ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BIMATAMA INDONESIA ESTETIKA, JAKARTA
Oleh IMAN SUSENO H 24076056
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BIMATAMA INDONESIA ESTETIKA, JAKARTA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar
SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh IMAN SUSENO H 24076056
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ABSTRAK
Iman Suseno. H24076056. Analisis Kinerja Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika. Di bawah bimbingan Farida Ratna Dewi. Pada saat krisis global yang melanda seluruh dunia mempengaruhi banyak negara yang selama ini mengandalkan ekspor kini harus berpaling ke sektor lain, salah satunya sektor pariwisata seperti agen travel. PT. Bimatama Indonesia Estetika atau yang lebih dikenal dengan nama Bimatama Tour adalah salah satu perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang agen travel. Bimatama Tour dituntut untuk selalu meningkatkan kinerja keuangannya dari tahun ke tahun demi tercapainya kondisi keuangan perusahaan yang sehat. Hal tersebut mendorong para manajer (direksi) untuk berbenah diri dengan memperhatikan kinerja keuangannya, karena kinerja keuangan perusahaan dapat menggambarkan keadaan perusahaan sendiri dan dapat dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan bisnis yang tepat untuk pengembangan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan dan komposisi keuangan perusahaan, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan selama periode 2004-2008. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perkembangan keuangan perusahaan pada kondisi keuangan jangka pendek menunjukkan bahwa hutang lancar dan aktiva lancar mengalami peningkatan secara fluktuatif. Sementara, kondisi keuangan jangka panjang menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam dua tahun terakhir dengan laju peningkatan terbesar terjadi dalam komponen total hutang dan diikuti oleh total aktiva dan modal sendiri. Total hutang yang besar akan menyebabkan kesulitan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada saat ditagih atau apabila perusahaan dilikuidasi, jika tidak diimbangi dengan peningkatan aktiva. Selain itu, komponen pendapatan usaha, harga pokok penjualan, beban usaha, dan laba bersih mengalami kecenderungan meningkat pada setiap tahunnya. Komposisi keuangan perusahaan dapat dilihat bahwa aktiva lancar perusahaan memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva tetap dari total aktiva keseluruhan dan proporsi modal sendiri jauh lebih kecil dari proporsi hutang lancarnya. Sedangkan, proporsi faktor pengurang terbesar terhadap total pendapatan adalah harga pokok penjualan. Laba per lembar saham terbesar terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp.325.822,00 per lembar saham. Berdasarkan analisis rasio, kondisi keuangan perusahaan menunjukkan keadaan kurang likuid dan kurang solvabel. Walaupun begitu, perusahaan masih tetap dapat menghasilkan keuntungan dan perusahaan sudah memanfaatkan aktivanya dengan baik. Berdasarkan hasil analisis Du Pont, kinerja perusahan selama lima tahun menunjukkan fluktuasi. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu harga pokok penjualan dan total hutang perusahaan yang cukup besar. Sedangkan perusahaan sejenis (kompetitor) dan kondisi perekonomian merupakan faktor eksternalnya. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah menambah jumlah modal yang disetor, menawarkan harga jual kompetitif, meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan, dan mengurangi hutang perusahaan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1985 dari keluarga Bapak Suhardiono dan Ibu Rahajeng Sudiasih. Penulis dilahirkan sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Putra I, Jakarta Timur, lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP 265, Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2000. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMU 26, Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2003 di Program Diploma 3 Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus, penulis sempat bekerja pada perusahaan swasta di Jakarta Utara, dan selanjutnya penulis melanjutkan kembali pendidikan pada tahun 2007 pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada saat kuliah S1, penulis sempat pula bekerja di Hotel Salak Bogor selama 1 tahun 3 bulan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Analisis Kinerja Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika". Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Banyak pihak yang telah membantu penulis, baik dalam hal penyusunan maupun penulisan skripsi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Farida Ratna Dewi, SE, MM, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc, selaku Ketua Departemen Manajemen FEM IPB.
3.
Kedua Orangtuaku yang selalu memberikan nasehat dan dukungan, baik materil maupun spiritual serta adikku tercinta yang membawa keceriaan.
4.
Bapak Uki, selaku Direktur Keuangan yang memberikan kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian di PT. Bimatama Indonesia Estetika.
5.
Ibu Dinar, selaku Accounting Manager yang membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan pustaka untuk menyelesaikan skripsi ini.
6.
Bapak
Boediman
yang
telah
banyak
membantu
penulis
dalam
menyelesaikan studi hingga penyelesaian skripsi ini. 7.
Teman-teman Ekstensi Manajemen khususnya Angkatan 3. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakannya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu dengan segenap hati, penulis menerima kritik dan saran yang berguna bagi penyempurnaan penulisan ini.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan ................................................................................. 7 2.2. Struktur Modal ..................................................................................... 7 2.3. Laporan Keuangan ............................................................................... 8 2.3.1. Laporan Neraca ......................................................................... 11 2.3.2. Laporan Rugi Laba ................................................................... 15 2.4. Analisis Laporan Keuangan ................................................................ 16 2.4.1. Analisis Trend ........................................................................... 19 2.4.2. Analisis Persentase Per Komponen ........................................... 19 2.4.3. Analisis Rasio ........................................................................... 20 2.4.4. Analisis Du Pont ....................................................................... 25 2.5. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
Kerangka Pemikiran ................................................................................... 30 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 32 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 32 Pengumpulan Data ..................................................................................... 32 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ................................................................... 40 4.1.1. Visi dan Misi Perusahaan ................................................................. 40 4.1.2. Strategi Perusahaan .......................................................................... 40
4.1.3. Struktur Organisasi ........................................................................... 41 4.2. Perkembangan Keuangan Perusahaan ....................................................... 41 4.2.1. Perkembangan Neraca ...................................................................... 42 4.2.2. Perkembangan Rugi Laba ................................................................ 44 4.3. Komposisi Keuangan Perusahaan .............................................................. 46 4.3.1. Komposisi Neraca ............................................................................ 46 4.3.2. Komposisi Rugi Laba ....................................................................... 47 4.4. Kinerja Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika ............................... 49 4.4.1. Rasio Likuiditas ................................................................................ 49 4.4.2. Rasio Solvabilitas ............................................................................. 50 4.4.3. Rasio Aktivitas ................................................................................. 53 4.4.4. Rasio Profitabilitas ........................................................................... 55 4.5. Analisis Du Pont ......................................................................................... 59 4.6. Perumusan Perbaikan Kinerja Keuangan Perusahaan ............................... 60 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ................................................................................................... 62 2. Saran .............................................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 64 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
l. Statistik Kunjungan Wisatawan di Indonesia 2004-2008 ............................... 2
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Kerangka Analisis Du Pont ............................................................................ 27 2. Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................................ 31 3. Struktur Organisasi PT. Bimatama Indonesia Estetika .................................. 41 4. Perkembangan Komponen Likuiditas Terhadap Laporan Neraca ................. 42 5. Perkembangan Komponen Solvabilitas dan Aktiva Tetap Terhadap Laporan Neraca .............................................................................................. 43 6. Perkembangan Terhadap Rugi Laba .............................................................. 45 7. Perkembangan Proporsi Komponen Aktiva Terhadap Total Aktiva ............. 46 8. Perkembangan Proporsi Komponen Pasiva Terhadap Total Pasiva .............. 47 9. Perkembangan Proporsi Komponen Rugi Laba Terhadap Pendapatan Usaha 48 10. Perkembangan Rasio Likuiditas ..................................................................... 49 11. Perkembangan Rasio Solvabilitas .................................................................. 51 12. Perkembangan Rasio Aktivitas ...................................................................... 53 13. Perkembangan Rasio Profitabilitas ............................................................... 56 14. Perkembangan Nilai ROE dan Komponen Yang Mempengaruhinya ............ 59
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Laporan Neraca PT. Bimatama Indonesia Estetika ...................................... 66 2. Laporan Rugi Laba PT. Bimatama Indonesia Estetika ................................. 67 3. Analisis Trend Terhadap Komponen Laporan Neraca .................................. 68 4. Analisis Trend Terhadap Komponen Laporan Rugi Laba ............................ 69 5. Analisis Persentase Per Komponen Terhadap Komponen Laporan Neraca .. 70 6. Analisis Persentase Per Komponen Terhadap Komponen Rugi Laba .......... 71 7. Hasil Analisis Rasio ...................................................................................... 72 8. Hasil Analisis Du Pont ................................................................................. 73 9. Hasil Laba per Lembar Saham ..................................................................... 74
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada saat krisis global yang melanda seluruh dunia mempengaruhi banyak negara yang selama ini mengandalkan ekspor kini harus berpaling ke sektor lain. Hampir semua negara pertumbuhan ekspornya anjlok, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sejak krisis global, kinerja ekspor Indonesia terus melemah. Ekspor nasional per periode Januari-Februari tahun 2009 mengalami penurunan 34,52 persen menjadi 14,233 miliar dollar AS dibanding periode yang sama tahun 2008 sebesar 21,737 miliar dollar AS. Namun berbeda dengan ekspor, kinerja pariwisata malah cenderung stabil. Berdasarkan data BPS pula, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia selama Januari-Februari 2009 mencapai 894.720 orang atau stabil dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 903.415 orang. Indonesia harus segera meningkatkan kinerja sektor pariwisata agar peluang yang telah terbuka tidak terbuang siasia. Peluang meningkatkan kinerja sektor pariwisata saat ini cukup besar karena kondisi Indonesia yang lebih baik dibandingkan pesaing seperti Thailand dan Malaysia terutama dalam hal stabilitas politik dan keamanan. Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga kembali ke negara asalnya yang melibatkan berbagai hal seperti; transportasi, penginapan, restoran, pemandu wisata, dan lain-lain. Oleh karena itu, industri pariwisata memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Dalam menjalankan perannya, industri pariwisata harus menerapkan konsep dan peraturan serta panduan yang berlaku dalam pengembangan pariwisata agar mampu mempertahankan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang nantinya bermuara pada pemberian manfaat ekonomi bagi industri pariwisata dan masyarakat lokal. Perkembangan kunjungan wisatawan merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan
pariwisata.
Pengaruh
krisis
global
ternyata
tidak
mempengaruhi sektor pariwisata Indonesia, hal ini dibuktikan dari penerimaan devisa yang cukup stabil, bahkan pada tahun 2008 saat terjadi krisis global penerimaan devisa dari sektor pariwisata justru meningkat tajam 72,46 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan di Indonesia 2004 – 2008 RATA-RATA PENGELUARAN JUMLAH PER ORANG (USD) `TAHUN WISATAWAN MANCANEGARA PER PER KUNJUNGAN HARI
RATARATA PENERIMAAN LAMA DEVISA TINGGAL (JUTA USD) (HARI)
2004
5.321.165
901,66
95,17
9,47
4.797,88
2005
5.002.101
904,00
99,86
9,05
4.521,89
2006
4.871.351
913,09
100,48
9,09
4.447,98
2007
5.505.759
970,98
107,70
9,02
5.345,98
2008
6.429.027
1.178,54
137,38
8,58
7.377,39
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) Salah
satu
industri
pariwisata
yang
sangat
berperan
dalam
pengembangan pariwisata adalah yaitu biro perjalanan (agen travel). Biro perjalanan merupakan jembatan penghubung antara wisatawan dengan penyedia jasa akomodasi, restoran, operator adventure tour, operator pariwisata dan lain-lain. Umumnya wisatawan menggunakan jasa biro perjalanan dalam menentukan rencana perjalannya (tour itinerary). Namun tidak tertutup kemungkinan wisatawan mengatur rencana perjalanannya sendiri. Saat ini bisnis agen travel kian berkembang dengan berbagai macam spesialisasi diantaranya mengkhususkan pada ziarah, umrah & ibadah haji, bisnis dan lain-lain. Seiring dengan perjalanan waktu bisnis agen travel pun menghadapi ancaman baru khususnya dalam hal penjualan tiket perjalanan (kereta, kapal laut, dan pesawat). Ancaman yang sekarang muncul adalah kehadiran saluran distribusi baru penjualan tiket yakni melalui PT. Pos Indonesia dan pembelian secara on-line melalui website. Hal ini merupakan ancaman serius bagi agen travel untuk berbenah diri menghadapi persaingan
dengan kedua kompetitor tersebut dan kompetitor lainnya dengan cara melakukan sosialisasi dan edukasi ke tengah-tengah masyarakat melalui berbagai macam media baik surat kabar dan televisi. PT. Bimatama Indonesia Estetika atau yang lebih dikenal dengan nama Bimatama Tour adalah salah satu perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang agen travel. Perusahaan ini berlokasi di Jakarta yang mempunyai satu kantor pusat (Head Office) dan dua kantor cabang (Branch Office). Bimatama Tour sebagai agen perjalanan dituntut untuk melayani konsumen atau pelanggan dengan sebaik-baiknya agar konsumen tersebut loyal terhadap pelayanan jasa perusahaan. Masalah utama yang dihadapi perusahaan yaitu jumlah perusahaan agen travel yang mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga membuat persaingan yang ada semakin ketat. Seperti telah diketahui bahwa keinginan setiap perusahaan ialah memperoleh keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya, mengeluarkan biaya seminimum mungkin dan mencapai tingkat penjualan yang maksimum. Di samping itu perusahaan berusaha untuk tetap berada dalam keadaan sehat, artinya perusahaan dapat berkembang dengan baik atau meningkat kondisi keuangannya. Untuk mencapai keinginan tersebut, maka Bimatama Tour dituntut untuk selalu meningkatkan kinerja keuangannya dari tahun ke tahun demi tercapainya kondisi keuangan perusahaan yang sehat. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa Bimatama Tour sangat membutuhkan gambaran internal yang akan tercermin dari kinerjanya. Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kinerjanya sendiri, yang mencerminkan prestasi dan kondisi perusahaan tersebut. Salah satu kinerja yang harus diperhatikan adalah kinerja
keuangannya,
karena
kinerja
keuangan
perusahaan
dapat
menggambarkan keadaan perusahaan sendiri dan dapat dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan yang tepat untuk pengembangan perusahaan. Melalui
analisis
kinerja
keuangan,
pihak
manajemen
dapat
memperhitungkan kekuatan perusahaan dalam menghadapi persaingan
dengan para kompetitor sehingga dapat menentukan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Oleh karena itu penelitian tentang kinerja keuangan sangat penting untuk dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah Dalam melakukan usaha perdagangan yang bekerjasama dengan perusahaan luar negeri, dimana banyak menggunakan mata uang asing dan kondisi ekonomi Indonesia yang belum pulih, kemungkinan terjadi selisih kurs dapat menimbulkan kerugian. Hal tersebut mendorong para manajer (direksi) untuk berbenah diri dengan memperhatikan kinerja keuangannya, karena kinerja keuangan perusahaan dapat menggambarkan keadaan perusahaan sendiri dan dapat dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan bisnis yang tepat untuk pengembangan perusahaan. Keputusan bisnis yang diambil para manajer terdiri dari keputusan investasi, keputusan operasional, dan keputusan pendanaan. Keputusan investasi dapat dilihat dari sisi neraca aktiva perusahaan, keputusan operasional dapat dilihat pada laporan rugi laba, sedangkan keputusan pendanaan dapat dilihat pada sisi pasiva (kewajiban dan ekuitas perusahaan). Bagi sebuah perusahaan diperlukan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing sehingga perusahaan akan dapat berkembang dengan baik. Bimatama Tour sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang agen travel sejak tahun 1990 dan sampai sekarang mampu bersaing dengan para pesaingnya. Perluasan bidang usaha merupakan salah satu strategi yang tepat untuk menghadapi persaingan yang semakin kompleks ini, dimana perusahaan membuka cabang kantor yang diharapkan mampu menjaring konsumen yang ada khusunya di daerah Jakarta. Dalam melakukan strategi tersebut, perusahaan tidak lepas dari masalah-maslah yang dihadapinya, diantaranya adalah kondisi perusahaan yang mempunyai modal terbatas karena modal sendiri yang dapat digunakan untuk beroperasi (selama tahun 2004-2008) selalu lebih kecil dari modal dasar. Keadaan tersebut
mengharuskan
Bimatama
keuangannya secara efektif dan efisien.
Tour
untuk
mampu
mengelola
Berdasarkan uraian tersebut, maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimana perkembangan keuangan Bimatama Tour selama periode 2004-2008 ? 2. Bagaimana komposisi keuangan Bimatama Tour selama periode 20042008 ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja keuangan Bimatama Tour selama periode 2004-2008 ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi perkembangan keuangan perusahaan selama periode 2004-2008. 2. Mengidentifikasi komposisi keuangan perusahaan selama periode 20042008. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan selama periode 2004-2008. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini berguna untuk berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dalam penyusunan strategi. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada
perusahaan
mengenai
perkembangan
kondisi
keuangan dan penilaian kinerja keuangan perusahaan. 2. Bagi pihak lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding bagi peneliti selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Laporan keuangan yang dianalisis difokuskan pada laporan neraca dan laporan rugi laba. Sedangkan alat analisis atau metode yang dipergunakan antara lain analisis trend (analisis horizontal), analisis persentase per komponen (analisis vertikal), analisis rasio (likuiditas, solvabilitas, aktivitas,
dan profitabilitas), serta analisis Du Pont. Seluruh analisis di atas digunakan untuk melihat sejauh mana perkembangan kinerja keuangan Bimatama Tour dalam kurun lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Keuangan Menurut Sawir (2000), kinerja adalah kemampuan perusahaan untuk mendapatkan penghasilan atau meraih keuntungan (laba) dan kemampuan dalam mengelola perusahaan secara efisien. Kinerja keuangan merupakan suatu prestasi yang diperlihatkan oleh perusahaan dari hasil usahanya melalui analisa laporan keuangan perusahaan. Pengertian pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilaksanakan oleh seseorang untuk mengevaluasi secara kuantitatif hasil dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. Pada prinsipnya kinerja dapat dilihat dari siapa yang melakukan penilaian itu sendiri. Pengukuran kinerja bagi manajemen dapat diartikan sebagai pengukuran atas kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu bagian bagi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Pengukuran kinerja bagi pihak di luar manajemen dapat diartikan sebagai pengukuran atas suatu prestasi yang dicapai oleh suatu satuan organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat hasil pelaksanaan kegiatannya. 2.2. Struktur Modal Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa dalam perusahaan (Sartono, 1996). Sawir (2004), mengungkapkan bahwa struktur modal merupakan komposisi pendanaan jangka panjang perusahaan dan merupakan bagian dari struktur keuangan, sehingga hubungan struktur modal dan struktur keuangan adalah : [struktur keuangan] – [hutang lancar] = [struktur modal]
……….... (1)
Struktur modal terdiri dari semua komponen modal jangka panjang yang ada pada sisi pasiva neraca perusahaan kecuali hutang lancar. struktur modal merupakan penggunaan kombinasi modal hutang dan modal sendiri (Sundjaja dan Barlian, 2003).
Perubahan dalam penggunaan hutang akan mengakibatkan perubahan laba per saham (EPS = earnings per share), dan akan mengakibatkan perubahan harga saham pula. Menurut Brigham dan Houston (2006), EPS merupakan perbandingan antara laba bersih terhadap saham biasa yang beredar, sehingga EPS menggambarkan laba per lembar saham yang diperoleh para pemeang saham dari suatu perusahaan. 2.3. Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah laporan akuntansi yang digunakan untuk mencatat dan mengikhtisarkan transaksi perusahaan (Niswonger, dkk., 1999). Menurut Myer dalam Munawir (2002), mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh akuntansi pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba, dan pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tidak dibagikan (laba yang ditahan). Menurut Rahardjo (2003), laporan keuangan adalah laporan pertanggungjawaban manajer atau pimpinan perusahaan atas pengelolaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya kepada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan (stakeholders) di luar perusahaan; pemilik, perusahaan, pemerintah, kreditor, dan pihak lainnya. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah kertas yang bertuliskan angka-angka yang memberikan informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodic yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report, dan menurut Munawir (2002), laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara : 1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact), berarti bahwa laporan keuangan ini dibuat atas dasar fakta dari catatan akuntansi, seperti jumlah uang kas
yang tersedia dalam perusahaan maupun yang disimpan di bank, jumlah piutang, persediaan barang dagangan, hutang, maupun aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Pencatatan dari pos-pos ini berdasarkan catatan historis dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau dan jumlah-jumlah uang yang tercatat dalam pos-pos itu dinyatakan dalam harga-harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut. 2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate), berarti data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prinsipprinsip akuntansi yang lazim. Hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatan dan untuk keseragaman. 3. Pendapat pribadi (personal judgement), dimaksudkan bahwa, walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensi-konvensi atau dalil-dalil dasar yang sudah ditetapkan dan sudah menjadi standar praktek pembukuan, namun penggunaan dari konvensi-konvensi dan dalil dasar tersebut tergantung daripada akuntan atau manajemen perusahaan yang bersangkutan. Judgement atau
pendapat
ini
tergantung kepada
kemampuan atau integritas pembuatan yang dikombinasikan dengan fakta yang tercatat dan kebiasaan serta dalil-dalil dasar akuntansi yang telah disetujui akan digunakan dalam beberapa hal. Misalnya, cara-cara atau metode untuk menaksir piutang yang tidak akan dapat ditagih dan penentuan beban penyusutan serta penentuan umur dari suatu aktiva tetap akan sangat tergantung pada pendapat pribadi manajemennya dan berdasarkan pengalaman masa lalu. Suatu hal yang penting yaitu bahwa baik prosedur, anggapananggapan, kebiasaan-kebiasaan maupun pendapat pribadi yang telah digunakan harus dipertahankan secara terus menerus atau secara konsisten dari tahun ke tahun. Namun dalam hal ini tidak berarti bahwa prosedur, kebiasaan, maupun pendapat pribadi yang digunakan tidak boleh diubah. Jika suatu ketika manajemen ingin merubah prosedur, kebiasaan maupun pendapat pribadi yang telah dipakai, harus dijelaskan dalam laporan keuangannya sehingga mereka yang membaca laporan itu
dapat mengetahui dengan jelas dasar mana yang sesungguhnya digunakan dalam laporan keuangan yang bersangkutan. Laporan keuangan pada hakekatnya bersifat umum, dalam arti laporan tersebut ditujukan untuk berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Misalnya saja, investor atau pemilik atau penanam modal mempunyai kepentingan di dalam mengetahui potensi modal yang ditanamkannya untuk memberikan pendapatan. Kreditor atau pemberi pinjaman berkepentingan dalam pemberian pinjaman terhadap perusahaan dan jaminan kepastian pengembalian pinjaman atau kredit, sedangkan pemerintah (khususnya instansi pajak) berkepentingan di dalam penentuan beban pajak yang harus dibayar. Disamping ketiga pihak tersebut, ada pengguna lain dari laporan keuangan, yaitu karyawan atau serikat pekerja, pelanggan dan masyarakat. Karyawan atau serikat pekerja tertarik pada informasi stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Pelanggan berkepentingan dengan kelangsungan hidup perusahaan. Masyarakat perlu informasi mengenai kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kekayaan atau kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitas bisnisnya (Rahardjo, 2003). Jadi, melalui laporan keuangan akan dapat dinilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam jangka pendek, struktur modal perusahaan, distribusi daripada aktivanya, keefektifan penggunaan aktiva, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai dan beban-beban tetap yang harus dibayar. Dalam Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994 yang dikeluarkan Ikatan Akuntansi Indonesia, istilah laporan keuangan meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan atas laporan keuangan, laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Dalam penelitian ini, laporan keuangan yang digunakan adalah neraca dan laporan rugi laba.
2.3.1. Laporan Neraca Menurut Brigham dan Houston (2001), neraca adalah laporan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu. Dan menurut Munawir (2002), neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada saat tertentu. Jadi tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu dimana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiskal atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut sebagai balance sheet. Jadi, neraca merupakan laporan mengenai keadaan harta atau kekayaan perusahaan, atau keadaan posisi keuangan pada saat atau tanggal tertentu. Neraca akan memberikan informasi mengenai seberapa kuat posisi keuangan perusahaan dengan memperlihatkan bagian yang dimiliki perusahaan dan bagian yang dipinjam dari kreditor untuk suatu jangka tertentu. Dengan demikian, neraca terdiri dari tiga bagian utama, yaitu aktiva, hutang dan modal. Aktiva (assets) mencerminkan struktur kekayaan perusahaan yang menunjukkan dana perusahaan ditanamkan atau dialokasikan untuk pospos apa saja. Menurut Niswonger, dkk (1999), aktiva didefinisikan sebagai sumber daya yang dikuasai oleh entitas bisnis atau perusahaan. Sumber daya ini dapat berbentuk fisik ataupun hak yang mempunyai nilai ekonomis. Pada dasarnya, aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama, yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Menurut Rahardjo (2003), aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dalam jangka waktu singkat akan kembali lagi dalam bentuk kas. Jangka waktu biasanya tidak lebih dari satu tahun terhitung dari tanggal neraca atau satu tahun buku. Menurut Munawir (2002), yang termasuk kelompok aktiva lancar adalah : 1. Kas, atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. Uang tunai yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi sudah
ditentukan penggunaannya (misalnya uang kas yang disisihkan untuk tujuan pelunasan hutang obligasi, untuk pembelian aktiva tetap atau untuk tujuan-tujuan lain) tidak dapat dimasukkan dalam pos kas. Termasuk dalam pengertian kas adalah cek yang diterima dari para langganan dan simpanan perusahaan di bank dalam bentuk giro atau demand deposit, yaitu simpanan di bank yang dapat diambil kembali (dengan menggunakan cek atau bilyet) setiap saat diperlukan perusahaan. 2. Investasi jangka pendek (surat-surat berharga atau marketable securities), adalah investasi yang sifatnya sementara atau jangka pendek dengan maksud untuk memanfaatkan uang kas yang untuk sementara belum dibutuhkan dalam operasi. Syarat utama agar dapat dimasukkan dalam investasi jangka pendek adalah bahwa investasi itu harus bersifat marketable, artinya setiap saat perusahaan membutuhkan uang, investasi itu dapat segera dijual dengan harga yang pasti. Yang termasuk dalam investasi jangka pendek adalah deposito di bank, surat-surat berharga yang berwujud saham, obligasi, sertifikat bank dan investasi lain yang mudah diperjualbelikan. 3. Piutang wesel, adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang. 4. Piutang dagang, adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. Pada dasarnya piutang bisa timbul tidak hanya karena penjualan barang dagangan secara kredit, piutang karena adanya penjualan saham secara angsuran, atau adanya uang muka untuk pembelian atau kontrak kerja lainnya. 5. Persediaan, untuk perusahaan perdagangan yang dimaksud dengan persediaan adalah semua barang-barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang atau belum laku dijual. Untuk perusahaan manufaktur, maka persediaan yang dimiliki meliputi
persediaan barang mentah, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. 6. Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus diterima, adalah penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasa atau prestasinya, tetapi belum diterima pembayarannya sehingga merupakan tagihan. 7.
Persekot atau biaya yang dibayar dimuka, adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa atau prestasi dari pihak lain, tetapi pengeluaran itu belum menjadi biaya karena jasa atau prestasi dari pihak lain itu belum dinikmati oleh perusahaan pada periode ini melainkan periode berikutnya. Menurut Munawir (2002), yang dimaksud dengan aktiva tidak lancar
adalah aktiva yang mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang atau mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan. Aktiva tidak lancar ini terdiri dari : 1. Investasi jangka panjang, investasi atau penyertaan ini biasanya merupakan bentuk penanaman dana perusahaan kepada perusahaan lain dalam jangka panjang. Penyertaan ini bisa dengan maksud untuk menguasainya. Penyertaan dapat dilakukan dalam bentuk saham, obligasi, atau surat berharga lain. Meskipun penyertaan ini biasanya dalam bentuk kepemilikan saham atau obligasi, tetapi berbeda dengan surat berharga (efek) pada kelompok aktiva lancar, dalam surat berharga (efek). Saham atau obligasi hanya dipegang untuk jangka pendek (satu tahun kurang), sedangkan investasi atau penyertaan untuk jangka panjang. 2. Aktiva tetap berwujud, adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang fisiknya nampak atau konkrit. Syarat lain untuk dapat diklasifikasikan sebagai aktiva tetap selain aktiva itu dimiliki perusahaan juga harus digunakan dalam operasi yang bersifat permanent (aktiva tersebut mempunyai umur kegunaan jangka panjang atau tidak akan habis dipakai dalam satu periode kegiatan perusahaan).
Kelompok aktiva tetap ini meliputi tanah, bangunan, kendaraan dan perlengkapan atau alat-alat lainnya. 3. Aktiva tetap tidak berwujud, adalah kekayaan perusahaan yang secara fisik tidak nampak, tetapi merupakan suatu hak yang mempunyai nilai dan dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Yang termasuk aktiva tetap tidak berwujud ini meliputi hak cipta, merk dagang, lisensi dan sebagainya. 4. Beban yang ditangguhkan, adalah menunjukkan adanya pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun), atau suatu pengeluaran yang akan dibebankan juga pada periode-periode berikutnya. Yang termasuk kelompok ini, antara lain adalah biaya pemasaran, biaya pembukaan perusahaan, biaya penelitian dan sebagainya. 5. Aktiva lain-lain, adalah menunjukkan kekayaan atau aktiva perusahaan yang tidak dapat atau belum dapat dimasukkan dalam klasifikasiklasifikasi sebelumnya, misalnya gedung dalam proses, tanah dalam penyelesaian, piutang jangka panjang dan sebagainya. Komponen yang kedua dari neraca adalah hutang. Menurut Rahardjo (2003), hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dibedakan ke dalam hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang jangka panjang. Menurut Munawir (2002), hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah
kewajiban
keuangan
perusahaan
yang pelunasannya
atau
pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimliki perusahaaan. Hutang lancar meliputi antara lain : 1. Hutang dagang, adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan secara kredit
2. Hutang wesel, adalah hutang yang disertai dengan janji tertulis (yang diatur dengan Undang-Undang) untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa yang akan datang. 3.
Hutang pajak, baik pajak untuk perusahaan yang bersangkutan maupun Pajak Pendapatan Karyawan yang belum disetorkan ke kas negara
4. Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya. 5. Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo, adalah sebagian atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek karena harus segera dilakukan pembayarannya. 6. Penghasilan yang diterima dimuka, adalah penerimaan uang untuk penjualan barang atau jasa yang belum direalisir. Sedangkan hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayaran atau jatuh temponya masih panjang (atau lebih dari satu tahun tanggal neraca) yang meliputi hutang obligasi, hutang hipotik (hutang yang dijamin dengan aktiva tetap tertentu), dan pinjaman jangka panjang lain. Komponen dari neraca yang lain adalah modal. Menurut Munawir (2002), modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan. Dapat juga diartikan sebagai kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya. 2.3.2. Laporan Rugi Laba Menurut Rahardjo (2003), laporan rugi laba (income statement) merupakan laporan mengenai kemajuan perusahaan. Pada dasarnya laporan rugi laba memberitahu apa yang diperoleh perusahaan tahun ini, apakah laba atau rugi, dan berapa banyak laba atau kerugiannya. Laporan ini menggambarkan kemajuan usaha perusahaan selama satu periode tertentu atau selama satu tahun buku. Sedangkan menurut Munawir (2002), laporan rugi laba merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama
periode tertentu. Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan rugi laba bagi tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut : 1. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha poko perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan service) diikuti dengan harga pokok dari barang atau service yang dijual sehingga diperoleh laba kotor. 2. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya umum atau administrasi. 3. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh di luar operasi pokok perusahaan yang diikuti dengan biaya-biaya yang terjadi di luar usaha pokok perusahaan. 4. Bagian keempat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan. 2.4. Analisis Laporan Keuangan Analisis
laporan
keuangan
merupakan
suatu
kegiatan
untuk
menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat (Harahap, 2001). Dengan begitu, analisis laporan keuangan berfungsi untuk mengkonversikan data yang berasal dari laporan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lebih berguna, lebih mendalam, dan lebih tajam dengan teknik tertentu. Dengan menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan dapat diketahui kinerja keuangan dari perusahaan tersebut. Sehingga dapat diketahui kekurangan-kekurangan perusahaan dan kemudian menggunakan informasi ini untuk meningkatkan kinerja keuangan. Metode yang umum digunakan untuk menganalisa kinerja keuangan hingga saat ini adalah analisa rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas. Metode
inilah yang akan dipakai dalam penelitian sesuai dengan ketersediaan data yang ada di perusahaan. Menurut Munawir (2002), dalam menganalisa dan menilai posisi keuangan dan potensi-potensi kemajuan perusahaan, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah : 1. Likuiditas, adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat
ditagih.
Perusahaan
yang
mampu
memenuhi
kewajiban
keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid”, dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendek. Sebaliknya kalau
perusahaan
tidak
dapat
segera
memenuhi
kewajiban
keuangannya pada saat ditagih (jatuh tempo), berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “ilikuid”. Dengan demikian likuiditas, diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. Kewajiban
keuangan
digolongkan menjadi
suatu
perusahaan
pada
dasarnya
dapat
dua, yaitu kewajiban keuangan yang
berhubungan dengan pihak luar perusahaan (kreditur) dan kewajiban keuangan
yang berhubungan
dengan
proses
produksi
(intern
perusahaan). Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang berhubungan dengan pihak luar atau kreditur dinamakan “likuiditas badan usaha”, sedangkan yang berhubungan dengan pihak intern atau proses produksi (seperti membayar upah buruh, membeli bahan baku) dinamakan “likuiditas perusahaan”. 2. Solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
Suatu perusahaan dikatakan solvabel jika perusahaan tersebut mempunyai kekayaan atau aktiva yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan insolvabel. Baik perusahaan yang insolvabel maupun yang likuid menunjukkan keadaan keuangan yang kurang baik karena kedua-duanya pada suatu waktu akan menghadapi kesulitan keuangan. Perusahaan yang ilikuid akan segera mengalami kesulitan keuangan walaupun perusahaan tersebut dalam keadaan solvabel, sebaliknya kalau perusahaan dalam keadaan insolvabel tetapi likuid tidak akan segera mengalami kesulitan keuangan dan kesulitan keuangan baru timbul kalau perusahaan itu dibubarkan. 3. Profitabilitas, adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan
aktivanya
profitabilitas
suatu
secara
perusahaan
produktif.
Dengan
dapat
diketahui
demikian dengan
memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. 4. Aktivitas usaha, adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan
usahanya
dengan
stabil
yang
diukur
dengan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutanghutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan. Faktor-faktor tersebut dapat diketahui dengan cara menganalisa atau menginterpretasikan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisa laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau mempelajari hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk
menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. 2.4.1. Analisis Trend ( Analisis Horizontal) Menurut Munawir (2002), analisis trend adalah analisis yang membandingkan pos-pos laporan keuangan untuk beberapa periode akuntansi dengan menggunakan tahun dasar. Analisis trend mempelajari pergerakan pos-pos tertentu dari suatu laporan keuangan perusahaan selama beberapa tahun atau periode akuntansi berturut-turut. Dari analisis ini akan tampak pos-pos yang mempunyai kecenderungan arah yang meningkat, menurun atau tetap. Analisis ini menggunakan angka indeks berupa persentase sehingga analisis ini sering juga disebut analisis indeks. Untuk dapat menghitung trend yang dinyatakan dalam persentase dibutuhkan satu tahun yang dijadikan sebagai tahun dasar. Tahun dasar ini diperlukan sebagai dasar perhitungan yang akan dibuat dalam bentuk persentase. Biasanya data laporan keuangan dari tahun yang paling awal dari deretan laporan keuangan yang dianalisa dianggap sebagai tahun dasar. Tiap-tiap pos yang terdapat dalam laporan keuangan yang dipilij sebagai tahun dasar diberikan angka indeks 100, sedangkan pos-pos yang sama dari periode yang dianalisa dihubungkan dengan pos yang sama dalam laporan keuangan tahun dasar dengan cara membagi jumlah rupiah tiap-tiap pos dalam periode yang dianalisis dengan jumlah rupiah dari pos yang sama dalam laporan keuangan tahun dasar. Jadi trend yang dimaksud adalah menunjukkan hubungan antara masing-masing pos suatu tahun dengan tahun dasarnya (Munawir, 2002). 2.4.2. Analisis Persentase Per Komponen (Common Size Percentage atau Analisis Vertikal) Menurut Munawir (2002), analisis persentase per komponen adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masingmasing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan
dengan penjualannya. Analisis ini merupakan pelengkap bagi analisis rasio dan dapat memberikan gambaran tentang perubahan yang terjadi dalam masing-masing pos dari tahun ke tahun dalam hubungannya dengan total aktiva atau total hutang atau total penjualan dan analisis ini dilakukan secara vertikal dengan membandingkan pos-pos laporan keuangan dalam satu periode yang sama. Menurut Munawir (2002), metode untuk merubah jumlah-jumlah rupiah dalam suatu laporan keuangan menjadi persentase-persentase dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Nyatakan total aktiva, total pasiva, serta total penjualan netto masingmasing dengan 100%. 2. Hitunglah rasio dari tiap-tiap pos atau komponen dalam laporan tersebut dengan cara membagi jumlah rupiah dari masing-masing pos aktiva dengan total aktivanya, jumlah rupiah masing-masing pos pasiva dengan total pasivanya dan masing-masing pos rugi laba dengan total penjualan nettonya dikalikan 100%. 2.4.3. Analisis Rasio Mengadakan analisa hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat menginterpretasikan kondisi
keuangan
dan
hasil
operasi
suatu
perusahaan.
Dengan
menggunakan laporan yang diperbandingkan, termasuk data tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam rupiah, persentase serta trendnya, analisis rasio akan membantu dalam menganalisis dan menginterpretasikan posisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Riyanto (1995), pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam arithmetical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial. Menurut Munawir (2002), rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, sementara itu analisis rasio merupakan suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam
neraca atau laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Dalam melakukan analisis rasio, pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua macam perbandingan, yaitu dengan membandingkan rasio sekarang perusahaan dengan rasio-rasio di waktu lalu (historical ratio), atau dengan membandingkan rasio suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis untuk waktu yang sama (Riyanto, 1995). Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah historical ratio. Menurut Riyanto (1995), angka-angka rasio keuangan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Rasio likuiditas, adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan yang terbagi dalam rasio lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio). Rasio lancar (current ratio) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan atau tagihan dari pada kreditur segera dapat berubah menjadi tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang atau tagihan tersebut. Rasio cepat (quick ratio) adalah rasio yang dihitung dengan menggunakan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan dibagi dengan kewajiban lancar. Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang paling tidak likuid dan unsur tersebut seringkali merupakan kerugian jika terjadi likuiditas. Oleh karena itu rasio cepat merupakan ukuran penting untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa memperhitungkan penjualan persediaan. Nilai rasio cepat sebesar satu dinggap sudah menunjukkan kondisi keuangan jangka pendek yang cukup baik karena itu berarti adanya kepastian bahwa hutang lancarnya dapat dibayar dengan aktiva lancar yang adatanpa menunggu realisasi nilai persediaan menjadi kas.
2. Rasio solvabilitas (leverage), adalah rasio-rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
seluruh
kewajiban
keuangannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau memenuhi kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi dan dimaksudkan juga untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang, yang terdiri rasio total hutang dengan total aktiva (debt ratio), rasio total hutang dengan modal sendiri (total debt to equity ratio), rasio modal sendiri dengan total aktiva (equity to total active ratio), rasio antara laba sebelum pajak dengan beban bunga (time interest earned ratio). Rasio total hutang dengan total aktiva (debt ratio) mengukur sejauh mana kewajiban perusahaan digunakan untuk mendanai pembelian atau investasi atas aktiva perusahaan. Semakin besar nilai rasio berarti semakin besar resiko yang ditanggung perusahaan. Semakin kecil nilainya berarti semakin baik, karena jumlah aktiva yang dibiayai dengan hutang semakin kecil. Rasio total hutang dengan modal sendiri (total debt to equity ratio) menunjukkan perbandingan antara jumlah seluruh hutang (baik jangka pendek maupun jangka panjang) dengan jumlah modal sendiri perusahaan. Bila nilai rasio lebih besar dari satu, maka kemampuan modal sendiri untuk menjamin hutang semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Rasio modal sendiri dengan total aktiva (equity to total active ratio) menunjukkan
besarnya
modal sendiri
yang digunakan
untuk
membiayai aktiva. Standar yang baik untuk rasio ini adalah 50 persen. Rasio antara laba sebelum pajak dengan beban bunga (time interest earned ratio), rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga, atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan keuangan. 3. Rasio aktivitas, yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai barapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya, yang terdiri dari rasio perputaran total aktiva
(total assets turnover ratio), rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover ratio), rasio perputaran piutang (receivable turnover ratio), dan rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio). Rasio perputaran total aktiva (total assets turnover ratio) memberikan gambaran relatif mengenai efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan aktiva yang ada dalam perusahaan untuk menghasikan penjualan. Dengan kata lain adalah kecepatan berputarnya total aktiva dalam satu periode tertentu. Semakin cepat perputarannya yang ditunjukkan dengan angka rasio yang lebih besar adalah semakin baik karena perusahaan dapat memanfaatkan total aktivanya dengan efisien untuk menghasilkan penjualan. Rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover ratio) berguna untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva tetapnya untuk menghasilkan penjualan. Rasio perputaran piutang (receivable turnover ratio) merupakan kemampuan dana yang tertanam dalam piutang untuk berputar dalam suatu periode tertentu. Semakin tinggi angka rasio berarti semakin cepat perputaran piutang dalam satu periode, maka modal kerja yang tertanam dalam piutang semakin turun karena semakin cepat pencairan piutang menjadi bentuk kas. Untuk mengetahui efektifitas dari pada penagihan piutang
dapat dilihat dari rata-rata periode penagihan
piutang (average collection period). Jika hari rata-rata lebih besar daripada batas waktu pembayaran yang telah ditentukan, berarti cara penagihannya kurang efektif. Rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio) menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam persediaan untuk berputar dalam suatu periode terentu. Dengan kata lain merupakan likuiditas dari persediaan untuk mengukur tendensi kelebihan dalam persediaan atau over stock. 4. Rasio profitabilitas, yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan perusahaan, yang terdiri dari marjin laba kotor (gross profit margin), rasio operasi
(operating ratio), marjin laba bersih (net profit margin), ROI (return on investment), dan ROE (return on equity). Marjin laba kotor (gross profit margin) adalah rasio keuntungan yang menunjukkan kemampuan dari penjualan untuk mendapat laba kotor dan berguna untuk memberikan indikasi mengenai efisiensi operasi perusahaan dan penetapan harga jual. Dari rasio ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi angka rasio berarti laba kotor yang diperoleh adalah lebih baik, begitu pula sebaliknya. Rasio operasi (operating ratio) adalah rasio yang menunjukkan besarnya bagian penjualan yang digunakan untuk beban pokok penjualan dan operasi. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam operasi guna menghasilkan laba dalam setiap rupiah penjualannya. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang baik, karena setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi dan yang tersedia untuk laba kecil. Marjin laba bersih (net profit margin) adalah rasio keuntungan yang memnujukkan kesanggupan perusahaan dalam melakukan penjualan untuk memperoleh laba bersih dan memberikan gambaran relatif mengenai
efisiensi
perusahaan
setelah
memperhatikan
semua
pengeluaran biaya maupun pajak. ROI (return on investment) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan dari seluruh dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih pada tahun berjalan, yaitu laba bersih setelah dikurangi bunga dan pajak. Rasio ini menunjukkan hasil yang diperoleh atas semua investasi yang ditanamkan pada suatu perusahaan sehingga dapat digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROE (return on equity) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih berdasarkan modal sendiri. Selain itu, rasio ini menunjukkan penghasilan yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang
mereka investasikan dan tingkat produktivitas modal yang digunakan perusahaan. Semakin tinggi nilai rasio berarti semakin produktif tingkat pemakaian modal dalam menyumbangkan laba bersih bagi perusahaan yang berarti juga semakin tingginya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini merupakan salah satu determinan yang menentukan bagi pihak-pihak yang ingin menanamkan modal dalam bentuk pemilikan saham dari perusahaan yang bersangkutan. Dalam menggunakan analisis rasio, perlu juga diketahui adanya keterbatasan-keterbatasan
maupun
kendala-kendala
yang
dapat
mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran sehingga keputusan yang diambil juga akan keliru. Kendala yang dihadapi adalah sulitnya memperoleh data perusahaan lain yang sejenis maupun rasio industri yang dapat digunakan sebagai pembanding, penggunaan data perusahaan lain yang sejenis maupun rasio industri sebagai pembanding dapat mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran karena adanya perbedaan product lines
maupun kekhususan produk serta
perbedaan dalam penerapan metode akuntansi. Di samping itu rasio-rasio periode yang lalu bukan merupakan alat yang baik untuk meramalkan keadaan di masa mendatang (Wibisono, 1997). 2.4.4. Analisis Du Pont Analisis Du Pont merupakan pendekatan terpadu terhadap analisis rasio keuangan. Analisis Du Pont menggabungkan rasio rasio aktivitas dan profit
margin
dan
menunjukkan
bagaimana
rasio-rasio
tersebut
berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang dihasilkan. Analisis ini memfokuskan pada ROE perusahaan karena dalam analisis Du Pont menganggap bahwa keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari perkembangan ROE yang dimiliki, semakin tinggi ROE suatu perusahaan maka semakin baik perusahaan dalam mengelola manajemennya (Sawir, 2000).
Analisis ini dikembangkan dalam suatu bagan Du Pont. Bagan Du Pont merupakan bagan yang dirancang untuk menunjukkan hubungan diantara tingkat pengembalian atas investasi, perputaran aktiva, marjin laba, dan hutang (Brigham dan Houstoun, 2001) Pada dasarnya persamaan dalam bagan Du Pont memperlihatkan interaksi antara marjin laba bersih, perputaran total aktiva dan penggunaan hutang yang digunakan untuk mendanai aktiva yang akibatnya menentukan tingkat pengembalian modal sendiri. Pada sisi kiri dari bagan Du Pont digunakan untuk menghitung profitabilitas perusahaan
yaitu
marjin laba bersih atas penjualan. Berbagai biaya didaftarkan dan dijumlahkan untuk mendapatkan total biaya dan kemudian dikurangkan dari penjualan untuk menghasilkan laba bersih perusahaan. Laba bersih dibagi dengan penjualan akan menghasilkan marjin laba bersih. Pada sisi kanan dari bagan Du Pont menyajikan aktivitas perusahaan yaitu dilihat dari berbagai aktiva dan kemudian membagi penjualan dengan total aktiva untuk memperoleh perputaran total aktiva yaitu berapa kali perusahaan memanfaatkan aktivanya setiap tahun. Apabila perputaran aktiva pada sisi kanan dikalikan dengan marjin laba bersih pada sebelah kiri akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi.
Tingkat pengembalian ekuitas (ROE)
Tingkat pengembalian aktiva (ROA)
Marjin laba bersih
Laba bersih
Penjualan
Dibagi
Dikali
1- Rasio hutang
Dibagi
Perputaran total aktiva
Penjualan
Dibagi
Total aktiva
Penjualan Dikurangi Aktiva lancar
Total biaya
Aktiva tetap
Harga pokok penjualan
Kas dan surat berharga
Biaya operasi tunai
Piutang dagang
Depresiasi
Persediaan
Biaya bunga
Aktiva lancar lain
Pajak
Gambar 1. Kerangka Analisis Du Pont (Sawir, 2000)
Aktiva lain
2.5. Penelitian Terdahulu Nurhasanah (2005) melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) dengan menggunakan analisa rasio keuangan (likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas). Hasil analisis rasio keuangan menunjukkan bahwa likuiditas keuangan perusahaan cukup likuid, solvabilitas perusahaan telah mampu membayar kewajibannya, aktivitas perusahaan telah cukup baik dan profitabilitas perusahaan telah mampu menghasilkan keuntungan tinggi. Namun demikian, rasio keuangan tersebut dibandingkan dengan SK. Menteri Nomor KEP-100/MBU/2002 masih ditemui tujuh indikator rasio perusahaan yang nilainya masih di bawah standar, diantaranya rasio total hutang terhadap modal, rasio kas, modal kerja terhadap total aktiva, collecting period, perputaran total aktiva, tingkat pengembalian investasi, tingkat pengembalian modal dan rasio total terhadap aktiva. Setiati (2004) melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan PT. Jaya Teknik Indonesia periode 1999-2003 dengan menggunakan analisa trend, analisa persentase per komponen, analisa rasio, dan analisa Du Pont. Analisa trend terhadap neraca menunjukkan bahwa jumlah aktiva lancar mengalami penurunan pada tahun 2000 dan peningkatan pada tahun 20012003. Peningkatan terbesar dicapai pada tahun 2003 berkaitan dengan meningkatnya jumlah kas dan bank serta uang muka. Analisa trend terhadap laporan rugi laba menunjukkan adanya trend yang meningkat pada pendapatan kontrak selama lima tahun pengamatan. Peningkatan terbesar dicapai pada tahun 2003, berkaitan dengan adanya kenaikan alat-alat listrik dan mekanik sehingga mengakibatkan naiknya harga jual dari jasa kontruksi dan perdagangan. Peningkatan pendapatan juga diikuti dengan trend yang meningkat pada biaya kontrak. Laba bersih perusahaan meningkat jika dibandingkan tahun dasar, kecuali tahun 2000, karena pada tahun tersebut kenaikan beban usaha melebihi kenaikan pendapatan kontrak. Analisa persentase per komponen terhadap neraca menunjukkan bahwa aktiva lancar memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva tetap dan hutang lancar cenderung menurun. Proporsi hutang lancar lebih besar dari
hutang jangka panjangnya. Analisa persentase per komponen terhadap laporan rugi laba menunjukkan bahwa nilai proporsi faktor pengurang yang terbesar terhadap total pendapatan kontrak adalah biaya kontrak. Proporsi beban usaha berfluktuasi yang menyebabkan komponen laba usaha maupun laba bersih berfluktuasi. Berdasarkan analisa rasio menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan yang cukup likuid, kurang solvabel dan kurang aman posisi kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh kewajiban keuangannya, aktivitas perusahaan yang sudah baik namun kebijakan kredit yang diberikan terlalu lunak, dan profitabilitas perusahaan yang mampu menghasilkan keuntungan yang cukup baik. Sedangkan analisa Du Pont menunjukkan bahwa kinerja perusahaan selama lima tahun cenderung berfluktuasi. Nilai ROE tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 49,25 persen, hal ini menunjukkan produktifitas modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan meningkat.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan hal yang sangat membantu terhadap suatu keputusan yang diambil karena kinerja keuangan akan menunjukkan seberapa berhasil suatu perusahaan dalam menjalankan roda usahanya. Dengan begitu, perusahaan dapat membuat keputusan atau kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaan pada khususnya dan kondisi ekonomi pada umumnya. Penilaian kinerja keuangan terhadap Bimatama Tour ini dilakukan melalui analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang digunakan adalah neraca dan laporan rugi laba. Neraca menunjukkan posisi finansial suatu perusahaan pada suatu saat, sedangkan laporan rugi laba menunjukkan hasil operasi selama periode tertentu. Melalui analisis laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan metode analisis rasio, persentase per komponen, analisis trend, dan analisis Du Pont dapat diketahui informasi mengenai kinerja keuangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara ringkas alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.
Aktivitas PT. Bimatama Indonesia Estetika
Laporan Keuangan
Arus Kas
Neraca
Rugi / Laba
Laba ditahan
Analisis Kinerja Keuangan
Analisis Rasio - Likuiditas - Solvabilitas - Aktivitas - Profitabilitas
Analisis Trend
Analisis Persentase Per
komponen
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan
Saran perbaikan
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran
Analisis Du Pont
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Bimatama Indonesia Estetika atau dikenal dengan nama Bimatama Tour yang terletak di Jalan Minangkabau 34D, Jakarta. Pemilihan Bimatama Tour untuk penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu tiga bulan (Juli-September 2009). 3.3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif serta terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diambil langsung dari perusahaan sendiri dengan cara mewawancarai langsung pihak manajemen perusahaan mengenai profil dan gambaran umum perusahaan. Data sekunder diambil dari membaca buku dan literatur lainnya yang terdiri atas : •
Laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari laporan neraca dan laporan rugi laba. Data yang diambil adalah data time series dari tahun 2004-2008
•
Buku-buku teks mengenai manajemen keuangan yang datanya masih relevan digunakan
•
Data Penunjang dari Biro Pusat Statistik
3.4. Pengumpulan Data •
Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara kepada manajer akunting untuk mendapatkan informasi.
•
Teknik kepustakaan, yaitu dengan mencari data pada laporan-laporan bulanan yang ada di perusahaan dan mencari informasi di perpustakaanperpustakaan.
3.5. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian diolah secara manual maupun dengan menggunakan komputer berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun. Selanjutnya data yang telah diolah akan ditampilkan dalam bentuk
tabel agar mudah dibaca. Sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif. Secara ringkas, prosedur pengolahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Editing Merupakan kegiatan penulisan data dan informasi yang akan dikumpulkan. Tujuannya untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada guna menghindari atau mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin ada dalam pengumpulan data. 2. Tabulasi Merupakan kegiatan merumuskan data ke dalam bentuk tabel. Tujuannya untuk menghindari kesimpangsiuran dan memudahkan dalam menginterpretasikan data. 3. Interpretasi Adalah kegiatan yang bertujuan untuk mencari arti yang lebih luas dari hasil penelitian yang diperoleh. Metode analisa data yang digunakan adalah : 1. Analisis Trend Analisis trend bertujuan untuk mengetahui tendensi atau kecenderungan keadaan keuangan di masa yang akan datang, baik kecenderungan naik, turun, atau tetap. Untuk menggunakan analisa ini diperlukan minimal tiga periode. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan perusahaan melalui rentang perjalanan waktu yang sudah lalu (data historis) dan memproyeksikan
situasi di masa yang akan dating.
Analisis ini merupakan pelengkap dari analisis rasio, dimana hasil dari analisis trend akan dijadikan dasar dalam melakukan interpretasi hasil analisis rasio. Dalam analisis trend dibutuhkan satu tahun dasar. Dalam analisis ini
yang dijadikan tahun dasar adalah tahun 2004 karena
merupakan tahun paling awal dari periode yang dianalisis. Setiap pos yang terdapat dalam laporan keuangan yang dipilih sebagai tahun dasar diberikan angka indeks 100, sedangkan pos-pos yang sama dari periode yang dianalisis dihubungkan dengan pos yang sama dalam laporan
keuangan tahun dasar dengan cara membagi jumlah rupiah tiap-tiap pos dalam periode yang dianalisis dengan jumlah rupiah dari pos yang sama dalam laporan keuangan tahun dasar sehingga dapat dilihat kenaikan atau penurunan nilai persentase tiap pos. Analisis trend dapat dirumuskan sebagai berikut : Rxi =
Pxi x 100% ................................................................................. (1) Pxo
dimana: Rxi = nilai persentase untuk tahun ke-i Pxi = pos x dalam laporan keuangan yang akan dianalisis Pxo = pos x dalam laporan keuangan sebagai tahun dasar 2. Analisis Common Size atau Analisis Laporan Keuangan dengan Persentase Per Komponen ( Analisis Vertikal) Analisis ini menyederhanakan angka-angka dalam laporan keuangan. Diperlukan angka dasar yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan angka konversi. Biasanya untuk neraca dipakai total asset sebagai angka dasar, yaitu 100%. Dan untuk laporan rugi laba dipakai angka penjualan. Dengan angka-angka dasar itu, angka-angka dari pos yang lain dipersentasekan pada angka dasar. Analisis persentase per komponen dapat dirumuskan sebagai berikut : Ryi =
Pyi x 100% ................................................................................. (2) Pyo
dimana:Ryi = nilai persentase pos yang dibandingkan Pyi = pos y dalam laporan keuangan tahun ke-i Pyo = pos dasar sebagai pembanding 3. Analisis Rasio (Ratio Analysis) Suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Jenis rasio keuangan yang digunakan yaitu : a) Rasio likuditas, rasio ini mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya yang akan
segera jatuh tempo dan juga mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian yang mungkin terjadi, yang terdiri dari : •
Rasio lancar (current ratio) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya, karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan atau tagihan dari pada kreditur segera dapat berubah menjadi tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang atau tagihan tersebut. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio lancar =
•
Aktiva lancar .............................................. (3) Hutang lancar
Rasio cepat (quick ratio) adalah rasio yang dihitung dengan menggunakan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan dibagi dengan kewajiban lancar. Rasio cepat merupakan ukuran penting untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa memperhitungkan penjualan persediaan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Cepat =
Aktiva lancar − Persediaan ......................... (4) Hutang lancar
b) Rasio pengukur solvabilitas (leverage), rasio yang ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban keuangannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang, yang terdiri dari : •
Rasio total hutang dengan total aktiva (debt ratio) atau sering disebut juga rasio hutang mengukur sejauh mana kewajiban perusahaan digunakan untuk mendanai pembelian atau investasi atas aktiva perusahaan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Hutang = •
Total hutang .................................................. (5) Total aktiva
Rasio total hutang dengan modal sendiri (total debt to equity ratio) menunjukkan perbandingan antara jumlah seluruh hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan jumlah modal sendiri perusahaan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Total hutang (6) Modal sendiri
Rasio Total Hutang Dengan Modal Sendiri = •
Rasio modal sendiri dengan total aktiva (equity to total activa ratio) menunjukkan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai dari modal sendiri, disamping menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Modal Sendiri Dengan Total Aktiva =
•
Modal sendiri (7) Total aktiva
Rasio antara laba sebelum pajak dengan beban bunga (time interest earned ratio), rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga, atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Time Interest Earned Ratio =
Laba usaha .......................... (8) Beban bunga
c) Rasio aktivitas, yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya, yang terdiri dari : •
Rasio perputaran total aktiva (total assets turnover ratio) memberikan gambaran relatif mengenai efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan
aktiva
yang
ada
dalam
perusahaan
untuk
menghasilkan penjualan. Dengan kata lain adalah kecepatan berputarnya total aktiva dalam satu periode tertentu. Semakin cepat perputarannya yang ditunjukkan dengan angka rasio yang lebih besar adalah semakin baik karena perusahaan dapat memanfaatkan
total aktivanya dengan efisien untuk menghasilkan penjualan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Perputaran Total Aktiva = •
Penjualan ...................... (9) Total aktiva
Rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover ratio) berguna untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva tetapnya untuk menghasilkan penjualan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Perputaran Aktiva Tetap =
•
Penjualan ................... (10) Aktiva tetap
Rasio perputaran piutang (receivable turnover ratio) merupakan kemampuan dana yang tertanam dalam piutang untuk berputar dalam suatu periode tertentu. Semakin tinggi angka rasio berarti semakin cepat perputaran piutang dalam satu periode, maka modal kerja yang tertanam dalam piutang semakin turun karena semakin cepat pencairan piutang menjadi bentuk kas. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Perputaran Piutang =
Penjualan ............................... (11) Piutang
Sedangkan untuk mengetahui efektifitas dari pada penagihan piutang
dapat dilihat dari rata-rata periode penagihan piutang
(average collection period) yang dirumuskan sebagai berikut : Periode Penagihan Piutang = •
Rasio
perputaran
360 hari .... (12) Rasio Perputaran Piutang
persediaan
(inventory
turnover
ratio)
mencerminkan besarnya nilai penjualan yang dilakukan perusahaan untuk setiap persediaan yang dijual. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Perputaran Persediaan =
Penjualan ......................... (13) Persediaan
Untuk mengetahui berapa lama persediaan disimpan di gudang atau untuk mengukur efektifitas pengelolaan persediaan tersimpan
dapat dilihat dari rata-rata periode persediaan tersimpan, yang dirumuskan sebagai berikut : Periode Persediaan Tersimpan =
360 hari .. (14) Rasio Perputaran Persediaan
d) Rasio profitabilitas, yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan perusahaan, yang terdiri dari : •
Marjin laba kotor (gross profit margin) adalah rasio keuntungan yang menunjukkan kemampuan dari penjualan untuk mendapat laba kotor dan berguna untuk memberikan indikasi mengenai efisiensi operasi perusahaan dan penetapan harga jual. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Marjin Laba Kotor =
•
Laba kotor ......................................... (15) Penjualan
Rasio operasi (operating ratio) adalah rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam operasi guna menghasilkan laba dalam setiap rupiah penjualannya. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan keadaan yang kurang baik, karena setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi dan yang tersedia untuk laba kecil. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Operasi =
•
Harga pokok penjualan + Biaya Operasi (16) Penjualan
Marjin laba bersih (net profit margin) adalah rasio keuntungan yang menunjukkan kesanggupan perusahaan dalam melakukan penjualan untuk memperoleh laba bersih dan memberikan gambaran
relatif
mengenai
efisiensi
perusahaan
setelah
memperhatikan semua pengeluaran biaya maupun pajak. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Marjin Laba Bersih = •
Laba setelah pajak ........................... (17) Penjualan
Rasio tingkat pengembalian investasi atau ROI (return on investment) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan dari
seluruh dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih pada tahun berjalan, yaitu laba bersih setelah dikurangi bunga dan pajak. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : ROI = •
Laba setelah pajak ...................................................... (18) Total aktiva
Rasio tingkat pengembalian ekuitas atau ROE (return on equity) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba atas modal yang ditanam oleh para pemiliknya. Angka rasio yang tinggi menunjukkan keberhasilan dari manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, dimana laba yang diperoleh tinggi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : ROE =
Laba setelah pajak .................................................... (19) Modal sendiri
4. Analisis Du Pont Persamaan Du Pont menunjukkan bahwa tingkat pengembalian atas aktiva dapat diperoleh dari perkalian marjin laba dengan perputaran total aktiva, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : ROA = Margin laba x Perputaran total aktiva =
Laba bersih Penjualan x ............................................... (20) Penjualan Total aktiva
Pengembalian atas ekuitas (ROE) perusahaan tergantung pada penggunaan kewajiban (leverage). ROA harus dibagi dengan 1-rasio hutang untuk mendapatkan ROE, adapun rumus ROE, yaitu : ROE =
ROA .................................................................... (21) 1 − Rasio Hutang
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. Bimatama Indonesia Estetika atau yang lebih dikenal dengan nama Bimatama Tour adalah perusahaan terkemuka di Indonesia. Didirikan pada tanggal 29 Mei 1990 berdasarkan akta notaris di Jakarta. Bimatama Tour merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang agen travel (biro perjalanan), dimana dalam usahanya perusahaan sebagai tempat penjualan tiket perjalanan, baik domestik maupun internasional. Dalam perkembangan usahanya Bimatama mendirikan cabang-cabang kantor baru di Jakarta yang masing-masing didirikan pada tahun 1995 dan 2000. Perusahaan memiliki satu kantor pusat yang berlokasi di Jalan Minangkabau No. 34 D, Jakarta Selatan dan dua kantor cabang yang masing-masing berlokasi di Jalan Bendungan Walahar No.32, Jakarta Pusat dan di Gedung ARVA Jalan Cikini Raya No.60 J, Jakarta Pusat. 4.1.1. Visi dan Misi Perusahaan PT. Bimatama Indonesia Estetika memiliki visi yaitu menyenangkan para wisatawan dalam melakukan perjalanan. Untuk merealisasikan visi tersebut, PT. Bimatama Indonesia Estetika mengimplementasikannya
pada
misi
perusahaan,
yaitu
mengembangkan kualitas sumber daya manusia guna meningkatkan pelayanan terbaik kepada para wisatawan. 4.1.2. Strategi Perusahaan Strategi yang dijalankan PT. Bimatama Indonesia Estetika dalam menciptakan keunggulan kompetitif di bidang agen travel yaitu menjalankan strategi pemasaran dengan berbagai cara melalui brosur dan media cetak. Selain itu, cara-cara lain dalam melakukan strateginya yaitu dengan menawarkan harga tiket yang cukup kompetitif bagi para wisatawan dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak hotel, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
4.1.3. Struktur Organisasi Dalam suatu organisasi, semua tindakan yang dilakukan harus disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan masing-masing individu harus mendelegasikan kekuasaan mereka untuk menunaikan tugasnya dengan baik. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas di dalam suatu organisasi, diperlukan struktur organisasi yang menggambarkan garis hubungan kerja sama di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian
atau
posisi-posisi,
maupun
orang-orang
yang
menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 3.
MANAGING DIRECTOR SECRETAR Y DIRECTOR OF
DIRECTOR OF FINANCE
FINANCE ACCOUNTI SALES TOUR TICKETIN MANAGER NG MANAGE MANAGER G Gambar 3. Struktur Organisasi PT. Bimatama Indonesia Estetika 4.2. Perkembangan Keuangan Perusahaan Untuk menilai perkembangan usaha perusahaan dari tahun ke tahun digunakan analisis trend, dengan melihat kecenderungan pergerakan pospos dalam laporan keuangan jika dibandingkan dengan pos yang sama pada tahun dasar. Periode pengamatan adalah lima tahun, yaitu tahun 2004-2008. Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2004 yang merupakan tahun pertama periode pengamatan analisa perkembangan perusahaan. Dalam penelitian ini, analisis trend merupakan alat analisa pendukung yang dijadikan dasar dalam menginterpretasikan hasil dari analisis kinerja yang dihasilkan dalam analisis rasio, baik analisis likuiditas, solvabilitas,
profitabilitas,
maupun
aktivitas.
Sehingga
komponen-
komponen yang dilihat dalam analisis trend adalah komponen yang digunakan dalam analisis rasio. Hasil analisis trend terhadap laporan neraca dan laporan rugi laba dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. 4.2.1. Perkembangan Neraca Struktur permodalan PT. Bimatama Indonesia Estetika didanai oleh hutang dan modal sendiri. Dilihat dari laporan neraca perusahaan, pendanaan banyak dibiayai oleh hutang dibandingkan dengan modal sendiri (ekuitas). Komponen hutang yang ada pada perusahaan meliputi hutang dagang, hutang outbond &inbond, hutang dokumen & administrasi, hutang dewan komisaris, hutang bank, dan hutang lain-lain. Sedangkan komponen modal sendiri pada perusahaan terdiri dari modal disetor yang berbentuk lembaran saham dan laba ditahan. Analisis trend terhadap laporan neraca dilakukan terhadap komponen-komponen yang digunakan untuk melihat kondisi keuangan perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kondisi keuangan jangka pendek dilihat dari komponen yang digunakan untuk menilai likuiditas perusahaan, yaitu hutang lancar dan aktiva lancar. Sementara, kondisi keuangan jangka panjang dilihat dari komponen yang digunakan untuk menilai solvabilitas perusahaan, yaitu total hutang, aktiva, dan modal.
Trend (%)
300 250 200
248.19 242.91 196.4 187.27
150 100 50
100
Aktiva Lancar Hutang Lancar
112.92 109.15 112.26 109.82
0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 4. Perkembangan Komponen Likuiditas Terhadap Laporan Neraca PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 20042008
Pada
Gambar
4,
terlihat
bahwa
analisa
trend
dengan
menggunakan tahun dasar terhadap komponen-komponen laporan neraca yang digunakan untuk melihat likuiditas perusahaan, aktiva lancar mengalami peningkatan secara fluktuatif. Peningkatan yang paling besar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 142,91 persen, dimana peningkatan ini disebabkan karena meningkatnya nilai kas dan bank serta jumlah deposit/jaminan berkaitan dengan meningkatnya pendapatan dari usaha yang dilakukan. Pada tahun 2008 dapat dilihat bahwa jumlah deposit mengalami peningkatan terbesar sebanyak empat kali lipat, hal ini disebabkan semakin meningkatnya jaminan (deposit) atas pembelian tiket kepada pihak airlines. Selama tahun 2004-2008, hutang lancar cenderung meningkat, terutama pada tahun 2007 dan 2008 terjadi peningkatan sebesar 96,40 persen dan 148,19 persen. Peningkatan terjadi berkaitan dengan hutang dagang atas pembelian tiket, baik domestik maupun internasional kepada pihak airlines yaitu sebesar 259,13 persen pada tahun 2007 dan 333,77 persen pada tahun 2008 dibandingkan tahun dasarnya.
Trend (%)
300 250
248.19 233.3
200
196.4 183.63 136.08 133.78 131.87 127.71 112.26 114.27 116.72 109.82 109.69 98.28 107.6 108.81
150 100
100
Aktiva Tetap Total Hutang Modal Sendiri Total Aktiva
50 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 5. Perkembangan Komponen Solvabilitas dan Aktiva Tetap Terhadap Laporan Neraca PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 Dalam jangka waktu lima tahun (2004-2008), perusahaan terus melakukan pertambahan investasi dalam aktiva tetap yang didanai oleh pinjaman (hutang). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5, bahwa dengan analisis trend jumlah aktiva tetap mengalami kecenderungan
meningkat, terutama pada tahun 2005 dan 2007 yang disebabkan karena investasi yang dilakukan perusahaan pada gedung kantor, peralatan
kantor,
dan
kendaraan
bermotor
guna
mendukung
kelancaran operasional perusahaan. Berdasarkan analisis trend dengan menggunakan tahun dasar terhadap komponen-komponen laporan neraca yang mencerminkan solvabilitas perusahaan menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam dua tahun terakhir dengan laju peningkatan terbesar terjadi dalam komponen total hutang dan diikuti oleh total aktiva dan modal sendiri. Dalam Gambar 5, terlihat peningkatan terbesar terjadi pada komponen total hutang di tahun 2008 yang meningkat sebesar 148,19 persen dari tahun dasar. Kenaikan ini disebabkan karena perusahaan mengalami kenaikan hutang dagang hingga mencapai 433,77 persen. Kenaikan yang besar ini dikarenakan perusahaan mempunyai hutang kepada pihak airlines dalam hal pembelian tiket, baik domestik maupun internasional. Selanjutnya peningkatan total aktiva terbesar terjadi pada tahun 2008 yang meningkat sebesar 133,30 persen yang dikarenakan meningkatnya nilai kas dan bank serta jumlah deposit / jaminan berkaitan dengan meningkatnya pendapatan dari usaha yang dilakukan. Sedangkan peningkatan dalam komponen modal sendiri lebih disebabkan oleh peningkatan saldo laba setelah pembagian deviden. 4.2.2. Perkembangan Rugi Laba Analisis trend terhadap laporan rugi laba perusahaan dilakukan pada
komponen-komponen
yang
digunakan
untuk
melihat
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Komponenkomponen tersebut adalah nilai pendapatan usaha, harga pokok penjualan, beban usaha, dan laba bersih.
250
236 Pendapatan Usaha
Trend (%)
200 169.62 169 166.27 158.68 158.59 150.65
150 123.28 122.27 122.22 117.56 117.23 108.18 108.59 107.89
100
100
Harga Pokok Penjualan Beban Usaha
50 0
Laba Bersih 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 6. Perkembangan Terhadap Laporan Rugi Laba PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 Pada Gambar 6 terlihat bahwa peningkatan nilai pendapatan (penjualan) perusahaan terutama disebabkan oleh naiknya tingkat penjualan
tiket,
baik
domestik
maupun
internasional.
Laju
peningkatan pendapatan diikuti dengan laju peningkatan harga pokok penjualan peningkatan
yang
besar
pendapatan.
peningkatannya Hal
ini
hampir
berarti
sama
bahwa
dengan
peningkatan
keuntungan yang diperoleh dari setiap pendapatan yang didapat sebanding dengan peningkatan komponen pengurangnya (harga pokok penjualan). Peningkatan harga pokok penjualan ini terutama disebabkan oleh banyaknya pembelian tiket kepada pihak airlines. Peningkatan juga terjadi pada komponen beban usaha seperti beban penjualan dan beban umum dan administrasi perusahaan. Peningkatan beban usaha (operasi) perusahaan dapat menyebabkan terjadinya penurunan tingkat keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan. Terlihat pada Gambar 6, bahwa peningkatan laba bersih terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 136 persen dibandingkan dengan tahun dasar. Peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan pendapatan yang diikuti oleh pengeluaran beban usaha yang tidak terlalu besar. Untuk dapat meningkatkan tingkat keuntungan yang diperoleh, maka perusahaan perlu untuk melakukan efisiensi dalam hal pengoperasian sumberdaya, yang salah satu caranya bisa dengan mengurangi atau meminimalkan beban-beban usaha (operasional) perusahaan.
4.3. Komposisi Keuangan Perusahaan Analisis persentase per komponen atau analisis vertikal adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui proporsi investasi pada masingmasing aktiva terhadap total aktivanya. Selain itu, untuk mengetahui struktur permodalan dan komposisi biaya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah pendapatan perusahaan. Dalam penelitian ini, analisis persentase per komponen juga merupakan analisa pendukung dari analisis rasio yang digunakan dalam menginterpretasikan hasil analisis rasio. Hasil analisis persentase per komponen terhadap laporan neraca dan laporan rugi laba dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. 4.3.1. Komposisi Neraca Analisis persentase per komponen terhadap laporan neraca dilakukan terhadap komponen-komponen yang digunakan dalam analisis rasio untuk melihat kondisi likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Komponen tersebut adalah total aktiva, total hutang, dan modal sendiri. Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana perubahan yang terjadi pada tiap-tiap pos dalam laporan neraca dan juga untuk melihat struktur permodalan perusahaan serta
Proporsi Terhadap Total Aktiva (%)
proporsi investasi pada aktiva perusahaan. 120 100
92.9
91.8
92.44
94.74
96.72
80
Aktiva Lancar
60
Aktiva Tetap
40 20 0
7.1 2004
8.2 2005
7.56 2006
5.26 2007
3.28 2008
Tahun
Gambar 7. Perkembangan Proporsi Komponen Aktiva Terhadap Total Aktiva PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008
Proporsi Terhadap Total Pasiva (%)
100 86.99 85.45 87.09
80
93.03 92.54
60
Total Hutang (Hutang Lancar)
40
Total Modal Sendiri
20
13.01 14.55 12.91
0 2004
2005
2006
6.97
2007
7.46
2008
Tahun
Gambar 8. Perkembangan Proporsi Komponen Pasiva Terhadap Total Pasiva PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 20042008 Pada Gambar 7, terlihat bahwa aktiva lancar perusahaan memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva tetap dari total aktiva keseluruhan. Rata-rata persentase selama lima tahun pengamatan adalah 93,72 persen. Aktiva lancar menunjukkan penurunan pada tahun 2005, penurunan tersebut salah satunya berkaitan dengan penarikan deposito di bank, dan aktiva tetap menunjukkan proporsi yang menurun dimulai dari tahun 2006 yang diakibatkan oleh tingginya nilai akumulasi penyusutan dari aktiva tetap tersebut. Pada Gambar 8, terlihat bahwa selama lima tahun (20042008), sumber dana untuk membiayai usaha perusahaan berasal dari hutang jangka pendek atau hutang lancar dan modal sendiri (ekuitas). Proporsi hutang lancar secara rata-rata sebesar 89,02 persen, sedangkan proporsi rata-rata modal sendiri sebesar 10,98 persen, jauh lebih kecil dari proporsi rata-rata hutang lancarnya. Hutang lancar dan modal sendiri menunjukkan proporsi yang berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2004-2008 didapatkan laba per lembar saham masing-masing
sebesar
Rp.138.062,00
;
Rp.162.307,00
;
Rp.149.923,00 ; Rp.325.822,00 ; Rp.207.983,00. Sebagai contoh, persentase perubahan EBIT dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar
88,19 persen menyebabkan persentase perubahan EPS sebesar 117,33 persen. 4.3.2. Komposisi Rugi Laba Dalam analisis persentase perkomponen terhadap laporan rugi laba, komponen yang dilihat adalah komponen yang digunakan untuk menilai kondisi profitabilitas perusahaan. Analisis ini bertujuan untuk melihat proporsi biaya yang terjadi dihubungkan
Proporsi Terhadap Pendapatan (%)
dengan nilai pendapatan (penjualan) perusahaan. 120 100
95.66
95.4
95.62
95.66
96.01
Harga Pokok Penjualan Beban Usaha
80 60
Laba Kotor
40 20 0
4.34 3.81 0.29 0.06 2004
4.6 4.12 0.32 0.03
2005
4.38 3.84 0.26 0.19
2006 Tahun
4.34 3.81 0.44 0.02
2007
3.99 3.74 0.27 0.14
2008
Laba Bersih Pendapatan/ Beban Lain-Lain
Gambar 9. Perkembangan Proporsi Komponen Rugi Laba Terhadap Pendapatan Usaha (Penjualan) PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa komponen harga pokok penjualan merupakan komponen dengan proporsi pengurang terbesar terhadap total pendapatan usaha. Rata-rata proporsi harga pokok penjualan terhadap nilai pendapatan selama lima tahun adalah 95,67 persen. Hal ini menunjukkan besarnya proporsi nilai pendapatan yang terserap ke dalam komponen harga pokok penjualan. Proporsi harga pokok penjualan menunjukkan proporsi yang meningkat walaupun proporsinya sempat mengalami penurunan pada tahun 2005. Hal itu tentu akan menyebabkan proporsi laba kotor mengikuti arah yang berlawanan Pada pos beban usaha menunjukkan proporsi yang menurun walaupun sempat mengalami kenaikan pada tahun 2005. Penurunan proporsi beban usaha ternyata belum dapat meningkatkan laba bersih
karena diikuti dengan kenaikan harga pokok penjualan yang cukup tinggi. Terlihat pada Gambar 9, proporsi laba bersih terhadap pendapatan usaha sempat meningkat di tahun 2007 sebesar 0,44 persen. Peningkatan ini lebih disebabkan karena rendahnya proporsi beban lain-lain (net) sebesar 0,02 persen terhadap pendapatan usaha. 4.4. Kinerja Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika Analisis rasio digunakan untuk menilai tingkat likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas usaha PT. Bimatama Indonesia Estetika. Melalui hasil analisis ini akan diperoleh gambaran mengenai kondisi keuangan dan perkembangan
perusahaan
pada
tahun
2004-2008.
Dalam
menginterpretasikan angka rasio, dipergunakan hasil yang diperoleh dari analisis trend dan analisis persentase per komponen. Hasil analisis rasio terhadap laporan neraca dan laporan rugi laba dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.4.1. Rasio Likuiditas Analisis rasio likuiditas akan menunjukkan posisi keuangan jangka
pendek
perusahaan,
yang
mencerminkan
kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih atau jatuh tempo. Hubungan antara pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar dalam neraca merupakan komponen yang penting dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan. Grafik trend perkembangan nilai rasio likuiditas ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Persentase (%)
108 106
106.8
107.43 106.15 104.52
104
Rasio Lancar 102
101.83
100 98 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 10. Perkembangan Rasio Likuiditas PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008
Bila dilihat perkembangannya, secara umum rasio likuiditas PT. Bimatama Indonesia Estetika mengalami perubahan secara fluktuatif setiap tahunnya. Analisis likuiditas dengan menggunakan rasio di atas menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kemampuan kurang baik untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya jika dilihat dari rata-rata rasio lancar yang masih di bawah standar yaitu 200 persen, namun aktiva lancar secara rata-rata masih dapat menutup hutang lancarnya •
Rasio Lancar Rasio lancar menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar semua kewajiban jangka pendeknya. Standar yang lazim digunakan untuk mengukur rasio ini minimal 200 persen. Hal ini dimaksudkan bila terjadi sesuatu maka perusahaan bisa segera memenuhi seluruh kewajibannya dalam jangka pendek. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai rata-rata rasio lancar PT. Bimatama Indonesia Estetika adalah sebesar 105,35 persen. Angka ini menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,00,- hutang lancar dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp. 1,05,-, dengan standar 200 persen, maka dapat dilihat bahwa kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajiban
jangka
pendeknya kurang baik dan memiliki posisi yang kurang aman bagi kreditur jangka pendek. Dengan kata lain, kemampuan perusahaan yang masih sangat jauh dari standar minimum. Aktiva lancar perusahaan kurang mampu menutupi hutang lancarnya (kurang likuid). Perkembangan nilai rasio ini dipengaruhi oleh perkembangan aktiva lancar dan hutang lancar perusahaan. Jumlah hutang lancar selama lima tahun pengamatan menunjukkan nilai yang lebih kecil dengan nilai aktiva lancar perusahaan. Pada periode 2007, nilai hutang lancar mendekati nilai aktiva lancarnya sehingga didapatkan nilai rasio lancarnya paling kecil daripada tahun-tahun lainnya yaitu sebesar 101,83 persen.
4.4.2. Rasio Solvabilitas Analisis kemampuan
rasio
solvabilitas
perusahaan
dalam
dilakukan memenuhi
untuk
mengukur
seluruh
kewajiban
keuangannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau memenuhi kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Bagi para pemegang saham dan kreditur jangka panjang, tingkat solvabilitas ini sangat penting karena akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menanggung seluruh beban hutang dan jaminan untuk para pemegang saham jika perusahaan dilikuidasi. Data-data pada pos aktiva, hutang serta ekuitas digunakan untuk mengetahui tingkat stabilitas keuangan untuk jangka panjang. Penilaian tingkat solvabilitas PT. Bimatama Indonesia Estetika dilakukan dengan menggunakan rasio total hutang dengan total aktiva, rasio total hutang dengan modal sendiri dan rasio modal sendiri dengan total aktiva. Grafik trend perkembangan nilai rasio solvabilitas
Persentase (%)
ini dapat dilihat pada Gambar 11. 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1335.67
668.35
587.5
1239.94
Rasio Total Hutang Dengan Aktiva Rasio Total Hutang Dengan Modal
674.57
Rasio Modal Dengan Aktiva 86.99 13.01 2004
85.45 14.55
2005
87.09 12.91
2006
93.03 6.97
2007
92.54 7.46
2008
Tahun
Gambar 11. Perkembangan Rasio Solvabilitas PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 Analisis solvabilitas dengan menggunakan rasio-rasio diatas menunjukkan bahwa jumlah aktiva yang dibiayai dengan modal sendiri sebesar 10,98 persen, jauh lebih kecil proporsinya daripada jumlah aktiva yang dibiayai dari pinjaman (hutang) sebesar 89,02 persen. Kecilnya jumlah modal sendiri dibandingkan dengan hutang yang ada mengakibatkan lemahnya jaminan yang ditawarkan perusahaan dari modal sendiri untuk menutupi kewajibannya terhadap
para kreditur, dengan kata lain perusahaan belum aman posisi keuangannya dalam memenuhi kewajibannya. a) Rasio Total Hutang Terhadap Total Aktiva Rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukkan banyaknya aktiva yang dibiayai dari pinjaman (hutang). Selama lima periode analisis, yaitu tahun 2004-2008, nilai rata-rata rasio ini adalah 89,02 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah aktiva yang dibiayai dengan hutang adalah sebesar 89,02 persen. Besarnya hutang perusahaan karena pendapatan usaha yang diperoleh
masih
banyak
dalam
bentuk
piutang
sehingga
perusahaan kekurangan kas Pada umunya nilai standar untuk rasio ini adalah maksimal 50 persen. Rasio rata-rata yang diperoleh pada analisis rasio total hutang terhadap total aktiva sebesar 89,02 persen menunjukkan nilai resiko yang relatif besar ditanggung oleh perusahaan karena struktur aktiva yang banyak dibiayai oleh pinjaman (hutang). b) Rasio Total Hutang Terhadap Modal Sendiri Rasio total hutang terhadap modal sendiri menunjukkan proporsi hutang yang dapat dijamin dengan modal sendiri. Perkembangan rasio ini menujukkan trend yang berfluktuatif setiap tahunnya. Nilai rata-rata untuk rasio ini selama lima tahun adalah sebesar 901,21 persen, yang berarti setiap Rp. 1,00,- modal perusahaan digunakan untuk menjamin seluruh hutang sebesar Rp. 9,01,-. Rata-rata nilai rasio yang lebih besar dari standarnya (100 persen), ini menunjukkan rendahnya kemampuan modal sendiri untuk menjamin kewajiban perusahaan dan rendahnya tingkat keamanan keuangan perusahaan karena besarnya komponen dana yang berasal dari luar. Akibatnya perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan dalam memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan dilikuidasikan.
c) Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aktiva Rasio perbandingan antara modal sendiri dengan total aktiva mencerminkan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai dari pinjaman dan modal sendiri, disamping menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur. Nilai standar untuk rasio ini umumnya adalah minimal 50 persen. Nilai rasio modal sendiri terhadap total aktiva perusahaan menunjukkan peningkatan selama lima periode analisa. Rata-rata nilai rasio modal sendiri terhadap total aktiva selama lima tahun sebesar 10,98 persen. Angka ini berarti bahwa selama lima tahun tersebut 10,98 persen aktiva dibiayai dari modal sendiri dan 89,02 persen dibiayai dari pinjaman. Nilai ini masih di bawah standar umumnya dan menunjukkan
tingkat
keamanan
yang
kurang
baik
bagi
perusahaan. 4.4.3. Rasio Aktivitas Analisis aktivitas dilakukan untuk megukur tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Pengukuran tingkat aktivitas usaha perusahaan dilakukan dengan menilai tingkat perputaran total aktiva, perputaran aktiva tetap, perputaran piutang, dan
periode
rata-rata
pengumpulan
piutang.
Grafik
trend
perkembangan nilai rasio aktivitas ini dapat dilihat pada Gambar 12.
Persentase (%)
250
231.76
200 150
0
33.72 10.48 2004
38.18 9.92 2005
36.96 11.68 2006
Rasio Perputaran Aktiva Rasio Perputaran Aktiva Tetap
121.06
100 50
154.58
147.56
171.97
51 9.05 2007
36.2 7.59
Rasio Perputaran Piutang
2008
Tahun
Gambar 12. Perkembangan Rasio Aktivitas PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008
a) Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio
perputaran
total
aktiva
menunjukkan
tingkat
efektifitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk menciptakan penjualan (pendapatan) dan memperoleh laba. Rasio perputaran total aktiva dapat menunjukkan apakah suatu perusahaan
sudah
dapat
menghasilkan
nilai
penjualan
(pendapatan) sesuai dengan total aktiva yang dimilikinya. Perkembangan nilai perputaran total aktiva selama lima tahun pengamatan menunjukkan perubahan secara fluktuatif setiap tahunnya. Nilai rata-rata perputaran total aktiva selama lima periode analisa (2004-2008) adalah sebesar 9,74 kali pertahunnya, artinya setiap
Rp.
1,00,-
total
aktiva
yang
dimanfaatkan
akan
menghasilkan penjualan sebesar Rp. 9,74,-. Nilai ini cukup baik jika dibandingkan dengan standar kebijakan perusahaan yaitu sebanyak 4 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah memanfaatkan aktivanya dengan baik dalam rangka menghasilkan pendapatan. b) Rasio Perputaran Aktiva Tetap Rasio perputaran aktiva tetap menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan aktiva tetap dalam usaha memperoleh pendapatan penjualan. Selama lima tahun (2004-2008), nilai rasio ini mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2005 yang mengalami sedikit penurunan, yang disebabkan oleh meningkatnya aktiva tetap dengan proporsi yang lebih besar dibanding peningkatan pendapatan penj ualannya. Rasio perputaran aktiva tetap tertinggi dicapai pada tahun 2008, karena peningkatan jumlah aktiva tetap sebesar 133,30 persen diiringi dengan peningkatan pendapatan penjualan sebesar 69,00 persen. Nilai rata-rata rasio ini adalah 165,39 kali, artinya dana yang tertanam dalam aktiva tetap selama satu periode (satu tahun) berputar 165,39 kali atau setiap Rp. 1,00; aktiva tetap yang
dimanfaatkan perusahaan menghasilkan Rp. 165,39,- pendapatan usaha. Nilai ini sudah sangat baik jika dibandingkan dengan standar perusahaan yang menetapkan perputaran aktiva tetap minimal 15 kali dan didukung oleh kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan semakin baik dalam mengelola aktiva tetap yang dimiliki dan menunjukkan besar efisiensi penggunaan aktiva tetap. c) Rasio Perputaran Piutang Rasio perputaran piutang menunjukkan berapa kali perusahaan melakukan penagihan terhadap piutangnya dalam satu periode PT. Bimatama Indonesia Estetika mengeluarkan kebijakan pembayaran secara kredit bagi para pelanggannya atas jasa dan barang dagangan yang dijual perusahaan, dengan jangka waktu bayar 15 sampai 30 hari. Secara umum, nilai rata-rata perputaran piutang PT. Bimatama Indonesia Estetika adalah sebesar 39,21 kali atau kurang lebih 9 hari (360 hari/39,21). Hal ini berarti dalam satu periode perusahaan
mampu
melakukan
kegiatan
penagihan
piutang
sebanyak kurang lebih 39 kali. Keadaan tersebut dapat dikatakan baik karena masih sesuai dengan kebijakan perusahaan, dimana pembayaran piutang masih di bawah jangka waktu bayar yang telah ditetapkan perusahaan. 4.4.4. Rasio Profitabilitas Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Selain itu juga dapat mengetahui efisiensi perusahan dalam penggunaan atau pengelolaan modal yang dimiliki. Profitabilitas yang baik akan dapat meningkatkan posisi perusahaan serta memperkecil kemungkinan kebangkrutan. Analisis profitabilitas pada PT. Bimatama Indonesia Estetika dilakukan dengan menggunakan rasio marjin laba kotor, rasio operasi,
rasio marjin laba bersih, rasio tingkat pengembalian investasi, dan rasio tingkat pengembalian modal. Grafik trend perkembangan nilai rasio profitabilitas ini dapat dilihat pada Gambar 13.
Persentase (%)
120 100
99.47
99.52
99.46
99.47
99.75
Rasio Marjin Laba Kotor Rasio Operasi
80 60
56.59
40 20
23.57
0
4.34 3.07 0.29 2004
21.69 4.6 3.16 0.31 2005
26.54
23.52 4.38 3.04 0.26 2006
4.34 3.94 0.44 2007
3.99 1.98 0.26 2008
Rasio Marjin Laba Bersih ROI ROE
Tahun
Gambar 13. Perkembangan Rasio Profitabilitas PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 a) Rasio Marjin Laba Kotor Rasio marjin laba kotor (gross profit margin ratio) memberikan informasi mengenai laba kotor yang dapat dicapai dari setiap rupiah penjualan yang dilakukan. Perkembangan rasio marjin laba kotor pada PT. Bimatama Indonesia Estetika menunjukkan nilai yang berfluktuasi dengan nilai rata-rata sebesar 4,33 persen. Angka ini bearati bahwa dari setiap Rp. 1,00,penjualan yang dilakukan perusahaan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp. 0,0433,-. Pada tahun 2008, nilai rasio ini berada di bawah nilai ratarata. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut, laba kotor yang diterima perusahaan sangat kecil akibat tingginya harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan yang tinggi disebabkan karena naiknya harga pembelian tiket pada pihak airlines yang diakibatkan naiknya kurs dollar terhadap rupiah. b) Rasio Operasi Rasio operasi (operating ratio) menunjukkan besarnya bagian penjualan yang digunakan untuk beban pokok penjualan dan operasi. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan
dalam operasi guna menghasilkan laba dari setiap rupiah penjualaannya. Nilai rata-rata rasio ini selama tahun 2004-2008 adalah sebesar 99,53 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar nilai penjualan yang diperoleh perusahaan terserap ke dalam komponen biaya operasional. Kondisi ini mengindikasikan rendahnya efisiensi kegiatan perusahaan. Selama lima tahun pengamatan, rasio ini menunjukkan nilai yang berfluktuasi tiap tahunnya. Pada tahun 2008, rasio ini mengalami peningkatan yang paling besar. Peningkatan rasio tersebut disebabkan kenaikan harga pokok penjualan dan beban usaha yang harus ditanggung perusahaan dan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan pendapatan usaha. c) Rasio Marjin Laba Bersih Rasio marjin laba bersih (net profit margin ratio) menunjukkan tingkat keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan perusahaan. Selama lima tahun pengamatan, nilai rasio ini menunjukkan nilai yang berfluktuasi dengan rata-rata 0,31 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa dari setiap Rp. 1,00,- penjualan, perusahaan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 0,0031, Pada tahun 2007, rasio ini mengalami peningkatan yang paling
besar.
Kondisi
peningkatan
tersebut
menunjukkan
meningkatnya kemampuan perusahan dalam menghasilkan laba bersih. Peningkatan yang terjadi pada nilai penjualan (pendapatan usaha) belum tentu dapat meningkatkan marjin laba bersih ini karena harus memperhitungkan faktor-faktor pengurang yang biasanya turut mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai penjualan. Bila efisiensi dalam harga pokok penjualan maupun beban usaha tidak ditingkatkan, maka kenaikan pendapatan justru akan memperbesar beban atau biaya yang timbul.
d) Rasio Tingkat Pengembalian Investasi (ROI) Rasio
tingkat
pengembalian
investasi
menunjukkan
kemampuan perusahan untuk menghasilkan keuntungan atas investasi yang ditanamkan ke dalam perusahaan dan juga untuk melihat bagaimana efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Nilai rasio ini berfluktuasi dengan nilai rata-rata 3,04 persen, yang berarti dalam setiap Rp. 1,00,- aktiva yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,0304,-. Rasio ini terbesar dicapai pada tahun 2007, hal ini disebabkan oleh peningkatan laba bersih yang berkaitan dengan naiknya nilai pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain. Standar yang digunakan dalam pengukuran rasio ini biasanya dibandingkan dengan bunga bank yang berlaku pada saat itu, jika lebih besar maka akan lebih menarik, sedangkan jika rasio yang didapatkan lebih kecil dari bunga bank maka investor akan lebih baik menanamkan modalnya pada bank. ROI merupakan rasio yang umumnya ingin diketahui oleh para investor sehingga besar kecilnya nilai ROI merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasi dalam usaha. e) Rasio Tingkat Pengembalian Ekuitas (ROE) Rasio tingkat pengembalian ekuitas mengukur seberapa besar laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan atas modal sendiri yang ditanamkan untuk pembiayaan usaha. Dalam lima tahun pengamatan, nilai rasio ini berfluktuasi dengan nilai rata-rata 30,38 persen, yang berarti dalam setiap Rp. 1,00,- modal sendiri yang ditanamkan, perusahaan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,3038,-. Pada rasio ini, peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan modal
sendiri
perusahaan
dalam
menghasilkan
keuntungan
sehingga pendapatan yang diterima pemilik perusahaan meningkat.
Peningkatan nilai rasio ini disebabkan oleh peningkatan laba bersih yang lebih besar dibanding peningkatan modal sendiri. 4.5. Analisis Du Pont Analisis Du Pont menunjukkan bagaimana rasio aktivitas dan profit marjin berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang dihasilkan. ROE digunakan untuk menganalisis cara meningkatkan prestasi perusahaan dan untuk melihat efektifitas pengelolaan sumber daya untuk memaksimumkan tingkat pengembalian yang diharapkan bagi pemegang saham. Hasil analisis Du Pont PT. Bimatama Indonsia Estetika periode 2004-2008 dapat dilihat pada Lampiran 8. Grafik trend perkembangan nilai ROE dan komponen yang mempengaruhinya juga dapat dilihat pada Gambar 14.
Persentase (%)
60
56.59
50 40
ROE
30 23.57
20 10 0
13.01
21.69 14.55
12.91
3.07
3.16
3.04
2004
2005
26.54
23.52
2006
ROA 1-Rasio Hutang
6.97 3.94 2007
7.46 1.98 2008
Tahun
Gambar
14.
Perkembangan Nilai ROE dan Komponen Yang Mempengaruhinya Pada PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008
Pada Gambar 14 di atas dapat terlihat bahwa perkembangan nilai ROE selama lima tahun pengamatan pada PT. Bimatama Indonesia Estetika cenderung berfluktuasi dengan nilai rata-rata sebesar 30,38 persen. Pada tahun 2007 nilai ROE mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan pada tahun tersebut didapat nilai ROE terbesar, ini menunjukkan kinerja perusahaan yang meningkat pada tahun itu.Hal ini disebabkan karena ROA mengalami peningkatan sebesar 29,61 persen dari tahun sebelumnya dan proporsi hutang yang digunakan (rasio hutang) juga
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap ROE dan proporsi hutang juga memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pengembalian modal perusahaan. Keadaan ROA yang meningkat pada tahun 2007 ini disebabkan karena peningkatan marjin laba bersih sebesar 69,23 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, perputaran total aktiva menurun sebesar 22,52
persen, yang menunjukkan bahwa
perusahaan kurang efisien dalam memanfaatkan aktivanya. Perputaran aktiva yang menurun diiringi dengan meningkatnya marjin laba bersih yang cukup besar menyebabkan ROA meningkat, dan marjin laba bersih yang meningkat ini disebabkan karena meningkatnya laba bersih yang diperoleh perusahaan sebesar 117,33 persen, sementara itu pendapatan usaha (penjualan) meningkat sebesar 29,70 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan laba bersih yang lebih besar daripada peningkatan pendapatan ini rnenyebabkan marjin laba bersih meningkat. Peningkatan laba bersih disebabkan karena perusahaan melakukan efisiensi dalam penekanan biaya harga pokok penjualan dan beban-beban usaha (operasional). 4.6. Perumusan Perbaikan Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan analisis trend, persentase per komponen, analisis rasio, serta analisis Du Pont selama lima periode pengamatan (2004-2008) menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor yang berasal dari internal perusahan yaitu biaya harga pokok penjualan dan total hutang perusahaan. Dimana biaya itu menyebabkan nilai rata-rata ROI masih di bawah rata-rata suku bunga deposito yang ditawarkan bank umum. Sementara itu, perputaran total aktiva sudah mencapai target perusahaan. Selain itu, ketergantungan perusahaan terhadap kreditur juga tinggi yang menyebabkan aktiva banyak dibiayai dari modal pinjaman (hutang). Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan di antaranya adalah banyaknya perusahaan sejenis (kompetitor) yang sangat mempengaruhi PT. Bimatama Indonesia Estetika dalam menentukan harga jual. Untuk dapat memenangkan persaingan, perusahaan harus bersaing dengan kompetitor dalam menawarkan harga jual dan kualitas pelayanan.
Hal ini juga terlepas dari harga beli (harga pokok penjualan) dan bebanbeban yang telah dikeluarkan pihak perusahaan dalam kegiatan usahanya. Selain itu kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif dasar listrik dan kondisi perekonomian Indonesia dalam hal kurs mata uang juga mempengaruhi kinerja perusahaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Perkembangan keuangan perusahaan selama lima tahun pengamatan menunjukkan bahwa pada kondisi keuangan jangka pendek dilihat dari komponen yang digunakan untuk menilai likuiditas perusahaan yaitu hutang lancar dan aktiva lancar mengalami peningkatan secara fluktuatif. Sementara, pada kondisi keuangan jangka panjang dilihat dari komponen yang digunakan untuk menilai solvabilitas perusahaan menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam dua tahun terakhir dengan laju peningkatan terbesar terjadi dalam komponen total hutang dan diikuti oleh total aktiva dan modal sendiri. Sedangkan, pada laporan rugi laba dapat dilihat bahwa komponen pendapatan usaha, harga pokok penjualan, beban usaha, dan laba bersih. cenderung meningkat pada setiap tahunnya. 2. Komponen keuangan perusahaan selama lima tahun pengamatan dapat dilihat bahwa proporsi aktiva lancar lebih besar dibandingkan dengan proporsi aktiva tetap dari total aktiva keseluruhan dan proporsi total hutang lebih besar dibandingkan dengan proporsi modal sendiri dari total pasiva keseluruhan. Sedangkan, pada laporan rugi laba dapat dilihat bahwa nilai proporsi faktor pengurang terbesar terhadap total pendapatan adalah harga pokok penjualan. 3. Kinerja perusahan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor yang berasal dari internal perusahaan yaitu harga pokok penjualan dan total hutang perusahaan yang terlalu besar sehingga ketergantungan perusahaan terhadap kreditur juga tinggi. Sedangkan perusahan sejenis (kompetitor) dan kondisi perekonomian merupakan faktor eksternal yang sifatnya sementara dan tidak bisa dikendalikan oleh perusahaan.
Saran 1. Keterbatasan modal yang dimiliki perusahaan kiranya dapat ditutupi dengan menambah jumlah modal yang disetor, sehingga perusahaan mampu menutupi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya terhadap para kreditur dengan modal sendiri. 2. Peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan menawarkan harga jual yang kompetitif dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan. 3. Perusahaan hendaknya menyeimbangkan hutang dengan modal yang ada.
PT. BIMATAMA INDONESIA ESTETIKA NERACA Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2004. 2005. 2006, 2007, dan 2008 Komponen AKTIVA LANCAR Kas dan Bank Piutang Dagang Deposit Out Bound & In Bound Deposito Jumlah aktiva lancar AKTIVA TIDAK LANCAR Aktiva Tetap dikurangi penyusutan Jumlah aktiva tidak lancar TOTAL AKTIVA HUTANG LANCAR Hutang Dagang Hutang Out Bound & In Bound Hutang Dokumen dan Administrasi Hutang Dewan Komisaris Hutang Lain-Lain Hutan Pada Bank TOTAL HUTANG EKUITAS Modal Dasar (12001embar saham) Saldo Laba (Setelah Deviden) Jumlah Ekuitas TOTAL PASIVA
Tahun 2004 (Rp)
2005 (Rp)
2006 (Rp)
2007 (Rp)
2008 (Rp)
1.482.320.477,00 1.678.258.501,00 1.003.832.016,00 663.552.600,00 190.000.000,00 5.017.963.594,00
1.974.166.971,00 1.603.711.017,00 1.510.634.360,00 577.893.390,00 5.666.405.738,00
1.516.054.481,00 1.872.639.497,00 1.881.199.538,00 207.314.931,00 5.477.208.447,00
3.788.884.961,36 1.760.065.984,37 3.301.419.941,10 546.642.214,40 9.397.013.101,23
4.791.941.074,28 2.642.190.374,54 4.725.244.758,00 29.710.803,40 12.189.087.010,22
383.564.029,00
505.788.162,00
447.703.704,00
521.944.468,33
412.714.014,80
383.564.029,00 5.401.527.623,00
505.788.162,00 6.172.193.900,00
447.703.704,00 5.924.912.151,00
521.944.468,33 9.918.957.569,56
412.714.014,80 12.601.801.025,02
899.219.900,00 1.913.961.163,00 102.318.289,00 528.288.395,00 1.254.733.376,00 4.698.521.123,00
1.757.951.119,00 1.513.395.050,00 70.871.309,00 267.118.710,00 1.665.082.747,00 5.274.418.935,00
2.246.487.130,00 801.184.028,00 68.570.481,00 360.538.018,00 1.683.198.434,00 5.159.978.091,00
3.229.353.285,18 932.788.120,34 60.783.161,17 1.117.994.406,41 3.887.144.442,87 9.228.063.415,97
3.900.544.247,78 2.474.287.309,59 68.615.640,00 578.814.933,22 2.639.065.212,99 2.000.000.000,00 11.661.327.343,58
120.000.000,00 583.006.500,00
120.000.000,00 777.774.965,00
120.000.000,00 644.934.060,00
120.000.000,00 570.894.153,59
120.000.000,00 820.473.681,44
703.006.500,00 5.401.527.623,00
897.774.965,00 6.172.193.900,00
764.934.060,00 5.924.912.151,00
690.894.153,59 9.918.957.569,56
940.473.681,44 12.601.801.025.02
PT. BIMATAMA INDONESIA ESTETIKA LAPORAN RUGI LABA Untuk Tahun-Tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2004. 2005. 2006, 2007, dan 2008 Komponen PENDAPATAN USAHA HARGA POKOK PENJUALAN LABA KOTOR BEBAN USAHA Beban Penjualan Beban Umum dan Administrasi Jumlah Beban Usaha LABA USAHA PENDAPATAN&BEBAN LAIN2 Pendapatan Bunga Pendapatan Lain-Lain Pendapatan Selisih Kurs Beban Selisih Kurs Beban Lain-Lain Beban Bunga Bank LABA BERSIH SBLM PAJAK BEBAN PAJAK LABA BERSIH STLH PAJAK
2004 (Rp) 56.598.579.485,00 54.142.566.236,00 2.456.013.249,00
2005 (Rp) 61.230.379.858,00 58.411.815.912,00 2.818.563.946,00
Tahun 2006 (Rp) 69.204.798.835,00 66.173.153.559,00 3.031.645.276,00
66.963.814,00 2.086.252.092,00 2.153.215.906,00 302.797.343,00
74.150.892,00 2.450.021.509,00 2.524.172.401,00 294.391.545,00
78.826.953,00 2.575.718.674,00 2.654.545.627,00 377.099.649,00
85.328.309,00 3.331.484.900,13 3.416.813.209,13 478.351.186,45
138.630.788,30 3.441.444.936,39 3.580.075.724,69 235.158.958,93
4.211.008,00 3.364.737,00 48.657.829,00 (91.462.857,00) (2.048.511,00) 265.519.549,00 99.845.636,00 165.673.913,00
28.008.784,00 21.946.874,00 3.640.424,00 (70.675.867,00) 277.311.760,00 82.543.295,00 194.768.465,00
10.700.181,00 23.113.324,00 (37.654.590,00 ) (131.464.198,00) 241.794.366,00 61.887.126,00 179.907.240 00
6.847.710,64 4.681.484,00 (34.841.546,50) 455.038.834,59 64.051.921,00 390.986.913 59
8.382.211,92 13.763.834,50 110.465.358,50 367.770.363,85 118.190.836,00 249.579.527 85
2007 (Rp) 89.757.239.603,83 85.862.075.208,25 3.895.164.395,58
2008 (Rp) 95.649.509.729,75 91.834.275.046,13 3.815.234.683,62
Analisis Trend Terhadap Komponen Laporan Neraca PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (%)
2004
2005
Tahun 2006
AKTIVA LANCAR -Kas dan Bank -Piutang Dagang -Deposit -OutBound&InBound -Deposito
100 100 100 100 100
133,18 95,56 150,49 87,09 0
102,28 111,58 187,40 31,24 0
255,61 104,87 328,88 82,38 0
323,27 157,44 470,72 4,48 0
182,86 113,89 247,50 61,04 20
Jumlah aktiva lancar
100
112,92
109,15
187,27
242,91
150,45
100
131,87
116,72
136,08
107,60
118,46
100
131,87
116,72
136,08
107,60
118,46
100
114,27
109,69
183,63
233,30
148,18
100 100
195,50 79,07
249,83 41,86
359,13 48,74
433,77 129,28
267,65 79,79
100
69,27
67,02
59,41
67,06
72,55
100
50,56
68,25
211,63
109,56
108
100 100
132,70 -
134,15 -
309,80 -
210,33 -
177,40 20
100
112,26
109,82
196,40
248,19
153,33
100 100
100 133,41
100 110,62
100 97,92
100 140,73
100 116,54
100 100
127,71 114,27
108,81 109,69
98,28 183,63
133,78 233,30
113,72 148,18
Komponen
AKTIVA TIDAK LANCAR -Aktiva Tetap dikurang penyusutan Jumlah aktiva tidak lancar TOTAL AKTIVA HUTANG LANCAR -Hutang Dagang -Hutang Out Bound & In Bound -Hutang Dokumen dan Administrasi -Hutang Dewan Komisaris -Hutang Lain-Lain -Hutang Pada Bank TOTAL HUTANG EKUITAS Modal Dasar Saldo Laba (Setelah Deviden) Jumlah ekuitas TOTAL PASIVA
2007
2008
Sumber : Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
Rata-rata
Analisis Trend Terhadap Komponen Laporan Rugi Laba PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (%) 2005
Tahun 2006
2007
2008
100 100
108,18 107,89
122,27 122,22
158,59 158,59
169 169,62
131,61 131,66
Laba Kotor
100
114,76
123,44
158,60
155,34
130,43
BEBAN USAHA -Beban Penjualan -Beban Umum dan Administrasi
100 100
110,73 117,44
117,72 123,46
127,42 159,69
207,02 164,96
132,58 133,11
100
117,23
123,28
158,68
166,27
133,09
Laba Usaha
100
97,22
124,54
157,98
77,66
111,48
PENDAPATAN&BEBA N LAIN2 -Pendapatan Bunga -Pendapatan Lain-Lain -Pendapatan Selisih Kurs -Beban Selisih Kurs -Beban Lain-Lain -Beban Bunga Bank
100 100 100 100 100 100
665,13 652,26 7,48 77,27 0
254,10 686,93 0 143,74 0
162,61 139,13 0 0 0
199,05 409,06 227,02 0 0
276,18 397,48 66,9 20 64,20 20
100
104,44
91,06
171,38
138,51
121,08
100
82,67
61,98
64,15
118,37
85,43
100
117,56
108,59
236
150,65
142,56
Komponen Pendapatan Usaha Harga Pokok Penjualan
Jumlah Beban Usaha
LABA BERSIH SBLM PAJAK
2004
Rata-rata
BEBAN PAJAK LABA BERSIH STLH PAJAK
Sumber: Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
Analisis Persentase Per Komponen Terhadap Komponen Laporan Neraca PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (%)
Komponen AKTIVA LANCAR -Kas dan Bank -Piutang Dagang -Deposit -OutBound&InBound -Deposito Jumlah aktiva lancar AKTIVA TIDAK LANCAR -Aktiva Tetap dikurang penyusutan Jumlah aktiva tidak lancar TOTAL AKTIVA HUTANG LANCAR -Hutang Dagang -Hutang Out Bound & In Bound -Hutang Dokumen dan Administrasi -Hutang Dewan Komisaris -Hutang Lain-Lain -Hutang Pada Bank TOTAL HUTANG EKUITAS Modal Dasar Saldo Laba (Setelah Deviden) Jumlah ekuitas TOTAL PASIVA
2004
2005
Tahun 2006
27,44 31,07 18,58 12,29 3,52
31,99 25,98 24,47 9,36 0
25,59 31,61 31,75 3,49 0
38,20 17,75 33,28 5,51 0
38,02 20,97 37,50 0,23 0
32,25 25,48 29,11 6,18 0,70
92,90
91,80
92,44
94,74
96,72
93,72
7,10
8,20
7,56
5,26
3,28
6,28
7,10
8,20
7,56
5,26
3,28
6,28
100
100
100
100
100
100
16,65 35,43
28,48 24,52
37,92 13,52
32,56 9,40
30,95 19,64
29,31 20,50
1,90
1,15
1,16
0,61
0,55
1,08
9,78
4,33
6,08
11,27
4,59
7,21
23,23 0
26,97 0
28,41 0
39,19 0
20,94 15,87
27,75 3,17
86,99
85,45
87,09
93,03
92,54
89,02
2,22 10,79
1,95 12,60
2,02 10,89
1,21 5,76
0,95 6,51
1,67 9,31
13,01 100
14,55 100
12,91 100
6,97 100
7,46 100
10,98 100
2007
2008
Sumber : Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
Rata-rata
Analisis Persentase Per Komponen Terhadap Komponen Laporan Rugi Laba PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (%)
2005
Tahun 2006
2007
2008
Pendapatan Usaha 100 Harga Pokok Penjualan 95,66
100 95,40
100 95,62
100 95,66
100 96,01
100 95,67
Laba Kotor
4,34
4,60
4,38
4,34
3,99
4,33
BEBAN USAHA -Beban Penjualan -Beban Umum dan Administrasi
0,12 3,69
0,12 4,00
0,11 3,73
0,10 3,71
0,14 3,60
0,12 3,74
Jumlah Beban Usaha
3,81
4,12
3,84
3,81
3,74
3,86
Laba Usaha
0,53
0,48
0,54
0,53
0,25
0,47
PENDAPATAN&BEBA N LAIN2 -Pendapatan Bunga -Pendapatan Lain-Lain -Pendapatan Selisih Kurs -Beban Selisih Kurs -Beban Lain-Lain -Beban Bunga Bank
0,01 0,01 0,08 0 0,16 0
0,04 0,04 0,01 0 0,12 0
0,02 0,03 0 0,05 0,19 0
0,01 0,01 0 0,04 0 0
0,01 0,01 0,12 0 0 0
0,02 0,02 0,04 0,02 0,09 0
0,47
0,45
0,35
0,51
0,39
0,44
0,18
0,13
0,09
0,07
0,12
0,12
0,29
0,32
0,26
0,44
0,27
0,32
Komponen
LABA BERSIH SBLM PAJAK
2004
Rata-rata
BEBAN PAJAK LABA BERSIH STLH PAJAK
Sumber: Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
Hasil Analisis Rasio PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 2004
2005
2006
2007
2008
Rata2
Standar
106,80
107,43
106,15
101,83
104,52
105,35
Min.200%
Kurang Baik
86,99 668,35 13,01
85,45 587,50 14,55
87,09 674,57 12,91
93,03 1335,67 6,97
92,54 1239,94 7,46
89,02 901,21 10,98
Maks. 50 Maks. 100 Min 50.
Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik
9,92 121,06 38,18
11,68 154,58 36,96
9,05 171,97 51,00
7,59 231,76 36,20
9,74 165,39 39,21
Min. 4 kali Min. 15 kali < Jk. Waktu Bayar
Baik Baik Baik
4,60 99,52 0,31 3,16
4,38 99,46 0,26 3,04
4,34 99,47 0,44 3,94
3,99 99,75 0,26 1,98
4,33 99,53 0,31 3,04
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Berfluktuasi Berfluktuasi Berfluktuasi Berfluktuasi
ROE 23,57 21,69 23,52 56,59 26,54 Sumber: Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
30,38
Meningkat
Berfluktuasi
No. 1 2
3
4
INDIKATOR Analisis Likuiditas (%) Rasio Lancar Analisis Solvabilitas (%) Rasio Total Hutang Dengan Aktiva Rasio Total Hutang Dengan Modal Rasio Modal Dengan Aktiva
Analisis Aktivitas (kali) Rasio Perputaran Total Aktiva 10,48 Rasio Perputaran Aktiva Tetap 147,56 Rasio Perputaran Piutang 33,72 Analisis Profitabilitas (%) Rasio Marjin Laba Kotor 4,34 Rasio Operasi 99,47 Rasio Marjin Laba Bersih 0,29 ROI 3,07
Kondisi
Hasil Analisis Du Pont PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008 No. 1 2
INDIKATOR Return On Equity (ROE) Return on Activa (ROA)
2004
2005
2006
2007
2008
Rata2
23,57 3,07
21,69 3,16
23,52 3,04
56,59 3,94
26,54 1,98
30,38 3,04
6,97
7,46
10,98
3 1- Rasio Hutang 13,01 14,55 12,91 Sumber: Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
Hasil Laba per Lembar Saham PT. Bimatama Indonesia Estetika Periode 2004-2008
Komponen PENDAPATAN HARGA POKOK LABA KOTOR BEBAN USAHA Beban Penjualan Beban Umum dan Administrasi Jumlah Beban Usaha LABA USAHA PENDAPATAN&BEBAN LAIN2 Pendapatan Bunga Pendapatan Lain-Lain Pendapatan Selisih Kurs Beban Selisih Kurs Beban Lain-Lain Beban Bunga Bank
Tahun 2004 (Rp) 2005 (Rp) 2006 (Rp) 2007 (Rp) 2008 (Rp) 56.598.579.485, 61.230.379.858, 69.204.798.835, 89.757.239.603, 95.649.509.729, 54.142.566.236, 58.411.815.912, 66.173.153.559, 85.862.075.208, 91.834.275.046, 2.456.013.249,0 2.818.563.946,0 3.031.645.276,0 3.895.164.395,5 3.815.234.683,6 78.826.953,00 85.328.309,00 66.963.814,00 74.150.892,00 2.086.252.092,0 2.450.021.509,0 2.575.718.674,0 3.331.484.900,1 0 0 3 0 2.153.215.906,0 2.524.172.401,0 2.654.545.627,0 3.416.813.209,1 302.797.343,00 294.391.545,00 377.099.649,00 478.351.186,45
10.700.181,00 23.113.324,00 6.847.710,64 4.211.008,00 28.008.784,00 4.681.484,00 3.364.737,00 21.946.874,00 3.640.424,00 (37.654.590,00 48.657.829,00 ) (34.841.546,50) (91.462.857,00) (70.675.867,00) (131.464.198,00 ) (2.048.511,00) 265.519.549,00 277.311.760,00 241.794.366,00 455.038.834,59 LABA BERSIH SBLM 99.845.636,00 82.543.295,00 61.887.126,00 64.051.921,00 BEBAN PAJAK LABA BERSIH STLH 165.673.913,00 194.768.465,00 179.907.240 00 390.986.913 59 PAJAK 1.200 1.200 1.200 1.200 LEMBAR SAHAM LABA PER LEMBAR 138.062,00 162.307,00 149.923,00 325.822,00 SAHAM Sumber: Laporan Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika 2004-2008 (diolah)
138.630.788,30 3.441.444.936,3 9 3.580.075.724,6 235.158.958,93 8.382.211,92 13.763.834,50 110.465.358,50 367.770.363,85 118.190.836,00 249.579.527 85 1.200 207.983,00