ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
315 ISSN 1412-1468
ANALISIS KEUNTUNGAN USAHA KERAJINAN ANYAMAN ENCENG GONDOK DI KECAMATAN AMUNTAI SELATAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA (Profits Analysis Of Business Craft Plaiting Water Hyacinth South Amuntai Sub-District Kabupaten Hulu Sungai Utara) Arief Hidayatullah Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai
ABSTRACT Water hyacinth plants in its development began to be utilized existence as a one ingredient that can be used as raw material for handicrafts. With a lightweight texture daunyang rod and pliable after drying, making the leaves of water hyacinth can be twisted or plaited into shapes so that the craft that is economically feasible. This study has the purpose of (i) knew of the cost, revenue, income, and profits from woven water hyacinth handicraft business, (ii) determine the breakeven point (Break Event Point) from woven water hyacinth handicraft business and (iii) understand the problems faced in woven water hyacinth handicraft business. Dulan study conducted from July to September 2010, using a sampling method in this study carried out directly on the an industry that has special characteristics and can be considered quite representative (purposive sample) in each district as the place to study the District of South Amuntai. The results on woven water hyacinth handicraft business for a period of average total cost of Rp3.348.035, 00 per person craftsman or USD 7440.43 per unit, receiving an average of Rp 12,525,000.00 per person craftsman or Rp23 .888,89 per unit. The average profit earned per person craftsmen of Rp 9,176,965.00 per period, or USD 16,448.46 per unit and for the average income of Rp 10,015,225.00 per person craftsman or USD 18,733.43 per unit. The breakeven point (Break Event Point) on woven water hyacinth handicraft business for a period is reached on the sale or receipt of Rp 1,120,317.00 and the volume of fruit production by 52.11 or units. Keywords: water hyacinth, cost, revenue, revenue, profits, breakeven point (break event point)
PENDAHULUAN Agribisnis merupakan bisnis yang berbasis pertanian. Kegiatan agribisnis, selain kegiatan fisik dipertanian juga perlu sarana penunjang. Misalnya penelitian dan pengembangan keuangna dan kelembagaan. Secara umum kegiatan agribisnis perlu dilakukan secara terpadu. Agribisnis merupakan suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi dalah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya
dengan pertanian dalam arti luas yaitu kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan-kegiatan pertanian. Pembangunan sistema agribisnis mencakup lima sub sistem diantaranya sub sistem pengolahan (down stream agribusiness) yakni industri yang mengolah komoditas pertanian primer (agroindustri) menjadi produk olahan baik produk antara (Intermediate product) maupun produk akhir (finish product). Termasuk didalamnya industri makanan, industri minuman, industri
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
barang-barang serat alam (barang-barang karet, plywood, pulp, kertas, bahan-bahan bangunan terbuat dari kayu, rayon, benang dari kapas/sutera, barang-barang kulit dan karung goni). Industri biofarmaka dan industri agrowisata dan estetika (Sutawi, 2002). Pembangunan agribisnis perlu ditempatkan bukan hanya sebagai pendekatan baru pembangunan pertanian tetapi lebih dari itu pembangunan agribisnis perlu dijadikan sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pengembangan agroindustri pada dasarnya diharapkan selain memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan sekaligus diarahkan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani. Mendorong tumbuh dan berkembangnya Industri nasional, maka pembangunan sekarang ini berusaha unutk mengembangkan keterpaduan antara industri besar, industri menengah dan industri kecil. Industri kecil dan kerajinan rakyat dewasa ini terus ditumbuh kembangkan, sebab usaha ini merupakan usaha keluarga yang pada umumnya melibatkan masyarakat dan merupakan sumber kehidupan banyak orang serta merupakan pengguna perkembangan industri besar. Sektor industri terutama industri pengolahan hasil pertanian memegang peranan penting di negara kita. Perlunya pengembangan sektor industri pengolahan hasil-hasil pertanian adalah untuk memberi nilai tambah produk pertanian tersebut. Hal ini akan menambah manfaat yang lebih luas, baik dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat maupun bagi pengusaha industri pengolahan tersebut (Mubyarto, 1986). Usaha dibidang pertanian di Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari segi skala usaha, ada yang berskala besar (seperti perusahaan perkebunan, industri minyak sawit dan lain-lain), serta ada yang berskala kecil (usaha taniusaha tani dengan luas lahan
316 ISSN 1412-1468
dibawah 25 hektar dan berbagai undustri skala rumah tangga). Namun apabila dikaji dari jumlah usahanya, maka usaha berskala kecil adalah yang paling banyak. Diperkirakan jumlahnya mencapai 90% dari seluruh usaha agribisnis di Indonesia (Gumbira-Daid E, 2001). Pertumbuhan ekonomi juga ditentukan keberhasilan kita meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang memerlukan kreativitas SDM, keterampilan, kemampuan manajemen dan kemampuan teknologi (LEMHANNAS, 1997). Salah satu kegiatan agribisnis yang cukup berkembang di Kalimantan Selatan adalah usaha kerajinan anyaman enceng gondok. Anyman eceng gondok adalah salah satu hasil industri kerajinan masyarakat Kalimantan Selatan terutama di Kabupaten Hulu Sungai Utara khususnya Kecamatan Amuntai Selatan. Sektor industri di Kabupaten Hulu Sungai Utara menjadi trade mark Kabupaten dan surga industri kecil di Banua Lima. Sektor ini selain menghidupi banyak rumah tangga juga menjadi salah satu andalan perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Utara. industri yang banyak berkembang di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah industri yang berupa kerajinan masyarakat seperti kerajinan yang terbuat dari kayu, rotan, bambu, aluminium purun dan enceng gondok. Khusus untuk industri kerajnan anyaman enceng gondok terdapat 70 unit usaha dan dapat menjaring tenaga karja sebanyak 159 orang. Walaupun kapasitas produksinya belum bisa di pastikan, ternyata di Kabupaten Hulu Sungai Utara sudah ada yang memanfaatkan sumber daya yang jarang dilihat manusia sebagai potensial dalam menciptakan pemenuhan kebutuhan. Enceng gondok (Eichornia crassipes) adalah tanaman air yang sering dianggap sebagai gulma atau tanaman pengganggu. Ternyata enceng gondok yang banyak tumbuh
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
disekitar kita bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan. Memanfaatkan eceng gondok yang bisa didapatkan dengan mudah serta murah ini serta pengelolaan yang sederhana dan keterampilan yang memadai akan didapatkan suatu jenis kerajinan yang bernilai ekonomis, baik dan layak sebagai salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perumusan Masalah Banyak orang yang semula tidak berfikir untuk memanfaatkan tanaman yang dianggap pengganggu seperti eceng gondok bahkan pemerintah berusaha menekan penyebaran tanaman ini agar tigak mengganggu biota-biota ataupun kehidupan lainnya. Tetapi dengan pengelolaan yang tepat dan proses pembuatan kerajinan yang tidak sulit akan didapatkan suatu bentuk lain yang bernilai ekonomis terhadap tanaman yang semula diremehkan orang tersebut. Kerajinan eceng gondok memang bukan suatu komoditas andalan, tetapi dengan pengelolaan yang naik dan pemasaran yang tepat akan didapatkan keuntungan yang menjanjikan bila kita menerjuni usaha ini sehingga dalam pelaksanaannya timbul adanya beberapa permasalahn diantaranya adalah sebagai berikut : Berapa besar biaya yang dikeluarkan, penerimaan dan pendapatan yang diperoleh sehingga dapat diketahui keuntungannya. Pada penjualan dan volume produksi berapakah Industri anyaman enceng gondok mencapai titik impas (Break Event Point). Apa saja yang menjadi permasalahan pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok di Kecamatan Amuntai Selatan. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah : - Untuk mengetahui struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan
317 ISSN 1412-1468
keuntungan dari industri anyaman eceng gondok. - Untuk mengetahui titik impas (Break Event Point) industri anyaman enceng gondok. - Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok di Kecamatan Amuntai Selatan. Penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti sendiri dan pengrajin dalam mengembangkan usaha kerajinan anyamannya serta sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk pengembangan agribisnis yang akan datang. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada industri kerajinan anyaman eceng gondok di Kecamatan Amuntai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Waktu penelitian direncanakan dari bulan Juli 2010 sampai Agustus. Mulai tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data sampai penulisan laporan. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung denagn pengrajin responden. Wawancara tersebut berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disediakan. Data sekunder diperolah dari beberapa dinas atau instansi terkait yang ada berkaitan dengan penelitian ini serta dari beberapa literatur yang mampu menunjang dan berhubungan dengan penelitian ini. Metode Dasar Penarikan Contoh Metode penarikan contoh dalam penelitian ini dilakukan secara langsung pada sebuah industri yang mempunyai ciri khusus dan dapat dianggap cukup representative
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
(Sample purposif) pada tiap Kecamatan yang menjadi tempat penelitian yaitu Kecamatan Amuntai Selatan yang terdapat 2 unit usaha yang dijadikan sampel pada penelitian ini. Analisis Data Untuk mengetahui struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan perusahaan dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dangan cara tabulasi. Besarnya biaya yang dilakukan dapat dilihat dari biaya total yang merupakan hasil penjumlahan dari seluruh biaya tetap dan biaya variabel. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut : TC = FC + VC Dimana : TC = Total Cost / Biaya Total (Rp) FC = Fixed Cost / Biaya Tetap (Rp) VC = Variable Cost / Biaya variabel (Rp) Selain itu pula pembiayaan total digunakan perhitungan biaya eksplisit dan impli sit yaitu digunakan rumus: TC = TCe + TCi Dimana: TC : Biaya total (Rp per periode) TCe : Biaya eksplisit total (Rp per periode) Tci : Biaya implisit total (Rp per periode) Untuk menghitung total biaya eksplisit digunakan rumus: Tee = Xei . Pxei Dimana: Tce : Biaya eksplisit (Rp per periode) Xei : Kumpulan input/ faktor produksi eksplisit ke-I (unit) Pxei : Harga per unit eksplisit ke-I (Rp per unit) I : 1, 2, 3, n Untuk menghitung total biaya digunakan rumus: Tci = Xij . Pxij Dimana:
implisit
318 ISSN 1412-1468
Tci : Biaya implisit total (Rp per periode) Xij : Kumpulan input/ faktor produksi implisit ke-j (unit) Pxij : Harga per unit input implisit ke-j (Rp per unit) J : 1, 2, 3, n Besarnya penerimaan total dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga satuannya. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : TR = Y . Py Dimana : TR = Total Revenue / penerimaan total (Rp) Py = Harga output (Rp) Y = Jumlah output (Rp) Untuk menghitung pendapatan dari usaha kerajinan anyaman enceng gondok selama satu periode, dapat dihitung dengan rumus: F! = TR – Tce Dimana: FI : Pendapatan (Rp) TR : Penerimaan (Rp) Tce : Biaya eksplisit (Rp per periode) Untuk mengetahui besarnya keuntungan selama periode-periode satu tahun digunakan rumus sebagai berikut : .J1= TR–TC Dimana : JTI = Keuntungan TR = Total Revenue / penerimaan Total (Rp) TC = Total Cost / biaya total (Rp)
Perhitungan biaya penyusutan barang dan modal tetap selama satu periode dalam usaha kerajinan anyaman enceng gondok adalah: Na–Ns Du = Up x L e Dimana:
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
Du : Besarnya nilai penyusutan barang modal tetap yang dipergunakan khusus untuk usaha tertentu selama masa produksi (bulan) Na : Besarnya nilai awal barang modal tetap, yang sama dengan harga pengadaan atau pengambilannya (Rp) Ns : Besarnya nilai sisa dari barang modal tetap, yang ditaksir sama dengan harganya pada saat sudah tidak lagi dipergunakan (Rp) Up : Umur penggunaan barang modal tetap bersangkutan (tahun) Le : Lamanya penggunaan efektif barang pada suatu usaha tertentu (tahun) Tujuan kedua yaitu titik impas (break event point) pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok dilakukan dengan dua cara, cara yang pertama yaitu dengan perhitungan berdasarkan nilai penjualan atau tingkat penerimaan dalam rupiah digunakan rumus sebagai berikut: BEP= FC (Rp) 1 –VC S Dengan: BEP = Titik impas (Break Event Point) (Rp) FC = Biaya tetap (Fixed Cost), (Rp) VC = Biaya variable (Variable Cost), (Rp) S = Tingkat penjualan (Rp) Cara kedua, dihitung berdasarkan volume produksi, digunakan rumus sebagai berikut: BEP = FC (Q) P–AVC Dengan: BEP = Titik impas (Break Event Voint), FC = Biaya tetap (Fixed Cost), (Rp) P = Harga (Price), (Rp/Kg) AVC = Biaya rata-rata variable (Average Variable Cost) ,(Rp/Kg).
319 ISSN 1412-1468
Pembatasan Masalahan dan Definisi Operasional Analisis keuntungan yang dibahas adalah analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan titik impas (Break Event Point). Analisis adalah pengamatan atau pemikiran, usaha persiapan dan perencanaan kegiatan. Biaya terdiri dari beberapa macam yaitu biaya total, biaya tetap, dan biaya variabel. Penerimaan (Revenue) adalah merupakan hasil kali antara jumlah output yang diperoleh dengan harganya. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya eksplisit yang dikeluarkan. Keuntungan adalah perbedaan nilai uang dari penerimaan dari seluruh biaya yang dikeluarkan atau dengan kata lain keuntungan merupakan selisih dari pendapatan dengan biaya. Perhitungan titik impas (break event point) berdasarkan dua cara yaitu yang pertama berdasarkan volume produksi dan yang kedua berdasarkan penjualan. Perhitungan penelitian analisis keuntungan usaha kerajinan anyaman enceng gondok di Kecamatan Amuntai Selatan ini dihitung selama satu periode yaitu perhitungan selama 3 bulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Faktor Produksi Input yang digunakan pengrajin anyaman enceng gondok dalam melaksanakan usaha kerajinannya di Kecamatan Amuntai Selatan meliputi: pembelian bahan baku enceng gondok dan bahan pembantu seperti zat pewarna dan bahan pengawet, tenaga kerja dalam keluarga(TKDK), tenaga kerja luar keluarga(TKLK), bunga modal sendiri dan
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
alat-alat perlengkapan untuk usaha kerajinan anyaman enceng gondok. Pembelian Bahan Baku, Zat Pewarna (Napthol) dan Bahan Pengawet. Hal yang perlu dilakukan untuk memulai usaha kerajinan anyaman enceng gondok adalah membeli bahan baku sesuai dengan kebutuhan atau keperluan usaha kerajinan anyaman enceng gondok. Untuk mendapatkan hasil yang baik, pewarnaan dan pengawetan juga sangat diperlukan. Harga perkilogram bahan baku enceng gondok yang sudah kering adalah sebesar Rp 5.000,sedangkan zat pewarna dan pengawet masingmasing sebesar Rp 30.000,- dan Rp 55.000,per kaleng. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dalam usaha kerajinan anyaman enceng gondok, tenaga kerja yang di pergunakan adalah berasal dari dalam keluarga dan juga menggunakan tenaga kerja dari atau dengan sistem upah kepada orang lain. Bunga modal sendiri Biaya yang diperhitungkan disini adalah biaya bunga atas modal sendiri yaitu suku bunga untuk usaha kecil dan menengah (UKM) pada BR! sebesar 12% pertahun atau 1% perbulan. Tabel
2.
Alat dan Perlengkapan Alat dan perlengkapan yang dipergunakan oleh para pengrajin terdiri dari mesin press, balik, jarum dan botol. Analisis biaya, Penerimaan, Pendapatan, Keuntungan dan Break Event Point (BEP) Analisis Biaya Biaya merupakan salah satu faktor yang penting dalam melakukan suatu usaha dan merupakan nilai dari semua korbanan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk. Biaya Eksplisit Biaya eksplisit adalah biaya yang benar-benar dilakukan secara nyata. Biaya dalam pelaksanaan usaha kerajinan anyaman enceng gondok yang termasuk biaya eksplisit adalah biaya pembelian bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya penyusutan alat dan perlengkapan, dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Biaya eksplisit terbesar yaitu pada biaya pembelian bahan baku rata-rata sebesar Rp 2.130.000,- Sedangkan biaya paling kecil adalah biaya penyusutan alat dan perlengkapan rata-rata sebesar Rp 22.275,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Biaya Rata-Rata Eksplisit Pada Usaha Kerajinan Gondok Di Kecamatan Amuntai Selatan Selama Satu Periode.
No. Biaya eksplisit 1 Biaya pembelian bahan baku 2 Biaya bahan pembantu 3 Biaya penyusutan alat dan peralatan tenaga 4 Biaya kerja luar keluarga(TKLK) Jumlah Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
320 ISSN 1412-1468
Anyaman
Jumlah biaya (Rp)
Persentase (%)
2.130.000
84,87
57.500 22.275 300.000 2.509.775
2,29 0,89 11,95 100
Enceng
321 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
Biaya Implisit Biaya implisit merupakan biaya yang tidak benar-benar secara nyata oleh pengrajin tetapi tetap diperhitungkan sebagai biaya. Biaya imlpisit pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok adalah biaya bunga modal,
biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya paling besar adalah biaya TKDK rata-rata dengan jumlah Rp 750.000,- sedangkan biaya paling kecil adalah biaya bunga modal ratarata dengan jumlah Rp 88.260,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya Implisit Rata-Rata Pada Usaha Kerajinan Anyaman Enceng Gondok Di Kecamatan Amuntai Selatan. No. Biaya Implisit 1. Biaya TKDK 2. Biaya bunga modal Jumlah
Jumlah Biaya (Rp) 750.000 88.260 838.260
Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan, akan tetapi besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh besarnya tingkat produksi yang dicapai. Dalam usaha kerajinan anyaman enceng gondok, biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan alat dan perlengkapan, biaya TKDK, dan biaya atas modal sendiri
Persentase (%) 89,47 10,53 100
atau bunga modal. Biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok yang terbesar adalah biaya rata-rata TKDK sebesar Rp 750.000,sedangkan biaya terkecil adalah biaya rata-rata penyusutan alat dan perlengkapan yaitu Rp 22.275,-. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4..
Tabel 4. Biaya tetap rata-rata pengrajin responden selama satu periode No. Biaya tetap
Jumlah biaya (lip)
Persentase (%)
1.
22.275
2,59
750.000 88.260 860.535
87,16 10,26 100
Biaya penyusutan alat dan Perlengkapan
2. Biaya TKDK 3. Biaya bunga modal Jumlah Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang harus dikeluarkan pada usaha yang besar kecilnya tergantung pada jumlah produksi yang dicapai, biaya variabel mempunyai hubungan erat dengan besar kecilnya atau tinggi rendahnya outputya yang dihasilkan. Biaya variabel pada usaha kerajinan anyaman
enceng gondok terdiri atas biaya pembelian bahan baku, biaya bahan pembantu dan biaya TKLK. Biaya variabel terbesar adalah biaya bahan baku rata-rata sebesar Rp 2.130.000,sedangkan biaya varibel terkecilpada biaya pembelian bahan pembantu rata-rata sebesar Rp 75.000,-. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
322 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
Tabel 5. Biaya Variabel Rata-Rata Pengrajin Responden Selama Satu Periode No.
Biaya variabel
1. Biaya pembelian bahan baku 2. Biaya bahan pembantu 3. Biaya TKLK Jumlah Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Jumlah biaya (Rp)
Persentase (%)
2.130.000 57.500 300.000 2.487.500
85,63 2,31 12,06 100
anyaman enceng gondok, didapat biaya total rata-rata sebesar Rp 3.348.035,- per orang pengrajin anyaman enceng gondok. Rincian biaya total rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6.
Biaya Total Biaya total merupakan biaya pemjumlahan biaya eksplisit dan biaya implisit atau biaya tetap dengan biaya variabel, dari hasil perhitungan pada usaha kerajinan
Tabel 6. Biaya Total Rata-Rata Pengrajin Responden Selama Satu Periode No. Uraian Biaya 1. Biaya eksplisit 2. Biaya implisit Jumlah
Jumlah biaya(Rp) 2.509.775 838.260 3.348.035
Persentase (%) 74,96 25,04 100
4. Biaya tetap 5. Biaya variabel Jumlah
860.535 2.487.500 3.348.035
25,70 74,30 100
Penerimaan Penerimaan adalah besarnya satuan uang yang di dapat dari penjualan yaitu besarnya produk yang dihasilkan dari usaha kerajinan anyaman enceng gondok dikalikan dengan masing-masing harga yang berlaku saat penelitian. Harga anyaman enceng
gondok mengalami fluktuasi tergantung tawar menawar, yaitu antara Rp 5.000,- sampai dengan Rp 80.000,-. Penerimaan rata-rata pengrajin anyaman enceng gondok adalah Rp 12.525.000,- per periode atau Rp 23.888,89 per buah. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penerimaan Rata-Rata Pengrajin Responden Pada Satu Periode No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama produk
Jumlah Produksi (Unit)
Kotak tisu 120 Tas 225 Tempat parsel 450 Sendal 120 Tempat sampah 30 Jumlah Rata-rata Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Harga (Rp per unit)
Jumlah penerimaan (Rp)
15.000 50.000 20.000 5.000 80.000
1.800.000 11.250.000 9.000.000 600.000 2.400.000 25.050.000 12.525.000
323 ISSN 1412-1468
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
Pendapatan Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya eksplisit yang dikeluarkan. Pendapatan rata-rata pengrajin
anyaman enceng gondok sebesar Rp 10.015.225,- per periode atau Rp 18.733,43 per buah. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pendapatan Rata-Rata Pengrajin Anyaman Enceng Gondok Responden Di Kecamatan Amuntai Selatan. No 1.
Penerimaan rata-rata (lip) 12.525.000
Biaya eksplisit rata-rata (lip) 2.509.775
Jumlah Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Pendapatan rata-rata (lip) 10.015.225 10.015.225
Keuntungan Keuntungan didapat dari besarnya penerimaan dikurangi dengan biaya total. Keuntungan rata-rata pengrajin anyanan
enceng gondok sebesar Rp 9.176.965,- per periode atau Rp 16.448,46 per buah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Keuntungan rata-rata pengrajin responden anyaman enceng gondok di Kecamatan Amuntai Selatan No 1.
Penerimaan rata-rata (lip) 12.525.000
Biaya total rata-rata (lip) 3.348.035
Jumlah Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer
Titik Impas (Break Event Point) Analisis titik impas adalah suatu analisis ekonomi yang mengetahui terjadinya titik impas atau kembalinya modal usaha, diartikan suatu usaha tidak mengalami kerugian tidak pula memperoleh keuntungan. Titik keseimbangan biasanya dinyatakan dengan grafik, karena tidak hanya menumjukkan tidak untung dan tidak rugi, tapi juga menunjukkan kemungkinan yang berhubungan dengan perubahan biaya atau hasil penjualan. Dengan titik impas, para pelaku usaha dapat mengambil keputusan dalam menentukan tingkat produksi atau volume penjualan agar keuntungan diharapkan dapat dicapai. Nilai titik impas yang dapat dilihat dari usaha
Keuntungan rata-rata (lip) 9.176.965 9.176.965
kerajinan anyaman enceng gondok selama tiga bulan menurut volume produksi sebesar 52,11 buah, dan dilihat dari jumlah penerimaan atau hasil penjualan adalah sebesar Rp 1.120.317,-. Permasalahan Yang Dihadapi Usaha Kerajinan Anyaman Enceng Gondok Di Kecamatan Amuntai Selatan Permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin anyaman enceng gondok adalah permasalahan yang umumnya juga dihadapi atau dialami oleh industri rumah tangga dan industri kecil lainnya. Permasalahan tersebut antara lain:
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
324 ISSN 1412-1468
Permasalahan dari segi teknis Dalam melakukan pemipihan, industri ini masih menggunakan cara manual, yaitu dengan menggunakan tangan. Dalam pembuatan anyaman enceng gondok yang beraneka ragam jenisnya masih kekurangan tenaga kerja ahli dan terampil dalam usaha kerajinan anyaman enceng gondok ini.
1.120.317,- dan pada volume produksi sebanyak 52,11 buah. Dalam kerajinan anyaman enceng gondok permasalahan yang ditemui adalah dari segi pemasaran produk kerajinan berbahan baku enceng gondok yang tidak mudah, karena banyaknya produk yang sejenis tapi berbahan baku berbeda telah menjamur di pasaran.
Permasalahan dari segi ekonomis Pemasaran produk kerajinan berbahan baku enceng gondok memeng tidak mudah, selain dipengaruhi jenis kebutuhan akan kerajinan yang hanya menempati tempat ke sekian di masyarakat, juga banyaknya produk dengan jenis yang sama namun berbahan baku berbeda telah menjamur di pasaran.
Saran
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok selama satu periode dapat disimpulkan. Biaya total rata-rata pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok selama satu periode adalah Rp 3.348.035,- per orang pengrajin anyaman enceng gondok atau Rp 7.440,43 perbuah, penerimaan rata-rata per orang pengrajin anyaman enceng gondok selama satu periode adalah Rp 12.525.000,- atau Rp 23.888,89 perbuah. Keuntungan rata-rata per orang pengrajin anyaman enceng gondok selama satu periode adalah sebesar Rp 9.176.965,- Per periode atau Rp 16.448,46 perbuah dan pendapatan rata-rata pengrajin anyaman enceng gondok yaitu sebesar Rp 10.015.225,- per periode atau Rp 18.733,43 per buah. Titik impas (Break Event Point) pada usaha kerajinan anyaman enceng gondok selama satu periode tercapai pada hasil penjualan atau penerimaan sebesar Rp
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa usaha kerajinan anyaman enceng gondok di Kecamatan Amuntai Selayan memberikan pendapatan yang cukup tinggi dan tidak memerlukan banyak biaya dengan faktor produksi milik sendiri. Keuntungan yang didapatkan cukup menguntungkan. Pentingnya untuk mengembangkan usaha kerajinan anyaman enceng gondok, maka penulis menyarankan agar para pengrajin anyaman enceng gondok dapat meningkatkan hasil kerajinannya. Proses pengelolaan tanaman pengganggu ini akan menghasilkan kerajinankerajinan yang bentuknya beraneka ragam dan berkualitas baik. Peran serta pemerintah diharapkan dapat menciptakan jalur pemasaran dan membantu pengrajin dalam menyiapan bahan serta pengetahuan tentang kerajinan. Semoga pada masa ke depan kehidupan para pengrajin yang menggunakan bahan baku limbah akan semakin baik., Sehingga, limbah-limbah yang ada tidak terlalu merisaukan pemerintah dan dapat dimanfaatkan lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Dinas perindustrian, perdagangan, koperasi Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2009. LAKIP Kabupaten Hulu Sungai Utara.
ZIRAA’AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman 315-325
Gumbira, Said E. 2001. Manaj amen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta. LEMHANNAS. 1997. Pembangunan Nasional. PT. Balai Pustaka. Jakarta. Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. . 1997. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nuryanto, H. 2006. Dari Eceng Gondok Menjadi Rupiah. Azka Mulia Media. Jakarta. Purbowinanto, Y. 2006. Memulai Usaha Dari Nol. Darma Utama Publishing. Jakarta. Renville, S. 1999. Pengantar Manajemen Bisnis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
325 ISSN 1412-1468
Sigit, S. 1979. Analisa Break Event Point. Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) FEKON UGM. Yogyakarta. Syamsuddin, L. 1992. Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja Wali Press. Jakarta. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian; Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta. Sukirno, S. 1985. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sutawi. 2002. Manajemen Agribisnis. Bayu Media dan UMM press. Malang.