eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (3): 645-654 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
ANALISIS KERJASAMA CHINA-UNI EROPA DALAM PROGRAM NERA ZERO EMISSION COAL (NZEC) RISWANTI1 0902045129 Abstract The purpose of this research is to describe the implementation of China - EU technology through CCS (Carbon Capture and Stronge) in addressing the increase of carbon dioxide caused by coal, which began in 2006. The research method is descriptive-Analytic, where the authors analyze China cooperation European Union in the Near Zero Emission Coal program in China, where they signed a memorandum of cooperation that began in 2005. The data those are presented in this study are Secondary datas which are obtained from literature review and literatures such as books, the Internet, and others. The analysis method used in this Study qualitative analysis. The result of this study showed that the EU and China get a lot of benefits through that cooperation that has been run. One of advantage of this cooperation is that in China whare the NZEC would be run in, included the establisment of CCS technology. The CCS tachnology is used to reduce the carbon emition produced by power plant that used coal as it’s fuels and also the European Union can increase carbon emissions reduction quotas that have been set by the Kyoto Protocol as Annex I obligations, in order to achieve emissions reduction by 2020. Keyworld : China-European Union Cooperation, program Near Zero Emission Coal Pendahuluan Kerusakan lingkungan banyak disebabkan oleh kegiatan manusia yang membuat dampak sangat buruk bagi udara dunia, misalnya pembangunan dan industrialisasai serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan penggunaan bahan bakar fosil. Dampak pencemaran lingkungan sebenarnya tidak semata-mata di sebabkan oleh karena kegiatan industri dan teknologi saja, namun juga di sebabkan oleh faktor lain yang menunjang kegiatan tersebut, yaitu faktor penyedia daya listrik dan faktor transportasi. Faktor penyedia daya listrik dan transportasi, keduanya adalah penyebab terbesar pemakaian bahan bakar fosil, baik berupa batu bara maupun minyak bumi (Wisnu Arya Wardhana. 1995 : 28). 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournalIlmuHubungan Internasional, : 2013, 1 (3) : 645-654
Menurut kajian PBB pada tahun 1990-2004, negara maju seperti AS, Jerman, dan Kanada menambah Emisi gas karbon 16 hingga 17 persen, sementara Inggris malah menurunkan emisi sebesar 14 persen. Sedangkan emisi yang di hasilkan Cina meningkat menjadi 47 persen. China, sebagai negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, menjadi salah satu sorotan dunia dalam masalah lingkungan yang juga semakin serius, dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya yang berjumlah sangat besar dan pesatnya pertumbuhan industri, Cina memberikan kontribusi yang Cukup besar dalam pengrusakan lingkuga, tercatat Pada tahun 2006, Bahkan di Cina tercatat memiliki 16 kota paling tercemar di dunia, dan setiap harinya penduduk menghirup udara kotor dan berbahaya (Muhammad Yunus. 2008: 201). Cina sebagai negara yang besar dan tingkat ekonomi yang semakin meningkat dan penghasil emisi karbon yang tinggi, mendapatkan tekanan dari berbagai pihak, antara lain dari PBB, di harapkan Cina dapat berkontribusi dalam masalah lingkungan global (www.unfccc.int diakses 13 maret 2013). Tekanan kedua datang dari negara-negara Uni Eropa, dimana Connie Hadegaard menyatakan Cina Seharusnya selalu mendukung kesepakatan-kesepakatan yang mengikat, dalam penurunan emisi karbon yang tingkat emisi karbon di Cina telah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan (http://www.rff.org diakses :13 maret 2013).
Hal ini kemudian Departemen Ilmu dan Teknologi Cina dan komisi Uni Eropa menandatangani Nota kesepahaman tentang kerjasama NZEC (Near Zero Emission Coal) Teknologi Pembangkit Listrik melalui teknologi CCS (Carbon Dioxide capture and stronge) pada KTT Uni Eropa – Cina di bawah kepemimpinan Inggris di Uni Eropa pada bulan Desember 2005. Kerjasama yang disepakati kedua belah pihak memiliki tiga fase yaitu fase pertama, pada pembangunan kapasitas dan pra studi kelayakan untuk proyek demostrasi, fase kedua, pada studi kelayakan proyek demostrasi, dan fase ketiga, pada pembangunan dan pengoprasian proyek demostrasi CCS di Cina (www.cc.233700.com diakses : 23 februari 2012). Kerangka Dasar Konsep 1. Konsep Kerjasama Konsep kerjasama, kerjasama merupakan salah satu bentuk hubungan yang terjalin antara individu yang satu dengan yang lain, antara kelompok-kelompok bahkan antara Negara untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konsep kerjasama terbagi beberapa, yaitu : kerjasama global, kerjasama Regional, kerjasama Fungsional, dan kerjasama ideologi. Dalam analisi saya, saya menggunakan konsep kerjasama global, dimana kerjasama ini untuk memaparkan bentuk kerjasama yang disepakati China-Uni Eropa, yang berbeda region (R.Sueptrapto.1997: 182).
646
Analisis Kerjasama China – Uni Eropa dalam Program Near Zero Emission Coal (NZEC) (Riswanti)
2. Teori Politik Hijau (Green politic) Kini terdapat suatu literatur teori politik hijau (Green Political Theory / GPT ) yang dikembangkan dengan baik yang menjadi suatu dasar yang berguna sebagai gagasan politik hijau mengenai HI. Tiga literatur utama mengajukan gagasan yang sedikit berbeda tentang penjelasan karakteristik politik hijau. Eckersley menyatakan, karakteristik tersebut adalah ekosentrisme sebuah penolakan terhadap pandangan dunia antrosentris yang hanya menempatkan nilai moral atas manusia menuju sebuah pandangan yang juga menempatkan nilai independen atas ekosistem dan semua makhluk hidup. Godin juga menempatkan etika pada pusat pemikiran politik hijau, yang menyatakan bahwa „nilai teori hijau‟ berbeda pada inti politik hijau. Perumusannya menganai nilai-nilai teori hijau, bahwa sumber nilai segala sesuatu adalah fakta bahwa segala sesuatu itu mempunyai sejarah yang tercipta oleh proses alami bukan oleh rekayasa manusia. (Scott Burchill and Andrew Linklater.1996:337 Dabson membagi menjadi dua penjelasan mengenai karakteristik politik hijau. Yaitu, Penolakan atas antroposentrisme, seperti yang diuraikan Eckersley. danArgumentasi „pembatasan pertumbuhan‟ terhadap hakekat krisis lingkungan. Teori Green Politic ini digunakan untuk menjelaskan penolakan ekosentris terhadap dunia antrosentrisme atau ajaran yang menyatakan bahwa pusat alam semesta adalah manusia, dimana Individu atau manusia sangat berperan penting terhadap ekosistem dan semua makhluk hidup, yang akan menjadi penyebab kerusakan lingkungan hingga memberikan dampak yang sangat buruk terhadap bumi. Politik Hijau bukan hanya menekankan terhadap individu saja untuk memperbaiki lingkungan, tetapi juga terhadap masyarakat global yang harus ikut berpartisipasi dalam mananggapi perubahan iklim global, untuk menanggulangi kerusakan lingkungan tersebut, harus dilakukan pendektan khusus yaitu dengan globalisasi dan desentralisasi, yang akan lebih efektif untuk menjaga lingkungan.
3. Konsep Carbon Trading Carbon Trading sendiri merupakan sebuah sistem di mana negara atau perusahaan individu menetapkan target emisi. Di mana ketika mereka yang tidak dapat memenuhi target, dapat membeli karbon dari negara atau perusahaan yang menanggung mereka. Dalam ilmu ekonomi perdagangan karbon atau Carbon Trading adalah bentuk perdagangan emisi yang memungkinkan negara untuk memenuhi komitmen pengurangan emisi karbon, negara yang melakukan hal tersebut karena untuk memenuhi persyaratan perjanjian Protokol Kyoto, dan juga memakan biaya rendah dengan memanfaatkan pasar bebas. Ini adalah cara privatisasi biaya umum atau biaya sosial polusi oleh karbon dioksida. Perdagangan karbon adalah istilah yang di terapkan untuk perdagangan sertifikat yang mewakili berbagai cara, terkait target pengurangan emisi karbon yang harus di penuhi dan sudah di tetapkan. Peserta dalam penjualan karbon membeli dan menjual komitmen kontrak atau sertifikat yang mewakili salah satu jumlah karbon yang berhubungan dengan emisi tersebut yaitu : Di perbolehkan untuk dilepaskan, pengurangan emisi terdiri (teknologi baru, efisiensi energi, energi terbarukan,
647
eJournalIlmuHubungan Internasional, : 2013, 1 (3) : 645-654
atau emisi kompensasi terdiri dari, penyerapan karbon seperti (penangkapan karbon dalam biomassa) ( www.forestrynepal.org diakses : 17 januari 2013) Konsep ini dapat menjelskan kerjasam kedua belah pihak antar Cina dan Uni Eropa, dimana kedua belah pihak dapat mencapai tujuan yang sama dan akan berdampak baik untuk kedua belah pihak Cina – Uni Eropa. 4. Konsep clean development Mechanism (CDM) CDM merupakan pengurangan emisi di Negara-negara maju, tetapi dapat melibatkan atau memungkinkan Negara-negara berkembang untuk dapat berpartisipasi dalam pengurangan emisi karbon yang bersertifikat atau yang disebut dengan Certified Emission Reduction (CER) yang masing-masing setara dengan satu ton . CER ini dapat diperjual belikan, yang banyak digunakan oleh Negara-negara industri atau Negara-negara maju untuk memenuhi target pengurangan emisi mereka, yang telah ditetapkan oleh Protokol Kyoto. Mekanisme ini dapat mangajak Negara-negara berkembang yang berkelanjutan untuk mengurangi emisi Negara merekan, dimana Negara-negara memberikan Fleksibilitas dalam cara mengurangi emisi karbon negaranya. CDM juga merupakan pendapatan utama dana adaptasi UNFCCC yang didirikan untuk membiayai proyek dan program adaptasi dipihak Negara berkembang pada Protokol Kyoto yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dana adaptasi oleh retribusi pada CER di keluarkan oleh CDM adalan 2% (www.cdm.unfccc.int diakses: 22 mei 2013). CDM yang terdapat di protocol Kyoto di Artikel 12, memungkinkan Negara dengan komitmen pengurangan emisi atau emisi pembatasan di bawah Protokol Kyoto yang di golongkan dalam Annex B untuk melaksanakan proyek pengurangan Emisi di Negara berkembang. Konsep ini dapat menjelaskan proses terjadinya Carbon Trading dimana dapat terjadi antara Negara berkembang dan Negara maju. Seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dan China, dimana Uni Eropa memberika China bantuan dana dalam pembangunan CCS untuk menurunkan Emisi karbon di China yang melalui NZEC. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, yaitu menjelaskan dan menganalisa implementasi kerjasama China-Uni Eropa dalam menyelesaikan persoalan karbon dioksida yang semakin meningkat melalui program Near Zero Emission Coal atau NZEC. Data yang disajikan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dari literatur seperti buku, jurnal, dan juga situs-situs dari internet. Teknik analisa data yang digunakan adalah data kualitatif. Hasil Penelitian
648
Analisis Kerjasama China – Uni Eropa dalam Program Near Zero Emission Coal (NZEC) (Riswanti)
Seperti pada masa sekarang ini Perkembangan yang pesat dari ekonomi China, yang memicu industrialisasi di Negaranya untuk tetap memproduksi bahan-bahan yang akan di ekspor, China tidak hanya melakukan ekspor saja, tetapi juga mengimpir barang-barang dari Negara lain untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat di China yang sangat banyak. Seiring dengan perkembangan ekonomi China, perkembangan lingkungan China juga tambah buruk, yang di akibatkan banyaknya limbah dari pabrik-pabrik di China, baik pabrik-pabrik asing maupun pabrik-pabrik milik dalam negerinya sendiri, mengakibatkan banyak daerah yang tercemar, tidak hanya itu, China yang memiliki banyak simpanan batubara, yang dapat memenuhi setiap pembangkit listrik di China, China memilih batu bara untuk bahan bakar pembangkit listrik karena banyak hal-hal yang mendukung, seperti harga yang lebih murah dan mudah di dapatkan, tetapi juga memiliki dampak yang sangat buruk pada saat batubara tersebut dibakar maka akan menghasilkan emisi yang dapat merusak udara dan mengakibatkan udara itu tercemar dan tidak dapat dihirup oleh manusia, karena dapat berdampak sanagat buruk bahkan dapat membuat manusia mati karena kangker dan paru-paru yang rusak akibat emisi karbon yang ditimbulkan oleh batubara. Hal inilah kemudian menimbulkan perhatian dari berbagai pihak, salah satunya dari PBB mengharapkan semua negara yang ada di Dunia ini berpartisipasi untuk menyelamatkan bumi, kemuadian PBB membuat suatu undang-undang yang di sebut sebagai Protokol Kyoto, dimana negara-negara maju meratifikasi Protokol Kyoto, dan harus memenuhi target penurunan emisi yang telah di tetapkan di Protokol Kyoto, jika penurunan emisi ditadak dapat di capai, maka Negara tersebut akan di kenakan sanksi dari PBB, tidak hanya bagi Negara-negara maju saja yang diwajibkan menurunkan emisi negaranya, tetapi juga bagi negara-negara berkembang, tetapi tidak memiliki target yang ditetapkan. Tidak hanya dari PBB tetapi juga dari dari negara-negara Uni Eropa, yang mengatakan seharusnya ada hukum yang mengikat dalam menjaga lingkungan yang lebih bersih. (http://www.rff.org diakses pada 25 april 2013) bahkan salah satu negara Uni Eropa yaitu Canada mengundurkan diri dari Protokol Kyoto dengan salah satu alasan China yang memiliki peningkatan emisi lebih tinggi tidak meratifikasi Protokol Kyoto. Hal inilah kemudia mendorong China untuk bekerjasama dengan Uni Eropa, karena China melihat bahwa banyak negara-negara dari Uni Eropa yang berperan penting dalam menjaga bumi lebih bersih. Kerjasama China Uni Eropa dalam Program Near Zero Emission Coal melalui teknologi CCS ini Dinamakan sebagai kerjasama Fungsional dimana kemitraan Uni Eropa dan China ini saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama yaitu bumi bersih pada tahun 2020, memalui teknologi yang ditawarkan Uni Eropa dan Inggis, untuk membantu China dalam penurunan Emisinya, dari kerjasama yang telah di sepakati untuk pembangunan teknologi CCS ini, melibatkan banyak aktor-aktor yang berperan dalam pembangunan CCS, baik dari Uni Eropa Inggris dan juga China untuk menjalankan Fase-fase yang terdapat di dalam MoU kerjasama antara kedua pihak. dengan demikian China juga dapat memperlihatkan kepada Negara-negara di dunia, bahwa China juga aktif dalam menjaga lingkungan.
649
eJournalIlmuHubungan Internasional, : 2013, 1 (3) : 645-654
Dari kontrak kerjasama yang ditawarkan oleh Uni Eropa, maka dapat di lihat bahwa Uni Eropa memiliki perhatian lebih terhadap perubahan iklim yang sangat buruk saat ini yang banyak di sebabkan oleh kegiatan manusia seperti dalam teori green politik yang telah menjelskan bahwa manusia yang memiliki kekuasaan dalam menguasai lingkungan, dengan dapat mempergunakan hal tersebut, dan juga yang sangat berperan penting dalam kerusakan tersebut. Tetapi dari bantuan yang di berikan oleh Uni Eropa dengan bantuan dana yang sangat besar terhadap pembangunan teknologi tersebut, maka tidak mungkin jika Uni Eropa dapat membeli penurunan Emisi yang telah diturunkan oleh China, demi memenuhi penurunan emisi yang telah ditetapkan oleh protok Kyoto terhadap Uni Eropa, dan hal tersebut dapat memberi keuntungan terhadap kedua Negara, jadi kerjasama yang dilakukan dapat memberikan dampak positif dan keuntungan yang samasama besarnya yang di butuhkan oleh kedua pihak. Pada implementasi kerjasama yang yang terjalina antara uni Eropa –China adalah : A. Fase pertama penerapan program NZEC (2006-2009) Pada fase ini telah di adakan penilitian kelayakan pembangunan CCS di China dan hasilnya, Pada daerah laut China Selatan yang termasuk Pearl River yang masih produksi gas, yang memiliki banyak memiliki kandungan yang tinggi, dan juga masi aktif memproduksi minyak dan masih tetap berlangsung. Semua daerah ini memiliki sumber industri yang sangat signifikan dalam CO2 (terutama di Guangdong dan di sekitar Shanghai). Dalam pembangunan industri penambahan dan peningkatan produksi batubara dan potensi batubara toliquid tanaman di China barat juga akan membuat Ordos Basin yang lebih di prioritaskan untuk evaluasi lebih lanjut. Dan kandungan di daerah Subei akan di jadikan percontohan dalam CO2-EOR untuk tes injeksi. Alam China yang banyak mengandung dieksploitasi, sangat berpotensi besar sebagai pembangunan proyek-proyek penyimpanan China. Dengan melihat proses yang panjang untuk mengetahui bahwa banyaknya yang terperangkap selama jutaan tahun, kemampuan untuk memaksimalkan penyimpanan akan secara signifikan meningkat baik di China dan di seluruh dunia. Penyelidikan awal yang dilakukan China dan negara-negara yang sebelumnya, menunjukkan bahwa teknologi ini sangat cocok untuk pembangunan CCS, yang dipertimbangkan di seluruh dunia dan dengan demikian merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan pemahaman jangka panjang dari proses penyimpanan . Dan hal ini memungkinkan juga cocok untuk target penyimpanan di masa depan.( http://www.nzec.info/en/ waktu akses : 22 juli 2013)
B. Tahap kedua penerapan Program NZEC (2009-2012) Dari pase pertmana sudah menunjukkan bahwa, CCS ini sangat cocok untuk pembangunan di China dan telah melewati berbagai proses dan pertimbangan dari kedua belah pihak yang memungkinkan pembangunan di China, pada pase kedua ini telah berjalan untuk tahap selanjutnya yaitu pada tahap proses pembanguna
650
Analisis Kerjasama China – Uni Eropa dalam Program Near Zero Emission Coal (NZEC) (Riswanti)
yang pertama kali di lakukan di China yang tepatnya di Biijing, dan masi berlanjut untuk proses pembangunan dan pengoprasian, tetapi pada tahun 2013 ini hasil dan penurunan emisi belum dapat di lihat karena masi dalam tahap proses pengembangan teknologi CCS dari program NZEC.
C. Tahap ketiga pelaksanaan NZEC (2012-2020) Pada tahap ketiga yang terdapat di MoU atau nota kesepahaman, dimana tahap ketiga ini adalah untuk melanjutkan MoU tahap kedua yang dimana pembangunan dan pengoprasiannya, dan akan melihat hasil dari pengoprasian teknologi CCS di China, sebagai proyek percontohan, dan jika berhasil maka akan di kembangkan, dan menjalin kerjasama dengan negara-negara lain yang terbilang banyak menyumbangkan emisi untuk bumi, demi mencapai penurunan emisi pada tahun 2020. Pada tahap ini belum ada hasil dari Penurunan emisi yang di lakukan CCS, di karenakan masih dalam proses pengembangan dan masi berjalan 1 tahun, dan hasilnya nanti akan di ketahui pada tahun 2020, yang mana aka nada laporan penurunan emisi dari teknologi CCS, dan teknologi CCS ini akan menunjukkan bahwa, teknologi ini dapat di gunakan di negara-negara maju maupun negara berkembang karena sanagt efektif untuk penurunan emisi karbon dari pembangkit listrik batubara, dan juga menunjukkan bahwa batu bara akan tetap di gunakan dan tidak untuk di tinggalkan karena memiliki dampak yang sangat buruk bagi udara. Dari kerjasama yang dilakukan China dan Uni Eropa ini dimana China tergolong dalam kategori non Annex 1 berdasarkan kesepakatan UNFCCC karena, China memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi masih banyak penduduk China yang berpenghasilan di bawah 1,25 dollar perhari sehingga China dimasukkan kedalam kategori non Annex 1 dan di kategorikan sebagai Negara berkembang. China menjadi Negara nomor 1 sebagai penghasil Green House Gasses (GHG) terbesar dan diproyeksikan akan terus ada perkembangan peningkatan jika tindakan tersebut berlangsung dan akan memberikan dampak yang buruk terhadap keadaan alam baik China maupun belahan dunia lainnya. (www.actionforourplanet.com diakses pada 24 april 2013) China yang di kategorikan sebagai Negara berkembang, dimana tidak memiliki batasan emisi mengikat dalam periode komitmen pertama yaitu tahun 2008-2012 dari Protokol Kyoto, melaporkan mengenai proposal GHG tahunan kepada Conference Of Parties (COP), dimana Negara non annex 1 tidak diwajibkan melakukannya, namun China menyampaikan proposal tersebut kepada COP pada februari 2007. China sebagai perseta aktif dalam Clean Development Mechanism (CDM) yang dirikan berdasarkan Protokol Kyoto. CDM merupakan kredit emisi untuk pengurangan karbon bagi Negara-negara berkembang, yang dapat digunakan oleh Negara maju dalam memenuhi target pengurangan Emisi mereka. Hal ini memberikan pengurangan emisi dengan biaya yang lebih murah atau rendah bagi Negara maju dan menghasilkan investasi dan secara tidak langsung membantu Negara-negara berkemabang untuk mengurangi Emisi di negaranya dengan pembanguan yang bersih di Negara-negara berkembang. Keikutsertaan
651
eJournalIlmuHubungan Internasional, : 2013, 1 (3) : 645-654
China untuk berperan aktif dalam CDM ini sudah di mulai pada tahun 2002, dimana pada saat itu regulasi, dan krangka implementasi telah siap untuk disetujui, bahkan sebelum Australia dan Rusia belum meratifikasi Protokol Kyoto. (http://www.fni.no/doc&pdf/FNI-R0104.pdf di akses pada 25 april 2013) Dari kerjasama Uni Eropa-China ini, dapat memberikan keuntungan bagi kedua Negara, dimana China dapat menurunkan emisi yang sangat mengkhawatirkan, sedangkan Uni Eropa dapat membeli kredit emisisnya untuk memenuhi kredit emisinya di Protokol Kyoto. Sebagai bagian dari berbagai teknologi rendah karbon, CCS dapat memainkan peran penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, baik untuk Eropa, di mana jaringan hingga 12 proyek percontohan direncanakan, dan di Cina. Uni Eropa dan China juga berharap proyek NZEC dapat bertindak sebagai sebuah model untuk proyek-proyek kerjasama teknologi bilateral dan multilateral lainnya dalam konteks perjanjian Kopenhagen UNFCCC. Dalam Protokol Kyoto, Negara Annex I dapat membeli kredit emisi dari Negara yang berstatus Annex II untuk memenuhi kredit emisinya, hal inilah yang dilakukan oleh uni Eropa dan China dengan mematuhi syarat yang ada dalam Protokol Kyoto, dengan menerapkan konsep Carbon tading dan CDM. Program NZEC Di China telah berjalan dan pembangunan sedang berlansung di Beijing dalam pembangunan NZEC melalui teknologi CCS, dengan beberapa tahap, hal ini di sepakati oleh China, karena adanya keinginan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak di beberapa kota-kota China, program kerjasama yang di sepakati oleh keduanya adalah dalam menurunkan emisi yang disebabkan oleh batu bara. Dimana di China sangat terkkenal dengan batu bara yang sangat melimpah dan hasil pembakaran yang disebabkan oleh datu bara yang berasal dari pembangkit listrik yang ada di China sangat mengkhawatirkan. Maka di bentuklah kerjasama dalam bidang NZEC melalui program CCS atau Carbon Capture and stronge. Diman teknologi tersebut di kenalkan oleh Uni Eropa kepada china. Uni Eropa memilih China karena di China memberikan harga yang murah dan tenaga kerja yang murah juga, maka akan memberikan hasil yang banyak bagi Uni Eropa. Sekaligus memberikan kredit kepada Uni Eropa ketika semua sudah berjalan dan menghasilkan penurunan Emisi, Dengan Teknologi ini dimaksudkan dapat menurunkan Emisi karbon dioksida di China demi mencapai penurunan emisi sebesar 40% - 45% pada tahun 2020. Kesimpulan Kerjasama Uni Eropa – China sebagai bentuk kerjasama terhadap lingkungan, untuk lebih menjaga lingkungan terutama pada udara dimana untuk penurunan emisi karbon yang di akibatkan oleh pembakaran batu bara, dimana kerjasama ini dinamakan program Near Zero Emission Coal melalui teknologi yang di sebut CCS (Carbon Dioxide Capture and Stronge) yang di gunakan dalam pembangkit listrik yang berbahan bakar Batu bara, untuk menyaring Emisi yang di keluarkan oleh pembakaran barubara.
652
Analisis Kerjasama China – Uni Eropa dalam Program Near Zero Emission Coal (NZEC) (Riswanti)
Penemuan teknologi CCS untuk mengurangi Emisi karbon akibat pembangkit listrik batubara yang dapat bermanfaat untuk masa depan China lebih baik lagi, dan tidak ada lagi desa kanker, untuk mengurangi penyakit paru-paru yang banyak terjadi di China, teknologi ini di harapkan untuk mengembalikan kembali udara yang sedikit lebih bersih, karena udara yang sekarang di China sangat tercemar oleh adanya . Kegitan yang akan di lakukan nantinya ini akan cukup berhasil oleh adanay teknologi ini, di karenakan banyak dari negara-negara industri yang menggunakan CCS untuk mengurangi emisi karnbon yang terdapat di negaranya, baik di pembangkit listrik maupun yang di hasilkan dari kendaraan. dari pemaparan yang terdapat dalam bab tiga, hal ini dapat di katakana berhasil, di karenakan sudah sampai tahap yang membangun dan pengoprasian, yang mana hasilnya akan di ketahui pada tahun 2020.
Referensi Buku G. Chen, 2009, Politics of China‟s Environmental Protection: Problems and Progress, World Scientific, hal.60. Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
Muhammad Yunus, 2008, Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan : Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, Hal. 201
R.Sueptrapto, Hubungan Internasional, Sistem Interaksi dan Prilaku, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1997, hal 182
Scott Burchill and Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional, penerbit Nusa Media, Bandung, 1996 hal.337
Wisnu Arya Wardhana, 1995, Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : penerbit Anti Offset, Hal.28
Internet Action for Our Planet, Top 10 Polutting Countries ,
waktu akses : 24 april 2013
653
eJournalIlmuHubungan Internasional, : 2013, 1 (3) : 645-654
“China‟s view on future climate change negotiation and measures to address climate change” dilihat pada : unfccc.int/files/meetings/seminar/application/pdf/sem_pre_china.pdf, waktu akses : Samarinda, 13 maret 2013 “China and Climate Change: A Strategy for U.S. Engagement” Dilihat pada : http://www.rff.org/RFF/Documents/RFF-Rpt-BusbyChinaClimateChangeFinal.pdf , Waktu akses : Samarinda, 13 maret 2013. “China-UE Cooperation on Near-Zero Emmision Coal : phase 1 result and next steps” dapat di lihat pada : www.cc.233700.com waktu akses : Samarinda 23 februari 2012 “Carbon Tading” lihat pada : www.forestrynepal.org waktu akses : 17 januari 2013, pukul 15:48 “China-European Union Near Zero Emission Coal” dapat dilihat pada : http://ec.europa.eu/clima/dossiers/nzec/index_en.htm waktu akses : 30 april 2013 “NZEC Report” dapat dilihat pada : http://www.nzec.info/en/ waktu akses : 22 juli 2013 “What is The Clean Development Mechanism?” Dapat dilihat pada: http://cdm.unfccc.int/about/index.html waktu akses:22 mei 2013 pukul 21:14 W.Lin, G. Heggelund, & K. Tangen, Efficient Implementation of CDM in China,
654