ANALISIS KEPEDULIAN GURU USAHA KESEHATAN SEKOLAH TERHADAP PENANGGULANGAN KEGEMUKAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S2 Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Minat Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak
Oleh METTA CHRISTIANA NIM : E4A008036
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
1
2
PENGESAHAN TESIS Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ANALISIS KEPEDULIAN GURU USAHA KESEHATAN SEKOLAH TERHADAP PENANGGULANGAN KEGEMUKAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014 Dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : Metta Christiana NIM : E4A008036 Telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 28 Februari 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Pembimbing Utama
dr. Martha Irene Kartasurya, MSc., PhD. NIP : 196407261991032003
Pembimbing Anggota
Dra. Atik Mawarnii, M.Kes NIP : 196306241990032000
Penguji
Penguji
Dr. dr. Sri Achadi Nugraheni, M.Kes NIP : 196605291992032001
Dr. dr. Sutopo Patria Jati, MM, M.Kes NIP : 196607121999031001
Semarang, 28 Februari 2014 Universitas Diponegoro Fakultas Kesehatan Masyarakat Dekan,
Dra. V. G. Tinuk Istiarti, M..Kes NIP : 195210171988032001
3
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Metta Christiana NIM : E4A008036
Menyatakan bahwa tesis judul : “ANALISIS KEPEDULIAN GURU USAHA KESEHATAN SEKOLAH TERHADAP PENANGGULANGAN KEGEMUKAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014” merupakan : 1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri 2. Tesis yang belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program magister ini ataupun pada program lainnya.
Oleh karena itu pertanggungjawaban tesis ini sepenuhnya berada pada diri saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang,
Februari 2014
Penyusun,
Metta Christiana E4A008036
4
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Metta Christiana
Tempat & tanggal lahir
: Semarang, 31 Agustus 1975
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Widosari IV-21 Semarang
Pekerjaan
: Staf Pengajar
Instansi
: Universitas Semarang
Status
: Belum Menikah
Nama Ayah
: Drs. Gunawan Hadi, SH, CN, M.Pd.
Nama Ibu
: Maria Kristiawati
Riwayat Pendidikan
: 1. SD Theresiana 1. Lulus Tahun 1984 2. SMP Theresiana 1. Lulus Tahun 1990 3. SMA Theresiana 1. Lulus Tahun 1993 4. S1 Pendidikan Kepelatihan Olahraga dan Kesehatan IKIP Negeri Semarang. Tahun 1999
Riwayat Pekerjaan
: Staf Pengajar Universitas Semarang Tahun 1999 sampai sekarang
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Kepedulian Guru UKS Terhadap Penanggulangan Kegemukan Pada Anak SD di Kora Semarang Tahun 2014”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan pendidikan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan, kerja sama, bimbingan dan masukan dari semua pihak sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dr. dr. Sutopo Patria Jati, MM, M.Kes. selaku ketua program studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, juga selaku penguji yang telah memberi arahan dan masukan yang sangat berarti untuk kebaikan tesis ini
2.
dr. Martha Irene Kartasurya, Msc, PhD selaku ketua konsentrasi Manajemen Kesehatan Ibu dan anak, juga selaku pembimbing utama yang telah banyak membantu, mengarahkan dan membimbing sampai selesainya tesis ini.
3.
Dra. Ayun Sriatmi, M.Kes selaku pembimbing kedua yang telah banyak membantu, mengarahkan dan membimbing sampai selesainya tesis ini.
4.
Dr. dr. Sri Achadi Nugraheni, M.Kes. selaku penguji yang telah memberi arahan dan masukan yang sangat berarti untuk kebaikan tesis ini.
5.
Feni dan st Ruth Rotua selaku guru UKS di SDK Tri Tunggal Stadion dan SD Nasional Karangturi, yang telah bersedia menjadi informan utama untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini.
6
6.
Erni Wahyunata, S.S. dan Megasari Wibowo, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SDK Tri Tunggal Stadion dan Kepala Sekolah SD Nasional Karang Turi Semarang yang telah memberi ijin dan bersedia menjadi informan triangulasi dalam penelitian ini.
7.
drg. Susilowati dan Sumartopo, M.Si. selaku Petugas Puskesmas Halmahera dan Puskesmas Miroto Seksi UKS yang telah bersedia menjadi informan triangulasi dalam penelitian ini.
8.
Drg Alfi selaku Kasi UKS Dinas Kesehatan Kota Semarang yang telah bersedia untuk menjadi informan triangulasi dalam penelitian ini.
9.
Seluruh dosen dan staf Program Pascasarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
10. Seluruh staf pengeloola di Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran keseluruhan proses pendidikan dan selalu sabar melayani. 11. Ayah, ibu dan adik tercinta yang telah banyak membantu, memberi semangat, dukungan dan doa selama proses penyusunan tesis ini. 12. Seluruh teman yang telah membantu dan memberi semangat selama penyusunan tesis ini 13. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu kelancaran penulisan tesis ini.
Semarang, 28 Februari 2014 Penulis
7
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………...………………… HALAMAN PENGESAHAN ……………..……………...... ………………… PERNYATAAN ……………………………………………. ………………… RIWAYAT HIDUP ……………………………..………….. ………………… KATA PENGANTAR ……………………………………… ………………… DAFTAR ISI ………………………….………………….… ………………… DAFTAR TABEL ………………………………………….. ………………… DAFTAR GAMBAR ……………………………………….. ………………… DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………... ………………… DAFTAR SINGKATAN …………………………………… ………………… ABSTRAK ………….………………………..…………...... ………………… BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……..……………………… ………………… B. Perumusan Masalah ……………….………. ………………… C. Pertanyaan Penelitian …………….................………………… D. Tujuan Penelitian …………….……..............………………… E. Manfaat Penelitian ……………………….... ………………… F. Ruang Lingkup Penelitian ……..……………………………… G. Keaslian Penelitian ………………..................………………… BAB II
BAB III
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA A. Kepedulian ………………............................. ………………… 1. Kebutuhan ……………………………..….………………… 2. Pengetahuan …………………………..…………………… 3. Sumber Daya ...………............................ ...………………… 4. Resiko ………….………….......................………………… 5. Tekanan Kelompok Luar ………………..………………… B. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah ………….. C. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) ……….. ………………… D. Kegemukan dan Obesitas Anak …..............………………… E. Kerangka Teori ……………………….…..………………… METODE PENELITIAN A. Variabel yang diteliti …………………..........………………… B. Kerangka Konsep Penelitian …………...… ………………… C. Rancangan Penelitian ……………….……..………………… 1. Jenis Penelitian …………….…………….………………… 2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data ………………… 3. Metode Pengumpulan Data …………… ………………… 4. Subyek Penelitian …………………. …. ………………… D. Definisi Istilah ……………….………….….. ………………… E. Instrumen Penelitian …………………….....………………… F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..…..………………… G. Validitas dan Reliabilitas Data …………….………………… HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii 1 7 7 7 8 8 9 12 12 20 22 24 25 27 31 37 39 40 40 41 41 41 41 41 42 43 43 44
8
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……….………………… B. Karakteristik Informan ………………………………………… C. Hasill Wawancara Mendalam dan Pembahasan tentang Kepedulian Guru UKS Terhadap Penanggulangan Kegemukan Anak 1. Kepedulian …………..………..……………. ……………. 2. Kebutuhan ………………….………………..……………. 3. Pengetahuan …………………..………….. ……………. 4. Sumber Daya ………………….…………………………. 5. Risiko …………………………….…………..……………. 6. Tekanan …………………………………….. ……………. BAB V
46 48
50 52 54 60 63 65
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………..…………….. ………………… B. SARAN …………………………….….……. …………………
68 69
DAFTAR PUSTAKA ……………………….…………….……………………
71
LAMPIRAN
9
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
Tabel 1.1.
Keaslian Penelitian……………………………………. . 9
Tabel 4.1.
Karakteristik Informan…………………………………. 49
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hirarki Kebutuhan Maslow……………………………………… 13 Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian……………………………………… 39 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian…………………………………... 40
11
LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara Mendalam 2. Surat permohonan ijin dan pengambilan data dari program MIKM Program Pascasarjana UNDIP 3. Surat keterangan dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP 4. Surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Semarang 5. Hasil wawancara mendalam tentang kebutuhan 6. Hasil wawancara mendalam tentang pengetahuan 7. Hasil wawancara mendalam tentang sumber daya 8. Hasil wawancara mendalam tentang resiko 9. Hasil wawancara mendalam tentang tekanan luar 10. Hasil wawancara mendalam tentang kepedulian
12
DAFTAR SINGKATAN
UKS
: Usaha Kesehatan Sekolah
IMT
: Indeks Massa Tubuh
Universitas Diponegoro
13
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Minat Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak Semarang 2014
ABSTRAK Metta Christiana Analisis Kepedulian Guru Usaha Kesehatan Sekolah terhadap Penanggulangan Kegemukan Anak Sekolah Dasar di Kota Semarang Tahun 2014 73 halaman, 2 tabel, 3 gambar, 11 lampiran Prevalensi kegemukan anak SD di kota Semarang terus meningkat, dari 4,6% di tahun 2010, menjadi 5,8% di tahun 2011 dan terakhir menjadi 6,4% di tahun 2012. Meskipun telah ada guru Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk menangani masalah kesehatan anak, tetapi belum dapat mengurangi peningkatan jumlah kegemukan anak tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kepedulian guru UKS terhadap penanggulangan kegemukan anak Sekolah Dasar di kota Semarang. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Subjek penelitian sebanyak 7 orang terdiri dari 2 guru UKS dari 2 sekolah swasta di Semarang Timur dan Semarang Tengah sebagai informan utama, 5 orang sebagai informan triangulasi terdiri dari 2 kepala sekolah, 2 petugas UKS puskesmas, 1 kasi UKS Dinas Kesehatan Kota Semarang. Data dianalisis dengan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru UKS belum mempunyai keinginan yang kuat untuk bertindak serius menangani kegemukan anak. Pengetahuan guru UKS terbatas pada sebab dan kriteria kegemukan tapi cara mengatasi secara rinci dan dampak kegemukan belum diketahui. Guru UKS belum melakukan pengukuran tinggi dan berat badan secara rutin walaupun semua peralatan tersedia. Guru UKS belum begitu mengkhawatirkan risiko kegemukan yang akan terjadi pada anak di kemudian hari. Keseriusan guru UKS terhadap penanggulangan kegemukan anak dipengaruhi oleh tekanan dari pihak Yayasan. Disimpulkan bahwa kepedulian guru UKS terhadap penanggulangan kegemukan yang masih kurang berkaitan dengan pengetahuan, kebutuhan, risiko dan tekanan yang masih kurang. Disarankan kepada DKK Semarang agar segera melaksanakan program penanggulangan kegemukan di sekolahsekolah dengan prevalensi kegemukan yang tinggi. Kata kunci : kepedulian, guru UKS, penanggulangan kegemukan anak SD Kepustakaan : 48 (1978-2014)
14
Diponegoro University Public Health Faculty Magister Programme for Public Health Science Majoring in Health Administration and Policy Semarang 2014
ABSTRACT Metta Christiana Analysis on School Health Teachers’ Awareness in Overweight Children Management in Semarang City in 2014 73 pages + 2 tables + 3 pictures + 11 enclosures The prevalence of elementary student overweight has increased in the last few years from 4.6% in 2010 to 5.8% in 2011 and 6.4% in 2012. These numbers tend to increase eventhough there were school health teachers at every elementary school. The purpose of this research was to analyse health school teacher’s awareness in overweight school children management in Semarang city. This study was a qualitative reseach using in-depth interviews and observation method. Subjects were 7 informants consisted of 2 main informants from 2 school health teachers from private schools in east of Semarang and in central of Semarang, 5 triangulation informants consisted of 2 principals of elementary schools, 2 informans from the local primary healthcare centers, and an informant from School Health Section of Semarang City Health Office. Content analysis was used to analyse the data. The result of this research showed that the school health teachers have not put their efforts to manage children overweight as the main priority over their other tasks. School health teachers did not have a strong will to perform their duties to manage children overweight. They had no enough knowledge in managing children overweight. They used the appliances provided without earnest. They did not look worried about the bad condition of the children. School health teachers did not do their tasks to manage children weight unless there was power that forced them to do that (in this case, the programme issued by the foundation). It was concluded that school health teachers' awareness still lack and it was related to their self-esteem need, knowledge, risk and pressure. It is suggested that Semarang Health Office need to conduct the children overweight management program at schools which have prevalence of overweight. Key words : awareness, school health teacher’s, overweight school children management Bibiliography : 48 (1978-2014)
15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam usaha menciptakan kehidupan manusia/ masyarakat yang sehat, sejumlah masalah fisik, psikis, sosial, politik dan ekonomi harus dihadapi dan diatasi. Masalah tersebut pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku manusia/ masyarakat terhadap kesehatannya. Hal ini merupakan dampak dari kemiskinan, kurangnya informasi tentang hidup sehat serta informasi yang tidak benar, tidak tepat, kurang lengkap, dan bahkan menjerumuskan. Masalah tersebut juga disebabkan oleh kurangnya kepedulian orang tua, masyarakat,
pemerintah
terhadap
kesehatan
dan
kesejahteraan
masyarakat, serta belum optimalnya pelayanan kepada masyarakat. Meskipun pelayanan kesehatan dalam bentuk kebijakan-kebijakan telah disediakan, namun jaminan kenyataan dan peraturan pelaksana masih dipertanyakan. Prevalensi kegemukan pada anak terus meningkat secara nyata di Indonesia dan negara-negara lain. Bahkan sebagian ahli kesehatan masyarakat di beberapa negara industri dan maju mengkategorikannya sebagai epidemi atau wabah. Hasil survey dari National Health Nutrition Examination Survey (NHANES), CDC United States, kejadian obesitas anak usia 6-11 tahun meningkat dari 7% di tahun 1980, menjadi 18% di tahun 2010. Di negara Indonesia juga menunjukkan gejala serupa, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, prevalensi kegemukan dan obesitas pada usia anak dan remaja sekitar 3,7% dari tahun 2007 ke 2010, diprediksi kenaikannya sekitar 1-2% per tahunnya.
16
Kejadian kegemukan anak di Indonesia banyak dijumpai di kotakota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan oleh dr. Damayanti bersama koleganya yang tergabung dalam Masyarakat Pediatri Indonesia juga dapat menjadi gambaran mengenai fenomena ini. Penelitian tersebut dilakukan terhadap anak-anak sekolah dasar di sepuluh kota besar Indonesia periode 20022005 dengan metode acak, hasilnya cukup mengejutkan yaitu prevalensi kegemukan pada anak-anak usia sekolah dasar secara berurutan dari yang tertinggi adalah Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan (17,75%), Denpasar
(11,7%),
(5,3%),Yogyakarta
Surabaya (4%),
dan
(11,4%), Solo
Padang
(2,1%).
(7,1%),
Rata-rata
Manado prevalensi
kegemukan di sepuluh kota besar tersebut mencapai 12,2%. Kota Semarang termasuk kota yang cukup banyak jumlah kegemukan anaknya. Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan bahwa kejadian kegemukan anak usia 6 tahun meningkat terus dari 4,51% pada tahun 2010, menjadi 5,76% pada tahun 2011, dan terakhir menjadi 6,39% pada tahun 2012). Peningkatan prevalensi kegemukan anak tersebut bahkan telah melebih prevalensi anak yang kurus sekali dan kurus. Menurut berbagai studi, yang dikutip dr. Damayanti Rusli Sjarif (dokter ahli anak pada Sub Bagian Nutrisi dan Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta), anak-anak yang mengalami kegemukan tersebut, jika dibiarkan akan memiliki resiko untuk tetap gemuk atau menjadi obes hingga dewasa. Akibatnya anak tersebut berpotensi menderita banyak penyakit, seperti osteoarthritis, hipertensi, gangguan fungsi paru, jantung, stroke, diabetes, kanker dan lain sebagainya. Hasil
17
penelitian dengan menggunakan desain cross sectional menggunakan pasien RSUP Dr Sardjito mulai bulan Januari sampai bulan Maret 2009 menyimpulkan terdapat hubungan antara osteoarthritis lutut dan obesitas secara radiografik. Hasil penelitian tersebut serupa dengan fenomena yang mulai tampak pada anak-anak gemuk di beberapa sekolah dasar di kota Semarang yang diamati oleh peneliti, yaitu saat mereka berlarian pada jam istirahat atau berolahraga, banyak yang mengeluh lutut dan pergelangan kakinya capek atau sakit, bahkan beberapa anak gemuk sering mengalami cidera pada bagian lutut dan pergelangan kaki. Kejadian lain pada anak-anak yang gemuk yang ditemukan peneliti adalah gangguan pernafasan. Umumnya anak yang gemuk lebih cepat terengahengah nafasnya atau bahkan agak sesak nafasnya sehingga tidak dapat melakukan aktivitas fisik yang lama. Para peneliti telah menyelidiki hubungan antara asma dan berat badan beberapa tahun ini, dan hasilnya menunjukkan bahwa keduanya berkaitan. Pada tahun 2010, jurnal “Allergy” mengeluarkan studi dengan mengamati 4500 pria dan wanita. Dua belas persen dari subyek yang kelebihan berat badan mengidap asma,
sedangkan
yang
berat
badannya
normal
enam
persen.
Berdasarkan laporan Reuters, kemungkinan asma dipengaruhi oleh BMI (Body Mass Index). Penelitian lain tentang penderita asma tahun 2008 dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology menemukan bahwa peserta obesitas lebih cenderung memiliki serangan yang parah daripada peserta berat badan normal. Anak-anak yang kegemukan dan obesitas berarti kemungkinan besar terlalu banyak lemak dalam tubuh, khususnya Trigleserid dan kolesterol (LDL), dan ini dapat membangun plak dan menyumbat arteri sehingga dapat menyebabkan stroke di kemudian hari. Obesitas ternyata
18
juga berasosiasi dengan peningkatan resiko beberapa jenis kanker antara lain kanker esophagus, kanker pancreas, kanker kolon dan rectum, kanker payudara, kanker endometrium, kanker kidney ginjal, dll. Sebuah penelitian menggunakan data National Cancer Institute Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER), memperkirakan bahwa pada tahun 2007 di Amerika Serikat, sekitar 34.000 kasus baru kanker pada laki-laki dan 50.500 pada wanita (7%) disebabkan oleh obesitas. Persentase kasus kanker yang disebabkan oleh obesitas tersebut bervariasi secara luas, tetapi 40% tertinggi adalah kanker endometrium dan esophageal adenocarcinoma. Prevalensi kegemukan dan obesitas anak yang menunjukkan adanya peningkatan terus setiap tahun, jika tidak ditangani dengan serius oleh pemerintah maka masalah tersebut akan memberi dampak negatif yang luar biasa. Beban negara akan meningkat untuk membiayai masalah penyakit kronik yang tidak menular yang disebabkan obesitas, kematian akan semakin tinggi, semakin banyaknya orang yang memiliki beban psikologis dan retardasi mental akibat body image, dan beban diskriminasi sosial bagi orang yang obes (WHO, 2000). Anak usia sekolah merupakan sumber daya manusia yang sangat potensial bagi pembangunan bangsa dimana jumlahnya yang banyak (sepertiga total penduduk Indonesia). Untuk itu mereka harus tumbuh dan berkembang dengan baik, melalui pendidikan yang seimbang atau seutuhnya sesuai tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
19
mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sekolah adalah suatu wadah yang terorganisir, sehingga melalui sekolah dapat lebih mudah untuk mengamati dan menanggulangi masalah kesehatan mereka. Untuk menanggulangi masalah kesehatan anak usia sekolah tersebut, pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama 4 menteri NO.1/U/SKB/2003, NO.1067/MENKES/SKB/VII/2003, NO.MA/230 A/2003, NO.26 tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/MA. Struktur organisasi UKS dimulai dari Tim Pembina UKS Pusat diketuai para Dirjen dari 4 departemen terkait, Tim Pembina UKS Propinsi diketuai Gubernur, Tim Pembina UKS Kab/Kota diketuai Bupati/Walikota, Tim Pembina UKS Kecamatan diketuai Camat, Tim Pelaksana UKS diketuai Kepala Sekolah/Kepala Madrasah. Kemudian khusus untuk mengatasi masalah kegemukan dan obesitas anak sekolah tersebut di atas, Surat Keputusan Bersama 4 Menteri tersebut ditinjaklanjuti pada tahun
2011
dengan
diterbitkan
Pedoman
Pencegahan
dan
Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa tim Pembina dan tim pelaksana UKS harus menggunakan pedoman tersebut sebagai panduan untuk mengatasi masalah kegemukan dan obesitas anak sekolah. Langkah-langkah pelaksanaan untuk pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah tersebut dimulai dari tahap persiapan (pertemuan koordinasi lintas sektor terkait, penyiapan tim tenaga pelaksana, pertemuan pembahasan perencanaan kegiatan), pelaksanaan
20
(pencegahan, penemuan dan tata laksana kasus), sampai tahap monitoring dan evaluasi. Dalam implementasi kegiatan UKS diperlukan strategi untuk peningkatan jangkauan, peningkatan mutu, pelaksanaan kegiatan dan pembinaannya. Semua sekolah dasar dalam wilayah kerja puskesmas seharusnya dijangkau dengan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor yang dapat menghambat tercapainya jangkauan 100% tersebut adalah kemampuan puskesmas, jumlah sekolah yang amat banyak, kondisi geografis wilayah kerja, penyebaran sekolah dan jarak antara sekolah dengan puskesmas. Mengingat keterbatasan tenaga, sarana dan waktu, maka perlu pendelegasian tugas dari lembaga kesehatan ke sekolah. Tim Pelaksana UKS di sekolah berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana program UKS di sekolah berdasarkan prioritas kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh TP UKS Kabupaten/ Kota. Pendelegasian sebagian tugas dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan kepada guru mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharan kesehatan itu yang dapat diselesaikan oleh masyarakat sekolah itu sendiri. Dalam menjalankan peran sebagai guru UKS, mereka telah memperoleh penataran dan pelatihan tentang pelayanan kesehatan anak. Akan tetapi pada kenyataannya guru UKS belum melaksanakan pananggulangan kegemukan anak dengan serius, sebagai contoh guru UKS hanya melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan pada anak-anak kelas 1 dan 2 saja, pengukuran tersebut belum dilakukan secara rutin setiap tahun, belum dapat fokus menangani kegemukan anak karena banyaknya tugas yang lain.
21
B. Perumusan Masalah Berdasarkan informasi di atas, maka dapat diketahui bahwa meski sudah ada pendelegasian tugas dari lembaga kesehatan ke sekolah/ guru, sudah ada penataran dan pelatihan tentang pelayanan kesehatan anak, dan pedoman pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas anak sekolah sudah diterbitkan, namun guru UKS belum melaksanakan pananggulangan
kegemukan
anak
dengan
serius
dan
akibatnya
prevalensi kegemukan anak semakin meningkat setiap tahun. Dari paparan tersebut dapat diasumsikan bahwa guru UKS kurang peduli untuk menanggulangi kegemukan anak SD. C. Pertanyaan penelitian Bagaimanakah kepedulian guru UKS terhadap penanggulangan kegemukan anak SD di kota Semarang? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Menjelaskan bagaimana kepedulian guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak SD di kota Semarang. 2. Tujuan Khusus: a.
Menjelaskan
bagaimana
kebutuhan
guru
UKS
dalam
menanggulangi kegemukan anak SD di kota Semarang b.
Menjelaskan
bagaimana
pengetahuan
guru
UKS
untuk
menanggulangi kegemukan anak SD di kota Semarang. c. Menjelaskan bagaimana guru UKS memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam menanggulangi kegemukan anak SD di kota Semarang. d. Menjelaskan dampak risiko kegemukan anak SD terhadap
22
kepedulian guru UKS e. Menjelaskan kepedulian guru UKS dengan adanya tekanan untuk melaksanakan penanggulangan kegemukan anak SD di kota Semarang. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun kebijakan yang tepat untuk menanggulangi masalah kegemukan anak di kota Semarang. 2. Bagi Puskesmas di wilayah kota Semarang, penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan, mendukung, terlibat langsung dalam
pelaksanaan program penanggulangan kegemukan anak di kota Semarang. 3. Bagi Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan agar dapat menyusun kebijakan-kebijakan di sekolah untuk menanggulangi kegemukan anak sekolah. 4. Bagi peneliti, penelitian ini memperluas wawasan dan meningkatkan kemampuan
berpikir
tentang
menganalisa
kesiapan/kepedulian
masyarakat dalam menjalankan suatu kebijakan/ program kegiatan.
F. Ruang Lingkup 1. Lingkup Sasaran Penelitian ini ditujukan kepada semua guru pelaksana UKS di kota Semarang. 2. Lingkup Masalah Masalah dibatasi pada kepedulian guru UKS dalam menangani kegemukan anak sekolah.
23
3. Lingkup Keilmuan Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan kajian bidang Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak terutama terutama tentang penanggulangan kegemukan anak. 4. Lingkup Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara mendalam. 5. Lingkup Lokasi Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Dasar di Kota Semarang, Puskesmas di wilayah Kota Semarang, Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas wilayah kota Semarang, Sekolah wilayah kota Semarang 6. Lingkup Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan bulan Februari 2014. G. Keaslian Penelitian Judul dan Peneliti
Metode dan Variabel
Hasil
Penanganan Kegemukan pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat melalui UKS dan Penyertaan Peran Orangtua. (Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2007)
Metode: eksperimen kuantitatif Variabel: -Kemauan anak makan sayur dan buah -Kemauan berolahraga -IMT anak
-Intervensi melalui UKS dan penyertaan orangtua dengan menggunakan leaflet tentang gaya hidup sehat, penyuluhan makan dan olahraga pada anak dengan berat badan lebih dan obesitas dapat menurunkan lajunya pertambahan kegemukan pada anak.
Kinerja Guru Penjasorkes Berdasarkan Kualifikasi Akademik pada SDN di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 (Giyoto 2010)
Metode: Deskriptif dengan pendekatan korelasional Variabel: -Kinerja Guru -Kualifikasi Akademik
-Ada hubungan yang signifikan antara kinerja guru Penjasorkes dengan perbedaan kualifikasi akademik. Semakin tinggi kinerja guru Penjasorkes, maka semakin tinggi kualifikasi akademiknya.
24
Persepsi Ibu, Guru, dan Tenaga Kesehatan Tentang Obesitas Pada Anak Taman Kanak-Kanak (I.G.A. Sri Dhyanaputri, Th. Ninuk Sri Hartini, Susi Ari Kristina 2011)
Metode: Kualitatif Variabel: -Persepsi ibu -Persepsi guru -Persepsi tenaga kesehatan
-Ibu, guru dan tenaga kesehatan merasakan adanya kecenderungan anak-anak untuk menjadi obes. -Ibu yang tahu efek obesitas adalah ibu yang memiliki kerabat dengan pengalaman yang tidak menyenangkan dengan obesitas. -Kurangnya informasi yang didapat oleh ibu dan kendalakendala menemukan cara mencegah dan menangani obesitas menyebabkan ibu tidak dapat melakukan upaya untuk mencegah dan menangani obesitas pada anak-anak.
Determinan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Siswa SD di Desa Rambipuji (Novia Lutviatin, Dewi Rokhmah, Sonny Andrianto, Tahun 2011)
Metode: Analitik, -Pengetahuan siswa tentang cross sectional PHBS semakin baik, maka Variabel: dalam melakukan PHBS -Pengetahuan siswa mereka juga akan semakin tentang PHBS baik -Peran guru dalam -Peran guru dalam tindakan tindakan PHBS siswa PHBS siswa semakin baik, -Tindakan PHBS maka dalam melakukan siswa PHBS siswa juga akan semakin baik. Perilaku Ibu Terhadap Metode: Kualitatif -Pengetahuan ibu yang anaknya mengalami obesitas hanya Obesitas Pada Anak SD dengan wawancara tentang definisi obesitas, akibat di SD Pertiwi Kecamatan mendalam dari obesitas yang diketahui Medan Barat Tahun 2007 Variabel: hanya jantung dan diabetes (Lidia Marpaung) -Perilaku Ibu yang mellitus. anaknya mengalami -Pengetahuan ibu mengenai obesitas. obesitas anak umumnya didapat dari majalah dan temaan-teman. -Sikap ibu untuk mengatasi masalah obesitas adalah hanya tugas orangtua dan petugas kesehatan, sekolah hanya untuk pendidikan anak saja. -Sikap ibu tidak setuju dengan pernyataan bahwa anak gemuk itu sehat, mereka berpendapat anak yang tidak gemuk kalau anaknya lincah dan tidak sakit adalah anak yang sehat. -Perilaku ibu dalam mengatasi obesitas anak, sebagian dengan cara mengatur pola makan, sebagian dengan
25
olahraga, sebagian dengan diikutkan program diet. Hubungan Peran Keluarga, Guru, Teman Sebaya, dan Media Massa dengan Perilaku Gizi Anak Usia SD di Wilayah Kerja Puskesmas Mabelopura Kota Palu (A. Saifah 2011)
Metode: deskriptif korelasional dengan cross sectional Variabel: -Peran keluarga, -Peran guru OR -Peran teman sebaya -Peran media massa -Perilaku gizi anak SD
-Ada hubungan bermakna peran keluarga dan media massa dengan perilaku gizi anak usia SD -Tidak ada hubungan bermakna peran guru dan teman sebaya dengan perilaku gizi anak usia SD
Analisis Kepedulian Guru UKS terhadap Penanggulangan Kegemukan Anak SD di Kota Semarang (Metta Christiana 2014)
Metode : deskriptif analitik dengan cross sectional Variabel: -Kepedulian guru UKS -Kebutuhan guru UKS -Pengetahuan guru UKS -Pemanfaatan sumber daya -Risiko -Tekanan kelompok luar
Kepedulian guru UKS akan semakin besar jika ada tekanan yang kuat dari luar. Ketika tekanan dari luar tidak ada maka kebutuhan, pengetahuan yang dimiliki guru UKS, sumber daya yang ada dan risiko anak yang kegemukan belum dapat membuat guru UKS peduli pada penanggulangan kegemukan anak SD.
26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepedulian Kepedulian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah awareness, yaitu kesadaran bahwa sesuatu itu ada dan penting. Kepedulian merupakan pemusatan perhatian atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu (pengamatan, pemikiran, perasaan, sikap, kemauan dan tindakan) yang ditujukan pada sesuatu obyek atau sekelompok obyek. Jika seseorang memperhatikan secara serius suatu obyek, ia betul-betul menyadari obyek yang diperhatikannya. Obyek itu akan terekam dalam otak (pusat kesadaran) yang bersangkutan. Selanjutnya, proses mental terjadi dan diakhiri dengan adanya aktivitas nyata. Proses mental tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor subyektif dan faktor
obyektif. Faktor
subyektif adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi dan sikap seseorang yang memperhatikan obyek itu. Sebagai contohnya adalah kebutuhan, pengetahuan, minat dan sikap. Sedangkan faktor obyektif adalah faktor
sifat
dari obyek yang menarik perhatian seseorang.
Sebagai contohnya adalah
paksaan, ketersediaan sumber daya dan
resiko. 1,25,28 1. Kebutuhan Kepedulian seseorang diawali dengan pengenalan masalah, yaitu menyadari adanya perbedaan antara keadaan sebenarnya dengan keadaan yang diinginkannya. Sehingga seseorang merasa butuh untuk mencapai keadaan yang diinginkan. Kebutuhan adalah suatu “potensi” dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon.
27
Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan, dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas.28,38 Apabila kebutuhan itu belum direspon atau dipenuhi maka akan selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud. Misalnya seseorang yang telah lulus sarjana, akan menimbulkan kebutuhan untuk mencari pekerjaan dan sekaligus sebagai pemenuhan kebutuhan fisik (makan). Untuk pemenuhan kebutuhan tersebut ia mencari pekerjaan, dan selama pekerjaan belum diperoleh maka kebutuhan tersebut akan selalu muncul sampai didapatkannya pekerjaan. Kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari kebutuhan yang paling rendah (bersifat dasar/ fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri), seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Hirarki kebutuhan menurut Maslow 1. Kebutuhan Fisiologis Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh kekurangan sesuatu dalam tubuh orang
yang
bersangkutan. Kebutuhan
ini
dinamakan
juga
28
kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim (misalnya kelaparan) manusia yang bersangkutan bisa kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs). 2. Kebutuhan Rasa Aman Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat
peraturan,
undang-undang,
mengembangkan
kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif. 3. Kebutuhan Dicintai dan Disayangi Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai. Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya "akar" dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah
29
keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan. 4. Kebutuhan Harga Diri Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari
orang lain, status, ketenaran,
dominasi,
kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization). 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat, potensi, serta penggunaan semua kualitas dan kapasitas secara penuh. Karakteristik yang menunjukkan seseorang mencapai aktualisasi diri adalah : a. Mampu melihat realitas secara lebih efisien Karakteristik atau kapasitas ini akan membuat seseorang untuk mampu mengenali kebohongan, kecurangan, dan kepalsuan yang dilakukan orang lain, serta mampu menganalisis secara
30
kritis, logis, dan mendalam terhadap segala fenomena alam dan kehidupan. Karakter tersebut tidak menimbulkan sikap yang
emosional,
melainkan
lebih
objektif.
Dia
akan
mendengarkan apa yang seharusnya didengarkan, bukan mendengar apa yang diinginkan, dan ditakuti oleh orang lain. Ketajaman pengamatan terhadap realitas kehidupan akan menghasilkan pola pikir yang cemerlang menerawang jauh ke depan tanpa dipengaruhi oleh kepentingan atau keuntungan sesaat. b. Penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain apa adanya Orang yang telah mengaktualisasikan dirinya akan melihat orang lain seperti melihat dirinya sendiri yang penuh dengan kekurangan dan kelebihan. Sifat ini akan menghasilkan sikap toleransi yang tinggi terhadap orang lain serta kesabaran yang tinggi dalam menerima diri sendiri dan orang lain. Dia akan membuka diri terhadap kritikan, saran, ataupun nasehat dari orang lain terhadap dirinya. c. Spontanitas, kesederhaan dan kewajaran Orang yang mengaktualisasikan diri dengan benar ditandai dengan segala tindakan, perilaku, dan gagasannya dilakukan secara
spontan,
wajar, dan
tidak
dibuat-buat.
Dengan
demikian, apa yang ia lakukan tidak pura-pura. Sifat ini akan melahirkan sikap lapang dada terhadap apa yang menjadi kebiasaan masyarakatnya asal tidak bertentangan dengan prinsipnya yang paling utama, meskipun dalam hati ia menertawakannya. Namun apabila lingkungan/ kebiasaan di masyarakat sudah bertentangan dengan prinsip yang ia yakini,
31
maka ia tidak segan-segan untuk mengemukakannya dengan asertif. Kebiasaan di masyarakat tersebut antara lain seperti adat-istiadat yang amoral, kebohongan, dan kehidupan sosial yang tidak manusiawi. d. Terpusat pada persoalan Orang yang mengaktualisasikan diri seluruh pikiran, perilaku, dan gagasannya bukan didasarkan untuk kebaikan dirinya saja, namun didasarkan atas apa kebaikan dan kepentingan yang dibutuhkan oleh umat manusia. Dengan demikian, segala pikiran, perilaku, dan gagasannya terpusat pada persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, bukan persoalan yang bersifat egois. e. Membutuhkan kesendirian Pada umumnya orang yang sudah mencapai aktualisasi diri cenderung memisahkan diri. Sikap ini didasarkan atas persepsinya mengenai sesuatu yang ia anggap benar, tetapi tidak bersifat egois. Ia tidak bergantung pada pada pikiran orang lain. Sifat yang demikian, membuatnya tenang dan logis dalam menghadapi masalah. Ia senantiasa menjaga martabat dan harga dirinya, meskipun ia berada di lingkungan yang kurang terhormat. Sifat memisahkan diri ini terwujud dalam otonomi pengambilan keputusan. Keputusan yang diambilnya tidak dipengaruhi oleh orang lain. Dia akan bertanggung jawab terhadap segala keputusan/kebijakan yang diambil. f.
Otonomi (kemandirian terhadap kebudayaan dan lingkungan) Orang
yang
sudah
mencapai
aktualisasi
diri,
tidak
menggantungkan diri pada lingkungannya. Ia dapat melakukan
32
apa saja dan dimana saja tanpa dipengaruhi oleh lingkungan (situasi dan kondisi) yang mengelilinginya. Kemandirian ini menunjukkan ketahanannya terhadap segala persoalan yang mengguncang, tanpa putus asa apalagi sampai bunuh diri. Kebutuhan terhadap orang lain tidak bersifat ketergantungan, sehingga pertumbuhan dan perkembangan dirinya lebih optimal. g. Kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan Ini merupakan manifestasi dari rasa syukur atas segala potensi yang dimiliki pada orang yang mampu mengakualisasikan dirinya. Ia akan diselimuti perasaan senang, kagum, dan tidak bosan terhadap segala apa yang dia miliki. Walaupun hal ia miliki tersebut merupakan hal yang biasa saja. Implikasinya adalah
ia
mampu
mengapresiasikan
segala
apa
yang
dimilikinya. Kegagalan seseorang dalam mengapresiasikan segala yang dimilikinya dapat menyebabkan ia menjadi manusia yang serakah dan berperilaku melanggar hak asasi orang lain. h. Kesadaran sosial Orang yang mampu mengaktualisasikan diri, jiwanya diliputi oleh perasaan empati, iba, kasih sayang, dan ingin membantu orang lain. Perasaan tersebut ada walaupun orang lain berperilaku
jahat
terhadap
dirinya.
Dorongan
ini
akan
memunculkan kesadaran sosial di mana ia memiliki rasa untuk bermasyarakat dan menolong orang lain.
i.
Hubungan interpersonal
33
Orang yang mampu mengaktualisasikan diri mempunyai kecenderungan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Ia dapat menjalin hubungan yang akrab dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Hubungan interpersonal ini tidak didasari oleh tendensi pribadi ynag sesaat, namun dilandasi oleh perasaan cinta, kasih sayang, dan kesabaran meskipun orang tersebut mungkin tidak cocok dengan perilaku masyarakat di sekelilingnya. j.
Demokratis Orang yang mampu mengaktualisasikan diri memiliki sifat demokratis. Sifat ini dimanifestasikan denga perilaku yang tidak membedakan orang lain berdasarkan penggolongan, etis, agama, suku, ras, status sosial ekonomi, partai dan lain-lain Sifat
demokratis
ini
lahir
karena
pada
orang
yang
mengaktualisasikan diri tidak mempunyai perasaan risih bergaul dengan orang lain. Juga karena sikapnya yang rendah hati, sehingga ia senantiasa menghormati orang lain tanpa terkecuali k. Rasa humor yang bermakna dan etis Rasa humor orang yang mengaktualisasikan diri berbeda dengan humor kebanyakan orang. Ia tidak akan tertawa terhadap
humor
yang
menghina,
merendahkan
bahkan
menjelekkan orang lain. Humor orang yang mengaktualisasikan diri bukan saja menimbulkan tertawa, tetapi sarat dengan makna
dan
nilai
pendidikan.
Humornya
benar-benar
menggambarkan hakikat manusiawi yang menghormati dan menjunjumg tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
34
l.
Kreativitas Sikap kreatif merupakan karakteristik lain yang dimiliki oleh orang yang mengaktualisasikan diri. Kreativitas ini diwujudkan dalam
kemampuannya
melakukan
inovasi-inovasi
yang
spontan, asli, tidak dibatasi oleh lingkungan maupun orang lain. m. Independensi Ia
mampu
mempertahankan
pendirian
dan
keputusan-
keputusan yang ia ambil. Tidak goyah atau terpengaruh oleh berbagai guncangan ataupun kepentingan. n. Pengalaman puncak (peak experiance) Orang yang mampu mengaktualisasikan diri akan memiliki perasaan yang menyatu dengan alam. Ia merasa tidak ada batas atau sekat antara dirinya dengan alam semesta. Artinya, orang yang mampu mengaktualisasikan diri terbebas dari sekat-sekat berupa suku, bahasa, agama, ketakutan, keraguan, dan sekat-sekat lainnya. Oleh karena itu, ia akan memiliki sifat yang jujur, ikhlas, bersahaja, tulus hati , dan terbuka 2. Pengetahuan Seseorang yang mulai merasa membutuhkan sesuatu dalam hidupnya, maka kemungkinan ia akan tergerak hatinya untuk mencari informasi/ pengetahuan lebih banyak agar dapat mengetahui cara memenuhi kebutuhannya tersebut. Pengetahuan adalah informasi, pemahaman dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan atau pengalaman.10,14,19,30,44 Hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (know)
35
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (Comprehension) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real atau sebenarnya. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.
Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
36
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan krtiteria yang telah ada. 3. Sumber Daya Sumber daya adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu tercapainya suatu tujuan.29 Unsur sumber daya dalam manajemen pendidikan terdiri dari : a. Men (manusia, siswa, guru, tenaga dan unsur kependidikan lainnya) b. Methods (metode-metode; kurikulum) c. Materials (bahan-bahan; sarana dan prasarana) d. Money (uang atau dana) e. Machines (mesin-mesin; teknologi pendidikan), dan f.
Market (pasar atau pemasaran)
Secara singkat, pengertian dari setiap sumber daya diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Man Man (manusia) atau Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai kedudukan yang sangat strategis, penting dan menentukan, disebabkan manusialah yang mengatur segala sesuatunya dalam organisasi. Begitu urgennya posisi manusia, sehingga secanggih apapun alat-alat yang dimiliki suatu organisasi maka organisasi itu tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa diisi oleh SDM yang bermutu. Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas sebagaimana dimaksud tersebut, maka satu-satunya cara adalah dengan pendidikan.
Pendidikan
merupakan
sebuah
kebutuhan
bagi
manusia, karena sebagai anggota suatu organisasi, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, berhubungan dan bergaul
37
dalam jaringan kerja atau bersosialisasi dalam kehidupan seharihari maka manusia harus mempunyai pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Semakin tinggi kompetensi manusia terhadap ketiga faktor tersebut maka semakin bermartabatlah stratanya dalam suatu organisasi dan masyarakat. Untuk alasan itulah maka manusia harus dididik. Sesuai karakter manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang dapat didik (creature educable), atau lebih tegas lagi, manusia adalah makhluk yang harus dididik (creature educandum). b. Methods Metode dalam
pendidikan
lebih dikhususkan
pada
metode
pembelajaran, yaitu cara-cara, teknik-teknik dan strategi yang dikembangkan di sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan, hal ini diimplementasikan dalam bentuk kurikulum yang selalu berkembang dalam priode tertentu. c. Materials Barang-barang (materials) yaitu bahan-bahan fisik atau sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk mendukung PBM di sekolah guna membentuk siswa seutuhnya. d. Money Biaya adalah besarnya dana yang diperkirakan perlu disediakan proyek itu dalam kegiatan tertentu. Manajemen pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisis sumber-sumber saja, tetapi juga penggunaan biaya-biaya tersebut secara efektif dan efisien. Semakin efektif dan efisien sistem pendidikan yang dilaksanakan, maka akan efisen pula biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan, sehingga tujuan lebih maksimal dapat dicapai. e. Machines
38
Machines adalah seperangkat alat yang mendukung terjadinya PBM, hal ini dapat berupa teknologi komputer, radio, televisi, mobil, atau media-media yang menggunakan teknologi. Alat-alat tersebut dipergunakan sekolah, baik sebagai sumber daya pendukung maupun objek pembelajaran. f.
Market Market adalah upaya memperkenalkan produk, baik produk dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa kepada konsumen, tetapi dalam dunia pendidikan, pemasaran ini sering dilupakan. Semakin besar
upaya
memperkenalkan
program
penanggulangan
kegemukan anak SD kepada anak dan orangtua, maka akan semakin besar pula kepedulian guru UKS. Ke-enam sumber daya tersebut harus digunakan oleh guru UKS secara efektif
dan
efisien
untuk
mencapai
tujuan
yaitu
penanggulangan
kegemukan anak SD. 4. Risiko Risiko adalah kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada suatu waktu di kemudian hari. Ada tiga unsur yang selalu ada dalam setiap risiko, yakni: 1. Risiko itu adalah suatu kejadian 2. Kejadian tersebut masih mengandung kemungkinan yang berarti bisa saja terjadi atau bisa saja tidak terjadi, dan 3. Jika terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian. Jadi risiko itu terdiri dari tiga unsur penting, yaitu kejadian, kemungkinan, dan akibat.
Risiko itu berhubungan dengan suatu kejadian, dimana
kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan. Dari ketiga unsur risiko ini yang terutama adalah kejadian. Karena risiko itu adalah kejadian
39
dan kejadian itu memiliki unsur kemungkinan dan akibat yang merugikan. Semakin besar risiko yang kemungkinan akan terjadi di kemudian hari, maka seharusnya seseorang akan semakin peduli pada masalah tersebut. 5. Tekanan Kelompok Luar Didalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam norma yang berlaku dan tentu harus dipatuhi bersama. Norma diartikan sebagai aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat.17 Kehadirannya tentu bukan tanpa sebab, norma ini sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan dapat terima, bertujuan untuk menciptakan keteraturan
didalam
masyarakat
sehingga
menjadikan
kehidupan
bermasyarakat yang aman, nyaman, tentram, tertib, dan sentosa. Dalam pelaksanaannya, tidak semua orang bisa mematuhi normanorma yang berlaku. Hal ini disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, status sosial, dan lain-lainnya. Maka dari itu norma bersifat mengikat, setiap orang yang berada dalam lingkungan berlakunya norma itu wajib menaatinya, bagi yang melanggar akan dikenai sanksi tertentu. Macam-macam norma dan sanksinya : a. Norma Agama Adalah norma yang berasal dari Tuhan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan melalui utusanNya dan jika melanggar sanksinya dosa. Misalnya, perintah agar jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berdusta, jangan berkhianat, berbakti kepada kedua orang tua, mencintai sesama manusia, menyantuni fakir miskin, dan sebagainya. b. Norma kesusilaan Adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik, yang bersumber dari hati nurani manusia. Norma kesusilaan ini
40
bersifat universal, artinya berlaku dimanapun dan kapanpun dalam kehidupan manusia. Dan jika melanggar sanksinya berupa menyesal. Sebagai contoh, pelecehan seksual merupakan perbuatan yang melanggar norma kesusilaan yang bertentangan dengan budi dan nurani manusia di mana pun dan kapan pun juga. Norma kesusilaan juga sering disebut sebagai norma moral. c.
Norma kesopanan Adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam lingkungan kelompok masyarakat tertentu, yang bersumber dari pergaulan atau adat istiadat, budaya, atau tradisi setempat. sanksi berupa pengucilan atau pengusiran dari masyarakat Norma kesopanan juga sering disebut sebagai etiket. Norma kesopanan itu bersifat lokal, atau konstektual.. Apa yang dianggap sopan di suatu daerah mungkin dianggap tidak sopan di daerah yang lain. Demikian juga apa yang dianggap tidak sopan pada masa lalu mungkin dianggap sopan pada masa sekarang.
d.
Norma Hukum Adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang, yang bersifat mengikat dan memaksa. Negara berkuasa untuk memaksakan aturan-aturan hukum agar dipatuhi, dan bagi siapa saja yang bertindak melawan hukum dapat diancam dan dijatuhi hukuman tertentu. Sifat “memaksa” dengan sanksinya yang tegas dan nyata inilah merupakan kelebihan dari norma hukum dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya. Norma Hukum mempunyai dua ciri yaitu peraturan itu harus ditaati oleh setiap orang/mengatur tingkah laku manusia dan berisi perintah dan larangan. Adapun unsur–unsur norma hukum ada 4 antara lain :
41
a. Mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. b. Peraturan itu diadakan oleh badan–badan resmi yang berwajib. c. Peraturan yang bersifat memaksa. d. Sanksinya tegas. Maka dari itu terkadang norma dirasakan sebagai paksaan/ tekanan oleh sebagian masyarakat. Semakin besar tekanan berupa peraturan, maka seseorang akan semakin peduli untuk melakukan hal yang baik. B. Pedoman
Pencegahan
dan
Penanggulangan
Kegemukan
dan
Obesitas pada Anak Sekolah Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementrian Kesehatan RI, pada tahun 2011 telah mengembangkan regulasi dalam bentuk Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Tujuannya yaitu sebagai acuan untuk memperoleh kesamaan pemahaman bagi semua pihak meliputi pemerintah pusat, daerah, institusi sekolah, swasta dan lembaga swadaya
masyarakat
dalam
melaksanakan
pencegahan
dan
penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Pengguna pedoman disebutkan adalah: 1. Pengambil keputusan di pusat dan daerah 2. Pengelola program kesehatan dan sektor terkait 3. Tim Pembina UKS, Tim Pelaksana UKS termasuk komite sekolah 4. Swasta, LSM dan Organisasi Masyarakat
Langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut: 1. Persiapan a. Pertemuan koordinasi lintas sektor terkait
42
b. Penyiapan tim tenaga pelaksana c. Pertemuan pembahasan perencanaan kegiatan (penentuan jumlah sasaran,
perhitungan
kebutuhan
logistik
seperti
timbangan,
microtoise, formulir, table IMT, food model, materi KIE, pencatatan dan pelaporan, dll, penyusunan jadwal kegiatan, penyusunan mekanisme kerja dan pembagian tugas serta tanggung jawab masing-masing sector terkait) 2. Pelaksanaan a. Pencegahan Pencegahan dilakukan melalui pendekatan kepada anak sekolah beserta orang-orang terdekatnya untuk mempromosikan gaya hidup sehat meliputi pola dan perilaku makan dan aktivitas fisik. Strategi pendekatan dilakukan pada semua anak sekolah baik yang berisiko menjadi kegemukan dan obesitas maupun yang tidak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat
Lingkungan
sekolah
dan
fasilitas
merupakan
pelayanan
tempat
yang
kesehatan. baik
untuk
pendidikan kesehatan yang dapat memberikan pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial dari warga sekolah. Tujuan pencegahan ini adalah terjadinya perubahan pola dan perilaku makan meliputi meningkatkan kebiasaan konsumsi buah dan sayur, mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang manis, mengurangi
konsumsi
makanan
tinggi
energy
dan
lemak,
mengurangi konsumsi junk food, serta peningkatan aktivitas fisik dan mengurangi sedentary life style. b. Penemuan dan tata laksana kasus 1) Penemuan kasus
43
Dilaksanakan setiap tahun melalui kegiatan penjaringan kesehatan di sekolah. Langkah-langkah kegiatan: -Pengukuran Antropometri (penimbangan berat badan dan tinggi badan) Setelah dilakukan pengukuran antropometri oleh petugas gizi atau tenaga kesehatan lainnya bersama guru UKS, selanjutnya data yang diperoleh dilaporkan ke Puskesmas untuk ditentukan status gizinya dan tindak lanjut. -Penentuan Status Gizi (di Puskesmas) Menghitung nilai IMT, Membandingkan nilai IMT dengan grafik IMT/U berdasarkan WHO 2005, Menentukan status gizi anak. -Tindak lanjut (Kesimpulan hasil penjaringan kesehatan di sekolah termasuk hasil pemeriksaan status gizi disampaikan kepada orang tua dalam amplop tertutup melalui sekolah dengan ketentuan sebagai berikut, jika ditemukan anak dengan status gizi kurus maka anak dirujuk ke puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, jika ditemukan anak dengan gizi normal maka dianjurkan untuk melanjutkan pola hidup sehat, jika ditemukan anak dengan status gizi gemuk atau obesitas maka anak dirujuk ke puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pihak sekolah/ UKS bertugas memberikan dukungan dan motivasi agar anak melaksanakan pola hidup sehat sesuai anjuran dari puskesmas, serta berusaha menyediakan lingkungan yang kondusif untuk anak. 2) Tata laksana kasus kegemukan dan obesitas di puskesmas -Melakukan assessment -Bila
hasil
assessment
menunjukkan
anak
mengalami
44
kegemukan dan obesitas dengan komorbiditas (hipertensi, diabetes mellitus,sleep apnea,blount disease dan lain-lain) maka dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. -Bila
hasil
assessment
menunjukkan
anak
mengalami
kegemukan dan obesitas tanpa komorbiditas maka dapat dilakukan tatalaksana kegemukan dan obesitas di puskesmas. -Melakukan konseling gizi kepada anak dan keluarga agar melaksanakan pola hidup sehat selama 3 bulan -Lakukan evaluasi selama 3 bulan pertama 3. Monitoring dan Evaluasi a. Aspek yang dipantau -Input (jumlah tenaga pelaksana terlatih, kelengkapan alat, materi dan metode pemantauan yang digunakan) -Proses (jenis kegiatan, target kegiatan, frekuensi kegiatan, umpan balik) -Output (terlaksananya kegiatan penanggulangan kegemukan dan obesitas) b. Pelaksana pemantauan -Dinas Kesehatan dan Puskesmas -TP-UKS -Komite Sekolah c. Waktu pemantauan -1 kali setahun oleh petugas puskesmas -1 bulan sekali dilakukan oleh petugas UKS terlatih penaggulangan gizi lebih -Pencatatan dan pelaporan hasil pemantauan terintegrasi dengan kegiatan penjaringan kesehatan anak sekolah.
45
d. Instrumen pemantauan -Input (ada atau tidaknya: tenaga pelaksana terlatih, tersedianya alat antropometri, tersedia formulir pencatatan dan pelaporan) -Proses (Kegiatan pencegahan kegemukan dan obesitas, kegiatan penemuan dan tata laksana kasus) -Output (terlaksananya kegiatan pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas) e. Evaluasi hasil pemantauan Hasil evaluasi ini dibahas dalam pertemuan orang tua murid, guru dan pemerintah daerah dalam rangka menentukan langkah atau kebijakan tindak lanjut dari program penanggulangan kegemukan dan obesitas. f. Indikator keberhasilan Penurunan persentase anak sekolah dengan kegemukan dan obesitas g. Pemanfaatan hasil pemantauan Hasil pemantauan ini dapat dimanfaatkan untuk perencanaan, meningkatkan kerjasama, meningkatkan dukungan pemda dan lintas
sector
terkait
dalam
kegiatan
pencegahan
dan
penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. C. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Surat
Keputusan
Bersama
4
menteri
NO.1/U/SKB/2003,
NO.1067/MENKES/SKB/VII/2003, NO.MA/230 A/2003, NO.26 tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS. Usaha Kesehatan
Sekolah
(UKS)
adalah
usaha
yang
dilakukan
untuk
meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/MA.17 Tujuan dibentuk
46
UKS ini adalah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan sekolah yang sehat sehingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dalam upaya
membentuk
manusia
Indonesia
yang
berkualitas.
Struktur
organisasi UKS adalah sebagai berikut: 1. Tim Pembina UKS
Pusat,
diketuai
para
Dirjen
dari 4
departemen terkait. 2. Tim Pembina UKS Propinsi, diketuai Gubernur 3. Tim Pembina UKS Kab/Kota, diketuai Bupati/Walikota 4. Tim Pembina UKS Kecamatan, diketuai Camat 5. Tim Pelaksana UKS,
diketuai
Kepala
Sekolah / Kepala
Madrasah Fungsi dan Tugas pokok Tim Pembina UKS (TP UKS): 1. TP UKS Pusat a. Fungsi: TP UKS Pusat berfungsi sebagai pembantu menteri dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan UKS berdasarkan Pokok-pokok Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan UKS, Keputusan Bersama 4 Menteri. b. Tugas: 1) Merumuskan kebijakan mengenai pembinaan dan pengembangan UKS. 2) Mengkoordinasikan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pokok kebijakan pembinaan dan pengembangan UKS di tingkat provinsi. 3) Membina dan mengembangkan UKS serta melakukan supervisi di seluruh Provinsi dan atau Kabupaten/ Kota. 4) Mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan UKS
47
5) Menyelenggarakan pertemuan baik di tingkat nasional maupun regional 6) Membentuk dan membina Sekretariat TP UKS Pusat 2. TP UKS Provinsi a. Fungsi: TP UKS Provinsi berfungsi melaksanakan pembinaan dan pengembangan UKS di tingkat provinsi serta berfungsi sebagai Pembina dan koordinator program UKS seluruh Kabupaten/ Kota yang ada di wilayahnya. b. Tugas: 1) Menyusun bahan rancangan untuk pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UKS Provinsi sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh TP UKS Pusat dan TP UKS Provinsi/ Gubernur 2) Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan UKS di daerahnya 3) Mengkoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan TP UKS Pusat, Provinsi dengan instasi lain di daerahnya. 4) Memberikan
bimbingan
dan
petunjuk
serta
supervisi
pelaksanaan UKS Kabupaten/ Kota. 5) Melaksanakan tugas-tugas tertentu di bidang UKS yang diberikan oleh TP UKS Pusat. 6) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang UKS oleh instansi terkait di daerah, yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja dengan Departemen masing-masing di tingkat Pusat. 7) Mengadakan penelitian dan pengembangan UKS di daerahnya. 8) Menyusun dan menyampaikan laporan tahunan secara teratur dan laporan insidentil sesuai kebutuhan ke TP UKS Pusat. 9) Mengadakan Rakerda yang diikuti oleh seluruh TP UKS
48
Kabupaten sekali setahun. 10) Menghadiri Rakernas UKS yang diselenggarakan oleh TP UKS Pusat. 3. TP UKS Kabupaten/ Kota a. Fungsi: TP UKS Kabupaten/ Kota berfungsi sebagai Pembina, koordinator
dan
pelaksana
program
UKS
di
daerahnya
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota. b. Tugas: 1) Mengkoordinasikan
penyusunan
rencana
kerja,
rencana
kebutuhan sarana/ prasarana, tenaga dan dana sesuai kebutuhan daerah dengan mengacu pada kebijakan/ pedoman yang ditetapkan TP UKS Pusat dan TP UKS Provinsi. 2) Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan UKS di daerah. 3) Melakukan pembinaan dan pengembangan kepada TP UKS Kecamatan dan TP UKS di sekolah dan perguruan agama. 4) Memberikan bimbingan dan petunjuk serta supervisi dalam rangka menggerakkan pelaksanaan UKS di Kecamatan. 5) Pembinaan dan Pengembangan TP UKS Kecamatan dan TP UKS di sekolah/ madrasah dan perguruan agama. 6) Mengevaluasi, mengendalikan, membimbing dan mencatat pelaksanaan UKS oleh TP UKS Kecamatan dan TP UKS di sekolah. 7) Melaksanakan tugas-tugas tertentu di bidang UKS yang diberikan oleh TP UKS Pusat dan TP UKS Provinsi. 8) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas di bidang UKS
49
oleh instansi-instansi di daerah yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja dengan Departemen/ instansi masing-masing. 9) Mengadakan penelitian dan penilaian dan pengembangan UKS di daerahnya. 10) Mengadakan hubungan kerja dan pendekatan dengan berbagai instansi di tingkat Pusat maupun instansi Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam rangka pembinaan dan pengembangan UKS. 11) Menyusun dan menyampaikan laporan tengah tahunan secara teratur dan laporan insidentil sesuai kebutuhan. 12) Mengadakan Rapat Kerja UKS Kabupaten/ Kota yang dihadiri seluruh TP UKS Kecamatan sekali setahun. 4. TP UKS Kecamatan a. Fungsi:
TP
UKS
Kecamatan
berfungsi
sebagai
Pembina,
penanggung jawab dan pelaksana program UKS di daerah kerjanya
berdasarkan
kebijakan
yang
ditetapkan
TP
UKS
Kabupaten/ Kota. Kedudukan petugas puskesmas di tingkat kecamatan sebagai TP UKS Kecamatan. b. Tugas: 1) Membina dan mengembangkan kegiatan UKS di sekolah/ madrasah dan perguruan agama. 2) Mengkoordinasikan pelaksanaan program UKS di wilayahnya sesuai dengan pedoman dan petunjuk TP UKS Kabupaten/ Kota. 3) Mengkoordinasikan rencana pengadaan sarana/ prasarana dan tenaga dari instansi pemerintah, atau dari masyarakat untuk
50
menunjang kegiatan UKS. 4) Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan program UKS. 5) Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler bagi peserta didik, dengan menggerakkan partisipasi orang tua dan masyarakat. 6) Menyusun dan menyampaikan laporan tengah tahunan dan tahunan secara teratur kepada TP UKS Kabupaten/ Kota dan laporan insidentil sesuai kebutuhan. 7) Memberikan saran/ pertimbangan yang perlu kepada Bupati/ Walikota dalam pengembangan kegiatan UKS. 5. Tim Pelaksana UKS di Sekolah a. Fungsi: Tim Pelaksana UKS di sekolah dan perguruan agama berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana program UKS di sekolah dan perguruan agama berdasarkan prioritas kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh TP UKS Kabupaten/ Kota. Kedudukan petugas puskesmas di sekolah sebagai Tim Pelaksana UKS. b. Tugas: 1) Merencanakan
dan
melaksanakan
kegiatan
pendidikan
kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat sesuai ketentuan dan petunjuk yang ditetapkan dan atau diberikan oleh Pembina UKS. 2) Menjalin kerjasama yang serasi dengan orang tua murid, instansi lain dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah, madrasah dan perguruan agama. 3) Mengadakan
penilaian/
evaluasi,
menyusun
dan
51
menyampaikan laporan tengah tahunan kepada TP UKS Kecamatan sesuai ketentuan dengan tembusan kepada instansi terkait.17 D. Kegemukan dan Obesitas anak Kegemukan dan obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang berpeluang menimbulkan beberapa risiko kesehatan pada seorang individu. Dengan kata lain, obesitas adalah kondisi dimana lemak tubuh menumpuk sehingga bisa menimbulkan efek buruk pada kesehatan. Pada orang yang kegemukan, lemak biasanya terdistribusi ke seluruh tubuh atau hanya terkonsentrasi di perut (berbentuk apel) atau di pinggul dan paha (berbentuk buah pir). Kegemukan dan obesitas sering kali tidak dipandang serius oleh kebanyakan orang, padahal obesitas bisa meningkatkan risiko beragam penyakit serius baik pada orang dewasa maupun anak muda, termasuk anak-anak. Seseorang yang mengalami kegemukan memang masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan masih bisa dikatakan sehat, tapi mereka berada pada tingkat kesehatan yang mana. (dari 11 tingkat kesehatan yang telah disebutkan oleh Fashel dan Bush di atas). Seberapa jauh hambatan tersebut mengganggu aktivitas kita atau seberapa optimal kita bisa beraktivitas. Memiliki lemak tubuh yang terlalu banyak dapat menyebabkan gejala-gejala kurang baik, antara lain depresi atau masalah emosional lainnya, kesulitan berjalan atau bergerak, sakit di punggung dan lutut, mulas, ruam pada lipatan kulit, sesak nafas, mendengkur atau sleep apnea (berhenti bernafas sesaat ketika tidur), komplikasi medis sekunder. Gangguan kesehatan yang akan terjadi pada anak penderita kegemukan dan obesitas terbagi tiga, yaitu:
52
1. Gangguan
klinis
(gangguan
pada
tulang
dan
sendi,
osteoarthtritis, asma bronkhiale, sleep apnea, hipertensi, jantung koroner, diabetes, batu empedu, dan lain-lain. 2. Gangguan kesehatan mental (tidak percaya diri, kehilangan minat terhadap hobi atau aktivitas yang digemari, mudah marah, mudah murung, merasa tidak berguna, tidak menyukai dirinya sendiri dan lain-lain). 3.
Gangguan sosial (menghindari bermain atau bergaul dengan teman-temannya, menarik diri dari lingkungannya, dan lainlain).18,33
Prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak di Indonesia terus mengalami peningkatan, seiring meningkatnya daya beli masyarakat golongan ekonomi menengah dan atas di Indonesia dalam tiga dekade terakhir. Peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak di Indonesia antara lain disebabkan oleh perbaikan taraf ekonomi yang tidak diimbangi dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Pencegahan dan penanggulangan perlu dilakukan sedini mungkin mulai dari usia muda. Dikarenakan kegemukan dan obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degenerative di kemudian hari. Dengan demikian obesitas pada anak memerlukan perhatian yang serius dan penanganan yang tepat dari pemerintah dengan melibatkan peran orang-orang terdekat dalam lingkungan hidupnya seperti orang tua dan guru di sekolah. E. Kerangka Teori
Kebutuhan
53
Kebutuhan
Pengetahuan Pemahaman Persepsi
Kepedulian Guru UKS Terhadap Penanggulangan Kegemukan Anak SD
Sikap
Sumber Daya
Risiko
Tekanan Kelompok Luar
Gambar 2.2. Model Fishbein Sumber : Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba (Kotler & Andreasen).
21
54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian 1. Kepedulian guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak SD. 2. Kebutuhan guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak SD. 3. Pengetahuan guru kegemukan anak SD.
UKS
untuk
melakukan
penanggulangan
4. Pemanfaatan sumber daya yang tersedia di sekolah oleh guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak SD. 5. Kepedulian guru UKS dalam menghadapi resiko kegemukan anak SD. 6. Kepedulian guru UKS dengan adanya tekanan untuk melaksanakan penanggulangan kegemukan anak SD. B. Kerangka Konsep Penelitian. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penjelasan kerangka konsep sebagai berikut, kebutuhan guru UKS yang semakin besar maka kepedulian guru UKS terhadap penanggulangan kegemukan anak juga akan besar, pengetahuan guru UKS yang semakin baik akan kepedulian guru UKS anak semakin besar, guru UKS semakin memanfaatkan sumber daya dengan optimal maka kepedulian guru UKS semakin besar, guru UKS semakin tahu risiko kegemukan pada anak maka guru UKS akan semakin peduli, semakin kuatnya tekanan dari kelompok luar maka guru UKS akan semakin peduli.
55
Kebutuhan -keinginan kuat guru UKS untuk terus bertindak menanggulangi kegemukan anak -Tindakan guru UKS merasakan kepuasan hati jika anak bisa berkurang IMTnya Pengetahuan -Tindakan guru UKS menanggulangi kegemukan anak dengan informasi yang didapat -Tindakan guru UKS menanggulangi kegemukan dengan pemahaman dan keterampilan yang dimiliki Pemanfaatan Sumber Daya -Tindakan guru UKS menanggulangi kegemukan anak dengan orang-orang di sekeliling anak -Tindakan guru UKS menanggulangi kegemukan anak dengan sarana dan prasarana yang ada Risiko -perasaan dan sikap ketika melihat anak sakit/ menurun kesehatannya -Tindakan guru UKS menanggulangi kegemukan anak karena risiko sakit pada anak Tekanan Kelompok Luar -tindakan guru UKS ketika ada paksaan/desakan yang kuat dari luar untuk menanggulangi kegemukan anak
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
C. Rancangan Penelitian
Kepedulian Guru UKS Terhadap Penanggulangan Kegemukan Anak SD -Tindakan guru UKS yang serius menjalankan semua tugas yang berkaitan dengan penanggulangan kegemukan anak -Tindakan guru UKS yang mengutamakan penanggulangan kegemukan anak -Tindakan guru UKS yang konsisten menanggulangi kegemukan anak
56
1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah observasional dan bersifat kualitatif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa pada suatu kontek khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.39 2. Pendekatan waktu pengumpulan data Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu penelitian yang pengukurannya dilakukan pada suatu saat (point time approach).40 3. Metode pengumpulan data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi agar dapat menggali lebih dalam dan lebih banyak informasi dari informan. Data sekunder diperoleh dengan telaah dokumen.39 4. Subjek penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru UKS SD swasta di Kota Semarang yang prevalensi kegemukan anaknya tinggi. Peneliti memilih guru UKS SD swasta karena guru UKS dapat mengusulkan program kerja UKS kepada Kepala Sekolah/Yayasan dan langsung ditindaklanjuti tanpa diajukan kepada Dinas Pendidikan/ Dinas Kesehatan, jadi tidak perlu menunggu keputusan/kebijakan dari pemerintah. Subjek penelitian diambil secara purposif untuk memperoleh informan sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu informan yang dapat memberi informasi tentang bagaimana kepedulian guru UKS SD di Kota Semarang dalam menanggulangi kegemukan anak. Peneliti menentukan
57
2 guru SD di kota Semarang sebagai informan utama, yaitu; guru UKS SD Tri Tunggal di Kecamatan Semarang Tengah (X1) dan guru UKS SD Karangturi di Kecamatan Semarang Timur (X2). Peneliti memilih 2 guru UKS tersebut karena diasumsikan ada perbedaan kepedulian diantara mereka, guru
UKS
sekolah
X2
terlihat
lebih
peduli
terhadap
penanggulangan kegemukan anak dibanding guru UKS sekolah X1. Hal tersebut dimungkinkan karena telah adanya program penanggulangan kegemukan dari Yayasan sekolah X2. Informan triangulasi sebanyak 5 orang yaitu : 1. Kepala Sekolah SD Tri Tunggal 2. Kepala Sekolah SD Karangturi 3. Petugas Puskesmas Miroto bagian UKS 4. Petugas Puskesmas Halmahera bagian UKS 5. Kasi UKS DKK Semarang D. Definisi Istilah a. Kepedulian Guru UKS Adalah perhatian yang serius dari guru UKS mengamati dan memikirkan anak yang gemuk, merasakan khawatir, bersikap, berkemauan dan bertindak untuk menanggulangi kegemukan anak SD. b. Kebutuhan Guru UKS Adalah sebuah keinginan yang kuat dalam diri guru UKS untuk terus menanggulangi kegemukan anak, dan jika berhasil maka guru UKS tersebut akan puas hatinya. c. Pengetahuan Guru UKS untuk menanggulangi kegemukan anak Adalah penggunaan segala informasi, pemahaman dan keterampilan Guru UKS untuk menanggulangi kegemukan anak SD.
58
d. Pemanfaatan Sumber Daya Adalah penggunaan segala sumber daya (“6”) yang telah tersedia di sekolah oleh guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak SD. e. Kepedulian guru UKS dalam menghadapi resiko kegemukan anak Adalah perhatian guru UKS dalam menghadapi kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada suatu waktu di kemudian hari pada anak kegemukan. f. Kepedulian guru UKS dengan adanya tekanan kelompok luar Adalah perhatian guru UKS ketika ada desakan yang kuat atau tekanan
dari
kelompok
luar
untuk
melaksanakan
program
penanggulangan kegemukan anak SD. E. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, sedangkan alat bantu instrument
adalah pedoman wawancara mendalam (berisi pertanyaan
tentang kepedulian guru UKS SD terhadap penanggulangan kegemukan anak sekolah), tape recorder untuk merekam hasil wawancara, alat tulis) untuk
mencatat
hasil
pengamatan
selama
proses
wawancara.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan utama dan informan triangulasi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang terdiri dari pertanyaan terbuka yang dibantu dengan pencatatan dan tape recorder. Pengumpulan data sekunder
dilakukan dengan pengamatan langsung ke sekolah,
puskesmas dan dinas kesehatan, dan juga dilakukan melalui dokumendokumen, serta peraturan-peraturan yang berhubungan dengan UKS. F. Teknik pengolahan data dan Analisis data
59
Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada prinsipnya berproses secara Analisis Deskriptif (content analysis).39 Analisis data dalam penelitian ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data, atau melalui tiga tahapan model alir dari Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Langkahlangkah yang ditempuh dalam analisa data adalah sebagai berikut: 1. Tahap Reduksi Data Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah terkumpul. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih, dalam arti menentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Selanjutnya data yang terpilih disederhanakan, dalam arti mengklasifikasikan data atas dasar tema-tema: memadukan data yang tersebar, menelusuri tema untuk merekomendasikan data tambahan kemudian peneliti melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. 2. Tahap Penyajian Data Pada tahap ini peneliti melakukan penyajian informasi dalam bentuk teks naratif. Penyajian data dirancang dalam rangka menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang
padu
dan
mudah diraih,
sehingga
dapat ditarik
kesimpulan dengan benar. 2. Tahap Kesimpulan (Verifikasi) Pada tahap ini, peneliti melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data. Setiap data penunjang diklarifikasi
60
kembali, baik dengan informan di lapangan maupun melalui diskusi dengan teman-teman sejawat.
39,40
G. Validitas dan Reliabilitas Data Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang diukur.37 Validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yaitu sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dalam penelitian ini menggunakan sumber. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Tujuan triangulasi dengan sumber adalah membandingkan data subyek/ informan yang berbeda.39,40 Triangulasi dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Penanggung Jawab UKS puskesmas dan Kasi UKS DKK Semarang. Reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara auditing data. Setiap data atau informasi yang diperoleh dianalisis secara terinci dan dikelompokkan sesuai dengan topik penelitian. Setiap data atau informasi
yang diperoleh dianalisis
secara
terus
menerus
untuk
mengetahui maknanya dan dihubungkan dengan masalah penelitian. 37
61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di 2 sekolah dasar di kota Semarang yang favorit, sekolah X1 di wilayah Kecamatan Semarang Tengah dan sekolah kedua X2 di wilayah Kecamatan Semarang Timur. Kedua sekolah tersebut mempunyai ruang UKS yang layak/ cukup baik, yaitu ruangannya cukup luas, bersih, sirkulasi udara cukup baik, ada tempat tidur, almari untuk obat-obatan, almari untuk arsip-arsip, timbangan badan, pengukur tinggi badan, table indeks massa tubuh (IMT), alat ukur tekanan darah dan oksigen spray. Kedua sekolah juga memiliki guru UKS, bedanya guru UKS di sekolah pertama total bertugas di UKS, sedangkan guru UKS sekolah kedua masih mengajar di kelas. Kedua UKS sekolah mempunyai visi dan misi yang sama sesuai dengan buku pedoman UKS dari Kementrian Kesehatan RI. Visinya yaitu meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan sekolah yang sehat sehingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dalam upaya membentuk manusia Indonesia yang berkualitas. Misi UKS yaitu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan hidup sehat peserta didik, memandirikan peserta didik untuk berperilaku hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok, melakukan aktivitas fisik dan makanan gizi seimbang, meningkatkan peran serta peserta didik dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah, di rumah tangga dan di lingkungan masyarakat, meningkatkan keterampilan hidup sehat peserta didik agar
62
mampu melindungi diri terhadap pengaruh penyalahgunaan napza, kenakalan remaja, perilaku seks bebas dan penyakit menular seksual termasuk HIV/ AIDS. Kegiatan-kegiatan UKS di kedua sekolah secara umum juga sesuai dengan trias UKS yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat. Pendidikan kesehatan di kedua sekolah dilakukan melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, kegiatan kurikuler berupa materi kesehatan yang diberikan dalam pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, dan lain-lain. Kegiatan ekstrakurikuler berupa kegiatan diskusi, simulasi, bermain peran yang melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, tata usaha, kepala sekolah, petugas kantin sekolah dan sebagainya) dan terkadang juga melibatkan tenaga kesehatan dari luar, kerja bakti di sekolah, bimbingan dan penyuluhan kesehatan serta pelaksanaan konseling. Dalam kegiatan ekstrakurikuler ini, sekolah X2 jauh lebih maju dan mulai serius dalam menanggulangi masalah kegemukan anak, dengan dilaksanakannya program “Meat Free Monday” (Senin bebas daging) yaitu di sekolah tidak ada makanan yang berbahan baku daging setiap hari Senin. Program makan sehat di sekolah tersebut bekerja sama dengan rumah makan vegetarian Karuna, adanya seminar untuk orang tua murid tentang obesitas anak, materi pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan disesuaikan dengan upaya penanggulangan kegemukan anak. Sekolah X1 belum ada kegiatan ektrakurikuler yang terprogram untuk menangani masalah kegemukan anak. Selama ini hanya sebatas dalam kegiatan memasak bersama pernah disisipkan materi memasak yang sehat, juga terkadang guru UKS menyuruh beberapa muridnya yang
63
gemuk untuk bergerak aktif/bermain saat jam istirahat sekolah, selain itu belum ada lagi kegiatan yang terprogram untuk menangani masalah kegemukan anak. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di kedua sekolah juga hampir sama yaitu berupa penyembuhan (kuratif) melalui pemberian obatobatan dan tindakan medis yang sederhana. Jika anak mengalami sakit sederhana, diberi obat dan disuruh istirahat sebentar di ruang UKS. Jika masih belum membaik sakitnya, biasanya orangtua ditelepon untuk membawa pulang anaknya dan disarankan ke dokter. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dilakukan oleh kedua sekolah dalam rangka menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan yang dapat menjamin berlangsungnya proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan kesadaran, kesanggupan dan keterampilan hidup sehat peserta didik untuk menjalankan prinsip gaya hidup yang sehat. Sekolah X2 telah menerapkan kantin yang sehat dan keteladanan semua guru dan karyawan untuk mengatasi kegemukan, jadi guru dan karyawan juga diharuskan menjaga berat badanya agar menjadi teladan bagi anak didiknya.. Sekolah X1 baru sampai tahap kebersihan lingkungan sekolah, pembiasaan hidup sehat seperti cuci tangan, buang sampah di tempatnya, dan lain-lain, belum terlihat ada upaya yang serius menciptakan lingkungan sekolah yang sehat untuk menanggulangi masalah kegemukan.
B. Karakteristik Informan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam yang dilakukan pada 2 informan utama dan 5 informan triangulasi. Informan utama terdiri dari 2 orang guru
64
UKS. Informan triangulasi terdiri dari 2 orang Kepala Sekolah masingmasing, 2 orang petugas UKS Puskesmas yang membina sekolah masing-masing, Kasi UKS DKK Semarang. Karakteristik selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Informan Utama dan Informan Triangulasi KODE
UMUR (Tahun)
Jenis Kelamin
UTAMA
A1
32
Perempuan
Guru UKS
SMA
8
A2
37
Perempuan
Guru UKS
D3 Akper
10
B1
37
Perempuan
Kepala Sekolah
S1 Psi
9
B2
42
Perempuan
Kepala Sekolah
S2 MPd
18
C1
56
Laki-Laki
Petugas UKS Puskesmas
S2 MSi
32
C2
49
Perempuan
Petugas UKS Puskesmas
FKG
18
C3
31
Perempuan
Kasi UKS DKK Semarang
FKG
4
TRIANGULASI
Jabatan/ Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Masa Kerja (Tahun)
INFORMAN
Tabel 4.1. menggambarkan bahwa kedua informan utama adalah wanita yang usianya sudah cukup matang, dengan salah satu guru UKS mempunyai tingkat pendidikan yang sesuai jabatannya. Keduanya juga mempunyai pengalaman kerja yang cukup lama menangani UKS di sekolahnya,
sehingga
pengalaman
mereka
menangani
masalah
kesehatan di sekolah sudah cukup banyak. Guru UKS di sekolah X1 masih harus bertugas mengajar di kelas, sedangkan guru UKS di sekolah X2 total hanya bertugas di UKS. Guru UKS di sekolah X1 saat ini masih melanjutkan studi di Universitas Terbuka. Untuk informan triangulasi
65
berjumlah 5 orang dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jabatannya. Usia mereka juga cukup matang dengan masa kerja yang cukup lama, sehingga mereka mempunyai pengalaman yang cukup banyak dalam menangani berbagai masalah kesehatan di puskesmas maupun di sekolah. Hal tersebut menjadi bekal peneliti untuk mengecek kebenaran informasi yang diperoleh dari informan utama
C. Hasil Wawancara Mendalam dan Pembahasan tentang Kepedulian Guru UKS terhadap Program Penanggulangan Kegemukan Anak. 1. Kepedulian Hasil wawancara mendalam pertanyaan tentang kepedulian guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak, kedua guru UKS menjawab bahwa mereka belum bisa fokus menangani masalah kegemukan
karena
tugasnya
banyak,
diantaranya
pelayanan
kesehatan bagi anak-anak yang sakit, program kebersihan sekolah, program pembiasaan hidup sehat untuk anak dengan cuci tangan, imunisasi, kunjungan ke rumah, dan lain-lain. Kedua guru juga mengatakan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan hanya sekali setahun dan hanya anak kelas 1 dan 2 yang diukur karena data tersebut diminta puskesmas. Kedua guru menunggu ada program dari sekolah/ Yayasan/ Pemerintah untuk menanggulangi kegemukan anak di sekolahnya. Pernyataan mereka seperti pada Kotak 1.
66
Kotak 1 “...ya saya belum bisa fokus pada penanggulangan kegemukan anak, karena tugas di UKS cukup banyak… saya menunggu ada program dari Kepala Sekolah atau pemerintah…data tinggi dan berat badan juga saya laporkan pada puskesmas” (A1) “belum bisa maksimal untuk menangani masalah kegemukan, karena kendalanya juga banyak dan program lainnya juga banyak… tapi jika Yayasan membuat program lagi untuk manangani masalah ini ya saya akan melaksanakan... karena memang seharusnya penting untuk segera ditangani” (A2)
Pernyataan tersebut didukung oleh 5 informan triangulasi, yang mengatakan bahwa guru UKS di kedua sekolah tersebut belum bisa maksimal menangani masalah kegemukan karena tugasnya juga cukup banyak, salah satunya juga harus mengajar di kelas. Mereka pernah bercerita atau mengeluhkan masalah kegemukan anak di sekolahnya, mereka juga melakukan pengukuran tinggi dan berat badan anak kelas 1 dan 2, karena memang petugas puskesmas meminta data tersebut untuk pengukuran IMT anak, tapi terkadang karena mereka sibuk jadi agak terlambat menyerahkan datanya. Pernyataan tersebut seperti pada Kotak 2. Kotak 2 “…mungkin mereka tugasnya banyak ya… jadi belum bisa fokus pada permasalahan tersebut… data berat dan tinggi badan kadang terlambat diserahkan ke kami…” (C1)
Kepedulian adalah perhatian atau keseriusan dari guru UKS dengan cara mengamati, memikirkan, merasakan, bersikap, berkemauan dan bertindak
untuk
menanggulangi
kegemukan
anak
SD.
Jadi
seharusnya jika guru UKS memiliki kepedulian pada penanganan kegemukan anak, maka mereka akan terfokus pada masalah
67
tersebut, memprioritaskan melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan penanggulangan kegemukan anak dengan baik. Melalui hasil wawancara terlihat bahwa kedua guru kurang memprioritaskan penanggulangan kegemukan anak, laporan tekadang terlambat, setelah melaporkan hanya menunggu hasil/ keputusan/ program dari puskesmas/ Yayasan. Seharusnya jika kedua guru UKS peduli, maka mereka yang aktif (bertindak) mengusulkan program-program untuk menanggulangi kegemukan anak tersebut kepada yang berwenang karena mereka merasa hal tersebut penting. 2. Kebutuhan Hasil wawancara mendalam pertanyaan tentang kebutuhan guru UKS untuk menanggulangi kegemukan anak, diperoleh informasi bahwa kedua informan utama tersebut (A1 dan A2) merasa penting untuk
menanggulangi
kegemukan
pada
anak
karena
jumlah
kegemukan anak di sekolah mereka semakin tahun semakin meningkat. Mereka merasa kasian pada anak-anak yang sakit disebabkan karena kegemukan, misalnya sakit lutut dan pergelangan kaki, sesak nafas, pusing, kelelahan. Mereka pernah bercerita dan bertanya tentang masalah kegemukan dan cara penanggulangannya pada petugas puskesmas tapi mereka hanya melakukan tindakan sewaktu-waktu yang kurang efektif, misalnya menyuruh anak bermain saat jam istirahat sekolah dan menyuruh anak untuk makan sayur. Meskipun guru UKS di sekolah X2 telah dibuatkan program penanggulangan kegemukan oleh Yayasan sekolahnya, tapi terkadang dia juga tidak bisa total melakukannya dengan baik, seperti pengukuran yang seharusnya
68
menurut program Yayasan dilakukan 3 bulan sekali, tetapi belum dapat dilakukan. Akhirnya program tersebut belum dapat dievaluasi efektivitasnya. Diluar program tersebut, guru UKS hanya melakukan tindakan-tindakan spontan seperti tersebut di atas. Pernyataan tersebut seperti pada Kotak 3. Kotak 3 “….belum ada evaluasi tentang efektivitas program penanggulangan kegemukan anak karena ya... yang bisa saya lakukan hanya terkadang menyuruh anak untuk bermain saat istirahat dan menasehati untuk makan sayur. ” (A2)
Pernyataan guru UKS tersebut didukung oleh kelima informan triangulasi yang mengatakan bahwa guru UKS telah berupaya menanggulangi masalah kegemukan anak, tapi yang bisa dilakukan hanya terbatas sehingga belum dapat mencapai hasil yang maksimal, seperti pernyataan informan triangulasi pada Kotak 4.
Kotak 4 “telah berupaya tapi memang hasilnya belum tampak, karena mereka belum bisa maksimal dalam melaksanakan penanggulangan kegemukan anak….” (C2)
Guru UKS yang butuh untuk menanggulangi kegemukan anak harus memiliki keinginan yang kuat untuk terus berusaha mencapainya agar mereka merasakan kepuasan hati. Hasil wawancara mendalam tersebut belum memperlihatkan adanya keinginan yang kuat dari guru UKS untuk terus berusaha/ konsisten untuk menangani kegemukan anak. Guru UKS belum merasakan kepuasan dalam hatinya karena masalah tersebut belum tertangani dengan maksimal. Guru UKS juga
69
belum terlihat usahanya yang terus-menerus untuk membuat dirinya merasa puas karena berhasil menangani kegemukan anak. 2. Pengetahuan Hasil wawancara mendalam pertanyaan tentang pengetahuan guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak, diperoleh informasi bahwa guru UKS tahu tentang definisi kegemukan/ obesitas dan tahu cara
mengukurnya.
penanggulangan
Pertanyaan
kegemukan
tentang
anak,
dampak
kedua
dan
informan
cara utama
mengatakan bahwa secara umum tahu penyebabnya anak-anak biasanya sering makan makanan yang tidak sehat, tidak suka sayur, suka minum manis-manis, sehingga mereka bertambah gemuk, kelincahannya berkurang, sering sesak nafas, daya tahan tubuh berkurang, muncul berbagai penyakit, anak juga jadi kurang percaya diri. Cara menanggulangi dengan dengan menyarankan anak untuk banyak olahraga dan makan yang sehat, tapi untuk dampak yang lebih serius akan dirujuk ke dokter karena guru UKS tidak menguasai ilmunya, seperti pernyataan informan pada Kotak 5.
Kotak 5 “Anak yang gemuk biasanya makan makan yang tidak sehat, jadi mereka tambah gemuk, kelincahannya kurang, daya tahannya jadi ga bagus, sering sakit. Anak gemuk juga kadang kurang percaya diri waktu main. Mereka harus banyak olahraga dan makannya dijaga” (A1)
Terkait dengan pertanyaan tentang penyebab, dampak dan cara penanggulangan kegemukan anak, kelima informan triangulasi menyatakan bahwa guru UKS tahu dan paham, karena pernah ada penataran dan salah satu guru UKS dari pendidikan kesehatan.
70
Bahkan sebenarnya mereka sudah melakukan penanggulangan kegemukan anak meskipun yang satu guru UKS masih dengan cara spontan dan yang satu lagi program dari sekolah seperti pernyataan informan pada Kotak 6.
Kotak 6 “Guru UKS kami paham tentang hal itu karena dia juga sudah mulai melakukan penanggulangan kegemukan di sekolah dengan cara menasehati anak yang kegemukan, tapi memang masih banyak kendala” (B1)
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa guru UKS tahu penyebab, dampak dan cara menanggulangi kegemukan secara sederhana. Kedua guru UKS juga tahu bahwa mereka harus bekerjasama dengan siapa saja. Namun kedua guru UKS tidak mengetahui jumlah anak yang kegemukan di sekolahnya, seperti pernyataan guru UKS pada Kotak 7.
Kotak 7 “……ada tabel IMT di ruang UKS, jika ada anak yang bertanya akan saya jelaskan…. Saya kurang tahu jelas berapa banyak anak yang kegemukan dan obesitas, tapi ya menurut saya cukup banyak bahkan dari TK sudah terlihat gemuk-gemuk.” (A1)
Pernyataan kedua guru UKS tersebut tidak didukung oleh semua informan triangulasi yang menyatakan bahwa guru UKS seharusnya tahu jumlah anak dengan gizi lebih karena puskesmas telah memberikan informasi berupa laporan status gizi anak kepada pihak sekolah, seperti pernyataan pada Kotak 8.
Kotak 8
71
“Seharusnya guru UKS tahu, kan kami telah memberi informasi status gizi anak ke sekolah..” (C1)
Puskesmas dalam hal ini memang telah memberikan informasi status gizi anak ke sekolah tapi karena pihak puskesmas dan sekolah tidak menganggap status gizi lebih pada anak ini perlu diperhatikan, maka mereka juga tidak mengetahui jumlahnya atau prosentasenya secara jelas. Karena mereka tidak mengetahui jumlah sasarannya, maka mereka juga kurang tahu strategi penanganan yang tepat. Kedua guru UKS juga belum pernah mendengar informasi adanya program penanggulangan kegemukan anak dari pemerintah, satu guru UKS menyatakan hanya dapat brosur/pamphlet tentang obesitas anak dari puskesmas dan dinas kesehatan ketika bertemu di kantor atau pada saat acara tertentu saja. Informan utama (A2) menyatakan program penanggulangan yang ada di sekolahnya dibuat oleh Yayasan Sekolahnya sendiri, bukan dari pemerintah, seperti yang diungkapkan informan pada Kotak 9.
Kotak 9 “Kalau dari pemerintah belum ada, Cuma brosur/ pamphlet tentang obesitas anak. Program kegemukan di sekolah kami yang buat Yayasan” (A2)
Terkait dengan itu, informan triangulasi menyatakan jawaban yang agak berbeda yaitu 1 orang menyatakan guru UKS sudah tahu tentang program penanggulangan kegemukan anak karena ada rapat dan penataran tentang program UKS, dan 3 orang menyatakan memang guru UKS belum tahu kalau ada informasi dari pemerintah, dan 1 orang lainnya menyatakan guru UKS sekolahnya tahu dari
72
sekolah sendiri. Kedua informasi yang berbeda tersebut dinyatakan oleh informan sebagai berikut pada Kotak 10.
Kotak 10 “Sudah tahu…. guru UKS sudah mendapatkan penataran UKS tingkat kota dan sudah diberitahu tentang “trias UKS”, mereka punya sertifikat” (C1) “Guru UKS belum mendengar informasi tentang program tersebut dari pemerintah, program yang selama ini dijalankan dari Yayasan” (B2)
Informasi berbeda yang dinyatakan oleh informan triangulasi (C1)
tersebut
disampaikan
dengan
ekspresi
wajah
khawatir,
pandangan mata yang kurang fokus dan agak mengernyitkan dahi. Ekspresi tersebut menunjukkan bahwa pada saat menyatakan hal tersebut, beliau kurang jujur9. Hal ini dimungkinkan karena beliau gengsi dan khawatir melakukan kesalahan, mengingat beliau telah berusia 54 tahun dan telah bertugas selama 32 tahun di puskesmas. Dengan usia dan masa kerja yang telah lama tersebut maka beliau akan khawatir jika ada masalah kesehatan di sekolah yaitu kegemukan anak
yang
semakin
menginformasikan
banyak,
apapun
tetapi
mengenai
pihak
puskesmas
program
belum
penanggulangan
kegemukan anak sekolah kepada guru UKS. Pernyataaan beliau tentang sudah adanya penataran untuk guru UKS dan telah diberitahu tentang trias UKS memang benar, akan tetapi belum fokus pada masalah kegemukan anak. Berdasarkan wawancara tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kedua guru UKS memang belum pernah mendengar informasi mengenai program penanggulangan kegemukan anak dari pemerintah, satu sekolah mendengar dari pihak yayasan sendiri.
73
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa secara umum kedua guru UKS mengetahui tentang penyebab, dampak dan cara penanggulangan kegemukan anak, tetapi dampak kegemukan anak yang lebih serius belum diketahui, misalnya gangguan klinis (gangguan pada tulang dan sendi, osteoarthtritis, asma bronkhiale, sleep apnea, hipertensi, jantung koroner, diabetes, batu empedu, dan lain-lain, gangguan kesehatan mental (tidak percaya diri, kehilangan minat terhadap hobi atau aktivitas yang digemari, mudah marah, mudah murung, merasa tidak berguna, tidak menyukai dirinya sendiri dan lain-lain), gangguan sosial (menghindari bermain atau bergaul dengan teman-temannya, menarik diri dari lingkungannya, tidak menyukai gambar diri dan lain-lain). Hasil wawancara tentang pertanyaan cukupkah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki guru UKS untuk menjalankan program penanggulangan
kegemukan
anak,
kedua
informan
utama
menyatakan cukup tapi masih perlu konsultasi dengan ahlinya karena mereka tidak menguasai
sepenuhnya tentang penanggulangan
kegemukan anak. Pernyataan tersebut didukung oleh semua informan triangulasi, yang menyatakan bahwa guru UKS bukan ahlinya sehingga untuk menjalankan program tersebut masih perlu bantuan tenaga ahli, seperti pernyataan pada Kotak 11.
Kotak 11 “…. Ya saya kira sementara cukup, tapi pasti perlu konsultasi dengan ahlinya atau bisa didampingi ahli pada saat tertentu” (A2)
74
“… sementara masih perlu didampingi karena tidak bisa bekerja sendiri, guru UKS kan bukan ahlinya” (B2)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa guru UKS
tahu
dan
mengerti
secara
sederhana
tentang
program
penanggulangan kegemukan anak, tahu tentang fakta-fakta bahwa masalah kegemukan anak ada di sekolah mereka dan akibat-akibat buruk pada anak kegemukan yang terlihat langsung di lapangan. Akan tetapi, kedua guru UKS belum dapat banyak menjelaskan secara rinci tentang dampak yang lebih serius sehingga tindakan yang dilakukan guru UKS untuk menanggulangi kegemukan anak di sekolah juga masih terbatas. Pengetahuan adalah semua yang kita ketahui dan mengerti tentang realita, kebenaran umum dan prinsip-prinsip yang dapat diperoleh
dari buku dan guru, atau melalui pengalaman dan
pengamatan sendiri.41
Lebih rinci lagi, pengetahuan terdiri dari 6
tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan kedua guru UKS tersebut berada pada tahap tahu
dan
mengerti
secara
sederhana
tentang
program
penanggulangan kegemukan anak (dari sekolah dan leaflet/pamflet), tahu tentang fakta-fakta bahwa masalah kegemukan anak ada di sekolah mereka dan akibat-akibat buruk pada anak kegemukan yang terlihat langsung di lapangan. Akan tetapi pada tahap pemahaman teori tentang kegemukan (penyebab, dampak yang lebih serius, dan cara penanggulangan kegemukan anak yang lebih rinci), guru UKS belum dapat banyak menjelaskan. Dengan tahu secara sederhana dan pemahaman yang belum dalam tentang kegemukan anak tersebut,
75
maka menyebabkan pada tahap aplikasi tindakan yang dilakukan guru UKS untuk menanggulangi kegemukan anak di sekolah juga masih terbatas berupa tindakan-tindakan spontan. 3. Sumber Daya Hasil
wawancara
mendalam
tentang
pertanyaan
pemanfaatan sumber daya, diperoleh informasi bahwa di kedua sekolah sudah ada ruang UKS, alat timbang badan, alat ukur tinggi badan, tabel IMT, lapangan olahraga, peralatan untuk olahraga, alat peraga
makanan
sehat,
dan
lain-lain
untuk
melaksanakan
penanggulangan kegemukan anak sekolah.. Semuanya dalam kondisi standart atau baik. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh kelima informan triangulasi, bahwa kedua sekolah sudah mempunyai sarana dan prasarana yang memadahi, bahkan sangat memadahi untuk melaksanakan penanggulangan kegemukan anak karena kedua sekolah tersebut merupakan sekolah favorit. Hal ini seperti pernyataan informan utama dan informan triangulasi pada Kotak 12. Kotak 12 “..yang standart dipunyai sekolah ya paling alat ukur tinggi badan, berat badan, tabel IMT, ruang UKS, lapangan olahraga…” (A2) “oo pasti…. Sekolahnya kan sekolah favorit, jadi sarana prasarana pasti memadahi bahkan sangat memadahi untuk melaksanakan program penanggulangan obesitas anak” (C2)
Sarana dan prasarana adalah barang-barang (materials) yaitu bahan-bahan fisik yang dipergunakan untuk mendukung penanggulangan kegemukan anak sekolah. Kedua guru UKS telah mempunyai sarana dan prasarana yang kualitasnya cukup tinggi di sekolah untuk melaksanakan penanggulangan kegemukan anak.
76
Namun
beberapa
alat
yang
ada
hubungannya
dengan
penanggulangan kegemukan, jarang digunakan misalnya alat ukur tinggi badan dan timbang badan yang seharusnya digunakan untuk mengukur semua anak SD kelas 1-6, tapi hanya digunakan untuk mengukur anak kelas 1 dan 2 saja. Itupun terkadang tidak sesuai jadwal pengukuran. Hasil wawancara tentang siapa yang harus bertanggung jawab menanggulangi kegemukan anak di sekolah dan siapa saja yang harus terlibat dalam program tersebut, kedua informan utama merasa semua harus bertanggung jawab dari orangtua murid, guru, karyawan, petugas kantin, kepala sekolah, dan pihak puskesmas, karena kalau tidak ada kerjasama maka program tidak akan terlaksana dengan baik. Keduanya menyebutkan bahwa orangtua sangat penting perannya dalam program ini, seperti yang dinyatakan informan pada Kotak 13.
Kotak 13 “… siapa yang bertanggung jawab…. Ya semuanya, terutama orangtua sebagai orang terdekat dengan anak harus mendukung, kalau tidak ya percuma saja programnya.. ga bisa jalan” (A1)
Pernyataan tersebut hanya didukung oleh 2 informan triangulasi, yang menyatakan bahwa program tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara kepala sekolah, guru UKS, guru kelas, komite sekolah, puskesmas, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. Peran orangtua disini sangat besar demi berhasilnya program ini, karena waktu terlama anak-anak adalah bersama orang tua, sehingga pembiasaan akan hidup yang sehat harus dari orangtua, seperti pernyataan informan pada Kotak 14.
77
Kotak 14 “… Program ini adalah tanggung jawab bersama semua pihak yang terkait, kepala sekolah, guru UKS, guru kelas, komite sekolah, puskesmas, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. Peran orangtua sangat besar agar program tersebut dapat berhasil…” (B2)
Tiga informan triangulasi lainnya menyatakan kalau program tersebut adalah tanggung jawab pihak sekolah atau dalam hal ini guru UKS sebagai pelaksana program. Guru UKS mempunyai peran yang sangat besar agar program tersebut dapat terlaksana dengan baik. Meskipun kepala sekolah dan pihak puskesmas juga ikut bertanggung jawab, tetapi pada pelaksanaannya guru UKS lah yang mempunyai peran paling besar dalam terlaksananya program ini dengan baik. Pernyataan tersebut seperti yang disampaikan informan pada Kotak 15. Kotak 15 “Guru UKS, karena guru UKS sebagai pelaksana di lapangan. Dia harus bertanggung jawab atas pelaksanaan program itu….” (C1)
Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa guru UKS belum berani mengambil tanggung jawab akan pelaksanaan program penanggulangan kegemukan anak di sekolah, terlihat dari pernyataan kedua informan utama bahwa program tersebut merupakan tanggung jawab bersama, bukan merupakan tanggung jawab guru UKS. Pernyataan tersebut hanya didukung oleh 2 informan triangulasi, sedangkan 3 informan triangulasi lainnya menyatakan bahwa guru UKS yang harus bertanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut.
78
Sumber daya manusia (SDM) mempunyai kedudukan yang sangat strategis, penting dan menentukan, disebabkan karena manusialah yang mengatur segala sesuatunya dalam
organisasi.
Guru UKS sebagai SDM pelaksana organisasi kesehatan di sekolah atau bisa disebut sebagai manajer lini pertama pada pelaksanaan UKS, seharusnya mempunyai kedudukan yang sangat penting dan menentukan untuk mengatur segala sesuatu terkait kesehatan anak. Begitu pentingnya posisi manusia, sehingga secanggih apapun alat-alat yang dimiliki suatu organisasi maka organisasi itu tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa diisi oleh SDM yang bermutu. Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas sebagaimana dimaksud pendidikan.
tersebut,
maka
satu-satunya
cara
adalah
dengan
Terkait dengan pembahasan sebelumnya tentang
pengetahuan guru UKS yang masih pada tahap tahu dan mengerti secara umum tentang program penanggulangan kegemukan anak sekolah, maka wajar apabila kedua guru UKS belum berani mengambil tanggung jawab atas program tersebut.
4. Risiko Hasil wawancara pertanyaan tentang kepedulian guru UKS dalam menghadapi dampak risiko yang akan dihadapi anak-anak ketika penanggulangan kegemukan anak tersebut tidak dilaksanakan, kedua guru UKS menyatakan bahwa mereka mengetahui resikonya yaitu jumlah anak gemuk akan semakin meningkat, dengan demikian banyak anak yang semakin kurang lincah dan daya tahannya menurun dan mudah sakit, seperti pernyataan informan utama pada Kotak 16.
Kotak 16
79
“Risikonya ya.. anak-anak akan semakin banyak yang gemuk, dan daya tahannya juga akan turun....” (A1)
Pernyataan guru UKS tersebut didukung oleh kelima informan triangulasi, bahwa guru UKS pasti tahu risikonya jika penanggulangan kegemukan anak tersebut tidak dilaksanakan. Pernyataan informan triangulasi tersebut seperti pada Kotak 17.
Kotak 17 “…guru UKS saya sudah sering cerita tentang masalah kegemukan anak di sekolah, pasti dia tahu risikonya” (B1)
Risiko adalah kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada suatu waktu di kemudian hari. Kedua Guru UKS mengetahui risikonya jika program penanggulangan kegemukan anak tidak dilaksanakan, maka jumlah anak yang gemuk akan semakin meningkat dan daya tahan mereka akan semakin menurun. Akan tetapi, guru UKS tidak tahu dampak yang lebih serius lagi seperti gangguan pada tulang dan sendi, hipertensi, diabetes, dan lain-lain. Hal tersebut mengakibatkan upaya guru UKS dalam menanggulangi kegemukan anak hanya sebatas tindakan-tindakan spontan di lapangan.
5. Tekanan Hasil wawancara pertanyaan tentang siapa saja dan apa saja yang bisa memaksa guru UKS untuk melaksanakan penanggulangan kegemukan anak di sekolah, kedua guru UKS mengatakan pihak Yayasan atau Kepala Sekolah, kalaupun paksaan tersebut datang dari luar, pasti akan melalui Kepala Sekolah atau Yayasan lebih dulu. Lalu ketika guru UKS ditanya tentang cara apa saja yang dilakukan
80
Yayasan atau Kepala Sekolah untuk memaksakan agar guru UKS melaksanakan penanggulangan kegemukan anak tersebut, guru X2 mengatakan bahwa Yayasan sekolahnya memberikan program penanggulangan kegemukan anak untuk dilaksanakan. Guru X1 mengatakan sementara ini tidak ada paksaan sama sekali dari Kepala Sekolah dan Yayasan, seperti pernyataan pada Kotak 18. Kotak 18 “Yayasan sekolah kami membuatkan program penanggulangan kegemukan anak untuk dilaksanakan.” (A2) “Sementara ini tidak ada paksaan dari Kepala Sekolah atau Yayasan kok…”
(A1)
Pernyataan kedua guru UKS tersebut sesuai dengan yang diungkapkan kelima informan triangulasi, yaitu yang bisa menekan guru UKS untuk melaksanakan program adalah pihak Yayasan atau Kepala Sekolahnya masing-masing, Pihak luar hanya menghimbau saja untuk melaksanakan program penanggulangan kegemukan anak, seperti pernyataan informan triangulasi pada Kotak 19.
Kotak 19 “…. Yang bisa memaksa ya Kepala Sekolah/ Yayasan, kami hanya menghimbau saja.” (C3)
Didalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam norma yang berlaku dan tentu harus dipatuhi bersama. Norma diartikan sebagai aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat. Kehadirannya tentu bukan tanpa sebab, norma ini sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan dapat terima, bertujuan
untuk
menciptakan
keteraturan
didalam
masyarakat
81
sehingga menjadikan kehidupan bermasyarakat yang aman, nyaman, tentram, tertib, dan sentosa. Dalam pelaksanaannya, tidak semua orang bisa mematuhi norma-norma yang berlaku. Hal ini disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah tingkat pendidikan, kondisi ekonomi, status sosial, dan lain-lainnya. Maka dari itu norma bersifat mengikat, setiap orang yang berada dalam lingkungan berlakunya norma itu wajib menaatinya, bagi yang melanggar akan dikenai sanksi tertentu. Maka dari itu terkadang norma dirasakan sebagai paksaan/ tekanan oleh sebagian masyarakat. Semakin besar tekanan berupa peraturan, maka seseorang akan semakin peduli untuk melakukan hal yang baik. Norma yang telah dijalankan oleh kedua guru UKS tersebut adalah norma moral/ kesusilaan. Norma moral adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik, yang bersumber dari hati nurani manusia. Norma kesusilaan ini bersifat universal, artinya berlaku dimanapun dan kapanpun dalam kehidupan manusia. Dan jika melanggar sanksinya berupa menyesal. Guru UKS akan menyesal ketika pada suatu saat nanti banyak anak yang jatuh sakit (dari penyakit yang ringan sampai berat) karena kegemukan. Tekanan dari norma moral tersebut tampak masih belum besar karena efek yang ditimbulkan pada anak karena kegemukan saat ini belum terlalu serius. Sehingga pemerintah yang seharusnya ikut berupaya mengatasi dan mencegah masalah kegemukan anak ini semakin besar, yaitu dengan dibuatnya norma hukum. Norma hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang, yang bersifat mengikat dan memaksa. Negara berkuasa untuk memaksakan aturan-aturan hukum agar dipatuhi, dan bagi siapa saja yang bertindak melawan hukum dapat diancam dan dijatuhi hukuman tertentu. Sifat “memaksa”
82
dengan sanksinya yang tegas dan nyata inilah merupakan kelebihan dari norma hukum dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya. Dari hasil wawancara mendalam pada semua informan tentang tekanan tersebut, dapat diketahui bahwa belum adanya tekanan yang kuat dari sektor luar yang terkait dalam hal ini dari Dinas Kesehatan Kota Semarang berupa kebijakan-kebijakan untuk puskesmas dan sekolah-sekolah binaannya dalam penanggulangan kegemukan anak. Di sekolah X2 telah ada norma (program) yang dibuat oleh Yayasan sehingga memaksa guru UKS untuk melakukan penanggulangan kegemukan anak, sedangkan di sekolah X1 belum ada paksaan (program) dari Yayasan atau Kepala Sekolah. D. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah namun masih memiliki keterbatasan yaitu : 1. Penelitian kualitatif memiliki subyektifitas tinggi karena sangat bergantung pada interpretasi peneliti tentang makna yang tersirat dalam wawancara, sehingga kemungkinan bias tetap masih ada. 2. Subyek penelitian ini hanya 2 guru UKS SD swasta sehingga hanya bisa diterapkan pada individu dengan karakteristik dan kondisi yang mirip saja, tidak dapat digeneralisasikan kepada sekolah-sekolah. 3. Masih ada variabel yang tidak diteliti yaitu persepsi dan sikap guru UKS dikarenakan keterbatasan waktu peneliti dalam penyusunan tesis ini.
83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
kepedulian
guru
UKS
terhadap
program penanggulangan
kegemukan anak SD sebagai berikut: 1. Kepedulian Guru UKS kurang memprioritaskan penanggulangan kegemukan anak diantara upaya kesehatan lainnya. 2. Kebutuhan Guru UKS belum mempunyai keinginan yang kuat untuk menanggulangi kegemukan anak, terlihat dari tidak adanya tindakan yang serius dan konsisten. 3. Pengetahuan Guru UKS hanya memiliki pengetahuan yang mendasar tentang kegemukan.
Dampak
kegemukan
dan
upaya
penanggulangan
kegemukan anak belum diketahui. 4. Sumber daya Peralatan pengukuran berat dan tinggi badan tersedia lengkap tetapi pemanfaatannya belum maksimal. 5. Risiko Guru UKS belum mengkhawatirkan risiko kegemukan pada anak, karena tidak mengetahui dampak yang lebih berbahaya kedepannya.
84
6. Tekanan Guru UKS bertindak lebih serius menanggulangi kegemukan anak ketika ada tekanan dari Yayasan.
B. SARAN Setelah mengetahui hasil penelitan dan kesimpulannya, maka disarankan kepada : 1. Dinas Kesehatan Kota Semarang Agar segera menyusun kebijakan/ peraturan pelaksana/ program untuk menanggulangi masalah kegemukan anak karena dengan adanya kebijakan tersebut maka akan dapat lebih menekan sekolah/ guru UKS dalam upaya penanggulangan kegemukan anak SD. 2. Puskesmas di wilayah Kota Semarang a. Agar ikut aktif mendukung guru UKS untuk tetap terus berupaya menanggulangi masalah kegemukan anak SD. b. Ikut mendorong Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk segera menyusun kebijakan/ peraturan pelaksana/ program mengenai masalah kegemukan anak SD. 3. Yayasan / Kepala Sekolah Dasar di wilayah Kota Semarang yang mempunyai prevalensi kegemukan anak yang tinggi Agar terus berupaya menanggulangi kegemukan siswanya dengan membuat kebijakan-kebijakan intern/ program-program di sekolah untuk menanggulangi kegemukan anak SD. 4. Kepada Guru UKS di wilayah Kota Semarang yang prevalensi kegemukan anaknya tinggi.
85
Agar terus peduli untuk menanggulangi masalah kegemukan anak dengan melakukan tindakan-tindakan nyata di lapangan sementara belum ada kebijakan/ program yang terarah dan jelas.
86
DAFTAR PUSTAKA 1. Mello Anthony de, S.J. Butir-Butir Mutiara Pencerahan Awareness. PT Gramedia Pustaka Utama. 2014 2. Saifah.A. Hubungan Peran Keluarga, Guru, Teman Sebaya, dan Media Massa dengan Perilaku Gizi Anak Usia SD di Wilayah Kerja Puskesmas Mabelopura Kota Palu. Tahun 2011. 3. Lutviatin Novia, Rokhmah Dewi, Andrianto Sonny. Determinan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Siswa SD di Desa Rambipuji. Tahun 2011 4. http://www.pusdiklat-aparaturkes.net/Downloads/ Diklat Kepemimpinan/ Pelatihan PKP Kepala Dinkes/MODUL.1 PKP KADINKES/POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB BAHASAN/Kebijakan Kesehatan 2/Chapter 1_Kerangka Kebijakan Kesehatan Konteks, Proses dan Pelaku.pdf 5. Reuters I Arba’Iyah Satriani, Anak Obesitas Bisa Dipicu Perilaku Orangtua, http://www.tempo.co/read/news/ 2014/02/07/060551930. 7 Maret 2014. 6. Sulaiman M Reza. Orangtua Sering Tidak Sadar Anaknya Obesitas, health.detik.com/read/2014/02/11/190057/2493816/764/orang-tuaternyata-sering-tidak-sadar-anaknya-obesitas, 11 Februari 2014. 7. BBC Indonesia. Korban-obesitas-lebih-banyak-daripada-kelaparan. www.harianhaluan.com/index.php/khas/19746. 2014 8. Goble Frank G. Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Kanisius. Yogyakarta. 2002. 9. Agus N. Cahyo. Pedoman Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual. Diva Press. Yogyakarta. 2013. 10. Skinner B.F. Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia, Pustaka belajar, 2013 11. Susilo Budi. Membaca Kejujuran dan Kebohongan dari Raut Wajah, Flash Books, Jogjakarta, 2014 12. Burtonshaw-Simon Gunn A.. Alat dan Teknik Analisis Manajemen. PT Indeks. Jakarta. 2011. 13. Pink Daniel H. Otak Kanan Manusia, Think Jogjakarta, 2009. 14. Krathwohl David R. Benjamin S. Bloom, Bertram B. Masia. Taxonomy Of Educational Objective. Longman Group LTD, London, 1973. 15. Alamsyah Dedi dan Muliawati Ratna. Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Nuha Medika. Yogyakarta. 2013.
87
16. Dahlan Dedy. Lakukan Dengan Hati, PT Elex Media Komputindob Jakarta, 2013. 17. Suseno Franz Magnis. Etika Dasar: Moral. Kanisius. Yogyakarta. 1987.
Masalah-Masalah Pokok Filsafat
18. Wahyu Ganis Ginanjar . Obesitas pada Anak. PT Bentang Pustaka. Yogyakarta. 2009. 19. Prameswari Hati Sri, Dahsyatnya Kekuatan Pikiran yang Diikuti dengan Tindakan, CR Publishing, Tangerang, 2014 20. Rapar Jan Hendrik. Pengantar Logika: Asas-Asas Penalaran Sistematis. Kanisius. Yogyakarta. 1996. 21. Kotler Philip & Andreasen R. Alan. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1996. 22. Palupi Kusuma Dewi . Analisis Implementasi Program Perlayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas Wilayah Kota Semarang. (Tesis). 2009. 23. Thelina Lavine Z.. Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sarte. Jendela. Yogyakarta. 2002. 24. Littauer Florence. Tangerang. 2011.
Personality
Plus.
Karisma
Publishing
Group.
25. Yusuf Nanang Qosim. The 7 Awareness. PT Gramedia Pustaka Utama. 2014 26. Salkin Neil J. Theories of Human Devepolment, University of Kansas, 1985. 27. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman untuk Tenaga Kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah di Tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Pondok Pesantren. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. 28. OXFORD. Oxford Advanced Learner's Dictionary. Oxford University Press. New York. 2000. 29. Panglaykim. Manajemen: Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1983. 30. Poedjawijatna. Tahu dan Pengetahuan: Pengantar ke Ilmu dan Filsafat. PT Bina Aksara. Jakarta. 1982. 31. Prawira Purwa Atmaja. Psikologi Umum dengan Perspektif Baru. ARRuzz Media.Jakarta. 2012. 32. Amiruddin Ridwan. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Hasanudin University Press. Bogor. 2013.
IPB Press &
88
33. Nurmalina Rina dan Bandung Valley. Pencegahan dan Manajemen Obesitas. Kompas Gramedia. Jakarta. 2011. 34. Pratiwi Rini. Analisis formulasi dan implementasi Kebijakan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2008 tentang Inisiasi Menyusui Dini dan ASI eksklusif Kabupaten Kendal . (Tesis). 2011. 35. Neil Salkind J.. Theories of Human Development. John Wiley & sons. New York. 1985. 36. Simposium Obesitas. Diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran UNS bekerja-sama dengan Persatuan Ahli Penyakit Dalam cabang Surakarta. 9 April 1988. 37. Consuelo Sevilla G. dkk. Pengantar Metode Penelitian. UI Press. Jakarta. 1993. 38. Notoatmodjo Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku. PT Reneka Cipta. Jakarta. 2007. 39. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. CV Alfabeta. Bandung. 2005. 40. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif dan R&D. CV Alfabeta. Bandung. 2010.
Kuantitatif,
41. Sugiyono. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Desertasi. CV Alfabeta. Bandung, 2013. 42. Sumanto, Dr.M.A., Psikologi Umum, Center og Academic Publishing Service, 2014. 43. Supriyanto dan Ernawaty. Pemasaran Industri Jasa Jasa Kesehatan. CV Andi Offset. Yogyakarta. 2010. 44. Thorndike E.L & Barnhart Clarence. High School Dictionary. Doubleday & Company, Inc. New York. 1965. 45. Tuckman W, Bruce. Conducting Educational Research. HBJ Publishers. New York. 1978. 46. Zukav Gary. The Seat of the Soul. Free Press. New York. 2007. 47. Kennedy Carol. Managing with teh Gurus (Mengelola Bersama Para Guru). PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 1999 48. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Riskesdas 2010. www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas 2010/laporan_riskesdas_2010.pdf