54
INFOKAM Nomor I / Th. XI/ Maret /15
ANALISIS KESESUAIAN STANDAR KOMPETENSI PENGELOLA KURSUS DENGAN TUNTUTAN KOMPETENSI TENAGA KERJA PADA ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Oleh: Alex Sujanto AMIK Jakarta Teknologi Cipta Semarang Cut. Zurnali)*.
Abstrak Pada Desember 2015 kita akan dihadapkan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA (ASEAN Economic Communities). Suatu era yang menyatukan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi “Satu Basis Pasar dan Produksi”. Dimana akan terjadi arus bebas produk, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal, yang semuanya bermuara pada prinsip pasar terbuka bebas hambatan. Pemerintah dan masyarakat Indonesia harus mampu menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) khususnya pekerja yang tangguh dan handal guna menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015. "Penyiapan SDM di semua sektor melalui pelatihan dalam jangka pendek seperti kursus dan training dengan dilengkapi standar kompetensi profesi, perlu dilakukan sehingga saat pemberlukan MEA 2015, SDM Indonesia telah siap," untuk bisa menyiapkan SDM dengan baik maka para pengelola kursus harus kompeten dan memenuhi standar sebagai pengelola kursus sesuai dengan permendiknas No.42 tahun 2009, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi MEA di akhir tahun 2015. Kata Kunci : MEA (Masyarakat Ekonomi Asean/ASEAN Economic Communities), Kompetensi Global, kompetensi Kursus dan Pelatihan.
Abstract
In December 2015 we will be faced in the AEC / AEC (ASEAN Economic Communities). An era that brings together countries in the region to be "one market and production base". Where there will be free flow of products, services, investment, labor, and capital, which all boils down to the principle of an open market freeway. The Government and people of Indonesia should be able to prepare a human resources (HR) particularly robust and reliable workers to face the implementation of the ASEAN Economic Community (AEC) end of 2015. "The preparation of human resources in all sectors through short-term training courses and training as standard equipped with professional competence , needs to be done so that when pemberlukan AEC 2015, HR Indonesia has been ready, "to be able to fully leverage with both the course managers must be competent and compliant as the manager of the course in accordance with Permendiknas 42 in 2009, so it will be better prepared to face the MEA in the end of 2015. Keywords: MEA (ASEAN Economic Communities), Global Competence, Courses and Training Competence.
1. PENDAHULUAN Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia.Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing.Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Pembentukan MEA ini sangat penting mengingat ASEAN merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana ASEAN terdiri dari 10 Negara yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
INFOKAM Nomor I/Th. XI/Maret/15
55
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk paling banyak di kawasan Asia Tenggara. Menurut Armida (2014), jumlah penduduk yang besar yang pada tahun 2015 diproyeksikan mencapai 255,5 juta jiwa atau sebesar 40,3% dari jumlah penduduk di seluruh wilayah ASEAN. Diperkirakan 38 dari 100 penduduk usia produktif di negara‐negara ASEAN adalah penduduk Indonesia. Artinya Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi pemasok tenaga kerja terbesar di ASEAN terutama di negara‐negara yang proporsi usia produktifnya kecil, misalnya Singapura dan Thailand. Kondisi ini akan bertahan untuk beberapa puluh tahun ke depan. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat mengakibatkan jumlah angkatan kerja juga terus meningkat setiap tahunnya di tengah kesempatan kerja yang terbatas karena pertumbuhan ekonomi belum mampu menyerap angkatan kerja tersebut masuk ke dalam pasar kerja. MEA yang akan dimulai awal tahun depan tersebut tentu akan memberikan dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia. Dampak positifnya dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru.Selain itu, penduduk Indonesia akan dapat mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan yang relatif akan lebih mudah dengan adanya MEA ini karena dengan terlambatnya perekonomian nasional saat ini dan didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per februari 2014 dibandingkan Februari 2013 hanya berkurang 50.000 orang. Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga tahun terakhir, per Februari 2013 pengangguran berkurang 440.000 orang, sementara pada Februari 2012 berkurang 510.000 orang, dan per Februari 2011 berkurang sebanyak 410.000 orang Dengan demikian, hadirnya MEA diharapkan akan mengurangi pengangguran karena akan membuka lapangan kerja baru dan menyerap angkatan kerja yang ada saat ini untuk masuk ke dalam pasar kerja. Adapun dampak negatif dari MEA, yaitu dengan adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi MEA. Bagaimana dengan Indonesia?Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetap melihat peluang dan menghadapi tantangan bangsa Indonesia di era MEA nantinya, khususnya terhadap kesiapan tenaga kerja Indonesia sangat diperlukan langkahlangkah konkrit agar bisa bersaing menghadapi tenaga kerja asing tersebut. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian atau catatan bagi dunia ketenagakerjaan sebelum saatnya negara kita benar-benar akan memasuki MEA. Menurut Armida (2014), karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah sebagai berikut: 1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi; 2. Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; 3. Pertumbuhan ekonomi yang merata; 4. Integrasi ke perekonomian global. Lebih lanjut, Armida (2014) mengemukakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN akan membuka peluang bagi pekerja terampil untuk bekerja di negara‐negara anggota ASEAN lainnya. Apakah tenaga kerja Indonesia sudah cukup berkualitas? Jika kita lihat dari taraf pendidikan penduduk Indonesia dengan rata‐rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun keatas (bukan 15 tahun keatas) pada tahun 2010 yang hanya 5,8 tahun, nampaknya kita belum cukup siap bersaing. Singapore, Malaysia, Philipina, Brunei, dan Thailand, yang memiliki rata‐rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun keatas berturut‐turut sebesar 10,1 tahun, 9,5 tahun, 8,9 tahun, 8,6, dan 6,6 tahun3 jelas memiliki tenaga kerja yang lebih berkualitas. Menurut Bagus Prasetyo (2014), dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja Indonesia. Kompetisi SDM antarnegara ASEAN merupakan kepastian dalam MEA. Bila pekerja
56
INFOKAM Nomor I / Th. XI/ Maret /15
Indonesia tidak siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA akan menjadi momok bagi pekerja Indonesia karena akan kalah bersaing dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Berdasar data BPS, jumlah angkatan kerja Indonesia per-Februari 2014 telah mencapai 125,3 juta orang atau bertambah 1,7 juta dibanding Februari 2013. Namun, jumlah angkatan kerja masih didominasi oleh lulusan SD kebawah yakni 55,31 juta, disusul lulusan sekolah menengah pertama 21, 06 juta, sekolah menengah atas 18,91 juta, sekolah menengah kejuruan 10,91 juta, Diploma I/II/II 3,13 juta dan universitas hanya 8,85%.Rendahnya kualitas pekerja Indonesia bila dilihat dari tingkat pendidikan formal ini jelas sangat mengkhawatirkan. Dengan sisa waktu yang sangat sempit ini, Pemerintah perlu mencari terobosan dan cara singkat untuk meningkatkan ketrampilan dan kompetensi kerja bagi SDM kita yang sesuai dengan kebutuhan pasar MEA nantinya dan bukan hanya terobosan yang sifatnya normatif melalui Peraturan perundang-undangan. Perlindungan melalui peraturan bukannya tidak penting, namun untuk saat ini diperlukan upaya riil karena kita berpacu dengan waktu yang sempit.Salah satu upayanya bisa dengan mengoptimalkan sarana prasarana yang ada baik dengan sering mengadakan workshop ataupun seminar bagi angkatan kerja baru maupun pelatihan peningkatan kualitas skill bagi angkatan kerja yang sudah ada. Sebagai perbandingan, di negara Vietnam mulai memberikan pelatihan bahasa Indonesia bagi setiap tenaga kerjanya menghadapi MEA. Dengan dimulainya MEA tentu akan ada masalah dalam komunikasi karena bahasa dari tiap-tiap negara berbeda. Pengenalan bahasa negara ASEAN lainnya atau minimal penguatan bahasa Internasional seperti bahasa Inggris kepada pekerja atau masyarakat kita bisa dijadikan terobosan sebagai upaya persiapan menghadapi MEA. Selain itu, di era digital seperti saat ini, kebutuhan akan penguasaan atas teknologi bagi tenaga kerja merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan bagi pekerja Indonesia untuk belajar memahami dan terus meng-update teknologi terkini yang mendukung setiap pekerjaannya. Hal ini jelas akan meningkatkan keahlian mereka sehingga akan meningkatkan daya saing mereka dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Meskipun saat ini telah ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing sebagai upaya bentuk perlindungan dan mengantisipasi globalisasi sektor jasa atau ketenagakerjaan ini, persiapan SDM Indonesia di berbagai hal seperti mempelajari bahasa asing untuk berkomunikasi dan mengenal teknologi terkini sangat penting dilakukan. Artinya, perlu ada nilai lebih yang dimiliki pekerja Indonesia untuk ditawarkan kepada pemberi pekerjaan agar dapat berhasil menghadapi MEA awal tahun depan tersebut. Menurut Armida (2014), dalam menghadapi MEA adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan profesionalisme tenaga kerja yang sudah ada. Upaya nyata peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan, pre-service maupun in-service training termasuk pendidikan nonformal, termasuk berbagai pelatihan oleh dunia usaha sangat penting untuk ditingkatkan.Berbagai survey di tanah air menunjukkan bahwa dunia usaha di Indonesia sangat kurang dalam menyediakan pelatihan untuk karyawannya.Secara rata-rata hanya 5 % karyawan yang menyebutkan mendapatkan pelatihan. Angka ini jauh dibawah yang diterima oleh tenaga kerja dari negara lain. Di Indonesia, hanya sektor finansial dan jasa publik yang cukup banyak melakukan pelatihan (17%), yang umumnya juga diperuntukkan karyawan lulusan perguruan tinggi. Pelatihan tenaga kerja di lingkungan usaha kecil dan menengah sangat kurang, yaitu hanya sekitar 2% untuk usaha kecil dengan 1-19 karyawan dan 13% untuk usaha menengah dengan 20-99 karyawan. Hal ini dapat dijadikan peluang bagi lembaga kursus dan pelatihan untuk melakukan kerjasama dengan DUDI dalam bentuk pelatihan disamping mempersiapkan lulusan agar dapat terserap oleh DUDI yang ada di Indonesia dan diharapkan juga DUDI negara ASEAN lainnya. Bila tidak dilakukan segera, dikhawatirkan LKP-LKP dari negara ASEAN yang akan mendahului. Agar pihak DUDI yang ada di Indonesia memiliki kepercayaan pada LKP yang ada di Indonesia, langkah awal yang harus dilakukan adalah memperbaiki standar kompetensi pengelola kursus dan pelatihan. Dalam Permendiknas No 42 Tahun 2009 Tentang Standar Pengelola Kursus telah
INFOKAM Nomor I/Th. XI/Maret/15
57
dikemukakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh para pengelola LKP, namun dikarenakan saat ini telah berlakunya MEA maka diperlukan kajian kembali terhadap permendiknas tersebut agar benar-benar kedepan para pengelola LKP memiliki kompetensi yang dapat membawa LKP yang ada di Indonesia mampu bersaing dan unggul dibandingkan dengan LKP negara ASEAN lainnya. Untuk mewujudkan LKP yang unggul, para pengelola LKP harus memiliki wawasan global secara umum dan wawasan ASEAN secara khusus.Untuk itu diperlukan sebuah kompetensi tambahan, yaitu kompetensi global. Menurut Dennis Van Roekel (2010), Global
competence refers to the acquisition of in-depth knowledge and understanding of international issues, an appreciation of and ability to learn and work with people from diverse linguistic and cultural backgrounds, proficiency in a foreign language, and skills to function productively in an interdependent world community. Ini berarti bahwa kompetensi global yang mengacu pada
perolehan pengetahuan yang mendalam dan pemahaman tentang isu-isu internasional, apresiasi (penghargaan) dan kemampuan untuk belajar dan bekerja dengan orang-orang dari berbagai latar belakang bahasa dan budaya, kemahiran dalam bahasa asing, dan keterampilan berfungsi secara produktif di dunia dimana masyarakat saling tergantung. Dalam paparan lebih lanjut, Dennis Van Roekel (2010) mengemukakan kompetensi global memiliki 4 (empat) elemen dasar, yaitu: 1. International awareness (Kesadaran Internasional). Ini merupakan pengetahuan
dan pemahaman tentang sejarah dunia, sistem sosial ekonomi dan politik, dan peristiwaperistiwa global lainnya. Kesadaran ini mencakup pengertian bahwa acara lokal dan nasional dapat memiliki implikasi internasional. Seseorang yang sadar akan lingkungan dunia yang lebih luas juga mengakui bahwa tindakan individu dapat mempengaruhi orang lain di luar diri nya sendiri. 2. Appreciation of cultural diversity (Apresiasi keragaman budaya). Ini memerlukan kemampuan untuk mengetahui, memahami, dan menghargai orang-orang dari budaya lain bersama dengan kapasitas untuk mengakui sudut pandang lain tentang isu-isu mendesak dunia. Kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan lintas-budaya, dan kesediaan untuk menerima perbedaan, membuka pintu untuk kesempatan untuk terlibat dalam hubungan lintas-budaya produktif dan hormat. 3. Proficiency in foreign languages (Menguasai bahasa asing). Kemampuan untuk memahami, membaca, menulis, dan berbicara dalam lebih dari satu bahasa meningkatkan keterampilan komunikasi lintas budaya. Pengetahuan tentang bahasa tambahan membuka pintu untuk memahami budaya dan orang-orang yang berbicara bahasa-bahasa tersebut lainnya. 4. Competitive skills (Keahlian Bersaing). Kemampuan untuk bersaing secara global memerlukan akuisisi pengetahuan luas tentang isu-isu internasional. Untuk bisa bersaing, pengelola LKP perlu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meningkatkan kreativitas dan inovasi. Pengelola LKP yang mendapatkan pemahaman menyeluruh tentang perubahan ekonomi, sosial, dan teknologi yang terjadi di seluruh dunia meningkatkan kemampuan mereka untuk bersaing di pasar dunia.
Konsep yang dipaparkan oleh Dennis Van Roekel ini diharapkan dapat dijadikan tambahan dalam standar kompetensi pengeloal LKP dalam era MEA saat ini.
2. STANDAR KOMPETENSI PLKP BERDASARKAN PERMENDIKNAS NO 42 TAHUN 2009 TENTANG 2.1.
Standar Pengelola Kursus
Berdasarkan Permendiknas No 42 Tahun 2009 Tentang Standar Pengelola Kursus bahwastandar kompetensi PLKP terdiri dari 4 (empat) kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh pengelola lembaga kursus dan pelatihan sebagaimana terlihat dalam skema berikut:
58
INFOKAM Nomor I / Th. XI/ Maret /15
Gambar: Kompetensi Pengelola LKP Dari ke empat kompetensi tersebut, dalam penjabaranya yang meliputi sub kompetensi adalah sebagai berikut: A. Kompetensi Kepribadian Kompetensi Sub Kompetensi 1) Menampilkan diri 1. Berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan menjadi teladan bagi sebagai pribadi yang komunitas di kursus dan pelatihan; dewasa, 2. Mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia; mantap,berakhlak 3. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin; dan mulia dan bertindak 4. Menunjukkan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan norma, konsisten. aturan dan perundang-undangan 2) Mengorganisasikan 1. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi; program kursus dan 2. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri; pelatihan 3. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah pekerjaan; dan 4. Memiliki minat terhadap jabatan sebagai pemimpin lembaga pendidikan. B. Kompetensi Manajerial Kompetensi Sub Kompetensi 1) Merencanakan 1. Menganalisis kekuatan, kelemahan,ancaman, dan peluang lembaga program kursus dan kursus dan pelatihan yang dikelola; dan pelatihan 2. Menyusun rencana pengelolaan kursus dan pelatihan, baik perencanaan strategis maupun teknis operasional 2) Mengorganisasikan 1. Mengembangkan organisasi dan pengelolaan lembaga kursus dan program kursus dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan; pelatihan 2. Menciptakan budaya dan iklimkerja yang kondusif untuk mewujudkan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik; dan 3. Memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan secara optimal. 3) Melaksanakan 1. Menerapkan strategi pemasaran yang tepat dalam program kursus dan memperkenalkan program kursus dan pelatihan; pelatihan 2. Mengelola pengembangan dan implementasi kurikulum sesuai dengan jenis kursus dan pelatihan; 3. Mengelola peserta didik meliputi : penerimaan, penempatan,
INFOKAM Nomor I/Th. XI/Maret/15
4) Mensupervisi pendidik dan tenaga kependidikan program kursus
5) Mengevaluasi program kursus dan pelatihan
59
pembelajaran, pemantauan, penilaian, dan penelusuran; 4. Mengelola keuangan sesuai dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas 5. Mengelola sarana dan prasarana lembaga kursus dan pelatihan meliputi perencanaan, pengadaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan secara optimal; 6. Mengelola administrasi lembaga kursus dan pelatihan dalam mendukung kelancaran program dan kelengkapan dokumen; 7. Mengelola sistem teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam mendukung perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program 8. Mengelola layanan kegiatan ekstra program dalam mendukung kegiatan pembelajaran di dalam dan luar lembaga kursus dan pelatihan; 9. Mengelola hubungan dan kerjasama dengan pihak terkait dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan; 10. Mengelola sumber daya manusia di lembaga kursus dan pelatihan. 1. Merencanakan supervisi akademik dan administrasi dalam rangka peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan kursus dan pelatihan; 2. Melaksanakan supervisi akademik dan administrasi terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; 3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik dan administrasi dalam rangka peningkatan profesionalisme; dan 4. Memberikan layanan bimbingan dan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan. 1. Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi program kegiatan kursus dan pelatihan; 2. Melaksanakan pengawasan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan hasil program; 3. Menindaklanjuti hasil evaluasi untuk perbaikan program; dan 4. Melaksanakan penelusuran lulusan untuk memperoleh umpan balik dalam upaya meningkatkan mutu program
C. Kompetensi Kewirausahaan Kompetensi Sub Kompetensi 1) Memanfaatkan 1. Mencari peluang yang menguntungkan untuk memajukan lembaga peluang dan kursus dan pelatihan; mengantisipasi risiko 2. Memanfaatkan setiap peluang yang menguntungkan untuk memajukan lembaga kursus dan pelatihan; 3. Mengantisipasi risiko yang dihadapi lembaga kursus dan pelatihan; 4. Mengatasi masalah yang dihadapi lembaga kursus dan pelatihan. 2) Mengembangkan 1. Mengembangkan jenis-jenis program kursus dan pelatihan yang program, menciptakan baru dan prospektif; inovasi dan menyusun 2. Menciptakan inovasi dalam pengelolaan lembaga kursus dan rencana usaha pelatihan dalam bidang SDM, pemasaran, dan keuangan; 3. Menyusun rencana usaha (businessplan) meliputi bidang program, pemasaran, dan keuangan sesuai dengan jenis kursus dan pelatihan; 4. Mengadopsi berbagai model pengelolaan kursus dan pelatihan; dan 5. Mengimplementasikan secara tepat berbagai model pengelolaan kursus dan pelatihan 3) Membangun citra 1. Memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat lembaga kursus dan 2. Menampilkan keunggulan-keunggulan program pelatihan
60
INFOKAM Nomor I / Th. XI/ Maret /15
D. Kompetensi Sosial Kompetensi 1) Bekerjasama dalam pelaksanaan tugas
2) Berkomunikasi secara lisan dan tulisan
Sub Kompetensi 1. Bekerja sama dengan pihak terkait untuk kepentingan kursus dan pelatihan; 2. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; dan 3. Memiliki kepeduliaan terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan. 1. Membangun komunikasi dan hubungan kolegial dengan pendidik tenaga kependidikan dan 2. Membangun komunikasi dengan dunia usaha dan industri, serta instansi terkait
3. PEMBAHASAN Analisis Kesesuaian Standar Kompetensi Pengelola Kursus Dengan Tuntutan Kompetensi Tenaga Kerja Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.Bahwa dengan Pemberlakuan MEA tahun 2015 menyebabkan lalulintas perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara menjadi tanpa kendala.MEA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 600 juta penduduknya. Perdagangan bebas dapat diartikan tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan nontarif bagi negaranegara anggota ASEAN. Pada akhir tahun 2015 atau awal 2016 negara-negara ASEAN akan merasakan dampaknya (Humphrey Wangke, 2014). Dengan adanya pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), maka beberapa tantangan MEA, seperti lapangan tenaga kerja yang ada di Indonesia hanya akan menaikkan angka pengangguran itu sendiri, karena tidak berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, khususnya buruh yang tidak memiliki sertifikasi pendidikan seperti buruh-buruh yang didatangkan dari China, Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang. Sebagai seorang pengelola kursus sudah semestinya dituntut untuk mampu bersaing di tingkat ASEAN, dimana, kompetensi global mutlak diperlukan agar lembaga kursus dan pelatihan yang di kelola tidak mati suri oleh kemajuan dan kebebasan dari 10 anggota ASEAN untuk membuka kursus di Indonesia. Di seluruh Indonesia terdapat 13.446 lembaga kursus.Seluruh lembaga kursus tersebut memiliki 90.946 orang pendidik yang melayani 1.348.565 peserta. Dari lembaga kursus yang ada di Indonesia lebih dari setengahnya (59,50%) berada di Pulau Jawa, khususnya Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur (Ditjen PAUDNI,2014) dan dari jumlah lembaga kursus tersebut belum ada 2%nya pengelola kursus yang lulus uji kompetensi sesuai dengan permendiknas No.42 tahun 2009. Oleh karena itu untuk menghadapi MEA Akhir 2015, pengelola kursus harus kompeten, yang dibuktikan dengan lulus sertifikasi nasional, dari LSK PLKP. Adapun hasil analisis kesesuaian standar kompetensi pengelola kursus dengan tuntutan kompetensi tenaga kerja pada era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015, adalah bahwa 4 kompetensi yang ada dalam permendiknas No.42 tahun 2009, tetap dipertahankan dan tidak ada perubahan tetapi perlu di tambahkan 1 kompetensi Global seperti yang dikemukan oleh Dennis Van Roekel (2010). Adapun kompetensi global tersebut, Kompetensi dan sub kompetensinya adalah sebagai berikut: A. Kompetensi Kepribadian Kompetensi Sub Kompetensi 1) Menampilkan diri 1. Berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan menjadi teladan bagi sebagai pribadi yang komunitas di kursus dan pelatihan; dewasa, 2. Mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia;
INFOKAM Nomor I/Th. XI/Maret/15
mantap,berakhlak mulia dan bertindak konsisten. 2) Memiliki komitmen terhadap tugas.
61
3. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin; dan 4. Menunjukkan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan norma, aturan dan perundang-undangan 1. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi; 2. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri; 3. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah pekerjaan; dan 4. Memiliki minat terhadap jabatan sebagai pemimpin lembaga pendidikan.
B. Kompetensi Manajerial Kompetensi Sub Kompetensi 1) Merencanakan 3. Menganalisis kekuatan, kelemahan,ancaman, dan peluang lembaga program kursus dan kursus dan pelatihan yang dikelola; dan pelatihan 4. Menyusun rencana pengelolaan kursus dan pelatihan, baik perencanaan strategis maupun teknis operasional 2) Mengorganisasikan 4. Mengembangkan organisasi dan pengelolaan lembaga kursus dan program kursus dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan; pelatihan 5. Menciptakan budaya dan iklimkerja yang kondusif untuk mewujudkan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik; dan 6. Memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan secara optimal. 3) Melaksanakan 1. Menerapkan strategi pemasaran yang tepat dalam program kursus dan memperkenalkan program kursus dan pelatihan; pelatihan 2. Mengelola pengembangan dan implementasi kurikulum sesuai dengan jenis kursus dan pelatihan; 3. Mengelola peserta didik meliputi : penerimaan, penempatan, pembelajaran, pemantauan, penilaian, dan penelusuran; 4. Mengelola keuangan sesuai dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas 5. Mengelola sarana dan prasarana lembaga kursus dan pelatihan meliputi perencanaan, pengadaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan secara optimal; 6. Mengelola administrasi lembaga kursus dan pelatihan dalam mendukung kelancaran program dan kelengkapan dokumen; 7. Mengelola sistem teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam mendukung perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program 8. Mengelola layanan kegiatan ekstra program dalam mendukung kegiatan pembelajaran di dalam dan luar lembaga kursus dan pelatihan; 9. Mengelola hubungan dan kerjasama dengan pihak terkait dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan; dan 10. Mengelola sumber daya manusia di lembaga kursus dan pelatihan. 4) Mensupervisi pendidik 1. Merencanakan supervisi akademik dan administrasi dalam rangka dan tenaga peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan kependidikan program kursus dan pelatihan; kursus 2. Melaksanakan supervisi akademik dan administrasi terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; 3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik dan administrasi dalam rangka peningkatan profesionalisme; dan 4. Memberikan layanan bimbingan dan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan. 5) Mengevaluasi program 1. Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi program kursus dan pelatihan kegiatan kursus dan pelatihan; 2. Melaksanakan pengawasan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
62
INFOKAM Nomor I / Th. XI/ Maret /15
hasil program; 3. Menindaklanjuti hasil evaluasi untuk perbaikan program; dan 4. Melaksanakan penelusuran lulusan untuk memperoleh umpan balik dalam upaya meningkatkan mutu program C. Kompetensi Kewirausahaan Kompetensi Sub Kompetensi 1) Memanfaatkan 1. Mencari peluang yang menguntungkan untuk memajukan lembaga peluang dan kursus dan pelatihan; mengantisipasi risiko 2. Memanfaatkan setiap peluang yang menguntungkan untuk memajukan lembaga kursus dan pelatihan; 3. Mengantisipasi risiko yang dihadapi lembaga kursus dan pelatihan; dan 4. Mengatasi masalah yang dihadapi lembaga kursus dan pelatihan. 2) Mengembangkan 1. Mengembangkan jenis-jenis program kursus dan pelatihan yang program, menciptakan baru dan prospektif; inovasi dan menyusun 2. Menciptakan inovasi dalam pengelolaan lembaga kursus dan rencana usaha pelatihan dalam bidang SDM, pemasaran, dan keuangan; 3. Menyusun rencana usaha (businessplan) meliputi bidang program, pemasaran, dan keuangan sesuai dengan jenis kursus dan pelatihan; 4. Mengadopsi berbagai model pengelolaan kursus dan pelatihan; dan 5. Mengimplementasikan secara tepat berbagai model pengelolaan kursus dan pelatihan 3) Membangun citra 1. Memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat lembaga kursus dan 2. Menampilkan keunggulan-keunggulan program pelatihan D. Kompetensi Sosial Kompetensi Sub Kompetensi 1) Bekerjasama dalam 1. Bekerja sama dengan pihak terkait untuk kepentingan kursus dan pelaksanaan tugas pelatihan; 2. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; dan 3. Memiliki kepeduliaan terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan. 2) Berkomunikasi secara 1. Membangun komunikasi dan hubungan kolegial dengan pendidik lisan dan tulisan tenaga kependidikan dan 2. Membangun komunikasi dengan dunia usaha dan industri, serta instansi terkait. E. Kompetensi Global Kompetensi 1. Kesadaran Internasional
2. Apresiasi budaya
keragaman
Sub Kompetensi 1. Menyadari pentingnya kerjasama ekonomi Indonesia dengan negara-negara ASEAN 2. Menyadari pentingnya mengetahui standar kualifikasi sumber daya manusia internasional 3. Menyadari pentingnya menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan Internasional 4. Menyadari pentingnya mengikuti perkembangan kondisi sosial dan ekonomi internasional 1. Membuka kesempatan untuk terlibat dalam hubungan lintas budaya yang produktif dan saling menghormati 2. Kesadaran untuk mengapresiasi perbedaan lintas budaya dan kesediaan untuk menerima perbedaan 3. Kemampuan mengembangkan kerjasama kemitraan
INFOKAM Nomor I/Th. XI/Maret/15
3. Menguasai asing
bahasa
4. Keahlian Bersaing
63
1. Kemampuan memahami, membaca, menulis dan berkomunikasi dalam bahasa inggris 2. Kemampuan memahami, membaca, menulis dan berkomunikasi dalam salah satu bahasa negara ASEAN 1. Menggali dan Mengembangkan keunggulan lokal yang memiliki kekhasan dan daya saing yang dapat diterima di negara ASEAN 2. Mampu menyusun dan melaksanakan program Kursus dan pelatihan yang dibutuhkan dan memiliki daya tarik bagi masyarakat ASEAN 3. Mampu menghasilkan lulusan yang dapat terserap di pasar kerja internasional 4. Memiliki jaringan kerja strategis internasional
4. KESIMPULAN Dalam menghadapi MEA akhir tahun 2015,strategi yang digunakan adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan profesionalisme tenaga kerja yang sudah ada. Upaya nyata peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan, pre-service maupun in-service training termasuk pendidikan nonformal, dan berbagai pelatihan oleh dunia usaha sangat penting untuk ditingkatkan, dan peningkatan tersebut bisa terwujud, apabila semua masyarakat kompeten pada bidangnya masing-masing, dan untuk mengetahui kompetensi seseorang perlu dilakukan test uji kompetensi pada bidangnya tersebut. demikian juga agar lembaga kursus dan pelatihan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dari berbagai macam keterampilan dan lembaga yang di kelola tidak mati suri maka pengelola kursus harus lulus uji kompetensi PLKP sesuai dengan permendiknas no.42 tahun 2009, tentang standar pengelola kursus.
Daftar Pustaka Armida S. Alisjahbana, 2014, Arah Kebijakan Dan Program Di Bidang Kependudukan, Ketenagakerjaan Dan Sumber Daya Manusia Meghadapai Globalisasi Khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN, Makalah Seminar Nasional Tantangan Kependudukan, Ketenagakerjaan, Dan Sdm Indonesia Menghadapi Globalisasi Khususnya Masyarakat Ekonomi Asean Bagus Prasetyo, 2014, Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA, Jurnal Rechts Vinding Dennis Van Roekel, 2010, Global Competence is a 21st Century Imperative, NEA Education Policy and Practice Department | Center for Great Public Schools | 1201 16th St., NW, Washington, D.C. 20036 Humphrey Wongke, Info Singkat Hubungan Internasional Vol VI No.10/II/P3DI/Mei/2014 Permendiknas No 42 Tahun 2009 Tentang Standar Pengelola Kursus