format : Makalah ditik dengan MS Word dalam kualitas yang baik dengan format A4, tidak bolak balik, 1 spasi, font Times New Roman, font size 11, dengan lebar susur (margin) kiri, kanan, atas, dan bawah masing‐masing 4 cm. Maksimum jumlah halaman makalah, termasuk ilustrasi, adalah 12 halaman.
Ilustrasi & gambar : perlu dibuat jelas dan tidak ada ilustrasi maupun tulisan dengan tangan.
Judul : Singkat dan mempresentasikan isi makalah.
Nama penulis : Nama penulis dituliskan secara lengkap tanpa gelar, diletakkan langsung di bawah judul. Alamat institusi penulis ditulis singkat dan jelas langsung di bawah tiap nama penulis diserta alamat email dengan style seperti contoh berikut: Regresi Berstruktur Pohon pada Pemodelan Respon Tersensor ABDUL KUDUS Program Studi Statistika FMIPA UNISBA Jl. Ranggamalela No. 01 Bandung 40116 email:
[email protected] Abstraksi : Abstrak, diusahakan ditulis dalam bahasa Inggris, tidak melebihi 250 kata, meringkas hasil yang diperoleh termasuk teknik (prinsipal) yang digunakan. Rumus dan rujukan sedapat mungkin dihindari.
Referensi/kepustakaan : Semua referensi yang dicantumkan pada daftar referensi di akhir makalah harus dirujuk dalam makalah. Referensi diurutkan sesuai urutan abjad nama akhir pengarang. Rujukan referensi dapat menggunakan kurung siku bernomor atau dengan menuliskan nama akhir penulis diikuti dengan tahun yang diletakkan di dalam kurung biasa seperti pada contoh berikut: [7], atau (McCool, 1998).
Penulisan referensi mengikuti style berikut: [1] Ebeling, C. E. (1997). An Introduction to Reliability and Maintainability Engineering. The McGraw‐ Hill Companies, Inc., Singapore. [2] McCool, J. I. (1998). Inference on Weibull Location Parameter. Journal of Quality Technology, 30, 2, 119‐125. [3] Wolstenholme, L. C. (1999). Reliability Modelling: A Statistical Approach, Chapman & Hall, New York.